ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT AKURASI MODEL PREDIKSI...
Transcript of ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT AKURASI MODEL PREDIKSI...
ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT AKURASI MODEL PREDIKSI
FINANCIAL DISTRESS
(Studi kasus Pada Sektor Pertambangan yang Terdaftar di BEI Periode 2012-
2016)
SKRIPSI
Oleh:
Sena Sabrina
11140810000021
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
2
ii
iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Sena Sabrina
2. Tempat Tanggal lahir : Jakarta, 23 Mei 1996
3. Usia : 21 Tahun
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Alamat : Komp. Karang Tengah Permai, Jl. Rinjai
Blok TW No. 4/7-8 Kec. Karang Tengah,
Kel. Karang Timur, Kota Tangerang,
Banten, 15157.
6. Telepon : 081212202453
7. E-mail : [email protected]
8. Agama : Islam
9. Kewarganegaraan : Indonesia
10. Status : Belum Menikah
II. PENDIDIKAN
1. SD (2002-2008) : SDN Joglo 010 Jakarta Barat
2. SMP (2008-2011) : SMPN 206 Jakarta Barat
3. SMA (2011-2014) : SMAN 63 Jakarta Selatan
4. S1 (2014-2018) : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota Ekstrakulikuler Taekwondo SMPN 206 Jakarta Barat periode
(2008-2011)
2. Anggota Ekstrakulikuler Taekwondi SMAN 63 Jakarta Selatan periode
(2011-2013)
3. Anggota Divisi Luar Kampus HMJ Manajemen Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta periode (2015-2017)
v
4. Mentor OPAK Jurusan Manajemen periode 2016 (2015-2017)
5. Bendahara “KERAMIK” Jurusan Manajemen FEB Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta periode (2017)
6. Bendahara Kuliah Kerja Nyata (KKN) GRENADE universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta periode (2017).
vi
ABSTRACT
This study aims to determine the difference between the Modified Altman model, the Zmijewski model, the Grover model, the Springate model, to predict financial distress, and to find out which Financial Distress prediction model is best for mining companies in Indonesia. Complementary models are created by analyzing each model, using the real state of the company's net profit. The population is a mining companies listed on the Indonesia Stock Exchange period 2012-2016. This research using purposive sampling method with the number of samples obtained as many as 60 samples which 30 samples is financial distress and the rest is non financial distress. In this research using logistic regression test, regression feasibility model test, fit model fit test, and regression coefficient test. The results indicates that all the prediction models this research can be used to predict the financial distress, which the Grover model has the best accuration with 85%, the second Springate models has 81,67%, the tirth Modified Altman model has 75%, and the last Zmijewski model with 56,67%. Keywords: financial distress, Modified Altman Model, Zmijewski Model, Grover
Model, Springate Model, Logistic Regression
vii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara model Altman Modifikasi, model Zmijewski, model Grover, model Springate, untuk memprediksi financial distress, dan untuk mengetahui model prediksi Financial Distress mana yang memiliki implementasi paling baik pada perusahaan pertambangan di Indonesia. Perbandingan keempat model tersebut dibuat dengan menganalisis akurasi masing-masing model, dengan menggunakan kondisi riil laba bersih perusahaan. Populasi yang digunakan adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2016. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan total sampel yang diperoleh 60 sampel dimana 30 sampel financial distress dan sisanya non financial distress. Dalam penelitian ini akan digunakan uji regresi logistik, meliputi uji kelayakan model regresi, uji overall model fit, dan uji koefisien regresi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa model prediksi yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk memprediksi Financial Distress. Model Grover memiliki tingkat akurasi terbaik dengan 85%, kedua adalah model Springate dengan 81,67%, ketiga adalah model Altman Modifikasi dengan 75%, dan terakhir adalah model Zmijewski dengan 56.67%.
Kata kunci: financial distress, Model Altman Modifikasi, Model Zmijewski,
Model Grover, Model Springate, Regresi logistik
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya. Tidak lupa shalawat serta salam senantiasa
tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, berserta keluarga dan
para sahabatnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Perbandingan Tingkat Akurasi Model Prediksi Financial Distress”
(Studi Kasus Pada sektor pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2012-2016).
Penyusunan skripsi ini ditunjukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Manajemen di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis juga menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulisan
skripsi ini tidak akan terwujud dengan baik. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini penulis juga ingin menyampaikan banyak ucapan terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, ayah H. Nahwin dan mamah Titin yang telah
memberikan doa, dukungan moril maupun materil kepada penulis. Segala
sesuatu yang kalian berikan tidak akan tergantikan oleh apapun.
2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc, M.Si., Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Titi Dewi Warninda , SE, M.Si., Selaku Kepala Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Ela Patriana, ST, MM., Selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syrarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Dr. Taridi Kasbi Ridho, SE, MBA., selaku dosen pembimbing skripsi I
yang telah berkenan memberikan waktu, ilmu dan pengetahuan serta
bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulis menyusun skripsi.
ix
6. Bapak Deni Pandu Nugraha, SE, M.Sc., selaku dosen pembimbing II yang
telah berkenan memberikan waktu, ilmu dan pengetahuan serta bimbingan
dan arahan kepada penulis selama penulis menyusun skripsi.
7. Bapak Hemmy Fauzan, SE, MM., selaku dosen pembimbing akademik.
8. Seluruh Staf Tata Usaha dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
penulis dalam mengurus segala kebutuhan terkait administrasi dan lain-lain.
9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama
penulis dalam masa perkuliahan.
10. Seluruh keluarga Besar H. Asnawi (emak, baba, ibu, ncing, om, uwa, sepupu-
sepupu ku) yang telah memberikan semangat serta doa yang tiada henti
kepada penulis. Terutama untuk adikku Raisa, Adelia, dan Rama. Tidak lupa
kepada om Zaenal yang telah sangat membantu penulis dalam melakukan
penulisan ini.
11. Sahabat-sahabat terkasih “4shbt” Vivi, Adisty, dan Hanni, yang telah
memotivasi dan menghadirkan suasana penuh canda tawa.
12. Sahabat-sabahat terkasih “DKK” Laras, Nabila, Yule, Virdya, dan Annisa
yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
13. Kawan-kawan terkasih semasa kuliah Delfi, Annisa, Emil, Racil, Ningrum,
Sarah, Vivin, Mariah, dan Desi, yang telah membuat masa perkuliahan
penulis menjadi berwarna dan berkesan. Terimakasih untuk selalu ada dalam
berbagai kesempatan selama masa perkuliahan. Berharap akan terus terjalin
dimasa depan.
14. Teman-teman manajemen 2014 (Evita, Anita, Ican, Tama, Adam, Hamdy,
Bazuri, Qisti, Isti, Avi, Tsizy, Ais, Mitha, Elis, Renov, dll) terimakasih telah
berbagi ilmu dan semangat bersama, semoga waktu dapat mempertemukan
kita kembali. Kakak senior (ka debby, ka shintia, ka nunu, ka tika, dan ka
firly) terimakasih telah berbagi informasi, masukan, dan dukungan selama
perkuliahan serta proses penulisan skripsi.
x
15. Pihak-pihak lain yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu yang
membantu terealisasikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna, dikarenakan
terbatasnya ilmu dan pengetahuan yang penulis miliki. Maka dari itu, penulis
menerima segala bentuk masukan kritik dan saran dari berbagai pihak. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Tangerang, 20 April 2018
Sena Sabrin
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI.......................................................... .. ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF............................ .... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .................. ..... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................... .................... v
ABSTRACT ................................................................................... ................ vii
ABSTRAK ................................................................................... .................. viii
KATA PENGANTAR ................................................................................... ix
DAFTAR ISI................................................................................... ................ xii
DAFTAR TABEL ................................................................................... ....... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... .. xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. ................ xvii
BAB I PENDAHULUAN ................................................. ............................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Permasalahan .................................................................................. 9
1. Identifikasi Masalah ................................................................... 9
2. Batasan Masalah ......................................................................... 9
3. Rumusan Masalah ...................................................................... 10
B. Tujuan dan Manfaat ....................................................................... 10
1. Tujuan Penelitian ........................................................................ 10
2. Manfaat Penelitian ...................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... . 12
A. Landasan Teori ............................................................................... 12
1. Laporan Keuangan ...................................................................... 12
a. Pengertian Laporan Keuangan ................................................ 12
b. Tujuan Laporan Keuangan ..................................................... 13
c. Pihak yang Memerlukan Laporan Keuangan.......................... 14
xii
2. Analisis Laporan Keuangan........................................................ 19
a. Pengertian Analisis Laporan Keuangan .................................. 19
b. Tujuan dan Manfaat Analisis Laporan Keuangan .................. 20
3. Analisis Rasio Keuangan ............................................................ 21
a. Pengertian Rasio Keuangan .................................................... 21
b. Keunggulan Analisis Rasio .................................................... 21
c. Keterbatasan Analisis Rasio ................................................... 22
d. Jenis-jenis Rasio ..................................................................... 23
4. Financial Distress ...................................................................... 25
a. Pengertian Financial Distress ................................................. 25
b. Faktor Penyebab Financial Distress ...................................... 28
c. Manfaat Informasi Prediksi Financial Distress ...................... 31
d. Pihak Memerlukan Informasi Prediksi Financial Distress .... 31
5. Model Prediksi Financial Distress ............................................. 33
B. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 38
C. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 44
D. Keterkaitan Antar Variabel ............................................................ 45
D. Hipotesis ......................................................................................... 51
BAB III METODOLOGI............................................................ .................... 53
A. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 53
B. Metode Penentuan Sampel ............................................................. 53
C. Metode Pengumpulan Data ............................................................ 58
D. Metode Analisis Data ..................................................................... 59
1. Uji Statistik Deskriptif ................................................................ 59
2. Uji Beda Matched Pair ............................................................... 59
3. Analisis Regresi Logistik ........................................................... 60
4. Tingkat Akurasi dan Tingkat Kesalahan .................................... 65
E. Operasional Variabel Penelitian ..................................................... 66
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................ ................ 70
A. Deskripsi Objek Penelitian ............................................................ 70
xiii
B.Uji Statistik Deskriptif ..................................................................... 71
C. Uji Beda Matched Pair ................................................................... 75
D. Analisis Regresi Logistik ............................................................... 76
E. Tingkat Akurasi dan Tingkat Kesalahan ........................................ 92
F. Pembahasan .................................................................................... 109
BAB V PENUTUP........................................ .................................................. 116
A. Kesimpulan .................................................................................... 116
B. Saran ............................................................................................... 116
DAFTAR PUSTAKA ........................................ ............................................ 118
LAMPIRAN........................................ ............................................................ 122
xiv
DAFTAR TABEL
2.1 Penelitian Terdahulu ........................................ ........................................ 38
3.1 Daftar Sampel Kategori 0 (Distress)........................................ ................. 56
3.2 Daftar Sampel Kategori 1 (Non Distress)........................................ ......... 57
3.3 Daftar Seluruh Variabel Independen ........................................ ................ 69
4.1 Analisis Statistik Deskriptif Kategori 0 (Distress) ................................... 72
4.2 Analisis Statistik Deskriptif Kategori 1 (Non Distress)............ ................ 76
4.3 Uji Beda Kriteria Matched Pair........................................ ........................ 76
4.4 Uji Hosmer and Lemeshow Model Altman Modifikasi............................ 77
4.5 Block 0: Beginning Block Model Altman Modifikasi...................... ......... 78
4.6 Block 1: Model Summary Model Altman Modifikasi........................ ....... 78
4.7 Uji Koefisien Regresi Model Altman Modifikasi...................... ............... 79
4.8 Uji Hosmer and Lemeshow Model Zmijewski............................ ............. 81
4.9 Block 0: Beginning Block Model Zmijewski...................... ...................... 82
4.10 Block 1: Model Summary Model Zmijewski........................ .................. 82
4.11 Uji Koefisien Regresi Model Zmijewski...................... .......................... 83
4.12 Uji Hosmer and Lemeshow Model Grover............................ ................. 84
4.13 Block 0: Beginning Block Model Grover...................... .......................... 85
4.14 Block 1: Model Summary Model Grover........................ ........................ 85
4.15 Uji Koefisien Regresi Model Grover...................... ................................ 87
4.16 Uji Hosmer and Lemeshow Model Springate............................ ............. 88
4.17 Block 0: Beginning Block Model Springate...................... ...................... 88
4.18 Block 1: Model Summary Model Springate........................ .................... 89
4.19 Uji Koefisien Regresi Model Springate...................... ............................ 90
4.20 Rangkuman Uji Regresi Logistik...................... ...................................... 91
4.21 Hasil Perhitungan Z-score Kategori 0 (Distress)...................... .............. 94
4.22 Hasil Perhitungan Z-score Kategori 1 (Non Distress)...................... ...... 95
4.23 Tingkat Akurasi dan Kesalahan Model Altman...................... ................ 96
4.24 Hasil Perhitungan X-score Kategori 0 (Distress)...................... .............. 98
xv
4.25 Hasil Perhitungan X-score Kategori 1 (Non Distress)...................... ...... 99
4.26 Tingkat Akurasi dan Kesalahan Model Zmijewski...................... ........... 100
4.27 Hasil Perhitungan G-score Kategori 0 (Distress)...................... ............. 102
4.28 Hasil Perhitungan G-score Kategori 1 (Non Distress)...................... ...... 103
4.29 Tingkat Akurasi dan Kesalahan Model Grover...................... ................ 104
4.30 Hasil Perhitungan S-score Kategori 0 (Distress)...................... .............. 106
4.31 Hasil Perhitungan S-score Kategori 1 (Non Distress)............................. 107
4.32 Tingkat Akurasi dan Kesalahan Model Springate...................... ............ 108
4.33 Rangkuman Hasil Tingkat Akurasi dan Kesalahan...................... .......... 109
xvi
DAFTAR GAMBAR
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 2005-2018............... ............... 2
1.2 Pertumbuhan PDB atas Dasar Harga Konstan Menurut Sektor Usaha..... 4
2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis...................... .............................................. 44
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Daftar Total Aset...................... .................................................. 122
Lampiran 2: Daftar Variabel Kategori 0 (Distress)...................... .................. 123
Lampiran 3: Daftar Variabel Kategori 1 (Non Distress)...................... ........... 125
Lampiran 4: Daftar Perusahaan Distress......................................................... 127
Lampiran 5: Daftar Perusahaan Non Distress...................... ........................... 128
Lampiran 6: Uji Beda Matched Pair...................... ......................................... 129
Lampiran 7: Uji Regresi Logistik Model Altman Modifikasi...................... .. 130
Lampiran 8: Uji Regresi Logistik Model Zmijewski...................... ................ 132
Lampiran 9: Uji Regresi Logistik Model Grover...................... ...................... 136
Lampiran 10: Uji Regresi Logistik Model Springate...................... ................ 138
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 sampai dengan 2009
bermula pada krisis ekonomi di Amerika Serikat dan kemudian menyebar
keseluruh penjuru dunia. Ramadhani (2009) menyatakan bahwa krisis ini
merupakan krisis ekonomi global yang terjadi paling buruk setelah sekitar 80
tahun terakhir juga di alami krisis yang sama secara global. Krisis ini terjadi
karena krisis keuangan di Amerika Serikat, krisis keuangan di Amerika ini
dipicu oleh krisis subprime mortgage yang memberikan dampak yang sangat
besar terhadap perekonomian didunia. Gejolak krisis ekonomi global tersebut
mempengaruhi stabilitas ekonomi global dibeberapa kawasan.
Menurut perspektif ekonomi, perdagangan antara satu Negara dan Negara
lain saling berkaitan dan mempengaruhi. Dalam hubungan yang demikian,
dimungkinkan resesi suatu Negara akan menular dan mempengaruhi secara
global, karena penurunan impor di suatu tempat menyebabkan tertekannya
ekspor di tempat lain. Saat ini hampir di semua Negara di dunia menganut
sistem pasar bebas sehingga kemungkinan saling terkait satu sama lain itu
pasti terjadi. Akibatnya setiap Negara memungkinkan memiliki resiko terkena
dampak krisis. Maka dari itu krisis ekonomi yang terjadi di Amerika pada
tahun 2008-2009 memicu terjadinya krisis perekonomian secara global.
1
Krisis pada tahun 2008-2009 negara yang paling kritis terkena dampak krisis
global ini adalah Negara yang berada dikawasan benua Amerika dan Eropa
Timur. Begitu halnya juga terjadi pada kawasan benua asia, termasuk Indonesia.
Kontraksi aktivitas bisnis di pasar internasional dan Non Performing Loan (NPL)
naik dari 55,4 trilyun pada November 2008 menjadi 60,6 triliyun pada Maret 2009
(www.bi.go.id). Hal ini berimbas pada perekonomian di Indonesia karena
Indonesia merupakan negara small open economy dan sangat sensitif terhadap
faktor eksternal (www.setneg.go.id).
Gambar 1.1
Perumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 2005-2018
Sumber: Databoks.katadata.co.id
Dapat dilihat dari gambar grafik diatas bahwa pertumbuhan ekonomi
Indonesia dari tahun 2008-2009 mengalami penurunan yang sangat signifikan
dari 6,01% turun menjadi 4,63%. Grafik tersebut dapat menjelaskan bahwa
Indonesia juga mendapatkan imbas dari krisis yang terjadi secara global di
2
Amerika. Hal itu memiliki dampak yang sangat besar terhadap berbagai
bidang ekonomi di Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami penurunan kembali
sebagai dampak krisis ekonomi tahun 2009. Dimulai sejak akhir tahun 2011
penurunan ekonomi Indonesia terus terjadi sampai mencapai titik terendahnya
pada tahun 2015. Penurunan tersebut terjadi karena pelemahan ekonomi di
Cina sebagai kekuatan ekonomi kedua didunia, kelesuan perekonomian dan
embargo Rusia serta penurunan harga komoditas dunia di pasar Internasional
juga menjadi awal mula terjadi perlambatan ekonomi di tahun 2014-2015
(www.dpr.go.id).
Pertumbuhan ekonomi yang semakin melemah membuat pertumbuhan
Produk Domestik Bruto (PDB) diberbagai sektor juga mengalami penurunan.
Karena pada dasarnya PDB menjadi salah satu indikator untuk mengetahui
kondisi perekonomian disuatu Negara, baik atas dasar harga berlaku maupun
atas dasar harga konstan. Produk Domestik Bruto (GDP) merupakan statistika
perekonomian yang paling diperhatikan karena dianggap sebagai ukuran
utama mengenai kesejahteraan masyarakat. Berikut adalah gambar
pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan menurut sektor usaha:
3
Gambar 1.2
Pertumbuhan PDB atas Dasar Harga Konstan Menurut Sektor Usaha
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Dapat dilihat pada gambar diatas salah satu salah satu penyebab terjadinya
penurunan pertumbuhan ekonomi di Indonesia karena terjadinya pertumbuhan
yang negatif pada sektor primer yaitu pertambangan dan penggalian. Faktor
penyebab terjadinya penurunan sektor primer karena harga yang turun drastis
dan permintaan pasar yang cukup sulit. Menurut kompas.com, hasil riset
Pricewaterhouse Cooper (PwC) pada tahun 2016 sebanyak 40 perusahaan
tambang global mengalami kerugian terbesar sepanjang sejarah selama tahun
2015. PwC juga mengatakan bahwa kapitalisasi pasar perusahaan
pertambangan nasional yang tercatat di Bursa Efek Indonesia menurun.
perusahaan yang mengalami pertumbuhan yang negatif berarti memiliki profit
atau laba yang rendah.
Perusahaan yang terus mengalami penurunan pertumbuhan ke arah negatif,
akan mengganggu jalannya kegiatan operasional di dalam perusahaan
4
tersebut. Kegiatan operasional yang terganggu akan membuat perusahaan
tidak maksimal dalam menghasilkan output yang akan dihasilkan, Sehingga
input yang didapatkan pun juga akan menurun.
Jika hal tersebut berlangsung terus-menerus akan memungkinkan
perusahaan mengalami kondisi financial distress yang nantinya akan menjadi
bangkrut di kemudian hari, hal tersebut berarti perusahaan gagal dalam
menjalankan kegiatan operasional untuk menghasilkan laba. Hal tersebut
menuntut sektor pertambangan untuk lebih mengoptimalkan kinerja
perusahaan dalam berbagai hal. Perusahaan yang tidak melakukan manajemen
dengan baik akan mendapatkan kesulitan dalam melakukan segala kegiatan
operasional nya dan berujung mengalami financial distress (Ardiyanto dan
Prasetiono, 2011). Kinerja perusahaan yang kurang baik akan mengakibatkan
sulitnya perusahaan dalam mencapai dan mempertahankan laba perusahaan.
Jika keadaan tersebut terus terjadi dalam beberapa periode bukan tidak
mungkin perusahaan akan mengalami kerugian. Kerugian yang terjadi secara
terus menerus akan mengancam keberlangsungan para investor atau
pemegang saham.
Menurut Gunawan dkk (2017) financial distress adalah tahap penurunan
kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun
likuidasi. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui perusahaan
yang sedang mengalami kondisi kesulitan keuangan yaitu kerugian yang
dihasilkan perusahaan karena perusahaan tidak dapat menghasilkan laba
sehingga laba perusahaan negatif. Sedangkan menurut Widhiari dan 5
Merkusiwati (2015) Kesulitan keuangan atau financial distress adalah
keadaan dimana perusahaan menemui kesulitan atau bahkan tidak bisa untuk
membayar kewajibannya kepada para kreditur.
Dalam kondisi seperti itu perusahaan akan sulit untuk mendapatkan dana
baik dari internal maupun eksternal yang dapat memicu terjadinya financial
distress. Apabila kondisi financial distress dibiarkan terus menerus tanpa
adanya pengambilan keputusan yang tepat akan mengakibatkan kebangkrutan
(Fitriyah dan Haryati, 2013).
Menurut Gamayuni (2011) penyebab kebangkrutan dapat berasal dari
faktor internal dan eksternal perusahaan. Faktor internal antara lain kurang
nya pengalaman manajemen, kurang nya pengetahuan dalam mempergunakan
assets dan liabilities secara efektif. Sedangkan faktor eksternal yaitu inflasi,
sistem pajak dan hukum, depresiasi mata uang asing, dan alasan lainnya.
Untuk mengetahui perusahaan mengalami kondisi financial distress dapat
dilihat pada laporan keuangan perusahaan tersebut, selanjutnya menentukan
model prediksi yang akan digunakan untuk menganalisis rasio laporan
keuangan sesuai dengan model prediksi tersebut. Rasio keuangan dapat
menggambarkan keadaan pada masa lampau, sekarang, dan yang akan datang
sebagai indikator yang sangat berguna yang bisa dihitung dari laporan
keuangan (Saleh dan Bambang, 2013).
Krisis financial perusahaan yang sering terjadi dapat diprediksi oleh
ahlinya dengan menggunakan berbagai perhitungan dan model. Ada banyak
6
model yang dapat digunakan untuk memprediksi krisis keuangan. Namun
keakuratan pada setiap modelnya butuh dipertimbangkan kembali.
Penelitian yang telah dilakukan untuk menjelaskan model prediksi terbaik
yang dapat digunakan untuk mengukur financial distress pada perusahaan.
Penelitian pertama yang dilakukan Aminian dkk (2016), yang berjudul
“Investigate the Ability of Bankruptcy Prediction Models of Altman and
Springate and Zmijewski and Grover in Tehran Stock Exchange” dengan
kesimpulan bahwa model prediksi kebangkrutan perusahaan Grover
menunjukan hasil yang lebih baik dibandingkan model Altman, Springate dan
Zmijewski.
Penelitian kedua yaitu oleh Gunawan, dkk (2017), yang berjudul
“Perbandingan Prediksi Financial Distress Dengan Model Altman, Grover,
dan Zmijewski” dengan menghasilkan kesimpulan yang berbeda dengan
penelitian pertama yaitu bahwa Hasil perbandingan ketiga model prediksi
financial distress menunjukkan bahwa tingkat akurasi prediksi financial
distress tertinggi hingga terendah berturut-turut yaitu model Zmijewski,
model Grover dan Model Altman.
Penelitian ketiga yaitu oleh Novietta, dkk (2017) yang berjudul
“Komparasi Model Kebangrutan Pada Perusahaan Tekstil dan Garmen yang
Terdaftar di Bursa Efek Inonesia” dengan hasil penelitian model Altman
Modifikasi memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan
model Ohlson dan Zmijewski
7
Penelitian keempat adalah penelitian yang dilakukan oleh Permana, dkk
(2017) yang berjudul “Prediksi Financial Distress pada Perusahaan
Manufaktur di Bursa Efek Indonesia” menyimpulkan bahwa Model Springate
merupakan model yang memprediksi status financial distress terbanyak
dibandingkan dengan kedua model lainnya dan memiliki persentase status non
distress terkecil diantara model lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ini berfokus pada model prediksi
terbaik dengan tingkat akurasi tertinggi model Altman Modifikasi, Zmijewski,
Grover dan Springate dalam memprediksi kondisi financial distress.
Penelitian ini untuk mengetahui model prediksi yang paling akurat untuk
digunakan dalam menganalisis financial distress di perusahaan pertambangan.
Sehingga penelitian ini mengambil judul sebagai berikut:
“Analisis Perbandingan Tingkat Akurasi Model Prediksi Financial
Distress (Studi Kasus Pada sektor pertambangan yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia tahun 2012-2016)”. Penelitian ini menggunakan
model prediksi kebangkrutan yaitu model Altman Modifikasi, model
Zmijewski, model Grover, dan model Springate. Alat analisis yang digunakan
adalah uji regresi logistik. sampel penelitian diambil dari data sekunder
laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan sektor pertambangan
periode tahun 2012-2016.
8
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada dapat diidentifikasikan masalah
yang timbul yaitu:
a. Di Indonesia masih terjadi krisis financial sampai sekarang sebagai
dampak krisis tahun 2008;
b. Cara perusahaan mengoptimalkan kinerja operasional dimasa krisis
seperti sekarang;
c. Banyak cara dan Model untuk memprediksi kondisi financial
distress;
d. Perusahaan yang tidak mampu menghasilkan keuntungan;
e. Faktor Financial distress yang dapat diukur tidak hanya dari internal
tapi eksternal.
2. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Penelitian ini memilih model prediksi financial distress yaitu model
Altman Modifikasi, model Zmijewski, model Grover, dan model
Springate;
b. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan periode pengamatan
dari tahun 2012 sampai dengan 2016;
c. Penelitian hanya memilih sampel perusahaan sektor pertambangan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI);
9
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang akan menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah model pengukuran financial distress layak digunakan untuk
mengamati kondisi financial distress pada perusahaan pertambangan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada Periode Tahun 2012-
2016?
b. Model prediksi Manakah yang memiliki tingkat akurasi dan
kesalahan tertinggi dan terrendah dalam mengukur financial distress
pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada periode 2012-2016.
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk menguji kelayakan dari masing-masing model pengukuran
financial distress;
b. Untuk menguji tingkat akurasi dan tingkat kesalahan dari masing-
masing model pengukuran financial distress;
2. Manfaat penelitian
Dengan mengetahui pemecahan masalah, maka akan diperoleh
beberapa manfaat dari penelitian ini, antara lain:
10
a. Bagi Perusahaan
Bagi perusahaan penelitian ini dapat membantu manajer
perusahaan dalam mengevaluasi dan mengambil tindakan untuk
mengantisipasi terjadinya kebangkrutan.
b. Bagi Investor
Investor yang melakukan investasi pasti akan melihat data laporan
keuangan, dengan menggunakan penelitian ini investor dapat
melakukan perhitungan dengan model prediksi terbaik apakah
perusahaan dalam keadaan distress atau tidak untuk menentukan
pengambilan keputusan investasi.
c. Bagi Akademik
Hasil penelitian ini dapat menjadi bukti empiris mengenai model
prediksi terbaik yang dapat digunakan untuk memprediksi kondisi
financial distress didalam suatu perusahaan. Sehingga dapat
memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan yang lebih mendalam
serta berkontribusi dalam memperkaya penelitian terdahulu.
d. Bagi Peneliti
Hasil penelitian yang diteliti diharapkan dapat menerapkan teori-
teori yang telah diperoleh semasa perkulian. Serta diharapkan dapat
memberikan kontribusi terhadap penelitian selanjutnya.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Laporan Keuangan
a. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses
pencatatan, merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi
keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan
(baridwan, 1995:17). Sebuah laporan keuangan haruslah memenuhi
beberapa syarat yang menunjukan kualitas dari laporan keuangan agar
dapat bermanfaat optimal bagi pemakai. Syarat yang harus dipenuhi
dalam laporan keuangan adalah dapat dipahami dengan mudah oleh
pemakai. Informasi yang diberikan relevan untuk digunakan bagi
pemakai, dan dapat diperbandingkan antar periode atau antar
perusahaan lain untuk mengidentifikasi, mengevaluasi posisi dan
kinerja keuangan perusahaan.
Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi
keuangan utama kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Jadi, laporan
keuangan merupakan sumber informasi bagi pihak-pihak yang
berkepentingan dengan informasi keuangan perusahaan, misalnya
investor sekarang, investor potensial, karyawan, kreditor, pemasok,
pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaga lain, dan masyarakat. 12
Namun informasi yang terdapat dalam laporan keuangan hanya
bersifat umum, tidak sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan
informasi setiap pemakai (Amanah, 2014)
b. Tujuan Laporan Keuangan
Seperti yang sudah diketahui bahwa setiap laporan keuangan yang
dibuat sudah pasti memiliki tujuan tertentu. Dalam praktiknya
terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai, terutama bagi pemilik
usaha dan manajamen perusahaan. Di samping itu, tujuan laporan
keuangan di susun guna memenuhi kepentingan berbagai pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan.
Menurut Kasmir (2009:26), berikut ini tujuan pembuatan dan
penyusunan laporan keuangan yaitu:
1) Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang
dimiliki perusahaan pada saaat ini;
2) Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan
modal yang dimiliki perusahaan pada saat ini;
3) Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang
diperoleh pada suatu periode tertentu;
4) Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang
dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu;
5) Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi
terhadap aktiva, pasiva, dan modal perusahaan;
13
6) Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan
dalam suatu periode tertentu;
7) Memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan
keuangan;
8) Informasi keuangan lainnya.
c. Pihak yang Memerlukan Laporan Keuangan
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya tujuan utama dari
laporan keuangan adalah untuk kepentingan pemilik dan manajemen
perusahaan akan memberikan informasi kepada berbagai pihak yang
sangat berkepentingan terhadap perusahaan. Artinya pembuatan dan
penyusunan laporan keuangan ditujukan untuk memenuhi
kepentingan berbagai pihak, baik pihak intern maupun ekstern
perusahaan.
Menurut kasmir (2009:31), berikut ini penjelasan masing-masing
pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan:
1) Pemilik
Pemilik pada saat ini adalah mereka yang memiliki usaha
tersebut. Hal ini tercermin dari kepemilikan saham yang
dimilikinya. Kepentingan bagi para pemegang saham yang
merupakan pemilik perusahaan terhadap hasil laporan keuangan
yang telah dibuat adalah:
a) Untuk melihat kondisi dan posisi perusahaan saat ini;
14
b) Untuk melihat perkembangan dan kemajuan perusahaan
dalam suatu periode. Kemajuan dilihat dari kemampuan
manajemen dalam menciptakan laba dan pengembangan aset
perusahaan. Dari laporan ini pemilik dapat menilai kedua hal
tersebut apakah ada perubahan atau tidak. Kemudian, jika
memperoleh laba, pemilik akan mengetahui berapa deviden
yang akan diperolehnya;
c) Untuk menilai kinerja manajemen atas target yang telah
ditetapkan.
2) Manajemen
Kepentingan pihak manajemen perusahaan terhadap
laporan keuangan perusahaan yang mereka juga buat memiliki
arti tertentu. Berikut ini nilai penting laporan keuangan bagi
manajemen:
a) Dengan laporan keuangan yang dibuat, manajemen dapat
menilai dan mengevaluasi kinerja mereka dalam sautu
periode, apakah telah mencapai target atau tujuan yang telah
ditetapkan atau tidak.
b) Manajemen juga akan melihat kemampuan mereka
mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki perusahaan yang
ada selama ini.
c) Laporan keuangan dapat digunakan untuk melihat kekuatan
dan kelemahan yang dimiliki perusaaan saat ini sehingga 15
dapat menjadi dasar pengambilan keputusan dimasa yang
akan datang.
d) Laporan keuangan dapat digunakan untuk mengambil
keputusan kedepan berdasarkan kekuatan dan kelemahan
yang dimiliki perusahaan, baik dalam hal perencanaan,
pengawasan, pengendalian kedepan sehingga target-target
yang diinginkan dapat tercapai.
Dalam menilai kinerjanya, pihak manajemen dapat
membuat ukuran tersendiri yang ditentukan sebelumnya seperti
berikut ini:
a) Pertumbuhan laba yang diperoleh dalam suatu periode,
apakah tercapai target atau bahkan melebihi target. Jika
mencapai target atau melebihi target, manajemen dapat
dikatakan berhasil. Namun, sebaliknya jika perolehan laba
tidak mencapai target, mereka dikatakan gagal dalam
menjalankan misi perusahaan.
b) Bagaimana pengembangan sumber daya perusahaan seperti
pengembangan aset yang dimiliki, apakah mengalami
penambahan atau justru sebaliknya? Dari sudut ini terlihat
bahwa kita dapat menilai apakah pihak manajemen bekerja
secara efisien atau tidak.
16
c) Pada akhirnya manajemen, laporan keuangan ini juga akan
menentukan mereka untuk memperoleh kompensasi berupa
bonus, karier atau sebaliknya dari pemilik perusahaan.
3) Kreditor
Kreditor adalah pihak penyandang dana bagi perusahaan,
artinya pihak pemberi dana seperti bank atau lembaga keuangan
lainnya. Kepentingan pihak kreditor terhadaap laporan keuangan
adalah dalam hal memberi pinjaman. Bagi pihak kreditor, prinsip
kehati-hatian dalam menyalurkan dana (pinjaman) kepada
berbagai perusahaan sangat diperlukan. Kepentingan pihak
kreditor antara lain:
a) Pihak kreditor tidak ingin usaha yang dibiayainya mengalami
kegagalan dalam hal pembayaran kembali pinjaman tersebut
(macet). Oleh karena itu, pihak kreditor, sebelum
mengucurkan kreditnya, terlebih dahulu melihat kemampuan
perusahaan untuk membayarnya. Salah satu ukuran
kemampuan perusahaan dapat diilihat dari laporan keuangan
yang telah dibuat;
b) Pihak kreditor juga perlu memantau terhadap kredit yang
sudah berjalan untuk melihat kepatuhan perusahaan
membayar kewajiban;
c) Pihak kreditor juga tidak ingin kredit atau pinjaman yang
diberikan justru menjadi beban nasabah dalam 17
pengembaliannya apabila ternyata kemampuan perusahaan di
luar dari yang diperkirakan.
4) Pemerintah
Arti penting laporan keuangan bagi pemerintah adalah:
a) Untuk menilai kejujuran perusahaan dalam melaporkan
seluruh keuangan perusahaan yang sesungguhnya;
b) Untuk mengetahui kewajiban perusahaan terhadap Negara
dari hasil laporan keuangan yang dilaporkan. Dari laporan ini
terlihat jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada Negara
secara jujur dan adil.
5) Investor
Investor adalah pihak yang akan menanamkan dananya di
suatu perusahaan. Bagi investor yang ingin menanamkan dananya
dalam suatu usaha sebelum memutuskan untuk membeli saham,
perlu pertimbangan banyak hal secara matang. Dasar
pertimbangan investor adalah dari laporan keuangan yang
disajikan perusahaan yang akan ditanamnya. Investor melihat
prospek usaha ini sekarang dan masa yang akan datang, Prospek
yang dimaksud adalah keuntungan yang akan diperolehnya
(deviden) serta perkembangan nilai saham ke depan. Setelah itu,
barulah investor dapat mengambil keputusan untuk membeli
saham suatu perusahaan atau tidak.
18
2. Analisis Laporan Keuangan
a. Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Setelah laporan keuangan disusun berdasarkan data yang relevan,
serta dilakukan dengan prosedur akuntasi dan penilaian yang benar,
akan terlihat kondisi keuangan perusahaan yang sesungguhnya.
Kondisi keuangan yang dimaksud adalah diketahuinya berapa jumlah
harta (kekayaan), kewajiban (hutang), serta modal (ekuitas) dalam
neraca laporan keuangan. Agar laporan keuangan menjadi lebih
berarti sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh berbagi pihak,
perlu dilakukan analisis laporan keuangan. Bagi pihak pemilik dan
manajemen tujuan utama analisis laporan keuangan adalah agar dapat
mengetahui posisi keuangan perusahaan saat ini.
Hasil analisis laporan keuangan juga akan memberikan informasi
tentang kelemahan dan kekuatan yang dimiliki perusahaan, dengan
mengetahui kelemahan ini manajemen akan dapat memperbaiki atau
menutupi kelemahan tersebut. Kemudian, kekuatan yang dimiliki
perusahaan harus dipertahankan atau bahkan ditingkatkan, kekuatan
tersebut dapat menjadi modal selanjutnya kedepan. Analisis laporan
keuangan perlu dilakukan secara cermat dengan menggunakan
metode dan teknik analisis yang tepat sehingga hasil yang diharapkan
benar benar tepat pula (Munawir, 2002:32).
19
b. Tujuan dan Manfaat Analisis
Menurut kasmir (2009:36), ada beberapa tujuan dan manfaat
dilakukannya analisis laporan keuangan. Secara umum dikatakan
bahwa tujuan dan mafaat analisis laporan keuangan adalah:
1) Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode
tertentu, baik harta, kewajiban, modal, maupun hasil usaha yang
telah dicapai untuk beberapa periode;
2) Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi
kekurangan perusahaan;
3) Untuk mengetaui kekuatan-kekuatan yang dimiliki;
4) Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu
dilakukan kedepan yang berkaitan dengan posisi keuangan
perusahaan tsb;
5) Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah
perlu penyegaran atau tidak karena sudah dianggap bersih atau
gagal;
6) Dapat juga digunakan sebagai perbandingan dengan perusahaan
sejenis tentang hasil yang akan mereka capai.
3. Analisis Rasio Keuangan
a. Pengertian Rasio Keuangan
Rasio keuangan adalah suatu cara untuk menganalisis laporan
keuangan yang mengungkapkan hubungan matematik antara suatu
20
jumlah dengan yang lainnya atau perbandingan antara satu pos
dengan pos lainnya (Saleh dan Bambang, 2013). Pengertian rasio
keuangan menurut Kasmir (2009:43) merupakan indeks yang
menghubungkan dua angka akuntasi dan diperoleh dengan membagi
satu angka dengan angka lainnya. Rasio keuangan digunakan untuk
mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan.
b. Keunggulan Analisis Rasio Keuangan
Menurut Harahap (2010:186), analisis rasio memiliki keunggulan
dibanding analisis lainnya. Keunggulan tersebut adalah:
1) Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih
mudah dibaca dan ditafsirkan;
2) Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang
disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit;
3) Mengetahui posisi perusahaan ditengah industri lain;
4) Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model
pengambilan keputusan dan model prediksi (Z-score);
5) Menstandarisasi ukuran perusahaan
6) Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan
lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau
“time series”;
7) Lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi
dimasa yang akan datang.
21
c. Keterbatasan Analisis Rasio
Menurut Harahap (2010:195), disamping keunggulan yang dimiliki
analisis rasio, teknik ini juga memiliki beberapa keterbatasan yang
harus disadari sewaktu penggunaanya agar kita tidak salah dalam
pengunaannya. Adapun keterbatasan analisis rasio itu adalah:
1) Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan
untuk kepentingan pemakainya;
2) Keterbatasan yang dimiliki akuntasi atau laporan keuangan juga
menjadi keterbatasan teknik ini seperti:
a) Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan itu banyak
mengandung taksiran dan judgement yang dapat dinilai bias
atau subjektif;
b) Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio
adalah nilai perolehan (cost) bukan harga pasar;
c) Klasifikasi dalam laporan keuangan bisa berdampak pada
angka rasio;
d) Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntasi
bisa diterapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda.
3) Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia, akan menimbulkan
kesulitan menghitung rasio;
4) Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron;
22
5) Dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntasi
yang dipakai tidak sama. Oleh karena itu jika dilakaukan
perbandingan bisa menimbulkan kesalahan.
d. Jenis-jenis Rasio
Berikut ini jenis-jenis rasio keuangan yang sering digunakan:
1) Rasio Likuiditas
Kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jagka
pendek secara tepat waktu diukur dengan rasio likuiditas.
Menurut Kodrat dan Christian (2009:87) likuiditas mengukur
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang segera
harus dipenuhi (jatuh tempo) dan membayar tepat pada waktunya.
Perusahaan dengan likuiditas yang rendah dapat dipaksa untuk
memilih antara gagal bayar atau meminjam dari sumber
peminjaman dana berbiaya tinggi untuk melunasi kewajiban
mereka yang telah jatuh tempo. Beberapa rasio likuditas ini
adalah: rasio lancar, rasio cepat (quick ratio), rasio kas atas aktiva
lancar, rasio kas atas hutang lancar, rasio aktiva lancar atas total
aktiva, dan aktiva lancar atas total hutang.
2) Rasio Profitabilitas/Rentabilitas
Rasio Profitabilitas dapat mengukapkan efektivitas
manajemen dalam mengoperasikan bisnisnya. Rasio ini secara
luas digunakan sebagai indikator keberhasilan bisnis. rasio
23
profitabilitas adalah sekelompok rasio yang memperlihatkan
pengaruh gabungan dari likuiditas, manajemen aktiva, dan hutang
terhadap hasil operasi (Brigham dan Houston, 2001:134)
Beberapa jenis rasio profitabilitas ini dapat dikemukakan sebagai
berikut, profit margin (profit margin on sale), return on
investment (ROI), return on equity (ROE), laba per lembar
saham.
3) Rasio Solvabilitas (Leverage)
Rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan untuk membayar
hutang dengan aktivanya (Kasmir, 2009:67). Semakin besar utang
yang ditanggung oleh perusahaan semakin besar pula
kemungkinan perusahan akan mengalami pailit, dikarenakan
kebangkrutan diawali dengan keadaan dimana perusahaan gagal
untuk membayar utang-utangnya terutama utang jangka pendek.
Jenis rasio leverage ini adalah, debt to asset ratio (debt ratio),
debt to equity ratio, long term debt to equity ratio, times interest
earned, fixed charge coverage.
4) Rasio aktivitas
Rasio ini menggambarkan aktivitas yang dilakukan
perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan
penjualan, pembelian dan kegiatan lainnya. Rasio ini antara lain
adalah: inventory turn over, receivable turn over, fixed aset turn 24
over, total aset turn over, periode penagihan hutang (Harahap,
2010:167).
4. Financial Distress
a. Pengertian Financial Distress
Widhiari dan Merkusiwati (2015) mendefinisikan financial distress
sebagai suatu kondisi dimana perusahaan tidak bisa atau mengalami
kesulitan untuk memenuhi kewajibannya kepada kreditor. Definisi
lain dikemukakan oleh Gunawan dkk (2017) financial distress adalah
kesulitan keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan dalam
menghasilkan laba atau dapat dikatakan perusahaan mengalami
defisit. Peluang terjadinya financial distress meningkat ketika biaya
tetap perusahaan tinggi, aset likuid, atau pendapatan yang sangat
sensitif terhadap resesi ekonomi. Kondisi ini akan memaksa
perusahaan untuk mengeluarkan biaya yang tinggi sehingga
manajemen terpaksa melakukan pinjaman kepada pihak lain. Prospek
perusahaan di masa depan dapat dilihat dari pertumbuhan laba per
lembar saham yang nantinya akan mempengaruhi keputusan investor
untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut.
Financial distress adalah tahapan penurunan kondisi keuangan
suatu perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi
(Gunawan dkk, 2017). Dengan mengetahui kondisi financial distress
pada perusahaan di Indonesia maka dapat dilakukan berbagai
tindakan pencegahan kebangkrutan. Selain itu, kebangkrutan suatu 25
perusahaan diukur melalui laporan keuangannya. Pengukuran tersebut
dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan dengan
berbagai rasio keuangan. Analisis laporan keuangan sangat penting
untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang
dicapai yang berhubungan dengan strategi yang diterapkan oleh
perusahaan yang terkait. Selain itu perusahaan dapat mengetahui
perkembangan financial perusahaan serta hasil hasil yang dicapai di
waktu yang lalu atau di waktu yang sedang berjalan. Selain itu
dengan menganalisis keuangan dimasa lampau maka perusahaan
dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan perusahaan serta dengan
hasil yang baik yang dapat dinyatakan kebangkrutan perusahaan
tersebut.
Menurut Widhiari (2015) Terdapat berbagai cara untuk melakukan
pengujian bahwa suatu perusahaan mengalami financial distress
seperti berikut:
1) Adanya pemberhentian tenaga kerja atau tidak melakukan
pembayaran dividen;
2) Interest coverage ratio;
3) Arus kas yang lebih kecil dari utang jangka panjang saat ini;
4) Laba bersih operasi (net operating income) negatif;
5) Adanya perubahan harga ekuitas;
26
6) Perusahaan dihentikan operasinya atas wewenang pemerintah dan
perusahaan tersebut dipersyaratkan untuk melakukan perencanaan
restrukturisasi;
7) mengalami pelanggaran teknis dalam hutang dan diprediksi
perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan pada periode
berikutnya.
Menurut Brahmana (2007), financial distress terjadi karena
perusahaan tidak mampu mengelola dan menjaga kestabilan kinerja
keuangan perusahaannya yang bermula dari kegagalan dalam
mempromosikan produk yang dibuatnya yang menyebabkan turunnya
penjualan sehingga dengan pendapatan yang menurun dari sedikitnya
penjualan memungkinkan perusahaan mengalami kerugian
operasional dan kerugian bersih untuk tahun yang berjalan. Lebih
lanjut, dari kerugian yang terjadi akan mengakibatkan defisiensi
modal dikarenakan penurunan nilai saldo laba yang terpakai untuk
melakukan pembayaran dividen, sehingga total ekuitas secara
keseluruhan pun akan mengalami defisiensi. Jika hal ini terus terjadi,
maka tidak mustahil bahwa suatu saat total kewajiban perusahaan
akan melebihi total aktiva yang dimilikinya. Kondisi seperti yang
telah disebutkan di atas mengasosiasikan suatu perusahaan sedang
mengalami kesulitan keuangan (financial distress) yang pada
akhirnya jika perusahaan tidak mampu keluar dari kondisi tersebut,
maka perusahaan akan mengalami kepailitan. 27
b. Faktor Penyebab Financial Distress
Terjadinya financial distress diawali saat perusahaan memiliki
laba bersih operasi (net operating income) negatif atau rugi. Financial
distress juga dapat ditimbulkan karena adanya pengaruh internal
perusahaan itu sendiri maupun dari eksternal perusahaan. Faktor
penyebab financial distress lebih bersifat makro, faktor internal
terjadinya financial distress adalah:
1) Kesulitan Arus Kas.
Kesulitan arus kas terjadi ketika penerimaan pendapatan
perusahaan dari hasil operasi perusahaan tidak mampu menutupi
biaya beban usaha yang timbul atas aktivitas operasi perusahaan.
Kesulitan arus kas juga disebabkan karena adanya kesalahan
pihak manajemen ketika mengelola aliran kas perusahaan untuk
pembayaran aktivitas perusahaan yang memperburuk kondisi
keuangan perusahaan.
2) Besarnya Jumlah Hutang
Kebijakan dalam pengambilan hutang untuk menutupi
biaya operasi perusahaan yang nantinya akan menimbulkan
kewajiban bagi perusahaan untung mengembalikan hutang
dimasa yang akan datang. Ketika tagihan jatuh tempo dan
perusahaan tidak mempunyai cukup dana untuk membayar
tagihan hutang maka kemungkinan yang akan dilakukan oleh
28
kreditur adalah melakukan penyitaan harta perusahaan untuk
menutupi kekurangan atas tagihan hutang tersebut.
3) Kerugiaan atas Kegiataan Operasional Perusahaan.
Kerugian operasional perusahaan akan memberikan
dampak arus kas negatif dalam perusahaan. Hal ini terjadi karena
beban operasional perusahaan lebih besar dari pendapatan yang
dihasilkan oleh perusahaan.
Selai faktor internal, terdapat juga faktor eksternal yang bisa
mengakibatkan terjadinya financial distress, yaitu:
1) Perubahan Selera Konsumen
Selera konsumen selalu mengalami perubahan yang tidak
mampu diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan
perusahaan kehilangan konsumen sehingga terjadi penurunan
pendapatan yang dihasilkan oleh perusahaan. Untuk menjaga hal
tersebut perusahaan harus selalu mengantisipasi kebutuhan
konsumen dengan menciptakan produk yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen.
2) Kesulitan Bahan Baku
Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok
lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi juga
dapat mengakibatkan terjadinya financial distress. Untuk
mengantisipasi hal tersebut perusahaan harus menjalin hubungan
baik dengan supplier dan tidak menggantungkan kebutuhan 29
bahan baku pada satu supplier sehingga resiko kekurangan bahan
baku dapat diatasi.
3) Faktor Debitor
Faktor debitor juga perlu diantisipasi untuk menjaga agar
debitur tidak melakukan kecurangan dalam memberikan hutang.
Terlalu banyak hutang yang diberikan debitor dengan jangka
waktu pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak
aktiva menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga
akan mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan. Untuk
mengantisipasinya, perusahaan harus selalu mengawasi piutang
yang dimiliki dan keadaan debitor supaya bisa melakukan
perlindungan dini terhadap aktiva yang dimiliki oleh perusahaan.
c. Manfaat Informasi Prediksi Financial Distress
Menurut Mochamad (2014) menyatakan manfaat dari kegunaan
informasi financial distress yang dialami suatu perusahaan, yaitu:
1) Manajemen dapat cepat tanggap dalam mengambil tindakan untuk
mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan;
2) Manajemen dapat mengambil tindakan untuk melakukan merger
atau takeover agar agar perusahaan lebih mampu untuk
membayar kewajiban dan mengelola perusahaan lebih baik lagi;
3) Memberikan peringatan awal adanya potensi kebangkrutan pada
masa yang akan datang.
30
d. Pihak yang Memerlukan Informasi Prediksi Financial Distress
Wibisono (2014) menyatakan bahwa hasil prediksi financial
distress perusahaan menjadi perhatian berbagai pihak, yaitu:
1) Kreditur
Hasil prediksi financial distress mempunyai relevansi
terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan
permberian pinjaman maupun menentukan kebijakan untuk
mengawasi pinjaman yang telah diberikan.
2) Investor
Hasil prediksi financial distress dapat membantu investor
ketikan akan melakukan penilaian kemungkinan terjadinya
masalah pada suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran
kembali pokok dan bunga.
3) Pembuat Peraturan (Pemerintah)
Pemerintah mempunyai tanggung jawab mengawasi
kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan
individu, hal ini menyebabkan pemerintah perlu suatu model
yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan perusahaan
membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan.
4) Auditor
Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang
berguna bagi para auditor dalam membuat penilaian going
concern suatu perusahaan. 31
5) Manajemen
Dengan adanya model prediksi financial distress
diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan
menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari
kebangkrutan.
5. Model Prediksi Financial Distress
Untuk mengatasi dan mangurangi terjadinya financial distress,
perusahaan dapat melakukan pengawasan terhadap kondisi keuangan
dengan menggunakan analisis laporan keuangan. Analisis laporan
keuangan merupakan alat yang penting untuk memperoleh informasi yang
berkaitan dengan posisis keuangan perusahaan. Dengan melakukan
analisis laporan keuangan, maka akan diketahui kondisi dan
perkembangan keuangan perusahaan. Selain itu, perusahaan juga dapat
mengetahui kelemahan serta hasil yang dianggap cukup baik dan potensi
terjadinya financial distress tersebut. Dalam melakukan pengukuran
financial distress terdapat beberapa model yang dapat digunakan, antara
lain:
a. Model Altman
Dalam jurnal Ramadhani (2009), Altman (1968) adalah orang
yang pertama menerapkan Multiple Dicriminant Analysis. Analisis
diskriminan merupakan suatu teknik analisis yang mengidentifikasi
beberapa macam rasio keuangan yang dianggap memiliki nilai paling
penting dalam mempengaruhi suatu kejadian. Dengan berdasarkan 32
pada penelitian analisis diskriminan, Altman melakukan penelitian
untuk mengembangkan model baru untuk memprediksi financial
distress perusahaan. Model yang diberi nama Z-score dalam bentuk
aslinya adalah model linier dengan rasio keuangan yang diberi bobot
untuk memaksimalkan kemampuan model tersebut dalam
memprediksi. Model ini pada dasarnya untuk mencari nilai “Z” yaitu
nilai yang menunjukan kondisi perusahaan, apakah dalam keadaan
sehat atau tidak sehat, dan sekaligus melihat prospek perusahaan
dimasa yang akan datang. Model altman telah sebanyak tiga kali
mengalami pengembangan, yaitu:
1) Model Altman Pertama
Setelah melakukan penelitian terhadap variabel dan sampel
yang dipilih, Altman menghasilkan model kebangkrutan yang
pertama. Model Altman pertama ini ditunjukan untuk perusahaan
publik manufaktur. Persamaan dari model Altman pertama yaitu:
Keterangan:
Z = Altman score
X1 = Working capital/total assets
X2 = Retained earnings/total assets
X3 = Earnings before interest and taxes/total assets
X4 = Market value of equity/book value of total debt
X5 = Sales/total assets
Z = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 0,999 X5
33
Model Altman pertama memiliki nilai cutoff nilai z yang dapat
menjelaskan apakah perusahaan akan mengalami financial
distress atau tidak dimasa yang akan datang dan membaginya
kedalam tiga kategori, yaitu:
a) Jika nilai Z < 1,8 maka termasuk perusahaan distress
b) Jika nilai Z 1,8 < Z < 2,99 maka termasuk grey area (tidak
dapat ditentukan apakah perusahaan distress atau non
distress)
c) Jika nilai Z > 2,99 maka termasuk perusahaan non distress
2) Model Altman Revisi
Model yang dikembagkan oleh Altman ini mengalami revisi.
Revisi yang dilakukan oleh Altman ini dilakukan penyesuaian
agar model prediksi kebangkrutan tidak hanya digunakan untuk
perusahaan manufaktur yang go public melainkan juga dapat
diaplikasikan untuk perusahaan disektor swasta, Persamaan
model Altman revisi adalah:
Keterangan:
Z’ = Altman score
X1 = Working capital/total assets
X2 = Retained earnings/total assets
X3 = Earnings before interest and taxes/total assets
X4 = Book value of equity/book value of total debt
Z’ = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,108 X3 + 0,42 X4 + 0,988 X5
34
X5 = Sales/total assets
Klasifikasi perusahaan yang distress dan non distress pada nilai
Z-score model Altman revisi (1983), yaitu:
a) Jika nilai Z’ < 1,23 maka termasuk perusahaan distress
b) Jika nilai Z’ 1,23 < Z < 2,9 maka termasuk grey area (tidak
dapat ditentukan apakah perusahaan distress atau non
distress)
c) Jika nilai Z’ > 2,9 maka termasuk perusahaan non distress
3) Model Altman Modifikasi
Penyesuian terhadap berbagai jenis perusahaan Altman
kemudian memodifikasi modelnya agar dapat digunakan oleh
semua perusahaan, seperti manukfatur dan non manufaktur. Ini
adalah persamaan untuk model Altman modifikasi:
Keterangan:
Z’’ = Altman Score
X1 = Working capital/total assets
X2 = Retained earnings/total assets
X3 = Earnings before interest and taxes/total assets
X4 = Book value of equity/book value of total debt
Klasifikasi perusahaan yang distress dan non distress pada
nilai Z-score model Altman Modifikasi (1995), yaitu:
a) Jika nilai Z ≤ 2,6 maka termasuk perusahaan distress;
Z’’ = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4
35
b) Jika nilai Z > 2,6 maka termasuk perusahaan non distress
b. Model Zmijewski
Menurut Prihanthini (2013), model prediksi yang dihasilkan oleh
Zmijewski pada tahun 1983 merupakan hasil riset kurang lebih
selama 20 tahun yang telah diulang. Model ini menghasilkan rumus
sebagai berikut:
Keterangan:
X = Zmijewski Score
X1 = ROA (return on assets)
X2 = Total Debt/total assets
X3 = Current assets/current liabilities
Klasifikasi perusahaan yang distress dan non distress pada nilai X-
score model Zmijewski (1983), yaitu:
1) Jika nilai X > 0 maka termasuk perusahaan distress
2) Jika nilai X < 0 maka termasuk perusahaan non distress
c. Model Grover
Model Grover merupakan model yang diciptakan dengan
melakukan penilaian ulang terhadap model Altman Z-score. Jeffrey S.
Grover menggunakan sampel sesuai dengan model Altman Z-score
pada tahun 1968, dengan menambahkan 13 rasio keuangan yang baru
(Ni Made, 2013). Jeffrey S. Grover (2001) menghasilkan rumus
sebagai berikut:
X = -4,3 – 4,5 X1 + 5,7 X2 – 0,004 X3
36
Keterangan:
G = Grover Score
X1 = Working capital/total assets
X2 = Earnings before interest and taxes/total assets
X3 = ROA (return on assets)
Klasifikasi perusahaan yang distress dan non distress pada nilai X-
score model Grover (1983), yaitu:
1) Jika nilai X > 0,02 maka termasuk perusahaan distress
2) Jika nilai X ≤ 0,02 maka termasuk perusahaan non distres
d. Model Springate
Menurut Wulandari (2014), model Springate dikembangkan pada
tahun 1978 oleh Gorgon L. V. Springate. Model Springate adalah
model rasio yang menggunakan multiple discriminant analysis atau
MDA untuk memilih 4 rasio dari 19 rasio keuangan yang popular
dalam literature, yang mampu membedakan secara terbaik antara
perusahaan yang distress dan non distress. Rumus model Springate
adalah:
Keterangan:
S = Springate score
X1 = Working capital/total assets
X2 = Earnings before interest and taxes/total assets
G = 1,650 X1 + 3,404 X2 – 0,016 X3 + 0,057
S = 1,03 X1 + 3,07 X2 + 0,66 X3 + 0,4 X4
37
X3 = Earnings before taxes/current liabilities
X4 = Total sales/total assets
Klasifikasi perusahaan yang distress dan non distress pada nilai S-
score model Springate (1978), yaitu:
1) Jika nilai S < 0,862 maka termasuk perusahaan distress
2) Jika nilai S > 0,862 maka termasuk perusahaan non distress
B. Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian telah dilakukan oleh beberapa peneliti terhadap kajian
financial distress, dengan memakai alat ukur yang berbagai jenis dan juga
sektor yang beragam. Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang
mengkaji model dari financial distress:
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No.
Nama Peneliti
Judul Peneliti
Variable Independen
Model Analisis
Hasil
1 Abolfazl Aminian, Hedayat Mousazade, dan Omid Imani Khoshkho (2016)
Investigate the Ability of Bankruptcy Prediction Models of Altman and Springate and Zmijewski and Grover in Tehran Stock Exchange
Model Altman, Model Springate, Model Zmijewski, dan Model Grover
Analisis regresi
Model prediksi financial distress yang lebih baik adalah model Grover dibanding dengan model lainnya yaitu Zmijewski, Altman, dan Springate.
38
2 Barbara Gunawan, Rahadien Pamungkas, Desi Susilawati (2017)
Perbandingan Prediksi Financial Distress Dengan Model Altman, Grover, dan Zmijewski
Model Altman, Grover, dan Zmijewski
Analisis regresi
Hasil perbandingan ketiga model prediksi financial distress menunjukkan bahwa tingkat akurasi prediksi financial distress tertinggi hingga terendah berturut-turut yaitu model Zmijewski, model Grover dan Model Altman.
3 Ni Made Evi Dwi Prihanthini dan Maria M. Ratna Sari (2013)
Prediksi Kebangkrutan Dengan Model Grover, Altman Z-score, Springate, dan Zmijewski Pada Perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indonesia.
Model Grover, model Altman Z-score, model Springate, dan model Zmijewski
uji paired samplet-test
Model Grover merupakan model prediksi yang paling sesuai diterapkan pada perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) karena model ini memiliki tingkat keakuratan yang paling tinggi dibandingkan dengan
39
model prediksi lainnya yaitu sebesar 100%. Sedangkan model Altman Z-Score memiliki tingkat akurasi sebesar 80%, model Springate 90% dan model Zmijewski sebesar 90%.
4. M. Fakhri Husein dan Galuh Tri Pambekti (2014)
Precision of the models of Altman, Springate,Zmijewski, and Grover for predicting the financial distress
Model Altman, Model Springate, Zmijewski, and Model Grover
Binary Logistic Regression
Model Zmijewski adalah model yang paling tepat digunakan untuk memprediksi kesulitan keuangan karena memiliki tingkat tertinggi signifikansi dibandingkan dengan model lainnya.
5. Rizky Teguh Wibisono, Emrinaldi Nur DP, dan Julita
Analisis Tingkat Kebangkrutan Model Altman,
Model Altman, Model Foster, dan Model Springate
Paired Sample t-test
Perbandingan metode analisis yang lebih baik digunakan dalam
40
(2014) Foster, Springate Pada Perusahaan Property and Real Estate Go Public di Bursa Efek Indonesia
memprediksi tingkat kebangkrutan pada perusahaan property and real estate go public periode 2008-2011 adalah metode Springate.
6. Anggi Meiliawati (2016)
Analisis Perbandingan Model Springate dan Altman Z-score Terhadap Potensi Financial Distress (Studi Kasus Pada Perusahaan Sektor Kosmetik yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Model Springate dan Altman Z-score
Paired Sample t-test
Model Springate merupakan model terakurat dalam memprediksi potensi Financial Distress perusahaan sektor kosmetik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
7. Randy Kurnia Permana, Nurmala Ahmar, Syahril Djaddang (2017)
Prediksi Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Model Grover, model Springate, dan model Zmijewski
Uji chi-square
Model Springate merupakan model yang memprediksi status financial distress terbanyak dibandingkan dengan
41
kedua model lainnya dan memiliki persentase status non distress terkecil diantara model lainnya
8. Liza Novietta dan Kersna Minan (2017)
Komparasi Model Kebangkrutan Pada Perusahaan Tekstil dan Garmen Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Model Altman Modifikasi, Model Ohlson, dan Model Zmijewski
Uji Paired sample t-test
hasil penelitian model Altman Modifikasi memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan model Ohlson dan Zmijewski
9. Sahala Manalu, Rony Jojo Negoro, Octavianus dan Galuh Safarina Sari Kalmadara (2017)
Financial Distress Analysis With Altman Z-Score Approach and Zmijewski X-Score on Shipping Service Company
Model Altman dan Zmijewski
Deskriptive Research
Hasil penelitian menyatakan bahwa kedua model memiliki hasil yang sama, tetapi perbedaannya hanya kondisi keuangan saja.
10. Imad Kutum (2015)
Predicting the Financial Distress of Non-Banking
Model Altman
Descriptive Statistic
Model altman mengklasifikasi tingkatan posisi keuangan,
42
Companies Listed on the Palestine Exchange (PEX)
aman, grey area, dan distress. 52% mengalami financial distress, 24% grey area, dan 24% di zona aman.
Perbedaan penelitian yang penulis buat dengan penelitian sebelumnya
adalah Peneliti menggunakan empat model yang dibandingkan yaitu model
Altman Modifikasi, model Zmijewski, model Grover, dan Model Springate.
Penulis juga menggunakan sektor yang berbeda dengan penelitian terdahulu
yaitu sektor pertambangan. Serta periode tahun yang digunakan 2012-2016
43
C. Kerangka Pemikiran
Berikut adalah gambar kerangka pemikiran dari penelitian ini:
Analisis Perbandingan Model Prediksi Financial Distress (Studi Kasus Pada Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode tahun 2012-2016)
Laporan Keuangan Perusahaan Otomotif
Model
Zmijewski:
ETA
TDTA
CACL
Model Grover:
WCTA
EBITTA
NITA
Analisis Deskriptif
Model Springate:
WCTA
EBITTA
EBTCL
TSTA
Uji Beda Kriteria Matched Pair (sample paired t-test α = 5%)
Regresi Logistik
Uji Tingkat Akurasi dan Tingkat Kesalahan
Interpretasi
Kesimpulan
Uji Kelayakan Model Regresi (Hosmes and
Lemeshow α = 5%)
Uji Overall Model Fit (Beginning Block dan Model Summary α =
5%)
Uji Koefisien Regresi
(Variable in the Equation α = 5%)
Model Altman:
WCTA
EBITTA
RETA
BVEBVD
44
D. Keterkaitan Antar Variabel
1. Rasio Working Capital To Total Assets dan Kondisi Financial Distress
Rasio working capital to total assets merupakan rasio yang
menunjukkan perbandingan modal kerja (aktiva lancar - hutang lancar)
dengan total aktiva. Setiap perusahaan dalam menajalankan aktivitas dan
operasinya selalu membutuhkan modal kerja (working capital). Semakin
besar aktiva lancar terhadap kewajiban lancar artinya perusahaan
mempunyai modal kerja positif yang menunjukan semakin besar
kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya (Widiyawati dkk,
2015).
Munawir (2002) mengatakan bahwa adanya modal kerja yang cukup
sangat penting bagi suatu perusahaan karena dengan modal kerja yang
cukup memungkinkan bagi perusahaan untuk beroperasi dengan
seekonomis mungkin dan perusahaan tidak mengalami kesulitan atau
menghadapi bahaya-bahaya yang mungkin timbul karena adanya krisis
keuangan. Jika, modal kerja bersih memiliki nilai negatif, maka berarti
perusahaan tersebut mengalami kesulitan likuiditas. Hal itu membuat
probabilitas terjadinya financial distress pada perusahaan semakin besar.
2. Rasio Retained Earning To Total Assets dan Kondisi Financial distress
Rasio retained earning to total assets menunjukan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan.
Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para
pemegang saham (Sunyoto, 2013:33). laba ditahan nantinya akan menjadi 45
sumber internal perusahaan untuk digunakan sebagai sumber pendanaan
perusahaan dalam melakukan pengeluaran modal atau investasi.
Rasio ini juga berpengaruh terhadap umur perusahaan karena
semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar
akumulasi laba ditahan. Adanya keuntungan akan memperbesar retained
earnings yang ini berarti akan memperbesar modal sendiri. Sebaliknya
adanya kerugian yang diderita akan memperkecil retained earnings yang
berarti akan memperkecil modal sendiri. Dengan kata lain rasio RETA
rendah menunjukan kemampuan aktiva perusahaan tidak produktif dan
semakin mempersulit keuangan perusahaan dalam pendanaan ataupun
investasi sehingga dapat menyebabkan terjadinya financial distress.
3. Rasio Earning Before Interest and Tax To Total Assets dan Kondisi
Financial Distress
Rasio Earning Before Interest and Tax To Total Assets merupakan
laba yang diperoleh perusahaan sebelum dikurangi dengan pajak dan
bunga. Rasio ini merupakan pengukuran produktivitas dari aktiva
perusahaan yang sesungguhnya terlepas dari pajak. Keadaan bangkrut
terjadi jika total kewajiban melebihi penilaian wajar perusahaan terhadap
aset perusahaan dengan nilai ditentukan oleh kemampuan aset
menghasilkan laba (Gamayuni, 2011). Semakin tinggi rasio ini berarti
semakin efektif dan efisiensi pengelolaan seluruh aktiva yang dimiliki
perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum pajak dan bunga. Apabila
perusahaan memiliki nilai rasio yang rendah maka dapat memicu 46
terjadinya financial distress, karena perusahaan tidak mampu mengelola
seluruh aktivanya dalam menghasilkan laba sebelum pajak dan bunga.
4. Rasio Book Value Of Equity To Book Value Of Debt dan Kondisi
Financial Distress.
Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban dengan nilai buku ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Nilai
buku ekuitas memberikan informasi mengenai besarnya nilai dari sumber
daya atau modal yang dimiliki oleh perusahaan. Nilai buku ekuitas dapat
dihitung dengan mengurangi jumlah total aset dengan jumlah total
kewajiban. Sedangkan nilai buku kewajiban memberikan informasi
mengenai besarnya jumlah hutang yang dimiliki oleh perusahaan. Nilai
buku kewajiban dapat dihitung dengan menjumlahkan total kewajiban
jangka pendek dan total kewajiban jangka panjang.
Jika nilai rasio ini bersifat negatif (semakin kecil), hal tersebut
menandakan semakin kecil pula kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajibannya dari ekuitas, sehingga probabilitas financial
distress bagi perusahaan adalah semakin tinggi (Mochamad dan Tri,
2014).
5. Rasio Return On Assets (ROA) dan Kondisi Financial Distress
Rasio Return On Assets merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan
memanfaatkan aktiva yang dimilikinya (Kasmir, 2009:57). ROA yang
positif menunjukan keseluruhan aktiva yang dipergunakan untuk operasi 47
perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Begitupun
sebaliknya, ROA negatif menunjukan aktiva yang digunakan untuk
operasi perusahaan tidak mampu memberikan laba bagi perusahaan.
Semakin besar ROA menunjukan kinerja keuangan yang semakin baik,
karena tingkat pengembalian (return) semakin besar. Apabila ROA
meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat. Dengan demikian
semakin tinggi nilai rasio ROA maka semkain rendah kemungkinan
terjadinya financial distress. Sebaliknya, semakin rendah nilai rasio ROA
menunjukan kinerja keuangan perusahaan tidak baik dimana perusahaan
tidak mampu mengoptimalkan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan
keuntungan sehingga profitabilitas menurun dan memungkinkan
terjadinya financial distress semakin besar.
6. Rasio Total Debt to Total Assets dan Kondisi Financial Distress.
Rasio total hutang terhadap total aset, pada umumnya disebut rasio
hutang (debt ratio), mengukur persentase dana yang disediakan oleh
kreditur (Brigham dan Houston, 2001). Rasio ini menunjukkan proporsi
seluruh aktiva yang didanai oleh hutang. Dengan kata lain, menunjukan
seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang atau seberapa besar
hutang perusahaan berpengaruh terhadap pengelola aktiva. Semakin
banyak hutang perusahaan maka semakin tinggi kemungkinan perusahaan
tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur.
Semakin tinggi rasio hutang maka semakin besar risiko keuangannya,
yang dimaksudkan dengan terjadinya peningkatan risiko adalah 48
kemungkinan terjadinya default karena perusahaan terlalu banyak
melakukan pendanaan aktiva dari hutang, jadi apabila rasio TDTA
semakin besar dapat membahayakan perusahaan karena dengan hutang
yang semakin besar akan menyulitkan perusahaan untuk memperoleh
tambahan dana. Brigham dan Houston (2001) menjelaskan bahwa
kreditur akan enggan meminjamkan tambahan dana kepada perusahaan,
dan manajemen mungkin menghadapi risiko kebangkrutan jika
perusahaan meningkatkan rasio hutang dengan meminjam tambahan dana.
7. Rasio Lancar (Current Ratio) dan Kondisi Financial Distress
Rasio lancar (current ratio), merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan
aktiva lancarnya. Perusahaan yang mempunyai aktiva lancar lebih besar
dari kewajiban lancar dengan perbandingan 2:1 atau setidaknya rasio
lancar lebih dari 1 (satu), maka bisa dikatakan perusahaan dalam kondisi
yang likuid untuk menutup kewajiban lancarnya sehingga kecil
kemungkinan terjadi financial distress. Namun, apabila jumlah aktiva
lancar yang dimiliki perusahaan lebih rendah dari jumlah kewajiban
lancarnya, maka tidak akan cukup untuk menutup kewajiban lancar
perusahaa. Akibatnya perusahaan dapat mengalami kesulitan keuangan
dimana pembayaran kewajiban menajadi lambat dan dapat memicu untuk
melakukan pinjaman yang lebih banyak lagi. Brigham dan Houston
(2001) mengatakan apabila kewajiban lancar meningkat lebih cepat
49
dibandingkan aktiva lancar, maka rasio lancar akan turun dan hal ini bisa
menimbulkan permasalahaan.
8. Rasio Net Profit Before Taxes to Current Liability dan Kondisi
Financial Distress
Perusahaan dengan rasio Net Profit Before Taxes to current liability
yang rendah menunjukan bahwa pihak manajemen tidak dapat mengelola
aktiva secara efektif. Rasio Net Profit Before Taxes to current liability
yang benilai sangat rendah disebabkan karena profitabilitas perusahaan
pada tahun ini mengalami kerugian yang mana bahwa biaya operasi selalu
lebih besar dari laba kotornya.
9. Rasio Sales To Total Assets dan Kondisi Financial distress
Rasio Sales To Total Assets atau disebut juga perputaran total aktiva
(total assets turnover ratio), yang dihitung dengan membagi penjualan
dengan total aktiva. Harahap (2002) mengatakan bahwa rasio ini
menunjukan perputaran total aktiva diukur dari volume penjualan dengan
kata lain seberapa jauh kemampuan perusahaan dalam menggunakan
seluruh aktiva yang dimiliki untuk menciptakan penjualan, semakin besar
rasio ini semakin baik
Rasio perputaran total aktiva yang tinggi akan menunjukan semakin
efektif perusahaan dalam penggunaan aktivanya untuk menghasilkan
penjualan. Semakin efektif perusahaan menggunakan aktivanya untuk
menghasilkan penjualan diharapkan dapat memberikan keuntungan yang
semakin besar bagi perusahaan. Hal itu akan menunjukan semakin baik 50
kinerja keuangan yang dicapai oleh perusahaan sehingga kemungkinan
terjadinya financial distress semakin kecil. Hanafi dan Halim (2005)
menjelaskan rasio yang tinggi biasanya menunjukan manajemen yang
baik, sebaliknya rasio yang rendah harus membuat manajemen
mengevaluasi strategi, pemasaran, dan pengeluaran modalnya. Apabila
rasio ini rendah maka perusahaan tidak menghasilkan volume penjualan
yang cukup dibanding dengan investasi dalam aktivanya, hal ini
menunjukan kinerja yang tidak baik sehingga dapat mempengaruhi
keuangan perusahaan dan memicu terjadinya financial distress.
E. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu anggapan yang masih harus di uji kebenarannya,
digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan atau pemecahan persoalan
ataupun dasar untuk penelitian lebih lanjut. Hipotesis dapat diartikan sebagai
suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian ini
sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2002: 64).
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran diatas, diajukan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. H01: Model Altman, Zmijewski, Grover dan Springate tidak layak
digunakan dalam prediksi kondisi financial distress pada sektor
pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Ha1: Model Altman, Zmijewski, Grover dan Springate layak digunakan
dalam prediksi kondisi financial distress pada sektor pertambangan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 51
2. H02: Tidak terdapat perbedaan tingkat akurasi dan kesalahan dari Model
Altman Modifikasi, Zmijewski, Grover dan Springate dalam
memprediksi kondisi financial distress pada sektor pertambangan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Ha2: Terdapat perbedaan tingkat akurasi dan kesalahan dari Model
Altman Modifikasi, Zmijewski, Grover dan Springate dalam
memprediksi kondisi financial distress pada sektor pertambangan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
52
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan laporan keuangan tahunan periode
2012-2016 yang di publikasi di Bursa Efek Indonesia dan telah di audit oleh
auditor independen. Adapun laporan keuangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah neraca dan laporan laba (rugi) yang akan diubah menjadi
rasio-rasio keuangan untuk memprediksi financial distress pada perusahaan
sektor pertambangan. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat
kuantitatif, yaitu data yang berupa angka dan numeric.
Model prediksi financial distress yang akan dibandingkan dalam
penelitian ini adalah model Altman, model Zmijewski, model Grover, dan
model Springate. Adapun variabel-variabel yang dibahas dalam penelitian ini
meliputi variabel dependen dan independen. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah dummy yang berupa kategori 0 (distress) dan kategori 1
(non distress). Sedangkan variabel independennya adalah rasio keuangan
yang dugunakan untuk memprediksi kebangkrutan yaitu: WCTA, RETA,
EBITTA, BVEBVD, ROA, TDTA, CACL, EBTCL, TSTA.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi adalah kumpulan dari seluruh elemen sejenis tetapi dapat
dibedakan satu sama lain karena karakteristiknya (J. Supranto, 2008.)
Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor 53
pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Terdapat 43
populasi sektor pertambangan yang terdaftar di BEI (dilihat
www.sahamok.com). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam seluruh sektor pertambangan.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah
metode purposive sampling, yaitu penentuan sampel berdasarkan kriteria
tertentu sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti. Adapun kriteria-
kriteria yang dipilih dalam penentuan sampel adalah :
1. Perusahaan sektor pertambangan yang memiliki laporan keuangan yang
dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak tahun 2012-2016
secara terus-menerus.
2. Perusahaan menyampaikan laporan keuangan 31 Desember secara rutin
selama 5 tahun sesuai dengan periode penelitian yang diperlukan untuk
periode 2012-2016 (laporan keuangan per 31 Desember merupakan
laporan keuangan yang telah diaudit).
3. Perusahaan tidak melakukan merger dan akuisisi.
Kemudian kriteria khusus dalam penelitian ini digunakan untuk
menentukan apakah sebuah perusahaan mengalami kebangkrutan atau tidak.
Dalam kriteria ini sampel dibagi menjadi 2 kategori yaitu kategori 0 (distress)
dan kategori 1 (non distress). Kriteria khusus untuk sampel yang termasuk
dalam kategori 0 (distress) yaitu memiliki net operating income negatif
(Wibisono dkk, 2015).
54
Kriteria khusus untuk sampel yang termasuk dalam kategori 1 (non
distress), sebagai berikut:
1. Tidak memiliki net income negatif
2. Berasal dari tahun yang sama dengan sampel kategori 0 (distress)
3. Berasal dari sektor yang sama dengan sampel kategori 0 (distress)
Hasil pertimbngan dari kriteria sampel yang ditemukan diatas, didapatkan
sampel dengan kategori 0 (distress) dan sampel dengan kategori 1 (non
distress) sebagai berikut:
55
Tabel 3.1
Daftar Sampel Kategori 0 (Distress)
No. Nama Perusahaan Kode Tahun 1 Atlas Resources Tbk ARII 2012 2 Bara Jaya International Tbk ATPK 2012 3 Darma Henwa Tbk DEWA 2012 4 Atlas Resources Tbk ARII 2013 5 Bumi Resources Tbk BUMI 2013 6 Darma Henwa Tbk DEWA 2013 7 J Resources Asia Pasific Tbk PSAB 2013 8 Atlas Resources Tbk ARII 2014 9 Bayam Resources Tbk BYAN 2014 10 Cita Mineral Investindo Tbk CITA 2014 11 Perdana Karya Perkasa Tbk PKPK 2014 12 Atlas Resources Tbk ARII 2015 13 Bara Jaya International Tbk ATPK 2015 14 Benakat Integra Tbk BIPI 2015 15 Bumi Resources Tbk BUMI 2015 16 Cita Mineral Investindo Tbk CITA 2015 17 Cakra Mineral Tbk CKRA 2015 18 Mitra Investindo Tbk MITI 2015 19 Perdana Karya Perkasa Tbk PKPK 2015 20 Golden Eagle Energy Tbk SMMT 2015 21 SMR Utama Tbk SMRU 2015 22 Atlas Resources Tbk ARII 2016 23 Bara Jaya International Tbk ATPK 2016 24 Bumi Resources Tbk BUMI 2016 25 Perdana Karya Perkasa Tbk PKPK 2016 26 Golden Eagle Energy Tbk SMMT 2016 27 Cita Mineral Investindo Tbk CITA 2016 28 Central Omega Resources Tbk DKFT 2016 29 SMR Utama Tbk SMRU 2016 30 Mitra Investindo Tbk MITI 2016
Sumber: www.idx.co.id (data diolah)
56
Tabel 3.2
Daftar Sampel Kategori 1 (Non Distress)
No. Nama Perusahaan Kode Tahun 1 Indo Tambangraya Megah Tbk ITMG 2012 2 Adaro Energy Tbk ADRO 2012 3 Tambang Batubara Bukit Asam Tbk PTBA 2012 4 Indo Tambangraya Megah Tbk ITMG 2013 5 Citatah Tbk CTTH 2013 6 Delta Dunia Makmur Tbk DOID 2013 7 Tambang Batubara Bukit Asam Tbk PTBA 2013 8 Citatah Tbk CTTH 2014 9 Indo Tambangraya Megah Tbk ITMG 2014 10 Tambang Batubara Bukit Asam Tbk PTBA 2014 11 Petrosea Tbk PTRO 2014 12 Citatah Tbk CTTH 2015 13 Adaro Energy Tbk ADRO 2015 14 Petrosea Tbk PTRO 2015 15 Resources Alam Indonesia Tbk KKGI 2015 16 Timah Tbk TINS 2015 17 Indo Tambangraya Megah Tbk ITMG 2015 18 Delta Dunia Makmur Tbk DOID 2015 19 Tambang Batubara Bukit Asam Tbk PTBA 2015 20 Golden Energy Mines Tbk GEMS 2015 21 Vale Indonesia Tbk INCO 2015 22 Indo Tambangraya Megah Tbk ITMG 2016 23 Tambang Batubara Bukit Asam Tbk PTBA 2016 24 Citatah Tbk CTTH 2016 25 Adaro Energy Tbk ADRO 2016 26 Delta Dunia Makmur Tbk DOID 2016 27 Golden Energy Mines Tbk GEMS 2016 28 Petrosea Tbk PTRO 2016 29 Medco Energi International Tbk MEDC 2016 30 Timah Tbk TINS 2016
Sumber: www.idx.co.id (data diolah)
57
C. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang diperlukan dalam Penelitian
menggunakan metode dokumentasi dan metode pencarian. Metode
dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan semua data yang berkaitan
dengan penelitian. Sedangkan Metode pencarian dilakukan dengan cara
mencari informasi melalui jurnal dan data yang tersedia melalui website resmi
yang terdapat di internet. Peneliti memperoleh data-data penelitian yang
bersumber dari:
1. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti dari data yang
sudah dipublikasikan dan merupakan sumber yang terpercaya. Data
sekunder yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data laporan
keuangan tahuan perusahaan pertambangan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia selama periode tahun 2012 sampai dengan 2016 yang diperoleh
dari website resmi Indonesia Stock Exchange (IDX), Saham Ok, Jurnal,
dan internet.
2. Studi Kepustakaan
Studi Kepustakaan (Library Research), dalam hal ini peneliti
mempelajari dan memahami buku-buku ysng memuat teori yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, yaitu melalui buku,
jurnal, tesis, laporan penelitian, dan perangkat lainnya yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti. Hal ini dapat membantu memecahkan
58
masalah yang sedang diteliti dan hasilnya akan dijadikan bahan
perbandingan terhadap informasi yang di dapatkan di lapangan.
D. Metode Analisis Data
1. Uji Deskriptif
Uji deskriptif adalah metode analisis yang bertujuan mendeskripsikan
dan menjelaskan sesuatu hal apa adanya. Biasanya parameter analisis
deskriptif adalah mean, median, modus (mode) persentasi, persentil, dan
sebagainya.
2. Uji Beda Matched Pair (Paired Sample t-test)
Setelah semua data sampel terkumpul, tahap pertama yang dilakukan
adalah uji beda rata-rata sampel berpasangan (paired sample t-test) atas
TA (total assets). Pada umumnya, uji t-test digunakan untuk menganalisa
ada tidaknya perbedaan rata-rata atau nilai tengah diantara dua kelompok
data. Namun, uji t-test dapat juga digunakan untuk mengalisis apakah
suatu data menyimpang dari standar yang telah ditentukan (Meiliawati,
2016).
Uji beda rata-rata sampel berpasangan ini dilakukan untuk
membuktikan bahwa TA (total assets) dari kedua kategori sampel yang
diteliti tidak memiliki perbedaan yang signifikan dan ketentuan matched
pair terpenuhi. Sampel berpasangan adalah sebuah sampel dengan subjek
yang sama namun mengalami perlakuan yang berbeda. Pengambilan
keputusan dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas sig
59
dengan nilai α = 5%. Maka hipotesisi dari uji beda rata-rata berpasangan
atas TA (total assets) adalah:
H0: tidak ada perbedaan rata-rata antara total aset dua kategori
Sampel
Ha: ada perbedaan rata-rata antara total aset kedua kategori sampel
Sedangkan berikut ini adalah cara pengambilan keputusan dengan
melihat nilai probabilitas sig, yaitu:
Jika probabilitas sig > 0,05 maka H0 diterima
Jika probabilitas sig < 0,05 maka H0 ditolak
3. Analisis Regresi Logistik
Setelah data memenuhi ketentuan matched pair maka tahap
selanjutnya yang harus dilakukan untuk menjawab masalah pertama
dalam penelitian ini. Masalah pertama dimaksudkan untuk mengetahui
apakah keempat model yang diteliti, yaitu model Altman, Zmijewski,
Grover, dan Springate layak dan dapat diterima sebagai alat prediksi
financial distress. untuk menjawab masalah penelitian ini digunakan alat
regresi logistik yang diolah dengan menggunakan software SPSS 16.
Regresi logistik merupakan suatu teknik untuk membuat prediksi
terhadap variabel tergantung berskala nominal (variabel dummy) dengan
menggunakan variabel bebas berskala interval. Regresi logistik
merupakan bentuk khusus regresi yang diformulasikan untuk
memprediksi dan menerangkan satu variabel kategoris biner. Regresi
60
logistik disebut juga regresi biner karena variabel dependen yang
diprediksi merupakan variabel binner atau kategoris (Sarwono, 2013:18).
Maka model regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Binary Logistic Regression. Dimana variabel dependen berupa
data kategori 0 yaitu perusahaan yang distress dan kategori 1 yaitu
perusahaan yang non distress. model regresi yang digunakan adalah
sebagai berikut:
a. Model Altman
Keterangan:
= Probabilitas perusahaan yang mengalami distress
atau non distress
b0 = Konstanta
b1 – b6 = Koefisien variabel bebas
prediksi financial distress (1 jika non distress, 0 jika distress)
WCTA : working capital/total assets
RETA : retained earnings/total assets
EBITTA :earnings before interest and taxes/total assets
BVEBVD : Book value of equity/book value of debt
Ln = b0 + b1 WCTA + b2 RETA + b3 EBITTA + b4 BVEBVD + Σ
61
b. Model Zmijewski
Keterangan:
= Probabilitas perusahaan yang mengalami distress
atau non distress
b0 = Konstanta
b1 – b6 = Koefisien variabel bebas
prediksi financial distress (1 jika non distress, 0 jika distress)
ROA : net income/total assets
TDTA : total debt/total assets
CACL : current assets/current liabilities
c. Model Grover
Keterangan:
= Probabilitas perusahaan yang mengalami distress
atau non distress
b0 = Konstanta
b1 – b6 = Koefisien variabel bebas
prediksi financial distress (1 jika non distress, 0 jika distress)
WCTA : working capital/total assets
RETA : retained earnings/total assets
ROA : net income/total assets
Ln = b0 + b1 ROA + b2 TDTA + b3 CACL + Σ
Ln = b0 + b1 WCTA + b2 EBITTA + b3 ROA + Σ
62
d. Model Zmijewski
Keterangan:
= Probabilitas perusahaan yang mengalami distress
atau non distress
b0 = Konstanta
b1 – b6 = Koefisien variabel bebas
prediksi financial distress (1 jika non distress, 0 jika distress)
WCTA : working capital/total assets
EBITTA : earnings before interest and taxes/total assets
EBTCL : earnings before taxes/current liabilities
TSTA : total sales/total assets
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam regresi binari logitik:
1) Menilai Kelayakan model Regresi
Kelayakan model regresi dapat dilihat pada nilai Hosmer-
Lemeshow test untuk melihat kecocokan model untuk regresi
logistik. Pengambilan keputusan dengan melakukan
perbandingan nilai probabilitas sig pada nilai α = 5%. Maka
hipotesis dari uji kelayakan model regresi adalah sebagai berikut:
H0: Model dapat diterima karena model dapat memprediksi
nilai observasinya.
Ha: Model tidak dapat diterima karena model tidak dapat
Ln = b0 + b1 WCTA + b2 EBITTA + b3 EBTL + b4 TSTA + Σ
63
memprediksi nilai observasinya.
Dengan menggunakan dasar keputusan (Sarwono, 2013:158)
adalah:
Jika probabilitas sig > 0,05, maka H0 diterima
Jika probabilitas sig < 0,05, maka H0 ditolak
2) Menilai keseluruhan model (overall model fit)
Untuk melihat kelayakan model keseluruhan dapat dilihat
dengan pada nilai Loglikelihood pada block 0 beginning block
dan pada block 1 model summary. Apabila nilai Loglikelihood
mengalami penurunan bada block 1 dari block 0 maka model
regresi kedua menjadi lebih baik untuk memprediksi kondisi
financial distress. kita juga dapat melihat nilai Nagelkerke R
Square yang sama halnya Sum of Square pada regresi. yang dapat
menjelaskan seberapa besar variabel independen dapat
menjelaskan variabel dependen.
3) Menguji koefisien regresi
Menguji koefisien regresi dilihat dari tabel variabel in the
equation. Pada tabel variabel in the equation tabel sig,
menunjukan apakah variabel bebas memiliki pengaruh terhadap
varibel terikat, hal ini dapat dilakukan pengamatan dengan
menilai jika nilai sig < α = 5%, maka dapat dikatakan variabel
bebas berpengaruh signifikansi terhadap variabel bebas.
64
4. Tingkat akurasi dan kesalahan model
Perhitungan tingkat akurasi dilakukan dengan menggunakan data -
data keuangan dari masing-masing sampel. Data keuangan tersebut akan
menghasilkan rasio-rasio yang nantinya akan digunakan menjadi variabel
dari masing-masing model prediksi yang digunakan (Novietta, 2017).
Variabel tersebut kemuadian dihitung berdasarkan masing-masing model
prediksi dengan menggunakan software microsoft excel. Dari hasil
perhitungan tersebut dapat diketahui perusahaan mana saja yang
diprediksi mengalami kebangkrutan atau tidak sesuai dengan nilai cutoff
point masing-masing model. Setelah perhitungan model yang dilakukan,
maka dapat dihitung tingkat akurasi masing-masing model yang diteliti.
Hal ini dimaksudkan untuk menjawab masalah dalam penelitian ini.
Hasil perhitungan dari masing-masing model tersebut kemudian
dibandingkan dengan kategori-kategori sampel yang telah dibuat
sebelumnya. Sebagai contoh, jika sebuah sampel dari kategori 0 (distress)
diprediksi tidak mengalami kebangkrutan oleh model Grover, maka
prediksi tersebut salah. Perbandingan tersebut terus dilakukan terhadap
semua sampel yang ada dengan semua model prediksi yang digunakan.
Setelah semua sampel selesai dibandingkan, maka akan diperoleh hasil
prediksi yang benar dan salah. Dari hasil tersebut dapat diketahui tingkat
akurasi dan tingkat kesalahan dari masing-masing model prediksi.
Tingkat akurasi menunjukan berapa persen model dapat memprediksi
65
dengan benar dari keseluruhan sampel yang ada. Tingkat akurasi dapat
dihitung dengan cara sebagai berikut:
Kemudian yang menajdi pertimbangan lainnya adalah tingkat
kesalahan yang muncul dari masing-masing model prediksi . tingkat
kesalahan dibagi menjadi 2 jenis (Meiliawati, 2016), yaitu:
a. Type I error
Merupakan kesalahan yang terjadi jika model memprediksi sampel
“non distress” padahal kenyataannya “distress” tingkat kesalahan ini
dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
b. Type II error
Merupakan kesalahan yang terjadi jika model memprediksi sampel
“distress” padahal kenyataannya “non distress”. Tingkat kesalahan ini
dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
E. Operasional variabel penelitian
Dalam penelitian ini digunakan alat analisis data berupa logistik . variabel-
variabel yang diteliti dibagi menjadi dua, yaitu:
Tingkat akurasi = Jumlah prediksi benar x 100% Jumlah sampel
Type I error = Jumlah kesalahan type I x 100% Jumlah sampel
Type II error = Jumlah kesalahan type II x 100% Jumlah Sampel
66
1. Variabel dependen atau variabel terikat yaitu variabel yang menjadi
perhatian utama peneliti, dengan kata lain variabel dependen merupakan
variabel utama yang menjadi faktor yang berlaku dalam investigasi
(Sekaran, 2015). Didalam penelitian ini yang menjadi variabel dependent
adalah financial distress. Dimana financial distress adalah tahapan
penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan sebelum terjadinya
kebangkrutan ataupun likuidasi.
2. Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi variabel terikat, entah secara positif maupun secara
negatif. Dengan kata lain varians variabel terikat ditentukan oleh variabel
bebas (Sekaran, 2015), yaitu:
a. Model Altman Modifikasi
Dimana:
WCTA = working capital/total assets
RETA = retained earnings/total assets
EBITTA = earnings before interest and taxes/total
assets
BVEBVD = Book value of equity/book value of debt
Bila Z-score > 2,6, non distress
Bila Z-score < 2,6, distress
b. Model Zmijewski
Z = 1,2 WCTA + 1,4 RETA + 3,3 EBITTA + 0,6 BVEBVD
X = -4,3 – 4,5 ROA + 5,7 TDTA – 0,004 CACL
67
Dimana:
ROA = net income/total assets
TDTA = total debt/total assets
CACL = current assets/current liabilities
Jika X-score > 0 distress
Jika X-score < 0 non distress
c. Model Grover
Dimana:
WCTA = working capital/total assets
EBITTA = earnings before interest and
taxes/total assets
ROA = net income/total assets
Bila G-score ≤ 0,02 distress
Bila G-score > 0,02 non distress
d. Model Springate
Dimana:
WCTA = working capital/total assets
EBITTA = earnings before interest and taxes/total
EBTCL = earnings before taxes/current liabilities
TSTA = total sales/total assets
Score = 1,650 WCTA + 3,404 EBITTA – 0,01 ROA + 0,0057
S = 1,03 WCTA + 3,07 EBITTA + 0,66 EBTCL + 0,4 TSTA
68
Bila S-score < 0,862, distress
Bila S-score > 0,862, non distress
Berikut ini adalah tabel yang menunjukan semua variabel independen
yang digunakan dalam penelitian:
Tabel 3.3
Daftar Seluruh Variabel Independen
No. Variabel Deskripsi
1. WCTA Working Capital/Total Assets
2. RETA Retained Earnings/Total Assets
3. EBITTA Earnings Before Interest and Taxes/Total Assets
4. MVEBVD Market Value of Equity/Book Value of Debt
5. ROA Net Income/Total Assets
6. TDTA Total Debt/Total Assets
7. CACL Current Assets/Current Liabilities
8. EBTCL Earnings Before Taxes/Current Liabilities
9. TSTA Total Sales/Total Assets
69
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
Sektor pertambangan di Indonesia merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi suatu Negara, karena perannya
sebagai sumber daya energi seperti batubara, minyak dan gas bumi, logam
dan mineral, dan batu-batuan yang sangat diperlukan bagi masyarakat luas
dan bagi pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan berkelanjutan. Dari masa
ke masa perusahaan pertambangan semakin bertambah karena perusahaan
tambang memiliki potensi yang kaya dan perusahaan semakin terbuka untuk
melakukan eksplorasi sumber daya tambang tersebut. Perusahaan
pertambangan memiliki kegiatan usaha seperti eksporasi usmber daya,
produksi, dan pengelolaan sebagai kesatuan usaha atau bentuk usaha terpisah.
Menurut Herliansyah (2012), sifat dan karakteristik industri pertambangan
memiliki perbedaan dengan industri lainnya. Salah satunya industri
pertambangan memerlukan biaya investasi yang sangat besar, berjangka
panjang, sarat risiko, dan adanya ketidakpastian yang tinggi.
Perusahaan pertambangan dipilih karena perusahaan pertambangan juga
merupakan perusahaan yang dalam kegiatannya melakukan pengelolaan
sumber daya dan transaksi ekonomi yang melibatkan banyak pihak, yaitu
stakeholder (investor, kreditur, pemasok, konsumen, dll). Perusahaan yang
melakukan aktivitas ekonomi yang melibatkan banyak pihak maka cenderung 70
menimbulkan banyak risiko sehingga diharapkan memiliki hubungan dengan
pengungkapan risiko yang dilakukan oleh perusahaan.
Berdasarkan Kepala Badan Kodinasi Penanaman Modal (BKPM)
menyebutkan bahwa sektor pertambangan menyerap investasi terbesar pada
periode 2015 yaitu sebesar Rp. 15 triliun atau 12%.
Daftar perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI) terdari dari industri
penghasil bahan baku, industri pengolahan atau manufaktur, dan industri jasa.
Terhitung pada tahun 2016 jumlah perusahaan publik yang terdaftar du Bursa
Efek Indonesia (BEI) sebanyak 539 perusahaan, dan seiring dengan
perkembangan usaha pertambangan di Indonesia, jumlah perusahaan
pertambangan yang terdaftar di BEI berjunlah 43 perusahaan tambang hingga
tahun 2016. Perusahaan tambang dibagi menjadi lima subsektor yang meliputi
subsektor batu bara, subsektor logam dan mineral lainnya, subsektor minyak
dan gas bumi, subsektor batu-batuan, subsektor lainnya.
B. Uji Statistik Deskriptif
Tahap pengujian yang dilakukan pertama adalah uji statistik deskriptif. Uji
statistik deskriptif ini memberikan gambaran mengenai nilai minimum, nilai
maksimum, nilai rata-rata dan standar deviasi yang digunakan dalam
penelitian. Untuk melakukan analisis statistik deskriptif, sampel akan dibagi
menjadi dua kategori, yaitu kategori 0 (distress) dan kategori 1 (non distress).
Dengan menggunakan software SPSS 16 berikut hasil uji statistik deskriptif
untuk kategori 0 (distress):
71
Tabel 4.1
Analisis Statistik Deskriptif Kategori 0 (Distress)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
WCTA 30 -1.45 .40 -.0870 .35885 RETA 30 -1.32 .41 -.1957 .38422 EBITTA 30 -.28 .03 -.0643 .06642 BVEBVD 30 .02 6.29 1.3431 1.32674 ROA 30 -.83 .04 -.1377 .18638 TLTA 30 .04 1.90 .6513 .37987 CACL 30 .10 7.54 1.2107 1.43958 EBTCL 30 -4.28 -.00 -.5580 .81838 TSTA 30 .00 1.20 .2137 .28304 Valid N (listwise) 30
Sumber: data diolah, SPSS 16
Pada tabel diatas dapat dilihat nilai rata-rata dan standar deviasi dari
masing-masing variabel independen kategori 0 (distress) yang digunakan
dalam penelitian ini. Dari tabel tersebut dapat dilihat variabel WCTA
(working capital/total assets) pada kategori 0 (distress) memiliki nilai rata-
rata sebesar -0,0870 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,35885. Variabel
RETA (Retained earnings/total assets) pada kategori 0 (distress) memiliki
nilai rata-rata sebesar -0,1957. sedangkan untuk nilai standar deviasinya yaitu
sebesar 0,38422. Variabel EBITTA (earnings before interest and taxes/total
assets) pada kategori 0 (distress) memiliki nilai rata-rata sebesar -0,0633
dengan nilai standar deviasi sebesar -0,06622. Untuk nilai rata-rata variabel
BVEBVD (book value of equity/book value of debt) pada kategori 0 (distress)
yaitu sebesar 1,3441 dengan nilai standar deviasi sebesar 1,32579. Nilai rata
rata ROA (net income/total assets) pada kategori 0 (distress) sebesar -0,1386,
sedangkan nilai standar deviasinya sebesar 0.18629. 72
Nilai rata-rata dari variabel TLTA (total liabilities/total assets) pada
kategori 0 (distress) yaitu sebesar 0,6507 dengan nilai standar deviasi sebesar
0.37930. untuk variabel CACL (current assets/current Liabilities) pada
kategori 0 (distress) memiliki nilai rata-rata sebesar 1,2112 dengan nilai
standar deviasi sebesar 1,43934. Variabel EBTCL (earnings before
taxes/current liabilities) pada kategori 0 (distress) memiliki nilai rata-rata
sebesar -0.5587, sedangkan nilai standar deviasi sebesar 0.81802. dan yang
terakhir adalah variabel TSTA (total sales/total assets) pada kategori 0
(bangkrut) yang memiliki nilai rata-rata yaitu 0.2134 dan memiliki nilai
standar deviasi sebesar 0.28355.
Setelah uji statistik deskriptif dilakukan pada kategori 0 (distress)
selanjutnya adalah melakukan uji statistik deskriptif pada kategori 1 (non
distress), dengan menggunakan software yang sama yaitu SPSS 16, maka
hasil dari uji statistik deskriptif kategori 1 (non distress) adalah sebagai
berikut:
73
Tabel 4.2
Analisis Statistik Deskriptif Kategori 1 (Non Distress)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
WCTA 30 .05 .55 .2093 .11234 RETA 30 -1.38 .96 .1920 .53729 EBITTA 30 .00 .37 .1093 .08570 BVEBVD 30 .04 9.93 2.4756 2.97852 ROA 30 -.03 .29 .0640 .07863 TDTA 30 .20 .94 .4790 .20795 CACL 30 1.08 4.92 2.1357 .87774 EBTCL 30 -.13 2.21 .4767 .51531 TSTA 30 .17 1.64 .7920 .37458 Valid N (listwise) 30
Sumber: Data Diolah, SPSS 16
Pada tabel diatas dapat dilihat nilai rata-rata dan standar deviasi dari
masing-masing variabel independen kategori 1 (non distress) yang digunakan
dalam penelitian ini. Variabel WCTA (working capital/total assets) pada
kategori 1 (non distress) nilai rata rata yaitu sebesar 0,2093, untuk nilai
standar deviasi sebesar 0,11234. Variabel RETA (retained earnings/total
assets) pada kategori 1 (non distress) memiliki nilai rata-rata yaitu 0,1920 dan
nilai standar deviasi sebesar 0,53729. Selanjutnya yaitu variabel EBITTA
(earnings before interest and taxes/total assets) pada kategori 1 (non distress)
yang memiliki nilai rata-rata sebesar 0,1093 dan memiliki standar deviasi
sebesar 0,08570. Variabel BVEBVD (book value of equity/ book value of
debt) pada kategori 1 (non distress) dengan nilai rata-rata 2,4763, sedangkan
nilai standar deviasi sebesar 2,97828. Kemudian variabel ROA (net
74
income/total assets) pada kategori 1 (non distress) nilai rata-rata sebesar
0.0640 dengan nilai standar deviasi sebesar 0.07863.
Untuk nilai rata-rata dari variabel TLTA (total liabilities/total assets) yaitu
sebesar 0,4790 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,20795. Variabel CACL
(current assets/current liabilities) pada kategori 1 (non distress) memiliki
rata-rata 2,1357, dengan standar deviasi 0,87774. Selanjutnya variabel
EBTCL (earnings before taxes/current liabilities) pada kategori 1 (non
distress) dengan nilai rata-rata 0,4767 dan nilai standar deviasi sebesar
0,51531. Dan variabel terakhir TSTA (total sales/total assets) memiliki nilai
rata-rata sebesar 0,7920 dengan snilai standar deviasinya yaitu 0,37458.
C. Uji Beda Matched Pair (Paired Sample t-test)
Uji beda matched pair ini dilakukan untuk memastikan apakah kategori
sampel telah sesuai dengan kriteria matched pair, maka dari itu perlu
dilakukan uji beda rata-rata pada total aset perusahaan yang masuk ke dalam
masing-masing kategori sampel. Uji ini dilakukan sebelum melakukan uji
regresi logistik untuk mengetahui tingkat akurasi dari masing-masing model
prediksi. Setelah dilakukan uji beda rata-rata pada total aset kedua kategori
sampel menggunakan software SPSS 16, makan akan diperoleh hasil output
seperti berikut ini:
75
Tabel 4.3
Uji Beda Kriteria Matched Pair
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Pair 1 TA_0 - TA_1 -9.556E9 3.323E10 6.067E9 -2.196E10 2.851E9 -1.575 29 .126
Sumber: Data Diolah, SPSS 16
Dapat dilihat tabel output diatas, nilai Sig (2-tailed) yang diperoleh adalah
0,126 dan nilai tersebut lebih besar dari α (0.126>0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata pada total aset antara dua
kategori sampel. Hal ini berarti sampel memenuhi kriteria matched pair dan
dapat digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya.
D. Regresi Logistik
Setelah melakukan uji beda matched pair, dan data masuk kedalam kriteria
matched pair. Maka untuk menjawab hipotesis pertama dalam penelitian ini
dilakukan uji regresi logistik untuk mengetahui apakah model Altman,
Zmijewski, Grover dan Springate layak digunakan sebagai model prediksi
financial distress perusahaan pada masing-masing model.
1. Model Altman Modifikasi
Kelayakan model regresi logistik dinilai dengan menggunakan Hosmer
and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Dengan menggunakan α = 5%,
76
maka hipotesis dari Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test ini
adalah:
H0: Model Altman dapat diterima karena model altman dapat
memprediksi nilai observasinya.
Ha: Model Altman tidak dapat diterima karena model altman tidak
dapat memprediksi nilai observasinya.
Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit ≤ 0,05, maka
hipotesis nol ditolak. Sebaliknya, Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s
Goodness of Fit > 0,05 maka hipotesis nol diterima. Data yang digunakan
pada uji regresi model Altman berasal dari tahun 2012-2016. Berikut ini
adalah tabel yang menunjukan hasil uji Hosmer and Lemeshow pada
model Altman, yaitu:
Tabel 4.4
Uji Hosmer and Lemeshow Model Altman Modifikasi
Hosmer and Lemeshow Test Step Chi-square Df Sig. 1 7.984 8 .435
Sumber: data diolah, SPSS 16
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa model Altman memiliki nilai
chi-square sebesar 7,984 dengan nilai sig yang lebih besar dari α (0.435 ≥
0,05), maka dapat dikatakan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak. Artinya,
bahwa model Altman dapat diterima karena model dapat memprediksi
nilai observasinya. Setelah melakukan uji Hosmer and Lemeshow, yang
77
harus diuji selanjutnya adalah untuk menilai keseluruhan model (overall
model fit), berikut adalah hasil output dari uji overall model fit:
Tabel 4.5
Block 0: Beginning Block Model Altman Modifikasi
Tabel 4.6
Block 1: Model Summary Model Altman Modifikasi
Model Summary
Step -2 Log
likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square 1 47.092a .451 .602 Sumber: data diolah, SPSS 16
Dari hasil output regresi logistik model Altman pada tabel 4.5 dan 4.6
dengan menilai menggunakan -2Loglikelihood, jika terjadi penurunan dari
block 0 ke block 1 maka dapat diasumsikan model regresi kedua menjadi
lebih baik.
Pada block 0 nilai -2Loglikelihood sebesar 83,111 dan pada block 1
nilai -2Loglikelihood sebesar 47,092. Dari hasil tersebut dapat
diasumsikan bahwa model regresi kedua lebih baik untuk memprediksi
Iteration History
Iteration -2 Log
likelihood Coefficients
Constant Step 0 1 83.111 .067
2 83.111 .067 Sumber: data diolah, SPSS 16
78
kondisi financial distress perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
Pada tabel 4.6 juga dapat terlihat nilai pada kolom Nagelkerke R
Square dan Cox & Snell R Square. Nilai ini sama halnya dengan Sum of
Square pada model regresi. Hasil dari output menunjukan nilai
Nagelkerke R Square sebesar 0,602 lebih besar dari nilai Cox & Snell R
Square yang hanya sebesar 0,451, hal ini menunjukan bahwa kemampuan
keempat variabel bebas dalam menjelaskan varians financial distress
sebesar 60,2% dan terdapat 39,8% faktor lain yang menjelaskan varians
financial distress diluar model Altman. Tahap selanjutnya adalah untuk
menguji koefisien regresi dalam model Altman. Berikut adalah tampilan
output dari uji koefisien regresi model Altman:
Tabel 4.7
Uji Koefisien Regresi Model Altman Modifikasi
Variables in the Equation B S.E. Wald Df Sig. Exp(B) Step 1a WCTA 10.764 3.182 11.443 1 .001 4.729E4
RETA 1.468 .795 3.411 1 .065 4.342 EBITTA -.072 .186 .150 1 .699 .931 BVEBVD .450 .195 5.307 1 .021 1.568 Constant -.746 1.230 .368 1 .544 .474
Sumber: data diolah, SPSS 16
Dari hasil pengamatan tabel variabel in the equation pada model
Altman, model regresi yang digunakan adalah:
79
Hasil pengujian dari signifikansi model ini terlihat bahwa variabel
RETA tidak mempengaruhi kondisi financial distress, karena nilai sig
lebih besar dari nilai α (0,065 > 0,05), ini artinya variabel RETA tidak
signifikan. Variabel EBITTA juga tidak mempengaruhi kondisi financial
distress karena memiliki nilai sig lebih besar dari α (0,699 > 0,05), ini
artinya variabel EBITTA juga tidak signifikan.
Sedangkan variabel WCTA mempengaruhi kondisi financial distress
perusahaan karena memiliki nilai sig lebih kecil dari nilai α (0,001 <
0,05), artinya bahwa variabel WCTA signifikan. Variabel lain yaitu
BVEBVD juga mempengaruhi kondisi financial distress karena memiliki
nilai sig lebih kecil dari nilai α (0,021 < 0,05), artinya bahwa variabel
BVEBVD signifikan. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa model
Altman hanya memiliki variabel WCTA dan BVEBVD yang memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan,
sedangkan variabel lain seperti RETA dan EBITTA tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan.
2. Model Zmijewski
Sama halnya dengan model Altman, data yang digunakan dalam
model Zmijewski merupakan data tahun 2012 – 2016. Kelayakan model
regresi logistik dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s
Goodness of Fit Test. Sama seperti model Altman uji yang dilakukan ini
Ln = -0,729 + 10,764 WCTA + 1,468 RETA – 0,072 EBITTA + 0,450 BVEBVD
80
menggunakan α = 5%. Berikut ini adalah tabel yang menunjukan hasil uji
Hosmer and Lemeshow pada model Zmijewksi, yaitu:
Tabel 4.8
Uji Hosmer and Lemeshow Model Zmijewski
Sumber: Data Diolah, SPSS 16
Dapat dilihat diatas bahwa model Zmijewski memiliki nilai chi-square
sebesar 14,237 dengan nilai sig 0,076 lebih besar dari nilai α yang telah
ditentukan, maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak.
Artinya model Zmijewski dapat diterima karena model ini dapat
memprediksi nilai observasinya.
Setelah melakuka uji Hosmer and Lemeshow, selanjutnya yang harus
diuji adalah overall model fit. Uji overall model fit untuk menilai
keselurahan model. Berikut ini adalah hasil output dari uji overall model
fit:
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square Df Sig.
1 14.237 8 .076
81
Tabel 4.9
Block 0: Beginning Block Model Zmijewski
Tabel 4.10
Block 1: Model Summary Model Zmijewski
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 54.122a .383 .511
Sumber: Data Diolah, SPSS 16
Dari hasil output keseluruhan model regresi pada model Zmijewski
diatas dengan menilai menggunakan -2Loglikelihood. Pada block 0 nilai -
2Loglikelihood sebesar 83,111 dan pada block 1 nilai -2Loglikelihood
sebesar 54,122 . Terjadi penurunan dari block 0 ke block 1 maka dapat
diasumsikan bahwa model regresi kedua menjadi lebih baik untuk
memprediksi kondisi financial distress perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia.
Pada tabel 4.10 juga dapat terlihat nilai Nagelkerke R Square dan Cox
& Snell R Square, yang sama halnya dengan Sum of Square pada model
regresi. Hasil dari output diatas menunujkan nilai Nagelkerke R Square
sebesar 0,511 lebih besar dari nilai Cox & Snell R Square yang hanya
Iteration Historya,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 83.111 .067
2 83.111 .067
Sumber: Data Diolah, SPSS 16
82
sebesar 0,383, hal ini menunjukan bahwa kemampuan tiga variabel bebas
dalam menjelaskan varians financial distress adalah sebesar 51,1% dan
terdapat 48,9% faktor lain yang menjelaskan varians financial distress
diluar model Zmijewski.
Tahap selanjutnya adalah uji menggunakan koefisien regresi dalam
model Zmijewski berikut ini adalah output dari uji koefisien regresi
model Zmijewski:
Tabel 4.11
Uji Koefisien Regresi Model Zmijewski
Variables in the Equation
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
Step 1a ROA .453 .192 5.549 1 .018 1.573
TDTA -.824 1.587 .269 1 .604 .439
CACL -.924 .317 8.507 1 .004 .397
Constant -2.519 1.262 3.986 1 .046 .081
Sumber: Data Diolah, SPSS 16
Dari Zmijewski tersebut model regresi logistik yang digunakan adalah:
Hasil pengujian signifikansi model ini terlihat bahwa hanya variabel
TDTA yang tidak mempengaruhi kondisi financial distress karena
memiliki nilai sig lebih besar dari nilai α (0,604 > 0,05), ini berarti
variabel TDTA tidak signifikan.
Ln = -2,519 + 0,453 ROA – 0,824 TDTA – 0,924 CACL
83
Sedangkan variabel ROA memprengaruhi kondisi financial distress,
karena memiliki nilai sig lebih kecil dari nilai α (0,018 < 0,05), itu artinya
variabel ROA signifikan. Variabel CACL juga memiliki pengaruh
terhadap kondisi financial distress, karena memiliki nilai sig lebih kecil
dari nilai α (0,004 < 0,05), ini berarti variabel CACL juga signifikan
3. Model Grover
Sama seperti kedua model sebelumnya, data yang digunakan
menggunakan data periode tahun 2012-2016. Kelayakan model regresi
dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit
Test. Uji yang dilakukan model Springate juga menggunakan α = 5%.
Berikut ini adalah tabel yang menunjukan hasil uji Hosmer and
Lemeshow pada model Grover:
Tabel 4.12
Uji Hosmer and Lemeshow Model Grover
Hosmer and Lemeshow Test Step Chi-square Df Sig.
1 1.022 8 .998
Sumber: data diolah, SPSS 16
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa model Grover memiliki nilai chi-
square sebesar 1,022 dengan nilai sig lebih besar dari α (0,998 > 0,05),
maka dapat diartikan bahwa H0 diterima dan Ha di tolak. Artinya, model
Grover dapat diterima karena model ini dapat memprediksi nilai
observasinya.
84
Setelah uji Hosmer and Lemeshow dilakukan, yang harus diuji
selanjutnya adalah untuk menilai keseluruhan model (overall model fit),
berikut adalah hasil output dari uji overall model fit:
Tabel 4.13
Block 0: Beginning Block Model Grover
Iteration Historya,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 83.111 .067
2 83.111 .067
Sumber: data diolah, SPSS 16
Tabel 4.14
Block 1: Model Summary Model Grover
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 24.224a .625 .834
Sumber: data diolah, SPSS 16
Dari hasil output keseluruhan model regresi pada tabel 4.13 dan 4.14
dengan menilai menggunakan -2Loglikelihood, jika terjadi penurunan
pada block 1 dengan nilai sebesar 24,224 dari block 0 dengan nilai sebesar
83,111 maka dapat diasumsikan bahwa model regresi kedua menjadi lebih
baik untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
85
Dari tabel 4.14 juga dapat dilihat pada kolom Nagelkerke R Square dan
Cox & Snell R Square. Nilai ini sama halnya dengan nilai Sum of Square
pada model regresi. Hasil dari output diatas menunjukan bahwa nilai
Nagelkerke R Square sebesar 0,834 lebih besar dari nilai Cox & Snell R
Square sebesar 0,625, hal ini menunjukan bahwa kemampuan ketiga
variabel bebas dalam menjelaskan varians financial distress adalah
sebesar 83,4% dan terdapat 16,6% faktor lain yang menjelaskan varians
financial distress diluar model Grover.
Tahap selanjutnya adalah untuk menguji koefisien regresi dalam model
Grover, berikut ini adalah hasil output dari uji koefisien regresi model
Grover tersebut
Tabel 4.15
Uji Koefisien Regresi Model Grover
Variables in the Equation
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
Step 1a
WCTA 12.043 4.181 8.299 1 .004 1.699E5
EBITTA -2.729 1.102 6.137 1 .013 .065
ROA 3.344 1.283 6.798 1 .009 28.330
Constant -4.995 2.473 4.079 1 .043 .007
Sumber: data diolah, SPSS 16
Dari hasil output tabel 4.15 pada model Grover tersebut model regresi
logistik yang digunakan adalah:
Ln = -4,995 + 12,043 WCTA – 2,729 EBITTA + 3,344 ROA
86
Hasil uji signifikansi model Grover ini terlihat bahwa variabel WCTA
memiliki pengaruh terhadap kondisi financial distress, karena memiliki
nilai sig lebih kecil dari nilai α (0,004 < 0,05), ini berarti variabel WCTA
signifikan. Variabel EBITTA juga memiliki pengaruh terhadap kondisi
financial distress, karena memiliki nilai sig lebih kecil dari nilai α (0,013
< 0,05), artinya variabel EBITTA signifikan. Variabel terakhir yaitu ROA
sama halnya dengan dua variabel sebelumnya variabel ROA juga
memiliki pengaruh terhadap kondisi financial distress, karena memiliki
nilai sig lebih kecil dari nilai α (0,009 < 0,05), artinya variabel ROA
signifikan. Dari hasil pengamatan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam
model Grover ketiga variabel memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kondisi financial distress perusahaan.
4. Model Springate
Model terakhir yang diuji adalah model Springate, seperti pada tiga
model sebelumnya, data yang digunakan model Springate juga berasal
dari tahun 2012-2016. Kelayakan model regresi dinilai dengan
menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Uji yang
dilakukan model Springate juga menggunakan α = 5%.
Berikut adalah tabel yang menunjukan hasil output Hosmer and
Lemeshow pada model Springate:
87
Tabel 4.16
Uji Hosmer and Lemeshow Model Springate
Hosmer and Lemeshow Test Step Chi-square df Sig.
1 4.802 8 .778
Sumber: Data Diolah, SPSS 16
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa model Springate memiliki nilai
chi-square sebesar 4,802 dengan nilai sig lebih besar dari nilai α (0,778 >
0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak.
Artinya, model Springate dapat diterima karena model ini mampu
memprediksi nilai observasinya.
Setelah melakukan uji Hosmer and Lemeshow, yang diuji selanjutnya
adalah untuk menilai keseluruhan model (overall model fit), berikut
adalah hasil output uji overall model fit:
Tabel 4.17
Block 0: Beginning Block Model springate
Iteration Historya,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 83.111 .067
2 83.111 .067
Sumber: Data Diolah, SPSS 16
88
Tabel 4.18
Block 1: Model Summary Model Springate
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 43.403a .484 .646
Sumber: Data Diolah, SPSS 16
Dari hasil output keseluruhan model regresi pada model Springate
diatas dengan melihat nilai pada kolom -2Loglikelihood, jika terjadi
penurunan pada block 1 dari block 0 maka dapat diasumsikan bahwa
model regresi kedua menjadi lebih baik.
Pada block 0 nilai -2Loglikelihood sebesar 83,111 dan pada block 1
nilai -2Loglikelihood sebesar 43,403. Dari hasil tersebut dapat
diasumsikan bahwa model regresi kedua menjadi lebih baik untuk
memprediksi kondisi financial distress perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia.
Dari Tabel 4.18 juga dapat dilihat kolom Nagelkerke R Square dan
Cox & Snell R Square, nilai ini sama halnya dengan nilai Sum of Square
pada model regresi. Hasil output diatas menunjukan bahwa nilai
Nagelkerke R Square sebesar 0,646 lebih besar dari nilai Cox & Snell R
Square sebesar 0,484. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan keempat
variabel bebas dalam menjelaskan varians financial distress adalah
sebesar 64,6% dan terdapat 35,4% faktor lain yang menjelaskan varians
financial distress diluar model Springate 89
Selanjutnya adalah tahap untuk menguji koefisien regresi dalam model
Springate, berikut ini adalah output dari uji koefisien regresi model
Springate:
Tabel 4.19
Uji koefisien Regresi Model Springate
D
Dari hasil pengamatan tabel variables in the equation pada model
Zmijewski tersebut model regresi yang digunakan adalah:
Hasil pengujian signifikansi model ini terlihat bahwa hanya variabel
TSTA yang mempengaruhi kondisi financial distress karena nilai sig
lebih kecil dari nilai α (0,000 < 0,05), ini berarti variabel TSTS signifikan.
Sedangkan variabel WCTA tidak memiliki pengaruh terhadap kondisi
financial distress, karena memiliki nilai sig lebih besar dari nilai α (0,477
> 0,05), itu artinya variabel WCTA tidak signifikan. Selanjutnya variabel
EBITTA tidak mempengaruhi kondisi financial distress karena memiliki
nilai sig lebih besar dari nilai α (0,216 > 0,05), artinya variabel EBITTA
tidak signifikan. Dan variabel terakhir yang tidak memiliki pengaruh
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a WCTA .211 .297 .506 1 .477 1.235
EBITTA -.308 .249 1.528 1 .216 .735
EBTCL .330 .199 2.759 1 .097 1.392
TSTA -.922 .264 12.222 1 .000 .398
Constant 2.325 1.424 2.669 1 .102 10.232
Sumber: Data Diolah, SPSS 16
Ln = 2,325 + 0,211 WCTA – 0,308 EBITTA + 0,330 EBTCL – 0,922 TSTA
90
terhadap kondisi financial distress adalah variabel EBTCL, karena
memiliki nilai sig lebih besar dari nilai α (0,097 > 0,05), artinya variabel
EBTCL juga tidak signifikan. Dari hasil analisis regresi logistik yang
dilakukan, berikut ini adalah tabel yang berisi rangkuman dari hasil
analisis keempat model tersebut:
Tabel 4.20
Rangkuan Uji Regresi Logistik
Model
Regresi Logistik
Hosmer and Block 0 Block 1 Cox & Snell Nagelkerke Ket
Lemeshow R Square R Square Altman 0,438 > 0,05 83,111 47,050 0,452 0,603 Layak Zmijewski 0,076 > 0,05 83,111 54,122 0,383 0,511 Layak Grover 0,998 > 0,05 83,111 24,224 0,625 0,834 Layak Springate 0,778 > 0,05 83,111 43,403 0,484 0,646 Layak
Signifikansi Variabel Rasio
Rasio Model
Altman Zmijewski Grover Springate WCTA Signifikan
Signifikan Tidak Signifikan
RETA Tidak Signifikan EBITTA Tidak Signifikan
Signifikan Tidak Signifikan BVEBVD Signifikan
ROA Signifikan Signifikan
TDTA Tidak
Signifikan CACL Signifikan EBTCL Tidak Signifikan TSTA Signifikan
Sumber: data diolah, Microsoft Excel
91
E. Tingkat Akurasi dan Tingkat kesalahan Model
Setelah sebelumnya kita melakukan uji regresi logistik. Maka pengujian
selanjutnya adalah mengukur tingkat akurasi dan tingkat kesalahan dari
masing-masing model. Hal ini dilakukan untuk menjawab point utama dari
penelitian ini, yaitu untuk melihat dari masing-masing model mana yang
memiliki tingkat akurasi dan tingkat kesalahan terendah dan tertinggi diantara
model Altman Modifikasi, Zmijewski, Grover, dan Springate. Langkah awal
yang dilakukan dalam uji tingkat akurasi dan tingkat kesalahan model adalah
melakukan perhitungan rasio keuangan dari masing-masing model prediksi,
selanjutnya menggunakan persamaan yang ada untuk menghitung score dari
masing-masing model prediksi dengan menggunakan software Microsoft
excel, setelah score diketahui maka dapat dilihat perusahaan mana yang benar
mengalami financial distress dengan melihat dari nilai cutoff nya. Berikut
adalah uji tingkat akurasi dan tingkat kesalahan masing-masing model:
1. Model Altman Modifikasi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam melakukan
uji tingkat akurasi dan kesalahan model langkah pertama yang dilakukan
adalah menghitung nilai rasio dari masing-masing variabel yang ada pada
model Altman modifikasi dan menghitung Z-score dari kedua kategori
yaitu kategori 0 (distress) dan kategori 1 (non distress) dengan
menggunakan Microsoft excel. Model Altman Modifikasi memiliki nilai
cutoff point sebesar 2,6, ini berarti jika nilai yang diperoleh suatu
perusahaan > 2,6, maka perusahaan tersebut diprediksi tidak mengalami 92
kondisi financial distress. Namun sebaliknya, apabila nilai suatu
perusahaan ≤ 2,6, maka perusahaan diprediksi akan mengalami kondisi
financial distress. Berikut adalah tabel hasil perhitungan Z-score model
Altman Modifikasi pada kategori 0 (distress) dan kategori 1 (non distress)
menggunakan Microsoft excel:
93
Tabel 4.21
Hasil Perhitungan Z-score Kategori 0 (Distress)
KODE TAHUN WCTA RETA EBITTA BVEBVD Z-
SCORE KET ARII 2012 -0,3065 -0,0190 -0,0323 3,0144 0,8758 0
ATPK 2012 0,2768 -1,3249 -0,0933 1,1023 -1,9729 0 DEWA 2012 0,1168 0,1070 -0,0448 0,6811 1,5291 0 ARII 2013 -0,3982 -0,0517 -0,0761 1,1137 -2,1230 0
BUMI 2013 -0,3963 -0,1488 0,0328 0,0415 -2,8205 0 DEWA 2013 0,0839 -0,2699 -0,1557 0,6237 -0,7209 0 PSAB 2013 -0,0118 0,0775 -0,0354 0,2724 0,2234 0 ARII 2014 -0,2795 -0,1138 -0,0626 0,4639 -2,1382 0
BYAN 2014 -0,1683 -0,0782 -0,0075 1,9665 0,6554 0 CITA 2014 0,1389 0,3161 -0,0170 2,7664 4,7320 1 PKPK 2014 0,1031 0,1081 -0,0656 0,3373 0,9416 0 ARII 2015 -0,4423 -0,1793 -0,0553 0,3117 -3,5302 0
ATPK 2015 0,2321 -0,1675 -0,0756 1,4630 2,0051 0 BIPI 2015 -0,3266 -0,0267 -0,0061 0,1259 -2,1383 0
BUMI 2015 -1,4531 -0,9891 -0,0028 0,0209 -12,7532 0 CITA 2015 -0,0827 0,2043 -0,0273 2,1068 2,1522 0 CKRA 2015 0,2400 -0,3866 -0,0566 6,2939 6,5427 1 MITI 2015 0,3692 0,4056 -0,2030 1,3639 3,8122 1 PKPK 2015 -0,0979 -0,1608 -0,2761 0,3445 -2,6597 0 SMMT 2015 -0,0567 -0,0504 -0,0237 1,7172 1,1077 0 SMRU 2015 -0,1647 -0,1969 -0,0958 2,1001 -0,1608 0 ARII 2016 -0,5127 -0,2653 -0,0543 0,4214 -4,1506 0
ATPK 2016 -0,0454 -0,3689 -0,1773 1,3167 -1,3090 0 BUMI 2016 -0,0758 -1,0604 -0,0017 0,1280 -3,8312 0 PKPK 2016 -0,1616 -0,2606 -0,0937 0,3412 -2,1805 0 SMMT 2016 -0,0941 -0,0823 -0,0054 1,8366 1,0067 0 CITA 2016 0,0417 0,1140 -0,0065 1,7204 2,4082 0 DKFT 2016 0,1009 -0,0342 -0,0391 2,8438 3,2738 1 SMRU 2016 0,3952 -0,2915 -0,0732 2,9046 4,1995 1 MITI 2016 0,3692 -0,6784 -0,0676 0,5502 0,3332 0 Sumber: Data Diolah, Microsoft Excel
94
Tabel 4.22
Hasil Perhitungan Z-score Kategori 1 (Non Distress)
KODE TAHUN WCTA RETA EBITTA BVEBVD Z-
SCORE KET ITMG 2012 0,3567 0,4087 0,3745 9,9325 16,6179 1 ADRO 2012 0,0769 0,1594 0,1250 1,4169 3,3517 1 PTBA 2012 0,5458 0,5822 0,2823 8,2372 16,0246 1 ITMG 2013 0,2670 0,4101 0,2424 6,1687 11,1944 1 CTTH 2013 0,0519 -1,3829 0,0949 0,3180 -3,1962 0 DOID 2013 0,1128 -0,0850 0,0590 0,0612 0,9232 0 PTBA 2013 0,3613 0,6931 0,1844 5,6967 11,8500 1 CTTH 2014 0,0599 -1,2324 0,0025 0,2885 -3,3052 0 ITMG 2014 0,1571 0,3868 0,1805 3,4168 7,0919 1 PTBA 2014 0,2594 0,6215 0,1560 4,6899 9,7004 1 PTRO 2014 01482 0,3408 0,0857 0,2607 2,9332 1 CTTH 2015 0,2467 -0,7340 0,0171 0,2177 -0,4307 0 ADRO 2015 0,1071 0,2328 0,0557 0,4552 2,3135 0 PTRO 2015 0,1181 0,3414 0,0229 0,0904 2,1365 0 KKGI 2015 0,2153 0,9609 0,0928 1,3979 6,6363 1 TINS 2015 0,2635 0,5572 0,0088 0,9623 4,6144 1 ITMG 2015 0,1935 0,3755 0,1643 1,3639 5,0293 1 DOID 2015 0,2468 -0,1096 0,1053 0,0431 2,0145 0 PTBA 2015 0,1584 0,6033 0,1429 1,3707 5,4053 1 GEMS 2015 0,3400 0,0707 0,0254 4,7194 7,5869 1 INCO 2015 0,1972 0,6202 0,0308 0,3865 3,9283 1 ITMG 2016 0,2481 0,4403 0,1724 4,6935 9,1497 1 PTBA 2016 0,1780 0,6118 0,1362 3,5893 7,8466 1 CTTH 2016 0.1917 -0,5196 0,0326 0,3271 0,1260 0 ADRO 2016 0,1454 0,2495 0,0901 1,4662 3,9121 1 DOID 2016 0,0907 -0,0617 0,1385 0,4157 1,7610 0 GEMS 2016 0,3959 0,1179 0,1356 9,8608 14,2469 1 PTRO 2016 0,2015 0,3489 0,0409 0,2439 2,9906 1 MEDC 2016 0,0761 0,1755 0,0425 0,1203 1,4830 0 TINS 2016 0,2280 0,5647 0,0521 2,0556 5,8449 1
Sumber: Data Diolah, Microsoft Excel
95
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa pada
nilai Z-score kategori 0 (distress) sampel yang memiliki nilai cutoff ≤ 2,6
yaitu ada 25 sampel, dan 5 lainnya memiliki nilai cutoff > 2,6. Pada
kategori 1 (non distress) sampel yang memiliki nilai cutoff > 2,6 yaitu ada
20 sampel dan 10 sampel lainnya memiliki nilai cutoff ≤ 2,6.
Dari hasil perhitungan tersebut, berikut ini adalah tabel yang
menunjukan hasil dari perhitungan tingkat akurasi dan tingkat kesalahan
model Altman Modifikasi:
Tabel 4.23
Tingkat Akurasi dan Kesalahan Model Altman Modifikasi
Rekap Prediksi Distress Non Distress Total
Kenyataan Distress 25 5 30
Non Distress 10 20 30 Total 35 25 60 Tingkat Akurasi 75% Type I 8,33% Type II 16,67%
Sumber: Data Diolah, Microsoft Excel
Pada tabel 4.23 dapat terlihat bahwa dari total 30 perusahaan yang
masuk kategori 0 (Distress), model Altman Modifikasi memprediksi 20
sampel diantaranya mengalami financial distress dan 10 lainnya tidak
mengalami financial distress. Maka dari itu terdapat kesalahan model
Altman Modifikasi yang memprediksi 10 sampel tidak mengalami
financial distress pada kenyataannya mengalami financial distress. Model
96
Altman Modifikasi juga memprediksi sampel pada kategori 1 (non
distress), terdapat 25 sampel diantaranya tidak mengalami financial
distress dan 5 lainnya mengalami financial distress. Maka dari itu
terdapat kesalahan model Altman yang memprediksi 5 sampel mengalami
financial distress pada kenyataannya tidak mengalami financial distress.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa model Altman
memiliki jumlah prediksi benar 45 sampel dan prediksi salah sebanyak 15
sampel. Maka dari itu tingkat akurasi model Altman adalah sebesar 75%.
Tingkat kesalahan yang dimiliki model Altman untuk type I error adalah
sebesar 16,67%, sedangkan untuk type II error model Altman memiliki
nilai persentase sebesar 8,33%.
2. Model Zmijewski
Berbeda dengan model Altman, model Zmijewski memiliki nilai
cutoff point sebesar 0, ini berarti apabila score perusahaan ≥ 0, maka
perusahaan diprediksi akan mengalami financial distress. Begitupun
sebaliknya, apabila perusahaan memiliki nilai score ≤ 0, maka perusahaan
diprediksi akan tidak akan mengalami financial distress. Berikut ini
adalah hasil perhitungan model Zmijewski pada kategori 0 (distress) dan
kategori 1 (non distress):
97
Tabel 4.24
Hasil Perhitungan X-score Kategori 0 (Distress)
KODE TAHUN ROA TDTA CACL X-
SCORE KET ARII 2012 -0,0373 0,5175 0,3925 -1,1838 1
ATPK 2012 -0,1110 0,7094 1,4035 0,2377 0 DEWA 2012 -0,0942 0,3775 1,4109 -1,7300 1 ARII 2013 -0,0336 0,5794 0,2605 -0,8475 1
BUMI 2013 -0,0942 1,0433 0,4119 20690 0 DEWA 2013 -0,1415 0,3927 1,2778 -1,4300 1 PSAB 2013 -0,0327 0,6779 0,9043 -0,2924 1 ARII 2014 -0,0726 0,6835 0,3578 -0,0791 1
BYAN 2014 -0,1627 0,7800 0,6230 0,8757 0 CITA 2014 -0,1379 0,4105 1,5214 -1,3458 1 PKPK 2014 -0,0938 0,5161 1,2005 -0,9409 1 ARII 2015 -0,0738 0,7667 0,2050 0,4014 0
ATPK 2015 -0,0911 0,4306 3,2638 -1,4484 1 BIPI 2015 -0,0279 0,7061 0,2401 -0,1506 1
BUMI 2015 -0,8295 1,8558 0,0990 10,0105 0 CITA 2015 -0,1220 0,5379 0,7543 -0,6879 1 DKFT 2015 -0,0239 0,0407 20,1675 -4,0408 1 MITI 2015 -0,7213 0,5544 1,8609 2,0988 0 PKPK 2015 -0,3617 0,5105 0,8064 0,2342 0 SMMT 2015 -0,0850 0,4401 0,7590 -1,4122 1 SMRU 2015 -0,1070 0,5637 0,6592 -0,6077 1 ARII 2016 -0,0772 0,8299 0,1772 0,7768 0
ATPK 2016 -0,1816 0,5352 0,6881 -0,4350 1 BUMI 2016 0,0388 1,8977 0,6924 6,3396 0 PKPK 2016 -0,0871 0,5575 0,7069 -0,7334 1 SMMT 2016 -0,0287 0,4013 0,2656 -1,8842 1 CITA 2016 -0,0973 0,6468 1,1623 -0,1799 1 DKFT 2016 -0,0441 0,3351 1,6296 -2,1981 1 SMRU 2016 -0,0931 0,6036 3,3629 -0,4543 1 MITI 2016 -0,1018 0,6201 1,7033 -0,3142 1
Sumber: Data Diolah, Microsoft Excel
98
Tabel 4.25
Hasil Perhitungan X-score Kategori 1 (Non Distress)
KODE TAHUN ROA TDTA CACL X-
SCORE KET ITMG 2012 0,2897 0,3278 2,2171 -3,7442 1 ADRO 2012 0,0573 0,5525 1,5723 -1,4150 1 PTBA 2012 0,2286 0,3318 4,9237 -3,4568 1 ITMG 2013 0,1656 0,3076 1,9919 -32994 1 CTTH 2013 0,0015 0,7577 1,0790 0,0077 0 DOID 2013 -0,0271 0,9368 1,4066 1,1561 0 PTBA 2013 0,1588 0,3533 2,8659 -3,0122 1 CTTH 2014 0,0028 0,7808 1,0867 0,1336 0 ITMG 2014 0,1531 0,3126 1,5640 -3,2134 1 PTBA 2014 0,1363 0,4146 2,0751 -2,5585 1 PTRO 2014 0,0048 0,5877 1,6447 -0,9781 1 CTTH 2015 0,0032 0,5229 1,8781 -1,3417 1 ADRO 2015 0,0253 0,4373 2,4039 -1,9312 1 PTRO 2015 -0,0298 0,5809 1,5525 -0,8609 1 KKGI 2015 0,0576 0,2210 2,2195 -3.3080 1 TINS 2015 0,0109 0,4212 1,8154 -1,9557 1 ITMG 2015 0,0536 0,2918 1,8018 -2,8851 1 DOID 2015 -0,0100 0,8978 3,0025 0,8505 0 PTBA 2015 0,1206 0,4502 1,5435 -2,2824 1 GEMS 2015 0,0057 0,3304 2,7943 -2,4531 1 INCO 2015 0,0221 0,1988 4,0402 -3,2825 1 ITMG 2016 0,1080 0,2499 2,2568 -3,3706 1 PTBA 2016 0,1090 0,4320 1,6558 -2,3349 1 CTTH 2016 0,0256 0,3689 1,8938 -2,3201 1 ADRO 2016 0,0522 0,4195 2,4710 -2,1535 1 DOID 2016 0,0420 0,8567 1,3647 0,3883 0 GEMS 2016 0,0926 0,2985 3,7743 -3,0303 1 PTRO 2016 -0,0199 0,5668 2,1586 -0,9886 1 MEDC 2016 0,0520 0,7524 1,3180 -0,2504 1 TINS 2016 0,0296 0,4079 1,7110 -2,1152 1 Sumber: Data Diolah, Microsoft Excel
99
Dari hasil perhitungan pada tabel 4.24 dan tabel 4.25, dapat dilihat
bahwa pada nilai X-score pada kategori 0 (distress) yang memiliki nilai
cutoff ≥ 0 cukup banyak yaitu 21 sampel tidak mengalami financial
distress dan sisanya sebanyak 9 sampel memiliki nilai cutoff ≤ 0. Pada
kategori 1 (non distress) yang memiliki nilai cutoff ≤ 0 yaitu ada 5
sampel, dan sisanya sebanyak 25 sampel memiliki nilai cutoff ≥ 0.
Dari hasil perhitungan tersebut, berikut ini adalah tabel yang
menunjukan hasil dari perhitungan tingkat akurasi dan tingkat kesalahan
model Zmijewski:
Tabel 4.26
Tingkat Akurasi dan Kesalahan Model Zmijewski
Rekap Prediksi Distress Non Distress Total
Kenyataan Distress 9 21 30
Non Distress 5 25 30 Total 14 46 60 Tingkat Akurasi 56,67% Type I 35% Type II 8,33%
Sumber: Data Diolah, Microsoft Excel
Dari tabel 4.26 dapat terlihat bahwa, dari 30 sampel yang masuk
kedalam kategori 0 (distress), model Zmijewski memprediksi bahwa 9
sampel diantaranya mengalami financial distress dan 21 lainnya tidak
mengalami financial distress. Maka dari itu terdapat kesalahan model
Zmijewski yang memprediksi 21 sampel tidak mengalami financial
100
distress padahal pada kenyataannya sampel tersebut mengalami financial
distress. Sedangkan, 30 sampel yang berada pada kategori 1 (non
distress), model Zmijewski memprediksi 25 perusahaan tidak mengalami
financial distress dan 5 lainnya mengalami financial distress. Maka dari
itu terdapat kesalahan model Zmijewski yang memprediksi 5 sampel yang
mengalami financial distress padahal pada kenyataannya sampel tersebut
tidak mengalami financial distress.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa model Zmijewski
memiliki jumlah prediksi benar sebanyak 34 sampel, sedangkan prediksi
salah 26. Maka dari itu tingkat akurasi model Zmijewski adalah sebesar
56,67%. Tingkat kesalahan model Zmijewski untuk type I error adalah
sebesar 35%. Sedangkan, untuk type II error yang dimiliki model
Zmijewski yaitu sebesar 8,33%.
3. Model Grover
Model Grover memiliki nilai cutoff point sebesar 0,02. Ini berarti jika
perusahaan memiliki score < 0,02, maka perusahaan tersebut diprediksi
mengalami financial distress. Apabila score > 0,02 maka perusahaan
diprediksi tidak akan mengalami financial distress. Berikut ini adalah
hasil dari perhitungan model Grover pada kategori 0 (Distress) dan
kategori 1 (non distress):
101
Tabel 4.27
Hasil Perhitungan G-score Kategori 0 (Distress)
KODE TAHUN WCTA EBITTA ROA G-
SCORE KET ARII 2012 -0,3065 -0,0323 -0,0373 -0,6095 0
ATPK 2012 0,2768 -0,0933 -0,1110 0,1460 1 DEWA 2012 0,1168 -0,0448 -0,0942 0,0469 1 ARII 2013 -0,3982 -0,0761 -0,0336 -0,9100 0
BUMI 2013 -0,3963 0,0328 -0,0942 -0,5355 0 DEWA 2013 0,0839 -0,1557 -0,1415 -0,3845 0 PSAB 2013 -0,0118 -0,0354 -0,0327 -0,1339 0 ARII 2014 -0,2795 -0,0626 -0,0726 -0,6679 0
BYAN 2014 -0,1683 -0,0075 -0,1627 -0,2959 0 CITA 2014 0,1389 -0,0170 -0,1379 0,1783 1 PKPK 2014 0,1031 -0,0656 -0,0938 -0,0467 0 ARII 2015 -0,4423 -0,0553 -0,0738 -0,9115 0
ATPK 2015 0,2321 -0,0756 -0,0911 0,1324 1 BIPI 2015 -0,3266 -0,0061 -0,0279 -0,5537 0
BUMI 2015 -1,4531 -0,0028 -0,8295 -2,3930 0 CITA 2015 -0,0827 -0,0273 -0,1220 -0,2225 0 CKRA 2015 0,2400 -0,0566 -0,0556 0,2097 1 MITI 2015 0,3692 -0,2030 -0,7213 -00688 0 PKPK 2015 -0,0979 -0,2761 -0,3617 -1,0919 0 SMMT 2015 -0,0567 -0,0237 -0,0850 -0,1676 0 SMRU 2015 -0,1647 -0,0958 -0,1070 -0,5910 0 ARII 2016 -0,5127 -0,0543 -0,0772 -1,0243 0
ATPK 2016 -0,0454 -0,1773 -0,1816 -0,6709 0 BUMI 2016 -0,0758 -0,0017 0,0388 -0,1257 0 PKPK 2016 -0,1616 -0,0937 -0,0871 -0,5788 0 SMMT 2016 -0,0941 -0,0054 -0,0287 -0,1677 0 CITA 2016 0,0417 -0,0065 -0,0973 0,0534 1 DKFT 2016 0,1009 -0,0391 -0,0441 0,0395 1 SMRU 2016 0,3952 -0,0732 -0,0931 0,4094 1 MITI 2016 0.3692 -0,0676 -0,1018 0,3856 1
Sumber: Data Diolah, Microsoft Excel
102
Tabel 4.28
Hasil Perhitungan G-score Kategori 1 (Non Distress)
KODE TAHUN WCTA EBITTA ROA G-
SCORE KET ITMG 2012 0,3567 0,3745 0,2897 1,8661 1 ADRO 2012 0,0769 0,1250 0,0573 0,5574 1 PTBA 2012 0,5458 0,2823 0,2286 1,8650 1 ITMG 2013 0,2670 0,2424 0,1656 1,2697 1 CTTH 2013 0,0519 0,0949 0,0015 0,4144 1 DOID 2013 0,1128 0,0590 -0,0271 0,3927 1 PTBA 2013 0,3613 0,1844 0,1588 1,2278 1 CTTH 2014 0,0599 0,0025 0,0028 0,1130 1 ITMG 2014 0,1571 0,1805 0,1531 0,8777 1 PTBA 2014 0,2594 0,1560 0,1363 0,9633 1 PTRO 2014 0,1482 0,0857 0,0048 0,5420 1 CTTH 2015 0,2467 0,0171 0,0032 0,4711 1 ADRO 2015 0,1071 0,0557 0,0253 0,3717 1 PTRO 2015 0,1181 0,0229 -0,0298 0,2788 1 KKGI 2015 0,2153 0,0928 0,0576 0,6763 1 TINS 2015 0,2635 0,0088 0,0109 0,4702 1 ITMG 2015 0,1935 0,1643 0,0536 0,8836 1 DOID 2015 0,2468 0,1053 -0,0100 0,7714 1 PTBA 2015 0,1584 0,1429 0,1206 0,7523 1 GEMS 2015 0,3400 0,0254 0,0057 0,6531 1 INCO 2015 0,1972 0,0308 0,0221 0,4357 1 ITMG 2016 0,2481 0,1724 0,1080 1,0008 1 PTBA 2016 0,1780 0,1362 0,1090 0,7621 1 CTTH 2016 0,1917 0,0326 0,0256 0,4327 1 ADRO 2016 0,1454 0,0901 0,0522 0,5517 1 DOID 2016 0,0907 0,1385 0,0420 0,6264 1 GEMS 2016 0,3959 0,1356 0,0926 1,1197 1 PTRO 2016 0,2015 0,0409 -0,0199 0,4777 1 MEDC 2016 0,0761 0,0425 0,0520 0,2753 1 TINS 2016 0,2280 0,0521 0,0296 0,5590 1
Sumber: Data Diola, Microsoft Excel
103
Dari hasil perhitungan pada tabel 4.27 dan 4.28, dapat dilihat bahwa
pada nilai G-score pada kategori 0 (distress) yang memiliki nilai cutoff >
0,02 yaitu ada 9 sampel dan sisanya sebanyak 21 sampel memiliki nilai
cutoff ≤ 0,02 Pada kategori 1 (non distress) semua sampel memiliki nilai
cutoff > 0,02.
Dari hasil perhitungan tersebut, berikut ini adalah tabel yang
menunjukan hasil dari perhitungan tingkat akurasi dan tingkat kesalahan
model Grover:
Tabel 4.29
Tingkat Akurasi dan Kesalahan Model Grover
Rekap Prediksi Distress Non Distress Total
Kenyataan Distress 21 9 30
Non Distress 0 30 30 Total 21 39 60 Tingkat Akurasi 85% Type I 15% Type II 0%
Sumber: Data Diolah, Microsoft Excel
Pada tabel diatas dapat terlihat bahwa dari total 30 sampel pada
kategori 0 (distress), model Grover memprediksi 21 sampel mengalami
financial distress dan 9 sampel lainnya tidak mengalami financial
distress. Maka dari itu terdapat kesalahan model Grover yang
memprediksi 9 sampel tidak mengalami financial distress padahal pada
kenyataannya sampel mengalami financial distress. Sedangkan, dari 30
104
sampel yang masuk kategori 1 (non distress), model Grover memprediksi
bahwa semua sampel tidak mengalami financial distress.
Maka dapat ditarik disimpulkan bahwa model Grover memiliki jumlah
prediksi benar sebanyak 51 sampel, sedangkan prediksi salah sebanyak 9
sampel. Tingkat akurasi model Grover adalah 85%. Tingkat kesalahan
yang dimiliki model Grover untuk type I error yang dimiliki model
Grover sebesar 15%, sedangkan untuk type II error model Grover tidak
memiliki kesalahan karena semua sudah sesuai antara prediksi dan
kenyataan.
4. Model Springate
Model Springate memiliki nilai cutoff point sebesar 0,862, ini berarti
jika perusahaan memiliki score ≥ 0,862, maka perusahaan tersebut
diprediksi tidak akan mengalami financial distress. Sebaliknya, apabila
perusahaan memiliki score ≤ 0,862, maka perusahaan diprediksi
mengalami financial distress. Berikut adalah hasil perhitungan model
Springate pada kategori 0 (distress) dan kategori 1 (non distress) dengan
menggunakan Microsoft excel:
105
Tabel 4.30
Hasil Perhitungan S-score Kategori 0 (Distress)
KODE TAHUN WCTA EBITTA EBTCL TSTA S-SCORE KET
ARII 2012 -0,3065 -0,0323 -00930 0,3251 -0,4289 0 ATPK 2012 0,2768 -0,0933 -0,1618 1,2033 0,4480 0 DEWA 2012 0,1168 -0,0448 -4,2810 0,7623 -2,5062 0 ARII 2013 -0,3982 -0,0761 -0,0920 0,3628 -0,6669 0
BUMI 2013 -0,3963 0,0328 -0,1579 0,5065 -0,3160 0 DEWA 2013 0,0839 -0,1557 -0,5637 0,6070 -0,4982 0 PSAB 2013 -0,0118 -0,0354 -0,3909 0,0967 -0,3433 0 ARII 2014 -0,2795 -0,0626 -0,2035 0,1134 -0,6446 0
BYAN 2014 -0,1683 -0,0075 -0,3862 0,7129 -0,2115 0 CITA 2014 0,1389 -0,0170 -0,5128 0,0602 -0,1860 0 PKPK 2014 0,1031 -0,0656 -0,2443 0,2520 -0,1280 0 ARII 2015 -0,4423 -0,0553 -0,1355 0,0837 -0,8007 0
ATPK 2015 0,2321 -0,0756 -0,9003 0,1391 -0,4688 0 BIPI 2015 -0,3266 -0,0061 -0,0671 0,0067 -0,4849 0
BUMI 2015 -1,4531 -0,0028 -0,3728 0,0119 -2,1387 0 CITA 2015 -0,0827 -0,0273 -0,3625 0,0050 -0,4287 0 CKRA 2015 0,2400 -0,0566 -1,5762 0,0225 -0,8930 0 MITI 2015 0,3692 -0,2030 -1,6497 0,1260 -1,1815 0 PKPK 2015 -0,0979 -0,2761 -0,7527 0,1161 -1,4251 0 SMMT 2015 -0,0567 -0,0237 -0,3581 0,0076 -0,3797 0 SMRU 2015 -0,1647 -0,0958 -0,2508 0,2158 -0,5873 0 ARII 2016 -0,5127 -0,0543 -0,0942 0,0353 -0,8813 0
ATPK 2016 -0,0454 -0,1773 -1,2678 0,0064 -1,4374 0 BUMI 2016 -0,0758 -0,0017 -0,0123 0,0075 -0,1089 0 PKPK 2016 -0,1616 -0,0937 -0,2537 0,0533 -0,6437 0 SMMT 2016 -0,0941 -0,0054 -0,2241 0,0410 -0,2704 0 CITA 2016 0,0417 -0,0065 -0,3797 0,1784 -0,1449 0 DKFT 2016 0,1009 -0,0391 -0,2522 0,0001 -0,1553 0 SMRU 2016 0,3952 -0,0732 -0,5991 0,2385 -0,0111 0 MITI 2016 0,3692 -0,0676 -0,1665 0,1039 0,2039 0
Sumber: Data Diolah, Microsoft Excel
106
Tabel 4.31
Hasil Perhitungan S-score Kategori 1 (Non Distress)
KODE TAHUN WCTA EBITTA EBTCL TSTA S-SCORE KET
ITMG 2012 0,3567 0,3745 1,3526 1,6355 3,1603 1 ADRO 2012 0,0769 0,1250 0,7937 0,5562 1,2300 1 PTBA 2012 0,5458 0,2823 2,2091 0,9108 3,3986 1 ITMG 2013 0,2670 0,2424 0,8566 1,5650 2,2826 1 CTTH 2013 0,0519 0,0949 0,0090 0,7365 0,6593 0 DOID 2013 0,1128 0,0590 -0,0940 0,6424 0,5225 0 PTBA 2013 0,3613 0,1844 1,0886 0,9599 2,1381 1 CTTH 2014 0,0599 0,0025 0,0026 0,5634 0,3126 0 ITMG 2014 0,1571 0,1805 0,7195 1,4860 1,8275 1 PTBA 2014 0,2594 0,1560 0,7484 0,8829 1,6632 1 PTRO 2014 0,1482 0,0857 0,2047 0,7439 0,8885 1 CTTH 2015 0,2467 0,0171 0,0234 0,3645 0,5346 0 ADRO 2015 0,1071 0,0557 0,6160 0,4505 0,8970 1 PTRO 2015 0,1181 0,0229 -0,1054 0,4862 0,3488 0 KKGI 2015 0,2153 0,0928 0,5223 1,1265 1,3602 1 TINS 2015 0,2635 0,0088 0,0561 0,7408 0,7028 0 ITMG 2015 0,1935 0,1643 0,4904 1,3488 1,6191 1 DOID 2015 0,2468 0,1053 -0,0565 0,6800 0,8788 1 PTBA 2015 0,1584 0,1429 0,5411 0,8129 1,3269 1 GEMS 2015 0,3400 0,0254 0,0239 0,9554 0,9179 1 INCO 2015 0,1972 0,0308 0,4702 0,3449 0,7992 0 ITMG 2016 0,2481 0,1724 0,8039 1,1304 1,8345 1 PTBA 2016 0,1780 0,1362 0,5348 0,7568 1,3054 1 CTTH 2016 0,1917 0,0326 0,1644 0,3384 0,5931 0 ADRO 2016 0,1454 0,0901 0,8479 0,3870 1,1800 1 DOID 2016 0,0907 0,1385 0,2768 0,6928 1,0030 1 GEMS 2016 0,3959 0,1356 0,9076 1,0177 1,9372 1 PTRO 2016 0,2015 0,0409 -0,1285 0,5322 0,5156 0 MEDC 2016 0,0761 0,0425 0,3025 0,1669 0,4957 0 TINS 2016 0,2280 0,0521 0,1356 0,7298 0,8378 0
Sumber: Data Diolah, Microsoft Excel
107
Pada tabel 4.30 dan 4.31, dapat dilihat bahwa pada nilai S-score
pada kategori 0 (distress) semua sampel memiliki nilai cutoff ≤ 0,862.
Pada kategori 1 (non distress) yang memiliki nilai cutoff ≤ 0,862 yaitu
ada 11 sampel, dan sisanya sebanyak 19 sampel memiliki nilai cutoff ≥
0,862.
Dari hasil perhitungan tersebut, berikut ini adalah tabel yang
menunjukan hasil dari perhitungan tingkat akurasi dan tingkat
kesalahan model Springate:
Tabel 4.32
Tingkat Akurasi dan Kesalahan Model Springate
Rekap Prediksi Distress Non Distress Total
Kenyataan Distress 30 0 30
Non Distress 11 19 30 Total Tingkat Akurasi 81,67% Type I 0% Type II 18,30%
Sumber: Data Diolah, Microsoft Excel
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa dari 30 sampel yang masuk
kategori 0 (distress), model Springate memprediksi bahwa semua
perusahaan akan mengalami financial distress sesuai dengan
kategorinya. Sedangkan, dari kategori 1 (non distress), model
Springate memprediksi 11 diantaranya akan mengalami financial
distress dan 19 sampel lainnya tidak akan mengalami financial
108
distress. Ini berarti bahwa ada kesalahan dari model Springate yang
memprediksi 11 sampel akan mengalami financial distress, padahal
kenyataannya sampel tersebut masuk dalam kategori 1 (non distress).
Secara menyeluruh, dapat disimpulkan bahwa dari 60 sampel
model Springate memiliki jumlah prediksi benar sebanyak 49 sampel,
sedangkan tingkat kesalahannya berjumlah 11 sampel. Maka dari itu
tingkat akurasi model Zmijewski adalah 81,67%. Dan tingkat
kesalahan untuk type I error adalah sebesar 0% dan tingkat kesalahan
untuk type II error adalah sebesar 18,30%. Dari analisis yang telah
dilakukan, berikut adalah tabel yang merangkum hasil dari tingkat
akurasi dan kesalahan model financial distress:
Tabel 4.33
Rangkuman Hasil Tingkat Akurasi dan Kesalahan
Hasil Model Altman Zmijewski Grover Springate
Tingkat Akurasi 75% 56,67% 85% 81,67% Type I Error 8,33% 35% 15% 0% Type II Error 16,67% 8,33% 0% 18,30%
Sumber: Data Diolah, Microsoft Excel
F. Pembahasan
Berdasarkan hasil uji regresi logistik dari masing-masing model prediksi
yang telah dilakukan, untuk menjawab permasalahan hipotesis pertama dari
keseluruhan hasilnya menyatakan bahwa H01 ditolak, dan Ha1 diterima.
Artinya adalah model Altman Modifikasi, Zmijewski, Grover, dan Springate 109
layak digunakan dalam prediksi kondisi financial distress pada perusahaan
sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dengan melihat
nilai sig dari Hosmer and Lemeshow (sig > 0,05), seluruh model memiliki
nilai sig lebih dari nilai α = 0,05.
Setelah seluruh model dinyatakan layak memprediksi kondisi financial
distress, selanjutnya adalah mengetahui tingkat akurasi dan kesalahan dari
masing-masing model prediksi. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat akurasi
dan kesalahan pada tabel 4.33 menyatakan bahwa Ha2 diterima dan H02
ditolak, artinya bahwa terdapat perbedaan tingkat akurasi dan kesalahan dari
Model Altman Modifikasi, Zmijewski, Grover dan Springate dalam
memprediksi kondisi financial distress pada sektor pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Adanya perbedaan tingkat akurasi dan
kesalahan model dikarenakan setiap model memiliki nilai cutoff point yang
berbeda-beda dengan menggunakan rasio yang berbeda beda pula.
Tingkat akurasi tertinggi diperoleh oleh model Grover dengan nilai sebesar
85%, dan tingkat kesalahan masing-masing sebesar 15% dan 0% untuk type I
error dan type II error. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Aminian, dkk (2016), bahwa dilihat dari
tingkat akurasi dan kesalahannya, model Grover adalah model prediksi
terbaik untuk memprediksi financial distress dibandingkan dengan model
Altman, Zmijewski dan Springate. Dengan melihat nilai Nagelkerke R Square
dari Model Grover yaitu sebesar 83,4% yang menunjukan bahwa kemampuan
ketiga variabel model Grover dalam menjelaskan varians financial distress 110
adalah sebesar 83,4% dan sisanya sebesar 16,6% dijelaskan oleh faktor lain.
Ketepatan tingkat akurasi ini juga didukung oleh banyak variabel yang
signifikan terhadap kondisi financial distress, dari tiga variabel yang ada
seluruhnya memiliki pengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress
yaitu pertama variabel WCTA artinya perusahaan pada sampel kategori 0
(distress) memiliki modal kerja yang negatif maka akan menghambat
perusahaan dalam menghasilkan output yang maksimalkan sehingga input
yang didapat akan rendah yang akan menyebabkan perusahaan memiliki laba
negatif yang artinya perusahaan memiliki probabilitas mengalama financial
distress. Sedangkan perusahaan dengan kategori 1 (non distress) memiliki
modal kerja yang positif maka nantinya akan mampu menjalankan kegiatan
operasional sehingga output yang dihasilkan perusahaan akan maksimal dan
input yang didapat juga akan tinggi. Input yang tinggi membuat laba
perusahan juga positif sehingga perusahaan akan terhindar dari kesulitan
keuangan atau financial distress.
Variabel kedua yaitu EBITTA artinya perusahaan dengan sampel kategori
0 (distress) memiliki aktiva yang tidak mampu menghasilkan pendapatan
sebelum pajak dan bunga. Perusahaan tidak efektif dan efisiensi dalam
pengelolaan seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan laba
sebelum pajak dan bunga. Yang nantinya perusahaan akan melakukan
pinjaman hutang untuk menutupi seluruh aktiva yang telah digunakan untuk
kegiatan operasional untuk digunakan dalam masa periode berikutnya.
Apabila nanti hutang tersebut terus membesar daan akan menyebabkan 111
financial distress. Sedangkan perusahaan dengan kategori 1 (non distress)
memiliki aktiva yang mampu meghasilkan pendapatan sebelum pajak. Artinya
perusahaan semakin efektif dan efisien dalam melakukan pengelolaan seluruh
aktiva yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum pajak.
Maka perusahaan akan terhindar dari kondisi financial distress.
Variabel terakhir dalam model Grover yaitu variabel ROA pengukuran
perolehan laba bergantung pada aktiva perusahaan yang dimiliki. Pada sampel
perusahaan kategori 0 (distress) perusahaan tidak mampu mengelola aktiva
untuk menghasilkan laba. Aktiva yang banyak dan tidak mampu dikelola
salah satunya adalah perusahaan memiliki aktiva tetap dalam jumlah yang
banyak, namun sedikit memiliki aktiva lancar. Hal yang seharusnya dilakukan
perusahaan mengelola aktiva tetap dengan cara melakukan investasi. Dimana
nilai rasio akan rendah menunjukan profitabilitas yang rendah juga, nantinya
akan memicu terjadinya financial distress. Sedangkan perusahaan kategori 1
(non distress) memiliki rasio yang tinggi itu artinya seluruh aktiva yang
dipergunakan untuk operasi mampu memberikan laba bagi perusahaan.
Apabila nilai ROA meningkat, berarti profitabilitas perusahaan akan
meningkat pula. Dengan meningkatnya profitabilitas maka akan
meningkatkan pula laba perusahaan sehingga perusahaan tidak akan
mengalami kesulitan keuangan.
Lalu, setelah model Grover, tingkat akurasi kedua diperoleh oleh model
Springate dengan nilai sebesar 81,67%, tingkat kesalahan model Springate
type I error sebesar 0% dan type II error sebesar 18,30%. Dengan melihat 112
nilai Nagelkerke R Square dari Model Springate yaitu sebesar 64,6% yang
menunjukan bahwa kemampuan keempat variabel model Springate dalam
menjelaskan varians financial distress adalah sebesar 64,6% dan sisanya
sebesar 35,4% dijelaskan oleh faktor lain. Ketepatan tingkat akurasi ini juga
didukung oleh banyak variabel yang signifikan terhadap kondisi financial
distress, dari empat variabel yang ada satu variabel memiliki pengaruh
terhadap kondisi financial distress yaitu variabel TSTA, yaitu apabila rasio ini
meningkat maka semakin kecil kemungkinan terjadinya financial distress,
karena apabila penjualan yang dihasilkan dari total aktiva banyak maka
keuntungan yang dihasilkan perusahaan juga akan meningkat, artinya
perusahaan mampu mengelola aset dengan baik dan benar untuk
meningkatkan penjualan, sehingga probabilitas untuk mengalami financial
distress juga akan sedikit.
Tingkat akurasi ketiga diperoleh oleh model Altman Modifikasi dengan
nilai sebesar 75% dengan tingakt kesalahan type I error sebesar 8,33% dan
type II error sebesar 16,67%. Dengan melihat nilai Nagelkerke R Square dari
Model Altman Modifikasi yaitu sebesar 60,2% yang menunjukan bahwa
kemampuan ketiga variabel model Altman Modifikasi dalam menjelaskan
varians financial distress adalah sebesar 60,2% dan sisanya sebesar 39,8%
dijelaskan oleh faktor lain. Ketepatan tingkat akurasi ini juga didukung oleh
banyak variabel yang signifikan terhadap kondisi financial distress, dari
empat variabel yang ada dua diantaranya memiliki pengaruh terhadap kondisi
113
financial distress, yaitu variabel WCTA dan BVEBVD. Variabel BVEBVD
rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
melakukan pembayaran hutang dengan menggunakan nilai buku ekuitas atau
modal. Apabila perusahaan sedang mengalami financial distress dikarena kan
salah satu faktornya adalah perusahaan tidak mampu membayar hutang yang
dimilikinya, sehingga perusahaan akan kesulitan mendapatkan dana kembali
dari pihak eksternal.
Tingkat akurasi terrendah adalah model Zmijewski, dengan nilai akurasi
hanya sebesar 56,67%, tingkat kesalahan type I error sebesar 35% dan type II
error sebesar 8,33%. Bertolak belakang dari penilitian yang dilakukan oleh
Khusein dan Galuh (2014), menyatakan bahwa tingkat akurasi model
Zmijewski memiliki tingkat akurasi tertinggi. Dengan melihat nilai
Nagelkerke R Square dari Model Zmijewski yaitu sebesar 51,1% yang
menunjukan bahwa kemampuan ketiga variabel model Zmijewski dalam
menjelaskan varians financial distress adalah sebesar 51,1% dan sisanya
sebesar 48,9% dijelaskan oleh faktor lain. Ketepatan tingkat akurasi ini juga
didukung oleh banyak variabel yang signifikan terhadap kondisi financial
distress, dari tiga variabel yang ada dua yang memiliki pengaruh terhadap
kondisi financial distress, yaitu variabel ROA dan CACL. Semakin besar
rasio ROA dan CACL maka probabilitas perusahaan mengalami financial
distress akan menurun. Rasio CACL adalah kemampuan perusahaan dalam
melakukan pembayaran kewajiban lancar dengan menggunakan aset lancar.
114
Kewajiban lancar yang seharusnya dibayar namun perusahaan tidak mampu
untuk melakukan pembayaran dengan menggunakan aktiva lancar makan
kewajiban tersebut akan menumpuk dan lama kelamaan akan menjadi besar
sehingga membuat perusahaan akan kesulitan dalam mendapatkan dana lebih
dari pihak eksternal, dan nantinya akan terganggu kegiatan operasional
perusahaan. Sehingga akan menyebabkan timbulnya kondisi financial
distress.
Maka dapat dikatakan dengan tingkat akurasi sebesar 85% model Grover
adalah model prediksi yang terbaik diantara ketiga model lainnya yang dapat
diterapkan di perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
115
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian dengan
menggunakan uji regresi binari logistik mengenai perbandingan tingkat
akurasi model prediksi financial distress pada perusahaan pertambangan
adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menyatakan bahwa model Altman, Zmijewski, Grover dan
Springate layak digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress
pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI. Dan melihat nilai
Nagelkerke R Square dari nilai tertinggi hingga terendah yaitu model
Grover, Springate, Altman, dan Zmijewski.
2. Hasil penelitian menyatakan bahwa dari keempat model prediksi yang
diuji, model prediksi terbaik yang memiliki tingkat akurasi tertinggi
dengan tingkat kesalahan yang terendah adalah model Grover pada
peringkat pertama. Di peringkat kedua ada model Springate. Di peringkat
ketiga ada model Altman, dan di peringkat terakhir ada model Zmijewski.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, penulis mengemukakan saran untuk menjadi
bahan pertimbangan di penelitian selanjutnya, diantaranya:
1. Penelitian ini hanya menggunakan model prediksi Altman Modifikasi,
Zmijewski, Grover, dan Springate Diharapkan untuk penelitian 116
selanjutnya menambahkan atau menguji model prediksi lain seperti
Ohlson atau Foster dan model prediksi lainnya untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik.
2. Terdapat beberapa variabel dari masing-masing model prediksi yang tidak
memiliki pengaruh terhadap kondisi financial distress. Maka sebaiknya
bagi penelitian selanjutnya diperlukan referensi dan pemahaman yang
lebih dalam menerapkan model prediksi.
3. Model prediksi yang terbaik hanya dapat diterapkan pada perusahaan
sektor pertambangan saja. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat
mampu mencari model prediksi terbaik di berbagai sektor yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia.
4. Memperluas periode waktu sampel agar dapat melihat kondisi financial
distress pada perusahaan pertambangan lebih lengkap.
117
DAFTAR PUSTAKA
Altman, Edward I. “Financial Ratios, Discriminant Analysis and The Prediction of Corporate Bankrupty”. The Journal of Finance. vol. 23 No. 4. 1968. pp. 589-609.
Amanah, Lailatul. 2014. “Hubungan Antara Financial Distress Terhadap Earning
Management”. Vol. 3, No. 4. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA). Vol. 3, No. 4. 2014.
Aminian, Abolfazl dkk. “Investigate the Ability of Bankruptcy Prediction Models
of Altman and Springate and Zmijewski and Grover in Tehran Stock Exchange”. Payame Noor University. Vol. 7 No.4. 2016.
Ardiyanto, Feri Dwi dan Prasetiono. “Prediksi Rasio Keuangan Terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI”. Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis. Vol. 8 No. 1. 2011.
Arikunto, S. “Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal”. Jakarta: PT.
Rineka Cipta. 2002. Brigham, Eugene F. dan Houston, Joel F. “Dasar-dasar Manajemen Keuangan”.
Jakarta: Salemba Empat, 2001. Baridwan, Zaki. “Sistem Informasi Akuntansi”. Yogyakarta: YKPN. 1995. Brahmana, Rayenda K. “Identifying Financial Distress Condition in Indonesia
Manufacture Industry”. Birmingham Business School. University of Birmingham, United Kingdom. 2007.
Fitriyah, Ida dan Hariyati. “Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Financial
Distress Pada Perusahaan Properti dan Real Estate”. Jurnal Ilmu Manajemen. Vol. 1, No. 3. 2013.
Gamayuni, Rindu Rika. “Analisis Ketepatan Model Altman Sebagai Alat untuk Memprediksi Kebangkrutan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur di BEI)”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 16 No. 2. 2011.
Gunawan, Barbara dkk. “Perbandingan Prediksi Financial Distress Dengan
Model Altman, Grover, dan Zmijewski”. Jurnal Akuntansi dan Investasi Vol. 18 No. 1. Januari 2017. hlm 119-127.
118
Hanafi, Mamduh M dan Abdul Halim. “Analisis Laporan Keuangan”. Edisi Kedua, Yogyakarta: STIE YKPN. 2005.
Harahap, Sofyan Safri. “Teori akuntasi Laporan Keuangan”. Jakarta: Bumi
Aksara. 2002. Harahap, Sofyan Safri. “Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan”. Jakarta:
Rajawali Pers. 2010. Kasmir. “Analisis Laporan Keuangan”. Jakarta: Rajawali pers. 2009. Kasmir. “Pengantar Manajemen Keuangan”. Jakarta: Penerbit Prenada
Media Group. 2010. Khusein, M. Fakhri. “Precision of the models of Altman, Springate,Zmijewski, and
Grover for predicting the financial distress”. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Vol. 17 No. 3. 2014.
Kodrat, David Sukardi dan Christian Herdinata, “Manajemen Keuangan Bases on
Empirical Research”. Surabaya: Graha Ilmu. 2009. Kutum, Imad. “Predicting the Financial Distress of Non-Banking Companies
Listed on the Palestine Exchange (PEX)”. Vol. 10 No. 2. 2015. Manalu, Sahala dkk, “Financial Distress Analysis With Altman Z-score Approach
and Zmijewski X-score on Shipping Service Company”. Journal of Applied Management. Vol. 15 No. 4. Desember 2017.
Meiliawati, Anggi. “Analisis Perbandingan Model Springate dan Altman Z-score
Terhadap Potensi Financial Distress (Studi Kasus Pada Perusahaan Sektor Kosmetik yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”. Jurnal Akuntansi dan Pendidikan. Vol. 5 No. 1. April 2016.
Mochamad, Irfan dan Tri Yuniati, “Analisis Financial Distress Dengan
Pendekatan Altman Z-score Untuk memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Telekomunikasi”. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen. Vol. 3 No. 1. 2014.
Munawir, S. “Analisis Laporan Keuangan”. Yogyakarta: Liberty. 2002. Novietta, Liza, dan Kersna Minan. “Komparasi Model Kebangkrutan Pada
Perusahaan Tekstil dan Garmen yang Terdaftar di Bursa Efek Inonesia”. Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol. 3 No. 1. 2017.
119
Permana, Randy Kurnia dkk. “Prediksi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol. 7 No. 2 Oktober 2017. hlm 149-166.
Prihanthini, Ni Made Evi Dwi dan Maria M. Ratna Sari. “Prediksi Kebangkrutan
Dengan Model Grover, Altman Z-score, Springate, dan Zmijewski Pada Perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indonesia”. E-Jurnal Akunransi Universitas Udayana. Vol. 5 No. 2. 2013. hlm. 417-435.
Primasari, Niken Savitri. “Analisis Altman Z-score, Grover Score, Springate dan
Zmijewski Sebagai Signaling Financial Distress”. Accounting and Management Journal. Vol. 1 No. 1. Juli 2017.
Ramadhani, Ayu Suci dan Niki Lukviarman, “Perbandingan Analisis Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi daan Altman Modifikasi Dengan Ukuran Umur Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas”, Jurnal Siasat Bisnis, Vol. 13 No. 1 April 2009. hlm. 15-28.
Saleh, Amir dan Bambang Sudiyatno. “Pengaruh Rasio Keuangan Untuk
Memprediksi Profitabilitas Kebangkrutan Pada Perusahaan Manufaktur”. Jurnal Dinamika Akuntasi, keuangan, dan Perbankan. Vol. 2, No. 1. 2013.
Sarwono, Jonathan. “Statistika Multivariat Aplikasi Untuk Riset Penelitian”.
Yogyakarta: ANDI. 2013.
Sekaran, Umar.. “Research Methods For Business”. Jakarta: Salemba Empat. 2015.
Springate, Gord L.V. “Predicting The Possibility of Failure in a Canadian Firm”. Simoon Fraser University. 1978.
Sunyoto, D. “Analisis Laporan Keuangan Untuk Bisnis (Teori dan Kasus)”. Yogyakarta: CAPS. 2013.
Supranto, J. “Statistika Teori dan Aplikasi”. (Edisi Ketujuh, Jakarta: Erlangga. 2008.
Wibisono, Rizky Teguh, dkk. “Analisis Tingkat Kebangkrutan Model Altman,
Foster, dan Springate Pada Perusahaan Property and Real Estate Go Public di Bursa Efek Indonesia”. JOM FEKON. Vol. 1 No. 2 Oktober 2014.
Widarjono, Agus. “Analisis Statistika Multivariat Terapan”. Yogyakarta: Unit Penerbit. 2010.
120
Widhiari, Ni Luh Made Ayu dan Ni K. Lely Aryani Merkusiwati.. “Pengaruh Rasio Likuiditas, Laverage, Operating Capacity, dan Sales Growth terhadap Financial Distress”, Jurnal Akuntansi. Universitas Udayana. 2015.
Widiyawati, Anita Tri, dkk. “analisis Rasio Keuangan Altman Modifikasi pada Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di BEI”. Jurnal Akuntansi dan Pendidikan. Vol. 4 No. 3. Oktober 2015.
Wulandari, Veronita dkk. “Analisis Perbandingan Model Altman, Springate, Ohlson, Fulmer, CA-Score dan Zmijewski Dalam Memprediksi Financial Distress”. JOM FEKON. Vol. 1 No. 2 Oktober 2014.
Zmijewski, M.E. “Methodological Issues Relate to the Estimation of Financial of
Financial Distress Prediction Models”. Journal of Accounting Research. Vol. 22: 59-71. 1984.
https://www.sahamok.com/emiten/sektor-pertambangan/ diakses tanggal 8
Februari 2018
https://www.bi.go.id/id/publikasi/kebijakanmoneter/outlookekonomi/Documents KrisisEkonomiGlobaldanampaknyaterhadapPerekon.pdf. Diakses tanggal 16 Januari 2018.
www.setneg.go.id diakses tanggal 16 Januari 2018 www.bps.go.id diakses 30 Maret 2018 https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/04/12/2018pertumbuhanekonom
-ditargetkan54-61-persen diakses 30 Maret 2018.
www.dpr.go.id/.../apbn__Pertumbuhan_Ekonomi_Indonesia_Tahun_2015_Dan Kinerja_Tahun_201420150129111043 diakses tanggal 19 Januari 2018
https://ekonomi.kompas.com/read/2016/06/08/150000126/PwC.40.Perusahaan.T
mbang.DuniaAlami.Kerugian.Sekitar.Rp.364.5.Triliun diakses 17 januari 2018.
http://www.idx.co.id/perusahaan-tercatat/laporan-keuangan-dan-tahunan/ diakses
8 februari 2018
121
LAMPIRAN
Lampiran 1: Daftar Total Assets
KODE TAHUN TA_0 KODE TAHUN TA_1 ARII 2012 2.903.711.340 ITMG 2012 14.420.136.080
ATPK 2012 150.829.602 ADRO 2012 64.968.421.248 DEWA 2012 4.266.431.066 PTBA 2012 12.728.981.000 ARII 2013 3.952.212.500 ITMG 2013 16.968.794.460
BUMI 2013 85.412.659.462 CTTH 2013 326.960.068 DEWA 2013 4.460.419.163 DOID 2013 13.192.616.853 PSAB 2013 9.822.796.088 PTBA 2013 11.677.155.000 ARII 2014 4.239.362.500 CTTH 2014 366.053.299
BYAN 2014 14.451.004.546 ITMG 2014 16.263.409.120 CITA 2014 2.790.120.638 PTBA 2014 14.812.023.000 PKPK 2014 303.255.720 PTRO 2014 6.089.870.640 ARII 2015 5.020.948.940 CTTH 2015 605.667.034
ATPK 2015 1.773.314.414 ADRO 2015 82.753.439.552 BIPI 2015 20.534.261.164 PTRO 2015 5.567.641.752
BUMI 2015 47.139.736.585 KKGI 2015 1.359.381.027 CITA 2015 2.795.962.339 TINS 2015 9.279.683.000 CKRA 2015 982.635.337 ITMG 2015 16.255.517.585 MITI 2015 248.928.487 DOID 2015 11.551.983.695 PKPK 2015 170.598.584 PTBA 2015 16.894.043.000 SMMT 2015 712.785.113 GEMS 2015 5.280.697.309 SMRU 2015 2.512.732.184 INCO 2015 31.581.265.156 ARII 2016 4.460.843.995 ITMG 2016 16.254.765.312
ATPK 2016 1.585.848.521 PTBA 2016 18.576.774.000 BUMI 2016 41.919.943.468 CTTH 2016 815.982.000 PKPK 2016 157.702.767 ADRO 2016 88.135.258.841 SMMT 2016 636.742.340 DOID 2016 11.922.205.101 CITA 2016 2.726.213.720 GEMS 2016 5.395.015.950 DKFT 2016 1.976.253.284 PTRO 2016 5.252.617.175 SMRU 2016 2.424.206.046 MEDC 2016 48.608.025.838 MITI 2016 229.448.521 TINS 2016 9.548.631.000
Sumber: Data diolah, Microsoft Excel
122
Lampiran 2: Daftar Variabel Kategori 0 (Distress)
KODE TAHUN WCTA RETA EBITTA BVEBVD ROA TDTA CACL EBTCL TSTA ARII 2012 -0,3065 -0,0190 -0,0323 3,0144 -0,0373 0,5175 0,3925 -0,0930 0,3251
ATPK 2012 0,2768 -1,3249 -0,0933 1,1023 -0,1110 0,7094 1,4035 -0,1618 1,2033 DEWA 2012 0,1168 0,1070 -0,0448 0,6811 -0,0942 0,3775 1,4109 -4,2810 0,7623 ARII 2013 -0,3982 -0,0517 -0,0761 1,1137 -0,0336 0,5794 0,2605 -0,0920 0,3628
BUMI 2013 -0,3963 -0,1488 0,0328 0,0415 -0,0942 1,0433 0,4119 -0,1579 0,5065 DEWA 2013 0,0839 -0,2699 -0,1557 0,6237 -0,1415 0,3927 1,2778 -0,5637 0,6070 PSAB 2013 -0,0118 0,0775 -0,0354 0,2724 -0,0327 0,6779 0,9043 -0,3909 0,0967 ARII 2014 -0,2795 -0,1138 -0,0626 0,4639 -0,0726 0,6835 0,3578 -0,2035 0,1134
BYAN 2014 -0,1683 -0,0782 -0,0075 1,9665 -0,1627 0,7800 0,6230 -0,3862 0,7129 CITA 2014 0,1389 0,3161 -0,0170 2,7664 -0,1379 0,4105 1,5214 -0,5128 0,0602 PKPK 2014 0,1031 0,1081 -0,0656 0,3373 -0,0938 0,5161 1,2005 -0,2443 0,2520 ARII 2015 -0,4423 -0,1793 -0,0553 0,3117 -0,0738 0,7667 0,2050 -0,1355 0,0837
ATPK 2015 0,2321 -0,1675 -0,0756 1,4630 -0,0911 0,4306 3,2638 -0,9003 0,1391 BIPI 2015 -0,3266 -0,0267 -0,0061 0,1259 -0,0279 0,7061 0,2401 -0,0671 0,0067
BUMI 2015 -1,4531 -0,9891 -0,0028 0,0209 -0,8295 1,8558 0,0990 -0,3728 0,0119 CITA 2015 -0,0827 0,2043 -0,0273 2,1068 -0,1220 0,5379 0,7543 -0,3625 0,0050 CKRA 2015 0,2400 -0,3866 -0,0566 6,2939 -0,0556 0,0413 7,5358 -1,5762 0,0225 MITI 2015 0,3692 0,4056 -0,2030 1,3639 -0,7213 0,5544 1,8609 -1,6497 0,1260 PKPK 2015 -0,0979 -0,1608 -0,2761 0,3445 -0,3617 0,5105 0,8064 -0,7527 0,1161 SMMT 2015 -0,0567 -0,0504 -0,0237 1,7172 -0,0850 0,4401 0,7590 -0,3581 0,0076 SMRU 2015 -0,1647 -0,1969 -0,0958 2,1001 -0,1070 0,5637 0,6592 -0,2508 0,2158
123
ARII 2016 -0,5127 -0,2653 -0,0543 0,4214 -0,0772 0,8299 0,1772 -0,0942 0,0353 ATPK 2016 -0,0454 -0,3689 -0,1773 1,3167 -0,1816 0,5352 0,6881 -1,2678 0,0064 BUMI 2016 -0,0758 -1,0604 -0,0017 0,1280 0,0388 1,8977 0,6924 -0,0123 0,0075 PKPK 2016 -0,1616 -0,2606 -0,0937 0,3412 -0,0871 0,5575 0,7069 -0,2537 0,0533 SMMT 2016 -0,0941 -0,0823 -0,0054 1,8366 -0,0287 0,4013 0,2656 -0,2241 0,0410 CITA 2016 0,0417 0,1140 -0,0065 1,7204 -0,0973 0,6468 1,1623 -0,3797 0,1784 DKFT 2016 0,1009 -0,0342 -0,0391 2,8438 -0,0441 0,3351 1,6296 -0,2522 0,0000 SMRU 2016 0,3952 -0,2915 -0,0732 2,9046 -0,0931 0,6036 3,3629 -0,5991 0,2385 MITI 2016 0,3692 -0,6784 -0,0676 0,5502 -0,1018 0,6201 1,7033 -0,1665 0,1039
Sumber: Data diolah, Microsoft Excel
124
Lampiran 3: Daftar Variabel Kategori 1 (Non Distress)
KODE TAHUN WCTA RETA EBITTA BVEBVD ROA TDTA CACL EBTCL TSTA ITMG 2012 0,3567 0,4087 0,3745 9,9325 0,2897 0,3278 2,2171 1,3526 1,6355 ADRO 2012 0,0769 0,1594 0,1250 1,4169 0,0573 0,5525 1,5723 0,7937 0,5562 PTBA 2012 0,5458 0,5822 0,2823 8,2372 0,2286 0,3318 4,9237 2,2091 0,9108 ITMG 2013 0,2670 0,4101 0,2424 6,1687 0,1656 0,3076 1,9919 0,8566 1,5650 CTTH 2013 0,0519 -1,3829 0,0949 0,3180 0,0015 0,7577 1,0790 0,0090 0,7365 DOID 2013 0,1128 -0,0850 0,0590 0,0612 -0,0271 0,9368 1,4066 -0,0940 0,6424 PTBA 2013 0,3613 0,6931 0,1844 5,6967 0,1588 0,3533 2,8659 1,0886 0,9599 CTTH 2014 0,0599 -1,2324 0,0025 0,2885 0,0028 0,7808 1,0867 0,0026 0,5634 ITMG 2014 0,1571 0,3868 0,1805 3,4168 0,1531 0,3126 1,5640 0,7195 1,4860 PTBA 2014 0,2594 0,6215 0,1560 4,6899 0,1363 0,4146 2,0751 0,7484 0,8829 PTRO 2014 0,1482 0,3408 0,0857 0,2607 0,0048 0,5877 1,6447 0,2047 0,7439 CTTH 2015 0,2467 -0,7340 0,0171 0,2177 0,0032 0,5229 1,8781 0,0234 0,3645 ADRO 2015 0,1071 0,2328 0,0557 0,4552 0,0253 0,4373 2,4039 0,6160 0,4505 PTRO 2015 0,1181 0,3414 0,0229 0,0904 -0,0298 0,5809 1,5525 -0,1054 0,4862 KKGI 2015 0,2153 0,9609 0,0928 1,3979 0,0576 0,2210 2,2195 0,5223 1,1265 TINS 2015 0,2635 0,5572 0,0088 0,9623 0,0109 0,4212 1,8154 0,0561 0,7408 ITMG 2015 0,1935 0,3755 0,1643 1,3639 0,0536 0,2918 1,8018 0,4904 1,3488 DOID 2015 0,2468 -0,1096 0,1053 0,0431 -0,0100 0,8978 3,0025 -0,0565 0,6800 PTBA 2015 0,1584 0,6033 0,1429 1,3707 0,1206 0,4502 1,5435 0,5411 0,8129 GEMS 2015 0,3400 0,0707 0,0254 4,7194 0,0057 0,3304 2,7943 0,0239 0,9554 INCO 2015 0,1972 0,6202 0,0308 0,3865 0,0221 0,1988 4,0402 0,4702 0,3449
125
ITMG 2016 0,2481 0,4403 0,1724 4,6935 0,1080 0,2499 2,2568 0,8039 1,1304 PTBA 2016 0,1780 0,6118 0,1362 3,5893 0,1090 0,4320 1,6558 0,5348 0,7568 CTTH 2016 0,1917 -0,5196 0,0326 0,3271 0,0256 0,3689 1,8938 0,1644 0,3384 ADRO 2016 0,1454 0,2495 0,0901 1,4662 0,0522 0,4195 2,4710 0,8479 0,3870 DOID 2016 0,0907 -0,0617 0,1385 0,4157 0,0420 0,8567 1,3647 0,2768 0,6928 GEMS 2016 0,3959 0,1179 0,1356 9,8608 0,0926 0,2985 3,7743 0,9076 1,0177 PTRO 2016 0,2015 0,3489 0,0409 0,2439 -0,0199 0,5668 2,1586 -0,1285 0,5322 MEDC 2016 0,0761 0,1755 0,0425 0,1203 0,0520 0,7524 1,3180 0,3025 0,1669 TINS 2016 0,2280 0,5647 0,0521 2,0556 0,0296 0,4079 1,7110 0,1356 0,7298
Sumber: Data diolah, Microsoft Excel
126
Lampiran 4: Daftar Perusahaan Distress
No. Nama Perusahaan Kode Tahun
Net Operating
Income 1 Atlas Resources Tbk ARII 2012 -128.701.150 2 Bara Jaya International Tbk ATPK 2012 -14.066.092 3 Darma Henwa Tbk DEWA 2012 -261.693.040 4 Atlas Resources Tbk ARII 2013 -320.626.490 5 Bumi Resources Tbk BUMI 2013 -43.268.671 6 Darma Henwa Tbk DEWA 2013 -759.038.912 7 J Resources Asia Pasific Tbk PSAB 2013 -380.541.440 8 Atlas Resources Tbk ARII 2014 -283.155.860 9 Bayam Resources Tbk BYAN 2014 -115.645.001 10 Cita Mineral Investindo Tbk CITA 2014 -43.326.077 11 Perdana Karya Perkasa Tbk PKPK 2014 -19.903.411 12 Atlas Resources Tbk ARII 2015 -258.975.240 13 Bara Jaya International Tbk ATPK 2015 -134.004.535 14 Benakat Integra Tbk BIPI 2015 -32.672.376 15 Bumi Resources Tbk BUMI 2015 -124.966.084 16 Cita Mineral Investindo Tbk CITA 2015 -76.351.293 17 Cakra Mineral Tbk CKRA 2015 -66.132.775 18 Mitra Investindo Tbk MITI 2015 -50.520.141 19 Perdana Karya Perkasa Tbk PKPK 2015 -47.094.043 20 Golden Eagle Energy Tbk SMMT 2015 -22.114.457 21 SMR Utama Tbk SMRU 2015 -232.503.272 22 Atlas Resources Tbk ARII 2016 -238.926.920 23 Bara Jaya International Tbk ATPK 2016 -281.173.272 24 Bumi Resources Tbk BUMI 2016 -71.793.593 25 Perdana Karya Perkasa Tbk PKPK 2016 -8.977.690 26 Golden Eagle Energy Tbk SMMT 2016 -25.476.145 27 Cita Mineral Investindo Tbk CITA 2016 -17.680.455 28 Central Omega Resources Tbk DKFT 2016 -77.341.814 29 SMR Utama Tbk SMRU 2016 -176.131.636 30 Mitra Investindo Tbk MITI 2016 -15.519.530
Sumber: www.idx.co.id (data diolah) , Microsoft Excel
127
Lampiran 5: Daftar Perusahaan Non Distress
No. Nama Perusahaan Kode Tahun
Net Operating
Income 1 Indo Tambangraya Megah Tbk ITMG 2012 7.443.978.540 2 Adaro Energy Tbk ADRO 2012 8.119.615 3 Tambang Batubara Bukit Asam Tbk PTBA 2012 3.593.510.000 4 Indo Tambangraya Megah Tbk ITMG 2013 4.498.541.750 5 Citatah Tbk CTTH 2013 9.713.397 6 Delta Dunia Makmur Tbk DOID 2013 850.378.232 7 Tambang Batubara Bukit Asam Tbk PTBA 2013 2.152.838.000 8 Citatah Tbk CTTH 2014 31.032.881 9 Indo Tambangraya Megah Tbk ITMG 2014 3.145.013.550 10 Tambang Batubara Bukit Asam Tbk PTBA 2014 2.310.198.000 11 Petrosea Tbk PTRO 2014 534.572.990 12 Citatah Tbk CTTH 2015 921.037 13 Adaro Energy Tbk ADRO 2015 4.609.163 14 Petrosea Tbk PTRO 2015 129.754.220 15 Resources Alam Indonesia Tbk KKGI 2015 121.936.614 16 Timah Tbk TINS 2015 81.497.000 17 Indo Tambangraya Megah Tbk ITMG 2015 2.580.448.060 18 Delta Dunia Makmur Tbk DOID 2015 1.167.196.554 19 Tambang Batubara Bukit Asam Tbk PTBA 2015 2.414.340.000 20 Golden Energy Mines Tbk GEMS 2015 125.079.322 21 Vale Indonesia Tbk INCO 2015 1.063.080.830 22 Indo Tambangraya Megah Tbk ITMG 2016 2.780.078.140 23 Tambang Batubara Bukit Asam Tbk PTBA 2016 2.530.807.000 24 Citatah Tbk CTTH 2016 26.603.831 25 Adaro Energy Tbk ADRO 2016 7.939.130 26 Delta Dunia Makmur Tbk DOID 2016 1.629.234.469 27 Golden Energy Mines Tbk GEMS 2016 682.892.740 28 Petrosea Tbk PTRO 2016 214.493.030 29 Medco Energi International Tbk MEDC 2016 2.036.959.619 30 Timah Tbk TINS 2016 497.786.000
Sumber: www.idx.co.id (data diolah) , Microsoft Excel
128
Lampiran 6: Uji Beda Matched Pair
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 TA_0 9.03E9 30 1.832E10 3.344E9
TA_1 1.86E10 30 2.279E10 4.160E9
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 TA_0 & TA_1 30 -.299 .109
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Pair 1 TA_0 - TA_1
-9.556E9 3.323E10 6.067E9 -2.196E10 2.851E9 -
1.575
29 .126
Sumber: Data Diolah
129
Lampiran 6: Uji Regresi Logistik Model Altman Modifikasi
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 60 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 60 100.0 Unselected Cases 0 .0 Total 60 100.0 a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
D 0 ND 1
Block 0: Beginning Block
Iteration Historya,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 83.111 .067
2 83.111 .067 a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 83.111 c. Estimation terminated at iteration number 2 because parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
Y Percentage
Correct D ND
Step 0 Y D 0 29 .0
ND 0 31 100.0
Overall Percentage 51.7
130
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
Y Percentage
Correct D ND
Step 0 Y D 0 29 .0
ND 0 31 100.0
Overall Percentage 51.7
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .067 .258 .067 1 .796 1.069
Variables not in the Equation
Score Df Sig.
Step 0 Variables WCTA 16.594 1 .000
RETA 7.066 1 .008
EBITTA 4.867 1 .027
BVEBVD .384 1 .535
Overall Statistics 22.937 4 .000
Block 1: Method = Enter
Iteration Historya,b,c,d
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant WCTA RETA EBITTA BVEBVD
Step 1 1 55.795 .100 3.839 1.011 -.058 .237
2 48.595 -.232 7.385 1.302 -.072 .342
3 47.197 -.594 9.801 1.432 -.071 .420
4 47.093 -.732 10.677 1.465 -.072 .447
5 47.092 -.746 10.763 1.468 -.072 .450
6 47.092 -.746 10.764 1.468 -.072 .450 a. Method: Enter b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 83.111 d. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.
131
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 36.019 4 .000
Block 36.019 4 .000
Model 36.019 4 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 47.092a .451 .602 a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.
Hosmer and Lemeshow Test Step Chi-square df Sig.
1 7.984 8 .435
Classification Tablea
Observed
Predicted
Y Percentage
Correct D ND
Step 1 Y D 24 5 82.8
ND 3 28 90.3
Overall Percentage 86.7
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a WCTA 10.764 3.182 11.443 1 .001 4.729E4
RETA 1.468 .795 3.411 1 .065 4.342
EBITTA -.072 .186 .150 1 .699 .931
BVEBVD .450 .195 5.307 1 .021 1.568
Constant -.746 1.230 .368 1 .544 .474 a. Variable(s) entered on step 1: WCTA, RETA, EBITTA, BVEBVD.
132
Lampiran 7: Uji Regresi Logistik Model Zmijewski Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 60 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 60 100.0 Unselected Cases 0 .0 Total 60 100.0 a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
D 0 ND 1
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
Y Percentage
Correct D ND
Step 0 Y D 0 29 .0
ND 0 31 100.0
Overall Percentage 51.7
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .067 .258 .067 1 .796 1.069
133
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables ROA 8.156 1 .004
TDTA 4.343 1 .037
CACL 16.266 1 .000
Overall Statistics 21.405 3 .000
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 28.989 3 .000
Block 28.989 3 .000
Model 28.989 3 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 54.122a .383 .511 a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea
Observed
Predicted
Y Percentage
Correct D ND
Step 1 Y D 25 4 86.2
ND 3 28 90.3
Overall Percentage 88.3
a. The cut value is .500
134
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a ROA .453 .192 5.549 1 .018 1.573
TDTA -.824 1.587 .269 1 .604 .439
CACL -.924 .317 8.507 1 .004 .397
Constant -2.519 1.262 3.986 1 .046 .081 a. Variable(s) entered on step 1: ROA, TDTA, CACL.
135
Lampiran 8: Uji Regresi Logistik Model Grover Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 60 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 60 100.0 Unselected Cases 0 .0 Total 60 100.0 a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
D 0 ND 1
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
Y Percentage
Correct D ND
Step 0 Y D 0 29 .0
ND 0 31 100.0
Overall Percentage 51.7
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .067 .258 .067 1 .796 1.069
136
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables WCTA 16.594 1 .000
EBITTA 4.867 1 .027
ROA 8.760 1 .003
Overall Statistics 24.749 3 .000
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 58.887 3 .000
Block 58.887 3 .000
Model 58.887 3 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 24.224a .625 .834 a. Estimation terminated at iteration number 9 because parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea
Observed
Predicted
Y Percentage
Correct D ND
Step 1 Y D 26 3 89.7
ND 2 29 93.5
Overall Percentage 91.7
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a WCTA 12.043 4.181 8.299 1 .004 1.699E5
EBITTA -2.729 1.102 6.137 1 .013 .065
ROA 3.344 1.283 6.798 1 .009 28.330
Constant -4.995 2.473 4.079 1 .043 .007 a. Variable(s) entered on step 1: WCTA, EBITTA, ROA.
137
Lampiran 9: Uji Regresi Logistik Model Springate
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 60 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 60 100.0 Unselected Cases 0 .0 Total 60 100.0 a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
D 0 ND 1
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
Y Percentage
Correct D ND
Step 0 Y D 0 29 .0
ND 0 31 100.0
Overall Percentage 51.7
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .067 .258 .067 1 .796 1.069
138
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables WCTA .345 1 .557
EBITTA 4.867 1 .027
EBTCL .562 1 .454
TSTA 22.703 1 .000
Overall Statistics 25.172 4 .000
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 39.708 4 .000
Block 39.708 4 .000
Model 39.708 4 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 43.403a .484 .646 a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea
Observed
Predicted
Y Percentage
Correct D ND
Step 1 Y D 23 6 79.3
ND 3 28 90.3
Overall Percentage 85.0
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a WCTA .211 .297 .506 1 .477 1.235
EBITTA -.308 .249 1.528 1 .216 .735
EBTCL .330 .199 2.759 1 .097 1.392
TSTA -.922 .264 12.222 1 .000 .398
Constant 2.325 1.424 2.669 1 .102 10.232 a. Variable(s) entered on step 1: WCTA, EBITTA, EBTCL, TSTA.
139
140