ANALISIS NILAI TAMBAH DAN RISIKO RANTAI …eprints.ums.ac.id/76254/11/NASKAH PUBLIKASI-5...

19
ANALISIS NILAI TAMBAH DAN RISIKO RANTAI PASOK KERIPIK USUS AYAM (Studi Kasus : UKM Hikmah, Klaten) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Oleh : NUR ASHARI AINUN FITRI D 600 150 106 PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2019

Transcript of ANALISIS NILAI TAMBAH DAN RISIKO RANTAI …eprints.ums.ac.id/76254/11/NASKAH PUBLIKASI-5...

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN RISIKO RANTAI PASOK

KERIPIK USUS AYAM

(Studi Kasus : UKM Hikmah, Klaten)

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I

pada Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik

Oleh :

NUR ASHARI AINUN FITRI

D 600 150 106

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2019

i

HALAMAN PERSETUJUAN

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN RISIKO RANTAI PASOK

KERIPIK USUS AYAM

(Studi Kasus : UKM Hikmah, Klaten)

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh :

NUR ASHARI AINUN FITRI

D 600 150 106

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing

Ir. Hafidh Munawir S.T., M.Eng

NIK. 988

ii

HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN RISIKO RANTAI PASOK

KERIPIK USUS AYAM

(Studi Kasus : UKM Hikmah, Klaten)

OLEH

NUR ASHARI AINUN FITRI

D 600 150 106

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari ……………....

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji,

Hafidh Munawir, S.T., M.Eng (……………………………)

(Ketua Dewan Penguji)

Ida Nursanti, S.T., M.EngSc (……………………………)

(Anggota I Dewan Penguji)

Munajat Tri Nugroho, S.T., M.T., Ph.D (……………………………)

(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan

Ir. Sri Sunarjono, M.T., Ph.D

NIK. 682

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara

tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam penyataan di atas, maka

saya akan pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, Juli 2019

Penulis

NUR ASHARI AINUN FITRI

D 600 150 106

1

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN RISIKO RANTAI PASOK

KERIPIK USUS AYAM

(Studi Kasus : UKM “Hikmah” Klaten)

Abstrak

Meningkatnya pemenuhan kecukupan nilai gizi berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi daging

ayam sehingga meninggalkan karkas ayam dalam jumlah yang banyak. Karkas ayam memiliki nilai

yang tergolong rendah karena dianggap sebagai sampah meskipun di dalamnya terdapat kandungan

gizi yang cukup potensial. Diketahui UKM Hikmah dalam menjalankan usahanya menjalin mitra

dengan pengepul dan beberapa retailer dimana dalam aktivitas jaringan rantai pasok tersebut

mengalami beberapa kendala yang mempengaruhi besaran nilai tambah dan berdampak pada

kerugian yang dialami oleh masing-masing anggota rantai pasok sehingga perlu dilakukan analisis

nilai tambah menggunakan metode Hayami untuk mengetahui besaran nilai tambah dan analisis risiko

rantai pasokan menggunakan metode Analytical Network Process (ANP) dan Failure Mode Effect

Analysis (FMEA) terintegrasi untuk mengetahui risiko yang terjadi. Nilai tambah terbesar pada mata

rantai pengepul dengan persentase 52% sedangkan nilai tambah terkecil pada mata rantai retailer

dengan persentase 10%. Terdapat 3 strategi mitigasi risiko yang dapat diterapkan untuk mengurangi

faktor risiko tinggi pada rantai pasok secara keseluruhan meliputi faktor risiko pasar dan risiko mutu.

Kata Kunci : Rantai Pasok, Nilai Tambah, Hayami, Risiko, ANP, FMEA

Abstract

Increasing the fulfillment of adequate nutritional value has an effect on increasing consumption of

chicken meat, leaving large quantities of chicken carcass. Chicken carcasses have a relatively low

value because they are considered as waste even though there are potential nutrients. It is known that

UKM Hikmah in running its business establishes partnerships with collectors and several retailers

where in the supply chain network activities experience several obstacles that affect the amount of

value added and have an impact on the losses experienced by each supply chain member so value-

added analysis needs to be done using the Hayami method to find out the value added value and

supply chain risk analysis using the Analytical Network Process (ANP) and Failure Mode Effect

Analysis (FMEA) methods to determine the risks that occur. The biggest added value in the supplier

chain is 52%, while the smallest added value is at the retailer chain with a percentage of 10%. There

are 3 risk mitigation strategies that can be applied to reduce high risk factors in the supply chain as a

whole including market risk factors and quality risk.

Keywords: Supply Chain, Value Added, Hayami, Risk, ANP, FMEA

2

1. PENDAHULUAN

Pertumbuhan populasi di Indonesia berbanding lurus dengan meningkatnya pemenuhan kecukupan

nilai gizi yang berpengaruh terhadap peningkatan bahan pangan nabati dan hewani. Bahan pangan

hewani yang memberikan kontribusi sangat besar adalah ayam. Peningkatan konsumsi daging ayam

meninggalkan karkas ayam atau jeroan dalam jumlah yang banyak. Karkas ayam memiliki nilai yang

tergolong rendah karena bagi sebagian orang dianggap sebagai sampah meskipun di dalamnya

terdapat kandungan gizi yang cukup potensial. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan karkas ayam

menjadi bahan makanan dalam rangka untuk meningkatkan nilai tambah dan mengurangi limbah

jagal hewan yang berpotensi menjadi sarang penyakit. Karkas ayam yang bisa dijadikan bahan

makanan salah satunya adalah bagian usus. Peningkatan nilai tambah usus ayam dapat dilakukan

dengan cara membuat makanan olahan berupa keripik usus ayam.

UKM Hikmah merupakan salah satu usaha kecil yang bergerak dalam bidang pembuatan bahan

makanan olahan berupa keripik usus ayam. UKM Hikmah dalam menjalankan usahanya menjalin

mitra dengan pengepul dan beberapa retailer sehingga membentuk suatu jaringan rantai pasok.

Aktivitas yang terjadi di dalam jaringan rantai pasok tersebut memiliki beberapa kendala antara lain

keterlambatan bahan baku dari pengepul, banyaknya bahan baku yang tidak lolos dalam proses

penyortiran, dan pengembalian barang (return) dari retailer. Adanya kendala-kendala tersebut secara

langsung mempengaruhi besaran nilai tambah dan berdampak pada kerugian yang dialami oleh

masing-masing anggota rantai pasok. Berdasarkan kondisi yang telah diuraikan maka dilakukan

analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami untuk mengetahui besaran nilai tambah yang

diperoleh dari usaha keripik usus dan analisis risiko rantai pasokan menggunakan metode Analytical

Network Process (ANP) dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) terintegrasi untuk mengetahui

risiko yang terjadi sehingga risiko pada usaha keripik usus dapat dikurangi.

2. METODE

Penelitian dilaksanakan di UKM Keripik Usus Ayam Hikmah yang beralamatkan di Desa Djanjir,

Kelurahan Sidowayah, Kecamatan Polanharjo, Klaten dengan melibatkan pengepul dan retailer. Data

dikumpulkan secara langsung melalui pengamatan dan wawancara, dan tidak secara langsung dengan

menyebarkan kuesioner.

Perhitungan nilai tambah dilakukan dengan mengumpulkan data input mencakup jumlah bahan

baku, jumlah bahan penunjang, biaya, dan upah tenaga kerja, data output mencakup jumlah keripik

usus, dan harga keripik usus. Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah menggunakan metode

Hayami yang diperoleh dari selisih antara nilai produk dengan nilai bahan baku dan nilai bahan

3

penunjang (Sundari, 2017). Maka akan diketahui besarnya nilai tambah yang diperoleh pada masing-

masing anggota rantai pasok usaha keripik usus ayam.

Perhitungan risiko dilakukan dengan mengidentifikasi risiko yang terjadi pada masing-masing

anggota rantai pasok. Pengolahan risiko menggunakan metode Analytical Network Process (ANP)

yang dilakukan dengan bantuan software Super Decisions 3.6.0 guna mendapatkan risiko dengan

prioritas tertinggi yang didasarkan atas adanya hubungan saling keterkaitan antar sub-kriteria dan

kriteria. Tahapan pertama adalah membuat struktur permasalahan berupa kerangka ANP, kemudian

memberikan nilai keterkaitan pada tahap perbandingan berpasangan antar sub-kriteria sesuai dengan

skala ANP berdasarkan kuesioner yang telah diisi oleh ahli. Hasil perbandingan berpasangan akan

diuji konsistensi dengan batasan yang telah ditentukan, jika hasil di bawah batasan maka penelitian

dilanjutkan dengan perhitungan supermatriks tidak terbobot (unweighted), supermatriks terbobot

(weighted), dan supermatriks batas (limit). Output yang dihasilkan berupa bobot prioritas ANP (Saaty,

2008).

Selanjutnya dilakukan analisis risiko menggunakan metode Failure Mode Effect Analysis

(FMEA) dengan indikator besarnya tingkat dampak yang ditimbulkan, frekuensi kejadian, dan

deteksi penyebab kejadian. Masing-masing indikator diberikan nilai sesuai skala FMEA berdasarkan

kuesioner dari masing-masing anggota rantai pasok. Hasil pengolahan FMEA berupa Risk Priority

Number (RPN) yang diperoleh dari perkalian indikator tersebut (Curkovic, 2013). Tahap evaluasi

dilakukan dengan mengintegrasikan ANP dan FMEA dengan mengalikan bobot prioritas ANP dan

RPN masing-masing sub-kriteria sehingga diperoleh WRPN atau RPN terbobot (Aini, 2014). WRPN

diurutkan mulai dari nilai terbesar hingga terkecil untuk mengetahui risiko yang harus diprioritaskan

dan perlu untuk dilakukan mitigasi risiko.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan mengenai besaran nilai tambah masing-masing anggota rantai pasok berdasarkan hasil

pengolahan data yang diperoleh dari kuesioner dan identifikasi risiko, analisis risiko, serta evaluasi

risiko pada masing-masing anggota rantai pasok berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh

dari kuesioner dan wawancara untuk dilakukan mitigasi risiko.

3.1 Analisis Nilai Tambah Hayami

1) Nilai Tambah Mata Rantai Pengepul

Pengepul sebagai mata rantai yang berfungsi untuk memasok bahan baku ke produsen.

Terdapat satu pengepul yang memasok bahan baku kepada produsen. Hasil perhitungan nilai

tambah mata rantai pengepul dijelaskan pada tabel 1.

4

Tabel 1. Perhitungan Nilai Tambah Mata Rantai Pengepul

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa dalam sekali proses, pengepul dapat mengumpulkan

bahan baku sebanyak 180 kg/per proses dan menghasilkan usus setengah matang sebanyak 170

kg/per proses. Nilai faktor konversi sebesar 0,944 berarti bahwa setiap Rp 1 harga input usus

ayam mentah menghasilkan output senilai 0,944 dalam bentuk rupiah. Jumlah tenaga kerja

sebanyak 3 orang dimana waktu kerjanya adalah 5 jam per hari dengan upah rata-rata sebesar

Rp 9.000 per jam. Nilai tambah untuk setiap kilogram usus ayam adalah Rp 5.905,56 dengan

persentase sebesar 52%, yang berarti setiap Rp 100 dari output terdapat nilai tambah sebesar

Rp 52 bagi pengepul. Nilai imbalan yang diperoleh pekerja per kilogram pengumpulan bahan

baku sebesar Rp 750. Persentase tingkat keuntungan sebesar 87%

2. Nilai Tambah Mata Rantai Produsen

Produsen merupakan mata rantai utama dalam pengolahan bahan baku usus ayam

menjadi produk makanan olahan berupa keripik usus ayam. Hasil perhitungan nilai tambah

mata rantai produsen dijelaskan pada tabel 2.

5

Tabel 2. Perhitungan Nilai Tambah Mata Rantai Produsen

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa dalam sekali proses produsen membutuhkan usus

ayam setengah matang sebanyak 170 kg/per proses dan menghasilkan produk keripik usus

sebanyak 154 kg/per proses yang terbagi menjadi dua jenis yaitu kemasan besar dan kemasan

kecil. Nilai faktor konversi sebesar 0,90 dan 0,9091 berarti bahwa setiap Rp 1 harga input usus

ayam setangah matang akan menghasilkan output senilai 0,90 dan 0,9091 dalam bentuk rupiah.

Jumlah tenaga kerja sebanyak 14 yang terdiri dari 1 orang bagian pencucian, 3 orang bagian

penggorengan, dan 10 orang bagian pengemasan dimana masing-masing waktu kerjanya adalah

8 jam per hari dengan upah rata-rata sebesar Rp 11.333,33 per jam untuk kemasan besar dan

Rp 7.753,33 per jam untuk ukuran kemasan kecil. Nilai tambah setiap kilogram keripik usus

ayam adalah Rp 22.182,97 dengan persentase sebesar 49% untuk kemasan besar dan Rp

23.526,84 dengan persentase sebesar 46% untuk kemasan kecil, yang berarti setiap Rp 100 dari

output terdapat nilai tambah sebesar Rp 49 dan Rp 46 bagi produsen. Nilai imbalan yang

diperoleh pekerja per kilogram pengolahan keripik usus ayam sebesar Rp 7.555,56 untuk

6

kemasan besar dan Rp 7.330,42 untuk kemasan kecil. Persentase tingkat keuntungan sebesar

66% untuk kemasan besar dan 69% untuk kemasan kecil.

3. Nilai Tambah Mata Rantai Retailer

Retailer merupakan mata rantai terakhir dalam pengolahan bahan baku usus ayam

menjadi produk makanan olahan berupa keripik usus ayam. Produk keripik usus ayam

didistribusikan ke sejumlah kios yang tersebar di beberapa pasar sekitar Klaten dan Palur. Hasil

perhitungan nilai tambah mata rantai retailer dijelaskan pada tabel 3.

Tabel 3. Perhitungan Nilai Tambah Mata Rantai Retailer

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa retailer mampu menjual keripik usus ayam kemasan

besar sebanyak 54 kg/hari dan kemasan kecil sebanyak 100 kg/hari. Nilai faktor konversi

sebesar 1 berarti bahwa setiap Rp 1 harga input akan menghasilkan output senilai 1 dalam

bentuk rupiah. Jumlah rata-rata tenaga kerja tiap retailer sebanyak 2 orang untuk toko yang

menjual kemasan besar dengan waktu kerja selama 8 jam per hari dan 1 orang untuk kios yang

menjual kemasan kecil dengan waktu kerja selama 8,54 jam per hari. Upah rata-rata tenaga

kerja di toko yang menjual kemasan besar adalah Rp 82,05 per jam sedangkan upah rata-rata

7

tenaga kerja di toko yang menjual kemasan kecil adalah Rp 48,75 per jam. Nilai tambah setiap

kilogram keripik usus ayam adalah Rp 8.333,33 dengan persentase sebesar 14% untuk kemasan

besar dan Rp 6.250,00 dengan persentase sebesar 10% untuk kemasan kecil, yang berarti setiap

Rp 100 dari output terdapat nilai tambah sebesar Rp 14 dan Rp 10 bagi retailer. Nilai imbalan

yang diperoleh pekerja per kilogram pada penjualan keripik usus ayam sebesar Rp 85,49 untuk

kemasan besar dan Rp 49,19 untuk kemasan kecil. Persentase tingkat keuntungan sebesar 99%

untuk kemasan besar dan kemasan kecil.

Perhitungan nilai tambah masing-masing mata rantai direpresentasikan dalam bentuk grafik

perbandingan nilai tambah pada gambar 1.

Gambar 1 Grafik Perbandingan Nilai Tambah Tiap Mata Rantai

Berdasarkan gambar 1 diketahui bahwa nilai tambah terbesar terdapat pada mata rantai

produsen untuk produk kemasan besar dengan persentase nilai tambah sebesar 45% dan produk

kemasan kecil sebesar 42%, nilai tambah pada mata rantai pengepul sebesar 34%, dan nilai tambah

terkecil terdapat pada mata rantai retailer dengan persentase sebesar 14% untuk produk kemasan

besar dan 10% untuk produk kemasan kecil.

3.2 Analisis Risiko Analytical Network Process (ANP) dan Failure Mode Effect Analysis

(FMEA)

1) Identifikasi Risiko

Teridentifikasi risiko umum yang terjadi pada rantai pasok keripik usus ayam yang

dikelompokkan ke dalam 6 kategori faktor risiko yaitu risiko mutu, risiko pasokan, risiko pasar,

risiko lingkungan, risiko produksi, dan risiko kemitraan. Identifikasi risiko pada keseluruhan

rantai pasok keripik usus ayam dapat dilihat pada tabel 4.

52% 49% 46%

14%10%

0%

20%

40%

60%

Pengepul Produsen

(Besar)

Produsen

(Kecil)

Retailer

(Besar)

Retailer

(Kecil)

Rasio Nilai Tambah Rantai Pasok Keripik Usus

Ayam

8

Tabel 4. Identifikasi Risiko Rantai Pasok Keripik Usus Ayam

a. Rekonstruksi Kerangka ANP

Kerangka ANP terdiri dari 6 cluster atau kriteria yang menunjukkan kategori faktor

risiko. Setiap cluster berisi kejadian risiko yang disebut dengan node atau sub-kriteria.

b. Matriks Perbandingan Berpasangan (Pairwise Comparison)

Matriks perbandingan berpasangan diperoleh dari hasil perbandingan tingkat pengaruh

antara satu sub-kriteria dengan sub-kriteria yang lain. Penilaian menggunakan skala

bersifat numerik sesuai ketentuan dalam skala perbandingan berpasangan ANP.

c. Rasio Konsistensi

Matriks perbandingan berpasangan dapat dikatakan konsisten apabila nilai CR ≤

0,1. Berdasarkan hasil perbandingan berpasangan diperoleh rasio konsistensi kriteria

kemitraan sebesar 0,04217, lingkungan 0,04235, mutu 0,01298, pasar 0,02703, pasokan

0,02964, dan produksi 0,08329 yang berarti seluruh kriteria memiliki rasio konsistensi

kurang dari 0,1 sehingga dapat dikatakan bahwa hasilnya adalah konsisten.

9

d. Supermatriks

Unweighted Supermatrix menunjukkan adanya hubungan pengaruh dan besaran

pengaruh antar sub-kriteria. Nilai setiap kriteria jika dijumlahkan akan bernilai 1 pada

unweighted supermatrix.

Weighted Supermatrix diperoleh dari hasil perkalian antara unweighted supermatrix

dengan bobot pengaruh tiap kriteria. Cell limit matrix setiap baris bernilai sama atau

konvergen, diperoleh dari nilai cell pada unweighted supermatrix dipangkatkan dengan

nilai masing-masing cell itu sendiri. Nilai cell pada limiting supermatrix adalah hasil

perhitungan metode Analytical Network Process dengan output berupa bobot prioritas (.

e. Prioritas

Sub-kriteria dengan bobot tertinggi mendapatkan prioritas tertinggi, sedangkan

sub-kriteria dengan bobot terendah menjadi pertimbangan terakhir oleh pemilik usaha.

Supplier

Supplier memiliki 7 sub-kriteria atau kejadian risiko yang dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Nilai Priority ANP Risiko pada Supplier

Produsen

Produsen memiliki 11 sub-kriteria atau kejadian risiko yang dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Nilai Priority ANP Risiko pada Produsen

10

Retailer

Retailer memiliki 9 sub-kriteria atau kejadian risiko yang dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Nilai Priority ANP Risiko pada Retailer

2) Analisis Risiko

Tahap analisis dilakukan menggunakan metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA).

Nilai komponen severity, occurance, dan detection didapatkan dari hasil kuesioner oleh anggota

rantai pasok. Masing-masing nilai kemudian dikalikan maka dihasilkan nilai Risk Priority

Number (RPN).

Supplier

Setiap risiko dianalisis tingkat keparahan risiko, frekuensi terjadinya risiko, dan deteksi

penyebab terjadinya risiko dengan skala 1 sampai 9. Hasil dari RPN pada supplier dapat dilihat

pada tabel 8.

Tabel 8. Risk Priority Number (RPN) FMEA pada Supplier

Produsen

Setiap risiko dianalisis tingkat keparahan risiko, frekuensi terjadinya risiko, dan deteksi

penyebab terjadinya risiko dengan skala 1 sampai 9. Hasil dari RPN pada produsen dapat

dilihat pada tabel 9.

11

Tabel 9. Risk Priority Number (RPN) FMEA pada Produsen

Retailer

Setiap risiko dianalisis tingkat keparahan risiko, frekuensi terjadinya risiko, dan deteksi

penyebab terjadinya risiko dengan skala 1 sampai 9. Hasil dari RPN pada retailer dapat dilihat

pada tabel 10.

Tabel 10. Risk Priority Number (RPN) FMEA pada Retailer

3) Evaluasi Risiko

Evaluasi risiko dilakukan dengan menghitung Weighted Risk Priority Number (WRPN)

yaitu bobot atau nilai priority ANP dikalikan dengan nilai RPN FMEA.

Supplier

Hasil perhitungan nilai WRPN ditampilkan dalam bentuk diagram pareto pada gambar 2.

12

Gambar 2. Diagram Pareto Faktor Risiko Supplier

Berdasarkan diagram pareto pada gambar 2 dapat diketahui persentase WRPN yang

paling dominan pada supplier dengan melihat nilai kumulatifnya. Faktor risiko dominan adalah

faktor pasar, faktor produksi, faktor lingkungan, dan faktor pasokan.

Produsen

Hasil perhitungan nilai WRPN ditampilkan dalam bentuk diagram pareto pada gambar 3.

Gambar 3. Diagram Pareto Faktor Risiko Produsen

Berdasarkan diagram pareto pada gambar 3 dapat diketahui persentase WRPN yang

paling dominan pada produsen dengan melihat nilai kumulatifnya. Faktor risiko dominan

adalah faktor pasar, faktor produksi, dan faktor lingkungan.

Retailer

Hasil perhitungan nilai WRPN ditampilkan dalam bentuk diagram pareto pada gambar 4.

0%

20%

40%

60%

80%

100%

0

4

8

12

16

20

24

28

Pasar Produksi Lingkungan Pasokan Mutu Kemitraan

Diagram Pareto Risiko pada Supplier

WRPN Kumulatif

0%

20%

40%

60%

80%

100%

0

10

20

30

40

Pasar Produksi Lingkungan Pasokan Mutu Kemitraan

Diagram Pareto Risiko pada Produsen

WRPN Kumulatif

13

Gambar 4. Diagram Pareto Faktor Risiko Retailer

Berdasarkan diagram pareto pada gambar 4 dapat diketahui persentase WRPN yang

paling dominan pada retailer dengan melihat nilai kumulatifnya. Faktor risiko dominan adalah

faktor mutu, faktor pasokan, dan faktor lingkungan.

4) Mitigasi Risiko

Tindakan yang dibutuhkan terhadap faktor risiko tinggi adalah mitigasi risiko, yang dilakukan

dengan menguraikan masing-masing faktor risiko tinggi.

Supplier

Risiko yang termasuk dalam kategori risiko dominan yang terjadi pada supplier yaitu biaya

simpan tinggi dan permintaan tidak pasti.

Biaya simpan tinggi

Risiko Pasar

Permintaan tidak

pasti

Produsen

menyesuaikan

pesanan

Jumlah pesanan tidak

tetap

Lamanya

penyimpanan

Kapasitas produksi

terbatas

Kebutuhan produsen

sulit diprediksi

Gambar 5. Current Reality Tree (CRT) Faktor Pasar pada Supplier

Berdasarkan gambar 5, maka langkah mitigasi yang dapat dilakukan yaitu menjalin

kemitraan baru dengan beberapa penjual pasar untuk memasok bahan baku agar penyimpanan

dapat dikurangi. Selain itu, keduanya dapat membuat kesepakatan kapasitas pemesanan per

harinya.

0%

20%

40%

60%

80%

100%

0

6

12

18

24

30

36

Mutu Pasokan Lingkungan Pasar Kemitraan Produksi

Diagram Pareto Risiko pada Retailer

WRPN Kumulatif

14

Produsen

Risiko yang termasuk dalam kategori risiko dominan yang terjadi pada produsen, yaitu retur

produk, ketidaksesuaian standar produk, harga bahan baku tidak tentu, dan harga bahan baku

lain fluktuatif.

Retur produk

Risiko Pasar

Ketidaksesuaian

standar produk

Harga bahan baku

tidak tentu

Harga bahan lain

fluktuatif

Produk rusak Kemasan rusak Perbedaan berat

Tidak dilakukan

penimbangan

Jumlah pasokan tidak

tentu

Ketersediaan bahan

lain tidak tentu

Jumlah pasokan

sulit diprediksi

Pengepul tidak

memenuhi

pesanan

Pendistribusian

kurang hati-hati

Tidak

dilakukan

inspeksi

Kondisi pasar

Gambar 6. Current Reality Tree (CRT) Faktor Pasar pada Produsen

Berdasarkan gambar 6, maka langkah mitigasi yang dapat diberikan antara lain

menerapkan quality control pada setiap kemasan dengan pengecekan kerapatan pada lem

perekat untuk kemasan custom, memastikan tali pengikat tidak kendur pada kemasan besar, dan

pengecekan kemasan terluar telah dilipat dan distaples pada kemasan kecil, menetapkan standar

berat produk pada kemasan kecil, dan melakukan pengambilan bahan baku secara langsung ke

tempat jagal hewan tanpa melalui pengepul.

Retailer

Risiko yang termasuk dalam kategori risiko dominan yang terjadi pada retailer yaitu tekstur

produk keras, perubahan rasa produk, dan produk melempem.

Risiko Mutu

Tekstur produk kerasPerubahan rasa

produkProduk melempem

Banyak

mengandung

tepung

Tekstur bahan

baku berubah

Kesalahan

takaran

Kualitas kurang

bagus

Penyimpanan

terlalu lama

Produk hampir

expired

Ketidaksesuaian

komposisi

Kemasan kurang

rapat

Penyimpanan

kurang tepat

Tidak dilakukan

pengecekan

Pekerja salah

menakar

Gambar 7. Current Reality Tree (CRT) Faktor Mutu pada Retailer

15

Berdasarkan gambar 7, maka langkah mitigasi yang dapat dilakukan antara lain membuat

kesepakatan dengan produsen untuk retur produk, menghindari menyimpan produk di lantai,

menyimpan produk pada rak atau etalase, dan meningkatkan pengendalian kualitas dengan cara

melakukan pengecekan kemasan.

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian nilai tambah dan risiko maka diperoleh kesimpulan antara lain:

a. Persentase nilai tambah terbesar adalah pada mata rantai pengepul 52% sedangkan persentase

nilai tambah terkecil adalah pada mata rantai retailer untuk produk kemasan kecil sebesar 10%.

b. Faktor risiko tinggi rantai pasok secara keseluruhan meliputi faktor risiko pasar dan risiko mutu.

c. Terdapat 3 strategi mitigasi risiko yang dapat dilakukan oleh anggota rantai pasok mencakup

faktor risiko pasar dan risiko mutu.

4.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian mendatang antara lain:

a. Sebaiknya penelitian pengolahan nilai tambah berikutnya memperhitungkan biaya listrik.

b. Penelitian selanjutnya diharapkan melakukan identifikasi risiko pada faktor-faktor lain.

c. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menerapkan mitigasi risiko sehingga terdapat

perbandingan antara keadaan sebelum dilakukan mitigasi dan setelah dilakukan mitigasi risiko.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, H., Syamsun, M., dan Setiawan, A. 2014. “Risiko Rantai Pasok Kakao di Indonesia dengan

Metode Analytical Network Process dan Failure Mode Effect Analysis Terintegrasi”. Jurnal

Manajemen dan Agribisnis Institut Pertanian Bandung. Vol.11 No.3.

Curkovic, S., T. Scannel, and B. Wagner. 2013. “Using FMEA for Supply Chain Risk Management”.

Modern Management Science & Engineering. Vol.1 No.2.

Saaty, T. L. 2008. “The Analytic Hierarchy and Analytic Network Measurement Processes

Applications to Decisions Under Risk”. European Journal of Pure and Applied Mathematics.

Vol.1 No.1:122-196.

Sundari, R.S., Kusmayadi A., dan Umbara, D.S. 2017. “Komparasi Nilai Tambah Agroindustri Abon

Ikan Lele dan Ikan Patin di Tasikmalaya”. Jurnal Pertanian Agros. Vol. 19 No.1:45-54.