TEKNOLOGI INFORMASI KOMUNIKASI (TIK) dalam PEMBELAJARAN BAHASA
Analisis Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) … · 2018. 3. 6. · Analisis...
Transcript of Analisis Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) … · 2018. 3. 6. · Analisis...
Analisis Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
dalam Mendukung Proses Belajar Mengajar
SMP Negeri di Salatiga
Artikel Ilmiah
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Komputer
Kepada Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer
Fakultas Teknologi Informasi
Oleh :
Aih Ervanti Ayuningtyas
NIM : 702010086
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA
DAN KOMPUTER
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2015
1
Analisis Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) dalam Mendukung Proses Belajar Mengajar
SMP Negeri di Salatiga
1) Aih Ervanti Ayuningtyas
2)Mila Chrismawati Paseleng, S.Si., M.Pd.
3) Angela Atik Setiyanti, S.Pd
Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga
E-mail: 1)
ABSTRACT
In an increasingly rapid technological development, ICT is now integrated into
each subject. Integration requires adequate ICT infrastructure, as well as the ability of
teachers to use ICT, the school's policy regarding the procurement, maintenance and
the use of ICT in learning. The study intends to look at the use of ICT which is integrated
in learning that includes the availability of ICT infrastructure, the ability of teachers and
students in the use of ICT, school policy, and the integration of ICT in the lesson. The
method used is survey-observation method with descriptive analysis. The results showed
that the use of ICT in teaching and learning, there are still some obstacles. Readiness of
teachers in some schools still are not met to integrate ICT into the lesson, school
facilities is not sufficient and school policies in terms of funding is still hampered by
local government regulations.
Keywords: ICT, teaching and learning, the use of ICT in learning
ABSTRAK
Pada perkembangan teknologi yang semakin pesat, kini TIK diintegrasikan
dalam setiap mata pelajaran. Pengintegrasian tersebut membutuhkan infrastruktur TIK
yang memadai, kemampuan guru untuk menggunakannya serta kebijakan sekolah
mengenai pengadaan, perawatan dan penggunaan TIK dalam pembelajaran. Penelitian
bermaksud untuk melihat penggunaan TIK yang diintegrasikan dalam pembelajaran yang
meliputi ketersediaan infrastruktur TIK, kemampuan guru dan siswa dalam
menggunakan TIK, kebijakan sekolah, serta pengintegrasian TIK dalam mata pelajaran.
Metode penelitian yang digunakan ialah metode survei-observasi dengan analisis
deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan TIK dalam proses belajar
mengajar masih terdapat beberapa kendala. Kesiapan guru di beberapa sekolah masih
belum terpenuhi untuk mengintegrasikan TIK ke dalam mata pelajaran, fasilitas sekolah
belum sepenuhnya mencukupi dan kebijakan sekolah dari segi pendanaan masih
terhambat oleh peraturan pemerintah daerah setempat.
Kata kunci : TIK, proses belajar mengajar, penggunaan TIK dalam pembelajaran
1) Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Pendidikan Teknik Informatika dan
Komputer, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2)
Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 3)
Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
2
1. PENDAHULUAN
Penggunaan TIK dalam pembelajaran merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk memajukan dan mengembangkan mutu pendidikan di
Indonesia. Seiring dengan kemajuan teknologi, saat ini sekolah telah
mengintegrasikan TIK dalam proses belajar mengajar. Pengintegrasian tersebut
tentunya dibutuhkan infrastruktur TIK yang memadai [1]. Selain itu diperlukan
kemampuan guru untuk menggunakannya serta kebijakan sekolah yang berkaitan
dengan pengadaan dan perawatan infrastruktur serta penggunaan TIK dalam
pembelajaran termasuk didalamnya penyiapan keterampilan guru [2].
Akan tetapi, pada kenyataannya dalam proses pembelajaran masih ditemui
berbagai hambatan. Tidak adanya laptop/komputer pribadi bagi guru dapat
menghambat persiapannya untuk menggunakan TIK dalam pembelajaran;
kurangnya fasilitas penunjang TIK seperti daya listrik yang kurang memadai,
kurangnya jumlah LCD proyektor di sekolah, dll; kurangnya kemampuan guru
untuk menggunakan perangkat TIK karena tidak ada pelatihan dari sekolah
maupun dinas pendidikan; kurangnya infrastruktur yang dimiliki sekolah
dikarenakan beratnya beban finansial yang harus ditanggung sekolah dalam hal
pengadaan, pemeliharaan dan pembaruan infrastruktur TIK [3].
Dari permasalahan tersebut, maka perlu dianalisis mengenai penggunaan
TIK yang diintegrasikan dalam proses belajar mengajar. SMP negeri dipilih
sebagai subjek penelitian karena SMP negeri di Salatiga merupakan sekolah
dengan fasilitas yang beragam dengan jumlah yang cukup banyak dibandingkan
dengan sekolah lain. Selain itu sekolah negeri di Salatiga hanya mengandalkan
dana BOS dari pemerintah untuk membiayai seluruh biaya operasional termasuk
pembiayaan seluruh perangkat TIK yang dimiliki. Oleh karena itu perlu diteliti
bagaimana penggunaan fasilitas TIK yang diintegrasikan pada mata pelajaran
dalam mendukung proses belajar mengajar SMP Negeri di Salatiga.
Sesuai dengan latar belakang masalah diatas maka pokok permasalahan
yang akan diteliti adalah untuk melihat penggunaan TIK mendukung proses
belajar mengajar SMP Negeri di Salatiga dengan memperhatikan faktor yang
mempengaruhinya. Faktor tersebut adalah ketersediaan infrastruktur yang
dimiliki sekolah, kemampuan guru dan siswa dalam memanfaatkan TIK dalam
pembelajaran, kebijakan sekolah, dan penggunaan TIK yang diintegrasikan dalam
mata pelajaran. Permasalahan tersebut penting untuk dianalisis agar nantinya
dapat menjadi pertimbangan oleh para pengambil kebijakan. Agar pembahasan
tidak menyimpang dari permasalahan yang ada maka batasan penelitian ini adalah
menganalisis penggunaan TIK dalam Proses Belajar Mengajar SMP Negeri di
Salatiga, tidak menganalisis penggunaan TIK dalam proses administrasi sekolah
dan tidak mengkaji/mengevaluasi kurikulum.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian yang dilakukan oleh Sumintono, dkk [3] menunjukkan bahwa
terdapat beberapa hal yang mempengaruhi penggunaan TIK dalam pembelajaran.
Ketersediaan fasilitas TIK di sekolah, seperti komputer, LCD, internet, dll
maupun kepemilikan komputer pribadi oleh guru merupakan hal utama yang
3
sangat berpengaruh terhadap penggunaan TIK dalam pembelajaran. Selain itu,
penggunaan TIK juga dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam menggunakan
TIK dan dukungan dari pihak sekolah secara finansial. Penggunaan perangkat
TIK yang selalu diperbaharui dan disertai dengan dukungan teknis akan terus
mendukung guru dalam integrasi teknologi dalam pendidikan (Butler dan Selbom
dalam Sumintono, dkk). Rasio komputer dan biaya pembaharuannya
menunjukkan beban finansial yang tinggi kepada sekolah, sehingga pola
perencanaan dan distribusi sumber harus didukung sepenuhnya oleh pemerintah
(Lee dan Sellapan dalam Sumintono, dkk). Penelitian yang dilakukan oleh Munir
[4] menunjukkan bahwa pengembangan TIK dalam pendidikan harus diikuti oleh
kesiapan sumber daya manusia baik dalam cara berpikir, orientasi perilaku, sikap
dan sistem nilai. Selain itu perlu dipersiapkan sistem informasi manajemen,
seperti keuangan, aset dan fasilitas serta sistem pengajaran dan pembelajaran.
TIK merupakan kata yang diadopsi dari bahasa asing yaitu ICT
(Information and Communication Technology) yang didefinisikan ke dalam tiga
kategori, yaitu Information Technology (IT), Communication Technology (CT)
dan Information Literacy. Information Technology adalah istilah untuk
menjelaskan perangkat keras/ hardware (contohnya komputer, printer, dll) dan
perangkat lunak/ software (contohnya database, MS. Office, dll) yang dapat
digunakan untuk mengakses, mengambil, menyimpan, mengatur, memanipulasi,
dan menyajikan informasi dari peralatan elektronik. Communication Technology
adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan peralatan telekomunikasi yang
dapat digunakan untuk mencari dan mengakses informasi (contohnya telepon,
fax, modem dengan komputer, dll). Information Literacy adalah kombinasi dari
pengetahuan, pemahaman, kemampuan dan sikap yang diperlukan siswa agar
dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. Siswa yang sudah ”melek teknologi”
dapat mengembangkan kemampuan untuk memilih, menginterpretasikan,
menguji, memanipulasi, dan mempersembahkan informasi [5].
Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan
perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas
tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan,
pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain. Mengajar adalah suatu
kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suatu lingkungan yang kondusif
sehingga proses belajar dapat dilakukan dengan efektif dan tujuan pembelajaran
dapat dicapai. Tujuan yang hendak dicapai dapat berupa pengetahuan dan
keterampilan [6].
TIK dapat dimanfaatkan untuk mencari informasi yang dapat digunakan
sebagai sumber belajar. Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran dapat
dimanfaatkan oleh guru untuk memperoleh informasi yang aktual sehingga dapat
menambah dan memperkaya referensi bahan ajar. TIK juga dapat dimanfaatkan
oleh siswa untuk menambah wawasan dan pengetahuannya sehingga siswa dapat
memahami penerapan ilmu yang didapat di bangku sekolah ke dalam dunia nyata.
Pentingnya peran TIK tersebut membuat pemerintah menjadikan TIK sebagai
salah satu pelajaran wajib tingkat SMP-SMA pada kurikulum 2004 (KBK) dan
kurikulum 2006 (KTSP). Pada perkembangannya TIK mulai diintegrasikan ke
dalam setiap mata pelajaran lain.
4
Gambar 1 Tahapan Integrasi TIK dalam Pendidikan Menurut UNESCO
UNESCO membagi empat tahap pengintegrasian TIK dalam pendidikan,
yaitu emerging, applying, infusing dan transforming. UNESCO juga menetapkan
beberapa karakteristik pengintegrasian TIK di sekolah, mulai dari administrasi
sekolah hingga proses belajar mengajar. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari
segi visi, pedagogi, perencanaan dan kebijakan, fasilitas dan sumber daya,
kurikulum, pengembangan kemampuan staff, komunitas serta penilaian. Akan
tetapi penelitian ini hanya meneliti penggunaan TIK dalam proses belajar
mengajar sehingga hanya melihat dari beberapa karakteristik saja. Karakteristik
yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik Tahapan Integrasi TIK dalam Penelitian [7]
Emerging Applying Infusing Transforming
Fasilitas dan
Sumber Daya
Perangkat TIK
berdiri sendiri untuk
administrasi.
Komputer dan
printer. Aplikasi
pengolah kata,
angka, presentasi.
Aplikasi administrasi
sekolah. Games
Lab komputer dan
perngkat TIK di kelas-
kelas. Komputer, printer
dan perangkat lain yang
terbatas. Aplikasi
pengolah kata, angka,
presentasi. Software
TIK. Akses internet
Lab komputer atau komputer
di kelas. Jaringan internet di
kelas. Intranet, internet.
Pusat belajar. berbagai
perangkat, termasuk camdig,
scanner, laptop, dll. Aplikasi
pengolah kata, angka,
presentasi. Multimedia.
Software pembelajaran
Seluruh pembelajaran
menggunakan TIK dengan
akses ke seluruh perangkat
TIK. Memperhatikan macam-
macam lingkungan belajar.
pembelajaran berbasis web.
Pengungkapan pendapat.
Kolaborasi. Pembelajaran jarak
jauh.
Pedagogi Teacher-centered.
Didaktis
Teacher-centered.
Didaktis. TIK mapel
terpisah
Learner-centered.
kolaboratif
Berpikir kritis dan pengambilan
keputusan. Belajar tanggung
jawab siswa. Model
pembelajaran yang disukai.
Kolaboratif. Pengalaman
Pengembangan
Kemampuan
staff
Ketertarikan
individu
Pelatihan TIK. Tak
direncanakan.
Kemampuan TIK
pribadi
Sesuai bidang studi.
Kemampuan profesional.
Mengintegrasi TIK ke
bidang studi.
Mengembangkan
Fokus pada pembelajaran dan
manajemen pembelajaran.
Diatur diri sendiri, rencana dan
visi pribadi, didukung sekolah.
inovatif, kreatif. Komunitas
pembelajaran terintegrasi
dengan siswa dan guru sebagai
asisten.
Perencanaan
dan kebijakan
Tidak ada. Secara
kebetulan. Kebijakan
membatasi.
Pendanaan tidak
direncanakan
Terbatas.
Pengembangan TIK
dipimpin oleh spesialis.
Kebijakan terpusat.
Pendanaan hardware
dan software. Praktek
sesuai perangkat yang
ada
Perencaan penggunaan TIK
di tiap mapel. Terdapat
dalam kebijakan sekolah.
Pendanaan secara luas
termasuk pengembangan
keterampilan profesional
guru
TIK bagian integral dari
rencana pengembangan
sekolah. keterlibatan siswa dan
guru. Termasuk dalam
kebijakan. Pendanaan TIK
masuk ke anggaran belanja
sekolah.
Kurikulum Melek TIK.
Kesadaran terhadap
software. Tanggung
jawab masing-
masing guru
Menerapkan TIK pada
mapel lain.
Menggunakan konteks
buatan dan terisolasi
Dimasukkan ke dalam mapel
non TIK. Sistem
pembelajaran terpadu.
Konteks nyata. Metode
problem-solving.
Pembelajaran berbasis
sumber daya
Konteks virtual dan real-
time.TIK diterima sebagai
pengantar pembelajaran.
Kurikulum disampaikan
melalui web dan staff secara
terpadu
5
Karakteristik tahapan pengintegrasian TIK digunakan untuk mengetahui
sejauh mana tingkat penggunaan TIK dalam pembelajaran SMP Negeri di
Salatiga menurut UNESCO. Selain itu juga digunakan indikator-indikator lain
untuk mengetahui pengunaan TIK yang diintegrasikan ke dalam mata pelajaran,
ketersediaan infrastruktur yang dimiliki sekolah, kemampuan guru dan siswa
untuk mengoperasikan atau menggunakan perangkat TIK dalam pembelajaran,
dan juga kebijakan sekolah yang berhubungan dengan penggunaan TIK dalam
pembelajaran. Indikator-indikator tersebut diadopsi dan dikembangkan dari
artikel yang dipublikasi UNESCO dengan judul “Developing and Using
Indicators of ICT Use in Education” [5].
3. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
survei-observasi [8]. Analisis menggunakan metode deskriptif untuk mengetahui
penggunaan TIK dalam mendukung proses belajar mengajar beberapa SMP
Negeri di Salatiga. Gambar 2 adalah skema tahapan dalam penelitian.
Gambar 2 Skema Tahapan Penelitian
Tahap pertama dalam penelitian ini adalah identifikasi masalah. Masalah
yang diteliti merupakan salah satu isu yang berkembang dalam masyarakat,
khususnya dalam dunia pendidikan. Masalah tersebut diindentifikasi dengan
mencari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Selain mengidentifikasi masalah
juga dilakukan studi literatur untuk mempelajari konsep, merumuskan pemecahan
masalah dan mencari solusi yang sesuai untuk mengatasi masalah tersebut.
Tahap selanjutnya adalah mendesain penelitian/rancangan penelitian.
Desain penelitian dilakukan dengan menetapkan metode penelitian yang akan
dilakukan, serta mencari dan menetapkan indikator yang sesuai untuk menjawab
rumusan masalah. Setelah itu menentukan bentuk instrumen yang sesuai dengan
indikator yang telah ditetapkan. Instrumen yang digunakan adalah angket,
wawancara dan observasi.
Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data berupa pedoman
wawancara, dan angket untuk koordinator sarpras, guru dan siswa yang berupa
angket kombinasi antara check list, angket terbuka, dan angket tertutup [9].
Angket sarpras diisi oleh koordinator atau Wakil Kepala sekolah bidang sarana
prasarana, angket siswa diisi oleh siswa kelas sembilan, angket guru diisi oleh
guru mata pelajaran, dan wawancara dilakukan dengan beberapa pihak sekolah
yang dapat memberikan keterangan tentang pengunaan TIK di sekolah.
Tabel 2 Indikator Pertanyaan dalam Angket [5]
Angket Pertanyaan Indikator
Sarpras 16 ketersediaan listrik; lab komputer; rasio pengguna komputer; jumlah dan letak komputer sekolah; akses internet; kepemilikan website dan e-learning; perangkat TIK lain yang
dimiliki sekolah
Siswa 8 kepemilikan perangkat TIK (hardware, akun di internet); cara memperoleh keterampilan
Identifikasi masalah
& Studi Literatur
Rancangan
Penelitian
Pengumpulan
Data
Pengolahan Data
dan Analisis Penulisan
Laporan
6
TIK; intensitas dan penggunaan TIK (hardware, software, dan internet); bagaimana
penggunaan TIK dalam mata pelajaran yang ada;
Guru 14 kepemilikan perangkat TIK (hardware, software pembelajaran, dan akun di internet), cara memperoleh keterampilan TIK, variasi pembelajaran menggunakan TIK, intensitas dan
penggunaan TIK (hardware, software, dan internet), perangkat TIK yang paling bermanfaat,
kesulitan dan tanggapan guru mengenai penggunaan TIK dalam pembelajaran
Angket sarpras digunakan untuk mengetahui ketersediaan fasilitas TIK di
sekolah. Angket siswa digunakan untuk mengetahui keterampilan dan
penggunaan TIK oleh siswa, penggunaan TIK dalam pembelajaran, dan mata
pelajaran yang telah mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran. Angket guru
digunakan untuk mengetahui keterampilan guru dan penggunaan TIK, perangkat
TIK yang paling bermanfaat untuk menunjang pembelajaran, kesulitan, dan
tanggapan guru terhadap penggunaan TIK dalam proses belajar mengajar.
Selain angket juga dilakukan wawancara kepada Kepala Sekolah atau
Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum atau Koordinator TIK untuk mengetahui
kebijakan sekolah. Pertanyaan yang ditanyakan pada saat wawancara meliputi
pengadaan, perawatan, dan penggunaan TIK serta pelatihan untuk guru. Data juga
diperoleh melalui observasi guna mengetahui keadaan yang sebenarnya di
sekolah yang diteliti.
Pengumpulan data dilakukan pada sebagian sampel dari populasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SMP Negeri di kota Salatiga yang
berjumlah 10 sekolah dan sampel dipilih 4 sekolah. Pengambilan sampel
menggunakan teknik convenience sampling atau sampel yang dipilih karena
pertimbangan jarak yang mudah dijangkau, keterbatasan waktu dan dana serta
didasarkan atas kesediaan/ijin dari pihak terkait sebagai subjek penelitian [10].
Responden penelitian dari data angket yang terkumpul terdiri dari 2 responden
sarpras grup A dan 2 responden sarpras grup B, 27 responden guru grup A dan 34
responden guru grup B, 55 responden siswa grup A dan 57 responden siswa grup
B. Wawancara dilakukan dengan responden kepala sekolah, koordinator sarpras,
guru dan siswa.
Validitas data menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi yang
dilakukan pada penelitian ini adalah dengan membandingkan data dari sumber
lain. Data angket yang dikumpulkan selanjutnya dicek dan dibandingkan dengan
data wawancara dan observasi. Dengan demikian dapat diketahui keadaan yang
sebenarnya di sekolah yang diteliti.
Pengolahan data dilakukan dengan pendekatan kuantitatif sederhana, yaitu
dengan cara membuat tabulasi dan dihitung prosentasenya. Analisa data
dilakukan dengan cara reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Reduksi data dilakukan dengan cara mengumpulkan semua data hasil penelitian
yang kemudian digolongkan dan diatur sesuai dengan indikator yang telah
ditetapkan. Lalu data yang telah dikumpulkan tersebut diolah dan dipertegas serta
dibuang hal-hal yang tidak penting agar data lebih terfokus sehingga tidak
menyimpang dari rumusan masalah. Setelah dilakukan reduksi data selanjutnya
dilakukan penyajian data. Penyajian data dilakukan dengan cara menyusun,
mengorganisasi dan mendeskripsikan data yang telah diolah secara sistematis dan
logis. Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan yang didasarkan dari sajian
7
data dengan tujuan memperoleh kesimpulan tentang gambaran secara umum
mengenai penggunaan TIK dalam proses belajar mengajar SMP Negeri di
Salatiga [11].
Berdasarkan data yang telah terkumpul tersebut terdapat beberapa sekolah
yang memiliki kemiripan. Kemiripan tersebut terlihat dari segi infrastruktur TIK
yang dimiliki sekolah. Tabel 3 menunjukkan data infrastruktur TIK di sekolah.
Tabel 3 ketersediaan infrastruktur TIK di sekolah
Sekolah
Jumlah
Ruang Lab
Komputer
Jumlah
Komputer di
Lab
Rasio
Pengguna
Komputer
Jumlah
LCD
Jaringan
Internet
Pengguna Layanan
Internet Sekolah
SMP A 2 49 1:14 34 Luas Siswa, guru, karyawan
SMP B 2 50 1:15 27 Luas Siswa, guru, karyawan SMP C 1 24 1:30 27 Terbatas Guru, karyawan
SMP D 1 20 1:36 22 Terbatas Guru, karyawan
Sekolah A memiliki 2 buah lab komputer dengan jumlah komputer yang
dimiliki sekolah 49 unit dan beberapa unit komputer sewaan dari pihak luar.
Jumlah pengguna saat pembelajaran adalah 1 komputer untuk 1 orang dengan
perbandingan rata-rata 1:14. Sekolah B memiliki 2 lab komputer dengan jumlah
komputer 50 unit, jumlah pengguna saat pembelajaran adalah 1 komputer untuk 1
orang di lab pertama sedang lab kedua 1 komputer untuk 2 orang siswa dengan
perbandingan rata-rata 1:15. Sekolah C memiliki 1 lab komputer dengan jumlah
komputer 24 unit, jumlah pengguna saat pembelajaran adalah 1 komputer untuk 2
orang dengan perbandingan rata-rata 1:30. Sekolah D memiliki 1 lab komputer
dengan jumlah komputer 20 unit, jumlah pengguna saat pembelajaran di sekolah
D adalah 1 komputer untuk 2 orang dengan perbandingan rata-rata 1:36.
LCD sekolah ditempatkan di ruang-ruang kelas dan beberapa ruang lain
yang dapat digunakan untuk pembelajaran. Seluruh ruang kelas di sekolah A dan
B telah terpasang LCD dan seluruh LCD dapat digunakan dengan baik. Seluruh
ruang kelas di sekolah C juga telah terpasang LCD, akan tetapi beberapa LCD
mengalami kerusakan sehingga tidak bisa digunakan. Sekolah D ada beberapa
ruang kelas yang belum terpasang LCD dan beberapa LCD yang dimiliki pun
mengalami kerusakan sehingga tidak dapat digunakan.
Sekolah A dan B memberikan layanan internet untuk guru, siswa dan
karyawan. Sekolah A memasang wifi di ruang guru, ruang kurikulum, ruang
kesiswaan, ruang sarpras, ruang TU, ruang lab komputer, dan di perpustakaan
yang dilengkapi dengan sejumlah komputer. Sekolah B memasang wifi di ruang
guru, ruang kurikulum, ruang TU, ruang lab komputer, perpustakaan, dan
beberapa titik dekat dengan ruang kelas siswa. Lain halnya dengan sekolah C dan
D, kedua sekolah tersebut memberikan layanan internet yang lebih diutamakan
untuk guru dan karyawan. Sekolah C memasang wifi di ruang guru, ruang TU,
dan ruang Kurikulum. Sekolah D memasang wifi di ruang guru, ruang TU, ruang
kurikulum, dan ruang sarpras. Sekolah C dan D juga memberikan jaringan
internet di lab komputer, akan tetapi jaringannya tidak terlalu baik dan sering
bermasalah. Berdasarkan karakteristik tahapan pengintegrasian dari UNESCO
jika dilihat dari segi fasilitas dan sumber daya, maka sekolah A dan B berada
pada tahap infusing sedangkan sekolah C dan D berada pada tahap applying. Hal
8
ini selanjutnya menjadi acuan untuk mengelompokkan keempat sekolah yang
dijadikan subjek penelitian menjadi dua grup, yaitu sekolah A dan sekolah B
menjadi grup A, serta sekolah C dan sekolah D menjadi grup B.
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hal pertama yang perlu diketahui dari penggunaan TIK di sekolah adalah
ketersediaan infrastruktur TIK itu sendiri. Data mengenai ketersediaan
infrastruktur TIK diperoleh dari angket sarpras. Dari angket tersebut diperoleh
data mengenai ketersediaan listrik, ketersediaan komputer di lab beserta
penggunanya, letak komputer dan koneksi internet sekolah, dan kepemilikan
perangkat TIK lain.
Data dari angket sarpras menunjukkan bahwa grup A memiliki fasilitas
yang cukup lengkap. Sekolah di grup A masing-masing memiliki 2 ruang lab
komputer dengan jumlah komputer yang memadai (kurang lebih 50 unit
komputer) sehinga satu siswa dapat menggunakan satu unit komputer pada saat
pembelajaran. Rata-rata jumlah siswa di grup A sebanyak 719 sehingga
perbandingan atau rasio pengguna komputer untuk seluruh siswa adalah 1:15.
Selain itu sekolah juga melengkapi LCD proyektor di setiap ruang kelas dan
ruang-ruang pembelajaran. Seluruh LCD tersebut dalam kondisi baik sehingga
dapat digunakan untuk menunjang pembelajaran. Sekolah juga menyediakan
layanan internet dengan memasang beberapa wifi di berbagai sudut sekolah.
Internet tersebut dapat digunakan oleh seluruh warga sekolah baik itu guru,
karyawan maupun siswa.
Sedikit berbeda dengan grup A, grup B memiliki fasilitas yang kurang
baik jika dibandingkan dengan grup A. Sekolah di grup B masing-masing
memiliki satu ruang lab komputer dengan jumlah komputer kurang lebih 22 unit.
Hal tersebut membuat satu komputer dipergunakan untuk 2 orang siswa saat
pembelajaran berlangsung. Rata-rata jumlah siswa di grup B adalah 723 sehingga
perbandingan atau rasio pengguna komputer untuk seluruh siswa adalah 1:33.
Sekolah telah menyediakan LCD proyektor untuk menunjang pembelajaran, akan
tetapi tidak semua LCD tersebut dapat dipergunakan. Beberapa guru menyatakan
bahwa ada beberapa LCD yang tidak dapat dipergunakan karena terjadi
kerusakan pada kabel maupun lensa. Selain terjadi kerusakan, tidak semua kelas
terpasang LCD karena jumlah LCD memang terbatas dan tidak mencukupi.
Sekolah juga telah menyediakan layanan internet di sekolah, akan tetapi
penggunaannya lebih diutamakan untuk guru dan karyawan dalam menunjang
tugas administrasi mereka.
Dengan adanya perangkat TIK tersebut guru dapat menggunakan TIK
untuk menunjang pembelajaran. Penggunaan TIK dalam pembelajaran juga dapat
digunakan pada beberapa metode pembelajaran yang biasa digunakan guru saat
mengajar. Jumlah guru yang menggunakan TIK dalam pembelajaran dan metode
yang digunakan saat mengajar ditunjukkan pada gambar 3.
9
Gambar 3 Grafik Penggunaan TIK dalam PBM oleh Guru
Gambar 3 menunjukkan bahwa seluruh guru di grup A telah
menggunakan TIK dalam pembelajaran. Sedangkan dari grup B sebagian besar
guru telah menggunakan TIK tetapi ada beberapa guru yang tidak menggunakan
TIK dalam pembelajaran. Dari data yang diperoleh, guru tidak menggunakan TIK
dalam pembelajaran karena kurang memiliki keterampilan dalam mengoperasikan
perangkat TIK. Guru tersebut hanya dapat menggunakan perangkat TIK secara
sederhana untuk mengerjakan tugas administrasi, seperti membuat RPP, daftar
nilai dan lain-lain. Fasilitas sekolah yang kurang memadai juga mempengaruhi
penggunaan TIK dalam pembelajaran. Perangkat TIK yang sering dimanfaatkan
guru saat pembelajaran di kelas adalah LCD proyektor sedangkan LCD di grup B
banyak yang mengalami kerusakan sehingga tidak dapat digunakan, selain itu
jumlah LCD yang dimiliki pun masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan
pembelajaran di kelas. Selain itu terdapat guru yang menyatakan untuk
mempersiapkan perangkat TIK setidaknya membutuhkan waktu ±10 menit
sehingga pembelajaran menjadi tidak efektif karena banyak waktu yang terbuang.
Oleh karena itu guru merasa tidak perlu menggunakan TIK untuk menunjang
pembelajaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa keterampilan guru dan ketersediaan
fasilitas yang baik sangat berpengaruh terhadap penggunaan TIK dalam
pembelajaran. Sekolah seharusnya memberikan pelatihan dan memotivasi guru
agar dapat meningkatkan keterampilan profesionalnya. Sekolah juga seharusnya
melakukan perawatan secara berkala terhadap seluruh perangkat TIK atau
setidaknya memiliki seorang teknisi yang dapat memperbaiki perangkat TIK.
Jika dilihat dari gambar 3 terlihat bahwa guru dari kedua grup banyak
yang menggunakan TIK dengan metode demonstrasi dan masih banyak pula yang
menggunakan metode ceramah, kedua metode ini menunjukkan bahwa
pembelajaran masih bersifat teacher-centered. Dari seluruh pengguna metode
demonstrasi dan ceramah tersebut beberapa diantaranya juga menggunakan
variasi metode lain seperti tanya jawab, studi kasus, diskusi, kolaborasi, kuis, dan
campuran walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak. Guru hanya menggunakan
metode demonstrasi karena kurang memiliki pengetahuan variasi pembelajaran
lain dan kurangnya keterampilan yang dimiliki. Sebagian besar guru hanya
mengetahui dan hanya dapat menggunakan program presentasi (PowerPoint) dan
beberapa program pemutar video (Winamp, Media Player, dll) untuk
pembelajaran. Oleh karena itu guru hanya dapat menggunakan metode
demonstrasi dan ceramah. Selain itu, penggunaan TIK juga dipengaruhi oleh
fasilitas terutama LCD dan juga alokasi waktu pembelajaran yang terbatas. Guru
100%
0%
41%
70%
26% 33%15%
76%
24% 21%41%
15% 15% 12%
0%20%40%60%80%
100%120%
ya tidak ceramah demonstrasi studi kasus tanya jawab lainnya
Pe
rsen
tase
pen
ggu
naa
n T
IK
Grafik Persentase Penggunaan TIK dalam PBM oleh GuruGrup A
Grup B
10
yang menggunakan metode diskusi atau tugas kelompok kepada siswa terhambat
oleh rusaknya LCD yang membuat siswa tidak dapat mempresentasikan hasil
kerja mereka menggunakan LCD. Tidak adanya komputer di setiap kelas
membuat siswa menggunakan laptop sendiri sehingga akan memakan waktu yang
lama untuk mempersiapkan materi yang akan dipresentasikan siswa. Dari data
tersebut terlihat bahwa sekolah mengalami kendala dari segi pengetahuan guru
mengenai variasi metode pembelajaran jika harus menggunakan TIK dan juga
adanya kendala dari segi fasilitas, yaitu kerusakan LCD dan tidak adanya
komputer di setiap ruang kelas. Oleh karena itu selain memberikan pelatihan,
sekolah perlu memberikan alternatif metode pembelajaran menggunakan TIK,
serta memberikan beberapa software pembelajaran khusus untuk tiap mata
pelajaran sehingga guru dapat mengembangkan variasi metode pembelajaran
yang lebih bersifat learner-centered dengan software yang lebih bervariasi. Selain
sekolah, pemerintah juga seharusnya memberikan bantuan kepada setiap sekolah
untuk menambah jumlah komputer sehingga setiap ruang kelas setidaknya dapat
memiliki satu buah komputer untuk menunjang pembelajaran.
Untuk mengetahui penggunaan TIK oleh guru dalam pembelajaran secara
lebih rinci, penggunaan TIK dibagi menjadi tiga kategori, yaitu penggunaan
hardware, software dan internet. Akan tetapi sebelum membahas penggunaan
TIK oleh guru terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai maksud dari intensitas
sering, jarang dan tidak pernah yang ada pada beberapa grafik. Maksud dari
intensitas sering adalah intensitas penggunaan TIK oleh responden yang hampir
setiap hari atau setiap pertemuan menggunakan TIK untuk pembelajaran, baik itu
untuk merencanakan pembelajaran maupun dalam proses pembelajaran di kelas.
Sedangkan yang dimaksud intensitas jarang adalah intensitas yang menunjukkan
responden yang sesekali atau bahkan hampir tidak pernah menggunakan
perangkat TIK untuk merencanakan pembelajaran ataupun saat pembelajaran.
Intensitas tidak pernah menunjukkan bahwa guru sama sekali tidak pernah
menggunakan TIK untuk pembelajaran.
Gambar 4 Grafik Penggunaan hardware oleh Guru
Dalam proses pembelajarannya sebagian besar guru menggunakan LCD
untuk menampilkan materi dalam bentuk presentasi dan menayangkan video
pembelajaran atau mendemonstrasikan pembelajaran menggunakan software
pembelajaran. Gambar 4 terlihat bahwa pengguna LCD grup B lebih sedikit
dibanding grup A, hal ini dipengaruhi oleh keadaan LCD di sekolah tersebut.
67%
33%
0%
81%
15%4%
15%
52%
33%
11%
48%41%
29%
59%
12%
38%53%
9% 3%
24%
74%
15% 21%
65%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
sering jarang tidak pernah
sering jarang tidak pernah
sering jarang tidak pernah
sering jarang tidak pernah
LCD Printer Scanner TV
per
sen
tase
pen
ggu
naa
n h
ard
war
e
Grafik Persentase intensitas Penggunaan hardware oleh Guru
Grup A
Grup B
11
Data yang didapat dari angket diketahui bahwa banyak guru dari grup B yang
mengeluhkan kerusakan pada LCD sehingga guru tidak dapat menggunakannya
saat pembelajaran berlangsung.
Printer sering digunakan guru untuk mencetak perangkat pembelajaran,
seperti RPP dan absensi siswa. Ada pula beberapa guru yang menggunakannya
untuk mencetak lembar kerja. Sedangkan scanner digunakan untuk men-scan
gambar untuk dijadikan soal ulangan atau soal tes. Saat ini tidak banyak guru
yang menggunakan kedua alat ini untuk membuat bahan ajar, hal ini dikarenakan
guru telah banyak yang menggunakan internet untuk mencari bahan ajar.
TV dapat menjadi alternatif media pembelajaran menggantikan LCD,
penggunanya pun cukup banyak. Di grup A guru yang menggunakan TV lebih
banyak dari yang tidak menggunakan. Sebaliknya di grup B jumlah penggunanya
lebih sedikit dari yang tidak menggunakan. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan
TV di sekolah karena grup B masing-masing sekolah hanya memiliki 2 unit TV.
Akan tetapi guru yang menggunakan TV dalam proses belajar mengajar
jumlahnya sangat sedikit hanya sebanyak 7% untuk grup A dan 3% untuk grup B.
Hal ini dikarenakan letak TV yang kurang strategis. Beberapa sekolah memasang
TV di ruang guru atau ruang tunggu tamu, bukannya di ruang-ruang
pembelajaran. Selain itu TV sekolah juga kurang memberikan tayangan edukatif
kepada siswa. Sekolah hanya dapat mengakses beberapa tayangan edukatif dari
satu/dua stasiun TV. Oleh karena itu pemerintah seharusnya dapat menyediakan
dan memperbanyak saluran TV yang khusus berisi tayangan edukasi dengan
channel yang dapat diakses oleh seluruh sekolah.
Gambar 4 menunjukkan bahwa pengguna hardware di grup A dengan
intensitas sering jumlahnya lebih banyak dari grup B. Hal tersebut dipengaruhi
oleh ketersediaan hardware di sekolah. Grup A memiliki hardware dengan
jumlah banyak dan dapat digunakan dengan baik sedangkan grup B memiliki
hardware yang cukup banyak akan tetapi banyak pula yang tidak bisa digunakan,
seperti LCD proyektor. Sekolah mempunyai program untuk memasang LCD di
setiap ruang kelas, akan tetapi masih ada ruang kelas di grup B yang belum
terpasang LCD. Selain itu LCD juga banyak yang rusak dan tidak bisa dipakai.
Penggunaan komputer perlu didukung oleh penggunaan software.
Software yang sering digunakan guru untuk proses belajar mengajar adalah
Ms.PowerPoint, multimedia dan Ms. Word. Gambar 5 merupakan grafik yang
menunjukkan penggunaan software oleh guru.
Gambar 5 Grafik Penggunaan software oleh Guru
74%
19%7%
59%
11%
81%
4%11%
63%
19%
37%
19%7% 7%
33%35%44%
18%
41%
3%
53%
29%18%
56%
6%15%
47%
24%
0%
18%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
sering jarang tidak pernah
presen-tasi
buat materi
sering jarang tidak pernah
buat perangkat
PBM sering jarang tidak pernah
buat media
PBM
Intensitas Ms. Power Point Penggunaan Ms. PowerPoint
Intensitas Ms.Word Penggunaan Ms. Word
Intensitas Multimedia Penggunaan Multimedia
per
sen
tase
pen
ggu
naa
n s
oft
war
e
Grafik Persentase Penggunaan Software oleh GuruGrup A
Grup B
12
Gambar 5 menunjukkan bahwa guru di grup A lebih sering menggunakan
Ms. PowerPoint dibanding dengan grup B. Guru masih banyak yang jarang atau
tidak pernah menggunakan Ms. PowerPoint karena dipengaruhi oleh ketersediaan
LCD di sekolah. Guru merasa Ms. PowerPoint merupakan software yang berguna
untuk menunjang PBM akan tetapi kurangnya fasilitas di sekolah menyebabkan
guru jarang menggunakan Ms. PowerPoint dalam pembelajaran.
Dari gambar 5 terlihat bahwa guru banyak yang menggunakan Ms.
PowerPoint untuk presentasi materi, tetapi sangat sedikit yang menggunakannya
untuk membuat materi. Hal ini dikarenakan kurangnya keterampilan guru untuk
membuat materi menggunakan Ms. PowerPoint. Sebagian guru menyatakan
belum bisa menggunakan Ms. PowerPoint karena hanya mampu mengoperasikan
software pengolah kata dan pengolah angka saja.
Selain menggunakan Ms. Powerpoint banyak pula guru yang
menggunakan Ms. Word untuk menunjang pembelajaran. Mayoritas guru
menggunakan Ms. Word untuk membuat perangkat pembelajaran, seperti RPP,
silabus, soal, dan juga bahan ajar atau lembar kerja siswa. Selain itu ada beberapa
guru yang menggunakan Ms. Word dalam pembelajaran. Guru tersebut
memanfaatkan Ms. Word untuk menayangkan materi atau untuk menjelaskan
materi sebagai pengganti papan tulis.
Guru juga menggunakan multimedia untuk mendukung PBM. Akan tetapi
penggunaan multimedia sebatas untuk menampilkan media pembelajaran berupa
video menggunakan Media Player, Winamp, dan sejenisnya. Hanya 7% guru di
grup A yang menggunakan multimedia untuk membuat media pembelajaran.
Guru tersebut membuat media pembelajaran menggunakan Adobe Flash.
Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara diketahui bahwa guru kurang
memiliki waktu luang untuk membuat media pembelajaran sendiri.
Penggunaan software oleh guru saat ini sebatas untuk menampilkan media
pembelajaran yang telah jadi atau tanpa membuat sendiri, baik berupa media
presentasi maupun video. Hal ini disebabkan oleh kurangnya keterampilan yang
dimiliki guru. Oleh karena itu guru akan mencari media pembelajaran dari
internet atau dari rekan sesama guru melalui e-mail atau sosial media. Sekolah
sebenarnya telah memberikan pelatihan kepada guru yang diantaranya melatih
guru membuat media pembelajaran menggunakan video editor dan aplikasi flash
akan tetapi pelatihan tersebut tidak berjalan lama dan kini sudah tidak ada lagi.
Saat program pelatihan masih ada, guru kurang memiliki waktu luang dan enggan
mengembangkan kemampuan secara mandiri di rumah, sehingga guru tidak dapat
menggunakan aplikasi tersebut dengan baik dan saat ini guru tidak dapat lagi
menggunakan karena sudah lupa cara menggunakannya. Dari permasalahan
tersebut sekolah seharusnya memberikan pelatihan kepada guru secara bertahap
dan terus-menerus atau konsisten sehingga keterampilan profesional guru benar-
benar meningkat. Sekolah juga perlu memberi pengarahan kepada guru agar dapat
memaksimalkan dan mengaplikasikan keterampilan penggunaan TIK untuk
pembelajaran secara efektif.
Guru juga telah menggunakan internet untuk mendukung tugas
mengajarnya. Internet digunakan oleh guru untuk berbagai macam hal, mulai dari
perencanaan pembelajaran hingga proses pembelajaran. Gambar 6 menunjukkan
13
bahwa pengguna internet grup A lebih banyak dari grup B. Hal ini dikarenakan
keadaan jaringan internet sekolah B yang kurang mendukung. Grup A
menyediakan banyak titik hotspot yang dapat digunakan oleh siswa maupun guru
untuk mengakses internet. Sedangkan grup B hanya menyediakan beberapa titik
hotspot yang lebih diutamakan untuk menunjang tugas administrasi guru dan
karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan internet dipengaruhi oleh
ketersediaan jaringan internet sekolah. Sekolah yang memiliki jaringan internet
yang luas dapat menggunakan internet untuk berbagai keperluan, sedangkan
sekolah yang memiliki jaringan internet yang kurang luas akan menghambat
penggunaan internet sebagai media belajar.
Gambar 6 Grafik Penggunaan Internet oleh Guru
Gambar 6 menunjukkan bahwa internet banyak digunakan untuk mencari
bahan ajar. Banyaknya guru yang menggunakan internet untuk mencari bahan
ajar dikarenakan guru sering kali membutuhkan bahan materi lain selain yang
tersedia di buku dan internet dianggap sebagai media yang paling mudah dipakai
guru untuk mencari bahan ajar. Guru seringkali memanfaatkan e-mail dan sosial
media untuk bertukar bahan ajar kepada rekan sesama guru dari sekolah lain. E-
mail dan sosial media banyak digunakan karena keduanya menjadi media yang
paling efektif untuk mendapat bahan ajar dari guru lain.
Guru juga mulai memanfaatkan e-mail dan sosial media untuk
pembelajaran. E-mail digunakan guru sebagai media pengiriman tugas atau
pekerjaan rumah (PR) dari siswa. Sosial media digunakan untuk memberikan
informasi dan pengumuman kepada siswa. Data yang didapat dari penelitian
menunjukkan bahwa lebih dari 80% siswa telah memiliki akun e-mail dan hampir
seluruhnya menggunakan sosial media. Lebih dari 50% guru juga telah memiliki
kemampuan untuk menggunakan e-mail dan sosial media. Untuk itu guru mulai
memanfaatkan e-mail dan sosial media untuk keperluan pembelajaran.
Sosial media yang sering digunakan siswa dan guru adalah Facebook.
Selain digunakan untuk memberi informasi dan pengumuman, Facebook lebih
banyak digunakan sebagai media komunikasi antara siswa dan guru. Guru
memberikan kesempatan kepada seluruh siswa yang ingin bertanya atau
berkonsultasi mengenai pembelajaran melalui Facebook. Menurut beberapa guru,
hal ini dikarenakan ada sebagian siswa yang merasa malu jika harus bertanya
dengan cara bertatap muka secara langsung dengan guru, apalagi saat guru
22%
11%
33%
4%
22%
30%
4%
15%
7%
22%
0% 0%
12%
6%
32%
3% 3%
9%6%
3% 3%6%
3% 3%
0%5%
10%15%20%25%30%35%
cari info PBM cari bahan
ajar
tugas siswa
tugas siswa
kirim/ terima data
sharing info
sharing info
pelajaran
PBM komuni-kasi
cari bahan
ajar
kontrol siswa
Internet e-mail Sosial Media
Pe
rsen
tase
pen
ggu
naa
n
inte
rnet
Grafik Persentase Penggunaan Internet oleh GuruGrup A
Grup B
14
tersebut berada di kantor. Oleh karena itu Facebook digunakan sebagai alternatif
media konsultasi siswa kepada guru.
Dari data tersebut terlihat bahwa guru sudah mulai menerapkan
keterampilan menggunakan internet. Akan tetapi banyak guru yang
memanfaatkan internet hanya untuk mencari bahan ajar. Nampaknya masih
banyak guru yang belum memiliki keterampilan untuk menggunakan internet
sebagai media pembelajaran. Untuk itu sekolah perlu memberi pengarahan
kepada guru untuk lebih mengoptimalkan penggunaan internet sebagai media
pembelajaran. Karena internet dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan
pembelajaran jarak jauh (distance learning).
Diantara berbagai perangkat TIK tersebut, ada beberapa perangkat yang
dianggap paling bermanfaat oleh guru. Mayoritas guru menganggap Ms.Office
merupakan aplikasi yang paling bermanfaat untuk digunakan karena Ms.Office
selalu berkaitan dengan tugas mengajar khususnya untuk membuat administrasi
pembelajaran, seperti membuat RPP, membuat soal, menghitung nilai, dll. Selain
itu beberapa guru juga beranggapan bahwa Ms.Office dapat menunjang kegiatan
belajar mengajar dan mempermudah presentasi.
Ms. Word merupakan pilihan terbanyak sebagai aplikasi yang paling
bermanfaat karena banyak guru yang berpendapat bahwa Ms. Word merupakan
aplikasi yang paling mudah digunakan. Selain Ms. Office beberapa guru
menganggap internet bermanfaat untuk menunjang pembelajaran karena guru
dapat memperoleh banyak informasi dari internet, diantaranya adalah untuk
mencari materi/bahan ajar. Selain itu beberapa guru lain menganggap multimedia
paling bermanfaat untuk menunjang pembelajaran karena dapat memudahkan
pembelajaran dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang
diajarkan melalui penayangan video atau sebagai alat demonstrasi. Beberapa guru
lain menganggap software pembelajaran merupakan aplikasi yang bermanfaat
untuk dijadikan media pembelajaran.
Selain guru, siswa juga terlibat dengan penggunaan TIK dalam
pembelajaran. Dari data yang diperoleh, seluruh siswa yang diteliti telah memiliki
keterampilan menggunakan TIK walaupun tidak semua siswa mempunyai
komputer di rumah. Hal tersebut dikarenakan siswa yang diteliti masih
mendapatkan pelajaran TIK di sekolah, jadi siswa yang tidak mempunyai
komputer di rumah tetap bisa belajar menggunakan TIK di sekolah. Gambar 7
adalah grafik yang menunjukkan penggunaan perangkat TIK yang biasa
digunakan siswa dalam pembelajaran.
Gambar 7 Grafik Penggunaan TIK oleh Siswa
11%
87%
2%
78%
22%
0%
95%
4% 2%19%
74%
7%
67%
32%
2%
88%
12%0%
0%20%40%60%80%
100%
sering jarang tidak pernah sering jarang tidak pernah sering jarang tidak pernah
LCD Ms.Word internet
per
sen
tase
p
engg
un
aan
TIK
Grafik Persentase Penggunaan TIK oleh Siswa
GRUP A
GRUP B
15
Dari data yang ditunjukkan gambar 7, mayoritas siswa jarang
menggunakan LCD dan bahkan ada siswa yang tidak pernah menggunakan LCD.
Menurut beberapa siswa, LCD di sekolah lebih sering digunakan guru untuk
mempresentasikan materi pembelajaran. Dalam proses pembelajarannya beberapa
guru memberikan tugas kepada siswa untuk didiskusikan secara kelompok, akan
tetapi jarang sekali yang mengharuskan siswa mempresentasikan hasil diskusi
menggunakan LCD. Siswa lebih sering menggunakan Ms. Word dan internet
dalam pembelajaran. Ms. Word dan internet biasa digunakan siswa untuk
mengerjakan tugas rumah yang diberikan oleh guru. Guru memberikan tugas
kepada siswa dan dikumpulkan dalam bentuk makalah yang harus diketik rapi.
Jika dilihat pada gambar 7 terlihat bahwa hampir seluruh siswa bisa dan
sering menggunakan internet. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh guru untuk
memberikan variasi metode pembelajaran dengan memanfaatkan internet. Akan
tetapi untuk memberikan pembelajaran melalui internet terlebih dulu guru harus
memiliki keterampilan yang baik menggunakan internet agar pembelajaran dapat
berjalan dengan efektif. Sekolah juga harus menyiapkan akses internet yang baik
kepada siswa dan guru untuk mendukung proses belajar mengajar. Selain itu
sekolah dapat memberikan akses pembelajaran elektronik (e-learning) agar
pembelajaran melalui internet dapat terorganisir dengan baik.
Sekolah telah memberikan kebebasan kepada guru untuk menggunakan
fasilitas TIK sekolah agar pembelajaran dapat berjalan dengan efektif. Akan
tetapi sekolah masih memiliki banyak kekurangan baik dari fasilitas maupun
keterampilan guru. Kurangnya fasilitas TIK dari segi jumlah dan perawatan serta
kemampuan guru yang perlu dikembangkan agar dapat menggunakan TIK dalam
pelajaran secara kreatif dan inovatif membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk
itu sekolah memerlukan donatur untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Akan
tetapi dalam rangka mewujudkan program sekolah gratis, Dinas Pendidikan
(Diknas) setempat melarang sekolah meminta pungutan dana dari orangtua siswa.
Seluruh biaya operasional sekolah dibantu Diknas melalui dana BOS (Bantuan
Operasional Sekolah), namun jumlah dana BOS tidaklah banyak. Menurut salah
satu kepala sekolah, dana BOS tersebut hanya dapat digunakan untuk membeli
seperangkat atau maksimal dua perangkat komputer saja. Kurangnya sumber dana
di sekolah mengakibatkan sekolah tidak dapat melakukan pengadaan atau
pembaharuan perangkat TIK dan bahkan tidak dapat melakukan perawatan secara
periodik. Bahkan beberapa koordinator guru TIK menyatakan bahwa sekolah
tidak memberikan dana khusus untuk melakukan perawatan komputer. Jika ada
komputer yang rusak maka guru tersebut menggunakan sistem “kanibal” untuk
memperbaikinya. Sistem “kanibal” tersebut maksudnya adalah mencopot bagian
komputer yang rusak (contoh: RAM, prosesor, dll) dan diganti dengan bagian
komputer lain yang masih bagus namun tidak terpakai. Saat ini sekolah tidak lagi
memberikan pelatihan kepada guru. Guru yang merasa kesulitan dan menemukan
masalah saat menggunakan TIK akan bertanya kepada teman yang lebih paham.
Sama halnya dengan siswa, siswa kelas 7 dan 8 saat ini sudah tidak mendapat
pelajaran TIK karena menerapkan Kurikulum 2013. Di grup A, Kepala Sekolah
mengeluarkan kebijakan untuk mengadakan ekstrakurikuler wajib TIK untuk
meningkatkan keterampilan siswa agar dapat menggunakan TIK dalam
16
pembelajaran. Akan tetapi di grup B tidak mengadakan kegiatan ekstrakurikuler
tersebut karena keadaan lab komputer yang tidak memadai.
Pengintegrasian TIK dalam pembelajaran sebenarnya sudah dicanangkan
pimpinan sekolah sebelum adanya Kurikulum 2013 (K-13). Dari hasil
wawancara, sekolah mulai melakukan pengadaan perangkat TIK sejak lama
sebelum adanya K-13. Akan tetapi tidak semua guru mampu mengintegrasikan
TIK dalam pembelajaran. Ketidakmampuan guru dipengaruhi oleh kemauan dan
keterampilan yang dimiliki. Pengintegrasikan TIK dalam pembelajaran dapat
dilihat pada gambar 8 dan 9.
Gambar 8 Grafik Integrasi TIK dalam Mata pelajaran di Grup A
Dari angket yang dibagikan kepada siswa, didapat informasi mengenai
pengintegrasian matepelajaran di sekolahnya. Mata pelajaran di grup A yang telah
mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran adalah Matematika, Bahasa
Indonesia, IPA, IPS, PPKN, Agama, Bahasa Inggris, dan Seni Budaya. Selain itu
ada beberapa responden yang menyatakan pelajaran Olahraga telah
mengintegrasikan TIK. Data yang ditunjukkan dari grafik terlihat bahwa seluruh
mata pelajaran telah menggunakan TIK untuk presentasi, hal ini dikarenakan
perangkat TIK yang dimiliki grup A jumlahnya telah mencukupi dan dapat
digunakan dengan baik.
Gambar 9 Grafik Integrasi TIK dalam Mata pelajaran di Grup B
Gambar 9 menunjukkan bahwa seluruh mata pelajaran telah
mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran. Akan tetapi pengintegrasian tersebut
lebih banyak digunakan untuk mencari materi pelajaran dan mengerjakan tugas
atau tes yang biasanya berupa tugas rumah untuk siswa. Sedikit sekali responden
22%
35%
49%
60% 58%
18% 22%
4%
15%
38%
69%
47%
31% 35%40%
35%
5%
47%
25%33%
25% 22%
49%
27%
55%
15%
2% 2%9%
40%
22%
38%
0%
20%
40%
60%
80%
Matematika Bhs. Indonesia
IPA IPS PPKN Agama Bhs. Inggris Seni Budaya
Pe
rsen
tase
pen
ggu
naa
n T
IK
Grafik Persentase Penggunaan TIK pada Mata Pelajaran di Grup A
Presentasi Mencari materi pelajaran Mengerjakan tugas/tes Tanpa TIK
0% 0% 0%
23% 23%
12%
2%7%
14%
26%
56%49%
35% 37% 39%33%
39%
53%
39% 39%
18%
39% 40%32%
49%
23%14%
4%
26% 23% 21%30%
0%
20%
40%
60%
Matematika Bhs. Indonesia
IPA IPS PPKN Agama Bhs. Inggris Seni BudayaPer
sen
tase
pen
ggu
naa
n T
IK
Grafik Persentase Penggunaan TIK pada Mata Pelajaran di Grup A
Presentasi Mencari materi pelajaran Mengerjakan tugas/tes Tanpa TIK
17
yang menyatakan penggunaan TIK untuk presentasi. Mata pelajaran yang
menggunakan TIK untuk presentasi hanyalah beberapa mata pelajaran, itu pun
dengan jumlah responden kurang dari 25%. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan
perangkat TIK terutama LCD sekolah. Ada beberapa ruang kelas di grup B yang
belum terpasang LCD dan banyak pula LCD yang mengalami kerusakan. Oleh
karena itu, dalam pengintegrasian TIK guru cukup menggunakan TIK untuk
memberikan tugas rumah kepada siswa. Menurut salah satu guru yang
diwawancara, pengintegrasian TIK tidak harus menggunakan TIK pada saat
proses belajar mengajar saja tetapi memberikan tugas kepada siswa juga
merupakan pengintegrasian TIK dalam pembelajaran. Tugas yang dimaksud
adalah memberikan soal kepada siswa untuk dicari jawabannya melalui internet
lalu jawaban tersebut diketik rapi menggunakan komputer sebelum dikumpulkan.
Gambar 8 dan 9 menunjukkan bahwa mata pelajaran yang tidak
menggunakan TIK paling banyak adalah matematika. Hal ini dikarenakan
kurangnya media pembelajaran elektronik mapel matematika di sekolah. Selain
itu guru matematika kurang bisa membuat variasi pembelajaran menggunakan
TIK karena guru lebih nyaman menggunakan media papan tulis untuk mengajar.
Mata pelajaran yang paling banyak menggunakan TIK untuk presentasi adalah
IPS dan PPKN. Menurut guru pengampunya hal tersebut dikarenakan
penggunaan TIK sebagai media pembelajaran membuat siswa lebih tertarik dan
lebih dapat memahami materi pelajaran. Mata pelajaran IPA juga telah banyak
menggunakan TIK dalam pembelajaran, yaitu untuk mencari materi pelajaran. Ini
dikarenakan guru merasa penggunaan TIK memang penting untuk mendukung
PBM, akan tetapi guru kurang menguasai software untuk mengajar sehingga guru
hanya memberikan tugas kepada siswa untuk mencari materi pelajaran dari
internet.
Ketersediaan fasilitas mempengaruhi pengintegrasian TIK dalam
pembelajaran. Perbedaannya terlihat pada kedua gambar 8 dan 9, grup A yang
memiliki fasilitas lengkap dan baik dapat mengintegrasikan TIK dengan baik,
sedangkan grup B yang terkendala dengan fasilitas TIK tidak dapat
mengintegrasikan TIK dengan baik. Oleh karena pentingnya fasilitas untuk
mengintengrasikan TIK dalam pembelajaran, maka sekolah perlu memperhatikan
kelengkapan dan kondisi perangkat TIK. Selain itu sekolah juga perlu
meningkatkan keterampilan profesional guru agar guru dapat menggunakan TIK
dalam pembelajaran dengan lebih variatif.
Dari seluruh penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah dan
kualitas perangkat TIK yang dimiliki sekolah sangat berpengaruh terhadap
penggunaan TIK dalam menunjang pembelajaran di sekolah. Sekolah yang
mempunyai perangkat TIK yang cukup dan dengan kondisi baik atau dapat
digunakan, maka sekolah tersebut dapat mengintegrasikan TIK dalam
pembelajaran dengan baik pula. Begitu juga sebaliknya, sekolah yang memiliki
perangkat TIK yang kurang memadai dan dengan kondisi yang kurang baik atau
sering mengalami kerusakan, maka sekolah tersebut akan terhambat saat akan
mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran.
Perangkat TIK yang dimiliki sekolah sudah cukup bervariasi, mulai dari
hardware, software maupun internet. Akan tetapi dari segi jumlah masih ada
18
sekolah yang perangkat TIK-nya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan
pembelajaran, misalnya jumlah LCD yang belum cukup, komputer yang masih
minim, internet yang jaringannya kurang luas dan lain sebagainya. Sekolah
sendiri mengalami kesulitan dalam mendanai pengadaan, perawatan maupun
pembaharuan perangkat TIK karena terhambat oleh peraturan dari diknas
setempat. Dalam rangka mewujudkan sekolah gratis diknas melarang sekolah
untuk memungut biaya dari orangtua siswa. Oleh karena itu diperlukan peran
pemerintah dalam upaya pengadaan, perawatan, maupun pembaharuan perangkat
TIK di sekolah.
Sekolah telah mempersiapkan guru agar memiliki keterampilan
menggunakan TIK sehingga dapat mengintegrasikan TIK ke dalam mata
pelajaran yang diampunya. Akan tetapi dalam prakteknya guru belum memiliki
keterampilan yang baik untuk menggunakan TIK. Guru mengalami kesulitan
dalam membuat variasi metode pembelajaran jika menggunakan TIK. Proses
pembelajarannya sendiri masih bersifat teacher-centered (berpusat pada guru).
Guru bahkan menganggap pengintegrasian TIK tidak harus menggunakan TIK
dalam proses belajar mengajar di kelas, tetapi cukup dengan memberikan tugas
rumah kepada siswa. Tugas yang dimaksud adalah mencari informasi dari internet
yang kemudian diketik rapi menggunakan komputer. Tidak sedikit guru yang
mengalami kesulitan dalam hal penggunaan TIK untuk pembelajaran, diantaranya
dipengaruhi oleh keadaan LCD yang rusak dan mati, keterampilan yang kurang
memadai, alokasi waktu pembelajaran yang kurang, dan lain sebagainya.
UNESCO telah membagi beberapa tahapan pengintegrasian TIK dalam
pembelajaran. Tahapan tersebut antara lain emerging, applying, infusing, dan
transforming. Tabel 6 merupakan tahapan pengintegrasian TIK di grup A dan
grup B menurut tahapan pengintegrasian TIK yang dikemukakan UNESCO.
Tabel 4 Pengintegrasian TIK dalam Pembelajaran Menurut UNESCO
Fasilitas &
Sumber Daya Pedagogi
Pengembangan
Kemampuan staff
Perencanaan
dan kebijakan Kurikulum
Grup A infusing applying applying applying applying Grup B applying emerging applying applying applying
Berdasarkan tahapan penggunaan TIK yang dikemukakan UNESCO, jika
dilihat dari ketersediaan infrastruktur TIK maka grup A telah mencapai tahap
infusing. Hal ini dikarenakan grup A mempunyai perangkat TIK yang cukup
lengkap dan dapat digunakan dengan baik, beberapa titik hotspot yang dapat
digunakan siswa dan guru di beberapa sudut sekolah dan LCD yang cukup untuk
digunakan guru dalam pembelajaran serta perbandingan komputer dan siswa
kurang lebih 15 anak per komputer. Dilihat dari pedagogi pembelajarannya telah
berada pada tahap applying karena masih banyak guru yang menggunakan
metode yang bersifat teacher-centered dan TIK menjadi mapel terpisah baik
untuk kelas 7,8 yang telah menerapkan kurikulum 2013 maupun kelas 9 yang
menerapkan kurikulum KTSP. Dilihat dari pengembangan kemampuan telah
mencapai tahap applying karena guru menggunakan perangkat TIK berdasarkan
kemampuan sendiri dan masih ada guru yang memerlukan pelatihan. Dilihat dari
rencana pengembangan dan kebijakan telah mencapai tahap applying karena
19
perencanaan masih terbatas dan pengembangannya masih dipimpin oleh spesialis.
Dilihat dari pemahaman kurikulum telah mencapai tahap applying karena TIK
dijadikan sumber daya untuk belajar yang disediakan oleh sekolah dan guru
mengembangkan pembelajaran dengan menggunakan TIK dalam pembelajaran,
akan tetapi kemampuan guru masih terbatas. Dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa grup A mencapai tahap antara applying menuju infusing.
Sedangkan untuk grup B, jika dilihat dari ketersediaan infrastruktur TIK
maka grup B berada pada tahap applying. Hal ini dikarenakan grup B memiliki
perangkat TIK yang jumlahnya terbatas, titik hotspot yang lebih diutamakan
untuk guru dan karyawan dalam membantu tugas administrasi, serta
perbandingan komputer dan siswa yang jumlahnya 30-an siswa untuk satu
komputer. Dilihat dari pedagogi pembelajarannya masih berada pada tahap
emerging karena sebagian besar guru menggunakan TIK untuk mengerjakan
tugas administrasi pembelajaran walaupun sudah ada beberapa yang
menggunakan untuk pembelajaran di kelas, selain itu mapel TIK hanya diberikan
kepada kelas 9 yang menerapkan kurikulum KTSP. Dilihat dari pengembangan
kemampuan telah mencapai tahap applying karena guru menggunakan perangkat
TIK berdasarkan kemampuan sendiri dan masih banyak guru yang memerlukan
pelatihan. Dilihat dari rencana pengembangan dan kebijakan telah mencapai
tahap applying karena penggunaan TIK masih dibatasi oleh perangkat TIK yang
dimiliki sekolah. Dilihat dari pemahaman kurikulum telah mencapai tahap
applying karena TIK dijadikan sumber daya untuk belajar yang disediakan oleh
sekolah dan guru mengembangkan pembelajaran dengan menggunakan TIK
dalam pembelajaran, akan tetapi kemampuan guru masih terbatas. Dari data
diatas dapat disimpulkan bahwa grup B berada pada tahap emerging menuju
applying.
5. Simpulan
Hasil penelitian mengenai analisis penggunaan TIK dalam proses belajar
mengajar SMP Negeri di Salatiga menunjukkan bahwa sekolah memiliki fasilitas
perangkat TIK yang berbeda-beda. Sekolah dengan fasilitas yang termasuk dalam
kategori infusing dapat menggunakan TIK dalam pembelajaran dengan baik,
sedangkan sekolah dengan fasilitas yang termasuk dalam kategori applying masih
belum bisa memanfaatkan TIK dengan baik karena terhambat oleh kurangnya
fasilitas yang dimiliki. Selain dipengaruhi oleh fasilitas, penggunaan TIK juga
dipengaruhi oleh keterampilan guru, akan tetapi belum sepenuhnya guru
mempunyai keterampilan TIK yang baik untuk pembelajaran, sehingga
penggunaannya pun belum maksimal. Selain itu pendanaan dari sekolah
terhambat oleh peraturan dari diknas setempat, yaitu dengan adanya larangan
sekolah memungut dana dari orang tua siswa. Pada tahapan UNESCO, sekolah
berada pada tahapan yang berbeda-beda. Grup A berada pada tahap applying
menuju infusing, sedangkan grup B berada pada tahap emerging menuju
applying.
Berdasarkan kesimpulan yang didapat, saran untuk penelitian selanjutnya
adalah agar dapat meneliti mengenai penggunaan TIK di sekolah mulai dari segi
administrasi sekolah hingga dampak penggunaan TIK dalam pembelajaran. Selain
20
itu diharapkan penelitian selanjutnya dapat mengembangkan model pembelajaran
yang sesuai dengan keadaan di sekolah (dilihat dari kemampuan guru, fasilitas
TIK di sekolah dan alokasi waktu pembelajaran) dengan pembelajaran yang lebih
bersifat learner-centered dan mengembangkan pembelajaran jarak jauh (distance
learning).
6. Daftar pustaka
[1] Suprayitno, Totok (2011). Panduan Implementasi Pembelajaran Berbasis
TIK di SMA. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
[2] UNESCO. (2009). Guide to Measuring Information and Communication
Technologies (ICT) in Education. UNESCO. Diakses 6 Juni 2014, dari
http://unesdoc.unesco.org/images/0018/001865/186547e.pdf.
[3] Sumintono, Bambang, Setiawan Agung Wibowo, Nora Mislan, Dkk. 2012.
Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pengajaran:
Survei pada Guru-guru Sains SMP di Indonesia. Jurnal Pengajaran MIPA.
Vol 17, No 1, pp. 122-131
[4] Munir. (2009, Desember). Kontribusi Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) dalam Pendidikan di Era Globalisasi Pendidikan Indonesia. Jurnal
Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Vol 2, No 2, pp. 1-4
[5] UNESCO. (2003). Developing and Using Indicators of ICT Use in
Education. UNESCO. Diakses 13 Mei 2014, dari
http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001311/131124e.pdf
[6] Hakim, Thursan. (2005). Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara
[7] UNESCO. (2002). Information and Communication Technology in
Education A Curriculum for Schools and Programme of Teacher
Development. UNESCO. Diakses 6 Juni 2014, dari
http://unesdoc.unesco.org/images/0012/001295/129538e.pdf
[8] Nazir, Moh. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
[9] Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitiaan Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta
[10] Oates, Briony J. (2006). Researching Information System and Computing.
SAGE. Diakses 16 Mei 2014 dari http://www.uk.sagepub.com/upm-
data/9811_037126intro.pdf
[11] Moleong, Lexy J. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya