ANALISIS PENGARUH PDRB, INVESTASI, DAN INDEKS...
Transcript of ANALISIS PENGARUH PDRB, INVESTASI, DAN INDEKS...
ANALISIS PENGARUH PDRB, INVESTASI, DAN INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA-TIMUR
(PERIODE TAHUN 2012 – 2016)
Disusun Oleh:
Vanya Alverissa
(11140840000070)
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1429 H / 2018 M
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Bahwa yang bertanda tangan di bawah ini:
I. DATA PRIBADI
Nama : Vanya Alverissa
Tempat dan tanggal lahir : Jakarta, 20 Desember 1996
Tinggi Badan : 167 Cm
Berat Badan : 67 Kg
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia.
Agama : Islam.
Status : Belum Menikah
Pendidikan Terakhir : Sekolah Menengah Atas
Tempat tinggal sekarang : Bona Sarana Indah Blok D no 6 RT 01 RW 02
Kelurahan Panunggangan Utara Kecamatan Pinang,
Kota Tangerang.
Telpon : 081316239671
E-mail : [email protected]
Menerangkan Dengan Sesungguhnya:
II. PENDIDIKAN FORMAL
Tahun Nama Sekolah Jurusan Ijazah
2002-2008 SDN CIKOKOL 01 Tangerang - Berijazah
2008-2011 SMP Yasporbi 2 Jakarta - Berijazah
2011-2014 SMA Islamic Centre Tangerang IPA Berijazah
2014-sekarang Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
Ilmu
Ekonomi dan
Studi
Pembangunan
-
III. PENDIDIKAN NON-FORMAL
Tahun Jenis Pendidikan
2008 Lembaga Bahasa dan Pendidikan Profesional LIA
2008 Les Piano Yamaha School
2013 Les Vocal Purwacaraka Music School
iii
IV. JUDUL SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH PDRB, INVESTASI DAN INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA TERHADAP KEMISKINAN di PROVINSI JAWA-TIMUR (PERIODE 2012-
2016)
V. PENGALAMAN KERJA
Tahun Nama / Jenis Pekerjaan
2012 Kontributor Quickcount Pilkada Serentak Charta Politika Indonesia
2017 Junior Researcher LP3ES
VI. PENGALAMAN ORGANISASI
Tahun Nama/ Jenis Organisasi
2008-2009 Anggota Klub Sains Yasporbi 2 Junior High School
2009-2011 Anggota Tari Saman Grup Yasporbi 2 Junior High School
2011-2012 Anggita English Club SMA Islamic Centre Tangerang
2011-2013 Anggota Tari Saman Grup Sma Islamic Centre Tangerang
2011-2013 Anggota Rohis SMA ISLAMIC Centre
2015-Sekarang Anggota Biasa HMI KAFEIS Cabang Ciputat
2015 Peserta Terbaik LK-1 (Basic Training) HMI KAFEIS Cabang Ciputat
2015-2016 Anggota Departemen Olahraga dan Seni HMJ IESP
2016 Ketua Badan Pengawas Pemilu Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2017/2018 Sekertaris Menteri Hubungan Antar Lembaga Dewan Eksekutif
Mahasiswa UIN JKT
2017 Peserta Latihan Khusus KOHATI (LKK) Cabang Ciputat
2018/2019 Ketua Bidang Kajian dan Advokasi KOHATI Cabang Ciputat
iv
ABSTRACT
This study is to determine the effect of GRDP, Investment, and Human
Development Index on Poverty in East Java Province for the period 2010-2016.
This study uses secondary data and reprocessed by the author. Secondary data
obtained from government institution websites such as Statistics and foreign
Central Agencies such as the World Bank. Data analysis method is carried out by
panel data analysis method by combining data between time series and cross section
then using multiple linear regression analysis.
The results of this study indicate that the GDRP variable has a positive influence
on poverty in East Java Province. Investment variables have a positive influence on
poverty in East Java Province. And the Human Development Index variable has a
negative effect on Poverty in East Java Province.
Keywords: Poverty, GRDP, Investment, HDI
v
ABSTRAK
Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh PDRB, Investasi, dan Indeks
Pembangunan Manusia terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Periode
2010-2016. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan diolah kembali oleh
penulis. Data sekunder yang diperoleh dari website-website institusi pemerintahan
seperti Badan Pusat Statistik dan asing seperti Bank Dunia. Metode analisis data
dilakukan dengan metode analisis data panel dengan menggabungkan data antara
time series dengan cross section lalu selanjutnya di gunakan analisis regresi linier
berganda.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel PDRB memiliki pengaruh
positif terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Variabel Investasi memiliki
pengaruh positif terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Dan Variabel
Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh negatif terhadap Kemiskinan di
Provinsi Jawa Timur.
Kata Kunci: Kemiskinan, PDRB, Investasi, IPM
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat Islam, iman dan
Karunia–Nya sehingga skripsi dengan judul “ANALISIS PENGARUH PDRB, INVESTASI
dan INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP KEMISKINAN di Provinsi
Jawa-Timur (periode 2012 – 2016)” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah
Jakarta.
Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari doa, bantuan,
bimbingan, petunjuk dan saran dari semua pihak oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
terimakasih kepada:
1. Allah SWT yang telah mengabulkan doa, harapan dan tempat bersandar dalam suka
dan duka penulis, jatuh bangun penulis selama ini dari pengajuan judul,Selama
pengerjaan skripsi serta selalu memberikan pertolongan disaat masa-masa sulit
alhamdulillah diberikan keberuntungan.
2. Mama Marlina Susanti dan Papa Darmansyah Yusuf yang selalu memberikan
dukungan dan bimbingan sampai Vanya Alverissa menyelesaikan skripsi, mau
mendengarkan keluhan – keluhan Vanya . tak jarang Vanya sampai menangis dan tak
henti-hentinya mama dan papa berdoa untuk Vanya, mengingatkan Vanya untuk terus
yakin terhadap Allah swt bahwa setiap permasalahan yang datang allah berikan untuk
menjadikan hambanya menjadi pribadi yang lebih sabar untuk menghadapi dunia luar
yang saat ini belum ada apa-apanya dan juga selalu mengingatkan akan terus
menambah tulisan demi tulisan dalam penulisan skripsi ini
3. Kakak Frida Kartika dan Kakak Seilla Rafika Fitri yang selalu memberikan motivasi
dan dukungan semangat agar cepat menyelesaikan skripsi,bahkan disaat skripsi ini
mengalami masa yang sangat-sangat sulit terimakasih sudah mau menolongku dan
mengingatkan ku akan banyak hal dan tak terbuai perasaan. Serta tidak lupa keponakan
Aunty Abby Satria Maylandy yang selalu semangatin aunty dan menemani dalam
pengerjaan skripsi.
vii
4. Bapak Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta Arief Mufraini, Lc. M.Si.
selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yang sangat
berharga selama perkuliahan.
5. Bapak Arief Fitrijanto M. Si. Selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta yang telah memberikan banyak Sekali masukan dan
arahan selama perkuliahan dan juga skripsi.
6. Bapak Sofyan Rizal, M. Si Selaku Sekertaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis.
7. Bapak Aizirman Djusan, Ph.D,M.Sc., Econ., Selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang sudah sangat perhatian terhadap Akademik dan Non-Akademik saya sehingga
saya mempunyai kesempatan untuk mengikuti kegiatan di luar kampus, terimakasih
banyak atas ilmu bermanfaatnya.
8. Bapak Fahmi Wibawa, MBA. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi saya yang sudah
senantiasa baik sekali terhadap saya, sangat membantu saya disaat bimbingan,
memberikan banyak masukan dan arahan lebih baik terimakasih banyak atas ilmu yang
bermanfaat pak.
9. Bu Najwa Khairina, SE., M.A. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi saya yang sudah
senantiasa baik sekali terhadap saya, sangat membantu saya disaat bimbingan, bahkan
sudah mau saya repoti sejak mata perkuliahan seminar penelitian, terimakasih banyak
atas ilmu yang bermanfaat.
10. Bapak Jackie Nurjaman Rachman, MPS. Selaku Dosen yang menjadi tempat konsultasi
dalam penulisansaya.
11. Bu Utami Baroroh, M. Si. Selaku Dosen perkuliahan saya yang sangat sabar
menghadapi saya, mau mengajarkan saya banyak hal dan salah satu yang memotivasi
saya untuk bisa pintar dalam matakuliah ekonomi mikro, terimakasih atas ilmu
bermanfaatnya bu.
12. Bapak Ahmad Soni Tibrizi Wicaksono, S.E., M.E. selaku senior pembimbing skripsi
yang selalu memberi masukan dan saran terutama diawal pengerjaan skripsi.
13. Teman seperjuangan kuliah sedariawal di masa–masa sulit yang sudah kuanggap
seperti keluarga Nabilla F, Slamet Ryadi, M. Prianda Kurniawan, M. Muzaki,
Dirgantara, Faizul Umam, Gilang yoyo, Yushi Septiana, Varrah Ainun, Dhimas
Setianik, Terryna Lady, Rahmadian Wijayanti, Wahyu, Ahmad Tanoe dan kawan –
kawan Ekonomi Pembangunan Angkatan 2014 yang tidak bisa saya sebutkan satu-
persatu.
viii
14. Terimakasih ku ucapkan kepada Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam
Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Cabang Ciputat.
15. Astika Rahma Ghanny yang sedari semester 2 teman seperjuanganku di organisasi,
semoga kedepannya kami berdua bisa sama-sama lebih baik.
16. Adik–Adik Sejurusanku yang sudah senantiasa membantuku Indy M Boer, Dita
Nurlaela, Sandra Diajeng, Elma Intan, Syifa Aliani, Intan Choirunnisa, Gera, Nadya
Novalita, M. Retzhi, Reza, M. Huda, Septian, Syahrul dan yang tidak bisa kusebutkan
satu-persatu, terimakasih selama ini sudah menjadi kawan dekat.
17. Teman ku Se-HMI CABANG CIPUTAT Riansyah Siregar, Nadya HP, Master Ghiffar,
Master Richad, Master Tebe, Master Pono, Ahmad Fairuz, Fahrurozi, Annisa Yassin,
Ka Nadya Zakiyah, Farah Nurul Afifah temenku yang juga hijrah tidak ragu untuk
mengajak aku ke arah yang lebih baik, Sri sekum kohati komfastek ku, Kak Maulidia
Wirda yang selalu menyemangati ku.
18. Teruntuk Teman Kecil ku Irsyadillah Putra Ilyas, terimakasih sudah mau membantu
untuk membenarkan laptop ku sehingga bisa dipakai sampai skripsi ini selesai.
19. Terimakasih untuk Kawan-Kawan KOHATI CABANG CIPUTAT, terutama teruntuk
Ketumku Mumtaz Haya Waralalo selalu menyemangati ku dalam berbagai hal.
20. Terimakasih teruntuk Abang – Abang dan Kakak- Kakak di KAFEIS Bang Adi Komba,
Bang Bandhe, Bang Romi, Bang Fauzan, Bang Adam Camubar,Bang Abi Nubli, Bang
Aroy, Bang restu, Ka Nova, Ka Siti, Ka Cipeh, Ka Aya, Ka Mahda, Ka Septi, Bang
Wisnu, Ka Nanda, Bang Kresna, Ka Nadya Zakiyah, dan Semua Abang dan Kakak
yang belum bisa ku sebut satu-persatu.
21. Terimakasih teruntuk Himpunan Mahasiswa Jurusan EP(HMJ-EP) masa bakti 2014 -
2015 atas Pengalaman – Pengalaman menarik yang tak dapat dilupakan,
22. Terimakasih teruntuk Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis
(DEMA-FEB) masa bakti 2014 -2015 atas pengalaman – pengalaman menarik yang tak
dapat dilupakan
23. Terimakasih teruntuk Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) 2015 atas pengalaman –
pengalaman menarik yang tak dapat dilupakan, semoga menjadi ilmu bermanfaat
kedepannya.
24. Terimakasih teruntuk Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA (DEMA-UIN JKT) yang sudah mempercayai saya sebagai Sekretaris
Mentri Hubungan Antar Lembaga.
ix
25. Terimakasih teruntuk sahabat saya Muhammad Alif yang telah bersedia memberikan
rumah dan wifi rumahnya untuk saya mencari data dan referensi judul dan jurnal, dan
juga kebaikan – kebaikan mu sedari awal yang tidak dapat disebutkan semuanya.
26. Teruntuk Kakandaku Muhammad Ammar Wibowo, Terimakasih sudah memotivasi ku
selama dua sampai tiga tahun terakhir ini masih konsisten di tempat yang sama tidak
pernah berubah dan semakin peduli terutama di masa–masa sulit, semoga selalu
menjadi tempat terhangat untuk diskusi dan ngopi sejenak menghilangkan segala
kepenatan yang ada di hidup ini, kebaikan mu tidak dapat kuurai satu per satu.
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ ii
ABSTRACT ............................................................................................................................. iv
ABSTRAK ................................................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. vi
DAFTAR ISI............................................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 14
C. TujuanPenelitian............................................................................................................. 15
D. Manfaat Penelitian.......................................................................................................... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 16
A. Kemiskinan..................................................................................................................... 16
1.Teori Kemiskinan ........................................................................................................ 19
2.Ukuran Kemiskinan ..................................................................................................... 20
B. Produk Domestik Regional Bruto .................................................................................. 22
1.Manfaat Perhitungan PDRB ........................................................................................ 24
2. Metode Perhitungan PDRB ................................................................................................ 25
C. Investasi .......................................................................................................................... 26
D. Indeks Pembangunan Manusia ....................................................................................... 31
1.Komponen Indeks Pembangunan Manusia ................................................................. 33
E. Review Studi Terdahulu ................................................................................................ 34
F. Hubungan antar Variabel ............................................................................................... 44
G. Kerangka Pemikiran ....................................................................................................... 48
H. Hipotesis Penelitian ........................................................................................................ 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 50
A. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................................. 50
B. Variabel Penelitian ......................................................................................................... 50
C. Definisi Operasional Variabel ........................................................................................ 51
D. Jenis Penelitian ............................................................................................................... 52
xi
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................................. 53
F. Metode Analisis Data ..................................................................................................... 53
1.Uji Spesifikasi Model .................................................................................................. 53
2.Uji Regresi Linier Berganda ....................................................................................... 55
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN............................................................. 58
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................................................... 58
B. Analisis Deskriptif.......................................................................................................... 60
C. Model Regresi Data Panel .............................................................................................. 65
a. Uji Chow .................................................................................................................... 65
b. Fixed Effect Model (FEM) ......................................................................................... 66
D. Uji Regresi Linier Berganda .......................................................................................... 74
a. Uji Adjusted R Square ................................................................................................ 74
b. Uji F............................................................................................................................ 75
c. Uji t ........................................................................................................................................ 76
E. Pembahasan .............................................................................................................................. 78
BAB V PENUTUP.................................................................................................................. 82
A. Kesimpulan..................................................................................................................... 82
B. Saran ............................................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 84
LAMPIRAN............................................................................................................................ 87
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel .......................................................................... 51
Tabel 4.1 Luas Wilayah Provinsi Jawa Timur ................................................................. 59
Tabel 4.2 Hasil Uji Chow ................................................................................................ 65
Tabel 4.4 Regresi Data Panel Fixed Effect Model ........................................................... 66
Tabel 4.5 Interpretasi Fixed Effect Model ........................................................................ 67
Tabel 4.6 Hasil Adjusted R Square .................................................................................. 74
Tabel 4.7 Hasil Uji F ........................................................................................................ 75
Tabel 4.8 Hasil Uji t ......................................................................................................... 76
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Statistik Kemiskinan dan Ketidaksetaraan di Indonesia .................................... 3
Gambar 1.2 Propinsi dengan Angka Kemiskinan Absolut Tinggi ........................................ 5
Gambar 1.3 Persentase Penduduk Miskin di Pulau Jawa ...................................................... 6
Gambar 1.4 Pertumbuhan PDB Indonesia ............................................................................. 8
Gambar 1.5 PDRB di Pulau Jawa .......................................................................................... 9
Gambar 1.6 Data Investasi di Pulau Jawa............................................................................ 10
Gambar 1.7 Perkembangan Indeks Pembangunan Indonesia .............................................. 11
Gambar 1.8 Data Indeks Pembangunan Manusia di ASEAN ............................................. 12
Gambar 1.9 Data Indeks Pembangunan Manusia di Pulau Jawa ......................................... 12
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir ............................................................................................ 48
Gambar 4.1 Luas Wilayah Provinsi Jawa-Timur ................................................................. 59
Gambar 4.2 Data Tingkat Kemiskinan ................................................................................ 61
Gambar 4.3 Data PDRB....................................................................................................... 62
Gambar 4.4 Data Investasi ................................................................................................... 63
Gambar 4.5 Data IPM .......................................................................................................... 64
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1: Data Penelitian ........................................................................................ 88
2. Lampiran 2: Analisis Data Panel ............................................................................... 102
3. Lampiran 3: Analisis Regresi Linear Berganda ......................................................... 105
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan adalah hal-hal yang bersifat vital dalam bentuk fisik
sekaligus motivasi masyarakat untuk berusaha melalui serangkaian proses
sosial, ekonomi, dan institusional untuk mencapai tujuan yang di citakan yaitu
kehidupan yang serba lebih baik. Proses pembangunan memiliki beberapah
tahapan yaitu meningkatnya serta perluasan distribusi berbagai macam barang
kebutuhan hidup yang pokok, meningkatnya angka standar hidup dan meluasnya
pilihan – pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta secara
keseluruhan ( Todaro dan Smith, 2006)
Berbagai kegiatan pembangunan nasional telah dikonsepkan dan dijalankan
oleh pemerintah untuk meningkatkan angka kesejahteraan. Salah satu dari
kegiatan itu adalah dengan cara mengarahkan berbagai macam kegiatan
pembangunan ke wilayah-wilayah, terutama pembangunan untuk wilayah-
wilayah yang memiliki penduduk dengan angka kesejahteraan yang relatif
rendah.
Pembangunan seharusnya dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan
dengan mempertimbangkan skala prioritas dan kebutuhan dan kebutuhan
masing-masing daerah tersebut. Pembangunan dimaksud hendaknya tetap
mengacu pada target strategis nasional baik jangka pendek maupun jangka
Panjang yang akan dicapai.
Menurunnya jumlah penduduk miskin di Indonesia merupakan salah satu
indikator utama keberhasilan pembangunan nasional. Masalah yang dihadapi
banyak negara dan salah satu persoalan mendasar yang menjadi perhatian
pemerintah disetiap negara adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh kondisi
ekonomi nasional suatu negara dan juga dipengaruhi oleh perkembangan dan
situasi ekonomi global. Dalam hal ini, meningkatnya globalisasi ekonomi dan
tingkat ketergantungan antar negara, tidak hanya merupakan tantangan terkait
kesempatan bagi pertumbuhan ekonomi serta pembangunan suatu negara, tetapi
juga mengandung risiko dan ketidakpastian masa depan perekonomian dunia.
2
Kunarjo berpendapat dalam Badrul Munir (2002:10) bahwa pada umumnya,
suatu negara dapat dikatakan miskin apabila pendapatan perkapita yang
terhitung rendah, tingginya tingkat pertumbuhan dengan perhitungan lebih dari
2% per tahun, tenaga kerja yang sebagian bergerak dalam sektor pertanian dan
terbelenggu dalam lingkaran kemiskinan. Pendapatan nasional dan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi serta cepat sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan.
Di Indonesia, kemiskinan merupakan permasalahan yang telah dihadapi
sejak lama dan sampai saat ini masih menuntut perhatian lebih dari Pemerintah
Indonesia. Tingkat kemiskinan di Indonesia masih relative cukup tinggi
dibandingkan dengan Negara di sekitarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan di
Indonesia per tahun 2016 tercatat sebesar 10,9%. Meskipun angka kemiskinan
turun apabila dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 11,1%,
namun angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat
kemiskinan di beberapa negara seperti Malaysia 0,4% dan Thailand 8,6%
(Laporan Bank Dunia). Adapun perkembangan Statistik kemiskinan dan
ketidaksetaraan di Indonesia ialah sebagaimana Gambar 1.1 berikut:
3
Gambar 1.1
Statistik Kemiskinan dan Ketidaksetaraan di Indonesia
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Pada dasarnya problematika kemiskinan ialah permasalahan yang
kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya-upaya
pengentasan kemiskinan harus dilakukan dengan cara berkesinambungan,
mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat dan dilaksanakannya secara
terpadu dengan melibatkan berbagai instansi terkait.
Apabila dilihat di dalam profile kemiskinan di Indonesia, pada
dasarnya terdapat dua jenis kemiskinan yaitu kemiskinan relative dan
kemiskinan absolut. Pemerintah pun memaparkan adanya dua jenis
kemiskinan dengan menggunakan kriteria tertentu terkait penetapan
kemiskinan dimaksud. Secara relatif angka kemiskinan di Indonesia
dinyatakan dalam presentase dari jumlah populasi yang ada di Indonesia dan
pada tahun 2016 tercatat sebesar 10,6%. Lebih lanjut secara absolut pada
tahun tahun 2016 adalah sebesar 28 juta jiwa. Salah satu indikator untuk
mengukur seberapa besar ketimpangan distribusi pendapatan suatu negara
adalah dengan memakai Gini Ratio atau Koefisien Gini. Dalam hal ini,
semakin besar angka koefisien gini, berarti semakin besar ketimpangan
pendapatan yang terjadi pada suatu negara. Selanjutnya, apabila angka
koefisien gini sudah mencapai angka 1 (satu), dalam hal ini, semakin besar
angka koefisien gini, berarti semakin besar ketimpangan pendapatan yang
16
:06
37
0:3
5
15
:04
35
0:3
5
14
:02
33
0:3
7
13
:03
31
0:3
8
12
:05
30
0:4
1
11
:07
29
0:4
1
11
:05
29
0:4
1
11
28
0:4
1
11
:01
29
0:4
1
10
:09
28
0:4
0
K E M I S K I N A N R E L A T I F K E M I S K I N A N A B S O L U T K O E F I S I E N G I N I
KEMISKINAN DAN KETIDAKSETARAAN DI INDONESIA
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
4
terjadi pada suatu negara. Selanjutnya apabila angka koefisien gini sudah
mencapai angka 1 (satu), berarti sudah benar-benar timpang distribusi
pendapatan suatu negara. Indonesia setiap tahunnya, mengalami peningkatan
angka koefisien gini.
Berdasarkan data pada Gambar 1.1 diatas, terlihat bahwa dalam
periode 2007-2016 secara umum terjadi kenaikan ketimpangan pendapatan di
Indonesia, yaitu 0,35 pada tahun 2007 naik menjadi 0,40. Namun, bila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2015) yang tercatat sebesar 0,41
angka koefisien gini pada tahun 2016 tersebut sedikit menurun. Masih relatif
tingginya angka kemiskinan di Indonesia baik secara relatif maupun absolut
serta meningkatnya ketimpangan pendapatan di Indonesia sangat
memerlukan sokongan penuh dari Pemerintah terkait berbagai upaya untuk
mengatasi hal ini.
Ketimpangan pendapatan dapat terjadi antar individu, sector maupun
daerah. Ketimpangan pendapatan di setiap daerah antara lain disebabkan
perbedaan komposisi jumlah penduduk, sumber daya yang ada, karateristik
setiap daerah dan faktor geografis. Ketimpangan pendapatan menggambarkan
perbedaan pendapatan antar masyarakat maupun daerah yang maju dengan
daerah yang tertinggal. Kesenjangan antar daerah telah menjadi fokus utama
Pemerintah dalam menanggulangi masalah kemiskinan, terutama mengingat
karateristik masyarakat Indonesia yang sangat majemuk.
Secara pola geografis dan angka kemiskinan absolut, lebih dari
setengah jumlah penduduk di Indonesia hidup di dalam taraf kemiskinan
berada di pulau jawa, yang artinya berlokasi di bagian barat Indonesia dengan
populasi yang padat. Pada Gambar 2 berikut, dapat dilihat dibawah bahwa
Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat pertama Provinsi dengan
kemiskinan absolut tertinggi se-Indonesia, yaitu sebesar 4,78 juta jiwa (Maret
2016). Hal ini dapat dipahami mengingat pulau Jawa merupakan Provinsi
yang memiliki populasi terpadat di Indonesia.
5
Gambar 1.2
Propinsi dengan Angka Kemiskinan Absolut Tinggi
*Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Selanjutnya berdasarkan persentase sebagaimana pada Gambar 1.3,
terlihat bahwa tingkat kemiskinan tertinggi di pulau Jawa ditempati oleh
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu sebesar 11.7% pada tahun 2016.
Meskipun daerah ini dikenal sebagai Kota Pelajar, namun ternyata tingkat
kemiskinannya masih relatif cukup tinggi. Selanjutnya Provinsi Jawa tengah
merupakan Provinsi kedua di Pulau Jawa yang memiliki persentase jumlah
penduduk miskin tertinggi, dan diikuti oleh Provinsi Jawa Timur. Secara
persentase tingkat kemiskinan di Jawa Timur relatif cukup tinggi, yaitu
tercatat sebesar 8% pada tahun 2016, padahal tingkat pengangguran di Jawa
Timur tergolong cukup rendah, yaitu sebesar 4,21% pada periode yang sama.
Jika dibandingkan dengan daerah Banten yang memiliki tingkat
pengangguran lebih besar yaitu 8,92% pada tahun 2016, namun tingkat
kemiskinan daerah tersebut relatif lebih rendah yaitu sebesar 5%. Berikut,
merupakan data persentase penduduk miskin di pulau jawa yang telah di olah
menjadi Gambar:
4.784.51 4.49
1.511.16
0
1
2
3
4
5
6
Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Sumatera Utara Nusa TenggaraTimur
ANGKA KEMISKINAN
6
Gambar 1.3
Persentase Penduduk Miskin Di Pulau Jawa
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Pembangunan ekonomi di wilayah memiliki maksud dan tujuan untuk
meningkatkan angka kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi
wilayah tersebut. Indikator hasil pembangunan ekonomi terlihat di dalam
pertumbuhan ekonomi yang akan menentukan langkah pembangunan di
waktu mendatang. Dalam suatu wilayah, potensi peningkatan angka
pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya yang
terdapat pada wilayah tersebut, baik sumberdaya fisik maupun non fisik,
bernilai ekonomis maupun sumberdaya yang meliputi jumlah penduduk,
tingkat keahlian, budaya dan pandangan hidup mereka. (Todaro, 2006).
Secara umum, pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai
peningkatan dalam kemampuan dari suatu perekonomian dalam
memproduksi barang dan jasa. Dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
lebih menunjuk pada perubahan yang kuantitatif (quantitative change) dan
biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) atau pendapatan atau output per kapita.
Produk Domestik Bruto (PDB) dapat diartikan sebagai nilai barang
dan jasa yang diproduksi secara keseluruhan pada jangka waktu tertentu
tertentu di suatu wilayah. Suatu negara dapat menggunakan PDB sebagai
indikator perekonomiannya. Terdapat kekuatan yang erat antara pertumbuhan
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah
D.I.Yogyakarta Jawa Timur Banten
7
ekonomi dan kemiskinan yakni cepatnya pertumbuhan akan memberikan
akibat buruk terhadap masyarakat miskin karena mereka akan tergilas dan
terpinggirkan oleh perubahan struktural dan pertumbuhan modern. Ada pula
pendapat lain yang menyatakan bahwa konsentrasi penuh untuk pengentasan
kemiskinan akan memperlambat tingkat pertumbuhan ekonomi, karena dana
pemerintah akan habis untuk penanggulangan kemiskinan sehingga proses
pertumbuhan ekonomi akan melambat (Todaro, 2000). Di sisi lain, tidak
dapat dipungkiri bahwa pengentasan kemiskinan dan pembangunan ekonomi
dapat ditindaklanjuti melalui pertumbuhan ekonomi yang menyeluruh.
Siregar dan Wahyuniarti (2008) berpendapat, syarat keharusan (necessary
condition) dalam mengurangi kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan untuk syarat kecukupan (sufficient condition) adalah bahwa
pertumbuhan tersebut berjalan efektif dalam mengurangi kemiskinan.
Dengan artian, pertumbuhan tersebut hendaklah menyebar disetiap golongan
pendapatan termasuk golongan penduduk miskin (growth with equity).
8
Gambar 1.4
Pertumbuhan PDB Indonesia
*Sumber: Bank Dunia
Pada tahun 2000an perekonomian Indonesia mengalami masa-masa
yang sulit sebagai imbas dari krisis pasar keuangan global pada masa tersebut.
Dapat dilihat pada Gambar 1.4 diatas, pertumbuhan PDB Indonesia turun dari
6% pada tahun 2008 menjadi 4,6% pada tahun 2009. Namun demikian, paska
krisis keuangan global, pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai menunjukkan
tanda-tanda pemulihan seiring dengan membaiknya kondisi pasar keuangan
global. Hal ini terlihat dari angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
meningkat hingga mencapai 5,1% pada tahun 2017.
Pada tahun 2010, Bank Dunia memaparkan bahwa di setiap tahunnya
terdapat sekitar 7 juta masyarakat Indonesia yang memasuki kelas menengah
perekonomian. Kendatipun di akhir tahun 2011-2015 tidak menjumpai
akselerasi dibanding dahulunya akan tetapi, Indonesia masih meyandang
kekuatan konsumen (konsumsi domestik) yang memotivasi perekonomian
dan memacu pertumbuhan investasi asing di Indonesia. Hal ini sejalan dengan
populasi penduduk yang padat dan tingkat konsumsi yang tinggi sehingga
sangat menjanjikan bagi investor asing untuk melakukan investasi di
Indonesia, khususnya di pulau Jawa.
6.36
4.6
6.2 6.20 65.6
5 4.9 5 5.1
0
1
2
3
4
5
6
7
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
PDB (Perubahan Persentase dalam Tahunan)
9
Gambar 1.5 mendeskripsikan mengenai pertumbuhan ekonomi di
Pulau Jawa. Pertumbuhan ekonomi yang diukur dari Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) menggambarkan salah satu faktor untuk melihat
keberhasilan pembangunan disuatu daerah atau disuatu wilayah. Tingginya
aktivitas barang dan jasa merupakan pernyataan atas tingginya pertumbuhan
ekonomi. Berdasarkan data PDRB di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Timur
memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di Pulau Jawa, khususnya
pada tahun 2016 yaitu sebesar 8,94%, diikuti Provinsi DKI Jakarta sebesar
8,38%. Terdapat beberapa dorongan yang mempengaruhi tingginya
pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur, diantaranya adalah industri
manufaktur, pertanian dan perdagangan hotel dan restaurant.
Gambar 1.5
PDRB Di Pulau Jawa
*Sumber Data: Badan Pusat Statistik.
Investasi merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Dengan meningkatkan investasi pemerintah,
diharapkan mampu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan
pendapat Suparmoko (1998), investasi merupakan pengeluaran yang
diberlakukan guna menambah atau mempertahankan persediaan kapital
(capital stock).
1 2 3 4 5 6 7
DKI Jakarta 9.71 10.05 10.61 11.74 12.74 11.74 8.38
Jawa Barat 7.5 6.7 8.7 9.87 8.43 8.43 6.85
Jawa Tengah 5.43 6.78 8.05 9.13 10.28 8.87 7.15
D.I.Yogyakarta 4.32 5.78 6.94 8.64 8.05 8.02 7.31
Jawa Timur 7.89 8.9 10.66 9.97 10.53 9.4 8.94
Banten 5.67 6.45 7.95 9.23 11.03 9.28 5.7
0
5
10
15
20
Pe
rtu
mb
uh
an
PDRB
10
Capitalstock bukan hanya dalam bentuk modal atau fisik namun
sumber daya manusia atau modal tenaga kerja tak luput pula masuk dalam
bentuk tersebut. Penanaman modal yang tepat dalam jangka panjang
diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
Berdasarkan Gambar 1.5 terlihat bahwa untuk pulau Jawa, pada tahun
2016 total investasi di Provinsi Jawa Timur mencapai Rp.289 triliun atau
tertinggi dibandingkan daerah lainnya. Beberapa faktor yang diperkirakan
mendukung tingginya investasinya di daerah ini antara lain adanya potensi
pasar yang cukup luas sejalan dengan besarnya jumlah penduduk di wilayah
tersebut serta sumberdaya ekonomi.
Gambar 1.6
Data Investasi Di Pulau Jawa
*Sumber: BKPM Jawa-Timur
Selanjutnya, pembangunan ekonomi dapat dikatakan berhasil jika
suatu wilayah/daerah selain dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, juga
dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat secara merata atau yang dikenal
dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index
(HDI). Rendah atau tingginya IPM akan akan memberikan dampak pada
tingkat produktivitas penduduk.
Dalam hal ini, semakin rendah IPM maka tingkat produktivitas
penduduk juga akan rendah, dan akan berpengaruh pada rendahnya
pendapatan. Begitu pula sebaliknya, semakin tinggi IPM maka produktivitas
pun akan semakin tinggi dan akan mendorong tingkat pendapatan agar
0100020003000
DATA INVESTASI PROVINSI DI PULAU JAWA
2012 2013 2014 2015 2016
11
semakin tinggi. Permasalahan yang terjadi adalah IPM tiap-tiap daerah
berbeda.
IPM merupakan salah satu indikator penting bagi suatu negara
maupun daerah. IPM meliputi lamanya hidup, pendidikan dan kesehatan,
serta standar hidup yang layak. IPM dapat dijadikan salah satu patokan guna
mengukur kategori suatu negara, apakah maju, berkembang, atau terbelakang.
Di Indonesia, IPM secara khusus dijadikan sebagai parameter untuk
mengukur keberhasilan pembentukan kualitas hidup manusia, dan dalam hal
ini kualitas hidup masyarakat atau penduduk dijadikan salah satu tolok ukur
kinerja tiap daerah. Dalam beberapa tahun ini IPM di Indonesia mengalami
kemajuan yang cukup signifikan, dan pada tahun 2016 mencapai 70,18,
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 69,55
(Gambar 1.7).
Gambar 1.7
Perkembangan Indeks Pembangunan Indonesia 2010-2016
*Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Walaupun, hingga tahun 2015 Indonesia masih belum bisa mengejar
ketertinggalannya dari Thailand dan Malaysia untuk skala ASEAN (Gambar
1.8), namun angka IPM Indonesia masih relatif cukup baik karena setiap
tahunnya mengalami peningkatan.
6465666768697071
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
12
Gambar 1.8
Data Indeks Pembangunan Manusia di ASEAN
*Sumber: United Nation Development Programme
Sementara itu, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik dalam 2012-2016 sebagaimana terdapat Gambar 1.9 terlihat bahwa
terdapat perbedaan IPM antar Provinsi di Pulau Jawa. Dalam hal ini, IPM di
Provinsi Jawa Timur tergolong cukup tinggi dan pada tahun 2016 menyentuh
angka 69.74.
Gambar1.9
Data Indeks Pembangunan Manusia di Pulau Jawa
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Disparitas menjadikan IPM sebagai salah satu alat dalam mengukur
ketimpangan pendapatan. Terdapat tiga indikator yang menjadi komposisi
pembentukan IPM dan saling mempengaruhi, yakni tingkat kesehatan, tingkat
pendidikan dan standar kehidupan. Maka dari itu, untuk meningkatkan IPM
68.978.9 74 68.2 68.3
58.6
92.586.5
55.6 56.3
0
20
40
60
80
100
IPM
2013
2014
2015
76
.31
76
.98
77
.53
78
.08
78
.39
78
.99
79
.6
66
.15
66
.67
67
.32
68
.25
68
.8
69
.05
70
.05
66
.08
66
.64
67
.21
68
.02
68
.78
69
.49
69
.98
75
.37
75
.93
76
.15
76
.44
76
.81
77
.59
78
.38
65
.36
66
.06
66
.74
67
.55
68
.14
68
.95
69
.74
67
.54
68
.22
68
.92
69
.47
69
.89
70
.29
70
.96
2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6
IPM DI PULAU JAWA
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I.Yogyakarta Jawa Timur Banten
13
pemerintah maka suatu daerah harus memperhatikan ketiga indikator
tersebut. Selain itu, faktor-faktor pendukung lainnya juga harus diperhatikan,
seperti kesempatan kerja, infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Jawa Timur berada di peringkat ke 15 dari 34 Provinsi di Indonesia
dan rmasuk dalam kategori pembangunan manusia sedang.
Dari sisi luas wilayah dan faktor demografi, Provinsi Jawa Timur
memiliki luas sebesar 47.922 km2 dengan jumlah penduduk sebesar
42.030.633 jiwa (sensus tahun 2015). Provinsi Jawa Timur memiliki 38
Kabupaten/kota yang terdiri dari Kabupaten Bangkalan, Kabupaten
Banyuwangi, Kabupaten Blitar, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten
Bondowoso, Kabupaten Gresik, Kabupaten Jember, Kabupaten Jombang,
Kabupaten Kediri, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten
Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto,
Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Pamekasan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Sampan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Situbondo, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tuban,
Kabupaten Tulunggagung, Kota Batu, Kota Blitar, Kota Madiun, Kota
Malang, Kota Mojokerto, Kota Pasuruan, Kota Probolinggo, Kota Surabaya.
Bank Indonesia dalam laporan tahunannya memaparkan data bahwa
Masyarakat Provinsi Jawa Timur masih dinilai kurang sejahtera dalam
kehidupan sehari-harinya, sebagaimana yang tercermin dalam profile
kemiskinan Jawa Timur 2016 (BPS Jawa-Timur)
Dalam menilai kesejahteraan masyarakat suatu daerah terdapat
beberapa indikator seperti pemerataan pendapatan, pendidikan dan kualitas
kesehatan. Adapun pemerataan pendapatan dapat dilihat dari lapangan
pekerjaan, kondisi usaha dan juga faktor ekonomi lainnya. Sementara itu,
untuk pendidikan dapat dilihat dari kemudahan memperoleh pendidikan
tersebut, yaitu dengan biaya yang murah dan juga dengan kualitas yang baik
sehingga terdapat kenaikan pada rasio murid SD-SMP-SMA/K yang bisa
segera menyelesaikan pendidikannya dan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi
14
ataupun bekerja. Selanjutnya, kualitas kesehatan diharapkan semakin
meningkat dan merata, sehingga tidak hanya difokuskan di kota namun juga
ke tempat-tempat terpencil sehingga diharapkan lebih mampu dijangkau oleh
masyarakat.
Pembangunan di dalam suatu lingkup memang tidak selalu adil.
Pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai tidak mampu untuk membasmi
yang muncul akibat belum adilnya pembangunan, bersamaan di beberapa
daerah pertumbuhan ekonomi terjadi secara lambat. Daerah tersebut tidak
mengalami perkembangan dan kemajuan, disebabkan oleh minimnya
sumberdaya yang dimiliki. Selanjutnya tersedianya alokasi investasi yang
tidak merata di sebagian daerah, Indeks Pembangunan Manusia yang
berlainan antar daerah, secara keseluruhan akan mempengaruhi tingkat
kemiskinan dan disparitas pendapatan antar daerah tersebut. Berdasarkan
latar belakang tersebut, penulis mengangkat penelitian ini dengan judul
“ANALISIS PENGARUH PDRB, INVESTASI DAN INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP KEMISKINAN DI
PROVINSI JAWA TIMUR” (PERIODE 2012 – 2016).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan maka peneliti menelaah
beberapa rumusan penelitian, diantaranya :
1. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap
kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa-Timur?
2. Bagaimana pengaruh Investasi terhadap kemiskinan pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa-Timur?
3. Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusia terhadap
kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa-Timur?
4. Bagaimana Pengaruh PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan
Manusia secara bersama-sama terhadap kemiskinan pada
Kabupaten/Kota di Jawa-Timur?
15
C. Tujuan Penelitian
Adapun dari tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap
kemiskinan di Provinsi Jawa-Timur.
2. Untuk mengetahui pengaruh investasi terhadap kemiskinan di
Provinsi Jawa-Timur.
3. Untuk mengetahui pengaruh Indeks Pembangunan Manusia terhadap
kemiskinan di Provinsi Jawa-Timur.
4. Untuk mengetahui pengaruh PDRB, Investasi, dan Indeks
Pembangunan Manusia secara bersama-sama terhadap kemiskinan di
Jawa-Timur
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mempunyai beberapa manfaat baik bagi
penulis maupun pihak-pihak yang terkait. Adapun manfaat yang dapat
diambil adalah :
1. Sebagai sumber masukan yang bermanfaat bagi pengambil
kebijakan, terutama yang berkaitan dengan perencanaan
pembangunan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan
kemiskinan.
2. Sebagai tambahan referensi dan juga informasi bagi penelitian-
penelitian yang terkait dengan kemiskinan pada suatu daerah
tersebut.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemiskinan
Terdapat berbagai macam definisi dari kemiskinan, dan sebagian besar
sering dikaitkan dengan aspek ekonomi. Berbagai upaya untuk mendefinisikan
kemiskinan dan mengidentifikasikan kemiskinan sesungguhnya menghasilkan
suatu konsep pemikiran yang dapat disederhanakan dalam beberapa sudut
pandang. Pertama, sudut pandang pengukuran, kemiskinan dibedakan menjadi
dua yaitu kemiskinan absolut dan relatif. Kedua, sudut pandang penyebab,
kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi kemiskinan alamiah dan struktural.
Salah satu syarat penting agar suatu kebijakan pengentasan kemiskinan dapat
tercapai maka harus ada kejelasan mengenai kriteria tentang siapa atau
kelompok masyarakat mana yang masuk ke dalam kategori miskin dan menjadi
sasaran program. Selain itu, terdapat pula syarat yang harus dipenuhi yakni harus
dipahami secara tepat mengenai penyebab kemiskinan itu sendiri disetiap
komunitas dan daerah/wilayah. Karena penyebab ini tidak lepas dari adanya
pengaruh nilai-nilai lokal yang melingkupi kehidupan masyarakatnya. (Nurwati,
2008).
Sementara itu, BPS (2016) menyatakan bahwa asal penyebab kemiskinan
dibagi menjadi dua macam. Pertama adalah kemiskinan kultural, yaitu
kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor adat atau budaya suatu
daerah tertentu yang membelenggu seseorang atau sekelompok masyarakat
tertentu sehingga membuatnya tetap melekat dengan kemiskinan. Kemiskinan
seperti ini dapat dihilangkan atau dapat dikurangi dengan mengabaikan faktor-
faktor yang menghalanginya untuk melakukan perubahan ke arah tingkat
kehidupan yang lebih baik. Kedua adalah kemiskinan struktural yaitu
kemiskinan yang terjadi sebagai akibat ketidakberdayaan seseorang atau
sekelompok masyarakat tertentu terhadap sistem atau tatanan sosial yang tidak
adil, karenanya mereka berada pada posisi tawar yang sangat lemah dan tidak
memiliki akses untuk mengembangkan dan membebaskan diri mereka sendiri
17
dari perangkap kemiskinan atau dengan perkataan lain “seseorang atau
sekelompok masyarakat menjadi miskin karena mereka miskin”.
Lebih jauh berdasarkan BPS (2016), secara imajiner kemiskinan dapat
dibagi menurut kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut, dengan perbedaan
yang terletak pada standar penilaian. Standar penilaian kemiskinan relatif
menggambarkan standar kehidupan yang ditentukan dan ditetapkan secara
subyektif oleh masyarakat setempat dan bersifat lokal serta mereka yang berada
dibawah standar penilaian tersebut dikelompokkan sebagai miskin secara relatif.
Sedangkan standar penilaian kemiskinan secara absolut merupakan standar
kehidupan minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang
diperlukan, baik makanan maupun non makanan. Standar kehidupan minimum
untuk memenuhi kebutuhan dasar ini disebut sebagai garis kemiskinan.
Suryawati (2005) mengemukakan bahwa kekurangan sumber daya yang
dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang secara
finansial maupun semua jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat merupakan suatu dimensi ekonomi dari kemiskinan. Apabila
seseorang atau keluarga yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok atau
minimnya, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan dapat
dimasukkan kedalam kategori miskin. Dimensi ekonomi dapat diukur dengan
nilai rupiah meskipun harganya kerap mengalami perubahan tiap tahun yang
disebabkan tingkat inflasi.
Kemiskinan memang masih menjadi permasalahan yang banyak dihadapi
negara berkembang. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
kemiskinan, diantaranya yakni seperi yang diungkapkan oleh Endrayani dan
Dewi (2016), bahwa faktor tersebut diantaranya, kesenjangan ekonomi atau
ketimpangan distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan
tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta kemiskinan atau
jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line),
minimnya jenjang pendidikan, kecondongan dimulai kenaikan harga-harga
secara umum dan berkepanjangan, serta menanjaknya angka pengangguran.
Dimana faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi dan adanya keterkaitan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Ragar Nurkse dalam Mudrajad Kuncoro (2006),
18
mengemukakan bahwa keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan
minimnya modal menjadi penyebab rendahnya produktivitas sehingga
pendapatan yang diterima juga rendah. Rendahnya pendapatan memiliki
implikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Sedangkan rendahnya
tabungan dan investasi akan memberikan dampak berupa keterbelakangan, dan
begitu seterusnya.
Sementara itu, Adisasmita (2005) menyatakan bahwa kemiskinan
merupakan masalah pembangunan yang ditandai oleh pengangguran,
keterbelakangan dan keterpurukan. Pada dasarnya, masyarakat miskin lemah
dalam kapabilitas berusaha dan memiliki akses yang terbatas dalam kegiatan
sosial.
Atalay (2015) memaparkan bahwa hal utama yang memicu negara
berkembang tidak dapat mencapai level negara maju ialah terkait level produksi
dan pembangunan yang lebih rendah. Upaya meningkatkan level produksi dan
pembangunan, negara sedang berkembang terutama diwajibkan melangsungkan
ekspansi sumber daya manusia (human capital).
Sedangkan pemaparan Jhingan (2000) menyatakan bahwa parameter negara
berkembang menjadi pemicu dan dampak, yang silih terikat dari kemiskinan
yang terjadi. Faktor pertama yaitu tidak terfasilitasinya prasarana dan sarana
pendidikan sehingga membawa dampak beranjaknya jumlah penduduk buta
huruf dan tidak memiliki keterampilan atau kemahiran. Faktor kedua yaitu
fasilitas kesehatan dan pola konsumsi yang buruk sehingga hanya sebagian kecil
penduduk yang memiliki profesi sebagai tenaga kerja yang produktif. Sedangkan
faktor ketiga, penduduk terkontemplasi dpada sektor pertanian dan
pertambangan dengan menggunakan metode produksi yang using dan
ketinggalan zaman.
Selanjutnya, Darwin dan Hidayat (2016) juga berpendapat bahwa
pertumbuhan ekonomi harus didukung oleh peningkatan produktivitas dan
efisiensi serta sumber daya manusia yang berkualitas, pembangunan industri
terus ditingkatkan dan diarahkan agar sektor industri dapat dijadikan penggerak
utama ekonomi yang efisien, berdaya saing tinggi, memiliki struktur yang
semakin kokoh dengan pola produksi yang berkembang. Pembangunan industri
19
merupakan unsur penting dalam memacu tercapainya sasaran pembangunan dan
dalam rangka menciptakan struktur perekonomian yang seimbang.
Pembangunan industri tersebut merupakan bagian dari usaha pembangunan
bidang ekonomi jangka panjang yang diarahkan guna menciptakan struktur
ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang yakni struktur ekonomi dengan menitik
beratkan pada industri yang maju didukung oleh pertanian yang tangguh. Untuk
itu, proses industrialisasi harus sangat difokuskan guna mendukung
perkembangan industri yang lebih pesat sebagai penggerak utama peningkatan
pertumbuhan dan perluasan lapangan kerja.
1. Teori Kemiskinan
Mengenai Teori Kemiskinan, terdapat lima teori yang dikemukakan oleh
Wilantara dan Susilawati (2016), diantaranya:
a. Teori Neo-Liberal
Shannon, Spicker, Cheyne, O’Brien, dan Belgrave menyatakan
pendapat bahwa kemiskinan menggambarkan problematika individu yang
terkait. Kebijakan penganggulangan kemiskinan memiliki sifat “residual”
temporer. Teori ini bermula pada ciptaan politik klasik yang tercatat oleh
Thomas Hobbes, John Lock, dan John Stuart Mill yang pada intinya
menyerukan bahwa komponen penting dari sebuah masyarakat adalah
kebebasan individu. Keunggulan mekanisme pasar dan pertumbuhan
dianggap akan mampu mengatasi kemiskinan dan ketidakadilan sosial.
b. Teori Demokrasi sosial
Kemiskinan merupakan persoalan struktural yang disebabkan oleh
adanya ketidakadilan dan ketimpangan pada masyarakat akibat akses
kelompok kepada sumber-sumber kemasyarakatan terjadi penyumbatan.
Teori ini menekankan pada pentingnya manajemen dan pendanaan negara
dalam memberikan pelayanan sosial dasar (pendidikan, kesehatan,
perumahan, dan jaminan sosial) bagi seluruh warga negara.
20
c. Teori Marginal
Oscar Lewis (1996) menyatakan bahwa terdapat culture of poverty yang
tersosialisasikan dikalangan masyarakat atau komunitas tertentu sehingga
kemiskinan terjadi.
d. Teori Development
Teori ini menyatakan, bahwa negara mengonsepkan minimnya
industrialisasi, modal, kemampuan manajerial, dan fasilitas yang
dibutuhkan untuk meningkatkan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi
ialah ciri utama suatu pembangunan yang dipercaya dapat memberantas
permasalahan disparitas. Kemiskinan akan sirna dengan sendirinya apabila
pasar diperluas sebesar-besarnya dan pertumbuhan ekonomi dinaikkan
setinggi mungkin.
e. Teori Struktural
Teori Struktural berpendapat bahwa konsep kemiskinan di wilayah
dunia ketiga terjadi bukan halnya dikarenakan problematika budaya ataupun
problematika pembangunan ekonomi, memisahkan permasalahan struktural
yang hanya dapat dijabarkan di dalam konstelasi politik dunia.
2. Ukuran Kemiskinan
Garis kemiskinan merupakan barometer yang beranggapan besarnya
pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan
kebutuhan non-makanan atau standar yang menjabarkan batas individu
dikatakan miskin bila dipandang dari sudut pandang konsumsi. Garis
kemiskinan yang digunakan tiap-tiap negara adalah berbeda. Sehingga tidak ada
satu garis kemiskinan yang berlangsung umum. Hal ini disebebakan karena
adanya perbedaan lokasi dan adanya parameter standar hidup (Susanti, 2016)
Pada prinsipnya, indikator hidup di suatu masyarakat tidak sekedar hanya
untuk tercukupinya kebutuhan pangan. Akan tetapi juga tercukupinya akan
kesehatan maupun Pendidikan, Tempat tinggal ataupun pemukiman yang layak
untuk dijadikan tempat hidup, menjadi salah satu kebutuhan standar hidup
maupun standar kesejahteraan masyarakat di suatu tempat. Berdasarkan kondisi
ini, suatu masyarakat dapat dikatakan miskin apabila memiliki pendapatan yang
21
jauh lebih rendah dari pendapatan yang dimiliki suatu daerah secara rata-rata,
sehingga tidak banyak memiliki peluang untuk mensejahterakan dirinya.
(Suryawati, 2004).
Dalam mengukur kemiskinan BPS menggunakan konsep untuk memenuhi
kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan konsep pendekatan ini,
kemiskinan dianggap sebagai inkompetensi dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang ditakar dari sisi
pengeluaran. dapat dikatakan penduduk miskin ialah penduduk yang memiliki
rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan (BPS,2018).
dalam hal ini, BPS menetapkan Garis Kemiskinan (GK) dalam tiga kategori
berikut:
1. Garis Kemiskinan (GK) yaitu penambahan dari Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).
Dapat dikategorikan sebagai penduduk miskin apabilpenduduk tersebut
memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis
kemiskinan.
2. Garis kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran
kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori
perkapita perhari. Terdapat 52 jenis makanan yang mewakili paket
komoditi kebutuhan dasar makanan. Diantaranya padi-padian, umbi-
umbian, ikan, daging, telur, dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-
buahan, minyak dan lemak, dan lain-lain.
3. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan kebutuhan
minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.
Terdapat 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di
pedesaan mewakili paket komoditi kebutuhan dasar non makanan.
World Bank (2017) mendeklarasikan bahwa masyarakat yang hidup
dibawah garis kemiskinan ialah masyarakat yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya (basic needs). Dalam hal ini, World Bank menetapkan
sumber kemiskinan diukur dari pendapatan seseorang yang kurang dari USD
1.90 per hari. Dalam publikasinya, perihal cara agar tingkat kemiskinan dapat
22
diminimalisir, pada bulan April 2017 lembaga tersebut menargetkan jumlah
penduduk yang hidup dengan pendapatan dibawah USD 1.90 per hari turun
menjadi 3% dari populasi dunia pada tahun 2030.
MDG’s yang berakhir pada tahun 2015 dilanjutkan dengan merancang
pelaksanaan Sustainable Development Goals (SDG’s) yang merupakan
seperangkat program serta target dengan tujuan untuk pembangunan global di
masa mendatang. Program terusan tersebut diputuskan pada bulan Juni 2012
oleh United Nation Conference on Sustainable Development yang diadakan di
Rio De Janeiro. Walaupun MDG’s telah banyak memberikan hasil, namun masih
banyak pula yang belum tercapai (Wilantara dan Susilawati, 2016).
B. Produk Domestik Regional Bruto
Data Produk Domestik Bruto (PDB) dapat dikatakan sebagai suatu
parameter penting guna mengenali keadaan ekonomi disuatu negara dalam satu
periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku ataupun atas dasar harga konstan.
Pada dasarnya, PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh segala
unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau menggambarkan jumlah nilai barang
dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB atas harga
berlaku merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung memanfaatkan
harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan dasar harga
yang berlaku pada satu tahun tertentu. PDB atas dasar harga berlaku dapat
digunakan pula untuk memperlihatkan perubahan dan struktur ekonomi,
sedangkan harga konstan dapat digunakan untuk menghabiskan pertumbuhan
ekonomi tiap tahunnya (BPS, 2018).
Bank Indonesia (2018) secara lebih lanjut menegaskan bahwa Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting guna
mengetahui keadaan ekonomi disuatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik
atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.
Sejalan dengan hal tersebut, Kairupan (2013) menyatakan bahwa PDRB
merupakan salah satu parameter yang menggambarkan tingkat pertumbuhan
ekonomi dan seringkali digunakan untuk memperkirakan sejauh mana
23
kesuksesan pembangunan di satu daerah dalam periode waktu tertentu dan
menjadi tolok ukur dalam memutuskan arah kebijaksanaan pembangunan di
masa mendatang. Saputra dan Mudakir (2011) berpendapat bahwa PDRB dapat
mengemukakan kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang
dimilikinya. Maka dari itu, jumlah PDRB yang dihasilkan tiap daerah sangat
bergantung pada potensi sumber daya alam dan faktor produksi daerah tersebut.
Adanya keterbatasan dalam tersedianya faktor-faktor tersebut memiliki dampak
pada besaran PDRB beraneka ragam antar wilayah.
PDRB atas dasar harga berlaku yang berkembang tiap tahunnya
memberikan gambaran perkembangan yang pada awalnya disebabkan oleh
adanya perubahan volume produksi barang dan jasa yang dihasilkan, perubahan
terhadap tingkat harganya dan menunjukkan pendapatan yang dapat dinikmati
oleh penduduk pada suatu daerah serta gambaran nilai tambah barang dan jasa
yang dihitung menggunakan harga pada tiap tahunnya. Faktor ekonomi di daerah
tujuan, seperti potensi pasar, sumber daya alam dan daya saing, menjadi salah
satu parameter yang memotivasi para investor untuk menjalankan investasi di
suatu wilayah tertentu. Potensi pasar digambarkan dengan besarnya pendapatan
daerah tersebut yang dicerminkan oleh nilai Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) (Habiburrahman, 2012).
1. Manfaat Perhitungan PDRB
BPS Kabupaten Bandung pada Laporan Pemanfaatan Data Statistik
Dalam Rencana Pembangunan daerah (2015) menyatakan bahwa terdapat
beberapa manfaat dari PDRB, yakni (1) untuk mengetahui pertumbuhan
ekonomi suatu daerah; (2) bahan analisa tingkat kemakmuran masyarakat
dan tingkat perubahan barang dan jasa; (3) bahan analisa produktivitas
secara sektoral; dan (4) alat kontrol dalam menentukan kebijakan
pembangunan. Laporan BPS Kota Bandung (2015), mengemukakan bahwa
manfaat PDRB yakni (1) untuk bahan evaluasi pembangunan di masa lalu
secara keseluruhan; (2) untuk bahan umpan balik terhadap perencanaan
yang telah dilaksanakan; dan (3) untuk bahan perencanaan investasi di masa
yang akan datang.
24
Sedangkan BPS Pusat (2017) menyatakan bahwa data Produk
Domestik Bruto (PDB) merupakan parameter statistik penerimaan
pendapatan regional yang dapat digunakan untuk menilai hasil
pembangunan sekaligus sebagai basis perencanaan pembangunan ekonomi
di satu wilayah tertentu. BPS juga mengemukakan bahwa data PDRB
menjadi salah satu gambaran terhadap parameter ekonomi makro yang dapat
memperlihatkan keadaan perekonomian daerah setiap tahun. Diantara
keuntungan yang dapat diperoleh dari data ini antara lain:
a. PDRB atas dasar harga berlaku (nominal) menggambarkan
kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya ekonomi.
b. PDRB atas dasar harga konstan (riil) bisa difungsikan untuk
menggambarkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan
atau tiap-tiap bagian pengeluaran dari tahun ke tahun.
c. Distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menurut pengeluaran
menggambarkan kontribusi setiap bagian pengeluaran dalam suatu
daerah. Komponen dengan kontribusi terbesar menunjukkan
alokasi penggunaan terbanyak dari nilai tambah yang tercipta.
d. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai
PDRB per satu orang penduduk.
e. PDRB per kapita atas dasar harga konstan bermaanfaat untuk
memafhumi pertumbuhan aktual ekonomi per kapita penduduk
suatu daerah.
2. Metode perhitungan PDRB
Menurut BPS (2017), untuk menaksir angka-angka PDRB terdapat tiga
pendekatan, yakni:
1. Pendekatan Produksi
PDRB merupakan jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang
dihasilkan oleh berbagai unit produksi pada suatu wilayah di
wilayah tertentu (biasanya dalam jangka waktu satu tahun).
2. Pendekatan Pendapatan
PDRB memberikan gambaran mengenai jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor-faktor produksi yang turut serta proses
25
produksi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya
dalam jangka waktu 1 tahun).
3. Pendekatan Pengeluaran
PDRB ialah seluruh bagian permintaan akhir yang terdiri dari: (1)
pengeluaran konsumsi rumah tangga; (2) pengeluaran konsumsi
instansi non profit yang melayani rumah tangga, (3) konsumsi
pemerintah; (4) pembuatan modal tetap domestik bruto; (5)
peralihan inventori; dan (6) ekspor netto (ekspor dikurang impor).
Ketiga pendekatan tersebut, secara konsep akan menghasilkan angka
yang sama. Bank Indonesia (2014), juga mengungkapkan bahwa anggaran
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selaku konseptual menggunakan
tiga macam pendekatan, yakni:
a. Pendekatan Produksi:
Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah nilai tambah
terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit
produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu
(biasanya terhitung satu tahun). Terdapat 9 kelompok lapangan
usaha (sektor) unit-unit produksi dalam penyajian ini, yaitu: (1)
Pertanian, peternakan, kehuatanan dan perikanan, (2)
pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) Listrik,
gas dan air bersih, (5) Kontruksi, (6) perdagangan, hotel dan
restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, real
estate dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa lain, termasuk jasa
pemerintah.
b. Pendekatan Pengeluaran:
Produk Domestik Regional Bruto adalah seluruh komponen
permintaan akhir, yang terdiri dari: (1) Pengeluaran konsumsi
rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi
pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik bruto, (4)
perubahan inventori dan (5) ekspor neto (ekspor dikurang impor).
c. Pendekatan Pendapatan:
26
Produk Domestik Regional Bruto merupakan penerimaan jumlah
balas jasa oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses
produksi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya
terhitung satu tahun). Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan
gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya
sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.
Dalam definisi ini, PDRB mencakup pula penyusutan dan pajak
tidak langsung neto (pajak tak langsung).
C. Investasi
Investasi dapat didefinisikan sebagai komitmen atas sejumlah dana atau
sumber daya lainnya yang dilakukan saat ini (present time) dengan harapan
memperoleh manfaat (benefit) dikemudian hari (in future). Dalam ranah
praktikal, pada umumnya investasi dikaitkan dengan berbagai aktivitas yang
terkait dengan penanaman uang diberbagai macam alternatif aset, baik yang
tergolong sebagai aset real (real asset) seperti tanah, emas, properti maupun
yang berbentuk aset finansial (financial assets), misalnya berbagai bentuk surat
berharga seperti saham, obligasi ataupun reksadana. Aktivitas investasi lain
seperti warrants, option, dan futures maupun ekuitas internasional pada aset-aset
finansial yang lebih beresiko dan kompleks dapat menjadi pilihan lain para
investor untuk menempatkan dananya (Tandelilin,2010).
Cambridge Dictionary (Anisah dan Wicaksono, 2017) menjelaskan
mengenai investasi, yakni sebagai suatu tindakan untuk menempatkan uang,
usaha, waktu, dan lainnya; menjadi sesuatu sehingga dapat membuat atau
memperoleh keuntungan berupa uang, tenaga, waktu, ataupun yang lainnya
untuk dapat digunakan dalam berbagai hal:
“Put (money) into financial schemes, shares, property or a commercial
venture with the expectation of achieving a profit” (Menempatkan (uang) ke
dalam skema keuangan, saham, properti atau suatu usaha komersial dengan
pengharapan meraih keuntungan).
Perihal investasi, Habiburrahman (2012) menyatakan bahwa kontribusi
pendapatan daerah (PDRB) kepada investasi amat penting dikarenakan
27
pendapatan yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat yang
kemudian akan meningkatkan permintaan barang dan jasa sehingga keuntungan
perusahaan juga akan meningkat dan mendorong dilakukannya lebih banyak
investasi. Dengan kata lain, andaikan PDRB meningkat, maka investasi akan
bertambah tinggi pula. Dengan begitu, investasi mendapat pengaruh dari
pendapatan daerah (PDRB).
Widanta (2008) berpendapat bahwa kebijakan pembangunan yang fokus
sangat dibutuhkan guna memudahkan masuknya investasi, sebab investor
mempunyai gambaran yang jelas mengenai usaha apa yang akan dibuka pada
daerah tujuan investasi. Terdapat tiga hal utama yang kerap menjadi alasan
estimasi para pengusaha dalam melaksanakan investasi, diantaranya: (1) kondisi
politik dan keamanan yang stabil dan dapat menjamin kepastian usaha; (2)
birokrasi yang fleksibel dan proaktif, sehingga dapat memenuhi keinginan
pengusaha namun tetap dalam koridor hukum dan peraturan yang berlaku; dan
(3) mampu memberikan iklim kondusif dalam berusaha.
Pada umumnya, pemilik modal adalah negara-negara maju. Negara maju
yang notabene telah memiliki dana berlebih, menginvestasikan dana tersebut ke
negara-negara berkembang yang memiliki potensi memberikan keuntungan.
Negara-negara maju memiliki ketertarikan untuk berinvestasi di negara
berkembang karena kemungkinan return (keuntungan) yang tinggi. Dengan
berinvestasi di Indonesia ataupun negara berkembang lainnya, para investor
asing mengharapkan adanya tegenprestatie (kontra prestasi) yang akan diterima
(Anisah dan Wicaksono,2017).
Todaro dalam Sulistiawati (2012) berpendapat bahwa investasi berperan
penting dalam menggerakkan kehidupan ekonomi bangsa, karena pembentukan
modal dapat menjadi dasar dalam memperbesar kapasitas produksi dan
pendapatan nasional, sehingga kesempatan kerja dapat diperluas. Selanjutnya,
Mankiw dalam Sulistiawati (2012) menyatakan bahwa faktor yang dapat
meningkatkan permintaan investasi salah satunya adalah melalui inovasi
teknologi. Sukirno dalam Sulistiawati (2012) berpendapat bahwa investasi
merupakan pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau
perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-
28
perlengkapan guna menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan
jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.
Dewasa ini, tema vital dalam kehidupan ekonomi pada seluruh negara di
dunia ialah mengenai akselerasi pertumbuhan. Penilaian keberhasilan program-
program pembangunan sering didasari oleh tinggi rendahnya tingkat
pertumbuhan output dan pendapatan nasional, bahkan baik buruknya kualitas
kebijakan pemerintah dan mutu aparatnya dibidang ekonomi secara keseluruhan,
pada umumnya diukur berdasarkan hasil percepatan pertumbuhan output
nasional (Sulistiawati, 2012).
Simon Kuznets dalam Arsyad (2010) mengartikan pertumbuhan ekonomi
suatu negara sebagai meningkatkan kemampuan suatu negara untuk
menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya. Peningkatan pada
kemampuan ini disebabkan adanya kemajuan teknologi, kelembagaan, serta
penyesuaian ideologi yang dibutuhkan. Pembangunan ekonomi diartikan
sebuah usaha untuk peningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang biasanya dilihat
berdasarkan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita. Intensi pembangunan
ekonomi selain berguna untuk menaikkan pendapatan nasional riil, dapat pula
meningkatkan produktivitas. Pendapat Todaro dalam Sulistiawati (2012)
menyatakan bahwa pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur
sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi nasional, namun tetap mengejar
percepatan pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta
pengentasan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses dimana
terjadinya kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil.
Perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang jika terjadi pertumbuhan
output riil, sedangkan pembangunan ekonomi menunjukkan struktur output dan
alokasi input pada berbagai sektor perekonomian. Keynes dalam Sulistiawati
(2012) menitik beratkan kepada pentingnya permintaan agregat atau permintaan
efektif sebagai aspek utama penggerak perekonomian, dengan peranan penting
negara ataupun pihak swasta. Keynes memiliki anggapan bahwa pemerintah
sebagai agen independen yang mampu memberikan stimulasi perekonomian
melalui kerja publik. Kebijakan pemerintah yang bersifat ekspansioner dapat
29
menaikan ”permintaan efektif” apabila sumberdaya digunakan tanpa
mengorbankan konsumsi atau investasi. Disaat masa resesi, kenaikan pada
pengeluaran Pemerintah (G) akan meningkatkan konsumsi (C) dan investasi (I),
sehingga dapat menaikkan GDP (Y). Harrod-Domar dalam Sulistiawati (2012)
memperluas teori Keynes dengan membagi peranan kunci kepada investasi di
dalam proses pertumbuhan ekonomi, khususnya menyentuh karakter rangkap
yang dimiliki investasi. Pertama, investasi menjadikan pendapatan (merupakan
dampak dari permintaan investasi), dan kedua, investasi memperbesar kapasitas
produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok kapital (merupakan
dampak dari penawaran investasi). Solow dan Swan dalam Arsyad (2010)
kemudian mengoreksi teori Harrod-Domar dengan menunjukkan bahwa
pertumbuhan ekonomi didasarkan pada ketersediaan faktor-faktor produksi
(penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi.
Asumsi yang digunakan yakni skala pengembalian yang konstan (constan return
to scale), substitusi antara modal (K) dan tenaga kerja (L) bersifat sempurna, dan
adanya produktivitas marjinal yang semakin menurun (diminishing marginal
productivity) dari tiap inputnya. Salah satu faktor positif yang memacu
pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan
angkatan kerja. Jumlah tenaga produktif dapat bertambah apabila jumlah tenaga
kerja dapat berkembang lebih besar, sedangkan pertumbuhan penduduk yang
lebih besar diartikan bahwa ukuran pasar domestiknya adalah besar. Menurut
Pressman dalam Sulistiawati (2012), pertumbuhan ekonomi dapat berjalan
dikarenakan terdapat proses mekanisasi dan pembagian kerja, selanjutnya
pembagian kerja akan membuat produktivitas pekerja meningkat. Pendapat
Todaro dalam Sulistiawati (2012) menyatakan model ekonomi ketenagakerjaan
yang berkaitan dengan investasi, pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga
kerja merupakan Model Makro Output-Kesempatan kerja (output-employment
macro model) yang memberikan fokus pada hubungan antara akumulasi modal,
pertumbuhan output industri, dan penciptaan lapangan kerja. Model
pertumbuhan tersebut memiliki perhatian utama pada kebijakan yang
diperuntukan guna meningkatkan output nasional melalui akumulasi modal.
Model ini menghubungkan tingkat penyediaan kesempatan kerja dengan tingkat
30
pertumbuhan GNP, sehingga model ini memberikan isyarat bahwa dengan
memaksimalkan pertumbuhan GNP, maka suatu negara dapat memaksimalkan
penyerapan tenaga kerja. Rosenstein-Rodan melalui teori Dorongan kuat (big
push theory) menyatakan bahwa arah industrialisasi yang cepat amat diperlukan
demi keberlangsungan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan serta
dalam upaya untuk tercapainya keberhasilan pembangunan nasional
(Sulistiawati, 2012). Lewis dalam Sulistiawati (2012) membagi perekonomian
terbelakang dari 2 sektor, yakni sektor tradisional di pedesaan dan sektor industri
modern perkotaan yang lebih produktif dan dapat menampung lebih banyak
tenaga kerja dari sektor pertanian. Parameter utama model ini adalah pada
terjadinya proses pengalihan tenaga kerja dari desa ke kota serta pertumbuhan
produksi dan kesempatan kerja di sektor modern. Dapat dikatakan hampir
seluruh negara di dunia sepakat bahwa untuk mengindikasikan kesejahteraan
ekonomi suatu bangsa, parameter yang dilihat merupakan nilai produk nasional
bruto per kapita. Dalam hal ini semakin tinggi produk nasional bruto per kapita,
semakin makmur negara yang bersangkutan. Pertumbuhan ekonomi merupakan
prasyarat bagi suatu bangsa apabila menginginkan kesejahteraan yang
meningkat.
D. Indeks Pembangunan Manusia
Mengulik isi Human Development Report (HDR), pertama tahun 1990,
pembangunan manusia merupakan proses perluasa pilihan masyarakat. Pada
prinsipnya, pilihan manusia banyak bentuknya, beragam bentuknya dan dapat
berubah setiap saat. Namun, di seluruh level pembangunan, terdapat tiga pilihan
yang amat mendasar, yakni untuk berumur panjang dan hidup sehat, untuk
memperoleh pendidikan dan untuk memiliki akses terhadap sumber-sumber
kebutuhan agar dapat hidup secara layak. Apabila ketiga hal mendasar tersebut
tidak dimiliki, maka tidak dapat mengakses pilihan lain. (United Nation
Development Programme dalam BPS, 2014).
Selanjutnya UNDP dalam Human Development Report (2016)
mengemukakan bahwa pilihan manusia yang luas dapat dicapai melalui proses
pembangunan manusia. Selain itu, pembangunan manusia juga merupakan
31
tujuan (objective), sehingga merupakan bagian dari proses dan juga hasil akhir
yang akan dicapai. Pembangunan manusia mengandung makna bahwa
masyarakat harus mempengaruhi proses yang membentuk kehidupannya.
Terkait hal tersebut, pembangunan ekonomi memiliki makna yang penting bagi
pembangunan manusia. Pembangunan manusia merupakan peningkatan
kapabilitas manusia melalui partisipasi aktif dalam proses kehidupan. Hal
tersebut lebih besar dari pendekatan lainnya seperti pendekatan sumber daya
manusia (the human resource approach), pendekatan kebutuhan dasar (the basic
needs approach), dan pendekatan kesejahteraan masyarakat (the human welfare
approach).
Bakti et. al., (2014) mengemukakan bahwa patokan pembangunan
merupakan standar yang digunakan untuk mengukur prestasi pencapaian
pembangunan suatu negara, serta perbandingannya dengan negara-negara lain.
Evolusi yang terjadi pada arti economic development mengakibatkan tejadinya
evolusi pada alat ukurnya. Dalam paradigma tradisional, pembangunan ekonomi
disama-artikan dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian pertumbuhan
Gross National Product (GNP) digunakan sebagai parameter pembangunan.
Jumlah masyarakat negara yang bersangkutan belum termasuk kedalam
indikator tersebut. Maka parameter preferensi, yang ternyata umum digunakan
hingga kini adalah GNP per kapita.
Sementara BPS (2018) memiliki anggapan yakni Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia yang berbasis
sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM
dibentuk dengan pendekatan tiga dimensi dasar, yakni umur panjang dan sehat;
pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki
pengertian yang amat luas dikarenakan terdapat keterkaitan dengan banyak
faktor. Agar dapat mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan
hidup waktu lahir. Selanjutnya gabungan indikator angka melek huruf dan rata-
rata lama sekolah digunakan untuk menakar sudut pandang pengetahuan. Akan
halnya untuk mengukur sudut pandang hidup layak, parameter yang digunakan
adalah kapasitas daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang
32
dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan
pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.
Banyak negara yang menerapkan strategi pembangunan dengan
menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi, termasuk di Indonesia. Tujuan
pembangunan ialah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan
indikator gross domestic product/gross national product (GDP/GNP). Dalam
hal ini, secara sadar maupun tidak, manusia bukan dijadikan sebagai sasaran
pertumbuhan, namun sebagai input dalam proses pertumbuhan ekonomi
(Ginting et al.,2008).
Adapun dalam mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas
hidup manusia (masyarakat/penduduk), IPM memiliki fungsi sebagai indikator
penting dalam hal tersebut. IPM dapat digunakan untuk memastikan peringkat
pembangunan suatu wilayah dan merupakan data strategis yang digunakan
sebagai salah satu alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU) di Indonesia
(BPS, 2014)
Bahasan mengenai kesenjangan pembangunan, BPS (2014) memberikan
paparan bahwa disparitas pencapaian pembangunan antarwilayah bukanlah
masalah baru di Indonesia. Kompleksitas diberbagai faktor seperti sumberdaya
manusia, letak geografis, sejarah dan ketidakmerataan sumber daya alam
merupakan hal-hal yang kerap menjadi kendala dalam upaya menuju
konvergensi pembangunan. Oleh sebab itu, pemerataan pembangunan masih
menjadi agenda pokok pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019. Paparan selanjutnya menyatakan
bahwa kesenjangan pembangunan antarwilayah dalam jangka panjang dapat
memberikan dampak pada kehidupan sosial masyarakat yang secara langsung
mempengaruhi pula kualitas manusianya. Oleh sebab itu, perbandingan
pencapaian pembangunan manusia antar wilayah menjadi sangat penting sebagai
dasar evaluasi pemerintah dalam perumusan kebijakan yang selanjutnya
digunakan dalam rangka peningkatan sumberdaya manusia.
1. Komponen Indeks Pembangunan Manusia
Menurut BPS Kabupaten Jawa Timur (2018), Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) memiliki beberapa komponen, yakni:
33
a. Angka Harapan Hidup
Angka harapan hidup pada waktu lahir merupakan pada umumnya
memperkirakan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang
selama hidup.
b. Angka Harapan Lama Sekolah
Angka harapan lama sekolah ialah lamanya sekolah (dalam tahun) yang
diharapkan akan berdampak oleh anak pada umur tertentu dimasa
mendatang.
c. Rata-rata Lama Sekolah
Rata-rata lama sekolah merupakan jumlah tahun yang dipakai oleh
populasi usia 15 tahun keatas dalam melaksanakan pendidikan formal.
d. Pengeluaran riil per Kapita yang disesuaikan
BPS dalam mengukur parameter hidup layak yang digunakan rata-rata
pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan.
E. Review Studi Terdahulu
No. Penulis dan
tahun
Judul Variabel dan alat
analisis
Hasil Penelitian
1. Sussy Susanti
(2013)
Pengaruh
produk
domestik
regional bruto
Pengangguran,
dan Indeks
Pembangunan
Manusia
terhadap
Kemiskinan di
Jawa Barat
Variabel: PDRB,
Pengangguran, IPM,
Kemiskinan
Alat analisis: Data
Panel
Tingkat kemiskinan
memiliki hubungan
dengan PDRB,
Pengangguran dan
Indeks Pembangunan
Manusia. Secara parsial
PDRB dan
Pengangguran
mempunyai hubungan
positif yang artinya
apabila semakin tinggi
PDRB di suatu
kabupaten/kota akan
34
meningkatkan
kemiskinan begitupun
juga dengan
pengangguran.
Sementara secara
parsial Indeks
Pembangunan Manusia
memiliki hubungan
negatif yang artinya
apabila semakin tinggi
Indeks Pembangunan
Manusia di suatu
Kabupaten/Kota maka
akan menurunkan
kemiskinan.
2. Yoghi Citra
Pratama
(2014)
Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Kemiskinan di
Indonesia.
Variabel: Tingkat
Pendapatan, Tingkat
Konsumsi, Tingkat
Inflasi, Indeks
Pembangunan
Manusia, Tingkat
Pendidikan, dan
Kemiskinan.
Alat Analisis: Multi
Regression.
Tingkat Pendapatan
memiliki hubungan
negatif dengan tingkat
kemiskinan yang artinya
semakin tinggi
pendapatan suatu daerah
maka akan menurunkan
tingkat kemiskinan,
akan tetapi variabel ini
tidak signifikan, Tingkat
Konsumsi memiliki
hubungan negatif
dengan tingkat
kemiskinan yang artinya
semakin tinggi tingkat
35
konsumsi seseorang
akan menurunkan
tingkat kemiskinan
seseorang dan variabel
ini signifikan.
Begitupun juga dengan
Indeks Pembangunan
Manusia memiliki
hubungan negatif
namun signifikan sama
dengan Tingkat
Konsumsi. Tingkat
inflasi juga memiliki
hubungan negatif dan
tidak signifikan, hanya
variabel Tingkat
Pendidikan yang
memiliki hubungan
positif namun tidak
siginifikan.
3. Made Kembar
Sri Budhi
(2013)
Analisis
Faktor-Faktor
yang
Berpengaruh
Terhadap
Pengentasan
Kemiskinan di
Bali
Variabel:Pendidikan,
Jumlah Penduduk,
PDRB,share industri,
dan kemiskinan
Alat Analisis: Fixed
Effect Model Data
Panel
Dari kelima variabel
independen hanya satu
variabel yang
berpengaruh tidak
signifikan artinya
pendidikan wajib
belajar 9 tahun belum
mampu mengentaskan
kemiskinan di Bali.
Selanjutnya jumlah
36
penduduk berpengaruh,
PDRB, dan share
industri pengolahan
justru meningkatkan
jumlah penduduk
miskin. Temuan-
Temuan seperti itu,
menunjukkan bahwa
kemiskinan tidak dapat
dihilangkan hanya
dengan meningkatkan
penduduk miskin
menamatkan
pendidikannya, dan
PDRB semata
4. Noor
Zuhdiyati dan
David kaluge
(2017)
Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Kemiskinan di
Indonesia
Selama Lima
tahun Terakhir
(studi kasus 33
Provinsi).
Variabel: IPM,
Pertumbuhan
Ekonomi, Tingkat
Pengangguran
Terbuka (TPT),
Kemiskinan.
Alat Analisis:
pendekatan
kuantitatif dengan uji
regressi
Hasil penelitian
menunjukkan adanya
pengaruh antara IPM
dengan Kemiskinan,
sedangkan untuk
Pertumbuhan Ekonomi
dan TPT tidak memiliki
pengaruh dengan
Kemiskinan.
5. R Giovanni
(2018)
Analisis
Pengaruh
PDRB,
Pengangguran,
dan
Variabel: PDRB,
Pengangguran,
Pendidikan, dan
Kemiskinan.
Hasil Penelitian
menunjukkan bahwa
Pengangguran dan
Pendidikan tidak
berpengaruh terhadap
37
Pendidikan
Terhadap
Tingkat
Kemiskinan di
Pulau Jawa
2009-2016
Alat Analisis:
Regressi Data Panel
Kemiskinan. Sedangkan
PDRB berpengaruh
terhadap Kemiskinan.
6. Himawan
Yudistira
Dama, Agnes
L CH Lapian,
Jacline I
Summual
(2016)
Pengaruh
Produk
Domestik
Regional Bruto
(PDRB)
Terhadap
Tingkat
Kemiskinan di
Kota Manado
(Tahun 2005-
2014)
Variabel: PDRB dan
Kemiskinan
Alat Analisis:
Deskriptif kuantitatif
dan kualitatif
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB)
berpengaruh signifikan
terhadap Kemiskinan.
Untuk meningkatkan
peran pemerintah
daerah dalam mengelola
PDRB lebih baik
sehingga tingkat
kemiskinan di Kota
Manado menurun setiap
tahun.
7. I Kadek
Novita
Arshanti dan I
Gusti Ayu
Putu Wirathi
(2015)
Pengaruh
Investasi
Terhadap
Pengentasan
Kemiskinan
Melalui
Mediasi
Pertumbuhan
Variabel:
Pertumbuhan
Ekonomi, Investasi,
dan kemiskinan.
Alat Analisis:
Analisis Jalur (Path
Analysis)
Variabel Investasi
berpengaruh negatif
signifikan terhadap
Kemiskinan, secara
langsung variabel
Investasi berpengaruh
positif signifikan
terhadap Pertumbuhan
Ekonomi. Secara
38
Ekonomi
Provinsi Bali
langsung variabel
Pertumbuhan Ekonomi
berpengaruh negatif
signifikan terhadap
Kemiskinan dan
pengaruh Investasi
terhadap Kemiskinan
melalui Pertumbuhan
Ekonomi.
8. Nurul Amalia
Ulfa, Teguh
Hadi Priyono
dan
Sebastiana
Viphindrarti
(2015)
Pengaruh
PDRB (Produk
Domestik
Regional
Bruto) dan
PAD
(Pendapatan
Asli daerah)
Terhadap
Tingkat
Kemiskinan di
Satuan
Wilayah
Pengembangan
(SWP) IV
Jawa Timur
Variabel: PDRB,
PAD dan kemiskinan
Alat Analisis: Panel
data dengan
menggunakan Fixed
Effect Model
PDRB dan PAD
signifikan dengan arah
koefisien negatif
terhadap kemiskinan.
Hal ini menunjukkan
bahwa peningkatan
PDRB dan PAD akan
diikuti dengan adanya
penurunan Tingkat
Kemiskinan di Satuan
Wilayah Pengembangan
(SWP) IV Jawa Timur.
9. Yolanda
Pateda,
Vecky A.J.
Masinambow,
Pengaruh
Investasi,
Pertumbuhan
Ekonomi, dan
Variabel: investasi
Pertumbuhan
ekonomi,
pengeluaran
variabel Investasi
memiliki pengaruh
dengan Tingkat
Kemiskinan
39
Tri Oldy
Rotinsulu
(2016)
Pengeluaran
Pemerintah
Terhadap
Tingkat
Kemiskinan di
Gorontalo
pemerintah dan
kemiskinan
Alat Analisis: Data
Panel
pengaruhnya bersifat
negatif yang artinya jika
Investasi meningkat
maka Tingkat
Kemiskinan akan
berkurang.
Pertumbuhan Ekonomi
secara parsial
berpengaruh negatif
tetapi tidak berpengaruh
signifikan terhadap
Tingkat Kemiskinan di
Gorontalo. Pengeluaran
Pemerintah tidak
memiliki pengaruh
terhadap Tingkat
Kemiskinan di
Gorontalo.
10 Nita Tri
Hartini
(2017)
Pengaruh
PDRB Per
Kapita,
Investasi dan
IPM terhadap
Ketimpangan
Pendapatan
antar Daerah di
Provinsi DIY
Tahun 2011-
2015
Variabel : PDRB,
Investasi, IPM,
Pendapatan
Alat Analisis :
Regresi Data Panel
PDRB berpengaruh
positif dan signifikan
secara parsial dan
simultan terhadap
pendapatan daerah.
Investasi berpengaruh
negatif dan signifikan
secara parsial dan
simultan terhadap
pendapatan daerah.
IPM berpengaruh
negattif dan signifikan
40
secara parsial dan
simultan terhadap
pendapatan daerah.
11 Jason Morton,
Priniti
Panday,
Maria Kula,
Roger
Williams
Univeristy,
USA
International
Journal
(2010)
Remittances,
Poverty and
Economic
Growth
Remitenace,
Economic Growth,
Poverty
Penelitian ini
mempelajari hubungan
yang remitansi miliki
dengan pertumbuhan
ekonomi dan
kemiskinan. Kami
mengidentifikasi
negara-negara yang
mengalami hubungan
positif antara PDRB
emiten terhadap
kemiskinan dan
memeriksa kondisi
negara secara spesifik
yang dapat membuat
perbedaan potensial
dalam membuat
remitansi sebagai unsur
penting dalam
menghasilkan
pertumbuhan ekonomi
dan pengentasan
kemiskinan.
12 Suwandi,
Cendrawasih
University,
International
The Influence
of Economic
Growth on
Poverty,
Investment,
X: Economic
Growth
Y1: Investment
Kesimpulan pada
penelitian yang
dilakukan di Kabupaten
Fak-Fak Papua Barat.
Dapat disimpulkan
41
Journal
(2016)
and Humand
Development
Index in Fak,
Fak District,
West Papua
Indonesia
Y2: Poor
Y3: Human
Development Index
bahwa pertumbuhan
ekonomi memberikan
dampak langsung pada
IPM, tetapi memberikan
dampak tidak langsung
melalui peningkatan
investasi dan penurunan
kemiskinan. Namun
pada dasarnya
peningkatan investasi
juga menurunkan
tingkat kemiskinan.
13 Steph
Subanidja and
Eduardus
Suharto,
Journal
International
ISSN
The Dominant
Factors in the
Causes of
Poverty Level
in Indonesia
Variabel : Human
Development Index,
Education, and
Poverty
Fixed Effect Model
Human Development
Index mengindikasikan
memberikan dampak
yang dominan terhadap
tingkat kemiskinan.
Variabel HDI ini
memberikan efek untuk
mengurangi tingkat
kemiskinan di
indonesia.
14 Safdar
Hussain
Tahir, Nusrat
Perveen,
Ammara
Ismail, and
Hazoor M.
Sabir (2014)
Impact of GDP
Growth Rate
on Poverty of
Pakistan
Variabel : GDP
Growth rate and
Poverty
Dampak penurunan
PDB yang ada pada
negara pakistan mampu
memberikan efek buruk
terhadap negaranya.
Dampak tersebut
menjadikan banyaknya
pengangguran dan
kemiskinan meningkat
42
serta krisis sumber daya
alam diantaranya
kekurangan gas, tenaga
listrik dan inflasi yang
melonjak akibat
penurunan PDB
tersebut.
15 Sulistyowati
(2014)
The Effect of
Educational,
Health,
Infrastructure
Expenses on
the Workforce
Employment
and Poverty
Variabel :
Infrastructure,
Health, Educational,
Employment
Kemiskinan
dipengaruhi secara
signifikan oleh PDB
Agricultur yang mana
ketika peningkatan PDB
per kapita sebesar 10%
maka akan mengurangi
kemiskinan sebesar
15.95%.
F. Hubungan Antar Variabel
Dalam rumusan masalah telah ditetapkan akan melakukan penelitian
mengenai pengaruh PDRB, investasi dan Indeks Pembangunan Manusia di
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa-Timur 2012-2016. Berdasarkan penelitian Sussy
Susanti (2013) sebelumnya, mengenai Pengaruh Produk Domestik Regional
Bruto, Pengangguran dan Indeks Pembangunan Manusia terhadap Kemiskinan
di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, terdapat hasil bahwa tingkat
kemiskinan memiliki hubungan positif dengan PDRB dan Pengangguran dan
IPM memiliki hubungan negatif terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Barat. Kemudian, Ashanti dan Wirathi (2015) mengenai
Pengaruh Investasi Terhadap Pengentasan Kemiskinan Melalui Mediasi
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali. Mendapatkan hasil yang menunjukkan
secara langsung variabel Investasi berpengaruh negatif signifikan terhadap
Kemiskinan, secara langsung variabel Investasi berpengaruh positif signifikan
terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Secara langsung variabel Pertumbuhan
43
Ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap Kemiskinan dan pengaruh
Investasi terhadap Kemiskinan melalui Pertumbuhan Ekonomi.
Hal tersebut yang menjadi pertimbangan penulis untuk menggunakan
variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Investasi (INV), dan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) sebagai Variabel Dependen dan Kemiskinan
(PVT) sebagai Variabel Independen. Diduga Kemiskinan dipengaruhi oleh
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Investasi (INV), dan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Sehingga dapat dibuat persamaan sebagai
berikut:
PVT = f (PDRB, INV, IPM)
Keterangan:
PVT = Kemiskinan
PDRB = Produk Domestik Regional Bruto
INV= Investasi
IPM= Indeks Pembangunan Manusia
1. Hubungan PDRB dengan Kemiskinan
Pertumbuhan ekonomi merupakan kunci dari penurunan kemiskinan di
suatu wilayah. Dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat di tiap-tiap
provinsi memberikan indikasi bahwa pemerintah mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya, sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator
tingkat pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah yang merupakan nilai bersih
barang dan jasa–jasa akhir yang dihasilkan dari berbagai kegiatan ekonomi pada
suatu periode disuatu daerah (Hadi Sasana, 2006). Tingginya PDRB suatu
daerah, akan mempengaruhi besaran potensi sumber penerimaan daerah
tersebut. Secara realita, PDRB mempunyai pengaruh terhadap jumlah angkatan
kerja yang bekerja dengan asumsi apabila nilai PDRB meningkat, maka jumlah
nilai tambah output dalam seluruh unit ekonomi di suatu wilayah akan
meningkat. Output yang jumlahnya meningkat tersebut akan menyebabkan
terjadinya peningkatan terhadap jumlah penyerapan tenaga kerja yang diminta
(pengangguran menurun) dan dapat menurunkan angka kemiskinan.
44
2. Hubungan Investasi dengan Kemiskinan
Pada hakikatnya konsep lingkaran kemiskinan memiliki anggapan bahwa:
ketidakmampuan untuk mengerahkan tabungan yang cukup, memiliki
kekurangan faktor pendorong untuk kegiatan penanaman modal, dan tingkat
pendidikan dan keahlian masyarakat yang relatif masih rendah, merupakan tiga
faktor utama yang menghambat proses pembentukan modal dan pembangunan
ekonomi diberbagai negara NSB. (Meier dan Baldwin dalam Arsyad, 2016).
Besarnya investasi yang masuk akan memberikan dorongan yang kuat terhadap
pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan menurunkan tingkat
kemiskinan. (Arshanti dan Wirathi, 2015).
Investasi (modal), kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi saling memiliki
keterkaitan. Pemerintah mengalami kesulitan yang sama dalam menciptakan
lapangan kerja baru dan lapangan pekerjaan bagi penduduk miskin tanpa
pertumbuhan ekonomi yang tinggi atau jika hanya ditopang dengan kegiatan
produksi yang membutuhkan tenaga kerja luaran pendidikan tinggi, yang dimana
mayoritas masyarakat miskin adalah luaran pendidikan dasar (SD) atau bahkan
tidak tamat (SD). (Pateda et al, 2016)
3. Hubungan IPM dengan kemiskinan
Meier dan Baldwin dalam Arsyad (2016) mengemukakan suatu konsep
lingkaran kemiskinan yang sedikit berbeda. Lingkaran kemiskinan timbul dari
hubungan yang saling mempengaruhi antara kondisi masyarakat terbelakang
(tradisional) dan kekayaan alam yang sepenuhnya belum dimanfaatkan. Untuk
mengembangkan kekayaan alam yang dimiliki, suatu masyarakat harus memiliki
tenaga kerja yang ahli dalam memimpin dan melaksanakan berbagai macam
kegiatan ekonomi. Di NSB, kekayaan alam belum sepenuhnya diusahakan dan
dikembangkan karena tiga alasan yaitu: (1) tingkat pendidikan masyarakat yang
masih relatif rendah, (2) tidak tercukupinya tenaga ahli yang diperlukan, dan (3)
terbatasnya mobilitas dari sumberdaya yang dimiliki.
45
G. Kerangka Pemikiran
Penulis mengemukakan penelitian ini dengan variabel PDRB sebagai (X1),
variabel Investasi (X2), dan IPM yang akan mempengaruhi variabel Kemiskinan
di Provinsi Jawa Timur sebagai variabel (Y).
Penelitian ini mencari pengaruh dan hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terkait dimana variabel dependent-nya adalah Kemiskinan di Provinsi
Jawa Timur yang hendak di prediksi oleh adanya pengaruh variabel-variabel
independent yang terdiri dari PDRB, Investasi dan IPM, diprediksi mempunyai
pengaruh yang positif terhadap variabel dependent. Dengan demikian dapat
dirumuskan kerangka berpikir penelitian sebagai berikut :
46
Analisis Pengaruh PDRB,
Investasi dan Indeks
Pembangunan Manusia
terhadap Kemiskinan di
Provinsi Jawa Timur
(Periode Tahun 2012-2016)
Teori tentang
PDRB, Investasi, IPM dan
Kemiskinan
Variabel Independen
-PDRB (X1)
-Investasi (X2)
-Indeks Pembangunan Manusia
Variabel Dependen
Kemiskinan (Y)
Alat Analisis
Panel data
Pemilihan Model
1. Uji Hausman
2. Uji Chow
Pemilihan Model
Uji Regresi Data Panel
Gambar 2.1: Kerangka Berfikir
47
H. Hipotesis Penelitian
Dengan mengacu pada pemikiran dasar teoritis dan studi empiris yang
pernah dilakukan dengan penelitian di bidang ini, maka dapat dirumuskan
hipotesis, sebagai berikut:
1. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh PDRB secara parsial terhadap
Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur periode 2012-
2016.
H1: Diduga terdapat pengaruh PDRB secara parsial terhadap
kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur periode 2012-
2016.
2. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh Investasi secara parsial terhadap
Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur periode 2012-
2016
H1: Diduga terdapat pengaruh Investasi secara parsial terhadap
kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur periode 2012-
2016.
3. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh Indeks Pembangunan Manusia
secara parsial terhadap Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Timur periode 2012-2016
H1: Diduga terdapat pengaruh Investasi secara parsial terhadap
kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur periode 2012-
2016.
4. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh PDRB, Investasi dan Indeks
Pembangunan Manusia secara simultan terhadap Kemiskinan di
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur periode 2012-2016
H1: Diduga terdapat pengaruh PDRB, Investasi dan Indeks
Pembangunan Manusia secara simultan terhadap kemiskinan di
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur periode 2012-2016.
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dipaparkan sejumlah hal yang berkaitan dengan langkah-
langkah sistematis yang akan digunakan dalam menjawab pertanyaan penelitian.
Langkah – langkah yang digunakan dalam menjawab pertanyaan penelitian
tersebut adalah metodologi penelitian. Maka dari itu, diperlulan beberapa hal
sebagai berikut ini yaitu pengumpulan data penelitian, penjelasan objek
penelitian, metode penelitian serta analisis data.
A. Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan pengungkapan latar belakang yang telah dikemumakakan
didalam bab sebelumnya, maka peneliti memiliki ketertarikan untuk melakukan
penelitian mengenai analisis pengaruh PDRB, Investasi dan Indeks
Pembangunan Manusia terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Periode
data yang diteliti adalah di mulai pada tahun 2012 sampai dengan tahun teliti
2016. Dalam periode tahun 2012 merupakan periode pertumbuhan ekonomi
yang telah tercapai namun belum mampu untuk mengatasi masalah yang timbul
akibat belum meratanya pembangunan, serta bahkan di beberapa daerah
pertumbuhan ekonomi terjadi secara lambat. Daerah itu belum ataupun tidak
mengalami perkembangan dan kemauan yang sama. Disebabkan oleh minimnya
sumberdaya yang dimiliki. Lebih lanjut adanya distribusi investasi yang tidak
merata di beberapa daerah, Indeks Pemabngunan Manusia yang timpang antar
daerah, secara keseluruhan akan mempengaruhi tingkat Kemiskinan dan
ketimpangan pendapatan antar daerah tersebut.
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah karakter, ciri atau kualitas dari individu, obyek
atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang diputuskan oleh peneliti untuk
dipelajari,dipahami dan selanjutnya dapat ditarik kesimpulan (Sugiyono: 2012).
Variabel di dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :
49
1. Variabel bebas ialah variabel yang menjadi sebab perubahan dari
variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah PDRB (X1),
Investasi (X2) dan Indeks Pembangunan Manusia (X3).
2. Variabel terikat atau variabel dependen ialah variabel yang dipengaruhi
atau akibat dari adanya variabel bebas. Simbol dari variabel terikat yaitu
Y. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Kemiskinan (Y).
C. Definisi Operasional Variabel
Dibawah ini merupakan tabel mendefinisikan suatu variabel yang dipakai
peneliti untuk melakukan penelitian:
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Teori Sumber
Produk
Domestik
Regional
Bruto (X1)
PDRB adalah salah satu parameter yang
mengungkapkan meningkatnya angka pertumbuhan
ekonomi dan dapat digunakan untuk menilai atau
mengukur sampai sejauh mana kesuksesan
pembangunan di satu wilayah pada periode tertentu dan
menjadi indikator dalam memutuskan apa saja yang
dijadikan kebijaksanaan pembangunan di masa
mendatang.
Kairupan,
2013
Investasi (X2) Investasi bisa juga dimaksud sebagai pengeluaran atau
belanja dalam penanam-penanam modal atau
perusahaan untuk memenuhi kecukupan barang-barang
modal dan perlengkapan memproduksi barang-barang
dan jasa yang memang tersedia di dalam roda
perekonomian.
Sulistiawati,
2012
50
Indeks
Pembangunan
Manusia (X3)
Sebagai tolak ukur kualitas hidup, IPM dibentuk di
dalam pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi itu
mencakup lamanya hidup, Pendidikan dan wawasan
luas, serta pola hidup yang sehat dan layak. Ketiga
dimensi ini memiliki makna yang sangat luas
dikarenakan terkait banyak ciri. Untuk menakar dimensi
kesehatan dapat digunakan Angka Harapan Hidup
sewaktu lahir. Lebih lanjut untuk menakar dimensi
Pendidikan dapat dipakai parameter Angkat Melek
Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah. Terakhir untuk
menakar dimensi pola hidup sehat dan layak dapat
digunakan parameter kemampuan Daya Beli
Masyarakat.
BPS, 2018
Kemiskinan
(Y)
minimnya sumberdaya yang dimiliki dapat digunakan Suryawati,
2005
D. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yakni data yang diperoleh dari
hasil pengolahan pihak kedua atau data yang diperoleh dari hasil publikasi pihak
lain. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel, ialah
penggabungan dari data silang tempat (cross section) dan data deret waktu (time
series) dari tahun 2012-2016. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini
antara lain :
1. Tingkat Kemiskinan semua Kabupaten/Kota di Jawa Timur pada tahun
2012-2016;
2. PDRB atas dasar harga konstan di Kabupaten/Kota di Jawa Timur pada
periode tahun 2012-2016;
3. Investasi di masing-masing Kabupaten/Kota di Jawa Timurpada tahun
2012-2016;
4. Indeks Pembangunan Manusia di masing-masing Kabupaten/Kota di
Jawa Timur pada tahun 2012-2016.
51
E. Teknik Pengumpulan Data
Pendapat Muhammad Teguh mengatakan bahwa pengumpulan data
merupakan langkah penting yang harus dilakukan dalam kegiatan penelitian
sebelum sampai kepada konklusi. Data yang digunakan pada penelitian ini
adalah data sekunder, yakni jenis data yang diperoleh serta digali melalui hasil
pengolahan pihak kedua dari hasil penelitian lapangan, baik berupa data
kuantitatif maupun data kualitatif (Teguh: 2010).
F. Metode Analisis Data
1. Model Empirik
Model yang digunakan untuk menganalisis pengaruh PDRB, Investasi,
Indeks Pembangunan Manusia terhadap tingkat Kemiskinan di
Indonesia dengan spesifikasi model :
Y = + 1 X1 + 2 X2 + 3 X3 +
Persamaan tersebut kemudian ditransformasi kedalam bentuk model
logaritma natural. Kemudian, persamaan model penelitian ini adalah
sebagi beikut:
Ln_Pov = 0 + 1 Ln_PDRB + 2 Ln_Inv + 3 Ln_IPM +
Poverty = Tingkat Kemiskinan
PDRB = Produk Domestik Regional Bruto
Inv = Investasi
IPM = Indeks Pembangunan Manusia
2. Uji Spesifikasi Model
a. Metode Data Panel
Data Panel ialah gabungan antara data lintas waktu (time series)
dan data lintas individu (cross section), dimana unit cross section) yang
dsama diukur pada waktu yang berbeda. Analisis data panel digunakan
52
untuk mengamati hubungan antara satu variabel terikat (dependent
variable) dengan satu atau lebih variabel bebas (independent variable).
Terdapat banyak keunggulan pada penggunaan data panel, baik
secara statistik maupun teori ekonomi, diantaranya: (Gujarati, 2003):
1) Dapat memperhitungkan heterogenitas individu secara
eksplisit dengan mengizinkan variabel spesifik individu
sehingga data panel dapat digunakan untuk menguji dan
membangun model perilaku yang lebih kompleks.
2) Apabila efek spesifik adalah signifikan berkorelasi dengan
variabel penjelas lainnya, maka penggunaan data panel akan
mengurangi masalah omitted variables secara substansial.
3) Data panel didasarkan pada observasi cross section yang
berulang sehingga metode data panel tepat digunakan untuk
atudy of dynamic adjustment.
4) Jumlah observasi yang tinggi berimplikasi pada data yang
lebih informatif, lebih variatif, kolinearitas antar variabel yang
semakin berkurang, dan peningkatan derajat kebebasan
sehingga hasil estimasi yang lebih efisien dapat diperoleh.
Keunggulan-keunggulan tersebut berimplikasi pada tidak
diperlukannya pengujian asumsi klasik dalam metode data panel, sesuai
apa yang ada dalam beberapa literatur yang digunakan dalam penelitian
ini.
b. Uji Chow
Uji spesifikasi bertujuan menentukan model analisis data panel yang
akan digunakan. Penggunaan Uji Chow bertujuan guna memilih model
yang sebaiknya digunakan antara fixed effect dan common effect,
dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Common Effect
H1 : Fixed Effect
Jika hasil uji spesifikasi ini menunjukkan probabilitas Chi-square lebih
dari 0,05 maka model yang dipilih adalah common effect. Namun
53
sebaliknya, apabila probabilitas Chi-square kurang dari 0,05 maka
model yang sebaiknya dipakai adalah fixed effect. Ketika model yang
terpilih adalah fixed effect, maka diperlukan pengujian kembali, yakni
uji Hausmann yang bertujuan guna mengetahui apakah sebaiknya
menggunakan fixed effect model (FEM) atau random effect model
(REM).
3. Uji Regresi Linier Berganda
Penelitian ini menggunakan metode analisis statistik dengan teknik
analisis regresi berganda. Regresi berganda memiliki tujuan guna
menghitung besarnya pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap satu
variabel terikat dan memprediksi variabel terikat menggunakan dua variabel
bebas atau lebih (Rochaety 2009:142).
a. Adjusted R Square (R2)
Koefisien determinasi yang dinotasikan dengan R2, merupakan
suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat
menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi.
Sehingga dengan kata lain, angka tersebut dapat mengukur seberapa
dekat garis regresi yang terestimasi dengan data sesungguhnya.
(Nachrowi &Usman, 2006:20).
Pada intinya, Koefisien determinasi (R2) mengukur sejauh mana
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang
kecil dapat memberikan arti bahwa kemampuan variabel-variabel
independent dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir seluruh informasi variabel dependen. Pada
umumnya, koefisien determinasi untuk data silang (crossection) relatif
rendah dikarenakan terdapat variasi yang besar antara tiap-tiap
pengamatan, sedangkan data runut waktu (time series) umumnya
memiliki nilai koefisien determinasi tinggi (Ghazali, 2009: 96).
54
Penggunaan koefisien determinasi juga memiliki kelemahan
mendasar, yakni bias terhadap jumlah variabel independen yang
dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel
independen, maka R2 pasti meningkat tanpa peduli pengaruh signifikan
terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti yang
menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat
melakukan evaluasi terkait model regresi yang terbaik. Berbeda dengan
R2, apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam model,
maka nilai Adjusted R2 dapat naik ataupun turun (Ghazali, 2012:97).
b. Uji Simultan (Uji F)
Uji hipotesis digunakan untuk memeriksa atau menguji apakah
kefisien regresi yang didapat signifikan (berbeda nyata). Yang
dimaksudkan dari signifikan ini adalah suatu nilai koefisien regresi
yang secara statistik tidak sama dengan nol. Apabila koefisien slope
sama dengan nol, maka dapat dikatakan bahwa tidak memiliki bukti
yang cukup untuk menyatakan bahwa variabel bebas memiliki
pengaruh terhadap variabel terikat. Untuk kepentingan tersebut, maka
seluruh koefisien regresi harus diuji. Terdapat dua jenis uji terhadap
koefisien regresi, yakni uji F dan uji t (Nachrowi & Usman, 2006: 16).
Pada dasarnya, uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel
independen atau bebas yang dimaksukkan dalam model memiliki
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat
(Ghazali, 2012: 98).
Pengambilan keputusan didasarkan pada tingkat probabilitas
signifikansi. Apabila probabilitas signifikansi > 0.05, maka H0 diterima
dan apabila probabilitas signifikansi < 0.05, maka H0 ditolak. Selain
itu, pengambilan keputusan dilakukan pula dengan membandingkan
nilai F tabel dengan F hitungnya. Nilai F tabel di dapat dari rumus :
Uji F = (df(n-k-1))
55
Dengan artian n = jumlah sampel dan k = jumlah variabel bebas.
Apabila F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan sebaliknya jika F
hitung < F tabel maka H0 diterima. (Nachrowi & Usman, 2006:18).
c. Uji Parsial (Uji t)
Pada dasarnya, uji t menunjukkan seberapa jauh pengaruh yang
diberikan satu variabel penjelas/independen secara individual dalam
menerangkan variasi variabel dependen. (Ghazali, 2012:98).
Pengambilan keputusan didasarkan pada tingkat signifikan (Rodoni,
2005:90), yakni:
1) Apabila probabilitas signifkan > taraf signifikansi 0.05, maka
H0 diterima dan H1 ditolak, berarti bahwa suatu variabel
independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen.
2) Apabila probabilitas signifikan < taraf signifikansi 0.05, maka
H0 ditolak dan H1 diterima, berarti bahwa suatu variabel
independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen.
56
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, Indonesia.,
dengan ibukota yang terletak di Surabaya. Memiliki luas wilayah 47.922 km²,
dan memiliki jumlah penduduk 42.030.633 jiwa (Sensus 2017). Jawa Timur
memiliki wilayah terluas diantara 6 provinsi di Pulau Jawa, serta memiliki
jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Letak
geografis Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di bagian utara, Selat Bali
di bagian timur, Samudra Hindia di bagian selatan, serta Provinsi Jawa Tengah
di bagian barat. Pulau Madura, Pulau Bawean, Pulau Kangean serta sejumlah
pulau-pulau kecil di Laut Jawa (Kepulauan Masalembu), dan Samudera Hindia
(Pulau Sempu, dan Nusa Barung) juga termasuk dalam lingkup wilayah Jawa
Timur.
Jawa Timur yang memiliki signifikansi perekonomian cukup tinggi dikenal
sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia. Sama seperti provinsi lainnya yang ada
di Indonesia, Jawa Timur juga memiliki banyak tempat wisata populer di
Indonesia bahkan mancanegara, contohnya Gunung Bromo, Gunung Semeru,
kawasan wisata kota Malang dengan kota Batu sebagai pusatnya yang terkenal
dengan udaranya yang sejuk, air terjun Madakaripura di Probolinggo, Taman
Safari Indonesia 2 di Pasuruan, dan Situs Trowulan yang berada di Mojokerto.
Provinsi Jawa Timur berkontribusi 14,85% terhadap Produk Domestik Bruto
nasional. Berikut adalah luas wilayah masing-masing kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Timur dapat dilihat pada gambar peta dan tabel dibawah :
57
Gambar 4.1
Peta Informasi Provinsi Jawa Timur
*Sumber : Wikipedia
58
Tabel 4.1
Luas Wilayah Provinsi Jawa Timur/km2
Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat kabupaten Banyuwangi
yang mendominasi wilayah di provinsi Jawa Timur, dengan luas sekitar 5782,30
km2. Kabupaten kedua yang terluas di provinsi Jawa Timur adalah kabupaten
Malang luas sekitar 3530,65 km2 . Sementara untuk kabupaten terluas ketiga di
provinsi Jawa Timur adalah kabupaten Jember dengan luas sekitar 3092,34 km2.
Untuk ibukota provinsi Jawa Timur yakni kota Surabaya hanya dengan luas
sekitar 350,34 km2, dan luas wilayah terkecil pada provinsi Jawa Timur adalah
kota Madiun dengan luas sekitar hanya 33,92 km2.
B. Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan guna menggambarkan suatu data secara
statistik. Untuk menginterpretasikan hasil statistik deskriptif dari PDRB,
Investasi, dan IPM dapat dilihat dari pergerakan variabel penelitian di bawah ini:
Nama Kota
Luas
Wilayah Nama Kota
Luas
Wilayah Nama Kota
Luas
Wilayah Nama Kota
Luas
Wilayah
Pacitan 1389,92 Madiun 1037,58 Banyuwangi 5782,40 Pamekasan 792,24
Ponorogo 1305,70 Magetan 688,84 Bondowoso 1525,97 Sumenep 1998,54
Trenggalek 1147,22 Ngawi 1295,98 Situbondo 1669,87 Kota Kediri 63,40
Tulungagung 1055,65 Bojonegoro 2198,79 Probolinggo 1696,21 Kota Blitar 145,28
Blitar 1336,48 Tuban 1834,15 Pasuruan 1474,02 Malang 56,67
Kediri 1386,05 Lamongan 1782,05 Sidoarjo 634,38
Kota
Probolinggo 35,29
Malang 3530,65 Gresik 1191,25 Mojokerto 717,83 Kota Mojokerto 16,47
Lumajang 1790,90 Bangkalan 1001,44 Jombang 1115,09 Kota Madiun 33,92
Jember 3092,34 Sampang 1233,08 Nganjuk 1224,25 Kota Surabaya 350,54
Madiun 1037,58 Kota Batu 136,74
59
1. Tingkat Kemisikinan di Provinsi Jawa Timur
Gambar 4.2
Data Tingkat Kemiskinan
Dilihat dari gambar di atas bahwa data tingkat kemiskinan yang ada di
Provinsi Jawa Timur dari tahun 2010-2016 mengalami penurunan yang
signifikan. Tercatat pada tahun 2010 tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur
sebesar 15.26%. Sementara pada tahun 2011 sebesar 14.23%, dan akhirnya
menurun secara drastis pada tahun 2012 sebesar 9%. Kemudian pada tahun 2013
tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur menjadi 8.7% dan sempat
mengalami stuck di 2014-2015 sebesar 8.3% serta pada tahun 2016 tingkat
kemiskinan di Provinsi Jawa Timur mengalami penurunan kembali sebesar 8%.
Dapat disimpulkan dari data di atas bahwa dari tahun ke tahun tingkat
kemiskinan selalu mengalami penurunan. Artinya, pemerintah Provinsi Jawa
Timur berhasil mengentaskan kemiskinan seiring berjalannya waktu. Salah satu
kemiskinan tertinggi dialami oleh Kabupaten Sampang, karena dinilai menjadi
daerah paling tertinggal di Provinsi Jawa Timur.
3.4
8
3.7
5
3.7
3.6 4 3.7
7
3.7
5
11
.27
10
.65
8.7
8.6
8.4 8.5
7.6
16
.56
15
.76
13
.3
12
.7
12
.09
11
.7
11
.41
16
.83
16
.08
13
.1
13
.6
13
.6
12
.7
11
.7
15
.26
14
.23
9 8.7
8.3
8.3
8
7.1
6
6.3
2
4.4 5 4.7 5.0
7
5
2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6
DATA TINGKAT KEMISKINAN
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I.Yogyakarta Jawa Timur Banten
60
2. Produk Regional Domestik Bruto di Provinsi Jawa Timur
Gambar 4.3
Data PDRB
Dari gambar diatas menerangkan bahwa PDRB tertinggi pada tahun 2010
diraih oleh Provinsi DKI Jakarta sebesar 9.71% sementara tertinggi kedua diraih
oleh Provinsi Jawa Timur dengan persentase sebesar 7.89% dan yang terendah
terdapat pada Provinsi D.I Yogyakarta sebesar 4.32%. PDRB merupakan salah
satu faktor untuk melihat keberhasilan pembangunan disuatu daerah atau disuatu
wilayah. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi menunjukkan
aktivitas barang dan jasa yang dihasilkan pun tinggi, terbukti pada tahun 2016
Provinsi Jawa Timur menempatkan urutan pertama PDRB tertinggi di Pulau
Jawa sebesar 8.94 sementara DKI Jakarta menurun menjadi 8.38 dan yang paling
rendah Provinsi Banten sebesar 5.7%.
61
3. Investasi
Gambar 4.4
Data Investasi
Dari gambar diatas disebutkan bahwa pada tahun 2012 Provinsi yang
paling berpotensi mendapatkan Investasi terbanyak ada pada Provinsi Jawa
Timur, sedangkan yang terendah terdapat pada Provinsi D.I Yogyakarta.
Sementara pada tahun 2016 tercatat bahwa Provinsi Jawa Timur merupakan
wilayah paling berpotensi untuk berkembang, dapat dilihat bahwa sebesar
289 T yang tercatat dalam data ini menunjukkan bahwa beberapa faktor yang
diperkirakan mendukung tingginya investasi di daerah ini antara lain adanya
potensi pasar yang cukup luas sejalan dengan besarnya jumlah penduduk di
wilayah tersebut serta sumberdaya ekonomi.
72 1
25
78
6
28
9
66
15
6 23
2
14
5
15
43
7
10
016
7
33
0
18
3
15
43
8
13
1
51
6
10
57
92
6
59
67
5
42
7
72 1
25
78
6
28
9
66
D K I J A K A R T A J A W A B A R A T J A W A T E N G A H
D . I . Y O G Y A K A R T A
J A W A T I M U R B A N T E N
INVESTASI DI PULAU JAWA
2012 2013 2014 2015 2016
62
4. Tingkat Indeks Pembangunan Manusia
Gambar 4.5
Data IPM
Dari gambar data Indeks Pembangunan Manusia diatas pada tahun 2010
tercatat bahwa DKI Jakarta menempati urutan pertama sebagai IPM terbesar,
sementara D.I Yogyakarta menempati urutan kedua dan Provinsi Jawa Timur
menempati urutan terakhir. Data ini sesuai dan berhubungan dengan tingkat
kemiskinan yang ada di Provinsi Jawa Timur yang telah peneliti bahas
sebelumnya bahwa terbukti pada tahun 2010 kualitas IPM yang ada di Provinsi
Jawa Timur masih sangat rendah dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di
Pulau Jawa. Sementara pada tahun 2016 IPM meningkat di Provinsi Jawa Timur
sebesar 69.74%, ini artinya ada peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya.
76
.31
76
.98
77
.53
78
.08
78
.39
78
.99
79
.6
66
.15
66
.67
67
.32
68
.25
68
.8
69
.05
70
.05
66
.08
66
.64
67
.21
68
.02
68
.78
69
.49
69
.9875
.37
75
.93
76
.15
76
.44
76
.81
77
.59
78
.38
65
.36
66
.06
66
.74
67
.55
68
.14
68
.95
69
.74
67
.54
68
.22
68
.92
69
.47
69
.89
70
.29
70
.96
2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6
IPM
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I.Yogyakarta Jawa Timur Banten
63
C. Model Regresi Data Panel
Regresi data panel memiliki gabungan karakteristik data yang terdiri dari
cross section (data silang) dengan time series (runtut waktu). Regresi data panel
dapat dilakukan dengan tiga model, yakni Common Effect Model (CEM), Fixed
Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Pemilihan model
tergantung pada asumsi yang peneliti gunakan dan pemenuhan syarat-syarat
pengolahan data statistik yang benar sehingga dapat dipertanggungjawabkan
secara statistik.
Dibawah ini merupakan analisa pemilihan model untuk pemenuhan
persyaratan pengolahan data statistik sebagai berikut :
a. Uji Chow
Uji Chow bertujuan untuk memilih model terbaik antara Common
Effect Model dengan Fixed Effect Model. Nilai yang harus diperhatikan pada
uji chow adalah nilai probabilitas dari F-Statistic. Hipotesis yang digunakan
dalam uji chow adalah sebagai berikut :
H0 : Common Effect Model (CEM)
H1 : Fixed Effect Model (FEM)
Jika nilai probabilits F-statistik lebih kecil dari tingkat signifikansi
(5%), maka H0 ditolak Ha diterima. Begitu pula sebaliknya jika nilai
probabilitas F-statistik lebih besar dari tingkat signifikansi (5%), maka H0
diterima H1 ditolak.
Tabel 4.2
Hasil Uji Chow
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 1231.27403 (37,149) 0.0000
*Sumber data yang telah diolah menggunakan Eviews 9.0
64
Hasil Uji Chow menunjukkan nilai probabilitas F-statistik model sebesar
0.000 < 0.05 maka H0 ditolak Ha diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa
metode yang tepat untuk digunakan adalah Fixed Effect Model.
b. Fixed Effect Model
Pada Fixed Effect Model, perbedaan antar individua tau waktu
terakomodasi melalui error. Teknik ini juga memperhitungkan bahwa error
memiliki kemungkinan berkorelasi sepanjang time series dan cross section
(Suliyanto, 2011).
Berikut adalah hasil data Fixed Effect Model yang telah diolah
menggunakan software SPSS 9.0.
Tabel 4.3
Regresi Data Panel Fixed Effect Model
Dependent Variable: POV?
Method: Pooled EGLS (Cross-section weights)
Date: 02/26/19 Time: 22:26
Sample: 1 5
Included observations: 5
Cross-sections included: 38
Total pool (balanced) observations: 190
Linear estimation after one-step weighting matrix
Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 6.808382 0.165281 41.19289 0.0000
PDRB? -9.42E-05 3.95E-06 -23.85794 0.0000
INV? 0.000175 0.000898 0.194866 0.8458
IPM? -0.068155 0.022543 -3.023311 0.0029
*Sumber data yang telah diolah menggunakan Eviews 9.0
65
Tabel 4.4
Interpretasi Fixed Effect Model
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 6.808382 0.165281 41.19289 0.0000
PDRB? -9.42E-05 3.95E-06 -23.85794 0.0000
INV? 0.000175 0.000898 0.194866 0.8458
IPM? -0.068155 0.022543 -3.023311 0.0029
Fixed Effects (Cross)
_KABPACITAN--C -0.179509
_KABPONOROGO--C -0.292020
_KABTULUNGAGUNG--C -0.369031
_KABTRENGGALEK--C -0.433953
_KABBLITAR--C -0.451029
_KABKEDIRI--C -0.433758
_KABMALANG--C -0.456467
_KABLUMAJANG--C -0.469373
_KABJEMBER--C -0.437976
_KABBANYUWANGI--C -0.431004
_KABBONDOWOSOC -0.431103
_KABSITUBONDO--C -0.409688
_KABPROBOLINGGC -0.383753
_KABPASURUAN--C -0.357236
_KABSIDOARJO—C -0.326518
_KABMOJOKERTO--C -0.350751
_KABJOMBANG—C -0.409693
_KABNGANJUK—C -0.413267
_KABMADIUN—C -0.454469
_KABMAGETAN—C -0.509140
_KABNGAWI—C -0.551876
_KABBOJONEGOROC -0.702816
_KABTUBAN—C -0.341872
_KABLAMONGAN--C 0.939959
_KABGRESIK—C 0.818910
_KABBANGKALAN-C 0.735503
_KABSAMPANG—C 0.708784
_KABPAMEKASAN-C 0.694410
_KABSUMENEP--C 0.692846
_KOTAKEDIRI--C 0.683870
_KOTABLITAR--C 0.678552
_KOTAMALANG--C 0.688637
_KOTAPROBOLINGO--C 0.716265
_KOTAPASURUAN--C 0.662147
_KOTAMOJOKERTO--C 0.557501
_KOTAMADIUN--C 0.457300
_KOTASURABAYA--C 0.359027
_KOTABATU--C 0.202587
*Sumber data yang telah diolah menggunakan Eviews 9.0
66
1. Kabupaten Pacitan
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Pacitan
sebesar: 17.9 Satuan.
2. Kabupaten Ponorogo
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Ponorogo
sebesar: 29.2 Satuan.
3. Kabupaten TulungAgung
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten
TulungAgung sebesar: 36.9 Satuan.
4. Kabupaten Trenggalek
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Trenggalek
sebesar: 43.3 Satuan.
5. Kabupaten Blitar
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Blitar
sebesar: 45.1 Satuan.
6. Kabupaten Kediri
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Kediri
sebesar: 43.3 Satuan.
67
7. Kabupaten Malang
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Malang
sebesar: 45.6 Satuan.
8. Kabupaten Lumajang
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Lumajang
sebesar: 46.9 Satuan.
9. Kabupaten Jember
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Jember
sebesar: 43.7 Satuan.
10. Kabupaten Banyuwangi
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Pacitan
sebesar: 43.1 Satuan.
11. Kabupaten Bondowoso
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Bondowoso
sebesar 43.1 Satuan.
12. Kabupaten Situbondo
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Situbondo
sebesar: 40.9 Satuan.
68
13. Kabupaten Probolinggo
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Probolinggo
sebesar: 38.3 Satuan.
14. Kabupaten Pasuruan
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Pasuruan
sebesar: 35.7 Satuan.
15. Kabupaten Sidoarjo
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Sidoarjo
sebesar: 32.6 Satuan.
16. Kabupaten Mojokerto
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Mojokerto
sebesar 35 Satuan.
17. Kabupaten Jombang
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Jombang
sebesar 40.9 Satuan.
18. Kabupaten Nganjuk
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Nganjuk
sebesar: 41.3 Satuan.
69
19. Kabupaten Madiun
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Madiun
sebesar: 45.4 Satuan.
20. Kabupaten Magetan
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Magetan
sebesar: 50.9 Satuan.
21. Kabupaten Ngawi
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Ngawi
sebesar: 55.1 Satuan.
22. Kabupaten Bojonegoro
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Bojonegoro
sebesar: 70.2 Satuan.
23. Kabupaten Tuban
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Tuban
sebesar: 51.0 Satuan.
24. Kabupaten Lamongan
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Lamongan
sebesar: 70.2 Satuan.
70
25. Kabupaten Gresik
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Gresik
sebesar: 81.9 Satuan.
26. Kabupaten Bangkalan
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Bangkalan
sebesar: 73.5 Satuan.
27. Kabupaten Sampang
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten sebesar: 70.8
Satuan.
28. Kabupaten Pamekasan
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Pamekasan
sebesar: 69.4 Satuan.
29. Kabupaten Sumenep
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Sumenep
sebesar 69.2 Satuan.
30. Kota Kediri
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Kediri
sebesar: 68.3 Satuan.
71
31. Kota Blitar
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Blitar sebesar
67.8 Satuan.
32. Kota Malang
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Malang
sebesar: 68.8 Satuan.
33. Kota Probolinggo
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Probolinggo
sebesar: 71.6 Satuan.
34. Kota Pasuruan
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, Kabupaten Pasuruan sebesar: 66.2 Satuan.
35. Kota Mojokerto
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten sebesar: 55.7
Satuan.
36. Kota Madiun
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Madiun
sebesar 45.7 Satuan.
37. Kota Surabaya
72
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Surabaya
sebesar: 35.9 Satuan.
38. Kota Batu
Apabila PDRB, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia yang ada
pada model bernilai 0. Maka, nilai kemiskinan Kabupaten Batu sebesar:
20.2 Satuan.
D. Uji Regresi Linier Berganda
Model persamaan regresi linier berganda digunakan untuk meramalkan Y.
apabila nilai variabel independen diketahui, maka kita dapat menggunakan
persamaan regresi linier berganda.
1. Uji Adjusted R Square
Koefisien determinasi (R2) yang intinya mengukur sejauh mana
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen amat terbatas nilai yang mendekati satu berarti variabel-
variabel independen memberikan hampir semua informasi variabel
dependen.
Secara umum koefisien determinasi untuk data silang (crossection)
relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing
pengamatan. Berikut hasil data yang telah diolah :
73
Tabel 4.5
Hasil Adjusted R Square
R-squared 0.998829 Mean dependent var 12.47294
Adjusted R-squared 0.998515 S.D. dependent var 9.490300
S.E. of regression 0.085289 Sum squared resid 1.083868
F-statistic 3178.117 Durbin-Watson stat 1.023378
Prob(F-statistic) 0.000000
*Sumber data yang telah diolah menggunakan Eviews 9.0
Berdasarkan tabel Adjusted R Square diatas diperoleh bahwa nilai
adjusted R2 sebesar 0.998 hal ini berarti 99.8% variasi tingkat kemiskinan
dapat dijelaskan oleh variasi dari ketiga variabel independen PDRB,
Investasi, dan IPM. Sedangkan 0.2% dengan nilai 0.002 sisanya dijelaskan
oleh sebab lain diluar model.
2. Uji F
Pada dasarnya, Uji F akan menunjukkan apakah variabel
dependen/terikat dapat terpengaruh oleh semua variabel independen/bebas
yang dimasukkan dalam model secara bersamaan.
Pengambilan keputusan berdasarkan tingkat probabilitas signifikansi.
Jika probabilitas signifikansi > 0.05, maka H0 diterima dan jika probabilitas
signifikansi < 0.05, maka H0 ditolak. Selain itu pengambilan keputusan juga
dilakukan dengan membandingkan nilai F tabel dengan F hitungnya.
Berikut tabel dibawah ini:
Tabel 4.6
Hasil Uji F
R-squared 0.998829 Mean dependent var 12.47294
Adjusted R-squared 0.998515 S.D. dependent var 9.490300
S.E. of regression 0.085289 Sum squared resid 1.083868
F-statistic 3178.117 Durbin-Watson stat 1.023378
Prob(F-statistic) 0.000000
*Sumber data yang telah diolah menggunakan Eviews 9.0
74
Berdasarkan tabel 4.6 diatas, Uji F diperoleh pengaruh secara
bersamaan dengan tiga variabel independen PDRB, Investasi, dan IPM
terhadap variabel dependen kemiskinan (dapat dilihat pada tabel).
Berdasarkan Uji F diperoleh hasil bahwa nilai F hitung sebesar 3178.117
dan F tabel sebesar 2.66 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.05 maka F
hitung (3178.117> 2.66) lebih besar dari F tabel kesimpulannya adalah
secara simultan variabel keseluruhan independen berpengaruh terhadap
dependen kemiskinan.
3. Uji t
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Berikut hasil data yang telah diolah di bawah ini:
Tabel 4.7
Hasil Uji t
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 6.808382 0.165281 41.19289 0.0000
PDRB? -9.42E-05 3.95E-06 -23.85794 0.0000
INV? 0.000175 0.000898 0.194866 0.8458
IPM? -0.068155 0.022543 -3.023311 0.0029
*Sumber data yang telah diolah menggunakan Eviews 9.0
Dari tabel diatas dapat disusun persamaan regresi linear berganda
sebagai berikut:
LN_KEMISKINANt = 6.808 – 9.42 LN_PDRB_X1t + 0.0001
LN_INVESTASI_X2t – 0.0681 LN_IPM_X3t
Berdasarkan persamaan regresi linier berganda di atas dapat di jelaskan
sebagai berikut:
1. Koefisien Regresi sebesar 6.808 hal ini menunjukkan bahwa
keseluruhan variabel independen (PDRB, Investasi, dan IPM)
75
akumulasi bernilai positif dan sangat mempengaruhi model yang
dibentuk.
2. Nilai koefisien regresi sebesar 9.42 menunjukan bahwa PDRB
berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa
Timur. Hal ini berarti apabila terjadi peningkatan PDRB 1 juta
harga konstan, maka akan menyebabkan penurunan tingkat
kemiskinan sebesar 9.42%.
3. Nilai koefisien regresi sebesar 0.0001 menunjukkan bahwa
Investasi berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan di
Provinsi Jawa Timur. Hal ini berarti apabila Investasi meningkat
sebesar 1% maka akan berpengaruh pada penurunan tingkat
kemiskinan sebesar 0.0001%.
4. Nilai koefisien regresi sebesar -0.0681 menunjukkan bahwa IPM
berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa
Timur. Hal ini berarti apabila terjadi terjadi peningkatan IPM 1%
maka akan menyebabkan penurunan tingkat kemiskinan sebesar
0.0681 %.
Pengambilan keputusan untuk uji hipotesis berdasarkan tingkat
signifikan yaitu:
1) Jika probabilitas signifkan > tingkat signifikansi 0.05 maka H0
diterima dan H1 ditolak, berarti bahwa suatu variabel
independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen.
2) Jika probabilitas signifikan < 0.05 maka H0 ditolak dan H1
diterima, berarti bahwa suatu variabel independen
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
76
a) Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap
Tingkat Kemiskinan di Jawa Timur
Hasil pengujian dengan regresi data panel menunjukkan bahwa
nilai probabilitas 0.000 dengan tingkat signifikan 0.05 maka (0.000
< 0.05) kesimpulannya adalah PDRB berpengaruh signifikan
terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.
b) Pengaruh Investasi Terhadap Tingkat Kemiskinan di Jawa
Timur
Hasil pengujian dengan regresi data panel menunjukkan bahwa
nilai probabilitas 0.845 dengan tingkat signifikan 0.05 maka (0.845
> 0.05) kesimpulannya adalah Investasi tidak berpengaruh
signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.
c) Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap
Tingkat Kemiskinan di Jawa Timur
Hasil pengujian dengan regresi data panel menunjukkan bahwa
nilai probabilitas 0.0029 dengan tingkat signifikan 0.05 maka
(0.0029 < 0.05) kesimpulannya adalah IPM berpengaruh signifikan
terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.
E. Pembahasan
Analisis regresi data panel dilakukan bertujuan untuk menganalisis
pengaruh dari variabel PDRB, Investasi, IPM terhadap Kemiskinan pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. Uji Chow yang merupakan uji terakhir
dalam menentukan model regresi yang tepat dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa model Fixed Effect Model yang cocok untuk penelitian ini.
1. Pengaruh PDRB terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur
Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
nilai probabilitas 0.000 dengan tingkat signifikan 0.05 maka (0.000 < 0.005)
77
kesimpulannya adalah PDRB berpengaruh signifikan terhadap tingkat
kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.
Pada penelitian ini Provinsi Jawa Timur memiliki pertumbuhan PDRB
yang signifikan pada tahun 2010 memiliki persentase sebesar 7.89%
sedangkan pada tahun 2016 sebesar 8.94% dan yang tertinggi pada tahun
2012 sebesar 10.66%. PDRB pada Provinsi Jawa Timur memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap tingkat Kemiskinan artinya faktor pada variabel
PDRB mempengaruhi adanya penurunan tingkat kemiskinan di
Kota/Kabupaten Provinsi Jawa Timur.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sussy Susanti
(2013) yaitu Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto , Pengangguran,
dan Indeks Pembangunan Manusia terhadap Kemiskinan di Jawa-Barat
dengan menggunakan analisis data panel. Dalam estimasi pemodelan
menunjukkan bahwa secara parsial PDRB mempunyai pengaruh negatif
yang signifikan terhadap kemiskinan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
PDRB berjalan terbalik dengan tingkat kemiskinan.
2. Pengaruh Investasi terhadap tingkat Kemiskinan di Provinsi Jawa
Timur
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa nilai probabilitas
0.8458 dengan tingkat signifikan 0.05 maka (0.8458 > 0.05) kesimpulannya
adalah Investasi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan
pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.
Dalam hal ini variabel Investasi tidak berpengaruh karena perekonomian
yang terbelakang, sebab masih terdapat sektor tradisional di pedesaan
sementara pada era ini telah menggunakan sektor industri modern perkotaan
yang lebih produktif dan dapat menampung kelebihan tenaga kerja
dibandingkan sektor pertanian. Sama halnya dengan penelitian Suwandi
(2016) di Papua Barat Kabupaten Fak-fak telah melakukan penelitian bahwa
78
investasi tidak terlalu berdampak langsung untuk mengurangi tingkat
kemiskinan.
Pada penelitian Gusti Ayu, Made Suyana dan I Nyoman (2017) Investasi
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di wilayah
Sarbagita provinsi Bali, mereka berpendapat bahwa Investasi hendaknya
diarahkan pada kabupaten/kota di wilayah Sarbagita yang memiliki
investasi fisik yang rendah sehingga alokasi investasi tidak terpusat pada
daerah tertentu dan alokasi investasi juga diharapkan dapat merata di
seluruh sektor.
Penelitian yang dilakukan oleh Yolanda Pateda. Vecky dan Tri Oldy
Rotinsulu pada provinsi Gorontalo (2015) menyatakan bahwa investasi
mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
Investasi yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Gorontalo dari tahun ke
tahun, berdampak positif terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Dengan
demikian, investasi diperlukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat
berupa sumber nafkah atau pendapatan yang diperlukan untuk membeli
barang dan jasa yang merupakan balas jasa produksi.
Sedangkan hasil dari penelitian yang dilakukan Hastina Febriaty,
Nurwani dan Dosen FEB UMSU pada provinsi Sumatera Utara
menunjukkan bahwa investasi berpengaruh negatf dan tidak signifikan
karena investasi kebanyakan dilakukan oleh kelas menengah atas dan untuk
kepentingan mereka sendiri dan tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap penduduk miskin.
Widanta (2008) menyatakan bahwa, kebijakan pembangunan harus
dilakukan secara fokus, mengingat kebijakan pembangunan yang fokus
akan memudahkan investasi masuk, karena investor memiliki gambaran
yang jelas mengenai usaha yang akan dibuka di daerah tujuan investasi.
Terdapat tiga hal pokok yang selalu menjadi pertimbangan pengusaha
79
dalam melakukan investasi, diantaranya: (1) keadaan politik dan keamanan
yang stabil dan memberikan kepastian untuk berusaha, (2) birokrasi yang
luwes dan proaktif, sehingga dapat melayani keinginan pengusaha namun
tetap dalam koridor hukum dan peraturan yang berlaku, dan (3) mampu
memberikan iklim yang kondusif untuk berusaha. Pada tahun 2010-2016
Provinsi Jawa Timur memang menekankan pada sektor pembangunan
jangka panjang untuk mengundang ketertarikan para investor untuk masuk,
pendapatan daerah meningkat sehingga nantinya akan berpengaruh pada
pendapatan masyarakat.
3. Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia terhadap tingkat Kemiskinan
di Provinsi Jawa Timur
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai probabilitas
0.0029 dengan tingkat signifikan 0.05 maka (0.0029 < 0.05) kesimpulannya
adalah IPM berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi
Jawa Timur. Dilihat dari data di atas maka dalam hal ini pembangunan
manusia pada Provinsi Jawa Timur sudah mengandung makna bahwa
masyarakat mempengaruhi proses yang membentuk kehidupannya. Terkait
hal tersebut, pembangunan ekonomi memiliki makna yang penting bagi
pembangunan manusia di Provinsi Jawa Timur. Pembangunan manusia
tersebut meningkatkan kapabilitas manusia melalui partisipasi aktif dalam
proses kehidupan. Hal tersebut lebih besar dari pendekatan lainnya seperti
pendekatan sumber daya manusia, pendekatan kebutuhan dasar, dan
pendekatan kesejahteraan masyarakat.
Penelitian Meier dan Baldwin dalam Arsyad (2016) mencoba
mengemukakan suatu konsep lingkaran kemiskinan yang agak berbeda.
Lingkaran kemiskinan tersebut timbul dari hubungan yang saling
mempengaruhi antara kondisi masyarakat yang masih terbelakang
(tradisional) dan kekayaan alam yang sepenuhnya belum dimanfaatkan.
80
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana hubungan
antar variabel Produk Domestik Regional Bruto, Investasi, dan Indeks
Pembangunan Manusia terhadap tingkat Kemiskinan pada Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Timur. Dengan melakukan berbagai macam analisis pengujian
statistik. Maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu Produk Domestik
Regional Bruto (X1). Hasil hipotesis secara parsial menunjukkan
bahwa nilai probabilitas sebesar 0.000 lebih kecil berpengaruh daripada
0.05 dan koefisien sebesar -9.42. Hal ini menunjukkan bahwa variabel
PDRB berpengaruh signifikan terhadap tingkat Kemiskinan pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.
2. Variabel independent dalam penelitian ini yaitu Investasi (X2). Hasil
hipotesis secara parsal menunjukkan bahw nilai probabilitas sebesar
0.8458 lebih besar daripada 0.05 dan koefisien sebesar 0.000. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel Investasi tidak berpengaruh terhadap
tingkat Kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.
3. Variabel independent dalam penelitian ini yaitu Indeks Pembangunan
Manusia (X3). Hasil hipotesis secara parsial menunjukkan bahwa nilai
probabilitas sebesar 0.0029 lebih kecil daripada 0.05 dan koefisien
sebesar -0.0681. Hal ini menunjukkan bahwa variabel IPM berpengaruh
signifikan terhadap tingkat Kemiskinan pada Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Timur.
81
4. Variabel independen dalam penelitian yaitu Produk Domestik Regional
Bruto, Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia secara Bersama-
sama berpengaruh signifikan terhadap tingkat di Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan uji F tabel sebesar 2.66 dengan tingkat signifikansi sebesar
0.05 maka F hitung (3178.117 > 2.66) lebih besar dari F tabel
kesimpulannya adalah secara stimulant variabel keseluruhan
independent berpengaruh terhadap dependen kemiskinan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti
mencoba untuk memberikan beberapa saran, diantaranya ialah sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa
variabel PDRB dan IPM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
tingkat Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Sedangkan, variabel
investasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Kemiskinan
di Provinsi Jawa Timur. Pemerintah provinsi seharusnya lebih
memperhatikan ukuran PDRB agar dapat menyelaraskan kinerja untuk
sektor pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,
disamping itu peningkatan investasi juga harus dirasakan masyarakat
kalangan bawah agar tidak ada kesenjangan penikmat fasilitas umum
serta ukuran Indeks Pembangunan Manusia perlu diperhatikan lebih
lanjut karena pada dasarnya Pendidikan sangatlah penting untuk
menunjang kualitas masyarakat, pola piker serta kehidupan yang lebih
baik agar perlahan tingkat kemisskinan tersebut dapat dikurangi secara
perlahan.
2. Bagi para akademisi dan peneliti terkait tingkat Kemiskinan belum
terlalu banyak dilakukan di Indonesia terkhusus di Pulau Jawa. Maka
dari itu penelitian selanjutnya dibutuhkan untuk dapat mendukung hasil
penelitian sebelumnya.
82
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita. H.R. (2005). Dasar-dasar Ekonomi Wilayah. Jakarta: Graha Ilmu.
Atalay, R., (2015). Science Direct The education and the human capital to get rid
of the middle-income trap and to provide the economic development.
Procedia Social and Behavioral Sciences, 174, pp.969–976.
BPS. (2014). Indeks Pembangunan Manusia.
Dama, et. all. (2016). Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kota Manado (Tahun 2005-2014). Universitas
Sam Ratulangi Manado.
Darwin, Ranti dan Muhammad Hidayat. (2016). Analisis Investasi terhadap
Pembangunan Ekonomi Wilayah Kabupaten Meranti (Pendekatan
Forecasting Analysis.
Endrayani, Ni Ketut Eni dan Made Heny Umila Dewi. (2016). Analisis Faktor-
faktor yang mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di
Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, 5.1, 2.
Ghozali, Imam. (2009). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: UNDIP.
Habiburrahman. (2012). Analisis Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Lampung. Jurnal
Manajemen dan Bisnis, 3(1), 2.
Jhingan, M.L. (2000). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada. Jurnal Universitas Muhammadiyah Riau, 1, 1-2.
Kairupan, David. (2013). Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia,
Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.
Kunarjo. (2002). Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Kuncoro, Mudrajad. (2006). Ekonomika Pembangunan: Teori, Masalah, dan
Kebijakan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) STIM YKPN.
Nugroho, Heru. (1995). Kemiskinan, Ketimpangan dan Pemberdayaan, dalam
83
Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media.
Nurwanti, Nunung. (2008). Kemiskinan: Model Pengukuran, Permasalahan dan
Alternatif Kebijakan. Jurnal Kependudukan Padjadjaran, 10(1), 3.
Pratama, C. Y. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi kemiskinan di
Indonesia. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sasana, Hadi. (2006). Analisis dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di kabupaten/Kota Provinsi jawa Tengah. Dinamika
Pembangunan Vol. 3 No. 2/ Desember 2006 :145-170.
Saputra dan Mudakir. (2011). Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk PDRB, IPM,
Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Kabupaten / Kota Jawa
Tengah.Universitas Diponegoro Semarang.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sulistiawati, Rini. (2012). Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan
Penyerapan Tenaga Kerja serta Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di
Indonesia. Jurnal Manajemen dan Bisnis, 3(1), 2-5.
Suryawati. (2004). Teori Ekonomi Mikro. Yogyakarta: Jarnasy.
Susanti, Sussy. (2013). Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto,
Pengangguran dan Indeks Pembangunan Manusia terhadap Kemiskinan di
Jawa Barat dengan Menggunakan Analisis Data Panel. Jurnal Matematika
Integratif, 9(1), 4.
Susanti, S. (2015). Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Pengangguran dan
Indeks Pembangunan Manusia terhadap Kemiskinan di Jawa Barat dengan
Menggunakan Analisis Data Panel. STIE Ekuitas.
Tandelilin, Eduardus. (2010). Portofolio dan Investasi Teori dan Aplikasi. Edisi
pertama. Yogyakarta: Kanisius.
Teguh, Muhammad. (2010). Metodologi Penelitian Ekonomi: Teori Dan Aplikasi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Todaro, M.P. dan Smith, S.C. (2006). Pembangunan Ekonomi Jilid I: Edisi
Kesembilan. Jakarta: Erlangga
84
UNDP. (2016). Human Development Report.
Wilantara, R. F., & Susilawati. (2016). Strategi Dan Kebijakan Pengembangan
UMKM. Bandung: Refika Aditama.
Zuhdiyati, N., & Kaluge, D. (2017). Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi
kemiskinan di Indonesia selama lima tahun terakhir (studi kasus 33 provinsi).
Universitas Brawijaya.
www.bi.go.id
www.jatim.bps.go.id
www.worldbank.org
85
LAMPIRAN
86
Lampiran 1. Data Penelitian
Kabupaten/Kota Tahun
Pov PDRB INV IPM
Y X1 X2 X3
Kab Pacitan 2012
27.08 22311.7 4 63.38
Kab Pacitan 2013
25.8 9583.4 66 63.81
Kab Pacitan 2014
25.69 57187.4 55 64.92
Kab Pacitan 2015
23.23 38136.1 34 67.03
Kab Pacitan 2016
22.57 80105.4 24 67.4
Kab Ponorogo 2012
22.38 8018.6 23 68.16
Kab Ponorogo 2013
21.22 24199.1 25 69.49
Kab Ponorogo 2014
21.21 18054.5 20 70.07
Kab Ponorogo 2015
20.82 22890 66 65.01
Kab Ponorogo 2016
20.49 112012.9 13 65.76
Kab TulungAgung 2012
20.44 21991.4 41 66.16
Kab TulungAgung 2013
20.2 9316.9 41 67.25
Kab TulungAgung 2014
18.53 4315.1 33 66.49
Kab TulungAgung 2015
17.74 9145.9 20 68.13
Kab TulungAgung 2016
17.41 3991.4 22 68.88
Kab Trenggalek 2012
17.23 305947.6 78 68.01
Kab Trenggalek 2013
17.08 72945.5 1 68.91
Kab Trenggalek 2014
16.73 5911.3 41 69.87
Kab Trenggalek 2015
16.68 11026.5 90 65.59
Kab Trenggalek 2016
16.64 11735.6 80 67.51
Kab Blitar 2012
16.18 4226 10 61.87
Kab Blitar 2013
16.18 8157.6 34 61.31
Kab Blitar 2014
16.02 6261.9 1 62.33
Kab Blitar 2015
15.71 10140.1 40 61.31
87
Kab Blitar 2016
15.68 8572.1 7 62.43
Kab. Kediri 2012
15.61 13456 50 62.64
Kab. Kediri 2013
15.48 4561.3 24 64.01
Kab. Kediri 2014
15.45 11179.6 25 66.12
Kab. Kediri 2015
15.38 3446.8 2 66.74
Kab. Kediri 2016
15.29 39724.7 97 67.31
Kab Malang 2012
14.96 9998.5 18 62.24
Kab Malang 2013
14.88 4221.5 85 63.43
Kab Malang 2014
14.76 46892.8 1 63.95
Kab Malang 2015
13.94 9750.9 45 64.53
Kab Malang 2016
13.65 18967.3 73 62.61
Kab Lumajang 2012
13.63 16906.8 2 63.83
Kab Lumajang 2013
13.63 10681 3 63.04
Kab Lumajang 2014
13.6 12305.7 34 64.12
Kab Lumajang 2015
13.56 11632.9 3 62.31
Kab Lumajang 2016
13.41 11104.5 10 63.74
Kab Jember 2012
13.39 47076 13 64.35
Kab Jember 2013
13.23 10094 13 75.14
Kab Jember 2014
13.15 35355.7 5 77.43
Kab Jember 2015
13.14 5552.1 8 78.17
Kab Jember 2016
13.1 17665 85 69.17
Kab Banyuwangi 2012
12.91 20672.3 3 69.84
Kab Banyuwangi 2013
12.77 7894 3 70.22
Kab Banyuwangi 2014
12.69 16137.7 3 71.38
Kab Banyuwangi 2015
12.54 3774.6 32 68.63
Kab Banyuwangi 2016
12.45 7018.3 30 69.07
Kab Bondowoso 2012
12.19 41971.7 17 68.98
Kab Bondowoso 2013
12.14 39934.8 14 69.59
88
Kab Bondowoso 2014
12.04 11623.8 16 69.9
Kab Bondowoso 2015
11.92 3649.6 16 70.5
Kab Bondowoso 2016
11.91 8375.2 7 67.32
kab Situbondo 2012
11.8 55317.8 31 68.6
kab Situbondo 2013
11.75 18682.2 13 69.56
kab Situbondo 2014
11.68 31816.3 92 69.86
kab Situbondo 2015
11.53 30039.4 24 71.94
kab Situbondo 2016
11.53 16053.4 12 71.39
kab Probolinggo 2012
11.52 9019.5 12 66.72
kab Probolinggo 2013
11.48 12767 15 68.32
kab Probolinggo 2014
11.35 42005.7 8 68.96
kab Probolinggo 2015
11.28 10652.4 52 64.2
kab Probolinggo 2016
11.26 37547.7 74 64.85
Kab Pasuruan 2012
11.22 24007.7 4 66.17
Kab Pasuruan 2013
11.17 10572.4 3 66.73
Kab Pasuruan 2014
11.07 21733.5 2 63.36
Kab Pasuruan 2015
10.99 39519.2 6 65.52
Kab Pasuruan 2016
10.86 11640.8 74 68.9
Kab Sidoarjo 2012
10.8 343652.6 1 69.42
Kab Sidoarjo 2013
10.79 25211.9 3 69.84
Kab Sidoarjo 2014
10.72 9251.2 1 72.12
Kab Sidoarjo 2015
10.57 10291.7 33 60.19
Kab Sidoarjo 2016
10.57 37256 3 74.46
Kab Mojokerto 2012
10.56 324215.2 28 60.71
Kab Mojokerto 2013
10.22 10910.9 19 61.49
Kab Mojokerto 2014
9.97 12606.8 17 62.06
Kab Mojokerto 2015
9.61 85835.1 30 56.98
Kab Mojokerto 2016
9.29 44303.9 56 59.09
89
Kab Jombang 2012
9.17 7965.3 26 61.21
Kab Jombang 2013
9.07 106434.3 20 62.27
Kab Jombang 2014
8.75 19920.2 30 63.1
Kab Jombang 2015
8.57 20218.1 32 63.98
Kab Jombang 2016
8.55 286050.7 47 60.08
Kab Nganjuk 2012
8.51 93543.9 67 60.84
Kab Nganjuk 2013
8.37 21793.2 1 62.38
Kab Nganjuk 2014
8.23 23623.8 43 73.66
Kab Nganjuk 2015
8.17 9792.6 78 74.18
Kab Nganjuk 2016
7.95 19555.2 55 76.33
Kab Madiun 2012
7.6 52550.4 8 75.26
Kab Madiun 2013
7.47 6937.7 17 76
Kab Madiun 2014
7.42 14875.4 19 76.71
Kab Madiun 2015
7.34 10554.5 65 78.04
Kab Madiun 2016
7.29 8959.5 50 78.44
Kab Magetan 2012
7.15 118179.2 54 80.05
Kab Magetan 2013
6.72 14142.9 51 68.93
Kab Magetan 2014
6.65 19514.8 73 70.05
Kab Kagetan 2015
6.44 69232.9 74 71.5
Kab Magetan 2016
6.42 8582.2 19 72.01
Kab Ngawi 2012
6.4 58247.3 10 72.89
Kab Ngawi 2013
6.16 15661.8 8 74.11
Kab Ngawi 2014
6 19848.8 35 74.2
Kab Ngawi 2015
5.82 10169.7 12 74.91
Kab Ngawi 2016
5.79 39047.3 9 75.04
Kab Bojonegoro 2012
5.02 89011.2 48 79.48
Kab Bojonegoro 2013
4.89 44292 32 80.01
Kab Bojonegoro 2014
4.87 41608.4 30 78.05
90
Kab Bojonegoro 2015
4.86 46526.6 27 78.51
Kab Bojonegoro 2016
4.8 20538.3 16 78.87
Kab Tuban 2012
4.77 9496.7 5 79.47
kab tuban 2013
4.71 11398.1 36 80.38
kab tuban 2014
4.6 84415.7 15 70.62
kab tuban 2015
4.59 20164.3 9 71.55
kab tuban 2016
27.97 49571.7 9 62.94
kab lamongan 2012
24.7 1086.5 35 65.74
kab lamongan 2013
24.11 37235.7 42 66.16
kab lamongan 2014
22.22 76959.4 23 68.93
kab lamongan 2015
21.96 70167.1 49 68.29
kab lamongan 2016
21.41 7437.6 39 69.3
kab gresik 2012
20.98 9489.1 20 70.82
kab gresik 2013
20.09 16936.8 20 67.78
kab gresik 2014
19.61 20925.5 35 66.17
kab gresik 2015
17.84 46924.6 25 66.88
kab gresik 2016
17.29 9411.6 29 67.29
kab bangkalan 2012
17.14 75044 39 68.44
kab bangkalan 2013
16.7 22446.4 37 64.71
kab bangkalan 2014
16.7 10038.4 15 65.2
kab bangkalan 2015
16.66 9654.1 17 66.63
kab bangkalan 2016
15.99 22316.9 1 63.02
kab sampang 2012
15.81 9135.7 15 63.74
kab sampang 2013
15.49 76366 45 63.04
kab sampang 2014
15.27 10704.9 2 68.08
kab sampang 2015
15 21750.6 79 69
kab sampang 2016
14.89 4813.3 48 63.21
kab pamekasan 2012
14.6 35519.9 1 64.52
91
kab pamekasan 2013
14.35 71314.2 1 62.23
kab pamekasan 2014
14.34 8954.7 67 63.43
kab pamekasan 2015
14.21 22326.6 93 63.91
kab pamekasan 2016
13.71 18999 76 65.08
kab sumenep 2012
13.7 21265.2 12 61.33
kab sumenep 2013
13.34 67248.8 1 65.04
kab sumenep 2014
13.24 21476.9 3 65.71
kab sumenep 2015
13.22 16204 11 76.39
kab sumenep 2016
13.19 11223.1 12 76.78
kota kediri 2012
12.72 17808.9 3 70.85
kota kediri 2013
12.69 18562.7 46 67.82
kota kediri 2014
12.4 17851.9 20 69.59
kota kediri 2015
12.25 39081.8 64 70.03
kota kediri 2016
12.23 39733.6 8 68.07
kota blitar 2012
11.81 265892.1 4 68.07
kota blitar 2013
11.76 4079.3 23 69.39
kota blitar 2014
11.75 8455.4 6 69.67
kota blitar 2015
11.58 19571 15 70.29
kota blitar 2016
11.5 21099.9 72 67.25
kota malang 2012
11.49 22960.2 20 67.78
kota malang 2013
11.22 3236.6 4 65.27
kota malang 2014
11.04 17369.2 1 64.14
kota malang 2015
11.03 3358.4 1 64.58
kota malang 2016
10.97 4051.2 3 66.19
kota probolingo 2012
10.92 18676.9 82 67.51
kota probolingo 2013
10.74 81360.4 82 70.34
kota probolingo 2014
10.71 5076.4 84 72.47
kota probolingo 2015
10.7 46792.3 10 72.84
92
kota probolingo 2016
10.61 99992.5 23 73.57
kota pasuruan 2012
10.57 8846.2 70 59.65
kota pasuruan 2013
9.97 63185.1 68 55.78
kota pasuruan 2014
9.88 9993.8 68 56.45
kota pasuruan 2015
9.4 37262 18 58.18
kota pasuruan 2016
8.79 20504.1 31 62.66
kota mojokerto 2012
8.4 7470.7 98 61.43
kota mojokerto 2013
8.23 11687.9 48 63.42
kota mojokerto 2014
8.14 16949.6 2 74.62
kota mojokerto 2015
7.97 11874.5 2 75.67
kota mojokerto 2016
7.9 10823.9 16 73.53
kota madiun 2012
7.62 44529.9 17 74.53
kota madiun 2013
7.18 65408.8 90 78.96
kota madiun 2014
6.75 7705 98 80.46
kota madiun 2015
6.48 3566.7 3 70.49
kota madiun 2016
6.44 3856.9 17 71.01
kota surabaya 2012
6.39 9815.8 13 73.23
kota surabaya 2013
6.25 6628.8 9 73.78
kota surabaya 2014
5.73 17018.6 2 75.54
kota surabaya 2015
5.63 10501.6 3 76.38
kota surabaya 2016
5.37 33678.8 7 77.21
kota batu 2012
5.21 11807.6 6 78.41
kota batu 2013
5.16 41952.1 48 78.81
kota batu 2014
4.48 11268.9 7 71.89
kota batu 2015
4.47 49321.9 5 72.62
kota batu 2016
4.33 9568.2 12 73.57
93
Data Penelitian Secara Keseluruhan Setelah Ditransformasi Data ke dalam
Logaritma Natural
Kabupaten/Kota
Tahun Pov
PDRB
INV
IPM
Y X1 X2 X3
Kab Pacitan 2012
3.298795 10.01287 1.386294 4.149148
Kab Pacitan 2013
3.250374 9.167788 4.189655 4.15591
Kab Pacitan 2014
3.246102 10.95409 4.007333 4.173156
Kab Pacitan 2015
3.145445 10.54892 3.526361 4.20514
Kab Pacitan 2016
3.116622 11.2911 3.178054 4.210645
Kab Ponorogo 2012
3.108168 8.989519 3.135494 4.221858
Kab Ponorogo 2013
3.054944 10.09407 3.218876 4.241183
Kab Ponorogo 2014
3.054473 9.80115 2.995732 4.249495
Kab Ponorogo 2015
3.035914 10.03846 4.189655 4.174541
Kab Ponorogo 2016
3.019937 11.62637 2.564949 4.186012
Kab TulungAgung 2012
3.017494 9.998407 3.713572 4.192076
Kab TulungAgung 2013
3.005683 9.139585 3.713572 4.208417
Kab TulungAgung 2014
2.919391 8.369876 3.496508 4.197052
Kab TulungAgung 2015
2.875822 9.121061 2.995732 4.221418
Kab TulungAgung 2016
2.857045 8.291897 3.091042 4.232366
Kab Trenggalek 2012
2.846652 12.63117 4.356709 4.219655
Kab Trenggalek 2013
2.837908 11.19747 0.019803 4.232801
Kab Trenggalek 2014
2.817204 8.684621 3.713572 4.246636
Kab Trenggalek 2015
2.81421 9.308057 4.49981 4.183423
Kab Trenggalek 2016
2.811809 9.370382 4.382027 4.212276
Kab Blitar 2012
2.783776 8.349011 2.302585 4.125035
Kab Blitar 2013
2.783776 9.006705 3.526361 4.115943
Kab Blitar 2014
2.773838 8.742239 0.314811 4.132443
Kab Blitar 2015
2.754297 9.224253 3.688879 4.115943
94
Kab Blitar 2016
2.752386 9.056268 1.972691 4.134046
Kab. Kediri 2012
2.747912 9.50718 3.912023 4.137404
Kab. Kediri 2013
2.739549 8.425363 3.178054 4.159039
Kab. Kediri 2014
2.737609 9.321846 3.218876 4.191471
Kab. Kediri 2015
2.733068 8.145202 0.703098 4.200804
Kab. Kediri 2016
2.727199 10.58973 4.574711 4.209309
Kab Malang 2012
2.70538 9.21019 2.890372 4.130998
Kab Malang 2013
2.700018 8.347946 4.442651 4.149937
Kab Malang 2014
2.691921 10.75562 0.067659 4.158102
Kab Malang 2015
2.634762 9.185115 3.806662 4.16713
Kab Malang 2016
2.61374 9.850472 4.290459 4.136925
Kab Lumajang 2012
2.612273 9.735471 0.405465 4.156223
Kab Lumajang 2013
2.612273 9.276222 0.978326 4.143769
Kab Lumajang 2014
2.61007 9.417818 3.526361 4.160756
Kab Lumajang 2015
2.607124 9.361593 1.175573 4.132122
Kab Lumajang 2016
2.596001 9.315106 2.342767 4.154812
Kab Jember 2012
2.594508 10.75952 2.574138 4.164337
Kab Jember 2013
2.582487 9.219696 2.5749 4.319353
Kab Jember 2014
2.576422 10.47321 1.617406 4.349374
Kab Jember 2015
2.575661 8.621932 2.054124 4.358886
Kab Jember 2016
2.572612 9.779341 4.442651 4.236567
Kab Banyuwangi 2012
2.558002 9.93655 1.022451 4.246207
Kab Banyuwangi 2013
2.547099 8.973858 0.940007 4.251633
Kab Banyuwangi 2014
2.540814 9.688913 1.111858 4.268018
Kab Banyuwangi 2015
2.528924 8.23605 3.465736 4.22873
Kab Banyuwangi 2016
2.521721 8.856276 3.401197 4.23512
Kab Bondowoso 2012
2.500616 10.64475 2.833213 4.233817
Kab Bondowoso 2013
2.496506 10.595 2.639057 4.242621
95
Kab Bondowoso 2014
2.488234 9.36081 2.772589 4.247066
Kab Bondowoso 2015
2.478218 8.202373 2.772589 4.255613
Kab Bondowoso 2016
2.477378 9.03303 1.94591 4.209457
Kab Situbondo 2012
2.4681 10.92085 3.433987 4.228293
Kab Situbondo 2013
2.463853 9.835326 2.564949 4.24219
Kab Situbondo 2014
2.457878 10.36773 4.521789 4.246493
Kab Situbondo 2015
2.444952 10.31027 3.178054 4.275832
Kab Situbondo 2016
2.444952 9.683676 2.484907 4.268158
Kab Probolinggo 2012
2.444085 9.107144 2.484907 4.200505
Kab Probolinggo 2013
2.440606 9.454619 2.70805 4.224203
Kab Probolinggo 2014
2.429218 10.64556 2.079442 4.233527
Kab Probolinggo 2015
2.423031 9.27354 3.951244 4.162003
Kab Probolinggo 2016
2.421257 10.53337 4.304065 4.172077
Kab Pasuruan 2012
2.417698 10.08613 1.269761 4.192227
Kab Pasuruan 2013
2.413232 9.266002 1.156881 4.200655
Kab Pasuruan 2014
2.404239 9.98661 0.81978 4.148833
Kab Pasuruan 2015
2.396986 10.58454 1.791759 4.182355
Kab Pasuruan 2016
2.385086 9.362271 4.304065 4.232656
Kab sidoarjo 2012
2.379546 12.74739 0.165514 4.240175
Kab sidoarjo 2013
2.37862 10.13507 0.943906 4.246207
Kab sidoarjo 2014
2.372111 9.132509 0.350657 4.278331
Kab sidoarjo 2015
2.35802 9.239093 3.496508 4.097506
Kab sidoarjo 2016
2.35802 10.52557 1.064711 4.310262
Kab mojokerto 2012
2.357073 12.68916 3.332205 4.106108
Kab mojokerto 2013
2.324347 9.297518 2.944439 4.118875
Kab mojokerto 2014
2.299581 9.441992 2.833213 4.128102
Kab mojokerto 2015
2.262804 11.36018 3.401197 4.0427
Kab mojokerto 2016
2.228939 10.69883 4.025352 4.079062
96
Kab Jombang 2012
2.215937 8.98285 3.258097 4.114311
Kab Jombang 2013
2.204972 11.57528 2.995732 4.13148
Kab Jombang 2014
2.169054 9.89949 3.401197 4.144721
Kab Jombang 2015
2.148268 9.914334 3.465736 4.158571
Kab Jombang 2016
2.145931 12.56392 3.850148 4.095677
Kab Nganjuk 2012
2.141242 11.44619 4.204693 4.108247
Kab Nganjuk 2013
2.124654 9.989353 0.173953 4.133245
Kab Nganjuk 2014
2.107786 10.07001 3.7612 4.29946
Kab Nganjuk 2015
2.100469 9.189382 4.356709 4.306495
Kab Nganjuk 2016
2.073172 9.880997 4.007333 4.335066
Kab Madiun 2012
2.028148 10.86953 2.079442 4.320949
Kab Madiun 2013
2.010895 8.844726 2.833213 4.330733
Kab Madiun 2014
2.004179 9.607464 2.944439 4.340032
Kab Madiun 2015
1.993339 9.264308 4.174387 4.357222
Kab Madiun 2016
1.986504 9.10047 3.912023 4.362334
Kab magetan 2012
1.967112 11.67996 3.988984 4.382651
Kab magetan 2013
1.905088 9.556968 3.931826 4.233091
Kab magetan 2014
1.894617 9.878928 4.290459 4.249209
Kab magetan 2015
1.862529 11.14523 4.304065 4.269697
Kab magetan 2016
1.859418 9.057446 2.944439 4.276805
Kab ngawi 2012
1.856298 10.97245 2.342767 4.288951
Kab ngawi 2013
1.818077 9.65898 2.054124 4.30555
Kab ngawi 2014
1.791759 9.895899 3.555348 4.306764
Kab ngawi 2015
1.7613 9.227168 2.484907 4.316287
Kab ngawi 2016
1.756132 10.57253 2.197225 4.318021
Kab bojonegoro 2012
1.61343 11.39652 3.871201 4.375505
Kab bojonegoro 2013
1.587192 10.69856 3.465736 4.382152
Kab bojonegoro 2014
1.583094 10.63606 3.387774 4.35735
97
Kab bojonegoro 2015
1.581038 10.74778 3.283539 4.363226
Kab bojonegoro 2016
1.568616 9.930047 2.797891 4.367801
Kab tuban 2012
1.562346 9.1587 1.621366 4.37538
Kab tuban 2013
1.549688 9.341202 3.592644 4.386765
Kab tuban 2014
1.526056 11.34351 2.723924 4.257313
Kab tuban 2015
1.52388 9.911669 2.197225 4.270397
Kab tuban 2016
3.331133 10.81118 2.197225 4.142182
Kab lamongan 2012
3.206803 6.990717 3.555348 4.185708
Kab lamongan 2013
3.182627 10.52502 3.73767 4.192076
Kab lamongan 2014
3.100993 11.25103 3.135494 4.233091
Kab lamongan 2015
3.089223 11.15863 3.89182 4.223763
Kab lamongan 2016
3.063858 8.914303 3.663562 4.238445
Kab gresik 2012
3.04357 9.157899 2.995732 4.260141
Kab gresik 2013
3.000222 9.737244 2.995732 4.216267
Kab gresik 2014
2.97604 9.948724 3.555348 4.192227
Kab gresik 2015
2.881443 10.7563 3.218876 4.2029
Kab gresik 2016
2.850128 9.149698 3.367296 4.209012
Kab bangkalan 2012
2.841415 11.22583 3.663562 4.225957
Kab bangkalan 2013
2.815409 10.01889 3.610918 4.169916
Kab bangkalan 2014
2.815409 9.214173 2.70805 4.177459
Kab bangkalan 2015
2.813011 9.175138 2.833213 4.199155
Kab bangkalan 2016
2.771964 10.0131 0.207014 4.143452
Kab sampang 2012
2.760643 9.119945 2.70805 4.154812
Kab sampang 2013
2.740195 11.24329 3.806662 4.143769
Kab sampang 2014
2.72589 9.278457 0.593327 4.220683
Kab sampang 2015
2.70805 9.987397 4.369448 4.234107
Kab sampang 2016
2.70069 8.479138 3.871201 4.146463
Kab pamekasan 2012
2.681022 10.47785 0.165514 4.166975
98
Kab pamekasan 2013
2.66375 11.17485 0.122218 4.130837
Kab pamekasan 2014
2.663053 9.099934 4.204693 4.149937
Kab pamekasan 2015
2.653946 10.01353 4.532599 4.157476
Kab pamekasan 2016
2.618125 9.852142 4.330733 4.175617
Kab sumenep 2012
2.617396 9.964827 2.484907 4.116269
Kab sumenep 2013
2.590767 11.11615 0.24686 4.175002
Kab sumenep 2014
2.583243 9.974733 1.156881 4.185251
Kab sumenep 2015
2.581731 9.693013 2.355178 4.335852
Kab sumenep 2016
2.579459 9.325729 2.447551 4.340944
kota kediri 2012
2.543176 9.787454 1.047319 4.260565
kota kediri 2013
2.540814 9.828909 3.828641 4.216857
kota kediri 2014
2.517696 9.789865 2.995732 4.242621
kota kediri 2015
2.505526 10.57341 4.158883 4.248924
kota kediri 2016
2.503892 10.58995 2.079442 4.220537
kota blitar 2012
2.468947 12.49085 1.386294 4.220537
kota blitar 2013
2.464704 8.313681 3.135494 4.239743
kota blitar 2014
2.463853 9.042561 1.791759 4.24377
kota blitar 2015
2.449279 9.881804 2.70805 4.25263
kota blitar 2016
2.442347 9.957024 4.276666 4.208417
kota malang 2012
2.441477 10.04152 2.995732 4.216267
kota malang 2013
2.417698 8.082279 1.348073 4.178533
kota malang 2014
2.401525 9.762454 0.067659 4.161068
kota malang 2015
2.400619 8.11922 0.285179 4.167905
kota malang 2016
2.395164 8.306768 1.111858 4.192529
kota probolingo 2012
2.390596 9.835043 4.406719 4.212276
kota probolingo 2013
2.373975 11.30664 4.406719 4.253341
kota probolingo 2014
2.371178 8.532358 4.430817 4.283173
kota probolingo 2015
2.370244 10.75347 2.315501 4.288265
99
kota probolingo 2016
2.361797 11.51285 3.134189 4.298237
kota pasuruan 2012
2.35802 9.087743 4.248495 4.088494
kota pasuruan 2013
2.299581 11.05382 4.219508 4.021415
kota pasuruan 2014
2.290513 9.20972 4.219508 4.033355
kota pasuruan 2015
2.24071 10.52573 2.890372 4.063542
kota pasuruan 2016
2.173615 9.92838 3.433987 4.137723
kota mojokerto 2012
2.128232 8.918744 4.584967 4.117898
kota mojokerto 2013
2.107786 9.366309 3.871201 4.149779
kota mojokerto 2014
2.09679 9.738 0.737164 4.312409
kota mojokerto 2015
2.075684 9.382149 0.737164 4.326382
kota mojokerto 2016
2.066863 9.289512 2.772589 4.297693
kota madiun 2012
2.030776 10.70392 2.833213 4.311202
kota madiun 2013
1.971299 11.08841 4.49981 4.368941
kota madiun 2014
1.909543 8.949625 4.584967 4.38776
kota madiun 2015
1.868721 8.179396 0.978326 4.255471
kota madiun 2016
1.862529 8.257619 2.837908 4.262821
kota surabaya 2012
1.854734 9.191749 2.574138 4.293605
kota surabaya 2013
1.832581 8.799179 2.186051 4.301088
kota surabaya 2014
1.745716 9.742062 0.530628 4.324662
kota surabaya 2015
1.728109 9.259283 1.111858 4.335721
kota surabaya 2016
1.680828 10.42462 1.94591 4.346529
kota batu 2012
1.65058 9.376499 1.791759 4.361951
kota batu 2013
1.640937 10.64428 3.871201 4.36704
kota batu 2014
1.499623 9.329802 1.94591 4.275137
kota batu 2015
1.497388 10.80612 1.623341 4.28524
kota batu 2016
1.465568 9.1662 2.508786 4.298237
100
Lampiran 2. Analisis Data Panel
Uji Chow
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F
1231.27403
4 (37,149) 0.0000
Common Effect Model
Dependent Variable: POV?
Method: Pooled Least Squares
Date: 02/26/19 Time: 23:15
Sample: 1 5
Included observations: 5
Cross-sections included: 38
Total pool (balanced) observations: 190
Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PDRB? -3.03E-05 4.46E-07 -67.89103 0.0000
INV? 0.019758 0.012965 1.523947 0.1292
IPM? 0.871663 0.008518 102.3377 0.0000
101
Fixed Effect Model
Dependent Variable: POV?
Method: Pooled EGLS (Cross-section weights)
Date: 02/26/19 Time: 23:16
Sample: 1 5
Included observations: 5
Cross-sections included: 38
Total pool (balanced) observations: 190
Linear estimation after one-step weighting matrix
Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 6.808382 0.165281 41.19289 0.0000
PDRB? -9.42E-05 3.95E-06 -23.85794 0.0000
INV? 0.000175 0.000898 0.194866 0.8458
IPM? -0.068155 0.022543 -3.023311 0.0029
Fixed Effects (Cross)
_KABPACITAN--C -0.179509
_KABPONOROGO--C -0.292020
_KABTULUNGAGUNG--C -0.369031
_KABTRENGGALEK--C -0.433953
_KABBLITAR--C -0.451029
_KABKEDIRI--C -0.433758
_KABMALANG--C -0.456467
_KABLUMAJANG--C -0.469373
_KABJEMBER--C -0.437976
_KABBANYUWANGI--C -0.431004
_KABBONDOWOSO--C -0.431103
_KABSITUBONDO--C -0.409688
_KABPROBOLINGGO--C -0.383753
_KABPASURUAN--C -0.357236
_KABSIDOARJO--C -0.326518
_KABMOJOKERTO--C -0.350751
_KABJOMBANG--C -0.409693
_KABNGANJUK--C -0.413267
_KABMADIUN--C -0.454469
_KABMAGETAN--C -0.509140
_KABNGAWI--C -0.551876
_KABBOJONEGORO--C -0.702816
_KABTUBAN--C -0.341872
_KABLAMONGAN--C 0.939959
_KABGRESIK--C 0.818910
_KABBANGKALAN--C 0.735503
_KABSAMPANG--C 0.708784
_KABPAMEKASAN--C 0.694410
_KABSUMENEP--C 0.692846
_KOTAKEDIRI--C 0.683870
_KOTABLITAR--C 0.678552
_KOTAMALANG--C 0.688637
_KOTAPROBOLINGO--C 0.716265
_KOTAPASURUAN--C 0.662147
_KOTAMOJOKERTO--C 0.557501
_KOTAMADIUN--C 0.457300
_KOTASURABAYA--C 0.359027
_KOTABATU--C 0.202587
102
Random Effect Model
Dependent Variable: POV?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 02/26/19 Time: 23:17
Sample: 1 5
Included observations: 5
Cross-sections included: 38
Total pool (balanced) observations: 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 7.808926 1.537393 5.079328 0.0000
PDRB? -3.03E-05 3.33E-06 -9.084311 0.0000
INV? -0.003143 0.004917 -0.639290 0.5234
IPM? -0.961322 0.381027 -2.522977 0.0125
Random Effects (Cross)
_KABPACITAN--C 0.422203
_KABPONOROGO--C 0.316826
_KABTULUNGAGUNG--C 0.211064
_KABTRENGGALEK--C 0.126922
_KABBLITAR--C -0.003875
_KABKEDIRI--C 0.032350
_KABMALANG--C -0.047436
_KABLUMAJANG--C -0.095399
_KABJEMBER--C 0.023133
_KABBANYUWANGI--C -0.039770
_KABBONDOWOSO--C -0.078935
_KABSITUBONDO--C -0.078295
_KABPROBOLINGGO--C -0.135377
_KABPASURUAN--C -0.155920
_KABSIDOARJO--C -0.131675
_KABMOJOKERTO--C -0.308398
_KABJOMBANG--C -0.372796
_KABNGANJUK--C -0.320729
_KABMADIUN--C -0.306628
_KABMAGETAN--C -0.445975
_KABNGAWI--C -0.507206
_KABBOJONEGORO--C -0.632904
_KABTUBAN--C -0.394122
_KABLAMONGAN--C 0.749196
_KABGRESIK--C 0.594775
_KABBANGKALAN--C 0.445981
_KABSAMPANG--C 0.380868
_KABPAMEKASAN--C 0.306915
_KABSUMENEP--C 0.328248
_KOTAKEDIRI--C 0.290582
_KOTABLITAR--C 0.241756
_KOTAMALANG--C 0.164555
_KOTAPROBOLINGO--C 0.232440
_KOTAPASURUAN--C -0.030391
_KOTAMOJOKERTO--C -0.027063
_KOTAMADIUN--C -0.096148
_KOTASURABAYA--C -0.233510
_KOTABATU--C -0.425263
103
Lampiran 3. Uji Regresi Linier Berganda
Adjusted R-Square
R-squared 0.998829 Mean dependent var 12.47294
Adjusted R-squared 0.998515 S.D. dependent var 9.490300
S.E. of regression 0.085289 Sum squared resid 1.083868
F-statistic 3178.117 Durbin-Watson stat 1.023378
Prob(F-statistic) 0.000000
Uji F
R-squared 0.998829 Mean dependent var 12.47294
Adjusted R-squared 0.998515 S.D. dependent var 9.490300
S.E. of regression 0.085289 Sum squared resid 1.083868
F-statistic 3178.117 Durbin-Watson stat 1.023378
Prob(F-statistic) 0.000000
Uji t
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 6.808382 0.165281 41.19289 0.0000
PDRB? -9.42E-05 3.95E-06 -23.85794 0.0000
INV? 0.000175 0.000898 0.194866 0.8458
IPM? -0.068155 0.022543 -3.023311 0.0029