analisis penerapan kpjm

download analisis penerapan kpjm

of 92

Transcript of analisis penerapan kpjm

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH

    PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    Disusun oleh

    Nama Peneliti/Pengkaji I : Noor Cholis Madjid NIP : 196902041990011001 Pangkat/Golongan : Penata Tk.I / III/d Jabatan : Widyaiswara Madya Nama Peneliti/Pengkaji II : Hasan Ashari NIP : 197402251993011001 Pangkat/Golongan : Penata Tk.1 / III/d Jabatan : Widyaiswara Madya

    BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN JAKARTA

    2012

  • ii

    SURAT PERNYATAAN

  • iii

    Kajian Terhadap Penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Pada Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan

    Kementerian Keuangan

    Abstrak

    Penelitian tentang Kajian Terhadap Penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Pada Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan, bertujuan untuk: melakukan Identifikasi kelengkapan elemen KPJM telah dipenuhi dan dipatuhi oleh BPPK; mengidentifikasi penerapan KPJM dilingkungan BPPK, meneliti Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan KPJM; mengetahui persepsi para pejabat/pelaksana yang terkait perencanaan dan penyusunan anggaran terkait dengan penerapan KPJM di BPPK.

    Untuk dapat mencapai tujuan penelitian alat analisis yang dipergunakan adalah: Research lapangan dengan penyebaran kuestioner, study kepustakaan dan Indepth interview dipergunakan untuk mendapatkan jawaban terkait dengan identifikasi kelengkapan elemen KPJM, identifikasi penerapan KPJM di BPPK dan persepsi pejabat perencana dan penganggaran terkait penerapan KPJM di BPPK. Adapun Statistik kuantitatif dengan model persamaan linear dan uji asumsi klasik dipergunakan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi penerapan kebijakan KPJM di BPPK dengan model yang dipergunakan KPJM { Aturan, Pemahaman, Konsistensi, Evaluasi}

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa: terkait Kelengkapan elemen dan penerapan KPJM. BPPK telah menyusun perangkat perencanaan dan penganggaran sesuai dengan ketentuan. Kesulitan yang dihadapi adalah: BPPK menyusun renstra dan renja dengan berbasis fungsi namun renstra dan renja tersebut sulit untuk dieksekusi karena birokrasi yang ada disusun berdasarkan struktur yang relatif sulit untuk diubah, akibatnya tujuan yang dibuat dan dicantumkan dalam Renstra tidak dapat dibandingkan langsung dengan output pada RKA KL. Kondisi ini menyulitkan bagi para pengambil kebijakan untuk mengukur sampai sejauhmana kemampuan organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam Renstra.

    Berdasarkan hasil uji persamaan statistik menunjukkan persamaan yang diuji menghasilkan arah yang sesuai dengan teori. Selain itu uji persamaan menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.675 sehingga dapat disimpulkan bahwa 67,5 % keberhasilan penerapan KPJM dipengaruhi oleh: aturan, pemahaman, konsistensi dan evaluasi sedangkan 32,5% sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel lain diluar model. Dari persamaan yang diuji dapat diketahui bahwa secara bersama-sama aturan, pemahaman, konsistensi dan evaluasi mempengaruhi keberhasilan penerapan KPJM namun secara individu hanya aturan dan konsistensi yang significance sedangkan pemahaman dan evaluasi tidak significance pada = 10 % .

    Dari uji Persepsi terhadap pejabat/pelaksana disimpulkan: Kelengkapan Aturan memerlukan penjabaran lebih detil dan terkait Konsistensi Penerapan KPJM disimpulkan penyusunan alokasi anggaran masih kurang memperhatikan perhitungan prakiraan maju.

    Kata kunci: Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, Implementasi Kebijakan, Penerapan KPJM, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.

  • iv

    Kajian Terhadap Penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Pada Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan

    Kementerian Keuangan

    Abstract

    Research on "Studies Toward Implementation of the Medium Term Expenditure Framework In Financial Education And Training Agency, Ministry of Finance", aims to: Identify completeness perform MTEF elements are met and adhered to by the FETA; identify MTEF implementation within the FETA, examines factors that influence the success of policy implementation; know the perception of the officials related planning and budgeting associated with the implementation of the MTEF in Financial Educatioan and Training Agency (FETA).

    To achieve the research goals, we use the analysis tools: Research field by distributing questionnaires, interviews indepth, study of literature to get the answers related to: identification the completeness of MTEF elements, identification and implementation of the MTEF in FETA, and perception of official related to the implementation of MTEF in FETA. The quantitative statistics with linear equations model and the classical assumption test is used to examine the factors that influence the successful of policy implementation of the MTEF in FETA. The model is: MTEF {Rules, understanding, consistency, Evaluation}

    The results showed that: Completeness related elements and implementation of the MTEF. FETA has compiled the planning and budgeting in accordance with the provisions. The difficulties encountered are: FETA compose function-based strategic plan. Strategic difficult to execute because of the bureaucracy that is organized based on the structure that is difficult to change, consequently goals made and included in the Strategic Plan can not be directly compared with the output on RKA KL (budget document). This condition makes it difficult for policy makers to measure an organization's ability to achieve the goals set in the Strategic Plan.

    Based on the statistical tests show that the direction of equations match with the theory. Test equations result the coefficient of determination (R2) is 0.675 so that it can be concluded that 67.5% successful implementation of the MTEF is influenced by variables: rules, understanding, consistency and evaluation while the remaining 32.5% is influenced by other variables outside the model. Furthermore simultaneously independent variables (the rules, understanding, consistency and evaluation) affect the successful implementation of the MTEF. In individual variables (rules and consistency) are significance, whereas the variable (understanding and evaluation) are not significance at = 10%.

    Based Perception test against officers / executive concluded: Variable Rules require more detailed elaboration. Related variables Consistency in applying the MTEF, FETA should formulate the budget allocation that related to forecast forward. Keywords: Medium Term Expenditure Framework, Policy Implementation, Implementation of the MTEF, Finance Education and Training Agency.

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas karunia-

    Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan kajian akademis ini dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Bapak Kepala Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan (BPPK); 2. Kepala Pusdiklat Anggaran Badan Diklat Kementerian Keuangan beserta

    staff; 3. Bapak Sekretaris BPPK beserta staff; 4. Bapak Made Arya Wijaya dari Ditjen Anggaran sebagai penilai substansi; 5. Bapak Bambang Juanda dan Bapak Dedi dari IPB sebagai penilai

    metodologi; 6. Seluruh Pegawai BPPK yang telah berpartisipasi dalam penulisan kajian ini

    yang tidak dapat kami sebut satu persatu ; Atas segala bantuan yang diberikan selama penulisan, serta semua pihak

    yang tidak dapat penulis sebut satu persatu; Penulis menyadari bahwa kajian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

    karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran, maupun usulan yang bersifat membangun.

    Akhir kata, semoga Kajian ini dapat bermanfaat bagi BPPK, para pembaca dan juga bagi penulis sendiri.

    Penyusun

  • vi

    DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................... i SURAT PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................... ii ABSTRAK............................................................................................................ iii ABSTRACT ......................................................................................................... iv KATA PENGANTAR............................................................................................ v DAFTAR ISI......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL.................................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang.................................................................................. 1 B. Perumusan Masalah ......................................................................... 3 C. Ruang Lingkup.................................................................................. 4 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 5

    1. Tujuan .......................................................................................... 5 2. Manfaat ........................................................................................ 6

    E. Sistematika Penulisan....................................................................... 6 BAB II LANDASAN TEORI

    A. Perencanaan dan Penganggaran ..................................................... 7 1. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah .................................. 8 2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) ....................... 10 3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)................... 13 4. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) ............................................... 14 5. Visi dan Misi Kementerian Negara/Lembaga ............................... 15 6. Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga...................... 16 7. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

    (RKA-KL) ...................................................................................... 16 8. Penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah ............... 17

    B. Implementasi Kebijakan.................................................................... 18 1. Penerapan Kebijakan KPJM ........................................................ 20 2. Hierarki Penerapan Kebijakan Publik........................................... 22

    C. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 26 D. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................. 27 E. Hipotesis ........................................................................................... 31

    BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS A. Jenis Penelitian................................................................................. 32 B. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 32 C. Teknik Pengumpulan Data................................................................ 33 D. Metode Analisis Data ........................................................................ 34

    BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kelengkapan Elemen KPJMP pada BPPK ....................................... 40

    1. Tugas Dan Fungsi BPPK ............................................................. 40 2. Visi dan Misi BPPK...................................................................... 41

    B. Penerapan KPJM oleh BPPK ........................................................... 44 1. Program dan Kegiatan BPPK....................................................... 44 2. Keterkaitan Perencanaan dan Penganggaran ............................. 46

  • vii

    C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi KPJM ................................................................................................ 51 1. Uji Teori (Uji Tanda). ................................................................... 52 2. Uji t .............................................................................................. 52 3. Uji F............................................................................................. 53 4. Uji koefisien determinasi (R2) ...................................................... 53 5. Uji Asumsi Klasik.......................................................................... 53 6. Uji Normalitas............................................................................... 58

    D. Persepsi para pejabat/pelaksana yang terkait perencanaan dan penyusunan anggaran terkait dengan penerapan KPJM di BPPK ... 59 1. Kelengkapan Aturan Penyusunan Anggaran ............................... 60 2. Pemahaman Konsep KPJM ......................................................... 61 3. Konsistensi Penerapan KPJM...................................................... 61 4. Melaksanakan evaluasi terhadap program dan kegiatan............. 63

    BAB V PENUTUP A. Simpulan........................................................................................... 65

    1. Pemenuhan kelengkapan elemen KPJM dan penerapan KPJM Oleh BPPK ....................................................................... 65

    2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi KPJM;........................................................................................... 68

    3. Persepsi para pejabat/pelaksana yang terkait perencanaan dan penyusunan anggaran terkait dengan penerapan KPJM di BPPK........................................................................................ 69

    B. Saran ................................................................................................ 70 1. Pemenuhan kelengkapan elemen KPJM dan penerapan

    KPJM Oleh BPPK ....................................................................... 70 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi

    KPJM............................................................................................ 72 3. Persepsi para pejabat/pelaksana yang terkait perencanaan

    dan penyusunan anggaran terkait dengan penerapan KPJM di BPPK........................................................................................ 72

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 74 LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PENELITI

  • viii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Indikator Variabel Penelitian ................................................................30

    Tabel 4.1 Tujuan, Sasaran dan Strategi BPPK....................................................42

    Tabel 4.2 Kegiatan dan Output BPPK .................................................................45

    Tabel 4.3 Perbandingan Sasaran Renstra dengan Kegiatan Output BPPK ........49

    Tabel 4.4 Ringkasan Hasil Regresi Persamaan Penerapan Kebijakan KPJM ....52

    Tabel 4.5 Uji Heteroskedastisitas ........................................................................54

    Tabel 4.6 Uji Autokorelasi ....................................................................................56

    Tabel 4.7 Uji Multikolinearitas ..............................................................................57

    Tabel 4.8 Uji Normalitas.......................................................................................58

  • ix

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Kerangka KPJM di Indonesia................................................................. 9

    Gambar 2.2 Dampak Langsung dan Tidak Langsung pada

    Implementasi Kebijakan Publik .............................................................. 25

    Gambar 2.3 Kerangka Pikir........................................................................................ 28

    Gambar 4.1 Kelengkapan Aturan Penyusunan Anggaran ......................................... 60

    Gambar 4.2 Pemahaman Konsep KPJM ................................................................... 61

    Gambar 4.3 Konsistensi Penerapan KPJM................................................................ 62

    Gambar 4.4 Mekanisme Evaluasi terhadap Program dan Kegiatan .......................... 63

  • x

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Kuesioner ..................................................................................... 76

    Lampiran 2. Data Responden .......................................................................... 78

  • BAB I

    PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

    Salah satu paradigma baru dalam perencanaan dan penganggaran

    adalah kebijakan penganggaran dengan dimensi waktu lebih dari satu tahun.

    Kebijakan penganggaran yang dikenal dengan nama Kerangka Pengeluaran

    Jangka Menengah (KPJM) tersebut menuntut adanya keterkaitan antara

    kebijakan dan alokasi anggaran. Selain KPJM, dua pendekatan penganggaran

    yang lain yaitu Penganggaran Berbasis Kinerja yang focus pada kinerja (output

    dan outcome) serta pendekatan Unified Budgeting (Penyatuan Anggaran) yang

    fokus pada kejelasan masing-masing tugas pokok dan fungsi organisasi serta

    mengurangi duplikasi penganggaran.

    Penerapan pendekatan KPJM dalam skala nasional secara teoritis akan

    memberikan kerangka kerja perencanaan penganggaran yang menyeluruh

    dengan memberikan manfaat berupa: tercipta alokasi sumber daya anggaran

    yang efisien, meningkatkan kualitas perencanaan penganggaran, fokus terhadap

    kebijakan prioritas, meningkatkan disiplin fiskal dan menjamin kesinambungan

    fiskal.

    Kondisi saat ini masih dianggap belum memuaskan terkait dengan tidak

    jelasnya capaian kemajuan negara Indonesia sesuai amanat para pendiri

    bangsa. Ketidak pastian dan ketidakjelasan kemajuan bangsa ini antara lain

    diakibatkan alokasi anggaran terserap untuk menyelesaikan permasalahan klasik

    dan tidak berubah dari tahun ke tahun seperti masalah banjir, penyakit menular

    (malaria, demam berdarah), kemacetan, kemiskinan dll yang tidak jelas

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    2

    penyelesaiannya. Dengan penerapan KPJM yang baik pada seluruh

    kementerian/lembaga masalah-masalah tersebut dapat diprediksi kapan akan

    ditanggulangi dan negara kita bebas dari masalah tersebut. Keberhasilan

    mengatasi permasalahan klasik tersebut niscaya akan memberi energi baru

    untuk mengejar target-target baru sehingga cita-cita negara yang adil makmur

    dan sejahtera bukan sekedar impian.

    Kewajiban untuk menerapkan pendekatan penganggaran dengan

    perspektif jangka menengah atau KPJM telah dimulai sejak tahun anggaran

    2004, namun masih belum dirasakan manfaat penerapan kebijakan tersebut

    secara nyata. Untuk membuat kajian terhadap keberhasilan penerapan KPJM,

    kami akan mulai dari salah satu unit eselon I di Kementerian Keuangan yaitu

    BPPK. Pada prinsipnya unit Eselon I adalah ujung tombak dalam pembuatan

    kebijakan beserta implementasinya. Sehingga apabila seluruh unit eselon I

    menerapkan dan mengimplementasikan kebijakan dengan benar maka secara

    nasional penerapan kebijakan tersebut akan berhasil.

    Hasil kajian ini kami harapkan dapat dilakukan pada seluruh unit

    Kementerian/Lembaga sehingga kedepannya dapat dipetakan dengan jelas

    permasalahan dalam penerapan kebijakan KPJM dan dapat dicarikan solusinya.

    Dengan adanya penerapan KPJM secara benar dan tepat pada seluruh

    Kementerian/Lembaga diyakini kebijakan perencanaan dan penganggaran di

    negeri ini akan mampu membawa Indonesia ke jajaran negara maju.

    Pemilihan BPPK sebagai obyek kajian dilandasi oleh fakta bahwa BPPK

    secara formal telah menerapkan konsep KPJM dalam penyusunan perencanaan

    dan penganggarannya. Namun faktanya sampai setelah sekian tahun (sejak

    2004) BPPK telah menerapkan konsep tersebut belum didapatkan kemajuan

  • BAB I PENDAHULUAN

    3

    yang significant dari BPPK. Pencapaian visi, misi dan tupoksi BPPK masih

    dianggap jauh dari harapan pemangku kepentingan yaitu Kementerian Keuangan

    khususnya unit Eselon I yang dilayani oleh BPPK.

    Pengalokasian dana bagi BPPK yang meningkat secara dratis dari tahun

    ke tahun masih belum mampu meningkatkan kepuasan stakeholder. Kajian ini

    berusaha untuk melihat sejauh mana keterkaitan penyusunan perencanaan dan

    penganggaran di BPPK. BPPK diduga belum mampu menjaga keterkaitan antara

    visi, misi, resntra, renja, tupoksi dengan sasaran, kegiatan dan alokasi dana dan

    output serta outome sesuai denan konsep KPJM. Ketidaksinkronan tersebut

    selanjutnya diduga menjadi penyebab ketidakjelasan capaian BPPK dalam

    jangka menengah. BPPK dianggap tidak pernah berubah dari tahun ke tahun

    meskipun anggaran telah meningkat secara significant. Berdasarkan dugaan

    tersebut maka penulis melakukan studi terhadap implementasi KPJM pada

    BPPK.

    Berhubung kajian implementasi KPJM yang dilakukan dalam penelitian ini

    hanya pada level unit eselon I, maka manfaat penerapan KPJM yang dapat

    dinilai tidak dapat mengcover secara menyeluruh. Manfaat KPJM yang dapat

    dinilai dari kajian ini terbatas pada: alokasi sumber daya anggaran yang tepat,

    kualitas perencanaan penganggaran, serta fokus terhadap kebijakan prioritas

    B. Perumusan Masalah

    Dalam pelaksanaan perencanaan dan penganggaran terdapat masalah

    pokok yang sampai sekarang belum mampu diatasi dengan baik oleh

    pemerintah. Permasalahan tersebut adalah (Reformasi Sistem Penganggaran,

    Ditjen Anggaran, 2006): Alokasi sumber daya anggaran yang tidak konsisten dan

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    4

    kurang transparan, Kurangnya keterkaitan antara perencanaan dengan

    penganggaran, Kebijakan prioritas yang tidak focus, Disiplin fiscal yang lemah,

    Kesinambungan fiscal yang kurang terjaga.

    Ketidak mampuan mengatasi masalah tersebut mengakibatkan cita-cita

    bangsa Indonesia untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera, adil dan

    makmur senantiasa masih menjadi impian bagi seluruh masyarakat Indonesia.

    Potensi bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan tersebut sebenarnya sangat

    besar dan berlimpah, namun diyakini ketidaksempurnaan manajemen di bidang

    perencanaan dan penganggaran menjadi salah satu penyebab masih sulitnya

    mencapai tujuan berbangsa dan bernegara.

    Pendekatan penganggaran berbasis kinerja dan penganggaran terpadu

    telah diterapkan secara formal sejak tahun 2002 meskipun dalam pelaksanaan

    masih ditemukan banyak kesenjangan.Pendekatan penganggaran kerangka

    Pengeluaran Jangka Menengah telah mulai diujicobakan penerapannya sejak

    tahun 2004. Dalam penerapan KPJM masih banyak ditemui kesenjangan antara

    teori KPJM dengan kondisi yang ada di lapangan. Harapan KPJM dapat

    menyelesaikan permasalahan di bidang perencanaan dan penganggaran masih

    sangat jauh dari kenyataan.

    Karena penelitian ini masih berfokus pada unit Eselon I maka tidak semua

    manfaat penerapan KPJM dapat dikaji. Fokus kajian akan diarahkan pada tiga

    manfaat KPJM yaitu transparansi alokasi sumber daya anggaran, kualitas

    perencanaan penganggaran dan fokus yang lebih baik terhadap kebijakan

    prioritas.

  • BAB I PENDAHULUAN

    5

    C. Ruang Lingkup Penelitian

    Penelitian ini akan menganalisis tentang implementasi penerapan KPJM

    pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK)Kementerian

    Keuangan. Kementerian Keuangan dipilih karena kementerian ini merupakan

    pilot project pelaksanaan reformasi di bidang perencanaan dan penganggaran di

    Indonesia, dan BPPK dipilih karena penelitian ini diharapkan dapat memberikan

    manfaat secara langsung kepada organisasi.

    D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan KPJM pada BPPK

    terkait:

    a. Identifikasi kelengkapan elemen KPJM telah dipenuhi dan dipatuhi oleh

    BPPK;

    b. Identifikasi penerapan KPJM dilingkungan BPPK ;

    c. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan implementasi KPJM;

    d. Bagaimana persepsi para pejabat/pelaksana yang terkait perencanaan

    dan penyusunan anggaran terkait dengan penerapan KPJM di BPPK

    Pengetahuan terhadap keberhasilan atau kendala dalam penerapan

    KPJM dilingkungan BPPK Kementerian keuangan dapat dimanfaatkan untuk

    mengevaluasi dan memperbaiki penerapan kebijakan dimasa mendatang. Selain

    itu penelitian ini juga dapat diperluas untuk unit eselon I lain di Kementerian

    Keuangan dan juga seluruh kementerian lembaga.

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    6

    2. Manfaat

    Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat baik

    akademis maupun praktis sebagai berikut :

    Manfaat Akademis

    a. Mampu mengidentifikasi kelengkapan elemen KPJM telah dipenuhi dan

    dipatuhi oleh BPPK;

    b. Mampu mengidentifikasi penerapan KPJM dilingkungan BPPK;

    c. Mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi

    KPJM.

    d. Dapat mengetahui persepsi para pejabat/pelaksana yang terkait

    perencanaan dan penyusunan anggaran terkait dengan penerapan KPJM di

    BPPK

    Berdasarkan keempat hal tersebut diatas maka kajian akan dapat

    memberikan landasan untuk menganalisis kendala yang dihadapi dalam

    penerapan KPJM pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian

    Keuangan serta memberikan alternatif solusi;

    Manfaat Praktis

    a. Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk memperbaiki dan

    mengevaluasi pelaksanaan KPJM di BPPK;

    b. Hasil kajian dapat dijadikan benchmarking bagi unit eselon I lain pada

    Kementerian Keuangan dan juga Kementerian/Lembaga di luar

    Kementerian Keuangan dalam rangka menerapkan KPJM.

    E. Sistematika Penulisan

    Sistematika penulisan kajian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • BAB I PENDAHULUAN

    7

    Bab I : PENDAHULUAN

    Dalam Bab ini diuraikan mengenai latar belakang penulisan, perumusan

    masalah, ruang lingkup, tujuan dan manfaat serta sistematika penulisan

    Bab II : LANDASAN TEORI

    Dalam Bab ini disampaikan mengenai landasan teori yang dipergunakan

    dalam melakukan kajian akademis

    Bab III : METODE KAJIAN AKADEMIS

    Dalam Bab ini ditulis mengenai metode kajian yang dilakukan

    Bab IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    Dalam Bab ini ditulis mengenai analisis dan pembahasan data-data kajian

    yang dilakukan.

    Bab V : PENUTUP

    Bab ini memuat simpulan dan saran dari kajian yang dilakukan,

  • BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Perencanaan Dan Penganggaran

    1. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah

    Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah atau Medium Term

    Expenditure Framework adalah pendekatan baru dalam system Perencanaan

    dan Penganggaran di Indonesia.Definisi KPJM yang dikeluarkanoleh Bank Dunia

    dalam Public Expenditure Management Handbook (1998:46),yaitu :

    A MTEF is a projection of the current budget estimates and policies over

    a fixed time period The MTEF consists of a top-down resource

    envelope, a bottom-up estimation of the current and medium term costs of

    existing policy and,ultimately, the matching of these costs with available

    resources. In the context of the annual budget process.

    Dari definisi di atas, ada tiga elemen utama yang menjadi dasar konsep

    KPJM:

    a. Adanya proyeksi dari kebijakan dan estimasi anggaran yangsedang berjalan.

    Proyeksi tersebut setidaknya menggambarkan dampak dari kebijakan yang

    telah dilaksanakan saat ini terhadap pengeluaranbeberapa tahun ke depan

    dan rencana perubahan pengeluaran karena adanya program/kegiatan baru

    dan atau karena adanya program/kegiatan yang ditiadakan;

    b. Adanya penetapan perkiraan penerimaan dalam jangka menengah yang

    dilakukan secara top-down. Dalam proses penyusunan anggaran, prakiraan

    penerimaan ini selanjutnya menjadi acuan dalam menetapkan pagu-pagu

    anggaran kementerian/lembaga:

  • BAB II LANDASAN TEORI

    9

    c. Pengalokasian sumber-sumber atau pagu-pagu anggaran ke dalam

    program/kegiatan. Alokasi tersebut dilakukan oleh line ministry atau

    kementerian/lembaga secara bottom up dan menimbulkan pengeluaran bagi

    negara.

    Berbeda dengan sistem anggaran tradisional yang bersifat tahunan,

    dalam KPJM disamping rencana pengeluaran tahun berikutnya juga disusun

    prakiraan pengeluaran untuk beberapa tahun berikutnya, dalam hal ini

    tergantung periode KPJM.

    Dalam proses penyusunan, KPJM adalah satu rangkaian dalam siklus

    perencanaan dan penganggaran, dalam sebuah siklus harus terdapat keterkaitan

    antara satu tahap dengan tahap yang lainnya.Siklus perencanaan dan

    penganggaran secara sederhana terdapat pada gambar dibawah ini

    Gambar 2.1 Kerangka KPJM di Indonesia

    Sumber: Presentasi DJA, Sosialisasi Peerapan Anggaran Berbasis

    Kinerja

    Konsep KPJM dalam ilustrasi tersebut diatas adalah konsep KPJM dalam

    kerangka perencanaan dan penganggaran dalam level nasional. Dalam

    prakteknya system tersebut seharusnya diturunkan dalam level

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    10

    Kementerian/Lembaga dan selanjutnya diturunkan (cascading) ke level unit

    eselon I dan II. Kajian ini akan difokuskan pada kajian KPJM pada level eselon I.

    Fokus kajian akan melihat bagaimana unit eselon I BPPK menyusun Renstra dan

    selanjutnya melakukan cascading renstra ke dalam renja dan selanjutnya

    bagaimana penyediaan dana atau pembiayaan yang dilakukan dalam rangka

    mencapai renstra yang telah ditetapkan.

    Pendekatan dengan perspektif jangka menengah atau Penerapan

    Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah dalam skala nasional secara teoritis

    akan memberikan kerangka kerja perencanaan penganggaran yang menyeluruh,

    dengan manfaat berupa:

    Transparansi alokasi sumber daya anggaran yang lebih baik(allocative

    efficiency);

    a. Meningkatkan kualitas perencanaan penganggaran (to improvequality of

    planning);

    b. Fokus yang lebih baik terhadap kebijakan prioritas (best policyoption);

    c. Meningkatkan disiplin fiskal (fiscal dicipline); dan

    d. Menjamin adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability).

    Namun untuk level eselon I penerapan KPJM tidak mampu mengcover

    seluruh lima manfaat tersebut. Hanya manfaat 1 sampai dengan 3 yang mampu

    dianalisis untuk level unit selon I.

    2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)

    Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

    merupakan landasan konstitusional penyelenggaraan negara telah mengalami 4

  • BAB II LANDASAN TEORI

    11

    (empat) kali perubahan. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945 merubah pola pengelolaan pembangunan, diantaranya :

    a. Penguatan kedudukan lembaga legislatif dalam penyusunan Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    b. Ditiadakannya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman

    penyusunan rencana pernbangunan nasional.

    c. Diperkuatnya Otonomi Daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam

    Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

    1945 mengatur bahwa Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dan tidak

    adanya GBHN sebagai pedoman Presiden untuk menyusun rencana

    pembangunan maka dibutuhkan pengaturan lebih lanjut bagi proses

    perencanaan pembangunan nasional.

    Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 dibentuk untuk mengatur Sistem

    Perencanaan Pembangunan Nasional. Sistem Perencanaan Pembangunan

    Nasional bertujuan untuk:

    a. mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan.

    b. menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah,

    antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan

    Daerah.

    c. menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,

    pelaksanaan, dan pengawasan.

    d. mengoptimalkan partisipasi masyarakat.

    e. menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,

    berkeadilan, dan berkelanjutan.

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    12

    Perencanaan Pembangunan Nasional mencakup penyelenggaraan

    perencanaan makro semua fungsi pemerintahan yang meliputi semua bidang

    kehidupan secara terpadu dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.

    Perencanaan Pembangunan Nasional menghasilkan:

    a. Rencana pembangunan jangka panjang (RPJP).

    b. Rencana pembangunan jangka menengah (RPJM).

    c. Rencana pembangunan tahunan.

    Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) adalah dokumen

    perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun. RPJP Nasional merupakan

    penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang

    tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

    Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan Nasional.

    Penyusunan RPJP dilakukan melalui urutan:

    a. penyiapan rancangan awal rencana pembangunan.

    b. musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang).

    c. penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

    Rancangan RPJP Nasional dalam penyusunannya disiapkan oleh Menteri

    Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan

    Pembangunan Nasional (Menteri PPN/Kepala Bappenas). Rancangan RPJP

    Nasional menjadi bahan utama bagi Musrenbang. Musrenbang diselenggarakan

    dalam rangka menyusun RPJP dan diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara

    negara dengan mengikutsertakan masyarakat. Musrenbang diselenggarakan

    oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas. Musrenbang Jangka Panjang Nasional

    dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhimya periode RPJP

    yang sedang berjalan. RPJP Nasional ditetapkan dengan Undang-Undang.

  • BAB II LANDASAN TEORI

    13

    3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

    Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) adalah dokumen

    perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun. RPJM Nasional merupakan

    penjabaran dari visi, misi, dan program presiden yang penyusunannya

    berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan

    nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas

    Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka

    ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh

    termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka

    regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Penyusunan RPJM

    Nasional dan RKP dilakukan melalui urutan kegiatan:

    a. penyiapan rancangan awal rencana pembangunan.

    b. penyiapan rancangan rencana kerja.

    c. musyawarah perencanaan pembangunan.

    d. penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

    Penyusunan rancangan awal RPJM Nasional disiapkan oleh Menteri

    PPN/Kepala Bappenas sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program presiden

    ke dalam strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program prioritas

    presiden, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran

    perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal.

    Menteri PPN/Kepala Bappenas menyusun rancangan RPJM Nasional

    dengan menggunakan rancangan rencana strategis kementerian

    negara/lembaga (Renstra K/L) dan berpedoman pada RPJP Nasional.

    Rancangan RPJM Nasional menjadi bahan bagi Musrenbang Jangka Menengah.

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    14

    Musrenbang Jangka Menengah diselenggarakan dalam rangka menyusun RPJM

    diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara negara dan mengikutsertakan

    masyarakat. Musrenbang Jangka Menengah Nasional diselenggarakan oleh

    Menteri PPN/Kepala Bappenas. Musrenbang Jangka Menengah Nasional

    dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah presiden dilantik.

    Menteri PPN/Kepala Bappenas menyusun rancangan akhir RPJM

    Nasional berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Menengah Nasional. RPJM

    Nasional ditetapkan dengan peraturan presiden paling lambat 3 (tiga) bulan

    setelah presiden dilantik.

    4. Rencana Kerja Pemerintah (RKP)

    Rencana Kerja Pemerintah (RKP) merupakan Rencana Pembangunan

    Tahunan Nasional. RKP adalah dokumen perencanaan Nasional untuk periode 1

    (satu) tahun. RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat prioritas

    pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran

    perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program

    Kementerian/Lembaga, lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dalam bentuk

    kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

    Rancangan awal RKP disiapkan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas

    sebagai penjabaran dari RPJM Nasional. Pimpinan Kementerian/Lembaga

    menyiapkan rancangan rencana kerja kementerian negara/lembaga (Renja-KL)

    sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan mengacu kepada rancangan

    awal RKP dan berpedoman pada Renstra-KL. Menteri PPN/Kepala Bappenas

    mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKP dengan menggunakan

    rancangan Renja-KL. Rancangan RKP menjadi bahan bagi Musrenbang.

  • BAB II LANDASAN TEORI

    15

    Musrenbang dalam rangka penyusunan RKP diikuti oleh unsur-unsur

    penyelenggara pemerintahan.

    Menteri PPN/Kepala Bappenas menyelenggarakan Musrenbang

    penyusunan RKP. Musrenbang penyusunan RKP dilaksanakan paling lambat

    bulan April. Menteri PPN/Kepala Bappenas menyusun rancangan akhir RKP

    berdasarkan hasil Musrenbang. Rancangan RKP dibahas dalam Sidang Kabinet

    untuk ditetapkan menjadi RKP paling lambat pertengahan bulan Mei. RKP

    menjadi pedoman penyusunan RAPBN. RKP ditetapkan dengan Peraturan

    Presiden. RKP dipergunakan sebagai bahan pembahasan kebijakan umum

    danprioritas anggaran di DPR.

    5. Visi dan Misi Kementerian Negara/Lembaga

    Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dimulai dengan disusunnya visi

    dan misi penyelenggara pemerintahan dan hasil-hasil yang diharapkan dalam

    suatu perencanaan stratejik. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

    (SAKIP) merupakan suatu sistem yang membentuk suatu siklus yang dimulai

    dari: proses penetapan visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi yang akan

    dicapai yang tercantum dalam perencanaan stratejik organisasi; yang kemudian

    dijabarkan lebih lanjut kedalam Rencana Kinerja Tahunan; kemudian ditetapkan

    dalam Penetapan Kinerja; penetapan pengukuran kinerja; pengumpulan data

    untuk menilai kinerja; menganalisis, mereviu dan melaporkan kinerja; serta

    menggunakan data kinerja tersebut untuk memperbaiki kinerja organisasi pada

    periode berikutnya.

    Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada

    akhir periode perencanaan. Visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    16

    instansi pemerintah harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif dan inovatif. Visi

    adalah gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang

    diinginkan oleh instansi pemerintah.

    Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan

    dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Misi adalah sesuatu yang harus

    dilaksanakan oleh instansi pemerintah agar tujuan organisasi dapat terlaksana

    dan berhasil dengan baik. Dengan pernyataan misi tersebut, diharapkan seluruh

    pegawai dan pihak yang berkepentingan dapat mengenal instansi pemerintah,

    dan mengetahui peran dan program-programnya serta hasil yang akan diperoleh

    dimasa mendatang.

    6. Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga

    Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL)

    merupakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga

    adalah dokumen perencanaan kementerian/lembaga untuk periode 5 (lima)

    tahun. Pimpinan Kementerian/Lembaga menyiapkan rancangan Renstra-KL

    sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada

    rancangan awal RPJM Nasional. Renstra-KL ditetapkan dengan peraturan

    pimpinan Kementerian/Lembaga setelah disesuaikan dengan RPJM Nasional.

    Penyusunan Renstra berpedoman pada Keputusan Kepala LAN Nomor

    589/IX/6/Y/99 tahun 1999 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan AKIP.

    7. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL)

    Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang

    selanjutnya disebut RKA-KL adalah dokumen perencanaan dan penganggaran

  • BAB II LANDASAN TEORI

    17

    yang berisi program dan kegiatan suatu kementerian negara/lembaga yang

    merupakan penjabaran dari rencana kerja pemerintah dan rencana strategis

    kementerian negara/lembaga yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran

    serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya. Penyusunan rencana

    kerja dan pendanaannya menggunakan Renja-KL sebagai bahan masukan.

    Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja-KL) adalah dokumen

    perencanaan kementerian negara/lembaga untuk untuk periode 1 (satu) tahun.

    Kementerian negara/lembaga menyusun RKA-KL berpedoman kepada

    rencana kerja pemerintah. RKA-KL terdiri dari rencana kerja kementerian

    negara/lembaga dan anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan rencana

    kerja tersebut. Di dalam rencana kerja diuraikan visi, misi, tujuan, kebijakan,

    program, hasil yang diharapkan, kegiatan, keluaran yang diharapkan. Di dalam

    anggaran yang diperlukan tersebut diuraikan biaya untuk masing-masing

    program dan kegiatan untuk tahun anggaran yang direncanakan yang dirinci

    menurut jenis belanja, prakiraan maju untuk tahun berikutnya, serta sumber dan

    sasaran pendapatan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. RKA-KL

    meliputi seluruh kegiatan satuan kerja di lingkungan kementerian

    negara/lembaga termasuk kegiatan dalam rangka dekonsentrasi dan tugas

    pembantuan.

    8. Penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah

    Penerapan KPJM dalam level eselon I diyakini akan membuat

    perencanaan dan penganggaran pada eselon I tersebut menjadi dapat

    memberikan manfaat berupa: Transparansi alokasi sumber daya anggaran yang

    lebih baik(allocative efficiency); Meningkatkan kualitas perencanaan

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    18

    penganggaran (to improvequality of planning); Fokus yang lebih baik terhadap

    kebijakan prioritas (best policyoption).

    Untuk mencapai manfaat tersebut maka secara teoritis untuk penerapan

    KPJM dengan baik harus sesuai kerangka konseptual KPJM yang meliputi:

    a. Penerapan sistem rolling budget tidak zero based budgeting;

    b. Penetapan Baseline (angka dasar);

    c. Penetapan Parameter;

    d. Adanya mekanisme penyesuaian angka dasar; dan

    e. Adanya mekanisme untuk pengajuan usulan dalam rangka tambahan

    anggaran bagi kebijakan baru (additional budget for new initiatives).

    1) Penerapan sistem anggaran bergulir (rolling budget)

    Paradigma sistem penganggaran bergulir (rolling budget) merupakan

    paradigma baru penganggaran untuk memperbaiki sistem penganggaran zero

    based yang mengabaikan alokasi anggaran tahun sebelumnya. Penerapan

    paradigma rolling budget dengan baik mempersyaratkan kebijakan sebagai basis

    utama (policy driven) dalam proses penganggaran (budget alignment).

    Desain kebijakan yang disusun harus dapat memberikan informasi yang jelas,

    khususnya menyangkut target rencana penyelesaian kebijakan (policy

    accomplishment indicator) yang jelas sehingga dampak anggaran yang melebihi

    satu tahun anggaran dapat diproyeksikan indikasi kebutuhan pendanaan

    anggarannya secara baik.

    2) Angka dasar (baseline)

    Angka dasar (baseline) merupakan jumlah total biaya yang ditimbulkan

    untuk melaksanakan kebijakan Pemerintah pada saat tahun anggaran berjalan

  • BAB II LANDASAN TEORI

    19

    dan tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan target waktu penyelesaian

    kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.

    Untuk menetapkan angka dasar anggaran masing-masing kebijakan

    publik yang akan dilaksanakan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

    a) Penetapan kebijakan-kebljakan yang akan dilanjutkan pada tahun-tahun

    mendatang, dengan indikator penyelesaian yang jelas (Policy

    Accomplishment Indicator).

    b) Penetapan besaran angka dasar (baseline) anggaran kebijakan ini harus

    memperhatikan prinsip penghitungan secara keseluruhan (full costing)

    sehingga pada saat implementasi kebijakan dapat memenuhi seluruh

    kebutuhan pendanaannya.

    3) Parameter (assumption)

    Parameter adalah nilai-nilai yang digunakan sebagai acuan.Nilai-nilai

    tersebut dapat berupa keterangan atau informasi yang dapat menjelaskan batas-

    batas atau bagian-bagian tertentu dari suatu sistem. Agar dapat menerapkan

    KPJM secara efektif maka perlu dilakukan identifikasi terhadap parameter-

    parameter yang mempengaruhi proyeksi penghitungan pendanaan pada masa

    yang akan datang baik berupa parameter ekonomi maupun parameter

    nonekonomi.

    4) Mekanisme penyesuaian baseline (baseline adjustment)

    Penyesuaian terhadap angka dasar (baseline) sangat diperlukan bagi

    kesinambungan implementasi kebijakan yang ditetapkan untuk dilanjutkan pada

    tahun anggaran berikutnya.Mekanisme penyesuaian ini dilakukan dengan

    menggunakan parameter-parameter yang telah ditetapkan baik parameter

    ekonomi maupun nonekonomi.

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    20

    5) Mekanisme pengajuan usulan anggaran bagi kebijakan baru (new policy

    proposals)

    Pengajuan usulan anggaran untuk kebijakan baru harus diatur untuk

    memberikan kepastian mekanisme dan prosedural bagi para pihak yang

    berkepentingan. Usulan anggaran bagi kebijakan baru diajukan setelah diketahui

    terdapat sisa ruang fiskal (fiscal space) berdasarkan penghitungan terhadap

    proyeksi sumber daya anggaran yang tersedia (resources availibility) dikurangi

    dengan angka dasar (baseline) anggaran bagi implementasi kebutuhan dasar,

    layanan birokrasi/publik dalam kerangka pelaksanaan tugas dan fungsinya dan

    hasil evaluasi yang menetapkan sebuah kebijakan tetap dilanjutkan pada tahun

    anggaran berikutnya.

    B. Implementasi Kebijakan

    1. Penerapan Kebijakan KPJM

    Dalam konteks kebijakan, KPJM merupakan ekstrapolasi dari suatu

    kebijakan-kebijakan dan anggaran ke dalam suatu periode tahun tertentu, dalam

    hal ini umumnya 3 sampai dengan 5 tahun. Tekanan dari mekanisme ini adalah

    untuk menunjukkan dampak dalam jangka menengah dari suatu kebijakan dan

    pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Disebut proses bergulir karena tahun

    pertama dari forward estimate suatu periode KPJM akan menjadi tahun anggaran

    berjalan pada periode KPJM berikutnya. Dengan keadaan demikian, maka akan

    terjadi kesesuaian antara anggaran berjalan dengan periode KPJM sebelumnya,

    dandapat diketahui adanya perubahan-perubahan sebagai akibat adanya

    kebijakan baru ataupun adanya penyesuaian-penyesuaian parameter.

  • BAB II LANDASAN TEORI

    21

    KPJM digunakan sebagai alat untuk menghubungkan kebijakan,

    perencanaan dan penganggaran dalam periode jangka menengah (misalnya 3

    tahun). Dalam pelaksanaannya KPJM terdiri atas top-down resource anvelope

    dan estimasi biaya dari kebijakan-kebijakan yang sedang berjalan maupun

    perkiraan dalam jangka menengah yang disusun secara bottom-up, dimana

    proses tersebut dilakukan secara bergulir setiap tahun sebagai refleksi terhadap

    perubahan-perubahan kebijakan. KPJM sebagai alat yang dapat

    menghubungkan kebijakan dan perencanaan dengan penganggaran. Dan dalam

    pelaksanaannya Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah bersifat fleksibel

    disesuaikan dengan kebijakan-kebijakan yang ada, sehingga jika terjadi

    perubahan-perubahan kebijakan ataupun adanya kebijakan-kebijakan baru tetap

    dapat diakomodir dalam anggaran. Berdasarkan uraian tersebut menunjukkan

    bahwa KPJM adalah sebagai bagian dari kebijakan yang ditetapkan untuk

    diimplementasikan.

    Definisi kebijakan antara lain diuraikan oleh Andersen. Andersen (1979)

    sebagaimana dikutip Naniek Pangestuti mendefinisikan kebijakan sebagai

    rangkaian kegiatan (course of action) dan maksud tertentu yang diikuti oleh

    seseorang atau satu perangkat aktor dalam mengatasi masalah mengenai satu

    hal. Secara umum, istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk perilaku

    seorang aktor, misalnya pejabat, suatu kelompok maupun suatu lembaga

    pemerintah atau sejumlah aktor dalam bidang kegiatan tertentu. Banyak definisi

    Kebijakan (policy) yang diberikan oleh para ahli untuk menjelaskan arti kebijakan.

    Menurut Jatnodiprodjo (1988:8)sebagaimana dikutip Naniek Pangestuti

    kebijakan adalah ketetapan ataupun ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh

    pejabat dari instansi yang berwenang, yang bersifat sebagai pedoman,

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    22

    pegangan, petunjuk, bimbingan untuk mewujudkan suatu kesepahaman dan

    kecocokan tentang tindakan, langkah-langkah dan cara-cara yang harus

    ditempuh, serta sumber-sumber dan waktu yang harus dipergunakan, dalam

    rangka melaksanakan rangkaian kegiatan dari sekelompok manusia yang

    terorganisir sehingga terjadi dan terpelihara dinamika gerak langkah yang

    terpadu, searah dan seirama bagi tercapainya tujuan dan sasaran yang sudah

    ditetapkan.

    Apabila diperhatikan secara keseluruhan dari pendapat para ahli diatas

    maka dapat dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan proses atau rangkaian

    atau pola dari aktivitas pemerintah atau keputusan yang dibuat untuk mengatasi

    permasalahan yang nyata atau tidak nyata terjadi dalam kehidupan masyarakat.

    Karenanya secara garis besar kebijakan publik berbicara tentang manusia

    (masyarakat), nilai-nilai yang dianut, kebutuhannya, hal-hal yang bisa dipilih dan

    pilihannya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa kebijakan publik adalah

    tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang merupakan pelaksanaan

    dari serangkaian keputusan yang memuat petunjuk-petunjuk pelaksanaan.

    Dengan demikian, KPJM pada dasarnya adalah bagian dari kebijakan publik.

    2. Hierarki Penerapan Kebijakan Publik

    Menurut Bromley (1989:32) sebagaimana dikutip oleh Suyadi kebijakan

    publik secara hierarki terbagi dalam tiga tingkat yaitu policy level, organizational

    level, dan operational level.Policy level adalah tingkat kebijakan publik dimana

    pihak yang terlibat dalam pembentukan kebijakan pada tingkatan ini (institutional

    arrangements) adalah kebijakan nasional berupa perundang-undangan (Undang-

    Undang) dan kelembagaan tinggi negara. Organizational level merupakan tingkat

  • BAB II LANDASAN TEORI

    23

    tingkat kedua kebijakan poblik setelah policy level.Kebijakan yang diformulasikan

    oleh lembaga eksekutif berupa institutional arrangements teknis seperti

    Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Peraturan Menteri, program

    pembangunan atau pemerintah dan ketetapan pembiayaan program tersebut.

    Operational level merupakan tingkat kebijakan yang personilnya melakukan

    implementasi terhadap kebijakan yang telah ditetapkan oleh policy level dan

    organizational level seperti rumah tangga dan perusahaan. Evaluasi kebijakan

    dilakukan pada tiap tingkat kebijakan melalui perumusan masalah pada

    peraturan perundang-undangan terkait (institutional arrangements) dengan

    konsistensi dan koherensi antar kebijakan tersebut.

    Hal yang penting untuk memastikan kebijakan tidak terjadi penyimpangan

    dari level atas sampai dengan bawah adalah konsistensi.Konsistensi kebijakan

    terbagi menjadi dua jenis yaitu konsistensi internal dan konsistensi tujuan

    (eksternal). Konsintensi internal adalah konsistensi antara perumusan tujuan

    fokus dan mekanisme serta implementasi yang dijalankan dengan evaluasi

    kinerja yang ditetapkan sejak awal. Sedangkan konsistensi eksternal adalah

    adanya arah yang jelas dari kebijakan sehingga stakeholders memahami tujuan

    yang ingin dicapai oleh pemerintah secara konsisten. Koherensi merupakan

    keterpaduan antar kebijakan agar tidak saling meniadakan, bertabrakan dan

    membingungkan sehingga terjadi sinergi.

    Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah

    kebijakan dapat mencapai tujuannya. Sehingga tercapai atau tidaknya tujuan dari

    kebijakan-kebijakan yang telah dibuat, akan tergantung pada saat kebijakan

    tersebut diimplementasikan. Namun berdasarkan realitas, sering terjadi

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    24

    kesenjangan antara kebijakan yang telah digariskan dengan implementasi atas

    kebijakan tersebut.

    Kebijakan publik yang bisa langsung operasional antara lain Keputusan

    Presiden, Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, dan lain-lain.Implementasi

    kebijakan (policy implementation) berarti pelaksanaan dan pengendalian arah

    tindakan kebijakan sampai tercapainya hasil kebijakan itu sendiri. Implementasi

    kebijakan merupakan aktivitas yang bersifat praktis, yang dibedakan dari

    formulasi kebijakan, yang pada dasarnya bersifat teoritis.

    Implementasi kebijakan merupakan salah satu tahapan dari proses

    kebijakan publik (public policy process) sekaligus studi yang sangat crusial

    (penting). Bersifat crusial (penting) karena bagaimanapun baiknya suatu

    kebijakan, kalau tidak dipersiapkan dan direncanakan secara baik dalam

    implementasinya, maka tujuan kebijakan tidak akan terwujud. Demikian pula

    sebaliknya, bagaimanapun baiknya persiapan dan perencanaan implementasi

    kebijakan, kalau tidak dirumuskan dengan baik maka tujuan kebijakan juga tidak

    akan tercapai. Hal ini berarti bahwa jika menghendaki tujuan kebijakan dapat

    dicapai dengan baik, maka bukan saja pada tahap implementasi yang harus

    dipersiapkan dan direncanakan dengan baik, tetapi juga pada tahap perumusan

    atau pembuatan kebijakan juga telah diantisipasi untuk dapat diimplementasikan.

    Dalam mengkaji implementasi kebijakan, Edwards menjawab dua

    pertanyaan penting dalam implementasi yaitu prakondisi-prakondisi apa yang

    diperlukan sehingga suatu implementasi kebijakan berhasil dan hambatan apa

    yang mengakibatkan suatu implementasi gagal dengan membicarakan empat

    faktor atau variabel krusial dalam implementasi kebijakn publik. Berkaitan dengan

    penelitian ini, maka dengan merujuk kepada pendapat George C. Edwards III

  • BAB II LANDASAN TEORI

    25

    (1978:295-305) sebagaimana dikutip oleh Naniek Pangestuti dan juga oleh

    Suyadi, yang menyatakan pada dasarnya ada empat factor atau variabel krusial

    yang menentukan berhasil tidaknya implementasi kebijakan publik, yaitu :

    1. Komunikasi

    2. Sumber daya

    3. Karakteristik/disposisi pihak pelaksana

    4. Struktur birokrasi

    Keempat faktor tersebut bekerja secara simultan dan berinteraksi satu

    sama lain untuk mendukung atau menghambat implementasi kebijakan. Oleh

    sebab itu, evaluasi terhadap implementasi kebijakan idealnya dilakukan dengan

    menilai seluruh variabel tersebut sekaligus. Agar dapat dinilai, variabel-variabel

    tersebut perlu dirinci ke dalam komponen-komponen yang lebih detail dan jelas.

    Komponen-komponen tersebut berupa indikator-indikator yang dapat diukur atau

    diteliti untuk mewakili empat variabel tersebut. Gambar dibawah ini menjelaskan

    interaksi-interaksi empat faktor atau variabel krusial yang menentukan berhasil

    tidaknya implementasi kebijakan publik (Edwards III).

    Gambar 2.2 Dampak Langsung dan Tidak Langsung pada Implementasi Kebijakan Publik

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    26

    Sumber : Edwar George, Implementing Public Policy, Hal : 148 (dikutip dari Naniek Pangestuti)

    C. Penelitian Terdahulu

    Penelitian terkait Medium Expenditure Framework atau KPJM belum

    banyak dilakukan di Indonesia. Dari beberapa kajian yang telah dilakukan antara

    lain penelitian yang dilakukan oleh Suyadi (2006) : Studi Persepsi Terhadap

    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Kerangka

    Pengeluaran Jangka Menengah Dalam Penyusunan Anggaran di Indonesia :

    Studi kasus pada Departemen Pertanian. Kajian ini meneliti tingkat keberhasilan

    pelaksanaan KPJM di Indonesia. Dengan menggunakan pendekatan teori

    implementasi Edwards III, ada empat faktor atau variabel yang dianalisis yaitu,

    faktor komunikasi, sumber daya, sikap aparat pelaksana dan struktur birokrasi.

    Hasil analisis menunjukan bahwa secara umum faktor komunikasi, sumber daya,

    sikap dan struktur birokrasi cukup mendukung implementasi KPJM. Namun

    masih terdapat beberapa indikator yang bernilai masih kurang, antara lain :

    indicator konsistensi komunikasi dari variabel komunikasi, indikator informasi dan

    referensi dari variabel sumber daya, dan indikator prosedur operasional serta

    indicator komunikasi antar organisasi dari variabel struktur birokrasi.

    Penelitian Naniek Pangestuti (2008) : Studi Persepsi Terhadap Faktor-

    Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Kerangka Pengeluaran

    Jangka Menengah Dalam Penyusunan Anggaran Pada Direktorat Jenderal

    Perlindungan HAM. Dengan menggunakan pendekatan teori implementasi

    Edwards III, ada empat faktor atau variabel yang dianalisis yaitu, faktor

    komunikasi, sumber daya, sikap aparat pelaksana dan struktur birokrasi. Hasil

  • BAB II LANDASAN TEORI

    27

    analisis menunjukan bahwa secara umum faktor komunikasi, sumber daya, sikap

    dan struktur birokrasi tidak mendukung implementasi KPJM.

    Penelitian terdahulu yang lain dilakukan oleh Petkova, Nelly dengan judul

    Integrating Public Environmental Expenditure Within Muti-Year Budgetary

    Frameworks menyatakan bahwa pendekatan penganggaran jangka menengah

    menghasilkan alokasi sumber daya yang lebih efektif dan efisien baik di Negara

    maju maupun Negara berkembang. Penelitian ini dilakukan dengan metode

    descriptive analysis.Shao-Jen Weng melakukan penelitan dengan judul A

    Framework for Efficient Resource in Healthcare meyatakan bahwa pelayanan

    kesehatan menjadi lebih efektif dengan menggunakan pendekatan

    penganggaran KPJM. Penelitian ini menggunakan alat analisis DEA.

    D. Kerangka Pemikiran Teoritis

    Berdasarkan pendapat Edwar, implementasi kebijakan dipengaruhi empat

    faktor yaitu komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan dan birokrasi. Dalam

    penilitian ini, variabel yang akan dijadikan sebagai faktor yang menentukan

    keberhasilan Penerapan KPJM terdiri dari Kelengkapan aturan, Pengetahuan

    Pelaksana terkait aturan, Konsistensi Pelaksanaan, Evaluasi Pelaksanaan.

    Variabel dalam kajian ini pada hakekatnya tidak jauh berbeda dengan variabel

    yang dikemukakan dalam teori Edward III, hanya dimodifikasi dalam penyebutan

    dengan memilih faktor kunci yang dianggap lebih tepat dalam implementasi

    kebijakan pada lingkup BPPK.

    Secara sederhana Kerangka Pemikiran Teoritis dapat digambarkan sebagai

    berikut:

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    28

    Gambar 2.3 Kerangka Pikir

    Penilaian ini dilakukan dengan melakukan pengamatan di lapangan untuk

    mengetahui apakah BPPK telah menerapkan pendekatan KPJM dalam

    penyusunan anggaran berdasarkan dokumen, SOP dan pelaksanaan pekerjaan

    penganggaran. Secara umum masing-masing variable akan dikaji secara

    deskriptif melalui uji pengamatan berdasarkan dokumen formal yang tersedia.

    Selain itu untuk mendapatkan hubungan antar variable secara statistik dilakukan

    uji statistic kuantitatif dengan membuat kuestioner. Secara lebih rinci

    pengamatan dilakukan dengan:

    a. Perangkat Aturan: Kajian dilakukan dengan melakukan observasi

    dilapangan dan indepth interview terkait kelengkapan aturan yang ada terkait

    dengan pelaksanaan KPJM antara lain: Undang-Undang, Peraturan Menteri

    Keuangan, petunjuk pelaksanaannya di unit eselon I yang bersangkutan.

    Selain itu juga akan dinilai persepsi dari pegawai BPPK yang terlibat

    perencanaan dan penganggaran terkait kelengkapan aturan pelaksanaan

    pendekatan KPJM;

  • BAB II LANDASAN TEORI

    29

    b. Pengetahuan dan Ketrampilan Pelaku: Untuk mengetahui apakah para

    pelaku yang melaksanakan kebijakan terkait KPJM telah benar-benar

    memahami konsep KPJM dilakukan dengan melakukan melakukan observasi

    dilapangan dan indepth interview serta membuat kuestioner apakah hasil

    pekerjaan atau pelaksanaan perencanaan dan penganggaran pada BPPK

    telah dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku;

    c. Konsistensi Penerapaan KPJM: Untuk mengetahui pelaksanaan penerapan

    KPJM dilakukan melakukan observasi dilapangan dan indepth interview

    apakah komponen-komponen KPJM telah terdapat dalam unit eselon I:

    Renstra BPPK, Visi dan misi organisasi, program prioritas, kegiatan-kegiatan

    pada unit organisasi, penerapan rolling budget, penetapan baseline,

    penetapan new initiative, penggunaan parameter untuk penyesuain,

    kejelasan keterkaitan kegiatan dengan program dan keterkaitan program

    dengan renstra Kementerian Keuangan, Tahapan pencapaian target yang

    jelas dan penuangan dalam dokumen anggaran. Hasil Kuestioner juga

    dipergunakan untuk mengetahui persepsi pegawai yang menangani

    perencanaan dan penganggaran terkait konsistensi penerapan KPJM di

    BPPK;

    d. Pelaksanaan Evaluasi Kebijakan: Dilakukan dengan cara observasi

    dilapangan dan indepth interview Untuk mengetahui apakah unit eselon I

    telah melakukan evaluasi atas program dan kegiatan yang dilakukan dan

    apakah telah ada tindak lanjut perbaikan terkait dengan hasil evaluasi yang

    dilaksanakan. Hasil Kuestioner juga dipergunakan untuk mengetahui

    persepsi pegawai yang menangani perencanaan dan penganggaran terkait

    evaluasi penerapan KPJM di BPPK;

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    30

    Adapun Indikator untuk tiap-tiap variabel adalah sebagai beikut :

    Tabel 2.1 Indikator Variabel Penelitian

    Variabel Indikator

    Kelengkapan Aturan Penyusunan Anggaran

    a. Peraturan tentang KPJM sudah memadaii

    b. Peraturan tentang KPJM perlu di jabarkan lebih detil

    c. Data-data dan referensi dalam penyusunan KPJM mudah diperoleh di instansi

    Pemahaman konsep KPJM

    a. Adanya sosialisasi tentang KPJM b. mengetahui informasi tentang

    penyusunan anggaran dengan konsep KPJM

    c. Pemahaman informasi tentang penyusunan anggaran dengan konsep KPJM

    d. Adanya informasi mengenai penyusunan anggaran dengan konsep KPJM

    Konsistensi Penerapan KPJM.

    a. Penyusunan perencanaan berpedoman kepada Visi dan Misi

    b. penyusunan renja berpedoman kepada renstra K/L

    c. penyusunan Program Saudara berpedoman pada Renstra K/L

    d. penyusunan Kegiatan berpedoman pada Renja K/L

    e. penyusunan Outcome mendukung program

    f. Dalam penyusunan output mendukung kegiatan

    g. Penyusunan anggaran berpedoman kepada dokumen perencanaan

    h. Saudara Menerapkan konsep KPJM dlm perencanaan penganggaran

    i. Dalam penyusunan anggaran dilakukan dengan prakiraan maju untuk semua program dan kegiatan

    j. Dalam penyusunan alokasi anggaran berpedoman pada prakiraan maju dalam dokumen KPJM

    k. Apakah Saudara bekerjasama dalam penyusunan KPJM dengan bagian/unit lain

    l. Perlunya ketersediaan alokasi dana untuk menyusun KPJM

    Faktor-Faktor/ Variabel yang mempengaruhi Implementasi KPJM di BPPK

    Melaksanakan a. evaluasi atas pelaksanaan program

  • BAB II LANDASAN TEORI

    31

    Variabel Indikator evaluasi

    terhadap program dan kegiatan

    dan kegiatan b. menjadikan hasil evaluasi sebagai

    dasar penyusunan rencana program dan kegiatan

    c. penyusuanan program baru berdasarkan hasil evaluasi atas pelaksanaan program sebelumnya

    d. penyusunan anggaran menyusun baseline

    e. melakukan review atas baseline f. menindaklanjuti hasil evaluasi

    pelaksanaan program dan kegiatan Sumber: Diolah oleh Penulis

    Adapun model penelitian yang hendak diestimasi adalah sebagai berikut:

    Implementasi kebijakan = + aturan + pemahaman + konsistensi +

    evaluasi

    E. Hipotesis

    Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan sebagai institusi dibawah

    Kementerian Keuangan telah melaksanakan penerapan penganggaran dengan

    pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah. Penerapan KPJM pada

    instansi BPPK masih perlu untuk disempurnakan secara terus menerus. Kajian

    ini ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang perlu ditingkatkan terkait

    penerapan KPJM di BPPK dan bagaimana alternatif langkah yang harus

    ditempuh BPPK untuk dapat menerapkan pendekatan KPJM di lingkungan

    BPPK.

  • BAB III

    METODE KAJIAN AKADEMIS A. Jenis penelitian

    Untuk mendapatkan hasil kajian sesuai dengan tujuan penelitian maka

    jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Kajian secara deskriptif kualitatif terhadap penerapan KPJM di BPPK.

    Kajian ini dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap implementasi

    kebijakan, kelengkapan aturan, konsistensi pelaksanaan kebijakan,

    pelaksanaan evaluasi kebijakan, kelengkapan dokumen dan ketaatan unit

    Eselon I untuk menyusun/membuat dokumen yang dipersyaratkan untuk

    melaksanakan KPJM seperti: penyusunan visi, misi, program, kegiatan,

    penetapan baseline, pengajuan new initiatif, dokumen anggaran dan

    pelaksanaan evaluasi atas pelaksanaan anggaran;

    2. Kajian statistik kuantitatif

    Kajian ini dilakukan dengan cara melakukan penyusunan dan penyebaran

    Kuesioner. Selanjutnya hasil dari kuesioner ditabulasi dan diolah dengan

    metode statistik kuantitatif. Kajian terkait implementasi KPJM pada BPPK

    akan melakukan pengujian model penelitian. Model penelitian yang dipilih

    selanjutnya diuji dengan metode statistik yang umum berlaku.

    B. Jenis Dan Sumber Data

    Data-data yang dipakai dalam penulisan ini adalah:

    1. Data-data sekunder yang bersumber dari Sekretariat Badan Pendidikan Dan

    Pelatihan Keuangan c.q Bagian Organisasi Dan Tata Laksana serta Bagian

  • BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS

    33

    Keuangan. Data sekunder yang dipakai adalah Data Tugas Pokok dan

    Fungsi, Visi, Misi, Renstra, Renja, RKA KL dan DIPA. Data-data yang dipakai

    adalah data-data kurun waktu 2009 sampai dengan 2012.

    2. Data Primer

    Data primer didapatkan dengan cara melakukan penyebaran kuestioner

    kepada seluruh pejabat yang secara struktural terlibat dalam penyusunan

    perencanaan dan penganggaran pada Sekretariat Badan Pendidikan Dan

    Pelatihan Keuangan serta eluruh Pusdiklat (tidak termasuk STAN). Dari

    sekitar 40 kuestioner yang disebarkan terdapat 33 buah yang berhasil

    dikumpulkan kembali.

    C. Teknik Pengumpulan Data

    Dalam melakukan penelitian penulis mengumpulkan data dengan cara:

    1. Melakukan penelitian kepustakaan (library research) dalam mencari

    datasekunder, kerangka referensi dan landasan teori yang bersumber dari

    buku, majalah, jurnal ilmiah yang relevan serta publikasi dari Kementerian

    Keuangan dan BPPK.

    2. Melakukan penelitian lapangan dengan melakukan penyebaran kuestioner

    dan melakukan indepth interview terhadap beberapa narasumber yang

    dianggap memiliki peran yang besar terkait dengan pelaksanaan

    perencanaan dan penganggaran.

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    34

    D. Metode Analisis Data

    Dalam penelitian ini, dilakukan analisis kebijakan penerapan Kerangka

    Pengeluaran Jangka Menengah. Ada tiga tahapan penelitian yang dilakukan

    yaitu :

    1. Melakukan kajian secara mendalam (in depth analysis) terhadap penerapan

    KPJM di Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK);

    2. Menguji model penelitian untuk melihat sejauhmana pengaruh atau

    hubungan antara Penerapan KPJM (Y) dengan Kelengkapan aturan (X1),

    Pengetahuan dan Keahlian Pelaku (X2), Konsistensi Penerapan kebijakan

    (X3), Pelaksanaan Evaluasi Kebijakan (X4);

    3. Menguji penerapan KPJM di BPPK menurut persepsi petugas penyusun

    perencanaan dan penganggaran di BPPK serta sejauh mana variabel-

    variabel dalam penelitian dilaksanakan.

    Model penelitian yang diuji adalah variabel Dependen Keberhasilan

    Penerapan KPJM (Y) dipengaruhi variabel independen: Kelengkapan aturan

    (X1)+ Pengetahuan dan Keahlian Pelaku (X2)+Konsistensi Penerapan Kebijakan

    (X3)+ Pelaksanaan Evaluasi Kebijakan (X4). Model ini akan diuji dengan cara

    melakukan survey dan menyebarkan kuesioner kepada seluruh pejabat yang

    menyusun perencanaan di BPPK beserta unit eselon II dibawahnya.

    Penilaian terkait Penerapan KPJM di BPPK (uji persepsi):

    Langkah ini dilakukan untuk mengetahui persepsi atau pendapat semua

    pihak yang terkait dengan perencanaan dan penganggaran di BPPK. Kajian

    dilakukan untuk mengetahui factor-faktor yang akan mempengaruhi keberhasilan

    penerapan KPJM di BPPK. Variabel yang dikaji adalah:

  • BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS

    35

    1. Keberhasilan Penerapan KPJM di BPPK: Kajian dilakukan dengan

    mengukur persepsi para penyusun perencanaan dan penganggaran di BPPK

    terkait keberhasilan pelaksanaan KPJM;

    2. Perangkat Aturan: Kajian dilakukan dengan mengukur persepsi para pelaku

    terkait kelengkapan aturan yang ada terkait dengan pelaksanaan KPJM;

    3. Pengetahuan dan Ketrampilan Pelaku: Untuk mengukur persepsi pelaku

    terkait kemampuan pelaku kebijakan memahami konsep KPJM dilakukan

    dengan melakukan survey (mengirim questionair) dan wawancara mendalam

    kepada para penyusun perencanaan penganggaran di unit Eselon I dan II

    Kementerian Keuangan ;

    4. Konsistensi Penerapan KPJM: Untuk mengetahui persepsi pelaku apakah

    mereka merasa telah pelaksanaan penerapan KPJM dilakukan survey

    kepada para pemangku kepentingan terkait pelaksanaan kebijakan

    penganggaran (pejabat dan pegawai unit es I, II, III di Kementerian

    Keuangan);

    5. Pelaksanaan Evaluasi Kebijakan: Untuk mengetahui persepsi pelaku apakah

    unit eselon I telah melakukan evaluasi atas program dan kegiatan yang

    dilakukan dan apakah telah ada tindak lanjut perbaikan terkait dengan hasil

    evaluasi yang dilaksanakan.

    Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

    kualitatif dan kuantitatif.

    1. Kajian analisis kualitatif deskriptif terhadap penerapan KPJM di

    BPPKdigunakan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang berkaitan

    dengan permasalahan yang diteliti. Analisis ini dilakukan dengan cara

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    36

    mempelajari dokumen-dokumen terkait penganggaran pada Badan

    Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan.

    Kajian ini dibuat dengan mendasarkan hasil survey mengenai uji persepsi

    para pegawai yang terkait dengan perencanaan dan penganggaran di BPPK.

    Dalam survey kepada para pegawai tersebut akan ditanyakan sejauh mana

    persepsi mereka terhadap kelengkapan aturan, Pemahaman pegawai

    terhadap penerapan kebijakan KPJM, Konsistensi penerapan dan

    pelaksanaan evaluasi kebijakan. Hasil dari pengolahan data dari kuestioner

    yang dibuat dijadikan landasan untuk memberikan rekomendasi kebijakan

    bagi para pengambil kebijakan di BPPK.

    2. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis informasi kuantitatif (data

    yang dapat diukur, diuji dan diinformasikan dalam bentuk persamaan, tabel

    dan sebagainya).

    Tahapan analisis kuantitatif terdiri dari uji spesifikasi model, regresi

    persamaan, uji statistik dan uji asumsi klasik. Model yang dipakai dalam

    penelitian adalah modifikasi atas model yang dikemukakan oleh Edward

    terkait dengan Implementasi Kebijakan.

    Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh gambaran

    sebagai referensi untuk memilih alat analisis yang tepat bagi penyelesaian model

    yang telah dipilih. Tujuan penggunaan alat analisis yang tepat adalah untuk

    mendapatkan penaksir parameter yang BLUE (Best, Linear, Unbiased Estimator)

    yang dikenal dengan teorema Gauss-Markov. Adapun syarat penaksir yang

    BLUE adalah: penaksir tidak bias, efisien dan konsisten.Adapun langkah-langkah

    uji statistik dan alat analisis yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah

    sebagai berikut:

  • BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS

    37

    1. Regresi linier berganda metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/OLS)

    Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap

    variabel terikat, alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda

    yang diestimasi menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least

    Squares [OLS]). Ketepatan fungsi regresi sampel menaksir nilai aktual diukur

    dari goodness of fit yang mencakup uji teori atau uji tanda, uji koefisien

    determinasi, uji F dan uji t.

    a. Uji Teori atau uji tanda

    Salah satu kriteria utama dalam menentukan apakah suatu persamaan valid

    adalah kesesuaian dengan teori yang ada dan telah diakui kebenarannya.

    b. Uji Koefisien Determinasi (R2)

    Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

    model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi

    adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-

    variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel terikat amat terbatas. Nilai

    yang mendekati satu berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir

    semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat.

    c. Uji F

    Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel

    independen yang dimasukkan ke dalam model mempunyai pengaruh secara

    bersama-sama terhadap variabel dependent (terikat).

    d. Uji t

    Uji t yang pada dasarnya menunjukkan seberapa besar pengaruh satu

    variable independen secara individual mampu menerangkan variasi variabel

    dependent (terikat).

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    38

    2. Uji Asumsi Klasik

    a. Uji Heteroskedastisitas

    Heteroskedastisitas berarti bahwa variasi residual tidak sama untuk semua

    pengamatan. Heteroskedastisitas bertentangan dengan salah satu asumsi

    dasar regresi linier homoskedastisitas, yaitu variasi residual sama untuk

    semua pengamatan. Secara ringkas walaupun terdapat heteroskedastisitas

    maka penaksir OLS tetap tidak bias dan konsisten tetapi penaksir tadi tidak

    lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun dalam sampel besar . Menurut

    Gujarati (2003) bahwa masalah heteroskedastisitas nampaknya menjadi lebih

    biasa dalam data cross section dibandingkan dengan data time series.

    Penelitian ini menggunakan Uji White untuk mendeteksi ada tidaknya

    heteroskedastisitas. Secara manual uji ini dilakukan dengan meregres

    residual kuadrat (e2) dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat dan

    perkalian variabel bebas. Kemudian dicari nilai 2 hitung dengan cara

    2=n*R2. Kriteria ujinya adalah jika 2 hitung < 2 tabel, maka hipotesis

    alternatif adanya heteroskedastisitas dalam model ditolak.

    b. Uji Autokorelasi

    Suatu asumsi penting dari model linier klasik adalah tidak ada autokolerasi.

    Autokorelasi adalah keadaan di mana disturbance term pada periode tertentu

    berkorelasi dengan disturbance term pada periode lain yang berurutan.

    Akibat adanya autokorelasi adalah parameter yang diamati menjadi bias dan

    variannya tidak minimum.

    Penelitian ini akan menggunakan Breusch-Godfrey (BG) Test untuk melihat

    gejala autokorelasi. Pengujian dengan BG Test dilakukan dengan meregres

    variabel pengganggu ut, menggunakan autoregressive model dengan orde :

  • BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS

    39

    dengan hipotesa nol H0 adalah : 1 = 2 == p = 0, di mana koefisien

    autoregressive secara simultan sama dengan nol, menunjukkan bahwa tidak

    terdapat autokorelasi pada setiap orde.

    c. Uji Multikolinearitas

    Salah satu asumsi model regresi klasik adalah tidak terdapat Multikolinearitas

    diantara variabel independen dalam model regresi. Menurut Gujarati (2003)

    multikolinearitas berarti adanya hubungan sempurna atau pasti antara

    beberapa variabel independen atau semua variabel independen dalam model

    regresi.

    Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

    ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi

    dikatakan baik apabila tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas dalam

    persamaan. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini

    tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai

    korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol.

    3. Uji Normalitas

    Uji normalitas dilakukan sebagai prasyarat sebelum uji statistik dilaksanakan.

    Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel terdistribusi secara

    normal.

  • BAB IV

    ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    A. Kelengkapan Elemen KPJM Pada BPPK

    Dokumen Perencanaan dan Penganggaran diperlukan dalam penerapan

    pendekatan penganggaran KPJM. Dokumen tersebut sangat penting bagi BPPK

    untuk dapat menilai sejauh mana keberhasilan organisasi mencapai tujuan dalam

    jangka menengah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

    Untuk melakukan kajian terkait dengan penerapan KPJM pada BPPK maka

    dilakukan pembahasan terkait struktur perencanaan dan penganggaran di BPPK.

    Struktur perencanaan dilihat dari tugas pokok dan fungsi, renstra dan renja

    BPPK. Sedangkan struktur pendanaan dilihat dari Rencana Kerja Anggaran

    BPPK (RKA K/L BPPK).

    1. Tugas Dan Fungsi BPPK

    Tugas BPPK berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

    184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan,

    Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan yang selanjutnya disingkat BPPK

    adalah melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang keuangan negara.

    Adapun dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan Pendidikan dan

    Pelatihan Keuangan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

    a. Penyusunan kebijakan teknis rencana dan program pendidikan dan

    pelatihan dibidang keuangan negara;

    b. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di bidang keuangan negara;

  • BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    41

    c. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan

    di bidang Keuangan Negara;

    d. Pelaksanaan administrasi Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan.

    Selanjutnya berdasarkan tugas dan fungsi tersebut BPPK dengan

    Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 297/KMK.012/2010 tentang

    Rencana Strategis BPPK Tahun 2010 2014 menetapkan visi dan misi sebagai

    berikut:

    2. Visi dan Misi BPPK

    Sesuai dengan misi Kementerian Keuangan untuk membangun dan

    mengembangkan SDM yang amanah, profesional, berintegritas tinggi dan

    bertanggung jawab, maka BPPK menetapkan visinya sebagai berikut :

    Menjadi lembaga pendidikan dan pelatihan terdepan dalam menghasilkan SDM

    Keuangan dan Kekayaan Negara yang amanah, profesional, berintegritas tinggi

    dan bertanggung jawab

    Adapun misi BPPK dirumuskan sebagai berikut:

    a. Misi Umum

    Melaksanakan pengembangan SDM pengelola keuangan dan kekayaan

    negara melalui pendidikan dan pelatihan. Misi ini merupakan misi umum

    BPPK sebagai lembaga penyelenggara pendidikan dan pelatihan dan

    sebagai lembaga penunjang tugas-tugas Kementerian Keuangan dalam

    memiliki SDM keuangan dan kekayaan negara yang amanah,

    profesional, berintegritas tinggi, dan bertanggung jawab.

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

    42

    b. Misi Khusus

    1) Meningkatkan kegiatan penelitian di bidang pengembangan SDM serta

    bidang Keuangan dan Kekayaan Negara

    Misi ini merupakan misi khusus untuk menjadikan BPPK sebagai

    lembaga diklat yang memiliki pendidikan dan pelatihan terdepan dalam

    menghasilkan SDM keuangan dan kekayaan negara yang amanah,

    profesional, berintegritas tinggi, dan bertanggung jawab.

    2) Melanjutkan reformasi birokrasi BPPK

    Misi ini merupakan misi khusus dalam melanjutkan kembali reformasi

    birokrasi di BPPK yang telah digulirkan pertama kali pada tahun 2007

    seraya melakukan persiapan dalam penambahan fungsi BPPK sebagai

    Badan Transformasi/ Reformasi Birokrasi yang bertugas untuk

    merumuskan kebijakan pelaksanaan program reformasi birokrasi di

    Kementerian Keuangan.

    3) Mewujudkan tata kelola yang baik di BPPK

    Misi ini merupakan misi khusus dalam mengelola manajemen di BPPK

    melalui penerapan praktik-praktik manajemen terbaik guna

    terselenggaranya pemerintahan yang efektif dan efisien.

    Tabel 4.1 Tujuan, Sasaran dan Strategi BPPK

    Tujuan Sasaran Strategi

    menghasilkan SDM pengelola keuangan dan kekayaan negara yang amanah,

    Terwujudnya pendidikan dan pelatihan berbasis penelitian dan pemutakhiran data kebutuhan diklat

    menumbuhkan budaya penelitian pada SDM di lingkungan BPPK;melaksanakan penelitian/kajian ilmiah dalam rangka merencanakan dan mendesain diklat; mewujudkan diklat melalui memanfaatkan hasil-hasil penelitian dan data kebutuhan diklat yang relevan dengan kebutuhan kompetensi pemangku kepentingan; penyempurnaan tata kelola penelitian/kajian ilmiah (kajian Akademis, AKD, IKD);

  • BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    43

    Tujuan Sasaran Strategi Terwujudnya pendidikan dan pelatihan berbasis penelitian dan pemutakhiran data kebutuhan diklat

    pemberian dukungan fasilitas penelitian dalam bentuk dukungan finansial dan non-finansial

    Terwujudnya kualitas layanan diklat yang memuaskan pemangku kepentingan

    penyediaan tenaga pengelola diklat yang profesional; penyediaan tenaga pengajar yang kompeten dan berkualitas; pemberian dukungan sarana dan prasarana bagi peserta diklat secara maksimal; menghasilkan lulusan diklat yang berkualitas.

    profesional, berintegritas tinggi dan bertanggung jawab melalui pendidikan dan pelatihan.

    Terwujudnya evaluasi pendidikan dan pelatihan yang menyeluruh dan berkelanjutan

    Peningkatan mutu dan teknik evaluasi penyelenggaraan diklat; Peningkatan mutu rekomendasi hasil evaluasi

    Terwujudnya penataan organisasi BPPK yang handal dan modern

    Perencanaan, penataan, dan pengembangan organisasi sesuai dengan kebutuhan; Pengembangan sistem dan prosedur

    menjadi lembaga pendidikan dan pelatihan dengan tata kelola yang baik

    Tercapainya peningkatan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang mendukung pendidikan dan pelatihan

    Pengembangantata kelola TIK; Pengembangan sistem aplikasi TIK ; Pengembangan infrastruktur TIK

    Penerapan mana-jemen pengemba-ngan SDM dalam rangka mewujud-kan SDM BPPK yang amanah, profesional, berintegritas tinggi dan bertanggung jawab

    Melaksanakan pengadaan pegawai (human resource planning) sesuai kebutuhan Melaksanakan Assessment Center; Melaksanakan penataan pegawai; Mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian ; Menyelenggarakan penyelesaian administrasi kepegawaian; Melaksanakan penegakan disiplin pegawai

    Terwujudnya akuntabilitas sistem manajemen keuangan dan manajemen aset

    Peningkatan efisiensi dan akurasi pelaksanaan anggaran yang diupayakan sejalan dengan peningkatan kinerja dan sesuai dengan kerangka pengeluaran yang telah ditetapkan; Peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara ; Meningkatkan daya guna dan hasil guna pengelolaan sarana dan prasarana BPPK.; Pengamanan aset kekayaan negara

    Tercapainya peningkatan jejaring kerjasama BPPK dengan institusi di dalam maupun di luar negeri dalam rangka peningkatan kapasitas organisasi

    Peningkatan jumlah dan mutu jejaring kerjasama dengan institusi di dalam negeri (nasional) dan luar negeri (internasional) dengan kebijakan memprioritaskan kerjasama yang memberikan posisi strategis BPPK di tingkat nasional maupun internasional

  • KAJIAN TERHADAP PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JA