ANALISIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MULTIMEDIA DI SMA …/Analisis... · Jabatan Nama Tanda tangan...
Transcript of ANALISIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MULTIMEDIA DI SMA …/Analisis... · Jabatan Nama Tanda tangan...
1
ANALISIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MULTIMEDIA
DI SMA NEGERI 2 DEMAK
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Teknologi Pendidikan
Oleh:
AHMAD MUNIF
NIM: S.810908326
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
HALAMAN PENGESAHAN
TESIS
ANALISIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MULTIMEDIA
DI SMA NEGERI 2 DEMAK
Oleh :
AHMAD MUNIF
NIM: S.810908326
Tesis ini disetujui dan disyahkan oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Drs. H. Haris Mudjiman, MA. Ph.D Prof. Dr. Sri Anitah Wiryawan, M.Pd.
NIP. 130344454 NIP. 130345741
Mengetahui :
Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan
Prof. Dr. H. Mulyoto, M.Pd
NIP. 130367766
3
PENGESAHAN TIM PENGUJI
ANALISIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MULTIMEDIA
DI SMA NEGERI 2 DEMAK
Disusun Oleh :
AHMAD MUNIF
NIM: S.810908326
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji
Pada tanggal : .......... Januari 2010
Jabatan Nama Tanda tangan
Ketua : Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd. ...........................
NIP. 19430712 197301 1 001
Sekretaris : Dr. Nunuk Suryani, M.Pd. ............................
NIP. 19661108 199003 2 001
Anggota Penguji : 1. Prof. Drs. H. Haris Mudjiman, MA. Ph.D. ............................
NIP. 130344454
2. Prof. Dr. Sri Anitah Wiryawan, M.Pd ............................
NIP. 130345741
Mengetahui
Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program Studi
Teknologi Pendidikan
Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D. Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd.
NIP. 19570820 198503 1 004 NIP. 19430712 197301 1 001
4
PERNYATAAN
Nama : Ahmad Munif
NIM : S.810908326
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Analisis Pengelolaan
Pembelajaran Multimedia di SMA Negeri 2 Demak betul-betul karya sendiri. Hal-hal
yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam
daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik yang berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh
dari tesis tersebut.
Surakarta, Desember 2009
Yang membuat pernyataan,
Ahmad Munif
5
MOTTO
Janganlah anda menyesali kegagalan yang anda alami dengan menuduh atau menyalahkan orang lain, akan tetapi akuilah sungguh-sungguh bahwa
kegagalan itu adalah akibat perbuatannya sendiri.
Ikhlaslah menjadi diri sendiri agar hidup penuh dengan ketenangan dan keamanan
Jangan mengukur kebijaksanaan seseorang hanya kerana kepandaiannya berkata-kata
tetapi juga perlu dinilai buah fikiran serta tingkah lakunya
7
ABSTRAK
Ahmad Munif, S. 810908326, 2009, Analisis Pengelolaan Pembelajaran Multimedia di
SMA Negeri 2 Demak, Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui (1) Untuk mengetahui
penggunaan multimedia oleh guru IPA Yunior dan Senior di SMA Negeri 2 Demak. (2)
Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan media
multimedia di SMA Negeri 2 Demak. (3) Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran
IPA dengan menggunakan media multimedia di SMA Negeri 2 Demak, (4) Untuk
mengetahui faktor-faktor yang menjadi hambatan dan cara mengatasi dalam
pembelajaran IPA dengan menggunakan multimedia di SMA Negeri 2 Demak.
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Demak dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis menggunakan
logika deduksi.
Hasil penelitian (1) Penggunaan multimedia oleh Guru IPA yunior dan senior di
SMA Negeri 1 mempunyai karakter yang bebeda, guru senior lebih cenderung kurang
tertarik dengan penggunaan multimedia, bagi guru senior multimedia dianggapnya hal
baru yang sebelumnya belum pernah dipelajari. Keengganan guru senior untuk tidak
menggunakan multimedia disebabkan oleh kurangnya pengetahuan guru senior dalam
mengoperasikan komputer (2) perencanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan
media multimedia di SMA Negeri 2 Demak diawali dengan penyusunan RPP, persiapan
sarana komputer dan perangkat lunak. (3) pelaksanaan pembelajaran IPA dengan
menggunakan media multimedia di SMA Negeri 2 Demak dilakukan sebatas
powerpoint, yang penayangannya dibantu dengan LCD, (4) hambatan dalam penggunaan
media multimedia antara lain: (a) tidak semua guru dapat menggunakan komputer, (b)
belum tersedianya mata program pembelajaran interaktif mata pelajaran IPA. Untuk
mengatasi kendala tersebut kepala sekolah memberikan kesempatan kepada guru untuk
mengikuti pelatihan komputer dan mewajibkan guru untuk menggunakan powerpoint
untuk proses belajar mengajar.
Kata kunci: Pembelajaran IPA dan Multimedia
8
ABSTRACT
Ahmad Munif, S. 810908326, 2009, Multimedia Learning Mangement Analysis in
SMA Country 2 Demak, Thesis: Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta
Research has purposes to know (1) Multimedia using by SMA Country 2 Demak junior
and senior teachers. (2) Scince learning planning by using multimedia media in SMA
Country 2 Demak . (3) Science learning execution by using multimedia media in SMA
Country 2 Demak . (4) The resistance and solving factor in science learning by using
multimedia media in SMA Country 2 Demak.
Research has done in SMA Country 2 Demak by using qualitative approach. Data
gathering technique used in research is detail review, observation and documentation.
Analysis technique by using deduction logic.
Research results (1) Multimedia using by SMA Country 2 Demak junior and senior
teachers have different characteristics, the senior teachers less attracted to multimedia
using, they consider multimedia is a new thing which is never been learned before. This
attitude caused by senior teachers’ less knowledge in computer operation. (2) Science
learning planning by using multimedia media in SMA Country 2 Demak is started with
RPP arrangement, computer media preparation and software. (3) Science learning
execution by using multimedia media in SMA Country 2 Demak is limited to
powerpoint, which is showed by using LCD. (4) resistances in using multimedia media
such as: (a) only some teachers able to use computer, (b) there is not science interactive
learning program yet. To solve those problems headmaster gives chances to teachers to
joint computer training and they should use powerpoint in teaching learning process.
Keywords: science learning and multimedia
9
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ................................................ iii
PERNYATAAN ............................................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................. 5
A. Kajian Pustaka .................................................................... 5
1. Kurikulum .................................................................... 5
2. Perencanaan Pembelajaran ........................................... 7
3. Proses Pembelajaran..................................................... 23
4. Evaluasi Pembelajaran ................................................. 28
5. Prestasi Belajar ............................................................. 32
6. Media Pembelajaran ..................................................... 40
7. Media Pembelajaran Multimedia ................................. 47
8. Peran Guru ................................................................... 49
9. Peran Kapala Sekolah .................................................. 58
10. Sarana dan Prasarana.................................................... 63
10
B. Kerangka Pemikiran ............................................................ 64
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 66
A. Jenis dan Desain Penelitian .................................................. 66
B. Lokasi Penelitian ................................................................. 68
C. Data dan Sumber Data/Informan ......................................... 68
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 72
E. Teknik Analisis Data .......................................................... 74
F. Keabsahan Data ................................................................... 78
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 80
A. Hasil Penelitian .................................................................... 80
1. Penggunaan Multimedia oleh Guru IPA Yunior dan
Senior di SMA Negeri 2 Demak dalam Pembelajaran IPA 80
2. Perencanaan Pembelajaran IPA dengan menggunakan
Media Multimedia di SMA Negeri 2 Demak .............. 85
3. Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Media
Pembelajaran Multimedia ........................................... 95
4. Faktor Hambatan dan Cara Mengatasi dalam
Pembelajaran IPA dengan menggunakan Multimedia di
SMA Negeri 2 Demak .................................................. 104
B. Pembahasan ......................................................................... 107
1. Penggunaan Multimedia oleh Guru IPA Yunior dan
Senior di SMA Negeri 2 Demak dalam Pembelajaran IPA 107
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Media
Pembelajaran Multimedia di SMA Negeri 2 Demak ... 111
3. Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Media
Pembelajaran Multimedia ............................................ 115
4. Faktor Hambatan dan Cara Mengatasi dalam
Pembelajaran IPA dengan menggunakan Multimedia di
SMA Negeri 2 Demak .................................................. 119
11
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN.................................. 121
A. Simpulan .............................................................................. 121
B. Implikasi .............................................................................. 123
C. Saran-saran .......................................................................... 125
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 127
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 130
12
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 65
Gambar 2 Foto Kegiatan Persiapan Pembelajaran Multimedia ........................ 149
Gambar 3 Foto Kegiatan Guru Melengkapi Gambar dengan Audio ................ 149
Gambar 4 Foto Kegiatan Guru Mencoba dengan LCD Proyektor
Sebelum digunakan di kelas ............................................................. 150
Gambar 5 Kegiatan Guru Merancang Media Pembelajaran dengan
Menggunakan Power Point .............................................................. 150
Gambar 6 Kegiatan Guru Mengatur Animasi ................................................... 151
Gambar 7 Kegiatan Guru Mencoba Tampilan sebelum digunakan di kelas..... 151
Gambar 8 Persiapan Guru di Kelas Sebelum Pelajaran dimulai ....................... 152
Gambar 9 Guru Mengajar dengan Multimedia ................................................. 152
Gambar 10 Suasana Kelas dalam Pembelajaran dengan Multimedia ................. 153
Gambar 11 Evaluasi Pembelajaran dengan Multimedia ..................................... 153
13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Catatan Lapangan 1 ......................................................................... 130
Lampiran 2 Catatan Lapangan 2 ......................................................................... 132
Lampiran 3 Catatan Lapangan 3 ......................................................................... 135
Lampiran 4 Catatan Lapangan 4 ......................................................................... 137
Lampiran 6 Catatan Lapangan 6 .......................................................................... 140
Lampiran 7 Catatan Lapangan 7 .......................................................................... 141
Lampiran 8 Catatan Lapangan 8 .......................................................................... 142
Lampiran 9 Catatan Lapangan 9 .......................................................................... 145
Lampiran 10 Catatan Lapangan 10 ........................................................................ 146
Lampiran 11 Fokus Penelitian ............................................................................... 147
Lampiran 12 RPP ................................................................................................... 154
14
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
berkat dan kasih karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan tesis yang
berjudul Analisis Pengelolaan Pembelajaran Multimedia di SMA Negeri 2 Demak.
Penulis juga mengucapkan banyak berterimakasih kepada:
1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D., Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. H. Mulyoto, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Prof. Drs. H. Haris Mudjiman, MA. Ph.D, selaku Pembimbing I yang memberikan
arahan dalam penulisan tesis secara terinci, tertib dan disiplin.
4. Prof. Dr. Sri Anitah Wiryawan, M.Pd., selaku Pembimbing II, yang telah
memberikan petunjuk dan saran-saran serta pengarahan hingga selesainya penulisan
tesis ini.
5. Seluruh Dosen Pascasarjana Program Studi Teknologi Pendidikan yang telah
memberikan ilmu selama perkuliahan.
6. Seluruh Staf dan Karyawan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah membantu kelancaran administrasi.
7. Rekan-rekan sesama mahasiswa yang telah memberikan dukungan doa, bantuan dan
semangat bagi penulis;
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
15
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan
saran akan dapat menyempurnakan Tesis ini. Penulis berharap semoga Tesis ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Surakarta, Desember 2009
Penulis
16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan kompetensi dan kualitas sumber daya manusia Indonesia merupakan
kebutuhan mutlak, terutama menghadapi perubahan dan perkembangan yang demikian
pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebutuhan tersebut akan lebih
terasa lagi dalam memasuki era pasar bebas. Pada era pasar bebas semua aspek
kehidupan mempersyaratkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang memadai.
Kenyataan menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia relatif
jauh tertinggal dibanding dengan Malaysia, Philipina, Tailand dan Singapura. Dalam
suatu penelitian oleh suatu badan internasional yang dipublikasikan oleh UNDP (United
Nation Development Programme) tahun 2000 menyebutkan bahwa Indonesia menduduki
peringkat ke 109 dari 174 negara. Dalam hal indeks pembangunan SDM (Human
Development Index) seperti yang dilaporkan oleh UNDP dalam Human Development
Report 2003 menempatkan Indonesia diurutan ke 112 dari 174 negara. Laporan yang
sama pada tahun 2005 melorot ke urutan 117 dari 177 negara. Di sisi lain dari laporan
WEF (World Economy Forum) tahun 2000 Indonesia hanya berada diurutan 44 dari 59
negara dalam daya saing ekonomi (Rosyada, 2004: 3).
Demikian pula peringkat daya saing sumber daya manusia Indonesia menempati
nomor paling buncit di arena internasional. Masyarakat dunia, terutama Indonesia saat
ini dihadapkan pada masalah semakin melebarnya kesenjangan antara kelompok negara
maju yang memiliki penguasaan IPTEK dan kelompok negara yang masih tertinggal
17
dalam penguasaan IPTEK. Bagi Indonesia, salah satu upaya untuk mengantisipasinya
adalah melalui pembangunan di bidang pendidikan, yakni melalui peningkatan kualitas
pendidikan, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Indonesia.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan bukan merupakan masalah yang
sederhana, tetapi memerlukan penanganan yang multidimensi dengan melibatkan
berbagai pihak yang terkait. Dalam konteks ini, kualitas pendidikan bukan hanya
terpusat pada pencapaian target kurikulum semata, akan tetapi menyangkut semua aspek
yang secara langsung maupun tidak langsung turut menunjang terciptanya manusia
Indonesia yang berkualitas.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh sekolah khususnya dalam pembelajaran IPA
yang menjadi pusat perhatian penelitian adalah dengan menggunakan media
pembelajaran multimedia, dengan penggunaan media pembelajaran dengan multimedia,
diharapkan peserta didik dapat termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran,
sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Penggunaan media pembelajaran multimedia di sekolah hingga saat ini telah
banyak digunakan, namun tentunya hal tersebut tidak berarti semua sekolah telah
menggunakan media tersebut untuk pelajaran IPA. Berbagai permasalahan dalam
penggunaan media antara lain: guru belum siap sebagai pengguna, sebagian sekolah
belum memiliki sarana untuk penggunaan media tersebut, dan kemampuan guru dalam
membuat aplikasi yang menarik masih perlu ditingkatkan.
18
Dengan hadirnya perangkat komputer sebagai sarana pembelajaran multimedia,
tentunya hal tersebut dapat meningkatkan motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran,
namun pada kenyataan sebagian siswa justru tidak termotivasi untuk mengikuti isi
pelajaran, lebih tertarik dengan proses pembuatan animasi, dan penggunaan animasi dari
media yang digunakan oleh guru.
SMA Negeri 2 Demak, merupakan Sekolah Ketegori Mandiri (SKM) yang saat
ini dipersiapkan untuk Rintisan Sekolah Berstandart Internasional (RSBI) telah
dilengkapi dengan media pembelajaran multimedia, sehingga setiap guru diharapkan
dapat menggunakan media pebelajaran multimedia untuk membantu proses
pembelajaran. Dikarenakan adanya perbedaan pembekalan yang dimiliki oleh guru,
khususnya guru yang senior dan yunior, maka tidak semua guru menyambut baik
multimedia tersebut, bahka beberapa guru hal tersebut merepotkan bagi guru.
Kenyataan tersebut di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian
tentang penggunaan multimedia di SMA Negeri 2 Demak dalam usaha meningkatkan
prestasi belajar siswa khususnya dalam pembelajaran IPA.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan Senior di SMA
Netgeri 2 Demak?
2. Bagaimana perencanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan multimedia di
SMA Negeri 2 Demak?
19
3. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan multimedia di
SMA Negeri 2 Demak?
4. Faktor apa yang menjadi hambatan dan cara mengatasi dalam pembelajaran IPA
dengan menggunakan multimedia di SMA Negeri 2 Demak?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan Senior di
SMA Netgeri 2 Demak.
2. Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan
multimedia di SMA Negeri 2 Demak.
3. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan
multimedia di SMA Negeri 2 Demak.
4. Untuk mengetahui Faktor yang menjadi hambatan dan mengatasi dalam
pembelajaran IPA dengan menggunakan multimedia di SMA Negeri 2 Demak.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak atau instansi yang terkait pada
dunia pendidikan dalam pengambilan kebijakan dalam rangka peningkatan mutu
atau kualitas pendidikan melalui penggunaan media pembelajaran multimedia.
2. Secara Praktis
Bagi sekolah penyelenggara dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk
peningkatan prestasi belajar IPA melalui penggunaan media pembelajaran
multimedia.
20
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Kurikulum
Kurikulum berasal dari bahasa dari bahasa latin, yakni ”Curriculae”,
artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu,
pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh
oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu
kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Kegiatan-kegiatan kurikulum tidak
terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan di
luar kelas. Tak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstrakurikulum.
Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa
pada hakikatnya adalah kurikulum. Kurikulum memiliki lima definisi yaitu
(Joko Muhammad Susilo, 2007: 77)
Kurikulum sebagai suatu program kegiatan terencana (program of
planned activities) memiliki rentang yang cukup luas, hingga membentuk suatu
pandangan yang menyeluruh. Di suatu pihak, kurikulum dipandang sebagai
suatu dokumen tertulis dan di lain pihak, kurikulum dipandang sebagai rencana
tidak tertulis yang terdapat dalam pikiran pihak pendidik.
Menurut Morrison, Gary R., Steven M. Ross, & Jerrold E. Kemp (2001:
2) menjelaskan tentang pengertian kurikulum adalah
The term curriculum refers to the subject content and skills that
make up an educational program. Curriculum design is a process of
formulating a specific educational platform that defines the beliefs, of
what should be in the curriculum.
21
(Kurikulum adalah isi dan keterampilan yang membenahi program pendidikan.
Desain kurikulum dalah proses pembentukan dasar-dasar pendidikan yang
spesifik, menetapkan keyakinan apa yang harus ada dalam kurikulum).
Gary Borich (1998: 182) menjelaskan bahwa ”Curriculum guides at the
grade, departement, and school district level usually clearly specify what
content must be covered in what period of time”. (Kurikulum merupakan
panduan untuk tingkat, tingkat departemen dan tingkat wilayah sekolah secara
jelas menspesifikasikan isi-isi pengajaran yang harus diberikan pada periode
tertentu).
Kurikulum juga diartikan sebagai seperangkat rencana dan peraturan
berdasarkan standar pendidikan tentang kemampuan dari sikap, materi dan
pengalaman belajar dan penilaian yang berbasis potensi kondisi peserta didik
(Sisdiknas, 2003 : 3). Kurikulum suatu yang direncanakan sebagai pegangan
guna mencapai tujuan pendidikan tentang manusia atau warga negera yang akan
dibentuk. Kurikulum merupakan serangkaian pengalaman yang secara potensial
dapat diberikan kepada anak (potential Curriculum) (Nasution, 2003 : 8).
Made Pidarta (2004: 129) menyatakan bahwa “kurikulum merupakan
seperangkat rancangan nilai, pengetahuan dan keterampilan yang harus ditransfer
kepada peserta didik dan bagaimana proses transfer tersebut harus dilaksanakan”.
Rencana nilai pengetahuan dan keterampilan yang hendak ditransfer kepada
peserta didik selanjutnya dikembangkan berdasarkan kemampuan dasar minimal
harus dikuasai seorang peserta didik di sekolah yang bersangkutan
menyelesaikan satu unit pelajaran, satu satuan waktu dan satu satuan pendidikan.
2. Perencanaan Pembelajaran
22
a. Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu proses hubungan mengajar dan belajar
antara peserta didik dan guru. Tugas dan tanggung jawab utama seorang
pengajar adalah mengelola pembelajaran dengan lebih efektif, dinamis,
efisien, dan positif, yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan
aktif diantara guru dan peserta didik. Menurut Ahmad Rohani (2004: 1)
menyatakan:
Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistimatis yang terdiri
atas banyak komponen. Masing-masing komponen pembelajaran tidak
bersifat parsial (terpisah) atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus
berjalan secara teratur, saling bergantung, komplementer, dan
berkesinambungan, untuk itu diperlukan pengelolaan pembelajaran yang
baik.
Menurut Smaldino, at all (2005: 6) menyatakan bahwa:
Learning is the development of new knowledge, skills, or
attitudes as an individual interacts with information and the environment.
The learning environment in cludes the physical facilites, the
psychological atmosphere, intructional technology, media, and methods.
(Pembelajaran adalah perkembangan dari pengetahuan baru, ketrampilan
atau perilaku sebagai interaksi individu dengan informasi dan
lingkungan. Lingkungan pembalajaran meliputi fasilitas fisik, suasana
psikologi, teknologi instruksional, media dan metode.)
Menurut Hamzah. B. Uno (2007: 34) menyatakan bahwa:
Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang perlu
dipertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran. Sebab segala
kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya tujuan tersebut. Dilihat
dari sejarahnya, tujuan pembelajaran pertama kali diperkenalkan oleh
23
B.F. Skinner pada tahun 1950 yang diterapkannya dalam ilmu perilaku
(behavorial science) dengan maksud untuk meningkatkan mutu
pembelajaran. Kemudian diikuti oleh Robert mager yang menulis buku
yang berjudul “preparing instructional objective” pada tahun 1962.
selanjutnya diterapkan secara meluas pada tahun 1970 diseluruh lembaga
pendidikan termasuk di Indonesia.
Penuangan tujuan pembelajaran ini bukan saja memperjelas arah
yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan belajar, tetapi dari segi efisiensi
diperoleh hasil maksimal. Keuntungan yang dapat diperoleh melalui
penuangan tujuan pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut:
1). Waktu mengajar dapat dialokasikan dan dimanfaatkan secara tepat.
2). Pokok bahasan dapat dibuat seimbang, sehingga tidak ada materi
pelajaran yang dibahas terlalu mendalam atau terlalu sedikit.
3). Guru dapat menetapkan berapa banyak materi pelajaran yang dapat atau
sebaiknya disajikan dalam setiap jam pelajaran.
4). Guru dapat menetapkan urutan dan rangkaian materi pelajaran secara
tepat. Artinya, peletakan masing-masing materi pelajaran akan
memudahkan siswa dalam mempelajari isi pelajaran.
5). Guru dapat dengan mudah menetapkan dan mempersiapkan strategi
belajar mengajar yang paling cocok dan menarik.
6). Guru dapat dengan mudah mempersiapkan berbagai keperluan peralatan
maupun bahan dalam keperluan belajar.
7). Guru dapat dengan mudah mengukur keberhasilan siswa dalam belajar.
8). Guru dapat menjamin bahwa hasil belajarnya akan lebih baik
dibandingkan dengan hasil belajar tanpa tujuan yang jelas.
Banyak pengertian yang diberikan para ahli pembelajaran tentang
tujuan pembelajaran, yang satu sama lain memiliki kesamaan di samping ada
perbedaan sesuai dengan sudut pandang garapannya. Robert F. Mager (1962
24
dalam Hamzah B. Uno, 2007: 35) memberikan pengertian ”tujuan
pembelajaran sebagai perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat
dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu”.
Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang
dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk
tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Perilaku ini
dapat berupa fakta yang konkrit serta dapat dilihat dan fakta yang tersamar.
Definisi ketiga oleh Fred Percival dan Hery Elington (Hamzah B. Uno, 2007:
35) yakni ”tujuan pembelajaran adalah suatu pertanyaan yang jelas dan
menunjukkan penampilan atau keterampilan siswa tertentu yang diharapkan
dapat dicapai sebagai hasil belajar”.
b. Desain Pembelajaran
Menurut Ella Yulaelawati (2004: 48) menyatakan bahwa:
Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang
misalnya disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses.
Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan
teori tentang strategi dan serta proses pengembangan pembelajaran dan
pelaksanaanya.
Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk
menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta
pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran
dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai
tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan
25
pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk
sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar.
Desain pembelajaran sebagai proses, merupakan pengembangan
sistematis tentang spesifikasi pembelajaran dengan menggunakan teori
pembelajaran dan teori belajar untuk menjamin mutu pembelajaran. Desain
pembelajaran merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan tujuan
belajar serta sistem penyampainnya.
Proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan dengan efektif dana
efisien dengan adanya desain pembelajaran, hal ini seperti dikemukakan oleh
Morrison, at all (2001: 2) yang menyatakan:
Learning must be more effective and efficient. This need has given
rise to the instructional design process, a systematic planing method that
results in successful learning and performance. (Pembelajaran seharusnya
lebih efektif dan efisien, kebutuhan ini telah memunculkan proses design
instruksional yaitu sebuah metode perencanaan sistematik yang berhasil
dalam pembelajaran dan hasil kerja yang sukses).
c. Silabus
Menurut Ella Yulaelawati (2004: 123) yang menyatakan bahwa:
Silabus adalah rancangan pembelajaran yang berisi rencana bahan
ajar mata pelajaran tertentu pada jenjang dan kelas tertentu, sebagai hasil
dari seleksi, pengelompokan, pengurutan, dan penyajian materi
kurikulum, yang dipertimbangkan berdasarkan ciri dan kebutuhan daerah
setempat. Silabus merupakan seperangkat rencana serta pengaturan
pelaksanaan pembelajaran dan penilaian yang disusun secara sistematis
26
memuat komponen-komponen yang saling berkaitan untuk mencapai
penguasaan kompetensi dasar.
Silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan
pembelajaran, seperti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan
kegiatan pembelajaran dan pengembangan sistem penilaian. Silabus
merupakan sumber pokok dalam penyusunan rencana pembelajaran, baik
rencana pembelajaran untuk satu standar kompetensi maupun satu
kompetensi dasar. Silabus juga bermanfaat sebagai pedoman untuk
merencanakan pengelolaan kegiatan belajar secara klasikal, kelompok kecil,
atau pembelajaran secara individual. Demikian pula, silabus sangat
bermanfaat untuk mengembangkan sistem penilaian, yang dalam
pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi, sistem penilaian selalu
mengacu pada standar kompetensi, kompetensi dasar dan pembelajaran yang
terdapat di dalam silabus.
Proses pengembangan silabus berbasis kompetensi menurut
Depdiknas 2004 yang menyatakan bahwa:
Secara umum proses pengembangan silabus berbasis kompetensi
terdiri dari tujuh langkah utama sebagaimana tercantum dalam Buku
Pedoman Umum Pengembangan Silabus yaitu: (1) penulisan identitas
mata pelajaran; (2) perumusan standar kompetensi; (3) penentuan
kompetensi dasar; (4) penentuan materi pokok dan uraiannya; (5)
penentuan pengalaman belajar; (6) penentuan alokasi waktu; dan (7)
penentuan sumber bahan.
Standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pokok, sudah
disiapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu tugas guru adalah
27
mengembangkan setiap kompetensi dasar tersebut dengan jalan menentukan
materi pokok, pengalaman belajar, alokasi waktu dan sumber bahan. Untuk
implementasi di kelas, silabus perlu dijabarkan lagi ke dalam bentuk
persiapan mengajar, baik dalam bentuk satpel maupun rencana pembelajaran.
Secara rinci langkah-langkah pengembangan silabus adalah sebagai berikut:
1) Penulisan Identitas Mata Pelajaran
Pada bagian identitas mata pelajaran perlu dituliskan dengan jelas
nama mata pelajaran, jenjang sekolah/madrasah, kelas, dan semester.
Dengan informasi tersebut guru akan mendapatkan kejelasan tentang
tingkat pengetahuan prasyarat, pengetahuan awal dan karakteristik siswa
yang akan diberi pelajaran.
2) Penentuan Standar Kompetensi
Standar kompetensi mata pelajaran dapat didefinisikan sebagai
pernyataan tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus
dikuasai serta tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam
mempelajari suatu mata pelajaran. Standar kompetensi merupakan
kerangka yang menjelaskan dasar pengembangan program pembelajaran
yang terstruktur. Standar kompetensi mata pelajaran juga merupakan
fokus dari penilaian, sehingga proses pengembangan kurikulum adalah
fokus dari penilaian, meskipun kurikulum lebih banyak berisi tentang
dokumen pengetahuan, keterampilan dan sikap pada bukti-bukti untuk
menunjukkan bahwa siswa yang akan belajar telah memiliki pengetahuan
dan keterampilan awal.
28
Dengan demikian standar kompetensi mata pelajaran diartikan
sebagai kemampuan siswa dalam: (a) Melakukan suatu tugas atau
pekerjaan berkaitan dengan mata pelajaran tertentu; (b)
Mengorganisasikan tindakan agar pekerjaan dalam matapelajaran tertentu
dapat dilaksanakan; (c) Melakukan reaksi yang tepat bila terjadi
penyimpangan dari rancangan semula; dan (d) Melaksanakan tugas dan
pekerjaan berkaitan dengan mata pelajaran dalam situasi dan kondisi yang
berbeda.
Penentuan standar kompetensi hendaknya dilakukan dengan
cermat dan hati- hati, karena jika setiap sekolah/madrasah atau setiap
kelompok sekolah/madrasah mengembangkan standar kompetensi sendiri
tanpa memperhatikan standar nasional, maka pemerintah pusat akan
kehilangan sistem untuk mengontrol mutu sekolah/ madrasah. Akibatnya
kualitas sekolah/madrasah akan bervariasi, dan tidak dapat dibandingkan
antara kualitas sekolah/madrasah yang satu dengan kualitas sekolah/
madrasah yang lain.
3) Penentuan Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar merupakan perincian atau penjabaran lebih
lanjut dari standar kompetensi. Kompetensi dasar adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang minimal harus dikuasai peserta didik untuk
menunjukkan bahwa siswa telah menguasai standar kompetensi yang
ditetapkan. Untuk memperoleh perincian tersebut kita perlu melakukan
analisis standar kompetensi. Caranya dengan jalan mengajukan
29
pertanyaan: Kemampuan dasar apa saja yang harus dikuasai siswa dalam
rangka mencapai standar kompetensi? Jawaban atas pertanyaan tersebut
berupa daftar lengkap pengetahuan, keterampilan, dan atau sikap yang
harus dikuasai siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi.
Kompetensi dasar untuk setiap standar kompetensi dapat berkisar antara 5
sampai 6 butir.
Kompentensi dasar dirumuskan dengan menggunakan kata- kata
kerja operasional, yaitu kata kerja yang dapat diamati dan diukur,
misalnya membandingkan, menghitung, menyusun, memproduksi.
Setelah diperoleh daftar perincian tersebut, kemudian daftar tersebut
diurutkan.
Komponen lain yang harus diperhatikan dalam menyusun silabus
adalah penentuan materi pokok. Materi pokok harus disusun sedemikian
rupa agar dapat menunjang tercapainya kompetensi. Materi pokok adalah
pokok-pokok materi pembelajaran yang harus dipelajari siswa sebagai
sarana pencapaian kompetensi dan yang akan dinilai dengan
menggunakan instrumen penilaian yang disusun berdasarkan indikator
pencapaian belajar.
Karena standar materi pokok telah ditetapkan secara nasional,
maka materi pokok tinggal disalin dari buku Standar Kompetensi Mata
Pelajaran. Sementara tugas para pengembang silabus adalah memberikan
jabaran/materi pokok tersebut ke dalam uraian materi pokok atau biasa
30
disebut materi pembelajaran untuk memudahkan guru, sekaligus
memberikan arah serta cakupan materi pembelajarannya.
d. RPP
Mulyasa (2006: 213) menyatakan bahwa:
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana
yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran
untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan
dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus.
RPP merupakan komponen penting dari kurikulum yang
dipergunakan pada program percepatan belajar yang mengacu pada KTSP.
RPP pengembangannya harus dilakukan secara profesional. Tugas guru
yang paling utama terkait dengan RPP adalah menjabarkan silabus ke
dalam RPP yang lebih operasional dan rinci, serta siap dijadikan pedoman
atau skenario dalam pembelajaran. Dalam pengembangan RPP, guru diberi
kebebasan untuk mengubah, memodifikasi, dan menyesuaikan silabus
dengan kondisi sekolah dan daerah, serta dengan karakteristik peserta didik.
Hal ini harus dipahami dan dilakukan guru, terutama kalau sekolah
tempatnya mengajar tidak mengembangkan silabus sendiri, tetapi
menggunakan silabus yang dikembangkan oleh Depdiknas atau silabus dari
sekolah lain.
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rancangan
pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam
pembelajaran di kelas. Berdasarkan RPP inilah seorang guru (baik yang
menyusun RPP itu sendiri maupun yang bukan) diharapkan bisa menerapkan
31
pembelajaran secara terprogram. Karena itu, RPP harus mempunyai daya
terap (aplicable) yang tinggi. Tanpa perencanaan yang matang, mustahil
target pembelajaran bisa tercapai secara maksimal. Pada sisi lain, melalui
RPP pun dapat diketahui kadar kemampuan guru dalam menjalankan
profesinya. Rencana pembelajaran berbasis kompetensi melalui pendekatan
kontekstual dirancang oleh guru yang akan melaksanakan pembelajaran di
kelas yang berisi skenario tentang apa yang akan dilakukan siswanya
sehubungan topik yang akan dipelajarinya. Secara teknis rencana
pembelajaran minimal mencakup komponen-komponen berikut (Masnur
Muslich, 2008: 53):
1). Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil
belajar;
2). Tujuan pembelajaran;
3). Materi pembelajaran;
4). Pendekatan dan metode pembelajaran;
5). Langkah-langkah kegiatan pembelajaran;
6). Alat dan sumber belajar;
7). Evaluasi pembelajaran.
Menurut Masnur Muslich (2008: 54) adapun langkah-langkah yang
dilakukan guru dalam penyusunan RPP adalah sebagai berikut:
1). Ambillah satu unit pembelajaran (dalam silabus) yang akan ditetapkan
dalam pembelajaran.
2). Tulis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam
unit tersebut.
3). Tentukan indikator untuk mencapai kompetensi dasar tersebut
4). Tentukan alokasi waktu yang diperlukan untuk mencapai indikator
tersebut.
5). Rumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran
tersebut
6). Tentukan materi pembelajaran yang akan diberikan/ dikenakan kepada
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan
7). Pilihlah metode pembelajaran yang dapat mendukung sifat materi dan
tujuan pembelajaran
32
8). Susunlah langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada setiap satuan
kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
9). Jika alokasi waktu untuk mencapai satu kompetensi dasar lebih dari 2
(dua) jam pelajaran, bagilah langkah-langkah pembelajaran menjadi
lebih dari satu pertemuan. Pembagian setiap jam pertemuan bisa
didasarkan pada satuan tujuan pembelajaran atau sifat/tipe/ jenis materi
pembelajaran.
10). Sebutkan sumber/media belajar yang akan digunakan dalam
pembelajaran secara konkret dan untuk setiap bagian/ unit pertemuan
11). Tentukan teknik penilaian, bentuk dan contoh instrumen penilaian yang
akan digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi dasar atau
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Jika instrumen penilaian
berbentuk tugas, rumuskan tugas tersebut secara jelas dan bagaimana
rambu-rambu penilaiannya. Jika instrumen penilaian berbentuk soal,
cantumkan soal-soal tersebut dan tentukan rambu-rambu penilaiannya
dan atau jawabannya. Jika penilaiannya berbentuk proses, susunlah
rubriknya dan indikator masing-masingnya.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar merupakan arah dan
landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sedangkan dalam
merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan
standar proses dan standar penilaian. Tugas utama guru dalam pembelajaran
kontekstual adalah menjabarkan, menganalisis, mengembangkan indikator,
dan menyesuaikan standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan
karakteristik dan perkembangan peserta didik, situasi dan kondisi sekolah,
serta kondisi dan kebutuhan daerah. Selanjutnya mengemas hasil analisis
terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut ke dalam
pembelajaran kontektual, yang di dalamnya mencakup silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) (E. Mulyasa, 2006: 109).
1). Hakikat Perencanaan
33
Rencana pembelajaran dimulai dari pemahaman tujuan, seperti
halnya dikemukakan oleh Borich, D.Gary (1998: 180) menyatakan: ”Unit
planning begins with an understanding of the alternative goals, learning
needs, content, and methods that are involved in writing lesson plans”.
(Perencanaan dimulai dengan pemahaman tentang tujuan alternatif,
kebutuhan pembelajaran, isi, dan metode yang dibutuhkan dalam
penulisan perencanaan pelajaran).
Menurut Mulyasa (2006: 213) “Rencana pelaksanaan pembelajaran
pada hakekatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk
memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam
pembelajaran”.
Dengan demikian, RPP merupakan upaya untuk memperkirakan
tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. RPP perlu
dikembangkan untuk mengkoordinasikan komponen pembelajaran, yakni:
kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar; dan penilaian.
Kompetensi dasar berfungsi mengembangkan pontesi peserta didik;
materi standar berindikator hasil belajar berfungsi menunjukkan
keberhasilan pembentukan kompetensi peserta didik; sedangkan penilaian
berfungsi mengukur pembentukan kompetensi dan menentukan tindakan
yang harus dilakukan apabila kompetensi standar belum terbentuk atau
belum tercapai.
Identifikasi kebutuhan bertujuan antara lain untuk melibatkan dan
memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan oleh mereka
34
sebagai bagian dari kehidupannya dan mereka merasa memilikinya. Hal
ini dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: (1) Peserta didik
didorong untuk menyatakan kebutuhan belajar berupa kompetensi
tertentu yang ingin mereka miliki dan diperoleh melalui kegiatan
pembelajaran; (2) Peserta didik didorong untuk mengenali dan
mendayagunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk memenuhi
kebutuhan belajar (3) Peserta didik dibantu untuk mengenal dan
menyatakan kemungkinan adanya hambatan dalam upaya memenuhi
kebutuhan belajarnya, baik yang datang dari dalam (internal) maupun
dari luar (eksternal).
Kedua, Identifikasi Kompetensi. Kompetensi merupakan sesuatu
yang ingin dimiliki oleh peserta didik, dan merupakan komponen utama
yang harus dirumuskan dalam pembelajaran, yang memiliki peran penting
dan menentukan arah pembelajaran. Kompetensi yang jelas akan
memberikan petunjuk yang jelas pula terhadap materi yang harus
dipelajari, penetapan metode dan media pembelajaran, serta memberi
petunjuk terhadap penilaian. Oleh karena itu, setiap kompetensi harus
merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap
yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (thinking
skill). Uraian di atas mengisyaratkan bahwa pembentukan kompetensi
melibatkan Intellegence quoteont (IQ), Emotional Quotient (EI),
Creativity Intellegence (CI), yang secara keseluruhan harus tertuju pada
pembentukan spiritual intelegensi (SI). Dengan demikian terdapat
35
hubungan (link) antara tugas-tugas yang dipelajari peserta didik di
sekolah dan untuk hidup bermasyarakat. Untuk itu, pengembangan
silabus ke dalam bentuk RPP yang efektif menuntut kerja sama yang baik
antara sekolah/satuan pendidikan dengan masyarakat dan dunia
usaha/dunia kerja, terutama dalam mengidentifikasi dan menganalisis
kompetensi yang perlu dipelajari dan dimiliki oleh peserta didik.
Kompetensi yang harus dipelajari dan dimiliki peserta didik perlu
dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil
belajar yang mengacu pada pengalaman langsung. Peserta didik perlu
mengetahui tujuan belajar, dan tingkat-tingkat penguasaan yang akan
digunakan sebagai kriteria pencapaian secara eksplisit, dikembangkan
berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, dan memiliki kontribusi
terhadap kompetensi-kompetensi yang sedang dipelajari. Penilaian
pencapaian kompetensi perlu dilakukan secara objekatif, berdasarkan
kinerja peserta didik, dengan bukti penguasaan mereka terhadap suatu
kompetensi sebagai hasil belajar. Dengan demikian dalam pembelajaran
yang dirancang berdasarkan kompetensi, penilaian tidak dilakukan
berdasarkan pertimbangan yang bersifat subyektif.
2). Penyusunan program pembelajaran
Penyusunan program pembelajaran akan bermuara pada rencana
pelaksanaan pembelajaran, sebagai produk program pembelajaran jangka
pendek, yang mencakup komponen program kegiatan belajar dan proses
pelaksanaan program. Komponen program mencakup kompetensi dasar,
36
materi standar, metode dan teknik, media dan sumber belajar, waktu
belajar dan daya dukung lainnya. Dengan demikian rencana pelaksanaan
pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu sistem, yang terdiri atas
komponen-komponen yang saling berhubungan serta berinteraksi satu
sama lain, dan memuat langkah-langkah pelaksanaannya, untuk
mencapai tujuan atau membentuk kompetensi.
3). Fungsi RPP
Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan suatu perkiraan
atau proyeksi guru mengenai seluruh kegiatan yang akan dilakukan baik
oleh guru maupun peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan
pembentukan kompetensi. Dalam RPP harus jelas kompetensi dasar
yang akan dimiliki oleh peserta didik, apa yang harus dilakukan, apa
yang harus dipelajari, bagaimana mempelajarinya, serta bagaimana guru
mengetahui bahwa peserta didik telah menguasai atau memiliki
kompetensi tertentu. Aspek-aspek tersebut merupakan unsur utama yang
secara minimal harus ada dalam setiap RPP sebagai pedoman guru dalam
melaksanakan pembelajaran dan membentuk kompetensi peserta didik.
Menurut Mulyasa (2006: 217) ”Fungsi RPP dibedakan menjadi dua yaitu
fungsi perencanaan dan fungsi pengembangan RPP”.
4). Cara Pengembangan RPP
Cara pengembangan RPP dalam garis besarnya dapat mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut: (1) Mengisi kolom identitas; (2)
Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah
37
ditetapkan; (3) Menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar,
serta indikator yang akan digunakan yang terdapat pada silabus yang telah
disusun; (4) Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan standar
kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikator yang telah ditentukan;
(5) Mengidentifikasi materi standar berdasarkan materi
pokok/pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Materi standar
merupakan uraian dari materi pokok/ pembelajaran; (6) Menentukan
metode pembelajaran yang akan digunakan; (7) Merumuskan langkah-
langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti, dan akhir; (8)
Menentukan sumber belajar yang digunakan; dan (9) Menyusun kriteria
penilaian, lembar pengamatan.
Masnur Muslich (2008: 53) menyatakan bahwa ”Perencanaan
pembelajaran atau biasa disebut rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan
guru dalam pembelajaran di kelas”. Berdasarkan RPP inilah seorang guru
(baik yang menyusun RPP itu sendiri maupun yang bukan) diharapkan bisa
menerapkan pembelajaran secara terprogram. Karena itu, RPP harus
mempunyai daya terap (aplicable) yang tinggi. Tanpa perencanaan yang
matang, mustahil target pembelajaran bisa tercapai secara maksimal. Pada
sisi lain, melalui RPP pun dapat diketahui kadar kemampuan guru dalam
menjalankan profesinya.
3. Proses Pembelajaran
38
Pengertian pengelolaan pembelajaran menurut (Ahmad Rohani, 2004: 1)
adalah
Suatu upaya untuk mengatur (mengelola dan mengendalikan)
aktivitas pembelajaran berdasarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
pembelajaran untuk mensukseskan tujuan pembelajaran agar tercapai secara
lebih efektif, efisien, dan produktif yang diawali dengan penentuan strategi
dan perencanaan, diakhiri dengan penilaian. Penilaian tersebut pada akhirnya
akan dapat dimanfaatkan sebagai feedback (umpan balik) bagi perbaikan
pembelajaran lebih lanjut.
39
Abin Syamsudin Makmun (2000: 220) menyatakan bahwa “Pendekatan
secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu garis besar dalam bertindak untuk
mencapai sasaran yang telah ditetapkan”. Menurut Nana Sudjana (2000: 147)
menyatakan bahwa:
Pendekatan adalah cara atau upaya yang dilakukan untuk mencapai
sasaran tertentu. Pendekatan pembelajaran adalah tindakan guru
melaksanakan rencana mengajar. Artinya, usaha guru dalam menggunakan
beberapa variabel pengajaran (tujuan, bahan, metode dan alat, serta evaluasi)
agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pendekatan adalah cara menyikapi sesuatu dan cara pandang seseorang
terhadap sesuatu yang menjadi landasan untuk tindak lanjutnya.
Menurut Atwi Suparman (2000: 157) menyatakan bahwa:
Pendekatan pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan kegiatan
dan cara pengorganisasian materi pelajaran, siswa, peralatan, bahan, serta
waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan.
Pendekatan pembelajaran sebagai suatu pendekatan dalam mengelola
secara sistematis kegiatan pembelajaran sehingga sasaran didik dapat menguasai
isi pelajaran atau tujuan yang diharapkan. Salah satu keterampilan dalam
mengajar yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah dapat memilih berbagai
pendekatan dalam mengajar dan menggunakan pendekatan tersebut sesuai
dengan tujuan pengajaran yang hendak dicapai. Tujuan dan materi yang baik
belum tentu memberikan hasil yang baik tanpa memilih dan menggunakan
metode yang sesuai dengan tujuan dari materi tersebut. Pendekatan pembelajaran
40
mengandung kegiatan-kegiatan siswa yang belajar dan kegiatan guru yang
mengajar.
Dimyati & Mudjiono (2006: 185) menyatakan bahwa:
Belajar dapat dilakukan di sembarang tempat, kondisi, dan waktu.
Cepatnya informasi lewat radio, televisi, film, wisatawan, surat kabar,
majalah, dapat mempermudah belajar. Meskipun informasi dengan mudah
dapat diperoleh, tidak dengan sendirinya seseorang terdorong untuk
memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dari padanya. Guru
profesional memerlukan pengetahuan dan keterampilan pendekatan
pembelajaran agar mampu mengelola berbagai pesan sehingga siswa
berkebiasaan belajar sepanjang hayat.
Pendekatan pembelajaran dapat berarti anutan pembelajaran yang
berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan sehingga tercapai sasaran belajar.
Dalam belajar tentang pendekatan pembelajaran tersebut, orang dapat melihat
(1) pengorganisasian siswa, (2) posisi guru-siswa dalam pengolahan pesan, dan
(3) pemerolehan kemampuan dalam pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran dengan pengorganisasian siswa dapat
dilakukan dengan (1) pembelajaran secara individual, (2) pembelajaran secara
kelompok, dan (3) pembelajaran secara klasikal. Pada ketiga pengorganisasian
siswa tersebut tujuan pengajaran, peran guru dan siswa, program pembelajaran,
dan disiplin belajar berbeda-beda. Pada ketiga pengorganisasian siswa tersebut
seyogianya digunakan untuk membelajarkan siswa yang menghadapi kecepatan
informasi pada masa kini.
41
Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2006: 37), menyatakan bahwa:
Konsep mengajar dalam proses perkembangannya masih dianggap
sebagai suatu kegiatan penyampaian atau penyerahan pengetahuan.
Pandangan semacam ini masih umum digunakan di kalangan pengajar.
Hasil penelitian dan pendapat para ahli sekarang ini lebih menyempurnakan
konsep tradisional. Mengajar menurut pengertian mutakhir merupakan suatu
perbuatan yang kompleks. Perbuatan mengajar yang kompleks dapat
diterjemahkan sebagai penggunaan secara integratif sejumlah komponen
yang terkandung dalam perbuatan mengajar itu untuk menyampaikan pesan
pengajaran. Dalam proses belajar mengajar guru memiliki peran yaitu: (1)
tahap sebelum pengajaran, (2) tahap pengajaran, dan (3) tahap setelah
pengajaran.
Penilaian terhadap proses pengajaran dilakukan oleh guru sebagai bagian
integral dari pangajaran itu sendiri. Artinya, penilaian harus tidak terpisahkan
dalam penyusunan dan pelaksanaan pengajaran. Penilaian proses bertujuan
menilai efektivitas dan efisiensi kegiatan pengajaran sebagai bahan untuk
perbaikan dan penyempurnaan program dan pelaksanaannya. Obyek dan sasaran
penilaian proses adalah komponen-komponen sistem pengajaran itu sendiri, baik
yang berkenaan dengan masukan proses maupun dengan keluaran, dengan
semua dimensinya (Ahmad Rohani, 2004: 168).
Komponen masukan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni
masukan mentah (raw input), yaitu peserta didik, dan masukan alat (instrumental
input), yakni unsur manusia dan non manusia yang mempengaruhi terjadinya
proses. Komponen proses adalah interaksi semua komponen pengajaran seperti
bahan pengajaran, metode dan alat, sumber belajar, sistem penilaian, dan lain-
lain. Komponen keluaran adalah hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah
menerima proses pengajaran. Penilaian keluaran lebih banyak dibahas dalam
penilaian hasil.
42
Penilaian terhadap masukan mentah, yakni peserta didik sebagai subyek
belajar, mencakup aspek-aspek berikut:
a. Kemampuan peserta didik
Penilaian terhadap kemampuan peserta didik idealnya menggunakan
pengukuran intelegensia atau potensi yang dimilikinya. Namun, mengingat
sulitnya alat ukur tersebut diperoleh guru, maka guru dapat melakukan
penilaian ini dengan mempelajari dan menganalisis kemajuan-kemajuan
belajar yang ditunjukkannya.
b. Minat, Perhatian, dan Motivasi Belajar Peserta didik
Keberhasilan belajar peserta didik tidak semata-mata ditentukan oleh
kemampuan yang dimilikinya, tetapi juga ditentukan oleh minat, perhatian,
dan motivasi belajarnya. Sering ditemukan peserta didik yang mempunyai
kemampuan yang tinggi gagal dalam belajarnya disebabkan oleh kurang
minat, perhatian, dan motivasinya. Minat, perhatian, dan motivasi
hakikatnya merupakan usaha peserta didik dalam mencapai kebutuhan
belajarnya. Oleh sebab itu, studi mengenai kebutuhan peserta didik dalam
proses pengajaran menjadi bagian penting dalam menumbuhkan minat,
perhatian, dan motivasi belajar peserta didik dapat digunakan: pengamatan
terhadap kegiatan belajar peserta didik, wawancara kepada peserta didik,
studi data pribadi peserta didik, kunjungan rumah, dialog dengan orang
tuanya, dan sebagainya.
c. Kebiasaan belajar
Kebiasaan belajar baik dari segi cara belajar, waktu belajar, keteraturan
belajar, suasana belajar, dan lain-lain merupakan faktor penunjang
keberhasilan belajar peserta didik. Kebiasaan ini perlu diketahui oleh guru
bukan hanya untuk menyelesaikan pengajaran dengan kebiasaan yang
menunjang prestasi atau sebaliknya. Kebiasaan belajar yang salah harus
diperbaiki dan ditinggalkan dan guru mencoba mengembangkan kebiasaan
belajar baru yang lebih bermakna. Untuk memperoleh informasi mengenai
43
kebiasaan belajar peserta didik, guru menggunakan teknik observasi atau
pengamatan terhadap cara belajar.
d. Pengetahuan Awal dan Prasyarat
Pengajaran akan berhasil bila dimulai dari apa yang telah diketahui oleh
peserta didik. Ini berarti bahwa guru harus mengetahui terlebih dahulu
pengetahuan dan tingkah laku yang telah dimiliki oleh peserta didik, baik
pengetahuan dan pengalaman dalam pengertian luas maupun pengetahuan
dan tingkah laku prasyarat bagi bahan pengajaran berikutnya. Penilaian
terhadap pengetahuan awal dan prasyarat dapat dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan kepada peserta didik sebelum pengajaran diberikan.
Pertanyaan ini berkenaan dengan bahan sebelumnya atau pengetahuan lain
yang telah ada padanya, yang relevan dengan bahan pengajaran yang akan
diberikan. Jika ternyata pengetahuan prasyaratnya belum dikuasai, sangat
bijaksana bila guru menjelaskan terlebih dahulu sebelum memberikan
bahan pengajaran baru yang telah dirancangnya.
e. Karakteristik peserta didik
Karakteristik pribadi peserta didik satu sama lain berbeda yang disebabkan
oleh perbedaan latar belakang keluarganya, kemampuannya, pengalaman,
lingkungan yang membentuknya, dan sebagainya. Karakteristik ini
mempengaruhi peserta didik dalam proses belajarnya. Sikap dan pendekatan
guru dalam menghadapi peserta didik harus memperhitungkan karakteristik
tersebut. Untuk mengetahui informasi mengenai karakteristik peserta didik,
guru perlu mengamati tingkah laku peserta didik dalam berbagai situasi,
melakukan analisis, data pribadi, melakukan wawancara, dan memberikan
kuesioner atau daftar isian mengenai sifat dan karakter peserta didik
(Ahmad Rohani, 2004: 169).
4. Evaluasi Pembelajaran
Menurut Oemar Hamalik (2007: 253) menyatakan bahwa ”Evaluasi
adalah perbuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati
44
dan dapat dipertanggungjawabkan”. Dalam buku The School Curriculum,
evaluasi dinyatakan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data secara
sistematis, yang bertujuan untuk membantu pendidik memahami dan menilai
suatu kurikulum, serta memperbaiki metode pendidikan. Evaluasi merupakan
suatu kegiatan untuk mengetahui dan memutuskan apakah program yang telah
ditentukan sesuai dengan tujuan semula. Adapun dalam buku Curriculum
Planning and Development, dinyatakan bahwa evaluasi adalah proses untuk
menilai kinerja pelaksanaan suatu kurikulum. Di dalamnya terdapat tiga makna,
yaitu:
a. Evaluasi tidak akan terjadi kecuali telah mengetahui tujuan yang akan
dicapai;
b. Untuk mencapai tujuan tersebut harus diperiksa hal-hal yang telah dan sedang
dilakukan, dan;
c. Evaluasi harus mengambil kesimpulan berdasarkan kriteria tertentu.
Prinsip-prinsip evaluasi kurikulum adalah sebagai berikut (Oemar
Hamalik, 2007: 255):
a. Tujuan tertentu, artinya setiap program evaluasi kurikulum terarah dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan secara jelas dan spesifik. Tujuan-
tujuan itu pula yang mengarahkan berbagai kegiatan dalam proses
pelaksanaan evaluasi kurikulum;
b. Bersifat objektif, dalam artian berpijak pada keadaan yang sebenarnya,
bersumber dari data yang nyata dan akurat, yang diperoleh melalui instrumen
yang andal;
c. Bersifat komprehensif, mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat
dalam ruang lingkup kurikulum. Seluruh komponen kurikulum harus
45
mendapat perhatian dan pertimbangan secara seksama sebelum dilakukan
pengambilan keputusan.
d. Kooperatif dan bertanggung jawab dalam perencanaan. Pelaksanaan dan
keberhasilan suatu program evaluasi kurikulum merupakan tanggung jawab
bersama pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan seperti guru,
kepala sekolah, pemilik, orang tua, bahkan siswa itu sendiri, di samping
merupakan tanggung jawab utama lembaga penelitian dan pengembangan.
e. Efisien, khususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan peralatan
yang menjadi unsur penunjang. Oleh karena itu, harus diupayakan agar hasil
evaluasi lebih tinggi, atau paling tidak berimbang dengan materiil yang
digunakan.
f. Berkesinambungan. Hal ini diperlukan mengingat tuntutan dari dalam dan
luar sistem sekolah, yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum. Untuk
itu, peran guru dan kepala sekolah sangatlah penting, karena mereka yang
paling mengetahui pelaksanaan, permasalahan, dan keberhasilan kurikulum.
Dimyati dan Mudjiono (2006: 200) ”Evaluasi hasil belajar merupakan
proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan/atau
pengukuran hasil belajar”. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui tingkat
keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan
pembelajaran, di mana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan
skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol. Apabila tujuan utama kegiatan
evaluasi hasil belajar ini sudah terealisasi, maka hasilnya dapat difungsikan dan
ditujukan untuk berbagai keperluan sebagai berikut:
a. Untuk diagnostik dan pengembangan. Yang dimaksud dengan hasil dari
kegiatan evaluasi untuk diagnostik dan pengembangan adalah penggunaan
hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar sebagai dasar pendiagnosisan
46
kelemahan dan keunggulan siswa beserta sebab-sebabnya berdasarnya
pendiagnosisan inilah guru mengadakan pengembangan kegiatan
pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Untuk seleksi, hasil dari kegiatan evaluasi hasil seringkali digunakan sebagai
dasar untuk menentukan siswa-siswa yang paling cocok untuk jenis jabatan
atau jenis pendidikan tertentu. Dengan demikian hasil dari kegiatan evaluasi
hasil belajar digunakan untuk seleksi.
c. Untuk kenaikan kelas. Menentukan apakah seorang siswa dapat dinaikkan
ke kelas yang lebih tinggi atau tidak, memerlukan informasi yang dapat
mendukung keputusan yang dibuat guru. Berdasarkan hasil dari kegiatan
evaluasi hasil belajar siswa mengenai sejumlah isi pelajaran yang telah
disajikan dalam pembelajaran, maka guru dapat dengan mudah membuat
keputusan kenaikan kelas berdasarkan ketentuan yang berlaku.
d. Untuk penempatan. Agar siswa dapat berkembang sesuai dengan tingkat
kemampuan dan potensi yang mereka miliki, maka perlu dipikirkan ketepatan
penempatan siswa pada kelompok yang sesuai. Untuk menempatkan
penempatan siswa pada kelompok, guru dapat menggunakan hasil dari
kegiatan evaluasi hasil belajar sebagai dasar pertimbangan.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2005: 107) yang menyatakan bahwa
setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah yang
dihadapi adalah sampai di tingkat mana prestasi (hasil) belajar yang dicapai.
Sehubungan dengan hal inilah keberhasilan proses mengajar itu dibagi atas
beberapa tingkatan atau taraf.
47
Tingkatan keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Istimewa/maksimal : Apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan
itu dapat dikuasai oleh siswa.
b. Baik sekali/optimal : Apabila sebagian besar (76% s.d. 99%) bahan
pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh
siswa.
c. Baik/minimal : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya
60% s.d 75% saja dikuasai oleh siswa
d. Kurang : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang
dari 60% dikuasai oleh siswa.
5. Prestasi Belajar
Hasil belajar (achievement) merupakan realisasi atau pemekaran dari
kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang.
Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik
perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun
keterampilan motorik. Hampir sebagian terbesar dari kegiatan atau perilaku
yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar (Sukmadinata, 2007: 102).
Menurut Rohani (2004: 179) penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat
kemajuan belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang
telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan yaitu:
a. Sasaran penilaian. Sasaran atau objek evaluasi hasil belajar adalah
perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan
psikomotor secara seimbang.
b. Alat penilaian. Penggunaan alat penilaian hendaknya komprehensif meliputi
tes dan bukan tes sehingga diperoleh gambaran hasil belajar yang obyektif.
Penilaian hasil belajar hendaknya dilakukan secara berkesinambungan agar
48
diperoleh hasil yang menggambarkan kemampuan peserta didik yang
sebenarnya di samping sebagai alat untuk meningkatkan motivasi
belajarnya.
c. Prosedur pelaksanaan tes. Penilaian hasil belajar dilaksanakan dalam
bentuk formatif dan sumatif. Sehingga hasilnya dapat digunakan untuk
melihat program mana yang belum dikuasai oleh peserta didik sampai di
mana kemampuan peserta didik dalam penguasaan materi yang telah
diberikan dalam kurun waktu tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 456) prestasi diartikan
sebagai capaian hasil dari suatu yang telah dikerjakan sebelumnya istilah
prestasi ini masih bersifat umum, yang secara luwes dapat dirangkai dengan
istilah lain sebagai penjelasan pencapaian prestasi tertentu. Prestasi kerja
berarti capaian kerja, prestasi belajar capaian belajar. Selanjutnya secara khusus
prestasi belajar mengandung pengertian penguasaan pengetahuan atau
ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, yang lazimnya ditunjukkan
dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Tinjauan leksikal tersebut senada dengan pendapat para pakar pendidikan.
Umumnya para pakar pendidikan menjelaskan prestasi belajar dengan
menunjukkan pada cakupan makna belajar. Winkerl (1996: 161) mendefinisikan
prestasi sebagai bukti usaha yang dicapai dalam belajar. Prestasi belajar sebagai
perolehan berbagai kemampuan, keterampilan dan sikap. Tiga komponen
tersebut merupakan ranah atau kawasan yang populer sering disebut sebagai
taksonomi Bloom. Hasil belajar merupakan salah satu aspek dari hasil
49
pembelajaran. Dari dua pakar tersebut kemudian menyebutkan tiga jenis hasil
pembelajaran yaitu, keefektifan pembelajaran, efisiensi pembelajaran, ketiganya
dapat diukur dengan taraf prestasi belajar yang dicapai oleh siswa.
Lebih khusus, belajar yang dilakukan secara formal di sekolah, prestasi
belajar memiliki ukuran metode dan pelaporan yang khas. Umumnya prestasi
belajar di sekolah dinyatakan dalam bentuk angka atau lebih yang diperoleh
siswa setelah mengikuti suatu tes yang dilakukan setelah program pembelajaran
selesai dikerjakan, angka atau nilai tersebut merupakan simbol atau lambang
sebagai informasi perubahan tentang pengalaman dan keterampilan yang telah
diperoleh siswa.
Sedangkan pengertian prestasi belajar menurut Depdikbud (1996: 700)
merupakan pemberian batasan, penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran yang ditujukan dengan nilai yang diberikan
oleh guru. Pemberian batasan dengan hasil yang dicapai seseorang dalam usaha
belajarnya dinyatakan dalam nilai-nilai yang dituangkan dalam rapor.
Memberikan batasan dengan menunjukkan waktu tertentu yaitu hasil yang
dicapai atau ditunjukkan oleh murid-murid sebagai hasil belajarnya, baik berupa
angka-angka, atau huruf serta tindakannya yang mencerminkan hasil yang
sudah dicapai dalam perihal tertentu dan dalam periode tertentu.
Prestasi belajar merupakan pencerminan tingkat keberhasilan siswa
dalam menguasai konsep materi pelajaran yang telah dipelajari. Prestasi belajar
dapat diketahui melalui alat ukur berupa butir tes yang telah dirancang sesuai
dengan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) pada setiap mata
50
pelajaran. Melalui pengukuran dan penilaian dalam pembelajaran akan
diketahui tingkat keberhasilan peserta didik, karena dengan pengukuran
tersebut dapat diketahui kemajuan dan keberhasilan suatu program pendidikan.
Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang yang
merupakan faktor dalam individu maupun dari luar individu. Adapun dua
faktor utama yang mempengaruhi prestasi belajar adalah sebagai berikut:
a. Faktor eksternal, adalah faktor yang terdapat di luar individu meliputi
faktor non sosial yang terdiri dari keadaan sekitar, keadaan tempat dan alat-
alat yang dipakai untuk belajar, sedangkan faktor sosial yang terjadi dari
keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar.
b. Faktor internal, adalah faktor yang berasal dari dalam diri sendiri meliputi
faktor fisiologis yang terdiri dari perhatian, minat, kepribadian, motif, dan
sebagainya.
Menurut Nana Sudjana (2008: 56) penilaian terhadap proses belajar dan
mengajar sering diabaikan setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian
dibandingkan dengan penilaian hasil belajar. Hasil belajar yang dicapai siswa
melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukkan hasil
yang berciri sebagai berikut:
a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar
intrinsik pada diri siwa. Motivasi intrinsik adalah semangat juang untuk
belajar yang tumbuh dari dalam diri siswa itu sendiri. Siswa tidak akan
mengeluh dengan prestasi yang rendah, dan siswa akan berjuang lebih keras
untuk memperbaikinya. Sebaliknya, hasil belajar yang baik akan mendorong
51
untuk meningkatkan, setidak-tidaknya mempertahankan, apa yang telah
dicapainya.
b. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. Artinya, siswa tahu
kemampuan dirinya dan percaya bahwa siswa punya potensi yang tidak
kalah dari orang lain apabila siswa berusaha sebagaimana harusnya. Siswa
juga yakin tidak ada sesuatu yang tak dapat dicapai apabila siswa berusaha
sesuai dengan kesanggupannya.
c. Hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi dirinya seperti akan tahan
lama diingatnya, membentuk perilakunya, bermanfaat untuk mempelajari
aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan
pengetahuan lainnya, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan
mengembangkan kreativitasnya.
d. Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni
mencakup ranah kognitif, pengetahuan, atau wawasan, ranah afektif atau
sikap dan apresiasi, serta ranah psikomotoris, keterampilan, atau perilaku.
Ranah kognitif terutama adalah hasil yang diperolehnya sedangkan ranah
afektif dan psikomotoris diperoleh sebagai efek dari proses belajarnya, baik
efek instruksional maupun efek nurturant atau efek samping yang tidak
direncanakan dalam pengajaran.
e. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan
dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan
mengendalikan proses dan usaha belajarnya.
52
Menurut Nana Sudjana (2008: 3) penilaian diartikan sebagai proses
menentukan nilai suatu objek. Untuk dapat menentukan suatu nilai atau harga
suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kriteria. Ciri-ciri penilaian adalah
adanya objek atau program yang dinilai dan adanya kriteria sebagai dasar untuk
membandingkan antara kenyataan atau apa adanya dengan kriteria. Perbandingan
bisa bersifat mutlak, bisa pula bersifat relatif. Perbandingan bersifat mutlak
artinya hasil perbandingan tersebut menggambarkan posisi objek yang dinilai
ditinjau dari kriteria yang berlaku. Sedangkan perbandingan bersifat relatif
artinya hasil perbandingan lebih menggambarkan posisi suatu objek yang dinilai
terhadap objek lainnya dengan bersumber pada kriteria yang sama.
Dengan demikian, inti penilaian adalah proses memberikan atau
menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi yang
diakhiri dengan judgment. Interpretasi dan judgment merupakan tema penilaian
yang mengimplikasikan adanya suatau perbandingan antara kriteria dan
kenyataan dalam kegiatan penilaian selalu ada objek/program, ada kriteria, dan
ada interpretasi/judgment. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai
terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini
mengisyaratkan bahwa obyek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Hasil
belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif,
afektif, dan psikomotoris. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasi belajar, peranan
tujuan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang
53
diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan
penilaian. Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan
belajar-mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-
tujuan pengajaran. Dalam penilaian ini dilihat sejauh mana keefektifan dan
efisiennya dalam mencapai tujuan pengajaran atau perubahan tingkah laku siswa.
Oleh sebab itu, penilaian hasil dan proses belajar saling berkaitan satu sama lain
sebab hasil merupakan akibat dari proses (Nana Sudjana, 2008: 3).
Menurut Nana Sudjana (2008: 8) pentingnya penilaian dalam menentukan
kualitas pendidikan, maka upaya merencanakan dan melaksanakan penilaian
hendaknya memperhatikan beberapa prinsip dan prosedur penilaian. Adapun
prinsip penilaian yang dimaksudkan antara lain:
a. Dalam menilai hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga
jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan
interpretasi hasil penilaian. Sebagai patokan atau rambu-rambu dalam
merancang penilaian hasil belajar adalah kurikulum yang berlaku dan buku
pelajaran yang digunakannya.
b. Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses
belajar mengajar. Artinya, penilaian senantiasa dilaksanakan pada setiap
proses belajar mengajar sehingga pelaksanaannya berkesinambungan. ”Tiada
proses belajar mengajar tanpa penilaian”, hendaknya dijadikan semboyan
bagi setiap guru. Prinsip ini mengisyaratkan pentingnya penilaian formatif
sehingga dapat bermanfaat baik bagi siswa maupun bagi guru.
54
c. Agar diperoleh hasil belajar yang objektif dalam pengertian menggambarkan
prestasi dan kemampuan siswa sebagaimana adanya, penilaian harus
menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif.
d. Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya. Data
hasil penilaian sangat bermanfaat bagi guru maupun bagi siswa. Oleh
karena itu, perlu dicatat secara teratur dalam catatan khusus mengenai
kemajuan siswa. Demikian juga data hasil penilaian harus dapat ditafsirkan
sehingga guru dapat memahami para siswanya terutama prestasi dan
kemampuan yang dimilikinya.
6. Media Pembelajaran
Pengertian media seperti dinyatakan oleh Smaldino, Russel, Heinich, &
Molenda (2005: 9) bahwa “A medium (plural, media) is a means of
communication and source of information. Derived from the Latin word meaning
“between” the term refers to anything that carries information between a source
and a receiver”.
(Media adalah alat komunikasi dan sumber informasi, diambil dari bahasa
latin yang berarti antara, istilah ini mengacu kepada segala hal yang
mengantarkan informasi dari sumber kepada penerima).
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar (Robinson
Situmorang, dan Atwi Suparman, 2000: 1). Media diartikan sebagai alat
komunikasi yang membawa pesan dari sumber ke penerima. Media adalah segala
sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memperjelaskan materi atau mencapai
55
tujuan pembelajaran tertentu. Media pembelajaran adalah alat yang dipakai
sebagai saluran untuk menyampaikan materi pelajaran kepada pembelajar
(Suwarno Pringgawidagda, 2002: 145). Informasi yang terdapat dalam media
dapat berupa sejumlah keterampilan maupun pengetahuan yang perlu dikuasai
dan dipahami oleh siswa.
Menurut Sri Anitah (2008: 2) menyatakan bahwa ”media pembelajaran
adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi
yang memungkinkan pebelajar menerima pengetahuan, keterampilan, dan
sikap”. Dengan pengertian itu, guru atau dosen, buku ajar, dan lingkungan adalah
media pembelajaran. Setiap media merupakan sarana untuk menuju ke suatu
tujuan. Di dalamnya terkandung informasi yang dapat dikomunikasikan kepada
orang lain. Informasi ini mungkin didapatkan dri buku-buku, rekaman, internet,
film, dan mikrofilm.
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium”
yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau
pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan
definisi tentang media pembelajaran. Media pembelajaran adalah teknologi
pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah
sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti: buku, film,
video dan sebagainya. Sedangkan, National Education Associaton (1969)
mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam
bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari
56
ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan
kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada
diri peserta didik (Akhmad Sudrajat 2208: 1).
Brown (1973, dalam Akhmad Sudrajat, 2008: 1) mengungkapkan bahwa
media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat
mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media
pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang
digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20 usaha
pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah
alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan
alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti
adanya komputer dan internet.
Menurut Akhmad Sudrajat (2008: 1) Media memiliki beberapa fungsi,
diantaranya :
a. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki
oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda,
tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak,
seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media
pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak
mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang
dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur,
57
model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio
visual dan audial;
b. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang
tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik
tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena : (a) obyek terlalu besar; (b)
obyek terlalu kecil; (c) obyek yang bergerak terlalu lambat; (d) obyek yang
bergerak terlalu cepat; (e) obyek yang terlalu kompleks; (f) obyek yang
bunyinya terlalu halus; (f) obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi.
Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan
kepada peserta didik;
c. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta
didik dengan lingkungannya;
d. Media menghasilkan keseragaman pengamatan;
e. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis;
f. Media membangkitkan keinginan dan minat baru;
g. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar;
h. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit
sampai dengan abstrak
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2006: 120) media adalah sumber belajar,
maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun
peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan
keterampilan. Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti
yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahwa yang
58
disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara.
Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat
disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang
mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabtrakan
bahan dapat dikonkretkan dengan kehadiran media. Dengan demikian, anak didik
lebih mudah mencerna bahan daripada tanpa bantuan media.
Menurut Smaldino, Russel, Heinich, dan Molenda (2005: 141) yang
menyatakan bahwa: ”Multimedia sistem terdiri dari media tradisional dalam
kombinasi atau digabungkan dalam komputer sebagai gambaran teks, gambar,
grafik, suara dan video. Istilah multimedia kembali pada tahun 1950 an dan
didiskripsikan sebagai penerapan untuk mengkombinasikan berbagai media
untuk mempengaruhi tingkat pendidikan”.
Media dilihat dari daya liputnya, yaitu (1) media dengan daya liput luas
dan serentak, yaitu penggunaan media ini tidak terbatas oleh tempat dan ruang
serta dapat menjangkau jumlah anak didik yang banyak dalam waktu yang
sama; (2) media dengan daya liput yang terbatas oleh ruang dan tempat, yaitu
media ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus;
(3) media untuk pengajaran individual, yaitu media ini penggunaannya hanya
untuk seorang diri, termasuk media ini adalah modul berprogram dan
pengajaran melalui komputer (Syaiful Bahri Djamarah, 2006: 125).
Media dilihat dari bahan pembuatannya, yaitu: (1) media sederhana, yaitu
media dengan bahan dasarnya diperoleh dan harganya murah, cara
pembuatannya mudah, dan penggunaannya tidak sulit; dan (2) media kompleks,
59
yaitu media yang bahan dan alat pembuatannya sulit diperoleh serta mahal
harganya, sulit membuatnya, dan penggunaannya memerlukan keterampilan
yang memadai (Syaiful Bahri Djamarah, 2006: 126).
Media pengajaran adalah suatu alat bantu yang tidak bernyawa. Alat ini
bersifat netral. Peranannya akan terlihat jika guru pandai memanfaatkannya
dalam proses belajar mengajar. Sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar,
media mempunyai beberapa fungsi, yaitu (Syaiful Bahri Djamarah, 2006: 134):
a. Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan
fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu
untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
b. Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari
keseluruhan situasi mengajar. Ini berarti bahwa media pengajaran
merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru.
c. Media pengajaran dalam pengajaran, penggunaannya integral dengan
tujuan dan isi pelajaran. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa
penggunaan (pemanfaatan) media harus melihat kepada tujuan dan
bahan pelajaran.
d. Penggunaan media dalam pengajaran bukan semata-mata alat hiburan,
dalam arti digunakan hanya sekadar melengkapi proses belajar supaya
lebih menarik perhatian siswa.
e. Penggunaan media dalam pengajaran lebih diutamakan untuk
mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam
menangkap pengertian yang dibeirkan guru.
f. Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi
mutu belajar mengajar.
Kegagalan seorang guru dalam mengembangkan media pengajaran akan
terjadi jika penguasaan terhadap karakteristik media itu sendiri sangat kurang.
60
Pemanfaatan media dengan maksud mengulur-ulur waktu tidak dibenarkan.
Karena kegiatan belajar mengajar bukan untuk hal itu. Apabila pemanfaatan
media dengan maksud untuk memperkenalkan kekayaan sekolah. Semua itu tidak
ada hubungannya sama sekali dengan pencapaian tujuan pengajaran. Karena itu,
pemanfaatan media hanya diharuskan dengan maksud untuk mencapai tujuan
pengajaran (Syaiful Bahri Djamarah, 2006: 135).
Media yang telah dikenal dewasa ini tidak hanya terdiri dari dua jenis,
tetapi sudah lebih dari itu. Klasifikasinya bisa dilihat dari jenisnya, daya
liputnya, dan dari bahan serta cara pembuatannya. Semua ini akan dijelaskan
pada pembahasan berikut (Syaiful Bahri Djamarah, 2005: 212):
a. Media Auditif yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara
saja, seperti radio, cassette recorder, piringan audio. Media ini tidak cocok
untuk orang tuli atau mempunyai kelainan dalam pendengaran.
b. Media Visual yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan.
Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip
(film rangkai), slides (film bingkai) foto, gambar atau lukisan, cetakan. Ada
pula media visual yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak
seperti film bisu, film kartun.
c. Media Multimedia yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur
gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik karena
meliputi kedua jenis media yang pertama dan yang kedua. Media ini
dibedakan menjadi 2 yaitu:
61
1). Multimedia diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar
diam seperti film bingkai suara (sound slides), film rangkai suara,
cetak suara.
62
2). Multimedia gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan
gambar yang bergerak seperti film suara dan video cassette.
Dari uraian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa berbagai
jenis media tersebut pada dasarnya dapat digolongkan dalam empat kelompok
besar yaitu : media cetak, media Realita (obyek nyata atau benda yang
sesungguhnya), dan model.
7. Media Pembelajaran Multimedia
Smaldino, Sharon, James D.Russel, Robert Heinich, Michael Molenda (2005:
141) menyatakan bahwa:
Multimedia systems may consist of traditional media in combination or
they may in-corporate the computer as a display device for text, pictures,
graphics, sound, and video. The term multimedia goes back to the 1950s and
describes early attempts to combine various still and motion media for
heightened educational effect.
(Multimedia sistem terdiri dari media tradisional dalam kombinasi atau
digabungkan dalam komputer sebagai gambaran teks, gambar, grafik, suara dan
video. Istilah multimedia kembali pada tahun 1950 an dan didiskripsikan sebagai
penerapan untuk mengkombinasikan berbagai media untuk mempengaruhi tingkat
pendidikan).
Menurut Yudi Munadi (2008: 148) ”Multimedia pembelajaran adalah media
yang mampu melibatkan banyak indera dan organ tubuh selama proses
pembelajaran berlangsung”. Multimedia merupakan kombinasi dari komputer dan
video, atau multimedia merupakan kombinasi dari suara, gambar, dan teks.
Multimedia adalah kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output dari
63
data, media ini dapat berupa audio, animasi, video, teks, grafik, dan gambar.
Multimedia merupakan alat yang menciptakan presentasi yang dinamis dan
interaktif yang mengkombinasikan teks, grafik, animasi, audio, dan gambar video.
Menurut Sri Anitah (2008: 60) mengatakan bahwa “multimedia digunakan
untuk mendeskripsikan penggunaan berbagai media secara terpadu dalam
menyajikan atau mengajarkan suatu topik mata pelajaran”. Multimedia merupakan
kegiatan interaktif yang sangat tinggi, mengajak pebelajar untuk mengikuti
proses pembelajaran dengan memilih dan mengendalikan layar di antara jendela
informasi dalam penyajian media. Dengan multimedia, berbagai gaya belajar
pebelajar terakomodasi, seperti pebelajar yang auditori, visual, maupun
kinestetik, sehingga pebelajar dapat memilih media yang sesuai dengan gaya
belajar masing-masing.
Tujuan penggunaan multimedia dalam pendidikan dan pelatihan adalah
melibatkan pebelajar dalam pengalaman multi sensori untuk meningkatkan
kegiatan belajar. Pada masa lalu, pengalaman yang paling dominan adalah kata-
kata tertulis dan lisan melalui teks dan ceramah. Saat ini, dimanfaatkannya
multimedia dan berbagai sumber informasi serta metode pembelajaran, pencapaian
hasil pembelajaran diharapkan lebih meningkat. Multimedia komputer
menggunakan komputer untuk menyusun penggunaan informasi yang disimpan
dalam berbagai bentuk, termasuk tesk, gambar diam, grafis, video, suara, musik,
efek suara (sound effect).
Pemanfaatan multimedia dengan berbasis komputer yang dapat digunakan
dalam proses pembelajaran multimedia presentasi. Multimedia presentasi
64
digunakan untuk menjelaskan materi-materi yang sifatnya teoritis digunakan dalam
pembelajaran klasikal, baik untuk kelompok kecil maupun besar. Media ini cukup
efektif sebab menggunakan multimedia projector (LCD) yang memiliki jangkauan
pancar cukup besar. Pemanfaatan multimedia dalam presentasi ini biasanya
menggunakan perangkat lunak yang paling tersohor, yakni powerpoint.
Menurut Yudhi Munadi (2008: 150), ada beberapa kelebihan penggunaan
multimedia presentasi yaitu:
1) Mampu menampilkan objek-objek yang sebenarnya tidak ada secara fisik
atau diistilahkan dengan imagery. Secara kognitif pembelajaran dengan
menggunakan mental imagery akan meningkatkan retensi siswa dalam
mengingat materi-materi pelajaran.
2) Memiliki kemampuan dalam menggabungkan semua unsur media seperti
teks, video, animasi, image, grafik, dan sound menjadi satu kesatuan
penyajian yang terintegrasi.
3) Memiliki kemampuan dalam mengakomodasi peserta didik sesuai dengan
modalitas belajarnya terutama bagi mereka yang memiliki tipe visual,
auditif, kinestetik atau yang lainnya.
4) Mampu mengembangkan materi pembelajaran terutama membaca dan
mendengarkan secara mudah
8. Peran Guru
Guru dalam proses pembelajaran memiliki peran dalam menerapkan konsep
pembelajaran dan pengertian yang benar dari ilmu pengetahuan dan keterampilan
kepada peserta didik. Peran guru dalam penerapan konsep pembelajaran tersebut
(Madsen, 2004: 328):
Began to change the way many faculty members at institutions
of higher education viewed their role as educators. He argued that current
teaching practices were not fully effective in producing meaningful and
65
long-term learning. He wrote that only through engaging the student in
the learning process (an approach now termed the scholarship of
engagement) would instructors enable student’s retention of course
concepts and understanding of the true application of pertinent
knowledge and skills. In addition, Boyer challenged members of the
faculty to become reflective practitioners “who move back and forth
between theory and practice to bring into the university classroom the
daily problems of real people in real neighborhoods.
(Berbagai dosen di lembaga pendidikan tinggi menunjukkan peran mereka
sebagai pendidik. Tingkat praktis dari pengajar tidak sepenuhnya efektif dalam
pembelajaran yang bermakna. Hanya melalui ilmu pendidikan peserta didik
dalam proses pembelajaran, pendidik dapat dengan mudah menerapkan konsep
pembelajaran dan pengertian dalam aplikasi yang benar dari ilmu pengetahuan
dan keterampilan yang bersangkutan. Boyer mengajak para dosen praktisi yang
bersifat reflektif, bolak-balik antara teori dan praktek, membawa kelas ke dalam
masalahnya itu yang dihadapi masyarakat sehari-hari).
Guru memiliki peran penting dalam menentukan kualitas sekolah dan
pembelajaran peserta didiknya, hal ini seperti dinyatakan oleh Levy (2002: 176)
menyatakan: “A major role of school quality and students learning are depend
on the teacher role” (Peran utama dalam kualitas sekolah dan pembelajaran
peserta didiknya tergantung pada peran guru).
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, guru memiliki
berbagai tantangan, terutama yang berkaitan dengan tuntutan peserta didik yang
memiliki kemampuan akademik yang tidak merata, seperti disampaikan oleh
Mulrine (2007: 38) sebagai berikut:
Among the many diverse challenges being faced by the general
education teacher, one challenge is particullary perplexing. How does one
66
address both the special needs of students with extraordinary academic
ability and the needs of those students who are not as advanced.
(Di antara berbagai tantangan berbeda oleh guru suatu tantangan adalah
bagian yang membingungkan. Bagaimana kebutuhan murid dengan kemampuan
akademik yang luar biasa dan kebutuhan peserta didik yang biasa saja?). Guru
menemukan cara yang kreatif untuk merangsang pikiran dan menciptakan
kesempatan belajar yang lebih tinggi untuk peserta didik terutama untuk peserta
didik yang mempunyai kemampuan lebih. Guru dari peserta didik yang
berkemampuan lebih butuh untuk menjadi kreatif dan bekembang secara efektif
atau memodifikasi pogram dan kurikulum untuk peserta didik mereka).
Betapa besar jasa guru dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan
para peserta didik. Mereka memiliki peran dan fungsi yang sangat penting
dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan
sumber daya manusia (SDM), serta menyejahterakan masyarakat, kemajuan
negara, dan bangsa. Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan
memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat
mengembangkan potensinya secara optimal.
Dalam hal ini, guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan, dengan
memposisikan diri (Mulyasa, 2006: 36) sebagai berikut : (a) orang tua yang
penuh kasih sayang pada peserta didiknya, (b) teman, tempat mengadu, dan
mengutarakan perasaan bagi para peserta didik, (c) fasilitator yang selalu siap
memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan,
dan bakatnya (d) memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk
dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran
67
pemecahannya, (e) memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab,
(f) membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan (bersilaturahmi)
dengan orang lain secara wajar, (g) mengembangkan proses sosialisasi yang
wajar antar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya, (h) mengembangkan
kreativitas, dan (i) menjadi pembantu ketika diperlukan.
Untuk memenuhi tuntutan di atas, guru harus mampu memaknai
pembelajaran, serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan
kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Peran guru dapat
dikelompokkan sebagai berikut (Mulyasa, 2006: 38): (1) sebagai Pendidik; (2)
sebagai pelajar; (3) sebagai pembimbing; (4) sebagai pelatih; (5) sebagai
penasehat; (6) sebagai pembaharu (innovator); (7) sebagai model dan teladan;
(8) sebagai pribadi; (9) sebagai peneliti; (10) sebagai pendorong kreativitas;
(11) sebagai pembangkit pandangan; (12) sebagai pekerja rutin; (13) sebagai
pemindah kemah; (14) pembawa cerita; (15) sebagai aktor; (16) sebagai
emansipator; (17) sebagai evaluator; (18) sebagai pengawet; dan (19) sebagai
kulminator.
Dari pendapat Mulyasa (2006: 38) tentang peran guru dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Peran Guru sebagai Pendidik adalah guru yang menjadi tokoh, panutan, dan
identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru
harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung
jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.
68
b. Peran guru sebagai Pelajar yaitu sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru
telah melaksanakan pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas
dan tanggung jawabnya yang pertama dan utama.
c. Peran guru sebagai pembimbing harus dapat merumuskan tujuan secara jelas,
menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh,
menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Semua itu dilakukan
berdasarkan kerjasama yang baik dengan peserta didik, tetapi guru
memberikan pengaruh utama dalam setiap aspek perjalanan. Sebagai
pembimbing, guru memiliki berbagai hak dan tanggung jawab dalam setiap
perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakannya.
d. Peran guru sebagai pelatih, yaitu proses pendidikan dan pembelajaran
memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga
menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Oleh karena itu, guru harus
berperan sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam
pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan potensi masing-masing.
e. Peran guru sebagai penasehat, yaitu guru adalah seorang penasehat bagi
peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki
latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat
berharap untuk menasehati orang. Banyak guru cenderung menganggap
bahwa konseling terlalu banyak membicarakan klien, seakan-akan berusaha
mengatur kehidupan orang, dan oleh karenanya mereka tidak senang
melaksanakan fungsi ini.
69
f. Peran guru sebagai pembaharu (innovator), adalah memahami bagaimana
keadaan jurang pemisah, dan bagaimana menjembataninya secara efektif.
Jadi yang menjadi dasar adalah pikiran-pikiran tersebut, dan cara yang
dipergunakan untuk mengekspresikan dibentuk oleh corak waktu ketika cara-
cara dipergunakan. Bahasa memang merupakan alat untuk berpikir, melalui
pengamatan yang dilakukan dan menyusun kata-kata serta menyimpan dalam
otak, terjadilah pemahaman sebagai hasil belajar. Hal tersebut selalu
mengalami perubahan dalam setiap generasi, dan perubahan yang dilakukan
melalui pendidikan akan memberikan hasil yang positif.
g. Peran guru sebagai model dan teladan, yaitu guru merupakan model atau
teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia
sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap
bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Menjadi
teladan merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran, dan ketika seorang
guru tidak mau menerima ataupun menggunakannya secara konstruktif maka
telah mengurangi keefektifan pembelajaran. Peran dan fungsi ini patut
dipahami, dan tak perlu menjadi beban yang memberatkan sehingga dengan
keterampilan dan kerendahan hari akan memperkaya arti pembelajaran.
h. Peran guru menjadi pribadi yaitu sebagai individu yang berkecimpung
dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan
seorang pendidik. Tuntutan akan kepribadian sebagai pendidik kadang-
kadang dirasakan lebih berat dibanding profesi lainnya.
70
i. Peran guru sebagai peneliti, yaitu pembelajaran merupakan seni, yang dalam
pelaksanaannya memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi
lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang di dalamnya
melibatkan guru. Oleh karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti.
Dia tidak tahu dan dia tahu bahwa dia tidak tahu, oleh karena itu dia
sendiri merupakan subyek pembelajaran.
j. Peran guru sebagai pendorong kreativitas merupakan hal yang sangat
penting dalam pembelajaran, dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan
menunjukkan proses kreativitas tersebut. Sebagai orang yang kreatif, guru
menyadari bahwa kreativitas merupakan yang universal dan oleh karenanya
semua kegiatannya ditopang, dibimbing dan dibangkitkan oleh kesadaran itu.
Ia sendiri adalah seorang kreator dan motivator, yang berada di pusat proses
pendidikan.
k. Peran guru sebagai pembangkit pandangan yaitu guru dituntut untuk
memberikan dan memelihara pandangan tentang keagungan kepada peserta
didiknya. Mengemban fungsi ini guru harus terampil dalam berkomunikasi
dengan peserta didik di segala umur, sehingga setiap langkah dari proses
pendidikan yang dikelolanya dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini. Guru
tahu bahwa ia tidak dapat membangkitkan pandangan tentang kebesaran
kepada peserta didik jika ia sendiri tidak memilikinya.
l. Peran guru sebagai pekerja rutin, yaitu guru bekerja dengan keterampilan,
dan kebiasaan tertentu, serta kegiatan rutin yang amat diperlukan dan
seringkali memberatkan. Jika kegiatan tersebut tidak dikerjakan dengan baik,
71
maka bisa mengurangi atau merusak keefektifan guru pada semua
peranannya. Di samping itu, jika kegiatan rutin tersebut tidak disukai, bisa
merusak dan mengubah sikap umumnya terhadap pembelajaran.
m. Peran guru sebagai pemindah kemah yaitu hidup ini selalu berubah, dan
guru adalah seorang pemindah kemah, yang suka memindah-mindahkan,
dan membantu peserta didik meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang
baru yang bisa mereka alami. Guru berusaha keras untuk mengetahui
masalah peserta didik, kepercayaan, dan kebiasaan yang menghalangi
kemajuan, serta membantu menjauhi dan meninggalkannya untuk
mendapatkan cara-cara baru yang lebih sesuai.
n. Peran guru sebagai pembawa cerita, yaitu guru, dengan menggunakan
suaranya, memperbaiki kehidupan melalui puisi, dan berbagai cerita tentang
manusia. Guru tidak takut menjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita
tentan kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya bahwa cerita itu sangat
bermanfaat bagi manusia, dan ia berharap bisa menjadi pembawa cerita
yang baik.
o. Peran guru sebagai aktor yaitu setiap individu memiliki banyak peran untuk
dimainkan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi kebanyakan menolak
anggapan bahwa guru adalah seorang aktor. Untuk mengajar, guru harus
memiliki gagasan dan pengalaman, serta harus menyadari bahwa orang lain
pun berkesempatan untuk memilikinya. Untuk dapat mentransfer gagasan, ia
harus mengembangkan pengetahuan yang telah dikumpulkan serta
mengembangkan kemampuan untuk mengkomunikasikan pengetahuan itu.
72
p. Peran guru sebagai emansipator yaitu dalam hal ini, guru harus mampu
melihat sesuatu yang tersirat di samping yang tersurat serta mencari
kemungkinan pengembangannya. Untuk memiliki kemampuan melihat
sesuatu yang tersirat perlu memanfaatkan pengalaman selama bekerja,
ketekunan, kesabaran dan tentu saja kemampuan menganalisis fakta yang
dilihatnya, sehingga guru mampu mengubah keadaan peserta didik dari status
“terbuang” menjadi “dipertimbangkan” oleh masyarakat.
q. Peran guru sebagai evaluator, yaitu evaluasi atau penilaian merupakan aspek
pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar
belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti apabila
berhubungan dengan kontek yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan
dengan setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena
penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses
untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh peserta
didik.
r. Peran guru sebagai pengawet yaitu untuk melaksanakan tugasnya sebagai
pengawet terhadap apa yang telah dicapai manusia terdahulu, dikembangkan
salah satu sarana pendidikan yang disebut kurikulum, yang secara sederhana
diartikan sebagai program pembelajaran. Dengan kurikulum, maka jaminan
pengetahuan yang telah ditemukan dan disusun oleh para pemikir
pendidikan lebih kuat. Untuk dapat mengawetkan pengetahuan sebagai salah
satu komponen kebudayaan, guru harus mempunyai sikap positif terhadap
apa yang harus diawetkan.
73
s. Peran guru sebagai kulminator yaitu Guru adalah orang yang mengarahkan
proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). Dengan
rancangannya peserta didik akan melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang
memungkinkan setiap peserta didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di
sini peran sebagai kulminator terpadu dengan peran sebagai evaluator.
9. Peran Kepala Sekolah
Menurut Mulyasa (2007: 98) dalam perkembangan selanjutnya, sesuai
dengan kebutuhan juga harus mampu berperan sebagai leader, innovator, dan
motivator di sekolahnya. Dengan demikian dalam paradigma baru manajemen
pendidikan, kepala sekolah sedikitnya harus mampu berfungsi sebagai edukator,
manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator (EMASLIM)
dengan uraian sebagai berikut:
a. Kepala sekolah sebagai Educator (Pendidik)
Dalam melakukan fungsinya sebagai educator, kepala sekolah harus
memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga
kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif,
memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada
seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang
menarik, seperti team teaching, moving class, dan mengadakan program
akselerasi (accelration) bagi peserta didik yang cerdas di atas normal.
b. Kepala sekolah sebagai Manajer
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer,
kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan
74
tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi
kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan
profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam
berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
c. Kepala sekolah sebagai Administrator
Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang
sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat
pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara
spesifik, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola
kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola prasarana,
mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan.
Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat
menunjang produktivitas sekolah.
d. Kepala sekolah sebagai Supervisor
Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan
tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas
organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas
pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah
sebagai supervisor, yaitu mencupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh
tenaga kependidikan. Jika supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka
ia harus mampu melakukan berbagai pangawasan dan pengendalian untuk
meningkatkan kinerja tenaga kependidikan.
e. Kepala sekolah sebagai Leader
75
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk
dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka
komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Kemampuan yang harus
diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian,
pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah,
kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi.
f. Kepala sekolah sebagai Innovator
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator,
kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan
yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan
setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di
sekolah, dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif.
Kepala sekolah sebagai innovator akan tercermin dari cara-cara ia melakukan
pekerjaannya secara konstuktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional dan
objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin, serta adaptabel dan fleksibel.
g. Kepala sekolah sebagai Motivator
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang
tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam
melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan
melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin,
dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber
belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB).
76
Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa peran Kepala sekolah
pembelajaran KTSP adalah sebagai sebagai edukator, manajer, administrator,
supervisor, leader, innovator, dan motivator terhadap warga sekolah
(EMASLIM).
Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat
kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai
dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang
sifat unik, menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri
tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lain. Ciri-ciri yang
menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri, di mana terjadi proses belajar
mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manusia.
Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebutlah, sekolah sebagai organisasi
memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan sekolah adalah
keberhasilan kepala sekolah. Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka
memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta
mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi
tanggung jawab untuk memimpin sekolah (Wahjosumidjo, 2007: 81).
Kepala sekolah sebagai pejabat formal. Di dalam lingkungan organisasi,
kepemimpinan terjadi melalui dua bentuk, yaitu: kepemimpinan formal dan
kepemimpinan informal. Kepemimpinan formal terjadi apabila di lingkungan
organisasi jabatan ororitas formal terjadi apabila di lingkungan organisasi orang-
orang yang ditunjuk atau dipilih melalui proses seleksi. Sedang kepemimpinan
informal terjadi, di mana kedudukan pemimpin dalam suatu organisasi diisi oleh
77
orang-orang yang muncul dan berpengaruh terhadap orang lain karena
kecakapan khusus atau berbagai sumber yang dimilikinya dirasakan mampu
memecahkan persoalan organisasi serta memenuhi kebutuhan dari anggota
organisasi yang bersangkutan (Wahjosumidjo, 2007: 84).
Kepala sekolah adalah jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi oleh
orang-orang tanpa didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan. Siapa pun yang
akan diangkat menjadi kepala sekolah harus ditentukan melalui prosedur serta
persyaratan-persyaratan tertentu seperti: latar belakang pendidikan, pengalaman,
usia, pangkat, dan integritas. Oleh sebab itu, kepala sekolah pada hakikatnya
adalah pejabat formal, sebab pengangkatannya melalui suatu proses dan
prosedur yang didasarkan atas peraturan yang berlaku (Wahjosumidjo, 2007:
85).
10. Sarana dan Prasarana
Mulyasa (2003: 49) sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan
yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan,
khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta
alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana
pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya
proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah,
jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses
belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi, halaman
sekolah sebagai sekaligus lapangan olah raga, komponen tersebut merupakan
sarana pendidikan.
78
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan
menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi
secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Kegiatan
pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan,
penyimpanan inventarisasi dan penghapusan serta penataan.
B. Kerangka Pemikiran
Perencanaan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran
mutlimedia merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh guru sebelum
melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran multimedia,
dengan perencanaan pembelajaran yang baik dimungkinkan guru dapat
melaksanakan mencapai tujuan pembelajaran dengan efektif. Penggunaan media
pembelajaran multimedia memungkinkan dapat menimbulkan motivasi belajar siswa,
sehingga dengan menggunakan media pembelajaran multimedia dapat
mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran (Akhmad Sudrajat, 2008: 1).
Untuk mencapai prestasi belajar yang baik, diperlukan proses pembelajaran
yang dilaksankaan oleh guru, yang didukung oleh kepala sekolah, sarana prasarana
yang memadai, dan dukungan masyarakat, serta respon positif dari siswa. Proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru merupakan implementasi perencanan yang
telah ditetapkan, dalam hal ini adalah perencanaan pembelajaran dengan
menggunakan media pembelajaran multimedia.
Prestasi belajar siswa merupakan hasil dari proses pembelajaran yang dicapai
oleh siswa. Dengan menggunakan media pembelajaran multimedia diharapkan siswa
dapat termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Dengan adanya motivasi
79
belajar sebagai akibat dari penggunaan media pembelajaran multimedia diharapkan
prestasi belajar siswa dapat meningkat.
Penggunaan media pembelajaran multimedia di SMA Negeri 2 Demak,
tentunya tidak lepas dari adanya berbagai hambatan, hambatan tersebut
dimungkinkan timbul dari faktor guru maupun dari faktor sarana prasarana yang
belum memadai, dengan diketahuinya hambatan oleh guru dalam penggunaan
media pembelajaran tersebut dapat digunakan sebagai masukan untuk
penyempurnaan persiapan guru pada pembelajaran berikut.
Dari uraian di atas, maka kerangka pikir dalam penelitian ini dapat
digambarkan seperti diagram berikut:
Kualitas penggunaan media
multimedia dalam pembelajaran
perencanaan pelaksanaan evaluasi
Guru senior Guru yunior
Kurikulum (pembekalan
media multimedia)
Hambatan-
hambatan
Gambar 1: Kerangka Pemikiran
Persiapan guru
80
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena dalam mengkaji
masalah, peneliti tidak membuktikan atau menolak hipotesis yang dibuat sebelum
penelitian tetapi mengolah data dan menganalisis suatu masalah secara non
numerik. Berdasarkan rangkaian teori tentang penelitian kualitatif tersebut,
karena jenis penelitian ini memusatkan pada deskripsi data yang berupa kalimat-
kalimat yang memiliki arti mendalam yang berasal dari informan dan perilaku
yang diamati.
Dalam penelitian kualitatif, data yang diambil adalah berupa kata-kata
tertulis atau lisan serta perilaku yang diamati dari objek penelitian. Data yang
dikumpulkan harus dapat menggambarkan atau melukiskan objek yang diteliti
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Data yang dikumpulkan harus
berbentuk kalimat yang memiliki arti luas, berasal dari transkip wawancara,
catatan, wawancara lapangan, catatan-catatan resmi dan sebagainya. Penelitian
kualitatif merupakan suatu bentuk penelitian yang mengubah dan menganalisis
suatu masalah secara non numerik. Jadi fakta muncul dan telah diolah menjadi
data, dikomunikasikan dalam laporan berbentuk narasi sehingga hasilnya lebih
mendalam sesuai dengan ketajaman analisis peneliti. Penelitian kualitatif
diarahkan pada kondisi aslinya, bahwa datanya dinyatakan pada keadaan
sewajarnya atau sebagaimana adanya sesuai dengan yang ada di lapangan,
81
sehingga peneliti dapat membuat penafsiran berdasarkan data di lapangan dari
hasil wawancara serta hasil telaah pustaka yang berkaitan dengan permasalahan.
2. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah etnografi. Penelitian etnografi adalah
rekonstruksi budaya sekelompok manusia atau hal-hal yang dianggap budaya
dalam berbagai kancah kehidupan manusia. Etnografi adalah budaya tentang
perian (deskripsi) kebudayaan (Mantja, 2005: 2).
Penelitian etnografi lebih dipertegas oleh pendapat (Mantja, 2005: 7)
yang menyatakan bahwa:
Penelitian atau kajian etnografi bersifat holistik, artinya bahwa
penelitian ini tidak hanya mengarahkan perhatian pada salah satu atau
beberapa variabel tertentu yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu
pengkajian. Bentuk holistik ini didasarkan pada pandangan bahwa budaya
merupakan keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang tidak dapat
dipisah-pisahkan. Dalam penelitian kualitatif, etnografi merupakan
bentuk yang menonjol, sehingga dalam banyak kepustakaan istilah
etnografi digunakan sebagai salah satu bentuk penelitian (di samping
sebagai disain atau rancangan penelitian) yang meliputi penelitian
kualitatif, penelitian studi kasus, penelitian kancah, ataupun penelitian
antropologi.
Desain penelitian adalah rencana suatu studi atau kajian yang
merupakan hasil (produk) pentahapan rencana suatu penelitian. Desain itu
kemudian diimplementasikan di dalam kegiatan penelitian selanjutnya data yang
telah dikumpulkan dianalisis, kemudian dituangkan ke dalam laporan penelitian.
Didalam desain penelitian tecakup pula banyak hal yang harus dikerjakan oleh
peneliti, seperti waktu yang diperlukan untuk tinggal atau menetap di lapangan
pada saat peneliti mengumpulkan data. Penetapan disain penelitian dalam
penelitian kualitatif dikerjakan sepanjang masa penelitian, bahkan sampai
82
penelitian berakhir, walaupun keputusan disainnya telah ditetapkan pada awal
penelitian. Namum, perlu diperhatikan bahwa walaupun disainnya telah
ditetapkan sebelum penelitian dikerjakan, sesuai dengan hakikat penelitian
kualitatif, disain tersebut masih bersifat sementara.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SMA Negeri 2 Demak., dengan alasan di SMA 2
Demak merupakan SMA Negeri yang telah menerapkan pembelajaran dengan
menggunakan multimedia dengan fasilitas yang baik, selain itu guru yang ada di
SMA Negeri 2 Demak, khususnya guru mata pelajaran IPA, terdiri dari guru senior
dan guru yunior.
C. Data dan Sumber Data /Informan
1. Data
Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta ataupun
angka. Dari sumber SK Menteri P dan K No. 0259/U/1977 tanggal 11 Juli 1977
disebutkan bahwa data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan
untuk menyusun suatu informasi, sedangkan informasi adalah hasil pengolahan
data yang dipakai untuk suatu keperluan. Jenis data yang digunakan adalah data
kualitatif, yaitu data yang berkaitan dengan kualitas. Penelitian kualitatif yang
menekankan pada makna, lebih memfokuskan pada data kualitas dengan analisis
kualitatifnya (Sutopo, 2002: 48).
2. Sumber Data
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 107) yang dimaksud dengan
“Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh”.
83
Sedangkan menurut Lofland and Lofland yang dikutip Lexy J. Moleong (2007:
157) bahwa “Sumber utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data-data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”.
Peran dari sumber data sangatlah penting, karena berkaitan dengan bisa
tidaknya data penelitian diperoleh. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini,
peneliti menggunakan sumber data sebagai berikut:
a. Nara sumber (informan)
Jenis sumber data yang berupa data yang berupa manusia pada
umumnya dikenal sebagai responden. Istilah tersebut sangat akrab digunakan
dalam penelitian kualitatif, dengan pengertian bahwa peneliti memiliki posisi
yang lebih penting. Responden posisinya sekedar memberikan tanggapan
(respon) pada apa yang diminta atau ditentukan penilitinya.
Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia (nara sumber)
sangat penting peranannya sebagai individu yang memiliki informasi. Peneliti
dan nara sumber disini memiliki posisi yang sama dan nara sumber bukan
memberikan sekedar tanggapan pada yang diminta peneliti, tetapi ia lebih
bisa memilih arah dan selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki.
Nara sumber yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kepala
sekolah dan guru di SMA Negeri 2 Demak yaitu: Ali Askhadi (kepala
sekolah), Muslikah, Suharto, Herwati, Suharwati, Budi Rahayu, Clara
Pangestuti, Agung Heni, Eko Nuryati, Reni, Sunardi, Sisi Muslikah (guru),
Anton Nugroho, dan Fatimah (siswa)
2. Peristiwa atau aktivitas
Data atau informasi juga dapat dikumpulkan dari peristiwa, aktivitas,
atau perilaku sebagai sumber data yang berkaitan dengan sasaran penelitiannya.
84
Dari pengamatan pada peristiwa atau aktivitas, peneliti bisa mengetahui proses
bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara
langsung. Peristiwa sebagai sumber data memang sangat beragam, dari berbagai
peristiwa, baik yang terjadi secara sengaja ataupun tidak, aktivitas rutin yang
berulang atau yang hanya satu kali terjadi, aktivitas yang formal maupun yang
tidak formal, dan juga yang tertutup ataupun yang terbuka untuk bisa diamati
oleh siapa yang tertutup ataupun yang terbuka untuk bisa diamati oleh siapa saja.
Berbagai permasalahan memang memerlukan pemahaman lewat kajian
terhadap perilaku atau sikap dari para pelaku dalam lewat kajian terhadap
perilaku atau sikap dari para pelaku dalam aktifitas yang dilakukan atau yang
terjadi sebenarnya. Bukan hanya lewat kajian terhadap perilaku atau sikap dari
para pelaku dalam aktivitas yang dilakukan atau yang terjadi sebenarnya. Bukan
hanya lewat informan yang diberikan oleh seseorang atau dari catatan-catatan
yang ada mengenai aktivitas tertentu. Namun perlu dipahami bahwa tidak semua
peristiwa bisa diamati secara langsung, kecuali ia merupakan aktivitas yang
masih berlangsung pada saat penelitian dilakukan. Banyak peristiwa yang hanya
terjadi satu kali, atau hanya berjalan dalam jangka waktu tertentu dan tidak
terulang kembali. Dalam hal semacam ini, kajian lewat peristiwanya secara
langsung tidak bisa dilakukan, kecuali lewat cerita narasumber, atau dokumen
rekaman dan gambar bila ada.
Peristiwa atau aktivitas yang diamati dalam penelitian ini berupa, proses
penyusunan RPP, proses pembelajaran, dan proses pelaksanaan evaluasi
pembelajaran yang sedang berlangsung di SMA Negeri 2 Demak
85
3. Dokumen dan Arsip
Dokumen dan arsip merupakan data tertulis yang bergayutan dengan
suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Ia merupakan rekaman tertulis (tetapi juga
berupa gambar atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas
atau peristiwa tertentu). Bila ia merupakan catatan lapangan yang bersifat formal
dan terencana dalam organisai, ia cenderung disebut pasif. Namun keduanya bisa
dikatakan sebagai suatu rekaman atau sesuatu yang berkaian dengan suatu
peristiwa tertentu, dan dapat secara baik dimanfaatkan sebagai sumber data
dalam penelitian.
Dokumen dan arsip yang digunakan dalam penelitian ini berupa:
program tahunan, program semester, kalender pendidikan, kurikulum, silabus,
dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan foto-foto tentang peristiwa yang
terjadi di SMA Negeri 2 Demak.
86
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara mendalam
Dalam penelitian kualitatif wawancara dilakukan secara bebas terkontrol
artinya wawancara dilakukan secara bebas sehingga diperoleh data yang luas dan
mendalam, tetapi masih memperhatikan unsur terpimpin pada persoalan-
persoalan yang diteliti dalam hal inilah pedoman wawancara digunakan.
Menurut Bogdan dan Biklen (1985 dalam Mantja, 2005: 57) menyatakan bahwa:
Pedoman wawancara pada umumnya memberikan kesempatan
timbulnya respon terbuka dan cukup luas bagi pengamat atau
pewawancara untuk memperhatikan dan mengumpulkan data mengenai
dimensi dan topik yang tak terduga oleh peneliti.
Seperti halnya dalam teknik pengumpulan data dengan observasi, maka
dalam wawancara inipun hasilnya dicatat dan direkam untuk menghindari
terjadinya kesesatan recording. Di samping itu peneliti juga menggunakan teknik
recall (ulangan) yaitu manggunakan pertanyaan yang sama tentang sesuatu hal
guna memperoleh kepastian jawaban dari responden. Apabila hasil jawaban
pertama dan selanjutnya sama maka dapat dijadikan data yang sudah final.
2. Dokumentasi
Dalam penelitian kualitatif data dokumen biasanya dianggap sebagai
data sekunder, karena data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
tangan pertama, yaitu subyek penelitian, partisipasi, atau informan. Dengan
demikian, maka penelitian tidak hanya dilakukan dengan mengumpulkan data
melalui teknik pengumpulan dan wawancara, melainkan juga dengan teknik
dokumentasi, walaupun kedua teknik itu dianggap sebagai teknik utama yang
merupakan teknik yang paling dominan dipergunakan. Berbagai jenis informasi
87
juga dapat diperoleh melalui dokumentasi, seperti surat-surat resmi, catatan
rapat, lapora-laporan, artikel media, klipping, proposal, agenda, memoranda,
laporan perkembangan (progress report) yang dipandang relevan bagi penelitian
yang sedang dikerjakan. Di bidang pendidikan dokumen itu dapat berupa buku
induk, rapor, studi kasus, model satuan pelajaran guru, dan sebagainya. Salah
satu dokumen yang juga dianggap penting sangat pribadi, yang berupa
pengalaman, curahan perasaan dan pikiran tentang berbagai hal, baik yang
menyangkut dirinya maupun orang lain dan lingkungannya. Menurut Moleong
(2007: 160):
”Analisis dokumen digunakan karena merupakan sumber yang
stabil, kaya dan mendorong serta dokumentasi bersifat alamiyah sesuai
dengan konteks lahiriyah tersebut. Pengumpulan data melalui teknik ini
digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari hasil wawancara
dan observasi. Dengan analisis dokumentasi ini diharapkan data yang
diperlukan benar-benar valid. Metode ini dipergunakan untuk mencari
data jumlah karyawan, data pendafatar, data kelulusan, data sarana-
prasarana dan catatan-catatan lain yang relevan dengan permasalahan
penelitian”.
3. Observasi
Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang
berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekaman gambar.
Observasi dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada
observasi langsung dapat dilakukan dengan mengambil peran atau tak berperan
(Sutopo, 2002: 64).
Observasi tak berperan adalah observasi dimana peneliti sama sekali
kehadirannya dalam melakukan observasi tidak diketahui oleh subjek yang
diamati. Sedangkan observasi berperan adalah observasi yang dilakukan dengan
88
mendatangi peristiwanya, kehadiran peneliti di lokasi sudah menunjukkan peran
yang paling pasif, sebab kehadirannya sebagai orang asing diketahui oleh yang
diamati, dan bagaimanapun hal itu membawa pengaruh pada yang diamati. Oleh
karena itu bilamana peneliti ingin mengamati dan mencatat hal yang berlangsung
menurut apa adanya (kondisi aslinya), maka ia sebaiknya jangan berbuat
apapun atau membuat catatan dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan
pendapat di atas, maka peneliti mengambil teknik pengumpulan data dengan
menggunakan observasi berperan.
E. Teknik Analisis Data
Proses analisis dalam penelitian kualitatif, kegiatannya pada dasarnya
dilakukan secara bersamaan dengan proses pelaksanaan pengumpulan data. Hal ini
sangat berbeda dengan proses analisis di dalam penelitian kuantitatif, yang
memisahkan secara tegas antara proses pengumpulan data dengan proses
analisisnya, yaitu analisis dilakukan setelah proses pengumpulan data telah lengkap
dan selesai dilaksanakan.
Dalam pelaksanaan penelitian kualitatif, tiga komponen analisis tersebut
saling berkaitan dan berinteraksi, tak bisa dipisahkan dari kegiatan pengumpulan
data. Proses analisis dilakukan di lapangan bersamaan dengan proses pengmpulan
data, sebelum peneliti meninggalkan lapangan studinya. Secara sederhana oleh
Sutopo (2002: 94) dinyatakan bahwa: ”terdapat dua model pokok dalam
melaksanakan analisis di dalam penelitian kualitaatif, yaitu (1) model analisis
jalinan atau mengalir (flow model of analysis) dan (2) model analisis interaktif”.
Analisis dalam penelitian kualitatif terdiri dari tiga komponen pokok yaitu
reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan dengan verifikasinya. Proses
analisis dengan tiga komponen analisisnya tersebut saling menjalin dan dilakukan
secaara terus menerus di dalam proses pelaksanaan pengumpulan data, merupakan
model analisis jalinan. Reduksi data sebagai komponen pertama, bahkan sudah
dilakukan sejak awal sebelum kegiatan pengumpulan data dilakukan, yaitu sejak
penyusunan proposal penelitian. Dengan membatasi permasalahan penelitian dan
juga membatasi pada pertanyaan-pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam
penelitian, sebenarnya peneliti sudah mulai melakukan reduksi. Kemudian proses
tersebut dilanjutkan pada waktu pengumpulan data, dan secara erat saling menjalin
dengan dua komponen analisis yang lain, yaitu sajian data dan penarikan simpulan
dan verifikasinya. Tiga komponen tersebut masih aktif bertautan dalam jalinan dan
89
masih tetap dilakukan pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, dan
dilanjutkan sampai pada waktu proses penulisan laporan penelitian berakhir.
Untuk menganalisis data dalam masalah ini penulis menggunakan logika
deduksi, dengan membandingkan teori yang melatar belakangi permasalahan. Data
yang diperoleh dari lapangan akan diolah dengan cara mengumpulkan semua data
yang ada. Data yang ada dikelompokkan, diseleksi dan selanjutnya dianalisis.
Metode yang digunakan dalam analisis data kualitatif yaitu menganalisis data yang
didasarkan pada kualitas data yang digunakan untuk memecahkan permasalahan
pokok penelitian, kemudian diuraikan dalam bentuk bahasa deskriptif.
Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan metode
kualitatif, artinya mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari
penelitian berdasarkan kualitas kebenarannya kemudian menggambarkan dan
menyimpulkan hasilnya untuk menjawab permasalahan yang ada. Penelitian
kualitatif prosesnya berlangsung dalam bentuk siklus (Sutopo, 2002: 96) Model
analisis interaktif seperti yang dikemukakan Sutopo terlihat seperti gambar berikut:
Gambar 2 : Model analisis interaktif
Dengan memperhatikan gambar 1 di atas, maka proses dapat dilihat pada
waktu pengumpulan data, penulis selalu membuat reduksi data dan sajian data.
Artinya, data yang berupa catatan lapangan yang terdiri dari bagian deskripsi dan
refleksinya adalah data yang telah digali dan dicatat. Dari dua bagian data tersebut
penulis menyusun rumusan pengertiannya secara singkat, berupa pokok-pokok
temuan yang penting dalam arti pemahaman segala peristiwanya yang disebut
reduksi data. Kemudian diikuti penyusunan sajian data yang berupa kalimat
sistematis dengan suntingan penelitinya supaya makna peristiwanya menjadi lebih
jelas dipahami.
Reduksi dan sajian data ini harus disusun pada waktu penulis sudah
mendapatkan unit kata dari sejumlah unit yang diperlukan dalam penelitian. Pada
Pengumpulan
Data
Reduksi
Data
Sajian
Data
Penarikan
simpulan/
verifikasi
90
waktu pengumpulan data sudah berakhir, peneliti mulai melakukan usaha untuk
menarik simpulan dan verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat dalam
reduksi maupun sajian datanya. Bila simpulan dirasa kurang mantap karena
kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajian data, maka peneliti wajib kembali
melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari
pendukung simpulan yang ada dan juga bagi pendalaman. Dalam keadaan ini
tampak bahwa penelitian kualitatif prosesnya berlangsung dalam siklus. Biasanya
sebelum penulis mengakhiri proses penyusunan penulisan, kegiatan pendalaman
data ke lapangan studinya dilakukan untuk menjamin mantapnya hasil penelitian.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik penarikan simpulan
secara deduktif, yaitu penarikan simpulan dari data-data yang bersifat umum untuk
mendapatkan simpulan yang bersifat khusus.
91
F. Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan suatu data atau memeriksa kebenaran data
digunakan teknik triangulasi data. Triangulasi yang digunakan adalah:
1. Triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan data dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan (1)
membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (2)
membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakannya secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-
orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu,
(4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat
dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah
atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan, dan (5) membandingkan hasil
wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moleong, 2005: 330).
2. Triangulasi metode, terdapat dua strategi, yaitu (1) pengecekan derajat
kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data, dan
(2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang
sama. Teknik triangulasi jenis ketiga adalah dengan jalan memanfaatkan peneliti
atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan
data. Cara lain adalah dengan membandingkan hasil pekerjaan seorang analis
dengan analis lainnya (Moleong, 2005: 330).
3. Perpanjangan pengamatan, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh peneliti untuk
selalu mengamati proses pelaksanaan pelatihan yang berlangsung. Dengan
92
demikian, peneliti dapat memperhatikan segala kegiatan yang terjadi dengan
lebih cermat, aktual, terinci dan mendalam. Di samping itu, peneliti
mengumpulkan hal-hal yang bermakna untuk lebih memahami gejala yang
terjadi. Pengamatan secara terus menerus ini dilakukan selain untuk
menemukan hal-hal yang konsisten, juga dilakukan sebagai upaya untuk
memenuhi kriteria reliabilitas data yang diperoleh (Moleong, 2005: 327)
93
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan Senior di SMA Negeri 2
Demak dalam pembelajaran IPA
Guru IPA di SMA Negeri 2 Demak, sebanyak 9 orang yang masing-
masing mempunyai latar belakang yang berbeda, dilihat dari tahun kelulusan para
guru tersebut 6 orang merupakan lulusan S1 Keguruan sesudah tahun 1994, dan 3
orang lulusan sebelum tahun 1994, bahkan 1 orang lulus tahun 1979 sehingga
bagi guru yang lulus sebelum tahun 1994. Dengan adanya perbedaan tahun
kelulusan tersebut, menimbulkan sikap yang berbeda terhadap penggunaan
multimedia, hal ini seperti dikemukakan oleh Muslikah (wawancara, Selasa,
tanggal 1 September 2009) sebagai berikut:
Di SMA Negeri 2 Demak ada 3 orang yang kami anggap senior,
sudah menjadi guru lebih dari 20 tahun, sedangkan saya dan teman-teman
yang diangkat menjadi guru baru antar atahun 1998 – 2005 menganggap
beliau lebih senior dari kami, sehingga kami harus menghormatinya
(catatan lapangan 01)
Menrut Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009) dijelaskan
memang di kalangan guru khususnya di SMA Negeri 2 Demak, perbedaan waktu
yang cukup lama tersebut menimbulkan istilah senior dan yunior, walaupun
istilah tersebut sebatas anggapan di lingkungan SMA Negeri 2 Demak, dan
merupakan bentuk penghargaan kepada guru yang lebih berpengalaman.
Pernyataan tersebut dipertegas oleh Umi Rohmah (wawancara, Rabu 2
September 2009) mengatakan:
94
Walaupun saya sendiri tidak menganggap bahwa saya senior, tetapi
teman-teman yang tergolong muda, menganggap saya, Ibu Budi Rahayu,
dan Ibu Clara Pangestuti yang nota bene diangkat tahun sembilan puluhan
tergolong guru senior, karena kami dianggap senior tentunya teman-teman
yang baru diistilahkan guru yunior, tetapi itu hanya di kalangan SMA
Negeri 2 Demak (catatan lapangan 04)
Dari data tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah yunior dan
senior terbatas pada lingkungan SMA Negeri 2 Demak, dimana tiga guru yang
diangkat pada tahun sembilan puluhan, lulus sebelum tahun 1994, dianggap oleh
kalangan guru dianggap sebagai guru senior, sedangkan guru dengan lulusan
lebih dari tahun 1994 dianggap guru yunior.
Permasalahan guru yunior dan senior tersebut, ternyata mempunyai
dampak yang nyata terhadap sikap guru dalam penggunaan multimedia, dimana
dalam penerapan multimedia di SMA Negeri 2 Demak khususnya dalam
pembelajaran IPA. Guru senior cenderung kurang menyukai multimedia, dan
rasa ingin tau terhadap penggumaan multimedia cenderung rendah, hal ini seperti
dikemukakan oleh Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009)
mengatakan:
Guru-guru yang sudah berpengalaman mengajar lama, dan kami
anggap senior justru jarang sekali menggunakan multimedia, mungkin
beliau sudah merasa terbiasa dengan cara beliau mengajar, tetapi bagi kami
yang muda-muda multimedia sangat membantu dan kami dapat berkreasi
(catatan lapangan 02)
Pernyataan yang sama dikemukakan oleh Muslikah (wawancara, Selasa,
tanggal 1 September 2009) sebagai berikut:
Kalau saya lebih senang menggunakan multimedia, karena hal
tersebut sangat membantu saya dalam melaksanakan pembelajaran, telebih
IPA, anak-anak lebih tertarik bila guru menggunakan multimedia, soal
keengganan guru-guru yang senior menggunakan multimedia mungkin
95
disebabkan kebiasaan beliau yang sudah lama mengajar, sehingga dengan
cara seperti itupun dianggapnya sudah baik (catatan lapangan 01)
Menurut Umi Rohmah (wawancara, Rabu 2 September 2009), keengganan
guru dalam menggunakan multimedia, disebabkan oleh kebiasaan yang selama
ini digunakan, selain itu pada saat kuliah guru tidak pernah memperoleh mata
kuliah multimedia, sehingga kehadiran multimedia dianggapnya hal yang baru
(catatan lapangan 04)
Senada dengan pernyataan tersebut, Budi Rahahu (wawancara, Kamis 3
September 2009) mengatakan:
Bukannya saya tidak suka dengan multimedia, jujur saja waktu
kuliah dulu tidak pernah ada mata kuliah multimedia, sehingga kalupun
mau menggunakan saya mesti harus belajar dulu, saya justru malah takut
ditertawakan siswa, kan sekarang siswa lebih pintar-pintar soal komputer
(catatan lapangan 05)
Demikian halnya dengan pernyataan Clara Pangestuti (wawancara, Kamis,
3 September 2009) mengatakan:
Sebenarnya saya suka menggunakan multimedia, tetapi saya belum
siap untuk mengoperasikan dengan baik, sehingga takut nanti malah
ditertawakan siswa, dan bagi saya multimedia tersebut merupakan hal
yang baru, sehingga saya harus belajar, dulu waktu kuliah tidak ada mata
kuliah multimedia tersebut (catatan lapangan 06)
Adanya multimedia sebagai media pembelajaran IPA bagi guru senior
dianggapnya menjadi beban, seperti yang dikemukakan oleh Umi Rohmah
(wawancara, Rabu 2 September 2009) sebagai berikut:
Adanya multimedia, saya merasa terbebani, karena siswa memang
lebih senang bila guru menggunakan multimedia, tetapi saya sendiri belum
siap untuk menggunakan, dan saya masih merasa sulit untuk
mengoperasikan komputer, walau berkali-kali diajari sama teman-teman,
96
tetapi ya masih bingung, maka saya lebih senang tidak menggunakan
multimedia (catatan lapangan 04)
Dari informasi tersebut di atas dapat diketahui bahwa penggunaan
multimedia di SMA Negeri 2 untuk pembelajaran IPA, hingga saat ini masih
terbatas pada guru-guru yang yunior, sedangkan guru-guru yang senior belum
memanfaatkan dengan baik, keengganan guru senior dalam penggunaan
multimedia tersebut disebabkan oleh kebiasaan yang telah berjalan lama, dan
pembekalan guru pada saat kuliah tidak memperoleh mata kuliah multimedia,
selain itu kemauan guru untuk menguasai multimedia masih kurang.
Bagi guru yunior penggunaan multimedia dianggapnya sangat membangu
dalam pembelajaran, hal ini seperti dikemukakan oleh Umi rohmah (wawancara,
Rabu tanggal 2 September 2009) sebagai berikut:
Dengan adanya multimedia saya merasa terbantu dalam mengajar
IPA, karena selain mudah dalam penyampaian informasi, siswa cenderung
lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran, selain itu dengan
multimedia saya tidak perlu berulangkali menulis di papan tulis (catatan
lapangan 03)
Senada dengan pernyataan tersebut Agung Heni (wawancara, Kamis 3
September 2009) mengemukakan:
Saya hanya sekali membuat persiapan dengan multimedia,
selanjutnya saya tinggal pakai, kalaupun ada penyempurnaan, saya tinggal
ngedit, sehingga saya sangat terbantu, selain itu siswa lebih antusias dalam
mengikuti pelajaran (catatan lapangan 07)
97
Guru yunior berusaha untuk mengajak guru senior untuk menggunakan
multimedia sebagai media pembelajaran, hal ini seperti dikamukakan oleh Ali
Askhadi (wawancara, Senin 7 September 2009) mengatakan:
Saya dan teman-teman mengajak guru yang senior untuk mencoba
menggunakan multimedia, bahkan saya dan teman-teman bersedia untuk
melatih dan menjelaskan bila teman-teman merasa kesulitan, tetapi Ibu-Ibu
yang sudah senior kurang respon, bahwa ada kecenderungan tetap
mempertahankan cara mengajar yang selama ini digunakan (catatan
lapangan 08)
Himbauan penggunaan multimedia sering disamapiakan oleh kepala
sekolah, seperti dikemukakan oleh Reni (wawancara, Selasa 8 September 2009)
sebagai berikut:
Setiap kali ada pertemuan, kepala sekolah mengingatkan agar guru
menggunakan multimedia dalam mengajar, tetapi hingga saat ini belum
semua guru menggunakannnya, tertutama guru-guru yang senior, … ya
maklum mungkin sudah terbiasa dengan cara yang selama ini
digunakan….(catratan langan 10)
Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Eko Nuryadi (wawancara, Senin 7
September 2009) mengatakan:
Mestinya semua guru di sini sudah saatnya menggunakan
multimedia untuk pembelajaran, karena sekolah direncanakan menjadi
Sekolah Berbasis Internasional (SBI) sehingga sangat disayangkan kalau
nanti sudah SBI tetapi guru masih ada yang belum siap menggunakan
multimedia (catatan lapangan 09)
Menurut guru senior Umi Rohmah (wawancara, Rabu 2 September 2009),
mengemukakan:
Seperti yang pernah saya sampaikan bahwa sebenarnya, saya juga
senang menggunakan multimedia untuk pembelajaran, tetapi
bagaimanalagi saya sudah berusaha untuk mencoba tapi terasa sulit,
apalagi kalau sudah samapi rumah tentunya pekerjaannya sudah lain,
98
sehingga waktu untuk mempersiapkan dengan multimedia tidak banyak
(catatan lapangan 04)
Pernyataan senada dikemukakan oleh Budi Rahayu (wawancara, Kamis, 3
September 2009) mengatakan:
Banyaknya pekerjaan di rumah, membuat saya tidak sempat
mempersiapkan pembelajaran dengan multimedia, sebenarnya teman-
teman menyurun untuk mencopy yang sudah ada, tetapi saya sendiri tidak
mahir dalam mengoperasikan komputer (catatan lapangan 05)
Dari informasi tersebut di atas dapat diketahui bahwa penggunaan
multimedia oleh guru yunior dipandang sebagai hal yang penting dalam
persiapan menuju sekolah berbasis internasional (SBI), namun bagi guru senior
penggunaan multimedia justru menjadi beban.
2. Perencana Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Media Multimedia di
SMA Negeri 2 Demak
a. Rencana Pembelajaran
Tidak jauh berbeda dengan rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
mata palajaran lainnya, dan dengan media non multimedia pada dasaranya
penyusunan RPP merupakan kebutuhan pokok sebelum pelaksanaan
pembelajaran, RPP IPA dengan menggunakan media multimedia merupakan
pengembangan kurikulum yang diprogramkan pemerintah yaitu kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP), merupakan kurikulum operasional yang
dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan serta merupakan acuan dan
pedoman bagi pelaksanaan pendidikan utnuk mengembangan berbagai ranah
pendidikan. Guru IPA SMA Negeri 2 Demak dalam merencanakan
pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran
99
multimedia, tertuang dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP) yang mencakup
standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan
dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Penggunaan media
pembelajaran merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelajaran yang
dibuat oleh guru, hanya dalam RPP penggunaan media pembelajaran tersebut
tidak disertai dengan perencanaan secara detail, hal ini seperti dikemukakan
oleh Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal 1 September 2009) sebagai
berikut:
Sebenarnya untuk merencanakan pembelajaran IPA dengan media
pembelajaran multimedia sama saja dengan perencanaan pembelajaran
mapel lain dengan media lain, hanya perbedaannya terledak pada media
pembelajaran yang nantinya akan digunakan guru (catatan lapangan 01)
Sebelum menyusun RPP mata pelajaran IPA dengan media
pembelajaran multimedia guru diwajibkan memahami cara mengisi identitas
yang meliputi mata pelajaran, kelas, semester, tahun ajaran. Identitas tersebut
perlu dipahami oleh guru agar guru dapat menjabarkan silabus yang ada ke
dalam RPP sesuai dengan mata pelajaran, kelas, semester serta dipergunakan
untuk tahun ajaran berapa. Dalam menentukan identitas tersebut, seperti
dituturkan oleh Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009)
mengatakan bahwa:
penyusunan RPP didahului dengan identifikasi, yang meliputi:
mata pelajaran, kelas, semester, dan tahun ajaran, dengan mengetahui
mata pelajaran yang akan diuraikan dalam RPP maka dapat dirinci dalam
satuan-satuan acara pelajaran yang sesuai, kejelasan mata pelajaran, kelas,
semester dan tahun ajaran tersebut dapat membantu guru dalam membuat
100
RPP secara rinci, dan sesuai dengan tujuan kurikulum (catatan lapangan
02).
Senada dengan pernyataan tersebut Ali Askhadi (wawancara, Senin
tanggal 7 September 2009) menyatakan bahwa: ”Penentuan identitas mata
pelajaran, kelas, semester dan tahun ajaran tersebut mutlak ditetapkan oleh
guru sebelum menyusun RPP lebih jauh, karena hal tersebut merupakan
patokan bagi guru untuk menyusun RPP.” (catatan lapangan 08)
Dari informasi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk
menyusun RPP IPA dengan menggunakan media pembelajaran multimedia,
terlebih dahulu harus ditetapkan identitas mata pelajaran, kelas, semester dan
tahun ajaran dengan memahami identitas, dan menetapkan identitas maka
RPP mata pelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran
multimedia dapat dibuat dengan terarah sesuai dengan mata pelajaran, kelas,
semester, dan tahun ajarannya.
Langkah berikut dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran
IPA dengan menggunakan media pembelajaran multimedia, adalah
melakukan pemahaman terhadap kurikulum dengan standar nasional
pendidikan (SNP), pemahaman tersebut sangat penting dalam menyusun
RPP, hal ini seperti disampaikan oleh Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal
1 September 2009) sebagai berikut:
sebelum menyusun RPP, terlebih dahulu kami mencoba memahami
standar nasional pendidikan (SNP) yang meliputi: standar isi, standar
proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikn dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan, karena dengen
mamahami standar tersebut kemungkinan RPP yang dikembangkan dapat
sesuai dengan kompetensi yang diharapkan (catatan lapangan 01)
101
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Suharto (wawancara, Selasa
tanggal 1 September 2009) menyatakan:
Sebenarnya untuk menyusun RPP pembelajaran IPA dengan
menggunakan media multimedia seperti yang diharapkan dalam KTSP
tidaklah sulit, yang terpenting bagi guru adalah memahami standar yang
diinginkan dalam kurikulum serta target kompetensi yang diharapkan,
dengan mengetahui standar pendidikan, guru akan dapat menjabarkan dan
mengembangkan kurikulum dalam silabus yang tepat (catatan lapangan
02)
Pernyataan akan pentingnya pemahaman guru terhadap standar isi
tersebut dipertegas oleh Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September
2009) mengatakan
Sebelum guru IPA menyusun RPP dengan media pembelajaran
multimedia, sebagai pengembangan dari kurikulum dan silabus seperti
yang diharapkan dalam KTSP, kami memberikan pengarahan terlebih
dahulu tentang standar nasional pendidikan dalam suatu rapat, setelah
guru memahami keseluruhan standar nasional pendidikan tersebut, baru
guru-guru di sini mulai menyusun silabus dan RPP, dan multimedia saya
arahkan agar dimanfaatkan oleh semua guru agar pembalajaran dapat
hidup dan bervariasi (catatan lapangan 08)
Dengan telahd diketahuinya standart kompetensi dan standar isi, maka
langkah selanjutnya dalam menyusun rencana pembelajaran IPA dengan
menggunakan media pembelajaran multimedia adalah dengan menetapkan
tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ditentukan setelah ditentukan
standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikator, tujuan
pembelajaran berisikan target yang akan dicapai dalam proses pembelajaran,
tujuan pembelajaran merupakan hasil yang akan dicapai setelah dilakukan
proses pembelajaran dalam satu tatap muka.
102
Menurut Umi Rohmah (wawancara, Rabu tanggal 2 September 2009)
mengatakan bahwa:
Pebyusunan RPP IPA dengan media pembelajaran multimedia
setelah indentifikasi dan menentukan kompetensi, langkah selanjutnya
adalah menentukan tujuan pembelajaran, tujuan pembelajaran merupakan
hasil yang akan dicapai dalam setiap tatap muka, sehingga dalam
menentukan tujuan tentunya disesuaikan dengan kompetensi yang hendak
dicapai (catatan lapangan 03)
Senada dengan pernyataan tersebut berdasarkan dokumentasi yang ada
di SMA Negeri 2 Demak diketahui bahwa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) IPA, telah ditentukan tujuan pembelajaran sesuai dengan
alokasi waktu dan standart kompetensi. Tujuan pembelajaran yang telah
dibuat terdiri dari tujuan pembelajaran pertemuan I dan II tergantung dari
alokasi waktu yang disediakan.
Perencanaan lainnya selain pengembangan silabus kedalam RPP
adalah perencanaan kegiatan pembelajaran, rencakan kegiatan pembelajaran
dibuat dalam bentuk langkah-langkah yang akan dilakukan oleh guru dalam
proses pembelajaran dengan menggunakan multimedia, penentuan rencana
kegiatan pembelajaran tersebut seperti dituturkan oleh Herwati (wawancara,
Rabu tanggal 2 September 2009) mengatakan:
Rencana kegiatan pembelajaran dibuat dalam bentuk langkah-
langkah pembelajaran dari pertemuan I, sampai dengan pertemuan
berikutnya disertai dengan alokasi waktu, rencana tersebut merupakan
gambaran kegiatan yang akan dilakukan oleh guru di dalam kelas,
rencana tersebut disusun dengan sistematika: pendahuluan dengan alokasi
waktu 5 – 10 menit, kegiatan inti dengan alokasi waktu 35 menit, dan
penutup 5 – 10 menit (catatan lapangan 03)
Dari data dokumentasi yang diperoleh dari SMA Negeri 2 Demak
dapat diketahui bahwa guru IPA dalam merencanakan pembelajaran dengan
103
media pembelajaran multimedia telah melengkapi langkah pembelajaran
disertai dengan alokasi waktu yang disesuaikan dengan kompetensi, tujuan
pembelajaran dan alokasi waktu yang tersedia.
Berdasarkan data di atas, baik dari hasil wawancara maupun
dokumnentasi dapat disimpulkan bahwa RPP IPA dengan menggunakan
media pembelajaran multimedia yang disusun oleh guru di SMA Negeri 2
Demak telah dilengkapi dengan rencana kegiatan pembelajaran dalam bentuk
langkah-langkah pembelajaran yang berisikan pendahuluam, kegiatan inti,
dan penutup.
Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh guru dalam menyusun RPP
IPA dengan media pembelajaran multimedia adalah menentukan metode dan
teknik pembelajaran, walaupun menggunakan media pembelajaran
multimedia ternyada metode dan teknik pembelajaran yang digunakan
hampir semua guru IPA menggunakan metode ceramah bervariasi, metode
penugasan dan metode diskusi.
Informasi mengenai metode pembelajaran tersebut diperoleh dari
pernyataan Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal 1 September 2009)
mengatakan bahwa:
Untuk mata pelajaran IPA dengan menggunakan multimedia,
metode yang paling tepat adalah ceramah bervariasi, artinya guru
menyampaikan materi pembelajaran dengan ceramah, yang terkadang
disisipkan tanya jawab, disertai dengan tayangan gambar atau teks
pada layar peraga yang disertai dengan animasi, karena dengan metode
tersebut dainggap paling tepat bila alat peraga yang digunakan
multimedia, namun demikian sesekali memang guru di sini mengajak
siswa untuk diskusi memecahkan permasalah tertentu (catatan
lapangan 01)
104
Informasi tentang metode yang digunakan oleh guru IPA di SMA
Negeri 2 Demak tersebut dikatakan oleh Suharto (wawancara, Selasa tanggal
1 September 2009) menyatakan bahwa:
mengajar anak-anak SMA, terlebih di klas X memang
membutuhkan pengalaman tertentu, terutama dalam penggunaan metode,
untuk menyampaikan materi pelajaran anak-anak lebih suka dengan
metode yang kontekstual, disertai dengan alat peraga yang nyata langsung
bisa dilihat oleh siswa, kalau kebanyakan ceramah maka siswa akan
jenuh, maka solusinya sangat tepat bila digunakan media pembelajaran
yang menarik, yaitu komputer (catatan lapangan 02).
Dilihat dari dokumen RPP IPA, ternyata semua metode pembelajaran
yang direncanakan oleh guru adalah menggunakan metode ceramah
bervariasi, metode penugasan, dan metode diskusi, tidak satupun ditemukan
guru yang menggunakan metode demonstrasi, walaupun ada beberapa
standart kompetensi yang direncanakan dengan menggunakan metode
pembelajaran kontekstual. Dari informasi yang diperoleh baik dari
wawancara maupun dari dokumentasi dapat disimpulkan bahwa rencana
metode yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran IPA dengan media
pembelajaran multimedia adalah menggunakan metode ceramah bervariasi,
penugasan, dan diskusi
Perencanaan media pembelajaran multimedia merupakan salah satu
pilihan dari beberapa media yang ada, pemeilihan media pembelajaran dipilih
oleh guru IPA, karena hal tersebut dianggap mudah untuk dibuat dan cukup
menarik perhatian siswa, hal ini seperti dikemukakan oleh Umi Rohmah
(wawancara, Rabu 2 September 2009) mengatakan:
Saya selalu merencanakan media pembelajaran multimedia, karena
membuatnya nggak repot, untuk menerangkan pada siswa juga gampang,
105
dan siswa lebih tertarik dibanding bila kita menulis di papan tulis, atau
menggunakan media chart, dengan animasi yang sederhanapun anak-anak
cukup senang memperhatikan (catatan lapangan 04)
Media pembelajaran multimedia juga direncakan oleh guru IPA
lainnya yaitu Herwati (wawancara, Rabu tanggal 2 September 2009)
mengatakan:
Saya memilih multimedia, karena pengalaman saya siswa lebih
banyak memperhatikan bila yang ditampilkan merupakan hal yang baru,
maka dengan program yang sederhana saya dapat menampilkan beberapa
materi pokok, sehingga siswa lebih tertarik, dengan multimedia saya
dapat berkreasi untuk menarik perhatian siswa (catatan lapangan 03)
Menurut pengakuan Budi Rahayu (wawancara, Kamis 3 September
2009) mengatakan:
Untuk menentukan media pembelajaran, saya memilih media yang
sesuai dengan mata pelajaran dan materi standar, khusus untuk mata
pelajaran IPA, sebagian besar guru disini memilih media multimedia,
karena dianggapnya hal tersebut hal yang baru, sehingga siswa lebih
tertarik (catatan lapangan 05
Senada dengan pernyataan tersebut Clara Pangestuti (wawancara,
Kamis 3 September 2009) menyatakan:
”untuk membantu proses pembelajaran saya memilih multimedia
sebagai media pembelajaran, karena siswa lebih tertarik, dan
membuatnyapun juga tidak sulit, selain itu, dengan sekali membuat saya
bisa menggunakan terus dan menyempurnakan (catatan lapangan 06)
Adanya multimedia sebagai media pembelajaran, ternyata ada
beberapa guru yang belum siap untuk mengoperasikan, hal ini seperti
dikamukakan oleh wakil kepala sekolah bidang kurikulum Eko Nuryadi
(wawancara, Senin 7 September 2009) mengatakan:
Beberapa guru memang belum siap untuk menggunakan media
pemelajaran multimedia, sebagian guru-guru tersebut adalah guru-guru
106
yang sudah tua-tua menjelang pensiun, ya mungkin karena faktor usia dan
sudah menjadi kebiasaan sehingga sulit untuk diubah (catatan lapangan
09)
Pernyataan tersebut dipertegas oleh kepala sekolah Ali Askhadi
(wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) mengatakan:
Memang tidak semua guru memanfaatkan komputer untuk media
pembelajaran, walaupun sekolah sudah berupaya memenuhi jumlahnya,
hal tersebut karena menyangkut SDM, khususnya teman-teman yang
sudah tua dan menjelang pensiun sulit untuk mengubah cara-cara yang
sudah biasa dilakukan (catatan lapangan 08)
Dari data tersebut dikatahui bahwa rencana media pembelajaran
multimedia yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran IPA terbatas pada
pengganti media papan tulis, dan media lain, dengan memanfaatkan program
powerpoint dengan animasi yang sederhana. Namun hal tersebut terbukti
lebih menarik perhatian siswa dan banyak membantu guru dan siswa dalam
proses pembelajaran IPA
b. Rencana Penggunaan sarana Media Multimedia
Banyaknya guru yang menginginkan penggunaan media pembelajaran
multimedia dengan sarana komputer dan LCD yang dilengkapi dengan layar
display, mengharuskan kepala sekolah mengadakan sarana tersebut, sekolah
sampai akhir tahun 2009, telah memiliki 6 unit LCD lengkap dengan layar
display, sedangkan untuk perangkat komputer, saat ini sekolah sudah tidak
menyediakan, karena banyak para guru yang telah memiliki laptop secara
pribadi dan digunakan untuk perlengkapan mengajar, hal ini seperti
dikemukakan oleh kepala sekolah Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7
September 2009) sebagai berikut:
107
Sebelum guru membawa laptop sendiri-sendiri, sekolah
menyediakan komputer 4 unit, tetapi nampaknya hal tersebut cukup
merepotkan bila dipindah-pindah, akhirnya atas inisiatif guru sendiri, ya...
mungkin guru beranggapan untuk berpenampilan lain, selain itu kan
sekarang sudah menjadi kebutuhan pokok, akhirnya sekolah cukup
menyediakan LCD, sedangkan komputer yang ada dijadikan satu di lab
komputer untuk menambah jumlah komputer praktek yang sudah ada
(catatan lapangan 08)
Bagi guru laptop sangat membantu untuk mengajar, pertama mudah dibawa
kemana-mana dan karena hanya dipakai pribadi resiko kerusakan sangat kecil,
lain halnya dengan komputer yang dipakai oleh orang banyak, terkadang
komputer ngga bisa dipakai, atau mungkin riskan terhadap virus, hal ini seperti
dikemukakan oleh Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009)
mengatakan:
Ya Alhamdulillah.... sekarang banyak teman-teman yang sudah punya
laptop sendiri, sehingga resiko kegagalan dalam menggunakan media
pembelajaran multimedia mulai berkurang, bahkan hampir tidak pernah ada
masalah, selain untuk mengajar saya sangat membutuhkan laptop untuk
kegiatan lain seperti membuat PTK, dan menyusun bahan ajar, yang
berkaitan dengan tugas saya (catatan lapangan 02)
Persiapan sarana pembelajaran dengan media multimedia membutuhkan
peralatan LCD dab layar displya, yang jumlahnya 8 unit, jumlah tersebut masih
sangat kurang jika dibandingkan dengan jumlah kelas yang ada, idealnya setiap
kelas tersedia satu LCD dengan 1 layar display, hal ini seperti dikemukakan oleh
wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana Reni. S (wawancara, selasa
tanggal 8 September 2009) sebagai berikut:
Prasarana untuk pembelajaran media multimedia masih kurang, dari
24 klas yang ada baru ada 8 LCD dan 8 layar display, sehingga,
pemakaiannya harus terjadwal, dan guru merencanakan terlebih dahulu,
memang tidak semua guru menggunakan multimedia, tetapi sebagian besar
sudah menggunakan, sehingga dalam menjadwalkan saya sering kewalahan
(catatan lapangan 10)
108
Berdasarkan data tersebut di atas dapat diartikan bahwa dalam merencakan
prasana pembelajaran dengan media pembelajaran multimedia guru telah
merencanakan sendiri dalam laptop pribadinya, sehingga guru telah menyusun
peragaan pembelajaran sendiri-sendiri sesuai dengan inisiatif guru, sedangkan
sekolah menyediakan LCD dengan layar disply, keterbatasan LCD dan layar
display mengharuskan wakil kepala sekolah membagi dan menjadwalkan
penggunaan LCD dan layar display.
3. Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Media Pembelajaran Multimedia
Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas XI, pada pelajaran ke 4 dan
5, tanggal 3 September terlihat Muslikah sedang menjelaskan pelajaran biologi
yang merupakan bagian dari pelajaran IPA. Sebelum menyampaikan materi
pembelajaran guru terlebih dahulu menyampaikan salam kepada siswa, dengan
menayangkan tayangan ”selamat datang di mata pelajaran biologi” yang dibuat
dengan animasi yang menarik dan bigraound warna-warni. Selanjutnya guru
menjelaskan rencana pembelajaran tentang ”alat eskresi”
Kegiatan berikutnya yang dilakukan oleh guru adalah bercerita sedikit
tentang ”alat-alat eskresi” yang sudah disinggung pada pertemuan sebelumnya,
selanjutnya guru mengaitkan materi tersebut dengan materi yang akan diajarkan.
Selanjutnya guru menjelaskan ”alat-alat eskresi pada tubuh manusia”, dalam
penjelasannya guru menayangkan gambar-gambar alat eksresi, seperti kulit, hati,
ginjal, dan paru-paru. Setiap gambar ditayangkan guru menjelaskan dan sesekali
tayangan dilanjutkan dengan teks tentang eskresi manusia, siswa menyimak
gambar dan mendengarkan ceramah guru dengan seksama, siswa sesekali
109
mencatat naskah yang ada di layar display. Dalam proses pembelajaran
terkadang guru mematikan display untuk mengulang kembali apa yang sudah
dijelaskan dan memberikan pertanyaan kepada siswa.
Menurut beberapa siswa diantara Siti Muslikah (wawancara, Kamis tanggal
3 September 2009) mengatakan:
Dengan digunakan komputer maka saya lebih tertarik, dan lebih
terkesan, daripada guru menulis di papan tulis, selain menghabiskan waktu,
kadang saya gak bisa baca tulisan pak Guru, terus terang saya lebih
bersemangat bila Pak Guru menerangkannya pakai laptop dan LCD, lebih
gaya gitu lo...(catatan lapangan 12)
Dalam menyampaikan materi pembelajaran tersebut guru menggunakan
metode ceramah, siswa kelas XI yang berjumlah 38, mendengarkan dengan
seksama, mereka memperhatikan ceramah yang disampaikan oleh gurunya.
sesekali guru memberikan pertanyaan kepada siswa, pada saat dilakukan
observasi, guru memberikan pertanyaan lisan kepada salah seorang siswa yang
bernama Anoton Nugroho
Guru : Anton...... coba sebutkan beberapa tokoh alat ekskresi pada
tubuh manusia yang kamu ketahui (Guru memberikan waktu
beberapa menit untuk memberikan kesempatan kepada Anton
untuk berpikir)
Anton : (Setelah 2 menit Anton tidak menjawab)
Guru : coba kamu maju ke depan (selanjutnya Anton maju ke depan)
Siswa : huuu............(serempak)
Guru : (sambil menghidupkan laptop dan membuka beberapa gambar)
ini gambar apa?
Anton : Hati...
Guru : ya...
Guru : (sambil menunjukkan gambar lain) ini gambar apa?
Anton : paru-paru
Guru : ya bagus (sambul melanjutkan gambar lain) ini gambar apa?
Anton : Kulit
Guru : Ya.. bagus,.... sudah kembali ke tempat duduk
Anton : (sambil tersenyum) terimakasih Pak
110
Guru melanjutkan pembelajaran dengan memberikan beberapa pertanyaan
kepada siswa untuk didiskusikan, pertanyaan dibuat dalam bentuk teks
ditayangkan dalam bentuk powerpoint, siswa mencata pertanyaan dan
selanjutnya mendiskusikan dengan kawan-kawannya.
Selang 10 menit kemudian guru minta diskusi untuk dihentikan, dan
memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari bab berikutnya yaitu organ
tubuh manusia, dan diharapkan siswa membuat resum untuk dikumpulkan pada
pertemuan berikutnya.
Menurut pengakuan Umi Rohmah (wawancara, Rabu tanggal 2 September
2009) dengan menggunakan multimedia ternyata siswa lebih tertarik, sehingga
siswa jarang ngantuk bila guru menggunakan komputer dalam proses belajar
mengajar, selain animasinya berbeda-beda, siswa lebih senang karena dapat
menyaksikan tampilan yang berbeda-beda, apalagi kalau guru pandai dalam
mengatur animasi disertai dengan suara, hanya sayangnya sekolah belum
menyediakan sound untuk tiap-tiap ruang.
Proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran
multimedia hingga saat ini baru digunakan sebatas pengganti papan tulis, atau
peraga lainnya, sehingga guru baru menggunakan program prowerpoint, yang
oleh guru dianggap hal tersebut mudah dipelajari, hal ini seperti dikemukakan
oleh Suharwati (wawancara, Rabu 2 September 2009) sebagai berikut:
Untuk membantu mengajar, saya menyiapkan powerpoint untuk
presentasi, dengan teks maupun gambar, tetapi yang penting background
dan animasinya harus menarik, karena siswa lebih senang dengan warna-
warna kombinasi yang menarik, dan tampilan yang macam-macam,
sesekali harus ditampilkan pula tampilan yang lucu-lucu, bila perlu
111
gambar-gambar kartun yang lucu agar siswa lebih terkesan dengan
pelajaran yang disamapaikan (catatan lapangan 04)
Selain mudah membuatnya, sewaktu-waktu guru dapat menyempurnakan
dengan menambah atau mengurangi tampilan, bila perlu guru mengambil
rekaman CD untuk ditampilkan guna menambah pengetahuan siswa, diakui oleh
guru bahwa dengan multimedia banyak kelebihan yang didapat, hal ini seperti
dikemukakan oleh Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009)
sebagai berikut:
Dengan menggunakan multimedia ternyata lebih memperjelas
pengetahuan siswa dan memberikan motivasi kepada siswa, selain itu
dengan multimedia setiap siswa dapat melihat secara menyeluruh tidak
terhalang oleh siswa yang ada di depannya, hal ini berbeda bila guru
menggunakan papan tulis, tentunya siswa yang ada di belakang tidak akan
dapat melihatnya (catatan lapangan 02)
Dalam proses pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia
guru melakukan beberapa tahapan yaitu tahapan sebelum pengajaran, tahapan
pengajaran, dan tahap sesudah pengajaran. Tahap sebelum pengajaran guru
SMA Negeri 2 Demak telah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran
dengan memilih media pembelajaran multimedia.. Menurut Ali Askhadi
(wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) mengatakan:
Setiap guru telah menyusun RPP sebelum melaksanakan
pembelajaran, sehingga pembelajaran yang dilakukan oleh guru merupakan
implementasi dari skenario yang disusun dalam RPP, demikian pula dengan
penggunaan media pembelajaran multimedia yang digunakan oleh guru,
merupakan sarana bantu yang telah direncanakan sebelumnya (catatan
lapangan 08).
Sedangkan dalam tahap pengajaran IPA SMA Negeri 2 Demak berlangsung
interaksi guru dengan siswa, dalam kegiatan pengajaran IPA guru
112
mempertimbangkan berbagai aspek, seperti dituturkan oleh Clara Pengertusi
(wawancara, Kamis 3 September 2009) mengatakan bahwa:
dalam proses pengajaran IPA, baik biologi, fisika maupun kimia guru
mempertimbangakan berbagai aspek antara lain pengelolaan dan
pengendalian kelas, penyampaian informasi, keterampilan, konsep, dan
sebagainya, ketrampilan bertanya, demonstrasi, dan penggunaan model,
gerak guru, mencari umpan balik, mendiagnosa kesulitan siswa dan
mengevaluasi kegiatan (catatan lapangan 06)
Diakui oleh Budi Rahayu (wawancara, Kamis, tanggal 3 September 2009),
bahwa dalam melakukan pembelajaran IPA guru mempertimbangkan faktor
lingkungan dan faktor perilaku guru. Selain pertimbangan aspek sebelum, dalam
proses, dan sesudah pengajaran, guru kelas dalam penyampaian materi IPA
mempertimbangkan pula aspek lingkungan, karena lingkungan dapat menentukan
keberhasilan dalam pembelajaran (Catatan lapangan 05)
Setiap akhir pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran
multimedia guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-
hal yang belum jalas, namun ada pula beberapa guru yang mengabaikan hal
tersebut, seperti disampaikan oleh Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7
September 2009) menyatakan bahwa:
Setiap akhir pembelajaran IPA guru saya tekankan untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya di akhir pembelajaran, atau
bahkan disela-sela pembelajaran demikian halnya untuk pembelajaran yang
lainnya, namun siswa di sini rata-rata tidak mau bertanya, salah satu jalan
ya... guru yang harus memancing pertanyaan kepada siswa agar siswa mau
bertanya”.
Dari data tersebut di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran
IPA dengan menggunakan media pembelajaran multimedia digunakan oleh
sebagian besar guru dengan memanfaatkan program powerpoint untuk membantu
113
guru menjelaskan berbagai pelajaran, tampilan dibuat dalam bentuk gambar dan
teks, yang disertai dengan background yang menarik dan animasi yang berbeda-
beda sesuai dengan kreativitas guru.
Adanya powerpoint tersebut ternyata membantu guru dalam memperjelas
pengetahuan siswa, dan memberikan motivasi kepada siswa, selain itu dengan
adanya powerpoint yang dibuat dan dimiliki oleh guru, guru dapat
menyempurnakan setiap saat, dan guru dapat berkrasi melalui pembuatan animasi
yang ada pada program powerpoint.
Evaluasi pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia
dilakukan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai (pre test) hal ini
dimaksudkan agar guru mengetahui sejauh mana materi pembelajaran
sebelumnya dapat ditangkap oleh siswa, hal ini seperti dinyatakan oleh informan
Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009) menyatakan bahwa:
Sebelum melakukan pembelajaran saya selalu menanyakan
kepada siswa tentang materi-materi sebelumnya baik itu materi sejarah,
ekonomi, maupun geografi. Harapan saya, saya dapat mengetahui sejauh
mana siswa dapat menyerap materi yang pernah saya berikan (catatan
lapangan 02)
Namun demikian terkadang ada pula guru yang kurang memperhatikan
pre test, dengan pertimbangan muatan materi yang terlalu padat sehingga guru
cenderung untuk mengabaikan hal tersebut, hal ini seperti diungkapkan oleh Umi
Rohmah (wawancara, Rabu tanggal 2 September 2009) menyatakan bahwa:
Sebenarnya saya sangat senang mengetahui kemampuan siswa
sebelumnya, tapi terkadang muatan materi terlampau padat, sehingga
dengan pertimbangan waktu, pre test sering saya abaikan, untuk
mengetahui kemampuan siswa, saya kadang-kadang menyisipkan
pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya pada saat memberikan
ceramah (catatan lapangan 03)
114
Menurut Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September 2009)
menyatakan bahwa:
saya selalu menekankan kepada setiap guru untuk memberikan
pertanyaan kepada siswa sebelum memulai inti pembelajaran, baik
melalui lisan maupun tertulis, agar siswa mempunyai kebiasaan
menyiapkan diri dan belajar terus menerus, jika setiap pertemuan ditanya
terus, mau tidak mau siswa akan berusaha untuk belajar. Di sisi lain
dengan pretest tersebut guru dapat menjajagi sejauh mana daya serap
siswa terhadap materi yang diberikan”.
Sistim evaluasi pembelajaran IPA dengan menggunakan media
pembelajaran multimedia pada prinsipnya sama dengan evaluasi mata pelajaran
lainnya, dilakukan oleh guru meliputi ulangan harian, ulangan mid semester.
Dalam satu semester guru memberikan ulangan harian minimal sebanyak 2 kali,
dalam sebulan, soal dibuat dalam bentuk essei hal ini seperti dituturkan oleh
bahwa:
Ulangan harian diberikan kepada siswa rata-rata sebulan 2 kali, dengan
pemberian ulangan harian, siswa lebih rajin belajar, maklum siswa di sini
sebagian besar anak-anak desa yang sebagian besar anak-anak di sini memiliki
kesibukan untuk membantu orang tuanya bertani, dan berternak saat pulang
sekolah, sehingga kalau tidak diberikan ulangan dan tugas, mereka tidak mau
belajar Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal 1 September 2009)
Untuk meningkatkan belajar siswa, saya menganjurkan kepada guru
untuk sering memberikan ulangan, dan tugas-tugas di rumah, karena kalau tidak
diberikan tugas, dan diberikan ulangan harian anak-anak tidak mau belajar,
mungkin mereka sudah capek, karena pulang sekolah sebagian anak membantu
orang tuanya (catatan lapangan 04)
115
Selain evaluasi harian, ulangan dilakukan pada tengah semester (mid
semester), dan ulangan umum atau ulangan blok, yang dilaksanakan setiap akhir
semester, dan khusus kleas XII selain ulangan-ulangan tersebut, siswa harus
mengikuti ujian nasional.
Ulangan-ulangan harian yang disampaikan kepada siswa biasanya tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu, hal ini dimaksudkan agar siswa selalu siap
menghadapi ulangan dan mau belajar setiap hari, hal ini terungkap dalam
wawancara dengan Suharwati (wawancara, Rabu 2 September 2009) mengatakan
bahwa:
Selain ulangan mid semester, ulangan semester, dan ujian
nasional, ulangan harian sering dilakukan, dan dalam melakukan ulangan
harian tersebut biasanya siswa tidak diberitahu terlebih dahulu, hal ini
dimaksudkan agar siswa mempunyai kebiasaan belajar,
selain itu dengan adanya ulangan yang mendadak biasanya siswa bisa
menghargai waktu untuk belajar lebih baik (catatan lapangan 04)
Seluruh hasil ulangan tersebut disampaikan kepada orang tua dalam
bentuk rapor, dan disampaikan kepada orang tua setiap akhir semester, hal ini
seperti diungkapkan oleh Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September
2009) sebagai berikut:
Hasil semua ulangan-ulangan tersebut disampaikan kepada orang
tua setiap semester, walaupun terkadang orang tua kurang memperhatikan
hasil prstasi anaknya, ya maklum..... sebagian orang tua masih buta huruf,
yang dia tau rapornya ada nilai merah atau tidak. Maka setiap
memberikan rapor, untuk nilai yang kurang agar diberikan nilai dengan
warna merah, sehingga orang tua dapat mengetahui walaupun
orangtuanya buta huruf sekalipun (catatan pangan 08)
116
Hasil evaluasi prestasi siswa disampaikan kepada orang tua melalui rapor
setiap satu semester sekali, hal ini seperti diungkapkan oleh informan Eko
Nuryadi (wawancara, Senin 7 September 2009) menyatakan bahwa:
Sekolah selalu menyampaikan hasil belajar anak saya melalui
rapor setiap semester sekali, dengan rapor tersebut saya bisa mengetahui
kekurangan dan kelebihan anak saya, maka saya berharap kepada pihak
sekolah agar nilai yang ada tersebut benar-benar murni, apa adanya.
Dari hasil observasi dan wawancara tersebut di atas, dapat diketahui
bahwa evaluasi pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia sama
dengan evaluasi yang dilakukan dengan penggunaan media pembelajaran
lainnya, dilakukan oleh guru dalam bentuk ulangan harian, ulangan mid
semester, ulangan semester dan khusus klas XII ditambah dengan ujian nasional.
Ulangan harian dilaksanakan oleh guru tanpa pemberitahuan kepada siswa
minimal dilakukan 2 kali dalam sebulan. Hasil prestasi siswa disampaikan
kepada orang tua pada setiap semester dalam bentuk rapor.
4. Faktor Hambatan dan cara Mengatasi dalam Pembelajaran IPA dengan
Menggunakan Multimedia di SMA Negeri 2 Demak
Hambatan yang timbul dalam pembelajaran IPA dengan multimedia
diantaranya adalah kurangnya prasarana yang dimiliki oleh sekolah, hal ini
seperti dikemukakan oleh Sunardi (wawancara, Rabu 9 September 2009)
menyatakan bahwa:
Jumlah LCD dan layar display yang hanya 8 unit memang
menyulitkan guru dalam menggunakan multimedia, bagaimanapun juga
LCD merupakan satu paket untuk pembelajaran dengan multimedia di
dalam kelas, lain halnya kalau dalam pembelajaran dengan multimedia
menggunakan program interaktif, sehingga satu siswa satu komputer, kalau
117
baru sekedar sebagai alat peraga dalam mengajar, tentunya dibutuhkan
LCD agar semua siswa dapat melihat tayangan (catatan lapangan 11)
Kurangnya peralatan tersebut diakui oleh wakil kepala bidang sarana dan
prasarana yang menyatakan sebagai berikut:
Dengan jumlah kelas 24 dan jumlah LCD hanya 8 memang tidak
memadai, padahal sekarang maunya semua guru menggunakan laptop
untuk mengajar, ya... memang lebih enak daripada susah-susah nulis di
papan tulis, tapi dengan adanya jumlah yang sangat sedikit dibanding
jumlah kelas tersebut, ya.. hanya sebagian guru yang menggunakan
multimedia, akhirnya penggunaannya harus diprioritaskan mana yang lebih
penting berdasarkan musyawarah (catatan lapangan 10)
Keterbatasan peralatan tersebut bukannya tidak beralasan, menurut kepala
sekolah Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) mengatakan:
Menang prasarana untuk pembelajaran multimedia masih sangat
minim, mesinya selain LCD dan layar display, harus disediakan pula sound
yang membantu agar suaranya lebih keras, tetapi untuk itu sekolah belum
menyediakan, sedangkan jumlah LCD saat ini baru 8 buah, tentunya itu
sangat kurang, kurangnya peralatan tersebut, karena hampir setiap guru
sekarang maunya kalau ngajar pakai laptop (catatan lapangan 08)
Selain keterbatasan prasarana yang berupa perangkat keras tersebut,
ternyata program untuk pembelajaran IPA dengan multimedia ternyata masih
terbatas pada program powerpoint, sehingga multimedia yang dimaksudkan
hingga saat ini baru sebatas alat peraga untuk membantu guru mengajar, belum
dapat digunakan sebagai media interaktif, hal ini disebabkan belum adanya
program-program interaktif untuk pembelajaran IPA, kalaupun ada sekolah
masih kesulitan untuk mencarinya, hal ini seperti dikemukakan oleh kepala
sekolah Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) sebagai
berikut:
Saat ini penggunaan komputer sebagai media pembelajaran baru
sebatas dengan pemanfaatan program powerpoint, sehingga peralatan
tersebut baru baru dapat digunakan sebagai sarana bantu dalam mengajar,
118
belum dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran interaktif, hal tersebut
disebabkan sekolah belum memiliki program-program interaktif khsusnya
IPA (catatan lapangan 08)
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa hambatan dalam pembelajaran
IPA dengan multimedia adalah keterbatasan sarana LCD dan layar display, dan
keterbatasan kemampuan guru dalam membuat program-program aplikasi.
Sehingga multimedia yang ada baru dimanfaatkan sebagai alat peraga pengganti
papan tulis dengan menggunakan program powerpoint.
Untuk mengatasi hambatan tersebut beberapa langkah telah ditempuh oleh
kepala sekolah seperti pernyataan Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7
September 2009) sebagai berikut:
Saya telah memberikan kesempatan kepada semua guru untuk ikut
pelatihan komputer di lembaga lain, bila perlu biayanya dibantu oleh
sekolah, sehingga saya berharap semua guru nantinya menggunakan media
multimedia dalam mengajar, terkait dengan keterbatasan prasarana saya
memerintahkan kepada wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana
untuk sementara waktu mengatur jadwal penggunaan, tahun depan baru
diusulkan penambahan prasarana tersebut (catatan lapangan 08)
Demikian halnya dengan Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal 1
September 2009) menyatakan bahwa:
Kepala sekolah memberikan peluang kepada setiap guru untuk
memanfaatkan komputer sebagai media pembelajaran multimedia sehingga
siswa lebih tertarik, bagi guru yang mau diberi kesempatan untuk kursus
komputer di lembaga lain, sedangkan kekurangan alat kepala sekolah
mengusahakan pengadaan tahun depan, sedangkan sementara waktu
penggunaannya dijadwalkan oleh wakil kepala sekolah bidang sarana dan
prasarana (catatan lapangan 01)
Dari data tersebut di atas, dapat diketahui bahwa langkah kepala sekolah
dalam mengatasi hambatana tersebut adalah dengan meningkatkan kemampuan
guru dalam pengoperasian komputer, dan mengusahakan penambahan sarana
119
LCD untuk tahun anggaran mendatang, selain itu guna mengoptimalkan
penggunaan media pembelajaran multimedia kepala sekolah melalui wakil kepala
sekolah bidang sarana dan prasara mengatur penggunaan LCD dan layar display
dalam pembelajaran IPA.
Penggunaan media pembelajaran multimedia oleh guru hingga saat ini baru
digunakan sebatas penggunaan powerpoint, sedangkan pembelajaran interaktif
melalui software pembelajaran belum diterapkan, hal ini disebabkan oleh belum
tersedianya software interaktif. Penggunaan pembelajaran e-learning melalui
internet hingga saat ini baru sebatas pada pencarian bahan ajar sebagai tugas
tambahan.
B. Pembahasan
1. Penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan Senior di SMA Negeri 2
Demak dalam pembelajaran IPA
Berdasarkan hasil wawancara seperti disebutkan di atas, diketahui bahwa
guru di SMA Negeri 2 Demak terbagi dalam dua kelompok yaitu guru senior dan
guru yunior, kriteria guru senior yang berlaku di SMA Negeri 2 adalah guru yang
diangkat pada tahun sembilan puluhan yang lulus sebelum tahun 1994,
sedangkan guru yunior adalah guru yang diangkat pada tahun dua ribuah dengan
lulusan setelah tahun 1994.
Penglompokan guru senior dan yunior tersebut hanya berlaku untuk
lingkungan SMA Negeri 2 Demak, sebagai bentuk penghargaan guru yang lebih
muda dengan pengalaman yang belum banyak terhadap guru yang sudah
120
bepengalaman dan diangkat lebih dulu. Perbedaan nyata antara guru senior dan
guru yunior adalah terletak pada sikap guru terhadap penggunaan multimedia.
Multimedia bagi guru senior dianggap hal yang baru, dimana dalam bangku
kuliah yang pernih diikutinya guru tersebut belum memperoleh pengetahuan
tentang multimedia. Tidak diperolehnya pengetahuan tentang multimedia
tersebut merupakan hal wajar, karena pada tahun itu multimedia belum banyak
diperkenalkan sebagai media pembelajaran, hal ini berbeda dengan lulusan
sesudah tahun 1994, dimana beberapa guru telah memperoleh pengetahuan
komputer minimal dasar-dasar pengoperasian komputer.
Guru senior merasa enggan untuk menggunakan multimedia sebagai mdia
pembelajaran disebabkan oleh lemahnya pengetahuan guru terhadap multimedia,
sehingga guru takut untuk menjadi bahan tertawaan siswa karena kekurang
mahiran dalam mengoperasikan komputer. Kebiasaan guru senior dengan
menggunakan metode dan teknik-teknik pembelajaran yang sudah berjalan
beratahun-tahun telah membudaya, sehingga bagi guru senior menanggap dengan
cara yang dipergunakan guru senior lebih percaya diri, daripada menggunakan
multimedia yang meropotkan dan harus belajar lagi.
Sikap guru senior tersebut menunjukkan sikap yang tidak mendidik bagi
guru yunior, karena hal tersebut dipandang sebagai sikap guru yang tidak mau
belajar untuk mengenal dan menguasai teknologi. Guru merasa terbebani bila
menggunakan multimedia merupakan sikap guru yang pesimis, tidak
bersemangat dan kurang mempunyai motivasi. Selain itu tidak digunakannya
multimedia sebagai media pembelajaran menunjukkan bahwa guru tidak
121
melibatkan banyak indera dalam proses pembelajaran. Hal ini bertentangan
dengan teori yang dikemukakan oleh Yudi Munadi (2008: 148), yang
menyatakan: ”Multimedia pembelajaran adalah media yang mampu melibatkan
banyak indera dan organ tubuh selama proses pembelajaran berlangsung.
Multimedia merupakan kombinasi dari komputer dan video, atau multimedia
merupakan kombinasi dari suara, gambar, dan teks. Multimedia adalah
kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output dari data, media ini
dapat berupa audio, animasi, video, teks, grafik, dan gambar. Multimedia
merupakan alat yang menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif yang
mengkombinasikan teks, grafik, animasi, audio, dan gambar video”
Keengganan guru senior tersebut sangat beralasan, karena latar belakang
pendidikan guru senior dengan kurikulum sebelum tahun 1994, tentunya belum
diperkenalkan dengan media pembelajaran multimedia, sehingga guru senior
memang tidak memiliki pengetahuan tentang multimedia yang cukup.
Pengetahuan guru senior yang diperoleh pada saat mengikuti kuliah tentunya
sesuai dengan kurikulum yang ada pada saat itu. Peraturan standar pendidikan
pada era sebelum kurikulum 1994, belum menyentuh pada standar penguasaan
media pembelajaran multimedia, sehingga materi dan pengalaman belajar guru
senior tentunya belum sampai pada media pembelajaran multimedia. Hal ini
sejalan pengertian kurikulum dalam Sistem Pendidikan Nasional (2003: 3) yang
mengatakan bahwa: Kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana dan
peraturan berdasarkan standar pendidikan tentang kemampuan dari sikap, materi
122
dan pengalaman belajar dan penilaian yang berbasis potensi kondisi peserta didik
(Sisdiknas, 2003 : 3)
Berbeda dengan guru yunior yang memang telah memiliki latar belakang
pengetahuan tentang media pembelajaran multimedia, walaupun pada saat
mengikuti perkuliahan guru yunior belum memahami sepenuhnya namun setelah
terjun di lapangan, guru yunior mampu mengembangkan pengetahuan yang telah
ditransfer oleh guru/dosen pada saat kuliah, sehingga pengetahuan dan
ketrampilan tentang media pembelajaran multimedia dapat dikuasai dengan baik.
Hal ini seseuai dengan teori yang dikemukakan oleh Zamroni (2003: 129), yang
mengatakan bahwa kurikulum merupakan rencana nilai pengetahuan dan
keterampilan yang hendak ditransfer kepada peserta didik selanjutnya
dikembangkan berdasarkan kemampuan dasar minimal harus dikuasai seorang
peserta didik di sekolah yang bersangkutan menyelesaikan satu unit pelajaran,
satu satuan waktu dan satu satuan pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa perbedaan penggunaan media
pembelajaran multimedia guru senior dan guru yunior tersebut disebabkan oleh
perbedaan ketentuan kurikulum pendidikan yang diberlakukan oleh pemerintah,
dimana kurikulum yang digunakan oleh guru senior pada saat belajar yaitu
kurikulum sebelum 1994, belum ditentukan standar kompetensi tentang media
pembelajaran multimedia, sedangkan guru yunior pada saat belajar telah
menggunakan kurikulum 1994, dimana pada kurikulum tersebut telah
diperkenalkan media pembelajaran multimedia.
123
Adanya perbedaan kurikulum pendidikan yang diberlakukan oleh
pemerintah tersebut ternyata berdampak pada perilaku guru yang enggan
menggunakan media pembelajaran multimedia, karena guru senior tidak
mempunyai basic penggunaan multimedia, selain itu guru senior menganggap
dengan metode pembelajaran yang digunakan sudah dianggap cukup. Dengan
adanya perbedaan penggunaan media pembelajaran multimedia tersebut sudah
seharusnya kepala sekolah mengambil sikap tegas, agar semua guru
menggunakan media pembelajaran multimedia, karena penggunaan media
pembelajaran multimedia dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, dan hal
tersebut tentunya akan berakibat pada peningkatan prestasi belajar siswa. Sikap
tegas kepala sekolah tersebut akan dapat mendorong guru berusaha dengan
berbagai cara agar menguasai penggunaan media pembelajaran multimedia.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Media Pembelajaran
Multimedia di SMA Negeri 2 Demak
Penyusunan RPP IPA dengan multimedia oleh Guru SMA Negeri 2 Demak,
dimulai dari kesiapan guru sebelum melaksanakan pembelajaran dengan terlebih
dahulu memahami identitas, standar kompetensi dan standart isi dengan
pemahaman tersebut, maka guru dapat melakukan pengembangan silabus dalam
bentuk RPP. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap informan
seperti dalam sajian data dapat dijelaskan bahwa dalam menyusun RPP IPA
dengan media pembelajaran multimedia Guru terlebih menentukan identifikasi
terhadap mata pelajaran yang meliputi: nama sekolah, mata pelajaan,
kelas/semester, dan alokasi waktu. Dengan mengetahui identitas khususnya mata
124
pelajaran, kelas/semester dan alokasi waktu, maka guru dapat dengan mudah
untuk menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, menentukan metode dan teknik pembelajaran, dan
merencanakan penilaian sesuai dengan kondisi sekolah
Langkah selanjutnya adalah mengkaji dan menganalisis standar
kompetensi, setiap mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Urutan RPP tidak harus sesuai dengan urutan dalam standar isi, melainkan
berdasar hirarki konsep disiplin ilmu dan tingkat kesulitan bahan
b. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata
pelajaran
c. Keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran
RPP IPA dengan media pembelajaran multimedia yang dibuat oleh guru
SMA Negeri 2 Demak sesuai dengan mata pelajaran masing-masing, yang pada
dasarnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau
memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam pembelajaran IPA. Dengan
demikian, RPP IPA dengan media pembelajaran multimedia yang dibuat
merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam
kegiatan pembelajaran IPA. RPP IPA perlu dikembangkan untuk
mengkoordinasikan komponen pembelajaran, yaitu: kompetensi dasar, materi
standar, indikator hasil belajar, dan penilaian. Kompetensi dasar berfungsi
mengembangkan potensi siswa, materi standar berfungsi memberi makna
terhadap kompetensi dasar, indikator hasil belajar berfungsi menunjukkan
125
keberhasilan pembentukan kompetensi siswa, sedangkan penilaian berfungsi
mengukur pembentukan kompetensi, dan menentukan tindakan yang harus
dilakukan apabila kompetensi standar belum terbentuk atau belum tercapai.
Rencana pelaksnanaan pembelajaran IPA dengan media pembelajaran
multimedia yang disusun oleh guru di SMA Negeri 2 Demak telah mencakup tiga
kegiatan yaitu: identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan
penyusunan program pembelajaran.
Penentuan identitas dalam RPP IPA dengan media pembelajaran
multimedia merupakan syarat mutlat, karena dengan diketahuinya identitas, maka
tujuan dari perencanaan untuk merencanakan suatu desain pembelajaran dapat
dibuat dengan tepat. Kegiatan guru menentukan identifikasi terhadap mata
pelajaran sebelum melakukan pembelajaran IPA dengan media pembelajaran
multimedia tersebut sesuai dengan tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yaitu memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan,
sesuai pendapat Susilo (2007: 94) yang menyatakan bahwa: ”KTSP memberikan
keleluasaan penuh setiap sekolah mengembangkan kurikulum dengan tetap
memperhatikan potensi sekolah dan potensi daerah sekitar, KTSP merupakan
hasil kreasi dari guru-guru di sekolah berdasarka standar isi dan standar
kompetensi”.
Pilihan guru dalam menentukan media pembelajaran multimedia tersebut
merupakan langkah guru untuk memudahkan siswa dan guru menciptakan
kondisi yang memungkinkan siswa dan guru dalam melakukan proses belajar
mengajar dengan mudah, siswa memberikan pengetahuan dan siswa menerima
126
pengetahuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sri Anitah (2008: 2) menyatakan
bahwa ”media pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang
dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar menerima
pengetahuan, keterampilan, dan sikap”.
Penyusunan RPP IPA dengan media pembelajaran multimedia yang
dilakukan oleh guru guru tersebut merupakan implementasi dari desentralisasi
pendidikan, dimana sekolah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya untuk
mengembangkan kurikulum.
Kebebasan guru dalam mengembangakan kurikulum tersebut sejalan
dengan tujuan desentralisasi, menurut Susilo (2007: 94) hal tersebut merupakan
konsep yang indah karena dengan desentralisasi pendidikan berarti memberikan
peluang yang sebesar-besarnya kepada daerah untuk berkembang. Dengan
desentralisasi, seluruh potensi setempat diharapkan dapat didayagunakan demi
pembangunan setempat. Dalam lingkup satuan pendidikan atau sekolah,
paradigma yang sama juga ingin diberlakukan, yakni satuan pendidikan menjadi
mandiri, dan diberi kesempatan mengerahkan seluruh potensi demi kemajuan
pendidikan yang kontekstual, meski harus disadari, hal ini tidak mudah
dilaksanakan.
Adanya kebebasan guru dalam menyusun RPP dengan media pembelajaran
multimedia tersebut tentunya dapat mendorong guru untuk meningkatkan
kemampuannya dalam hal penggunaan multimedia, namun demikian pada
kenyataannya tidak semua guru telah merencanakan pembelajaran dengan
menggunakan media pembelajaran multimedia, selain itu keterbatasan guru
127
dalam memanfaatkan media pembelajaran masih terbatas pada menyusun
peragaan denan program power point yang masih sederhana, sehingga
pemanfaatan media multimedia tersebut belum dapat dikatakan maksimal.
Untuk mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran multimedia sudah
selayaknya kepala sekolah meningkatkan kemampuan guru dalam penggunaan
media pembelajaran multimedia, misalnya melalui diklat atau kurus-kursus untuk
mendesain presentasi, sehingga guru dapat membuat perencanaan pembelajaran
dengan multimedia lebih baik lagi.
3. Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan media pembelajaran Multimedia
Dari hasil observasi diketahui bahwa dalam melaksanakan pembelajaran
IPA dengan multimedia guru telah melakukan rangkaian kegiatan yang meliputi
pendahuluan yaitu dengan menjelaskan rencana pembelajaran dan mengaitkan
dengan materi sebelumnya. Pola pelaksanaan pembelajaran IPA dengan media
pembelajaran multimedia tersebut guru telah melaksanakan kegiatan sesuai
dengan RPP yang dibuat, yaitu telah melakukan langkah apersepsi, kegiatan inti,
dan melakukan evaluasi. Apersepsi berdasarkan data yang diperoleh dilakukan
oleh guru dengan mengungkapkan kembali materi yang telah disampaikan pada
pertemuan sebelumnya.
Kegiatan apersepsi tersebut merupakan usaha guru untuk mengetahui
bekal bawaan. yang ada pada siswa seperti yang disampaikan oleh Moedjiono
(2006: 39) yang mengatakan bahwa: Tahap sebelum pengajaran perlu
dipertimbangakan aspek-aspek yang berkaitan dengan: (1) bekal bawaan yang
ada pada siswa; dan (2) perumusan tujuan pelajaran.
128
Pada tahap pengajaran, Guru telah melakukan pengembangan konsep
dalam melakukan proses pengajaran IPA. Dalam tahap ini telah berlangsung
interaksi antara guru dengan siswa dimana guru menjalaskan materi IPA, dan
siswa mendengarkan dengan seksama, dan siswa dengan siswa dimana sesekali
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang
tentunya siswa diberi kesempatan untuk diskusi. Kegiatan pembelajaran yang
berpusan pada guru tersebut dilaksanakan sesuai dengan RPP IPA yang telah
dibuat oleh guru.
Pola pelaksanaan pembelajaran IPA di SMA Negeri 2 Demak tersebut
sesuai dengan pendapat Moedjiono (2006: 39), yang mengatakan bahwa: dalam
tahap pengajaran berlangsung interaksi interaksi antara guru dengan siswa,
siswa dengan siswa, siswa group atau siswa secara individual. Rentangan
interaksi ini berada di antara dua kutub yang eksterm, yakni suatu kegiatan
yang berpusat pada guru dan kegiatan yang berpusat pada siswa.
Tahap sesudah pengajaran IPA yang dilakukan oleh guru adalah
melakukan evaluasi. Evaluasi yang dilakukan oleh guru meliputi evaluasi lisan
dan evaluasi tertulis. Kegiatan melakukan evaluasi tersebut merupakan strategi
dasar seperti yang disampaikan oleh Syaiful Bahri Djamarah (2006) yaitu
merupakan strategi menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan
atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan patokan oleh
guru dalam melakukan evaluasi hasi belajar mengajar yang selanjutnya akan
dijadikan umpan balik untuk penyermpurnaan sistem intruksional yang
bersangkutan secara keseluruhan.
129
Kegiatan apersepsi, melakukan kegiatan inti, dan melakukan evaluasi
tersebut merupakan strategi pembelajaran IPS, seperti yang dikatakan oleh
pendapat Syaiful Bahri Djamarah (2006: 5) bahwa: ”strategi mempunyai
pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai
sasaran yang telah ditentukan. Strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum
kegiatan guru, anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk
mencapai tujuan yang telah digariskan”
Dari observasi dan wawancara terhadap guru di SMA Negeri 2 Demak,
ternyata sebagian guru belum semuanya menggunakan media pembelajaran
multimedia, hal tersebut disebabkan adanya beberapa guru yang enggan
menggunakan teknologi dengan alasan menjelang pensiun, dengan tidak
dimanfaatkannya media pembelajaran multimedia tersebut menunjukkan bahwa
siswa kurang termotivasi untuk mengikuti pelajaran, yang akhirnya dapat
menurunkan prestasi belajar IPA. Berkurangnya motivasi siswa tersebut
merupakan faktor internal yang dapat mempengaruhi turunnya kualitas
pembelajaran, hal ini seseuai dengan teori Depdikbud (1996: 700), yang
menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
adalah faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri sendiri meliputi
faktor fisiologis yang terdiri dari perhatian, minat, kepribadian, motif, dan
sebagainya.
Evaluasi yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran IPA dengan
media pembelajaran multimedia di SMA Negeri 2 Demak meliputi 2 tahap yaitu
pre test dan post test, pre test selalu dilakukan oleh guru sebelum pembelajaran
130
dimulai dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan lisan, maupun tertulis. Pre
test dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk mengatahui sejauh mana
pembahaman siswa terhadap materi yang pernah diberikan pada hari-hari
sebelumnya. Sedangkan post test, dilakukan oleh guru secara berkala, mulai dari
ulangan harian sampai semester.
Post test di SMA Negeri 2 Demak diberikan dalam bentuk ulangan
harian, ulangan mid semester/blok, dan ulangan umum, ulangan tersebut dibuat
oleh guru kelas masing-masing dengan menyusun kisi-kisi. Bentuk soal untuk
ulangan harian, mid semester atau ulangan blok adalah berbentuk essei,
sedangkan ulangan umum semester berbentuk pilihan ganda dan uraian.
Norma penilaian pembelajaran IPA yang dilaksanakan di SMA Negeri 2
Demak, menggunakan standar angka puluhan, nilai hasil penilaian disampaikan
kepada orang tua murid dalam bentuk rapor setiap semester. Evalusi merupakan
salah satu komponen sistem pembelajaran/ pendidikan, hal ini berarti, evaluasi
merupakan kegiatan yang tak terelakkan dalam setiap proses pembelajaran.
Kegiatan evaluasi baik pre test maupun post test yang dilakukan oleh guru dalam
pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia merupakan bagian
intgral yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan pembelajaran.
Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran IPA dengan media pembelajaran
multimedia tersebut sesuai dengan pernyataan Davies yang dikutip oleh Dimyati
(2006: 190) yang menyatakan bahwa: evaluasi merupakan proses sederhana
memberikan/menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, kepustakaan,
unjuk kerja, proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain.
131
Dengan ditetapkannya nilai hasil evaluasi dalam pembelajaran IPA
tersebut memiliki arti bahwa pelaksanaan evaluasi pembelajaran IPA dengan
media pembelajaran multimedia ersebut telah dilakukan dengan menggunakan
pengukuran berdasarkan standar yang telah ditetapkan, dimana guru
membandingkan antara prestasi siswa yang dicapai dengan tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan evaluasi pembelajaran IPA tersebut sesuai dengan pendapat
Wand dan Brown yang dikutip oleh Dimyati (2006: 191) yang mengatakan
bahwa: ”evaluasi merupakan suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
Pengertian evaluasi lebih dipertegaskan lagi, dengan batasan sebagai proses
memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu
kriteria tertentu”.
4. Faktor Hambatan dan cara Mengatasi dalam Pembelajaran IPA dengan
Menggunakan Multimedia di SMA Negeri 2 Demak
Adanya faktor hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran IPA yang
berupa tidak siapnya beberapa guru dalam mengoperasikan media pembelajaran
multimedia tersebut menunjukkan bahwa tidak semua guru dapat menerima
multimedia sebagai media pembelajaran yang membantu dalam proses
pembelajaran. Guru yang tidak mampu mengoperasikan dengan baik media
pembelajaran multimedia justru akan menjadi tertawaan siswa, karena
kemunginan siswa lebih pandai dalam mengoperasikannya. Ketidak siapan guru
dalam mengoperasikan media pembelajaran tersebut merupakan satu kelemahan
yang harus diperbaiki oleh guru, karena guru seharusnya menyadari bahwa
132
dengan multimedia guru dapat mendiskripsikan berbagai media secara terpadu,
dan multimedia mempunyai kegiatan interaktif yang tingggi, hal ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Sri Anitah (2008: 60) mengatakan bahwa
“multimedia digunakan untuk mendeskripsikan penggunaan berbagai media
secara terpadu dalam menyajikan atau mengajarkan suatu topik mata pelajaran”.
Multimedia merupakan kegiatan interaktif yang sangat tinggi, mengajak
pebelajar untuk mengikuti proses pembelajaran dengan memilih dan
mengendalikan layar di antara jendela informasi dalam penyajian media.
Dengan multimedia, berbagai gaya belajar pebelajar terakomodasi, seperti
pebelajar yang auditori, visual, maupun kinestetik, sehingga pebelajar dapat
memilih media yang sesuai dengan gaya belajar masing-masing.
133
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
1. Penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan Senior di SMA Negeri 2
Demak dalam pembelajaran IPA
Penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan senior di SMA Negeri
1 mempunyai karakteristik yang berbeda, guru senior lebih cenderung kurang
tertarik dengan penggunaan multimedia, bagi guru senior multimedia
dianggapnya hal baru yang sebelumnya belum pernah dipelajari. Keengganan
guru senior untuk tidak menggunakan multimedia disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan guru senior dalam mengoperasikan komputer.
Bagi guru yunior multimedia merupakan media pembelajaran sangat
membantu, sehingga guru yunior lebih menyukai multimedia untuk pembelajaran
IPA. Pertimbangan guru yunior untuk menggunakan multimedia tersebut
disebabkan guru merasa terbantu dan memudahkan guru dalam menstrafer
pengetahuan, selain itu siswa lebih tertarik mengikuti pelajaran bila guru
menggunakan multimedia.
2. Perencanaan Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Media Multimedia
di SMA Negeri 2 Demak
Perencanaan pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia
di SMA Negeri 2 Demak, guru melakukan dua perencanaan yaitu perencanaan
pembelajaran, dan perencanaan sarana dan prasarana. Perencanaan pembelajaran
134
dilakukan oleh guru yunior disusun dalam bentuk RPP dengan media
pembelajaran multimedia, sedangkan perencanaan sarana dan prasarana
dilakukan oleh guru berupa perencanaan perangkat keras dan perangkat lunak,
perencanaan perangkat keras berupa laptop, LCD layar display. Perencanaan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru senior khususnya dalam hal penggunaan
media pembelajaran, guru senior cenderung merencanakan media pembelajaran
selain multimedia antara lain menggunakan OHP, dan gambar-gambar. Dalam
menyusun RPP baik guru senior maupun yunior sama-sama melakukan
penjabaran standar kompetensi setiap mata pelajaran.
Perencanaan prasarana media pembelajaran yang dilakukan oleh guru
yunior berupa perangkat keras (laptop) merupakan milik pribadi guru, sedangkan
program yang dibuat disesuaikan dengan bahan ajar yang akan disampaikan.
Pertimbangan guru menggunakan laptop pribadi tersebut agar guru lebih leluasa
dalam menggunakan, mengubah, dan menyempurnakan media yang digunakan.
Sedangkan guru senior merencanakan sarana dan prasarana berupa OHP dan
transparan.
3. Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Media Pembelajaran Multimedia
Pelaksanakan pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia
di SMA Negeri 2 Demak yang dilakukan oleh guru yunior maupun guru senior
dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu kegiatan awal pembelajaran, kegiatan
inti, dan kegiatan akhir dengan memperhatikan berbagai aspek. Pembelajaran
IPA dengan media pembelajaran multimedia yang dilakukan di SMA Negeri 2
Demak dilakukan dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, diskusi
135
dan penugasan. Pada tahap awal pembelajaran guru guru menjelaskan rencana
pembelajaran, mengaitkan dengan materi lalu. Kegiatan inti guru menyampaikan
materi-materi dalam pembelajaran dan pada kegiatan akhir, guru melakukan
kegiatan evaluasi. Semua kegiatan tersebut oleh guru yunior disertai dengan
tampilan powerpoint sebagai media belajar yang dibuat dengan backgroud dan
animasi yang menarik. Namun untuk guru senior tidak menggunakan tampilan.
Evaluasi dan monitoring terhadap pembelajaran IPA dengan media
pemelajaran multimedia di SMA Negeri 2 Demak dilakukan baik, evaluasi awal
(pre test) maupun evaluasi akhir (post test) dalam bentuk lisan maupun tertulis,
namun untuk pre test masih terdapat beberapa guru yang kurang memperhatikan
hal tersebut dengan pertimbangan waktu. Post test dilakukan oleh guru melalui
ulangan harian minimal 2 kali dalam sebulan, evaluasi tengah semester dan
evaluasi semester. Hasil analisis evaluasi disampaikan kepada orang tua murid
setiap semester.
B. Implikasi
Adanya perbedaan penggunaan multimedia guru senior dengan guru yunior
tersebut memberikan implikasi bahwa, terdapat perbedaan pandangan antara guru
senior dan yunior tentang multimedia, dengan adanya perbedaan tersebut
menunjukkan bahwa guru IPA di SMA Negeri 2 Demak belum mempunyai
kesepakatan dalam penggunaan multimedia sebagai media pembelajaran.
Dari kesimpulan tersebut di atas dapat diimplikasikan bahwa guru SMA
Negeri 2 Demak dalam mengembangkan dan menyusun rencana pembelajaran IPA
dengan menggunakan media pembelajaran multimedia tetap mengacu pada Standar
136
Nasional Pendidikan yang dibuat oleh BSNP, walaupun dalam mengembangkan dan
menyusun rencana tersebut guru diberikan keleluasaan untuk mengembangkan sesuai
dengan kondisi sekolah dan kebutuhan masyarakat, dengan pengembangan dan
menyusun rencana pembelajaran secara detail dan merencanakan prasarana yang
akan digunakan dalam proses pembealajaran oleh guru maka guru dapat mengajar
sesuai dengan yang diinginkan dan kemungkinan hasil belajar yang dicapai oleh
siswa akan lebih baik.
Pelaksanakan pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembealajran
multimedia telah dilakukan dengan mempersiapkan sebelum mengajar, pada saat
mengajar, dan sesudah mengajar, dalam pelaksanaan pembelajaran guru memulai
dengan penjelasan rencana pembelajaran, mengaitkan dengan materi lalu,
menggunakan metode dan media pembelajaran, dan mengevaluasi siswa. Dengan
demikikan dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut telah terjadi interaksi antara
guru dan siswa yang memungkinkan siswa dapat menyerap pengetahuan dan
ketrampilan yang disampaikan oleh guru
Pelaksanakan evaluasi dan monitoring telah dilaksanakan dengan pre test dan
post test, post test dilakukan oleh guru melalui ulangan harian, ulangan tengah
semester dan ulangan semester, hal tersebut memberikan implikasi bahwa guru telah
melaksanakan tugasnya sebagai evaluator, dengan adanya evaluasi yang dilakukan
oleh guru tersebut sekaligus guru dapat mengetahui kekurangan dalam pembelajaran
dengan multimedia yang nantinya dapat digunakan sebagai masukan guru untuk
memperbaiki rencana berikutnya
C. Saran-saran
137
Agar semua guru IPA menggunakan multimedia sebagai media pembelajaran,
disarankan agar kepala sekolah membuat keputusan atas kesepakatan guru tentang
penggunaan multimedia, dengan adanya kesepakatan tersebut diharapkan semua guru
dapat memanfatkan multimedia sebagai media pembelajaran IPA.
Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa disarankan agar setiap guru
menggunakan media pembelajaran multimedia dengan baik, dan tidak terbatas pada
pemanfaatan powerpoint sebagai alat bantu mengajar, tetapi dapat ditampilkan
gambar-gambar hidup berupa rekaman kejadian yang ada kaitannya dengan standar
kompetensi. Selain itu disarankan agar sekolah melengkapi kelas dengan LCD yang
telah terpasang secara permanen, sehingga setiap guru mengajar tinggal datang dan
peralatan sudah siap untuk digunakan.
Untuk mengantisipasi tingkat kejenuhan anak dalam mengikuti pembelajaran
dengan multimedia yang baru sebatas penggunaan powerpoint, maka disarankan agar
sekolah mengupayakan CD-CD pembelajaran interaktif, sehingga siswa dapat
langsung belajar di lab Komputer, bila perlu menyediakan fasilitan on-line, sehingga
sesekali siswa perlu diarahkan pada pencarian pengetahuan melalui internet.
Untuk meningkatkan penggunaan multimedia sebagai media pembelajaran
disarankan agar SMA Negeri 2 meningkatkan palatihan-pelatihan dalam bentuk in
House Training, agar segiap guru nantinya mampu menggunakan multimedia
sebagai media pembelajaran. Dengan adanya kegitan pelatihan tersebut guru yang
sudah menguasai penggunaan media pembelajaran multimedia dapat melatih guru
lain yang belum bisa.
138
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsudin Makmun. 2000. Psikologi Kependidikan.. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Ahmad Rohani. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Akhmad Sudrajat 2008. Kompetensi Guru dan Peran Kepala Sekolah.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com
Atwi Suparman. 2000. Desain Instruksional. Jakarta. PAU-PPAI Universitas Terbuka.
Briggs, Leslie J., 2001. Instructional Design Principles and Applications. Englewood
Chiffs New Jersey Education, London: Harvard University Press
Dimyati dan Mudjiono, 2006, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta
Djamarah Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu
Pendekatan teoritis Psikologis. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Ella Yulaelawati. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi Teori dan Aplikasi.
Bandung: Pakar Raya.
Hamzah B. Uno, 2007, Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang
Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hasibuan dan Moedjiono. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Penerbit PT.
Remaja Rosdakarya.
HB. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.
Joko Muhammad Susilo. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
Levy, Jack. 2002. Diagnosing and improving the quality of teachers’ interpersonal
behaviour, The International Journal of Educational Management, pg. 176.
Lexy J. Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosda
Karya.
Made Pidarta. 2004. Perencanaan Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan Sistem.
Jakarta: Rinneka Cipta.
Madsen, Susan R. 2004. “Academic Service Learning in Human Resource
Management”. Education Journal of Education for Business. Vol 49. edisi 4
139
Mantja, W. 2005. Etnografi Disain Penelitian Kualitatif dan Manajemen Pendidikan.
Malang. Penerbit Wineka Media.
Morrison, Gary R., Steven m. Ross, Jerrold E. Kemp, 2001, Designing Effective
Instruction, John Wiley & Sons, Inc., New York;
Mulrine, Christopher, F. 2007. Creating A Virtual Learning Environment for Gifted
and Talented Learners. Gifted Child Today. Academic Research Library, pg.
37.
Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implikasi.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Muslich. Masnur. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.
Jakarta: Bumi Aksara.
Nana Sudjana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Penerbit PT.
Remaja Rosdakarya.
Oemar Hamalik. 2007. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Smaldino, Sharon, James D. Russel, Robert Heinich, Michael Molenda, 2005,
Instructional Technology and Media for Learning, Pearson Merrill Prentice
Hall. Upper Saddle river. Ohio: New Jersey colomcus.
Sri Anitah. 2008. Media Pembelajaran. Surakarta: LPP UNS Press
Nana Syaodih Sukmadinata. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:
Rosda Karya.
Suwarno Pringgawidagda. 2002. Strategi Penguasaan Berbahasa. Jakarta: Adicita
Karya Nusa.
Wahjosumidjo. 2007. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Tinjauan Teoritik dan
Permsasalahannya.. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada.
Winkel. 2001. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. PT. Gramedia. Jakarta.
140
Yudhi Munasi. 2008. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung
Persada Perss.
Gary, Borich. D. 1998. Effective Teaching Methods Third Edition. Ohio: New Jersey
Columbus. Menril. an imprint of Prentice Hall. Englewood Cliffs.