Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

61
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara, yaitu sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) yang menyimpan kelebihan dananya di bank dengan pihak yang kekurangan dana (deficit unit) yang meminjam dana ke bank. Fungsi intermediasi ini akan berjalan baik apabila surplus unit dan deficit unit memiliki kepercayaan terhadap bank. Berjalannya fungsi intermediasi perbankan akan meningkatkan penggunaan dana. Dana yang telah dihimpun kemudian akan disalurkan ke masyarakat dalam berbagai bentuk aktivitas produktif. Aktivitas produktif ini kemudian akan meningkatkan output dan lapangan kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Muharam dan Purvitasari, 2007). Keberadaan sektor perbankan sebagai sub-sistem dalam perekonomian suatu negara memiliki peranan yang cukup penting. Bahkan dalam kehidupan masyarakat modern sehari-hari, sebagian besar hampir melibatkan jasa-jasa dari sektor perbankan (Rose, 1995 dalam Bachrudin, 2006). Melalui bank-bank dapat dihimpun dana dari masyarakat dalam berbagai bentuk simpanan. Selanjutnya dari dana yang terkumpul tersebut, oleh bank-bank dapat

description

Bank Syariah, Rasio Keuangan, Bank Mandiri, Bank Mega, Bank Muamalat

Transcript of Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

Page 1: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memegang peranan yang sangat penting

dalam perekonomian suatu negara, yaitu sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang

kelebihan dana (surplus unit) yang menyimpan kelebihan dananya di bank dengan pihak yang

kekurangan dana (deficit unit) yang meminjam dana ke bank. Fungsi intermediasi ini akan

berjalan baik apabila surplus unit dan deficit unit memiliki kepercayaan terhadap bank.

Berjalannya fungsi intermediasi perbankan akan meningkatkan penggunaan dana. Dana yang

telah dihimpun kemudian akan disalurkan ke masyarakat dalam berbagai bentuk aktivitas

produktif. Aktivitas produktif ini kemudian akan meningkatkan output dan lapangan kerja yang

pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Muharam dan

Purvitasari, 2007).

Keberadaan sektor perbankan sebagai sub-sistem dalam perekonomian suatu negara

memiliki peranan yang cukup penting. Bahkan dalam kehidupan masyarakat modern sehari-hari,

sebagian besar hampir melibatkan jasa-jasa dari sektor perbankan (Rose, 1995 dalam Bachrudin,

2006). Melalui bank-bank dapat dihimpun dana dari masyarakat dalam berbagai bentuk

simpanan. Selanjutnya dari dana yang terkumpul tersebut, oleh bank-bank dapat disalurkan

kembali dalam bentuk pemberian kredit kepada sektor bisnis atau pihak-pihak yang

membutuhkan lainnya. Semakin berkembang kehidupan masyarakat dan transaksi-transaksi

perekonomian suatu negara, akan membutuhkan pula peningkatan peran sektor perbankan

melalui pengembangan produk-produk jasanya (Hempel, 1994 dalam Bachruddin, 2006:67).

Perbankan merupakan tonggak utama dalam pengukuran pertumbuhan ekonomi negara.

Di Indonesia, perbankan digolongkan menjadi dua, yakni bank syariah dan bank konvensional.

Namun seiring dengan perkembangan perbankan Indonesia, kini muncul dual banking system,

yaitu perbankan konvensional yang memiliki unit usaha syariah. Munculnya perbankan syariah

diharapkan mampu mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu masyarakat dalam

Page 2: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

melakukan kegiatan perbankan, sesuai dengan prinsip syariat Islam. Dalam beberapa tahun

terakhir, lembaga keuangan telah mengalami perkembangan yang cukup dinamis, cepat dan

kompetitif. Salah satu bagian yang sedang berkembang adalah paradigma baru perbankan Islam.

Maria Ulfah memaparkan bahwa, krisis yang melanda dunia perbankan Indonesia sejak

tahun 1997 telah menyadarkan semua pihak bahwa perbankan dengan sistem konvensional

bukan merupakan satu-satunya sistem yang dapat diandalkan, tetapi ada sistem perbankan lain

yang lebih tangguh karena menanamkan prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu perbankan

syariah (Fauzi,2008). Meskipun kala itu hanya ada satu lembaga keuangan perbankan syariah,

namun, diakui oleh banyak kalangan bahwa sistem yang dianut dapat menjawab tantangan krisis

yang terjadi pada tahun 1997-1998 (Khaidar,2007). Sejak saat itu, perbankan syariah yang lahir

dari rahim umat Islam menjadi dikenal oleh masyarakat muslim dan non muslim. Hingga saat ini

banyak bank-bank konvensional yang mempunyai unit khusus bank syariah (Perwataatmadja dan

Tanjung, 2006).

Dalam mencermati fenomena krisis moneter seperti dipaparkan tersebut di atas ada satu

hal penting yang tidak dapat diabaikan dan perlu diketengahkan yaitu mengenai eksistensi bank

Syariah/Bank Islam. Ternyata bahwa bank Syariah ini tidak ikut terkena guncangan oleh badai

krisis moneter, sementara bank-bank umum lainnya mejadi porak-poranda. Hal ini patut menjadi

bahan kajian yang menarik secara akademik melalui pengukuran tingkat efisiensi operasional

bank syariah, dibandingkan dengan bank konvensional (Bachruddin, 2006 : 68). Sejumlah

kalangan ekonom dan praktisi perbankan mengakui dan menyatakan bahwa bank syariah

merupakan bank yang tahan banting (resistent) terhadap badai krisis ekonomi dan moneter. Oleh

karena itu lembaga perbankan yang semacam ini perlu dikembangkan pada masa yang akan

datang.

Saat ini perbankan Islam memasuki perkembangan yang sangat pesat yang tidak diduga

sebelumnya. Hampir satu sampai tiga bulan lahir bank syariah baru atau unit usaha syariah

(sebuah divisi khusus dalam bank konvensional yang menjadi pusat bagi pembukaan cabang-

cabang bank syariah). Fenomena unik ini muncul dengan satu kenyataan bahwa Indonesia telah

sembuh dari krisis ekonomi yang akut dan berkepanjangan yang melumpuhkan sistem perbankan

dan menyebabkan instabilitas politik (Hakim, 2011 : 23).

Page 3: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

Persaingan antar bank syariah yang semakin ketat, secara langsung ataupun tidak

langsung, akan berpengaruh terhadap pencapaian profitabilitas bank syariah. Meskipun bank

syariah memiliki motivasi lebih daripada sekedar bisnis, kemampuan bank syariah dalam

menghasilkan profit menjadi indikator penting keberlanjutan entitas bisnis. Selain itu,

kemampuan menghasilkan profit menjadi indikator penting untuk mengukur kemampuan

bersaing bank syariah dalam jangka panjang (Aulia dan Ridha, 2011 :1).

Perkembangan jumlah perbankan di Indonesia dari tahun 2007 hingga 2011 terus

mengalami kenaikan. Peluang pengembangan perbankan syariah semakin besar pasca penetapan

API dengan besarnya kenaikan jumlah perbankan syariah. Bank Indonesia (2011) mencatat Bank

Umum Syariah (BUS) mengalami peningkatan jumlah bank, dari 3 bank di tahun 2007 menjadi

11 bank di tahun 2011. Sedangkan untuk UUS sempat mengalami peningkatan dan penurunan,

dari 26 bank pada tahun 2007, 27 bank pada tahun 2008, dan menurun menjadi 23 bank pada

tahun 2011. Untuk BPRS berjumlah 114 bank pada 2007, dan meningkat menjadi 154 bank pada

tahun 2011, seperti pada tabel 1.1 dibawah ini:

Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah dan Kantor Perbankan Syariah

Tahun 2007-2011 Jenis Perbankan

Syariah

Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

Bank Umum Syariah

Jumlah Bank 3 5 6 11 11

Jumlah Kantor 401 581 711 1.215 1.319

Unit Usaha Syariah

Jumlah Bank 26 27 25 23 23

Jumlah Kantor 196 241 287 262 321

BPR Syariah

Jumlah Bank 114 131 138 150 154

Page 4: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

Jumlah Kantor 185 202 225 286 300

Total 782 1.024 1223 1.763 1.940

Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2011

Menurut Amir Machmud (2010), pertumbuhan bank syariah di Indonesia merupakan

fenomena yang sangat menarik. Dimana jumlah penduduk Indonesia kini telah mencapai 200

juta jiwa merupakan peluang pasar yang sangat potensial dari posisi profitabilitasnya.

Semakin banyaknya jumlah bank syariah yang beroperasi khususnya dalam bentuk Bank

Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) di Indonesia dengan berbagai bentuk

produk dan pelayanan yang diberikan dapat menimbulkan permasalahan di masyarakat.

Permasalahan yang paling penting adalah bagaimana kualitas kinerja keuangan dan kesehatan

dari bank umum syariah dan unit usaha syariah yang ada.

Penilaian kinerja keuangan perbankan dimaksudkan untuk menilai keberhasilan

manajemen di dalam mengelola suatu badan usaha. Kinerja perbankan merupakan gambaran

prestasi yang dicapai bank dalam aspek keuangan, pemasaran, penghimpunan dan penyaluran

dana dalam suatu periode . Bank sebagai sebuah perusahaan wajib mempertahankan kepercayaan

masyarakat terhadap kinerja bank yang bersangkutan, oleh karena itu diperlukan transparansi

atau pengungkapan informasi laporan keuangan bank yang bertujuan untuk menyediakan

informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan, serta

sebagai dasar pengambilan keputusan (Gunawan dan Dewi, 2003).

Penilaian kinerja keuangan bank dapat dinilai dengan pendekatan analisa rasio keuangan

dari semua laporan keuangan yang dilaporkan di masa depan (Febryani dan Zulfadin, 2003).

Dengan menganalisis rasio keuangan bank, maka akan dapat dinilai kinerja setiap bank,

apakah telah bekerja secara efisien dan bagaimana tingkat kesehatan bank yang bersangkutan.

Beberapa rasio keuangan bank yang digunakan untuk mengukur kinerja bank antara lain :

1. Capital Adequacy Ratio (CAR)

2. Return on Assets (ROA)

Page 5: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

3. Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)

4. Net Operating Margin (NOM)

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih

jauh mengenai perbandingan kinerja keuangan bank umum syariah dengan membandingkan

Capital Adeuacy Ratio (CAR), Return On Assets (ROA), Biaya Operasional Pendapatan

Operasional (BOPO), dan Net Operating Margin (NOM) pada Bank Umum Syariah di

Indonesia. Dari penelitian ini diharapkan diperoleh informasi mengenai kinerja keuangan pada

Bank Umum Syariah di Indonesia. Dengan demikian penelitian ini penulis beri judul “Analisis

Perbandingan Kinerja Keuangan 3 Bank Umum Syariah di Indonesia”

1.2 Perumusan Masalah

Sebagai salah satu lembaga keuangan, bank perlu menjaga kinerjanya agar dapat

beroperasi secara optimal. Terlebih lagi bank syariah harus bersaing dengan bank konvensional

yang dominan dan telah berkembang pesat di Indonesia. Persaingan yang semakin tajam ini

harus dibarengi dengan manajemen yang baik untuk bisa bertahan di industri perbankan. Salah

satu faktor yang harus diperhatikan oleh bank untuk bisa terus bertahan hidup adalah kinerja

keuangan bank. Laporan keuangan pada perbankan menunjukkan kinerja keuangan yang telah

dicapai perbankan pada suatu waktu.

Pada umumnya semakin lama berdiri suatu perusahaan/bank maka akan semakin baik

kinerja keuangannya. Namun pada kenyataannya ditemukan bahwa aset Bank Muamalat yang

telah berdiri pada tahun 1992 lebih rendah dari aset Bank Syariah Mandiri yang berdiri tahun

1999. Aset BSM pada tahun 2012 mencapai 54,2 T, sedangkan Bank Muamalat pada tahun 2012

memiliki aset sebesar 41,8 T.

Dari paparan diatas memberikan suatu gambaran mengenai masalah yang hendak ditelaah

dalam penelitian ini:

1. Bagaimana kinerja keuangan bank umum syariah di Indonesia periode tahun 2003 - 2012

2. Bank Syariah mana yang memiliki kinerja keuangan yang paling baik ?

Page 6: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

1.3 Pembatasan Masalah

Pembatasan dari penelitian ini adalah:

1. Dalam penelitian ini yang dianalisis adalah 3 bank umum syariah di Indonesia.

2. Data yang digunakan adalah laporan keuangan 3 bank umum syariah di Indonesia periode

tahun 2003 - 2012

3. Metode yang dipergunakan adalah rasio keuangan yang meliputi, Capital Adequacy

Ratio, Return On Assets, Biaya Operasional Pendapatan Operasional dan Net Operating

Margin.

1.4 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1.Menganalisis kinerja keuangan bank umum syariah di Indonesia periode tahun 2003 -

2012.

2.Menganalisis Bank Syariah mana yang memiliki kinerja keuangan yang paling baik.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, adalah:

1.Bagi penulis

Penerapan atas ilmu ekonomi yang telah didapat semasa perkuliahan, khususnya dalam

manajemen keuangan Manfaat lainnya yaitu, mengetahui bagaimana penerapan

ilmu yang didapat semasa perkuliahan ke dalam sebuah penelitian.

2.Bagi perbankan

Dapat dijadikan sebagai catatan untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya,

sekaligus memperbaiki apabila ada kelemahan dan kekurangan.

Page 7: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1. Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis untuk melihat perbandingan kinerja

keuangan 3 bank umum syariah di Indonesia selama periode tahun 2003-2012.

1.6.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa laporan

keuangan tahunan dari 3 Bank Umum Syariah di Indonesia, yaitu:

1. Bank Muamalat (www.muamalatbank.com)

2. Bank Syariah Mandiri (www.syariahmandiri.co.id)

3. Bank Mega Syariah (www.megasyariah.co.id)

1.6.3. Populasi dan Sampel

Populasi didefinisikan sebagai seperangkat unit analisis yang lengkap yang sedang

diteliti. Sedangkan sampel merupakan sub dari seperangkat elemen yang dipilih untuk dipelajari.

(Sarwono, 2009). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Umum

Syariah yang terdaftar di Bank Indonesia. Yaitu sebanyak 3 bank. Kriteria untuk pemilihan

sampel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah 3 Bank Umum Syariah yang meyajikan

laporan keuangan dan rasio yang dibutuhkan.

1.6.4. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu :

a. Studi Pustaka

Teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang telah ada dan memiliki relevans i dengan

masalah yang ditelaah oleh penulis dalam penelitian ini dijadikan landasan teori awal sebagai

kerangka berfikir bagi penyelesaian tahap-tahap penelitian dari awal sampai pada penulisan

skripsi ini. Materi-materi yang diperoleh dari literatur-literatur berbagai pustaka juga bermanfaat

sebagai pedoman dalam melaksanakan dan mengontrol langkah-langkah penelitian, terutama

dalam pengolahan data

b. Studi Dokumenter

Page 8: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

Pengumpulan data sekunder yang berupa laporan keuangan tahunan masing – masing

Bank yang diperoleh dari website masing-masing bank.

1.6.5 Teknik Analisis Data

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif

bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2009:54).

Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi

gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya,

tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan berlaku untuk umum (Sugiyono, 2010)

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan piranti lunak microsoft

excel 2007 yang mengolah data yang didapat dari laporan rasio keuangan masing-masing bank

dan dari laporan keuangan publikasi bank umum syariah Bank Indonesia. Kemudian hasilnya

diolah lebih lanjut dengan menggunakan bobot standar dari Bank Indonesia untuk mengetahui

tingkat kesehatan bank tersebut.

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini digunakan sistematika penulisan sebagai gambaran umum tentang

penelitian yang dilakukan.

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Pada bab landasan teori ini membahas teori-teori yang terkait dengan penelitian yang

dilakukan.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab metodologi penelitian ini menjelaskan secara jelas tentang metode penelitian yang

dilakukan meliputi objek penelitian, jenis dan sumber data, populasi dan sampel, metode

pengumpulan data, operasionalisasi variabel dan teknik pengumpulan data.

Page 9: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab analisis dan pembahasan ini menjelaskan secara rinci tentang pembahasan dan

analisa yang dilakukan sehingga akan jelas gambaran permasalahan yang terjadi dan

alternatif pemecahan masalah yang dihadapi.

BAB V : PENUTUP

Pada bab penutup ini disajikan sebagai penutup yang berisikan kesimpulan dan saran dari

hasil penelitian ini.

Page 10: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Bank dan Perbankan

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak (Kasmir, 2010).

Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan,

kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (Booklet

Perbankan Indonesia, 2013).

2.2 Pengertian Bank Syariah

Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip

Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan

fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di

bidang syariah (Booklet Perbankan Indonesia, 2013)

2.3 Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah

Berdasarkan Booklet Perbankan Indonesia (2013) kegiatan usaha bank umum syariah

terdiri atas:

1. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan

dengan prinsip syariah;

2. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa Deposito, Tabungan atau bentuk lainnya

yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak

bertentangan dengan prinsip syariah;

3. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah, atau

akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna’, atau akad

lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

Page 11: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

5. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan

dengan prinsip syariah;

6. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah

berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad

lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak

bertentangan dengan prinsip syariah;

8. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;

9. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang

diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain, seperti akad ijarah,

musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah berdasarkan prinsip syariah;

10. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah

dan/atau BI;

11.Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan

pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah;

12. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan

prinsip syariah;

13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip

syariah;

14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah

berdasarkan prinsip syariah;

15. Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah;

16. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah; dan

17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial

sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

18. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah;

19. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan

yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;

20. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya;

Page 12: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

21. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah;

22. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah

dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;

23. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan

menggunakan sarana elektronik;

24. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek

berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang;

25. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang

berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal;

26. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah lainnya yang

berdasarkan prinsip syariah.

2.4 Prinsip Dasar Perbankan Syariah

Batasan-batasan bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya berdasar pada syariat

Islam, menyebabkan bank syariah harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak

bertentangan dengan syariat Islam (Syafi’I Antonio (2001) dalam Rindawati Ema (2007).

Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai berikut :

1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)

Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik

individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip

menghendaki.

Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:

a. Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository) adalah akad penitipan barang/uang di mana

pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak

bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan

perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah berupa

produk safe deposit box.

b. Wadiah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository) adalah akad penitipan barang/uang di

mana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan

barang/uang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan

barang/uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan

Page 13: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

barang/uang titipan menjadi hak penerima titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro

dan tabungan.

2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)

Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara

penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:

a. Al -Mudharabah

Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama

(shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi

pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang

dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama

kerugian itu bukan akibat kelalalian si pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena

kecurangan atau kelalian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian

tersebut. Akad mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis:

1). Mudharabah Muthlaqah

Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat

luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.

2). Mudharabah Muqayyadah

Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib dimana mudharib

memberikan batasan kepada shahibul maal mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.

b. Al-Musyarakah

Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha

tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa

keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dua jenis al-

musyarakah:

1). Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang

mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.

2). Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju

bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.

3. Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)

Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank

akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen

Page 14: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut

kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Implikasinya

berupa:

a. Al-Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan

keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

b. Salam

Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh

penjual dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut

diterima sesuai syarat- syarat tertentu. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam

suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain

untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.

c. Istishna’

Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga bertindak sebagai

penjual. Cara pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan

sampai jangka waktu tertentu. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum

yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya.

Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual

kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna

maka hal ini disebut istishna paralel.

4. Prinsip Sewa (Al-Ijarah)

Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran

upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-ijarah

terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan

penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada

akhir masa sewa.

5. Prinsip Jasa (Fee-Based Service)

Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk

produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain:

a. Al-Wakalah

Page 15: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa

tertentu, seperti transfer.

b. Al-Kafalah

Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi

kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.

c. Al-Hawalah

Al Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang

wajib menanggungnya. Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada Factoring

(anjak piutang), Post-dated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan

dulu piutang tersebut.

d. Ar-Rahn

A-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas

pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan

demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh

atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam

jaminan utang atau gadai.

e. Al-Qardh

Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang tidak dapat ditagih atau diminta

kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini

digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat,

infaq dan shadaqah.

2.5 Sistem Operasional Bank Syariah

Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak

dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana

nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal

usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan (Rindawati Ema, 2007).

Produk-produk bank syariah muncul karena didasari oleh operasionalisasi fungsi bank

syariah (Baraba, 2000). Dalam menjalankan operasinya bank syariah memiliki empat fungsi

sebagai berikut:

Page 16: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

a. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi dana-dana yang dipercayakan oleh

pemegang rekening investasi/deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan

kebijakan investasi bank

b. Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki pemilik dana sesuai dengan arahan

investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana.

c. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak

bertentangan dengan prinsip syariah; dan

d. Sebagai pengelola fungsi sosial

Sistem operasional tersebut meliputi:

1. Sistem Penghimpunan Dana

Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang

diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga

kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk

penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan

deposito. Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal

dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari

sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:

a. Modal

Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat

digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara tidak

langsung menghasilkan (fixed asset/non earning asset). Selain itu, modal juga dapat digunakan

untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal

dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya.

Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dalam perbankan syariah, dapat dilakukan

melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity participation pada saham perseroan bank.

b. Titipan (Wadi’ah)

Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan

menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah. Dalam

prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan

tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat, sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

Page 17: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

c. Investasi (Mudharabah)

Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan

kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini

adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang

menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan demikian bukanlah

lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional.

Produk-produk pendanaan bank syariah mempunyai empat jenis yang berbeda, yaitu:

1) Giro, dengan prinsip wadiah dan qardh

2) Tabungan, dengan prinsip wadiah qardh atau mudharabah

3) Deposito/Investasi, dengan prinsip mudharabah, dan

4) Obligasi/Sukuk, dengan prinsip mudharabah, ijarah, dan lail-lain.

1. Pendanaan dengan Prinsip Wadiah

a. Giro Wadiah

Giro Wadiah adalah produk pendanaan bank syariah berupa simpanan dari nasabah

dalam bentuk rekening giro untuk keamanan dan kemudahan pemakainya.

Karakteristik giro wadiah ini mirip dengan giro pada bank konvensional, ketika

kepada nasabah penyimpan diberi garansi untuk dapat menarik dananya sewaktu-

waktu dengan menggunakan berbagai fasilitas yang disediakan bank, seperti cek,

bilyet giro, kartu ATM, atau dengan menggunakan sarana perintah pembayaran

lainnya atau dengan cara pemindahbukuan tanpa biaya. Bank boleh menggunakan

dana nasabah yang terhimpun untuk tujuan mencari keuntungan dalam kegiatan yang

berjangka pendek atau untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank, selama dana

tersebut tidak ditarik. Biasanya bank tidak menggunakan dana ini untuk pembiayaan

bagi hasil karena sifatnya yang jangka pendek. Keuntungan yang diperoleh bank dari

penggunaan dana ini menjadi milik bank. Demikian juga, kerugian yang timbul

menjadi tanggung jawab bank sepenuhnya. Bank diperbolehkan untuk memberikan

insentif berupa bonus kepada nasabah, selama hal ini tidak disyaratkan sebelumnya.

Besarnya bonus juga tidak ditetapkan dimuka.

b. Tabungan Wadiah

Tabungan wadiah adalah produk pendanaan bank syariah berupa simpanan dari

nasabah dalam bentuk rekening tabungan untuk kemanan dan kemudahan

Page 18: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

pemakainya, seperti giro wadiah, tetapi tidak sefleksibel giro wadiah, karena nasabah

tidak dapat menarik dananya dengan cek. Karakteristik tabungan wadiah ini juga

mirip dengan tabungan konvensional ketika nasabah penyimpan diberi garansi untuk

dapat menarik dananya sewaktu-waktu dengan menggunakan fasilitas yang

disediakan bank, seperti kartu ATM dan sebagainya tanpa biaya. Seperti halnya pada

giro wadiah, bank juga boleh menggunakan dana nasabah yang terhimpun untuk

tujuan mencari keuntungan dalam kegiatan yang berjangka pendek atau untuk

memenuhi kebutuhan likuiditas bank, selama dana tersebut tidak ditarik. Biasanya

bank dapat menggunakan dana ini lebih leluasa dibandingkan dana dari giro wadiah,

karena sifat penarikannya yang tidak sefleksibel giro wadiah, sehingga bank

mempunyai kesempatan lebih besar untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu,

bonus yang diberikan oleh bank kepada nasabah tabungan wadiah biasanya lebih

besar darpada bonus yang diberikan oleh bank kepada nasabah giro wadiah. Besarnya

bonus juga tidak dipersyaratkan dan tidak ditetapkan di muka.

2. Pendanaan dengan Prinsip Qardh

Simpanan giro dan tabungan juga dapat menggunakan prinsip qardh, ketika bank

dianggap sebagai penerima pinjaman tanpa bunga dari nasabah deposan sebagai pemilik

modal. Bank dapat memanfaatkan dana pinjaman dari nasabah deposan untuk tujuan apa

saja, termasuk kegiatan produktif mencari keuntungan. Sementara itu, nasabah deposan

dijamin akan memperoleh kembali dananya secara penuh, sewaktu-waktu nasabah ingin

menarik dananya. Bank boleh juga memberikan bonus kepada nasabah deposan, selama

hal ini tidak disyaratkan di awal perjanjian.

3. Pendanaan dengan Prinsip Mudharabah

a. Tabungan Mudharabah

Bank syariah menerima simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening tabungan

untuk keamanan dan kemudahan pemakaian, seperti rekening giro, tetapi tidak

sefleksibel rekening giro, karena nasabah tidak dapat menarik dananya dengan cek.

Prinsip yang digunakan dapat berupa wadiah(titipan), qardh(pinjaman kebajikan)

mudharabah(bagi hasil).

b. Deposito/Investasi Umum (Tidak Terikat)

Page 19: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

Bank syariah menerima simpanan deposito berjangka (pada umumnya untuk satu

bulan keatas) ke dalam rekening investasi umum dengan prinsip mudharabah

muthlaqah. Investasi umum ini sering disebut juga investasi tidak terikat. Nasabah

rekening investasi lebih bertujuan untuk mencari keuntungan daripada untuk

mengamankan uangnya. Dalam mudharabah muthlaqah, bank sebagai mudharib

mempunyai kebebasan mutlak dalam pengelolaan investasinya. Jangka waktu

investasi dan bagi hasil disepakati bersama.

c. Deposito/Investasi Khusus (Terikat)

Bank syariah menawarkan rekening investasi khusus kepada nasabah yang ingin

menginvestasikan dananya langsung dalam proyek yang disukainya yang

dilaksanakan oleh bank dengan prinsip mudharabah muqayadah. Rekening investasi

khusus ini biasanya ditujukan kepada para nasabah/investor besar dan institusi.

Dalam mudharabah muqayadah bank menginvestasikan dana nasabah ke dalam

proyek tertentu yang diinginkan nasabah. Jangka waktu investasi dan bagi hasil

disepakati bersama dan hasilnya langsung berkaitan dengan keberhasilan proyek

investasi yang dipilih.

d. Sukuk Mudharabah

Akad Mudharabah juga dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk penghimpunan

dana dengan menerbitkan Sukuk yang merupakan obligasi syariah. Dengan obligasi

syariah, bank mendapatkan alternatif sumber dana berjangka panjang (lima tahun atau

lebih) sehingga dapat digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan berjangka panjang.

4. Pendanaan dengan Prinsip Ijarah

Akad Ijarah dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk penghimpunan dana dengan

menerbitkan Sukuk yang merupakan obligasi syariah. Dengan obligasi syariah, bank

mendapatkan alternatif sumber dana berjangka panjang (lima tahun atau lebih) sehingga

dapat digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan berjangka panjang. Obligasi syariah ini

dapat meggunakan beberapa prinsip yang dibolehkan syariah, seperti menggunakan

prinsip bagu hasil (Sukuk Mudharabah dan Sukuk Musyarakah), menggunakan prinsip

jual beli (Sukuk Murabahah, Sukuk Salam, Sukuk Istishna), menggunakan prinsip sewa

(Sukuk Ijarah), dan sebagainya. Penerbitan Sukuk melibatkan empat pihak, yaitu pemilik

aset, penyewa, investor, dan Special Purpose Vehicle. Dalam hal ini bank syariah adalah

Page 20: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

pihak pemilik aset tersebut. Penyewa adalah pihak yang menyewa aset. Pihak investor

adalah pihak yang membeli sertifikat Sukuk Ijarah. SPV adalah institusi yang khusus

didirikan dalam rangka penerbitan sukuk. Pemilik aset dan penyewa pada umumnya satu

institusi yang sama dan biasa disebut sebagai penerbit atau issuer.

2. Sistem Penyaluran Dana (Financing)

Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:

a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual

beli. Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan murabahah,

salam dan istishna’.

b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa

(Ijarah). Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip

ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila

pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.

c. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna

mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil untuk

produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan pola-pola musyarakah dan

mudharabah.

Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut:

1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi,

perdagangan, maupun investasi.

2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan

konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

Pembiayaan Modal Kerja

a. Bagi Hasil

Kebutuhan modal kerja usaha yang beragam seperti untuk membayar tenaga kerja,

rekening listrik dan air, bahan baku, dan sebagainya, dapat dipenuhi dengan pembiayaan

berpola bagi hasil dengan akad mudharabah atau musyarakah. Sebagai contoh, usaha

rumah makan, usaha bengkel, usaha took kelontong, dan sebagainya. Dengan berbagi

hasil, kebutuhan modal kerja pihak pengusaha terpenuhi, sementara kedua belah pihak

mendapatkan manfaat dari pembagian risiko yang adil. Agar bank syariah dapat berperan

Page 21: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

aktif dalam usaha mengurangi kemungkinan risiko, seperti moral hazard, maka bank

dapat memilih untuk menggunakan akad musyarakah.

b. Jual Beli

Kebutuhan modal kerja usaha perdagangan untuk membiayai barang dagangan dapat

dipenuhi dengan pembiayaan berpola jual beli dengan akad murabahah. Dengan berjual

beli, kebutuhan modal pedagang terpenuhi dengan harga tetap, sementara bank syariah

mendapat keuntungan margin tetap dengan meminimalkan risiko.

Pembiayaan Investasi

a. Bagi Hasil

Kebutuhan investasi secara umum dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola bagi hasil

dengan akad mudharabah atau musyarakah. Sebagai contoh, pembuatan pabrik baru,

perluasan pabrik, usaha baru, perluasan usaha, dan sebagainya.

b. Jual Beli

Kebutuhan investasi sebagiannya juga dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola jual

beli dengan akad murabahah. Sebagai contoh, pembelian mesin, pembelian kendaraan

untuk usaha, pembelian tempat usaha, dan sebagainya. Kebutuhan investasi yang

memerlukan waktu untuk membangun juga dapat dipenuhi dengan akad istishna,

misalnya untuk industri berteknologi tinggi. Selain itu akad istishna juga dapat

diaplikasikan dalam industry konstruksi, misalnya, gedung apartemen, rumah sakit,

sekolah, universitas, dan sebagainya.

c. Sewa

Kebutuhan aset investasi yang biayanya sangat tinggi dan memerlukan waktu lama dan

memerlukan waktu lama untuk memproduksinya pada umumnya tidak dilakukan dengan

cara berbagi hasil atau kepemilikan karena risikonya terlalu tinggi atau kebutuhan

modalnya tidak terjangkau. Kebutuhan investasi seperti itu dapat dipenuhi dengan

pembiayaan berpola sewa dengan akad ijarah atau ijarah muntahiya bittamlik. Sebagai

contoh, pembiayaan pesawat terbang, kapal, dan sejenisnya. Selain itu, pembiayaan

ijarah dapat juga digunakan untuk pembiayaan peralatan industri, mesin-mesin pertanian,

dan alat-alat transportasi.

Pembiayaan Aneka Barang, Perumahan, dan Properti

a. Bagi Hasil

Page 22: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

Kebutuhan barang konsumsi, perumahan, atau property dapat dipenuhi dengan

pembiayaan berpola bagi hasil dengan akad musyarakah mutanaqisah. Misalnya,

pembelian mobil, sepeda motor, rumah, apartemen, dan sebagainya. Dengan cara ini bank

syariah dan nasabah bermitra untuk membeli aset yang diinginkan nasabah. Bagian sewa

dari nasabah digunakan sebagai cicilan pembelian porsi aset yang dimiliki oleh bank

syariah, sehingga pada periode waktu tertentu (saat jatuh tempo), aset tersebut

sepenuhnya telah dimiliki oleh nasabah.

b. Jual Beli

Kebutuhan barang konsumsi, perumahan, atau properti apa saja secara secara umum

dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola jual beli dengan akad murabahah. Dengan

akad ini bank syariah memenuhi kebutuhan nasabah dengan membelikan aset yang

dibutuhkan nasabah dari supplier kemudian menjual kembali kepada nasabah dengan

mengambil margin keuntungan yang diinginkan. Selain mendapat keuntungan margin,

bank syariah juga hanya menanggung risiko yang minimal. Sementara itu, nasabah

mendapatkan kebutuhan asetnya dengan harga yang tetap.

c. Sewa

Kebutuhan barang konsumsi, perumahan, atau properti apa saja secara secara umum

dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola jual beli dengan akad ijarah muntahiya

bittamlik. Dengan akad ini bank syariah membeli aset yang dibutuhkan nasabah

kemudian menyewakan kepada nasabah dengan perjanjian pengalihan kepemilikan di

akhir periode dengan harga yang disepakati di awal akad. Dengan cara ini bank syariah

tetap menguasai kepemilikan aset selama periode akad dan pada waktu yang sama

menerima pendapatan sewa. Sementara itu, nasabah terpenuhi kebutuhannya dengan

biaya yang dapat diperkirakan sebelumnya.

Produk Jasa Perbankan

Produk-produk jasa perbankan dengan pola lainnya pada umumnya menggunakan akad-

akad tabarru yang dimaksudkan tidak untuk mencari keuntungan, tetapi dimaksudkan sebagai

fasilitas pelayanan kepada nasabah dalam melakukan transaksi perbankan. Oleh karena itu, bank

sebagai penyedia jasa hanya membebani biaya administrasi. Jasa perbankan golongan ini yang

bukan termasuk akad tabarru adalah akad sharf yang merupakan akad pertukaran uang dengan

Page 23: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

uang dan ujr yang merupakan bagian dari ijarah (sewa) yang dimaksudkan untuk mendapatkan

upah (ujroh) atau fee.

2.6 Rasio Keuangan

1. Capital Adequcy Ratio

Pengertian modal bank berdasar ketentuan Bank Indonesia dibedakan antara bank yang

didirikan dan berkantor pusat di Indonesia dan kantor cabang bank asing yang beroperasi di

Indonesia. Modal bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri atas modal inti

atau primary capital dan modal pelengkap atau secondary capital. Komponen modal inti pada

prinsipnya terdiri atas modal disetor dan cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah

pajak (Siamat, 2005).

Bank Indonesia mewajibkan setiap bank umum menyediakan modal minimum sebesar

8% dari total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Presentase kebutuhan modal

minimum ini disebut Capital Adequacy Ratio (CAR).

Perhitungan penyediaan modal minimum atau kecukupan modal bank (capital adequacy)

didasarkan kepada rasio atau perbandingan antara modal yang dimiliki bank dan jumlah Aktiva

Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Aktiva dalam perhitungan ini mencakup aktiva yang

tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin dalam

kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau komitmen yang disediakan bagi pihak ketiga.

Langkah-langkah perhitungan penyediaan modal minimum bank adalah sebagai berikut:

1. ATMR aktiva neraca dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal masing-masing aktiva

yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos aktiva neraca tersebut.

2. ATMR aktiva administratif dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal rekening

administratif yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos rekening tersebut.

3. Total ATMR = ATMR aktiva neraca + ATMR aktiva administratif.

4. Rasio modal bank dihitung dengan cara membandingkan antara modal bank (modal inti +

modal pelengkap) dan total ATMR. Rasio tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

CAR= Modal BankATMR

5. Hasil perhitungan rasio di atas kemudian dibandingkan dengan kewajiban penyediaan modal

minimum (yakni sebesar 8%). Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, dapatlah diketahui

Page 24: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

apakah bank yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan CAR (kecukupan modal) atau tidak.

Jika hasil perbandingan antara perhitungan rasio modal dan kewajiban penyediaan modal

minimum sama dengan 100% atau lebih, modal bank yang bersangkutan telah memenuhi

ketentuan CAR (kecukupan modal). Sebaliknya, bila hasilnya kurang dari 100%, modal bank

tersebut tidak memenuhi ketentuan CAR.

2. Return On Asset (ROA)

Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat

efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Rasio rentabilitas

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Asset (ROA). Rasio ini digunakan untuk

mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara

keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang

dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset

(Siamat, 2005). Rumus yang digunakan adalah :

ROA= Laba Sebelum PajakTotal Aktiva

3. Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)

Rasio biaya efisiensi adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan

operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam

melakukan kegiatan operasinya (Siamat, 2005).Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

BOPO= BiayaOperasionalPendapatanOperasional

4. Net Operating Margin (NOM)

Rasio NIM mengindikasikan kemampuan bank menghasilkan pendapatan bunga bersih

dengan penempatan aktiva produktif (Taswan, 2009). Bank syariah menjalankan kegiatan

operasional bank tidak dengan sistem bunga, maka dalam penilaian rasio NIM pada bank syariah

menggunakan rasio Net Operating Margin (NOM) yang merupakan pendapatan operasi bersih

terhadap rata-rata aktifa produktif.

Net Interest Margin (NIM) “marjin bunga bersih” adalah ukuran perbedaan antara bunga

pendapatan yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang

Page 25: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif terhadap jumlah

mereka (bunga produktif ) aset. Hal ini mirip dengan margin kotor perusahaan non-finansial.

Hal ini biasanya dinyatakan sebagai persentase dari apa lembaga keuangan memperoleh

pinjaman dalam periode waktu dan aset lainnya dikurangi bunga yang dibayar atas dana

pinjaman dibagi dengan jumlah rata-rata atas aktiva tetap pada pendapatan yang diperoleh dalam

jangka waktu tersebut (yang produktif rata-rata aktiva).

Margin bunga bersih mirip dalam konsep untuk menyebarkan bunga bersih , namun

penyebaran bunga bersih adalah selisih rata-rata nominal antara pinjaman dan suku bunga

pinjaman, tanpa kompensasi untuk kenyataan bahwa aktiva produktif dan dana yang dipinjam

dapat menjadi alat yang berbeda dan berbeda dalam volume. Margin bunga bersih sehingga

dapat lebih tinggi (atau kadang-kadang lebih rendah) daripada penyebaran bunga bersih.

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir

BANK

BANK UMUM SYARIAH

LAPORAN KEUANGAN

RASIO-RASIO KEUANGAN

NOMBOPOROACAR

KINERJA KEUANGAN

Page 26: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

BAB III

GAMBARAN UMUM PENELITIAN

3.1 Profil Bank Umum Syariah

a. Bank Muamalat

Bank Muamalat Indonesia, adalah bank umum pertama di Indonesia yang menerapkan

prinsip Syariah Islam dalam menjalankan operasionalnya. Didirikan pada tahun 1991,

yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia. Mulai

beroperasi pada tahun 1992, yang didukung oleh cendekiawan Muslim dan pengusaha,

serta masyarakat luas. Pada tahun 1994, telah menjadi bank devisa. Produk pendanaan

yang ada menggunakan prinsip Wadiah (titipan) dan Mudharabah (bagi hasil). Sedangkan

penanaman dananya menggunakan prinsip jual beli, bagi hasil, dan sewa.

b. Bank Syariah Mandiri

Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah  sekaligus berkah

pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi

dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi termasuk di

panggung politik nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat

hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam

kondisi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank

konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan

dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.

Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan

Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi juga

Page 27: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan

upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing.

Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat bank (Bank

Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru

bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan

tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai

pemilik mayoritas baru BSB.

Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta

membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukan tim ini bertujuan

untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di  kelompok perusahaan Bank

Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi

peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system).

Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa pemberlakuan UU tersebut

merupakan momentum yang tepat untuk melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari

bank konvensional menjadi bank syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan

Perbankan Syariah segera mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga kegiatan

usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan

prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam

Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999.

Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur

Bank Indonesia  melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999.

Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No.

1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri.

Page 28: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara

resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November

1999.

PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh  sebagai bank yang mampu

memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan

operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang

menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan

Indonesia. BSM hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju Indonesia yang

lebih baik.

c. Bank Mega Syariah

Berawal dari PT Bank Umum Tugu (Bank Tugu). Bank umum yang didirikan pada 14

Juli 1990 tersebut diakuisisi CT Corpora dahulu bernama Para Group melalui PT Para

Global Investindo dan PT Para Rekan Investama pada 2001. Sejak awal, para pemegang

saham memang ingin mengonversi bank umum konvensional itu menjadi bank umum

syariah. Keinginan tersebut terlaksana ketika Bank Indonesia mengizinkan Bank Tugu

dikonversi menjadi PT Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI) pada 27 Juli 2004.

Pengonversian tersebut dicatat dalam sejarah perbankan Indonesia sebagai upaya pertama

pengonversian bank umum konvensional menjadi bank umum syariah.

Pada 25 Agustus 2004, BSMI resmi beroperasi. Hampir tiga tahun kemudian, pada 7

November 2007, pemegang saham memutuskan perubahan bentuk logo BSMI ke bentuk

logo bank umum konvensional yang menjadi sister company-nya, yakni PT Bank Mega,

Tbk., tetapi berbeda warna. Sejak 2 November 2010 sampai dengan sekarang, bank ini

berganti nama menjadi PT Bank Mega Syariah.

Page 29: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

Untuk mewujudkan visi “Bank Syariah Kebanggaan Bangsa”, CT Corpora sebagai

pemegang saham mayoritas memiliki komitmen dan tanggung jawab penuh untuk

menjadikan Bank Mega Syariah sebagai bank umum syariah terbaik di industri

perbankan syariah nasional. Komitmen tersebut dibuktikan dengan terus memperkuat

modal bank. Dengan demikian, Bank Mega Syariah akan mampu memberikan pelayanan

terbaik dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dan kompetitif di industri

perbankan nasional. Misalnya, pada 2010, sejalan dengan perkembangan bisnis, melalui

rapat umum pemegang saham (RUPS), pemegang saham meningkatkan modal dasar dari

Rp400 miliar menjadi Rp1,2 triliun dan modal disetor bertambah dari Rp150,060 miliar

menjadi Rp318,864 miliar.

Di sisi lain, pemegang saham bersama seluruh jajaran manajemen Bank Mega Syariah

senantiasa bekerja keras, memegang teguh prinsip kehati-hatian, serta menjunjung tinggi

asas keterbukaan dan profesionalisme dalam melakukan kegiatan usahanya. Beragam

produk juga terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta didukung

infrastrukur layanan perbankan yang semakin lengkap dan luas, termasuk dukungan 393

jaringan di seluruh Indonesia.

Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sekaligus mengukuhkan semboyan

“Untuk Kita Semua”, pada 2008, Bank Mega Syariah mulai memasuki pasar perbankan

mikro dan gadai. Strategi tersebut ditempuh karena ingin berperan lebih besar dalam

peningkatan perekonomian umat yang mayoritas memang berbisnis di sektor usaha mikro

dan kecil.

Sejak 16 Oktober 2008, Bank Mega Syariah telah menjadi bank devisa. Dengan status

tersebut, bank ini dapat melakukan transaksi devisa dan terlibat dalam perdagangan

Page 30: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

internasional. Artinya, status itu juga telah memperluas jangkauan bisnis bank ini,

sehingga tidak hanya menjangkau ranah domestik, tetapi juga ranah internasional.

Strategi peluasan pasar dan status bank devisa itu akhirnya semakin memantapkan posisi

Bank Mega Syariah sebagai salah satu bank umum syariah terbaik di Indonesia.

Selain itu, pada 8 April 2009, Bank Mega Syariah memperoleh izin dari Departemen

Agama Republik Indonesia (Depag RI) sebagai bank penerima setoran biaya

penyelenggaraan ibadah haji (BPS BPIH). Dengan demikian, bank ini menjadi bank

umum kedelapan sebagai BPS BPIH yang tersambung secara online dengan Sistem

Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Depag RI. Izin itu tentu menjadi landasan baru

bagi Bank Mega Syariah untuk semakin melengkapi kebutuhan perbankan syariah umat

Indonesia.

Page 31: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Data Objek Penelitian

Objek penelitian yang digunakan adalah 3 Bank Umum Syariah yang terdiri dari

Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah. Penelitian ini akan melihat

kinerja keuangan 3 Bank Umum Syariah yang diukur dengan Capital Adequacy Ratio

(CAR), Return On Asset (ROA), Beban Operasional dan Pendapatan Operasional

(BOPO), dan Net Operating Margin (NOM).

4.2.1 Analisa Tahun 2003 – 2012

Pada tahun 2003 sampai dengan 2012 terdapat 3 bank yang menjadi analisis penelitian, terdiri

dari Bank Mualamat, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Analisis yang dilakukan

terdiri dari Capital Adequacy Ratio (CAR), Return on Assets, Beban Operasional (BOPO) dan

Net Operating Margin (NOM).

4.2.1.1 Analisis Capital Adequacy Ratio (CAR)

CAR yang juga dikenal ratio kecukupan modal ini merupakan hasil perbandingan dari

seluruh asset yang menjadi hak milik bank dan juga modal bersih yang dimiliki. Penyediaan

modal minimum sebagaimana dimaksud Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.14 / 18 / PBI /

2012, ditetapkan sebagai berikut:

Page 32: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

Tabel 4.1

Klasifikasi Tingkat CAR menurut BI

Tingkat CAR Predikat

8% ke atas Sehat

6,4% - 7,9% Kurang Sehat

Dibawah 6,4% Tidak Sehat

Sumber : www.bi.go.id

Berikut analisa CAR dari tiga bank tersebut :

Tabel 4.2

Analisis CAR

Tahun Muamalat

%

Kriteria

Sehat

BS

M

%

Kriteria

Sehat

Meg

a

%

Kriteria

Sehat

2003 13 Sehat 20 Sehat 9 Sehat

2004 12 Sehat 10 Sehat 21 Sehat

2005 16 Sehat 12 Sehat 10 Sehat

2006 14 Sehat 12 Sehat 8 Sehat

2007 10 Sehat 12 Sehat 12 Sehat

2008 11 Sehat 12 Sehat 13 Sehat

2009 11 Sehat 12 Sehat 10 Sehat

2010 13 Sehat 10 Sehat 13 Sehat

2011 12 Sehat 14 Sehat 12 Sehat

2012 11 Sehat 13 Sehat 13 Sehat

Sumber : Lampiran Rasio Keuangan Perbankan.

Berdasarkan data CAR Bank Muamalat, BSM dan Mega Syariah tahun 2003 - 2012,

diketahui bahwa nilai rasio CAR secara keseluruhan berada pada kriteria Sehat. Nilai CAR

terendah terdapat pada Bank Mega Syariah pada tahun 2003 sebesar 9% dan 8%. Walaupun

dinyatakan masih sehat, nilai tersebut mendekati ambang batas bawah dari standar yang

ditentukan Bank Indonesia. Nilai CAR terendah terdapat pada Bank Mega Syariah pada tahun

Page 33: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

2003 sebesar 9% dan 8%. Walaupun dinyatakan masih sehat, nilai tersebut mendekati ambang

batas bawah dari standar yang ditentukan Bank Indonesia.

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 20120

5

10

15

20

25

1312

16

14

1011 11

1312

11

20

10

12 12 12 12 12

10

1413

9

21

10

8

1213

10

1312

13

8 8 8 8 8 8 8 8 8 8

MuamalatBSMMegaKriteria

Grafik 4.1

Analisis CAR

Kemudian nilai CAR tertinggi terdapat pada Bank Syariah Mandiri tahun 2003 dengan

nilai 20% dan Bank Mega Syariah tahun 2004 dengan nilai 21%. Kondisi tersebut menunjukkan

bank tersebut memiliki tingkat modal yang cukup besar dalam meningkatkan cadangan kas yang

dapat digunakan untuk memperluas pembiayaannya, sehingga akan membuka peluang yang

lebih besar bagi bank untuk meningkatkan profitabilitas.

Berdasarkan data CAR Bank Muamalat, BSM dan Mega Syariah tahun 2003 - 2012,

diketahui bahwa nilai rasio CAR secara keseluruhan berada pada kriteria Sehat. Nilai CAR

terendah terdapat pada Bank Mega Syariah pada tahun 2003 sebesar 9% dan 8%. Walaupun

dinyatakan masih sehat, nilai tersebut mendekati ambang batas bawah dari standar yang

ditentukan Bank Indonesia.

Menurunnya CAR tentu saja berakibat menurunnya kemampuan bank dalam

menyalurkan kredit, yang pada akhirnya bank kehilangan kemampuannya dalam menghasilkan

Page 34: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

laba yang optimum dari kegiatan pokoknya tersebut. CAR yang rendah juga mengakibatkan

kemampuan bank untuk survive pada saat mengalami kerugian juga rendah, selain itu CAR yang

rendah juga mengakibatkan turunnya kepercayaan nasabah yang pada akhirnya dapat

menurunkan profitabilitas bank.

Kemudian nilai CAR tertinggi terdapat pada Bank Syariah Mandiri tahun 2003 dengan

nilai 20% dan Bank Mega Syariah tahun 2004 dengan nilai 21%. Kondisi tersebut menunjukkan

bank tersebut memiliki tingkat modal yang cukup besar dalam meningkatkan cadangan kas yang

dapat digunakan untuk memperluas pembiayaannya, sehingga akan membuka peluang yang

lebih besar bagi bank untuk meningkatkan profitabilitas.

4.2.1.2 Analisis Return on Asset (ROA)

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aset guna

memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. sebagaimana dimaksud Peraturan Bank

Indonesia (PBI) No.14 / 18 / PBI / 2012, ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 4.3

Klasifikasi Tingkat ROA menurut BI

Tingkat ROA Predikat

Di atas 1,22% Sehat

0,99% - 1,22% Cukup Sehat

0,77% - 0,99% Kurang Sehat

Di bawah 0,77% Tidak Sehat

Sumber : www.bi.go.id

Page 35: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

Tabel 4.4

Analisis ROA

Tahun Muamalat(%)

Kriteria BSM(%)

Kriteria Mega(%)

Kriteria

2003 1 Cukup Sehat 1 Cukup Sehat 1 Cukup Sehat2004 1 Cukup Sehat 2 Sehat 2 Sehat2005 2 Sehat 1 Cukup Sehat 1 Cukup Sehat2006 2 Sehat 1 Cukup Sehat 1 Cukup Sehat2007 2 Sehat 1 Cukup Sehat 1 Cukup Sehat2008 2 Sehat 1 Cukup Sehat 1 Cukup Sehat2009 1 Cukup Sehat 2 Sehat 2 Sehat2010 1 Cukup Sehat 2 Sehat 2 Sehat2011 1 Cukup Sehat 1 Cukup Sehat 1 Cukup Sehat2012 1 Cukup Sehat 2 Sehat 2 Sehat

Sumber : Lampiran Rasio Keuangan Perbankan.

Nilai ROA pada Bank Muamalat, BSM dan Mega, menunjukkan bahwa bank berada pada

kelompok cukup sehat dan sehat. Sedangkan untuk nilai terendah dan tertinggi dapat diketahui

nilai ROA pada saat menuju krisis tahun 2008, Bank Muamalat berada posisi sehat,namun hal

tersebut berbeda dengan BSM dan Mega Syariah yang menujukkan pada tahun 2005 sampai

dengan tahun 2008 menunjukkan kondisi cukup sehat.

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 20120

0.5

1

1.5

2

2.5

MuamalatBSMMegaKriteria

Grafik 4.2

Page 36: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

Analisis ROA

Berdasarkan data ROA bank Muamalat, BSM dan Mega Syariah tahun 2003 - 2012,

diketahui bahwa nilai rasio ROA secara keseluruhan berada pada kriteria Sehat dan Cukup Sehat.

ROA adalah salah satu indikasi kesehatan keuangan perbankan. Semakin besar ROA, semakin

besar pula tingkat keuntungan yang dicapai dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi

penggunaan aset. Sebaliknya, semakin kecil ROA menggambarkan kinerja perbankan yang

kurang baik dalam mengelola aset guna menghasilkan laba.

4.2.1.3 Analisis Beban Operasional (BOPO)

Rasio ini digunakan untuk mengukur efisiensi perbankan adalah rasio BOPO. sebagaimana

dimaksud Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.14 / 18 / PBI / 2012, ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 4.5

Klasifikasi Tingkat BOPO menurut BI

Tingkat BOPO Predikat

Dibawah 93,52% Sehat

93,52% - 94,72% Cukup Sehat

94,72% - 95,92% Kurang Sehat

Di atas 95,92% Tidak Sehat

Sumber : www.bi.go.id

Page 37: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

Tabel 4.6

Analisis BOPO

Tahun Muamalat%

Kriteria BSM%

Kriteria Mega%

Kriteria

2003 89 Sehat 93 Sehat 91 Sehat2004 86 Sehat 79 Sehat 86 Sehat2005 81 Sehat 85 Sehat 95 Sehat2006 84 Sehat 90 Sehat 79 Sehat2007 82 Sehat 81 Sehat 67 Sehat2008 87 Sehat 78 Sehat 89 Sehat2009 95 Sehat 73 Sehat 84 Sehat2010 87 Sehat 74 Sehat 88 Sehat2011 85 Sehat 76 Sehat 90 Sehat2012 84 Sehat 73 Sehat 77 Sehat

Sumber : Lampiran Rasio Keuangan Perbankan.

Nilai BOPO terendah terdapat pada Bank Mega Syariah sebesar 67% pada tahun 2007, namun

hal tersebut masi menjadikan bank tersebut dapat kelompok yang sehat. Sedangkan untuk Nilai

BOPO tertinggi terdapat pada BSM tahun 2003 sebesar 93%.

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 20120

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

MuamalatBSMMegaKriteria

Grafik 4.3

Page 38: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

Analisis BOPO

Berdasarkan data BOPO bank Muamalat, BSM dan Mega Syariah tahun 2003 - 2012,

diketahui bahwa nilai rasio BOPO secara keseluruhan berada pada kriteria Sehat. BOPO

digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan

operasinya. Nilai BOPO terendah terdapat pada Bank Syariah Mandiri dengan nilai BOPO

sebesar 73%.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa rendahnya nilai BOPO, maka semakin tinggi

efisiensi operasional bank dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan laba. Kemudian nilai

BOPO tertinggi terdapat pada Bank Syariah Mandiri juga pada tahun 2003 dengan nilai sebesar

93%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tingginya BOPO berarti tinggi pula beban yang

ditanggung bank dan berimbas negatif terhadap laba yang didapat.

4.2.1.4 Analisis Net Operating Margin (NOM)

Rasio ini digunakan untuk mengukur efisiensi perbankan adalah rasio NOM. sebagaimana

dimaksud Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.14 / 18 / PBI / 2012, ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 4.7

Klasifikasi Tingkat NOM menurut BI

Tingkat NOM Predikat

> 3% Sehat

2 % - 3% Cukup Sehat

1,5% - 2% Kurang Sehat

1% - 1,5% Tidak Sehat

Sumber : www.bi.go.id

Page 39: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

Tabel 4.8

Analisis NOM

Tahun Muamalat(%)

Kriteria BSM(%)

Kriteria Mega(%)

Kriteria

2003 5 Sehat 7 Sehat 6 62004 8 Sehat 6 Sehat 9 92005 6 Sehat 6 Sehat 6 62006 6 Sehat 5 Sehat 8 82007 7 Sehat 6 Sehat 8 82008 7 Sehat 6 Sehat 6 62009 5 Sehat 6 Sehat 11 112010 5 Sehat 6 Sehat 15 152011 5 Sehat 7 Sehat 15 152012 4 Sehat 7 Sehat 13 13

Sumber : Lampiran Rasio Keuangan Perbankan.

Nilai NOM terendah terdapat pada Bank Muamalat pada tahun 2012 sebesar 4% dan nilai NOM

tertinggi terdapat pada Bank Mega Syariah pada tahun 2010 - 2011 seebsar 15%.

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 20120

2

4

6

8

10

12

14

16

MuamalatBSMMegaKriteria

Grafik 4.4

Analisis NOM

Page 40: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

Berdasarkan data NOM bank Muamalat, BSM dan Mega Syariah tahun 2003 - 2012,

diketahui bahwa nilai rasio NOM secara keseluruhan berada pada kriteria Sehat. Pada Bank

Muamalat dapat dilihat trend penurunan nilai NOM terjadi pada tahun 2008 sampai dengan

tahun 2012. Penurunan ini dikarenakan adanya peningkatan pendapatan operasional bersih yang

tidak berimbang pada peningkatan rata-rata aktiva produktif. Hal ini dikarenakan dana pada

aktiva produktif tidak disalurkan dengan baik sehingga terdapat dana mengendap yang

menyebabkan tidak menghasilkan profit.

Kemampuan rentabilitas yang terlihat meningkat terdapat pada Bank Mega Syariah. Hal

tersebut diindikasikan oleh Net Operating Margin (NOM) atau Net Income Margin (NIM)

sebesar 6% pada tahun 2008 dan terus mengalami peningkatan pada beberapa tahun berikutnya

hingga mencapai 15%. Kondisi tersebut menunjukkan nilai NOM seluruh Bank berada di atas

level yang diharapkan Bank Indonesia sebesar 3%, sehingga bank memiliki ruang untuk

menyerap potensi kerugian yang dihadapi.

Page 41: Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Rasio keuangan perbankan untuk 3 bank yang berturut - turut selama tahun 2003

sampai dengan tahun 2012 menunjukkan kinerja perbankan syariah masuk kedalam

kategori bank yang sehat

e. Berdasarkan data CAR, BOPO, ROA dan NOM bank Muamalat, BSM dan Mega

Syariah tahun 2003 - 2012, diketahui bahwa nilai rasio keuangan perbankan secara

keseluruhan berada pada kriteria Sehat. Hasil yang bervariasi menunjukkan kinerja

perbankan, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa Muamalat yang

menunjukkan kinerja terbaik pada saat masa krisis dan sesudah krisis global tahun

2008.

5.2 Saran

Dari hasil kesimpulan dalam penelitian ini, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Saran untuk meningkatkan kinerja keuangan

Dengan memperhatikan variabel-variabel yang diperlukan dan berpengaruh besar pada

kelangsungan kegiatan bank umum syariah. Variabel-variabel tersebut adalah Capital

Adequacy Ratio (CAR), Return On Assets (ROA), Biaya Operasional Beban Operasional

dan Net Operating Margin (NOM).

2. Saran untuk penelitian lebih lanjut adalah dapat melakukan penelitian yang sama dengan

menggunakan variabel, objek penelitian, dan periode waktu yang berbeda.