ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH · PDF fileSince 2001, the Indonesian ... 13....
Transcript of ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH · PDF fileSince 2001, the Indonesian ... 13....
ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD),
DANA ALOKASI KHUSUS (DAK), DANA BAGI HASIL (DBH)
PAJAK/BUKAN PAJAK TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI
DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2003-2011
SKRIPSI
DiajukankepadaFakultasEkonomidanBisnis
UntukMemenuhiSyarat-SyaratGunaMeraihGelarSarjanaEkonomi
Disusun oleh:
WULAN FAUZYNI
NIM. 109084000030
JURUSAN ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
ii
ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD),
DANA ALOKASI KHUSUS (DAK), DANA BAGI HASIL (DBH)
PAJAK/BUKAN PAJAK TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI
DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2003-2011
Skripsi
DiajukankepadaFakultasEkonomidanBisnis
UntukMemenuhiSyarat-SyaratGunaMeraihGelarSarjanaEkonomi
Disusun oleh:
WULAN FAUZYNI
NIM. 109084000030
Dibawah Bimbingan:
Pembimbing I Pembimbing II
Pheni Chalid, SF., MA., Ph.D UtamiBaroroh,S.Pi,M.Si
NIP.19560505 200012 1 001
JURUSAN ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
HariiniRabu, 10 Juli 2013
telahdilakukanUjianKomprehensifatasmahasiswa :
1. Nama : Wulan Fauzyni
2. NIM : 109084000030
3. Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
4. Judul Skripsi : Analisis Pengaruh PAD, DAK dan DBH Pajak /
Bukan Pajak
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah Tahun
2003-2011
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan
untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Rabu 10 Julil 2013
1. Lukman, Dr, M.Si
NIP. 19640607 200302 1 001
2. Zuhairan Y. Yunan, S.E, M.Sc
NIP. 198004162009121002
3. M. Hartana I Putra, SE., M.Si
NIP. 150409504
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hariini, Selasa 27 Agustus 2013 telahdilakukanUjianSkripsiatasmahasiswa :
1. Nama : Wulan Fauzyni
2. NIM : 109084000030
3. Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
4. Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Alokasi Khusus
(DAK), Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten/Kota Propinsi Jawa
Tengah Tahun 2003-2011
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 Agustus 2013
1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
NIP. 19570617 198503 1 002
2. Lukman, Dr, M.Si
NIP. 19820710 200912 2 002
3. Fitri Amalia M.Si
NIP. 19820710 200912 2 002
4. Pheni Chalid, Ph.D
NIP. 19560505 200012 1 001
5. Utami Baroroh, S.Pi, M.Si
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertandatangan di bawahini,
Nama : Wulan Fauzyni
No IndukMahasiswa : 10908400030
Fakultas : EkonomidanBisnis
Jurusan : Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Denganinimenyatakanbahwadalampenulisanskripsiinisaya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah orang lain
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa izin pemilik karya
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas
karya ini
Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya dan melalui
pembuktian yang saya dapat pertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan
bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap untuk
dikenakan sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 8 Agustus 2013
Wulan Fauzyni
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama lengkap : Wulan Fauzyni
2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 02 Oktober 1991
3. Alamat : Jl. Swasembada Timur XXI No. 15a
RT 018/005 Tg. Priok, Jakarta Utara
4. Telepon : 085711196965
5. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. SDS HANG TUAH I Tahun 1997-2003
2. SMP N 95 Jakarta Tahun 2003-2006
3. SMA N 72 Jakarta Tahun 2006-2009
4. S1 Ekonomi Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2009-2013
III. PENDIDIKAN NON FORMAL
1. Lembaga Bahasa & Pendidikan Profesional Asia America, 2004-2007
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Tim Olimpiade Ekonomi SMA N 72 Jakarta sampai tingkat DKI
Jakarta periode 2007-2009.
V. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Visit Mueseum 2010 UIN SyarifHidyatullah Jakarta (Bank Indonesia dan
Bank Mandiri), diselenggarakanolehIkatanMahasiswaEkonomiSyariah
(IMES), 9 Desember 2010.
vii
2. ―PelatihanAlatAnalisisPerencanaan Pembangunan‖,
diselenggarakanolehFakultasEkonomidanBisnis UIN SyarifHidayatullah
Jakarta, 5 Oktober 2011.
VI. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Kurdianto
2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 27 September 1959
3. Ibu : Hazni Hayati
4. Tempat Tanggal Lahir : Padang, 10 Desember 1964
5. Alamat : Jl. Swasembada Timur XXI No. 15a
RT 005/018 Tg. Priok Jakarta-Utara 14320
6. Anak Ke dari : 2 dari 2 bersaudara
viii
ABSTRACK
The role of fiscal decentralization in economic growth has become the
attention ofmany countries, including Indonesia. Since 2001, the Indonesian
government has effectively run fiscal decentralization policy as a broad strategy
to accelerateregional development. This fiscal decentralization policy has also
brought majorchanges in revenue and expenditure growth districts in the province
of CentralJava.
This study aims to see the influence of fiscal decentralization on economic
growthin the province of Central Java. The analysis focused on indicators of
fiscaldecentralization of expenditure, which is the ratio of total local government
spending to total central government expenditure. This study uses panel data and
analytical tools of LeastSquare Dummy Variable (LSDV) or also known as the
Fixed Effects Model(FEM).
The study shows that there is a hump-shaped form (a hump-shaped
relation) in theinfluence of fiscal decentralization in the province of Central Java.
This means thatwhen the degree of fiscal decentralization is not too high, then the
fiscaldecentralization policy will bring positive impact on economic growth, but
thedegree of decentralization is too high, fiscal decentralization policies will
onlyhinder economic growth. Government with a high degree of fiscal
decentralizationshould be focus to do more efficiency and effectiveness of
government spendingbecause it would provide better benefits for regional
economic growth.
Key Words ; Fiscal Decentralization, Economic Growth, Fixed Effect Model (FEM).
ix
ABSTRAK
Peran Desentralisasi fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi telah
menjadiperhatian banyak Negara, termasuk Indonesia. Sejak 2001, secara efektif
pemerintah Indonesia telah menjalankan kebijakan desentralisasi fiskal yang luas
sebagai strategi untuk mempercepat pembangunan daerah. Kebijakan
desentralisasi fiskal ini juga telah membawa perubahan besar dalam
perkembangan penerimaan dan belanja daerah kabupaten/kota di provinsi Jawa
Tengah.
Studi ini bertujuan untuk melihat pengaruh desentralisasi fiskal terhadap
pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Tengah. Analisis desentralisasi fiskal
difokuskan pada indikator pengeluaran, yang merupakan rasio total pengeluaran
pemerintah daerah terhadap total pengeluaran pemerintah pusat Studi ini
menggunakan data panel dan alat analisis Least Square Dummy Variabel (LSDV)
atau dikenal juga sebagai Fixed Effect Model (FEM).
Hasil studi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh desentralisasi fiskal di
provinsi Jawa Tengah. Artinya pada saat derajat desentralisasi fiskal belum
terlampau tinggi, maka kebijakan desentralisasi fiskal akan membawa pengaruh
positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun pada derajat desentralisasi fiskal
terlampau tinggi, kebijakan desentralisasi fiskal justru akan menghambat
pertumbuhan ekonomi. Pemerintah dengan derajat desentralisasi fiskal tinggi
sebaiknya justru lebih berfokus untuk melakukan kebijakan efisiensi dan
efektifitas pada anggaran pengeluaran pemerintah karena akan memberikan
manfaat yang lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi daerah.
Kata Kunci ; Desentralisasi Fiskal, Pertumbuhan Ekonomi, Fixed Effect Model
(FEM).
x
KATA PENGANTAR
Assalamua’alaikumWr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, Al-Wahhab Yang Maha Penganugrah, yang
telah memberikan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman, yang telah membimbig
umatnya menuju jalan kebenaran. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi
syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan
terimakasih atas bantuan, bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik langsung
maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, kepada:
1. Ayahanda dan Ibunda terkasih, yang selalu mencurahkan perhatian, cinta dan
sayang, dukungan serta doa tiada henti yang tertuju hanya untuk ananda,
semoga hari ananda semakin mampu membuat bangga Ayah dan ibunda.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Lukman,M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Utami Baroroh, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Pheni Chalid, SF., MA., Ph.Dselaku Dosen Pembimbing Skripsi I
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih atas ilmu
yang telah Bapak berikan selama ini.
6. Ibu Utami Baroroh, M.Si.,selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah
meluangkan waktu, mencurahkan perhatian, membimbing dan memberikan
pengarahan kepada penulis. Terimaksih atas semua saran yang Ibu berikan
selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya sidang skripsi.
xi
7. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan karyawan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
8. Saudari – saudariku Nia Andriani dan Keisha Agha Mawarni yang selalu
membantu dan menemani saat susah dan gembira, terimakasih buat
semuanya.
9. Keluargaku Iih dan Om Agung yang slalu memberikan dukungan yang sangat
berarti.
10. Sahabatku yang paling utama yang selalu mendukung baik dalam susah
maupun senang Devi Arsenauli Pane, terimakasih untuk dukungan dan kasih
sayang selama ini.
11. Achmad Aditya Ramadhan yang selalu mendukung dan memberikan
semangat dan kasih sayang yang sangat berarti, terimakasih buat
kesabarannya selama ini selalu menemani dan menyemangati.
12. SahabatkuInes Lestari, Nyakbit Bungong Tanmala, Rifka Kusumawardani,
Virgin Ariana Pramono, Aristyasani Putri, Hikmah Nur Azza, Indah Sukma
Ramdhini, Nida Khofiya, Annisya Sabrina kami dipertemukan dalam ikatan
silahturahmi yang indah, terimakasih atas dukungan dan doa yang telah
tercurahkan selama kita bergabung yang diberi nama dengan Holly.
13. Sahabatku Yusrina Rahma Dewi dan Syarifah Aini, terimakasih untuk
semangat dan keceriaan selama ini yang sangat berarti sekali.
14. Sahabatku dari SMP Sinta Kusumawati, Siti Sarah, Indri Dwi Handayani,
Marcelina Febriani terimakasih atas semangat dan dukungan kalian.
15. Sahabat seperjuanganku,Imah Astinia, Andre Widyantoro, Dimas Aditya
Susanto, Fuad Nurcholis, Annisa Nurfatimah, Ratna Palamani, Reydit Tya,
Juni Manisa, Sartika Dewi, Mage, Putri, Ka Endah terimakasih atas dukungan
yang diberikan kepada penulis.
16. Sahabatku Madridista di seluruh Indonesia, terimakasih untuk semangatnya.
17. Gonzalo Higuain yang selalu memberikan dukungan dan semangat yang
sangat berarti.
xii
18. Seluruh Rekan IESP Pembangunan dan Syariah UIN 2009, terimakasih
selama empat tahun kita bersama – sama menghadapi kehidupan kampus
yang penuh warna.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamua’alaikumWr. Wb.
Jakarta, 1 Juli 2013
Wulan Fauzyni
xiii
DAFTAR ISI
Keterangan Halaman
Halaman Judul ............................................................................................... i
Lembar pengesahan Skripsi .......................................................................... ii
Lembar pengesahan Ujian Komprehensif ................................................... iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ............................................................... iv
Lembar Pernyataan keaslian Karya Ilmiah ................................................ v
Daftar Riwayat Hidup ................................................................................... vi
Abstrack ..................................................................................................... viii
Abstrak ..................................................................................................... ix
Kata pengantar ............................................................................................... x
Daftar Isi ..................................................................................................... xiii
Daftar Tabel .................................................................................................... xvii
Daftar Gambar ............................................................................................... xviii
DaftarLampiran ............................................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakangPenelitian ....................................................... 1
B. PerumusanMasalah ............................................................... 15
C. TujuanPenelitian ................................................................... 17
C. ManfaatPenelitian ................................................................. 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ...................................................................... 19
xiv
1. Pertumbuhan Ekonomi .................................................... 20
2. Desentralisasi Fiskal........................................................ 24
3. Pendapatan Asli Daerah ................................................. 34
4. Dana Alokasi Khusus ...................................................... 36
5. Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak ............................... 39
6. Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan............. ............. 40
B. Penelitian Terdahulu ............................................................. 42
C. KerangkaBerpikir .................................................................. 49
D. Hipotesis ................................................................................ 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. RuangLingkupPenelitian ....................................................... 53
B. MetodePenentuanSampel ...................................................... 53
C. MetodePengumpulan Data .................................................... 54
1. Sumber Data .................................................................... 54
2. MetodePengumpulan Data .............................................. 55
a. Library Research ......................................................... 55
b. Internet Research ........................................................ 55
D. MetodeAnalisis Data ............................................................ 55
1. Metode Data Panel .......................................................... 56 58
2. Permodelan Data Panel ................................................... 57
a. Polled Least Squared................................................... 57
b. Model EfekTetap (Fixed Effect).................................. 58
c. Model Efek Random ................................................... 59
xv
3. Pemilihan Model Data Panel ........................................... 59
a. PLS vs FEM (Uji Chow) ............................................. 60
b. FEM vs REM (Uji Hausman) ..................................... 61
4. Model Empiris ................................................................. 63
5. UjiAsumsiKlasik ............................................................. 63
a. UjiNormalitas .............................................................. 64
b. UjiMultikolinearitas .................................................... 64
c. UjiHeterokedastisitas................................................... 66
d. Uji Autokorelasi .......................................................... 66
6. UjiHipotesis .................................................................... 68
a. Uji Statistik t ................................................................ 68
b. Uji Statistik F .............................................................. 69
c. KoefisienDeterminasi R2 ............................................. 70
E. OperasionalVariabel .............................................................. 71
1. Variabeldependen ............................................................ 71
2. Variabelindependen......................................................... 71
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. SekilasGambaranUmumObjekPenelitian .............................. 74
B. PenemuandanPembahasan .................................................... 76
1. AnalisisDeskriptif ........................................................... 76
a. AnalisaDeskriptif PDRB di Jawa Tengah ................... 76
b. AnalisaDeskriptif PAD di Jawa Tengah ..................... 78
c. AnalisaDeskriptif DAK di Jawa Tengah ..................... 79
xvi
d. AnalisaDeskriptifDBH diJawa Tengah ...................... 80
2. Estimasi Model Data Panel ............................................. 81 58
a. Pooled Least Square .................................................... 81
b. Fixed Effect Model ...................................................... 82
c. PLS vs FEM (Uji Chow) ........................................... 82
d. Random Effect Model .................................................. 83
e.. FEM vs REM (UjiHausman) ..................................... 84
2. UjiAsumsiKlasik ............................................................. 85 58
a. UjiNormalitas .............................................................. 85
b. UjiMultikolinearitas .................................................... 86
c. UjiHeterokedastisitas ................................................ 86
d. UjiAutokorelasi ........................................................... 87
3. PengujianHipotesis.......................................................... 89 58
a. Uji t danInterpretasiHasilAnalisis ............................... 89
b. Uji F danInterpretasiHasilAnalisis .............................. 90
b. UjiKoefisienDeterminasi............................................. 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................... 96
B. Saran ..................................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 99
LAMPIRAN ................................................................................................... 102
xvii
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi di daerah Jawa Tahun
2005-2009 5
1.2 Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun
2000 Menurut Kabupaten/Kota Jawa Tengah Tahun
2005-2009
6
1.3 Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Menurut
Kabupaten/Kota Jawa Tengah Tahun 2005-2009 9
1.4 Pertumbuhan Dana Alokasi Khusus Menurut
Kabupaten/Kota Jawa Tengah Tahun 2005-2009 11
1.5 Pertumbuhan Dana Bagi Hasil Pajak/ Bukan Pajak
Menurut Kabupaten/Kota Jawa Tengah Tahun 2005-
2009
13
1.6 Peresentase DAK dengan Pertumbuhan Ekonomi 14
2.1 Penelitian Terdahulu 47
3.1 Operasional Variabel Penelitian 73
4.1 Pooled Least Square 82
4.2 Fixed Effect Model 82
4.3 F-Restricted 83
4.4 Random Effect Model 83
4.5 Chi-Square 84
4.6 Correlation Matrix 86
4.7 Uji White Cross-Section 87
4.8 Uji Autokorelasi 88
4.9 InterpretasiFixed Effect Model 91
xviii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Berpikir 51
4.1 PDRB 77
4.2 PAD 78
4.3 DAK 80
4.4 DBH 80
4.5 Normalitas 85
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1. Data (Dalam Jutaan Rupiah) 102
2. Pooled Least Square 104
3. Fixed Effect Model 106
4. Random Effect Model 109
5. Uji Chow 112
6. Chi Square 114
7. Uji Normalitas 115
8. Uji Multikolinearitas 115
9. Uji Heterokedastisitas 116
10. Uji Autokorelasi 117
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian ini berdasarkan pada Penelitian Pujiati Amin yang
berjudul Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Karesidenan Semarang Era
Desentralisasi Fiskal yang menggunakan alat analisis yaitu Generalized
Least Squares (GLS), dengan pendekatan fixed effect.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang umum
digunakan dalam menentukan keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan
ekonomi digunakan sebagai ukuran atas perkembangan atau kemajuan
perekonomian dari suatu negara atau wilayah karena berkaitan erat dengan
aktivitas kegiatan ekonomi masyarakat khususnya dalam hal peningkatan
produksi barang dan jasa. Peningkatan tersebut kemudian diharapkan
dapat memberikan trickle down effect karena itu, sudah sewajarnya
peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target
pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah. Untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional digunakan Produk Domestik
Bruto (PDB) riil sedangkan untuk tingkat daerah digunakan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) riil (M. Rizal, 2013:2).
Di Indonesia, desentralisasi fiskal dan otonomi daerah mulai
hangat dibicarakan sejak bergulirnya era reformasi pasca runtuhnya
tembok kekuasaan pemerintahan orde baru. Sistem pemerintahan
2
sentralistis yang selama ini dianut pemerintahan presiden Soeharto
dianggap tidak mampu membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi
masyarakat luas sehingga memunculkan tuntutan kewenangan yang lebih
besar dari daerah untuk melaksanakan pembangunan.
Dalam perkembangan bangsa Indonesia pada masa orde baru
berbagai kebijakan seperti sentralisasi diterapkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan sentralisasi yang dilakukan pemerintah pada masa orde baru
kenyataannya hanya mampu mensejahterakan beberapa daerah atau
beberapa golongan saja, serta menyebabkan ketimpangan perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah.
Kebijakan sentralisasi tidak dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah
perlu membuat kebijakan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah.
Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sudah diatur dalam UU
No. 5 Tahun 1975 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. Namun
dalam prakteknya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal
selama pemerintahan orde baru belum dapat mengurangi ketimpangan
vertikal dan horisontal, yang ditunjukkan dengan tingginya derajat
sentralisasi fiskal dan besarnya ketimpangan antar daerah dan wilayah
(Uppal dan Suparmoko, 1986; Sjahfrizal, 1997).
Desentralisasi fiskal secara resmi berlaku mulai 1 januari 2001
berdasarkan UU RI No. 25 tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU
3
RI No. 33 tahun 2004. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 sumber
penerimaan yang digunakan untuk pendanaan pemerintah daerah dalam
pelaksanaan desentralisasi fiskal meliputi: Pendapatan Asli daerah (PAD),
Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Bagi Hasil
Pajak (BHP), pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah.
Pemerintah daerah harus dapat meningkatkan penerimaannya untuk
membiayai kegiatan pembangunan, namun di era desentralisasi fiskal
harapan itu belum optimal yang tercermin di dalam pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto.
Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah
daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan melakukan
peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan.
Diharapkan dengan adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dapat
lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan keinginan daerah untuk
mengembangkan wilayah menurut potensi masing-masing.
Keputusan menerapkan Desentralisasi fiskal menuntut adanya
peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah. Berdasarkan teori Tiebout
Model yang menjadi landasan konsep desentralisasi fiskal, bahwa dengan
adanya pelimpahan wewenang akan meningkatkan kemampuan daerah
dalam melayani kebutuhan barang publik dengan lebih baik dan efisien.
Penyebab mendasar dari peningkatan kemampuan tersebut adalah karena
pemerintah daerah dipandang lebih mengetahui kebutuhan dan karakter
masyarakat lokal, sehingga program-program dari kebijakan pemerintah
4
akan lebih efektif untuk dijalankan, sekaligus dari sisi penganggaran
publik akan muncul konsep efisiensi karena tepat guna dan berdaya guna
(Sumarsono dan Utomo, 2009).
Provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari 35 kabupaten/kota memiliki
tingkat pertumbuhan ekonomi yang positif. Hal ini dapat dilihat dari
perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga
konstan 2000. Provinsi Jawa Tengah dengan kapasitas fiskal yang tinggi
serta didukung oleh potensi-potensi sumber daya yang dimiliki seharusnya
dapat memaksimalkan keuntungannya tersebut untuk dapat bersaing
dengan provinsi yang lain. Kapasitas fiskal merupakan kemampuan yang
dimiliki daerah dalam proses pembangunan yang meliputi sumber daya
manusia, sumber daya alam, tingkat industri, serta kemampuan lain daerah
dalam upaya meningkatkan jumlah PAD yang akan diterima.
Ditambah dengan jumlah kabupaten/kota yang terbilang cukup
besar yakni sejumlah 35 kabupaten/kota yang secara administratif masuk
didalam pemerintahan daerah provinsi Jawa Tengah. Akan tetapi kondisi
riil yang dapat dicapai belum terlalu menampakkan hasil yang memuaskan
dalam proses pencapaian tujuan pembangunan.
5
Tabel 1.1
Laju Pertumbuhan Ekonomi
di Daerah Jawa Tahun 2005-2009 (persen)
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka (berbagai tahun)
Berdasarkan Tabel 1.1 diketahui bahwa provinsi Jawa Tengah
memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi di bandingkan dengan
daerah lain yakni sebesar 5,76 %. Posisi kedua ditempati oleh Provinsi
Jawa Timur dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,73 %.
Kemudian Jawa Barat diposisi ketiga dengan rata-rata laju pertumbuhan
ekonomi sebesar 5,59 % , dan yang berada diposisi terakhir yakni DIY
dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4,41%.
Jawa Tengah memiliki pertumbuhan ekonomi yang berfluktuasi
dari tahun 2005-2009. Sama halnya dengan provinsi di pulau Jawa lainnya
yang cenderung mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang
berfluktuatif. Provinsi Jawa Tengah dengan kapasitas fiskal yang tinggi
serta didukung oleh potensi-potensi sumber daya yang dimiliki seharusnya
dapat memaksimalkan keuntungannya tersebut untuk dapat bersaing
dengan provinsi yang lain.
Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
Pertumbuhan
Jawa Barat 5,6 6,02 6,48 5,84 4,29 5,59
Jawa Tengah 5,35 6,33 6,59 5,46 4,71 5,76
DIY 4,73 3,7 4,31 5,02 4,39 4,41
Jawa Timur 5,84 5,8 6,11 5,94 5,01 5,73
6
Tabel 1.2
Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2009 (jutaan)
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka (berbagai tahun)
Kabupaten/ Kota 2005 2006 2007 2008 2009
Kab. Cilacap 10145144.43 10623929.25 11140846.35 11689092.90 12303308.34
Kab. Banyumas 3598399.16 3759547.61 3958645.95 4171468.95 4400542.23
Kab. Purbalingga 1921653.92 2018808.10 2.14374623 2257392.77 2384014.04
Kab. Banjarnegara 2277617.86 2376694.59 2495785.82 2619989.61 2753935.73
Kab. Kebumen 2364385.90 2460816.97 2572062.88 2721254.09 2828395.07
Kab. Purworejo 2321534.04 2442927.30 2591535.38 2737087.13 2872723.79
Kab. Wonosobo 1570347.69 1621132.33 1679149.65 1741148.31 1808247.18
Kab. Magelang 3245978.81 3405369.22 3582647.65 3761388.59 3938764.68
Kab. Boyolali 3456062.13 3600897.97 3748102.11 3899372.86 4100520.26
Kab. Klaten 4158205.16 4253788.00 4394688.02 4567200.96 4761018.67
Kab. Sukoharjo 3941788.46 4120437.35 4330992.90 4540751.53 4756902.50
Kab. Wonogiri 2429869.63 2528851.78 2657068.89 2770435.78 2901577.44
Kab. Karanganyar 4188330.48 4401301.73 4654054.50 4900690.40 5076549.87
Kab. Sragen 2322239.43 2442570.43 2582492.48 2729450.32 2893427.19
Kab. Grobogan 2579283.26 2682467.18 2799700.55 2948793.80 3097093.25
Kab. Blora 1678274.29 1742962.60 1811864.01 1913763.35 2010908.67
Kab. Rembang 1825560.59 1926563.25 1999951.16 2093412.59 2186736.49
Kab. Pati 3609798.36 3770330.52 3966062.17 4162082.37 4357144.04
Kab. Kudus 10647407.99 10911733.76 11243359.38 11683819.73 12125681.79
Kab. Jepara 3411159.47 3554051.11 3722677.82 3889988.85 4085438.36
Kab. Demak 2471258.72 2570573.50 2677366.77 2787524.02 2901151.51
Kab. Semarang 4481358.29 4652041.80 4871444.25 5079003.74 5300723.41
Kab. Temanggung 1994172.89 2060140.23 2143221.22 2219155.63 2309841.53
Kab. Kendal 4277354.27 4433799.54 4625455.57 4822465.28 5020087.37
Kab. Batang 1972776.85 2022301.42 2092973.93 2169854.55 2250616.82
Kab. Pekalongan 2600855.96 2710378.32 2834685.01 2970214.98 3098072.64
Kab. Pemalang 2762252.29 2865095.20 2993296.76 3142808.70 3293056.25
Kab. Tegal 2809340.19 2955121.91 3120395.64 3286263.44 3466785.57
Kab. Brebes 4346424.44 4551196.99 4769145.44 4998528.19 5247897.41
Kota Magelang 878160.76 899564.99 946098.16 993835.20 1044650.24
Kota Surakarta 3858169.65 4067529.95 4304287.37 4549342.95 4817877.63
Kota Salatiga 722063.94 752149.22 792680.44 832154.88 869452.99
Kota Semarang 16194264.63 17118705.29 18142639.97 19156814.29 20057621.85
Kota Pekalongan 1701324.24 1753405.74 1820001.21 1820001.21 1966751.15
Kota Tegal 1002821.99 1054499.45 11093438.21 1166587.87 1225424.73
7
Dari tabel 1.2 menunjukkan pertumbuhan PDRB di beberapa
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah mengalami fluktuasi selama
pelaksanaan desentralisasi fiskal tahun 2005-2009. Pertumbuhan PDRB
tertinggi pada Kabupaten Cilacap pada tahun 2009, diikuti dengan
Kabupaten Kudus, Kabupaten Semarang, dan Kota Semarang. PDRB
yang paling rendah terdapat di Kota Magelang dan Kota Salatiga.
Kenaikan yang kadang naik dan turun ini menunjukkan kinerja ekonomi
yang kurang baik, hal ini menunjukkan bahwa era desentralisasi fiskal di
mana daerah diberi kewenangan dalam mengatur keuangan daerahnya
ternyata banyak kabupaten/kota yang belum menunjukkan perubahan yang
signifikan dalam PDRB-nya meskipun PDRB bukan satu-satunya
indikator dalam Pembangunan.
Faktor-faktor yang menyebabkan bervariasinya pendapatan
regional bruto daerah di masing-masing kabupaten/kota di Propinsi Jawa
Tengah juga cukup bervariasi, antara lain pengembangan sektoral yang
berbeda antar daerah, jumlah penduduk dan tenaga kerja yang berbeda
antar daerah, sumber-sumber penerimaan yang berbeda antar daerah, dan
lain sebagainya.
Peran pemerintah daerah dalam melaksanakan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak terlepas dari pengaruh
gejolak ekonomi dan politik yang masih terjadi beberapa tahun terakhir
ini. Pemerintah menjadi motor utama dalam menggerakkan perekonomian
agar dapat kembali keposisi sebelum krisis. Kebutuhan masyarakat yang
8
semakin meningkat mendorong pemerintah daerah untuk mengupayakan
peningkatan penerimaan daerah dengan memberi perhatian kepada
perkembangan pendapatan asli daerah. Komponen PAD tersebut secara
penuh dapat digunakan oleh daerah sesuai dengan kebutuhan dan prioritas
daerah, di samping memperlihatkan adanya upaya yang dilakukan oleh
pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah.
Hal ini semakin leluasa dilakukan oleh daerah kabupaten/kota setelah
berlakunya otonomi daerah. Sumber penerimaan lainnya yang dapat
digunakan untuk membiayai belanja daerah adalah penerimaan bagi hasil
pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi
khusus (DAK), bagi hasil pajak dan bantuan keuangan dari pemerintah
daerah Provinsi, serta lain-lain pendapatan yang sah.
Komponen-komponen tersebut juga merupakan sumber
penerimaan daerah yang digunakan untuk pendanaan pemerintah daerah
menurut UU No. 33 tahun 2004 dalam pelaksanaan desentralisasi.
Komponen desentralisasi fiskal yang pertama yaitu Pendapatan Asli
Daerah (PAD). PAD merupakan salah satu sumber penerimaan daerah
yang juga merupakan modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan
dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah. PAD bisa dijadikan
indikator keberhasilan desentralisasi fiskal karena PAD merupakan
penerimaan daerah yang asli berasal dari daerah itu sendiri, dan PAD
menunjukkan adanya kemandirian dari daerah.
9
Tabel 1.3
Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2005-2009 (jutaan)
Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 2008 2009
Kab.Purbalingga 40.755,77 47.694,606 52.727,439 63.795,293 88.177,001
Kab.Banjarnegara 34.210,831 43.900,257 44.876,89 46.528,34 60.636,815
Kab.Kebumen 31.707,792 92.533,197 54.260,879 58.599,425 63.016,364
Kab.Wonosobo 22.335,686 30.618,482 36.582,594 38.158,244 46.324,944
Kab.Wonogiri 25.589,410 47.864,47 50.329,495 54.129,295 49.946,258
Kab. Rembang 23.301,041 39.998,29 42.255,838 51.150,558 56.887,895
Kab. Batang 27.784,725 31.030,14 30.968,198 41.192,714 44.643,602
Kota Salatiga 27.784,724 32.449,466 42.198,433 49.653,433 52.911.035
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka (berbagai tahun)
Tabel 1.3 menunjukkan bahwa pertumbuhan PAD yang diperoleh
pada saat pelaksanaan desentralisasi fiskal di Provinsi Jawa Tengah tahun
2005-2009 mengalami fluktuasi. Hal ini menunjukkan bahwa pemungutan
yang dilakukan oleh lembaga terkait di Provinsi Jawa Tengah cukup baik.
Meningkatnya realisasi PAD ditopang oleh besarnya pendapatan
pemerintah daerah Provinsi Jawa Tengah disektor Pajak Daerah yang
memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap PAD.
Berdasarkan penghitungan persentase DAK dan Pertumbuhan
ekonomi maka penelitian ini difokuskan pada 8 Kabupaten/Kota yaitu:
Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen,
Kabupaten Wonosobo, Wonogiri, Kabupaten Rembang, Kabupaten
Batang, Kabupaten Salatiga dengan melalui perhitungan persentase yang
ada dengan membandingkan persentase DAK dibandingkan dengan
10
presentase PDRB. Peneliti melihat apakah dengan DAK yang tinggi
pertumbuhan ekonominya juga akan tinggi. Hasilnya 8 Kabupaten tersebut
memiliki DAK yang paling tinggi dan dengan adanya transfer DAK yang
tinggi diharapkan dapat terjadi pemerataan ekonomi. Pengambilan sampel
8 berdasarkan metode deskriptif : minimal 10% populasi, bila pupulasi
relative kecil, minimum 20% dari populasi (Puguh Suharso, 2009:60).
Penerimaan PAD pada saat pelaksanaan desentralisasi fiskal di
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009 mengalami
peningkatan, namun peningkatan pertumbuhan PDRB seperti yang
diharapkan dari keputusan penerapan desentralisasi fiskal belum terpenuhi.
Hal ini bisa dilihat dari data pertumbuhan PDRB tabel 1.1 yang
menunjukkan pertumbuhan PDRB beberapa daerah masih mengalami
fluktuasi ini bisa disebabkan eksploitasi PAD yang berlebihan.
Komponen desentralisasi fiskal yang kedua yaitu Dana Alokasi
Khusus. Dana alokasi khusus (DAK) adalah adalah alokasi dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu
dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Berdasarkan ketentuan Pasal 162 Ayat (4) UU Nomor 32 Tahun
2004 yang mengamanatkan agar DAK ini diatur lebih lanjut dalam bentuk
Peraturan Pemerintah (PP). Pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 55
Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Pelaksanaan DAK sendiri
diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan,
11
dan perbaikan sarana dan prasaran fisik pelayanan masyarakat dengan
umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang,
dan tidak termasuk penyertaan modal. DAK tidak dapat digunakan untuk
mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian,
pelatihan, dan perjalanan dinas seperti pelaksanaaan penyusunan rencana
dan program, pelaksanaan tender pengadaan kegiatan fisik.
Tabel 1.4
Pertumbuhan Dana Alokasi Khusus Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2005-2009 (jutaan)
Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 2008 2009
Kab.Purbalingga 13.000 27.440 39.606 51.047 51.760,289
Kab.Banjarnegara 13.140 31.865 44.339 58.868 65.960
Kab.Kebumen 13.480 29.060 52.203 66.405 74.226
Kab.Wonosobo 11.980,176 45.890 45.427,7 57.280 67.019
Kab.Wonogiri 13.130 32.410 54.306 70.627 91.746,775
Kab. Rembang 11.280 45.910 41.005 51.071 56.663
Kab. Batang 12.150 26.168,238 44.628 55.568 63.377
Kota Salatiga 7.060 26.810 22.196,51 31.028 32.044
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka (berbagai tahun)
Tabel 1.4 menunjukkan bahwa saat pelaksanaan desentralisasi
fiskal tahun 2005-2009 penerimaan daerah yang bersumber dari dana
perimbangan yang berupa Dana Alokasi mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun, namun pertumbuhan PDRB justru mengalami fluktuasi.
Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya DAK yang tinggi,
ketergantungan daerah terhadap DAK menjadi sangat tinggi dan
12
kemandirian daerah menurun sehingga pertumbuhan PDRB yang
diharapkan meningkat justru mengalami fluktuasi.
Dana alokasi khusus merupakan dana yang dialokasikan dari
APBN ke Daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan khusus yang
merupakan urusan daerah dan juga prioritas nasional antara lain:
kebutuhan kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi atau
prasarana, pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran irigasi primer,
dll.
Menurut UU yang baru (UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004),
wilayah yang menerima DAK harus menyediakan dana penyesuaian
paling tidak 10% dari DAK yang ditransfer ke wilayah, dan dana
penyesuaian ini harus dianggarkan dalam anggaran daerah (APBD).
Meskipun demikian, wilayah dengan pengeluaran lebih besar dari
penerimaan tidak perlu menyediakan dana penyesuaian. Tetapi perlu
diketahui bahwa tidak semua daerah menerima DAK karena DAK
bertujuan untuk pemerataan dan untuk meningkatkan kondisi infrastruktur
fisik yang dinilai sebagai prioritas nasional.
Komponen desentralisasi fiskal yang ketiga yaitu Dana Bagi Hasil.
Dana Bagi Hasil adalah bagian daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan, Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan
dari sumber daya alam.
13
Tabel 1.5
Pertumbuhan Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2009 (jutaan)
Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 2008 2009
Kab.Purbalingga 15.574,967 21.331,241 23.601,577 37.021,773 39.105,473
Kab.Banjarnegara 17.416,889 24.814,687 37.097,011 40.257,529 34.151,938
Kab.Kebumen 19.341,976 25.074,29 29.935,559 36.768,51 37.756,956
Kab.Wonosobo 13.640,72 23.094,19 30.866,038 33.070,809 40.498,277
Kab.Wonogiri 20.194,907 25.267,63 30.893,55 36.821,688 38.607,215
Kab. Rembang 16.732,996 21.185,48 34.372,202 35.011,845 37.826,499
Kab. Batang 16.627,479 24.147,357 30.285,485 34.571,222 36.454,378
Kota Salatiga 12.025,852 13.329,66 18.466,485 20.685.561 24.834,796
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka (berbagai tahun)
Dari tabel 1.5 menunjukkan Dana Bagi Hasil yang diterima setiap
daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa tengah tahun 2005-2009 berbeda.
Hal ini mengindikasikan bahwa mekanisme bagi hasil berdasarkan
kapasitas Sumber Daya Alam dan/atau pusat bisnis yang dimiliki daerah.
Pengoptimalan perolehan Dana Bagi Hasil yang dianggap sebagai modal
bagi kepentingan pembangunan daerah akan mempercepat pertumbuhan
PDRB (Pujiati, 2008).
Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak bersumber dari pedapatan
APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan presentase tertentu
(Ahmad Subekan, 2012:50). Meskipun Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan
Pajak bukan yang utama dalam proses mempercepat pertumbuhan tetapi
berperan penting dalam meningkatkan presentase pertumnuhan yang ada
di Jawa Tengah melalui penerimaan dan pengolahan yang baik dan efisien.
14
Tabel 1.6
Persentase DAK Dengan Pertumbuhan Ekonomi (persen)
Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 2008 2009
Kab.Purbalingga 0,810498021 1,359217847 1,847513453 2,261325573 2,171140276
Kab.Banjarnegara 0,576918553 1,340727586 1,776554688 2,246879139 2,395117623
Kab.Kebumen 0,570126898 1,180908631 2,02961601 2,440235193 2,624315139
Kab.Wonosobo 0,762899584 2,830737451 2,708079057 3,289782936 3,706296393
Kab.Wonogiri 0,536242761 1,281609316 2,043831088 2,549310131 3,161961964
Kab. Rembang 0,617892392 2,382999883 2,050300068 2,439605085 2,589978274
Kab. Batang 0,634131529 1,29398307 2,132276918 2,560908979 2,815983576
Kota Salatiga 0,977752746 3,564452277 2,800183893 3,728632824 3,685535661
Dari hasil persentase Tabel 1.6 menunjukkan bahwa kabupaten
Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten
Wonosobo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Rembang, Kabupaten
Batang, Kabupaten Salatiga merupakan 8 Kabupaten yang memiliki
presentase DAK tertinggi dan dengan adanya transfer DAK yang tinggi
diharapkan dapat terjadi pemerataan ekonomi dan kesejahteraan sosial di
Provinsi Jawa Tengah sehingga tujuan dari pertumbuhan ekonomi dapat
dicapai.
Dengan pencapaian tersebut, diharapkan keseluruhan daerah dapat
mengoptimalkan komponen–komponen dan kemampuan yang dimiliki
sehingga pelaksanaan desentralisasi fiskal dengan menggunakan anggaran
pemerintah pusat yakni dana perimbangan yang meliputi PAD, DAK, dan
DBH menjadi tolak ukur dalam pendanaan daerah dan menjadi motivasi
15
bagi daerah tersebut untuk menggali potensi-potensi yang dimiliki dan
meningkatkan kemandirian soal pendanaan daerah.
Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka judul dalam penelitian ini
yaitu “Analisis Pengaruh PAD, DAK dan DBH PAJAK/BUKAN
PAJAK Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di
Propinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011”.
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini mengambil obyek penelitian di Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2003-2011. Dari data yang ada
menunjukkan PDRB di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah pada
periode 2002–2011 mengalami fluktuasi. Hal ini tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan dari keputusan penerapan desentralisasi fiskal.
Dengan adanya penerimaan pendapatan daerah dapat menambah
akumulasi modal yang merupakan salah satu sumber pertumbuhan
ekonomi. Namun kenyataanya hanya beberapa daerah saja yang
mengalami pertumbuhan PDRB secara konsisten. Terkait hal tersebut
maka pertanyaan penelitian yang dapat dikemukakan adalah bagaimana
dampak pelaksanaan desentraliasi fiskal terhadap PDRB di daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011 melalui
Sumber penerimaan daerah yang digunakan untuk pendanaan pemerintah
daerah menurut UU No. 33 tahun 2004 dalam pelaksanaan desentralisasi
yang meliputi : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum
16
(DAK), serta Dana Bagi Hasil (DBH). Apakah dengan PAD yang tinggi
maka PDRB akan meningkat tetapi dengan DAK yang tinggi maka PDRB
juga akan meningkat, melalui perhitungan persentase yang ada dengan
membandingkan persentase DAK dibandingkan dengan presentase PDRB.
Dengan DAK yang tinggi pertumbuhan ekonominya juga akan tinggi.
Hasilnya 8 Kabupaten tersebut memiliki DAK yang paling tinggi dan
dengan adanya transfer DAK yang tinggi diharapkan dapat terjadi
pemerataan ekonomi sehingga tujuan utama dari pertumbuhan ekonomi
yaitu kesejahteraan ekonomi dapat dicapai dengan pengalokasian yang
sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ada. Dengan melihat Dana Bagi
hasil pajak dan bukan pajak apakah dengan mengoptimalkan perolehan
Dana Bagi Hasil pajak dan bukan pajak yang dianggap sebagai modal bagi
kepentingan pembangunan daerah dapat mempercepat pertumbuhan,
walaupun pada kenyataannya dana bagi hasil pajak dan bukan pajak bukan
prioritas utama pemerintah dalam proses mempercepat pertumbuhan
ekonomi.
Komponen-komponen desentralisasi fiskal menurut Menteri
Keuangan No. 224 / PMK.07 tahun 2008, sehingga perlu diteliti :
1. Sejauhmana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/ Kota di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011?
17
2. Sejauhmana pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2003-2011?
3. Sejauhmana pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak/Bukan
Pajak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011?
4. Sejauhmana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak/Bukan
Pajak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin di capai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi
Jawa Tengah pada saat pelaksanaan desentralisasi fiskal
tahun 2003-2011.
2. Untuk menganalisis pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK)
terhadap PDRB di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah
pada saat pelaksanaan desentralisasi fiskal tahun 2003-2011.
3. Untuk menganalisis pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH)
pajak/bukan pajak terhadap PDRB di Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Tengah pada saat pelaksanaan desentralisasi
fiskal tahun 2003-2011.
18
4. Untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah
(PAD), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil
Pajak/Bukan Pajak (DBH) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-
2011?
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:
1. Kegunaan praktis sebagai informasi dan masukan bagi
pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan untuk
mengatasi permasalahan pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.
2. Kegunaan ilmiah untuk memberikan sumbangan pemikiran
untuk kemajuan ilmu pengetahuan khususnya dalam
pengembangan teori-teori aplikasi ekonomi publik.
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Studi tentang pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan
ekonomi tentu saja tidak dapat mengabaikan kajian terhadap faktor-faktor
lain yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi di suatu negara atau
daerah. Isu yang perlu diperhatikan untuk studi lanjutan guna memperkuat
keyakinan kita terhadap hasil empiris tentang desentralisasi fiskal dan
pertumbuhan ekonomi adalah kemungkinan adanya kesalahan dalam
spesifikasi model estimasi. Literatur tentang pertumbuhan ekonomi
menjelaskan bahwa dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi mungkin
merupakan suatu fungsi dari banyak variabel seperti struktur hukum dan
kebebasan ekonomi, tingkat tabungan, perilaku investasi, akumulasi
modal, human capital, pengembangan teknologi, dan sebagainya.
Mengeluarkan beberapa variabel kontrol yang kemungkinan penting
dalam pertumbuhan ekonomi tersebut bisa saja memberikan kesimpulan
yang salah tentang hubungan signifikan antara desentralisasi fiskal dan
pertumbuhan di suatu negara/daerah. Oleh sebab itu, perlu dibahas secara
lebih mendalam tentang faktor-faktor tersebut untuk kemudian dijadikan
sebagai variabel kontrol dalam analisis pengaruh desentralisasi fiskal
terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.
20
1. Pertumbuhan Ekonomi
Setiap negara di dunia ini sudah lama menjadikan pertumbuhan
ekonomi sebagai target ekonomi. Pertumbuhan ekonomi selalu
menjadi faktor yang paling penting dalam keberhasilan perekonomian
suatu negara untuk jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi sangat
dibutuhkan dan dianggap sebagai sumber peningkatan standar hidup
(standar of living) penduduk yang jumlahnya terus meningkat.
―Economic Development is Growth Plus Change‖ yang berarti
pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh
perubahan-perubahan dalam struktur dan corak (Sukirno, 1994).
Simon Kuznets dalam Sukirno, mendefenisikan pertumbuhan ekonomi
sebagai suatu peningkatan bagi suatu negara untuk menyediakan
barang-barang ekonomi bagi penduduknya, pertumbuhan kemampuan
ini disebabkan oleh kemajuan teknologi, kelembagaan, serta
penyesuaian ideologi yang dibutuhkan (Sukirno, 1995). Masalah
pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro
ekonomi dalam jangka panjang. Kemampuan suatu negara untuk
menghasilkan barang dan jasa akan meningkat dari satu periode ke
periode lainnya. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan oleh
faktor-faktor produksi yang selalu meningkat baik jumlah maupun
kualitasnya. Investasi akan menambah jumlah barang modal.
Teknologi yang digunakan berkembang. Disamping itu tenaga
kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk, dan
21
pengalaman kerja dan pendidikan menambah keterampilan mereka.
Robinson Tarigan (2004) secara khusus menjelaskan pengertian
pertumbuhan ekonomi wilayah (daerah) sebagai pertambahan
pendapatan masyarakat yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu
kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang terjadi di wilayah
(daerah) tersebut. Pertambahan pendapatan ini diukur dalam nilai riil
(dinyatakan dalam harga konstan). Ukuran yang sering digunakan
untuk menghitung pertumbuhan ekonomi adalah Produk Domestik
Bruto (PDB).
PDB adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu
negara dalam satu tahun tertentu dengan menggunakan faktor-faktor
produksi milik warga negaranya dan penduduk di negara-negara lain
(Sadono Sukirno, 2004:36).
Boediono (1992:114) menyatakan, bahwa pertumbuhan
ekonomi adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang.
Pemakaian indikator pertumbuhan ekonomi akan dilihat dalam kurun
waktu yang cukup lama, misalnya sepuluh,duapuluh, limapuluh tahun
atau bahkan lebih. Pertumbuhan ekonomi akan terjadi apabila ada
kencenderungan yang terjadi dari proses internal perekonomian itu,
artinya harus berasal dari kekuatan yang ada di dalam perekonomian
itu sendiri.
22
Menurut Michel P. Todaro (2004:92), terdapat tiga faktor atau
komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa,
antara lain:
a. Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi
yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal atau
sumber daya manusia. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian
dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan
tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari.
b. Pertumbuhan penduduk, yang pada akhirnya akan memperbanyak
jumlah angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan
angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah
pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap menjadi salah
satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah
tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah
tenaga produktif.
c. Kemajuan teknologi merupakan sumber pertumbuhan ekonomi
yang paling penting. Kemajuan teknologi terjadi karena
ditemukannya cara baru atas perbaikan cara-cara lama dalam
menangani pekerjaan-pekerjaan tradisional seperti kegiatan
menanam jagung, membuat pakaian atau membangun rumah.
Todaro dan Smith (2003:214) menjelaskan beberapa
pendekatan teori klasik pembangunan ekonomi, yaitu: teori tahapan
23
linier dan pembangunan sebagai pertumbuhan; model perubahan
struktural; revolusi ketergantungan internasional.
Ada dua teori yang dapat dikelompokkan dalam teori tahapan
linier dan pembangunan sebagai pertumbuhan, yaitu teori pertumbuhan
Rostow, dan teori pertumbuhan Harrod-Domar.
Teori ini bertolak dari lingkungan intelektual yang masih steril
dan dipacu oleh politik Perang Dingin yang berkobar pada masa
tersebut. Model pembangunan tahap pertumbuhan (stages-of-growth
model development) merupakan hasil pemikiran dari seorang ahli
sejarah ekonomi dai Amerika Serikat yaitu Walt W. Rostow.
Menurut ajaran Rostow (Tulus T.H. Tambunan, 2009:52),
perubahan dari keterbelakangan menuju kemajuan ekonomi dapat
dijelaskan dalam satu seri tahapan yang harus dilaului oleh setiap
negara. Adapun tahapan tersebut adalah:
(1) Tahapan perekonomian tradisional;
(2) Tahapan pra kondisi tinggal landas;
(3) Tahapan tinggal landas;
(4) Tahapan menuju kedewasaan;
(5) Tahapan konsumsi massa tinggi.
Diasumsikan juga terdapat hubungan ekonomi langsung antara
besarnya total stok modal (K), dengan GNP total (Y). setiap tambahan
neto terhadap stok modal dalam bentuk investasi baru akan
24
menghasilkan kenaikan arus output nasional atau GNP (Todaro dan
Smith, 2003:63).
Persamaan tersebut merupakan bentuk sederhana dari teori
pertumbuhan Harrod-Domar. Persamaan tersebut menjelaskan secara
jelas bahwa tingkat pertumbuhan GNP (ΔY/Y) ditentukan bersama-
sama oleh rasio tabungan nasional (s), serta rasio modal output
nasional (k). secara lebih spesifik , persamaan tersebut mentakan
bahwa tanpa adaya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan
pendapatan nasional berbanding lurus dengan rasio tabungan (semakin
besar bagian GNP yang ditabung atau diinvestasikan, K pertumbuhan
GNP yang akan dihasilkan menjadi lebih besar), dan berbanding
terbalik dengan rasio modal output di suatu perekonomian (semakin
besar rasio modal-output nasional (k), maka tingkat pertumbuhan
ekonomi semakin rendah).
Jadi berdasarkan teori Harrod-Domar agar dapat tumbuh
dengan pesat, maka setiap perekonomian harus menabung dan
menginvestasikan sebanyak mungkin GNP-nya. Akan tetapi tingkat
pertumbuhan aktiva yang dapat dijangkau pada tiap tingkat tabungan
dan investasi juga bergantung pad produktivitas investasi tersebut.
2. Desentralisasi Fiskal
Dalam menganalisis Pengaruh PAD, DAK dan DBH terhadap
Pertumbuhan Ekonomi (studi kasus kabupaten/kota propinsi Jawa
25
Tengah), penelitian ini mendasarkan pada teori-teori yang relevan
sehingga mendukung bagi tercapainya hasil penelitian yang ilmiah.
Teori-teori ini yang akan dijadikan peneliti sebagai dasar
pemikiran dan menjadi acuan dalam melakukan penelitian. Selain itu,
agar secara empiris dapat dihubungkan dengan hasil-hasil penelitian
sejenis atau yang memiliki topik yang hampir sama, maka dilengkapi
juga dengan beberapa penelitian terdahulu. Penelitian-penelitian
terdahulu tersebut sekaligus menjadi acuan dan komparasi dalam
penelitian ini.
Dengan demikian, desentralisasi fiskal akan memberi
keleluasaan kepada daerah untuk menggali potensi daerah dan
memperoleh transfer dari pusat dalam kerangka keseimbangan fiskal.
Simanjuntak (2001:99) berpendapat ada empat alasan untuk
mempunyai sistem pemerintahan yang terdesentralisai yaitu:
Desentralisasi merupakan bagian dari strategi setiap institusi
yang berkehendak untuk tidak mati dalam persaingan global. Ia adalah
strategi untuk menjadi kompetitif. Demikian pula bagi sebuah negara.
Desentralisasi menjadikannya terbagi menjadi bagian-bagian kecil
yang terintegrasi dan menjadi sebuah "makhluk organik" yang
bergerak efisien mengatasi tantangan global. Dalam praktik,
desentralisasi dan otonomi bersifat tumpang tindih.
Namun, dalam makna keduanya memiliki perbedaan.
Desentralisasi merupakan sistem pengelolaan yang berkelebihan
26
dengan sentralisasi. Jika sentralisasi adalah pemusatan pengelolaan,
maka desentralisasi adalah pembagian dan pelimpahan. Menurut
Rondinelli dan Cheema yang dikutip oleh Sarundajang (1999:32)
bahwa Desentralisasi adalah "the transfer of planning, decission
making, or administrative authority from the central government to its
field organizations, local administrative units, semi-autonomous and
parastatal organizations".
Keputusan menerapkan Desentralisasi fiskal menuntut adanya
peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah. Berdasarkan teori
Tiebout Model yang menjadi landasan konsep desentralisasi fiskal,
bahwa dengan adanya pelimpahan wewenang akan meningkatkan
kemampuan daerah dalam melayani kebutuhan barang publik dengan
lebih baik dan efisien. Penyebab mendasar dari peningkatan
kemampuan tersebut adalah karena pemerintah daerah dipandang lebih
mengetahui kebutuhan dan karakter masyarakat lokal, sehingga
program-program dari kebijakan pemerintah akan lebih efektif untuk
dijalankan, sekaligus dari sisi penganggaran publik akan muncul
konsep efisiensi karena tepat guna dan berdaya guna (Sumarsono dan
Utomo, 2009:53).
Hubungan desentralisasi dan otonomi, yaitu pada dasarnya
otonomi adalah derivat dari desentralisasi daerah-daerah otonom, yaitu
daerah yang mandiri, tingkat kemandirian diturunkan dari tingkat
desentralisasi yang diselenggarakan semakin tinggi derajat
27
desentralisasi, semakin tinggi otonomi daerah. Sedangkan
desentralisasi, yang dimaksudkan dalam UU No. 32 tahun 2004
menyatakan penyerahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah
pusat kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Desentralisasi adalah prinsip pendelegasian
wewenang dari pusat ke bagian-bagiannya, baik bersifat kewilayahan
maupun kefungsian.
Menurut Prawirosetoto (2002), Desentralisasi fiskal adalah
pendelegasian tanggung jawab dan pembagian kekuasaan dan
kewenangan untuk pengambilan keputusan di bidang fiskal yang
meliputi aspek penerimaan (tax assignment) maupun aspek
pengeluaran (expenditure assignment). Desentralisasi fiskal ini
dikaitkan dengan tugas dan fungsi pemerintah daerah dalam
penyediaan barang dan jasa publik (public goods / public service).
Desentralisasi fiskal merupakan inti dari desentralisasi itu
sendiri karena pemberian kewenangan di bidang politik maupun
administrasi tanpa dibarengi dengan desentralisasi fiskal merupakan
desentralisasi yang mempunya kriteria sebagai berikut:
1. Representasi demokrasi, untuk memastikan hak seluruh warga
Negara untuk berpartisipasi secara langsung pada keputusan yang akan
mempengaruhi daerah atau wilayah.
2. Tidak dapat dipraktekkanya pembuatan keputusan yang
tersentralisasi, adalah tidak realistis pada pemerintahan yang
28
sentralistis untuk membuat keputusan mengenai semua pelayanan
rakyat seluruh negara, terutama pada negara yang berpenduduk besar
seperti Indonesia.
3. Pengetahuan lokal (local knowledge), mereka yang berada pada
daerah lokal mempunyai pengetahuan yang lebih banyak mengenai
kebutuhan lokal, prioritas, kondisi, dll.
4. Mobilitas sumber daya, mobilitas pada bantuan dan sumber daya
dapat di fasilitasi dengan hubungan yang lebih erat di antara populasi
dan pembuat kebijakan pada tingkat lokal.
Secara umum konsep desentralisasi pada dasarnya terdapat
empat jenis desentralisasi (Sidik, 2002:76), yaitu:
1) Desentralisasi politik (political decentralization), yaitu pemberian
hak kepada warga negara melalui perwakilan yang dipilih suatu
kekuasaan yang kuat untuk mengambil keputusan publik.
2) Desentralisasi administrasi (administrative decentralization), yaitu
pelimpahan wewenang guna mendistribusikan wewenang, tanggung
jawab dan sumber-sumber keuangan untuk menyediakan pelayanan
publik, terutama yang menyangkut perencanaan, pendanaan dan
manajemen fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada
aparat di daerah, badan otoritas tertentu atau perusahaan tertentu.
29
3) Desentralisasi fiskal (fiscal dezentralization) yaitu pelimpahan
wewenang dalam mengelola sumber-sumber keuangan, yang
mencakup:
a. Self-financing atau cost recorvery dalam pelayanan publik
terutama melalui pengenaan retribusi daerah.
b. Cofinancing atau coproduction, dimana pengguna jasa
berpartisipasi dalam bentuk pembayaran jasa atau kontribusi
tenaga kerja.
c. Transfer dari pemerintah pusat terutama berasal dari Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), sumbangan
darurat, serta pinjaman daerah (sumber daya alam)
4) Desentralisasi ekonomi (economic or market decentralization),
yaitu kebijakan tentang privatisasi dan deregulasi yang intinya
berhubungan dengan kebijakan pelimpahan fungsi-fungsi pelayanan
masyarakat dari pemerintah kepada sektor swasta sejalan dengan
kebijakan liberalisasi dan ekonomi pasar.
Dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip (rules)
money should follow function merupakan salah satu prinsip yang harus
diperhatikan dan dilaksanakan. Artinya, setiap penyerahan atau
pelimpahan wewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada
anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut
(Sasana,2009). Menurut Menteri Keuangan No. 224 / PMK.07 tahun
30
2008 komponen-komponen desentralisasi fiskal terdiri dari : PAD,
DAU, DBH.
Penerapan otonomi dan desentralisasi fiskal ditandai dengan
diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999
pada 1 Januari 2001. Dalam perjalanannya kedua undang-undang
tersebut menimbulkan beberapa permasalahan yang kemudian
diperbaiki oleh pemerintah melalui revisi undang-undang tersebut
menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diberlakukan pada
bulan desember 2004 (RPJMN 2004-2009) Dalam UU No. 32 Tahun
2004, desentralisasi diartikan sebagai penyerahan wewenang
pemerintah, oleh pemerintah (pusat) kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatan Republik Indonesia Menurut Ebel dan Yilmaz (2002) ada tiga
bentuk/variasi desentralisasi, dalam kaitannya dengan derajat
kemandirian pengambilan keputusan yang dilakukan di daerah, yaitu:
1. Decontretation
Merupakan pelimpahan kewenangan dari agen-agen
pemeritah pusat yang ada di ibukota negara, pada agen-agen di
daerah.
2. Delegation
31
Merupakan penunjukan oleh pemerintah pusat pada
pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan
dengan tanggung jawab pada pemerintah pusat
3. Devolution
Merupakan penyerahan urusan fungsi-fungsi pemerintah
pusat, pada pemerintah daerah, dimana daerah juga diberi
kewenangan dalam mengelolah penerimaan dan pengeluaran
daerahnya. Mengingat prinsip money follow function dalam
pelaksanaan otonomi daerah, maka maka desentralisasi fiskal di
Indonesia merupakan bentuk dari desentralisasi yang ketiga
(devolution). Lebih lanjut Slinko (2002) menyatakan bahwa: Under
the concept of “fiscal decentralization” we understand
theassignment of fiscal responsibilities to the lower levels of
goverment, thats, the degree of regional (local) autonomy and the
authority of local goverment to decide upon its own expanditure
and its ability to generate local revenues. Pernyataan Slinko
memepertegas pengertian desentralisasi fiskal, yaitu sebagai
bentuk transfer kewenangan (tanggung jawab dan fungsi) dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, termasuk di dalamnya
pemberian otoritas bagi pemerintah daerah untuk mengelola
penerimaan dan pengeluaran daerahnya sendiri. Desentralisasi
fiskal ini dikaitkan dengan tugas dan fungsi pemerintah daerah
32
dalam penyedian barang dan jas publik (pubilcgoods/public
services).
Ada dua keuntungan yang dapat dicapai dari penerapan
desentralisasi fiskal (Ebel dan Yilmaz, 2002:43), antara lain:
1. Efisiensi dan alokasi sumber-sumber ekonomi
Desentralisasi akan meningkatkan efisiensi karena
pemerintah daerah mampu memperoleh informasi yang lebih baik
(dibandingkan dengan pemerintah pusat) mengenai kebutuhan
rakyat yang ada di daerahnya. Oleh karena itu, pengeluaran
pemerintah daerah lebih mampu merefleksikan kebutuhan/pilihan
masyarakat di wilayah tersebut dibandingkan bila dilakukan oleh
pemerintah pusat.
2. Persaingan antara pemerintah daerah
Penyediaan barang publik yang dibiayai oleh pajak daerah
akan mengakibatkan pemerintah daerah berkompetisi dalam
menyediakan fasilitas publik yang lebih baik. Karena dalam sistem
desentralisasi fiskal, warga negara menggunakan metode ―vote by
feet‖ dalam menentukan barang publik di wilayah mana, yang akan
dimanfaatkan.
Untuk mengukur desentralisasi fiskal di suatu wilayah,
terdapat dua variabel umum yang sering digunakan, yaitu
pengeluaran dan penerimaan daerah. Ebel dan Yilmaz (2002)
menyatakan terdapat variasi dalam pemilihan indikator untuk
33
mengukur desentralisasi antara negara yang satu dengan negara
yang lain. Meskipun sama-sama menggunakan variabel yang
pengeluaran dan penerimaan pemerintah, yang menjadi pembeda
adalah variabel ukuran (size variabels) yang digunakan oleh
peneliti yang satu dengan peneliti yang lain. Ada tiga sizevariabels
yang umum digunakan, yaitu: jumlah penduduk, luas wilayah, dan
GDP.
Lebih lanjut Ebel dan Yilmaz (2002) bahwa baik
penerimaan dan atau pengeluaran pemerintah bukanlah indikator
yang sempurna untuk mengukur desentralisasi fiskal. Slinko (2002)
memberikan penjelas yang lengkap mengenai hal ini. The problem
with the expanditure decentralization is that local govermentusualy
does not have real degree of autonomy but act on behalf of the
regional and federal goverments. We also have problems with the
revenue side estimation of fiscal decentralization since those also
could be not the consequnce of municipal ability to rise and assign
taxes, but the consequence of the revenue-sharing policy of
regional goverment.
Meskipun kedua variabel tersebut bukanlah indikator
desentralisasi fiskal yang sempurna, penelitian ini akan
menggunakan share penerimaan daerah (penerimaan asli daerah,
PAD) terhadap total penerimaan daerah (TPD) untuk mengukut
kemandirian fiskal daerah (derajat desentralisasi daerah).
34
Pemilihan sisi penerimaaan sebagai indikator untuk mengukur
desentralisasi fiskal dikarenakan keterbatasan data yang tersedia
dari sisi pengeluaran.
3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Mardiasmo (2002:132), ―pendapatan asli daerah
adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi
daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang
sah‖.
Menurut Guritno Mangkosubroto (1997) menyatakan bahwa
pada umumnya penerimaan pemerintah diperlukan untuk membiayai
pengeluaran pemerintah. Pada umumnya penerimaan pemerintah dapat
dibedakan antara penerimaan pajak dan bukan pajak. Penerimaan
bukan pajak, misalnya adalah penerimaan pemerintah yang berasal
dari pinjaman pemerintah, baik pinjaman yang berasal dari dalam
negeri maupun pinjaman pemerintah yang berasal dari luar negeri.
Salah satu tujuan yang hendak dicapai melalui kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah yakni untuk menjadikan pemerintah
lebih dekat dengan rakyatnya sehingga pelayanan publik yang
dilakukan dapat menjadi lebih efisien dan efektif (Kuncoro, 2006:
521). Dengan demikian setiap daerah memiliki peluang yang lebih
besar untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan potensi yang
35
dimiliki dan memilih sektor ekonomi unggulan berdasarkan potensi
sumber daya daerah masing.
Desentralisasi berarti penyerahan urusan pemerintahan dari
pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah (Kuncoro,
2006:497). Semakin tinggi PAD yang diperoleh suatu daerah maka
akan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Brata
(2004) yang dikutip oleh Adi dan Harianto (2007) menyatakan bahwa
terdapat dua komponen penerimaan daerah yang berpengaruh positif
secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yaitu PAD
serta sumbangan dan bantuan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Tambunan (2006:36) bahwa
pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan
peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu. Namun apabila
eksploitasi PAD dilakukan secara berlebihan justru akan semakin
membebani masyarakat, menjadi disinsentif bagi daerah dan
mengancam perekonomian secara makro (Mardiasmo, 2002:87).
Di dalam TAP MPR No. IV/MPR/2000 ditegaskan bahwasanya
―kebijakan desentralisasi Daerah diarahkan untuk mencapai
peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreativitas Pemda,
keselarasan hubungan antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah
itu sendiri dalam kewenangan dan keuangan untuk menjamin
peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi dan kesejahteraan serta
penciptaan ruang yang lebih luas bagi kemandirian Daerah”. Sebagai
36
konsekuensi dari pemberian otonomi yang luas maka sumber-sumber
keuangan telah banyak bergeser ke Daerah baik melalui perluasan
basis pajak (taxing power) maupun dana perimbangan. Hal ini sejalan
dengan makna desentralisasi fiskal yang mengandung pengertian
bahwa kepada Daerah diberikan:
(1) kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri yang
dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber
utamanya adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan tetap
mendasarkan batas kewajaran.
(2) didukung dengan perimbangan keuangan antara Pusat dan
Daerah.
Sebagai salah satu tujuan yang hendak dicapai di dalam
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi Daerah, tentang kemandirian
Daerah bukan hal yang baru. Secara teoritis pengukuran kemandirian
Daerah diukur dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
4. Dana Alokasi Khusus
Dana alokasi khusus (DAK) adalah salah satu mekanisme
transfer keuangan Pemerintah Pusat ke daerah yang bertujuan antara
lain untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana fisik daerah
sesuai prioritas nasional serta mengurangi kesenjangan laju
pertumbuhan antar daerah dan pelayanan antarbidang (Ahmad
Subekan, 2012:88). DAK memainkan peran penting dalam dinamika
pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar di daerah karena–
37
sesuai dengan prinsip desentralisasi–tanggung jawab dan akuntabilitas
bagi penyediaan pelayanan dasar masyarakat telah dialihkan kepada
pemerintah daerah.
Dana alokasi khusus merupakan dana yang dialokasikan dari
APBN ke Daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan khusus yang
merupakan urusan daerah dan juga prioritas nasional antara lain:
kebutuhan kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi
atau prasarana, pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran
irigasi primer, dll.
Menurut UU yang baru (UU No. 32/2004 dan UU No.
33/2004), wilayah yang menerima DAK harus menyediakan dana
penyesuaian paling tidak 10% dari DAK yang ditransfer ke wilayah,
dan dana penyesuaian ini harus dianggarkan dalam anggaran daerah
(APBD). Meskipun demikian, wilayah dengan pengeluaran lebih besar
dari penerimaan tidak perlu menyediakan dana penyesuaian. Tetapi
perlu diketahui bahwa tidak semua daerah menerima DAK karena
DAK bertujuan untuk pemerataan dan untuk meningkatkan kondisi
infrastruktur fisik yang dinilai sebagai prioritas nasional.
a) Kriteria umum Dana Alokasi Khusus
Prioritas pengalokasian DAK diutamakan untuk daerah-
daerah yang memiliki kemampuan fiskal rendah atau di bawah
rata-rata. Kemampuan fiskal daerah tersebut didasarkan atas selisih
antara realisasi penerimaan daerah (pendapatan asli daerah, dana
38
perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah)
tidak termasuk sisa anggaran lebih (SAL) dengan Belanja Pegawai
Negeri Sipil Daerah (fiskal netto) pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
b) Kriteria Khusus Dana Alokasi Khusus
Pengalokasian DAK juga harus memperhatikan daerah-
daerah tertentu yang memiliki dan/atau berada di wilayah dengan
kondisi dan kebutuhan khusus, seperti :
¨Provinsi Papua dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD) yang merupakan Daerah otonomi khusus;
¨Kawasan Timur Indonesia, Pesisir dan Kepulauan, Perbatasan
Darat, Tertinggal/Terpencil, Penampung Program
Transmigrasi, Rawan Banjir dan Longsor.
Provinsi Maluku dan Maluku Utara sebagai Daerah Pasca
Konflik;
Pengalokasian DAK kepada daerah sepenuhnya menjadi
wewenang Pemerintah Pusat berdasarkan kriteria tertentu. Dalam
hal ini, peran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) hanyalah
menyediakan data bagi departemen teknis terkait. Peran pemda
dalam pengalokasian DAK bersifat pasif. Contoh kasus dalam
pengalokasian Dana Khusus ini adalah Dinas Kesehatan
Kabupaten Kupang, misalnya, belum pernah secara khusus
membuat perencanaan atau pengusulan DAK untuk membiayai
39
rencana kegiatannya. Walaupun pemda tidak melakukan langkah
apapun, Pemerintah Pusat tetap memberikan DAK kepada daerah
Pengalokasian dana dan sumber-sumbernya tergantung kepada
kebijakan pemerintah Kabupaten .
5. Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak
Dana Bagi Hasil adalah bagian daerah dari Penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan, Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,
dan penerimaan dari sumber daya alam. Dana Bagi Hasil merupakan
alokasi yang pada dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil
(Nurcholis, 2005).
Dalam pasal 11 UU No. 33 tahun 2004 Dana Bagi Hasil dibagi
menjadi dua yaitu dana bagi hasil pajak (DBHP) dan dana bagi hasil
yang bersumber dari sumber daya alam (DBHSDA). Dana Bagi Hasil
yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB); dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan
Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berasal dari : Kehutanan; Pertambangan
umum; Perikanan; Pertambangan minyak bumi; Pertambangan gas
bumi; dan Pertambangan panas bumi.
40
6. Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan
Dalam konteks negara kesatuan desentralisasi fiskal merupakan
penyerahan kewenangan fiskal dari otoritas Negara kepada daerah
otonom. Kewenangan fiskal paling tidak meliputi kewenangan untuk
mengelola pendapatan/perpajakan, keleluasaan untuk menentukan
anggaran dan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki daerah untuk
mebiayai pelayanan publik yang menjadi tugas daerah. Definisi
desentralisasi fiskal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Davey (2003) bahwa:
Fiscal decentralisation is the division of public expenditure and
revenue between levels of government, and the discretion given to
regional and local government to determine their budgets by levying
taxes and fees and allocating resources
Disisi belanja, diberikannya kewenangan fiskal kepada sebuah
daerah otonom didasarkan kepada prinsip agar alokasi sumber daya
lebih efisien dan efektif. Pemerintah Daerah yang lebih dekat ke
masyarakat diasumsikan lebih tahu kebutuhan masyarakat
dibandingkan dengan Pemerintah Pusat yang jauh.
Sehingga alokasi sumber daya yang dilakukan oleh Pemda
akan lebih responsif dan menjawab kebutuhan masyarakat. Sedangkan
disisi pendapatan, diberikannya kewenangan perpajakan kepada daerah
dimaksudkan agar partisipasi masyarakat pada pemerintah keuntuk
41
mendanai pelayanan publik lebih tinggi karena masyarakat dapat
merasakan langsung manfaat dari pembayaran pajak/retribusi tersebut.
Berdasarkan teori Tiebout Model yang menjadi landasan
konsep desentralisasi fiskal, bahwa dengan adanya pelimpahan
wewenang akan meningkatkan kemampuan daerah dalam melayani
kebutuhan barang publik dengan lebih baik dan efisien. Penyebab
mendasar dari peningkatan kemampuan tersebut adalah karena
pemerintah daerah dipandang lebih mengetahui kebutuhan dan
karakter masyarakat lokal, sehingga program-program dari kebijakan
pemerintah akan lebih efektif untuk dijalankan, sekaligus dari sisi
penganggaran publik akan muncul konsep efisiensi karena tepat guna
dan berdaya guna.
Desentralisasi fiskal akan mampu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, karena pemerintah
Kabupaten/Kota akan lebih efisien dalam produksi dan penyediaan
barang-barang publik. Pengeluaran untuk infrastruktur dan sektor
sosial yang merespon perbedaan-perbedaan regional dan lokal
mungkin akan lebih efektif dalam mempertinggi pembangunan
ekonomi daripada kebijakan-kebijakan sentralisai yang bisa jadi
mengabaikan perbedaan-perbedaan antar daerah tersebut. Hal ini dapat
dibenarkan sebab pemerintah Kabupaten/Kota mengetahui daerahnya
lebih baik daripada yang diketahui oleh pemerintah pusat (Sumarsono
dan Utomo, 2009).
42
Bank Dunia (1997) mengemukakan hubungan yang mungkin
terjadi antara Desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi yaitu,
desentralisasi akan meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah
sehingga berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi,
desentralisasi fiskal mempunyai dampak meningkatkan instabilisasi
makro ekonomi sehingga berdampak negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi serta, desentralisasi fiskal untuk suatu daerah bisa berdampak
positif maupun negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian terkait dampak desentralisasi fiskal terhadap
pertumbuhan ekonomi maupun ketimpangan antar wilayah telah banyak
dilakukan oleh peneliti. Beberapa diantaranya dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Lintantia Fajar Apriesa, Miyasto (2013) yang melakukan
penelitian di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah dengan judul
Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah
dan Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Tengah.Variabel
independen yang digunakan adalah desentralisasi fiskal, pajak daerah,
pertumbuhan populasi atau jumlah penduduk, tenaga kerja, ketimpangan
pendapatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah OLS (
Ordinary Least Square ) data panel. Model analisis regresi menggunakan
regresi biasa. Dari Tabel dapat dianalisis bahwa nilai Probabilitas t-
43
statistik kurang dari nila alpha 0,05 berarti signifikan atau Ho diterima
,variabel DF POP TK mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen EG ( Pertumbuhan ), sedangkan variabel TX nilai
probabilitas t-statistik lebih dari 0,05 Ho ditolak berarti tidak signifikan.
Pajak Daerah ( TX ) mempunyai hasil tidak signifikan terhadap
pertumbuhan Ekonomi, tujuan awal pajak daerah adalah untuk membiayai
pengeluaran pemerintah sehingga pajak akan mengurangi pertumbuhan
ekonomi .
2. Mohammad. Rizal Mubaroq, Prof. Dr. Hj. Sutyastie S. Remi,
SE., Dr. Ir. Bagdja Muljarijadi (2013) yang melakukan penelitian di
Indonesia dengan judul ―Pengaruh Investasi Pemerintah, Tenaga Kerja dan
Desentralisasi fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten
Indonesia 2007-2010‖. Variabel independen yang digunakan
yaitu:Investasi pemerintah, rasio realisasi belanja modal terhadap PDRB
nominal kabupaten , jumlah tenaga kerja,kemandirian daerah sebagai
ukuran desentralisasi fiskal, berupa rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah
(PAD) terhadap jumlah Total pendapatan daerah kabupaten PDRB riil Per
Kapita kabupaten. Untuk mengestimasi parameter model dengan data
panel ada tiga metode yang akan diangkat yaitu metode Ordinary Least
Square (common effect), Fixed Effect dan Random Effect. Dari ketiga
metode tersebut kemudian dipilih yang paling sesuai untuk digunakan
dengan data yang ada. Berdasarkan hasil perhiungan menggunakan
Eviews, ternyata terjadi perbaikan padamodel fixed effect yang digunakan
44
dalam penelitian khususnya pada standard error dan tingkat signifikansi.
Variabel W (tenaga kerja) dan KD (kemandirian daerah) yang semula
signifikan pada level α=10% dan α=5%, setelah dikoreksi meningkat
menjadi signifikan pada level α=1%. Oleh karena itu model fixed efect
dengan prosedur koreksi White tersebut yang lebih tepat untuk digunakan.
3. Muhammad Zahir Faridi (2011) yang melakukan penelitian di
Pakistan dengan judul Contribution of Fiscal Decentralization to
Economic Growth: Evidence from Pakistan. Variabel independen yang
digunakan pengeluaran pemerintah, desentralisai fiskal, sedangkan
variabel dependennya yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi. Alat analisis
yang digunakan yaitu Untuk mengestimasi parameter model yang akan
diangkat yaitu metode Ordinary Least Square (common effect), Hasilnya
bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi dengan koefisien sebesar – 0,05.
4. Duc Hong Vo (2010) yang melakukan penelitian di Australia
dengan judul The Economics of Fiscal Decentralization. Variabel yang
digunakan adalah pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah, pajak,
dan penerimaan pemerintah. Alat analisis yang digunakan yaitu Untuk
mengestimasi parameter model yang akan diangkat yaitu OLS (Ordinary
Least Square ) data panel. Hasilnya bahwa pengeluaran pemerintah, pajak,
dan penerimaan pemerintah berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai dengan teori Tiebout Model.
45
5. Hadi Sasana (2009) yang melakukan penelitian pada
kabupaten/kota di Jawa Tengah, dengan judul Analisis Dampak
Pertumbuhan Ekonomi, Kesenjangan Antar Daerah dan Tenaga Kerja
Terserap Terhadap Kesejahteraan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Tengah Dalam Era Desentralisasi Fiskal. Penelitian ini menggunakan data
sekunder berbentuk time series dari tahun 2001 sampai dengan 2005, dan
data cross section yang terdiri atas 35 kabupaten/kota, sehingga
merupakan pooled data yaitu gabungan antara data time series (tahun
2001-2005: 5 tahun) dengan data cross section 35 kabupaten/kota.
Variabel yang digunakan adalah Pertumbuhan Ekonomi (Y1),
Kesenjangan Ekonomi Antar Daerah (Y2), Tenaga Kerja Terserap (Y3),
Kesejahteraan masyarakat (Y4) dan Desentralisasi Fiskal (X1). Hasil
penelitian adalah Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan
mempunyai hubungan yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat di
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, kesenjangan ekonomi antar
daerah berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif
terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota di Provinsi Jawa
Tengah, tenaga kerja terserap berpengaruh signifikan dan mempunyai
hubungan yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat di
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.
6. Amin Pujiati (2008) yang melakukan penelitian pada
Karesidenan Semarang dengan judul ―Analisis Pertumbuhan Ekonomi di
Karesidenan Semarang Era Desentralisasi Fiskal‖. Variabel independen
46
yang digunakan yaitu PAD, DAU, DBH dan tenaga kerja (TK), sedangkan
variabel dependen yang digunakan yaitu pertumbuhan ekonomi yang di
proksi dengan PDRB. Alat analisis yang digunakan yaitu regresi dengan
model data panel menggunakan metode Generalized Least Squares (GLS)
dengan pendekatan fixed effect. Hasil penelitian diperoleh bahwa
Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi, Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, Dana Bagi Hasil
(DBH) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,
tenaga kerja (TK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Keterkaitan antara Penelitian Terdahulu dengan
Penelitian Sekarang adalah bahwa fokus perhatian akan dilakukan
terhadap daerah kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah . Pertimbangan
utamanya adalah bahwa daerah kabupaten/kota sesungguhnya merupakan
ujung tombak pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia. Daerah
kabupaten/kota secara langsung mengetahui preferensi masyarakat lokal
dan potensi sumber daya daerah. Hal ini juga dapat disinyalir dari
perkembangan jumlah daerah kabupaten/kota yang terus meningkat tajam,
dibandingkan dengan perkembangan jumlah provinsi di Indonesia,
menggunakan alat analisis yang berbeda, tahun dan tempat penelitian yang
berbeda, hasil analisis yang berbeda sesuai dengan parameter yang ada.
47
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Penulis Judul Penelitian Variabel Alat Analisis Kesimpulan
Lintantia
Fajar
Apriesa,
Miyasto
(2013)
Pengaruh
Desentralisasi
Fiskal terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi
Daerah dan
Ketimpangan
Pendapatan di
Provinsi Jawa
Tengah
Desentralisasi
Fiskal, Pajak
Daerah,
Pertumbuhan
Populasi atau
Jumlah
Penduduk,
Tenaga Kerja,
Ketimpangan
Pendapatan
OLS (
Ordinary
Least Square )
data panel.
Nilai Probabilitas t-
statistik kurang dari
nila alpha 0,05 berarti
signifikan atau Ho
diterima ,variabel DF
POP TK mempunyai
pengaruh yang
signifikan terhadap
variabel dependen EG
( Pertumbuhan ),
sedangkan variabel TX
nilai probabilitas t-
statistik lebih dari 0,05
Ho ditolak berarti
tidak signifikan. Pajak
Daerah ( TX )
mempunyai hasil tidak
signifikan terhadap
ertumbuhan EkonomI.
Mohammad.
Rizal
Mubaroq,
Prof. Dr. Hj.
Sutyastie S.
Remi, SE.,
Dr. Ir.
Bagdja
Muljarijadi
(2013)
Pengaruh
Investasi
Pemerintah,
Tenaga Kerja
dan
Desentralisasi
fiskal Terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi di
Kabupaten
Indonesia 2007-
2010
Investasi
Pemerintah,
Belanja
Modal
PDRB,
Tenaga Kerja
,Kemandirian
Daerah,
Pendapatan
Asli Daerah
(PAD)
Ordinary
Least Square
(common
effect), Fixed
Effect dan
RandomEffect
Variabel W (tenaga
kerja) dan KD
(kemandirian daerah)
yang semula signifikan
pada level α=10% dan
α=5%, setelah
dikoreksi meningkat
menjadi signifikan
pada level α=1%. Oleh
karena itu model fixed
efect dengan prosedur
koreksi White tersebut
yang lebih tepat untuk
digunakan.
Muhammad
Zahir Faridi
(2011)
Contribution of
Fiscal
Decentralization
to Economic
Growth:
Evidence from
Pengerluaran
Pemerintah,
Desentralisasi
Fiskal
Ordinary
Least Square
(common
effect), Fixed
Effect
Hasilnya bahwa
desentralisasi fiskal
berpengaruh secara
positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan
ekonomi dengan
48
Pakistan koefisien sebesar –
0,05
Duc Hong
Vo (2010)
The Economics
of Fiscal
Decentralization
Pertumbuhan
Ekonomi
Pengeluaran
Pemerintah,
Pajak,
Penerimaan
Pemerintah
OLS
(Ordinary
Least Square )
data panel.
Hasilnya bahwa
pengeluaran
pemerintah, pajak,
penerimaanpemerintah
berpengaruh secara
positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan
ekonomi sesuai
dengan teori Tiebout
Model
Hadi Sasana
(2009)
Analisis
Dampak
Pertumbuhan
Ekonomi,
Kesenjangan
Antar Daerah
dan Tenaga
Kerja Terserap
Terhadap
Kesejahteraan di
Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa
Tengah Dalam
Era
Desentralisasi
Fiskal
Pertumbuhan
Ekonomi
(Y1),
Kesenjangan
Ekonomi
Antar Daerah
(Y2), Tenaga
Kerja
Terserap
(Y3),
Kesejahteraan
masyarakat
(Y4) dan
Desentralisasi
Fiskal (X1).
Analisis
regresi
dengan
variabel yang
dibakukan
(standardise
regression).
Pertumbuhan ekonomi
berpengaruh signifikan
dan mempunyai
hubungan yang positif
terhadap kesejahteraan
masyarakat di
kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Tengah,
kesenjangan ekonomi
antar daerah
berpengaruh signifikan
dan mempunyai
hubungan yang negatif
terhadap kesejahteraan
masyarakat di
kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Tengah,
tenaga kerja terserap
berpengaruh signifikan
dan mempunyai
hubungan yang positif
terhadap kesejahteraan
masyarakat di
kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Tengah.
Amin Pujiati
(2008)
Analisis
Pertumbuhan
Ekonomi di
Karesidenan
Semarang Era
Desentralisasi
Fiskal
PDRB, PAD,
DBH, DAU,
Tenaga Kerja
Generalized
Least Squares
(GLS), dengan
pendekatan
fixed effect.
1. Pendapatan Asli
Daerah mempunyai
hubungan yang positif
dan berpengaruh
secara signifikan
terhadap pertumbuhan
ekonomi di
karesidenan semarang
49
2. Dana Alokasi
Umum berpengaruh
secara negatif dan
signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi
di Karesidenan
semarang
3. Peranan Dana Bagi
Hasil terhadap
pertumbuhan ekonomi
adalah positif dan
signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi
di Karesidenan
semarang
4. Peranan Tenaga
Kerja terhadap
pertumbuhan ekonomi
adalah positif dan
signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi
di karesidenan
semarang
5.Ketimpangan
regional maupun
sektoral semakin
meningkat setelah
pelaksanaan
desentralisasi fiskal.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan penelitian terdahulu, dimodifikasi dengan mengacu
pada keputusan Menteri Keuangan No. 224 / PMK.07 tahun 2008.
Variabel yang digunakan yaitu : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
50
Umum, dan Dana Bagi Hasil sebagai variabel X1, X2, dan X3 akan
mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi sebagai variabel Y.
Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah
yang berasal dari daerah sendiri yang digunakan untuk membiayai
kebutuhan daerah. Semakin tinggi PAD yang diperoleh suatu daerah maka
akan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Hal ini bisa
terjadi karena dengan penerimaan PAD yang semakin tinggi, daerah
semakin bisa memenuhi kebutuhan pembangunan dalam sektor pelayanan
kepada publik sehingga produktifitas masyarakat dan investror meningkat
yang selanjutnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dana Alokasi Khusus adalah salah satu mekanisme transfer
keuangan Pemerintah Pusat ke daerah yang bertujuan antara lain untuk
meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana fisik daerah sesuai
prioritas nasional serta mengurangi kesenjangan laju pertumbuhan antar
daerah dan pelayanan antar bidang. DAK memainkan peran penting dalam
dinamika pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar di daerah
karena–sesuai dengan prinsip desentralisasi–tanggung jawab dan
akuntabilitas bagi penyediaan pelayanan dasar masyarakat telah dialihkan
kepada pemerintah daerah.Pengalokasian DAK kepada daerah sepenuhnya
menjadi wewenang Pemerintah Pusat berdasarkan kriteria tertentu. Dana
Bagi Hasil merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari pusat
yang merupakan dana perimbangan. Dana Bagi Hasil merupakan
penjumlahan dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber
51
Daya Alam. Pemerintah daerah akan mampu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi apabila Dana Bagi Hasil yang diperoleh pemerintah daerah
semakin besar.
Penelitian ini menggunakan tiga variabel independen yaitu
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil
Pajak/Bukan Pajak serta satu variabel dependen yaitu Pertumbuhan
Ekonomi. Adapun yang menjadi Kerangka Pemikiran penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
tbshP
UU RI No. 25 tahun 1999
yang disempurnakan
dengan UU RI No. 33
tahun 2004.
PAD
DAK
DBH
Model : Model ekonomi, baik
hubungan secara langsung, tidak
langsung maupun hubungan timbal
balik
Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Tengah Tahun
2003-2011
Desentralisasi Fiskal
52
D. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang bersifat sementara, tentang
adanya suatu hubungan tertentu antara variabel-variabel yang digunakan
(kusmayadi dan sugiantoro, 2000), dalam arti hipotesis dapat diubah,
diganti dengan hipotesis lain yang yang lebih tepat. Hal ini dimungkinkan
karena hipotesis yang diperoleh tergantung pada masalah yang diteliti dan
konsep yang digunakan. Maka hipotesis untuk penelitian ini dapat
diajukan sebagai berikut:
Pertumbuhan Ekonomi:
1. Ha : diduga ada hubungan yang signifikan dan positif dari PAD
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Tengah tahun 2003-2011 saat pelaksanaan desentralisasi fiskal.
2. Ha : diduga ada hubungan yang signifikan dan positif dari DAK
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Tengah tahun 2003-2011 saat pelaksanaan desentralisasi fiskal.
3. Ha : diduga ada hubungan yang signifikan dan positif dari DBH
Pajak/Bukan Pajak terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011 saat
pelaksanaan desentralisasi fiskal.
53
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan model statistika untuk keperluan
estimasi. Dalam metode statistika alat analisis yang biasa di pakai dalam
khasanah penelitian adalah analisis regresi. Populasi dalam penelitian ini
adalah pemerintah daerah di Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Tengah.
Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah Kabupaten Purbalingga,
Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Wonosobo,
Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Rembang, Kabupaten Batang, Kota
Salatiga. Untuk memudahkan pemahaman penelitian, perlu penegasan
tentang variabel yang digunakan. Dalam penelitian ini menggunakan satu
variabel dependen (terikat) dan tiga variabel independen (bebas). Variabel
dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB. Sedangkan
variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah PAD,
DAK, dan DBH Pajak/Bukan Pajak. Populasi penelitian ini selama periode
2003-2011 sedangkan sampel yang digunakan delapan kabupaten/kota
Provinsi Jawa Tengah.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
(Arikunto:1998:117). Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah
delapan Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
54
Teknik pengambilan sampelnya adalah purposive sampling, yaitu
cara pengambilan sampel didasarkan atas dasar tujuan tertentu atau target
tertentu. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah dengan
mengambil data tahunan terhadap objek yang sesuai dengan tujuan
penlitian. Peneliti mengambil delapan kabupaten/kota antara lain:
Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen,
Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Rembang,
Kabupaten Batang, Kota Salatiga.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data sangat penting untuk
mempertanggungjawabkan kebenaran ilmiah suatu penelitian, selain itu
metode penelitian juga diperlukan untuk memperoleh hasil yang sesuai
dengan tujuan penelitian yang dikehendaki.
1. Sumber Data
a. Data PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011 bersumber
dari kantor BPS Provinsi Jawa Tengah.
b. Data Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011 bersumber dari BPS
Provinsi Jawa Tengah.
c. Data Realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011 bersumber dari BPS
Provinsi Jawa Tengah.
55
d. Data Realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak/Bukan Pajak
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011 bersumber
dari BPS Provinsi Jawa Tengah.
2. Metode Pengumpulan Data
a. Library Research
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh dari membaca literatur, buku, artikel, jurnal dan
sejenisnya yang berhubungan dengan aspek yang diteliti sebagai
untuk memperoleh data yang valid.
b. Internet Research
Buku Referensi atau literature yang penulis miliki atau
pinjam di perpustakaan tertiggal selama beberapa waktu atau
kadaluarsa, karena ilmu selalu berkembang, oleh karena itu untuk
mengantisipasi hal tersebut penulis melakukan penelitian dengan
teknologi yang juga berkembang yaitu dengan internet sehingga
data yang diperoleh merupakan data yang sesuai dengan
perkembangan zaman.
D. Metode Analisis
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah dirumuskan
maka metode analisis dalam penelitian ini adalah metode analisis
kuantitatif , yaitu di mana data yang digunakan dalam penelitian berbentuk
angka, dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah kuantitatif
dengan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan dan meringkaskan
56
berbagai kondisi, berbagai situasi, atau beberapa variabel yang timbul di
masyarakat yang menjadi obyek penelitian ini. Dimana metode analisis
dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik analisis yaitu:
1. Metode Data Panel
Metode analisis yang penulis gunakan secara umum
menganalisis tentang Pengaruh Pajak Asli Daerah, Dana Alokasi
Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Tengah adalah metode
kuantitatif. Data ini berbentuk data time series darti tahun 2003 sampai
2011 dan cross section yang terdiri dari 5 kabupaten dan 1 kota
sehingga data yang digunakan adalah pooled data (data panel).
Data panel atau pooled data merupakan kombinasi dari data
time series dan cross section. Dengan mengakomodasi informasi baik
yang terkait dengan variabel-variabel cross section maupun time
series, data panel secara substansial mampu menurunkan masalah
omitted-variables, model yang mengabaikan variabel yang relevan
(Wibisono, 2005). Untuk mengatasi interkorelasi di antara variabel-
variabel bebas yang pada akhirnya dapat mengakibatkan tidak tepatnya
penaksiran regresi, metode data panel lebih tepat untuk digunakan
(Griffiths, 2001 : 351).
Menurut (Gujarati : 2003) keuntungan data panel anatar lain:
a. Bila data panel berhubungan dengan individu, perusahaan, negara,
daerah dan lain-lain pada waktu tertentu, maka data tersebut adalah
57
homogen, sehingga penaksiran dan dapat dipertimbangkan dalam
perhitungan.
b. Kombinasi data time series dan cross section akan memberi
informasi yang lebih lengkap, beragam, kurang berkorelasi antar
variabel, derajat bebas lebih besar dan lebih efisien.
c. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan
dinamis dibanding dengan studi berulang dari cross section.
d. Data panel lebih baik mendeteksi dan mengukur efek yang secara
sederhana tidak dapat diukur oleh data time series atau cross
section.
e. Data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih
kompleks, misalnya skala ekonomi dan perubahan teknologi.
f. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi
individu atau perusahaan karena unit data yang lebih banyak.
2. Permodelan Data Panel
Menurut Nachrowi dan Usman, (2006 : 311) untuk
mengestimasi parameter model dengan data panel, terdapat beberapa
teknik antara lain:
a. Pooled Least Square
Pendekatan yang paling sederahan dalam pengolahan data
panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa
yang diterpakan dalam data berbentuk pool, sering disebut pula
dengan Pooled Least Square.
58
Kelemahan metode Ordinary Least Square ini adalah
ketidaksesuaian model dengan keadaan yang sesungguhnya.
Kondisi ini tiap objek saling berbeda, bahkan satu objek pada
suatu waktu akan sangat berbeda pada kondisi objek tesebut pada
waktu yang lain (Wing Wahyu Winarno 2007:9.14)
b. Model Efek Tetap (Fixed Effect)
Metode efek tetap ini dapat menunjukkan perbedaan antar
objek meskipun dengan koefisien regresor yang sama. Model ini
dikenal dengan model regresi Fixed Effect (efek tetap). Efek tetap
ini dimaksudkan adalah bahwa satu objek, memiliki konstan yang
tetap besarnya untuk berbagai periode waktu. Demikian juga
dengan koefisien regresinya, tetap besarnya dari waktu ke waktu
(time invariant).
Keuntungan metode efek tetap ini adalah dapat
membedakan efek individual dan efek waktu dan tidak perlu
mengasumsikan bahwa komponen eror tidak berkorelasi dengan
variabel bebas yang mungkin sulit dipenuhi. Dan kelemahan
metode efek tetap ini adalah ketidaksesuaian model dengan
keadaan yang sesungguhnya. Kondisi tiap objek saling berbeda,
bahkan satu objek pada suatu waktu akan sangat berbeda dengan
kondisi objek tersebut pada waktu yang lain.
59
c. Model Efek Random
Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam
model efek tetap (fixed effect) tak dapat dipungkiri akan dapat
menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel
boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan
(degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi
efisiensi dari parameter yang diestimasi. Model panel data yang di
dalamnya melibatkan korelasi antar error term karena berubahnya
waktu karena berbedanya observasi dapat diatasi dengan
pendekatan model komponen eror (error component model) atau
disebut juga model efek acak (random effect).
Metode ini digunakan untuk mengatasi kelemahan metode
efek tetap yang menggunakan variabel semu, sehingga model
mengalami ketidakpastian. Tanpa menggunakan variabel semu,
metode efek random menggunakan residual, yang diduga memiliki
hubungan antar waktu dan antar objek. Syarat untuk menganalisis
efek random yaitu objek data silang harus lebih besar daripada
banyaknya koefisien (Wing Wahyu Winarno, 2007).
3. Pemilihan Model Data Panel
Ada 2 tahap dalam memilih metode dalam data panel. Pertama
kita harus membandingkan PLS dengan FEM terlebih dahulu.
Kemudian dilakukan uji F-test. Jika hasil menunjukkan model PLS
yang diterima, maka model PLS lah yang akan dianalisa. Tapi jika
60
model FEM yang diterima, maka tahap kedua dijalankan, yakni
melakukan perbandingan lagi dengan model REM. Setelah itu
dilakukan pengujian dengan Hausman test untyk menentukan metode
mana yang akan dipakai, apakah FEM atau REM.
a. PLS vs FEM ( Uji Chow)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui model Pooled Least
Square (PLS) atau FEM yang akan digunakan dalam estimasi.
Relatif terhadap Fixed Effect Model, Pooled Least Square adalah
restricted model dimana ia menerapkan intercept yang sama
untuk seluruh individu. Padahal asumsi bahwa setiap unit cross
section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis
mengingat dimungkinkan saja setiap unit tersebut memiliki
perilaku yang berbeda. Untuk mengujinya dapat digunakan
restricted F-test, dengan hipotesis sebagai berikut.
H0: Model PLS (Restricted)
H1: Model Fixed Effect (Unrestricted)
Di mana restricted F-test dirumuskan sebagai berikut:
F = (R2
UR – R2
R) / m
(1 – R2
UR) / df
Di mana:
R2
UR : Unrestricted R2
R2
R : Restructed R2
m : df for numerator (N-1)
61
df : df for denominator (NT-N-K)
N : Jumlah Unit cross section
T : Jumlah Unit time series
K : Jumlah koefisien variabel
Jika nilai F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak, artinya model
panel yang baik untuk digunakan adalah Fixed Effect Model, dan
sebaliknya jika H0 diterima, maka model FEM harus diuji kembali
untuk memilih apakah akan memakai model FEM atau REM baru
dianalisis.
b. FEM vs REM (Uji Hausman)
Ada beberapa pertimbangan teknis empiris yang dapat
digunakan sebagai panduan untuk memilih antara Fixed Effect
Model atau Random Effect Model yaitu:
1. Bila T (jumlah unit time series) besar sedangkan N (jumlah
unit cross section) kecil, maka hasil FEM dan REM tidak jauh
berbeda. Dalam hal ini pilihan umumnya akan didasarkan
pada kenyamanan perhitungan, yaitu FEM.
2. Bila N besar dan T kecil, maka hasil estimasi kedua
pendekatan dapat berbeda signifikan. Jadi, apabila kita
meyakini bahwa unit cross section yang kita pilih dalam
penelitian diambil secara acak (random) maka REM harus
digunakan. Sebaliknya, apabila kita meyakini bahwa unit
62
cross section yang kita pilih dalam penelitian tidak diambil
secara acak maka kita menggunakan FEM.
3. Apabila cross section error component (€i) berkorelasi dengan
variabel bebas X maka parameter yang diperoleh dengan
REM akan bias sementara parameter yang diperoleh dengan
FEM tidak habis.
4. Apabila N dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari
REM dapat terpenuhi, maka REM lebih efisien dibandingkan
tidak bias.
Keputusan penggunaan FEM dan REM dapat pula
ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan
dengan Hausman. Spesifikasi ini akan memberikan penilaian
dengan menggunakan Chi-square statistik sehinggan keputusan
pemilihan model akan dapat ditentukan secara statistik.
Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Setelah dilakukan pengujian ini, hasil dari Haussman test
dibandingkan dengan Chi-square statistik dengan df = k, di mana k
adalah jumlah koefesien variabel yang diestimasi. Jika hasil dari
Hausman test signifikan, maka H0 ditolak , yang FEM digunakan.
63
4. Model Empiris
Model persamaan yang akan diestimasi pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
PDRBit = β0 + β 1 PADit + β 2 DAKit + β 3 DBHit + etit
Dimana:
PDRBit : PDRB atas dasar harga konstan daerah i pada
periode t
PADit : Pendapatan Asli Daerah di daerah i pada periode t
DAKit : Dana Alokasi Khusus di daerah i pada periode t
DBHit : Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak di daerah i
pada periode t
β0..., βn : koefisien regresi (kosntanta)
etit : error term
Setelah model penelitian diestimasi maka akan diperoleh nilai
dan besaran dari masing-masing parameter dalam model persamaan
diatas. Nilai dari parameter positif atau negatif selanjutnya akan
digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.
5. Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan regresi, terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi klasik untuk melihat apakah data terbebas dari masalah
multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji asumsi
klasik ini penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier
tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased
64
Estimator =BLUE), yang berarti model regresi tidak mengandung
masalah. Untuk itu perlu dibuktikan lebih lanjut apakah model regresi
yang digunakan sudah memenuhi asumsi tersebut. Asumsi-asumsi
tersebut antara lain:
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel terikat dan variabel bebas, keduanya
mempunyai distribusi normal atau tidak normal. Penulis
melakukan uji normalitas data dengan uji grafik profitability plot
yang membandingkan distribusi komulatif dari data sesungguhnya
dengan distribusi normal. Distribusi normal membentuk satu garis
lurus diagonal dan ploting data akan dibandingkan dengan garis
diagonal. Jika distribusinya data adalah normal, maka garis yang
menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis
diagonalnya (Ghozali, 2001:84).
b. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah kondisi adanya hubungan linear
antar variabel independen. Karena melibatkan beberapa variabel
independen, maka multikolinearitastidak akan terjadi pada
persamaan regresi sederhana (yang terdiri atas satu variabel
dependen dan satu variabel independen).
Menurut Nachrowi dan Usman (2006:96) ada beberapa
dampak yang ditimbulkan oleh kolinieritas tersebut antara lain:
65
1. Varian koefisien regresi menjadi besar.
2. Varian yang besar sebagaimana dibicarakan diatas,
menimbulkan beberapa permasalahan.
3. Sekalipun multikolinieritas dapat mengakibatkan banyak
variabel yang tidak signifikan, tetapi koefisien determinasi
(R2) tetap tinggi, dan uji F signifikan. Secara matematis kedua
hal tersebut dapat diketahui penyebabnya.
4. Hal lain yang terkadang terjadi adalah angka estimasi
koefisien regresi yang didapat akan mempunyai nilai yang
tidak sesuai dengan substansi, atau kondisi yang dapat diduga
atau dirasakan akal sehat, sehingga dapat menyesatkan
interpretasi.
Cara untuk mendeteksi terhadap multikolinearitas pada
penelitian ini dilakukan seperti R2
yang tinggi dan Uji F yang
signifikan, tetapi banyak koefisien regresi dalam Uji t yang tidak
signifikan. Atau secara substansi interpretasi yang didapat
meragukan. Dan cara untuk mengatasi kolonieritas antara lain:
a. Melihat informasi sejenis yang ada.
b. Mengeluarkan variabel bebas yang kolinier dari model.
c. Mentransformasikan variabel antara lain dengan melakukan
pembedaan (Difference), membuat rasio dan berbagai
transformasi lain.
d. Mencari data tambahan.
66
c. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasitas merupakan fenomena terjadinya
perbedaan varian antar seri data. Heteroskedasitas muncul apabila
nilai varian dari variabel tak bebas (Yi) meningkat sebagai
meningkatnya varian dari variabel bebas (Xi), maka varian dari Yi
adalah tidak sama. Gejala heteroskedasitas lebih sering dalam data
cross section dari pada time series. Selain itu juga sering muncul
dalam analisis yang menggunakan data rata-rata.
Untuk mendektesi keberadaan heteroskedasitas digunakan
metode grafik scatter plot, uji White, dimana apabila nilai
probabilitas (p value) observasi R2 lebih besar dibandingkan
tingkat resiko kesalahan yang diambil (digunakan α = 5 %), maka
residual digolongkan homoskedasitas.
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti
dalam data time series) atau ruang (seperti dalam data cross
section). Autokorelasi pada umumnya lebih sering terjadi pada
data time series walaupun dapat juga terjadi pada data cross
section. Dalam data time series observasi diurutkan menurut
urutan waktu secara kronologis. Maka dari itu besar kemunginan
akan terjadi interkorelasi antara observasi yang berurutan,
khususnya kalau interval antara dua observasi sangat pendek.
67
Menurut Gujarati (2003) beberapa penyebab dari
autokorelasi adalah:
a. Data mengandung pergerakan naik turun secara musiman,
misalnya kondisi perekonomian suatu negara yang kadang
menaik dan kadang menurun.
b. Kekeliruan memanipulasi data, misalnya data tahunan
dijadikan data kuartalan dengan membagi empat.
c. Data runtut waktu, yang meskipun bila dianalisis dengan model
Yt = a + bxt + et, karena datanya juga Yt-1 = a bxt + et-1. Dengan
demikian akan terjadi hubungan antara data sekarang dan data
periode sebelumnya.
d. Data yang dianalisis tidak bersifat stasioner.
Dalam pengujian Autokorelasi dengan menggunakan Uji
Serial LM (Lagrange Multiplier) , dimana jika hasil probabilitas <
0,05 maka terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika dalam hasil uji
probabilitas > 0,05 maka tidak terdapat autokorelasi.
Autokorelasi terjadi karena beberapa sebab. Menurut Gujarati
(2003), beberapa penyebab autokorelasi adalah :
1) Data mengandung pergerakan naik turun secara musiman
2) Kekeliruan memanipulasi data
3) Data yang dianalisis tidak bersifat stasioner.
.
68
6. Uji Hipotesis
Uji Hipotesis ini digunakan untuk memeriksa atau menguji
apakah koefisien regresi yang didapat signifikan (berbeda nyata).
Maksudnya dari signifikan ini adalah suatu nilai koefesien regresi yang
secara statitik tidak sama dengan nol. Jika koefisien slope sama dengan
nol, berarti dapat dikatakan bahwa tidak cukup bukti untuk
menyatakan variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel
terikat. Ada dua jenis uji hipotesis terhadap koefisien regresi yang
dapat dilakukan antara lain:
a. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing
variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Uji
t dilakukan dengan membandingkan t hitung terhadap t tabel
dengan ketentuan sebagai berikut:
Ho : β = 0, berarti tidak ada pengaruh positif dari masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial
(individu).
Ho : β > 0, berarti ada pengaruh positif dari masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial
(individu).
Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf
signifikan 5% (α = 0,05) dengan kriteria penilaian sebagai berikut :
69
a. Jika t hitung > t tabel maka Ha diterima dan Ho ditolak berarti
ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial
(individu).
b. Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak berarti
tidak ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial
(individu).
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua
variabel independen secara bersama-sama (simultan) dapat
berpengaruh terhadap variabel dependen. Cara yang digunakan
adalah dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel
dengan ketentuan sebagai berikut:
Ho : β = 0, berarti tidak ada pengaruh signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen secara simultan (bersama-
sama).
Ho : β > 0, berarti ada hubungan yang signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen secara simultan (bersama-
sama).
Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf
signifikan 5% (α = 0,05) dengan kriteria penilaian sebagai
berikut:
70
Jika F hitung > F tabel maka Ha diterima dan Ho ditolak berarti
ada variabel independen secara bersama-sama mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak berarti
variabel independen secara bersama-sama tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
c. Koefisien Determinasi R2
Koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang
penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik
tidaknya model regresi yang terestimasi. Atau dengan kata lain,
angka tersebut dapat mengukur seberapa dekatkah garis regresi
yang terestimasi dengan data sesungguhnya.
Nilai koefisien determinasi (R2) ini mencerminkan seberapa
besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh
variabel bebas X. Bila nilai koefisien determinasi sama dengan 0
(R2
= 0), artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X
sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variansi dari Y secara
keseluruhan dapat diterangkan oleh X. Dengan kata lain bila R2
=
1 maka semua titik pengamatan berada tepat pada garis regresi.
Dengan demikian baik buruknya suatau persamaan regresi
ditentukan oleh R2
nya yang mempunyai nilai antara nol dan satu.
71
E. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel terikat yang
mendasari penelitian variabel dependen dipengaruhi oleh variabel
independen. Variabel dependen dapat di tulis dalam Y. Variabel
dependen ialah variabel yang nilainya mempengaruhi perilaku dari
variabel terikat. Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan hasil
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh desentralisasi
fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi, maka penelitian ini
menspesifikasikan variabel dependen dan definisi operasional
sebagai ―Y‖ (PDRB). Data yang digunakan adalah Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun
2000 menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-
2011.
2. Variabel Independen
Variabel independen merupakan variabel yang
mempengaruhi variabel lain (Umar, 2003:45). Variabel dapat di
tulis dalam X. Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan hasil
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh
desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi, maka
penelitian ini menspesifikasikan variabel independen dan definisi
operasional sebagai berikut :
―X1‖ (Pendapatan Asli Daerah).
72
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan asli
daerah yang terdiri dari hasil pajak daerah, retribusi daerah,
pendapatan dari laba perusahaan daerah, dan lain-lain pendapatan
yang sah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
realisasi PAD Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-
2011.
―X2‖ (Dana Alokasi Khusus).
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan salah satu
mekanisme transfer keuangan Pemerintah Pusat ke daerah yang
bertujuan antara lain untuk meningkatkan penyediaan sarana dan
prasarana fisik daerah sesuai prioritas nasional serta mengurangi
kesenjangan laju pertumbuhan antar daerah dan pelayanan
antarbidang. DAK memainkan peran penting dalam dinamika
pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar di daerah
karena–sesuai dengan prinsip desentralisasi–tanggung jawab dan
akuntabilitas bagi penyediaan pelayanan dasar masyarakat telah
dialihkan kepada pemerintah daerah.Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data realisasi DAK Kabupaten/Kota Provinsi
Jawa Tengah tahun 2003-2011.
―X3‖ (Dana Bagi Hasil).
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah bagian dari dana
perimbangan untuk mengatasi ketimpangan vertikal yang
dilakukan melalui pembagian hasil antara pemerintah pusat dan
73
daerah penghasil, dari sebagian penerimaan perpajakan (nasional)
dan penerimaan sumber daya alam. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data realisasi DBH Kabupaten/Kota Provinsi
Jawa Tengah tahun 2003-2011.
Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian
Jenis
Variabel
Variabel Definisi Variabel Ukuran
Dependen Pertumbuhan
Ekonomi
PDRB atas harga konstan 2000
Propinsi Jawa Tengah menurut
kab/kota
Milyar
Rupiah
Independen
Pendapatan
Asli Daerah
Realisasi penerimaan PAD
pemerintah daerah di Propinsi
Jawa Tengah menurut kab/kota
Milyar
Rupiah
Dana Alokasi
Khusus
Realisasi penerimaan DAK
pemerintah daerah di Propinsi
Jawa Tengah menurut kab/kota
Milyar
Rupiah
Dana Bagi
Hasil
Pajak/Bukan
Pajak
Realisasi penerimaan DBH
Pajak/Bukan Pajak pemerintah
daerah di Propinsi Jawa Tengah
menurut kab/kota
Milyar
Rupiah
74
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di
bagian tengah Pulau Jawa. Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa
Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta
di sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah timur, dan Laut Jawa di sebelah
utara. Luas wilayahnya 32.548 km², atau sekitar 25,04% dari luas pulau
Jawa. Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di
sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan
Karimun Jawa di Laut Jawa.
Pengertian Jawa Tengah secara geografis dan budaya kadang juga
mencakup wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Jawa Tengah dikenal
sebagai "jantung" budaya Jawa. Meskipun demikian di provinsi ini ada
pula suku bangsa lain yang memiliki budaya yang berbeda dengan suku
Jawa seperti suku Sunda di daerah perbatasan dengan Jawa Barat. Selain
ada pula warga Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia dan India-Indonesia
yang tersebar di seluruh provinsi ini.
Jawa Tengah sebagai provinsi dibentuk sejak zaman Hindia
Belanda. Hingga tahun 1905, Jawa Tengah terdiri atas 5 wilayah
(gewesten) yakni Semarang, Rembang, Kedu, Banyumas, dan Pekalongan.
Surakarta masih merupakan daerah swapraja kerajaan (vorstenland) yang
75
berdiri sendiri dan terdiri dari dua wilayah, Kasunanan Surakarta dan
Mangkunegaran, sebagaimana Yogyakarta. Masing-masing gewest terdiri
atas kabupaten-kabupaten. Waktu itu Rembang Gewest juga meliputi
Regentschap Tuban dan Bojonegoro.
Setelah diberlakukannya Decentralisatie Besluit tahun 1905,
gewesten diberi otonomi dan dibentuk Dewan Daerah. Selain itu juga
dibentuk gemeente (kotapraja) yang otonom, yaitu Pekalongan, Tegal,
Semarang, Salatiga, dan Magelang.
Sejak tahun 1930, provinsi ditetapkan sebagai daerah otonom yang
juga memiliki Dewan Provinsi (Provinciale Raad). Provinsi terdiri atas
beberapa karesidenan (residentie), yang meliputi beberapa kabupaten
(regentschap), dan dibagi lagi dalam beberapa kawedanan (district).
Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 5 karesidenan, yaitu: Pekalongan,
Jepara-Rembang, Semarang, Banyumas, dan Kedu.
Menyusul kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1946 Pemerintah
membentuk daerah swapraja Kasunanan dan Mangkunegaran; dan
dijadikan karesidenan. Pada tahun 1950 melalui Undang-undang
ditetapkan pembentukan kabupaten dan kotamadya di Jawa Tengah yang
meliputi 29 kabupaten dan 6 kotamadya. Penetapan Undang-undang
tersebut hingga kini diperingati sebagai Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah,
yakni tanggal 15 Agustus 1950.
Secara administratif, Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 29
kabupaten dan 6 kota. Administrasi pemerintahan kabupaten dan kota ini
76
terdiri atas 545 kecamatan dan 8.490 desa/kelurahan. Sebelum
diberlakukannya Undang-undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan
Daerah, Jawa Tengah juga terdiri atas 4 kota administratif, yaitu
Purwokerto, Purbalingga, Cilacap, dan Klaten. Namun sejak
diberlakukannya Otonomi Daerah tahun 2001 kota-kota administratif
tersebut dihapus dan menjadi bagian dalam wilayah kabupaten.
Menyusul otonomi daerah, 3 kabupaten memindahkan pusat
pemerintahan ke wilayahnya sendiri, yaitu Kabupaten Magelang (dari
Kota Magelang ke Kota Mungkid), Kabupaten Tegal (dari Kota Tegal ke
Slawi), serta Kabupaten Pekalongan (dari Kota Pekalongan ke Kajen).
B. Penemuan dan Pembahasan
1. Analisa Deskriptif
a. Analisa Deskriptif Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di
JawaTengah
PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah
seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh
unit ekonomi di suatu wilayah (BPS).
77
Gambar 4.1 PDRB
Sumber : Lampiran1
Pertumbuhan PDRB di beberapa Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Tengah mengalami fluktuasi selama pelaksanaan
desentralisasi fiskal tahun 2003-2011. Pertumbuhan PDRB
tertinggi pada Kabupaten Cilacap pada tahun 2009. Untuk kota
Salatiga hasil PDRB nya rendah dibandingkan dengan
kabupaten/kota lain dan untuk Kabupaten Banjarnegara dari tahun
ke tahun terus meningkat menunjukkan kinerja ekonomi yang baik.
Faktor-faktor yang menyebabkan bervariasinya Pendapatan
Regional Bruto Daerah di masing-masing kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Tengah juga cukup bervariasi, antara lain
pengembangan sektoral yang berbeda antar daerah, jumlah
penduduk dan tenaga kerja yang berbeda antar daerah.
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
3500000
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Purbalingga
Banjarnegara
Kebumen
Wonosobo
Wonogiri
Rembang
Batang
Salatiga
78
b. Analisa Deskriptif Pendapatan Asli Daerah di JawaTengah
Menurut Mardiasmo (2002:132), ―pendapatan asli daerah
adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah‖.
Gambar 4.2 PAD
Sumber : Lampiran1
Pertumbuhan PAD yang diperoleh pada saat pelaksanaan
desentralisasi fiskal di Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011
mengalami fluktuasi. Hal ini menunjukkan bahwa pemungutan
yang dilakukan oleh lembaga terkait di Provinsi Jawa Tengah
cukup baik. Meningkatnya realisasi PAD ditopang oleh besarnya
pendapatan pemerintah daerah Provinsi Jawa Tengah disektor
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Purbalingga
Banjarnegara
Kebumen
Wonosobo
Wonogiri
Rembang
Batang
Salatiga
79
Pajak Daerah yang memberikan kontribusi yang cukup signifikan
terhadap PAD.
Semakin tinggi PAD yang diperoleh suatu daerah maka
akan semakin tinggi pertumbuhan PDRB di daerah tersebut. Brata
(2004) yang dikutip oleh Adi dan Harianto (2007) menyatakan
bahwa terdapat dua komponen penerimaan daerah yang
berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan PDRB
daerah yaitu PAD serta bagian sumbangan dan bantuan.
c. Analisa Deskriptif Dana Alokasi Khusus di JawaTengah
Dana alokasi khusus (DAK) adalah salah satu mekanisme
transfer keuangan Pemerintah Pusat ke daerah yang bertujuan
antara lain untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana
fisik daerah sesuai prioritas nasional serta mengurangi kesenjangan
laju pertumbuhan antar daerah dan pelayanan antarbidang (Ahmad
Subekan, 2012:88). Dana alokasi khusus merupakan dana yang
dialokasikan dari APBN ke Daerah tertentu untuk mendanai
kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah dan juga
prioritas nasional antara lain: kebutuhan kawasan transmigrasi,
kebutuhan beberapa jenis investasi atau prasarana.
80
Gambar 4.3 DAK
Sumber : Lampiran1
Pelaksanaan desentralisasi fiskal tahun 2003-2011
penerimaan daerah yang bersumber dari dana perimbangan yang
berupa Dana Alokasi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,
namun pertumbuhan PDRB justru mengalami fluktuasi. Hal ini
mengindikasikan bahwa dengan adanya DAK yang tinggi,
ketergantungan daerah terhadap DAK menjadi sangat tinggi dan
kemandirian daerah menurun sehingga pertumbuhan PDRB yang
diharapkan meningkat justru mengalami fluktuasi.
d. Analisa Deskriptif Dana Bagi Hasil di JawaTengah
Pengoptimalan perolehan Dana Bagi Hasil yang dianggap
sebagai modal bagi kepentingan pembangunan daerah akan
mempercepat pertumbuhan PDRB (Pujiati, 2008).
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Purbalingga
Banjarnegara
Kebumen
Wonosobo
Wonogiri
Rembang
Batang
Salatiga
81
Gambar 4.4 DBH Pajak dan Bukan pajak
Sumber : Lampiran1
Dana Bagi Hasil yang diterima setiap daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa tengah tahun 2003-2011 berbeda.
Hal ini mengindikasikan bahwa mekanisme bagi hasil berdasarkan
kapasitas Sumber Daya Alam dan/atau pusat bisnis yang dimiliki
daerah.
2. Estimasi Model Data Panel
a. Pooled Least Square (PLS)
Pengolahan data yang pertama dilakukan dengan metode
Pooled Least Square, sebagai salah satu syarat untuk melakukan
uji F-restricted. Dari hasil pengolahan E-Views 7.0 didapatkan
hasil seperti tampilan sebagai berikut:
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Purbalingga
Banjarnegara
Kebumen
Wonosobo
Wonogiri
Rembang
Batang
Salatiga
82
Tabel 4.1 Pooled Least Square
R-squared 0.106807
Adjusted R-squared 0.080917
Sumber: data diolah. Lampiran 2
b. Model Efek Tetap (Fixed Effect Model)
Setelah itu dilakukan pengolahan data dengan metode Fixed
Effect Model untuk dibandingkan dengan metode Pooled Least
Square pada uji F-Restricted. Dari hasil pengolahan E-Views 7.0
didapatkan hasil seperti tampilan sebagai berikut:
Tabel 4.2 Fixed Effect Model
R-squared 0.993723
Adjusted R-squared 0.991591
Sumber: data diolah. Lampiran 3
c. PLS vs FEM (Uji Chow)
Untuk Mengetahui model panel yang akan digunakan,
maka digunakan uji F-Restricted dengan cara membandingkan F-
statistik dan F- tabel. Sebelum membandingkan F-Statistik dan F-
tabel terlebih dahulu dibuat hipotesisnya. Adapun hipotesisnya
adalah sebagai berikut:
H0 : Model PLS (Restricted)
H1 : Model Fixed Effect (Unrestricted)
Dari hasil regresi berdasarkan metode Fixed Effect Model
dan Pool Least Square diperoleh F-statistik yakni sebagai berikut:
83
Tabel 4.3 F-Restricted
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: FEM
Test cross-section and period fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 341.595950 (7,53) 0.0000
Cross-section Chi-square 275.844214 7 0.0000
Sumber: Data diolah. Lampiran 5
Dari tabel 4.3 di atas diperoleh nilai F-statistik adalah
341.595950 dengan nilai F-tabel pada d.f (7,53) α = 5% adalah
2,01 sehingga nilai F-statistik > F-tabel, maka Ho ditolak, sehingga
model data panelyang dapat digunakan adalah Fixed Effect Model.
d. Model Efek Random ( Random Effect Model )
Setelah itu dilakukan penegolahan data dengan metode
Random Effect Model untuk dibandingkan dengan metode Fixed
Effect Model pada uji Hausman. Dari hasil pengolahan E-Views 7.0
didapatkan hasil seperti tampilan sebagai berikut:
Tabel 4.4 Random Effect Model
R-squared 0.655783
Adjusted R-squared 0.640597
Sumber: Data diolah. Lampiran 4
84
e. FEM vs REM (Uji Hausman)
Untuk mengetahui model panel yang akan digunakan, maka
digunakan uji F-Chi-square dengan cara membandingkan Chi-
square statistik dan Chi-square tabel. Sebelum membandingkan F
Chi-square statistik dan Chi-square tabel terlebih dahulu dibuat
hipotesisnya. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : Model Random Effect
H1 : Model Fixed Effect
Dari hasil regresi berdasarkan metode diperoleh nilai F-statistik yakni
sebagai berikut:
Tabel 4.5 Chi Square
Hausman test for fixed versus
random effects
Chi-Sq.d.f
chi-sqr(3) = 8.1507066 3
p-value = 0.0429976
Sumber: Data diolah: Data diolah. Lampiran 6
Dari tabel 4.5 di atas diperoleh nilai Chi-Sq Statistic adalah
8.1507066 dengan nilai Chi square tabel pada d.f (3) α = 5%
adalah 7,81 sehingga nilai Chi square statistik > dengan Chi Square
tabel, maka H0 ditolak , sehingga model data panel yang digunakan
adalah Fixed Effect Model.
85
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Untuk menguji, apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak
dapat diketahui dengan membandingkan nilai Jarque-Bera dengan
nilai Chi-tabel. Jika nilai Jarque Bera < dari nilai Chi tabel, maka
data dalam penelitian berdistribusi normal. (Winarno, 2007:5.37).
Gambar 4.5 Normalitas
Sumber : Lampiran 7
Pada gambar 4.5 diperoleh nilai JB hitung sebesar 1,03, dan
nilai Chi Square tabel df(3), α = 5% adalah 7,81. Sehingga nilai
Chi Square (tabel) > JB hitung, maka H0 diterima sehingga data
dalam penelitian ini berdistribusi normal.
0
1
2
3
4
-1.5e-10 -1.0e-10 -5.0e-11 5.0e-16 5.0e-11 1.0e-10 1.5e-10
Series: ResidualsSample 2003 2011Observations 9
Mean 7.88e-12Median 3.90e-11Maximum 1.14e-10Minimum -1.34e-10Std. Dev. 9.18e-11Skewness -0.594984Kurtosis 1.846578
Jarque-Bera 1.029901Probability 0.597530
86
b. Uji Multikolinieritas
Tabel 4.6 Correlation Matrix
C PAD? DAK? DBH?
C 5.76E+09 -37650.67 -32285.94 -98630.27
PAD? -37650.67 0.817107 0.213904 -0.255652
DAK? -32285.94 0.213904 0.868071 -0.343479
DBH? -98630.27 -0.255652 -0.343479 4.327764
Sumber: Data diolah. Lampiran 8
Dari Tabel 4.6, dapat diketahui bahwa tidak ada masalah
multikolinearitas hal ini dikarenakan nilai matiks korelasi
(correlation matrix) dari semua variabel adalah kurang dari 0,8.
Multikolinearitas biasanya terjadi pada estimasi yang
menggunakan data runtut waktu. Dengan mengkombinasikan data
time series dengan cross section mengakibatkan masalah
multikolinearitas secara teknis dapat dikurangi. Penelitian ini
menggunakan data panel, jadi sebenarnya secara teknis sudah
dapat dikatakan masalah multikolinearitas sudah tidak ada. Hal
tersebut sudah diperkuat dengan hasil estimasi model semua
variabel yang digunakan signifikan dan nilai R2
yang tinggi,
sehingga dengan sendirinya model ini sudah terbebas dari
multikolinearitas, hasil penelitian Pujiati Amin(2008).
c. Uji Heterokedastisitas
Masalah Heterokedastisitas dapat dilihat dengan terlebih
dahulu mengestimasi model ke GLS (Cross section weight),
kemudian dengan membandingkan Sum Resid pada Weight
Statistic dengan Sum Resid Unweight Statistic. Jika Sum Resid
87
pada Weight Statistic lebih kecil dari Sum Resid pada Unweight
Statistic, maka terjadi heterokedastisitas.
Pada hasil regresi didapatkan bahwa Sum Resid pada
Weight Statistic bernilai 5.21E+11 sedangkan Sum Resid pada
Unweight Statistic bernilai 5.46E+11. Nilai Sum Resid pada Weight
Statistic lebih kecil dibandingkan dengan Sum Resid pada
Unweight Statistic. Maka dari itu, diduga regresi memiliki masalah
heterokedastisitas, dan untuk menanggulanginya adalah dengan
mengestimasi model pada GLS dengan White Cross-section pada
tabel di bawah ini:
Tabel 4.7 Uji White Cross-Section
Weight Statistics
Sum squared resid 70.26765
Durbin-Watson stat 2.155346
Unweight Statistics
Sum squared resid 5.36E+11
Durbin-Watson stat 0.918442
Sumber : Lampiran 9
Dari Tabel 4.7 diketahui tidak terdapat masalah
heterokedastisitas karena Sum Resid Weight Statistic lebih besar
dari Sum Resid pada Unweight Statistic, 70.26765 > 5.36E+11
maka data dalam penelitian ini terbebas dari heterokedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Masalah autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson
statistik yaitu sebesar 0.927185 pada tabel 4.7, di mana DW
(0.927185) < Du 1,66 yang berarti menolak H0, dimana korelasi
88
serial positif, sehingga model ini memiliki autokorelasi. Untuk
menanggulanginya adalah dengan mengestimasi model dengan
cross section SUR.
Sehingga hasil estimasi terakhir dari model dengan
menggunakan metode Fixed Effect Model (FEM) cross-section
(SUR) nilai Durbin Watson stat adalah 2.155346 yang berarti
menolak H0, dimana korelasi tidak tahu. Dan dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 4.8 Uji Autokorelasi setelah disetimasi dengan
Cross-section SUR
Variable Coefficient Indv effect Prob
C 1542261 0.0000
PAD? 3.642156 0.0049
DAK? 4.796611 0.0000
DBH? 6.805791 0.3503
Fixed Effect (Cross)
PURBALINGGA – C 76993.06
BANJARNEGARA – C 423582.5
KEBUMEN – C 448732.1
WONOSOBO – C -378779.2
WONOGIRI – C 520100.9
REMBANG – C -58646.36
BATANG – C 94167.41
SALATIGA – C -1126150
Weight Statistics
Sum squared resid 70.26765
Durbin-Watson stat 2.155346
Unweight Statistics
Sum squared resid 5.36E+11
Durbin-Watson stat 0.918442
Sumber: Lampiran 10
89
4. Pengujian Hipotesis
a. Uji – t dan Interpretasi Hasil Analisis
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel
bebas (pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dan dana bagi
hasil pajak/ bukan pajak) berpengaruh secara parsial terhadap
variabel terikatnya (pdrb), yaitu dengan membandingkan masing-
masing nilai t-statistik dari regresi dengan t-tabel dalam menolak
atau menerima hipotesis. Pada tingkat keyakinan α = 5%, maka
diperoleh t-tabel 2,132.
a = PAD (2.937047)
b = DAK (7.423624)
c = DBH (0,942384)
1) Variabel PAD memiliki t-statistik > t-tabel yang berarti Ho
diterima, yang berarti pendapatan asli daerah berpengaruh
signifikan terhadap produk domestik bruto
2) Variabel DAK memiliki t-statistik > t-tabel yang berarti Ho
diterima, yang berarti dana alokasi khusus berpengaruh
signifikan terhadap produk domestik bruto
3) Variabel DBH memiliki t-statistik < t-tabel yang berarti Ho
ditolak, yang berarti dana bagi hasil pajak/bukan pajak
berpengaruh tidak signifikan terhadap produk domestik bruto
90
b. Uji – F Dan Interpretasi Hasil Analisis
Untuk menguji apakah variabel bebas berpengaruh secara
simultan terhadap variabel terikatnya, maka digunakan uji F
dengan cara membandingkan F-statistik dengan F-tabel. Dari hasil
regresi diperoleh nilai F- statistik 466.1071. Pada tingkat
keyakinan α = 5%, k = 4, n 72, sehingga diperoleh F-tabel dengan
nilai df yaitu 2,08.
Maka terlihat bahwa F-statistik > F-tabel, maka Ho ditolak,
artinya bahwa variabel bebas ( pendapatan asli daerah, dana alokasi
khusus dan dana bagi hasil pajak/bukan pajak) berpengaruh
signifikan secara simultan terhadap variabel terikatnya (produk
domestik regional bruto) pada tingkat kepercayaan 95 persen (α
=5%).
c. Uji Koefisien Determinasi dan Interpretasi Hasil Analisis
Berdasarkan hasil pengolahan data dalam tabel, koefisien
determinasi sebesar 0,991591. Hal ini terlihat bahwa 99,16%
produk domestik regional bruto di 8 Kabupaten/Kota di Jawa
Tengah dapat dijelaskan oleh pendapatan asli daerah, dana alokasi
khusus dan bagi hasil pajak/bukan pajak. Sedangkan 0,84 persen
variabel produk domestik regional bruto dijelaskan oleh variabel
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
91
Tabel 4.9 Interpretasi Fixed Effect Model
Variable Coefficient Indv effect Prob
C 1645525 0.0000
PAD? 2.654913 0.0049
DAK? 6.916613 0.0000
DBH? 1.960468 0.3503
Fixed Effect (Cross)
PURBALINGGA – C 76993.06 1722518.1
BANJARNEGARA –
C
423582.5 2069053.5
KEBUMEN – C 448732.1 2094275.1
WONOSOBO – C -378779.2 1266745.8
WONOGIRI – C 520100.9 2165625.9
REMBANG – C -58646.36 1059062.6
BATANG – C 94167.41 1739692.4
SALATIGA – C -1126150 519375
Sumber: lampiran3
Dapat kita lihat pada tabel 4.9 bahwa kabupaten dan kota di 8
propinsi di Jawa Tengah memiliki pengaruh individu yang
berbeda-beda untuk setiap perubahan pada jumlah pendapatan asli
daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak.
a. Kabupaten Purbalingga
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Purbalingga
adalah 76993.06 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini
mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli
92
daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak
baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten
Purbalingga akan mendapatkan pengaruh individu terhadap
PDRB sebesar : 1.722.518 Rupiah
b. Kabupaten Bajarnegara
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Banjarnegara
adalah 423582.5 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini
mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli
daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak
baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten
Banjarnegara akan mendapatkan pengaruh individu terhadap
PDRB sebesar : 2.069.053 Rupiah
c. Kabupaten Kebumen
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Kebumen
adalah 448732.1 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini
mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli
daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak
baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten
Kebumen akan mendapatkan pengaruh individu terhadap
PDRB sebesar : 2.094.275 Rupiah.
d. Kabupaten Wonosobo
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Wonosobo
adalah -378779.2 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini
93
mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli
daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak
baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten
Wonosobo akan mendapatkan pengaruh individu terhadap
PDRB sebesar : 1.266.745 Rupiah
e. Kabupaten Wonogiri
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Wonogiri
adalah 520100.9 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini
mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli
daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak
baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten
Wonogiri akan mendapatkan pengaruh individu terhadap
PDRB sebesar : 2.165.625 Rupiah
f. Kabupaten Rembang
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Rembang
adalah -58646.36 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini
mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli
daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak
baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten
Rembang akan mendapatkan pengaruh individu terhadap
PDRB sebesar : 1.059.062 Rupiah
94
g. Kabupaten Batang
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Batang adalah
94167.41 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan
bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana
alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar
daerah maupun antar waktu, maka kabupaten Batang akan
mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar :
1.739.692 Rupiah
h. Kota Salatiga
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Salatiga
adalah -1126150 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini
mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli
daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak
baik antar daerah maupun antar waktu, maka kota Salatiga akan
mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar :
519.375 Rupiah
i. Kabupaten Bajarnegara
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Purbalingga
adalah 423582.5 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini
mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli
daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak
baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten
95
Banjarnegara akan mendapatkan pengaruh individu terhadap
PDRB sebesar : 2.069.053 Rupiah
- Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan estimasi Pendapatan Asli Daerah
berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB dengan
tingkat signifikasi 5 %, dimana nilai koefisiennya adalah
sebesar 2.654913 yang berarti bahwa apabila pendapatan asli
daerah meningkat 1 juta, maka akan menaikkan jumlah PDRB
sebesar 2.654.913 rupiah.
- Dana Alokasi Khusus
Berdasarkan estimasi Dana Alokasi Khusus
berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB dengan
tingkat signifikasi 5 % dimana nilai koefisiennya adalah
sebesar 6.916613 yang berarti bahwa apabila dana alokasi
khusus meningkat 1 juta, maka akan menaikkan jumlah PDRB
sebesar 6.916.613 rupiah.
- Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak
Berdasarkan estimasi Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan
Pajak berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PDRB
dengan tingkat signifikasi 5 % dimana nilai koefisiennya
adalah sebesar 1.960468 yang berarti bahwa apabila dana bagi
hasil pajak/bukan pajak meningkat 1 juta, maka akan
menaikkan jumlah PDRB sebesar 1.960.468 rupiah.
96
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data, penulis
memperoleh kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai
Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Khusus dan
Dana Bagi Hasil Pajak/ Bukan Pajak terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2011 sebagai berikut :
1. Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan estimasi Pendapatan Asli Daerah berpengaruh
positif dan signifikan terhadap PDRB dengan tingkat signifikasi 5 %,
dimana nilai koefisiennya adalah sebesar 2.654913 yang berarti bahwa
apabila pendapatan asli daerah meningkat 1 juta, maka akan
menaikkan jumlah PDRB sebesar 2.654.913 rupiah.
2. Dana Alokasi Khusus
Berdasarkan estimasi Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif
dan signifikan terhadap PDRB dengan tingkat signifikasi 5 % dimana
nilai koefisiennya adalah sebesar 6.916613 yang berarti bahwa apabila
dana alokasi khusus meningkat 1 juta, maka akan menaikkan jumlah
PDRB sebesar 6.916.613 rupiah.
3. Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak
Berdasarkan estimasi Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PDRB dengan
97
tingkat signifikasi 5 % dimana nilai koefisiennya adalah sebesar
1.960468 yang berarti bahwa apabila dana bagi hasil pajak/bukan
pajak meningkat 1 juta, maka akan menaikkan jumlah PDRB sebesar
1.960.468 rupiah.
4. Berdasarkan Model FEM dihasilkan bahwa Pendapatan Asli Daerah
dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif dan siginifikan
terhadap PDRB sedangkan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PDRB. Dari
pengolahan data diperoleh nilai Chi-Sq Statistic adalah 8.1507066
dengan nilai Chi square tabel pada d.f (3) α = 5% adalah 7,81.
B. Saran
1. Pendapatan Asli Daerah disuatu daerah harus diperhatikan dengan
baik, karena PAD merupakan sumber utama dalam membangun
pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Dan hal ini menentukan
besarnya PAD suatu daerah, juga harus dilakukan dengan teliti dan
tepat. Hal ini karena cenderung meningkatkan PAD nya dengan cara
menggali potensi daerah guna mengisi besarnya nilai PAD tersebut.
2. Dana Alokasi Khusus harus dialokasikan dengan sasaran dang tujuan
yang tepat sehingga tujuan dari kesejahteraan masayrakat dapat
tercapai. Dengan pengalokasian yang sesuai sasaran maka
pertumbuhan ekonomi dapat meningkat sehingga tujuan dari
pertumbuhan ekonomi dapat tercapai.
98
3. Bagi hasil pajak perlu terus melakukan kajian yang intensif terhadap
instrumen transfer, karena bahwa BHP memberikan hasil yang optimal
dalam pertumbuhan ekonomi. BHP berpegang kepada indikator-
indikator kemammuran umum diketahui bahwa sebagian besar daerah
yang memiliki sumber daya alam kurang menikmati kemakmuran,
maka dari itu adanya BHP sumber daya alam yang ada disetiap daerah
ikut serta merasakan hasilnya.
99
DAFTAR PUSTAKA
Apriesa, Lintantia Fajar, ―Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap
Perumbuhan Ekonomi Daerah dan Ketimpangan Ekonomi”. Jurnal
Ekonomi Pembangunan Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013
Arsyad, Lincoln. 1999. ―Ekonomi Pembangunan”. Yogyakarta: STIE
YKPN.
Badan Pusat Statistik. 2011.―Jawa Tengah Dalam Angka 2011”. Jakarta:
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik. 2011.―Keuangan Pemerintah Daerah Kab/Kota”.
Jakarta: Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik. 2011.―Produk Domestik Regional Bruto Jawa
Tengah 2011”.Jakarta: Badan Pusat Statistik
Boediono, 1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Edisi 1. Yogyakarta:BPFE
Universitas Gajah Mada.
Boediono . 2008 .Seri synopsis Pengantar Ilmu Ekonomi , Ekonomi Makro
.Yogyakarta : BPFE.
Chalid, Pheni. 2005, ―Keuangan Daerah , Investasi dan Desentralisasi,
Tantangan dan Hambatan‖ . Kemitraan, Jakarta
Eviews 7.0 User’s Guide. 2004. Quantitative Micro Software, LLC. United
States.
Gujarati, Damodar N. 2003. ―Basic Econometrics Fourth Edition”. The
Mc. Growth Hill Compnies Inc. New York\
Himpunan peraturan Perundang-undangan, Petunjuk dan Pelaksanaan
Dana Perimbangan Dan Pengelolaan Keuangan Daerah, 2006,
Fokusmedia, Bandung.
Hong, Dung Vang The Economics of Fiscal Decentralization A. De
Tocqueville (1805–1859), in A History of Decentralisation, World
Bank, 2003
Kuncoro, Mudrajad. 2004. “Otonomi dan Pembangunan Daerah:
ReformasiPerencanaan, Strategi, dan Peluang”. Yogyakarta:
Erlangga
100
Mangkoesoebroto, Guritno. 1997. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE
Mankiw, N. Gregory, 2003. “Teori Makro Ekonomi”. Jakarta: Erlangga.
Nachrowi, D Nachrowi, 2006, ―Ekonometrik”. Penerbit Fakultas
Universitas Indonesia, Jakarta.
Nur Indiantoro dan Bambang Supomo, 1999.“Metode Penelitian Bisnis”.
Penerbit BPFE, Yogyakarta
Pujiati, Amin, 2008, ―Analisis Pertumbuhan Ekonomi Di Karesidenan
Semarang Era Desentralisasi Fiskal”. Jurnal Ekonomi
Pembangunan
Sasana, Hadi, 2009, “Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja
Ekonomi Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah”. Jurnal
Ekonomi Pembangunan Vol.10, No.1
Subekan, Achmat 2012. ―Keuangan Daerah : Terapi Atasi Kemiskinan‖.
Dioma, Malang
Suharso, Puguh 2009 ―Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Bisnis‖.
Indeks, Jakarta
Sukirno, Sadono. 1985, “Pertumbuhan Ekonomi”. Penerbit PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Sukirno, Sadono 2005, “Makro Ekonomi Modern”. Penerbit PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Sukirno, Sadono 2006, “Ekonomi Pembangunan”. Proses, Masalah, Dasa
Kebijakan. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Suparmoko, 2002, “Ekonomi Publik‖.Penerbit Andi, Yogyakarta.
Suryana, 2000. Ekonomi Pembangunan; Problematika dan Pendekatan,
Salemba Empat, Jakarta.
Tambunan, Tulus T.H, Dr. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan
Temuan Empiris. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Todaro, Michael P, 2000, “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”.Edisi
Ketujuh, Terjemahan Haris Munandar, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Undang-undang No. 32 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah.
101
Undang-undang No.33 Tahun 2009 Tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pusat Pemerintahan Daerah.
Wibisono, Y. 2005. Modul Pelatihan Ekonometrika Dasar . Depok: Lab.
Ilmu Ekonomi FE-UI
Winarno, Wahyu,2007, “Analisis Ekomometrika dan Statistika dengan
Eviews”. UPP STIM YKPN: Yogyakarta.
World Bank, 2007. Kajian Pengeluaran Publik Indonesia: Memaksimalkan
Peluang Baru.
Zahir, Muhammad, ―Contribution of Fiscal Decentralization to Economic
Growth: Evidence from Pakistan” Pakistan Journal of Social
Sciences (PJSS) Vol. 31, No. 1 (June 2011)
Zulyanto, Aan. 2010. Thesis: Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bengkulu. Semarang: Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro.
102
Lampiran
Lampiran 1
Data (dalam jutaan rupiah)
Tahun Kab/Kota PAD DAK DBH PDRB
2003 Purbalingga 28300,6 6100 17367,2 1784728,2
2004 Purbalingga 28619,8 12630 17726 1844532,1
2005 Purbalingga 40755,8 13000 15574,9 1921653,9
2006 Purbalingga 47694,6 27440 21331,2 2018808,1
2007 Purbalingga 52727,4 39606 23601,6 2143746,2
2008 Purbalingga 63795,3 51047 37021,8 2257392,78
2009 Purbalingga 88177 51760,3 39105,5 2384014
2010 Purbalingga 79802,1 44809 44663,9 2525872,7
2011 Purbalingga 91721,6 67544,1 39187,9 2679134,1
2003 Banjarnegara 25303,1 7100 22851,6 2110732,7
2004 Banjarnegara 30396,6 7300 17799,1 2191162,9
2005 Banjarnegara 34210,8 13140 17416,9 2277617,9
2006 Banjarnegara 43900,3 31865 24814,7 2376694,6
2007 Banjarnegara 44876,9 44339 37097 2495785,9
2008 Banjarnegara 46528,3 58868 40257,5 2619989,6
2009 Banjarnegara 60636,8 65960 34151,9 2753935,7
2010 Banjarnegara 63374,5 68885,6 37011,3 2888524,1
2011 Banjarnegara 60178,7 65376,8 37156,5 3030542
2003 Kebumen 60223,6 7700 16895,9 2264331,3
2004 Kebumen 26264,7 12203,2 22701 2291022,4
2005 Kebumen 31707,8 13480 19341,9 2364385,9
2006 Kebumen 92533,2 29060 25074,3 2460816,9
2007 Kebumen 54260,9 52203 29935,6 2572062,9
2008 Kebumen 58599,4 66405 36768,5 2721254,1
2009 Kebumen 63016,4 74226 37756,9 2828395,1
2010 Kebumen 58742,3 65818,9 49295,2 2945829,5
2011 Kebumen 67720,5 79166,8 47242,2 3089587,6
2003 Wonosobo 24385,8 5600 20243,6 1487044,2
2004 Wonosobo 23869,5 7860 19876,7 1521807,3
2005 Wonosobo 22335,7 11980,2 13640,7 1570347,7
2006 Wonosobo 30618,5 45890 23094,1 1621132,3
2007 Wonosobo 36582,6 45427,7 30866 1679149,7
2008 Wonosobo 38158,2 57280 33070,8 1741148,3
2009 Wonosobo 46324,9 67019 40498,3 1808247,2
103
2010 Wonosobo 52079 55332,7 43205,5 1888808,3
2011 Wonosobo 59814,9 62295,2 42284,3 1974114,2
2003 Wonogiri 26118,7 7200 13131,3 2237790
2004 Wonogiri 25290,4 9350 20539,6 2329465,3
2005 Wonogiri 25589,4 13130 20194,9 2429869,6
2006 Wonogiri 47864,5 32410 25267,6 2528851,8
2007 Wonogiri 50329,5 54306 30893,6 2657068,9
2008 Wonogiri 54129,3 70627 36821,7 2770435,8
2009 Wonogiri 49946,3 91746,8 38607,2 2901577,4
2010 Wonogiri 64968,8 72347,9 44825,4 3071963,8
2011 Wonogiri 62183,8 77852,7 37276,4 3134182,3
2003 Rembang 17661,5 4900 15703,8 1686409,7
2004 Rembang 18715,7 8130 17234,6 1762799,9
2005 Rembang 23301 11280 16732,9 1825560,6
2006 Rembang 39998,3 45910 21185,5 1926563,3
2007 Rembang 42255,8 41005 34372,2 1999951,2
2008 Rembang 51150,6 51071 35011,8 2093412,6
2009 Rembang 56887,9 56663 37826,5 2186736,5
2010 Rembang 65699,3 48878,4 45209,6 2283965,7
2011 Rembang 80080,6 62341 48878,4 2384459,3
2003 Batang 23308,6 1000 30479,7 1880020,2
2004 Batang 23610,8 1125 17812,1 1918980,1
2005 Batang 27784,7 12150 16627,5 1972776,9
2006 Batang 31030,1 26168,2 24147,4 2022301,4
2007 Batang 30968,2 44628 30285,5 2092973,9
2008 Batang 41192,7 55568 34571,2 2169854,6
2009 Batang 44643,6 63377 36454,4 2250616,8
2010 Batang 45421,7 46457,4 42920,7 2362482,4
2011 Batang 53431,3 57230,9 30924,6 2486765,6
2003 Salatiga 19681,9 13593,1 11573,5 665086,5
2004 Salatiga 21621,2 5500 10596,8 693286,6
2005 Salatiga 27784,7 7060 12025,9 722063,9
2006 Salatiga 32449,5 26810 13329,7 752149,2
2007 Salatiga 42198,4 22196,5 18466,5 792680,4
2008 Salatiga 49653,4 31028 20685,6 832154,8
2009 Salatiga 52911 32044 24834,8 869452,9
2010 Salatiga 51549,7 21182,3 26547,3 913020
2011 Salatiga 55177,5 23541,4 28376,3 963457,3
104
Lampiran 2
Pooled Least Square
Dependent Variable: PDRB?
Method: Pooled Least Squares
Date: 07/25/13 Time: 12:36
Sample: 2003 2011
Included observations: 9
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 72
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PAD? 11.75293 5.425792 2.166123 0.0338
DAK? -7.161674 4.955966 -1.445061 0.1530
DBH? 60.46414 10.76104 5.618801 0.0000
R-squared 0.106807 Mean dependent var 2079244.
Adjusted R-squared 0.080917 S.D. dependent var 627554.9
S.E. of regression 601629.4 Akaike info criterion 29.49344
Sum squared resid 2.50E+13 Schwarz criterion 29.58831
Log likelihood -1058.764 Hannan-Quinn criter. 29.53121
Durbin-Watson stat 0.348371
Estimation Command:
=====================
LS PDRB? PAD? DAK? DBH?
Estimation Equations:
=====================
PDRBPURBALINGGA = C(1)*PADPURBALINGGA +
C(2)*DAKPURBALINGGA + C(3)*DBHPURBALINGGA
PDRBBANJARNEGARA = C(1)*PADBANJARNEGARA +
C(2)*DAKBANJARNEGARA + C(3)*DBHBANJARNEGARA
PDRBKEBUMEN = C(1)*PADKEBUMEN + C(2)*DAKKEBUMEN +
C(3)*DBHKEBUMEN
PDRBWONOSOBO = C(1)*PADWONOSOBO + C(2)*DAKWONOSOBO +
C(3)*DBHWONOSOBO
PDRBWONOGIRI = C(1)*PADWONOGIRI + C(2)*DAKWONOGIRI +
C(3)*DBHWONOGIRI
105
PDRBREMBANG = C(1)*PADREMBANG + C(2)*DAKREMBANG +
C(3)*DBHREMBANG
PDRBBATANG = C(1)*PADBATANG + C(2)*DAKBATANG +
C(3)*DBHBATANG
PDRBSALATIGA = C(1)*PADSALATIGA + C(2)*DAKSALATIGA +
C(3)*DBHSALATIGA
Substituted Coefficients:
=====================
PDRBPURBALINGGA = 11.7529325393*PADPURBALINGGA -
7.16167422439*DAKPURBALINGGA +
60.4641446373*DBHPURBALINGGA
PDRBBANJARNEGARA = 11.7529325393*PADBANJARNEGARA -
7.16167422439*DAKBANJARNEGARA +
60.4641446373*DBHBANJARNEGARA
PDRBKEBUMEN = 11.7529325393*PADKEBUMEN -
7.16167422439*DAKKEBUMEN + 60.4641446373*DBHKEBUMEN
PDRBWONOSOBO = 11.7529325393*PADWONOSOBO -
7.16167422439*DAKWONOSOBO + 60.4641446373*DBHWONOSOBO
PDRBWONOGIRI = 11.7529325393*PADWONOGIRI -
7.16167422439*DAKWONOGIRI + 60.4641446373*DBHWONOGIRI
PDRBREMBANG = 11.7529325393*PADREMBANG -
7.16167422439*DAKREMBANG + 60.4641446373*DBHREMBANG
PDRBBATANG = 11.7529325393*PADBATANG -
7.16167422439*DAKBATANG + 60.4641446373*DBHBATANG
PDRBSALATIGA = 11.7529325393*PADSALATIGA -
7.16167422439*DAKSALATIGA + 60.4641446373*DBHSALATIGA
106
Lampiran 3
Fixed Effect Model
Dependent Variable: PDRB?
Method: Pooled Least Squares
Date: 07/25/13 Time: 12:38
Sample: 2003 2011
Included observations: 9
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 72
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1645525. 75864.48 21.69032 0.0000
PAD? 2.654913 0.903940 2.937047 0.0049
DAK? 6.916613 0.931703 7.423624 0.0000
DBH? 1.960468 2.080328 0.942384 0.3503
Fixed Effects
(Cross)
PURBALINGGA—
C 76993.06
BANJARNEGARA-
-C 423582.5
KEBUMEN--C 448732.1
WONOSOBO--C -378779.2
WONOGIRI--C 520100.9
REMBANG--C -58646.36
BATANG--C 94167.41
SALATIGA--C -1126150.
Fixed Effects
(Period)
2003--C -37989.71
2004--C 16992.78
2005--C 47965.38
2006--C -76873.45
2007--C -63774.07
2008--C -77878.06
2009--C -56740.09
2010--C 106592.7
2011--C 141704.5
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Period fixed (dummy variables)
R-squared 0.993723 Mean dependent var 2079244.
107
Adjusted R-squared 0.991591 S.D. dependent var 627554.9
S.E. of regression 57548.55 Akaike info criterion 24.98005
Sum squared resid 1.76E+11 Schwarz criterion 25.58084
Log likelihood -880.2818 Hannan-Quinn criter. 25.21922
F-statistic 466.1071 Durbin-Watson stat 0.769383
Prob(F-statistic) 0.000000
Estimation Command:
=====================
LS(CX=F,PER=F) PDRB? PAD? DAK? DBH?
Estimation Equations:
=====================
PER_EFFECT = C(13)*@ISPERIOD("2003") + C(14)*@ISPERIOD("2004") +
C(15)*@ISPERIOD("2005") + C(16)*@ISPERIOD("2006") +
C(17)*@ISPERIOD("2007") + C(18)*@ISPERIOD("2008") +
C(19)*@ISPERIOD("2009") + C(20)*@ISPERIOD("2010") +
C(21)*@ISPERIOD("2011")
PDRBPURBALINGGA = C(5) + PER_EFFECT + C(1) +
C(2)*PADPURBALINGGA + C(3)*DAKPURBALINGGA +
C(4)*DBHPURBALINGGA
PDRBBANJARNEGARA = C(6) + PER_EFFECT + C(1) +
C(2)*PADBANJARNEGARA + C(3)*DAKBANJARNEGARA +
C(4)*DBHBANJARNEGARA
PDRBKEBUMEN = C(7) + PER_EFFECT + C(1) + C(2)*PADKEBUMEN +
C(3)*DAKKEBUMEN + C(4)*DBHKEBUMEN
PDRBWONOSOBO = C(8) + PER_EFFECT + C(1) + C(2)*PADWONOSOBO
+ C(3)*DAKWONOSOBO + C(4)*DBHWONOSOBO
PDRBWONOGIRI = C(9) + PER_EFFECT + C(1) + C(2)*PADWONOGIRI +
C(3)*DAKWONOGIRI + C(4)*DBHWONOGIRI
PDRBREMBANG = C(10) + PER_EFFECT + C(1) + C(2)*PADREMBANG +
C(3)*DAKREMBANG + C(4)*DBHREMBANG
PDRBBATANG = C(11) + PER_EFFECT + C(1) + C(2)*PADBATANG +
C(3)*DAKBATANG + C(4)*DBHBATANG
PDRBSALATIGA = C(12) + PER_EFFECT + C(1) + C(2)*PADSALATIGA +
C(3)*DAKSALATIGA + C(4)*DBHSALATIGA
108
Substituted Coefficients:
=====================
PER_EFFECT = -37989.7131795*@ISPERIOD("2003") +
16992.7794611*@ISPERIOD("2004") + 47965.376195*@ISPERIOD("2005") -
76873.4483985*@ISPERIOD("2006") - 63774.0735882*@ISPERIOD("2007") -
77878.0644398*@ISPERIOD("2008") - 56740.0908707*@ISPERIOD("2009") +
106592.685059*@ISPERIOD("2010") + 141704.549762*@ISPERIOD("2011")
PDRBPURBALINGGA = 76993.0586845 + PER_EFFECT + 1645524.90281 +
2.65491295522*PADPURBALINGGA + 6.91661345453*DAKPURBALINGGA
+ 1.96046834465*DBHPURBALINGGA
PDRBBANJARNEGARA = 423582.46351 + PER_EFFECT + 1645524.90281 +
2.65491295522*PADBANJARNEGARA +
6.91661345453*DAKBANJARNEGARA +
1.96046834465*DBHBANJARNEGARA
PDRBKEBUMEN = 448732.087511 + PER_EFFECT + 1645524.90281 +
2.65491295522*PADKEBUMEN + 6.91661345453*DAKKEBUMEN +
1.96046834465*DBHKEBUMEN
PDRBWONOSOBO = -378779.184076 + PER_EFFECT + 1645524.90281 +
2.65491295522*PADWONOSOBO + 6.91661345453*DAKWONOSOBO +
1.96046834465*DBHWONOSOBO
PDRBWONOGIRI = 520100.927954 + PER_EFFECT + 1645524.90281 +
2.65491295522*PADWONOGIRI + 6.91661345453*DAKWONOGIRI +
1.96046834465*DBHWONOGIRI
PDRBREMBANG = -58646.35556 + PER_EFFECT + 1645524.90281 +
2.65491295522*PADREMBANG + 6.91661345453*DAKREMBANG +
1.96046834465*DBHREMBANG
PDRBBATANG = 94167.408724 + PER_EFFECT + 1645524.90281 +
2.65491295522*PADBATANG + 6.91661345453*DAKBATANG +
1.96046834465*DBHBATANG
PDRBSALATIGA = -1126150.40675 + PER_EFFECT + 1645524.90281 +
2.65491295522*PADSALATIGA + 6.91661345453*DAKSALATIGA +
1.96046834465*DBHSALATIGA
109
Lampiran 4
Random Effect Model
Dependent Variable: PDRB?
Method: Pooled EGLS (Two-way random effects)
Date: 07/25/13 Time: 12:40
Sample: 2003 2011
Included observations: 9
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 72
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1596575. 133210.9 11.98531 0.0000
PAD? 2.924279 0.927798 3.151847 0.0024
DAK? 6.919429 0.871690 7.937946 0.0000
DBH? 3.250663 2.146379 1.514487 0.1345
Random Effects
(Cross)
PURBALINGGA--
C 73284.09
BANJARNEGARA-
-C 419882.9
KEBUMEN--C 439476.1
WONOSOBO--C -376586.6
WONOGIRI--C 516204.0
REMBANG--C -60402.07
BATANG--C 95120.54
SALATIGA--C -1106979.
Random Effects
(Period)
2003--C -18564.03
2004--C 32507.77
2005--C 61276.33
2006--C -62437.34
2007--C -58609.68
2008--C -78517.28
2009--C -63429.47
2010--C 77144.22
2011--C 110629.5
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 294280.3 0.9233
Period random 62335.75 0.0414
110
Idiosyncratic random 57548.55 0.0353
Weighted Statistics
R-squared 0.655783 Mean dependent var 132641.5
Adjusted R-squared 0.640597 S.D. dependent var 109580.1
S.E. of regression 65693.49 Sum squared resid 2.93E+11
F-statistic 43.18329 Durbin-Watson stat 0.626946
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.323240 Mean dependent var 2079244.
Sum squared resid 1.89E+13 Durbin-Watson stat 0.030586
Estimation Command:
=====================
LS(CX=R,PER=R) PDRB? PAD? DAK? DBH?
Estimation Equations:
=====================
PDRBPURBALINGGA = C(1) + C(2)*PADPURBALINGGA +
C(3)*DAKPURBALINGGA + C(4)*DBHPURBALINGGA
PDRBBANJARNEGARA = C(1) + C(2)*PADBANJARNEGARA +
C(3)*DAKBANJARNEGARA + C(4)*DBHBANJARNEGARA
PDRBKEBUMEN = C(1) + C(2)*PADKEBUMEN + C(3)*DAKKEBUMEN +
C(4)*DBHKEBUMEN
PDRBWONOSOBO = C(1) + C(2)*PADWONOSOBO +
C(3)*DAKWONOSOBO + C(4)*DBHWONOSOBO
PDRBWONOGIRI = C(1) + C(2)*PADWONOGIRI + C(3)*DAKWONOGIRI +
C(4)*DBHWONOGIRI
PDRBREMBANG = C(1) + C(2)*PADREMBANG + C(3)*DAKREMBANG +
C(4)*DBHREMBANG
PDRBBATANG = C(1) + C(2)*PADBATANG + C(3)*DAKBATANG +
C(4)*DBHBATANG
PDRBSALATIGA = C(1) + C(2)*PADSALATIGA + C(3)*DAKSALATIGA +
C(4)*DBHSALATIGA
111
Substituted Coefficients:
=====================
PDRBPURBALINGGA = 1596574.53013 +
2.92427899457*PADPURBALINGGA + 6.91942862311*DAKPURBALINGGA
+ 3.25066319107*DBHPURBALINGGA
112
Lampiran 5
UJI CHOW
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: FEM
Test cross-section and period fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 341.595950 (7,53) 0.0000
Cross-section Chi-square 275.844214 7 0.0000
Period F 13.529284 (8,53) 0.0000
Period Chi-square 80.104788 8 0.0000
Cross-Section/Period F 338.370705 (15,53) 0.0000
Cross-Section/Period Chi-
square 329.204764 15 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: PDRB?
Method: Panel Least Squares
Date: 07/26/13 Time: 01:31
Sample: 2003 2011
Included observations: 9
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 72
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -632374.6 278667.8 -2.269278 0.0269
PAD? 13.54479 4.013990 3.374395 0.0013
DAK? 26.00816 4.756449 5.467979 0.0000
DBH? 39.73264 10.36831 3.832124 0.0003
Effects Specification
Period fixed (dummy variables)
R-squared 0.710507 Mean dependent var 2079244.
Adjusted R-squared 0.657433 S.D. dependent var 627554.9
S.E. of regression 367303.1 Akaike info criterion 28.61677
Sum squared resid 8.09E+12 Schwarz criterion 28.99622
Log likelihood -1018.204 Hannan-Quinn criter. 28.76783
F-statistic 13.38715 Durbin-Watson stat 0.413090
Prob(F-statistic) 0.000000
113
Period fixed effects test equation:
Dependent Variable: PDRB?
Method: Panel Least Squares
Date: 07/26/13 Time: 01:31
Sample: 2003 2011
Included observations: 9
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 72
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1530904. 40696.22 37.61784 0.0000
PAD? 3.672239 1.157244 3.173262 0.0024
DAK? 4.911207 0.938004 5.235806 0.0000
DBH? 7.007166 2.380042 2.944135 0.0046
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.980903 Mean dependent var 2079244.
Adjusted R-squared 0.977772 S.D. dependent var 627554.9
S.E. of regression 93561.70 Akaike info criterion 25.87039
Sum squared resid 5.34E+11 Schwarz criterion 26.21822
Log likelihood -920.3342 Hannan-Quinn criter. 26.00886
F-statistic 313.3225 Durbin-Watson stat 0.945451
Prob(F-statistic) 0.000000
Cross-section and period fixed effects test equation:
Dependent Variable: PDRB?
Method: Panel Least Squares
Date: 07/26/13 Time: 01:31
Sample: 2003 2011
Included observations: 9
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 72
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1148535. 203069.3 5.655876 0.0000
PAD? 2.321928 4.805806 0.483151 0.6305
DAK? 6.192127 4.745939 1.304721 0.1964
DBH? 20.92773 11.34793 1.844190 0.0695
R-squared 0.392561 Mean dependent var 2079244.
Adjusted R-squared 0.365763 S.D. dependent var 627554.9
S.E. of regression 499778.6 Akaike info criterion 29.13567
114
Sum squared resid 1.70E+13 Schwarz criterion 29.26215
Log likelihood -1044.884 Hannan-Quinn criter. 29.18602
F-statistic 14.64849 Durbin-Watson stat 0.076213
Prob(F-statistic) 0.000000
115
Lampiran 6
Chi Square
Hausman test for
fixed versus random
effects
chi-sqr(3) =
8.1507066
p-value =
0.0429976
116
Lampiran 7
Uji Normalitas
Lampiran 8
Uji Multikolinieritas
C PAD? DAK? DBH?
C 5.76E+09 -37650.67 -32285.94 -98630.27 PAD? -37650.67 0.817107 0.213904 -0.255652 DAK? -32285.94 0.213904 0.868071 -0.343479 DBH? -98630.27 -0.255652 -0.343479 4.327764
0
1
2
3
4
-1.5e-10 -1.0e-10 -5.0e-11 5.0e-16 5.0e-11 1.0e-10 1.5e-10
Series: ResidualsSample 2003 2011Observations 9
Mean 7.88e-12Median 3.90e-11Maximum 1.14e-10Minimum -1.34e-10Std. Dev. 9.18e-11Skewness -0.594984Kurtosis 1.846578
Jarque-Bera 1.029901Probability 0.597530
117
Lampiran 9
Uji White Cross-Section (Heterokedastisitas)
Dependent Variable: PDRB?
Method: Pooled EGLS (Cross-section weights)
Date: 08/12/13 Time: 07:27
Sample: 2003 2011
Included observations: 9
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 72
Linear estimation after one-step weighting matrix
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1544408. 32115.23 48.08959 0.0000
PAD? 3.335057 1.117653 2.983983 0.0041
DAK? 4.231344 0.855718 4.944786 0.0000
DBH? 7.960572 2.200687 3.617312 0.0006
Fixed Effects
(Cross)
PURBALINGGA--
C 61969.57
BANJARNEGARA-
-C 422975.4
KEBUMEN--C 440488.2
WONOSOBO--C -373754.2
WONOGIRI--C 540117.9
REMBANG--C -70364.02
BATANG--C 86651.98
SALATIGA--C -1108085.
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.988034 Mean dependent var 2158830.
Adjusted R-squared 0.986072 S.D. dependent var 612981.0
S.E. of regression 92450.18 Sum squared resid 5.21E+11
F-statistic 503.6653 Durbin-Watson stat 0.927185
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.980481 Mean dependent var 2079244.
Sum squared resid 5.46E+11 Durbin-Watson stat 0.855783
118
Lampiran 10
Uji Autokorelasi
Dependent Variable: PDRB?
Method: Pooled EGLS (Cross-section SUR)
Date: 08/12/13 Time: 05:51
Sample: 2003 2011
Included observations: 9
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 72
Linear estimation after one-step weighting matrix
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1542261. 8932.441 172.6585 0.0000
PAD? 3.642156 0.068192 53.41058 0.0000
DAK? 4.796611 0.105289 45.55682 0.0000
DBH? 6.805791 0.180153 37.77793 0.0000
Fixed Effects
(Cross)
PURBALINGGA--
C 59394.09
BANJARNEGARA-
-C 422821.9
KEBUMEN--C 436558.0
WONOSOBO--C -371307.8
WONOGIRI--C 535784.2
REMBANG--C -67538.82
BATANG--C 92408.23
SALATIGA--C -1108120.
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.999761 Mean dependent var -25.20378
Adjusted R-squared 0.999722 S.D. dependent var 77.73251
S.E. of regression 1.073279 Sum squared resid 70.26765
F-statistic 25554.29 Durbin-Watson stat 2.155346
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.980842 Mean dependent var 2079244.
Sum squared resid 5.36E+11 Durbin-Watson stat 0.918442