Analisis Pendapatan Usahatani Tumpangsari pada Peremajaan ...
Transcript of Analisis Pendapatan Usahatani Tumpangsari pada Peremajaan ...
45
Analisis Pendapatan Usahatani Tumpangsari pada Peremajaan Kebun Kelapa
Sawit Rakyat
Income Analysis Intercropping Farming System On Smallholder Oil Palm Replanting Area
SRI AMBAR KUSUMAWATI1, SUDIRMAN YAHYA2, HARIYADI2, SRI MULATSIH3, DAN IDA NUR ISTINA4
1Mahasiswa S3 Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Kampus Baranangsiang, Bogor 16143, Indonesia
2Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Kampus Dramaga, Bogor 16680
3Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Kampus Dramaga, Bogor 16680, Indonesia
4Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Jl. Ragunan 29, Jakarta 12550, Indonesia.
E-mail: [email protected]
Diterima 11 Januari 2019 / Direvisi 14 Februari 2019 / Disetujui 28 Juni 2019
ABSTRAK
Permasalahan peremajaan kebun kelapa sawit adalah hilangnya pendapatan selama tanaman belum menghasilkan, kurang lebih tiga tahun. Kehilangan pendapatan bagi perusahaan besar tidak banyak berpengaruh pada perusahaan, namun bagi petani mengancam kelangsungan hidup keluarganya. Penelitian ini bertujuan menganalisis pendapatan usaha tani tumpangsari dan pertumbuhan tanaman pokok, dilaksanakan di Desa Bukit Jaya Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau, pada kebun kelapa sawit 28 tahun yang diremajakan. Penelitian menggunakan Rancangan Petak Terbagi dengan petak utamanya kapling petani sebanyak tiga, anak petaknya perlakuan empat tanaman sela (jagung, kedelai, kacangan dan vegetasi alami), diulang tiga kali. Peubah amatan adalah pertumbuhan dan produk-tivitas jagung dan kedelai, biaya produksi, serta pertumbuhan tanaman pokok kelapa sawit. Data dianalisis meng-gunakan SAS versi 9,4 dan analisis kelayakan R/C rasio. Hasil penelitian menunjukkan produktivitas jagung musim tanam satu sampai tiga berturut-turut 5,01 t ha-1; 7,51 t ha-1 dan 6,57 t ha-1, atau rata-rata 6,36 t ha-1; kedelai 1,60 t ha-1; 1,28 t ha-1 dan 2,19 t ha-1 atau rata-rata 1,69 t ha-1. Biaya produksi jagung Rp. 11.550.000 per ha dan kedelai Rp. 9.955.000 per ha. Pendapatan petani rata-rata per bulan per kapling dengan harga jual jagung Rp. 4.350 per kg dan kedelai Rp. 7.000 per kg adalah jagung sebesar Rp. 3.280.623 dan kedelai Rp. 636.518. Rata-rata nilai R/C jagung 2,66 dan kedelai 1,33. Dibandingkan dengan praktek baku dengan tanaman kacangan, tidak ada pengaruh perlakuan tanaman sela terhadap pertumbuhan tanaman pokok kelapa sawit pada semua petani. Penanaman tanaman sela jagung pada lahan peremajaan kelapa sawit memberikan pendapatan yang lebih tinggi dibanding kedelai.
Kata kunci: optimalisasi lahan, tanaman sela, produktivitas, Revenue Cost Ratio, pertumbuhan kelapa sawit
ABSTRACT
The major problem rejuvenation on smallholder oil palm plantation is approximately three years loss of income, since the plants have not yet produced. Loss of income for big companies does not affect of their survival, on the other hand, for smallholders (farmers,) it threatens the survival of the farmers’ family. This study was aimed to analyze the income of intercropping system on smallholder oil palm replanting, carried out in Bukit Jaya Village Ukui Sub-District, Pelalawan Regency, Riau Province, on a replanted 28-year-old oil palm plantation. The experiment was arranged in a Split Plot Design with main plot is three farmer’s units and subplot is four intercropped treatments (corn, soybeans, legume cover crops and natural vegetation) and three replications. The results showed that corn productivities of planting season 1-3 consecutively were 5,01 t ha-1; 7,51 t ha-1and 6,57 t ha-1. Soybean were 1,60 t ha-1; 1,28 t ha-1 and 2,19 t ha-1. Production costs per ha were IDR. 11.550.000 for corn and IDR 9.955.000 for soybean. Farmer's income with local selling prices of corn, on average, was IDR. 3.280.623 per month per unit and soybean was IDR 636.518 per month per unit. The average R/C value of corn was 2,66 and soybean was 1,33. There was no significant effect of intercropping farming system treatments on the growth of oil palms trees for all of three farmers. The use of corn as intercropping provides benefits by obtaining the economic value of their crop yields, since corn was more profitable than soybean.
Keywords: land optimation, intercropped plant, productivity, Revenue Cost Ratio, oil palm growth.
Buletin Palma Volume 20 No. 1, Juni 2019: 45 - 56
46
PENDAHULUAN
Luas kebun kelapa sawit di Indonesia tahun 2018 meliputi 14,30 juta ha, sekitar 5,8 juta ha atau 40% di antaranya kebun milik petani rakyat. Dari jumlah tersebut, terdapat 2,675 juta ha kebun rakyat tersebar pada 160 kabupaten di seluruh Indonesia, yang perlu diremajakan karena umur tanaman lebih dari 25 tahun dan tidak produktif lagi. Produksi tanaman kelapa sawit cenderung menurun setelah berumur 26 tahun (Manurung et al., 2015).
Komposisi kepemilikan kebun kelapa sawit tahun 2017 di Provinsi Riau seluas 2.452.141 ha terdiri dari perkebunan besar swasta seluas 962.063 ha atau 40%, perkebunan rakyat seluas 1.385.085 ha atau 56% dan perkebunan negara (PT. Perkebunan Nusantara V) seluas 104.993 ha atau 4%. Perkebunan rakyat terdiri dari per-kebunan rakyat plasma Perusahaan Inti Rakyat (PIR) seluas 134.214 ha atau 10%, perkebunan plasma-Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) seluas 129.227 ha atau 9%, dan perkebunan rakyat swadaya seluas 1.121.644 ha atau 81%. Kebun rakyat yang umur tanamannya melebihi 25 tahun adalah seluas 98.352 ha atau 7% dari total kebun rakyat. Pemerintah Provinsi Riau mendapat penugasan peremajaan kebun kelapa sawit rakyat dari Ditjenbun pada tahun 2017 dengan target seluas 25.000 ha (terealisasi seluas 3.485 ha atau 1.409 KK), tahun 2018 dengan target seluas 21.000 ha (terealisasi 5.611 ha atau 2.281 KK), dan tahun 2019 target seluas 26.000 ha.
Peremajaan atau replanting menurut Per-aturan Menteri Pertanian Nomor 18/Permentan/ KB.330/5/2016 tentang Pedoman Umum Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit, adalah upaya pengembangan perkebunan dengan melakukan penggantian tanaman tua atau tidak produktif dengan tanaman baru, baik secara keseluruhan maupun secara bertahap. Peremajaan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kebun kelapa sawit rakyat (Syakir et al., 2015). Produktivitas kebun kelapa sawit rakyat di Indonesia sangat rendah berkisar 2-3 ton CPO/ha/ tahun, jauh di bawah perkebunan perusahaan besar berkisar 4-6 ton CPO/ha/tahun. Kondisi ini berakibat pada berkurangnya pendapatan petani dan rendahnya tingkat kesejahteraan petani. Pedoman Umum ini telah merekomendasikan peremajaan kebun kelapa sawit rakyat dengan sistem tumbang serempak dikombinasikan dengan sistem tumpangsari.
Pemanfaatan areal gawangan di antara kelapa sawit dapat dijadikan jalan keluar dalam
memperoleh pendapatan tambahan dengan menanam tanaman sela, sekaligus membantu mengatasi kelangkaan lahan pertanian tanaman pangan dalam mewujudkan program swasem-bada pangan nasional. Pemilihan tanaman sela jagung dan kedelai pada penelitian ini diselaras-kan dengan program pemerintah Upsus Pajale. Bantuan bibit jagung dan kedelai serta pupuk yang diperoleh dari program Upsus Pajale, diharapkan dapat mengurangi beban petani dalam pengadaan bibit untuk tanaman sela. Selain alasan tersebut, budidaya jagung dan kedelai juga sudah dikenal petani, serta produk jagung dan kedelai relatif mudah dipasarkan.
Peremajaan dengan tumpangsari dalam pelaksanaannya belum banyak dilaksanakan, ter-kendala dari pihak perusahaan inti meng-khawatirkan pertumbuhan tanaman pokok kelapa sawit akan terganggu oleh tanaman tumpangsari, terjadinya serangan hama penyakit ke tanaman pokok, perawatan yang merepotkan dan sebagai-nya. Kendala di petani yaitu petani belum menguasai teknik budidaya dan belum menge-tahui pilihan jenis tanaman tumpangsari di lahan peremajaan, yang menguntungkan secara ekonomi dan lingkungan.
Kehilangan pendapatan petani selama tanaman belum menghasilkan terjadi paling kurang selama 3 tahun. Agustira et al. (2018) melakukan penelitian aspek ekonomi penanaman tanaman sela jagung dan kedelai di areal peremajaan kelapa sawit di kebun percobaan Pusat Penelitian Kelapa Sawit di Kabupaten Sarolangun Jambi pada kebun tanaman belum menghasilkan umur 2 tahun (TBM 2), tepatnya kelapa sawit umur 15 bulan. Pendapatan yang diperoleh dari tanaman sela jagung adalah sebesar Rp. 9.676.564 per ha/musim tanam, sedangkan kedelai sebesar Rp. 4.059.352 per ha/musim tanam. Penelitian ini dilakukan pada tanaman kelapa sawit umur 1 bulan atau masuk kategori TBM 1, sehingga akan melengkapi informasi pendapatan dari usaha tani tumpangsari pada peremajaan kebun kelapa sawit rakyat di TBM 1.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan dan produktivitas tanaman tum-pangsari, serta pertumbuhan tanaman pokok kelapa sawit pada kegiatan peremajaan kebun kelapa sawit rakyat. Hipotesis dari penelitian ini bahwa penanaman tumpangsari pada peremajaan kelapa sawit rakyat dapat menghasilkan tambahan pendapatan bagi petani dan tidak menghambat pertumbuhan tanaman pokok kelapa sawit. Petani dapat mencontoh menanam tumpangsari pada areal peremajaan kelapa sawitnya.
Analisis Pendapatan Usahatani Tumpangsari pada Peremajaan Kebun Kelapa Sawit Rakyat (Sri Ambar Kusumawati, et al)
47
Hasil penelitian diharapkan dapat menjawab keraguan perusahaan bahwa model tumpangsari pada peremajaan kebun kelapa sawit rakyat tidak mengganggu pertumbuhan tanaman pokok. Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian ini di-pergunakan untuk menyusun strategi peremajaan kebun kelapa sawit rakyat.
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kebun kelapa sawit rakyat yang sedang diremajakan, yaitu kebun plasma PIR KUD Bina Usaha Baru umur tanaman 28 tahun (tahun tanam 1987/1988), dengan perusahaan inti PT. Inti Indosawit Subur Ukui. Petak pengamatan pada tiga kapling atau seluas 6 ha, terletak di Desa Bukit Jaya Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Lokasi penelitian pada titik koordinat 00o 09’ 35.2” LS dan 102o 06’ 23.5” BT dengan altitude 44 m dpl, sebagai-mana disajikan pada Gambar 1. Tanah di lokasi penelitian adalah tanah jenis Ultisol.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian. Figure 1. Maps of research location.
Penanaman tanaman sela musim tanam 1
(MT 1) dimulai bulan Juni 2017 sampai Oktober 2017, musim tanam 2 (MT 2) mulai bulan November 2017 sampai Februari 2018, dan musim tanam 3 (MT 3) mulai bulan Maret 2018 sampai Juli 2018. Pada MT 3 telah memasuki bulan ke-3 dari TBM 2, karena tanaman pokok kelapa sawit
ditanam pada bulan April 2017. Pengamatan agronomis tanaman pokok kelapa sawit dilak-sanakan selama selama 11 bulan mulai Agustus 2017 sampai Juni 2018.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman pokok adalah tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) varietas Topaz umur 1 bulan setelah tanam, benih jagung (Zea mays L.) varietas BISI II, benih kedelai (Glycine max (L.) Merrill) varietas Argomulyo, benih legume cover crops (LCC) atau kacangan penutup tanah jenis Pueraria javanica (PJ), Calopoginium mucunoides (CM) dan Centrosema pubescens (CP). Bahan non tanaman yaitu kapur, pupuk kandang, pupuk hayati (rhizobium), pupuk kompos tandan kosong, Urea, SP36, KCl, herbisida, insektisida, dan furadan. Alat yang digunakan, yaitu cangkul, garpu, bajak, parang, selang plastik, gembor dan sprayer, meteran, tali rafia, penggaris, gunting setek, bor tanah, alat tulis (spidol), dan timbangan.
Metodologi Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) Rancangan Acak Lengkap (RAL). Petak utamanya adalah kapling petani sebanyak 3 kapling (masing-masing kapling luasnya 2 hektar), anak petaknya adalah perlakuan sebanyak 4 jenis tanaman sela yaitu jagung, kedelai, kacangan dan vegetasi alami dengan diacak, dan diulang sebanyak 3 kali. Tanaman pokok kelapa sawit ditanam oleh perusahaan inti pada bulan April 2017 dengan jarak 9.01 m x 8.06 m, sehingga terdapat 136 tanaman/ha atau atau 272 tanaman/kapling.
Persiapan lahan untuk penanaman tanaman sela MT 1 yaitu lahan diratakan menggunakan wheell tractor. Pada MT 2 persiapan lahan dengan menggunakan hand tractor sedangkan pada MT 3 persiapan lahan dengan membersihkan jalur tanaman sela dengan menggunakan cangkul. Sebelum penanaman tanaman sela, pada MT 1 kapur diaplikasikan secara sebar dan dicampur dengan menggunakan cangkul pada barisan tanaman, dengan dosis sebanyak 1.000 kg/ha pada 1 bulan sebelum penanaman dan pupuk kandang sebanyak 1.000 kg/ha pada 3 hari sebelum tanam. Pada MT 2 dan MT 3 kapur dan pupuk kandang diberikan masing-masing sebanyak 500 kg/ha.
Penanaman jagung varietas Bisi II dilakukan secara tugal dengan jarak tanam 100 cm x 20 cm dengan memasukkan 1 biji per lubang tanam pada kedalaman 2-3 cm dari permukaan tanah. Untuk mengendalikan serangan hama semut atau orong-orong benih, pada lubang tanam diberi furadan
Lokasi
: Lokasi penelitian Kab,Palalawan, Provinsi Riau
Buletin Palma Volume 20 No. 1, Juni 2019: 45 - 56
48
sebanyak 10 kg/ha. Pupuk dasar yang diberikan adalah pupuk Urea setengah dosis 150 kg/ha, SP 36 200 kg/ha, dan KCl 150/kg, dilakukan bersamaan dengan penanaman biji dengan cara membuat lubang berjarak 5 cm dari lubang tanam dan memasukkan ke dalam lubang tersebut. Pemupukan susulan setengah dosis Urea (150 kg/ha) dilakukan pada umur tanaman 30 hari setelah tanam (HST).
Pemeliharaan tanaman jagung, yaitu pe-nyulaman terhadap bibit yang tidak tumbuh paling lambat pada 7 HST, pembersihan gulma dengan herbisida pada 25 HST dengan dosis 1 liter/ha pada MT 1, dan 4 liter/ha pada MT 2 dan 3, pembumbunan dan pengendalian hama penya-kit pada 30 HST. Pemeliharaan lain adalah jika terjadi serangan hama dan penyakit, maka dila-kukan pengendalian sampai dengan panen hari ke-105.
Penanaman kedelai varietas Argomulyo dengan jarak tanam 50 cm x 10 cm dilakukan secara tugal dengan memasukkan 2 biji kedelai per lubang tanam, setelah sebelumnya kedelai dibasahi dan diberi perlakuan benih yaitu rhizobium yang dicampurkan pada biji kedelai sebanyak 5 g/kg benih. Pencampuran dilakukan pada pagi hari untuk menghindari sinar ultraviolet yang dapat merusak atau mematikan rhizobia. Aplikasi pupuk dasar Urea 100 kg/ha, SP 36 100 kg/ha, KCl sebanyak 100 kg/ha dilakukan bersamaan dengan penanaman biji dengan cara tugal berjarak 5 cm dari lubang tanam dan me-masukkan ke dalam lubang tersebut.
Pengendalian serangan hama semut atau orong-orong pada kedelai menggunakan furadan sebanyak 10 kg/ha, diberikan pada lubang tanam bersamaan dengan penanaman kedelai. Pemeli-haraan tanaman kedelai yaitu penyulaman pada 7 HST, pembersihan gulma pada 20 HST dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di antara pertanaman, dan pengendalian hama penyakit jika terjadi serangan dilakukan sampai dengan panen hari ke-85. Pada kacangan dan vegetasi alami tidak dilakukan pemeliharaan.
Peubah yang diamati pada tanaman sela jagung meliputi : tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), jumlah tongkol (buah), panjang tongkol (cm), diameter tongkol (cm), jumlah baris, jumlah biji per baris, bobot 100 butir (gram) dan produksi (kg). Pada tanaman sela kedelai meliputi : tinggi tanaman (cm), jumlah cabang (buah), jumlah polong per tanaman (polong), bobot 100 butir (gram), dan produksi (kg). Pertumbuhan tanaman kacangan dan vegetasi alami tidak diamati, karena kacangan sebagai kontrol sesuai Good Agriculture Practice (GAP)
peremajaan kelapa sawit, sedangkan vegetasi alami adalah merupakan gambaran kondisi petani jika tidak memiliki biaya untuk menanam kacangan, maka akan dibiarkan tumbuh rumput alami.
Pengukuran agronomis tanaman jagung dan kedelai dilakukan terhadap tanaman sampel yang masing-masing berjumlah 10 tanaman per per-lakuan per ulangan per kapling. Dalam 1 kapling terdapat 3 kali ulangan, sehingga diperoleh 90 sampel tanaman jagung dan 90 sampel tanaman kedelai. Pengamatan pertumbuhan vegetatif tanaman sela dilakukan setiap 2 minggu sekali dan 1 bulan sekali untuk tanaman pokok kelapa sawit, sedangkan pengukuran generatif tanaman sela dilakukan setelah panen.
Analisis Data
Data pertumbuhan dan produktivitas tanaman sela serta pertumbuhan tanaman pokok kelapa sawit ditabulasikan dan dianalisis meng-gunakan perangkat lunak program SAS versi 9.4. Analisis pendapatan dengan persamaan rumus sebagai berikut :
Π = TR – TC
dengan keterangan: Π = Pendapatan, TR = Total Revenue (Total Penerimaan) dan TC = Total Cost (Total Biaya). Kelayakan usaha dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: TR
R/C ratio = ----- TC dengan kriteria apabila: R/C > 1 : usahatani tumpangsari peremajaan layak diusahakan; R/C ≤ 1 : usahatani tumpangsari peremajaan tidak layak diusahakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung dan
Kedelai
Luasan yang dapat ditanami dari setiap kapling, bagian areal lahan yang tertanam tanaman sela pada gawangan hidup dan ruang antar tanaman pokok dalam baris, kecuali gawangan mati dan areal bawah tajuk kelapa sawit, yang meliputi pada MT 1 hingga 3 berturut-turut seluas 53, 30 dan 27% dari luasan 2 hektar (satu kapling) areal. Pertumbuhan vegetatif
Analisis Pendapatan Usahatani Tumpangsari pada Peremajaan Kebun Kelapa Sawit Rakyat (Sri Ambar Kusumawati, et al)
49
a b
c
Gambar 2. Pertumbuhan vegetatif jagung per petani pada tiga musim tanam (a) jumlah daun jagung,
(b) produktivitas jagung, dan (c) tinggi tanaman jagung. Figure 2. Vegetative growth of corn each farmer in three seasons plant (a) number of corn leaves , (b) productivity of
corn and (c) height of corn plant (cm).
tanaman sela jagung pada MT 1 sampai 3 adalah sebagaimana disajikan Gambar 2.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif (tinggi dan jumlah daun) tanaman sela jagung cenderung sama pada semua kapling petani, namun pengamatan lapangan me-nunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif jagung cenderung meningkat dari MT 1 ke 3. Produk-tivitas jagung ditunjukkan pada Gambar 2b. Produktivitas jagung pada MT 1 sampai 3 berturut-turut sebesar 5,01 ton (t) ha-1; 7,51 t ha-1
dan 6,57 t ha-1, atau rata-rata 6,36 t ha-1. Rata-rata produktivitas jagung MT 1 berbeda nyata dengan MT 2 dan MT3. Hal ini disebabkan pH tanah di awal penanaman sangat rendah, yaitu 4,1.
Peningkatan produktivitas ini menggam-barkan semakin baiknya kondisi tanah oleh adanya residu pemupukan yang sudah dilakukan pada musim tanam sebelumnya. Hasil penelitian Narendra (2012) menyebutkan bahwa aplikasi pupuk kandang mampu meningkatkan kandu-ngan N dan P tanah sebesar 46 dan 10 kali lipat
yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi. Unsur hara N dan P merupakan unsur hara makro yang penting untuk pertum-
buhan tanaman. Produktivitas terendah terjadi pada Nurdin
di MT 1. Produktivitas tertinggi terjadi pada Nurdin di MT 2 dan MT 3, Pito pada MT 2, dan Widia pada MT 2. Penurunan produksi di MT 3 disebabkan adanya serangan hama babi. Serangan hama babi hanya dialami di lokasi Pito dan Widia, karena lokasinya lebih tertutup dan lebih ke dalam dari arah jalan raya, dibanding lokasi Nurdin yang lebih terbuka karena dekat jalan raya. Babi menyukai areal kebun yang bersemak dan ter-tutup tetapi tidak rapat seperti halnya kebun kelapa sawit yang berdekatan dengan kebun Widya dan Pito yang belum ditumbang.
Produktivitas rata-rata jagung di lokasi penelitian sebesar 6,36 t ha-1 ini lebih tinggi dari produktivitas rata-rata jagung di Provinsi Riau tahun 2016 sebesar 2,49 t ha-1 dan dari produk-tivitas tumpangsari jagung pada peremajaan kelapa sawit di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Note : numbers followed by the different letter are significant different at 5% test of DMRT.
Buletin Palma Volume 20 No. 1, Juni 2019: 45 - 56
50
d
b a
c
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% Note : numbers followed by the different letter are significant different at 5% test of DMRT
Gambar 3. Pertumbuhan vegetatif kedelai per petani pada tiga musim tanam : a) tinggi tanaman, b) jumlah cabang, c) jumlah polong, dan d) produktivitas kedelai.
Figure 3. Vegetative growth of soybean each farmer in three seasons plant : a) height of plan, b) number of branches, c) number of pods, and d) productivity of soybean.
Riau (Syakir et al., 2015) sebesar 0,9-2,6 t ha-1 dan jagung di sela karet di kebun percobaan Pusat Penelitian Karet Sembawa Sumatera Selatan sebesar 4,25 t ha-1 (Sahuri, 2017). Produktivitas jagung di lokasi penelitian ini lebih rendah dibanding dari produktivitas jagung hasil penelitian Agustira et al. (2018) sebesar 7,6 t ha-1, yang ditanam secara tumpangsari pada peremaja-an kelapa sawit rakyat umur 15 bulan (TBM 2).
Pertumbuhan vegetatif tanaman sela kedelai dan produktivitasnya disajikan pada Gambar 3, yang memperlihatkan adanya perbedaan nyata pada peubah amatan tinggi tanaman di MT 1 dan MT 2 dengan MT3. Tinggi tanaman tertinggi terjadi pada kapling Nurdin pada MT 3, Pito pada MT 3, dan Widia pada MT 3. Perbedaan nyata tersebut disebabkan di awal pertumbuhan ter-utama pada MT 1 kurang asupan air dan juga karena pH tanah di awal penanaman sangat rendah yaitu 4,1.
Kekurangan air berpengaruh terhadap per-tumbuhan tanaman kedelai. Hal ini seiring dengan pendapat Faradisa et al. (2014) yang menyebutkan bahwa tingkat cekaman air secara nyata mem-pengaruhi pertumbuhan (tinggi dan luas daun), hasil (biji kering) dan fisiologis tanaman kedelai. Kedelai kultivar Willis sudah terhambat pada tingkat cekaman air 60% kadar air tanah tersedia (KATT) dan menurunkan produksi tanaman (Yuniarsih, 2017; Saputra et al., 2015).
Pada peubah amatan lainnya yaitu jumlah cabang, jumlah polong dan produktivitas tidak ada perbedaan nyata antar petani. Produktivitas kedelai MT 1 sampai 3 berturut-turut 1,60 t ha-1, 1,27 t ha-1 dan 2,19 t ha-1 atau rata-rata selama tiga musim sebesar 1,69 t ha-1. Menurut Sihaloho et al. (2015) aplikasi pupuk organik vermikompos meningkatkan pertumbuhan kedelai.
Produktivitas terendah terjadi pada Nurdin di MT 1 dan MT 2. Pada MT 2 mengalami pe-nurunan, karena tanaman kedelai terkena serangan hama kepik. Menurut Sari dan Suharsono (2011), hama kepik khususnya Riptortus linearis merupakan hama penting yang harus diwaspadai karena dapat menimbulkan kerugian hingga 79%. Manurung et al. (2016) menyebutkan bahwa hama kepik mampu menurunkan hasil produksi hingga lebih dari 50%. Pada MT 3 diatasi dengan menyemprotkan insektisida, sehingga di MT 3 produksi meningkat, melebihi potensi produksi kedelai Argomulyo sebesar 2 t ha-1.
Produktivitas kedelai di lokasi penelitian sebesar 1,69 t ha-1 ini lebih tinggi dari produksi kedelai rata-rata Provinsi Riau tahun 2017 sebesar 1,20 t ha-1 dan kedelai di lokasi peremajaan kelapa sawit di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau 1,01 t ha-1 (Syakir et al., 2015), namun lebih rendah dari penelitian Agustira et al. (2018) sebesar 1,71 t ha-1 yang ditanam secara tumpangsari peremajaan sawit rakyat umur 15 bulan (TBM 2).
Analisis Pendapatan Usahatani Tumpangsari pada Peremajaan Kebun Kelapa Sawit Rakyat (Sri Ambar Kusumawati, et al)
51
Gambar 2 dan 3 menunjukkan bahwa per-tumbuhan vegetatif jagung dan kedelai semakin membaik dari musim ke musim. Perbaikan per-tumbuhan dan produksi ini mengindikasikan terjadinya perbaikan lingkungan tumbuh di areal peremajaan dengan adanya perlakuan pemupukan pada tanaman sela jagung dan kedelai selama tiga musim tanam. Perbaikan lingkungan tumbuh ini dibuktikan dengan hasil analisis laboratorium terhadap pH tanah, yaitu pada awal penanaman pada bulan Juni 2017 pH tanah 4,1 dan akhir penelitian bulan Agustus 2018 nilai pH tanah menjadi 4,7. Sudaryono (2009) menyebutkan bahwa pada kondisi pH tanah yang rendah menyebabkan hara tidak tersedia. Aplikasi amelioran seperti pupuk organik dapat mening-katkan pH dan perbaikan lingkungan tanah (Amirullah dan Prabowo, 2017). Gambaran pertumbuhan tanaman sela kedelai dan jagung pada lokasi peremajaan kebun kelapa sawit rakyat disajikan pada Gambar 4.
Persyaratan tumbuh kedelai pH tanahnya 4,5-5,5, sedangkan jagung 5,6-7,5. Dengan kondisi pH tanah lokasi penelitian yang rendah yaitu 4,1 menjadi 4,7 dan tingkat granulasi tanah kurang baik, namun produksi jagung bisa mencapai rata-rata 6,36 t ha-1 dan kedelai 1,69 t ha-1, maka lahan peremajaan kelapa sawit masih berpotensi untuk ditanami jagung dan kedelai, dengan memprak-tekkan budidaya yang baik dan benar. Produksi yang meningkat dari MT 1 sampai 3 juga dikarenakan aplikasi pupuk NPK secara lengkap. Hal ini sejalan dengan penelitian Tabri (2010) yang menyatakan bahwa pemberian pupuk NPK yang lengkap memberikan hasil yang lebih tinggi dibanding hanya pupuk NP, NK atau PK.
Pengamatan terhadap hari hujan dan curah hujan dilakukan selama tiga musim tanam. Data dan hari hujan (HH) curah hujan (CH) selama selama bulan pengamatan disajikan pada Tabel 1, yang memperlihatkan bahwa jumlah curah hujan per musim tanam di lokasi penelitian melebihi syarat tumbuh jagung dan kedelai, dan memper-lihatkan hasil produktivitas jagung dan kedelai yang cukup tinggi. Jagung merupakan salah satu tanaman C4, yaitu tanaman yang memerlukan sinar matahari yang lebih panjang untuk meng-hasilkan produksi yang tinggi (Bellasio dan Griffith, 2014) dan efisien air yang tinggi (Chartterjee et al., 2017), namun sesuai dengan hasil penelitian di lapangan, bahwa dengan jumlah curah hujan yang tinggi, jagung dan kedelai tetap bisa berproduksi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah curah hujan tidak mempengaruhi produk-tivitas, sejalan dengan penelitian Musyadik dan Nungkat (2016) bahwa curah hujan tidak ber-
korelasi terhadap produktivitas kedelai. Berdasar-kan hasil penelitian ini, maka petani memiliki keleluasan waktu untuk melakukan penanaman jagung maupun kedelai sepanjang tahun pada areal peremajaan.
Gambar 4. a) Gambaran tumpangsari tanaman
kedelai pada peremajaan kelapa sawit dan b) Gambaran tumpangsari tanaman jagung pada peremajaan kelapa sawit.
Figure 4. a) Picture of intercropping soybean plants on oil palm replanting and b) Picture of intercropping corn plants on oil palm replanting.
Buletin Palma Volume 20 No. 1, Juni 2019: 45 - 56
52
Tabel 1. Data hari hujan dan curah hujan periode penelitian Juni 2017 sampai Juni 2018. Table 1. The data of rainday and rainfall at periode of 2017 June-2018 June.
Uraian Explanation
Satuan Unit
Musim Tanam 1 Season 1
Musim Tanam 2 Season 2
Musim Tanam 3 Season 3
Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Hari Hujan/ Rainday
Hari Day
2 7 5 15 8 21 13 9 8 13 3 12 4
Curah Hujan/ Rainfall
Mm 15 166 154 311 269 534 220 144 137 398 151 361 134
CH per musim tanam/ Rainfall per season
Mm 915 1.035 1.044
Produk-tivitas jagung/ Productivity of corn
t ha-1 5,01 7,51 6,57
Produk-tivitas kedelai/ Productivity of soybean
t ha-1
1,60 1,28 2,19
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% Note : numbers followed by the different letter are significant different at 5% test of DMRT
Gambar 5. Keragaan tinggi tanaman kelapa sawit pada petani dan tanaman tumpangsari. Figure 5. Performance of height of palm oil tree at farmers and intercropping plant.
Pertumbuhan Tanaman Kelapa Sawit
Keragaan pertumbuhan tanaman pokok kelapa sawit diukur selama 11 bulan dari bulan Agustus 2017 sampai dengan Juni 2018 pada berbagai jenis tanaman sela. Keragaan agronomis tanaman kelapa sawit disajikan pada Gambar 5, 6, dan 7, yang memperlihatkan bahwa, dibandingkan dengan kacangan dan vegetasi alami, tidak ada pengaruh perlakuan penanaman tanaman sela
selama 3 musim tanam berturut-turut terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman pokok kelapa sawit, dalam hal tinggi tanaman, panjang dan jumlah pelepah, pada setiap petani. Hal ini menunjukkan hasil yang baik, bahwa petani dapat menanam tanaman sela jagung dan kedelai tanpa khawatir pertumbuhan tanaman pokok kelapa sawitnya akan terganggu.
J
agu
ng
(co
rn)
Ka
can
ga
n (
leg
um
es)
Ked
ela
i (s
oy
bea
ns)
V
eget
asi
Ala
mi
(na
tura
l v
eget
ati
on
)
J
agu
ng
(co
rn)
Ka
can
ga
n (
leg
um
es)
Veg
eta
si A
lam
i
(na
tura
l v
eget
ati
on
)
K
edel
ai
(soy
bea
ns)
Ja
gu
ng
(co
rn)
Ka
can
ga
n (
leg
um
es)
Ked
ela
i (s
oy
bea
ns)
V
eget
asi
Ala
mi
(na
tura
l v
eget
ati
on
)
NURDIN PITO WIDIA
Tin
ggi
Tan
am
an
(cm
)
Pla
nt
hei
gh
t (c
m)
325,27a 320,40a 316,57a 328,50a 328,15a 328,27a 333,57a
324,27a 330,13a 336,30a 325,63a 337,47a
400
350
300
250
200
150
100
50
0
Petani dan Jenis Tanaman Sela Farmers and Types of Intercropped Plant
Analisis Pendapatan Usahatani Tumpangsari pada Peremajaan Kebun Kelapa Sawit Rakyat (Sri Ambar Kusumawati, et al)
53
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% Note : numbers followed by the different letter are significant different at 5% test of DMRT
Gambar 6. Keragaan panjang pelepah tanaman kelapa sawit pada petani dan tanaman tumpangsari. Figure 6. Performance of length of trunk palm oil tree at farmers and intercropping plant.
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% Note : numbers followed by the different letter are significant different at 5% test of DMRT
Gambar 6. Keragaan jumlah pelepah tanaman kelapa sawit pada petani dan tanaman tumpangsari
Figure 6. Performance of number of trunk palm oil tree at farmers and intercropping plan
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% Note : numbers followed by the different letter are significant different at 5% test of DMRT
Gambar 7. Keragaan jumlah pelepah tanaman kelapa sawit pada petani dan tanaman tumpangsari.
Figure 7. Performance of number of trunk palm oil tree at farmers and intercropping plan.
1J
ag
un
g (
corn
)
Ka
can
ga
n (
leg
um
es)
Veg
eta
si A
lam
i
(na
tura
l v
eget
ati
on
)
Ja
gu
ng
(co
rn)
Ka
can
ga
n (
leg
um
es)
Veg
eta
si A
lam
i
(na
tura
l v
eget
ati
on
)
K
edel
ai
(soy
bea
ns)
Ja
gu
ng
(co
rn)
Ka
can
ga
n (
leg
um
es)
Ked
ela
i (s
oy
bea
ns)
V
eget
asi
Ala
mi
(na
tura
l v
eget
ati
on
)
Ja
gu
ng
(co
rn)
Ka
can
ga
n (
leg
um
es)
Ked
ela
i (s
oy
bea
ns)
V
eget
asi
Ala
mi
(na
tura
l v
eget
ati
on
)
J
agu
ng
(co
rn)
Ka
can
ga
n (
leg
um
es)
Veg
eta
si A
lam
i
(na
tura
l v
eget
ati
on
)
K
edel
ai
(soy
bea
ns)
Ja
gu
ng
(co
rn)
Ka
can
ga
n (
leg
um
es)
K
edel
ai
(soy
bea
ns)
V
eget
asi
Ala
mi
(na
tura
l v
eget
ati
on
)
Ja
gu
ng
(co
rn)
Ka
can
ga
n (
leg
um
es)
Ked
ela
i (s
oy
bea
ns)
Veg
eta
si A
lam
i
(na
tura
l v
eget
ati
on
)
Ja
gu
ng
(co
rn)
Ka
can
ga
n (
leg
um
es)
Ja
gu
ng
(co
rn)
Ka
can
ga
n (
leg
um
es)
K
edel
ai
(soy
bea
ns)
V
eget
asi
Ala
mi
(na
tura
l v
eget
ati
on
)
32,30a 31,67a 31,57a 31,93a 32,00a 32,27a 31,83a 32,27a 31,80 a 31,73 a 31,73 a 31,57 a 35
30
25
20
15
10
5
0
NURDIN PITO WIDIA
NURDIN PITO WIDIA
Ju
mla
h P
elep
ah
Nu
mb
er o
f m
idri
bs
Ju
mla
h P
elep
ah
Nu
mb
er o
f m
idri
bs
Pa
nja
ng P
elep
ah
(cm
)
Len
gth
of
mid
rib
s (c
m)
250
200
150
100
50
0
248,9a 242,6a 244,7a 252,6a
240,8a
240a
247,9a
243,3 a
251,9 a
254,2a 247,3 a 251,5 a
Petani dan Jenis Tanaman Sela Farmers and Types of Intercropped Plant
Petani dan Jenis Tanaman Sela Farmers and Types of Intercropped Plant
Buletin Palma Volume 20 No. 1, Juni 2019: 45 - 56
54
Tabel 2. Analisis pendapatan usahatani tumpangsari jagung dan kedelai. Table 2. Income analysis intercropping farming system of corn and soybean.
Uraian Jagung Kedelai
MT 1 MT 2 MT 3 MT 1 MT 2 MT 3
Biaya saprodi (Rp)
Cost of materials
7.025.000 6.065.000 6.065.000 4.930.000 3.970.000 3.970.000
Biaya tenaga kerja (Rp)
Cost of labor
3.700.000 3.700.000 3.700.000 4.200.000 4.200.000 4.200.000
Biaya Alat (Rp)
Cost of tools
825.000 275.000 275.000 825.000 275.000 275.000
Biaya produksi (Total Cost) (Rp) 11.550.000 10.040.000 10.040.000 9.955.000 8.445.000 8.445.000
Produktivitas
Productivities
(ton ha-1)
5,01 7,51 6,57 1,60 1,28 2,19
Harga jual (Rp kg-1)
Selling price
4.350 4.350 4.350 7.000 7.000 7.000
Penerimaan (Revenue)/Total Revenue (TR) (Rp)
21.93.500 32.668.500 28.579.500 11.200.000 8.960.000 15.330.000
Pendapatan per ha (Rp)
Income
10.243.500 22.628.500 18.539.500 1.245.000 515.000 6.885.000
R/C Rasio 1,89 3,25 2,85 1,13 1,06 1,81
Presentase penanaman dari 1 kapling 2 ha
Percent of planting
0,53 0,30 0,27 0,53 0,30 0,27
Luas riil ditanam (m2)
Real of planting
10.608 6.000 5.400 10.608 6.000 5.400
Pendapatan riil Real income per kapling (Rp)
10.858.110 13.577.100 10.011.330
1.319.700 309.000 3.717.900
Rata-rata pendapatan per musim tanam per kapling Average income per season per kapling (Rp)
11.482.180 1.782.200
Rata-rata pendapatan per bulan per kapling Average income per month per kapling (Rp)
3.280.623 636.518
Analisis Pendapatan Usahatani Tumpangsari
Analisis pendapatan dan kelayakan usaha-tani tumpangsari jagung dan kedelai MT 1 sampai 3 disajikan pada Tabel 2. Pada kondisi di lapangan, petani dapat menanam tanaman sela pada musim tanam 1-3 berturut-turut, selama bulan Juni 2017 sampai Juli 2018. Petani memperoleh rata-rata pendapatan sebesar Rp. 11.482.180 untuk jagung dan Rp. 1.782.200 untuk kedelai per musim tanam per kapling, atau sebesar Rp. 3.280.623 untuk jagung dan Rp. 636.518 untuk kedelai per bulan per kapling.
Pendapatan dari tumpangsari jagung dan kedelai ini bisa menjadi solusi bagi petani yang kehilangan pendapatan selama tanaman pokok belum menghasilkan, pada tiga tahun pertama peremajaan. Nilai pendapatan dari tumpangsari jagung tersebut lebih besar dari Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten Pelalawan sebesar Rp. 2.356.040, sedangkan untuk kedelai lebih kecil.
Tabel 2 memperlihatkan bahwa tumpang-sari kelapa sawit dengan tanaman sela jagung lebih menguntungkan dibanding dengan kedelai, namun secara ekonomi keduanya layak untuk diusahakan, ditunjukkan dengan nilai R/C lebih dari 1, yaitu jagung rata-rata 2,66 dan kedelai 1,33.
Analisis Pendapatan Usahatani Tumpangsari pada Peremajaan Kebun Kelapa Sawit Rakyat (Sri Ambar Kusumawati, et al)
55
KESIMPULAN
Produktivitas jagung musim tanam 1 sampai 3 berturut-turut sebesar 5,01 t ha-1, 7,51 t ha-1 dan 6,57 t ha-1, atau rata-rata sebesar 6,36 t ha-1. Produktivitas kedelai berturut-turut 1,60 t ha-1, 1,28 t ha-1 dan 2,19 t ha-1 atau rata-rata sebesar 1,69 t ha-1. Penanaman tanaman sela jagung dan kedelai memberikan tambahan pendapatan bagi petani rata-rata sebesar Rp. 11.482.180 untuk jagung dan Rp. 1.782.200 untuk kedelai per musim tanam per kapling, atau sebesar Rp. 3.280.623 untuk jagung dan Rp. 636.518 untuk kedelai per bulan per kapling.
Usaha tani jagung dan kedelai layak diusahakan di lahan peremajaan kelapa sawit rakyat, dengan nilai dengan R/C sebesar 2,66 untuk jagung dan 1,33 untuk kedelai. Tidak terdapat pengaruh perlakuan penanaman tanaman sela jagung, kedelai, kacangan dan vegetesi alami terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman pokok kelapa sawit pada semua petani. Penanaman tanaman sela jagung pada lahan peremajaan kelapa sawit memberikan keuntungan ekonomi yang lebih tinggi dibanding tanaman kedelai, dan keduanya tidak memberikan pengaruh yang negatif pada pertumbuhan tanaman pokok kelapa sawit.
SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian analisis usahatani tumpangsari untuk tanaman pangan dan tanaman hortikultura jenis lainnya, sehingga akan memberikan pilihan yang lebih banyak kepada petani untuk memilih jenis tanaman sela.
2. Perlu penelitian lanjutan sampai dihasilkan tandan buah segar, agar diperoleh gambaran utuh mengenai pengaruh penanaman tanaman sela sampai pada fase generatif, untuk men-jawab keraguan perusahaan yang mengkha-watirkan tanaman pokok kelapa sawit ter-ganggu pertumbuhan dan hasil panennya, jika dilakukan tumpangsari.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan pada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebagai penyandang dana penelitian, Forum Perkebunan Strategis Berkelanjutan
(FP2SB) dan PT. Asian Agri Group yang telah memfasilitasi pelaksanaan penelitian dan para peneliti (Dr. Ir. Ida Nur Istina, MSi sebagai kontributor utama, Nurhayati, SP, MSi dan Hery Widyanto,SP), enumerator, teknisi dan laboran Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau atas dukungan dalam pelaksanaan penelitian, sehingga penelitian berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Agustira, M.A., Lubis, I., Listia, E., Akoeb, E.N., Harahap, I.Y., dan Lubis, M.E. 2018. Analisis finansial dan ekonomi tanaman sela (jagung dan kedelai) pada areal tanaman belum menghasilkan kelapa sawit. J. Pen. Kelapa Sawit. 26(3):141-152
Amirrullah, J., dan A. Prabowo. 2017. Dampak keasaman tanah terhadap ketersediaan unsur hara fosfor di lahan rawa pasang surut kabupaten banyuasin. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2017, Palembang 19-20 Oktober 2017. p. 420-425.
Bellasio, C., and Griffith, H., 2014. Acclimation of C4 metabolism to low light in mature maize leaves could limit energetic losses during progressive shading in a crop canopy. Journal Experimental Botany. Jul. 65(13): 3725–3736.
Chatterjee, S., K.K. Bandyopadhyay, R. Singh, S. Pradhan, and S.P. Datta. 2017. Yield and input use efficiency of maize (Zea mays L.) as influencesd by crop residue mulch, irrigation and nitrogen management. Journal of the Indian Society of Soil Science. 65(2):199-209.
Faradisa I. F., Sukowardojo, B. dan Subroto G. 2014. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap hasil dan mutu fisiologis dua varietas kedelai (Glcine max. L. Merr). Agritrop Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. p. 119-124.
Manurung, P.L., Hutabarat, S., dan Kaswarina, S. 2015. Analisis model peremajaan perkebunan kelapa sawit pola plasma di Desa Meranti Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Jurnal Sorot. 10(1):99-113.
Manurung, D.S.L., Lahmuddin dan Marheni. 2016. Potensi serangan hama kepik hijau Nezara viridula L. (Hemiptera: Pentatomidae) dan hama kepik coklat Riptortus linearis L. (Hemiptera: Alydidae) pada Tanaman Kedelai di Rumah Kassa. Jurnal Agroekoteknologi. 4 (3):2003-2007.
Buletin Palma Volume 20 No. 1, Juni 2019: 45 - 56
56
Musyadik, dan P. Nungkat. 2016. Pengaruh curah hujan terhadap produksi kedelai di Kabupaten Konawe Selatan Selatan. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Tahun 2016. hlm: 699-704. http://balitkabi.litbang. pertanian.go.id/wp-content/upload/2017/ 07/pros16_85.pdf
Narendra, B.H. 2012. Pengaruh perbaikan kondisi tanah terhadap pertumbuhan Kaliandra (Calliandra calothyrsus) dan Buni (Antidesma bunius) di Kawasan Konservasi Gunung Batur, Bali. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 9 (2) : 101-111.
Sahuri. 2017. Pengembangan tanaman jagung (Zea mays L) di antara Tanaman Karet Belum Menghasilkan. Analisis Kebijakan Pertanian. 15(2):113-126.
Saputra, D., P.B. Timotiwu, dan E. Ermawati. 2015. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan produksi benih lima varietas kedelai. Jurnal Agrotek. 3(1). p.7-13.
Sari, K.P dan Suharsono. 2011. Status hama pengisap polong pada kedelai. Daerah Penyebarannya dan Cara Pengendalian. Bul. Palawija. 22: 79–85.
Sihaloho N.S., N. Rahmawati, dan L.A.P. Putri. 2015. Respon pertumbuhan dan produksi kedelai varietas detam I terhadap pemberian vermikompos dan pupuk P. Jurnal Agroteknologi. Vol. 3 No. 4 September 2015. p.1591-1600.
Sudaryono. 2009. Tingkat kesuburan tanah ultisol pada lahan pertambangan batubara Sangatta Kalimantan Timur. J. Tek. Ling. 10(3): 337–346.
Syakir, M., M. Herman, D. Pranowo, dan Y. Ferry. 2015. Pertumbuhan dan produksi tanaman serta pendapatan petani pada model peremajaan kelapa sawit secara bertahap. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. 21(2):69-76.
Tabri, F. 2010. Pengaruh pupuk N, P, K terhadap pertumbuhan dan hasil jagung hibrida dan komposit pada tanah inseptisol endoaquepts Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. Prosiding Pekan Serelia Nasional. p.248-253.
Yuniarsih, D. 2017. Pengaruh cekaman air terhadap kandungan protein kacang kedelai. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta 2017 Kekeringan Terhadap Hasil Dan Mutu Fisiologis Dua Varietas Kedelai (Glycine Max L. Merr) Agritrop Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian.p.119-124.