ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR … · meningkatkan pembangunan pertanian, ... Sub...

111
ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TIMUR: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH TRIYANTO WIBOWO H14053207 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Transcript of ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR … · meningkatkan pembangunan pertanian, ... Sub...

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR

PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI

JAWA TIMUR: ANALISIS INPUT-OUTPUT

OLEH

TRIYANTO WIBOWO

H14053207

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

RINGKASAN

TRIYANTO WIBOWO. Analisis Peranan dan Dampak Investasi Sektor

Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Timur: Analisis Input-Output

(dibimbing oleh ALLA ASMARA).

Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam membangun

perekonomian, hal tersebut dikarenakan sektor pertanian merupakan komoditi

lokal yang faktor produksinya tidak tergantung pada impor. Dalam upaya

meningkatkan pembangunan pertanian, diperlukan pemanfaatan potensi semua

sumber daya baik alam maupun manusia yang ada terutama dari daerah-daerah

sentra produksi pertanian dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula.

Daerah sentra produksi komoditi pertanian yang cukup menonjol antara lain yaitu

di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jawa Timur merupakan salah satu

provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi dibandingkan

dengan provinsi-provinsi yang ada di Pulau Jawa.

Meskipun sektor pertanian mampu memberikan kontribusi yang cukup

besar terhadap perekonomian Provinsi Jawa Timur, tetapi belum tentu hal tersebut

mencerminkan bahwa sektor tersebut juga mampu mengundang penanaman

investasi yang besar juga. Investasi di sektor pertanian selama ini dianggap kurang

memberikan keuntungan baik bagi pemerintah maupun swasta domestik dan

asing. Investasi sektor pertanian masih rendah dikarenakan para investor masih

beranggapan kalau sektor ini masih belum mampu berperan meningkatkan

perekonomian daerah sehingga belum memberikan tingkat return yang tinggi bagi

mereka. Padahal investasi diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi

maupun perluasan tenaga kerja.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis bagaimana indeks keterkaitan

ke depan dan belakang, dampak penyebaran, dan efek multiplier dari sektor

pertanian di Provinsi Jawa Timur. Selain itu juga untuk menganalisis bagaimana

peranan investasi yang ditimbulkan oleh sektor pertanian terhadap perekonomian

di Provinsi Jawa Timur.

Analisis Input-Output pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis

bagaimana keterkaitan, dampak penyebaran, dampak multiplier dari sektor

pertanian digunakan Data yang digunakan adalah data sekunder berupa Tabel

Input-Output Provinsi Jawa Timur tahun 2006. Untuk analisis kebijakan investasi

digunakan data dari nilai anggaran yang dialokasikan Dinas Pertanian Provinsi

Jawa Timur dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2006.

Hasil penelitian menunjukkan nilai keterkaitan ke depan terbesar ada pada

sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sedangkan nilai keterkaitan ke depan

sektor pertanian berada di urutan ketujuh dari sembilan sektor. Nilai keterkaitan

ke belakang terbesar ada pada sektor listrik, gas, dan air minum, sedangkan nilai

keterkaitan ke belakang sektor pertanian berada di urutan terakhir.

Analisis dampak penyebaran menunjukkan bahwa sektor perdagangan,

hotel, dan restoran mampu meningkatkan pertumbuhan sektor yang memakai

input dari sektor ini karena nilai kepekaan penyebarannya lebih dari satu,

sedangkan sektor pertanian tidak mampu meningkatkan pertumbuhan sektor yang

memakai input dari sektor ini karena nilai kepekaan penyebarannya kurang dari

satu. Sektor listrik, gas, dan air minum mampu mendorong pertumbuhan industri

hulunya karena nilai koefisien penyebarannya lebih dari satu, sedangkan sektor

pertanian tidak mampu mendorong pertumbuhan industri hulunya karena nilai

koefisien penyebarannya kurang dari satu.

Sesuai dengan analisis multiplier menunjukkan bahwa sektor listrik, gas,

dan air minum memiliki nilai multiplier output dan tenaga kerja terbesar. Sektor

Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan memiliki nilai

multiplier pendapatan terbesar, sedangkan sektor pertanian nilai multiplier output

dan tenaga kerjanya berada di urutan terakhir, dan multiplier pendapatannya

berada di urutan ke delapan dari sembilan sektor.

Hasil analisis kebijakan investasi menunjukkan bahwa sub sektor tanaman

perkebunan memiliki dampak terhadap pendapatan dan tenaga kerja tertinggi,

sedangkan sub sektor perikanan memilki dampak terhadap output tertinggi di

seluruh sektor perekonomian. Berdasarkan hasil penelitian, sesuai dengan hasil

perhitungan dalam analisis multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat

diketahui bahwa sektor pertanian masih kecil peranannya dalam peningkatan

output, pendapatan, dan tenaga kerja pada sektor-sektor perekonomian di Provinsi

Jawa Timur.

Sesuai analisis kebijakan investasi dapat diketahui bahwa dengan adanya

investasi di sektor pertanian, maka sub sektor pertanian yang pembentukan

outputnya tertinggi adalah sub sektor perikanan. Sub sektor tanaman perkebunan

dengan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja tertinggi di seluruh sektor

perekonomian.

Saran yang didapat berdasarkan penelitian ini, yaitu diperlukan peran

pemerintah untuk mendorong produksi output dan penyediaan input sektor

pertanian untuk menjadikannya sebagai sektor unggulan. Jika pemerintah ingin

meningkatkan output seluruh sektor perekonomian maka dana investasi sektor

pertanian sebaiknya dialokasikan pada sub sektor perikanan. Apabila tujuan

pemerintah ingin meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di

seluruh sektor perekonomian, maka dana investasi tersebut sebaiknya

dialokasikan pada sub sektor tanaman perkebunan.

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

Triyanto Wibowo

H14053207

Judul Skripsi : Analisis Peranan Sektor Pertanian dan Dampak Investasinya

terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Timur (Analisis

Input-Output)

Nama : Triyanto Wibowo

NIM : H14053207

Menyetujui :

Dosen Pembimbing,

(Alla Asmara, S.Pt, M.Si)

NIP. 19730113 199702 1 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

(Rina Oktaviani, Ph.D)

NIP. 19641023 198903 2 002

Tanggal Lulus :

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR

PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI

JAWA TIMUR: ANALISIS INPUT-OUTPUT

Oleh

TRIYANTO WIBOWO

H14053207

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Triyanto Wibowo lahir pada tanggal 30 Desember 1986 di

Mojokerto, sebuah kota kecil yang berada di Propinsi Jawa Timur. Penulis

merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara, dari pasangan Soekarno, SH (alm)

dan Susetyowati. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Kranggan I pada

tahun 1999, kemudian melanjutkan ke SMPN 2 Mojokerto dan lulus pada tahun

2002. Penulis diterima di SMAN I Sooko pada tahun yang sama dan lulus pada

tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan

studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi

pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan

mengembangkan pola pikir, yang nantinya dapat berguna dalam pembangunan

kota Mojokerto tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu

Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa

penulis aktif di organisasi Mahasiswa Pecinta Alam LAWALATA Institut

Pertanian Bogor.

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ............................................................................................ i

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... iv

I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ............................................................................... 7

1.3. Tujuan .................................................................................................... 8

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ..................... 10

2.1. Tinjauan Teori ...................................................................................... 10

2.1.1. Definisi Pertanian ....................................................................... 10

2.1.2. Konsep Multifungsi Pertanian .................................................... 11

2.1.3. Keterkaitan antara Pertanian dengan Perekonomian .................. 12

2.1.4. Investasi Sektor Pertanian .......................................................... 14

2.1.5. Teori Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi ............................... 16

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu ................................................................... 20

2.3. Analisis Input-Output ........................................................................... 22

2.3.1. Struktur Tabel Input-Output ....................................................... 23

2.3.2. Asumsi, Kegunaan, dan Keterbatasan Metode Input-Output ..... 28

2.3.3. Analisis Keterkaitan ................................................................... 30

2.3.4. Analisis Dampak Penyebaran ..................................................... 30

2.3.5. Analisis Multiplier ...................................................................... 31

2.4. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................................... 34

III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 36

3.1. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 36

3.2. Metode Analisis ................................................................................. 36

3.2.1. Analisis Keterkaitan ................................................................. 37

3.2.2. Analisis Dampak Penyebaran .................................................. 37

3.2.3. Analisis Multiplier ................................................................... 39

3.2.4. Koefisien Pendapatan............................................................... 42

3.2.5. Koefisien Tenaga Kerja ........................................................... 43

3.2.6. Analisis Kebijakan Investasi .................................................... 43

IV. GAMBARAN UMUM .............................................................................. 45

4.1. Letak Geografi dan Topografi Provinsi Jawa Timur ......................... 45

4.2. Kependudukan dan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur .............. 47

4.3. Gambaran Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Timur ......................... 49

4.3.1. Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan ..................................... 50

4.3.2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan ............................................ 51

4.3.3. Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya .............................. 52

4.3.4. Sub Sektor Kehutanan.............................................................. 53

4.3.5. Sub Sektor Perikanan ............................................................... 54

4.4. Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Jawa Timur ........... 55

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 58

5.1 Analisis Keterkaitan .............................................................................. 58

5.1.1 Keterkaitan ke Depan .................................................................... 58

5.1.2 Keterkaitan ke Belakang ................................................................ 61

5.2 Analisis Dampak Penyebaran ................................................................ 64

5.2.1 Kepekaan Penyebaran .................................................................... 65

5.2.2 Koefisien Penyebaran .................................................................... 67

5.3 Analisis Multiplier ................................................................................. 70

5.3.1 Multiplier Output ........................................................................... 70

5.3.2 Multiplier Pendapatan .................................................................... 72

5.3.3 Multiplier Tenaga Kerja ................................................................ 74

5.4 Peranan Investasi Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi Jawa

Timur.......................................................................................................... 76

5.4.1 Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan.............. 77

5.4.2 Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Perkebunan ..................... 79

5.4.3 Peranan Investasi Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya ....... 81

5.4.4 Peranan Investasi Sub Sektor Kehutanan ...................................... 83

5.5.5 Peranan Investasi Sub Sektor Perikanan........................................ 85

VI. PENUTUP ................................................................................................. 88

6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 88

6.2 Saran ................................................................................................... 89

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 91

LAMPIRAN ..................................................................................................... 94

i

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. PDRB Provinsi di Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tahun 2004-2007 (dalam miliar rupiah) ................................................... 2

1.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Jawa Timur

Tahun 2004-2007 (dalam jutaan) .............................................................. 3

1.3. Perkembangan Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi

Jawa Timur Tahun 2004-2007 (dalam jiwa) ............................................. 4

1.4. Banyaknya Proyek PMA yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi

Jawa Timur Tahun 2004-2007 (ribu US$) ................................................ 5

1.5. Banyaknya Proyek PMDN yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi

Jawa Timur Tahun 2004-2007 (juta Rp) ................................................... 6

2.1. Ilustrasi Tabel Input-Output ...................................................................... 24

4.1. Letak, Tinggi, dan Luas Daerah Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi

Jawa Timur ................................................................................................ 46

4.2. Perkembangan Jumlah Penduduk per Kabupaten / Kota se-Jawa Timur

Tahun 2004-2007 (orang) ......................................................................... 48

4.3. Perkembangan Tenaga Kerja di Jawa Timur Tahun 2004-2007 (orang) .. 49

4.4. Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Jawa Timur (unit) ......... 57

5.1. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur

Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor .................................................. 59

5.2. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur

Tahun 2006 Klasifikasi 13 Sektor ............................................................. 62

5.3. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Provinsi

Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor.............................. 65

5.4. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Provinsi

Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi 13 Sektor ......................................... 68

5.5. Multiplier Output Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur

Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor .................................................. 71

5.6. Multiplier Pendapatan Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur

Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor .................................................. 73

5.7. Multiplier Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur

Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor .................................................. 75

ii

5.8. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Sebesar

Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan

(juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang).................................................... 78

5.9. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Sebesar Rp. 100

trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta

rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) ............................................................ 80

5.10. Peranan Investasi Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya Sebesar

Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan

(juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) ................................................. 82

5.11. Peranan Investasi Sub Sektor Kehutanan Sebesar Rp. 100 trilyun

terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah),

dan Tenaga Kerja (orang) ....................................................................... 84

5.12. Peranan Investasi Sub Sektor Perikanan Sebesar Rp. 100 trilyun

terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah),

dan Tenaga Kerja (orang) ....................................................................... 86

5.13. Dampak Investasi terhadap Sub Sektor Pertanian di Provinsi Jawa

Timur ...................................................................................................... 87

iii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Fungsi Investasi ......................................................................................... 17

2.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran yang

Direncanakan, dan Pendapatan Nasional Riil ........................................... 18

2.3. Bagan Kerangka Pemikiran....................................................................... 35

5.1. Grafik Keterkaitan Sembilan Sektor ......................................................... 60

5.2. Grafik Keterkaitan 13 Sektor .................................................................... 64

5.3. Grafik Dampak Penyebaran Sembilan Sektor........................................... 66

5.4. Grafik Dampak Penyebaran 13 Sektor ...................................................... 69

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Klasifikasi Sektor Tabel Input-Output Jawa Timur Tahun 2006 ................. 94

2. Klasifikasi 19 Sektor Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 95

3. Klasifikasi 13 Sektor Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 96

4. Klasifikasi Sembilan Sektor Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur 2006 97

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan

potensi alam yang sangat mendukung untuk kegiatan pertanian. Kegiatan di sektor

pertanian ini sangat berpeluang dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi

nasional, karena pada dasarnya pembangunan di sektor pertanian tidak dapat

berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari

pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Prinsip yang melandasinya

adalah pembangunan berkesinambungan yang mampu memberikan kehidupan

yang layak bagi masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan dimana jumlah

penduduk miskinnya lebih dominan daripada di perkotaan.

Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam membangun

perekonomian nasional, hal tersebut dikarenakan sektor pertanian merupakan

komoditi lokal yang faktor produksinya tidak tergantung pada impor. Disamping

itu juga, sektor pertanian memiliki kontribusi yang cukup besar dalam penyerapan

tenaga kerja di Indonesia dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian

lainnya. Hal ini karena pertanian merupakan sektor yang tidak memerlukan

keahlian dan keterampilan khusus seperti di sektor-sektor yang lain seperti

industri atau pertambangan.

Dalam upaya meningkatkan pembangunan pertanian nasional, diperlukan

pemanfaatan potensi semua sumber daya baik alam maupun manusia yang ada di

seluruh Indonesia terutama dari daerah-daerah sentra produksi pertanian dengan

2

tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula. Daerah sentra produksi komoditi

pertanian yang cukup menonjol antara lain yaitu di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan

Jawa Timur. Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat

pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian cukup tinggi dibandingkan dengan

provinsi lain di Pulau Jawa. Pertumbuhan sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur

dari tahun 2004 sampai tahun 2007 selalu mengalami peningkatan rata-rata

sebesar 17 persen setiap tahun seperti yang terlihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. PDRB Provinsi di Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tahun 2004-2007 (dalam miliar rupiah) Provinsi 2004 2005 2006 2007

Jawa Timur 43.331,49 44.700,98 46.486,28 47.942,97

Jawa Tengah 28.606,24 29.924,64 31.002,20 31.862,70

Jawa Barat 34.457,72 34.942,02 34.822,02 35.687,49

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008

Seperti yang terlihat pada Tabel 1.2, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa

Timur dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan dari tahun 2004 sampai

tahun 2007. Sektor pertanian sendiri memiliki sumbangan yang cukup besar

terhadap perekonomian karena berada pada urutan keempat dari semua sektor

yang ada di Provinsi Jawa Timur. Meskipun cukup besar sumbangannya dan

selalu meningkat dari tahun ke tahun, tapi secara persentase mengalami penurunan

dari tahun 2004 sebesar 17,8 persen turun menjadi 16,6 persen pada tahun 2007.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur terutama karena

disokong oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran dari tahun 2004 sebesar 28

persen naik menjadi 31 persen pada tahun 2007. Sektor industri pengolahan juga

berperan cukup besar dengan persentase 27 persen pada tahun 2004 tapi turun

menjadi 26 persen pada tahun 2007.

3

Tabel 1.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Jawa Timur Tahun

2004-2007 (dalam juta rupiah) Sektor 2004 2005

*) 2006

*) 2007

**)

Pertanian 43.331.493,13 44.700.984,17 46.486.277,6 47.942.973,38

Pertambangan dan

Penggalian 4.595.921,87 5.024.241,99 5.455.159,57 6.024.793,19

Industri

Pengolahan

67.520.434,83 70.635.868,95 72.786.972,17 76.163.917,97

Listrik, Gas, dan

Air Bersih 4.171.615,5 4.429.541,76 4.610.041,67 5.154.634,88

Konstruksi 8.604.401,3 8.903.497,41 9.030.294,53 9.139.600,65

Perdagangan,

Hotel, dan

Restoran 68.295.968,36 74.546.735,68 81.715.963,35 88.570.614,49

Pengangkutan dan

Komunikasi 13.830.439,67 14.521.814,32 15.504.939,79 16.710.214,85

Keuangan,

Persewaan, dan

Jasa Perusahaan 11.783.343,03 12.666.393,27 13.611.228,97 14.763.619,88

Jasa-Jasa 20.095.274,48 20.945.649,24 22.048.439,04 23.343.814,62

Produk Domestik

Regional Bruto 242.200.892,17 256.374.726,78 271.237.674,31 287.814.183,92

Catatan: *) Angka diperbaiki, **) Angka sementara

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2008

Meskipun sektor pertanian mampu menyerap banyak tenaga kerja seperti

yang terlihat pada Tabel 1.3, tetapi investasi ke pertanian cenderung menurun

dibandingkan ke industri dan jasa. Tambunan (2003) menjelaskan ada beberapa

alasan yang menyebabkan investasi ke sektor pertanian rendah yaitu, Pertama,

sebagai pemasok makanan (khususnya beras) sehingga kurang usaha-usaha

diversifikasi produksi dengan juga memberikan perhatian kepada pengembangan

komoditi-komoditi non-makanan, atau yang mempunyai nilai komersial yang

tinggi. Rendahnya tingkat diversifikasi produksi di sektor pertanian membuat

kecil atau tidak adanya keterkaitan produksi ke depan maupun ke belakang

dengan sektor-sektor lain.

4

Tabel 1.3. Perkembangan Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha di

Provinsi Jawa Timur Tahun 2004-2007 (dalam jiwa)

Sektor 2004 2005 2006 2007

Pertanian 7.833.593 8.114.651 7.918.615 8.391.655

Pertambangan dan Penggalian 91.696 102.230 120.142 124.791

Industri Pengolahan 2.088.033 2.335.700 2.404.589 2.458.401

Listrik, Gas, dan Air Minum 32.106 37.661 33.837 22.785

Bangunan 687.660 815.108 893.881 955.072

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 3.044.239 3.324.089 3.498.271 3.718.384

Pengangkutan dan Komunikasi 831.990 789.341 770.032 865.652

Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan

Jasa Perusahaan 178.845 161.491 182.309 191.047

Jasa-jasa 1.890.906 1.828.832 1.847.984 2.023.634

Jumlah 16.679.068 17.509.103 17.669.660 18.751.421

Sumber: Disnaker Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008

Alasan kedua, kebijakan yang ada selama ini lebih mendorong atau

merangsang sektor pertanian untuk melakukan ekspor langsung, bukan diolah

terlebih dahulu di dalam negeri menjadi produk jadi atau setengah jadi. Ketiga,

secara implisit pemerintah selama ini lebih mementingkan aspek pertumbuhan

kesempatan kerja daripada aspek penciptaan nilai tambah dari pembangunan

sektor pertanian. Sama halnya dengan Provinsi Jawa Timur, meskipun sektor

pertanian berperan penting dalam peningkatan PDRB tetapi investasi di sektor

pertanian cenderung kecil apabila dibandingkan dengan sektor lain.

Berdasarkan Tabel 1.4 dapat terlihat bahwa investasi sektor pertanian

(pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan) cenderung

kecil apabila dibandingkan dengan sektor yang lain. Hal ini bisa diketahui dari

nilai investasi pada Penanaman Modal Asing (PMA) yang hanya sebesar US$

34,6 juta, lebih kecil apabila dibandingkan dengan sektor bangunan, industri

kimia, dan industri makanan, yang masing-masing nilai investasinya US$ 1,04

milyar, US$ 426,7 juta, dan US$ 378,9 juta. Apabila dilihat dari segi investasinya,

dapat diketahui bahwa investasi sektor pertanian dari PMA saja terbatas pada sub

5

sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan, yang

terbesar terdapat pada sektor bangunan.

Tabel 1.4. Banyaknya Proyek PMA yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi

Jawa Timur Tahun 2004-2007

Sektor1 2004 2005 2006 2007

Proyek

(unit)

Investasi

(ribu US$)

Proyek

(unit)

Investasi

(ribu US$)

Proyek

(unit)

Investasi

(ribu US$)

Proyek

(unit)

Investasi

(ribu US$)

1 - - 1 1.264 1 3.342 1 13.177

2 1 1.153 - - - - 2 2.400

3 1 1.900 - - 2 2.056 - 4.492

4 - - 1 300 1 860 1 3.698

5 7 5.847 4 5.500 - - 3 21.500

6 2 16.963 6 104.177 3 64.603 5 193.162

7 4 4.606 2 1.790 4 9.681 2 19.763

8 4 4.328 5 62.105 3 5.870 12 26.196

9 - - - - 2 6.000 - -

10 1 40.923 - - - - 13 9.554

11 4 3.159 9 176.293 7 77.945 1 169.388

12 5 43.897 1 3.340 3 69.345 4 244.736

13 - 16.257 4 16.023 4 52.270 - 15.891

14 - 61 6 6.480 5 84.284 9 51.722

15 - - - 1.000 - - - -

16 8 1.810 2 3.442 5 1.013.256 - 18.817

17 - - 2 3.032 1 250 1 9.165

18 1 250 - - - - - -

19 2 125.600 2 132.570 - - - -

20 - - - 17.380 - - - -

21 22 34.872 23 4.402 35 41.215 27 27.204

22 3 3.715 10 - 7 36.569 4 24.362

Jumlah 62 354.056 78 539.098 83 1.467.546 85 855.227

Sumber: Bapepam Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008

Catatan: Angka proyek tanpa investasi berarti proyek pertambangan (kontrak

karya), angka investasi tanpa proyek berarti proyek perluasan

Berdasarkan Tabel 1.5, pada nilai investasi Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) menunjukkan bahwa sektor pertanian (peternakan) juga kurang

diminati para investor yang terlihat pada kecilnya nilai investasi pada sektor

1 1. Pertanian Tanaman Pangan, 2. Perkebunan, 3. Peternakan, 4. Perikanan, 5. Pertambangan, 6.

Industri Makanan, 7. Industri Tekstil 8. Industri Kayu, 9. Industri Kertas, 10. Industri Farmasi, 11.

Industri Kimia, 12. Industri Mineral, 13. Industri Logam Dasar, 14. Industri Barang Logam, 15.

Industri Lainnya, 16. Bangunan, 17. Hotel dan Restoran, 18. Perkantoran, 19. Perumahan, 20.

Listrik dan Air, 21. Perdagangan, 22. Jasa Lainnya

6

tersebut sebesar Rp. 54,5 milyar, lebih banyak diinvestasikan pada sektor industri

kimia, industri mineral, dan industri kertas, yang masing-masing nilai investasinya

Rp. 176,51 trilyun, Rp. 6,84 trilyun, dan Rp. 6,64 trilyun

Tabel 1.5. Banyaknya Proyek PMDN yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi

Jawa Timur Tahun 2004-2007

Sektor2 2004 2005 2006 2007

Proyek

(unit)

Investasi

(juta Rp)

Proyek

(unit)

Investasi

(juta Rp)

Proyek

(unit)

Investasi

(juta Rp)

Proyek

(unit)

Investasi

(juta Rp)

1 - - - 49.000 - 5.542 - -

2 - - - - 1 11580 - 175.000

3 3 2.044.759 8 830.811 5 39.314 1 347.390

4 1 30.074 - 35.000 1 22.155 3 131.591

5 - 1.190 - 65.000 1 15.307 - 19.050

6 - 46.800 2 686.872 2 813.843 2 5.094.259

7 - - - - - 57.000 - -

8 5 709.380 3 325.826 11 165.137.191 7 10.338.097

9 - 509.156 - 173.164 1 1.066.505 2 5.094.259

10 1 89.786 3 28.700 5 146.828 2 242.198

11 4 78.510 2 231.162 1 1.714 2 106.856

12 - - - - - - 1 110.000

13 - - 1 1.996.000 - - - -

14 1 115.000 - - 1 38.500 - -

15 1 9.060 3 967.600 1 2.500 - -

16 - - - - - - 1 38.000

17 - 350 - 815 2 91.050 1 3.500

Jumlah 11 4.055.625 22 5.389.950 32 167.449.029 22 16.705.091

Sumber: Bapepam Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008

Catatan: Angka proyek tanpa investasi berarti proyek pertambangan (kontrak

karya), angka investasi tanpa proyek berarti proyek perluasan

.

Investasi di sektor pertanian hanya terdapat pada sub sektor pertanian

tanaman pangan dan peternakan, lebih banyak diinvestasikan pada sektor industri

kimia. Hal ini menunjukkan bahwa, para investor dalam negeri masih belum

2 1. Peternakan, 2. Pertambangan, 3. Industri Makanan, 4. Industri Tekstil, 5. Industri Kayu, 6.

Industri Kertas, 7. Industri Farmasi, 8. Industri Kimia, 9. Industri Mineral, 10. Industri Logam

Dasar, 11. Industri Barang Logam, 12. Industri Lainnya, 13. Hotel dan Restoran, 14. Perumahan,

15. Jasa Lainnya, 16.Listrik dan Air, 17. Perdagangan.

7

tertarik dengan sektor pertanian untuk dijadikan sebagai salah satu penunjang

pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur.

1.2. Perumusan Masalah

Investasi merupakan penentu laju pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga

sangat diperlukan untuk memacu pertumbuhan sektor-sektor perekonomian

khususnya sektor pertanian, karena investasi akan mendorong kenaikan output,

meningkatkan permintaan input, yang nantinya akan meningkatkan kesempatan

kerja dan pendapatan masyarakat.

Investasi sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur termasuk yang terendah

hal ini bisa dilihat pada banyaknya sektor dan nilai investasi pada PMA dan

PMDN yang masih kecil bila dibandingkan dengan sektor yang lain. Hal ini

mengindikasikan bahwa sektor pertanian masih belum mampu menarik minat

investor untuk menanamkan investasinya kesana. Meskipun sektor pertanian

mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDRB Provinsi Jawa

Timur, tetapi belum tentu hal tersebut mencerminkan bahwa sektor tersebut juga

mampu menyerap investasi yang besar juga.

Investasi sektor pertanian masih rendah dikarenakan para investor masih

beranggapan kalau sektor ini masih belum mampu berperan meningkatkan

perekonomian daerah dan juga resikonya juga cukup besar, sehingga belum

memberikan tingkat return yang tinggi bagi mereka, disamping itu juga sektor

pertanian masih kecil keterkaitannya dengan sektor lain, sehingga belum mampu

memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian daerah.

8

Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat

diidentifikasi yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana indeks keterkaitan ke depan dan belakang sektor pertanian di

Provinsi Jawa Timur?

2. Bagaimana indeks koefisien dan kepekaan penyebaran sektor pertanian di

Provinsi Jawa Timur?

3. Bagaimana efek multiplier yang ditimbulkan oleh sektor pertanian di Provinsi

Jawa Timur?

4. Bagaimana peranan investasi dari sektor pertanian terhadap perekonomian di

Provinsi Jawa Timur?

1.3. Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka didapat

tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis bagaimana indeks keterkaitan ke depan dan belakang sektor

pertanian di Provinsi Jawa Timur.

2. Menganalisis bagaimana indeks koefisien dan kepekaan penyebaran sektor

pertanian di Provinsi Jawa Timur.

3. Menganalisis bagaimana efek multiplier yang ditimbulkan oleh sektor

pertanian di Provinsi Jawa Timur.

4. Menganalisis bagaimana peranan investasi dari sektor pertanian terhadap

perekonomian di Provinsi Jawa Timur.

9

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai masukan dalam membuat

kebijakan, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan untuk

memaksimumkan potensi sektor perekonomiannya terutama di sektor pertanian

sehingga mampu memberi kontribusi yang besar terhadap PDRB.

2. Sebagai acuan bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitiannya

lebih lanjut, khususnya untuk penelitian di Provinsi Jawa Timur dan umumnya

untuk seluruh wilayah di Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori

2.1.1. Definisi Pertanian

Pertanian dianggap sebagai suatu usaha untuk mengadakan suatu ekosistem

buatan yang bertugas menyediakan bahan makanan bagi manusia. Pada mulanya

pertanian di tanah air dilakukan sebagai usaha untuk menghasilkan keperluan

sehari-hari petani dari tanah tempatnya berpijak, pertanian seperti itu disebut

pertanian gurem dan hidup dalam suatu perekonomian tertutup (Nasoetion, 2005).

Pertanian merupakan suatu macam produksi khusus yang didasarkan atas

proses pertumbuhan tanaman dan ternak. Dapat dikatakan bahwa pertanian

merupakan suatu industri biologi, oleh karena pertanian berproduksi dengan

menggunakan sumber daya alam secara langsung, pertanian juga disebut industri

primer. Tanaman merupakan pabrik primer pertanian, sedangkan ternak

merupakan pabrik sekunder pertanian (Notohadiprawiro, 2006). Pertanian juga

adalah suatu kegiatan biologis untuk menghasilkan berbagai kebutuhan manusia

termasuk sandang, pangan, papan. Produksi tersebut dapat dikonsumsi langsung

maupun jadi bahan antara untuk diproses lebih lanjut (Syahyuti, 2006).

Pertanian yaitu semua kegiatan yang meliputi penyediaan komoditi tanaman

bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Semua

kegiatan penyediaan tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan,

kehutanan, dan perikanan itu dilakukan secara sederhana, yaitu masih

menggunakan peralatan tradisional yang termasuk pula di dalamnya (BPS, 2003

11

dalam Ramanto, 2008). Bisa juga pertanian disebut sebagai upaya pengolahan

tanaman dan lingkungan agar memberikan suatu produk (Mardjuki, 1990).

Pertanian merupakan suatu proses produksi yang khas didasarkan atas proses-

proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Pembangunan pertanian merupakan

suatu proses perubahan kondisi yang kurang baik menjadi kondisi yang lebih baik

di sektor pertanian. Pembangunan pertanian tidak hanya dipengaruhi oleh unsur-

unsur produksi seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, dan modal, tetapi juga

dipengaruhi aspek-aspek sosial, ekonomi, dan politik (Mosher, 1966 dalam

Santoso, 2005).

2.1.2. Konsep Multifungsi Pertanian

Multifungsi pertanian merupakan suatu konsep yang menjabarkan berbagai

fungsi eksternal pertanian selain fungsi utamanya sebagai penghasil pangan dan

serat atau barang yang tampak nyata dan dapat dipasarkan. Multifungsi pertanian

mencakup fungsi pertanian bagi lingkungan, ekonomi, sosial-budaya, dan

ketahanan pangan. Sebagai barang yang tidak tampak nyata dan tidak dipasarkan,

jasa atau multifungsi yang dihasilkan pertanian sering tidak disadari walaupun

selama ini manfaatnya telah dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Beberapa

contoh multifungsi pertanian berikut ini merupakan rangkuman dari hasil

penelitian Balai Penelitian Tanah bersama mitranya di DAS Citarum, Jawa Barat,

dan DAS Kaligarang, Jawa Tengah (Balai Penelitian Tanah, 2006).

1. Mengurangi risiko banjir di daerah hilir

2. Mengendalikan erosi dan pendangkalan badan air

3. Memelihara sumber daya air

12

4. Memperbaiki iklim lokal

5. Mengurangi penumpukan sampah organik

6. Menjadi habitat flora dan fauna

7. Memelihara nilai sosial-budaya dan daya tarik pedesaan

8. Menyediakan lapangan kerja

2.1.3. Keterkaitan antara Pertanian dengan Perekonomian

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian yang

mendapatkan prioritas utama dalam pembangunan nasional terutama di negara-

negara sedang berkembang. Hal ini dikarenakan pada umumnya negara-negara

berkembang tersebut merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya

menggantungkan hidupnya pada sektor tersebut, sehingga tidak salah apabila

sektor pertanian berfungsi sebagai penunjang terhadap pembangunan

ekonominya.

Suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas

pertanian dan ketenagakerjaan minimal memerlukan tiga unsur pelengkap dasar,

yakni (Todaro, 2003):

1. Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi,

institusional, dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan

produktivitas para petani kecil.

2. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang dihasilkan

dari strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya

pembinaan ketenagakerjaan.

13

3. Diversifikasi kegiatan pembangunan daerah pedesaan yang bersifat padat

karya, yaitu nonpertanian, yang secara langsung dan tidak langsung akan

menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian.

Pertanian1 di negara sedang berkembang merupakan suatu sektor ekonomi

yang sangat potensial kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi nasional, yaitu sebagai berikut (Kuznets, 1964 dalam Tambunan, 2003).

1. Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi nonpertanian sangat tergantung pada

produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan

pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan-bahan baku

untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor nonpertanian tersebut,

terutama industri pengolahan, seperti industri-industri makanan dan minuman,

tekstil dan pakaian jadi, barang-barang dari kulit, dan farmasi. Kuznets

menyebut ini sebagai kontribusi produk.

2. Karena kuatnya bias agraris dari sektor ekonomi selama tahap-tahap awal

pembangunan, maka populasi di sektor pertanian (daerah pedesaan)

membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik

terhadap produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain di dalam negeri,

baik untuk barang-barang produsen maupun barang-barang konsumen. Kuznets

menyebutnya kontribusi pasar.

3. Karena relatif pentingnya pertanian (dilihat dari sumbangan outputnya terhadap

pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dan andilnya terhadap

penyerapan tenaga kerja) tanpa bisa dihindari menurun dengan pertumbuhan

1 Pertanian disini merupakan pertanian dalam arti luas yakni mencakup juga perkebunan,

perikanan (atau kelautan), peternakan, dan kehutanan.

14

atau semakin tingginya tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini dilihat

sebagai suatu sumber modal untuk investasi di dalam ekonomi. Jadi,

pembangunan ekonomi melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian

ke sektor-sektor nonpertanian. Sama juga, seperti di dalam teori penawaran

tenaga kerja tak terbatas dari Arthur Lewis (1954), dalam proses pembangunan

ekonomi jangka panjang terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari pertanian

(pedesaan) ke industri dan sektor-sektor nonpertanian lainnya (perkotaan).

Kuznets menyebutnya kontribusi faktor-faktor produksi.

4. Sektor pertanian mampu berperan sabagai salah satu sumber penting bagi

surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa), baik

lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditi-

komoditi pertanian menggantikan impor (substitusi impor). Kuznets

menyebutnya kontribusi devisa.

Secara konseptual maupun empiris sektor pertanian cukup layak untuk

dijadikan sebagai sektor andalan ekonomi terutama sebagai sektor andalan dalam

pemerataan tingkat pendapatan masyarakat yang sebagian besar bekerja pada

sektor pertanian, hal ini dikarenakan sektor pertanian mempunyai keunggulan

kompetitif yang terbukti mampu menghadapi gangguan dari luar. Keunggulan

kompetitifnya didapat dari input yang berbasis sumber daya lokal.

2.1.4. Investasi Sektor Pertanian

Investasi sektor pertanian adalah kegiatan penggunaan modal untuk

menciptakan nilai tambah dari dana yang ditanamkan, baik melalui kegiatan yang

menghasilkan pendapatan atau kegiatan lain yang mengandung resiko pada usaha

15

tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan atau perkebunan yang dimulai dari

hulu, budidaya dan hilir (Pusat Perizinan dan Investasi Departemen Pertanian,

2008). Sesuai dengan arahan GBHN, investasi sektor pertanian2 mencakup upaya

yang tujuannya untuk meningkatkan produksi dan memperluas

penganekaragaman hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan

kebutuhan industri dalam negeri dan untuk memperbesar ekspor; meningkatkan

taraf hidup dan pendapatan petani, peternak, dan nelayan; mendorong perluasan

dan pemerataan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; serta mendukung

pembangunan daerah dan mengintensifkan kegiatan transmigrasi (Muljana,

1995).

Dalam rangka peningkatan investasi di sektor pertanian, pemerintah

disarankan melakukan beberapa komitmen yang nantinya dilakukan untuk

mencapai tujuan pembangunan pertanian. Adapun komitmen tersebut sebagai

berikut (Jaringan Kebijakan Publik Indonesia, 2005):

1. Meningkatkan produktivitas sektor pertanian untuk ketahanan pangan dan

pembangunan agroindustri.

2. Membangun agroindustri berbasis sumberdaya untuk mempercepat

pembangunan pedesaan.

3. Memperkokoh ketahanan pangan yang terkait dengan pembangunan pedesaan.

4. Menciptakan kelembagaan untuk mewujudkan peningkatan produktivitas dan

pemerataan dengan pertumbuhan.

2 Sektor pertanian yang mencakup pertanian tanaman pangan, tanaman perkebunan, perikanan,

peternakan, dan kehutanan.

16

2.1.5. Teori Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Semua kegiatan pembangunan, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah

maupun masyarakat, merupakan investasi. Sebagaimana diketahui bahwa

investasi setidaknya ada dua jenis, yaitu bersifat mengganti yang susut dan yang

bersifat menambah kapasitas. Selain investasi dalam bidang infrastruktur fisik

(jalan raya, pabrik), pemerintah juga membangun infrastruktur bukan fisik yang

disebut infrastruktur kelembagaan. Dalam infrastruktur bukan fisik antara lain

termasuk penetapan berbagai kebijakan, baik yang bersifat umum seperti

kebijakan moneter, maupun bersifat khusus seperti kebijakan di bidang

perdagangan ataupun ketenagakerjaan (Muljana, 1995).

Investasi secara umum di sektor perekonomian sangat dibutuhkan untuk

mencapai percepatan pertumbuhan ekonomi, terutama di negara berkembang

karena mereka belum mampu membentuk modal sendiri sehingga harus ada

bantuan dari luar negeri. Setiap kenaikan jumlah dari pendapatan sebagai akibat

dari pertambahan investasi akan meningkatkatkan pendapatan dengan jumlah

yang berlipat. Peningkatan pendapatan ini khususnya dalam bentuk uang yang

akan meningkatkan permintaan barang secara agregat atau Agregat Demand yang

mana berpengaruh pada kebutuhan peralatan maupun uang dalam bentuk modal

sebagai akibat dari peningkatan produksi, sehingga secara tidak langsung akan

meningkatkan investasi.

Perubahan dalam persediaan modal, yang disebut investasi bersih (net

investment) ditentukan oleh tingkat suku bunga, karena suku bunga sama dengan

biaya modal yang nantinya akan mengurangi produksi marjinal modal. Jika

17

Sumber: Mankiw, 2000

Gambar 2.1. Fungsi Investasi

produk marjinal modal melebihi biaya modal, maka investor menganggap akan

menguntungkan bila mereka menambah persediaan modal, sedangkan jika produk

marjinal modal kurang dari biaya modal, maka investor membiarkan persediaan

modal mengecil. Karena itu, hubungan yang mengaitkan antara investasi dengan

tingkat suku bunga miring ke bawah, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1

berikut:

a. Fungsi Investasi

b. Pergeseran dalam Fungsi Investasi

Fungsi Investasi bagian (a) menunjukkan investasi naik ketika tingkat bunga

turun, ini karena tingkat bunga yang lebih rendah menurunkan biaya modal

sehingga memiliki modal lebih menguntungkan. Pada bagian (b) menunjukkan

pergeseran keluar pada fungsi investasi, yang bisa disebabkan oleh kenaikan

dalam produk marjinal modal.

Adanya penurunan pada tingkat bunga (r1 ke r2) akan mengakibatkan jumlah

investasi yang ditanamkan di suatu sektor meningkat (I1 ke I2), sehingga akan

mengakibatkan pengeluaran yang direncanakan naik (AE1 ke AE2). Peningkatan

pengeluaran yang direncanakan menyebabkan tingkat pendapatan juga mengalami

Tingkat suku

bunga riil (r)

Investasi (I)

Tingkat suku

bunga riil (r)

Investasi (I)

18

peningkatan (Y1 ke Y2). Berdasarkan rumusan tersebut dapat dibuat suatu

kesimpulan, bahwa salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan

pendapatan nasional adalah dengan cara menaikkan nilai investasi. Hubungan

antara suku bunga (r) dan investasi (I) yang ditunjukkan oleh fungsi investasi dan

interaksi antara investasi (I) dan pendapatan (Y) yang ditunjukkan oleh kurva

perpotongan Keynesian diringkas dalam bentuk kurva IS (Investasi-Saving) pada

Gambar 2.2 berikut:

(b) Perpotongan Keynesian

(a) Fungsi Investasi (c) Kurva IS

Sumber: Mankiw, 2000

Gambar 2.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran

yang Direncanakan, dan Pendapatan Nasional Riil

AE2

AE1

Pendapatan (Y)

Pendapatan (Y)

I(r)

IS

r1

r2

I(r1) I(r2) Y1 Y2

Y1 Y2

Tingkat Bunga (r)

Pengeluaran Agregat (AE)

Tingkat Bunga (r)

Investasi (I)

r1

r2

19

Secara teori, PMA berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi atau

pertumbuhan ekonomi pada khususnya di negara tuan rumah lewat beberapa jalur

yaitu sebagai berikut (Tambunan, 2003).

1. Lewat pembangunan pabrik-pabrik baru yang berarti juga penambahan output

atau produk domestik bruto, total ekspor, dan kesempatan kerja. Ini adalah

suatu dampak langsung. Pertumbuhan ekspor berarti penambahan cadangan

devisa yang selanjutnya peningkatan kemampuan dari negara penerima untuk

membayar utang luar negeri dan impor.

2. Masih dari sisi penawaran, namun sifatnya tidak langsung, adalah sebagai

berikut: adanya pembangunan pabrik-pabrik baru berarti ada penambahan

permintaan di dalam negeri terhadap barang-barang modal, barang-barang

setengah jadi, bahan baku dan input-input lainnya. Jika permintaan antara ini

sepenuhnya dipenuhi oleh sektor-sektor lain di dalam negeri (tidak ada yang

diimpor), maka dengan sendirinya efek positif dari keberadaan atau kegiatan

produksi di pabrik-pabrik baru tersebut sepenuhnya dinikmati oleh sektor-

sektor domestik lainnya; jadi output di sektor-sektor lain tersebut mengalami

pertumbuhan. Ini berarti telah terjadi suatu efek multiplier dari keberadaan

PMA terhadap output agregat di negara penerima. Dalam kata lain, semakin

besar komponen impor dari sebuah proyek PMA, atau semakin besar

”kebocoran” dari keterkaitan produksi antara PMA dengan ekonomi domestik,

semakin kecil efek penggandaan tersebut.

3. Peningkatan kesempatan kerja akibat adanya pabrik-pabrik baru tersebut

berdampak positif terhadap ekonomi domestik lewat sisi permintaan:

20

peningkatan kesempatan kerja menambah kemampuan belanja masyarakat dan

selanjutnya meningkatkan permintaan di pasar dalam negeri. Sama seperti

kasus sebelumnya, jika penambahan permintaan konsumsi tersebut tidak serta

merta menambah impor, maka efek positifnya terhadap pertumbuhan output di

sektor-sektor domestik sepenuhnya terserap. Sebaliknya, jika ekstra permintaan

konsumsi tersebut adalah dalam bentuk peningkatan impor, maka efeknya

nihil. Bahkan jika pertumbuhan impor lebih pesat daripada pertumbuhan

ekspor yang disebabkan oleh adanya PMA, maka terjadi defisit neraca

perdagangan. Ini berarti kehadiran PMA memberi lebih banyak dampak negatif

daripada dampak positif terhadap negara tuan rumah.

4. Peran PMA sebagai sumber penting peralihan teknologi dan pengetahuannya.

Peran ini bisa lewat dua jalur utama. Pertama, lewat pekerja-pekerja lokal yang

bekerja di perusahaan-perusahaan PMA. Saat pekerja-pekerja tersebut pindah

ke perusahaan-perusahaan domestik, maka mereka membawa pengetahuan atau

keahlian baru dari perusahaan PMA ke perusahaan domestik. Kedua, lewat

keterkaitan produksi atau subcontracting antara PMA dan perusahaan-

perusahaan lokal, termasuk usaha kecil dan menengah, seperti kasus PT Astra

Internasional dengan banyak subkontraktor skala kecil dan menengah.

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu

Sudah banyak penelitian dengan menggunakan analisis Input-Output yang

pada umumnya menganalisis bagaimana keterkaitan antarsektor, dampak

penyebaran, serta multiplier efek yang ditimbulkan sektor-sektor perekonomian

dalam suatu wilayah. Berdasarkan dari referensi lima penelitian terdahulu yaitu:

21

Putri (2008), Yusri (2007), Handari (2006), Febrina (2005), dan Kartinah (2004)

didapatkan adanya persamaan dalam hasil dari penelitian yang mereka lakukan.

Berdasarkan analisis keterkaitan, menunjukkan bahwa sektor pertanian

dibutuhkan oleh sektor lain, hal ini ditunjukkan dengan nilai keterkaitan ke depan

baik secara langsung maupun tidak langsung berkisar antara 0,1832 sampai

3,1092, keterkaitan ke belakang baik secara langsung maupun tidak langsung

berkisar antara 0,0933 sampai 1,6266 yang artinya bahwa ketika terjadi kenaikan

permintaan akhir sebesar satu juta satuan maka output sektor pertanian yang

secara langsung maupun tidak langsung dijual ke sektor lainnya naik sebesar

0,1832 juta sampai 3,1092 juta, dan akan meningkatkan permintaan input terhadap

sektor lain sacara langsung dan tidak langsung sebesar 0,0933 juta sampai 1,6266

juta.

Apabila dilihat dari analisis penyebaran, maka secara umum kemampuan

sektor pertanian untuk menarik pertumbuhan sektor hulu rendah yang berarti

bahwa output sektor pertanian yang digunakan oleh sektor lain masih rendah,

nilainya di bawah satu dengan nilai rata-rata 0,83246, tetapi kemampuan sektor

pertanian untuk mendorong pertumbuhan sektor hilir tinggi, yang artinya sektor

pertanian membutuhkan input dari sektor lain cukup tinggi, nilainya di atas satu

dengan nilai rata-rata 1,20384.

Berdasarkan analisis efek multiplier, dapat terlihat bahwa dampak dari

permintaan akhir output sektor pertanian terhadap output, pendapatan, dan tenaga

kerja rumah tangga didapat nilai rata-rata untuk output 2,83314, pendapatan

2,93422, dan tenaga kerja 2,61272, yang berarti apabila permintaan akhir output

22

sektor pertanian meningkat sebesar satu juta satuan maka akan meningkatkan

output sebesar 2,83314 juta, pendapatan 2,93422 juta, dan penyerapan tenaga

kerja rumah tangga sebesar 2 orang.

Pada penelitian ini selain menganalisis keterkaitan antar sektor, dampak

penyebaran, dan efek mulitplier, juga akan dilakukan analisis mengenai kebijakan

investasi terhadap sektor pertanian. Analisis kebijakan investasi ini dipergunakan

untuk mengetahui sub sektor pertanian manakah yang nantinya akan dijadikan

prioritas dalam peningkatan pertumbuhan output, pendapatan, dan tenaga kerja di

Provinsi Jawa Timur.

2.3. Analisis Input-Output

Semenjak dirintis oleh W. W. Leontief pada tahun 1930an, Input-Output

telah berkembang menjadi salah satu metode yang paling luas diterima, tidak

hanya untuk mendeskripsikan struktur industri suatu perekonomian saja tetapi

juga untuk memprediksikan perubahan-perubahan struktur tersebut (Glasson,

1977).

Sepanjang baris Tabel Input-Output menunjukkan pengalokasian output

yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan

permintaan akhir, selain itu pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi

penciptaan nilai tambah sektoral, sedangkan sepanjang kolomnya menunjukkan

struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi,

baik yang berupa input antara maupun input primer.

Sebagai metode kuantitatif, Tabel Input-Output dapat memberikan

gambaran secara menyeluruh tentang hal-hal sebagai berikut:

23

1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah

masing-masing sektor.

2. Struktur input antara, yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-

sektor produksi.

3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri

maupun barang impor atau yang berasal dari luar wilayah tersebut.

4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik berupa permintaan oleh berbagai

sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi, dan ekspor.

2.3.1. Struktur Tabel Input-Output

Tabel Input-Output terdiri atas suatu kerangka matriks berukuran “n x n”

dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan

suatu hubungan tertentu. Keseluruhan sistem adalah suatu seri yang

mengkorelasikan baris (output) dan kolom (input) (Glasson, 1977). Adapun

gambaran lengkap format Tabel Input-Output disajikan pada Tabel 2.1 berikut:

24

Tabel 2.1. Ilustrasi Tabel Input-Output

Alokasi Output Permintaan Antara

Total Output Sektor Produksi

Permintaan

Akhir

Susunan Input 1 2 … N

Input

antara

Sektor

produksi

x11 x12 … x1n C1 X1

x21 x22 … x2n C2 X2

. . . . . .

. . . . . .

. . . . . .

xn1 xn2 … Xnn Cn Xn

Upah dan Gaji RT W1 W2 … Wn

Surplus Usaha S1 S2 … Sn

Input Primer

lainnya P1 P2 … Pn

Total Input X1 X2 … Xn

Sumber: Miller and Blair, 1985 dalam Priyarsono, D. S, et al, 2007

Berdasarkan Tabel 2.1 di atas terdapat empat kuadran dalam Tabel Input-

Output. Penjelasan mengenai masing-masing kuadran adalah sebagai berikut.

1. Kuadran I (Intermediate Quadrant)

Kuadran I menunjukkan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa

yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi

mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian.

Kuadran ini berperan penting karena menunjukkan keterkaitan antarsektor

ekonomi dalam melakukan proses produksinya.

2. Kuadran II (Final Demand Quadrant)

Kuadran II menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh

sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir

adalah output suatu sektor yang langsung digunakan oleh rumah tangga,

pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan ekspor.

25

3. Kuadran III (Primary Input Quadrant)

Kuadran III menunjukkan pembelian input yang dihasilkan di luar sistem

produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri atas

pendapatan rumah tangga (gaji / upah), surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak

langsung neto. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk

domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut.

4. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant)

Kuadran IV menunjukkan input primer permintaan akhir dari transaksi

langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui

sistem produksi atau kuadran antara.

Berdasarkan Tabel 2.1 sepanjang baris (horisontal) memperlihatkan

bagaimana output suatu sektor dialokasikan, sebagian untuk memenuhi

permintaan antara (intermediate demand) sebagian lagi untuk memenuhi

permintaan akhir (final demand). Sepanjang kolom (vertikal) menunjukkan

pemakaian input antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor-sektor

lain untuk kegiatan produsi suatu sektor.

Apabila konsumsi rumah tangga + konsumsi pemerintah + pembentukan

modal tetap + perubahan stok + ekspor = F maka Tabel 2.1 dilihat secara

horisontal maka alokasi output secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk

persamaan sebagai berikut:

26

x11 + x12 + + x1n + F1 = X1

x21 + x22 + + x2n + F2 = X2

xn1 + xn2 + + xnn + Fn = Xn ……………………………………….……..(1)

secara ringkas persamaan tersebut dapat ditulis menjadi:

dimana xij adalah banyaknya output sektor i yang dipergunakan sebagai input oleh

sektor j dan Fi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah jumlah

output sektor i.

Sedangkan jika upah dan gaji rumah tangga + surplus usaha + input primer

lainnya = V maka Tabel 2.1 dilihat secara vertikal maka itu menunjukkan susunan

input suatu sektor dengan persamaan yang dapat ditulis sebagai berikut.

x11 + x12 + + x1n + V1 = X1

x21 + x22 + + x2n + V2 = X2

xn1 + xn2 + + xnn + Vn = Xn ......................................................................(2)

secara ringkas persamaan tersebut dapat ditulis menjadi:

dimana Vj adalah input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j.

Berdasarkan persamaan (1) diatas, jika diketahui matriks koefisien

teknologi, aij sebagai berikut:

27

aij = ........................................................................................................(3)

dan jika persamaan (3) disubstitusikan ke persamaan (1) maka didapat sebagai

berikut:

a11X1 + a12X2 + + a1nXn + F1 = X1

a21X1 + a22X2 + + a2nXn + F2 = X2

an1X1 + an2X2 + + annXn + Fn = Xn ………………………..…………….(4)

Jika persamaan (4) ditulis dalam bentuk persamaan matriks akan diperoleh

sebagai berikut:

a11 a12 a1n X1 F1 X1

a21 a22 a2n X2 F2 X2

+ =

an1 an2 ann Xn Fn Xn

A X + F = X

AX + F = X atau (I – A)X = F

X = (I – A)-1

F …………………………………………………………..…(5)

Dimana:

I = Matriks identitas yang elemennya memuat angka satu pada

diagonalnya dan nol pada selainnya

F = Permintaan akhir

X = Jumlah output

28

(I – A) = Matriks Leontief

(I – A)-1

= Matriks kebalikan Leontief

2.3.2. Asumsi, Kegunaan, dan Keterbatasan Metode Input-Output

Data dalam Tabel Input-Output mampu menggambarkan keterkaitan antar

sektor dalam kegiatan perekonomian secara rinci mengenai input dan output

sektoralnya. Karena bersifat statis dan terbuka, maka ada beberapa asumsi dasar

yang harus dipenuhi agar memberikan hasil yang akurat (Priyarsono, D. S, et al,

2007), yaitu:

1. Keseragaman (Homogeneity), yaitu asumsi bahwa setiap sektor ekonomi hanya

memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal

(seragam) dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input dari output sektor

yang berbeda.

2. Kesebandingan (Proportionality), yaitu asumsi bahwa hubungan antara input

dan output pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya

kenaikan atau penurunan penggunaan input oleh suatu sektor akan sebanding

dengan kenaikan atau penurunan output yang dihasilkan oleh sektor tersebut.

3. Penjumlahan (Aditivity), yaitu asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi

di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing

kegiatan produksi tersebut.

Metode Input-Output telah banyak dikembangkan untuk keperluan yang

lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan dari analisis Input-Output

antara lain sebagai berikut:

29

1. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah,

impor, penerimaan pajak, dan penyerapan tenaga di berbagai sektor produksi.

2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa

terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan

substitusinya.

3. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap

pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan

perekonomian.

4. Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasi

karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.

Meskipun banyak kegunaan dari metode Input-Output ini tapi tetap terdapat

beberapa keterbatasan. Beberapa keterbatasan metode Input-Output (Febriana,

2005) yaitu sebagai berikut:

1. Koefisien Input-Output yang konstan selama periode analisis, sehingga

perubahan-perubahan seperti teknologi atau perubahan relatif yang mungkin

terjadi selama periode analisis diabaikan. Hal ini menyebabkan harus

dilakukannya penyesuaian terhadap koefisien agar tidak timbul bias terhadap

hasil produksi.

2. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada akan

menyebabkan semakin besar pula kecenderungan pelanggaran terhadap asumsi

homogenitas dan semakin banyak informasi ekonomi yang lebih terperinci

tidak terlingkup dalam analisisnya.

30

3. Keterbatasan yang disebabkan oleh besarnya dana atau biaya dalam

penyusunan Tabel Input-Output dengan menggunakan metode survei.

2.3.3. Analisis Keterkaitan

Konsep keterkaitan biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi

pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu

sistem perekonomian. Konsep ini meliputi keterkaitan ke belakang (backward

linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor / industri dalam

pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi

dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukkan hubungan

keterkitan antar sektor / industri dalam penjualan terhadap total penjualan output

yang dihasilkannya.

1. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan, menunjukkan akibat dari

suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi

sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan

permintaan total.

2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang, menunjukkan akibat

dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara

bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan

permintaan total.

2.3.4. Analisis Dampak Penyebaran

Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan ataupun ke

belakang belum cukup memadai untuk digunakan sebagai landasan pemilihan

31

sektor kunci, sehingga harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata

dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh

sektor. Analisis dampak penyebaran yang terdiri atas kepekaan penyebaran dan

koefisien penyebaran digunakan untuk membandingkan antara keterkaitan

langsung dan tidak langsung baik ke depan ataupun ke belakang.

1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang / Daya Menarik)

Konsep ini digunakan untuk mengetahui distribusi manfaat dari

pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui

mekanisme transaksi pasar input, biasanya sering juga diartikan sebagai

kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya.

2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan / Daya Mendorong)

Konsep ini digunakan untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor

terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output, biasanya sering

juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan

produksi sektor-sektor lain yang memakai output dari sektor ini.

2.3.5. Analisis Multiplier

Analisis ini terdiri atas multiplier output, multiplier pendapatan, multiplier

tenaga kerja, dan multiplier tipe I dan II.

1. Multiplier output, dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal

(initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan

moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief (matriks invers) α

menunjukkan total pembelian input baik langsung maupun tidak langsung dari

sektor i yang disebabkan karena adanya peningkatan penjualan dari sektor i

32

sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matriks invers

dirumuskan sebagai berikut.

α = (I – A)-1

= [αij]

Matriks α mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang

dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antarsektor dalam

perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien dari matriks invers [αij]

menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan

mempengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain.

2. Multiplier pendapatan, mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya

perubahan output dalam perekonomian. Pendapatan yang dimaksud dalam

Tabel Input-Output adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga.

3. Multiplier tenaga kerja, menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan

oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier tenaga kerja tidak diperoleh

dari elemen-elemen dalam Tabel Input-Output, seperti pada multiplier output

dan pendapatan karena dalam Tabel Input-Output tidak mengandung elemen-

elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja, sehingga untuk

memperolehnya harus ditambahkan dalam Tabel Input-Output baris yang

menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk masing-masing sektor dalam

perekonomian suatu wilayah atau negara. Penambahan baris ini untuk

mendapatkan koefisien tenaga kerja (ei).

4. Multiplier tipe I dan II, digunakan untuk mengukur efek dari output,

pendapatan, dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang

disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan

33

tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah. Efek multiplier output,

pendapatan, dan tenaga kerja dapat dibagi sebagai berikut.

a. Dampak awal (initial impact), merupakan stimulus perekonomian yang

diasumsikan sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit

satuan moneter. Dampak awal dari sisi output diasumsikan sebagai

peningkatan penjualan ke permintaan akhir sebesar satu unit satuan moneter.

Peningkatan output tersebut akan memberikan efek terhadap peningkatan

pendapatan dan kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan

oleh koefisien pendapatan rumah tangga (hi), sedangkan efek awal dari sisi

tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja (ei).

b. Efek putaran pertama (first round effect), menunjukkan efek langsung dari

pembelian masing-masing sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu

unit satuan moneter. Efek putaran pertama dari sisi output ditunjukkan oleh

koefisien langsung (koefisien input output / aij), sedangkan efek putaran

pertama dari sisi pendapatan (∑iaij hi) menunjukkan adanya peningaktan

pendapatan dari setiap sektor akibat adanya efek putaran pertama dari sisi

output. Efek putaran pertama dari sisi tenaga kerja (∑iaij ei) menunjukkan

peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari

sisi output.

c. Efek dukungan industri (industrial support effect), dari sisi output

menunjukkan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya

akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek

dukungan industri menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan

34

penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya

dukungan industri yang menghasilkan output.

d. Efek induksi konsumsi (consumption induced effect), dari sisi output

menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi (peningkatan konsumsi rumah

tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan

dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh dari masing-masing dengan

mengalikan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah

tangga dan koefisien tenaga kerja.

e. Efek lanjutan (flow on effect), merupakan efek (dari output, pendapatan, dan

tenaga kerja) yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara

atau wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek

lanjutan dapat diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal.

2.4. Kerangka Pemikiran Operasional

Perekonomian di Provinsi Jawa Timur ditunjang oleh berbagai sektor yang

salah satunya adalah di sektor pertanian. Sektor pertanian sangat potensial untuk

ditingkatkan pertumbuhannya karena perannya dalam menyerap tenaga kerja yang

cukup besar sehingga nantinya bisa diharapkan mengurangi angka pengangguran.

Selain itu juga kontribusinya terhadap PDRB Provinsi Jawa Timur juga cukup

tinggi dibandingkan sektor-sektor yang lain, sehingga untuk meningkatkan

potensi pertanian maka diperlukan suatu investasi agar mampu bersaing dengan

sektor yang lain diharapkan menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Timur.

Akan tetapi masih rendahnya tingkat investasi di sektor pertanian

menyebabkan belum begitu maksimal dalam pemanfaatan potensi pertaniannya,

35

sehingga diperlukan peran pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur untuk

mendorong dan menarik para investor agar bersedia berinvestasi di sektor

pertanian. Adanya investasi di sektor pertanian akan mampu meningkatkan

output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja dari rumah tangga sehingga

dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

Hal inilah yang akan menentukan bagaimana tindakan yang akan diambil

pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan investasi di sektor pertanian, yang

nantinya diharapkan dengan adanya tambahan investasi akan mampu

meningkatkan kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian Provinsi Jawa

Timur. Bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur

Sektor Pertanian Sektor NonPertanian

Potensi Sektor Pertanian

Investasi Sektor Pertanian Rendah

Analisis Input-Output

Kontribusi terhadap PDRB

Penyerapan Tenaga Kerja

Analisis

Keterkaitan

Analisis

Penyebaran

Analisis

Multiplier

Peranan Investasi dalam

Sektor Pertanian

Kebijakan Investasi Sektor Pertanian

Keterangan hal yang dianalisis

hal yang tidak dianalisis

Gambar 2.3. Bagan Kerangka Pemikiran

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam analisis ini menggunakan data sekunder

yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, Badan Pusat

Statistik Indonesia, Dinas Pertanian, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

serta Badan Perencanaan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Timur. Data

yang diambil adalah data Tabel Transaksi Input-Output atas harga dasar produsen

Provinsi Jawa Timur tahun 2006 klasifikasi 19 sektor yang di agregasi menjadi 13

sektor dan sembilan sektor (Lampiran 1-4), karena merupakan Tabel Input-Output

terbaru dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Data pendukung yang

lainnya diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti perpustakaan IPB maupun

sumber di luar IPB.

3.2. Metode Analisis

Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui bagaimana peranan

investasi pada sektor pertanian terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya

dalam suatu wilayah adalah Input-Output. Dengan menggunakan model Input-

Output ini, peranan investasi pada sektor pertanian terhadap output, pendapatan,

kesempatan kerja, dan nilai tambah dapat diketahui berdasarkan matriks

permintaan akhir, sedangkan dampak penyebaran terhadap sektor perekonomian

lainnya dikaji berdasarkan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran yang

dapat diketahui berdasarkan matriks kebalikan Leontief terbuka sebagai berikut

(Priyarsono, D. S, et al, 2007):

37

3.2.1. Analisis Keterkaitan

1. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Dimana:

= Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i

= Unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka

2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Dimana:

= Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i

= Unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka

3.2.2. Analisis Dampak Penyebaran

1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang / Daya Menarik)

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

=

38

Dimana:

= Koefisien penyebaran sektor j

= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka

= Jumlah sektor

Apabila:

> 1, sektor j mempunyai koefisien penyebaran yang tinggi

< 1, sektor j mempunyai koefisien penyebaran yang rendah

2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan / Daya Mendorong)

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

=

Dimana:

= Kepekaan penyebaran sektor i

= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka

= Jumlah sektor

Apabila:

> 1, sektor i mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi

< 1, sektor i mempunyai kepekaan penyebaran yang rendah

39

3.2.3. Analisis Multiplier

Untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit

pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat dihitung dengan

menggunakan rumus multiplier tipe I dan tipe II sebagai berikut:

1. Multiplier Output Tipe I (sederhana)

Bertujuan untuk mengetahui hingga sejauh mana pengaruh kenaikan

permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah atau

negara terhadap output sektor lain, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Dimana:

= Multiplier output tipe I sektor ke-j

= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka

2. Multiplier Output Tipe II (total)

Bertujuan untuk mengetahui hingga sejauh mana pengaruh kenaikan

permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah atau

negara terhadap output sektor lain, baik secara langsung maupun induksi.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

40

MI =

MII =

Dimana:

= Multiplier output tipe II sektor ke-j

= Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup

3. Multiplier Pendapatan Tipe I

pengaruh langsung + pengaruh tidak langsung

pengaruh langsung

Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

=

Dimana:

= Multiplier pendapatan tipe I sektor ke-j

= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka

= Koefisien input gaji / upah rumah tangga sektor j

4. Multiplier Pendapatan Tipe II

Selain menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung juga menghitung

pengaruh induksi. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

pengaruh langsung + pengaruh tidak langsung + induksi konsumsi

pengaruh langsung

Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

=

41

Dimana:

= Multiplier pendapatan tipe II sektor ke-j

= Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup

= Koefisien input gaji / upah rumah tangga sektor j

5. Multiplier Tenaga Kerja Tipe I

Berubahnya kesempatan kerja yang terjadi pada sektor tersebut lainnya akibat

penambahan permintaan akhir dari suatu sektor sebesar satu satuan secara

langsung dan tidak langsung. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

=

Dimana:

= Multiplier tenaga kerja tipe I sektor ke-j

= Vektor baris koefisien tenaga kerja (orang/satuan rupiah)

= Wn=1,1,Wn+1,2,…,Wn=1,n

= Koefisien tenaga kerja sektor ke-i (orang/satuan rupiah)

= Koefisien tenaga kerja sektor ke-j (orang/satuan rupiah)

= Total input (satuan rupiah)

= Komponen tenaga kerja sektor ke-i

Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka

6. Multiplier Tenaga Kerja Tipe II

Pada bagian ini sudah diperhitungkan pengaruh dari efek induksi.

42

=

Dimana:

= Multiplier tenaga kerja tipe II sektor ke-j

= Koefisien tenaga kerja sektor ke-i (orang/satuan rupiah)

= Koefisien tenaga kerja sektor ke-j (orang/satuan rupiah)

= Total input (satuan rupiah) sektor i

= Komponen tenaga kerja sektor ke-i

Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup

3.2.4. Koefisien Pendapatan ( )

Koefisien pendapatan yaitu suatu bilangan yang menunjukkan besarnya

jumlah pendapatan yang diterima oleh pekerja yang diperlukan untuk

menghasilkan satu unit output. Koefisien pendapatan diperlukan untuk mencari

dampak perubahan input primer terhadap pembentukan pendapatan. Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut:

Dimana:

= Koefisien pendapatan sektor i

= Jumlah upah dan gaji sektor i

= Jumlah input total sektor i

43

3.2.5. Koefisien Tenaga Kerja (Wn+1)

Koefisien tenaga kerja yaitu suatu bilangan yang menunjukkan besarnya

jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output.

Koefisien tenaga kerja diperlukan untuk mencari dampak perubahan input primer

terhadap pembentukan tenaga kerja. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Dimana:

= Koefisien tenaga kerja sektor i

= Jumlah tenaga kerja sektor i

= Jumlah input total sektor i

3.2.6. Analisis Kebijakan Investasi

Untuk menganalisis investasi tersebut menggunakan rumus sebagai berikut

(Miller dan Blair, 1985 dalam Maryadi, 2007):

a. Dampak terhadap pembentukan output.

b. Dampak terhadap pendapatan rumah tangga.

c. Dampak terhadap penyerapan tenaga kerja .

44

Dimana:

= Dampak terhadap pembentukan output

= Dampak terhadap pendapatan rumah tangga

= Dampak terhadap penyerapan tenaga kerja

= Investasi sektoral

= Matriks kebalikan Leontief tertutup

= Koefisien pendapatan

= Koefisien tenaga kerja

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Letak Geografi dan Topografi Provinsi Jawa Timur

Provinsi Jawa Timur merupakan satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa

selain Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,

dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Provinsi Jawa Timur terletak pada 111,00

hingga 114,40 Bujur Timur dan 7,12

0 hingga 8,48

0 Lintang Selatan. Batas daerah,

di sebelah Utara berbatasan dengan Pulau Kalimantan atau tepatnya dengan

Provinsi Kalimantan Selatan, sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan

perairan terbuka yaitu Samudera Indonesia. Sebelah Timur berbatasan dengan

Pulau Bali, sedangkan di sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah

(BPS Provinsi Jawa Timur, 2008).

Secara umum, wilayah Jawa Timur dapat dibagi dua bagian besar, yaitu

Jawa Timur daratan dan Pulau Madura. Dimana luas wilayah Jawa Timur daratan

hampir mencakup 90 persen dari seluruh luas wilayah Provinsi Jawa Timur,

sedangkan luas Pulau Madura hanya sekitar 10 persen. Luas wilayah Provinsi

Jawa Timur yang mencapai 46.428 km2 habis terbagi menjadi 38 Kabupaten /

Kota, 29 Kabupaten, dan 9 Kota (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008). Luas perairan

208.138 km2 meliputi Selat Madura, Laut Jawa, Selat Bali, dan Samudera

Indonesia dengan panjang garis pantai 1.600 km (Lukito, 2008).

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat adanya lima daerah dengan wilayah

terluas, yaitu Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Malang, Kabupaten Jember,

Kabupaten Sumenep, dan Kabupaten Tuban. Daerah dengan luas wilayah terkecil

46

diantaranya, yaitu Kota Mojokerto, Kota Blitar, Kota Madiun, Kota Pasuruan, dan

Kota Probolinggo (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008).

Tabel 4.1. Letak, Tinggi, dan Luas Daerah Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi

Jawa Timur Kabupaten / Kota Tinggi Rata-rata Ibukota dari

Permukaan Laut (m)

Luas Daerah (km2)

01. Kab. Pacitan 7 1.342

02. Kab. Ponorogo 49 1.372

03. Kab. Trenggalek 110 1.205

04. Kab. Tulungagung 85 1.046

05. Kab. Blitar 167 1.589

06. Kab. Kediri 60 1.386

07. Kab. Malang 556 2.979

08. Kab. Lumajang 54 1.791

09. Kab. Jember 83 2.478

10. Kab. Banyuwangi 25 5.783

11. Kab. Bondowoso 255 1.560

12. Kab. Situbondo 5 1.639

13. Kab. Probolinggo 10 1.599

14. Kab. Pasuruan 5 1.151

15. Kab. Sidoarjo 3 634

16. Kab. Mojokerto 30 692

17. Kab. Jombang 44 904

18. Kab. Nganjuk 56 1.224

19. Kab. Madiun 60 1.011

20. Kab. Magetan 394 689

21. Kab. Ngawi 47 1.296

22. Kab. Bojonegoro 19 2.307

23. Kab. Tuban 4 1.840

24. Kab. Lamongan 6 1.670

25. Kab. Gresik 3 1.191

26. Kab. Bangkalan 47 1.260

27. Kab. Sampang 15 1.233

28. Kab. Pamekasan 8 792

29. Kab. Sumenep 13 1.999

01. Kota Kediri 60 63

02. Kota Blitar 167 33

03. Kota Malang 445 110

04. Kota Probolinggo 10 57

05. Kota Pasuruan 5 35

06. Kota Mojokerto 30 16

07. Kota Madiun 60 33

08. Kota Surabaya 2 326

09. Kota Batu 871 93

Jawa Timur 46.428

Sumber: BPN Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008

47

Provinsi Jawa Timur dapat dibedakan menjadi tiga dataran: tinggi, sedang,

dan rendah. Dataran tinggi merupakan daerah dengan ketinggian rata-rata di atas

100 meter diatas permukaan laut. Daerah ini meliputi Kabupaten Bondowoso,

Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten

Magetan, Kota Blitar, Kota Malang, dan Kota Batu (BPS Provinsi Jawa Timur,

2008).

Dataran sedang mempunyai ketinggian antara 45-100 meter diatas

permukaan laut. Daerah ini meliputi Kabupaten Ponorogo, Tulungagung, Kediri,

Lumajang, Jember, Nganjuk, Ngawi, Bangkalan, dan dua kota yaitu Kota Kediri

dan Madiun, sedangkan kabupaten dan kota lainnya merupakan dataran rendah,

dengan ketinggian di bawah 45 meter diatas permukaan laut yang terdiri atas 16

kabupaten dan empat kota (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008).

4.2. Kependudukan dan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur

Data jumlah penduduk dari hasil proyeksi penduduk berdasarkan P4B yaitu

sebesar 37.795.297 pada tahun 2007. Kota Surabaya mempunyai jumlah

penduduk yang paling besar, yaitu 2.720.156 jiwa, diikuti Kabupaten Malang

2.442.422 jiwa dan Kabupaten Jember 2.293.740 jiwa. Seperti terlihat pada Tabel

4.2, daerah yang memiliki penduduk paling sedikit, yaitu Kota Mojokerto, Kota

Blitar, dan Kota Madiun dengan masing-masing jumlah penduduknya 119.051

jiwa, 127.338 jiwa, dan 173.447 jiwa. Banyak sedikitnya jumlah penduduk di

suatu daerah biasanya dikarenakan luas atau sempitnya daerah tersebut, akses ke

bidang pendidikan, dan banyaknya lapangan kerja yang tersedia (BPS Provinsi

Jawa Timur, 2008).

48

Tabel 4.2. Perkembangan Jumlah Penduduk per Kabupaten / Kota se-Jawa Timur

Tahun 2004-2007 (orang)

No. Uraian 2004 2005 2006 2007

Kabupaten:

1 Pacitan 542.556 546.150 549.768 553.865

2 Ponorogo 875.448 880.701 885.986 892.527

3 Trenggalek 677.185 682.465 687.786 691.207

4 Tulungagung 968.983 976.691 984.460 992.248

5 Blitar 1.121.716 1.131.222 1.140.809 1.145.822

6 Kediri 1.493.209 1.509.132 1.525.231 1.531.187

7 Malang 2.368.372 2.393.959 2.419.822 2.442.422

8 Lumajang 1.009.349 1.017.839 1.026.400 1.034.334

9 Jember 2.248.968 2.263.794 2.278.718 2.293.740

10 Banyuwangi 1.552.867 1.564.026 1.575.265 1.580.441

11 Bondowoso 714.835 720.183 725.571 727.790

12 Situbondo 626.600 631.382 636.200 638.537

13 Probolinggo 1.048.616 1.059.322 1.070.137 1.081.063

14 Pasuruan 1.443.550 1.464.297 1.485.342 1.496.474

15 Sidoarjo 1.738.285 1.787.771 1.838.666 1.869.350

16 Mojokerto 989.965 1.008.740 1.027.871 1.041.269

17 Jombang 1.187.178 1.199.958 1.212.876 1.233.279

18 Nganjuk 1.041.812 1.053.569 1.065.459 1.073.126

19 Madiun 660.873 664.282 667.709 667.841

20 Magetan 621.160 621.511 621.862 622.966

21 Ngawi 846.355 851.884 857.449 860.029

22 Bojonegoro 1.226.691 1.238.811 1.251.051 1.263.411

23 Tuban 1.087.121 1.095.795 1.104.538 1.107.691

24 Lamongan 1.249.867 1.261.972 1.274.194 1.281.176

25 Gresik 1.081.800 1.101.000 1.120.541 1.142.817

26 Bangkalan 907.651 926.560 945.863 965.568

27 Sampang 855.405 874.512 894.046 914.016

28 Pamekasan 755.331 768.587 782.076 795.801

29 Sumenep 1.045.501 1.056.985 1.068.595 1.076.592

Kota:

30 Kediri 253.287 254.367 255.452 258.734

31 Blitar 124.203 124.944 125.689 127.338

32 Malang 773.703 779.002 784.337 791.970

33 Probolinggo 203.056 205.490 207.953 210.446

34 Pasuruan 179.587 182.072 184.591 185.507

35 Mojokerto 114.339 116.383 118.464 185.507

36 Madiun 170.260 170.931 171.605 173.447

37 Surabaya 2.681.092 2.698.972 2.716.971 2.720.156

38 Batu 181.631 185.467 186.384 192.059

Jumlah 36.668.407 37.070.728 37.475.737 37.861.753

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2008

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat terlihat perkembangan tenaga kerja yang ada di

Provinsi Jawa Timur. Dapat terlihat bahwa jumlah pencari kerja pada tahun 2007

49

sebesar 1.142.351 orang, meningkat apabila dibandingkan tahun 2006 yang

berjumlah 1.051.295 dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini

mengindikasikan kalau jumlah lapangan kerja lebih sedikit apabila dibandingkan

dengan para pencari kerja disamping pertumbuhan penduduk yang tinggi, yang

mana penawaran tenaga kerja lebih tinggi daripada permintaannya (BPS Provinsi

Jawa Timur, 2008).

Tabel 4.3. Perkembangan Tenaga Kerja di Jawa Timur Tahun 2004-2007 (orang) No. Uraian 2004 2005 2006 2007

1 Angkatan Kerja 18.386.125 18.771.371 18.720.955 20.118.000

2 Angkatan Kerja Tertampung 17.374.955 17.689.834 17.669.660 18.975.649

3 Penganggur 1.011.170 1.081.897 1.051.295 1.142.351

4 Penduduk Usia Kerja 27.402.533 27.973.485 28.572.533 29.160.338

Sumber: Disnaker Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008

4.3. Gambaran Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Timur

Potensi sumber daya alam sangat bervariasi, seperti pertanian, kehutanan,

kelautan dan perikanan, peternakan serta perkebunan. Luas lahan sawah adalah

1.178.283 ha, terdiri atas lahan beririgasi seluas 907.274 ha, sawah tadah hujan

seluas 243.899 ha, dan sawah lainnya atau irigasi lodesa seluas 27.110 ha. Luas

lahan palawija, hortikultura dan sayur mayur seluas 4.046.971 ha. Panjang saluran

irigasi teknis primer 3.633.093 km, dan panjang saluran teknis sekunder

3.445.093 km. Panjang saluran irigasi semi teknis primer adalah 446.848 km dan

panjang saluran semi teknis sekunder 47.151 km. Panjang saluran irigasi

sederhana primer 216.636 km dan panjang saluran sederhana sekunder 75.749 km

(Indonesia Tanah Airku, 2007). Gambaran umum mengenai sub sektor pertanian

di Provinsi Jawa Timur dijelaskan sebagai berikut:

50

4.3.1. Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan

Lahan persawahan yang ada, areal panen rata rata seluas 1.692.729 ha

dengan rata rata produktivitas 53,17 kuintal/ha, jumlah produksi padi kering giling

yang diperoleh sebanyak 900.215 ton/tahun atau beras sebanyak 5.688.510

ton/tahun. Tanaman jagung dengan luas areal produksi mencapai 1.144.349 ha,

dapat memproduksi sebanyak 4.240.308 ton. Tanaman kedelai dengan luas areal

produksi mencapai 257.170 ha, dapat memproduksi sebanyak 343.150 ton.

Jumlah produksi untuk padi tahun 2007 adalah 9.007.265 ton, jagung 4.390.850

ton, ubi kayu 4.023.614 ton, dan kacang 950.527 ton (Indonesia Tanah Airku,

2007).

Keadaan ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2004 yaitu produksi

padi 9.002.618 ton, jagung 4.134.762 ton, ubi kayu 3.961.662 ton, kacang hijau

212.325 ton. Ketersediaan pangan beras sebesar 1.745.841 ton, jagung 3.444.480

ton, ubi kayu 2.615,42 ton, ubi jalar 23.009 ton, kacang tanah 160.658 ton, kacang

hijau 66.137 ton, daging 83.508 ton, telur 19.841 ton, susu 77.633 ton, dan ikan

6.302 ton. Ketersediaan pangan di Jawa Timur merupakan keberhasilan teknologi

pertanian, perluasan lahan panen meningkatkan intensifikasi petani (Indonesia

Tanah Airku, 2007).

Berdasarkan Tabel Input-Output (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa output

sub sektor tanaman bahan makanan paling banyak dijadikan input oleh sektor

industri pengolahan yaitu industri makanan, minuman, dan tembakau, sedangkan

tidak digunakan sebagai input oleh sub sektor kehutanan, sektor pertambangan

dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air minum, serta sektor bangunan.

51

Permintaan input untuk sub sektor tanaman bahan makanan paling banyak

diperoleh dari sektor itu sendiri artinya tidak membutuhkan input dari sektor yang

lain, sedangkan tidak membutuhkan input yang berasal dari sub sektor perikanan,

serta sektor pertambangan dan penggalian (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008).

4.3.2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan

Luas seluruh perkebunan di Provinsi Jawa Timur seluas 952.933 ha dengan

jumlah total seluruh produksi perkebunan sebanyak 1.658.528,71 ton/tahun. Jenis-

jenis perkebunan yang ada yaitu sebagai berikut (Indonesia Tanah Airku, 2007):

1. Perkebunan teh dengan luas areal 2.711 ha dapat memproduksi sebanyak

16.695,46 ton/tahun.

2. Perkebunan tembakau dengan luas areal 109.918 ha dapat memproduksi

sebanyak 77.421 ton/tahun.

3. Perkebunan kakao dengan luas areal 35.328 ha dapat memproduksi sebanyak

19.880,81 ton/tahun.

4. Perkebunan vanili dengan areal 535 ha dapat memproduksi sebanyak 15,50

ton/tahun.

5. Perkebunan tebu dengan luas areal 169.317 ha dapat memproduksi sebanyak

1.048.734,83 ton/tahun.

6. Perkebuanan jambu mete dengan luas areal 52.995 ha dapat memproduksi

sebanyak 12.213 ton/tahun.

7. Perkebunan kelapa dengan luas areal 285.180 ha dapat memproduksi sebanyak

265.452,56 ton/tahun.

52

Berdasarkan Tabel Input-Output (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa output

sub sektor tanaman perkebunan paling banyak dijadikan input oleh sektor industri

pengolahan yaitu industri makanan, minuman, dan tembakau, sedangkan tidak

digunakan sebagai input oleh sub sektor kehutanan, sub sektor perikanan, sektor

pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air minum, serta sektor

bangunan. Permintaan input untuk sub sektor tanaman perkebunan paling banyak

diperoleh dari sektor industri pengolahan yaitu industri pupuk dan pestisida,

sedangkan tidak membutuhkan input yang berasal dari sektor pertambangan dan

penggalian (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008).

4.3.3. Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya

Sektor peternakan dibagi dalam dua jenis yaitu sektor peternakan produksi

utama ternak dan sektor peternakan produksi untama unggas. Jenis-jenis

peternakan yang ada pada sektor dengan produksi utama ternak antara lain

peternakan sapi potong dengan populasi 2.524.476 ekor setiap tahunnya dapat

memotong sebanyak 336.595 ekor, peternakan sapi perah dengan populasi

134.043 ekor, setiap tahunnya dapat menghasilkan susu sebanyak 239.908 liter.

Peternakan kambing dengan populasi 2.400.750 ekor, dapat memproduksi daging

sebanyak 7.772 ton/tahun, peternakan domba demgam populasi 1.407.116 ekor,

dapat memproduksi daging sebanyak 4.334 ton/tahun, dan peternakan babi dengan

populasi 35.958 ekor, dapat memproduksi daging sebanyak 398 ton/tahun

(Indonesia Tanah Airku, 2007).

Sektor peternakan dengan produksi utama unggas adalah peternakan ayam

buras dengan jumlah populasi 39.673.982 ekor dapat memproduksi 13.734

53

ton/tahun, peternakan ayam petelur dengan jumlah populasi sebanyak 30.051.763

ekor dapat memproduksi telur sebanyak 139.786 ton/tahun, peternakan ayam

pedaging dengan jumlah populasi 29.377.200 ekor dapat memproduksi daging

sebanyak 71.301.200 ton/tahun, dan peternakan itik dengan jumlah populasi

sebanyak 2.425.129 ekor dapat memproduksi telur sebanyak 8.512 ton/tahun

(Indonesia Tanah Airku, 2007).

Berdasarkan Tabel Input-Output (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa output

sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya paling banyak dijadikan input oleh sektor

industri pengolahan yaitu industri makanan, minuman, dan tembakau, sedangkan

tidak digunakan sebagai input oleh sub sektor kehutanan, sektor pertambangan

dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air minum, serta sektor bangunan.

Permintaan input untuk sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya paling banyak

diperoleh dari sektor perdagangan, restoran, dan hotel dengan yang terbanyak di

sub sektor perdagangan, sedangkan tidak membutuhkan input yang berasal dari

sub sektor perikanan (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008).

4.3.4. Sub Sektor Kehutanan

Luas kawasan hutan sekitar 1.357.206,36 ha atau 28 persen dari luas dararan

Provinsi Jawa Timur, terdiri atas beberapa jenis hutan. Hutan-hutan yang ada

menurut jenisnya antara lain hutan produksi seluas 811.452,70 ha (59,79 persen),

hutan lindung seluas 312.636,50 ha (23,04 persen), hutan konservasi seluas

233.117,16 ha (17,18 persen). Hasil produksi yang didapat dari hutan non HPH

antara lain kayu bulat sebanyak 265.844 m³, kayu gergagian 1.237 m³, kayu

54

olahan jati yang terdiri atas veneer sayat (3.079.321 m²), TOP (7.656 m³), dan

penempelan veneer (444.790 m²) (Indonesia Tanah Airku, 2007).

Berdasarkan Tabel Input-Output (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa output

sub sektor kehutanan paling banyak dijadikan input oleh sektor industri

pengolahan yaitu industri lainnya dengan nilai paling besar pada industri bambu,

kayu, dan rotan, sedangkan tidak digunakan sebagai input oleh sektor

pengangkutan dan komunikasi. Permintaan input untuk sub sektor kehutanan

paling banyak diperoleh dari sektor perdagangan, restoran, dan hotel dengan yang

terbanyak di sub sektor perdagangan, sedangkan tidak membutuhkan input yang

berasal dari sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman perkebunan,

sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, sub sektor perikanan, serta sektor

pertambangan dan penggalian (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008).

4.3.5. Sub Sektor Perikanan

Kegiatan perikanan dapat dibedakan atas sektor perikanan laut dan

perikanan darat. Sektor perikanan laut, jumlah kapal penangkap ikan yang

beroperasi sebanyak 53.889 unit dengan jumlah rumah tangga perikanan sebanyak

91.979 kepala keluarga, jumlah tempat pelelangan ikan sebanyak 45 buah. Jumlah

produksi ikan yang dihasilkan setiap tahunnya berkisar 334.162,50 ton. Kegiatan

perikanan pada sektor perikanan darat dibagi atas beberapa jenis, yaitu (Indonesia

Tanah Airku, 2007):

1. Tambak, dengan luas areal 54.812,42 ha dapat memproduksi sebanyak

81.228,10 ton setiap tahunnya.

55

2. Kolam, dengan luas areal 1.980,65 ha dapat memproduksi sebanyak 31.025,60

ton setiap tahunnya.

3. Keramba, dengan jumlah sebanyak 23,7 unit dapat memproduksi sebanyak

2.797,70 ton setiap tahunnya.

4. Mina padi, dengan luas areal 498,95 ha dapat memproduksi sebanyak 175,03

ton setiap tahunnya.

5. Sawah tambak, dengan luas areal 33.577,36 ha dapat memproduksi sebanyak

51.103,40 ton setiap tahunnya.

Berdasarkan Tabel Input-Output (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa output

sub sektor perikanan paling banyak dijadikan input oleh sektor perdagangan,

restoran, dan hotel, dengan yang terbanyak di sub sektor restoran dan hotel,

sedangkan tidak digunakan sebagai input oleh sub sektor tanaman bahan

makanan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, sub sektor kehutanan, sektor

pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air minum, serta sektor

bangunan. Permintaan input untuk sub sektor perikanan paling banyak diperoleh

dari sektor perdagangan, restoran, dan hotel dengan yang terbanyak di sub sektor

perdagangan, sedangkan tidak membutuhkan input yang berasal sub sektor

tanaman perkebunan serta sektor pertambangan dan penggalian (BPS Provinsi

Jawa Timur, 2008).

4.4. Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Jawa Timur

Banyaknya industri besar dan sedang yang mengolah hasil pertanian di

Provinsi Jawa Timur seperti yang terlihat di Tabel 4.4, tentunya akan lebih

mempermudah akses para petani dalam menjual hasil output mereka. Industri

56

yang tersebar tersebut tidak hanya industri pengolahan untuk tanaman bahan

makanan saja, tetapi juga tersedia untuk sub sektor pertanian yang lain juga.

Sektor industri pengolahan dan sektor pertanian merupakan sektor yang saling

menguntungkan, karena dengan adanya industri pengolahan maka output sektor

pertanian akan memiliki daya jual yang lebih tinggi. Bagi industri pengolahan

sendiri, dengan adanya output dari sektor pertanian, tentunya akan menentukan

kelangsungan berjalannya produksi pada industri tersebut.

Sektor industri pengolahan sangat dibutuhkan terutama dari sektor

pertanian, hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan nilai tambah dari output yang

dihasilkan dari sektor pertanian tersebut. Pengolahan lebih lanjut tentunya akan

menambah nilai jual dari produk pertanian tersebut, daripada langsung

dikonsumsi atau dijual dalam bentuk mentah. Peningkatan nilai tambah ini

tentunya sangat diharapkan agar pendapatan yang diterima oleh para petani akan

mengalami kenaikan, sehingga akan mampu mengurangi angka kemiskinan

terutama di Provinsi Jawa Timur.

Dapat dilihat bahwa industri besar tiga terbanyak terdapat pada industri

rokok kretek (108), industri gula pasir (31), serta industri Pembekuan Ikan dan

Biota Perairan lainnya (24). Industri sedang tiga terbanyak yaitu, industri kerupuk

dan sejenisnya (252), industri penggilingan padi dan penyosohan beras (162),

serta industri pengeringan dan pengolahan tembakau (141), seperti terlihat pada

Tabel 4.4.

57

Tabel 4.4. Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Jawa Timur (unit) Jenis Industri Besar Sedang

Industri Gula Pasir 31 0

Industri Pembekuan Ikan dan Biota Perairan lainnya 24 22

Industri Roti dan sejenisnya 19 96

Industri Pengupasan dan Pembersihan Kopi 17 17

Industri Makaroni, Mie, Spagheti, Bihun, So'un dan sejenisnya 15 60

Industri Pengalengan Ikan dan Biota Perairan lainnya 13 1

Industri Penggaraman serta Pengeringan Ikan dan Biota Perairan lainnya 13 57

Industri Kerupuk dan sejenisnya 11 252

Industri Minuman Ringan (Soft Drink) 11 50

Industri Ransum Pakan Ternak serta Ikan 10 9

Industri Pengupasan, Pembersihan dan Pengeringan Cokelat (Cacao) 9 5

Industri Bumbu Masak dan Penyedap Masakan 8 7

Industri Makanan yang belum termasuk kelompok manapun 8 33

Industri Makanan dari Coklat dan Kembang Gula 6 22

Industri Pengolahan Teh dan Kopi 5 13

Industri Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras 5 162

Industri Pengolahan dan Pengawetan lainnya untuk Ikan dan Biota Perairan

lainnya 5 5

Industri Pemotongan Hewan 4 3

Industri Berbagai Macam Tepung dari Padi-padian, Biji-bijian, Kacang-kacangan,

Umbi-umbian, dan sejenisnya 4 11

Industri Pemindangan Ikan dan Biota Perairan Lainnya 1 69

Industri Pengeringan dan Pengolahan Tembakau 21 141

Industri Rokok Kretek 108 92

Industri Rokok lainnya 10 9

Industri Hasil lainnya dari Tembakau, Bumbu Rokok dan Klobot serta Kawung 3 7

Industri Panel Kayu lainnya 11 7

Industri Penggergajian Kayu 10 38

Industri Kayu Lapis Laminasi, termasuk Decorative Plywood 4 2

Industri Pengawetan Kayu 3 29

Industri Alat-alat Dapur dari Kayu, Rotan dan Bambu 3 11

Industri Anyam-anyaman dari Rotan dan Bambu 2 12

Industri Kerajinan Ukir-ukiran dari Kayu kecuali Furnitur 2 7

Industri Barang dari Kayu, Rotan, Gabus yang belum tercakup sebelumnya 2 5

Industri Pengolahan Rotan 1 2

Industri Kayu Lapis 1 6

Industri Peti Kemas dari Kayu kecuali Peti Mati 1 21

Industri Kemasan dan Kotak dari Kertas dan Karton 19 29

Industri Kertas Budaya 10 3

Industri Kertas Industri 4 5

Industri Kertas Tissue 4 5

Industri Barang dari Kertas dan Karton yang tidak termasuk dalam sub golongan

manapun 4 4

Industri Kertas lainnya 3 6

Industri Kertas khusus 2 5

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2005

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Keterkaitan

Analisis keterkaitan yang akan dibahas dalam penelitian ini terdiri atas

keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward

linkage). Nilai keterkaitan langsung ke depan maupun ke belakang sektor-sektor

perekonomian pada suatu wilayah diperoleh dari matriks koefisien teknis. Nilai

keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan maupun ke belakang sektor-

sektor perekonomian pada suatu wilayah diperoleh dari matriks kebalikan

Leontief terbuka.

5.1.1. Keterkaitan Ke Depan

Sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sesuai dengan Tabel

5.1 berada pada urutan ketujuh untuk nilai keterkaitan langsung dan tidak

langsung ke depan yaitu sebesar 1,288. Nilai keterkaitan ini menunjukkan apabila

terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar Rp. 1 juta, maka output sektor pertanian

yang dijual ke sektor lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung akan

meningkat sebesar Rp. 1,288 juta. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian

lebih banyak yang langsung dijadikan konsumsi akhir daripada diolah lebih lanjut.

Sektor perekonomian yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak

langsung ke depan tertinggi adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran yaitu

sebesar 2,037. Nilai yang sangat tinggi dari sektor ini menunjukkan bahwa output

sektor perdagangan, hotel, dan restoran sangat dibutuhkan oleh sektor-sektor

perekonomian yang lain baik langsung maupun tidak langsung.

59

Tabel 5.1. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun

2006 Klasifikasi Sembilan Sektor

Sektor

Keterkaitan Langsung dan

Tidak Langsung Ke

Depan

Keterkaitan Langsung dan

Tidak Langsung Ke

Belakang

Pertanian 1,288 1,197

Pertambangan dan Penggalian 1,057 1,207

Industri Pengolahan 1,822 1,604

Listrik, Gas, dan Air Minum 1,465 1,880

Bangunan 1,202 1,517

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,037 1,394

Pengangkutan dan Komunikasi 1,519 1,548

Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa

Perusahaan 1,945 1,869

Jasa-jasa 1,408 1,527

Total 13,743 13,743

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS

Provinsi Jawa Timur, 2006

Kuadran I menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan total ke

depan dan ke belakang yang tinggi dengan sektor-sektor yang lain. Sektor yang

terletak pada kuadran II memiliki keterkaitan total ke belakang yang tinggi tetapi

keterkaitan total ke depan yang rendah. Kuadran III menunjukkan bahwa sektor

tersebut memiliki keterkaitan total ke depan dan ke belakang yang rendah dengan

sektor-sektor yang lain. Sektor yang terletak pada kuadran IV memiliki

keterkaitan total ke belakang yang rendah tetapi keterkaitan total ke depan yang

tinggi. Posisi dari sembilan sektor dalam masing-masing kuadran dapat dilihat

pada Gambar 5.1.

60

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

2

0 0.5 1 1.5 2 2.5

Ke

terk

aita

n k

e B

ela

kan

g

Keterkaitan ke Depan

Keterkaitan Sembilan Sektor

Pertanian

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Listrik, Gas, dan Air Minum

Bangunan

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Pengangkutan dan Komunikasi

Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan

Jasa-jasa

RKTD

RKTB

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS

Provinsi Jawa Timur, 2006

Keterangan:

RKTB = garis rata-rata keterkaitan total ke belakang

RKTD = garis rata-rata keterkaitan total ke depan

Gambar 5.1. Grafik Keterkaitan Sembilan Sektor

Berdasarkan Tabel 5.2, dari lima sub sektor pertanian yang ada, sub sektor

tanaman bahan makanan memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke

depan terbesar yaitu 1,183. Hal ini disebabkan jumlah permintaan antara sub

sektor tanaman bahan makanan paling besar diantara sub sektor pertanian yang

lain, yang artinya output sub sektor ini paling banyak dibutuhkan sektor lain.

Penyerapan output sub sektor tanaman bahan makanan terbesar dari sektor

industri pengolahan yaitu sektor industri makanan, minuman, dan tembakau.

Sub sektor kehutanan memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke

depan terkecil yaitu 1,006. Hal tersebut disebabkan, jumlah permintaan antara sub

sektor kehutanan paling kecil dibandingkan dengan sub sektor pertanian yang lain,

IV III

II I

61

yang artinya output sub sektor ini paling sedikit dibutuhkan sektor lain.

Penyerapan output sub sektor kehutanan terbesar dari sektor industri pengolahan

yaitu industri lainnya dengan nilai paling besar pada industri bambu, kayu, dan

rotan.

5.1.2. Keterkaitan Ke Belakang

Sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 berdasarkan Tabel 5.1

memiliki nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sebesar 1,197.

Nilai keterkaitan ini menunjukkan bahwa jika ada kenaikan permintaan akhir

sebesar Rp. 1 juta, maka sektor pertanian akan secara langsung maupun tidak

langsung meningkatkan permintaan inputnya terhadap sektor lainnya sebesar Rp.

1,197 juta. Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor

pertanian berada pada urutan kesembilan. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor

pertanian tidak terlalu membutuhkan input baik secara langsung maupun tidak

langsung dari sektor-sektor perekonomian yang lain. Kecilnya nilai keterkaitan ini

disebabkan sektor pertanian masih mengandalkan penggunaan input produksi dari

sektornya sendiri untuk meningkatkan outputnya, misalnya pupuk organik

(terbuat dari kotoran hewan ternak dan sampah dedaunan), bibit, serta benih.

Sektor yang memiliki keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke

belakang tertinggi adalah sektor listrik, gas, dan air minum yaitu sebesar 1,880.

Nilai menunjukkan bahwa sektor ini sangat membutuhkan input baik secara

langsung maupun tidak langsung dari sektor-sektor perekonomian yang lain.

Berdasarkan Tabel 5.2, dari lima sub sektor pertanian yang ada, sub sektor

perikanan memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang terbesar

62

yaitu 1,462. Hal ini disebabkan jumlah input antara sub sektor perikanan paling

besar diantara sub sektor pertanian yang lain, yang artinya sub sektor ini sangat

membutuhkan input dari sektor yang lain. Permintaan input untuk sub sektor

perikanan paling banyak diperoleh dari sektor perdagangan, restoran, dan hotel

dengan yang terbanyak di sub sektor perdagangan. Mengingat luasnya perairan di

Provinsi Jawa Timur yaitu seluas 208.138 km2 meliputi Selat Madura, Laut Jawa,

Selat Bali, dan Samudera Indonesia dengan panjang garis pantai 1.600 km

(Lukito, 2008) sehingga perlu dukungan input dan faktor produksi seperti kapal

laut, peralatan melaut (pancing, jaring), peti kemas ikan yang di dapat melalui

mekanisme perdagangan.

Tabel 5.2. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun

2006 Klasifikasi 13 Sektor

Sektor

Keterkaitan Langsung dan

Tidak Langsung Ke

Depan

Keterkaitan Langsung dan

Tidak Langsung Ke

Belakang

Tanaman Bahan Makanan 1,183 1,126

Tanaman Perkebunan 1,063 1,191

Peternakan dan Hasil-hasilnya 1,086 1,195

Kehutanan 1,006 1,110

Perikanan 1,067 1,462

Pertambangan dan Penggalian 1,060 1,207

Industri Pengolahan 2,007 1,598

Listrik, Gas, dan Air Minum 1,486 1,879

Bangunan 1,248 1,516

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,307 1,394

Pengangkutan dan Komunikasi 1,595 1,547

Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa

Perusahaan 2,063 1,868

Jasa-jasa 1,447 1,527

Total 18,620 18,620

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi

Jawa Timur, 2006

Sub sektor kehutanan memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung

terkecil yaitu 1,110. Hal ini disebabkan jumlah input antara sub sektor kehutanan

63

paling kecil diantara sub sektor pertanian yang lain, yang artinya sub sektor ini

tidak terlalu membutuhkan input dari sektor yang lain. Sedikitnya input yang

dipakai karena untuk mengembangkan sub sektor ini cukup dengan penyediaan

lahan dan bibit tanaman kayu. Permintaan input untuk sub sektor kehutanan

paling banyak diperoleh dari sektor perdagangan, restoran, dan hotel dengan yang

terbanyak di sub sektor perdagangan. Adapun input yang dibutuhkan yaitu bibit

tanaman kayu yang diperoleh dari mekanisme perdagangan.

Kuadran I menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan total ke

depan dan ke belakang yang tinggi dengan sektor-sektor yang lain. Sektor yang

terletak pada kuadran II memiliki keterkaitan total ke belakang yang tinggi tetapi

keterkaitan total ke depan yang rendah. Kuadran III menunjukkan bahwa sektor

tersebut memiliki keterkaitan total ke depan dan ke belakang yang rendah dengan

sektor-sektor yang lain. Sektor yang terletak pada kuadran IV memiliki

keterkaitan total ke belakang yang rendah tetapi keterkaitan total ke depan yang

tinggi. Posisi dari 13 sektor dalam masing-masing kuadran dapat dilihat pada

Gambar 5.2.

64

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

2

0 0.5 1 1.5 2 2.5

Ke

terk

aita

n k

e B

ela

kan

g

Keterkaitan ke Depan

Keterkaitan 13 Sektor

Tanaman Bahan Makanan

Tanaman Perkebunan

Peternakan dan Hasil-hasilnya

Kehutanan

Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Listrik, Gas, dan Air Minum

Bangunan

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Pengangkutan dan Komunikasi

Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan

Jasa-jasa

RKTD

RKTB

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi

Jawa Timur, 2006

Keterangan:

RKTB = garis rata-rata keterkaitan total ke belakang

RKTD = garis rata-rata keterkaitan total ke depan

Gambar 5.2. Grafik Keterkaitan 13 Sektor

5.2. Analisis Dampak Penyebaran

Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana sektor pertanian

memiliki distribusi manfaat terhadap sektor perekonomian lainnya melalui

mekanisme transaksi pasar output yang dapat diketahui dari kepekaan penyebaran.

Koefisien penyebaran dapat digunakan untuk mengetahui manfaat distribusi

I II

III IV

65

sektor pertanian terhadap sektor perekonomian lainnya melalui mekanisme pasar

input.

5.2.1. Kepekaan Penyebaran

Sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 memiliki nilai

kepekaan penyebaran sebesar 0,884. Nilainya yang kurang dari satu menunjukkan

bahwa kemampuan sektor pertanian untuk mendorong pertumbuhan produksi

sektor-sektor lain yang memakai output dari sektor ini masih kecil. Hal ini

menunjukkan kalau output dari sektor pertanian yang digunakan sebagai input

oleh sektor lain masih kecil, lebih banyak langsung dijadikan konsumsi akhir.

Selain sektor pertanian masih ada lima sektor lain yang memiliki nilai kepekaan

kurang dari satu yang dapat diketahui berdasarkan Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Provinsi

Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor Sektor Kepekaan Penyebaran Koefisien Penyebaran

Pertanian 0,844 0,784

Pertambangan dan Penggalian 0,692 0,790

Industri Pengolahan 1,193 1,051

Listrik, Gas, dan Air Minum 0,959 1,231

Bangunan 0,787 0,994

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1,334 0,913

Pengangkutan dan Komunikasi 0,995 1,014

Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa

Perusahaan 1,274 1,224

Jasa-jasa 0,922 1,000

Total 9,000 9,000

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS

Provinsi Jawa Timur, 2006

Apabila suatu sektor perekonomian memiliki nilai kepekaan penyebaran

lebih dari satu berarti sektor tersebut mempunyai kemampuan untuk mendorong

pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai output dari sektor ini

(industri hilir). Berdasarkan Tabel 5.3 dapat terlihat bahwa sektor yang

66

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

0.0 0.5 1.0 1.5

Ko

efi

sie

n P

en

yeb

aran

Kepekaan Penyebaran

Dampak Penyebaran Sembilan Sektor

Pertanian

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Listrik, Gas, dan Air Minum

Bangunan

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Pengangkutan dan Komunikasi

Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan

Jasa-jasa

RKEP

RKOP

mempunyai nilai lebih dari satu yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran

(1,334), sektor lembaga keuangan, usaha bangunan, dan jasa perusahaan (1,274),

serta sektor industri pengolahan (1,193).

Kuadran I menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki kepekaan dan

koefisien penyebaran yang tinggi dengan sektor-sektor yang lain. Sektor yang

terletak pada kuadran II memiliki koefisien penyebaran yang tinggi tetapi

kepekaan penyebaran yang rendah. Kuadran III menunjukkan bahwa sektor

tersebut memiliki kepekaan dan koefisien penyebaran yang rendah dengan sektor-

sektor yang lain. Sektor yang terletak pada kuadran IV memiliki koefisien

penyebaran yang rendah tetapi kepekaan penyebaran yang tinggi. Posisi dari

sembilan sektor dalam masing-masing kuadran dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS

Provinsi Jawa Timur, 2006

Keterangan:

RKOP = garis rata-rata koefisien penyebaran

RKEP = garis rata-rata kepekaan penyebaran

Gambar 5.3. Grafik Dampak Penyebaran Sembilan Sektor

I II

III IV

67

Berdasarkan Tabel 5.4, dari lima sub sektor pertanian yang ada, tidak ada

satupun yang mampu mendorong pertumbuhan sektor lain yang menggunakan

output dari sektor ini. Hal ini dikarenakan jumlah permintaan antara dari lima sub

sektor pertanian ini lebih rendah dari sektor yang lain, selain itu semua nilai

kepekaan penyebarannya kurang dari satu. Tidak mampunya sub sektor pertanian

mendorong pertumbuhan sektor lain yang menggunakan output dari sektor ini

disebabkan ouput dari sub sektor ini lebih banyak yang langsung dijadikan

konsumsi akhir tanpa diolah terlebih dahulu.

5.2.2. Koefisien Penyebaran

Sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2006 sesuai dengan

Tabel 5.3 memiliki nilai koefisien penyebaran sebesar 0,784. Nilai koefisien

penyebaran yang kurang dari satu, menunjukkan bahwa kemampuan sektor

pertanian untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya masih kecil. Hal ini

dikarenakan masih sedikitnya output dari sektor industri hulunya yang digunakan

sebagai input untuk sektor pertanian. Sektor pertanian sebagian besar masih

banyak menggunakan input produksi dari sektornya sendiri untuk meningkatkan

outputnya, misalnya pupuk organik (terbuat dari kotoran hewan ternak dan

sampah dedaunan), bibit, serta benih.

Apabila suatu sektor perekonomian memiliki nilai koefisien penyebaran

lebih dari satu, maka sektor tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan industri

hulunya. Beberapa sektor perekonomian sesuai dengan Tabel 5.3 yang memiliki

nilai koefisien penyebaran lebih dari satu, yaitu sektor listrik, gas, dan air minum

68

(1,231), sektor industri pengolahan (1,051), serta sektor pengangkutan dan

komunikasi (1,014).

Berdasarkan Tabel 5.4, dari lima sub sektor pertanian yang ada, hanya sub

sektor perikanan yang mampu meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Hal

ini dikarenakan nilai koefisien penyebarannya lebih dari satu yaitu sebesar 1,021.

Sub sektor perikanan mampu meningkatkan industri hulunya disebabkan luasnya

perairan di Provinsi Jawa Timur yaitu seluas 208.138 km2 meliputi Selat Madura,

Laut Jawa, Selat Bali dan Samudera Indonesia dengan panjang garis pantai 1.600

km (Lukito, 2008) sehingga perlu dukungan input dan faktor produksi dari sektor

hulunya seperti kapal laut, peralatan melaut (pancing, jaring), dan peti kemas ikan.

Tabel 5.4. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Provinsi

Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi 13 Sektor

Sektor Kepekaan penyebaran Koefisien penyebaran

Tanaman Bahan Makanan 0,826 0,786

Tanaman Perkebunan 0,742 0,831

Peternakan dan Hasil-hasilnya 0,759 0,834

Kehutanan 0,703 0,775

Perikanan 0,745 1,021

Pertambangan dan Penggalian 0,740 0,842

Industri Pengolahan 1,401 1,116

Listrik, Gas, dan Air Minum 1,038 1,312

Bangunan 0,871 1,059

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1,611 0,973

Pengangkutan dan Komunikasi 1,114 1,080

Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa

Perusahaan 1,440 1,304

Jasa-jasa 1,010 1,066

Total 13,000 13,000

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi

Jawa Timur, 2006

Kuadran I menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki kepekaan dan

koefisien penyebaran yang tinggi dengan sektor-sektor yang lain. Sektor yang

terletak pada kuadran II memiliki koefisien penyebaran yang tinggi tetapi

69

0.000

0.200

0.400

0.600

0.800

1.000

1.200

1.400

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000

Ko

efi

sie

n P

eye

bar

an

Kepekaan Penyebaran

Dampak Penyebaran 13 Sektor

Tanaman Bahan Makanan

Tanaman Perkebunan

Peternakan dan Hasil-hasilnya

Kehutanan

Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Listrik, Gas, dan Air Minum

Bangunan

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Pengangkutan dan Komunikasi

Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan

Jasa-jasa

RKEP

RKOP

I II

III IV

kepekaan penyebaran yang rendah. Kuadran III menunjukkan bahwa sektor

tersebut memiliki kepekaan dan koefisien penyebaran yang rendah dengan sektor-

sektor yang lain. Sektor yang terletak pada kuadran IV memiliki koefisien

penyebaran yang rendah tetapi kepekaan penyebaran yang tinggi. Posisi dari 13

sektor dalam masing-masing kuadran dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi

Jawa Timur, 2006

Keterangan:

RKOP = garis rata-rata koefisien penyebaran

RKEP = garis rata-rata kepekaan penyebaran

Gambar 5.4. Grafik Dampak Penyebaran 13 Sektor

70

5.3. Analisis Multiplier

Analisis multiplier digunakan untuk melihat dampak perubahan atau

peningkatan permintaan akhir sektor pertanian terhadap semua sektor yang ada di

tiap satu-satuan perubahan jenis pengganda. Ada dua jenis multiplier yang akan

dianalisis yaitu multiplier Tipe I dan Tipe II. Multiplier ini digunakan untuk

menganalisis multiplier output, multiplier pendapatan, dan multiplier tenaga kerja.

Nilai multiplier Tipe I diperoleh dari pengolahan lanjut matriks kebalikan

Leontief terbuka, sedangkan nilai multiplier Tipe II diperoleh dari pengolahan

lanjut matriks kebalikan Leontief tertutup dengan memasukkan rumah tangga

sebagai variabel endogenous. Dapat dilihat pada Tabel 5.5 bahwa nilai multiplier

tipe II selalu lebih besar daripada multiplier tipe I, hal ini dikarenakan pada

multiplier tipe II sudah memasukkan konsumsi rumah tangga.

5.3.1. Multiplier Output

Nilai yang terdapat pada analisis multiplier output tipe I dan tipe II

menunjukkan adanya peningkatan output di seluruh sektor perekonomian yang

disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan di suatu sektor

tertentu. Berdasarkan Tabel 5.5, sektor pertanian nilai multiplier ouput tipe I

sebesar 1,197. Arti dari nilai tersebut yaitu apabila terjadi peningkatan pada

permintaan akhir sektor pertanian sebesar Rp. 1 juta maka output di seluruh sektor

perekonomian akan meningkat sebesar Rp. 1,197 juta. Multiplier output tipe II,

sektor pertanian memiliki nilai sebesar 1,555 yang artinya apabila terjadi

peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja pada sektor pertanian sebesar

71

Rp. 1 juta maka akan meningkatkan output di seluruh sektor perekonomian

sebesar Rp. 1,555 juta.

Berdasarkan Tabel 5.5 dapat terlihat bahwa nilai multiplier output tipe I

terbesar di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 adalah sektor listrik, gas, dan air

minum dengan nilai 1,880. Nilai multiplier output tipe II yang tertinggi juga ada

pada sektor listrik, gas, dan air minum yaitu sebesar 2,487.

Tabel 5.5. Multiplier Output Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun

2006 Klasifikasi Sembilan Sektor

Sektor Efek

awal

Efek

Putaran

Pertama

Efek

Dukungan

Industri

Efek

Induksi

Konsumsi

Efek

Total Tipe I Tipe II

Pertanian 1 0,135 0,062 0,358 1,555 1,197 1,555

Tanaman Bahan

Makanan 1 0,091 0,035 0,294 1,420 1,126 1,420

Tanaman

Perkebunan 1 0,123 0,068 0,528 1,719 1,191 1,719

Peternakan dan

Hasil-hasilnya 1 0,133 0,061 0,261 1,455 1,195 1,455

Kehutanan 1 0,071 0,039 0,391 1,501 1,110 1,501

Perikanan 1 0,310 0,152 0,525 1,987 1,462 1,987

Pertambangan dan

Penggalian 1 0,134 0,073 0,600 1,806 1,207 1,806

Industri Pengolahan 1 0,410 0,195 0,422 2,026 1,605 2,026

Listrik, Gas, dan Air

Minum 1 0,525 0,355 0,608 2,487 1,880 2,487

Bangunan 1 0,338 0,179 0,660 2,178 1,518 2,178

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 1 0,250 0,144 0,573 1,967 1,394 1,967

Pengangkutan dan

Komunikasi 1 0,347 0,201 0,682 2,230 1,548 2,230

Lembaga Keuangan,

Usaha Bangunan, dan

Jasa Perusahaan 1 0,513 0,355 0,516 2,384 1,869 2,384

Jasa-jasa 1 0,335 0,193 0,750 2,277 1,527 2,277

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS

Provinsi Jawa Timur, 2006

Berdasarkan Tabel 5.5, sub sektor perikanan memiliki multiplier output

Tipe I dan Tipe II terbesar yaitu 1,462 dan 1,987. Hal tersebut disebabkan luasnya

perairan di Provinsi Jawa Timur seluas 208.138 km2 meliputi Selat Madura, Laut

Jawa, Selat Bali, dan Samudera Indonesia dengan panjang garis pantai 1.600 km

72

(Lukito, 2008) mampu menghasilkan produksi ikan di sektor perikanan laut setiap

tahunnya berkisar 334.162,50 ton. Ditambah hasil dari sektor perikanan darat

sebesar 166.329,83 ton setiap tahun. Apabila ditambah dengan budidaya air payau

produksinya dapat mencapai 1,5 ton/ha per musim tanam, air tawar 16 ton/ha per

musim tanam dan budidaya laut 7,5 kg/m3 per musim tanam (Indonesia Tanah

Airku, 2007).

Sub sektor kehutanan multiplier output Tipe I terendah yaitu 1,110. Hal

tersebut disebabkan luas kawasan hutan hanya sekitar 1.357.206,36 ha atau 28

persen dari luas dararan Provinsi Jawa Timur, dengan luas hutan produksi

811.452,70 ha. Hasil produksi yang didapat juga tidak terlalu besar yaitu sebesar

274.737 m3 saja (Indonesia Tanah Airku, 2007). Sub sektor tanaman bahan

makanan memiliki multiplier output Tipe II terendah yaitu 1,420. Hal tersebut

disebabkan luas lahan sub sektor tanaman bahan makanan hanya 1.178.283 ha,

sehingga output yang dihasilkan juga cukup sedikit yaitu 13.566.256 ton per tahun

(Indonesia Tanah Airku, 2007).

5.3.2. Multiplier Pendapatan

Nilai yang terdapat dalam multiplier pendapatan tipe I dan tipe II

menunjukkan adanya peningkatan pendapatan di seluruh sektor perekonomian

yang disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan di suatu

sektor tertentu. Berdasarkan Tabel 5.6, nilai multiplier pendapatan sektor

pertanian tipe I sebesar 1,230. Arti dari nilai tersebut yaitu apabila terjadi

peningkatan pada permintaan akhir sektor pertanian sebesar Rp. 1 juta maka

pendapatan di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp. 1,230

73

juta. Nilai multiplier tipe II sektor pertanian adalah sebesar 1,659 yang artinya

apabila terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja pada sektor

pertanian sebesar Rp. 1 juta maka akan meningkatkan pendapatan di seluruh

sektor perekonomian sebesar Rp. 1,659 juta. Nilai multiplier pendapatan yang

masih rendah ini dikarenakan karena kurangnya pemberian nilai tambah terhadap

output sektor pertanian sehingga harga jualnya juga kecil yang mengakibatkan

pendapatan yang diterima oleh para petani juga kecil.

Tabel 5.6. Multiplier Pendapatan Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur

Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor

Sektor Efek

awal

Efek

Putaran

Pertama

Efek

Dukungan

Industri

Efek

Induksi

Konsumsi

Efek

Total Tipe I Tipe II

Pertanian 0,145 0,023 0,011 0,062 0,240 1,230 1,659

Tanaman Bahan

Makanan 0,125 0,014 0,006 0,051 0,196 1,155 1,561

Tanaman Perkebunan 0,228 0,021 0,012 0,092 0,352 1,141 1,542

Peternakan dan Hasil-

hasilnya 0,096 0,022 0,010 0,045 0,174 1,342 1,814

Kehutanan 0,172 0,015 0,007 0,068 0,261 1,123 1,518

Perikanan 0,175 0,058 0,026 0,091 0,350 1,480 2,001

Pertambangan dan

Penggalian 0,258 0,028 0,012 0,104 0,402 1,157 1,560

Industri Pengolahan 0,110 0,067 0,033 0,073 0,283 1,912 2,579

Listrik, Gas, dan Air Minum 0,149 0,092 0,061 0,105 0,407 2,030 2,738

Bangunan 0,244 0,053 0,030 0,114 0,442 1,342 1,810

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 0,219 0,041 0,025 0,099 0,384 1,299 1,752

Pengangkutan dan

Komunikasi 0,231 0,072 0,036 0,118 0,457 1,466 1,977

Lembaga Keuangan, Usaha

Bangunan, dan Jasa

Perusahaan 0,108 0,087 0,062 0,089 0,346 2,380 3,209

Jasa-jasa 0,278 0,062 0,033 0,130 0,502 1,342 1,810

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS

Provinsi Jawa Timur, 2006

Dapat terlihat pada Tabel 5.6 bahwa nilai multiplier pendapatan tipe I yang

tertinggi di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 adalah sektor lembaga keuangan,

usaha bangunan, dan jasa perusahaan sebesar 2,380. Nilai multiplier pendapatan

74

tipe II tertinggi juga terdapat pada sektor lembaga keuangan, usaha bangunan, dan

jasa perusahaan sebesar 3,209.

Berdasarkan Tabel 5.6, sub sektor perikanan memiliki multiplier pendapatan

Tipe I dan Tipe II terbesar yaitu 1,480 dan 2,001. Hal ini disebabkan sudah

diberikannya nilai tambah terhadap output sub sektor perikanan. Peningkatan nilai

tambah ini dapat terlihat sudah semakin banyaknya industri pengolahan baik yang

berskala besar maupun sedang untuk hasil-hasil output perikanan di Provinsi Jawa

Timur yaitu sekitar 51 unit (industri besar) dan 149 unit (industri sedang) (Badan

Pusat Statistik, 2005). Sub sektor kehutanan multiplier pendapatan Tipe I dan

Tipe II terendah yaitu 1,123 dan 1,518. Hal ini disebabkan masih sedikitnya

industri pengolahan untuk hasil-hasil kehutanan di Provinsi Jawa Timur yaitu

sekitar 40 unit (industri besar) dan 140 unit (industri sedang) sehingga

peningkatan nilai tambahnya masih kecil yang menyebabkan tingkat pendapatan

juga kecil.

5.3.3. Multiplier Tenaga Kerja

Nilai yang terdapat dalam multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II

menunjukkan adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor

perekonomian yang disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir sebesar satu

satuan di suatu sektor tertentu. Berdasarkan Tabel 5.7, sektor pertanian memiliki

nilai multiplier tenaga kerja tipe I sebesar 1,070 yang berarti apabila terjadi

peningkatan pada permintaan akhir yang bekerja pada sektor pertanian sebesar

Rp. 1 juta maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor

perekonomian sebesar 1 orang. Nilai multiplier tenaga kerja tipe II sektor

75

pertanian yaitu sebesar 1,176, hal ini berarti apabila terjadi peningkatan konsumsi

rumah tangga yang bekerja pada sektor pertanian sebesar Rp. 1 juta maka akan

meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar 1

orang. Dapat terlihat bahwa nilai multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II di

Provinsi Jawa Timur yang tertinggi adalah sektor listrik, gas, dan air minum

dengan nilai masing-masing sebesar 10,215 dan 23,120.

Tabel 5.7. Multiplier Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur

Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor

Sektor Efek

awal

Efek

Putaran

Pertama

Efek

Dukungan

Industri

Efek

Induksi

Konsumsi

Efek

Total Tipe I Tipe II

Pertanian 0,089 0,005 0,002 0,009 0,104 1,070 1,176

Tanaman Bahan

Makanan 0,077 0,004 0,001 0,008 0,089 1,059 1,159

Tanaman Perkebunan 0,140 0,004 0,002 0,014 0,159 1,039 1,138

Peternakan dan Hasil-

hasilnya 0,059 0,004 0,002 0,007 0,071 1,090 1,206

Kehutanan 0,105 0,002 0,001 0,010 0,118 1,023 1,120

Perikanan 0,107 0,010 0,004 0,014 0,135 1,128 1,257

Pertambangan dan

Penggalian 0,011 0,003 0,002 0,016 0,032 1,433 2,860

Industri Pengolahan 0,011 0,013 0,005 0,011 0,040 2,678 3,718

Listrik, Gas, dan Air Minum 0,001 0,006 0,006 0,016 0,029 10,215 23,120

Bangunan 0,039 0,005 0,005 0,017 0,066 1,244 1,695

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 0,021 0,006 0,003 0,015 0,045 1,412 2,126

Pengangkutan dan

Komunikasi 0,022 0,007 0,004 0,018 0,051 1,536 2,373

Lembaga Keuangan, Usaha

Bangunan, dan Jasa

Perusahaan 0,004 0,008 0,007 0,014 0,032 4,346 7,488

Jasa-jasa 0,037 0,007 0,004 0,020 0,068 1,301 1,837

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS

Provinsi Jawa Timur, 2006

Berdasarkan Tabel 5.7, sub sektor perikanan memiliki multiplier tenaga

kerja Tipe I dan Tipe II terbesar yaitu 1,128 dan 1,257. Hal ini disebabkan luas

perairan Provinsi Jawa Timur yang lebih luas yaitu 208.138 km2 daripada luas

daratannya yaitu 46.428 km2, sehingga dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja di

sub sektor tersebut dengan jumlah rumah tangga perikanan sebanyak 91.979

76

kepala keluarga (Indonesia Tanah Airku, 2007). Sub sektor kehutanan multiplier

tenaga kerja Tipe I dan Tipe II terendah yaitu 1,023 dan 1,120. Hal ini disebabkan

pemeliharaan tanaman ataupun tumbuhan hasil kehutanan tidak terlalu rumit

apabila dibandingkan dengan sub sektor pertanian yang lain. Hal lain yang

menyebabkan sedikitnya tenaga kerja yang terserap disebabkan lebih banyak

peran pemerintah dalam menangani masalah di sub sektor kehutanan dalam hal ini

petugas Perhutani dan Polisi Hutan terutama untuk perlindungan hutan konservasi

dan hutan lindung yang persentasenya mencapai 40,22 persen dari total luas lahan

kehutanan (Indonesia Tanah Airku, 2007).

Sesuai dengan hasil perhitungan, dalam analisis multiplier output,

pendapatan, dan tenaga kerja dapat diketahui bahwa sektor pertanian masih kecil

peranannya dalam peningkatan output, pendapatan, dan tenaga kerja pada sektor-

sektor perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Sektor yang memiliki peran cukup

besar adalah sektor listrik, gas, dan air minum terutama dalam peningkatan output

dan penyerapan tenaga kerja. Peran besar dalam peningkatan pendapatan terdapat

pada sektor lembaga keuangan, usaha bangunan, dan jasa perusahaan.

5.4. Peranan Investasi Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi Jawa

Timur

Analisis investasi ini dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi

pada sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Timur karena adanya

pertumbuhan investasi sektor pertanian. Untuk memberikan gambaran mengenai

dampak investasi sektor pertanian terhadap perekonomian, terutama pembentukan

terhadap nilai output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja, maka dalam

77

penelitian ini diasumsikan terdapat penanaman investasi sebesar Rp. 100 trilyun

pada setiap sub sektor pertanian, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan,

tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan, serta perikanan.

Penanaman investasi diasumsikan berada pada kondisi perekonomian

berlangsung normal. Nilai investasi ini berdasarkan nilai anggaran yang

dialokasikan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur dalam Anggaran Pendapatan

Belanja Daerah 2006. Nilai tersebut digunakan untuk shock sektor pertanian

sehingga dapat dilihat dampaknya terhadap perubahan output, pendapatan, dan

tenaga kerja di setiap sektor perekonomian di Provinsi Jawa Timur (Badan

Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Timur, 2007).

5.4.1. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa investasi pada sub sektor tanaman bahan

makanan sebesar Rp. 100 trilyun dapat menghasilkan output total di seluruh

sektor perekonomian Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar Rp. 142,01 trilyun.

Berdasarkan total tersebut, terdapat Rp. 105,18 trilyun atau sebesar 74,10 persen

merupakan dampak langsung dan Rp. 36,83 trilyun atau sebesar 25,90 persen

merupakan dampak tidak langsung. Dampak langsung menunjukkan bahwa

dengan investasi di sub sektor tanaman bahan makanan sebesar Rp. 100 trilyun

akan menghasilkan output di sub sektor tersebut sebesar Rp. 105,18 trilyun.

Dampak tidak langsung memperlihatkan bahwa dengan penanaman investasi

sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor tanaman bahan makanan akan

meningkatkan output di sektor-sektor perekonomian lainnya sebesar Rp. 36,83

trilyun.

78

Dilihat dari sisi pendapatan, dapat diketahui bahwa jika ada tambahan

investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor tanaman bahan makanan, maka

akan mampu meningkatkan pendapatan di semua sektor-sektor perekonomian

sebesar Rp. 19,57 trilyun. Dampak langsung yang ditimbulkan sebesar Rp. 13,19

trilyun atau 67,40 persen, yang artinya apabila ada tambahan investasi di sub

sektor tanaman bahan makanan sebesar Rp. 100 trilyun maka pendapatan yang

diterima oleh tenaga kerja di sektor tersebut sebesar Rp. 13,19 trilyun. Dampak

tidak langsung sebesar Rp. 6,38 trilyun atau sebesar 32,60 persen, nilai tersebut

merupakan pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor perekonomian

yang lain.

Tabel 5.8. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Sebesar Rp.

100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan

(juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang)

Sektor Output Pendapatan Tenaga Kerja

Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen

Tanaman Bahan Makanan 105.180.500 74,1 13.189.400 67,4 8.096.400 90,8

Tanaman Perkebunan 390.900 0,3 89.200 0,5 54.700 0,6

Peternakan dan Hasil-

hasilnya 1.317.400 0,9 126.100 0,6 77.400 0,9

Kehutanan 26.700 0,0 4.600 0,0 2.800 0,0

Perikanan 1.310.200 0,9 228.900 1,2 140.500 1,6

Pertambangan dan

Penggalian 146.000 0,1 37.600 0,2 1.600 0,0

Industri Pengolahan 9.849.200 6,9 1.083.700 5,5 105.700 1,2

Listrik, Gas, dan Air

Minum 2.289.100 1,6 340.600 1,7 2.800 0,0

Bangunan 771.300 0,5 188.500 1,0 29.800 0,3

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 11.005.300 7,7 2.411.300 12,3 232.800 2,6

Pengangkutan dan

Komunikasi 3.611.000 2,5 835.200 4,3 77.600 0,9

Lembaga Keuangan, Usaha

Bangunan, dan Jasa

Perusahaan 3.886.300 2,7 418.400 2,1 16.800 0,2

Jasa-jasa 2.228.900 1,6 618.600 3,2 82.200 0,9

Total 142.012.800 100,0 19.572.300 100,0 8.921.400 100,0

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi

Jawa Timur, 2006

79

Adanya tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor tanaman

bahan makanan akan mampu menyerap tenaga kerja di seluruh sektor

perekonomian sebesar 8,92 juta orang. Dampak langsung yang ditimbulkan yaitu

sebesar 8,10 juta orang atau 90,80 persen, nilai ini menunjukkan jumlah tenaga

kerja yang mampu diserap oleh sub sektor tersebut untuk menambah outputnya.

Dampak tidak langsung menunjukkan nilai sebesar 825 ribu orang atau 9,20

persen. Hal ini menunjukkan jika terdapat tambahan investasi Rp. 100 trilyun di

sub sektor tanaman bahan makanan, maka jumlah tenaga kerja yang mampu

diserap oleh sektor perekonomian yang lain sebesar 825 ribu orang.

5.4.2. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Perkebunan

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa investasi pada sub sektor tanaman

perkebunan sebesar Rp. 100 trilyun dapat menghasilkan output total di seluruh

sektor perekonomian Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar Rp. 171,93 trilyun.

Berdasarkan total tersebut, terdapat Rp. 102,20 trilyun atau sebesar 59,40 persen

merupakan dampak langsung dan Rp. 69,73 trilyun atau sebesar 40,60 persen

merupakan dampak tidak langsung. Dampak langsung menunjukkan bahwa

dengan investasi di sub sektor tanaman perkebunan sebesar Rp. 100 trilyun akan

menghasilkan output di sub sektor tersebut sebesar Rp. 102,20 trilyun. Dampak

tidak langsung memperlihatkan bahwa dengan penanaman investasi sebesar Rp.

100 trilyun pada sub sektor tanaman perkebunan akan meningkatkan output di

sektor-sektor perekonomian lainnya sebesar Rp. 69,73 trilyun.

Dilihat dari sisi pendapatan dapat diketahui bahwa jika ada tambahan

investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor tanaman perkebunan, maka akan

80

mampu meningkatkan pendapatan di semua sektor-sektor perekonomian sebesar

Rp. 35,19 trilyun. Dampak langsung yang ditimbulkan sebesar Rp. 23,32 trilyun

atau 66,30 persen, yang artinya apabila ada tambahan investasi di sub sektor

tanaman perkebunan sebesar Rp. 100 trilyun maka pendapatan yang diterima oleh

tenaga kerja di sektor tersebut sebesar Rp. 23,32 trilyun. Dampak tidak langsung

sebesar Rp. 11,87 trilyun atau sebesar 33,70 persen, nilai tersebut merupakan

pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor perekonomian yang lain.

Tabel 5.9. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Sebesar Rp. 100

trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta

rupiah), dan Tenaga Kerja (orang)

Sektor Output Pendapatan Tenaga Kerja

Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen

Tanaman Bahan Makanan 3.434.900 2,0 430.700 1,2 264.400 1,7

Tanaman Perkebunan 102.204.300 59,4 23.319.000 66,3 14.314.400 89,8

Peternakan dan Hasil-

hasilnya 1.644.600 1,0 157.400 0,4 96.600 0,6

Kehutanan 46.700 0,0 8.000 0,0 4.900 0,0

Perikanan 2.349.000 1,4 410.400 1,2 251.900 1,6

Pertambangan dan

Penggalian 279.600 0,2 72.000 0,2 3.100 0,0

Industri Pengolahan 17.020.300 9,9 1.872.800 5,3 182.700 1,1

Listrik, Gas, dan Air

Minum 4.148.700 2,4 617.300 1,8 5.200 0,0

Bangunan 2.465.500 1,4 602.600 1,7 95.400 0,6

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 18.683.200 10,9 4.093.600 11,6 395.300 2,5

Pengangkutan dan

Komunikasi 6.566.000 3,8 1.518.600 4,3 141.200 0,9

Lembaga Keuangan, Usaha

Bangunan, dan Jasa

Perusahaan 9.120.200 5,3 982.000 2,8 39.500 0,2

Jasa-jasa 3.965.800 2,3 1.100.700 3,1 146.300 0,9

Total 171.928.800 100,0 35.185.300 100,0 15.940.800 100,0

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi

Jawa Timur, 2006

Adanya tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor tanaman

perkebunan akan mampu menyerap tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian

sebesar 15,94 juta orang. Dampak langsung yang ditimbulkan yaitu sebesar 14,31

81

juta orang atau 89,80 persen, nilai ini menunjukkan jumlah tenaga kerja yang

mampu diserap oleh sub sektor tersebut untuk menambah outputnya. Dampak

tidak langsung menunjukkan nilai sebesar 1,63 juta orang atau 10,20 persen. Hal

ini menunjukkan jika terdapat tambahan investasi Rp. 100 trilyun di sub sektor

tanaman perkebunan, maka jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor

perekonomian yang lain sebesar 1,63 juta orang.

5.4.3. Peranan Investasi Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya

Tabel 5.10 menunjukkan bahwa investasi pada sub sektor peternakan dan

hasil-hasilnya sebesar Rp. 100 trilyun dapat menghasilkan output total di seluruh

sektor perekonomian Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar Rp. 145,54 trilyun.

Berdasarkan total tersebut, terdapat Rp. 101,02 trilyun atau sebesar 69,40 persen

merupakan dampak langsung dan Rp. 44,52 trilyun atau sebesar 30,60 persen

merupakan dampak tidak langsung. Dampak langsung menunjukkan bahwa

dengan investasi di sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya sebesar Rp. 100

trilyun akan menghasilkan output di sub sektor tersebut sebesar Rp. 101,02

trilyun. Dampak tidak langsung memperlihatkan bahwa dengan penanaman

investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya

akan meningkatkan output di sektor-sektor perekonomian lainnya sebesar Rp.

44,52 trilyun.

Dilihat dari sisi pendapatan dapat diketahui bahwa jika ada tambahan

investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya,

maka akan mampu meningkatkan pendapatan di semua sektor-sektor

perekonomian sebesar Rp. 17,37 trilyun. Dampak langsung yang ditimbulkan

82

sebesar Rp. 9,67 trilyun atau 55,70 persen, yang artinya apabila ada tambahan

investasi di sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya sebesar Rp. 100 trilyun maka

pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor tersebut sebesar Rp. 9,67

trilyun. Dampak tidak langsung sebesar Rp. 7,70 trilyun atau sebesar 44,30

persen, nilai tersebut merupakan pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di

sektor perekonomian yang lain.

Tabel 5.10. Peranan Investasi Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya Sebesar

Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah),

Pendapatan (juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang)

Sektor Output Pendapatan Tenaga Kerja

Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen

Tanaman Bahan Makanan 3.624.700 2,5 454.500 2,6 279.000 3,9

Tanaman Perkebunan 823.700 0,6 187.900 1,1 115.400 1,6

Peternakan dan Hasil-

hasilnya 101.015.200 69,4 9.669.600 55,7 5.935.700 83,7

Kehutanan 29.900 0,0 5.100 0,0 3.100 0,0

Perikanan 1.186.800 0,8 207.300 1,2 127.300 1,8

Pertambangan dan

Penggalian 159.600 0,1 41.100 0,2 1.800 0,0

Industri Pengolahan 11.172.800 7,7 1.229.400 7,1 119.900 1,7

Listrik, Gas, dan Air

Minum 2.529.500 1,7 376.400 2,2 3.100 0,0

Bangunan 555.700 0,4 135.800 0,8 21.500 0,3

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 13.783.600 9,5 3.020.100 17,4 291.600 4,1

Pengangkutan dan

Komunikasi 4.127.900 2,8 954.700 5,5 88.700 1,3

Lembaga Keuangan, Usaha

Bangunan, dan Jasa

Perusahaan 4.282.700 2,9 461.100 2,7 18.500 0,3

Jasa-jasa 2.248.100 1,5 624.000 3,6 82.900 1,2

Total 145.540.000 100,0 17.367.100 100,0 7.088.600 100,0

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi

Jawa Timur, 2006

Adanya tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor

peternakan dan hasil-hasilnya akan mampu menyerap tenaga kerja di seluruh

sektor perekonomian sebesar 7,09 juta orang. Dampak langsung yang ditimbulkan

yaitu sebesar 5,94 juta orang atau 83,70 persen, nilai ini menunjukkan jumlah

83

tenaga kerja yang mampu diserap oleh sub sektor tersebut untuk menambah

outputnya. Dampak tidak langsung menunjukkan nilai sebesar 1,15 juta orang

atau 16,30 persen. Hal ini menunjukkan jika terdapat tambahan investasi Rp. 100

trilyun di sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, maka jumlah tenaga kerja

yang mampu diserap oleh sektor perekonomian yang lain sebesar 1,15 juta orang.

5.4.4. Peranan Investasi Sub Sektor Kehutanan

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa investasi pada sub sektor kehutanan sebesar

Rp. 100 trilyun dapat menghasilkan output total di seluruh sektor perekonomian

Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar Rp. 150,09 trilyun. Berdasarkan total

tersebut, terdapat Rp. 100,06 trilyun atau sebesar 66,70 persen merupakan dampak

langsung dan Rp. 50,03 trilyun atau sebesar 33,30 persen merupakan dampak

tidak langsung. Dampak langsung menunjukkan bahwa dengan investasi di sub

sektor kehutanan sebesar Rp. 100 trilyun akan menghasilkan output di sub sektor

tersebut sebesar Rp. 100,06 trilyun. Dampak tidak langsung memperlihatkan

bahwa dengan penanaman investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor

kehutanan akan meningkatkan output di sektor-sektor perekonomian lainnya

sebesar Rp. 50,03 trilyun.

Dilihat dari sisi pendapatan dapat diketahui bahwa jika ada tambahan

investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor kehutanan, maka akan mampu

meningkatkan pendapatan di semua sektor-sektor perekonomian sebesar Rp.

26,05 trilyun. Dampak langsung yang ditimbulkan sebesar Rp. 17,17 trilyun atau

65,90 persen, yang artinya apabila ada tambahan investasi di sub sektor kehutanan

sebesar Rp. 100 trilyun maka pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor

84

tersebut sebesar Rp. 17,17 trilyun. Dampak tidak langsung sebesar Rp. 8,88

trilyun atau sebesar 34,10 persen, nilai tersebut merupakan pendapatan yang

diterima oleh tenaga kerja di sektor perekonomian yang lain.

Tabel 5.11. Peranan Investasi Sub Sektor Kehutanan Sebesar Rp. 100 trilyun

terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah),

dan Tenaga Kerja (orang)

Sektor Output Pendapatan Tenaga Kerja

Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen

Tanaman Bahan Makanan 2.438.100 1,6 305.700 1,2 187.700 1,6

Tanaman Perkebunan 456.600 0,3 104.200 0,4 63.900 0,5

Peternakan dan Hasil-

hasilnya 1.063.000 0,7 101.800 0,4 62.500 0,5

Kehutanan 100.063.900 66,7 17.171.800 65,9 10.541.000 89,3

Perikanan 1.739.700 1,2 303.900 1,2 186.600 1,6

Pertambangan dan

Penggalian 173.000 0,1 44.600 0,2 1.900 0,0

Industri Pengolahan 10.191.100 6,8 1.121.400 4,3 109.400 0,9

Listrik, Gas, dan Air

Minum 3.049.200 2,0 453.700 1,7 3.800 0,0

Bangunan 1.648.700 1,1 403.000 1,5 63.800 0,5

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 14.758.800 9,8 3.233.800 12,4 312.200 2,6

Pengangkutan dan

Komunikasi 5.395.800 3,6 1.248.000 4,8 116.000 1,0

Lembaga Keuangan, Usaha

Bangunan, dan Jasa

Perusahaan 5.703.600 3,8 614.100 2,4 24.700 0,2

Jasa-jasa 3.409.100 2,3 946.200 3,6 125.800 1,1

Total 150.090.500 100,0 26.052.100 100,0 11.799.200 100,0

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi

Jawa Timur, 2006

Adanya tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor

kehutanan akan mampu menyerap tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian

sebesar 11,80 juta orang. Dampak langsung yang ditimbulkan yaitu sebesar 10,54

juta orang atau 89,30 persen, nilai ini menunjukkan jumlah tenaga kerja yang

mampu diserap oleh sub sektor tersebut untuk menambah outputnya. Dampak

tidak langsung menunjukkan nilai sebesar 1,26 juta orang atau 10,70 persen. Hal

ini menunjukkan jika terdapat tambahan investasi Rp. 100 trilyun di sub sektor

85

kehutanan, maka jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor

perekonomian yang lain sebesar 1,26 juta orang.

5.4.5. Peranan Investasi Sub Sektor Perikanan

Tabel 5.12 menunjukkan bahwa investasi pada sub sektor perikanan sebesar

Rp. 100 trilyun dapat menghasilkan output total di seluruh sektor perekonomian

Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar Rp. 198,68 trilyun. Berdasarkan total

tersebut, terdapat Rp. 107,52 trilyun atau sebesar 54,10 persen merupakan dampak

langsung dan Rp. 91,16 trilyun atau sebesar 45,90 persen merupakan dampak

tidak langsung. Dampak langsung menunjukkan bahwa dengan investasi di sub

sektor perikanan sebesar Rp. 100 trilyun akan menghasilkan output di sub sektor

tersebut sebesar Rp. 107,52 trilyun. Dampak tidak langsung memperlihatkan

bahwa dengan penanaman investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor

perikanan akan meningkatkan output di sektor-sektor perekonomian lainnya

sebesar Rp. 91,16 trilyun.

Dilihat dari sisi pendapatan dapat diketahui bahwa jika ada tambahan

investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor perikanan, maka akan mampu

meningkatkan pendapatan di semua sektor-sektor perekonomian sebesar Rp.

34,96 trilyun. Dampak langsung yang ditimbulkan sebesar Rp. 18,79 trilyun atau

53,70 persen, yang artinya apabila ada tambahan investasi di sub sektor perikanan

sebesar Rp. 100 trilyun maka pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor

tersebut sebesar Rp. 18,79 trilyun. Dampak tidak langsung sebesar Rp. 16,17

trilyun atau sebesar 46,30 persen, nilai tersebut merupakan pendapatan yang

diterima oleh tenaga kerja di sektor perekonomian yang lain.

86

Tabel 5.12. Peranan Investasi Sub Sektor Perikanan Sebesar Rp. 100 trilyun

terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah),

dan Tenaga Kerja (orang)

Sektor Output Pendapatan Tenaga Kerja

Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen

Tanaman Bahan Makanan 4.069.700 2,0 510.300 1,5 313.300 2,3

Tanaman Perkebunan 750.100 0,4 171.100 0,5 105.100 0,8

Peternakan dan Hasil-

hasilnya 1.742.100 0,9 166.800 0,5 102.400 0,8

Kehutanan 82.100 0,0 14.100 0,0 8.600 0,1

Perikanan 107.524.700 54,1 18.786.300 53,7 11.532.000 85,6

Pertambangan dan

Penggalian 307.700 0,2 79.300 0,2 3.400 0,0

Industri Pengolahan 19.707.500 9,9 2.168.500 6,2 211.500 1,6

Listrik, Gas, dan Air

Minum 5.090.300 2,6 757.400 2,2 6.300 0,0

Bangunan 2.149.000 1,1 525.300 1,5 83.100 0,6

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 33.505.000 16,9 7.341.200 21,0 708.800 5,3

Pengangkutan dan

Komunikasi 9.342.800 4,7 2.160.900 6,2 200.800 1,5

Lembaga Keuangan, Usaha

Bangunan, dan Jasa

Perusahaan 10.125.000 5,1 1.090.200 3,1 43.800 0,3

Jasa-jasa 4.287.500 2,2 1.190.000 3,4 158.200 1,2

Total 198.683.700 100,0 34.961.300 100,0 13.477.400 100,0

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi

Jawa Timur, 2006

Adanya tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor

perikanan akan mampu menyerap tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian

sebesar 13,48 juta orang. Dampak langsung yang ditimbulkan yaitu sebesar 11,53

juta orang atau 85,60 persen, nilai ini menunjukkan jumlah tenaga kerja yang

mampu diserap oleh sub sektor tersebut untuk menambah outputnya. Dampak

tidak langsung menunjukkan nilai sebesar 1,95 juta orang atau 14,40 persen. Hal

ini menunjukkan jika terdapat tambahan investasi Rp. 100 trilyun di sub sektor

perikanan, maka jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor

perekonomian yang lain sebesar 1,95 juta orang.

87

Berdasarkan Tabel 5.13 dapat diketahui secara umum bahwa dengan

penambahan investasi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa

Timur sebesar Rp 100 trilyun mampu menciptakan output total sebesar Rp.

161,65 trilyun, pendapatan sebesar Rp. 26,63 trilyun, dan penyerapan tenaga kerja

sebesar 11,45 juta orang di seluruh sektor perekonomian. Adanya penambahan

investasi di sektor pertanian, maka sub sektor pertanian yang pembentukan

outputnya tertinggi adalah sub sektor perikanan sebesar Rp. 198,68 trilyun. Sub

sektor tanaman perkebunan dengan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja

tertinggi masing-masing sebesar Rp. 35,19 trilyun dan 15,94 juta orang di seluruh

sektor perekonomian.

Tabel 5.13. Dampak Investasi terhadap Sub Sektor Pertanian di Provinsi Jawa

Timur

Shock Investasi Sub Sektor

Dampak terhadap

Output Total

(juta rupiah)

Dampak terhadap

Pendapatan Total

(juta rupiah)

Dampak terhadap

Tenaga Kerja Total

(orang)

Tanaman Bahan Makanan 142.012.800 19.572.300 8.921.400

Tanaman Perkebunan 171.928.800 35.185.300 15.940.800

Peternakan dan Hasil-hasilnya 145.540.000 17.367.100 7.088.600

Kehutanan 150.090.500 26.052.100 11.799.200

Perikanan 198.683.700 34.961.300 13.477.400

Rata-rata 161.651.160 26.627.620 11.445.480

Sumber: Tabel IO Jawa Timur, 2006 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006

Berdasarkan hasil Tabel 5.13, jika pemerintah ingin meningkatkan output

seluruh sektor perekonomian maka dana investasi sektor pertanian sebaiknya

dialokasikan pada sub sektor perikanan, karena nilainya paling besar diantara sub

sektor pertanian yang lainnya. Apabila tujuan pemerintah ingin meningkatkan

pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian, maka

dana investasi tersebut sebaiknya dialokasikan pada sub sektor tanaman

perkebunan, karena nilainya paling besar diantara sub sektor pertanian yang lain.

VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil analisis pertumbuhan investasi sektor

pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Timur pada tahun 2006, dapat

disimpulkan:

1. Hasil analisis keterkaitan menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki nilai

keterkaitan ke depan dan ke belakang yang relatif rendah dibandingkan dengan

sektor lainnya yakni berada pada urutan ke tujuh dan ke delapan dari sembilan

sektor. Hal ini berarti output sektor pertanian lebih banyak digunakan untuk

konsumsi langsung dan lebih kecil dalam menggunakan input dari sektor

perekonomian yang lain.

2. Berdasarkan analisis dampak penyebaran memperlihatkan bahwa kemampuan

sektor pertanian baik dalam mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor

lain yang memakai input dari sektor ini maupun kemampuan untuk

meningkatkan pertumbuhan industri hulunya masih kecil. Hal tersebut

dikarenakan nilai kepekaan penyebaran dan koefisien penyebarannya kurang

dari satu, yaitu masing-masing 0,844 dan 0,784.

3. Analisis multiplier menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki nilai

multiplier output dan multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II paling rendah

dibandingkan sektor perekonomian yang lain. Untuk nilai multiplier

pendapatan tipe I dan tipe II berada pada urutan ke delapan dari sembilan

sektor.

89

4. Dalam analisis investasi secara umum menunjukkan bahwa dengan

penambahan investasi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa

Timur sebesar Rp 100 trilyun mampu menciptakan output total sebesar Rp.

161,65 trilyun, pendapatan sebesar Rp. 26,63 trilyun, dan penyerapan tenaga

kerja sebesar 11,45 juta orang di seluruh sektor perekonomian. Dampak paling

besar pada sub sektor perikanan terhadap pembentukan output. Sub sektor

tanaman perkebunan memiliki pendapatan dan penyerapan tenaga kerja

tertinggi dari penambahan investasi ini.

6.2. Saran

Beberapa saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:

1. Untuk menjadikan sektor pertanian sebagai sektor unggulan sehingga nantinya

akan mampu mengundang para investor untuk berinvestasi, maka pemerintah

hendaknya berusaha mendorong produksi output dan penyediaan inputnya

dengan cara menciptakan nilai tambah dari hasil-hasil pertanian tersebut. Hal

ini dilakukan agar sektor pertanian mampu mendorong pertumbuhan produksi

sektor-sektor lain dan juga mampu untuk meningkatkan pertumbuhan industri

hulunya.

2 Berdasarkan hasil analisis investasi, jika pemerintah ingin meningkatkan output

seluruh sektor perekonomian maka dana investasi sektor pertanian sebaiknya

dialokasikan pada sub sektor perikanan, karena nilainya paling besar diantara

sub sektor pertanian yang lainnya. Apabila tujuan pemerintah ingin

meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor

perekonomian, maka dana investasi tersebut sebaiknya dialokasikan pada sub

90

sektor tanaman perkebunan, karena nilainya paling besar diantara sub sektor

pertanian yang lain.

3. Para investor tidak perlu khawatir untuk menanamkan investasinya di sektor

pertanian, hal ini dikarenakan tingkat multiplier pendapatannya yang cukup

tinggi terutama di sub sektor perikanan, hal ini menunjukkan bahwa sub sektor

ini nantinya dapat memberikan return yang tinggi juga.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Industri Besar dan Sedang. Badan Pusat

Statistik: Jakarta.

__________. 2008. Statistik Indonesia 2008. Badan Pusat Statistik: Jakarta.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2006. Tabel Input-Output Provinsi

Jawa Timur Tahun 2006. Badan Pusat Statistik: Provinsi Jawa Timur.

__________. 2008. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2008. Badan Pusat

Statistik: Provinsi Jawa Timur.

Balai Penelitian Tanah. 2006. Konsep Multifungsi untuk Revitalisasi Pertanian.

http://pustaka-deptan.go.id [6 Maret 2009].

Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Timur. 2007. APBD Sektor

Pertanian Provinsi Jawa Timur. http://bappeprop-jatim.go.id [6 Maret

2009].

Febrina, W. D. 2005. Peranan Sektor Agribisnis terhadap Perekonomian

Indonesia Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi [skripsi]. Departemen

Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian: Institut Pertanian

Bogor.

Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Paul Sitohang [penerjemah].

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.

Handari, D. A. M. 2006. Dampak Investasi Sektor Pertanian terhadap

Perekonomian di Indonesia (Analisis Input Output) [skripsi]. Departemen

Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor.

Indonesia Tanah Airku. 2007. Sumber Daya Alam Provinsi Jawa Timur.

http://indonesia.go.id [12 Agustus 2009].

Jaringan Kebijakan Publik Indonesia. 2005. Membangun Pertanian Membangun

Kemakmuran Bersama. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Kartinah, N. Y. 2004. Dampak Investasi Sektor Pertanian terhadap

Perekonomian Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat (Analisis Input

Output) [skripsi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,

Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor.

92

Lukito, O. 2008. Jawa Timur Abaikan Potensi Maritim. http://bappeprop-

jatim.go.id [12 Agustus 2009].

Mankiw, N. G. 2000. Teori Makroekonomi edisi ke-4. Imam Nurmawan

[penerjemah]. Erlangga: Jakarta.

Mardjuki, A. 1990. Pertanian dan Masalahnya. Andi Offset: Yogyakarta.

Maryadi, M. 2007. Analisis Pertumbuhan Investasi Sektor Industri Tekstil dan

Produk Tekstil (TPT) terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Input-

Output [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen: Institut Pertanian Bogor.

Muljana, B. S. 1995. Perencanaan Pembangunan Nasional. Universitas Indonesia

Press: Jakarta.

Nasoetion, A. H. 2005. Pengantar ke Ilmu-ilmu Pertanian. PT. Pustaka Litera

AntarNusa: Jakarta.

Notohadiprawiro, T. 2006. Pertanian dan Lingkungan. http://soil-

faperta.ugm.ac.id [19 Maret 2009].

Priyarsono, D. S., Sahara, M. Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Universitas

Terbuka: Jakarta.

Pusat Perizinan dan Investasi Departemen Pertanian. 2008. Bantuan Langsung

Masyarakat untuk Keringan Investasi Pertanian. http://deptan.go.id [16

Maret 2009].

Putri, S. A. C. 2008. Peran Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi

Bangka Belitung (Analisis Input Output) [skripsi]. Departemen Ilmu

Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor.

Ramanto, D. A. 2008. Analisis Dampak Sektor Padi, Melinjo, dan Pertanian

Lainnya Terhadap Perekonomian Kabupaten Pandeglang: Analisis Input

Output [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen: Institut Pertanian Bogor.

Santoso, J. 2005. Analisis Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan Wilayah

Kabupaten Boyolali [skripsi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi

Pertanian, Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor.

Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting Dalam Pembangunan Pedesaan dan

Pertanian (Penjelasan tentang konsep, istilah, teori, indikator, serta

variabel). Bina Rahma: Jakarta.

93

Tambunan, T. H. T. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian Di Indonesia. Ghalia

Indonesia: Jakarta.

Todaro, M. P. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga: Jakarta.

Yusri, M. 2007. Dampak Perubahan Permintaan Akhir pada Sektor

Perekonomian Provinsi Sumatera Barat: Analisis Input-Output [skripsi].

Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumber Daya, Fakultas Pertanian:

Institut Pertanian Bogor.

Lampiran 1. Klasifikasi Sektor Tabel Input Output Jawa Timur 2006

Sembilan

Sektor Sektor

Agregasi

13 Sektor Sektor

Kode IO

19 Sektor Sektor

1 Pertanian

1 Tanaman bahan

makanan

1 Padi

2 Tanaman bahan

makanan

2 Tanaman

perkebunan 3

Tanaman

pertanian

lainnya

3 Peternakan dan

hasil-hasilnya 4

Peternakan dan

hasil-hasilnya

4 Kehutanan 5 Kehutanan

5 Perikanan 6 Perikanan

2 Pertambangan

dan Penggalian 6

Pertambangan

dan Penggalian 7

Pertambangan

dan Penggalian

3 Industri

Pengolahan 7

Industri

Pengolahan

8

Industri

makanan,

minuman, dan

tembakau

9 Industri lainnya

10

Industri barang

hasil

pengilangan

minyak bumi

4 Listrik, gas, dan

air minum 8

Listrik, gas, dan

air minum 11

Listrik, gas, dan

air minum

5 Bangunan /

konstruksi 9

Bangunan /

konstruksi 12

Bangunan /

konstruksi

6

Perdagangan,

Restoran, dan

Hotel

10

Perdagangan,

Restoran, dan

Hotel

13 Perdagangan

14 Restoran dan

Hotel

7 Pengangkutan

dan Komunikasi 11

Pengangkutan

dan Komunikasi 15

Pengangkutan

dan Komunikasi

8

Lembaga

keuangan, usaha

bangunan, dan

jasa perusahaan

12

Lembaga

keuangan, usaha

bangunan, dan

jasa perusahaan

16

Lembaga

keuangan, usaha

bangunan, dan

jasa perusahaan

9 Jasa-jasa 13 Jasa-jasa

17

Pemerintahan

umum dan

pertahanan

18 Jasa-jasa

19

Kegiatan yang

tak jelas

batasannya

180

Jumlah

permintaan

antara

180

Jumlah

permintaan

antara

180

Jumlah

permintaan

antara

190 Jumlah input

antara 190

Jumlah input

antara 190

Jumlah input

antara

Sumber: Tabel IO Jatim, 2006 dalam BPS Provinsi Jawa Timur 2006

Lampiran 2. Klasifikasi 19 Sektor Tabel Input Output Propinsi Jawa Timur 2006

Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 180

1 915478 0 0 124551 0 0 0 9494931 116222 0 0 0 768 0 0 0 1277 3152 0 10656379

2 5 598567 304 149459 0 49494 0 817268 8970 0 0 0 6407 1564241 849 1 268857 171479 0 3635901

3 106 1370 226068 67977 0 0 0 4165323 224535 0 0 0 1340 236044 283 12 4326 15615 0 4942999

4 100019 117223 21215 23003 0 391 0 5638237 1295 0 0 0 0 2055691 1116 25 23409 37677 0 8019301

5 76 157 95 135 412 3937 291 389 538899 0 1 12521 224 2390 0 194 92 7093 0 566906

6 0 0 8 0 0 680043 0 383423 9228 0 0 0 0 810005 971 4799 18929 25618 0 1933024

7 0 0 0 271 0 0 27717 411620 2385066 33999 40741 582745 1903 289 0 0 6740 2555 0 3493646

8 0 30 1847 629063 0 380389 0 2699622 258793 0 0 0 14157 6684213 69119 20871 182017 299940 0 11240061

9 655018 526765 554500 25182 7036 286252 156763 4407953 19674097 708 125542 4410122 2330740 482778 918950 1547386 1923579 1139486 0 39172857

10 25 138 1651 508 481 33996 6227 20595 96547 5 131042 10658 31894 2450 124748 8089 9619 1288 0 479961

11 0 41 2446 43087 387 64719 4766 325706 3679856 226 4266324 4682 1889588 224439 284748 753714 325034 514038 0 12383801

12 106767 68093 251826 15690 12684 153158 417386 16929 233999 216 290274 11121 1683720 22640 365328 1324749 1267377 171970 0 6413927

13 303036 447516 263929 777130 27526 1929051 268445 7293994 11620577 534 3173088 2258935 1581556 5764678 2272859 1352952 1235511 1692846 0 42264163

14 0 20164 3414 1594 790 102611 121926 775206 825598 216 23823 89362 1517103 88674 549372 792.85 1185776 167147 0 6265161

15 53717 99030 82085 136406 11669 327324 88899 2621746 4642197 334 499759 393778 4474673 881762 3574033 3034192 1280903 817388 0 23019895

16 156110 78047 383651 106645 12621 292804 203289 2963711 3973382 2863 1007534 517993 9237023 768385 2430.908 10508239 1122863 2006322 0 35772390

17 0 283 5418 2529 0 18749 1772 29043 245238 11 11426 4400 0 37434 70088 906226 177528 65829 0 1575974

18 115679 26847 48264 48250 9054 8553 213697 1593775 1152691 750 49270 55272 1358822 98634 3313741 2392728 1347906 830147 0 12664080

19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

190 2406036 1984271 1846721 2151480 82660 4331471 1511178 43659471 49687190 39862 9618824 8351589 24129918 19724747 13977113 22646562 10381743 7969590 0 224500606

Sumber: Tabel IO Jatim, 2006 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006

Lampiran 3. Klasifikasi 13 Sektor Tabel Input Output Propinsi Jawa Timur 2006

Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 180

1 1514050 304 274010 0 49494 0 10437391 0 0 1571416 849 1 444765 14292280

2 1476 226068 67977 0 0 0 4389858 0 0 237384 283 12 19941 4942999

3 217242 21215 23003 0 391 0 5639532 0 0 2055691 1116 25 61086 8019301

4 233 95 135 412 3937 291 539288 1 12521 2614 0 194 7185 566906

5 0 8 0 0 680043 0 392651 0 0 810005 971 4799 44547 1933024

6 0 0 271 0 0 27717 2830685 40741 582745 2192 0 0 9295 3493646

7 1181976 557998 654753 7517 700637 162990 27158320 256584 4420780 9546232 1112817 1576346 3555929 50892879

8 41 2446 43087 387 64719 4766 4005788 4266324 4682 2114027 284748 753714 839072 12383801

9 174860 251826 15690 12684 153158 417386 251144 290274 11121 1706360 365328 1324749 1439347 6413927

10 770716 267343 778724 28316 2031662 390371 20516125 3196911 2348297 8952011 2822231 2145337 4281280 48529324

11 152747 82085 136406 11669 327324 88899 7264277 499759 393778 5356435 3574033 3034192 2098291 23019895

12 234157 383651 106645 12621 292804 203289 6939956 1007534 517993 10005408 2430908 10508239 3129185 35772390

13 142809 53682 50779 9054 27302 215469 3021508 60696 59672 1494890 3383829 3298954 2421410 14240054

190 4390307 1846721 2151480 82660 4331471 1511178 93386523 9618824 8351589 43854665 13977113 22646562 18351333 224500606

Sumber: Tabel IO Jatim, 2006 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006

Lampiran 4. Klasifikasi Sembilan Sektor Tabel Input Output Propinsi Jawa Timur 2006

Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 180

1 3080093 291 22239413 1 12521 4677110 3219 5031 577524 30595203

2 271 27717 2830685 40741 582745 2192 0 0 9295 3493646

3 3102881 162990 27158320 256584 4420780 9546232 1112817 1576346 3555929 50892879

4 110680 4766 4005788 4266324 4682 2114027 284748 753714 839072 12383801

5 608218 417386 251144 290274 11121 1706360 365328 1324749 1439347 6413927

6 3876761 390371 20516125 3196911 2348297 8952011 2822231 2145337 4281280 48529324

7 710231 88899 7264277 499759 393778 5356435 3574033 3034192 2098291 23019895

8 1029878 203289 6939956 1007534 517993 10005408 2430908 10508239 3129185 35772390

9 283626 215469 3021508 60696 59672 1494890 3383829 3298954 2421410 14240054

190 12802639 1511178 94227216 9618824 8351589 43854665 13977113 22646562 18351333 225341299

Sumber: Tabel IO Jatim (2006) dalam BPS Provinsi Jawa Timur (2006)