Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013
-
Upload
eriwirandana -
Category
Documents
-
view
94 -
download
1
description
Transcript of Analisis Perbankan Syariah 2003 - 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memegang peranan yang sangat penting
dalam perekonomian suatu negara, yaitu sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang
kelebihan dana (surplus unit) yang menyimpan kelebihan dananya di bank dengan pihak yang
kekurangan dana (deficit unit) yang meminjam dana ke bank. Fungsi intermediasi ini akan
berjalan baik apabila surplus unit dan deficit unit memiliki kepercayaan terhadap bank.
Berjalannya fungsi intermediasi perbankan akan meningkatkan penggunaan dana. Dana yang
telah dihimpun kemudian akan disalurkan ke masyarakat dalam berbagai bentuk aktivitas
produktif. Aktivitas produktif ini kemudian akan meningkatkan output dan lapangan kerja yang
pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Muharam dan
Purvitasari, 2007).
Keberadaan sektor perbankan sebagai sub-sistem dalam perekonomian suatu negara
memiliki peranan yang cukup penting. Bahkan dalam kehidupan masyarakat modern sehari-hari,
sebagian besar hampir melibatkan jasa-jasa dari sektor perbankan (Rose, 1995 dalam Bachrudin,
2006). Melalui bank-bank dapat dihimpun dana dari masyarakat dalam berbagai bentuk
simpanan. Selanjutnya dari dana yang terkumpul tersebut, oleh bank-bank dapat disalurkan
kembali dalam bentuk pemberian kredit kepada sektor bisnis atau pihak-pihak yang
membutuhkan lainnya. Semakin berkembang kehidupan masyarakat dan transaksi-transaksi
perekonomian suatu negara, akan membutuhkan pula peningkatan peran sektor perbankan
melalui pengembangan produk-produk jasanya (Hempel, 1994 dalam Bachruddin, 2006:67).
Perbankan merupakan tonggak utama dalam pengukuran pertumbuhan ekonomi negara.
Di Indonesia, perbankan digolongkan menjadi dua, yakni bank syariah dan bank konvensional.
Namun seiring dengan perkembangan perbankan Indonesia, kini muncul dual banking system,
yaitu perbankan konvensional yang memiliki unit usaha syariah. Munculnya perbankan syariah
diharapkan mampu mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu masyarakat dalam
melakukan kegiatan perbankan, sesuai dengan prinsip syariat Islam. Dalam beberapa tahun
terakhir, lembaga keuangan telah mengalami perkembangan yang cukup dinamis, cepat dan
kompetitif. Salah satu bagian yang sedang berkembang adalah paradigma baru perbankan Islam.
Maria Ulfah memaparkan bahwa, krisis yang melanda dunia perbankan Indonesia sejak
tahun 1997 telah menyadarkan semua pihak bahwa perbankan dengan sistem konvensional
bukan merupakan satu-satunya sistem yang dapat diandalkan, tetapi ada sistem perbankan lain
yang lebih tangguh karena menanamkan prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu perbankan
syariah (Fauzi,2008). Meskipun kala itu hanya ada satu lembaga keuangan perbankan syariah,
namun, diakui oleh banyak kalangan bahwa sistem yang dianut dapat menjawab tantangan krisis
yang terjadi pada tahun 1997-1998 (Khaidar,2007). Sejak saat itu, perbankan syariah yang lahir
dari rahim umat Islam menjadi dikenal oleh masyarakat muslim dan non muslim. Hingga saat ini
banyak bank-bank konvensional yang mempunyai unit khusus bank syariah (Perwataatmadja dan
Tanjung, 2006).
Dalam mencermati fenomena krisis moneter seperti dipaparkan tersebut di atas ada satu
hal penting yang tidak dapat diabaikan dan perlu diketengahkan yaitu mengenai eksistensi bank
Syariah/Bank Islam. Ternyata bahwa bank Syariah ini tidak ikut terkena guncangan oleh badai
krisis moneter, sementara bank-bank umum lainnya mejadi porak-poranda. Hal ini patut menjadi
bahan kajian yang menarik secara akademik melalui pengukuran tingkat efisiensi operasional
bank syariah, dibandingkan dengan bank konvensional (Bachruddin, 2006 : 68). Sejumlah
kalangan ekonom dan praktisi perbankan mengakui dan menyatakan bahwa bank syariah
merupakan bank yang tahan banting (resistent) terhadap badai krisis ekonomi dan moneter. Oleh
karena itu lembaga perbankan yang semacam ini perlu dikembangkan pada masa yang akan
datang.
Saat ini perbankan Islam memasuki perkembangan yang sangat pesat yang tidak diduga
sebelumnya. Hampir satu sampai tiga bulan lahir bank syariah baru atau unit usaha syariah
(sebuah divisi khusus dalam bank konvensional yang menjadi pusat bagi pembukaan cabang-
cabang bank syariah). Fenomena unik ini muncul dengan satu kenyataan bahwa Indonesia telah
sembuh dari krisis ekonomi yang akut dan berkepanjangan yang melumpuhkan sistem perbankan
dan menyebabkan instabilitas politik (Hakim, 2011 : 23).
Persaingan antar bank syariah yang semakin ketat, secara langsung ataupun tidak
langsung, akan berpengaruh terhadap pencapaian profitabilitas bank syariah. Meskipun bank
syariah memiliki motivasi lebih daripada sekedar bisnis, kemampuan bank syariah dalam
menghasilkan profit menjadi indikator penting keberlanjutan entitas bisnis. Selain itu,
kemampuan menghasilkan profit menjadi indikator penting untuk mengukur kemampuan
bersaing bank syariah dalam jangka panjang (Aulia dan Ridha, 2011 :1).
Perkembangan jumlah perbankan di Indonesia dari tahun 2007 hingga 2011 terus
mengalami kenaikan. Peluang pengembangan perbankan syariah semakin besar pasca penetapan
API dengan besarnya kenaikan jumlah perbankan syariah. Bank Indonesia (2011) mencatat Bank
Umum Syariah (BUS) mengalami peningkatan jumlah bank, dari 3 bank di tahun 2007 menjadi
11 bank di tahun 2011. Sedangkan untuk UUS sempat mengalami peningkatan dan penurunan,
dari 26 bank pada tahun 2007, 27 bank pada tahun 2008, dan menurun menjadi 23 bank pada
tahun 2011. Untuk BPRS berjumlah 114 bank pada 2007, dan meningkat menjadi 154 bank pada
tahun 2011, seperti pada tabel 1.1 dibawah ini:
Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah dan Kantor Perbankan Syariah
Tahun 2007-2011 Jenis Perbankan
Syariah
Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
Bank Umum Syariah
Jumlah Bank 3 5 6 11 11
Jumlah Kantor 401 581 711 1.215 1.319
Unit Usaha Syariah
Jumlah Bank 26 27 25 23 23
Jumlah Kantor 196 241 287 262 321
BPR Syariah
Jumlah Bank 114 131 138 150 154
Jumlah Kantor 185 202 225 286 300
Total 782 1.024 1223 1.763 1.940
Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2011
Menurut Amir Machmud (2010), pertumbuhan bank syariah di Indonesia merupakan
fenomena yang sangat menarik. Dimana jumlah penduduk Indonesia kini telah mencapai 200
juta jiwa merupakan peluang pasar yang sangat potensial dari posisi profitabilitasnya.
Semakin banyaknya jumlah bank syariah yang beroperasi khususnya dalam bentuk Bank
Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) di Indonesia dengan berbagai bentuk
produk dan pelayanan yang diberikan dapat menimbulkan permasalahan di masyarakat.
Permasalahan yang paling penting adalah bagaimana kualitas kinerja keuangan dan kesehatan
dari bank umum syariah dan unit usaha syariah yang ada.
Penilaian kinerja keuangan perbankan dimaksudkan untuk menilai keberhasilan
manajemen di dalam mengelola suatu badan usaha. Kinerja perbankan merupakan gambaran
prestasi yang dicapai bank dalam aspek keuangan, pemasaran, penghimpunan dan penyaluran
dana dalam suatu periode . Bank sebagai sebuah perusahaan wajib mempertahankan kepercayaan
masyarakat terhadap kinerja bank yang bersangkutan, oleh karena itu diperlukan transparansi
atau pengungkapan informasi laporan keuangan bank yang bertujuan untuk menyediakan
informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan, serta
sebagai dasar pengambilan keputusan (Gunawan dan Dewi, 2003).
Penilaian kinerja keuangan bank dapat dinilai dengan pendekatan analisa rasio keuangan
dari semua laporan keuangan yang dilaporkan di masa depan (Febryani dan Zulfadin, 2003).
Dengan menganalisis rasio keuangan bank, maka akan dapat dinilai kinerja setiap bank,
apakah telah bekerja secara efisien dan bagaimana tingkat kesehatan bank yang bersangkutan.
Beberapa rasio keuangan bank yang digunakan untuk mengukur kinerja bank antara lain :
1. Capital Adequacy Ratio (CAR)
2. Return on Assets (ROA)
3. Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)
4. Net Operating Margin (NOM)
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih
jauh mengenai perbandingan kinerja keuangan bank umum syariah dengan membandingkan
Capital Adeuacy Ratio (CAR), Return On Assets (ROA), Biaya Operasional Pendapatan
Operasional (BOPO), dan Net Operating Margin (NOM) pada Bank Umum Syariah di
Indonesia. Dari penelitian ini diharapkan diperoleh informasi mengenai kinerja keuangan pada
Bank Umum Syariah di Indonesia. Dengan demikian penelitian ini penulis beri judul “Analisis
Perbandingan Kinerja Keuangan 3 Bank Umum Syariah di Indonesia”
1.2 Perumusan Masalah
Sebagai salah satu lembaga keuangan, bank perlu menjaga kinerjanya agar dapat
beroperasi secara optimal. Terlebih lagi bank syariah harus bersaing dengan bank konvensional
yang dominan dan telah berkembang pesat di Indonesia. Persaingan yang semakin tajam ini
harus dibarengi dengan manajemen yang baik untuk bisa bertahan di industri perbankan. Salah
satu faktor yang harus diperhatikan oleh bank untuk bisa terus bertahan hidup adalah kinerja
keuangan bank. Laporan keuangan pada perbankan menunjukkan kinerja keuangan yang telah
dicapai perbankan pada suatu waktu.
Pada umumnya semakin lama berdiri suatu perusahaan/bank maka akan semakin baik
kinerja keuangannya. Namun pada kenyataannya ditemukan bahwa aset Bank Muamalat yang
telah berdiri pada tahun 1992 lebih rendah dari aset Bank Syariah Mandiri yang berdiri tahun
1999. Aset BSM pada tahun 2012 mencapai 54,2 T, sedangkan Bank Muamalat pada tahun 2012
memiliki aset sebesar 41,8 T.
Dari paparan diatas memberikan suatu gambaran mengenai masalah yang hendak ditelaah
dalam penelitian ini:
1. Bagaimana kinerja keuangan bank umum syariah di Indonesia periode tahun 2003 - 2012
2. Bank Syariah mana yang memiliki kinerja keuangan yang paling baik ?
1.3 Pembatasan Masalah
Pembatasan dari penelitian ini adalah:
1. Dalam penelitian ini yang dianalisis adalah 3 bank umum syariah di Indonesia.
2. Data yang digunakan adalah laporan keuangan 3 bank umum syariah di Indonesia periode
tahun 2003 - 2012
3. Metode yang dipergunakan adalah rasio keuangan yang meliputi, Capital Adequacy
Ratio, Return On Assets, Biaya Operasional Pendapatan Operasional dan Net Operating
Margin.
1.4 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.Menganalisis kinerja keuangan bank umum syariah di Indonesia periode tahun 2003 -
2012.
2.Menganalisis Bank Syariah mana yang memiliki kinerja keuangan yang paling baik.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, adalah:
1.Bagi penulis
Penerapan atas ilmu ekonomi yang telah didapat semasa perkuliahan, khususnya dalam
manajemen keuangan Manfaat lainnya yaitu, mengetahui bagaimana penerapan
ilmu yang didapat semasa perkuliahan ke dalam sebuah penelitian.
2.Bagi perbankan
Dapat dijadikan sebagai catatan untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya,
sekaligus memperbaiki apabila ada kelemahan dan kekurangan.
1.6 Metodologi Penelitian
1.6.1. Objek Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis untuk melihat perbandingan kinerja
keuangan 3 bank umum syariah di Indonesia selama periode tahun 2003-2012.
1.6.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa laporan
keuangan tahunan dari 3 Bank Umum Syariah di Indonesia, yaitu:
1. Bank Muamalat (www.muamalatbank.com)
2. Bank Syariah Mandiri (www.syariahmandiri.co.id)
3. Bank Mega Syariah (www.megasyariah.co.id)
1.6.3. Populasi dan Sampel
Populasi didefinisikan sebagai seperangkat unit analisis yang lengkap yang sedang
diteliti. Sedangkan sampel merupakan sub dari seperangkat elemen yang dipilih untuk dipelajari.
(Sarwono, 2009). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Umum
Syariah yang terdaftar di Bank Indonesia. Yaitu sebanyak 3 bank. Kriteria untuk pemilihan
sampel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah 3 Bank Umum Syariah yang meyajikan
laporan keuangan dan rasio yang dibutuhkan.
1.6.4. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu :
a. Studi Pustaka
Teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang telah ada dan memiliki relevans i dengan
masalah yang ditelaah oleh penulis dalam penelitian ini dijadikan landasan teori awal sebagai
kerangka berfikir bagi penyelesaian tahap-tahap penelitian dari awal sampai pada penulisan
skripsi ini. Materi-materi yang diperoleh dari literatur-literatur berbagai pustaka juga bermanfaat
sebagai pedoman dalam melaksanakan dan mengontrol langkah-langkah penelitian, terutama
dalam pengolahan data
b. Studi Dokumenter
Pengumpulan data sekunder yang berupa laporan keuangan tahunan masing – masing
Bank yang diperoleh dari website masing-masing bank.
1.6.5 Teknik Analisis Data
Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif
bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2009:54).
Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi
gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya,
tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan berlaku untuk umum (Sugiyono, 2010)
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan piranti lunak microsoft
excel 2007 yang mengolah data yang didapat dari laporan rasio keuangan masing-masing bank
dan dari laporan keuangan publikasi bank umum syariah Bank Indonesia. Kemudian hasilnya
diolah lebih lanjut dengan menggunakan bobot standar dari Bank Indonesia untuk mengetahui
tingkat kesehatan bank tersebut.
1.7 Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini digunakan sistematika penulisan sebagai gambaran umum tentang
penelitian yang dilakukan.
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Pada bab landasan teori ini membahas teori-teori yang terkait dengan penelitian yang
dilakukan.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab metodologi penelitian ini menjelaskan secara jelas tentang metode penelitian yang
dilakukan meliputi objek penelitian, jenis dan sumber data, populasi dan sampel, metode
pengumpulan data, operasionalisasi variabel dan teknik pengumpulan data.
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab analisis dan pembahasan ini menjelaskan secara rinci tentang pembahasan dan
analisa yang dilakukan sehingga akan jelas gambaran permasalahan yang terjadi dan
alternatif pemecahan masalah yang dihadapi.
BAB V : PENUTUP
Pada bab penutup ini disajikan sebagai penutup yang berisikan kesimpulan dan saran dari
hasil penelitian ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Bank dan Perbankan
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak (Kasmir, 2010).
Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (Booklet
Perbankan Indonesia, 2013).
2.2 Pengertian Bank Syariah
Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip
Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan
fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di
bidang syariah (Booklet Perbankan Indonesia, 2013)
2.3 Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah
Berdasarkan Booklet Perbankan Indonesia (2013) kegiatan usaha bank umum syariah
terdiri atas:
1. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah;
2. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa Deposito, Tabungan atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah;
3. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah, atau
akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna’, atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
5. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah;
6. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah
berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah;
8. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;
9. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang
diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain, seperti akad ijarah,
musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah berdasarkan prinsip syariah;
10. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah
dan/atau BI;
11.Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan
pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah;
12. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan
prinsip syariah;
13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip
syariah;
14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah
berdasarkan prinsip syariah;
15. Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah;
16. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah; dan
17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
18. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah;
19. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan
yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;
20. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya;
21. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah;
22. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;
23. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan
menggunakan sarana elektronik;
24. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek
berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang;
25. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang
berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal;
26. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah lainnya yang
berdasarkan prinsip syariah.
2.4 Prinsip Dasar Perbankan Syariah
Batasan-batasan bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya berdasar pada syariat
Islam, menyebabkan bank syariah harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak
bertentangan dengan syariat Islam (Syafi’I Antonio (2001) dalam Rindawati Ema (2007).
Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai berikut :
1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik
individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip
menghendaki.
Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:
a. Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository) adalah akad penitipan barang/uang di mana
pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak
bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan
perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah berupa
produk safe deposit box.
b. Wadiah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository) adalah akad penitipan barang/uang di
mana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan
barang/uang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan
barang/uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan
barang/uang titipan menjadi hak penerima titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro
dan tabungan.
2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara
penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:
a. Al -Mudharabah
Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalalian si pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena
kecurangan atau kelalian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian
tersebut. Akad mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis:
1). Mudharabah Muthlaqah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat
luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
2). Mudharabah Muqayyadah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib dimana mudharib
memberikan batasan kepada shahibul maal mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.
b. Al-Musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dua jenis al-
musyarakah:
1). Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang
mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
2). Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju
bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.
3. Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank
akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen
bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut
kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Implikasinya
berupa:
a. Al-Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
b. Salam
Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh
penjual dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut
diterima sesuai syarat- syarat tertentu. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam
suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain
untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.
c. Istishna’
Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga bertindak sebagai
penjual. Cara pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan
sampai jangka waktu tertentu. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum
yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual
kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna
maka hal ini disebut istishna paralel.
4. Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-ijarah
terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan
penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada
akhir masa sewa.
5. Prinsip Jasa (Fee-Based Service)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk
produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain:
a. Al-Wakalah
Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa
tertentu, seperti transfer.
b. Al-Kafalah
Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
c. Al-Hawalah
Al Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang
wajib menanggungnya. Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada Factoring
(anjak piutang), Post-dated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan
dulu piutang tersebut.
d. Ar-Rahn
A-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan
demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh
atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam
jaminan utang atau gadai.
e. Al-Qardh
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang tidak dapat ditagih atau diminta
kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini
digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat,
infaq dan shadaqah.
2.5 Sistem Operasional Bank Syariah
Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak
dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana
nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal
usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan (Rindawati Ema, 2007).
Produk-produk bank syariah muncul karena didasari oleh operasionalisasi fungsi bank
syariah (Baraba, 2000). Dalam menjalankan operasinya bank syariah memiliki empat fungsi
sebagai berikut:
a. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi dana-dana yang dipercayakan oleh
pemegang rekening investasi/deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan
kebijakan investasi bank
b. Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki pemilik dana sesuai dengan arahan
investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana.
c. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah; dan
d. Sebagai pengelola fungsi sosial
Sistem operasional tersebut meliputi:
1. Sistem Penghimpunan Dana
Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang
diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga
kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk
penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan
deposito. Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal
dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari
sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:
a. Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat
digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara tidak
langsung menghasilkan (fixed asset/non earning asset). Selain itu, modal juga dapat digunakan
untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal
dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya.
Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dalam perbankan syariah, dapat dilakukan
melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity participation pada saham perseroan bank.
b. Titipan (Wadi’ah)
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan
menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah. Dalam
prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan
tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat, sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
c. Investasi (Mudharabah)
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan
kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini
adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang
menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan demikian bukanlah
lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional.
Produk-produk pendanaan bank syariah mempunyai empat jenis yang berbeda, yaitu:
1) Giro, dengan prinsip wadiah dan qardh
2) Tabungan, dengan prinsip wadiah qardh atau mudharabah
3) Deposito/Investasi, dengan prinsip mudharabah, dan
4) Obligasi/Sukuk, dengan prinsip mudharabah, ijarah, dan lail-lain.
1. Pendanaan dengan Prinsip Wadiah
a. Giro Wadiah
Giro Wadiah adalah produk pendanaan bank syariah berupa simpanan dari nasabah
dalam bentuk rekening giro untuk keamanan dan kemudahan pemakainya.
Karakteristik giro wadiah ini mirip dengan giro pada bank konvensional, ketika
kepada nasabah penyimpan diberi garansi untuk dapat menarik dananya sewaktu-
waktu dengan menggunakan berbagai fasilitas yang disediakan bank, seperti cek,
bilyet giro, kartu ATM, atau dengan menggunakan sarana perintah pembayaran
lainnya atau dengan cara pemindahbukuan tanpa biaya. Bank boleh menggunakan
dana nasabah yang terhimpun untuk tujuan mencari keuntungan dalam kegiatan yang
berjangka pendek atau untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank, selama dana
tersebut tidak ditarik. Biasanya bank tidak menggunakan dana ini untuk pembiayaan
bagi hasil karena sifatnya yang jangka pendek. Keuntungan yang diperoleh bank dari
penggunaan dana ini menjadi milik bank. Demikian juga, kerugian yang timbul
menjadi tanggung jawab bank sepenuhnya. Bank diperbolehkan untuk memberikan
insentif berupa bonus kepada nasabah, selama hal ini tidak disyaratkan sebelumnya.
Besarnya bonus juga tidak ditetapkan dimuka.
b. Tabungan Wadiah
Tabungan wadiah adalah produk pendanaan bank syariah berupa simpanan dari
nasabah dalam bentuk rekening tabungan untuk kemanan dan kemudahan
pemakainya, seperti giro wadiah, tetapi tidak sefleksibel giro wadiah, karena nasabah
tidak dapat menarik dananya dengan cek. Karakteristik tabungan wadiah ini juga
mirip dengan tabungan konvensional ketika nasabah penyimpan diberi garansi untuk
dapat menarik dananya sewaktu-waktu dengan menggunakan fasilitas yang
disediakan bank, seperti kartu ATM dan sebagainya tanpa biaya. Seperti halnya pada
giro wadiah, bank juga boleh menggunakan dana nasabah yang terhimpun untuk
tujuan mencari keuntungan dalam kegiatan yang berjangka pendek atau untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas bank, selama dana tersebut tidak ditarik. Biasanya
bank dapat menggunakan dana ini lebih leluasa dibandingkan dana dari giro wadiah,
karena sifat penarikannya yang tidak sefleksibel giro wadiah, sehingga bank
mempunyai kesempatan lebih besar untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu,
bonus yang diberikan oleh bank kepada nasabah tabungan wadiah biasanya lebih
besar darpada bonus yang diberikan oleh bank kepada nasabah giro wadiah. Besarnya
bonus juga tidak dipersyaratkan dan tidak ditetapkan di muka.
2. Pendanaan dengan Prinsip Qardh
Simpanan giro dan tabungan juga dapat menggunakan prinsip qardh, ketika bank
dianggap sebagai penerima pinjaman tanpa bunga dari nasabah deposan sebagai pemilik
modal. Bank dapat memanfaatkan dana pinjaman dari nasabah deposan untuk tujuan apa
saja, termasuk kegiatan produktif mencari keuntungan. Sementara itu, nasabah deposan
dijamin akan memperoleh kembali dananya secara penuh, sewaktu-waktu nasabah ingin
menarik dananya. Bank boleh juga memberikan bonus kepada nasabah deposan, selama
hal ini tidak disyaratkan di awal perjanjian.
3. Pendanaan dengan Prinsip Mudharabah
a. Tabungan Mudharabah
Bank syariah menerima simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening tabungan
untuk keamanan dan kemudahan pemakaian, seperti rekening giro, tetapi tidak
sefleksibel rekening giro, karena nasabah tidak dapat menarik dananya dengan cek.
Prinsip yang digunakan dapat berupa wadiah(titipan), qardh(pinjaman kebajikan)
mudharabah(bagi hasil).
b. Deposito/Investasi Umum (Tidak Terikat)
Bank syariah menerima simpanan deposito berjangka (pada umumnya untuk satu
bulan keatas) ke dalam rekening investasi umum dengan prinsip mudharabah
muthlaqah. Investasi umum ini sering disebut juga investasi tidak terikat. Nasabah
rekening investasi lebih bertujuan untuk mencari keuntungan daripada untuk
mengamankan uangnya. Dalam mudharabah muthlaqah, bank sebagai mudharib
mempunyai kebebasan mutlak dalam pengelolaan investasinya. Jangka waktu
investasi dan bagi hasil disepakati bersama.
c. Deposito/Investasi Khusus (Terikat)
Bank syariah menawarkan rekening investasi khusus kepada nasabah yang ingin
menginvestasikan dananya langsung dalam proyek yang disukainya yang
dilaksanakan oleh bank dengan prinsip mudharabah muqayadah. Rekening investasi
khusus ini biasanya ditujukan kepada para nasabah/investor besar dan institusi.
Dalam mudharabah muqayadah bank menginvestasikan dana nasabah ke dalam
proyek tertentu yang diinginkan nasabah. Jangka waktu investasi dan bagi hasil
disepakati bersama dan hasilnya langsung berkaitan dengan keberhasilan proyek
investasi yang dipilih.
d. Sukuk Mudharabah
Akad Mudharabah juga dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk penghimpunan
dana dengan menerbitkan Sukuk yang merupakan obligasi syariah. Dengan obligasi
syariah, bank mendapatkan alternatif sumber dana berjangka panjang (lima tahun atau
lebih) sehingga dapat digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan berjangka panjang.
4. Pendanaan dengan Prinsip Ijarah
Akad Ijarah dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk penghimpunan dana dengan
menerbitkan Sukuk yang merupakan obligasi syariah. Dengan obligasi syariah, bank
mendapatkan alternatif sumber dana berjangka panjang (lima tahun atau lebih) sehingga
dapat digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan berjangka panjang. Obligasi syariah ini
dapat meggunakan beberapa prinsip yang dibolehkan syariah, seperti menggunakan
prinsip bagu hasil (Sukuk Mudharabah dan Sukuk Musyarakah), menggunakan prinsip
jual beli (Sukuk Murabahah, Sukuk Salam, Sukuk Istishna), menggunakan prinsip sewa
(Sukuk Ijarah), dan sebagainya. Penerbitan Sukuk melibatkan empat pihak, yaitu pemilik
aset, penyewa, investor, dan Special Purpose Vehicle. Dalam hal ini bank syariah adalah
pihak pemilik aset tersebut. Penyewa adalah pihak yang menyewa aset. Pihak investor
adalah pihak yang membeli sertifikat Sukuk Ijarah. SPV adalah institusi yang khusus
didirikan dalam rangka penerbitan sukuk. Pemilik aset dan penyewa pada umumnya satu
institusi yang sama dan biasa disebut sebagai penerbit atau issuer.
2. Sistem Penyaluran Dana (Financing)
Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:
a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual
beli. Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan murabahah,
salam dan istishna’.
b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa
(Ijarah). Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip
ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila
pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.
c. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna
mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil untuk
produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan pola-pola musyarakah dan
mudharabah.
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut:
1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi,
perdagangan, maupun investasi.
2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Pembiayaan Modal Kerja
a. Bagi Hasil
Kebutuhan modal kerja usaha yang beragam seperti untuk membayar tenaga kerja,
rekening listrik dan air, bahan baku, dan sebagainya, dapat dipenuhi dengan pembiayaan
berpola bagi hasil dengan akad mudharabah atau musyarakah. Sebagai contoh, usaha
rumah makan, usaha bengkel, usaha took kelontong, dan sebagainya. Dengan berbagi
hasil, kebutuhan modal kerja pihak pengusaha terpenuhi, sementara kedua belah pihak
mendapatkan manfaat dari pembagian risiko yang adil. Agar bank syariah dapat berperan
aktif dalam usaha mengurangi kemungkinan risiko, seperti moral hazard, maka bank
dapat memilih untuk menggunakan akad musyarakah.
b. Jual Beli
Kebutuhan modal kerja usaha perdagangan untuk membiayai barang dagangan dapat
dipenuhi dengan pembiayaan berpola jual beli dengan akad murabahah. Dengan berjual
beli, kebutuhan modal pedagang terpenuhi dengan harga tetap, sementara bank syariah
mendapat keuntungan margin tetap dengan meminimalkan risiko.
Pembiayaan Investasi
a. Bagi Hasil
Kebutuhan investasi secara umum dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola bagi hasil
dengan akad mudharabah atau musyarakah. Sebagai contoh, pembuatan pabrik baru,
perluasan pabrik, usaha baru, perluasan usaha, dan sebagainya.
b. Jual Beli
Kebutuhan investasi sebagiannya juga dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola jual
beli dengan akad murabahah. Sebagai contoh, pembelian mesin, pembelian kendaraan
untuk usaha, pembelian tempat usaha, dan sebagainya. Kebutuhan investasi yang
memerlukan waktu untuk membangun juga dapat dipenuhi dengan akad istishna,
misalnya untuk industri berteknologi tinggi. Selain itu akad istishna juga dapat
diaplikasikan dalam industry konstruksi, misalnya, gedung apartemen, rumah sakit,
sekolah, universitas, dan sebagainya.
c. Sewa
Kebutuhan aset investasi yang biayanya sangat tinggi dan memerlukan waktu lama dan
memerlukan waktu lama untuk memproduksinya pada umumnya tidak dilakukan dengan
cara berbagi hasil atau kepemilikan karena risikonya terlalu tinggi atau kebutuhan
modalnya tidak terjangkau. Kebutuhan investasi seperti itu dapat dipenuhi dengan
pembiayaan berpola sewa dengan akad ijarah atau ijarah muntahiya bittamlik. Sebagai
contoh, pembiayaan pesawat terbang, kapal, dan sejenisnya. Selain itu, pembiayaan
ijarah dapat juga digunakan untuk pembiayaan peralatan industri, mesin-mesin pertanian,
dan alat-alat transportasi.
Pembiayaan Aneka Barang, Perumahan, dan Properti
a. Bagi Hasil
Kebutuhan barang konsumsi, perumahan, atau property dapat dipenuhi dengan
pembiayaan berpola bagi hasil dengan akad musyarakah mutanaqisah. Misalnya,
pembelian mobil, sepeda motor, rumah, apartemen, dan sebagainya. Dengan cara ini bank
syariah dan nasabah bermitra untuk membeli aset yang diinginkan nasabah. Bagian sewa
dari nasabah digunakan sebagai cicilan pembelian porsi aset yang dimiliki oleh bank
syariah, sehingga pada periode waktu tertentu (saat jatuh tempo), aset tersebut
sepenuhnya telah dimiliki oleh nasabah.
b. Jual Beli
Kebutuhan barang konsumsi, perumahan, atau properti apa saja secara secara umum
dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola jual beli dengan akad murabahah. Dengan
akad ini bank syariah memenuhi kebutuhan nasabah dengan membelikan aset yang
dibutuhkan nasabah dari supplier kemudian menjual kembali kepada nasabah dengan
mengambil margin keuntungan yang diinginkan. Selain mendapat keuntungan margin,
bank syariah juga hanya menanggung risiko yang minimal. Sementara itu, nasabah
mendapatkan kebutuhan asetnya dengan harga yang tetap.
c. Sewa
Kebutuhan barang konsumsi, perumahan, atau properti apa saja secara secara umum
dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola jual beli dengan akad ijarah muntahiya
bittamlik. Dengan akad ini bank syariah membeli aset yang dibutuhkan nasabah
kemudian menyewakan kepada nasabah dengan perjanjian pengalihan kepemilikan di
akhir periode dengan harga yang disepakati di awal akad. Dengan cara ini bank syariah
tetap menguasai kepemilikan aset selama periode akad dan pada waktu yang sama
menerima pendapatan sewa. Sementara itu, nasabah terpenuhi kebutuhannya dengan
biaya yang dapat diperkirakan sebelumnya.
Produk Jasa Perbankan
Produk-produk jasa perbankan dengan pola lainnya pada umumnya menggunakan akad-
akad tabarru yang dimaksudkan tidak untuk mencari keuntungan, tetapi dimaksudkan sebagai
fasilitas pelayanan kepada nasabah dalam melakukan transaksi perbankan. Oleh karena itu, bank
sebagai penyedia jasa hanya membebani biaya administrasi. Jasa perbankan golongan ini yang
bukan termasuk akad tabarru adalah akad sharf yang merupakan akad pertukaran uang dengan
uang dan ujr yang merupakan bagian dari ijarah (sewa) yang dimaksudkan untuk mendapatkan
upah (ujroh) atau fee.
2.6 Rasio Keuangan
1. Capital Adequcy Ratio
Pengertian modal bank berdasar ketentuan Bank Indonesia dibedakan antara bank yang
didirikan dan berkantor pusat di Indonesia dan kantor cabang bank asing yang beroperasi di
Indonesia. Modal bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri atas modal inti
atau primary capital dan modal pelengkap atau secondary capital. Komponen modal inti pada
prinsipnya terdiri atas modal disetor dan cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah
pajak (Siamat, 2005).
Bank Indonesia mewajibkan setiap bank umum menyediakan modal minimum sebesar
8% dari total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Presentase kebutuhan modal
minimum ini disebut Capital Adequacy Ratio (CAR).
Perhitungan penyediaan modal minimum atau kecukupan modal bank (capital adequacy)
didasarkan kepada rasio atau perbandingan antara modal yang dimiliki bank dan jumlah Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Aktiva dalam perhitungan ini mencakup aktiva yang
tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin dalam
kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau komitmen yang disediakan bagi pihak ketiga.
Langkah-langkah perhitungan penyediaan modal minimum bank adalah sebagai berikut:
1. ATMR aktiva neraca dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal masing-masing aktiva
yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos aktiva neraca tersebut.
2. ATMR aktiva administratif dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal rekening
administratif yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos rekening tersebut.
3. Total ATMR = ATMR aktiva neraca + ATMR aktiva administratif.
4. Rasio modal bank dihitung dengan cara membandingkan antara modal bank (modal inti +
modal pelengkap) dan total ATMR. Rasio tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
CAR= Modal BankATMR
5. Hasil perhitungan rasio di atas kemudian dibandingkan dengan kewajiban penyediaan modal
minimum (yakni sebesar 8%). Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, dapatlah diketahui
apakah bank yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan CAR (kecukupan modal) atau tidak.
Jika hasil perbandingan antara perhitungan rasio modal dan kewajiban penyediaan modal
minimum sama dengan 100% atau lebih, modal bank yang bersangkutan telah memenuhi
ketentuan CAR (kecukupan modal). Sebaliknya, bila hasilnya kurang dari 100%, modal bank
tersebut tidak memenuhi ketentuan CAR.
2. Return On Asset (ROA)
Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat
efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Rasio rentabilitas
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Asset (ROA). Rasio ini digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara
keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang
dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset
(Siamat, 2005). Rumus yang digunakan adalah :
ROA= Laba Sebelum PajakTotal Aktiva
3. Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)
Rasio biaya efisiensi adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan
operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam
melakukan kegiatan operasinya (Siamat, 2005).Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
BOPO= BiayaOperasionalPendapatanOperasional
4. Net Operating Margin (NOM)
Rasio NIM mengindikasikan kemampuan bank menghasilkan pendapatan bunga bersih
dengan penempatan aktiva produktif (Taswan, 2009). Bank syariah menjalankan kegiatan
operasional bank tidak dengan sistem bunga, maka dalam penilaian rasio NIM pada bank syariah
menggunakan rasio Net Operating Margin (NOM) yang merupakan pendapatan operasi bersih
terhadap rata-rata aktifa produktif.
Net Interest Margin (NIM) “marjin bunga bersih” adalah ukuran perbedaan antara bunga
pendapatan yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang
dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif terhadap jumlah
mereka (bunga produktif ) aset. Hal ini mirip dengan margin kotor perusahaan non-finansial.
Hal ini biasanya dinyatakan sebagai persentase dari apa lembaga keuangan memperoleh
pinjaman dalam periode waktu dan aset lainnya dikurangi bunga yang dibayar atas dana
pinjaman dibagi dengan jumlah rata-rata atas aktiva tetap pada pendapatan yang diperoleh dalam
jangka waktu tersebut (yang produktif rata-rata aktiva).
Margin bunga bersih mirip dalam konsep untuk menyebarkan bunga bersih , namun
penyebaran bunga bersih adalah selisih rata-rata nominal antara pinjaman dan suku bunga
pinjaman, tanpa kompensasi untuk kenyataan bahwa aktiva produktif dan dana yang dipinjam
dapat menjadi alat yang berbeda dan berbeda dalam volume. Margin bunga bersih sehingga
dapat lebih tinggi (atau kadang-kadang lebih rendah) daripada penyebaran bunga bersih.
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
BANK
BANK UMUM SYARIAH
LAPORAN KEUANGAN
RASIO-RASIO KEUANGAN
NOMBOPOROACAR
KINERJA KEUANGAN
BAB III
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
3.1 Profil Bank Umum Syariah
a. Bank Muamalat
Bank Muamalat Indonesia, adalah bank umum pertama di Indonesia yang menerapkan
prinsip Syariah Islam dalam menjalankan operasionalnya. Didirikan pada tahun 1991,
yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia. Mulai
beroperasi pada tahun 1992, yang didukung oleh cendekiawan Muslim dan pengusaha,
serta masyarakat luas. Pada tahun 1994, telah menjadi bank devisa. Produk pendanaan
yang ada menggunakan prinsip Wadiah (titipan) dan Mudharabah (bagi hasil). Sedangkan
penanaman dananya menggunakan prinsip jual beli, bagi hasil, dan sewa.
b. Bank Syariah Mandiri
Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus berkah
pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi
dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi termasuk di
panggung politik nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat
hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam
kondisi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank
konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan
dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.
Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan
Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi juga
terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan
upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing.
Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat bank (Bank
Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru
bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan
tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai
pemilik mayoritas baru BSB.
Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta
membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukan tim ini bertujuan
untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di kelompok perusahaan Bank
Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi
peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system).
Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa pemberlakuan UU tersebut
merupakan momentum yang tepat untuk melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari
bank konvensional menjadi bank syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan
Perbankan Syariah segera mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga kegiatan
usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan
prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam
Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999.
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur
Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999.
Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No.
1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri.
Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara
resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November
1999.
PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu
memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan
operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang
menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan
Indonesia. BSM hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju Indonesia yang
lebih baik.
c. Bank Mega Syariah
Berawal dari PT Bank Umum Tugu (Bank Tugu). Bank umum yang didirikan pada 14
Juli 1990 tersebut diakuisisi CT Corpora dahulu bernama Para Group melalui PT Para
Global Investindo dan PT Para Rekan Investama pada 2001. Sejak awal, para pemegang
saham memang ingin mengonversi bank umum konvensional itu menjadi bank umum
syariah. Keinginan tersebut terlaksana ketika Bank Indonesia mengizinkan Bank Tugu
dikonversi menjadi PT Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI) pada 27 Juli 2004.
Pengonversian tersebut dicatat dalam sejarah perbankan Indonesia sebagai upaya pertama
pengonversian bank umum konvensional menjadi bank umum syariah.
Pada 25 Agustus 2004, BSMI resmi beroperasi. Hampir tiga tahun kemudian, pada 7
November 2007, pemegang saham memutuskan perubahan bentuk logo BSMI ke bentuk
logo bank umum konvensional yang menjadi sister company-nya, yakni PT Bank Mega,
Tbk., tetapi berbeda warna. Sejak 2 November 2010 sampai dengan sekarang, bank ini
berganti nama menjadi PT Bank Mega Syariah.
Untuk mewujudkan visi “Bank Syariah Kebanggaan Bangsa”, CT Corpora sebagai
pemegang saham mayoritas memiliki komitmen dan tanggung jawab penuh untuk
menjadikan Bank Mega Syariah sebagai bank umum syariah terbaik di industri
perbankan syariah nasional. Komitmen tersebut dibuktikan dengan terus memperkuat
modal bank. Dengan demikian, Bank Mega Syariah akan mampu memberikan pelayanan
terbaik dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dan kompetitif di industri
perbankan nasional. Misalnya, pada 2010, sejalan dengan perkembangan bisnis, melalui
rapat umum pemegang saham (RUPS), pemegang saham meningkatkan modal dasar dari
Rp400 miliar menjadi Rp1,2 triliun dan modal disetor bertambah dari Rp150,060 miliar
menjadi Rp318,864 miliar.
Di sisi lain, pemegang saham bersama seluruh jajaran manajemen Bank Mega Syariah
senantiasa bekerja keras, memegang teguh prinsip kehati-hatian, serta menjunjung tinggi
asas keterbukaan dan profesionalisme dalam melakukan kegiatan usahanya. Beragam
produk juga terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta didukung
infrastrukur layanan perbankan yang semakin lengkap dan luas, termasuk dukungan 393
jaringan di seluruh Indonesia.
Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sekaligus mengukuhkan semboyan
“Untuk Kita Semua”, pada 2008, Bank Mega Syariah mulai memasuki pasar perbankan
mikro dan gadai. Strategi tersebut ditempuh karena ingin berperan lebih besar dalam
peningkatan perekonomian umat yang mayoritas memang berbisnis di sektor usaha mikro
dan kecil.
Sejak 16 Oktober 2008, Bank Mega Syariah telah menjadi bank devisa. Dengan status
tersebut, bank ini dapat melakukan transaksi devisa dan terlibat dalam perdagangan
internasional. Artinya, status itu juga telah memperluas jangkauan bisnis bank ini,
sehingga tidak hanya menjangkau ranah domestik, tetapi juga ranah internasional.
Strategi peluasan pasar dan status bank devisa itu akhirnya semakin memantapkan posisi
Bank Mega Syariah sebagai salah satu bank umum syariah terbaik di Indonesia.
Selain itu, pada 8 April 2009, Bank Mega Syariah memperoleh izin dari Departemen
Agama Republik Indonesia (Depag RI) sebagai bank penerima setoran biaya
penyelenggaraan ibadah haji (BPS BPIH). Dengan demikian, bank ini menjadi bank
umum kedelapan sebagai BPS BPIH yang tersambung secara online dengan Sistem
Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Depag RI. Izin itu tentu menjadi landasan baru
bagi Bank Mega Syariah untuk semakin melengkapi kebutuhan perbankan syariah umat
Indonesia.
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Data Objek Penelitian
Objek penelitian yang digunakan adalah 3 Bank Umum Syariah yang terdiri dari
Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah. Penelitian ini akan melihat
kinerja keuangan 3 Bank Umum Syariah yang diukur dengan Capital Adequacy Ratio
(CAR), Return On Asset (ROA), Beban Operasional dan Pendapatan Operasional
(BOPO), dan Net Operating Margin (NOM).
4.2.1 Analisa Tahun 2003 – 2012
Pada tahun 2003 sampai dengan 2012 terdapat 3 bank yang menjadi analisis penelitian, terdiri
dari Bank Mualamat, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Analisis yang dilakukan
terdiri dari Capital Adequacy Ratio (CAR), Return on Assets, Beban Operasional (BOPO) dan
Net Operating Margin (NOM).
4.2.1.1 Analisis Capital Adequacy Ratio (CAR)
CAR yang juga dikenal ratio kecukupan modal ini merupakan hasil perbandingan dari
seluruh asset yang menjadi hak milik bank dan juga modal bersih yang dimiliki. Penyediaan
modal minimum sebagaimana dimaksud Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.14 / 18 / PBI /
2012, ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 4.1
Klasifikasi Tingkat CAR menurut BI
Tingkat CAR Predikat
8% ke atas Sehat
6,4% - 7,9% Kurang Sehat
Dibawah 6,4% Tidak Sehat
Sumber : www.bi.go.id
Berikut analisa CAR dari tiga bank tersebut :
Tabel 4.2
Analisis CAR
Tahun Muamalat
%
Kriteria
Sehat
BS
M
%
Kriteria
Sehat
Meg
a
%
Kriteria
Sehat
2003 13 Sehat 20 Sehat 9 Sehat
2004 12 Sehat 10 Sehat 21 Sehat
2005 16 Sehat 12 Sehat 10 Sehat
2006 14 Sehat 12 Sehat 8 Sehat
2007 10 Sehat 12 Sehat 12 Sehat
2008 11 Sehat 12 Sehat 13 Sehat
2009 11 Sehat 12 Sehat 10 Sehat
2010 13 Sehat 10 Sehat 13 Sehat
2011 12 Sehat 14 Sehat 12 Sehat
2012 11 Sehat 13 Sehat 13 Sehat
Sumber : Lampiran Rasio Keuangan Perbankan.
Berdasarkan data CAR Bank Muamalat, BSM dan Mega Syariah tahun 2003 - 2012,
diketahui bahwa nilai rasio CAR secara keseluruhan berada pada kriteria Sehat. Nilai CAR
terendah terdapat pada Bank Mega Syariah pada tahun 2003 sebesar 9% dan 8%. Walaupun
dinyatakan masih sehat, nilai tersebut mendekati ambang batas bawah dari standar yang
ditentukan Bank Indonesia. Nilai CAR terendah terdapat pada Bank Mega Syariah pada tahun
2003 sebesar 9% dan 8%. Walaupun dinyatakan masih sehat, nilai tersebut mendekati ambang
batas bawah dari standar yang ditentukan Bank Indonesia.
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 20120
5
10
15
20
25
1312
16
14
1011 11
1312
11
20
10
12 12 12 12 12
10
1413
9
21
10
8
1213
10
1312
13
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
MuamalatBSMMegaKriteria
Grafik 4.1
Analisis CAR
Kemudian nilai CAR tertinggi terdapat pada Bank Syariah Mandiri tahun 2003 dengan
nilai 20% dan Bank Mega Syariah tahun 2004 dengan nilai 21%. Kondisi tersebut menunjukkan
bank tersebut memiliki tingkat modal yang cukup besar dalam meningkatkan cadangan kas yang
dapat digunakan untuk memperluas pembiayaannya, sehingga akan membuka peluang yang
lebih besar bagi bank untuk meningkatkan profitabilitas.
Berdasarkan data CAR Bank Muamalat, BSM dan Mega Syariah tahun 2003 - 2012,
diketahui bahwa nilai rasio CAR secara keseluruhan berada pada kriteria Sehat. Nilai CAR
terendah terdapat pada Bank Mega Syariah pada tahun 2003 sebesar 9% dan 8%. Walaupun
dinyatakan masih sehat, nilai tersebut mendekati ambang batas bawah dari standar yang
ditentukan Bank Indonesia.
Menurunnya CAR tentu saja berakibat menurunnya kemampuan bank dalam
menyalurkan kredit, yang pada akhirnya bank kehilangan kemampuannya dalam menghasilkan
laba yang optimum dari kegiatan pokoknya tersebut. CAR yang rendah juga mengakibatkan
kemampuan bank untuk survive pada saat mengalami kerugian juga rendah, selain itu CAR yang
rendah juga mengakibatkan turunnya kepercayaan nasabah yang pada akhirnya dapat
menurunkan profitabilitas bank.
Kemudian nilai CAR tertinggi terdapat pada Bank Syariah Mandiri tahun 2003 dengan
nilai 20% dan Bank Mega Syariah tahun 2004 dengan nilai 21%. Kondisi tersebut menunjukkan
bank tersebut memiliki tingkat modal yang cukup besar dalam meningkatkan cadangan kas yang
dapat digunakan untuk memperluas pembiayaannya, sehingga akan membuka peluang yang
lebih besar bagi bank untuk meningkatkan profitabilitas.
4.2.1.2 Analisis Return on Asset (ROA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aset guna
memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. sebagaimana dimaksud Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No.14 / 18 / PBI / 2012, ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 4.3
Klasifikasi Tingkat ROA menurut BI
Tingkat ROA Predikat
Di atas 1,22% Sehat
0,99% - 1,22% Cukup Sehat
0,77% - 0,99% Kurang Sehat
Di bawah 0,77% Tidak Sehat
Sumber : www.bi.go.id
Tabel 4.4
Analisis ROA
Tahun Muamalat(%)
Kriteria BSM(%)
Kriteria Mega(%)
Kriteria
2003 1 Cukup Sehat 1 Cukup Sehat 1 Cukup Sehat2004 1 Cukup Sehat 2 Sehat 2 Sehat2005 2 Sehat 1 Cukup Sehat 1 Cukup Sehat2006 2 Sehat 1 Cukup Sehat 1 Cukup Sehat2007 2 Sehat 1 Cukup Sehat 1 Cukup Sehat2008 2 Sehat 1 Cukup Sehat 1 Cukup Sehat2009 1 Cukup Sehat 2 Sehat 2 Sehat2010 1 Cukup Sehat 2 Sehat 2 Sehat2011 1 Cukup Sehat 1 Cukup Sehat 1 Cukup Sehat2012 1 Cukup Sehat 2 Sehat 2 Sehat
Sumber : Lampiran Rasio Keuangan Perbankan.
Nilai ROA pada Bank Muamalat, BSM dan Mega, menunjukkan bahwa bank berada pada
kelompok cukup sehat dan sehat. Sedangkan untuk nilai terendah dan tertinggi dapat diketahui
nilai ROA pada saat menuju krisis tahun 2008, Bank Muamalat berada posisi sehat,namun hal
tersebut berbeda dengan BSM dan Mega Syariah yang menujukkan pada tahun 2005 sampai
dengan tahun 2008 menunjukkan kondisi cukup sehat.
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 20120
0.5
1
1.5
2
2.5
MuamalatBSMMegaKriteria
Grafik 4.2
Analisis ROA
Berdasarkan data ROA bank Muamalat, BSM dan Mega Syariah tahun 2003 - 2012,
diketahui bahwa nilai rasio ROA secara keseluruhan berada pada kriteria Sehat dan Cukup Sehat.
ROA adalah salah satu indikasi kesehatan keuangan perbankan. Semakin besar ROA, semakin
besar pula tingkat keuntungan yang dicapai dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi
penggunaan aset. Sebaliknya, semakin kecil ROA menggambarkan kinerja perbankan yang
kurang baik dalam mengelola aset guna menghasilkan laba.
4.2.1.3 Analisis Beban Operasional (BOPO)
Rasio ini digunakan untuk mengukur efisiensi perbankan adalah rasio BOPO. sebagaimana
dimaksud Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.14 / 18 / PBI / 2012, ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 4.5
Klasifikasi Tingkat BOPO menurut BI
Tingkat BOPO Predikat
Dibawah 93,52% Sehat
93,52% - 94,72% Cukup Sehat
94,72% - 95,92% Kurang Sehat
Di atas 95,92% Tidak Sehat
Sumber : www.bi.go.id
Tabel 4.6
Analisis BOPO
Tahun Muamalat%
Kriteria BSM%
Kriteria Mega%
Kriteria
2003 89 Sehat 93 Sehat 91 Sehat2004 86 Sehat 79 Sehat 86 Sehat2005 81 Sehat 85 Sehat 95 Sehat2006 84 Sehat 90 Sehat 79 Sehat2007 82 Sehat 81 Sehat 67 Sehat2008 87 Sehat 78 Sehat 89 Sehat2009 95 Sehat 73 Sehat 84 Sehat2010 87 Sehat 74 Sehat 88 Sehat2011 85 Sehat 76 Sehat 90 Sehat2012 84 Sehat 73 Sehat 77 Sehat
Sumber : Lampiran Rasio Keuangan Perbankan.
Nilai BOPO terendah terdapat pada Bank Mega Syariah sebesar 67% pada tahun 2007, namun
hal tersebut masi menjadikan bank tersebut dapat kelompok yang sehat. Sedangkan untuk Nilai
BOPO tertinggi terdapat pada BSM tahun 2003 sebesar 93%.
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 20120
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
MuamalatBSMMegaKriteria
Grafik 4.3
Analisis BOPO
Berdasarkan data BOPO bank Muamalat, BSM dan Mega Syariah tahun 2003 - 2012,
diketahui bahwa nilai rasio BOPO secara keseluruhan berada pada kriteria Sehat. BOPO
digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan
operasinya. Nilai BOPO terendah terdapat pada Bank Syariah Mandiri dengan nilai BOPO
sebesar 73%.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa rendahnya nilai BOPO, maka semakin tinggi
efisiensi operasional bank dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan laba. Kemudian nilai
BOPO tertinggi terdapat pada Bank Syariah Mandiri juga pada tahun 2003 dengan nilai sebesar
93%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tingginya BOPO berarti tinggi pula beban yang
ditanggung bank dan berimbas negatif terhadap laba yang didapat.
4.2.1.4 Analisis Net Operating Margin (NOM)
Rasio ini digunakan untuk mengukur efisiensi perbankan adalah rasio NOM. sebagaimana
dimaksud Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.14 / 18 / PBI / 2012, ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 4.7
Klasifikasi Tingkat NOM menurut BI
Tingkat NOM Predikat
> 3% Sehat
2 % - 3% Cukup Sehat
1,5% - 2% Kurang Sehat
1% - 1,5% Tidak Sehat
Sumber : www.bi.go.id
Tabel 4.8
Analisis NOM
Tahun Muamalat(%)
Kriteria BSM(%)
Kriteria Mega(%)
Kriteria
2003 5 Sehat 7 Sehat 6 62004 8 Sehat 6 Sehat 9 92005 6 Sehat 6 Sehat 6 62006 6 Sehat 5 Sehat 8 82007 7 Sehat 6 Sehat 8 82008 7 Sehat 6 Sehat 6 62009 5 Sehat 6 Sehat 11 112010 5 Sehat 6 Sehat 15 152011 5 Sehat 7 Sehat 15 152012 4 Sehat 7 Sehat 13 13
Sumber : Lampiran Rasio Keuangan Perbankan.
Nilai NOM terendah terdapat pada Bank Muamalat pada tahun 2012 sebesar 4% dan nilai NOM
tertinggi terdapat pada Bank Mega Syariah pada tahun 2010 - 2011 seebsar 15%.
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 20120
2
4
6
8
10
12
14
16
MuamalatBSMMegaKriteria
Grafik 4.4
Analisis NOM
Berdasarkan data NOM bank Muamalat, BSM dan Mega Syariah tahun 2003 - 2012,
diketahui bahwa nilai rasio NOM secara keseluruhan berada pada kriteria Sehat. Pada Bank
Muamalat dapat dilihat trend penurunan nilai NOM terjadi pada tahun 2008 sampai dengan
tahun 2012. Penurunan ini dikarenakan adanya peningkatan pendapatan operasional bersih yang
tidak berimbang pada peningkatan rata-rata aktiva produktif. Hal ini dikarenakan dana pada
aktiva produktif tidak disalurkan dengan baik sehingga terdapat dana mengendap yang
menyebabkan tidak menghasilkan profit.
Kemampuan rentabilitas yang terlihat meningkat terdapat pada Bank Mega Syariah. Hal
tersebut diindikasikan oleh Net Operating Margin (NOM) atau Net Income Margin (NIM)
sebesar 6% pada tahun 2008 dan terus mengalami peningkatan pada beberapa tahun berikutnya
hingga mencapai 15%. Kondisi tersebut menunjukkan nilai NOM seluruh Bank berada di atas
level yang diharapkan Bank Indonesia sebesar 3%, sehingga bank memiliki ruang untuk
menyerap potensi kerugian yang dihadapi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Rasio keuangan perbankan untuk 3 bank yang berturut - turut selama tahun 2003
sampai dengan tahun 2012 menunjukkan kinerja perbankan syariah masuk kedalam
kategori bank yang sehat
e. Berdasarkan data CAR, BOPO, ROA dan NOM bank Muamalat, BSM dan Mega
Syariah tahun 2003 - 2012, diketahui bahwa nilai rasio keuangan perbankan secara
keseluruhan berada pada kriteria Sehat. Hasil yang bervariasi menunjukkan kinerja
perbankan, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa Muamalat yang
menunjukkan kinerja terbaik pada saat masa krisis dan sesudah krisis global tahun
2008.
5.2 Saran
Dari hasil kesimpulan dalam penelitian ini, penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Saran untuk meningkatkan kinerja keuangan
Dengan memperhatikan variabel-variabel yang diperlukan dan berpengaruh besar pada
kelangsungan kegiatan bank umum syariah. Variabel-variabel tersebut adalah Capital
Adequacy Ratio (CAR), Return On Assets (ROA), Biaya Operasional Beban Operasional
dan Net Operating Margin (NOM).
2. Saran untuk penelitian lebih lanjut adalah dapat melakukan penelitian yang sama dengan
menggunakan variabel, objek penelitian, dan periode waktu yang berbeda.