Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional ...
Transcript of Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional ...
Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional, Transaksional, Laissez-faire Terhadap Gaya Manajemen Konflik Pada Organisasi Sektor
Publik di Indonesia
Yasmin Zahra Qisthi, Rosiwarna Anwar
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia
Email: [email protected] / [email protected]
Abstrak
Konflik yang paling sering terjadi dalam organisasi adalah konflik interpersonal. Pemimpin atau manajer berperan besar dalam menangani konflik interpersonal di tempat kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah gaya kepemimpinan transformasional, gaya kepemimpinan transaksional, dan gaya kepemimpinan laissez-faire memiliki pengaruh pada pemilihan gaya manajemen konflik ketika berhadapan dengan konflik interpersonal dalam organisasi sektor publik di Indonesia. Responden penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil berjumlah 289 orang yang bekerja di Jabodetabek dan sudah bekerja minimal 1 tahun dengan atasan langsung mereka. Data diolah menggunakan metode Structural Equation Modelling (SEM). Hasil penelitian ini adalah pemimpin organisasi sektor publik yang cenderung menggunakan gaya kepemimpinan transformasional menggunakan gaya manajemen konflik integrating dan obliging. Sedangkan pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan transaksional cenderung menggunakan gaya manajemen konflik compromising dan juga pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan laissez-faire menggunakan gaya manajemen konflik dominating dan avoiding.
The Impact of Transformational Leadership Style, Transactional Leadership Style, and Laissez-faire Leadership Style towards Conflict Management Style in Indonesian Public
Sector Organizations
Abstract
One of the most frequent types of conflicts that occur in the organization is interpersonal conflict. Leader or manager plays a major role in handling interpersonal conflict in the workplace. The purpose of this study is to examine whether transformational leadership style, transactional leadership style, and laissez-faire leadership style has an influence on the selection of conflict management style when dealing with interpersonal conflicts in the public sector organizations in Indonesia. Data from 289 of government employees who work in the Jabodetabek and had worked at least one year with their immediate supervisor. The data was processed using Structural Equation Modeling (SEM). Findings show that leaders of public sector organizations that tend to use transformational leadership style using integrating style and obliging style of conflict management. While those using transactional leadership style using compromising style of conflict management and also leaders who use laissez-faire leadership style using dominating style and avoiding style of conflict management.
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
Latar Belakang
Konflik tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari dari suatu individu,
kelompok, maupun organisasi. Jenis konflik yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari
bermacam-macam tergantung dari dimana konflik itu terjadi dan dengan siapa kita berkonflik.
Salah satu jenis konflik yang paling sering terjadi dalam organisasi adalah konflik
interpersonal. Konflik interpersonal menjadi salah satu faktor yang paling penting dan
memiliki dampak yang besar pada hubungan karyawan di tempat kerja (Barki dan Hartwick,
2001; Rahim, 1983 dalam Chen et al., 2012). Pemimpin atau manajer berperan besar dalam
menangani konflik interpersonal di tempat kerja.
Sementara itu, konflik di dalam organisasi dapat memberikan dampak positif maupun
negatif tergantung dari cara pandang terhadap kehadiran konflik itu sendiri. Ketika konflik
yang ada di dalam organisasi dapat dikelola dengan baik oleh seorang pemimipin, maka
organisasi dan anggota organisasi akan mendapatkan manfaat dari konflik yang ada seperti
timbulnya persaingan sehat antara anggota organisasi yang dapat meningkatkan inovasi dan
kreativitas dari anggota organisasi. Namun, jika konflik yang ada tidak dapat dikelola dengan
baik oleh pemimpin organisasi, maka organisasi akan mendapatkan dampak negatif dari
konflik seperti penurunan tingkat kepuasan kerja, mengurangi motivasi anggota, mengurangi
keterlibatan anggota dalam organisasi, serta kinerja anggota organisasi yang menjadi lebih
rendah (Chen et al., 2012).
Kepemimpinan sangat dibutuhkan ketika konflik dalam organisasi terjadi. Robbins
dan Judge (2013) mengatakan bahwa manajer menghabiskan banyak upaya mereka untuk
menyelesaikan konflik antara karyawan dan pekerjaan ini menghabiskan 18 persen dari waktu
mereka. Hubungan yang baik dapat dilihat dari gaya kepemimpinan setiap pemimpin. Gaya
kepemimpinan dari setiap pemimpin juga bervariasi tergantung pada jenis posisi organisasi
dan kepemimpinan dalam organisasi. Gaya kepemimpinan akan menunjukkan perbedaan
dalam gaya manajemen konflik yang setiap pemimpin memiliki (Stanley, 2004).
Setiap organisasi membutuhkan kepemimpinan dan manajemen konflik yang baik
untuk keberlangsungan organisasi itu sendiri. Tidak terkecuali pada organisasi sektor publik.
Organisasi sektor publik akan menghadapi tantangan besar selama beberapa dekade ke depan
seperti tekanan pemotongan dana keuangan, meningkatnya permintaan, meningkatnya
harapan publik dan pengguna barang dan jasa publik, desentralisasi dan pemberdayaan
masyarakat, peluang untuk menggunakan teknologi baru, dan persaingan global (Tizard,
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
2012). Untuk menghadapi beratnya tantangan yang dimiliki oleh organisasi sektor publik di
Indonesia, dibutuhkan sosok pemimpin organisasi sektor publik yang mampu bekerja secara
efektif, efisien dan fokus terhadap hasil kerja serta mampu menjawab semua tantangan yang
ada di luar maupun di dalam organisasi.
Berdasarkan apa yang disampaikan di atas, maka penelitian terhadap gaya
kepemimpinan dengan gaya konflik manajemen konflik yang dimiliki oleh pemimpin dalam
organisasi sektor publik dirasa perlu karena hal tersebut berkaitan dengan kinerja organisasi
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu masih terbatasnya literatur yang
membahas mengenai hubungan gaya kepemimpinan dan gaya manajemen konflik yang ada di
organisasi sektor publik.
Tinjauan Pustaka
Gaya Manajemen Konflik
Manajemen konflik dan resolusi adalah dua hal yang berbeda. Resolusi konflik
menyiratkan pengurangan, penghapusan, atau penghentian konflik, sedangkan manajemen
konflik melibatkan merancang strategi yang efektif untuk meminimalkan disfungsi konflik
dan meningkatkan fungsi konstruktif konflik dalam rangka untuk meningkatkan pembelajaran
dan efektivitas organisasi (Rahim, 2001). Manajemen konflik juga berarti proses di mana
manajer dalam organisasi memutuskan metode yang tepat untuk mengelola situasi konflik
(Mukhtar, 2013).
Baron (1990) dalam Rahim (2001) menyimpulkan walaupun definisi konflik yang
dikatakan oleh para ahli tidak persis sama, namun definisi yang mereka kemukakan memiliki
beberapa unsur yang tumpang tindih yaitu:
1) Konflik termasuk kepentingan yang bertentangan antara individu atau
kelompok dalam situasi zero-sum;
2) Menentang kepentingan tersebut harus diakui agar konflik itu ada;
3) Konflik melibatkan keyakinan dari masing-masing pihak, bahwa yang lain
akan menggagalkan atau sudah menggagalkan kepentingannya;
4) Konflik adalah suatu proses; berkembang dari hubungan yang ada antara
individu atau kelompok dan mencerminkan interaksi mereka dan konteks di
mana hal ini terjadi; dan
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
5) Tindakan oleh salah satu atau kedua belah pihak pada kenyataannya,
menimbulkan kegagalan pada pihak lain.
Robbins dan Judge (2013) mendefinisikan konflik adalah sebuah proses yang dimulai
ketika satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan
berpengaruh negatif, terhadap sesuatu yang pihak pertama pedulikan. Forsyth (2010)
mendefinisikan konflik adalah perselisihan dan gesekan yang terjadi ketika tindakan atau
keyakinan dari satu atau lebih anggota kelompok tidak dapat diterima atau ditolak oleh satu
atau lebih dari anggota kelompok lainnya. Rahim (1983) menganggap konflik adalah suatu
proses interaktif diwujudkan dalam ketidakcocokan, ketidaksetujuan, atau disonansi dalam
atau di antara entitas sosial yaitu individu, kelompok, organisasi, dan lain-lain.
Konflik di tempat kerja adalah jenis tertentu dari konflik yang terjadi di tempat kerja.
Menurut Luthan (1998) dalam Mukhtar (2013), konflik dapat terjadi pada individu,
interpersonal, kelompok atau tingkat organisasi. Kirkwood (2002) dalam Mukhtar (2013),
melihat berbagai jenis konflik yang ada dalam organisasi meliputi konflik data, konflik
struktural, konflik hubungan, dan konflik kepentingan yang dapat menyebabkan perselisihan,
keluhan, tuntutan hukum, keluhan, pemogokan, dan tindakan disiplin.
Sedangkan Rahim (2001) mengklasifikasikan konflik organisasi sebagai
intraorganizational (yaitu, konflik dalam suatu organisasi) atau interorganizational (yaitu,
konflik antara dua atau lebih organisasi). Intraorganizational juga dapat diklasifikasikan atas
dasar tingkatan (individu, kelompok, dll) di mana hal tersebut terjadi. Atas dasar ini
intraorganizational conflict dapat diklasifikasikan sebagai intrapersonal, interpersonal,
intragroup, dan intergroup conflict.
Sejumlah peneliti telah mengembangkan tipologi gaya manajemen konflik dengan
menggunakan model konseptual oleh Blake dan Mouton (1964) dalam Rahim (1983). Dua
dimensi telah diberikan label "keinginan untuk memuaskan kepentingan diri sendiri" dan
"keinginan untuk memuaskan kepentingan orang lain" (Thomas, 1976 dalam Rahim, 1983),
atau "kepedulian untuk diri sendiri" dan "kepedulian terhadap orang lain" (Rahim dan
Bonoma, 1979). Dimensi pertama menjelaskan tingkat (tinggi atau rendah) di mana seseorang
mencoba untuk memuaskan kepedulian diri sendiri. Dimensi kedua menjelaskan tingkat
(tinggi atau rendah) di mana seseorang ingin memenuhi kepedulian atau kepentingan orang
lain (Rahim dan Bonoma, 1979). Kombinasi dari dua dimensi tersebut menghasilkan lima
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
gaya manajemen konflik interpersonal (Rahim, 1983). Tipologi yang disajikan oleh Rahim
(1983) adalah integrating, obliging, dominating, avoiding dan compromising. Berikut adalah
penjelasan mengenai gaya manajemen konflik Rahim (1983) dalam Rahim et al (1992).
Integrating atau gaya berkolaborasi melibatkan keterbukaan, pertukaran informasi,
dan pemeriksaan perbedaan untuk mencapai solusi yang efektif yang dapat diterima kedua
belah pihak. Ketika orang menggunakan gaya mengintegrasikan, mereka memiliki kepedulian
bagi dirinya dan bagi orang lain. Mereka yang menggunakan gaya ini melakukan pemecahan
masalah dan berorientasi kepada solusi. Penelitian telah menunjukkan bahwa supervisor yang
menggunakan gaya mengintegrasikan mencapai lebih banyak kepatuhan perilaku, cenderung
tidak mengalami konflik terus-menerus di tempat kerja dan memiliki perselisihan yang kecil
jumlahnya (Rahim dan Buntzman, 1990).
Obliging terkait dengan berusaha untuk mengecilkan perbedaan dan menekankan
kesamaan untuk memenuhi kepedulian dari pihak lain. Seseorang yang memiliki gaya
manajemen konflik ini akan mengabaikan kepedulian diri sendiri untuk memenuhi kepedulian
dari pihak lain. Gaya ini berguna ketika satu pihak percaya bahwa ia mungkin salah atau
pihak lain yang benar dan masalah tersebut jauh lebih penting bagi orang lain dibandingkan
dirinya. Gaya ini dapat digunakan sebagai strategi ketika satu pihak bersedia memberikan
sesuatu dengan harapan mendapatkan sesuatu dalam pertukaran dari pihak lain bila
diperlukan.
Dominating telah diidentifikasi dengan orientasi menang-kalah atau dengan memaksa
perilaku untuk memenangkan posisi seseorang. Seseorang yang mendominasi atau seseorang
yang bersaing mengeluarkan segala kemampuannya untuk memenangkan tujuannya dan,
sebagai hasilnya, sering mengabaikan kebutuhan dan harapan dari pihak lain. Ketika isu yang
melibatkan konflik yang sepele atau ketika keputusan harus cepat diperlukan, gaya ini
mungkin tepat. Gaya ini juga sesuai ketika tindakan yang tidak wajar harus dilaksanakan.
Gaya ini cocok untuk menerapkan strategi dan kebijakan yang dirumuskan oleh manajemen
tingkat yang lebih tinggi.
Avoiding telah dikaitkan dengan penarikan atau situasi menghindar. Orang yang
menghindari konflik akan gagal untuk memenuhi kepedulian terhadap diri sendiri serta
kepedulian terhadap pihak lain. Gaya ini berguna ketika masalah sepele atau potensi efek
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
disfungsional dari menghadapi pihak lain melebihi manfaat dari resolusi konflik. Gaya ini
dapat digunakan untuk menangani beberapa masalah taktis atau minor.
Compromising melibatkan memberi dan mengambil di mana kedua belah pihak
memberikan sesuatu untuk membuat keputusan yang dapat diterima bersama. Ini mungkin
berarti membelah perbedaan, bertukar konsesi, atau mencari posisi jalan tengah. Gaya ini
mungkin tepat bila tujuan dari pihak yang berkonflik sama-sama eksklusif atau ketika kedua
belah pihak sama-sama kuat, misalnya, tenaga kerja dan manajemen, telah mencapai
kebuntuan dalam negosiasi mereka. Gaya ini mungkin digunakan dalam menangani beberapa
isu-isu strategis, tetapi ketergantungan pada gaya ini mungkin disfungsional.
Gambar 1 Gaya Manajemen Konflik Menurut Rahim (1983)
Sumber: Rahim (1983)
Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses dimana seorang individu membimbing
orang lain dalam kegiatan kolektif mereka, dengan cara mengatur, mengarahkan,
mengkoordinasikan, mendukung, dan memotivasi usaha mereka (Forsyth, 2010). Gaya
kepemimpinan dapat dilihat sebagai rangkaian sikap manajerial, perilaku, karakteristik dan
keterampilan berdasarkan nilai-nilai individu dan organisasi, kepentingan kepemimpinan dan
keandalan karyawan dalam situasi yang berbeda (Mosadeghrad, 2003 dalam Rad dan
Yarmohammadian, 2006). Gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh setiap pemimpin berbeda-
beda. Tipe organisasi dan tingkat hirarki di dalam organisasi adalah salah satu hal yang
membuat gaya kepemimpinan beraneka ragam.
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
Konsep kepemimpinan transformasional, yang awalnya dikembangkan oleh Burns
(1978), merupakan pemimpin yang "merangsang dan menginspirasi pengikutnya untuk
mencapai hasil yang luar biasa dan, dalam proses, mengembangkan kapasitas kepemimpinan
mereka sendiri" (Bass dan Riggio, 2006 dalam Doucet et al., 2009). Mereka mendorong
bawahannya untuk mengembangkan potensi penuh mereka dan melampaui aspirasi masing-
masing demi kebaikan organisasi. Pemimpin transformasional menawarkan tujuan yang
melampaui tujuan jangka pendek dan fokus pada kebutuhan intrinsik yang lebih tinggi
(Conger dan Kanungo, 1998 dalam Judge dan Piccolo, 2004).
Pemimpin transaksional mengidentifikasi dan mengklarifikasi tugas pekerjaan
bawahan mereka dan berkomunikasi dengan mereka bagaimana keberhasilan pelaksanaan
tugas akan menyebabkan penerimaan imbalan yang diinginkan. Pemimpin transaksional
menentukan dan mendefinisikan tujuan untuk bawahan mereka, menyarankan bagaimana
melaksanakan tugas dan memberikan umpan balik (Saeed et al., 2014). Daripada
menyelaraskan kepentingan individu dengan orang-orang dari organisasi, pemimpin
transaksional memotivasi karyawan mereka dengan berfokus pada kepentingan pribadi
mereka (Bass, 1985 dalam Doucet et al., 2009). Mereka melakukannya dengan menggunakan
penguatan positif dan negatif, tergantung pada perilaku dan kinerja karyawan.
Menurut Kirkbride (2006), gaya kepemimpinan laissez-faire cenderung untuk menarik
diri dari peran kepemimpinan yang dimiliki dan menawarkan sedikit dalam hal pengarahan
atau dukungan. Gaya kepemimpinan laissez-faire juga dikenal sebagai "gaya lepas tangan”
(Tarsik et al., 2014). Mereka sering absen atau acuh tak acuh terhadap kebutuhan pengikut
mereka. Pemimpin memberikan kebebasan kepada karyawan sebanyak mungkin. Akibatnya
pengikut sering terlibat dalam konflik mengenai peran dan tanggung jawab masing-masing,
mencoba untuk merebut peran pemimpin, atau mencari arah dan visi dari tempat lain dalam
organisasi (Kirkbride, 2006).
Jika menilik teori yang telah dikemukakan, hasil temuan penelitian sebelumnya, dan
berbagai fenomena yang ada dan sudah dijelaskan sebelumnya, hal-hal tersebut mendasari
hipotesis penelitian berikut ini:
H1a: Diduga gaya kepemimpinan transformasional akan berpengaruh positif dengan
gaya manajemen konflik integrating.
H1b: Diduga gaya kepemimpinan transformasional akan berpengaruh positif dengan
gaya manajemen konflik obliging.
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
H1c: Diduga gaya kepemimpinan transformasional akan berpengaruh negatif dengan
gaya manajemen konflik dominating.
H1d: Diduga gaya kepemimpinan transformasional akan berpengaruh negatif dengan
gaya manajemen konflik avoiding.
H2: Diduga gaya kepemimpinan transaksional akan berpengaruh positif terhadap gaya
manajemen konflik compromising.
H3a: Diduga gaya kepemimpinan laissez-faire akan berpengaruh negatif terhadap gaya
manajemen konflik integrating.
H3b: Diduga gaya kepemimpinan laissez-faire akan berpengaruh negatif terhadap
gaya manajemen konflik obliging.
H3c: Diduga gaya kepemimpinan laissez-faire akan berpengaruh positif terhadap gaya
manajemen konflik dominating.
H3d: Diduga gaya kepemimpinan laissez-faire akan berpengaruh positif terhadap gaya
manajemen konflik avoiding.
Gambar 2 Model Penelitian
Sumber: Hasil Olahan Peneliti berdasarkan penelitian Saeed et al. (2014)
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
Metode Penelitian
Sampel penelitian ini terdiri dari 289 PNS (184 laki-laki dan 105 perempuan) dari
berbagai instansi pemerintah di Jabodetabek, Indonesia seperti Kejaksaan, Kementerian
Kesehatan, BATAN, Dinas Pemadam Kebakaran, Imigrasi, dan lain-lain. Sampel dipilih
dengan menggunakan teknik convenience sampling. Convenience sampling dipilih karena
peneliti memiliki waktu dan sumber daya yang terbatas dalam melakukan penelitian ini
(Malhotra dan Birks 2014). Sampel juga berdasarkan persyaratan dan kriteria dari populasi
tertentu yang paling mudah ditemukan atau diperoleh.
Penelitian ini memiliki tiga variabel eksogen (independen) yaitu gaya kepemimpinan
transformasional, gaya kepemimpinan transaksional, dan gaya kepemimpinan laissez-faire.
Instrumen dari variabel eksogen (independen) dalam penelitian ini menggunakan MLQ
(Multifactor Leadership Questionnaire) yang terkandung dalam jurnal dari Avolio et al.
(1999) yang terdiri dari 36 item pertanyaan. Penelitian ini juga memiliki lima variabel
endogen (dependen) yaitu gaya manajemen konflik integrating, obliging, compromising,
dominating, dan avoiding. Instrumen variabel endogen (dependen) dalam penelitian ini
menggunakan instrumen yang ada dalam jurnal Song et al. (2006), yang terdiri dari 20 item
pertanyaan.
Data yang dikumpulkan berdasarkan item pertanyaan milik Song et al. (2006) dan
MLQ diberi skor menggunakan skala likert 6 poin. Masing-masing variabel dalam penelitian
ini diuji validitas dan reliabilitas. Analisis Structural Equation Modelling (SEM) dilakukan
untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan dan manajemen konflik.
Hasil Penelitian
Peneliti melakukan pretest dengan menyebarkan kuesioner kepada 30 karyawan dari
organisasi sektor publik yang memiliki status pegawai negeri sipil (PNS) dan telah bekerja
minimal selama satu tahun dengan atasan langsung mereka. Kuesioner pretest didistribusikan
di organisasi sektor publik yaitu Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat melalui kuesioner secara
online dengan menggunakan Google form. Selanjutnya, uji reliabilitas dan uji validitas
dilakukan. Item dalam kuesioner dikatakan memiliki reliabilitas yang baik jika nilai Alpha
Cronbach adalah ≥ 0,60. Maka nilai KMO yang harus dipenuhi oleh item dalam kuesioner
adalah ≥ 0,50 dan untuk nilai Bartlett Test of Sphercity harus ≤ 0,05 sehingga item tersebut
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
dapat dikatakan valid. Adapun nilai loading factor yang harus dipenuhi oleh sebuah item
untuk dikatakan valid adalah ≥ 0,50. Pada pretest, peneliti harus menghapus item dalam
kuesioner seperti T4, T20, TR5, TR6, TR7, IN4, AV1 dan AV2 karena uji reliabilitas dan uji
validitas yang tidak memenuhi syarat.
Analisa deskriptif dari semua variabel dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 1 dibawah
ini.
Tabel 1. Analisis Deskriptif
Variabel Grand Mean Keterangan
Gaya Kepemimpinan Transformasional 4,54 Tinggi
Gaya Kepemimpinan Transformasional 4,26 Agak Tinggi
Gaya Kepemimpinan
Laissez-faire 3,09 Agak Rendah
Integrating 4,27 Agak Tinggi
Obliging 4,24 Agak Tinggi
Compromising 4,56 Tinggi
Dominating 3,40 Agak Rendah
Avoiding 2,81 Agak Rendah
Analisis Model Pengukuran
Dalam menganalisis validitas model pengukuran, para peneliti melihat nilai dari
Standardized Loading Factors (SLF) dan t-value setiap variabel yang diamati. Masing-masing
variabel yang diamati dapat dikatakan memiliki validitas yang baik jika nilai SLF variabel
yang diamati adalah ≥ 0,50 (Hair et al., 2009) dan t-value adalah ≥ 1,96 (Rigdon dan
Ferguson, 1991 di Wijanto, 2008). Untuk reliabilitas, peneliti melihat nilai dari construct
reliability dan variance extracted. Namun, variance extracted hanya sebagai opsional dalam
penelitian ini. Reliabilitas dapat dikatakan baik jika nilai CR adalah ≥ 0,70 dan nilai VE
adalah ≥ 0,50 (Hair et al., 2009). Dalam survei utama, ada beberapa variabel yang diamati
yang harus dihilangkan karena mereka tidak memiliki validitas yang baik seperti T2, LF1,
DO1 dan DO2.
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
Tabel 2 menunjukkan model pengukuran dalam penelitian ini telah memiliki tingkat
kecocokan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai RMSEA yaitu 0,071 dan itu berarti ≤
0,08. Absolute fit measure secara keseluruhan sudah memiliki good fit, hal ini tercermin
dalam nilai RMR, RMSEA dan ECVI. Untuk incremental fit measure secara keseluruhan
memiliki marginal fit. Adapun parsimonious fit measure juga memiliki good fit.
Tabel 2. Uji Kecocokan Model Pengukuran
No Ukuran GOF Good Fit Value Hasil
Uji Keterangan
Absolute Fit Measure
1 Statistic Chi-Square p ≥ 0,05 0,0 Poor fit
2 GFI GFI ≥ 0,90 0,75 Poor fit
3 RMR RMR ≤ 0,5 0,097 Good fit
4 RMSEA RMSEA ≤ 0,08 0,071 Good fit
5 ECVI
Model ECVI model lebih mendekati ECVI
saturated daripada independence
8,28
Good fit Saturated 6,88
Independence 35,20
Incremental Fit Measure
6 NNFI NNFI ≥ 0,90 0,86 Marginal fit
7 NFI NFI ≥ 0,90 0,80 Marginal fit
8 AGFI AGFI ≥ 0,90 0,71 Poor fit
9 RFI RFI ≥ 0,90 0,78 Poor fit
10 IFI IFI ≥ 0,90 0,87 Marginal fit
11 CFI CFI ≥ 0,90 0,87 Marginal fit
Parsimonious Fit Measure
12 AIC
Model AIC model mendekati AIC saturated
daripada independence
2383,35
Good fit Saturated 1980,00
Independence 10137,33
13 CAIC
Model CAIC model mendekati CAIC
saturated daripada independence
2952,66
Good fit Saturated 6599,76
Independence 10342,66
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
Analisis Model Struktural
Analisis model struktural dalam penelitian ini dibagi menjadi uji kecocokan model
struktural dan analisis hubungan kausal. Secara garis besar, analisis model struktural
dilakukan untuk melihat hubungan yang terjadi antar variabel laten yang ada pada penelitian
ini sekaligus menjawab hipotesis pada penelitian berdasarkan model dan teori yang sudah
dikemukakan sebelumnnya.
Tabel 3. Uji Kecocokan Model Struktural
No Ukuran GOF Good Fit Value Hasil
Uji Keterangan
Absolute Fit Measure
1 Statistic Chi-Square p ≥ 0,05 0,0 Poor fit
2 GFI GFI ≥ 0,90 0,72 Poor fit
3 RMR RMR ≤ 0,5 0,12 Good fit
4 RMSEA RMSEA ≤ 0,08 0,078 Good fit
5 ECVI
Model ECVI model lebih mendekati ECVI
saturated daripada independence
9,16
Good fit Saturated 6,88
Independence 35,20
Incremental Fit Measure
6 NNFI NNFI ≥ 0,90 0,83 Marginal fit
7 NFI NFI ≥ 0,90 0,77 Poor fit
8 AGFI AGFI ≥ 0,90 0,69 Poor fit
9 RFI RFI ≥ 0,90 0,76 Poor fit
10 IFI IFI ≥ 0,90 0,85 Marginal fit
11 CFI CFI ≥ 0,90 0,85 Marginal fit
Parsimonious Fit Measure
12 AIC
Model AIC model mendekati AIC saturated
daripada independence
2637,60
Good fit Saturated 1980,00
Independence 10137,33
13 CAIC
Model CAIC model mendekati CAIC
saturated daripada independence
3132,25
Good fit Saturated 6599,76
Independence 10342,66
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
Pengujian kecocokan model struktural harus dilakukan untuk memastikan bahwa
model struktural yang telah disiapkan dapat menjelaskan arah hubungan dan pengaruh dengan
arah yang benar dan tidak menyebabkan estimasi yang bias.
Tabel 3 menunjukkan bahwa model struktural dalam penelitian ini sudah memiliki
good fit. Hal ini terlihat dari nilai RMSEA dari 0,078 yang berarti nilai RMSEA ≤ 0,08.
Secara keseluruhan absolute fit measure juga memiliki good fit dilihat dari nilai RMR,
RMSEA, dan ECVI yang sudah memenuhi syarat. Begitu juga dengan incremental fit
measure yang secara keseluruhan memiliki marginal fit. Sementara untuk parsimonious fit
measure, secara keseluruhan juga telah good fit.
Untuk menganalisis hubungan kausal antara variabel atau melihat efek dari variabel
laten dalam metode SEM, yang perlu dilihat adalah t-values. Dikarenakan dalam penelitian ini
menggunakan uji one-tail, t-value yang digunakan adalah 1,65. Hubungan kausal antara
variabel laten yang memiliki sifat positif dikatakan memiliki nilai signifikan jika t-nilai ≥
1.65. Hubungan kausal antara variabel laten yang memiliki sifat negatif dapat dikatakan
memiliki nilai yang signifikan jika t-nilai ≤ -1,65. Hubungan kausal dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Path Diagram dan Nilai T-Value Model Struktural
Sumber: Olahan peneliti berdasarkan output Lisrel 8.51
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
Pembahasan
Hasil penelitian ini didukung H1a hipotesis dan hipotesis H1b yang menunjukkan gaya
kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh positif pada penggunaan gaya manajemen
konflik integrating (t-value = 8,53) dan obliging (t-value = 7,23) . Temuan ini sama dengan
Saeed dkk. (2014). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Saeed et al. (2014).
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang fleksibel dan
terbuka terhadap saran dan pengalaman baru (Karim, 2010). Hal ini sama dengan gaya
manajemen konflik integrating yang berusaha untuk mencari solusi terbaik dari konflik
dengan cara melakukan pertukaran informasi dan berdiskusi bersama (Rahim, 2001). Para
pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan transformasional ini memiliki hubungan yang
konstruktif-kontributif dengan bawahannya, dan juga pemimpin dengan gaya transformasional
akan memotivasi bawahannya agar berbuat lebih baik melebihi apa yang mereka harapkan
dengan meningkatkan nilai dari tugas yang pemimpin tersebut berikan kepada bawahannya,
serta mendorong bawahannya agar mau mengorbankan kepentingan diri mereka sendiri demi
kepentingan organisasi, namun hal tersebut juga diikuti dengan peningkatan kesejahteraan
bawahannya (Setiawan dan Muhith, 2013).
Hasil penelitian ini juga mendukung hipotesis H2 yang menunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan transaksional memiliki pengaruh positif pada gaya manajemen konflik
compromising (t-value = 10,23). Hasil ini konsisten dengan penelitian Saeed dkk. (2014).
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan transaksional mampu memberikan reward dan
punishment kepada bawahannya sesuai dengan kinerja bawahannya masing-masing (Setiawan
dan Muhith, 2013). Hal tersebut merupakan suatu pertukaran yang diberikan oleh pemimpin
transaksional kepada bawahannya dalam melakukan suatu pekerjaan. Gaya manajemen
konflik compromising juga melibatkan proses pertukaran yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang berkonflik untuk membuat keputusan yang dapat diterima bersama (Rahim et al., 1992).
Maka dari itu, prinsip dari gaya kepemimpinan transaksional dan gaya manajemen konflik
compromising adalah sama.
Gaya kepemimpinan laissez-faire dalam penelitian ini memiliki pengaruh negatif pada gaya
manajemen konflik integrating (t-value = -4,00) dan memiliki pengaruh positif pada gaya
manajemen konflik dominating (t-value = 7,57) dan avoiding (t-value = 7,93). . Gaya
kepemimpinan laissez-faire merupakan pemimpin yang tidak peduli dengan kebutuhan
bawahan mereka. Gaya kepemimpinan laissez-faire juga dikenal sebagai pemimpin yang
lepas tangan (Tarsik et al., 2014). Hal ini bertentangan dengan gaya manajemen konflik
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
integrating yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap diri sendiri maupun terhadap
orang lain (Rahim et al., 1992).
Kepemimpinan laissez-faire memiliki dampak buruk pada hasil pekerjaan bawahannya
(Yammarino dan Bass, 1990 dalam Saeed et al., 2014). Hal tersebut sama dengan gaya
manajemen konflik dominating yang juga memberikan dampak buruk bagi kinerja
bawahannya dikarenakan pemimpin terlalu memaksakan kehendaknya dan tidak
mempedulikan kepentingan orang lain. Dan jika gaya kepemimpinan laissez-faire dan gaya
manajemen konflik dominating dilakukan bersamaan dan terlalu sering, maka akan berakibat
buruk bagi kinerja pegawai organisasi sektor publik.
Gaya manajemen konflik avoiding berusaha untuk menghindar dan menarik diri dari konflik
yang terjadi (Rahim et al., 1992). Hal ini juga sejalan dengan gaya kepemimpinan laissez-
faire yang juga merupakan gaya kepemimpinan yang cenderung menarik diri, melepaskan
tanggung jawab, dan tidak mau mengambil keputusan (Kirkbride, 2006). Pada organisasi
sektor publik seharusnya gaya kepemimpinan laissez-faire dan gaya manajemen konflik
avoiding dihindari, sebab jika sudah menimbulkan dampak yang buruk, para pegawai akan
kehilangan motivasi untuk bekerja karena kondisi organisasi yang tidak kondusif dan akan
menimbulkan kinerja organisasi secara keseluruhan akan menurun. Penurunan kinerja
organisasi sektor publik akan berakibat fatal karena pelayanan terhadap masyarakat juga akan
semakin menurun. Kalau hal tersebut terjadi, pandangan masyarakat terhadap organisasi
sektor publik di Indonesia semakin buruk dan masyarakat nantinya tidak akan percaya lagi
dengan organisasi sektor publik di Indonesia.
Saran
Berdasarkan temuan penelitian, ada beberapa saran yang dapat peneliti berikan kepada
pemimpin organisasi sektor publik di Indonesia. Pertama, pemimpin organisasi sektor publik
harus menggabungkan dua gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan transformasional
dan gaya kepemimpinan transaksional. Sehingga kinerja organisasi sektor publik secara
keseluruhan dapat ditingkatkan. Kedua, untuk lebih meningkatkan penggunaan gaya
manajemen konflik integrating dan obliging oleh pemimpin organisasi sektor publik, mereka
perlu diberikan pelatihan dalam proses pemecahan masalah yang ada di tempat kerja dan cara
dalam mengelola konflik di tempat kerja bagi para pemimpin sektor publik organisasi. Ketiga,
untuk menghindari penggunaan gaya manajemen konflik dominating di tempat kerja dapat
dilakukan dengan mengadakan gathering antara pemimpin dan bawahan setidaknya sekali
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
setahun untuk memperkuat hubungan interpersonal pemimpin dan bawahan. Keempat, untuk
mengurangi penggunaan gaya kepemimpinan laissez-faire, seharusnya diadakan pertemuan
setiap divisi antara pemimpin dan bawahan. Pertemuan ini bisa diadakan setiap pagi sebelum
pekerjaan dimulai. Hal ini dilakukan agar pemimpin tidak lepas tangan dalam setiap
pengambilan keputusan dan jika ada konflik yang terjadi di divisi tersebut dapat diselesaikan
saat itu juga dan dapat dicari jalan keluarnya bersama-sama.
Keterbatasan Penelitian
Unit analisis dalam penelitian ini dibatasi untuk area Jabodetabek, sehingga masih kurang
menggambarkan Indonesia secara keseluruhan. Untuk penelitian masa depan dapat diperluas
ke daerah lain. Jumlah responden dari masing-masing instansi pemerintah harus setara yaitu
setidaknya 30 responden dari masing-masing instansi pemerintah. Hal ini dilakukan dalam
rangka untuk lebih mewakili masing-masing instansi pemerintah dan mendapatkan hasil yang
lebih baik.
Penelitian ini tidak memasukkan dimensi-dimensi yang ada pada variabel gaya kepemimpinan
transformasional, gaya kepemimpinan transaksional, dan gaya kepemimpinan laissez-faire
untuk diukur pengaruhnya terhadap gaya manajemen konflik. Penelitian masa depan dapat
memasuki dimensi yang ada pada variabel tersebut.
Daftar Referensi
Buku
Forsyth, D. R. (2010). Group Dynamics. Belmont: Wadsworth, Cengage Learning
Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2009). Multivariate Data Analysis.
New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Karim, M. (2010). Pemimpin Transformasional Di Lembaga Pendidikan Islam. Malang: Uin-
Maliki Press.
Rahim, M. A. (2001). Managing Conflict In Organizations. Westport: Quorum Books.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2013). Organizational Behavior. New Jersey: Pearson
Education Limited.
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
Setiawan, B. A., & Muhith, A. (2013). Transformational Leadership: Ilustrasi Di Bidang
Organisasi Pendidikan. Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada.
Wijanto, S. H. (2008). Structural Equation Modeling Dengan Lisrel 8.8: Konsep Dan
Tutorial. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Jurnal
Avolio, B. J., Bass, B. M., & Jung, D. I. (1999). Re-Examining The Components Of
Transformational And Transactional Leadership Using The Multifactor Leadership
Questionnaire. Journal Of Occupational And Organizational Psychology , 441–462.
Chen, X.-H., Zhao, K., Liu, X., & Wu, D. D. (2012). Improving Employees’ Job Satisfaction
And Innovation Performance Using Conflict Management. International Journal Of Conflict
Management , 23 (2), 151-172.
Doucet, O., Poitras, J., & Chenevert, D. (2009). The Impacts Of Leadership On Workplace
Conflicts. International Journal Of Conflict Management , 20 (4), 340-354.
Judge, T. A., & Piccolo, R. F. (2004). Transformational And Transactional Leadership: A
Meta-Analytic Test Of Their Relative Validity. Journal Of Applied Psychology , 755–768.
Kirkbride, P. (2006). Developing Transformational Leaders: The Full Range Leadership
Model In Action. Industrial And Commercial Training , 23 - 32 .
Mukhtar, S. A. (2013). Organizational Conflict Management Strategies On Employee Job
Satisfaction: A Conceptual Relationship . International Journal Of Management Research
And Review , 2855-2862 .
Rad, A. M., & Yarmohammadian, M. H. (2006). A Study Of Relationship Between
Managers’ Leadership Style And Employees’ Job Satisfaction . Leadership In Health Services
, 11 - 28 .
Rahim, A., & Bonoma, T. (1979). Managing Organizational Conflict: A Model For Diagnosis
And Intervention. Psychological Reports , 1323-1344.
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016
Rahim, A., & Buntzman, G. F. (1990). Supervisory Power Bases, Styles Of Handling Conflict
With Subordinates, And Subordinate Compliance And Satisfaction. Journal Of Psychology ,
195-210.
Rahim, M. A., Garrett, J. E., & Buntzman, G. F. (1992). Ethics Of Managing Interpersonal
Conflict In Organizations . Journal Of Business Ethics , 423-432.
Rahim, M. A. (1983). A Measure Of Styles Of Handling Interpersonal Conflict . The
Academy Of Management Journal , 368-376.
Saeed, T., Almas, S., Anis-Ul-Haq, M., & Niazi, G. (2014). Leadership Styles: Relationship
With Conflict Management Styles. International Journal Of Conflict Management , 25 (3),
214-225.
Song, M., Dyer, B., & Thieme, R. J. (2006). Conflict Management And Innovation
Performance: An Integrated Contingency Perspective. Journal Academy Of Marketing
Science , 341-356.
Tarsik, N. F., Kassim, N. A., & Nasharudin, N. (2014). Transformational, Transactional
Orlaissez-Faire: What Styles Do University Librarians Practice? Journal Of Organizational
Management Studies , 1-10.
Tizard, J. (2012). The Challenges And Opportunities In Contemporary Public Sector
Leadership. The International Journal Of Leadership In Public Services , 8 (4), 182-190.
Lainnya
Stanley, A. D. (2004, August). Leadership Styles And Conflict Management Styles: An
Exploratory Study. Dissertation . Ann Arbor, Amerika Serikat: Proquest Information And
Learning Company.
Analisis pengaruh ..., Yasmin Zahra Qisthi, FEB UI, 2016