ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK...

148
ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK EKSEKUSI KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 67/PUU-XI/2013 Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh BARRA MUHAMMAD HILMA ISKANDAR NIM: 1111048000031 KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M

Transcript of ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK...

Page 1: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK EKSEKUSI KREDITOR PEMEGANG HAK

TANGGUNGAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 67/PUU-XI/2013

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh

BARRA MUHAMMAD HILMA ISKANDAR NIM: 1111048000031

KONSENTRASI HUKUM BISNIS

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1437 H/ 2016 M

Page 2: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan
Page 3: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan
Page 4: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan
Page 5: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

iv

ABSTRAK Barra Muhammad Hilma Iskandar. NIM: 1111048000031. Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Hak Eksekusi Kreditor Pemegang Hak Tanggungan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/2016 M.

Mahkamah Konstitusi pada Putusan Nomor 67/PUUXI/2013 memutuskan apabila suatu perusahaan pailit, maka pembayaran upah buruh yang terhutang didahulukan atas semua jenis kreditor termasuk tagihan kreditor separatis dan tagihan hak Negara. Tujuan dari skripsi ini untuk mengetahui kedudukan kreditor separatis pemegang hak tanggungan dalam mengeksekusi haknya ketika terjadi kepalitan sebelum dan sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013 dan untuk mengetahui pertimbangan majelis hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013 mengenai hak eksekusi kreditor pemegang hak tanggungan ketika debitor pailit.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan mengacu kepada Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Sedangkan pendekatan kasus dilakukan dengan menelaah pada kasus yang telah memperoleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013.

Berdasarkan penelitian, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 telah merubah kedudukan pelunasan utang dari debitor yang mendahulukan pelunasan upah buruh dibandingkan dengan kreditor separatis, serta pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut tidak sejalan dengan ketentuan dalam hukum hak tanggungan yang mendahulukan kreditor pemegang hak tanggungan dalam pelunasan utangnya daripada kreditor-kreditor lain.

Kata Kunci : Kreditor Separatis, Buruh, Pailit

Pembimbing : H.M. Yasir, SH, M.Hum

Ahmad Bachtiar, M.Hum

Page 6: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya

sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga

senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu

baik materil maupun immateril, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H dan Drs. Abu Tamrin,

S.H.,M.Hum., Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.

3. H.M. Yasir, SH, M.Hum dan Ahmad Bachtiar, M.Hum, dosen pembimbing

skripsi yang telah banyak meluangkan waktu disela-sela kesibukan dalam

memberikan nasihat, kritik dan saran yang sangat membantu penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

4. Dedy Nursamsi, SH., M.Hum, sebagai dosen penasihat akademik yang telah

memberikan nasihat dan arahan.

5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah ikhlas berbagi ilmu

pengetahuan dan pengalamanya kepada penulis.

6. Ayahanda Amin Iskandar dan Ibunda Imas Masturoh, yang telah memberikan

segala dukungan baik materil maupun immateril serta doanya sehingga penulis

dapat menyelesaikan masa studi S1.

Page 7: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

vi

7. Silma Rahmah, Alya Nashifa, Dhiya Adila. Adik penulis yang selalu mendoakan

dan mendukung penulis.

8. Seluruh keluarga besar Bentong Residence (BR), Andrio, Angga Ariyana, M.

Nurdiansyah, Idham Katiasan, Kurnialif Triono, Ilyas Aghnini, Rudi Hartono,

Dadan Gustiana, Rifki Alpiandi, Febyo Hartanto, Syawal Ritonga, Nevo Amaba,

Muhammad Iqbal, terima kasih atas dukungan dan pengalaman yang telah

diberikan selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Teman-teman kontrakan, Fathul Iman, Dwi Husein (Tokici), Rifki Alpiandi,

Fadli, Rizki, Aji dan Wahyu. Terima kasih atas dukungan dan kerjasamanya

selama beberapa tahun ini.

10. Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Hukum angkatan 2011,

terimakasih atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan selama ini.

11. Tian M dan Asep Rendy sahabat penulis diluar perkuliahan

12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT memberikan

berkah dan karuniaNya serta membalas kebaikan mereka. Amin.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 22 Juli 2016 Penulis,

Barra Muhammad H.I

Page 8: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

vii

DAFTAR ISI PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ......................................................... ii LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii ABSTRAK ..................................................................................................... iv KATA PENGANTAR ................................................................................... v DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah ............................ 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 7

D. Tinjauan Kajian (Review) Terdahulu .............................................. 8

E. Metode Penelitian ........................................................................... 11

F. Sistematika Penulisan ..................................................................... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG HAK TANGGUNGAN

A. Pengertian Hak Tanggungan ........................................................... 18

B. Asas-asas Hak Tanggungan ............................................................ 20

C. Objek Hak Tanggungan .................................................................. 22

D. Subjek Hak Tanggungan ................................................................. 23

E. Proses Pembebanan Hak Tanggungan ............................................. 24

F. Eksekusi Hak Tanggungan .............................................................. 27

BAB III TINJAUAN PUSTAKA TENTANG HUKUM KEPAILITAN DI

INDONESIA

A. Pengertian dan Syarat-syarat dalam Pailit ....................................... 33

B. Para Pihak dalam Kepailitan ........................................................... 38

Page 9: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

viii

C. Jenis-jenis Kreditor dalam Kepailitan .............................................. 45

D. Akibat Pernyataan Pailit .................................................................. 48

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK

EKSEKUSI KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN

DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NOMOR

67/PUU-XI/2013

A. Posisi Kasus .................................................................................... 52

B. Pertimbangan Majelis Hakim .......................................................... 56

C. Amar Putusan ................................................................................. 60

D. Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Hak Eksekusi Kreditor

Pemegang Hak Tanggungan ............................................................ 61

1. Kedudukan Kreditor Separatis dalam Eksekusi Hak

Tanggungan Ketika Terjadi Kepalitan ....................................... 61

2. Analisis Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan MK ........ 69

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 87

B. Saran .............................................................................................. 88

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 90

LAMPIRAN .................................................................................................... 94

Page 10: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia selalu ingin dapat memenuhi semua kebutuhannya. Kebutuhan ini

beraneka ragam, ada yang perlu diutamakan (primer), penunjang kebutuhan primer

(sekunder), dan kebutuhan yang dapat ditunda pemenuhannya (tersier).1 Seperti

halnya dengan manusia, perusahaan harus memenuhi kebutuhannya untuk dapat

bertahan.Untuk dapat memenuhi kebutuhannya, baik orang maupun perusahaan

tidak terlepas dari transaksi utang-piutang atau kredit sebagai akibat dari kurang

atau tidak adanya penghasilan atau modal.

Bagi suatu perusahaan atau pengusaha, utang bukan merupakan hal yang

menakutkan asalkan masih dapat mengembalikannya. Perusahaan yang dapat

membayar kembali utangnya disebut perusahaan solvable, artinya perusahaan

yang mampu membayar utangya. Sebaliknya, perusahaan yang tidak dapat

membayar utangnya disebut insolvable (tidak mampu membayar).2 Keadaan tidak

membayar utangnya itu terjadi karena kreditor tidak mau membayar atau tidak

mampu membayar. Untuk itu, hakim dapat menjatuhkan pailit pada perusahaan

1 Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 1. 2 H.M.N. Purwosatjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta:

Djambatan, 1984), h. 27.

Page 11: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

2

atau orang yang bersangkutan, bahkan apabila perusahaan dinyatakan tidak bisa

membayar utangnya lagi maka usahanya itu bisa dibilang pailit.3

Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk

melakukan pembayaran terhadap utang dari para kreditornya. Keadaan tidak

mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan

(financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran.

Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita

umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang akan

ada dikemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh

kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama

menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh

utang debitor pailit tersebut secara proporsional dan sesuai dengan struktur

kreditor.4

Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap

debitor dapat dilihat dari Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan)

yang menyatakan bahwa ”Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan

tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat

3 Annalisa Y, Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Alternatif

Penyelesaian Utang Piutang), (Palembang: Unsri, 2007), h.2. 4 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik di Pengadilan,

(Jakarta: Kencana, 2008), h.1.

Page 12: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

3

ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya

sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih dari kreditornya.”

Pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dikenal ada 3 (tiga) jenis

kreditor yaitu kreditor konkuren, kreditor separatis, dan kreditor preferen. Khusus

mengenai kreditor separatis dan kreditor preferen, dapat mengajukan permohonan

pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki

terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan.

Kreditor separatis yaitu kreditor pemegang jaminan kebendaan berdasarkan

Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata yaitu Gadai dan Hipotek. Selain itu kreditor

separatis juga pemegang jaminan-jaminan kebendaan yang diatur dalam UU No. 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia, dan juga pemegang hak dalam UU No. 9 Tahun 2011 tentang Sistem Resi

Gudang. Dikatakan “separatis” yang berarti “pemisahan” karena kedudukan

kreditor tersebut memang dipisahkan dari kreditor lainnya, dalam arti dia dapat

menjual sendiri dan mengambil sendiri hasil penjualan yang terpisah dengan harta

pailit dan dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Hal ini

disebabkan karena dalam Sertifikat Hak Tanggungan (SHT) maupun fidusia

memiliki irah-irah “Demi Keadilan Dan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang

memiliki kekuatan sama seperti putusan hakim yang telah berkekuatan hukum

tetap. Selama Pasal dalam hukum acara perdata yang mengatur tentang irah-irah

tersebut belum dicabut atau belum dinyatakan batal, maka tidak ada satupun

kreditor yang dapat mengambil hak kreditor separatis pemegang hak tanggungan.

Page 13: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

4

Kekuatan eksekusi kreditor separatis ini kemudian dikuatkan dengan Pasal 55

ayat (1) UU Kepailitan menyatakan bahwa “Dengan tetap memperhatikan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap

Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak

agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak

terjadi kepailitan”. Artinya, hak gadai, hipotek, fidusia, dan hak tanggungan tidak

termasuk budel pailit yang akan dieksekusi.

Kreditor separatis berhak mengeksekusi jaminan kebendaan tersebut di

karenakan objek yang dijadikan jaminan sudah berada di tangan kreditor secara

legal yang kemudian secara legal pula (melalui sertifikat hak tanggungan,

sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan untuk

menjual objek jaminan tersebut sebagai sumber pelunasan utangnya apabila ia

ingkar janji atau tidak dapat membayar utangnya. Namun, kedudukan hak eksekusi

yang dimiliki oleh kreditor separatis tersebut kemudian berubah dengan adanya

Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013 yang menyebutkan

bahwa:

a) Upah pekerja didahulukan pembayarannya dari segala jenis tagihan dan

kreditor-kreditor lainnya, termasuk dari kreditor separatis dan tagihan pajak

negara.

b) Hak-hak pekerja lainnya dibayar lebih dahulu dari segala macam tagihan dan

kreditor-kreditor lainnya, kecuali jika debitor memiliki kreditor separatis.

Page 14: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

5

Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi tersebut pembayaran tagihan negara dan

kreditor separatis tidak lagi yang utama ketika buruh (pekerja) mengajukan tagihan

pembayaran upah. Mahkamah Konstitusi memposisikan pembayaran upah buruh

lebih utama dari semua jenis tagihan. Posisi upah mengalahkan tagihan negara dan

kreditor separatis. Jika dilihat dari sisi kepentingan kurator, putusan Mahkamah

Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013 mempermudah kurator dalam menjalankan

tugasnya. Kurator tidak perlu berdebat lagi dengan buruh, kreditor separatis

maupun petugas pajak. Singkatnya, putusan Mahkamah Konstitusi ini tidak

menimbulkan masalah bagi kurator maupun debitor pailit.

Bagi kreditor separatis, putusan Mahkamah Konstitusi itu bisa dinilai tidak

menguntungkan khususnya dalam mengeksekusi haknya ketika debitor pailit dan

tentunya akan berdampak buruk kepada pertumbuhan ekonomi negara dikarenakan

tidak akan ada pemilik modal seperti lembaga perbankan atau lembaga keuangan

lainnya yang mau menyalurkan modal kepada pengusaha atau perusahaan sebagai

langkah dan upaya meningkatkan kapasitas usaha yang tujuannya untuk

meningkatkan perekonomian Negara, pembangunan nasional dan mewujudkan

masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata berdasarkan

Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan tersebut, maka penulis tertarik untuk

menelitinya dengan judul “Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Hak Eksekusi

Kreditor Pemegang Hak Tanggungan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi RI

Nomor 67/PUU-XI/2013”

Page 15: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

6

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

a. Apa peran kreditor separatis dalam sebuah perusahaan ?

b. Adakah hak-hak buruh yang dilanggar dalam UU Kepailitan ?

c. Bagaimana pandangan Islam mengenai utang ?

d. Bagaimana cara kurator dalam membagi harta debitor untuk pelunasan

utangnya ?

e. Apa alasan penggugat mengajukan uji materil terhadap Pasal 95 ayat (4)

pada Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013 ?

f. Bagaimana kedudukan kreditor separatis pemegang hak tanggungan dalam

mengeksekusi haknya ketika terjadi kepalitan sebelum dan sesudah

Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013 ?

g. Bagaimana pertimbangan majelis hakim dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013 mengenai hak eksekusi kreditor

pemegang hak tanggungan ketika debitor pailit?

2. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang akan penulis bahas tidak terlalu meluas sehingga dapat

mengakibatkan ketidakjelasan maka penulis membuat pembatasan masalah

yakni, mengenai perlindungan hukum terhadap hak eksekusi kreditor

pemegang hak tanggungan ketika debitor pailit pasca Putusan Mahkamah

Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013.

Page 16: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

7

3. Rumusan Masalah

a. Bagaimana kedudukan kreditor separatis pemegang hak tanggungan

dalam mengeksekusi haknya ketika terjadi kepalitan sebelum dan sesudah

Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013 ?

b. Bagaimana pertimbangan majelis hakim dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013 mengenai hak eksekusi kreditor

pemegang hak tanggungan ketika debitor pailit?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui kedudukan kreditor separatis pemegang hak tanggungan

dalam mengeksekusi haknya ketika terjadi kepalitan sebelum dan sesudah

Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013.

b. Untuk mengetahui pertimbangan majelis hakim dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013 mengenai hak eksekusi kreditor

pemegang hak tanggungan ketika debitor pailit.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara Teoretis

Secara teoretis penelitian ini dapat bermanfaat dalam memahami

tentang hak eksekusi kreditor pemegang hak tanggungan ditinjau dari

Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013. Serta dapat

memberikan kontribusi bagi regulasi, terhadap kedudukan para kreditor

Page 17: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

8

separatis salah satunya pemegang hak tanggungan khususnya ketika debitor

mengalami pailit.

Dengan demikian, pemahaman tersebut akan membawa akademisi

agar berpikiran lebih luas mengenai hak eksekusi kreditor separatis

pemegang hak tanggungan tersebut. Sehingga di masa depan akan mampu

membuat peraturan perundang-undangan yang lebih baik untuk melindungi

hak eksekusi kreditor separatis.

b. Secara Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan berguna bagi masyarakat luas

Indonesia dalam memahami hak eksekusi kreditor pemegang hak

tanggungan ketika debitor pailit dan diharapkan dapat menjadi kerangka

acuan dan landasan bagi penulisan lanjutan dan menjadi bahan informasi dan

masukan baik bagi pemerintah maupun semua pihak yang terkait dalam

rangka penyiapan dan penyempurnaan perangkat hukum dalam regulasi

yang berhubungan dengan kreditor separatis.

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, penulis menyertakan

beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan kajian materi

yang akan dibahas, sebagai berikut:

“Analisis Yuridis Kedudukan Kreditor Separatis Pemegang Jaminan Fidusia

dalam Keadaan Debitor Pailit (Studi Kasus Atas Putusan Mahkamah Agung No.

Page 18: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

9

306 K/PDT.SUS/2010)”. Skripsi yang disusun oleh Ian Martin P L dari

Universitas Indonesia pada tahun 2013. Skripsi tersebut menjelaskan tentang

pemenuhan hak kreditor separatis pemegang jaminan fidusia yang merasa

dihalangi oleh ketentuan Pasal 56 UU Kepailitan dalam hal penangguhan eksekusi.

Sedangkan dalam skripsi ini, penulis mengambil studi tentang eksekusi pemegang

hak tanggungan dan menganalis Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor

67/PUU-XI/2013 yang menurut penulis mengganggu proses eksekusi hak

tanggungan.

“Analisisa Yuridis Mengenai Perlindungan Hukum Kreditor Pemegang Hak

Tanggungan Terhadap Penangguhan Eksekusi Jaminan Utang Berdasarkan

Hukum Kepailitan di Indonesia”. Tesis yang disusun oleh Nieke Dewi Sulistiyani

dari Universitas Indonesia pada tahun 2006. Tesis ini juga berisi mengenai

pemenuhan hak kreditor separatis khususnya pemegang hak tanggungan yang

merasa dirugikan dengan adanya proses penangguhan eksekusi yang tercantum

dalam Pasal 56 UU Kepailitan. Sedangkan yang diteliti dalam skripsi ini adalah

perubahan kedudukan kreditor separatis yang seharusnya didahulukan berdasarkan

Pasal 55 UU Kepailitan, yang pada akhirnya dirubah oleh Putusan Mahkamah

Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013.

Buku M. Hadi Shubhan yang berjudul “Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma,

dan Praktik di Pengadilan.” diterbitkan oleh Kencana, Jakarta, tahun 2008. Buku

tersebut menjelaskan tentang pengertian mengenai kepailitan dan aspek hukum

kepailitan dalam perseroan terbatas di Indonesia dan bagaimana penerapan prinsip

Page 19: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

10

dan norma hukum kepailitan di Indonesia. Sedangkan dalam skripsi ini penulis

lebih khusus meneliti tentang pertimbangan majelis hakim dalam memutus

Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013 yang amar putusannya

Mahkamah Konstitusi memberi kedudukan berbeda terhadap upah dan hak-hak

pekerja lainnya.

“Analisis Yuridis Hak Kreditor Separatis Pemegang Hak Tanggungan dalam

Kepailitan”. Jurnal Hukum yang disusun oleh Nina Yolanda, Dosen Fakultas

Hukum Universitas Palembang, disusun pada tahun 2013. Jurnal ini berisi tentang

pemenuhan hak-hak kreditor pemegang hak tanggungan yang mempunyai

kedudukan lebih tinggi dalam kepailitan, masih dapat diganggu oleh situasi dan

kondisi perusahaan atau individu yang dinyatakan pailit. Salah satunya oleh utang

pajak sebagai kreditor preferen istimewa yang mendapat hak untuk memperoleh

pelunasan lebih dahulu dari penjualan harta pailit. Sebagai pembeda, pada skripsi

ini penulis menganalisa mengenai hak-hak kreditor separatis pemegang hak

tanggungan dalam pelunasan utangnya yang diganggu dengan adanya ketentuan

mengenai upah buruh yang didahulukan daripada kreditor separatis ketika

perusahaan (debitor) dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan Putusan

Mahkamah Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013.

Page 20: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

11

E. Metode Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka bahan-bahan

hukum dikumpulkan terlebih dahulu melalui studi dokumen. Selanjutnya bahan

hukum tersebut digolongkan atau diklasifikasi, yang mana ditentukan bahwa

peneltian ini merupakan bagian dari hukum jaminan khususnya mengenai hak

tanggungan. Sehingga penelitian ini akan dapat memperoleh bahan hukum yang

relevan dengan masalah yang akan diteliti.5

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data melalui studi

dokumen atau bahan pustaka (library research) yang bertujuan memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer dengan cara melakukan penilitian

terhadap berbagai sumber seperti buku-buku yang berkaitan dengan

permasalahan, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, pendapat dan

hasil karya para sarjana, surat kabar, artikel, kamus dan juga berita yang

diperoleh dari internet.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan pada

penelitian ini adalah yuridis normatif atau kepustakaan. Penelitian yuridis

5 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet.3, (Jakarta: UI Press, 2008),

h. 251.

Page 21: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

12

normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan

pustaka atau data sekunder belaka.6 Penelitian yuridis normatif mencakup:7

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum.

b. Penelitian terhadap sistematika hukum.

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum.

d. Penelitian sejarah hukum.

e. Penelitian perbandingan hukum.

Dalam penelitian ini, penulis menganalisis bahan pustaka atau data sekunder,

dengan berpedoman pada norma-norma hukum yang tedapat dalam perundang-

undangan yang berkaitan dengan hak eksekusi kreditor separatis ketika debitor

mengalami pailit.

3. Sumber Penelitian

Penelitian ini menggunakan adalah data sekunder dari perpustakaan., yaitu

dalam bentuk bahan hukum primer berupa Putusan Mahkamah Konstitusi yang

berkaitan dengan kreditor separatis dan hak tanggungan. Data sekunder yang

dari sudut kekuatan mengikatnya digolongkan ke dalam:8

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang sifatnya mengikat, Dalam

hal ini, bahan hukum primer yang penulis gunakan, yaitu:

1) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan

Singkat), (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h. 14. 7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif………..h. 51. 8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,...........h. 51.

Page 22: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

13

2) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

4) Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan

bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan menjelaskan

bahan hukum primer. Antara lain buku, teks, jurnal, makalah, hasil

seminar, dan artikel-artikel yang berkaitan dengan kedudukan kreditor

separatis pemegang hak jaminan kebendaan. Dalam hal ini, bahan hukum

sekunder yang penulis gunakan yaitu:

1) Berbagai hasil penelitian mengenai Hak Tanggungan, Kepailitan dan

Hak Buruh

2) Berbagai buku yang membahas mengenai Hak Tanggungan,

Kepailitan dan Hak Buruh, dan buku tentang perundang-undangan.

3) Yurisprudensi

4. Pendekatan Penelitian

Dalam kaitannya dengan penelitian yuridis normatif, akan digunakan

beberapa pendekatan, yaitu:9

a. Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach)

Pendekatan yang digunakan berkaitan dengan penelitian normatif ini

menggunakan pendekatan perundang-undangan, yaitu penelitian terhadap

9 Johnny Ibrahim, Teori, Metode dan Penelitian Hukum Normatif, (Malang:

Bayumedia Publising, 2007), h.300.

Page 23: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

14

undang-undang dengan mengkaji mengenai norma dan perlindungan

hukum hak eksekusi kreditor separatis dalam Undang-Undang No. 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.

b. Pendekatan Kasus (Case Approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus yang

telah memperoleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dalam hal

ini Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 67/PUU-XI/2013. Hal pokok

yang dikaji pada setiap putusan tersebut adalah pertimbangan hakim untuk

sampai pada suatu keputusan sehingga dapat digunakan sebagai

argumentasi dalam memecahkan isu hukum yang dihadapi. Dalam

menggunakan pendekatan kasus yang perlu dipahami oleh peneliti adalah

ratio deciendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim

untuk sampai pada putusannya.10

5. Metode Analisis dan Pengolahan Data

Analisis data dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu setelah

penulis mengumpulkan peraturan perundangan-undangan kemudian menelaah

pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum yang terdapat di dalam

10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011), h.119.

Page 24: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

15

peraturan perundang-undangan. Kemudian, mengklasifikasikannya sesuai aspek

data yang terkumpul lalu diinterpretasikan secara logis dengan melihat data-

data yang diperoleh melalui observasi setelah itu dianalisis setelah dilakukan

analisis, maka kontruksi dilaksanakan dengan cara memasukkan Pasal-pasal

tertentu, ke dalam kategori-kategori atas pengertian dasar dari sistem

hukumnya. Kemudian secara induktif ditarik simpulan untuk menjawab

permasalahan yang ada.

6. Metode Penulisan

Penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode penulisan sesuai

dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi,

Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-

masing bab terdiri atas beberapa subbab guna lebih memperjelas ruang lingkup

dan cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-

masing bab serta pokok pembahasannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab I menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi,

batasan, dan rumusan masalah serta tujuan dan manfaat penelitian. Dalam

Page 25: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

16

bab ini, penulis juga menjelaskan mengenai tinjauan (review) kajian

terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA HAK TANGGUNGAN

Bab ini akan menjelaskan mengenai pengertian tentang hak tanggungan,

asas-asas hak tanggungan, proses pembebanan dan pendaftaran hak

tanggungan, pengalihan dan hapusnya hak tanggungan, teori-teori tentang

eksekusi dan eksekusi hak tanggungan,

BAB III TINJAUAN UMUM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

Bab ini berisi tentang pengertian dan syarat-syarat dalam pailit, para pihak

dalam kepailitan, kreditor separatis menurut hukum jaminan dan kepailitan,

buruh dan haknya dalam kepailitan, pengurusan harta pailit dan

berakhimya kepailitan.

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK

EKSEKUSI KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN PASCA

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NOMOR 67/PUU-XI/2013

Pada bab ini akan dijelaskan tentang kedudukan kreditor separatis dalam

eksekusi hak tanggungan ketika terjadi kepalitan dan mengetahui

pertimbangan majelis hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi RI

Nomor 67/PUU-XI/2013 mengenai hak eksekusi kreditor pemegang hak

tanggungan ketika debitor pailit.

Page 26: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

17

BAB V PENUTUP

Merupakan kesimpulan dari seluruh rangkaian pembahasan dari bab I

sampai bab IV kemudian dilanjutkan dengan saran-saran yang dianggap

penting dan relevan dengan kesimpulan.

Page 27: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA TENTANG HAK TANGGUNGAN

A. Pengertian Hak Tanggungan

Istilah hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan terdapat pada Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

(UUPA). Pasal 51 UUPA menjelaskan ketentuan mengenai hak tanggungan akan

diatur lebih lanjut dengan undang-undang dan selama undang-undang tersebut

belum terbentuk maka terhadap hak tanggungan berlaku ketentuan-ketentuan

mengenai hipotek dalam buku kedua KUHPerdata Indonesia dan credietverband

dalam Staatsblad 1908 No. 542 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblaad

1937 No. 190.

Kemudian pada 9 April 1996 muncul undang-undang yang mengatur tentang

hak tanggungan yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan dengan Tanah

(UUHT). Dengan demikian khusus mengenai jaminan atas tanah maka hipotek dan

credietverband dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan ketentuan Pasal 29

UUHT. Hipotek yang diatur dalam KUHPerdata yang khusus berkenaan dengan

tanah sudah tidak belaku, sedangkan hipotek atas benda-benda lain masih berlaku,

misalnya hipotek atas kapal laut dan pesawat terbang.

Page 28: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

19

Pengertian hak tanggungan berdasarkan Pasal 1 ayat (1) adalah hak jaminan

yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,

berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan

tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang

diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

Hak tanggungan adalah salah satu jenis dari hak jaminan. Hak jaminan

dimaksud untuk menjamin utang seorang debitor yang memberikan hak utama

kepada seorang kreditor tertentu, yaitu pemegang hak jaminan itu, untuk

didahulukan terhadap kreditor-kreditor lain apabila debitor cedera janji.1 Ada

beberapa unsur pokok dari hak tanggungan yang termuat berdasarkan Pasal 1 ayat

(1) UUHT, yaitu:2

1. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang.

2. Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA.

3. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja, tetapi

dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan

dengan tanah itu.

4. Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu.

5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap

kreditor-kreditor lain.

1 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan: Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok

dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Cet. 1, Edisi Kedua, (Bandung: Alumni, 1999), h.2.

2 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan: Asas-Asas, ……..h.11.

Page 29: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

20

B. Asas-asas Hak Tanggungan

1. Asas Privilegie atau Priorteit (Diutamakan dari Kreditor lain)

Ketika debitor wanprestasi, kreditor pemegang hak tanggungan pertama

berhak menjual melalui pelelangan umum, tanah yang dijadikan jaminan

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan

hak mendahului pelunasan utangnya daripada kreditor-kreditor yang lain.

Pengertian “kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap

kreditor-kreditor lain” terdapat dalam penjelasan umum angka 4 UUHT yang

menjelaskan bahwa jika debitor cedera janji, kreditor pemegang hak

tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum benda yang dijadikan

jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan,

dengan hak mendahului daripada kreditor-kreditor yang lain. Memberikan

kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu daripada kreditor lainnya

dalam Hukum Perdata Barat disebut droit de preference.3

2. Asas Pemisahan Horisontal

Pasal 4 ayat (4) UUHT yang menjelaskan bahwa hak tanggungan dapat

dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya

yang telah ada atau akan ada yang merupakan kesatuan dengan tanah tersebut.

Selain benda-benda yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang

3 Irma Devita Purnamasari, Panduan Lengkap Buku Praktis Populer: Kiat-Kiat

Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, Cet. Kedua, (Bandung: Kaifa, 2012), h. 41.

Page 30: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

21

bersangkutan, hak tanggungan juga dapat dibebankan atas benda-benda yang

bukan dimiliki oleh pemegang hak atas tanah tersebut.4

3. Asas Publisitas (Pendaftaran dalam Registrasi Negara)

Hal ini sesuai ketentuan Pasal 13 UUHT yang menyebutkan bahwa

pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan.

Pendaftraran pemberian hak tanggungan merupakan syarat mutlak untuk

lahirnya hak tanggungan tersebut dan mengikatnya hak tanggungan terhadap

pihak ketiga. Karena hanya dengan cara pencatatan atau pendaftaran yang

terbuka bagi umum yang memungkinkan pihak ketiga dapat mengetahui

tentang adanya pembebanan hak tanggungan atas suatu tanah.5

4. Asas Parate Executie

Pasal 6 UUHT menyebutkan, apabila debitor cedera janji, pemegang hak

tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas

kekuasaan sendiri. Hal itu dikenal. dengan istilah parate eksekusi. Parate

eksekusi merupakan bentuk penyimpangan dari eksekusi, karena eksekusi

merupakan pelaksanaan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan

hukum tetap, akan tetapi parate eksekusi didasari perjanjian yang dibuat dalam

Akta Pemberian Hak Tanggungan (Pasal 11 ayat (2) huruf (e)).

4 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain

yang Melekat Pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), h. 26.

5 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan: Asas-Asas, ………..h. 44.

Page 31: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

22

Pada praktiknya, saat pemilik jaminan melakukan perlawanan atas upaya

kreditor untuk melelang tanah dan bangunan yang dijaminkan, kreditor masih

tetap membutuhkan bantuan pengadilan untuk mengeksekusi jaminan yang

sudah dibebani hak tanggungan tersebut.6

C. Objek Hak Tanggungan

Pada prinsipnya, objek hak tanggungan adalah hak atas tanah. Untuk dapat

dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak jaminan atas tanah, maka benda

yang bersangkutan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu: 7

1. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang.

2. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitor cedera janji

benda yang dijadikan jaminan akan dijual.

3. Termasuk hak yang didaftar menurut peraturan tentang pendaftaran tanah

yang berlaku, karena harus dipenuhi “syarat publisitas”.

4. Memerlukan penunjukan khusus oleh suatu undang-undang.

Objek hak tanggungan adalah hak apa saja yang dapat dikaitkan dengan hak

tanggungan. Hak atas tanah yang dapat dibebani dengan hak tanggungan hanyalah

hak atas tanah yang berstatus Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan.

Hak Pakai (baik atas tanah hak milik maupun atas tanah Negara) dan Hak atas

tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Selain itu hak tanggungan

6 Irma Devita Purnamasari, Panduan Lengkap ………….h.45. 7 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Cet. 12, Edisi Revisi, (Jakarta: Djambatan, 2008), h. 422.

Page 32: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

23

juga dapat dibebankan terhadap rumah susun dan hak milik atas satuan rumah

susun. Juga, terhadap ruangan bawah tanah sepanjang secara fisik ada

hubungannya dengan bangunan yang ada di atas tanah.8

D. Subjek Hak Tanggungan

Subjek hak tanggungan menurut Pasal 8 dan Pasal 9 UUHT adalah pemberi

hak tanggungan dan pemegang hak tanggungan. Pemberi hak tanggungan dapat

perorangan atau badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan

perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan. Maka yang dapat menjadi

pemberi hak tanggungan adalah para pihak yang berkedudukan sebagai pemegang

hak atas tanah yang dapat dibebani sebagai objek hak tanggungan, yaitu para pihak

yang mempunyai hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak

Pakai atas tanah Negara. Sedangkan, Pemegang hak tanggungan adalah

perorangan atau badan hukum, yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang atau

pihak yang berkedudukan sebagai yang meminjamkan uang.

Pemegang hak tanggungan tidak mempunyai kewenangan untuk menguasai

secara fisik dan menggunakan tanah yang dijadikan jaminan. Tanah tersebut tetap

berada dalam penguasaan pemberi hak tanggungan, kecuali ada perjanjian yang

memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk mengelola

objek hak tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang

8 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, (Jakarta: Erlangga, 2013), h. 72.

Page 33: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

24

daerah hukumnya meliputi letak objek hak tanggungan apabila debitor

wanprestasi.

E. Proses Pembebanan Hak Tanggungan

Pembebanan hak tanggungan didahului dengan pembuatan perjanjian utang-

piutang antara debitor dan kreditor. Hak Tanggungan diberikan untuk menjamin

pelunasan piutang kreditor. Dikatakan, bahwa Hak Tangungan adalah accesoir

pada suatu piutang tertentu. Kelahiran, eksistensi, peralihan, eksekusi, dan

hapusnya suatu hak tangungan ditentukan oleh adanya peralihan dan hapusnya

piutang yang dijamin.9 Dengan adanya pembebanan hak tanggungan maka kreditor

menjadi preferen atas hasil penjualan benda tertentu milik debitor, dan ia berhak

mengambil lebih dahulu uang hasil eksekusi hak tanggungan.

Karena hak tanggungan merupakan hak kebendaan, maka proses pembebanan

hak tanggungan perlu sangat diperhatikan dan memainkan peranan sangat penting,

karena proses tersebut melahirkan hak kebendaan baru atas suatu benda (tanah)

dan cacat yuridis dalam proses pemberian hak tanggungan dapat berpengaruh

terhadap keabsahan dari hak tanggungan itu sendiri.10

Proses pembebanan hak tanggungan terdiri atas dua tahap, yaitu tahap

pemberiannya yang dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

9 Munir Fuady, Hukum Jaminan…….h. 9. 10 Munir Fuady, Hukum Jaminan …...h. 82.

Page 34: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

25

dan tahap pendaftarannya yang dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten atau

Kotamadya setempat.

1. Tahap Pemberian Hak Tanggungan

Dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT disebutkan bahwa pemberian hak

tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang merupakan bagian

tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau

perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.

Sebelum melaksanakan pembuatan APHT, PPAT wajib terlebih dahulu

melakukan pemeriksaan pada kantor pertanahan setempat mengenai

kesesuaian sertifikat hak atas tanah yang akan dijadikan jaminan dengan

daftar-daftar yang ada di kantor pertanahan setempat dengan memperlihatkan

sertifikat asli. Selain sertifikat asli, surat-surat lain yang harus diserahkan

kepada PPAT adalah surat tentang subyeknya (identitas pemberi dan

pemegang hak tanggungan), surat-surat tentang prosedur tanda bukti

pembayaran biaya pendaftaran hak tanggungan dan salinan akta perjanjian

pemberian kredit yang bersangkutan.

Di dalam APHT wajib dicantumkan : 1) Nama dan identitas pemberi dan

penerima Hak Tanggungan 2) Domisili pihak-pihak tertentu 3) Penunjukan

secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin, yang meliputi juga nama

dan identitas debitor, kalau pemberi Hak Tanggungan bukan debitor 4) NiIai

Tanggungan 5) Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan.

Page 35: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

26

Ketentuan mengenai APHT tersebut sifatnya wajib bagi sahnya

pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Kalau tidak dicantumkan

secara lengkap, APHT yang bersangkutan batal demi hukum.

2. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan

Setelah proses pemberian hak tanggungan dilakukan maka dilanjutkan

dengan proses pendaftaran di Kantor Pertanahan setempat yang menjadi saat

lahirnya Hak Tanggungan (Pasal 13 UUHT). Pemberian hak tanggungan

wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari

kerja setelah penandatanganan APHT. Jika tidak didaftarkan, maka APHT

tersebut akan gugur. Pendaftaran dilakukan dengan cara melampirkan:11

a. Sertifikat asli yang akan dibebani hak tanggungan

b. Salinan berkas identitas pemberi hak tanggungan dan penerima kuasa.

c. Salinan berkas perjanjian kredit atau utang atau perjanjian lainnya yang

dijadikan dasar untuk pemberian hak tanggungan.

d. Surat kuasa asli untuk mendaftarkan hak tanggungan

e. Untuk pendaftaran hak tanggungan di wilayak DKI Jakarta, surat kuasa

untuk pendaftaran hak tanggungan ini diminta untuk dilegalisasi oleh

notaris yang melakukan pendaftaran hak tanggungan tersebut.

f. Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk

pendaftaran hak tanggungan.

Setelah Kantor Pertanahan setempat menerima APHT dan surat-surat

yang diperlukan, kemudian Kepala Kantor Pertanahan setempat segera

membuatkan Buku Tanah Hak Tanggungan dan membuat salinan APHT.

11 Irma Devita Purnamasari, Panduan Lengkap …………h. 61.

Page 36: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

27

Kemudian membuat Sertifikat Hak Tanggungan (SHT) yang memuat irah-irah

“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, sehingga

mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan

yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Setelah itu, mencatat beban hak

tanggungan dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek hak

tanggungan, serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah

yang bersangkutan. Terakhir, menyerahkan Sertifikat Hak Tanggungan

kepada kreditor pemegang hak tanggungan.

F. Eksekusi Hak Tanggungan

Eksekusi terhadap objek hak tanggungan disebabkan oleh dua hal yaitu karena

debitor cedera janji (wanprestasi) dan debitor dinyatakan pailit (faillitices).12

Dalam lembaga hak tanggungan, baik keadaan cedera janji maupun keadaan pailit

yang dialami oleh debitor, kedua-duanya bukanlah tujuan, tapi suatu akibat dari

keadaan tidak memenuhi janji (wanprestasi) dan keadaan terpaksa (overmacht)

berkaitan dengan kondisi ekonomi debitor yang berubah ketika perjanjian pokok

(perjanjian utang-piutang) berlangsung.

Pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan pada prinsipnya, dapat dilakukan

dalam dua hal, yaitu melalui:

12 Rachamdi Usman, Pasal-Pasal Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah, (Jakarta:

Djambatan, 1998), h.129.

Page 37: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

28

1. Pelelangan Umum

Pasal 20 ayat (1) huruf (a) memberikan kewenangan kepada pemegang hak

tangungan pertama untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri

melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari

penjualan tersebut, apabila debitor cedera janji. Hal ini merupakan perwujudan

dari kedudukan yang diutamakan yang dipunyai oleh pemegang hak

tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dan satu pemegang hak

tanggungan.

Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi hak

tanggungan bahwa apabila debitor cedera janji, pemegang hak tanggungan

berhak untuk menjual objek hak tanggungan melalui pelelangan umum tanpa

memerlukan persetujuan lagi dari pemberi hak tanggungan dan selanjutnya

mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu lebih dahulu dari

kreditor-kreditor lainnya. Sisa dari hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi

hak tanggungan.

Hal ini juga mengandung arti bahwa pemegang hak tanggungan pertama

tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu dari pemberi hak tanggungan

dan tidak perlu pula meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat

untuk melakukan eksekusi tersebut. Cukup dengan mengajukan permohonan

kepada Kepala Kantor Lelang Negara setempat untuk pelaksanaan pelelangan

umum dalam rangka eksekusi objek hak tanggungan. Karena kewenangan

pemegang hak tanggungan pertama itu merupakan kewenangan yang diberikan

Page 38: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

29

oleh Undang-Undang dalam Sertifikat Hak Tanggungan. Kepala Kantor Lelang

Negara harus menghormati dan mematuhi kewenangan tersebut.13

Selain itu, Pasal 20 ayat (1) huruf (b) menjelaskan bahwa eksekusi objek hak

tanggungan dapat juga dilakukan berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat

dalam Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat

(2) UUHT. Pada Sertifikat Hak Tanggungan, yang berfungsi sebagai surat

tanda bukti adanya hak tanggungan, dibubuhkan irah-irah "Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa", untuk memberikan kekuatan

eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai

kekuatan hukum tetap. Selain itu sertifikat Hak Tanggungan tersebut

dinyatakan sebagai pengganti grosse acte hypotheek sepanjang mengenai hak

atas tanah.

Dengan menunjukan bukti, bahwa debitor ingkar janji dalam memenuhi

kewajibannya, diajukan permohonan eksekusi oleh kreditor pemegang Hak

Tanggungan kepada Ketua Pengadilan Negeri, dengan menyerahkan Sertifikat

Hak Tanggungan dan eksekusi akan dilaksanakan atas perintah dari pimpinan

Ketua Pengadilan Negeri. Pelelangan umum harus dilaksanakan dihadapan

Pejabat Lelang dan Kantor Lelang Negara dan apabila menyimpang dari

ketentuan tersebut, maka lelang dapat dinyatakan tidak sah.

13 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan: Asas-Asas, ………..h. 164.

Page 39: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

30

2. Penjualan di Bawah Tangan

Sering dijumpai penjualan melalui lelang tersebut kecil kemungkinan dapat

mencapai harga yang tinggi atas benda jaminan, Keadaan demikian sangat

merugikan kedua belah pihak (kreditor dan debitor).14 Untuk menghindari

kemungkinan yang tidak dikehendaki dalam pelaksanaan penjualan secara

lelang tersebut, Pasal 20 UUHT telah membuka kemungkinan pelaksaanaan

eksekusi melalui penjualan di bawah tangan, dengan ketentuan sebagai

berikut:15

a. Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dan pemegang hak

tanggungan. Hal ini dapat dilakukan pada saat pembebanan, saat

berlangsungnya atau saat menjelang proses eksekusi hak tanggungan.

b. Jika dengan cara penjualan dibawah tangan tersebut dicapai harga tertinggi

yang menguntungkan semua pihak.

c. Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi atau penerima hak tanggungan

kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

d. Diumumkan dalam sedikit-dikitnya dua surat kabar yang beredar di daerah

bersangkutan atau media massa setempat.

e. Baru dapat dilaksanakan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan

secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

f. Tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

Penjualan objek hak tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan dengan

kesepakatan antara pemberi dan pemegang hak tanggungan, jika dengan cara

14 Arie S. Hutagalung, Serba Aneka Masalah Tanah dalam Kegiatan Ekonomi, Cet.

1, Edisi 1, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), h. 180. 15 Munir Fuady, Hukum Jaminan…….h. 82.

Page 40: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

31

itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

Karena penjualan dibawah tangan dari objek hak tanggungan hanya dapat

dilaksanakan bila ada kesepakatan yang diperjanjikan dalam Akta Pemberian

Hak Tanggungan antara pemberi dan pemegang hak tanggungan. Kreditor tidak

mungkin melakukan penjualan di bawah tangan terhadap objek hak tanggungan

apabila debitor tidak menyetujuinya, karena hal itu dilarang oleh UUHT (Pasal

12 UUHT).

Penjualan di bawah tangan wajib dilakukan dihadapan PPAT yang membuat

aktanya dan diikuti dengan pendaftaran di Kantor Pertanahan. Penaksiran

harganya dilakukan oleh suatu perusahaan penilai independen yang mempunyai

reputasi baik.

Pada prinsipnya pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan merupakan

konsekuensi dari adanya hak preferen yang dipunyai oleh kreditor sebagaimana

tercantum dalam atribut Sertifikat Hak Tanggungan yang dikenal dengan nama

titel eksekutorial. Secara umum eksekusi dimaknai sebagai pelaksanaan

keputusan pengadilan yang diperoleh dari Judiciary Process (proses

pengadilan). Namun, adakalanya eksekusi tersebut tidak diperoleh dari

judiciary process (proses pegadilan), akan tetapi diperoleh dari atribut titel

eksekutorial (irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa) yang ada dalam akta perjanjian hipotek atau Sertifikat Hak Tanggungan

sebagaimana diatur dalam Pasal 224 HIR dan 1178 KUHPerdata.

Page 41: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

32

Bandingkan dengan utang-piutang yang tidak dijamin dengan hak

tanggungan, jika debitor cedera janji, eksekusi dilakukan melalui gugatan

perdata menurut hukum acara perdata yang berlaku. Penyelesaian utang-piutang

yang bersangkutan melalui cara ini memerlukan waktu, karena pihak yang

dikalahkan di tingkat Pengadilan Negeri bisa mengajukan banding, kasasi,

bahkan masih terbuka kesempatan untuk minta peninjauan kembali.16 Dengan

adanya parate eksekusi dalam hak tanggungan, pemegang hak tanggungan tidak

perlu mengajukan gugatan perdata kepada pengadilan negeri untuk

mengeksekusi haknya apabila debitor wanprestasi.

Akibat hukum yang terjadi setelah dilakukannya eksekusi adalah perikatan

yang berkaitan dengan pemberian Hak Tanggungan, yaitu Akta Pemberian Hak

Tanggungan dan Sertifikat Hak Tanggungan menjadi berakhir. Demikian pula

apabila hasil eksekusi telah cukup untuk melunasi utang debitor, maka

perikatan melalui perjanjian utang-piutang juga berakhir, karena pembayaran

merupakan salah satu sebab perikatan itu hapus menurut Pasal 1381

KUHPerdata.

16 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, ………….h. 29.

Page 42: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

33

BAB III

TINJAUAN UMUM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

A. Pengertian dan Syarat-syarat dalam Pailit

Peraturan mengenai kepailitan pada awalnya diatur oleh failliessement

veroordening Staatsblad 1905 No. 217 jo 1906 No. 348, yang telah diubah dengan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 yang

kemudian menjadi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Undang-Undang

Kepailitan. Kemudian Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 disempurnakan menjadi

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (UU Kepailitan).

Secara bahasa, pailit berasal dari bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris

dengan istilah yang berbeda-beda. Bahasa Perancis mengenal kata failite sebagai

pemogokan atau kemacetan dan dalam bahasa Belanda untuk arti yang sama

dengan bahasa Perancis juga digunakan istilah faillete. Sedangkan, bahasa Inggris

dikenal dengan istilah to fail dan dalam bahasa Latin digunakan istilah fallire yang

memiliki arti rangkap, yaitu sebagai kata benda dan sebagai kata sifat.1

Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk

melakukan pembayaran terhadap utang terhadap para kreditor pada saat

pembayaran utang tersebut telah jatuh tempo. Keadaan tidak mampu membayar

1 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000) h. 27.

Page 43: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

34

lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari

usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan

merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh

kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian

hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah

pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan

harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit tersebut

secara proporsional dan sesuai dengan struktur kreditor.2

Pasal 1 angka 1 UU Kepailitan menjelaskan kepailitan adalah sita umum atas

semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan

oleh kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang ini. Berdasarkan pengertian tersebut, maka pada hakikatnya

kepailitan adalah sita umum atas semua harta kekayaan debitor. Sebagai suatu sita

umum, maka kepailitan itu meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan

pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.

Kepailitan merupakan suatu sarana hukum yang dinilai paling efektif dan adil

dalam penyelesaian utang piutang. Seseorang atau badan hukum dalam keadaan

tidak mampu membayar utang kepada beberapa kreditor dapat mengajukan

permohonan untuk dinyatakan dalam keadan pailit, sehingga semua harta

2 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: ………………h.1.

Page 44: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

35

bendanya menjadi harta kepailitan. Kreditor juga bisa melakukan gugatan

kepailitan sesuai dengan pengaturan yang berlaku. 3

Dengan demikian, yang dimaksud dengan kepailitan adalah suatu sitaan

umum yang dijatuhkan oleh pengadilan khusus, dengan permohonan khusus, atas

seluruh aset debitor (badan hukum atau orang pribadi) yang mempunyai lebih dari

1 (satu) utang atau kreditor dimana debitor dalam keadaan berhenti membayar

utang-utangnya, sehingga debitor segera membayar utang-utangnya tersebut.4

Kepailitan mempunyai tujuan untuk menghindari terjadinya sitaan atau eksekusi

terpisah oleh para kreditor dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan

bersama sehingga kekayaan debitor dapat dibagikan kepada semua kreditor, sesuai

dengan hak masing-masing.

UU Kepailitan menjelaskan syarat-syarat diajukannya permohonan pailit

terhadap seorang debitor diatur dalam Pasal 2 ayat (1) yang menentukan bahwa

debitor yang mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas

sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit

dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas

permohonan satu atau lebih kreditornya. Berdasarkan ketentuan tersebut maka

syarat-syarat diajukannya permohonan pailit terhadap seorang debitor antara lain:

3 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-undang No.37

Tahun 2004 Tentang Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009), h.45. 4 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global,

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), h. 75.

Page 45: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

36

1. Ada utang

Kata utang berasal dari kata Gotisch, skullan atau sollen, yang berarti harus

dikerjakan menurut hukum, sedangkan utang menurut UU Kepailitan adalah

kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik

dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung

maupun yang akan timbul dikemudian hari (Pasal 1 angka 6 UU Kepailitan).

2. Utang yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih

Pengertian utang yang telah jatuh waktu dan utang yang telah dapat ditagih

sebenarnya berbeda. Utang yang telah jatuh waktu dengan sendirinya menjadi

utang yang dapat ditagih. Namun, utang yang dapat ditagih belum tentu

merupakan utang yang jatuh waktu, misalnya dalam hal terjadi wanprestasi

sebagaimana ditentukan dalam perjanjian itu. 5

3. Ada dua kreditor atau lebih (concursus creditorum)

Dalam UU Kepailitan, kreditor adalah orang yang mempunyai piutang

karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

Apabila kepailitan itu dimohonkan oleh seorang kreditor, maka ia harus dapat

membuktikan bahwa selain dirinya masih ada lagi kreditor lain dari debitor.

Syarat adanya kreditor lain adalah untuk memenuhi prinsip concursus

creditorum dalam kepailitan.

5 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan: Asas-Asas, ……….. h. 72.

Page 46: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

37

Selain harus terdapat lebih dari dua kreditor, debitor itu harus berada dalam

keadaan insolven. Seorang debitor dalam keadaan insolven hanyalah apabila

debitor itu tidak mampu secara financial untuk membayar utang-utangnya

kepada sebagian besar kreditornya. Seorang debitor tidak dapat dikatakan

telah dalam keadaan insolvensi apabila hanya kepada seorang kreditor saja

debitor tersebut tidak membayar utangnya, sedangkan kepada kreditor lainnya

debitor tetap dapat melaksanakan kewajiban pelunasan utang-utangnya

dengan baik.

4. Adanya permohonan pailit

Permohonan pailit yang telah memenuhi syarat, dapat diajukan oleh satu

atau lebih kreditornya ke pengadilan niaga, yang merupakan badan peradilan

yang berwenang untuk memproses, memeriksa dan mengadili perkara

kepailitan. Apabila permohonan pailit tersebut dikabulkan maka pengadilan

niaga akan mengeluarkan putusan yang menyatakan debitor tersebut dalam

keadaan pailit.

Pengajuan permohonan pailit dilakukan sebagai suatu bentuk pemenuhan

asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar dari seorang debitor.

Tanpa adanya permohonan tersebut ke pengadilan, maka pihak ketiga yang

berkepentingan tidak akan pernah tahu keadaan tidak mampu membayar dari

debitor. Keadaan ini kemudian akan diperkuat dengan suatu putusan

pernyataan pailit oleh hakim pengadilan, baik itu merupakan putusan yang

mengabulkan ataupun menolak permohonan kepailitan yang diajukan.

Page 47: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

38

B. Para Pihak dalam Kepailitan

Dalam prosesnya, suatu lembaga kepailitan melibatkan banyak pihak. Ada

beberapa pihak yang memegang peranan penting dalam suatu proses kepailitan,

diantaranya:

1. Pemohon Pailit

Pemohon pailit adalah pihak yang mengambil inisiatif untuk mengajukan

permohonan pailit ke pengadilan berdasarkan Pasal 2 UU Kepailitan, pihak

yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah:

a. Debitor, apabila memperkirakan atau dapat memperkirakan bahwa tidak

sanggup membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

b. Kreditor, baik Kreditor Konkuren, Kreditor Separatis, maupun Kreditor

Preferen.

c. Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk

kepentingan umum, dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan telah dipenuhi dan tidak ada pihak yang

mengajukan permohonan pailit.

d. Bank Indonesia, dalam hal Debitor adalah bank. Pemerintah telah

mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1999 Tentang

Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. Pasal 3 ayat (3)

PP tersebut menyatakan bahwa Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut

izin usaha bank dan memerintahkan direksi bank untuk segera

menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) guna

membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi. Jika

direksi bank tidak menyelenggarakan RUPS tersebut, pimpinan Bank

Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang

berisi pembubaran badan hukum bank, penunjukan tim likuidasi dan

Page 48: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

39

perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku.6

e. Badan Pengawas Pasar Modal, dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek,

Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan

Penyelesaian. Yang dimaksud perusahaan efek adalah pihak yang

melakukan kegiatan sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek,

dan atau manajer investasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

f. Menteri Keuangan, dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Dana

Pensiun, atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik.

2. Termohon Pailit

Menurut ketentuan dalam UU Kepailitan, pihak-pihak yang dapat

dipailitkan adalah sebagai berikut:

a. Orang perseorangan, baik laki-laki maupun perempuan yang telah menikah

maupun belum menikah. Jika permohonan pailit diajukan oleh debitor

perorangan yang telah menikah, maka permohonan itu hanya dapat

diajukan atas persetujuan suami atau isterinya, kecuali antara suami isteri

tersebut tidak ada percampuran harta. Sedangkan bagi orang yang belum

dewasa (belum menikah) maka yang berwenang untuk mewakilinya adalah

walinya yang sah. Namun, permohonan pailit itu tetap diajukan terhadap si

debitor itu sendiri bukan walinya. Hal ini berlaku juga untuk orang yang

berada di bawah pengampuan.7

6 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2004), h.13-14. 7 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis……..h. 16.

Page 49: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

40

b. Badan hukum yang terdiri atas:

1) Badan hukum yang mencari untung seperti perseroan terbatas (PT).

2) Badan hukum yang bergerak di bidang kepentingan publik seperti PT,

Persero, Perusahaan Umum (Perum), Badan Usaha Milik

Negara/Daerah, Badan Hukum Pendidikan.

3) Badan Hukum Sosial yang tidak mencari untung seperti yayasan,

perkumpulan, perserikatan, asosiasi, himpunan, dan badan hukum

sosial lainnya yang menggunakan nama atau sebutan lain.

Sebagai suatu subjek hukum yang mempunyai kekayaan terpisah dari

kekayaan perseronya, badan hukum juga dapat dinyatakan pailit. Dengan

dinyatakannya pailit suatu badan hukum, maka organ-organ badan hukum

itu kehilangan haknya untuk mengurus dan berbuat bebas terhadap

kekayaan badan hukum itu. Karena, setelah pernyataan pailit itu diputuskan

oleh hakim, maka pengurusan harta kekayaan badan hukum yang

dinyatakan pailit, beralih kepada kurator yang dalam hal ini hanya

berwenang melakukan pemberesan harta pailit milik debitor yang

bersangkutan dan tidak berwenang untuk mengembangkan usaha dari

debitor pailit.8

c. Persero Firma Termasuk CV. Permohonan pailit terhadap suatu firma harus

memuat nama dan tempat kediaman masing-masing persero yang secara

tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma.

8 Bernadette Waluto, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, cet.1, (Bandung: Mandar Maju, 1999), h. 16.

Page 50: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

41

d. Kepailitan Harta Peninggalan. Berdasarkan Pasal 207 UU Kepailitan, harta

kekayaan seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan dalam

keadaan pailit. apabila seseorang atau beberapa kreditor mengajukan

permohonan pailit dengan menyatakan bahwa orang yang meninggal itu

berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya sebelum ia

meninggal dunia atau pada saat ia meninggal harta peninggalannya tidak

cukup untuk membayar utangnya.9

e. Penanggung (borg) adalah pihak ketiga yang mengikatkan diri pada

kreditor untuk memenuhi perikatannya debitor, apabila si debitor tidak

mampu untuk memenuhi perikatannya. Kedudukan penanggung dan

debitor adalah sama-sama sebagai debitor bagi kreditornya, sehingga

kreditor dapat menagih pada siapa saja, baik kepada kreditor maupun

kepada penanggungnya. Oleh karena itu, apabila debitor benar-benar sudah

tidak mampu membayar utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat

ditagih, dan si penanggung pun sudah tidak mampu membayar utangnya

yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih sehingga ía tidak lagi dapat

melaksanakan fungsinya sebagai seorang penanggung yang baik, maka

terhadap penanggung pun dapat diajukan permohonan pailit.10

9 Bernadette Waluto, Hukum Kepailitan dan………, h. 29. 10 Bernadette Waluto, Hukum Kepailitan dan………, h. 27.

Page 51: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

42

3. Hakim Pengawas

Hakim pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh pengadilan niaga dalam

putusan pailit, putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, atau dengan

penetapan untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang

diselenggarakan kurator. Hakim pengawaslah yang memimpin rapat

pencocokan utang dan menyerahkan tagihan-tagihan yang tidak diakui kepada

hakim agar diberi keputusan. Sebelum Majelis Hakim mengambil suatu

putusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit, harus mendengar

pendapat dari hakim pengawas. 11

4. Kurator

Dalam putusan pernyataan pailit, pengadilan niaga harus mengangkat

kurator yang bertanggungjawab dalam melakukan pengurusan atau

pemberesan harta pailit. Dalam menjalankan tugasnya, kurator didampingi dan

diawasi oleh seorang hakim pengawas, yang ditunjuk dalam putusan

pernyataan pailit yang bersangkutan. Dengan demikian, maka dalam

menjalankan tugasnya ini, kurator wajib meminta persetujuan atau ijin dari

hakim pengawas. Menurut Pasal 70 UU Kepailitan, yang dapat menjadi

kurator adalah Balai Harta Peninggalan dan kurator lainnya. Yang dimaksud

dengan kurator lainnya adalah:

11 Syamsudin M Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia, (Jakarta: Tatanusa, 2012), h.

339.

Page 52: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

43

a. Orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian

khusus yang dibutuhkan dalam mengurus atau membereskan harta pailit.

b. Terdaftar pada kementrian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di

bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.

Dalam Pasal 15 ayat (2) UU Kepailitan, kurator harus diusulkan oleh pihak

debitor atau kreditor yang memohonkan pernyataan kepailitan, dengan syarat

kurator tersebut haruslah independen dan tidak mempunyai benturan

kepentingan dengan pihak debitor atau kreditor.12 Jika tidak, maka pengadilan

niaga akan menunjuk Balai Harta Peninggalan sebagai kurator.

5. Hakim Pengadilan Niaga

Menurut Pasal 302 ayat (1) UU Kepailitan, hakim pengadilan niaga diangkat

dengan Surat Keputusan Mahkamah Agung. Mengenai syarat-syarat untuk

dapat diangkat sebagai hakim pengedilan niaga diatur dalam UU Kepailitan

Pasal 302 ayat (2), adalah:

a. Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan Peradilan Umum.

b. Mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah-

masalah yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan.

c. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.

d. Telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus sebagai hakim

pada Pengadilan Niaga.

12 Munir Fuady, Hukum Pailit 1998 dalam Teori dan Praktek, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999), h. 41.

Page 53: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

44

6. Panitia Kreditor

Pada prinsipnya, suatu panitia kreditur adalah pihak yang mewakili pihak

kreditur, yang bertugas untuk memberi nasihat dan mendampingi kurator

dalam melaksanakan tugasnya memeriksa keadaan harta pailit dan melakukan

pencocokan utang-utang debitor pailit, yang kemudian dilaporkan kepada

hakim pengawas.13 Ada dua macam panitia kreditur yang diperkenalkan oleh

UU Kepailitan, yaitu:

a. Panitia kreditur sementara

Dalam Pasal 79 UU Kepailitan disebutkan, dalam putusan pailit atau

dengan penetapan kemudian, pengadilan dapat membentuk panitia kreditur

(sementara) yang terdiri dari satu sampai tiga orang yang dipilih dari

kreditur yang dikenal dengan maksud memberikan nasihat kepada kurator.

Yang dimaksud dengan kreditur yang sudah dikenal adalah kreditur yang

sudah mendaftarkan diri untuk diverifikasi.

b. Panitia kreditur tetap

Pasal 72 UU Kepailitan menyatakan bahwa setelah pencocokan utang

selesai dilakukan, hakim pengawas wajib menawarkan pada para kreditur

untuk membentuk panitia kreditur tetap.

13 Bernadette Waluto, Hukum Kepailitan ……………..h. 18

Page 54: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

45

C. Jenis-jenis Kreditor dalam Kepailitan

Hukum kepailitan mempunyai asas structured creditors, yaitu asas yang

mengklasifikasikan dan mengelompokkan berbagai macam kreditor sesuai dengan

kelasnya masing-masing. Dalam kepailitan, kreditor diklasifikasikan menjadi 3

(tiga) macam, yaitu:

1. Kreditor Konkuren

Dalam lingkup kepailitan, yang dapat digolongkan sebagai kreditor

konkuren (unsecured creditor) adalah kreditor yang piutangnya tidak dijamin

dengan hak kebendaan (security right in rem) dan sifat piutangnya tidak

dijamin sebagai piutang yang diistimewakan oleh undang-undang. Dengan

kata lain kreditor konkuren adalah kreditor yang tidak temasuk dalam kreditor

separatis atau golongan preferen. Pelunasan utangnya didapat dari sisa

penjualan atau pelelangan harta pailit sesudah diambil bagian golongan

separatis dan preferen. Sisa hasil penjualan harta pailit dibagi dengan para

kreditor lain secara proporsional, yaitu menurut perbandingan besarnya

tagihan masing-masing (Pasal 1132 KUHPerdata). Jadi, kreditor konkuren

(kreditur bersaing) adalah kreditor yang tidak mempunyai keistimewaan

sehingga kedudukannya sama satu dengan yang lainnya.14

14 Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, (Bandung: Alumni, 2006), h.127

Page 55: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

46

2. Kreditor Preferen

Kreditor preferen termasuk dalam golongan secured creditors karena sifat

piutangnya oleh undang-undang diistimewakan untuk didahulukan

pembayarannya yang diatur dalam Pasal 1139 KUHPerdata dan Pasal 1149

KUHPerdata. Dengan kedudukan istimewa ini, kreditor preferen berada

diurutan atas sebelum kreditor konkuren atau unsecured creditors lainnya.

Utang debitor pada kreditor preferen memang tidak diikat dengan jaminan

kebendaan, tapi undang-undang mendahulukan mereka dalam hal

pembayaran. Oleh karena itu jika debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan

niaga, maka prosedur pembayaran terhadap kreditor preferen sama seperti

kreditor konkuren yaitu dengan cara memasukkan tagihannya kepada kurator

untuk diverifikasi dan disahkan dalam rapat verifikasi.15

Adapun hak istimewa yang oleh undang-undang yang pemenuhan

piutangnya harus didahulukan dari kreditor pemegang hak jaminan adalah hak

istimewa yang berupa:

a) Hak dari kas negara, kantor lelang, dan badan umum lain yang dibentuk

oleh pemerintah (Pasal 1137 KUHPerdata)

b) Pasal 21 ayat (3) UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan yang telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994,

peraturan tersebut menjelaskan bahwa negara mempunyai hak mendahului

untuk tagihan pajak berupa barang-barang milik penanggung pajak dan

15 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, (Bandung: PT Citra Aditya

Bakti, 2002), h.104.

Page 56: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

47

hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu

lainnya.

c) Biaya perkara yang disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu

benda bergerak atau tidak bergerak (Pasal 1139 KUHPerdata)

d) Biaya perkara yang disebabkan karena pelelangan dan penyelesaian suatu

warisan.

e) Imbalan kurator sebagaimana dimaksud dalam UU Kepailitan.

3. Kreditor Separatis

Kreditor separatis adalah kreditor yang memiliki hak jaminan kebendaan,

seperti pemegang hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia, dan lain-lain (Pasal

55 UU Kepailitan). Golongan kreditor ini tidak terkena akibat putusan

pernyataan pailit debitor, artinya hak-hak eksekusi mereka tetap dapat

dijalankan seperti tidak ada kepailitan debitor. Dikatakan separatis yang

berarti pemisahan karena kedudukan kreditor tersebut memang dipisahkan

dari kreditor lainnya, dalam arti kreditor separatis dapat menjual benda sendiri

dan mengambil sendiri dari hasil penjualan yang terpisah dengan harta pailit

pada umumnya.16

Kreditor separatis dapat menjual dan mengambil sendiri hasil dari

penjualan objek jaminan. Bila hasil penjualan tersebut ternyata tidak

mencukupi, kreditor separatis dapat mengajukan diri sebagai kreditor bersaing

(konkuren). Sebaliknya apabila hasil dari penjualan jaminan utang melebihi

16 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam ……..h. 105.

Page 57: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

48

utang-utangnya, maka kelebihan itu harus dikembalikan kepada debitor atau

disetorkan ke kas kurator sebagai budel pailit.17

D. Akibat Pernyataan Pailit

Adapun akibat-akibat dari putusan pailit terhadap harta kekayaan debitor

maupun terhadap debitor adalah sebagai berikut :

1. Sitaan umum

Harta kekayaan debitor yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum

(public attachment, gerechtelijk beslag) beserta apa yang diperoleh selama

kepailitan. Hal ini sebagaimana didefinisikan dalam undang-undang mengenai

arti kepailitan ini. Dalam Pasal 21 UU Kepailitan dikatakan bahwa kepailitan

meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit

diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Ketentuan

ini menunjukan bahwa kepailitan itu mengenai harta debitor dan bukan

meliputi diri debitor.18 Seandainya sebelum putusan pailit terdapat sebuah

penetapan pengadilan untuk melakukan sita jaminan atas sebagian harta yang

masuk sebagai harta pailit maka berdasarkan Pasal 31 dan Pasal 32 UU

Kepailitan, penyitaan itu harus dihentikan dan penyitaan yang telah dilakukan

menjadi hapus.

17 Imran Nating. Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan

Pembesaran Harta Pailit. Edisi revisi. (Jakarta: Raja Grafindo.2005), h. 48. 18 Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan ………….. h.108.

Page 58: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

49

Hakikat dari sitaan umum terhadap harta kekayaan debitor adalah bahwa

maksud adanya kepailitan adalah untuk menghentikan aksi terhadap perebutan

harta pailit oleh para kreditornya serta untuk menghentikan lalu lintas

transaksi terhadap harta pailit oleh debitor yang kemungkinan akan merugikan

para kreditornya. Dengan adanya sitaan umum tersebut, maka harta pailit

dalam stasus dihentikan dari segala macam transaksi dan perbuatan hukum

lainnya sampai harta pailit tersebut diurus oleh kurator.19

Pasal 22 UU Kepailitan mengecualikan beberapa hal yang tidak termasuk

dalam harta pailit, yakni:

a) Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor

sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang

digunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapan yang

digunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30

hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu.

b) Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai

penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun uang

tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas

atau

c) Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban

memberikan nafkah menurut undang-undang.

2. Kehilangan wewenang dalam harta kekayaan

Debitor pailit demi hukum kehilangan haknya untuk mengurus dan

melakukan perbuatan kepemilikan terhadap harta kekayaannya yang termasuk

19 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: ………………h.167.

Page 59: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

50

dalam kepailitan. Kehilangan hak bebasnya tersebut hanya terbatas pada harta

kekayaannya dan tidak terhadap status diri pribadinya. Debitor yang dalam

status pailit tidak kehilangan hak-hak keperdataan lainnya dan hak-hak lain

selaku warga Negara seperti hak politik dan hak privat lainnya. Dengan

adanya putusan kepailitan bukan berarti debitor pailit menjadi tidak cakap

(seperti melangsungkan perkawinan atau menjadi pejabat publik) dan tidak

wenang terhadap segala hal. Sebagai gantinya maka kuratorlah yang

berwenang menguasai dan mengelola harta debitor pailit. 20

3. Hubungan kerja dengan para pekerja perusahaan pailit

Ketentuan Pasal 39 UU Kepailitan mengatur mengenai akibat kepailitan

terhadap hubungan kerja dengan para pekerja perusahaan pailit. Dari

ketentuan tersebut diketahui bahwa pekerja yang bekerja pada debitor dapat

memutuskan hubungan kerja. Di pihak lain, kurator dapat

memberhentikannya dengan mengindahkan jangka waktu menurut

persetujuan atau ketentuan perundangan yang berlaku, dengan pengertian

bahwa hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan pemberitahuan

paling lambat 45 hari sebelumnya.

Jika terjadi perselisihan mengenai pemutusan hubungan kerja yang ada

kaitannya dengan kepailitan, maka penyelesaiannya adalah melalui hakim

pengawas dan sejauh mana perlu melalui pengadilan niaga. Selain itu, pekerja

20 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: ………………h.165.

Page 60: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

51

atau buruh perusahaan pailit merupakan kreditor yang masuk klasifikasi

kreditor preferen, sehingga persoalan pemenuhan hak-hak pekerja adalah

persoalan pendistribusian harta pailit kepada para kreditornya.21

4. Penangguhan (automatic stay)

Ketentuan penangguhan diatur dalam Pasal 56 UU Kepailitan yang

menentukan bahwa kreditor separatis tersebut ditangguhkan haknya selama 90

hari untuk mengeksekusi benda jaminan yang dipegangnya. Hal ini dilakukan

untuk mencegah pemegang hak jaminan untuk menjual benda jaminan dengan

harga di bawah pasar, sedangkan dengan adanya penangguhan, kurator

diharapkan memperoleh harga yang layak dan bahkan harga yang terbaik. Hal

ini karena pada dasarnya pemegang jaminan memiliki hak preferensi atas

benda jaminan sampai senilai piutangnya terhadap debitor, sehingga jika nilai

likuidasi benda jaminan melebihi nilai piutang kreditor, maka sisa nilai

likuidasi benda jaminan harus dikembalikan kepada debitor atau dimasukkan

ke dalam budel pailit.

21 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: ………………h.172.

Page 61: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

52

BAB IV

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK

EKSEKUSI KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN

A. Posisi Kasus

Pemohon sebagai perseorangan warga negara Indonesia yang saat ini bekerja

di PT Pertamina memohon pengujian konstitusionalitas Pasal 95 ayat (4) UU

Ketenagakerjaan sepanjang frasa “yang didahulukan pembayarannya” terhadap

UUD 1945. Ketentuan Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan menyatakan upah

dan hak-hak lainnya dari para pekerja atau buruh merupakan utang yang

“didahulukan” pembayarannya, akan tetapi dalam pelaksanaan putusan pailit kata

“didahulukan” ditempatkan setelah pelunasan terhadap hak-hak negara dan para

kreditor separatis yang merujuk Buku Kedua Bab XIX KUH Perdata dan Pasal 21

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang diubah oleh Undang Nomor 9 Tahun

1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sehingga hak negara ditempatkan

sebagai pemegang hak posisi pertama, diikuti oleh kreditor separatis (pemegang

hak tanggungan, gadai, fidusia, hipotek), akan tetapi dalam praktik hak pelunasan

upah pekerja atau buruh ditempatkan dalam posisi setelah pemenuhan hak negara

dan para kreditor separatis, sehingga menimbulkan adanya ketidakpastian hukum

Page 62: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

53

dalam penerapan Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan mengingat tidak adanya

penafsiran yang jelas dan tegas mengenai klausula “didahulukan pembayarannya”.

Pasal 1134 ayat (2), Pasal 1137 KUH Perdata, dan Pasal 21 Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan terdapat urutan peringkat penyelesaian tagihan

kreditor setelah selesainya kreditor separatis dan upah pekerja atau buruh masih

harus menunggu urutan setelah tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan

umum yang dibentuk Pemerintah untuk didahulukan. Padahal berdasarkan Pasal

95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan di atas maka secara hukum adanya pernyataan

pailit terhadap perusahaan, dalam hal pemenuhan hak-hak pekerja atau buruh

seperti pesangon dan hak-hak lainnya harus didahulukan dari pemenuhan

kewajiban perusahaan yang pailit.

Pasal 1149 KUH Perdata, piutang pekerja atau buruh terhadap perusahaan atau

majikan berkedudukan sebagai kreditor atau piutang preferen, sehingga dengan

dinyatakan pailitnya debitor tidak akan menghilangkan hak-hak pekerja atau buruh

sebagai kreditor terhadap perusahaan tersebut. Pekerja atau buruh dapat menuntut

pembayaran upahnya sebagai kreditor dengan mengajukan tagihan kepada kurator

yang ditunjuk oleh Pengadilan Niaga yang bertugas untuk mengurus dan

membereskan harta debitor pailit. Kurator mendahulukan pembayaran upah buruh

Page 63: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

54

sebagai kreditor preferen dari hasil penjualan budel pailit daripada pembayaran

kepada kreditor konkuren.

Adanya pertentangan tersebut berimplikasi pada tidak terciptanya jaminan,

perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap para pekerja atau buruh

khususnya dalam hal perusahaan yang dinyatakan pailit adalah perusahaan

asuransi yang berdasarkan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1992 tentang Usaha Perasuransian, menyatakan, “Hak pemegang polis atas

pembagian harta kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan

Asuransi Jiwa yang dilikuidasi merupakan hak utama”. Pemberlakuan Pasal 20

ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

dalam praktiknya akan menimbulkan ketidakpastian hukum apabila disandingkan

dengan hak-hak buruh yang bekerja dalam perusahaan asuransi, khususnya tentang

pemberlakuan hukum apakah akan mendahulukan hak pemegang polis

berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

ataukah mendahulukan hak-hak pekerja atau buruh sebagaimana dinyatakan dalam

ketentuan Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Pajak dan Undang-Undang Asuransi, menyatakan

diutamakan sebagai kreditor sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi

pekerja atau buruh sebagaimana diuraikan di atas maka ketentuan Pasal 95 ayat (4)

UU Ketenagakerjaan sepanjang frasa, “didahulukan pembayarannya” telah nyata

menimbulkan multi tafsir dan menempatkan pekerja atau buruh dalam posisi yang

lemah dan tidak sama dengan para kreditor separatis yang dalam praktik lebih

Page 64: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

55

didahulukan pembayarannya. Menurut para Pemohon, hak pekerja atau buruh

tidak dapat dikalahkan oleh pihak lain sekali pun perusahaan pailit.

Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan, merupakan norma yang belum jelas

dan tegas tafsirannya, mengingat belum jelas apa yang dimaksud dengan klausula

“didahulukan pembayarannya”, karena meskipun upah dan hak-hak pekerja atau

buruh dijamin dalam hal terjadinya pailit atau likuidasi perusahaan, namun posisi

pekerja atau buruh selaku kreditor preferen khusus menjadi rentan karena masih

menunggu pembayaran bagi kreditor separatis dalam hal terjadinya kepailitan.

Dengan demikian salah satu pihak yang di jaminkan haknya selama proses pailit

yaitu para pekerja atau buruh menjadi terabaikan hak asasi manusianya untuk

mendapatkan penghidupan yang layak oleh karena dalam hal terjadinya kepailitan,

kreditor akan terbagi ke dalam 3 (tiga) bagian yaitu kreditor separatis, kreditor

preferen dan kreditor konkuren.

Pekerja atau buruh merupakan kreditor preferen, yang pembayaran hak-haknya

dilakukan setelah tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang

dibentuk Pemerintah. Posisi atau kedudukan pekerja atau buruh selaku kreditor

preferen yang masih menunggu urutan peringkat pembayaran setelah tagihan hak

negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah adalah

merupakan suatu kedudukan yang bertentangan dengan Pasal 95 ayat (4) UU

Ketenagakerjaan.

Dengan demikian, sebagai akibat dari tidak jelasnya penafsiran Pasal 95 ayat

(4) UU 13/2003 yang berujung pada ketidakpastian hukum sebagaimana yang

Page 65: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

56

disebutkan di atas maka dengan sendirinya juga menimbulkan ketidakadilan

terhadap salah satu pihak karena tidak mendapat imbalan dan perlakuan yang adil

dan layak dalam hubungan kerja sesuai dengan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945.

Berdasarkan seluruh uraian di atas maka Pasal 95 ayat (4) UU

Ketenagakerjaan adalah inkonstitusional, kecuali klausula “didahulukan

pembayarannya” dimaknai bahwa para pekerja atau buruh sebagai kreditor

preferen yang didahulukan pembayaran atas upah dan hak-haknya daripada semua

kreditor lainnya termasuk tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum

yang dibentuk Pemerintah untuk didahulukan.

B. Pertimbangan Majelis Hakim

Mahkamah berpendapat mengenai yang menjadi dasar hukum bagi adanya hak

tagih masing-masing kreditor ternyata sama, kecuali bagi hak tagih negara. Dasar

hukum bagi kreditor separatis dan bagi pekerja atau buruh adalah sama, yaitu

perjanjian yang dilakukan dengan debitor. Mengenai dasar hukum kewajiban

kenegaraan adalah peraturan perundang-undangan. Adapun mengenai dasar

hukum bagi adanya peringkat atau prioritas pembayaran adalah karena adanya

perbedaan kedudukan yang disebabkan oleh isi perjanjian masing-masing

berhubung adanya faktor-faktor tertentu. Meskipun antara kreditor separatis dan

pekerja atau buruh dasar hukumnya adalah sama, yaitu perjanjian, namun

manakala dilihat dari aspek lain, yaitu aspek subjek hukum yang melakukan

Page 66: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

57

perjanjian, objek, dan resiko, antara keduanya terdapat perbedaan yang secara

konstitusional signifikan.

Aspek subjek hukum, perjanjian gadai, hipotek, dan fidusia serta perjanjian

tanggungan lainnya, merupakan perjanjian yang dilakukan oleh subjek hukum,

yaitu pengusaha dan pemodal, yang secara sosial ekonomis para pihak tersebut

dapat dikonstruksikan sama. Terlebih lagi pemodal, yang boleh jadi adalah

pengusaha juga. Sebaliknya, perjanjian kerja merupakan perjanjian yang dilakukan

oleh subjek hukum yang berbeda, yaitu pengusaha dan pekerja atau buruh.

Pengusaha dan pekerja atau buruh, secara sosial ekonomis tidaklah sejajar,

melainkan pihak yang satu, sebagai pengusaha tentu lebih kuat dan lebih tinggi,

bila dibandingkan pekerja atau buruh, karena pekerja atau buruh secara sosial

ekonomis jelas lebih lemah dan lebih rendah daripada pengusaha, meskipun antara

pengusaha dan pekerja atau buruh saling memerlukan. Perusahaan tidak akan

berproduksi tanpa pekerja atau buruh dan pekerja atau buruh tidak dapat bekerja

tanpa ada pengusaha.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, pekerja atau buruh

secara sosial ekonomis berkedudukan lebih lemah dan lebih rendah dibandingkan

pengusaha dan hak-hak pekerja atau buruh telah dijamin oleh UUD 1945 maka

Undang-Undang harus memberikan jaminan perlindungan untuk dipenuhinya hak-

hak para pekerja atau buruh tersebut.

Aspek objek, perjanjian gadai, hipotek, fidusia, dan perjanjian tanggungan

lainnya yang menjadi objeknya adalah properti. Sementara itu, perjanjian kerja

Page 67: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

58

yang menjadi objeknya adalah tenaga atau keterampilan (jasa) dengan imbalan

jasa dalam kerangka untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup bagi diri dan

keluarga pekerja atau buruh, sehingga antara keduanya dalam aspek ini memiliki

perbedaan yang mendasar, yaitu properti dan manusia. Pertanyaannya adalah

bagaimana perbedaan tersebut terkait dengan apa yang sejatinya dilindungi oleh

hukum. Pembentukan hukum jelas dimaksudkan untuk melindungi kepentingan

manusia. Dalam kasus ini manakah yang seharusnya menjadi prioritas,

kepentingan manusia terhadap properti atau kepentingan manusia terhadap diri dan

kehidupannya. Apalagi berdasarkan sistem pembayaran upah pekerja atau buruh

dalam kegiatan usaha yang dibayar sebulan setelah pekerja melaksanakan

pekerjaan, hal ini merupakan argumentasi tersendiri karena upah pekerja atau

buruh sesungguhnya adalah utang pengusaha kepada pekerja atau buruh, yang

seharusnya harus dibayar sebelum kering keringatnya. Dalam perspektif tujuan

negara dan ketentuan mengenai hak konstitusional, menurut Mahkamah

kepentingan manusia terhadap diri dan kehidupannya haruslah menjadi prioritas,

harus menduduki peringkat terdahulu sebelum kreditor separatis.

Aspek risiko bagi pengusaha risiko merupakan bagian dari hal yang wajar

dalam pengelolaan usahanya, selain keuntungan dan/atau kerugian. Oleh karena

itu, resiko merupakan hal yang menjadi ruang lingkup pertimbangannya ketika

melakukan usaha, bukan ruang lingkup pertimbangan pekerja atau buruh.

Sementara itu, bagi pekerja atau buruh upah merupakan sarana untuk memenuhi

kebutuhan hidup bagi diri dan keluarganya, sehingga menjadi tidak tepat manakala

Page 68: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

59

upah pekerja atau buruh tersebut menduduki peringkat yang lebih rendah dengan

argumentasi yang dikaitkan dengan risiko yang bukan ruang lingkup

pertimbangannya. Adalah tidak adil mempertanggungkan sesuatu terhadap sesuatu

yang ia tidak turut serta dalam usaha. Selain itu, hidup dan mempertahankan

kehidupan, berdasarkan Pasal 28A UUD 1945 adalah hak konstitusional dan

berdasarkan Pasal 28I ayat (1) adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam

keadaan apapun, yang oleh karenanya berdasarkan ayat (4) dan ayat (5) Pasal

tersebut, negara dalam hal ini Pemerintah, harus melindungi, memajukan,

menegakkan, dan memenuhinya dalam peraturan perundangundangan yang sesuai

dengan prinsip negara hukum yang demokratis.

Menurut mahkamah mengenai hak-hak pekerja atau buruh yang lain, hal

tersebut tidak sama atau berbeda dengan upah pekerja atau buruh. Upah pekerja

atau buruh secara konstitusional berdasarkan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945

merupakan hak konstitusional yang oleh karenanya adalah hak konstitusional pula

untuk mendapat perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Adapun

hak-hak lainnya tidaklah demikian, sehingga implikasi hukumnya adalah wajar

bila terkait dengan pembayaran dimaksud hak tersebut berada pada peringkat di

bawah kreditor separatis. Sementara itu, mengenai kewajiban terhadap negara hal

tersebut adalah wajar manakala berada pada peringkat setelah upah pekerja atau

buruh. Argumentasinya adalah, selain berdasarkan uraian tersebut, karena fakta

yang sesungguhnya negara memiliki sumber pembiayaan lain, sedangkan bagi

Page 69: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

60

pekerja atau buruh upah adalah satu-satunya sumber untuk mempertahankan hidup

bagi diri dan keluarganya.

C. Amar Putusan

Berdasarkan atas pertimbangan hukum diatas, maka Majelis Hakim

memberikan putusan yang amar putusannya adalah sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;

a. Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor

39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279)

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai: “pembayaran upah pekerja/buruh

yang terhutang didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan

kreditur separatis, tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang

dibentuk Pemerintah, sedangkan pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya

didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak negara, kantor lelang,

dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan dari kreditur

separatis”.

b. Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor

39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

Page 70: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

61

“pembayaran upah pekerja/buruh yang terhutang didahulukan atas semua

jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak negara,

kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, sedangkan

pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya didahulukan atas semua tagihan

termasuk tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk

Pemerintah, kecuali tagihan dari kreditur separatis”;

2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia

sebagaimana mestinya.

3. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.

D. Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Hak Eksekusi Kreditor Pemegang

Hak Tanggungan

1. Kedudukan Kreditor Separatis dalam Eksekusi Hak Tanggungan Ketika

Terjadi Kepalitan.

Pada dasarnya kedudukan para kreditor adalah sama (paritas creditorium)

dan karenanya mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi budel

pailit sesuai besarnya tagihan mereka masing-masing (pari passu prorate

parte).1 Namun demikian, asas tersebut mengenal pengecualian yaitu golongan

kreditor yang memegang hak jaminan kebendaan (kreditor separatis) dan

golongan kreditor yang haknya di dahulukan berdasarkan UU kepailitan dan

1 Annalisa Y, Kepailitan dan Penundaan………. h. 61-61.

Page 71: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

62

peraturan perundang-undangan lainnya. Dengan demikian, asas paritas

creditorium berlaku bagi para kreditor konkuren saja.2

Berdasarkan jenis pelunasan piutangnya dari debitor maka kedudukan

kreditor dapat dikategorikan, sebagai berikut:3

a. Kreditor yang kedudukannya di atas kreditor saham jaminan kebendaan

(contohnya utang pajak) dimana dasar hukum mengenai kreditor ini

terdapat dalam Pasal 21 UU KUP jo. Pasal 1137 KUHPerdata.

b. Kreditor separatis atau kreditor pemegang jaminan kebendaan (Pasal

1134 ayat (2) KUHPerdata) yang meliputi: Gadai, Fidusia, Hak

Tanggungan dan Hipotek.

c. Utang harta pailit, yang termasuk utang harta pailit yaitu: biaya

kepailitan, imbalan jasa kurator, upah buruh dan uang sewa terhadap

suatu benda.

d. Kreditor preferen khusus, sebagaimana terdapat di dalam Pasal 1139

KUHPer, dan kreditor preferen umum, sebagaimana terdapat di dalam

Pasal 1149 KUHPerdata.

e. Kreditor konkuren yaitu semua kreditor yang tidak termasuk kreditor

separatis dan tidak termasuk kreditor preferen khusus maupun umum

(Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUHPerdata)

Dari lima golongan kreditor yang telah disebutkan di atas, berdasarkan

Pasal 1134 ayat 2 jo. Pasal 1137 KUHPer dan Pasal 21 UU KUP, kreditor

piutang pajak mempunyai kedudukan di atas kreditor separatis. Sehingga posisi

upah buruh berada dibawah biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator, yang

2 Annalisa Y, Kepailitan dan Penundaan……….. h. 128. 3 Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), h.121-122.

Page 72: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

63

berarti buruh harus lebih sabar dan berada dibelakang setelah harta budel pailit

dipakai untuk membayar pajak, kreditor pemegang jaminan kebendaan, biaya

kepailitan dan imbalan jasa kurator. Dengan posisi seperti ini, seringkali harta

budel pailit tidak cukup untuk membayar hak atau upah buruh.4

Di sinilah letak permasalahannya ketika suatu perusahaan mengalami pailit

dan kurator lebih mendahulukan pembagian budel pailit pada pembayaran

pajak, kreditor separatis, biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator. Sehingga

jika harta budel pailit dalam jumlah yang terbatas seringkali hak-hak buruh

tidak bisa diakomodir oleh kurator itu sendiri. Dalam kondisi seperti ini, kurator

seringkali menyampingkan hak-hak atau utang gaji pekerja atau buruh tersebut

dikarenakan kurator hanya bertindak menurut aturan dalam UU Kepailitan

tanpa memperhatikan aturan UU Ketenagakerjaan. Padahal posisi kurator

tesebut sebenarnya hanya sementara untuk menggantikan posisi perusahan

karena dalam keadaan pailit. Kurator juga harus bertindak sebagai perusahaan

yang wajib melindungi dan mengakomodir hak-hak pekerja atau buruh seperti

yang diamanatkan UU Ketenagakerjaan. Permasalahan seperti ini seringkali

menimpa buruh-buruh yang hanya mengandalkan hidupnya dari upah yang

diterimanya dari pekerjaan tersebut. Sehingga hal ini harus menjadi perhatian

Pemerintah bagaimana caranya menyikapi perlindungan hak-hak buruh pasca

4 Gunawan Widjaja, Penanggungan Utang dan Perikatan Tanggung Menanggung,

(Jakarta: Rajawali Pers, 2003), h. 12.

Page 73: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

64

putusan pailit dan memastikan kepentingan dan hak-hak pekerja atau buruh

tetap terlindungi.5

Buruh termasuk kedalam salah satu kreditor pada saat suatu perusahaan

dipailitkan, namun seringkali dalam proses kepailitan hak-hak konstitusional

dari buruh terabaikan. Hal ini menunjukkan kedudukan buruh untuk

mendapatkan haknya sangat lemah, padahal fungsi dan peranan buruh sangat

penting guna kelancaran produksi dan pertumbuhan perusahaan.

Tagihan pembayaran upah buruh dikategorikan sebagai hak istimewa

umum (Pasal 1149 KUHPerdata). Ketentuan tersebut juga diatur dalam UU

Ketenagakerjaan Pasal 95 ayat (4) menyatakan bahwa ketika perusahaan

dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja atau buruh

merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.

Namun, Pasal 1134 ayat (2) KUHPer mengatakan gadai dan hipotek

tempatnya lebih tinggi dari pada kreditor lainnya kecuali dinyatakan sebaliknya

oleh undang-undang. Apabila mengacu pada UU Ketenagakerjaan, maka

sesungguhnya UU Ketenagakerjaan telah memberikan posisi pembayaran upah

karyawan untuk didahulukan pembayarannya dari pada kreditor lainnya. Akan

tetapi, dalam praktiknya apa yang terjadi ternyata berbeda dengan ketentuan

Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan. Jika ada kreditor pemegang gadai,

5 Gunawan Widjaja, Penanggungan Utang…………..h. 9.

Page 74: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

65

jaminan fidusia, hak tanggungan, hak agunan maupun hipotek, maka merekalah

yang mendapat prioritas. Prioritas kepada kreditor jenis ini didasarkan pada

ketentuan Pasal 138 UU Kepailitan yang menjelaskan bahwa kreditor yang

piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek,

hak agunan atas kebendaan lainnya, atau yang mempunyai hak yang

diistimewakan atas suatu benda tertentu dalam harta pailit dan dapat

membuktikan bahwa sebagian piutang tersebut kemungkinan tidak akan dapat

dilunasi dari hasil penjualan benda yang menjadi agunan, dapat meminta

diberikan hak-hak yang dimiliki kreditor konkuren atas bagian piutang tersebut,

tanpa mengurangi hak untuk didahulukan atas benda yang menjadi agunan atas

piutangnya.

Tidak adanya penafsiran yang jelas dan tegas mengenai penerapan frasa

“didahulukan pembayarannya” sebagaimana diatur dalam Pasal 95 ayat (4) UU

Ketenagakerjaan, maka pada tahun 2013 pekerja Pertamina (Pemohon)

mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait penerapan

Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan dalam hal pemenuhan upah pekerja atau

buruh ketika perusahaan atau majikannya pailit.

Berdasarkan permohonan uji materi konstitusionalitas frasa “didahulukan

pembayarannya” dalam Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan, Mahkamah

Konstitusi dalam Putusan Nomor 67/PUU-XI/2013 tanggal 11 September 2014,

memutuskan bahwa dalam hal suatu perusahaan pailit, maka:

Page 75: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

66

a. Pembayaran upah pekerja atau buruh yang terutang didahulukan atas

semua jenis kreditor termasuk atas tagihan kreditor separatis, tagihan hak

negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk pemerintah.

b. Pembayaran hak-hak pekerja atau buruh lainnya didahulukan atas semua

tagihan termasuk tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang

dibentuk pemerintah, kecuali tagihan dari kreditor separatis.

Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut akan sulit untuk dilaksanakan

dalam praktik kepailitan, karena Putusan tersebut merupakan putusan yang

melampaui kewenangan. Adapun dasar melampaui kewenangan tersebut yaitu

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 67/PUU-XI/2013 telah menciptakan 2

norma baru dalam proses kepailitan yaitu dalam hal suatu perusahaan

dinyatakan pailit maka pembayaran tagihan upah buruh yang terutang

didahulukan dari semua jenis tagihan kreditor termasuk tagihan kreditor

separatis dan tagihan hak negara, dan untuk hak-hak lainnya dari buruh

didahulukan dari semua jenis tagihan kreditor termasuk tagihan hak negara

kecuali tagihan kreditor separatis.

Memang tidak dapat disangkal bahwa kedudukan buruh atau pekerja dalam

proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan merupakan salah satu unsur

yang sangat vital dan mendasar, yang menggerakkan proses suatu potensi

menjadi sesuatu yang konkret atau bahan mentah menjadi produk yang siap

untuk dipasarkan dan dipergunakan oleh konsumen. Unsur lain berupa modal,

juga merupakan unsur yang esensial. Tanpa modal tidak mungkin ada proses

produksi termasuk lapangan kerja. Buruh atau pekerja menurut konstitusi harus

Page 76: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

67

mendapat perlindungan hukum secara adil sebagaimana tercantum dalam Pasal

28D ayat (2) UUD 1945.

Masing-masing unsur, yaitu modal dan tenaga kerja (capital and labour)

memasuki proses produksi dalam perusahaan adalah berdasarkan pada

kehendak bebas yang bersifat suka rela dari masing-masing unsur yang

dirumuskan dalam kesepakatan antara pemilik modal dan tenaga ataupun

keahlian, yang diikat dengan perjanjian, sebelum keterlibatan masing-masing

dalam proses produksi yang memperhitungkan dan mengelola risiko-risiko

yang mungkin terjadi bagi para pihak.

Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi No. 67/PUU-XI/2013 ini

maka, kedudukan kreditor dalam mendapat pelunasan dari debitor atas

utangnya menjadi:

a. Upah buruh yang terutang (putusan MK No. 67/PUU-XI/2013).

b. Kreditor separatis atau kreditor pemegang jaminan kebendaan (dasar

hukumnya adalah Pasal 1134 ayat (2) KUHPer) yang meliputi : Gadai,

Fidusia, Hak Tanggungan dan Hipotek.

c. Hak-hak pekerja atau buruh lainnya (putusan MK No. 67/PUU-XI/2013).

d. Tagihan hak Negara (pajak)

e. Utang harta pailit, yang termasuk utang harta pailit yaitu : biaya kepailitan,

imbalan jasa kurator dan uang sewa terhadap suatu benda.

f. Kreditor preferen khusus, sebagaimana terdapat di dalam Pasal 1139

KUHPer, dan kreditor preferen umum, sebagaimana terdapat di dalam

Pasal 1149 KUHPer.

Page 77: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

68

g. Kreditor konkuren yaitu semua kreditor yang tidak termasuk kreditor

separatis dan tidak termasuk kreditor preferen khusus maupun umum

(Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUHPer)

Penulis berpendapat bahwa Mahkamah Konstitusi dalam putusannya

sebaiknya tidak menempatkan tagihan kreditor separatis berada di bawah

tagihan upah buruh karena piutang (tagihan) kreditor separatis diakui secara

tegas dalam UU Kepailitan dan undang-undang lainnya yang mengatur tentang

hal tersebut. Apabila kreditor separatis berada setelah pembayaran upah buruh

sebagaimana menurut Putusan Mahkamah Konstitusi No. 67/PUU-XI/2013,

maka akan menimbulkan potensi permasalahan kepastian hukum terkait

pelaksanaan lembaga hukum jaminan dalam proses Kepailitan di Indonesia dan

tentunya akan berdampak buruk kepada pertumbuhan ekonomi negara

dikarenakan tidak akan ada pemilik modal seperti lembaga perbankan atau

lembaga keuangan di Indonesia yang mau menyalurkan modal kepada

pengusaha atau perusahaan sebagai langkah dan upaya meningkatkan kapasitas

usaha yang tujuannya untuk meningkatkan perekonomian Negara,

pembangunan nasional dan mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera,

adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila

dan UUD 1945.

Dalam pemberian kredit, sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 8

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana yang telah

diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menegaskan beberapa hal

Page 78: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

69

yang perlu diperhatikan seperti prinsip kehati-hatian (prudential principles) dan

prinsip mempunyai keyakinan atas kemampuan debitor untuk melunasi utang

sesuai perjanjian. Bank dalam menyalurkan kredit wajib menempuh cara-cara

yang tidak merugikan bank dan debitor seperti yang terdapat didalam asas 5C

terdiri atas karakter atau watak (character), kemampuan debitor (capacity),

modal (capital) dan prospek usaha debitor (condition of economic) serta adanya

jaminan (collateral) merupakan penilaian bank untuk memperoleh keyakinan

atas kemampuan dan kesanggupan debitor sebelum memberikan kredit.6 Setiap

pemberian kredit yang disalurkan kepada debitor selalu mengandung resiko,

oleh karena itu diperlukan unsur pengamanan dalam pengembalian pinjaman.

Bentuk pengaman kredit dalam praktik perbankan dilakukan dengan cara

pengikatan jaminan.

2. Analisis Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan MK

Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 67/PUU-XI/2013 menyatakan

dalam hal suatu perusahaan pailit maka upah buruh yang terutang didahulukan

pembayarannya dari tagihan kreditor separatis dan tagihan hak Negara,

sementara untuk hak-hak lainnya dari buruh didahulukan dari tagihan hak

negara, kantor lelang dan badan umum pemerintah lainnya kecuali tagihan

kreditor separatis.

6 Dahlan. Hukum Perbankan. (Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti. 1995) h. 99.

Page 79: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

70

Dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor

67/PUU-XI/3013 penulis mencoba menguraikan dasar hukum bagi tagihan

upah buruh, tagihan kreditor separatis dan tagihan hak negara dalam proses

kepailitan, yaitu sebagai berikut:

a. Tagihan Upah Buruh

UU Kepailitan tidak mengatur secara jelas mengenai kedudukan tagihan

upah buruh dalam proses kepailitan, namun Pasal 39 ayat (2) UU Kepailitan

menyatakan bahwa sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, upah

yang terutang baik sebelum maupun sesudah putusan pernyataan pailit

diucapkan merupakan utang harta pailit. Selanjutnya, Pasal 1149

KUHPerdata mengatur piutang buruh terhadap perusahaan berkedudukan

sebagai kreditor preferen, sehingga dengan dinyatakan pailitnya debitor

(dalam hal ini perusahaan di mana buruh itu bekerja) tidak akan

menghilangkan hak-hak buruh sebagai kreditor terhadap perusahaan

tersebut. Buruh dapat menuntut pembayaran upahnya sebagai kreditor

dengan mengajukan tagihan kepada kurator yang ditunjuk oleh Pengadilan

Niaga yang bertugas untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit.

Selain itu, Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan mengatur dalam hal

perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari

buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Adapun

penjelasan Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa yang

Page 80: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

71

dimaksud didahulukan pembayarannya adalah upah pekerja atau buruh harus

dibayar lebih dahulu daripada utang lainnya.

Pasal 88 ayat 1 UU Ketenagakerjaan menentukan bahwa setiap pekerja

berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak

bagi kemanusiaan. Hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk

uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja

yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan,

atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja dan

keluarganya atas suatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan.

b. Tagihan Kreditor dengan Jaminan Hak Kebendaan

UU Kepailitan mengakui kreditor dengan jaminan hak kebendaan sebagai

kreditor separatis, yaitu dalam Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan dinyatakan

bahwa dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58

UU Kepailitan, setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak

tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya dapat

mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Ketentuan

mengenai kreditor separatis dalam UU Kepailitan merupakan pelaksanaan

lebih lanjut dari asas eksekutorial dalam:

a. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.

b. Pasal 27 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia.

Page 81: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

72

c. Pasal 1133 dan Pasal 1150 KUHPerdata. KUHPerdata merupakan hukum

pokok di bidang keperdataan sehingga undang-undang lain yang

mengadopsi ketentuan dalam KUHPerdata dilarang untuk mengatur hal

yang serupa dengan ketentuan yang bertentangan.

Menurut ketentuan Pasal 1133 KUHPerdata, hal untuk didahulukan diantara

orang-orang yang berpiutang terbit dari hak istimewa, gadai dan hipotek.

Selanjutnya, Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata menjelaskan bahwa gadai dan

hipotek lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal oleh undang-

undang ditentukan sebaliknya.

Aset debitor pailit yang dijaminkan (sebelum debitor dinyatakan pailit)

kepada kreditor separatis tidak termasuk budel pailit. Dikatakan “separatis”

yang berarti “pemisahan” karena kedudukan kreditor tersebut memang

dipisahkan dari kreditor lainnya, dalam arti dia dapat menjual sendiri dan

mengambil sendiri hasil penjualan, yang terpisah dengan harta pailit

umumnya dan berhak mengeksekusi sendiri haknya tanpa melalui kurator.7

Berbeda halnya dengan kreditor preferen (seperti buruh) dan kreditor

konkuren, maka dalam hal terjadi kepailitan tidak dapat melaksanakan

sendiri hak-haknya yakni dengan menjual langsung budel pailit, tetapi hak-

haknya harus dilaksanakan oleh kurator.

Sjahdeini menjelaskan kreditor separatis adalah kreditor yang didahulukan

dari kreditor-kreditor yang lain untuk memperoleh pelunasan dari hasil

7 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktik, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005) h. 99.

Page 82: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

73

penjualan harta kekayaan debitor asalkan benda tersebut telah dibebani

dengan jaminan tertentu bagi kepentingan kreditor tersebut.8 Sejalan dengan

pendapat tersebut Sastrawidjaja berpendapat bahwa kreditor separatis adalah

kreditor yang dapat melaksanakan haknya seolah-olah tidak terjadi

kepailitan, seperti pemegang gadai, pemegang jaminan fidusia, hak

tanggungan, hipotek dan agunan kebendaan lainnya.9

UU Kepailitan pada dasarnya menentukan bahwa kreditor separatis dapat

melaksanakan haknya seolah-olah tidak ada kepailitan. Artinya, hak gadai,

hipotek, fidusia, dan hak tanggungan lainnya tidak termasuk budel pailit

yang akan dieksekusi. Kreditor separatis tidak terkena akibat dari kepailitan

dan berhak mengeksekusi sendiri barang-barang jaminan yang ada dalam

kekuasaannya. Dalam hal masih terdapat kekurangan setelah eksekusi atas

barang jaminan yang ada dalam kekuasaannya, kreditor separatis berhak atas

budel pailit sebagai kreditor konkuren, sebaliknya dalam hal terdapat

kelebihan dari piutangnya maka kelebihan tersebut harus dimasukkan

sebagai budel pailit.

Pasal 21 UUHT menjelaskan apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan

pailit, pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak

yang diperolehnya menurut UUHT. Dengan adanya Pasal 21 UUHT tersebut

8 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Faillissementsverordening

Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002) h. 280. 9 Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan …………h. 127.

Page 83: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

74

kreditor dapat melaksanakan hak-haknya berdasarkan UUHT seakan-akan

tagihan kreditor ada di luar kepailitan, di luar sitaan umum. Karenanya

kreditor seperti itu disebut kreditor separatis.10

c. Tagihan Hak Negara

Tagihan hak negara dalam kepailitan dapat diartikan juga utang pajak dari

debitor pailit, UU Kepailitan tidak mengatur jelas mengenai kedudukan

utang pajak dalam proses kepailitan. Adapun mengenai tagihan hak negara

(utang pajak) diatur juga dalam Pasal 1137 KUHPerdata, yang berbunyi,

“Hak dari kas negara, kantor lelang dan lain-lain dari badan umum yang

dibentuk pemerintah, untuk didahulukan, tertibnya melaksanakan hak itu,

dan jangka waktu berlangsungnya hak tersebut, diatur dalam berbagai

undang-undang khusus yang mengenai hal-hal itu.”

Selanjutnya, tagihan hak negara dalam kepailitan diatur dalam Pasal 21

Undang-Undang No. 20 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-

Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (UU KUP), yang menyatakan bahwa dalam hal wajib pajak

dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator atau orang

atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang melakukan

pembagian terhadap harta wajib pajak dalam pailit, pembubaran atau

likuidasi kepada pemegang saham atau kreditor lainnya sebelum

10 J.Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan: Buku 2,

cet. 1, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1998), h.281.

Page 84: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

75

menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak wajib pajak

tersebut.

Pasal 1132 KUHPerdata menetapkan adanya persamaan hak, persamaan

kedudukan para kreditor terhadap harta seorang debitor. Tidak ada yang

dilebihkan sekalipun di antara mereka mungkin ada yang mempunyai tagihan

yang lebih dulu adanya daripada yang lain. Lebih lanjut dalam Pasal tersebut

dijabarkan bahwa atas hasil penjualan harta benda debitor, para kreditor

mendapat bagian yang seimbang dengan besar kecilnya tagihan mereka

terhadap keseluruhan tagihan kreditor.11

Pasal 1134 KUHPerdata menyebutkan bahwa hak istimewa ialah suatu

hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga

tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata

berdasarkan sifat piutangnya. Gadai dan hipotek adalah lebih tinggi daripada

hak istimewa, kecuali dalam hal-hal dimana oleh undang-undang ditentukan

sebaliknya.

Berdasarkan Pasal 1134 KUHPerdata kedudukan kreditor preferen berada

dibawah kreditor separatis sepanjang undang-undang tidak menentukan lain.

Hak jaminan kebendaan memberikan penjelasan mengenai Pasal 1134

KUHPerdata, bahwa diantara hak-hak yang didahulukan, gadai dan hipotek

mempunyai kedudukan yang lebih tinggi terhadap hak istimewa, artinya dalam

11 J.Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, cet ke-IV, (Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 2002), h. 7.

Page 85: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

76

mengambil pelunasan atas hasil penjualan barang-barang debitor, atas barang-

barang mana diletakkan hak gadai dan hipotek sekarang termasuk hak

tanggungan dan fidusia dan ada kreditor lain yang mempunyai hak tagih

istimewa pula atasnya, maka pemegang gadai, hipotek, hak tanggungan dan

fidusia, mengambil dulu baru sisanya sesudah diambil kreditor preferen

selanjutnya untuk kreditor konkuren. Dari apa yang disebutkan di atas, bisa

disimpulkan pula, bahwa hak yang didahulukan (hak preferen), yang berasal

dari perjanjian (maksudnya yang adanya diperjanjikan), kedudukannya lebih

unggul dari pada yang diberikan oleh undang-undang.

Hak-hak pekerja dalam perkara kepailitan sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan pekerja menempati posisi sebagai

kreditor preferen. Hak preferen tersebut diberikan oleh undang-undang. Hak

preferen yang timbul karena perjanjian (seperti adanya perjanjian dengan

jaminan) kedudukannya lebih tinggi dari hak preferen sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 1134 KUHPerdata. Maka penulis menanggap bahwa

pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi yang menyatakan hak tagih

masing-masing kreditor sama, kecuali bagi hak tagih Negara adalah kurang

tepat karena menurut penulis hak tagih yang ada pada buruh timbul karena

undang-undang sedangkan hak tagih kreditor separatis berasal dari perjanjian

jaminan kebendaan seperti gadai, hipotek, fidusia dan hak tanggungan. Maka

dari itu kedudukan kreditor separatis lebih unggul daripada pekerja atau buruh.

Page 86: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

77

Hak-hak pekerja secara konstitusional dalam perkara kepailitan tidak ada

yang dirugikan. Ketentuan hak-hak pekerja sebagaimana yang diatur dalam

UU Ketenagakerjaan, juga telah diakomodir dalam UU Kepailitan dalam

kaitannya dengan hak-hak pekerja di mana perusahaan tempat mereka bekerja

terjadi pailit. Dalam hal pengadilan telah menjatuhkan putusan pailit terhadap

suatu perusahaan maka yang berlaku adalah wilayah hukum kepailitan atau

UU Kepailitan sesuai dengan asas undang-undang lex spesialis derogate lex

generalis (termasuk) pengaturan mengenai hak-hak buruh sebagai kreditor.

Selanjutnya, dasar hukum bagi upah buruh sebagai tagihan kreditor dalam

proses kepailitan adalah Pasal 39 ayat (2) UU Kepailitan dan Pasal 95 ayat (4)

UU Ketenagakerjaan, maka berdasarkan asas lex posteriori derogat legi priori

UU Kepailitan (disahkan dan berlaku tahun 2004) mengesampingkan UU

Ketenagakerjaan (disahkan dan berlaku tahun 2003) yang mengatur mengenai

kedudukan upah buruh dalam proses kepailitan.

Pasal 55 UU Kepailitan dan Pasal 21 UUHT, pada dasarnya telah

memberikan kewenangan pada kreditor separatis untuk melaksanakan haknya

seolah-olah tidak ada kepailitan. Kreditor separatis tidak terkena akibat dari

kepailitan dan berhak mengeksekusi sendiri barang-barang jaminan yang ada

dalam kekuasaannya. Kreditor pemegang hak tanggungan dapat mengeksekusi

haknya dengan cara:

Page 87: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

78

a. Berdasarkan Pasal 6 UUHT

Pasal 6 UUHT menyebutkan bahwa apabila debitor cedera janji, pemegang

hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak

tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum (lelang) serta

mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Pelakanaan

eksekusi berdasarkan Pasal 6 UUHT tidak memerlukan fiat eksekusi dari

Pengadilan Negeri sehingga di rasa lebih menghemat dari segi biaya dan

waktu.

b. Berdasarkan Pasal 14 UUHT

Dalam mengeksekusi haknya, kreditor separatis khususnya hak tanggungan

dapat mengeksekusi objek hak tanggungan berdasarkan titel eksekutorial

yang terdapat dalam Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT yang memuat irah-irah ”Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini sebagai bentuk

penjabaran dari salah satu asas pada hak tanggungan yang memberikan

kedudukan pada pemegang objek hak tanggungan sebagai kedudukan yang

diutamakan (droit de preferen) dalam pelunasan utangnya diantara para

kreditor lainnya.

Dari ketentuan ini kreditor dapat menjual objek hak tanggungan melalui

Pengadilan Negeri melalui lelang dan mengambil pelunasan piutangnya

dari hasil penjualan (lelang) tersebut. Lelang eksekusi hak tanggungan

melalui Pasal 14 UUHT memerlukan fiat eksekusi dari Pengadilan Negeri.

Page 88: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

79

Fiat eksekusi ini adalah suatu pernyataan setuju untuk dilaksanakan atau

dalam prakteknya fiat eksekusi ini berupa penetapan dari Ketua Pengadilan

Negeri. Penetapan Ketua Pengadilan Negeri berisi tentang perintah

melaksanakan penjualan dimuka umum dari Ketua Pengadilan Negeri

kepada jurusita pengadilan dengan disaksikan oleh dua orang saksi melalui

perantara Kantor Lelang Negara (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan

Lelang).

c. Di bawah Tangan

Pasal 20 ayat (2) UUHT menyebutkan bahwa atas kesepakatan pemberi

dan pemegang Hak tanggungan, penjualan objek hak tanggungan dapat

dilaksanakan dibawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat

diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Penjualan

objek hak tanggungan dibawah tangan mengalami kesulitan dalam hal

pemenuhan persyaratannya. Persyaratan yang ditentukan dalam UUHT

bahwa penjualan dibawah tangan dapat dilakukan sepanjang mendapat

persetujuan dari debitor.

Pelaksanaan eksekusi berdasarkan Pasal 6 dan 14 UUHT mempunyai

persamaan yaitu tata cara eksekusi harus melalui pelelangan umum seperti

yang diamanahkan dalam Pasal 20 UUHT. Namun demikian kedua tata cara

eksekusi tersebut mempunyai perbedaan yang prinsipiil.

Pelaksanaan eksekusi berdasarkan Pasal 14 UUHT didasarkan pada irah-

irah ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang ada pada

Page 89: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

80

Sertifikat Hak Tanggungan. Irah-irah ini memberi kekuatan pada pemegang

hak tanggungan untuk menjual barang jaminan melalui Pengadilan Negeri. Hal

ini disebabkan irah-irah ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa” memberikan kekuatan eksekutorial pada pemegang Sertifikat Hak

Tanggungan. Kekuatan eksekutorial pada Sertifikat Hak Tanggungan

mengandung arti bahwa Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan yang

sama dengan putusan hakim yang telah mepunyai kekuatan hukum tetap.

Dalam praktek pelaksanaan eksekusi yang demikian disebut parate eksekusi.

Sedangkan, dasar pelaksanaan eksekusi Pasal 6 UUHT adalah janji

menjual atas kekuasaan sendiri yang diberikan oleh debitor kepada kreditor

yang tertuang dalam Perjanjian Kredit dan dikuatkan dalam Akta Pemberian

Hak Tanggungan atau lebih dikenal dengan Beding Van Eigenmachtige

Verkoop. Dengan memperjanjikan kewenangan seperti itu, maka ketika debitor

wanprestasi, kreditor bisa langsung menjual objek jaminan di muka umum

tanpa harus melibatkan pihak pengadilan terlebih dahulu.

Pemegang Hak Tanggungan peringkat pertama dapat langsung

mengajukan permohonan penjualan (eksekusi) ke Kantor Lelang (Kantor

Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) dengan menunjukan bukti, bahwa

debitor ingkar janji dalam memenuhi kewajibannya, diajukan permohonan

eksekusi oleh kreditor pemegang hak tanggungan kepada Ketua Pengadilan

Negeri, dengan menyerahkan Sertifikat Hak Tanggungan dan eksekusi akan

dilaksanakan atas perintah dari pimpinan Ketua Pengadilan Negeri. Pelelangan

Page 90: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

81

umum harus dilaksanakan dihadapan Pejabat Lelang dan Kantor Lelang

Negara dan apabila menyimpang dari ketentuan tersebut, maka lelang dapat

dinyatakan tidak sah.

Untuk mengeksekusi haknya, kreditor diberikan jangka waktu oleh UU

Kepailitan yaitu berdasarkan Pasal 56 dan Pasal 59. Pada Pasal 56, hak

eksekusi kreditor ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan

puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Hal ini diatur

dalam Pasal 56 ayat (1) UU Kepailitan. Pada penjelasan Pasal 56 ayat (1) UU

Kepailitan menjelaskan tentang tujuan adanya penangguhan adalah untuk

memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian, untuk memperbesar

kemungkinan mengoptimalkan harta pailit dan untuk memungkinkan kurator

melaksanakan tugasnya secara optimal.

Selain itu, kreditor dalam mengeksekusi haknya harus memperhatikan

Pasal 59 UU Kepailitan yang mengatur bahwa kreditor harus melaksanakan

haknya dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya

keadaan insolvensi. Yang dimaksud dengan "harus melaksanakan haknya"

adalah bahwa kreditor sudah mulai melaksanakan haknya. Jadi cukup kreditor

separatis sudah mulai dengan tindakan eksekusi seperti telah mengajukan

permohonan lelang kepada instansi yang berwenang dan tidak perlu bahwa

benda yang menjadi angunan telah terjual (selesai melaksanakan haknya).

Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan maka yang berwenang

eksekusi tersebut adalah kurator.

Page 91: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

82

Maka, Jangka waktu kreditor separatis untuk melaksanakan hak

eksekutorialnya sendiri berdasarkan Pasal 56 ayat (1) UU Kepailitan

dihubungkan dengan Pasal 59 ayat (1) UU Kepailitan adalah dimulai pada hari

ke-91 sejak putusan pernyataan pailit diucapkan, atau lebih cepat sepanjang

ada penetapan hakim pengawas yang mengangkat penangguhan dan berakhir 2

bulan sesudah insolvensi.

Permasalahan pokok yang terjadi antara kreditor separatis dan buruh

adalah perbedaan kedudukan hukum dan ekonomi yang terkait dengan

pembayaran dalam kepailitan. Bagi kreditor separatis, pembayaran dalam

kepailitan dijamin pelunasannya dengan benda jaminan. Bagi buruh, selaku

kreditor preferen khusus, kedudukannya berada di bawah kreditor separatis,

sehingga jika seluruh harta debitor telah dijadikan agunan dan dikuasai oleh

para kreditor separatis, hal tersebut dapat berakibat buruh tidak memperoleh

apapun, yang menurut para Pemohon, bertentangan dengan perlindungan atas

hak-hak buruh yang telah dijamin dalam UUD 1945, yaitu kepastian hukum

yang adil serta perlakuan yang sama, karena buruh sebagai pekerja berhak

untuk mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dari pekerjaan

yang telah dilakukannya, yang mendukung haknya untuk hidup.

Keadilan dalam pembagian hak di antara para kreditor atas harta debitor

pailit harus dilihat dari moralitas konstitusi dalam UUD 1945 yang ditafsirkan

sebagai amanat untuk melindungi segenap bangsa secara adil dan

berperikemanusiaan yang berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Sejalan

Page 92: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

83

dengan itu, atas dasar asas kekeluargaan yang tercantum dalam Pasal 33 UUD

1945, negara berhak untuk mengatur dan menjaga berbagai kepentingan

ekonomi seluruh lapisan masyarakat, termasuk para pelaku ekonomi. Keadilan

akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam

masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk dalam hal

ini kepentingan pemilik perusahaan, buruh, dan kreditor, karena masing-

masing elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi sebaliknya harus saling

menopang.

Jika hak-hak buruh termarginalisasi dalam kepailitan, maka negara harus

segera meluruskannya melalui kebijakan yang menguntungkan kepentingan

satu pihak, tetapi tanpa mengorbankan kepentingan pihak lain. Ketentuan-

ketentuan hukum yang berhubungan dengan hak-hak buruh harus diperbaiki,

misalnya bila terjadi kepailitan maka harus ada kepastian hukum yang

merupakan jaminan terbayarnya hak-hak buruh misalnya gaji buruh, karena

mereka telah memberikan jasa dan ketrampilannya dalam proses produksi.

Namun, kebijakan ini tidak boleh mengganggu kepentingan kreditor separatis.

Selanjutnya hal tersebut tidak diartikan menyamaratakan seluruh

komponen piutang yang dasar hukumnya masing-masing berbeda, yaitu

undang-undang dan perjanjian. Kedudukan kreditor yang didasarkan pada

jaminan (gadai, hipotek, fidusia, dan tanggungan) sejak awal telah mengurangi

hak debitor atas harta atau aset yang dijadikan jaminan, yang menyebabkan

aset tidak dapat lagi dipandang sebagai hak milik penuh debitor, karena aset

Page 93: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

84

telah dibebani hipotek, fidusia, hak tanggungan, dan gadai yang mengurangi

keleluasaan debitor untuk bertindak terhadap objek jaminan sebagai pemilik

semu (pseudo eigenaar).

Keadilan dapat berarti memperlakukan sama terhadap hal-hal yang

memang sama dan memperlakukan berbeda terhadap hal-hal yang memang

berbeda. Dengan demikian, justru menjadi tidak adil apabila terhadap hal-hal

yang berbeda diperlakukan sama. Unsur modal dan buruh tidak dapat

dikatakan sama, baik dilihat dari sifat, asal usul, dan peranannya. Prinsip

keadilan dalam UUD 1945 yang menugaskan pada negara untuk melindungi

segenap bangsa, termasuk bagi buruh dalam kepailitan, merupakan perintah

untuk melakukan upaya menghilangkan ketidakadilan yang dapat terjadi

melalui kebijakan publik dalam perundang-undangan untuk meningkatkan

jaminan perlindungan bagi buruh.

Pelaksanaan hak-hak kreditor separatis tidaklah dapat dikatakan sebagai

perlakuan yang tidak adil dan tidak layak dalam hubungan kerja (hubungan

antara buruh dan pengusaha), karena dalam hubungan kerja dimaksud, buruh

tidak kehilangan hak-haknya dalam kepailitan dan buruh juga tidak kehilangan

hak-hak atau upahnya. Apabila ternyata seluruh harta perusahaan habis untuk

membayar kreditor separatis, sehingga upah buruh atau pekerja tidak

terbayarkan, maka dibutuhkan campur tangan negara untuk mengatasi keadaan

demikian melalui berbagai kebijakan sosial yang konkret.

Page 94: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

85

Akan tetapi, faktor lemahnya perlindungan terhadap hak-hak buruh atau

pekerja dalam hal terjadinya kepailitan yang dapat mengakibatkan buruh atau

pekerja tidak memperoleh apa-apa karena aset debitor telah dijadikan jaminan

bagi kreditor separatis memerlukan campur tangan negara. Dengan demikian,

yang harus dilakukan bukan dengan cara memberikan kedudukan buruh

sebagai kreditor yang setara dengan kreditor separatis atau menghilangkan

status kreditor separatis, yang tentunya akan merugikan pihak kreditor

separatis yang dijamin hak pelunasan piutangnya berdasarkan UU Kepailitan,

melainkan dengan menutup celah kelemahan hukum dengan mengatur

hubungan antara buruh dan debitor dalam UU Ketenagakerjaan melalui

berbagai kebijakan sosial yang konkret, sehingga ada jaminan kepastian

hukum terhadap hak-hak buruh atau pekerja terpenuhi pada saat debitor

dinyatakan pailit.

Di dalam ajaran agama Islam juga mengatur mengenai utang-piutang.

Islam tidak hanya mengatur dan menilai kondisi debitor saja, tetapi sekaligus

juga mengatur dan menilai terhadap kreditur, sehingga terbangun cara pandang

yang imbang dan adil terhadap kedua belah pihak. Dalam kondisi normal,

utang pasti harus dibayar, namun dalam kondisi kesulitan, pailit yang diderita

oleh debitor, al-Quran secara bijak menawarkan solusi yang realistis dan

manusiawi. Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 280:

Page 95: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

86

Artinya: Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah

tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua

utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

Ayat tersebut menawarkan tiga alternatif penyelesaian kepailitan utang:

a. Penangguhan pembayaran utang sampai debitor punya kemampuan

mengembalikan utangnya. Dalam konteksnya perlu diadakannya

penjadwalan ulang (rescheduling) pembayaran utang bersama dengan

lembaga debitor dan pihak kreditur.Peringanan pembayaran utang sesuai

dengan kemampuan debitor.

b. Pemberian keringanan ini besar kecilnya atau prosentasenya disesuaikan

dengan kemampuan dan kesepakatan kedua belah pihak.

c. Pembebasan seluruh utang. Dalam kondisi dimana debitor benar-benar

mengalami kesulitan, tidak mampu membayar utang, adalah sangat

manusiawi dan terpuji bila kreditur mau membebaskan debitor dari seluruh

utangnya. Dan ditegaskan oleh hadist Nabi S.A.W.:

ومن فرج عن مسلم كربة فرج اللھ عنھ بھا كربة من

كرب یوم القیامة

Artinya: Barangsiapa yang melepaskan seorang muslim dari suatu

kesulitan, maka Allah akan melepaskannya dari kesulitan pada hari kiamat.

Page 96: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

87

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, dapat

ditarik kesimpulan di antaranya sebagai berikut:

1. Setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi No. 67/PUU-XI/2013 ini maka,

kedudukan kreditor separatis dalam mendapat pelunasan dari debitor atas

utangnya berada di bawah tagihan upah buruh. Hal ini bertentangan dengan

apa yang diamanatkan oleh UU Kepailitan dan UU Hak Tanggungan

khususnya Pasal 55 UU Kepailitan dan Pasal 21 UUHT, yang memberikan

kewenangan pada kreditor separatis untuk melaksanakan haknya seolah-olah

tidak ada kepailitan yang berarti bahwa kedudukan kreditor separatis lebih

tinggi daripada tagihan upah buruh. Apabila pembayaran utang kreditor

separatis berada setelah pembayaran upah buruh, maka akan menimbulkan

potensi permasalahan kepastian hukum terkait pelaksanaan lembaga hukum

jaminan dalam proses Kepailitan di Indonesia dan tentunya akan berdampak

buruk kepada pertumbuhan ekonomi negara dikarenakan tidak akan ada

pemilik modal seperti lembaga perbankan atau lembaga keuangan di

Indonesia yang mau menyalurkan modal kepada pengusaha atau perusahaan.

Page 97: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

88

2. Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor

67/PUU-XI/2013 mengenai hak eksekusi kreditor pemegang hak tanggungan

ketika debitor pailit yaitu tidak sejalan dengan ketentuan UU Kepailitan dan

UUHT yang mengatur bahwa pada dasarnya telah memberikan kewenangan

pada kreditor separatis untuk melaksanakan haknya seolah-olah tidak ada

kepailitan. Kreditor separatis tidak terkena akibat dari kepailitan dan berhak

mengeksekusi sendiri barang-barang jaminan yang ada dalam kekuasaannya.

Selain itu pemegang hak tanggungan selaku kreditor separatis mempunyai hak

yang didahulukan dari kreditur lainnya, yaitu para kreditur konkuren, untuk

menerima pelunasan atas piutangnya dari hasil eksekusi jaminan hak

tanggungan miliknya. Siapapun yang melaksanakan eksekusi atas benda

jaminan, baik kreditur sendiri ataupun kurator, hak mendahulu atau hak

preferen tersebut tetap dilindungi.

B. Saran

1. Mengingat pentingnya perlindungan bagi buruh atau pekerja, maka

pembentuk undang-undang harus bersungguh-sungguh mengupayakan

terbentuknya undang-undang yang memberikan jaminan dan perlindungan

yang lebih baik bagi buruh atau pekerja tersebut sesuai dengan tujuan

bernegara dan prinsip negara kesejahteraan (welfare statedan welfare society)

sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Di samping itu,

Page 98: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

89

diperlukan sinkronisasi dan harmonisasi dari berbagai peraturan perundang-

undangan yang terkait.

2. Diperlukan upaya perlindungan yang akan diberikan secara memadai kepada

buruh atau pekerja untuk menghindari tagihan buruh menjadi nihil, karena

habis untuk membayar kreditor dengan peringkat yang lebih tinggi (yang

didahulukan). Kebebasan berkontrak dalam perjanjian kerja dan perikatan

dalam usaha merupakan domain hukum privat, yang menghendaki

keseimbangan dan keadilan dalam kedudukan di antara pihak-pihak. Akan

tetapi, hal tersebut tidak dapat diserahkan semata-mata berdasarkan kebebasan

berkontrak antar pihak-pihak, melainkan harus dilakukan dengan serangkaian

perundang-undangan sosial, yang menuntut campur tangan negara seperti

yang dikenal dalam peraturan perundang-undangan jaminan sosial dengan

ruang lingkup yang lebih luas, terutama bagi Negara Republik Indonesia yang

menganut paham negara kesejahteraan.

Page 99: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

90

DAFTAR PUSTAKA

Buku Referensi: Asikin, Zainal. 2000, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di

Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Dahlan. 1995, Hukum Perbankan. Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti.

Fuady, Munir, 1999, Hukum Pailit 1998 dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT

Citra Aditya Bakti.

Fuady, Munir, 2002, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT Citra

Aditya Bakti.

Fuady, Munir. 2002, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era

Global, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Fuady, Munir. 2005, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktik, Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Fuady, Munir. 2013, Hukum Jaminan Utang, Jakarta: Erlangga.

Harsono, Boedi. 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan

Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Cet. 12, Edisi

Revisi, Jakarta: Djambatan.

Hasan, Djuhaendah, 1996, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda

Lain yang Melekat Pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas

Pemisahan Horisontal. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996.

Page 100: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

91

Hutagalung, Arie S. 2002, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan

Ekonomi, Cet. 1, Edisi 1, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum

Universitas Indonesia.

Ibrahim, Johnny. 2007, Teori, Metode dan Penelitian Hukum Normatif, Malang:

Bayumedia Publising.

Jono, 2013, Hukum Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika.

Marzuki, Peter Mahmud, 2011, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana.

Nating, Imran. 2005, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan

dan Pembesaran Harta Pailit. Edisi revisi. Jakarta: Raja Grafindo.

Purnamasari, Irma Devita, 2012, Panduan Lengkap Buku Praktis Populer: Kiat-

Kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan

Perbankan, Cet. Kedua, Bandung: Kaifa.

Purwosatjipto, H.M.N. 1984, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,

Jakarta: Djambatan.

Satrio, J. 1998, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan: Hak Tanggungan,

cet. 1, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Satrio, J. 2002, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, cet ke-IV, Bandung:

PT Citra Aditya Bakti.

Sastrawidjaja, Man S. 2006, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang, Bandung: Alumni.

Shubhan, M. Hadi. 2008, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik di

Pengadilan, Jakarta: Kencana, 2008.

Page 101: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

92

Sinaga, Syamsudin M. 2012, Hukum Kepailitan Indonesia, Jakarta: Tatanusa.

Sjahdeini, Sutan Remy, 1999, Hak Tanggungan Asas-asas, Ketentuan-ketentuan

Pokok Dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian

Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Cet. 1, Edisi Kedua,

Bandung: Alumni, 1999.

Sjahdeini, Sutan Remy. 2002, Hukum Kepailitan: Memahami

Faillissementsverordening Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998,

Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Sjahdeini, Sutan Remy, 2009, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-undang

No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Soekanto, Soerjono. 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Cet.3, Jakarta: UI

Press, 2008.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu

Tinjauan Singkat), Jakarta: Rajawali Pers.

Supramono, Gatot. 2013, Perjanjian Utang Piutang, Jakarta: Kencana.

Usman, Rachamdi. 1998, Pasal-pasal Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah,

Jakarta: Djambatan.

Waluto, Bernadette, 1999, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang, cet.1, Bandung: Mandar Maju.

Widjaja, Gunawan. 2003, Penanggungan Utang dan Perikatan Tanggung

Menanggung, Jakarta: Rajawali Pers.

Page 102: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

93

Y, Annalisa. 2007, Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(Alternatif Penyelesaian Utang Piutang), Palembang: Unsri.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, 2004, Seri Hukum Bisnis Kepailitan,

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Peraturan Perundang-Undangan:

Indonesia, Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Undang-Undang No. 4 Tahun

1996

Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

Indonesia, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan , Undang-Undang No. 13

Tahun 2003

Page 103: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

PUTUSAN Nomor 67/PUU-XI/2013

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

[1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh:

[1.2] 1. Nama : Ir. Otto Geo Diwara Purba

Tempat /Tanggal Lahir : Tanjung Pinang/24 Oktober 1966

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Jakarta

Pekerjaan : Pekerja Pertamina

sebagai--------------------------------------------------------------------Pemohon I;

2. Nama : Ir. Syamsul Bahri Hasibuan S.H.,M.H. Tempat /Tanggal Lahir : Palu /13 Desember 1964

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Jakarta

Pekerjaan : Pekerja Pertamina

sebagai--------------------------------------------------------------------Pemohon II;

3. Nama : Eiman

Tempat /Tanggal Lahir : Medan /12 Agustus 1964

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Jalan Taman Ayun 3 Nomor 6 Jakarta timur

Pekerjaan : Pekerja Pertamina

sebagai--------------------------------------------------------------------Pemohon III;

4. Nama : Robby Prijatmodjo

Tempat /Tanggal Lahir : Kediri/05 Mei 1961

Warga Negara : Indonesia

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 104: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

2

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Alamat : Jalan Kresna I/20 RT.04 RW. 01

Perumahan PEMDA, Jati Asih-Bekasi

Pekerjaan : Pekerja Pertamina

sebagai--------------------------------------------------------------------Pemohon IV;

5. Nama : Macky Ricky Avianto

Tempat /Tanggal Lahir : Tuban/29 Maret 1968

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Bukit Cimanggu Villa Blok S9E / 31, Bogor

Pekerjaan : Pekerja Pertamina

sebagai--------------------------------------------------------------------Pemohon V;

6. Nama : Yuli Santoso

Tempat /Tanggal Lahir : Jakarta /11 Juli 1958

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Perum Gumilir Indah Blik VII/181 A, Cilacap

Pekerjaan : Pekerja Pertamina

sebagai--------------------------------------------------------------------Pemohon VI;

7. Nama : Joni Nazarudin

Tempat /Tanggal Lahir : Palembang/15 Februari 1964

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Jalan Kecapi Raya Nomor 7B Jagakarsa,

Jaksel

Pekerjaan : Pekerja Pertamina

sebagai-------------------------------------------------------------------Pemohon VII;

8. Nama : Piere J Wauran

Tempat /Tanggal Lahir : Sei Gerong/12 September 1966

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Jalan Kelapa Cengkir Timur IV Blik EJ1/1

Jakut

Pekerjaan : Pekerja Pertamina

sebagai------------------------------------------------------------------Pemohon VIII;

9. Nama : Maison Des Arnoldi Tempat /Tanggal Lahir : Painan/17 Desember 1963

Warga Negara : Indonesia

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 105: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

3

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Alamat : Jalan Malaka IV Nomor 36 Klender, Jakarta

Timur

Pekerjaan : Pekerja Pertamina

sebagai--------------------------------------------------------------------Pemohon IX;

Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 27 Mei 2013 memberi

kuasa kepada Janses E Sihaloho, S.H.; Riando Tambunan, S.H.; B.P. Beni Dikty Sinaga, S.H.; Ecoline Situmorang, S.H.; M. Zaimul Umam, S.H. M.H.; dan

Anton Febrianto, S.H., Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum

Sihaloho & Zaim Law Offices, beralamat kantor di Jalan Kalibata Selatan Nomor

3 Jakarta Selatan, bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa;

Selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------- para Pemohon;

[1.3] Membaca permohonan para Pemohon;

Mendengar keterangan para Pemohon;

Mendengar dan membaca keterangan Presiden;

Mendengar dan membaca keterangan Dewan Perwakilan Rakyat;

Mendengar keterangan ahli para Pemohon;

Memeriksa bukti-bukti surat/tertulis para Pemohon;

Membaca kesimpulan para Pemohon dan Presiden.

2. DUDUK PERKARA

[2.1] Menimbang bahwa para Pemohon telah mengajukan permohonan

dengan surat permohonan bertanggal 17 Juni 2013, yang diterima di Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada tanggal

17 Juni 2013 berdasarkan Akta Penerimaan Berkas Permohonan Nomor

305/PAN.MK/2013 dan telah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi

pada tanggal 27 Juni 2013 dengan Nomor 67/PUU-XI/2013, yang telah diperbaiki

dengan perbaikan permohonan yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada

tanggal 29 Juli 2013, yang pada pokoknya menguraikan hal-hal sebagai berikut:

A. PENDAHULUAN Dalam rangka pembangunan nasional untuk pembangunan manusia Indonesia

yang seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk

mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 106: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

4

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

materiil maupun spritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa dalam

pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan yang

penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan.

Oleh karenanya diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk

meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan

serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan

harkat dan martabat kemanusiaan. Dalam hal perlindungan terhadap tenaga

kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan

menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas

dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan

keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia

usaha. Salah satu pasal dalam UUD 1945 yaitu Pasal 28D yang menyatakan

bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan imbalan dan perlakuan yang

adil dan layak dalam hubungan kerja. Negara Kesatuan Republik Indonesia

menjamin, melindungi serta memenuhi hak-hak warga negaranya melalui

konstitusinya yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Beberapa diantaranya adalah

hak atas kepastian hukum dan hak atas perlindungan yang layak dalam

hubungan kerja, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang

Dasar 1945 yang berbunyi: ”Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

dihadapan hukum”dan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang

berbunyi: ”Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan

perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Lebih lanjut, pemerintah

Republik Indonesia juga telah melakukan ratifikasi terhadap Konvensi ILO

Nomor 111 Tahun 1958 mengenai Diskriminasi Dalam Pekerjaan dan Jabatan

melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999, sebagai bagian dari

perlindungan hak asasi tenaga kerja dan pekerja/buruh.

Untuk melaksanakan mandat konstitusi tentang hak atas pekerjaan

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang-

Undang Dasar 1945 maupun hak-hak terkait lainnya dalam Pasal 28 Undang-

Undang Dasar 1945, maka pada tanggal 25 Maret 2003 Pemerintah Republik

Indonesia, pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri telah

mengeluarkan dan mengesahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 107: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

5

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

tentang Ketenagakerjaan, yang tercatat dalam Lembaran Negara Nomor 39

Tahun 2003.

Bahwa tujuan dari dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan adalah sebagaimana disebut dalam

pertimbangannya:

a. Bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan

masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang

sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

b. Bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja

mempunyai peranandan kedudukan yang sangat penting sebagai

pelaku dan tujuan pembangunan;

c. Bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan

pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan

perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan;

d. Bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk

menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan

kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apa pun

untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya

dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha;

Bahwa perlindungan dan jaminan kepastian hukum atas hak-hak buruh telah

berpotensi terabaikan dengan adanya Pasal 95 ayat (4) yang tidak menajmin

pemenuhan hak-hak atas buruh dalam hal perusahaan pailit atau di likuidasi.

B. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1. Hak Uji menurut Prof. DR. Sri Soemantri, dalam Bukunya: “HAK UJI

MATERIIL DI INDONESIA, 1997”, ada dua jenis, yaitu Hak Uji Formil dan

Hak Uji Materiil. Hak Uji Formil menurutnya adalah “wewenang untuk

menilai, apakah suatu produk legislatif, seperti undang-undang misalnya

terjelma melalui cara-cara (procedure) sebagaimana telah ditentukan/

diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku ataukah tidak”

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 108: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

6

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

(halaman 6). Selanjutnya ia mengartikan Hak Uji Materiil sebagai “wewenang untuk menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu peraturan perundang-undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan tertentu (verordenende macht) berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu”;

2. Hak Uji, baik formil maupun materiil, diakui keberadaannya dalam sistem

hukum kita, sebagaimana terdapat dalam Konstitusi Indonesia, yaitu

Undang-Undang Dasar 1945, yang telah mengalami perubahan sebanyak

empat kali, dalam Pasal 24 ayat (1), yang menyatakan: “Kekuasaan

kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan

yang berada di bawahnya …. dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Sedangkan pengaturan mengenai kewenangan hak uji Undang-

Undang terhadap Undang-Undang Dasar tersebut terdapat dalam Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang selengkapnya menentukan sebagai berikut:

Pasal 24C ayat (1) berbunyi: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili

pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk

menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus

sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan

oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan

memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”.

3. Bahwa selanjutnya Pasal 10 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang tentang

Mahkamah Konstitusi menyatakan Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

4. Bahwa Pasal 1 angka (3) huruf (a) Undang-Undang tentang Mahkamah

Konstitusi, menyatakan bahwa “Permohonan adalah permintaan yang

diajukan secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian

undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945”;

5. Bahwa selanjutnya Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 109: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

7

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

tentang Kekuasaan Kehakiman, menyatakan “Kekuasaan kehakiman

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang

berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan

peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata

usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.

6. Bahwa selain itu, Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur secara hirarki

kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 lebih tinggi dari Undang-Undang,

oleh karenanya setiap ketentuan Undang-Undang tidak boleh

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Maka jika terdapat

ketentuan dalam Undang-Undang yang bertentangan dengan Undang-

Undang Dasar 1945 maka ketentuan Undang-Undang tersebut dapat

dimohonkan untuk diuji melalui mekanisme pengujian Undang-Undang di

Mahkamah Konstitusi;

7. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut jelas bahwa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai kewenangan untuk melakukan pengujian secara materiil, yaitu untuk melakukan pengujian sebuah

produk Undang-Undang terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

C. KEDUDUKAN HUKUM PARA PEMOHON. 8. Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi,

menyatakan para Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau

kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-

Undang, yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;

c. badan hukum publik atau privat, atau;

d. lembaga negara;

Dalam penjelasan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah

Konstitusi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “hak konstitusional”

adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 110: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

8

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

9. Bahwa penjelasan: “Yang dimaksud dengan “perorangan” termasuk

kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama”.

Para Pemohon adalah perseorangan yang juga tergabung di dalam

Serikat Pekerja yang bertujuan memperjuangkan kepentingan buruh.

10. Bahwa hak konstitusional sebagaimana terkandung dalam Undang-

Undang Dasar 1945 diantaranya meliputi hak untuk mendapatkan

kepastian hukum, hak atas pekerjaan sebagiamana diatur dalam Pasal

28D ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

11. Bahwa berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-

III/2005, adanya kedudukan hukum (legal standing) Pemohon

berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK, harus memenuhi 5 (lima) syarat,

yaitu:

a. adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945.

b. bahwa hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon

telah dirugikan oleh Undang-Undang yang diuji.

c. bahwa kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat

spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensial

yang menurut penalaran yang wajar (logis) dapat dipastikan akan

terjadi.

d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan

berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan untuk diuji.

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan

tersebut maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan tidak

lagi terjadi.

Bahwa berdasarkan kualifikasi syarat tersebut, para Pemohon merupakan

pihak yang memiliki hak konstitusional yang diberikan oleh Pasal 28D ayat

(1) dan ayat (2) UUD 1945, yaitu perlindungan dan kepastian hukum yang

adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

12. Bahwa para Pemohon adalah Perorangan warga negara Indonesia

(individu), yang bergerak atas dasar kepentingan pribadi serta kepedulian

untuk dapat memberikan perlindungan dan penegakan KEADILAN

SOSIAL, HUKUM dan HAK ASASI MANUSIA, termasuk hak-hak pekerja

di Indonesia,

13. Bahwa para Pemohon sebagai pekerja (individu) mempunyai kepedulian

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 111: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

9

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

perlindungan terhadap Para Karyawan PT. PERTAMINA khususnya, dan

Pekerja yang bekerja pada perusahaan lain pada umumnya.

14. Bahwa permohonan yang diajukan oleh para Pemohon bertujuan untuk

memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta

meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan

keluarganya sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) juncto Pasal 4

ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.

15. Bahwa para Pemohon adalah juga para pekerja yang berpotensi untuk

dikenai pemberlakuan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan dalam hal perusahaan tempat mereka

bekerja mengalami pailit, yang tentunya akan dapat menyulitkan para

Pemohon dalam menuntut hak-hak mereka kelak apabila diperhadapkan

dengan kreditor lainnya;

16. Bahwa bilamana Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan tetap diberlakukan tanpa adanya

penafsiran yang tegas terhadap ketentuan pasal tersebut, maka akan

berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum sekaligus pengingkaran

hak-hak para Pemohon selaku pekerja dan pekerja lainnya yang bekerja

di perusahaan tempat mereka bekerja yang sedang mengalami pailit

berdasarkan putusan pengadilan.

D. FAKTA HUKUM 17. Bahwa pada tanggal 25 Maret 2003 Pemerintah Republik Indonesia telah

mengeluarkan dan mengesahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, yang tercatat dalam Lembaran Negara Nomor

39 Tahun 2003.

18. Bahwa Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

mengatur tentang hak dan kewajiban dalam suatu hubungan industrial

sekaligus juga mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam

hal terjadinya perselisihan dalam hubungan industrial.

19. Bahwa salah satu pasal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan yaitu Pasal 95 ayat (4) menyatakan; “Dalam hal

perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 112: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

10

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

pembayarannya”

20. Berdasarkan ketentuan Pasal 95 ayat (4) di atas, yang menyatakan bahwa

upah dan hak-hak lainnya dari para pekerja/buruh merupakan utang yang

“didahulukan” pembayarannya.

21. Bahwa dalam pelaksanaan putusan pailit kata “didahulukan” ditempatkan setelah pelunasan terhadap hak-hak negara dan para

kreditur separatis yang merujuk Buku Dua Bab XIX KUH Perdata dan

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang diubah oleh

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994. Di sini, hak negara ditempatkan

sebagai pemegang hak posisi pertama, diikuti oleh kreditor separatis

(pemegang hak tanggungan, gadai, fidusia, hipotik).

22. Bahwa berdasarkan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 yang menempatkan hak-hak pekerja harus “didahulukan”, akan

tetapi dalam praktik ditempatkan dalam posisi setelah pemenuhan hak

negara dan para kreditor separatis, menimbulkan adanya ketidakpastian

hukum dalam penerapan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003.

E. ALASAN PENGAJUAN PERMOHONAN UJI MATERIIL TERHADAP PASAL 95 AYAT (4) UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BERTENTANGAN DENGAN:

E.1. PASAL 95 AYAT (4) UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BERTENTANGAN DENGAN PASAL 28D AYAT (1) UNDANG-UNDANG DASAR 1945 KARENA BERPOTENSI MENIMBULKAN KETIDAKPASTIAN HUKUM BAGI PEKERJA:

Bahwa Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan:

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

Adapun Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyatakan bahwa: “Dalam hal perusahaan dinyatakan

pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang

yang didahulukan pembayarannya”

Bahwa pemberlakuan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum, mengingat tidak adanya

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 113: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

11

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

penafsiran yang jelas dan tegas mengenai klausula “didahulukan pembayarannya”.

Bahwa dalam praktik dan dengan mengingat ketentuan hukum yang berlaku,

baik itu dalam Pasal 1134 ayat (2) juncto Pasal 1137 KUH Perdata dan Pasal

21 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, maka terdapat urutan peringkat penyelesaian tagihan kreditor

setelah selesainya kreditor separatis, dimana upah buruh masih harus

menunggu urutan setelah tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan

umum yang dibentuk Pemerintah untuk didahulukan. Padahal berdasarkan

Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 di atas, maka

secara hukum adanya pailit terhadap perusahaan, dalam hal pemenuhan

hak-hak pekerja seperti pesongan dan hak-hak lainnya harus didahulukan

dari pemenuhan kewajiban perusahaan yang pailit.

Bahwa dalam Pasal 1149 KUH Perdata, piutang buruh terhadap perusahaan/

majikan berkedudukan sebagai kreditor/piutang preferen, sehingga dengan

dinyatakan pailitnya debitor tidak akan menghilangkan hak-hak buruh sebagai

kreditor terhadap perusahaan tersebut. Buruh dapat menuntut pembayaran

upahnya sebagai kreditor dengan mengajukan tagihan kepada kurator yang

ditunjuk oleh Pengadilan Niaga yang bertugas untuk mengurus dan

membereskan harta debitor pailit. Kurator mendahulukan pembayaran upah

buruh sebagai kreditor preferen dari hasil penjualan boedel pailit daripada

pembayaran kepada kreditor konkuren;

Bahwa pertentangan yang secara nyata yang berimplikasi pada tidak

terciptanya jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil terhadap

para buruh adalah dalam hal perusahaan yang pailit merupakan Perusahaan

Asuransi, yang mana berdasarkan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor

2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, dinyatakan bahwa: “Hak

pemegang polis atas pembagian harta kekayaan Perusahaan Asuransi

Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa yang di likuidasi merupakan hak

utama”

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 114: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

12

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Bahwa pemberlakuan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1992 tentang Usaha Perasuransian dalam praktiknya akan menimbulkan

ketidakpastian hukum bila disandingkan dengan hak-hak buruh yang bekerja

dalam perusahaan asuransi, tentang pemberlakuan hukum, apakah akan

mendahulukan/mengutamakan Hak Pemegang Polis berdasarkan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian ataukah

mendahulukan/mengutamakan hak-hak buruh sebagaimana dinyatakan

dalam ketentuan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan.

Bahwa baik dalam Undang-Undang Pajak, Undang-Undang Asuransi maupun

Undang-Undang a quo semua menyatakan diutamakan/didahului.

Bahwa ketidakpastian hukum siapa yang didahulukan sangatlah

menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pekerja sehingga perlu untuk di

tafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Dari semua kreditor-kreditor dimaksud, siapakah seharusnya di utamakan dan apa yang mendasari hal tersebut? Terkait pertanyaan tersebut, para Pemohon mencoba menguraikan alasan-alasan kenapa pekerja yang menjadi prioritas sebagai berikut:

i. Bahwa pekerja merupakan kelompok yang menggantungkan kehidupannya dan keluarganya kepada perusahaan tempat dia bekerja dan hampir semua pekerja yang dikenakan pemutusan hubungan kerja tidak dapat lagi bekerja di perusahaan lain yang di sebabkan oleh beberapa hal seperti masalah umur dan lapangan kerja yang terbatas, yang artinya hak-hak pekerja seperti pesangon merupakan modal utama untuk melanjutkan hidup untuk kehidupan pekerja dan keluarganya;

ii. Bahwa bila dibandingkan dengan pemegang polis asuransi, maka ketergantungan pemegang polis asuransi terhadap dana asuransi tidaklah se-vital pesangon atau hak-hak buruh bagi buruh dikarenakan asuransi di peruntukkan untuk meng-cover risiko yang mungkin terjadi bagi pemegang asuransi sementara pesangon di pergunakan untuk penghidupan pekerja;

iii. Bila di bandingkan dengan pemegang hak tanggungan dan pemegang fidusia, kedudukan dari pekerja jauh lebih lemah

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 115: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

13

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan pemegang hak tanggungan yang tentunya mempunyai dana dan kemampuan lebih untuk hidup dibandingkan dengan pekerja.

iv. Bila dibandingkan dengan piutang-piutang negara seperti pajak, tentunya posisi pekerja sangat lebih lemah dan lebih penting untuk didahululan bagi pekerja, mengingat pajak itu pun secara hukum akan tetap dikembalikan untuk kepentingan masyarakat yang tentunya termasuk pekerja di dalamnya. Sangat tidak logis piutang Negara diutamakan di banding pekerja karena bagiamanapun Negara bertanggung jawab secara konstitusional terhadap jaminan hidup yang layak bagi warga negara termasuk pekerja.

Bahwa berdasarkan prinsip perlakuan khusus terhadap pihak yang lemah

maka sudah selayaknya dan sepatunya lah hak pekerja didahulukan dari

semua kreditur lainnya.

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka ketentuan Pasal 95 ayat (4)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sepanjang

frasa “didahulukan pembayarannya” menimbulkan ketidakpastian hukum

dan bertentangan dengan Pasal 28D (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang

menjamin akan adanya suatu kepastian hukum.

Bahwa dengan tidak adanya jaminan kepastian hukum bagi pekerja

sebagaimana diuraikan di atas maka ketentuan Pasal 95 ayat (4) Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sepanjang frasa

“didahulukan pembayarannya” telah nyata menimbulkan multi tafsir dan

menempatkan pekerja/buruh dalam posisi yang lemah dan tidak equal

dengan para kreditur separatis yang dalam praktik lebih didahulukan

pembayarannya. Bahwa dalam konsideran menimbang Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 menyatakan, “pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat

Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil,

makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila

dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;”. Dan

cita-cita sebagaimana dalam konsideran menimbang tersebut terlaksana

apabila ketentuan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 116: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

14

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

sepanjang frasa “didahulukan pembayarannya” diartikan pembayarannya

didahulukan daripada para kreditor separatis pemegang jaminan gadai,

fidusia, dan hak tanggungan.

E.2. PASAL 95 AYAT (4) UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BERTENTANGAN DENGAN PASAL 28D (2) UUD 1945 KARENA BERPOTENSI MENIMBULKAN PELANGGARAN HAK PEKERJA UNTUK MEMPEROLEH PERLAKUAN YANG ADIL DAN LAYAK SECARA HUKUM

Bahwa Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan: “Setiap

orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil

dan layak dalam hubungan kerja.”

Bahwa Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “Dalam hal perusahaan dinyatakan

pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang

yang didahulukan pembayarannya”

Bahwa hak buruh tidak dapat dikalahkan oleh pihak lain sekali pun

perusahaan pailit; karenanya buruh tidak kehilangan haknya atas upah

selama proses kepailitan terjadi untuk itulah Pasal 95 ayat (4), yang

menyatakan bahwa upah buruh adalah utang yang didahulukan pembayarannya, guna memberikan jaminan akan pemenuhan haknya

sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar

1945.

Bahwa meskipun terdapat beberapa sistem hubungan industrial yang dikenal

dan dianut oleh negara-negara di dunia, baik itu hubungan industrial

berdasarkan Liberalisme (utility system), hubungan industrial berdasarkan

Kemanusiaan (humanitarian system), hubungan industrial berdasarkan

Demokrasi (democratic system), hubungan industrial berdasarkan Perjuangan

Kelas (class struggle system), dan hubungan industrial berdasarkan

Komitmen Seumur Hidup (life long commitment/life time employment). Namun

Negara Indonesia menganut sistem hubungan industrial yang berdasarkan

Pancasila, yaitu suatu sistem yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan

manifestasi dari keseluruhan sila-sila Pancasila dan UUD 1945 yang tumbuh

dan berkembang di atas kepribadian bangsa dan kebudayaan Nasional

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 117: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

15

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Indonesia. Dalam sistem ini, pemerintah dengan segenap upaya mendorong

dan berperan serta untuk mendorong, melindungi dan memenuhi hak-hak

buruh. Hal ini mengingat bahwa dalam praktik hubungan industrial, pekerja

atau buruh dipandang sebagai salah satu faktor produksi di dalam

perusahaan, dengan kata lain buruh/pekerja dianggap sebagai benda/barang

yang merupakan objek dari hukum ekonomi yaitu hukum permintaan dan

penawaran.

Dengan mengingat posisi rentan para pekerja, maka pemerintah

menghasilkan berbagai kebijakan dan regulasi yang menjamin dan

melindungi hak-hak para pekerja, semisal melalui Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Bahwa Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, merupakan

norma yang belum jelas dan tegas tafsirannya, mengingat belum jelas apa

yang dimaksud dengan klausula “…didahulukan pembayarannya”, karena

meskipun upah dan hak-hak buruh di jamin dalam hal terjadinya pailit atau

likuidasi perusahaan, namun posisi pekerja selaku kreditor preferen khusus

menjadi rentan karena masih menunggu pembayaran bagi kreditor separatis

dalam hal terjadinya kepailitan. Dengan demikian salah satu pihak yang di

jaminkan haknya selama proses pailit itu yaitu para buruh dan pekerja

menjadi terabaikan hak asasi manusianya untuk mendapatkan penghidupan

yang layak dan imbalan yang sesuai dengan kerjanya.

Bahwa dalam hal terjadinya kepailitan, maka kreditor akan terbagi kedalam 3

bagian yaitu kreditor separatis, kreditor preference dan kreditor konkuren.

Buruh merupakan kreditor preference, yang pembayaran hak-haknya

dilakukan setelah tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang

dibentuk Pemerintah. Posisi atau kedudukan buruh selaku kreditor preference

yang masih menunggu urutan peringkat pembayaran setelah setagihan hak

negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah adalah

merupakan suatu kedudukan yang bertentangan dengan Pasal 95 ayat (4)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Bahwa akibat dari tidak jelasnya penafsiran Pasal 95 ayat (4) Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang berujung pada ketidakpastian hukum

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 118: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

16

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

sebagaimana yang disebutkan di atas, maka dengan sendirinya juga

menimbulkan ketidak-adilan terhadap salah satu pihak karena tidak mendapat

imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja sesuai

yang termaktub dalam konstitusi negara kita pada Pasal 28D ayat (2).

Berdasarkan hal-hal yang telah para Pemohon uraikan di atas, maka Pasal

95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

adalah inkonstitusional dengan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar

1945, kecuali klausula “..di dahulukan pembayarannya” dimaknai bahwa

para pekerja sebagai kreditor preference yang di dahulukan pembayaran atas

upah dan hak-haknya daripada semua kreditor lainnya termasuk tagihan hak

negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah untuk

didahulukan.

F. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa Konstitusi Negara Republik Indonesia menjamin hak warga

negara atas kepastian hukum, pekerjaan dan penghidupan yang layak

sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28D

ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Bahwa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan mengatur hak dan kewajiban para pihak dalam

hubungan industrial.

3. Bahwa Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan yang mewajibkan para pihak untuk

melaksanakan kewajibannya sampai dengan ditetapkannya putusan

oleh lembaga penyelesaian perselisihan perburuhan;

4. Bahwa berdasarkan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang a quo juga

mengandung arti bahwa para pekerja berhak atas upah dan hak-hak

lainnya sehingga upah pekerja dalam Pasal aquo dianggap sebagai

utang yang harus didahulukan pembayarannya.

5. Bahwa tidak adanya penafsiran yang tegas terhadap Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang a quo utamanya terhadap klausula ”didahulukan pembayarannya”, berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan

dilanggarnya hak atas rasa adil bagi para pekerja. Karena dalam

mekanisme pelunasan utang perusahaan yang pailit adalah bertingkat

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 119: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

17

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

yaitu pembayaran dirprioritaskan kepada (1) utang negara dan biaya

kurator, (2) kreditor separatis pemegang jaminan gadai, fidusia, dan/atau

hak tanggungan, (3) kreditor preferen, dan kreditor konkuren.

6. Bahwa Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah

inkonstitusional dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945,

kecuali bila frasa “didahulukan pembayarannya” ditafsirkan pelunasan

mendahului semua jenis kreditor baik kreditor separatis/istimewa,

kreditor preperence, pemegang hak tanggungan, gadai dan hipotik dan

kreditor bersaing (concurent).

7. Bahwa Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah

inkonstitusional dengan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945,

kecuali bila frasa “didahulukan pembayarannya” ditafsirkan pelunasan

mendahului semua kreditor termasuk para kreditor separatis pemegang

jaminan gadai, fidusia, dan hak tanggungan.

G. PETITUM Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas dan bukti-bukti terlampir,

dengan ini para Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Konstitusi Yang

Terhormat agar berkenan memberikan putusan sebagai berikut :

1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pengujian Materiil (judicial

review) para Pemohon;

2. Menyatakan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan sejauh frasa “didahulukan pembayarannya”

adalah inkonstitusional terhadap Undang-Undang Dasar 1945, kecuali

bila frasa “didahulukan pembayarannya” ditafsirkan bahwa pelunasan

upah dan hak-hak pekerja mendahului semua jenis kreditor baik kreditor

separatis/istimewa, kreditor preperence, pemegang hak tanggungan,

gadai dan hipotik dan kreditor bersaing (concurent)

3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik

Indonesia sebagaimana mestinya.

Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang

seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 120: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

18

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

[2.2] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya, para Pemohon

telah mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai

dengan bukti P-9, sebagai berikut:

1 Bukti P-1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2 Bukti P-2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan

3 Bukti P-3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan

Ketiga Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

4 Bukti P-4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha

Perasuransian

5 Bukti P-5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Pembayaran Utang

6 Bukti P-6 Berita Tempo. Co yang berjudul “Nasib 200 Pilot Batavia Air

Belum Jelas”;

7 Bukti P-7 Berita detik finance yang berjudul “Nasib 200 Pilot Batavia Air

Belum Jelas”;

8 Bukti P-8 Berita Antara News.Com yang berjudul “AJI Putusan Pailit TPI

Ancam 1.083 Pekerja”;

9 Bukti P-9 KTP Para Pemohon

Selain itu, para Pemohon juga mengajukan dua orang ahli yaitu Timboel Siregar dan Yogo Pamungkas yang telah didengar keterangannya di bawah

sumpah dalam persidangan tanggal 10 September 2013, yang menerangkan

sebagai berikut:

Timboel Siregar Bahwa kondisi riil di Indonesia saat ini angkatan kerja masih didominasi oleh

lulusan SD, SMP. Hal tersebut bisa dilihat dari data BPS Agustus 2012

menyatakan bahwa lulusan SMA ke atas hanya 9% dan dari angkatan kerja

formal tersebut mengalami peningkatan di Tahun 2012 yaitu mencapai 44,2 juta

orang sedangkan informal mengalami penurunan. Hal tersebut merupakan

sebuah tren yang baik, tetapi apakah pekerja-pekerja formal tersebut

mendapatkan kualitas pekerjaan dan kualitas kehidupan yang baik, hal tersebut

menjadi sebuah permasalahan. Apabila menciptakan lapangan kerja mungkin

sudah naik, tetapi pada saat bekerja apakah pekerja itu mendapatkan sesuatu

yang berkualitas?;

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 121: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

19

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Bahwa dari 33 provinsi, ternyata hanya 11 provinsi yang mempunyai upah

minimum 100% KHL, 22 provinsi masih di bawah. Apabila melihat indikator

upah, masih sangat jauh dari kebutuhan dari hidup layak. Hal tersebut sesuai

dengan Undang-Undang a quo yang menyatakan bahwa pekerja harus

mendapatkan upah sesuai dengan kebutuhan hidup layak, tetapi faktanya

sampai di 2013 hanya 11 provinsi, dan selebihnya masih di bawah;

Bahwa rata-rata upah di Tahun 2012 dan Tahun 2013 juga sangat minim dan

rata-rata masih 89% dari KHL sedangan kebutuhan hidup layak masih sulit

karena Pemerintah masih mengedepankan politik upah buruh murah walaupun

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat berpidato di ILC 2011, dua

tahun lalu, mengedepankan bahwa buruh harus mendapatkan upah layak dan

politik upah buruh murah harus ditinggalkan dan ini terus dikampanyekan, tetapi

faktanya, ternyata banyak buruh yang masih mendapatkan upah di bawah

ketentuan yang harusnya diterima;

Bahwa upah adalah sebuah indikator harapan utama dari para buruh untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya dan apabila melihat APBN sangat sedikit

mengalokasikan untuk mensubsidi buruh. Buruh bukan kelompok miskin dan

tidak akan pernah dapat BLSM, serta tidak akan pernah mendapatkan fasilitas

yang didapatkan oleh orang miskin seperti Jamkesmas. Buruh dianggap

kelompok menengah, tetapi faktanya buruh hanya mendapatkan sebatas upah,

yang memang masih 22 provinsi yang belum mencapai KHL. 63% buruh formal

yang ada saat ini menurut data Kemenakertrans mendapatkan upah sebatas

upah minimum atau di bawahnya dan berdasarkan hasil penelitian ILO Tahun

2012 menyatakan dengan sangat terang 40% upah buruh formal dari 44,2 %

mendapat upah di bawah upah minimum. Jadi sangat jelas bahwa politik upah

buruh murah masih terus dijalankan oleh Pemerintah. 40% upah buruh formal

masih di bawah upah minimum dari 44,2 juta;

Bahwa tentang kondisi pengupahan bila pemerintah sigap menjalankan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2011 tentang SJSN dan BPJS tetapi faktanya sampai sekarang belum

terimplementasi. Jaminan sosial sebenarnya bisa menunjang kesejahteraan

buruh. Jadi buruh tidak hanya mendapatkan dari sisi upah, tetapi dari sisi

kesejahteraan dalam bentuk jaminan sosial. Tetapi faktanya sampai sekarang

belum terjalan;

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 122: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

20

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Bahwa berdasarkan data dari Jamsostek, hanya sekitar 11,7 juta pekerja formal

dari sekitar 38 juta buruh formal termasuk PNS, TNI, Polri dan 38 juta pekerja

buruh formal yang baru mendapatkan jaminan sosial di Jamsostek berupa

jaminan hari tua, kematian, kecelakaan kerja, dan masih 2,2 juta setengah

hanya mendapatkan jaminan kesehatan;

Bahwa penegakan hukum sebagaimana tercermin dalam Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1992 menyatakan wajib tetapi faktanya jaminan sosial masih

sedikit dirasakan oleh pekerja yakni 30% yang seharusnya untuk mendukung

Pemerintah serta mendorong untuk meratifikasi Konvesi 102 ILO dan

Pemerintah juga harus menyediakan tunjangan pengangguran sebagai bentuk

proteksi kepada buruh ketika mengalami PHK. Sampai saat ini banyak buruh

yang ketika mengalami PHK jarang mendapatkan pesangon yang layak sesuai

dengan alasan yang di-PHK;

Bahwa harus ada kebijakan Pemerintah yang bisa menanggung buruh, ketika

di-PHK yaitu berupa tunjangan pengangguran, seperti yang ada di Konvesi ILO

102. Tetapi Pemerintah saat ini belum meratifikasinya dan masih

mengedepankan lima program saja yaitu jaminan kematian, kecelakaan kerja,

JHT (Jaminan Hari Tua), jaminan kesehatan, dan jaminan pensiun;

Bahwa dalam kondisi ekonomi sekarang ini dimana pemerintah gagal

menstabilkan harga, kedelai dan sebagainya, harga kebutuhan pokok sehingga

inflasi cukup tinggi dan demikian juga dengan kondisi mata uang kita yang

sangat melemah, dimana kondisi ini akan mengancam jalannya proses

produksi. Hal tersebut dapat menyebabkan perusahaan tutup karena impor

yang sulit dan dengan dollar yang sangat sulit di pasaran. Suku bunga SBI naik

7% yang berakibat pada suku bunga pinjaman yang akan naik sehingga akan

bisa mengganggu cast flow perusahaan dalam menyediakan proses produksi di

tempat kerjanya;

Bahwa masuknya produk asing akibat adanya banyaknya perjanjian yang

dilakukan oleh pemerintah Indonesia seperti ACFTA (Asian China Free Trade

Area) sehingga produk lokal harus berkompetensi dengan produk-produk impor

yang relatif lebih murah. Kondisi ekonomi seperti ini, menyebabkan kondisi

buruh akhirnya terancam diujung tanduk;

Bahwa buruh dalam kondisi upah yang sangat belum layak dan jaminan sosial

yang belum memadai karena memang ada kebijakan negara yang belum

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 123: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

21

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

mengimplementasikan Undang-Undang SJSN dan diperburuk dengan kondisi

ekonomi yang mengancam perusahaan. Maka buruh perlu adanya sebuah

proteksi langsung yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 dalam bentuk kompensasi PHK yang ada misalnya dalam Pasal 165

ketika terjadi proses pailit;

Bahwa apabila buruh tidak ada proteksi, maka nasib buruh akan sulit, ketika

buruh tidak punya jaminan sosial, ketika buruh tidak tersubsidi oleh pemerintah

secara langsung dari APBN, ketika buruh tidak punya saving ketika bekerja

dengan upah yang tidak layak, artinya, buruh akan terancam nasibnya dan ini

akan menciptakan kemiskinan baru. Seharusnya Pemerintah melihat bahwa

buruh sebagai faktor yang sangat signifikan dalam menciptakan pertumbuhan

ekonomi dan berkontribusi pada konsumsi, investasi, dan ekspor impor. Artinya

Pemerintah harus melihat buruh sebagai sebuah kelompok yang memang harus

diproteksi. Oleh sebab itu, saatnya buruh mendapatkan kepastian hukum

tentang masa depannya apalagi ketika buruh mengalami sebuah masalah,

seperti PHK dan ketika perusahaan dipailitkan.

Yogo Pamungkas Bahwa pada saat sebuah perusahaan mengalami pailit, ketentuan yang ada

yang mengatur tentang masalah pailit ada di Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Ketentuan yang lain ada pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kemudian,

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang

kesemuanya mengatur dan memberikan prioritas kepada objek yang diatur oleh

Undang-Undang tersebut untuk mendapatkan referensi. Apabila melihat

Undang-Undang yang mengatur hal tersebut terbagi menjadi dua bagian besar

yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai sebuah ketentuan yang

bersifat lex generalis, yaitu Pasal 1134 KUHPerdata yang menyatakan bahwa

hak istimewa ialah suatu hak yang oleh Undang-Undang diberikan kepada

seorang berpiutang, sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada orang yang

berpiutang lainnya semata-mata berdasarkan sifat piutangnya;

Gadai dan hipotek adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, tetapi kemudian,

diberikan pengecualian dalam hal Undang-Undang ditentukan sebaliknya. Ini

artinya bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan peluang

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 124: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

22

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

terhadap ketentuan yang lain untuk menjadi ketentuan yang sifatnya lex

specialis. Undang-Undang Pajak, Undang-Undang Ketenagakerjaan, Undang-

Undang Asuransi diisi oleh semua Undang-Undang berstatus sebagai lex

specialis. Ketika beberapa Undang-Undang tersebut menjadi lex specialis dan

menyatakan diri secara rigid memiliki keutamaan, maka siapa yang lebih utama

dari sekian banyak Undang-Undang atau tiga Undang-Undang yang lex

specialis tersebut?;

Bahwa di antara Undang-Undang yang berstatus sebagai lex specialis tadi

pertanyaannya adalah mana yang diprioritaskan? Undang-Undang tentang

Pajak memprioritaskan bahwa utang pajak menjadi yang paling diprioritaskan,

kemudian Undang-Undang Usaha Asuransi adalah pemegang polis, Undang-

Undang Ketenagakerjaan adalah upah buruh. Hal tersebut menyebabkan upah

buruh di nomor tigakan;

Bahwa berdasarkan asas lex specialis derogat lex generalis, maka

sesungguhnya adalah KUHPerdata yang kemudian di lex specialis kan, tetapi

pada sisi lain dengan adanya Undang-Undang Pajak kemudian menghapus

Undang-Undang yang juga lex specialis. Dalam praktik Undang-Undang Pajak

seringkali pajak didahulukan, tetapi ketika kita melihat konstruksi hukum yang

ada, tentu saja tidak bisa seperti hal tersebut apabila alasannya adalah alasan

sosiologis, tetapi ketika alasannya adalah alasan hukum, maka ketiga undang-

undang tersebut adalah produk-produk legislatif dan memiliki kesamaan derajat;

Bahwa terkait dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, klasifikasi upah apakah upah pada saat buruh bekerja,

ataukah upah pada saat buruh mengalami PHK, dalam Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 diatur tentang kebijakan pengupahan nasional, salah satunya

adalah ketika PHK ada pesangon kompensasi dan hak-hak lain;

Bahwa PHK yang dilakukan oleh kurator memang diatur pada saat pailit, tetapi

ketika PHK dimohonkan oleh pekerja itu tidak diatur, sementara di Undang-

Undang Pailit diatur. Semestinya Undang-Undang tersebut diselesaikan terlebih

dahulu, mana yang lebih preferen, apabila dibuat lex specialis mana yang lebih

lex specialis sehingga ada sinkronisasi dan harmonisasi dan setelah itu

dipreferensikan. Namun apabila kita mengundang orang asuransi, maka

pemegang polislah yang akan mendapatkan yang hak dahulu, jika berbicara

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 125: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

23

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

tentang pajak, maka pajaklah yang didahulukan karena semuanya memiliki

kepentingan;

Bahwa apabila berbicara tentang Undang-Undang Ketenagakerjaan, maka upah

buruh yang diprioritaskan. Dengan demikian menurut ahli, pekerja memiliki

posisi yang tidak terlalu menguntungkan karena dalam Undang-Undang Pailit

disebutkan bahwa utang harta pailit hanya sekedar upah, bukan hak-hak yang

lain;

Bahwa benturan kepentingan dari kreditor yang lain akan mampu mengalahkan

para buruh, sehingga di rasa perlu ada satu bentuk perlindungan yang khusus

agar buruh terlindungi tanpa harus kemudian berbenturan dengan kepentingan

kreditor-kreditor yang lain, dan khususnya kepentingan yang memiliki jaminan

yang baik yaitu perlindungan hukum. Beberapa Undang-Undang yang terakhir

tentang pemberian status hak sebelum memiliki kepastian hukum karena

masing-masing Undang-Undang justru secara rigid menentukan hirarki paling

tinggi, atas hak mendahului dengan mengesampingkan Undang-Undang yang

lain kecuali KUHPerdata. Semuanya Undang-Undang tersebut rigid mengatakan

yang paling utama, oleh karena itu perlu ada sinkronisasi dan harmonisasi dari

seluruh Undang-Undang terkait, khususnya terkait posisi hak pekerja pada saat

produsen pailit, menempati urutan yang paling lemah, baik dari aspek ekonomi,

kemampuan membela kepentingan, dan masa depan sebagai pekerja pada

perusahaan yang mengalami pailit. Oleh karena itu, untuk melindungi

kepentingan pekerja dengan menempatkan kepentingan dalam hak mendahului

berupa upah dan hak lainnya, yaitu upah dan hak lainnya dalam hirarki tertinggi

menjadi penting, agar terhindar dari tekanan dan hambatan pihak lain baik

secara sengaja maupun tidak sengaja.

[2.3] Menimbang bahwa terhadap permohonan para Pemohon, Presiden

memberikan keterangan dalam persidangan tanggal 28 Agustus 2013 dan telah

menyerahkan keterangan tertulis yang diterima di persidangan Mahkamah pada

tanggal 17 September 2013 pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

Bahwa terhadap ketentuan yang dimohonkan untuk diuji pada register Nomor

67/PUU-XI/2013 pada intinya adalah terkait dengan ketentuan Pasal 95 ayat (4)

Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa dalam hal

perusahaan dinyatakan pailit atau likuidasi berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 126: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

24

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Oleh para Pemohon

dianggap bertentangan dengan Ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2)

Undang-Undang Dasar 1945;

Atas anggapan tersebut Pemerintah dapat memberikan penjelasan sebagai

berikut: dalam suatu perusahaan yang dinyatakan pailit dengan putusan

pernyataan pailit dari pengadilan yang berwenang yang dalam hal ini pengadilan

niaga, maka pengelolaan perusahaan atau debitor pailit beralih dari para direksi

kepada kurator yang diawasi oleh seorang atau yang diangkat sebagai hakim

pengawas di pengadilan niaga. Dimana tugas kurator adalah melakukan

pemberesan dan pemenuhan hak-hak para kreditor masing-masing, yaitu

kepada

1. Kepada kreditor separatis.

2. Kepada kreditor preferen.

3. Kepada kreditor konkuren.

Pada prinsipnya pemenuhan hak-hak atau pembayaran kewajiban kepada

debitor, para kreditor separatis dilakukan tersendiri dan terpisah atau bersifat

separatis dan mendahului para kreditor lainnya, termasuk para kreditor

pemegang hak istimewa, dan para kreditor bersaing. Artinya, posisi kreditor

separatis berada di atas kreditor preferen karena mereka mempunyai jaminan

kebendaan yang dinyatakan terpisah atau separatis dari semua perjanjian utang

piutang pada umumnya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang

Kepailitian. Bahkan berdasarkan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang

Kepailitian dan PKPU, kreditor separatis mempunyai hak untuk mengeksekusi

hak-haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan, atau yang sering kita ketahui

sebagai parate eksekusi. Walaupun untuk itu dan guna kepentingan bersama

para kreditor, berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang

Kepailitan dan PKPU hak untuk mengeksekusi, hak para kreditor separatis

dimaksud ditangguhkan selama 90 hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit

diucapkan. Dalam konteks bekerja atau buruh sebagai salah satu kreditor yang

mempunyai hak dalam proses kepailitan berdasarkan ketentuan Pasal 95 ayat

(4) Undang-Undang Ketenagakerjaan sebagaimana sudah Pemerintah

sebutkan di atas yang kemudian juga dijelaskan lebih lanjut, dalam

penjelasannya yang menyatakan bahwa yang dimaksud didahulukan

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 127: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

25

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

pembayarannya adalah upah pekerja/buruh harus dibayar lebih dahulu daripada

utang lainnya;

Ketentuan a quo menurut Pemerintah telah sejalan dengan ketentuan-ketentuan

lainnya dalam KUHPerdata dan juga Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

Khususnya beberapa ketentuan di dalam KUHPerdata yang antara lain diatur di

dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata, pada bagian akhir dikatakan

bahwa kecuali apabila di antara para berpiutang atau kreditor ada alasan-alasan

untuk didahulukan;

Menurut ketentuan Pasal 1133 KUHPerdata bahwa hak untuk didahulukan di

antara orang-orang berpiutang, para kreditor, terbit dari hak istimewa atau

preferen dari gadai dan hipotek atau separatis. Hak istimewa ialah suatu hak

yang oleh Undang-Undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga

tingkatannya lebih tinggi daripada orang berpiutang atau para kreditor lainnya

semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Berdasarkan ketentuan di atas

nampak jelas hak istimewa tersebut merupakan suatu hak yang timbul dari

ketentuan suatu Undang-Undang yang memberikan hak kepada seorang

berpiutang atau kreditor. Sehingga tingkatannya lebih tinggi dan didahulukan

pembayarannya daripada orang-orang berpiutang atau kreditor lainnya yang

semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Walaupun demikian, berdasarkan

ketentuan Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata bahwa gadai dan hipotek dalam hal

ini kreditor pemegang hak jaminan kebendaan sebagai kreditor separatis adalah

lebih tinggi daripada hak istimewa atau kreditor preferen kecuali dalam hal-hal di

mana oleh Undang-Undang ditentukan sebaliknya sehingga posisinya berada di

atas kreditor separatis;

Pengecualian itu antara lain adalah diatur di dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang menyatakan,

“Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, upah yang terutang

sebelum maupun sesudah putusan, pernyataan pailit diucapkan merupakan

utang harta pailit.” Yang dimaksud dengan utang harta pailit adalah segala

biaya-biaya yang timbul dalam mengurus kepentingan kreditor yang harus

dipenuhi terlebih dahulu sebelum kepentingannya atau kreditor yang lain

dipenuhi. Contohnya adalah utang harta pailit antara lain adalah fee kurator,

biaya pemberesan, kemudian termasuk biaya appraisal, akuntan, biaya lelang,

biaya sewa, dan upah karyawan. Artinya, upah buruh tidak hanya sekedar

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 128: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

26

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

sebagai kreditur preferen yang mendahului kreditor lainnya yang konkuren.

Akan tetapi pelunasan upah buruh diambil dari budel pailit yang mendahului

kreditor separatis. Yang dimaksud dengan upah sebagaimana diatur di dalam

penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 adalah

hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan

dari pemberi kerja kepada pekerja atas suatu pekerjaan, atas jasa yang telah

atau akan dilakukan, ditetapkan, dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,

kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi

pekerja dan keluarganya;

Dengan demikian, khusus upah pekerja atau buruh, baik sebelum maupun

sesudah pernyataan pailit mendapatkan posisi yang lebih tinggi daripada

kreditor separatis atau setara dengan fee kurator, biaya kepailitan dan

pemeliharaan serta biaya sewa. Hak tersebut diberikan kedudukan yang lebih

tinggi oleh Undang-Undang, sebagaimana diatur di dalam Pasal 1134

KUHPerdata yang menyatakan bahwa hak gadai dan hipotek adalah lebih tinggi

daripada hak istimewa kecuali dalam hal-hal di mana undang-undang ditentukan

sebaliknya;

Jadi ketentuan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tersebut telah menempatkan posisi buruh sebagai kreditur preferen yang

mempunyai hak istimewa untuk didahulukan daripada para kreditor lainnya.

Namun prinsipnya tidak dapat mendahului hak para kreditur separatis yang

memang terpisah dari hak-haknya tersebut. Akan tetapi hal demikian diberikan

pengecualian, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 37 Tahun 2004 dan berdasarkan ketentuan Pasal 1134

KUHPerdata. Dengan perkataan lain, berdasarkan ketentuan tersebut di atas,

hak-hak buruh sebagai salah satu kreditor dalam kepailitan pada prinsipnya

adalah merupakan hak istimewa yang timbul dan diberikan oleh Undang-

Undang Untuk mendahului daripada para kreditor lainnya, khususnya kreditor

bersaing atau konkur atau kreditor konkuren. Namun khusus hak upah bahkan

mendahului hak kreditor separatis. Oleh karena hak pekerja atau buruh,

sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang

Ketenagakerjaan terbagi dalam dua, yaitu:

1. Hak upah, baik sebelum maupun sesudah pernyataan pailit, yang dengan

adanya ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan yang terkait

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 129: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

27

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

atau yang merupakan biaya kepailitan yang harus dibayar terlebih dahulu

mendahului kreditor separatis, sehingga sama kedudukannya dengan biaya

pengadilan (fee curator), biaya pemeliharaan, biaya penilaian, biaya lelang,

dan lain sebagainya.

2. Hak-hak lainnya, yakni hak yang timbul dalam hubungan kerja atau sebagai

akibat dari hubungan kerja merupakan hak yang diistimewakan saja yang

diberikan keistimewaan oleh Undang-Undang untuk mendahului para

kreditor konkuren lainnya.

Dengan demikian, hak pekerja atau buruh ada yang masuk dalam kelompok

biaya kepailitan dan ada yang masuk dalam kelompok kreditor preference.

Dalam arti bahwa hak pekerja atau buruh sebenarnya tidak seluruhnya sekadar

merupakan hak preference, akan tetapi ada hak yang lebih diistimewakan dan

diposisikan sederajat dengan biaya pengadilan (fee curator), biaya

pemeliharaan, biaya penilaian, dan biaya lain-lainnya, termasuk biaya lelang di

dalamnya, yakni hak atas upah, baik sebelum maupun sesudah putusan

pernyataan pailit diucapkan. Selain upah, juga termasuk adalah merupakan hak-

hak yang bersifat preference biasa;

Bahwa sesungguhnya ketentuan yang ada telah sesuai, dan tidak saling

bertentangan satu sama lain, serta telah memberikan kedudukan yang

didahulukan terhadap pembayaran upah dan hak-hak lainnya bagi pekerja atau

buruh dalam hal terjadi kepailitan sebagai hak istimewa. Bahkan, hak atas upah

menjadi lebih diutamakan justru dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 39

ayat (2) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

Bahwa terhadap anggapan para Pemohon yang mempermasalahkan

kedudukan pajak dalam pemberesan hak-hak para kreditor. Pemerintah dapat

menjelaskan bahwa hal ini dimungkinkan untuk didahulukan dari para kreditor

konkuren, bahkan termasuk didahulukan dari para kreditor separatis yang harus

dipenuhi, yaitu kewajiban pajak-pajak dimaksud dari budel pailit, karena

Undang-Undang memang mengatur demikian dan merupakan pengecualian

dari statement umum dalam ketentuan Pasal 1134 KUHPerdata, sebagaimana

yang Pemerintah sudah sebutkan di atas. Ketentuan undang-undang yang

memberikan pengecualian tersebut masing-masing antara lain dapat

Pemerintah sebutkan adalah berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum tentang Tata Cara Perpajakan,

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 130: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

28

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2007 juncto Pasal 19 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, sebagaimana telah diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat

Paksa;

Bahwa hak mendahului untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahului

lainnya, kecuali terhadap biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh

adanya penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang

tidak bergerak yaitu biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang

dimaksud dan biaya perkara yang semata-mata disebabkan adanya pelelangan

dan penyelesaian suatu warisan;

Dengan demikian, secara yuridis, posisi tagihan pajak adalah merupakan salah

satu kreditor dalam kepailitan yang oleh Undang-Undang diposisikan sebagai

kreditor preference yang mempunyai hak mendahului yang diistimewakan, yaitu

berdasarkan ketentuan Pasal 1134, Pasal 1137 KUHPerdata. Hak tersebut

disamakan dengan biaya kepailitan yang diambil dari budel pailit, sehingga

kedudukannya dibayarkan sebelum pemenuhan hak-hak kreditor separatis;

Selain itu, secara filosofis, penempatan pajak pada posisi mendahului kreditor

separatis tersebut karena pajak pada hakikatnya adalah terkait dan menyangkut

kepentingan umum dan kemaslahatan orang banyak yang didahulukan dalam

rangka kepentingan bangsa dan negara;

Bahwa terhadap anggapan para Pemohon bahwa mempermasalahkan hak-hak

buruh yang bekerja dalam perusahaan asuransi dan membandingkan hak

mendahului dari para pemegang polis dengan hak mendahului para buruh

sebagaimana diatur di dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992

tentang Perasuransian sebagaimana mengutip ketentuan dalam pasal

dimaksud, Pemerintah dapat menjelaskan bahwa ketentuan tersebut adalah

pernyataan yang sifatnya statement pada umumnya. Oleh karena itu, pemegang

polis sebagai pihak yang menyetorkan sejumlah dana dan pemegang polis

sebagai sertifikat hak jaminan kebendaan. Oleh karena itu, pemegang polis

menjadi salah satu kreditor terpisah atau separatis dan dijamin oleh Undang-

Undang. Walaupun ketentuan tersebut menegaskan lebih lanjut bahwa

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 131: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

29

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

kewajiban terhadap negara harus lebih diutamakan sebagai penegasan dari apa

yang diatur di dalam Pasal 1137 KUHPerdata.

Bahwa dari seluruh uraian tersebut di atas, menurut Pemerintah anggapan Para

Pemohon yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 95 ayat (4) Undang-

Undang Ketenagakerjaan yang dianggap telah menimbulkan ketidakpastian

hukum dan multitafsir adalah tidak tepat karena pada dasarnya Undang-Undang

atau ketentuan yang terkait dengan ketenagakerjaan telah memberikan

perlindungan yang maksimal terhadap hak pekerja atau buruh. Jikalaupun

terhadap ketidaksempurnaan dalam implementasinya atau pelaksanaannya,

menurut Pemerintah hal demikian semata-mata terkait terhadap dengan teknis

atau proses penyelesaian atau yang terkait dengan proses administrasi. Dalam

kaitan itu dapat dicontohkan misalnya, sebuah perusahaan dinyatakan pailit

berdasarkan putusan Pengadilan Niaga, maka Pemerintah akan segera

menghitung hak-hak pekerja atau buruh yang harus dibayarkan sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Selanjutnya, menyampaikan

perhitungan tersebut kepada kurator atau hakim pengawas melalui Ketua

Pengadilan Niaga agar setelah aset perusahaan dilelang maka hak pekerja atau

buruh yang sudah dihitung tersebut dimintakan untuk didahulukan

pembayarannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana

telah diuraikan di atas. Dan selanjutnya ketua pengadilanlah yang akan

menentukan urutan pembayaran utang terhadap para kreditor tersebut termasuk

pekerja atau buruh;

Dengan demikian, menurut Pemerintah ketentuan Pasal 95 ayat (4) Undang-

Undang Ketenagakerjaan telah memberikan kepastian hukum dan tidak

multitafsir. Justru sebaliknya telah menguatkan kedudukan pekerja atau buruh

dengan mendahulukan pembayaran upah dan hak-hak lainnya dalam hal

perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi. Sebaliknya menurut Pemerintah,

apabila ketentuan tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat atau ditafsirkan lain, maka menurut Pemerintah dapat menimbulkan

ketidakpastian hukum dan bahkan dapat menimbulkan multitafsir;

Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada

Mahkamah yang memeriksa, memutus, dan mengadili permohonan Pengujian

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 132: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

30

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat

memberikan putusan.

1. Menolak permohonan para Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya

menyatakan permohonan pengujian para Pemohon tidak dapat diterima.

2. Menerima keterangan Pemerintah secara keseluruhan.

3. Menyatakan ketentuan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan

ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

[2.4] Menimbang bahwa terhadap permohonan para Pemohon, Dewan

Perwakilan Rakyat memberikan keterangan dalam persidangan pada tanggal 28

Agustus 2013 dan telah menyerahkan keterangan tertulis yang diterima oleh

Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 17 Oktober 2013, pada pokoknya

menerangkan sebagai berikut:

Bahwa landasan filosofis dari pembentukan Undang-Undang Ketenagakerjaan

adalah untuk memberikan jaminan dalam pemenuhan hak-hak dasar tenaga

kerja dalam menjamin kesamaan kesempatan dan perlakuan tanpa diskriminasi

atas dasar apapun, serta untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan

keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia

usaha;

Bahwa dalam rangka memberikan jaminan pemenuhan hak-hak dasar tenaga

kerja, maka dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan telah mengatur mengenai

persoalan berupa buruh yang pada prinsipnya harus memperhatikan tiga aspek,

yaitu aspek teknis merupakan aspek yang tidak hanya sebatas bagaimana

perhitungan dan pembayaran upah dilakukan, tetapi juga menyangkut

bagaimana proses upah ditetapkan. Aspek ekonomis merupakan aspek yang

lebih melihat pada kondisi ekonomi, baik secara makro maupun mikro yang

secara operasional kemudian mempertimbangkan bagaimana kemampuan

perusahaan pada saat nilai upah akan ditetapkan juga bagaimana

implementasinya di lapangan. Asas hukum meliputi proses dan kewenangan

penetapan upah, pelaksanaan upah, perhitungan dan pembayaran upah, serta

pengawasan pelaksanaan ketentuan upah;

Bahwa salah satu aspek penting dalam persoalan pemberian upah kepada

tenaga kerja adalah aspek hukum di mana hukum harus dapat memberikan

jaminan dalam pelaksanaan pemberian upah kepada tenaga kerja. Aspek

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 133: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

31

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

hukum dalam jaminan pemberian upah kepada tenaga kerja, salah satunya

tercermin dalam ketentuan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan

yang menyatakan, “Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-

hak lainnya daripada pekerja atau buruh merupakan utang yang didahulukan

pembayarannya;

Bahwa menurut pendapat DPR, ketentuan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang

Ketenagakerjaan telah cukup memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi

tenaga kerja untuk tetap mendapatkan upahnya manakala perusahaan tempat

tenaga kerja yang bersangkutan dinyatakan pailit atau dilikuidasi. Hal tersebut

dipertegas dalam penjelasan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang

Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa yang dimaksud didahulukan

pembayarannya adalah upah pekerja atau buruh harus dibayar lebih dahulu

daripada utang lainnya;

Bahwa terkait jaminan hak atas upah tenaga kerja pada perusahaan yang

dinyatakan pailit juga telah diatur secara tegas dalam ketentuan Pasal 39 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitian dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Hutang yang menyatakan sejak tanggal putusan

pernyataan pailit diucapkan upah yang terutang sebelum maupun sesudah

putusan pernyataan pailit diucapkan merupakan utang harta pailit. Berdasarkan

ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan tersebut, maka hak

upah baik sebelum maupun sesudah putusan, pernyataan pailit digolongkan

dalam utang harta pailit yang merupakan biaya kepailitian yang harus dibayar

terlebih dahulu mendahului kreditor separatis sehingga sama kedudukannya

dengan biaya pengadilan, fee kurator, biaya pemeliharaan, biaya penilaian,

biaya lelang, dan lain-lain. Dengan perkataan lain, hak upah tenaga kerja

diposisikan sederajat dengan biaya pengadilan, fee curator, biaya

pemeliharaan, biaya penilaian, biaya lelang, dan lain-lain. Oleh karenanya, DPR

berpandangan ketentuan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan

juncto Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan telah cukup memberikan

jaminan dan kepastian hukum dalam pelaksanaan hak upah tenaga kerja pada

persahaan yang dinyatakan pailit;

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 134: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

32

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Berdasarkan uraian di atas DPR berpendapat ketentuan Pasal 95 ayat (4)

Undang-Undang Ketenagakerjaan telah sesuai dan tidak bertentangan dengan

Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

[2.5] Menimbang bahwa para Pemohon dan Presiden telah menyampaikan

kesimpulan tertulis yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah masing-masing pada

tanggal 17 September 2013 yang pada pokoknya tetap pada pendiriannya;

[2.6] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini,

segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam berita acara

persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan

putusan ini;

3. PERTIMBANGAN HUKUM

[3.1] Menimbang bahwa isu konstitusional utama permohonan para Pemohon

adalah mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 95 ayat (4) sepanjang frasa

“yang didahulukan pembayarannya” yang menyatakan, “Dalam hal perusahaan

dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang

yang didahulukan pembayarannya” Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003

Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor

4279, selanjutnya disebut UU 13/2003) terhadap Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28D

ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(selanjutnya disebut UUD 1945) yang menyatakan:

Pasal 28D ayat (1): “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.

Pasal 28D ayat (2): “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan

perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”;

[3.2] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan,

Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) terlebih dahulu akan

mempertimbangkan hal-hal berikut:

a. kewenangan Mahkamah untuk mengadili permohonan a quo;

b. kedudukan hukum (legal standing) Pemohon;

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 135: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

33

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Terhadap kedua hal tersebut, Mahkamah berpendapat sebagai berikut:

Kewenangan Mahkamah

[3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10

ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor

70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226, selanjutnya

disebut UU MK), dan Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5076), salah satu kewenangan Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama

dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang

terhadap UUD 1945;

[3.4] Menimbang bahwa oleh karena permohonan para Pemohon mengenai

pengujian materiil Undang-Undang terhadap UUD 1945 maka Mahkamah

berwenang mengadili permohonan a quo;

Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon

[3.5] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK, yang dapat

bertindak sebagai Pemohon dalam pengujian suatu Undang-Undang terhadap

UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan

konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan

pengujian, yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia, termasuk kelompok orang yang

mempunyai kepentingan sama;

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang diatur dalam Undang-Undang;

c. badan hukum publik atau privat; atau

d. lembaga negara;

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 136: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

34

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD

1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:

a. kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat

(1) UU MK;

b. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD

1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan

pengujian;

[3.6] Menimbang pula bahwa Mahkamah sejak Putusan Nomor 006/PUU-

III/2005, bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007, bertanggal

20 September 2007 serta putusan-putusan selanjutnya telah berpendirian bahwa

kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu:

a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh

UUD 1945;

b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap

dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;

c. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut harus bersifat

spesifik dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran

yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;

d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud

dengan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka

kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional seperti yang didalilkan tidak

akan atau tidak lagi terjadi;

[3.7] Menimbang bahwa para Pemohon adalah perseorangan warga negara

Indonesia yang saat ini bekerja di PT. Pertamina;

Bahwa para Pemohon beranggapan telah dirugikan hak

konstitusionalnya untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dan hak

untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam

hubungan kerja dengan berlakunya Pasal 95 ayat (4) sepanjang frasa “yang didahulukan pembayarannya” dalam UU 13/2003. Menurut para Pemohon, pasal

a quo telah merugikan hak-hak konstitusional para Pemohon yang dijamin oleh UUD

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 137: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

35

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

1945 khususnya Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, karena memuat norma

hukum yang tidak jelas, bias, menimbulkan multi tafsir, menimbulkan ketidakjelasan,

perlakuan yang tidak adil, perlakuan yang berbeda di hadapan hukum, dan perlakuan

diskriminatif. Dengan berlakunya pasal a quo, para Pemohon sebagai perseorangan

warga negara Indonesia yang saat ini bekerja di PT. Pertamina beranggapan akan

dirugikan hak konstitusionalnya dalam hal perusahaan tempat mereka bekerja

mengalami pailit, yang tentunya akan dapat menyulitkan para Pemohon dalam

menuntut hak-hak mereka kelak apabila diperhadapkan dengan kreditor lainnya;

Menurut para Pemohon norma yang terkandung dalam Pasal 95 ayat (4)

UU 13/2003 telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan menyebabkan para

Pemohon berpotensi untuk tidak mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan

layak dalam hubungan kerja sebagaimana dijamin dalam konstitusi. Oleh karena itu,

menurut para Pemohon pasal a quo telah merugikan hak konstitusional para

Pemohon;

[3.8] Menimbang bahwa berdasarkan dalil-dalil para Pemohon tersebut,

menurut Mahkamah, para Pemohon memenuhi syarat kedudukan hukum (legal

standing) sehingga para Pemohon dapat mengajukan permohonan a quo;

[3.9] Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang mengadili

permohonan a quo serta para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal

standing) untuk mengajukan permohonan a quo maka selanjutnya Mahkamah

akan mempertimbangkan pokok permohonan;

Pokok Permohonan

[3.10] Menimbang bahwa para Pemohon pada pokoknya memohon pengujian

konstitusionalitas Pasal 95 ayat (4) UU 13/2003 sepanjang frasa “yang didahulukan pembayarannya” terhadap UUD 1945, dengan alasan-alasan pada

pokoknya sebagai berikut:

Ketentuan Pasal 95 ayat (4) UU 13/2003 menyatakan upah dan hak-hak

lainnya dari para pekerja/buruh merupakan utang yang “didahulukan”

pembayarannya, akan tetapi dalam pelaksanaan putusan pailit kata

“didahulukan” ditempatkan setelah pelunasan terhadap hak-hak negara dan

para kreditor separatis yang merujuk Buku Kedua Bab XIX KUH Perdata dan

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang diubah oleh Undang-

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 138: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

36

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

(selanjutnya disebut UU Perpajakan), sehingga hak negara ditempatkan

sebagai pemegang hak posisi pertama, diikuti oleh kreditor separatis

(pemegang hak tanggungan, gadai, fidusia, hipotik), akan tetapi dalam praktik

hak pelunasan upah pekerja/buruh ditempatkan dalam posisi setelah

pemenuhan hak negara dan para kreditor separatis, sehingga menimbulkan

adanya ketidakpastian hukum dalam penerapan Pasal 95 ayat (4) U 13/2003

mengingat tidak adanya penafsiran yang jelas dan tegas mengenai klausula

“didahulukan pembayarannya”;

Pasal 1134 ayat (2), Pasal 1137 KUH Perdata, dan Pasal 21 Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007

tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terdapat urutan peringkat

penyelesaian tagihan kreditor setelah selesainya kreditor separatis, dimana

upah pekerja/buruh masih harus menunggu urutan setelah tagihan hak negara,

kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah untuk didahulukan.

Padahal berdasarkan Pasal 95 ayat (4) UU 13/2003 di atas maka secara hukum

adanya pernyataan pailit terhadap perusahaan, dalam hal pemenuhan hak-hak

pekerja/buruh seperti pesangon dan hak-hak lainnya harus didahulukan dari

pemenuhan kewajiban perusahaan yang pailit;

Pasal 1149 KUH Perdata, piutang pekerja/buruh terhadap perusahaan/majikan

berkedudukan sebagai kreditor/piutang preferen, sehingga dengan dinyatakan

pailitnya debitor tidak akan menghilangkan hak-hak pekerja/buruh sebagai

kreditor terhadap perusahaan tersebut. Pekerja/buruh dapat menuntut

pembayaran upahnya sebagai kreditor dengan mengajukan tagihan kepada

kurator yang ditunjuk oleh Pengadilan Niaga yang bertugas untuk mengurus dan

membereskan harta debitor pailit. Kurator mendahulukan pembayaran upah

buruh sebagai kreditor preferen dari hasil penjualan boedel pailit daripada

pembayaran kepada kreditor konkuren;

Adanya pertentangan tersebut berimplikasi pada tidak terciptanya jaminan,

perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap para pekerja/buruh

khususnya dalam hal perusahaan yang dinyatakan pailit adalah perusahaan

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 139: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

37

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

asuransi yang berdasarkan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1992 tentang Usaha Perasuransian, menyatakan, “Hak pemegang polis atas

pembagian harta kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan

Asuransi Jiwa yang dilikuidasi merupakan hak utama”. Pemberlakuan Pasal 20

ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

dalam praktiknya akan menimbulkan ketidakpastian hukum apabila

disandingkan dengan hak-hak buruh yang bekerja dalam perusahaan asuransi,

khususnya tentang pemberlakuan hukum apakah akan mendahulukan hak

pemegang polis berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang

Usaha Perasuransian ataukah mendahulukan hak-hak pekerja/buruh

sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 95 ayat (4) UU 13/2003;

Dalam Undang-Undang Pajak, Undang-Undang Asuransi dan Undang-Undang

a quo semua menyatakan diutamakan sehingga menimbulkan ketidakpastian

hukum bagi pekerja/buruh sebagaimana diuraikan di atas maka ketentuan Pasal

95 ayat (4) UU13/2003 sepanjang frasa, “didahulukan pembayarannya” telah

nyata menimbulkan multi tafsir dan menempatkan pekerja/buruh dalam posisi

yang lemah dan tidak equal dengan para kreditor separatis yang dalam praktik

lebih didahulukan pembayarannya. Menurut para Pemohon, hak pekerja/buruh

tidak dapat dikalahkan oleh pihak lain sekali pun perusahaan pailit;

Bahwa Pasal 95 ayat (4) UU 13/2003, merupakan norma yang belum jelas dan

tegas tafsirannya, mengingat belum jelas apa yang dimaksud dengan klausula

“…didahulukan pembayarannya”, karena meskipun upah dan hak-hak

pekerja/buruh dijamin dalam hal terjadinya pailit atau likuidasi perusahaan,

namun posisi pekerja/buruh selaku kreditor preferen khusus menjadi rentan

karena masih menunggu pembayaran bagi kreditor separatis dalam hal

terjadinya kepailitan. Dengan demikian salah satu pihak yang di jaminkan

haknya selama proses pailit yaitu para pekerja/buruh dan pekerja/buruh menjadi

terabaikan hak asasi manusianya untuk mendapatkan penghidupan yang layak

oleh karena dalam hal terjadinya kepailitan, kreditor akan terbagi ke dalam 3

(tiga) bagian yaitu kreditor separatis, kreditor preference dan kreditor konkuren.

Pekerja/buruh merupakan kreditor preference, yang pembayaran hak-haknya

dilakukan setelah tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang

dibentuk Pemerintah. Posisi atau kedudukan pekerja/buruh selaku kreditor

preference yang masih menunggu urutan peringkat pembayaran setelah tagihan

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 140: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

38

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah adalah

merupakan suatu kedudukan yang bertentangan dengan Pasal 95 ayat (4) UU

13/2003;

Dengan demikian, sebagai akibat dari tidak jelasnya penafsiran Pasal 95 ayat

(4) UU 13/2003 yang berujung pada ketidakpastian hukum sebagaimana yang

disebutkan di atas maka dengan sendirinya juga menimbulkan ketidakadilan

terhadap salah satu pihak karena tidak mendapat imbalan dan perlakuan yang

adil dan layak dalam hubungan kerja sesuai dengan Pasal 28D ayat (2) UUD

1945;

Berdasarkan seluruh uraian di atas maka Pasal 95 ayat (4) UU 13/2003 adalah

inkonstitusional, kecuali klausula “... didahulukan pembayarannya” dimaknai

bahwa para pekerja/buruh sebagai kreditor preference yang didahulukan

pembayaran atas upah dan hak-haknya daripada semua kreditor lainnya

termasuk tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk

Pemerintah untuk didahulukan;

[3.11] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalilnya, para Pemohon telah

mengajukan alat bukti surat atau tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai

dengan bukti P-9 serta ahli yaitu Timboel Siregar dan Yogo Pamungkas yang

telah didengar keterangannya di bawah sumpah dalam persidangan tanggal 10

September 2013, yang selengkapnya termuat dalam bagian Duduk Perkara;

[3.12] Menimbang terhadap permohonan para Pemohon, Presiden telah

memberikan keterangan lisan dalam persidangan pada tanggal 28 Agustus 2013

dan keterangan tertulis serta kesimpulan yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah

pada tanggal 17 September 2013, yang selengkapnya termuat dalam bagian

Duduk Perkara;

[3.13] Menimbang bahwa terhadap permohonan para Pemohon, Dewan

Perwakilan Rakyat telah menyampaikan keterangan lisan dalam persidangan pada

tanggal 28 Agustus 2013, dan keterangan tertulis yang diterima di Kepaniteraan

Mahkamah pada tanggal 17 Oktober 2013, yang selengkapnya termuat dalam

bagian Duduk Perkara;

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 141: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

39

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Pendapat Mahkamah

[3.14] Menimbang bahwa setelah membaca, mendengar, dan mempelajari

dengan saksama permohonan para Pemohon, keterangan para Pemohon,

keterangan Presiden, keterangan Dewan Perwakilan Rakyat, bukti-bukti surat/

tertulis para Pemohon, keterangan ahli para Pemohon, kesimpulan para Pemohon

dan Presiden, Mahkamah akan mempertimbangkan pokok permohonan;

[3.15] Menimbang bahwa pokok permohonan adalah pengujian

konstitusionalitas frasa “yang didahulukan pembayarannya” dalam Pasal 95

ayat (4) UU 13/2003 tentang pelunasan utang dalam hal perusahaan dinyatakan

pailit yang tidak mendahulukan pembayaran upah pekerja/buruh, melainkan

mendahulukan pembayaran (1) utang negara dan biaya kurator, (2) kreditor

separatis pemegang jaminan gadai, fidusia, dan/atau hak tanggungan, (3) kreditor

preferen, dan (4) kreditor konkuren;

[3.16] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan

a quo Mahkamah perlu mengemukakan terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut:

Bahwa berdasarkan Pembukaan UUD 1945, tujuan negara ini dibentuk,

antara lain, adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum [vide

Pembukaan UUD 1945 alinea keempat]. Pasal-pasal UUD 1945 mengatur lebih

lanjut tujuan tersebut, yaitu menentukan secara konstitusional hak setiap orang

untuk hidup serta hak mempertahankan hidup dan kehidupannya [vide Pasal 28A]

dan hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak

dalam hubungan kerja [vide Pasal 28D ayat (2)] serta menentukan secara

konstitusional bahwa hak untuk hidup dan hak untuk tidak disiksa, hak

kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk

tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak

untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi

manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, namun hak asasi

tersebut dapat dibatasi dan tidak boleh bertentangan dengan hak asasi orang lain

dengan nilai-nilai moral, agama, serta diatur dan dituangkan dalam peraturan

perundang-undangan, yang oleh karenanya perlindungan, pemajuan, penegakan,

dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 142: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

40

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Pemerintah dan secara konstitusional menentukan bahwa untuk menegakkan dan

melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang

demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan

dalam peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (1), ayat (4), dan ayat

(5)];

Bahwa politik hukum pembentukan UU 13/2003 adalah sebagai bagian

integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang

secara khusus terkait ketenagakerjaan adalah untuk meningkatkan harkat,

martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera,

adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun spiritual. Oleh karena itu,

pengaturan ketenagakerjaan dalam Undang-Undang a quo harus memenuhi hak-

hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta

pada saat yang sama harus dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi

pengembangan usaha. Selain itu, pembinaan hubungan industrial harus diarahkan

untuk mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

[vide Penjelasan UU 13/2003];

Bahwa pengujian konstitusionalitas yang dimohonkan para Pemohon

tersebut memiliki kesamaan substansi dengan pengujian konstitusionalitas Pasal

29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1) dan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

yang telah diputus oleh Mahkamah dalam Putusan Nomor 18/PUU-VI/2008,

tanggal 23 Oktober 2008. Oleh karena itu, Mahkamah perlu mengutip beberapa

pertimbangan dalam putusan tersebut, pada pokoknya sebagai berikut:

Bahwa pernyataan pailit oleh hakim adalah merupakan satu peletakan

sita umum (algemene beslag) terhadap seluruh harta kekayaan seorang debitor.

Tujuannya adalah supaya dapat membayar semua tagihan kreditor secara adil,

merata, dan seimbang. Pembayaran tagihan kreditor dilakukan berdasarkan asas

paru passu pro rata parte, karena memang kedudukan kreditor pada dasarnya

adalah sama, akan tetapi dalam proses pelaksanaannya diatur berdasarkan

peringkat atau prioritas piutang yang harus dibayar terlebih dahulu yang diatur

dalam Undang-Undang terkait dengan jaminan terhadap pinjaman yang diberikan

kreditor terhadap seorang debitor. Kreditor yang demikian sejak awal diperjanjikan

untuk diselesaikan tagihannya lebih dahulu dan secara terpisah (separate) dengan

hak untuk melakukan eksekusi terhadap harta yang dijaminkan. Demikianlah

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 143: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

41

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

kreditor yang dijamin dengan hipotek, gadai, fidusia, dan hak tanggungan lainnya.

Dalam urutan berikutnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan, adalah

tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah,

kemudian upah buruh. Padahal, penjelasan pasal tersebut menyatakan, “Yang

dimaksud didahulukan pembayarannya adalah upah pekerja/buruh harus dibayar

lebih dahulu dari pada utang lainnya”;

Bahwa pada bagian lain dari putusan tersebut Mahkamah juga

mempertimbangkan, tidak dapat disangkal bahwa kedudukan pekerja/buruh dalam

perusahaan merupakan salah satu unsur yang sangat vital dan mendasar yang

menggerakkan proses usaha. Unsur lain yang memungkinkan usaha bergerak

adalah modal, yang juga merupakan unsur yang esensial. Masing-masing unsur

tersebut diikat dengan perjanjian, yang karena isinya menjadikan unsur-unsur

tersebut tidak memiliki kedudukan yang sama dilihat dari ukuran kepastian,

jaminan, dan masa depan jika timbul risiko yang berada di luar kehendak semua

pihak. Pengakuan tetap harus mempertimbangkan kedudukan yang berbeda dan

risiko dalam kehidupan ekonomi berbeda yang tidak selalu dapat diperhitungkan.

Oleh karena itu, dalam membuat kebijakan hukum, hak-hak pekerja/buruh tidak

boleh termarginalisasi dalam kepailitan, namun tidak boleh mengganggu

kepentingan kreditor (separatis) yang telah diatur dalam ketentuan hukum jaminan

baik berupa gadai, hipotek, fidusia, maupun hak tanggungan lainnya.

[3.17] Menimbang bahwa untuk selanjutnya, berdasarkan tujuan pembentukan

negara dan ketentuan konstitusional sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah

mempertimbangkan pokok permohonan, yaitu mengenai apa yang menjadi dasar

hukum bagi adanya hak tagih masing-masing kreditor dan apa yang menjadi dasar

hukum bagi adanya peringkat pembayaran, yang berdasarkan pertimbangan

mengenai dua hal tersebut, Mahkamah dalam Putusan Nomor 18/PUU-VI/2008

tersebut menolak permohonan yang substansinya sama dengan permohonan

a quo dan hak tagih atas upah pekerja/buruh tetap sebagaimana peringkat yang

ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Namun demikian, mengenai

norma yang diturunkan dari tujuan negara dan ketentuan konstitusional di atas

dalam UU 13/2003 terkait dengan peringkat kreditor dalam memperoleh

pembayaran hak tagihnya dan praktiknya dalam ranah empirik ternyata terdapat

permasalahan lain yang harus dipertimbangkan, yaitu mengenai kedudukan para

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 144: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

42

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

kreditor. Terlepas dari pertimbangan putusan tersebut, terhadap permohonan

a quo Mahkamah akan mempertimbangkan tersendiri;

[3.18] Menimbang bahwa mengenai yang menjadi dasar hukum bagi adanya

hak tagih masing-masing kreditor ternyata sama, kecuali bagi hak tagih negara.

Dasar hukum bagi kreditor separatis dan bagi pekerja/buruh adalah sama, yaitu

perjanjian yang dilakukan dengan debitor. Mengenai dasar hukum kewajiban

kenegaraan adalah peraturan perundang-undangan. Adapun mengenai dasar

hukum bagi adanya peringkat atau prioritas pembayaran sebagaimana

pertimbangan Putusan Nomor 18/PUU-VI/2008 tersebut di atas, adalah karena

adanya perbedaan kedudukan yang disebabkan oleh isi perjanjian masing-masing

berhubung adanya faktor-faktor tertentu. Meskipun antara kreditor separatis dan

pekerja/buruh dasar hukumnya adalah sama, yaitu perjanjian, namun manakala

dilihat dari aspek lain, yaitu aspek subjek hukum yang melakukan perjanjian, objek,

dan resiko, antara keduanya terdapat perbedaan yang secara konstitusional

signifikan;

Bahwa dalam aspek subjek hukum, perjanjian gadai, hipotik, dan fidusia

serta perjanjian tanggungan lainnya, merupakan perjanjian yang dilakukan oleh

subjek hukum, yaitu pengusaha dan pemodal, yang secara sosial ekonomis para

pihak tersebut dapat dikonstruksikan sama. Terlebih lagi pemodal, yang boleh jadi

adalah pengusaha juga. Sebaliknya, perjanjian kerja merupakan perjanjian yang

dilakukan oleh subjek hukum yang berbeda, yaitu pengusaha dan pekerja/buruh.

Pengusaha dan pekerja/buruh, secara sosial ekonomis tidaklah sejajar, melainkan

pihak yang satu, sebagai pengusaha tentu lebih kuat dan lebih tinggi, bila

dibandingkan pekerja/buruh, karena pekerja/buruh secara sosial ekonomis jelas

lebih lemah dan lebih rendah daripada pengusaha, meskipun antara pengusaha

dan pekerja/buruh saling memerlukan. Perusahaan tidak akan berproduksi tanpa

pekerja/buruh dan pekerja/buruh tidak dapat bekerja tanpa ada pengusaha.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, oleh karena pekerja/

buruh secara sosial ekonomis berkedudukan lebih lemah dan lebih rendah

dibandingkan pengusaha dan hak-hak pekerja/buruh telah dijamin oleh UUD 1945

maka Undang-Undang harus memberikan jaminan perlindungan untuk

dipenuhinya hak-hak para pekerja/buruh tersebut;

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 145: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

43

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Bahwa dalam aspek objek, perjanjian gadai, hipotik, fidusia, dan

perjanjian tanggungan lainnya yang menjadi objeknya adalah properti. Sementara

itu, perjanjian kerja yang menjadi objeknya adalah tenaga atau keterampilan (jasa)

dengan imbalan jasa dalam kerangka untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup

bagi diri dan keluarga pekerja/buruh, sehingga antara keduanya dalam aspek ini

memiliki perbedaan yang mendasar, yaitu properti dan manusia. Pertanyaannya

adalah bagaimana perbedaan tersebut terkait dengan apa yang sejatinya

dilindungi oleh hukum. Pembentukan hukum jelas dimaksudkan untuk melindungi

kepentingan manusia. Dalam kasus ini manakah yang seharusnya menjadi

prioritas, kepentingan manusia terhadap properti atau kepentingan manusia

terhadap diri dan kehidupannya. Apalagi berdasarkan sistem pembayaran upah

pekerja/buruh dalam kegiatan usaha yang dibayar sebulan setelah pekerja

melaksanakan pekerjaan, hal ini merupakan argumentasi tersendiri karena upah

pekerja/buruh sesungguhnya adalah hutang pengusaha kepada pekerja/buruh,

yang seharusnya harus dibayar sebelum kering keringatnya. Dalam perspektif

tujuan negara dan ketentuan mengenai hak konstitusional sebagaimana diuraikan

dalam paragraf [3.16], menurut Mahkamah kepentingan manusia terhadap diri dan

kehidupannya haruslah menjadi prioritas, harus menduduki peringkat terdahulu

sebelum kreditor separatis;

Bahwa dalam aspek risiko, bagi pengusaha risiko merupakan bagian

dari hal yang wajar dalam pengelolaan usahanya, selain keuntungan dan/atau

kerugian. Oleh karena itu, resiko merupakan hal yang menjadi ruang lingkup

pertimbangannya ketika melakukan usaha, bukan ruang lingkup pertimbangan

pekerja/buruh. Sementara itu, bagi pekerja/buruh upah merupakan sarana untuk

memenuhi kebutuhan hidup bagi diri dan keluarganya, sehingga menjadi tidak

tepat manakala upah pekerja/buruh tersebut menduduki peringkat yang lebih

rendah dengan argumentasi yang dikaitkan dengan risiko yang bukan ruang

lingkup pertimbangannya. Adalah tidak adil mempertanggungkan sesuatu terhadap

sesuatu yang ia tidak turut serta dalam usaha. Selain itu, hidup dan

mempertahankan kehidupan, berdasarkan Pasal 28A UUD 1945 adalah hak

konstitusional dan berdasarkan Pasal 28I ayat (1) adalah hak yang tidak dapat

dikurangi dalam keadaan apapun, yang oleh karenanya berdasarkan ayat (4) dan

ayat (5) pasal tersebut, negara dalam hal ini Pemerintah, harus melindungi,

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 146: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

44

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

memajukan, menegakkan, dan memenuhinya dalam peraturan perundang-

undangan yang sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis;

[3.19] Menimbang bahwa mengenai hak-hak pekerja/buruh yang lain, menurut

Mahkamah, hal tersebut tidak sama atau berbeda dengan upah pekerja/buruh.

Upah pekerja/buruh secara konstitusional berdasarkan Pasal 28D ayat (2) UUD

1945 merupakan hak konstitusional yang oleh karenanya adalah hak konstitusional

pula untuk mendapat perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Adapun hak-hak lainnya tidaklah demikian, sehingga implikasi hukumnya adalah

wajar bila terkait dengan pembayaran dimaksud hak tersebut berada pada

peringkat di bawah kreditor separatis. Sementara itu, mengenai kewajiban

terhadap negara hal tersebut adalah wajar manakala berada pada peringkat

setelah upah pekerja/buruh. Argumentasinya adalah, selain berdasarkan uraian di

atas, karena fakta yang sesungguhnya negara memiliki sumber pembiayaan lain,

sedangkan bagi pekerja/buruh upah adalah satu-satunya sumber untuk

mempertahankan hidup bagi diri dan keluarganya;

[3.20] Menimbang, berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas,

permohonan para Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian;

4. KONKLUSI

Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di

atas, Mahkamah berkesimpulan:

[4.1] Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo;

[4.2] Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk

mengajukan permohonan a quo;

[4.3] Permohonan para Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian;

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor

70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), dan Undang-

Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 147: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

45

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5076);

5. AMAR PUTUSAN

Mengadili, Menyatakan:

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;

1.1 Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003

Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279)

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai: “pembayaran upah pekerja/buruh

yang terhutang didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan

kreditur separatis, tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang

dibentuk Pemerintah, sedangkan pembayaran hak-hak pekerja/buruh

lainnya didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak negara,

kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan

dari kreditur separatis”;

1.2 Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003

Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279)

tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

“pembayaran upah pekerja/buruh yang terhutang didahulukan atas semua

jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak negara,

kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, sedangkan

pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya didahulukan atas semua

tagihan termasuk tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang

dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan dari kreditur separatis”;

2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia

sebagaimana mestinya;

3. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.

Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh

delapan Hakim Konstitusi yaitu Hamdan Zoelva, selaku Ketua merangkap

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Page 148: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42356/1/BARRA... · sertifikat jaminan fidusia, surat gadai) debitor memberikan kekuasaan

46

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Anggota, Arief Hidayat, Patrialis Akbar, Maria Farida Indrati, Ahmad Fadlil Sumadi,

Anwar Usman, Muhammad Alim, dan Harjono masing-masing sebagai Anggota,

pada hari Rabu, tanggal tiga puluh, bulan Januari, tahun dua ribu empat

belas, dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk

umum pada hari Kamis, tanggal sebelas, bulan September, tahun dua ribu

empat belas, selesai diucapkan pukul 16.02 WIB, oleh tujuh Hakim Konstitusi,

yaitu Hamdan Zoelva, selaku Ketua merangkap Anggota, Patrialis Akbar, Maria

Farida Indrati, Anwar Usman, Muhammad Alim, Aswanto, dan Wahiduddin Adams,

masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Hani Adhani sebagai

Panitera Pengganti, dihadiri oleh Pemerintah atau yang mewakili, tanpa dihadiri

para Pemohon atau kuasanya dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili.

KETUA,

ttd.

Hamdan Zoelva

ANGGOTA-ANGGOTA,

ttd.

Patrialis Akbar

ttd.

Maria Farida Indrati

ttd.

Anwar Usman

ttd.

Muhammad Alim

ttd.

Aswanto

ttd.

Wahiduddin Adams

PANITERA PENGGANTI,

ttd.

Hani Adhani

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]