digilib.uns.ac.id/Analisis... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to useriv ABSTRAK...
-
Upload
nguyendiep -
Category
Documents
-
view
230 -
download
0
Transcript of digilib.uns.ac.id/Analisis... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to useriv ABSTRAK...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
LAPORAN TUGAS AKHIR
ANALISIS DAN PENERAPAN HIRARC PADA AKTIVITAS
DRILLING DAN BLASTING DI PT. TELEN ORBIT PRIMA
SITE BUHUT KALIMANTAN TENGAH
Mateus Puput Eko Septiawan
R.0009062
PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
ABSTRAK
ANALISIS DAN PENERAPAN HIRARC PADA AKTIVITAS DRILLING DAN
BLASTING DI PT. TELEN ORBIT PRIMA SITE BUHUT
KALIMANTAN TENGAH
Mateus Puput Eko Septiawan*)
, Sumardiyono*)
, dan Yeremia Rante Ada’)
Tujuan: Mengetahui penerapan manajemen risiko pada aktivitas driiling dan
blasting di PT. Telen Orbit Prima site Buhut Kalimantan Tengah, penerapannya dan
keseuaian dengan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan
Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard
Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, dan ISO 14001 : 2004
klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”.
Metode: Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif yaitu
menggambarkan potensi bahaya pada aktivitas drilling dan blasting di PT. Telen
Orbit Prima site Buhut Kalimantan Tengah dengan penilaian ke lapangan,
wawancara kepada pekerja dan studi kepustakaan, sehingga dapat melakukan
identifikasi bahaya, penilaian risiko dan upaya pengendaliannya.
Hasil: Tempat kerja terdapat aktivitas kerja (drilling dan blasting) yang memiliki
potensi dan faktor bahaya. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan tersebut
diperlukan identifikasi bahaya, penilaian risiko serta menentukan langkah
pengendaliannya sehingga tempat kerja menjadi aman.
Simpulan : Perusahaan telah melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan
upaya pengendaliannya, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan pada
aktivitas drilling dan blasting sesuai dengan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya,
Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu
“Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, dan ISO 14001
: 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”.
Kata Kunci : Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control
*) Prodi D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
ANALYSIS AND APPLYING OF HIRARC AT ACTIVITY OF DRILLING
AND BLASTING IN PT. TELEN ORBIT PRIMA SITE BUHUT
CENTRAL KALIMANTAN
Mateus Puput Eko Septiawan*), Sumardiyono*
), and Yeremia Rante Ada'*
)
Objective: To knowing applying of risk management at activity of driiling and
blasting in PT. Telen Orbit Prima site Buhut Central Kalimantan, its applying and
compatibility with SMK3 Element SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya,
Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 clause 4.3.1 that is
“Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, and ISO 14001:
2004 clause 4.3.1 “Enviromental Aspects”.
Method: This Research is executed by using descriptive method that is depicting
danger potency at activity of drilling and blasting in PT Telen Orbit Prima site Buhut
Central Kalimantan with assessment at mine, interview to worker and learn
bibliography, so can do hazard identification, risk assessment and risk control.
Result: Workplace there are activity (drilling and blasting) owning potency and
danger factor. To prevent the happening of the accident needed to identify of hazard,
risk assessment and also step of risk control so that workplace become peacefully.
Conclusion: Company have identifyed hazard, risk assessment and risk control, so
that can prevent the happening of accident at activity of drilling and blasting
according to SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian
Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 clause 4.3.1 that is “Hazard Identification, Risk
Assessment, and Determining Controls, and ISO 14001 : 2004 clause 4.3.1
“Enviromental Aspects”.
Keyword : Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control
*) Occupational Health and Safety Diploma III Study Program, Medical Faculty of
Sebelas Maret University
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dengan pesatnya perkembangan jaman, manusia akan selalu dituntut
untuk lebih kompetitif dari sebelumnya. Persaingan akan selalu terjadi
dalam berbagai bidang terutama dalam masalah pemenuhan kebutuhan
konsumen. Demi tercapainya target pemenuhan, manusia akan selalu
berusaha untuk membuat suatu teknologi yang dapat membuat suatu hal
menjadi lebih efektif dan efisien dari pada sebelumnya. Teknologi akan
semakin maju seiring bertambahnya populasi manusia yang berati semakin
tinggi pula kebutuhan yang harus dipenuhi. Namun, dengan semakin
majunya teknologi yang ada (hampir semua kegiatan atau proses produksi
dilakukan oleh mesin) tetap saja peran manusia tidak dapat terlepas begitu
saja. Manusia tetap berperan penting dalam berlangsungnya proses
produksi, baik sebagai operator mesin atau sebagai pengawas dalam proses
produksi.
Industri yang menggunakan teknologi modern dan kompleks yang
dalam pengoprasiannya memerlukan keahlian khusus tentunya akan
menimbulkan kerugian-kerugian akibat teknologi maju tersebut, seperti
semakin besarnya risiko bahaya kecelakaan kerja. Hal tersebut dapat
mengancam sumber daya manusia itu sendiri, oleh karena itu perlu
diwaspadai dan mendapat perhatian yang serius. Semakin tinggi tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
teknologi yang digunakan, maka semakin tinggi pengetahuan dan
ketrampilan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pengoprasian dan
pemeliharaan agar tidak mendatangkan dampak negatif bagi manusia dan
lingkungan (Suma’mur, 2009).
Sektor pertambangan mengandung risiko tinggi, banyak terjadin
kecelakaan di pertambangan seperti kebakaran peledakan, tanah longsor,
pencemaran lingkungan dan lainnya (Soehatman, 2009). Hali ini dapat
mengancam dan menimbulkan kerusakan harta benda maupun korban
cidera bahkan kematian. Dengan semakin pesatnya penggunaan peralatan
modern dan canggih maka risiko dan kerugian juga akan lebih besar.
Sumber-sumber bahaya perlu dikendalikan untuk mengurangi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk mengendalikan sumber-
sumber bahaya, maka sumber-sumber bahaya tersebut harus ditemukan
dengan melakukan identifikasi sumber bahaya potensial yang ada di
tempat kerja (Suma’mur, 1993).
Setelah sumber bahaya teridentifikasi, maka dilakukan penilaian
tingkat risiko sumber bahaya terhadap tenaga kerja. Dari kegiatan tersebut
maka diusahakan suatu pengendalian sampai tingkat yang aman untuk
tenaga kerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan.
Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja yang menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja
berhak mendapatkan keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan produktivitas nasional. Dan dikeluarkannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.555K/26/MPE/1995
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pertambangan Umum. Hal
ini merupakan bukti bahwa Pemerintah telah memberikan perhatian yang
besar terhadap perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan
dalam kegiatan industri khususnya dalam industri pertambangan.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), di
dalam pasal 87 (1) : UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
dinyatakan bahwa : setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan
sistem manajemen perusahaan. Di dalam SMK3 terdapat Elemen 3.3
“Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko” menyebutkan
Sumber bahaya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan
tingkat risiko yang merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Selanjutnya dilakukan pengendalian
untuk :
1. Identifikasi sumber bahaya yang dilakukan dengan
mempertimbangkan :
a. Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya.
b. Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat
terjadi.
2. Penilaian risiko adalah proses untuk menentukan prioritas
pengendalain terhadap tingkat risiko kecelakaan atau penyakit akibat
kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
3. Perusahaan harus merencanakan manajemen dan pengendalain
kegiatan - kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan
risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan
mendokumentasikan dan menerapkan kebijakan standar bagi tempat
kerja, perancangan dan bahan, prosedur dan instruksi kerja untuk
mengatur dan mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa.
Prosedur identifikasi bahaya, penilaian risiko dan kontrol
pengendalian telah masuk dalam persyaratan pemenuhan K3 secara
internasional. Menurut OHSAS 18001, manajemen K3 adalah upaya
terpadu untuk mengelola risiko yang ada dalam aktivitas perusahaan yang
dapat mengakibatkan cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan
terhadap bisnis perusahaan. Karena itu salah satu klausul dalam siklus
manajemen K3 adalah mengenai manajemen risiko. Menurut OHSAS
18001, manajemen risiko terbagi atas 3 bagian yaitu Hazard Identification,
Risk Assessment dan Risk Control, biasanya dikenaln dengan singkatan
HIRARC (Soehatman, 2009).
Standar yang lain adalah ISO 14001 : 2004, yang lebih spesifik
untuk ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Di dalamnya terdapat
klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects” menyebutkan bahwa organisasi
harus menetapkan, mengimplementasikan dan memelihara prosedur untuk
mengidentifikasi aspek lingkungan kegiatan, prouk dan jasa dalam lingkup
sistem manajemen lingkungan serta menentukan aspek yang mempunyai
dampak penting terhadap lingkungan (Manual PT. TOP, 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Dalam operasi penambangan batubara banyak cara untuk
membongkar batuan tergantung mudah tidaknya batuan itu untuk digali.
Untuk pembongkaran batuan atau endapan bijih yang lunak biasanya
dipakai excavator, sedangkan untuk pembongkaran batuan atau endapan
bijih yang keras umumnya dilakukan dengan cara peledakan.
Pembongkaran batuan menggunakan bahan peledak telah dikenal
orang sejak abad ke-17 ketika black powder mulai digunakan di
pertambangan, yaitu ditambang-tambang di Hungaria pada 1627. Sejak
saat itu secara cepat peledakan menjadi metode pembongkaran batuan
yang populer karena produktif dan murah. Penemuan dynamite (1867) dan
gelatin dynamite (1875) oleh Alfred Nobel (Swedia) menjadi pemicu
lahirnya variasi bahan peledak. Penggunaan ANFO dimulai pada tahun
1955, sedangkan penggunaan bentuk slurry pada akhir 1950-an. Pada
tahun 1974 pabrik Du Point mengumumkan penggantian perdagangan
dynamite ke arah bahan peledak jenis baru, watergel. Selanjutnya
penggunaan blasting agents dalam bentuk emulsi, heavy ANFO, dan
sebagainya yang masih terus dikembangkan (Modul Teknik Peledakan
UNLAM, 2009).
Proses drilling merupakan proses sebelum proses blasting, jadi
proses drilling adalah aktivitas drilling pada suatu area yang sudah
ditentukan sesuai rencana peledakan yang nantinya digunakan untuk
pengisian bahan peledak. Blasting adalah kegiatan peledakan pada suatu
area yang sudah ditentukan sesuai rencana peledakan setelah proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
drilling. Jadi proses drilling dan blasting merupakan serangkaian proses
yang tidak bisa dipisahkan.
Proses drilling dan blasting merupakan serangkaian proses
pendukung yang penting dalam proses penambangan batubara, akan tetapi
proses drilling dan blasting ini juga mempunyai potensi bahaya yang
sangat besar. Aktivitas tersebut dapat mengancam keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja, unit kerja maupun masyarakat sekitar area operasi
penambangan.
PT. Telen Orbit Prima site Buhut dalam proses produksi yaitu pada
proses pengambilan OB (over burden), selalu menggunakan proses
drilling dan blasting sehingga telah menjadi aktivitas rutin. Mengingat
lapisan batuan yang ada di site Buhut ini merupakan lapisan batuan yang
keras dan kuat.
Jadi aktivitas drilling dan blasting digunakan di tempat ini untuk
memudahkan pengambilan OB. Oleh karena drilling dan blasting
merupakan aktivitas rutin maka manajemen pengelolaan bahaya dengan
risiko tinggi ini harus dilakukan dengan tepat. Kegagalan pengendalian
bahaya ini dapat berakibat fatal baik luka / kematian pada manusia,
kerusakan pada unit kerja maupun pencemaran terhadap lingkungan.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis mencoba untuk
memberikan gambaran penerapan identifikasi potensi bahaya dan upaya
pengendalian yang akan digunakan untuk membuat laporan dengan judul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
“Analisis dan Penerapan HIRARC pada Aktivitas Driling dan Blasting
di PT. Telen Orbit Prima site Buhut Kalimantan Tengah”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas
maka dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah potensi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian
bahaya dalam aktivitas drilling dan blasting di area pertambangan
batubara PT. Telen Orbit Prima Site Buhut?
2. Bagaimanakah pelaksanaan penerapan HIRARC pada proses drilling
dan blasting di area pertambangan batubara PT. Telen Orbit Prima
Site Buhut?
3. Apakah penerapan HIRARC telah memenuhi SMK3 Elemen 3.3
“Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS
18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk
Assessment, and Determining Controls, dan ISO 14001 : 2004 klausul
4.3.1 “Enviromental Aspects”?
C. Tujuan Penelitian
Dalam Magang ini, penulis melakukan penelitian yang bertujuan
untuk :
1. Untuk mengetahui potensi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian
bahaya dalam aktivitas drilling dan blasting.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2. Untuk mengetahui pelaksanaan penerapan HIRARC pada proses
drilling dan blasting di area pertambangan batubara PT. Telen Orbit
Prima site Buhut.
3. Untuk mengetahui kesesuaian penerapan HIRARC tersebut dengan
SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian
Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard
Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, dan ISO
14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Mahasiswa
a. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan
penerapan HIRARC pada proses drilling dan blasting di area
tambang batubara PT. Telen Orbit Prima site Buhut.
b. Dapat mengetahui kesesuaian penerapan HIRARC dengan SMK3
Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian
Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard
Identification, Risk Assessment, and Determining Controls dan ISO
14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”.
c. Dapat memperoleh data untuk membuat tugas akhir sebagai syarat
untuk menyelesaikan studi Diploma III Hiperkes dan Keselamatan
Kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
2. Perusahaan
Melalui kegiatan Magang ini, diharapkan dapat melengkapi dan
memberikan masukan yang berarti bagi perusahaan serta dapat
digunakan sebagai bahan evaluasi serta revisi, khususnya mengenai
penerapan HIRARC dalam aktivitas drilling dan blasting di PT. Telen
Orbit Prima site Buhut, Kalimantan Tengah.
3. Bagi Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
Diharapkan dapat menambah kepustakaan yang bermanfaat untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan peningkatan program belajar
mengajar. Khususnya mengenai penerapan HIRARC dalam aktivitas
drilling dan blasting di PT. Telen Orbit Prima site Buhut, Kalimantan
Tengah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tempat Kerja
Tempat kerja merupakan salah satu aspek yang penting dalam
penyelengaraan kegiatan kerja. Menurut Undang – Undang No. 1 tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 1 ayat 1, yang dimaksud tempat
kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak
atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau sering dimasuki tenaga kerja
untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-
sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan,
halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang
berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
Tempat kerja sangat mendukung adanya suatu pekerjaan, tempat kerja
yang buruk dapat menurunkan derajad kesehatan dan juga daya kerja para
pekerja. Menurut UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
pengurus perusahaan mempunyai kewajiban untuk menyediakan tempat
kerja yang memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan.
Tempat - tempat kerja tersebar pada segenap kegiatan ekonomi,
seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum,
jasa dan lain-lain (Suma’mur, 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Sesuai Kepmentamben Nomor : 555.K/26/M.PE/1995, tambang
adalah suatu tempat kegiatan penambangan yang dilakukan untuk
mendapatkan bahan galian. Tambang permukaan adalah suatu sistem
penambangan untuk mendapatkan bahan galian yang kegiatannya
dilakukan di atas permukaan tanah atau dari atas permukaan air.
2. Aktivitas Kerja
a. Aktivitas rutin adalah aktivitas yang secara rutin dilakukan dalam
suatu interval waktu tertentu atau aktivitas tersebut sudah secara rutin
merupakan rangkaian dari suatu kegiatan misalnya loading, hauling,
dumping, dan lain-lain.
b. Aktivitas non rutin / tidak rutin adalah aktivitas yang dilakukan dalam
waktu-waktu tertentu yang tidak dapat diprediksi interval waktunya
misalnya kegiatan konstruksi pembangunan workshop, mobilisasi /
demobilisasi unit dan lain-lain.
Di PT. Telen Orbit Prima, aktivitas drilling dan blasting merupakan
aktivitas rutin. Karena aktivitas tersebut merupakan bagian dari
serangkaian aktivitas penambangan yang rutin dilakukan untuk menunjang
proses pengambilan batubara (coal geting). Adapun penjelasan aktivitas
drilling dan blasting sebagai berikut :
a. Aktivitas Drilling
Proses drilling merupakan proses sebelum proses blasting, jadi proses
drilling adalah aktivitas drilling pada suatu area yang sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
ditentukan sesuai rencana peledakan yang nantinya digunakan untuk
pengisian bahan peledak.
b. Aktivitas Blasting
Blasting merupakan kegiatan meledakkan lapisan tanah over burden
(OB) dengan bahan peledak dan rangkaian ledak tertentu. Hal ini
dilakukan karena proses ripping tidak mampu menghancurkan lapisan
tanah over burden yang terlalu keras. Tujuan dilakukan blasting
adalah untuk menghancurkan lapisan OB agar lebih mudah lunak
sehingga mudah untuk dimuat dengan HD dan dipindahkan ke
disposal.
3. Hazard Identification, Risk Assesment and Risk Control (HIRARC)
Dalam kegiatan pembuatan HIRARC di perusahaan membentuk tim untuk
membuat dokumen HIRARC sesuai Prosedur Identifikasi Aspek Dan
Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201)
a. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan
untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai
penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang
mungkin timbul di tempat kerja (Tarwaka, 2008).
Tindakan awal dari suatu sistem manajemen pengendalian risiko
yang merupakan suatu cara untuk mencari dan mengenali terhadap
semua jenis kegiatan, alat, produk dan jasa yang dapat menimbulkan
potensi cidera atau sakit yang bertujuan dalam upaya mengurangi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dampak negatif risiko yang dapat mengakibatkan kerugian aset
perusahaan, baik berupa manusia sebagai tenga kerja, material, mesin,
hasil produksi, maupun financial.
Setiap proses produksi, peralatan/mesin dan tempat kerja yang
digunakan untuk menghasilkan suatu produk, selalu mengandung
bahaya tertentu yang bila tidak mendapat perhatian secara khusus
akan dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Bahaya yang dapat
menimbulkan kecelakaan kerja dapat berasal dari berbagai kegiatan
atau aktivitas dalam pelaksanaan operasi dan juga dari luar proses
kerja. Seperti halnya pada aktivitas drilling dengan bahaya
diantaranya bahaya di front drilling, bahaya dimensi mesin drilling,
bahaya debu dan lain – lain. Sedangkan untuk aktivitas blasting antara
lain bahaya fly rock, misfire, ground vibration dan sebagainya.
1) Sumber Bahaya
Bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan
terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakan, atau
bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan
dengan proses dan sistem kerja. (Tarwaka, 2008)
Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan
pekerjan yang dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut
disebut potensial, jika faktor-faktor tersebut belum
mendatangkan kecelakaan (Suma’mur, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Bahaya adalah sumber atau situasi yang berpotensi menjadi
bahaya terhadap manusia dan kesehatan, kerusakan properti,
kerusakan lingkungan kerja atau kombinasinya sesuai Manual
LK3 PT. Telen Orbit Prima (018-SHD-101).
Sumber potensi bahaya merupakan faktor penyebab kerja
yang dapat ditentukan dan dikendalikan. Sumber-sumber bahaya
berasal dari :
a) Manusia
Dari penyidikan, ternyata faktor manusia dalam timbulnya
kecelakaan sangatlah penting. Selalu ditemui, dari hasil
penelitian bahwa 80% - 85% kecelakaan disebabkan oleh
kelalaian atau kesalahan manusia. Bahkan ada suatu
pendapat bahwa akhirnya langsung atau tidak langsung,
semua kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia.
Kesalahan tersebut mungkin disebabkan oleh perancang
pabrik, kontraktor yang membangun, pimpinan kelompok,
pelaksana atau petugas yang melakukan penelitian mesin
dan peralatan (Suma’mur, 2009).
b) Peralatan
Dalam industri digunakan berbagai peralatan yang
mengandung bahaya apabila tidak digunakan dengan
semestinya, tidak ada latihan tentang penggunaan alat
tersebut, tidak dilengkapi dengan perlindungan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
pengamanan, serta tidak ada perawatan atau pemeriksaan.
Perawatan dan pemeriksaan diadakan menurut kondisi agar
bagian-bagian mesin atau alat-alat yang berbahaya dapat
dideteksi sedini mungkin. Bahaya yang mungkin timbul
antara lain :
(1) Kebakaran
(2) Sengatan listrik (mesin drilling)
(3) Ledakan (premature blast)
(4) Luka atau cidera
c) Bahan atau material
Karakteristik bahan yang ditimbulkan dari suatu bahan
tergantung dari sifat bahan, antara lain :
(1) Mudah terbakar (fuel oil)
(2) Mudah meledak (detonator)
(3) Menimbulkan energi
(4) Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh.
(5) Menyebabkan kanker
(6) Menyebabkan kelainan pada janin
(7) Bersifat racun (fume)
(8) Radioaktif
d) Lingkungan
Faktor-faktor bahaya lingkungan menurut beberapa sumber,
antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
(1) Faktor fisik
Meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, paparan
panas, ground vibratoin, noise, air blast dan lain – lain.
(2) Faktor kimia
Meliputi bahan peledak (ANFO), gas beracun dari
peledakan (fume), uap, kabut, asap (smoke) dan
kontaminasi bahan kimia.
(3) Faktor biologi
Sumber bahaya yang dapat menyebabkan gangguan
kesehatan/penyakit akibat kerja atau penyakit umum.
Sumber bahaya biologis dapat berupa hewan maupun
tumbuhan.
(4) Faktor fisiologis
Gangguan ini bersifat fatal dapat diakibatkan karena
overload dan peralatan yang tidak sesuai atau tidak
serasi dengan tenaga kerja.
(5) Faktor mental-psikologis
Dapat terjadi karena adanya presure di tempat kerja,
hubungan di antara pekerja atau dengan pengusaha,
pemeliharaan kerja dan sebagainya.
e) Cara atau sikap kerja
Cara kerja yang berpotensi terhadap terjadinya bahaya atau
kecelakaan berupa tindakan tidak aman, misalnya :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
(1) Cara mengangkat dan mengangkut yang salah.
(2) Posisi tubuh yang tidak benar
(3) Tidak menggunakan alat pelindung diri
(4) Lingkungan kerja yang terlalu panas
(5) Menggunakan alat atau mesin yang tidak sesuai dengan
peraturan.
(6) Keadaan mesin-mesin, perlengkapan dan peralatan
kerja serta bahan-bahan.
Ancaman bahaya lainnya adalah hal-hal berbahaya lainnya
yang dapat melukai atau mengakibatkan sakit. Bahaya ini
terkadang tidak tampak jelas karena tidak mengakibatkan
masalah kesehatan dalam jangka waktu yang relatif pendek.
Contoh : kebisingan, penyakit menular atau gerakan yang
berulang-ulang. Pekerja tidak dapat dilindungi apabila bahaya
yang ada belum diidentifikasi dan dievaluasi.
2) Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan. Tak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu
tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk
perencanaan. Tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan
disertai kerugian meterial ataupun penderitaan dari yang paling
ringan sampai yang paling berat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakan yang
berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan.
Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi
disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan
pekerjaan (Suma’mur, 1993)
Kecelakaan tambang adalah setiap kecelakaan yang
menimpa pekerja tambang atau orang yang mendapat izin
masuk pada kegiatan usaha pertambangan (Kepmentamben
Nomor : 555.K/26/M.PE/1995). Pada pasal 39, kecelakaan
tambang harus memenuhi 5 (lima) unsur sebagai berikut :
a) benar-benar terjadi;
b) mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang
diberi izin oleh Kepala Teknik Tambang;
c) akibat kegiatan usaha pertambangan;
d) terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat
cidera atau setiap saat orang yang diberi izin dan
e) terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau
wilayah proyek.
Pada dasarnya kecelakaan disebabkan oleh dua hal yaitu
tindakan manusia yang tidak aman (unsafe action) dan keadaan
lingkungan yang tidak aman (unsafe condition). Dari
penyelidikan- penyelidikan, ternyata faktor manusia dalam
timbulnya kecelakaan sangat penting. Selalu ditemui dari hasil-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
hasil penelitian, bahwa 80% - 85% kecelakaan disebabkan oleh
kelalaian atau kesalahan manusia. Bahkan ada suatu pendapat,
bahwa penyebab langsung maupun tak langsung semua
kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia (Suma’mur,
1993).
Dalam aktivitas drilling dan blasting juga terdapat bahaya
kecelakaan tambang, baik saat mobilisasi mesin drilling,
pengangkutan aksesoris atau kecelakaan yang disebabkan oleh
karena jalan licin, crowded, amblas atau jalan yang sempit.
Teori terjadinya kecelakaan kerja dirumuskan oleh
Henrich dan kemudian disempurnakan oleh Frank E. Bird yang
dikenal dengan Teori Domino. Dalam teori sederhana ini
dinyatakan bahwa kecelakaan tidak datang dengan sendirinya,
ada serangkaian peristiwa sebelumnya yang mendahului adanya
suatu kecelakaan, dalam teori ini rangkaian peristiwa tersebut
digambarkan sebagai rangkaian kartu donimo.
Gambar 1. Teori Domino
Sumber : Frank E. Bird (1986)
Kurangnya
Pengendalian
Penyebab
Dasar
Penyebab
Langsung
Insiden Kerugian
Tidak
memadainya:
- Program
- Standar program
- Pemenuhan
Standar
- Faktor
personal
- Faktor
pekerjaan
- Tindakan
tidak
aman
- Kondisi
tidak
aman
Kontak
dengan
energi
atau
bahan
- Manusia
- Harta
benda
- Proses
produksi
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Frank E. Bird dan Germain menggambarkan urutan-urutan
kejadian yang saling berhubungan dan berakhir pada kerugian
yaitu cidera, kerusakan peralatan atau terhentinya proses. Untuk
lebih detailnya diagram alur tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut ini :
a) Kurangnya Sistem Pengendalian (lack of Control)
Kurangnya kontrol merupakan urutan pertama menuju
terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerugian.
Kontrol merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen
yaitu : planing, organizing, leading, dan controling.
Tanpa manajemen pengendalian yang kuat, penyebab
kecelakaan dan rangkaian efek akan dimulai dan memicu
faktor penyebab kerugian. Kurangnya pengendalian dapat
disebabkan karena faktor :
(1) Program yang tidak memadai
(2) Standar program yang tidak memadai
(3) Tidak ada pemenuhan terhadap standar
Domino pertama akan jatuh pada pihak manajemen
yang tidak mampu mengorganisir, memimpin dan
mengontrol pekerja dalam memenuhi standar yang telah
ditentukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
b) Penyebab Dasar (Basic Cause)
Dari adanya kontrol yang tidak memadai akan
menyebabkan timbulnya peluang pada penyebab dasar dari
kejadian yang menyebabkan kerugian.
Penyebab dasar terdiri dari :
(1) Faktor manusia
Kurangnya kemampuan fisik atau mental, kurangnya
pengetahuan, keterampilan, stress atau tegang, atau
motivasi keliru.
(2) Faktor pekerjaan
Adanya standar kerja yang tidak cukup, rancang
bangun dan pemeliharaan yang tidak memadai, standar
pembelian yang kurang atau lin-lain.
c) Penyebab langsung (Immediate Cause)
Jika penyebab dasar terjadi, maka terbuka peluang
untuk menjadi tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman.
(1) Tindakan tidak aman (Unsafe Action)
Tindakan tidak aman adalah pelenggaran terhadap cara
kerja yang aman mempunyai risiko terjadinya
kecelakaan, antara lain :
(a) Menjalankan sesuatu tanpa izin.
(b) Gagal mengingat atau mengamankan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
(c) Menjalankan sesuatu peralatan dengan kecepatan
yang tidak sesuai.
(d) Tidak menggunakan alat-alat keselamatan kerja.
(e) Menggunakan peralatan dengan cara tidak benar.
(f) Tidak menggunkan alat pelindung diri.
(g) Cara memuat dan membongkar tidak benar.
(h) Cara mengangkat yang tidak benar.
(i) Posisi tidak betul.
(j) Menggunakan peralatan yang rusak.
2) Kondisi tidak aman (Unsafe Condition)
Adalah kondisi fisik yang berbahaya dan keadaan yang
berbahaya yang langsung membuka peluang terjadinya
kecelakaan sebagai berikut :
(a) Pengaman atau pelindung yang tidak cukup.
(b) Alat, peralatan atau bahan yang rusak.
(c) Penyumbatan.
(d) Sistem peringatan yang tidak memadai.
(e) Bahaya kebakaran dan peledakan.
(f) Kurang bersih.
(g) Kondisi yang berbahaya seperti ; debu, gas dan
uap.
(h) Kebisingan yang berlebih.
(i) Kurangnya ventilasi dan penerangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
(j) Kejadian (incident)
d) Insiden
Insiden terjadi oleh karena adanya kontak dengan suatu
sumber energi atau bahan yang melampaui nilai ambang
batas dari bahan atau struktur. Sumber energi ini dapat
berupa tenaga mekanis, tenaga kinetis, kimia, listrik, dsb.
Insiden adalah suatu kondisi yang dapat menyebabkan
hampir terjadinya suatu kerugian meskipun bahaya belum
benar-benar terjadi. Insiden dapat menyebabkan cidera fisik
atau kerusakan benda digolongkan sesuai dengan tipe-tipe
kecelakaan yang terjadi, seperti : terjauh, terbentur,
terpeleset, terperangkap, terkena listrik, panas, dingin,
kebisingan dan bahaya lainnya.
e) Kerugian (Lost)
Apabila keseluruhan urutan di atas terjadi maka akan
menyebabkan adanya kerugian terhadap manusia, harta
benda dan akan mempengaruhi produktivitas dan kualitas
kerja. Dengan kata lain, kecelakaan akan mengakibatkan
cidera dan atau mati, kerugian harta benda bahkan
mempengaruhi moral pekerja termasuk keluarganya.
3) Kerugian Akibat Kecelakaan
Kerugian dapat diakibatkan dari kecelakaan, secara rinci
dijabarkan sebagai Teori Gunung Es.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Dalam teori tersebut dinyatakan terdapat dua biaya yang
harus dikeluarkan, yaitu :
a) Biaya Langsung
Biaya langsung meliputi kecelakaan :
(1) Perawatan dokter
(2) Biaya kompensasi
b) Biaya tidak langsung
Biaya tak langsung meliputi :
(1) Kerusakan dan kerugian harta benda, meliputi :
(a) Kerusakan bangunan
(b) Kerusakan perkakas
(c) Kerusakan hasil produksi dan material
(d) Biaya untuk pemenuhan aturan
(e) Biaya peralatan untuk keadaan darurat
(f) Biaya peralatan untuk keadaan darurat
(g) Biaya sewa peralatan
(h) Waktu untuk penyelidikan
(2) Biaya ganti rugi, meliputi :
(a) Gaji selama tidak bekerja
(b) Biaya penggantian atau penggantian
(c) Overtime
(d) Ekstra untuk supervisor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
(e) Penurunan hasil kerja bagi yang celaka sewaktu
mulai bekerja
(f) Menurunnya bisnis
Dari uraian di atas di ambil kesimpulan bahwa biaya tidak
langsung akibat kecelakaan lebih tinggi dibandingkan dengan
biaya langsung. Kedua biaya tersebut dapat digambarkan
sebagai “Biaya Gunung Es”. Biaya langsung yaitu digambarkan
sebagai bongkahan es yang terlihat di atas permukaan laut,
sedangkan biaya tak langsung digambarkan sebagai bongkahan
gunung es yang berada dibawah permukaan laut yang lebih
besar, seperti pada gamabar dibawah ini.
Gambar 2. Teori Gunung Es
Sumber : Bird and German, 1986
Keterangan :
A : Biaya Langsung
B : Biaya Tidak Langsung
A
B
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
4) Prinsip Pencegahan Kecelakaan
Dapat dipastikan bahwa semua orang atau tenaga kerja
tidak menginginkan kecelakaan atau mengalami kerusakan pada
harta benda. Tapi berdasarkan hasil dari data kecelakaan
ternyata banyak tenaga kerja yang dengan sadar melakukan hal-
hal yang menyerempet bahaya, meskipun mereka tidak
menginginkan terjadinya kecelakaan.
Adapun langkah-langkah penanggulangan kecelakaan
kerja dapat dilakukan dengan :
a) Peraturan Perundang-undangan
Ketentuan dan syarat K3 mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan, teknik dan teknologi, penerapan ketentuan
dan syarat K3 sejak tahap rekayasa dan penyelenggaraan
pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3.
b) Standarisasi
Standar K3 maju akan menentukan tingkat kemajuan
pelaksanaan K3.
c) Inspeksi
Suatu kegiatan pembuktian sejauh mana kondisi tenpat
kerja masih memenuhi ketentuan dan persyaratan K3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
d) Riset Teknis, Medis, Psikologis dan Statistik.
Riset/penelitian untuk menunjang tingkat kemajuan bidang
K3 sesuai perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan
teknologi.
e) Pendidikan dan Latihan
Peningkatan kesadaran, kualitas pengetahuan dan
ketrampilan K3 bagi tenaga kerja.
f) Persuasi
Cara penyuluhan dan pendekatan di bidang K3, bukan
melalui penerapan dan pemaksaan melalui sanksi-sanksi.
g) Asuransi
Insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan
kecelakaan dengan pembayaran premi yang lebih rendah
terhadap perusahaan yang memenuhi syarat K3.
h) Penerapan K3 di Tempat Kerja
Langkah-langkah pengaplikasian di tempat kerja dalam
upaya memenuhi syarat-syarat K3 di tempat kerja
(Suma’mur, 1993).
b. Penilaian Risiko
Risiko (risk) adalah menyatakan kemungkinan terjadinya
kecelakaan/kerugiaan pada periode waktu tertentu atau siklus operasi
tertentu (Tarwaka, 2008). Acceptable risk adalah risiko yang masuk ke
dalam kriteria low atau medium. Non acceptable adalah risiko yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
tidak sesuai dengan peraturan perundangan atau kebijakan perusahaan
atau masuk ke dalam kriteria very high atau high.
Tingkat risiko merupakan perkalian antara tingkat kekerapan
(probability) dan keparahan (severity/consequence) dari suatau
kejadian yang dapat menyebabkan kerugian, kecelakaan atau cidera
dan sakit yang mungkin timbul dari pemaparan suatu hazard di tempat
kerja (Tarwaka, 2008).
Penilaian risiko adalah proses untuk menentukan pengendalian
terhadap tingkat risiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja.
1) Proses Penilaian Risiko (Tarwaka, 2008)
a) Estimasi tingkat kekerapan
Estimasi terhadap tingkat kekerapan atau keseringan
terjadinya kecelakaan atau sakit akibat kerja, harus
mempertimbangkan tentang berapa sering dan berapa lama
seorang tenaga keja terpapar potensi bahaya. Dengan
demikian kita harus membuat keputusan tentang tingkat
kekerapan kecelakaan/sakit akibat kerja yang terjadi untuk
setiap potensi bahaya yang diidentifikasi.
b) Estimasi tingkat keparahan
Setelah kita dapat mengasumsikan tingkat kekerapan
kecelakaan atau sakit yang terjadi, selanjutnya kita harus
membuat keputusan tentang seberapa parah
kecelakaan/sakit akibat kerja yang mungkin terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Penerapan tingkat keparahan dari suatu kecelakaan juga
memerlukan suatu pertimbangan tentang beberapa banyak
orang yang ikut terkena dampak akibat kecelakaan dan
bagian-bagian tubuh mana saja yang dapat terpapar potensi
bahaya.
c) Penentuan tingkat risiko
Setelah dilakukan estimasi atau penafsiran terhadap tingkat
kekerapan dan keparahan terjadinya kecelakaan atau
penyakit akibat kerja yang mungkin timbul, selanjutnya
dapat ditentukan tingkat risiko dari masing-masing hazard
yang telah diidentifikasi dan dinilai.
d) Penentuan skala prioritas risiko
Setelah penentuan tingkat risiko, selanjutnya harus dibuat
skala risiko untuk setiap potensi bahaya yang diidentifikasi
dalam upaya menyusun rencana pengendalian risiko yang
tepat. Potensi bahaya dengan tingkat risiko “Extrem” dan
“High” yang menjadi prioritas utama, selanjutnya
“Medium” dan “Low”. Sedangkan tingkat risiko “None”
untuk sementara dapat diabaikan dari rencana pengendalian
risiko, namun tidak menutup kemungkinan untuk tetap
menjadi prioritas terakhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
2) Tujuan Penilaian Risiko
a) Untuk menentukan pengaruh atau akibat pemaparan potensi
bahaya yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan
tindakan perbaikan mencegah terjadinya incident akibat
bahaya tersebut.
b) Untuk menyusun prioritas pengendalian semua jenis risiko,
akibat yang bisa terjadi tingkat keparahan, frekuensi
kejadian dan cara pencegahan.
Penilaian risiko yang dilakukan perusahaan dengan cara 2 kali
penilaian. Penilaian risiko yang pertama adalah dilakukan terhadap
bahaya setelah dilakukan tindakan pengendalian yang sudah
terlaksana saat ini (existing controls). Penilaian risiko yang ke dua
adalah penilaian risiko yang dilakukan berdasarkan situasi nyata yang
terjadi setelah dilakukan tindakan pengendalian yang sudah dilakukan
saat ini yaitu pengendalian tambahan (additional controls).
PT. Telen Orbit Prima melakukan penilaian risiko mengacu pada
prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan &
Kesehatan Kerja (002-SHD-201) dan Instruksi Petunjuk Pengisian &
Penilaian Aspek LK3 (002-SHD-301). PT. Telen Orbit Prima dalam
melakukan penilaian risiko menggunkan formula :
Risk = Probability x Consequence
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Tabel 1. Nilai Probability
Nilai Diskripsi Penjelasan Frekuensi Kemungkinan terjadi
1 Jarang
Hanya terjadi
dalam kondisi luar
biasa
Dalam kasus
khusus < 10
2 Kemungkinan
kecil
Dapat terjadi
suatu kali
Setiap 10
tahun 10%-20%
3 Sedang Terjadi dalam
beberapa khasus Setiap 3 tahun 20%-55%
4 Kemungkinan
terjadi
Hampir selalu
terjadi Setiap tahun 55%-90%
5 Hampir pasti
terjadi Selalu terjadi Setiap saat 90%-100%
Sumber : Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan &
Kesehatan Kerja (002-SHD-201)
Tabel 2. Nilai Consequence
Nilai Diskripsi Nilai
uang
Kesehatan
&
keselamatan
Lingkungan Lingkungan
sosial Reputasi
1 Tidak
penting
< Rp100
Ribu
Tidak ada
luka Polusi ringan
Tingkat
rendah,
gangguan
ringan
Dilaporkan
di koran
pinggiran
(bukan di
halaman
utama)
2 Ringan
Rp 100
ribu
- Rp 1
juta
Luka ringan
Kerusakan
lingkungan
kecil
Gangguan
jangka
pendek
Dilaporkan
di koran
pinggiran
3 Sedang
Rp 1 juta
-
Rp 10
juta
Luka LTI
s/d
Permanen
Polutan yang
dilepaskan
cukup
signifikan
Masalah
sosial lebih
panjang,
gangguan 1
minggu
Dilaporkan
di koran
lokal (bukan
halaman
utama)
dan/atau
penyelidikan
regional.
bersambung ....
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
sambungan ....
4
Berat
Rp 10
juta
–
Rp 100
juta
Luka
menyebakan
cacat atau
fatalitas
tunggal
Memiliki
dampak
penting
jangka
panjang
Gangguan
dan
dampak
sosial
sangat
serius,
gangguan
operasi 1
bulan
Dilaporkan
di TV lokal
dan/atau
penyelidikan
departemen
5 Bencana > Rp 100
juta
Multyple
fatality
Bencana,
dampak
penting pada
lingkungan
jangka
panjang
Kerusakan
tidak dapat
ditanggu
langi,
gangguan
operasi
beberapa
bulan
Dilaporkan
di TV
nasional
(berita
utama)
dan/atau
penyelidikan
pemerintah
Sumber : Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan &
Kesehatan Kerja (002-SHD-201)
Tabel 3 : Penggolongan Nilai Risiko
Pro
ba
bili
ty
Penilaian Risiko
5 5 (Medium) 10 (High) 15 (High) 20 (Extrem) 25 (Extrem)
4 4 (Low) 8 (Medium) 12 (High) 16 (High) 20 (Extrem)
3 3 (Low) 6 (Medium) 9 (Medium) 12 (High) 15 (High)
2 2 (Low) 4 (Low) 6 (Medium) 8 (Medium) 10 (High)
1 1 (Low) 2 (Low) 3 (Low) 4 (Low) 5 (Medium)
1 2 3 4 5
Consequence
Sumber : Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan &
Kesehatan Kerja (002-SHD-201)
c. Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko adalah suatu upaya kontrol terhadap potensi
risiko bahaya yang ada sehingga bahaya itu dapat ditiadakan atau
dikurangi sampai batas yang dapat diterima. Dalam Permenaker RI.
No.05/MEN/2009, diterangkan bahwa perusahaan harus
merencanakan manajemen dan pengendalian kegiatan-kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan
kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan
dan menerapkan kebijaksanaan standar bagi tempat kerja, perencanaan
pabrik dan bahan, prosedur dan instruksi kerja untuk mengatur dan
mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa.
Apabila suatu risiko terhadap kecelakaan dan penyakit kibat kerja
telah diidentifikasi dan dinilai, maka pengendalian risiko harus
diimplementasikan untuk mengurangi risiko sampai batas-batas yang
dapat diterima berdasarkan ketentuan, peraturan dan standar yang
berlaku.
Di dalam memperkenalkan suatu sarana pengendalian risiko,
harus mempertimbangkan apakah sarana pengendalian risiko tersebut
dapat diterapkan dan dapat memberikan manfaat kepada masing-
masing tempat kerjanya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara
lain :
1) Tingkat keparahan potensi bahaya atau risikonya
2) Adanya pengetahuan tentang potensi bahaya atau risiko dan cara
memindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau risiko
3) Ketersediaan dan kesesuaian sarana untuk memindahkan/
meniadakan potensi bahaya
4) Biaya untuk memindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau
risiko.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Pengendalian risiko dapat mengikuti Pendekatan Hirarki
Pengendalian (Hirarchy of Control). Hirarki pengendalian risiko
adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko
yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara
berurutan (Tarwaka, 2008). Hirarki atau metode yang dilakukan untuk
mengendalikan risiko antara lain :
1) Eliminasi (Elimination)
Eliminasi dapat didefinisikan sebagai upaya menghilangkan
bahaya. Eliminasi merupakan langkah ideal yang dapat
dilakukan dan harus menjadi pilihan utama dalam melakukan
pengendalian risiko bahaya yang bersifat permanen. Eliminasi
adalah cara pengendalian risiko yang paling baik, karena risiko
terjadinya kecelakaan dan sakit akibat potensi bahaya
ditiadakan.
2) Substitusi (Substitution)
Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahan-
bahan dan peralatan yang lebih berbahaya dengan bahan-bahan
dan peralatan yang kurang berbahaya atau lebih aman, sehingga
pemaparannya selalu dalam batas yang masih dapat diterima.
Contohnya adalah penggunaan solar yang bersifat mudah
terbakar dan reaktif yang biasa dipakai untuk bahan pembersih
perkakas bengkel digantikan dengan bahan deterjen atau sabun
(Tarwaka, 2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
3) Rekayasa Teknik (Engineering Control)
Rekayasa Teknik (Engineering Control) merupakan upaya
menurunkan tingkat risiko dengan mengubah desain tempat
kerja, mesin, peralatan atau proses kerja menjadi lebih aman.
Ciri khas dalam tahap ini adalah melibatkan pemikiran yang
lebih mendalam bagaimana membuat lokasi kerja yang
memodifikasi peralatan, melakukan kombinasi kegiatan,
perubahan prosedur dan mengurangi frekuensi dalam melakukan
kegiatan berbahaya.
4) Administrasi
Pengendalian administratif dengan mengurangi atau
menghilangkan kandungan bahaya dengan memenuhi prosedur
atau instruksi. Pengendalian tersebut diantaranya adalah
mengurangi pemaparan terhadap kandungan bahaya dengan
pergiliran atau perputaran kerja (job rotation), sistem ijin kerja,
atau hanya dengan menggunakan tanda bahaya. Pengendalian
administrasi tergantung pada perilaku manusia untuk mencapai
keberhasilannya.
5) Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri dikenakan oleh pekerja sebagai pelindung
terhadap bahaya. Dengan memberikan alat pengaman ini dapat
mengurangi keparahan risiko yang timbul. Keberhasilan
pengendalian ini tergantung dari alat yang dikenakan sendiri,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
artinya alat yang digunakan haruslah sesuai dan dipilih dengan
benar sesuai dengan potensi bahaya dan jenis pekerjaan yang
ada.
Dalam melakukan pengendalian risiko kecelakaan ini, maka dapat
ditentukan jenis pengendalian tersebut dengan mempertimbangkan
tingkat paling atas dari hirarki pengendalian, jika tingkat atas tidak
dapat dipenuhi maka melakukan upaya tingkat pengendalian
selanjutnya, demikian seterusnya sehingga pengendalian risiko
kecelakaan dilakukan berdasarkan hirarki pengendalian. Akan tetapi
mungkin juga dapat dilakukan upaya-upaya gabungan dari
pengendalian tersebut untuk mencapai tingkat pengendalian risiko
yang diinginkan.
4. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Di dalam pasal 87 (1) : UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa : setiap perusahaan wajib menerapkan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi
dengan sistem manajemen perusahaan. Selanjutnya ketentuan mengenai
penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja diatur
dalam Permenaker RI. No. Per. 05/MEN/2009 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pada pasal 3 ayat (1) dan (2)
dinyatakan bahwa :
a. ayat (1) “Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja
sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan
produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti
peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib
menerapkan Sistem Manajemen K3”.
b. Ayat (2) “Sistem Manajemen K3 sebagaimana di maksud dalam ayat
(1) wajib dilaksanakan oleh pengurus, Pengusaha dan seluruh tenaga
kerja sebagai satu kesatuan”.
Dengan demikian kewajiban penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja didasarkan pada dua hal yaitu ukuran
besarnya perusahaan dan tingkat potensi bahaya yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal tersebut, maka penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja bukanlah sukarela (voluntary), tetapi
keharusan yang dimandatkan oleh Peraturan Perundangan (mandatory).
Selanjutnya untuk menerapkan Sistem Manajemen K3 seperti yang
tertuang di dalam pasal 4 Pemenaker RI. No, Per. 05/MEN/2009 beserta
pedoman penerapan pada Lampiran I, maka organisasi perusahaan
diwajibkan untuk melaksanakan 5 ketentuan pokok :
a. Menetapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap
penerapan Sistem Manajemen K3.
b. Merencanakan pemantauan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan
Sistem Manajemen K3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
c. Menerapkan kebijakan K3 sacara efektif dengan mengembangkan
kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk
mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran K3.
d. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan
tindakan perbaikan dan pencegahan.
e. Meninjau ulang secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem
Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan
meningkatkan kinerja K3.
Gambar 3. Bagan SMK3
Sumber : Permenaker RI. No. PER. 05/MEN/2009
5. SMK3 Elemen 3.3 “ Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian
Risiko”
Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko dari kegiatan,
produk barang dan jasa harus dipertimbangkan untuk memenuhi kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk itu harus ditetapkan dan
dipelihara prosedurnya.
Peningkatan Berkelanjutan
Peninjauan Ulang
& Peningkatan
oleh Manajemen
Pengukuran
&
Evaluasi
Pengukuran &
Evaluasi
Penerapan
SMK3
Perencanaan
SMK3
Komitmen
&
Kebijakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Secara umum, tujuan manajemen potensi bahaya K3 adalah untuk
menghilangkan atau mengurangi risiko kecelakaan dan sakit yang
berhubungan dengan kerja. Manajemen keselamatan dan kesehatan di
tempat kerja memerlukan suatu tahapan proses yang meliputi identifikasi
bahaya, penilaian risiko, pengendalian risiko dan evaluasi sarana
pengendalian yang telah diimplementasikan (Tarwaka, 2008).
Suatu sistem manajemen K3 berintikan manajemen risiko. Timbulnya
aspek K3 karena ada risiko yang harus dikelola dan sebaliknya jika tidak
ada bahaya, artinya artinya tidak ada risiko, manajemen K3 tidak
diperlukan. Pengelolaan risiko tersebut dilakukan melalui sistem
manajemen SMK3 yang meliputi berbagai elemen dasar misalnya:
a. Berkaitan dengan aspek manusia meliputi pelatihan, kompetensi,
komunikasi, konsultasi dan promosi K3.
b. Aspek sarana atau peralatan melalui elemen rancang bangun, inspeksi
K3, standarisasi peralatan, kalibrasi dan lainnya.
c. Aspek proses mencangkup elemen keselamatan proses, keselamatan
pemeliharaan, pengendalian operasi, penyelidikan kecelakaan, audit
K3 dan lainnya.
d. Aspek prosedur meliputi dokumentasi, pengelolaan data dan
informasi, prosedur operasi, pengukuran dan tinjauan ulang
manajemen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Dari uraian di atas terlihat kaitan yang erat antara unsur manajemen
risiko, elemen program K3 serta sistem pengelolaan K3 yang dirangkum
dalam SMK3 (Soehatman, 2010).
6. Definisi OHSAS
Menurut OHSAS 18001 : 2007, OHSAS adalah merupakan seri
persyaratan penilaian keselamatan dan kesehatan kerja yang menyatakan
persyaratan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, agar
organisasi maupun mengendalikan risiko-risiko K3 dan meningkatkan
kinerjanya.
OHSAS 18001 : 2007 dikembangkan OHSAS Project Group, sebuah
konsosium dari 43 organisasi dari 28 negara. Konsorsium ini termasuk
badan standar nasional badan sertfikasi, Occupational Health and Safety
Institute dan konsultan. Standar baru OHSAS 18001 : 2007 resmi diupdate
pada bulan Juli 2007 yang telah menggantikan OHSAS 18001 : 1999.
Sejak pertama kali diterbitkan tahun 1999, OHSAS 18001 dengan sangat
cepat menjadi standar sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
yang sering digunakan untuk semua jenis organisasi tanpa
memeperhatikan besar kecilnya perusahaan itu. Tujuan OHSAS 18001
adalah untuk membantu organisasi dalam mengelola dan mengendalikan
keselamatan dan kesehatan kerja dan tingkat risiko serta meningkatkan
performa dalam bidang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Serta mendukung dan mempromosikan praktek Keselamatan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Kesehatan Kerja (K3), agar seimbang dengan kebutuhan sosial dan
ekonomi.
Secara spesifik persyaratan dalam OHSAS 18001 tidak menyatakan
kriteria ataupun memberikan persyaratan secara lengkap dalam merancang
sistem manajemen. OHSAS 18001 sesuai untuk berbagai organisasi yang
berkeinginan untuk.
a. Membuat sebuah Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja yang berguna untuk mengurangi atau menghilangkan tingkat
risiko yang menimpa karyawan atau pihak terkait yang terkena
dampak aktivitas organisasi.
b. Menerapkan, memelihara dan melakukan perbaikan berkelanjutan
sebuah Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
c. Melakukan sertifikasi atau penilaian sendiri.
Gambar 4. Bagan elemen OHSAS 18001 : 2007
Sumber : OHSAS 18001 : 2007
Continual Improvement
Management
Review
Checking and
Corrective
Action
Implementation
and Operation
Planning
OH&S policy
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
OHSAS 18001 : 2007 diterapkan oleh organisasi karena memiliki
beberapa manfaat. Diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan SMK3 untuk menurunkan risiko Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3).
b. Menerapkan, memelihara dan memperbaiki sistem secara
berkesinambungan.
c. Memastikan pemenuhan atau pentaatan terhadap kebijakan yang
sudah ditetapkan.
d. Menunjukkan pemenuhan terhadap sistem ini melalui sertifikasi atau
registrasi sistem pernyetaan sendiri atas pemenuhan sistem yang telah
diterapkan.
7. Klausul 4.3.1 “Hazard identification, risk assessment, dan determining
controls” OHSAS 18001 : 2007
Klausul 4.3.1 “Hazard identification, risk assessment, dan
determining controls” OHSAS 18001 : 2007 menerangkan bahwa dalam
mengidentifikasi bahaya harus memperhatikan :
a. Aktivitas rutin dan tidak rutin.
b. Aktivitas seluruh personel yang mempunyai akses ke tempat kerja
(termasuk kontraktor dan tamu).
c. Perilaku manusia, kemampuan dan faktor-faktor manusia lainnya.
d. Bahaya-bahaya yang timbul dari luar tempat kerja yang berdampak
pada kesehatan dan keselamatan personel di dalam kendali organisasi
di lingkungan tempat kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
e. Bahaya-bahaya yang terjadi di sekitar tempat kerja hasil aktivitas
kerja yang terkait di dalam kendali organisasi.
f. Prasarana, peralatan dan material di tempat kerja, yang disediakan
baik oleh organisasi ataupun pihak lain.
g. Perubahan-perubahan atau usulan perubahan di dalam organisasi,
aktivitas-aktivitas, atau material.
h. Modifikasi sistem manajemen keselamatan kesehatan kerja, termasuk
perubahan sementara dan dampaknya kepada operasional, proses-
proses dan aktivitas atau material.
i. Adanya kewajiban perundangan yang relevan terkait dengan penilaian
risiko dan penerapan pengendalian yang dibutuhkan.
j. Rancangan area-area kerja, proses-proses, instalasi-instalasi,
mesin/peralatan, prosedur operasional dan organisasi kerja, termasuk
adaptasi kepada kemampuan manusia.
Organisasi dalam melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko
harus :
a. Ditetapkan dengan memperhatikan ruang lingkup, sifat dan waktu
untuk memastikan metodenya prosktif.
b. Menyediakan identifikasi, prioritas dan dokumentasi risiko-risiko, dan
penerapan pengendalian sesuai dengan keperluan.
Untuk mengelola perubahan, organisasi haris mengidentifikasi bahaya
keselamatan kesehatan kerja dan riiko-risiko terkait perubahan di dalam
organisasi, sistem manajemen atau aktivitas-aktivitasnya, sebelum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
menerapkan perubahan tersebut. Organisasi juga harus memastikan dari
hasil penilaian sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan
pengendalian.
Organisasi harus mendokumentasikan dan memelihara hasil
identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan penetapan pengendalian selalu
terbaru. Organisasi harus memastikan bahwa risiko-risiko keselamatan
kesehatan kerja dan penetapan pengendalian dipertimbangkan saat
membuat, menerapkan dan memelihara sistem manajemen K3 perusahaan.
8. ISO 14001 : 2004
Pengertian sistem menajemen lingkungan menurut ISO 14001 : 2004
adalah suatu sitem manajemen pengelolaan lingkungan yang telah diakui
secara internasional dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan
Sertifikat di bawah koordinasi Organisasi Standar Internasional (ISO :
International Organization for Standardization)
Sistem Manajemen Lingkungan atau Environment Management
System (EMS) merupakan bagian dari keseluruhan sistem manajemen yang
meliputi struktur organisasi, rencana kegiatan, tanggung jawab, latihan
atau praktek, prosedur, proses dan sumber daya untuk pembangunan,
penerapan, evaluasi dan pemeliharaan kebijakan lingkungan.
Pada prinsipnya, ISO 14001 berisi syarat atau aturan komprehensif
bagi suatu organisasi dalam mengembangkan sistem pengelolaan dampak
lingkungan yang baik dan menyeimbangkan dengan kepentingan bisnis,
sehingga upaya perbaikan kinerja yang dilakukan akan diseuaikan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
sumber daya yang dimiliki perusahaan. Dalam penerapannya ISO 14001
bersifat sukarela (vuluntary), tidak ada hukum yang mengikat yang
mengharuskan dalam penerapannya.
ISO 14001 : 2004 dibangun atas dasar elemen-elemen yang
menetapkan :
a. Spesifikasi aspek dan dampak lingkungan
b. Prosedur dan instruksi kerja yang akurat
c. Proses yang konsisten
d. Kesesuaian dengan tujuan dan terget organisasi dalam meningkatkan
kinerja lingkungan.
e. Minimalisasi limbah
f. Keterkaitan dengan peraturan dan perundangan
g. Konsistensi hasil, kejujuran penerapan dan deskripsi produk yang
cermat
h. Evaluasi kinerja
i. Kesehatan dan keselamatan pekerja
j. Komunikasi ke pihak-pihak terkait perlindungan lingkungan.
Berbagai manfaat dapat diperoleh bila menerapkan ISO 14001, yang
sekaligus dapat dianggap sebagai keuntungan dari manajemen lingkungan.
Manfaat yang paling penting adalah perlindungan lingkungan. Dengan
mengikuti persyaratan yang ada akan membantu pula dalam mematuhi
peraturan perndang-undangan dan sistem manajemen yang efektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Keuntungan dari penerapan sistem manajemen lingkungan ISO 14001 :
2004 adalah :
a. Perlindungan lingkungan
b. Manajemen lingkungan yang lebih baik
c. Meningkatkan citra dan image perusahaan hubungan yang lebih baik
dengan masyarakat sekitar
d. Meningkatkan daya saing perusahaan
e. Kepercayaan dan kepuasan pelanggan.
f. Menekan risiko yang membahayakan lingkungan dan pekerja
g. Menekan biaya produksi
9. ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspect”
Aspek lingkungan adalah unsur dari suatu kegiatan, produk atau jasa
dari organisasi yang dapat berinteraksi dengan lingkungan. Dalam
pengertian ini aspek lingkungan yang penting adalah aspek lingkungan
yang mempunyai atau dapat mempunyai dampak penting terhadap
lingkungan bagi operasi di perusahaan di sekeliling perusahaan.
Dalam ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspect”
dijelaskan bahwa organisasi harus menetapkan, menerapkan dan
memelihara prosedur untuk :
a. Mengidentifikasi aspek lingkungan kegiatan, produk dan jasa dalam
lingkup sistem manajemen lingkungan, yang dapat dikendalikan dan
yang dapat dipengaruhi dengan memperhitungkan pembangunan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
direncanakan atau baru, kegiatan, produk dan jasa yang baru atau yang
diubah.
b. Menentukan aspek yang mempunyai atau dapat mempunyai dampak
penting terhadap lingkungan.
Organisasi harus mendokumentasikan informasi ini dan memelihara
muktahirannya. Organisasi harus memastikan bahwa aspek lingkungan
penting diperhitungkan dalam penetapan, penerapan dan pemeliharaan
sistem manajemen lingkungannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Tempat Kerja
Daftar Aktivitas Kerja
(Drilling dan Blasting)
Sumber Bahaya
Tidak ada identifikasi
Analisis
Penilaian Risiko
Probability
Pengendalian Risiko Tidak Aman
Gambar 5. Kerangka pemikiran
Identifikasi Bahaya
(HIRARC)
Kecelakaan Kerja
Consequence
Aman
Pemenuhan :
SMK3 : Elemen 3.3
OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1
ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1
B. Kerangka Pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu suatu metode
yang memaparkan hasil-hasil penelitian yang telah penulis lakukan, sehingga
pembaca dapat mudah mengerti dan mendapatkan gambaran yang jelas
mengenai hasil penelitian.
Laporan penelitian ini memberikan gambaran mengenai Analisis
Penerapan HIRARC pada Aktivitas Driling dan Blasting di Area Pertambangan
Batubara PT. Telen Orbit Prima Site Buhut, Kalimantan Tengah.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di area drilling dan blasting di PT. Telen Orbit
Prima site Buhut, Kalimantan Tengah.
C. Obyek dan Ruang Lingkup Penelitian
Obyek penelitian yang digunakan dari penulisan laporan ini adalah
manajemen risiko pada aktivitas drilling dan blasting di PT. Telen Orbit Prima
site Buhut, Kalimantan Tengah. Sedangkan ruang lingkup penelitian ini adalah
pemenuhan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan
Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Identification, Risk Assessment, and Determining Controls” dan ISO 14001 :
2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”.
D. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diambil dari :
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya.
Untuk memperoleh data ini menggunakan 3 cara :
a. Wawancara
Yaitu mengadakan wawancara langsung baik dengan pembimbing,
kepala departeman, staff perusahaan, maupun tenaga kerja di
lapangan.
b. Observasi
Yaitu mengadakan pengamatan langsung di lapangan yang dilakukan
selama magang.
c. Dokumentasi
Yaitu melihat langsung pada HIRARC yang dibuat oleh Departemen
Produksi di PT. Telen Orbit Prima site Buhut.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari
obyek yang sedang diteliti. Data ini diperoleh dari arsip-arsip perusahaan
maupun literatur yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pengempulan data
sebagai berikut :
1. Observasi Lapangan
Observasi lapangan yang dilakukan adalah dengan pengamatan
langsung identifikasi bahaya terhadap sumber bahaya yang ada dalam
aktivitas drilling dan blasting, serta bagaimana penilaian risiko yang
dilakukan untuk tindakan pengendalian terhadap bahaya tersebut.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab dengan
pembimbing lapangan, Production Departement Head, S&H Departement
Head dan Drill & Blast Foreman.
3. Studi Pustaka
Data sekunder diperoleh melalui data-data yang ada pada dokumen
perusahaan, buku-buku kepustakaan, laporan-laporan penelitian yang
sudah ada serta sumber lain yang berhubungan dengan pengidentifikasian
bahaya serta penilaian risiko yang dilakukan tindakan perbaikan.
Dokumen tersebut antara lain SOP Peledakan, SOP Drilling, SOP Missfire
dan HIRARC Departemen Produksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
F. Pelaksanaan
1. Tahap Persiapan
Persiapan yang dilakukan sebelum magang adalah mengajukan
proposal permohonan magang di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
di PT. Telen Orbit Prima site Buhut, disamping itu persiapan yang
dilakukan adalah mempelajari kepustakaan yang berhubungan dengan
menjemen risiko.
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian dimulai tanggal 19 Maret 2012 sampai dengan
16 Mei 2012. Adapun kegiatan selama melakukan penelitian adalah sebagai
berikut :
a. Melakukan tahap orientasi dan observasi ke setiap departemen yang
ada PT. Telen Orbit Prima.
b. Melakukan diskusi dan pembahasan bersama mengenai manajemen
risiko aktivitas drilling dan blasting yang telah ada bersama
Production Supervisor dan S&H Supervisor.
c. Melakukan review HIRARC aktivitas blasting yang telah dibuat oleh
Departemen Produksi. Dan diperoleh untuk aktivitas drilling belum
ada HIRARC-nya.
d. Mengumpulkan data-data sekunder dari Production Departement yang
berkaitan dengan program pelaksanaan HIRARC pada aktivitas
drilling dan blasting.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
3. Tahap Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis, dibahas dan disusun
dalam suatu laporan.
G. Analisis Data
Dari semua hasil data yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis
potensi bahaya, penilaian risiko, penanggulangan bahaya serta HIRARC
aktivitas drilling dan blasting yang telah dibuat oleh Departemen Produksi
tentang penilaian dan pengendalian risiko tersebut disesuaikan dengan standar
yaitu SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian
Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk
Assessment, and Determining Controls, dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1
“Enviromental Aspects”. Serta pada hasil akhirnya, diharapkan dapat
memberikan masukan terhadap Departemen Produksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Aktivitas Drilling
Aktivitas drilling merupakan proses sebelum aktivitas blasting, jadi
aktivitas drilling adalah aktivitas drilling pada suatu area yang sudah
ditentukan sesuai rencana peledakan yang nantinya digunakan untuk
pengisian bahan peledak. Alur dari aktivitas drilling yang ada di PT. Telen
Orbit Prima antara lain :
a. Pemasangan Batas
Pemasangan batas menggunakan beberapa patok dan safety line
yang menandakan di lokasi tersebut akan dilakukan drilling. Dan tidak
sembarang orang dapat masuk tanpa seijin pengawas dan penjaga
lokasi. Pemasangan batas ini berfungsi sebagai acuan kepada kegiatan
sebelum blasting yaitu sebagai penanda batas lokasi drilling dan
setelah blasting yaitu pemuatan material hasil blasting.
b. Prepare Lokasi
Prepare lokasi adalah tahapan awal yang dilakukan yaitu dengan
proses persiapan lokasi yang akan di drilling yang meliputi :
1) Pemerataan Lokasi
Pemerataan lokasi ini bertujuan agar lokasi yang akan dilakukan
drilling menjadi lebih rata dari sebelumnya, pemerataan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
permukaan lahan agar tidak terjadi toe (tonjolan pada permukaan)
pada jenjang yang dihasilkan dikarenakan ada beda tinggi.
Sehingga mesin drilling tidak mengalami kesulitan saat drilling
karena permukaan lokasi telah rata.
2) Pembersihan
Pembersihan yang dimaksud adalah membersihkan permukaan
lokasi dari soil atau boulder setelah diratakan permukaannya
menggunakan dozer, yang nantinya agar memudahkan untuk
aktivitas drilling seperti memasang tanda yang akan di-drilling.
Pembersihan lahan dari material bebatuan dimaksudkan agar pada
saat pelaksanaan peledakan, bebatuan tersebut tidak menjadi
material flyrock.
3) Pembuatan Bundwall
Bundwall dibuat dari soil atau boulder yang berasal dari proses
pembersihan lokasi. Jadi soil atau boulder yang berada di tengah
didorong ke pinggir untuk dibuat bundwall. Fungsinya yaitu
untuk mencegah aliran air masuk ke dalam lokasi drilling, yang
kedua untuk mencegah unit atau sarana yang tidak
berkepentingan masuk ke lokasi drilling.
4) Pemasangan papan peringatan dan safety line
Pemasangan papan peringatan “DILARANG MASUK DRILL
AREA” dan pemasangan safety line disini bertujuan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
memberi tanda dan peringatan untuk mencegah unit lain masuk
ke area drilling.
c. Mark up Pattern
Pada tahap ini adalah proses penentuan dan memasang tanda
(pita) titik lubang yang akan di-drilling sesuai dengan blast design
yang telah direncanakan oleh blast engineering. Dalam hal ini yang
diperhatikan antara lain :
1) Burden yaitu jarak antara lubang dengan free face dan atau jarak
lubang atara row dengan row.
2) Spacing adalah adalah jarak diantara lubang tembak satu dengan
lubang tembak lainnya dalam satu baris dan diukur sejajar
terhadap dinding atau tegak lurus burden.
3) Row adalah baris lurus dari lubang tembak.
4) Kelurusan row adalah hasil lubang yang di-drilling dengan
menggunakan mesin drilling diharapkan row bisa lurus sehingga
menghasilkan peledakan yang bagus.
d. Drilling
Tujuan drilling adalah untuk memasukkan bahan peledak pada
posisi (tempat) yang sudah direncanakan. Aktivitas drilling di
PT. Telen Orbit Prima menggunakan mesin drilling :
1) Sandvik DR079 dengan diameter (7 inchi)
2) Sandvik DR092 berdiameter (6 inchi)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
3) Sandvik DR093 berdiameter (6 inchi)
Dengan geometri drilling yaitu :
1) Burden 6 meter
2) Spasi 7 meter
3) Kedalaman lubang rata-rata 8 meter
4) Subdrill rata-rata 0,5 meter
5) Diameter lubang (6 inchi) - (7 inchi)
Pola drilling tambang terbuka umumnya dapat digolongkan atas
dua bagian besar yaitu :
1) Rectangular
Pada pola rectangular, lubang ditata sedemikian rupa sehingga
setiap lubang berada tepat berada dibelakang lubang pada row
sebelumnya.
2) Staggered
Pada pola staggered, setiap lubang ditempatkan diantara dua
lubang pada row sebelumnya.Pola ini merupakan pola yang
sangat baik dalam hal distribusi bahan peledak dan pola ini sering
digunakan pada PT. Telen Orbit Prima.
Gambar 6. Pola staggered
Sumber. Pola Drilling Departemen Produksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
e. Pengecekan dan Perhitungan Hasil Drilling
Lubang yang telah di-drilling kemudian diperiksa oleh crew drill
and blast. Pemeriksaan hasil drilling meliputi jumlah lubang, jarak
lubang dan kedalaman lubang. Adapun standar PT. Telen Orbit Prima
site Buhut adalah dengan ukuran :
1) Space (S) : 7 m
2) Burden (B) : 6 m
3) Kedalaman (D) : 8 m
Untuk jumlah lubang yang telah dihitung, akan digunakan oleh
Supervisor Blasting sebagai acuan dalam order ke gudang handak
mengenai berapa banyak bahan peledak yang akan digunakan.
Pengecekan lubang hasil drilling juga meliputi pengecekan kondisi
lubang apakah berair atau tidak.
2. Deskripsi Aktivitas Blasting
Blasting merupakan kegiatan meledakkan lapisan tanah over burden
(OB) dengan bahan peledak dan rangkaian ledak tertentu. Hal ini dilakukan
karena proses ripping tidak mampu menghancurkan lapisan tanah over
burden yang terlalu keras. Tujuan dilakukan blasting adalah untuk
menghancurkan lapisan OB agar lebih mudah lunak sehingga mudah untuk
dimuat dengan HD dan dipindahkan ke disposal.
Operasi peledakan di PT. Telen Orbit Prima ditangani oleh
PT. Pamapersada Nusantara yang bertindak sebagai kontraktor, dimana
kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah penyediaan bahan peledak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
berikut perlengkapan dan peralatannya, pengisian bahan peledak ke dalam
lubang ledak, membuat rangkaian peledakan sampai tahap peledakan.
a. Pemasangan Rambu Peringatan Blasting
Pemasangan rambu peringatan ini dilakukan sebelum kegiatan
blasting dilakukan, hal ini bertujuan untuk memberitahukan dan
mengamankan pelaksanaan blasting agar tidak terjadi korban jiwa
atau property damage. Di PT. Telen Orbit Prima langkah-langkah
pemasangan rambu seperti dibawah ini sesuai dengan Prosedur
Pengisian Bahan Peledak (057-PRO-204) :
1) Pemasangan rambu : dilarang masuk bagi yang tidak
berkepentingan, dilarang merokok, dilarang menggunakan alat
elektronik di area peledakan (radio komunikasi dan handphone).
2) Pemasangan pita blokade safety line hingga proses loading selesai
dikerjakan berjarak minimal 5 m dari lubang ledak terluar.
3) Memastikan tidak ada personil lain yang berada di area peledakan
kecuali yang mendapat ijin Kepala Teknik Tambang atau Wakil
Kepala Teknik Tambang.
4) Tidak ada aktivitas lain selain pekerjaan loading kecuali
dilakukan pada jarak minimal 15 m dari safety line.
5) Pemasangan bendera dan papan informasi blasting di jalan masuk
tambang, papan informasi berisi hari tanggal dan jam peledakan.
Papan ini dilengkapi tiang bendera, bendera merah menandakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
ada kegiatan peledakan dan bendera hijau menandakan tidak ada
peledakan atau sudah dilakukan peledakan.
6) Pemasangan bendera pemblokiran dipasang 2 radius, yaitu
bendera kuning radius 300 m jarak aman bagi unit, bendera hijau
dan merah radius 500 m jarak aman bagi manusia.
b. Primming
Primming merupakan perangkaian in hole delay ke dalam Booster
dengan cara memasukkan nonel ke Boosster. Proses ini dilakukan
untuk meledakkan bahan peledak yang berupa ANFO (Ammonium
Nitrate Fuel Oil), jadi proses primming ini detonator hanya boleh
dimasuukan ke dinamit/booster pasa saat akan dimasukkan ke dalam
lubang ledak. Untuk PT. Telen Orbit Prima menggunakan in hole
delay 500 ms dengan panjang 12 cm - 15 cm.
c. Charging (Pengisian Bahan Peledak)
Bahan peledak yang di gunakan pada PT. Telen Orbit Prima
adalah ANFO (Ammonium Nitrate Fuel Oil) dengan perbandingan
ideal Ammonium Nitrate : Fuel Oil adalah 94,5% : 5,5%. Proses
pencampuran ANFO menggunakan unit MMU (Mixing Mobile Unit).
Rangkaian primer yang telah terakit tadi kemudian dimasukkan ke
dalam lubang ledak kemudian ANFO diisikan menggunakan hose
(selang) dari MMU. Pengisian ANFO dilakukan perlahan dan dekat
dengan mulut lubang untuk menghindari bahan tumpah dan terhambur
oleh angin dan kedalaman pengisian bahan peledak sedalam 4 m. Jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
lubang berair maka pengisian primer dan ANFO menggunakan plastik
liner/kondom. Ketika menggunakan kondom harus dipastikan primer
pada posisi paling bawah menyentuh dasar lubang. Untuk
memasukkanya menggunakan stick, kemudian ujung plastik diikat
kuat.
f. Stemming (Penutupan Lubang)
Stemming adalah proses pekerjaan pemampatan lubang ledak
yang telah diisi bahan peledak dan harus diperhatikan adalah :
1) Memastikan lubang ledak sudah diisi dengan ANFO.
2) Stemming dilakukan dengan memasukkan material keras yang
dipadatkan kedalam lubang ledak dengan menggunakan stick dan
memastikan ujung in hole delay tidak masuk.
3) Jika ditemukan ujung in hole delay terputus atau jatuh ke dalam
lubang ledak saat stemming maka petugas stemming melaporkan
kepada pengawas peledakan.
g. Tie Up
Tie up adalah proses pekerjaan perangkaian aksesoris sampai ke
blast machine. Kegiatan ini dimulai dari perangkaian lubang ledak
terakhir dari baris (row) terakhir menuju control row. Dengan posisi
detonator block menghadap keatas, agar memudahkan saat melakukan
pengecekan akhir (final check). Perangkaian surface delay yang
menghubungkan antar lubang ledak tidak terlalu kencang untuk
menghindari putusnya rangkaian saat peledakan. Surface delay
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
detonator yang sekarang digunakan di PT. Telen Orbit Prima memiliki
waktu tunda 17 ms, 25 ms, 42 ms, 65 ms, 67 ms dan 109 ms.
h. Aktivitas Peledakan
Pelaksanaan peledakan PT. Telen Orbit Prima dilakukan pada
pukul 11.00 – 13.00 WIB atau 15.00 - 17.00 WIB.
Prosedur peledakan yang dilakukan di PT. Telen Orbit Prima
adalah sebagai berikut :
1) Evakuasi alat-alat dan manusia dengan jarak aman 300 meter
untuk alat dan 500 meter untuk manusia.
2) Petugas blocker memberikan informasi kondisi aman di area
bloker-nya masing-masing kepada koordinator blasting.
3) Membunyikan sirine panjang 1 x selama 20 detik tanda 15 menit
lagi waktu pelaksanaan peledakan.
4) Pengamanan lokasi oleh blocker dengan memblokir jalan-jalan
yang menuju lokasi peledakan sesuai dengan peta blocker.
5) Membunyikan 2 x sirine pendek tanda 10 menit menuju waktu
peledakan.
6) Memeriksa ulang pengamanan lokasi dari setiap blocker dan
kesiapan juru ledak.
7) Sebelum melakukan peledakan di dahului peringatan terakhir
dengan membunyikan sirine pendek sebanyak 3 x, tanda 3 menit
menuju waktu peledakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
8) Informasi rangkaian peledakan dan posisi blaster yang sudah siap
harus mendapat persetujuan dari pengawas tambang bagian
peledakan PT. Telen Orbit Prima di lokasi peledakan secara
langsung.
9) Melakukan perhitungan mundur dimulai dari angka 10 kemudian
diakhiri kata “TEMBAK” dengan radio komunikasi.
i. Pengecekan Lokasi Peledakan
Memeriksa hasil peledakan untuk memastikan semua bahan
peledak telah habis terpakai saat peledakan setelah 5 menit pasca
peledakan, apabila ada misfire harus segera menginformasikan ke
koordinator peledakan, apakah akan diledakkan ulang atau blocking
area terlebih dahulu. Tetapi apabila tidak ada misfire maka
PT. Telen Orbit Prima serta blocker dan membunyikan sirine panjang
1 x selama 20 detik untuk tanda bahwa peledakan sudah berakhir dan
pekerjaan bisa dimulai kembali serta untuk para road blocker dapat
membuka kembali jalan.
3. Manajemen Risiko
Aktivitas drilling dan blasting merupakan serangkaian proses
yang mempunyai tingkat bahaya yang tinggi oleh sebab itu perusahaan
untuk memenuhi SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan
Pengendalian Resiko”, OSHAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 “Hazard
Identification, Risk Assessment, and Determining Controls dan ISO 14001
: 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”, maka PT. Telen Obrbit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Prima perlu melaksanakan HIRARC terhadap aktivitas drilling dan
blasting di site Buhut, Kalimantan Tengah.
a. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)
Adapun bahaya - bahaya yang teridentifikasi pada aktivitas drilling
dan blasting di PT. Telen Orbit Prima sebagai berikut:
1) Aktivitas Drilling
a) Bahaya dari panjang dan manuver mesin drilling
Potensi kecelakaan pada mesin drilling terjadi saat mesin
drilling melakukan traveling akan menuju atau meninggalkan
lokasi drilling. Karena mengingat panjang keseluruhan mesin
drilling mencapai lebih dari 9 m dengan area manuver 15 m,
sedangkan jalur tambang yang digunakan cukup padat dan
lebar jalan terbatas. Potensi untuk menabrak/tertabrak unit
atau benda yang berada di sekitar mesin drilling sangat besar,
apalagi di saat malam hari.
b) Bahaya di front drilling
Kejadian yang sering terjadi di lokasi front drilling
adalah mesin drilling amblas di front drilling. Faktor
penyebab terjadinya amblas salah satunya di sebabkan oleh
curah hujan yang cukup tinggi sehingga kondisi tambang
khusunya di front drilling menjadi kondisi berair dan rawan
amblas bisa juga terjadi amblas saat traveling ke lokasi atau
keluar lokasi drilling.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
c) Bahaya debu batuan, serpihan dan pecahan batu
Debu batuan, serpihan dan pecahan batu yang berasal
pada aktivitas drilling ini berasal dari kegitan drilling lubang
ledak. Mengingat lapisan batuan yang ada di site Buhut ini
merupakan lapisan batuan yang keras dan kuat maka pada saat
dilakukan drilling dengan mesin drilling akan menghasilkan
debu batuan, serpihan dan pecahan batu yang cukup banyak,
lain halnya apabila lapisan yang di-drilling merupakan lapisan
tanah biasa maka debu yang dihasilkannya pun relatif sedikit.
d) Bahaya kebisingan
Potensi bahaya lain yang berasal dari aktivitas drilling
selain debu adalah bising. Kebisingan yang cukup tinggi
disebabkan perputaran mesin drilling yang tinggi serta
material batu yang di-drilling merupakan batuan keras.
Kebisingan tersebut berbahaya karena dapat mengganggu
pendengaran pekerja yang berada disekitar mesin drilling
serta dapat mengganggu komunikasi radio karena suara radio
tertutupi oleh suara aktivitas drilling yang bising.
Untuk kebisingan dalam kabin operator belum ada data
pengukuran kebisingan akan tetapi di dalam kabin operator
telah didesain dengan sistem peredam kebisingan yang telah
dibuat oleh produsen mesin drilling.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
e) Bahaya unit atau sarana lain masuk ke lokasi drilling
Lokasi drilling di PT. Telen Orbit Prima berada di dalam
lokasi tambang dengan tingkat aktivitas lalu lintas tambang
cukup padat dan tak jarang lokasi drilling berada di tepi jalur
hauling tambang. Maka terdapat potensi untuk adanya sarana
atau unit lain yang masuk ke lokasi drilling yang dapat
menabrak mesin drilling yang sedang melakukan drilling
lubang ledak.
f) Bahaya sudut kemiringan lokasi
Bahaya dari kemiringan lokasi adalah mesin drilling
rebah, ini dapat terjadi pada saat posisi parkir, traveling dan
saat drilling dengan sudut kemiringan yang cukup besar atau
melebihi sudut kemiringan yang diijinkan maksimal 300.
Selain itu bahaya rebah juga dapat dipicu oleh keadaan tanah
yang labil sehingga mesin drilling tidak lagi dalam posisi
keseimbangan yang baik.
Hal ini dapat menyebabkan mesin drilling rebah, mesin
drilling yang rebah menimpa mesin drilling yang lain atau
manusia yang berada disekitarnya.
g) Bahaya kebocoran hidrolik tower
Bahaya kebocoran ini dapat terjadi akibat aktivitas
seringnya naik turunya tower drilling. Sehingga berpotensi
menyebabkan terjadinya kebocoran hidrolik yang apabila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
terjadi, hal tersebut dapat menyebakan turunya tower drilling
secara cepat dan dapat menyebabkan patahnya tower drilling
(property damage) selain itu tekanan oli dari kebocoran dapat
mencemari lingkungan di sekitarnya.
h) Antar mesin drilling di area drilling
Bahaya yang timbul antar mesin drilling yaitu
kemungkinan terjadinya tabrakan antar unit drilling sendiri
pada saat melakukan drilling lubang ledak di area drilling.
Di PT. Telen Orbit Prima dalam melakukan drilling
menggunakan 3 unit mesin drilling sehingga apabila lokasi
drilling sempit, potensi untuk saling bertabrakan dapat terjadi.
i) Bahaya saat perpindahan lokasi titik drilling
Potensi bahaya yang terjadi saat mesin drilling melakukan
pindah lokasi titik drilling yang satu ke titik drilling
selanjutnya adalah patahnya rod (drilling) karena saat
melakukan pindah lokasi posisi rod belum dinaikkan.
2) Aktivitas Blasting
a) Bahaya fly rock
Fly rock merupakan batuan yang terlempar ke udara
hentakan ledakan dengan radius tertentu. Untuk bahaya dari
fly rock ini mempunyai potensi yang tinggi yang dapat
menimpa unit/peralatan dan juga dapat menimpa manusia
yang berada di area peledakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
b) Bahaya getaran
Bahaya yang dihasilkan dari peledakan yang lain adalah
timbulnya getaran yang keras dan dengan radius yang cukup
jauh. Getaran yang dihasilkan dari peledakan disebut ground
vibration dengan kekuatan dan radius tertentu mampu
merobohkan bangunan instalasi perusahaan maupun bangunan
masyarakat sekitar tambang. Getaran yang berlebihan dapat
terjadi karena tidak adanya free face atau terdapat genangan
air.
c) Bahaya gas beracun
Gas beracun tersebut berasal dari aktivitas blasting, yaitu
kemungkinan berupa smoke atau fume. Fume umumnya
berwarrna kuning dan berbahaya karena sifatnya beracun.
Sedangkan smoke merupakan gas tidak berbahaya karena
hanya terdiri dari uap atau asap yang berwarna putih.
Timbulnya gas yang beracun ini dapat terjadi karena
beberapa faktor diantaranya perbandingan komposisi
Ammonium Nitrate dengan Fuel Oil yang tidak sesuai atau
juga bisa terjadi karena injeksi (adanya air yang masuk).
1) Gas tidak beracun : uap air (H2O), Karbondioksida
(CO2), dan Nitrogen (N2)
2) Gas yang beracun : Nitrogen monoksida (NO), Nitrogen
Oksida (NO2), dan Karbon Monoksida (CO) .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
d) Misfire
Misfire adalah suatu aktivitas peledakan menunjukkan
ketidaksinambungan yang tidak dapat diperbaiki atau
sebuah lubang ledak atau bagian dari sebuah lubang
ledak gagal meledak pada saat peledakan, hal ini tentu sangat
membahayakan bagi orang yang berada di sekitar area
blasting misalnya para blaster karena memeriksa hasil
peledakan untuk memastikan semua bahan peledak telah habis
terpakai saat peledakan setelah 5 menit pasca peledakan,
apabila ada misfire harus segera menginformasikan ke
koordinator peledakan, apakah akan diledakan ulang atau
dilakukan bloking area terlebih dahulu karena tidak menutup
kemungkinan ketiaka dilakukan pengecekan pada lubang
peledakan, lubang tersebut dapat meledak.
e) Premature blast
Premature blast merupakan suatu kejadian dimana bahan
peledak meledak sebelum diledakkan dan tanpa adanya
kontrol. Premature blast dapat terjadi ketika saat charging
atau stemming yaitu ketika kabel in hole delay tersangkut
pada ban unit MMU (Mobile Mixing Unit) sehingga booster
mendapat tarikan dan hentakan secara tiba-tiba serta kuat
sehinnga menyebabkan detonator meledak, selain itu juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
dapat terjadi saat ada sambaran arus kuat berupa petir yang
dapat menyebabkan premature blast.
f) Bahaya Air Blast
Air blast merupakan efek yang dihasilkan dari blasting
yaitu berupa hempasan udara yang sangat cepat dan kuat yang
dihasilkan oleh lemparan energi peledakan. Hempasan udara
ini dapat berbahaya bagi para crew blast, blaster atau orang
yang berada di lokasi peledakan karena dapat menyebabkan
cidera.
g) Bahaya Noise
Noise yaitu berupa suara ledakan kuat yang dihasilkan
oleh lemparan energi peledakan. Hempasan suara ini dapat
menggangu masyarakat sekitar bahkan dapat merusak
bangunan sekitar dan juga menggangu pendengaran.
h) Bahaya kontaminasi bahan kimia
Bahaya ini bersumber dari penggunaan bahan peledak
ANFO yang dapat terhirup, tertelan atau masuk lewat kulit.
Biasanya pada aktivitas pembongkaran dan pencampuran
ANFO serta pada saat charging bahan peledak.
i) Bahaya kecelakaan
Kecelakaan dapat terjadi pada sarana yang membawa
aksesoris atau juga pada unit MMU (Mobile Mixing Unit)
baik pada saat menuju atau keluar tambang atau juga pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
saat berada dilokasi peledakan. Kecelakaan ini dapat terjadi
karena kondisi tidak aman seperti jalur tambang crowded atau
jalan yang amblas dan sempit dan tindakan tidak aman seperti
mendahului unit lain atau memakai radio berlebihan.
j) Bahaya paparan panas matahari
Bahaya paparan panas ini sebagian besar berasal dari
panas terik matahari yang diterima para crew blast atau
blaster yang dapat menyebabkan kelelahan kerja atau
gangguan kesehatan seperti dehidrasi/heat stress baik pada
saat charging, primming, stemming, proses perangkaian,
peledakan sampai pengecekan setelah peledakan.
k) Bahaya terperosok ke lubang ledak
Bahaya ini sangat berpotensi bagi crew blast, yaitu kaki
dari crew blast terperosok atau masuk ke dalam lubang ledak.
Kejadian ini kemungkinan terjadi pada saat pengecekan hasil
drilling, pada saat charging, primming atau stemming.
l) Bahaya tumpahan bahan kimia
Bahaya ini bersumber pada proses pembongkaran
Ammonium Nitrate, mixing bahan peledak, pengisian lubang
ledak, pengangkutan ANFO ke area blasting dan
pengangkutan sisa ANFO yang sisa tidak terpakai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
m) Bahaya pengangkutan aksesoris
Potensi bahaya ini terjadi pada aktivitas pengangkutan
aksesoris baik yang berupa booster, in hole delay, surface
delay dan electric detonator. Dalam hal ini aksesoris di atas
sangatlah rentan terhadap gesekan, tekanan atau tarikan yang
dapat memicu timbulnya peledakan. Maka oleh sebab itu
dalam pengangkutan aksesoris sangat perlu memperhatikan
cara penumpukan, cara peletakan dan cara pengeluarannya
serta tempat pengangkutannya.
n) Bahaya sambaran arus liar atau sambaran petir
Bahaya sambaran arus kuat liar seperti petir sangat
berpotensi menyebabkan peledakan yang tidak terkontrol atau
meledak sendiri. Dan ini sangat berbahaya apabila ada orang
atau unit yang saat itu berada di lokasi peledakan.
o) Bahaya saat pengecekan hasil peledakan
Bahaya yang berpotensi terjadi saat para blaster
melakukan pengecekan lokasi peledakan setelah dilakukan
peledakan adalah bahaya terperosoknya blaster pada lubang
atau fragmentasi dari hasil peledakan.
b. Penilaian Risiko (Risk Assessment)
PT. Telen Orbit Prima melakukan penilaian risiko mengacu pada
prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan &
Kesehatan Kerja Nomor Dokumen (002-SHD-201) dan Instruksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Petunjuk Pengisian & Penilaian Aspek LK3 Nomor Dokumen
(002-SHD-301). PT. Telen Orbit Prima dalam melakukan penilaian
risiko menggunkan formula :
Risiko (Risk) = Peluang (Probability) x Keparahan (Consequence).
Keduanya berbanding lurus dengan nilai risiko itu sendiri,
semakin besar nilai kemungkinan dan keparahan maka tingkat
risikonya pun juga akan semakin tinggi.
1) Peluang (Probability)
Merupakan kemungkinan terjadinya suatu bahaya atau paparan.
Tabel 1. Nilai Probability
Nilai Deskripsi Penjelasan Frekuensi Kemungkinan
terjadi
1 Jarang
Hanya terjadi
dalam kondisi
luar biasa
Dalam
kasus
khusus
< 10
2 Kemungkinan
kecil
Dapat terjadi
suatu kali
Setiap 10
tahun 10%-20%
3 Sedang
Terjadi dalam
beberapa
khasus
Setiap 3
tahun 20%-55%
4 Kemungkinan
terjadi
Hampir selalu
terjadi
Setiap
tahun 55%-90%
5 Hampir pasti
terjadi Selalu terjadi Setiap saat 90%-100%
Sumber : Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan
Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201)
2) Keparahan (Consequence)
Merupakan tingkat keparahan suatu bahaya atau paparan yang
terjadi dalam suatu waktu tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Tabel 2. Nilai Consequence
Nilai Diskripsi
Nilai
untuk
uang
Kesehatan &
Keselamatan Lingkungan
Lingkungan/
Sosial Reputasi
1 Tidak
penting
< Rp 100
ribu Tidak ada luka
Polusi ringan
Tingkat
rendah,
gangguan
ringan
Dilaporkan
di koran
pinggiran
(bukan di
halaman
utama)
2 Ringan Rp 100 ribu
– Rp 1 juta Luka ringan
Kerusakan
lingkungan
kecil
Gangguan
jangka
pendek
Dilaporkan
di koran
pinggiran
3 Sedang Rp 1 juta -
Rp 10 juata
Luka LTI s/d
Permanen
Polutan yang
dilepaskan
cukup
signifikan
Masalah
sosial lebih
panjang,
gangguan 1
minggu
Dilaporkan
di koran
lokal (bukan
halaman
utama)
dan/atau
penyelidikan
regional.
4 Berat Rp 10 juta –
Rp 100 juta
Luka
menyebakan
cacat atau
fatalitas tunggal
Memiliki
dampak
penting
jangka
panjang
Gangguan
dan dampak
sosial sangat
serius,
gangguan
operasi 1
bulan
Dilaporkan
di TV lokal
dan/atau
penyelidikan
departemen
5 Bencana > Rp 100
juta
Multyple
fatality
Bencana,
dampak
penting pada
lingkungan
jangka
panjang
Kerusakan tidak
dapat
ditanggulangi,
gangguan
operasi
beberapa bulan
Dilaporkan
di TV
nasional
(berita
utama)
dan/atau
penyelidikan
pemerintah
Sumber : Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan
Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201)
3) Risiko (Risk)
Di PT. Telen Orbit Prima dalam melakukan penilaian risiko
menggunakan formula :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Risiko (Risk) = Peluang (Probability) x Keparahan (Consequence).
Dengan tingkat risiko “Extrem” yang menjadi prioritas utama,
“High”, “Medium” dan “Low”.
Tabel 3 : Penggolongan Nilai Risiko P
roba
bili
ty
Penilaian Risiko
5 5 (Medium) 10 (High) 15 (High)
20 (Extrem)
25 (Extrem)
4 4 (Low) 8 (Medium) 12 (High) 16 (High)
20 (Extrem)
3 3 (Low) 6 (Medium)
9 (Medium) 12 (High) 15 (High)
2 2 (Low) 4 (Low) 6 (Medium)
8 (Medium) 10 (High)
1 1 (Low) 2 (Low) 3 (Low) 4 (Low) 5 (Medium)
1 2 3 4 5
Consequence
Sumber : Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan
Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201)
c. Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko yang dilakukan PT. Telen Orbit Prima adalah
dilakukan dengan 2 tahapan :
1) Pengendalian awal (Existing Control)
Pengendalian awal dinilai melalui peninjauan ulang apakah
suatu pengendalian dapat menurunkan tingkat bahaya dari
medium menjadi low. Jadi pengendalian tersebut berhasil dan
dapat diterima (acceptable risk).
2) Pengendalian Tambahan (additional controls)
Dilakukan apabila pengendalian awal terhadap suatu bahaya
tidak dapat diterima setelah dilakukan review (non acceptable
risk). Maka sebab itu perlu dilakukan pengendalian tambahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
untuk menurunkan tingkat risiko ke kriteria yang dapat diterima
(acceptable risk).
B. Pembahasan
Penerapan HIRARC dalam aktivitas drilling dan blasting selama ini yang
baru dilakukan adalah manajemen risiko aktivitas blasting, untuk aktivitas
drilling belum dilakukan. Oleh sebab itu penulis dalam kegiatan Magang ini
melakukan analisis dan menyusun HIRARC untuk aktivitas drilling bersama
dengan Departemen Produksi sesuai dengan Prosedur Indentifikasi Bahaya
dan Dampak Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (002-SHD-201)
yang sesuai dengan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan
Pengendalian Resiko”, OSHAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 “Hazard
Identification, Risk Assessment, and Determining Controls dan ISO 14001 :
2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”. Serta tindakan pengendalian
dilakukan berdasarkan skala prioritas dari semua potensi bahaya yang ada.
1. Manajemen Aktivitas Drilling
Adapun hasil identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
pada aktivitas drilling di PT. Telen Orbit Prima site Buhut adalah sebagai
berikut :
a. Bahaya dari panjang dan manuver mesin drilling.
Potensi bahaya tertabrak/menabrak unit lain saat travelling, dengan
penilaian risiko consequence: 3 dan probability : 2 sehingga nilai
risikonya : 6 (Medium).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Pengendalian administratif dengan cara :
1) Operator yang mengoperasikan harus benar-benar melalui dan
lulus serta bersertifikasi Operational Training Development
(OTD).
2) Operator selalu melakukan komunikasi 2 arah ketika memasuki
jalur tambang dengan unit lain yang berada di sekitar mesin
drilling. Ketika akan melakukan manuver seperti belok
memperhatikan jarak aman bermanuver karena panjang mesin
drilling mencapai lebih dari 9 m lebih dengan area manuver
15 m.
Langkah pengendalian yang diambil diatas telah sesuai dengan
peraturan yang tercantum dalam Kepmentamben Nomor :
555.K/26/M.PE/1995 yaitu pasal 142 tentang Persyaratan dan
Kewajiban Pengemudi. Dimana salah satu syarat untuk menjadi
seorang operator di PT. Telen Orbit Prima adalah harus lulus serta
bersertifikasi OTD (Operational Training Development) dan hal
tersebut telah sesuai Kepmentamben yaitu “ditunjuk oleh Kepala
Teknik Tambang untuk mengemudikan kendaraan tertentu dan telah
mendapatkan pelatihan dan dinyatakan mampu mengemudi oleh
Kepala Teknik Tambang”.
b. Bahaya di front drilling
Potensi mesin drilling amblas, dengan penilaian risiko consequence :
2 dan probability : 3 sehingga nilai risikonya : 6 (Medium).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Pengendalian yang dilakukan secara rekayasa teknik :
1) Perataan lokasi dengan mengunakan mesin dozer.
2) Memastikan front drilling mampu menahan beban dari mesin
drilling.
Untuk mengendalikan bahaya amblas di front drilling tindakan
yang dilakukan PT. Telen Orbit Prima telah sesuai dengan Undang–
undang No 1 tahun 1970 pasal 3 ayat (1) huruf a, tentang syarat –
syarat keselamatan kerja yaitu mencegah dan mengurangi kecelakaan
kerja. Jadi tindakan yang pilih dengan perataan lokasi terlebih dahulu
dengan unit dozer merupakan tindakan mencegah dan mengurangi
kecelakaan kerja.
c. Bahaya debu batuan, serpihan dan pecahan batu.
1) Potensi terjadinya ganguan pernapasan dengan penilaian risiko :
consequence : 3 dan probability : 3 sehingga nilai risikonya : 9
(Medium).
Pengendalian yang dilakukan secara :
a) Rekayasa Teknik
Pengendalian secara rekayasa teknik dengan cara injeksi
air pada rod serta pemberian cover pelindung (dust
collector) pada ujung bawah tower agar debu batuan,
serpihan dan pecahan batu tidak bertebangan dengan
bebas tetapi dapat direduksi dengan cover tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
b) Alat Pelindung Diri
Pengendalian secara APD dengan cara memakai masker
dan safety glass bagi orang yang berda di sekitar area
drilling. Seperti pengawas lapangan/Group Leader.
2) Potensi jarak pandang terbatas dengan penilaian risiko
consequence : 3 dan probability : 3 sehingga nilai risikonya : 9
(Medium).
Pengendalian yang dilakukan secara Rekayasa Teknik yaitu
pada cabin operator kacanya tertutup dan diberi wipper agar
debu yang menghalangi pandangan dapat dibersihkan.
Berkaitan dengan bahaya dari debu yang dapat menghalangi
pandangan cabin operator, tindakan pengendalian dengan memasang
wipper pada kaca telah sesuai dengan peraturan Kepmentamben No :
555.K/26/M.PE/1995 pasal 140 ayat (13) yaitu “kabin kendaraan
harus dirancang atau dilengkapi alat yang dapat melindungi
pengemudi dari kebisingan, debu atau asap knalpot yang berlebihan”.
Dan juga untuk APD yang digunakan sesuai dengan Kepmentamben
No 555.K/26/M.PE/1995 pasal 81 tentang Pencegahan yang
berhubungan dengan masalah pengendalian debu, pasal 83 tentang
Alat Pelindung Diri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
d. Bahaya kebisingan
Potensi gangguan pendengaran serta komunikasi terganggu dengan
penilaian risiko consequence : 2 dan : probability 3 sehingga nilai
risikonya : 6 (Medium). Pengendalian yang dilakukan secara :
1) Rekayasa Teknik
Rekayasa teknik yang dilakukan pada kabin operator telah
dirancang oleh produsen mesin drilling dapat meredam
kebisingan hingga 80 dB, untuk mengatasi gangguan
komunikasi dapat dilakukan dengan cara memakai alat bantu
berupa headset yang dipasang pada radio komunikasi. Sehingga
gangguan komunikasi karena kebisingan yang ditimbulkan
mesin drilling dapat direduksi.
2) Alat Pelindung Diri
Pengendalian secara APD untuk mengurangi gangguan
pendengaran dengan cara pemakaian earplug atau earmuff bagi
pengawas yang berada di sekitar.
Intensitas kebisingan pada mesin drilling belum diketahui karena
belum dilakukan pengukuran, akan tetapi untuk mesin drilling
Sandvik, pada cabin telah dirancang untuk mampu meredam bising
sampai 80 dB. Pengendalian yang dipilih diatas baik secara rekayasa
teknik maupun APD dilakukan untuk mengurangi potensi bahaya
yang timbul akibat kebisingan yang dihasilkan mesin drilling.
Tindakan tersebut telah sesuai dengan Permenakertrans
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
No. Per.01/MEN/1980 pasal 66 ayat (1) “tenaga kerja yang mengebor
tanah harus selalu dilindungi dari bahaya kejatuhan benda, bahaya
debu, uap, gas, kebisingan dan getaran”.
e. Bahaya sudut kemiringan lokasi
1) Potensi mesin drilling rebah dengan penilaian risiko
consequence : 2 dan probability : 3 sehingga nilai risikonya : 6
(Medium) Pengendalian yang dilakukan secara :
a) Rekayasa Teknik
Pengendaliannya dengan cara sebelum melakukan drilling
lokasi drilling dilakukan perataan dengan unit dozer
terlebih dahulu. Pada ruang operator dipasang alat untuk
mengetahui posisi kemiringan mesin drilling untuk
mengetahui besar sudut kemiringan yang saat ini dia
berada.
b) Administratif
Operator pada saat drilling, traveling atau parkir selalu
memperhatikan lokasinya terutama sudut kemiringan
lokasi. Tidak memaksakan unit untuk tetap melaju di
lokasi dengan kemiringan lebih dari 300 .
2) Potensi mesin drilling rebah menimpa mesin drilling atau orang
yang berada disekitarnya, dengan penilaian risiko consequence :
4 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 8 (Medium).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Pengendalian yang dilakukan secara Rekayasa Teknik adalah
lokasi drilling dalam posisi miring, tetapi di bawah 300
maka
jarak aman antar mesin drilling harus diperhatikan minimal 2x
panjang mesin drilling saat mengangkat tower.
3) Potensi operator mengalami cidera dengan penilaian risiko
consequence : 2 dan probability : 3 sehingga nilai risikonya : 6
(Medium).
Pengendalian yang dilakukan secara Alat Pelindung Diri adalah
untuk melindungi operator dari kemungkinan rebahnya mesin
drilling, maka operator harus selalu mengenakan sabuk
pengaman.
Pengendalian yang berhubungan dengan kemiringan jalan sesuai
dengan peraturan Kepmentamben No 555.K/26/M.PE/1995 pasal 141
tentang Jalan Darat ayat (2) yang berbunyi “Radius minimum dan
kemiringan jalan maksimum, harus sesuai dengan kemampuan
kendaraan yang dipakai”. Jadi untuk pengendalian bahaya agar mesin
drilling tidak rebah karena kemiringan lokasi maka operator harus
memperkirakan radius minimum dan kemiringan lokasi maksimum,
harus sesuai dengan kemampuan mesin drilling. Kemudian
berhubungan dengan APD berupa pemakaian seat belt telah sesuai
dengan Kepmentamben No 555.K/26/M.PE/1995 pasal 140 tentang
Konstruksi dan Peralatan Kendaraan ayat (15) “Kendaraan yang
dioperasikan pada daerah berpotensi bahaya terguling dan kejatuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
benda maka harus :” huruf b “dilengkapi dengan sabuk pengaman
harus baik untuk pengemudi maupun penumpang”.
f. Antar mesin drilling di area drilling
Potensi tabrakan antar mesin drilling di area drilling dengan penilaian
risiko consequence : 3 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 6
(Medium).
Pengendalian yang dilakukan administratif dengan cara :
1) Sebelum melakukan drilling, antara operator harus melakukan
koordinasi, pembagian lokasi serta pola arah drilling terlebih
dahulu.
2) Untuk menghindari terjadinya kecelakaan antar mesin drilling di
lokasi drilling, maka antar operator mesin drilling harus saling
melakukan komunikasi dengan operator mesin drilling yang lain
ketika akan berpindah lokasi.
Dengan dilakukan penilaian risiko dan upaya pengendaliannya,
maka diharapkan potensi tabrakan antar mesin drilling dapat
dikurangi. Maka hal ini sesuai dengan Undang–undang No 1 tahun
1970 tentang Keselamtan Kerja pasal 3 ayat (1) huruf a “mencegah
dan mengurangi kecelakaan”.
g. Bahaya saat pindah lokasi titik drilling
Potensi rod bengkok atau patah dengan penilaian risiko consequence :
3 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 6 (Medium).
Pengendalian yang dilakukan administratif dengan cara :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
1) Memasang alat automatic engine stop pada mesin drilling, jadi
ketika rod drilling belum dinaikan dan mesin drilling jalan
pindah lokasi, secara otomatis mesin akan stop.
2) Memasang alarm otomatis dengan prinsip kerja sama dengan
automatic engine stop hanya bedanya disini berupa alarm yang
berbunyi.
Dengan dilakukan penilaian risiko dan upaya pengendaliannya,
maka diharapkan potensi rod bengkok atau patah dapat dikurangi.
Maka hal ini sesuai dengan Undang–undang No 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja pasal 3 ayat (1) huruf a “mencegah dan
mengurangi kecelakaan”.
h. Bahaya kebocoran hidrolik tower
1) Potensi tower drilling patah karena turun secara cepat dan tiba –
tiba, dengan penilaian risiko consequence : 4 dan probability : 2
sehingga nilai risikonya : 8 (Medium).
Pengendalian yang dilakukan administratif dengan cara :
a) Operator melakukan P2H (Pelaksanaan Pemeriksaan
Harian) secara rutin setiap awal shift termasuk bagian
hidrolik.
b) Segera melakukan penggantian spare part yang sudah
tidak berfungsi dengan semestinya dan memperhatikan
jangka waktu pemakaiannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
c) Melakukan maintenance secara berkala dan terjadwal
dengan pasti.
d) Operator melakukan pekerjaan drilling dengan mengacu
prosedur kerja/SOP yang ada.
2) Potensi pencemaran lingkungan karena kebocoran oli dengan
penilaian risiko consequence : 2 dan probability : 2 sehingga
nilai risikonya : 4 (Low).
Pengendalian yang dilakukan administratif dengan cara segera
menghentikan pekerjaan apabila mengetahui ada kebocoran atau
rembesan oli pada hidrolik.
Pengendalian yang dipilih yang berkaitan dengan pemeriksaan
berkala telah sesuai dengan Kepmentamben No 555.K/26/M.PE/1995
pasal 213 tentang Pemeriksaan ayat (1) “Semua permesinan dan
peralatan harus diperiksa secara berkala sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan oleh Kepala Teknik Tambang”. Selain itu juga pada
pengendalian melakukan P2H secara rutin setiap awal shift telah
sesuai dengan pasal 232 tentang Pencegahan Umum ayat (4)
disebutkan "Sebelum memulai pekerjaan pada setiap permulaan gilir
kerja, pekerja tambang harus memeriksa dan memastikan bahwa
peralatan dalam keadaan aman untuk digunakan. Kondisi tidak aman
dan tindakan penanggulangan yang dilakukan harus dicatat di dalam
buku pemboran.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
i. Bahaya unit atau sarana lain masuk ke lokasi drilling
Potensi menabrak mesin drilling yang sedang beroperasi dengan
penilaian risiko consequence : 2 dan probability : 2 sehingga nilai
risikonya: 4 (Low).
Pengendalian yang dilakukan secara Administratif :
1) Pemasangan rambu peringatan di area drilling berupa tulisan
“Dilarang Masuk Drill Area”.
2) Pembuatan bundwall di sekeliling area drilling,
3) Pemasangan safety line di sekeliling area drilling.
Pengendalian yang dilakukan dengan memasang rambu-rambu
telah sesuai dengan Kepmentamben No 555.K/26/M.PE/1995 pasal
146 tentang Peraturan Angkutan. Didalam pasal 146, disebutkan
tentang tata cara pemasangan rambu – rambu di lokasi tambang.
2. Manajemen Aktivitas Blasting
Hasil identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko pada
aktivitas drilling di PT. Telen Orbit Prima site Buhut sebagai berikut :
a. Bahaya kecelakaan (jalan tambang)
Potensi tabrakan dengan unit lain dengan penilaian risiko consequence
: 4 dan probability : 3 sehingga nilai risikonya : 12 (High)
Pengendalian yang dilakukan dengan :
1) Rekayasa Teknik
Pengendalian mengenai masalah jalan tambang rawan terjadi
kecelakaan dan dalam hal ini juga harus bekerja sama dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Departemen GMP terutama mine plan, karena mine plan disini
sebagai perancang/pendesain jalan yang ada di tambang. Untuk
dari sisi keselamatan ada beberapa kriteria seperti lebar jalan
3,5x unit terbesar yang melalui jalan tersebut, apabila luas lokasi
tidak mencukupi maka dibuat satu jalur (satu arah) dengan lebar
tidak >2x lebar unit terbesar yang melalui jalan tersebut, disisi
jalan dilengkapi bundwall setinggi ¾ ban unit terbesar yang
melalui jalan tersebut, pembuatan saluran drainase atau paritan,
perhitungan kemiringan jalan serta pemasangan rambu.
2) Administratif
Perlu diadakan training bagi para driver seperti Difensive
Driving secara rutin. Driver harus mengikuti tes tertulis terlebih
dahulu dan praktek, serta mempunyai KIMPER (Kartu Ijin
Mengemudi Perusahaan), untuk unit A2B dengan keterangan
lulus OTD yang sesuai dengan area dan unit yang dioperasikan,
melakukan P2H di awal shift serta melakukan penggunaan radio
komunikasi seperlunya saja dan apabila akan melakukan
overtaking harus melakukan komunikasi 2 arah, jangan
mendahului sebelum mendapatkan ijin dari unit yang akan
didahului. Dan untuk semua unit yang berada di area
PT. Telen Orbit Prima harus lulus uji Comisioning, mempunyai
sistem penggerak 4 WD (dobel gardan), dilengkapi lampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
rotary, radio serta bendera sesuai dengan Prosedur
“Pengoperasian Kendaraan Unit” (013-SHD-212).
3) Alat Pelindung Diri
Sebagai pengendalian secara APD yaitu dengan cara pemakaian
seat belt (sabuk pengaman) serta di beberapa unit dilengkapi
dengan air bag.
Pengendalian bahaya yang dipilih secara rekayasa teknik yang
berkaitan dengan jalan tambang telah sesuai dengan Kepmentamben
Nomor 555.K/26/M.PE/1995 pasal 141 tentang Jalan Darat, pasal 144
tentang Cara Kerja yang Aman dan pasal 146 tentang Kriteria
Angkutan, beberapa kriteria yang tercantum dalam peraturan tersebut
secara keseluruhan telah terpenuhi namun beberapa masih perlu upaya
peningkatan. Dan pengendalian di atas juga mengacu pada Prosedur
“Pengoprasian Kendaraan/Unit” (013-SHD-212) serta Prosedur “Jalan
dan Rambu Lalu Lintas Tambang” (028-SHD-226). Kemudian
berkaitan dengan pemilihan pengendalian secara Administratif telah
sesuai dengan pasal 142 tentang Persyaratan dan Kewajiban
Pengemudi, salah satunya yang telah dilakukan di PT. Telen Orbit
Prima adalah syarat untuk dapat mengemudikan sarana/unit selain
SIM adalah harus mempunyai KIMPER dan melalui Operational
Training Development. Hal ini telah memenuhi dan sesuai dengan
pasal 142 ayat (1) huruf c “telah mendapatkan pelatihan dan
dinyatakan mampu mengemudi oleh Kepala Teknik Tambang”. Yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
terakhir adalah pengendalian secara Alat Pelindung Diri tentang
kewajiban penggunaan sabuk pengaman sesuai pasal 140 tentang
Kunstruksi dan Peralatan Kendaraan ayat (15) huruf b “Dilengkapi
dengan sabuk pengaman harus baik untuk pengemudi maupun
penumpang”.
b. Bahaya fly rock
Potensi fly rock menimpa pekerja/alat dengan penilaian risiko
consequence : 3 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 6
(Medium).
Pengendalian yang dilakukan dengan cara :
1) Rekayasa Teknik
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan cara
pembersihan area dari material bebas seperti boulder di area
blasting pada saat sebelum dilakukan drilling dengan
menggunakan unit dozer. Stemming yang tepat seperti material
yang digunakan untuk stemming dan penutupan yang rapat,
sehingga energi dari bahan peledak dapat terkurung cukup rapat
menghasilkan rekahan yang baik bukan menjadi fly rock.
Penentuan arah dan urutan ledakan yang tepat sesuai dengan
kondisi dan pola peledakan.
2) Administratif
Pengendalian ini dilakukan dengan cara melakukan peledakan
pada jam 11.00 – 13.00 yaitu pada saat rest time. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
melakukan peledakkan pada saat istirahat mempunyai beberapa
keuntungan, antara lain mempermudah evakuasi dan tidak
mengganggu jam produksi (lost time). Sesuai prosedur
peledakan juga bisa dilakukan pada jam 15.00 - 17.00, dengan
konsekuensi harus dilakukan evakuasi dan terjadi lost time.
Evakuasi yang dilakukan harus sesuai dengan prosedur
PT. Telen Orbit Prima, evakuasi jarak aman yaitu 300 m untuk
unit dan 500 m untuk manusia serta menempatkan road blocker
untuk memastikan area peledakan tidak ada unit atau orang yang
masuk dalam radius yang ditentukan, pemasangan bendera
untuk batas aman evakuasi, merah untuk area blasting, kuning
untuk unit, hijau untuk pekerja. Selain itu juga memberi
peringatan waktu peledakan dengan membunyikan sirine sesuai
dengan prosedur.
Pengendalian yang dilakukan baik secara rekayasa teknis dan
administratif untuk mengurangi bahaya dari flying rock diatas sesuai
dengan Undang–undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
pasal 3 tentang Syarat – Syarat Keselamatan, ayat (1) huruf a :
“mencegah dan mengurangi kecelakaan” dan huruf c “mencegah dan
mengurangi bahaya peledakan”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
c. Bahaya Misfire
Potensi meledak saat blaster melakukan pengecekan hasil peledakan,
dengan penilaian risiko consequence : 4 dan probability : 2 sehingga
nilai risikonya : 8 (Medium).
Pengendalian yang dilakukan secara administratif yaitu sesuai dengan
Instruksi Penanganan Gagal Ledak (055 – PRO – 301) :
1) Kontrol dan pastikan telah terjadi Misfire pada pelaksanaan
peledakan.
2) Instruksikan kepada semua blocker untuk tetap mengaktifkan
blocker sampai penanganan misfire selesai, dan
menghubungi/berkoordinasi dengan pengawas PT. Telen Orbit
Prima.
3) Memeriksa rangkaian (line) dan lubang yang misfire untuk
memastikan awal rangkaian yang gagal ledak dan dilakukan 5
menit setelah peledakan pertama :
a) Apabila masih bagus lakukan Re-Blasting dan apabila
Surface Delay (TLD) misproduct/rusak maka dilakukan
pelepasan keep dan memotong tube, kemudian tempelkan
pada elektric detonator baru pada rangkaian ulang dan
ditanam di dalam tanah.
b) Apabila terjadi pada inhole delay dan line sudah tidak bagus
maka stemming-nya dikeluarkan dengan Stick/Compressor.
4) Apabila stemming berhasil dikeluarkan lakukan top primming.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
5) Apabila stemming tidak berhasil dikeluarkan maka lokalisir
lubang tersebut dan lakukan pengecekan jenis bahan peledak.
6) Jika ANFO maka lubang tembak disiram dengan air terus-
menerus sampai bahan peledak menjadi mandul.
7) Lakukan rangkai peledakan baru dan lakukan peledakan sesuai
Prosedur “Pelaksanaan Peledakan” (055-PRO-202)
8) Pastikan lubang tembak misfire ikut meledak dan aman.
9) Buatlah berita acara telah terjadi gagal ledak (misfire) dan
penanganannya ke Kepala Teknik Tambang atau yang mewakili.
10) Apabila tingkat terjadinya misfire dalam kurun waktu tertentu
tinggi, maka PT. Telen Orbit Prima harus melakukan investigasi
terhadap kontraktor yang menangani peledakan, dalam hal ini
adalah PAMA.
Instruksi penanganan gagal ledak (misfire) yang dilakukan
PT. Telen Orbit Prima diatas telah sesuai dengan apa yang termuat
dalam Kepmentamben No 555.K/26/M.PE/1995 pasal 79 yaitu
tentang Peledakan Mangkir ayat (1) dan (2). Walaupun telah ada
instruksi penanganan gagal ledak tetapi hal tersebut perlu dilakukan
tindakan pengendalian lanjutan untuk menurunkan tingkat risiko yang
ada, yaitu dengan cara melakukan investigasi atau evaluasi terhadap
pihak kontraktor PT. PAMA sebagai pelaksana peledakan OB.
Dengan investigasi dan evaluasi tersebut diharapkan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
meningkatkan aspek dan kualitas keselamatan, sehingga kejadian
gagal ledak yang berpotensi menimbulkan bahaya dapat diminimalisir.
d. Premature blast
1) Potensi premature blast mengenai blast crew, dengan penilaian
risiko consequence : 4 dan probability : 2 sehingga nilai
risikonya : 8 (Medium).
Pengendalian yang dilakukan secara Administratif yaitu dengan
cara pembekalan tentang blasting di awal masuk kerja dan
mengisi SPDK (Surat Pelanggaran Disiplin Karyawan),
memberikan penjelasan cara perlakuan yang benar dan aman
saat merangkai, meletakan rangkaian booster (primming) pada
saat P5M atau safety talk. Serta pemberian papan pengumuman
“Dilarang Masuk Area Peledakan”, bagi para crew blast
dilarang membawa korek api, handphone, membawa dan
menggunakan radio, dilarang merokok atau membuat nyala api
pada jarak kurang 10 meter dari bahan peledak, serta pengaturan
waktu peledakan hanya dapat dilakukan saat cuaca cerah, tidak
diijinkan melakukan peledakan saat hujan atau berpotensi
banyak petir.
2) Potensi premature blast mengenai unit yang berada di area
peledakan dengan penilaian risiko consequence : 4 dan
probability : 2 sehingga nilai risikonya : 8 (Medium).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi potensi
terjadinya premature blast yang disebabkan dari unit MMU
(Mobile Mixing Unit) yaitu dengan cara menempatkan 1 atau 2
orang yang bertugas sebagai pengawas dan pemberi aba – aba
atau arahan kepada driver saat berada di area blasting, memberi
instruksi kepada driver kemana arah yang aman untuk
menghindari unit MMU menginjak lubang yang terlah terisi
bahan peledak serta mencegah agar kabel in hole delay tidak
tersangkut di ban unit MMU.
Pemilihan pengendalian dari potensi bahaya premature blast
diatas telah sesuai dengan Undang–undang No 1 tahun 1970 pasal 3
ayat (1) huruf c “mencegah dan mengurangi bahaya peledakan”. Jadi
pengendalian secara rekayasa teknik dan administrasi untuk
mengurangi potensi terjadinya premature blast dapat tercapai.
e. Bahaya kontaminasi bahan kimia
Potensi menggangu kesehatan pekerja (crew blast) dengan penilaian
risiko consequence : 2 dan probability : 3 sehingga nilai risikonya : 6
(Medium)
1) Rekayasa Teknik
Rekayasa teknik yang dilakukan untuk mengurangi timbulnya
kontaminasi dengan bahan kimia, maka pada saat charging
ketika memasukan ANFO ke lubang ledak menggunakan hose
(selang).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
2) Administrasi
Pengendalian yang bisa dilakukan yaitu saat pembongkaran dan
pencampuran ANFO serta pada saat charging bahan peledak
para crew blast sebisa mungkin memperhatikan arah mata angin.
Diusahakan tidak melawan arah mata angin dan usahakan searah
dengan arah mata angin, hal ini bertujuan agar potensi untuk
terkontaminasi dengan bahan kimia karena hempasan angin
dapat diminimalisir. Hal ini dapat disampaikan saat P5M
(Pembicaraan 5 Menit) atau safety talk.
3) Alat Pelindung Diri (APD)
Yaitu dengan cara pada saat melakukan aktivitas pembongkaran
dan pencampuran ANFO serta pada saat charging bahan
peledak, crew blast selalu mengunakan APD berupa masker,
sarung tangan, helm, safety glass, pakaian kerja lengan panjang
dan celana panjang serta menggunakan safety shoes.
Pengendalian yang dipilih baik secara rekayasa teknik dan
administratif telah sesuai dengan Undang–undang no 1 tahun 1970
Bab III tentang Syarat - Syarat Keselamtan Kerja pasal 3 ayat (1)
huruf g “mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya
suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin,
cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran”, huruf h “mencegah dan
mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun
psikis, peracunan, infeksi dan penularan”. Dan untuk pengendalian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
sacara APD telah memenuhi Kepmentamben No 555.K/26/M.PE/1995
pasal 89 tentang Alat Pelindung Diri ayat (1), (2) dan ayat (3).
f. Bahaya paparan panas
Potensi terjadinya kelelahan kerja serta gangguan kesehatan
(dehidrasi) dengan penilaian risiko consequence : 2 dan probability :
4 sehingga nilai risikonya : 8 (Medium)
Pengendalian yang dilakukan dengan :
1) Administratif
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi paparan panas
yaitu dengan cara penyediaan air minum bagi para crew blast di
lokasi blasting.
2) Alat Pelindung Diri
Untuk mengurangi paparan panas yang berlebihan maka para
crew blast dilengkapi dengan helm, pakaian kerja (lengan
panjang dan celana panjang) bereflektor, safety shoes, sarung
tangan serta pemakaian wide sun.
Usaha pengendalian yang dipilih saat ini baik secara Administrasi
dan Alat Pelindung Diri yang telah dilakukan dapat mengurangi
paparan panas serta risiko yang timbul akibat paparan panas dapat
direduksi seperti dehidrasi, heatstress atau heat crams. Hal tersebut
telah sesuai dengan Undang–undang no 1 tahun 1970 Bab III tentang
Syarat - Syarat Keselamtan Kerja pasal 3 ayat (1) huruf g “mencegah
dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi,
suara dan getaran”, huruf h “mencegah dan mengendalikan timbulnya
penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan
penularan”. Akan tetapi dalam hal monitoring dan pengukuran
mengenai berapa besar paparan panas/iklim kerja belum dilakukan,
jadi dalam hal ini belum memenuhi Permenakertrans No
PER.13/MEN/X/2011 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, Bab II NAB Faktor Fisika
pasal 4.
g. Bahaya lubang ledak
Potensi kaki crew blast terperosok masuk lubang ledak dengan
penilaian risiko consequence : 3 dan probability : 3 sehingga nilai
risikonya : 9 (Medium).
Pengendalian yang dilakukan administrasi dengan cara pemberian
tanda berupa pita disetiap lubang. Pemberian pita ini dilakukan pada
saat sounding, dengan perbedaan warna yaitu pita hijau untuk lubang
yang kering dan orange untuk lubang basah. Serta pada pita tersebut
diberi tulisan status ketinggian air serta kedalaman lubang. Penandaan
lubang dengan pita ini selain untuk memberi tanda status lubang juga
dapat mencegah terperosoknya para crew blast saat melakukan
charging, primming atau stemming.
Dengan dilakukannya pengendalian diatas berarti risiko terjadinya
kecelakaan crew blast terperosok lubang ledak dapat dikurangi, hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
juga sesuai dengan Undang–undang No 1 tahun 1970 tentang
Keselamtan Kerja pasal 3 ayat (1) huruf a “mencegah dan mengurangi
kecelakaan”.
h. Bahaya tumpahan bahan kimia
Potensi terjadinya pencemaran lingkungan dengan penilaian risiko
consequence : 2 dan probability : 6 sehingga nilai risikonya : 6
(Medium).
Pengendalian yang dilakukan dengan :
1) Rekayasa Teknik
Pengendaliannya pada saat memindahkan Ammonium Nitrate
dari dalam gudang handak menggunakan forklift sedangkan
untuk mengangkat Ammonium Nitrate untuk proses mixing
menggunakan alat bantu berupa unit crane truck, ini bertujuan
untuk mengurangi potensi terjadinya tumpahan saat memindah
dan mengangkat Ammonium Nitrate. Pada saat mixing ANFO
dengan unit MMU, saat unit crane truck memasukkan
Ammonium Nitrate ke unit MMU, dibagian atas untuk
memasukkan Ammonium Nitrate harus dilengkapi semacam
corong seperti yang ada pada water tank. Sehingga
kemungkinan terjadinya tumpahan Ammonium Nitrate yang
dapat mencemari lingkungan dapat diminimalisir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
2) Administratif
Tindakan pengandalian yang dilakukan secara administratif
adalah apabila terjadi tumpahan dengan cara melakukan
penanganan sesuai Material Safety Data Sheet (MSDS)
merupakan salah satu bentuk pengendalian resiko berkaitan
dengan bahan kimia B3 yaitu prosedur safety penanganan,
tumpahan, kebocoran dan limbah (Precaution for Safety
Handling and Use)
Upaya pengendalian diatas belum sepenuhnya terpenuhi seperti
pemasangan corong diatas unit MMU (Mobile Mixing Unit) untuk
pengisian Amonium Nitrate, akan tetapi selama ini PT. Telen Orbit
Prima telah mengupayakan untuk meminimalisir timbulnya
pencemaran tanah tersebut seperti pengangkatan AN di dalam gudang
handak menggunakan forklift dan untuk proses mixing, menggunakan
crane truck. Jadi usaha – usaha yang dilakukan untuk mengurangi
pencemaran tanah sesuai dengan Permen No 150 tahun 2000 tentang
Pengendalian Pencemaran Tanah untuk Produksi Biomassa, Bab V
Tata Laksana Pengendalian Bagian Pertama Pencegahan Kerusakan
Tanah, pasal 11 “Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
yang dapat menimbulkan kerusakan tanah produksi biomassa wajib
melakukan upaya pencegahan kerusakan tanah”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
i. Bahaya pengangkutan aksesoris
1) Potensi terjadi premature blast dengan penilaian risiko
consequence : 4 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 8
(Medium).
Pengendalian yang dilakukan dengan Administratif yaitu
dengan cara:
a) Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang mengeluarkan
petunjuk teknis untuk mengatur pengangkutan,
pemindahan atau pengiriman semua jenis bahan peledak
dan detonator di dalam atau disekitar wilayah kegiatan
usaha pertambangan sesuai dengan Kepmentamben
555.K/26/M.PE/1995 Bagian Kelima – Pengangkutan
pasal 72 tentang Ketentuan Pengangkutan ayat (4).
b) Memastikan urutan pengambilan dimulai dari
pengambilan pertama Ammonium Nitrat, kedua Dinamit,
ketiga Detonator. Mencegah terjadinya kerusakan bahan
peledak akibat salah dalam penyimpanan dan urut-urutan
pengambilan atau First In first Out (FIFO).
c) Memastikan kendaraan khusus (Mobil Box) pengangkut
Explosive dan Accessories disiapkan didepan pintu
gudang, kendaraan khusus tersebut harus memiliki pintu
dapat ditutup rapat dan dikunci, dan kendaraan tersebut
harus bebas dari benda-benda yang dapat menimbulkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
nyala api atau ledakan serta didalam box harus dilapisi
alas kayu.
d) Explosives dan Accessories ditempatkan pada masing-
masing tempatnya dan tidak dibenarkan dicampur,
Ammonium Nitrate pada truck ( ANFO truck tersendiri),
dinamit dan detonator pada masing-masing box (kotak)
tersendiri dan pengawasan dilakukan sampai kendaraan
ditutup dan dikunci.
e) Dilarang mengangkut bahan peledak ke atau dari gudang
bahan peledak atau disekitar tambang kecuali dalam peti
aslinya yang keperluan itu. Apabila dalam pemindahan
bahan peledak dari peti aslinya ke dalam wadah tertutup
terdapat sisa maka sisa tersebut harus segera dikembalikan
ke gudang bahan peledak.
2) Potensi kecelakaan unit dengan penilaian risiko consequence : 4
dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 8 (Medium).
Pengendalian yang dilakukan secara Administratif dengan cara
melakukan pengawalan pada rombongan/unit yang membawa
accesories atau bahan peledak serta melakukan pengumuman
lewat radio, untuk unit lain yang berada di jalur yang akan
dilewati harap berhati – hati karena sedang dilakukan
pengawalan pengangkutan accesories atau bahan peledak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Wujud pengendalian diatas telah terpenuhi, di PT. Telen Orbit
Prima telah membuat Prosedur Pengambilan, Pengeluaran,
Pengangkutan dan Pengembalian Explosive Accessories (Bahan
Peledak) Nomor Dokumen (056-PRO-203) dan referensi
penyusunannya pun juga telah sesuai dengan Kepmentamben
555.K/26/M.PE/1995 Bagian Kelima – Pengangkutan pasal 72 tentang
Ketentuan Pengangkutan.
j. Bahaya saat pengecekan hasil peledakan
Potensi blaster terperosok lubang bekas peledakan atau fragmentasi
dengan penilaian risiko consequence : 3 dan probability : 2 sehingga
nilai risikonya : 6 (Medium).
Pengendalian yang dilakukan dengan :
1) Memastikan batuan yang dipijak aman dari longsoran.
2) Saat menuruni jalan posisikan badan saat berjalan pada posisi
miring jangan searah dengan kemiringan.
3) Alat Pelindung Diri
Pengendalian secara APD dengan cara memakai safety shoes
untuk melindungi kaki dari runtuhan batuan.
Dengan dilakukan penilaian risiko dan upaya pengendaliannya,
maka diharapkan bahaya terperosok bekas lubang ledak atau
fragmentasi dari peledakan dapat dikurangi. Serta dengan pemakaian
safety shoes untuk bahaya kejatuhan atau terkena runtuhan dari batuan
dapat dihindarkan. Maka hal ini sesuai dengan Undang-undang No 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat (1) huruf a
“mencegah dan mengurangi kecelakaan”.
k. Bahaya getaran
1) Potensi mengganggu masyarakat sekitar dengan penilaian risiko
consequence : 1 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 2
(Low)
Pengendalian yang dilakukan :
a) Rekayasa Teknik
Pengendalian yang dilakukan dengan cara mengusahakan
pembentukan free face, untuk lubang yang terdapat
genangan air maka air tersebut disedot menggunakan unit
legra.
b) Administratif
Pengendalian yang dilakukan PT. Telen Orbit Prima yaitu
menginventarisasi pemukiman masyarakat yang berada
dalam radius 500 sampai dengan 1000 m.
2) Potensi merusak bangunan sekitar dengan risiko consequence : 1
dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 2 (Low).
Pengendalian yang dilakukan secara Administratif adalah
dengan selalu melakukan monitoring lingkungan dengan
menggunakan Blastmate untuk memantau berapa besar getaran
dan suara yang sampai di pemukiman penduduk desa terdekat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
dalam hal ini PT. Telen Orbit Prima melakukan monitoring di
Desa Buhut.
Aspek yang tepat dari pengendalian ini adalah PT. Telen Orbit
Prima telah melakukan monitoring atau pengukuran ground vibration
menggunakan Blastmate pada lokasi pemukiman terdekat yaitu Desa
Buhut secara rutin setiap dilakukan peledakan. Dan hasil monitoring
selama ini yang telah dilakukan mengenai ground vibration
menunjukan hasil masih di bawah NAB Getaran yang dipersyaratkan
dalam peraturan Kepmen LH No 49 tahun 1996 tentang Baku Tingkat
Getaran. Daftar monitoring ground vibration terlampir pada lampiran
1. Serta pengendalian secara Rekayasa Teknik dengan mengusahakan
pembentukan free face sesuai dengan Undang–undang No 1 tahun
1970 pasal 3 ayat (1) huruf g “mencegah dan mengendalikan timbul
atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap,
gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran”.
l. Bahaya gas beracun
Potensi meracuni pekerja (blaster) disekitar area peledakan dengan
penilaian risiko consequence : 2 dan probability : 2 sehingga nilai
risikonya : 4 (Low).
Pengendalian yang dilakukan :
1) Rekayasa Teknik
Pengendalian untuk mencegah terjadinya gas beracun dengan
cara perbandingan pencampuran yang tepat antara Ammonium
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Nitrat (AN) dengan Fuel Oil (FO) sebesar 94,5% banding 5,5%
sehingga dengan perbandingan yang tepat dapat mencegah atau
mengurangi timbulnya fume. Dan untuk mengantisipasi dari
adanya injeksi (masuknya air) maka sebelum pengisian lubang
ledak, dilakukan penyedotan air dengan unit legra.
2) Administratif
Dengan cara melakukan pengaturan waktu pengecekan hasil
setelah peledakan. Sesuai prosedur yang ada, untuk memeriksa
hasil peledakan untuk mernastikan semua bahan peledak telah
habis terpakai saat peledakan setelah 5 – 15 menit pasca
peledakan. Dengan tujuan agar konsentrasi gas hasil peledakan
dapat terurai dan berkurang.
3) Alat Pelindung Diri
Pengendalian dengan cara pemakaian masker bagi blaster saat
memeriksa hasil setelah peledakan.
Pengendalian bahaya gas beracun secara rekayasa teknik dan
administrasi yang dilakukan telah sesuai dengan apa yang tercantum
dalam Undang–undang No 1 tahun 1970 pasal 3 ayat (1) huruf c
“mencegah dan mengurangi bahaya peledakan” serta huruf g
“mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar radiasi, suara dan getaran”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
m. Bahaya Air Blast
Potensi menyebabkan cidera para crew blast, blaster atau orang yang
berada di lokasi peledakan dengan penilaian risiko consequence : 1
dan probability : 4 sehingga nilai risikonya : 4 (Low).
Pengendalian yang dilakukan secara Administratif dengan cara
evakuasi yang dilakukan harus sesuai dengan prosedur PT. Telen
Orbit Prima, evakuasi jarak aman yaitu 300 m untuk unit dan 500 m
untuk manusia serta menempatkan para road blocker untuk
memastikan area peledakan tidak ada unit atau orang yang masuk.
Pengendalian yang dipilih dengan Administrasi dengan evakuasi
jarak aman, pada prinsipnya sesuai dengan Undang–undang No 1
tahun 1970 pasal 3 ayat (1) huruf c “mencegah dan mengurangi
bahaya peledakan”.
n. Bahaya Noise
1) Potensi mengganggu pendengaran dengan penilaian risiko
consequence : 1 dan probability : 4 sehingga nilai risikonya : 4
(Low).
Pengendalian yang dipilih secara Rekayasa Teknik dengan cara
pengaturan penutupan bahan peledak (stemming) yang rapat,
waktu tunda yang tidak terlalu pendek, pengaturan waktu
peledakan pada kondisi yang cerah sehingga efek hempasan bisa
terhempas ke arah vertikal sehingga tidak memantul ke bawah.
Karena apabila saat peledakan cuaca mendung dan berawan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
maka tekanan udara bagian atas permukaan lebih tinggi dari
pada tekanan udara di permukaan, jadi apabila cuaca mendung
noise tersebut lebih besar.
2) Potensi merusak bangunan sekitar dengan penilaian risiko
consequence : 2 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 4
(Low)
Pengendalian Administratif melakukan monitoring tingkat noise
yang sampai ke pemukiman terdekat desa Buhut dengan
Blastmate. Sehingga efek dari noise dapat termonitoring secara
rutin.
Pada prinsipnya pengendalian yang dipilih telah efektif dilakukan
setiap kali akan dilakukan peledakan OB di lokasi tambang untuk
mengurangi timbulnya potensi noise. Pengendalian yang dipilih pada
prinsipnya sesuai dengan Undang–undang No 1 tahun 1970 pasal 3
ayat (1) huruf c “mencegah dan mengurangi bahaya peledakan”.
Selain itu monitoring yang dilakukan secara rutin menunjukan hasil
dibawah NAB. Jadi pemantauan tersebut telah memenuhi persyaratan
Permenakertrans Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja,
BAB II NAB Faktor Fisika pasal 5 ayat (1) “NAB kebisingan
ditetapkan sebesar 85 decibel A (dBA)” dan ayat (2) “Kebisingan
yang melampaui NAB, waktu pemaparan ditetapkan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I nomor 2 Peraturan Menteri ini”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
o. Bahaya sambaran arus listrik liar atau sambaran petir
Potensi terjadi premature blast dengan penilaian risiko consequence :
4 probability : 1 dan sehingga nilai risikonya : 4 (Low)
Pengendalian yang dilakukan dengan :
1) Substitusi
Pengendalian yang dilakukan dengan cara mengganti detonator
listrik yang rawan dengan arus liar dengan detonator non listrik
(nonel) yang lebih aman terhadap arus liar.
2) Administratif
Pengendalian secara administratif dapat dilakukan dengan cara
melakukan penyimpanan detonator listrik di dalam peti kayu
dan di kunci, hanya dibuka saat akan dilakukan peledakan. Serta
pemberian papan pengumuman “Dilarang Masuk Area
Peledakan”, bagi para crew blast dilarang membawa korek api,
handphone, membawa dan menggunakan radio komunikasi,
dilarang merokok atau membuat nyala api pada jarak kurang 10
meter dari bahan peledak, serta pengaturan waktu peledakan
hanya dapat dilakukan saat cuaca cerah, tidak diijinkan
melakukan peledakan saat hujan atau berpotensi banyak petir.
Pengendalian yang telah diterapkan di PT. Telen Orbit Prima
dengan mengganti detonator listrik menjadi detonator non listrik
merupakan pengendalian secara substitusi yang baik. Karena risiko
terjadinya premature blast disebabkan adanya sambaran arus liar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
dapat dinimalisir. Hal ini telah sesuai dengan apa yang tercantum
dalam Undang–undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
pasal 3 ayat (1) huruf c “mencegah dan mengurangi bahaya
peledakan”.
Untuk pembuatan HIRARC dalam format tabel baik untuk aktivitas
drilling maupun blasting terlampir pada lapiran 2 (HIRARC Aktivitas
Dirlling dan Blasting).
3. Pemenuhan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan
Pengendalian Resiko”, OSHAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard
Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, dan ISO 14001
: 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”.
Penerapan manajemen risiko yang dilaksanakan di PT. Telen Orbit
Prima berdasarkan Prosedur Identifikasi Aspek dan Dampak Lingkungan
Keselamatan & Kesehatan Kerja Nomor Dokumen (002-SHD-201) dengan
mengacu pada beberapa standar yaitu : ISO 14001 elemen 4.3.1. Aspek
Lingkungan, OHSAS 18001 elemen 4.3.1. Perencanaan Untuk Identifikasi
Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko, serta SMK3 (Permenakertrans
No.Per-05/Men/1996) elemen 1.2. Tinjauan Awal K3.
Dalam SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan
Pengendalian Resiko”, OSHAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard
Identification, Risk Assessment, and Determining Controls dan ISO 14001
: 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”, sumber bahaya yang
teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. Berdasarkan hasil penilaian tersebut sehingga dapat
teridentifikasi dan penentuan tindakan yang akan dilakukan terhadap setiap
risiko. Dari beberapa bahaya yang mempunyai tingkat risiko atau bahaya
tertentu yang bila tidak dilaksanakan pengendalian akan menyebabkan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, untuk itu perusahaan
mempunyai konsekuensi untuk mengambil langkah pengendalian pada
proses tersebut dalam skala prioritas yang lebih besar. PT. Telen Orbit
Prima telah melakukan pengendalian secara substitusi seperti mengganti
detonator elektrik menjadi detonator non elektrik (nonel), rekayasa teknik
seperti mencegah fly rock dengan cara melakukan stemming secara rapat,
administrasi seperti pemberian training dan yang terakhir pemberian APD.
Perusahaan merencanakan pengelolaan dan pengendalian kegiatan-
kegiatan (drilling dan blasting) yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan
kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan
menerapkan kebijakan standar bagi tempat kerja, prosedur, instruksi kerja,
penerapan ijin kerja apabila melaksanakan pekerjaan yang berpotensi
bahaya besar dan penggunaan alat pelindung diri yang disesuaikan dengan
potensi bahaya yang ada untuk mengatur dan mengendalikan risiko yang
ada pada aktivitas drilling dan blasting yang ada di PT. Telen Orbit Prima.
Hal tersebut sudah disesuaikan dengan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi
Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko”, OSHAS 18001 : 2007
klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk Assessment, and
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Determining Controls dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental
Aspects”.
Setelah pengendalian yang dilakukan selanjutnya langkah
implementasi untuk melaksanakan kontrol dari bahaya tersebut.
PT. Telen Orbit Prima dalam menerapkan langkah pengendalian dengan
melaksanakan kontrol yang telah ditetapkan. Penerapan langkah-langkah
pengendalian tersebut harus dilakukan agar bahaya kecelakaan maupun
penyakit akibat kerja tidak terjadi di PT. Telen Orbit Prima site Buhut
khususnya pada aktivitas drilling dan blasting. Penerapan pengendalian
tersebut ditetapkan pelaksanaannya oleh Kepala Departemen Produksi dan
sosialisasi serta implementasi prosedur/ instruksi/ standard untuk
mengontrol aspek penting, melaksanakan program yang telah disusun
sesuai objective & targetnya (Prosedur Indentifikasi Bahaya dan Dampak
Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Dalam penerapan
pengendalian tersebut harus juga melibatkan karyawan dengan
menerapkan, memantau dan pengukuran dari penerapan pengendalian
bahaya dengan cara memberi saran kepada supervisor maupun ke
departemen SHD sebagai pemantau pelaksanaan yang telah ditetapkan
tersebut.
Setelah dilakukan penerapan pengendalian tersebut, tindakan tinjauan
kembali atau mereview implementasi prosedur/ instruksi/ standard yang
telah dibuat dan review pelaksanaan program berdasarkan Activity Plan.
Memeriksa hasil program dan hasil operasional control yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
dilaksanakan dan melihat pemenuhannya terhadap Peraturan LK3 dan
persyaratan lainnya. Kemudian mendokumentasikan laporan hasil program
yang telah selesai dan disimpan. PT. Telen Orbit Prima jangka waktu
untuk melakukan revisi dan review ulang Identifikasi Aspek LK3 setelah 1
(satu) tahun atau bila ada perubahan kondisi internal dan atau eksternal
perusahaan, dan untuk saat ini belum dilakukan revisi karena
PT. Telen Orbit Prima merupakan perusahaan baru dan untuk pembuatan
HIRARC di buat baru mulai bulan Agustus tahun 2011. Untuk semua
dokumen HIRARC disimpan oleh safety officer atau safety supervisor yang
telah diketahui oleh Departemen SHD di PT. Telen Orbit Prima, yang
semuanya telah tertuang dalam Prosedur Indentifikasi Bahaya dan Dampak
Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (002-SHD-201) yang
mengacu serta disesuaikan dengan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi
Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko”, OSHAS 18001 : 2007
klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk Assessment, and
Determining Controls dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental
Aspects”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. Telen Orbit Prima
tentang penerapan HIRARC pada aktivitas drilling dan blasting di area
pertambangan batubara site Buhut, Kalimantan Tengah dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Potensi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya dalam aktivitas
drilling dan blasting di area pertambangan batubara PT. Telen Orbit Prima
Site Buhut adalah :
a. Aktivitas Drilling
1) Potensi bahaya : Bahaya dimensi mesin drilling, front drilling,
debu serpihan batu, kebisingan, unit lain, kemiringan lokasi,
antar mesin drilling, pindah titik drilling.
2) Penilaian risiko dengan tingkat risiko :
a) Medium adalah tertabrak/menabrak unit lain saat traveling,
mesin drilling amblas di front drilling, gangguan
pernapasan, (debu batuan, serpihan/pecahan batu),
pandangan terbatas (debu batuan, serpihan/pecahan batu),
ganguan pendengaran dan komunikasi, mesin drilling
rebah, mesin drilling rebah menimpa orang/unit lain,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
operator cidera, tower drilling patah, tabrakan antar mesin
drilling dan rod bengkok/patah.
b) Low adalah bahaya unit lain masuk menabrak mesin drilling
yang sedang beroprasi, pencemaran lingkungan karena
ceceran oli hidrolik yang bocor.
b. Aktivitas Blasting
1) Potensi bahaya : Bahaya fly rock, getaran, gas beracun, misfire,
premature blast, air blast, noise, kontaminasi bahan kimia,
kecelakaan, paparan matahari, terperosok lubang ledak,
pengangkutan aksesoris, sambaran arus liar/petir, pengecekan
hasil peledakan.
2) Penilaian risiko dengan tingkat risiko :
a) High adalah tabrakan dengan unit lain (jalan tambang).
b) Medium adalah fly rock menimpa pekerja/alat, fly rock
menimpa penduduk sekitar, misfire, premature blast,
kontaminasi bahan kimia, paparan panas, lubang ledak yang
belum di isi, pencemaran lingkungan (tumpahan bahan
kimia) premature blast, kecelakaan unit (pengangkutan
aksesoris), blaster terperosok lubang hasil
peledakan/fragmentasi (pengecekan hasil peledakan).
c) Low adalah mengganggu masyarakat sekitar, merusak
bangunan sekitar (ground vibration), gas beracun, airblast,
noise, premature blast (arus liar/petir).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
c. Pengendalian yang dilakukan berdasarkan skala prioritas dari
penilaian risiko semua potensi bahaya yang ada. Serta sesuai dengan
Undang–undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal
3 ayat (1), Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi
No.555K/26/MPE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di Pertambangan Umum pasal 66, 72, 79, 140, 141, 142, 144, 146,
213 dan 232 , Kepmenakertrans Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun
2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di
Tempat Kerja, Kepmen LH No 49 tahun 1996 tentang Baku Tingkat
Getaran, Permen No 150 tahun 2000 tentang Pengendalian
Pencemaran Tanah untuk Produksi Biomassa, Bab V Tata Laksana
Pengendalian Bagian Pertama Pencegahan Kerusakan Tanah.
d. Di PT. Telen Orbit Prima telah melakukan monitoring secara rutin
terhadap bahaya ground vibration danm noise di desa terdekat yaitu
desa Buhut dengan menggunakan alat Blastmate dan dari hasil
pengukuran selama ini data yang diperoleh masih dibawah NAB.
e. Pengendalian yang dilakukan di PT. Telen Orbit Prima adalah
pengendalian secara Substitusi, Rekayasa Teknik, Administrasi dan
Alat Pelindung Diri telah sesuai dengan Herarki Pengendalian
(Hirarchy of Control).
2. Pelaksanaan penerapan HIRARC pada proses drilling dan blasting di area
pertambangan batubara PT. Telen Orbit Prima Site Buhut penerapan
HIRARC dalam aktivitas drilling dan blasting selama ini yang baru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
dilakukan adalah manajemen risiko aktivitas blasting, untuk aktivitas
drilling belum dilakukan. Oleh sebab itu penulis dalam aktivitas Magang
ini melakukan analisis dan menyusun HIRARC untuk aktivitas drilling
bersama dengan Departemen Produksi sesuai dengan Prosedur Identifikasi
Bahaya dan Dampak Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(002-SHD-201).
3. Penyusunan dan penerapan HIRARC di PT. Telen Orbit Prima sudah
terlaksana dan mengacu pada SMK3 Elemen 2.1 “Perencanaan Identifikasi
Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko”, OSHAS 18001 : 2007
klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk Assessment, and
Determining Controls dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental
Aspects”.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, maka penulis
dapat memberikan masukan sebagai berikut :
1. Sebaiknya semua potensi bahaya yang ada serta pengendalian pada
aktivitas drilling dan blasting selalu dikomunikasikan dengan pekerja bisa
melalui P5M (Pembicaraan Lima Menit) atau safety talk baik secara khusus
atau general.
2. Sebaiknya kesadaran dan kedisiplinan dari para karyawan lebih
ditingkatkan lagi mengingat potensi bahaya yang ada di aktivitas drilling
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
dan blasting cukup tinggi. Hal ini dapat dilakukan lewat P5M
(Pembicaraan Lima Menit), safety talk, training atau inspeksi mendadak.
3. Sebaiknya HIRARC aktivitas drilling dan blasting agar selalu mutakhir
dengan selalu dilakukan review rutin secara periodik berdasarkan Prosedur
Identifikasi Aspek dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan
Kerja (002-SHD-201).
4. Sebaiknya dalam aktivitas drilling untuk segera dilakukan pengukuran agar
diketahui intensitas kebisingan mesin drilling sehingga sesuai Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER.13/MEN/2011 Tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia.
5. Sebaiknya HIRARC aktivitas drilling dan blasting yang telah dikaji oleh
penulis dapat dipakai sebagai acuan atau referensi dalam revisi HIRARC di
Departemen Produksi.