ANALISIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MULTIMEDIA DI SMA …/Analisis... · Jabatan Nama Tanda tangan...

141
1 ANALISIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MULTIMEDIA DI SMA NEGERI 2 DEMAK TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Teknologi Pendidikan Oleh: AHMAD MUNIF NIM: S.810908326 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of ANALISIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MULTIMEDIA DI SMA …/Analisis... · Jabatan Nama Tanda tangan...

1

ANALISIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MULTIMEDIA

DI SMA NEGERI 2 DEMAK

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Teknologi Pendidikan

Oleh:

AHMAD MUNIF

NIM: S.810908326

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

2

HALAMAN PENGESAHAN

TESIS

ANALISIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MULTIMEDIA

DI SMA NEGERI 2 DEMAK

Oleh :

AHMAD MUNIF

NIM: S.810908326

Tesis ini disetujui dan disyahkan oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Drs. H. Haris Mudjiman, MA. Ph.D Prof. Dr. Sri Anitah Wiryawan, M.Pd.

NIP. 130344454 NIP. 130345741

Mengetahui :

Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan

Prof. Dr. H. Mulyoto, M.Pd

NIP. 130367766

3

PENGESAHAN TIM PENGUJI

ANALISIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MULTIMEDIA

DI SMA NEGERI 2 DEMAK

Disusun Oleh :

AHMAD MUNIF

NIM: S.810908326

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji

Pada tanggal : .......... Januari 2010

Jabatan Nama Tanda tangan

Ketua : Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd. ...........................

NIP. 19430712 197301 1 001

Sekretaris : Dr. Nunuk Suryani, M.Pd. ............................

NIP. 19661108 199003 2 001

Anggota Penguji : 1. Prof. Drs. H. Haris Mudjiman, MA. Ph.D. ............................

NIP. 130344454

2. Prof. Dr. Sri Anitah Wiryawan, M.Pd ............................

NIP. 130345741

Mengetahui

Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program Studi

Teknologi Pendidikan

Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D. Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd.

NIP. 19570820 198503 1 004 NIP. 19430712 197301 1 001

4

PERNYATAAN

Nama : Ahmad Munif

NIM : S.810908326

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Analisis Pengelolaan

Pembelajaran Multimedia di SMA Negeri 2 Demak betul-betul karya sendiri. Hal-hal

yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam

daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik yang berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh

dari tesis tersebut.

Surakarta, Desember 2009

Yang membuat pernyataan,

Ahmad Munif

5

MOTTO

Janganlah anda menyesali kegagalan yang anda alami dengan menuduh atau menyalahkan orang lain, akan tetapi akuilah sungguh-sungguh bahwa

kegagalan itu adalah akibat perbuatannya sendiri.

Ikhlaslah menjadi diri sendiri agar hidup penuh dengan ketenangan dan keamanan

Jangan mengukur kebijaksanaan seseorang hanya kerana kepandaiannya berkata-kata

tetapi juga perlu dinilai buah fikiran serta tingkah lakunya

6

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:

⇥ Istriku Tercinta

⇥ Anakku Tersayang

⇥ Almamaterku

7

ABSTRAK

Ahmad Munif, S. 810908326, 2009, Analisis Pengelolaan Pembelajaran Multimedia di

SMA Negeri 2 Demak, Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui (1) Untuk mengetahui

penggunaan multimedia oleh guru IPA Yunior dan Senior di SMA Negeri 2 Demak. (2)

Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan media

multimedia di SMA Negeri 2 Demak. (3) Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran

IPA dengan menggunakan media multimedia di SMA Negeri 2 Demak, (4) Untuk

mengetahui faktor-faktor yang menjadi hambatan dan cara mengatasi dalam

pembelajaran IPA dengan menggunakan multimedia di SMA Negeri 2 Demak.

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Demak dengan menggunakan

pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis menggunakan

logika deduksi.

Hasil penelitian (1) Penggunaan multimedia oleh Guru IPA yunior dan senior di

SMA Negeri 1 mempunyai karakter yang bebeda, guru senior lebih cenderung kurang

tertarik dengan penggunaan multimedia, bagi guru senior multimedia dianggapnya hal

baru yang sebelumnya belum pernah dipelajari. Keengganan guru senior untuk tidak

menggunakan multimedia disebabkan oleh kurangnya pengetahuan guru senior dalam

mengoperasikan komputer (2) perencanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan

media multimedia di SMA Negeri 2 Demak diawali dengan penyusunan RPP, persiapan

sarana komputer dan perangkat lunak. (3) pelaksanaan pembelajaran IPA dengan

menggunakan media multimedia di SMA Negeri 2 Demak dilakukan sebatas

powerpoint, yang penayangannya dibantu dengan LCD, (4) hambatan dalam penggunaan

media multimedia antara lain: (a) tidak semua guru dapat menggunakan komputer, (b)

belum tersedianya mata program pembelajaran interaktif mata pelajaran IPA. Untuk

mengatasi kendala tersebut kepala sekolah memberikan kesempatan kepada guru untuk

mengikuti pelatihan komputer dan mewajibkan guru untuk menggunakan powerpoint

untuk proses belajar mengajar.

Kata kunci: Pembelajaran IPA dan Multimedia

8

ABSTRACT

Ahmad Munif, S. 810908326, 2009, Multimedia Learning Mangement Analysis in

SMA Country 2 Demak, Thesis: Program Pascasarjana Universitas

Sebelas Maret Surakarta

Research has purposes to know (1) Multimedia using by SMA Country 2 Demak junior

and senior teachers. (2) Scince learning planning by using multimedia media in SMA

Country 2 Demak . (3) Science learning execution by using multimedia media in SMA

Country 2 Demak . (4) The resistance and solving factor in science learning by using

multimedia media in SMA Country 2 Demak.

Research has done in SMA Country 2 Demak by using qualitative approach. Data

gathering technique used in research is detail review, observation and documentation.

Analysis technique by using deduction logic.

Research results (1) Multimedia using by SMA Country 2 Demak junior and senior

teachers have different characteristics, the senior teachers less attracted to multimedia

using, they consider multimedia is a new thing which is never been learned before. This

attitude caused by senior teachers’ less knowledge in computer operation. (2) Science

learning planning by using multimedia media in SMA Country 2 Demak is started with

RPP arrangement, computer media preparation and software. (3) Science learning

execution by using multimedia media in SMA Country 2 Demak is limited to

powerpoint, which is showed by using LCD. (4) resistances in using multimedia media

such as: (a) only some teachers able to use computer, (b) there is not science interactive

learning program yet. To solve those problems headmaster gives chances to teachers to

joint computer training and they should use powerpoint in teaching learning process.

Keywords: science learning and multimedia

9

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ................................................ iii

PERNYATAAN ............................................................................................... iv

MOTTO ........................................................................................................... v

PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi

ABSTRAK ....................................................................................................... vii

ABSTRACT ....................................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv

KATA PENGANTAR ..................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................ 3

C. Tujuan Penelitian ................................................................. 3

D. Manfaat Penelitian ............................................................... 4

BAB II LANDASAN TEORI .................................................................. 5

A. Kajian Pustaka .................................................................... 5

1. Kurikulum .................................................................... 5

2. Perencanaan Pembelajaran ........................................... 7

3. Proses Pembelajaran..................................................... 23

4. Evaluasi Pembelajaran ................................................. 28

5. Prestasi Belajar ............................................................. 32

6. Media Pembelajaran ..................................................... 40

7. Media Pembelajaran Multimedia ................................. 47

8. Peran Guru ................................................................... 49

9. Peran Kapala Sekolah .................................................. 58

10. Sarana dan Prasarana.................................................... 63

10

B. Kerangka Pemikiran ............................................................ 64

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 66

A. Jenis dan Desain Penelitian .................................................. 66

B. Lokasi Penelitian ................................................................. 68

C. Data dan Sumber Data/Informan ......................................... 68

D. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 72

E. Teknik Analisis Data .......................................................... 74

F. Keabsahan Data ................................................................... 78

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 80

A. Hasil Penelitian .................................................................... 80

1. Penggunaan Multimedia oleh Guru IPA Yunior dan

Senior di SMA Negeri 2 Demak dalam Pembelajaran IPA 80

2. Perencanaan Pembelajaran IPA dengan menggunakan

Media Multimedia di SMA Negeri 2 Demak .............. 85

3. Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Media

Pembelajaran Multimedia ........................................... 95

4. Faktor Hambatan dan Cara Mengatasi dalam

Pembelajaran IPA dengan menggunakan Multimedia di

SMA Negeri 2 Demak .................................................. 104

B. Pembahasan ......................................................................... 107

1. Penggunaan Multimedia oleh Guru IPA Yunior dan

Senior di SMA Negeri 2 Demak dalam Pembelajaran IPA 107

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Media

Pembelajaran Multimedia di SMA Negeri 2 Demak ... 111

3. Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Media

Pembelajaran Multimedia ............................................ 115

4. Faktor Hambatan dan Cara Mengatasi dalam

Pembelajaran IPA dengan menggunakan Multimedia di

SMA Negeri 2 Demak .................................................. 119

11

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN.................................. 121

A. Simpulan .............................................................................. 121

B. Implikasi .............................................................................. 123

C. Saran-saran .......................................................................... 125

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 127

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 130

12

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 65

Gambar 2 Foto Kegiatan Persiapan Pembelajaran Multimedia ........................ 149

Gambar 3 Foto Kegiatan Guru Melengkapi Gambar dengan Audio ................ 149

Gambar 4 Foto Kegiatan Guru Mencoba dengan LCD Proyektor

Sebelum digunakan di kelas ............................................................. 150

Gambar 5 Kegiatan Guru Merancang Media Pembelajaran dengan

Menggunakan Power Point .............................................................. 150

Gambar 6 Kegiatan Guru Mengatur Animasi ................................................... 151

Gambar 7 Kegiatan Guru Mencoba Tampilan sebelum digunakan di kelas..... 151

Gambar 8 Persiapan Guru di Kelas Sebelum Pelajaran dimulai ....................... 152

Gambar 9 Guru Mengajar dengan Multimedia ................................................. 152

Gambar 10 Suasana Kelas dalam Pembelajaran dengan Multimedia ................. 153

Gambar 11 Evaluasi Pembelajaran dengan Multimedia ..................................... 153

13

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Catatan Lapangan 1 ......................................................................... 130

Lampiran 2 Catatan Lapangan 2 ......................................................................... 132

Lampiran 3 Catatan Lapangan 3 ......................................................................... 135

Lampiran 4 Catatan Lapangan 4 ......................................................................... 137

Lampiran 6 Catatan Lapangan 6 .......................................................................... 140

Lampiran 7 Catatan Lapangan 7 .......................................................................... 141

Lampiran 8 Catatan Lapangan 8 .......................................................................... 142

Lampiran 9 Catatan Lapangan 9 .......................................................................... 145

Lampiran 10 Catatan Lapangan 10 ........................................................................ 146

Lampiran 11 Fokus Penelitian ............................................................................... 147

Lampiran 12 RPP ................................................................................................... 154

14

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala

berkat dan kasih karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan tesis yang

berjudul Analisis Pengelolaan Pembelajaran Multimedia di SMA Negeri 2 Demak.

Penulis juga mengucapkan banyak berterimakasih kepada:

1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D., Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. H. Mulyoto, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. Drs. H. Haris Mudjiman, MA. Ph.D, selaku Pembimbing I yang memberikan

arahan dalam penulisan tesis secara terinci, tertib dan disiplin.

4. Prof. Dr. Sri Anitah Wiryawan, M.Pd., selaku Pembimbing II, yang telah

memberikan petunjuk dan saran-saran serta pengarahan hingga selesainya penulisan

tesis ini.

5. Seluruh Dosen Pascasarjana Program Studi Teknologi Pendidikan yang telah

memberikan ilmu selama perkuliahan.

6. Seluruh Staf dan Karyawan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang

telah membantu kelancaran administrasi.

7. Rekan-rekan sesama mahasiswa yang telah memberikan dukungan doa, bantuan dan

semangat bagi penulis;

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

15

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan

saran akan dapat menyempurnakan Tesis ini. Penulis berharap semoga Tesis ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca.

Surakarta, Desember 2009

Penulis

16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peningkatan kompetensi dan kualitas sumber daya manusia Indonesia merupakan

kebutuhan mutlak, terutama menghadapi perubahan dan perkembangan yang demikian

pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebutuhan tersebut akan lebih

terasa lagi dalam memasuki era pasar bebas. Pada era pasar bebas semua aspek

kehidupan mempersyaratkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang memadai.

Kenyataan menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia relatif

jauh tertinggal dibanding dengan Malaysia, Philipina, Tailand dan Singapura. Dalam

suatu penelitian oleh suatu badan internasional yang dipublikasikan oleh UNDP (United

Nation Development Programme) tahun 2000 menyebutkan bahwa Indonesia menduduki

peringkat ke 109 dari 174 negara. Dalam hal indeks pembangunan SDM (Human

Development Index) seperti yang dilaporkan oleh UNDP dalam Human Development

Report 2003 menempatkan Indonesia diurutan ke 112 dari 174 negara. Laporan yang

sama pada tahun 2005 melorot ke urutan 117 dari 177 negara. Di sisi lain dari laporan

WEF (World Economy Forum) tahun 2000 Indonesia hanya berada diurutan 44 dari 59

negara dalam daya saing ekonomi (Rosyada, 2004: 3).

Demikian pula peringkat daya saing sumber daya manusia Indonesia menempati

nomor paling buncit di arena internasional. Masyarakat dunia, terutama Indonesia saat

ini dihadapkan pada masalah semakin melebarnya kesenjangan antara kelompok negara

maju yang memiliki penguasaan IPTEK dan kelompok negara yang masih tertinggal

17

dalam penguasaan IPTEK. Bagi Indonesia, salah satu upaya untuk mengantisipasinya

adalah melalui pembangunan di bidang pendidikan, yakni melalui peningkatan kualitas

pendidikan, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia

Indonesia.

Upaya peningkatan kualitas pendidikan bukan merupakan masalah yang

sederhana, tetapi memerlukan penanganan yang multidimensi dengan melibatkan

berbagai pihak yang terkait. Dalam konteks ini, kualitas pendidikan bukan hanya

terpusat pada pencapaian target kurikulum semata, akan tetapi menyangkut semua aspek

yang secara langsung maupun tidak langsung turut menunjang terciptanya manusia

Indonesia yang berkualitas.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh sekolah khususnya dalam pembelajaran IPA

yang menjadi pusat perhatian penelitian adalah dengan menggunakan media

pembelajaran multimedia, dengan penggunaan media pembelajaran dengan multimedia,

diharapkan peserta didik dapat termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran,

sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Penggunaan media pembelajaran multimedia di sekolah hingga saat ini telah

banyak digunakan, namun tentunya hal tersebut tidak berarti semua sekolah telah

menggunakan media tersebut untuk pelajaran IPA. Berbagai permasalahan dalam

penggunaan media antara lain: guru belum siap sebagai pengguna, sebagian sekolah

belum memiliki sarana untuk penggunaan media tersebut, dan kemampuan guru dalam

membuat aplikasi yang menarik masih perlu ditingkatkan.

18

Dengan hadirnya perangkat komputer sebagai sarana pembelajaran multimedia,

tentunya hal tersebut dapat meningkatkan motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran,

namun pada kenyataan sebagian siswa justru tidak termotivasi untuk mengikuti isi

pelajaran, lebih tertarik dengan proses pembuatan animasi, dan penggunaan animasi dari

media yang digunakan oleh guru.

SMA Negeri 2 Demak, merupakan Sekolah Ketegori Mandiri (SKM) yang saat

ini dipersiapkan untuk Rintisan Sekolah Berstandart Internasional (RSBI) telah

dilengkapi dengan media pembelajaran multimedia, sehingga setiap guru diharapkan

dapat menggunakan media pebelajaran multimedia untuk membantu proses

pembelajaran. Dikarenakan adanya perbedaan pembekalan yang dimiliki oleh guru,

khususnya guru yang senior dan yunior, maka tidak semua guru menyambut baik

multimedia tersebut, bahka beberapa guru hal tersebut merepotkan bagi guru.

Kenyataan tersebut di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian

tentang penggunaan multimedia di SMA Negeri 2 Demak dalam usaha meningkatkan

prestasi belajar siswa khususnya dalam pembelajaran IPA.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan Senior di SMA

Netgeri 2 Demak?

2. Bagaimana perencanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan multimedia di

SMA Negeri 2 Demak?

19

3. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan multimedia di

SMA Negeri 2 Demak?

4. Faktor apa yang menjadi hambatan dan cara mengatasi dalam pembelajaran IPA

dengan menggunakan multimedia di SMA Negeri 2 Demak?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan Senior di

SMA Netgeri 2 Demak.

2. Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan

multimedia di SMA Negeri 2 Demak.

3. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan

multimedia di SMA Negeri 2 Demak.

4. Untuk mengetahui Faktor yang menjadi hambatan dan mengatasi dalam

pembelajaran IPA dengan menggunakan multimedia di SMA Negeri 2 Demak.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak atau instansi yang terkait pada

dunia pendidikan dalam pengambilan kebijakan dalam rangka peningkatan mutu

atau kualitas pendidikan melalui penggunaan media pembelajaran multimedia.

2. Secara Praktis

Bagi sekolah penyelenggara dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk

peningkatan prestasi belajar IPA melalui penggunaan media pembelajaran

multimedia.

20

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Kurikulum

Kurikulum berasal dari bahasa dari bahasa latin, yakni ”Curriculae”,

artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu,

pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh

oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu

kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Kegiatan-kegiatan kurikulum tidak

terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan di

luar kelas. Tak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstrakurikulum.

Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa

pada hakikatnya adalah kurikulum. Kurikulum memiliki lima definisi yaitu

(Joko Muhammad Susilo, 2007: 77)

Kurikulum sebagai suatu program kegiatan terencana (program of

planned activities) memiliki rentang yang cukup luas, hingga membentuk suatu

pandangan yang menyeluruh. Di suatu pihak, kurikulum dipandang sebagai

suatu dokumen tertulis dan di lain pihak, kurikulum dipandang sebagai rencana

tidak tertulis yang terdapat dalam pikiran pihak pendidik.

Menurut Morrison, Gary R., Steven M. Ross, & Jerrold E. Kemp (2001:

2) menjelaskan tentang pengertian kurikulum adalah

The term curriculum refers to the subject content and skills that

make up an educational program. Curriculum design is a process of

formulating a specific educational platform that defines the beliefs, of

what should be in the curriculum.

21

(Kurikulum adalah isi dan keterampilan yang membenahi program pendidikan.

Desain kurikulum dalah proses pembentukan dasar-dasar pendidikan yang

spesifik, menetapkan keyakinan apa yang harus ada dalam kurikulum).

Gary Borich (1998: 182) menjelaskan bahwa ”Curriculum guides at the

grade, departement, and school district level usually clearly specify what

content must be covered in what period of time”. (Kurikulum merupakan

panduan untuk tingkat, tingkat departemen dan tingkat wilayah sekolah secara

jelas menspesifikasikan isi-isi pengajaran yang harus diberikan pada periode

tertentu).

Kurikulum juga diartikan sebagai seperangkat rencana dan peraturan

berdasarkan standar pendidikan tentang kemampuan dari sikap, materi dan

pengalaman belajar dan penilaian yang berbasis potensi kondisi peserta didik

(Sisdiknas, 2003 : 3). Kurikulum suatu yang direncanakan sebagai pegangan

guna mencapai tujuan pendidikan tentang manusia atau warga negera yang akan

dibentuk. Kurikulum merupakan serangkaian pengalaman yang secara potensial

dapat diberikan kepada anak (potential Curriculum) (Nasution, 2003 : 8).

Made Pidarta (2004: 129) menyatakan bahwa “kurikulum merupakan

seperangkat rancangan nilai, pengetahuan dan keterampilan yang harus ditransfer

kepada peserta didik dan bagaimana proses transfer tersebut harus dilaksanakan”.

Rencana nilai pengetahuan dan keterampilan yang hendak ditransfer kepada

peserta didik selanjutnya dikembangkan berdasarkan kemampuan dasar minimal

harus dikuasai seorang peserta didik di sekolah yang bersangkutan

menyelesaikan satu unit pelajaran, satu satuan waktu dan satu satuan pendidikan.

2. Perencanaan Pembelajaran

22

a. Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu proses hubungan mengajar dan belajar

antara peserta didik dan guru. Tugas dan tanggung jawab utama seorang

pengajar adalah mengelola pembelajaran dengan lebih efektif, dinamis,

efisien, dan positif, yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan

aktif diantara guru dan peserta didik. Menurut Ahmad Rohani (2004: 1)

menyatakan:

Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistimatis yang terdiri

atas banyak komponen. Masing-masing komponen pembelajaran tidak

bersifat parsial (terpisah) atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus

berjalan secara teratur, saling bergantung, komplementer, dan

berkesinambungan, untuk itu diperlukan pengelolaan pembelajaran yang

baik.

Menurut Smaldino, at all (2005: 6) menyatakan bahwa:

Learning is the development of new knowledge, skills, or

attitudes as an individual interacts with information and the environment.

The learning environment in cludes the physical facilites, the

psychological atmosphere, intructional technology, media, and methods.

(Pembelajaran adalah perkembangan dari pengetahuan baru, ketrampilan

atau perilaku sebagai interaksi individu dengan informasi dan

lingkungan. Lingkungan pembalajaran meliputi fasilitas fisik, suasana

psikologi, teknologi instruksional, media dan metode.)

Menurut Hamzah. B. Uno (2007: 34) menyatakan bahwa:

Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang perlu

dipertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran. Sebab segala

kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya tujuan tersebut. Dilihat

dari sejarahnya, tujuan pembelajaran pertama kali diperkenalkan oleh

23

B.F. Skinner pada tahun 1950 yang diterapkannya dalam ilmu perilaku

(behavorial science) dengan maksud untuk meningkatkan mutu

pembelajaran. Kemudian diikuti oleh Robert mager yang menulis buku

yang berjudul “preparing instructional objective” pada tahun 1962.

selanjutnya diterapkan secara meluas pada tahun 1970 diseluruh lembaga

pendidikan termasuk di Indonesia.

Penuangan tujuan pembelajaran ini bukan saja memperjelas arah

yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan belajar, tetapi dari segi efisiensi

diperoleh hasil maksimal. Keuntungan yang dapat diperoleh melalui

penuangan tujuan pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut:

1). Waktu mengajar dapat dialokasikan dan dimanfaatkan secara tepat.

2). Pokok bahasan dapat dibuat seimbang, sehingga tidak ada materi

pelajaran yang dibahas terlalu mendalam atau terlalu sedikit.

3). Guru dapat menetapkan berapa banyak materi pelajaran yang dapat atau

sebaiknya disajikan dalam setiap jam pelajaran.

4). Guru dapat menetapkan urutan dan rangkaian materi pelajaran secara

tepat. Artinya, peletakan masing-masing materi pelajaran akan

memudahkan siswa dalam mempelajari isi pelajaran.

5). Guru dapat dengan mudah menetapkan dan mempersiapkan strategi

belajar mengajar yang paling cocok dan menarik.

6). Guru dapat dengan mudah mempersiapkan berbagai keperluan peralatan

maupun bahan dalam keperluan belajar.

7). Guru dapat dengan mudah mengukur keberhasilan siswa dalam belajar.

8). Guru dapat menjamin bahwa hasil belajarnya akan lebih baik

dibandingkan dengan hasil belajar tanpa tujuan yang jelas.

Banyak pengertian yang diberikan para ahli pembelajaran tentang

tujuan pembelajaran, yang satu sama lain memiliki kesamaan di samping ada

perbedaan sesuai dengan sudut pandang garapannya. Robert F. Mager (1962

24

dalam Hamzah B. Uno, 2007: 35) memberikan pengertian ”tujuan

pembelajaran sebagai perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat

dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu”.

Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang

dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk

tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Perilaku ini

dapat berupa fakta yang konkrit serta dapat dilihat dan fakta yang tersamar.

Definisi ketiga oleh Fred Percival dan Hery Elington (Hamzah B. Uno, 2007:

35) yakni ”tujuan pembelajaran adalah suatu pertanyaan yang jelas dan

menunjukkan penampilan atau keterampilan siswa tertentu yang diharapkan

dapat dicapai sebagai hasil belajar”.

b. Desain Pembelajaran

Menurut Ella Yulaelawati (2004: 48) menyatakan bahwa:

Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang

misalnya disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses.

Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan

teori tentang strategi dan serta proses pengembangan pembelajaran dan

pelaksanaanya.

Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk

menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta

pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran

dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai

tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan

25

pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk

sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar.

Desain pembelajaran sebagai proses, merupakan pengembangan

sistematis tentang spesifikasi pembelajaran dengan menggunakan teori

pembelajaran dan teori belajar untuk menjamin mutu pembelajaran. Desain

pembelajaran merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan tujuan

belajar serta sistem penyampainnya.

Proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan dengan efektif dana

efisien dengan adanya desain pembelajaran, hal ini seperti dikemukakan oleh

Morrison, at all (2001: 2) yang menyatakan:

Learning must be more effective and efficient. This need has given

rise to the instructional design process, a systematic planing method that

results in successful learning and performance. (Pembelajaran seharusnya

lebih efektif dan efisien, kebutuhan ini telah memunculkan proses design

instruksional yaitu sebuah metode perencanaan sistematik yang berhasil

dalam pembelajaran dan hasil kerja yang sukses).

c. Silabus

Menurut Ella Yulaelawati (2004: 123) yang menyatakan bahwa:

Silabus adalah rancangan pembelajaran yang berisi rencana bahan

ajar mata pelajaran tertentu pada jenjang dan kelas tertentu, sebagai hasil

dari seleksi, pengelompokan, pengurutan, dan penyajian materi

kurikulum, yang dipertimbangkan berdasarkan ciri dan kebutuhan daerah

setempat. Silabus merupakan seperangkat rencana serta pengaturan

pelaksanaan pembelajaran dan penilaian yang disusun secara sistematis

26

memuat komponen-komponen yang saling berkaitan untuk mencapai

penguasaan kompetensi dasar.

Silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan

pembelajaran, seperti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan

kegiatan pembelajaran dan pengembangan sistem penilaian. Silabus

merupakan sumber pokok dalam penyusunan rencana pembelajaran, baik

rencana pembelajaran untuk satu standar kompetensi maupun satu

kompetensi dasar. Silabus juga bermanfaat sebagai pedoman untuk

merencanakan pengelolaan kegiatan belajar secara klasikal, kelompok kecil,

atau pembelajaran secara individual. Demikian pula, silabus sangat

bermanfaat untuk mengembangkan sistem penilaian, yang dalam

pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi, sistem penilaian selalu

mengacu pada standar kompetensi, kompetensi dasar dan pembelajaran yang

terdapat di dalam silabus.

Proses pengembangan silabus berbasis kompetensi menurut

Depdiknas 2004 yang menyatakan bahwa:

Secara umum proses pengembangan silabus berbasis kompetensi

terdiri dari tujuh langkah utama sebagaimana tercantum dalam Buku

Pedoman Umum Pengembangan Silabus yaitu: (1) penulisan identitas

mata pelajaran; (2) perumusan standar kompetensi; (3) penentuan

kompetensi dasar; (4) penentuan materi pokok dan uraiannya; (5)

penentuan pengalaman belajar; (6) penentuan alokasi waktu; dan (7)

penentuan sumber bahan.

Standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pokok, sudah

disiapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu tugas guru adalah

27

mengembangkan setiap kompetensi dasar tersebut dengan jalan menentukan

materi pokok, pengalaman belajar, alokasi waktu dan sumber bahan. Untuk

implementasi di kelas, silabus perlu dijabarkan lagi ke dalam bentuk

persiapan mengajar, baik dalam bentuk satpel maupun rencana pembelajaran.

Secara rinci langkah-langkah pengembangan silabus adalah sebagai berikut:

1) Penulisan Identitas Mata Pelajaran

Pada bagian identitas mata pelajaran perlu dituliskan dengan jelas

nama mata pelajaran, jenjang sekolah/madrasah, kelas, dan semester.

Dengan informasi tersebut guru akan mendapatkan kejelasan tentang

tingkat pengetahuan prasyarat, pengetahuan awal dan karakteristik siswa

yang akan diberi pelajaran.

2) Penentuan Standar Kompetensi

Standar kompetensi mata pelajaran dapat didefinisikan sebagai

pernyataan tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus

dikuasai serta tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam

mempelajari suatu mata pelajaran. Standar kompetensi merupakan

kerangka yang menjelaskan dasar pengembangan program pembelajaran

yang terstruktur. Standar kompetensi mata pelajaran juga merupakan

fokus dari penilaian, sehingga proses pengembangan kurikulum adalah

fokus dari penilaian, meskipun kurikulum lebih banyak berisi tentang

dokumen pengetahuan, keterampilan dan sikap pada bukti-bukti untuk

menunjukkan bahwa siswa yang akan belajar telah memiliki pengetahuan

dan keterampilan awal.

28

Dengan demikian standar kompetensi mata pelajaran diartikan

sebagai kemampuan siswa dalam: (a) Melakukan suatu tugas atau

pekerjaan berkaitan dengan mata pelajaran tertentu; (b)

Mengorganisasikan tindakan agar pekerjaan dalam matapelajaran tertentu

dapat dilaksanakan; (c) Melakukan reaksi yang tepat bila terjadi

penyimpangan dari rancangan semula; dan (d) Melaksanakan tugas dan

pekerjaan berkaitan dengan mata pelajaran dalam situasi dan kondisi yang

berbeda.

Penentuan standar kompetensi hendaknya dilakukan dengan

cermat dan hati- hati, karena jika setiap sekolah/madrasah atau setiap

kelompok sekolah/madrasah mengembangkan standar kompetensi sendiri

tanpa memperhatikan standar nasional, maka pemerintah pusat akan

kehilangan sistem untuk mengontrol mutu sekolah/ madrasah. Akibatnya

kualitas sekolah/madrasah akan bervariasi, dan tidak dapat dibandingkan

antara kualitas sekolah/madrasah yang satu dengan kualitas sekolah/

madrasah yang lain.

3) Penentuan Kompetensi Dasar

Kompetensi dasar merupakan perincian atau penjabaran lebih

lanjut dari standar kompetensi. Kompetensi dasar adalah pengetahuan,

keterampilan, dan sikap yang minimal harus dikuasai peserta didik untuk

menunjukkan bahwa siswa telah menguasai standar kompetensi yang

ditetapkan. Untuk memperoleh perincian tersebut kita perlu melakukan

analisis standar kompetensi. Caranya dengan jalan mengajukan

29

pertanyaan: Kemampuan dasar apa saja yang harus dikuasai siswa dalam

rangka mencapai standar kompetensi? Jawaban atas pertanyaan tersebut

berupa daftar lengkap pengetahuan, keterampilan, dan atau sikap yang

harus dikuasai siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi.

Kompetensi dasar untuk setiap standar kompetensi dapat berkisar antara 5

sampai 6 butir.

Kompentensi dasar dirumuskan dengan menggunakan kata- kata

kerja operasional, yaitu kata kerja yang dapat diamati dan diukur,

misalnya membandingkan, menghitung, menyusun, memproduksi.

Setelah diperoleh daftar perincian tersebut, kemudian daftar tersebut

diurutkan.

Komponen lain yang harus diperhatikan dalam menyusun silabus

adalah penentuan materi pokok. Materi pokok harus disusun sedemikian

rupa agar dapat menunjang tercapainya kompetensi. Materi pokok adalah

pokok-pokok materi pembelajaran yang harus dipelajari siswa sebagai

sarana pencapaian kompetensi dan yang akan dinilai dengan

menggunakan instrumen penilaian yang disusun berdasarkan indikator

pencapaian belajar.

Karena standar materi pokok telah ditetapkan secara nasional,

maka materi pokok tinggal disalin dari buku Standar Kompetensi Mata

Pelajaran. Sementara tugas para pengembang silabus adalah memberikan

jabaran/materi pokok tersebut ke dalam uraian materi pokok atau biasa

30

disebut materi pembelajaran untuk memudahkan guru, sekaligus

memberikan arah serta cakupan materi pembelajarannya.

d. RPP

Mulyasa (2006: 213) menyatakan bahwa:

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana

yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran

untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan

dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus.

RPP merupakan komponen penting dari kurikulum yang

dipergunakan pada program percepatan belajar yang mengacu pada KTSP.

RPP pengembangannya harus dilakukan secara profesional. Tugas guru

yang paling utama terkait dengan RPP adalah menjabarkan silabus ke

dalam RPP yang lebih operasional dan rinci, serta siap dijadikan pedoman

atau skenario dalam pembelajaran. Dalam pengembangan RPP, guru diberi

kebebasan untuk mengubah, memodifikasi, dan menyesuaikan silabus

dengan kondisi sekolah dan daerah, serta dengan karakteristik peserta didik.

Hal ini harus dipahami dan dilakukan guru, terutama kalau sekolah

tempatnya mengajar tidak mengembangkan silabus sendiri, tetapi

menggunakan silabus yang dikembangkan oleh Depdiknas atau silabus dari

sekolah lain.

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rancangan

pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam

pembelajaran di kelas. Berdasarkan RPP inilah seorang guru (baik yang

menyusun RPP itu sendiri maupun yang bukan) diharapkan bisa menerapkan

31

pembelajaran secara terprogram. Karena itu, RPP harus mempunyai daya

terap (aplicable) yang tinggi. Tanpa perencanaan yang matang, mustahil

target pembelajaran bisa tercapai secara maksimal. Pada sisi lain, melalui

RPP pun dapat diketahui kadar kemampuan guru dalam menjalankan

profesinya. Rencana pembelajaran berbasis kompetensi melalui pendekatan

kontekstual dirancang oleh guru yang akan melaksanakan pembelajaran di

kelas yang berisi skenario tentang apa yang akan dilakukan siswanya

sehubungan topik yang akan dipelajarinya. Secara teknis rencana

pembelajaran minimal mencakup komponen-komponen berikut (Masnur

Muslich, 2008: 53):

1). Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil

belajar;

2). Tujuan pembelajaran;

3). Materi pembelajaran;

4). Pendekatan dan metode pembelajaran;

5). Langkah-langkah kegiatan pembelajaran;

6). Alat dan sumber belajar;

7). Evaluasi pembelajaran.

Menurut Masnur Muslich (2008: 54) adapun langkah-langkah yang

dilakukan guru dalam penyusunan RPP adalah sebagai berikut:

1). Ambillah satu unit pembelajaran (dalam silabus) yang akan ditetapkan

dalam pembelajaran.

2). Tulis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam

unit tersebut.

3). Tentukan indikator untuk mencapai kompetensi dasar tersebut

4). Tentukan alokasi waktu yang diperlukan untuk mencapai indikator

tersebut.

5). Rumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran

tersebut

6). Tentukan materi pembelajaran yang akan diberikan/ dikenakan kepada

siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan

7). Pilihlah metode pembelajaran yang dapat mendukung sifat materi dan

tujuan pembelajaran

32

8). Susunlah langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada setiap satuan

kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

9). Jika alokasi waktu untuk mencapai satu kompetensi dasar lebih dari 2

(dua) jam pelajaran, bagilah langkah-langkah pembelajaran menjadi

lebih dari satu pertemuan. Pembagian setiap jam pertemuan bisa

didasarkan pada satuan tujuan pembelajaran atau sifat/tipe/ jenis materi

pembelajaran.

10). Sebutkan sumber/media belajar yang akan digunakan dalam

pembelajaran secara konkret dan untuk setiap bagian/ unit pertemuan

11). Tentukan teknik penilaian, bentuk dan contoh instrumen penilaian yang

akan digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi dasar atau

tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Jika instrumen penilaian

berbentuk tugas, rumuskan tugas tersebut secara jelas dan bagaimana

rambu-rambu penilaiannya. Jika instrumen penilaian berbentuk soal,

cantumkan soal-soal tersebut dan tentukan rambu-rambu penilaiannya

dan atau jawabannya. Jika penilaiannya berbentuk proses, susunlah

rubriknya dan indikator masing-masingnya.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar merupakan arah dan

landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan

indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sedangkan dalam

merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan

standar proses dan standar penilaian. Tugas utama guru dalam pembelajaran

kontekstual adalah menjabarkan, menganalisis, mengembangkan indikator,

dan menyesuaikan standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan

karakteristik dan perkembangan peserta didik, situasi dan kondisi sekolah,

serta kondisi dan kebutuhan daerah. Selanjutnya mengemas hasil analisis

terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut ke dalam

pembelajaran kontektual, yang di dalamnya mencakup silabus dan rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP) (E. Mulyasa, 2006: 109).

1). Hakikat Perencanaan

33

Rencana pembelajaran dimulai dari pemahaman tujuan, seperti

halnya dikemukakan oleh Borich, D.Gary (1998: 180) menyatakan: ”Unit

planning begins with an understanding of the alternative goals, learning

needs, content, and methods that are involved in writing lesson plans”.

(Perencanaan dimulai dengan pemahaman tentang tujuan alternatif,

kebutuhan pembelajaran, isi, dan metode yang dibutuhkan dalam

penulisan perencanaan pelajaran).

Menurut Mulyasa (2006: 213) “Rencana pelaksanaan pembelajaran

pada hakekatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk

memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam

pembelajaran”.

Dengan demikian, RPP merupakan upaya untuk memperkirakan

tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. RPP perlu

dikembangkan untuk mengkoordinasikan komponen pembelajaran, yakni:

kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar; dan penilaian.

Kompetensi dasar berfungsi mengembangkan pontesi peserta didik;

materi standar berindikator hasil belajar berfungsi menunjukkan

keberhasilan pembentukan kompetensi peserta didik; sedangkan penilaian

berfungsi mengukur pembentukan kompetensi dan menentukan tindakan

yang harus dilakukan apabila kompetensi standar belum terbentuk atau

belum tercapai.

Identifikasi kebutuhan bertujuan antara lain untuk melibatkan dan

memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan oleh mereka

34

sebagai bagian dari kehidupannya dan mereka merasa memilikinya. Hal

ini dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: (1) Peserta didik

didorong untuk menyatakan kebutuhan belajar berupa kompetensi

tertentu yang ingin mereka miliki dan diperoleh melalui kegiatan

pembelajaran; (2) Peserta didik didorong untuk mengenali dan

mendayagunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk memenuhi

kebutuhan belajar (3) Peserta didik dibantu untuk mengenal dan

menyatakan kemungkinan adanya hambatan dalam upaya memenuhi

kebutuhan belajarnya, baik yang datang dari dalam (internal) maupun

dari luar (eksternal).

Kedua, Identifikasi Kompetensi. Kompetensi merupakan sesuatu

yang ingin dimiliki oleh peserta didik, dan merupakan komponen utama

yang harus dirumuskan dalam pembelajaran, yang memiliki peran penting

dan menentukan arah pembelajaran. Kompetensi yang jelas akan

memberikan petunjuk yang jelas pula terhadap materi yang harus

dipelajari, penetapan metode dan media pembelajaran, serta memberi

petunjuk terhadap penilaian. Oleh karena itu, setiap kompetensi harus

merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap

yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (thinking

skill). Uraian di atas mengisyaratkan bahwa pembentukan kompetensi

melibatkan Intellegence quoteont (IQ), Emotional Quotient (EI),

Creativity Intellegence (CI), yang secara keseluruhan harus tertuju pada

pembentukan spiritual intelegensi (SI). Dengan demikian terdapat

35

hubungan (link) antara tugas-tugas yang dipelajari peserta didik di

sekolah dan untuk hidup bermasyarakat. Untuk itu, pengembangan

silabus ke dalam bentuk RPP yang efektif menuntut kerja sama yang baik

antara sekolah/satuan pendidikan dengan masyarakat dan dunia

usaha/dunia kerja, terutama dalam mengidentifikasi dan menganalisis

kompetensi yang perlu dipelajari dan dimiliki oleh peserta didik.

Kompetensi yang harus dipelajari dan dimiliki peserta didik perlu

dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil

belajar yang mengacu pada pengalaman langsung. Peserta didik perlu

mengetahui tujuan belajar, dan tingkat-tingkat penguasaan yang akan

digunakan sebagai kriteria pencapaian secara eksplisit, dikembangkan

berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, dan memiliki kontribusi

terhadap kompetensi-kompetensi yang sedang dipelajari. Penilaian

pencapaian kompetensi perlu dilakukan secara objekatif, berdasarkan

kinerja peserta didik, dengan bukti penguasaan mereka terhadap suatu

kompetensi sebagai hasil belajar. Dengan demikian dalam pembelajaran

yang dirancang berdasarkan kompetensi, penilaian tidak dilakukan

berdasarkan pertimbangan yang bersifat subyektif.

2). Penyusunan program pembelajaran

Penyusunan program pembelajaran akan bermuara pada rencana

pelaksanaan pembelajaran, sebagai produk program pembelajaran jangka

pendek, yang mencakup komponen program kegiatan belajar dan proses

pelaksanaan program. Komponen program mencakup kompetensi dasar,

36

materi standar, metode dan teknik, media dan sumber belajar, waktu

belajar dan daya dukung lainnya. Dengan demikian rencana pelaksanaan

pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu sistem, yang terdiri atas

komponen-komponen yang saling berhubungan serta berinteraksi satu

sama lain, dan memuat langkah-langkah pelaksanaannya, untuk

mencapai tujuan atau membentuk kompetensi.

3). Fungsi RPP

Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan suatu perkiraan

atau proyeksi guru mengenai seluruh kegiatan yang akan dilakukan baik

oleh guru maupun peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan

pembentukan kompetensi. Dalam RPP harus jelas kompetensi dasar

yang akan dimiliki oleh peserta didik, apa yang harus dilakukan, apa

yang harus dipelajari, bagaimana mempelajarinya, serta bagaimana guru

mengetahui bahwa peserta didik telah menguasai atau memiliki

kompetensi tertentu. Aspek-aspek tersebut merupakan unsur utama yang

secara minimal harus ada dalam setiap RPP sebagai pedoman guru dalam

melaksanakan pembelajaran dan membentuk kompetensi peserta didik.

Menurut Mulyasa (2006: 217) ”Fungsi RPP dibedakan menjadi dua yaitu

fungsi perencanaan dan fungsi pengembangan RPP”.

4). Cara Pengembangan RPP

Cara pengembangan RPP dalam garis besarnya dapat mengikuti

langkah-langkah sebagai berikut: (1) Mengisi kolom identitas; (2)

Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah

37

ditetapkan; (3) Menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar,

serta indikator yang akan digunakan yang terdapat pada silabus yang telah

disusun; (4) Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan standar

kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikator yang telah ditentukan;

(5) Mengidentifikasi materi standar berdasarkan materi

pokok/pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Materi standar

merupakan uraian dari materi pokok/ pembelajaran; (6) Menentukan

metode pembelajaran yang akan digunakan; (7) Merumuskan langkah-

langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti, dan akhir; (8)

Menentukan sumber belajar yang digunakan; dan (9) Menyusun kriteria

penilaian, lembar pengamatan.

Masnur Muslich (2008: 53) menyatakan bahwa ”Perencanaan

pembelajaran atau biasa disebut rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan

guru dalam pembelajaran di kelas”. Berdasarkan RPP inilah seorang guru

(baik yang menyusun RPP itu sendiri maupun yang bukan) diharapkan bisa

menerapkan pembelajaran secara terprogram. Karena itu, RPP harus

mempunyai daya terap (aplicable) yang tinggi. Tanpa perencanaan yang

matang, mustahil target pembelajaran bisa tercapai secara maksimal. Pada

sisi lain, melalui RPP pun dapat diketahui kadar kemampuan guru dalam

menjalankan profesinya.

3. Proses Pembelajaran

38

Pengertian pengelolaan pembelajaran menurut (Ahmad Rohani, 2004: 1)

adalah

Suatu upaya untuk mengatur (mengelola dan mengendalikan)

aktivitas pembelajaran berdasarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip

pembelajaran untuk mensukseskan tujuan pembelajaran agar tercapai secara

lebih efektif, efisien, dan produktif yang diawali dengan penentuan strategi

dan perencanaan, diakhiri dengan penilaian. Penilaian tersebut pada akhirnya

akan dapat dimanfaatkan sebagai feedback (umpan balik) bagi perbaikan

pembelajaran lebih lanjut.

39

Abin Syamsudin Makmun (2000: 220) menyatakan bahwa “Pendekatan

secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu garis besar dalam bertindak untuk

mencapai sasaran yang telah ditetapkan”. Menurut Nana Sudjana (2000: 147)

menyatakan bahwa:

Pendekatan adalah cara atau upaya yang dilakukan untuk mencapai

sasaran tertentu. Pendekatan pembelajaran adalah tindakan guru

melaksanakan rencana mengajar. Artinya, usaha guru dalam menggunakan

beberapa variabel pengajaran (tujuan, bahan, metode dan alat, serta evaluasi)

agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pendekatan adalah cara menyikapi sesuatu dan cara pandang seseorang

terhadap sesuatu yang menjadi landasan untuk tindak lanjutnya.

Menurut Atwi Suparman (2000: 157) menyatakan bahwa:

Pendekatan pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan kegiatan

dan cara pengorganisasian materi pelajaran, siswa, peralatan, bahan, serta

waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan

yang telah ditentukan.

Pendekatan pembelajaran sebagai suatu pendekatan dalam mengelola

secara sistematis kegiatan pembelajaran sehingga sasaran didik dapat menguasai

isi pelajaran atau tujuan yang diharapkan. Salah satu keterampilan dalam

mengajar yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah dapat memilih berbagai

pendekatan dalam mengajar dan menggunakan pendekatan tersebut sesuai

dengan tujuan pengajaran yang hendak dicapai. Tujuan dan materi yang baik

belum tentu memberikan hasil yang baik tanpa memilih dan menggunakan

metode yang sesuai dengan tujuan dari materi tersebut. Pendekatan pembelajaran

40

mengandung kegiatan-kegiatan siswa yang belajar dan kegiatan guru yang

mengajar.

Dimyati & Mudjiono (2006: 185) menyatakan bahwa:

Belajar dapat dilakukan di sembarang tempat, kondisi, dan waktu.

Cepatnya informasi lewat radio, televisi, film, wisatawan, surat kabar,

majalah, dapat mempermudah belajar. Meskipun informasi dengan mudah

dapat diperoleh, tidak dengan sendirinya seseorang terdorong untuk

memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dari padanya. Guru

profesional memerlukan pengetahuan dan keterampilan pendekatan

pembelajaran agar mampu mengelola berbagai pesan sehingga siswa

berkebiasaan belajar sepanjang hayat.

Pendekatan pembelajaran dapat berarti anutan pembelajaran yang

berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan sehingga tercapai sasaran belajar.

Dalam belajar tentang pendekatan pembelajaran tersebut, orang dapat melihat

(1) pengorganisasian siswa, (2) posisi guru-siswa dalam pengolahan pesan, dan

(3) pemerolehan kemampuan dalam pembelajaran.

Pendekatan pembelajaran dengan pengorganisasian siswa dapat

dilakukan dengan (1) pembelajaran secara individual, (2) pembelajaran secara

kelompok, dan (3) pembelajaran secara klasikal. Pada ketiga pengorganisasian

siswa tersebut tujuan pengajaran, peran guru dan siswa, program pembelajaran,

dan disiplin belajar berbeda-beda. Pada ketiga pengorganisasian siswa tersebut

seyogianya digunakan untuk membelajarkan siswa yang menghadapi kecepatan

informasi pada masa kini.

41

Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2006: 37), menyatakan bahwa:

Konsep mengajar dalam proses perkembangannya masih dianggap

sebagai suatu kegiatan penyampaian atau penyerahan pengetahuan.

Pandangan semacam ini masih umum digunakan di kalangan pengajar.

Hasil penelitian dan pendapat para ahli sekarang ini lebih menyempurnakan

konsep tradisional. Mengajar menurut pengertian mutakhir merupakan suatu

perbuatan yang kompleks. Perbuatan mengajar yang kompleks dapat

diterjemahkan sebagai penggunaan secara integratif sejumlah komponen

yang terkandung dalam perbuatan mengajar itu untuk menyampaikan pesan

pengajaran. Dalam proses belajar mengajar guru memiliki peran yaitu: (1)

tahap sebelum pengajaran, (2) tahap pengajaran, dan (3) tahap setelah

pengajaran.

Penilaian terhadap proses pengajaran dilakukan oleh guru sebagai bagian

integral dari pangajaran itu sendiri. Artinya, penilaian harus tidak terpisahkan

dalam penyusunan dan pelaksanaan pengajaran. Penilaian proses bertujuan

menilai efektivitas dan efisiensi kegiatan pengajaran sebagai bahan untuk

perbaikan dan penyempurnaan program dan pelaksanaannya. Obyek dan sasaran

penilaian proses adalah komponen-komponen sistem pengajaran itu sendiri, baik

yang berkenaan dengan masukan proses maupun dengan keluaran, dengan

semua dimensinya (Ahmad Rohani, 2004: 168).

Komponen masukan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni

masukan mentah (raw input), yaitu peserta didik, dan masukan alat (instrumental

input), yakni unsur manusia dan non manusia yang mempengaruhi terjadinya

proses. Komponen proses adalah interaksi semua komponen pengajaran seperti

bahan pengajaran, metode dan alat, sumber belajar, sistem penilaian, dan lain-

lain. Komponen keluaran adalah hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah

menerima proses pengajaran. Penilaian keluaran lebih banyak dibahas dalam

penilaian hasil.

42

Penilaian terhadap masukan mentah, yakni peserta didik sebagai subyek

belajar, mencakup aspek-aspek berikut:

a. Kemampuan peserta didik

Penilaian terhadap kemampuan peserta didik idealnya menggunakan

pengukuran intelegensia atau potensi yang dimilikinya. Namun, mengingat

sulitnya alat ukur tersebut diperoleh guru, maka guru dapat melakukan

penilaian ini dengan mempelajari dan menganalisis kemajuan-kemajuan

belajar yang ditunjukkannya.

b. Minat, Perhatian, dan Motivasi Belajar Peserta didik

Keberhasilan belajar peserta didik tidak semata-mata ditentukan oleh

kemampuan yang dimilikinya, tetapi juga ditentukan oleh minat, perhatian,

dan motivasi belajarnya. Sering ditemukan peserta didik yang mempunyai

kemampuan yang tinggi gagal dalam belajarnya disebabkan oleh kurang

minat, perhatian, dan motivasinya. Minat, perhatian, dan motivasi

hakikatnya merupakan usaha peserta didik dalam mencapai kebutuhan

belajarnya. Oleh sebab itu, studi mengenai kebutuhan peserta didik dalam

proses pengajaran menjadi bagian penting dalam menumbuhkan minat,

perhatian, dan motivasi belajar peserta didik dapat digunakan: pengamatan

terhadap kegiatan belajar peserta didik, wawancara kepada peserta didik,

studi data pribadi peserta didik, kunjungan rumah, dialog dengan orang

tuanya, dan sebagainya.

c. Kebiasaan belajar

Kebiasaan belajar baik dari segi cara belajar, waktu belajar, keteraturan

belajar, suasana belajar, dan lain-lain merupakan faktor penunjang

keberhasilan belajar peserta didik. Kebiasaan ini perlu diketahui oleh guru

bukan hanya untuk menyelesaikan pengajaran dengan kebiasaan yang

menunjang prestasi atau sebaliknya. Kebiasaan belajar yang salah harus

diperbaiki dan ditinggalkan dan guru mencoba mengembangkan kebiasaan

belajar baru yang lebih bermakna. Untuk memperoleh informasi mengenai

43

kebiasaan belajar peserta didik, guru menggunakan teknik observasi atau

pengamatan terhadap cara belajar.

d. Pengetahuan Awal dan Prasyarat

Pengajaran akan berhasil bila dimulai dari apa yang telah diketahui oleh

peserta didik. Ini berarti bahwa guru harus mengetahui terlebih dahulu

pengetahuan dan tingkah laku yang telah dimiliki oleh peserta didik, baik

pengetahuan dan pengalaman dalam pengertian luas maupun pengetahuan

dan tingkah laku prasyarat bagi bahan pengajaran berikutnya. Penilaian

terhadap pengetahuan awal dan prasyarat dapat dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan kepada peserta didik sebelum pengajaran diberikan.

Pertanyaan ini berkenaan dengan bahan sebelumnya atau pengetahuan lain

yang telah ada padanya, yang relevan dengan bahan pengajaran yang akan

diberikan. Jika ternyata pengetahuan prasyaratnya belum dikuasai, sangat

bijaksana bila guru menjelaskan terlebih dahulu sebelum memberikan

bahan pengajaran baru yang telah dirancangnya.

e. Karakteristik peserta didik

Karakteristik pribadi peserta didik satu sama lain berbeda yang disebabkan

oleh perbedaan latar belakang keluarganya, kemampuannya, pengalaman,

lingkungan yang membentuknya, dan sebagainya. Karakteristik ini

mempengaruhi peserta didik dalam proses belajarnya. Sikap dan pendekatan

guru dalam menghadapi peserta didik harus memperhitungkan karakteristik

tersebut. Untuk mengetahui informasi mengenai karakteristik peserta didik,

guru perlu mengamati tingkah laku peserta didik dalam berbagai situasi,

melakukan analisis, data pribadi, melakukan wawancara, dan memberikan

kuesioner atau daftar isian mengenai sifat dan karakter peserta didik

(Ahmad Rohani, 2004: 169).

4. Evaluasi Pembelajaran

Menurut Oemar Hamalik (2007: 253) menyatakan bahwa ”Evaluasi

adalah perbuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati

44

dan dapat dipertanggungjawabkan”. Dalam buku The School Curriculum,

evaluasi dinyatakan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data secara

sistematis, yang bertujuan untuk membantu pendidik memahami dan menilai

suatu kurikulum, serta memperbaiki metode pendidikan. Evaluasi merupakan

suatu kegiatan untuk mengetahui dan memutuskan apakah program yang telah

ditentukan sesuai dengan tujuan semula. Adapun dalam buku Curriculum

Planning and Development, dinyatakan bahwa evaluasi adalah proses untuk

menilai kinerja pelaksanaan suatu kurikulum. Di dalamnya terdapat tiga makna,

yaitu:

a. Evaluasi tidak akan terjadi kecuali telah mengetahui tujuan yang akan

dicapai;

b. Untuk mencapai tujuan tersebut harus diperiksa hal-hal yang telah dan sedang

dilakukan, dan;

c. Evaluasi harus mengambil kesimpulan berdasarkan kriteria tertentu.

Prinsip-prinsip evaluasi kurikulum adalah sebagai berikut (Oemar

Hamalik, 2007: 255):

a. Tujuan tertentu, artinya setiap program evaluasi kurikulum terarah dalam

mencapai tujuan yang telah ditentukan secara jelas dan spesifik. Tujuan-

tujuan itu pula yang mengarahkan berbagai kegiatan dalam proses

pelaksanaan evaluasi kurikulum;

b. Bersifat objektif, dalam artian berpijak pada keadaan yang sebenarnya,

bersumber dari data yang nyata dan akurat, yang diperoleh melalui instrumen

yang andal;

c. Bersifat komprehensif, mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat

dalam ruang lingkup kurikulum. Seluruh komponen kurikulum harus

45

mendapat perhatian dan pertimbangan secara seksama sebelum dilakukan

pengambilan keputusan.

d. Kooperatif dan bertanggung jawab dalam perencanaan. Pelaksanaan dan

keberhasilan suatu program evaluasi kurikulum merupakan tanggung jawab

bersama pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan seperti guru,

kepala sekolah, pemilik, orang tua, bahkan siswa itu sendiri, di samping

merupakan tanggung jawab utama lembaga penelitian dan pengembangan.

e. Efisien, khususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan peralatan

yang menjadi unsur penunjang. Oleh karena itu, harus diupayakan agar hasil

evaluasi lebih tinggi, atau paling tidak berimbang dengan materiil yang

digunakan.

f. Berkesinambungan. Hal ini diperlukan mengingat tuntutan dari dalam dan

luar sistem sekolah, yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum. Untuk

itu, peran guru dan kepala sekolah sangatlah penting, karena mereka yang

paling mengetahui pelaksanaan, permasalahan, dan keberhasilan kurikulum.

Dimyati dan Mudjiono (2006: 200) ”Evaluasi hasil belajar merupakan

proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan/atau

pengukuran hasil belajar”. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui tingkat

keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan

pembelajaran, di mana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan

skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol. Apabila tujuan utama kegiatan

evaluasi hasil belajar ini sudah terealisasi, maka hasilnya dapat difungsikan dan

ditujukan untuk berbagai keperluan sebagai berikut:

a. Untuk diagnostik dan pengembangan. Yang dimaksud dengan hasil dari

kegiatan evaluasi untuk diagnostik dan pengembangan adalah penggunaan

hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar sebagai dasar pendiagnosisan

46

kelemahan dan keunggulan siswa beserta sebab-sebabnya berdasarnya

pendiagnosisan inilah guru mengadakan pengembangan kegiatan

pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

b. Untuk seleksi, hasil dari kegiatan evaluasi hasil seringkali digunakan sebagai

dasar untuk menentukan siswa-siswa yang paling cocok untuk jenis jabatan

atau jenis pendidikan tertentu. Dengan demikian hasil dari kegiatan evaluasi

hasil belajar digunakan untuk seleksi.

c. Untuk kenaikan kelas. Menentukan apakah seorang siswa dapat dinaikkan

ke kelas yang lebih tinggi atau tidak, memerlukan informasi yang dapat

mendukung keputusan yang dibuat guru. Berdasarkan hasil dari kegiatan

evaluasi hasil belajar siswa mengenai sejumlah isi pelajaran yang telah

disajikan dalam pembelajaran, maka guru dapat dengan mudah membuat

keputusan kenaikan kelas berdasarkan ketentuan yang berlaku.

d. Untuk penempatan. Agar siswa dapat berkembang sesuai dengan tingkat

kemampuan dan potensi yang mereka miliki, maka perlu dipikirkan ketepatan

penempatan siswa pada kelompok yang sesuai. Untuk menempatkan

penempatan siswa pada kelompok, guru dapat menggunakan hasil dari

kegiatan evaluasi hasil belajar sebagai dasar pertimbangan.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2005: 107) yang menyatakan bahwa

setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah yang

dihadapi adalah sampai di tingkat mana prestasi (hasil) belajar yang dicapai.

Sehubungan dengan hal inilah keberhasilan proses mengajar itu dibagi atas

beberapa tingkatan atau taraf.

47

Tingkatan keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Istimewa/maksimal : Apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan

itu dapat dikuasai oleh siswa.

b. Baik sekali/optimal : Apabila sebagian besar (76% s.d. 99%) bahan

pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh

siswa.

c. Baik/minimal : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya

60% s.d 75% saja dikuasai oleh siswa

d. Kurang : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang

dari 60% dikuasai oleh siswa.

5. Prestasi Belajar

Hasil belajar (achievement) merupakan realisasi atau pemekaran dari

kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang.

Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik

perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun

keterampilan motorik. Hampir sebagian terbesar dari kegiatan atau perilaku

yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar (Sukmadinata, 2007: 102).

Menurut Rohani (2004: 179) penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat

kemajuan belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang

telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan yaitu:

a. Sasaran penilaian. Sasaran atau objek evaluasi hasil belajar adalah

perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan

psikomotor secara seimbang.

b. Alat penilaian. Penggunaan alat penilaian hendaknya komprehensif meliputi

tes dan bukan tes sehingga diperoleh gambaran hasil belajar yang obyektif.

Penilaian hasil belajar hendaknya dilakukan secara berkesinambungan agar

48

diperoleh hasil yang menggambarkan kemampuan peserta didik yang

sebenarnya di samping sebagai alat untuk meningkatkan motivasi

belajarnya.

c. Prosedur pelaksanaan tes. Penilaian hasil belajar dilaksanakan dalam

bentuk formatif dan sumatif. Sehingga hasilnya dapat digunakan untuk

melihat program mana yang belum dikuasai oleh peserta didik sampai di

mana kemampuan peserta didik dalam penguasaan materi yang telah

diberikan dalam kurun waktu tersebut.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 456) prestasi diartikan

sebagai capaian hasil dari suatu yang telah dikerjakan sebelumnya istilah

prestasi ini masih bersifat umum, yang secara luwes dapat dirangkai dengan

istilah lain sebagai penjelasan pencapaian prestasi tertentu. Prestasi kerja

berarti capaian kerja, prestasi belajar capaian belajar. Selanjutnya secara khusus

prestasi belajar mengandung pengertian penguasaan pengetahuan atau

ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, yang lazimnya ditunjukkan

dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.

Tinjauan leksikal tersebut senada dengan pendapat para pakar pendidikan.

Umumnya para pakar pendidikan menjelaskan prestasi belajar dengan

menunjukkan pada cakupan makna belajar. Winkerl (1996: 161) mendefinisikan

prestasi sebagai bukti usaha yang dicapai dalam belajar. Prestasi belajar sebagai

perolehan berbagai kemampuan, keterampilan dan sikap. Tiga komponen

tersebut merupakan ranah atau kawasan yang populer sering disebut sebagai

taksonomi Bloom. Hasil belajar merupakan salah satu aspek dari hasil

49

pembelajaran. Dari dua pakar tersebut kemudian menyebutkan tiga jenis hasil

pembelajaran yaitu, keefektifan pembelajaran, efisiensi pembelajaran, ketiganya

dapat diukur dengan taraf prestasi belajar yang dicapai oleh siswa.

Lebih khusus, belajar yang dilakukan secara formal di sekolah, prestasi

belajar memiliki ukuran metode dan pelaporan yang khas. Umumnya prestasi

belajar di sekolah dinyatakan dalam bentuk angka atau lebih yang diperoleh

siswa setelah mengikuti suatu tes yang dilakukan setelah program pembelajaran

selesai dikerjakan, angka atau nilai tersebut merupakan simbol atau lambang

sebagai informasi perubahan tentang pengalaman dan keterampilan yang telah

diperoleh siswa.

Sedangkan pengertian prestasi belajar menurut Depdikbud (1996: 700)

merupakan pemberian batasan, penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang

dikembangkan oleh mata pelajaran yang ditujukan dengan nilai yang diberikan

oleh guru. Pemberian batasan dengan hasil yang dicapai seseorang dalam usaha

belajarnya dinyatakan dalam nilai-nilai yang dituangkan dalam rapor.

Memberikan batasan dengan menunjukkan waktu tertentu yaitu hasil yang

dicapai atau ditunjukkan oleh murid-murid sebagai hasil belajarnya, baik berupa

angka-angka, atau huruf serta tindakannya yang mencerminkan hasil yang

sudah dicapai dalam perihal tertentu dan dalam periode tertentu.

Prestasi belajar merupakan pencerminan tingkat keberhasilan siswa

dalam menguasai konsep materi pelajaran yang telah dipelajari. Prestasi belajar

dapat diketahui melalui alat ukur berupa butir tes yang telah dirancang sesuai

dengan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) pada setiap mata

50

pelajaran. Melalui pengukuran dan penilaian dalam pembelajaran akan

diketahui tingkat keberhasilan peserta didik, karena dengan pengukuran

tersebut dapat diketahui kemajuan dan keberhasilan suatu program pendidikan.

Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang yang

merupakan faktor dalam individu maupun dari luar individu. Adapun dua

faktor utama yang mempengaruhi prestasi belajar adalah sebagai berikut:

a. Faktor eksternal, adalah faktor yang terdapat di luar individu meliputi

faktor non sosial yang terdiri dari keadaan sekitar, keadaan tempat dan alat-

alat yang dipakai untuk belajar, sedangkan faktor sosial yang terjadi dari

keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar.

b. Faktor internal, adalah faktor yang berasal dari dalam diri sendiri meliputi

faktor fisiologis yang terdiri dari perhatian, minat, kepribadian, motif, dan

sebagainya.

Menurut Nana Sudjana (2008: 56) penilaian terhadap proses belajar dan

mengajar sering diabaikan setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian

dibandingkan dengan penilaian hasil belajar. Hasil belajar yang dicapai siswa

melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukkan hasil

yang berciri sebagai berikut:

a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar

intrinsik pada diri siwa. Motivasi intrinsik adalah semangat juang untuk

belajar yang tumbuh dari dalam diri siswa itu sendiri. Siswa tidak akan

mengeluh dengan prestasi yang rendah, dan siswa akan berjuang lebih keras

untuk memperbaikinya. Sebaliknya, hasil belajar yang baik akan mendorong

51

untuk meningkatkan, setidak-tidaknya mempertahankan, apa yang telah

dicapainya.

b. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. Artinya, siswa tahu

kemampuan dirinya dan percaya bahwa siswa punya potensi yang tidak

kalah dari orang lain apabila siswa berusaha sebagaimana harusnya. Siswa

juga yakin tidak ada sesuatu yang tak dapat dicapai apabila siswa berusaha

sesuai dengan kesanggupannya.

c. Hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi dirinya seperti akan tahan

lama diingatnya, membentuk perilakunya, bermanfaat untuk mempelajari

aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan

pengetahuan lainnya, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan

mengembangkan kreativitasnya.

d. Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni

mencakup ranah kognitif, pengetahuan, atau wawasan, ranah afektif atau

sikap dan apresiasi, serta ranah psikomotoris, keterampilan, atau perilaku.

Ranah kognitif terutama adalah hasil yang diperolehnya sedangkan ranah

afektif dan psikomotoris diperoleh sebagai efek dari proses belajarnya, baik

efek instruksional maupun efek nurturant atau efek samping yang tidak

direncanakan dalam pengajaran.

e. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan

dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan

mengendalikan proses dan usaha belajarnya.

52

Menurut Nana Sudjana (2008: 3) penilaian diartikan sebagai proses

menentukan nilai suatu objek. Untuk dapat menentukan suatu nilai atau harga

suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kriteria. Ciri-ciri penilaian adalah

adanya objek atau program yang dinilai dan adanya kriteria sebagai dasar untuk

membandingkan antara kenyataan atau apa adanya dengan kriteria. Perbandingan

bisa bersifat mutlak, bisa pula bersifat relatif. Perbandingan bersifat mutlak

artinya hasil perbandingan tersebut menggambarkan posisi objek yang dinilai

ditinjau dari kriteria yang berlaku. Sedangkan perbandingan bersifat relatif

artinya hasil perbandingan lebih menggambarkan posisi suatu objek yang dinilai

terhadap objek lainnya dengan bersumber pada kriteria yang sama.

Dengan demikian, inti penilaian adalah proses memberikan atau

menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.

Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi yang

diakhiri dengan judgment. Interpretasi dan judgment merupakan tema penilaian

yang mengimplikasikan adanya suatau perbandingan antara kriteria dan

kenyataan dalam kegiatan penilaian selalu ada objek/program, ada kriteria, dan

ada interpretasi/judgment. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai

terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini

mengisyaratkan bahwa obyek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Hasil

belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku

sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif,

afektif, dan psikomotoris. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasi belajar, peranan

tujuan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang

53

diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan

penilaian. Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan

belajar-mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-

tujuan pengajaran. Dalam penilaian ini dilihat sejauh mana keefektifan dan

efisiennya dalam mencapai tujuan pengajaran atau perubahan tingkah laku siswa.

Oleh sebab itu, penilaian hasil dan proses belajar saling berkaitan satu sama lain

sebab hasil merupakan akibat dari proses (Nana Sudjana, 2008: 3).

Menurut Nana Sudjana (2008: 8) pentingnya penilaian dalam menentukan

kualitas pendidikan, maka upaya merencanakan dan melaksanakan penilaian

hendaknya memperhatikan beberapa prinsip dan prosedur penilaian. Adapun

prinsip penilaian yang dimaksudkan antara lain:

a. Dalam menilai hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga

jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan

interpretasi hasil penilaian. Sebagai patokan atau rambu-rambu dalam

merancang penilaian hasil belajar adalah kurikulum yang berlaku dan buku

pelajaran yang digunakannya.

b. Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses

belajar mengajar. Artinya, penilaian senantiasa dilaksanakan pada setiap

proses belajar mengajar sehingga pelaksanaannya berkesinambungan. ”Tiada

proses belajar mengajar tanpa penilaian”, hendaknya dijadikan semboyan

bagi setiap guru. Prinsip ini mengisyaratkan pentingnya penilaian formatif

sehingga dapat bermanfaat baik bagi siswa maupun bagi guru.

54

c. Agar diperoleh hasil belajar yang objektif dalam pengertian menggambarkan

prestasi dan kemampuan siswa sebagaimana adanya, penilaian harus

menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif.

d. Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya. Data

hasil penilaian sangat bermanfaat bagi guru maupun bagi siswa. Oleh

karena itu, perlu dicatat secara teratur dalam catatan khusus mengenai

kemajuan siswa. Demikian juga data hasil penilaian harus dapat ditafsirkan

sehingga guru dapat memahami para siswanya terutama prestasi dan

kemampuan yang dimilikinya.

6. Media Pembelajaran

Pengertian media seperti dinyatakan oleh Smaldino, Russel, Heinich, &

Molenda (2005: 9) bahwa “A medium (plural, media) is a means of

communication and source of information. Derived from the Latin word meaning

“between” the term refers to anything that carries information between a source

and a receiver”.

(Media adalah alat komunikasi dan sumber informasi, diambil dari bahasa

latin yang berarti antara, istilah ini mengacu kepada segala hal yang

mengantarkan informasi dari sumber kepada penerima).

Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata

medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar (Robinson

Situmorang, dan Atwi Suparman, 2000: 1). Media diartikan sebagai alat

komunikasi yang membawa pesan dari sumber ke penerima. Media adalah segala

sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memperjelaskan materi atau mencapai

55

tujuan pembelajaran tertentu. Media pembelajaran adalah alat yang dipakai

sebagai saluran untuk menyampaikan materi pelajaran kepada pembelajar

(Suwarno Pringgawidagda, 2002: 145). Informasi yang terdapat dalam media

dapat berupa sejumlah keterampilan maupun pengetahuan yang perlu dikuasai

dan dipahami oleh siswa.

Menurut Sri Anitah (2008: 2) menyatakan bahwa ”media pembelajaran

adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi

yang memungkinkan pebelajar menerima pengetahuan, keterampilan, dan

sikap”. Dengan pengertian itu, guru atau dosen, buku ajar, dan lingkungan adalah

media pembelajaran. Setiap media merupakan sarana untuk menuju ke suatu

tujuan. Di dalamnya terkandung informasi yang dapat dikomunikasikan kepada

orang lain. Informasi ini mungkin didapatkan dri buku-buku, rekaman, internet,

film, dan mikrofilm.

Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium”

yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau

pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan

definisi tentang media pembelajaran. Media pembelajaran adalah teknologi

pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.

Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah

sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti: buku, film,

video dan sebagainya. Sedangkan, National Education Associaton (1969)

mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam

bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari

56

ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala

sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan

kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada

diri peserta didik (Akhmad Sudrajat 2208: 1).

Brown (1973, dalam Akhmad Sudrajat, 2008: 1) mengungkapkan bahwa

media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat

mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media

pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang

digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20 usaha

pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah

alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan

alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti

adanya komputer dan internet.

Menurut Akhmad Sudrajat (2008: 1) Media memiliki beberapa fungsi,

diantaranya :

a. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki

oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda,

tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak,

seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media

pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak

mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang

dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur,

57

model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio

visual dan audial;

b. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang

tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik

tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena : (a) obyek terlalu besar; (b)

obyek terlalu kecil; (c) obyek yang bergerak terlalu lambat; (d) obyek yang

bergerak terlalu cepat; (e) obyek yang terlalu kompleks; (f) obyek yang

bunyinya terlalu halus; (f) obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi.

Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan

kepada peserta didik;

c. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta

didik dengan lingkungannya;

d. Media menghasilkan keseragaman pengamatan;

e. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis;

f. Media membangkitkan keinginan dan minat baru;

g. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar;

h. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit

sampai dengan abstrak

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2006: 120) media adalah sumber belajar,

maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun

peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan

keterampilan. Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti

yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahwa yang

58

disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara.

Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat

disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang

mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabtrakan

bahan dapat dikonkretkan dengan kehadiran media. Dengan demikian, anak didik

lebih mudah mencerna bahan daripada tanpa bantuan media.

Menurut Smaldino, Russel, Heinich, dan Molenda (2005: 141) yang

menyatakan bahwa: ”Multimedia sistem terdiri dari media tradisional dalam

kombinasi atau digabungkan dalam komputer sebagai gambaran teks, gambar,

grafik, suara dan video. Istilah multimedia kembali pada tahun 1950 an dan

didiskripsikan sebagai penerapan untuk mengkombinasikan berbagai media

untuk mempengaruhi tingkat pendidikan”.

Media dilihat dari daya liputnya, yaitu (1) media dengan daya liput luas

dan serentak, yaitu penggunaan media ini tidak terbatas oleh tempat dan ruang

serta dapat menjangkau jumlah anak didik yang banyak dalam waktu yang

sama; (2) media dengan daya liput yang terbatas oleh ruang dan tempat, yaitu

media ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus;

(3) media untuk pengajaran individual, yaitu media ini penggunaannya hanya

untuk seorang diri, termasuk media ini adalah modul berprogram dan

pengajaran melalui komputer (Syaiful Bahri Djamarah, 2006: 125).

Media dilihat dari bahan pembuatannya, yaitu: (1) media sederhana, yaitu

media dengan bahan dasarnya diperoleh dan harganya murah, cara

pembuatannya mudah, dan penggunaannya tidak sulit; dan (2) media kompleks,

59

yaitu media yang bahan dan alat pembuatannya sulit diperoleh serta mahal

harganya, sulit membuatnya, dan penggunaannya memerlukan keterampilan

yang memadai (Syaiful Bahri Djamarah, 2006: 126).

Media pengajaran adalah suatu alat bantu yang tidak bernyawa. Alat ini

bersifat netral. Peranannya akan terlihat jika guru pandai memanfaatkannya

dalam proses belajar mengajar. Sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar,

media mempunyai beberapa fungsi, yaitu (Syaiful Bahri Djamarah, 2006: 134):

a. Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan

fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu

untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.

b. Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari

keseluruhan situasi mengajar. Ini berarti bahwa media pengajaran

merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru.

c. Media pengajaran dalam pengajaran, penggunaannya integral dengan

tujuan dan isi pelajaran. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa

penggunaan (pemanfaatan) media harus melihat kepada tujuan dan

bahan pelajaran.

d. Penggunaan media dalam pengajaran bukan semata-mata alat hiburan,

dalam arti digunakan hanya sekadar melengkapi proses belajar supaya

lebih menarik perhatian siswa.

e. Penggunaan media dalam pengajaran lebih diutamakan untuk

mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam

menangkap pengertian yang dibeirkan guru.

f. Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi

mutu belajar mengajar.

Kegagalan seorang guru dalam mengembangkan media pengajaran akan

terjadi jika penguasaan terhadap karakteristik media itu sendiri sangat kurang.

60

Pemanfaatan media dengan maksud mengulur-ulur waktu tidak dibenarkan.

Karena kegiatan belajar mengajar bukan untuk hal itu. Apabila pemanfaatan

media dengan maksud untuk memperkenalkan kekayaan sekolah. Semua itu tidak

ada hubungannya sama sekali dengan pencapaian tujuan pengajaran. Karena itu,

pemanfaatan media hanya diharuskan dengan maksud untuk mencapai tujuan

pengajaran (Syaiful Bahri Djamarah, 2006: 135).

Media yang telah dikenal dewasa ini tidak hanya terdiri dari dua jenis,

tetapi sudah lebih dari itu. Klasifikasinya bisa dilihat dari jenisnya, daya

liputnya, dan dari bahan serta cara pembuatannya. Semua ini akan dijelaskan

pada pembahasan berikut (Syaiful Bahri Djamarah, 2005: 212):

a. Media Auditif yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara

saja, seperti radio, cassette recorder, piringan audio. Media ini tidak cocok

untuk orang tuli atau mempunyai kelainan dalam pendengaran.

b. Media Visual yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan.

Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip

(film rangkai), slides (film bingkai) foto, gambar atau lukisan, cetakan. Ada

pula media visual yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak

seperti film bisu, film kartun.

c. Media Multimedia yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur

gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik karena

meliputi kedua jenis media yang pertama dan yang kedua. Media ini

dibedakan menjadi 2 yaitu:

61

1). Multimedia diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar

diam seperti film bingkai suara (sound slides), film rangkai suara,

cetak suara.

62

2). Multimedia gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan

gambar yang bergerak seperti film suara dan video cassette.

Dari uraian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa berbagai

jenis media tersebut pada dasarnya dapat digolongkan dalam empat kelompok

besar yaitu : media cetak, media Realita (obyek nyata atau benda yang

sesungguhnya), dan model.

7. Media Pembelajaran Multimedia

Smaldino, Sharon, James D.Russel, Robert Heinich, Michael Molenda (2005:

141) menyatakan bahwa:

Multimedia systems may consist of traditional media in combination or

they may in-corporate the computer as a display device for text, pictures,

graphics, sound, and video. The term multimedia goes back to the 1950s and

describes early attempts to combine various still and motion media for

heightened educational effect.

(Multimedia sistem terdiri dari media tradisional dalam kombinasi atau

digabungkan dalam komputer sebagai gambaran teks, gambar, grafik, suara dan

video. Istilah multimedia kembali pada tahun 1950 an dan didiskripsikan sebagai

penerapan untuk mengkombinasikan berbagai media untuk mempengaruhi tingkat

pendidikan).

Menurut Yudi Munadi (2008: 148) ”Multimedia pembelajaran adalah media

yang mampu melibatkan banyak indera dan organ tubuh selama proses

pembelajaran berlangsung”. Multimedia merupakan kombinasi dari komputer dan

video, atau multimedia merupakan kombinasi dari suara, gambar, dan teks.

Multimedia adalah kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output dari

63

data, media ini dapat berupa audio, animasi, video, teks, grafik, dan gambar.

Multimedia merupakan alat yang menciptakan presentasi yang dinamis dan

interaktif yang mengkombinasikan teks, grafik, animasi, audio, dan gambar video.

Menurut Sri Anitah (2008: 60) mengatakan bahwa “multimedia digunakan

untuk mendeskripsikan penggunaan berbagai media secara terpadu dalam

menyajikan atau mengajarkan suatu topik mata pelajaran”. Multimedia merupakan

kegiatan interaktif yang sangat tinggi, mengajak pebelajar untuk mengikuti

proses pembelajaran dengan memilih dan mengendalikan layar di antara jendela

informasi dalam penyajian media. Dengan multimedia, berbagai gaya belajar

pebelajar terakomodasi, seperti pebelajar yang auditori, visual, maupun

kinestetik, sehingga pebelajar dapat memilih media yang sesuai dengan gaya

belajar masing-masing.

Tujuan penggunaan multimedia dalam pendidikan dan pelatihan adalah

melibatkan pebelajar dalam pengalaman multi sensori untuk meningkatkan

kegiatan belajar. Pada masa lalu, pengalaman yang paling dominan adalah kata-

kata tertulis dan lisan melalui teks dan ceramah. Saat ini, dimanfaatkannya

multimedia dan berbagai sumber informasi serta metode pembelajaran, pencapaian

hasil pembelajaran diharapkan lebih meningkat. Multimedia komputer

menggunakan komputer untuk menyusun penggunaan informasi yang disimpan

dalam berbagai bentuk, termasuk tesk, gambar diam, grafis, video, suara, musik,

efek suara (sound effect).

Pemanfaatan multimedia dengan berbasis komputer yang dapat digunakan

dalam proses pembelajaran multimedia presentasi. Multimedia presentasi

64

digunakan untuk menjelaskan materi-materi yang sifatnya teoritis digunakan dalam

pembelajaran klasikal, baik untuk kelompok kecil maupun besar. Media ini cukup

efektif sebab menggunakan multimedia projector (LCD) yang memiliki jangkauan

pancar cukup besar. Pemanfaatan multimedia dalam presentasi ini biasanya

menggunakan perangkat lunak yang paling tersohor, yakni powerpoint.

Menurut Yudhi Munadi (2008: 150), ada beberapa kelebihan penggunaan

multimedia presentasi yaitu:

1) Mampu menampilkan objek-objek yang sebenarnya tidak ada secara fisik

atau diistilahkan dengan imagery. Secara kognitif pembelajaran dengan

menggunakan mental imagery akan meningkatkan retensi siswa dalam

mengingat materi-materi pelajaran.

2) Memiliki kemampuan dalam menggabungkan semua unsur media seperti

teks, video, animasi, image, grafik, dan sound menjadi satu kesatuan

penyajian yang terintegrasi.

3) Memiliki kemampuan dalam mengakomodasi peserta didik sesuai dengan

modalitas belajarnya terutama bagi mereka yang memiliki tipe visual,

auditif, kinestetik atau yang lainnya.

4) Mampu mengembangkan materi pembelajaran terutama membaca dan

mendengarkan secara mudah

8. Peran Guru

Guru dalam proses pembelajaran memiliki peran dalam menerapkan konsep

pembelajaran dan pengertian yang benar dari ilmu pengetahuan dan keterampilan

kepada peserta didik. Peran guru dalam penerapan konsep pembelajaran tersebut

(Madsen, 2004: 328):

Began to change the way many faculty members at institutions

of higher education viewed their role as educators. He argued that current

teaching practices were not fully effective in producing meaningful and

65

long-term learning. He wrote that only through engaging the student in

the learning process (an approach now termed the scholarship of

engagement) would instructors enable student’s retention of course

concepts and understanding of the true application of pertinent

knowledge and skills. In addition, Boyer challenged members of the

faculty to become reflective practitioners “who move back and forth

between theory and practice to bring into the university classroom the

daily problems of real people in real neighborhoods.

(Berbagai dosen di lembaga pendidikan tinggi menunjukkan peran mereka

sebagai pendidik. Tingkat praktis dari pengajar tidak sepenuhnya efektif dalam

pembelajaran yang bermakna. Hanya melalui ilmu pendidikan peserta didik

dalam proses pembelajaran, pendidik dapat dengan mudah menerapkan konsep

pembelajaran dan pengertian dalam aplikasi yang benar dari ilmu pengetahuan

dan keterampilan yang bersangkutan. Boyer mengajak para dosen praktisi yang

bersifat reflektif, bolak-balik antara teori dan praktek, membawa kelas ke dalam

masalahnya itu yang dihadapi masyarakat sehari-hari).

Guru memiliki peran penting dalam menentukan kualitas sekolah dan

pembelajaran peserta didiknya, hal ini seperti dinyatakan oleh Levy (2002: 176)

menyatakan: “A major role of school quality and students learning are depend

on the teacher role” (Peran utama dalam kualitas sekolah dan pembelajaran

peserta didiknya tergantung pada peran guru).

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, guru memiliki

berbagai tantangan, terutama yang berkaitan dengan tuntutan peserta didik yang

memiliki kemampuan akademik yang tidak merata, seperti disampaikan oleh

Mulrine (2007: 38) sebagai berikut:

Among the many diverse challenges being faced by the general

education teacher, one challenge is particullary perplexing. How does one

66

address both the special needs of students with extraordinary academic

ability and the needs of those students who are not as advanced.

(Di antara berbagai tantangan berbeda oleh guru suatu tantangan adalah

bagian yang membingungkan. Bagaimana kebutuhan murid dengan kemampuan

akademik yang luar biasa dan kebutuhan peserta didik yang biasa saja?). Guru

menemukan cara yang kreatif untuk merangsang pikiran dan menciptakan

kesempatan belajar yang lebih tinggi untuk peserta didik terutama untuk peserta

didik yang mempunyai kemampuan lebih. Guru dari peserta didik yang

berkemampuan lebih butuh untuk menjadi kreatif dan bekembang secara efektif

atau memodifikasi pogram dan kurikulum untuk peserta didik mereka).

Betapa besar jasa guru dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan

para peserta didik. Mereka memiliki peran dan fungsi yang sangat penting

dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan

sumber daya manusia (SDM), serta menyejahterakan masyarakat, kemajuan

negara, dan bangsa. Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan

memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat

mengembangkan potensinya secara optimal.

Dalam hal ini, guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan, dengan

memposisikan diri (Mulyasa, 2006: 36) sebagai berikut : (a) orang tua yang

penuh kasih sayang pada peserta didiknya, (b) teman, tempat mengadu, dan

mengutarakan perasaan bagi para peserta didik, (c) fasilitator yang selalu siap

memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan,

dan bakatnya (d) memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk

dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran

67

pemecahannya, (e) memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab,

(f) membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan (bersilaturahmi)

dengan orang lain secara wajar, (g) mengembangkan proses sosialisasi yang

wajar antar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya, (h) mengembangkan

kreativitas, dan (i) menjadi pembantu ketika diperlukan.

Untuk memenuhi tuntutan di atas, guru harus mampu memaknai

pembelajaran, serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan

kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Peran guru dapat

dikelompokkan sebagai berikut (Mulyasa, 2006: 38): (1) sebagai Pendidik; (2)

sebagai pelajar; (3) sebagai pembimbing; (4) sebagai pelatih; (5) sebagai

penasehat; (6) sebagai pembaharu (innovator); (7) sebagai model dan teladan;

(8) sebagai pribadi; (9) sebagai peneliti; (10) sebagai pendorong kreativitas;

(11) sebagai pembangkit pandangan; (12) sebagai pekerja rutin; (13) sebagai

pemindah kemah; (14) pembawa cerita; (15) sebagai aktor; (16) sebagai

emansipator; (17) sebagai evaluator; (18) sebagai pengawet; dan (19) sebagai

kulminator.

Dari pendapat Mulyasa (2006: 38) tentang peran guru dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. Peran Guru sebagai Pendidik adalah guru yang menjadi tokoh, panutan, dan

identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru

harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung

jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.

68

b. Peran guru sebagai Pelajar yaitu sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru

telah melaksanakan pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas

dan tanggung jawabnya yang pertama dan utama.

c. Peran guru sebagai pembimbing harus dapat merumuskan tujuan secara jelas,

menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh,

menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai

dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Semua itu dilakukan

berdasarkan kerjasama yang baik dengan peserta didik, tetapi guru

memberikan pengaruh utama dalam setiap aspek perjalanan. Sebagai

pembimbing, guru memiliki berbagai hak dan tanggung jawab dalam setiap

perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakannya.

d. Peran guru sebagai pelatih, yaitu proses pendidikan dan pembelajaran

memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga

menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Oleh karena itu, guru harus

berperan sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam

pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan potensi masing-masing.

e. Peran guru sebagai penasehat, yaitu guru adalah seorang penasehat bagi

peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki

latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat

berharap untuk menasehati orang. Banyak guru cenderung menganggap

bahwa konseling terlalu banyak membicarakan klien, seakan-akan berusaha

mengatur kehidupan orang, dan oleh karenanya mereka tidak senang

melaksanakan fungsi ini.

69

f. Peran guru sebagai pembaharu (innovator), adalah memahami bagaimana

keadaan jurang pemisah, dan bagaimana menjembataninya secara efektif.

Jadi yang menjadi dasar adalah pikiran-pikiran tersebut, dan cara yang

dipergunakan untuk mengekspresikan dibentuk oleh corak waktu ketika cara-

cara dipergunakan. Bahasa memang merupakan alat untuk berpikir, melalui

pengamatan yang dilakukan dan menyusun kata-kata serta menyimpan dalam

otak, terjadilah pemahaman sebagai hasil belajar. Hal tersebut selalu

mengalami perubahan dalam setiap generasi, dan perubahan yang dilakukan

melalui pendidikan akan memberikan hasil yang positif.

g. Peran guru sebagai model dan teladan, yaitu guru merupakan model atau

teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia

sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap

bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Menjadi

teladan merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran, dan ketika seorang

guru tidak mau menerima ataupun menggunakannya secara konstruktif maka

telah mengurangi keefektifan pembelajaran. Peran dan fungsi ini patut

dipahami, dan tak perlu menjadi beban yang memberatkan sehingga dengan

keterampilan dan kerendahan hari akan memperkaya arti pembelajaran.

h. Peran guru menjadi pribadi yaitu sebagai individu yang berkecimpung

dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan

seorang pendidik. Tuntutan akan kepribadian sebagai pendidik kadang-

kadang dirasakan lebih berat dibanding profesi lainnya.

70

i. Peran guru sebagai peneliti, yaitu pembelajaran merupakan seni, yang dalam

pelaksanaannya memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi

lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang di dalamnya

melibatkan guru. Oleh karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti.

Dia tidak tahu dan dia tahu bahwa dia tidak tahu, oleh karena itu dia

sendiri merupakan subyek pembelajaran.

j. Peran guru sebagai pendorong kreativitas merupakan hal yang sangat

penting dalam pembelajaran, dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan

menunjukkan proses kreativitas tersebut. Sebagai orang yang kreatif, guru

menyadari bahwa kreativitas merupakan yang universal dan oleh karenanya

semua kegiatannya ditopang, dibimbing dan dibangkitkan oleh kesadaran itu.

Ia sendiri adalah seorang kreator dan motivator, yang berada di pusat proses

pendidikan.

k. Peran guru sebagai pembangkit pandangan yaitu guru dituntut untuk

memberikan dan memelihara pandangan tentang keagungan kepada peserta

didiknya. Mengemban fungsi ini guru harus terampil dalam berkomunikasi

dengan peserta didik di segala umur, sehingga setiap langkah dari proses

pendidikan yang dikelolanya dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini. Guru

tahu bahwa ia tidak dapat membangkitkan pandangan tentang kebesaran

kepada peserta didik jika ia sendiri tidak memilikinya.

l. Peran guru sebagai pekerja rutin, yaitu guru bekerja dengan keterampilan,

dan kebiasaan tertentu, serta kegiatan rutin yang amat diperlukan dan

seringkali memberatkan. Jika kegiatan tersebut tidak dikerjakan dengan baik,

71

maka bisa mengurangi atau merusak keefektifan guru pada semua

peranannya. Di samping itu, jika kegiatan rutin tersebut tidak disukai, bisa

merusak dan mengubah sikap umumnya terhadap pembelajaran.

m. Peran guru sebagai pemindah kemah yaitu hidup ini selalu berubah, dan

guru adalah seorang pemindah kemah, yang suka memindah-mindahkan,

dan membantu peserta didik meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang

baru yang bisa mereka alami. Guru berusaha keras untuk mengetahui

masalah peserta didik, kepercayaan, dan kebiasaan yang menghalangi

kemajuan, serta membantu menjauhi dan meninggalkannya untuk

mendapatkan cara-cara baru yang lebih sesuai.

n. Peran guru sebagai pembawa cerita, yaitu guru, dengan menggunakan

suaranya, memperbaiki kehidupan melalui puisi, dan berbagai cerita tentang

manusia. Guru tidak takut menjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita

tentan kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya bahwa cerita itu sangat

bermanfaat bagi manusia, dan ia berharap bisa menjadi pembawa cerita

yang baik.

o. Peran guru sebagai aktor yaitu setiap individu memiliki banyak peran untuk

dimainkan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi kebanyakan menolak

anggapan bahwa guru adalah seorang aktor. Untuk mengajar, guru harus

memiliki gagasan dan pengalaman, serta harus menyadari bahwa orang lain

pun berkesempatan untuk memilikinya. Untuk dapat mentransfer gagasan, ia

harus mengembangkan pengetahuan yang telah dikumpulkan serta

mengembangkan kemampuan untuk mengkomunikasikan pengetahuan itu.

72

p. Peran guru sebagai emansipator yaitu dalam hal ini, guru harus mampu

melihat sesuatu yang tersirat di samping yang tersurat serta mencari

kemungkinan pengembangannya. Untuk memiliki kemampuan melihat

sesuatu yang tersirat perlu memanfaatkan pengalaman selama bekerja,

ketekunan, kesabaran dan tentu saja kemampuan menganalisis fakta yang

dilihatnya, sehingga guru mampu mengubah keadaan peserta didik dari status

“terbuang” menjadi “dipertimbangkan” oleh masyarakat.

q. Peran guru sebagai evaluator, yaitu evaluasi atau penilaian merupakan aspek

pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar

belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti apabila

berhubungan dengan kontek yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan

dengan setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena

penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses

untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh peserta

didik.

r. Peran guru sebagai pengawet yaitu untuk melaksanakan tugasnya sebagai

pengawet terhadap apa yang telah dicapai manusia terdahulu, dikembangkan

salah satu sarana pendidikan yang disebut kurikulum, yang secara sederhana

diartikan sebagai program pembelajaran. Dengan kurikulum, maka jaminan

pengetahuan yang telah ditemukan dan disusun oleh para pemikir

pendidikan lebih kuat. Untuk dapat mengawetkan pengetahuan sebagai salah

satu komponen kebudayaan, guru harus mempunyai sikap positif terhadap

apa yang harus diawetkan.

73

s. Peran guru sebagai kulminator yaitu Guru adalah orang yang mengarahkan

proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). Dengan

rancangannya peserta didik akan melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang

memungkinkan setiap peserta didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di

sini peran sebagai kulminator terpadu dengan peran sebagai evaluator.

9. Peran Kepala Sekolah

Menurut Mulyasa (2007: 98) dalam perkembangan selanjutnya, sesuai

dengan kebutuhan juga harus mampu berperan sebagai leader, innovator, dan

motivator di sekolahnya. Dengan demikian dalam paradigma baru manajemen

pendidikan, kepala sekolah sedikitnya harus mampu berfungsi sebagai edukator,

manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator (EMASLIM)

dengan uraian sebagai berikut:

a. Kepala sekolah sebagai Educator (Pendidik)

Dalam melakukan fungsinya sebagai educator, kepala sekolah harus

memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga

kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif,

memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada

seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang

menarik, seperti team teaching, moving class, dan mengadakan program

akselerasi (accelration) bagi peserta didik yang cerdas di atas normal.

b. Kepala sekolah sebagai Manajer

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer,

kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan

74

tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi

kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan

profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam

berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.

c. Kepala sekolah sebagai Administrator

Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang

sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat

pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara

spesifik, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola

kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola prasarana,

mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan.

Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat

menunjang produktivitas sekolah.

d. Kepala sekolah sebagai Supervisor

Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan

tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas

organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas

pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah

sebagai supervisor, yaitu mencupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh

tenaga kependidikan. Jika supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka

ia harus mampu melakukan berbagai pangawasan dan pengendalian untuk

meningkatkan kinerja tenaga kependidikan.

e. Kepala sekolah sebagai Leader

75

Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk

dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka

komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Kemampuan yang harus

diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian,

pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah,

kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi.

f. Kepala sekolah sebagai Innovator

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator,

kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan

yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan

setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di

sekolah, dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif.

Kepala sekolah sebagai innovator akan tercermin dari cara-cara ia melakukan

pekerjaannya secara konstuktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional dan

objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin, serta adaptabel dan fleksibel.

g. Kepala sekolah sebagai Motivator

Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang

tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam

melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan

melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin,

dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber

belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB).

76

Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa peran Kepala sekolah

pembelajaran KTSP adalah sebagai sebagai edukator, manajer, administrator,

supervisor, leader, innovator, dan motivator terhadap warga sekolah

(EMASLIM).

Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat

kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai

dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang

sifat unik, menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri

tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lain. Ciri-ciri yang

menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri, di mana terjadi proses belajar

mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manusia.

Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebutlah, sekolah sebagai organisasi

memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan sekolah adalah

keberhasilan kepala sekolah. Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka

memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta

mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi

tanggung jawab untuk memimpin sekolah (Wahjosumidjo, 2007: 81).

Kepala sekolah sebagai pejabat formal. Di dalam lingkungan organisasi,

kepemimpinan terjadi melalui dua bentuk, yaitu: kepemimpinan formal dan

kepemimpinan informal. Kepemimpinan formal terjadi apabila di lingkungan

organisasi jabatan ororitas formal terjadi apabila di lingkungan organisasi orang-

orang yang ditunjuk atau dipilih melalui proses seleksi. Sedang kepemimpinan

informal terjadi, di mana kedudukan pemimpin dalam suatu organisasi diisi oleh

77

orang-orang yang muncul dan berpengaruh terhadap orang lain karena

kecakapan khusus atau berbagai sumber yang dimilikinya dirasakan mampu

memecahkan persoalan organisasi serta memenuhi kebutuhan dari anggota

organisasi yang bersangkutan (Wahjosumidjo, 2007: 84).

Kepala sekolah adalah jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi oleh

orang-orang tanpa didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan. Siapa pun yang

akan diangkat menjadi kepala sekolah harus ditentukan melalui prosedur serta

persyaratan-persyaratan tertentu seperti: latar belakang pendidikan, pengalaman,

usia, pangkat, dan integritas. Oleh sebab itu, kepala sekolah pada hakikatnya

adalah pejabat formal, sebab pengangkatannya melalui suatu proses dan

prosedur yang didasarkan atas peraturan yang berlaku (Wahjosumidjo, 2007:

85).

10. Sarana dan Prasarana

Mulyasa (2003: 49) sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan

yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan,

khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta

alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana

pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya

proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah,

jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses

belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi, halaman

sekolah sebagai sekaligus lapangan olah raga, komponen tersebut merupakan

sarana pendidikan.

78

Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan

menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi

secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Kegiatan

pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan,

penyimpanan inventarisasi dan penghapusan serta penataan.

B. Kerangka Pemikiran

Perencanaan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran

mutlimedia merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh guru sebelum

melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran multimedia,

dengan perencanaan pembelajaran yang baik dimungkinkan guru dapat

melaksanakan mencapai tujuan pembelajaran dengan efektif. Penggunaan media

pembelajaran multimedia memungkinkan dapat menimbulkan motivasi belajar siswa,

sehingga dengan menggunakan media pembelajaran multimedia dapat

mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran (Akhmad Sudrajat, 2008: 1).

Untuk mencapai prestasi belajar yang baik, diperlukan proses pembelajaran

yang dilaksankaan oleh guru, yang didukung oleh kepala sekolah, sarana prasarana

yang memadai, dan dukungan masyarakat, serta respon positif dari siswa. Proses

pembelajaran yang dilakukan oleh guru merupakan implementasi perencanan yang

telah ditetapkan, dalam hal ini adalah perencanaan pembelajaran dengan

menggunakan media pembelajaran multimedia.

Prestasi belajar siswa merupakan hasil dari proses pembelajaran yang dicapai

oleh siswa. Dengan menggunakan media pembelajaran multimedia diharapkan siswa

dapat termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Dengan adanya motivasi

79

belajar sebagai akibat dari penggunaan media pembelajaran multimedia diharapkan

prestasi belajar siswa dapat meningkat.

Penggunaan media pembelajaran multimedia di SMA Negeri 2 Demak,

tentunya tidak lepas dari adanya berbagai hambatan, hambatan tersebut

dimungkinkan timbul dari faktor guru maupun dari faktor sarana prasarana yang

belum memadai, dengan diketahuinya hambatan oleh guru dalam penggunaan

media pembelajaran tersebut dapat digunakan sebagai masukan untuk

penyempurnaan persiapan guru pada pembelajaran berikut.

Dari uraian di atas, maka kerangka pikir dalam penelitian ini dapat

digambarkan seperti diagram berikut:

Kualitas penggunaan media

multimedia dalam pembelajaran

perencanaan pelaksanaan evaluasi

Guru senior Guru yunior

Kurikulum (pembekalan

media multimedia)

Hambatan-

hambatan

Gambar 1: Kerangka Pemikiran

Persiapan guru

80

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena dalam mengkaji

masalah, peneliti tidak membuktikan atau menolak hipotesis yang dibuat sebelum

penelitian tetapi mengolah data dan menganalisis suatu masalah secara non

numerik. Berdasarkan rangkaian teori tentang penelitian kualitatif tersebut,

karena jenis penelitian ini memusatkan pada deskripsi data yang berupa kalimat-

kalimat yang memiliki arti mendalam yang berasal dari informan dan perilaku

yang diamati.

Dalam penelitian kualitatif, data yang diambil adalah berupa kata-kata

tertulis atau lisan serta perilaku yang diamati dari objek penelitian. Data yang

dikumpulkan harus dapat menggambarkan atau melukiskan objek yang diteliti

sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Data yang dikumpulkan harus

berbentuk kalimat yang memiliki arti luas, berasal dari transkip wawancara,

catatan, wawancara lapangan, catatan-catatan resmi dan sebagainya. Penelitian

kualitatif merupakan suatu bentuk penelitian yang mengubah dan menganalisis

suatu masalah secara non numerik. Jadi fakta muncul dan telah diolah menjadi

data, dikomunikasikan dalam laporan berbentuk narasi sehingga hasilnya lebih

mendalam sesuai dengan ketajaman analisis peneliti. Penelitian kualitatif

diarahkan pada kondisi aslinya, bahwa datanya dinyatakan pada keadaan

sewajarnya atau sebagaimana adanya sesuai dengan yang ada di lapangan,

81

sehingga peneliti dapat membuat penafsiran berdasarkan data di lapangan dari

hasil wawancara serta hasil telaah pustaka yang berkaitan dengan permasalahan.

2. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah etnografi. Penelitian etnografi adalah

rekonstruksi budaya sekelompok manusia atau hal-hal yang dianggap budaya

dalam berbagai kancah kehidupan manusia. Etnografi adalah budaya tentang

perian (deskripsi) kebudayaan (Mantja, 2005: 2).

Penelitian etnografi lebih dipertegas oleh pendapat (Mantja, 2005: 7)

yang menyatakan bahwa:

Penelitian atau kajian etnografi bersifat holistik, artinya bahwa

penelitian ini tidak hanya mengarahkan perhatian pada salah satu atau

beberapa variabel tertentu yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu

pengkajian. Bentuk holistik ini didasarkan pada pandangan bahwa budaya

merupakan keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang tidak dapat

dipisah-pisahkan. Dalam penelitian kualitatif, etnografi merupakan

bentuk yang menonjol, sehingga dalam banyak kepustakaan istilah

etnografi digunakan sebagai salah satu bentuk penelitian (di samping

sebagai disain atau rancangan penelitian) yang meliputi penelitian

kualitatif, penelitian studi kasus, penelitian kancah, ataupun penelitian

antropologi.

Desain penelitian adalah rencana suatu studi atau kajian yang

merupakan hasil (produk) pentahapan rencana suatu penelitian. Desain itu

kemudian diimplementasikan di dalam kegiatan penelitian selanjutnya data yang

telah dikumpulkan dianalisis, kemudian dituangkan ke dalam laporan penelitian.

Didalam desain penelitian tecakup pula banyak hal yang harus dikerjakan oleh

peneliti, seperti waktu yang diperlukan untuk tinggal atau menetap di lapangan

pada saat peneliti mengumpulkan data. Penetapan disain penelitian dalam

penelitian kualitatif dikerjakan sepanjang masa penelitian, bahkan sampai

82

penelitian berakhir, walaupun keputusan disainnya telah ditetapkan pada awal

penelitian. Namum, perlu diperhatikan bahwa walaupun disainnya telah

ditetapkan sebelum penelitian dikerjakan, sesuai dengan hakikat penelitian

kualitatif, disain tersebut masih bersifat sementara.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SMA Negeri 2 Demak., dengan alasan di SMA 2

Demak merupakan SMA Negeri yang telah menerapkan pembelajaran dengan

menggunakan multimedia dengan fasilitas yang baik, selain itu guru yang ada di

SMA Negeri 2 Demak, khususnya guru mata pelajaran IPA, terdiri dari guru senior

dan guru yunior.

C. Data dan Sumber Data /Informan

1. Data

Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta ataupun

angka. Dari sumber SK Menteri P dan K No. 0259/U/1977 tanggal 11 Juli 1977

disebutkan bahwa data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan

untuk menyusun suatu informasi, sedangkan informasi adalah hasil pengolahan

data yang dipakai untuk suatu keperluan. Jenis data yang digunakan adalah data

kualitatif, yaitu data yang berkaitan dengan kualitas. Penelitian kualitatif yang

menekankan pada makna, lebih memfokuskan pada data kualitas dengan analisis

kualitatifnya (Sutopo, 2002: 48).

2. Sumber Data

Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 107) yang dimaksud dengan

“Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh”.

83

Sedangkan menurut Lofland and Lofland yang dikutip Lexy J. Moleong (2007:

157) bahwa “Sumber utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan

tindakan, selebihnya adalah data-data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”.

Peran dari sumber data sangatlah penting, karena berkaitan dengan bisa

tidaknya data penelitian diperoleh. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini,

peneliti menggunakan sumber data sebagai berikut:

a. Nara sumber (informan)

Jenis sumber data yang berupa data yang berupa manusia pada

umumnya dikenal sebagai responden. Istilah tersebut sangat akrab digunakan

dalam penelitian kualitatif, dengan pengertian bahwa peneliti memiliki posisi

yang lebih penting. Responden posisinya sekedar memberikan tanggapan

(respon) pada apa yang diminta atau ditentukan penilitinya.

Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia (nara sumber)

sangat penting peranannya sebagai individu yang memiliki informasi. Peneliti

dan nara sumber disini memiliki posisi yang sama dan nara sumber bukan

memberikan sekedar tanggapan pada yang diminta peneliti, tetapi ia lebih

bisa memilih arah dan selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki.

Nara sumber yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kepala

sekolah dan guru di SMA Negeri 2 Demak yaitu: Ali Askhadi (kepala

sekolah), Muslikah, Suharto, Herwati, Suharwati, Budi Rahayu, Clara

Pangestuti, Agung Heni, Eko Nuryati, Reni, Sunardi, Sisi Muslikah (guru),

Anton Nugroho, dan Fatimah (siswa)

2. Peristiwa atau aktivitas

Data atau informasi juga dapat dikumpulkan dari peristiwa, aktivitas,

atau perilaku sebagai sumber data yang berkaitan dengan sasaran penelitiannya.

84

Dari pengamatan pada peristiwa atau aktivitas, peneliti bisa mengetahui proses

bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara

langsung. Peristiwa sebagai sumber data memang sangat beragam, dari berbagai

peristiwa, baik yang terjadi secara sengaja ataupun tidak, aktivitas rutin yang

berulang atau yang hanya satu kali terjadi, aktivitas yang formal maupun yang

tidak formal, dan juga yang tertutup ataupun yang terbuka untuk bisa diamati

oleh siapa yang tertutup ataupun yang terbuka untuk bisa diamati oleh siapa saja.

Berbagai permasalahan memang memerlukan pemahaman lewat kajian

terhadap perilaku atau sikap dari para pelaku dalam lewat kajian terhadap

perilaku atau sikap dari para pelaku dalam aktifitas yang dilakukan atau yang

terjadi sebenarnya. Bukan hanya lewat kajian terhadap perilaku atau sikap dari

para pelaku dalam aktivitas yang dilakukan atau yang terjadi sebenarnya. Bukan

hanya lewat informan yang diberikan oleh seseorang atau dari catatan-catatan

yang ada mengenai aktivitas tertentu. Namun perlu dipahami bahwa tidak semua

peristiwa bisa diamati secara langsung, kecuali ia merupakan aktivitas yang

masih berlangsung pada saat penelitian dilakukan. Banyak peristiwa yang hanya

terjadi satu kali, atau hanya berjalan dalam jangka waktu tertentu dan tidak

terulang kembali. Dalam hal semacam ini, kajian lewat peristiwanya secara

langsung tidak bisa dilakukan, kecuali lewat cerita narasumber, atau dokumen

rekaman dan gambar bila ada.

Peristiwa atau aktivitas yang diamati dalam penelitian ini berupa, proses

penyusunan RPP, proses pembelajaran, dan proses pelaksanaan evaluasi

pembelajaran yang sedang berlangsung di SMA Negeri 2 Demak

85

3. Dokumen dan Arsip

Dokumen dan arsip merupakan data tertulis yang bergayutan dengan

suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Ia merupakan rekaman tertulis (tetapi juga

berupa gambar atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas

atau peristiwa tertentu). Bila ia merupakan catatan lapangan yang bersifat formal

dan terencana dalam organisai, ia cenderung disebut pasif. Namun keduanya bisa

dikatakan sebagai suatu rekaman atau sesuatu yang berkaian dengan suatu

peristiwa tertentu, dan dapat secara baik dimanfaatkan sebagai sumber data

dalam penelitian.

Dokumen dan arsip yang digunakan dalam penelitian ini berupa:

program tahunan, program semester, kalender pendidikan, kurikulum, silabus,

dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan foto-foto tentang peristiwa yang

terjadi di SMA Negeri 2 Demak.

86

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara mendalam

Dalam penelitian kualitatif wawancara dilakukan secara bebas terkontrol

artinya wawancara dilakukan secara bebas sehingga diperoleh data yang luas dan

mendalam, tetapi masih memperhatikan unsur terpimpin pada persoalan-

persoalan yang diteliti dalam hal inilah pedoman wawancara digunakan.

Menurut Bogdan dan Biklen (1985 dalam Mantja, 2005: 57) menyatakan bahwa:

Pedoman wawancara pada umumnya memberikan kesempatan

timbulnya respon terbuka dan cukup luas bagi pengamat atau

pewawancara untuk memperhatikan dan mengumpulkan data mengenai

dimensi dan topik yang tak terduga oleh peneliti.

Seperti halnya dalam teknik pengumpulan data dengan observasi, maka

dalam wawancara inipun hasilnya dicatat dan direkam untuk menghindari

terjadinya kesesatan recording. Di samping itu peneliti juga menggunakan teknik

recall (ulangan) yaitu manggunakan pertanyaan yang sama tentang sesuatu hal

guna memperoleh kepastian jawaban dari responden. Apabila hasil jawaban

pertama dan selanjutnya sama maka dapat dijadikan data yang sudah final.

2. Dokumentasi

Dalam penelitian kualitatif data dokumen biasanya dianggap sebagai

data sekunder, karena data primer adalah data yang diperoleh langsung dari

tangan pertama, yaitu subyek penelitian, partisipasi, atau informan. Dengan

demikian, maka penelitian tidak hanya dilakukan dengan mengumpulkan data

melalui teknik pengumpulan dan wawancara, melainkan juga dengan teknik

dokumentasi, walaupun kedua teknik itu dianggap sebagai teknik utama yang

merupakan teknik yang paling dominan dipergunakan. Berbagai jenis informasi

87

juga dapat diperoleh melalui dokumentasi, seperti surat-surat resmi, catatan

rapat, lapora-laporan, artikel media, klipping, proposal, agenda, memoranda,

laporan perkembangan (progress report) yang dipandang relevan bagi penelitian

yang sedang dikerjakan. Di bidang pendidikan dokumen itu dapat berupa buku

induk, rapor, studi kasus, model satuan pelajaran guru, dan sebagainya. Salah

satu dokumen yang juga dianggap penting sangat pribadi, yang berupa

pengalaman, curahan perasaan dan pikiran tentang berbagai hal, baik yang

menyangkut dirinya maupun orang lain dan lingkungannya. Menurut Moleong

(2007: 160):

”Analisis dokumen digunakan karena merupakan sumber yang

stabil, kaya dan mendorong serta dokumentasi bersifat alamiyah sesuai

dengan konteks lahiriyah tersebut. Pengumpulan data melalui teknik ini

digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari hasil wawancara

dan observasi. Dengan analisis dokumentasi ini diharapkan data yang

diperlukan benar-benar valid. Metode ini dipergunakan untuk mencari

data jumlah karyawan, data pendafatar, data kelulusan, data sarana-

prasarana dan catatan-catatan lain yang relevan dengan permasalahan

penelitian”.

3. Observasi

Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang

berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekaman gambar.

Observasi dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada

observasi langsung dapat dilakukan dengan mengambil peran atau tak berperan

(Sutopo, 2002: 64).

Observasi tak berperan adalah observasi dimana peneliti sama sekali

kehadirannya dalam melakukan observasi tidak diketahui oleh subjek yang

diamati. Sedangkan observasi berperan adalah observasi yang dilakukan dengan

88

mendatangi peristiwanya, kehadiran peneliti di lokasi sudah menunjukkan peran

yang paling pasif, sebab kehadirannya sebagai orang asing diketahui oleh yang

diamati, dan bagaimanapun hal itu membawa pengaruh pada yang diamati. Oleh

karena itu bilamana peneliti ingin mengamati dan mencatat hal yang berlangsung

menurut apa adanya (kondisi aslinya), maka ia sebaiknya jangan berbuat

apapun atau membuat catatan dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan

pendapat di atas, maka peneliti mengambil teknik pengumpulan data dengan

menggunakan observasi berperan.

E. Teknik Analisis Data

Proses analisis dalam penelitian kualitatif, kegiatannya pada dasarnya

dilakukan secara bersamaan dengan proses pelaksanaan pengumpulan data. Hal ini

sangat berbeda dengan proses analisis di dalam penelitian kuantitatif, yang

memisahkan secara tegas antara proses pengumpulan data dengan proses

analisisnya, yaitu analisis dilakukan setelah proses pengumpulan data telah lengkap

dan selesai dilaksanakan.

Dalam pelaksanaan penelitian kualitatif, tiga komponen analisis tersebut

saling berkaitan dan berinteraksi, tak bisa dipisahkan dari kegiatan pengumpulan

data. Proses analisis dilakukan di lapangan bersamaan dengan proses pengmpulan

data, sebelum peneliti meninggalkan lapangan studinya. Secara sederhana oleh

Sutopo (2002: 94) dinyatakan bahwa: ”terdapat dua model pokok dalam

melaksanakan analisis di dalam penelitian kualitaatif, yaitu (1) model analisis

jalinan atau mengalir (flow model of analysis) dan (2) model analisis interaktif”.

Analisis dalam penelitian kualitatif terdiri dari tiga komponen pokok yaitu

reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan dengan verifikasinya. Proses

analisis dengan tiga komponen analisisnya tersebut saling menjalin dan dilakukan

secaara terus menerus di dalam proses pelaksanaan pengumpulan data, merupakan

model analisis jalinan. Reduksi data sebagai komponen pertama, bahkan sudah

dilakukan sejak awal sebelum kegiatan pengumpulan data dilakukan, yaitu sejak

penyusunan proposal penelitian. Dengan membatasi permasalahan penelitian dan

juga membatasi pada pertanyaan-pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam

penelitian, sebenarnya peneliti sudah mulai melakukan reduksi. Kemudian proses

tersebut dilanjutkan pada waktu pengumpulan data, dan secara erat saling menjalin

dengan dua komponen analisis yang lain, yaitu sajian data dan penarikan simpulan

dan verifikasinya. Tiga komponen tersebut masih aktif bertautan dalam jalinan dan

89

masih tetap dilakukan pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, dan

dilanjutkan sampai pada waktu proses penulisan laporan penelitian berakhir.

Untuk menganalisis data dalam masalah ini penulis menggunakan logika

deduksi, dengan membandingkan teori yang melatar belakangi permasalahan. Data

yang diperoleh dari lapangan akan diolah dengan cara mengumpulkan semua data

yang ada. Data yang ada dikelompokkan, diseleksi dan selanjutnya dianalisis.

Metode yang digunakan dalam analisis data kualitatif yaitu menganalisis data yang

didasarkan pada kualitas data yang digunakan untuk memecahkan permasalahan

pokok penelitian, kemudian diuraikan dalam bentuk bahasa deskriptif.

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan metode

kualitatif, artinya mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari

penelitian berdasarkan kualitas kebenarannya kemudian menggambarkan dan

menyimpulkan hasilnya untuk menjawab permasalahan yang ada. Penelitian

kualitatif prosesnya berlangsung dalam bentuk siklus (Sutopo, 2002: 96) Model

analisis interaktif seperti yang dikemukakan Sutopo terlihat seperti gambar berikut:

Gambar 2 : Model analisis interaktif

Dengan memperhatikan gambar 1 di atas, maka proses dapat dilihat pada

waktu pengumpulan data, penulis selalu membuat reduksi data dan sajian data.

Artinya, data yang berupa catatan lapangan yang terdiri dari bagian deskripsi dan

refleksinya adalah data yang telah digali dan dicatat. Dari dua bagian data tersebut

penulis menyusun rumusan pengertiannya secara singkat, berupa pokok-pokok

temuan yang penting dalam arti pemahaman segala peristiwanya yang disebut

reduksi data. Kemudian diikuti penyusunan sajian data yang berupa kalimat

sistematis dengan suntingan penelitinya supaya makna peristiwanya menjadi lebih

jelas dipahami.

Reduksi dan sajian data ini harus disusun pada waktu penulis sudah

mendapatkan unit kata dari sejumlah unit yang diperlukan dalam penelitian. Pada

Pengumpulan

Data

Reduksi

Data

Sajian

Data

Penarikan

simpulan/

verifikasi

90

waktu pengumpulan data sudah berakhir, peneliti mulai melakukan usaha untuk

menarik simpulan dan verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat dalam

reduksi maupun sajian datanya. Bila simpulan dirasa kurang mantap karena

kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajian data, maka peneliti wajib kembali

melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari

pendukung simpulan yang ada dan juga bagi pendalaman. Dalam keadaan ini

tampak bahwa penelitian kualitatif prosesnya berlangsung dalam siklus. Biasanya

sebelum penulis mengakhiri proses penyusunan penulisan, kegiatan pendalaman

data ke lapangan studinya dilakukan untuk menjamin mantapnya hasil penelitian.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik penarikan simpulan

secara deduktif, yaitu penarikan simpulan dari data-data yang bersifat umum untuk

mendapatkan simpulan yang bersifat khusus.

91

F. Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan suatu data atau memeriksa kebenaran data

digunakan teknik triangulasi data. Triangulasi yang digunakan adalah:

1. Triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan data dan mengecek balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan (1)

membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (2)

membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang

dikatakannya secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-

orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu,

(4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat

dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah

atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan, dan (5) membandingkan hasil

wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moleong, 2005: 330).

2. Triangulasi metode, terdapat dua strategi, yaitu (1) pengecekan derajat

kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data, dan

(2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang

sama. Teknik triangulasi jenis ketiga adalah dengan jalan memanfaatkan peneliti

atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan

data. Cara lain adalah dengan membandingkan hasil pekerjaan seorang analis

dengan analis lainnya (Moleong, 2005: 330).

3. Perpanjangan pengamatan, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh peneliti untuk

selalu mengamati proses pelaksanaan pelatihan yang berlangsung. Dengan

92

demikian, peneliti dapat memperhatikan segala kegiatan yang terjadi dengan

lebih cermat, aktual, terinci dan mendalam. Di samping itu, peneliti

mengumpulkan hal-hal yang bermakna untuk lebih memahami gejala yang

terjadi. Pengamatan secara terus menerus ini dilakukan selain untuk

menemukan hal-hal yang konsisten, juga dilakukan sebagai upaya untuk

memenuhi kriteria reliabilitas data yang diperoleh (Moleong, 2005: 327)

93

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan Senior di SMA Negeri 2

Demak dalam pembelajaran IPA

Guru IPA di SMA Negeri 2 Demak, sebanyak 9 orang yang masing-

masing mempunyai latar belakang yang berbeda, dilihat dari tahun kelulusan para

guru tersebut 6 orang merupakan lulusan S1 Keguruan sesudah tahun 1994, dan 3

orang lulusan sebelum tahun 1994, bahkan 1 orang lulus tahun 1979 sehingga

bagi guru yang lulus sebelum tahun 1994. Dengan adanya perbedaan tahun

kelulusan tersebut, menimbulkan sikap yang berbeda terhadap penggunaan

multimedia, hal ini seperti dikemukakan oleh Muslikah (wawancara, Selasa,

tanggal 1 September 2009) sebagai berikut:

Di SMA Negeri 2 Demak ada 3 orang yang kami anggap senior,

sudah menjadi guru lebih dari 20 tahun, sedangkan saya dan teman-teman

yang diangkat menjadi guru baru antar atahun 1998 – 2005 menganggap

beliau lebih senior dari kami, sehingga kami harus menghormatinya

(catatan lapangan 01)

Menrut Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009) dijelaskan

memang di kalangan guru khususnya di SMA Negeri 2 Demak, perbedaan waktu

yang cukup lama tersebut menimbulkan istilah senior dan yunior, walaupun

istilah tersebut sebatas anggapan di lingkungan SMA Negeri 2 Demak, dan

merupakan bentuk penghargaan kepada guru yang lebih berpengalaman.

Pernyataan tersebut dipertegas oleh Umi Rohmah (wawancara, Rabu 2

September 2009) mengatakan:

94

Walaupun saya sendiri tidak menganggap bahwa saya senior, tetapi

teman-teman yang tergolong muda, menganggap saya, Ibu Budi Rahayu,

dan Ibu Clara Pangestuti yang nota bene diangkat tahun sembilan puluhan

tergolong guru senior, karena kami dianggap senior tentunya teman-teman

yang baru diistilahkan guru yunior, tetapi itu hanya di kalangan SMA

Negeri 2 Demak (catatan lapangan 04)

Dari data tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah yunior dan

senior terbatas pada lingkungan SMA Negeri 2 Demak, dimana tiga guru yang

diangkat pada tahun sembilan puluhan, lulus sebelum tahun 1994, dianggap oleh

kalangan guru dianggap sebagai guru senior, sedangkan guru dengan lulusan

lebih dari tahun 1994 dianggap guru yunior.

Permasalahan guru yunior dan senior tersebut, ternyata mempunyai

dampak yang nyata terhadap sikap guru dalam penggunaan multimedia, dimana

dalam penerapan multimedia di SMA Negeri 2 Demak khususnya dalam

pembelajaran IPA. Guru senior cenderung kurang menyukai multimedia, dan

rasa ingin tau terhadap penggumaan multimedia cenderung rendah, hal ini seperti

dikemukakan oleh Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009)

mengatakan:

Guru-guru yang sudah berpengalaman mengajar lama, dan kami

anggap senior justru jarang sekali menggunakan multimedia, mungkin

beliau sudah merasa terbiasa dengan cara beliau mengajar, tetapi bagi kami

yang muda-muda multimedia sangat membantu dan kami dapat berkreasi

(catatan lapangan 02)

Pernyataan yang sama dikemukakan oleh Muslikah (wawancara, Selasa,

tanggal 1 September 2009) sebagai berikut:

Kalau saya lebih senang menggunakan multimedia, karena hal

tersebut sangat membantu saya dalam melaksanakan pembelajaran, telebih

IPA, anak-anak lebih tertarik bila guru menggunakan multimedia, soal

keengganan guru-guru yang senior menggunakan multimedia mungkin

95

disebabkan kebiasaan beliau yang sudah lama mengajar, sehingga dengan

cara seperti itupun dianggapnya sudah baik (catatan lapangan 01)

Menurut Umi Rohmah (wawancara, Rabu 2 September 2009), keengganan

guru dalam menggunakan multimedia, disebabkan oleh kebiasaan yang selama

ini digunakan, selain itu pada saat kuliah guru tidak pernah memperoleh mata

kuliah multimedia, sehingga kehadiran multimedia dianggapnya hal yang baru

(catatan lapangan 04)

Senada dengan pernyataan tersebut, Budi Rahahu (wawancara, Kamis 3

September 2009) mengatakan:

Bukannya saya tidak suka dengan multimedia, jujur saja waktu

kuliah dulu tidak pernah ada mata kuliah multimedia, sehingga kalupun

mau menggunakan saya mesti harus belajar dulu, saya justru malah takut

ditertawakan siswa, kan sekarang siswa lebih pintar-pintar soal komputer

(catatan lapangan 05)

Demikian halnya dengan pernyataan Clara Pangestuti (wawancara, Kamis,

3 September 2009) mengatakan:

Sebenarnya saya suka menggunakan multimedia, tetapi saya belum

siap untuk mengoperasikan dengan baik, sehingga takut nanti malah

ditertawakan siswa, dan bagi saya multimedia tersebut merupakan hal

yang baru, sehingga saya harus belajar, dulu waktu kuliah tidak ada mata

kuliah multimedia tersebut (catatan lapangan 06)

Adanya multimedia sebagai media pembelajaran IPA bagi guru senior

dianggapnya menjadi beban, seperti yang dikemukakan oleh Umi Rohmah

(wawancara, Rabu 2 September 2009) sebagai berikut:

Adanya multimedia, saya merasa terbebani, karena siswa memang

lebih senang bila guru menggunakan multimedia, tetapi saya sendiri belum

siap untuk menggunakan, dan saya masih merasa sulit untuk

mengoperasikan komputer, walau berkali-kali diajari sama teman-teman,

96

tetapi ya masih bingung, maka saya lebih senang tidak menggunakan

multimedia (catatan lapangan 04)

Dari informasi tersebut di atas dapat diketahui bahwa penggunaan

multimedia di SMA Negeri 2 untuk pembelajaran IPA, hingga saat ini masih

terbatas pada guru-guru yang yunior, sedangkan guru-guru yang senior belum

memanfaatkan dengan baik, keengganan guru senior dalam penggunaan

multimedia tersebut disebabkan oleh kebiasaan yang telah berjalan lama, dan

pembekalan guru pada saat kuliah tidak memperoleh mata kuliah multimedia,

selain itu kemauan guru untuk menguasai multimedia masih kurang.

Bagi guru yunior penggunaan multimedia dianggapnya sangat membangu

dalam pembelajaran, hal ini seperti dikemukakan oleh Umi rohmah (wawancara,

Rabu tanggal 2 September 2009) sebagai berikut:

Dengan adanya multimedia saya merasa terbantu dalam mengajar

IPA, karena selain mudah dalam penyampaian informasi, siswa cenderung

lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran, selain itu dengan

multimedia saya tidak perlu berulangkali menulis di papan tulis (catatan

lapangan 03)

Senada dengan pernyataan tersebut Agung Heni (wawancara, Kamis 3

September 2009) mengemukakan:

Saya hanya sekali membuat persiapan dengan multimedia,

selanjutnya saya tinggal pakai, kalaupun ada penyempurnaan, saya tinggal

ngedit, sehingga saya sangat terbantu, selain itu siswa lebih antusias dalam

mengikuti pelajaran (catatan lapangan 07)

97

Guru yunior berusaha untuk mengajak guru senior untuk menggunakan

multimedia sebagai media pembelajaran, hal ini seperti dikamukakan oleh Ali

Askhadi (wawancara, Senin 7 September 2009) mengatakan:

Saya dan teman-teman mengajak guru yang senior untuk mencoba

menggunakan multimedia, bahkan saya dan teman-teman bersedia untuk

melatih dan menjelaskan bila teman-teman merasa kesulitan, tetapi Ibu-Ibu

yang sudah senior kurang respon, bahwa ada kecenderungan tetap

mempertahankan cara mengajar yang selama ini digunakan (catatan

lapangan 08)

Himbauan penggunaan multimedia sering disamapiakan oleh kepala

sekolah, seperti dikemukakan oleh Reni (wawancara, Selasa 8 September 2009)

sebagai berikut:

Setiap kali ada pertemuan, kepala sekolah mengingatkan agar guru

menggunakan multimedia dalam mengajar, tetapi hingga saat ini belum

semua guru menggunakannnya, tertutama guru-guru yang senior, … ya

maklum mungkin sudah terbiasa dengan cara yang selama ini

digunakan….(catratan langan 10)

Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Eko Nuryadi (wawancara, Senin 7

September 2009) mengatakan:

Mestinya semua guru di sini sudah saatnya menggunakan

multimedia untuk pembelajaran, karena sekolah direncanakan menjadi

Sekolah Berbasis Internasional (SBI) sehingga sangat disayangkan kalau

nanti sudah SBI tetapi guru masih ada yang belum siap menggunakan

multimedia (catatan lapangan 09)

Menurut guru senior Umi Rohmah (wawancara, Rabu 2 September 2009),

mengemukakan:

Seperti yang pernah saya sampaikan bahwa sebenarnya, saya juga

senang menggunakan multimedia untuk pembelajaran, tetapi

bagaimanalagi saya sudah berusaha untuk mencoba tapi terasa sulit,

apalagi kalau sudah samapi rumah tentunya pekerjaannya sudah lain,

98

sehingga waktu untuk mempersiapkan dengan multimedia tidak banyak

(catatan lapangan 04)

Pernyataan senada dikemukakan oleh Budi Rahayu (wawancara, Kamis, 3

September 2009) mengatakan:

Banyaknya pekerjaan di rumah, membuat saya tidak sempat

mempersiapkan pembelajaran dengan multimedia, sebenarnya teman-

teman menyurun untuk mencopy yang sudah ada, tetapi saya sendiri tidak

mahir dalam mengoperasikan komputer (catatan lapangan 05)

Dari informasi tersebut di atas dapat diketahui bahwa penggunaan

multimedia oleh guru yunior dipandang sebagai hal yang penting dalam

persiapan menuju sekolah berbasis internasional (SBI), namun bagi guru senior

penggunaan multimedia justru menjadi beban.

2. Perencana Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Media Multimedia di

SMA Negeri 2 Demak

a. Rencana Pembelajaran

Tidak jauh berbeda dengan rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

mata palajaran lainnya, dan dengan media non multimedia pada dasaranya

penyusunan RPP merupakan kebutuhan pokok sebelum pelaksanaan

pembelajaran, RPP IPA dengan menggunakan media multimedia merupakan

pengembangan kurikulum yang diprogramkan pemerintah yaitu kurikulum

tingkat satuan pendidikan (KTSP), merupakan kurikulum operasional yang

dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan serta merupakan acuan dan

pedoman bagi pelaksanaan pendidikan utnuk mengembangan berbagai ranah

pendidikan. Guru IPA SMA Negeri 2 Demak dalam merencanakan

pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran

99

multimedia, tertuang dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP) yang mencakup

standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan

dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan,

standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Penggunaan media

pembelajaran merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelajaran yang

dibuat oleh guru, hanya dalam RPP penggunaan media pembelajaran tersebut

tidak disertai dengan perencanaan secara detail, hal ini seperti dikemukakan

oleh Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal 1 September 2009) sebagai

berikut:

Sebenarnya untuk merencanakan pembelajaran IPA dengan media

pembelajaran multimedia sama saja dengan perencanaan pembelajaran

mapel lain dengan media lain, hanya perbedaannya terledak pada media

pembelajaran yang nantinya akan digunakan guru (catatan lapangan 01)

Sebelum menyusun RPP mata pelajaran IPA dengan media

pembelajaran multimedia guru diwajibkan memahami cara mengisi identitas

yang meliputi mata pelajaran, kelas, semester, tahun ajaran. Identitas tersebut

perlu dipahami oleh guru agar guru dapat menjabarkan silabus yang ada ke

dalam RPP sesuai dengan mata pelajaran, kelas, semester serta dipergunakan

untuk tahun ajaran berapa. Dalam menentukan identitas tersebut, seperti

dituturkan oleh Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009)

mengatakan bahwa:

penyusunan RPP didahului dengan identifikasi, yang meliputi:

mata pelajaran, kelas, semester, dan tahun ajaran, dengan mengetahui

mata pelajaran yang akan diuraikan dalam RPP maka dapat dirinci dalam

satuan-satuan acara pelajaran yang sesuai, kejelasan mata pelajaran, kelas,

semester dan tahun ajaran tersebut dapat membantu guru dalam membuat

100

RPP secara rinci, dan sesuai dengan tujuan kurikulum (catatan lapangan

02).

Senada dengan pernyataan tersebut Ali Askhadi (wawancara, Senin

tanggal 7 September 2009) menyatakan bahwa: ”Penentuan identitas mata

pelajaran, kelas, semester dan tahun ajaran tersebut mutlak ditetapkan oleh

guru sebelum menyusun RPP lebih jauh, karena hal tersebut merupakan

patokan bagi guru untuk menyusun RPP.” (catatan lapangan 08)

Dari informasi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk

menyusun RPP IPA dengan menggunakan media pembelajaran multimedia,

terlebih dahulu harus ditetapkan identitas mata pelajaran, kelas, semester dan

tahun ajaran dengan memahami identitas, dan menetapkan identitas maka

RPP mata pelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran

multimedia dapat dibuat dengan terarah sesuai dengan mata pelajaran, kelas,

semester, dan tahun ajarannya.

Langkah berikut dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran

IPA dengan menggunakan media pembelajaran multimedia, adalah

melakukan pemahaman terhadap kurikulum dengan standar nasional

pendidikan (SNP), pemahaman tersebut sangat penting dalam menyusun

RPP, hal ini seperti disampaikan oleh Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal

1 September 2009) sebagai berikut:

sebelum menyusun RPP, terlebih dahulu kami mencoba memahami

standar nasional pendidikan (SNP) yang meliputi: standar isi, standar

proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikn dan tenaga

kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar

pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan, karena dengen

mamahami standar tersebut kemungkinan RPP yang dikembangkan dapat

sesuai dengan kompetensi yang diharapkan (catatan lapangan 01)

101

Pernyataan senada juga disampaikan oleh Suharto (wawancara, Selasa

tanggal 1 September 2009) menyatakan:

Sebenarnya untuk menyusun RPP pembelajaran IPA dengan

menggunakan media multimedia seperti yang diharapkan dalam KTSP

tidaklah sulit, yang terpenting bagi guru adalah memahami standar yang

diinginkan dalam kurikulum serta target kompetensi yang diharapkan,

dengan mengetahui standar pendidikan, guru akan dapat menjabarkan dan

mengembangkan kurikulum dalam silabus yang tepat (catatan lapangan

02)

Pernyataan akan pentingnya pemahaman guru terhadap standar isi

tersebut dipertegas oleh Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September

2009) mengatakan

Sebelum guru IPA menyusun RPP dengan media pembelajaran

multimedia, sebagai pengembangan dari kurikulum dan silabus seperti

yang diharapkan dalam KTSP, kami memberikan pengarahan terlebih

dahulu tentang standar nasional pendidikan dalam suatu rapat, setelah

guru memahami keseluruhan standar nasional pendidikan tersebut, baru

guru-guru di sini mulai menyusun silabus dan RPP, dan multimedia saya

arahkan agar dimanfaatkan oleh semua guru agar pembalajaran dapat

hidup dan bervariasi (catatan lapangan 08)

Dengan telahd diketahuinya standart kompetensi dan standar isi, maka

langkah selanjutnya dalam menyusun rencana pembelajaran IPA dengan

menggunakan media pembelajaran multimedia adalah dengan menetapkan

tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ditentukan setelah ditentukan

standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikator, tujuan

pembelajaran berisikan target yang akan dicapai dalam proses pembelajaran,

tujuan pembelajaran merupakan hasil yang akan dicapai setelah dilakukan

proses pembelajaran dalam satu tatap muka.

102

Menurut Umi Rohmah (wawancara, Rabu tanggal 2 September 2009)

mengatakan bahwa:

Pebyusunan RPP IPA dengan media pembelajaran multimedia

setelah indentifikasi dan menentukan kompetensi, langkah selanjutnya

adalah menentukan tujuan pembelajaran, tujuan pembelajaran merupakan

hasil yang akan dicapai dalam setiap tatap muka, sehingga dalam

menentukan tujuan tentunya disesuaikan dengan kompetensi yang hendak

dicapai (catatan lapangan 03)

Senada dengan pernyataan tersebut berdasarkan dokumentasi yang ada

di SMA Negeri 2 Demak diketahui bahwa Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) IPA, telah ditentukan tujuan pembelajaran sesuai dengan

alokasi waktu dan standart kompetensi. Tujuan pembelajaran yang telah

dibuat terdiri dari tujuan pembelajaran pertemuan I dan II tergantung dari

alokasi waktu yang disediakan.

Perencanaan lainnya selain pengembangan silabus kedalam RPP

adalah perencanaan kegiatan pembelajaran, rencakan kegiatan pembelajaran

dibuat dalam bentuk langkah-langkah yang akan dilakukan oleh guru dalam

proses pembelajaran dengan menggunakan multimedia, penentuan rencana

kegiatan pembelajaran tersebut seperti dituturkan oleh Herwati (wawancara,

Rabu tanggal 2 September 2009) mengatakan:

Rencana kegiatan pembelajaran dibuat dalam bentuk langkah-

langkah pembelajaran dari pertemuan I, sampai dengan pertemuan

berikutnya disertai dengan alokasi waktu, rencana tersebut merupakan

gambaran kegiatan yang akan dilakukan oleh guru di dalam kelas,

rencana tersebut disusun dengan sistematika: pendahuluan dengan alokasi

waktu 5 – 10 menit, kegiatan inti dengan alokasi waktu 35 menit, dan

penutup 5 – 10 menit (catatan lapangan 03)

Dari data dokumentasi yang diperoleh dari SMA Negeri 2 Demak

dapat diketahui bahwa guru IPA dalam merencanakan pembelajaran dengan

103

media pembelajaran multimedia telah melengkapi langkah pembelajaran

disertai dengan alokasi waktu yang disesuaikan dengan kompetensi, tujuan

pembelajaran dan alokasi waktu yang tersedia.

Berdasarkan data di atas, baik dari hasil wawancara maupun

dokumnentasi dapat disimpulkan bahwa RPP IPA dengan menggunakan

media pembelajaran multimedia yang disusun oleh guru di SMA Negeri 2

Demak telah dilengkapi dengan rencana kegiatan pembelajaran dalam bentuk

langkah-langkah pembelajaran yang berisikan pendahuluam, kegiatan inti,

dan penutup.

Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh guru dalam menyusun RPP

IPA dengan media pembelajaran multimedia adalah menentukan metode dan

teknik pembelajaran, walaupun menggunakan media pembelajaran

multimedia ternyada metode dan teknik pembelajaran yang digunakan

hampir semua guru IPA menggunakan metode ceramah bervariasi, metode

penugasan dan metode diskusi.

Informasi mengenai metode pembelajaran tersebut diperoleh dari

pernyataan Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal 1 September 2009)

mengatakan bahwa:

Untuk mata pelajaran IPA dengan menggunakan multimedia,

metode yang paling tepat adalah ceramah bervariasi, artinya guru

menyampaikan materi pembelajaran dengan ceramah, yang terkadang

disisipkan tanya jawab, disertai dengan tayangan gambar atau teks

pada layar peraga yang disertai dengan animasi, karena dengan metode

tersebut dainggap paling tepat bila alat peraga yang digunakan

multimedia, namun demikian sesekali memang guru di sini mengajak

siswa untuk diskusi memecahkan permasalah tertentu (catatan

lapangan 01)

104

Informasi tentang metode yang digunakan oleh guru IPA di SMA

Negeri 2 Demak tersebut dikatakan oleh Suharto (wawancara, Selasa tanggal

1 September 2009) menyatakan bahwa:

mengajar anak-anak SMA, terlebih di klas X memang

membutuhkan pengalaman tertentu, terutama dalam penggunaan metode,

untuk menyampaikan materi pelajaran anak-anak lebih suka dengan

metode yang kontekstual, disertai dengan alat peraga yang nyata langsung

bisa dilihat oleh siswa, kalau kebanyakan ceramah maka siswa akan

jenuh, maka solusinya sangat tepat bila digunakan media pembelajaran

yang menarik, yaitu komputer (catatan lapangan 02).

Dilihat dari dokumen RPP IPA, ternyata semua metode pembelajaran

yang direncanakan oleh guru adalah menggunakan metode ceramah

bervariasi, metode penugasan, dan metode diskusi, tidak satupun ditemukan

guru yang menggunakan metode demonstrasi, walaupun ada beberapa

standart kompetensi yang direncanakan dengan menggunakan metode

pembelajaran kontekstual. Dari informasi yang diperoleh baik dari

wawancara maupun dari dokumentasi dapat disimpulkan bahwa rencana

metode yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran IPA dengan media

pembelajaran multimedia adalah menggunakan metode ceramah bervariasi,

penugasan, dan diskusi

Perencanaan media pembelajaran multimedia merupakan salah satu

pilihan dari beberapa media yang ada, pemeilihan media pembelajaran dipilih

oleh guru IPA, karena hal tersebut dianggap mudah untuk dibuat dan cukup

menarik perhatian siswa, hal ini seperti dikemukakan oleh Umi Rohmah

(wawancara, Rabu 2 September 2009) mengatakan:

Saya selalu merencanakan media pembelajaran multimedia, karena

membuatnya nggak repot, untuk menerangkan pada siswa juga gampang,

105

dan siswa lebih tertarik dibanding bila kita menulis di papan tulis, atau

menggunakan media chart, dengan animasi yang sederhanapun anak-anak

cukup senang memperhatikan (catatan lapangan 04)

Media pembelajaran multimedia juga direncakan oleh guru IPA

lainnya yaitu Herwati (wawancara, Rabu tanggal 2 September 2009)

mengatakan:

Saya memilih multimedia, karena pengalaman saya siswa lebih

banyak memperhatikan bila yang ditampilkan merupakan hal yang baru,

maka dengan program yang sederhana saya dapat menampilkan beberapa

materi pokok, sehingga siswa lebih tertarik, dengan multimedia saya

dapat berkreasi untuk menarik perhatian siswa (catatan lapangan 03)

Menurut pengakuan Budi Rahayu (wawancara, Kamis 3 September

2009) mengatakan:

Untuk menentukan media pembelajaran, saya memilih media yang

sesuai dengan mata pelajaran dan materi standar, khusus untuk mata

pelajaran IPA, sebagian besar guru disini memilih media multimedia,

karena dianggapnya hal tersebut hal yang baru, sehingga siswa lebih

tertarik (catatan lapangan 05

Senada dengan pernyataan tersebut Clara Pangestuti (wawancara,

Kamis 3 September 2009) menyatakan:

”untuk membantu proses pembelajaran saya memilih multimedia

sebagai media pembelajaran, karena siswa lebih tertarik, dan

membuatnyapun juga tidak sulit, selain itu, dengan sekali membuat saya

bisa menggunakan terus dan menyempurnakan (catatan lapangan 06)

Adanya multimedia sebagai media pembelajaran, ternyata ada

beberapa guru yang belum siap untuk mengoperasikan, hal ini seperti

dikamukakan oleh wakil kepala sekolah bidang kurikulum Eko Nuryadi

(wawancara, Senin 7 September 2009) mengatakan:

Beberapa guru memang belum siap untuk menggunakan media

pemelajaran multimedia, sebagian guru-guru tersebut adalah guru-guru

106

yang sudah tua-tua menjelang pensiun, ya mungkin karena faktor usia dan

sudah menjadi kebiasaan sehingga sulit untuk diubah (catatan lapangan

09)

Pernyataan tersebut dipertegas oleh kepala sekolah Ali Askhadi

(wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) mengatakan:

Memang tidak semua guru memanfaatkan komputer untuk media

pembelajaran, walaupun sekolah sudah berupaya memenuhi jumlahnya,

hal tersebut karena menyangkut SDM, khususnya teman-teman yang

sudah tua dan menjelang pensiun sulit untuk mengubah cara-cara yang

sudah biasa dilakukan (catatan lapangan 08)

Dari data tersebut dikatahui bahwa rencana media pembelajaran

multimedia yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran IPA terbatas pada

pengganti media papan tulis, dan media lain, dengan memanfaatkan program

powerpoint dengan animasi yang sederhana. Namun hal tersebut terbukti

lebih menarik perhatian siswa dan banyak membantu guru dan siswa dalam

proses pembelajaran IPA

b. Rencana Penggunaan sarana Media Multimedia

Banyaknya guru yang menginginkan penggunaan media pembelajaran

multimedia dengan sarana komputer dan LCD yang dilengkapi dengan layar

display, mengharuskan kepala sekolah mengadakan sarana tersebut, sekolah

sampai akhir tahun 2009, telah memiliki 6 unit LCD lengkap dengan layar

display, sedangkan untuk perangkat komputer, saat ini sekolah sudah tidak

menyediakan, karena banyak para guru yang telah memiliki laptop secara

pribadi dan digunakan untuk perlengkapan mengajar, hal ini seperti

dikemukakan oleh kepala sekolah Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7

September 2009) sebagai berikut:

107

Sebelum guru membawa laptop sendiri-sendiri, sekolah

menyediakan komputer 4 unit, tetapi nampaknya hal tersebut cukup

merepotkan bila dipindah-pindah, akhirnya atas inisiatif guru sendiri, ya...

mungkin guru beranggapan untuk berpenampilan lain, selain itu kan

sekarang sudah menjadi kebutuhan pokok, akhirnya sekolah cukup

menyediakan LCD, sedangkan komputer yang ada dijadikan satu di lab

komputer untuk menambah jumlah komputer praktek yang sudah ada

(catatan lapangan 08)

Bagi guru laptop sangat membantu untuk mengajar, pertama mudah dibawa

kemana-mana dan karena hanya dipakai pribadi resiko kerusakan sangat kecil,

lain halnya dengan komputer yang dipakai oleh orang banyak, terkadang

komputer ngga bisa dipakai, atau mungkin riskan terhadap virus, hal ini seperti

dikemukakan oleh Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009)

mengatakan:

Ya Alhamdulillah.... sekarang banyak teman-teman yang sudah punya

laptop sendiri, sehingga resiko kegagalan dalam menggunakan media

pembelajaran multimedia mulai berkurang, bahkan hampir tidak pernah ada

masalah, selain untuk mengajar saya sangat membutuhkan laptop untuk

kegiatan lain seperti membuat PTK, dan menyusun bahan ajar, yang

berkaitan dengan tugas saya (catatan lapangan 02)

Persiapan sarana pembelajaran dengan media multimedia membutuhkan

peralatan LCD dab layar displya, yang jumlahnya 8 unit, jumlah tersebut masih

sangat kurang jika dibandingkan dengan jumlah kelas yang ada, idealnya setiap

kelas tersedia satu LCD dengan 1 layar display, hal ini seperti dikemukakan oleh

wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana Reni. S (wawancara, selasa

tanggal 8 September 2009) sebagai berikut:

Prasarana untuk pembelajaran media multimedia masih kurang, dari

24 klas yang ada baru ada 8 LCD dan 8 layar display, sehingga,

pemakaiannya harus terjadwal, dan guru merencanakan terlebih dahulu,

memang tidak semua guru menggunakan multimedia, tetapi sebagian besar

sudah menggunakan, sehingga dalam menjadwalkan saya sering kewalahan

(catatan lapangan 10)

108

Berdasarkan data tersebut di atas dapat diartikan bahwa dalam merencakan

prasana pembelajaran dengan media pembelajaran multimedia guru telah

merencanakan sendiri dalam laptop pribadinya, sehingga guru telah menyusun

peragaan pembelajaran sendiri-sendiri sesuai dengan inisiatif guru, sedangkan

sekolah menyediakan LCD dengan layar disply, keterbatasan LCD dan layar

display mengharuskan wakil kepala sekolah membagi dan menjadwalkan

penggunaan LCD dan layar display.

3. Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Media Pembelajaran Multimedia

Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas XI, pada pelajaran ke 4 dan

5, tanggal 3 September terlihat Muslikah sedang menjelaskan pelajaran biologi

yang merupakan bagian dari pelajaran IPA. Sebelum menyampaikan materi

pembelajaran guru terlebih dahulu menyampaikan salam kepada siswa, dengan

menayangkan tayangan ”selamat datang di mata pelajaran biologi” yang dibuat

dengan animasi yang menarik dan bigraound warna-warni. Selanjutnya guru

menjelaskan rencana pembelajaran tentang ”alat eskresi”

Kegiatan berikutnya yang dilakukan oleh guru adalah bercerita sedikit

tentang ”alat-alat eskresi” yang sudah disinggung pada pertemuan sebelumnya,

selanjutnya guru mengaitkan materi tersebut dengan materi yang akan diajarkan.

Selanjutnya guru menjelaskan ”alat-alat eskresi pada tubuh manusia”, dalam

penjelasannya guru menayangkan gambar-gambar alat eksresi, seperti kulit, hati,

ginjal, dan paru-paru. Setiap gambar ditayangkan guru menjelaskan dan sesekali

tayangan dilanjutkan dengan teks tentang eskresi manusia, siswa menyimak

gambar dan mendengarkan ceramah guru dengan seksama, siswa sesekali

109

mencatat naskah yang ada di layar display. Dalam proses pembelajaran

terkadang guru mematikan display untuk mengulang kembali apa yang sudah

dijelaskan dan memberikan pertanyaan kepada siswa.

Menurut beberapa siswa diantara Siti Muslikah (wawancara, Kamis tanggal

3 September 2009) mengatakan:

Dengan digunakan komputer maka saya lebih tertarik, dan lebih

terkesan, daripada guru menulis di papan tulis, selain menghabiskan waktu,

kadang saya gak bisa baca tulisan pak Guru, terus terang saya lebih

bersemangat bila Pak Guru menerangkannya pakai laptop dan LCD, lebih

gaya gitu lo...(catatan lapangan 12)

Dalam menyampaikan materi pembelajaran tersebut guru menggunakan

metode ceramah, siswa kelas XI yang berjumlah 38, mendengarkan dengan

seksama, mereka memperhatikan ceramah yang disampaikan oleh gurunya.

sesekali guru memberikan pertanyaan kepada siswa, pada saat dilakukan

observasi, guru memberikan pertanyaan lisan kepada salah seorang siswa yang

bernama Anoton Nugroho

Guru : Anton...... coba sebutkan beberapa tokoh alat ekskresi pada

tubuh manusia yang kamu ketahui (Guru memberikan waktu

beberapa menit untuk memberikan kesempatan kepada Anton

untuk berpikir)

Anton : (Setelah 2 menit Anton tidak menjawab)

Guru : coba kamu maju ke depan (selanjutnya Anton maju ke depan)

Siswa : huuu............(serempak)

Guru : (sambil menghidupkan laptop dan membuka beberapa gambar)

ini gambar apa?

Anton : Hati...

Guru : ya...

Guru : (sambil menunjukkan gambar lain) ini gambar apa?

Anton : paru-paru

Guru : ya bagus (sambul melanjutkan gambar lain) ini gambar apa?

Anton : Kulit

Guru : Ya.. bagus,.... sudah kembali ke tempat duduk

Anton : (sambil tersenyum) terimakasih Pak

110

Guru melanjutkan pembelajaran dengan memberikan beberapa pertanyaan

kepada siswa untuk didiskusikan, pertanyaan dibuat dalam bentuk teks

ditayangkan dalam bentuk powerpoint, siswa mencata pertanyaan dan

selanjutnya mendiskusikan dengan kawan-kawannya.

Selang 10 menit kemudian guru minta diskusi untuk dihentikan, dan

memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari bab berikutnya yaitu organ

tubuh manusia, dan diharapkan siswa membuat resum untuk dikumpulkan pada

pertemuan berikutnya.

Menurut pengakuan Umi Rohmah (wawancara, Rabu tanggal 2 September

2009) dengan menggunakan multimedia ternyata siswa lebih tertarik, sehingga

siswa jarang ngantuk bila guru menggunakan komputer dalam proses belajar

mengajar, selain animasinya berbeda-beda, siswa lebih senang karena dapat

menyaksikan tampilan yang berbeda-beda, apalagi kalau guru pandai dalam

mengatur animasi disertai dengan suara, hanya sayangnya sekolah belum

menyediakan sound untuk tiap-tiap ruang.

Proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran

multimedia hingga saat ini baru digunakan sebatas pengganti papan tulis, atau

peraga lainnya, sehingga guru baru menggunakan program prowerpoint, yang

oleh guru dianggap hal tersebut mudah dipelajari, hal ini seperti dikemukakan

oleh Suharwati (wawancara, Rabu 2 September 2009) sebagai berikut:

Untuk membantu mengajar, saya menyiapkan powerpoint untuk

presentasi, dengan teks maupun gambar, tetapi yang penting background

dan animasinya harus menarik, karena siswa lebih senang dengan warna-

warna kombinasi yang menarik, dan tampilan yang macam-macam,

sesekali harus ditampilkan pula tampilan yang lucu-lucu, bila perlu

111

gambar-gambar kartun yang lucu agar siswa lebih terkesan dengan

pelajaran yang disamapaikan (catatan lapangan 04)

Selain mudah membuatnya, sewaktu-waktu guru dapat menyempurnakan

dengan menambah atau mengurangi tampilan, bila perlu guru mengambil

rekaman CD untuk ditampilkan guna menambah pengetahuan siswa, diakui oleh

guru bahwa dengan multimedia banyak kelebihan yang didapat, hal ini seperti

dikemukakan oleh Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009)

sebagai berikut:

Dengan menggunakan multimedia ternyata lebih memperjelas

pengetahuan siswa dan memberikan motivasi kepada siswa, selain itu

dengan multimedia setiap siswa dapat melihat secara menyeluruh tidak

terhalang oleh siswa yang ada di depannya, hal ini berbeda bila guru

menggunakan papan tulis, tentunya siswa yang ada di belakang tidak akan

dapat melihatnya (catatan lapangan 02)

Dalam proses pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia

guru melakukan beberapa tahapan yaitu tahapan sebelum pengajaran, tahapan

pengajaran, dan tahap sesudah pengajaran. Tahap sebelum pengajaran guru

SMA Negeri 2 Demak telah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran

dengan memilih media pembelajaran multimedia.. Menurut Ali Askhadi

(wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) mengatakan:

Setiap guru telah menyusun RPP sebelum melaksanakan

pembelajaran, sehingga pembelajaran yang dilakukan oleh guru merupakan

implementasi dari skenario yang disusun dalam RPP, demikian pula dengan

penggunaan media pembelajaran multimedia yang digunakan oleh guru,

merupakan sarana bantu yang telah direncanakan sebelumnya (catatan

lapangan 08).

Sedangkan dalam tahap pengajaran IPA SMA Negeri 2 Demak berlangsung

interaksi guru dengan siswa, dalam kegiatan pengajaran IPA guru

112

mempertimbangkan berbagai aspek, seperti dituturkan oleh Clara Pengertusi

(wawancara, Kamis 3 September 2009) mengatakan bahwa:

dalam proses pengajaran IPA, baik biologi, fisika maupun kimia guru

mempertimbangakan berbagai aspek antara lain pengelolaan dan

pengendalian kelas, penyampaian informasi, keterampilan, konsep, dan

sebagainya, ketrampilan bertanya, demonstrasi, dan penggunaan model,

gerak guru, mencari umpan balik, mendiagnosa kesulitan siswa dan

mengevaluasi kegiatan (catatan lapangan 06)

Diakui oleh Budi Rahayu (wawancara, Kamis, tanggal 3 September 2009),

bahwa dalam melakukan pembelajaran IPA guru mempertimbangkan faktor

lingkungan dan faktor perilaku guru. Selain pertimbangan aspek sebelum, dalam

proses, dan sesudah pengajaran, guru kelas dalam penyampaian materi IPA

mempertimbangkan pula aspek lingkungan, karena lingkungan dapat menentukan

keberhasilan dalam pembelajaran (Catatan lapangan 05)

Setiap akhir pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran

multimedia guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-

hal yang belum jalas, namun ada pula beberapa guru yang mengabaikan hal

tersebut, seperti disampaikan oleh Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7

September 2009) menyatakan bahwa:

Setiap akhir pembelajaran IPA guru saya tekankan untuk memberikan

kesempatan kepada siswa untuk bertanya di akhir pembelajaran, atau

bahkan disela-sela pembelajaran demikian halnya untuk pembelajaran yang

lainnya, namun siswa di sini rata-rata tidak mau bertanya, salah satu jalan

ya... guru yang harus memancing pertanyaan kepada siswa agar siswa mau

bertanya”.

Dari data tersebut di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran

IPA dengan menggunakan media pembelajaran multimedia digunakan oleh

sebagian besar guru dengan memanfaatkan program powerpoint untuk membantu

113

guru menjelaskan berbagai pelajaran, tampilan dibuat dalam bentuk gambar dan

teks, yang disertai dengan background yang menarik dan animasi yang berbeda-

beda sesuai dengan kreativitas guru.

Adanya powerpoint tersebut ternyata membantu guru dalam memperjelas

pengetahuan siswa, dan memberikan motivasi kepada siswa, selain itu dengan

adanya powerpoint yang dibuat dan dimiliki oleh guru, guru dapat

menyempurnakan setiap saat, dan guru dapat berkrasi melalui pembuatan animasi

yang ada pada program powerpoint.

Evaluasi pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia

dilakukan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai (pre test) hal ini

dimaksudkan agar guru mengetahui sejauh mana materi pembelajaran

sebelumnya dapat ditangkap oleh siswa, hal ini seperti dinyatakan oleh informan

Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009) menyatakan bahwa:

Sebelum melakukan pembelajaran saya selalu menanyakan

kepada siswa tentang materi-materi sebelumnya baik itu materi sejarah,

ekonomi, maupun geografi. Harapan saya, saya dapat mengetahui sejauh

mana siswa dapat menyerap materi yang pernah saya berikan (catatan

lapangan 02)

Namun demikian terkadang ada pula guru yang kurang memperhatikan

pre test, dengan pertimbangan muatan materi yang terlalu padat sehingga guru

cenderung untuk mengabaikan hal tersebut, hal ini seperti diungkapkan oleh Umi

Rohmah (wawancara, Rabu tanggal 2 September 2009) menyatakan bahwa:

Sebenarnya saya sangat senang mengetahui kemampuan siswa

sebelumnya, tapi terkadang muatan materi terlampau padat, sehingga

dengan pertimbangan waktu, pre test sering saya abaikan, untuk

mengetahui kemampuan siswa, saya kadang-kadang menyisipkan

pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya pada saat memberikan

ceramah (catatan lapangan 03)

114

Menurut Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September 2009)

menyatakan bahwa:

saya selalu menekankan kepada setiap guru untuk memberikan

pertanyaan kepada siswa sebelum memulai inti pembelajaran, baik

melalui lisan maupun tertulis, agar siswa mempunyai kebiasaan

menyiapkan diri dan belajar terus menerus, jika setiap pertemuan ditanya

terus, mau tidak mau siswa akan berusaha untuk belajar. Di sisi lain

dengan pretest tersebut guru dapat menjajagi sejauh mana daya serap

siswa terhadap materi yang diberikan”.

Sistim evaluasi pembelajaran IPA dengan menggunakan media

pembelajaran multimedia pada prinsipnya sama dengan evaluasi mata pelajaran

lainnya, dilakukan oleh guru meliputi ulangan harian, ulangan mid semester.

Dalam satu semester guru memberikan ulangan harian minimal sebanyak 2 kali,

dalam sebulan, soal dibuat dalam bentuk essei hal ini seperti dituturkan oleh

bahwa:

Ulangan harian diberikan kepada siswa rata-rata sebulan 2 kali, dengan

pemberian ulangan harian, siswa lebih rajin belajar, maklum siswa di sini

sebagian besar anak-anak desa yang sebagian besar anak-anak di sini memiliki

kesibukan untuk membantu orang tuanya bertani, dan berternak saat pulang

sekolah, sehingga kalau tidak diberikan ulangan dan tugas, mereka tidak mau

belajar Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal 1 September 2009)

Untuk meningkatkan belajar siswa, saya menganjurkan kepada guru

untuk sering memberikan ulangan, dan tugas-tugas di rumah, karena kalau tidak

diberikan tugas, dan diberikan ulangan harian anak-anak tidak mau belajar,

mungkin mereka sudah capek, karena pulang sekolah sebagian anak membantu

orang tuanya (catatan lapangan 04)

115

Selain evaluasi harian, ulangan dilakukan pada tengah semester (mid

semester), dan ulangan umum atau ulangan blok, yang dilaksanakan setiap akhir

semester, dan khusus kleas XII selain ulangan-ulangan tersebut, siswa harus

mengikuti ujian nasional.

Ulangan-ulangan harian yang disampaikan kepada siswa biasanya tanpa

pemberitahuan terlebih dahulu, hal ini dimaksudkan agar siswa selalu siap

menghadapi ulangan dan mau belajar setiap hari, hal ini terungkap dalam

wawancara dengan Suharwati (wawancara, Rabu 2 September 2009) mengatakan

bahwa:

Selain ulangan mid semester, ulangan semester, dan ujian

nasional, ulangan harian sering dilakukan, dan dalam melakukan ulangan

harian tersebut biasanya siswa tidak diberitahu terlebih dahulu, hal ini

dimaksudkan agar siswa mempunyai kebiasaan belajar,

selain itu dengan adanya ulangan yang mendadak biasanya siswa bisa

menghargai waktu untuk belajar lebih baik (catatan lapangan 04)

Seluruh hasil ulangan tersebut disampaikan kepada orang tua dalam

bentuk rapor, dan disampaikan kepada orang tua setiap akhir semester, hal ini

seperti diungkapkan oleh Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September

2009) sebagai berikut:

Hasil semua ulangan-ulangan tersebut disampaikan kepada orang

tua setiap semester, walaupun terkadang orang tua kurang memperhatikan

hasil prstasi anaknya, ya maklum..... sebagian orang tua masih buta huruf,

yang dia tau rapornya ada nilai merah atau tidak. Maka setiap

memberikan rapor, untuk nilai yang kurang agar diberikan nilai dengan

warna merah, sehingga orang tua dapat mengetahui walaupun

orangtuanya buta huruf sekalipun (catatan pangan 08)

116

Hasil evaluasi prestasi siswa disampaikan kepada orang tua melalui rapor

setiap satu semester sekali, hal ini seperti diungkapkan oleh informan Eko

Nuryadi (wawancara, Senin 7 September 2009) menyatakan bahwa:

Sekolah selalu menyampaikan hasil belajar anak saya melalui

rapor setiap semester sekali, dengan rapor tersebut saya bisa mengetahui

kekurangan dan kelebihan anak saya, maka saya berharap kepada pihak

sekolah agar nilai yang ada tersebut benar-benar murni, apa adanya.

Dari hasil observasi dan wawancara tersebut di atas, dapat diketahui

bahwa evaluasi pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia sama

dengan evaluasi yang dilakukan dengan penggunaan media pembelajaran

lainnya, dilakukan oleh guru dalam bentuk ulangan harian, ulangan mid

semester, ulangan semester dan khusus klas XII ditambah dengan ujian nasional.

Ulangan harian dilaksanakan oleh guru tanpa pemberitahuan kepada siswa

minimal dilakukan 2 kali dalam sebulan. Hasil prestasi siswa disampaikan

kepada orang tua pada setiap semester dalam bentuk rapor.

4. Faktor Hambatan dan cara Mengatasi dalam Pembelajaran IPA dengan

Menggunakan Multimedia di SMA Negeri 2 Demak

Hambatan yang timbul dalam pembelajaran IPA dengan multimedia

diantaranya adalah kurangnya prasarana yang dimiliki oleh sekolah, hal ini

seperti dikemukakan oleh Sunardi (wawancara, Rabu 9 September 2009)

menyatakan bahwa:

Jumlah LCD dan layar display yang hanya 8 unit memang

menyulitkan guru dalam menggunakan multimedia, bagaimanapun juga

LCD merupakan satu paket untuk pembelajaran dengan multimedia di

dalam kelas, lain halnya kalau dalam pembelajaran dengan multimedia

menggunakan program interaktif, sehingga satu siswa satu komputer, kalau

117

baru sekedar sebagai alat peraga dalam mengajar, tentunya dibutuhkan

LCD agar semua siswa dapat melihat tayangan (catatan lapangan 11)

Kurangnya peralatan tersebut diakui oleh wakil kepala bidang sarana dan

prasarana yang menyatakan sebagai berikut:

Dengan jumlah kelas 24 dan jumlah LCD hanya 8 memang tidak

memadai, padahal sekarang maunya semua guru menggunakan laptop

untuk mengajar, ya... memang lebih enak daripada susah-susah nulis di

papan tulis, tapi dengan adanya jumlah yang sangat sedikit dibanding

jumlah kelas tersebut, ya.. hanya sebagian guru yang menggunakan

multimedia, akhirnya penggunaannya harus diprioritaskan mana yang lebih

penting berdasarkan musyawarah (catatan lapangan 10)

Keterbatasan peralatan tersebut bukannya tidak beralasan, menurut kepala

sekolah Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) mengatakan:

Menang prasarana untuk pembelajaran multimedia masih sangat

minim, mesinya selain LCD dan layar display, harus disediakan pula sound

yang membantu agar suaranya lebih keras, tetapi untuk itu sekolah belum

menyediakan, sedangkan jumlah LCD saat ini baru 8 buah, tentunya itu

sangat kurang, kurangnya peralatan tersebut, karena hampir setiap guru

sekarang maunya kalau ngajar pakai laptop (catatan lapangan 08)

Selain keterbatasan prasarana yang berupa perangkat keras tersebut,

ternyata program untuk pembelajaran IPA dengan multimedia ternyata masih

terbatas pada program powerpoint, sehingga multimedia yang dimaksudkan

hingga saat ini baru sebatas alat peraga untuk membantu guru mengajar, belum

dapat digunakan sebagai media interaktif, hal ini disebabkan belum adanya

program-program interaktif untuk pembelajaran IPA, kalaupun ada sekolah

masih kesulitan untuk mencarinya, hal ini seperti dikemukakan oleh kepala

sekolah Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) sebagai

berikut:

Saat ini penggunaan komputer sebagai media pembelajaran baru

sebatas dengan pemanfaatan program powerpoint, sehingga peralatan

tersebut baru baru dapat digunakan sebagai sarana bantu dalam mengajar,

118

belum dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran interaktif, hal tersebut

disebabkan sekolah belum memiliki program-program interaktif khsusnya

IPA (catatan lapangan 08)

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa hambatan dalam pembelajaran

IPA dengan multimedia adalah keterbatasan sarana LCD dan layar display, dan

keterbatasan kemampuan guru dalam membuat program-program aplikasi.

Sehingga multimedia yang ada baru dimanfaatkan sebagai alat peraga pengganti

papan tulis dengan menggunakan program powerpoint.

Untuk mengatasi hambatan tersebut beberapa langkah telah ditempuh oleh

kepala sekolah seperti pernyataan Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7

September 2009) sebagai berikut:

Saya telah memberikan kesempatan kepada semua guru untuk ikut

pelatihan komputer di lembaga lain, bila perlu biayanya dibantu oleh

sekolah, sehingga saya berharap semua guru nantinya menggunakan media

multimedia dalam mengajar, terkait dengan keterbatasan prasarana saya

memerintahkan kepada wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana

untuk sementara waktu mengatur jadwal penggunaan, tahun depan baru

diusulkan penambahan prasarana tersebut (catatan lapangan 08)

Demikian halnya dengan Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal 1

September 2009) menyatakan bahwa:

Kepala sekolah memberikan peluang kepada setiap guru untuk

memanfaatkan komputer sebagai media pembelajaran multimedia sehingga

siswa lebih tertarik, bagi guru yang mau diberi kesempatan untuk kursus

komputer di lembaga lain, sedangkan kekurangan alat kepala sekolah

mengusahakan pengadaan tahun depan, sedangkan sementara waktu

penggunaannya dijadwalkan oleh wakil kepala sekolah bidang sarana dan

prasarana (catatan lapangan 01)

Dari data tersebut di atas, dapat diketahui bahwa langkah kepala sekolah

dalam mengatasi hambatana tersebut adalah dengan meningkatkan kemampuan

guru dalam pengoperasian komputer, dan mengusahakan penambahan sarana

119

LCD untuk tahun anggaran mendatang, selain itu guna mengoptimalkan

penggunaan media pembelajaran multimedia kepala sekolah melalui wakil kepala

sekolah bidang sarana dan prasara mengatur penggunaan LCD dan layar display

dalam pembelajaran IPA.

Penggunaan media pembelajaran multimedia oleh guru hingga saat ini baru

digunakan sebatas penggunaan powerpoint, sedangkan pembelajaran interaktif

melalui software pembelajaran belum diterapkan, hal ini disebabkan oleh belum

tersedianya software interaktif. Penggunaan pembelajaran e-learning melalui

internet hingga saat ini baru sebatas pada pencarian bahan ajar sebagai tugas

tambahan.

B. Pembahasan

1. Penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan Senior di SMA Negeri 2

Demak dalam pembelajaran IPA

Berdasarkan hasil wawancara seperti disebutkan di atas, diketahui bahwa

guru di SMA Negeri 2 Demak terbagi dalam dua kelompok yaitu guru senior dan

guru yunior, kriteria guru senior yang berlaku di SMA Negeri 2 adalah guru yang

diangkat pada tahun sembilan puluhan yang lulus sebelum tahun 1994,

sedangkan guru yunior adalah guru yang diangkat pada tahun dua ribuah dengan

lulusan setelah tahun 1994.

Penglompokan guru senior dan yunior tersebut hanya berlaku untuk

lingkungan SMA Negeri 2 Demak, sebagai bentuk penghargaan guru yang lebih

muda dengan pengalaman yang belum banyak terhadap guru yang sudah

120

bepengalaman dan diangkat lebih dulu. Perbedaan nyata antara guru senior dan

guru yunior adalah terletak pada sikap guru terhadap penggunaan multimedia.

Multimedia bagi guru senior dianggap hal yang baru, dimana dalam bangku

kuliah yang pernih diikutinya guru tersebut belum memperoleh pengetahuan

tentang multimedia. Tidak diperolehnya pengetahuan tentang multimedia

tersebut merupakan hal wajar, karena pada tahun itu multimedia belum banyak

diperkenalkan sebagai media pembelajaran, hal ini berbeda dengan lulusan

sesudah tahun 1994, dimana beberapa guru telah memperoleh pengetahuan

komputer minimal dasar-dasar pengoperasian komputer.

Guru senior merasa enggan untuk menggunakan multimedia sebagai mdia

pembelajaran disebabkan oleh lemahnya pengetahuan guru terhadap multimedia,

sehingga guru takut untuk menjadi bahan tertawaan siswa karena kekurang

mahiran dalam mengoperasikan komputer. Kebiasaan guru senior dengan

menggunakan metode dan teknik-teknik pembelajaran yang sudah berjalan

beratahun-tahun telah membudaya, sehingga bagi guru senior menanggap dengan

cara yang dipergunakan guru senior lebih percaya diri, daripada menggunakan

multimedia yang meropotkan dan harus belajar lagi.

Sikap guru senior tersebut menunjukkan sikap yang tidak mendidik bagi

guru yunior, karena hal tersebut dipandang sebagai sikap guru yang tidak mau

belajar untuk mengenal dan menguasai teknologi. Guru merasa terbebani bila

menggunakan multimedia merupakan sikap guru yang pesimis, tidak

bersemangat dan kurang mempunyai motivasi. Selain itu tidak digunakannya

multimedia sebagai media pembelajaran menunjukkan bahwa guru tidak

121

melibatkan banyak indera dalam proses pembelajaran. Hal ini bertentangan

dengan teori yang dikemukakan oleh Yudi Munadi (2008: 148), yang

menyatakan: ”Multimedia pembelajaran adalah media yang mampu melibatkan

banyak indera dan organ tubuh selama proses pembelajaran berlangsung.

Multimedia merupakan kombinasi dari komputer dan video, atau multimedia

merupakan kombinasi dari suara, gambar, dan teks. Multimedia adalah

kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output dari data, media ini

dapat berupa audio, animasi, video, teks, grafik, dan gambar. Multimedia

merupakan alat yang menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif yang

mengkombinasikan teks, grafik, animasi, audio, dan gambar video”

Keengganan guru senior tersebut sangat beralasan, karena latar belakang

pendidikan guru senior dengan kurikulum sebelum tahun 1994, tentunya belum

diperkenalkan dengan media pembelajaran multimedia, sehingga guru senior

memang tidak memiliki pengetahuan tentang multimedia yang cukup.

Pengetahuan guru senior yang diperoleh pada saat mengikuti kuliah tentunya

sesuai dengan kurikulum yang ada pada saat itu. Peraturan standar pendidikan

pada era sebelum kurikulum 1994, belum menyentuh pada standar penguasaan

media pembelajaran multimedia, sehingga materi dan pengalaman belajar guru

senior tentunya belum sampai pada media pembelajaran multimedia. Hal ini

sejalan pengertian kurikulum dalam Sistem Pendidikan Nasional (2003: 3) yang

mengatakan bahwa: Kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana dan

peraturan berdasarkan standar pendidikan tentang kemampuan dari sikap, materi

122

dan pengalaman belajar dan penilaian yang berbasis potensi kondisi peserta didik

(Sisdiknas, 2003 : 3)

Berbeda dengan guru yunior yang memang telah memiliki latar belakang

pengetahuan tentang media pembelajaran multimedia, walaupun pada saat

mengikuti perkuliahan guru yunior belum memahami sepenuhnya namun setelah

terjun di lapangan, guru yunior mampu mengembangkan pengetahuan yang telah

ditransfer oleh guru/dosen pada saat kuliah, sehingga pengetahuan dan

ketrampilan tentang media pembelajaran multimedia dapat dikuasai dengan baik.

Hal ini seseuai dengan teori yang dikemukakan oleh Zamroni (2003: 129), yang

mengatakan bahwa kurikulum merupakan rencana nilai pengetahuan dan

keterampilan yang hendak ditransfer kepada peserta didik selanjutnya

dikembangkan berdasarkan kemampuan dasar minimal harus dikuasai seorang

peserta didik di sekolah yang bersangkutan menyelesaikan satu unit pelajaran,

satu satuan waktu dan satu satuan pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa perbedaan penggunaan media

pembelajaran multimedia guru senior dan guru yunior tersebut disebabkan oleh

perbedaan ketentuan kurikulum pendidikan yang diberlakukan oleh pemerintah,

dimana kurikulum yang digunakan oleh guru senior pada saat belajar yaitu

kurikulum sebelum 1994, belum ditentukan standar kompetensi tentang media

pembelajaran multimedia, sedangkan guru yunior pada saat belajar telah

menggunakan kurikulum 1994, dimana pada kurikulum tersebut telah

diperkenalkan media pembelajaran multimedia.

123

Adanya perbedaan kurikulum pendidikan yang diberlakukan oleh

pemerintah tersebut ternyata berdampak pada perilaku guru yang enggan

menggunakan media pembelajaran multimedia, karena guru senior tidak

mempunyai basic penggunaan multimedia, selain itu guru senior menganggap

dengan metode pembelajaran yang digunakan sudah dianggap cukup. Dengan

adanya perbedaan penggunaan media pembelajaran multimedia tersebut sudah

seharusnya kepala sekolah mengambil sikap tegas, agar semua guru

menggunakan media pembelajaran multimedia, karena penggunaan media

pembelajaran multimedia dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, dan hal

tersebut tentunya akan berakibat pada peningkatan prestasi belajar siswa. Sikap

tegas kepala sekolah tersebut akan dapat mendorong guru berusaha dengan

berbagai cara agar menguasai penggunaan media pembelajaran multimedia.

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Media Pembelajaran

Multimedia di SMA Negeri 2 Demak

Penyusunan RPP IPA dengan multimedia oleh Guru SMA Negeri 2 Demak,

dimulai dari kesiapan guru sebelum melaksanakan pembelajaran dengan terlebih

dahulu memahami identitas, standar kompetensi dan standart isi dengan

pemahaman tersebut, maka guru dapat melakukan pengembangan silabus dalam

bentuk RPP. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap informan

seperti dalam sajian data dapat dijelaskan bahwa dalam menyusun RPP IPA

dengan media pembelajaran multimedia Guru terlebih menentukan identifikasi

terhadap mata pelajaran yang meliputi: nama sekolah, mata pelajaan,

kelas/semester, dan alokasi waktu. Dengan mengetahui identitas khususnya mata

124

pelajaran, kelas/semester dan alokasi waktu, maka guru dapat dengan mudah

untuk menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran,

kegiatan pembelajaran, menentukan metode dan teknik pembelajaran, dan

merencanakan penilaian sesuai dengan kondisi sekolah

Langkah selanjutnya adalah mengkaji dan menganalisis standar

kompetensi, setiap mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

a. Urutan RPP tidak harus sesuai dengan urutan dalam standar isi, melainkan

berdasar hirarki konsep disiplin ilmu dan tingkat kesulitan bahan

b. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata

pelajaran

c. Keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran

RPP IPA dengan media pembelajaran multimedia yang dibuat oleh guru

SMA Negeri 2 Demak sesuai dengan mata pelajaran masing-masing, yang pada

dasarnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau

memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam pembelajaran IPA. Dengan

demikian, RPP IPA dengan media pembelajaran multimedia yang dibuat

merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam

kegiatan pembelajaran IPA. RPP IPA perlu dikembangkan untuk

mengkoordinasikan komponen pembelajaran, yaitu: kompetensi dasar, materi

standar, indikator hasil belajar, dan penilaian. Kompetensi dasar berfungsi

mengembangkan potensi siswa, materi standar berfungsi memberi makna

terhadap kompetensi dasar, indikator hasil belajar berfungsi menunjukkan

125

keberhasilan pembentukan kompetensi siswa, sedangkan penilaian berfungsi

mengukur pembentukan kompetensi, dan menentukan tindakan yang harus

dilakukan apabila kompetensi standar belum terbentuk atau belum tercapai.

Rencana pelaksnanaan pembelajaran IPA dengan media pembelajaran

multimedia yang disusun oleh guru di SMA Negeri 2 Demak telah mencakup tiga

kegiatan yaitu: identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan

penyusunan program pembelajaran.

Penentuan identitas dalam RPP IPA dengan media pembelajaran

multimedia merupakan syarat mutlat, karena dengan diketahuinya identitas, maka

tujuan dari perencanaan untuk merencanakan suatu desain pembelajaran dapat

dibuat dengan tepat. Kegiatan guru menentukan identifikasi terhadap mata

pelajaran sebelum melakukan pembelajaran IPA dengan media pembelajaran

multimedia tersebut sesuai dengan tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) yaitu memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan,

sesuai pendapat Susilo (2007: 94) yang menyatakan bahwa: ”KTSP memberikan

keleluasaan penuh setiap sekolah mengembangkan kurikulum dengan tetap

memperhatikan potensi sekolah dan potensi daerah sekitar, KTSP merupakan

hasil kreasi dari guru-guru di sekolah berdasarka standar isi dan standar

kompetensi”.

Pilihan guru dalam menentukan media pembelajaran multimedia tersebut

merupakan langkah guru untuk memudahkan siswa dan guru menciptakan

kondisi yang memungkinkan siswa dan guru dalam melakukan proses belajar

mengajar dengan mudah, siswa memberikan pengetahuan dan siswa menerima

126

pengetahuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sri Anitah (2008: 2) menyatakan

bahwa ”media pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang

dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar menerima

pengetahuan, keterampilan, dan sikap”.

Penyusunan RPP IPA dengan media pembelajaran multimedia yang

dilakukan oleh guru guru tersebut merupakan implementasi dari desentralisasi

pendidikan, dimana sekolah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya untuk

mengembangkan kurikulum.

Kebebasan guru dalam mengembangakan kurikulum tersebut sejalan

dengan tujuan desentralisasi, menurut Susilo (2007: 94) hal tersebut merupakan

konsep yang indah karena dengan desentralisasi pendidikan berarti memberikan

peluang yang sebesar-besarnya kepada daerah untuk berkembang. Dengan

desentralisasi, seluruh potensi setempat diharapkan dapat didayagunakan demi

pembangunan setempat. Dalam lingkup satuan pendidikan atau sekolah,

paradigma yang sama juga ingin diberlakukan, yakni satuan pendidikan menjadi

mandiri, dan diberi kesempatan mengerahkan seluruh potensi demi kemajuan

pendidikan yang kontekstual, meski harus disadari, hal ini tidak mudah

dilaksanakan.

Adanya kebebasan guru dalam menyusun RPP dengan media pembelajaran

multimedia tersebut tentunya dapat mendorong guru untuk meningkatkan

kemampuannya dalam hal penggunaan multimedia, namun demikian pada

kenyataannya tidak semua guru telah merencanakan pembelajaran dengan

menggunakan media pembelajaran multimedia, selain itu keterbatasan guru

127

dalam memanfaatkan media pembelajaran masih terbatas pada menyusun

peragaan denan program power point yang masih sederhana, sehingga

pemanfaatan media multimedia tersebut belum dapat dikatakan maksimal.

Untuk mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran multimedia sudah

selayaknya kepala sekolah meningkatkan kemampuan guru dalam penggunaan

media pembelajaran multimedia, misalnya melalui diklat atau kurus-kursus untuk

mendesain presentasi, sehingga guru dapat membuat perencanaan pembelajaran

dengan multimedia lebih baik lagi.

3. Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan media pembelajaran Multimedia

Dari hasil observasi diketahui bahwa dalam melaksanakan pembelajaran

IPA dengan multimedia guru telah melakukan rangkaian kegiatan yang meliputi

pendahuluan yaitu dengan menjelaskan rencana pembelajaran dan mengaitkan

dengan materi sebelumnya. Pola pelaksanaan pembelajaran IPA dengan media

pembelajaran multimedia tersebut guru telah melaksanakan kegiatan sesuai

dengan RPP yang dibuat, yaitu telah melakukan langkah apersepsi, kegiatan inti,

dan melakukan evaluasi. Apersepsi berdasarkan data yang diperoleh dilakukan

oleh guru dengan mengungkapkan kembali materi yang telah disampaikan pada

pertemuan sebelumnya.

Kegiatan apersepsi tersebut merupakan usaha guru untuk mengetahui

bekal bawaan. yang ada pada siswa seperti yang disampaikan oleh Moedjiono

(2006: 39) yang mengatakan bahwa: Tahap sebelum pengajaran perlu

dipertimbangakan aspek-aspek yang berkaitan dengan: (1) bekal bawaan yang

ada pada siswa; dan (2) perumusan tujuan pelajaran.

128

Pada tahap pengajaran, Guru telah melakukan pengembangan konsep

dalam melakukan proses pengajaran IPA. Dalam tahap ini telah berlangsung

interaksi antara guru dengan siswa dimana guru menjalaskan materi IPA, dan

siswa mendengarkan dengan seksama, dan siswa dengan siswa dimana sesekali

guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang

tentunya siswa diberi kesempatan untuk diskusi. Kegiatan pembelajaran yang

berpusan pada guru tersebut dilaksanakan sesuai dengan RPP IPA yang telah

dibuat oleh guru.

Pola pelaksanaan pembelajaran IPA di SMA Negeri 2 Demak tersebut

sesuai dengan pendapat Moedjiono (2006: 39), yang mengatakan bahwa: dalam

tahap pengajaran berlangsung interaksi interaksi antara guru dengan siswa,

siswa dengan siswa, siswa group atau siswa secara individual. Rentangan

interaksi ini berada di antara dua kutub yang eksterm, yakni suatu kegiatan

yang berpusat pada guru dan kegiatan yang berpusat pada siswa.

Tahap sesudah pengajaran IPA yang dilakukan oleh guru adalah

melakukan evaluasi. Evaluasi yang dilakukan oleh guru meliputi evaluasi lisan

dan evaluasi tertulis. Kegiatan melakukan evaluasi tersebut merupakan strategi

dasar seperti yang disampaikan oleh Syaiful Bahri Djamarah (2006) yaitu

merupakan strategi menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan

atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan patokan oleh

guru dalam melakukan evaluasi hasi belajar mengajar yang selanjutnya akan

dijadikan umpan balik untuk penyermpurnaan sistem intruksional yang

bersangkutan secara keseluruhan.

129

Kegiatan apersepsi, melakukan kegiatan inti, dan melakukan evaluasi

tersebut merupakan strategi pembelajaran IPS, seperti yang dikatakan oleh

pendapat Syaiful Bahri Djamarah (2006: 5) bahwa: ”strategi mempunyai

pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai

sasaran yang telah ditentukan. Strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum

kegiatan guru, anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk

mencapai tujuan yang telah digariskan”

Dari observasi dan wawancara terhadap guru di SMA Negeri 2 Demak,

ternyata sebagian guru belum semuanya menggunakan media pembelajaran

multimedia, hal tersebut disebabkan adanya beberapa guru yang enggan

menggunakan teknologi dengan alasan menjelang pensiun, dengan tidak

dimanfaatkannya media pembelajaran multimedia tersebut menunjukkan bahwa

siswa kurang termotivasi untuk mengikuti pelajaran, yang akhirnya dapat

menurunkan prestasi belajar IPA. Berkurangnya motivasi siswa tersebut

merupakan faktor internal yang dapat mempengaruhi turunnya kualitas

pembelajaran, hal ini seseuai dengan teori Depdikbud (1996: 700), yang

menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa

adalah faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri sendiri meliputi

faktor fisiologis yang terdiri dari perhatian, minat, kepribadian, motif, dan

sebagainya.

Evaluasi yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran IPA dengan

media pembelajaran multimedia di SMA Negeri 2 Demak meliputi 2 tahap yaitu

pre test dan post test, pre test selalu dilakukan oleh guru sebelum pembelajaran

130

dimulai dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan lisan, maupun tertulis. Pre

test dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk mengatahui sejauh mana

pembahaman siswa terhadap materi yang pernah diberikan pada hari-hari

sebelumnya. Sedangkan post test, dilakukan oleh guru secara berkala, mulai dari

ulangan harian sampai semester.

Post test di SMA Negeri 2 Demak diberikan dalam bentuk ulangan

harian, ulangan mid semester/blok, dan ulangan umum, ulangan tersebut dibuat

oleh guru kelas masing-masing dengan menyusun kisi-kisi. Bentuk soal untuk

ulangan harian, mid semester atau ulangan blok adalah berbentuk essei,

sedangkan ulangan umum semester berbentuk pilihan ganda dan uraian.

Norma penilaian pembelajaran IPA yang dilaksanakan di SMA Negeri 2

Demak, menggunakan standar angka puluhan, nilai hasil penilaian disampaikan

kepada orang tua murid dalam bentuk rapor setiap semester. Evalusi merupakan

salah satu komponen sistem pembelajaran/ pendidikan, hal ini berarti, evaluasi

merupakan kegiatan yang tak terelakkan dalam setiap proses pembelajaran.

Kegiatan evaluasi baik pre test maupun post test yang dilakukan oleh guru dalam

pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia merupakan bagian

intgral yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan pembelajaran.

Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran IPA dengan media pembelajaran

multimedia tersebut sesuai dengan pernyataan Davies yang dikutip oleh Dimyati

(2006: 190) yang menyatakan bahwa: evaluasi merupakan proses sederhana

memberikan/menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, kepustakaan,

unjuk kerja, proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain.

131

Dengan ditetapkannya nilai hasil evaluasi dalam pembelajaran IPA

tersebut memiliki arti bahwa pelaksanaan evaluasi pembelajaran IPA dengan

media pembelajaran multimedia ersebut telah dilakukan dengan menggunakan

pengukuran berdasarkan standar yang telah ditetapkan, dimana guru

membandingkan antara prestasi siswa yang dicapai dengan tujuan pembelajaran

yang telah ditetapkan.

Pelaksanaan evaluasi pembelajaran IPA tersebut sesuai dengan pendapat

Wand dan Brown yang dikutip oleh Dimyati (2006: 191) yang mengatakan

bahwa: ”evaluasi merupakan suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.

Pengertian evaluasi lebih dipertegaskan lagi, dengan batasan sebagai proses

memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu

kriteria tertentu”.

4. Faktor Hambatan dan cara Mengatasi dalam Pembelajaran IPA dengan

Menggunakan Multimedia di SMA Negeri 2 Demak

Adanya faktor hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran IPA yang

berupa tidak siapnya beberapa guru dalam mengoperasikan media pembelajaran

multimedia tersebut menunjukkan bahwa tidak semua guru dapat menerima

multimedia sebagai media pembelajaran yang membantu dalam proses

pembelajaran. Guru yang tidak mampu mengoperasikan dengan baik media

pembelajaran multimedia justru akan menjadi tertawaan siswa, karena

kemunginan siswa lebih pandai dalam mengoperasikannya. Ketidak siapan guru

dalam mengoperasikan media pembelajaran tersebut merupakan satu kelemahan

yang harus diperbaiki oleh guru, karena guru seharusnya menyadari bahwa

132

dengan multimedia guru dapat mendiskripsikan berbagai media secara terpadu,

dan multimedia mempunyai kegiatan interaktif yang tingggi, hal ini sesuai

dengan teori yang dikemukakan oleh Sri Anitah (2008: 60) mengatakan bahwa

“multimedia digunakan untuk mendeskripsikan penggunaan berbagai media

secara terpadu dalam menyajikan atau mengajarkan suatu topik mata pelajaran”.

Multimedia merupakan kegiatan interaktif yang sangat tinggi, mengajak

pebelajar untuk mengikuti proses pembelajaran dengan memilih dan

mengendalikan layar di antara jendela informasi dalam penyajian media.

Dengan multimedia, berbagai gaya belajar pebelajar terakomodasi, seperti

pebelajar yang auditori, visual, maupun kinestetik, sehingga pebelajar dapat

memilih media yang sesuai dengan gaya belajar masing-masing.

133

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

1. Penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan Senior di SMA Negeri 2

Demak dalam pembelajaran IPA

Penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan senior di SMA Negeri

1 mempunyai karakteristik yang berbeda, guru senior lebih cenderung kurang

tertarik dengan penggunaan multimedia, bagi guru senior multimedia

dianggapnya hal baru yang sebelumnya belum pernah dipelajari. Keengganan

guru senior untuk tidak menggunakan multimedia disebabkan oleh kurangnya

pengetahuan guru senior dalam mengoperasikan komputer.

Bagi guru yunior multimedia merupakan media pembelajaran sangat

membantu, sehingga guru yunior lebih menyukai multimedia untuk pembelajaran

IPA. Pertimbangan guru yunior untuk menggunakan multimedia tersebut

disebabkan guru merasa terbantu dan memudahkan guru dalam menstrafer

pengetahuan, selain itu siswa lebih tertarik mengikuti pelajaran bila guru

menggunakan multimedia.

2. Perencanaan Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Media Multimedia

di SMA Negeri 2 Demak

Perencanaan pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia

di SMA Negeri 2 Demak, guru melakukan dua perencanaan yaitu perencanaan

pembelajaran, dan perencanaan sarana dan prasarana. Perencanaan pembelajaran

134

dilakukan oleh guru yunior disusun dalam bentuk RPP dengan media

pembelajaran multimedia, sedangkan perencanaan sarana dan prasarana

dilakukan oleh guru berupa perencanaan perangkat keras dan perangkat lunak,

perencanaan perangkat keras berupa laptop, LCD layar display. Perencanaan

pembelajaran yang dilakukan oleh guru senior khususnya dalam hal penggunaan

media pembelajaran, guru senior cenderung merencanakan media pembelajaran

selain multimedia antara lain menggunakan OHP, dan gambar-gambar. Dalam

menyusun RPP baik guru senior maupun yunior sama-sama melakukan

penjabaran standar kompetensi setiap mata pelajaran.

Perencanaan prasarana media pembelajaran yang dilakukan oleh guru

yunior berupa perangkat keras (laptop) merupakan milik pribadi guru, sedangkan

program yang dibuat disesuaikan dengan bahan ajar yang akan disampaikan.

Pertimbangan guru menggunakan laptop pribadi tersebut agar guru lebih leluasa

dalam menggunakan, mengubah, dan menyempurnakan media yang digunakan.

Sedangkan guru senior merencanakan sarana dan prasarana berupa OHP dan

transparan.

3. Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Media Pembelajaran Multimedia

Pelaksanakan pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia

di SMA Negeri 2 Demak yang dilakukan oleh guru yunior maupun guru senior

dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu kegiatan awal pembelajaran, kegiatan

inti, dan kegiatan akhir dengan memperhatikan berbagai aspek. Pembelajaran

IPA dengan media pembelajaran multimedia yang dilakukan di SMA Negeri 2

Demak dilakukan dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, diskusi

135

dan penugasan. Pada tahap awal pembelajaran guru guru menjelaskan rencana

pembelajaran, mengaitkan dengan materi lalu. Kegiatan inti guru menyampaikan

materi-materi dalam pembelajaran dan pada kegiatan akhir, guru melakukan

kegiatan evaluasi. Semua kegiatan tersebut oleh guru yunior disertai dengan

tampilan powerpoint sebagai media belajar yang dibuat dengan backgroud dan

animasi yang menarik. Namun untuk guru senior tidak menggunakan tampilan.

Evaluasi dan monitoring terhadap pembelajaran IPA dengan media

pemelajaran multimedia di SMA Negeri 2 Demak dilakukan baik, evaluasi awal

(pre test) maupun evaluasi akhir (post test) dalam bentuk lisan maupun tertulis,

namun untuk pre test masih terdapat beberapa guru yang kurang memperhatikan

hal tersebut dengan pertimbangan waktu. Post test dilakukan oleh guru melalui

ulangan harian minimal 2 kali dalam sebulan, evaluasi tengah semester dan

evaluasi semester. Hasil analisis evaluasi disampaikan kepada orang tua murid

setiap semester.

B. Implikasi

Adanya perbedaan penggunaan multimedia guru senior dengan guru yunior

tersebut memberikan implikasi bahwa, terdapat perbedaan pandangan antara guru

senior dan yunior tentang multimedia, dengan adanya perbedaan tersebut

menunjukkan bahwa guru IPA di SMA Negeri 2 Demak belum mempunyai

kesepakatan dalam penggunaan multimedia sebagai media pembelajaran.

Dari kesimpulan tersebut di atas dapat diimplikasikan bahwa guru SMA

Negeri 2 Demak dalam mengembangkan dan menyusun rencana pembelajaran IPA

dengan menggunakan media pembelajaran multimedia tetap mengacu pada Standar

136

Nasional Pendidikan yang dibuat oleh BSNP, walaupun dalam mengembangkan dan

menyusun rencana tersebut guru diberikan keleluasaan untuk mengembangkan sesuai

dengan kondisi sekolah dan kebutuhan masyarakat, dengan pengembangan dan

menyusun rencana pembelajaran secara detail dan merencanakan prasarana yang

akan digunakan dalam proses pembealajaran oleh guru maka guru dapat mengajar

sesuai dengan yang diinginkan dan kemungkinan hasil belajar yang dicapai oleh

siswa akan lebih baik.

Pelaksanakan pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembealajran

multimedia telah dilakukan dengan mempersiapkan sebelum mengajar, pada saat

mengajar, dan sesudah mengajar, dalam pelaksanaan pembelajaran guru memulai

dengan penjelasan rencana pembelajaran, mengaitkan dengan materi lalu,

menggunakan metode dan media pembelajaran, dan mengevaluasi siswa. Dengan

demikikan dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut telah terjadi interaksi antara

guru dan siswa yang memungkinkan siswa dapat menyerap pengetahuan dan

ketrampilan yang disampaikan oleh guru

Pelaksanakan evaluasi dan monitoring telah dilaksanakan dengan pre test dan

post test, post test dilakukan oleh guru melalui ulangan harian, ulangan tengah

semester dan ulangan semester, hal tersebut memberikan implikasi bahwa guru telah

melaksanakan tugasnya sebagai evaluator, dengan adanya evaluasi yang dilakukan

oleh guru tersebut sekaligus guru dapat mengetahui kekurangan dalam pembelajaran

dengan multimedia yang nantinya dapat digunakan sebagai masukan guru untuk

memperbaiki rencana berikutnya

C. Saran-saran

137

Agar semua guru IPA menggunakan multimedia sebagai media pembelajaran,

disarankan agar kepala sekolah membuat keputusan atas kesepakatan guru tentang

penggunaan multimedia, dengan adanya kesepakatan tersebut diharapkan semua guru

dapat memanfatkan multimedia sebagai media pembelajaran IPA.

Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa disarankan agar setiap guru

menggunakan media pembelajaran multimedia dengan baik, dan tidak terbatas pada

pemanfaatan powerpoint sebagai alat bantu mengajar, tetapi dapat ditampilkan

gambar-gambar hidup berupa rekaman kejadian yang ada kaitannya dengan standar

kompetensi. Selain itu disarankan agar sekolah melengkapi kelas dengan LCD yang

telah terpasang secara permanen, sehingga setiap guru mengajar tinggal datang dan

peralatan sudah siap untuk digunakan.

Untuk mengantisipasi tingkat kejenuhan anak dalam mengikuti pembelajaran

dengan multimedia yang baru sebatas penggunaan powerpoint, maka disarankan agar

sekolah mengupayakan CD-CD pembelajaran interaktif, sehingga siswa dapat

langsung belajar di lab Komputer, bila perlu menyediakan fasilitan on-line, sehingga

sesekali siswa perlu diarahkan pada pencarian pengetahuan melalui internet.

Untuk meningkatkan penggunaan multimedia sebagai media pembelajaran

disarankan agar SMA Negeri 2 meningkatkan palatihan-pelatihan dalam bentuk in

House Training, agar segiap guru nantinya mampu menggunakan multimedia

sebagai media pembelajaran. Dengan adanya kegitan pelatihan tersebut guru yang

sudah menguasai penggunaan media pembelajaran multimedia dapat melatih guru

lain yang belum bisa.

138

DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsudin Makmun. 2000. Psikologi Kependidikan.. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Ahmad Rohani. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Akhmad Sudrajat 2008. Kompetensi Guru dan Peran Kepala Sekolah.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com

Atwi Suparman. 2000. Desain Instruksional. Jakarta. PAU-PPAI Universitas Terbuka.

Briggs, Leslie J., 2001. Instructional Design Principles and Applications. Englewood

Chiffs New Jersey Education, London: Harvard University Press

Dimyati dan Mudjiono, 2006, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta

Djamarah Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu

Pendekatan teoritis Psikologis. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Ella Yulaelawati. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi Teori dan Aplikasi.

Bandung: Pakar Raya.

Hamzah B. Uno, 2007, Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang

Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hasibuan dan Moedjiono. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Penerbit PT.

Remaja Rosdakarya.

HB. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret

University Press.

Joko Muhammad Susilo. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar Offset.

Levy, Jack. 2002. Diagnosing and improving the quality of teachers’ interpersonal

behaviour, The International Journal of Educational Management, pg. 176.

Lexy J. Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosda

Karya.

Made Pidarta. 2004. Perencanaan Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan Sistem.

Jakarta: Rinneka Cipta.

Madsen, Susan R. 2004. “Academic Service Learning in Human Resource

Management”. Education Journal of Education for Business. Vol 49. edisi 4

139

Mantja, W. 2005. Etnografi Disain Penelitian Kualitatif dan Manajemen Pendidikan.

Malang. Penerbit Wineka Media.

Morrison, Gary R., Steven m. Ross, Jerrold E. Kemp, 2001, Designing Effective

Instruction, John Wiley & Sons, Inc., New York;

Mulrine, Christopher, F. 2007. Creating A Virtual Learning Environment for Gifted

and Talented Learners. Gifted Child Today. Academic Research Library, pg.

37.

Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implikasi.

Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Muslich. Masnur. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.

Jakarta: Bumi Aksara.

Nana Sudjana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Penerbit PT.

Remaja Rosdakarya.

Oemar Hamalik. 2007. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja

Rosda Karya.

Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:

Rineka Cipta.

Smaldino, Sharon, James D. Russel, Robert Heinich, Michael Molenda, 2005,

Instructional Technology and Media for Learning, Pearson Merrill Prentice

Hall. Upper Saddle river. Ohio: New Jersey colomcus.

Sri Anitah. 2008. Media Pembelajaran. Surakarta: LPP UNS Press

Nana Syaodih Sukmadinata. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:

Rosda Karya.

Suwarno Pringgawidagda. 2002. Strategi Penguasaan Berbahasa. Jakarta: Adicita

Karya Nusa.

Wahjosumidjo. 2007. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Tinjauan Teoritik dan

Permsasalahannya.. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada.

Winkel. 2001. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. PT. Gramedia. Jakarta.

140

Yudhi Munasi. 2008. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung

Persada Perss.

Gary, Borich. D. 1998. Effective Teaching Methods Third Edition. Ohio: New Jersey

Columbus. Menril. an imprint of Prentice Hall. Englewood Cliffs.

141

National Education Association, 1969

Rosyada, 2004

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995

Depdikbud, 1996

Depdiknas, 2004,

Sri Anitah, 2008

Winkerl, 1996

Yudhi Munadi, 2008

Briggs, 1977

Suwarno Pringgawidagda, 2002