ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

14
79 Analisis Pengembangan Kawasan Minapolitan Kota Bengkulu (Edrus, I.N) ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU KEY POLICIES OF THE AREA DEVELOPMENT FOR POND CULTURE BASED- MINAPOLITAN OF BENGKULU CITY Isa Nagib Edrus Balai Penelitian Perikanan Laut Jakarta Teregistrasi I tanggal: 24 November 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal: 03 November 2015; Disetujui terbit tanggal: 05 November 2015 e-mail: [email protected] ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk menyusun arahan pengembangan kawasan minapolitan berbasis kegiatan budidaya perikanan Kota Bengkulu. Pendekatan dalam menilai kawasan tersebut menggunakan analisis agroekosistem. Hasil analisis menunjukan bahwa prioritas pengembangan kawasan minapolitan secara berurut adalah: (1) pengembangan infrastruktur, sarana dan prasarana; (2) pengembangan kawasan terpadu budidaya lele dan kelembagaan; (3), restrukturisasi sistem pembinaan dan pelayanan di kawasan minapolitan, dan (4), pengembangan kawasan terpadu budidaya bandeng. Prioritas komoditas yang layak dikembangkan berturut-turut adalah (1) budidaya lele; (2) budidaya nila; (3) budidaya gurami; dan (4) budidaya bandeng. Pengembangan budidaya lele di wilayah kota dan budidaya bandeng di wilayah pesisir merupakan opsi yang terbaik. KATA KUNCI: Minapolitan, agroekosistem, budidaya perikanan, kota Bengkulu ABSTRACT This paper has aimed to making some guidelines for the minapolitan area development based on fishpond culture activities in Bengkulu City. An approach used to value the areas was Agro- ecosystem analysis. Outputs of analysis showed that the development priorities for a minapolitan area respctively are (1) Infrastructure and facility development; (2) integrated areal development for catfish pondculture and institution establisment; (3) education and service systems in a minapolitan area; and (4) integrated areal development for milkfish-pondcultures. Pondculture priorities of commodities feasible developed respectivelly are (1) catfish; (2) nila; (3) gurami, and (4) milkfish. KEYWORDS: Minapolitan, agroecosystem, fish pondcultrue, Bengkulu city. ___________________ Korespondensi penulis: Balai Penelitian Perikanan Laut Jl. Muara Baru Ujung, Komp. PPS Nizam Zachman, Jakarta Utara PENDAHULUAN Banyak fakta yang menunjukkan bahwa pada masyarakat pedesaan terdapat hampir segala bentuk gejala keterbelakangan, karena proses transformasi masyarakat agraris di pedesaan mengalami kemacetan (Syahyuti, 2004; Pranaji, 2003). Dalam proses transformasi masyarakat agraris, masyarakat desa diharapkan bersedia merubah etos kerja untuk menjadi pelaku ekonomi yang handal dan memiliki konsep operasional dan mapan dalam pengembangan agribisnis (Nasoetion, 1999). Program minapolitan dibangun untuk memperbaiki kinerja perikanan menurut peluang dan potensi hingga menjadi penggerak ekonomi pedesaan. Peningkatan produksi merupakan target program untuk memajukan usaha perikanan dengan basis komoditas spesifik dan lokasi strategis. Setiap provinsi atau kabupaten/kota memiliki potensi spesifik dan penekanan tersendiri dalam pembangunan perikanan, hingga perlu membangun kinerja program perikanan yang berbeda satu sama lain dan bergantung pada kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik dan lingkungan hidup spesifik pula (Damara, 2010; Satria, 2010). Target nasional dalam hal perimbangan kontribusi sektor perikanan tangkap dan perikanan budidaya terhadap PAD Kota bengkulu adalah 6 % dan 30 %. Hal ini merupakan cerminan dari potensi pesisir dan kondisi ekstrim laut Kota Bengkulu serta kondisi kapasitas perikanan tangkap yang masih rendah, sementara environmental setting Kota Bengkulu sangat mendukung untuk pengembangan budidaya ikan air tawar di perkotaan dan budidaya ikan air payau di wilayah pesisir, khususnya di Kecamatan Sungai Serut, Selebar, Gading Cempaka dan Kampung Melayu Kota Bengkulu.

Transcript of ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

Page 1: ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

79

Analisis Pengembangan Kawasan Minapolitan Kota Bengkulu (Edrus, I.N)

ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

KEY POLICIES OF THE AREA DEVELOPMENT FOR POND CULTURE BASED-MINAPOLITAN OF BENGKULU CITY

Isa Nagib EdrusBalai Penelitian Perikanan Laut Jakarta

Teregistrasi I tanggal: 24 November 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal: 03 November 2015;Disetujui terbit tanggal: 05 November 2015

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk menyusun arahan pengembangan kawasan minapolitan berbasiskegiatan budidaya perikanan Kota Bengkulu. Pendekatan dalam menilai kawasan tersebutmenggunakan analisis agroekosistem. Hasil analisis menunjukan bahwa prioritas pengembangankawasan minapolitan secara berurut adalah: (1) pengembangan infrastruktur, sarana danprasarana; (2) pengembangan kawasan terpadu budidaya lele dan kelembagaan; (3),restrukturisasi sistem pembinaan dan pelayanan di kawasan minapolitan, dan (4), pengembangankawasan terpadu budidaya bandeng. Prioritas komoditas yang layak dikembangkan berturut-turutadalah (1) budidaya lele; (2) budidaya nila; (3) budidaya gurami; dan (4) budidaya bandeng.Pengembangan budidaya lele di wilayah kota dan budidaya bandeng di wilayah pesisir merupakanopsi yang terbaik.

KATA KUNCI: Minapolitan, agroekosistem, budidaya perikanan, kota Bengkulu

ABSTRACT

This paper has aimed to making some guidelines for the minapolitan area development basedon fishpond culture activities in Bengkulu City. An approach used to value the areas was Agro-ecosystem analysis. Outputs of analysis showed that the development priorities for a minapolitanarea respctively are (1) Infrastructure and facility development; (2) integrated areal developmentfor catfish pondculture and institution establisment; (3) education and service systems in aminapolitan area; and (4) integrated areal development for milkfish-pondcultures. Pondculturepriorities of commodities feasible developed respectivelly are (1) catfish; (2) nila; (3) gurami, and(4) milkfish.

KEYWORDS: Minapolitan, agroecosystem, fish pondcultrue, Bengkulu city.

___________________Korespondensi penulis:Balai Penelitian Perikanan LautJl. Muara Baru Ujung, Komp. PPS Nizam Zachman, Jakarta Utara

PENDAHULUAN

Banyak fakta yang menunjukkan bahwa padamasyarakat pedesaan terdapat hampir segala bentukgejala keterbelakangan, karena proses transformasimasyarakat agraris di pedesaan mengalamikemacetan (Syahyuti, 2004; Pranaji, 2003). Dalamproses transformasi masyarakat agraris, masyarakatdesa diharapkan bersedia merubah etos kerja untukmenjadi pelaku ekonomi yang handal dan memilikikonsep operasional dan mapan dalam pengembanganagribisnis (Nasoetion, 1999).

Program minapolitan dibangun untuk memperbaikikinerja perikanan menurut peluang dan potensi hinggamenjadi penggerak ekonomi pedesaan. Peningkatanproduksi merupakan target program untuk memajukanusaha perikanan dengan basis komoditas spesifik danlokasi strategis. Setiap provinsi atau kabupaten/kota

memiliki potensi spesifik dan penekanan tersendiridalam pembangunan perikanan, hingga perlumembangun kinerja program perikanan yang berbedasatu sama lain dan bergantung pada kondisi sosial,ekonomi, budaya, politik dan lingkungan hidup spesifikpula (Damara, 2010; Satria, 2010).

Target nasional dalam hal perimbangan kontribusisektor perikanan tangkap dan perikanan budidayaterhadap PAD Kota bengkulu adalah 6 % dan 30 %.Hal ini merupakan cerminan dari potensi pesisir dankondisi ekstrim laut Kota Bengkulu serta kondisikapasitas perikanan tangkap yang masih rendah,sementara environmental setting Kota Bengkulusangat mendukung untuk pengembangan budidayaikan air tawar di perkotaan dan budidaya ikan airpayau di wilayah pesisir, khususnya di KecamatanSungai Serut, Selebar, Gading Cempaka danKampung Melayu Kota Bengkulu.

Page 2: ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

J. Kebijak.Perikan.Ind.Vol.7 No.2 November 2015:

80

Tipologi pengembangan kawasan minapolitan yangsesuai untuk usaha pengembangan kawasan produksibelum diketahui secara pasti, yaitu apa sajakomoditas unggulan yang dapat dikembangkan,terutama menyangkut lele dan bandeng sertakomoditas alternatif gurame, nila, patin, atau kepiting.Pendekatan analisis agroekosistem dan pemangkukepentingan merupakan langkah prosedural yangdianggap tepat untuk maksud pengembangankawasan minapolitan tersebut (Conway, 1986).

Tujuan tulisan ini adalah menyusun arahan danprioritas pengembagan kawasan berbasis kegiatanbudidaya perikanan dalam Kota Bengkulu, khususnyapada kawasan minapolitan sehingga dapat menjadipedoman yang berazaskan khasanah agroekosistemdan agribisnis.

KEBIJAKAN UMUM PERIKANAN

Realisasi perimbangan kontribusi sektor perikanantangkap dan perikanan budidaya terhadap PAD Kotabengkulu saat ini adalah 6 % dan 30 %. Hal inimerupakan cerminan dari potensi pesisir dan kondisiekstrim laut Kota Bengkulu serta kondisi kapasitasperikanan tangkap yang masih rendah, sementaraenvironmental setting Kota Bengkulu sangatmendukung untuk pengembangan budidaya ikan airtawar di perkotaan dan budidaya ikan air payau diwilayah pesisir, khususnya di Kecamatan Sungai

Serut, Selebar, Gading Cempaka dan KampungMelayu Kota Bengkulu.

KARAKTERISTIK DAYADUKUNG SUMBERDAYA

Ruang dan Lahan

Keberadaan rawa, dan kolam ikan di KotaBengkulu tersebar secara sporadis di hampir seluruhkecamatan. Hirarkis lahan disajikan pada Gambar 1yang menunjukkan bahwa lokasi budidaya dapatmenempati wilayah pesisir sampai denganpedalaman. Posisi lahan juga didukung olehketersediaan air, baik air laut di pesisir maupun airtanah dari sumber air sungai dan danau.

Pola Budidaya dan Lahan Budidaya

Usaha budidaya bandeng, lele, nila maupungurami dilakukan masyarakat dalam segalaketerbatasan infrastruktur. Tambak bandeng diwilayah pesisir kecamatan Kampung Melayu belumdigarap sepenuhnya karena buruknya pematang dantanggul. Tambak udang yang terpusat di kecamatanKampung Melayu juga ditinggal penggarap, karenadalam setahun sekali mengalami banjir ROB. Selainitu tanah rawa bersifat asam (pH air rata-rata 6,2) danlahan bekas bukan mangrove berisfat lebih asam- pH3-4), sementara olah tanah secara teknis seringterkendala oleh sifat permeabilitas tanah di pesisir,hingga susah dikeringkan.

PESISIR / Coastal Areas

AREA NON TERBANGUN

Non Building Area

TAMBAK/KOLAM/ DRAINASE/ MUARA

RAWA (Ponds /pools/ Drainage / Delta PEKARANGAN

Swamps ) Home Yard

1.061 ha

DANAU / Lake 56 ha, GENANGAN / Reservoir PEKARANGAN

DAS / River Basin Area 165 ha RAWA (Swamps ) KOLAM / Pools Home Yard

320 ha

KOLAM / Pools

KOTA dan FASILITAS

Downtown & Facilities

PERUMNAS/ Public Housing

PERKAMPUNGAN / Hamlet

TERAS / BERANDA

Terrace / Balcon

URBAN AREA PEDALAMAN

/ Rural Areas

Gambar 1.Hirarki Lahan Budidaya yang Tersedia di Wilayah Kota Bengkulu.Figure 1. Culture-Land Hirarchies Available in Region of Bengkulu City.

Umumnya masyarakat memanfaatkan kolam ikanair tawar yang tersebar di dalam kota dan lahanpekarangan rumah. Animo masyarakat cukup tinggipada penggunaan bak beton dan bak fiber untukbudidaya ikan di lahan pekarangan.

Pola budidaya yang dijumpai adalah intensif dansemi intensif, dimana ada yang bersifat monokulturdan ada yang polikultur. Benih ikan yang disebarmeliputi lele, bandeng, nila, gurami, dan kepiting pasir.

Pada area lahan payau penebaran nila merupakanhal yang dipaksakan, nila bisa hidup tetapi terganggudalam hal osmoregulasi dan gangguan pada mataikan.

Kondisi usaha pembesaran ikan air tawar saat iniyang memanfaatkan lahan kolam terbagi dalam limakategori. Pertama, pola intensif dengan lahan danpematang yang sudah diolah dengan menggunakantepi bambu atau waring. Kedua, pola intensif dengan

79-92

Page 3: ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

81

kondisi pematang lahan yang diolah dan kolamdilengkapi petak waring terapung. Ketiga, pola semiintensif dengan lahan apa adanya dan terpelihara. Keempat, pola tradisional dengan lahan apa adanya. Kelima, pola alami dengan lahan seadanya tanpaterproteksi dari gangguan predator.

Kondisi usaha pembesaran saat ini yangmemanfaatkan lahan pekarangan dengan bak buatanterbagi dalam 3 kategori. Pertama, pola intensifdengan kolam beton. Kedua, pola intensif dengankolam terpal non-teknis. Ketiga, pola intensif dengankolam campuran beton dan terpal non-teknis.

Dipandang dari sisi agribisnis, usaha budidayaterbagi dalam kategori usaha vertikal dan horizontal.Usaha vertikal dilakukan sendiri oleh satu RumahTangga Perikanan (RTP), dimana kegiatan budidayamulai dari usaha pengindukkan, pembenihan,pembesaran, sampai pemasaran. Usaha horizontaldilakukan oleh banyak RTP budidaya sesuai denganspesialisasinya, seperti pengindukkan saja,pembenihan saja, pembesaran saja atau pemasaransaja.

Induk dan Benih

Induk dan benih berlabel kebanyakan masihdiproduksi di luar Bengkulu. Induk lokal yang yangtersedia merupakan turunan. Benih lele, nila, gurami,ikan mas didatangkan dari Linggau Padang.Sedangkan benih bandeng alam di datangkan dariLampung. Hal ini menjadikan pola agribisnistersendiri, yaitu penyedia induk berlabel/bersertifikatdan penyedia benih berlabel.

Usaha pembenihan merupakan pilar utama yangharus dispesialisasikan dalam kawasan minapolitan,khususnya untuk mencukupi kebutuhan benih dalamkawasan. Setiap kelompok peternak ikan lele dengananggota 15 orang membutuhkan benih sedikitnya 250ribu ekor setiap tahun. Pada tingkat Kota Bengkuluterdapat peternak ikan yang produktif sekitar 300orang dan kira-kira ada 100 orang peternak dikabupaten sekitar yang masih ketergantungan denganbenih dari kota Bengkulu. Dalam kondisi sepertisekarang ini, kebutuhan benih per tahun untuk KotaBengkulu diproyeksikan kira-kira sebesar 6,7 jutaekor. Namun jumlah tersebut belum tercukupi untukmeningkatkan produksi menurut kebutuhan KotaBengkulu.

Pakan atau Umpan

Dalam isti lah peternak setempat, pakanmerupakan pelet yang diproduksi oleh pabrik,

sedangkan umpan adalah bahan organik yang diolahsendiri dan yang bisa diberikan kepada ikan sebagaimakanan utama atau alternatif. Contoh umpan yangumum digunakan peternak adalah bangkai ayam,bekatul, keladi talas, keladi hias yang bergetah putih,jagung, kotoran ayam, cacing sutra atau cacingrambut dan ikan hasil tangkapan samping (by catch)yang bersifat “rejected” atau tidak laku dijual untukkonsumsi, yang berharga Rp 700– Rp 1.000 per kgdan umum digunakan untuk umpan ikan dan kepiting.

Pemanfaatan pelet masih cukup mahal bagi parapeternak. Oleh karena itu faktor distribusi (tata niaga)pakan menjadi rentan dalam kawasan minapolitan,walaupun sampai sejauh ini penggarap kolam lelemasih beranggapan bahwa sama-sama diuntungkandengan adanya pelet. Hal ini menuntut penggarapkolam lele untuk siap dengan modal yang besar.

Pemanfaatan bahan-bahan umpan tersebut perludiikuti oleh tindak lanjut sebagai rekayasa industrilokal dalam memenuhi pakan dalam kawasanminapolitan. Jika industri pakan lokal menjadi pilihan,maka perlu adanya usaha budidaya lanjutan daribahan-bahan tersebut. Sama halnya denganpemanfaatan limbah domestik dan limbah pertanian.Contohnya adalah budidaya keladi sebagai bahancampuran pakan dan budidaya cacing sutra sebagaimakanan benih ikan.

Hal ini memberikan pengertian kepada pelakuagribisnis untuk mengintegrasikan setiap usahabudidaya ikan dengan sub-sektor lainnya, sepertipertanian dan penangkapan ikan rucah yang akanmengurangi ketergantungan petani pada pakan pabrikdan kesenjangan usaha antara padat modal dan petanikecil. Dengan demikian akan tercipta keberlanjutanusaha (sustainabilitas) dan pemerataan pendapatan(equitabilitas) sebagai suatu yang seharusnya terjadidalam pengembangan agroekosistem.

Sarana, Bahan dan Preferensi Pemanfaatannya

Masing-masing petani budidaya memiliki preferensiterhadap sarana produksi, sesuai dengan kepemilikanjenis lahan dan jumlah modal yang dimiliki. Pemilikkolam biasa menggunakan keramba waring berbagaiukuran untuk budidaya yang dianggap praktis dari sisiperawatan, kontrol, sortir ukuran, pembagian ukuranikan dan panen. Dengan cara ini angkakeberlangsungan hidup jadi tinggi (95 %). Petanilainnya yang tidak memiliki modal cukup hanyamenggunakan kolam seperti adanya tanpa bahantambahan, tanpa perawatan dan tanpa penyortiran/pemisahan ukuran ikan. Pada kondisi seperti ini akanmeningkatkan angka kematian. Petani lele yang tidak

Analisis Pengembangan Kawasan Minapolitan Kota Bengkulu (Edrus, I.N)

Page 4: ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

J. Kebijak.Perikan.Ind.Vol.7 No.2 November 2015:

82

memiliki kolam memilih pekarangan rumah danmemilih bahan beton dan atau terpal untuk kolampembesaran.

Penggunaan beton lebih mahal tapi daya tahantinggi, namun tidak tahan gempa. Beton lebih cepatdingin dan lebih lama menyimpan dingin, hingga akanberpengaruh pada ikan ukuran gelondongan (benih)ketika terjadi hujan yang lama. Sebaliknya,pemanfaatan kerangka bambu dan terpal lebih murahtapi tidak tahan lama. Umur teknisnya satu sampaidua tahun. Terpal lebih cepat panas dan lebih lamamenyimpan panas. Namun kedua bahan tersebutterutama beton, pada kondisi mendapat sinar mataharilangsung sering cepat ditumbuhi lumut. Keuntunganpemanfaatan terpal adalah wadah budidaya dapatdigandakan lebih banyak (murah) untuk pemisahanukuran ikan, agar tidak terjadi persaingan dalamperilaku makan dan kanibalisme.

Preferensi masyarakat pada bahan fiber sangattinggi. Adopsi teknologi fiber akan bergantung padakesiapan modal. Namun preferensi peternak ikankurang modal mungkin tetap pada teknologipartisipatif.

Bantuan masal mungkin lebih tepat pada perbaikantanggul, saluran air primer dan sekunder, penyiapantandon air, pembuatan sumur pompa umum sertaperbaikan rangka kolam terpal dengan bahan yanglebih kuat dari bambu dan pembuatan atap bagi bakpembenihan.

Unit Usaha

Unit Pembenihan Rakyat dalam skala industri lelerumah tangga idealnya memiliki 15 petak kolambuatan (dari bahan beton, fiber atau terpal), yaitu untukperawatan induk 3 petak, untuk tempat pemijahandari 3 ekor induk 2 petak, dan untuk pendederan 10petak. Ukuran tiap petak volumenya 3 m x 4 m x 0,75m.

Unit terkecil pembesaran lele skala rumah tanggadi kolam ikan idealnya membutuhkan 5 unit kurunganwaring dengan ukuran 2,5 m x 7m/unit, dimana tigaunit untuk tempat pembesaran, satu unit untukpenampung panen lele siap jual, dan satu unit untukcadangan pengganti. Tiap unit waring pemebsaranmemiliki kapasitas tampung 1500 bibit lele.

Permintaan Pasar dan Distribusi

Permintaan pasar lokal Bengkulu untuk lele adalah1,5 ton per hari dan hanya 200 kg per hari yang dapat

dipenuhi dari produksi peternak lele. Jadi produksisaat ini masih di bawah permintaan.

Produk perikanan saat ini berorientasi pada pasaryang lebih menginginkan bentuk hidup, segar, filletfrozen, fermentasi, kering dan bentuk-bentuk olahanlain dengan standar mutu internasional. Contohnya,ikan bandeng dibutuhkan untuk umpan hidupperikanan tuna, bentuk-bentuk fillet beku ikan nila ataugurami merupakan ikan untuk eksport, bentuk-bentukolahan seperti presto, keripik, kerupuk, keripik baladodiperlukan pasar domestik maupun internasional.Sejak tahun 1980 Indonesia sudah dikenal sebagaisalah satu negara pengeksport fillet daging dalamkondisi segar maupun fillet beku ikan nila ke sejumlahnegara seperti Singapura, Jepang, Amerika, dansejumlah negara Eropa, di mana permintaan duniadiperkirakan sebesar 559,02 juta ton setiap tahunnya(Khairuma & Amri, 2008).

Beragam bentuk olahan dari bahan baku lele dapatdikembangkan untuk mengantisipasi kelebihanproduksi. Bentuk-bentuk frozen dan olahan sertapengawetan yang bermutu dan aman dikonsumsidapat menjadi solusi dalam distribusi jarak jauh hasilproduksi ke luar kawasan minapolitan.

Harga Dasar dan Pemasaran

Tingginya harga pakan dan benih di Kota Bengkulumerupakan akibat dari tingginya kebutuhan danrendahnya ketersediaan. Kecuali itu sumber darikedua komponen produksi itu berasal dari wilayahlain. Kebutuhan bibit nila, gurami, ikan mas, danbendeng masih dipasok dari luar Bengkulu,sedangkan kebutuhan bibit lele belum tercukupi dariproduksi dalam kota.

Panjangnya rantai pemasaran dalam prosespembelian komponen produksi berakibat padabesarnya beban input yang harus dibayar oleh petani.Oleh karenanya terbentuk harga sosial sebagaikonsekuensi dari jarak angkut dalam transportasi.Harga jual benih lele asal Linggau Rp 250 per ekor,dimana harga sosialnya Rp 180/ekor. Sebagaipembanding adalah harga benih di sentra produksiBogor Rp 60/ekor.

Produk lokal untuk komponen produksi adalahpenting untuk diusahakan sendiri dalam kawasanminapolitan. Tingginya harga benih di Bengkulu adalahakibat tingginya harga induk, harga pakan dan hargaumpan untuk yuwana lele. Pakan induk berkualitasharganya Rp 7.000/kg dan umpan benih (cacing sutra)bervariasi antara Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu per

79-92

Page 5: ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

83

kg. Oleh karena dua komponen ini merupakan variabeloperasional utama, sehingga penting untuk dikontroldan dikendalikan bukan saja melalui pengaturantataniaganya dimana tengkulak tidak dapat bermainsebagai penentu harga (price maker), tetapi jugamelalui pengembangan industri pakan lokal danbudidaya cacing sutra.

Analisis Finansial

Analisa finansial menunjukkan bahwa budidayapembenihan dan pembesaran ikan di Bengkulu dapatdipandang layak secara ekonomi. Diagram alur padaGambar Lampiran 1 menunjukkan prospek yangpositif untuk ke dua usaha tersebut.

Proyeksi Pengembangan dan Produksi Lele

Dengan mempertimbangkan kondisiagroekosistem saat ini serta komponen dan hasilproduksi dari Unit Pembenihan Rakyat dan RumahTangga Perikanan budidaya pembesaran dari lele saja,maka kapasitas sarana produksi yang ingindikembangkan dan berikut hasil produksinya dapatdiproyeksikan berdasarkan skenario keberadaan 10UPR dan 437 RTP yang sekarang tersedia di kotaBengkulu (BPS, 2008). Proyeksi tersebut diringkaspada Tabel Lampiran 1. Sekiranya angka produksiperikanan perairan umum, tambak dan kolam tahun2007 untuk Kota Bengkulu dijumlahkan (592 ton, BPS,2008), maka dengan proyeksi tersebut akan terjadikenaikkan produksi perikanan budidaya 369 % pascaprogram minapolitan diimplementasikan. Proyeksitersebut belum termasuk perhitungan kenaikanpemanfaatan lahan perkarangan dan peran genderdalam budidaya lele seperti yang diprogramkan DinasKelautan dan Perikanan Kota Bengkulu. Juga belumdiperhitungkan akan terjadinya intensifikasi budidayabandeng di Padang Serei dan Kandang KecamatanKampung Melayu.

Masalah dan Solusi

Seperti telah disebutkan bahwa prosestransformasi masyarakat agraris mengalamikemacetan di saat peluang pengembangan ekonomijustru sedang membaik. Masalah di bawah inimemberikan gambaran yang jelas dari akarpermasalahan sesunguhnya, seperti diringkas dibawah ini:a. Diversifikasi produk maupun produksi perikanan

budidaya rendahb. Kualitas dan kuantitas sosialisasi dan pembinaan

yang rendah.c. Komunitas perikanan tidak masuk pada kondisi

bankable.

d. Masyarakat mengalami stagnasi dalampertumbuhan usaha karena tidak siapnya lahandan infrastuktur pendukung budidaya.

e. Tingkat adopter inovatif rendah karena ketiadaanmodal dan difusi informasi.

Masyarakat membutuhkan modal produksi dankeyakinan dalam meneruskan dan memanfaatkanlahan yang tersedia. Insentif bagi petani agarmeneruskan usahanya dianggap sebagai probabilitasusaha, di mana mereka perlu suatu keyakinan bahwakebutuhan mereka dari menggarap lahan menjaditercukupi (Kustiawan, 1997) dan skala minimal dalamkegiatan usaha budidaya perlu diketahui, yaitu berapaluasan yang harus dimiliki dan digarap petani agarpenggunaan faktor produksi menjadi efisien danmencukupi kebutuhan keluarga secara layak(Nasoetion, 1999).

Pemanfaatan lahan pekarangan sebagai usahapembenihan lele sudah cukup mendatangkankeuntungan. Oleh karena itu secara mandirimasyarakat akan mampu meneruskan usaha danmengakses program bank. Sementara pemerintahperlu membangun presiden yang baik dalammengelola program agar masyarakat tidak menjadigamang dan serba ketergantungan, melainkan punyapilihan-pilihan inovatif dalam usaha agribisnis (IIRI,1998).

Pemerataan hasil pembangunan hanya dapattercapai dalam bentuk membangun kelembagaanagribisnis yang kuat dan sehat. Masyarakat perludigiring ke dalam kelompok-kelompok usaha bersama(KUB) dan kemudian diberdayakan dengan politicalwill yang sehat pula. Bentuk-bentuk Unit Pelayanandan Pengembangan (UPP) ternyata mampumemberikan solusi pada masyarakat untukmengakses program kredit lunak perbankan danpelayanan pembinaan usaha.

Keterbukaan terhadap IPTEK sudah dapat dilihatdalam kehidupan sosial. Namun mengembangkanIPTEK dalam menata sistem agribisnis hulu hilir belumterlihat secara jelas. Berbagai pola budidayapendukung komponen produksi hulu dan hilir belumdirintis. Kebutuhan bahan dasar, contohnya umpan,masih diambil dari alam dan tidak diolah lebih lanjutuntuk kepentingan membuat segala sesuatu jadimudah dan murah.

Industri yang berkaitan dengan pasca panen hasilbudidaya belum dirintis, tetapi telah diwacanakan olehtokoh-tokoh masyarakat bersama dengan peran sertaperguruan tinggi untuk menetapkan diversifikasi matapencarian alternatif dalam kawasan minapolitan sesuai

Analisis Pengembangan Kawasan Minapolitan Kota Bengkulu (Edrus, I.N)

Page 6: ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

J. Kebijak.Perikan.Ind.Vol.7 No.2 November 2015:

84

dengan produk pendukung dan produk ikutan budidayaperikanan budidaya, sehingga diharapkan akanterbentuk beragam sentra produksi.

Sistem Khasanah Agroekosistem

Sistem khasanah (Tabel Lampiran 2) merupakanindikasi penting yang di dalamnya ditemukan kaitan-kaitan dan variabel-variabel kunci untuk menemukanarah kebijakan pembangunan di kawasan minapolitan.Gambar Lampiran 2memberikan ringkasan dari arahanoperasional renovasi pola usaha budidaya lele di KotaBengkulu.

Variabel penting tersebut dapat digunakan untukmereklamasi agroekosistem yang ada agar dapatmemperkecil dampak negatif dan memperbesardampak positif. Pola-pola usaha budidaya dapatdirekayasa menurut kaidah khasanah agroekosistemmenjadi hal-hal yang baru dan sesuai dengan potensispesifik lokal dalam pengembangan kawasanminapolitan, sehingga terjadi pertumbuhan ekonomiyang signifikan. Berpikir tentang peningkatanproduktivitas saja tidaklah cukup tanpa mengindahkanstabilitas, sustainabilitas, dan ekuitabilitas.

Pengembangan Analisis

· Pertanyaan Kunci, Hipotesa Kerja danPedoman Pengembangan

Selama proses analisis peluang dan masalah yangmengintegrasikan masyarakat setempat, dengantopik reklamasi hirarki lahan tambak/kolam danpekarangan, timbul pertanyaan mendasar untukpengembangan perikanan budidaya di Kota Bengkuluberikut hipotesa kerjanya (Tabel Lampiran 3).

· Prioritas Pengembangan

Hal-hal yang bersifat teknis dan sosioekonomisserta kepastian hukum adalah perlu dibangun dalamkawasan minapolitan. Satu set kriteria dari sistemkhasanah agroekosistem memprioritaskanpengembangan kearah yang dapat memberikandampak positif (Tabel Lampiran 4 dan Tabel Lampiran5).

Beberapa faktor penting digunakan dalam penilaianprioritas tersebut. Faktor-faktor tersebut seperti rawanbanjir ROB, status kepemilikan lahan, animopemerintah dalam pelayanan, tingginya kebutuhaninfrastruktur, sarana dan prasarana, kebutuhankelembagaan yang mapan dan sifat masing-masingkomoditas jika dikaitkan dengan khasanahagroekosistem, dimana faktor pendukung dan

pembatas yang turut berpengaruh padapengembangan komoditas dalam skala operasionalagribisnis.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Minapolitan di Kota Bengkulu dapatdirekomendasikan sesuai dengan urutan prioritasnyamenyangkut pembangunan infrastruktur, sarana danprasarana kawasan minapolitan; restrukturisasi UnitPelayanan dan Pengembangan; kawasan terpadubudidaya lele di Kecamatan Kampung Melayu,Selebar, Sungai Serut, Gading Cempaka; sistempembinaan dan pelayanan; dan kawasan terpadubudidaya bandeng di Kecamatan Kampung Melayu.

Komoditas budidaya yang diprioritaskanpengembangannya adalah sesuai dengan urutankelayakan atau prioritasnya yaitu budidaya lele,budidaya nila, budidaya gurami, dan budidayabandeng.

DAFTAR PUSTAKA

BPS, 2008. Kota Bengkulu dalam Angka. BPS KotaBengkulu.

Conway, G.R. 1986. Agroecosystem for research anddevelopment. Winrock International Institute forAgricultural Development, Bangkok.

Damara, M.I. 2010. Kesiapan Indonesia MenujuMinapolitan. http://www.jaktan. [email protected]. Diakses tanggal 13 Juli2010.

IIRR, 1998. Participatory Methods in Community-Based Coastal Resources Management. Vol 2&3.International Institute of Rural Reconstruction,Silang, Cavite, Philippines.

Khairuman, S.J. & K. Amri. 2002. Prospek Bisnisdan Teknik Budi Daya Nila Unggul, Nila Nirwana.Rahasia Sukses Usaha Perikanan. Gramedia,Jakarta.

Kustiawan, 1997. Konversi Lahan Pertanian di PantaiUtara Jawa. PRISMA No. 1 Tahun 1997. PustakaLP3ES, Jakarta.

Nasoetion, L.I. 1999. Tinjauan ekonomi politiktransformasi agraria. Seminar di Jakarta, 28Oktober 1999. LP3ES

Pranaji, T. 2003. Menuju Transformasi Kelembagaandalam Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.

79-92

Page 7: ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

85

Pusat Litbang Sosek Pertanian. Badan LitbangPertanian, Bogor.

Satria, A. 2010. Minapolitan dan “Minapolitik”. Http:/www.beritaantara/rubrik telaah. Diakses padatanggal 29 Maret 2010.

Syahyuti. 2004. Model Kelembagaan PenunjangPengembangan Pertanian di Laha Lebak. Dalam:E. Basuno, Suhaeti, Saptana (Eds). AspekKelembagaan dan Aplikasinya dalamPembangunan Pertanian. Monograf Seri No. 25.Pusat Litbang Sosek Pertanian. Badan LitbangPertanian, Bogor.

Analisis Pengembangan Kawasan Minapolitan Kota Bengkulu (Edrus, I.N)

Page 8: ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

J. Kebijak.Perikan.Ind.Vol.7 No.2 November 2015:

86

Lampiran 1. Diagram alur produksi dan distribusi pemasaranAppendix 1. Flow chart of production and its market distribution

In dus tri P em ben ihan P em besaran P em besaran Bu d idaya

In dus tries Le le Le le N ila Ba ndengC atfish C atfish N ila M ilk fish

Inp ut : H atcheries R earing R earin g R earing

N ila i (R p) 94.985 .000 31.885 .000 7 8.237 .500 54.715 .000V alues (R P )

T enag a kerjaK e lu arga d anB u ruh (L abo rs )

P R O D U K /P ro du cts:C o m m od ities N ila i (R p)

P em asaran / (ben ih & dew asa / V alues (R P )M ake ting : S eeds/A du lts )

1P en dap atan

2 P en ja ja / V endors bers ih 106.139 .800 30 .99 6 .000 9 1.695 .833 51.437 .000/Tah un

3 P enam pung/ In te rco nnecto rs N et In com es / y ear(R p)

4 P asar / M arke t

16 8.0 00 .000 1 05.600 .000180.000 .000 62.400 .000

P rofil In d u str i R u m ah T an g g a

B u dida ya Ik an In tens ifT he H om e In du stry P rofileo f In tes ive F ish C ultures

V ariab el B ia ya B arangM od al dan ope ras ion alC a pita l & O p eratio nal

U nit U sa ha / F ishery U n it

C ost variab les

Lampiran 2. Proyeksi kapasitas usaha pengembangan kolam dan produksiAppendix 2. Capasity projection of fishpond and production

79-92

Page 9: ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

87

Lampiran 3. Peubah utama dan proses yang mempengaruhi khasanah agroekosistem wilayah minapolitanbudidaya perikanan

Appendix 3. Major Varibles and processes influenced the agroecosystem properties of a fishery culture-based minapolitan area

FAKTOR atau PENGARUHPOSITIF

Positive Factor or AffirmativeInfuencies

KHASANAHAGROEKOSISTEM

AgroecosystemProperties

FAKTOR atau PENGARUHNEGATIF

Negative Factor or HarmfulInfluencies

Dekat pusat pelayanan /Aroundcervice center

Jalan produksi tersedia / Harvestroad available

Ada cikal bakal tambak / pondAreas available

animo masyarakat / communityobsession

penampung hasil / interconnector keragaman komoditas budidaya

/resource diversity pengetahuan dan keterampilan /

Knowledges & Skills kesiapan teknologi / advanced

technologies sumberdaya air / Water available kesiapan lahan & pemanfaatan

pekarangan / land & home yardavailable

benih berlebel, pakan pabrik,umpan alternatif (cacing sutra), /Seed & Feed Resouces available

Produtivitas /Productivity

Saprodi tidak lengkap / Lack ofmaterial and tooli

sertifikasi lahan tidakjelas/undecided land certification

sarana prasarana, infrastrukturdasar dan pendukung belum layak/inadequate Infrastructures &facilities

harga-harga tinggi / high cost kurang modal / lack of capital lahan tidur / unproductive lands lahan tidak diolah / neglected

lands drainase buruk / poor drainages

Pemasaran yang kooperatif /mutual marketing

Iklim yang mendukung / goodatmosphere

daya dukung lingkungan tinggi /high carrying capacitiy

Komoditas yang sesuai (lele) /usual commundities

Sentra penampung/pemasaranbenih / market places

Pasang surut laut / tidal zonesareas

Stabilitas /Stability

Kualitas benih / Lower seedquality

suplai benih ajeg / uncertaintyseed supply

adanya penyakit, hama,gulma/lumut / disease

banjir, ROB, gempa, tsunami,tanah masam / flood, inundation,hazard, havoc, acidy soil

pola tambak non teknis / non-technical ponds

Pola intensifikasi / Intensivecultutre

adanya limbah domestik & limbahpeternakan / domestic &agriculture wastes

regulasi dan kebijakan mendukung/ good regulation & policies

Usaha yang layak ekonomis /feasible bussiness

Penguasaan atas teknologibudidaya /high technologyadoption

Dukungan sektor lain / Supportingother sectors

Dukungan program lain /Supporting other programmes

Keberlanjutan /Sustainability

Silau Proyek / Oriented project distribusi benih / Seed distribution kuintinuitas ketersediaan benih &

lele ukuran konsumsi / Disillusionof resource supplies

pola tradisional / TraditionalCulture

alih fungsi lahan / Landusechanging

Analisis Pengembangan Kawasan Minapolitan Kota Bengkulu (Edrus, I.N)

Page 10: ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

J. Kebijak.Perikan.Ind.Vol.7 No.2 November 2015:

88

Kelompok profesi peternak / farmergroups

Unit Pembenihan Rakyat /Fisherfolk Hatcheries

pola budidaya horizontal /Integrated Fish CultureCorporation

Program kridit lunak perbankan,Program Kemitraan dan BinaLingkungan dari Bank mandiri,program PNPM, program prorakyat (program tiga pilar) /Diversity DevelopmentProgrammes

peran LSM, peran UPP, peranperguruan tinggi / roles of differentinstitutes

partisipasi masyarakat /Community participation

sistem swadaya, swakarsa,swadana, dan gotong royong /Community-based initiative

pemanfaatan lahan negara/lahantidur / land reforms

Equitabilitas /Equitability

Tingkat pendidikan / low eductionlevels

Susah dalam mengakses modal /Non bankable

manajemen pengelolaansumberdaya yang buruk / Poorresource management

pola budidaya vertikal /Unintegrated cultures

KKN, Ego-sektoral / Corrupt,Nepotism, group conformity

bantuan tidak tepat sasaran / nontargeted funding

pengaruh penguasa / politicalpatron

Lanjutan Lampiran 3Appendix Continue 3

79-92

Page 11: ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

89

Lampiran 4. Arahan renovasi pola usaha budidaya ikan Kota BengkuluAppendix 4. Renovation guideline for fish-culture in Bengkulu City

Analisis Pengembangan Kawasan Minapolitan Kota Bengkulu (Edrus, I.N)

Page 12: ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

J. Kebijak.Perikan.Ind.Vol.7 No.2 November 2015:

90

Lampiran 5. Pertanyaan kunci dan hipotesa kerja dari pengembangan kawasan MinapolitanAppendix 5. Key Question dan working hyphothesis for Minapolitan area development

Pertanyaan Kunci/Key Questions Hipotesa Kerja/Working Hyphothesis

1. Bagaimana mereklamasi hirarkiagroekosistem lahan tambak, kolam, danpekarangan tanpa merusak tujuan usahamasyarakat dan pada waktu yang sama dapatmengatasi secara sinergis keterbatasanketersediaan komponen produksi,meningkatkan produksi, menstabilkan harga,dan menciptakan komoditas bermutu danpasar?

2. Bagaimana merekstrukturisasi kelembagaanmasyarakat agar masyarakat menjadi pelaku-pelaku agribisnis yang sehat, mandiri,bertanggung jawab, dan memiliki aksespermodalan?

3. Bagaimana membangun kawasanminapolitan tanpa menciptakan benturan-benturan kepentingan lingkungan dan prinsippembangunan yang berkelanjutan?

1. Budidaya teritegrasi antara komoditas yangdiunggulkan dengan sumberdayapenunjangnya dalam satu kawasansehamparan dapat meciptakan usahaperikanan yang lebih efektif dan efisien,dimana dengan cara ini produktivitas lahanakan meningkat, komponen produksitercukupi, berkualitas dengan harga murah,pasar tercipta dengan sendirinya dan produkmemiliki daya saing tinggi di pasar bebas”

2. Usaha budidaya berkelompok berdasarkanprofesi yang spesifik dari situasi beragamprofesi yang dibangun dalam satu kawasansehamparan akan menciptakan sistem usahayang sehat, sehingga lembaga pendamping(seperti UPP) dapat mengembangkan modalsosial untuk mempromosikan dan menjaminkebutuhan permodalan pada lembagakeuangan”

3. Pola budidaya hulu hilir akan menciptakanperputaran intern energi dan sumberdayadalam kawasan agroekosistem minapolitanyang terbatas sehingga tidak mengganggukelestarian lingkungan alam”

Garis Besar Pedoman Pengembangan1. Membangun kawasan budidaya bandeng sistem horizontal dengan profesi masing-masing yang

terpadu pada basis usaha jual beli bibit, usaha pembesaran, usaha pemasaran, usahadiversifikasi produk, usaha saprodi, usaha pakan lokal, usaha pakan pelet, usaha barang danjasa pendukung. (Untuk selanjut disebut sebagai Kawasan Terpadu Budidaya Bandeng)

2. Membangun kawasan budidaya lele sistem horizontal dengan profesi masing-masing yangterpadu pada basis usaha pengindukan, usaha pembenihan, usaha pembesaran, usahapemasaran, usaha diversifikasi produk, usaha saprodi, usaha budidaya cacing sutra, usahaumpan lokal/limbah domestik, usaha pakan pelet, usaha barang dan jasa pendukung. (Untukselanjutnya disebut sebagai Kawasan Terpadu Budidaya Lele).

3. Membangun kelembagaan kemitraan sebagai pendamping, bapak angkat, dan koperasi usahabudidaya untuk tujuan mempercepat adopsi teknologi, membentuk opini bisnis yang sehat,membangun jejaring informasi partisipatif, dan memberdayakan pelaku-pelaku budidaya.

4. Membangun infrastruktur umum, infrastruktur dasar budidaya, sarana dan prasarana sebagaititik awal dan pusat pelayanan untuk menggerakan lebih cepat pertumbuhan perekonomiankelurahan dan kotamadya.

5. Merestrukturisasi sistem pembinaan, pelayanan umum, dan pelayanan kesehatan dalamkawasan minapolitan.

79-92

Page 13: ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

91

Lampiran 6. Prioritas Pengembangan Kawasan Minapolitan Kota BengkuluAppendix 6. Development Priorities for the Minapolitan Area of Bengkulu City

Analisis Pengembangan Kawasan Minapolitan Kota Bengkulu (Edrus, I.N)

NoPENGEMBANGAN/

Development

Pro

du

ktivita

s/P

rod

uctivity

Sta

bili

tas/

Sta

bili

ty

Su

sta

ina

bili

tas/

Su

sta

ina

bili

ty

Eq

uita

bili

tas/

Eq

uitib

ilty

Bia

ya/C

ost

Wa

ktu

/Tim

e

Ke

laya

ka

n/

fea

sib

ility

Sko

r/S

co

res

Pri

ori

tas/

Pri

ori

ty

1

Kawasan terpadubudidaya bandeng(The integrated area ofmilkfish cultures)

3 2 4 2 T L R 15 4

2

Kawsan terpadu budidayalele(The integrated area ofcatfish cultures)

4 4 5 4 S s T 22 2

3Kelembangaan(Institution)

4 4 5 5 R L T 22 2

4

Infrastruktur, sarana &prasarana(Infrastructures &Facilities)

5 5 5 5 T s T 23 1

5

Restrukturisasi systempembinaan danPelayanan di kawasanminapolitan(Reconstruction ofSupervision & ServiceSystems in theMinapolitan Areas)

4 4 5 3 S s S 20 3

Page 14: ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN KOTA BENGKULU

J. Kebijak.Perikan.Ind.Vol.7 No.2 November 2015:

92

Lampiran 7. Prioritas Pengembangan Komoditas Ikan di Kawasan MinapolitanAppendix 7. Development Priorities for Fish Commodities in the Minapolitan Area

No.PENGEMBANGAN/

Development

Pro

duktivita

s/

Pro

ductivity

Sta

bili

tas/

Sta

bili

ty

Susta

inabili

tas/

Susta

inabili

ty

Equitabili

tas/

Equitib

ilty

Bia

ya/C

ost

Wa

ktu

/Tim

e

Kela

yakan

/fe

asib

ility

Skor/

Score

s

Priorita

s/

Priority

1Budidaya Lele (CatfishCultures) 5 5 5 4 T S T 25 1

2Budidaya Bandeng (MilkfishCultures) 5 3 4 3 T S T 21 4

3 Budidaya Nila (Nila Cultures) 5 4 4 5 S L T 24 2

4Budidaya Gurami (GouramiCultures) 5 3 4 4 S L T 23 3

79-92