Analisis Pengaruh Kebangkrutan Bank
-
Upload
renata-highvolt -
Category
Documents
-
view
1.431 -
download
5
Transcript of Analisis Pengaruh Kebangkrutan Bank
ii
ANALISIS PENGARUH KEBANGKRUTAN BANK
DENGAN METODE ALTMAN Z-SCORE TERHADAP
HARGA SAHAM PERUSAHAAN PERBANKAN
DI BURSA EFEK JAKARTA
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Fakhrurozie
3351402595
Akuntansi S1
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
iii
SURAT REKOMENDASI
Yang bertanda tangan di bawah ini, Dosen Pembimbing skripsi dari
mahasiswa:
Nama : Fakhrurozie
NIM : 3351402595
Jurusan : Akuntansi
Judul Skripsi : ANALISIS PENGARUH KEBANGKRUTAN BANK
DENGAN METODE ALTMAN Z-SCORE TERHADAP
HARGA SAHAM PERUSAHAAN PERBANKAN DI
BURSA EFEK JAKARTA.
Menerangkan bahwa mahasiswa yang bersangkutan telah menyelesaikan
bimbingan skripsi dan siap untuk diajukan pada sidang ujian skripsi.
Demikian surat rekomendasi ini dibuat agar dapat digunakan sebagaimana
mestinya.
Semarang, April 2007
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Muhammad Khafid, S.Pd. M.Si Drs. Subowo, M.Si NIP. 132243641 NIP. 131404311
Mengetahui
Ketua Jurusan Akuntansi
Drs. Sukirman, M.Si NIP. 131967646
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Semarang.
Pada hari : Rabu
Tanggal : 27 Juni 2007
Penguji Skripsi
Drs. Fachrurrozie, M.Si NIP. 131813667
Anggota I Anggota II
Muhammad Khafid, S.Pd. M.Si Drs. Subowo, M.Si NIP. 132243641 NIP. 131404311
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Drs. Agus Wahyudin, M.Si NIP. 131658236
v
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil
karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Juni 2007
Fakhrurozie NIM. 3351402595
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
1. Allah SWT akan meninggikan orang-orang beriman diantara kamu dan
orang orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS. Al
Mujaadalah [58]: 11)
2. Cobaan adalah sebuah kepastian, sabar adalah sebuah pilihan
(Fakhrurozie)
3. Alam telah tertulis kalam Illahi yang mengajak manusia untuk
menciptakan karya dengan gerak tangan dan berbagai inspirasi dalam
ruang imajinasi tinggi menjadi karya tulis dengan penuh inovatif dan
aktraktif (Ahmad Syaifudin).
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku yang selalu mengiringi
langkahku dengan doa dan air mata.
2. Kakak & Adikku yang selalu memberikan
motivasi dan dorongan kepadaku.
3. Teman-temanku Akuntansi
4. Almamaterku
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmad dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS PENGARUH
KEBANGKRUTAN BANK DENGAN METODE ALTMAN Z-SCORE
TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN PERBANKAN DI BURSA
EFEK JAKARTA”. Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan Program
Studi Strata I Universitas Negeri Semarang untuk mencapai gelar Sarjana
Ekonomi (SE).
Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dari
berbagai pihak. Harapan penulis, semoga budi baik tersebut mendapat balasan
yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyampaikan penghargaan dan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri
Semarang.
2. Drs. Agus Wahyudin, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang.
3. Drs. Sukirman, M.Si, Ketua Jurusan Ekonomi, Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang.
4. Muhammad Khafid, S.Pd M.Si, Dosen Pembimbing I yang banyak
memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan pengarahan dalam menyusun
skripsi ini.
5. Drs. Subowo, M.Si, Dosen Pembimbing II yang memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam menyusun skripsi ini.
viii
6. Drs. Fachrurrozie, M.Si, penguji skripsi yang telah memberikan koreksi,
saran dan masukan dalam revisi skripsi ini.
7. Azik Aslam Abdillah, S.Kom, Staff Pengelola Harian Pojok BEJ UNDIP
Semarang yang telah memberikan izin penelitian.
8. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini
yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang ada. Penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
sempurnanya penulisan skripsi ini.
Penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak khususnya bagi para pembaca.
Semarang, Juni 2007
Penulis
ix
ABSTRAK
Fakhrurozie. 2007. “Analisis Pengaruh Kebangkrutan Bank Dengan Metode Altman Z-Score Terhadap Harga Saham Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Jakarta”. Jurusan Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang.
Kata kunci: Kebangkrutan Bank, Z-Score dan Harga Saham.
Bank merupakan suatu badan usaha yang tujuannya menghasilkan
keuntungan, maka pihak manajemen harus dapat melakukan pengendalian terhadap kegiatan operasional terutama yang berkaitan dengan keuangan perusahaan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan analisis prediksi kebangkrutan. Kemudian prediksi kebangkrutan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui ataupun memberikan informasi tentang harga saham. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana prediksi kebangkrutan perusahaan perbankan dan bagaimana pengaruhnya kebangkrutan bank terhadap harga saham pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prediksi kebangkrutan perusahaan perbankan dan untuk menganalisis apakah ada pengaruh antara kebangkrutan bank terhadap harga saham pada perusahaan perbankkan di Bursa Efek Jakarta.
Penelitian ini adalah termasuk penelitian populasi, yaitu ingin melihat dan meneliti semua populasi. Sedangkan populasi sasaran dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta yang berjumlah 22 perusahaan. Data yang digunakan adalah laporan keuangan 22 perusahaan dan harga saham yang mendekati tanggal publikasi laporan keuangan. Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah harga saham. Sedangkan variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah nilai Z-Score. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi. Metode analisis datanya adalah analisis rasio Altman Z-Score dan analisis statistik. Pengolahan data menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) for windows versi 13.00.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa analisis rasio Altman Z-Score, pada tahun 2003 sampai tahun 2005 diperoleh nilai Z-Score yang masih rendah di bawah nilai 1,20 sehingga seluruh bank masuk dalam kategori bangkrut. Hanya satu bank yang pada tahun 2004 yang nilainya Altman Z-Score sebesar 1,83 itupun masih dalam kategori grey area. Sedangkan analisis regresi sederhana dengan SPSS versi 13.00, diperoleh model untuk memprediksi harga saham adalah persamaan Y = 0,024 + 0,208 X, Thitung= 4,182, koefisien determinasi R Square (R2) = 0,215.
Berdasarkan hasil analisis Altman Z-Score dapat disimpulkan dari tahun 2003 sampai 2005 seluruh perusahaan perbankan masuk dalam kategori bangkrut. Dari analisis regresi sederhana, dapat disimpulkan bahwa nilai Z-Score Altman berpengaruh terhadap harga saham sebesar 21,50% sedangkan 78,50% dipengaruhi faktor lain. Bagi peneliti lain dapat dijadikan bahan referensi dan dapat dikembangkan dengan pelbagai disiplin ilmu pada kajian tentang prediksi kebangkrutan bank, sehinggga dapat ditemukan faktor lain yang dapat mempengaruhi harga saham pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN SURAT REKOMENDASI ......................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
PERNYATAAN.................................................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN..................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
ABSTRAK ..........................................................................................................viii
DAFTAR ISI....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK ............................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 7
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................ 7
BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................... 9
2.1 Saham.................................................................................................... 9
2.1.1 Pengertian Saham......................................................................... 9
2.1.2 Harga Saham................................................................................ 10
xi
2.1.3 Penilaian Harga Saham ............................................................... 11
2.1.4 Perubahan Harga Saham ............................................................. 14
2.2 Kebangkrutan Bank .............................................................................. 15
2.2.1 Pengertian Kebangkrutan Bank ................................................... 15
2.2.2 Sumber-sumber Informasi Prediksi Kebangkrutan...................... 17
2.2.3 Faktor-faktor Penyebab Kebangkrutan ........................................ 18
2.2.4 Manfaat Informasi Prediksi Kebangkrutan ................................. 21
2.3 Metode Altman Z-Score ....................................................................... 24
2.3.1 Menilai Kebangkrutan dengan Metode Altman........................... 24
2.3.2 Rasio-rasio Prediksi Kebangkrutan Bank .................................... 24
2.3.3 Pengaruh Kebangkrutan Bank Terhadap Harga Saham............... 27
2.4 Kerangka Berfikir ................................................................................. 29
2.5 Hipotesis penelitian................................................................................ 32
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 33
3.1. Populasi Penelitian ............................................................................... 33
3.2. Sumber Data......................................................................................... 33
3.3 Variabel Penelitian................................................................................ 33
3.4 Metode Pengumpulan Data................................................................... 34
3.5 Metode Analisis Data............................................................................ 34
3.5.1 Analisis Deskriptif ...................................................................... 35
3.5.2 Analisis Altman Z-Score............................................................. 35
3.5.3 Analisis Statistik ......................................................................... 36
xii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 41
4.1 Hasil Penelitian ..................................................................................... 41
4.1.1 Gambaran Objek Penelitian ......................................................... 41
4.1.2 Analisis Data................................................................................ 42
4.1.2.1 Analisis Deskriptif ........................................................... 42
4.1.2.2 Analisis Altman Z-Score.................................................. 47
4.1.2.3 Analisis Statistik .............................................................. 49
4.2 Pembahasan........................................................................................... 55
4.2.1 Analisis Altman Z-Score ............................................................. 55
4.2.2 Pengaruh Z-Score terhadap Harga Saham ................................... 56
BAB V PENUTUP.............................................................................................. 58
5.1 Simpulan ............................................................................................... 58
5.2 Saran ..................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 60
LAMPIRAN........................................................................................................ 62
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Koefisien Regresi................................................................................. 49
Tabel 4.2 Koefisien Determinasi ......................................................................... 51
Tabel 4.3 ANOVA ............................................................................................... 51
Tabel 4.4 Uji Kurtosis (Normalitas Data) ............................................................ 52
Tabel 4.5 Autokorelasi Durbin Watson (Dw)....................................................... 53
Tabel 4.6 Koefisien Durbin Watson (Dw) ........................................................... 53
xiv
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK Gambar 2.1 Kerangka Berfikir............................................................................. 31
Grafik 4.1 Uji Heteroskedastisitas ....................................................................... 55
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Working Capital ....................................................................... 63
Lampiran 2 Data Total Assets .............................................................................. 64
Lampiran 3 Data Retained Earnings.................................................................... 65
Lampiran 4 Data Earnings Before Interst and Tax .............................................. 66
Lampiran 5 Data Market Value of Equity ............................................................ 67
Lampiran 6 Data Book Value of Debt .................................................................. 68
Lampiran 7 Data Sales ......................................................................................... 69
Lampiran 8 Data Perhitungan Rasio Altman Z-Score ......................................... 70
Lampiran 9 Hasil Perhitungan Koefisien Altman Z-Score .................................. 71
Lampiran 10 Data Nilai Z-Score Tahun 2003-2005 ............................................ 72
Lampiran 11 Data Perhitungan Harga Saham Relatif ke Absolut ....................... 73
Lampiran 12 Hasil Perhitungan SPSS versi 13.00............................................... 74
Lampiran 15 Surat Penelitian............................................................................... 77
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perbankan merupakan urat nadi perekonomian di seluruh bangsa.
Perbankan di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting, salah satunya
menjaga kestabilan moneter yang di sebabkan atas kebijakannya terhadap
simpanan masyarakat serta sebagai lalu lintas pembayaran. Bank sendiri
merupakan suatu badan usaha yang tujuannya menghasilkan keuntungan atau
laba. Dalam hal ini maka berlaku prinsip going concern yang artinya kegiatan
usaha harus dilakukan secara terus-menerus tidak hanya sesaat atau sekali selesai
lalu tidak berkelanjutan (Umi, 2006:5). Menurut Indriyo (2000:5) tujuan utama
didirikannya suatu perusahaan adalah untuk memaksimumkan keuntungan dan
memaksimumkan kemakmuran pemiliknya. Dari dua tujuan utama perusahaan
tersebut, maka pihak manajemen harus dapat menghasilkan keuntungan yang
optimal serta pengendalian yang seksama terhadap kegiatan operasional terutama
yang berkaitan dengan keuangan perusahaan.
Setelah terjadi krisis, pada bulan Juli 1998 nilai mata uang rupiah
mengalami penurunan mencapai 83,2%, indek saham terpangkas menjadi 35%,
kapitalisasi pasar berkurang sebesar 88%, tingkat pengangguran meningkat
menjadi 16,8%, suku bunga meningkat menjadi 65%, dan nilai impor menurun
hingga 33,4% (Kompas, 23 Juli 1998). Di samping itu, sejak bangsa Indonesia
mengalami krisis ekonomi banyak bank yang dilikuidasi. Bank yang dilikuidasi
berjumlah 16 bank.
1
2
Bank-bank tersebut dilikuidasi oleh pemerintah dikarenakan bank-bank
tersebut mengalami ketidakmampuan atau kegagalan dalam ekonomi dan
keuangan. Kegagalan ekonomi berkaitan dengan ketidakseimbangan antara
pendapatan dan pengeluaran. Sementara itu, kegagalan keuangan disebabkan oleh
biaya modal perusahaan yang lebih besar daripada tingkat laba biaya historis
investasi.
Terjadinya likuidasi pada sejumlah bank telah menimbulkan beberapa
permasalahan yang berkaitan dengan stakeholder dan shareholder. Kondisi ini
tentu saja membuat para investor dan kreditur merasa khawatir jika
perusahaannya mengalami kesulitan keuangan yang bisa mengarah ke
kebangkrutan. Tingkat kekhawatiran investor ini makin bertambah dengan
munculnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1
tahun 1998 yang mengatur kepailitan. Menurut Perpu tersebut debitur yang
terkena default (gagal bayar) dapat dinyatakan bangkrut oleh dua debitur saja.
Hal ini sebenarnya tidak akan menimbulkan masalah yang lebih besar jika proses
likuidasi pada sebuah lembaga perbankan dapat diprediksi lebih dini sehingga
dapat dihindari terjadinya masalah yang berkaitan dengan nasabah, pemilik
maupun karyawan yang harus kehilangan pekerjaannya.
Penelitian kebangkrutan perusahaan perbankan menurut Altman dalam
Setyorini (1999:3) dengan mengggunakan lima rasio keuangan. Rasio tersebut
Cash flow to total debt, Net income to total assets, Total debt to total assets,
Working capital to total assets, dan Current ratio. Temuan Altman (1968)
tersebut diperkuat oleh hasil eksperimen Beaver dalam Setyorini (1999:4). Beaver
memberikan ekstensi dari temuan Altman dengan menambah jumlah sampel serta
3
mengkaitkan rasio-rasio keuangan tersebut dengan harga saham. Sampel terdiri
dari 79 perusahaan yang sehat dan 79 perusahaan yang bangkrut. Dari kedua
kelompok perusahaan tersebut, lima rasio prediktor menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara perusahaan yang gagal dan perusahaan yang berhasil, dan para
investor mengakui yang selanjutnya membawa informasi rasio keuangan tersebut
ke dalam harga saham.
Kemudian Sinkey dalam Wilopo (1997:49) meneliti tentang manfaat rasio
keuangan dalam memprediksi kondisi keuangan bank. Hasil penelitiaannya adalah
bahwa bank yang bermasalah kurang efisien dalam operasionalnya, kecukupan
modal yang diukur dengan loans-to-capital kurang memadai, dan rasio likuiditas
lebih rendah dibandingkan bank yang tidak bermasalah dalam empat tahun
sebelum bank tersebut mengalami masalah.
Dambolena dan Khoury dalam Wilopo (1997:48) meneliti 46 perusahaan
yang terdiri dari 23 perusahaan bangkrut dan 23 perusahaan tidak bangkrut dari
sektor eceran dan pabrikasi. Mereka menunjukkan bahwa rasio keuangan
mempunyai kemampuan untuk memprediksi kebangkrutan untuk lima tahun
sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan.
Sedangkan Abad dalam Muhammad Akhyar Adnan (2000:136)
melakukan penelitian untuk mengevaluasi tingkat kesehatan keuangan PT. Sari
Husada Yogyakarta dengan menggunakan rasio keuangan. Dalam penelitian ini
diperoleh tingkat resiko keuangan semakin rendah dan tingkat kesehatan semakin
membaik setelah perusahaan melakukan go publik. Setyorini dan Abdul Halim
(1999:6), dalam Studi Potensi Kebangkrutan Perusahaan Publik di Bursa Efek
Jakarta Tahun 1996-1998. Hasil pengujiannya kelompok 1 (leverage ratio kurang
atau sama dengan 0,5) tidak konsisten dengan seluruh sampel, karena tidak
4
terdapat perbedaan potensi kebangkrutan yang signifikan antara sebelum dan pada
masa krisis ekonomi. Sedangkan kelompok 2 (leverage ratio lebih besar dari 0,5)
menunjukkan konsistensi dengan seluruh sampel. Hal ini berarti bahwa potensi
kebangkrutan pada perusahaan dengan leverage tinggi telah berbeda secara
signifikan antara sebelum dan masa krisis. Hasil pengujian antara tahun 1996 dan
1997 untuk semua sampel dan kelompok 2 menunjukkan konsistensi dengan hasil
pengujian antara tahun 1996 dan 1998, yaitu terdapat perbedaan potensi
kebangkrutan yang signifikan. Sedangkan pada kelompok 1 hasil pengujian antara
tahun 1996 dan 1997 tidak konsisten dengan hasil pengujian antara tahun 1996
dan 1998.
Adnan dan Kurniasih (2000:147), dalam Analisis tingkat kesehatan
perusahaan untuk memprediksi potensi kebangkrutan dengan pendekatan Altman.
penelitian ini memperkuat formula dan penelitian yang telah dilakukan oleh
Altman, sebab hasil dari penelitiannya terlihat bahwa semua atau sepuluh
perusahaan yang jadi obyek penelitian setelah dianalisis dengan menggunakan
formula yang telah ditemukan Altman, semuanya mempunyai rasio keuangan
dengan tingkat resiko keuangan yang tinggi karena rasionya di bawah 1,20.
Penelitian ini juga membuktikan bahwa kebangkrutan perusahaan dapat diukur
dua tahun sebelum perusahaan itu mengalami kebangkrutan.
Supardi dan Sri Mastuti (2003:90) dalam Validitas Penggunaan Z-Score
Altman Untuk Menilai Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Go Publik di
Bursa Efek Jakarta, hasil analisisnya memperlihatkan bahwa rata-rata rasio
keuangan setiap bank, baik kelompok bank yang terlikuidasi maupun yang tidak
terlikuidasi, dapat dipakai untuk memprediksi kemungkinan terjadinya likuidasi
pada setiap bank. Implikasi praktisnya adalah alternatif metode lain bagi lembaga
5
perbankan untuk mendeteksi kondisi perusahaan terutama yang berkaitan dengan
kondisi finansial perusahaan sehingga apabila terjadi kesulitan akan segera dapat
diambil tindakan perbaikan untuk mencapai kinerja keuangan yang lebih baik.
Kebangkrutan suatu bank dapat dilihat dan diukur melalui laporan
keuangannya. Pengukuran tersebut dilakukan dengan cara menganalisis laporan
keuangan yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan. Analisis laporan
keuangan merupakan suatu alat yang sangat penting untuk mengetahui posisi
keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang dicapai sehubungan dengan pemilihan
strategi-strategi perusahaan yang akan atau telah dilaksanakan. Disamping itu
perusahaan dapat mengetahui keadaan serta perkembangan finansial perusahaan
serta hasil-hasil yang telah dicapai di waktu lampau dan di waktu yang sedang
berjalan. Selain itu dengan melakukan analisis keuangan di waktu lampau, maka
dapat diketahui kelemahan-kelemahan perusahaan serta hasil-hasilnya yang
dianggap telah cukup baik, dan mengetahui potensi kebangkrutan perusahaan
tersebut.
Analisis rasio keuangan yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan
bermanfaat untuk melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap kebangkrutan.
Tingkat kesehatan sangat penting bagi perbankan untuk meningkatkan efisiensi
dalam menjalankan usahanya, sehingga kemampuan untuk memperoleh
keuntungan dapat ditingkatkan dan pada akhirnya terhindar dari kemungkinan
terjadinya kebangkrutan (terlikuidasi). Analisis kebangkrutan ini dilakukan untuk
memperoleh peringatan awal kebangkrutan (tanda-tanda awal kebangkrutan).
Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut ditemukan, semakin baik bagi
6
pihak manajemen, karena dapat melakukan perbaikan sejak awal (Hanafi,
2003:263).
Sedangkan Beaver dalam Supardi (2003:74) yang menyatakan bahwa para
investor mengakui dan menyesuaikan posisi yang baru dari perusahaan yang
mengalami kebangkrutan yang selanjutnya rasio keuangan tersebut memberikan
informasi ke dalam harga saham. Mas’ud dalam Setyorini (1999:5) juga
memberikan gambaran bahwa rasio keuangan mempengaruhi harga saham, tetapi
tidak untuk waktu yang lama. Sedangkan menurut Rini Astuti (2003:72) pengaruh
rasio keuangan model Altman terhadap harga saham pada perusahaan properti dan
real estate sebesar 29,34%.
Bagi seorang kreditur dan seorang pemegang saham dengan analisis
kebangkrutan ini bisa melakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi berbagai
kemungkinan terburuk yang mungkin akan terjadi nantinya. Analisa rasio
keuangan merupakan suatu alat analisis yang sering digunakan oleh banyak pihak,
baik pihak intern sebagai dasar untuk evaluasi dan perbaikan kinerja di masa yang
akan datang, maupun pihak ekstern sebagai dasar kebijakan mereka.
Bagi para investor tempat yang digunakan untuk memperjualbelikan
saham suatu perusahaan adalah di pasar modal. Pasar modal di Indonesia adalah
BEJ merupakan alternatif yang masih sangat diperlukan dalam menyediakan
investasi. Oleh karena penelitian ini mengambil judul “ANALISIS PENGARUH
KEBANGKRUTAN BANK DENGAN METODE ALTMAN Z-SCORE
TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN PERBANKAN DI BURSA
EFEK JAKARTA”
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana prediksi kebangkrutan perusahaan perbankan dengan metode
Altman Z-Score di Bursa Efek Jakarta?
b. Bagaimana pengaruh antara kebangkrutan bank dengan metode Altman
Z-Score terhadap harga saham perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk menganalisis prediksi kebangkrutan perusahaan perbankan dengan
metode Altman Z-Score di Bursa Efek Jakarta.
b. Untuk menganalisis apakah ada pengaruh antara kebangkrutan bank terhadap
harga saham perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
a. Manfaat Teoritis
1) Untuk mengembangkan teori tentang kebangkrutan bank dengan metode
Altman Z-Score.
2) Penelitian ini untuk menyajikan tentang analisis pengaruh kebangkrutan
bank terhadap harga saham, yang dapat dijadikan sebagai inspirasi dalam
mengkaji fenomena kebangkrutan pada perusahaan yang lain maupun
menggunakan rasio keuangan yang berbeda.
8
b. Manfaat Praktis
1) Hasil penulisan diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
perusahaan dan lembaga terkait dalam menentukan kebijakan mengenai
kelangsungan kehidupan perusahaan perbankan yang digunakan untuk
mendeteksi sedini mungkin adanya potensi kebangkrutan.
2) Hasil penulisan diharapkan dapat memberikan solusi atas pertanyaan yang
selama ini muncul mengenai bagaimana penerapan analisa prediksi
kebangkrutan perusahaan perbankan serta pengaruhnya dengan harga
saham perusahaan tersebut, Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi salah satu implementasi dalam menggali temuan-temuan yang
inovatif bagi peningkatan mutu sumberdaya manusia.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Saham
2.1.1 Pengertian Saham
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, saham
merupakan surat berharga sebagai bukti pemilikan individu/institusi dalam suatu
perusahaan (biasa dipegang perorangan/lembaga pada suatu perusahaan). Apabila
seseorang membeli saham, maka ia akan menjadi pemilik dan disebut pemegang
saham perusahaan tersebut. Indriyo (2000:26) mendefinisikan saham sebagai
tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas.
Menurut Baridwan (1992:294), apabila perusahaan menyertakan satu
macam saham, maka saham itu disebut saham biasa (common stock). Saham biasa
ada dua jenis, yaitu saham atas nama dan saham atas unjuk. Untuk saham atas
nama, nama pemilik saham tertera di atas saham tersebut, sedangkan saham atas
unjuk yaitu nama pemilik saham tidak tertera di atas saham, tetapi pemilik saham
adalah yang memegang saham tersebut. Apabila saham yang dikeluarkan itu dua
macam yang satu adalah saham biasa dan yang lain adalah saham prioritas
(preferred stock). Saham adalah surat berharga sebagai bukti penyertaan atau
kepemilikan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan (Anoraga,
2001:58). Sedangkan menurut Husnan (2003:285) saham merupakan bukti
kepemilikan atas suatu perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas. Jadi dapat
disimpulkan saham adalah surat kepemilikan modal dalam suatu perusahaan yang
dapat diperjualbelikan di pasar modal.
10
Salah satu harapan investasi yang paling mendasar atas saham adalah
membuat investor dapat menikmati keuntungan yang dicapai oleh perusahaan.
Namun keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham adalah
setelah memenuhi kewajiban perusahaan lainnya, seperti biaya bunga, biaya
operasional dan lain sebagainya.
2.1.2 Harga Saham
Harga saham adalah harga suatu saham pada pasar yang sedang
berlangsung (Ang, 1997). Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal pada hakekatnya harga saham merupakan penerimaan besarnya
pengorbanan yang harus dilakukan oleh setiap investor untuk penyertaan dalam
perusahaan. Menurut Weston dalam Haryati (2001:5), harga saham
menggambarkan penilaian pasar modal atas kemampuan perusahaan memperoleh
pendapatan dari waktu ke waktu, besarnya resiko atas kelangsungan pendapatan
dan sekumpulan faktor-faktor lain. Jika pasar bursa efek ditutup, maka harga pasar
adalah harga penutupannya (closing price). Jadi harga pasar inilah yang
menyatakan naik turunnya suatu saham. Jika harga pasar ini dikalikan dengan
jumlah saham yang diterbitkan (outstanding share), maka akan didapatkan nilai
pasar (market value).
Sedangkan menurut Pandji Anoraga (2001:58) berdasarkan fungsinya,
nilai suatu saham dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
11
1) Par Value (Nilai Nominal)
Merupakan nilai yang tercantum pada saham untuk tujuan akuntansi.
Jumlah saham yang dikeluarkan perseroan dikalikan dengan nilai nominalnya
merupakan modal disetor penuh bagi suatu perseroan dan dalam pencatatan
akuntansi, nilai nominal dicatat sebagai modal ekuitas perseroan dalam naraca.
2) Base Price (Harga Dasar)
Harga dasar dipergunakan dalam perhitungan indeks harga saham.
Harga dasar akan berubah sesuai dengan aksi emiten. Untuk saham baru harga
dasar merupakan harga perdananya. Untuk mengitung nilai dasar yaitu harga
dasar dikalikan dengan total saham yang beredar.
3) Market Price (Nilai Pasar)
Merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung
atau jika pasar sudah tutup maka harga pasar adalah harga penutupannya
(closing price). Harga pasar inilah yang menyatakan naik turunnya suatu
saham dan setiap hari diumumkan di surat kabar/media elektronik. Untuk
menghitung nilai pasar (kapitalisasi pasar) yaitu harga pasar dikalikan dengan
total saham yang beredar.
2.1.3 Penilaian Harga Saham
Harga saham di pasar pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan pasar atau
tergantung dari permintaan dan penawaran pasar. Menurut Anoraga (2001:61)
terdapat dua jenis pendekatan yang digunakan untuk menilai investasi dalam
bentuk saham yaitu:
12
1) The Firm Foundation Theory
Dalam teori ini setiap instrumen investasi baik itu saham atau yang
lain mempunyai landasan yang kuat yang disebut dengan nilai intrinsik yang
dapat ditentukan melalui suatu analisis yang hati-hati terhadap kondisi pada
saat sekarang dan prospeknya di masa yang akan datang. Pada saat harga turun
atau naik di atas nilai intrinsiknya yang bersifat pasti, maka kesempatan
menjual atau membeli muncul. Dengan demikian tindakan investasi sifatnya
hanya memperbandingkan harga pasar atau assets terhadap nilai instrinsiknya.
Nilai instrinsik di sini adalah nilai sekarang (present value) dari
seluruh aliran penerimaan deviden yang akan diterima dalam periode yang
akan datang. Hal ini berarti pemilik saham atau investor mendiskontokan nilai
uang yang akan diterima, kemudian dengan discount factor tertentu
mencerminkan tingkat return alternatif investasi yang diinginkan setelah
memperhatikan unsur risiko dan waktu. Teori ini didasarkan pada pendekatan
penerimaan deviden dimana semakin besar penerimaan saat ini dan prospek
pertumbuhannya di masa yang akan datang maka akan semakin besar nilai
sahamnya. Sehinggga perbedaan tingkat pertumbuhan adalah faktor utama
dalam penilaian saham ini.
Asumsi-asumsi yang dipakai investor dalam pendekatan The Firm
Foundation Theory yaitu sebagai berikut :
a) Bersedia membayar harga yang lebih tinggi untuk suatu saham yang
memiliki tingkat pertumbuhan deviden yang lebih besar.
13
b) Bersedia membayar harga yang lebih tinggi atas suatu saham yang
memiliki kebijakan deviden pay out yang lebih tinggi.
c) Bersedia membayar harga yang lebih tinggi atas suatu saham yang
memiliki risiko yang lebih kecil.
d) Bersedia membayar harga yang lebih tinggi atas suatu saham jika suku
bunga turun atau lebih rendah.
2) The Castel in the Air Theory
Menurut Pandji Anoraga (2001:6) teori ini memusatkan perhatiannya
pada nilai psikologis. Pengikut teori ini lebih menekankan pendekatan tingkah
laku investor di masa yang akan datang berdasarkan kebiasaan di masa lalu
dan bukannya pada nilai instrinsik saham itu. Teori ini kurang setuju dengan
pendekatan The Firm Foundation Theory yang memerlukan banyak kerja dan
diragukan kebenarannya atau kewajaran dari penilaian untuk mencapai nilai
instrinsiknya, karena tidak seorangpun dapat mengetahui dengan pasti faktor-
faktor yang akan mempengaruhi proses pendapatan dan pembayaran deviden
di masa mendatang.
Teori ini banyak didukung oleh masyarakat keuangan maupun
masyarakat akademis. Dalam mayarakat akademis berpendapat bahwa nilai
intrinsik saham adalah sebuah impian. Pertukaran nilai setiap assetnya sangat
tergantung dari transaksi riil atau yang diharapkan. Pendekatan riil ini
contohnya adalah analisis teknis, analisis ini di dasarkan pada anggapan yang
luas bahwa harga efektif ditentukan oleh penawaran harga saham pada masa
lalu dengan menggunakan diagram-diagram dan model-model.
14
2.1.4 Perubahan Harga Saham
Keuntungan investor dalam menginvestasikan modalnya kepada
perusahaan adalah pada akhir periode akuntansi yang berupa deviden. Oleh karena
itu, banyak invetor yang menanamkan modalnya terutama pada perusahaan yang
sering memperoleh keuntungan.
Perusahaan yang memperoleh keutungan akan memberikan kompensasi
(return) kepada investor. Menurut Hanafi dan Abdul Halim (1996:300) return
sebagai perubahan nilai antara periode t+1 dengan periode t ditambah pendapat-
pendapat lain yang terjadi selama periode tersebut.
Sementara Jogiyanto (2000:107) membedakan return menjadi dua yaitu
return expektasi (expected return) dan return realisasi (realized return). Return
ekspektasi adalah return yang diharapkan akan diperoleh investor di masa
mendatang. Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi dan dihitung
berdasarkan data historis. Return ini merupakan selisih harga sekarang dan
sebelumnya secara relatif. Return realisasi penting untuk mengukur kinerja
perusahaan dan sebagai penentu resiko di masa depan. Yang dirumuskan sebagai
berikut :
Pt - Pt-1 Rt =
Pt-1
Jogiyanto (2000:108)
Keterangan :
Rt = Retun Saham
Pt = Harga saham tanggal publikasi laporan keuangan
Pt-1 = Harga Saham setelah tanggal publikasi laporan keuangan
15
2.2 Kebangkrutan Bank
2.2.1 Pengertian Kebangkrutan
Kebangkrutan (bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan
perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba
(Supardi, 2003:79). Sedangkan menurut Undang-Undang No. 4 tahun 1998 adalah
dimana suatu institusi dinyatakan oleh keputusan pengadilan bila debitur memiliki
dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah
jatuh tempo dan dapat ditagih. Kebangkrutan sering juga disebut likuidasi
perusahaan atau penutupan perusahaan ataupun insolvibilitas.
Kebangkrutan sebagai suatu kegagalan yang terjadi pada sebuah
perusahaan didefinisikan dalam beberapa pengertian menurut Martin dalam
Supardi (2003:79) yaitu :
1) Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed)
Kegagalan dalam ekonomi berarti bahwa perusahaan kehilangan uang
atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi biayanya sendiri, ini berarti
tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas
perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya
dari perusahaan tersebut jauh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan
kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis dari
investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan yang dikeluarkan untuk
sebuah investasi tersebut.
2) Kegagalan Keuangan (Financial Distressed)
16
Pengertian financial distressed menurut Supardi (2003:79) mempunyai
makna kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam
pengertian modal kerja. Sebagian asset liability management sangat berperan
dalam pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena financial distressed.
Kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang berada di negara
yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan
memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah
sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Perusahaan yang belum sakitpun
akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan operasional
perusahaan akibat adanya krisis ekonomi tersebut. Namun demikian, proses
kebangkrutan sebuah perusahaan tentu saja tidak semata-mata disebabkan oleh
faktor ekonomi saja tetapi bisa disebabkan oleh faktor lain yang sifatnya non-
ekonomi.
Kegagalan keuangan bisa juga diartikan sebagai insolvensi yang
membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas
ada dua bentuk, yaitu:
a) Insolvensi teknis
Perusahaan bisa dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi
kewajiban pada saat jatuh tempo. Walaupun total aktiva melebihi total utang
atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih
kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar terhadap utang
lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva
yang disyaratkan. Insolvensi teknis juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk
17
memenuhi pembayaran bunga atau pembayaran kembali pokok pada tanggal
tertentu.
b) Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan
Dalam pengertian ini kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai
kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari
arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.
2.2.2 Sumber-sumber Informasi Prediksi Kebangkrutan
Menurut Hanafi (2003:264) kebangkrutan yang terjadi sebenarnya dapat
diprediksi dengan melihat beberapa indikator-indikator, yaitu :
1) Analisis aliran kas untuk saat ini atau masa mendatang.
2) Analisis strategi perusahaan, yaitu analisis yang memfokuskan pada
persaingan yang dihadapi oleh perusahaan.
3) Struktur biaya relatif terhadap pesaingnya.
4) Kualitas manajemen.
5) Kemampuan manajemen dalam mengendalikan biaya.
Sedangkan menurut Beaver dalam Titi Aryati (1999:29) rasio keuangan
yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan adalah :
a) Cash flow to total debt (arus kas terhadap total utang)
b) Net income to total assets (keuntungan bersih terhadap total aktiva)
c) Current assets to current liabilities (aktiva lancar terhadap kewajiban lancar)
d) Total debt to tatal assets (total utang terhadap total assets)
e) Working capital to total assets (modal kerja terhadap total assets)
18
Menurut Suwarsono (1995), ada beberapa tanda atau indikator manajerial
dan operasional yang muncul ketika perusahaan akan mengalami kebangkrutan
antara lain :
a) Indikator dari lingkungan bisnis
Pertumbuhan ekonomi yang rendah menjadikan indikator yang cukup
penting pada lemahnya peluang bisnis, apalagi jika disaat yang sama banyak
perusahaan baru yang memasuki pasar. Besarnya perusahaan tertentu menjadi
sebab mengecilnya perusahaan yang lain.
b) Indikator internal
Manajemen tidak mampu melakukan perkiraan bisnis dengan alat analisa
apapun yang digunakan, sehingga manajemen kesulitan mengembangkan sikap
proaktif. Lebih cenderung bersikap reaktif, dan oleh karena itu biasanya terlambat
mengantisipasi perubahan.
c) Indikator kombinasi
Seringkali perusahaan yang sakit disebabkan oleh interaksi ancaman yang
datang dari lingkungan bisnis dan kelemahan yang berasal dari lingkungan
perusahaan itu sendiri. Jika disebabkan oleh keduanya, biasanya membawa akibat
yang lebih kompleks dibanding yang disebabkan oleh salah satu saja.
2.2.3 Faktor-faktor Penyebab Kebangkrutan
Kebangkrutan yang terjadi pada perbankan di Indonesia disebabkan oleh
nilai mata uang rupiah yang menurun, suku bunga tinggi, terjadinya rush, hutang
membengkak, simpanan nasabah rendah dan tingginya kredit macet yang melanda
19
hampir seluruh bank di Indonesia. Menurut Jauch dan Glueck dalam Adnan
(2000:139) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kebangkrutan pada
perusahaan adalah :
a. Faktor Umum
1) Sektor ekonomi
Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah gejala
inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku
bunga dan devaluasi atau revaluasi uang dalam hubungannya dengan uang
asing serta neraca pembayaran, surplus atau defisit dalam hubungannya
dengan perdagangan luar negeri.
2) Sektor sosial
Faktor sosial sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan cenderung pada
perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan
terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan berhubungan dengan
karyawan. Faktor sosial yang lain yaitu kerusuhan atau kekacauan yang
terjadi di masyarakat.
3) Teknologi
Penggunaan teknologi informasi juga menyebabkan biaya yang
ditanggung perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan dan
implementasi. Pembengkakan terjadi, jika penggunaan teknologi informasi
tersebut kurang terencana oleh pihak manajemen, sistemnya tidak terpadu
dan para manajer pengguna kurang profesional.
20
4) Sektor pemerintah
Pengaruh dari sektor pemerintah berasal dari kebijakan pemerintah
terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tarif
ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru bagi
perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.
b. Faktor Eksternal Perusahaan
1) Faktor pelanggan atau nasabah
Perusahaan harus bisa mengidentifikasi sifat konsumen, karena berguna
untuk menghindari kehilangan konsumen, juga untuk menciptakan
peluang untuk menemukan konsumen baru dan menghindari menurunnya
hasil penjualan dan mencegah konsumen berpaling ke pesaing.
2) Faktor pemasok/kreditur
Kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan mendapatkan jangka
waktu pengembalian hutang yang tergantung kepercayaan kreditor
terhadap kelikuiditasan suatu bank.
3) Faktor pesaing/bank lain
Faktor ini merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut
perbedaan pemberian pelayanan kepada nasabah, perusahaan juga jangan
melupakan pesaingnya karena jika produk pesaingnya lebih diterima oleh
masyarakat perusahaan tersebut akan kehilangan nasabah dan mengurangi
pendapatan yang diterima.
21
c. Faktor Internal Perusahaan
Faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan secara internal menurut
Harnanto dalam Adnan (2000:140) sebagai berikut :
1) Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga akan
menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai akhirnya
tidak dapat membayar.
2) Manajemen tidak efisien yang disebabkan karena kurang adanya
kemampuan, pengalaman, ketrampilan, sikap inisiatif dari manajemen.
3) Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan dimana sering dilakukan oleh
karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan apalagi
yang berhubungan dengan keuangan perusahaan.
2.2.4 Manfaat Informasi Prediksi Kebangkrutan
Secara umum pemakai data informasi kebangkrutan bank dapat
dikelompokan ke dalam dua kelompok yaitu: pemakai internal adalah pihak
manajemen yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan harian
(jangka pendek) dan jangka panjang, sedangkan pemakai eksternal yaitu investor
atau calon investor yang meliputi pembeli atau calon pembeli saham atau obligasi,
kreditor atau peminjam dana bank, dan pemakai lain seperti karyawan, analisis
keuangan, pialang saham, supplier, pemerintah (berkaitan dengan pajak) dan
Bapepam (berkaitan dengan perusahaan yang go publik). Informasi tentang
prediksi kebangkrutan suatu perusahaan akan sangat bermanfaat bagi beberapa
kalangan. Menurut Hanafi (2000:261) informasi kebangkrutan dapat bermanfaat
untuk :
22
a. Pemberi pinjaman
Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk pengambilan keputusan siapa
yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk mengambil
kebijakan memonitor pinjaman yang ada.
b. Investor
Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya
akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau
tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut. Investor yang
menganut strategi aktif akan mengembangkan model prediksi kebangkrutan
untuk melihat tanda–tanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian
mengantisipasi kemungkinan tersebut.
c. Pemerintah
Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung jawab
untuk mengatasi jalannya usaha tersebut. Pemerintah mempunyai kepentingan
untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan
yang perlu bisa dilakukan lebih awal.
d. Akuntan
Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu
usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu
perusahaan.
e. Manajemen
Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan langkah-langkah
preventif sehinggga biaya kebangkrutan bisa dihindari atau dapat
diminimalisir.
23
Sedangkan menurut Harmanto dalam Adnan (2000:133) informasi
mengenai kebangkrutan penting artinya bagi pihak-pihak yang terkait diantaranya:
a) Bagi Investor
Informasi adanya prediksi kebangkrutan memberi masukan bagi investor
dalam menanamkan modal mereka, apakah mereka akan terus menanamkan
modal mereka atau akan menghentikan/membatalkan penanaman modal
mereka ke perusahaan, sebab bagaimanapun para investor pasti tidak
menginginkan kerugian akibat mereka salah dalam menanamkan modalnya.
b) Bagi Pemerintah
Prediksi kebangkrutan digunakan pemerintah untuk menetapkan kebijakan di
bidang perpajakan dan kebijakan-kebijakan lain yang menyangkut hubungan
pemerintah dengan perusahaan.
c) Bagi Bank dan Lembaga Perkreditan
Informasi akan kemungkinan kebangkrutan yang dihadapi perusahaan
nasabahnya dan calon nasabahnya sangat diperlukan untuk menentukan status
apakah pinjaman harus diberikan, negosiasi pembayaran kembali pinjaman
perlu dibuat ulang dan kebijakan lain sehubungan dengan pemberian
pinjaman.
24
2.3 Metode Altman Z-Score
2.3.1 Manilai Kebangkrutan dengan Metode Altman
Analisis Z-Score Altman, penerapan analisis rasio keuangan masih
terbatas karena dilakukan secara terpisah, artinya setiap rasio diuji secara terpisah.
Untuk mengatasi keterbatasan analisa rasio tersebut, Altman telah
mengkombinasikan beberapa rasio menjadi model prediksi dengan teknik statistik
yaitu analisis diskriminan yang digunakan untuk memprediksi kabangkrutan
perusahaan dengan metode Altman Z-Score. Z-Score adalah skor yang ditentukan
dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang akan menunjukkan
tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan (Supardi, 2003:73).
Menurut Fifi Swandi (2003:45) ketepatan prediksi masa depan berlaku
selama emiten mempunyai kondisi keuangan yang sama dengan pada saat prediksi
dilakukan. Apabila emiten melakukan perbaikan kerja melalui strategi yang tepat,
kemungkinan besar ada ketidaktepatan prediksi. Namun kelemahan apapun yang
dihadapi pada kenyataannya prediksi masih selalu digunakan untuk pengambilan
keputusan.
2.3.2 Rasio-rasio Prediksi Kebangkrutan Bank
Rasio-rasio keuangan yang digunakan untuk menilai kebangkrutan bank
ada lima yaitu:
1) Working Capital/Total Assets
Modal kerja yang di sini dimaksud adalah selisih antara aktiva lancar
(current assets) dengan hutang lancar (current liabilities). Sedangkan current
25
assets pada perusahaan perbankan terdiri dari cash on hand and banks,
placement in other banks, notes and securities, loan and investmen. Current
liabilities terdiri dari demand deposit, time deposit, dan saving deposit.
Sedangkan total assets adalah semua assets yang ada di dalam perusahaan
tersebut. Menurut Supardi (2003:81) rasio ini pada dasarnya merupakan salah
satu rasio likuiditas yang mengatur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendek. Hasil rasio tersebut dapat negatif apabila aktiva
lancar lebih kecil dari kewajiban lancar. Jika dikaitkan dengan indikator-
indikator kebangkrutan tersebut di atas, maka indikator yang dapat digunakan
untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan adalah
indikator-indikator internal seperti, ketidakcukupan kas, utang dagang
membengkak, utilisasi modal (harta kekayaan) menurun, penambahan utang
yang tidak terkendali.
2) Retained Earning/Total Assets
Rasio ini merupkan rasio profitabilitias yang mendeteksi atau mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dalam periode
tertentu. Retained earnings di sini adalah laba ditahan. Menurut Mulyono
(1994) retained earning/total assets rasio profitabilitas yang dapat mendeteksi
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, yang ditinjau dari
kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba dibandingkan dengan
kecepatan perputaran operating assets sebagai ukuran efisiensi usaha.
Rasio ini mengatur akumulasi laba selama perusahaan beroperasi. Umur
perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama
26
perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba
ditahan. Hal tersebut menyebabkan perusahaan yang masih relatif muda pada
umumnya akan menunjukkan hasil rasio tersebut yang rendah, kecuali yang
labanya sangat besar pada masa awal berdirinya.
3) Earning Before Interest and Tax/Total Assets
Menurut Supardi (2003:81) rasio ini merupakan rasio yang mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan.
Rasio Earning Before Interest and Tax di sisni adalah operating income.Rasio
ini merupakan kontributor terbesar dari model tersebut. Beberapa indikator
yang dapat kita gunakan dalam mendeteksi adanya masalah pada kemampuan
profitabilitas perusahaan diantaranya adalah, piutang dagang meningkat, rugi
terus-menerus dalam beberapa kwartal, persediaan meningkat, penjualan
menurun, terlambatnya hasil penagihan piutang, kredibilitas perusahaan
berkurang serta kesediaan memberi kredit pada konsumen yang tak dapat
membayar pada waktu yang telah ditetapkan.
4) Market Value Equity/Book Value of Debt
Rasio ini merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
dalam memberikan jaminan kepada setiap hutangnya melalui modalnya
sendiri (Adnan, 2001:190). Rasio market value equity di sini adalah closing
price tahunan dikali dengan total share tahunan. Modal yang dimaksud di sini
adalah gabungan nilai pasar dari modal biasa dan saham preferen, sedangkan
hutang mencakup hutang lancar dan hutang jangka panjang.
27
5) Sales/Total Assets
Menurut M. Akhyar Adnan (2001:190) rasio ini merupakan rasio yang
mendeteksi kemampuan dana perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan
aktiva yang berputar dalam satu periode tertentu. Rasio ini mengukur
kemampuan manajemen dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan
penjualan. Sales yang dipakai pada perusahaan perbankan adalah revenue.
2.3.3 Pengaruh Kebangkrutan Bank Terhadap Harga Saham
Tinggi rendahnya harga saham yang terbentuk di Bursa Efek (pasar
sekunder) lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan pembeli dan penjual yang
melakukan transaksi, pertimbangan ini mencakup kondisi kinerja perusahaan
(bangkrut atau sehat), prospek industri, situasi politik, kebijakan pemerintah dan
kondisi bursa itu sendiri Sunariyah dalam (Septanti, 2000:86). Dari faktor-faktor
tersebut, pembeli dan penjual akan membangun persepsinya masing-masing. Di
dasari persepsi tersebut, maka akan terbentuk permintaan dan penawaran terhadap
saham, dari kekuatan itulah harga saham akan terbentuk di bursa.
Menurut Sunariyah dalam (Handono, 2000:83) Nilai investasi pada surat
berharga dipengaruhi oleh harapan pemodal atau investor tentang kinerja
perusahaan sehat atau tidak sehat di masa datang. Sebab bagi investor membeli
saham berarti membeli prospek perusahaan. Harga saham akan meningkat jika
kinerja perusahaan baik dan tidak mengalami financial distressed maupun
insolvibilitas. Dengan harga saham yang meningkat tersebut berarti akan
meningkatkan kemakmuran pemegang sahamnya (Handono, 2000:67) .
28
Harga saham juga dapat dipengaruhi oleh kemampuan manajemen
perusahaan untuk beroperasi secara menguntungkan di tengah-tengah lingkungan
usaha yang semakin kompetitif. Menurut Syahrir dalam dalam (Fikrudin,
2006:24), dengan kinerja keuangan yang yang menggunakan pengukuran rasio-
rasio keuangan baik Altman Z-Score maupun CAMEL maka kelangsungan hidup
dan pertumbuhan juga akan terjamin, sehingga harapan investor untuk
mendapatkan keuntungan dari pembelian saham dapat terpenuhi.
Berdasarkan Arbitrage Princing Theory (APT), seperti yang dikemukakan
Suad Husnan (2003) banyak jenis informasi yang mungkin dapat mempengaruhi
harga saham, seperti:
a. Berita keberhasilan riset perusahaan
b. Berita keberlanjutan perusahaan Bangkrut atau tidak
c. Pengumuman pemerintah tentang pertumbuhan GNP
d. Penurunan tingkat bunga yang tidak diperkirakan
e. Penjualan yang meningkat lebih dari yang diharapkan
Roll dan Ross (1984) dalam (Rini Astuti, 2004:87) melaporkan faktor
yang mempengaruhi tingkat keuntungan harga saham, yaitu:
1) Perubahan inflasi yang tidak diantisipasi
2) Peruhana produksi industri yang tidak diantisipasi
3) Perubahan dalam premi resiko
4) Perubahan slope dari kurva hasil penjualan
29
2.4 Kerangka Berfikir
Dalam aktivitas perekonomian suatu negara, bank mempunyai peranan
yang sangat strategis dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
Sehingga bank disebut lambaga intermediasi, yang sering diikutsertakan dalam
pengambilan kebijakan moneter. Bank juga mempunyai fungsi menjaga kestabilan
moneter, pengawas devisa, dan sebagai pencatatan efek-efek.
Kondisi perbankan di Indonesia saat ini belum sepenuhnya bangkit dari
krisis moneter yang berlangsung sejak pertengahan Juli 1997. Kemudian
pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan likuidasi terhadap beberapa
bank yang ada di Indonesia, hal ini merupakan salah satu langkah yang diambil
oleh pemerintah selaku otoritas moneter dengan harapan dapat menyehatkan
sektor keuangan dan sektor perbankan.
Untuk mengetahui prediksi kebangkrutan suatu bank dapat dilihat dari
laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut. Sedangkan
perhitungan rasionya menggunakan metode Altman Z-Score, dengan metode ini
diharapkan dapat mengetahui kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada
perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta. Bagi seorang kreditur dan seorang
pemegang saham dengan analisis kebangkrutan ini bisa melakukan persiapan-
persiapan untuk mengatasi berbagai kemungkinan terburuk yang mungkin akan
terjadi nantinya. Analisa rasio keuangan merupakan suatu alat analisis yang sering
digunakan oleh banyak pihak, baik pihak intern sebagai dasar untuk evaluasi dan
perbaikan kinerja di masa yang akan datang, maupun pihak ekstern sebagai dasar
30
kebijakan mereka, apakah akan berinvestasi atau bahkan tidak menginvestasikan
sama sekali modalnya di perusahaan tersebut.
Dalam berinvestasi seorang investor akan melihat laporan keuangan yang
di publikasikan oleh perusahaan tersebut, dalam satu periode akuntansi. Dalam
satu periode itu dapat dilihat penurunan laba bersih perusahaan. Investor di bursa
efek akan bereaksi setelah mengetahui laporan keuangan tersebut. Reaksi investor
di bursa efek dapat dilihat dari pergerakan harga saham dan volume perdagangan
saham yang diperdagangkan.
Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka rumusan masalah yang
diungkap dalam penelitian ini adalah tentang analisis pengaruh kebangkrutan bank
dengan metode Altman Z-Score terhadap harga saham perusahaan perbankan di
Bursa Efek Jakarta.
31
Adapun kerangka berfikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah
seperti gambar 2.1 berikut ini:
Z-Sc
ore
: 0,7
17 W
C/T
A +
0,8
47 R
E/TA
+ 3
,107
EB
IT/T
A +
0,4
20 M
VE/
BV
D +
0,9
98 S
/TA
Harga Saham
Turun
Naik
Z > 2,90 Perusahaan Sehat
1,20 < Z < 2,90 Perusahaan dalam
Grey Area
Z < 1,20 Perusahaan
Berpotensi Bangkrut
32
2.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang
dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan
pengecekannya (Sudjana, 2002:219)
Berdasarkan permasalahan dan kerangka berfikir di atas, maka peneliti
mengajukan hipotesis sebagai berikut :
Bahwa terdapat pengaruh antara kebangkrutan bank dengan metode
Altman Z-Score terhadap harga saham perusahaan perbankan di Bursa Efek
Jakarta.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi Penelitian
Dalam setiap penelitian ilmiah selalu dihadapkan pada masalah populasi,
karena populasi penelitian merupakan sumber data atau subyek yang akan
digunakan untuk mencapai tujuan penelitian yang dilakukan.
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2002:108).
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh bank yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta. Penelitian ini adalah termasuk penelitian populasi, yaitu ingin melihat dan
meneliti semua populasi. Sedangkan populasi sasaran dalam penelitian ini adalah
perusahan perbankan di Bursa Efek Jakarta yang berjumlah 22 perusahaan.
3.2 Sumber data
Data dan sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) Pojok Bursa Efek
Jakarta, Majalah Info Bank, dan sumber-sumber lain yang relevan berupa laporan
neraca dan laporan rugi laba untuk tahun 2003, 2004, dan 2005.
3.3 Variabel Penelitian
Dalam sebuah penelitian terdapat beberapa variabel yang harus ditetapkan
dengan jelas sebelum mulai pengumpulan data. Variabel merupakan obyek atau
apa saja yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002:96).
33
34
Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah :
a. Variabel Independen / Variabel Bebas (X)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain.
Variabel independent dalam penelitian ini adalah nilai rasio keuangan Altman
Z-Score.
b. Variabel Dependen / Variabel Terikat (Y)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain yaitu
dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah harga saham.
3.4 Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dalam
penelitian ini adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan
metode yang bersumber pada benda-benda tertulis berupa buku-buku, majalah,
dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.
(Arikunto, 2002:135). Metode ini digunakan untuk mendapatkan data laporan
keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba perusahaan perbankan.
3.5 Metode analisis data
Analisis data adalah merupakan kegiatan mengolah data yang telah
terkumpul kemudian dapat memberikan interprestasi pada hasil-hasil tersebut.
Kegiatan dalam analisis data meliputi : pengelompokan data tiap variabel yang
diteliti, melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang diajukan.
35
Adapun analisis yang digunakan adalah sebagai berikut :
3.5.1 Analisis Deskripstif
Analsis deskriptif yaitu metode yang bertujuan untuk melihat sejauhmana
variabel yang diteliti telah sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan. Analsis
ini digunakan untuk mendeskripsikan hasil penelitian data dari variabel yang
diteliti.
3.5.2 Analisis Altman Z-Score
Metode Altman Z-Score dengan formulasi sebagai berikut
Keterangan :
WC/TA : Working Capital to Total Assets : perbandingan antara modal kerja
(bersih) dan total aktiva.
RE/TA : Retained Earning to Total Assets : perbandingan antara saldo laba
dan total aktiva
EBIT/TA : Earning Before Interest and Tax to Total Assets : perbandingan
antara laba sebelum biaya bunga dan pajak dengan total aktiva.
MVE/BVD: Market Value Equity to Book Value of Debt : perbandingan antara
nilai pasar ekuitas dan nilai buku utang.
S/TA : Sales to Total Assets : perbandingan antara penjualan dan total
aktiva.
Dari model Altman Z-Score tersebut, maka kondisi perusahaan perbankan
di bagi menjadi tiga kategori, yaitu :
Z-Score : 0,717 WC/TA + 0,847 RE/TA + 3,107 EBIT/TA + 0,420 MVE/BVD + 0,998 S/TA
36
a. Apabila nilai Z-Score di atas 2,90 (Z-Score > 2,90) diklasifikasikan
sebagai perusahaan yang sehat.
b. Apabila nilai Z-Score antara 1,20 sampai 2,90 (1,20 < Z-Score < 2,90)
diklasifikasikan sebagai perusahaan berada dalam daerah kelabu (grey
area). Pada kondisi ini, perusahaan mengalami masalah keuangan yang
harus ditangani dengan penanganan manajemen yang tepat. Kalau
terlambat dan tidak cepat penanganannya, maka perusahaan dapat
mengalami kebangkrutan.
c. Apabila nilai Z-Score di bawah 1,20 (Z-Score < 1,20) diklasifikasikan
sebagai perusahaan yang berpotensi bangkrut.
3.5.3 Analisis Statistik
1) Regresi Sederhana
Regresi sederhana digunakan untuk menganalisis pengaruh
kebangkrutan bank dengan Z-Score terhadap harga saham. Rumus yang
digunakan adalah diadopsi dari Algifari (2000:9) sehingga terdapat dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
Y = Harga Saham (Variabel Dependen)
a = Konstanta
b = Koefisien Variabel Independen
X = Nilai Z-Score (Variabel Independen)
Y = a + bX
37
2) Koefisien Determinasi
Dalam uji regresi dianalisis pula besarnya koefisien determinasi (R2).
Koefisien determinasi (R2) ini digunakan untuk mengukur dan mengetahui
persentase pengaruh variabel independen terhadap perubahan variabel
dependen. Jika nilai R2 mendekati 1 maka dapat dikatakan semakin kuat
kemampuan variabel bebas dalam model regresi tersebut dalam menerangkan
variasi variabel terikatnya. Sebaliknya jika R2 mendekati 0 maka semakin
lemah variabel bebas menerangkan variasi variabel terikat (Algifari, 2000).
3) Uji Asumsi Klasik
Model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil biasanya
merupakan model regresi yang menghasilkan estimasimator linier tidak bias
yang terbaik. Kondisi ini akan terjadi jika dipenuhi beberapa asumsi klasik
meliputi uji normalitas data, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah
model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai
distribusi normal ataukah tidak normal. Model regresi yang baik adalah
memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji
apakah distribusi data normal atau tidak dapat dilakukan dengan uji
statistik. Test statistic sederhana dapat dilakukan adalah berdasarkan nilai
kurtosis atau skewness. Nilai Z statistik untuk skewness dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
38
Zskewness =
N
Skewness6
Sedangkan nilai Z kurtosis dapat dihitung dengan rumus :
Zkurtosis =
N
Kurtosis24
(Ghozali, 2001:76)
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah
model regresi, variabel terikat dan variabel bebas, mempunyai distribusi
normal atau mendekati distribusi normal. Normalitas dideteksi dengan
melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Jika data
menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka
model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel gangguan apa
periode tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan apa periode lain,
atau dengan kata lain variabel gangguan tidak random, akibatnya variabel
sampel tidak dapat menggambarkan variasi populasi. Uji otokorelasi
bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu regresi linier ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokorelasi (Ghozali, 2001: 61).
Untuk mendeteksi terjadi autokorelasi atau tidak dalam suatu
model regresi dilakukan dengan melihat nilai dari statistik Durbin Watson
39
(D-W) test (Algifari, 2000). Untuk melihat hasil uji Durbin Watson adalah
sebagi berikut:
d1 du 4-du 4-d1
keterangan:
di = nilai batas bawah tabel
du = nilai batas atas tabel Durbin Watson
Jika d lebih kecil dari pada d1 atau lebih besar dari 4-d1, maka
hipotesis nol ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi
Jika d terletak diantara du dan 4-du maka Ho diterima yang berarti
tidak ada autokorelasi.
Jika d terletak diantara d1 dan du atau diantara 4-du dan 4-d1,
maka uji Durbin Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti
(inconclusive) untuk nilai-nilai ini, tidak dapat disimpulkan ada
tidaknya autokorelasi diantara faktor-faktor gangguan.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas adalah suatu keadaan dimana varians dari
kesalahan pengganggu tidak konstan untuk semua variabel bebas. Model
regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji
heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat ada tidaknya pola
tertentu pada grafik (dapat dilihat dari hasil analisis), dimana sumbu X
adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Yprediksi–
Ysesungguhnya) yang telah di standardized.
40
Dasar pengambilan keputusan :
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (poin-poin) yang ada
membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar,
kemudian menyempit) maka telah terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Obyek Penelitian
Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta yang berjumlah 22 bank.
Penelitian ini adalah termasuk penelitian populasi, yaitu ingin melihat dan
meneliti semua populasi. Sedangkan populasi sasaran dalam penelelitian ini
adalah perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta. Perusahaan perbankan
merupakan perusahaan yang berperan sebagai perantara keuangan (financial
intermediary) anatara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan
dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.
Perusahaan perbankan ini mengalami banyak masalah sejak terjadinya
krisis multidimensional di Indonesia. Krisis moneter yang terus-menerus
mengakibatkan krisis kepercayaan, akibatnya banyak bank yang terlikuidasi.
Supaya setiap bank mampu bertahan maka diperlukan suatu perhitungan untuk
mengetahui prediksi bank apakah akan tetap beroperasi atau dilikuidasi.
Informasi kebangkrutan sangat penting, oleh karena itu perlu diukur dan
dianalisis. Salah satu cara untuk menilai tingkat kesehatan perusahan adalah
dengan melihat aspek finansialnya. Dengan membandingkan elemen-elemen
aktiva di satu pihak dengan pasiva di lain pihak akan dapat diperoleh banyak
gambaran tentang finansial suatu perusahaan. Kemudian membandingkan laporan
41
42
keuangan antara periode yang satu dengan periode yang lain akan dapat dianalisis
perkembangan dan kondisi keuangan dan kesehatan perusahaan.
Rasio-rasio yang digunakan sebagai alat analisis adalah rasio seperti
likuiditas dalam hal ini terdiri atas working capital/total assets, rasio profitabilitas
terdiri dari retained earnings/total asssets dan earning before interest and
tax/total assets, serta rasio rentabilitas yaitu terdiri dari market value of
equity/book value of debt dan sales/total assets.
4.1.2 Analisis Data
4.1.2.1 Analisis deskripstif
Berdasarkan analisis data perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta
diperoleh data nilai rasio keuangan yang dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Pada tahun 2003 working capital tertinggi diperoleh Bank Mandiri
(Persero) Tbk yaitu sebesar Rp 34.144.405, pada tahun 2004 tetap diperoleh Bank
Mandiri (Persero) Tbk sebesar Rp 34.530.420, sedangkan working capital pada
tahun 2005 tertinggi diperoleh Bank Danamon Tbk yaitu sebesar Rp 17.977.111.
Working Capital terendah pada tahun 2003 diperoleh Bank Internasional
Indonesia Tbk yaitu sebesar (Rp 13.468.797). Pada tahun 2004 working capital
yang terendah dimiliki oleh Bank Lippo sebesar (104.836.823), sedangkan pada
tahun 2005 yang terendah dimiliki oleh Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar
(10.178.119).
Sedangkan nilai total assets tertinggi selama tiga tahun berturut-turut
diperoleh Bank Mandiri (Persero) Tbk yaitu pada tahun 2003 Rp 249.435.554,
43
tahun 2004 Rp 248.155.827 dan pada tahun 2005 sebesar Rp 263.383.348.
Sedangkan total assets yang terendah selama tiga tahun berturut-turut diperoleh
Bank Swadesi Tbk, pada tahun 2003 sebesar Rp 6 33.093, pada tahun 2004 Rp
828.734 dan pada tahun 2005 sebesar Rp 925.664.
Retained earnings yang tertinggi pada tahun 2003 yang tertinggi diperoleh
Bank Central Asia Tbk sebesar Rp 7.246.480, pada tahun 2004 dan 2005 retained
earnings diperoleh Bank Mandiri (Persero) Tbk yaitu masing-masing sebesar Rp
8.900.383 dan Rp 7.080.608. Sedangkan nilai retained earnings yang terendah
selama tiga tahun berturut-turut dimiliki Bank Lippo Tbk pada tahun 2003 sebesar
(Rp 9.749.065) begitu pula pada tahun 2004 sebesar (Rp 8.916.457) dan pada
tahun 2005 (Rp 8.612.901).
Earning Before Interest and Tax tertinggi selama dua tahun diperoleh oleh
bank Mandiri (Persero) Tbk yaitu pada tahun 2003 sebesar Rp 7.031.524 dan Rp
7.525.002 di tahun 2004, pada tahun 2005 diperoleh Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk yaitu sebesar Rp 5.607.952. Sedangkan EBIT yang terendah pada
tahun 2003 dimiliki Bank Lippo (Rp 362.957), pada tahun 2004 terendah dimiliki
Bank Century Tbk (Rp 693.688) dan pada tahun 2005 dimiliki oleh Bank
Eksekutif Internasional Tbk yaitu (Rp 65.580).
Selama dua tahun berturut-tururt nilai market value of equity (MVE) yang
tertinggi diperoleh Bank Mandiri (Persero) Tbk yaitu, pada tahun 2003 sebesar
Rp 27.720.000 dan pada tahun 2004 sebesar Rp 38.370.707. MVE yang tertinggi
pada tahun 2005 diperoleh Bank Central Asia Tbk sebesar Rp 39.909.542.
Sedangkan nilai MVE yang terendah pada tahun 2003 diperoleh Bank
44
Victoria Internasional Tbk sebesar Rp 65.387, pada tahun 2004 diperoleh Bank
Kesawan Tbk sebesar Rp 67.495, dan pada tahun 2005 tetap diperoleh Bank
Kesawan Tbk sebesar Rp 87.346.
Nilai book value of debt (BVD) yang tertiggi selam tiga tahun berturut-
turut diperoleh Bank Mandiri (Persero) Tbk, yaitu pada tahun 2003 sebesar Rp
229.036.856, pada tahun 2004 sebesar Rp 223.217.577, dan pada tahun 2005
sebesar Rp 240.164.245. Sedangkan nilai BVD yang terendah selama tiga tahun
berturut-turut diperoleh Bank Swadesi, yaitu pada tahun 2003 sebesar Rp.
537.433, pada tahun 2004 Rp. 725.148, dan pada tahun 2005 Rp 813.739.
Nilai Sales yang tertinggi selama tiga tahun berturut-turut diperoleh Bank
Mandiri (Persero) Tbk yaitu pada tahun 2003 sebesar Rp 29.354.086, pada tahun
2004 sebesar Rp 23.260.414, dan pada tahun 2005 sebesar 23.577.554. Untuk
nilai sales yang terendah selama tiga tahun berturut-turut dimiliki oleh Bank
Swadesi Tbk yaitu pada tahun 2003 sebesar Rp 75.777, pada tahun 2004 sebesar
Rp 72.599, dan pada tahun 2005 sebesar Rp 91.852.
Sedangkan untuk perhitungan rasio keuangan Altman , diperoleh rasio
keuangan sebagai berikut :
1. Working Capital to Total Assets (WC/TA)
Nilai rasio keuangan working capital to total asset (WC/TA) yang tertinggi
selama tiga tahun berturut-turut yaitu diperoleh Bank Danamon Tbk, pada tahun
2003 sebesar 0,53739, pada tahun 2004 sebesar 0,22412, dan pada tahun 2005
sebesar Rp 0,26514.
45
Sedangkan rasio working capital to total assets yang terendah dimiliki oleh
Bank Internasional Indonesia Tbk, yaitu pada tahun 2003 sebesar -0,38764,
sedangkan tahun 2004 dan 2005 nilai rasio working capital to total assets yang
terendah dimiliki oleh Bank Lippo Tbk yaitu masing-masing sebesar -3,76676 dan
–0,24638.
2. Retained Earnings to Total Assets (RE/TA)
Rasio keuangan retained earnings to total assets (RE/TA) yang tertinggi pada
tahun berikutnya selama tiga tahun berturut-turut nilai rasio ini yang tertinggi
dimiliki Bank Danamon Tbk yaitu pada tahun 2003 sebesar 0,06139, pada tahun
2004 sebesar 0,07105, dan pada tahun 2005 sebesar 0,07110.
Rasio retained to tatal assets yang terendah selama tiga tahun berturut-turut
diperoleh Bank Lippo Tbk yaitu pada tahun 2003 sebesar -0,36836, tahun 2004
sebesar -0,32037, dan tahun 2005 sebesar –0,29581.
3. Earnings Before Interest and Tax to Total Assets (EBIT/TA)
Rasio keuangan ini, pada tahun 2003 nilai yang tertinggi diperoleh Bank
Rakyat Indonesia (Persero)Tbk yaitu sebesar 0,03919, pada tahun 2004 tertinggi
diperoleh Bank Danamon Tbk yaitu sebesar 0,05744, dan pada tahun 2005
kembali diperoleh Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebesar 0,04568.
Sedangkan rasio EBIT/TA yang terendah dimiliki oleh Bank Lippo Tbk yaitu
sebesar -0,01371, pada tahun 2004 EBIT/TA yang terendah dimiliki Bank
Century Tbk sebesar -0,08836, dan pada tahun 2005 dimiliki oleh Bank Eksekutif
Internasional Tbk sebesar –0,04395.
46
4. Market Value of Equity to Book Value of Debt
Rasio market value of equity to book value of debt (MVE/BVD) yang nilainya
tertinggi pada tahun 2003 diraih oleh Bank Bumiputera Tbk yaitu sebesar
0,49139, pada tahun 2004 dan 2005 rasio market value of equity to book value of
debt yang nilainya tertinggi diperoleh Bank Danamon Tbk yaitu maing-masing
sebesar 0,41770 dan 0,39081.
Rasio MVE/BVD yang nilainya terendah dimiliki oleh Bank Victoria
Internasional Tbk pada tahun 2003 sebesar 0,04048, pada tahun 2004 rasio
MVE/BVD yang terendah dimiliki oleh Bank Kesawan Tbk yaitu sebesar
0,04687, sedangkan pada tahun 2005 dimiliki Bank Internasional Indonesia Tbk
sebesar Rp 0,01867.
5. Sales to Total Assets
Rasio keuangan sales to total assets (S/TA) yang nilainya tertinggi pada tahun
2003 dan tahun 2004 diperoleh Bank Eksekutif Internasional Tbk, yaitu masing-
masing sebesar 0,18545 dan 0,19452. sedangkan pada tahun 2005 diperoleh Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebesar 0,14643.
Sedangkan rasio keuangan sales to total assets yang terendah dimiliki oleh
Bank Permata Tbk selama dua tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2003 sebesar
0,04818, dan tahun 2004 sebesar 0,05809. sedangkan pada tahun 2005 dimiliki
oleh Bank Century Tbk sebesar 0,05864.
47
6. Harga Saham
Harga saham perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta, yang dalam
penelitian ini menggunakan retun saham didapatkan retun saham tertinggi pada
tahun 2003 diperoleh Bank Bumiputera Tbk sebesar 0,4762, pada tahun 2004 nilai
yang tertinggi diperoleh Bank Buana Indonesia Tbk sebesar 0,30370. Sedangkan
pada tahun 2005 yang tertinggi diperoleh Bank Century Tbk yaitu sebesar
0,25000.
Sedangkan harga saham terendah perusahaan perbankan selama dua tahun
berturut-turut pada tahun 2003 dan tahun 2004 dimiliki oleh Bank Century Tbk
yaitu sebesar -0,4286, dan -0,2857. Sedangkan pada tahun 2005 yang terendah
dimiliki Bank Pan Indonesia Tbk yaitu 0,01031.
4.1.2.2 Analisis Altman Z-Score
Berdasarkan hasil perhitungan nilai Z-Score pada perusahaan perbankan di
Bursa Efek Jakarta pada tahun 2003 nilai Z-Score yang tertinggi diperoleh Bank
Danamon Tbk sebesar 0,79729 dan nilai Z-Score yang terendah dimiliki oleh
Bank Lippo Tbk yaitu -0,40605. Sedangkan rata-rata nilai Z-Score tahun 2003
masih tetap berada di bawah 1,20 sehingga semua bank masuk dalam kategori
perusahaan yang berpotensi bangkrut.
Sedangkan nilai Z-Score yang tertinggi pada tahun 2004 diperoleh Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yaitu sebesar 1,83132. Sedangkan yang terendah
dimiliki oleh Bank Century Tbk yaitu –0,29452. Rata-rata nilai Z-Score pada
tahun 2004 masih di bawah 1,20 meskipun ada satu bank yang termasuk dalam
48
perusahaan yang berada dalam daerah kelabu (grey area). Pada kondisi seperti ini,
perusahaan mengalami masalah keuangan yang harus ditangani oleh manajemen
dengan cepat, jika terlambat maka dapat mengalami kebangkrutan.
Pada tahun 2005 nilai Z-Score yang tertinggi diperoleh Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk yaitu sebesar 0,94682. Sedangkan nilai Z-Score yang
terendah diperoleh Bank Century Tbk yaitu 0,02468. Rata-rata nilai Z-Score pada
tahun 2005 masih tetap di bawah 1.20 dan seluruh bank yang ada di Bursa Efek
Jakarta masih termasuk dalam kategori bangkrut. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada lampiran Tabel 4.1.
Meskipun demikian bank yang terdapat di Bursa Efek Jakarta pada tahun
2003-2005 tetap menjalankan kegiatan usahanya, walaupun hampir semuanya
nilai Z-Scorenya di bawah 1,20. Dikarenakan pemerintah melakukan likuidasi
suatu bank bukan menggunakan rasio keuangan model Altman Z-Score, tetapi
menggunakan ukuran rasio keuangan model CAMEL seperti yang telah
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
49
4.1.2.3 Analisis Statistik
1) Regresi Sederhana
Dalam uji ini model regresi yang digunakan adalah model regresi
linear sederhana, dimana nilai Z-Score (X) sebagai variabel bebas
(independent) dan harga saham (Y) sebagai variabel terikat (dependen).
Adapun model dasarnya adalah adalah sebagai berikut :
Keterangan:
Y = Harga Saham (Variabel Dependen)
a = Konstanta
b = Koefisien Variabel Independen
X = Nilai Z-Score (Variabel Independen)
Tabel 4.1 Koefisien Regresi
Coefficientsa
.024 .013 .182 .126
.208 .050 .463 4.182 .000(Constant)ZScore
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: HrgShma.
Sumber : Data diolah
Dari Tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa persamaan regresi linear
sederhana pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Y = 0,024 + 0,208 X
Dari persamaan regresi sederhana tersebut, dapat dijelaskan bahwa :
Y = a + bX
50
a) a = intersept sebesar 0,024 artinya apabila variabel independen (Nilai
Z-Score) dianggap konstan (bernilai 0), maka harga saham sebesar
0,024.
b) Koefisien nilai Z-Score (X) sebesar 0,208, artinya apabila nilai Z-
Score mengalami kenaikan sebesar satu satuan, maka harga saham
akan mengalami kenaikan sebesar 0,208.
c) Uji t untuk menguji signifikansi konstanta dari variabel dependen.
Dari Tabel 4.1 tersebut diperoleh t hitung 4,182 dengan tingkat
signifikansi t tabel (α) = 5% dan dengan df (derajat kebebasan) =
jumlah data – 2 atau 66 – 2 = 64 sehingga diperoleh t tabel 1,671.
Karena t hitung > t tabel (4,182 > 1,671) maka ada pengaruh antara
nilai Z-Score terhadap harga saham pada perusahaan perbankan di
Bursa Efek Jakarta.
2) Koefisien Determinasi
Dalam uji regresi linear sederhana dianalisis pula besarnya koefesien
determinasi (R²) keseluruhan. R² digunakan untuk mengukur dan mengetahui
persentase pengaruh variabel independen terhadap perubahan variabel
dependen. Jika R² mendekati 1 maka dapat dikatakan semakin kuat
kemampuan variabel bebas dalam model regresi tersebut dalam menerangkan
variasi variabel terikatnya. Sebaliknya jika R² mendekati 0 maka semakin
lemah variabel bebas menerangkan variabel terikat.
51
Tabel 4.2 Koefisien Determinasi
Model Summaryb
.463a .215 .202 .12303 1.924Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
Predictors: (Constant), ZScorea.
Dependent Variable: HrgShmb.
Sumber : Data diolah
Dari Tabel 4.2 di atas, hasil uji regresi diperoleh nilai koefisien
determinasi (R Square) sebesar 0,215 atau 21,50%. Hasil ini berarti bahwa
harga saham dapat dipengaruhi oleh nilai Z-Score. Sedangkan sisanya
78,50% (100% - 21,50%) dipengaruhi oleh variabel lainnya selain variabel
nilai Z-Score.
Tabel 4.3 ANOVA ANOVAb
.265 1 .265 17.49 .001 a
.969 64 .0151.233 65
Regression ResiduaTotal
Mode1
Sum Square df Mean F Sig.
Predictors: (Constant), a. Dependent Variable: b.
Dari uji ANOVA, di dapat F hitung 17,490 dengan tingkat signifikansi
0.001. Karena probabilitas (0,001) jauh lebih kecil dari 0,05, maka model regresi
dapat dipakai untuk memprediksi harga saham.
3) Uji Asumsi Klasik
a) Uji Normalitas Data
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah
model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai
distribusi normal ataukah tidak normal. Model regresi yang baik adalah
52
memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji
apakah distribusi data normal atau tidak dapat dilakukan dengan uji statistik.
Test statistik sederhana dapat dilakukan adalah berdasarkan nilai kurtosis atau
skewness. Nilai Z statistik untuk kurtosis dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
Zkurtosis =
N
Kurtosis24
(Ghozali, 2001:76)
Hasil uji normalitas menggunakan uji kurtosis dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel 4.4 Uji Kurtosis (Normalitas Data) Tabel Uji Kurtosis
Variabel Kurtosis √24/n Z-ValueX (Z-score) 0.512 0.60302 0.84906Y (Harga Saham) 0.432 0.60302 0.71639
Ghozali (2001:77) mengatakan jika nilai Z hitung > Z tabel, maka
distribusi data tidak normal. Misalkan nilai Z hitung > 2,58 menunjukan
penolakan asumsi normalitas pada tingkat signifikansi 0,01 dan pada tingkat
signifikansi 0,05 nilai Z tabel = 1,96.
Dari Tabel 4.4 didapatkan nilai Z hitung semua variabel < 1,96
sehingga model statistik dalam penelitian ini bisa dikatakan bahwa datanya
normal.
53
b) Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk mengkaji apakah suatu model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).
Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi pada
model regresi adalah dengan melakukan Uji Durbin Watson (Dw). Bila nilai
Dw terletak antara batas atas atau Upper Bound (du) dan (4-du), maka
koefisien autokorelasi sama dengan nol yang berarti tidak ada gangguan
autokorelasi.
Tabel 4.5 Autokorelasi Durbin Watson (Dw) Durbin Watson (Dw) Kesimpulan
Kurang dari 1,57 1,57 sampai 1,63 1,63 sampai 2,37 2,37 sampai 2,43 Lebih dari 2,43
Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan
Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelasi
Sumber: Algifari, 2000:89
Adapun hasil pengujian Durbin Watson dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.6 Koefisien Durbin Watson Model Summary(b)
Model
Durbin Watson
1 1,924 a Predictors: (Constant), ZScore b Dependent Variable: HrgShm Sumber : Data diolah
Dari Tabel 4.6, dapat diketahui bahwa angka Durbin Watson (Dw)
sebesar 1,924 yang apabila dilihat pada Tabel 4.5, maka berarti angka tersebut
54
berada di daerah tidak ada autokorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada persamaan regresi tersebut tidak terdapat autokorelasi.
c) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas adalah suatu keadaan dimana
varians dari kesalahan pengganggu tidak konstan untuk semua variabel bebas.
Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas, dapat juga
dideteksi dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik (dapat dilihat
dari hasil analisis), dimana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi dan
sumbu X adalah residual yang telah di standardized.
Salah satu cara untuk menedekteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas adalah melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel
terikat (ZPRED) dengan nilai residualnya (SRESID).
Dasar pengambilan keputusan tersebut adalah:
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (poin-poin) yang ada
membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar,
kemudian menyempit) maka telah terjadi heteroskedastisitas.
Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Sedangkan dalam penelitian ini diperoleh atau didapatkan titik-titik
yang menyebar di antara angka 0 pada sumbu Y sehingga tidak terjadi
55
heteroskedastisitas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram
scatterplot di bawah ini.
Gambar 4.1 Heteroskesdastisitas
420-2
Regression Standardized Predicted Value
4
2
0
-2
-4Regr
essio
n Stu
dent
ized D
eleted
(Pre
ss) R
esidu
al
Dependent Variable: HrgShm
Scatterplot
4.2 Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penelitian ini telah
sesuai dengan penelitian yang diinginkan peneliti yaitu untuk menganalisis
prediksi kebangkrutan perusahaan perbankan dan untuk mengetahui pengaruh
kebangkrutan bank dengan metode Altman Z-Score terhadap harga saham
perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta.
4.2.1 Analisis Altman Z-Score
Dari hasil perhitungan Altman Z-Score tahun 2003 sampai dengan 2005
diperoleh sebagian besar nilai Z-Score masih di bawah 1,20 yang berarti bank-
bank tersebut masuk dalam kategori perusahaan yang berpotensi bangkrut. Hanya
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk saja yang nilainya Z-Score di atas 1,20
56
yaitu sebesar 1,83 itupun hanya di tahun 2004. Meskipun hasil perhitungan nilai
Z-Score bank-bank tersebut masih rendah, namun demikian bank-bank tersebut
masih tetap beroperasi terus dan dapat bertahan mengoperasikan perusahaannya,
sehinggga tetap mendapatkan nasabah.
Hasil tersebut konsisten dan sesuai dengan penelitian Supardi dan Mastuti
(2003) tentang validitas penggunaaan Z-Score Altman untuk menilai
kebangkrutan pada perusahaan perbankan go publik di BEJ, yang mengatakan
bahwa meskipun nilai prediksi kebangkrutan dengan Altman Z-Score termasuk
dalam kategori bankrut, pada kenyataannya masih menjalankan kegiatan operasi
perusahaan perbankan. Disamping itu sesuai dengan penelitian Adnan dan Eha
Kurniasih (1999) tentang analisis tingkat kesehatan perusahaan untuk
mempredikdi potensi kebangkrutan dengan pendekatan Altman, yang
menyimpulkan bahwa hampir semua perusahaan yang dijadikan obyek penelitian
mempunyai rasio keuangan di bawah kategori baik.
4.2.2 Pengaruh Z-Score Terhadap Harga Saham
Hasil regresi menunjukan hasil sebagai berikut R2 = 0,215 ; artinya
variabel independen (Z-Score) berpengaruh terhadap harga saham. Variabel
independen (Z-Score) ternyata memberikan kontribusi sebesar 21,50% dalam
menjelaskan harga saham sedangkan sisanya 78,50% (100% - 21,50%)
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dipengaruhi nilai Z-Score.
Hasil uji t dari tabel 4.2 di atas diperoleh t hitung 4,182 dengan tingkat
signifikansi t tabel (α) = 5% dan dengan df (derajat kebebasan) = jumlah data –
2 atau 66 – 2 = 64 sehingga diperoleh t tabel 1,671. Karena t hitung > t tabel
57
(4,182 > 1,671) maka ada pengaruh antara nilai Z-Score terhadap harga saham
pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Beaver
dalam (Akhyar 2001:187) yang menyatakan bahwa para investor mengakui dan
menyesuaikan posisi yang baru dari perusahaan yang mengalami kebangkrutan
yang selanjutnya rasio keuangan tersebut memberikan informasi ke dalam harga
saham. Mas’ud dalam (2003:75) juga memberikan gambaran bahwa rasio
keuangan mempengaruhi harga saham, tetapi hanya sedikit dan untuk waktu tidak
yang lama.
Sedangkan penelitian menurut menurut Apriliana (2005), menunjukan
bahwa potensi kebangkrutan Altman Z-Score berpengaruh terhadap harga saham,
dan tentang hubungan kebangkrutan Altman Z-Score terhadap harga saham
diperoleh korelasi sebesar 0,181 atau 18,10%. Dalam penelitian Rini Astuti
(2004) juga diperoleh pengaruh rasio keuangan model Altman terhadap harga
saham pada perusahaan properti dan real estate sebesar 29,34%.
58
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan uraian di atas simpulan yang dapat diperoleh adalah sebagai
berikut :
a. Dari perhitungan rasio keuangan Z-Score pada tahun 2003 sampai tahun 2005
diperoleh nilai Z-Score yang masih rendah di bawah nilai 1,20 sehingga
sebagian besar perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta masuk dalam
kategori perusahaan yang bangkrut. Hanya pada tahun 2004 Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk yang memiliki nilai Z-Score 1,83 itupun masih dalam
daerah grey area. Meskipun demikian sampai saat ini perusahaan perbankan
tersebut masih menjalankan usaha perbankan, hal ini disebabkan dari
kebijakan pemerintah yang melikuidasi bank bukan berdasarkan analisis rasio
keuangan Altman Z-Score.
b. Pengaruh kebangkrutan bank dengan metode Altman Z-Score terhadap harga
saham pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta dalam penelitian ini
hanya sebesar 21,50% sedangkan sisanya 78,50% (100% - 21,50%)
dipengaruhi oleh variabel lainnya selain nilai Z-Score.
59
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas saran yang dapat direkomendasikan adalah
sebagai berikut :
a. Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dalam menentukan prediksi
kebangkrutan Bank dengan metode Altman Z-Score di tahun-tahun kedepan,
apakah masih konsisten dengan keadaan sekarang atau tidak.
b. Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dalam menentukan kebijakan
perencanaan di bidang perbankan.
c. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan pelbagai disiplin ilmu pada kajian
tentang kebangkrutan bank dengan metode selain Altman Z-Score, sehinggga
dapat ditemukan faktor lain yang dapat mempengaruhi harga saham pada
perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta.
60
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar, Muhammad Adnan. 2000. Analisis Tingkat Kesehatan Perusahaan Untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan Dengan Pendekatan Altman. Dalam JAAI Vol.4 No. 2 Desember.
Algifari, 2000. Analisis Regresi “Teori, Kasus dan Solusi”. Yogyakarta: BPFE. Ang, Robert. 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide to
Indonesian Capital Market). First Edition. Jakarta: Mediasoft Indonesia. Arikunto, Suharsimi. 2002 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta. Aryati, dkk. 1999. Rasio Keuangan Sebagai Prediktor Bank Bermasalah di
Indonesia. Makalah dalam Simposium Nasional Indonesia. Astuti, Rini. 2003. Analisis Pengaruh Rasio-rasio Keuangan Model Altman
Terhadap Harga Saham. Skripsi. Semarang: FE UNDIP. Anoraga, Pandji. 2001. Pengantar Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Mediasoft
Indonesia. Baridwan, Zaki. 1999. Intermediate Accounting. Yogyakarta: BPFE. Fadhilah, Umi Nur. 2006. Analisis Keberlanjutan Usaha Perusahaan Home
Industri. Skripsi. Semarang: FE UNNES. Gitosudarmo, Indriyo. 2000. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE. Ghozali, Imam. 2001. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit UNDIP. Halim, Abdul. 2003. Analisis Investasi. Jakarta: Salemba Empat. Hanafi, Hamduh M. dan Halim, Abdul. 1996. Analisa Laporan Keuangan.
Yogyakarta: UPP-AMP YKPN. Handono. 2000. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Altman Terhadap Harga
Saham”. Thesis. Semarang: MM.UNDIP.
Hartono, Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE.
60
61
Haryati, Sri. 2001. Analisis Kebangkrutan Bank. Dalam Jurnal Ekonomi Akuntansi II . Malang: IAI-KAPd.
Husnan, Suad. 2003. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas.
Yogyakarta: UPP AMP YKPI. Ikatan Akuntan Indonesia. 2000. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba
Empat. Kurnia Ruwanti, Septanti. 2000. Analisis hubungan kinerja keuangan dengan
tingkat harga saham dengan pendekatan Analisis Diskriminan Model Altman. Thesis. Semarang: MM.UNDIP.
Muslich, Mohammad. 2003. Manajemen Keuangan Modern (analisis,
perencanaan , dan kebijaksanaan). Jakarta: Bumi Aksara. Pedoman Penulisan Skripsi. 2003. Fakultas Ilmu Sosial. Semarang: Unnes Press. Santoso, Singgih. 2005. SPSS versi 13.0 Mengolah Data Statistik Secara
Profesional. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Setyorini dan Abdul Halim. 1999. Studi Potensi Kebangkrutan Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta Tahun 1996-1998. Dalam Simposium Nasional Akuntansi II di Universitas Brawijaya Malang: IAI Yogayakarta.
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Supardi dan Sri Mastuti. 2003. Validitas Penggunaan Z-Score Altman Untuk
Menilai Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Go Publik di Bursa Efek Jakarta. Dalam Kompak No. 7. Januari-April .
Swandi, Fifi. 2003. Pengaruh Perilaku Resiko Struktur Kepemilikan Terhadap
Kebangkrutan Bank di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997. Makalah dalam Simposium Nasional Akuntansi VI.
Wilopo, 1997. Predikasi Kebangkrutan Bank. Dalam Simposium Nasional
Indonesia VI.