Analisis potensi sumberdaya lahan untuk...
Transcript of Analisis potensi sumberdaya lahan untuk...
ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN SAP1 POTONG
DI KABUPATEN KARO
MARKUS MALAU
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis "Analisis Potensi Sumberdaya Lahan untuk Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Karo" adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2007
Markus Malau NRP A253050134
ABSTRAK
MARKUS MALAU. Analisis Potensi Sumberdaya Lahan untuk Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Karo (Potential Analysis of Land Resources for Beef Cattle Development in Karo Regency). Dibimbiig oleh ATANG SUTANDI, UUP S. WIRADISASTRA.
Sumberdaya lahan, temak dan hijauan makanan temak (HMT) merupakan komponen yang berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan dalam pengembangan sapi potong. Lahan yang optimal untuk pengembangan sapi potong adalah yang sesuai lingkungan ekologis dan mampu menghasilkan makanan temak yang cukup, berkualitas dan kontinyu. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi jenis-jenis penggunaan lahan untuk pengembangan sapi potong; (2) menentukan kesesuaian lahan sebagai lingkungan ekologis sapi potong; (3) menentukan kesesuaian lahan untuk tanaman HMT yang dorninan dan potensi untuk dikembangkan serta bagaimana tingkat ketersediaannya (daya dukung); serta (5) menentukan prioritas dan arahan lahan pengembangan sapi potong. Analisis yang digunakan melalui pendekatan penginderaan jauh (inderaja), Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Microsoft Excel.
Melalui analisis dan pengolahan citra satelit Landsat TM7 diidentifikasi jenis-jenis penggunaan lahan yang berpotensi untuk pengembangan sapi potong, yakni lahan-lahan usahatani yang mendukung penyediaaan pakan HMT antara lain: sawah, tegalan, kebun campwan, semak/rerumputan, dan lahan terbuka dengan luas 135.000 Ha (62% dari luas wilayah penelitian). Hasil analisis menunjukkan bahwa sebahagian besar wilayah Kabupaten Karo kwang sesuai sebagai lingkungan ekologis sapi potong baik sistem gembala maupun kandang, dengan faktor pembatas utama adalah terrain (lereng dan elevasi) serta temperature humidity index (THI). Lahan yang sesuai lingkungan ekologis sapi potong pada pemeliharaan sistem gembala mencapai 79.831 Ha (36,50%) sedangkan sistem kandang 58.771 Ha (26,87%).
Total daya dukung @D) HMT pada kesesuaian lahan aktual mencapai 93.567 satuan temak (ST) sehingga mampu menampung tarnbahan temak sapi potong sebesar 43.585 ST sedangkan pada keadaan kesesuaian lahan potensial mencapai 133.371 ST dengan kapasitas peningkatan (KP) sapi potong sebesar 83.388 ST. Berdasarkan tingkat ketersediaan HMT pada keadaan kesesuaian lahan aktual, sebagian besar lahan berada pada status rawan sampai sangat kritis mencapai 75.908 Ha (34.71% dari luas wilayah kabupaten) dengan rata-rata DD hijauan sebesar 1,32 ST/Ha sedangkan pada kesesuaian lahan potensial, tingkat ketersediaan HMT pada status aman sebanding dengan status rawan sampai sangat kritis.
Berdasarkan landuse, lahan tegalan dan sawah mempunyai kemampuan menyediakan HMT yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lahan-lahan lainnya. Pada keadaan kesesuaian lahan aktual rata-rata DD hijauan pada lahan tegalan dan sawah masing-masing 1,30 dan 0,96 ST/Ha, sedangkan pada keadaan kesesuaian lahan potensial 1.79 dan 1,36 ST/Ha.
Pada keadaan kesesuaian lahan potensial, baik sistem gembala atau kandang, lahan prioritas I terdapat pada lahan tegalan dengan luas 10.537 Ha dan sawah 12.263 Ha. Pada sistem gembala, lahan pada prioritas I mempunyai total DD sebesar 64.240 ST sehingga mampu menerima tambahan sapi potong sebesar
51.403 ST atau rata-rata 1,41 ST/Ha sedangkan pada sistem kandang, lahan prioritas I mempunyai total DD sebesar 46.984 ST sehingga marnpu menerima tarnbahan sapi potong sebanyak 3 1.304 ST atau rata-rata 1,37 ST/Ha.
Arahan lahan untuk pengembangan sapi potong di Kabupaten Karo adalah sistem diversifikasi pada lahan tegalan dan sawah. Untuk sistem gembala, luas areal dengan diversifikasi lahan sawah pada keadaan kesesuaian lahan potensial mencapai 20.422 Ha (9,34% dari luas kabupaten) dengan KP sapi potong 27.000 ST (1,32 ST/Ha) sedangkan pada sistem diversifikasi lahan tegalan 15.932 Ha (7,28%) dengan KP sapi potong 24.403 ST (4,39 ST/Ha). Sedangkan untuk sistem kandang luas areal dengan diversifikasi lahan sawah pada keadaan kesesuaian lahan potensial dengan mencapai 12.263 Ha (5,63% dari luas total kabupaten karo) sedangkan pada sistem diversifikasi lahan tegalan 10.537 Ha (4,84%).
O Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dun memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofzlm, dun sebagainya
ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN SAP1 POTONG
DI KABUPATEN KARO
MARMUS MALAU
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
Judul Tesis : Analisis Potensi Sumberdaya Lahan untuk Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Karo
Narna : Markus Malau NRP : A253050134
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ketua
Diketahui
Tanggal Ujian: 22 Februari 2007 Tanggal Lulus: 0 8 MAR 2007
yang tercinta Fran.sisf&a B Situmorang, Stefani rihn Patric&Hanison atas doa, fiarapan rihn du&ungan k a h n sehma ini .....
Ucapan syu(ur:
atas terka6uCnya pemwhoionan melhCui Wbvena i i a Sahm Maria
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di Surga atas segala rahrnat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul "Analisis Potensi Sumberdaya Lahan untuk Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Karo".
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian tulisan ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan semua pihak, maka perkenankan penulis menyampaikan ucapan terirna kasih kepada yang terhormat: 1. Bapak Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.D dan Bapak Prof. Dr. Ir. Uup S.
Wiradisastra, M.Sc selaku pembimbing serta Bapak Prof. Dr. Ir. Junaidi A. Rachim selaku penguji luar komisi, yang telah banyak memberikan biibingan dan saran;
2. Ketua Program Studi Dr. Ir. Eman Rustiadi, M.Agr dan segenap dosen pengajar serta asisten pada program studi Ilmu Perencanaan Wilayah, atas bimbingan dan dukungannya.
3. Pimpinan Pusbindiklati-en-Bappenas yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program studi dan memberikan beasiswa tugas belajar ini.
4. Kepala Kantor PDE (Bapak Ir. Mulia Barus, M.Si) beserta staf dan Pemerintah Kabupaten Karo atas dukungan, bantuan dan ijin yang telah diberikan selama melaksanakan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor
5. Segenap staf Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah yang telah membantu kelancaran penulis selama studi.
6. Bapak Ir. Suratman, peneliti pada Puslittanak Bogor yang telah memberikan referensi, konsultasi dan masukan.
7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB tahun 200512006 atas bantuan, kerjasama dan dukungannya.
8. Kedua orangtua dan mertua, ifo dan lae J. Simatupang (Padang) serta adek- adekku atas doa, motivasi dan dukungannya.
9. Lae Daniel, Shanty, Men-Eko (Jakarta) atas bantuan dan dorongan semangat. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu penulis baik secara moril maupun matenl dalam penyelesaian tulisan ini.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan keiemahan, namun penulis berharap tulisan ini mampu memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Markus Malau
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kisaran pada tanggal 23 September 1969 dari bapak 3.R Malau dan ibu H br. Sitanggang. Penulis merupakan putra kedua dari tujuh bersaudara.
Sekolah dasar hingga menengah atas diselesaikan di Bukittinggi Sumatera Barat. Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bukittinggi dan pada tahun yang sama lulus seleksi mas& pada jurusan Produksi Temak Fakultas Petemakan Universitas Andalas Padang melalui jalur undangan PMDK dan tarnat tahun 1995.
Kesempatan untuk melanjutkan ke Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah diperoleh pada tahun 2005 atas ijin tugas belajar dari Pemerintah Kabupaten Karo dan beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, P e n d i d i dan Pelatihan Perencana (PusbiidiMatren) Bappenas.
Saat ini penulis bekerja pada Kantor Pengolahan Data Elektronik (PDE) Kabupaten Karo Provinsi Surnatera Utara, dengan tugas utama antara lain membantu dalam perencanaan dan penerapan teknologi informasi dalam rangka mendukung e-government di Kabupaten Karo.
DAFTAR IS1
Hataman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
.................................................................................... DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................... 1 Perumusan Masalah ........................................................................... 3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 3
.............................................................................. Manfaat Penelitian 3 ....................................................................... Keterbatasan Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... Sapi Potong
Evaluasi Sumberdaya Lahan ............................................................... Karakteristik dan Kualitas Lahan ....................................................... Kesesuaian Lahan ............................................................................... Sumberdaya Lahan untuk Pengembangan Ternak Ruminansia ........................................................................................ Hijauan Makanan Ternak ...................................................................
............................................ Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak Pola Pengembangan dan Bentuk Usaha Sapi Potong ........................
................................................................ Sistem Informasi Geografis Penginderaan Jauh untuk Penutupan/Penggunaan Lahan ...................
BAHAN DAN METODE .............................................................. Lokasi dan Waktu Penelitian 23
Bahan .................................................................................................. . .
Kerangka Pem~hran ........................................................................... Metode dan Analisis ...........................................................................
...................... Identifikasi Jenis Penutupank'enggunaan Lahan ........ Penilaian Kesesuaian Lingkungan Ekologis Sapi Potong
Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Hijauan Ternak .. Identifikasi Tingkat Ketersediaan Hijauan Makanan
........................................................................................ Ternak Prioritas dan Arahan Lahan Pengembangan Ternak Sapi Potong ........................................................................................
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Penutupan dan Penggunaan Lahan ..................................................... 38 Penduduk ........................................................................................... 39 Iklim ................................................................................................ 40 Topografi ........................................................................................... 46 Geologi dan Batuan Induk ................................................................. 49
.................................................................... Satuan Lahan dan Tanah Hidrologi ............................................................................................
.......................................................... Keadaan dan Kesuburan Tanah . . ................................................................. Kondisi Umum Petemakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Penutupan dan Penggunaan Lahan ..................................................... Kesesuaian Lingkungan Ekologis Sapi Potong .................................. Kesesuaian Lahan Tanaman Hiiauan Makanan Temak ...................... .,
Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah (Olyza sativa) .......... Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Gogo .................................... . Kesesuaian Lahan Tanaman Jagung .......................................... Kesesuaian Lahan Tanaman Ubi Jalar ...................................... Kesesuaian Lahan Tanaman Kacang Hijau ..............................
............................. Kesesuaian Lahan Tanaman Rurnput Gajah Kesesuaian Lahan Tanaman Rumput Setaria ...........................
............................. Kesesuaian Lahan Tanaman Rumput Alam Kesesuaian Lahan Tanaman Leguminosa ................................
.............................................. Ketersediaan Hijauan Makanan Temak ................................................................ Prioritas dan Arahan Lahan ............................................................. Prioritas Arahan Lahan
Arahan Lahan Pengembangan ................................................... ............................................................................ SIMPULAN DAN SARAN
..................................................................................... DAFTAR PUSTAKA
................................................................................................... LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jenis dan sumber peta dan data sekunder .................................................. 23
2 Kriteria penilaian kesesuaian lingkungan ekologis untuk sapi gembala ................................................................................................ 30
3 Kriteria penilaian kesesuaian lingkungan ekologis untuk sapi kandang ................................................................................................ 30
4 Kriteria status daya dukung hijauan makanan temak berdasarkan indeks daya dukung .............................................................................................. 33
5 Karakterisasi pakan limbah tanaman pangan ............................................ 33
6 Karakterisasi potensi sumber pakan alami pada tiap penggunaan lahan .......................................................................................................... 33
7 Nilai satuan temak (ST) ruminansia utama di Kabupaten Karo tahun 2005 ......................................................................................................... 34
8 Matrik prioritas arahan lahan pengembangan sapi potong ....................... 34
9 Luas wilayah dan penutupanlpenggunaan lahan Kabupaten Karo ........................................ menurut data BPS (2005) dan peta digital RBI 38
10 Luas wilayah. jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di Kabupaten tahun 2005 ................................................................................................ 39
1 1 Rata-rata curah hujan di Kabupaten Karo di sembilan stasiun pengamatan tahun 1985 . 2005 ............................................................... 40
12 Zona agroklimat berdasarkan jumlah bulan basah dan kering di Kabupaten di 9 stasiun pengamatan tahun 1985-2005 ............................ 43
13 Rata-rata suhu udara di stasiun Kutagadung tahun 19962005 dan stasiun tongkoh tahun 2000-2005 ............................................................ 43
14 Rata-rata persentase kelembaban nisbi di stasiun Kutagadung tahun 1996-2005 dan stasiun Tongkoh tahun 2000-2005 .................................. 44
15 Bentuk wilayah dan luas lahan berdasarkan kelerengan di Kabupaten Karo ....................................................................................... 46
16 Ketinggian dan luas wilayah di Kabupaten Karo ...................................... 46
17 Jenis-jenis tanah dominan yang dijumpai di Kabupaten Karo ................. 55
18 Jenis tanah yang dijumpai di Kabupaten Karo menurut Taksonomi Tanah (1975) dan Dudal & Soepraptohardjo (1960) ............................... 56
19 Perkembangan populasi sapi potong di Kabupaten Karo tahun 2000-2005 .............................................................................................. 59
20 Luas penggunaan lahan sawah dan lahan kering serta populasi temak ................................... ruminansia utama di Kabupaten Karo tahun 2004 60
21 Jenis penutupan dan pengggunaan lahan di Kabupaten Karo tahun 2005 berdasarkan interpretasi citra Landsat TM7 .............................................
22 Luasan dan jenis penggunaan lahan per kecamatan di Kabupaten Karo (Ha) .. . .. . . .. . . . . . .. . . . . .. .. ... . . . .. .. . . .. . .. .. .. . . .. . . .. . . . .. . .. . .. . . . . . .. . . . .. .. . .. .. . .. . .. . . . .. .. .. . . . . . .. . .
23 Persentase luasan dan jenis penggunaan lahan per kecamatan di Kabupaten Karo ........................................................................................
24 Kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong di Kabupaten Karo ............ 25 Sebaran lahan sesuai lingkungan ekologis sapi potong berdasarkan
Ianduse . ... . .. . .. . .. .. .... ... .. ... .. .... . .. .. .. . . .. .. ..... ... ...... .. .. ... .. ... .. ..... . ..... .. ... .. .. .. .. ... 26 Luas kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong di Kabupaten Karo ... 27 Kesesuaian lahan tanaman padi sawah di Kabupaten Karo ...................... 28 Kesesuaian lahan tanaman padi gogo di Kabupaten Karo ........................ 29 Kesesuaian lahan tanaman jagung di Kabupaten Karo ............................. 30 Kesesuaian lahan tanaman ubi jalar di Kabupaten Karo ........................... 3 1 Kesesuaian lahan tanaman kacang hijau di Kabupaten Karo .................... 32 Kesesuaian lahan tanaman rumput gajah di Kabupaten Karo ................... 33 Kesesuaian lahan tanaman rumput setaria di Kabupaten Karo ................. 34 Kesesuaian lahan tanaman rumput dam di Kabupaten Karo .................... 35 Kesesuaian lahan tanaman legurninosa di Kabupaten Karo ..................... 36 Tingkat kepadatan usaha temak ruminansia di Kabupaten Karo tahun
2005 .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .. . 37 Status daya dukung hijauan makanan ternak di Kabupaten Karo tahun
2005 ........................................................................................................... 38 Daya dukung hijauan makanan temak dan kapasitas peningkatan sapi
potong menurut kecamatan di Kabupaten Karo ........................................ 39 Sebaran status daya dukung potensial pada lahan usahatani di
Kabupaten Karo ....................................................................................... 40 Daya dukung hijauan makanan temak berdasarkan landuse di
Kabupaten Karo ....................................................................................... 41 Jenis tanaman sumber hijauan menurut musim tanam pada lahan
sawah dan tegalan di Kabupaten Karo ..................................................... 42 Daya dukung hijauan makanan temak berdasarkan musim tanarn pada
lahan sawah dan tegalan di Kabupaten Karo ........................................... 43 Prioritas arahan lahan dan kapasitas peningkatan sapi potong sistem
gembala di Kabupaten Karo ...................................................................... 44 Prioritas arahan lahan dan kapasitas peningkatan sapi potong sistem
kandang di Kabupaten Karo ......................................................................
45 Arahan lahan pengembangan sapi potong sistem gembala di Kabupaten Karo ....................................................................................... I07
46 Arahan lahan pengembangan sapi potong sistem kandang di Kabupaten Karo ........................................................................................ 107
47 Arahan lahan pengembangan sapi potong sistem GEMBALA menurut kecamatan di Kabupaten Karo pada keadaan kesesuaian lahan AKTUAL ........................................................................................ 109
48 Arahan lahan pengembangan sapi potong sistem KANDANG menurut kecarnatan di Kabupaten Karo pada keadaan kesesuaian lahan AKTUAL ..................................................................................... 109
49. Arahan lahan pengembangan sapi potong sistem GEMBALA menurut kecamatan di Kabupaten Karo pada kesesuaian lahan POTENSIAL ............................................................................................. 108
50 Arahan lahan pengembangan sapi potong sistem KANDANG menurut kecamatan di Kabupaten Karo pada kesesuaian lahan POTENSIAL ......................................................................................... 108
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Peta lokasi penelitian Kabupaten Karo Provinsi Surnatera Utara ............ 2 Diagram alir kerangka pemikiran .............................................................. 3 Diagram alir pelaksanaan penelitian ....................................................... 4 Peta curah hujan Kabupaten Karo .................. : ......................................... 5 Peta zona agroklimat Kabupaten Karo ..................................................... 6 Peta estirnasi suhu berdasarkan elevasi diKabupaten Karo .................... 7 Peta lereng Kabupaten Karo ..................................................................... 8 Peta elevasi Kabupaten Karo ................................................................... 9 Peta landunit Kabupaten Karo ................................................................. 10 Peta penutupan dan pengggunaan lahan di Kabupaten Karo ................... 11 Peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong sistem gembala di
Kabupaten Karo ....................................................................................... 12 Peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong sistem kandang di
Kabupaten Karo ....................................................................................... .............. 13 Peta kesesuaian lahan tanaman padi sawah di Kabupaten Karo
................ 14 Peta kesesuaian lahan tanaman padi gogo di Kabupaten Karo
..................... 15 Peta kesesuaian lahan tanaman jagung di Kabupaten Karo
................... 16 Peta kesesuaian lahan tanaman ubi jalar di Kabupaten Karo
............ 17 Peta kesesuaian lahan tanaman kacang hijau di Kabupaten Karo
........... 18 Peta kesesuaian lahan tanaman rumput gajah di Kabupaten Karo
......... 19 Peta kesesuaian lahan tanaman rumput setaria di Kabupaten Karo
............ 20 Peta kesesuaian lahan tanaman rumput alam di Kabupaten Karo
............. 21 Peta kesesuaian lahan tanaman legurninosa di Kabupaten Karo
...... 22 Peta status daya dukung hijauan makanan temak di Kabupaten Karo
23 Peta prioritas arahan lahan pengembangan sapi potong sistem gembala di Kabupaten Karo .....................................................................
24 Peta prioritas arahan lahan pengembangan sapi potong sistem ..................................................................... kandang di Kabupaten Karo
25 Peta arahan lahan pengembangan sapi potong sistem gembala di Kabupaten Karo ........................................................................................
26 Peta arahan lahan pengembangan sapi potong sistem kandang di Kabupaten Karo ........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN
1. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual untuk menjadi potensial menurut tingkat pengelolaannya .............................................................. 120
2 Legenda satuan lahan dan tanah Kabupaten Karo .................................... 121
3 Kualitas dan karakteristik Lahan di Kabupaten Karo ............................... 122
4 Analisis kimia tanah di beberapa kecamatan di Kabupaten Karo ............. 133
5 Kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong di Kabupaten Karo dan
faktor penghambat ..................................................................................... 134
6 Kriteria kesesuaian lahan beberapa tanarnan sumber hijauan makanan ternak ...................................................................................................... 141
Latar Belakang
Pembangunan subsektor petemakan memegang peranan penting dan
menjadi bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional
dalam usaha memperbaiki gizi masyarakat, meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani, menyediakan lapangan kerja, peningkatan ketahanan pangan
serta penghasil pupuk organik. Pertambahan penduduk dan tingkat pendapatan
yang terus meningkat menuntut ketersediaan pangan bergizi asal remak. Untuk
menjamin ketersediaan pangan tersebut perlu upaya peningkatan produksi dan
populasi ternak, salah satunya melahi pengembangan temak ruminansia sesuai
dengan daya dukung dan potensi surnberdaya lahan di suatu wilayah.
Dalam usaha peningkatan produksi temak ruminansia terdapat hubungan
yang erat antara aspek lahan, hijauan makanan temak dan ternak yang tak
terpisahkan satu sarna lain dalam usaha tani. Apabila salah satu aspek tersebut
tidak ada maka produksi yang akan dihasilkan tidak akan memuaskan dan
mungkin akan menyebabkan kegagalan dalam usaha. Lahan merupakan modal
utama sebagai tempat hidup temak ruminansia sekaligus sebagai penghasil
hijauan makanan temak. Oleh karena itu, agar dapat tercapai peningkatan
produksi temak yang optimal diperlukan lahan yang sesuai sebagai lingkungan
ekologis ternak dan mampu menghasilkan hijauan makanan temak dalarn jurnlah
dan kualitas yang cukup dan kontinyu.
Kontribusi subsektor petemakan terhadap perekonomian Kabupaten Karo
cukup besar. Stmkhu perekonomian Kabupaten Karo pada tahun 2004 didorninasi
sektor pertanian yang menyumbang 62,58 % dari total PDRB Kabupaten Karo.
dimana subsektor peternakan memberikan kontribusi sebesar 8,42 % menempati
urutan ketiga setelah tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat
(BPS, 2005). Jumlah sapi potong di Kabupaten Karo tahun 2004 sebanyak 45.858
ekor merupakan populasi yang paling banyak dipelihara dibandingkan dengan
temak besar lainnya.
Pengembangan temak sapi potong di Kabupaten Karo mempunyai prospek
dan peluang sangat baik. Hal ini dimungkinkan antara lain karena tersedianya
lahan yang masih cukup luas, potensi sumberdaya petani peternak, dan
permintaan terhadap daging sapi yang tems meningkat. Aspek pemasaran temak
sapi juga belum menjadi kendala. Di samping itu, sapi potong potensial
dikembangkan di Kabupaten Karo, di samping untuk kebutuhan daging dan
sumber tenaga kerja temtama pengolahan tanah dan penarik barang, juga
mengingat hasil sampingan berupa kotoran ternak, sebagai sumber bahan organik
dan sumber hara potensial bagi tanaman. Sebaliknya bahan limbah pertanian dapat
digunakan sebagai masukan untuk usaha petemakan. Adanya keterkaitan antara
usaha tani dengan peternakan ini dapat meningkatkan pendapatan petani.
Kabupaten Karo merupakan daerah pertanian utama khususnya tanaman
pangan dan hortikultura di Sumatera Utara. Pola pengembangan sapi potong di
Kabupaten Karo tidak terlepas dari penggunaan lahan dan perkembangan usaha
pertanian terutama sawah dan tegaladadang. Di daerah pertanian intensif seperti
Kabupaten Karo, jenis pakan yang diberikan pada temak ruminansia seperti sapi
potong terdiri atas hijauan dan konsentrat, namun sebagian besar berupa pakan
hijauan. Pakan hijauan yang mempakan sumber serat kasar, berasal dari rumput
segar yang ditanam pada pematang sawah, tegalan dan lahan lainnya serta dari
limbah pertanian seperti jerami padi, jerami jagung atau jerami kacang-kacangan.
Fluktuasi pakan hijauan dipengaruhi oleh tataguna lahan dan pola tmam dan
musim panen komoditi pertanian untuk menghasilkan limbah pertanian seperti
jerami padi, jagung, ubi jalar, kacang-kacangan dan lain-lain.
Luasnya lahan sawah dan lahan kering di Kabupaten Karo sangat
memungkinkan dilakukan pengembangan pola integrasi temak-tanaman.
Keterpaduan antara temak dan tanaman pertanian ini dapat saling menunjang dan
saling menguntungkan melalui pemanfaatan tenaga sapi untuk mengolah tanah
dan kotoran sapi untuk pupuk organik sementara lahan sawah dan ladang
menghasilkan limbah untuk pakan temak seperti jerami padi, jagung dan kacang-
kacangan. Pola integrasi ini diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan pakan
temak. Dengan demikian, peluang potensi pengembangan peternakan khususnya
temak ruminansia cukup terbuka lebar dengan mengoptimalkan pemanfaatan
limbah pertanian yang tersedia sebagai pakan untuk ternak sapi potong.
Perumusan Masalah
Pengembangan usaha sapi potong di Kabupaten Karo tidak berjalan
sebagaimana diharapkan karena usaha tersebut belum sepenuhnya didasarkan
pada potensi sumberdaya wilayah yang ada, baik potensi sumberdaya lahan
sebagai penyedia pakan ternak maupun lingkungan yang optimal untuk kehidupan
temak sapi itu sendiri. Kondisi ini dapat menyebabkan jumlah populasi dan
produksi lambat berkembang. Oleh sebab itu diperlukan kajian tentang potensi
sumberdaya lahan yang menyeluruh -untuk kepentingan perencanaan
pembangunan khususnya dalam pengembangan usaha sapi potong di Kabupaten
Karo agar optimal dan lebih terarah. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
dirumuskan pernasalahan sebagai berikut:
a. Belurn adanya penelitianlkajian tentang kesesuaian lahan untuk li~lgkungan
ekologis sapi potong dan kesesuaian lahan untuk hijauan makanan temak serta
daya dukungnya.
b. Potensi lahan di Kabupaten Karo belum dirnanfaatkan secara optimal bagi
pengembangan sapi potong.
c. Ketersediaan hijauan makanan temak belum terpenuhi dan dinilai secara
kualitas bagi pengembangan sapi potong.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Mengidentifikasi jenis penggunaan lahan untuk pengembangan temak sapi
potong.
2. Menentukan kesesuaian lahan sebagai lingkungan ekologis sapi potong.
3. Menentukan kesesuaian lahan untuk tanaman hijauan makanan temak sapi
potong yang dominan dan potensi untuk dikembangkan serta tingkat
ketersediaannya.
4. Menentukan arahan pengembangan temak sapi potong berdasarkan potensi
sumberdaya lahan dan kelayakan usahatemak.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat antara lain:
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah kabupaten dalam perencanaan
pembangunan, khususnya untuk pengembangan petemakan sapi potong.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat dan swasta yang bergerak dalam
usaha pengembangan sapi potong di Kabupaten Karo.
3. Tersedianya sistem informasi meldui analisis potensi lahanlwilayah untuk
pengembangan petemakan khususnya temak sapi potong di Kabupaten Karo.
Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan yang ada daIam penelitian ini antara lain:
1. Peta satuan tanah yang digunakan terbatas pada informasi dari peta satuan
tanah skala tingkat tinjau yang dikeluarkan Puslitanah (1982).
2. Evaluasi lahan hanya dilaksanakan lebih bersifat kualitatif sehingga hanya
memadai untuk arahan pengembangan pada tingkat awal.
3. Perhitungan produksi bahan kering hijauan makanan temak untuk setiap kelas
kesesuaian lahan didasarkan pada asumsi hasil penelitian dari tempat lain
(data sekunder).
4. Aksesibilitas (saratla jalan) dan pemukiman tidak diperhitungkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Potong
Temak sapi merupakan temak ruminansia besar yang memiliki kemampuan
tinggi untuk mengubah hijauan yang berkualitas rendah menjadi produk yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia dalam bentuk daging. Temak ini juga dapat
memanfaatkan hasil sampingdimbah pertanian dan industri sebagai pakan pokok
hidup dan produksi (Muljadi et al., 1992). Kegunaan temak dalam kehidupan
petani meliputi antara lain: (a) sebagai sumber tenaga kerja; (b) pengubah hasil
limbah pertanian dan rumput dam; (c) sebagai tabungan dan cadangan uang tunai;
dan (d) sebagai sumber pupuk organik (Natasasmita dan Mudikdjo, 1980).
Pemilihan suatu bangsa sapi menurut Blakely (1985), tergantung pada
kesukaan petemak, keadaan lingkungan, kemampuan adaptasi, efisiensi produksi,
kemampuan memelihara dan menyusui anak, ukuran badan, pertambahan berat
badan, dan sifat-sifat lain yang cocok dengan keinginan petemak yang
bersangkutan. Jenis sapi yang dipelihara dan sudah lama ada di Indonesia serta
sudah dianggap sebagai sapi lokal adalah sapi Bali (termasuk Bos indicus), sapi
Ongole (Bos indicus) serta Peranakan Ongole (PO), sapi Madura, sapi Jawa, sapi
Sumatera dan sapi Aceh yang semuanya dianggap sebagai k e t m a n sapi Bos
sondaicus dan Bos indicus. Di antara bangsa sapi yang besar populasinya adalah
sapi Bali, sapi Ongole serta Peranakan OngoIe dan sapi Madura (Natasasmita dan
Mudikdjo, 1980).
Faktor iklim sebagai salah satu faktor lingkungan memiliki pengaruh besar
terhadap kehidupan temak sapi potong. Menurut Sugeng (1998) faktor lingkungan
tersebut meliputi: suhu, kelembaban, curah hujan. Faktor lingkungan yang tidak
sesuai akan mejadi beban berat bagi kehidupan sapi. Sifat iklim di daerah tropis di
Indonesia tergolong panas dan lembab ditandai oleh kelembaban udara rata-rata di
atas 60%, curah hujan rata-rata di atas 1.800 d t a h u n dan perbedaan antara suhu
siang dan malarn hari tidak begitu mencolok yakni sekitar 2-5°C.
Temperature humidity index (THI) merupakan faktor yang mempengaruhi
produksi dan perkembangbiakan sapi. Temperature humidity index (THI) yang
juga dikenal sebagai indeks kegelisahan adalah indeks yang menentukan efek
lingkungan terhadap kenyamanan suatu makhluk hidup yang mengkombinasikan
temperatur dan kelembaban (AMS, 2006). Faktor THI berhubungan dengan
kemampuan sapi potong dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya
sehingga dapat mengganggu produksi. Amundson et al. (2006) mengungkapkan
pengaruh lingkungan terhadap tingkat kebuntingan pada sapi potong diiana
untuk hari ke 0-60 periode breeding, nilai THI optimum adalah 68,O sedangkan
ambang batas THI di mana sapi akan beradaptasi adalah 72,9. Pengurangan
tingkat kebuntingan kemungkinan besar ketika rata-raia THI sama atau melebihi
dan 72,9. Selanjjutnya, Berman (2005) menyatakan, temperature humidity index
(THI) digunakan untuk menaksir tekanan (stress) yang berkaitan dengan panas
termasuk sensasi kenyamanan dengan lingkungan berbeda yakni kelembaban
udara dan temperatur pada kecepatan udara rendah . Ketersediaan air harus diperlctungkan dalam usaha petemakan sapi potong.
Sapi yang kekurangan air menyebabkan aktivitas sel-sel tubuhnya akan terganggu
sehingga tubuh sakit dan perturnbuhannya akan terganggu. Kebutuhan air bagi
tiap ekor sapi dewasa diperhitungkan rata-rata 40 liter sehari dan dalam kondisi di
padang penggembalaan diusahakan jarak untuk mencapai sumber air tidak lebih
dari 1,6 km agar sapi tidak terlalu letih.
Evaluasi Sumberdaya Lahan
Lahan mempakan bagian dari bentang lahan (landscape) yang mencakup
pengertian lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan
vegetasi dimana faktor-faktor tersebut secara potensial akan berpengaruh terhadap
penggunaannya (FAO, 1976). Lahanddam pengertian yang lebih luas termasuk
yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik
dimasa lalu maupun saat sekarang.
Evaluasi lahan mempakan penilaian keragaan (performance) lahan bila
digunakan untuk tujuan yang spesifik. Hal ini termasuk pelaksanaan dan
interpretasi dari survei dasar seperti ikli i , tanah, vegetasi dan aspek-aspek
lainnya dari lahai~ dalam hal persyaratan dari bentuk-bentuk 'pilihan dari
penggunaan lahan (FAO, 1976). Agar bernilai dalam perencanaan, cakupan
penggunaan lahan yang dipertimbangkan hams dibatasi hanya bagi yang relevan
dalam konteks fisik, ekonomi dan sosial daerah yang dipertimbangkan dan
perbandingannya h a s mengikutsertakan pula pertimbangan ekonomi.
Djaenuddin et al. (2003a) mengemukakan bahwa evaluasi lahan adalah
proses dalam menduga kelas kesesuaian lahan dan potensi lahan untuk
penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non pertanian. Kelas
kesesuaian lahan suatu wilayah untuk suatu pengembangan pertanian pada
dasamya ditentukan oleh kecocokan sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim,
tanah, terrain mencakup lereng, topografirelief, batuan di permukaan dan di
dalam penampang tanah serta singkapan batuan (rock outcrop), hidrologi, dan
persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan turnbuh tanaman. Kecocokan
antara sifat fisik lingkungan dari suatu wilayah dengan persyaratan penggunaan
atau komoditas yang dievaluasi memberikan gambaran atau informasi bahwa
lahan tersebut potensial dikembangkan untuk komoditas tersebut. Hal ini
memberikan pengertian bahwa jika lahan tersebut digunakan untuk penggunaan
tertentu dengan mempertimbangkan berbagai asumsi mencakup masukan yang
diperlukan, akan mampu memberikan hasil (keluaran) sesuai yang diharapkan.
Evaluasi lahan perlu untuk mengidentifikasi potensi sumberdaya lahan untuk
penggunaan tertentu. Pada dasamya evaluasi sumberdaya lahan membutuhkan
keterangan-keterangan yang menyangkut 3 (tiga) aspek utama, yaitu: lahan,
penggunaan lahan dan ekonomis. Data tentang lahan dapat diperoleh dari kegiatan
survey tanah. FA0 (1976) menyatakan bahwa satuan peta lahan dalam survey
biasanya digambarkan dengan sifat lahan. Sifat lahan yang diidentifikasi dan
diinterpretasi antara lain: landform, litologi, relief dan lereng, tingkat torehan,
elevasi, pola drainase, dan landuse yang dapat diuraikan sebagai berikut:
Landform atau bentuk permukaan bumi adalah bentukan alam mengenai
permukaan bumi yang terjadi melalui serangkaian proses yang disebut proses
geomorfii (geomorphic process). Landform mempunyai hubungan erat dengan
fisiografi, litologi, topografi, mineralogi, tanah dan lain-lain. Dengan demikian
dalam penelitian tanah, khususnya survei tanah, pemahaman dan penelaahan
fisiografi dan landform sangat penting. Satuan fisiografilandform merupakan
salah satu faktor atau unsur pembeda satuan peta tanah (SPT).
Litologi atau bahan induk adalah massa lunak bersusunan anorganik atau
organik yang menjadi awal pembentukan tanah. Bahan induk bersusunan an-
organik berasal dari pelapukan batuan induk sedangkan bahan induk bersusunan
organik berasal dari bahan induk organik. Informasi geologi dan pengetahuan
tentang litologi setempat bertujuan menentukan penetapan nama bahan induk dan
sifat-sifatnya. Bahan induk dibedakan dalarn dua grup yaitu bahan lepasnunak dan
bahan kukuh. Bahan lepasl lunak sebagian besar berbahan sedimen atau bahan
lapukan yang terdapat di atas batuan keras. Sedangkan bahan kukuh berupa
batuan yang keras seperti batuan beku serta sebagian batuan sedimen dan
metamorfik.
Tingkat torehan, diindikasikan dengan kerapatan drainase (drainage
density) atau kerapatan lembah (valley density). Informasi tentang tingkat torehan
bertujuan menentukan tingkat erosi yang telah terjadi, baik pada masa lampau
maupun pada masa sekarang. Informasi ini dapat diperoleh dari hasil interpretasi
peta rupabumi, foto udara atau citra lainnya dan dari pengamatan lapangan.
Relief dan lereng, me~pakan aspek topografi yang berguna untuk
mengetahui bentuk wilayah &bat adanya perbedaan ketinggian alami ataupun
buatan dan besarnya lereng yang dominan, misalnya bentuk wilayah datar sampai
agak datar mempunyai kelerengan 0-3% dengan perbedaan tinggi <5 meter,
berombak mempunyai kelerengan 3-8% dengan perbedaan ketinggian 5-15 meter,
dan seterusnya.
Elevasi, menyatakan ketinggian tempat dari permukaan laut (diiyatakan
dalam meter). Data ketinggian ini dapat diperoleh dari hasil pengukman langsung
dengan altimeter, Global Positioning System (GPS) atau data yang ada pada peta
rupa bumi/topogrd.
Drainase dan pola drainase. Drainase menyatakan mudah tidaknya air
hilang dar tanah. Berdasarkan klas drainasenya, tanah dibedakan menjadi klas
drainase terhambat (tergenang) sampai sangat cepat (air sangat cepat hilang dari
tanah. Pola drainase adalah bentukan jaringan sungai dan-anak-anak sungai yang
bempa alur-alur, proses dan bentukannya sangat dipengaruhi oleh jenis batuan
induk yang menyusun suatu lanskap. Pola drainase dapat diintepretasi dari peta
rupabumi, foto udara dan citra landsat. Beberapa pola drainase seperti, radial (di
daerah kerucut volkan muda), braided (daerah yang mempunyai aliran sungai
deras karena lereng curam seperti pegunungan, kipas aluvial), dendritik (daerah
datar-bergelombang dari batuan induk homogen dan tidak kukuh (tuf volkan,
batuliat), dan lain-lain.
Landuse atau penggunaan lahan, secara umum dipengaruhi oleh keadaan
tanah dan ketersediaan air. Tipe penggunaan lahan atau Land Utilization Types
(LUT) yang dapat dikembangkan disuatu wilayah akan sangat ditentukan oleh
keadaan sifat tanah dan fisik lmgkungannya. Kriteria utama yang digunakan
dalam menentukan klasifikasi penggunaan lahan dan vegetasi diutamakan pada
jenis dan vegetasi permanen yang terdapat di daerah bersangkutan. informasi ini
bertujuan mendapatkan gambaran tentang keadaan penggunaan lahan yang telah
ada pada saat kegitan dilakukan (present landuse).
Karakteristik dan Kualitas Lahan
Karakteristik lahan adalah sifat atau atribut lahan yang dapat diukurl
diestimasi, contohnya: sudut lereng, curah hujan, tekstur tanah, kapasitas air
tersedia, biomassa vegetasi dan sebagainya (FAO, 1976). Setiap satuan peta
lahanftanah yang dihasilkan dari kegiatan survei atau pemetaan sumberdaya lahan,
karakteristiknya dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan
dan tanahnya. Data tersebut digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi
lahan bagi komoditas tertentu.
Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara langsung dalam evaluasi
biasanya mempunyai interaksi satu sama lain. Karenanya FA0 (1976)
mengemukakan bahwa dalam interpretasi perlu mempertimbangkan atau
memperbdmgkan antara lahan dengan penggunaan lahan hendaknya
menggunakan kualitas lahan. Namun dalam praktek, karakteristik lahan sering
juga digunakan dalam evaluasi lahan.
Kualitas lahan (land quality) adalah sifat-sifat atau atribut yang bersifat
kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan
(performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan
tertentu. Kualitas lahan ada yang bisa diestirnasi atau diukur secara langsung di
lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari karakteristik lahan (FAO, 1976).
Kualitas lahan kemungkiian berperan positif dan negatif terhadap penggunaan
lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif adalah
sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan, sebaliknya kualitas lahan yang
bersifat negatif karena keberadaannya akan merugikan (merupakan kendala)
terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan faktor penghambat atau
pembatas. Kenyataan menunjukkan bahwa kualitas lahan yang sama bisa
berpengaruh terhadap lebih dari satu penggunaan. Demikian pula satu jenis
penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan.
Contoh kualitas lahan untuk produksi temak, menurut FA0 (1976) dalam
Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) meliputi:
Semua kualitas lahan yang mempengaruhi pertumbuhan tanamanihijauanl
rumput temak, antara lain: ketersediaan air, ketersediaan hara, ketersediaan
oksigen di perakaran, daya memegang unsur hara, kondisi untuk
perkecambahan, mudah tidaknya diolah, kadar gararn, WUI-unsur beracun,
kepekaan erosi, hama dan, penyakit tanaman, bahaya banjir, suhu, sinar
matahari dan periode fotosintesis, iklim, kelembaban udara dan masa kering
untuk pematangan tanaman.
* Kesulitan-kesulitan Hi yang mempengamhi tern&,
* Ketersediaan air minum untuk temak
* Penyakit-penyakit tern&,
Nilai nutrisi dari rumput;
Sifat racun dari rumput;
* Ketahanan terhadap kerusakan rumput;
* Ketahanan terhadap erosi akibat penggembalaan;
Menurut Djaenudin et al. (2003a), karena jumlah karakteristik lahan cukt~p
banyak maka untuk kepentingan evaluasi lahan bisa dipilih dan ditentukan sesuai
dengan keperluan dan kondisi lokal di wilayah yang akan dievaluasi. Untuk
evaluasi lahan pada skala kecil (tingkat tinjau skala 1:250.000) dengan skala besar
(tingkat detil skala 1: 10.000) perlu dipertimbangkan mengenai jumlah dan macam
kualitas serta karakteristik lahan sebagai parameter yang akan digunakan. Sebagai
contoh, parameter untuk evaluasi lahan yang digunakan pada tingkat tinjau, tentu
lebih sederhana dibandingkan dengan untuk tingkat detil karena berkaitan dengan
ketersediaan dan kualitas data pada masing-masing tingkat pemetaan tanah
tersebut.
Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah kecocokan dari suatu tipe lahan tertentu bagi
penggunaan yang direncanakan (FAO, 1976). Sebagai contoh, lahan sesuai untuk
irigasi, tambak, pertanian tanaman semusim, tanaman hijauan pakan ternak, dan
lain-lain. Lebih spesifik lagi kesesuaian lahan dapat ditinjau dari sifat-sifat fisik
lingkungannya, yang terdiri atas iklim, tanah, topografi, hidrologi dan atau
drainase yang sesuai untuk suatu usahatani atau komoditas tertentu yang produktif.
Menurut Djaenudi et al. (2003a), dalam menilai kesesuaian lahan ada
beberapa cara, antara lain: dengan perkalian parameter, penjumlahan, atau
menggunakan hukum minimum y a h memperbandingkan (matching) antara
kualitasl karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian
lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan
tumbuh tanaman atau komoditas lainnya yang dievaluasi.
Proses klasifikasi kesesuaian lahan adalah penilaian dan pengelompokan
lahan dari area tertentu dengan menentukan kesesuaiannya bagi penggunaan
tertentu. Penilaian kesesuaian lahan tersebut dibedakan menurut kategori sebagai
berikut (FAO, 1976):
Ordo. Kelas kesesuaian lahan menunjukkan apakah lahan dinilai sebagai
sesuai (S) atau tidak sesuai (N) bagi penggunaan yang dipertimbangkan. Ordo S
mempakan lahan dimana penggunaan yang lestari dengan jenis yang
dipertimbangkan diharapkan akan menghasilkan keuntungan yang mendukung
pemberian input, tanpa resiko kemsakan yang tidak dapat diterima terhadap
sumberdaya lahan. Ordo N merupakan lahan yang mempunyai kualitas yang tidak
memungkinkan penggunaan yang lestari dalam bentuk penggunaan yang
dipertimbangkan.
Kelas. Kelas mencerminkan derajat kesesuaian. Umtan kelas diyatakan
dengan angka, yang makin rendah kesesuaiannya makin besar angkanya pada
suatu order. Tingkatan kelas kesesuaian lahan adalah:
- Kelas S1 (san~at sesuai): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang
berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor
pembatas yang bersifat minor dan tidak akan mereduksi produktivitas lahan
secara nyata
- Kelas S2 (cukuu sesuai]: Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor
pembatas ini berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan
input (masukan). Pembatas tersebut biasanya dapat di atas oleh petani sendiri.
- Kelas S3 (sesuai marginal): Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat,
dan faktor pembatas ini berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan
tambahan input yang lebii banyak daripada lahan yang tergolohg S2. Untuk
mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu
adanya bantuan atau campur tangan pemerintah atau pihak swash
- Kelas N1 (tidak sesuai pada saat ini). Lahan yang mempunyai faktor pembatas
yang berat tetapi masih memungkinkan diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki
dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal. Keadaan pembatas
sedemikian besamya, sehingga mencegah penggunaan lahan yang lestari
dalam jangka panjang.
- Kelas N2 (tidak sesuai selamanya). W a n yang mempunyai faktor pembatas
pemlanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari
dalam jangka panjang.
Subkelas. Subkelas mencerminkan macam hambatan, misalnya kelembaban,
bahaya erosi, dan lain-lain. Subkelas dinyatakan dengan humf kecil, misalnya
S2n1, S2e, S3me, dimana m = moisture (kelembaban); e = erosion (erosi). Pada
kelas S1 tidak ada subkelas.
Sumberdaya Lahan untuk Pengembangan Ternak Ruminansia
Faktor sumberdaya lahan berkaitan sangat erat dengan usaha pengembangm
tenlak rrrminnnsin, sebagai tempat hidup dan sebagai penghasil hijauan pakan
temak. Menurut Suratrnan el al. (198) Wasarkan kehutuhan lahan, txsaha
pctcrnakan dapat dibedakan nlenjadi dua, yaitu: usaha petemakan yang berbasis
Iahan dan usaha petemakan yang tidak behasis 1ah.m. Menrmrt Dinktomt
Jeiidcral Pctcnakan dan Balai Pcnelitian Temak (1995), pemanfaatan lahan untuk
peternakan didasarkan pada posisi bahwa: (a) lahan adalah sumber pakan untuk
ternak (b) semua jenis lahan cocok sebagai sumber pakan (c) pemanfaatan lahan
untuk peternakan diartikan sebagai usaha penyerasian antara peruntukan lahan
dengan sistem pertanian, (d) hubungan antara lahan dengan ternak bersifat
dinamis.
Dalam usaha peningkatan produksi, terdapat hubungan segitiga antara lahan
dengan ternak dan hijauan makanan ternak yang merupakan satu kesatuan organis
yang tak terpisahkan dalam usaha tani. Bila salah satu tidak ada maka produksi
yang dihasikan tidak akan memuaskan dan mungkin akan menyebabkan
kegagalan dalam usaha (Susetyo, 1980). Jenis penggunaan l a h k yang dapat
dimanfaatkan oleh peternak antara lain: lahan sawah, tegalan, padang
penggembalaan, dan lahan perkebunan dengan tingkat kepadatan tergantung pada
keragaman dan intensitas tanaman, ketersediaan air, jenis sapi potong yang
dipelihara. Lahan-lahan tersebut memungkinkan pengembangan pola integrasi
ternak-tanaman yang mempakan proses yang saling menunjag dan saling
menguntungkan melalui pemanfaatan tenaga sapi untuk mengolah tanah dan
kotoran sapi untuk pupuk organik sementara lahan sawah dan ladang
menghasilkan l i b a h unsuk pakan ternak seperti jerami padi, jagung dan kacang-
kacangan. Pola integrasi ini diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan pakan
ternak, sedangkan kebun dan hutan memberikan sumbangan rumput lapaugan dan
jenis tanaman lain. Pemanfaatan pola integrasi ini diiarapkan dapat meningkatkan
ketersediaan pakan sepanjang tahun, sehingga dapat meningkatkan produksi dan
produktivitas ternak (Ryadi, 2004)
Kelompok ternak ruminansia lebih banyak terpaut pada sumberdaya lahan
dibandingkan dengan kelompok unggas yang pasokan input produksinya dapat
b e d dari luar wilayah bersangkutan sepanjang sarana transportasi dan
pendukung tersedia dengan baik (Lembaga Penelitian IPB, 2001). Lebii lanjut
dinyatakan bahwa penyebaran temak mrninmia akan lebih baik kalau didasarkan
atas faktor-faktor sumberdaya lahan (seperti pola penggunaan lahanlkapasitas
tampung ternak) dan ketersediaan sumberdaya manusia khususnya tenaga keja
pertanian.
Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1980), untuk memperhitungkan potensi
suatu wilayah untuk mengembangkan temak secara teknik, maka perlu dilihat
populasi temak yang ada di wilayah tersebut dihubungkan dengan potensi
makanan ternak yang dihasilkan oleh wilayah yang bersangkutan. Untuk
memperhitungkan potensi wilayah mtuk produksi ternak herbivora @emakan
hijauan) maka perhitungan kepadatan temak teknis yang diperlukan adalah jurnlah
satuan temak (ST) temak herbivora saja. Semakin rendah angka kepadatan
teknisnya, maka berarti kemungkinan wilayah tersebut mempunyai potensi yang
tinggi untuk pengembangan temak. Dari angka kepadatan teknis maka akan
didapatkan gambaran kasar tentang potensi suatu wilayah untuk pdngembangan
temak. Potensi yang sesungguhnya akan ditentukan oleh tingkat produksi hijauan
makanan temak di wilayah bersangkutan. Kemampuan produksi hijauan makanan
temak akan bergantung kepada: (1) Derajat kesuburan tanah, (2) Iklim, (3)
Tataguna tanah, dan (4). Topografi. Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk
memperhitungkan potensi yang sesungguhnya, maka hanya tanah-tanah yang
potensial untuk menghasilkan hijauan makanan ternak saja yang diperhitungkan,
misalnya tanah pertanian, perkebunan, padang penggembalaan dan sebahagian
dari kehutanan.
Hijauan Makanan Ternak
Hijauan makanan temak (Hh4T) merupakan semua bahan yang berasal
dari tanaman dalam bentuk dam-daunan. Kelompok hijauan makanan temak
meliputi bangsa rumput (gramineae), leguminosa, dan hijauan dari tumbuhan lain
seperti daun nangka, waru, dan lain-lain. Hijauan sebagai bahan makanan temak
dapat diberikan dalam dua macam bentuk, yaitu hijauan segar dan hijauan kering.
Hijauan segar berasal dari hijauan segar seperti rumput segar, leguminosa segar
dan silase, sedangkan hijaun kering berasal dari hijauan yang sengaja diieringkan
(hay) ataupun jerarni kering (AAK, 2005).
Khususnya di Indonesia, bahan hijauan memegang peranan penting karena
diberikan dalam jumlah besar. Temak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing
dan domba yang diberi hijauan sebagai bahan tunggal, masih dapat
mempertahankan hidupnya dan mampu tumbuh baik dan berkembang biak (AAK,
2005). Bulo (2004) menyatakan, dalam pengembangan temak ruminansia di
Indonesia, hijauan makanan temak adalah faktor yang sangat penting dengan
komposisi yang terbesar yakni 70-80% dari total biaya pemeliharaan.
Menurut Reksohadiprojo 1984, jenis tanaman budidaya maupun alami
yang m u m dipergunakan sebagai hijauan makanan temak terdii atas: (1) jenis
rumput-rumputan (gramineae); (2) peperduan/semak (herba); dan (3) pepohonan.
Ada banyak pilihan tersedia bagi spesies hijauan yang berpotensi tinggi,
diantaranya adalah: (a) rumput aladapangan antara lain, rumput para
(Brachiaria mutica), rumput benggala (Panicum maximum), rumput kolonjono
(Panicum muticum), rumput buflel (Cenchrus ciliaris) dan lain-lain; @) peperduan,
baik berupa legum seperti kacang gude (Cajanus cajan), komak (Dolochos lablab)
dan lain-lain; dan peperduan lainnya dari limbah tanaman pangan pertanian antara
lain: jerami padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar, daun ubi kayu dan lain-
lain; (c) legum pohon antara lain: sengon laut (Albazia falcataria), lamtoro
(Leucaena leucocephala), kaliandra (Calliandra calothyrsus), turi (Sesbania sp)
dan lainlain. Menurut Manurung (1996), hijauan leguminosa mempakan sumber
protein yang penting untuk temak ruminansia. Keberadaannya dalam ransum
temak akan meningkatkan kualitas pakan.
Limbah Pertanian adalah hasil ikutan dari pengolahan tanaman pangan
yang produksinya sangat tergantung pada jenis dan jumlah areal penanaman atau
pola tanam dari tanaman pangan disuatu wilayah (Makkar, 2002). Menurut
Natasasmita dan Mudikdjo (1980) produksi l i ibah pertanian yang dapat
dimanfaatkan sebagai hijauan makanan ternak akan sangat tergantung kepada tata
guna tanah dan pola pertaniannya. Beberapa macam jenis liibah pertanian yang
dapat diianfaatkan antara lain: jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah,
pucuk tebu, dan lain-lain. Hasil limbah tanaman palawija pada umumnya bernilai
gizi lebih tinggi daripada jerami padi atau jerami jagung. Pemanfaatan limbah
pertanian untuk temak tersebut akan mendukung integrasi usaha peternakan
dengan usaha pertanian baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan.
Menurut Preston dan Willis (1974), pemberian limbah padi pada ransum
sapi penggemukan sangat menentukan dalam p e r t a m b b bobot badan dan
efisiensi penggunaan pakan. Untuk menggantikan sebagian pakan konsentrat,
dapat digunakan tanaman leguminosa, dengan perbandingan 75 persen konsentrat
dan 25 persen leguminosa (Nasrullah et al., 1996). Cara ini selain dapat
meningkatkan kualitas ransum, juga akan memberikan keuntungan, terutama pada
penggemukan sapi lokal.
Batubara et al. (2002) mengatakan sebahagian besar daerah petemakan
ruminansia (sapi, kerbau, domba dan kambing) di Asia Tenggara memanfaatkan
limbah pertanian (crop residue) seperti jerami pa&, jerami jagung dan pucuk tebu
untuk pakan temak pada musim kering. Demikian pula di daerah pertanian
tanaman pangan yang intensif diiana sumber hijauan pakan temak ruminansia
sangat terbatas, sehingga limbah tanaman pangan mempakan altematif
yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung produksi temak ruminansia.
Produksi limbah pertanian dapat diestimasi berdasarkan asumsi dari
perbandingan antara produk utama dengan limbahnya. OIeh karena itu, estimasi
produksi limbah pertanian dapat menunjukkan perbedaan yang disebabkan oleh
perbedaan angka konversi (rasio) yang digunakan. Produksi limbah pertanian
disuatu wilayah, dapat diperkirakan berdasarkan luas areal panen dari tanaman
pangan tersebut (Jayasuriya, 2002).
Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak
Daya dukung digunakan sebagai b a n dari jumlah individu dari spesies
yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu. Secara mum, daya dukung
berkaitan dengan produktifitas ekosistem. Daya dukung sifatnya tidak tetap, daya
dukung bervariasi bergantung pada faktor dam seperti fluktuasi cuaca dan iklim,
dan ini juga secara kontinyu dimodifikasi oleh kegiatiin manusia dan level
teknologi. (Conant, 1983). Daya ddcmg dapat digunakan sebagai alat dalam suatu
kegiatan pembangunan berkelanjutan.
Pengertian daya dukung sudah diienal di kalangan pakar biologi, petemak
sapi dan pengelola satwa liar. Pada spesies hewan, daya dukung dapat
didefinisikan sebagai populasi maksirnum yang dapat didukung dalam suatu
habitat (Khanna et al., 1999).
Produktifitas suatu daerah dalam penyediaan hijauan makanan temak
mempakan salah satu faktor dalam menentukan besarnya daya dukung wilayah
terhadap temak yang dipelihara khususnya sapi potong. Daya dukung atau daya
tampung temak ruminansia dalam suatu wilayah menunjukkan populasi
maksimum suatu jenis ternak ruminansia yang bisa ditopang di wilayah tersebut
berkenaan dengan kemampuan wilayah dalam menyediakan pakan hijauan.
Populasi temak suatu wilayah yang sudah melebihi daya tampungnya
menunjukkan adanya kebutuhan introduksi teknologi untuk meningkatkan
produktifitas wilayah dalam memproduksi pakan hijauan. Daya tampung ternak
ditentukan melalui perhitungan luas dan daya tampung masing-masing jenis
penggunaan lahan. (Lembaga Penelitian IPB, 200 1).
Menurut Sumanto dan Juarini (2006), daya dukung hijauan makanan
ternak adalah kemampuan suatu wilayah menghasilkan pakan terutama hijauan
yang dapat menampung kebutuhan bagi sejumlah populasi ternak ruminansia
dalam bentuk segar maupun kering tanpa melalui pengolahan dan tanpa tambahan
khusus. Nilai daya dukung tersebut diperoleh dari total hijauan pakan tercerna
yang tersedia dibagi jumlah kebutuhan pakan tercerna sejumlah populasi ternak di
wilayah tersebut. Daya dukung hijauan dihitung berdasarkan kebutuhan 1 satuan
temak (ST) sapi potong dalam satu tahun, C i a kebutuhan pakan = populasi
temak (ST) x 1,14 ton Berat Kering Cerna (BKC)/tahun (umumnya ST dewasa =
250 kg).
Produksi hijauan merupakan produksi relatif untuk masing-masing kelas
kesesuaian yang dikuantifikasikan dalam bentuk perkiraan persentase
produktifitas terhadap tingkat produktifitas maksirnum dengan selang dimana S1
= 80-loo%, S2 = 60-SO%, S3 = 41-60% dari produksi rata-rata masing-masing
hijauan atau daya dukung lahan, sedangkan kelas N tidak diperhitungkan
(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).
Indeks Daya dukung (IDD) merupakan perbandingan antara total produksi
hijauan pakan temak dengan kebutuhan ternak ruminansia yang ada pada suatu
wilayah. Nilai indeks ini memberikan gambaran apakah suatu jenis hijauan
makanan temak cukup atau tidak dalam memenuhi kebutuhan ternak pada suatu /
wilayah. Indeks daya dukung hijauan makanan ternak d i t u n g dari total pakan
dari masing-masing limbah pertanian yang tersedia terhadap jumlah kebutuhan
pakan bagi sejumlah populasi ternak di wilayah tersebut. Menurut Sumanto dan
Juarini (2006), IDD mempunyai 4 (empat) kriteria yaitu: (1) wilayah sangat kritis,
dengan IDD 5 1; (2) wilayah kritis, dengan IDD >1-2; (3) wilayah rawan, dengan
IDD > 1,5-2; dan (4) wilayah aman, dengan IDD > 2. Masing-masing nilai IDD
tersebut mempunyai makna sebagai berikut:
Nilai 5 1 : Temak tidak mempunyai pilihan dalam memanfaatkan sumber
yang tersedia, terjadi pengurasan sumberdaya dalam agro-
ekosistemnya, d m tidak ada hijauan alami maupun limbah
yang kembali melakukan siklus haranya;
Nilai 21- 1,5 : Temak telah mempunyai pilihan untuk memanfaatkan
sumberdaya tetapi belum terpenuhi aspek konsewasi;
Nilai > 1,5 - 2 : Pengembangan bahan organik ke alam pas-pasan;
Nilai > 2 : Ketersediaan sumberdaya pakan secara fimgsional mencukupi
kebutuhan lingkungan secara efisien.
Pola Pengembangan dan Bentuk Usaha Sapi Potong
Menurut Yusdja dan Ilham (2004), Indonesia memiliki tiga pola
pengembangan sapi potong rakyat dimana ketiga pola ini dapat diembangkan
pada suatu daerah berdasarkan potensi sumberdaya lahan dan pakan. Pertama,
pengembangan sapi potong yang tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan
usaha pertanian terutama sawah dan ladang. Artinya disetiap wilayah persawahan
dan perladangan yang luas maka di sana banyak ditemukan temak sapi. Petemak
memelihara sapi dengan tujuan sebagai sumber tenaga keja terutarna pengolahan
tanah dan penarik barang. Oleh karena itu pertumbuhan pertanian akan
mendongkrak pertumbuhan jumlah sapi. Pada sisi lain, perkembangan usaha
pertanian berhubungan erat dengan perkembangan penduduk. Penduduk akan
semakin padat di wilayah yang mempunyai lahan yang subur. Keadaan ini
menciptakan struktur usaha petemakan berskala kecil. Pola kedua, adalah
pengembangan sapi yang tidak terkait dengan pengembangan usaha pertanian.
Pola ini te jadi di wilayah yang tidak subur, sulit air, temperatur tinggi, dan sangat
jarang penduduk seperti NIT, NTB dan sebagian Sulawesi. Pada umumnya, pada
wilayah seperti ini terdapat padang-padang yang luas yang tidak dapat digunakan
sebagai lahan pertanian. Pola ketiga adalah pengembangan usaha penggemukan
sapi potong yang benar-benar padat modal, dalam usaha skala besar, namun usaha
ini hanya terbatas pada pembesaran sapi bakalan menjadi sapi potong. Perusahaan
penggemukan ini yang dikenal dengan feedlotiers menggunakan sapi bakalan
impor untuk usaha penggemukan. Menurut Sugeng (1998), mengingat kondisi
Indonesia yang mempakan negara agraris maka sektor pertanian tidak dapat
terlepas dari berbagai sektor yang lain diantaranya sub sektor petemakan. Faktor
pertanian dan penyebaran penduduk di Indonesia ini menentukan penyebaran
usaha temak sapi. Masyarakat petemak yang bermata pencaharian bertani tidak
bisa lepas dari usaha temak sapi, baik untuk tenaga, pupuk dan sebagainya
sehingga maju berarti rnenunjang produksi pakan ternak bempa hijauan, hasil
ikutan pertanian berupa biji-bijian atau pakan penguat.
Untuk membuat strategi pengembangan temak ruminansia sesuai dengan
karakteristik dan potensi lahannya, menurut Suratman et al. (1998) pola
pengembangan peternakan dapat mengacu pada pola sebagai berikut:
- IntensiJikasi/diversiJikasi: pengembangan petemakan dilakukan secara intensif,
temak dikandangkan atau digembalakan secara terkendali, diaritkan, disuplai
pakan. Umumnya pola ini dilakukan bersamaan dengan usaha pertanian
lainnya, temak digembalakan bergiliran dengan lahan- tanaman pangan atau
bersamaan disatu lahan yang sama (bagi tanaman yang tidak mudah terganggu
oleh temak);
- Ektens@kasi: pola pengembangan ternak dengan cara digembalakan pada
lahan yang bukan sebagai lahan usaha budidaya pertanian.
Sedangkan bentuk usaha petemakan di Indonesia menurut Natasasmita dan
Mudikdjo (1980) pada umumnya dilakukan secara tradisional yang ditandai
dengan: (1) motivasinya berhubungan dengan kedudukan sosial, agruna, sebagai
kesenangan (hobby), sebagai tabungan atau sehubungan dengan usaha
pertaniannya, yaitu sebagai sumber tenaga kerja dalam pengolahan lahan atau
sebagai surnber pup&, (2) diusahakan secara kecil-kecilan sebagai usaha
sambilan dan perhitungan rugi laba tidak menonjol; (3) dilakukan dengan
teknologi sederhana.
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem informasi geografis (SIG) dapat diartikan secara harafiah sebagai
suatu komponen yang terdiri atas perangkat keras, pemngkat lunak, data geografis
dan surnberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap,
menyimpan, memperbaiki, memperbahami, mengelola, memanipulasi,
mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi
berbasis geografis (F'untodewo et al., 2003). Secara spesifik SIG didefinisikan
sebagai suatu sistem berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk
menangani data yang bereferensi geografi yang mencakup (a) pemasukan, @)
manajemen data (penyimpanan data dan pemanggilan lagi), (c) manipulasi dan
analisis, dan (d) pengembangan produk dan pencetakan (Aronoff, 1989 dalam
Barus d m Wiradisastra, 2000).
Berdasarkan operasinya, Sistem informasi geografi dapat dibedakan menjadi
dua kelompok yaitu: (1) SIG secara manual, dan (2) SIG secara terkomputer atau
SIG otomatis. SIG manual beroperasi memanfaatkan peta cetak (kern/
transparan), bersifat data analog dan biasanya terdii atas beberapa unsur data
termasuk peta-peta, lembar material transparansi untuk tumpang tindii, foto u d ~ a
dan foto lapangan, laporan-laporan statistik dan laporan-laporan survei lapangan.
Sedangkan SIG terkomputer beroperasi sudah dengan menggunakan komputer
sehingga datanya merupakan data dijital namun memerlukan peralatan-peralatan
khusus yang membutuhkan keterarnpilan khusus pula dan membutuhkan biaya
yang besar terutama pada tahap awal pembentukannya. Keuntungan SIG otomatis
dibandingkan dengan SIG manual adalah pada tahap analisis dari penggunaan
data yang berulang-ulang, kompleks dan menggunakan data yang sangat besar
jumlahnya (Barus dan Wiradisastra, 2000). Selanjutnya dikatakan bahwa, salah
satu contoh penggunaan SIG manual adalah dalam perencanaan penggunaan lahan
seperti perencanaan penentuan wilayah pengembangan komoditas tertentu dalam
proses evaluasi kesesuaian lahan yakni dengan membandingkan antara kualitas
lahan dengan persyaratan turnbuh komoditas yang bersangkutan (crop
requirement). Data sumberdaya lahan yang diperlukan adalah (1) data iklim
(curah hujan, regim kelembaban, dll.), (2) data tanah, terutama sifat-sifat tanah
yang relevan dengan keperluan tanaman, (3) data penggunaan lahan, (4) data
peruntukan lahan, dan (5) data sosial ekonomi.
Wiradisastra (1989) mengemukakan bahwa sistem informasi sumberdaya
a ld l ahan dikembangkan dengan tujuau agar dalam menjawab kebutuhan
informasi dan analisis dapat lebih fleksibel sehingga kemajuan-kemajuan dan
perubahan-perubahan baru dapat selalu dipertimbangkan untuk meningkatkan
ketelitian dan updating sesuai dengan berkembangnya waktu. Salah satu tujuan
adalah dalam menjawab kebutuhan analisis kelayakan lahan bagi usaha pertanian
dalam hubungan penatagunaan lahan atau evaluasi lahan. Evaluasi lahan adalah
proses yang merupakan penghubung antara sistem infomasi dengan pengguna
informasi yang pada umumnya para perencana.
Sistem infomasi geografis (SIG) mempunyai ciri utarna yakni
kemampuannya mengintegrasikan data, baik yang sejenis maupun gabungan data
spasial seperti data penginderaan jauh dengan data non-spasial (atribut) seperti
data perpustakaan dan data lapangan. Oleh sebab itu, integrasi SIG dengan
teknologi GPS (Global Positioning System) dan inderaja benginderaan jauh)
sebagai surnber input data, akan sangat bemanfaat untuk mendapatkan ha i l yang
lebih baik, akurat dan up to date. Salah satu bentuk data GPS adalah berbentuk
titik tinggi dan koordiiat, yang selanjutnya dapat diinterpolaszkan pada SIG.
Bentuk integrasi SIG dan inderaja misalnya adalah pemanfaatan foto udara atau
citra satelit diiana hasil interpreiasi foto udara atau citra dipindahkan kesuatu
peta. Tahap selanjutnya, peta tersebut dapat didigitasi untuk diiasukkan ke dalam
SIG.
Penginderaan Jauh untuk PenutupadPenggunaan Lahan
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau daerah yang
dikaji. Pada berbagai hal, penginderaan jauh dapat diartikan sebagai suatu proses
membaca. Dengan menggunakan sensor kita mengumpulkan data dari jarak jauh
yang dapat dianalisis untuk medapatkan infomasi tentang objek, daerah atau
fenomena yang diteliti (Lillesand dan Kiefer, 1990).
Perkembangan teknologi satelit penginderaan jauh dewasa ini
memungkinkan dilakukannya pemetaan sumberdaya aladahan. Untuk maksud
identifikasi dan pemetaan jenis tanaman dari citra Landsat, cara yang paling
efektif adalah dengan mengamati pada dua saluran atau lebii secara bersama-
sarna dengan bantuan alat pengamat wama aditif atau melakukan interpretasi pada
citra paduan wama. Menurut Hanggono (1999), analisis jenis penutupant
penggunaan lahan dilakukan melalui pengolahan citra dengan tahapan yakni: (1)
penyiapan citra asli, dan (2) analisis dan interpretasi citra. Tahap penyiapan
dilakukan ketika akan menggunakan sebuah citra satelit, yakni dengan melakukan
koreksi geometri (akibat pengaruh rotasi dan bentuk bumi, efek panoramik,
perubahan kecepatan dan variasi ketinggian satelit) dan koreksi radiometri, untuk
mengurangi kesalahan perekaman nilai pixel yang diakibatkan adanya pengaruh
azimut matahari dan kondisi atmosfer seperti kabut aerosol, dan sebagainya.
Sedangkan tahap analisis dan interpretasi citra dilakukan dengan klasifikasi dan
interpretasi visual citra. Interpretasi citra secara visual dapat dilakukan dengan dua
metode, yaitu penajaman citra (image enhancement) dan visualisasi dalam warna
semu (color composite). Penajaman citra bertujuan meningkatkan kontras objek-
objek geografis yang tergambar pada citra Sedangkan penampilan dalam
komposisi wama semu, seringkali lebih mempermudah pengenalan objek melalui
perbedaan wama.
Tujuan dari suatu prosedur analisis citra adalah untuk mendapatkan
deskripsi dan kelas penutupan dan penggunaan lahan secara menyeluruh
mengenai lokasi penelitian. Salah satu penerapan yang sering dilakukan adalah
segmentasi atau klasifikasi citra dengan tujuan men&asilkan informasi tutupan
lahan. Klasifikasi citra dilakukan secara terbimbiig (supervised classz~cation)
dengan metode kemiripan maksimum (maximum likehood classification atau
MLC) (Hanggono, 1999).
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara
(Gambar 1) terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan. Secara geografis
terletak antara 2'50' - 3'19' Lintang Utara dan 97'55' - 98'38' Bujur Timur
dengan batas-batas wilayah adalah:
- SebelahUtara : Kabupaten Langkat dan Deli Serdang
- Sebelah Selatan : Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir '
- Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun
- Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Tenggara (Provinsi NAD)
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan September 2006.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan
data primer yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Data tersebut berupa peta,
citra satelit dan data tabular, seperti ditunjukkan pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1 Jenis dan sumber peta dan data sekunder
No. Jenis Data Skala Tahun Bentuk Sumber Data
Peta dan citra satelit Peta satuan lahan dan tanah Lembar Medan (0619) dan Lembar Sidikalang (0618) Peta Rupabumi Kabupaten Karo Peta administrasi Kabupaten Karo Peta Zona Agroklimat Kab. Karo Peta Curah Hujan Kab. Karo Citra landsat TM-7 pathlrow 129-058 tanggal 7 Juli 2005. Peta Agroklimat Kabupaten Karo
Data sekunder Data iklim Kabupaten Karo Data komposisi dan populasi temak Kabupaten Karo Data analisis tanah beberapa kecamatan di Kabupaten Karo
1:250.000 1990 Digital Puslittanak Bogor dan
hardcopy 1:50.000 1982 Hardcopy Bakosurtanal
1:100.000 2003 PEG* Bappeda Karo 1:100.000 2004 PEG* BMG Wil.1 Medan 1:100.000 2003 JPEG* Bappeda Karo
2005 Citra Bakosurtanal
1:250.000 2005 JPEG* BMG Wil.1 Medan
Tabular Tabular
Tabular
BMG Wil.I Medan BPSD. Pertanian, Petemakan Karo Kebun Percobaan Tanaman Buah (KPTB) Berastagi
Keterangan: * formatltipe image
Kabupaten D a i r i
KABUPATEN
PS. PERENCAN4ANWILAYA.H I N ~ E U T PERTANIANBOGOR
Gambar 1 Peta lokasi penelitian Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: seperangkat komputer
dengan sofnvare utama Arcview GIs 3.3, Erdas Imagine 8.6, Microsoft Excel dan
program pendukung lainnya, serta GPS (Global Positioning System). Komputer
dengan software pendukung SIG digunakan untuk pengolahan data atribut dan
peta-peta digital, yang digunakan pada tahap analisis serta penyajian hasil
penelitian.
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran penelitian ini didasarkan bahwa dalam penentuan
potensi sumberdaya untuk pengembangan temak sapi potong h a s dilakukan
dengan pendekatan sumberdaya wilayahllahan. Sumberdaya wilayah bervariasi
antara satu tempat dengan tempat lain. Oleh karena itu, tidak mungkin ternak sapi
dikembangkan pada semua wilayah, antara lain karena adanya keterbatasan
sumberdaya lahan di suatu wilayah. Pengembangan peternakan sapi potong
merupakan usaha pertanian berbasis lahan (land based agriculture) diiana lahan
merupakan faktor penting sebagai tempat hidup dan penghasil hijauan makanan
temak. Lahan usaha temak sapi potong terkait erat dengan lahan-lahan usahatani
secara mum. Lahan-lahan usahatani tersebut mempunyai kemampuan yang
berbeda-beda dalam penyediaan hijauan makanan temak termasuk limbah
pertanian karena jenis tanaman dan pengelolaan yang berbeda. Oleh sebab itu,
perlu dilakukan evaluasi lahan untuk menilai keragaan lahan dalam penggunaan
untuk tujuan spesifik dalam hal ini penggunaan lahan yang dipertimbangkan
untuk pengembangan sapi potong yakni penentuan kesesuaian lahan untuk
lingkungan ekologis dan kesesuaian lahan untuk tanaman hijauan makanan temak
(HMT). Kesesuaian lahan untuk HMT dicerminkan oleh tingkat ketersediaan dan
daya d w g hijauan . , , di suatu wilayah termasuk bahan pakan asal limbah
pertanian.
Identifkasi penggunaan lahan (landuse) usaha tani yang potensial untuk
pengembangan temak ruminansia dibuat melalui proses interpretasi dan
klasifikasi citra Landsat TM tahun 2005 sehingga didapat kelas penggunaan lahan
dan lahan-lahan usaha tani secara umum. Penentuan potensi lahan untuk
pengembangan sapi potong, d ikhkan dengan matching atau
memperbandiigankan antara kualitaSRC~e5tF(T-rSG-~CEEgiiiiiiiiiiiiiiii~erS~Zat&
kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong yakni faktor iklim (suhu,
Metode dan Analisis
Analisis dalam penelitian ini meliputi: (1) Iden t i fh i jenis penutupanl
penggunaan lahan untuk pengembangan sapi potong; (2) Penilaian kesesuaian
lahan sebagai lingkungan ekologis sapi potong; (3) Penilaian kesesuaian lahan
untuk tanaman hijauan makanan ternak yang dominan dan potensi untuk
dikembangkan serta tingkat ketersediaannya dm; (4). Arahan lahan untuk
pengembangan sapi potong berdasarkan potensi sumberdaya lahan.
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik
penginderaan jauh (Erdas Imagine 8.6) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Arc
View GIs 3.3. Software Erdas Imagine ver 8.6 digunakan untuk proses Masifiasi:
interpretasi dan analisis citra Landsat TM7. Selanjutnya, hasil dari penginderaan
jauh menjadi sumber input data dalam SIG. ArcView GIs 3.3. digunakan untuk
analisis data atribut dan spasial seperti pemasukan dan joint tabel atribut, query,
operasi tumpang tindih (overlay), dan pembuatan peta-peta tematik. Peta-peta
yang digunakan untuk analisis dibuat dari berbagai sumber yang tersedia.
Peta satuan lahan Kabupaten Karo merupakan hasil tumpang tindii antara
peta satuan lahan dan tanah skala 1:250.000 Puslittanak tahun 1982, peta
penggunaanlpenutupan lahan dari interpretasi citra (landsat TM-7 path 129 row
058 tahun 2005), peta agrokliiat Kabupaten Karo skala 1:100.000, dan peta curah
hujan skala 1:100.000.
Peta kelas lereng, peta elevasi dan peta suhu diolah dari kontur peta Rupa
Bumi Indonesia P I ) skala 1:50.000. Peta suhu dibuat dengan estirnasi suhu
berdasarkan ketinggian tempat (elevasi) menggunakan pendekatan rumus dari
Braak (1928) dalam Mohr et al. (1972) sebagai berikut:
26,3OC - (0,Ol x elevasi dalam meter x 0,6OC)
dimana pembagian suhu didasarkan pada kriteria kesesuaian liigkungan ekologis
sapi potong yakni suhu 48OC (kurang sesuai) dan >18 OC (sesuai) (Suratman et
a[., 1998).
Peta rupa bumi digunakan untuk membantu menduga kemiringan lereng,
ketinggian. tempat dari perrnukaan laut (elevasi), pola dan kerapatan
drainaseltingkat torehan. Data kualitaslkarakteristik lahan diperoleh dari
keterangan peta satuan lahan dan tanah lembar Sidikalang (0618) dan lembar
Medan (0619) skala 1:250.000 Proyek Perencanaan dan Evaluasi Sumberdaya
Lahan (LREP I) Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor tahun 1982.
Untuk data atau peta yang belum tersedia dalam format digital dilakukan
proses digitasi melalui layar (on screen) sehingga semua peta tersedia dalam
format digital, kemudian dilakukan pengolahan yaitu overlay (turnpang tindih)
serta operasi-operasi SIG lainnya.
Identifikasi jenis penutupanlpenggunaan lahan.
Analisis dilakukan melalui pengolahan citra dengan tahapk, yakni: (1)
penyiapan citra asli, (2) analisis dan interpretasi citra, (3) pembuatan peta-peta
tematik. Citra yang digunakan adalah citra Landsat TM7 pathlrow 129-058
tanggal 7 Juli 2005.
Tahap penyiapan dilakukan untuk: 1) Memotong image (cropping) sesuai
bentuk wilayahldaerah penelitian, 2) koreksi geometri atau r ek t i fh i , akibat
pengaruh rotasi dan bentuk bumi, efek panoramik, perubahan kecepatan dan
variasi ketinggian satelit. Koreksi geometri atau rektifikasi bertujuan memperbaiki
distorsi geometrik sehingga diperoleh citra dengan sistem proyeksi dan koordinat
seperti yang ada pada peta. Koreksi dilakukan dengan menentukan sejumlah titik
kontrol medan (Ground Control Point = GCP). Proses yang digunakan untuk
koreksi geometrik ini adalah proses resampling dengan pendekatan "tetangga
terdekat" (nearest neighbor resampling). Titik kontrol yang dipilih adalah
kenampakan-kenampakan yang terlihat jelas pada citra maupun pada peta,
misalnya persimpangan jalan atau percabangan sungai. Akurasi koreksi geometri
dinilai dari besar kecilnya akar kuadrat rataan (Root Mean Square = RMS) dan
nilainya minimal dibawah 0,5.
Tahap analisis dan interpretasi citra dilakukan dengan: klasifikasi dan
interpretasi visual citra. Klasifikasi citra dilakukan secara terbimbing (supervised
classzj?cation) dengan pemilihan training area menggunakan teknik "kemiripan
maksimum" (maximum likehood classzjication). Tujuan analisis citra adalah untuk
mendapatkan deskripsi penutupan lahan menyeluruh mengenai lokasi penelitian.
Penerapan yang sering dilakukan adalah segmentasi atau klasifikasi citra dengan
tujuan menghasilkan informasi tutupan lahan. Interpretasi citra secara visual
dilakukan dengan metode visualisasi dalam wama semu (color composite)
menggunakan kombinasi band RGB (red green blue) 542, untuk lebih
mempermudah pengenalan objek melalui perbedaan wama. Interpretasi dan
identifikasi tutupan lahan berpedoman pada peta rupabumi skala 1:50.000 Lembar
0618-53 (Tigalingga), 0618-54 (Tanjung Beringin), 0618-63 (Seribudolok), 0619-
12 (Lau Garut), 0619-14 (Kutacane), 0619-21 (Laubaleng), 0619-22 (Kabanjahe),
0619-23 (Bahorok), 0619-24 (Namoukur), dan Lembar 0618-31 (Berastagi) serta
peta rupabumi skala 1:250.000 Lembar 0618 (Sidikalang) dan 0619 (Medan)
Edisi-I tahun 1982.
Selanjutnya, hasil analisis dan interpretasi citra diintegrasikan ke dalam
analisis SIG (convert to shapeple) untuk pembuatan peta penutupanl penggunaan
lahan, dilanjutkan dengan pengecekan lapangan dan perbaikan peta.
Pengecekan lapangan (ground check) bertujuan: (a) menentukan
penggunaan lahan yang mash meragukan (b) mengetahui jenis hijauan makanan
temak yang dominan pada jenis-jenis penggunaan lahan. Untuk memperkuat hasil
ground check maka dilakukan konfirmasi kepada masyarakat clan aparat yang
berkompeten. Perbaikan peta dilakukan berdasarkan hasil pengecekan lapangan
sehingga dihasilkan peta penggunaan lahan yang lebih akurat. Peta hasil perbaikan
ini adalah peta penggunaan lahan 2006, yang digunakan untuk analisis spasial dan
pengolahan data selanjutnya.
Penilaian Kesesuaian Lingkungan Ekologis Sapi Potong
Penilaian dilakukan untuk pemeliharaan sapi potong sistem gembala dan
sistem kandang. Ada empat karakteristik utama lahan yang digunakan dalam
penyusunan kriteria lingkungan ekologis dalam pengembangan sapi potong, yaitu:
rezim temperatur (suhu rata-rata, kelembaban); ketersediaan air (bulan kering,
curah hujan, keberadaan sumber air) dan kualitas air; terrain (lereng, elevasi) serta
persentase kandungan batuan (Smtman et al., 1998).
Kriteria penilaian kesesuaian lahan untuk lingkungan ekologis temak sapi
potong menggunakan kriteria yang dihasilkan Tim Peneliti Daya Dukung Lahan
Petemakan, Puslittanak, TA. 199211993 yang telah disempurnakan seperti terlihat
pada Tabel 2 dan Tabel 3. Penilaian dilakukan dengan "membandingkan"
(matching) antara kualitasl karakteristik lahan dengan kriteria persyaratan
lingkungan elcologis sapi potong. Penilaian di!akukan pada tingkat Ordo yaitu: S
(sesuai) dan N (kurang sesuai).
Tabel 2 Kriteria penilaian kesesuaian lingkungan ekologis ternak sapi gembala
Karakteristik Kesesuaian lingkungan sapi gembala S (sesuai) N (kurang sesuai)*
Rejim Temperatur (t) Suhu rata-rata (OC) 18-37 < 18, >37 Kelembaban (%) 60 - 90 < 60, >90
Ketersediaan Air (w) Bulan Kering ( 4 0 0 mm) 5 8 > 8 Curah Hujadtahun (mm) 750 - 4.000 4 5 0 , >4.000 Keberadaan sumber air *) Ada Tidak Ada
Kualitas Air (q) pH air 6,5 - 9,O <6.5 , >9.0
Terrain (s) Lereng (%) 5 40 > 40 Elevasi (%) - < 1.250 > 1.250 Batuan (%) 5 50 > 50
Sunzber: Suratman et al. (1998). "modifikasi dari kriteria "tidak sesuai"
Tabel 3 Kriteria penilaian kesesuaian lingkungan ekologis untuk sapi kandang
Karakteristik Kesesuaian lingkungan sapi kandang S (sesuai) N (kurang sesuai)*)
Tem~era tu r Humidity Indeks mHII TH I (n) 70 - 80 < 70, >80
Ketersediaan Air Bulan Kering (<lo0 mm) 5 8 > 8 Curah Hujdtahun (mm) 4 .000 >4.000 Keberadaan sumber air **) Ada Tidak Ada
Kualitas Air (q) pH air 6,5 - 9,O 16.5 , >9.0
Terrain (s) Elevasi (%) 5 1.250 > 1.250
Sumber: Suratn~an et al. (1998). *'modifikasi dari luiteria "tidak sesuai" ; **I sumber air bersifat alternatif. T : suhu udam (F) = 9/5("C) + 32, RH : kelembaban udam, THI : T- 0,55 (1-RH)/100) (T-58)
Analisis spasial dan pembuatan peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi
potong dengan menggunakan analisis SIG. Proses-proses yang dilakukan yaitu
joint tabel dan query. Joint tabel antara basis data kesesuaian lingkungan ekologis
sapi potong dengan tabel data atribut satuan lahan. Selanjutnya dilakukan query
terhadap data kesesuaian lingkungan ekologis untuk pembuatan peta tematik dan
perhitungan luas.
Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Hijauan Ternak
Penilaian kesesuaian lahan dilakukan pada tiap satuan-satuan lahan.
Kesesuaian lahan untuk pakan sapi potong dilakukan pada beberapa jenis tanaman
hijauan pakan yang dominan ada di daerah penelitian. Pada penelitian ini
penilaian kesesuaian lahan dilakukan terhadap:
Padang penggembalaan (pasture) sebagai penilaian untuk rumput alam.
0 ?.,mput Gajah (Pennisetum purpureum) dan setaria (Setaria spachelata),
merupakan penilaian untuk rumput budidaya.
Tanaman pangan dan hortikultura yang dominan diusahakan di lokasi
penelitian (padi, jagung, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar) sebagai penilaian
untuk limbah pertanian.
0 Leguminosa, sebagai penilaian mtuk leguminosa pada umumnya dan
legurninosa pepohonan (lamtoro, turi, dan lain-lain)
Penilaian kesesuaian lahan dilakukan dengan cara matching antara
kualitaslkarakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman pada tingkat
kelas, yaitu: (a) S1 (sangat sesuai), @) S2 (cukup sesuai), (c) S3 (Sesuai marginal),
(d). N (tidak sesuai). Persyaratan kesesuaian lahan sesuai kriteria Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Bogor (Djaenuddin et al., 2003b) dan
LREP I1 (Hardjowigeno dan Widiatrnaka, 2001) seperti pada Lampiran 6 .
Hasil penilaian kesesuaian lahan meliputi kesesuaian lahan pada keadaan
aktual dan potensial. Kesesuaian lahan pada keadaan aktual berarti kesesuaian
terhadap penggunaan saat ini tanpa ada tarnbahan pengelolaan atau perbaikan
yang berarti (present land use). Kesesuaian lahan pada keadaan potensial berarti
kesesuaian lahan yang akan datang setelah dilakukan perbaikan atau pengelolaan
yang diperlukan. Pada penelitian ini diasumsikan pengelolaan dilakukan pada
tingkat sedang yaitu pengelolaan dapat dilakukan pada tingkat petani menengah
dan memerlukan modal menengah dan teknik pertanian sedang. Pada tingkat
pengelolaan sedang dapat terjadi kenaikan kelas kesesuaian satu tingkat lebih
tinggi, kecuali untuk kualitas/karakteristik lahan yang tidak dapat diperbaiki tidak
akan menaikkan kelas kesesuaian. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual
menjadi potensial menurut tingkat pengelolaannya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Analisis spasial untuk mengetahui sebaran kelas kesesuaian lahan tiap
jenis tanarnan sumber hijauan makanan temak dengan menggunakan pendekatan
SIG. Proses-proses yang dilakukan yaitu joint dan query. Joint tabel antara tabel
basis data kelas kesesuaian lahan masing-masing tanaman dengan tabel data
atribut satuan lahan. Selanjutnya dilakukan query terhadap data kelas kesesuaian
lahan untuk pembuatan peta tematik dan perhitungan luas.
Identifikasi Tingkat Ketersediaan Hijauan Makanan Ternak
Identifikasi tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak dengan
menghitung daya dukung @D) dan indeks daya dukung (IDD) hijauan makanan
ternak. Perhitungan dilakukan untuk kesesuaian lahan aktual dan potensial.
DD diihitung dari total produksi bahan kering cerna (BKC) dibagi jumlah
kebutuhan 1 ST (satuan temak) sapi potong dalam satu tahun, dimana total
kebutuhan pakan = populasi temak (ST) x 1,14 ton BKC 1 tahun dengan
menggunakan nunus (Sumanto dan Juarini, 2006):
Produksi bahan kering cerna (Kp) Daya Dukung (ST) =
Kebutuhan bahan kering cema sapi dewasa (KgST)
Nilai IDD diitung berdasarkan BKC dengan persarnaan sebagai berikut
(Sumanto dan Juarini, 2006):
Total produksi bahan kering cerna (Kg)
Indeks Days =
Dukung C Populasi Ruminansia x Kebutuhan Bahan Kering Cema Sapi Dewasa W S T )
Atau menurut Ashari et al. (1995):
Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak (ST) Indeks Days = -- Dukung Hijauan C Populasi ruminansia (ST)
Berdasarkan nilai IDD hijauan maka diperoleh kriteria status daya dukung
hijauan, yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kriteria status DD hijauan makanan temak berdasarkan IDD
No. IDD Kriteria I. I 1 Sangat Kritis
Produksi hijauan untuk masing-masing kelas kesesuaian diasumsikan
untuk kelas: S1 = SO%, S2 = 60% dan S3 = 40%, sedangkan kelas N tidak
diperhitungkan. Karakterisasi pakan limbah tanaman pangan dan potensi pakan
hijauan pada setiap penggunaan lahan seperti terlihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 5 Karakterisasi pakan liibah tanaman pangan
No. Jenis limbah Produksi limbah Daya Produksi limbah tanaman pangan (tonlth)") cema BKC Ton
(a) (3) (c) ( 4 (e) 1. Padi sawah 9,O 0.140 (c) X ( 4 2. Padi ladmg 6 6 0.140 (c) x ( 4 3. Jagung 15,O 0.150 (c) X ( 4 4. Kacang hijau 1 9 0.137 (c) X (4 5. Ubi Jalar 2 3 0.135 (c) x ( 4
Sumber: Sumanto dan Juarini (2006) ; *) perkiiaan produksi optimum.
Tabel 6 Karakterisasi potensi sumber pakan alami pada tiap penggunaan lahan
Luas Produktifitas Produksi No. Penggunaan lahan (ha) pakan alami (BKCIhdton)
(todhdth) (a) (b) (c) (d) (e) 1. Lahan sawah
- galengan (agroklimat kering) (-) 0,125 (c) x (d) x 0,5** - bera (masa tanam 2x) (-1 0,500 (c) x (d) x 0,5**
2. Tegalan sawah - galengan (agroklimat kering) (-) 0,125 (c) x (d) x 0,5** - bera (rnasa tanam 2x) (-) 0,500 (c) x (d) x 0,5**
3. Kebun campuran* (-) 0,300 (c) x (d) x 0,5** 4. Semak (agroklimat kering) (-1 1,000 (c) x (d) x 0,5** 5. Lain-laidlahan terbuka* (-) 0,750 (c) x (d) x 0,5**
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Balai Penelitian Ternak (1995). *Sumanto dan Juarini (2006); ** Tingkat kecemaan diperhitungkan 50% BKC.
Perhitungan jumlah populasi ternak ruminansia dalam satuan temak (ST)
didasarkan pada data nilai ST temak ruminansia utama Kabupaten Karo seperti
ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Nilai satuan temak (ST) ruminansia utama di Kabupaten Karo tahun 2005
No. Jenis Temak Jumlah (ekor) Faktor Konversi* Jumlah (ST) 1 Sapi (Potong, Perah) 46.013 0,7 32.209,10 2 Kerbau 21.942 0,8 17.553.60 3 KambingDomba 14.338 0,055 788159
Total 82.293 50.551,29 Sumber: Dias ~ertanian. ~eternakan. ~erikanan dan nerkebunan Kabuoaten Karo (20051. data ,,
diolah; i, ~umadtd dan luarini 12006).
Analisis spasial untuk mengetahui sebaran tingkat ketersediaan hijauan
makanan temak dilakukan dengan menggunakan pendekatan SIG. Proses-proses
yang dilakukan yaitu overlay peta satuan lahan dengan peta wilaya kecamatan
dan joint basis data dengan atribut satuan lahan, dan query untuk pembuatan peta
tematik, perhitungan luas serta daya dukung hijauan.
Prioritas dan Arahan Lahan Pengembangan Ternak Sapi Potong
Prioritas lahan pengembangan sapi potong didasarkan pada lahan-lahan
yang sesuai untuk lingkungan ekologis sapi potong (S) dan tingkat kemampuan
lahan tersebut menyediakan hijauan makanan temak untuk memenuhi kebutuhan
temak. Urutan prioritasnya didasarkan pada status daya dukung hijauan makanan
temak tanpa mempertimbangkan persaingan peruntukan penggunaan lahan. Lahan
bukan prioritas mempakan lahan-lahan yang tidak sesuai (N) untuk lingkungan
ekologis sapi potong dan lahan yang tidak dinilai. Kombihasi antara kesesuaian
lingkungan ekologis dengan status daya dukung hijauan makanan ternak
menghasilkan mafriks prioritas arahan lahan pengembangan sapi potong yang
ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Matrik prioritas arahan lahan pengembangan sapi potong
Kesesuaian Status Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak Lingkungan Aman Rawan Kritis Sangat Kritis
Ekologis (A) (R) (K) (SK) S-A S-R S-K S-SK
Sesua' (prioritas 4 (Prioritas I& (Prioritas ZIO (Prioritas IV Kurang Sesuai
(N) Bukan Prioritas
Arahan lahan untuk pengembangan sapi potong adalah lahan-lahan
prioritas I. Lahan prioritas I menunjukkan lahan-lahan yang sesuai dengan
lingkungan ekologis sapi potong dan mempunyai daya dukung dengan status
aman untuk mendukung kebutuhan temak sehingga dijadikan bahan pertimbangan
(rekomendasi) sebagai arahan lahan pengembangan temak sapi potong.
Arahan pengembangan temak sapi potong mempertimbangkan
penggunaan lahan saat ini, sehingga arahan lahan pengembangan meliputi: 1)
diversifkasi, yaitu wilayah yang secara ekologis sesuai untuk temak, namun telah
digunakan atau diperuntukkan bagi kegiatan sektor dan sub sektor serta komoditas
lain seperti lahan tanaman pangan dan palawija. Oleh sebab itu itu pengembangan
sapi potong dilakukan secara terintegrasi dengan sektor atau sub sektor lainnya.
Simbol yang digunakan untuk wilayah diversifikasi adalah Ds ='~iversifikasi
kawasdlahan sawah, Dt = Diversifikasi kawasan tegaldlahan kering; dan Dk =
Diversifikasi kawasdlahan kebun campuran, 2) ekstensifikasi, yaitu wilayah
yang secara ekologis sesuai untuk temak, dan belum diperuntukkan bagi kegiatan
komoditas tertentu. Wilayah ini umumnya merupakan areal yang tidak produktif
berupa kawasan alang-alang, semak belukar, lahan-lahan terlantar, hutan konversi.
Simbol yang digunakan untuk wilayah ekstensifikasi adalah: Es = Ekstensifikasi
semak belukar; Elh = Ekstensifikasi lahan terbuka
Kapasitas peningkatan sapi potong menunjukkan jumlah populasi sapi
potong maksimal yang masih mampu ditampung oleh suatu wilayah. Nilai
kapasitas peningkatan sapi potong dihitung sebagai selisih antara total daya
dukung hijauan makanan temak dengan jumlah populasi temak ruminansia yang
ada di wilayah tersebut (sapi, kerbau, kambing), yang dihitung dengan satuan
temak (ST) (Lembaga Penelitian IPB, 2001). Pada perhitungan penelitian ini
diasurnsikan penambahan kapasitas hanya untuk temak sapi potong dewasa.
Analisis spasial untuk mengetahui prioritas dan arahan lahan
pengembangan sapi potong dilakukan dengan pendekatan SIG. Proses-proses
yang dilakukan yaitu overlay peta-peta tematik yaitu: peta status daya dukung
hijauan makanan temak, peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong dan
peta wilayah kecamatan, selanjutnya dilakukan joint basis data dengan data atribut
satuan lahan, query untuk pembuatan peta tematik, perhitungan luas lahan dan
daya dukung.
Penelitian ini mempunyai 3 (tiga) jalur data dan informasi yang harus
dikurnpulkan dan dianalisis, yaitu:
1. Data mentah berupa citra Landsat TM7 tahun 2005, untuk dijadikan peta
penggunaan lahan, dengan tahapan:
- Tahap awal: pembuatan peta penutupadpenggunaan lahan (tentatif);
- Pengecekan lapangan (ground check): untuk verifikasi penutupan lahan
menjadi kelas penggunaan lahan deftnitif.
- Identifkasi lahan-lahan potensial pengembangal sapi potong
2. Studi pustaka, untuk mencari persyaratan (kriteria) kesesuaian lingkungan
ekologis sapi potong; dan persyaratan kesesuaian hijauan makank ternak.
3. Peta Satuan Lahan dan Tanah (LREP I) yang ditumpangtindihkan dengan peta
lereng, peta elevasi, peta suhu, peta iklirn dan peta curah hujan: untuk
mendapatkan satuan lahan homogen (SLH).
Secara keseluruhan diagram alir kegiatan penelitian dapat dilihat pada
Gambar 3.
Cih'a Landsat Th. 2005
Pustaka . Koreksi geometri dan Geometri
(Tentatif)
Peta Saluan Lahan dan Tanah
I I / ( P I ) / 1-
Iklim
Sat& Lahan Ya $ Homogen
Peta Kelas Penggunaan Lahan
, + Data Kualitd
Persyaratan Analisis Kescsuaian Karakteristik Lahan Lingkungan Ekologis ekologis sapi potong
Sapi Potong MATCHING I
f 1 Peta Kesesuaian !hgkungan Ekologis I Lahan Tanaman Saul Potona S~stem Gembala dan
I I
I Hiiauan I I Kandang I
P
Penilaian Kesesuaian Kesesuaian Lahan Lahan
(?dATCHlNG)
Tingkat Ketersediaan Data populasi Hijauan Makanan Temak: temak mminansia - Daya Dukung & IDD
4 <J
Peta Status Daya Dukung Hijauan Makanan Temak
Administmi
Spasial (SIG)
Prioritas dan Arahan Lahan Pengembangan dan Kapasitas Peningkatan
Sapi Potong
Gambar 3 Diagram alir pelaksanaan penelitian.
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Penutupan dan Penggunaan Lahan
Wilayah Kabupaten Karo termasuk Propinsi Sumatera Utara dengan luas
wilayah 212.725 Ha atau 2.127,25 ICm2 (BPS, 2005) sedangkan hasil perhitungan
peta rupabumi dari Bakosurtanal skala 1:50.000 tahun 1982 adalah 218.701 Ha
(2.187, 01 krn2) dengan penutupan dan penggunaan lahan seperti terlihat pada
Tabel 9. Untuk analisis dan perhitungan dalam penelitian, luas wilayah dan Jenis
penutupd penggunaan lahan yang digunakan adalah luasan dan
penutupdpenggunaan lahan yang bersumber dari peta dijital rupa bumi
Bakosurtanal tahun 1982.
Secara administratif, Kabupaten Karo terdiri atas 13 (tigabelas)
kecamatan, yaitu: Mardingding, Laubaleng, Tigabinanga, Juhar, Munte,
Kutabuluh, Payung, Simpang Empat, Kabanjahe, Berastagi, Tigapanah, Merek,
dan Barusjahe dengan 258 desal kelurahan.
Tabel 9 Luas wilayah dan penutupdpenggunaan lahan Kabupaten Karo menurut data BPS (2005) dan peta digital RBI
Data BPS*) Peta digital RBI**) Penggunaan Luas
% Penggunaan
No. No. L&~~..*) Luas % Lahan (Ha) (Ha) 1 Sawah 12.328 5,8 1 Sawab 28.625 13,09 2 Pekarangan 4.251 2,O 2 Pemukiman 593 0,27 3 TegalKebun 22.846 10,74 3 Tegalan 46.593 21,30 4 LadangrHuma 59.720 28,07 4 Hutan 67.058 30,66 5 Penggembalaanl 4.254 2,O 5 Semakl 41.435 8,95
Padang Rumput Rerumputan 6 Sementara 7.418 3,49 6 Lahan terbuka 4.075 1,86
tidak diusahakan 7 Ditanami pohonl 9.621 4,52 7 Kebuncampuran 14.269 6,52
hutan rakyat 8 ~utrin negara 67.214 31,6 8 Lereng terjal 1.183 0,54 9 Perkebunan 6.524 3,07 9 Tnbuhair 95 0,04 10 Lain-Lain 17.984 8,45 10 Awan 14.773 6,75 11 Rawa-rawa 399 0,19 12 Tambak 4 0 13 KolamIEmpang 162 0,08
J u m l a h 212.725 100 Jumlah 218.701 100 *) BPS (2005) **) Rupa Bumi Indonesia Bakosurtanal(l982) **+) analisis dan intepretasi citn Landsat TM-7 pathhow 128-058 tahun 2005
Penggunaan lahan di kabupaten Karo (BPS, 2005) dapat dikelornpoWcan
menjadi lahan usaha intensif dan lahan hutan atau diusahakan tetapi tidak intensif.
Lahan usaha intensif berupa sawah, perladangan menetap termasuk pekarangan
dan kebun campuran. Lahan hutan atau yang diusahakan tetapi tidak intensif
berupa ladang berpindah, semak belukar, alang-alang dan berbagai macarn hutan.
Hutan yang ada dikelompokkan rnenjadi beberapa jenis, yaitu hutan lindung,
hutan suaka alarnlwisata, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi konversi.
Selain itu dapat dikelornpokkan menjadi dua, yaitu hutan rakyat dan hutan negara.
Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Karo menurut BPS (2005), adalah sebesar
312.300 jiwa dengan kepadatan penduduk 146,81 jiwa/km2 seperti ditunjukkan
pada Tabel 10.
Tabel 10 Luas wilayah, jurnlah penduduk dan kepadatan penduduk di Kabupaten Karo tahun 2004.
No. Kecamatan Jumlah Jumlah Luas (km') Kepadatan desakelurahan Penduduk (jiwalkn?)
1. Mardingding 10 14.308 267,ll 53,56 2. Laubaleng 13 16.662 252,60 65,96 3. Tigabinanga 19 17.368 160,38 108,29 4. Juhar 24 12.628 218,56 57,78 5. Munte 22 17.617 125,64 140,22 6. Kutabuluh 16 10.262 195,70 52,44 7. Payung 25 22.371 134,OO 166,95 8. Simpang Empat 40 39.446 225,47 174,95 9. Kahanjahe 13 53.916 44,65 1.207,53 10. Berastagi 9 38.594 30,SO 1.265,38 1 1. Tigapanah 29 34.003 219,09 155,20 12. Merek 19 14.274 125,Sl 113,73 13. Barusjahe 19 20.851 128,04 162,85
Jurnlah 258 312.300 2.127.25 146,81 Sumber: BPS (2005)
Berdasarkan hasil Sensus Pertanian tahun 2003 (BPS, 2005), jumlah
rumah tangga pertanian adalah 58.290 rumah tangga (70,93%) dari seluruh rumah
tangga di Kabupaten Karo sebanyak 82.178 rumah tangga.
Berdasarkan data dari 9 (sembilan) stasiun pengamatan selama kurun
waktu 1985-2005 (Tabel l l) , diperoleh bahwa jumlah curah hujan rata-rata
tahunan adalah sebesar 1.649,90 mm dirnana curah hujan di stasiun Tongkoh
(Berastagi) mempunyai curah hujan tahunan tertinggi (2.613,83 mm) dengan rata-
rata curah hujan bulanan sebesar 217,82 mm. Curah hujan tahunan terendah
terjadi di stasiun pengamatan Mardigding yakni 1.039,50 mm dengan rata-rata
sebesar 86,63 mmlbulan.
Klasifikasi hujan menurut Schmidt dan Ferguson (1951), Kabupaten Karo
mempunyai tipe hujan basah diiana tipe hujannya termasuk tipe B dengan nilai
Q = 0,160. Melihat sebaran data curah hujan tersebut, Kabupaten Karo
mempunyai musim hujan cukup lama antara September - Mei dan musim
kemarau berlangsung sekitar bulan Juni sampai Agustus. Peta curah hujan di
Kabupaten Karo dapat dilihat seperti pada Gambar 4.
Tabel 1 1 Rata-rata curah hujan di Kabupaten Karo di sembilan stasiun pengamatan tahun 1985 - 2005
STASIUN PENGAMATAN Tiga Sumber ~ T A .
BULAN Kuta Marding Simolap . Tongkoh Pancur Sinabung Tiga Jaya RATA ding (T~gabi-
Oadung (Munte) nanga) (Braslapi) (Simp.N E'ayung) Panah (L.Bale ) ng)
Januari 145 121 67 67 238 152 I69 122 91 130.16
Febmari 67 74 62 62 207 I24 130 167 93 109.59
Maret 93 I22 175 175 227 159 113 144 131 148.94
April 151 150 133 133 308 201 I23 165 I59 169.21
Mei 135 92 LO4 104 169 374 104 181 58 146.69
Juni 91 22 46 46 115 107 81 100 26 70.59
Juli 59 I9 36 61 124 69 67 76 35 60.61
Agustus 73 49 36 67 109 108 72 104 60 75.43
September 178 143 76 111 240 198 161 116 131 150.41
Okober 229 164 105 131 233 234 223 227 231 197.45
Nopember 166 151 93 144 318 328 211 222 182 201.68
Desembsr 237 I32 108 106 325 259 199 229 108 189.14
Total(mm/th) 1621.9 1241.1 1039.5 1207.0 2613.83 2313.30 1653.0 1853.1 I306 1649.9
Rata2(mmJth) 135.16 103.42 86.63 100.58 217.82 192.78 137.75 154.4 108.9 137.49 Bln Keriog (bl)
5 5 7 5 0 1 3 1 6 3
Bln Basah (bl) 2 0 0 0 8 5 2 3 0 1
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah I Medan (2005), data diolah.
Gambar 4 Peta curah hujan tahunan Kabupaten Karo.
I
Menurut kriteria zone agroklimat Oldeman et al. (1978) (Tabel 12),
Kabupaten Karo termasuk zone Dl dan E2. Zona Dl dicirikan dengan bulan
basah 3-4 bulan dan jumlah bulan kering <2, terdapat di bagian Tmur Laut yakni
Kecamatan Berastagi, Simpang Empat, Tigapanah, sebahagian Barusjahe dan
PETA CURAH WJAN KABUPATEN KARO
F'S PERENCANAAN WILAYAH INSTITLIT PERTANIAN BOGOR
2006
LEGENDA Curah hujan
1500 - 1750 1750 - 2000 2W0 - 2500 2500 - 3WO 3W0 - 4000
/V sung= /1\/ Jalan / \/Bat= kabupakn
Danau Toba Batx kecamatan
Payung. Sedangkan zona E2 dicirikan oleh bulan basah <3 bulan dan bulan kering
berturut-turut 2-3 bulan terdapat di bagian barat, tengah dan selatan. Peta zona
agroklimat Kabupaten Karo dapat dilihat seperti pada Gambar 5.
Gambar 5 Peta zona agroklimat Kabupaten Karo.
PETA ZONA AGROKLIMAT KABUPATEN KARO
PS PERENCANAAN WlLAYAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2W6
LEGENDA
Zona agroklimat: m Dl n E2 ,A,,/ Sungai ,A,,/ Jalan /\.,'Bats lorbupatm
Danau Toba CII] Baur, kcamatan
Tabei 12 Zona agroklimat berdasarkan jumlah bulan basah dan kering di Kabupaten Karo di sembilan stasiun pengamatan tahun 1985 - 2005
Stasiun Pengamatan Zona Jumlah Bulan Basah K e ~ g Masa P e m b u h a n
Kuta Gadung E2 2 5 7 Pancar Jaya (Munte) E2 0 5 7 Mardingding E2 0 7 5 Simolap (Tigabinanga) E2 0 5 7 Tongkoh (Brastagi) D 1 8 0 12 Tiga Pancur (Simp.IV) D 1 5 1 11 Sinabung (Payung) E2 2 3 10 Tiga Panah Dl 3 1 11 Sumber Jaya (Laubaleng) E2 1 6 7
Data pengamatan di stasiun Kutagadung dan Tongkoh menurjukkan suhu
rata-rata bulanan berkisar antara 18,82"C sampai 19,67OC dengan rata-rata
tahunan 19,23"C (Kutagadung) sedangkan di stasiun Tongkoh berkisar antara
18,53"C sampai 19,70°C dengan rata-rata tahunan 19,11°C (Tabel 13). Flu!!i
suhu udara bulanan relatif kecil. Sedangkan rata-rata kelembaban nisbi Kabupaten
Karo tahun 2000-2005 berkisar antara 85,49% hingga 89,82% dengan rata-rata
tahunan 88.59% (stasiun Kutagadung) dan di stasiun Tongkoh berkisar antara
83,83% hingga 89,83% dengan rata-rata tahunan 87.03% (Tabel 14).
Tabel 13 Rata-rata suhu udara di stasiun Kutagadung tahun 19962005 dan stasiun Tongkoh tahun 2000-2005
BULANI TAIWN Rata-
STASIUN 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Rats KUTAGADUNG Januari 19.1 19.3 20.0 19.7 18.5 19.0 18.9 18.9 19.6 18.3 19.13 Febmari 18.7 19.4 20.1 19.5 18.5 19.1 19.6 19.0 20 19.4 19.33
Maret 19.0 19.1 20.2 19.5 19.1 18.8 18.8 18.9 19.8 20.1 19.32
April 19.2 19.2 20.1 19.7 19.3 18.9 19.0 19.0 19.9 19.9 19.4; Mei 19.8 19.8 20.9 19.6 19.7 19.0 19.3 19.1 19.6 19.9 19.67 Juni 19.8 19.4 20.3 19.7 19.2 19.1 19.4 18.9 19.7 19.7 19.53 luli 19.2 19.4 19.9 19.3 19.3 18.9 19.3 19.0 18.8 19.2 19.23
Agustus 18.9 19.5 19.3 19.0 19.0 19.1 19.0 18.7 19.9 19.8 19.22
September 19.1 R 19.4 19.2 19.0 18.8 19.0 19.1 18.4 18.7 18.96 Oktober 19.1 R 19.3 19.1 19.1 18.8 18.9 18.9 18.8 19.0 19.00
Nopember 18.8 R 19.2 19.0 19.3 19.4 19.1 19.0 19 19.1 19.10 Desember 18.5 R 19.3 18.7 19.4 19.2 19.1 19.0 18.6 17.6 18.82
Rata-rata 19.10 19.37 19.83 19.33 19.12 19.01 19.12 18.96 19.34 19.23 19.23
Tabel 13 (lanjutan)
BULANI TAHUN Rata-
STASIUN 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Ra"
TONGKOH Januari 18.8 18 18.9 18.8 18.5 18.2 18.53 Februari 18.8 19.4 19.4 18.8 18.6 18.9 18.98 Maret 19.5 19.1 19.3 19.3 18.9 18.7 19.13 April 19.4 19.4 19.6 19.5 19 19.6 19.42 Mei 19.9 20.2 19.5 19.7 19.3 19.5 19.68 Juni 19.7 21.1 19.3 19.1 19.3 19.7 19.70 Juli 18.9 19.1 19.4 18.7 18.5 18.3 18.82 Agustus 18.8 19.6 18.9 18.1 18.9 19.1 18.90 September 19.8 19.5 20.3 19.3 18.3. 19 19.37 Oktober 19.5 19.5 19 18.9 18.5 18.3 18.95 Nopember 19.3 19.1 19.6 19.3 18.8 18.4 19.08 Desember 18.9 19.3 19.8 18.3 18.4 17.9 18.77
Rata-mta 19.28 19.44 19.42 18.98 18.75 18.80 19.11
Tabel 14 Rata-rata kelembaban nisbi di stasiun Kutagadung dan stasiun Tongkoh
BULANI TAHUN Rata-
STASIUN 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2W4 2005 Rat8
KUTAGADUNG Janurui 90.6 91.6 89.1 91.0 89.0 90.0 89.0 - 87.0 89.67 Februari 91.1 92.7 92.1 90.9 90.0 88.0 87.0 89.0 92.1 85.0 89.79 Maret 90.9 - 91.5 89.1 89.0 90.0 89.0 89.0 94.3 84.0 89.64 April 90.1 90.9 91.4 89.7 90.0 90.0 89.0 89.0 94.1 84.0 89.82 Mei 87.5 91.7 90.6 90.2 88.0 89.0 89.0 89.0 91.6 86.0 89.26 Juni 89.0 91.8 91.5 88.3 89.0 88.0 89.0 88.0 90.6 85.0 89.02 Juli 88.4 91.5 91.8 88.3 88.0 89.0 89.0 89.0 86.8 83.7 88.56 Aystus 88.2 - 90.5 89.0 89.0 89.0 89.0 89.0 77.8 84.0 87.27 September 88.7 - - 88.7 91.0 88.0 89.0 89.0 84.3 84.4 87.89 Oktober - 88.0 88.0 89.0 89.0 86.7 85.0 87.62 Nopember 90.3 56.0 92.2 90.5 89.0 89.0 89.0 89.0 83.0 87.0 85.49 Desember 91.8 91.3 89.0 88.0 89.0 88.0 86.7 89.0 89.09
TONGKOEI Januari Februari ~ - - ~
Maret Aoril ~ e i 82 84 89 84 85 88 85.33 Juni 78 85 85 87 84 84 83.83 Juli 84 87 87 89 86 86 86.50 Agustus 87 83 86 89 82 87 85.67 September 82 89 87 85 87 88 86.33 Oktober 82 85 86 86 91 92 87.00 Nopember 91 85 91 87 91 91 89.33 Desember 90 87 85 88 92 94 89.33
Rata-rata 84.67 85.83 87.25 87.08 88.08 89.25 87.03
Gambar 6 menggambarkan estimasi suhu berdasarkan ketinggian tempat
yang dihitung dengan menggunakan rumus Braak (1928) dalam Mohr et al.
(1 972). Sebagian besar wilayah Kabupaten Karo berada diatas 18OC sedangkan
suhu <1 S°C yang kurang sesuai untuk lingkungan ekologis sapi potong terdapat di
sebelah timur laut dan tenggara Kabupaten Karo.
Garnbar 6 Peta estimasi suhu berdasarkan elevasi di Kabupaten Karo.
9790' 9P55' 980W' 9805' 5SD10' W15' 9890' 9855' 9890' 9k35' W40' 98 .
Kabupaten Langkat -303
-30%
-302,
*I. * -3-l:
PI, ' -301 PROPINSI SUht4TERA LiTARA
-30s
- -%0
-23s.
-25
-4
P4( * 3- Sumbe¶: - M U Buil&clb d* I WmO E s d l T h u I S S L ~ D 6 l & 5 3 , Y b f d l bbr%l9.!1;1(~li2~k21>i,$*ahvnd ,7983
* h 97950' 9P5S SOW' 98'5' %+lo* m015' 9890. 9855' %SO* 98O35' 98410'
PETA ESTIMASI SUHU BERDASARKAN ELEVASI
KABUPATEN KARO
PS. PERENCANAAN WILAYAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
LEGENDA /V kontur (interval 300 m) h ,'Betas kabupaten 'k Danau Toba 0 Batas kecamatan
Estimasi suhu: =<180C =>18oC
Topografi
Secara topografi atau bentuk wilayah Kabupaten Karo cukup bewariasi,
mulai dari datar di sebelah timur (di daerah endapan aluvial), di sebelah barat dan
tenggara Kabupaten Karo, bergelombang di bagian tengah, berbukit hingga
bergunung terjall curam di sebelah barat dan barat laut (Gambar 7). Luasan lahan
berdasarkan kelas lereng serta proporsinya dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel 15 Bentuk wilayah dan luas lahan berdasarkan kelerengan di Kabupaten Karo
bentuk wilayah luas (Ha) ' Kelas lereng % 0-3% Datar sampai agak datar 33.573 15,35 -
3-8% Berombak 8-16% Bergelombang 16-30% Berbukit 30-40% Bergunung
>40 Bergunung c u r d t e rjal 13.981 6,39 Total 218.701 100,OO
' Luas didasarkan pada perhitungan dari peta digital
Tabel 16 dan Gambar 8 menunjukkan bahwa, sebagian besar (52,70%)
wilayah di Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 600-1.250 meter di atas
permukaan laut. Sedangkan wilayah yang berada pada ketinggian diatas 1.250
meter dpl sebahagian besar terdapat di sebelah utara Kabupaten Karo meliputi
Kecamatan Berastagi, Simpang Empat, Barusjahe, Payung, Kutabuluh serta dan
di sebelah tenggara yakni Kecamatan Merek dan Juhar.
Tabel 16 Ketinggian dan luas wilayah di Kabupaten Karo
Ketinggian tempat (meter dpl) Luas (Ha) %
100 - 300 12.924 5,91 300 - 600 16.422 7,51 600 - 1.250 115.251 52,70
>1.250 74.104 33,88 Total 218.701 100,OO
-) Luas me~pakan olahan dari peta digital
Kabupaten D a i r i
PS. PERENCANAAN WILAYAH INSL'ITUT PERTANIAN ROGOR
PETA LERENG KABUPATEN KARO
Kelas lereng 0-3% 3-8% 8-16%
LEGENDA Bstas kceamsuvl Bat- kabupltrn DmmTobs
Gambar 7 Peta lereng Kabupaten Karo.
PETA ELEVASI KABUPATEN 0
PS. PERENCANAAN WILAYAI-I INSTITLIT PERTANIAN ROGOR
I LEGENDA I /\/ kontur (interval 300 m) / \ /'Batas kabupaten 'G Danau Toba 0 Batas kecamatan
Gambar 8 Peta elevasi Kabupaten Karo.
Geologi dan Batuan Induk
Berdasarkan peta geologi Lembar Medan (0619) skala 1 : 250.000 dan
Lembar Sidikalang, Sumatera (0618) skala 1:250.000 (Puslitbang Geologi, 1982)
daerah Kabupaten Karo tersusun dari: (1) Tuf Toba (Qvt) dengan litologi tuf
riodasit, menyebar disebagian besar (* 40%) wilayah Kabupaten Karo seperti
Kecamatan Kabanjahe, Berastagi, Tigapanah, Merek, Simpang Empat, Munte,
sebelah barat Payung dac sebagian kecil lainnya terdapat di Kecamatan Juhar,
Tigabinanga dan Mardingdig; (2) Formasi Butar (Tlbu), dengan litologi
batupasir, serpih minyak dan batu lumpur menyebar dari sebelah barat laut
mengarah ke tenggara meliputi separo wilayah kecamatan Mardingdig,
Laubaleng, Kutabuluh, Tigabinanga dan sebagian kecil terdapat di kecamatan
Payung, Juhar dan Munte, meliputi lebih kurang 18% dari wilayah Kabupaten
Karo; (3). Formasi Kluet, dengan litologi batupasir metakuarsa, metaklake,
batusabak dan filit terdapat di Kecamatan Juhar, Merek dan sebahagian kecil di
Tigabinanga; (4) Anggota Batugamping (Ppal), dengan litologi batugamping oolit,
pualam, sekis-kalk dan genes terdapat di Kecamatan Madigding, Laubaleng dan
sebagian kecil Tigabinanga; (5) Formasi Alas (Ppa), dengan litologi serpih,
batulanau, batupasir, wake dan konglomerat terdapat di Kecamatan Mardingding
dan sebahagian kecil di Laubaleng; (6) Formasi Bohorok (Pub), yang merupakan
sisi timur rangkaian Pegunungan Bukit Barisan terdapat disebelah utara
kecamatan Mardingding dan Kutabuluh yang berbatasan dengan Kabupaten
Langkat; (7) Endapan Aluvium (Qh) dengan litologi kerikil, pasir dan lempung
terdapat di kecamatan Mardingding, Laubaleng dan sebagian kecil di wilayah
Tigapanah dan Barusjahe; (8) Formasi Kuta Cane (Qpk) yang terletak di
Mardingding dengan litologi kerikil, pasir dan lempung; (9) Formasi Gunungapi
Haranggaol dengan litologi andesit, dasit dan piroklastik terdapat didekat danau
Toba di Kecamatan Merek; (10) Granit Keteran (Mpikt) di Munte dan Juhar,
serta; (1 1) Pusat-pusat erupsi, yang menghasilkan bahan volkanik dari beberapa
gunung api seperti (a) volkan Gunung Sibayak (Qvba) di Kecamatan Berastagi
dan Simpang Empat dengan litologi andesit, dasit dan piroklastik; (b) volkan
Gunung Sinabung (Qvsn) di Kecamatan Payung dan Simpang Empang dengan
litologi lava andesit sarnpai dasit; (c) pusat Kembar (Qvk) di Kecamatan
Mardingding dengan litologi andesit, dasit, basal dan piroklastik; (d) pusat Barus
(Qvbr) di Kecamatan Tigapanah dan Barusjahe dengan litilogi lava andesit dan
piroklastik; (e) pusat Sipiso-piso (Qvss) terdapat di Kecamatan Merek dengan
litologi dasit dan andesit; (0 satuan Sibutan (Qvtsu) dari Pusat Toba terdapat di
Merek dengan litologi riolit, kemungkinan lava campuran dan piroklastik.
Batuan induk volkanik dan sediien merupakan batuan yang dominan di
Kabupaten Karo dengan proporsi masing-masing lebih kurang 51% dan 42%, di
samping itu terdapat batuan metamorlik (sekitar 6%) dan sebahagian kecil batuan
intrusif (0,45%).
Satuan Lahan dan Tanah
Berdasarkan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Sidikalang
(0618) dan Lembar Medan (0619), Kabupaten Karo terdii atas 43 satuan tanah
@ada tingkat great group) seperti terdapat pada Gambar 9, dari tujuh grup satuan
lahan yakni: Aluvial (A), Dataran (P), Tuf Toba Masam (Q), Volkan (V), Karst
(K), Perbukitan (H), Pegunungan (M) dan Aneka bentuk (X). Pada setiap satuan
lahan umumnya ditemukan lebih dari satu satuan tanah. Pada legenda peta satuan
lahan dan tanah, beberapa sifat dan karakteristik lahan yang diinventarisasi antara
lain: bentuk lahan (landform), batuan induk, litologi (Lampiran 2), dan tekstur,
drainase, kedalaman tanah, jenis tanah dorninan dan asosiasi, batuan permukaan,
genangan, singkapan batuan, pH tanah serta beberapa sifat fisika dan kimia tanah
(Lampiran 3).
Aluvial terbentuk dari hasil proses pengendapan baik sungai, danau
maupun proses koluviasi dikaki perbukitan berlereng yang landai. Penyebarannya
terutama di Kecamatan Mardiigdiig, Laubaleng dan KutabuId berupa kipas
aluvial/koluvial dan jalur aliran sungai. Bentuk wilayah datar, datar agak cekung,
dan datar agak melandai dengan lereng 0-8%. Jenis-jenis tanah yang dijumpai
antara lain: Fluvaquent, Tropaquept, Dystropept, Psamrnaquent, dan Eutcopept.
Ketinggian antara 10-200 m di atas permukaan laut. Sebahagian, gmp aluvial ini
dijumpai di kecamatan Merek sekitar Danau Toba. Jenis tanah yang terbentuk di
daerah ini adalah jenis tanah muda yang sebagian besar berasosiasi dengan
lingkungan basah antara lain Tropaquept (telah berkembang), Tropaquent (belum
berkembang), Fluvaquent yang berlapis-lapis dan Tropopsamment. Tanah pada
u m w y a mempunyai tekstur yang bervariasi dari halus, sedang sampai kasar
dengan kandungan hara yang relatif rendah.
Dataran terdapat di antara perbatasan Tigabinanga, Juhar dan Munte,
tersusun dari batuan sedimen felsik bertekstur agak halus, berumur tersier dan
kuarter, dan tertutup oleh bahan tuf Toba masam. Bentuk wilayah bergelombang
berbukit kecil dengan lereng antara 3-16%. Jenis tanah yang dijumpai di daerah
ini didominasi oleh tanah Dystropept. Penggunaan lahan sebahagian merupakan
pertanian lahan kering, kebun campuran dan semak belukar.
Grup volkan, mencakup bentukan volkanik berumur tersier'dan kuarter.
Bentukan volkanik tersier yang terdapat di daerah penelitian adalah volkan tua
Takur-takur dari bahan tuf masam dan intermedier yang telah mengalami erosi
dan bentuk aslinya berupa kerucut sudah tidak tarnpak lagi. Sedangkan bentukan
volkanik berumur kuarter belum megalami deformasi (pelipatan, pengangkatan)
sehingga bentuk kerucutnya strato volkan masih jelas dan utuh. Pada daerah
penelitian, volkanik kuarter yang termasuk stratovolkan antara lain: Gunung
Sibayak, Gunung Sinabung dan Gunung Kembar yang umumnya tersusun dari
bahan tuf masam dan intermedier. Stratovolkan G.Sibayak dan G. Kembar
umumnya berasal dari bahan tuf masam, intermedier dan basis. Di daerah ini
dijumpai jenis-jenis tanah seperti Dystrandept dan Hydrandept, kecuali pada
lereng tengah G.Sinabung terdapat tanah Dystropept. Tanah Dystrandept dan
Hydrandept berpenampang dalam sampai agak dangkal, tekstur agak halus sampai
agak kasar, drainase agak cepat dan kesuburan tanah rendah sampai sedang. Pada
perbukitan volkan lereng >16% dari bahan tuf masam, intermedier dan basis, jenis
tanah didominasi oleh Hapludox dan Dystropept yang berpenampang dalam,
tekstur halus, drainase sedang sampai agak cepat dengan kesuburan tanah sangat
rendah sampai rendah.
Karst, menyebar luas disebelah barat Kabupaten Karo yakni sebagian
besar kecamatan Mardingding dan Laubaleng yang berbatasan dengan Kabupaten
Aceh Tenggara di Propinsi NAD sedangkan sebahagian kecil terdapat disebelah
utara yakni di Kecamatan Kutabuluh dan Payung. Bentuk wilayah grup karst ini
adalah berbukit dan bergunung dan sangat tertoreh. Batukapur yang lebih
resisten/kukuh muncul d i p e d a a n sebagai singkapan dindiig yang sangat
curam. Lembah umumnya sempit dan dalam. Grup karst terletak diketinggian
200-1.300 m dpl. Jenis tanah utama yang terdapat di daerah ini adalah Eutropept
dan Dystropept yang berpenampang agak dalam, tekstur halus sampai agak halus,
drainase agak cepak dan kesuburan tanah sangat rendah sampai rendah.
KABUPATENKARO
Gambar 9 Peta landunit Kabupaten Karo.
PS. PERENCANAAN WILAYAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Tuf Toba Masam, umumnya tersusun dari bahan dasit dan liparit yang
menyebar didataran tinggi dan rendah pada ketinggian 25-1.500 meter dpl
disebagian besar Kecamatan Munte, Merek, Tigapanah, Juhar dan sebagian kecil
tersebar di Mardiigding, Kabanjahe, Barusjahe, Tigabinanga, dan Payung. Jenis
tanah yang terdapat di daerah ini terutama didataran tinggi adalah Hydrandept,
Dystrandept yang berpenampang dalam, tekstur sedang sampai agak kasar,
drainase sedang, kesuburan tanah rendah sampai sedang. Pada dataran tinggi
lenibah sungai sempit yang terisi tuf Toba masam dijumpai jenis tanah Dystropept
yang berpenampang dalam, tekstur halus, drainase sedang, kesuburan tanah
rendah. Sedangkan didataran rendah dijumpai jenis tanah sepe& Dystropept,
Humitropept dan hapludox. Ketiga jenis tanah pada dataran rendah ini
berpenampang dalam, tekstur halus sampai sedang, drainase baik, kesuburan
tanah rendah.
Perbukitan, dijumpai terutama di Merek dan sebagian kecil di Munte dan
Payung. Daerah perbukitan di daerah penelitian ini berupa lungur paralel
memanjang dan lereng mengikuti struktur tektonik, lereng bagian atas dan tengah
dijumpai tanah Hapludox sedang bagian bawah terdapat tanah Dystropept. Tanah
umumnya berpenampang dalam, tekstur agak halus sampai halus, drainase agak
cepat dan kesuburan sangat rendah sampai rendah.
Pegunungan, menyebar luas dari arah barat laut sampai ke tenggara
Kabupaten Karo pada ketinggian 150-2.000 meter dpl umumnya berlereng curam
sampai sangat curam sekali dengan lereng >25%. Tersusun dari batuan sediien,
batuan plutonik masam dan metamorfik. Jenis tanah utamanya adalah Dystropept
dibagian lereng atas, Hapludult dilereng tengah dan Humitropept dibagian lereng
bawah. Tanah berpenampang dalam sampai sedang, tekstur halus sampai sedang
dengan drainase baik. Kandungan unsur-unsur ham umumnya rendah sampai
sangat rendah sedangkan dibagian lereng bawah dengan lereng <30% um-ya
mempunyai kesuburan yang lebih baik.
Grup Aneka Bentuk, me~pt3kan bentuk yang spesifik yang terdiri atas
lembah sungai terjal tererosi atau lereng tunggal terjal (XI), daerah
kotalpemukiman (X2), serta tubuh airldanau (X3).
Hidrologi
Aspek hidrologi penting untuk dibicarakan karena berkaitan erat dengan
keadaan fisiografi dan berpengaruh langsung terhadap sumberdaya lahan dan
potensi di daerah penelitian. Daerah timur Kabupaten Karo yang termasuk
rangkaian Bukit Barisan umumnya mempunyai pola drainase sub paraleUtrelis
yang merupakan sumber air bagi aliran sungai yang berhulu di daerah atasnya
yakni antara lain: sungai Wampu, s.Ular dan sungai Deli dan membentuk aliran
yang bercabang-cabang antara lain aliran sungai Lau Biang, s.Bengap dan lain-
lain. Keadaan tutupan hutan di daerah pegunungan termasuk baik dan dapat
rnemberikan debit air yang cukup stabil di kawasan ini.
Keadaan hidrologi di daerah pelembahan yang tertutup tuf Toba masam
cukup baik dan tidak terdapat stagnasi air. Aliran Sungai Bengap yang terletak
disebelah selatan Berastagi, merupakan pertemuan anak-anak sungai yang
mengalir di daerah bagian selatan volkan Sibayak-Sinabung dan cabang sungai
yang mengalir di daerah tuf Toba masam dari selatan yang kemudian mengalir
kea.rah barat. Sebelah selatan Kabupaten Karo merupakan daerah aliran sungai
Lau Renun yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Dairi mengaliii daerah
sekitar Laubaleng, Juhar dan Tigabiianga. Sebelah selatan yakni di Kecamatan
Merek merupakan daerah tangkapan air danau Toba memiliki bidang permukaan
penangkapan air hujan yang efektif dan pinggiran depresi danau Toba
(eskarpmen) terdii atas batuan yang kukuh dapat bertahan terhadap gejala longsor
dan pola drainase yang berkembang di daerah ini diendaliian oleh ketahanan
batuan terhadap pengikisan serta struktur geologi.
Keadaan dan Kesuburan Tanah
Berdasarkan hasil penelitian Kebun Percobaan Tanaman Buah (KPTB)
Balitbang Departemen Pertanian (KPTB, 2005) seperti yang terdapat pada
Lampiran 4, data analisis tanah di beberapa kecamatan di Kabupaten Karo
menunjukkan beberapa sifat tanah sebagai berikut: pH pada umumnya
mempunyai pH tergolong masam sampai agak masam (pH 4,68-5,86), C organik
tergolong sedang sampai sangat tinggi dengan nilai C organik terendah adalah
2,14% dan tertinggi 6,50%, sedangkan nilai Nitrogen tergolong rendah sampai
sedang, dengan nilai Nitrogen terendah 0,18% dan tertinggi 0,28%; kadar P
tersedia dengan metode Bray tergolong sangat rendah sampai rendah dengan
kadar Posphor terendah sebesar 0,18 ppm dan kadar tertinggi 14,75 ppm; susunan
kation yang terdiri atas Ca, Mg, K, Na tergolong bervariasi dari sangat rendah
hingga sangat tinggi, sedangkan kapasitas tukar kation tergolong tinggi yakni
sebesar 25,22 me/100gr. Kandungan Ca dan Mg tergolong rata-rata sedang, Na
tergolong rendah dan kandungan K tergolong tinggi. Kejenuhan basa tergolong
sangat rendah sampai sedilllg dimana kejenuhan basa terendah sebesar 11% dan
tertinggi sebesar 52%. Sedangkan kejenuhan aluminium, berdasarkan hasil akhir
survey tanah tinjau Sumatera proyek LREP I1 Puslittanah tahun 1989, sebagian
besar (hampir 50%) tergolong sangat rendah sampai tidak ada (0-<20) dan
sebagian kecil tergolong sedang sampai sangat tinggi.
Berdasarkan peta digital Satuan Lahan dan Tanah skala 1:250.000 dan
laporan hasil akhir survey tanah tinjau Sumatera proyek LREP I Puslittanah tahun
1989, dinyatakan bahwa jenis tanah dominan yang dijumpai di Kabupaten Karo
adalah: Dystropept (38,90%), Hydrandept (33,91), Eutropept (16,88%),
Dystrandept (4,74%), Hapludox (1,89%), Humitropept (1,86%), Fluvaquent
(0,87%) dan Tropaquept (0,37%) (Tabel 17), sedangkan jenis tanah lainnya dalam
proporsi sedii t dijumpai jenis tanah Hapludult, Kanhapludult, Psammaquent, dan
Tropopsamment (Tabel 18).
Tabel 17 Jenis-jenis tanah dominan yang dijumpai di Kabupaten Karo
No. Jenis tanah dominan Luas (Ha) YO 1. Dystrandept (Hapludand) 10.365 4,74 2. Dystropept (Dystrudept) 85.073 38,90 3. Eutropept (Etrudept) 36.921 16,88 4. Fluvaquent (Fluvaquent) 1.896 0,87 5. Hapludox (Hapludox) 4.140 1,89 6. Humitropept (Dystrudepthumik) 4.063 1,86 7. Hydrandept (Hydmdand) 74.152 33,91 8. Tropaquept 81 1 0,37 9. Tidak dii lai (TD) 1.278 0,58
Total 218.701 100,OO Sumber: Peta digital landunit skala 1 :250.000 Lembar Sidikalang (0618) Tahun 1990 dan Lembar Medan (0619) Tahun 1989; nama jenis tanah dalam kurung menurut Sistem Taksonomi Tanah tahun 1987.
Tabel 18 Jenis tanah yang dijumpai di Kabupaten Karo menurut Taksonomi Tanah dan Dudal & Soepraptohardjo.
TAKSONOMI TANAH Dudal & Great Group Sub Order Order Soepraptohardjo
Dystrandept Andept Inceptisol (Andisol)* Andosol ~ ~ s t r o ~ e ~ t Eutropept Fluvaquent Hapludox Humitropept Hydrandept Tropaquept Ilapludult Kanhapludult Psammaquent
~ r o ~ e ~ t Tropept Aquent Udox Tropept Andept Aquept Udult Udult Aquent
Ince~tisol (~ndisolj* Inceptisol (Andisol)* Entisol Oxisol Inceptisol (Andisol)* lnceptisol (Andisol)* Inceptisol (Andisol)* Ultisol Ultisol Entisol
Latosol Latosol Aluvial Latosol Latosol Andosol Aluvial Podsolik Podsolik Regosol
~ r o ~ o ~ s & e n t Psamment Entisol e ego sol * Nama dalam kurung menurut Sistem Taksonomi Tanah tahun 1997.
Berdasarkan padanan jenis tanah seperti pada Tabel 18, jenis tanah
menurut Dudal dan Soepraptohardjo (1960) yang dijumpai di Kabupaten Karo
adalah jenis tanah Latosol, Andosol, Aluvial, Podsolik, dan Regosol sedangkan
berdasarkan order terdii atas Inceptisol, Entisol, Oxisol dan Ultisol dengan sifat-
sifat dapat diuraikan sebagai berikut:
InceptisoL Tanah ini tergolong masih muda, sifat tanahnya bervariasi
tergantung pada bahan induknya, tekstur lebih halus dari pasir halus berlempung,
sangat masam sampai netral tergantung dari sifat bahan asal dan keadaan
lingkungannya. Tanah ini mempunyai perkembangan profil dengan susunan
horison A-Bg-C dan A-Bw-C, dicirikan oleh horison kambik. Terbentuk dari
bahan induk aliviurn. Penyebarannya pada landform aluvial dan marin. Di jalur
aliran sungai dengan bentuk wilayah datar, tanah berdrainase terhambat, tekstur
liat, reaksi tanah sangat masam sampai masam.
Entisol. Jenis tanah ini tergolong tanah mineral yang belum berkembang
kecuali dipermukaan, terdapat dilereng volkan aktif dengan lereng curam yang
mengalami erosi berat, dapat di wilayah beriklim basah maupun kering. Bahan
tanah yang relatif tua tetapi bersifat resisten terhadap pelapukan juga tergolong
dalam Entisol, di antaranya pasir kuarsa dan mineral lain yang resisten. Sifat tanah
ini sangat bervariasi tergantung pada bahan induk, topografi, lingkungan dan
tingkat erosinya. Entisol dari pasir volkan, walaupun bersifat porous narnun cukup
kaya unsur hara dan potensial untuk pertanian, sedangkan yang dari pasir kuarsa
sangat miskin unsur hara dan tidak cocok untuk lahan pertanian. Entisol dari
batugamping umumnya dangkal, mengandung unsur basa tinggi tetapi unsur
N,P,K dan bahan organik umumnya rendah.
Oxisol. Jenis tanah ini merupakan tanah yang telah mengalami
perkembangan sangat lanjut, mempunyai penampang tanah yang dalam,
bertekstur liat, porositasnya tergolong tinggi, daya menahan air kecil dan
didominasi mineral liat kaolinit, oksida besi dan aluminium. Tanah ini relatif
resisten terhadap erosi, tergolong sangat miskin unsur hara dan cadangan mineral,
kapasitas tukar kation rendah dan retensi fosfat tinggi dan k e j e n ~ h ~ basa rendah.
Tanah diklasifikasikan ke dalam subgrup tipik Hapludox.
Ultisol. Tanah ini mempunyai horison argilik atau kandik dan memiliki
kejenuhan basa 135% pada kedalaman 125 cm atau lebih di bawah batas atas
horizon argilik atau kandik. Tanah ini telah mengalami pelapukan lanjut dan
terjadi translokasi liat dari horison permukaan (eluviasi) yang urnumnya terdiri
atas bahan yang kaya aluminium-silika dengan iklim basah. Sifat-sifat utamanya
mencerminkan kondisi telah mengalami pencucian intensif, di antaranya miskin
unsur hara NPK dan basa-bas% sangat masam sampai masarn, miskin bahan
organik, lapisan bawah kaya aluminium, dan peka terhadap erosi.
Kondisi Umum Peternakan
Dalam satu dasawarsa terakhir ini terdapat kecenderungan impor daging
sapi dan sapi hidup terns meningkat. Hal ini disebabkan selain laju pertumbuhan
produksi lebih lambat dari laju pertumbuhamya, juga adanya tekanan daging
impor dengan harga murah dan kualitas yang lebii baik. Secara nasional, populasi
sapi potong periode 2000-2004 mengalami p e n m a n dari sekitar 11,O juta
menjadi 10,7 juta ekor. P e n m a n ini justru terjadi di wilayah sentra produksi
yaitu NTB, NTT, Lampung dan Bali. Dewan Ketahanan Pangan (2006)
memperkirakan, impor daging sapi dan kerbau mencapai 4,07% pada tahun 2004
dibandingkan tahun 2000 dimana penyediaan domestik 7,58 kalorikapitarhari dan
impor 0,31 kalorikapitahari. Di Propinsi Sumatera Utara, laju perkembangan
populasi sapi potong dalam lima tahun terakhir (2001-2005) hanya meningkat
sebesar 0,24 persen. Target pertumbuhan daging sebesar 2,3 persen tahun 2004,
hanya tercapai 0,12 persen (Dinas Petemakan Sumatera U t a q 2005). Untuk
memenuhi kebutuhan daging sapi propinsi Sumatera Utara sampai saat ini masih
mendatangkan sapi potong dari daerah lain seperti Lampung, Sumatera Barat,
Aceh dan import dari Australia.
Sistem pemeliharaan sapi potong yang m u m dilakukan oleh petani petemak
di Indonesia adalah sistem pemeliiaraan ekstensif, semi intensif dan intensif. Pada
sistem pemeliharaan ekstensif (gembala), sapi dipelihara dan dilepaskan di padang
penggembalaan dan digembalakan sepanjang hari mulai dari pagi hingga sore
hari. Sistem intensif (kandang), sapi hampir sepanjang hari berada d$am kandang.
Pakan, minuman dan kebutuhan lainnya disediakan dalam kandang sebanyak dan
sebaik mungkin sehingga pertumbuhannya cepat bertambah. Sedangkan sistem
pemeliharaan semi intensif (antara gembala dan kandang), pada pagi hari sapi
digiring dan digembalakan di areal pertanianlladang atau perkebunan, dan baru
dikandhgkan dikala hujan dan menjeiang malam hari.
Pemeliharaan temak ruminansia terutama sapi dan kerbau di Kabupaten
Karo masih mengandalkan penggembalaan secara tradisional yang dilakukan
sepenuhnya oleh petani temak dengan skala usaha rata-rata kepemilikan kecil(1-4
ekor), yang dikelola dengan sistem semi intensif dan sebagian besar'merupakan
usaha sampingan dengan tujuan sebagai tabungan. Sistem pemeliharaan sapi
potong ditingkat petani juga masih kurang optimal oleh karena pemeliharaan
dilakukan sendiri-sendiri dengan mengangonkan ternaknya di padang
penggembalaan dam dengan kualitas hijauan yang masih rendah karena
komposisi hijauan pakan temak didorninasi oleh alang-alang dan semak belukar.
Sebagian kecil saja diusahakan secara semi-intensif dan intensif terutama temak
sapi jantan dengan tujuan penggemukan. Jenis sapi yang banyak dipeliiara adalah
persilangan sapi lokal dengan sapi impor seperti PO (peranakan Ongole), Friesian
Holstein (FH), Brahman dan Sirnmenthal. Jurnlah sapi potong di Kabupaten Karo
tahun 2004 sebanyak 45.858 ekor merupakan populasi yang paling banyak
dipelihara dibandingkan temak besar lainnya. Berdasarkan data statistik (Dinas
Pertanian, Petemakan, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Karo, 2005), dalam
kurun waktu lima tahun terakhir 2001-2005 populasi sapi potong di Kabupaten
Karo hanya meningkat sebesar 2,77%. Peningkatan tersebut masih diatas rata-rata
peningkatan populasi di Sumatera Utara sebesar 0,24. Perkembangan populasi
sapi potong di Kabupaten Karo dan Propinsi Sumatera Utara dapat dilihat seperti
pada Tabel 19.
Tabel 19 Perkembangan populasi sapi potong di Kabupaten Karo tahun 2000- 2005
Tahun Rata-rata No Wilayah
2001 2002 2003 2004 2005 peningkatan / O L \
2. Sumatera Utara 248.000 248.375 248.673 248.971 250.465 0,24 Sumber: Dinas Peternakan Sumatera Utara (2005) dan BPS (ZOOS), data diolah.
Kabupaten Karo yang merupakan daerah pertanian khususnya tanaman
pangan dan hortikultura yang utama di Sumatera Utara. Pengembangan sapi
potong di Kabupaten Karo tidak terlepas dari perkembangan dan penggunaan
lahan usaha pertanian terutama sawah dan ladang. Hal ini terliiat seperti pada
Tabel 20, bahwa kecamatan yang lebih luas penggunaan lahan kering (ladang) dan
lahan sawah mempunyai potensi populasi sapi potong yang lebii banyak. Hampir
setengah dari populasi sapi potong tahun 2004 sebesar 45.858 ekor, terdapat di 3
(tiga) kecamatan, yakni Mardingding, Laubaleng dan Tigabinanga. Luasnya lahan
sawah dan lahan kering tersebut memungkinkan dilakukan pengembangan pola
integrasi temak-tanaman yang dapat saling menunjang dan saling
menguntungkan. Adapun dukungan temak dalam usahatani antara lain: (1)
memanfaatkan limbah pertanian tanaman pangan dan hortikultura seperti jerami
padi, jagung dan kacang-kacangan sebagai pakan; (2) menghasilkan nilai tambah
proses produksi pertanian terutama melalui pemanfaatan tenaga sapi untuk
pengolahan lahan; (3) meningkatkan produktifitas lahan melalui pemanfaatan
kotoran sapi untuk pupnk kandang; (4) peningkatan manfaat dan penggunaan
lahan usahatani, misalnya melalui pengembangan tanarnan hijauan temak (sebagai
input usaha temak ruminansia) pada lahan-lahan yang belum termanfaatkan untuk
budidaya pertanian seperti pada kelerengan yang curam, sebagai tanaman
pelindung, sebagai pagar hidup disekeliling lahan, dan lain-lain. Pola integrasi ini
diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan pakan temak.
Tabel 20 Luas penggunaan lahan sawah dan lahan kering serta populasi temak ruminansia utarna di Kabupaten Karo tahun 2004
Usaha Tani (Ha) Populasi Temak (ekor) Jumlah No. Kecamatan Lahan Lahan Sapi Kerbau Kambingf Ru,,,jnansia
Sawah Kering Potong Domba 1 Mardingding 2.362 24.349 8.479 1.522 1.270 11.271 2 Laubaleng 2.220 23.040 8.829 2.979 75 1 12.559 3 Tigabinanga 627 15.411 4.391 1.816 1.368 7.575 4 Juhar 1.381 20.475 2.770 1.671 127 4.568 5 Munte 1.871 10.693 3.345 2.741 249 6.335 6 Kutabuluh 20 19.550 3.982 1.410 2.276 7.668 7 Payung 938 12.462 2.428 1.415 2.201 6.044 8 Simpang Empat 323 22.224 4.126 1.872 2.100 8.098 9 Kabanjahe - 4.465 964 295 1.281 2.540 10 Berastagi SO 2.970 220 131 90 1 1.252 11 Tigapanah 1.144 20.765 4.567 2.233 697 7.497 12 Merek 427 12.124 660 2.537 987 4.184 13 Barusjahe 935 11.869 1.097 1.320 130 2.547
J u m l a h 12.328 200.397 45.858 21.942 14.338 82.138 Sumber: BPS Kab. Karo (2005)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penutupan dan Penggunaan Lahan
Hasil klasifikasi dan interpretasi citra Landsat-7 ETM pathlrow 129-058
tanggal 27 Juli 2005, seperti terdapat pada Tabel 21 dan Gambar 10, diperoleh
sepuluh jenis penutupan/penggunaan lahan yaitu hutan, kebun campuran, lahan
terbuka, pemukiman, sawah, semakhelukar, tegalan, lereng terjal, tubuh air dan
awan. Sedangkan sebaran dan luasan jenis penggunaan lahan tiap kecarnatan dapat
dilihat pada Tabel 22 dan Tabel 23.
Tabel 21 dan Gambar 10 menunjukkan bahwa sebagian besar penggunaan
lahan didominasi ole11 lahan hutan, tegalan, dan semakhelukar sedangkan padang
rumputlsemak juga ditemukan dengan luasan yang memadai. Tutupan awan (6,75%
dari luas total wilayah kabupaten) diperoleh karena interpretasi yang sulit dilakukan
dan selanjutnya termasuk lahan yang tidak dinilai. Hutan mempunyai cakupan areal
terluas mencapai 67.058 hektar atau 30,66% dari total luas wilayah Kabupaten Karo
dimana lebih h a n g 41.000 hektar di antaranya menempati lahan-lahan pe,aungan
dengan lereng curam (25-75%) sampai sangat curam (>75%) dan sangat tertoreh.
Tabel 21 Jenis penutupan dan pengggunaan lahan di Kabupaten Karo tahun 2005 berdasarkan interpretasi citra Landsat TM7.
No. PenutupanPenggunaan Lahan Luas (Ha) ') %
Hutan Tegalan Semaktbelukar Sawah Awan Kebun campuran Lahan terbuka Lereng terjal Pemukiman
10. Tubuh air 95 0,04 Total 218.701 100,OO
*) Luas rnerupakan hasil perhitungan pada peta digital.
Jenis penggunaan lahan yang berpotensi untuk pengembangan sapi potong
adalah lahan-lahan usahatani pada umumnya. Lahan-lahan yang berpotensi untuk
pengembangan sapi potong di Kabupaten Karo antara lain: sawah, kebun campuran,
semakhelukar, tegalan dan lahan terbuka dengan total luas sebesar 135.000 Ha (62%
dari luas wilayah kabupaten).
Tabel 22 Luasan dan jenis penggunaan lahan per kecamatan di Kabupaten Karo (Ha)
Jenis Penggunaan Lahan (Ha) No. Kecamatan Jumlah
K.Campur L.Terbuka Sawah Semak Tegalan 1 Barusjahe 33 1 - 2.079 - 4.052 6.462 2 Berastagi - - 1.138 - 1.202 2.341 3 Juhar 4.880 - 2.165 8.087 362 15.494 4 Kabanjahe - - 207 - 3.690 3.897 5 Kutabuluh 245 - - 9.181 2.840 12.265 6 Laubaleng - 2.777 1.235 6.543 574 11.129 7 Mardingding 543 1.298 7.117 11.185 2.005 22.148 8 Merek - - 278 288 8.363 8.929 9 Munte - - 7.352 794 2.838 10.984
10 Payung 1.348 - 2.404 1.135 2.884 7.771 11 Sirnpang Empat 6.869 - 1.164 530 5.624 14.187 12 Tigabinanga - - 2.576 3.624 7.914 14.114 13 Tigapanah 54 - 910 69 4.245 5.278
TOTAL 14.269 4.075 28.625 41.435 46.594 135.000
Tabe123 Persentase luasan d m jenis penggunaan lahan per kecamatan di Kabupaten Karo
No. Kecamatan Jenis Penarmnaan Lahan (%) -- . . K.Campuran L.Terbuka Sawah Semak Tegalan
1 Bamsiahe 2,32 - 7,26 - 8,70 ~ e r a s i a ~ i Juhar Kabanjahe Kutabuluh Laubaleng Mardingding Merek Munte payung Simpang Empat Tizabinanza
13 ~igapanah" 0138 - 3,18 0,17 9,11 TOTAL 100,OO 100,OO 100,OO 100,OO 100,OO
Lahan-lahan yang tidak dapat dialihfungsikan sebagai lahan pengembangan temak
ruminansia adalah: hutan, lereng terjal, penunahan dan tubuh airldanau, dengan total
luas sebesar 68.929 Ha (31,52%), belum termasuk tutupan awan. Oleh karena itu
lahan-lahan tersebut untuk selanjutnya tidak d i l a i (TD) dalam menentukan lahan-
lahan pengembangan sapi potong baik untuk pemeliharaan dengan sistem gembala
maupun kandang. Selain itu lahan-lahan ini mempunyai hambatan yakni mempunyai
kelerengan di atas 40%.
Ditinjau dari penggunaan lahan pertanian, lahan kering berupa tegalan
merupakan penggunaan lahan dominan di daerah penelitian yakni mencapai 46.593
hektar (21.30% dari luas wilayah). Hasil overlay antara peta penutupanlpenggunaan
lahan dengan peta landunit d m peta administrasi diperoleh bahwa lahan ini sebagian
besar menyebar hampir merata di beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Karo
pada ketinggian berkisar 600-1.300 meter d.p.1 berbentuk stratovolkan, tuf
intermedier, lereng bawah dan kaki lereng, datar sampai melandai (lereng <16%),
agak tertoreh dan sebahagian lagi berbentuk Dataran tinggi tuf Toba, berbahan induk
tufmasam, lereng atas dengan arah puncak berlereng melandai (lereng 8-16%), agak
tertoreh. Jenis tanaman yang banyak diusahakan pada lahan tegalan ini adalah
tanaman pangan seperti pada ladanglpadi gogo, jagung dan ubi jalar, tanaman
palawija dan hortikultura (sayur-sayuran dan buah-buahan). Pola usahatani lahan
kering atau tegalan di Kabupaten Karo urnumnya padi ladang dan jagung tumpang
sari dengan hortikultura/sayuran (cabe, kubis, sawi dan lain-lain).
Jenis lahan yang berpotensi untuk pengembangan sapi potong dan mempunyai
luasan yang besar setelah tegalan adalah sernaklbelukar dengan luas 41.435 hektar
atau 18,95% dari total luas daerah penelitian. Hasil overlay antara peta
penutupanlpenggunaan lahan dengan peta landunit dan peta administrasi diperoleh
bahwa lahan ini sebagian besar menyebar hampir merata di beberapa kecamatan di
wilayah Kabupaten Karo (Tabel 22 dan Tabel 23) pada ketinggian berkisar 600-1.800
meter d.p.1. Tanaman yang dijumpai di lahan ini didominasi oleh alang-alang dan
nunput lapang. Selain itu terdapat peperduan (semak), leguminosa, dan pepohonan
lainnya sehingga pada lahan tersebut dapat dijadikan lahan hijauan makanan bagi
ternak ruminansia seperti ternak sapi, kerbau maupun kambiig.
Penggunaan lahan sawah mencakup luasan 28.625 hektar atau 13,09% dari
total Iuas daerah penelitian. Lahan ini sebagian besar tersebar dibagian tengah yakni
kecamatan Munte, Juhar, Payung dan Simpang Empat seluas 13.085 hektar (45,71%
dari total lahan sawah), dibagian tirnur yakni di kecamatan Mardingdig, Laubaleng
dan Tigabinanga dengan luas 10.928 hektar (38,18%) dan dibagian barat dikecamatan
Barusjahe, Tigapanah, Berastagi, Kabanjahe dan Merek seluas 4.612 hektar atau
16,11% (Tabel 22 dan Tabel 23). Lahan sawah sebagian besar merupakan lahan
sawah irigasi (irigasi teknik, setengah teknis, irigasi sederhana PU dan non PU) antara
lain terdapat ?i kecamatan Munte, Laubaleng, Mardingding, Juhar, Tigabinanga dan
Payung. Sedangkan lahan sawah non irigasi (tadah hujan dan lebak) terdapat
dikecamatan Simpang Empat, Merek, Barusjahe, Tigapanah, Berastagi dan Payung.
Jenis tanah dominan yang terdapat pada penggunaan lahan sawah ini sebahagian
besar (50,18%) merupakan jenis tanah Hydrandept yang terdapat dibagian tengah
meliputi kecamatan Munte, Juhar, Payung, Simpang Empat dan dibagian barat yakni
kecamatan Barusjahe, Tigapanah, Berastagi dan Kabanjahe. Jenis tanaman yang ada
di lahan sawah ini dipengaruhi oleh pola tanam, yaitu pada umumnya padi-padi-
palawija pada lahan sawah irigasi d m padi-palawijabera pada lahan sawah non
irigasi atau sawah tadah hujan. Secara umum palawija yang ditanam berupa jagung
dan ubi jalar. Selain itu terdapat juga tanaman leguminosa dalam jurnlah yang juga
relatif kecil.
Kebun campuran atau kebun rakyat menempati mtan ketiga setelah semak
belukar, yaitu seluas 14.269 hektar (6.52% dari total wilayah kabupaten). Lahan ini
menempati lahan-lahan di dataran tinggi tuf Toba masam, pada stratovolkan tuf
andesit dengan lereng 8-16%, serta pada lahan-lahan di daerah pegunungan
diketinggian 800-1.100 meter d.p.1 dengan lereng 25-75%. Lahan ini sebagian besar
terdapat di kecamatan Simpang Empat, Juhar, Payung, Mardingding, Kutabuluh
Barusjahe, dan Tigapanah. Pada lahan tersebut terdapat beberapa jenis tanaman
berupa tanaman semusim dan tahunan. Tanaman semusim seperti buah-buahan antara
lain jeruk, markisah, terong berastagi, kesemak, rambutan, biwa, nenas, advokat,
sawo, pisang, durian, mangga, kesemak, cempedak, duku, rambutan, sirsak, jambu
biji, jambu air, dan pepaya dengan jumlah. Sedangkan tanaman semusim yang
terdapat pada lahan ini berupa palawija dan sayuran seperti kubis, kentang, kol bunga,
buncis, ercis, lobak, cabe, tomat, bawang merah, dm. Pada lahan ini terdapat juga
hijauan lain seperti leguminosa seperti lamtoro, turi dan peperduan laimya, semak
dan ilalang, sehingga pada lahan tersebut dapat dijadikan lahan hijauan makanan bagi
temak ruminansia seperti temak sapi, kerbau maupun kambing.
Lahan terbuka menempati lahan seluas 4.075 hektar (1,86% dari total Iuas
daerah penelitian). Lahan ini sebagian besar (68,15%) menempati landform karst
atail batukapur keras, pegunungan, lereng curam sampai sangat curam (>25%), sangat
tertoreh di kecamatan Laubaleng dan Mardingding. Sedangkan sebahagian lagi
(31,85%) menempati lahan dengan landform pelembahan sempit antara dataran
tinggi, sedimen halus, data (lereng 13%) yang terdapat di kecamatan Mardingding.
Jenis tanaman yang terdapat pada lahan terbuka ini didominasi belukar dan
nunput/ilalang.
Sedangkan penggunaan lahan lainnya adalah lereng terjal tererosi pada
gunung Sibayak dan lereng tunggal tanpa endapan aluvial dan koluvial disekitar
pinggiran danau Toba yang urnumnya berlereng 225% kadang-kadang >75% dengan
luasam 1.190 hektar (0,54% dari luas total kabupaten), dan penggunaan lahan untuk
kotalpemukiman dan tubuh airldanau yakni danau Lau Kawar di kecamatan Simpang
Empat.
Kabupaten Langkat
KabuptenD a i r i
PR-A PENUTUPAN DAN PENGGUNAAN LAHAN
KABUPATEN KARO
PS. FWENCPRWW Wl lAYP i ~ T I W PWTPNIPN BCGOR
Gambar 10 Peta penutupan dan penggunaan lahan di Kabupaten Karo.
Kesesuaian Lingkungan Ekologis Sapi Potong
Hasil penilaian secara matching antara kualitaskarakteristik lahan dengan
kriteria persyaratan lingkungan ekologis sapi potong diperoleh wilayah yang secara
ekologis sesuai untuk pemeliharaan sistem gembala dan kandang. Hasil penilaian
kesesuaian lingkungan ekologis dengan faktor penghambatnya dapat dilihat pada
Lampiran 5. Hasil yang diperoleh di atas merupakan basis untuk analisis spasial dan
pembuatan peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong.
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis spasial seperti pada Gambar 11
dan Gambar 12, diperoleh bahwa sebahagian besar wilayah Kabupaten Karo adalah
kurang sesuai (N) sebagai lingkungan ekologis sapi potong. Pada sistem kandang,
lahan-lahan yang kurang sesuai lingkungan ekologis adalah lebih luas dibanding pada
sistem gembala (Tabel 24). Perbedaan ini disebabkan oleh adanya faktor penghambat
yang lebih luas pada sistem kandang yakni faktor temperature humidity index (THI)
diiana lahan-lahan yang kurang sesuai dengan lingkungan ekologis sapi potong
berada di atas ketinggian 775 md.p.1. Berdasarkan estimasi suhu menggunakan nunus
Braak, ketinggian di atas 775 md.p.1 (= 21,65 OC) dengan rata-rata kelembaban di
Kabupaten Karo, nilai THI adalah < 70 yang me~pakatI ambang batas lahan-lahan
yang kurang sesuai dengan lingkungan ekologis sapi potong. Faktor THI
berhubungan dengan kemampuan sapi potong dalam menyesuaikan d i i terhadap
lingkungannya. Lingkungan yang mempunyai THI <70 atau 280 dapat rnengganggu
produksi dan perkembangbiakan pada ternak sapi.
Tabel 24 Kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong di Kabupaten Karo
Sistem Gembala Sistem Kandang Kesesuaian Ekologis Luas (Ha) YO Luas (Ha) %
Sesuai 79.831 36,50 58.771 26,87 Kurang sesuai 138.870 63,50 159.930 73,13 Total luas (Ha) 218.701 100,OO 218.701 100,OO ') Luas mempakan hasil perhitungan pada peta digital; Lahan yang tidak dinilai temasuk lahan deng& kesesuaian~
Faktor penghambat utama pengembangan sapi potong sistem gembala di
Kabupaten Karo adalah terrain (kelerengan dan elevasi). Lahan yang kurang sesuai
untuk lingkungan ekologis mempunyai kelerengan yang bervariasi 0 - >40% dan
ketinggian sebahagian besar (52,53%) terletak pada ketinggian di atas 1.250 meter
d.p.1. Lahan dengan kelerengan di atas 40% merupakan areal yang berat untuk
pengembangan sapi potong dengan sistem digembalakan. Sedangkan ketinggian
lahan di atas 1.250 meter d.p.1 berkaitan dengan temperatur udara berkisar 12-17OC
yang akan menyulitkan temak sapi potong untuk beradaptasi dengan lingkungan
ekologisnya. Rata-rata suhu di Kabupaten Karo berdasarkan data pada stasiun
Kutagadung dan Tongkoh dari tahun 1996-2005 berkisar antara 11,75'sampai dengan
25,55"C, sehingga terdapat areal yang kurang sesuai untuk lingkungan ekologis sapi
potong dimana suhu rata-rata yang sesuai untuk kehidupan ternak sapi potong di
daerah tropik berkisar antara 18 sampai dengan 37°C.
Sebaran lahan yang sesuai lingkungan ekologis berdasarkan landuse seperti
terlihat pada Tabel 25, menunjukkan bahwa lahan-lahan yang sesuai lingkungan
ekologis sapi potong, baik pemeliharaan sistem gembala dan kandang sebahagian
besar terdapat di lahan semakhelukar, sawah, dan tegalan (290%) dan sebahagian
kecil terdapat di lahan kebun campuran dan lahan terbuka.
Tabel 25 Sebaran lahan sesuai lingkungan ekologis sapi potong berdasarkan landuse
sistem gembala sistem kandang No. Landuse Luas (Ha) % Luas (Ha) YO . .
1. Kebun campuran 3:626 4,54 1.568 2,67 2. Lahan terbuka 3.453 4,33 4.075 6,93 3. Sawah 21.286 26,66 13.127 22,34 4. Semakhelukar 35.446 44,40 29.464 50,13 5. Tegalan 16.020 20,07 10.537 17,93
Total 79.83 1 100,OO 58.771 100,OO
Tabel 26 menunjukkan bahwa terdapat lima kecamatan yang kurang sesuai
dengan lingkungan ekologis sapi potong baik sistem gembala maupun kandang, yakni
kecarnatan Barusjahe, Berastagi, Merek, Simpang Empat dan Tigapanah. Oleh
karena faktor kesesuaian ekologis sulit untuk dilakukan perbaikan, maka
pengembangan sapi potong di kecamatan-kecamatan tersebut tidak disarankan.
Tabel 26 Luas kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong di Kabupaten Karo
Kesesuaian lahan lingkungan ekologis
Sistem Gembala Sistem Kandane - No. Kecamatan
S N S N
2 Berastagi 3.125 2,25 3.125 1,95
3 Juhar 11.776 14,75 10.220 7,36 7.635 12,99 . 14.361 8,98
4 Kabanjahe 230 0,29 4.125 2,97 4.355 2,72
5 Kutabuluh 10.171 12,74 13.501 9,72 6.507 11.07 17.165 10,73
6 Laubaleng 9.517 11,92 8.053 5,80 10.508 17,88 7.063 4,42
7 Mardingding 21.151 26,49 13.641 9,82 19.603 33,36 15.188 9,50
8 Merek - 23.055 16,60 - 23.055 14,42
9 Munte 7.51 1 9,41 6.346 4,57 1.412 2,40 12.446 7,78
10 Payung 5.528 6,92 9.600 6,91 1.440 2,45 13.688 8,56
11 Simpang IV - 18.595 13,39 - 18.595 11,63
12 Tigabinanga 13.948 17,47 3.506 2,52 11.666 19,85 5.788 3,62
13 Tigapanah - 13.153 9,47 - 13.153 8,22 - . Total 79.831 100,W 138.870 100,W 58.771 100,W 159.930 100,OO
S = sesuai N = kumng sesuai
Kabupaten D a i r i
PETA KESESUAIAN LINGKUNGAN EKOLOGIS SAP1 POTONG
SISTEM GEMBALA KABUPATEN KARO
PS. PERENCANMN WILAYAII INSTlTUT PEKTANIAN BOGOR
LEGENDA
Kesesuaian Ekologis Sapi Potmg Sistem Gembala
Sesuai Tidak sesuai
Gambar 1 1 Peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong sistem gembala di Kabupaten Karo.
PETA KESESUAIAN LINGKUNGAN EKOLOGIS SAP1 POTONG
SISTEM KANDANG KABUPATEN KARO
PS. PERENCANAAN WILAYAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2W6
LEGENDA
/''. /' Batas kabupaten , \r
Dana" Toba Batas kecamatan
Kesesuaian Ekologis Sapi Potong Sistern Kandang
Sesuai ridak sesuai
Gambar 12 Peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong sistem kandang di Kabupaten Karo.
Kesesuaian Lahan Tanaman Hijauan Makanan Ternak
Berdasarkan hasil cek lapangan terdapat sembilan jenis tanaman sebagai
hijauan makanan temak yang dominan ada dan berpotensi untuk dikembangkan di
Kabupaten Karo, yaitu: rumput unggul (rumput gajah dan setaria), rumput alam,
legurninosa, padi sawah, padi gogo, jagung, ubi jalar dan kacang hijau. Jenis tanaman
tersebut merupakan pewakil untuk penilaian kesesuaian lahan tanaman hijauan
makanan temak.
Penilaian kesesuaian lahan tanaman hijauan makanan temak pada penelitian
ini dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut:
1. Rumput dam (rumput lapangan), dengan pendekatan penilaian terhadap padang
penggembalaan (pasture). Rumput alam merupakan jenis tanarnan sumber hijauan
yang dominan tumbuh di kebun campurankebun rakyat, semak.
2. Rumput unggul, dengan pendekatan penilaian kesesuaian lahan untuk rumput
gajah (Pennisetum purpereum) dan rumput setaria (Setaria spachelata).
3. Tanaman pangan dan palawija yang dorninan diusahakan di lahan sawah dan
tegalan, yaitu: padi, jagung, ubi jalar dan kacang hijau.
4. Leguminosa sebagai penilaian untuk legurninosa pada umumnya dan untuk
tanaman sumber hijauan pada kebun campuran, perkebunan, lahan semak dan
hutan.
Hasil matching antara kualitas/k&.eristik lahan dengan persyaratan tumbuh
tanaman menghasilkan kelas kesesuaian lahan pada setiap jenis tanaman sumber
hijauan makanan temak yang dinilai. Hasil penilaian meliputi kesesuaian lahan pada
keadaan aktual dan potensial seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 8, Lampiran 9,
dan Lampiran 10. Hasil yang diperoleh tersebut merupakan basis data untuk analisis
spasial dan pembuatan peta kesesuaian lahan dengan pendekatan SIG.
Berdasarkan hasil penilaian menunjukkan bahwa faktor penghambat utama
yang dominan pada lahan-lahan di Kabupaten Karo adalah temperatur (t),
ketersediaan air (w), hara tersedia (n), retensi hara (0, erosi (e), dan media perakaran
(r) dan singkapan batuan (s). Faktor t dipengaruhi oleh faktor ketinggian tempat dari
permukaan laut dan tidak dapat dilakukan usaha-usaha perbaikan. Hal yang sama juga
dengan faktor s dimana pada tingkat pengelolaan sedang tidak dapat dilakukan usaha
perbaikan. Faktor r sebagian besar disebabkan oleh tekstur dan drainase, sedangkan
faktor w oleh kelembaban udara dan lama bulan kering. Pada faktor f sebagian besar
disebabkan oleh rendahnya kadar pH. Adapun usaha-usaha perbaikan yang dapat
dilakukan antara lain: penambahan kapur, pupuk N, P dan K, pemberian bahan
organik, dan usaha-usaha konservasi untuk pencegahan atau mengurangi bahaya
erosi. Dalam menentukan usaha-usaha tersebut diperlukan pertimbangan biaya dan
manfaat yang cermat sehingga dapat diietahui kelayakannya untuk dilaksanakan.
Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah (Oyza sativa)
Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan secara matching dan analisis
spasial dengan pendekatan SIG diperoleh luasan lahan tiap kesesuaian lahan untuk
padi sawah seperti ditunjukkan pada Tabel 27 dan peta kelas kesesuaian lahan
potensial padi sawah ditunjukkan pada Gambar 13. Hasil analisis menunjukkan
bahwa baik pada keadaan kesesuaian lahan aktual maupun potensial sebagian besar
lahan mempakan kelas N masing-masing adalah 45,39% dan 27,35% dari luas
wilayah.
Tabel 27 Kesesuaian lahan tanaman padi sawah di Kabupaten Karo
No. a Yo pada kesesuaian lahan aktual
1. N 99.263 45,39
4. tidak dinilai 68.929 31,52 < 1. N 59.820 27,35 2. S1 22.388 10,24 3. S2 12.055 5,51 4. S3 55.508 25,38 5. tidak dinilai 68.929 31,52
*' Luas mempakan hasil perhitungan pada peta digital
Gambar 13 Peta kesesuaian lahan potensial tanaman padi sawah di Kabupaten Karo.
74
Kabupaten Langkat
Kabupaten D a I r i
5 0 5 10 15 20 klometers -
Hasil perhitungan dan analisis spasial juga menunjukkan bahwa pada keadaan
kesesuaian lahan potensial diperoleh bahwa lahan kelas S1 (sangat sesuai) terdapat
PETA KESESUAIAN LAHAN PAD1 SAWAH
PS PERENCANAAN WlLAYAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
LEGENDA
N S1 S2 S3 TD
/V Slmw /V lalan /\/' Bate kabupaten 'm Dwau Toba 0 Batas kecamatan
pada sawah yaitu 7.813 Ha (34,90% dari luas lahan Sl), tegalan 6.498 Ha (29,03%),
semakhelukar 5.656 Ha (25,26%), lahan terbuka 1.746 Ha (7,80%) dan kebun
campman 675 Ha (3,01%). Kelas S2 terdapat pada lahan semaWbelukar yaitu 4.806
Ha (33,69% dari luas lahan S2), tegalan yaitu 4.062 Ha (33,69%), sawah 2.258 Ha
(18,73%), dan kebun carnpur 930 Ha (7,71%). Kelas S3 terdapat pada lahan
semakhelukar yaitu 29.966 Ha (53,98% dari luas lahan S3), sawah yaitu 11.715 Ha
(21,11%), tegalan 6.121 Ha (1 1,03%), kebun campur 5.307 Ha (9,56%), lahan
terbuka 2.329 Ha (4,20%) dan lahan tertutup awan 70 Ha (0,13%). Sedangkan kelas
N (tidak sesuai) terdapat pada tegalan dengan luas 29.913 Ha (50% dari luas lahan
N), lahan tertutup awan 14.703 Ha (24,58%), kebun campur 7.359 Ha (12,30%),
sawah 6.839 Ha (1 1,43%) dan semakhelukar 1.007 Ha (1,68%).
Faktor pembatas lahan-lahan untuk pertumbuhan padi sawah pada kelas N
adalah temperatur (t), drainase cepat (r), lereng (e), dan singkapan batuan (s). Usaha
perbaikan pada kelas ini antara lain: usaha konservasi tanah dan mekanisasi. Faktor
pembatas kelas S2 adalah: ketersediaan air (w), retensi hara/pH (0, dan ham
tersediaketersediaan P (n). Usaha-usaha perbaikan yang dapat dilakukan antam lain:
irigasi, pemberian kapur, dan pemberian pupuk P. Faktor pembatas kelas S3 adalah:
retensi hara1KTK (0, hara tersedia (n), dan media perakaran (r). Usaha-usaha
perbaikan yang dapat dilakukan antara lain: pemberian bahan organik, pemberian
kapur, dan pembuatan saluran drainase.
Berdasarkan kesesuaian lahan tersebut di atas, maka pengembangan sapi
potong di lahan sawah berpeluang untuk dikembangkan dengan integrasi sapi potong
dengan tanarnan padi. Kendala yang dihadapi adalah kualitas jerami sebagai hijauan
makanan temak termasuk rendah. Oleh karena itu diperlukan usaha peningkatan
kualitas jerami padi dengan teknologi pengawetan dan penyimpanan serta budidaya
tanarnan sumber hijauan yang berpotensial di pematang maupun di hamparan sawah.
Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Gogo (Oryza sativa)
Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan secara matching dan analisis
spasial dengan pendekatan SIG diperoleh luasan lahan tiap kesesuaian lahan untuk
padi gogo seperti ditunjukkan pada Tabel 28 dan peta kelas kesesuaian lahan padi
gogo seperti ditunjukkan pada Garnbar 14. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada
keadaan kesesuaian lahan aktual sebagian besar lahan merupakan kelas S2 dan S3
masing-masing adalah 24,31% dan 24,50% dari luas wilayah, sedangkan pada
keadaan kesesuaian lahan potensial hampir merata pada kelas S1, S2 dan S3 masing-
masing 20,51%, 24,12% dan 22,22%.
Tabel 28 Kesesuaian lahan tanaman padi gogo di Kabupaten Karo
No. Kelas kcsesuaian Luas ( ~ a ) 7 pada kesesuaian lahan aktual
1. N 43.019 19.67
4. TD 68.929 31,52 pada kesesuaian lahan potensial
1. N 3.576 1.63 2. S 1 44.846 20;51 3. S2 52.75 1 24,12 4. S3 48.599 22,22 5. TD 68.929 31,52 *' Luas me~pakan hasil perhitungan pada peta digital
Hasil perhitungan dan analisis spasial juga menunjukkan bahwa pada keadaan
kesesuaian lahan potensial diperoleh bahwa lahan kelas S1 (sangat sesuai) terdapat
pada tegalan yaitu 17.696 Ha (39,46% dari luas lahan Sl), sawah 9.173 Ha (20,45%),
semak/belukar 8.091 Ha (18,04%), lahan tertutup awan 7.281 Ha (16,24%), lahan
terbuka 1.746 (3,89%) dan kebun campwan 858 Ha (1,91%). Kelas S2 terdapat pada
lahan tegalan 21.465 Ha (40,69% dari luas lahan S2), sawah yaitu 11.432 Ha
(21,67%), kebun campur 7.440 Ha (14,10%), lahan tertutup awan 7421 (14,07%),
semakhelukar 4822 Ha (9,14%), dan lahan terbuka 171 Ha (0,32%). Kelas S3
terdapat pada lahan semakhelukar yaitu 27.819 Ha (57,24% dari luas lahan S3),
sawah yaitu 7.264 Ha (14,95%), tegalan 5.705 Ha (1 1,74%), kebun campur 5.582 Ha
(11,49%), lahan terbuka 2.158 Ha (4,44%) clan lahan tertutup awan 70 Ha (0,14%).
Sedangkan kelas N (tidak sesuai) terdapat pada tegalan dengan luas 1.727 Ha
(48,30% dari luas lahan N), lahan tertutup awan 14.702 Ha (24,58%), sawah 756 Ha
(21,15%), semak/belukar 703 Ha (19,66%) dan kebun campur 389 Ha (lO,88%).
nw' nn' ww3 911%- m e s was' m a s B ~ B ww 91195$ W402 d pa
\\ Kabupaten Langkat
3)X '
3%.
5 0 5 10 15 20 lolormters - -4
W R U Bumloh im- td. I YlmO B*slT*ml*LL&O6III1Y61dd *' wrg19 I2 XI NlLU 24.31 B*slullle+<B89
Gambar 14 Peta kesesuaian lahan tanaman padi gogo di Kabupaten Karo.
PETA KESESUAIAN LAHAN PAD1 GOGO
PS PERENCANAAN WlLAYAH INSTITLIT PERTANIAN BGGOR
2W6
Faktor pembatas lahan-lahan untuk pertumbuhan padi gogo pada kelas N
adalah temperatur (t), drainase cepat (r), lereng (e), dan singkapan batuan (s). Usaha
perbaikan pada kelas ini antara lain: usaha konservasi tanah dan mekanisasi. Faktor
LEGENDA
N S1 S2 S3 TD
N SU"W ,'?,/ Jalan batas as kabupaten
Danau Toba Bat= kccamatan
pembatas kelas S2 adalah: media perakaran (r), retensi hara/pH (0, dan hara
tersediaketersediaan P (n). Usaha-usaha perbaikan yang dapat dilakukan antara lain:
pemberian kapur, dan pemberian pupuk P. Sedangkan faktor pembatas kelas S3
adalah: media perakaran/tekstur (r), retensi hara1pH (0, hara tersediaketersediaan P
(n), dan singkapan batuan (s). Usaha-usaha perbaikan yang dapat dilakukan antara
lain: pemberian kapur dan pupuk P, dan mekanisasi.
Berdasarkan kesesuaian lahan tersebut di atas, maka pengembangan sapi
potong di lahan padi ladang berpeluang untuk dikembangkan dengan integrasi sapi
potong dengan tanaman padi. Kendala yang dihadapi adalah kualitas jerami sebagai
hijauan makanan temak termasuk rendah. Oleh karena itu diperlukan usaha
peningkatan kualitas jerami padi dengan teknologi pengawetan dan penyimpanan
serta budidaya tanaman surnber hijauan di pematang.
Kesesuaian Lahan Tanaman Jagung (Zea mays)
Penilaian kesesuaian lahan secara matching dan analisis spasial dengan
pendekatan SIG diperoleh luasan lahan tiap kesesuaian lahan untuk tanaman jagung
seperti ditunjukkan pada Tabel 29 dan peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman
jagung seperti ditunjukkan pada Gambar 15. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada
keadaan kesesuaian lahan aktual sebagian besar lahan merupakan kelas S3 (62,68%
dari luas wilayah), sedangkan pada keadaan kesesuaian lahan potensial adalah kelas
Tabel 29 Kesesuaian lahan tanaman jagung di Kabupaten Karo
No. Kelas kesesuaian Luas (Ha)" YO pada kesesuaian lahan aktual
1. N 10.442 4,77
4. TD 68.929 31,52 pada kesesuaian lahan potensial
1. N 3.576 1,63 2. S1 2.255 1.03
5. TD 68.929 31,52 'J Luas merupakan hasil perhitungan pada peta digital
Hasil perhitungan dan analisis spasial juga menunjukkan bahwa pada keadaan
kesesuaian lahan potensial diperoleh bahwa lahan kelas S1 (sangat sesuai) terdapat
pada sawah yaitu 1.841 Ha (81,63% dari luas lahan Sl), lahan terbuka 222 Ha
(9,84%), semakhelukar 140 Ha (6,22%), dan tegalan 52 Ha (2,31). Kelas S2 terdapat
pada lahan tegalan 42.318 Ha (31,95% dari luas lahan S2), semakl belukar yaitu
36.109 Ha (27,26%), sawah 25.609 Ha (19,33%), lahan tertutup awan 13.231 (lo%),
kebun campur 11.959 Ha (9,03%), dan lahan terbuka 3.231 Ha (2,44%). Kelas S3
terdapat pada lahan semakhelukar yaitu 4.482 Ha (39,03% dari luas lahan S3),
tegalan 2.496 Ha (21,74%), kebun campnr 1.921 Ha (16,73%), lahan terbuka 623 Ha
(5,42%) dan sawah 419 Ha (3,65%). Sedangkan kelas N (tidak sesuai) terdapat pada
tegalan dengan luas 1.727 Ha (48,30% dari luas lahan N), sawah 756 Ha (21,15%),
semakhelukar 703 Ha (19,66%) dan kebun campur 389 Ha (10,88%).
Faktor pembatas lahan-lahan untuk perturnbullan tanarnan jagung pada kelas
N adalah temperatur (t), drainase cepat dan tekstur kasar (r), lereng (e), dan singkapan
batuan (s). Usaha perbaikan pada kelas ini adalah usaha konservasi dan mekanisasi.
Faktor pembatas kelas S2 adalah: ketersediaan air (w), media perakaran (r),
retensi hardpH (f), dan singkapan batuan (s). Usaha-usaha perbaikan yang dapat
dilakukan antara lain: irigasi, pemberian kapur, d m mekanisasi. Sedangkan faktor
pembatas kelas S3 adalah: retensi hardpH (0, hara tersedialketersediaan P (n),
bahaya erosillereng (e) dan ketersediaan oksigen (0). Usaha-usaha perbaikan yang
dapat dilakukan antara lain: pemberian kapur dan pupuk P, usaha konservasi tanah,
dan drainase.
Gambar 13 Peta kesesuaian lahan tanaman jagung di Kabupaten Karo.
80
5 0 5 10 IS 20 Kilomfen -
Kesesuaian Lahan Tanaman Ubi Jalar (Zpomoea batatas)
Penilaian kesesuaian lahan secara matching dan analisis spasial dengan
pendekatan SIG diperoleh luasan lahan tiap kesesuaian lahan tanaman ubi jalar
seperti ditunjukkan pada Tabel 30 dan peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman ubi
jalar seperti ditunjukkan pada Gambar 16. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada
PETA KESESUAIAN LAHAN JAGUNG
PS. PERENCANAAN WaAYAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2W6
LEGENDA
N S1 S2 S3 TD
n/ s-pa' n/ J*h" ,/\ JB5as kabupaten
D-uToba Batas kecamalan
keadaan kesesuaian lahan aktual sebagian besar Iahan merupakan kelas N (55,00%
dari luas wilayah) dan kelas N (30,03%) pada keadaan kesesuaian lahan potensial.
Tabel 30 Kesesuaian lahan tanaman ubi jalar di Kabupaten Karo
No. Kelas kesesuaian Luas ( ~ a ) 7 % pada kesesuaian lahan aktual
1. N 120.277 55,OO 2. S2 4.245 1,94 3. S3 25.250 11,55 4. TD 68.929 31,52
pada kesesuaian lahan potensial 1. N 65.686 30,03 2. S 1 4.245 1,94 3. S2 25.250 11,55 4. S3 54.591 24,96 5. TD 68.929 31,52
" Luas mempakan hasil perhitungan pada peta digital
Hasil perhitungan dan analisis spasial juga menunjukkan bahwa pada keadaan
kesesuaian lahan potensial diperoleh bahwa lahan kelas S1 (sangat sesuai) terdapat
pada sawah yaitu 2.275 Ha (53,59% dari luas lahan Sl), tegalan 1.596 Ha (37,60%),
kebun carnpur 187 Ha (4,42%), dan semakhelukar 187 Ha (4,39%). Kelas S2
terdapat pada lahan semakhelukar 10.408 Ha (41,22% dari luas lahan S2), sawah
yaitu 9.641 Ha (38,18%), kebun carnpur 2.803 Ha (11,10%), dan tegalan 2.399 Ha
(9,50%). Kelas S3 terdapat pada lahan semakhelukar yaitu 27.908 Ha (51,12% dari
luas lahan S3), tegalan 11.937 Ha (21,87%), sawah 9.370 Ha (17,16%), lahan terbuka
4.075 Ha (7,47%), dan kebun campur 1.300 Ha (2,38%). Sedangkan kelas N (tidak
sesuai) terdapat pada tegalan dengan luas 30.662 Ha (46,68% dari luas lahan N),
Iahan tertutup awan 14.773 Ha (22,49%), kebun campur 9.979 Ha (15,19%), sawah
7.339 Ha (1 1,17%) dan semakhelukar 2.933 Ha (4,47%).
Faktor pembatas lahan-lahan untuk pertumbuhan ubi jalar pada kelas N adalah
temperatur (t), drainase cepat (r), bahaya erosillereng (e), dan singkapan batuan (s).
Usaha perbaikan pada kelas ini antara lain: usaha konsevasi tanah dan mekanisasi.
Faktor pembatas kelas S2 adalah. ketersediaan air (w), retensi haratpH (9, dan hara
tersedialketersediaan P (n). Usaha-usaha perbaikan yang dapat dilakukan antara lain:
irigasi, pemberian kapur, dan pemberian pupuk P. Faktor pembatas kelas S3 adalah:
ketersediaan air (w), retensi hara/pH (f), bahaya erosillereng (e), dan singkapan
batuan (s). Usaha-usaha perbaikan yang dapat dilakukan antara lain: irigasi,
pemberian kapur, usaha konservasi tanah dan mekanisasi.
Gambar 16 Peta kesesuaian lahan tanaman ubi jalar di Kabupaten Karo.
Kabupaten Langkat
5 0 5 10 I5 20 ffilomfcn - 7 4
97% 9795, %*%0' 96%' 96910' WB5' -0' 9655' $830' 9696' 96-40'
PETA KESESUAIAN LAHAN UBI JALAR
PS PERENCANAAN WILAYAH INSTITUT PERTANIAN =OR
ZW6
LEGENDA
N St S2 s3 TD
Danau Toba Bats kccamatan
Kesesuaian Lahan Tanaman Kacang Hijau (Phaseolus radiatus LINN)
Penilaian kesesuaian lahan secara matching dan analisis spasial dengan
pendekatan SIG diperoleh luasan lahan tiap kesesuaian lahan untuk kacang hijau
seperti ditunjukkan pada Tabel 31 dan peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman
kacang hijau seperti ditunjukkan pada Gambar 17. Hasil analisis menunjukkan bahwa
pada kesesuaian lahan aktual sebagian besar lahan merupakan kelas S3 (63,83% dari
luas wilayah) dan kelas S2 (61,72%) pada keadaan kesesuaian lahan potensial.
Tabel 3 1 Kesesuaian lahan tanaman kacang hijau di Kabupaten Karo
No. Kelas kesesuaian Luas (~a ) ' ) % pada kesesuaian lahan aktual
1. N 10.165 4,65
3. TD 68.929 3 1,52 pada kesesuaian lahan potensial
1. N 3.299 1.51 2. S2 134.989 6 1 ;72 3. S3 11.484 5,25 4. TD 68.929 31,52 '' Luas merupakan hasil perhitungan pada peta digital
Hasil perhitungan dan analisis spasial juga menunjukkan bahwa pada keadaan
kesesuaian lahan potensial diperoleh bahwa tidak ada lahan kelas S1 (sangat sesuai).
Kelas S2 terdapat pada lahan tegalan 42.481 Ha (31,47% dari luas lahan S2),
semakhelukar 36.307 Ha (26,90%), sawah 27.450 Ha (20,33%), lahan tertutup awan
13.231 Ha (9,80%), kebun campur 12.067 Ha (8,94%) dan khan terbuka 3.453 Ha
(2,56%). Kelas S3 terdapat pada lahan semakfbelukar yaitu 4.482 Ha (39,03% dari
luas lahan S3), tegalan 2.496 Ha (21,76%), kebun campur 1.921 Ha (16,73%), lahan
tertutup awan 1.542 Ha (13,43%), lahan terbuka 623 (5,42%) dan sawah 419 Ha
(3,65%). Sedangkan kelas N (tidak sesuai) terdapat pada tegalan dengan luas 1.616
Ha (49,00% dari luas lahan N), sawah 756 Ha (22,93%), semakhelukar 645 Ha
(19,56%), dan kebun campm 281 Ha (&,51%).
Gambar 17 Peta kesesuaian lahan tanaman kacang hijau di Kabupaten Karo.
PETA KESESUAIAN LAHAN KACANG HIJAU
PS PERENCANAAN WUAYAH INSTINT PERTANlAN BffiOR
2026
Faktor pembatas lahan-lahan untuk pertumbuhan tanaman kacang hijau pada
kelas N adalah drainase cepat dan tekstur kasar (r), dan singkapan batuan (s). Usaha
perbaikan pada kelas ini adalah mekanisasi. Sedangkan faktor pembatas kelas S3
adalah: ketersediaan air (w), retensi haralpH (0, ham tersediaketersediaan P (n),
LEGENDA
N S2 S3 TD
/V sungar / V J a l a n , g B a t e kabupaten
DanauToba Batas kernatan
bahaya erosimereng (e), singkapan batuan (s) dan ketersediaan oksigen (0). Usaha-
usaha perbaikan yang dapat dilakukan adalah: irigasi, pemberian bahan organik,
pemberian kapur d m pupuk P, usaha konservasi tanah, mekanisasi dan pembuatan
saluran drainase.
Kesesuaian Lahan Tanaman Rumput Gajah (Perznisetiimpurpereurtz)
Penilaian kesesuaian lahan secara matching dan analisis spasial dengan
pendekatan SIG diperoleh luasan lahan tiap kesesuaian lahan untuk rumput gajah
seperti ditunjukkan pada Tabel 32 dan peta kelas kesesuaian lahan untuk nunput
gajah seperti ditunjukkan pada Gambar 18. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada
keadaan kesesuaian lahan aktual sebagian besar lahan merupakan kelas S3 (60,40%
dari luas wilayah) dan kelas S2 (63,33%) pada keadaan kesesuaian lahan potensial.
Tabel 32 Kesesuaian lahan tanaman rumput gajah di Kabupaten Karo
No. Kelas kesesuaian @a)'' % pada kesesuaian lahan aktual
1. N 10.442 4,77 2. S2 7.242 3,3 1 3. S3 132.087 60,40 4. TD 68.929 31,52
pada kesesuaian lahan potensial 1. N 3.576 1,63 2. S 1 400 O,l8 0 3. S2 138.504 63,33 4. S3 7.292 3,33 5. TD 68.929 31,52
'' Luas merupakan hasil perhitungan pada peta digital
Hasil perhitungan dan analisis spasial juga menunjukkan bahwa pada keadaan
kesesuaian lahan potensial diperoleh bahwa lahan kelas S1 (sangat sesuai) terdapat
pada kebun campur yaitu 184 Ha (45,97% dari luas lahan Sl), tegalan 105 Ha
(26,26%), semddbelukar 60 Ha (14,99%), dan sawah 51 Ha (12,78%). Kelas S2
terdapat pada lahan tegalan 44.666 Ha (32,25% dari luas lahan S2), semak/ belukar
36.190 Ha (26,13%), sawah 27.589 Ha (19,92%), kebun campur 11.833 Ha (8,54%)
dan lahan terbuka 3.453 Ha (8,54%).
Kelas 53 terdapat pada lahan semaklbelukar yaitu 4.482 Ha (61,47% dari luas
lahan S3), kebun campur 1.863 Ha (25,55%), lahan terbuka 623 Ha (8,54%), sawah
229 Ha (3,14%), dan tegalan 95 Ha (1,30%). Sedangkan kelas N (tidak sesuai)
terdapat pada tegalan dengan luas 1.727 Ha (48,30% dari luas lahan N), sawah 756
Ha (21,15%), semakhelukar 703 Ha (19,66%), dan kebun campuran 389 Ha
(10,88%).
Garnbar 18 Peta kesesuaian lahan tanaman rumput gajah di Kabupaten Karo.
5 0 5 10 IS 20 Kilomctcn - PETA KESESUAIAN LAHAN
RUMPUT GAJAH
PS. PERENCANMN WLAYAH INSTITUT PERTANlANBOGOR
2W6
LEGENDA
N $1 S2 S3 TD
D w u Toba Bat- kceamatm
Faktor pembatas lahan-lahan untuk pertumbuhan nunput gajah pada kelas N
adalah temperatur (t), drainase cepat dan tekstur kasar (r), bahaya erosulereng (e), dan
singkapan batuan (s). Usaha perbaikan pada kelas ini antara lain: usaha konsevasi
tanah dan mekanisasi. Faktor pembatas kelas S2 adalah: ketersediaan air (w),
singkapan batuan (s). Usaha-usaha perbaikan yang dapat dilakukan antara lain:
irigasi, dan mekanisasi. Sedangkan faktor pembatas kelas S3 adalah: retensi hara1pH
(f), media perakaranldrainase (r), bahaya erosillereng (e), dan singkapan batuan (s).
Usaha-usaha perbaikan yang dapat dilakukan antara lain: pernberian kapur,
pembuatan saluran drainase, usaha konservasi tanah dan mekanisasi.
Kesesuaian Lahan Tanaman Rumput Setaria (Setaria spachelata)
Penilaian kesesuaian lahan secara matching dan analisis spasial dengan
pendekatan SIG diperoleh luasan lahan tiap kesesuaian lahan untuk rumput setaria
seperti ditunjukkan pada Tabel 33 dan peta kelas kesesuaian lahan untuk rumput
setaria seperti ditunjukkan pada Gambar 19. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada
keadaan kesesuaian lahan aktual sebagian besar lahan merupakan kelas S3 (59,36%
dari luas wilayah) dan kelas S2 (62,92%) pada keadaan kesesuaian lahan potensial.
Tabel 33 Kesesuaian lahan tanaman rumput setaria di Kabupaten Karo
No. Kelas kesesuaian Luas ( ~ a ) ' YO pada kesesuaian lahan aktual
1. N 10.442 4,77 2. S2 9.509 4,35 3. S3 129.820 59,36 4. TD 68.929 31,52
pada kesesuaian lahan potensial 1. N 3.576 1,63 2. S 1 1.289 0,59 3. S2 137.615 62,92 4. S3 7.292 3,33 5. TD 68.929 31,52
*' Luas mempakan hasil perhitungan pada peta digital
Hasil perhitungan dan analisis spasial juga menunjukkan bahwa pada keadaan
kesesuaian lahan potensial diperoleh bahwa lahan kelas S1 (sangat sesuai) terdapat
pada kebun campur yaitu 184 Ha (45,97% dari luas lahan Sl), tegalan 105 Ha
(26,26%), semaklbelukar 60 Ha (14,99%), dan sawah 51 Ha (12,78%). Kelas S2
terdapat pada lahan tegalan 44.666 Ha (32,25% dari luas lahan S2), semakl belukar
36.190 Ha (26,13%), sawah 27.589 Ha (19,92%), lahan tertutup awan 14.773
(10,67%), kebun campur 11.833 Ha (8,54%) dan lahan terbuka 3.453 Ha (8,54%).
Kelas S3 terdapat pada lahan semakhelukar yaitu 4.482 Ha (61,47% dari luas lahan
S3), kebun campur 1.863 Ha (25,55%), lahan terbuka 623 Ha (8,54%), sawah 229 Ha
(3,14%), dan tegalan 95 Ha (1,30%). Sedangkan kelas N (tidak sesuai) terdapat pada
tegalan dengan luas 1.727 Ha (48,30% dari luas lahan N), sawah 756 Ha (21,15%),
dan semakmelukar 703 Ha (19,66%).
Faktor pembatas lahan-lahan untuk pertumbuhan nunput setaria pada kelas N
adalah temperatur (t), drainase cepat dan tekstur kasar (r), bahaya erositlereng (e), dan
singkapan batuan (s). Usaha perbaikan pada kelas ini antara lain: usaha konsevasi
tanah dan mekanisasi. Faktor pembatas kelas S2 adalah: ketersediaan air (w),
singkapan batuan (s). Usaha-usaha perbaikan yang dapat dilakukan antara lain.
irigasi, dan mekanisasi. Sedangkan faktor pembatas kelas S3 adalah: retensi hardpH
(9, bahaya erosi/lereng (e), dan singkapan batuan (s) dan ketersediaan oksigen (0).
Usaha-usaha perbaikan yang dapat dilakukan antara lain: pemberian kapur, usaha
konservasi tanah, mekanisasi dan pembuatan saluran drainase.
Gambar 19 Peta kesesuaian lahan tanaman rumput setaria di Kabupaten Karo.
57'50' 57'55' 989)O' 989' 98'10' 98°15' 9840' 9855' 5S930' 98'35' 98040'
Kabupaten Langkat
PI1 ' PROPINSI SUMATERA UTARA
2-54
5 0 5 10 15 20 kbmeters - PQ .P4
Sumkr .Pb.Rm Bumslnhcr. *dr I YlmO E&alTdol198ZLrmbrOblCS3.Y63dn ~ r m b ~ G 1 9 12 14,21,2?.73.24.3I B*onslod(I982)
9 .. TOM* '17055' ~~~00' 9895, 98-10, 'Is0l5' 9840' 9895' 9890' 9815' 98040'
PETA KESESUAIAN LAHAN RUMPUT SETARIA
PS. PERENCANAAN WEAYAH INSTITUT PERTANlAN BOGOR
2006
LEGENDA
S1 S2 S3 TD
/V S W Y /\/ Jalan /\/'Batas kabupaten
Danau Toba Batas kecamatan
Kesesuaian Lahan Tanaman Rumput Alam
Penilaian kesesuaian lahan secara matching dan analisis spasial dengan
pendekatan SIG diperoleh luasan lahan tiap kesesuaian lahan untuk mmput alam
seperti ditunjukkan pada Tabel 34 dan peta kelas kesesuaian lahan untuk rumput dam
seperti ditunjukkan pada Gambar 20. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada
keadaan kesesuaian lahan aktual sebagian besar lahan mempakan kelas S3 (53,40%
dari luas wilayah).
Tabel 34 Kesesuaian lahan tanaman rumput alam di Kabupaten Karo
No. Kelas kesesuaian Luas ( ~ a ) " % pada kesesuaian lahan aktual
1. N 28.999 13,26 2. S2 3.976 1,82 3. S3 116.797 53,40 4. TD 68.929 31,52
" Luas merupakan hasil perhitungan pada peta digital
Pada keadaan kesesuaian lahan aktual diperoleh bahwa tidak ada lahan yang
termasuk kelas S1 sedangkan kelas S2 terdapat pada lahan kebun campuran 1.936 Ha
(48,69% dari luas lahan S2), tegalan 866 Ha (21,78%), semak/belukar 787 Ha
(19,79%), dan lahan sawah 387 Ha (9,74%). Kelas S3 terdapat pada lahan tegalan
seluas 43.722 Ha (37,43% dari luas lahan S3), semakmelukar 25.409 Ha (21,75%),
sawah 20.354 Ha (17,43%), lahan t e m p awan 14.773 (12,65%), kebun campuran
10.258 Ha (8,78%), dan lahan terbuka 2.281 Ha (1,95%).
Faktor pembatas lahan-lahan untuk pertumbuhan rumput dam pada kelas N
adalah ketersediaan air, erosillereng (e), dan singkapan batuan (s). Faktor pembatas
kelas S2 adalah: ketersediaan air (w), retensi hardpH (0, dan singkapan batuan (s).
Sedangkan faktor pembatas kelas S3 adalah: ketersediaan air (w), media perakaran
(r), retensi hardpH dan KTK (0, ham tersediaketersediaan P (n), dan singkapan
batuan (s) dan ketersediaan oksigen (0). Usaha-usaha perbaikan jarang dilakukan
pada rumput dam.
Gambar 20 Peta kesesuaian lahan tanaman rumput alam di Kabupaten Karo.
Kabupaten Langkat
Kabupaten D a i r i
5 0 5 10 15 20 Kilometer; -
Kesesuaian Lahan Tanaman Leguminosa
Penilaian kesesuaian lahan secara matching dan analisis spasial dengan
pendekatan SIG diperoleh luasan tiap kesesuaian lahan untuk tanaman legurninosa
seperti ditunjukkan pada Tabel 35 dan peta kelas kesesuaian lahan untuk leguminosa
PETA KESESUAIAN LAHAN RUMPUT ALAM
PS. PERENCANAAN WUAYAH INSTIlW PERTANIAN BffiOR
M06
LEGENDA Kesesuaian lahan aha1
N 52 S3 TD
,",/ Sungai / V J a l a n ,/\.,"Batas lrabupaten
DanauToba Barn kecamatan
seperti ditunjukkan pada Gambar 21. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada
keadaan kesesuaian lahan aktual sebagian besar lahan merupakan kelas S3 (60,40%
dari luas wilayah) dan kelas S2 (63,33%) pada keadaan kesesuaian lahan potensial.
Hasil perhitungan dan analisis spasial juga menunjukkan bahwa pada keadaan
kesesuaian lahan potensial diperoleh bahwa lahan kelas S1 (sangat sesuai) terdapat
pada kebun campur yaitu 184 Ha (45,97% dari luas lahan Sl), tegalan 105 Ha
(26,26%), semakbelukar 60 Ha (14,99%), dan sawah 51 Ha (12,78%). Kelas S2
terdapat pada lahan tegalan 44.666 Ha (32,25% dari luas lahan S2), semak,' belukar
36.190 Ha (26,13%), sawah 27.589 Ha (19,92%), lahan tertutup awan 14.773
(10,67%), kebun campur 11.833 Ha (8,54%) dan lahan terbuka 3.453 Ha (8,54%).
Tabel 35 Kesesuaian lahan tanaman leguminosa di Kabupaten Karo
No. Kelas kesesuaian Luas ( ~ a ) ' ) YO pada kesesuaian lahan aktual
1. N 10.442 4,77 2. S2 7.242 3,31 3. S3 132.087 60,40 4. TD 68.929 3I,52
pada kesesuaian lahan potensial 1. N 3.576 1,63 2. S 1 400 0,18 3. S2 138.504 63,33 4. S3 7.292 3,33 5. TD 68.929 31,52 '' Luas merupakan hasil perhitungan pada peta digital
Kelas S3 terdapat pada lahan semaklbelukar yaitu 4.482 Ha (61,47% dari luas
lahan S3), kebun campur 1.863 Ha (25,55%), lahan terbuka 623 Ha (8,54%), sawah
229 Ha (3,14%), dan tegalan 95 Ha (1,30%). Sedangkan kelas N (tidak sesuai)
terdapat pada tegalan dengan luas 1.727 Ha (48,30% dari luas lahan N), sawah 756
Ha (21,15%), semakhlukar 703 Ha (19,66%), dan kebun campuran 389 Ha
Faktor pembatas lahan-lahan untuk pertumbuhan tanaman leguminosa pada
kelas N adalah temperatur (t), ketersediaan airlcurah hujan (w), tekstur kasar (r),
bahaya erosillereng (e), dan singkapan batuan (s). Usaha perbaikan pada kelas ini
antara lain: irigasi, usaha konsevasi tanah dan mekanisasi. Faktor pembatas kelas S2
adalah: ketersediaan air (w), retensi haralpH (f), dan singkapan batuan (s). Usaha-
usaha perbaikan yang dapat dilakukan antara lain: irigasi, pemberian kapur, dan
mekanisasi. Sedangkan faktor pembatas kelas S3 adalah: bahaya erosillereng (e),
singkapan batuan (s) dan ketersediaan oksigen (0). Usaha-usaha perbaikan yang dapat
dilakukan antara lain: usaha konsewasi tanah, mekanisasi dan pembuatan saluran
drainase.
Gambar 21 Peta kesesuaian lahan tanaman leguminosa di Kabupaten Karo.
5 0 5 10 IS 20 Kilomelem - PETA KESESUAIAN LAHAN
LEGUMINOSA
PS. PERENCANAAN WILAYAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
LEGENDA
N SI 52 S3 m
p,/suogsi &'laIan /\J'Batar Labupaten
DanauToba Bofar kemofm
Ketersediaan Hijauan Makanan Ternak
Ketersediaan hijauan makanan temak diketahui berdasarkan daya dukung
hijauan dan indeks daya dukung. Perhitungan luas, nilai daya dukung, indeks daya
dukung, jenis penggunaan lahan, dan pembuatan peta dengan pendekatan SIG, yaitu
dengan proses joint tabel basis data dengan tabel data atribut peta digital satuan lahan,
dilanjutkan query untuk membuat peta ketersediaan hijauan berdasarkan status daya
dukung. Basis data awal yang dibutuhkan antara lain kelas kesesuaian lahan masing-
masing jenis tanaman yang diperhitungkan, tingkat kepadatan temak ruminansia
berdasarkan usaha tani (Tabel 36). Kepadatan usaha tani diukur dari jumlah populasi
sapi potong perhektar lahan usahatani (Ashari et al., 1995).
Tabel 36 Tingkat kepadatan usaha temak ruminansia di Kabupaten Karo tahun 2005
Total Luas Kepadatan No. Kecamatan ruminansia Usahatani usahatani
(ST)*) pa)**) (ST/Ha) 1 Mardigding 7.223 22.023 0,33
Laubaleng Tigabinanga Juhar Munte Kutabuluh payung Simpang Empat Kabanjahe Berastagi Tigapanah Merek
13 Barusjahe. 1.831 6.462 0,28 Jumlah 49.982 134.999 0,37
*) Sumber: BPS Kabupaten Karo (2005), data diolah, **) Luas melupakan hasil perhitungan pada peta digital; ST: satuan temak
Hasil perhitungan dan analisis spasial dengan pendekatan SIG diperoleh
tingkat ketersediaan hijauan makanan temak berdasarkan status daya dukung hijauan
seperti ditunjukkan pada Tabel 37. Berdasarkan wilayah kecamatan diperoleh daya
dukung dan kapasitas peningkatan sapi potong seperti ditunjukkan pada Tabel 38.
Tabel 37 Status daya dukung hijauan makanan ternak di Kabupaten Karo tahun 2005
No. Status Daya Luas Total DD Rata-rata DD Dukung Ha % (ST) (STMa)
pada keadaan kesesuaian lahan aktual 1. Aman 59.091 27,02 77.796 1,32 2. Rawan 4.391 2,Ol 5.542 1,26 3. Kritis 4.564 2,09 3.233 0,71 4. Sangat kritis 66.953 30,61 6.996 0,IO
5. Tidak dinilai 83.702 38,27 - - Totallrata-rata 218.701 100,OO 93.567 0,43
pada keadaan kesesuaian lahan potensial 1. Aman 67.296 30,77 118.846 . 1,77 2. Kritis 9.418 4,3 1 2.918 0,3 1
3. Rawan 3.015 1,38 2028 0,67 4. Sangat kritis 55.270 25,27 9579 0,17 5. Tidak dinilai 83.702 38,27 - -
TotaVrata-rata 218.701 100,OO 133.371 0,61 ') Luas mempakan hasil perhitungan pada peta digital; DD: daya dukung, ST: satuan temak
Berdasarkan hasil pada Tabel 37 dan Tabel 38, total daya dukung. hijauan
makanan temak di Kabupaten Karo pada keadaan kesesuaian lahan aktual mencapai
93.567 ST sehingga masih marnpu menampung tambahan temak sapi potong sebesar
43.585 ST. Sedangkan pada keadaan kesesuaian lahan potensial mencapai 133.371
ST dengan kapasitas peningkatan sapi potong sebesar 83.388 ST.
Hasil perhitungan dan analisis pada Tabel 37 menunjukkan luas lahan pada
keadaan aktual dengan status daya dukung hijauan makanan temak aman adalah
59.091 Ha (27,02 %), sedangkan status rawan sampai dengan sangat bitis adalah
75.908 Ha ( 34,71%). Pada keadaan kesesuaian lahan potensial, luas lahan dengan
status daya dukung hijauan aman adalah sebesar 67.296 Ha (30,77%), sedangkan
status rawan sampai dengan sangaf bitis adalah 67.703 Ha (30,96%).
Berdasarkan hasil ini sebagian besar lahan berada pada status rawan sarnpai
dengan sangat kritis yang disebabkan oleh rendahnya ketersediaan dan daya dukung
hijauan dan kepadatan temaknya relatif lebih tinggi pada beberapa kecamatan
tertentu. Keadaan ini t e ru tah terdapat pada lahan tegalan.yang merupakan lahan
dominan di Kabupaten Karo (21,30% dari luas wilayah), selain itu juga pada lahan
sawah dan semak/belukar. Peta sebaran status daya dukung hijauan makanan ternak
di Kabupaten Karo pada keadaan kesesuaian lahan potensial dapat dilihat pada
Gambar 22.
Tabel 38 Daya dukung hijauan makanan temak dan kapasitas peningkatan sapi potong menurut kecamatan di Kabupaten Karo (satuan temak)
Kecamatan Populasi Total DD Total KP Total DD Total KP
mminansia Pada keadaan kesesuaian Pada keadaan kesesuaian lahan aktual lahan potenslal
Mardingding 7.223 8.090 868 14.788 7.566 Laubaleng Tigabinanga Juhar Munte Kutabuluh Payung Simpang Empat Kabanjahe Berastagi Tigapanah Merek Bamsjahe 1.831 5.670 3.839 7.875 6.043
Kabupaten Karo 49.982 93.567 43.585 133.371 83.388 *) Hasil analisis dan perhitungan pada peta digital; DD: daya dukung, KP: kapasitas peningkatan.
Pada keadaan kesesuaian lahan potensial (Tabel 39), ketersediaan hijauan
makanan temak dengan status aman hanya berada pada lahan tegalan dan sawah
masing-masing mencapai 44.977 Ha (66,83% dari luas lahan dengan status aman) dan
22.319 Ha (33,17%) dengan rata-rata daya dukung hijauan masing-masing sebesar
1,85 ST/Ha dan 1,59 ST/Ha. Untuk status rawan seluruhnya berada pada lahan sawah
sebesar 3.015 Ha (loo%), dengan rata-rata daya dukung 0,67 ST/Ha. Untuk status
kritis sebagian besar berada pada lahan semak/be!ukar seluas 7.189 Ha (7633% dari
luas lahan dengan status kritis), dan sawah 2.229 Ha (23,67%). Sedangkan pada status
sangat kritis sebagian besar juga berada pada lahan semakmelukar yaitu mencapai
34.246 Ha (61,96% dari luas lahan dengan status sangat kritis), lahan kebun campu
14.269 Ha (25,82%), lahan terbuka 4.075 Ha (7,37%), tegalan 1.616 Ha (2,92%), dan
sawah 1.062 Ha (1,92%).
Tabel 39 Sebaran status daya dukung potensial pada lahan usahatani di Kabupaten Karo
Status Daya Dukung Luas (Ha) % Total DD R a t 2 DD (ST) (STma)
Aman * Tegalan 44.977 66,83 83.307 1,85 * Sawah 22.319 33,17 35.538 1,59
Rawan * Sawah 3.015 100,OO 2028 0,67
Kritis * Sawah 2.229 23,67 1.026 0,46 * Semakhelukm 7.189 76,33 1.892 0,26
Sangat kritis * Tegalan 1.616 2,92 177 0,11 * Sawah 1.062 1,92 439 0,41 * Semakhelukar 34.246 61,96 7.216 0,21 * Kebun campur 14.269 25,82 1.097 0,08 * Lahan terbuka 4.075 7,37 649 0,16
DD: daya dukung, ST: satuan ternak.
Berdasarkan jenis penggunaan lahan (landuse), lahan tegalan mempunyai
kemampuan menyediakan hijauan makanan temak yang relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan lahan-lahan lainnya yang mencapai 64,78% dari total daya
dukung kemudian diikuti oleh lahan sawah sebesar 29,24%. Pada keadaan kesesuaian
lahan aktual rata-rata daya dukung hijauan pada lahan tegalan mencapai 1,30 ST/Ha,
sedangkan pada keadaan kesesuaian lahan potensial 1,79 ST/Ha. Selanjutnya diikuti
dengan lahan sawah pada keadaan kesesuaian lahan aktual dan potensial bertumt-
turut 0,96 ST/Ha dan 1,36 ST/Ha, lahan semakhelukar O,11 ST/Ha dan 0,22 ST/Ha,
lahan terbuka 0,07 ST/Ha dan 0,16 ST/Ha dan kebun campur 0,05 ST/Ha dan 0,08
STMa (Tabel 40).
Kemampuan menyediakan pakan temak pada lahan tegalan dan sawah yang
relatif lebih tinggi disebabkan oleh tingginya potensi pakan asal limbah pertanian
seperti jerami padi dan jerami jagung pada kedua jenis lahan tersebut. Di samping itu
luasan kedua jenis lahan ini sangat besar mencapai 94,02% dari total luas penggunaan
lahan usahatani. Pada lahan tegalan dan sawah juga berpotensi untuk meningkatkan
daya dukung hijauan alami karena potensi sebagian besar jenis hijauan mempunyai
kelas kesesuaian lahan S1 dan S2, antara lain yang penting adalah rumput unggul
(nunput gajah dan setaria) dan leguminosa Rumput unggul dan leguminosa dapat
ditanam di pematang sawah. Penanaman di pematang dan hamparan sawah belum
sepenuhnya dilakukan oleh petani di Kabupaten Karo karena masih mengutarnakan
tanaman pangan (padi dan palawija) dan faktor tingkat skala usaha petemakan sapi
potong masih kecil (petemakan rakyat). Leguminosa me~pakan tanaman sebagai
sumber protein sedangkan rumput unggul sebagai hijauan untuk mencukupi
kebutuhan makanan pokok rumput-rumputan, sehingga perpeduan rumput unggul dan
leguminosa pada suatu wilayah pengembangan diharapkal mampu mendukung
pemenuhan kebutuhan pakan baik kuantitas dan kualitasnya secara kontinyu.
Peningkatan daya dukung pada lahan kebun campur dan hutan dengan
terlebih dahulu menanam leguminosa pohon atau tanaman keras lainnya untuk
menciptakan iklim mikro. Dengan terciptanya iklim mikro dapat mendukung
pertumbuhan rumput dam, budidaya rumput unggul, dan peperduan sumber hijauan
lainnya. Peningkatan daya dukung hijauan rnakanan ternak pada setiap satuan lahan
dapat dilakukan dengan memilih jenis tanaman tertentu dalam usaha tani dengan
mempertimbangkan kelas kesesuaian lahan (S1 dan S2) dan rata-rata produksi
hijauan.
Tabel 40 Daya dukung hijauan makanan temak berdasarkan land use di Kabupaten Karo
Pada keadaan kesesuaian Pada keadaan kesesuaian
No. Landuse Luas (Ha) lahan aktual lahan potensial
Total DD Rata2 DD Total DD Rata2 DD
1. Tegalan 46.593 60.571 1,30 83.379 1,79
2. Sawah 28.625 27.339 0,96 39.032 1,36
3. Kebuncampur 14.269 682 0,05 1.091 0,08
4. sernakhelukar 41.435 4.608 0,11 9.012 0,22
5, E~han terbuka 4.075 300 0,07 649 0,16 Totallrata-rata 134.999 93.500 0,69 133.163 0,99
Gambar 22 Peta status daya dukung hijauan makanan ternak di Kabupaten Karo.
Kabupaten Langkat
Kabupaten D a i r I
5 0 5 10 15 20 Kilomiem -
Pada lahan tegalan yang merupakan usahatani lahan kering, ketersediaan
hijauan makanan ternak dipengaruhi pula oleh pola tanam. Pola tanam pada lahan
PETA STATUS DAYA DUKUNG HIJAUAN MAKANAN TERNAK
PS. PERENCANAAN WlLAYAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
LEGENDA Status daya dukung
Aman Kritis Rawan Sangat kritis TD
/\/ Sw@ /V Jalan /'\J'Batas kabupaten
DanauTobn Batas kccamatan
tegalan di Kabupaten Karo umumnya adalahpadi ladang-jagung/sayuran. Umumnya
setelah tanam padi dilanjutkan dengan tanam jagung tumpang sari dengan sayuran
(cabe, kubis, atau sawi). Sedangkan pada lahan sawah, ketersediaan hijauan msicanan
ternak dipengaruhi pula oleh pola tanam di iana umumnya adalahpadi-padi-bera. Di
Kabupaten Karo umumnya berlaku dua m u s h tanam yaitu MT I (Oktober-Januari)
dan MT I1 (Februari-Mei) dan MT 111 (Juni-September). MT I dan MT I1 merupakan
musim hujan sedangkan MT I1 merupakan musim kemarau. Adapun jenis tanaman
sumber hijauan yang dorninan terdapat di lahan sawah pada setiap musim tanam
seperti ditunjukkan pada Tabel 41.
Tabel 41 Jenis tanaman sumber hijauan menurut m u s h tanam pada lahan sawah dan tegalan di Kabupaten Karo
No. Jenis lahan MT I MT I1 MT I11 1. Sawah Padi Padi Rumput alm-
Rumput alam Rumput alam ~ e ~ u & n o s a Leguminosa Leguminosa
2. Tegalan Padi Jagung/sayuran Rumput alam3 Rurnput alam Rumput alam Leguninosa Leguminosa Leguminosa
MT: musim tanam; *) Rumput alam di hamparan sawah akibat sawah pada masa bera, rumput alam lainnya dan leguminosa terdapat di pematang sawah; Jerami padi dan palawija merupakan hasil dari penanaman pad2 MT sebelumnya.
Dari hasil analisis SIG, diperoleh tingkat daya dukung hijauan makanan
ternak berdasarkan musim tanam pada lahan sawah dan tegalan seperti ditunjukkan
pada Tabel 42. Dari hasil tersebut dapat diietahui bahwa daya dukung makanan
ternak berfluktuasi msnurut musim tanam dirnana pada MT I paling rendah diikuti
MT I11 dan tertinggi adalah pada MT I1 . Rendahnya daya dukung pada MT I
disebabkan oleh lahan sawah dan tegalan sebagian besar ditanami padi, sehingga
sumber hijauan sebagian besar berasal dari rumput dam dan leguminosa di sekitar
pematang/ galengan lahan sawah. Sedangkan pada MT I1 pada lahan sawah maupun
tegalan didukung oleh limbah jerami padi yang ditanam pada MT I. Sedangkan pada
MT 111, pada lahan sawah didukung oleh jerami padi yang ditanam pada MT 11,
sedangkan pada lahan tegalan didukung oleh jerami jagung atau palawija dan rumput
alam yang terdapat di hamparan sawah yang mengalami masa bera (tidak ditanami
padi dan palawija).
Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam usaha pengembangan temak sapi
potong pada lahan sawah maka perlu memperhatikan ketersediaan hijauan makanan
temak yang mengalami kekurangan pada MT I. Adapun usaha yang dapat dilakukan
adalah dengan memanfaatkan lahan pematang sawah, kebun campuran dan lahan
lainnya dengan budidaya sumber hijauan lainnya seperti rumput unggul maupun
Ieguminosa. Selain itu untuk memanfaatkan kelebihan hijauan pada waktu tertentu
(misalnya pada MT 11) dapat dilakukan usaha penyimpanan dengan cara pengawetan
hijauan sehiigga dapat dimanfaatkan oleh peternak pada masa kekurangan pakan
hijauan.
Tabel 42 Daya dukung hijauan makanan temak berdasarkan musim tanam pada lahan sawah dan tegalan di Kabupaten Karo (satuan temak/ST)
No. Land Use Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak MT I MT I1 MT 111 Total
1. Sawah 1.836 10.456 10.456 22.748 2. Tegalan 3.949 35.457 20.177 59.583
MT: musim tanam
Prioritas dan Arahan Lahan
Prioritas Arahan Lahan
Prioritas lahan pengembangan sapi potong didasarkan pada lahan-lahan yang
sesuai untuk lingkungan ekologis sapi potong (S) dan tingkat kemampuan lahan
menyediakan hijauan makanan temak untuk memenuhi kebutuhan temak. Urutan
prioritasnya didasarkaii pada status daya dukung hijauan makanan temak. Prioritas
arahan lahan pengembangan sapi potong ditunjukkan pada Tabel 42 untuk sistem
gembala dan Tabel 43 untuk sistem kandang. Sedangkan peta prioritas arahan lahan
pada keadaaan kesesuaian lahan potensial ditunjukkan pada Gambar 23 untuk sistem
gembala dan Gambar 24 untuk sistem kandang.
Lahan prioritas I sampai dengan IV merupakan lahan-lahan yang sesuai
sebagai lingkungan ekologis sapi potong dengan urutan prioritasnya berdasarkan
status daya dukung hijauan makanan temak, dimana prioritas I lebih mampu
menyediakan hijauan makanan temak dibandiigkan dengan prioritas 11, demikian
seterusnya. Urutan prioritas ini dapat dijadikan urutan prioritas arahan lahan untuk
pengembangan sapi potong dengan memperhatikan besamya kapasitas peningkatan
sapi potong.
Tabel 43 dan Tabel 44 menunjukkan bahwa pada keadaan kesesuaian lailan
potensial, total kapasitas peningkatan sapi potong pada lahan-lahan prioritas untuk
sistem gembala adalah sebesar 44.21 8 ST atau rata-rata 0,22 ST/Ha, sedangkan untuk
sistem kandang 23.824 ST atau 0,13 STMa.
Tabel 43 Prioritas arahan lahan, total daya dukung dan kapasitas peningkatan sapi potong sistem gembala di Kabupaten Karo
Rerata N Prioritas arahan tuas (Ha)f % Populasi TotalDD TotalKP Kp
0. lahan (ST) (ST) (ST/Ha) Pada keadaan kesesuaian lahan aktual
I. Prioritas I 33.867 16,61 1 1.626 45.891 34.265 1,Ol 2. Prioritas I1 1.809 0,89 1.383 2.266 883 0,49 3. Prioritas 111 141 0,07 30 43 13 0,lO 4. Prioritas IV 44.014 21.58 16.838 4.876 (1 1.962) (0,271 .~ . 5. Bukan prioritas 124.097 60185 - - TotaVrata-rata 203.928 100,OO 29.877 53.076 23.199 0,11
Pada keadaan kesesuaian lahan potensial 1. Prioritas I 36.354 17.83 12.837 64.240 5 1.403 1.41 2. Prioritas I1 864 0;42 661 1.038 377 0;44 3. Prioritas III 7.116 3,49 1508 1873 365 0,05 4. Prioritas N 35.497 17,41 14871 6944 (7.927) (0,22) 5. Bukan prioritas 124.097 60,85 - - - TotaVrata-mta 203.928 100,OO 29.877 74.095 44.218 0,22
*) Basil analisis dan perhitungan pada peta digitaf; DD: daya dukung; KF' = kapasitas peningkatan, ST: satuan temak.
Berdasarkan hasil perhitungan, lahan prioritas I merupakan lahan-lahan yang
sesuai untuk lingkungan ekologis sapi potong dengan tingkat ketersediaan hijauan
pada status aman. Pada. keadaan kesesuaian lahan potensial, untuk sistem gembala,
lahan pada prioritas I mempunyai total daya dukung sebesar 64.240 ST sehingga
masih mampu menerima tatnbahan sapi potong dengan kapasitas peningkatan sapi
potong sebesar 51.403 ST atau rata-rata 1,41 ST/Ha. Sedangkan pada sistem
kandang, lahan prioritas I mempunyai total daya dukung sebesar 46.984 ST sehingga
mampu menerima tambahan sapi potong sebanyak 31.304 ST atau rata-rata 1,37
PETA PRIORITAS ARAHAN LAHAN PENGEMBANGAN SAP1 POTONG
SISTEM GEMBALA
Gambar 23 Peta prioritas arahan lahan pengembangan sapi potong sistem gembala di Kabupaten Karo.
LEGENDA Pnoritas I Priorit= I1 prioritas ~n Priorltas IV T~dak dinila~
PS. PERENCANAAN WaAYAH MSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
Bukanprioritas ,",/ Sungai ,",/, Jalan ,% Bata "paten
Danau Toba Bata kecamatan
Tabel 44 Prioritas arahan lahan, total daya dukung dan kapasitas peningkatan sapi potong sistem kandang di Kabupaten Karo
N Prioritas arahan Luas OIa)* Yo Lemta KP
0. lahan Populasi Total DD Total KP (ST,Ha)
pada keadaan kesesuaian lahan aktual 1. Priorifas I 21.080 11.53 6.903 27.365 20.462 0.97 2. Prioritas I1 1.235 0:68 944 1.471 527 0;43 3. Prioritas 111 - - - - 4. Prioritas IV 36.456 19.94 15.265 3.410 (11.855) (0.33) ., , 5. Bukan prioritas 124.097 67186 - - - Totallrata-mta 182.868 100,OO 23.112 32.246 9.134 0,05
Pada keadaan kesesuaian lahan potensial 1. Prioritas I 22.800 12,47 7.628 38.932 31.304 1,37 2. Prioritas I1 864 0,47 66 1 1.03 8 377 0,44 3. Prioritas 111 4.956 2,71 1.050 1.304 254 0,05 4. Prioritas IV 30.151 16,49 13.821 5.710 (8.1 10) (0,27) 5. Bukan prioritas 124.097 67,86 - - - TotaVrata-rata 182.868 100,OO 23.160 46.984 23.824 0,13
*) Hasil analisis dan perhitungan pada peta digital; DD: daya dukung; KP = kapasitas peningkatan, ST: satuan ternak.
Lahan prioritas I1 merupakan lahan-lahan yang sesuai dengan lingkungan
ekologis sapi potong dengan status daya dulclmg hijauan rawan. Untuk keadaan
kesesuaian lahan potensial baik sistem gembala maupun sistem kandang, lahan
prioritas I1 seluruhnya merup3kan lahan sawah dengan luas 864 Ha dengan jumlah
total daya dukung 1.038 ST sehingga mampu menerima tambahan sapi potong
sebanyak 377 ST atau rata-rata 0,44 ST/Ha.
Lahan prioritas I11 merupakan lahan-lahan yang sesuai dengan lingkungan
ekologis sapi potong dengan tingkat ketersediaan hijauan pada status kritis. Pada
keadaan kesesuaian lahan potensial, lahan prioritas I11 selurubnya merupakan lahan
semaklbelukar dengan luas 7.1 16 Ha pada sistem gembala dan 4.956 Ha pada sistem
kandang. Lahan prioritas I11 ini pada sistem gembala mempunyai total daya dukung
sebesar 1.873 ST sehingga masih mampu menerima iambahan sapi potong dengan
kapasitas peningkatan rata-rata 0,05 ST/Ha atau total sebesar 365 ST. Sedangkan
pada sistem kandang dengan total daya dukung sebesar 1.304 ST masih mampu
menerima peningkatan sapi potong sebanyak 254 ST.
Garnbar 24 Peta prioritas arahan lahan pengembangan sapi potong sistem kandang di Kabupaten Karo.
9790' 9755' %W' 9805' 98°10' PBD15' 9850' 9855' 98'30' PSS5' 98'40' b
\ , Kabupaten Langkat i
-PS
5 0 5 10 15 20 Kilometers - P4. 94
Sumber: P48 . R u R u Bumil&mLa.rXds 1:lomD.Edidl Thm 1%2Lmbr0618-53.54.63dn 94
~b~~~9.1,:142~2~~1:11,~~aunm~(I9821 5
aao- aS55* 98%. 98-s. 9v10t wlss w20° 98554 96-30' ~ 5 . 98~0'
PETA PRIORITAS M A N LAHAN PENGEMBANGAN SAP1 POTONG
SISTEM KANDANG
PS. PERENCANAAN WILAYAH INSTlTUT PERTANAN BOGOR
2006
LEGENDA Prioritas I Prioritas Il Prioritas 111 Prioritas IV Tidak dinilai Bukan prioritas
/V Sungai /V, Jalan
Batas kabupaten Danau Toba Batas kccamatan
Pada lahan prioritas IV mempakan lahan-lahan yang sesuai dengan lingkungan
ekologis sapi potong dengan status daya dukung hijauan sangat kritis. Pada keadaan
kesesuaian lahan potensial untuk sistem gembala sebagian besar lahan mempakan
lahan semakmelukar dengan luas 28.329 Ha (79,81 % dari luas lahan prioritas IV),
kebun campuran 3.626 Ha (10,22 %), dan lahan terbuka seluas 3.452 Ha (9,73 YO).
Sedangkan untuk sistem kandang sebagian besar lahan merupakan lahan
semakhelukar dengan luas 24.508 Ha (81,28 % dari luas lahan prioritas IV), lahan
terbuka seluas 4.075 Ha (13,52 %), dan kebun campuran 1.568 Ha (5,20 %). Lahan
prioritas FV ini baik sistem gembala maupun kandang kapasitas tampung sapi potong
sudah tidak dapat menxima tambahan sapi potong lagi bahkan sudah melebihi daya
dukungnya sebesar 0,22 ST/Ha untuk sistem gembala dan 0,27 ST pada sistem
kandang. Oleh sebab itu pada lahan prioritas IV ini daya dukung lahannya lebih
ditingkatkan dengan penyediaan hijauan makanan ternak.
Arahan Lahan Pengembangan
Arahan lahan pengembangan sapi potong mempakan lahan prioritas I, dengan
mempertirnbangkan penggunaan lahan saat ini. Pada lahan prioritas I menunjukkan
keadaan yang relatif lebih aman dalam menyediakan hijauan makanan temak,
sehingga hal ini dapat dijadikan bahan pertirnbangan sebagai arahan pengembangan
lahan temak sapi potong dengan ketersediaan hijauan makanan temaknya berada pada
status aman.
Peta arahan pengembangan mempakan kesesuaian ekologis temak yang
ditumpangtindihkan dengan peta penggunaan lahan. Peta ini dapat bembah sejalan
dengan pembahan penggunaan lahan yang terjadi. Dari peta ini dapat diperlihatkan
kesesuaian ekologis untuk ternak bempa kawasan-kawasan menurut penggunaan
lahannya. Peta arahan pengembangan disebut juga peta rekomendasi kesesuaian
ekologis lahan. Kawasan-kawasan tersebut mempakan altematif lokasi sentra
pengembangan peternakan.
Hasil analisis SIG diperoleh bahwa arahan lahan untuk pengembangan sapi
potong sistem gembala di Kabupaten Karo adalah diversifikasi lahan sawah (Ds) dan
diversifikasi lahan tegalan (Dt) (Tabel 45).
Tabel 45 Arahan lahan pengembangan sapi potong sistem gembala di Kabupaten Karo
Luas* Rerata Arahan Lahan Jumlah KP Kp No.
Ha % (ST) (STMa) Pada keadaan kesesuaian lahan aktual
1. Arahan sistem diversifikasi lahan sawah (Ds) 18.509 8,46 17.132 0,93 2. Arahan sistem diversifkasi lahan tegalan (Dt) 15.358 7,02 17.133 1,12 3. Arahan sistem ekstensifikasi - -
Pada keadaan kesesuaian lahan potensial 1. Arahan sistem diversifkasi lahan sawah (Ds) 20.422 9,34 27.000 1,32- 2. Arahan sistem diversifikasi lahan tegalan (Dt) 15.932 7,28 24.403 4,39 3. Arahan sistem ekstensifkasi -
*) Hasil analisis dan perhitungan pada peta digital; KP = kapasitas peningkatan, ST:,satuan ternak
Berdasarkan luasan areal lahan untuk arahan pengembangan sapi potong baik
untuk sistem gembala maupun kandang, arahan lahan diversifikasi lahan sawah
mempunyai areal yang lebih luas untuk lahan pengembangan dibanding dengan lahan
tegalan. Untuk sistem gembala (Tabel 45), luas areal dengan diversifikasi lahan
sawah pada keadaan kesesuaian lahan potensial mencapai 20.422 Ha (9,34% dari luas
total Kabupaten Karo) sedangkan pada sistem diversifikasi lahan tegalan hanya
mencapai 15.932 Ha (7,28%). Sedangkan untuk sistem kandang (Tabel 46) luas areal
dengan diversifikasi lahan sawah pada keadaan kesesuaian lahan potensial dengan
mencapai 12.263 Ha (5,63% dari luas total kabupaten karo) sedangkan pada sistem
diversifikasi lahan tegalan 10.537 Ha (4,84%).
Tahel 46 M a n lahan pengembangan sapi potong sistem kandang di Kabupaten Karo
Luas* Jumlah KP Rerata -
No. Arahan Lahan KP Ha % (ST) (STMa)
Pada keadaan kesesuaian lahan aktual 1. Arahm sistem diversifkasi lahan sawah (Ds) 10.544 4,82 8.709 0,83 2. Arahan sistern diversifkasi lahan tegalan @t) 10.537 4,82 11.753 1,12 3. Arahan sistem ekstensifikasi - -
Pada keadaan kesesuaian lahan potensial 1. Arahan sistem diversifikasi lahan sawah (Ds) 12.263 5,63 14.970 1,22 2. Arahan sistem diversifkasi lahan tegalan (Dt) 10.537 4,84 16.334 1,55 3. Arahan sistem ekstensifikasi - - -
*) Hasil analisis dan perhitungan pada peta digital; KP = kapasitas peningkatan, ST: satnan ternak
Namun ditinjau dari rata-rata kapasitas peningkatan sapi potong menunjukkan
ha1 yang sebaliknya dimana pada sistem gembala rata-rata kapasitas peningkatan sapi
potong yang terbesar terdapat pada lahan diversifikasi lahan tegalan baik pada
keadaan kesesuaian lahan potensial yakni 4,39 ST/Ha maupun aktual sebesar 1,12
STJHa dibandingkan dengan diversifikasi lahan sawah yang hanya mencapai 1,22
STIHa pada keadaan kesesuaian lahan potensial. Begitu juga pada sistem kandang,
rata-rata kapasitas peningkatan sapi potong yang terbesar terdapat pada lahan
diversifikasi lahan tegalan baik pada keadaan kesesuaian lahan potensial yakni 1,55
ST/Ha maupun aktual sebesar 1,12 STIHa dibandingkan dengan diversifkasi lahan
sawah yang hanya mencapai 1,22 STMa pada keadaan kesesuaian lahan potensial dan
0,83 ST/Ha pada keadaan aktual. Hal ini disebahkan pada lahan tegalan mempunyai
daya dukung pakan sapi potong lebih tinggi dibanding pada lahan sawah.
Berdasarkan arahan pengembangan berdasarkan wilayah kecamatan dan pada
kesesuaian lahan aktual, arahan pengembangan sapi potong sistem diversifikasi pada
lahan sawah dengan sistem gembala sebagian besar terdapat di wilayah kecamatan
Mardingding Munte yang mencapai 65,62% dari total luas arahan diversifikasi lahan
sawah sedangkan sistem diversifikasi lahan tegalan sebagian besar terdapat di
Kecamatan Tigabinanga dengan luas 7.914 Ha atau 51,53% dari total luas areal
diversifikasi lahan tegalan (Tabel 47). Sedangkan pada sistem kandang sebagian
besar terdapat di wilayah kecamatan Mardingding dan Munte yang mencapai 78,65%
dari total luas arahan lahan diversifikasi lahan sawah dan pada areal diversifikasi
lahan tegalan sebagian besar terdapat di wilayah kecamatan Tigabinanga yang
mencapai 67,24% dari total luas arahan diversifikasi lahan tegalan (Tabel 48).
Pada kesesuaim lahan potensial, arahan pengembangan sapi potong sistem
diversifikasi pada lahan sawah dengan sistem gembala sebagian besar terdapat di
wilayah kecamatan Mardingding Munte dengan luas mencapai 13.153 Ha atau
65,62% dari total luas arahan diversifikasi lahan sawah sedangkan sistem
diversifikasi lahan tegalan sebagian besar terdapat di Kecamatan Tigabiianga dengan
luas 7.914 Ha atau 51,53% dari total luas areal diversifikasi lahan tegalan dan di
Kecamatan Kutabuluh dengan luas 2.840 Ha atau 17,82 % (Tabel 49).
Tabel 47 Arahan lahan pengembangan sapi potong sistem GEMBALA menurut kecamatan di Kabupaten Karo pada keadaan kesesuaian lahan AKTUAL
Arahan lahan neneembanean " - No. Kecamatan Luas (Ha) Diversifikasi lahan Diversifikasi lahan Ektensifikasi
sawah (Ds) tegalan (Dt)
Luas (Ha) % Luas (Ha) % . . . , 1. Barusjahe 1 1.949 - - 2. Berastagi 3.125 - 3. Juhar 21.996 1.776 960 362 2,35 4. Kabanjahe 4.355 - - 230 1,50 5. Kutabuluh 23.672 - - 2.840 18,49 - 6. Laubaleng 17.570 - - 7. Mardingding 34.791 6.109 33,Ol 1.517 9,88 8. Merek 23.055 - - - 9. Munte 13.858 6.036 32,61 681 4,44 10. Payung 15.128 2.404 12,99 1.815 11,82 1 1. Simpang Empat 18.595 - 12. Tigahinanga 17.454 2.183 11,79 7.914 51,53 - 13. ~ i i a ~ a n a h 13.153 -
Kabupaten Karo 218.701 18.509 100,OO 15.358 100,OO
Tabel 48 Arahan lahan pengembangan sapi potong sistem KANDANG menurut kecamatan di Kabupaten Karo pada keadaan kesesuaian lahan AKTUAL
Arahan lahan neneembanean . - - No. Kecamatan Luas (Ha) Diversifikasi lahan Diversifikasi lahan
sawah (Ds) tegalan (Dt) Ektensifikasi Luas (Ha) % Luas (Ha) %
Bzusjahe
Berastagi
Juhar
Kabanjahe
Kutabuluh
Laubaleng
Mardigdig
Merek
Munte
PaYW Simpang Empat
Tigabinanga
13. Tigapanah 13.153 - - Kabuoaten Karo 218.701 10.544 100.00 10.537 100,OO
Tabel 49 Arahan lahan pengembangan sapi potong sistem GEMBALA menurut kecamatan di Kabupaten Karo pada kesesuaian lahan POTENSIAL
2. ~erasiagi 3.126 - - - 3. Jubar 21.996 1.918 9,39 362 2,27 4. Kahanjahe 4.355 - 230 1,44 5. Kutabuluh 23.672 - - 2.840 17,82 - 6. Laubaleng 17.570 371 L,82 574 3,60 - 7. Mardingding 34.791 7.1 17 34,85 1.517 932 8. Merek 23.055 - - 9. Munte 13.858 6.036 29,56 681 4,28 10. Payung 15.128 2.404 11,77 1.815 11,39 1 1. Simpang IV 18.595 - - 12. Tigabinanga 17.454 2.576 12,61 7.914 49,67 13. Tigapanah 13.153 - -
Kabupaten Karo 218.701 20.422 100,OO 15.932 100,OO
Pada sistem kandang sebagian besar terdapat di kecamatan Mardingding
dengan luas 7.1 17 Ha (58,04% dari total luas arahan lahan diversifikasi sawah) dan
pada areal diversifikasi lahan tegalan sebagian besar terdapat di kecamatan
Tigabinanga dengan luas 7.085 Ha (67,24% dari total luas arahan diversifikasi lahan
tegalan) dan di Kutabuluh seluas 1.380 Ha (13,10%) (Tabel 50).
Tabel 50 Arahan lahan pengembangan sapi potong sistem KANDANG menurut kecamatan di Kabupaten Karo pada kesesuaian lahan POTENSIAL
Arahan lahan pengembangan Diversifkasi lahan Diversifikasi lahan Ektensifika No. Kecamatan Luas (Ha) sawah (Ds) tegalan (Dt) si
Luas (Ha) % Luas(Ha) % 1. Barusiahe 11.949 - - 2. ~ e r a s $ ~ i 3.125 - - - 3. Juhar 21.996 945 7,71 260 2,47 4. Kabanjahe 4.355 - - 5 . Kutabuluh 23.672 - - 1.380 13,lO 6. Laubaleng 17.570 371 3,03 - - 7. Mardingding 34.791 7.1 17 58,04 905 8,59 8. Merek 23.055 - 9. Munte 13.858 698 5,69 176 1,67 10. Payung 15.128 608 4,96 730 6,93 11. Simpang IV 18.595 - 12. Tigabinanga 17.454 2.524 20,58 7.085 67,24 13. Tigapanah - 13.153 -
Kabupaten Karo 218.701 12.263 100,OO 10.537 100,OO
Peta arahan lahan pengembangan sapi potong sistem gembala di Kabupaten
Karo seperti ditunjukkan pada Gambar 25 dan sistem kandang pada Gambar 26.
Kabupaten Langkat
5 0 5 10 15 20 Kilometen - PETA ARAHAN LAHAN
SISTEM GEMBALA Arahan diversifikasi lahan sawa Arahan diversifikasi lahan tegala
Gambar 25 Peta arahan lahan pengembangan sapi potong sistem gembala di Kabupaten Karo.
Kabupaten Langkat
5 0 5 10 15 20 Kilometers P
PETA ARANAN LAaAN PENGEMBANGAN SAP1 POTONG
SISTEM KANDANG
PS. PERENCANAAN WLAYAH lNSTlTUT PERTANIAN BOGOR
2006
LEGENDA I Arahan lahan pengembangan
Bukan Arahan Arahan diversifikasi lahan Arahan diversifikasi lahan tegal Tidak diiilai
A/ Sungai /V Jalan /'\/ Batas kabupaten 'm Danau Toba n Batas kecamatan
Gambar 24 Peta arahan lahan pengembangan sapi potong sistem kandang di Kabupaten Karo.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Lahan-lahan yang berpotensi sebagai lahan pengembangan sapi potong di
Kabupaten Karo antara lain: sawah, tegalan, kebun carnpuran, lahan terbuka
dan semak belukar, dengan total luas 135.000 Ha (62 % dari luas wilayah
Kabupaten Karo).
2. Sebagian besar lahan di Kabupaten Karo h a n g sesuai (N) sebagai
lingkungan ekologis sapi potong. Lahan yang sesuai untuk pemeliharaan
sistem gembala adalah 79.831 Ha (36,50% dari luas wilayah kabupaten) dan
sistem kandang 58.771 Ha (26,87%). Faktor penghambat utama lingkungan
ekologis untuk pemeliharaan sapi potong di Kabupaten Karo adalah
kelerengan, ketinggian (elevasi) dan temperature humidity index (THI).
3. Berdasarkan tingkat kesesuaian lahan tanaman hijauan makanan temak, maka
lahan sawah dan tegalan berpotensi untuk pengembangan sebagian besar jenis
tanaman sumber hijauan yang dinilai. Total daya dukung hijauan makanan
ternak di Kabupaten Karo pada kesesuaian lahan aktual mencapai 93.567 ST
sehingga masih mampu menampung tambahan temak sapi potong sebesar
43.585 ST. Sedangkan pada keadaan kesesuaian lahan potensial mencapai
133.371 ST dengan kapasitas peningkatan sapi potong sebesar 83.388 ST.
4. Luas lahan pada keadaan aktual dengan status daya dukung hijauan makanan
temak amun adalah 59.091 Ha (27,02 %), sedangkan status rawan sampai
dengan sangat bitis adalah 75.908 Ha ( 34,71%). Pada keadaan kesesuaian
lahan potensial, luas lahan dengan status daya dukung hijauan aman adalah
sebesar 67.296 Ha (30,77%), sedangkan status rawan sampai dengan sungut
bitis adalah 67.703 Ha (30,96%).
5. Berdasarka~ jenis penggunaan lahan (landuse), lahan tegalan mempunyai
kemampuan menyedialcan hijauan makanan temak yang relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan lahan-lahan lainnya dengan mencapai 64,78% dari total
daya dukung kemudian diikuti oleh lahan sawah sebesar 29,24%. Pada
keadaan kesesuaian lahan aktual rata-rata ciaya dukung hijauan pada lahan
tegalan mencapai 1,30 STIHa, sedangkan pada keadaan kesesuaian lahan
potensial 1,79 ST/Ha.
6. Lahan prioritas I terdapat pada lahan tegalan dengan luas 10.537 Ha dan
sawah 12.263 Ha. Pada sistem gembala lahan pada prioritas mempunyai total
daya dukung sebesar 64.240 ST sehingga masih mampu menerima tambahan
sapi potong dengan kapasitas peningkatan sapi potong sebesar 51.403 ST atau
rata-rata 1,41 STMa. Sedangkan pada sistem kandang, lahan prioritas I
mempunyai total daya dukung sebesar 46.984 ST sehingga mampu menerima
tambahan sapi potong sebanyak 3 1.304 ST atau rata-rata 1,37 STiHa.
7. M a n lahan untuk pengembangan sapi potong di Kabupaten Karo adalah
diversifikasi lahan sawah @s) dan diversifikasi lahan tegalan (Dt). Arahan
Iahan diversifikasi lahan sawah mempunyai areal yang lebih luas untuk lahan
pengembangan dibanding dengan lahan tegalan. Untuk sistem gembala, luas
areal dengan diversifikasi lahan sawah pada keadaan kesesuaian lahan
potensial dengan mencapai 20.422 Ha (9,34% dari luas total kabupaten karo)
sedangkan pada sistem diversifikasi lahan tegalan hanya mencapai 5.560 Ha
(2,54%). Sedangkan untuk sistem kandang luas areal dengan diversifikasi
lahan sawah pada keadaan kesesuaian lahan potensial dengan mencapai
12.263 Ha (5,63% dari Iuas total kabupaten karo) sedangkan pada sistem
diversifikasi lahan tegalan 10.537 Ha (4,84%).
Saran
1. Dalam upaya pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Karo,
diharapkan dimasa mendatang perlu pewilayahan dalam pengembangan sapi
potong dengan memperhatikan potensi sumberdaya lahan dimasing-masing
wilayah.
2. Dilihat dari potensi sumberdaya lahan dan peluang usaha di Kabupaten Karo,
maka pengembangan usaha ternak sapi potong masih perlu ditingkatkan dan
dikembangkan lebih Ianjut.
3. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat dilakukan menggunakan data dan
informasi dari peta dengan skala yang lebih besar (semi detil dan detil) untuk
meningkatkan reliabilitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
[AAAS] American Association for the Advancement of Science. 2005. Metoda Inventarisasi dun Studi Batas Dasar Sumberdaya Bagi Negara Berkembang (Bagian ZZJ. Wiradisastra US, penerjemah. Conant F et al, Rogers P, Baumgardner M, McKell C, Dasrnan R dan Reining P, editor. Terjemahan dari: Resource Inventory and Baseline Study Methods for Developing Countries.
[AAK]. 1983. Hijauan Makanan Ternak: Potong, Kerja dan Perah. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Barus B & US Wiradisastra. 2000. Sistem Informasi Geografs, Sarana Manajemen Sumberdaya. Bogor: Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografl, Jurusan Tanah, Institut Pertanian Bogor.
Batubara, LP et al. 2002. Pengkajian Pakan Alternatif Ternak di Sumatera Utara. Didalam: Monograph Series 2. Medan: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. hlm 185-194.
[BPS] Biro Pusat Statistik Kabupaten Karo. 2005. PDRB Kabupaten Karo 2004. Kabanjahe: BPS Kabupatec Karo.
Bulo D. 2004. Beberapa Kajian Teknologi Hijauan Pakan Untuk Mendukung Pengembangan Temak Ruminansia. Didalam: Kindangen J.G dkk, editor. Prosiding Seminar Nasional Klinik Teknologi Pertanian Sebagai Basis Pertumbuhan Usaha Agribisnis Menuju Petani Nelayan Mandiri; Manado, 9-10 Jun 2004. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. hlm 973-980.
[ D m ] Dewan Ketahanan Pangan. 2006. Kebijakan Umurn Ketahanan Pangan 2006-2009. Jakarta: Dewan Ketahanan Pangan.
[Distan] Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara, 2004. Informasi Padi, Palawija dan Hortikultura di Propinsi Sumatera Utara. Medan: Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara.
[Disnak] Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Utara, 2005. Laporan Tahunan 2004. Medan: Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Utara.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Balai Penelitian Ternak. 1995. Petunjuk Pelaksanaan Analisis Potensi Penyebaran dan Pengembangan Peternakan. Ciawi: Balitnak.
Djaenuddin D, M Hendrisrnm, H Subagjo, dan A Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Bogor: Balai Penelitian Tanah,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Balitbang Departemen Pertanian.
Djaenuddin D, M Hendrisman, H Subagjo, A Mulyani dan N Suharta. 2003. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Bogor: Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Balitbang Departemen Pertanian.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1976. A Framework for Land Evaluation.. FA0 Soil Bulletin No. 32. Rome: Soil Resources Development and Conservation Service Land and Water Development Division Food Agriculteure Organization of The United Nations.
Haloho L, TM Ibrahim, Zulkarnain, Murizaf dan E Romjali. 2002. Kajian Pennasalahan Agribisnis Sapi Potong di Kabupaten Deli Serdang Secara Partisipatory Rural Appraisal (PRA). Didalam: Monograph Series 2. Medan: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, Palai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. hlm 213-217.
Hanggono A. 1999. Penggunaan Teknik Penginderaan Jauh dan Satuan Informasi Geografis Dalam Inventarisasi dan Monitoring Ketersediaan Surnber Daya Lahan. Dalam: Prosidig Seminar Nasional Sumber Daya Tanah, Iklim, dun Pupuk. Lido-Bogor, 6-8 Des 1999. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Departemen Pertanian.
Hardjowigeno S dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dun Perencanaan Tataguna Tanah. Bogor: Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institnt Pertanian Bogor.
Hermanto, F, 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya
Ibrahim TM. 2002. Pemanfaatan Legurn Stylo (stlylo santhes guianensis CIAT 184) Dalam Usaha Temak Sapi Penggemukan. Didalam: Monograph Series 2. Medan: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. hlm 163- 174.
Jayasuriya, MCN. 2002. Principle of Ration Formulations for Ruminant. Dalam: Development And Field Evaluation Of Animal Feed Supplementation Packages. Proceedings Of The Final Review Meeting OfAn L4EA Technical Co-operation Regional AFRA Project Organized By The Joint FAO/IAEA Division Of Nuclear Techniques In Food And Agriculture; Cairo-Egypt, 25- 29 Nov 2000. Vienna: IAEA-TECDOC-1294. hlm 9-14.
Lindawati dan Mugiyanto, 2001. Analisis Z4E dun Estimasi Overlay Sistem ZAE dengan Peternakan. Jambi: lnstalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Kota Baru.
Kusnadi U. 1992. Usaha Penggemukan Sapi Potong Di Dataran Tinggi Wonosobo. Dalam: Prosiding Pen~olahan dun Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Ruminansia ~esa ; . ~ o ~ o r : Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan. Departemen Pertanian.
Lillesand TM dan Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dun Interpretasi Citra. Dulbahri, Suharsono P, Hartono, Suharyadi, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada Pr. Terjemahan dari: Remote Sensing and Image Interpretation.
Makkar, HPS. 2002. Applications Of The In Vitro Gas Method In The Evaluation Of Feed Resources, And Enhancement Of Nutritional Value Of Tannin-Rich TreeIBrowse Leaves And Agro-Industrial By-Products. Dalam: Development And Field Evaluation Of Animal Feed Supplementation Packages. Proceedings Of The Final Review Meeting Of An L4EA Technical Co-Operation Regional AFRA Project Organized By The Joint FAO/L4EA Division Of Nuclear Techniques In Food And Agriculture; Cairo-Egypt, 25- 29 Nov 2000. Vienna: IAEA-TECDOC-1294. +dm 23-40.
Manurung T. 1996. Penggunaan Hijauan Leguminosa Pohon sebagai Sumber Protein Ransum Sapi Potong. JIlmu Ternak dun Veteriner l(3): 143-147.
Mathius, IW. 1983. Hijauan Gliricidea Sebagai Pakan Temak Ruminansia. Didalam: Majalah Reuni flmiah Peternakan dun Kesehatan Hewan. Wartazoa, 1(1):19-23. Bogor: Puslitbangnak.
Muljadi AN, IW Mathius, A Semali, P Sitorus. 1992. Sistem Usaha Tani Ternak Potong di Lahan Kering Timor Timur (Potensi, Prospek dun Alternutif Pengembangan Sapi Potong). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan. Departemen Pertanian.
Nasrullah R, Salam, Chalidjah. 1996. Pemberian Daun Leguminosa sebagai Subtitusi Konsentrat dalam Ransum Penggemukan Sapi Bali. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dun Veteriner; Bogor, 7-8 Nop 1995. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan. hlm 627-630.
Natasasmita A dan K Mudikdjo. 1980. Beternak Sapi Daging. Bogor: Fakultas Petemakan. Institut Pertanian Bogor.
Preston TR, Willis WB. 1974. Intensive Beef Production. J Anim Sci 43 (2):418- 425.
Puntodewo A, S Dewi, J Tarigan. 2003. Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alum. Bogor: Center for International Forestry Research (CIFOR).
Purwanti S dan Syamsu JA. 2006. Potensi dan Daya Dukung L i b a h Pertanian Sebagai Sumber Pakan Temak Ruminansia di Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan. Bul nmu Peternakan dun Perikanan 10(1):51-58.
Reksohadiprojo S. 1984. Produksi Hijauan Makanan Temak Tropik. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UGM.
Riady M. 2004. Tantangan dan Peluang Peningkatan Produksi Sapi Potong Menuju 2020. Dalam: Setiadi B et al., editor. Prosiding Lokakarya Nasional Sapi Potong; Yogyakarta, 8-9 Okt 2004. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hlm 3-6.
Santosa U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan I . Jakarta: Penebar Swadaya.
Saptana, Ariningsih E, KD Saktyanu, S Wahyuni, V Darwis. 2005. Kebijakan Pengembangan Hortikultura di Kawasan Agribisnis Hortikultura Sumatera (KAHS). Didalam: Analisis Kebijakan Pertanian (Agricultural Policy Analysis) Volume 3 Nomor 1, Mar 2005. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. hlm 51-67.
Siregar SB dan SN Tambing. 1995. Analisis penggemukan sapi potong di Desa Gebang Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan. Departemen Pertanian.
Statistik Peternakan. 2003. Statistik Petemakan. Direktorat Jenderal Petemakan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Suratman, S Ritung dan D Djaenuddin. 1998. Potensi Lahan Untuk Pengembangan Temak Ruminansia Besar di Beberapa Propinsi di Indonesia. Didalam: Prosiding Pertemuan Pembahasan dun Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dun Agroklimat (Bidang Pedologi); Cisarua-Bogor, 4-6 Mar 1997. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Sugeng YB. 1998. Sapi Potong. Pemeliharaan, Perbaikan Produksi, Prospek Bisnis dun Analisis Penggemukan. Cetakan ke-VI. Jakarta: Penebar Swadaya.
Susetyo, S. 1980. Padang Penggembalaan. Bogor: Departemen Ilmu Temak Fakultas Petemakan, Institut Pertanian Bogor.
Wiradisatra US. 1989. Metodologi Evaluasi Lahan Dalam Hubungan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan. Didalam: Makalah Lokakarya Sistem Informasi Sumberdaya Lahan Untuk Perencanaan Tata Ruang; Yogyakarta, 24-25 Des 1989. Yogyakarta: Fakultas Geograf~ Universitas Gajah Mada dan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). hlm 2.
Yusdja Y dan N Ilham. 2004. Tinjauan Kebijakan Pengembangan Agribisnis Sapi Potong. Didalam: Analisis Kebijakan Pertanian (Agricultural Policy Analysis) Volume 2 Nomor 2, Jun 2004. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. hlm 183-203.
L A M P I R A N
Lampiran 1. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual untuk menjadi potensial menurut tingkat pengelolaannya.
Tingkat No. KualitasISifat Lahan Pengelolaan Jenis Perbaikan
Sedang Tinggi 1. Rejim radiasi - - 2. Rejim suhu - - 3. Rejim kelembaban udara - - 4. Ketersediaan air
- Bulan kering + tt Irigasi - Curah hujan + ++ Irigasi
5. Media perakaran - Drainase + ++ Saluran drainase*) - Tekstur - - - Kedalaman efektif - + Umumnya tidak dapat diper- - Kematangan gambut - - baiki (pembongkaran tanah) - Ketebalan gambut - -
6. Retensi hara - KTK + ++ Bahan organik - PH + tt Kapur
7. Ketersediaan hara - N total + tt PupukN - Pz05 tersedia + ++ PupukP - K20 dapat ditukar + i-t PupukK
8. Bahaya banjir - Periode + tt Pembuatan tanggul - Frekuensi + ++ Pembuatan saluran drainase
9. Kegaraman - Salinitas + ++ Reklamasi
10. Toksisitas - Kejenuhan Aluminium + ++ Kapur - Kedalaman pirit - + Mengahu permukaan air tanah
11. Kemudahan ~eneolahan - + Mekanisasi . - 12. Temidpotensi mekanisasi - - 13. Bahaya erosi + tt Usaha konservasi tanah Keterangan:
- Tidak dapat dilakukan perbaikan + Perbaikan dapat dilakukan dan akan dihasilkan kenaikan kelas satu tingkat lebih
tinggi ++ Kenaikan kelas dapat dua tingkat lebih tinggi *) Drainase jeIek dapat diperbaiki menjadi dninase lebih baik dengan membuat
saluran drainase, tetapi drainase baik atau atau cepat sulit diubah menjadi drainase jelek atau terhambat.
Sumber: Hardjowigeno & Widiatmaka (2001)
iran 2 Legenda satuan lahan dan tanah di Kabupaten Karo.
.mdunn Ksrnklaristik Bahm lnduk Lilolosi Tnh-dominnn Tnh_ororiaril Tnh_nrosis~i2 Lunr (lln) %
.q ? ? I x , p ~ alu~,al dan kol~v,rl. srdmcn h r l ~ r dan kamr, berombsk (l111n83~8F~). og& tcnnnnh Ecdapm svngnl Sand. cia) n ~ % ~ ~ - ~ ~ a p s a m a q ~ e ~ u 1897,826 0.368 .? 2 4 Pimnmpm, bltlrnscdlmcnt~d~kd~bidskm.lcrrn8~angafcm stkali. lknm(IrrmgMJ!l). ,nnqn!morch~~Lrli 61fuan 5cd:mm D l l .~mds l~oc .d~dC DII-JJDCO~ III~II~OCCOIS T~O>OR$IO~S 3411 619 1 5s"
ad2.10.2 ~eFbttki1.m volkiq N f m m d a t inltmedicr, bukitfbu)rit(Iere~gB16%), c h p tcnoroh. Batum volkanik Tufmdcril, dsrit ~ i ~ l ~ d ~ i . 1.1.21 Smto v o l k ~ , Nfintcmcdirr,lcrmgafasgunungbcmpi, l c r rngcmrnmpni rmgnt c m (>25%), agsklcnorsh. SwlovoUaniL Tufmdcrit Dy%handcpl$ Hydrmdcpll Troponhmtn a d 2 l o s Pcibttkitan v o k w Nfmn$am dan intcmedim, bttkit4ukif (Imcng >16%), sangat taocch. T u f m a r q intcmcdirr Tufmdcrifdnrit Hrplvdox . q.2.1.0 Kipat duvial dan koluvial,, r d i c n k w . dnm(lcrongO%),ti&tmo~eh. Batum lcdimm rand Tropaqvcpts Evtiopepfr - ad.1.3.2 Smtov(~lksn,fufmsmm dan inlcmnndid, ~ 1 ~ ~ 8 I t t 8 a h ~ ~ ~ b c b r p ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ g ~ ~ b p ~ w m f n m p a i i i ( 1 6 - 5 5 % ) , c h p ttnnnnh Tufmafls. intermdiet Tufandorit, dnrit ~yrhmdepf r Pjskopcpf~ . ad.l.2.l Smto v o l k ~ . lava intemcdiar d m basis, I111118~1BSguluttgbc~8pi~ Immgc~ram smpai 1188t ewnm(~25%), agskt$noroh. Tufmafie, intrmcdicl Tufmdcrif dnrif Dyshmdepu Hydrzdcpu Tropanhenu L1.3 Peltmbahnns~mpit anmadowat tinggi rediisn hdus, ti& dibcdakw d n m ( I m m 8 ~ % ) . Sedimm Clay Eutmpepu Tiopaquepit - a 2 8 2 DatarandanprbvLiranvokw fuf inlcmedicr, rirscrori ( I m c n g > l 6 % ) . ~ h p t m m h . Tuffmetic.intamcdictLipa6ftufatderit Hydrnndcpu Dysbopeptr . d l 3 3 Dafaranfinggi NfTobnmasam (ufmbtam lncngatsil dsnganarahpuneskbcrleicngmcl~dai (Icimg8-16%). smgrttenarrh. Tufmnrsm Dasif Hydrandcpu Dyrhopeptr . Pfq.8.3 D n t m , b a r n rsdimm halus dan k m r m a r q bn&lombangbnbukitkccil, IeMtupNfmaam rmgat tenorch. Bnhlan rcdhsn fclsic Sand, clay Dyshopcpll . d l 2.1 Dntnrm tinggi tuf Tobameam, fufmaum, lemg-lsrengaw dcngm sroh pun$& bcil~icngagaL melnndri (leang 3.8%). ngak tenoich Tufmasm Sandstone Hydinndcpir DyrVopep~ - d l 2 3 Lcrcng o l e v a k a n r m g t teililrch, ~ f m ~ a m 1 5 r 0 ~ 8 , 3 U ? ? Tufmarnm Deli1 Hydinndcpls Humitiopcptr - ' a d l 4 2 Lcrcng b~wahvalk~eukuptc( t~)~h , Nf-mt ~ m p n i bmif. ImmgCIS%. Tufmnric,mum Tufandcri1,drrit Humitropeptt Tropanhrnr Hydrmdcpt. 'nd.1.2.3 Lcicng swvolkm ran8nt t t n n r c h t u f m ~ m sampai basis, Ic10ng83O.h. Tufmarm Tufnndcrif dnrir Hydrmd~pls Dyrllmdcpf% - ~ ~ 1 . 8 2 Bukif-b&if kecil tcrpisoh &pfmoreh, bnNM ~~di icn~nmpurnntcMtup ~ f m m , I c r e 16.25%. B~tuan l~dimcn . Dyrtmpopepu dylwmdcp* . !d.1.3.1 Dntarsntinggi NfTobnmarrm, N f m q lcrong nla.dmganarahpuncakbnlerclerengmclandni (Icrm88-16%), ngnL tenarch fifmaram Dnlit Hydrandrpu Dyrfiop%pts ra.l 4 2 Statovolhan, tuf intmedier, lsrcng bswah dun kski lcrmg. d n w m p a i mclandai (hrcng 46%). c h p lmoreh. Baturn andcrit Tufandcrit H y h d c p b D y s m d e p ~ td.1.2.3 Dnman iinggi N f T a b s m a r q t u f m n r q Imm8-lmmgata1 dm8m mhpuncak b ~ i I c ~ i ~ g 8 8 n L m c l ~ d n i (11111g3-8%), 1m881 t t n n n n T u f m ~ m Lipvit Hydinndcpll DyrhaprpU . ld.2.3.2 D a ~ r e n d a h d a n kald IcirngtufTobamnram l ~ b o h ~ u n g i t c ~ ~ i , dsfar(IcrcngO%), chptci toreh. Tul-am Dmit Humitropepts Dy~wopcpu H~pludox nm.2.2.2 Pcgunungnn, bntum tcdimmrnhdu~mmrnd~nmc~moif~k(~kiii), I n e n g c c smpai ~mg8tc~~nm(25~75%) , c h p ttnnnnh. Bstuanmrtamofio, rcdishdc, randrtonc ~y9woptpv. ~ a ~ l ~ d ~ l t . lfq.2.2.3 Lvngur pMlelmrmmjm~dmIIII18~8m88dXuti SffIrm~rmffki~f~fili bbfyfynsdii i hhlusddd b%*rmrnm, I I I C I ~ B ~ B ~ X X X X ,XIII~IY diiiiiBatuan ~ncdimm f o l k Clsyltonc. randstone Euwopepll Hnpludox - lad.2.11.3 Pegunwgan v d k m . ~ f m n ~ m dm i~tcmcdier, Icccng8I6%. %m88LIc~omh. Twfmsfic, inlcmcdict Tufandcrit, doril Dystropcpir IIopludor . 101 4 I Stmfovolkm. Mintemrdier.Icrengbawah dm kaki larcng, dotar tmpoi rndandoi (Icrcng<16%), agnk tcnorsh. Tuffmaic, inlcmrdiat Tuf andcrit Hydrandcptr Dysmdcpts - 1ad.2.6.3 D a ~ v o l k ~ . f u f f m ~ ~ n m d m i i ~ e m c d i ~ r , ~ rgc tombmg bcrbukit kcoil, ~ g a f tcnnnnh Tulm&~c. intemsdict Tufnndarifdnrit Dyshopspll - iad.2.1 1.2 Pegunungmvolkan.Nf - m d m inttmtdier. lcrctt~>I6%, mkuptaorch. Tufmaflo, intmcdic: Tufnnderf d e i t Dyrtrop~pu Hnpludox - ia.2.1 1.3 Pcgunungmvolkan, Nfinrmsdici, lercng>l6%. sM8af tmtoreh. Tufmslic.intcmediet Tufmdoril Pj~mJpopts Hnpludor - *1~.2.2.3 pcgunungn~ bat- x d i m m h m a r s m , lmen8 c m smp&i r m 8 n : c m (25-75%), sangnttennnnh. Bntum redimsn Clnyrlonc. rcndrfonc Pjstmpcpa Humitrapopts ~roponhsnts r(~2.2.3 ~ q m u n g n n , bntuan scdimen ti& d i b c d w lcrccg c w m sampai s m g t f w f (25.75%). s m g ~ t tcnorch. Batum rcdimen Smdrtonc, l d c , eon8 Dyrtropcpll Humih-oprpts . $a. 1l. l Strstovolkw M i n m d i i r , kcp& atpu kaldna, dgaL lfrtoroh Smto vokm Tulandtrit Dp"MdepL1 Hydrandcpu Tropanhcntr .(~.5.3 KUX, bnh*apw kmr,pegunungw lrrmgcunvo rmpai rangat s u r m (r25%), tmgntsnoieh. Ban*spw Limcrrondmvble E~hopepts Dyrhopepif - jva.2.8.2 Datum dmperbukitnn~oIkan. N f i n l e m n n d i . 5 t i . Tufd!c . internedict Lipwif Nf mderit ~ ~ d r m d e p w Dyrhopepir . 4q.2.2.1 Kipss s lwid dan kolluvid sgsk faoroh, endapm b a r , ILLII~ @8%. Barnan rcdimcnhsrsn mand,pvcl Trlropaqurpu Flililaquenu hapop~ammeni: 3 ~ ~ 1 2 . 2 Perbukitsn kccil d ~ p c r b u k i ~ ddngan p~l~random. b ~ ~ ~ p I t u 1 d k m ~ 1 q I~rengcu*up ~-(I6~25%), t e r ~ f u p N f m n r q & Batumplutonkmem Liparit Dy~tmprpls Hydrnndepll - Qd.1.8.2 D a t m finggi N f T a b ~ m a ~ a m Nfmnram Icmb-h. Tufmnram Delit Dyrhopcpll . ~ d l 9 . 2 Tuf Tobr mclmdsi c h p t t n o r c h , ~ f m a m , I11188~16%. Tuf malem Dn$it D y r h ~ d s p t l Hydrnndcpls - ~ " ~ 3 . 3 ~ c g u n u n g ~ , bnrnnn rrdimcn ti& d i b c d h lciengmgnt c u r m ~ c k d i , t k w (lrrcng>75%), rmgattenorch. Bstummrtmorlik Darii, mndrlonc. rh& Dyrvopeplr Humi&opcpfs - pd.1.2.2 D a m tinggiNfTobsmenm, tufmnram, lerm8-Icing stsil denganarahpuncaLbcrlcrmgsgnkmrlandni (Icisng3.8%), c h p tenoicTufmasm Darit Hydrandeptr Dyrmdcpls vaporhod% x.1 h b a h rungnitcrjdtercroti n tnv lnmgmggd t a a l Y ? Dnerahommtlkimm
~npiran 3. Kualitas dan karakteristik lahan di Kabupaten Karo
4 Lnnd Use Drain Tekrtu CH Elevasi Lereng Kcdalnm PH KTK ase r (mdpl) (%) antanah TD H 2000-2500 1250-I750 16-30 76-100 3.54.5 17-24 B H 2000-2500 1750-2250 16-30 76-100 3.5-4.5 17-24 B H 2000-2500 900-1250 30-40 76-100 3.5-4.5 17-24 B H 2000-2500 1250-1750 30-40 76-100 3.5-4.5 17-24 B AH 20005500 1250-1750 MO 101-150 4.6-5.0 >40 B AH 2000-2500 900-1250 8-16 101-150 4.6-5.0 >40 B AH 2000-2500 1250-1750 30-40 101-150 4.6-5.0 >40 B AH 2000-2500 900-1250 3040 101-150 4.6-5.0 >40 B AH-H 2000-2500 300-500 8-16 51-75 5.6-6.0 5-16 B AH 2000-2500 300-500 8-16 101-150 4.6-5.0 >40 B AH 2000-2500 500-700 3040 101-150 4.6-5.0 >40 B AH-H 2000-2500 100-300 8-16 51-75 5.6-6.0 5-16 B AH-H 2000-2500 100-300 3-8 51-75 5.6-6.0 5-16
AT AH 1500-1750 1250-1750 0-3 76-100 6.1-6.5 0 0 B AH 1500-1750 1250-1750 0 3 101-150 4.6-5.0 >40 B AH 1500-1750 900-1250 8-16 101-150 4.6-5.0 >40 B AH 1500-1750 1250-1750 8-16 101-150 4.6-5.0 >40 B AH 1500-1750 1250-1750 3-8 101-150 4.6-5.0 >40 B AH-H 2000-2500 700-900 8-16 51-75 5.6-6.0 5-16 B AH-H 2000-2500 500-700 8-16 51-75 5.6-6.0 5-16 B AH-H 2000.2500 700-900 30-40 51-75 5.6-6.0 5-16 B AH-H 2000-2500 1250-1750 3040 51-75 5.6-6.0 5-16
CB AH 1500-1750 900.1250 0-3 76-100 6.1-6.5 0 0 B AH-H 2000-2500 700-900 8-16 51-75 5.6-6.0 5-16 B AH-H 1500-1750 700-900 A 0 51-75 5.6-6.0 5-16 B AH-H 1500-1750 900-1250 >40 51-75 5.6-6.0 5-16 B AH-H 1500-1750 500-700 >40 51-75 5.6-6.0 5-16 T AH.H 2000-2500 300-500 8-16 76-100 5.1-5.5 5-16 T AH-H 2000-2500 104.300 8-16 76-100 5.1-5.5 5-16 T AH-H 2000-2500 100-300 3-8 76-100 5.1-5.5 5-16 T AH-H 2000-2500 100500 3-8 76-100 5.1-5.5 5-16 CB AH 1500-1750 900-1250 0-3 76-100 6.1-6.5 QO B AH-H 1500-1750 1250-1750 >40 51-75 5.6-6.0 5-16 T AH 1500-1750 100-300 3-8 101-150 5.1-5.5 <5 B AH-H 1500-1750 300-500 3-8 51-75 5.6-6.0 5-16 B AH-H 2W25QQ 7DD-900 !6--3 51-75 5.6-6D 5-16 B AH-H 2000-2500 500-700 16-30 51-75 5.66.0 5-16
cro (bray I) <I0 (bray I) <I0 (bray I) <lo (bray 1) <3 (Bmy 11) a (Bray 11) c3 (Bray 11) a &ray uj 4 0 (bray I)
(Bray 11) 0 (Bray 11) 4 0 (bray I) 4 0 (bray I) 12-22 (olren) 4 (Bray u) <3 (Bray U) c3 (Bny 11) 0 (Bray II) 4 0 (bray I) <I0 (bray I) 4 0 (bray I) <I0 (bray 1) 12-22 (olren) <I0 (bray I) <I0 (bray I) <I0 @ray 1) 4 0 (bray I) >22 (olsen) >22 (olren) >22 (olrcn) >22 (alsen) 12-22 (0lre") <I0 (bray I) 0 W Y un) <I0 (bray I) <I 0 (bJ8,Y 1) <I0 (bray I)
Exc K Kei Al Salinitn Ket Bhn - .- - s gambu org
0.1-0.2 >80 sollfree 0 3.0 0.1-0.2 >80 s o l l h e 0 3.0
Singk Bto- KTol. Kuu- Gennng RH balun pem. air an
10 0 10-20 Bnik FO 87.03 10-20 Bnik 10.20 Boik 10-20 Baik 41-60 Baik 41-60 BaL 41-60 Bnik 41-60 Baik 21-40 Baik 41-60 Baik 41-60 Baik 21-40 Baik 2140 Beik >60 Bnik
41-60 Bnik 41-60 Baik 41-60 BnL 41-60 Bsik 21-40 Bnik 2140 Bnik 21-40 Baik 21-40 Boik >60 Baik
21-40 Bait 21-40 Baik 21-40 Baik 2140 Baik >60 Bnik >60 Baik 260 Bnik >60 Bnik >60 Bnik
21-40 Baik 21-40 Baik 21-40 Baik 21-40 Baik 21-40 Baik
Bln Tipe THI Ke"" lllirn
7 E2 67.27
.ampiran 3. lanjutan ..............
Semaklrerumputan Tegalan Lahrn terbukv Sema!ure'rcrumputsn So,*h Semakirerumputan Lahan terbuka Semaklrerumputan Tcgalan Sawnh S a w h Sawah Semaklrerumputan Hutan Hutan Hutan Hutan Tegalan Hutnn Hutan SemaW~erumputan SemaWrerumputsn
I Sawah
Snwh I Hutnn i Hulnn i Hutnn r Hutan I Hutan > Hutan
Huts" I Hutiln 2 SemnWrerumputnn 3 Scmaklrerumpulan 1 Semaklrerumputan 5 Scmaklrcrumputnn 6 Hutnn 7 Hutan 8 Hutan 9 Semrklremputan 0 Scmaklrerumputan
AH-H 2000-2500 500-700 16-30 51-75 5.6-6.0 5.16 AH-H 2000-2500 300-500 16-30 51-75 5.6-6.0 5-16 AH-H 2000-2500 300.500 16-30 51-75 5.6-6.0 5-16 AH-H 2000.2500 300-500 16-30 51-75 5.6-6.0 5-16 AH-H 2000-2500 300-500 16-30 51-75 5.6-6.0 5-16 AH-H 2000-2500 100-300 16-30 51-75 5.64.0 5-16 AH-H 2000-2500 100-300 0-3 51-75 5.6-6.0 5-16 AH-H 2000-2500 100-300 03 51-75 5.6-60 5-16 AH-H 2000-2500 100-300 0-3 51-75 5.6-6.0 5-16
AH 2000-2500 100-300 0-3 101-150 5.1-5.5 <5 AH-H 2000-2500 100-300 0-3 51-75 5.6-6.0 5-16 AH 2000-2500 300-500 0-3 101-150 5.1-5.5 d AH 2000-2500 700-900 8-16 101-150 4.6-5.0 >40 AH 2000-2500 700-900 8-16 101-150 4.6-5.0 >40 H 2000.2500 900-1250 >40 76-100 3.5-4.5 17-24
AH 2000-2500 900-1250 >40 101-150 4.6-5.0 >40 H 2000-2500 125O1I70 >40 76-100 3.54.5 17-24
AH 1500-1750 900-1250 3-8 76-100 6.1-6.5 QO AH 1500-1750 900-1250 3-8 76-100 6.1-6.5 QO AH 1500-1750 900-1250 3-8 101-150 4.6-5.0 >40 H 2000-2500 300-500 16-30 76-100 3.54.5 17-24
AH 2000-2500 300-500 16-30 101-150 4.6-5.0 M O AH 2000.2500 300-500 16-30 101-150 465.0 >40 H 2000-2500 700-900 16-30 76-100 3.54.5 17-24
AH 2000-2500 700-900 16-30 101-150 4.6-5.0 >40 AH-H 2000-2500 700-900 16-30 51-75 5.6-6.0 5-16
AH 2000-2500 500-700 16-30 101-150 4.6-5.0 >40 AH 2000-2500 700-900 16-30 101-150 4.6-5.0 >40 AH 2000-2500 700-900 16-30 101-150 4.6-5.0 >40 AH 2000.2500 700-900 16-30 101-150 4.6-5.0 M O AH 2000-2500 700-900 16-30 101-150 4.6-5.0 >40 AH 2000-2500 1250-1750 16-30 101-150 4.6-5.0 >40 AH 2000.2500 1250-1750 16-30 101-150 4.6-5.0 >40
AH-H 2000-2500 1250-1750 16-30 51-75 5.6-6.0 5-16 AH 2000-2500 900-1250 16-30 101-150 4.6-5.0 >40 AH 2000-2500 900-1250 16-30 101-150 4.6-5.0 >40 AH 2000-2500 900-1250 16-30 101-150 4.6.5.0 >40
AH-H 2000-2500 900-1250 16-30 51-75 5.6-6.0 5-16 AH 2000.2500 900-1250 16-30 101-150 4.6-5.0 >40 H 2000-2500 900-1250 1630 76-100 3.5-4.5 17-24
AH 2000-2500 900-1250 16-30 101-150 4.6-5.0 >40 H 2DDD-2500 500-700 16-30 76-100 3.54.5 17-24 AH 2000-2500 500-700 16-30 101-150 4.6-5.0 >40
4 0 (bray I) <I0 (bray I) 4 0 (bray I) <I0 (bray I) ClO @my I) <I0 (bray 1) <I0 (bray I) <I0 (bray I) 4 0 (bmy I) a ( B ~ Y 11) <I0 (bmy 1) <3 @ray 10 <3 @my 11) a (Bray 11) <I0 (brayl) a ( B ~ Y n) <I0 (bray I) 12-22 (olscn) 12-22 (alscn)
(Bray 11) 4 0 (bray 1) 4 @=Y 11) a @ray n) 4 0 (bray 1) <3 (Bray 11) <I0 (bray 1) U (Bray 11) a (Bray 11) a WY r) 4 n) a @ray 11) a @ray U) -3 @ray 11) <I0 @my I) a (Bray 11) <3 (Bray 11) 4 (Bmy 11) <I0 @my I) <,(Bray 11) 4 0 (bray 1) a m <I0 (bray I) 4 @ray 11)
<0.1 0, QO sallfree <0.1 0.40 salljree <O.l 0, a 0 *oltfize <0.1 0. QO solrliee <O.I o , ao ~ ~ l t f i ~ ~ <0.1 0, Q0 soltfiee 4.1 0.00 solljree <0.1 0, QO solrfiee <0.1 0.40 sollfier 0.1-0.2 2040 salrfree <0.1 0.40 solrfiee 0.1-0.2 20-40 $clffiee 0.6-1.0 41-60 solrfiee 0.6-1.0 41-60 roltfiee 0.16.2 >80 sollfiee 0.6-1.0 41-60 solljree 0.1-0.2 >80 solr/rre >1.0 0, QO solrfree >1.0 0.40 solr~ke 0.6-1.0 41-60 solffiee 0.1-0.2 >80 sollfiea 0.6-1.0 41-60 sallfiee 0.6-1.0 41-60 sol1 free 0.1-0.2 >80 salrfree 0.6-1.0 4140 soRjree c0.1 0, Q0 aolf/rrr 0.6-1.0 41-60 sollfree 0.6-1.0 41-60 solrfie 0.6-1.0 41-60 sollfi~e 0.6-1.0 41-60 sollfiee 0.6-1.0 41-60 solrfrre 0.6-1.0 41-60 sol! free 0.6-1.0 41-60 6aIffee 4.1 o , ao mllfiee 0.6.1.0 41-60 sollfiec 0.6-1.0 41-60 aahfiee 0.6-1.0 41-60 mlrfiee c0.1 0 .QO rolffie 0.6-1.0 41-60 ~ o h j k e 0.1-0.2 >80 soNjiee 0.6-1.0 41-60 sohfree 0.1-0.2 >80 solrJIEo 0.6-1.0 41-60 sollfiee
0 2.2 15 0 21-40 Beik 0 2.2 15 0 21-40 Baik 0 2.2 15 0 21-40 Baik 0 2.2 15 0 2140 Baik 0 2.2 I5 0 21-40 Bsik 0 2.2 15 0 21-40 Baik 0 2.2 I5 0 2140 Baik 0 2.2 I5 0 2140 Baik 0 2.2 15 0 21-40 Baik 0 3.7 0 0 2140 Bnik 0 2.2 15 0 21-40 Baik 0 3.7 0 0 21-40 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Bnik 0 3.0 10 0 10-20 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Bnik 0 3.0 10 0 10-20 Baik 0 4.0 0 0 >60 Bnik 0 4.0 0 0 a60 ~ a i k 0 6.6 0 0 41-60 Bnik 0 3.0 10 0 10-20 Bnik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 3.0 10 0 10-20 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Bnik 0 2.2 I5 0 21-40 Beik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Beik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Bnik 0 6.6 0 0 41-60 Bnik 0 2.2 15 0 21-40 Bnik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Bnik 0 2.2 I5 0 21-40 Bnik 0 6.6 0 0 41-60 Bnik 0 3.0 10 0 10.20 Bnik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 3.0 10 0 10-20 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik
Huts" Sawah Hutan Scmaliirciucnputan Tegalan HuWn Hutm Tegalan Lahan teibuka Lollan terbuka Semaliircrumputan Lahnn terbukv SemaWrerumputan ScmnWrerumpuWn Hutan SemaWrerumpulan SemnWrerumputan Szwuh Sawah
) Lahnn terbukv 1 Lahan teibuka l Semaklrerumputnn i SemaW~mmpufnn 1 Snwah 5 Sawah 5 Tegalan 7 Lahan teibuka 8 SemaWrerumputan 9 SemaWremmpuWn 0 ScmaWerumputnn 1 Hutan 2 SemnWr~rumputan 3 Tegalan 4 SemnWrerurnputan 5 SemaWrerumputan 6 ScmnWrerurnputan 7 Ilulon 8 ScmaWrerurnputnn 9 Hutnn !O HuWn 11 SemaWrerurnputan I2 Hutan !3 Tegalan
B AH-H 2000-2500 500-700 16-30 B AH-H 2000-2500 500-700 16-30 B AH-H 1500-1750 700-900 16-30
B AH-H 1500-1750 900-1250 16-30 CB AH 1500-1750 900-1250 0-3 B AH-H 2000-2500 300-500 &I6 B AH-H 2000-2500 300-500 >40 B AH-H 2000-2500 300-500 >40 B AH-H 2000-2500 500-700 >40 B AH-H 1500-1750 500-700 30-40 -
B AH-H 2000-2500 B AH-H 1500-1750 B AH-H 1500-1750
B AH-H 1500-1750 T AH-H 2000-2500 T AH-H 2000-2500
B AH-H 1500-1750 B H 1500-1750 - .. .... B AH 1500-1750 T AH-H 2000-2500 B AH-H 2000-2500 B AH-H 2000-2500 B H 1500-1750 B AH-H 1500-1750 B AH 1500-1750 T H 1500-1750 B H 1500-1750 B AH 1500-1750 B H 1500-1750 B . AH-H 1750-2000 B AH 1500-1750 B AH 1500-1750 B AH 1500-1750 B AH 1500-1750 B AH 1500-1750 B AH 1500-1750
<I0 (bray I) c l 0 (bray I) <I0 (bray I) c3 (Bray II) 12-22 (alsen) 12-22 (olren) <I0 (bray I) 12-22 (olsen) <lo (bray I) 4 0 (bray I) <I0 (bray I) <lo (bray I) <I0 (bray I) <I0 (bray 1) <lo (bray 1) 4 0 (bray I) 0 ( B ~ Y n) 4 (Bray n) <!O (bray I) >22 (olscn) >22 (olren) <I0 (bmy I) <I0 (bray I) 10.15 (bray I) <I0 (bray I) c3 (Bray 11) >22 (olsen) 4 0 (bray 0 <lo (bray11 10-15 (bray I) <I0 (bay 1) 0 (Bray 11)
16.25 (Bray I) 4 0 (bray 1) 4 ( B ~ Y 11) <I0 (bmy I) 4 0 (bray I) <3 (Bray 11) 0 (Bray 11) 6 ( B ~ Y n) a (Bray 11) 4 (Bray n ) 0 WY n)
21-40 Baik 21-40 Baik 2140 Baik 41-60 Baik >60 Bnik >60 Baik
2140 Baik >60 Baik
21-40 Baik 21-40 Baik 21-40 Baik 21-40 Bnik 2140 Bnik 21-40 Bait 21-40 Baik 21-40 Baik 21-40 Bdk 21-40 Baik 21-40 Baik 260 Baik >60 Bnik c10 Bnik
21.40 Bnik >60 Baik <I0 Baik
41-60 Baik >60 Baik
2140 Bnik 21-40 Baik >60 Baik
2140 Bsik 41-60 Bnik >60 Baik 10-20 Baik 41-60 Baik 10-20 Baik 21-40 Boik 41-60 Boik 41-60 Baik 41-60 Bnik 41-60 Baik 41-60 Baik 41-60 Baik
Tcsalan Ssmaklrrrlrmputvn SemaWrcrumpaan SemaWrerumpulan ScmaWrerumputon Semol;/rerumputnn SemaWre~mpulan SemnW~erumputan SemaWrerumpulan SemaWremmputan Hutan SemaWrerumputnn Tegalan Hutan Tcgalan Tegalan
I SemsWremrnpuIan Tegalnn
: Hula" ; Tegalsn I Hutan i SemaWrerurnputan i Tcgolnn I Tegalan 1 Sc~nnWreru~npulon ) ScmnWrerumputan I Hutan I SemnWremmputan 2 Tegnlan 3 Hutan 1 Tegalan 5 Hulnn 6 SemnWierurnputan 7 Kebun cnmpur 8 Hutan 9 Hutan 0 Hulan I Kchun campur 2 ll"1"" 3 Hutan 4 Hutan 15 ScmaWremmputan 16 Tegalan
H 1750.2000 1750-2250 8-16 >I50 5.6-6.0 AH 1500-1750 700-900 8-16 101-150 4.6-5.0 AH 1500.1750 700-900 8-16 101-150 4.6-5.0
AH-H 1750-2000 1250-1750 8-16 51-75 5.6-6.0 AH 1500-1750 500-700 8-16 101-150 4.6-5.0 AH 1750-2000 900-1250 8-16 101-150 4.6-5.0 AH 1500-1750 500-700 8-16 76-100 6.1-6.5 AH 1750-2000 900-1250 8-16 101-150 4.6-5.0 AH 1500-1750 1250-1750 16-30 101-150 4.6-5.0 AH 1500.1750 500.700 1630 101-150 4.6-5.0 AH 1500-1750 500-700 16-30 76-100 6.1-6.5 AH 1500-1750 500-700 16-30 76-100 6.1-6.5 AH 1500.1750 500-700 16-30 101-150 4.6-5.0 AH 1500.1750 500-700 16-30 76-100 6.1-6.5 AH 1500-1750 700-900 16-30 101-150 4.6-5.0 AH ISMI-I750 700-900 16-30 101-150 4.6-5.0 AH 1500.1750 700-900 16-30 101-150 4.6-5.0 H 1500-1750 700-900 16-30 76-100 5.1-5.5
AH 1500.1750 700-900 16-30 101-150 4.6-5.0 AH 1500-1750 900-1250 16-30 101-150 4.6-5.0 AH 1750.2000 900-1250 16-30 101-150 4.6-5.0 H 1750-2000 1250-1750 16-30 >I50 5.6-6.0
A S H 1750.2000 1250-1750 16-30 51-75 5.6-6.0 AH 1750.2000 900-1250 16-30 101-150 4.6-5.0 AH 1750-2000 1750-2250 16-30 101-150 4.6-5.0 H 1750.2000 1750-2250 16-30 >I50 5.6-6.0
A H 8 1750.2000 1750-2250 16-30 51-75 5.6-6.0 AH-li 1750-2000 1250-1750 16-30 51-75 5.6-6.0
11 1500-1750 500-700 16-30 76-100 3.54.5 H 1500.1750 300-500 16-30 76-100 3.5-4.5 H 1500-1750 700-900 16-30 76-100 3.54.5
AH 1750.2000 900-1250 16-30 101-150 4.6-5.0 AH 1750.2000 700-900 3-8 101-150 4.6-5.0
12-22 (ohen) 12-22 (olren) <I0 (bmy I) <lo (bray I) 4 0 @ray I) 4 (Bray 11) 4 0 (bray I) 4 (Bray 11) 0 (Bray IJ) 4 (Bray II) '3 @ray 10 a (Bray 11) <3 (Bray II) <I0 @ray J) 4 11) a n) 1232 (olsen) 12-22 (olsen) 4 11) a @ray 11) 12-22 (alsen) 12-22 (olrsn) a ( B ~ Y n) 12-22 (olren) <3 (Bray 11) <3 ( B ~ Y n) a ( B ~ Y 11)
16.25 @my $1 <3 (Bray II) <3 (Bray a ( B ~ Y n) 4 @ray n) <I0 @ray I) 4 n) 4 @my <3 @ray n) <I0 (bray I) <IO(hmy 1) c l0 (bmy I) <I0 (bray I) 4 0 (bray I) 12-22 (alsen) 12-22 (olsen)
>1.0 0,QO solrfiee 0.1-0.2 0 . QO 8011fiee 0.1-0.2 >80 solrfree 0.1-0.2 >80 soRfree 0.1-0.2 >SO solrjree 0.6-1.0 41-60 salr f k 0.1-0.2 >80 sokfiee 0.6-1.0 41-60 soltjrer 0.6-1.0 41.60 do11 f ~ a e 0.6-1.0 41-60 solrfiee 0.1-0.2 2040 sol! free 0.6-1.0 41-60 sohfice 0.6-1.0 41-60 soltfree <O.l 0 , QO solrfree
0.6-1.0 41-60 mlffier 0.6-1.0 41-60 sol! free >I.O o , d o S O I I ~ ~ ~ ~
0.1-0.2 0 .QO solrfree 0.6-1.0 41-60 rallfiee 0.6-1.0 41-60 aolt/ree >1.0 0 , QO sallfrre >1.0 0,QO solrfree
0.6-1.0 41-60 salt free 0 0 . QO soh/ree
0.6-1.0 41-60 sollfia 0.6-1.0 41-60 salffree 0.6-1.0 41-60 mlr free 0.6-1.0 0,QO sal lf ie 0.6-1.0 41-60 sollfree 0.6-1.0 41-60 sollfree 0.6-1.0 41-60 soh free 0.16.2 20-40 sollfree 4 . 1 o , a o 8olrfree
0.6-1.0 41-60 sollfrer 0.6-1.0 41-60 aollfree 0.16.2 2040 solrfies co.1 0 . a 0 3a1tfiec <0.1 0 . 4 0 .saNfiec
0.1-0.2 >80 roll/rec 0.14.2 >80 solljrce 0.1-0.2 >SO solrfiee 0.1-0.2 0 , QO sol lf ie 0.1-0.2 0 , QO soh free
0 4.0 0 0 >60 Boik 0 11.4 0 0 41-60 Baik 0 3.0 10 0 10-20 Baik 0 3.0 10 0 10-20 Baik 0 3.0 10 0 10-20 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 3.0 10 0 10-20 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Bnik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 7.2 0 0 10-20 Bark 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 2.2 15 0 21-40 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 4.0 0 0 >60 Baik 0 11.4 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 4.0 0 0 >60 Baik 0 4.0 0 0 >60 Bsik 0 6.6 0 0 41-60 Bnik 0 4.0 0 0 >60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Bnik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 2.7 0 0 >60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 7.2 0 0 10-20 Baik 0 2.2 15 0 2140 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 6.6 0 0 41-60 Baik 0 7.2 0 0 10.20 Beik 0 2.2 I5 0 21-40 Baik 0 2.2 I5 0 21-40 Bnik 0 3.0 10 0 10-20 Bnik 0 3.0 10 0 10-20 Baik 0 3.0 10 0 10.20 Baik 0 11.4 0 0 41-60 Baik 0 11.4 0 0 41-60 Baik
1 Tegalsn I SemsWremputan > Tegalon I Tcgvlan I Tealan 2 Tegalun 3 Tegalan 1 Sawah I SemaWrcmmputan 6 Sawah 7 Tegalnn 8 Sawnh 9 Tcgalan 0 Hutan 1 SemaWrerumputan 2 Sawah 3 Tcglan 4 Tegvlan 5 SemaWremmputan 6 Scmakirerumputan 7 Tegalrn 8 SernaWrerumputan .9 'Tcgalan 10 Snwah I 1 ScmsWrerumputsn 12 Tcgalon 13 SemnWrcrumputan 84 Snwah 85 Tegalan )6 Tegalan >7 Sawsh >8 Tegalan 19 SemnWrcmmputan 30 SemaWrerumputan 31 Hutar~ 02 Hutan 03 Hutan 04 Kebun cnmpur 05 Hutan 06 Hutan 07 Kehun campur 08 Kehun campur 09 Tqnlan
12-22 (olren) 12-22 (olsen) 12-22 (olsen) U (Bray 11) <3 (Bray 11) 12-22 (alrcn) 4 0 (bray I) <lo (bray 1) 4 (Bray 11) 4 ( B ~ Y 10 0 (Bray U) u (Bray D) a pray 11) <3 @my 11) 12-22 (o~sc") <(Bray n) a ( B ~ Y m 12-22 (olren) 4 @ray u) 12-22 (olren) a ( B ~ Y U) <3 (Bmy It) <3 (timy 11) 12-22 (olsen) <I0 (bray I) <I0 (bray I) a (Bray 11) a ( B ~ Y n) -3 (Bray 10 a (Bray n) 4 0 (hmy 1) 12-22 (olsen) 12-22 (olren) a (Bray U) 10-15 (brayl) 8-20 (Bray 11) 10-15 (bray I) 12-22 (alrcn) <3 (Bray U) <3 ( B ~ Y n) 12-22 (olsen) 10-15 (bray 1) <I0 (bray I)
0.1-0.2 0 . 4 0 soltfme 0.1-0.2 0 , Q0 sol!free O.ld.2 0 .QO sal tf ie 0.6-1.0 41-60 sol! free 0.6-1.0 41-60 soltfiee >I.o 0 , a o sdtfiee
0.6-1.0 0 , Q0 soltjree 0.6-1.0 0 ,QO saRfroe 0.6-1.0 41-60 sol! free 0.6-1.0 41-60 soltfrer 0.6-1.0 41-60 salt@ 0.6-1.0 41-60 $ollfree 0.6.1.0 41-60 s~njrec 0.6-1.0 41-60 sol!jree >1.0 0 , QO solrfree
0.6-1.0 41-60 solffrae 0.6-1.0 41-60 salffree >1.0 0 , QO sallfiee
0.6-1.0 41-60 mlrfree >1.0 0 , a o soltfree
0.6-1.0 41-60 mI!free 0.6-1.0 41-60 ro1rfr.e 0.6-1.0 41-60 solljiee >1.0 0 ,QO solrfiee
0.6-1.0 0 . 0 0 saltfree 0.6-1.0 0 . 4 0 solrjrec 0.6-1.0 41-60 d4IIfrd~ 0.6-1.0 41-60 mIf/iee 0.6-1.0 41-60 sohfree 0.6-1.0 41-60 salrfiee 0.6-1.0 0 , QO sollfree 0.1-0.2 0 . 4 0 solrfree 0.1-0.2 0 ,QO sollfrre 0.6-1.0 41-60 saltfree 0.3-0.5 0 . 4 0 sol! free 0.1-0.2 2040 sal tf ie 0.3-0.5 0 ,QO sollfiea 0.6-1.0 0 . 4 0 solrfie 0.1-0.2 20-40 svRfree 0.1-0.2 2040 solrfree 0.6-1.0 0 .QO saI!free 0.3-0.5 0 , QO sohfree 0.6-1.0 0 . 4 0 aalffree
41-60 Baik 41-60 Bnik 41-60 Baik 41-60 Baik 41-60 Baik >60 Bnik >60 Baik >60 Baik
41-60 Baik 41-60 Baik 41-60 Baik 41-60 Bnik 41-60 Bnik 41-60 Baik >60 Baik
41-60 Bdk 41-60 Baik >60 Baik
41-60 Boik >60 Baik
41-60 Baik 41-60 Bnik 41-60 Bnik >60 Balk >60 Bnik >60 Baik
41-60 Baik 4140 Baik 41-60 Bnik 41-60 Baik >60 Bnik
41-60 Boik 41-60 Baik 41-60 Bnik 41-60 Bnik 2140 Baik 41-60 Baik >60 Baik 10-20 Baik 10-20 Baik >60 Baik
4140 Baik >60 Baik
.ampiran 3. lanjutan
Hulnn Hutan Hutan Tegalan Tegalen ScmvWrrrulnpulan
8 Hutan ' Hum" : Hutan I X.3 I Hutan
Kebun campur ! Tegllnn I Tegalvn I Tegalan i Hum" i Kebun campur I Hutnn I SemaWrerumputnn ? Hutan
X I I S a w h 2 Kebun esrnpur 3 Kebuncampur 1 Tcgnlan 5 Hutan 6 SemaWrerumputnn 7 Kebun campur 8 Hutnn 9 Tegalnn 0 S a w h 1 Tcgalan 2 Sawah 3 Kebun campur 4 Kebun campur 5 SemaWrcmmputan 6 Tegnlan 7 Hutnn 8 Tegnlan .9 Kebun campur ;O Kebun campur il Hutan i2 Hutsn
m T D T D T D T D T D
2500.3000 1750-2250 16-30 101-150 4.6-5.0 5-16 TD T D T D T D T D T D
2500.3000 1250-1750 16.30 101-150 3.54.5 5-16 1750-2000 1250-1750 0.3 76-100 3.54.5 2540 2000.2500 1250-1750 1630 101-150 4.6-5.0 5-16 2000.2500 l25O1I750 1630 101-150 4.6-5.0 5-16
5-11 (olren) 5-1 1 (olren) 5-1 1 (olsen) 5-1 l (olscn) 12-22 (alscn) 5-1 1 (alrcn) 4 ( B ~ Y 11)
( B ~ Y n) (Bray fI) TD
10-15 (bny 1) 10-15 (bmy I) 12-22 (olscn) <I0 (bny 1) 12-22 (olren) 8-20 (Bray 11) 10-15 (bmy I) 8-20 (Bray 11) <I0 (bray I) 10-15 (bray 1)
TD 8-20 (Bray ll) <I0 (bray I) 5-1 l (olrcn) 5-1 l (olren) 5-1 1 (olsen) 5-11 (olren) 5-11 (olscn) 5-11 (ahen) <I0 (bmyl) 12-22 (olren) 1232 (olsen) <I0 (bmy 1) 12-22 (olren) <I0 (brayn 12-22 (olsen) 12-22 (olren) 10-15 (bmy I) 10-15 (bray 1) 4 (Bray 11) 10-15 (bray I) 4 ( B ~ Y n) O (Bray 11)
0.1-0.2 0 , QO rallfiee 0.1-0.2 0 , 4 0 80/ l /h 0.1-0.2 0 . 4 0 solrfie 0.1-0.2 0 , QO salrfiee 0.6-1.0 0 . <20 .~olr/rec 0.1-0.2 0 . 0 0 solrjree 0.1-0.2 2040 sollfier 0.1-0.2 2040 solrfie 0.1-0.2 2040 soltfiee
T D T D T D 0.3-0.5 0 , QO solr/ree 0.34.5 0 . 0 0 solrfree 0.6-1.0 0 .QO solrjree 0.6-1.0 0 .QO $olffiee 0.1-0.2 0 , QO so1rjr.e 0.1-0.2 2040 sol! free 0.3-0.5 0 . 0 0 salrfiee 0.1-0.2 2040 soltfieo 0.6-1.0 0 , -30 soh free 0.3-0.5 0 , QO soltfiee
T D T D T D 0.1-0.2 2040 solrfioe 0.6-1.0 0 . 4 0 J O I I ~ I P P 0.1-0.2 0 . 4 0 salrfieo 0.1-0.2 0 , <20 solrjree 0.1-0.2 0 , QO soN/rae 0.1-0.2 0 ,QO so1r/ree 0.1-0.2 0 , QO soltjree 0.1-0.2 0 . 0 0 salrfrre 0.6-1.0 o , a o 0.6-1.0 0 . 4 0 sol1 froe 0.6-1.0 0 , QO mlr free 0.6-1.0 0 , QO sohfrce 0.6-1.0 0 , QO soltfiee 0.6-1.0 0 , QO sallfiee 0.6-1.0 0 , QO sahfree 0.1.0.2 0 , a 0 solrfree 0.3-0.5 0 , QO sohfice 0.3-0.5 0 , QO sohfiae 0.1-0.2 >80 soltfiee 0.3-0.5 0 , QO soltfree 0.1-0.2 >80 mlrfiee 0.1-0.2 2040 solrjree
>60 Bnik >60 Baik >60 Baik >60 Beik >60 Bnik >60 Beik 10-20 Bnik 10-20 Baik 10-20 Baik TD TD
41-60 Bnik 41-60 Baik >60 Baik %0 Baik
41-60 Bnik 2140 Boik 41-60 Baik 2140 Baik >60 Baik
41-60 Baik TD TD
2140 Bnik >60 Bnik >60 Beik >60 Bnik >60 Baik >60 Baik >60 Baik %0 Baik >60 Baik >60 Beik >60 Beik >60 Boik >60 Baik >60 Baik >60 Baik
41-60 Baik 41-60 Baik 41-60 Baik 2140 Baik 41-60 Baik 21-40 Baik 10-20 Baik
Tegalan Tegalan Hutan Hulan Hutan Hulan Tegalan Awan Awan Awan Awn Sawah llulun Hutnn Huton Tegalnn Tegalnn
8 'I'eg8lnn I Tegalon
Tegalan 1 Tcgalan l Tegalan i regalan i Huton i H u m I Hutan 1 Tcgalan 2 A\an ) Tegnlan I Tegalan ? Sawah 3 Sawall 1 Tegalan 5 A\W" 6 Atvan 7 Awan 8 Tcgalan 9 Tcgalnn 0 Awan I Hutan 2 Awan 3 Hutan 4 Hutan
AH-H AH AH S
AH AH H
AH AK AK AK AK AH AH S
AK H
AK AH AH AK AK S H AH AK AH AH
AH-H AK S S
AH S AH S S S S S S H AH
<I0 (bray I) 12-22 (olsen) a wr&y 11) c l 0 (bray I) <lo (bray I) c l0 (brayl) <I0 (bray I) 12-22 (olrcn) 10-15 (bray I) <I0 (bray I) 4 0 (bray I) 10-1s (bray I) c l 0 (bray I) 12-22 (ofsen) <I0 (bray I) 10-15 (bray I) <10(bray I) <I0 (bray I) 12-22 (olsen) <lo (bray I) <I0 (bray I) <I0 (bray I) <LO (brayl) <I0 (bray 1) a (Bray 11) <I0 (bray I) <I0 (bray I) 12-22 (olren) <lo (bray I) <lo (brayo 12-22 (olsen) <I0 (bray I) 12-22 (olren) >35 (bray 1) 12-22 (olrcn) 12-22 (olrcn) >35 (bray I) 12-22 (olsen) 12-22 (alsen) 12-22 (olrcn) 535 (bray I) <I0 (bray I)
10.15 (bray 1)
0.36.5 61-80 solrjree 0.1-0.2 0 . 4 0 sol! free 0.6-1.0 41-60 roh free 0.1-0.2 20-40 aolrfroe 0.1-0.2 >80 solljee 0.1-0.2 >80 solrfree 0.1-0.2 >80 soltfree 0.1-0.2 0 . QO saltfree 0.3-0.5 0 , QO sol! free 0.1-0.2 >80 sol!Jiee 0.1-0.2 >80 sohfree 0.3-0.5 0 . 4 0 mlrjrce 0.1-0.2 >80 solljree 0.1-0.2 0 , c20 sa/rfiee 0.6-1.0 2040 $al!free 0.3-0.5 0 ,Q0 soltfree 0.1-0.2 >80 rol!free 0.3.0.5 61-80 rolrfree 0.1.0.2 0 ,QO aohjree 0.1-0.2 >80 sohfree 0.1-0.2 >80 sollfree 0.1-0.2 >80 solrfree 0.6-1.0 2040 sal!jee 0.1-0.2 >80 sol! free 0.6-1.0 41-60 sohjree 0.1-0.2 >80 sol!free 0.1-0.2 >80 sal t f ie 0.1-0.2 0 , QO so/r/ree 0.3-0.5 61-80 saltfree 0.1-0.2 >80 solrfree 0.6-1.0 0 , QO sol! free 0.6-1.0 0 ,QO sah jee 0.1-0.2 0 , QO soltfree >1.0 0 , QO sollfree
0.1-0.2 0,QO soltjne 0.16.2 0 ,QO sohjrEa >1.0 0 ,QO soh jec
0.1-0.2 0 . QO sohfree 0.1-0.2 0 , QO solrfie 0.6-1.0 0 , QO solrfree >1.0 0 . QO sol! free
0.3-0.5 2040 sollfree 0.3-0.5 0 , QO sahfree
10-20 Baik 41-60 Baik 41-60 Baik 2140 Bnik >60 Baik >60 Baik
21-40 Baik 41-60 Baik 41-60 Baik 2-60 Baik FO 87.03 5 E2 678h - . ~ ~ ~ -- .... 10-20 Bnik FO 87.03 5 E2 67.86 41-60 Baik FO 87.03 5 E2 67.86 >60 Bnik FO 87.03 5 €2 67.86
41-60 Baik FO 87.03 5 EZ 67.86 >60 Baik FO 87.03 5 €2 67.86
41-60 Baik FO 87.03 5 E2 67.86 21-40 Baik FO 87.03 5 E2 67.86 >60 Bnik FO 87.03 5 E2 67.86
41-60 Baik FO 87.03 5 E2 67.86 >60 Baik FO 87.03 5 E2 6786 ~~~~- ~ -- ~ .-- >60 Baik FO 87.03 5 E2 67.86 10-20 Bnik FO 87.03 5 E2 67.86 >60 Baik FO 87.03 5 E2 67.86
21-40 Baik FO 87.03 5 E2 67.86 41-60 Baik FO 8703 ~ .~~ 10-20 Beik FO 87.03 >60 Baik FO 87.03
41-60 Baik FO 87.03 10-20 Bnik FO 87.03 10-20 Baik FO 87.03 >60 Baik FO 88.59 >60 Baik FO 88.59
41-60 Bnik FO 87.03 >60 Baik FO 87.03
41-60 Baik FO 87.03 41-60 Balk Tdkdiket 87.03 >60 Baik FO 87.03
41-60 Bnik Tdkdiket 87.03 41-60 Baik Tdkdiket 87.03 >60 Baik FO 88.59 >60 Baik FO 87.03 >60 Baik FO 88.59
41-60 Baik FO 88.59
Hutan B AH 2500-3000 1250-1750 >40 101-150 4.6-5.0 5-16 10-15 (bny I) 41-60 %!$vdl> 13 All 2500-3000 1250-1750 8-16 101-150 4.6-5.0 5-16 lo-tS(brny1) 41-60 Hutan B AH 2500-3000 1250.1750 8-16 101-150 4.6-5.0 5-16 10-15(bmyl) 41-60 Awnn B S 2000.2500 1250-1750 0-3 76.100 3.54.5 <5 12-22(alsen) 2140 Sdwill, 13 All 2000.2500 1250.1750 16.30 101-150 4.6-5.0 5-16 10-15 (bmy I) 41-60 Kcbun cumpur B AH 2000-2500 1250-1750 16-30 101-150 4.6-5.0 5-16 10-lS(bny1) 41-60 Hutan B AH 2000.2500 1250-1750 16-30 101-150 4.6-5.0 5-16 10-15 (bray I) 41-60 Tegrlan B AH 2000.2500 1250.1750 16-30 101-150 4.6-5.0 5-16 10-lS(bray I) 4160 Tegaian B K 2000-2500 1250-1750 16-30 101-150 5.1-5.5 5-16 5-11 (olsen) %0 Hutnn B AH 30004000 900-1250 16-30 101-150 4.6-5.0 5-16 10-15(brayl) 41-60 Hutan B H 30004000 900-1250 16-30 51-75 5.6-6.0 5-16 <IO(broy 1) >60 Hutan B H 30004000 1750-2250 16-30 51-75 5.6-6.0 5-16 clO(bmy 1) >60 llutnn B H 30004000 1250-I750 16-30 51-75 5.6-6.0 5-16 ilO(bmy 1) >60 Hutan B AH 30004000 1250-1750 16-30 101-150 4.6-5.0 5-16 10.15 (bmyl) 41-60 Tegalan B S 1750-2000 1250-1750 3-8 101-150 4.6-5.0 2540 12-22(olsen) 10-20 Sawah B AH 2000-2500 1250-1750 3-8 101-150 4.6-5.0 5-16 10-15(broyl) 41-60 Tegalan B S 2000-2500 1250-1750 3-8 76.100 3.54.5 <5 12-22(olren) 2140 'Tcgalm CB AH 2000-2500 1250-1750 3-8 101-150 4.6-5.0 2540 12-22(olsen) 10-20 Teplan B AH 2500.3000 1250-1750 3-8 101-150 4.6-5.0 5-16 10.15 (bnyl) 41-60 Hutan B AH 2500-3000 1250-1750 3-8 101-150 4.6-5.0 5-16 10-15 (bray I) 41-60 Lahan terbuka B AH-H 2000.2500 300-500 3-8 51-75 5.6-6.0 5-16 clO(bray1) 41-60 Kebun eampui B AH 2000-2500 900.1250 8-16 101-150 4.6-5.0 >40 <3 (Brayll) >60 Kebun campur B S 1500-1750 700.900 8-16 101-150 3.545 5-16 <lO!bmyl) 10-20
; SemnWrclumputan B AH 1500-1750 700-900 3040 101-150 4.6-5.0 >40 U(Brayl1) >60 I Tegalan B K 2000-2500 1250.1750 3-8 101-150 4.6-5.0 5-16 5-11 (olren) S O I Hutan C AH 2500-3000 1750-2250 16-30 101-150 3.54.5 5-16 clO(bmy1) 21-40
SemaMremrnpaan B AH 2500-3000 1250-1750 3-8 101-150 4.6-5.0 5-16 10-15(brayl) 41-60 ! Hutan B S 2500-3000 0250-1750 8-16 76.100 3.54.5 <5 12-22(olren) 21-40 ) Tegalan T AH 2000-2500 100-300 0-3 101-150 5.1-5.5 <5 O(Brayl1) 10-20 I SemaWrerumpulan B AH 2004-2500 900-1250 8-16 101-150 4.6-5.0 >40 c3 (Brayll) 41-60 i s ema~remmput~n B AH 1500-1750 700-900 0-3 101-150 4.6-5.0 >40 <3 (BmyI1) >60 i Tegalan B AH 1750-2000 700-900 16-30 101-150 4.6-5.0 >40 O(BmyI1) >60 I SemaWremmputnn B AH 1500-1750 700-900 16-30 101-150 4.6-5.0 >40 O(Bmyl1) >60 1 SemaMremmputsn B H 1500-1750 100-300 0.3 101-150 4.6-5.0 5-16 <IO(bmyI) 4 0 2 Kebun campur B AH-H 2000-2500 500-700 16-30 51-75 5.66.0 5-16 <lO(bnyl) 41-60 1 ScmoWremmputnn T H 1500-1750 500-700 8-16 76-100 5.1-5.5 5-16 16-25 (Brayl) 4160
~bcr: PeraSaruon Loliart don Tmalz. Lorrbor 0618 don 0619. Puslirmnoh (1990) m: Bsik, C = Cepat.TaTerharnbat, CB = Cukup baik,AT = Agak terhnmbat SL = Satuan Lahvn Halu$, AH = Agak hnlus. S = Sedang, AK =A& kwar. K- Kssnrkuarsa TD = Tidak dinilai
0.3-0.5 0 . 4 0 sallfiee 0 6.2 0.3-0.5 0 . <20 .sc!ll/rer. 0 6.2 0.3-0.5 0 , QO solljree 0 6.2 0.6-1.0 0 , QO .solr/rcc 0 4.0 0.3-0.5 0 , <20 .~~11rli.c 0 6.2 0.3-0.5 0 . <20 .s~ll,frer. 0 6.2 0.3-0.5 0 . 0 0 solljrea 0 6.2 0.3-0.5 0 , QO .soltfree 0 6.2 0.1-0.2 0 , QO solrfrec 0 3.3 0.36.5 0 , <20 sol~jrec 0 6.2 0.3-0.5 20-40 sallfree 0 8.8 0.3-0.5 2040 .soll/ree 0 8.8 0.3-0.5 2040 soll/ree 0 8.8 0.3-0.5 0 , QO .val!jree 0 6.2 0.1-0.2 0,QO sohfrm 0 11.4 0.3-0.5 0 , QO solljree 0 6.2 0.6-1.0 0 , QO salr/iee 0 4.0 0.1-0.2 0 ,<20 ralrfree 0 11.4 0.3-0,s o , a o . ~ l t / r ~ o 6.2 0.3-0.5 0 , QO sollfree 0 6.2 <o.l o . a o mltfree o 2.2
0.6-1.0 41-60 solljrer 0 6.6 0.1-0.2 61-80 s~ltJ?ea 0 4.0 0.6-1.0 41-60 solrjree 0 6.6 0.1-0.2 0,QO solljree 0 3.3 0.16.2 2040 ml1 free 0 4.8 0.3-0.5 0 , QO sollfree 0 6.2 0.6-1.0 0,QO $allfree 0 4.0 0.1-0.2 2040 sollfree 0 3.7 0.6-1.0 41-60 sohfree 0 6.6 0.6-1.0 41-60 solljrce 0 6.6 0.6-1.0 41-60 solljree 0 6.6 0.6-1.0 41-60 ml!/ree 0 6.6 <0.1 >80 sollfie 0 3.0 <0.1 0 ,QO salljree 0 2.2
0.6-1.0 0 . 4 0 soltlree 0 2.7
THI = Tamperalure Htmridily I n d a
41-60 Bsik FO 88.59 41-60 Unik 1'0 88.59 41-60 Bnik FO 88.59 >60 Baik FO 88.59
41-60 Bilik 1'0 88.59 41-60 Baik FO 88.59 41-60 Baik FO 88.59 41-60 Baik FO 88.59 >60 Baik FO 88.59
41-60 Buik FO 88.59 >60 Baik FO 88.59 s60 Bnik FO 88.59 >60 Bnik FO 88.59
4160 Baik FO 88.59 41-60 Baik Tdkdikct 87.03 41-60 Bnik FO 88.59 >60 Baik FO 88.59
41-60 Bnik FO 88.59 41-60 Bnik PO 88.59 41-60 Baik FO 88.59 2140 Baik PO 87.03 41-60 Baik FO 88.59 >60 Baik Tdkdiket 87.03
41-60 Baik FO 87.03 >60 Baik FO 88.59
2140 B ~ i k FO 88.59 41-60 Bsik FO 88.59 >60 Baik FO 88.59
2140 Baik FO 87.03 41-60 Baik FO 87.03 41-60 Baik FO 87.03 41-60 Baik FO 87.03 41-60 Bnik FO 87.03 c10 Baik FO 87.03
21-40 Beik FO 87.03 >60 Beik FO 87.03
~rnpiran 4. Analisis kirnia tanah beberapa kecamatan di Kabupaten Karo
pH C N P Eks NH40Ac I N pH7 KTK Eks KC1 1M Tekstur 3 fraksi (%) Eks Hcl 0.1N No. KecIDesa HZ0 org Total Bray (me11 OOgr) me/ (rne1100gr) Hydrometer ( P P ~ )
(%) (%) ppm Ca Mg Na K 100gr Al H+ Pasir Debu Liat Cu Zn Mn Fe
BERASTAGI 1 Gundalina 2 Korpri 3 Sp. Korpri
KABANJAHE 1 Raya 2 Kabanjahe
I TIGAPANAH 1 Melas 2 Tigapanah 3 Bunuraya
I MEREK 1 Merek 2 Aek Hotang 3 Partibilarna
' BARUSJAHE 1 Tigajumpa 2 Paribun
!I SIMPANG EMPAT 1 Lingga 4,68 2,75 0,28 1,38 6,52 1.84 0,30 0,94 27 1,0 1,4 64,3 26,4 9,3 5,l 17 38 84 2 Lingga Julu 5.37 3,15 0,26 483 9.50 1,58 0,26 0,85 29 0,6 0,6 59,7 30,9 9,4 3,O 14 45 77
III TIGABINANGA 1 Tiganderket 5.46 3,74 0,18 1.58 3.50 0,91 0,13 0,44 23 0,2 0,2 80,9 18,3 0,8 5,8 17 31 138
1111 PAYUNG 1 Payung 5.50 4,06 0.18 7.37 571 7.45 0,77 0,91 27 0,2 0,2 67,6 27,2 5,2 6,8 28 22 103
X MARDlNGDiNG 1 Mardingding 4,90 4,42 0.28 3,79 3,81 0,71 0.20 0,70 24 0,4 0,4 76.3 14,O 9,7 0,1 7 31 77
Rata-rata $20 3.84 0,23 3,86 5.49 1,25 0,20 0.69 25.33 0.51 0,59 71.37 21,17 7,45 3,43 17,47 38,87 93,20 m r : Kebun Percobaan Tanaman Buah (KPJB) Berastagi, Balitbang Pertanian Deptan, 2005
Lampiran 5. Kesesuaian lallan untuk lingkungan ekologis sapi polong di Kabupaten Karo
SL Sistem Pemeliharaan
Land-use Luas (Ha) Gembala Kandang
1 Hutan 465,19 TD TD 2 Hutan 64,30 TD TD 3 Hutan 364,88 TD TD 4 Hutan 676,66 TD TD 5 Hutan 626,68 TD TD 6 Hutan 295,65 TD TD 7 Hutan 228,16 TD TD 8 Hutan 356,ll TD TD 9 SemaWrerumpi~tan 353,35 S S 10 Sawah 51,08 S S 11 SemaWrerumputan 234,96 S S 12 SemaWrerumputan 400,66 S S 13 Sawah 247,78 S S
14 Tegalan 436,57 Ns N s m
15 Tegalan 51,69 Ns N~RTH.~NI 16 Hutan 146,03 TD TD 17 Hutan 1.983,51 TD TD
18 Hutan 557,02 TD TD 19 SemaWte~mputan 820,95 S S 20 SemaWrerumputan 276,63 S S 21 Sawah 153,40 S S
22 Hutan 55,71 TD TD 23 Kebun campur 52,45 S N m
24 Tegalan 63,44 S S
25 Hutan 187,07 TD TD 26 Hutan 281,54 TD TD 27 SemaWrerumputan 813,Ol Ns S 28 SemaWrerumputan 164,41 S S
29 SemaWrerumputan 61,02 S S 30 Lahan terbuka 288,78 S S 31 SemaWrerumputan 126,53 S S 32 Hutan 54,84 TD TD 33 Hutan 1.445,85 TD TD
SL Land-use Sistem Pemeliharaan Luas (Ha) Gembala Kandang
34 Sawah 427,96 S S 35 Tegalan 52,09 S S 36 SemaWrerumputan 867,OZ S S 37 Tegalan 51,17 S S 38 SemaWrerumputan 4.238,87 S S 39 Tegalan 329,66 S S 40 Lahan terbuka 492,70 S S 41 SemaWrerumputan 2.689,33 S S 42 Sawah 427,08 S S 43 SemaWrerumputan 356,08 S S 44 Lahan terbuka 835,86 S S 45 Semakkerumputan 590,30 S S 46 Tegalan 302,04 S S
47 Sawah 934,36 S S
48 Sawah 5.217,85 S S 49 Sawah 80,87 S S 50 SemaWrerumputan 59,92 S N m 51 Hutan 64,55 TD TD 52 Hutan 531,84 TD TD 53 Hutan 651,91 TD TD 54 Hutan 803,78 TD TD
55 Tegalan 633,32 S Nm 56 Hutan 102,89 TD TD
57 Hutan 65,89 TD TD 58 SemaWrerumputan 624,65 S S 59 SemaWrerumputan 67,26 S S 60 Snwah 118,47 S S 61 SemaWrerumputan 502,34 S S
62 SemaWrerumputan 1.385,05 S S 63 Sawah 69,22 S S 64 Hutan 1.345,96 TD TD 65 Hutan 234,96 TD TD 66 Hutan 1.267,56 TD TD
SL Luas (Ha) Sistem Pemeliharaan Land-use
Gembala Kandang 67 Hutan 322,27 TD TD
Hutan Hutan Hutan Hutan SemaWremmputan Semaklrerumputan SemaWremmputan SemaWrerumputan Hutan Hutan Hutan Semaklrerumputan
SemaWremmputan
Hutan Sawah Hutan
Semaklremmputan Tegalan Hutan Hutan
Tegalan Lahan terbuka
Lahan terbuka Semaklrerurnputa~~ Lahan terbuka SemaWremmputan SemaWrerumputan
Hutan SemaWremmputan SemaWremmputan Sawah Sawah
Lahan terbuka Lahan terbuka SemaWrerumputan SemaWrerumputan Sawah Sawah Tegalan Lahan terbuka SemaWrerumputan SemaWrerumputan SemaWremmputan Hutan SemaWrerumputan
Tegalan
Semaklremmputan SemaWrerumputan SemaWrerumputan
Hutan Semak/rerumputan Hutan Hutan SemaWremmputan Hutan
Tegalan Tegalan SemaWremmputan Semakfremmputan SemaWrerumputan
Semaklrerumputan SemaWremmputan Semaklrerumputan SemaWrerumputan Semaklremmputan
Sistem Pemeliharaan Luas (Ha) Geabala Kandang
59,05 S S 1.457,60 S S
267,99 S S 70,41 S S 55.47 S S 86,50 S S
412,Ol S N m 137,13 Ns S 105,58 S S 288,35 S S 126,05 S S 71,09 TD TD 89,60 S S
50,85 S S
330,70 S S 306,33 S S 155,91 S S
300,87 TI) TD 995,87 S S
52,91 TD TD 131,25 TD TD
178,04 Ns N~BTHI 6663 TD TD
309,03 S S 977,94 S S 374,94 s N m 132,40 Ns S 5 1,37 Ns NTH,
842,18 Ns S 91,27 Ns S
200,lO Ns Nsmm 215,84 Ns N m 621,47 S N m
Lampiran 5. Lanjutan .....
SL Luas (Ha) Sistem Pemeliharaan Land-use
Gembala Kandang 133 SemaWrerumputan 571,98 S NTHI 134 Hutan 1.476,68 TD TD 135 SemaWremmputan 131,84 S S 136 Tegalan 1.139,87 S S 137 Hutan 294,45 TD TD 138 Tegalan 226,82 S S 139 Tegalan 397,46 S Nm, 140 SemaWrerumputan 80,32 S S 141 Tegalan 198,24 S NTHI 142 Hutan 364,78 TD TD 143 Tegalan 75,84 S S 144 Hutan 53,41 TD TD 145 SemaWrerumputan 74,91 S S
146 Tegalan 319,12 S S
147 Tegalan 34532 S S 148 SemaWrerumputan 125,69 S NTH] 149 SemaWrerumputan 750,06 S S
150 Hutan 600,61 TD TD 151 SemaWrerumputan 76,06 S S 152 Tegalan 1.238,30 S S 153 Hutan 991,97 TD TD
154 Tegalan 619,32 S Nrtn 155 Hntan 594,lO TD TD
156 SemaWrerumputan 758,99 Ns 157 Kebun campur 285,52 S NTIII 158 Hutan 129,02 TD ' T D 159 Hutan 776,07 TD TD 160 Hutan 107,68 TD TD
161 Kebun campur 67,58 Ns Nsm~i, 162 Hutan 76,39 TD TD 163 Hutan 180,18 TD TD
164 Hutan 61,69 TD TD 165 SemaWrerumputan 172,43 S Nnn
SL Land-use Luas (Ha) Sistem Pe~neliharaan Gembala Kandang
166 Tegalan 426,87 S N m Tegalan SemaWremmputan Tegalan Tegalan Tegalan Tegalan Tegalan Sawah Semaklrerumputan Sawah Tegalan Sawah
Tegalan
SemaWrerumputan Sawah
Tegalan Tegalan SemaWrerumputan SemaWrerumputan
Tegalan SemaWrerumputan
Tegalan Sawah Semakkerumputan Tegalan SemaWrerumputan
Sawah Tegalan Tegalan Sawah Tegalan
Lampiran 5. Lanjut an.....
SL Sistem Pemeliharaan
Land-use Luas ma) Gembda Kandang
199 SemMremmputan 1.745,99 S S
Kebun campur
Hutan
Hutan
Kcbun campur
Kebun campur
Tegalan
Hutan
Hutan
Hutan
Tegalan
Tegalan
ScmaUremmpotatl
Hutan
Hutan
Hutan
X.3
Hutan
Kebun campur
Tegalan
Tegalan
'l:cgalan
Hutan
Kebun campur
Hutan
Sem&remmputan
Hutan X . 1
Sawvali
SL Land-use Sistem Pemeliliaraan Luas ma) Gernbala Kandang
232 Kebun campur 296,04 Ns N*m,
Kcbun catnpur
Tegalan Hutan
SemaUremmputan
Kebun campur
Hutan
Tegalan
Sawah
Tegalan
Sawah
Kebun campur
Kebun campur
SemaWremmputan
Tegalan
Hutan
'regalan
Kebun campur
Kebun campur
Hutan
Hutan
Kebun campur
Hutan
Hutan
Hutan
Hat an
Hutan
Hutan
Kebun campur
Hutan
Tegalan Sawah
Sawah
Lampirons. Lanjutan .....
Sistern Perneliharaan - SL Land-use Luas (Ha) Gembala Kandan::
265 Kcbun campur 217.54 S Nnr,
266 Kebun campur
267 Kcbun campur 268 Hutan
269 Sawah
270 Sawah
271 Sawah
272 Kebun campur
273 Hutan
274 Hutan
275 Semaklremmputan
276 Kebun canlpur
277 Kebun campur
278 Sawah
279 Sawah
280 Kebun campur
281 Semaklremmputan
282 Sawah
283 Kebun campur
284 Sawah
285 Semaklremmputan
286 Semaklremmputan
287 Kebun campur
288 SemaWremmputan
289 Hutan
290 Kcbun calnpur
291 Kcburl camper
292 Semaklremmputan
293 Kebun campur
294 SemaWremmputan
295 Kebun campur 296 Hutan
297 Kebun campur
- - $1. Land-use Sistem Pemeliharaan
Luas Gembala Kandang 298 llntan 228,92 'TD TD
SemaWremmputml
Semaklremmputan Kebun carnpur
Kebun campur
SemaWrerumputan
Kebun campur
Semaklremmputan
Kebun campur
Kebun campur
Hutan
Hutan
Hutan
Hutan
Ilutan
Kebun campur
Hutan
Hutan
Sawah
Semaklremmputan
SemaWremmputan
SemaWremmputan
SemaWremmputan
Kebun campur
Kcbun campur
ScmaWrcmmpetan
Kebun campur
SemaWrerumputan
Kebun campur
Sawah
Semaklremmputan Kebun campur
Sawah
Sistem Pemeliharaan SI. Land use Luas (Ha) Gembala Kandang
-
33 1 Kebun campur
332 Sawah
333 SemaWrerumpulan 334 Hutan
335 Kebun campur
336 l lulan
337 Kebun campur
338 Hutan
339 Sawah
340 Tegalan
341 Sawah
342 iAwan 343 Hutan
344 Hutan
345 Awan
346 Tegalan
347 Tegalan
348 SemaWrerumputan
349 Sawah
350 Awan
351 Awmi
352 Tegalan
353 Sawah
354 Sawah
355 SemaWremmputan
356 ScmaWrerunlputan
357 Tegalan
358 Hutan
359 X 1
360 Sarvall
361 Sawah 362 Pemukiman
363 Pemukiman
Sistem Pemeliharaan Land use Luas (Ha) Gembala Kandang
A~van 524,35 Ns N * ~ I
Awan 1
Hutan Hutan
A~van
Awan
Hulan
Hutan
Sawah
Hutan
Hutan
SemaWrcrumputan
Awan
Tegalan
Tegalan
Tegalan
X. 1
Awan
Tegalan
Tegalan
Hutall
Hutan
Hutan
Hutan
Tegalan
Awan
Awan
Awan
Awan
sa\va11
Hutan Hutan
Hutan
Lampiran 5. Lanjutan.. ...
SL Sistem Pemeliharaan
Land-use Luas (Ha) Gembala Kandang
397 Tezalan 52,32 Ns Ns&m 398 ~ega lan 70,93 Ns NSBTHI 399 Tegalan 423,56 Ns Nsem 400 Tegalan 1.494,91 Ns N s m 401 Tegalan 603,20 Ns Ns, 402 Tegalan 423,60 Ns N ~ & ~ ~ 403 Tegalan 45 1,43 Ns N , ~ I I I 404 Teealan 616.16 Ns Na.-
407 Hutan 1.086,77 TD TD 408 Tegalan 59,42 Ns %m 409 Awan 115,67 Ns Ns, 410 Tegalan 394,72 Ns Nsam 41 1 Tegalan 286,03 Ns N~BTHI 412 Sawah 639,94 Ns N s & ~ 413 Sawah 414 Tegalan 415 Awan 416 Awan 417 Awan 418 Tegalan 419 Tegalan 420 Awan 421 Hutan 422 Awan 423 Hutan 424 Hutan 425 Hutan 426 Sawah 427 Hutan
SL Land-use Luas (Ha) Sistem Pemeliharaan Gembala Kandang
430 Kebun campur 234,20 Ns Nemm 431 Hutan 432 Tegalan 433 Tegalan 434 Hutan 435 Hutan 436 Hutan 437 Hutan
Hutan 56,86 Tegalan 953,47 Sawah 197,12 Awan 118,12 Tegalan 77,12 Tegalan 76,lO Huhn 52,25 Lahan terbuka 171,25 Kebun campur Kebun campur SemaWrerumputan Tegalan Hutan SemaWrerumpntan Hutan Tegalan Semakherumputan SemaMrerumputan Tegalan SemaWrerumputan SemaMrerumputan Kebun campur SemaWrerumputan - .
I 428 Awan 572;20 Ns Nsam 429 Sawah 67,34 Ns N ~ ~ T H I Grand Total 21 8.700,70 -
Keterangan: S = Sesuai s = Faktor penghambat terrain (kelerengan dan atau elevasi) N = Tidak sesuai THI = Faktor penghambat Ternpeuatzo.e Hirmidity Index
Lampiran '. Kriteria Kesesuaian Lahan Beberapa Tanaman Sumber Hijauan Makanan Temak
6.a. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Padi Sawah (Olyza saliva)
Kualitasl Karakteristik Kelas Kesesuaian Lahan
Lahan S 1 S2 S3 N Temoeratur: ( t c ) - Rata-rata tahunan ( " c ) 24-29 229-32 >32-35 >35
22-124 18-Q2 4 8 Ketersediaan Air ( w a ) - Bulan Kering (<100mm) < 3 3-<Y 9-9,5 >9,5
- Curah hujadtahun (mm) 2 1500 1200-1500 800-<I200 <SO0
Media Perakaran ( TC
- Drainase Terhambat Terhambat Sedan& haik Cepat, kasar, sangat sanzat cepat,
- Tekstur Halus, agak halus, scdang, agak kasar
kasar
- Kedalaman efektif (cm) 250 40-50 25-40 0 5
Gambut - Ketebalan (cm) <lo0 100-150 2150
- Kematangan
Retensi hara - KTK
- pH
- C-organik Toksisitas - Alkalinitas/ESP Hara Tersedia - N Total
- p205 - K,O
- Saprik Hemik Hemik-saprik, fibrik
Bahava erosi ( eh )
- Lereng (%) 3-8 28-15 215
Bahava baniir ( b ) - Genangan FO-1 F2 F3 >F4
Penviaoan lahan ( IP ) - Batuan permukaan ( % ) <3 3-15 215.40 240
- Singkapan batuan (%) <2 2-10 210-25 >25
Sumber: LREP 11 (1994)
Keterangan: Saprik+, hemik+, fibrik+ = Saprik, hemik, fibrik dengan sisipan bahan mineml/pengkayaan
6.b. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Padi Gogo (Oiyza sativa)
KualltasIKarakterist Kelas Kesesuaian Lahan Lahan S1 S2 S3 N
Temperatur: ( tc ) - Rata-rata tahunan ( OC ) 20-27 >27-30 >30-35 >3 5
- 18-40 16-4 8 116 Ketersediaan Air ( w a ) - Bulan Kering (<100rnm) < 5-8 >8-8,5 >8,5-9 >9 - Curah hujanltahun (mm) > 1500 1000-1500 750-<lo00 <750 Media Perakaran ( r c ) - Drainase Baik, sedang Terhamhat, agak Sangat terhambat, Cepat
terhamhat agak cepat -Tekstur SCL, Sil, Si, SL, L, SC, C LS, Sic, StrC Kerikil, pasir
CI, SiCL kerikil - Kedalaman (cm) >60 40-60 20-<40 R O
- Ketebalan (cm) a 0 0 100-150 >I50 - Kematangan Saprik Hemik Hemik-saprik,
fibrik Retensi hara ( n r ) - KTK (cmolkg) 17-24 5 - 4 6 <5 .
- pH 25,O-6,0 >6,0-7,0 27,O-8,5 >8,5 - 4,s-5,0 4,O-<4,5
- C-organik ( % ) - - - - Toksisitas (XC)
- AlkalinitasfESP ( % ) - - - Hara Tersedia ( n ) -N Total ( % ) - >0,1 <O, 10 - - - Pzos (mg/100gr 24 1 10-40 4 0 - - K20 (mg/lOOgr 3 0 <I0 - Bahaya erosi ( e h ) - Lereng ( % ) <3 3-8 >8-15 >15 Bahava baniir ( b ) - Genangan FO-1 F2 F3 >F4 Penviapan lahan ( I P ) - Batuan permukaan ( % ) <3 3-15 >15-40 >40 - Singkapan batuan ( % ) R 2-10 >lo-25 225
Sumber: LREP I1 (1994) Keterangan: Saprik+, hemik+, fibrik+ = Saprik, hemik, fibrik dengan sisipan bahan mineml/pengkayaan
6.c. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Jagung (Zea mays)
ik Kelas Kesesuaian Lahan Lahan S1 S2 S3 N
Temperatur: ( tc) - Rata-rata tahunan ( OC ) 20-26
Ketersediaan Air ( w a ) - Curah hujan (mm) 500-<I200
- Kelembaban Ketersediaan oksigen - Drainase Baik, agak
terhambat Agak cepat,
sedang Terhambat Sangat ter-
hambat, cepat Media Perakaran - Tekstur Halus, agak
halus, sedang <15 >60
Halus, agak halus, sedang
15-35 40-60
Agak kasar Kasar
- Bahan Kasar - Kedalaman tanah Gambut - Ketebalan - Ketebalan, jika - Kematangan Retensi hara - KTK liat - Kejenuhan basa - pHHz0
60-140 140-200
Saprik, hemiki
>200 >400 Fibrik
( nr) (cmol) ( % )
- C-organik Toksisitas - Salinitas Sodisitas - AlkalinitasIESP Hara Tersedia - N Total - p 2 4 - K,O Bahaya sulfidik - Kedalaman Bahaya erosi - Lereng - Bahaya erosi Bahaya banjir - Genangan Penyiapan lahan - Batuan
( % ) >0,4 ( x c ) (dslm) 14 (4 ( % I <15 ( n )
20,21 (m.S/lOogr) 260 (mg/lOOs) 22 1
( X S )
( c m ) >loo ( e h ) (%) <3
Sangat rendah (fh)
FO ( I P ) ( % ) <5
03-Agust Rendah, sedang
>8-25 Berat
>25 Sangat berat
Mei- 1 5 Mei-15
. .
- Sin&apan ( % ) <5 Sumber: PPT (2003)
6.d. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Ubi Jalar (Ipomea batatas)
ik Kelas Kesesuaian Lahan Lahan S1 S2 S3 N
- Rata-rata tahunan ("c) 2 2 4 5 25-30 >30-35 >35 20-22 18-QO <I8
Ketersediaan Air ( w a ) - Curah hujan (mm) >800-1500 600-800 400-400 4 0 0
1500-2500 >2500-4000 >4000 - Lama bulan kering (bln) <3 3-4 >4-6 >6 - Kelembaban saat (%) <75 75-85 >85 panen
Media Perakaran ( r c ) - Drainase Baik, agak Agak cepat, Terhambat San, oat ter-
terhambat sedang hambat, cepat - Tekstur Agak halus, Ealus, agak Kasar
kasar - Bahan Kasar ( % ) <15 15-35 35-55 - Kedalaman tanah ( cm ) >75 50-75 20-50 0 0 Gambut - Ketehalan (cm) <60 60-140 140-200 >200 - Ketebalan, jika (cm) <I40 140-200 200-400 >400
sisipan bahan mineral
- Kematangan ~ a ~ r i k + Sa~rik. hemikt ~emikfibrik' Fihrik Retensi bara ( nr ) - KTK liat (cmol) >16 516 - Kejenuhan basa (%) 235 20-35 0 0 - pHH20 >5,2-8,2 4,s-5,2 <4,8 .
8,2-8,4 >8,4 - C-organik ( % I >2 1-2 <I Toksisitas (XC)
- Salinitas 0 3-6 >6-10 >I0 Sodisitas (m) - AlkalinitasESP (%) 4 5 15-20 >20-25 225 Bahaya sulfidik ( X S ) - Kedalaman sulfidik ( cm ) >lo0 75-100 40-<75 4 0 Bahaya erosi ( eb - Lereng ( % I <8 5-18 >16-30 >30 - Bahaya erosi Sangat rendah Rendah-sedang Berat - Bahaya banjir (fh) - Genangan FO - F1 >F1 Penyiapan lahan ( I P )
Batuan (%) <5 5-15 >I540 240 Singkapan (%) <5 5-15 >15-25 >25
6.e. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Kacang Hijau (Phaseolus radiatus LINN)
k u a l ~ t a s l ~ a r a k t e n s t Kelas Kesesuaian Lahan Lahan S1 S2 S3 N
TemDeratur: ( t c ) - Rata-rata tahunan ("c) 12-24 24-27 27-30 >30
10-12 8-10 < 8 Ketersediaan Air ( w a ) - Curah hujan (mm) 350-600 600-1.000 >I000 R 5 0
300-350 230-500 <300 -Kelembahan ( % ) 42-75 36-42 30-36 <30
75-90 >90 Ketersediaan oksigen ( oa ) - Drainase Baik, agak Agak cepat, Terhambat Sangat ter-
terhambat sedang hambat, cepat Media Perakaran ( rc) - Tekstur Halus, agak agak kasar Kasar
halus, sedang - Bahan Kasar ( % <I5 15-35 35-55 >55 -Kedalaman tanah ( c m ) >75 50-75 20-50 R O Gambut - Ketebalan (cm) <60 60-140 >140-200 >ZOO - Ketebalan, jika ada (cm) 4 4 0 140-200 >200-400 >400
sisipan bahan mineral Ipengkayaan
- Kematangan Sa~rik' Saorik, hemikl ~emikfibrik' Fibrik Retensi hara - KTK liat (N) >16 516
-Kejenuhan basa (cmol) >50 35-50 135 -pH H20 ( % 5,6-7,6 5,4-5,6 <5,4
7,6-8,0 >8,0 - C-organik ( % I <1,2 0,s-1,2 <0,8 Toksisitas ( X C ) - Salinitas (dslm) <I 1-1,5 1,5-2 >2 Sodisitas (m) - AlkalinitasIESP <S 5-8 8-12 >I2 Bahava sulfidik ( X S )
- Kedalaman sulfidik ( cm ) >lo0 75-100 40-75 <40 Bahava erosi ( eh - Lereng (%) <8 8-16 16-30 230 -Bahaya erosi Sangat rendah Rendah, sedang Berat Sangat berat Bahava baniir (fi - Genangan FO F1 >F 1 Penvia~an lahan ( I P ) - Batuan permukaan ( % ) <5 5-15 >15-40 >40 - Singkapan batuan (%) <5 5-16 >15-25 >25
6..f. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Rumput Gajah (Penniselurnpurpureum )
kualitasl~arakterist Kelas Kesesuaian Lahan Lahan S1 S2 N . - -.
Temoeratur: ( t c ) . .
- Rata-rata ("c) 20-28 18-RO 16-48 <I6 - 28-30 >30-38 >38
Ketersediaan Air (wa - Curah (mm) 1700-2000 1400-<I700 1100-4400 ill00
2000-3000 >3000-5000 Xi000 - Kelembaban ( % ) <65 65-75 >75-85 4 5 Media Perakaran ( rc) - Drainase Baik,agak ter- Agak cepat, Terhambat Sangat
Halus, agak - Kasar - Tekstur <15 Kasar, sangat
150 15-35 >35-55 >55
- Bahan Kasar ( % ) <60 >50 30-50 230 - Kedalaman ( c m 440 Gambut 60-140 >140-200 >200 - Ketebalan (cm) 140-200 >200-400 2400 - Ketebalan, jika (cm) Saprik - Kematangan Saprik, hemik Hemik,fibrik Fibrik Retensi hara ( n r ) - KTK liat (cmol) >16 S16 - - - Kejenuhan basa ( % ) 250 35-50 <35 - pH H20 >5,8-7,0 5,5-5,8 <5,5 -
7,O-7,5 >7,5 - - C-organik (96) >0,4 S0,4 Toksisitas ( X C ) - Salinitas (dslm) <4 4-6 >6-8 >8 Sodisitas - AlkalinitasIESP ( % ) - - - - Bahaya sulfidik (m) - Kedalaman ( c m ) >I00 75-100 4047.5 <40 h h a v a erosi ( e h ) - Lereng (%) <8 8-46 16-30 >30 - Bahaya erosi Sangat rendah Rendah- Berat Sangat berat Bahaya baniir ( fh) - Genangan FO F1 F2 >F2 Penviapan lahan ( IP - Batuan ( % ) <5 5-15 >15-40 >40 - Singkapan ( % ) <5 5-16 >15-25 >25
g g. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Rumput Setaria (Setaria spachelata)
ik Lahan
Kelas Kesesuaian Lahan S 1 S2 S3 N
Ketersediaan - Drainase Baik, agak ter-
hambat Agak cepat,
sedang Terhambat Sangat ter-
hambat, cepat Ketersediaan Air - Curah
- Kelembaban Media Perakaran - Tekstur Halus, agak
halus, sedang, agak kasar
4 5 >50
Kasar, sangat halus
Kasar
- BahanKasar - Kedalaman Gambut - Ketebalan - Ketebalan, jika
sisipan bahan mineral
- Kematangan Retensi hara - KTK liat - Kejenuhan basa - pHH20
( m ) (cmol) ( % )
Saprik >16 >50 5,8-7,0
>0,4
<4
Saprik, hemik $16 35-50 5,s-5,8 7,O-7,s 50.4
Fibrik
- C-organik Toksisitas - Salinitas Sodisitas - AlkalinitasfESP Bahava sulfidik - Kedalaman Bahava erosi - Lereng - Bahaya erosi Bahava baniir - Genangan Penviavan lahan - Batuan - Singkapan
75-100
8 - 4 6 Rendah-
F 1
5-15
6.h. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Padang Penggembalaan (Pasture)
kua l i t a s l~arak te r i s t Kelas Kesesuaian Lahan Lahan S1 S2 S3 N
Temoeratur: ( t c ) - Rata-rata tabunan ( OC ) 20-30 230-35 >35-40 >40
18-RO 1 2 4 8 <12 Ketersediaan Air ( w a ) - Bulan Kering (<75mm) < 2 02-Mar >3-6 >6
Curah (mm) 1500-4000 >4000-5000 25000-6000 >GOO0 1000-<I500 400-<lo00 4 0 0
- LGP (hari) >330 300-330 180-300 <I80 Media Perakaran ( - Drainase tanah Agak terhambat, Agak cepat, Sangat Sangat cepat
sedang, baik terhambat terhambat, cepat - Tekstur SL, L, SCL, Sil, LS, STr C S, Sic, C Kerikil
Si, SC, CI, - Kedalaman efektif (cm) >3 0 20-<30 15-RO <15 - Gambut
a. Kematangan Td b. Ketebalan (cm) Td
Retensi hara ( f ) - KTK > Sedang Rendah Sangat rendah Td - pH tanah 5,O-6,5 >6,5-7,0 >7,0-8,5 >8,5
- 4,5-4,9 <4,5 - C-organik ( % f - Keearaman ( c ) - Salinitas (mmhoslc <3 3-5 25-10 >10 Toksisitas ( X C )
- Kejenuhan Al (96 Kedalaman (cm) >50 40-50 35-40 23 5
Hara Tersedia ( n ) - N Total ( % ) ?0,2 1 0,lO-0,20 <O, 10 - - pzos ( m g / l o o ~ ) 24 1 21-40 5 20 - K 2 0 (mdloogr) 22 1 10-20 <lo
- Kemudahan oeneelolaan ( p ) - Sangat kern, Berkerikil, - Konsistensi,besar sangat teguh, berbatu
butir sangat lengket Bahava baniir ( b FO F1 F2 tF3 TerraidF'otensi ( s/m ) mekanisasi - Lereng (%) <3 3-8 >8-15 >30
Batuan ( % ) <3 3-15 >I540 >40 - Singkapan batuan ( % ) R 2-10 >lo-25 225 Tingkat bahava erosi ( e ) SR R S B Sumber: LREP I1 (1994) di dalam Hardjowigeno & Widiatmaka (2001) Keterangan: Td = Tidak berlaku Si =Debu S = Pasir L =Lempung S T C = Liat bentmktur Liat masif = Liat dari type 2: 1 (venix
Kedalaman tanah untuk penentuan tekshlr, KTK, C-organik, AI,N, P205, dan K20 disesuaikan dengan zone perakaran tanaman yang dievaluasi.
6.i. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Leguminosa
ik Kelas Kesesuaian Lahan Lahan S1 S2 S3 N
Temueratur: ( tc )
Ketersediaan Air - Curah
- Kclembaban Ketersediaan - Drainase Baik, agak
terhambat Agak cepat,
sedang Terhambat Sangat
terhambat, Media Perakaran - Tekstur Halus, agak
halus, sedang, agak kasar
<15 >75
Kasar Kasar
- BahanKasar - Kedalaman
- Ketebalan - Ketebalan, jika
ada sisipan mineral
- Kematangan Fibrik Saprik, hemik+ Retensi hara - KTK liat - Kejenuhan basa - pH H20
( nr) (cmol) ( % )
- C-organik Toksisitas - Salinitas Sodisitas - AlkalinitasESP Bahava sulfidik - Kedalaman Bahava erosi - Lereng - Bahaya erosi Bahava baniir - Genangan Penviauan lahan - Batuan
8 - 4 6 Rendah-
130 Sangat berat
- Sin~kapan ( % ) <5 5-15 >15-25 >25 Sumber: PPT (2003)
Keterangan: Sap&+, hemik+, tibrik+ = Saprik, hernik, fibrik dengan sisipan bahan minerallpengkayaan