ANALISIS PERSEBARAN RESERVOAR BATUPASIR YANG …digilib.unila.ac.id/57185/12/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of ANALISIS PERSEBARAN RESERVOAR BATUPASIR YANG …digilib.unila.ac.id/57185/12/SKRIPSI TANPA BAB...
ANALISIS PERSEBARAN RESERVOAR BATUPASIR YANG
TERSATURASI GAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE
SEISMIK INVERSI POISSON IMPEDANCE (PI) PADA
LAPANGAN “X” CEKUNGAN BONAPARTE
(Skripsi)
Oleh
Aditya Nugroho
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2019
i
ANALYSIS OF SPREADING GAS-SATURATED SANDSTONE
RESERVOIR USING POISSON IMPEDANCE (PI) SEISMIC
INVERSION IN THE X FIELD BONAPARTE BASIN
By
Aditya Nugroho
ABSTRACT
In this study, Acoustic Impedance (AI), Shear Impedance (SI), and LMR
parameters are not sensitive to lithology and fluid separation because it still has a
high degree of ambiguity. Poisson Impedance (PI) is considered more effective in
overcoming this problem. PI values are obtained by rotating the AI and SI crossplots
to fulfill the equation of PI (c) = AI - c * SI, where the coefficient value c is the
rotation optimization factor. The coefficient value of c is calculated through the
TCCA (Target Coefficient Correlation Analysis) method to improve accuracy.
Lithology Impedance (LI) is obtained from a combination of Poisson Impedance
with parameters that are sensitive to lithology (Gamma Ray and Vp/Vs Ratio). Fluid
impedance (FI) is obtained from a combination of Poisson Impedance with
parameters that are sensitive to fluid (Water Saturation and Lambda-Rho). The
coefficient value for Lithology Impedance (Gamma Ray) in reservoir-1 is obtained
at 1.2174 and in reservoir-2 is 2.0778. Furthermore, Lithology Impedance (Vp / Vs
Ratio) in reservoir-1 is obtained c coefficient value of 1.5637 and in reservoir-2 is
1.7045. The coefficient value for Fluid Impedance (Water Saturation) in reservoir-
1 is 1.0575 and in reservoir-2 is 1.9626. As well, the Fluid Impedance (Lambda-
Rho) in reservoir-1 has a coefficient value of 1.2892 and in reservoir-2 of 1.2045.
Lithology Impedance and Fluid Impedance produce a very good separation of
lithology and fluid distribution in both reservoirs. The dominant gas-saturated
sandstone reservoir (reservoir-1) is in the western and northern part of the research
area, while the dominant gas-saturated sandstone reservoir (reservoir-2) is in the
south-west part of the study area, and also around wells Z1-Z and Z1 -Y.
Keywords: Poisson Impedance, TCCA (Target Coefficient Correlation Analysis),
Lithology, Fluid
ii
ANALISIS PERSEBARAN RESERVOAR BATUPASIR YANG
TERSATURASI GAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE
SEISMIK INVERSI POISSON IMPEDANCE (PI) PADA
LAPANGAN “X” CEKUNGAN BONAPARTE
Oleh
Aditya Nugroho
ABSTRAK
Pada penelitian ini parameter Acoustic Impedance (AI), Shear Impedance (SI), dan
LMR tidak sensitif untuk pemisahan litologi dan fluida karena masih memiliki
tingkat ambiguitas yang tinggi. Poisson Impedance (PI) dinilai lebih efektif untuk
mengatasi masalah tersebut. Nilai PI diperoleh dengan melakukan rotasi pada
crossplot AI dan SI untuk memenuhi persamaan PI (c) = AI - c * SI, di mana nilai
koefisien c merupakan faktor optimisasi rotasi. Nilai koefisien c tersebut dihitung
melalui metode TCCA (Target Coefficient Correlation Analysis) untuk
meningkatkan akurasi. Lithology Impedance (LI) diperoleh dari kombinasi antara
Poisson Impedance dengan parameter yang sensitif terhadap litologi (Gamma Ray
dan Vp/Vs Ratio). Fluid Impedance (FI) diperoleh dari kombinasi antara Poisson
Impedance dengan parameter yang sensitif terhadap fluida (Water Saturation dan
Lambda-Rho). Nilai koefisien c untuk Lithology Impedance (Gamma Ray) pada
reservoar-1 didapatkan sebesar 1,2174 dan pada reservoar-2 sebesar 2,0778.
Selanjutnya Lithology Impedance (Vp/Vs Ratio) pada reservoar-1 didapatkan nilai
koefisien c sebesar 1,5637 dan pada reservoar-2 sebesar 1,7045. Adapun nilai
koefisien c untuk Fluid Impedance (Water Saturation) pada reservoar-1 didapatkan
sebesar 1,0575 dan pada reservoar-2 sebesar 1,9626. Serta, Fluid Impedance
(Lambda-Rho) pada reservoar-1 didapatkan nilai koefisien c sebesar 1,2892 dan
pada reservoar-2 sebesar 1,2045. Lithology Impedance dan Fluid Impedance
menghasilkan pemisahan distribusi litologi dan fluida pada kedua reservoar dengan
sangat baik. Pada reservoar-1, batupasir yang tersaturasi gas dominan berada pada
bagian barat dan utara daerah penelitian, sedangkan pada reservoar-2, batupasir
yang tersaturasi gas dominan berada pada bagian selatan-barat daerah penelitian,
serta terdapat juga di sekitar sumur Z1-Z dan Z1-Y.
Kata Kunci: Poisson Impedance, TCCA (Target Coefficient Correlation Analysis),
Litologi, Fluida
ANALISIS PERSEBARAN RESERVOAR BATUPASIR YANG
TERSATURASI GAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE
SEISMIK INVERSI POISSON IMPEDANCE (PI) PADA
LAPANGAN “X” CEKUNGAN BONAPARTE
Oleh
Aditya Nugroho
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Geofisika
Fakultas Teknik Universitas Lampung
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2019
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 15
Maret 1997. Penulis merupakan anak pertama dari
pasangan Bapak Wahono dan Ibu Sri Retno Hartati.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak
di TK Kartika II-26 pada tahun 2002. Pendidikan Sekolah
Dasar di SD Kartika II-5 Bandar Lampung, yang selesai
pada tahun 2009. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama
di SMPN 2 Bandar Lampung, yang selesai pada tahun 2012. Selanjutnya,
pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 9 Bandar Lampung hingga tahun
2015.
Pada tahun 2015 penulis melanjutkan studi di perguruan tinggi dan terdaftar sebagai
mahasiswa Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung
melalui jalur SNMPTN. Pada Tahun 2016 penulis menjadi anggota Himpunan
Mahasiswa (HIMA) TG Bhuwana Universitas Lampung dan menjadi anggota
bidang Dana dan Usaha (Danus). Pada Tahun 2016 penulis menjadi Student
Volunteer PIT HAGI ke-41 di Lampung. Pada Tahun 2018 di bulan Januari-Maret,
ii
penulis melakukan Kerja Praktek (KP) di BLKP (Balai Latihan Kerja Petrosains),
PT. Imbondeiro Global Solution, BSD City dengan mengambil tema “Analisis
Persebaran Reservoar Batupasir Formasi Wall Creek dengan Menggunakan
Metode Seismik Inversi Impedansi Akustik pada Lapangan Teapot Done
Amerika Serikat”. Pada bulan Juli-Agustus penulis melakukan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) di Desa Talang Beringin, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten
Tanggamus. Penulis juga terdaftar sebagai asisten dosen mata kuliah Geologi
Struktur (2018), Seismik Eksplorasi (2018), dan Sesimik Stratigrafi (2019).
Pada tahun 2018 di bulan September-November, penulis melakukan Tugas Akhir
(TA) untuk penulisan skripsi di PPPTMBG LEMIGAS, Jakarta. Hingga akhirnya
penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sarjananya pada tanggal 24 April 2019
dengan skripsi yang berjudul “Analisis Persebaran Reservoar Batupasir Yang
Tersaturasi Gas dengan Menggunakan Metode Seismik Inversi Poisson
Impedance (PI) Pada Lapangan “X” Cekungan Bonaparte”.
ix
PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmaanirrohiim
Dengan rasa syukur dan penuh kebahagian, aku persembahkan karya ini untuk:
Orang tua yang tercinta:
Wahono
&
Sri Retno Hartati
Saudara-saudariku tersayang:
Anggita Dwi Nursanti
Pramudya Novan Aditama
Teknik Geofisika Universitas Lampung 2015
Keluarga Besar Teknik Geofisika Universitas Lampung
Almamater Tercinta Universitas Lampung
x
MOTTO
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”
(Q.S. Al-Insyirah : 5)
“If you can dream it, you can do it”
(Walt Disney)
“I have no special talent. I am only passionately curious.”
(Albert Einstein)
“Man Jadda Wajada wa Man Saaro’ Alard-darbi Washola wa Man
Shabara Zafira”
Siapa yang bersungguh-sungguh, dia akan berhasil,
dan Siapa yang berjalan pada lintasan yang benar,
maka dia akan sampai di tujuan yang benar, dan
siapa yang bersabar, akan beruntung
“You won’t be great by doing nothing, you have to get out make
things happen, struggle, face failure and bounced back from them to
make yourself great”
(Penulis)
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan
rahmat, nikmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Analisis Persebaran Reservoar Batupasir Yang Tersaturasi Gas
Dengan Menggunakan Metode Seismik Inversi Poisson Impedance (PI) Pada
Lapangan “X” Cekungan Bonaparte”. Skripsi ini ditulis sebagai hasil dari
kegiatan Penelitian Tugas Akhir yang dilakukan di Kelompok Pengkajian
Sumberdaya Hidrokarbon, KP3 Teknologi Eksplorasi PPPTMGB “LEMIGAS”
Cipulir, Jakarta Selatan
Skripsi ini merupakan syarat untuk menyelesaikan studi Strata-1 Teknik
Geofisika, Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak kekurangan. Oleh
sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca untuk kemajuan kita bersama. Demikian kata pengantar ini, semoga
skripsi ini berguna dan dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan serta
dapat menjadi pedoman yang baik bagi pembaca yang lain.
Penulis
Aditya Nugroho
xii
SANWACANA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan kesempatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan Skripsi ini. Dalam pelaksanaan penyelesaian skripsi ini
tentunya banyak pihak yang telah berperan serta membantu penulis, bukan saja
dari segi keilmuan, tetapi juga dukungan moril maupun materil. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tuaku, Bapak Wahono dan Ibu Sri Retno Hartati yang tak henti-
hentinya mendidik, berdoa, berkorban, dan mendukung penulis dalam segala
hal terutama dalam hal Pendidikan.
2. Adik-adikku tersayang Anggita Dwi Nursanti dan Pramudya Novan Aditama
yang terus memberikan semangat kepada penulis.
3. Bapak Dr. Nandi Haerudin, S.Si., M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknik
Geofisika Universitas Lampung.
4. Bapak Prof. Suharno M. Sc., P.hD selaku dosen pembimbing akademik
selama penulis menempuh pendidikan di Jurusan Teknik Geofisika
Universitas Lampung.
5. Bapak Egi Wijaksono, S.T., M.T selaku pembimbing lapangan di PPTMBG
LEMIGAS Eksplorasi 3 atas ilmu dan arahan yang sangat membantu penulis
selama mengerjakan tugas akhir.
6. Mas Tio, selaku pembimbing lapangan kedua di PPTMBG LEMIGAS yang
selalu memberikan ilmu dan arahan yang sangat membantu penulis selama
mengerjakan tugas akhir.
7. Bapak Dr. Ordas Dewanto, S.Si., M.Si. selaku dosen pembimbing I atas
xiii
bimbingan, diskusi, arahan serta motivasi dalam mengerjakan tugas akhir ini.
8. Bapak Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T. selaku dosen pembimbing II yang
memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian tugas
akhir ini.
9. Bapak Dr. Ahmad Zaenuddin, M.T. selaku Penguji yang telah banyak
memberikan kritik, saran, dan koreksi dalam penyusunan skripsi ini.
10. Bapak Fanciscus Sinartio dan Bapak Kusnarya yang selalu memberikan
arahan dan motivasi serta menjadi tempat bertanya dan berdiskusi selama
menyelesaikan tugas akhir.
11. Bapak Dr. Nandi Haerudin, S.Si., M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknik
Geofisika Universitas Lampung yang senantiasa mengarahkan selama proses
studi berlangsung.
12. Seluruh dosen-dosen Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung; Bapak
Prof.Drs. Suharno, M.Sc., Ph.D., Bapak Dr. Muh Sarkowi, S.Si., M.Si.,
Bapak Rustadi, M.T., Bapak Karyanto, S.Si., M.T., Bapak Dr. Ahmad
Zaenudin, S.Si., M.T., Bapak Syamsurijal Rasimeng., M.Si., Bapak
Alimuddin, M.Si., Bapak Rahmad Catur Wibowo, M.Eng., Bapak I Gede
Boy, M.Eng., yang telah mengajarkan ilmu dan memberikan banyak bantuan
selama penulis menempuh studi di Jurusan Teknik Geofisika Universitas
Lampung.
13. Bapak Humbang dan Bapak Sulis yang selalu membimbing dan memberi
masukan salama Tugas Akhir, serta seluruh karyawan LEMIGAS atas dukungan
dan bantuan kepada penulis selama mengerjakan penelitian Tugas Akhir di
LEMIGAS.
14. Awal Purnama, Mas Tedy, Kak Ika, dan Kak Alfan yang senantiasa menjadi
tempat diskusi dalam tugas akhir ini.
15. Perdana Rizki Ordas terimakasih selama masa perkuliahan selalu memotivasi,
memberi saran, kritik dan membantu penulis hingga mendapatkan gelar
sarjana.
16. Zeallin Istiqomah Rizal teman seperjuangan tugas akhir di Lemigas
terimakasih banyak atas kerjasama dan motivasi dalam melakukan tugas
akhir.
xiv
17. M. Aman Saputra yang telah menjadi sahabat saya sejak Sekolah Dasar (SD)
hingga saat ini dan selalu memberi semangat dalam menyelesaikan tugas
akhir ini.
18. Keluarga Besar Teknik Geofisika 2015 terima kasih atas kenangan-kenangan
yang pernah ada selama menjalani perkuliahan, terima kasih untuk motivasi
dan bantuanya selama perkuliahan.
19. Terimakasih banyak kepada teman seperjuangan Kuliah Kerja Nyata (Birul,
Nanda, Aini, Ayu, dan Ledy) serta warga Desa Talang Beringin, Tanggamus.
20. Teman seperjuangan selama penelitian Tugas Akhir di LEMIGAS, Arif
(Unsyiah), Faiz (Unsyiah), Fadhil (Unsyiah), Yuyu (Unsyiah), Ezra (UI), dan
Nabhan (UI) yang tealah banyak membantu penulis dalam melakukan
penelitian di LEMIGAS.
21. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu per satu atas bantuan dan
dukungannya dalam perjalananan penulis dari perkuliahan hingga
menyelesaikan skripsi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan mendatang. Penulis juga berharap semoga skripsi ini berguna dan
bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 24 April 2019
Penulis
Aditya Nugroho
xv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ..................................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... ix
MOTO ............................................................................................................. x
KATA PENGANTAR .................................................................................... xi
SANWACANA ............................................................................................... xii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xxvi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
C. Batasan Masalah ................................................................................. 4
D. Manfaat ............................................................................................... 5
xvi
E. Lokasi Daerah Penelitian .................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lokasi Penelitian ................................................................................. 6
B. Geologi Regional ................................................................................ 7
C. Tektonik Regional ............................................................................... 7
D. Stratigrafi Regional ............................................................................. 10
1. Batuan Sedimen Tertua ................................................................. 11
2. Formasi Johnson (Base Eocene) ................................................... 11
3. Formasi Wangarlu (Turonian MFS) ............................................. 11
4. Formasi Echucha Shoal (Base Aptian).......................................... 11
5. Formasi Elang (Base Flaminggo) ................................................. 11
6. Formasi Plover .............................................................................. 11
E. Petroelum System Cekungan Bonaparte ............................................. 13
1. Source Rock .................................................................................. 13
2. Reservoar dan seal ........................................................................ 14
3. Trap ............................................................................................... 15
4. Maturity/Kematangan ................................................................... 15
III. TEORI DASAR
A. Konsep Dasar Seismik Refleksi .......................................................... 17
B. Hukum-Hukum Gelombang Seismik .................................................. 18
1. Prinsip Huygens ............................................................................ 18
2. Hukum Snellius ............................................................................. 19
3. Prinsip Fermat ............................................................................... 21
C. Komponen Seismik refleksi ................................................................ 21
1. Impedansi Akustik ........................................................................ 22
2. Koefisien Refleksi ......................................................................... 23
3. Polaritas dan Fasa ......................................................................... 24
4. Wavelet .......................................................................................... 25
D. Seismogram Sintetik ........................................................................... 26
E. Resolusi Vertikal ................................................................................. 27
F. Tinjauan Umum Well Logging ............................................................ 28
1. Log Gamma Ray ........................................................................... 29
2. Log Neutron Porosity .................................................................... 31
3. Log Density ................................................................................... 32
4. Log Resistivity ............................................................................... 33
5. Log Sonic ...................................................................................... 34
G. Petrofisika ........................................................................................... 35
1. Volume Clay (VCL) ....................................................................... 35
2. Porositas ........................................................................................ 36
3. Saturasi Air ................................................................................... 37
H. Rock Physics ....................................................................................... 39
1. Kecepatan Gelombang P (Vp) dan Gelombang S (Vs) ................. 39
xvii
2. Rigiditas dan Inkompresibilitas .................................................... 41
I. Simultaneous Inversion ....................................................................... 45
J. Poisson Impedance Inversion ............................................................. 50
K. Target Coefficient Correlation Analysis (TCCA) ............................... 53
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 55
B. Software dan Hardware ...................................................................... 56
1. Software ........................................................................................ 56
2. Hardware ...................................................................................... 57
C. Data Penelitian .................................................................................... 57
1. Data Seismik ................................................................................. 57
2. Data Marker .................................................................................. 59
3. Data Sumur ................................................................................... 59
4. Data Checkshot ............................................................................. 61
D. Pengolahan Data ................................................................................. 61
1. Analisa Data Log ........................................................................... 63
2. Transformasi Data Log ................................................................. 64
3. Analisis Sensitifitas Data Log ....................................................... 65
4. Analisis Tunning Thickness .......................................................... 66
5. Koreksi Checkshot ........................................................................ 66
6. Ekstraksi Wavelet Data Seismik Post Stack .................................. 68
7. Well to Seismic Tie ........................................................................ 69
8. Interpretasi Data Seismik 3D ........................................................ 70
9. Pembuatan Partial Angle (Near dan Far) ..................................... 72
10. Pembuatan Partial Angle Wavelet (Near dan Far) ....................... 72
11. Pembuatan Model Inisial .............................................................. 73
12. Analisis Pre-Inversion .................................................................. 75
13. Inversi Simultan ............................................................................ 77
14. Transformasi LMR ........................................................................ 78
15. Penentuan Nilai c denngan Metode TCCA ................................... 78
16. Inversi Poisson Impedance ........................................................... 82
a. Pembuatan Log Poisson Impedance ....................................... 82
b. Transformasi Volum Poisson Impedance ............................... 83
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Data Log ................................................................................ 85
1. Analisis Lapisan Produktif Reservoar........................................... 85
2. Analisis Sensitivitas ...................................................................... 89
B. Analisis Inversi Simultan dan LMR ................................................... 97
1. Analisis Volume P-Impedance (Zp) .............................................. 98
2. Analisis Volume S-Impedance (Zs) ............................................... 101
3. Analisis Volume Vp/Vs Ratio ........................................................ 104
4. Analisis Volume Density ............................................................... 106
xviii
C. Target Coefficient Correlation Analysis ............................................. 113
D. Analisis Log dan Sensitivitas Parameter Poisson Impedance ............. 122
E. Analisis Inversi Poisson Impedance ................................................... 132
1. Analisis Volume Lithology Impedance (Gamma Ray) .................. 132
2. Analisis Volume Lithology Impedance (Vp/Vs Ratio) ................... 135
3. Analisis Volume Fluid Impedance (Water Saturation) ................. 138
4. Analisis Volume Fluid Impedance (Lambda-Rho) ........................ 142
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ......................................................................................... 146
B. Saran .................................................................................................... 148
DAFTAR PUSTAKA
xix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Geografi di sekitar daerah penelitian dengan latar peta batimetri
berdasarkan radar topografi (SRTM) data (NASA, 2000) dengan
interval kontur kedalaman 500 meter .......................................... 6
Gambar 2. Tektonik Cekungan Bonaparte .................................................... 10
Gambar 3. Stratigrafi Cekungan Bonaparte .................................................... 12
Gambar 4. Petroleum System pada Cekungan Bonaparte ............................ 16
Gambar 5. Ilustrasi metode seismik .............................................................. 18
Gambar 6. Prinsip Huygens........................................................................... 19
Gambar 7. Gelombang ketika melewati medium yang berbeda menurut
hukum Snellius ............................................................................ 20
Gambar 8. Prinsip Fermat ............................................................................. 21
Gambar 9. Komponen dasar seismik refleksi ................................................ 22
Gambar 10. Koefisien refleksi......................................................................... 23
Gambar 11. Polaritas normal dan polaritas reverse ......................................... 25
Gambar 12. Jenis-jenis wavelet berdasarkan konsentrasi energinya, yaitu
minimum phase wavelet (a), mixedphase wavelet (b), maximum
phase wavelet (c), dan zero phase wavelet (d) ........................... 26
Gambar 13. Sintetik Seismogram yang didapat dengan mengkonvolusikan
koefisien refleksi dengan wavelet ................................................ 27
Gambar 14. Efek Interfensi yang berhubungan dengan batuan dengan AI
tinggi yang terltak diantara batuan rendah .................................. 28
xx
Gambar 15. Respon log gamm ray terhadap fromasi batuan ........................... 30
Gambar 16. Respon log neutron porosity terhadap batuan .............................. 31
Gambar 17. Respon log density terhadap batuan ............................................. 32
Gambar 18. Respon log resistivity terhadap batuan ......................................... 33
Gambar 19. Identifikasi litologi berdasarkan log sonic ................................... 34
Gambar 20. Skema deformasi batuan terhadap P-wave dan S-wave ............. 40
Gambar 21. Inkompressibilitas dan rigiditas beberapa batuan ........................... 42
Gambar 22. Interpretasi cross plot Lambda-rho vs Mu-Rho sumur Lower
Cretaceous gas sand di Alberta ................................................... 44
Gambar 23. Interpretasi log P.S impedance dan Lambda-Rho, Mu-Rho
sumur Lower Cretaceous gas sand di Alberta ............................ 44
Gambar 24. Crossplot antara ln(ρ) terhadap ln(Zp) dan ln(Zs) terhadap ln(Zp)
deviasi garis tersebut, ∆𝐿𝐷 dan ∆𝐿𝑠adalah anomali fluida yang
diinginkan .................................................................................... 49
Gambar 25. Representasi skematik crossplot AI dan SI dengan distribusi shale,
brine sand, dan oil sand yang kemudian dilakukan rotasi .......... 51
Gambar 26. Rotasi sumbu x dan y ................................................................... 52
Gambar 27. Geometri data seismik pre-stack ................................................. 58
Gambar 28. Basemap data seismik pre-stack .................................................. 58
Gambar 29. Penampang seismik pre-stack angle gather ................................ 59
Gambar 30. Well map table ............................................................................. 60
Gambar 31. Diagram Alir Penelitian ............................................................... 62
Gambar 32. Tampilan log pada ketiga sumur ................................................. 63
Gambar 33. Tampilan hasil transformasi log pada sumur Z1-X ..................... 64
Gambar 34. Tampilan hasil transformasi log pada sumur Z1-Y ..................... 64
Gambar 35. Tampilan hasil transformasi log pada sumur Z1-Z ..................... 65
xxi
Gambar 36. Koreksi checkshot sumur Z1-X ................................................... 67
Gambar 37. Koreksi checkshot sumur Z1-Y ................................................... 67
Gambar 38. Koreksi checkshot sumur Z1-Z ................................................... 68
Gambar 39. Hasil ekstraksi wavelet statistical ................................................ 68
Gambar 40. Well to seismic tie sumur Z1-X ................................................... 69
Gambar 41. Well to seismic tie sumur Z1-Y ................................................... 70
Gambar 42. Well to seismic tie sumur Z1-Z .................................................... 70
Gambar 43. Interpretasi horizon pada Top-A (garis biru), Top-B (garis merah),
dan Top- C (garis hijau) ............................................................. 71
Gambar 44. Wavelet near dan far ................................................................... 73
Gambar 45. Model inisial P-Impedance.......................................................... 73
Gambar 46. Model inisial S-Impedance .......................................................... 74
Gambar 47. Model inisial Density ................................................................... 74
Gambar 48. Model inisial P-Wave .................................................................. 74
Gambar 49. Model inisial P-Wave .................................................................. 75
Gambar 50. Analisis pre-inversion ................................................................. 76
Gambar 51. Analisis pre-inversion sumur Z1-X ............................................. 76
Gambar 52. Analisis pre-inversion sumur Z1-Y ............................................. 77
Gambar 53. Analisis pre-inversion sumur Z1-Z ............................................. 77
Gambar 54. TCCA pada reservoar-1 sumur Z1-X .......................................... 79
Gambar 55. TCCA pada reservoar-1 sumur Z1-Y .......................................... 79
Gambar 56. TCCA pada reservoar-1 sumur Z1-Z .......................................... 79
Gambar 57. TCCA pada reservoar-2 sumur Z1-X .......................................... 80
Gambar 58. TCCA pada reservoar-2 sumur Z1-Y .......................................... 81
Gambar 59. TCCA pada reservoar-2 sumur Z1-Z .......................................... 81
xxii
Gambar 60. Tampilan log Poisson Impedance sumur Z1-X ........................... 82
Gambar 61. Tampilan log Poisson Impedance sumur Z1-Y ........................... 83
Gambar 62. Tampilan log Poisson Impedance sumur Z1-Z ........................... 83
Gambar 63. Analisis lapisan produktif sumur Z1-X ......................................... 86
Gambar 64. Analisis lapisan produktif sumur Z1-Y ......................................... 87
Gambar 65. Analisis lapisan produktif sumur Z1-Z .......................................... 88
Gambar 66. Crossplot P-Impedance vs S-Impedance sumur Z1-X................... 89
Gambar 67. Crossplot P-Impedance vs S-Impedance sumur Z1-Y................... 90
Gambar 68. Crossplot P-Impedance vs S-Impedance sumur Z1-Z ................... 90
Gambar 69. Crossplot Lambda-Rho vs Mu-Rho sumur Z1-X ........................... 91
Gambar 70. Crossplot Lambda-Rho vs Mu-Rho sumur Z1-Y ........................... 91
Gambar 71. Crossplot Lambda-Rho vs Mu-Rho sumur Z1-Z ........................... 92
Gambar 72. Crossplot P-Impedance vs Vp/Vs Ratio sumur Z1-X .................... 93
Gambar 73. Cross-section P-Impedance, Vp/Vs Ratio, dan Gamma Ray
sumur Z1-X .................................................................................... 93
Gambar 74. Crossplot P-Impedance vs Effective Porosity sumur Z1-X ........... 94
Gambar 75. Cross-section P-Impedance, Effective Porosity, dan Gamma
Ray sumur Z1-X ............................................................................. 95
Gambar 76. Crossplot P-Impedance vs Gamma Ray sumur Z1-X.................... 96
Gambar 77. Cross-section P-Impedance, Gamma Ray, dan Water Saturation
sumur Z1-X .................................................................................... 96
Gambar 78. Penampang P-Impedance (Zp) ..................................................... 98
Gambar 79. Slicing P-Impedance Top A +7 ms (Reservoar-1) ....................... 99
Gambar 80. Slicing P-Impedance Top B +5 ms (Reservoar-2) ........................ 100
Gambar 81. Penampang S-Impedance (Zs) ...................................................... 102
xxiii
Gambar 82. Slicing S-Impedance Top A +7 ms (Reservoar-1) ........................ 103
Gambar 83. Slicing S-Impedance Top B +5 ms (Reservoar-2) ........................ 103
Gambar 84. Penampang Vp/Vs Ratio ................................................................ 104
Gambar 85. Slicing Vp/Vs Ratio Top A +7 ms (Reservoar-1) ......................... 105
Gambar 86. Slicing Vp/Vs Ratio Top B +5 ms (Reservoar-2) .......................... 106
Gambar 87. Penampang Density ....................................................................... 106
Gambar 88. Slicing Density Top A +7 ms (Reservoar-1) ................................. 107
Gambar 89. Slicing Density Top B +5 ms (Reservoar-2) ................................. 108
Gambar 90. Penampang Lambda-Rho ............................................................... 109
Gambar 91. Slicing Lambda-Rho Top A +7 ms (Reservoar-1) ........................ 109
Gambar 92. Slicing Lambda-Rho Top B +5 ms (Reservoar-2) ........................ 110
Gambar 93. Penampang Mu-Rho ...................................................................... 111
Gambar 94. Slicing Mu-Rho Top A +7 ms (Reservoar-1) ................................ 112
Gambar 95. Slicing Mu-Rho Top A +7 ms (Reservoar-1) ................................ 113
Gambar 96. TCCA pada reservoar-1 sumur Z1-X ........................................... 114
Gambar 97. TCCA pada reservoar-1 sumur Z1-Y ........................................... 114
Gambar 98. TCCA pada reservoar-1 sumur Z1-Z ............................................. 114
Gambar 99. TCCA pada reservoar-2 sumur Z1-X ........................................... 118
Gambar 100. TCCA pada reservoar-2 sumur Z1-Y ......................................... 118
Gambar 101. TCCA pada reservoar-2 sumur Z1-Z ........................................... 118
Gambar 102. Analisis log Poisson Impedance sumur Z1-X ............................ 123
Gambar 103. Analisis log Poisson Impedance sumur Z1-Y ............................ 124
Gambar 104. Analisis log Poisson Impedance sumur Z1-Z ............................. 125
Gambar 105. Crossplot Poisson Impedance (dari hasil Gamma Ray) vs Gamma
Ray pada reservoar-1 ................................................................... 126
xxiv
Gambar 106. Crossplot Poisson Impedance (dari hasil Gamma Ray) vs Gamma
Ray pada reservoar-2 ................................................................... 127
Gambar 107. Crossplot Poisson Impedance (dari hasil Vp/Vs Ratio) vs Vp/Vs
Ratio pada reservoar-2 ................................................................. 127
Gambar 108. Crossplot Poisson Impedance (dari hasil Vp/Vs Ratio) vs Vp/Vs
Ratio pada reservoar-2 ................................................................. 128
Gambar 109. Crossplot Poisson Impedance (dari hasil Water Saturation) vs Water
Saturation pada reservoar-1 ........................................................ 129
Gambar 110. Crossplot Poisson Impedance (dari hasil Water Saturation) vs Water
Saturation pada reservoar-2 ........................................................ 130
Gambar 111. Crossplot Poisson Impedance (dari hasil Lambda-Rho) vs Lambda-
Rho pada reservoar-1 .................................................................. 130
Gambar 112. Crossplot Poisson Impedance (dari hasil Lambda-Rho) vs Lambda-
Rho pada reservoar-2 .................................................................. 131
Gambar 113. Penampang Lithology Impedance (Gamma Ray) reservoar-1 ..... 133
Gambar 114. Slicing Lithology Impedance (Gamma Ray) Top A +7 ms
(Reservoar-1) .............................................................................. 133
Gambar 115. Penampang Lithology Impedance (Gamma Ray) reservoar-2 ..... 134
Gambar 116. Slicing Lithology Impedance (Gamma Ray) Top B +5 ms
(Reservoar-2) .............................................................................. 135
Gambar 117. Penampang Lithology Impedance (Vp/Vs Ratio) reservoar-1 ...... 136
Gambar 118. Slicing Lithology Impedance (Vp/Vs Ratio) Top A +7 ms
(Reservoar-1) .............................................................................. 136
Gambar 119. Penampang Lithology Impedance (Vp/Vs Ratio) reservoar-2 ...... 137
Gambar 120. Slicing Lithology Impedance (Vp/Vs Ratio) Top B +5 ms
(Reservoar-2) .............................................................................. 138
Gambar 121. Penampang Fluid Impedance (Water Saturation) reservoar-1 ... 139
Gambar 122. Slicing Fluid Impedance (Water Saturation) Top A +7 ms
(Reservoar-1) ............................................................................. 140
Gambar 123. Penampang Fluid Impedance (Water Saturation) reservoar-2 ... 140
xxv
Gambar 124. Slicing Fluid Impedance (Water Saturation) Top B +5 ms
(Reservoar-2) .............................................................................. 141
Gambar 125. Penampang Fluid Impedance (Lambda-Rho) reservoar-1 ........... 142
Gambar 126. Slicing Fluid Impedance (Lambda-Rho) Top A +7 ms
(Reservoar-1) .............................................................................. 143
Gambar 127. Penampang Fluid Impedance (Lambda-Rho) reservoar-2 ........... 144
Gambar 128. Slicing Fluid Impedance (Lambda-Rho) Top B +5 ms
(Reservoar-2) .............................................................................. 144
xxvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Skala penentuan kualitas porositas ................................................... 37
Tabel 2. Analisis petrofisika menggunakan parameter Lamé’ ....................... 45
Tabel 3. Interpretasi hubungan korelasi ......................................................... 54
Tabel 4. Time schedule penelitian .................................................................. 55
Tabel 5. Kelengkapan data log ....................................................................... 60
Tabel 6. Parameter crossplot pada sumur penelitian ..................................... 65
Tabel 7. Analisis tunning thicness ................................................................. 66
Tabel 8. Spesifikasi partial amgle wavelet .................................................... 72
Tabel 9. Hasil TCCA pada resevoar 1 ............................................................ 115
Tabel 10. Pembobotan pada resevoar 1 berdasarkan nilai koefisien c sumur
Z1-X ................................................................................................ 116
Tabel 11. Pembobotan pada resevoar 1 berdasarkan nilai koefisien c sumur
Z1-Y ................................................................................................ 116
Tabel 12. Pembobotan pada resevoar 1 berdasarkan nilai koefisien c sumur
Z1-Z ................................................................................................. 116
Tabel 13. Hasil TCCA pada resevoar 2 ............................................................. 119
Tabel 14. Pembobotan pada resevoar 2 berdasarkan nilai koefisien c sumur
Z1-X ................................................................................................ 120
xxvii
Tabel 15. Pembobotan pada resevoar 2 berdasarkan nilai koefisien c sumur
Z1-Y ................................................................................................ 120
Tabel 16. Pembobotan pada resevoar 2 berdasarkan nilai koefisien c sumur
Z1-Z ................................................................................................. 120
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri minyak dan gas bumi (migas) memberikan peluang yang sangat
menjanjikan dan merupakan sektor yang memberikan penerimaan yang besar
baik di Indonesia maupun negara lain di dunia. Pesatnya perkembangan industri
migas berdampak pada menipisnya cadangan sumber daya alam. Banyak
penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan minyak dan gas bumi secara
alternatif, salah satunya yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh Dewanto,
dkk. (2017) yang meneliti material surce rock (shale) yang diolah di
laboratorium untuk dikonversi menjadi minyak dan gas bumi. Selain itu,
terdapat juga penelitian yang dilakukan oleh Mulyanto, dkk. (2018) tentang
menentukan lapisan oil shale sebagai alternatif sumber energi. Meskipun
demikian, diperlukan juga lebih banyak lagi eksplorasi untuk mendapatkan
minyak dan gas bumi tidak hanya secara alternatif melainkan eksplorasi yang
dilakukan secara konvensional.
Target utama dalam eksplorasi minyak dan gas bumi adalah petroleum
system, antara lain yaitu reservoar. Reservoar merupakan tempat
terakumulasinya suatu hidrokarbon, baik yang mengandung fluida minyak
ataupun gas bumi. Batuan reservoar merupakan batuan yang dapat meloloskan
2
dan menyimpan fluida. Kandungan fluida pada reservoar memberikan
gambaran fluida pengisi reservoar tersebut berupa air, minyak, ataupun gas.
Untuk mendapatkan suatu informasi mengenai litologi dan kandungan fluida
pada suatu reservoar diperlukan suatu upaya yang dinamakan karakterisasi
reservoar. Seismik inversi merupakan salah satu metode yang paling banyak
digunakan untuk mengarakterisasi reservoar.
Seismik inversi merupakan teknik pemodelan geologi bawah permukaan
dengan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai
pengontrol (Sukmono, 2002). Dengan metode seismik inversi, informasi
mengenai sifat fisis batuan dapat diketahui dari data seismik yang dikontrol
dengan data log. Metode inversi AI (Accoustic Impedance Inversion)
merupakan salah satu metode inversi yang dapat dilakukan dengan
menggunakan data post stack migration. Namun AI memiliki keterbatasan
dalam membedakan efek litologi dan fluida pada suatu lapisan. Selain itu inversi
AI hanya berlaku pada data seismik zero offset, sudut datang 00 (normal incident
angle). Sedangkan metode Inversi Simultan merupakan salah satu metode
seismik inversi dengan menggunakan data seismik pre stack migration sebagai
inputnya dengan variasi sudut datang yang berbeda. Hasil output inversi
simultan berupa parameter Accoustic Impedance (AI), Shear Impedance (SI),
dan densitas, sehingga dapat membedakan efek litologi dan fluida dengan lebih
baik dibandingkan dengan inversi AI.
Pada beberapa kasus yang ada, parameter Accoustic Impedance (AI) dan
Shear Impedance (SI) kurang sensitif untuk pemisahan litologi dan fluida.
Parameter AI dan SI kadangkala terjadi tumpang tindih antara batupasir dan
3
shale, sehingga timbul ambiguitas untuk membedakan batas litologi dan fluida
(Purba, dkk., 2017). Quakenbush, dkk. (2006) mengusulkan metode Poisson
Impedance (PI) yang merupakan solusi untuk menjawab kesulitan dalam
memisahkan distribusi litologi dan fluida. Metode PI pendekatannya dapat
dilakukan dengan melalui rotasi sumbu AI dan SI sebagai variasi sudut 𝜃,
sehingga dapat diperoleh tren pemisahan litologi-fluida mulai dari sudut 0o –
360o (Purba, dkk., 2017). Berdasarkan persamaan yang telah dikemukakan oleh
Quakenbush, dkk. (2006), PI membutuhkan input berupa parameter Accoustic
Impedance (AI), Shear Impedance (SI), dan nilai koefisien c (faktor
optimalisasi rotasi). PI dapat dikatan baik dalam memisahkan litologi-fluida
apabila nilai c yang digunakan telah sesuai, sehingga nilai koefisien c sangat
mempengaruhi hasil akhir PI. Untuk meningkatkan akurasi perhitungan Poisson
Impedance, nilai koefisien c optimum dihitung melalui metode TCCA (Target
Correlation Coefficient Analysis) (Tian et al., 2010). Jika nilai koefisien c yang
didapat merupakan hasil korelasi dengan parameter yang sensitif terhadap
litologi seperti Gamma Ray (GR), Density dan Mu-rho, jika diaplikasikan pada
PI, maka akan didapatkan parameter Lithology Impedance (LI), sedangkan nilai
koefisien c yang didapatkan dari korelasi dengan parameter yang sensitif
terhadap fluida seperti Saturasi Air (Sw), Porositas, dan Lambda-rho, jika
diaplikasikan pada PI, maka akan didapatkan parameter Fluid Impedance (FI).
4
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan hasil karakterisasi yang lebih baik dengan menggunakan
metode seismik inversi Poisson Impedance (PI).
2. Menentukan parameter fisis yang sensitif untuk mengkarakterisasi litologi
dan fluida reservoar.
3. Menentukan nilai c (faktor optimalisasi rotasi) yang baik dan akurat untuk
mendapatkan distribusi pemisahan litologi dan fluida pada lapangan “X”.
4. Menganalisis pola persebaran litologi dan fluida menggunakan parameter
paling sensitif yang dihasilkan oleh Poisson Impedance (PI).
C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data seismik yang digunakan merupakan data 3D Pre Stack Time
Migration.
2. Data sumur sebanyak 3 buah, yaitu sumur Z1-X, Z1-Y, dan Z1-Z.
3. Daerah/zona penelitian terdapat 2 buah reservoar, reservoar-1 dibatasi oleh
Top A – Top B, reservoar-2 dibatasi oleh Top B –Top C.
4. Metode Inversi Simultan digunakan untuk mendapatkan volume Zp
(Impedansi Akustik), Zs (Impedansi Shear), Rasio Vp/Vs, dan densitas.
5. Metode Inversi Poisson Impedance (PI) digunakan untuk mendapatkan
volume Lithology Impedance (LI) dan Fluid Impedance (FI).
5
D. Manfaat
Manfaat penelitian ini, yaitu dapat mengetahui distribusi pemisahan
litologi dan fluida dengan baik untuk selanjutnya digunakan sebagai acuan
dalam penentuan lokasi sumur pengembangan.
E. Lokasi Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bidang KP3T Eksplorasi 3 Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB) “LEMIGAS” di
Jl. Ciledug Raya Kav. 109 Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini terletak di Cekungan Bonaparte seperti yang terlihat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Geografi di sekitar daerah penelitian dengan latar peta batimetri
berdasarkan radar topografi (SRTM) data (NASA, 2000) dengan
interval kontur kedalaman 500 meter (Ohara, dkk., 2015)
7
B. Geologi Regional
Daerah penelitian terletak di Cekungan Bonaparte bagian utara lepas
pantai Laut Arafura (offshore) di bagian utara batas kontinen Australia dan
meliputi area seluas sekitar 270.000 m2. Cekungan Bonaparte berisi suksesi
sedimen Paleozoic, Mesozoic, dan Cenozoic yang tersusun atas sedimen
siliciclastic dan carbonat dengan ketebalan lebih dari 15 kilometer. Cekungan
ini menampung cadangan minyak dan gas bumi yang signifikan, sehingga dikenal
sebagai salah satu cekungan penghasil hidrokarbon di Indonesia, terutama gas
dan kondensat. Lingkungan pengendapan cekungan ini, yaitu lingkungan
pengendapan laut (marine dan fluvial). Pada bagian Selatan Cekungan
Bonaparte berbatasan langsung dengan Darwin Australia, sedangkan pada
bagian Utara Cekungan ini berbatasan dengan Gap Timor (offshore), dan pada
bagian Barat berbatasan langsung dengan Laut Lepas Indonesia.
C. Tektonik Regional
Akan sedikit sekali dijumpai struktur kompresional pada Cekungan
Bonaparte, karena pada cekungan ini didominasi oleh patahan ekstensional
(extensional faulting). Cekungan Bonaparte didominasi oleh rift yang
berhubungan dengan adanya patahan pada cekungan tersebut. Rift yang
berhubungan dengan patahan-patahan tersebut membentuk beberapa struktur-
struktur deposenter pada Cekungan Bonaparte, antara lain deposenter
utamanya, yaitu Subcekungan Sahul dan Subcekungan Petrel. Adapun
deposenter yang lainnya seperti: Sahul Platform, Malita Graben, dan Laminaria
High. Pada Cekungan Bonaparte struktur geologi yang penting, yaitu
8
terdapatnya bermacam-macam area tinggian yang membatasi satu subcekungan
dengan cekungan lainnya. Tinggian tersebut berupa blok tinggian (horst block)
dan antiklin yang terpatahkan pada bagian yang turun pada lipatan di patahan
utama serta tinggian batuan dasar. Struktur kompresional hanya terjadi pada
periode Jurassic yang merupakan awal pembentukan rift pertama yang berarah
relatif timur laut-tenggara. Pada masa Createceous dan Neogene sesar ini aktif
kembali (Gunn, 1988).
Secara struktur, Cekungan Bonaparte sangat kompleks yang terdiri dari
umur Paleozoic dan Mesozoic pada sub cekungan daerah Platform. Deposenter
utama Cekungan Bonaparte terjadi di lepas pantai (offshore) Sub Cekungan
Petrel dari ekstensi luar, cekungan bagian Timor Gap merupakan deposenter
orthogonal pada Sahul Sinklin dan Malita Graben (Gunn,1988). Bagian selatan
Cekungan Bonaparte dibatasi dengan Plover Shelves dan Darwin. Sedangkan
pada bagian utara cekungan bonaparte dibatasi oleh Timor gap (Timor Trough)
dimana kedalaman air laut sekitar 3000 meter termasuk Laminaria dan
Flamingo High. Flamingo Sinklin terpisah dengan Sahul Platform dari
Flamingo high, Sahul platform merupakan regional konstituen (constituents),
Klep dan Thoubadour Highs dan terpisah dengan Sikatan Trough, rendah di
bagian Platform (Shuster, dkk.,1998). Proses terbentuknya struktur-struktur
pada Cekungan Bonaparte yaitu, sebagai berikut:
1. Terjadinya sruktur pengangkatan patahan pada Jurassic Akhir sampai
dengan Cretaceous Awal.
2. Pada umur Cretaceous dan Neogene terjadi pengaktifan kembali pada
bagian bawah obligue, left lateral, strongly strike-slip domain.
9
3. Pada Miocene Precent Day, patahan esktensional (extensional faulting)
signifikan Strike-slip association dengan Palung Timor bagian utara Malita
Graben sampai selatan.
4. Pada Jurassic Akhir sampai Cretaceous Awal terjadi rift dan pengangkatan
terkait dengan patahan. Pada trend timor sampai barat adanya patahan dari
northeast sampai southeast (Gunn, 1988 dan Cadman, dkk., 2003).
Cekungan Bonaparte memiliki struktur yang sangat kompleks, terdiri dari
struktur Paleozoic hingga Mesozoic terdiri dari dua fase ekstensi pada umur
Paleozoic:
1. Trend dari Northwest sampai umur Late Devonian-Early Carboniferous
pada sistem pengangkatan (Cekungan Sub Petrel).
2. Trend Northeast dari umur Late Carboniferous-Early Permian pada sistem
pengangkatan (Cekungan Sub Proto Vulcam dan Proto Malita Graben).
3. Regiona Triassic Akhir Utara-Selatan kompressi. Struktur antiklin, inversi,
erosi, dan pengangkatan (Uplift ).
4. Ekstensi pada umur Jurassic Akhir berhubungan dengan Trend Northeast
(Cekungan Sub Vulkano, Malita dan Calder Graben) dan Trend Southeast
Graben (Cekungan Sahul Sinklin).
5. Umur Miocene Akhir sampai Pliocene, konvergen Lempengan Australia
dan Eurasia mengalami penurunan pada Palung Timor, patahan aktif
kembali dan meluas (Barret, dkk., 2004).
Pengendapan Formasi Plover yaitu pada lingkungan shoreface dengan
arah barat-timur yang kemudian menjadi reservoar utama beberapa lapangan
pada Cekungan Bonaparte. Berdasarkan karakter litologi, terdapat indikasi
10
bahwa pola pengendapan Fomasi Plover didominasi oleh pengendapan jenis
sungai teranyam (braided fluvial) di selatan daerah penelitan hingga
lingkungan pantai yang dipengaruhi oleh gelombang (wave dominated
shoreline) dan lingkungan laut dangkal di sebelah utara. Pada umur Thitonian
atau Jurassic Akhir, pemunduran sejauh 120.000 meter terjadi pada palaeo-
shoreline ke arah Kraton, sehingga di seluruh daerah penelitian diendapkan
fasies argillaceous kecuali di beberapa daerah yang terdapat batupasir turbidit
yang terbentuk selama eustatic lowstand. Hingga Kapur Awal penurunan terus
berlangsung dengan pengendapan berupa shale dan batupasir turbidit Grup
Flaminggo Atas pada lingkungan laut dangkal (Barber, dkk., 2003).
Gambar 2. Tektonik Cekungan Bonaparte (Mory, 1988)
D. Stratigrafi Regional
Stratigrafi Cekungan Bonaparte dari umur yang tertua sampai dengan umur
muda yakni dari Precambrian sampai Quaternary dapat dijelaskan sebagai berikut:
11
1. Batuan Sedimen Tertua
Batuan sedimen tertua pada Cekungan Bonaparte terbentuk pada umur
Permian, Triassic, Jurassic,Creataceous sampai umur muda Tertiary.
Umur Permian dibagi lagi, yaitu umur Lower dan Upper (umur bawah dan
atas), kemudian umur Triassic dibagi menjadi tiga, yaitu umur Lower,
Middle, dan Upper.
2. Formasi Johnson (Base Eocene)
Satuan endapan Formasi Johnson ini pembentukan dominan
mengandung batulempung interbended, calcilutities, napal dan
batulempung gampingan.
3. Formasi Wangarlu (Turonian MFS)
Satuan endapan Formasi Wangarfu terdiri dari batulempung
(Claystone) yang cukup konsisten, juga mengandung batulempung silika.
4. Formasi Echuca Shoal (Base Aptian)
Satuan yang ada pada Formasi Echuca shoal terdiri dari material
batulempung serta jejak material karbonat pembentukan pada umur
Barrimian.
5. Formasi Elang (Base Flaminggo)
Formasi Elang Callovian selaras dengan Formasi Flamingo yang
tersusun oleh batupasir, batulempung agillaceous, serta batuan berpasir
(Gunn, 1988).
6. Formasi Plover
Formasi Plover merupakan formasi dari daerah penelitian. Pada Formasi
Plover, batupasir yang berselingan dengan batulempung umumnya
12
mendominasi, terdiri dari batupasir halus sampai kasar dengan batupasir dan
batulempung interbedded serta batu bara minor. Tidak adanya mikrofosil laut
dan terdapatnya keberadaan batubara mengindikasikan jenis lingkungan
pengendapannya adalah fluvial (Struckmeyer, 2006).
Berdasarkan runtutan stratigrafi, Formasi Plover pada umur Jurassic
Tengah yang terbentuk pada tektonik early syn-rft menunjukkan adanya
pengendapan fluvial deltaic hingga shallow marine (Purba, dkk., 2017).
Gambar 3. Stratigrafi Cekungan Bonaparte (Charlton, 2002)
13
E. Petroleum System Cekungan Bonaparte
1. Source Rock
Pada Cekungan Bonaparte, penelitian tentang potensi source rock
hidrokarbon telah dilakukan oleh Brooks dkk. (1996), Preston dan Edwards
(2000), dan Abbassi dkk., (2013). Korelasi minyak-minyak dan minyak-source
rock pada daerah ini telah dibuat oleh Gorter dan Hartung (1998), dan Preston
dan Edwards (2000).
Pada bagian tengah Cekungan Bonaparte pada daerah Luminaria dan
Flamingo high, minyak yang tersimpan di Formasi Jurasik Plover dan Formasi
Elang telah dibagi menjadi dua kelas oleh Preston dan Edward (2000). Minyak
dari akumulasi Laminaria dan Corallina dari wilayah Sahul Syncline terbentuk
dari campuran land-plant dan marine source affinity sedangkan minyak /
kondensat dari akumulasi Elang, Kakatua dan Bayu/Undan di sebelah tenggara,
dan di dekat Flamingo High, mengandung marine source affinity. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa marine shale pada Jurasik– Lower Cretaceous
dalam Flamingo Group adalah source rock minyak utama yang terakumulasi di
Formasi Laminaria dan Formasi Corallina. Formasi Lower Cretaceous Echuca
Shoals berpotensi sebagai source rock wet gas dan beberapa light oil (Abbassi,
2013). Barrett, (2004) mengklasifikasikan mereka dalam Petroleum System
Elang-Elang.
Akumulasi minyak yang berada di Formasi Lower Cretaceous Darwin dari
Elang Barat 1, Layang 1 dan Kakatua Utara 1 (Preston dan Edwards, 2000),
serta gas di Firebird 1 berasal dari sedimen laut organik di Formasi Lower
Cretaceous Echuca Shoals di Sahul Syncline. Studi geokimia terbaru tentang
gas dari daerah Sahul Platform Greater Sunrise utara, dan di Malita Graben
14
dan Calder menunjukkan bahwa hidrokarbon ini bersumber dari Formasi
Plover di Heron dan Troubadour terraces (Longley, 2002; Edwards, 2006),
sehingga akumulasi gas Cekungan Bonaparte ini dikategorikan sebagai Sistem
Petroleum Westralian 1, dengan Barrett dkk., (2004) menyebut mereka sebagai
Petroleum System Plover-Plover.
2. Reservoar dan Seal
Yang bertindak sebagai reservoar yang ekonomis pada Cekungan
Bonaperte adalah formasi sandstone yang ada di Formasi Elang yang ada di
Lapangan Corallina dan Laminaria dan Formasi Jurasik Plover yang ada di
lapangan gas Bayu/Undan. Reservoar ini juga menjadi target utama di Northern
Sahul Platform, Malita Graben dan Calder Graben, sama seperti akumulasi gas
di Barossa, Blackwood, Caldita, Chuditch, Evans Shoal, Heron dan Greater
Sunrise. Batuan seal/penutup nya adalah thick claystone yang ada di Formasi
Enchuca Shoals. Dan batuan seal/penutup lainnya adalah batuan claystones
yang merupakan frigate shale yang merupakan bagian dari Flamingo Group
yang memiliki peningkatan kapasitas seal pada bagian barat, khususnya
Troubadour Terrace dan Sahul Platform.
Sandpiper sandstone dari Flamingo Group adalah reservoar sekunder
di wilayah ini. Clastics kuarsa ini disimpan di marine shelf dan mungkin di
komplek dan basin-floor fan complexes (Anderson, dkk., 1993 dan Barber,
dkk., 2004). Bathurst Island Group berisi reservoar berkualitas tinggi,
termasuk Formasi Wangarlu atas yang dikembangkan secara regional dan
Formasi Maastrichtian Puffin yang batuan seal nya adalah karbonat oleh
Formasi Johnson.
15
3. Trap
Kejadian ekstensional pada masa tithonian (Jura Akhir) yang
mengakibatkan berkembangnya horst east-trending dan graben yang menjadi
ciri dari Sahul Syncline dan Lamingo Syncline region, yang telah terbukti
menjadi perangkap struktural paling prospektif di area Cekungan Bonaparte
Utara (Whittam, dkk., 1996).
4. Maturity/Kematangan
Preston dan Edwards (2000) membuat peta persebaran suhu permukaan
'Top Elang' yang menunjukkan isoterm sebesar 120ºC dan 140ºC, yang mereka
anggap sebagai batas efektif untuk pembentukan hidrokarbon dari masing-
masing Formasi Elang / Plover dan basal Frigate Shale. Mereka menyimpulkan
bahwa Formasi Elang dan Plover sudah matang untuk pembentukan
hidrokarbon di Sahul Syncline, Flamingo Syncline utara dan barat daya Malita
Graben sebagai sumber akumulasi hidrokarbon utama di daerah tersebut,
termasuk di area lapangan produksi.
Terbentuknya gas dari cairan di area timur laut Platform Sahul, graben
Malita dan Calder telah terbentuk oleh sumber yang memiliki kualitas yang
rendah dari Formasi Plover (Longley, 2002) dan kemungkinan tidak adanya
syn-rift Callovian-Oxfordian (Middle-Upper Jurasik) serpih yang kaya organik
dalam Formasi Elang, yang didominasi batupasir di wilayah ini. Pemodelan
oleh Morry (1998) di Heron 1 di Malita Graben menunjukkan bahwa Grup
Flamingo dan Grup Bathurst Island berada di dalam gas window pada Late
Cretaceous hingga Paleogen. Gradien geotermal tinggi tercatat di seluruh
Malita Graben dan Calder. Unit basal pada Grup Bathurst Island, Formasi
16
Echuca Shoals, memiliki karakter sumber yang baik dan bisa menjadi sumber
potensial dari hidrokarbon cair dan gas di Cekungan Bonaparte (Longley,
2002). Sampai saat ini, penemuan minyak dalam Formasi Darwin (misalnya
Elang West 1) dan penemuan gas di Firebird 1 dalam Flamingo Group telah
dikaitkan dengan sumber ini.
Gambar 4. Petroleum System pada Cekungan Bonaparte (Barret, dkk., 2004)
17
III. TEORI DASAR
A. Konsep Dasar Seismik Refleksi
Metode seismik merupakan salah satu metode eksplorasi geofisika yang
memanfaatkan prinsip penjalaran gelombang seismik untuk tujuan penyelidikan
bawah permukaan bumi. Metode seismik didasarkan pada respon bumi terhadap
gelombang seismik yang merambat dari suatu gelombang buatan di permukaan
bumi. Sumber getaran dapat ditimbulkan oleh suatu ledakan dari dinamit atau
pemberat yang dijatuhkan ke tanah. Gelombang yang dihasilkan akan
melepaskan energi ke dalam bumi dan akan dirambatkan ke segala arah. Dalam
perambatannya gelombang seismik memiliki kecepatan rambat gelombang
yang dipengaruhi oleh sifat batuan. Dari hasil pemantulan gelombang tersebut
Apabila gelombang merambat melewati bidang batas antara dua medium yang
memiliki perbedaan kontras impedansi akustik, maka sebagian energi akan
dipantulkan kembali ke permukaan dan sebagian dibiaskan. Gelombang yang
dipantulkan ke permukaan akan diterima dan direkam oleh alat perekam
(receiver) sebagai fungsi waktu yang dapat memperkirakan bentuk lapisan
bawah permukaan yang sebenarnya. alat perekam (receiver) tersebut dapat
berupa geophone jika pengukurannya dilakukan di darat atau hydrophone jika
pengukurannya dilakukan di laut (Anggriawan, 2016).
18
Komponen gelombang seismik yang direkam berupa waktu datang
gelombang seismik. Dari waktu datang tersebut didapatkan waktu tempuh
(travel time) yang berguna untuk memberi informasi mengenai kecepatan
gelombang seismik dalam suatu lapisan. Gelombang seismik merambat dari
source ke receiver melalui lapisan bumi dan mentransfer energi, sehingga dapat
menggerakkan partikel batuan. Kemampuan partikel batuan untuk bergerak,
jika dilewati gelombang seismik menentukan kecepatan gelombang seismik
pada lapisan batuan tersebut (Sukmono, 1999).
Gambar 5. Ilustrasi metode seismik refleksi (Oktaviana, 2008)
B. Hukum-Hukum Gelombang Seismik
Mekanisme penjalaran gelombang seismik didasarkan pada
Prinsip Huygens, Hukum Snellius, dan Prinsip Fermat.
1. Prinsip Huygens
Prinsip Huygens menjelaskan bahwa gelombang menyebar dengan
bentuk seperti bola dari sebuah titik sumber gelombang ke segala arah.
Prinsip Huygens juga menyatakan bahwa setiap titik-titik pengganggu
yang berada di depan muka gelombang utama akan menjadi sumber bagi
19
terbentuknya deretan gelombang yang baru. Jumlah energi total deretan
gelombang baru tersebut sama energi utama. Dalam eksplorasi seismik
titik-titik tersebut dapat berupa rekahan, patahan, antiklin, dan lain-lain.
Sedangkan deretan gelombang baru berupa gelombang difraksi.
Gambar 6. Prinsip Huygens (Sheriff dan Geldart, 1995)
2. Hukum Snellius
Ketika gelombang seismik melalui bidang batas dua medium yang
memiliki sifat fisik berbeda, maka gelombang akan terbagi, sebagian
gelombang akan dipantulkan ke permukaan dan sebagian lagi akan
dibiaskan. Gelombang akan dipantulkan apabila sudut datang lebih besar
dari sudut kritisnya dan gelombang akan dibiaskan apabila sudut datang
lebih kecil atau sama dengan sudut kritisnya.
Penjalaran gelombang seismik mengikuti Hukum Snellius yang
dikembangkan dari Prinsip Huygens yang mendefinisikan bahwa sudut
pantul dan sudut bias adalah fungsi dari sudut datang dan kecepatan
gelombang. Gelombang P yang datang akan mengenai permukaan bidang
20
batas antara dua medium berbeda akan menghasilkan gelombang refraksi
dan refleksi (Hutabarat, 2009).
Gambar 7. Gelombang ketika melewati medium yang berbeda menurut
hukum Snellius (Bhatia dalam Kumalasari, 2018)
Hukum Snellius dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
sin𝜃1
𝑉𝑝1=
sin𝜃1′
𝑉𝑝1=
sin𝜃2
𝑉𝑝2=
sin𝜙1
𝑉𝑠1=
sin𝜙2
𝑉𝑠2= 𝑝 .........................................(1)
dengan,
𝜃1 = sudut datang gelombang P
𝜃1′ = sudut pantul gelombang P
𝜃2 = sudut bias gelombang P
𝜙1 = sudut pantul gelombang S
𝜙2 = sudut bias gelombang S
𝑉𝑝1 = kecepatan gelombang P pada medium pertama
𝑉𝑝2 = kecepatan gelombang P pada medium kedua
𝑉𝑠1 = kecepatan gelombang S pada medium pertama
𝑉𝑠2 = kecepatan gelombang S pada medium kedua
𝑝 = parameter gelombang
21
3. Prinsip Fermat
Prinsip Fermat menyatakan bahwa gelombang menjalar dari satu titik
ke titik lain melalui lintasan dengan waktu tempuh tercepat. Dengan
demikian jika gelombang melewati sebuah medium yang memiliki variasi
kecepatan gelombang seismik, maka gelombang tersebut akan melalui
medium dengan nilai rapat massa yang lebih besar dengan cenderung melalui
zona-zona kecepatan tinggi dan menghindari zona-zona kecepatan rendah
(Jamady, 2011).
Gambar 8. Prinsip Fermat (Abdullah, 2007)
C. Komponen Seismik Refleksi
Komponen seismik refleksi menunjukkan pola dari komponen sebuah
gelombang (seismic trace) seperti panjang gelombang, tinggi gelombang,
amplitudo, puncak, palung, dan zero crossing. Dari parameter-parameter
tersebut dapat diturunkan menjadi beberapa komponen lain seperti impedansi
akustik (IA), koefisien refleksi (KR), polaritas, fasa, resolusi vertikal, wavelet,
dan seismogram sintetik.
22
Gambar 9. Komponen dasar seismik refleksi (Abdullah, 2007)
1. Impedansi Akustik
Impedansi akustik merupakan salah satu parameter fisis yang
digunakan untuk mengarakterisasi reservoar. Impedansi akustik adalah
kemampuan dari batuan untuk melewatkan gelombang akustik disebut
Impedansi Akustik. Impedansi Akustik (AI) adalah produk dari densitas (ρ)
dan kecepatan gelombang kompresional (V) (Badley, 1985). Dalam bentuk
persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:
𝐴𝐼 = 𝜌. 𝑉𝑝 ..............................................................................................(2)
Perubahan impedansi akustik dapat digunakan sebagai indikator
perubahan litologi, porositas, kekerasan, dan kandungan fluida. Sebagai
contoh, batupasir mempunyai nilai impedansi akustik yang lebih rendah
dibandingkan dengan shale, hal tersebut disebabkan impedansi akustik yang
berbanding lurus dengan kekerasan batuan dan berbanding terbalik dengan
porositas, sehingga nilai porositas batupasir lebih tinggi dibandingkan
dengan shale. Namun, lain halnya dengan tight sandstone yang memiliki
nilai impedansi akustik lebih besar dari shale yang disebabkan oleh tingkat
kekompakannya.
23
2. Koefisien Refleksi (KR)
Refleksi seismik terjadi disebabkan terdapatnya perubahan atau
perbedaan impedansi akustik pada dua medium yang berbeda. Perbedaan
nilai impedansi tersebut digambarkan dengan besaran nilai yang dinamakan
koefisien refleksi. Koefisien relfeksi pada sudut datang nol derajat (normal
incident angle) adalah besarnya koefisien refleksi untuk gelombang yang
datang tegak lurus terhadap bidang pemantul, maka koefisien refleksi dapat
dinyatakan sebagai berikut:
𝐾𝑅 = 𝜌2𝑣2−𝜌1𝑣1
𝜌2𝑣2+𝜌1𝑣1=
𝐴𝐼2−𝐴𝐼1
𝐴𝐼2+𝐴𝐼1 ………….......................................................(3)
Dimana :
KR = Koefisien refleksi
AI1 = Impedansi akustik lapisan atas
AI2 = Impedansi akustik lapisan bawah
Gambar 10. Koefisien refleksi (Delisatra, 2012)
24
3. Polaritas dan Fasa
Penentuan polaritas sangat penting meskipun penggunaan polaritas
hanya mengacu pada perekaman dan konvensi tampilan. Dalam polaritas
sendiri terbagi menjadi polaritas normal dan polaritas terbalik. Society of
Exploration Geophysicists (SEG) mendefinisikan polaritas normal sebagai
berikut :
1. Sinyal seismik positif akan menghasilkan tekanan akustik positif pada
hidrophone (air) atau pergerakan awal ke atas pada geophone (darat).
2. Sinyal seismik yang positif akan terekam sebagai nilai negatif pada
tape, defleksi negatif pada monitor dan trough pada penampang
seismik.
Menggunakan konvensi SEG, dapat menghubungkan antara polaritas
dengan nilai Accoustic Impedance (AI) dari lapisan-lapisan batuan sebagai
berikut :
1. Jika AI pada lapisan bawahnya lebih besar daripada AI pada lapisan
atasnya, 𝐴𝐼2 > 𝐴𝐼1, maka pada bidang batas refleksi berupa peak.
2. Jika AI pada lapisan bawahnya lebih kecil daripada AI pada lapisan
atasnya, 𝐴𝐼2 < 𝐴𝐼1, maka pada bidang batas refleksi berupa trough.
Fasa pada seismik dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu fasa
minimum dan fasa nol. Fasa minimum memiliki energi yang terkonsentrasi
di awal, seperti umumnya banyak sinyal seismik. Pulsa fasa nol terdiri dari
puncak utama dan dua side lobes dengan tanda berlawanan dengan
amplitudo utama dan lebih kecil
25
Gambar 11. Polaritas normal dan polaritas reverse (Abdullah, 2007)
4. Wavelet
Wavelet merupakan gelombang harmonik yang mempunyai interval
amplitudo, frekuensi, dan fasa tertentu (Sismanto, 2006). Pada
kenyataannya wavelet mempunyai bentuk yang kompleks dan bervariasi
terhadap waktu. Asumsi bahwa hanya terdapat wavelet tunggal dan
terdefinisikan secara jelas waktu konvolusi dengan reflektivitas untuk
menghasilkan trace seismik adalah suatu penyederhanaan. Berdasarkan
konsentrasi energinya wavelet dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu:
1. Zero Phase Wavelet
Wavelet berfasa nol (zero phase wavelet) mempunyai konsentrasi
energi maksimum di tengah, mempunyai waktu tunda nol, dan sempit
dalam kawasan waktu, sehingga wavelet ini mempunyai resolusi dan
standout yang maksimum.
2. Minimum Phase Wavelet
Wavelet fasa minimum (minimum phase wavelet) mempunyai energi
yang terpusat pada bagian depan dan mempunyai pergeseran fasa kecil
pada setiap frekuensi.
26
3. Maximum Phase Wavelet
Wavelet fasa maksimum (maximum phase wavelet) mempunyai energi
yang terpusat pada bagian belakang atau akhir. Wavelet jenis ini
merupakan kebalikan dari wavelet berfasa minimum.
4. Mixed Phase Wavelet
Wavelet berfasa campuran (mixed phase wavelet) merupakan wavelet
yang energinya tidak terkonsentrasi di kedua bagian, baik di bagian
depan maupun di bagian belakang..
Gambar 12. Jenis-jenis wavelet berdasarkan konsentrasi energinya, yaitu
minimum phase wavelet (a), mixedphase wavelet (b),
maximum phase wavelet (c), dan zero phase wavelet (d)
(Rahmanda, 2017).
D. Seismogram Sintetik
Seismogram sintetik merupakan data seismik buatan yang dibuat dari data
sumur, yaitu log kecepatan (sonic), densitas, dan wavelet dari data seismik.
Dengan mengalikan kecepatan dengan densitas, maka akan didapatkan
27
impedansi akustik, sehingga didapatkan koefisien refleksi. Koefisien refleksi
dikonvolusikan dengan wavelet akan didapatkan seismogram sintetik pada
daerah sumur tersebut (Gambar 13). Seimogram sintetik digunakan untuk
mengikat data sumur dengan data seismik (well to seismic tie). Sebagaimana
diketahui, data seismik umumnya berada dalam domain waktu (TWT)
sedangkan data sumur berada dalam domain kedalaman (depth), sehingga
sebelum dilakukan pengikatan, langkah awal yang harus dilakukan adalah
konversi data sumur ke domain waktu dengan cara membuat seismogram
sintetik dari sumur (Abdullah, 2008).
Gambar 13. Sintetik Seismogram yang didapat dengan mengkonvolusikan
koefisien refleksi dengan wavelet (Sukmono, 1999)
E. Resolusi Vertikal
Resolusi adalah jarak minimum antara dua obyek yag dapat dipisahkan
oleh gelombang seismik (Sukmono, 2000), sehingga resolusi vertikal seismik
didefinisikan sebagai kemampuan dari gelombang seismik dalam membedakan
atau memisahkan dua obyek, yaitu lapisan atas dengan lapisan yang ada di
bawahnya secara vertikal. Pemisahan secara vertikal dapat dilakukan dengan
28
analisis tunning thickness sebelum interpretasi seismik. Setiap lapisan akan
dapat terpisahkan dengan ketebalan ¼ dari panjang gelombang, sedangkan jika
ketebalanya kurang dari ¼ dari panjang gelombang, maka hanya akan terlihat
satu interface saja. Panjang gelombang (𝜆) tergantung pada kecepatan (𝑣) dan
frekuensi (𝑓) seperti pada persamaan dibawah ini:
𝜆 = 𝑣/𝑓 ...................................................................................................(4)
Dimana:
𝜆 = Panjang gelonbang (m)
𝑣 = Kecepatan rata-rata (m/s)
𝑓 = Frekuensi data seismik (Hz)
Gambar 14 menunjukkan efek interferensi batuan saat ketebalan dua
litologi sama dengan nilai resolusi vertikal.
Gambar 14. Efek Interfensi yang berhubungan dengan batuan dengan AI
tinggi yang terletak di antara batuan rendah (Sukmono, 2000)
F. Tinjauan Umum Well Logging
Well logging merupakan suatu teknik untuk mendapatkan data bawah
permukaan dengan menggunakan alat ukur yang dimasukkan ke dalam lubang
sumur, untuk evaluasi formasi dan identifikasi ciri-ciri batuan di bawah
29
permukaan. Tujuan dari well logging adalah untuk mendapatkan informasi
litologi, pengukuran porositas, pengukuran resistivitas, dan kejenuhan
hidrokarbon, sehingga dapat digunakan untuk menentukan zona, dan
memperkirakan kuantitas minyak dan gas bumi dalam suatu reservoar
(Harsono, 1997).
Interpretasi data log sumur merupakan suatu metode pendukung dalam
usaha evaluasi formasi dengan cara menggunakan hasil perekan alat survei
logging sebagai sumber informasi utama. Interpretasi data log dapat dilakukan
secara kualitatif maupun kuantitatif. Interpretasi kualitatif akan memperoleh
informasi pendeteksian adanya hidrokarbon, identifikasi tipe batuan,
pendeteksian adanya zona permeabel, dan penentuan batas reservoar.
Sedangkan interpretasi kuantitatif akan memperoleh nilai porositas, saturasi
fluida, dan indeks permeabilitas (Dewanto, 2018).
1. Log Gamma Ray
Log Gamma Ray adalah log yang menunjukkan besaran intensitas
radiasi sinar gamma yang dihasilkan oleh unsur-unsur radioaktif yang
terdapat dalam lapisan batuan di sepanjang lubang bor. Unsur radioaktif
yang terdapat dalam lapisan batuan tersebut seperti Uranium (U), Thorium
(Th), Potassium (K), dll. Pada batuan yang mengandung shale akan
memberikan respon gamma ray yang sangat signifikan dibandingkan
dengan batuan yang lainnya. Hal tersebut disebabkan unsur radioaktif
umumnya banyak terdapat dalam shale dan sedikit sekali terdapat dalam
sandstone, limestone, dolomite, coal, gypsum, dll.
30
Pengukuran gamma ray log dilakukan dengan menurunkan instrument
gamma ray log kedalam lubang bor dan merekam radiasi sinar gamma untuk
setiap interval tertentu. Biasanya interval perekaman gamma ray sebesar 0.5
feet. Log gamma ray memiliki satuan API (American Petroleum Institute),
di mana tipikal kisaran API biasanya berkisar antara 0 s/d 150. Walaupun
terdapat juga suatu kasus dengan nilai gamma ray sampai 200 API untuk
jenis organic rich shale. Pengukuran gamma ray dapat dilakukan pada
lubang bor yang telah dipasang casing ataupun telah dilakukan cementing
karena sifat dari sinar gamma yang dapat menembus logam dan semen.
Walaupun terjadi atenuasi, tetapi energinya masih cukup kuat untuk
mengukur sifat radiasi gamma pada formasi batuan (Zain, 2011).
Gambar 15. Respon log gamm ray terhadap fromasi batuan (Rider, 2002)
31
2. Log Neutron Porosity
Log neutron porosity ditujukan untuk mengukur hydrogen index (HI)
yang terdapat pada formasi batuan. HI didefinisikan sebagai rasio dari
konsentrasi atom hydrogen dalam formasi, dengan asumsi atom H berasal
dari HC atau Air. Satuan pengukuran dinyatakan dalam satuan PU (Porosity
Unit) (Rider, 1996).
Log neutron porosity yang diukur bukanlah porositas sesungguhnya
dari batuan, melainkan yang diukur adalah kandungan hidrogen yang
terdapat pada pori-pori batuan. Semakin berpori batuan semakin banyak
kandungan hydrogen dan semakin tinggi indeks hydrogen. Shale yang
banyak mengandung hydrogen dapat ditafsirkan memiliki porositas yang
tinggi pula. Untuk mengantisipasi ketidakpastian tersebut, maka interpretasi
porositas dapat dilakukan dengan mengkolaborasikan log density.
Gambar 16. Respon log neutron porosity terhadap batuan (Rider, 2002)
32
3. Log Density
Log density dilakukan untuk mengukur densitas elektron suatu lapisan
disepanjang lubang bor. Prinsip kerja alat log density adalah dengan emisi
sumber radioaktif. Semakin padat batuan semakin sulit sinar radioaktif
tersebut ter-emisi dan semakin sedikit emisi radioaktif yang terhitung oleh
penerima (counter).
Penggabungan log neutron porosity dengan log density sangat
bermanfaat untuk mendeteksi fluida dalam formasi. Log denisty dapat
digunakan untuk mencari nilai porositas densitas, sebelum menentukan
porositas, nilai densitas litologi dan densitas fluida yang terkandung dalam
formasi harus diketahui terlebih dahulu (Harsono, 1997).
Gambar 17. Respon log density terhadap batuan (Rider, 2002)
33
4. Log Resistivity
Log resistivity menunjukkan respon kemampuan suatu batuan pada
formasi untuk menghambat jalannya arus listrik yang dialirkan (Rider,
2002). Alat-alat yang digunakan untuk mendapatkan nilai resistivitas pada
formasi terdiri dari dua kelompok yaitu laterolog dan induction log. Yang
umum dikenal sebagai log Rt adalah LLd (Deep Laterelog Resistivity), LLs
(Shallow Laterelog Resisitivity), ILd ( Deep Induction Resisitivity), ILm
(Medium Induction Resistivity), dan SFL. Prinsip kerja dari log resistiviy
yaitu dengan mengukur sifat tahanan kelistrikannya (resistivitas) batuan dan
fluida pori (minyak, gas, dan air) di sepanjang lubang bor. Log resistivity
dapat digunakan untuk menganalisis hydrocarbon water contact. Karena
pada log ini mampu menganalisis apakah suatu reservoar mengandung air
garam (wet) atau mengandung hidrokarbon.
Gambar 18. Respon log resistivity terhadap batuan (Rider, 2002)
34
5. Log Sonic
Log sonic mengukur waktu rambatan gelombang suara formasi pada
jarak tertentu. Log sonic memberikan sebuah interval waktu yang
dinamakan delta-t (Δt) atau biasanya disebut dengan Interval Transit Time.
Secara kualitatif log ini digunakan untuk mengevaluasi porositas yang ada
pada pori-pori batuan. Log ini juga bisa dijadikan log untuk mengikatkan
well-log dengan data seismic atau biasa kita sebut well to seismic tie.
Kegunaan lain dari log ini juga bisa membantu mengidentifikasikan jenis
litologi, source rock dan memprediksi zona over pressure (Rider, 2002).
Gambar 19. Identifikasi litologi berdasarkan log sonic (Glover, 2000)
35
G. Petrofisika
1. Volume Clay (VCL)
Volume clay menunjukkan banyaknya jumlah kandungan clay atau
shale yang ada pada formasi tersebut. Adanya clay atau shale di dalam
batuan sedimen menyebabkan terjadinya penyimpangan interpretasi log bila
menggunakan rumus-rumus untuk batuan bersih. Efek adanya shale dalam
formasi akan berpengaruh terhadap parameter lain, seperti mengurangi nilai
porositas dan permeabilitas pada batuan secara drastis. Serta memberikan
respon nilai resistivitas yang berbeda. Sehingga perlu dilakukan analisis
terhadap banyaknya kandungan clay atau shale pada suatu batuan. Apabila
mengetahui jumlah shale di dalam suatu batuan maka interpretasi log untuk
jenis batuan tersebut akan lebih teliti. Berikut merupakan rumus Vshale
pada persamaan respon linier:
𝑉𝑠ℎ = 𝐼𝐺𝑅 = (𝐺𝑅 𝐿𝑜𝑔)−(𝐺𝑅 𝑆𝑎𝑛𝑑𝑏𝑎𝑠𝑒𝑙𝑖𝑛𝑒)
(𝐺𝑅 𝑆ℎ𝑎𝑙𝑒𝑏𝑎𝑠𝑒𝑙𝑖𝑛𝑒)−(𝐺𝑅 𝑆𝑎𝑛𝑑𝑏𝑎𝑠𝑒𝑙𝑖𝑛𝑒) ..................................(5)
Perhitungan Vshale ini juga dibagi menjadi beberapa rumus, (Rider, 2002).
Rider membagi 4 rumus untuk mencari Vshale pada persamaan respon non-
linier, yaitu:
a. Larionov (Tertiary Rock)
𝑉𝑠ℎ = 0,083 × (23,7𝐼𝐺𝑅 − 1)............................................................(6)
b. Clavier
𝑉𝑠ℎ = 1,7 − (3,38 − (𝐼𝐺𝑅 + 0,7)2)0,5..............................................(7)
c. Stieber (South Lousiana Miocine and Pliocine)
𝑉𝑠ℎ = 𝐼𝐺𝑅 = 𝐼𝐺𝑅
3−2×𝐼𝐺𝑅..........................................................................(8)
36
d. Larionov (Older Rock)
𝑉𝑠ℎ = 0,33 × (23,7𝐼𝐺𝑅 − 1) )............................................................(9)
2. Porositas
Porositas merupakan perbandingan volume rongga-rongga pori
terhadap volume total seluruh batuan yang dinyatakan dalam satuan
persen. Suatu batuan dikatakan mempunyai porositas efektif apabila
bagian rongga-rongga dalam batuan saling berhubungan dan biasanya
lebih kecil dari rongga pori-pori total. Ada dua jenis porositas yang
dikenal, yaitu porositas absolut dan porositas efektif. Porositas absolut
adalah perbandingan antara volume pori-pori total batuan terhadap
volume total batuan. Sedangkan porositas efektif adalah perbandingan
antara volume pori-pori yang saling berhubungan dengan volume batuan
total. Secara matematis kedua porositas tersebut dapat dituliskan sebagai
persamaan berikut:
𝑃𝑜𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 (∅) = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑝𝑜𝑟𝑖−𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛× 100% .................(10)
𝑃𝑜𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 (∅𝑒) = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑏𝑒𝑟ℎ𝑢𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛× 100% ......(11)
Semakin dalam batuan akan semakin kompak akibat efek tekanan di
atasnya, sehingga porositas batuan akan berkurang seiring dengan
bertambahnya kedalaman. Nilai porositas juga akan mempengaruhi
kecepatan gelombang seismik. Semakin besar porositas batuan, maka
kecepatan gelombang seismik yang melewatinya akan semakin kecil, dan
demikian pula sebaliknya. Berdasarkan pembentukan batuannya terdapat
dua jenis porositas, yaitu porositas primer (sedimentasi klastik) dan
37
porositas sekunder (proses tektonik, proses kimiawi, dll.). Faktor-faktor
yang mempengaruhi porositas primer adalah ukuran butir, karakter
geometris, proses diagenesis, kandungan semen, kedalaman dan tekanan
(Sukmono, 2000). Menurut Koesoemadinata (1978), kualitas dari porositas
reservoar dikelompokkan menjadi beberapa bagian seperti dalam Tabel 1.
Tabel 1. Skala penentuan kualitas porositas (Koesoemadinata, 1978)
3. Saturasi Air
Saturasi air (Sw) merupakan besarnya volume pori batuan yang
tersaturasi oleh air yang dinyatakan dalam satuan fraksi. Pada zona
reservoar, tidak seutuhnya terisi oleh hidrokarbon, sehingga perlu dilakukan
perhitungan saturasi air (Asquith dan Krygowski, 2004). Untuk perhitungan
saturasi air pada formasi yang bersih, dapat digunakan perhitungan dengan
persamaan Archie, sedangkan formasi yang terdapat shale sebagai
pengotornya yang ditandai dengan nilai Vsh yang besar, maka efektif
menggunakan perhitungan persamaan Simandoux. Adapun untuk daerah
Indonesia yang memiliki formasi batuan Indonesia yang sangat kompleks,
dapat digunakan perhitungan persamaan Sw Indonesia. Secara matematis
ketiga persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Nilai Porositas Skala
0 – 5 % Diabaikan (neigligible)
5 – 10% Buruk (poor)
10 – 15% Cukup (fair)
15 – 20% Baik (good)
20 – 25% Sangat Baik (very good)
>25% Istimewa (excellent)
38
Sw Archie
𝑆𝑤𝑛 =𝑎 . 𝑅𝑤
∅𝑒𝑚 . 𝑅𝑡 ........................................................................................(12)
Keterangan:
𝑆𝑤 = Saturasi Air (%)
𝑅𝑤 = Resistivtas air (ohm.m)
∅𝑒 = Porositas efektif (%)
𝑅𝑡 = Resistivitas formasi dari bacaan log (ohm.m)
𝑎 = Faktor turtuositi (gamping =1; batu pasir = 0.62)
𝑚 = Faktor sementasi (gamping = 2; batu pasir = 2.15)
𝑛 = Eksponen saturasi (1.8 – 2.5 dengan nilai umum 2.0)
Sw Simandoux
𝑆𝑤𝑛 =0,4 . 𝑅𝑤
∅𝑒2 [− (𝑉𝑠ℎ
𝑅𝑠ℎ) + √5 . ∅𝑒2
𝑅𝑤 . 𝑅𝑡+ (
𝑉𝑠ℎ
𝑅𝑠ℎ)2
] .......................................(13)
Keterangan:
𝑆𝑤 = Saturasi Air (%)
𝑅𝑤 = Resistivtas air (ohm.m)
∅𝑒 = Porositas efektif (%)
𝑉𝑠ℎ= Volume shale (%)
𝑅𝑡 = Resistivitas formasi dari bacaan log (ohm.m)
𝑅𝑠ℎ= Resistivitas shale (ohm.m)
39
Sw Indonesia
1
√𝑅𝑡= [
𝑉𝑠ℎ(1−𝑉𝑠ℎ
2)
√𝑅𝑠ℎ+
∅𝑒𝑚/2
√𝑎 . 𝑅𝑤] . 𝑆𝑤𝑛/2 ......................................................(14)
Keterangan:
𝑆𝑤 = Saturasi Air (%)
𝑅𝑤 = Resistivtas air (ohm.m)
∅𝑒 = Porositas efektif (%)
𝑉𝑠ℎ= Volume shale (%)
𝑅𝑡 = Resistivitas formasi dari bacaan log (ohm.m)
𝑅𝑠ℎ= Resistivitas shale (ohm.m)
𝑎 = Faktor turtuositi (gamping =1; batu pasir = 0.62)
𝑚 = Faktor sementasi (gamping = 2; batu pasir = 2.15)
𝑛 = Eksponen saturasi (1.8 – 2.5 dengan nilai umum 2.0)
(Krygowski, 2003).
H. Rock Physics
1. Kecepatan Gelombang P (Vp) dan Gelombang S (Vs)
Kecepatan seismik mengikut sertakan deformasi batuan sebagai
fungsi dari waktu. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 20, sebuah
batuan dapat mengalami kompresi (compressed), yang mengubah volume
dan bentuk batuan, maupun shear (sheared), yang hanya mengubah
bentuknya saja.
40
Gambar 20. Skema deformasi batuan terhadap P-wave
dan S-wave (Goodway, 2001)
Berdasarkan hal tersebut, terdapat dua jenis kecepatan seismik, yaitu
kecepatan gelombang kompresi atau gelombang P (Vp) dan kecepatan
gelombang shear atau gelombang S (Vs). Gelombang P merupakan
gelombang yang arah pergerakan partikelnya sejajar (longitudinal) dengan
arah perambatan gelombang. Sedangkan gelombang S, arah pergerakannya
yang tegak lurus (transversal) dengan arah perambatan gelombang.
Perbandingan antara Vp dan Vs direpresentasikan dengan menggunakan
poisson’s ratio (𝜎), seperti pada Persamaan 15.
𝜎 =𝛾−2
2𝛾−2 .................................................................................................(15)
𝛾 = (𝑉𝑝
𝑉𝑠)2
................................................................................................(16)
Rasio Vp/Vs dapat digunakan sebagai indikator litologi (Tatham,
1982). Lempung bila diasumsikan isotropik, selalu memiliki rasio Vp/Vs
yang tinggi daripada reservoar pasir. Bentuk sederhana dari persamaan
kecepatan P-wave dan S-wave diturunkan untuk batuan non-porous dan
41
isotropic. Persamaan kecepatan menggunakan koefisien Lambda (λ - Lamé
coefficient), modulus Bulk (K), dan modulus Shear (µ) dapat dituliskan pada
persamaan berikut:
𝑉𝑝 = √λ+2µ
𝜌= √
𝐾+4
3µ
𝜌 ...........................................................................(17)
𝑉𝑠 = √µ
𝜌 .................................................................................................(18)
Dimana :
λ = Koefisien Lambda
K = Modulus Bulk (menyatakan inkompresibilitas)
μ = Modulus Shear (menyatakan rigiditas)
ρ = Densitas
2. Rigiditas dan Inkompresibilitas
Goodway (1997) memperkenalkan parameter lamé yang berkaitan
erat dengan rigiditas (µρ) dan inkompresibilitas. Parameter tersebut dapat
memperbaiki tingkat identifikasi zona reservoar, karena sangat sensitif
terhadap perubahan fluida dan variasi litologi yang dipresentasi dari
perubahan-perubahan rigiditas (µρ), inkompresibilitas (λρ) dan densitas (ρ).
Rigiditas (µρ = Mu-Rho) dapat dideskripsikan sebagai seberapa besar
suatu material berubah bentuk terhadap stress. Rigiditas sensitif terhadap
matriks batuan, sehingga semakin rapat matriksnya, maka akan semakin
sulit pula mangalami slide over satu sama lainnya dan benda tersebut
dikatakan memiliki rigiditas yang tinggi, sehingga rigiditas batuan yang
merupakan indikator untuk membedakan litologi batuan.
42
Inkompresibilitas (λρ = Lambda-Rho) didefinisikan sebagai besarnya
perubahan volume (dapat dikompresi) bila dikenai stress. Semakin mudah
dikompresi, maka semakin kecil harga inkompresibilitasnya begitu pula
sebaliknya. Perubahan ini disebabkan oleh adanya perubahan pori daripada
perubahan ukuran butirnya. Fluida yang mengisi pori akan mempengaruhi
harga kompresibilitasnya. Jika gas mengisi pori, maka batuan tersebut akan
lebih mudah terkompresi daripada terisi oleh minyak ataupun air.
Gambar 21. Inkompressibilitas dan rigiditas beberapa batuan (Royle,1999)
Secara matematis kedua parameter tersebut dapat diperoleh dari
persamaan kecepatan gelombang P dan gelombang S yang telah dituliskan
pada Persamaaan 23 dan Persamaan 32.
Rigiditas diturunkan dari kecepatan gelombang S (Vs), sebagai
berikut:
𝑍𝑠2 = (𝑉𝑠. 𝜌)2 ......................................................................................(19)
𝑍𝑠2 = (𝑉𝑠)2(𝜌)2 ...................................................................................(20)
𝑍𝑠2 = (√𝜇
𝜌)
2
(𝜌)2 .................................................................................(21)
𝑍𝑠2 = 𝜇
𝜌. 𝜌2 ...........................................................................................(22)
𝒁𝒔𝟐 = 𝝁𝝆 (Rigiditas) ............................................................................(23)
43
Inkompresibilitas diturunkan dari kecepatan gelombang P (Vp)
sebagai berikut :
𝑍𝑝2 = (𝑉𝑝. 𝜌)2 ......................................................................................(24)
𝑍𝑝2 = (𝑉𝑝)2(𝜌)2 ..................................................................................(25)
𝑍𝑝2 = (√𝜆+2𝜇
𝜌)2
(𝜌)2 ...........................................................................(26)
𝑍𝑝2 =𝜆+2𝜇
𝜌. 𝜌2 .......................................................................................(27)
𝑍𝑝2 = (𝜆 + 2𝜇). 𝜌 ..................................................................................(28)
(𝑉𝑝. 𝜌)2 = (𝜆 + 2𝜇). 𝜌 ..........................................................................(29)
(𝑉𝑝. 𝜌)2 = (𝜆𝜌 + 2𝜇𝜌) ..........................................................................(30)
𝜆𝜌 = (𝑉𝑝. 𝜌)2 − (2𝜇𝜌) ..........................................................................(31)
𝝀𝝆 = 𝒁𝒑𝟐 − 𝟐𝒁𝒔𝟐 (Inkompresibilitas) .................................................(32)
Dimana :
Zp = Impedansi akustik (g/cc.m/s)
Vp = Cepat rambat gelombang P (m/s)
Zs = Impedansi Shear (g/cc.m/s)
Vs = Cepat rambat gelombang S (m/s)
ρ = Densitas (g/cc)
λ = Modulus bulk
μ = Modulus shear
Rigiditas berfungsi sebagai indikator litologi karena bersifat sensitif
terhadap matriks batuan dan tidak dipengaruhi oleh kehadiran fluida.
Inkompresibilitas tidak secara langsung diukur pada batuan seperti rigiditas.
44
Ekstraksi inkompresibilitas dilakukan dengan menghilangkan efek rigiditas
akibat matriks batuan dan meningkatkan sensitifitas terhadap fluida pengisi
batuan pori (Razi, 2007). Goodway mendemonstrasikan bagaimana analisis
parameter LMR dapat digunakan untuk mengidentifikasi gas sand. Hal ini
berasal dari separasi dari respon dari kedua parameter 𝜆𝜌 dan 𝜇𝜌 terhadap
gas sand vs shales. Selain itu, LMR juga dapat mendeteksi tight shale atau
shale zone yang tipis, seperti yang terdapat pada Gambar 23, terlihat jelas
keberadaan shale tipis memisahkan dua zona gas A dan gas B (Anderson
dan Grey, 2001).
Gambar 22. Interpretasi cross plot Lambda-rho vs Mu-Rho sumur Lower
Cretaceous gas sand di Alberta (Goodway, 1997)
Gambar 23. Interpretasi log P.S impedance dan Lambda-Rho, Mu-Rho sumur
Lower Cretaceous gas sand di Alberta (Goodway, 1997)
45
Tabel di bawah menunjukkan pembenaran dan kelebihan penggunaan
parameter rigiditas dan inkompresibilitas dalam analisis petrofisika yang
dikemukakan oleh Bill Goodway tahun 1997 untuk mendeterminasi antara
lempung (shale) dan pasir terisi gas (gas sand).
Tabel 2. Analisis petrofisika menggunakan parameter Lamé’ (Goodway, 1997)
I. Simultaneous Inversion
Pendrel (2000) mengembangkan sebuah metode inversi yang
menggunakan data seismik parsial stack gelombang P dan kemudian
diinversikan dengan wavelet hasil estimasi dari masing-masing stack untuk
memperoleh informasi Vp, Vs, dan ρ. Metode ini kemudian hari dikenal sebagai
inversi simultan. Metode inversi simultan sebenarnya merupakan perbaikan
untuk menyelesaikan masalah dalam perhitungan sudut independen yang tidak
menggunakan hubungan properti batuan antar variabel untuk latar belakang
kasusnya. Masalah juga muncul dalam perhitungan sudut independen ketika
menggabungkan data dengan frekuensi yang berbeda, karena akan menciptakan
noise atau gangguan.
Russel, dkk. (2005) memperkenalkan metode simultaneous inversion pada
data pre-stack dengan algoritma yang berdasarkan tiga asumsi, yaitu pertama,
pendekatan linier untuk reflektivitas. Kedua, reflektivitas PP dan PS sebagai
fungsi sudut yang telah diberikan oleh persamaan Aki-Richards (Aki dan
𝑽𝒑
(m/s)
𝑽𝒔
(m/s)
𝝆
(g/cc)
𝑽𝒑/𝑽𝒔 (𝑽𝒑/𝑽𝒔)𝟐 𝝈 𝝀 + 𝟐𝝁 𝝁 𝝀 𝝁/𝝀
Shale 2898 1290 2,425 2,25 5,1 0,38 20,37 4,035 12,3 3,1
Gas Sand 2857 1666 2,275 1,75 2,9 0,24 18,53 6,314 5,9 0,9
Avg. Change 1,4% 25% 6,4% 27% 55% 45% 9,2% 44% 70% 110%
(moduli 𝜆, 𝜇 are in Gpa’s)
46
Richards, 1980). Ketiga, terdapatnya hubungan linier antara logaritma
impedansi P, impedansi S, dan densitas.
Fatti, dkk. (1994) dalam Russel, dkk. (2005) memodifikasi persamaan Aki
Richard, sehingga diperoleh hubungan koefisien refleksi sebagai berikut:
𝑅𝑝𝑝(𝜃) = 𝑐1𝑅𝑝 + 𝑐2𝑅𝑠 + 𝑐3𝑅𝐷 ...................................................................(33)
Dimana:
𝑅𝑝𝑝(𝜃) = reflektivitas total
𝑐1 = 1 + 𝑡𝑎𝑛2𝜃............................................................................................(34)
𝑐2 = −8𝛾2𝑠𝑖𝑛2𝜃..........................................................................................(35)
𝑐3 = −1
2𝑡𝑎𝑛2𝜃 + 2𝛾2𝑠𝑖𝑛2𝜃........................................................................(36)
𝛾 =𝑉𝑠
𝑉𝑝...........................................................................................................(37)
𝑅𝑝 =1
2[∆𝑉𝑝
𝑉𝑝+
∆𝜌
𝜌].........................................................................................(38)
𝑅𝑠 =1
2[∆𝑉𝑠
𝑉𝑠+
∆𝜌
𝜌]..........................................................................................(39)
𝑅𝐷 = [∆𝜌
𝜌]......................................................................................................(40)
Berdasarkan analisis inversi yang dijelaskan oleh Simmons dan Backus
(1996), yang menginversi linearized P-reflectivity(𝑅𝑝), S-reflectivity (𝑅𝑠), dan
densitas (𝑅𝐷) berdasarkan Persamaan 38 melalui Persamaan 40,
menggunakan Persamaan 33. Simmons dan Backus (1996), juga berasumsi
bahwa densitas dan Vp berhubungan dengan persamaan Gardner, yaitu:
∆𝜌
𝜌=
1
4
∆𝑉𝑝
𝑉𝑝.......................................................................................................(41)
Vs juga berhubungan dengan Persamaan Castagna, yaitu:
Vs=(Vp-1360)/1.16........................................................................................(42)
47
Selain itu juga pendekatan Buland dan Omre (2003) yang menggunakan
parameter
∆𝑉𝑝
𝑉𝑝,∆𝑉𝑠
𝑉𝑠,∆𝜌
𝜌
Dimana:
∆𝑉𝑝
𝑉𝑝≈ ∆𝑙𝑛𝑉𝑝 ................................................................................................(43)
Menjadi sebuah pendekatan yang mampu menginversi secara langsung
Impedansi P (Zp), Impedansi S (Zs), dan densitas (ρ). Pada perluasan teori
inversi pre-stack, Persamaan Aki-Richards yang di sederhanakan kembali oleh
Fatti, dkk. (1994). Persamaan 33, dengan perubahan fungsi reflektivitas 𝑅𝑝,
𝑅𝑠, dan 𝑅𝐷 menjadi fungsi Impedansi P, Impedansi S, dan kontras densitas akan
memberikan efek wavelet pada masing-masing reflektivitas maka didapat
persamaan trace seismik (T) yaitu:
𝑇(𝜃) = 1
2𝑐1𝑊(𝜃)𝐷𝐿𝑝 +
1
2𝑐2𝑊(𝜃)𝐷𝐿𝑠 +
1
2𝑐3𝑊(𝜃)𝐷𝐿𝐷 ..........................(44)
Dimana:
W = Wavelet
𝐿𝑝 = ln(Zp)
𝜃 = Sudut datang
𝐿𝑠 = ln(Zs)
𝐿𝐷 = ln(𝜌)
Penjelasan berdasarkan Persamaan 44 tersebut, terdapat variabel yang baru
yaitu 𝐿𝑝 = ln(Zp), yakni logaritma natural dari Impedansi Akustik untuk
mentransformasikan persamaan reflektivitas tersebut menjadi impedansi,
seperti refleksivitas 𝑅𝑝 yang dapat dinyatakan dengan:
48
𝑅𝑝𝑖 ≈1
2∆𝑙𝑛𝑍𝑝𝑖 =
1
2[𝑙𝑛𝑍𝑝𝑖+1 − 𝑙𝑛𝑍𝑝𝑖].........................................................(45)
Dimana i merepresentasikan hubungan antara lapisan i dan i +1. Jika kita
menganggap N merupakan contoh reflektivitas, Persamaan 46 dapat dituliskan
dalam bentuk matriks sebagai:
[ 𝑅𝑝1
𝑅𝑝2
⋮𝑅𝑝𝑁]
=1
2[
−1 −1 −0 ⋯−0 −1 −1 ⋱−0 −0 −1 ⋱−⋮ −⋱ −⋱ ⋱
]
[ 𝐿𝑝1
𝐿𝑝2
⋮𝐿𝑝𝑁]
.........................................................(46)
Dengan 𝐿𝑝𝑖 = 𝑙𝑛(𝑍𝑝)
Kemudian, jika direpresentasikan trace seismik sebagai konvolusi dari wavelet
seismik dan reflektivitas bumi, dapat dituliskan sebagai matriks, yakni:
[
𝑆1
𝑆2
⋮𝑆𝑁
] = [
𝑊1 0 −0 ⋯𝑊2 𝑊1 0 −⋱𝑊3 𝑊2 𝑊1 ⋱
−⋮ −⋱ −⋱ ⋱
]
[ 𝑅𝑝1
𝑅𝑝2
⋮𝑅𝑝𝑁]
..............................................................(47)
Dimana 𝑆𝑖 merepresentasikan sampel ke -i dari trace seismik dan
𝑊𝑗 merepresentasikan hubungan ke -j dari wavelet seismik yang telah
diekstraksi. Mengombinasikan Persamaan 46 dengan Persamaan 47 dapat
memberikan forward model yang berhubungan dengan trace seismik terhadap
logaritma dari Impedansi P:
𝑆 =1
2𝑊𝐷𝐿𝑝 .................................................................................................(48)
Dimana, W adalah matriks wavelet yang diberikan pada Persamaan 47 dan D
adalah derivative matriks yang diberikan pada Persamaan 46, sehingga
persamaan Aki-Richards akan menjadi seperti pada Persamaan 44. Hal yang
harus diperhatikan dari Persamaan 44 di atas adalah bahwa wavelet sekarang
bergantung kepada sudut datang (incident angle), sehingga ada kemungkinan
49
wavelet berbeda untuk masing-masing sudut. Persamaan 44 tersebut dapat
dipergunakan untuk inversi dengan syarat terdapat relasi antara parameter
impedansi (𝐿𝑝 & 𝐿𝑠) dengan densitas (𝐿𝑝 & 𝐿𝐷). Adapun relasi linier antara
𝐿𝑝[ln (𝑍𝑝)], 𝐿𝑠[ln (𝑍𝑠)], dan 𝐿𝐷[ln (𝜌)] dapat dinyatakan sebagai berikut:
ln(𝑍𝑠) = 𝑘 ln(𝑍𝑝) + 𝑘𝑐 + ∆𝐿𝑠......................................................................(49)
ln(𝜌) = 𝑘 ln(𝑍𝑝) + 𝑚𝑐 + ∆𝐿𝐷......................................................................(50)
Dimana koefisien k, kc, m dan mc akan ditentukan oleh analisis data log sumur.
Gambar 24 menggambarkan hubungan antara ln(Zp) vs ln(Zs) dan ln(densitas)
dari data log sumur. Koefisien regresi diperoleh dengan cara membuat garis
lurus pada tren dari data. Penyimpanan menjauhi garis lurus, ∆𝐿𝑠 dan ∆𝐿𝐷
adalah anomali fluida yang diinginkan.
Gambar 24. Crossplot antara ln(ρ) terhadap ln(Zp) dan ln(Zs) terhadap ln(Zp)
deviasi garis tersebut, ∆𝐿𝐷 dan ∆𝐿𝑠adalah anomali fluida yang
diinginkan (Russel, dkk., 2005)
Berdasarkan korelasi tersebut dengan mengombinasikan Persamaan 46 dan
Persamaan 44, maka mengubah persamaan Aki-Richards menjadi:
𝑇(𝜃) = �̃�1𝑊(𝜃)𝐷∆𝐿𝑝 + �̃�2𝑊(𝜃)𝐷∆𝐿𝑠 + �̃�3𝑊(𝜃)𝐷∆𝐿𝐷 ............................(51)
50
Dimana:
�̃�1 = (1
2) 𝑐1 + (
1
2) 𝑘𝑐2 + 𝑚𝑐3 ........................................................................(52)
�̃�2 = (1
2) 𝑐2 ....................................................................................................(53)
𝐷 = Operator diferensial
𝑊 = Wavelet
𝐿𝑝 = ln(Zp)
𝐿𝑠 = ln(Zs)
𝐿𝐷 = ln(𝜌)
𝜃 = Sudut datang
Dalam bentuk matriks, dengan asumsi jumlah trace N dari berbagai macam
sudut maka persamaanya menjadi :
[
𝑇 (𝜃1)𝑇 (𝜃2)…𝑇 (𝜃𝑁)
] = [
�̃�1(𝜃1)𝑊(𝜃1)𝐷 �̃�2(𝜃1)𝑊(𝜃1)𝐷 �̃�3(𝜃1)𝑊(𝜃1)𝐷
�̃�1(𝜃2)𝑊(𝜃2)𝐷 �̃�2(𝜃2)𝑊(𝜃2)𝐷 �̃�3(𝜃2)𝑊(𝜃2)𝐷⋯ ⋯ ⋯
�̃�1(𝜃𝑁)𝑊(𝜃𝑁)𝐷 �̃�2(𝜃𝑁)𝑊(𝜃𝑁)𝐷 �̃�3(𝜃𝑁)𝑊(𝜃𝑁)𝐷
] [
𝐿𝑝
∆𝐿𝑆
∆𝐿𝐷
] ...(54)
Setelah itu, Impedansi P, Impedansi S, dan densitas dapat diperkirakan dalam
persamaan berikut (Russel, dkk., 2005):
𝑍𝑝 = exp (𝐿𝑝) ................................................................................................(55)
𝑍𝑝 = exp (𝑘𝐿𝑝 + 𝑘𝑐 + ∆𝐿𝑠) ...........................................................................(56)
𝜌 = exp (𝑚𝐿𝑝 + 𝑚𝑐 + ∆𝐿𝐷) ..........................................................................(57)
J. Poisson Impedance Inversion
Poisson Impedance merupakan salah satu parameter fisika batuan yang
dapat diaplikasikan secara praktis untuk memprediksi reservoar dan mendeteksi
keberadaan hidrokarbaon (Quakenbush, dkk., 2006). Poisson Impedance (PI)
51
merupakan atribut seismik yang diperoleh dari nilai kombinasi Impedansi P
(AI) dan Impedansi S (SI). Poisson Impedance merupakan solusi untuk
menjawab kesulitan dalam memisahkan distribusi litologi dan fluida. Dengan
melakukan rotasi pada sumbu x dan y pada crossplot antara Impedansi Akustik
(AI) dan Impedansi Shear (SI), maka akan didapat pemisahan distribusi litologi
dan fluida menjadi terlihat lebih jelas (Gerlitz, 2006). Pada Gambar 25, terlihat
bahwa dari sifat Impedansi P (AI) dan Impedansi S (SI), oil sand tidak begitu
jelas terpisahkan dari brine sand dan shale, namun ketika dilakukan rotasi maka
pemisahannya mampu terlihat lebih jelas.
Gambar 25. Representasi skematik crossplot AI dan SI dengan distribusi
shale, brine sand, dan oil sand yang kemudian dilakukan
rotasi (Quakenbush, dkk., 2006 dalam Prasetyo, 2016)
Persamaan 55 menunjukkan persamaan umum Poisson Impedance. Dari
persamaan tersebut dibutuhkan input berupa Impedansi Akustik (AI) dan
Impedansi Shear (SI) serta nilai koefisien c (faktor optimalisasi rotasi) untuk
menambah akurasi perhitungan Poisson Impedance.
𝑃𝐼 = 𝐴𝐼 − 𝑐𝑆𝐼 ...............................................................................................(58)
52
Keterangan:
PI = Poisson Impedance (g/cc.m/s)
AI = Impedansi Akustik (g/cc.m/s)
SI = Impedansi Shear (g/cc.m/s)
c = Faktor optimalisasi rotasi
Penurunan persamaan PI yang dilakukan oleh Quakebush, dkk. (2006)
dinyatakan melalui Persamaan 60 yang berhubungan dengan Poisson Velocity
(𝑉𝜎) dan Poisson ratio (σ).
(𝑉𝑝 − 𝑐𝑉𝑠)𝜌 = 𝑉𝜎𝜌 = 𝑃𝐼 ............................................................................(59)
𝜎 =𝑉𝑝+√2𝑉𝑠
2(𝑉𝑝2−𝑉𝑠2)∗ (𝑉𝑝 − √2𝑉𝑠) .....................................................................(60)
Dimana,
𝑉𝑝+√2𝑉𝑠
2(𝑉𝑝2−𝑉𝑠2)= 𝐷 ..............................................................................................(61)
Maka,
𝜎 = 𝐷𝑉𝜎 ........................................................................................................(62)
Secara matematika geometri, PI juga merupakan rotasi sumbu x dan y
sebesar 𝜃.
Gambar 26. Rotasi sumbu x dan y (Purba, dkk., 2017)
53
Berikut ini adalah persamaan rotasi sumbu, dengan rotasi matriks (Purba,
dkk., 2017).
[𝑎𝑏] = [
𝑐𝑜𝑠𝜃 −𝑠𝑖𝑛𝜃𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑐𝑜𝑠𝜃
] [𝑥𝑦]............................................................................(63)
Pada sumbu baru, x-y dinyatakan sebagai:
𝑥 = 𝑎 𝑐𝑜𝑠 𝜃 − 𝑏 𝑠𝑖𝑛 𝜃.................................................................................(64)
𝑦 = 𝑎 𝑠𝑖𝑛 𝜃 + 𝑏 𝑐𝑜𝑠 𝜃..................................................................................(65)
Dengan melihat bentuk Persamaan 64 dan 65 substitusi sumbu dengan AI-SI,
maka:
𝑃𝐼′ = 𝐴𝐼 𝑐𝑜𝑠 𝜃 − 𝑆𝐼 𝑠𝑖𝑛 𝜃.............................................................................(66)
𝑃𝐼′
𝑐𝑜𝑠 𝜃= 𝐴𝐼 − 𝑆𝐼 𝑡𝑎𝑛 𝜃.....................................................................................(67)
Maka dapat dilihat bahwa nilai koefisien c (faktor optimalisasi rotasi) tidak lain
adalah:
𝑐 =𝑠𝑖𝑛 𝜃
𝑐𝑜𝑠 𝜃= 𝑡𝑎𝑛 𝜃...........................................................................................(68)
K. Target Coefficient Correlation Analysis (TCCA)
Poisson Impedance (PI) yang dihitung dengan menggunakan metode c-nilai
umum tidak cukup akurat, yang dapat memengaruhi prediksi reservoar dengan
signifikan, sehingga digunakan metode baru untuk menghitung nilai koefisien c,
yaitu metode Target Coefficient Correlation Analysis (TCCA) yang dihitung
melalui analisis koefisien korelasi target (Tian, dkk., 2010).
Target Coefficient Correlation Analysis (TCCA) merupakan tools untuk
mencari nilai koefisien c. Untuk menentukan nilai koefisien c terbaik maka
digunakan koefisien korelasi, mirip seperti EEI fungsi sudut, dimana digunakan PI
sebagai fungsi c, kemudian dilakukan korelasi dengan log yang akan diprediksi.
54
Nilai koefisien c yang didapatkan dari hasil korelasi dengan parameter yang
sensitif terhadap litologi, jika diaplikasikan pada PI, maka akan didapatkan
parameter Lithology Impedance (LI) yang mewakili indikasi litologi, sedangkan
nilai koefisien c yang didapatkan dari korelasi dengan parameter yang sensitif
terhadap fluida, maka akan didapatkan parameter Fluid Impedance (FI) yang
mewakili indikasi fluida (Prasetyo, 2016). Koefisien korelasi dapat dituliskan
pada persamaan berikut:
𝑟 =𝑛 ∑ 𝑋𝑖𝑌𝑖−∑ 𝑋𝑖
𝑛𝑖=1 ∑ 𝑌𝑖
𝑛𝑖=1
𝑛𝑖=1
√𝑛 ∑ 𝑥𝑖2𝑛
𝑖=1 −(∑ 𝑋𝑖𝑛𝑖=1 )
2√𝑛 ∑ 𝑌𝑖
2𝑛𝑖=1 −(∑ 𝑌𝑖
𝑛𝑖=1 )
2........................................................(69)
Keterangan:
r = Nilai korelasi validitas
n = Banyaknya subyek
X = Nilai pembanding
Y = Nilai dari instrumen yang akan dicari validitasnya
Kriteria untuk mengetahui korelasi atau hubungan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Interpretasi hubungan korelasi (Sugiyono, 2007)
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Hubungan korelasinya sangat lemah
0,20 – 0,399 Hubungan korelasinya lemah
0,40 – 0,599 Hubungan korelasinya sedang
0,60 – 0,799 Hubungan korelasinya kuat
0,80 – 1,0 Hubungan korelasinya sangat kuat
55
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan September hingga bulan Desember 2018.
Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak
dan Gas Bumi (PPPTMGB) “LEMIGAS” di Satuan Kerja Unit Eksplorasi 3
Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Dilanjutkan sampai dengan bulan Maret 2018
di Laboratorium Teknik Geofisika Universitas Lampung.
Tabel 4. Time schedule penelitian
No Kegiatan
Bulan (Minggu Ke-)
Sep Oktober November Desember Januari Februari Maret April
1 2 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1. Studi Literatur
2. Persiapan dan Pengumpulan Data
3. Pengolahan Data
4. Analisis dan
Interpretasi
5. Penyusunan Laporan Usul
6. Bimbingan Usul
7. Seminar Usul
8. Penyusunan Laporan Hasil
9. Revisi dan Bimbingan
Hasil
10. Seminar Hasil
11. Fiksasi dan Ujian
Komprehensif
56
B. Software dan Hardware
Adapun alat dan bahan yang digunakan selama penelitian tugas akhir ini
adalah sebagai berikut: data log, data seismik, data checkshot, laptop, dan
perangkat lunak yang meliputi Microsoft Office, Interactive Petrophysics,
Petrel, Matlab, dan HRS.
1. Software
Software yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
a. Hampson Russel-Suite (HRS 10.0.2)
Software HRS digunakan untuk pengolahan data sumur dan inversi
seismik.
b. Petrel 2009
Software Petrel digunakan untuk interpretasi data seismik.
c. Interactive Petrophysics V3.5
Software Interactive Petrophysics digunakan untuk pengolahan data
sumur dan analisis petrofisika.
d. MATLAB R2007b
Sofware Matlab digunakan untuk mendapatkan nilai faktor optimalisasi
rotasi “c” berdasarkan perhitungan koefisien korelasi.
e. Microsoft Office
Software Microsoft Office digunakan dalam melakukan perhitungan
angka, penulisan laporan dan presentasi.
57
2. Hardware
Hardware yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah laptop
dengan spesifikasi intel core i5-5200u, RAM 8Gb, dan dukungan kartu
grafis Nvidia GT840m.
C. Data Penelitian
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini tidak untuk disebarluaskan
dan sengaja dirahasiakan keberadaannya, data-data tersebut diperoleh dari
PPTMG “LEMIGAS”, sehingga, semua data yang digunakan menggunakan
koordinat dan nama yang telah disamarkan. Adapun data-data dalam penelitian
ini meliputi:
1. Data Seismik
Data seismik yang digunakan adalah data seismik 3D Pre-Stack
Migration (Gambar 27-29) dengan rentang domain waktu sebesar 2600 –
3600 ms. Data seismik yang dilengkapi dengan inline sebanyak 99 line
(4668 – 6236 dengan interval 16) dan xline sebanyak 209 line (3146 – 4810
dengan interval 8).
58
Gambar 27. Geometri data seismik pre-stack
Gambar 28. Basemap data seismik pre-stack
59
Gambar 29. Penampang seismik pre-stack angle gather
2. Data Marker
Data marker berisi informasi mengenai kedalaman lapisan batuan atau
interval zona target di daerah penelitian. Data ini digunakan untuk
menentukan batas dari suatu lapisan. Data marker dapat digunakan sebagai
acuan dalam melakukan picking horizon dan pengikatan data log dengan
data sumur (well to seismic tie). Pada penelitian ini terdapat 3 buah data
marker, yaitu Top-A, Top-B, dan Top-C yang membagi 2 buah reservoar
atau zona target.
3. Data Sumur
Dalam penelitian ini digunakan 3 buah data sumur, yaitu sumur Z1-
X, Z1-Y, dan Z1-Z yang masing-masing sumur memiliki berbagai macam
data log. Kelengkapan data log dapat dilihat pada Tabel 5 dan Well map
table dari ketiga sumur dapat dilihat pada Gambar 30.
60
Tabel 5. Kelengkapan data log
Data Z1-X Z1-Y Z1-Z
Gamma Ray
Caliper ˟ ˟ ˟
Neutron Porosity (NPHI) ˟ ˟ ˟
Density (RHOB)
Resistivity ˟ ˟ ˟
P-Wave
S-Wave
Temprature ˟ ˟ ˟
Total Porosity (PHIT) ˟ ˟ ˟
Effective Porosity (PHIE)
Water Saturation (Sw)
Checkshot
Gambar 30. Well map table
61
4. Data Checkshot
Data checkshot digunakan dalam proses well to seismic tie dengan
mengkoreksi log P-wave untuk mendapatkan hubungan antara waktu
dengan dengan kedalaman (time-depth curve). Data Checkshot terdapat
pada ketiga sumur berupa data kedalaman dan waktu tempuh Two Way Time
(TWT) dalam satuan detik.
D. Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pengolahan
data sumur dan transformasi log (AI, SI, Vp/Vs Ratio, dan LMR), analisis
sensitivitas data log, perhitungan nilai koefisien korelasi (TCCA) antara
parameter sensitif dengan log Poisson Impedance yang akan dihasilkan,
checkshot correction, well to seismic tie, interpretasi horizon, pembuatan model
inisial, analisis pre-inversi, inversi simultan, inversi Poisson Impedance, peta
persebaran AI, SI, Density, Vp/Vs, LI, dan FI. Diagram alir penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 31.
62
Gambar 31. Diagram Alir Penelitian
Mulai
Data Sumur Data Marker
dan Checkshot Post Stack
Ekstraksi Wavelet
Data Seismik 3D
Ekstraksi Wavelet
(near and far)
Well to Seismic Tie
Ya
Transformasi Log
Interpretasi
Tidak Korelasi
> 0.7 ?
Angle Gather
Model Awal (AI, SI, Density,
Vp, Vs)
Pembuatan Model
Awal
Analisis Pre-Inversi
Ya
Tidak Error
Rendah
Inversi Simultan
Transformasi Volume LMR
Volume AI, SI,
Density, & Vp/Vs
Analisis LMR
Volume Lithology
Impedance Volume Fluid
Impedance
Log AI, SI,
Lambda-Rho, Mu-
Rho, Vp/Vs Ratio
Analisis Sudut dengan
Metode TCCA
Uji Sensitivitas
Indeks Litologi Indeks Fluida
Perhitungan Log
Poisson Impedance
Cut Off
Gamma Ray, RHOB, P-Wave, S-
Wave, PHIE, Sw
Analisis dan Interpretasi
Selesai
Slicing
Pembobotan Nilai
Keofisien c Optimum
Transformasi Volume
Poisson Impedance
Checkshot Correction
Pre Stack
Partial Angle Stack
(near and far)
Analisis Sudut
Peta Persebaran
Zona Prospek
Picking Horizon
63
1. Analisis Data Log
Analisis data log dilakukan untuk menentukan lapisan produktif pada
masing-masing reservoar. Pada penelitian ini terdapat 2 buah reservoar
(Gambar 32). Reservoar-1 ditandai oleh marker TOP-A sampai dengan
TOP-B (zona berwarna merah), sedangkan reservoar-2 ditandai oleh marker
TOP-B sampai dengan TOP-C (zona berwarna kuning).
Analisis dilakukan dengan melihat respon kurva log pada masing-
masing sumur. Adapun data log yang digunakan untuk melakukan analisis,
yaitu log Gamma Ray, log Density (RHOB), log Vp, dan log Vs, serta
terdapat juga log Effective Porosity (PHIE) dan log Water Saturation (Sw)
yang sudah terdapat pada kelengkapan data log, sehingga tidak perlu
dilakukan perhitungan kembali untuk mendapatkan nilai Effective Porosity
dan Water Saturation.
Gambar 32. Tampilan log pada ketiga sumur
Reservoar-1
Reservoar-2
Reservoar-1 Reservoar-1
Reservoar-2
Reservoar-2
64
2. Transformasi Data Log
Transformasi log dilakukan untuk mendapatkan nilai log seperti log
P-Impedance, log S-Impedance, log Vp/Vs Ratio dan log parameter elastik
(Lambda-Rho, Mu-rho) berdasarkan input dari data log lain yang sudah ada.
Gambar 33. Tampilan hasil transformasi log pada sumur Z1-X
Gambar 34. Tampilan hasil transformasi log pada sumur Z1-Y
65
Gambar 35. Tampilan hasil transformasi log pada sumur Z1-Z
3. Analisis Sensitifitas Data Log
Analisis sensitifitas data log dilakukan dengan membuat crossplot
pada data log untuk mengetahui parameter-parameter dari data log apakah
sensitif dalam membedakan distribusi suatu litologi dan fluida reservoar.
Interval yang digunakan dalam proses crossplot ini, yaitu pada marker Top-
A sampai dengan Top-C. Hasil akhir dari analisis sensitivitas menjadi
gambaran dan acuan dalam melakukan inversi.
Tabel 6. Parameter crossplot pada sumur penelitian
No. X Y Color Scale
1. P-Impedance S-Impedance Gamma Ray
2. Lambda-Rho Mu-Rho Gamma Ray
3. P-Impedance Vp/Vs Ratio Gamma Ray
4. P-Impedance PHIE Gamma Ray
5. P-Impedance Gamma Ray Water Saturation
66
4. Analisis Tunning Thickness
Analisis tunning thickness dilakukan untuk mengetahui batas
ketebalan minimum yang masih dapat teresolusi oleh data seismik, sehingga
data seismik masih mampu membedakan eventevent secara vertikal.
Apabila zona target memiliki ketebalan melebihi nilai tunning thickness,
maka zona target dapat dibedakan dengan baik. Dalam melakukan analisis
tunning thickness digunakan persamaan ¼λ, dimana lambda didapatkan dari
pembagian antara kecepatan dengan frekuensi. Pada penelitian ini,
kecepatan didapatkan dari data rata-rata nilai Vp, sedangkan frekuensi
didapatkan dari niali frekuensi dominan pada data seismik. Adapun nilai
kecepatan rata-rata (Vp), yaitu 4469,39 m/s dan frekuensi dominan dari data
seismik, yaitu 32 Hz, maka didapat nilai tunning thickness sebagai berikut:
Tabel 7. Analisis tunning thicness
No. Sumur Ketebalan (m) Tunning Thickness (m)
Reservoar-1 Reservoar-2
1. Z1-X 72,5 91,7 34,9
2. Z1-Y 56,5 81,7 34,9
3. Z1-Z 61,8 98,4 34,9
Jadi, tebal minimum yang dapat diresolusi oleh data seismik pada
penelitian ini adalah 34,9 m, sehingga data seismik dapat membedakan
batas atas dan bawah suatu event yang tebalnya lebih dari 34,9 m.
5. Koreksi Checkshot
Koreksi checkshot perlu dilakukan, karena data sumur berada pada
domain kedalaman, sedangkan data seismik berada pada domain waktu.
Konversi domain kedalaman ke dalam domain waktu dapat dilakukan oleh
data log sonic namun masih banyak kelemahan, sehingga diperlukan data
67
checkshot sebagai tambahan agar dalam proses well to seismic tie
mendapatkan hasil yang lebih akurat. Setelah melakukan koreksi checkshot,
maka kedalaman telah dikorelasikan dengan waktu dan didapatkan time-
depth curve. Berikut merupakan koreksi checkshot pada ketiga sumur
(Gambar 36-38).
Gambar 36. Koreksi checkshot sumur Z1-X
Gambar 37. Koreksi checkshot sumur Z1-Y
68
Gambar 38. Koreksi checkshot sumur Z1-Z
6. Ekstraksi Wavelet Data Seismik Post Stack
Wavelet memiliki peran penting pada saat melakukan well to seismic
tie. Pada penelitian ini, ekstraksi wavelet dari data seismik post stack dengan
mengggunakan metode statistical. Wavelet yang sesuai dengan data sumur
dan data seismik akan meminimalisir perlakuan stretch squezze pada proses
well seismic tie, sehingga menimbulkan time shift yang minim, sehingga
menghasilkan korelasi yang tinggi pada saat melakukan well to seismic tie.
Gambar 39. Hasil ekstraksi wavelet statistical
69
7. Well to Seismic Tie
Well to seismic tie merupakan tahapan yang dilakukan untuk
mengorelasikan event pada seismogram sintetik dengan seismogram data
seismik pada interval zona target. Seismogram sintetik dibuat dengan
melakukan konvolusi antara wavelet hasil tahapan sebelumnya dengan log
reflektivitas atau koefisien refleksi (transformasi log P-wave velocity
dengan densitas). Hal yang diperhatikan dalam melakukan well to seismic
tie, yaitu mendapatkan korelasi yang baik dengan sedikit melakukan
stretchinng dan memiliki time shift yang bernilai nol. Hasil well to seismic
tie (Gambar 40-42) didapatkan korelasi pada sumur Z1-X sebesar 0,889,
sumur Z1-Y sebesar 0,851, dan sumur Z1-Z sebesar 0,926. Korelasi pada
masing-masing sumur tersebut tergolong sangat baik disebabkan nilai
korelasi sudah lebih dari 0,7.
Gambar 40. Well to seismic tie sumur Z1-X
70
Gambar 41. Well to seismic tie sumur Z1-Y
Gambar 42. Well to seismic tie sumur Z1-Z
8. Interpretasi Data Seismik 3D
Interpretasi data seismik 3D pada lapangan “X” hanya dilakukan
picking horizon, karena di sekitar zona target tidak ditemukan patahan.
Picking horizon dilakukan pada data seismik yang telah di-stack (full stack
migrated). Marker yang menjadi acuan pada proses picking adalah Top-A,
Top-B, dan Top-C. Picking horizon dilakukan dengan increment 5 untuk
71
inline dan xline. Hasil dari picking horizon akan digunakan pada proses
inversi sebagai batas setiap lapisan. Dalam melakukan picking horizon
digunakan berbagai cara, yaitu picking horizon (manual, 2D autotrack, 3D
autotrack), perhitungan kalkulator seismik, dan perhitungan menggunakan
surface attribute. Kalkulator seismik hanya digunakan untuk menentukan
windowing horizon, yaitu sebagai batas atas dan batas bawah dalam
perhitungan menggunakan surface attribute. Surface attribute yang
digunakan untuk mendapatkan horizon dapat berupa atribut maksimum
amplitudo atau minimum amplitudo. Penggunaan surface attributte
berdasarkan horizon yang akan dicari, apabila horizon yang akan dicari
berada pada reflektor peak, maka menggunakan atribut maksimum
amplitudo, sedangkan pada reflektor trough menggunakan atribut minimum
amplitudo.
Gambar 43. Interpretasi horizon pada Top-A (garis biru), Top-B (garis
merah), dan Top- C (garis hijau)
72
9. Pembuatan Partial Angle Gather (Near dan Far)
Pembuatan partial angle gather merupakan tahapan membagi angle
gather dengan berdasarkan jangkauan sudutnya dengan berdasar interval
sudut yang telah ditentukan pada analisis incidence angle dengan batas
minimum dan maksimum tertentu. Pembuatan partial angle gather
bertujuan untuk melihat respon kenaikan amplitudo terhadap rentang sudut
datang yang berbeda dengan mempertimbangkan sudut kritisnya.
Selanjutnya masing-masing partial angle gather dilakukan stacking,
sehingga diperoleh partial angle stack.
10. Pembuatan Partial Angle Wavelet (Near dan Far)
Hasil dari Partial Angle Stack kemudian dilakukan pembuatan
wavelet yang menghasilkan dua buah wavelet berdasarkan interval sudut
yang digunakan, tujuannya untuk melihat wavelet seismik pada jangkauan
sudut berbeda dan menghasilkan wavelet near dan wavelet far. Pada
penelitian kali ini metode ekstraksi wavelet yang digunakan adalah metode
statistical pada kedua wavelet. Jika wavelet yang dibuat telah benar, maka
seismogram sintetik yang dihasilkan akan memiliki kesamaan yang dengan
data seismik.
Tabel 8. Spesifikasi partial angle wavelet
Wavelet type Near Far
Wavelet extraction Statistical
Wavelet length 159 ms 209 ms
Phase type Constant Phase
Polarity Normal
73
Gambar 44. Wavelet near dan far
11. Pembuatan Model Inisial
Model awal digunakan sebagai input dalam melakukan inversi
simultan. Dalam pembuatan model inisial digunakan input partial angle
stack, data horizon, dan beberapa data log yang mengontrol (log P-Wave, S-
Wave, Density, P-Impedance, dan S-Impedance). Data log tersebut
digunakan sebagai acuan pada pembuatan model inisial serta data horizon
sebagai batas dalam zona target. Model insial ini terdiri dari model P-
Impedance, S-Impedance, Density, P-Wave, dan S-Wave.
Gambar 45. Model inisial P-Impedance
74
Gambar 46. Model inisial S-Impedance
Gambar 47. Model inisial Density
Gambar 48. Model inisial P-Wave
75
Gambar 49. Model inisial S-Wave
12. Analisis Pre-Inversion
Proses analisis pre-inversion dilakukan untuk mempertimbangkan
hasil dari inversi yang akan dilakukan, sehingga dapat mengubah beberapa
parameter yang kurang sesuai, jika inversinya kurang baik. Pada proses ini
juga dilakukan penentuan koefisien regresi melalui crossplot (Gambar 50)
untuk menentukan parameter nilai k, kc, m, mc, Δln(Zs), serta Δln(Dn).
Parameter tersebut digunakan untuk membentuk analisis inversi, apabila
hasilnya telah sesuai, maka akan meningkatkan nilai korelasi dan
menurunkan error pada saat inversi. Adapun nilai koefisien pada masing-
masing parameter tersebut, yaitu k = 1.4887 dan kc = -5.15066, serta
koefisien m= 0.163781 dan mc = -0.536734.
76
Gambar 50. Analisis pre-inversion
Korelasi yang tinggi dan error yang rendah akan menghasilkan kurva
inversi yang mirip dengan kurva log (original log), sehingga inversi dapat
dikatakan baik. Namun apabila korelasi masih rendah dan error masih
tinggi, maka perlu dilakukan perubahan parameter lainnya seperti pada saat
pembuatan model awal, pemilihan wavelet, ataupun parameter inversi.
Gambar 51-53 menunjukkan trend kurva hasil inversi (merah) dan model
inisial (hitam) mirip dengan kurva original log (biru), sehingga didapatkan
korelasi yang tinggi dan error yang cukup rendah.
Gambar 51. Analisis pre-inversion sumur Z1-X
77
Gambar 52. Analisis pre-inversion sumur Z1-Y
Gambar 53. Analisis pre-inversion sumur Z1-Z
13. Inversi Simultan
Setelah dilakukan analisis Pre-Inversion kemudian dilakukan inversi
simultan. Output dari inversi simultan berupa 4 buah volume inversi, yaitu
volume P-Impedance (Zp), S-Impedance (Zs), Vp/Vs, dan density. Volume
hasil inversi yang ditampilkan difokuskan pada zona target dengan batas
atas horizon Top-A (-45 ms) dan batas bawah pada horizon Top-C (+45 ms).
78
14. Transformasi LMR
Hasil volume dari Zp (P-Impedance) dan Zs (S-Impedance) dapat
ditransformasikan menjadi parameter LMR. Parameter Lambda-Rho dapat
memberikan informasi mengenai persebaran fluida (gas) pada kedua
reservoar dan parameter Mu-Rho dapat memberikan informasi mengenai
persebaran litologi.
15. Penentuan Nilai Koefisien c dengan Metode TCCA
Penentuan sudut Poisson Impedance untuk mendapatkan nilai
koefisien c (faktor optimalisasi rotasi) menggunakan metode Target
Coefficient Correlation Analysis (TCCA). Prinsipnya, yaitu dengan
melakukan korelasi antara log PI dan log lain yang sensitif terhadap
pemisahan distribusi litologi dan fluida, sehingga nilai koefisien c yang
didapatkaan akan lebih akurat. Penentuan sudut dilakukan dalam rentang
sudut -90o sampai 90o dengan menggunakan fungsi sudut tangen, maka akan
didapatkan nilai koefisien c. Nilai korelasi tertinggi pada setiap parameter
akan diaplikasikan pada persamaan Poisson Impedance (PI) yang sensitif
dalam pemisahan distribusi litologi dan fluida.
79
Gambar 54. TCCA pada reservoar-1 sumur Z1-X
Gambar 55. TCCA pada reservoar-1 sumur Z1-Y
Gambar 56. TCCA pada reservoar-1 sumur Z1-Z
Sudut (𝜃)
Sudut (𝜃)
Sudut (𝜃)
Ko
rela
si
Ko
rela
si
Ko
rela
si
80
Analisis sudut rotasi untuk menentukan nilai koefisien c dilakukan
korelasi antara log Poisson Impedance dengan beberapa parameter log lain.
Adapun parameter log yang sensitif terhadap pemisahan distribusi litologi,
yaitu log Gamma Ray, Density, Vp/Vs Ratio, dan Mu-Rho. Sedangkan
parameter log yang sensitif terhadap pemisahan distribusi fluida, yaitu log
Water Saturation, Effective Porosity, dan Lambda-Rho. Nilai koefisien c
diambil berdasarkan nilai korelasi maksimum pada masing-masing
parameter. Nilai koefisien c yang didapatkan merupakan hasil tangen sudut
korelasi maksimum yang kemudian dapat diaplikasikan pada persamaan
Poisson Impedance untuk mendapatkan log dan volume Poisson
Impedance.
Gambar 57. TCCA pada reservoar-2 sumur Z1-X
Sudut (𝜃)
Ko
rela
si
81
Gambar 58. TCCA pada reservoar-2 sumur Z1-Y
Gambar 59. TCCA pada reservoar-2 sumur Z1-Z
Dari kurva di atas dapat dilihat hubungan log Poisson Impedance
dengan log target dari masing-masing sumur. Penentuan sudut (𝜃) untuk
mendapatkan nilai koefisien c dilakukan pada masing-masing reservoar
karena kedua reservoar memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga nilai
faktor optimalisasinya juga berbeda. Berdasarkan TCCA, didapatkan
masing-masing 3 buah nilai koefisien c untuk masing-masing parameter.
Pada aplikasinya hanya digunakan satu buah nilai koefisien c saja untuk
Sudut (𝜃)
Sudut (𝜃)
Ko
rela
si
Ko
rela
si
82
masing-masing parameter yang akan diaplikasikan. Selanjutnya akan
dilakukan analisis berupa pembobotan untuk mendapatkan nilai koefisien c
yang paling sensitif pada ketiga sumur yang akan dibahas pada BAB V.
16. Poisson Impedance
a. Pembuatan Log Poisson Impedance
Parameter optomalisasi c yang didapat dari perhitungan
sebelumnya digunakan untuk perhitungan log Poisson Impedance.
Parameter yang sensitif terhadap litologi akan menghasilkan log
Poisson Impedance yang baik dalam pemisahan distribusi litologi dan
parameter yang sensitif terhadap fluida akan menghasilkan log Poisson
Impedance yang baik dalam pemisahan fluida. Pembuatan log Poisson
Impedance dilakukan dengan menggunakan User Formula pada
Calculation di software Interactive Petrophysics dengan input
persamaan Poisson Impedance (𝑃𝐼 = 𝐴𝐼 − 𝑐 𝑆𝐼).
Gambar 60. Tampilan log Poisson Impedance sumur Z1-X
83
Gambar 61. Tampilan log Poisson Impedance sumur Z1-Y
Gambar 62. Tampilan log Poisson Impedance sumur Z1-Z
b. Inversi Poisson Impedance
Poisson Impedance akan ditampilkan dalam bentuk volume
seismik dengan cara melakukan melakukan transformasi volume
berdasarkan perhitungan Trace Math pada software HRS dengan input
84
persamaan Poisson Impedance (𝑃𝐼 = 𝐴𝐼 − 𝑐 𝑆𝐼), dimana volume AI
dan volume SI didapatkan dari inversi simultan dan nilai koefisien c
(faktor optimalisasi rotasi) didapatkan dari analisis TCCA. Volume
yang dihasilkan berupa volume Lithology Impedance yang sensitif
terhadap pemisahan distribusi litologi dan volume Fluid Impeance yang
sensitif terhadap pemisahan distribusi fluida.
146
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Parameter Poisson Impedance menghasilkan pemisahan distribusi litologi
dan fluida pada kedua reservoar dengan sangat baik jika dibandingkan
dengan parameter P-Impedance (AI) dan S-Impedance (SI).
2. Kombinasi Parameter Gamma Ray dan Vp/Vs Ratio dengan Poisson
Impedance menghasilkan parameter Lithology Impedance yang sangat
sensitif dalam memisahkan litologi batupasir dan shale.
3. Kombinasi Parameter Water Saturation (Sw) dan Lambda-Rho dengan
Poisson Impedance menghasilkan parameter Fluid Impedance yang sangat
sensitif dalam pemisahan fluida antara hidrokarbon (gas) dan air.
4. Volume P-Impedance (Zp) dan S-Impedance (Zs) yang dihasilkan dari
inversi simultan mempengaruhi hasil volume Poisson Impedance (Lithology
Impedance dan Fluid Impedance). Volume P-Impedance (Zp) dan S-
Impedance (Zs) yang baik maka menghasilkan volume Poisson Impedance
yang baik pula.
5. Nilai c (faktor optimalisasi rotasi) Poisson Impedance yang ditentukan
berdasarkan metode TCCA (Target Correlation Coefficient Analysis)
147
mendapatkan hasil baik dan lebih akurat. Nilai koefisien c untuk Lithology
Impedance (Gamma Ray) pada reservoar-1 didapatkan sebesar 1,2174 dan
pada reservoar-2 sebesar 2,0778. Selanjutnya Lithology Impedance (Vp/Vs
Ratio) pada reservoar-1 didapatkan nilai koefisien c sebesar 1,5637 dan
pada reservoar-2 sebesar 1,7045. Adapun nilai koefisien c untuk Fluid
Impedance (Water Saturation) pada reservoar-1 didapatkan sebesar 1,0575
dan pada reservoar-2 sebesar 1,9626. Serta, Lithology Impedance (Lambda-
Rho) pada reservoar-1 didapatkan nilai koefisien c sebesar 1,2892 dan pada
reservoar-2 sebesar 1,2045.
6. Persebaran litologi batupasir berdasarkan Lithology Impedance (Gamma
Ray) dan Lithology Impedance (Vp/Vs Ratio) menunjukkan pola persebaran
yang sama pada masing-masing reservoar. Pada reservoar-1 (Slicing Top A
+7 ms), litologi batupasir dominan berada pada bagian barat dan utara
daerah penelitian. Pada reservoar-2 (Slicing Top B +5 ms), litologi batupasir
dominan berada pada bagian selatan-barat, serta terdapat juga di sekitar
sumur Z1-Z dan Z1-Y.
7. Persebaran fluida berupa gas berdasarkan Fluid Impedance (Water
Saturation) dan Fluid Impedance (Lambda-Rho) menunjukkan pola
persebaran yang sama dengan parameter Lithology Impedance pada masig-
masing reservoar. Pada reservoar-1 (Slicing Top A +7 ms), fluida berupa
gas dominan berada pada bagian barat dan utara daerah penelitian. Pada
reservoar-2 (Slicing Top B +5 ms), fluida berupa gas dominan berada pada
bagian selatan-barat, serta terdapat juga di sekitar sumur Z1-Z dan Z1-Y.
148
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk
melakukan perhitungan sumber daya untuk mengtahui besarnya potensi pada
lapangan tersebut serta perlu dilakukan penelitian dan analisis lebih lanjut
terhadap paramter Mu-Rho yang menghasilkan korelasi maksimum pada sudut
mendekati -90o dengan nilai koefisien c yang mendekati nilai yang tak hingga.
DAFTAR PUSTAKA
Abbassi, S., George, S.C., Edwards, D.S., Diprimio, R., Horsfield, B. dan Volk, H.
2013. Generation characteristics of Mesozoic syn- and post-rift source
rocks, Bonaparte Basin, Australia: new insights from compositional kinetic
modelling. Marine and Petroleum Geology, accepted manuscript.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0264817213002626
(Diakses pada tanggal 30 Desember 2018 pukul 15.00 WIB).
Abdullah, A. 2007. Ensiklopedi Seismik Online E-book: Seismik Inversi. Diakses
pada tanggal 31 Desember 2018 pukul 20.00 WIB.
Abdullah, A. 2008. Ensiklopedi Seismik Online E-book: Well Seismic Tie. Diakses
pada tanggal 1 Januari 2019 pukul 11.00 WIB.
Aki, A., dan Richard P.G. 1980. Quantitative Seismology: Theory and Methods.
W.H. Freeman & Company.
Anderson, A.D., Durham, M.S. dan Sutherland, A.J. 1993. The integration of
geology and geophysics to post-well evaluations – example from Beluga- 1,
offshore northern Australia. The APEA Journal, 33,15–27.
Anderson, F. dan Gray, D. 2001. Using LMR for Dual Attribute Lithology
Identification. SEG Expanded Abstracts. Veritas DGC Inc. San Antonio.
Anggriawan, F. 2016. Analisis Penyebaran Reservoar Batupasir Formasi Talang
Akar dengan Menggunakan Metode Seismik Inversi Impedansi Akustik dan
Seismik Multiatribut Pada Lapangan FA, Cekungan Sumatera Selatan.
Skripsi. Universitas Lampung.
Asquith, G., dan Krygowski, D. 2004. Basic Well Log Analysis. AAPG Methods in
Exploration 16, p. 31-35.
Badley, M. E. 1985. Practical Seismic Interpretation. USA: Prentice Hall.
Barber, P., Carter, T., Fraser, P., Baillie., dan Myers. 2003. Paleozoic and Mesozoic
Petroleum System in Timor and Arafura Seas, Eastern Indonesia.
Proceedings, IPA Twenty -Ninth Annual Convention and Exhibition.
Barber, P., Carter, P., Fraser, T., Baillie, P.W., dan Myers, K. 2004. Underexplored
Palaeozoic and Mesozoic petroleum systems of the Timor and Arafura seas,
northern Australian continental margin. In: Ellis, G.K.,Baillie, P.W. and
Munson, T.J. (eds), Timor Sea Petroleum Geoscience, Proceedings of the
Timor Sea Symposium, Darwin, Northern Territory, 19–20 June 2003.
Northern Territory Geological Survey, Special Publication, 1, 143–154.
Barrett, A.G., Hinde, A.L., dan Kennard, J.M. 2004. Undiscovered Resource
Assessment Methodologies and Application to The Bonaparte Basin.
Canbera: Geoscience Australia.
Brooks, D.M., Goody, A.K., Reilly, J.B. dan Mccarty, K.L. 1996b. Bayu/Undan
gas-condensate discovery: western Timor Gap Zone of Cooperation, Area
A. The APPEA Journal, 36(1), 142–160.
Buland, A., dan Omre, H. 2003. Bayesian Linearized AVO Inversion. Geophysics,
68, p.185-198.
Cadman, S.J., dan Temple, P.R. 2003. Bonaparte Basin, NT, WA, AC & JPDA.
Australian Petroleum Accumulations Report 5, 2nd Edition. Canbera:
Geoscience Australia.
Charlton, T.R. 2002. The Petroleum Potentential of East Timor. The APPEA
Journal.
Crain, E.R. 2015. Lithology/Mineralogy From Vp/Vs Ratio Method.
https://www.spec2000.net/13-lithvpvs.htm (Diakses pada tanggal 17 Maret
2019 pukul 21.00 WIB).
Delisatra, G. 2012. Short Cource: Seismic Interpretation & Reservoir
Characterization. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Dewanto, O. 2018. Well Logging Edisi-1. Bandar Lampung: Pustaka Media. ISBN:
978-602-5947-28-5.
Dewanto, O., Mulyatno, B.S., Rustadi, dan Wibowo, R.C. 2017. Determining the
Temperature of Shale Material Conversion Into Crude Oil Based on Organic
Clay and Organic Carbonate Test Outside Reservoir. International Journal
of Mechanical and Mechatronics Engineering, IJMME. Vol. 17, No. 05.
ISSN: 2077-124X (Online), p. 84-89.
Fatti, J., Smith, G., Vail, P., Strauss, P., dan Levitt, P. 1994. Detection of Gas in
Sandstone Reservoirs Using AVO analysis: a 3D Seismic Case History
Using the Geostack Technique. Geophysics, 59, p. 1362-1376.
Gerlitz, Kevin. 2006. Deriving the Poisson Impedance in Hampson Russell
Software. VHR Jakarta.
Glover, P.W.J. 2000. Petrophysics. UK: Department of Geology and Petroleum
Geology University of Aberdeen.
Goodway, B., Chen, T., dan Downton, J. 1997. Improved AVO fluid detection and
lithology discrimination using Lame petrophysical parameters: “λρ”,
“µρ”and “λµ fluid stack”, from P and S inversions. Canadian Science
Exploration Geophysicists (CSEG) Expanded Abstracts, 148-151.
Goodway, B. 2001. Improved AVO Fluid Detection and Litology Discrimination
using Lame Pertophysical parameter Lambda-Rho, Mu-Rho, and Lambda
ove Mu-Rho fluid stack, from P and S inversion. Canadian Science
Exploration Geophysicists (CSEG) Recorder.
Gorter, J.D. dan Hartung, B. 1998. Hydrous pyrolysis of samples from Bayu-1,
Zone of Co-operation, Bonaparte Basin, Australia: relevance to the potential
misidentification of source rock facies in cap rocks and interbedded
reservoir shales. PESA Journal, No. 26, 82–96.
Gunn, P.J. 1988. Bonaparte Basin Evolution and Structural Framework. In Purcell,
P.G. and Purcell, R.R. (editors), The North West Shelf Australia,
Proceedings of Petroleum Exploration Society of Australia Symposium,
Perth, 275-285.
Harsono, A. 1997. Pengantar Evaluasi Log, Schlumberger Data Services. Jakarta:
Schlumberger Oil Field Service.
Hutabarat, R.G. 2009. Integrasi Inversi Seismik dengan Atribut Amplitudo Seismik
untuk Memetakan Distribusi Reservoar pada Lapangan Blackfoot. Depok.
Universitas Indonesia.
Jamady, A. 2011. Kuantifikasi Frekuensi dan Resolusi Meggunakan Seismik
Refleksi di Perairan Maluku Utara. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Koesoemadinata. 1978. Geologi Minyak dan Gas Bumi. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Kumalasari, I.N. 2018. Identifikasi Persebaran Dan Estimasi Cadangan Gas Serta
Sumur Usulan Menggunakan Inversi Seismik Simultan dan Pemodelan 3D
Property Reservoir di Lapangan INK, Cekungan Sumatera Selatan. Skripsi.
Universitas Lampung.
Krygowski, D.A. 2003. Guide to Petrophysical Interpretation. Texas: The
American Association of Petroleum Geologists.
Longley, I.M., Buessenschuett, C., Clydsdale, L., Cubitt, C.J., Davis, R.C.,
Johnson, M.K., Marshall, N.M., Murray, A.P., Somerville, R., Spry, T.B.
dan Thompson, N.B. 2002. The North West Shelf of Australia – a Woodside
Perspective. In: Keep, M. and Moss, S.J. (eds), 2002, The Sedimentary
Basins of Western Australia 3: Proceedings of the Petroleum Exploration
Society of Australia Symposium, Perth, WA, 2002, 28–88.
Mory, A.J. 1988. Regional geology of the offshore Bonaparte Basin. In: Purcell,
P.G. and Purcell, R.R. (eds), The North West Shelf Australia, Proceedings
of Petroleum Exploration Society of Australia Symposium, Perth, 1988,
287–309.
Ohara, M., Nakamura, K., dan Sasaki, Y. 2015. The Structural Evolution of Babar
Selaru Region In The Southern Banda Outer Arc, Eastern Indonesia.
Proceedings Indonesia Petroeleum Association 39th, Jakarta, Indonesia.
IPA15-G-180.
Mulyanto, B.S., Dewanto, O., Rizky, S. 2018. Determining Layer Oil Shale as New
Alternatve Energy Sources Using Core Analysis and Well Log Method.
International Journal of Engineering and Technology, IJET. Vol. 7, No.
04.36 ISSN: 2227-524X (Online), p. 941-949.
Oktavinta, A. 2008. Konsep Gelombang Seismik, http://duniaseismik.
blogspot.com/2008/06/konsep-gelombang-seismik.html (Diakses tanggal
31 Desember 2018 pukul 17:00 WIB).
Pendrel, J. 2000. Estimation and Interpretation of P and S Impedance Volumes from
Simultaneous Inversion of P-wave offset Seismic Data. SEG Annual
Meeting 2000.
Prasetyo, B.D. 2016. Implementasi Inversi Impedansi Poisson untuk
Mengkarakterisasi Reservoir Hidrokarbon Lapangan “B”, Sumatera
Selatan. Skripsi. Universitas Indonesia.
Preston, J.C. dan Edwards, D.S. 2000. The petroleum geochemistry of oils and
source rocks from the northern Bonaparte Basin, offshore northern
Australia. The APPEA Journal, 40(1), p. 257–28
Purba, H., Prasetyo, B.D., Tampubolon, R.A., Riyadi, P., Diria, S.A., Basundara,
A. H. 2017. Pemisahan Litologi dan Fluida dengan Menggunakan Poisson
Impedance. Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi. Vol. 51, No. 3.
Jakarta: LEMIGAS.
Quakenbush, M., Shang, B., dan Tuttle, C. 2006. Poisson impedance. The Leading
Edge. Vol. 25, No. 2, p. 128–138.
Rahmanda, V. 2017. Identifikasi Sebaran Litologi dan Gas Pada Zona Pay Sand
Menggunakan Analisis AVO dan Inversi Simultan di Lapangan VR Teluk
Meksiko. Skripsi. Universitas Lampung.
Razi, M. 2007. Aplikasi Metoda Seismik Inversi Simultan untuk Mengetahui
Penyebaran Reservoir Batupasir-A3 Pada Lapangan “X” Cekungan Sumatera
Selatan. Skripsi. Institut Teknologi Bandung.
Rider, M. 1996. The Geological Interpretation of Well Logs 2nd Edition. Malta:
Interprint Ltd.
Rider, M. 2002, The Geological Interpretation of Well Logs. Second
Edition,Sutherland, Skotlandia.
Russell, B.H., Hampson, D.P., Hirsche, K., dan Peron, J. 2005. Joint Simultaneous
Inversion of PP and PS Angle Gathers. CREWES Research Report. Vol. 17.
Royle, A. 1999. AVO Gradient and Intercept Crossplot Interpretation. Geo-X
System Ltd.
Sheriff, R.E., dan Geldart, L.P. 1995. Exploration Seismology. Cambridge
University Press, Second Edition.
Simmons, J.L., dan Backus, M.M. 1996. Waveform-based AVO Inversion and AVO
Prediction-Error. GEOPHYSICS, November-December 1996, Vol. 61, No.
6: p. 1575-1588.
Sismanto. 2006. Dasar-Dasar Akuisisi dan Pemrosesan Data Seismik. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Struckmeyer, Heike I.M. 2006. Petroleum Geology of the Arafura and Money Shoal
Basins. Geoscience Australia.
Sugiyono, 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta,
Sukmono, S. 1999. Interpretasi Seismik Refleksi. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Sukmono, S. 2002. Seismic Attributes for Reservoir Characterization. Bandung:
Institut Teknologi Bandung.
Tatham, R.H. 1982. Vp/Vs and lithology: Geophysics, 47, 336–344.
Tian, L., Zhou, D., Lin, G., dan Jiang, L. 2010. Reservoir prediction using Poisson
impedance in Quinhuangdao, Bohai Sea. 80th Annual International
Meeting, SEG Expanded Abstracts. p. 2261–2264.
Whittam, D.B., Norvick, M.S., dan Mcintyre, C.L. 1996. Mesozoic and Cainozoic
tectonostratigraphy of western ZOCA and adjacent areas. The APPEA
Journal, 36(1), 209–231.
Zain, M.K. 2011. Analisa Log Petrofisika Dan Evaluasi Formasi Reservoar Pada
Lapangan Boonsville. Depok: Universitas Indonesia.