Analisis Paradigma Kebijakan Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah
-
Upload
roudlotul-hidayah -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of Analisis Paradigma Kebijakan Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah
2012
PENDAHULUAN
Pelayanan publik menjadi isu kebijakan yang semakin strategis karena perbaikan
pelayanan publik di Indonesia cenderung “berjalan di tempat” sedangkan implikasinya
sangatlah luasdalam kehidupan ekonomi, politik, sosial budaya dan lain-lain. Dalam
kehidupan ekonomi, perbaikan pelayanan publik akan bisa memperbaiki iklim investasi yang
sangat diperlukan bangsa ini agar bias segera keluar dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan. Buruknya pelayanan publik di Indonesia seing menjadi variable yang
dominan mempengaruhi penurunan investasi yang berakibat pada pemutusan hubungan kerja.
Sayangnya, perbaikan pelayanan publik dalam berbagai studi yang dilakukan tidaklah
berjalan linier dengan reformasi yang dilakukan dalam berbagai sector sehingga pertumbuhan
ekonomi yang diharapkan dapat menolong bangsa ini keluar dari berbagai krisis ekonomi
belum terwujud (Sinambela dkk., 2006).
Rendahnya kualitas pelayanan publik di Indonesia sudah lama menjadi keluhan
masyarakat. Para pengusaha mengeluh mengenai rumit dan mahalnya harga pelayanan,
sementara masyarakat sering mengalami kesulitan untuk memperoleh akses terhadap
pelayanan publik, sedangkan pelayanan publik pada hakikatnya dirancang dan
diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan membangun kinerja
pelayanan publik yang baik, sesungguhnya pemerintah bisa membangun hubungan yang
baikdengan masyarakat dan memperluas legitimasinya di mata publik (Policy Brief, 2001).
Salah satu buah dari reformasi yang digulirkan oleh para mahasiswa pada tahun 1998
adalah dengan diberlakukannya otonomi daerah. Dengan otonomi daerah, maka harapan akan
berubahnya bentuk pelayanan ke arah yang lebih baik menjadi terbuka. Karena salah satu dari
tujuan diberlakukannya otonomi daerah (menurut UU No. 22 Tahun 1999 dan sekarang
diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004), adalah peningkatan kualitas pelayanan publik. Hal
ini akan ditandai dengan berubahnya bentuk pelayanan, dari pelayanan yang sulit menjadi
mudah, yang mahal menjadi murah, yang tadinya memakan waktu yang lama menjadi lebih
cepat, dan yang jauh menjadi lebih dekat.
Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta
masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik yang
dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, selama ini didasarkan pada pendekatan
paradigma rule government (legalitas) yang dalam prosesnya senantiasa menyandarkan atau
2012
berlindung pada peraturan perundang-undangan, atau mendasarkan pada pendekatan
legalitas. Penggunaan paradigma rule government atau pendekatan legalitas, dewasa ini
cenderung mengedepankan prosedur, urusan dan kewenangan, dan kurang memperhatikan
proses, serta tidak melibatkan stakeholder baik di lingkungan birokrasi, maupun masyarakat
yang berkepentingan.
Perubahan signifikan pada pelayanan publik, dengan sendirinya akan dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat dan berpengaruh terhadap meningkatnya kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah. Terselenggaranya pelayanan publik yang baik, menunjukkan
indikasi membaiknya kinerja manajemen pemerintahan, dan disisi lain menunjukkan
adanyaperubahan sikap mental dan perilaku aparat pemerintahan menjadi lebih baik.
Meningkatnya kualitas pelayanan publik, sangat dipengaruhi oleh kepedulian dan komitmen
top pimpinan/top manajer dan aparat penyelenggara untuk menyelenggarakan
kepemerintahan yang baik. Tidak kalah pentingnya, pelayanan publik yang baik akan
berpengaruh menutuppeluang dan/atau mempersempit terjadinya peluang KKN, yang dewasa
ini telah merebak disemua lini ranah pelayanan publik, serta dapat menghilangkan
diskriminasi pelayanan.
Dalam konteks pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat, perbaikan atau
peningkatan kualitas pelayanan publik yang dilakukan pada jalur dan cara yang benar,
memiliki nilai strategis dan bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan investasi dan
kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat luas (masyarakat dan swasta).
Paradigma good governance sangat relevan dan menjiwai kebijakan pelayanan public
yang diarahkan untuk meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan, mengubah sikap
mental dan perilaku aparat penyelenggara pelayanan, serta menumbuhkan kepedulian dan
komitmen pimpinan dan aparat penyelenggara dalam memberikan pelayanan. Pelaksanaan
kebijakan pelayanan publik yang dilandasi prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik, sangat
ditentukan oleh kepedulian dan komitmen pimpinan daerah dan aparat penyelenggaranya.
Pemerintahan daerah pada dasarnya mempunyai dua peran, yaitu sebagai lembaga
penyedia pelayanan dan sebagai institusi politik, pelaksanaan kedua peran tersebut
harusterintegrasi. Dalam memberikan pelayanan publik, Pemerintahan Daerah harus
mengetahui dan memahami kebutuhan, serta memperhatikan aspirasi masyarakat pemilihnya.
Penyediaan pelayanan, disesuaikan dengan kebijakan publik yang ditetapkan oleh pemerintah
2012
daerah atau pemerintah, artinya penyelenggaraan pelayanan harus didasarkan pada aturan
hukum dan Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Daerah atau DPR.
Dalam konteks di Indonesia, pengaturan pelayanan publik diatur dalam Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pelaksanaannya diatur dalam
berbagaiPeraturan Perundang-undangan Sektoral, dan diantaranya dengan Undang-Undang
Nomor 32Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah dan perubahannya. Pemerintahan Daerah
menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, adalah Pemerintah Daerah dan DPRD atau
dikenal dengan eksekutif dan legislatif yang memiliki fungsi menyelenggarakan pelayanan
publik dan fungsi sebagai lembaga politik. Pada hakekatnya, Kepala Daerah adalah lembaga
politik, dan harus dipahami sebagai Top Pimpinan Daerah/Top Manager, keberadaannya
dipilih oleh masyarakat (konstituen) melalui proses politik pemilihan Kepala Daerah
(PILKADA) yang diajukan oleh kereta PartaiPolitik. Oleh karenanya, kebijakan
penyelenggaraan pelayanan publik di daerah dalam prakteknya, dipengaruhi oleh komitmen
politik dari Kepala Daerah dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Komitmen politik disini dimaksudkan, bahwa Kepala Daerah sebagai pimpinan
Pemerintah Daerah (eksekutif) yang ditugasi melaksanakan fungsi pelayanan publik
(perintahPerda dan/atau Peraturan Perundang-undangan), seharusnya memiliki komitmen dan
kemauanuntuk menyelenggarakan pelayanan publik yang baik dan berorientasi pada
kepentingan konsituennya atau masyarakat pemilihnya, untuk tujuan mensejahterakan
masyarakat. Sehubungan dengan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik menganalisis
tentang “Paradigma Kebijakan Pelayanan Publik pada Era Otonomi Daerah”.
Pengertian Pelayanan
Berbagai Pengertian mengenai Pelayanan (Service) banyak dikemukakan oleh
paraahli; diantaranya menurut American Marketing Association, seperti dikutip oleh Donald
W,Cowell (1984:22) menyatakan bahwa; “Pelayanan pada dasarnya adalah merupakan
kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada
hakekatnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepememilikan sesuatu, proses
produksinya mungkin danmungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik”.
Sementara menurut Lovelock, Christoper H (1991:7), bahwa “service adalah produk yang
tidak berwujud, berlangsung sebentar dan dirasakan atau dialami”. Artinya service
merupakan produk yang tidak ada wujud atau bentuknya sehingga tidak ada bentuk yang
dapat dimiliki, dan berlangsung sesaat atau tidak tahan lama, tetapi dialami dan dapat
2012
dirasakan oleh penerima layanan. Sedangkan menurut M.A. Imanto bahwa siklus pelayanan
adalah “Sebuah rangkaian peristiwa yangdilalui pelanggan sewaktu menikmati atau
menerima layanan yang diberikan. Dikatakanbahwa siklus layanan dimulai pada saat
konsumen mengadakan kontak pertama kali dengan service delivery systemdan dilanjutkan
dengan kontak-kontak berikutnya sampai denganselesai jasa tersebut diberikan”.
Pelayanan Publik
Pelayanan Umum menurut Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan: “Sebagai
segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintahan di
Pusat dan Daerah, dan di lingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan/atau jasa, baik
dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan”. Departemen Dalam Negeri (2004) menyebutkan
bahwa;“Pelayanan Publik adalah Pelayanan Umum”, dan mendefinisikan “Pelayanan Umum
adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan
kepekaan dan hubungan interpersonal tercipta kepuasan dan keberhasilan. Setiap pelayanan
menghasilkan produk, baik berupa barang dan jasa”.
Dari beberapa pengertian pelayanan dan pelayanan publik yang diuraikan tersebut,
dalam kontek pemerintah daerah, pelayanan publik dapat disimpulkan sebagai
pemberianlayanan atau melayani keperluan orang atau masyarakat dan/atau organisasi lain
yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu, sesuai dengan aturan pokok dan tata cara
yang ditentukan dan ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada penerima pelayanan.
Dengan demikian, terdapat 3 unsur penting dalam pelayanan publik, yaitu unsure
pertama, adalah organisasi pemberi (penyelenggara) pelayanan yaitu Pemerintah
Daerah,unsur kedua, adalah penerima layanan (pelanggan) yaitu orang atau masyarakat atau
organisasi yang berkepentingan, dan unsur ketiga, adalah kepuasan yang diberikan dan/atau
diterima oleh penerima layanan (pelanggan).
Unsur pertama menunjukan bahwa pemerintah daerah memiliki posisi kuat sebagai
(regulator) dan sebagai pemegang monopoli layanan, dan menjadikan Pemda bersikap statis
dalam memberikan layanan, karena layanannya memang dibutuhkan atau diperlukan
olehorang atau masyarakat atau organisasi yang berkepentingan. Posisi ganda inilah yang
menjadisalah satu faktor penyebab buruknya pelayanan publik yang dilakukan pemerintah
2012
daerah, karena akan sulit untuk memilah antara kepentingan menjalankan fungsi regulator
dan melaksanakan fungsi meningkatkan pelayanan.
Unsur kedua, adalah orang, masyarakat atau organisasi yang berkepentingan atau
memerlukan layanan (penerima layanan), pada dasarnya tidak memiliki daya tawar atau tidak
dalam posisi yang setara untuk menerima layanan, sehingga tidak memiliki akses untuk
mendapatkan pelayanan yang baik. Posisi inilah yang mendorong terjadinya komunikasi
duaarah untuk melakukan KKN dan memperburuk citra pelayanan dengan mewabahnya
Pungli, dan ironisnya dianggap saling menguntungkan. Unsur ketiga, adalah kepuasan
pelanggan menerima pelayanan, unsur kepuasan pelanggan menjadi perhatian penyelenggara
pelayanan (Pemerintah), untuk menetapkan arah kebijakan pelayanan publik yang
berorientasimemuaskan pelanggan, dan dilakukan melalui upaya memperbaiki dan
meningkatkan kinerjamanajemen pemerintahan daerah. Paradigma kebijakan publik di era
otonomi daerah yangberorientasi pada kepuasan pelanggan, memberikan arah tejadinya
perubahan atau pergeseranparadigma penyelenggaraan pemerintahan, dari paradigma rule
government bergeser menjadi paradigma good governance.
Dengan demikian, pemerintah daerah dalam menjalankan monopoli pelayanan publik,
sebagai regulator (rule government) harus mengubah pola pikir dan kerjanya dan
disesuaikandengan tujuan pemberian otonomi daerah, yaitu memberikan dan meningkatkan
pelayanan yang memuaskan masyarakat. Untuk terwujudnya good governance, dalam
menjalankan pelayanan publik, Pemerintah Daerah juga harus memberikan kesempatan luas
kepada warga dan masyarakat, untuk mendapatkan akses pelayanan publik, berdasarkan
prinsip-prinsip kesetaraan, transparansi, akuntabilitas dan keadilan.
Konsepsi Pelayanan Publik
Konsepsi pelayanan publik, berhubungan dengan bagaimana meningkatkan
kapasitasdan kemampuan pemerintah dan/atau pemerintahan daerah menjalankan fungsi
pelayanan, dalam kontek pendekatan ekonomi, menyediakan kebutuhan pokok (dasar) bagi
seluruhmasyarakat. Kebutuhan pokok masyarakat akan terus berkembang seiring dengan
tingkat perkembangan sosio-ekonomi masyarakat. Artinya, pada tingkat perkembangan
tertentu, sesuatu jenis barang dan jasa yang sebelumnya dianggap sebagai barang mewah, dan
terbatas kepemilikannya atau tidak menjadi kebutuhan pokok, dapat berubah menjadi barang
pokok yang diperlukan bagi sebagian besar masyarakat. Dengan demikian, perubahan dan
perkembangan konsep kebutuhan pokok masyarakat, terkait erat dengan tingkat
2012
perkembangan sosio-ekonomi masyarakat yang dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi,
industrialisasi, serta perubahan politik.
Hasil pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi erat kaitannya dengan partisipasi
masyarakat yang mendorong perhumbuhan tersebut, dan harus didistribusikan dan
dialokasikan secara adil dan merata kepada setiap anggota masyarakat sesuai dengan
kebutuhannya. Pengaturan distribusi dan alokasi tersebut, sesuai dengan fungsinya dijalankan
oleh birokrasi lembaga-lembaga pemerintahan dan/atau pemerintahan daerah, sebagai
wujuddari fungsi pelayanan berdasarkan kepentingan publik yang dilayani. Penyediaan
pelayanan dasar (core public services) dalam kontek pendekatan sosial, berhubungan dengan
penyediaan pelayanan dibidang pendidikan dan kesehatan. Secara ekonomis, penyediaan
pelayanan dasar tersebut tidak memberikan keuntungan finansial atauPendapatan Asli Daerah
kepada Daerah, dan bahkan membutuhkan biaya dalam jumlah yang besar untuk
menyediakan pelayanan pendidikan dan kesehatan.
Penyediaan pelayanan pendidikan dan kesehatan harus dilihat sebagai investasi
jangka panjang yang harus disikapi secara bijak dengan pandangan dan pemikiran jauh
kedepan, karena hasilnya baru akan dinikmati oleh masyarakat dan pemerintah/ pemerintah
daerah dimasa mendatang. Kebijakan penyediaan pelayanan dasar di bidang pendidikan dan
kesehatan, pada hakekatnya menjaditugas dan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah,
untuk mewujudkan cita-cita bangsasebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Secara teoritik, Birokrasi Pemerintahan memiliki tiga fungsi utama, yaitu;
fungsipelayanan, fungsi pembangunan dan fungsi pemerintahan umum. Fungsi pelayanan,
berhubungan dengan unit organisasi pemerintahan yang berhubungan langsung dengan
masyarakat. Fungsi utamanya, memberikan pelayanan (service) langsung kepada masyarakat.
Fungsi pembangunan, berhubungan dengan unit organisasi pemerintahan yang menjalankan
salah satu bidang tugas tertentu di sektor pembangunan.
Fungsi pemerintahan umum, berhubungan dengan rangkaian kegiatan
organisasipemerintahan yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum (regulasi),
temasuk didalamnya menciptakan dan memelihara ketentraman dan ketertiban. Fungsinya
lebih dekat pada fungsi pengaturan (regulation function).
2012
Ketiga fungsi birokrasi pemerintahan tersebut, menunjukan bahwa pelayanan
publikyang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah, cakupannya sangat luas yaitu pelayanan
yang menghasilkan public good, seperti jalan, jembatan, pasar dan lain-lain, dan pelayanan
yangmenghasilkan Peraturan Perundang-undangan atau kebijakan yang harus dipatuhi
olehmasyarakat (public regulation), seperti perizinan, Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin
Mengemudi, dan lain-lain.
Lingkup Pelayanan Publik
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebagai
perwujudankedaulatan rakyat pada dasarnya bertujuan meningkatkan harkat dan martabat
bangsa,mengamanatkan kewajiban pemerintah untuk memberikan kemakmuran sebesar-
besarnyabagi rakyat, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikutmelaksanakan ketertiban dunia. Undang Undang Dasar 45 memberikan perintah, tugas
danwewenang kepada seluruh aparatur Negara melaksanakan amanat untuk mensejahterakan
rakyatnya, melalui penyelenggaraan kepemerintahan yang baik dan bertanggungjawab, dan
perwujudannya adalah pelayanan publik yang baik. Dengan demikian, amanat Undang-
Undang Dasar 1945, menjadi penjuru atau pedoman bagi seluruh aparatur
Negara/pemerintahan disemua susunan pemerintahan, sesuai dengan tugas dan
fungsinyawajib menyelenggarakan; kepemerintahan yang baik, pembangunan dan pelayanan
kepada warga dan rakyatnya, untuk tujuan kesejahteraan rakyatnya.
Penyelenggara pelayanan publik, meliputi seluruh penyelenggara Negara
danpemerintahan sesuai dengan fungsi dan bidang tugasnya, lembaga independen yang
dibentukoleh pemerintah untuk menjalankan pelayanan publik, dan masyarakat atau lembaga
prifat yang menyelenggarakan pelayanan (private goods), serta Badan Usaha/Badan Hukum
yang bekerjasama dan/atau diberi tugas melaksanakan fungsi pelayanan publik.
Berbicara tentang pelayanan publik, kita sering terjebak pada pemahaman legislasi
bahwa pelayanan seolah-olah hanya berkaitan dengan kegiatan pelayanan administratif,
padahal pelayanan publik ruang lingkupnya sangat luas. Pelayanan publik lingkupnya dapat
berbentuk penyedianan pelayanan fisik atau barang dan jasa, dan ruang lingkup kegiatannya
dapat menjadi lebih luas. Seperti; pelayanan dalam rangka penyediaan fasilitas dan utilitas;
jalan, jembatan, sarana dan prasarana perekonomian, perhubungan, persampahan, penerangan
jalan dan lainnya. Pelayanan dalam rangka pengaturan dan pengendalian (perizinan,
ketentraman dan ketertiban), pelayanan yang sifatnya administrasi (surat menyurat,
2012
rekomendasi dan lain-lain), pelayanan yang bersifat pembinaan (kebijakan pemberdayaan
masyarakat, pendidikan, kesehatan dan sosial budaya). Demikian pula, pelayanan yang
bersifat pemberian informasi, desiminasi, sosialisasi dan konsultasi, serta bentuk pelayanan
lainnya yang berkaitan dengan tugas dan fungsi aparatur Negara, seperti hukum, keamanan
dan lainnya.
Secara teoritik mengutip pendapat ahli, bahwa pada era tahun 1945 s/d 1975),
dihampir kebanyakan Negara melakukan tindakan proaktif terhadap masalah domestiknya,
danmencari jalan bagaimana agar perusahaan publik dapat menjangkau dan menangani
pelayanan publik termasuk pelayanan yang bersifat sosial dan menjadi kewajiban
pemerintah/daerah.
Langkah proaktif tersebut tidak hanya pada area pelayanan publik yang bersifat
tradisional seperti pelayanan pendidikan dan kesehatan, tetapi berkembang lebih jauh pada
area yang masuk menjadi domain umum seperti perbankan, tenaga listrik, penyediaan air
bersih, perumahan, dan bahkan pabrik yang menyediakan besi dan baja. Pada saat itu,
pasargagal atau tidak berfungsi dan tidak mampu memberikan pelayanan yang baik kepada
masyarakat.
Dalam pekembangannya, pasar bergerak positif dan mampu memperbaiki dan
meningkatkan efesiensi dan efektifitasnya dalam penyediaan pelayanan. Terjadi perubahan,
dan mendorong politisi untuk meminta pemerintah/daerah meninjau kembali kebijakan dan
perannya di dalam menangani atau menyediakan pelayanan publik.
Pada saat yang bersamaan dengan meningkatnya kemampuan pasar pelayanan
tradisional yang tidak marketable seperti pendidikan dan kesehatan, layanannya harus tetap
terus berlangsung, dan menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah atau pemerintah daerah.
Dari uraian diatas, menunjukan bahwa pada hakekatnya pelayanan publik yang menjadi
tugasdan tanggung jawab pemerintah atau pemerintah daerah, ruang lingkupnya sangat luas,
dan tidak akan mampu ditangani sendiri, oleh karenanya sebagian pelayanan publik
dilakukan oleh swasta atau masyarakat. Pada saat pasar tidak berfungsi memberikan layanan
yang dibutuhkan masyarakat, pemerintah atau pemerintah daerah berkewajiban untuk
melaksanakan tugas, tanggungjawab dan kewajibannnya menyelenggarakan pelayanan public
yang ditinggalkan swasta.
2012
Dalam praktek, diketahui bersama bahwa tidak semua barang dan jasa yang
disediakan marketable (not all goods and services are marketable) dan tidak semua
pelayanan publik dapat disediakan oleh pasar. Menjadi pertanyaan, mengapa pelayanan
publik di bidang pendidikan dan kesehatan dan bidang sosial lainnya, tidak ada pasarnya (non
marketable)?Ada beberapa asumsi, mengapa pelayanan pendidikan dan kesehatan dianggap
tidakmarketable atau tidak ada pasarnya, antara lain;
1) Masyarakat akan selalu mengatur/mengorganisasi sendiri melalui satu rencanaatau
mencari nilai pertimbangan yang lain untuk mendapatkan pelayanan;
2) Tidak ada alokasi penghasilan lain untuk mendapatkan pelayanan yang akanmembuat
keadaan seluruh anggota masyarakat menjadi lebih baik;
3) Keadilan distribusi pendapatan yang tidak merata;
4) Profesionalisme Dokter dan Guru, berperan ganda;
5) Pendekatan pasar adalah profit (keuntungan).
Lingkup pelayanan publik yang menjadi kewajiban pemerintahan daerah
menurutUndang-Undang nomor 32/2004, adalah seluas tugas, wewenang dan fungsinya di
dalammenyelenggarakan pelayanan publik, termasuk di dalamnya penyediaan public goods
danpublic regulation,untuk pelayanan dasar (minimal) dan pelayanan uusan pilihan
(corecompetence). Terdapat 14 urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah
untukmenyelenggarakan pelayanan dasar (2 diantaranya belum jelas), menurut Undang-
Undang 32/2004, dan diantaranya pelayanan pendidikan dan kesehatan merupakan pelayanan
dasaryang wajib dilaksanakan oleh daerah merupakan core public services. Core Public
Services, adalah merupakan konsep pelayanan publik yang secara tradisional diterapkan di
Negarayang menganut konsep welfare state, yang berkewajiban untuk menyediakan
pelayanan dasaryang dibutuhkan oleh masyarakat, meliputi 4 (empat) bidang pelayanan yaitu
pendidikan,kesehatan, kesejahteraan dan keamanan (education, health, welfare and security).
Core public services, menjadi tugas, fungsi dan kewajiban pemerintah ataupemerintahan
daerah untuk menyelenggarakan pelayanan publik. Dalam prosesnya, sesuaidengan tuntutan
kebutuhan dan perkembangan, pelayanan publik berkembang luas bidangperekonomian, jasa
perdagangan, infra struktur dan sebagainya.Ke-empat bidang pelayanandasar (core public
service) tersebut merupakan inti atau basic pelayanan yang dibutuhkan dandiperlukan oleh
masyaraakat, untuk tujuan mewujudkan warga masyarakat yang; Cerdas, Sehat, Sejahtera dan
Tertib, Aman dan Tentram.
2012
Dikaitkan dengan Undang-undang 32/2004, Core Public Services yang meliputi bidang
pelayanan tersebut, terakomodir sebagai bagian dari 14 urusan pelayanan dasar yangwajib
dan menjadi kewenangan wajib daerah untuk menyelenggarakan pelayanan dasar
yangdibutuhkan masyarakat. Apabila diteliti lebih dalam, pelayanan dasar yang diatur dalam
Undang-Undang nomor 32 /2004, sebenarnya pengembangan dari core public service yang
disesuaikan dengan kebutuhan khas Indonesia. Penyesuaian dilakukan, terutama untuk
mengakomodir kebutuhan dan kepentingan pengaturan pembagian urusan dan kewenangan,
dan organisasi pemerintahan daerah.
Standar Pelayanan Publik
Setiap Penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan,
sebagaijaminan adanya kepastian bagi pemberi didalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dan
bagipenerima pelayanan dalam proses pengajuan permohonannya. Standar pelayanan
merupakanukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagai
pedoman yangwajib ditaati dan dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan, dan menjadi
pedoman bagi penerima pelayanan dalam proses pengajuan permohonan, serta sebagai alat
kontrolmasyarakat dan/atau penerima layanan atas kinerja penyelenggara pelayanan. Oleh
karena ituperlu disusun dan ditetapkan standar pelayanan sesuai dengan sifat, jenis dan
karakteristik layanan yang diselenggarakan serta memperhatikan lingkungan.
Dalam proses perumusan dan penyusunannya melibatkan masyarakat dan/atau
stakeholder lainnya (termasuk aparat birokrasi) untuk mendapatkan saran dan masukan
danmembangun kepedulian dan komitmen. Standar Pelayanan Publik menurut
KeputusanMenteri PAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, sekurang-kurangnya meliputi:
Prosedur pelayanan; Waktu Penyelesaian; Biaya Pelayanan; Produk Pelayanan; Sarana dan
Prasarana;dan Kompetensi petugas pelayanan.
PARADIGMA KEBIJAKAN PELAYANAN PUBLIK DI ERA OTONOMI DAERAH
Konsepsi kebijakan otonomi daerah
Kebijakan desentralisasi memiliki tujuan utama, yaitu tujuan politik dan tujuan
administratif. Tujuan politik, diarahkan untuk memberi ruang gerak masyarakat dalam
tataranpengembangan partisipasi, akuntabilitas, transparansi dan demokrasi. Disisi lain
daripendekatan aspek pendemokrasian daerah, memposisikan Pemerintahan Daerah
sebagaimedium pendidikan politik bagi masyarakat di tingkat lokal. Diharapkan pada
2012
saatnya, secara agregat daerah memberikan kontribusi signifikan tehadap perkembangan
pendidikan politiksecara nasional, dan terwujudnya civil society. Sedangkan tujuan
administratif, memposisikan Pemerintah Daerah sebagai unit pelayanan yang dekat dengan
masyarakat yang diharapkandapat berfungsi maksimal dalam menyediakan pelayanan publik
secara efektif, efisien danekonomis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Berdasarkan tujuan politik dan administratif tersebut diatas, memberikan
kejelasanbahwa misi utama dari keberadaan Pemerintahan Daerah, adalah bagaimana
mensejahterakanwarga dan masyarakatnya melalui penyediaan pelayanan publik secara
efektif, efisien danekonomis, dengan cara-cara yang demokratis. Konsep kebijakan
pemberian otonomi luas,nyata dan bertanggungjawab pada dasarnya diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan asyarakat. Melalui peningkatan pelayanan publik
dan pemberdayaan peran serta masyarakat, daerah diharapkan mampu mengembangkan
kreativitas, inovasi, dan dengan komitmennya berupaya untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik. Pada pada saatnya diharapkan mampu mengembangkan potensi
unggulannya dan mendorong peningkatan daya saing daerah, serta meningkatkan
perekonomian daerah.
Prinsip otonomi yang nyata, adalah memberikan diskresi atau keleluasaan kepada
daerah untuk menyelenggarakan urusan atau kewenangan bidang pemerintahan tertentu yang
secara nyata ada dan diperlukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan urusan yang
secara nyata hidup dan berkembang, di masyarakat daerah yang bersangkutan. Sedangkan
prinsip otonomi yang bertanggung jawab, berkaitan dengan tugas, fungsi, tanggungjawab dan
kewajiban daerah di dalam pelaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah. Artinya Daerah
harus mempertanggung-jawabkan hak dan kewajibannya kepada masyarakat atas pencapaian
tujuan otonomi daerah.
Wujud tanggung jawab tersebut harus tercermin dan dibuktikan dengan peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik berdasarkan prinsip-prinsip
pelayanan publik, pengembangan demokrasi, keadilan dan pemerataan bagi masyarakat
daerahnya. Disamping itu, wujud pelaksanaan tanggung jawab daerah di dalam
penyelenggaraan otonomi daerah juga harus didasarkan pada hubungan yang serasi antar
susunan pemerintahan dan kebijaksanaan pemerintahan nasional.
Otonomi daerah yang luas, tidak bermakna atau tidak berarti daerah dapat semena
mena atau sebebas-bebasnya melakukan tindakan dan perbuatan hukum berdasarkan
2012
seleradan keinginan yang mengedepankan ego daerah. Penyelenggaraan otonomi yang luas,
harus sejalan, selaras dan dilaksanakan bersama-sama dengan prinsip otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab, dan memperhatikan keserasian hubungan antar pemerintahan daerah dan
pemerintah nasional.
Kebijakan Pelayanan Publik pada Era Otonomi Daerah
Paradigma kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang diatur
melaluiberbagai macam Peraturan Perundang-undangan, hakekatnya untuk mewujudkan
kepemerintahan yang baik. Konsep pemberian otonomi kepada daerah dan konsep
desentralisasi yang telah diuraikan diatas, mengandung pemahaman bahwa kebijakan
pelayanan publik di era otonomi daerah, adalah dalam kerangka terselenggaranya
kepemerintahan yang baik, yang diwujudkan melalui tanggung jawab dan kewajiban
daerahuntuk meningkatkan pelayanan publik untuk mensejahterakan masyarakat di
daerahnya. Otonomi daerah adalah “hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untukmengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakatsetempat…”. Daerah otonom selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Definisi tersebut dapat diartikan, bahwa otonomi daerah adalah hak,wewenang dan
kewajiban yang diberikan kepada kesatuan masyarakat hukum untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan untuk kepentingan mensejahterakan masyarakat. Pengertian kesatuan
masyarakat hukum dapat diartikan, sekelompok masyarakat yang melembaga yang
memilikitatanan hubungan, aturan, adat istiadat, kebiasaan dan tata cara untuk mengatur dan
menguruskehidupannya dalam batas wilayah tertentu. Dalam konteks Undang-undang nomor
32 tahun2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang diberi hak,wewenang dan kewajiban untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah dan selanjutnya disebut
Daerah.
Dengan demikian, penyelenggara otonomi daerah sebenarnya adalah perwujudan
darikesatuan masyarakat hukum, dan selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 32/2004
disebut Pemerintahan Daerah. Pemerintahan Daerah disini, mengandung dua pengertian;
yaitu dalamarti institusi adalah Pemerintah Daerah dan DPRD, dan dalam arti proses adalah
2012
kegiatan penyelenggaran pemerintahan daerah. Dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan daerah, Pemerintah Daerah dan DPRD seharusnya berorientasi pada
kepentingan masyarakat, danmengutamakan tanggungjawab dan kewajibannya untuk
mensejahterakan masyarakat, dengan memberikan dan/atau menyediakan pelayanan publik
sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Konsep otonomi daerah telah membuka sekat komunikasi, transparansi dan
akuntabilitas di dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Otonomi daerah memberikan
kesempatan luas kepada masyarakat untuk semakin memahami hak-haknya mendapatkan
pelayanan dari pemerintah daerah, termasuk peran dan hak-hak perempuan di dalam
mendapatkan akses pelayanan, kesetaraan perlakuan dan kesempatan luas untuk beraktivitas
diranah birokrasi publik.
Masyarakat semakin kritis dan berani untuk menyampaikan aspirasi dan melakukan
control terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah daerahnya. Harus diakui, pelaksanaan
otonomi daerah dewasa ini, dengan kekurangan dan kelebihannya belum berpengaruh
signifikan terhadap kehidupan masyarakat, terutama dalam proses memberdayakan
masyarakat (empowering) dan memberikan pendidikan politik (demokrasi). Dilihat dari
tujuan pemberian otonomi, kondisi dan perkembangan masyarakat yang dinamis tersebut,
memberikan sinyal peringatan bagi pemerintah daerah untuk bersikap arif. Dinamika
masyarakat tersebut, harus ditempatkan sebagai tantangan konstukrif yang harus disikapi
positif oleh para pemimpin/pengambil kebijakan dan jajaran aparatnya, di dalam memberikan
pelayanan publik yang sesuai harapan dan kebutuhan masyarakat.
Konsep kebijakan pelayanan publik yang dikemas melalui produk hukum dan/atau
kebijakan daerah, umumnya masih didasarkan pada pendekatan kekuasaan atau kewenangan
yang lebih mengedepankan kepentingan pemerintah daerah dan/atau birokrasi, dan belum
berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
Konsep kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah, pada hakekatnya ditujukan dan
berorientasi untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (citizen). Disisilain,
kebijakan pelayanan publik diarahkan guna memberdayakan (empowerment) staf dan
masyarakat, yang secara bersama-sama saling berinteraksi dalam mendukung meningkatnya
kualitas pelayanan. Bobot kebijakan pelayanan yang berorientasi pelayanan umum,
seharusnya untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat yang kurang mampu atau miskin
(marjinal), bukan mengutamakan hak-hak atau kepentingan kalangan yang berkemampuan
2012
atau pengusaha. Diperlukan keseimbangan mind set dari para penyelenggara pelayanan,
didalam menyikapi kepentingan masyarakat yang beragam kepentingan dan
kebutuhannya.“Keberhasilan pelaksanaan kebijakan pelayanan publik, dalam praktek sangat
ditentukan dan/atau tergantung pada kemauan dan komitmen dari pimpinan/top manager dan
jajaran pimpinan menengah dan bawah, serta aparat penyelenggara operasional pelayanan
umum “.
Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Sepuluh Prinsip pelayanan umum diatur dalam Keputusan Menteri
NegaraPemberdayaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman
UmumPenyelenggaraan Pelayanan Publik, kesepuluh prinsip tersebut adalah sebagai berikut;
(a)Kesederhanaan. Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan
mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan; (b) Kejelasan. Persyaratan teknis dan
adminsitratif pelayanan publik; Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab
dalammemberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/ sengketa dalam
pelaksanaanpelayanan publik; Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. (c)
Kepastian waktu. Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu
yangtelah ditentukan. (c) Akurasi. Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat
dansah. (d) Keamanan. Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan
kepastianhukum. (e) Tanggung jawab. Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau
pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan Penyelesaian
keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. (f) Kelengkapan sarana danprasarana
kerja, peralatan kerja dan pendudkung lainnya yang memadai termasuk penyediaansarana
teknologi telekomunikasi dan informatika (teletematika). (g) Kemudahan Akses.Tempat dan
lokasi sarana prasarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau olehmasyarakat dan
dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasi. (h) Kedisiplinan, kesopanan
dan Keramahan. Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopandan santun, ramah, serta
memberikan pelayanan dengan ikhlas. (i) Kenyamanan. Lingkungan pelayanan harus tertib,
teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapih, lingkungan yang indah dan
sehat, serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat
ibadah dan lainnya.
Untuk merealisasikan kesepuluh prinsip pelayanan umum tersebut tidak
mudah,karena terkait dengan kompleknya penyelenggaraan pelayanan umum, banyak faktor
2012
yang mempengaruhi pencapaian kinerja pelayanan yang optimal. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja pelayanan umum mencakup; aparatur pemerintah sebagai
penyelenggara (kualitas SDM); masyarakat atau pelanggan sebagai pengguna atau
penerimalayanan umum; Peraturan Perundang-undangan; mekanisme dan prosedur
penyelenggaraan pelayanan umum; sarana prasarana pendukung penyelenggaraan pelayanan;
kelembagaan dansumber pendanaan untuk kegiatan operasioanl pelayanan umum, dan yang
paling menentukanadalah komitmen top pimpinan daerah.
Upaya meningkatkan kinerja pelayanan umum akan mendapat hambatan, manakala
kita tidak memahami masalah-masalah yang ada pada masing-masing faktor yang
mempengaruhi tersebut, oleh karena itu diperlukan kemampuan untuk memadukan dan
mengintegrasikan masing-masing faktor tersebut.
Penyelengaraan pelayanan publik, dilakukan oleh penyelenggara pelayanan
publik,yaitu; penyelenggara Negara/pemerintah, penyelenggara perekonomian dan
pembangunan,lembaga independen yang dibentuk oleh pemerintah, badan usaha/badan
hukum yang diberiwewenang melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pelayanan publik,
badan usaha/badan hukum yang bekerjasama dan/atau dikontrak untuk melaksanakan
sebagaian tugas dan fungsi pelayanan publik. Dan masyarakat umum atau swasta yang
melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pelayanan publik yang tidak mampu
ditangani/dikelola oleh pemerintah/pemerintah daerah.
Pelayanan yang dibutuhkan Masyarakat
Pada dasarnya kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
dapatdikelompokkan ke dalam dua hal; (a) Kebutuhan dasar (basic needs) seperti
kesehatan,pendidikan, air, lingkungan, keamanan, sarana dan prasarana perhubungan dan
sebagainya; dan (b) Kebutuhan pengembangan sector unggulan (core competence)
masyarakat seperti pertanian, perkebunan, perdagangan, industri, dan sebagainya, sesuai
dengan potensi dan karakter daerahnya masing-masing. Dalam kontek otonomi, daerah harus
mempunyai kewenangan untuk mengatur danmengurus urusan-urusan yang berkaitan dengan
kedua kelompok kebutuhan diatas.Kebutuhan dasar (basic needs) adalah hampir sama di
seluruh daerah otonom di Indonesia, hanya gradasi kebutuhannya saja yang berbeda.
Sedangkan kebutuhan pengembangan sektorunggulan dan penduduk, sangat erat kaitannya
dengan potensi, karakter, pola pemanfaatan dan mata pencaharian penduduknya. Dengan
2012
demikian, yang membedakan jumlah, jenis urusan dan kewenangan antara daerah adalah,
urusan pilihan yang berkaitan kewenangan pengembangan sektor unggulan.
Esensi pemberian urusan dan kewenangan
Dari uraian diatas, terlihat bahwa esensi dari pemberian urusan dan kewenangan
pemerintahan kepada daerah berapapun luasnya, harus diterjemahkan menjadi kewenangan
untuk “melayani” sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sedangkan kebutuhan masyarakat
adalah pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs) dan kebutuhan pengembanan
sektorunggulan (core competence). Kewenangan dibutuhkan daerah untuk menjalankan
urusannya, guna memungkinkan daerah mampu menyediakan pelayanan pemenuhan
kebutuhan dasar dan pengembangan sektor unggulan. Dengan demikian, esensi otonomi riil
yang diberikan kepada daerah adalah kewenangan untuk memberikan pelayanan yang riil
dibutuhkan masyarakat. “Kata kunci otonomi daerah adalah adanya Urusan dan Kewenangan
Daerah dan Sumber Pembiayaannya untuk “melayani” masyarakatnya agar sejahtera”.
PENUTUP
Paradigma kebijakan publik di era otonomi daerah yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan, memberikan arah tejadinya perubahan atau pergeseran paradigm penyelenggaraan
pemerintahan, dari paradigma rule government bergeser menjadi paradigm good governance.
Pemerintah daerah dalam menjalankan monopoli pelayanan publik, sebagai regulator (rule
government) harus mengubah pola pikir dan kerjanya dan disesuaikan dengan tujuan
pemberian otonomi daerah, yaitu memberikan dan meningkatkan pelayananyang memuaskan
masyarakat. Untuk terwujudnya good governance, dalam menjalankan pelayanan publik,
Pemerintah Daerah juga harus memberikan kesempatan luas kepada wargadan masyarakat,
untuk mendapatkan akses pelayanan publik, berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan,
transparansi, akuntabilitas dan keadilan.
Beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik (khususnya dibidang perizinan
dan non perizinan) menjadi strategis, dan menjadi prioritas sebagai kunci masuk
untukmelaksanakan kepemerintahan yang baik di Indonesia. Salah satu pertimbangan
mengapa pelayanan publik menjadi strategis dan prioritas untuk ditangani adalah karena
buruknya penyelenggaraan pelayanan publik yang signifikan dengan buruknya
penyelenggaraan good governance. Dampak pelayanan publik yang buruk sangat dirasakan
oleh warga dan masyarakat luas dan menimbulkan ketidak puasan dan ketidak percayaan
2012
terhadap kinerja pelayanan pemerintah. Buruknya pelayanan publik, mengindikasikan kinerja
manajemen pemerintahan yang kurang baik.
Esensi pemberian urusan dan kewenangan pemerintahan kepada daerah berapapun
luasnya, harus diterjemahkan menjadi kewenangan untuk “melayani” sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat, berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhandasar (basic needs, dan pengembangan sektor unggulan (core competence) daerah,
untuk memenuhi kesejahteraannya. Kewenangan dibutuhkan daerah untuk menjalankan
urusannya, guna memungkinkan daerah mampu menyediakan pelayanan pemenuhan
kebutuhan dasar dan pengembangan sektor unggulan. Dengan demikian, esensi otonomi riil
yang diberikan kepada daerah adalah kewenangan untuk memberikan pelayanan yang riil
dibutuhkan masyarakat. Kata kunci otonomi daerah adalah adanya Kewenangan Daerah
untuk“melayani” masyarakatnya agar sejahtera. Dalam kontek pemberian otonomi dan
desentralisasi, esesensi distribusi urusan dan kewenangan adalah membagi tanggung jawab
pelayanan kepada masyarakat di daerah sesuai dengan susunan pemerintahan.
Pada hakekatnya, Kepala Daerah adalah lembaga politik, dan harus dipahami
sebagaiTop Pimpinan Daerah/Top Manager, keberadaannya dipilih oleh masyarakat
(konstituen)melalui proses politik pemilihan Kepala Daerah (Pemilihan Kepala Daerah) yang
diajukan oleh kereta Partai Politik. Oleh karenanya, kebijakan penyelenggaraan pelayanan
publik didaerah dalam prakteknya, dipengaruhi oleh komitmen politik dari Kepala Daerah
dan anggota DPRD. Komitmen politik disini dimaksudkan, bahwa Kepala Daerah sebagai
pimpinanPemeritah Daerah (eksekutif) yang ditugasi melaksanakan fungsi pelayanan publik
(perintahPerda dan/atau peraturan perundang-undangan), seharusnya memiliki komitmen dan
kemauan untuk menyelenggarakan pelayanan publik yang baik dan berorientasi pada
kepentingan konstituennya atau masyarakat masyarakat pemilihnya, untuk tujuan
mensejahterakan masyarakat.