ANALISIS PENGARUH JUMLAH DANA PIHAK KETIGA (DPK),...
Transcript of ANALISIS PENGARUH JUMLAH DANA PIHAK KETIGA (DPK),...
ANALISIS PENGARUH JUMLAH DANA PIHAK KETIGA (DPK), NON
PERFORMING FINANCING (NPF) DAN TINGKAT INFLASI TERHADAP TOTAL
PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN OLEH BANK PEMBIAYAAN RAKYAT
SYARIAH (BPRS) DI INDONESIA
(Periode Januari 2007- Oktober 2012)
Universitas Islam Negeri
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Oleh :
Mufqi Firaldi
NIM : 107084003501
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
1. Nama Lengkap : Mufqi Firaldi
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 25 mei 1989
3. Alamat : Jalan Lapangan Tenis Rt/Rw 04/05 No. 74A, Srengseng,
Kembangan, Jakarta Barat
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Agama : Islam
6. Tinggi / Berat Badan : 178/85
7. Telepon : 087884300631
8. e-mail : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. (1994) TK Qoriah Thoyibah -Jakarta Barat
2.(2001) Lulus SDN 05 – Srengseng Jakarta Barat
3. (2004) Lulus SLTPN 207-meruya selatan Jakarta Barat
4. (2007) Lulus SMAN 112- meruya utara Jakarta Barat
5 (2007- saat ini) Mahasiswa Regular Universitas Islam Negeri Jakarta-Ciputat
ii
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the influence of Third Party Fund (DPK),
Non performing Financing (NPF), and Inflation to Total Financing in the Sharia Rural
Banking in Indonesia (BPRS) in the short and long term. Data used was time series data
periode of Januari 2007 – October 2012 from statistic Banking of Indonesia. It used
Cointegration test to see any indicate of long-term relationship and Error Correction Model
(ECM)to see any indicate of short-term relationship.
The results of this research indicate that Third Party Fund has a short-term
relationship, and Non Performing Financing has a long-term relationship, and Inflation
doesn’t has any relationship in short and long-term to Total Financing in The Sharia Rural
Banking in Indonesia
Keyword : Third Party Fund, Non performing Financing, Inflation, Total Financing,
Sharia Rural Banking
iii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh dari Dana Pihak Ketiga (DPK),
Non Performing Financing (NPF), dan Tingkat Inflasi Terhadap Total Pembiayaan yang
diberikan Kepada Masyarakat oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di Indonesia.
Data yang digunakan adalah data bulanan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dalam
statistik Perbankan Syariah periode januari 2007 – oktober 2012. Penelitian ini menggunakan
uji kointegrasi untuk melihat hubungan jangka panjang, dan menggunakan model koreksi
kesalahan untuk melihat hubungan jangka pendek.
Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa Dana Pihak Ketiga mempuyai
Pengaruh jangka pendek terhadap Total Pembiayaan, Non Performing Financing mempunyai
pengaruh jangka pendek terhadap Total Pembiayaan, dan Inflasi tidak mempunyai pengaruh
terhadap Total Pembiayaan yang diberikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah DI Indonesia.
Kata Kunci : Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Dana Pihak Ketiga, Non Performing
Financing, Inflasi, Model Koreksi Kesalahan
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat
karunia-Nya, dan Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda
Rasulullah SAW beserta kepada para sahabat dan seluruh pengikut beliau yang insya Allah
tetap istiqomah hingga akhir zaman kelak. Karena bimbingan Allah SWT serta Rasulnya
penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Analisis Pengaruh Dana
Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan Tingkat Inflasi terhadap Total
Pembiayaan yang di berikan oleh BPR Syariah Di Indonesia periode Januari 2007 – Oktober
2012 “.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan,
sehingga masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan dengan keterbatasan penulis, baik
dalam kemampuan maupun pengetahuan serta pengalaman yang penulis miliki. Dengan
selesainya penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Adapun
ungkapan terima kasih ini penulis tujukan kepada:
1. Kedua orang tua penulis, bapak Syaifudin dan ibu Syarofiah, sumber inspirasi,
motivasi dan ambisi penulis dalam hidup. Terima kasih untuk doa yang tak pernah
putus untuk ananda mu ini serta pengajaran dan penghargaan yang selalu
diberikan olehmu. Semoga suatu saat, semua pengorbanan, keringat, darah, dan
airmata mama dan papa dapat ririn balas jauh lebih besar, aminn ya rabb.
2. Kakek Nenek tercinta, H.Majidi bin Ajid, H,Maswan bin H.Tabrani, Hj.Marsiti
binti H.Ismail, Hj.Zulailah binti H.Muhamad Noor yang telah tiada, terima kasih
sudah mendoakan untuk kelancaran penulisan skripsi ini.
3. H.Surahmat bin Joharun, Ibu Erni Subartini binti H.Tubagus Ahmad Sobari, Drs.
Hartoyo, terima kasih yang tidak henti-hentinya memberikan ilmu serta
mendoakan untuk kelancaran penulisan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan FEB Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah (UIN) jakarta.
5. Bapak Dr. Lukman, M. Si, selaku Ketua Jurusan IESP, yang telah memberikan
dukungan yang terbaik untuk IESP dan mahasiswanya.
6. Ibu Utami Baroroh, M.Si, sekertaris Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
v
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta. Terima kasih sudah membantu saya
dalam berbagai hal.
7. Bapak Roikhan Mochamad Aziz, Dr.Ir.MA.MM, selaku Dosen Pembimbing I atas
kesediaan waktu, tenaga dan pikirannya telah membimbing saya dengan sepenuh
hati sampai selesai.
8. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaan
waktu, tenaga dan pikirannya telah membimbing saya dengan sepenuh hati sampai
selesai.
9. Seluruh dosen yang telah ikhlas mengajarkan ilmunya dan berbagi pengalaman,
serta para staff akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
10. Adikku yang cantik Nurul Aini. Terima kasih udah menyemangati aku dalam
penulisan skripsi dan mendoakan aku dalam penulisan skripsi.
11. Riyanti Nurul Janah terima kasih banyak telah membantu, menemani,
mendukung, memotivasi dan mendoakan aku dalam penulisan skripsi ini.
12. Seluruh teman-teman IESP Angkatan 2007, khusus nya teman-teman IMES yang
tidak dapat disebutkan satu persatu. Kalian semua terlalu manis untuk dilupakan.
Terima kasih untuk segala bantuan, kerjasama, dan kenangan yang telah kalian
berikan.
13. Seluruh teman-teman komunitas whiteblack terima kasih telah menjadi tempat
berkumpul.
Dan untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih yang
terdalam untuk bantuan, dukungan dan doanya. Semoga keberkahan dan kesuksesan selalu
menyertai kita semua, amin ya rabb. Akhirnya, semoga bantuan, doa dan semangat yang
diberikan dapat menjadi amalan bagi semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan penulisan serta penyusunan skripsi ini.
Jakarta, 16 Mei 2013
Mufqi Firaldi
Penulis
vi
DAFTAR ISI
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………….. .. i
ABSTRACT………………………………………………………………………. ... ii
ABSTRAK…………………………………………………………………………… iii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..... iv
DAFTAR ISI............................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………… x
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian………………………………………………………… . 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 11
A. Landasan Teori .............................................................................................. 11
1. Pengertian Bank Syariah ............................................................................ 11
a. Tujuan Bank Syariah………………………………………………….. 15
2. Risiko Perbankan………………………………………………………… 17
3. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ............................................................. 18
a. Tujuan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah………………………… .... 19
4. Pembiayaan ................................................................................................ 21
a. Pengertian Pembiayaan .......................................................................... 21
b. Fungsi Pembiayaan……………………………………………………. 27
c. Jenis Pembiayaan Di lihat dari Tujuan………………………………... 30
5. Dana Pihak Ketiga………………………………………………………... 32
a. Pengertian Dana Pihak Ketiga ............................................................... 32
b. Hubungan DPK Terhadap Pembiayaan……………………………... .. 35
6. Non Performing Financing………………………………………………. 36
a. Pengertian Non Performing Financing .................................................. 36
b. Hubungan Non Performing Financing Terhadap Pembiayaan…… ...... 40
7. Inflasi……………………………………………………………………... 41
vii
a. Pengertian Inflasi……………………………………………………… 41
b. Teori Inflasi……………………………. ............................................... 43
c. Macam-macam Inflasi………………………………………………… 45
d. Inflasi Dalam Presfektif Ekonomi Islam…………………………….... 49
e. Hubungan Inflasi Terhadap Pembiayaan…………………………….. . 50
B. Penelitian Sebelumnya................................................................................... 51
C. Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 57
D. Hipotesis .......................................................................................................... 61
BAB III METODELOGI PENELITIAN................................................................. 63
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 63
B. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 63
C. Teknik Analisis .............................................................................................. 65
D. Operasional Variabel Penelitian ................................................................... 75
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN………………………………………… 78
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian..……………………………. 78
1. Perkembangan Total Pembiayaan yang Diberikan BPRS……………….. 78
2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga……………………………………….. 80
3. Perkembangan Non Performing Financing………………………………. 82
4. Perkembangan Tingkat Inflasi……………………………………………. 85
B. Analisis Dan Pembahasan…………………………………………………. 87
1. Hasil Uji Normalitas………………………………………………………. 88
2. Hasil Uji Linieritas………………………………………………………... 89
3. Hasil Uji Stasioneritas…………………………………………………….. 90
4. Hasil Uji Kointegrasi……………………………………………………… 92
5. Hasil Uji Asumsi Klasik…………………………………………………... 93
6. Hasil Regresi Error Correction Model…………………………...………. 97
C. Interpretasi Data……………………………………………………………. 100
D. Analisis Ekonomi……………………………………………………………... 103
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI…………………………………………. 107
A. Kesimpulan…………………………………………………………………… 107
B. Implikasi………………………………………………………………………. 108
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 110
LAMPIRAN…………………………………………………………………………. 113
viii
DAFTAR TABEL
NO. Keterangan Hal
1.1 Perkembangan Total Pembiayaan,DPK,NPF,dan Inflasi………………… 4
2.1 Perbedaan Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional………. 13
2.2 Penelitian Sebelumnya……………………………………………………… 55
4.1 Uji Linieritas..……………………………………………………………….. 89
4.2 Uji Akar Unit………………………………………………………………… 90
4.3 Uji Derajat Integrasi First Difference……………………………………… 91
4.4 Uji Kointegrasi………………………………………………………………. 92
4.5 Uji Multikolinieritas………………………………………………………… 94
4.6 Uji Multikolinieritas Setelah Differensiasi………………………………… 95
4.7 Uji Otokolerasi…………………………………………………………….. 96
4.8 Uji Heterokedastisitas……………………………………………………… 97
4.9 Uji ECM…………………………………………………………………….. 98
4.10 Hasil Koefisien ECM………………………………………………………. 99
ix
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Hal
1.1 Jumlah Bank dan Kantor BPRS Di Indonesia………………………… 2
2.1 Penghimpunan Sumber Dana………………………………………….. 32
2.2 Demand Push Inflation………………………………………………… 47
2.3 Cost Push Inflation…………………………………………………….. 48
2.4 Kerangka Pemikiran……………………………………………………. 60
4.1 Perkembangan Total Pembiayaan……………………………………… 78
4.2 Perkembangan DPK……………………………………………………. 80
4.3 Perkembangan NPF…………………………………………………….. 83
4.4 Perkembangan Inflasi………………………………………………….. 86
4.5 Uji Normalitas………………………………………………………….. 88
x
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1. Data Penelitian, Januari 2007 – Oktober 2012...................................... 114
2. Hasil Uji Normalitas…………………………………………………... 116
3. Hasil Uji Linieritas…………………………………………………….. 117
4. Hasil Uji Stasioneritas Akar unit Total Pembiayaan LnPBPRS………. 118
5. Hasil Uji Stasioneritas Akar Unit Dana Pihak Ketiga LnDPK………..... 119
6. Hasil Uji Stasioneritas Akar Unit Non Performing Financing NPF…... 120
7. Hasil Uji Stasioneritas Akar Unit Inflasi……………………………….. 121
8. Hasil Uji Derajat Integrasi First Difference LnPBPRS ………………… 122
9. Hasil Uji Derajat Integrasi First Difference LnDPK…………………… 123
10. Hasil Uji Derajat Integrasi First Difference NPF……………………….. 124
11. Hasil Uji Derajat Integrasi First Difference Inflasi…………………….. 125
12. Hasil Uji Kointegrasi Philips Peron…………………………………….. 126
13. Hasil Uji Asumsi Klasik…………………………………………………. 127
14. Hasil Uji Error Correction Model (ECM)………………………………. 128
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbankan syariah hadir di Indonesia untuk menawarkan sistem perbankan
alternatif bagi umat islam yang membutuhkan atau ingin memperoleh layanan jasa
perbankan tanpa adanya riba. Dengan semakin ketatnya persaingan antar bank
syariah maupun persaingan dengan bank konvensional, membuat bank syariah
dituntut harus memiliki kinerja yang baik agar mampu bersaing dalam pasar
perbankan di Indonesia.
Perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah cukup signifikan, seiring
dengan tanggapan masyarakat yang sangat positif dengan keberadaan lembaga
keuangan syariah yang ada. Hal tersebut memang tidak bisa dilepaskan dari peranan
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Lembaga ini dapat menjangkau
masyarakat kalangan ekonomi mikro kecil dan menengah. Kedudukan LKMS
(Lembaga Keuangan Mikro Syariah) yang antara lain dipresentasikan oleh Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), Baitul Mal wat-Tamwil (BMT), dan Koperasi
Pondok Pesantren (Kopontren), lembaga ini mempunyai peran yang cukup strategis
dalam menjangkau transaksi syariah mikro kecil dan menengah.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Merupakan lembaga keuangan
mikro syariah yang kegiatannya diatur oleh Bank Indonesia. Berbeda dengan Baitul
Mal wat-Tamwil (BMT), dan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) yang
merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang diatur oleh Kementrian Koperasi
2
dan UKM. Dalam periode 1992 sampai dengan 1998 terdapat hanya satu bank umum
syariah dan 78 bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) yang telah beroprasi, hal ini
menunjukan bahwa kegiatan keuangan syariah khususnya bank pembiayaan rakyat
syariah (BPRS) berkembang cukup signifikan. Dapat dilihat dari perkembangannya
pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 di bawah ini :
Gambar 1.1
Jumlah Bank dan kantor Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Di indonesia
114131 138 150 154 156
185202
225
286 299
386
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Perkembangan BPR Syariah di Indonesia
JUMLAH BPRS
JUMLAH KANTOR
Berdasarkan gambar 1.1 ,dapat dilihat perkembangan BPRS di Indonesia dari
tahun 2007 sampai dengan tahun 2012. Pada akhir tahun 2007 jumlah bank dan
kantor BPRS ada sebannyak 114 jumlah bank dan 185 jumlah kantor di seluruh
Indonesia, pada tahun 2012 meningkat secara signifikan menjadi 156 jumlah bank
dan 386 jumlah kantor BPRS di seluruh Indonesia, dan hal tersebut menunjukan
bahwa BPRS terus mengalami pertumbuhan yang baik di masyarakat dilihat dari
jumlah bank dan jumlah kantor yang terus meningkat dan bertambah disetiap
Sumber : Bank Indonesia (data diolah)
3
tahunnya.
Bank pembiayaan rakyat syariah adalah perbankan yang unik, dimana bank
ini beroperasi dalam skala kecil, diperuntukan melayani usaha kecil dan mikro, BPRS
beroperasi pada wilayah kabupaten ataupun kotamadya dengan jangkauan yang
terbatas sebagaimana permodalannya yang relatif kecil. Namun meskipun pada satu
sisi BPRS adalah perbankan yang beroperasi terbatas, dengan permodalan mulai dari
Rp 500 juta, yang tentunya pula dengan jumlah karyawan yang kecil, namun tidak
dapat dipungkiri bahwa BPRS adalah sebuah bank atau suatu lembaga kepercayaan,
yang harus dikelola sesuai prinsip-prinsip Good Corporate Governace (GCG).
(Siregar,2008:27)
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas
penyediaan dana untuk memenuhi pihak-pihak yang memerlukan pendanaan. Untuk
itu bank syariah dalam menyalurkan pembiayaannya harus berdasarkan dua prisnsip
perbankan syariah yang mendasar. Pertama, prinsip keadilan, pembiayaan harus
saling menguntungkan baik bagi pihak pengguna dana maupun pihak penyedia dana.
Kedua, prinsip kepercayaan, merupakan landasan dalam menentukan persetujuan
pembiayaan yang akan diberikan. Pada dasarnya produk yang ditawarkan oleh
perbankan syariah yaitu produk penyaluran dana (Financing) dan produk
penghimpunan dana (Funding). Dan bank syariah perlu memperhatikan tingkat
pembiayaan yang bermasalah (Non Performing Financing) untuk mengamankan
likuiditasnya. Dan salah satu gambaran perekonomian makro dari suatu Negara dapat
dilihat dari tingkat Inflasi yang terjadi di Negara tersebut.
4
Perkembangan Total Pembiayaan yang di berikan kepada para nasabah,
penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), Pembiayaan bermasalah (Non Performing
Financing) Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) serta tingkat Inflasi dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1
Perkembangan Total Pembiayaan BPR Syariah, DPK, NPF, dan Tingkat
Inflasi Periode tahun 2007 – 2012
Tahun Total Pembiayaan
BPRS (Juta
Rupiah)
Dana Pihak
Ketiga (Juta
Rupiah)
Non
Performing
Financing
Tingkat
Inflasi
2007 Rp.876.921 Rp.707.706
7.98% 6.59%
2008 Rp.1.256.610 Rp. 972.809
8.38% 11.06%
2009 Rp.1.586.919 Rp. 1.250.609
7.03% 2.78%
2010 Rp.2.060.437
Rp. 1.603.778
6.50% 6.96%
2011 Rp.2.675.930
Rp. 2.095.333
6.11% 4.79%
2012 Rp.3.465.137
Rp. 2.776.159
6.83% 4.61%
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa total pembiayaan BPRS pada tahun
pada tahun 2007 sebesar Rp 876.921 juta dan pada tahun 2008 saat terjadinya krisis
keuangan global yang dihadapi Amerika maupun Asia Tenggara tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap total pembiayaan yang diberikan oleh BPRS kepada
nasabahnya di Indonesia. dapat dilihat pada tahun 2008 sebesar Rp 1.256.610 juta.
pada tahun 2009 hingga tahun 2012 total pembiayaan yang diberikan BPRS di
Indonesia terus meningkat secara signifikan hingga mencapai angka Rp 3.465.137
juta pada akhir Oktober 2012.
Sumber : Bank Indonesia (data diolah)
5
Dana Pihak Ketiga setiap tahunnya mengalami pertumbuhan yang cukup
signifikan pada tahun 2007 sebesar Rp 707.706 juta kemudian pada tahun 2008
jumlah Dana Pihak Ketiga BPRS di Indonesia tumbuh sebesar Rp 972.809 juta,
walaupun pada tahun 2008 sampai tahun 2009 terjadi krisis yang bermula dari
subrime mortage di Amerika Serikat telah menggangu stabilitas sistem keuangan
global, namun jumlah Dana Pihak Ketiga pada BPRS di Indonesia tetap meningkat
secara signifikan menjadi sebesar Rp 1.250.609 juta, hal ini menunjukan bahwa
penghimpunan dana masyarakat pada BPRS tidak terpengaruh oleh krisis. Dana
Pihak Ketiga yang yang dihimpun BPRS terus meningkat hingga mencapai Rp
2.776.159 juta pada Oktober tahun 2012.
Dan dapat dilihat pula perkembangan Non Performing Financing (NPF) dari
tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami peningkatan dari 7.98% naik menjadi 8,38%,
hal tersebut mungkin dikarenakan total pembiayaan yang diberikan kepada
masyarakat yang juga terus meningkat. Peningkatan penyaluran pembiayaan dalam
kondisi sector rill yang kurang kondusif karena laju inflasi yang tinggi dalam satu
tahun terakhir, mendorong peningkatan jumlah pembiayaan bermasalah (NPF) yang
dihadapi perbankan Syariah. namun pada tahun 2008 berjalan sampai ke tahun 2011
Non Performing Financing turun menjadi 6.1%, dan kemudian naik kembali pada
tahun 2012 menjadi 6.8%.
Pergerakan tingkat Inflasi Pada tahun 2007 hingga tahun 2012 dapat dilihat
bergerak sangat fluktuatif, dan sempat mencapai di atas 10% pada tahun 2008 disaat
terjadinya krisis yang bermula dari subrime mortage di Amerika Serikat dan telah
6
menggangu stabilitas sistem keuangan global. Pada periode penelitian tesebut juga
dapat dilihat bahwa tingkat Inflasi berada pada posisi terendah dalam 20 tahun
terakhir, yaitu pada tahun 2009 sempat berada pada angka 2,78 %.
Kegiatan usaha yang paling utama dari suatu perbankan adalah melakukan
penghimpunan dan penyaluran dana. Kegiatan penghimpunan dana berasal dari bank
itu sendiri, dari deposan/nasabah, pinjaman dari bank lain maupun Bank Indonesia,
dan dari sumber lainnya. Sedangkan, kegiatan penyaluran dana dapat dilakukan
dalam berbagai bentuk, misalnya penyaluran kredit, kegiatan investasi, dan dalam
bentuk aktiva tetap dan inventaris. Kegiatan penghimpunan dana bank sebagian besar
bersumber dari simpanan nasabah dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan
deposito berjangka. Simpanan nasabah ini sering disebut sebagai Dana Pihak Ketiga
(DPK).
Pembiayaan yang diberikan oleh BPR Syariah diharapkan dapat membantu
masyarakat untuk memperoleh pendanaan untuk kegiatan ekonomi, karena BPR
Syariah dikhususkan untuk menjangkau masyarakat dalam kalangan ekonomi mikro,
kecil, dan menengah. Masyarakat yang seperti inilah yang memerlukan bantuan
pendanaan dari BPR Syariah dengan sistem bagi hasil dan bukan dengan sistem
bunga yang sangat memberatkan masyarakat kecil.
Tingginya penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengindikasikan semakin
meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada perbankan syariah sekaligus
menunjukan bahwa pasar potensial perbankan syariah masih besar di Indonesia
(Hamidi:2003,20).
7
Semakin besar sumber dana yang terkumpul maka bank akan menyalurkan
pembiayaan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan salah satu tujuan bank adalah
mendapatkan profit, sehingga bank tidak akan menganggurkan dananya begitu saja.
Bank cendrung untuk menyalurkan dananya semaksimal mungkin. (Wuri &
Harjum,2011:22)
Apabila Dana Pihak Ketiga yang dihimpun oleh bank meningkat maka
penyaluran kredit di masyarakat akan meningkat, sebaliknya apabila tingkat inflasi
meningkat maka penyaluran kredit perbankan akan menurun. (Hasanudin dan
Prihatiningsih : 2010:25)
Faktor internal bank yang harus juga diperhatikan dalam memberikan
pembiayaan kepada masyarakat, salah satunya adalah berkaitan dengan resiko
likuiditas yaitu Pembiayaan non lancar (Non Performing Financing). Menurut Bank
Indonesia bank yang sehat adalah bank yang memiliki Non Performing Financing
(NPF) kurang dari 5%. besar kecilnya NPF dapat dijadikan pertimbangan oleh bank
syariah untuk menyalurkan dan memberikan pembiayaan kepada masyarakat,
semakin besar pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan lebih berhati-hati
dalam menyalurkan pembiayaan, karena apabila Non Performing Financing (NPF)
cukup tinggi pada bank syariah akan mengurangi likuiditas dana yang akan di
salurkan kepada masyarakat melalui pembiayaan.
Kestabilan tingkat Inflasi sangat penting untuk mendukung kegiatan
perekonomian masyarakat. Apabila tingkat atau kondisi Inflasi yang stabil, maka
dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonominya,
8
baik konsumsi maupun investasi. Gejolak inflasi yang signifikan akan mengganggu
kestabilan perekonomian. Dampak adanya inflasi yang tinggi pun akan merugikan
banyak golongan masyarakat (Rivai, 2007:15).
Berdasarkan uraian diatas, maka terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
Total Pembiayaan yang diberikan oleh BPRS kepada masyarakat, Dimana faktor
internal (DPK, NPF) dan faktor eksternal (Inflasi). Penulis tertarik untuk meneliti dan
memahami lebih dalam seputar masalah tersebut karena masih sedikit penelitian yang
mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) secara umum. Maka oleh karena
itu, penulis terdorong untuk mengangkat permasalahan mengenai “ANALISIS
PENGARUH JUMLAH DANA PIHAK KETIGA (DPK), NON PERFORMING
FINANCING (NPF), DAN TINGKAT INFLASI TERHADAP TOTAL
PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN OLEH BANK PEMBIAYAAN RAKYAT
SYARIAH (BPRS) DI INDONESIA ( PERIODE : JANUARI 2007 – OKTOBER
2012 )
9
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan dasar-dasar permasalahan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh jangka pendek dan jangka panjang Dana Pihak Ketiga
terhadap Total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia
periode Januari 2007 – Oktober 2012?
2. Bagaimana pengaruh jangka panjang dan jangka pendek Non Performing
Financing (NPF) terhadap Total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah di Indonesia periode Januari 2007 – Oktober 2012?
3. Bagaimana pengaruh jangka pendek dan jangka panjang Tingkat Inflasi terhadap
Total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode
januari 2007 – Oktober 2012?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini berkaitan dengan rumusan masalah yang
telah dikemukakan adalah sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang Dana Pihak
Ketiga (DPK) terhadap Total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah di Indonesia periode Januari 2007 – Oktober 2012.
2. Untuk menanalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang Non
Performing Financing (NPF) terhadap Total Pembiayaan pada Bank
10
Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007 – Oktober
2012.
3. Untuk menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang tingkat
Inflasi terhadap Total pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di
Indonesia periode januari 2007 – Oktober 2012.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Merupakan suatu pembelajaran yaitu usaha menganalisa suatu laporan
keuangan, dan diharapkan penulis dapat mempraktekan teori yang didapat
selama perkuliahan dengan menganalisa dan memecahkan suatu masalah.
2. Bagi Praktisi Lembaga Keuangan Syariah
Dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya para praktisi
lembaga keuangan syariah dan Diharapkan karya tulis ini dapat berguna dalam
pengambilan keputuan berdasarkan informasi yang diperoleh untuk
merencanakan suatu inovasi baru khususnya alokasi pembiayaan di sektor
usaha kecil dan menengah, serta peningkatan kinerja dari Bank Syariah.
3. Bagi Pihak Lain
Diharapkan dapat memberikan pemahaman dan informasi mengenai keadaan
keuangan Bank Syariah kepada nasabahnya serta masyarakat umum yang
tertarik terhadap Bank Syariah dan ingin bergabung.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Bank Syariah
Menurut ketentuan yang tercantum di dalam Peraturan Bank Indonesia
nomor 2/8/PBI/2000, Pasal I, Bank Syariah adalah bank umum sebagaimana yang
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan dan
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariat Islam, termasuk unit usaha syariah dan
kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariat Islam.
Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan
pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga, adalah
lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan
berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi Saw. Dengan kata lain, bank syariah
adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-
jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. (Muhammad, 2005:
17)
Bank didefinisikan sebagai suatu lembaga intermediasi yang mengalirkan
investasi publik secara optimal (dengan kewajiban zakat dan pelarangan riba) yang
bersifat produktif. Bank dalam pengertian islam yang sederhana adalah bank yang
12
terbebas dari bunga. Pengertian ini memberikan arah kepada perbankan syariah
dalam operasional serta pemilihan instrumen perbankan yang harus menghindari
bunga (Arief,2008:17).
Antara bank syariah dan bank konvensional mempunyai perbedaan
mendasar yang cukup berarti, perbedaan mendasar antara bank Konvensional dan
Bank Syariah yaitu:
1) Pertama, dari segi akad dan aspek legalitas. Akad yang dipraktikan dalam bank
syariah memiliki konsekwensi duniawi dan ukhrawi, dunia dan akhirat, karena
akad yang dilakukan berdasarkan hokum atau syariat islam. Jika terjadi
perselisihan antara nasabah dan bank, maka bank syariah dapat merujuk kepada
Badan Abritase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang penyelesaiannya dilakukan
berdasarkan hukum Islam.
2) Kedua, dari sisi struktur organisasi, Bank Syariah memiliki struktur yang sama
dengan bank konvensional, namun unsur yang membedakannya adalah bahwa
bank syariah harus memiliki Dewan Pengawas Syariah (DSN) yang bertugas
mengawasi oprasional dan produk-produk bank agar sesuai dengan ketentuan-
ketentuan syariah Islam. Eksistensi Dewan Syariah di dalam struktur organisasi
bank syariah adalah wajib, bahkan bagi setiap bank syariah berskala kecil
sekalipun, seperti Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) atau Baitul Mal Wat
Tamwil (BMT) harus mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
c) Ketiga, berkenaan dengan bisnis dan usaha yang dibiayai, haruslah bisnis dan
usaha yang diperkenankan atau dihalalkan oleh syariat Islam.Kehalalan bisnis
13
dan usaha merupakan syarat mutlak agar suatu bidang usaha itu halal untuk
dibiayai oleh perbankan Islam.
d) Keempat, berkaitan dengan lingkungan kerja dan budaya perusahaan perbankan.
Dalam hal etika, sifat shiddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah
(cerdas) dan tabligh (komunikatif, ramah, keterbukaan) harus melandasi setiap
tindakan para pelaku perbankan Islam. Dengan demikian, perbankan Islam
adalah perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam.
Prinsip ini menjadi landasan dan acuan dalam mengatur hubungan antara
perbankan dan pihak-pihak lain serta di dalam usaha menghimpun dan
menyalurkan dana dan aktivitas perbankan syariah lainnya (Rivai,
Arivin,2010:30-31).
Tabel. 2.1
Perbedaan Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional
No. Perbedaan Perbankan Syariah Perbankan Konvensional
1. Falsafah Tidak berdasarkan atas bunga
(riba), spekulasi (maysir) dan
ketidakjelasan (gharar)
Berdasarkan bunga
2. Operasionalisasi - Dana masyarakat (DPK) berupa
titipan (wadiah dan investasi
(mudharabah) yang baru akan
mendapatkan hasil jika
diusahakan terlebih dahulu.
- Penyaluran dana (financing)
pada usaha yang halal dan
menguntungkan
- Dana masyarakat (DPK) berupa
titipan simpanan yang harus dibayar
bunganya pada setiap saat jatuh
tempo,
- Penyaluran dana pada sektor yang
menguntungkan, pada sisi
pendanaan aspek halal dan haram
tidak dipertimbangkan
3. Aspek Sosial Dinyatakan secara eksplisit dan
tegas yang tertuang dalam misi
dan visi
Tidak diketahui secara tegas
3. Organisasi Harus memiliki Dewan Pengawas
Syariah (DPS)
Tidak memiliki Dewan Pengawas
Syariah (DPS)
Sumber : IBI, 2002
14
Landasan Bank Islam atau Bank Syariah pada Firman Allah dalam surah
Al-Baqarah (2) ayat 275 dan 278 – 279 :
Artinya :
”Orang-orang yang makan (mengaambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);
dan urusannya terserah kepada Allah. Orang kembali mengambil riba,
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya”. (QS.Al-Baqarah: 275)
Menurut ayat di atas, riba itu ada dua macam : nasiah dan fadhl. Riba
nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan.
Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang sejenis, tetapi lebih
banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian,
seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba
yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi
dalam masyarakat arab zaman jahiliyah.
15
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meniggalkan riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika
kamu bertaubat (dari mengambil riba), maka bagimu pokok hartamu;
kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”. (QS. Al-Baqarah :278-
279)
Sebagaimana dimaksud dengan ayat diatas, pelarangan bunga dalam islam
dimaksudkan untuk menciptakan sebuah system ekonomi dimana segala bentuk
eksploitasi (penganiayaan) ditiadakan. Islam menghendaki keadilan antara pihak
pemodal dan pengusaha. Pemodal tidak boleh dijanjikan akan menerima imbalan
hasil tanpa melakukan aktivitas apa-apa atau tidak menanggung risiko bersama.
Tujuan social ekonomi islam tersebut menyelaraskan konteks dimana pelarangan
Islam terhadap riba dapat dipahami dengan baik. (Rivai,2011:66-67)
a. Tujuan Bank Syariah
Sasaran utama pendirian bank Islam adalah untuk menyebarkan kemakmuran
ekonomi dalam struktur Islam dengan mempromosikan dan mengembangkan prinsip
Syariah Islam dalam area bisnis, Bank syariah mempunyai beberapa tujuan
diantaranya sebagai berikut (Rivai, 2010:33-34) :
1) Menawarkan Jasa Keuangan: aturan dan hukum dari bank Islam dengan tepat
menerapkan prinsip syariah Islam untuk transaksi keuangan, dimana riba (bunga)
16
dan gharar (spekulasi/ketidakpastian/tipuan) diidentifikasi sebagai sesuatu yang
haram dan tidak Islami. Pendorong utamanya adalah kearah keuangan yang
berbagi keuntungan dan resiko dan fokus pada kegiatan-kegiatan yang
halal.Fokusnya adalah menawarkan transaksi perbankan yang melekat pada
prinsip syariah dan menolak transaksi yang berdasarkan bunga.
2) Menjaga stabilitas nilai uang: Islam mengakui uang sebagai alat tukar dan bukan
sebagai komoditi, dimana harga dapat digunakan. Jadi, system tanpa bunga
membawa ke stabilitas dalam nilai uang sehingga bisa menjadi alat tukar yang
dapat dipercaya dan unit transaksi.
3) Pengembangan ekonomi: Bank Syariah mengembangkan ekonomi melalui
fasilitas seperti musyarakah, mudharabah, dll, dengan prinsip pembagian
keuntungan dan kerugian yang khusus. Hal ini membangun relasi yang langsung
dan dekat antara hasil investasi bank dan keberhasilan operasi dari bisnis oleh
pengusaha, dimana akan berdampak pada perkembangan ekonomi suatu Negara.
4) Alokasi sumber daya yang optimum: bank syariah optimis dalam mengalokasikan
sumber dana melalui investasi dari sumber keuangan ke proyek-proyek yang
diyakini sangat menguntungkan, diizinkan agama dan memberikan keuntungan
secara ekonomi.
5) Pendekatan yang optimis: prinsip pembagian keuntungan mendorong bank untuk
memilih proyek-proyek dengan keuntungan yang jangka panjang dari pada
keuntungan jangka pendek. Hal ini memimpin bank untuk mempelajari terlebih
dahulu sebelum masuk ke dalam suatu proyek yang aman baik bagi bank dan
17
investor. Hasil yang tinggi diperoleh kemudian didistribusikan ke shareholder
yang memberikan keuntungan social dan membawa kemakmuran secara
ekonomi.
6) Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non-syariah.
2. Risiko Perbankan
Dalam bidang perbankan, risiko sangat penting untuk dikelola. Penerapan
manajemen risiko pada bank akan meningkatkan shareholder value, memberikan
gambaran kepada pengelola bank mengenai potensi kerugian di masa mendatang,
serta meningkatkan daya saing bank.
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia PBI No 5/8/PBI/2003 dan
perubahannya no 11/25/PBI/2009 tentang penerapan manajemen risiko pada bank
umum, terdapat 8 risiko yang harus dikelola oleh Bank, yaitu:
a. Risiko Kredit
Risiko Kredit adalah risiko yang terjadi ketika debitur tidak dapat memenuhi
kewajibannya kepada bank. Potensi risiko ini dapat terjadi pada aktivitas operasional
bank seperti perkreditan, aktivitas treasuri dan investasi, dll.
b. Risiko Pasar
Risiko Pasar adalah risiko yang terjadi akibat perubahan kondisi pasar terkait posisi
neraca, rekening administratif, termasuk transaksi derivatif.
c. Risiko Likuiditas
Risiko Likuiditas adalah risiko yang terjadi karena bank tidak mampu memenuhi
kewajiban jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid
18
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan.Risiko likuiditas terbagi atas risiko likuiditas
pasar dan risiko likuiditas pendanaan.
d. Risiko Oprasional
Risiko Operasional adalah risiko yang terjadi akibat tidak berjalannya proses internal
secara optimal. Contohnya adalah kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau
kejadian eksternal yang dapat memengaruhi operasional bank.
e. Risiko Hukum
Risiko Hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan atau kelemahan
aspek yuridis.
f. Risiko Reputasi
Risiko Reputasi adalah risiko yang terjadi akibat menurunnya kepercayaan
stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank.
g. Risiko Strategis
Risiko Strategis adalah risiko yang terjadi akibat ketidaktepatan dalam pengambilan
keputusan strategis.
h. Risiko Kepatuhan
Risiko Kepatuhan adalah risiko yang terjadi akibat bank tidak mematuhi peraturan
perundang-undangan yang berlaku (http://iknow.apb-group.com/risiko-perbankan/).
3. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah salah satu lembaga
keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip
syariah ataupun muamalah islam. BPRS berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992
19
tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank
Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Pada pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998
tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa
BPRS adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya
diatur menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999
tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
Dalam hal ini, secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan
sebagaimana BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip
syariah terutama bagi hasil.
a. Tujuan Pendirian BPRS
Terdapat beberapa tujuan yang dikehendaki dari berdirinya Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS). Di bawah ini disampaikan tujuan-tujuan tersebut beberapa
sumber hanya menyebutkan butir-butirnya saja (Sumitro, 1997:111)
1) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat
ekonomi mikro, kecil, dsn menengah, yang pada umumnya berada di daerah
pedesaan. Sasaran utama dari BPRS adalah umat Islam yang berada di pedesaan
dan di tingkat kecamatan.Masyarakat yang berada di kawasan tersebut pada
umumnya ternasuk pada masyarakat golongan ekonomi lemah.
20
2) Kehadiran BPRS bisa menjadi sumber permodalan bagi pengembangan usaha-
usaha masyarakat golongan ekonomi mikro, kecil, dan menengah, sehingga pada
gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahtertaan mereka.
3) Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka
peningkatan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai. Hal ini
mengandung makna bahwa dalam BPRS ditumbuhkan nilai ta’awun (saling
membantu) antara pemilik modal dengan pemilik pekerjaan. Dengan nilai
ta’awun inilah akan tumbuh kebersamaan antara bank dan nasabah yang
merupakan faktor terpenting dalam mewujudkan Ukhuwah Islamiyah. Melalui
kebersamaan tersebut usaha-usaha yang yang dilakukan masyarakat dengan
modal yang diberikan oleh BPRS bisa meningkatkan pendapatan masyarakat,
maka pada tingkat yang lebih tinggi akan pula meningkatkan perkapita baik lokal
maupun nasional.
Untuk mencapai tujuan operasionalnya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) tersebut diperlukan strategi operasional. Pertama, Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) tidak bersifat menunggu terhadap datangnya permintaan fasilitas,
melainkan bersifat aktif dengan melakukan sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha
yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek
bisnis yang baik. Kedua, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) memiliki jenis
usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha
skala menengah dan kecil. Terakhir, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
21
mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang
akan diberi pembiayaan.
Sebagai lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-
bank umum syariah. Namun demikian, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998,
BPR Syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:
1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2) Memberikan kredit.
3) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4) Menempatkan dananya dalam bentuk deposito berjangka, sertifikat deposito, dan
atau tabungan pada bank lain.
4. Pembiayaan
a. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak
kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik
dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan
yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.
Setiap manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi,
yaitu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan usaha sesuai dengan
dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi peningkatan usaha tidaklah selalu
22
diimbangi dengan peningkatan kemampuanya yang berhubungan dengan manusia
lain yang mempunyai kemampuan. Karena itulah pengusaha akan selalu berhubungan
dengan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya.
Bantuan pembiayaan yang diterima pengusaha dari bank inilah yang kemudian
digunakan untuk memperbesar volume usaha dan produktifitasnya.
Ditinjau dari hukum permintaan dan penawaran maka terhadap macam dan
ragamnya usaha, permintaan akan terus bertambah bilamana masyarakat telah
melakukan penawaran. Timbulah kemudian efek kumulatif oleh semakin besarnya
permintaan sehingga secara berantai kemudian menimbulkan kegairahan yang meluas
dikalangan masyarakat untuk sedemikian rupa meningkatkan produktifitas. Secara
otomatis kemudian timbul pula kesan bahwa setiap usaha untuk peningkatan
produktivitas, masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan modal, karena
masalahnya dapat diatasi oleh bank dengan pembiayaan (Rivai Veithzal dan
Arifin,2010:685).
Dalam perbankan syariah terdapat bebrapa produk pembiayaan, berikut ini
merupakan produk-produk pembiayaan BPR Syariah :
1) Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan ini merupakan bentuk pembiayaan bagi hasil ketika bank
sebagai pemilik dana/modal, biasa disebut shahibul maal menyediakan modal
(100%) kepada pengusaha sebagai pengelola (mudharib) untuk melakukan
aktifitas produktif atau kegiatan usaha dengan syarat bahwa keuntungan yang
dihasilkan akan dibagi diantara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan
23
sebelumnya dalam akad. Apabila terjadi kerugian karena proses normal dari
usaha dan bukan karena kelalaian atau kecurangan pengelola modal, maka
kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal. Apabila terjadi kerugian
karena kelalaian dan kecurangan pengelola, maka pengelola bertanggung jawab
sepenuhnya terhadap kerugian tersebut. Pemilik modal disini hanya menyediakan
modal dan tidak dibenarkan untuk ikut campur dalam kegiatan usaha yang
dibiayainya (Rivai, Arifin,2010:192)
Mudharabah atau penanaman modal disini artinya adalah menyerahkan
modal uang kepada orang yang berniaga sehingga dia mendapatkan presentase
keuntungan.Bentuk usaha ini melibatkan dua pihak, pihak yang memiliki modal
namun tidak bisa ber-bisnis, dan pihak yang pandai ber-bisnis namun tidak
memiliki modal. Melalui usaha ini keduanya saling melengkapi (Al-
mushlih,2001:168).
2) Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan ini merupakan bentuk pembiayaan bagi hasil ketika bank
sebagai pemilik modal/dana turut serta sebagai mitra usaha, membiayai investasi
usaha pihak lain. Perjanjian antara pengusaha dengan bank, dimana modal kedua
pihak digabungkan untuk sebuah usaha yang dikelola bersama-sama.Keuntungan
dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan awal.Musyarakah
merupakan perjanjian yang berjalan terus sepanjang usaha yang dibiayaai
bersama terus beroperasi (Rivai, Arifin,2010:193).
24
3) Pembiayaan Murabahah
Definisi murabahah secara bahasa adalah bentuk mutual bermakna saling
dari kata ribhu yang artinya keuntungan, yakni pertambahan nilai modal yang
berarti saling mendapatkan keuntungan. Menurut terminology ilmu fiqih arti
murabahah adalah menjual dengan modal asli bersama tambahan keuntungan
yang jelas (Al-mushlih,2001:194)
Murabahah yaitu Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank
menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja yang
dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual
bank (harga beli bank plus margin keuntungan saat jatuh tempo).
Pembiayaan murabahah dalam istilah fiqh ialah akad jual-beli atas barang
tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut, penjual menyebutkan dengan jelas
barang yang diperjualbelikan termasuk harga pembelian dan keuntungan yang
diambil. Murabahah dalam teknis perbankan adalah akad jual-beli antara bank
selaku penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang.
Pada pembiayaan ini bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah
sebagai pembeli, harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah
keuntungan.Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan waktu
pembayaran.Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika disepakati
tidak dapat berubah selama berlakunya akad.Murabahah dapat dilaukan dengan
pesanan atau tanpa pesanan, jika pesanan maka pihak bank dapat meminta uang
tanda jadi pada saat ijab dan qabul sebagai bukti keseriusan pesanan, dalam hal
25
ini pesanan bersifat mengikat, pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya.
Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan
pembayaran dilakukan secara tangguh dalam bentuk angsuran maupun lunas
(Arief,2008:42).
4) As- Salam
Menurut terminology ilmu fiqih, as-salam artinya transaksi terhadap suatu
barang yang digambarkan dan dalam kepemilikan dengan harga atau pembayaran
dimuka pada saat waktu akad namun penyerahan barang tertunda atau
setelahnya.As-salam termasuk salah satu bentuk jual beli, berbeda dengan jual
beli lain, karena dengan system kontan plus tertunda, yakni dengan pembayaran
kontan dan penyerahan barang tertunda (Al-mushlih,2001:194) .
Berkaitan dengan barang yang akan diserahkan secara tertunda, ada juga
persyaratan sebagai berikut :
(a) Hendaknya barang itu diketahui ukuran atau jumlahnya, terdeteksi dengan jelas
melalui berbagai media ukur yang dikenal seperti takaran, timbangan atau
kalkulator, bila bias dihitung. Jika jumlah atau ukurannya tidak diketahui maka
perjanjian tersebut batal.
(b) Hendaknya waktu penyerahan barang sudah jelas diketahui. Hal ini mencegah
ketidakjelasan yang berakibat pertikaian dan perselisihan.
(c) Barang harus bisa diserahterimakan. Yakni hendaknya barang itu memang
diharapkan bisa ada pada waktu yang disepakati.
(d) Hendaknya tidak diberlakukan riba
26
5) Isthisna
Istishna atau pemesanan secara bahasa artinya, meminta dibuatkan.
Menurut trminologi ilmu fiqih artinya perjanjian terhadap barang jualan yang
berada dalam kepimilikan penjual dengan syarat dibuatkan oleh penjual, atau
meminta dibuatkan dengan cara khusus sementara bahan bakunya dari pihak
penjual. Contohnya seseorang pergi ke salah seorang tukang, misalnya tukang
kayu, tukang besi, atau tukang jahit, lalu ia mengatakan, “tolong buatkan untuk
saya barangay ini dengan jumlah sekian”. Syarat sah nya perjanjia pemesanan ini
adalah bahwa bahan baku harus berasal dari tukang. Kalau berasal dari pihak
pemesan atau pihak lain, tidak disebut Ishtishna, tapi menyewa tukang (Al-
mushlih,2001:214)
Ishtishna yaitu Pembiayaan dengan prinsip jual beli, dimana BPRS akan
membelikan barang kebutuhan nasabah sesuai kriteria yang telah ditetapkan
nasabah dan menjualnya kepada nasabah dengan harga jual sesuai kesepakatan
kedua belah pihak dengan jangka waktu serta mekanisme
pembayaran/pengembalian disesuaikan dengan kemampuan/keuangan nasabah.
6) Ijarah
Dalam konteks fikih klasik Ijarah adalah hak untuk pemanfaatan
barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu.Akad pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaaran
sewa/upah, tanpa diikuti pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Pada
umumnya bank tidak memiliki barang, tapi menyewa dari pihak lain dan
27
kemudian menyewakannya lagi kepada nasabah dengan nilai sewa yang lebih
tinggi (Arief,2008:46)
Ijarah yaitu Penggambil alihan hutang nasabah kepada pihak ketiga yang
telah jatuh tempo oleh BPRS, dikarenakan nasabah belum mampu untuk
membayar tagihan yang seharusnya digunakan untuk melunasi hutangnya.
Pembiayaan ini menggunakan prinsip pengambil alihan hutang, dimana BPRS
dalam hal ini akan mendapatkan ujroh/ fee dari nasabah yang besar dan cara
pembayarannya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
b. Fungsi Pembiayaan
Pembiayaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian.
Secara garis besar fungsi pembiayaan di dalam perekonomian, perdagangan, dan
keuangan dapat dikemukakan sebagai berikut :
1) Pembiayaan Dapat Meningkatkan Utility (daya guna) dari Modal
Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, deposito,
ataupun tabungan. Uang tersebut dalam persentase tertentu ditingkatkan kegunaannya
oleh bank. Para pengusaha menikmati pembiayaan dari bank untuk
memperluas/memperbesar usahanya, baik untuk peningkatan produksi, perdagangan,
maupun untuk usaha-usaha peningkatan produktivitas secara menyeluruh.
Dengan demikian dana yang mengendap di bank (yang diperoleh dari para
penabung) tidaklah idle (diam) dan disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat,
baik kemanfaatan bagi pengusaha maupun bermanfaat bagi masyarakat.
28
2) Pembiayaan Meningkatkan Utility (daya guna) Suatu barang
Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat memproduksi bahan jadi
sehingga utility dari bahan tersebut meningkat, misalnya peningkatan daya guna
kelapa menjadi kopra dan selanjutnya menjadi minyak kelapa/minyak goreng, dan
lain sebagainya. Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat memindahkan barang
dari suatu tempat yang kegunaannya kurang ke tempat yang lebih bermanfaat.
Seluruh barang-barang yang dipindahkan dari suatu daerah ke daerah lain yang
kemanfaatan barang itu lebih terasa pada dasarnya meningkatkan utility dari barang
tersebut. Pemindahan barang-barang tersebut tidaklah dapat diatasi oleh keuangan
pada distributor saja oleh karena itu mereka memerlukan bantuan permodalan dari
bank berupa pembiayaan.
3) Pembiayaan Meningkatkan Peredaran dan Lalu Lintas Uang
Pembiayaan yang disalurkan melalui rekening-rekening Koran, pengusaha
menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cheque, bilyet
giro, wesel dan sebagainya melalui pembiayaan, peredaran uang kartal maupun uang
giral akan lebih berkembang karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan
berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik secara kualitatif apalagi
secara kuantitatif. Hal ini selaras dengan pengertian bank selaku money creator.
Penciptaan uang itu selain dengan cara subtitusi; penukaran uang kartal yang
disimpan di giro dengan uang giral maka ada cara exchange of claim, yaitu bank
memberikan pembiayaan dalam bentuk giral. Di samping itu, dengan cara
tramsformasi yaitu bank giral.
29
4) Pembiayaan Menimbulkan Kegairahan Berusaha Masyarakat
Manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi, yaitu
selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan usaha sesuai dengan
dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi peningkatan usaha tidaklah selalu
diimbangi dengan peningkatan kemampuannya yang berhubungan dengan manusia
lain yang mempunyai kemampuan. Karena itu, maka pengusaha atau manusia akan
selalu berhubungan dengan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna
meningkatkan usahanya. Bantuan pembiayaan yang diterima dari bank inilah yang
kemudian untuk memperbesar volume usaha dan produktivitasnya.
Ditinjau dari sisis hukum permintaan dan penawaran maka terhadap segala
macam dan beragamnya usaha, permintaan akan terus bertambah bilamana
masyarakat telah melakukan penawaran. Timbulah kemudian efek kumulatif oleh
semakin besarnya permintaan sehingga secara berantai kemudian menimbulkan
kegairahan yang meluas dikalangan masyarakat untuk sedemikan rupa, sehingga
meningkatkan produktifitas. Secara otomatis kemudian timbul pula kesan bahwa
setiap usaha peningkatan produktifitas, masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan
dana oleh karena masalahnya dapat diatasi oleh bank dengan pembiayaannya.
5) Pembiayaan Sebagai Alat Stabilitas Ekonomi
Dalam kondisi perekonomian yang kurang sehat langkah-langkah stabilisasi
pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha antara lain untuk : pengendalian inflasi,
peningkatan ekspor, rehabilitasi sarana, dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok
masyarakat.
30
Untuk menekan arus inflasi dan terlebih lagi untuk usaha pembangunan
ekonomi, maka pembiayaan bank memegang peranan yang penting. Arah
pembiayaan harus berpedoman pada segi-segi pembatasan kualitatif, yaitu
pengarahan ke sektor-sektor produktif dan sektor-sektor prioritas secara langsung
yang berpengaruh terhadap hajat hidup masyarkat. Pembiayaan bank disalurkan
secara selektif untuk menutup kemungkinan usaha-usaha tersebut bersifat spekulatif.
Simpanan atau investasi masyarakat ditingkatkan seperti, giro, deposito, dan
tabungan, sedangkan uang masyarakat yang tertanam itu disalurkan ke usaha-usaha
yang produktif.
c. Jenis Pembiayaan Dilihat dari Tujuan
1) Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan konsumtif bertujuan untuk memperoleh barang-barang atau
kebutuhan-kebutuhan lainnya guna memenuhi keputusan dalam konsumsi.
Pembiayaan konsumtif dibagi menjadi dua bagian, yaitu pembiayaan konsumtif
untuk umum dan pembiayaan konsumtif untuk pemerintah.
Pembiayaan konsumtif yang diterima oleh umum dapat memberikan fungsi-
fungsi yang bermanfaat, terutama dalam mengatasi saat-saat dimana kegiatan
produksi/distribusi sedang mengalami gangguan. Pembiayaan konsumtif mempunyai
arti ekonomis dengan adanya penarikan pembiayaan konsumtif oleh suatu
perusahaan, maka proses produksi akan dapat berjalan dengan lancar dan
memberikan hasil yang banyak. Bahwa antara pembiayaan konsumtif dan produktif
terdapat suatu perbuatan inter-acting yaitu, adanya kenaikan konsumsi akan meminta
31
suatu keharusan kenaikan produksi. Mengenai pembiayaan konsumtif untuk
pemerintah, disuatu pihak akan membawa kesulitan-kesulitan bagi pemerintah sendiri
karena dapat mengakibatkan inflasi, dan dilain pihak akan menjadi beban bagi
masyarakat dalam bentuk pajak-pajak luar biasa.
2) Pembiayaan Produktif
Pembiayaan produktif bertujuan untuk memungkinkan penerima pembiayaan
dapat mencapai tujuannya yang apabila tanpa pembiayaan tersebut tidak mungkin
dapat diwujudkan. Pembiayaan produktif adalah bentuk pembiayaan yang bertujuan
untuk memperlancar jalannya proses produksi, mulai dari saat pengumpulan bahan
mentah, pengolahan, dan sampai kepada proses penjualan barang-barang yang sudah
jadi.
Penggunaan pembiayaan produktif dalam proses produksi mengalami
perputaran yang tidak sama. Terhadap alat-alat produksi yang berupa modal tetap
seperti mesin-mesin, maka perputaran modal itu akan berakhir setelah proses
produksi selesai, sedangkan terhadap bahan-bahan pembantu dan tenaga kerja, hanya
dalam suatu proses produksi saja. Pembiayaan bisa dilakukan dari pengambilan
saving, yaitu baigan kentungan yang tidak dibagikan, apabila pembiayaan dari hal
tersebut kurang mencukupi maka pembiayaan dapat dilakukan dengan jalan menjual
saham-saham kepada masyarakat (menarik saving dari masyarakat). Pembiayaan
dapat pula dilakukan dengan jalan mengadakan pinjaman-pinjaman baik kepada bank
maupun kepada masyarakat (Rivai, Arifin,2010:712-717).
32
5. Dana Pihak Ketiga (DPK)
a. Pengertian Dana Pihak Ketiga
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 10/19/PBI/2008 menjelaskan, dana
pihak ketiga bank, untuk selanjutnya disebut DPK, adalah kewajiban bank kepada
penduduk dalam rupiah dan valuta asing. Umumnya dana yang dihimpun oleh
perbankan dari masyarakat akan digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil
melalui penyaluran kredit.
Dana pihak ketiga merupakan sumber dana yang berasal dari masyarakat yang
terhimpun melalui produk giro wadiah, tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah. Dana pihak ketiga yang dimiliki bank akan disalurkan ke berbagai jenis
pembiayaan (Nur Kurnaliyah,2011:30).
Sumber dana bank syariah dapat diperoleh dari empat sumber, yaitu modal, titipan,
investasi, dan investasi khusus. Secara sederhana, sumber dana bank syariah dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Peghimpunan Sumber Dana
MASYARAKAT
Wadiah
mudharabah BANK SYARIAH
m. mulaqah
muqayadah
33
1) Dana Titipan (Al-wadiah)
Al-wadiah dalam segi bahasa dapat diartikan sebagai meninggalkan atau
meletakkan, atau meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara dan dijaga.
Dari aspek teknis, wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke
pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan
kapan saja si penitip kehendaki
2) Investasi
(a) Al-Mudharabah
Dalam mengaplikasikan mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak
sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola).Dana
tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah atau ijarah
seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan bank
untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini dibagihasilkan
berdasarkan nisbah yang disepakati.Bila bank menggunakannya untuk melakukan
pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi.
(b) Al-Mudharabah Mulaqah
Penerapan Al-Mudharabah Mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito
sehingga terdapat dua jenis himpunan dana yaitu tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam
menggunakan dana yang dihimpun Teknik perbankan.
34
Menurut (Arifin,2006:41) Yang termasuk dalam dana pihak ketiga yaitu: giro,
tabungan dan deposito. Ketiga macam dana pihak ketiga tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut :
1) Giro
Giro yang pada bank syariah disebut giro wadiah umumnya tetap sama
dengan giro bank konvensional, dimana bank tidak membayar apapun kepada
pemegangnya, bahkan tidak mengenakan biaya layanan (service charge). Dana giro
ini boleh dipakai bank syariah dalam operasional bagi hasil (profit
sharing).Pembayaran kembali nilai nominal giro dijamin sepenuhnya oleh bank dan
dilihat sebagai pinjaman depositor kepada bank. Beberapa ulama memandang giro
sebagai kepercayaan, dimana dana diterima bank sebagai simpanan untuk
keamanan (wadi’ah yad al dhamanah).
2) Tabungan
Tabungan di bank konvensional berbeda dari giro dimana ada beberapa
restriksi seperti berapa dan kapan dapat ditarik. Tabungan biasanya memperoleh
hasil pasti (fixed return). Pada bank bebas bunga, tabungan juga mempunyai sifat
yang sama kecuali bahwa penabung tidak memperoleh hasil yang pasti. Menurut
para ulama, penabung boleh menerima hasil yang berfluktuasi sesuai dengan hasil
yang diperoleh bank dan setuju untuk berbagi resiko dengan bank.
35
3) Deposito
Deposito pada bank konvensional menerima jaminan pembayaran kembali
atas simpanan pokok dan hasil (bunga) yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada
bank dengan sistem bebas bunga, deposito diganti dengan simpanan yang
memperoleh bagian dari laba/rugi bank. Oleh karena itu, bank syariah menyebutnya
rekening investasi atau simpanan investasi. Rekening-rekening itu dapat
mempunyai tanggal jatuh tempo yang berbeda-beda. Giro dan tabungan itu
dikumpulkan (pooled) menjadi satu dengan rekening investasi oleh bank syariah
sebagai sumber dana utama bagi kegiatan pembiayaan (financing).
b. Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) Terhadap Pembiayaan
Secara teknis yang dimaksud simpanan adalah seluruh dana yang dihasilkan
dari produk penghimpunan dana dari masyarakat pada perbankan syariah, seperti :
giro wadiah, tabungan wadiah dan deposito mudharabah. Salah satu sumber dana
yang bisa digunakan untuk pembiayaan adalah simpanan, sehingga semakin
meningkat sumber dana yang ada maka bank akan dapat menyalurkan pembiayaan
semakin meningkat pula.
Seperti teori pembiayaan (Karim 2004: 50) yang menyebutkan salah satu
sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan (loan) adalah modal sendiri
(ekuitas), sehingga semakin besar sumber dana (ekuitas) yang ada maka bank akan
dapat menyalurkan pembiayaan dalam batas maksimum yang lebih besar
pula.Pembiayaan merupakansalah satu aktiva produktif yang merupakan lawan
daripada dana pihak ketiga (DPK). Karenanya permintaan dan penawaran terhadap
36
pembiayaan juga haruslah mempertimbangkan faktor likuiditas dalam penghimpunan
dana pihak ketiga (DPK) karena dengan semakin meningkatnya dana pihak ketiga
yang dikumpulkan maka kemungkinan semakin meningkat pula pembiayaan atau
penyaluran dana yang akan di berikan Bank Syariah kepada masyarakat.
Dalam penelitian Moch Soedarto, simpanan masyarakat yang terdiri dari
tabungan dan deposito berpengaruh positif dan signifikan terhadap besar kecilnya
penyaluran kredit. Oleh karena itu semakin besar simpanan masyarakat pada BPR
akan semakin besar pulan penyaluran Kredit (Soedarto,2004:63).
Dalam penelitian Mohamad Hasanudin dan Prihatiningsih terdapat pengaruh
positif antara Dana Pihak Ketiga terhadap penyaluran kredit BPR. Jadi apabila Dana
Pihak Ketiga naik akan berpengaruh terhadap naiknya penyaluran kredit BPR
(Hasanudin & Prihatiningsih,2010:31)
6. Non Performing Financing (NPF)
a. Pengertian Non Performing Financing (NPF)
Resiko Kredit adalah risiko kerugian yang terkait dengan kemungkinan
kegagalan pihak peminjam dana memenuhi kewajibannya atau risiko bahwa debitur
tidak membayar kembali utangnya. Tingginya risiko kredit tecermin dari posisi rasio
pembiayaan bermasalah yang sering dikenal sebagai Non Performing Financing
(NPF)
Non Performing Financing (NPF) adalah pembiayaan yang tidak dapat atau
berpotensi untuk tidak mampu mengembalikan pembiayaan berdasarkan syarat-syarat
yang telah disetujui dan ditetapkan bersama secara tiba-tiba tanpa menunjukkan
37
tanda-tanda terlebih dahulu. Pembiayaan bermasalah berarti pembiayaan yang dalam
pelaksanaannya belum mencapai atau memenuhi target yang diinginkan pihak bank
seperti: pengembalian pokok atau bagi hasil yang bermasalah; pembiayaan yang
memiliki kemungkinan timbulnya resiko di kemudian hari bagi bank; pembiayaan
yang termasuk golongan perhatian khusus, diragukan dan macet serta golongan
lancar yang berpotensi terjadi penunggakan dalam pengembalian.
Non Performing Financing dalam perbankan Syariah atau Non Performing
Loans dalam perbankan konvensional adalah jumlah kredit yang tergolong tidak
lancar/macet yaitu dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia tentang kualitas aktiva produktif. Status NPF pada
prinsipnya didasarkan pada ketepatan waktu bagi nasabah untuk membayarkan
kewajiban, baik berupa bunga maupun pengembalian pokok pinjaman. Proses
pemberian dan pengelolaan kredit yang baik diharapkan dapat menekan NPF sekecil
mungkin, dengan kata lain tingginya NPF sangat dipengaruhi oleh kemampuan bank-
bank syariah dalam menjalankan proses pemberian kredit dengan baik maupun dalam
hal pengelolaan kredit, termasuk tindakan pemantauan (monitoring) setelah kredit
disalurkan dan tindakan pengendalian bila terdapat indikasi penyimpangan kredit
maupun indikasi gagal bayar.
Profil resiko pembiayaan suatu bank dapat dilihat dari rasio pembiayaan
bermasalah (Non Performing Financing) dan pembentukan cadangan (cash
provision). Semakin tinggi NPF, semakin tinggi resiko yang dihadapi bank, karena
akan mempengaruhi permodalan bank tersebut karena dengan NPF yang tinggi akan
38
membuat bank mempunyai kewajiban untuk memenuhi Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif (PPAP) yang terbentuk. Bila hal ini terus terjadi maka mungkin saja
modal bank tersebut akan tersedot untuk membayar PPAP, karena itulah bank
menginginkan NPF yang rendah, nilai NPF yang rendah akan meningkatkan nilai
profitabilitas bank syariah. ( Nur Kurnaliyah 2011:32)
Besarnya NPF yang diperbolehkan Bank Indonesia adalah maksimal 5%, jika
melebihi 5% akan mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank yang
bersangkutan yaitu akan mengurangi nilai skor yang diperoleh. Variabel ini
mempunyai bobot nilai 20%, skor nilai NPF ditentukan sebagai berikut :
Lebih dari 8%, skor nilai = 0
Antara 5% - 8%, skor nilai = 80
Antara 3% - 5%, skor nilai = 90
Kurang dari 3%, skor nilai = 100
Bila resiko pembiayaan meningkat, margin/bunga kredit akan meningkat
pula. Sementara itu, dalam ekonomi Islam sektor perbankan tidak mengenal
instrumen bunga, sistem keuangan Islam menerapkan sistem pembagian keuntungan
dan kerugian, bukan kepada tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan
di muka.
39
1) Non Performing Financing (Penyedia Dana Bermasalah) Gross
(Septiana Ambarwati,2008:65) NPF Gross adalah perbandingan antara
jumlah pembiayaan yang diberikan dengan tingkat kolektabilitas 3 sampai dengan 5
dibandingkan dengan total pembiayaan yang diberikan oleh bank. Terdapat 5
kategori tingkat kolektabilitas pembiayaan yaitu: lancar (currrent), dalam perhatian
khusus (special mention), kurang lancar (sub-standar), diragukan (doubtful), dan
macet (loss). Berikut ini adalah rumusnya:
Keterangan :
a. Penyediaan/penyaluran dana berupa piutang dan ijarah.
b. Pembiayaan merupakan pembiayaan yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak
termasuk pembiayaan kepada bank lain).
c. Penyediaan dana bermasalah adalah penyediaan dana dengan kualitas kurang
lancar, diragukan dan macet.
d. Penyediaan dana bermasalah dihitung secara gross tidak dikurangi PPAP.
e. Angka dihitung perposisi (tidak disetahunkan).
Penyediaan Dana Bermasalah
NPF Gross =
Total Penyediaan Dana
40
2) Non Performing Financing (Penyediaan Dana Bermasalah) Net
Keterangan: PPAP adalah Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif sesuai
ketentuan tentang PPAP yang berlaku bagi bank syariah.
b. Hubungan Non Performing Financing (NPF) Terhadap Pembiayaan
Resiko Kredit adalah risiko kerugian yang terkait dengan kemungkinan
kegagalan pihak peminjam dana memenuhi kewajibannya atau risiko bahwa debitur
tidak membayar kembali utangnya. Tingginya risiko kredit tecermin dari posisi rasio
pembiayaan bermasalah yang sering dikenal sebagai Non-Performing Financing
(NPF)
Profil resiko pembiayaan suatu bank dapat dilihat dari resiko pembiayaan
bermasalah (Non Performing Financing). Semakin tinggi Non Performing Finacing
(NPF) semakin tinggi pula resiko yang dihadapi bank. Variabel NPF mempunyai
pengaruh yang signifikan negatif terhadap pembiayaan Artinya jika persentase NPF
meningkat maka persentase pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah akan
berkurang, dengan asumsi variabel lain tetap.
Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) pada
perbankan syariah yang tinggi dapat mengakibatkan tidak bekerjanya fungsi
intermediasi bank secara optimal karena mengurangi atau menurunkan perputaran
Penyediaan Dana Bermasalah – PPAP
NPF Net =
Total Penyediaan Dana
41
dana bank, sehingga memperkecil kesempatan bank memperoleh pendapatan.
Apabila dana di bank berkurang maka akan pula mengurangi pembiayaan yang
diberikan oleh bank kepada masyarakat (Nasiruddin, 2005).
Hasil penelitian Moch. Soedarto menyimpulkan bahwa pada taraf signifikansi
5% jumlah kredit non lancar berpengaruh negatif signifikan terhadap besarkecilnya
pemberian kredit. Oleh karena itu semakin besar kredit non lancar maka jumlah
kredit yang dapat disalurkan oleh Bank Syariah semakin kecil, begitu sebaliknya
(Soedarto,2004:64)
Dalam penelitian Mohamad Hasanudin dan Prihatiningsih terhadap hubungan
positif tetapi tidak signifikan antara variabel Non Performing Loan terhadap
Penyaluran kredit BPR. Hal ini berarti berapapun tingkat non Performing Loan tidak
akan mempengaruhi penyaluran kredit BPR (Hasanudin & prihatiningsih,2010:31).
7. Inflasi
a. Pengertian Inflasi
Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari
barang/komoditas dan jasa selama satu periode waktu tertentu. Inflasi dapat dianggap
sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit penghitungan
moneter terhadap suatu komoditas. Definisi inflasi oleh para ekonom modern adalah
kenaikan yang menyeluruh dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit
penghitung moneter) terhadap barang/komoditas dan jasa. Sebaliknya jika yang
terjadi adalah penurunan nilai unit penghitung moneter terhadap barang/komoditas
dan jasa didefinisikan sebagai deflasi (deflation).
42
Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat perubahan
dan tingkat harga secara umum. Persamaannya adalah sebagai berikut :
Umumnya, otoritas yang bertanggung jawab dalam mencatat statistik
perekonomian suatu Negara menggunakan consumer price index dan producer price
index sebagai pengukur tingkat inflasi (Karim,2010:136).
Definisi inflasi banyak ragamnya seperti yang dapat kita temukan dalam
literature ekonomi. Keanekaragaman pengertian inflasi tersebut terjadi karena
luasnya pengaruh inflasi terhadap berbagai sektor perekonomian. Hubungan yang
erat dan luas antara inflasi dan berbagai sektor perekonomian terebut melahirkan
berbagai perbeaan pengertian dan presepsi kita tentang inflasi, demikian pula dalam
memformulasikan kebijakan-kebijakan untuk solusinya. Namun, pada prinsipnya
masih terdapat beberapa kesatuan panangan bahwa inflasi merupakan suatu
fenomena dan dilemma ekonomi. Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan
semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil
mata uang suatu Negara (Khalwaty,2000:5).
Ryan C. Amacher dan Holley H. Ulbrich dalam bukunya Principle of
Microeconomic (1989:101-102) menjelaskan bahwa terjadinya inflasi merupakan
akibat dari kenaikan tingkat harga di atas rata-rata yang berlaku umum yang dapat
Tingkat harga t– tingkat harga t-1
Tingkat harga t-1
x 100 = Rate of Inflation
43
diukur dengan indeks harga barang-barang konsumsi dari tahun ke tahun,
sebagaimana terlihat pada definisi inflasi yang dikemukakan sebagai berikut :
Inflation arises in the general, or average, level of price. The measure of
inflation is a price index. A price index measure changes in price level from year to
year. The best known measure is the Consumer Price Index (CPI). Consumer Price
Inex is a measure of the year increase in the price level based on the cost of a
representative market basket of consumer goods.
Jadi inflasi merupakan suatu keadaan di mana terjadi kenaikan harga-harga
secara tajam yang berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama
(Khalwaty,2000:6).
b. Teori Inflasi
1) Teori Kuantitas
Teori ini dikemukakan oleh Irving Fisher yang tergolong dalam ekonom
klasik, teori ini adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi dalam
perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi
Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris
(monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan
harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya
inflasi. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut :
(a) Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang
kartal maupun giral.
(b) Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh
harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang.
44
2) Keynesian Model
Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena
masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga
menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan
agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat),
akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang
(penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak
dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan (permintaan agregat). Oleh
karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian models ini lebih
banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek.
3) Mark-up Model
Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen,
yaitu cost of production dan profit margin. Relasi antara perubahan kedua komponen
ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut :
Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan sebagai suatu
persentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat
dijabarkan menjadi :
Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen
yang menyusun cost of production dan atau kenaikan pada profit margin akan
menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar.
Price = Cost + Profit Margin
Price = Cost + ( a% x Cost )
45
4) Teori Struktural : Model Inflasi di Negara Berkembang
Banyak studi mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukan
bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga
merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena
struktur ekonomi negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak
agraris. Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya
gagal panen (akibat faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat, bencana
alam dan sebagainya) atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar
negeri, misalnya memburuknya term of trade; utang luar negeri dan kurs valuta asing,
dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. Fenomena struktural yang
disebabkan oleh kesenjangan atau kendala struktural dalam perekonomian di negara
berkembang, sering disebut dengan structural bottlenecks.
c. Macam-Macam Inflasi
1) Berdasarkan Tingkat/Laju Inflasi
Menurut Paul A. Samuelson, seperti sebuah penyakit macam inflasi
berdasarkan tingkat keparahannya, inflasi dapat digolongkan menjadi tiga jenis,
yaitu:
(a) Moderate inflation, disebut juga “inflasi satu digit”, adalah inflasi dengan
karakteristik terjadinya kenaikan harga secara lambat. Pada umumnya, pada
tingkat inflasi ini, orang masih mau memegang uang tunai dan menyimpan
kekayaannya dalam bentuk uang daripada dalam bentuk aset riil.
46
(b) Galloping inflation, yaitu inflasi yang terjadi pada tingkatan 20% sampai 200%
per tahun. Pada tingkatan inflasi ini, orang hanya mau memegang uang
seperlunya, dan cenderung menyimpan kekayaan dalam bentuk aset-aset riil.
Pasar uang akan mengalami penyusutan dan dana dialokasikan melalui cara-cara
selain yang berorientasi pada tingkat bunga. Orang hanya bersedia memberikan
pinjaman dengan tingkat bunga yang sangat tinggi. Inflasi jenis ini
mengakibatkan terjadinya gangguan serius pada perekonomian karena
masyarakat cenderung menyalurkan dananya untuk berinvestasi di luar negeri
dari pada di dalam negeri (capital outflow).
(c) Hyper inflation, yaitu inflasi dengan tingkat sangat tinggi, berkisar antara jutaan
persen per tahun. Jika banyak pemerintahan masih sanggup bertahan menghadapi
galloping inflation, maka tidak ada yang dapat bertahan menghadapi inflasi jenis
ini. Contohnya adalah Weimar Republic di Jerman pada tahun 1920-an.
2) Berdasarkan Sumber atau Penyebab Inflasi
Inflasi berdasarkan sumber atau penyebab inflasi, inflasi dapat digolongkan
sebagai berikut:
(a) Natural Inflation dan Human Error Inflation. Sesuai dengan namanya natural
Infaltion adalah inflasi yang terjadi karena sebab-sebab alamiah yang manusia
tidak mempunyai kekuasaan dalam mencegahnya. Human error Inflation adalah
inflasi yang terjadi karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia
sendiri.
47
(b) Actual/anticipated/expected inflation dan unanticipated/unexpected inflation.
Pada expected inflation tingkat suku bunga pinjaman riil akan sama dengan suku
bunga pinjaman nominal dikurangi inflasi. Sedangkan pada unexpected inflation
tingkat suku bunga pinjaman nominal belum atau tidak merefleksikan
kompensasi terhadap efek inflasi.
(c) Demand pull inflation, inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian
sedang berkembang pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat
pendapatan tinggi, dan selanjutnya daya beli masyarakat bisa tinggi. Daya beli
tinggi mendorong permintaan melebihi total produk yang tersedia. Permintaan
aggregate meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produktif
perekonomian, akibatnya timbul inflasi. Hal ini dapat ditunjukkan oleh grafik
berikut:
Gambar 2.2
Demand Pull Inflation
P AS
P2
P1
AD2
AD1
0 Q1 Q2 Q
Kondisi ini mendatangkan uang yang lebih di dalam negeri, sehingga
pendapatan dan daya beli masyarakat naik AD , atau pada grafik dilukiskan
48
sebagai kurva AD yang bergeser ke kanan, mengakibatkan naiknya tingkat harga
secara keseluruhan P .
(d) Cosh push inflation, inflasi ini terjadi bila biaya produksi mengalami kenaikan
secara terus menerus. Kenaikan biaya produksi dapat berawal dari kenaikan harga
input seperti kenaikan upah minimum, kenaikan BBM, kenaikan bahan baku dan
kenaikan input yang lainnya. Hal ini dapat digrafikkan sebagai berikut
Gambar 2.3
Cost Push Inflation
P AS2
P2 AS1
P1
AD
0 Q2 Q1 Q
Dengan adanya kenaikan biaya produksi P , selanjutnya menurunkan
tingkat produksi AS . Sehingga dalam pasar quantitas atas produksi tersebut
mengalami penurunan (Q1 ke Q2).
(e) Spiralling Inflation. Inflasi jenis ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh inflasi
akibat dari inflasi yang terjadi sebelumnya lagi dan begitu seterusnya.
(f) Imported Inflation dan Domestic Inflation. Imported Inflation bisa dikatakan
adalah inflasi di negara lain yang ikut dialami oleh suatu negara karena harus
49
menjadi price taker dalam pasar perdagangan internasional. Domestic Inflation
bisa dikatakan inflasi yang hanya terjadi di dalam negeri suatu negara yang tidak
begitu mempengaruhi negara-negara lainnya (Adiwarman Karim,2010:138).
d. Inflasi Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi
perekonomian karena empat hal sebagai berikut:
1). Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan
(nilai simpan), fungsi pembayaran di muka, dan fungsi unit penghitungan. Akibat
beban inflasi tersebut, orang harus melepaskan diri dari uang dan aset keuangan.
Inflasi juga mengakibatkan terjadinya inflasi kembali atau self feeding inflation.
2) Melemahkan semangat masyarakat untuk menabung (turunnya marginal
propensity to save).
3) Meningkatkan kecenderungan berbelanja, terutama untuk barang-barang non
primer dan mewah (naiknya marginal propensity to consume).
4) Mengarahkan investasi pada hal-hal tidak produktif seperti penumpukan
kekayaan berupa tanah, bangunan, logam mulia, dan mata uang asing serta
mengorbankan investasi produktif seperti pertanian, industri, perdagangan, dan
transportasi (Adiwarman karim,2010:140)
50
e. Hubungan Tingkat Inflasi Terhadap Pembiayaan
Inflasi merupakan kenaikan secara umum dari harga barang-
barang/komoditas dan jasa secara terus-menerus dalam suatu periode tertentu.Inflasi
dapat menimbulkan gangguan terhadap fungsi tabungan (nilai simpanan). Bank
syariah sebagai salah satu pemain di industri keuangan perbankan tidak luput dari
dampak inflasi.
Hubungan yang erat dan luas antara inflasi dan berbagai sektor perekonomian
terebut melahirkan berbagai perbeaan pengertian dan presepsi kita tentang inflasi,
demikian pula dalam memformulasikan kebijakan-kebijakan untuk solusinya.
Namun, pada prinsipnya masih terdapat beberapa kesatuan panangan bahwa inflasi
merupakan suatu fenomena dan dilemma ekonomi. Inflasi adalah suatu keadaan yang
mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin
merosotnya nilai riil mata uang suatu Negara (Khalwaty,2000:5).
Inflasi dapat menyebabkan tingginya resiko default. Resiko ini akan
meningkatkan non performing financing perbankan syariah. Sehingga ketika tingkat
inflasi dalam keadaan tinggi, maka pihak bank akan sangat berhati-hati dalam
menyalurkan pembiayaan. Selain itu inflasi juga bisa memberikan tekanan bagi bank
syariah dalam hal penghimpunan dana dari masyarakat, naik turunnya inflasi akan
mempengaruhi tingkat saving masyarakat, sehingga hal tersebut akan mempengaruhi
pembiayaan bank syariah.
51
B. Penelitian Sebelumnya
1. Moch Soedarto (2004)
Penelitian ini mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi yang
mempengaruhi penyaluran kredit pada bank perkreditan rakyat (BPR). Dengan
menggunakan analisis regresi berganda mendapatkan hasil empiris yang menunjukan
bahwa secara parsial maupun simultan tingkat suku bunga, tingkat kecukupan modal
BPR, jumlah simpanan masyarakat, dan jumlah kredit non lancar berpengaruh secara
positif terhadap penyaluran kredit BPR.
2. Duddy Roesmara dan Nurul Chotimah (2009)
Penelitian ini mengenai analisis variable-variabel yang mempengaruhi
Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia ditinjau dari sisi penawaran. Penelitian
ini menggunakan analisis Ordinary Least Square (OLS). Urutan variable yang
mempengaruhi pembiayaan adalah tingkat bagi hasil, dana pihak ketiga, modal per
asset dan pendapatan, sedangkan yang tidak berpengaruh adalah Non Performing
Financing.
3. Mohamad Hasanudin dan prihatiningsih (2010)
Penelitian ini tentang pengaruh jumlah DPK, Tingkat Suku Bunga kredit, Non
Performing Loan (NPL), dan Tingkat Inflasi terhadap Penyaluran Kredit BPR di
Jawa Tengah. Pengujian ini dilakukan dengan metode analisis kuantitatif regresi
linier berganda dengan mempertimbangkan R2 (R Square), Uji T-test, Uji F (Varian),
serta mempertimbangkan uji asumsi klasik yaitu multikolinieritas,
heterokodastisitas, dan autokorelasi.
52
Dari hasil analisis secara simultan dengan level of significant 5% terdapat
pengaruh positif signifikan antara DPK dengan penyaluran kredit BPR,terdapat
pengaruh positif tidak signifikan antara NPL dengan penyaluran kredit BPR,terdapat
pengaruh positif tidak signifikan antara inflasi dengan penyaluran kredit BPR,
terdapat pengaruh negative tidak signifikan antara tingkat suku bunga kredit dengan
penyaluran kredit BPR.
4. Hariandy Hasbi dan Endang Sumachdar (2011)
Penelitian tersebut ditulis dengan tema Financial Performance Analysis for
Islamic Rural Bank to Third Party Funds and The Comparation with Conventional
Rural Bank in Indonesia. Analisis ini menggunakan metode deskriptif, analisis
regresi berganda dan uji t sebagai alat untuk menguji hipotesis. Hasil dari penelitian
ini adalah variabel ROA, NPF, OEOI secara parsial signifikan berpengaruh terhadap
penigkatan jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK), kecuali CAR dan FDR. Secara
simultan CAR, ROA, NPF, OEOI, dan FDR berpengaruh secara signifikan
meningkatkan jumlah penghimpunan Dana Pihak Ketiga. Dan hasil penelitian lainnya
adalah performa keuangan dari Bank Pembiayaan Rakyat Syarih lebih baik dari
konvensional.
5. Wuri Arianti& Harjum Muharamm (2011)
Penelitian ini mengenai analisis pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital
Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF), dan Return Of Asset
(ROA) terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah. Menggunakan OLS dengan
mencari tahu hubugan variabel independen tersebut terhadap variabel dependennya.
53
DPK berpengaruh positif signifikan terhadap pembiayaan, CAR tidak berpengaruh
signifikan terhadap pembiayaan, ROA tidak berpengaruh terhadap pembiayaan, dan
NPF tidak berpengaruh terhadap pembiayaan. Secara simultan semua variabel
dependen berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan bank syariah di Indonesia.
6. Siti Syamsiah (2012)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Jumlah Pembiayaan dan
Nasabah Terhadap Keuntungan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) As Salam
di Indonesia. Penelitian ini mengguanakan analisis deskriptif, analisis rasio
profitabilitas dan keuntungan usaha, dan analisis regresi.
Hasil penelitian menunjukan Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa
variabel bebas yang digunakan ternyata tidak seluruhnya berpengaruh nyata terhadap
variabel tak bebas yang telah ditentukan, hanya ada dua variabel yang berpengaruh.
Variabel pembiayaan modal kerja secara parsial berpengaruh nyata terhadap
keuntungan. Pembiayaan modal kerja dalam model mempunyai pengaruh negatif,
artinya setiap penurunan pembiayaan modal kerja akan meningkatkan keuntungan.
Pembiayaan modal kerja berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 90 persen.
Nilai elastisita spembiayaan modal kerja dalam fungsi keuntungan sebesar -7,310
yang artinya bahwa setiap penurunan pembiayaan modal kerja sebesar Rp 100.000,
maka keuntungan akan meningkat sebesar Rp 731.000 dengan asumsi faktor lain
dianggap tetap (cateris paribus). Sehingga diharapkan BPRS Al Salaam lebih
memperhatikan dalam penyaluran pembiayaan modal kerja
54
Variabel pembiayaan konsumsi secara parsial berpengaruh nyata terhadap
keuntungan. Pembiayaan konsumsi dalam model mempunyai pengaruh positif,
artinya setiap ada kenaikan jumlah pembiayaan konsumsi, maka keuntungan
yangdiperoleh BPRS Al Salaam akan meningkat. Nilai elastisitas pembiayaan
konsumsi dalam fungsi keuntungan sebesar 6,852 yang artinya bahwa setiap
penambahan pembiayaan konsumsi sebesar Rp 100.000, maka keuntungan akan
meningkat sebesar Rp 685.200 dengan asumsi faktor lain dianggap tetap
(caterisparibus). Variabel jumlah nasabah modal kerja (X1), pembiayaan modal kerja
(X2), pembiayaan investasi (X3),jumlah nasabah konsumsi (X4), jumlah pembiayaan
konsumsi (X5) secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap keuntungan (Y)
7. Anastasya Sri et al (2013)
Penelitian ini mengenai The Influence of Third-Party Funds, Car, Npf, and
Roa Againts The Financing of a General Sharia-Based Bank in Indonesia yaitu
pengaruh DPK, ROA, CAR, NPF terhadap pembiaayaan syariah secara umum
berdasarkan bank di Indonesia. Penelitian ini menggunakan regresi berganda sebagai
model analisisnya. Hasil dari penelitian ini adalah DPK, CAR, dan ROA secara
pasrial tidak mempunyai pengaruh terhadap pembiayaan PLS. sementara NPF
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaa. Hasil yang lainnya adalah
DPK, ROA, CAR, dan NPF secara simultan mempunyai pengaruh terhadap
pembiayaan.
Perbedaan Penelitian terdahulu dengan Penelitian mengenai analisis pengaruh
jumlah dana pihak ketiga, non performing financing, dan tingkat inflasi terhadap total
55
pembiayaan BPRS Syariah di Indonesia bisa dilihat dari berbedanya alat analisis,
ruang lingkup penelitian, dan tahun penelitian.
Tabel 2.2
Penelitian Sebelumnya
No Penulis dan
Tahun
Variabel
Dependen
Variabel
Independen
Hasil
1 Moch
Soedarto
(2004)
Dependen:
1. Penyaluran
Kredit
Independen:
1. Tingkat suku
bunga
2. tingkat
kecukupan modal
3. Jumlah
simpanan
masyarakat
4. Jumlah kredit
non lancar
Dengan menggunakan analisis regresi
berganda mendapatkan hasil empiris
yang menunjukan bahwa secara parsial
maupun simultan tingkat suku bunga,
tingkat kecukupan modal BPR, jumlah
simpanan masyarakat, dan jumlah
kredit non lancar berpengaruh secara
positif terhadap penyaluran kredit
BPR.
2 Duddy
Roesmara dan
Nurul
Chotimah
(2009)
Dependen :
1. Pembiayaan
Independen :
1. Tingkat Margin
2. DPK
3. Modal per aset
4. NPF
Ordinary Least Square (OLS)
Urutan variable yang mempengaruhi
pembiayaan adalah tingkat bagi hasil,
dana pihak ketiga, modal per asset dan
pendapatan, sedangkan yang tidak
berpengaruh adalah Non Performing
Financing.
3 Mohamad
Hasanudin
dan
Prihatiningsih
(2010)
Dependend :
1. Penyaluran
Kredit BPR
Independend :
1. DPK
2. Tingkat Suku
Bunga Kredit
3. Non Performing
Loan (NPL)
4.Inflasi
Analisis Kuantitatif Regresi Linier
Berganda
(SPSS)
Terdapat pengaruh positip antara DPK
terhadap penyaluran kredit
BPR.Terdapat pengaruh yang negatif
tetapi tidak
signifikan antara variabel tingkat suku
bunga. kredit dengan penyaluran kredit
BPR. Terdapat pengaruh yang positip
tetapi tidak
signifikan antara variabel Non
Performance
Loan dengan penyaluran kredit BPR.
Terdapat pengaruh yang positip tetapi
tidak signifikan antara variabel tingkat
inflasi dengan
penyaluran kredit BPR. Terdapat
56
pengaruh yang negatip dan signifikan
antara variabel tingkat risiko kredit
dengan
penyaluran kredit BPR.
4 Hariandy
Hasbi dan
Endang
Sumachdar
(2011)
Dependen :
1.Dana Pihak
Ketiga
2. Performa
keuangan
Independen :
1. CAR
2. ROA
3. NPR
4. OEOI
5. FDR
Penelitian ini menggunakan meode
deskriptif, analisis regresi berganda
dan uji t.
Dari hasil analisis menunjukan bahwa
ROA, NPF, OEOI berpengaruh
signifikan terhadap DPK. Secara
simultan ROA, NPF, CAR, OEOI,
FDR berpengaruh menigkatkan DPK.
Performa keuangan dari Bank
Pembiayaan Rakyat Syarih lebih baik
dari konvensional.
5 Wuri
Arianti&
Harjum
Muharamm
(2011)
Dependend :
Pembiayaan
Independend :
1. DPK
NPF
CAR
ROA
Penelitian ini menggunakan
metodeOrdinary Least Square (OLS)
Dengan hasil DPK berpengaruh positif
signifikan terhadap pembiayaan, CAR
tidak berpengaruh signifikan terhadap
pembiayaan, ROA tidak berpengaruh
terhadap pembiayaan, dan NPF tidak
berpengaruh terhadap pembiayaan.
Secara simultan semua variabel
dependen berpengaruh signifikan
terhadap pembiayaan bank syariah di
Indonesia.
6
Siti Syamsiah
(2012)
Dependen :
1. Keuntungan
Independen :
1.Nasabah modal
kerja
2.Pembiayaan
modal kerja
3.Nasabah
investasi
4.Pembiayaan
investasi
5.modal konsumsi
6.Pembiayaan
konsumsi
Hasil analisis regresi menunjukkan
bahwa variabel bebas yang digunakan
ternyata tidak seluruhnya berpengaruh
nyata terhadap variabel tak bebas yang
telah ditentukan, hanya ada dua
variabel yang berpengaruh. Variabel
pembiayaan modal kerja secara parsial
berpengaruh nyata terhadap
keuntungan. Pembiayaan modal kerja
dalam model mempunyai pengaruh
negatif, artinya setiap penurunan
pembiayaan modal kerja akan
meningkatkan keuntungan.
Variabel pembiayaan konsumsi secara
parsial berpengaruh nyata terhadap
keuntungan. Pembiayaan konsumsi
dalam model mempunyai pengaruh
positif, artinya setiap ada kenaikan
jumlah pembiayaan konsumsi, maka
keuntungan yang diperoleh BPRS
akan meningkat.
57
7 Anastasya Sri
et al (2013)
Dependen :
1. Pembiayaan
Independen :
1. DPK
2. CAR
3. NPF
4. ROA
Penelitian ini menggunakan model
analisis regresi berganda sebagai alat
analisisnya.
Hasil dari penelitian ini
mengindikasikan bahwa DPK, CAR,
dan ROA secara pasrial tidak
mempunyai pengaruh terhadap
pembiayaan PLS. sementara NPF
mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap pembiayaa. Hasil yang
lainnya adalah DPK, ROA, CAR, dan
NPF secara simultan mempunyai
pengaruh terhadap pembiayaan.
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang tertuang
dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran sistematis dari
kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah
yang ditetapkan. (Rodoni,2010:15)
Berikut penjelasan dari kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian
yang akan dilakukan :
Peranan Bank Syariah Syariah saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat
yang rindu akan keadilan. Kebutuhan manusia yang tidak ada batasnya dan
kebutuhan akan modal usaha yang tinggi dalam masyarakat khususnya masyarakat
kecil dan menengah membuat alokasi yang di berikan kepada usaha kecil dan
menengah oleh perbankan syariah di Indonesia harus lebih ditingkatkan. Oleh karena
itu pula penulis menganalisis apakah variable-variabel seperti Dana Pihak Ketiga
(DPK), Non Performing Financing (NPF) dan Tingkat Inflasi berpengaruh atas
58
tumbuh dan berkembangnya pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di
Indonesia.
Dana Pihak Ketiga (DPK), dana yang terkumpul dari nasabah akan digunakan
untuk pembiayaan. Hal ini dilakukan agar uang yang ada di bank dapat berputar dan
tidak menganggur (idle), sehingga bank akan mendapatkan keuntungan dan begitu
pula dengan nasabah. Menurut (Adnan dan Pratin,2005:37) UU Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan (Pasal 1) disebutkan bahwa, “Simpanan adalah dana yang
dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan
dana dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan”.
Pembiayaan yang diberikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia
dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 tumbuh dengan signifikan di setiap tahun
ke depan (lihat gambar1.1). dan hal tersebutlah yang dapat membangun dan
meningkatkan perekonomian sektor riil di Indonesia.
Kondisi inflasi akan mempengaruhi pembiayaan yang dilakukan oleh Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah, contohnya: peningkatan harga barang yang menjadi
objek transaksi, kemampuan nasabah dan bank di kemudian hari apabila terjadi
inflasi akan mempengaruhi pengembalian cicilan dan tingkat keuntungan bank,
sehingga bank akan lebih selektif dan sangat berhati-hati dalam memberikan
pembiayaan kepada masyarakat di saat kondisi tingkat inflasi yang tidak stabil.
Selanjutnya pada variabel Non Performing Financing (NPF), memiliki
hubungan yang negatif terhadap pembiayaan. Artinya meningkatnya Non Performing
59
Financing maka akan semakin kecil permodalan yang diterima oleh bank dan
pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah akan berkurang.
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah bahwa total pembiayaan
yang diberikan oleh BPR Syariah dipengaruhi oleh tiga variabel antara lain, Jumlah
Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan Tingkat Inflasi.
Setelah memperoleh data disetiap variabel peneliti mulai melakukan analisis regresi
berganda menggunaka software Eviews 6, Kemudian diukur dengan dengan Metode
analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah model koreksi kesalahan
atau Error Correction Model (ECM) yang diperkenalkan oleh Sargan dan
dipopulerkan oleh Engle dan Granger. Model ini mampu meliputi banyak variabel
dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka panjang dan juga dapat memecahkan
masalah variabel time series yang rentan dengan ketidakstasioneran yang sebelumnya
dilakukan uji stasioner Phillips-Perron (PP) test dan uji kointegrasi Phillips-Perron
(PP) test, singkatnya akan penulis gambarkan pada kerangka pemikiran. Kerangka
pemikiran dalam penelitian inijika divisualisasikan dalam bentuk skema atau model
sederhana adalah sebagai berikut :
60
Gambar 2.4
Skema Kerangka Pemikiran
Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Non Performing Financing, dan Tingkat Inflasi terhadap
Total Pembiayaan yang diberikan BPRS di Indonesia
Dana Pihak
Ketiga
(X1)
Non Performing
Financing (X2)
Total Pembiayaan (Y)
Uji Linieritas
Uji Stasioner
Uji asumsi klasik :
Uji Multikolinieritas,
Uji Aoutokolerasi,
Uji Heterokedastisitas
Uji ECT
Analisis Ekonomi
Kesimpulan dan Implikasi
Uji Normalitas
Uji Akar Unit
Uji Derajat
Integrasi
Uji Kointegrasi Stasioner pada
ordo sama
Stasioner
Tidak Stasioner
UJI ECM
Tingkat
Inflasi
(X3)
61
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu persoalan yang masih
perlu dibuktikan kebenarannya dan harus bersifat logis, jelas, dan dapat diuji.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Dana Pihak Ketiga (X1)
Ho : Diduga Dana Pihak Ketiga tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka
pendek maupun jangka panjang terhadap total Pembiayaan pada Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007-Oktober 2012.
Ha : Diduga Dana Pihak Ketiga berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek
maupun jangka panjang terhadap total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007-Oktober 2012.
2. Variabel Non Performing Financing (X3)
Ho : Diduga Non Performing Financing tidak berpengaruh secara signifikan dalam
jangka pendek maupun jangka panjang terhadap total Pembiayaan pada Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007- Oktober 2012.
Ha : Diduga Non Performing Financing berpengaruh secara signifikan dalam jangka
pendek maupun jangka panjang terhadap total Pembiayaan pada Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007- Oktober 2012.
3. Variabel Tingkat Inflasi (X2)
Ho : Diduga Tingkat Inflasi tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek
maupun jangka panjang terhadap total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007- Oktober 2012.
62
Ha : Diduga Tingkat Inflasi berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek
maupun jangka panjang terhadap total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007- Oktober 2012.
63
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memfokuskan variabel dependen yaitu Total
Pembiayaan yang diberikan BPRS di Seluruh Indonesia.Dan variabel independenya
difokuskan pada Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan
Tingkat Inflasi. Penellitian ini merupakan penelitian analisis pengaruh, karena tujuan
penelitian ini adalah meneliti hubungan pengaruh antara dua variabel yaitu variabel
dependen (Total Pembiayaan BPRS dan variabel independennya Dana Pihak Ketiga,
Non Performing Financing, dan Tingkat Inflasi).
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data runtun
waktu (time series), semua data diambil dalam bentuk bulanan dalam kurun waktu
bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Oktober 2012 dan diperoleh dari Bank
Indonesia serta dari sumber lain yang terkait.
B. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan hal yang harus dilakukan dalam penyusunan
skripsi ini, karena penulis dalam menyusun skripsi ini memerlukan data-data yang
lengkap, akurat dan dapat disahkan kebenarannya. Dalam penulisan skripsi ini, data
yang diperlukan dengan menggunakan teknik penelitian sebagai berikut :
1. Data sekunder
a. Statistik Perbankan Indonesia (Bank Indonesia).
b. Buku-buku literatur.
64
c. Media cetak.
d. Media elektronik dan
e. Sumber lainnya yang dapat dipercaya
2. Data penelitian ini diperoleh dengan cara :
a. Riset kepustakaan (library research)
Berupa pengumpulan data dengan membaca buku-buku dari beberapa
literatur, referensi, laporan-laporan keuangan dan bahan-bahan yang
berhubungan atau mendukung karya akhir ini.
b. Riset lapangan (field research)
Melakukan kunjungan langsung ke lokasi dimana penulis dapat
memperoleh data dengan (observasi) pengamatan, yakni berupa sumber data
sekunder dari laporan keuangan Bank Indonesia (Perbankan Syariah).
c. Riset Internet (Internet Research)
Terkadang buku referensi atau literatur yang kita miliki atau pinjam di
perpustakaan tertinggal selama beberapa waktu atau kadaluarsa, karena ilmu
selalu berkembang. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut penulis
melakukan penelitian dengan teknologi yang juga berkembang yaitu internet
sehingga data yang diperoleh merupakan datayang sesuai dengan
perkembangan zaman.
65
C. Teknik Analisis Data
Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode data kuantitatif dengan
menggunakan analisis statistik melalui pendekatan regresi berganda, yaitu suatu
analisis yang mengukur pengaruh antarvariabel yang melibatkan lebih dari dua
variabel independen terhadap variabel dependen .
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan Error Correction Model (ECM)
untuk melihat hubungan jangka pendek dan menggunakan uji Kointegrasi untuk
melihat indikasi adanya hubungan jangka panjang. Analisis data akan dilakukan
dengan bantuan aplikasi komputer, program Eviews 6. Pengujian ECM baru dapat
dilakukan bila terdapat indikasi adanya hubungan jangka panjang dengan
menggunakan uji kointegrasi. Variabel-variabel dikatakan terkointegrasi bila
stasioner pada ordo yang sama. Untuk menguji kestasioneran data, maka pada
penelitian ini digunakan Phillips-Perron (PP) test. Dalam Phillips-Perron test, perlu
menentukan jumlah truncation lag untuk koreksi Newey-West, yaitu dengan
menggunakan rumus N1/3
= 321/3
= 3,17 yang kemudian dibulatkan pada nilai satuan
terdekat dibawahnya yaitu 3 (Yahya Hamja, 2008).
Nilai koefisien regresi sangat berarti sebagai dasar analisis. Koefisien β akan
bernilai positif (+) jika menunjukkan hubungan yang searah antara variabel
independen dengan variabel dependen, Artinya kenaikan variabel independen akan
mengakibatkan kenaikan variabel dependen, begitu pula sebaliknya jika variabel
independen mengalami penurunan. Sedangkan nilai β akan negatif (-) jika
menunjukkan hubungan yang berlawanan, artinya kenaikan variabel independen akan
66
mengakibatkan penurunan variabel dependen, demikian pula sebaliknya. Uji yang
pertama dilakukan adalah uji normalitas dimana untuk melihat apakah nilai residual
terdistribusi normal atau tidak. Selanjutnya model persamaan yang diperoleh dari
pengolahan data diupayakan tidak terjadi gejala multikolinieritas, heteroskedastisitas
dan autokorelasi. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala-gejala tersebut akan
dilakukan uji terlebih dahulu dengan uji asumsi klasik. Berikut ini merupakan alat
untuk menguji suatu nilai residual, yaitu :
1. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal
atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi
normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada
nilai residualnya. Sering terjadi kesalahan yang jamak yaitu bahwa uji normalitas
dilakukan pada masing-masing variabel. Hal ini tidak dilarang tetapi model regresi
memerlukan normalitas pada nilai residualnya bukan pada masing-masing variabel
penelitian.
Sebenarnya normalitas dapat dilihat dari gambar histogram, namun seringkali
polanya tidak mengikuti kurva normal, sehingga sulit disimpulkan. Akan lebih
mudah bila melihat koefisien Jarque-Bera dan Probabilitasnya. Kedua angka ini
saling mendukung.(Wing Wahyu,2011:5.39)
Langkah-langkah pengujian normalitas data sebagai berikut:
67
Hipotesis: Ho: Model Normal
Ha: Model Tidak Normal
Bila probabilitas Obs*R2> 0.05 → Signifikan, Ho diterima
Bila probabilitas Obs*R2< 0.05 → Tidak signifikan, Ho ditolak
2. Uji Linieritas
Uji yang sangat populer untuk menguji masalah linieritas adalah uji yang
dikembangkan oleh J.B Ramsey tahun 1969 untuk lebih dikenal dengan nama
Ramsey RESET Test. Uji ini biasanya didesain untuk menguji apakah suatu variabel
penjelas cocok atau tidak dimasukkan dalam suatu model estimasi. Akan tetapi
menurut (Insukindro,2003) uji yang dikembangkan oleh J.B Ramsey ini digunakan
untuk menguji apakah bentuk fungsi suatu model estimasi linier atau tidak linier.
langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis: Ho: Model Linear
Ha: Model Tidak Linear
Bila probabilitas Obs*R2> 0.05 → Signifikan, Ho diterima
Bila probabilitas Obs*R2< 0.05 → Tidak signifikan, Ho ditolak.
3. Uji Stasioneritas
Proses yang bersifat random atau stokastik merupakan kumpulan dari variabel
random dalam urutan waktu. Setiap data time series yang kita punyai merupakan
suatu data dari hasil proses stokastik. Suatu data hasil proses random dikatakan
stasioner jika memenuhi kriteria, yaitu: jika rata-rata dan varian konstan sepanjang
waktu dan kovarian antara dua data runtun waktuhanya tergantung dari kelambanan
68
antara dua periode waktu tertentu (AgusWidarjono, 2005).
Salah satu persyaratan penting untuk mengaplikasikan model seri waktu yaitu
dipenuhinya asumsi data yang normal atau stabil (stasioner) dari variabel-variabel
pembentuk persamaan regresi. Karena penggunaan data dalam penelitian ini
dimungkinkan adanya data yang tidak stasioner, maka dalam penelitian ini perlu
digunakan beberapa uji stasioner.Dalam melakukan uji stasioneritas, penulis akan
melakukan proses analisis yang terdiri dari :
a. Uji Akar Unit
Uji Phillips-Perron memasukkan adanya autokorelasi di dalam variabel
gangguan dengan memasukkan variabel independen berupa kelambanan diferensi.
Phillips-Perron (PP) membuat uji akar unit dengan menggunakan metode statistik
nonperametrik dalam menjelaskan adanya autokorelasi antara variabel gangguan
tanpa memasukkan variabel penjelaskelambanan diferensi. (Agus Widarjono, 2007)
Statistik distributif t tidak mengikuti statistik distributif normal tetapi
mengikuti distributif statistik PP sedangkan nilai kritisnya digunakan nilai kritis.
Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara
membandingkan antara nilai statistik PP dengan nilai kritisnya yaitu distribusi
statistik Mackinnon. Jika nilai absolut statistik PP lebih besar darinilai kritisnya,
maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut
statistik PP lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner.
69
b. Uji Derajat Integrasi
Data time series pada umumnya adalah data yang tidak stasioner.Untuk
menghindari regresi lancung maka harus ditransformasikan data nonstasioner
menjadi data stasioner. Menurut (Nachrowi,2006) dalam berbagai studi
ekonometrika, data time series sangat banyak digunakan. Namun dibalik pentingnya
data tersebut, ternyata data time series menyimpan berbagai permasalahan, salah
satunya yaitu auotokorelasi. auotokorelasi ini merupakan penyebab yang
mengakibatkan data menjadi tidak stasioner, sehingga bila data dapat distasionerkan
maka otokorelasi akan hilang dengan sendirinya, karena metode transformasi data
untuk membuat data yang tidak stasioner sama dengan transformasi data untuk
menghilangkan otokorelasi.
Dalam uji akar unit PP bila menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak
stasioner, maka diperlukan proses deferensi data. Uji stasioner data melalui proses
diferensi ini disebut uji derajat integrasi. Seperti uji akar unit PP, keputusan sampai
pada derajat keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan membandingkan
antara nilai statistik PP yang diperoleh dari koefisien y dengan nilai kritis distribusi
statistik Mackinnon. Jika nilai absolut dari statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya
pada diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada derajat satu. Akan
tetapi, jika nilainya lebih kecil maka uji derajat integrasi perlu dilanjutkan pada
diferensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh data yang stasioner.
70
4. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mendeteksi apakah terdapa
tmultikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Uji asumsi klasik penting
dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang
minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE), yang berarti model regresi
tidak mengandung masalah. Untuk itu diperlukannya pendeteksian lebih lanjut
diantaranya : (Nachrowi, 2006)
a. Uji Heterokedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi apabila variasi Ut tidak konstan atau sering
berubah-ubah seiring dengan berubahnya nilai variabel independent (Gujarati, 2006).
Untuk melacak keberadaan heteroskedastisitas dalam penelitian ini digunakan uji
White.
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan
kepengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan
kepengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika variance tidak
konstan atau berubah-ubah disebut denfan Heteroskedastisitas. Model regresi
yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas
(Nachrowi, 2006).
Uji heterokedastisitas ini dilakukan dengan mengkuadratkan residualnya
dan menjadikan residual tersebut sebagai dependent variabel. Salah satu cara
untuk menguji ada tidaknya heterokedastisitas dalam data adalah dengan
71
menggunakan uji white. Yaitu dengan memperhatikan probabilitas dari
obs*squarenya. Jika lebih dari a = 5 % maka data tersebut tidak signifikan dan
tidak terdapat heteroskedastisitas.
b. Uji Otokorelasi
Otokorelasi (autocorrelation) adalah hubungan antara residual satu
observasi dengan residual observasi lainya.Otokolerasi lebih mudah timbul pada
data yang bersifat runtun waktu (time series), karena berdasarkan sifatnya, data
masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya. Meskipun
demikian, tetap dimungkinkan otokorelasi dijumpai pada data yang bersifat
antarobjek (cross section) (Wing Wahyu,2011:5.26).
Uji Otokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada
korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan penganggu
pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. otokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan
penganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi
yang baik adalah model regresi yang bebas dari autokorelasi.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi salah satunya dengan
menggunakan uji Breusch Godfrey LM.Uji ini adalah adanya autokorelasi tingkat
pertama dalam variabel pengganggu. Caranya yaitu dengan melihat besarnya
probabilitas yang diukur dengan signifikan level sebesar 5 % (a = 5 %). Apabila
lebih besar dari 5 %, maka data tersebut tidak signifikan dan tidak terdapat
72
autokorelasi.
c. Uji Multikolilieritas
Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linier antarvariabel
independen. Karena melibatkan beberapa variabel independen, maka
multikolinieritas tidak akan terjadi pada persamaan regresi sederhana (yang terdiri
atas satu variabel denpenden dan satu variabel independen). Kondisi terjadinya
multikolinieritas di tunjukan dengan berbagai informasi, salah satunya dengan
melihat R2
yang tinggi, tetapi variabel independen banyak yang tidak signifikan
(Wing Wahyu, 2011:5.1).
R2
yang tinggi tetapi sedikit variabel yang signifikan. Meskipun
kolinieritas menyebabkan standart error dari parameter menjadi lebih besar tetapi
hal ini tidak terjadi pada model secara keseluruhan.Residual model adalah tidak
bias, dengan demikian R2 yang dimiliki adalah valid. Jadi, kita memiliki model
dengan R2 yang tinggi ( misalnya>0,7) tetapi sedikit variabel yang signifikan, kita
dapat menduga bahwa model yang dimiliki mengalami multikolinieritas (Doddy
Ariefianto, 2012:53).
5. Uji Error Correction Model (ECM)
a. Uji ECM
Model ECM pertama kali diperkenalkan oleh Sargan dan kemudian
dikembangkan oleh Hendry dan dipopulerkan oleh Engle-Granger. Model ini
memasukan penyesuaian untuk melakukan koreksi bagi ketidakseimbangan, dan
model ini mempunyai beberapa kegunaan, namun penggunaan yang utamanya
73
adalah mengatasi masalah pada data time series yang tidak stasioner.
Dalam penelitian ini, Model ECM digunakan setelah melalui uji normalitas
data, linieritas, stasioneritas, derajat integrasi, kointegrasi dan uji asumsi klasik,
serta terbebas dari semua permasalah dari pengujian tersebut, sehingga model
ECM yang digunakan sudah layak untuk dipakai dan dianalisis.
Analisis yang digunakan bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Setelah pengujian ECM dilakukan, maka model yang terbentuk
akan dilakukan uji ECT ( Error Correction Term).
Berikut ini merupakan model ECM yang digunakan pada penelitian ini :
Model Dasar : PBPRS = (DPK, NPF. INFLASI)
Model Ekonometrika : PBPRSt =β0 + β1 DPKt +β2 NPFt + β3 INFLASIt + e
Jika diuraikan dalam bentuk log(ln) akan berubah menjadi sebagai berikut :
LNPBPRSt = β0 + β1 LNDPKt + β2 NPFt + β3 INFLASI t + e
Sehingga rumus yang terbentuk dalam penelitian ini adalah :
D(LNPBPRS) t = β0 + β1 D(LNDPK) t + β2 D(NPF) t + β3 D(INFLASI) t + β4
LNDPK (t-1) + β5 NPF (t-1) + β6 INFLASI (t-1) + β7 ECT
Dimana :
D = Differenence, Xt – Xt-1
LN = Natural Log
PBPRS = Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
DPK = Jumlah Dana Pihak Ketiga
74
NPF = Non Performing Financing/ Pembiayaan Tidak Lancar
INFLASI = Tingkat Inflasi
β0 = Konstanta
β1…βt = Koefisien Regresi Variable Bebas
e = Error Term
ECT = Error Correction Term
t = Periode Waktu
t-1 = Periode Waktu Sebelumnya
Setelah model ECM teerbentuk, maka pengujian dilanjutkan ketahap
berikutnya yaitu uji ECT (Error Cerrection Term).
b. Uji Error Correction Term (ECT)
Error Correction Term (ECT) atau koreksi kesalahan merupakan bagian
dari ECM. Nilai ECT ini diperoleh dari hasil penjumlahan variabel independen
belan sebelumnya dikurangi dengan variabel dependen bulan sebelumnya, dan
nilai yang dihasilkan merupakan nilai penyesuaian dari ketidakseimbangan
variabel dependen dan independen dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Model ECT yang terbentuk pada penelitian ini adalah :
ECT = LNDPKt(-1) + NPFt(-1) + INFLASIt(-1) – LNPBPRSt(-1)
Kemudian regresi model ECM secara berurutan sesuai dengan model yang
telah ditemukan. Hasil probabilita ECT akan menentukan apakah model dapat
dianalisa baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Jika variabel ECT
positif dan signifikan pada α = 5% maka spesifikasi model sudah valid dan dapat
75
dijelaskan variabel dependen.
Proses pengolahan data berdasarkan metode analisis diatas, dilakukan
dengan cara komputerisasi untuk memperoleh informasi dan hasil yang tepat serta
akurat dari variabel-variabel yang diteliti, yaitu menggunakan program Microsoft
Office Excel 2010 dari Microsoft dan program statistic Eviews 6 dari Quantitative
Micro Sofware.
D. Operasional Variabel Penelitian
Variabel dependen adalah adalah variabel yang diakibatkan atau dipengaruhi
oleh variabel independen.Variabel dependen dalam penelitian ini Total Pembiayaan
yang diberikan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia.
1. Total Pembiayaan
Total Pembiayaan adalah Jumlah total dari seluruh pembiayaan yang di
berikan oleh seluruh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia. Data
operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan
oleh Bank Indonesia yaitu pada Statistik Perbankan Syari`ah berdasarkan perhitungan
bulanan, yaitu dari bulan Januari tahun 2007 sampai dengan bulan Oktober tahun
2012 yang dinyatakan dalam bentuk juta rupiah.
Variabel-variabel independen (variabel bebas) yang digunakan penulis dalam
penelitian ini adalah Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF),
dan Tingkat Inflasi.
76
Variabel independen (X) pada penelitian ini terdiri dari sebagai berikut:
1. Dana Pihak Ketiga (DPK)
Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuan
menghimpun dana masyarakat. Dana masyarakat yang terhimpun akan diputar bank
agar dana tersebut dapat menguntungkan bagi bank dan nasabah, salah satu cara
untuk menambah dana yang sudah ada yaitu dengan menyalurkan dana tersebut
kepada pembiayaan. Total dana pihak ketiga di peroleh dari giro, tabungan, dan
deposito pada perbankan syariah maka akan diperoleh jumlah dana pihak ketiga
(DPK) yang telah berhasil dihimpun setiap bulannya.
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu dari Statistik Ekonomi dan Keuangan
Indonesia (SEKI) berdasarkan perhitungan bulanan, dari tahun 2007-2012 yang
dinyatakan dalam bentuk juta rupiah.
2. Non Performing Financing (NPF)
Non Performing Financing (NPF) atau rasio pembiayaan bermasalah
mungkin tidak cukup akrab bagi pelaku perbankan konvensional.Hal itu bisa
dimaklumi karena kalangan perbankan konvensional memiliki istilah sedikit berbeda
untuk istilah tersebut, diperbankan dengan sistem bungaNPF lebih dikenal dengan
istilah Non Performing Loan (NPL) atau rasio kredit bermasalah yakni NPF Gross
dan NPF Nett. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari
data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu pada Statistik Perbankan Syari`ah
77
berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari tahun 2007-2012 yang dinyatakan dalam
bentuk persen (%).
3. Tingkat Inflasi
Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi secara terus
menerus dalam suatu periode. Menurut (Adiwarman Karim 2008:135) Inflasi adalah
kenaikan tingkat harga secara umum dari barang/komoditas dan jasa selama suatu
periode waktu tertentu.Berbagai pengertian inflasi dari berbagai sudut pandang telah
dikemukakan, dalam hal ini berbeda ahli ekonomi berbeda pula pengertian inflasi.
Sampai saat ini belum ada suatu batasan inflasi yang baku yang diterima oleh seluruh
ahli ekonomi. Inflasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan inflasi bulanan
(month to month, m-t-m) yaitu perbandingan antara indeks bulan yang bersangkutan
dengan indeks pada bulan sebelumnya selama periode dari bulan Januari 2007-
Oktober 2012 yang dinyatakan dalam satuan persen (%) Skala pengukuran yang
digunakan adalah IHK atau Consumer Price Index
LI = Laju Inflasi
IHK t = Indeks Harga Konsumen (tahun pertama)
IHKt-1 = Indeks Harga Konsumen (tahun sebelumnya)
.Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berdasarkan perhitungan bulanan.
IHK t – IHK t-1
LI = x 100%
IHK t-1
78
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. PerkembanganTotal Pembiayaan Yang Diberikan BPRS
Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak
kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik
dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan
yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Kinerja Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang terus meningkat dapat terlihat dari
besarnya Total Pembiayaan yang diberikan. Data untuk variabel total pembiayaan
BPRS dapat ditunjukan oleh grafik berikut ini :
Gambar 4.1
Perkembangan Total Pembiayaan (Juta rupiah)
Sumber : Bank Indonesia (BI)
79
Berdasarkan data dan tabel di atas, total pembiayaan yang diberikan BPRS di
Indonesia pada tahun 2007 mencapai Rp. 888.074 juta. walaupun kondisi
perekonomian tengah dilanda krisis yang bermula dari subrime mortage di Amerika
Serikat menggangu stabilitas sistem keuangan global hingga ke Asia Tenggara,
namun di Indonesia pada tahun 2008 total pembiayaan yang disalurkan kepada
masyarakat oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) terus mengalami
peningkatan yang signifikan yaitu sebesar Rp. 1.268.289 juta, dan terus meningkat
pada tahun 2011 sebesar Rp.2.691.845 juta. Dan pada akhir bulan Agustus 2012
jumlah total pembiayaan yang diberikan BPRS kepada masyarakat di seluruh
Indonesia mencapai angka Rp.3.335.761 juta. Secara umum total pembiayaan yang
disalurkan oleh bank pembiayaan rakyat syariah kepada masyarakat di seluruh
Indonesia dari Januari 2007 sampai Oktober 2012 cendrung mengalami peningkatan
yang sangat signifikan.
Meningkatnya total pembiayaan yang diberikan BPR Syariah ini dikarenakan
banyaknya permintaan pembiayaan untuk modal usaha maupun pembiayaan
konsumtif. Menurut data Bank Indonesia hingga akhir bulan Oktober tahun 2012
Komposisi yang paling besar dalam total Pembiayaan yang diberikan kepada
masyarakat oleh BPR Syariah merupakan akad Murabahah, yaitu hampir 80% dari
total 100% Pembiayaan. Dari data tersebut masih terlihat bahwa pembiayaan yang
diberikan kepada masyarakat sebagian besarnya masih merupakan pembiayaan
konsumtif dan bukan pembiayaan produktif.
80
2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Dana Pihak ketiga adalah dana yang diperoleh dari masyarakat, baik
perseorangan maupun badan usaha, yang diperoleh bank dengan menggunakan
berbagai instrument produk simpanan yang dimiliki oleh bank. Pada sebagian bank,
dana masyarakat ini umumnya merupakan dana terbesar yang dimiliki, hal ini seuai
dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana dari masyarakat. Dan peningkatan
dana pihak ketiga yang dihimpun bank dari masyarakat biasanya akan diikuti pula
peningkatan jumlah total pembiayaan yang diberikan kepada masyaarakat.
Perkembangan jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank pembiayaan
rakyat syariah pada periode januari 2007 sampai dengan oktober 2012 dapat kita lihat
dan amati pada gambar grafik berikut ini :
Gambar 4.2
Perkembangan Dana Pihak Ketiga (Juta rupiah)
Sumber : Bank Indonesia (BI)
81
Dana Pihak Ketiga adalah komponen dana yang paling penting, besarnya
keuntungan (profit) yang akan dihasilkan sangat bergantung pada seberapa besar
kemampuan bank dalam menghimpun dana dari masyarakat dan kemudian
menyalurkan pembiayaan atau melakukan investasi yang dapat meningkatkan value
dan asset. Berdasarkan tabel dan grafik diatas terlihat bahwa jumlah dana pihak
ketiga pada bulan Januari 2007 – Oktober 2012 mengalami peningkatan, pada
desember 2007 jumlah dana pihak ketiga adalah sebesar Rp. 707.706 juta dan pada
pertengahan tahun 2008 disaat terjadinya krisis keuangan global jumlah dana pihak
ketiga yang dihimpun oleh bank pembiayaan rakyat syariah meningkat signifikan
menjadi Rp. 865.319 juta.
Pada tahun 2009 jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun bank pembiayaan
rakyat syariah di seluruh Indonesia mencapai angka diatas 1(satu) triliun rupiah, hal
ini cukup mengembirakan, karena notabene nya bank pembiayaan rakyat syariah
merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang dibentuk untuk kalangan
masyarakat usaha mikro dan kecil, berarti secara tidak langsung mencerminkan
perekonomian masyarakat kecil menegah kebawah di Indonesia yang mengalami
peningkatan.
Bahkan pada data bulan Oktober tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia, jumlah dana pihak ketiga bank pembiayaan rakyat syariah mencapai di
atas angka 2 (dua) triliun rupiah.
Sumber dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebesar 66.61% (persen)
berasal dari Dana Pihak Ketiga, sehingga naiknya jumlah Dana Pihak Ketiga yang
82
dihimpun akan secara langsung meningkatkan total pembiayaan yang diberikan
kepada masyarakat (Statistik Perbankan Syariah,2012:69).
Peningkatan dana pihak ketiga ini merupakan dampak langsung dari
pengembangan jaringan kantor dan jangkauan layanan perbankan serta tingkat
kepercayaan masyarakat yang cukup tinggi untuk menyimpan dananya di BPRS. Hal
ini dapat dilihat dari grafik yang terus meningkat.
3. Perkembangan Non Performing Finaning (NPF)
Non Performing Financing atau yang biasa di sebut Non Performing Loan
pada perbankan konvensional yang tinggi mengakibatkan tidak bekerjanya fungsi
intermediasi bank secara optimal karena menurunkan perputaran dana bank sehingga
memperkecil kesempatan bank memperoleh pendapatan. NPF juga memaksa bank
membentuk sejumlah cadangan guna menjaga likuiditas dan solvabilitas bank untuk
melindungi deposan. Semakin besar NPF semakin besar Opportunity cost yang harus
ditanggung oleh bank. Oleh karena itu, NPF harus diupayakan serendah mungkin
(Hasanudin & Prihatiningsih, 2010,27).
83
Gambar 4.3
Perkembangan Non Performing Financing (%)
Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat terlihat bahwa tingkat Non
Performing Financing (NPF) cendrung mengalami peningkatan dan penurunan
(fluktuatif). Pada bulan Februari tahun 2007 tingkat NPF pada bank pembiayaan
rakyat syariah ada pada angka 9.29%, tingkat non performing financing pada bulan
ini merupakan yang tertinggi sepanjang tahun 2007 sampai dengan tahun 2012. Pada
Februari 2011 tingkat pembiayaan bermasalah sebesar 7,04 persen. Februari 2012
sebesar 6,61 persen hingga bulan Agustus 2012 tingkat pembiayaan bermasalah
masih diatas 5 persen yaitu sebesar 6,47 persen. Padahal pada saat yang sama, posisi
NPF Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) hanya 3,6 persen.
Sumber : Bank Indonesia (data diolah)
84
Tingkat Pembiayaan bermasalah pada bank pembiayaan rakyat dari tahun
2007 hingga tahun 2012 berada di atas batas normal NPF perbankan syariah yaitu 5
persen. Tingkat terendah pembiayaan bermasalah bank pembiayaan rakyat syariah
ada pada bulan desember 2011 yaitu sebesar 6,11%.
Bila kita cermati lebih dalam selama lima tahun terakhir, belum terlihat
perbaikan yang signifikan karena rata-rata NPF bank pembiayaan rakyat syariah
masih di atas 5%. Angka ini tentu saja telah melebihi aturan standar yang ditetapkan
Bank Indonesia.Banyak faktor yang bisa menyebabkan tingginya NPF ini, baik itu
faktor internal perbankan, faktor internal nasabah, faktor eksternal, kegagalan bisnis,
maupun ketidakmampuan manajemen. Hal ini sangat dimungkinkan karena begitu
mudahnya masyarakat memperoleh pembiayaan tanpa adanya aturan yang ketat oleh
pihak BPR Syariah.
Disetiap kegiatan lembaga keuangan pasti akan ditemukan pembiayaan yang
bermasalah. Non Performing Financing bukanlah suatu hal yang tidak boleh sama
sekali terjadi, setiap kegiatan ekonomi pasti mempunyai hambatan yang berujung
pada bermasalahnya pengembalian pinjaman, karena kondisi nasabah dilapangan
sangat bervariasi.
Berdasarkan pemaparan diatas, non performing financing bank pembiayaan
rakyat syariah di Indonesia mengalami fluktuasi yang cukup signifikan dapat dilihat
pada gambar 4.3. Tingkat non performing financing berada di atas standar yang di
tetapkan Bank Indonesia sebesar 5 persen. Dengan kata lain tingkat pembiayaan
85
bermasalah pada bank pembiayaan rakyat syariah masih belum bisa terkontrol
dengan baik.
4. Perkembangan Inflasi
Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang selalu menarik untuk dibahas
terutama mengenai dampaknya yang luas terhadap makro ekonomi agregat :
pertumbuhan ekonomi, keseimbangan eksternal, daya saing, tingkat bunga, dan
bahkan distribusi pendapatan. Inflasi juga berperan dalam mempengaruhi mobilisasi
dana lewat lembaga keuangan formal seperti perbankan (Nurul Huda,2008:175).
Definisi inflasi banyak ragamnya seperti yang dapat kita temukan dalam
literature ekonomi. Keanekaragaman pengertian inflasi tersebut terjadi karena
luasnya pengaruh inflasi terhadap berbagai sektor perekonomian. Hubungan yang
erat dan luas antara inflasi dan berbagai sektor perekonomian terebut melahirkan
berbagai perbeaan pengertian dan presepsi kita tentang inflasi, demikian pula dalam
memformulasikan kebijakan-kebijakan untuk solusinya. Namun, pada prinsipnya
masih terdapat beberapa kesatuan panangan bahwa inflasi merupakan suatu
fenomena dan dilemma ekonomi. Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan
semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil
mata uang suatu Negara (Khalwaty,2000:5).
86
Gambar 4.4
Perkembangan Inflasi (%)
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%F
eb
:20
07
Me
i:2
00
7
Au
g:2
00
7
No
v:2
00
7
Fe
b:2
00
8
Me
i:2
00
8
Au
g:2
00
8
No
v:2
00
8
Fe
b:2
00
9
Me
i:2
00
9
Au
g:2
00
9
No
v:2
00
9
Fe
b:2
01
0
Me
i:2
01
0
Au
g:2
01
0
No
v:2
01
0
Fe
b:2
01
1
Me
i:2
01
1
Au
g:2
01
1
No
v:2
01
1
Fe
b:2
01
2
Me
i:2
01
2
Au
g:2
01
2
Berdasarkan tabel dan grafik diatas, Inflasi mengalami fluktuasi setiap bulan
dan tahunya, seperti terlihat pada November 2007 laju inflasi sebesar 6.71%. Dan
pada tahun 2008 tingkat inflasi menunjukan kenaikan yang cukup signifikan
khususnya pada bulan November 2008 tingkat inflasi mencapai dua digit yaitu
sebesar 11.68%, Hal ini mungkin dikarenakan krisis ekonomi global yang terjadi
pada saat itu yang mengakibatkan tingginya tingkat inflasi di Indonesia. namun
sepanjang tahun 2009 tingkat inflasi cukup rendah rendah atau dibawah 4% dan ini
merupakan tingkat inflasi terendah sejak 20 tahun terakhir (sumber: BPS)
Tekanan inflasi pada tahun 2010 mengalami peningkatan yang signifikan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada November 2010 mengalami kenaikan
menjadi 6,33% dan pada Februari 2011 mengalami kenaikan kembali sebesar 6,84%.
Adanya isu pembatasan bahan bakar minyak bersubsidi dan naiknya harga-harga
Sumber : Bank Indonesia (data diolah)
87
kebutuhan pokok menjadi pemicu inflasi di sepanjang 2010 hingga pertengahan
2011. Namun pada juli 2011 sampai dengan Maret 2012 inflasi mengalami
penurunan dan stabil dibawah 5%. Tekanan kenaikan inflasi muncul terutama akibat
terganggunya kelancaran pasokan bahan makanan yang banyak terpengaruh oleh
anomali cuaca.(Laporan Perekonomian Indonesia /www.bi.go.id).
Inflasi dapat menyebabkan tingginya resiko default. Resiko ini akan
meningkatkan non performing financing perbankan syariah. Sehingga ketika tingkat
inflasi dalam keadaan tinggi, maka pihak bank akan sangat berhati-hati dalam
menyalurkan pembiayaan. Selain itu inflasi juga bisa memberikan tekanan bagi bank
syariah dalam hal penghimpunan dana dari masyarakat, naik turunnya inflasi akan
mempengaruhi tingkat saving masyarakat, sehingga hal tersebut akan mempengaruhi
pembiayaan bank syariah.
B. Analisis dan Pembahasan
Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder deret
waktu (time series) yang berbentuk bulanan mulai dari periode januari 2007 sampai
Oktober 2012. Dalam penelitian ini penulis akan memaparkan mengenai Total
pembiayaan yang diberikan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di indonesia
sebagai variabel dependen (variabel terikat). Sedangkan variabel independen
(variabel bebas) terdiri dari Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing
(NPF) dan Tingkat Inflasi.
Alat pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat
lunak (software) komputer Eviews 6.1 untuk mempercepat perolehan hasil yang
88
dapat menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti, dengan metode analisis secara
ekonometrik. Adapun hasil dan analisis dari uji yang sudah dilakukan, yakni :
1. Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan teknik
Jarque-Berra. Pedoman yang digunakan adalah apabila nilai jarque-berra lebih besar
jika dibanding nilai X2 tabel (dengan α 5%) atau probabilitas <0,05 data yang
digunakan tidak berdistribusi normal dan sebaliknya, bila probabilitas >0,05 maka
data yang digunakan adalah berdistribusi normal (Winarno, 2011:5.37)
Gambar 4.5
Uji Normalitas Jarque Berra
0
2
4
6
8
10
12
14
-0.04 -0.02 0.00 0.02 0.04
Series: Residuals
Sample 2007M02 2012M10
Observations 69
Mean 2.32e-17
Median 0.001618
Maximum 0.041041
Minimum -0.036982
Std. Dev. 0.014981
Skewness -0.305453
Kurtosis 3.411883
Jarque-Bera 1.560707
Probability 0.458244
Gambar menunjukan bahwa setelah dilakukan uji normalitas data dengan
menggunakan fasilitas eviews maka semua variabel pada pengujian model ini
menunjukan bahwa penelitian diatas berdistribusi normal atau dapat dikatakan bahwa
persyaratan normalitas dapat dipenuhi. Hal ini dapat dilihat dari nilai J-B pada
Sumber : Eviews 6
89
penelitian ini sebesar 1.560707 dengan probability 0.458244. Di mana probabilitas
harus lebih besar dari α= 0,05. Oleh karena itu, kita tidak bisa menolak hipotesis nol
dan menunjukan bahwa penelitian tersebut berdistribusi normal, sehingga dapat
dikatakan bahwa persyaratan normalitas dapat terpenuhi.
2. Uji Linieritas
Uji ini biasanya didesain untuk menguji apakah suatu variabel penjelas cocok
atau tidak dimasukkan dalam suatu model estimasi. Akan tetapi menurut Kennedy
(1996) dalam Insukindro (2003) uji yang dikembangkan oleh J.B Ramsey ini
digunakan untuk menguji apakah bentuk fungsi suatu model estimasi linier atau
tidak linier
Tabel 4.1
Hasil Uji Ramsey
Ramsey RESET Test:
F-statistic 1.951314 Prob. F(1,60) 0.1676
Log likelihood ratio 2.208293 Prob. Chi-Square(1) 0.1373
Dari uji linearitas (Uji Ramsey RESET Test) pada tabel di atas nilai
probabilitasnya adalah 0.1373 ternyata lebih besar dari derajat kesalahan 5% (0,05).
Artinya tidak ada permasalahan linearitas. Dengan kata lain bentuk fungsi model
estimasi dalam penelitian ini adalah linear.
3. Uji Stasioner a. Uji Akar Unit
Tahap awal dalam proses pengujian yang dilakukan adalah uji stasioneritas
terhadap seluruh variabel yang diuji. Dalam penelitian ini data yang digunakan
adalah data natural log (ln) dari variabel-variabel tersebut, dimana ln merupakan log
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
90
No. Variabel Tingkat Level Ho = Tidak Stasioner
Ha = Stasioner Pptest CV 5%
1 LNPBPRS -0.349632 -2.904198 Tidak Stasioner
2 LNDPK 0.325849 -2.904198 Tidak Stasioner
3 NPF -1.957628 -2.904198 Tidak Stasioner
4 INFLASI -1.715749 -2.904198 Tidak Stasioner
dengan bilangan dasar bilangan alam yang berguna untuk memecahkan persamaan
yang tidak diketahuinya merupakan pangkat dari variabel lain. Dimana log sendiri
adalah fungsi matematika yang dengan bilangan dasar 10 yang kegunaannya untuk
menyederhanakan suatu bilangan (dalam penelitian ini untuk menyederhanakan data
variabel). Pengujian akar-akar unit dikatakan stasioner apabila nilai Phillips-Perron
test (Pp test) lebih besar dari nilai Critical Value (CV) 5%, sebaliknya jika nilai
Phillips-Perron test (Pp test) lebih kecil dari nilai Critical Value(CV) 5%. maka
variabel tersebut tidak stasioner. Hasil dari pengujian akar-akar unit ini dapat dilihat
pada tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.2
Uji Akar Unit Phillips-Perron Test Pada Tingkat Level
Tabel di atas menunjukkan hasil uji akar-akar unit dengan menggunakan
Phillips-Perron test. Dari tabel tersebut sesuai dengan data yang diuji dapat diketahui
dari nilai Phillips-Perron test (Pptest) dan dari nilai Critical Value (CV) 5%, Semua
variable yang diuji memiliki persoalan akar unit (PPtest) >Critical Value (CV) 5%.
dengan kata lain variabel-variabel tersebut pada tingkat level mengalami persoalan
akar-akar unit, oleh karena itu perlu dilanjutkan dengan uji derajat integrasi pertama.
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
91
No. Variabel Pertama Ho = Tidak Stasioner
Ha = Stasioner Pptest CV 5%
1 D(LNPBPRS) -7.049484 -2.904848 Stasioner
2 D(LNDPK) -12.04866 -2.904848 Stasioner
3 D(NPF) -12.15365 -2.904848 Stasioner
4 D(INFLASI) -4.645508 -2.904848 Stasioner
b. Uji Derajat Integrasi
Dalam Uji akar unit menghasilkan kesimpulan bahwa data belum stasioner
pada tingkat level.Oleh karena itu, harus dilakukan Uji Derajat Integrasi. Nilai
statistik Phillips-Perron untuk mengetahui pada derajat berapa suatu data akan
stasioner dapat dilihat pada nilai Phillips-Perron test (Pp test) yang lebih besar dari
nilai Critical Value (CV) 5%, maka variabel tersebut dikatakan stasioner pada derajat
pertama. Hasil dari pengujian derajat integrasi pertama dapat dilihat pada tabel 4.3
berikut ini:
Tabel 4.3
Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada first difference
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai Phillips-Perron test (Pptest) dan
dari nilai Critical Value (CV) 5% sudah stasioner pada integrasi pertama (first
different). Hal ini dapat dilihat bahwa nilai Phillips-Perron test variabel Pembiayaan
BPRS (PBPRS), Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Tingkat Inflasi lebih besar bila
dibandingkan dengan nilai Critical Value (CV) 5%. Dari hasil uji stasioneritas
tersebut dapat disimpulkan bahwa semua variabel sudah stasioner pada ordo yang
sama, yaitu pada derajat integrasi pertama, sehingga pengujian selanjutnya dapat
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
92
Persamaan Kointegrasi Trace
Statistic
0.05
Critical Value
Kesimpulan
LNPBPRS t = f (LNDPK t, NPF t INF t,) -8.288020 -2.905519 Residual Stasioner
dilanjutkan ke uji kointegrasi.
4. Uji Kointegrasi
Dari hasil Uji Kointegrasi di dapat bahwa semua variabel stasioner pada ordo
yang sama. Tujuan utama uji kointegrasi ini adalah untuk mengetahui apakah residual
regresi terkointegrasi stasioner atau tidak.Apabila variable terkointegrasi maka
terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang. Sebaliknya jika tidak terdapat
kointegrasi antar variabel maka implikasi tidak adanya keterkaitan hubungan dalam
jangka panjang. Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis null mengenai
tidak adanya kointegrasi ini adalah dengan menggunakan metode Phillips-Perron,
sedangkan persamaan jangka panjangnya akan diturunkan dari persamaan Error
Correction Model (ECM). Berikut ini hasil uji kointegrasi Phillips-Perron :
Tabel 4.4
Nilai Regresi Uji Kointegrasi
Dari hasil estimasi di atas dapat dilihat bahwa nilai t-statistik Phillips-Perron
sebesar -8.288020 sedangkan nilai kritis statistik Phillips-Perron pada tingkat
signifikansi 5% yaitu -2.905519 Karena nilai t-statistik lebih besar dari nilai kritis
statistik Phillips-Perron tabel, artinya residual dari persamaan telah stasioner pada
derajat integrasi nol atau I(0). Sehingga variabel-variabel tersebut dikatakan
terkointegrasi atau terdapat indikasi hubungan jangka panjang.
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
93
Adanya indikasi hubungan keseimbangan dalam jangka panjang belumdapat
digunakan sebagai bukti bahwa terdapat hubungan dalam jangka pendek. Sehingga
untuk menentukan variabel mana yang menyebabkan parubahan padavariabel lain,
dan untuk menyediakan shortrun dynamic adjustment guna menuju periode jangka
panjang, maka dilakukan perhitungan ECM setelah melakukan uji asumsi klasik
terlebih dahulu.
5. Hasil Uji Asumsi Klasik
Suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai sifat-sifat
tidak bias linier terbaik suatu penaksiran atau Best Linier Unbiased Estimator
(BLUE). Di samping itu suatu model dikatakan cukup baik dan dapat dipakai untuk
memprediksi apabila sudah lolos dari serangkaian uji asumsi klasik yang
melandasinya, pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya
multikolinieritas, heterokedastisitas, dan autokorelasi di dalam model penelitian. Uji
asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Hasil Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
(korelasi) yang signifikan diantara dua atau lebih variabel independen dalam model
regresi. Deteksi adanya multikolinieritas dilakukan dengan menggunakan uji korelasi
parsial antar variabel independen. Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antara
variabel independen, dapat diputuskan apakah data terkena multikolinieritas atau
tidak, yaitu dengan menguji koefisien korelasi antar variabel independen. Hasil
94
pengujian multikolinieritas menggunakan uji korelasi (r) dapat dilihat sebagai
berikut:
Tabel 4.5
Uji Multikolinieritas
LNDPK NPF INFLASI
LNDPK 1.000000 -0.834124 -0.460436
NPF -0.834124 1.000000 0.240965
INFLASI -0.460436 0.240965 1.000000
Adanya kolinearitas dalam suatu model merupakan hal yang sangat serius dan
perlu segera dibenahi. Parameter yang terestimasi pada saat adanya kolinearitas
menjadi tidak reliable.Dengan demikian, pada saat kita hendak menginterprestasikan
parameter tersebut analisisnya menjadi kurang atau tidak akurat.Akan tetapi, model
yang mengandung kolinearitas masih bermanfaat, jika model yang terestimasi hanya
digunakan untuk membuat suatu ramalan (forecast) saja, asalkan R2 masih cukup
tinggi. Sebab untuk keperluan meramal, yang penting adalah menganalisis
keseluruhan model dan tidak individual parameter ( Nachrowi dan Hardius
Usman,2006).
Dari tabel hasil analisis uji multikolinearitas dengan correlation matrix diatas
terlihat bahwa koefisien korelasi ada yang diatas 0.8, sehingga dapat disimpulkan
bahwa dalam model terdapat masalah multikolinieritas. Meskipun terdapat
multikolineritas, tetapi tidak mempengaruhi model secara signifikan hasil akhir
estimasi tetap menunjukan hasil yang cukup bagus (Agus Widarjono, 2005:111).
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
95
Ada beberapa alternatif dalam menghadapi masalah multikolinieritas, salah
satunya dengan melakukan transformasikan salah satu atau beberapa variabel,
termasuk misalnya dengan melakukan diferensi (Winarno :2012:5.8)
Tabel 4.6
Uji Multikolinieritas Setelah Differensiasi
DLNDPK DNPF DINFLASI
DLNDPK 1.000000 -0.063764 -0.018498
DNPF -0.063764 1.000000 -0.197251
DINFLASI -0.018498 -0.197251 1.000000
Setelah data variabel independen (bebas) di transformasikan dengan cara
melakukan diferensi maka dapat dilihat koefisien korelasi setelah dilakukan uji
multikolinieritas dengan correlation matrix lebih kecil (< 0,8), sehingga dapat
disimpulkan bahwa model tidak terdapat masalah multikolinieritas.
b. Hasil Uji Autokorelasi
Untuk mendeteksi masalah autokorelasi digunakan uji Langrange Multiplier
(LM-test). Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak
hanya pada derajat pertama (first order) tetapi juga digunakan pada tingkat derajat.
Jika probabilitas dari Obs*R-square < 0.05 Ho ditolak (ada autokorelasi).
Jika probabilitas dari Obs*R-square > 0.05 Ho diterima (tidak ada autokorelasi).
Uji autokerelasi juga bisa dilihat dari nilai probabilitas Chi-Square.Jika
probabilitas Chi-Square lebih besar dari tingkat signifikan 5% maka tidak terdapa
autokorelasi dan sebaliknya jika probabilitas Chi-Squared lebih kecil dari 5% maka
terdapat autokorelasi.
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
96
Tabel 4.7
Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.997475 Prob. F(2,59) 0.3749
Obs*R-squared 2.256769 Prob. Chi-Square(2) 0.3236
Pada tabel hasil output diatas menunjukan bahwa nilai Obs*R Squared LM
mempunyai probabilitas sebesar 0.3236 dimana probabilitas lebih besar dari nilai α
sebesar 0.05 atau 5%. Berarti probabilitas tersebut memberikan putusan untuk tidak
dapat menolak hipotesis, yang artinya model ini terbebas dari permasalahan
autokorelasi.
c. Hasil Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain.
Dalam penelitian ini digunakan uji white untuk mengidentifikasi masalah
heterokedastis ini, Dengan kesimpulan :
Jika probabilita dari Obs*R-square uji white < 0.05 Ho ditolak (ada
Heterokedastisitas)
Jika probabilita dari Obs*R-square uji white > 0.05 Ho diterima (tidak ada
heterokedastisitas)
Adapun hasil uji white dengan bantuan software eviews 6 terlihat pada tabel
dibawah ini menunjukan bahwa dalam model tidak mengandung heterokedastisitas.
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
97
Tabel 4.8
Hasil Uji Heterokedastisitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 1.911468 Prob. F(35,33) 0.0322
Obs*R-squared 46.20752 Prob. Chi-Square(35) 0.0974
Scaled explained SS 43.55124 Prob. Chi-Square(35 0.1521
Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai probabilitas dari Chi-Square sebesar
0.0974 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05. karena nilai probabilitas Chi-Square
lebih besar dari α =5% maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam
model tidak ada masalah heterokedastisitas (Agus Widarjono,2005).
6. Hasil Regresi Metode Error Correction Model (ECM)
Dengan ditemukannya fenomena hubungan jangka panjang antara variable-
variabel yang digunakan dalam pengujian kointegrasi di atas, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan pendekatan Error Correction Model (ECM). Model
koreksi kesalahan digunakan untuk melihat apakah ada atau tidaknya hubungan antar
variable dalam jangka pendek. Error Correction Model merupakan salah satu
pendekatan untuk menganalisis model time series yang digunakan untuk melihat
adanya konsistensi hubungan jangka pendek dengan hubungan jangka panjang dari
variable-variabel yang diuji. Berikut merupakan persamaan ECM yang digunakan
dalang penelitian ini :
D(LNPBPRS) t = β0 + β1 D(LNDPK) t + β2 D(NPF) t + β3 D(INFLASI) t + β4
LNDPK t-1 + β5 NPF t-1 + β6 INFLASI t-1 + β7 ECT (4.1)
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
98
Hasil pengolahan data yang dilakukan dengan pendekatan Error Correction
Model (ECM) menggunakan program computer Eviews 6.0 dengan model regresi
linier ditampilkan sebagai berikut :
Tabel 4.9
Hasil Uji Error Correction Model
Dependent Variable: D(LNPBPRS)
Method: Least Squares
Date: 01/27/13 Time: 23:31
Sample (adjusted): 2007M02 2012M10
Included observations: 69 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.764596 0.362670 2.108243 0.0391
D(LNDPK) 0.243404 0.115679 2.104125 0.0395
D(NPF) -0.154115 0.596516 -0.258359 0.7970
D(INFLASI) -0.205306 0.377398 -0.544006 0.5884
LNDPK(-1) -0.021328 0.011479 -1.857963 0.0680
NPF(-1) -1.286195 0.633232 -2.031158 0.0466
INFLASI(-1) 0.173486 0.122841 1.412287 0.1629
ECT 0.168579 0.059598 2.828581 0.0063
R-squared 0.280371 Mean dependent var 0.022957
Adjusted R-squared 0.197791 S.D. dependent var 0.017660
S.E. of regression 0.015818 Akaike info criterion -5.346730
Sum squared resid 0.015262 Schwarz criterion -5.087703
Log likelihood 192.4622 Hannan-Quinn criter. -5.243965
F-statistic 3.395129 Durbin-Watson stat 1.715516
Prob(F-statistic) 0.003982
Dengan melihat hasil regresi diatas menunjukan bahwa nilai koefisien ECT
sebesar 0.168579 yang berarti bahwa ketidaksesuaian pertumbuhan LnPBPRS aktual
dengan pertumbuhan LnPBPRS potensial akan dihilangkan atau dieliminasi dalam
satu periode penelitian sebesar 16.85%. dan dapat dilihat nilai probabilitas dari ECT
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
99
Coefficiient
Variabel Notasi Jangka Pendek
Jangka Panjang
Konstanta C 0.764596 0.764596
Dana Pihak Ketiga D(lnDPK) 0.243404 0.873483
Non Performing Financing D(NPF) -0.154115 -1.117616
Tingkat Inflasi D(lNFLASI) -0.205306 2.029108
adalah sebesar 0.0063, hal ini menunjukan bahwa ECT sudah signifikan dengan
menggunakan level signifikansi α=5% (0.05), oleh karena itu pengujian ECM ini
sudah dapat dikatakan valid.
Dari hasil estimasi dengan pendekatan ECM, variable jangka pendek
ditunjukan oleh D(LNDPK), D(NPF), dan D(INFLASI). Namun untuk melihat
pengaruh jangka panjangnya perlu dihitung dengan cara menjumlahkan koefisien
variable jangka panjang LNDPK(-1), NPF(-1), dan INFLASI(-1) dengan koefisien
ECT kemudian dibagi lagi oleh koefisien ECT. Rumus koefisien jangka panjang
adalah sebagai berikut :
LNDPK(-1) = C4+C7
C7
NPF(-1) = C5+C7
C7
INFLASI(-1) = C6+C7
C7
Tabel 4.10
Hasil Perhitungan Koefisien ECM
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
Keterangan :
C4 = Koefisien LNDPK(-1)
C5 = Koefisien NPF(-1)
C6 = Koefisien INFLASI (-1)
C7 = Koefisien ECT
100
Berdasarkan table 4.10, maka hasil regresi ECM dalam jangka pendek dan
jangka panjang didapat hasil :
D(LNPBPRS) = 0.764596 + 0.243404*D(LNDPK) - 0.154115*D(NPF) -
0.205306*D(INFLASI) +0.873483*LNDPK(-1) - 1.117616*NPF(-1) +
2.029108*INFLASI(-1) + 0.168579*ECT
Keterangan :
D(LNPBPRS) = Perubahan Total Pembiayaan dari BPRS periode t
D(LNDPK) = Perubahan Jumlah Dana Pihak Ketiga periode t
D(NPF) = Perubahan Non Performing Financing periode t
D(INFLASI) = Perubahan Tingkat Inflasi periode t
LNDPK(-1) = Jumlah Dana Pihak Ketiga periode t-1
NPF(-1) = Rasio Non Performing Financing periode t-1
INFLASI(-1) = Tingkat Inflasi periode t-1
ECT = Error Correction Term
C. Interpretasi Data
1. Konstanta
Dalam jangka pendek dan jangka panjang nilai konstanta 0.764596
menunjukan apabila nilai variable independen konstan maka besarnya total
pembiayaan BPRS sebesar 0.764596.
101
2. Dana Pihak Ketiga dan Total Pembiayaan BPRS
a. Jangka Pendek
Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel dana pihak ketiga
dalam jangka pendek (D(LNDPK)) berpengaruh secara signifikan positif terhadap
total pembiayaan bank pembiayaan rakyat syariah. Hal ini dapat dilihat dari table
4.10 yang menunjukan bahwa tingkat probabilitas dari variabel dana pihak ketiga
sebesar 0.0395, yang lebih kecil dari tingkat signifikansi yang digunakan yaitu 0,05
(5%) dengan konstanta sebesar 0.243404, yang berarti bahwa jika dana pihak ketiga
naik 1% maka total pembiayaan BPRS akan mengalami kenaikan sebesar 0.243404.
b. Jangka Panjang
Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel dana pihak ketiga
dalam jangka panjang (LNDPK (-1)) tidak mempunyai hubungan yang signifikan hal
ini dapat dilihat dari table 4.10 yang menunjukan tingkat probailitasnya sebesar
0.0680, karena lebih besar dari tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 0.05
(5%). Dan nilai koefisien jangka panjang dari dana pihak ketiga sebesar 0.873483.
sehingga dapat disimpulkan berapapun jumlah dana pihak ketiga yang ada dalam
jangka panjang maka tidak akan mempengaruhi total pembiayaan yang diberikan
oleh BPRS di Indonesia.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan dana pihak ketiga berpengaruh
dalam jangka pendek tetapi tidak berpengaruh dalam jangka panjang terhadap total
pembiayaan yang diberikan oleh bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia.
102
3. Non Performing Financing dan Total Pembiayaan BPRS
a. Jangka Pendek
Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel non performing
financing dalam jangka pendek (D(NPF)) tidak mempunyai hubungan yang
signifikan, hal ini dapat dilihat dari table 4.10 yang menunjukan tingkat
probailitasnya sebesar 0.7970, karena lebih besar dari tingkat signifikansi yang
digunakan sebesar 0.05 (5%). Dan nilai koefisien jangka pendek dari non performing
financing sebesar -0.154115. Sehingga dapat disimpulkan berapapun rasio non
performing financing yang ada dalam jangka pendek tidak akan mempengaruhi total
pembiayaan yang diberikan oleh BPRS di Indonesia.
b. Jangka Panjang
Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel non performing
financing dalam jangka pendek (NPF(-1)) mempunyai pengaruh hubungan yang
signifikan negatif terhadap total pembiayaan, hal ini dapat dilihat pada table 4.10
yang menunjukan nilai probabilitasnya sebesar 0.0466, yang lebih kecil dari nilai
signifikansi yang digunakan yaitu 0.05 (5%), dan nilai koefisien jangka panjang
sebesar -1.117616. sehingga dapat disimpulkan jika non performing financing naik
1% maka total pembiayaan yang diberikan BPRS di Indonesia akan mengalami
penurunan sebesar -1.117616 persen.
103
4. Tingkat Inflasi dan Total Pembiayaan BPRS
a. Jangka Pendek
Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel tingkat inflasi dalam
jangka pendek (D(INFLASI)) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan, hal ini
dapat dilihat pada table 4.10, menunjukan probabilitas sebesar 0.5884 yang lebih
besar dari tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 0.05 (5%), dengan
koefisiennya sebesar -0.205306. sehingga dapat disimpulkan berapapun tingkat
inflasi yang ada tidak akan mempengaruhi total pembiayaan yang diberikan BPRS di
Indonesia kepada masyarakat.
b. Jangka Panjang
Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel tingkat inflasi dalam
jangka panjang (INFLASI(-1)) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan, hal ini
dapat dilihat pada table 4.10, menunjukan probabilitas sebesar 0.1629yang lebih
besar dari tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 0.05 (5%), dengan
koefisiennya sebesar 2.029108. sehingga dapat disimpulkan berapapun tingkat inflasi
yang ada tidak akan mempengaruhi total pembiayaan yang diberikan BPRS di
Indonesia kepada masyarakat.
D. Analisis Ekonomi
Dari hasil regresi dinamis Error Correction Model yang dapat dilihat pada
tabel 4.9, dapat diketahui bahwa nilai Adjusted R2
sebesar 0.197791 ini menunjukan
bahwa 19.77% variabel dependen (Total Pembiayaan) dapat dijelaskan oleh variasi
variabel-variabel independen yang diuji (Dana Pihak Ketiga, Non Performing
104
Financing, dan Tingkat Inflasi), nilai adjusted R2
yang tidak terlalu tinggi dalam
penelitian ini dimungkinkan karena hanya ada satu variabel signifikan dalam jangka
panjang dan satu variabel signifikan dalam jangka pendek. sedangkan sisanya sebesar
70,33% dijelaskan oleh variasi model yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini.
Penjelasan lebih lanjut akan dijelaskan pada pembahasan dibawah ini :
1. Pengaruh Dana Pihak Ketiga terhadap Total Pembiayaan Dalam Jangka
Pendek
Perbankan membutuhkan sumber dana yang dapat disalurkan untuk
melakukan pembiayaan-pembiayaan usaha dalam jangka pendek, salah satu sumber
dana yang diperoleh bank adalah dana yang bersumber dari pihak ketiga yaitu dana
dari nasabah. Apalagi bisa dikatakan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
merupakan bank yang tidak mempunyai cukup modal besar untuk memberikan
pembiayaan secara langsung kepada masyarakat mikro kecil dan menengah, jadi
sangat membutuhkan dana pihak ketiga.
Jumlah dana pihak ketiga berpengaruh positif dalam jangka pendek terhadap
total pembiayaan yang diberikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di
Indonesia. Setiap pertambahan dana pihak ketiga pada BPRS maka akan
meningkatkan jumlah total pembiayaan yang diberikan.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mohamad Hasanudin dan
Prihatiningsih pada tahun 2010. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa
dana pihak ketiga mempunyai pengaruh positif terhadap pemberian kredit BPR. Hal
ini dikarenakan salah satu tujuan bank adalah mendapatkan profit, sehingga bank
105
tidak akan menganggurkan dananya begitu saja. Bank cendrung untuk menyalurkan
dananya semaksimal mungkin untuk memperoleh keuntungan yang maksimal pula.
2. Pengaruh Non Performing Finaancing terhadap Total Pembiayaan Dalam
Jangka Panjang
Non Performing Financing (NPF) atau pembiayaan bermasalah berpengaruh
signifikan negatif terhadap total Pembiayaan dalam jangka panjang. Hal ini berarti
apabila NPF rendah akan meningkatkan total Pembiayaan dan sebaliknya apabila
NPF tinggi akan mengurangi total Pembiayaan yang diberikan oleh Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah Di Indonesia.
Hal ini sesuai dengan penelitian Hasanudin pada tahun 2005, bahwa non
performing loan atau pada bank syariah di sebut non performing financing
berpengaruh negative terhadap pemberian kredit sebuah bank. Artinya jika non
performing loan/non performing financing naik tinggi maka pemberian kredit
perbankan akan rendah.
Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) pada
perbankan syariah yang tinggi dapat mengakibatkan tidak bekerjanya fungsi
intermediasi bank secara optimal karena mengurangi atau menurunkan perputaran
dana bank, sehingga memperkecil kesempatan bank memperoleh pendapatan.
Apabila dana di bank berkurang maka akan pula mengurangi pembiayaan yang
diberikan oleh bank kepada masyarakat.
106
3. Ketidakpengaruhan Inflasi terhadap Total Pembiayaan
Tingkat Inflasi tidak mempunyai pengaruh terhadap Total Pembiayaan yang
diberikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mohamad
Hasanudin dan Prihatiningsih pada tahun 2010. Pada penelitian tersebut disimpulkan
bahwa tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pemberian kredit BPR.
Inflasi merupakan suatu fenomena moneter yang selalu meresahkan dan
menggrogoti stabilitas ekonomi suatu Negara. Inflasi yang melebihi angka dua digit,
tidak hanya mendongkrak kenaikan harga-harga umum dan menurunkan nilai uang,
tetapi juga meningkatkan angka pengangguran, memperlebar jurang antara kaya dan
miskin, serta dapat melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap kewibawaan suatu
Negara.(Khalwaty,2000:13)
Karena tingkat inflasi pada periode penelitian yang penulis ambil masih
dalam tingkat inflasi yang stabil dan rata-rata dibawah dua digit, maka dalam jangka
panjang ataupun jangka pendek, inflasi tidak mempengaruhi total pembiayaan dari
bank pembiayaan rakyat syariah. Dan dapat dikatakan pula bahwa total pembiayaan
yang diberikan oleh bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) masih sangat kecil
jumlahnya dibandingkan market share perbankan di Indonesia secara nasional.
Sehingga dapat disimpulkan pada penelitian ini tingkat inflasi tidak mempengaruhi
total pembiayaan BPRS.
107
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan kesimpulan dari regresi model ECM (Error Correction Model)
mengenai pengaruh jumlah dana pihak ketiga, non performing financing, dan tingkat
inflasi terhadap total pembiayaan yang diberikan bank pembiayaan rakyat syariah di
Indonesia, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dana pihak ketiga dalam jangka pendek mempunyai pengaruh yang signifikan
positif terhadap total pembiayaan yang diberikan bank pembiayaan rakyat syariah
di Indonesia, yang berarti setiap peningkatan dana pihak ketiga akan
meningkatkan pula total pembiayaan. Sedangkan dalam jangka panjang dana
pihak ketiga tidak berpengaruh signifikan terhadap total pembiayaan yang
diberikan bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia. Hal ini membawa
implikasi bahwa variabel dana pihak ketiga dapat digunakan untuk melihat
pergerakan total pembiayaan yang diberikan BPRS dalam jangka pendek, namun
tidak bisa digunakan untuk melihat pergerakan total pembiayaan dalam jangka
panjang.
2. Non performing financing dalam jangka pendek tidak berpengaruh signifikan
terhadap total pembiayaan yang diberikan bank pembiayaan rakyat syariah di
Indonesia. Sedangkan dalam jangka panjang non performing financing
mempunyai pengaruh negative dan signifikan terhadap total pembiayaan yang
diberikan oleh bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia, dimana setiap
108
peningkatan Non Performing Financing akan menurunkan total pembiayaan.Hal
ini membawa implikasi bahwa dalam jangka panjang variabel non performing
financing dapat digunakan untuk melihat pergerakan total pembiayaan Bank
pembiayaan Rakyat Syariah, namun tidak pada jangka pendek.
3. Tingkat Inflasi dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak mempunyai
hubungan yang signifikan terhadap total pembiayaan yang diberikan bank
pembiayaan rakyat syariah di Indonesia. Maka dapat disimpulkan berapapun
tingkat inflasi di Indonesia tidak akan mempengaruhi total pembiayaan yang
diberikan BPRS di Indonesia.
B. Impikasi
Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dalam penelitian mengenai analisis
pengaruh dana pihak ketiga (DPK), non performing financing (NPF), dan tingkat
inflasi terhadap total pembiayaan yang diberikan bank pembiayaan rakyat syariah di
Indonesia, dapat ditarik sebuah implikasi teoritis darinya yaitu :
1. Bagi para praktisi, keberadaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sangat
dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat kecil ekonomi
lemah, Seperti tujuan Bank Indonesia yang menyatakan bahwa BPR Syariah
adalah bank yang didirikan untuk melayani Usaha menengah, kecil dan mikro.
Oleh karena itu peningkatan jumlah BPR Syariah di Indonesia serta
pembiayaannya harus di perhatikan dan diberikan dukungan penuh agar
masyarakat menengah dan kecil dapat mendapatkan pula modal usaha yang
109
cukup mudah. Semoga dengan penelitian ini perbankan syariah dan para praktisi
dapat lebih memperhatikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia.
Selain itu, tingkat NPF BPRS yang cukup tinggi di atas 5% perlu menjadi
perhatian agar dapat lebih meningkatkan produktifitas dan efektifitas.
2. Bagi Para nasabah, perlu memperhatikan pembiayaan bermasalah dalam jangka
panjang dan jumlah dana pihak ketiga karena mempunyai pengaruh terhadap total
pembiayaan BPRS. dan dalam jangka panjang maupun jangka pendek salah satu
variabel ekonomi makro yaitu tingkat Inflasi tidak perlu menjadi acuan
fundamental para nasabah BPRS untuk menggunakan seluruh produk pembiayaan
yang ada di bank pembiayaan rakyat syariah.
3. Bagi para peneliti berikutnya agar periode penelitian ini dapat diperpanjang serta
menggunakan variabel pengujian yang lebih banyak, sehingga dapat memberikan
hasil penelitian yang lebih akurat lagi.
110
DAFTAR PUSTAKA
Rivai, Veithzal dan Arviyan, “Islamic Banking Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi”,
Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2010.
Khalwaty, Tajul, “Inflasi Dan Solusinya”, Jakarta, Penerbit Gramedia Pustaka
Utama, 2000
Hamidi, Muhamad.L, “Jejak-Jejak Ekonomi Syariah”, Jakarta :Senayan Abadi
Publishing 2003.
Al-Mushlih, Abdullah dan Ashishawi, Shalah, “Fiqih Ekonomi Keuangan Islam”,
Penerbit Darul Haq, Jakarta, 2001.
Muhamad, “Manajemen Bank Syariah”, Edisi Revisi, AMP YKPN, Yogyakarta,
2005.
Wahyu, Winarno, “Analisis Ekonometrika dan Statistikan dengan Eviews”, Edisi 3,
Penerbit UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2011.
Hamja, Yahya, “Modul I Ekonometrika”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008.
Rosadi, Dedi, “Ekonometrika dan Analisis Runtun Waktu Terapan dengan Eviews
Aplikasi untuk budang Ekonomi, Bisnis, dan Keuangan”, Penerbit ANDI
Yogyakarta, 2012.
Widarjono, Agus, “Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya”, Penerbit: Ekonesia
Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta,2009.
Huda, Nurul, “Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis”, Kencana, Jakarta,
2008.
Gujarati, Damodar. “Ekonometrika Dasar”, Penerbit: Erlangga, Jakarta, 1992.
Nachrowi, et al, “Ekonometrika Pendekatan Populer dan Praktis Untuk Analisis
Ekonomi dan Keuangan” ,Penerbit: Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta 2006.
111
Mufraiani, Arief, “Modul Perbankan Syariah Landasan Teori dan Praktek”, Fakultas
Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Jakarta, Jakarta, 2008.
Ariefianto, Doddy, “Ekonometrika Esensi dan Aplikasi dengan Menggunakan
Eviews”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2012.
Rodoni, Ahmad, “Panduan Penulisan Skripsi”,Feis UIN Press, Jakarta, 2010.
Sudrajat, Agus, “Analisis Kinerja BPRS Penyertaan Modal PT. Permodalan
Nasional Madani (Persero)”, Bogor, 2003.
Hasanudin, Mohamad dan Prihatiningsih, “ Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga,
Tingkat Suku Bunga, NPL, Dan Inflasi Terhadap Penyaluran Kredit BPR Di
Jawa Tengah,” Jurnal TEKNIS Vol.5, Semarang, 2010
Hasbi, Hariandy dan Sumachdar, Endamg, “Financial Performance Analysis for
Islamic Rural Bank to Third Party Funds and The Comparation with
Conventional Rural Bank in Indonesia”, IACSIT Press, Kuala Lumpur, 2011
Arianti, Wuri dan Muharamm, Harjum, “analisis pengaruh Dana Pihak Ketiga
(DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF),
dan Return Of Asset (ROA) terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah”,
2011
Duddy Roesmara dan Nurul Chotimah, “analisis variable-variabel yang
mempengaruhi Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia ditinjau dari sisi
penawaran”, jurnal Vol 2, 2008
Soedarto, Mochamad, “analisis faktor-faktor yang mempengaruhi yang
mempengaruhi penyaluran kredit pada bank perkreditan rakyat (BPR)”,
Tesis Univesitas Diponegoro, Semarang, 2004
Syamsiah, Siti, “Pengaruh Jumlah Pembiayaan dan Nasabah Terhadap Keuntungan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) As Salam di Indonesia”, Bogor,
2012
Sri, Anastasya, et al, “The Influence of Third-Party Funds, Car, Npf, and Roa Againts
The Financing of a General Sharia-Based Bank in Indonesia”, The IBEA,
International Confrence on Business, Economic, and Accounting, Bangkok,
2013
112
Siregar, Saparuddin, “Performance Appraisal Pada BPRS”, Jurnal Manajemen
Bisnis, Universitas Sumatra Utara, 2008.
Maruddani, et al, “Model Dinamik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pasca Krisis
Moneter: Suatu Pendekatan Koreksi Kesalahan (Model Koreksi Kesalahan)”,
Jurnal Sains Volume 15, Universitas Diponegoro, 2007.
Bank Indonesia, “Statistik Perbankan Syariah” (Islamic Banking Statistik) Periode
Januari 2007 sampai Oktober 2012.
www.bi.go.id/laporan perekonomian Indonesia/
www.bi.go.id/moneter/inflasi/
www.bps.go.id
Acankende.wordpress.com/2010/11/28/bank perkreditan rakyat syariah.
113
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data Penelitian, Januari 2007 – Oktober 2012
Tahun PBPRS INFLASI DPK NPF
2007.01 Rp 710,865,000,000.00 6.26% Rp 549,213,000,000.00 8.67%
2007.02 Rp 727,831,000,000.00 6.30% Rp 561,622,000,000.00 9.29%
2007.03 Rp 748,045,000,000.00 6.52% Rp 567,354,000,000.00 8.75%
2007.04 Rp 768,616,000,000.00 6.29% Rp 587,321,000,000.00 9.54%
2007.05 Rp 787,674,000,000.00 6.01% Rp 601,761,000,000.00 8.86%
2007.06 Rp 812,178,000,000.00 5.77% Rp 601,079,000,000.00 9.11%
2007.07 Rp 797,320,000,000.00 6.06% Rp 628,586,000,000.00 8.73%
2007.08 Rp 822,772,000,000.00 6.51% Rp 651,391,000,000.00 8.44%
2007.09 Rp 865,250,000,000.00 6.95% Rp 663,074,000,000.00 8.42%
2007.10 Rp 866,593,000,000.00 6.88% Rp 672,712,000,000.00 8.77%
2007.11 Rp 888,074,000,000.00 6.71% Rp 702,717,000,000.00 8.38%
2007.12 Rp 876,921,000,000.00 6.59% Rp 707,706,000,000.00 7.98%
2008.01 Rp 878,802,000,000.00 7.36% Rp 730,495,000,000.00 8.09%
2008.02 Rp 919,179,000,000.00 7.40% Rp 759,736,000,000.00 8.17%
2008.03 Rp 944,412,000,000.00 8.17% Rp 772,220,000,000.00 7.90%
2008.04 Rp 993,766,000,000.00 8.96% Rp 821,918,000,000.00 7.45%
2008.05 Rp 1,013,334,000,000.00 10.38% Rp 809,005,000,000.00 7.17%
2008.06 Rp 1,112,763,000,000.00 11.03% Rp 865,319,000,000.00 7.51%
2008.07 Rp 1,156,555,000,000.00 11.90% Rp 892,203,000,000.00 7.23%
2008.08 Rp 1,193,606,000,000.00 11.85% Rp 890,571,000,000.00 6.93%
2008.09 Rp 1,247,657,000,000.00 12.14% Rp 896,909,000,000.00 6.92%
2008.10 Rp 1,262,653,000,000.00 11.77% Rp 912,293,000,000.00 8.22%
2008.11 Rp 1,268,289,000,000.00 11.68% Rp 930,765,000,000.00 8.54%
2008.12 Rp 1,256,610,000,000.00 11.06% Rp 972,809,000,000.00 8.38%
2009.01 Rp 1,259,695,000,000.00 9.17% Rp 991,074,000,000.00 8.81%
2009.02 Rp 1,276,637,000,000.00 8.60% Rp 994,532,000,000.00 8.74%
2009.03 Rp 1,332,419,000,000.00 7.92% Rp 1,034,228,000,000.00 8.41%
2009.04 Rp 1,360,913,000,000.00 7.31% Rp 1,051,002,000,000.00 8.32%
2009.05 Rp 1,381,473,000,000.00 6.04% Rp 1,068,920,000,000.00 8.22%
2009.06 Rp 1,409,900,000,000.00 3.65% Rp 1,082,786,000,000.00 7.91%
2009.07 Rp 1,451,252,000,000.00 2.71% Rp 1,124,525,000,000.00 7.72%
114
2009.08 Rp 1,501,553,000,000.00 2.75% Rp 1,139,960,000,000.00 7.80%
2009.09 Rp 1,523,415,000,000.00 2.83% Rp 1,158,034,000,000.00 8.12%
2009.10 Rp 1,546,866,000,000.00 2.57% Rp 1,201,652,000,000.00 7.74%
2009.11 Rp 1,576,229,000,000.00 2.41% Rp 1,228,468,000,000.00 8.36%
2009.12 Rp 1,586,919,000,000.00 2.78% Rp 1,250,609,000,000.00 7.03%
2010.01 Rp 1,586,580,000,000.00 3.72% Rp 1,283,495,000,000.00 7.36%
2010.02 Rp 1,653,875,000,000.00 3.81% Rp 1,310,184,000,000.00 7.48%
2010.03 Rp 1,690,571,000,000.00 3.43% Rp 1,309,987,000,000.00 7.37%
2010.04 Rp 1,757,256,000,000.00 3.91% Rp 1,346,422,000,000.00 7.19%
2010.05 Rp 1,817,361,000,000.00 4.16% Rp 1,385,541,000,000.00 7.13%
2010.06 Rp 1,873,570,000,000.00 5.05% Rp 1,385,733,000,000.00 6.92%
2010.07 Rp 1,925,743,000,000.00 6.22% Rp 1,418,728,000,000.00 7.16%
2010.08 Rp 1,954,179,000,000.00 6.44% Rp 1,396,035,000,000.00 7.18%
2010.09 Rp 1,979,912,000,000.00 5.80% Rp 1,457,768,000,000.00 7.43%
2010.10 Rp 2,042,042,000,000.00 5.67% Rp 1,531,241,000,000.00 7.48%
2010.11 Rp 2,041,367,000,000.00 6.33% Rp 1,517,715,000,000.00 7.53%
2010.12 Rp 2,060,437,000,000.00 6.96% Rp 1,603,778,000,000.00 6.50%
2011.01 Rp 2,084,220,000,000.00 7.02% Rp 1,640,651,000,000.00 6.79%
2011.02 Rp 2,139,992,000,000.00 6.84% Rp 1,668,330,000,000.00 7.04%
2011.03 Rp 2,163,977,000,000.00 6.65% Rp 1,672,303,000,000.00 7.15%
2011.04 Rp 2,216,572,000,000.00 6.16% Rp 1,700,135,000,000.00 7.02%
2011.05 Rp 2,328,813,000,000.00 5.98% Rp 1,765,586,000,000.00 6.82%
2011.06 Rp 2,431,963,000,000.00 5.54% Rp 1,785,628,000,000.00 7.09%
2011.07 Rp 2,501,869,000,000.00 4.61% Rp 1,829,152,000,000.00 7.00%
2011.08 Rp 2,576,971,000,000.00 4.79% Rp 1,846,202,000,000.00 7.05%
2011.09 Rp 2,563,432,000,000.00 4.61% Rp 1,902,369,000,000.00 7.05%
2011.10 Rp 2,620,259,000,000.00 4.42% Rp 1,962,353,000,000.00 7.10%
2011.11 Rp 2,691,843,000,000.00 4.15% Rp 2,035,207,000,000.00 7.30%
2011.12 Rp 2,675,930,000,000.00 4.79% Rp 2,095,333,000,000.00 6.11%
2012.01 Rp 2,726,937,000,000.00 3.65% Rp 2,191,946,000,000.00 6.68%
2012.02 Rp 2,818,790,000,000.00 3.97% Rp 2,254,563,000,000.00 6.61%
2012.03 Rp 2,910,280,000,000.00 4.50% Rp 2,318,437,000,000.00 6.42%
2012.04 Rp 2,997,076,000,000.00 4.50% Rp 2,397,989,000,000.00 6.50%
2012.05 Rp 3,105,951,000,000.00 4.45% Rp 2,464,205,000,000.00 6.47%
2012.06 Rp 3,218,420,000,000.00 4.53% Rp 2,480,775,000,000.00 6.39%
2012.07 Rp 3,313,819,000,000.00 4.56% Rp 2,553,710,000,000.00 6.68%
2012.08 Rp 3,335,761,000,000.00 4.58% Rp 2,611,314,000,000.00 6.91%
115
Lampiran 2 : Hasil Uji Normalitas
0
2
4
6
8
10
12
-0.04 -0.02 -0.00 0.02 0.04 0.06
Series: Residuals
Sample 2007M02 2012M10
Observations 69
Mean 1.86e-18
Median 0.001880
Maximum 0.055107
Minimum -0.045927
Std. Dev. 0.016930
Skewness -0.068269
Kurtosis 3.898504
Jarque-Bera 2.374614
Probability 0.305042
2012.09 Rp 3,404,739,000,000.00 4.31% Rp 2,686,937,000,000.00 6.87%
2012.10 Rp 3,465,137,000,000.00 4.61% Rp 2,776,159,000,000.00 6.83%
116
Lampiran 3 : Hasil Uji Linieritas
Ramsey RESET Test:
F-statistic 1.951314 Prob. F(1,60) 0.1676
Log likelihood ratio 2.208293 Prob. Chi-Square(1) 0.1373
Test Equation:
Dependent Variable: D(LNPBPRS)
Method: Least Squares
Date: 04/15/13 Time: 02:41
Sample: 2007M02 2012M10
Included observations: 69
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.050716 0.685689 -0.073963 0.9413
D(LNDPK) -0.062756 0.247411 -0.253650 0.8006
D(NPF) -0.014022 0.600354 -0.023356 0.9814
D(INFLASI) -0.073932 0.386117 -0.191476 0.8488
FITTED^2 22.15083 15.85720 1.396894 0.1676
R-squared 0.303038 Mean dependent var 0.022957
Adjusted R-squared 0.210109 S.D. dependent var 0.017660
S.E. of regression 0.015696 Akaike info criterion -5.349749
Sum squared resid 0.014781 Schwarz criterion -5.058343
Log likelihood 193.5663 Hannan-Quinn criter. -5.234139
F-statistic 3.260981 Durbin-Watson stat 1.647335
Prob(F-statistic) 0.003775
117
Lampiran 4 : Hasil Uji Stasioneritas Variabel Total Pembiayaan (LnPBPRS)
Null Hypothesis: LNPBPRS has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -0.349632 0.9111
Test critical values: 1% level -3.528515
5% level -2.904198
10% level -2.589562 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 0.000307
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 0.000414
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(LNPBPRS)
Method: Least Squares
Date: 04/15/13 Time: 02:58
Sample (adjusted): 2007M02 2012M10
Included observations: 69 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LNPBPRS(-1) -0.001649 0.004710 -0.350189 0.7273
C 0.069267 0.132261 0.523716 0.6022 R-squared 0.001827 Mean dependent var 0.022957
Adjusted R-squared -0.013071 S.D. dependent var 0.017660
S.E. of regression 0.017775 Akaike info criterion -5.193452
Sum squared resid 0.021170 Schwarz criterion -5.128695
Log likelihood 181.1741 Hannan-Quinn criter. -5.167761
F-statistic 0.122632 Durbin-Watson stat 1.702742
Prob(F-statistic) 0.727296
118
Lampiran 5 : Uji Stasioner Variabel Dana Pihak Ketiga (LnDPK)
Null Hypothesis: LNDPK has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic 0.325849 0.9781
Test critical values: 1% level -3.528515
5% level -2.904198
10% level -2.589562 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 0.000273
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 0.000141
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(LNDPK)
Method: Least Squares
Date: 04/15/13 Time: 03:00
Sample (adjusted): 2007M02 2012M10
Included observations: 69 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LNDPK(-1) 0.000722 0.004485 0.160921 0.8726
C 0.003407 0.124776 0.027302 0.9783 R-squared 0.000386 Mean dependent var 0.023483
Adjusted R-squared -0.014533 S.D. dependent var 0.016636
S.E. of regression 0.016756 Akaike info criterion -5.311525
Sum squared resid 0.018812 Schwarz criterion -5.246768
Log likelihood 185.2476 Hannan-Quinn criter. -5.285834
F-statistic 0.025896 Durbin-Watson stat 2.699426
Prob(F-statistic) 0.872640
119
Lampiran 6 : Uji Stasioner Variabel NPF Null Hypothesis: NPF has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -1.957628 0.3046
Test critical values: 1% level -3.528515
5% level -2.904198
10% level -2.589562 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 1.54E-05
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 1.05E-05
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(NPF)
Method: Least Squares
Date: 04/15/13 Time: 03:03
Sample (adjusted): 2007M02 2012M10
Included observations: 69 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. NPF(-1) -0.134707 0.059581 -2.260914 0.0270
C 0.009971 0.004554 2.189772 0.0320 R-squared 0.070886 Mean dependent var -0.000267
Adjusted R-squared 0.057019 S.D. dependent var 0.004103
S.E. of regression 0.003985 Akaike info criterion -8.184244
Sum squared resid 0.001064 Schwarz criterion -8.119487
Log likelihood 284.3564 Hannan-Quinn criter. -8.158553
F-statistic 5.111733 Durbin-Watson stat 2.462925
Prob(F-statistic) 0.027017
120
Lampiran 7 : Uji Stasioner Variabel Inflasi
Null Hypothesis: INFLASI has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 5 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -1.715749 0.4189
Test critical values: 1% level -3.528515
5% level -2.904198
10% level -2.589562 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 4.03E-05
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 0.000111
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(INFLASI)
Method: Least Squares
Date: 04/15/13 Time: 03:05
Sample (adjusted): 2007M02 2012M10
Included observations: 69 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. INFLASI(-1) -0.030512 0.031314 -0.974374 0.3334
C 0.001642 0.002080 0.789271 0.4327 R-squared 0.013972 Mean dependent var -0.000239
Adjusted R-squared -0.000745 S.D. dependent var 0.006436
S.E. of regression 0.006439 Akaike info criterion -7.224439
Sum squared resid 0.002778 Schwarz criterion -7.159682
Log likelihood 251.2431 Hannan-Quinn criter. -7.198748
F-statistic 0.949404 Durbin-Watson stat 0.985674
Prob(F-statistic) 0.333376
121
Lampiran 8 : Uji Derajat Integrasi Variabel Total Pembiayaan (PBPRS)
Null Hypothesis: D(LNPBPRS) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -7.049484 0.0000
Test critical values: 1% level -3.530030
5% level -2.904848
10% level -2.589907 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 0.000305
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 0.000333
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(LNPBPRS,2)
Method: Least Squares
Date: 04/15/13 Time: 03:07
Sample (adjusted): 2007M03 2012M10
Included observations: 68 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(LNPBPRS(-1)) -0.851708 0.121815 -6.991794 0.0000
C 0.019532 0.003535 5.525246 0.0000 R-squared 0.425513 Mean dependent var -8.83E-05
Adjusted R-squared 0.416809 S.D. dependent var 0.023214
S.E. of regression 0.017728 Akaike info criterion -5.198396
Sum squared resid 0.020742 Schwarz criterion -5.133117
Log likelihood 178.7455 Hannan-Quinn criter. -5.172531
F-statistic 48.88519 Durbin-Watson stat 2.023458
Prob(F-statistic) 0.000000
122
Lampiran 9 : Uji Derajat Integrasi Variabel DPK
Null Hypothesis: D(LNDPK) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -12.04866 0.0001
Test critical values: 1% level -3.530030
5% level -2.904848
10% level -2.589907 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 0.000243
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 0.000208
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(LNDPK,2)
Method: Least Squares
Date: 04/15/13 Time: 03:12
Sample (adjusted): 2007M03 2012M10
Included observations: 68 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(LNDPK(-1)) -1.352096 0.115505 -11.70600 0.0000
C 0.031721 0.003309 9.586736 0.0000 R-squared 0.674926 Mean dependent var 0.000152
Adjusted R-squared 0.670000 S.D. dependent var 0.027520
S.E. of regression 0.015809 Akaike info criterion -5.427481
Sum squared resid 0.016495 Schwarz criterion -5.362201
Log likelihood 186.5344 Hannan-Quinn criter. -5.401615
F-statistic 137.0305 Durbin-Watson stat 2.098910
Prob(F-statistic) 0.000000
123
Lampiran 10 : Uji Derajat Integrasi Variabel NPF
Null Hypothesis: D(NPF) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -12.15365 0.0001
Test critical values: 1% level -3.530030
5% level -2.904848
10% level -2.589907 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 1.43E-05
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 1.19E-05
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(NPF,2)
Method: Least Squares
Date: 04/15/13 Time: 03:14
Sample (adjusted): 2007M03 2012M10
Included observations: 68 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(NPF(-1)) -1.332629 0.113639 -11.72688 0.0000
C -0.000450 0.000467 -0.962682 0.3392 R-squared 0.675707 Mean dependent var -9.71E-05
Adjusted R-squared 0.670793 S.D. dependent var 0.006701
S.E. of regression 0.003845 Akaike info criterion -8.255089
Sum squared resid 0.000976 Schwarz criterion -8.189809
Log likelihood 282.6730 Hannan-Quinn criter. -8.229223
F-statistic 137.5196 Durbin-Watson stat 2.001583
Prob(F-statistic) 0.000000
124
Lampiran 11 : Uji Derajat Integrasi Variabel Inflasi
Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 1 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -4.645508 0.0003
Test critical values: 1% level -3.530030
5% level -2.904848
10% level -2.589907 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 3.11E-05
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 3.02E-05
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(INFLASI,2)
Method: Least Squares
Date: 04/15/13 Time: 03:15
Sample (adjusted): 2007M03 2012M10
Included observations: 68 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(INFLASI(-1)) -0.500775 0.106914 -4.683904 0.0000
C -0.000105 0.000688 -0.153263 0.8787 R-squared 0.249479 Mean dependent var 3.82E-05
Adjusted R-squared 0.238108 S.D. dependent var 0.006489
S.E. of regression 0.005664 Akaike info criterion -7.480509
Sum squared resid 0.002117 Schwarz criterion -7.415229
Log likelihood 256.3373 Hannan-Quinn criter. -7.454643
F-statistic 21.93896 Durbin-Watson stat 2.050457
Prob(F-statistic) 0.000015
125
Lampiran 12 : Uji Kointegrasi Philips Perron
Null Hypothesis: RESID01 has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 0 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -8.288020 0.0000
Test critical values: 1% level -3.531592
5% level -2.905519
10% level -2.590262 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 3.15E-05
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 3.15E-05
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(RESID01)
Method: Least Squares
Date: 04/15/13 Time: 03:17
Sample (adjusted): 2007M04 2012M10
Included observations: 67 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. RESID01(-1) -1.031323 0.124435 -8.288020 0.0000
C -3.35E-05 0.000696 -0.048133 0.9618 R-squared 0.513805 Mean dependent var 3.50E-05
Adjusted R-squared 0.506325 S.D. dependent var 0.008110
S.E. of regression 0.005698 Akaike info criterion -7.467918
Sum squared resid 0.002111 Schwarz criterion -7.402106
Log likelihood 252.1752 Hannan-Quinn criter. -7.441876
F-statistic 68.69128 Durbin-Watson stat 1.978798
Prob(F-statistic) 0.000000
126
Lampiran 13 : Uji Asumsi Klasik
1. Uji Multikolinieritas
DLNDPK DINFLASI DNPF
DLNDPK 1.000000 -0.018498 -0.063764
DINFLASI -0.018498 1.000000 -0.197251
DNPF -0.063764 -0.197251 1.000000
2. Uji Autokolerasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.997475 Prob. F(2,59) 0.3749
Obs*R-squared 2.256769 Prob. Chi-Square(2) 0.3236
3. Uji Heterokedastisitas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 1.911468 Prob. F(35,33) 0.0322
Obs*R-squared 46.20752 Prob. Chi-Square(35) 0.0974
Scaled explained SS 43.55124 Prob. Chi-Square(35) 0.1521
127
Lampiran 14 : Hasil Estimasi Model dinamis Error Correction Model (ECM)
Dependent Variable: D(LNPBPRS)
Method: Least Squares
Date: 01/27/13 Time: 23:31
Sample (adjusted): 2007M02 2012M10
Included observations: 69 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.764596 0.362670 2.108243 0.0391
D(LNDPK) 0.243404 0.115679 2.104125 0.0395
D(NPF) -0.154115 0.596516 -0.258359 0.7970
D(INFLASI) -0.205306 0.377398 -0.544006 0.5884
LNDPK(-1) -0.021328 0.011479 -1.857963 0.0680
NPF(-1) -1.286195 0.633232 -2.031158 0.0466
INFLASI(-1) 0.173486 0.122841 1.412287 0.1629
ECT 0.168579 0.059598 2.828581 0.0063 R-squared 0.280371 Mean dependent var 0.022957
Adjusted R-squared 0.197791 S.D. dependent var 0.017660
S.E. of regression 0.015818 Akaike info criterion -5.346730
Sum squared resid 0.015262 Schwarz criterion -5.087703
Log likelihood 192.4622 Hannan-Quinn criter. -5.243965
F-statistic 3.395129 Durbin-Watson stat 1.715516
Prob(F-statistic) 0.003982