ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PROFITABILITAS USAHA … · 10 Mesin pengering 59 11 Mesin perajang 59 12...

72
ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PROFITABILITAS USAHA TEPUNG MOCAF PADA KELOMPOK TANI SETIA DI KABUPATEN BOGOR MEITRI AMALIA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Transcript of ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PROFITABILITAS USAHA … · 10 Mesin pengering 59 11 Mesin perajang 59 12...

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PROFITABILITAS USAHA

TEPUNG MOCAF PADA KELOMPOK TANI SETIA DI

KABUPATEN BOGOR

MEITRI AMALIA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Nilai Tambah dan

Profitabilitas Usaha Tepung Mocaf pada Kelompok Tani Setia di Kabupaten Bogor

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Meitri Amalia

NIM H34120115

iv

ABSTRAK

MEITRI AMALIA. Analisis Nilai Tambah dan Profitabilitas Usaha Tepung

Mocaf pada Kelompok Tani Setia di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh JUNIAR

ATMAKUSUMA.

Nilai ubi kayu akan meningkat bila diolah lebih lanjut menjadi berbagai

bahan pangan, salah satunya dengan mengolah ubi kayu menjadi tepung mocaf.

Salah satu usaha pengolahan tepung mocaf yang ada di Kabupaten Bogor adalah

Kelompok Tani Setia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya nilai

tambah dan profitabilitas yang diperoleh dari pengolahan ubi kayu menjadi tepung

mocaf berdasarkan perbedaan proses pengeringan. Analisis nilai tambah

menggunakan metode Hayami sedangkan analisis profitabilitas usaha dengan

perhitungan titik impas (BEP), Marginal Income Ratio (MIR) dan Marginal of

Safety (MOS) yang terlebih dahulu mengidentifikasi komponen penerimaan dan

pengeluaran atau biaya berdasarkan aktivitas usaha. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa usaha pengolahan tepung mocaf Kelompok Tani Setia dapat memberikan

nilai tambah dan keuntungan bagi perusahaan dengan proses pengeringan alami.

Kata kunci: metode Hayami, MIR, MOS, proses pengeringan, ubi kayu

ABSTRACT

MEITRI AMALIA. Value Added and Profitability Analysis of Modified Cassava

Flour Enterprises on Setia Farmers Group in Kabupaten Bogor. Supervised by

JUNIAR ATMAKUSUMA.

The value of cassava will be increased if it is processed to other varieties of

food such as mocaf. One of mocaf processing enterprises in Kabupaten Bogor is

Setia Farmers Group. The aim of this research is to analyze the amount of the

value added and profitability gained from the processing of the cassava to mocaf

based on the differences of drying process. The value added data analysis uses

Hayami method while business profitability uses the calculation of break even

point (BEP), Marginal Income Rate (MIR) and Marginal of Safety (MOS) by

identifying the components between the revenue and expenditure or costs based

on business activities. The research result showed that the mocaf processing

enterprises in Setia Farmer Group can provide value added and profit for the

company with natural drying process.

Keywords: cassava, drying process, Hayami method, MIR, MOS

v

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PROFITABILITAS USAHA

TEPUNG MOCAF PADA KELOMPOK TANI SETIA DI

KABUPATEN BOGOR

MEITRI AMALIA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

ii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai April 2016

ini ialah nilai tambah dan profitabilitas, dengan judul Analisis Nilai Tambah dan

Profitabilitas Usaha Tepung Mocaf pada Kelompok Tani Setia di Kabupaten

Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Juniar Atmakusuma MS selaku

dosen pembimbing skripsi, Bapak Rahmat Yanuar SP MM selaku dosen penguji

utama, Ibu Etriya SP MM selaku dosen penguji Komisi Pendidikan dan Ibu Dr Ir

Ratna Winandi MS selaku dosen pembimbing akademik. Di samping itu,

penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ujang selaku Ketua Kelompok

Tani Setia beserta istrinya, yang telah membantu selama pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada papa, mama, teman teman

Agribisnis 49, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih

sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2016

Meitri Amalia

iii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Analisis Nilai Tambah 6

Analisis Profitabilitas 7

Produk Bersama dan Produk Sampingan 9

KERANGKA PEMIKIRAN 9

Kerangka Pemikiran Teoritis 9

Kerangka Pemikiran Operasional 16

METODE PENELITIAN 18

Lokasi dan Waktu Penelitian 18

Metode Penentuan Sampel 18

Jenis dan Sumber Data 18

Metode Pengolahan dan Analisis Data 20

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 22

Gambaran Umum Kelompok Tani Setia 22

Gambaran Umum Usaha Tepung Mocaf pada Kelompok Tani Setia 24

HASIL DAN PEMBAHASAN 31

Analisis Nilai Tambah 31

Penerimaan Usaha Pengolahan Tepung Mocaf 36

Struktur Biaya 37

Analisis Profitabilitas 41

Implikasi Kebijakan 45

SIMPULAN DAN SARAN 49

Simpulan 49

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 53

iv

DAFTAR TABEL

1 Luas panen, produksi, produktivitas ubi kayu di Indonesia 1

2 Luas panen, produksi, dan produktivitas ubi kayu di Jawa Barat 1

3 Luas panen, produksi, dan produktivitas ubi kayu di Kabupaten Bogor 2

4 Harga produsen pedesaan beberapa tanaman pangan di Kabupaten Bogor 2

5 Harga beberapa jenis tepung di Kabupaten Bogor 4

6 Jenis dan sumber data 18

7 Metode hayami 20

8 Mesin dan peralatan usaha pengolahan tepung mocaf Kelompok Tani Setia 26

9 Sumbangan input lain pada proses pengeringan alami 33

10 Sumbangan input lain pada proses pengeringan mesin 33

11 Perhitungan nilai tambah tepung mocaf Kelompok Tani Setia 35

12 Biaya tetap usaha pengolahan tepung mocaf Kelompok Tani Setia 38

13 Biaya variabel usaha pengolahan tepung mocaf Kelompok Tani Setia 39

14 Total biaya usaha pengolahan tepung mocaf Kelompok Tani Setia 41

15 Perbandingan titik impas dengan kondisi aktual usaha pengolahan tepung

mocaf dengan proses pengeringan alami 42

16 Nilai tambah usaha pengolahan tepung mocaf Kelompok Tani Setia pada 47

ketiga skenario

17 Perhitungan usaha pengolahan tepung mocaf Kelompok Tani Setia pada 48

ketiga skenario usaha

DAFTAR GAMBAR

1 Titik impas, laba, dan volume penjualan 15

2 Kerangka pemikiran operasional 17

3 Struktur organisasi Kelompok Tani Setia 23

4 Alur proses produksi tepung mocaf 29

5 Titik impas tepung mocaf dengan proses pengeringan sinar matahari 43

6 Produk tepung mocaf 58

7 Produk sampingan berupa aci 58

8 Spinner 59

9 Dish mill 59

10 Mesin pengering 59

11 Mesin perajang 59

12 Sealer dan timbangan digital 59

13 Chips kering 59

14 Ubi kayu yang telah dicuci 59

v

DAFTAR LAMPIRAN

1 Upah tenaga kerja dengan proses pengeringan sinar matahari 53

2 Upah tenaga kerja dengan proses pengeringan mesin 53

3 Perhitungan rasio bersama dengan metode satuan fisik untuk penyusutan

motor roda 3 53

4 Uraian jam tenaga kerja dengan proses pengeringan sinar matahari 54

5 Uraian jam tenaga kerja dengan proses pengeringan mesin 54

6 Penyusutan investasi dan peralatan pada proses pengeringan sinar matahari 55

7 Penyusutan investasi dan peralatan pada proses pengeringan mesin 56

8 Biaya variabel pada proses pengeringan sinar matahari 57

9 Biaya variabel pada proses pengeringan mesin 57

10 Penerimaan usaha pengolahan tepung mocaf pada ketiga skenario 57

11 Total biaya usaha pengolahan tepung mocaf pada ketiga skenario 58

12 Dokumentasi 58

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas

(Ton/Ha)

2011 103 244 2 058 785 19.94

2012 100 159 2 131 123 21.27

2013 95 505 2 138 532 22.39

2014 93 921 2 250 024 23.95

2015 83 930 2 020 214 24.07

Laju Pertumbuhan (%) -4.97 -1.15 4.84 Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ubi kayu adalah salah satu komoditas tanaman pangan unggulan yang ada

di Indonesia. Ubi kayu menempati posisi kedua sebagai tanaman pangan dengan

total produksi terbanyak jika dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya

dengan total produksi sebanyak 22 906 118 ton (BPS 2015). Jika dilihat dari

perkembangan budidaya ubi kayu mulai tahun 2011 hingga tahun 2015, laju

pertumbuhan produksi dan luas panen ubi kayu di Indonesia mengalami

penurunan. Namun, laju pertumbuhan produktivitas ubi kayu justru mengalami

peningkatan sebesar 3.60 persen per tahun (Tabel 1).

Tabel 1 Luas panen, produksi, produktivitas ubi kayu di Indonesia tahun

2011-2015

Penurunan luas panen dan produksi ubi kayu juga dialami oleh beberapa

daerah sentra penghasil ubi kayu di Indonesia, salah satunya adalah Jawa Barat.

Tabel 2 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan luas panen dan produksi ubi kayu

di Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 4.97 persen dan 1.15 persen per

tahunnya. Namun, penurunan produksi ubi kayu yang lebih kecil dibanding luas

panennya menyebabkan produktivitasnya justru mengalami peningkatan sebesar

4.84 per tahun.

Tabel 2 Luas panen, produksi, dan produktivitas ubi kayu di Jawa Barat tahun

2011-2015

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas

(Ton/Ha)

2011 1 184 696 24 044 025 20.29

2012 1 129 688 24 177 372 21.40

2013 1 065 752 23 936 921 22.46

2014 1 003 494 23 436 384 23.35

2015 980 217 22 906 118 23.36

Laju Pertumbuhan (%) -4.61 -1.19 3.60 Sumber : Badan Pusat Statistik (2015)

2

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas

(Ton/Ha)

2010 8 357 169 113 20.23

2011 7 718 167 295 21.67

2012 7 792 159 670 20.49

2013 6 209 130 225 20.97

2014 5 997 126 536 21.10

Laju Pertumbuhan (%) -7.60 -6.72 1.15 Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2014)

Komoditi Harga (Rp/kg)

2012 2013 2014 2015

Jagung pipilan 3 060 - - 6 000

Ubi kayu 1 182 1 268 1 343 1 517

Ubi jalar 1 820 2 367 2 247 2 299

Talas 1 541 2 666 3 062 3 166

Kacang kedelai 8 600 - - -

Kacang hijau 8 683 10 250 9 333 8 750

Kacang tanah 3 003 5 400 5 930 5 883 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat (2015)

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi ubi

kayu di Provinsi Jawa Barat dengan total produksi sebanyak 141 494 ton

(Kementerian Pertanian 2013). Produktivitas ubi kayu di Kabupaten Bogor

memiliki pertumbuhan yang positif sebesar 1.15 persen per tahun. Peningkatan

produktivitas dapat disebabkan oleh teknik budidaya yang semakin berkembang

(Harwanto 2014).

Tabel 3 Luas panen, produksi, dan produktivitas ubi kayu di Kabupaten Bogor

tahun 2010-2014

Tabel 3 menunjukkan bahwa luas panen ubi kayu di Kabupaten Bogor

memiliki pertumbuhan yang menurun sebesar 7.60 persen per tahun karena

adanya konservasi lahan ubi kayu menjadi lahan non ubi kayu. Laju pertumbuhan

produksi ubi kayu juga mengalami penurunan sebesar 6.72 persen per tahun.

Penurunan tersebut disebabkan lahan ubi kayu yang semakin berkurang akibat

pergantian komoditas pada lahan atau alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan

non pertanian. Petani kurang tertarik untuk membudidayakan ubi kayu karena

harga ubi kayu yang relatif lebih murah dibanding tanaman pangan lainnya

(Harwanto 2014). Perbandingan harga produsen pedesaan beberapa tanaman

pangan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Harga produsen pedesaan beberapa tanaman pangan di Kabupaten Bogor

tahun 2012-2015

Tabel 4 menunjukkan bahwa komoditas ubi kayu memiliki harga yang

paling rendah dibandingkan tanaman pangan lainnya. Adanya upaya pasca panen

berupa pengolahan ubi kayu perlu dilakukan agar dapat meningkatkan harga jual

produk dan memberikan nilai tambah pada komoditas ubi kayu. Selain itu, proses

pengolahan ubi kayu juga dapat meningkatkan daya simpan agar lebih tahan lama

3

karena sifat komoditas ubi kayu pada umumnya tidak dapat disimpan dalam

jangka waktu lama dan mudah rusak atau busuk. Daya simpan ubi kayu dalam

keadaan segar hanya selama 48 jam tanpa dilakukan upaya pasca panen

sedangkan daya simpan ubi kayu yang telah diolah seperti gaplek, sawut, da

tepung memiliki daya simpan 3 bulan hingga 12 bulan (Purwaningsih et al. 2005).

Ubi kayu yang telah diolah bisa digunakan sebagai bahan pakan dan bahan

baku industri pangan maupun non pangan. Sebagai bahan pakan, limbah dari

pengolahan ubi kayu bisa dijadikan sebagai pakan ternak. Sebagai bahan baku

industri, ubi kayu biasa digunakan oleh industri rumah tangga maupun industri

skala besar untuk dijadikan gaplek, keripik, enye-enye, tepung tapioka, tepung

mocaf, energy, farmasi dan kosmetik maupun plastik yang ramah lingkungan.

Salah satu produk baru dari olahan ubi kayu yang mulai banyak

dikembangkan di Indonesia adalah tepung mocaf. Modified Cassava Flour

(mocaf) merupakan produk tepung dari ubi kayu yang diproses menggunakan

prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi (Subagio 2011). Beberapa

hasil penelitian menunjukkan bahwa substitusi terigu dengan tepung mocaf untuk

bahan industri mie instan, roti maupun biskuit dapat dilakukan hingga 30 persen

tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas produk yang dihasilkan (Yulmar et al.

1997). Oleh sebab itu, pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf mempunyai

peluang yang baik untuk dikembangkan sebagai bahan substitusi atau pencampur

tepung terigu.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang baru mengembangkan

usaha pengolahan tepung mocaf. Hal tersebut merupakan upaya pemerintah

Kabupaten Bogor dalam mewujudkan program kerja Dinas Pertanian dan

Kehutanan Kabupaten Bogor yaitu program pengolahan hasil pertanian atau

perkebunan dimana ubi kayu menjadi salah satu komoditas unggulannya. Oleh

karena itu, pemerintah Kabupaten Bogor sangat mendukung pengembangan usaha

pengolahan tepung mocaf dengan memberikan bantuan berupa pelatihan,

kemasan, mesin dan peralatan kepada para produsen tepung mocaf. Berdasarkan

data dan informasi yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Perindustrian

Kabupaten Bogor, saat ini hanya ada dua produsen tepung mocaf yaitu Kelompok

Tani Setia dan UKM Oma Ketela. Kelompok Tani Setia merupakan salah satu

produsen tepung mocaf yang memproduksi tepung mocaf secara kontinyu. Jika

dilihat dari jumlah produsen tepung mocaf yang ada di Kabupaten Bogor, dapat

mengindikasikan bahwa prospek usaha dari produk tepung mocaf ini cukup

terbuka lebar dimana masih sedikitnya produsen yang memproduksi tepung mocaf

tersebut. Prospek usaha pengolahan tepung mocaf di Kabupaten Bogor juga cukup

baik untuk dikembangkan ke depannya jika dilihat dari permintaan terhadap

produk tepung mocaf yang ratarata dapat mencapai 300400 kg sebulan di

Kelompok Tani Setia sedangkan Kelompok Tani Setia hanya memproduksi

tepung mocaf sebanyak 180 kg per bulan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada

peluang bisnis yang dapat dicapai oleh pelaku usaha.

Perumusan Masalah

Usaha pengolahan tepung mocaf di Kabupaten Bogor merupakan usaha

yang mulai dikembangkan di Kabupaten Bogor. Prospek usaha pengolahan tepung

4

Jenis tepung Ukuran Harga (Rp)

Tepung terigu 1 kg 8 000 10 000

Tepung ubi ungu 1 kg 23 000

Tepung talas 1 kg 43 333

Tepung tapioka 1 kg 13 500

Tepung maizena 1 kg 14 500

Tepung ketan hitam 1 kg 40 000

Tepung ketan putih 1 kg 15 600

Tepung beras 1 kg 12 000

Tepung roti 1 kg 10 000

Tepung kentang 1 kg 28 000

Tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip 1 kg 16 000

Tepung mocaf Kelompok Tani Setia 1 kg 11 000

mocaf di Kabupaten Bogor masih terbuka lebar dan cukup menjanjikan. Tepung

mocaf mampu menggantikan kegunaan tepung terigu yang banyak dikonsumsi

sebagai bahan baku industri makanan. Tepung mocaf berbeda dengan tepung

tapioka karena aroma ubi kayu tidak muncul sehingga sangat baik untuk

pengganti tepung terigu untuk industri pangan. Harga tepung mocaf pun mampu

bersaing dengan produk substitusi tepung terigu lainnya karena harga tepung

mocaf relatif lebih murah dibandingkan beberapa jenis tepung lainnya.

Perbandingan harga dari beberapa jenis tepung yang ada di Kabupaten Bogor

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Harga beberapa jenis tepung di Kabupaten Bogor1

Kelompok Tani Setia adalah salah satu produsen tepung mocaf yang

berlokasi di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

Kelompok Tani Setia mulai memproduksi dan menjual tepung mocaf sejak tahun

2013. Adanya proses pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf tentunya akan

meningkatkan nilai ekonomis dan memberikan nilai tambah pada komoditas ubi

kayu. Kelompok Tani Setia memperoleh ubi kayu dari para petani yang tergabung

dalam Kelompok Tani Setia untuk memproduksi tepung mocaf. Ubi kayu yang

digunakan untuk memproduksi tepung mocaf adalah ubi kayu dari para petani

yang tidak terjual ke pasar dengan karakteristik usia tanam kurang lebih 9 bulan

dan berdiameter sekitar 2 cm. Namun, terbatasnya ketersediaan ubi kayu dengan

karakteristik tersebut di Kelompok Tani Setia menjadi salah satu kendala dalam

usaha pengolahan tepung mocaf. Dalam sekali panen, ubi kayu yang tidak terjual

ke pasar kemudian diolah menjadi tepung mocaf hanya sekitar 2.5 persen dari

total hasil panen karena sebagian besar hasil ubi kayu di Kelompok Tani Setia

dijual ke pasar dan PT Tirta Marta sebagai bahan baku ecoplast.

Salah satu solusi dalam mengatasi keterbatasan bahan baku ubi kayu

berdiameter sekitar 2 cm adalah penggunaan bahan baku ubi kayu berdiameter 3

5 cm karena jumlahnya yang lebih besar dalam sekali panen meskipun harganya

lebih tinggi yaitu seharga Rp1 700 per kg. Perubahan harga bahan baku tersebut

1 Harga beberapa jenis tepung didapatkan dari hasil survey langsung ke salah satu toko kue

terbesar di Kabupaten Bogor, kecuali harga tepung ubi jalar dan tepung mocaf didapatkan dari

hasil survey langsung ke produsennya.

5

tentunya akan mempengaruhi biaya produksi tepung mocaf. Oleh sebab itu,

diperlukan beberapa skenario terkait perbedaan penggunaan bahan baku dalam

memproduksi tepung mocaf agar Kelompok Tani Setia dapat mendapat gambaran

dan pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan manajerial.

Awalnya, Kelompok Tani Setia belum memiliki mesin untuk mengolah

tepung mocaf. Proses produksi tepung mocaf pun masih secara tradisional dan

belum banyak menggunakan bantuan mesin. Namun sejak tahun 2015, Kelompok

Tani Setia telah memperoleh bantuan berupa dish mill, mesin perajang, mesin

pengering, spinner dan peralatan produksi lainnya dari Dinas Pertanian dan

Kehutanan Kabupaten Bogor. Oleh sebab itu, Kelompok Tani Setia tidak

mengeluarkan biaya investasi untuk pembelian mesin dan peralatan produksi yang

terlalu besar karena sebagian besar mesin dan peralatan produksinya berstatus

bantuan. Namun, apabila Kelompok Tani Setia akan mengeluarkan biaya investasi

untuk pembelian mesin dan peralatan produksi suatu saat nanti maka perlu

diperhitungkan biaya investasinya sehingga diperlukan beberapa skenario terkait

perbedaan biaya investasi tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan. Dengan adanya bantuan tersebut, Kelompok Tani Setia

juga melakukan dua jenis proses pengeringan yaitu menggunakan sinar matahari

pada saat musim kemarau dan mesin pengering pada saat musim hujan.

Perbedaan proses pengeringan tersebut akan mempengaruhi biaya produksinya

sehingga besarnya nilai tambah dan keuntungan yang diperoleh usaha tersebut

juga berbedabeda.

Namun, besarnya nilai tambah dan keuntungan yang diperoleh pengolahan

tepung mocaf dengan perbedaan proses pengeringan pada Kelompok Tani Setia

belum diketahui secara pasti karena produk tepung mocaf merupakan produk

olahan ubi kayu yang baru mulai dikembangkan di Kabupaten Bogor. Hal ini

membuat besarnya nilai tambah dan keuntungan pada usaha pengolahan tepung

mocaf di Kelompok Tani Setia menjadi hal yang menarik untuk dikaji dengan

beberapa asumsi perhitungan tersebut. Selain itu, adanya beberapa skenario terkait

perbedaan harga bahan baku dan biaya investasi juga diperlukan sebagai bahan

pertimbangan pengambilan kebijakan dalam menjalankan usaha.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan beberapa

permasalahan yang ingin dibahas dalam penelitian ini yaitu:

1. Berapa nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf berdasarkan perbedaan proses pengeringan pada Kelompok Tani Setia?

2. Bagaimana tingkat profitabilitas yang diperoleh usaha pengolahan tepung mocaf berdasarkan perbedaan proses pengeringan pada Kelompok Tani Setia?

3. Bagaimana implikasi kebijakan yang dapat diterapkan Kelompok Tani Setia dalam menjalankan usaha pengolahan tepung mocaf berdasarkan perbedaan

harga bahan baku dan biaya investasi?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah :

6

1. Menganalisis besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf berdasarkan perbedaan proses pengeringan pada

Kelompok Tani Setia

2. Menganalisis profitabilitas yang diperoleh usaha pengolahan tepung mocaf berdasarkan perbedaan proses pengeringan pada Kelompok Tani Setia

3. Menganalisis implikasi kebijakan yang dapat diterapkan Kelompok Tani Setia dalam menjalankan usaha pengolahan tepung mocaf berdasarkan

perbedaan harga bahan baku dan biaya investasi

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai informasi pengukuran peluang dalam mengembangkan produk tepung mocaf dan bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam mengambil

keputusan manajerial sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan

keuntungan yang diperoleh dari usaha pengolahan tepung mocaf.

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan oleh lembaga atau instansi terkait untuk pengembangan industri tepung mocaf.

3. Sebagai bahan acuan atau perbandingan penelitian selanjutnya terkait ubi kayu maupun tepung mocaf dan pemicu untuk meningkatkan wawasan serta

pengetahuan mengenai ubi kayu dan industri tepung mocaf.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini membatasi pada analisis nilai tambah dan

profitabilitas pada usaha pengolahan tepung mocaf dengan membandingkan

perbedaan proses pengeringan tepung mocaf dengan menggunakan sinar matahari

dan mesin pengering. Selain itu, implikasi kebijakan terkait pengambilan

keputusan manajerial usaha juga dibedakan menjadi tiga jenis skenario

berdasarkan perbedaan harga bahan baku dan biaya investasi. Analisis nilai

tambah yang dilakukan per satu kali proses produksi dan analisis profitabilitas

dilakukan pada periode produksi selama satu tahun. Analisis nilai tambah

dilakukan menggunakan metode Hayami dan analisis profitabilitas meliputi

analisis struktur biaya, titik impas, dan profitabilitas.

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Nilai Tambah

Nilai tambah merupakan nilai yang tercipta akibat adanya proses pengubahan

input dengan berbagai perlakuan sehingga meningkatkan nilai output yang

dihasilkan. Perlakuan tersebut meliputi pengubahan bentuk, waktu, dan tempat.

Nilai tambah yang diciptakan dari hasil pengolahan input pertanian menjadi

berbagai macam output berbeda-beda. Beberapa penelitian terkait analisis nilai

7

tambah dilakukan oleh Yanti et al. (2013), Susanto (2013), Harwanto (2014),

Asheri (2014), dan Firdaus (2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Asheri (2014) menunjukkan bahwa

perhitungan nilai tambah cokelat batangan dengan menggunakan metode Hayami

dan Syahza memberikan hasil nilai tambah, keuntungan, imbalan tenaga kerja,

dan nilai produk yang sama. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa metode

Hayami merupakan metode yang paling tepat digunakan untuk menganalisis nilai

tambah karena metode Hayami dapat menganalisis suatu komoditas pertanian

secara jelas dan sistematis dibandingkan metode Syahza.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah menggunakan metode Hayami,

diperoleh rasio nilai tambah pada produk pertanian yang diteliti seperti tepung ubi

jalar yang menggunakan bahan baku ubi jalar segar sebesar 38 persen dan bahan

baku sawut kering sebesar 58 persen (Susanto 2013), tepung tapioka sebesar

18.39 persen pada skala usaha besar dan 13.99 persen pada skala usaha kecil

(Harwanto 2014), pengolahan pindang biasa sebesar 16.12 persen dan pindang

higienis sebesar 17.78 persen (Firdaus 2014), dan produk olahan cokelat batangan

sebesar 85.63 persen (Asheri 2014).

Perhitungan nilai tambah dengan metode Hayami juga akan memberikan

informasi mengenai persentase distribusi marjin terhadap pendapatan tenaga

kerja, sumbangan input lain, dan keuntungan. Penelitian yang dilakukan oleh

Firdaus (2014) menunjukkan bahwa persentase distribusi margin untuk

keuntungan perusahaan lebih besar dibanding distribusi margin untuk pendapatan

tenaga kerja sehingga pengolahan tersebut merupakan kegiatan padat modal.

Firdaus (2014) juga menyimpulkan bahwa distribusi marjin untuk sumbangan

input lain pada pengolahan pindang higienis paling besar dibandingkan dengan

yang lainnya karena penggunaan peralatan dan teknologi kemasan yang memiliki

nilai yang cukup besar sehingga berkontribusi pada nilai sumbangan input lain.

Namun penelitian yang dilakukan oleh Harwanto (2014) pada pengolahan tepung

tapioka skala kecil justru menunjukkan bahwa persentase distribusi margin untuk

pendapatan tenaga kerja lebih besar dibanding distribusi margin untuk keuntungan

perusahaan sehingga pengolahan tersebut merupakan kegiatan padat karya.

Yanti et al. (2013) melakukan penelitian terkait analisis nilai tambah tepung

mocaf di Kabupaten Serdang Bedagai. Hasil penelitian memberikan informasi

bahwa rasio nilai tambah tepung mocaf sebesar 38 persen. Selain itu, penelitian

tersebut juga menunjukkan bahwa persentase distribusi margin terhadap

pendapatan tenaga kerja, sumbangan input lain, dan keuntungan perusahaan

sebesar 25.33 persen, 24 persen, dan 50.67 persen. Hal tersebut menunjukkan

bahwa distribusi margin untuk keuntungan perusahaan lebih besar dibanding

pendapatan tenaga kerja dan sumbangan input lain sehingga pengolahan tepung

mocaf tersebut merupakan kegiatan padat modal.

Analisis Profitabilitas

Analisis profitabilitas ditujukan untuk mendeteksi penyebab timbulnya laba

atau rugi yang dihasilkan oleh suatu obyek informasi dalam periode akuntansi

tertentu. Penelitian mengenai analisis profitabilitas pada usaha pengolahan produk

pertanian dapat dilakukan menggunakan perhitungan struktur biaya, titik

8

impas/BEP, MOS, dan MIR. Beberapa penelitian terkait analisis profitabilitas

dilakukan oleh Tunggadewi (2009), Susanto (2013), Nurdiani (2015), dan

Nurbaiti (2015).

Kemampuan suatu usaha dalam menghasilkan laba dipengaruhi oleh biaya,

volume penjualan, dan harga output. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Tunggadewi (2009) menunjukkan bahwa alokasi biaya terbesar pada usaha

pengolahan tahu dan tempe dialokasikan untuk biaya bahan baku kedelai sebesar

76.57 persen dari total biaya usaha tahu dan 76.58 persen dari total biaya usaha

tempe. Susanto (2013) juga melakukan penelitian terkait profitabilitas produk

tepung ubi jalar menggunakan bahan baku ubi jalar segar dan sawut kering,

hasilnya menunjukkan bahwa alokasi biaya terbesar juga dialokasikan untuk biaya

bahan baku sebesar 43.42 persen dari total biaya usaha pengolahan ubi jalar

menjadi tepung ubi jalar dan 39.44 persen dari total biaya usaha pengolahan sawut

kering menjadi tepung ubi jalar. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurdiani

(2015) juga menunjukkan hasil yang sama bahwa biaya bahan baku menjadi

alokasi biaya terbesar pada tiga skala usaha pengolahan minyak kelapa sebesar

63.09 persen dari total biaya pada usaha dengan kapasitas produksi 250 butir

kelapa, 66.45 persen dari total biaya pada usaha dengan kapasitas produksi 300

butir kelapa, dan 45.88 persen dari total biaya pada usaha dengan kapasitas

produksi 550 butir kelapa. Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian tersebut,

dapat disimpulkan bahwa struktur biaya pada industri kecil pengolahan produk

pertanian sebagian besar dialokasikan untuk biaya bahan baku. Oleh sebab itu,

semakin tingginya harga bahan baku akan mengurangi besarnya keuntungan yang

diperoleh perusahaan dan sebaliknya.

Profitabilitas juga dapat diukur menggunakan analisis titik impas/ Break

Even Point (BEP). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tunggadewi

(2009) pada usaha tahu dan tempe, Nurdiani (2015) pada tiga skala usaha

pengolahan minyak kelapa, dan Nurbaiti (2015) pada usaha olahan ikan bandeng

menunjukkan bahwa semua usaha pengolahan tersebut sudah dapat memproduksi

melebihi batas titik impasnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha pengolahan

tersebut sudah mampu menutupi biaya tetap dan menghasilkan laba. Namun, tidak

semua usaha pengolahan produk pertanian mampu berproduksi melebihi batas

titik impasnya. Hal tersebut dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh

Susanto (2013) pada usaha pengolahan tepung ubi jalar. Hasil perhitungan

menunjukkan bahwa usaha tepung ubi jalar tersebut belum mencapai keadaan

impasnya , artinya usaha tepung ubi jalar tersebut masih mengalami kerugian.

Analisis profitabilitas merupakan hasil perkalian dari Marginal Income Rate

(MIR) dan Margin of Safety (MOS) yang dinyatakan dalam bentuk persen.

Penelitian yang dilakukan oleh Tunggadewi (2009) dan Nurbaiti (2015)

menunjukkan bahwa usaha pengolahan tersebut sudah mampu menghasilkan laba.

Tunggadewi (2009) menunjukkan tingkat profitabilitas pada usaha tahu dan tempe

sebesar 37 persen dan 26 persen sehingga usaha tahu memiliki kemampuan lebih

besar dalam menghasilkan laba dibanding usaha tempe. Nurbaiti (2015)

menunjukkan tingkat profitabilitas pada usaha pengolahan ikan bandeng dalam

bentuk nugget, bakso, dan kaki naga sebesar 35.57 persen, 30.19 persen, dan

37.64 persen sehingga produk kaki naga memiliki kemampuan paling besar dalam

menghasilkan laba dibanding produk nugget dan bakso. Berdasarkan hasil

penelitian Tunggadewi (2009) dan Nurbaiti (2015) dapat disimpulkan bahwa

9

besarnya tingkat profitabilitas dipengaruhi oleh struktur biaya pada usaha yang

dilakukan. Usaha dengan struktur biaya yang lebih efisien memiliki tingkat

profitabilitas yang lebih besar.

Produk Bersama dan Produk Sampingan

Proses produksi akan menghasilkan limbah sebagai produk sampingan

selain produk utama. Seringkali produk sampingan yang dihasilkan tersebut masih

memiliki nilai ekonomi sehingga masih bisa dijual atau dimanfaatkan oleh pihak

lain. Hal ini merupakan hal yang menguntungkan bagi suatu usaha karena

pendapatan dari penjualan produk sampingan tersebut dapat meningkatkan

keuntungan usaha tersebut. Adanya pendapatan dari produk sampingan ini

memerlukan perlakuan khusus untuk pencatatannya pada laporan keuangan.

Beberapa penelitian yang menggunakan metode tanpa harga pokok untuk

perlakuan pendapatan produk sampingan dilakukan oleh Nurdiani (2015) pada

usaha pengolahan minyak kelapa dan galendo berupa sabut, tempurung, ampas

kelapa, air kelapa, dan abu; Runtuwene et al. (2014) pada usaha pengolahan ikan

untuk sisa tulang ikan cakalang; dan Yasinta et al. (2013) pada usaha

penggilingan padi untuk sekam dan dedak. Nurdiani (2015) dan Runtunewe et al.

(2014) memperlakukan pendapatan dari produk sampingan sebagai tambahan

pendapatan produk utama. Sedangkan Yasinta et al. (2013) memperlakukan

pendapatan dari produk sampingan sebagai pendapatan di luar usaha atau di luar

pendapatan utama.

Penelitian Fitria dan Rochmawati (2012) menggunakan metode perlakuan

pendapatan produk sampingan berupa produk rusak yang bernilai ekonomis

dengan metode harga pokok yang membandingkan antara metode biaya pengganti

dan metode biaya pasar. Hasil penelitiannya menunjukkan metode biaya

pengganti lebih direkomendasikan untuk diterapkan di perusahaan sebagai metode

perhitungan harga pokok produk sampingan karena menghasilkan rasio

(pengaruh) harga pokok produk sampingan terhadap harga produk utama yang

lebih besar.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Nilai Tambah

Menurut Hayami et al. (1987), nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu

komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditas

tersebut. Input fungsional tersebut berupa proses perubahan bentuk (form utility),

pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time utility). Semakin

banyak perubahan yang diperlakukan terhadap komoditas tertentu maka makin

besar nilai tambah yang diperoleh. Nilai tambah dapat dihitung dengan dua cara

yaitu menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai

tambah selama proses pemasaran.

10

Konsep nilai tambah menggunakan metode Hayami memperhitungkan nilai-

nilai variabel output, input, harga output, tenaga kerja, hari orang kerja, upah

tenaga kerja, sumbangan input lainnya serta balas jasa dari masing-masing faktor

produksi. Semua variabel digunakan untuk menghitung besarnya nilai tambah.

Tiga komponen pendukung dalam perhitungan nilai tambah adalah faktor

konversi yang menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu-satuan

input, faktor koefisien tenaga kerja, menunjukkan banyaknya tenaga kerja yang

diperlukan untuk mengolah satu-satuan input dari nilai produk yang menunjukkan

nilai output per satuan input.

Input produksi yang memperoleh perlakuan sehingga mengalami perubahan

baik bentuk, tempat, maupun waktu akan menghasilkan nilai tambah. Adanya

peran teknologi kerja juga memiliki pengaruh terhadap peningkatan nilai tambah.

Peran teknologi tersebut dapat diterapkan pada proses pengolahan, kualitas tenaga

kerja berupa keahlian dan keterampilan, serta kualitas bahan baku. Apabila

penerapan proporsi bagian tenaga kerja yang diberikan lebih besar daripada

proporsi bagian keuntungan bagi perusahaan, maka penerapan teknologi

cenderung padat karya, sedangkan apabila proporsi bagian manajemen lebih besar

daripada proporsi bagian tenaga kerja, maka penerapan teknologi cenderung padat

modal.

Melalui analisis nilai tambah, maka dapat teranalisa faktor mana dari proses

produksi yang menghasilkan atau menaikkan nilai tambah dan sebaliknya.

Analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami et al. ini dapat menghasilkan

beberapa informasi penting, antara lain berupa :

a. Perkiraan nilai tambah, dalam rupiah b. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk jadi, dalam persen c. Imbalan jasa tenaga kerja, dalam rupiah d. Bagian tenaga kerja, dalam persen e. Keuntungan yang diterima perusahaan, dalam rupiah f. Tingkat keuntungan perusahaan, dalam persen

Metode Hayami memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan dari

Metode Hayami ini antara lain :

a. Dapat diketahui besarnya nilai tambah dan output b. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor-faktor produksi,

seperti tenaga kerja, modal, sumbangan input lain, dan keuntungan

c. Prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat digunakan untuk subsistem lain selain pengolahan, seperti analisis nilai tambah pemasaran

Sedangkan kelemahan dari Metode Hayami antara lain :

a. Pendekatan rata-rata tidak tepat jika diterapkan pada unit usaha yang menghasilkan banyak produk dari satu jenis bahan baku

b. Tidak dapat menjelaskan nilai output produk sampingan c. Sulit menentukan pembanding yang dapat digunakan untuk mengarahkan

apakah balas jasa terhadap pemilik faktor produksi sudah layak atau belum

Konsep Profitabilitas

Ukuran yang seringkali digunakan untuk menilai berhasil atau tidaknya

manajemen suatu perusahaan adalah laba yang diperoleh perusahaan. Laba

dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu volume produk yang djual, harga jual

produk, dan biaya. Biaya menentukan harga jual untuk mencapai tingkat laba

11

yang dikehendaki; harga jual mempengaruhi volume penjualan, sedangkan

volume penjualan langsung mempengaruhi volume produksi, dan volume

produksi mempengaruhi biaya. Tiga faktor tersebut saling berkaitan satu sama

lain. Analisis hubungan biaya-volume-laba (cost-volume-profit analysis)

merupakan teknik untuk menghitung dampak perubahan harga jual, volume

penjualan, dan biaya terhadap laba (Mulyadi 2001).

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba.

Laba didapatkan setelah mengurangi hasil penjualan dengan modal dan biaya

produksi lainnya. Tingkat profitabilitas mengukur persentase kemampuan suatu

perusahaan dapat menghasilkan laba. Oleh karena itu, diperlukan suatu analisis

profitabilitas demi kelangsungan kegiatan perusahaan dalam jangka panjang.

Menurut Mulyadi (2001), analisis profitabilitas digunakan untuk

mengetahui penyebab timbulnya laba atau rugi yang dihasilan oleh suatu obyek

informasi dalam periode akuntansi tertentu. Profitabilitas adalah nilai laba bersih

dibagi dengan penerimaan total. Profitabilitas yang diperoleh perusahaan

menggambarkan besarnya laba yang diperoleh dari hasil laba yang diperoleh dari

hasil penjualan dan besarnya biaya yang dikeluarkan. Beberapa parameter yang

dapat digunakan untuk menganalisis besarnya profitabilitas, yaitu titik impas

(BEP), Margin of Safety (MOS), dan Margin Income Ratio (MIR).

Biaya

Menurut Mulyadi (1999), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang

diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi

untuk tujuan tertentu dan tidak dapat dihindarkan. Biaya sangat mutlak diperlukan

dalam suatu kegiatan organisasi, baik yang bersifat profit oriented maupun non

profit oriented. Pada organisasi profit oriented (perusahaan), informasi biaya

digunakan sebagai dasar perhitungan untung rugi, sedangkan pada organisasi non

profit oriented informasi biaya digunakan untuk menganalisis seberapa besar

pengorbanan yang dikeluarkan untuk menghasilkan output.

Berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan, biaya diklasifikasikan menjadi tiga,

yaitu (Mulyadi 1999):

1. Biaya Produksi Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi

produk jadi yang siap untuk dijual. Secara garis besar yang termasuk dalam

biaya ini adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya

overhead pabrik.

2. Biaya Pemasaran Merupakan biaya-biaya yang terjadi dalam kegiatan pemasaran produk. Biaya

pemasaran terdiri dari biaya promosi, biaya iklan, biaya transportasi dari

gudang perusahaan ke gudang pembeli, gaji karyawan di bagian pemasaran,

biaya pembuatan contoh produk dan lain-lain.

3. Biaya Administrasi dan Umum Merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengkoordinasikan

proses produksi. Biaya administrasi dan umum terdiri dari gaji karyawan

bagian keuangan, akuntansi, personalia, dan bagian lainnya yang tidak

berkaitan langsung dengan proses produksi, biaya fotokopi, biaya listrik,

telepon dan lain-lain.

12

Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai,

biaya dikelompokkan menjadi dua yaitu (Mulyadi 1999):

1. Biaya Langsung (Direct Cost) Merupakan biaya yang terjadi karena adanya sesuatu yang dibiayai. Biaya

produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja

langsung.

2. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost) Merupakan biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang

dibiayai. Dalam hubungannya dengan produk, biaya tidak langsung disebut

sebagai biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory

overhead costs).

Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat

digolongkan menjadi (Mulyadi 1999):

1. Biaya Variabel Biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume

kegiatan. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku dan biaya tenaga

kerja langsung.

2. Biaya Semivariable Biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan.

Biaya semivariabel mengandung unsur biaya tetap dan unsur biaya variabel.

3. Biaya Semifixed Biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan

jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.

4. Biaya Tetap Biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar perubahan volume kegiatan

tertentu. Yang termasuk biaya tetap seperti gaji direktur produksi, listrik,

telepon, peralatan, penyusutan gedung dan lain-lain.

Penetapan Harga Jual

Umumnya harga jual produk dan jasa ditentukan oleh perimbangan

permintaan dan penawaran di pasar, sehingga biaya bukan merupakan penentu

harga jual. Karena permintaan konsumen atas produk dan jasa tidak mudah

ditentukan oleh manajer penentu harga jual, maka dalam penentuan harga jual,

manajer tersebut akan menghadapi banyak ketidakpastian. Selera konsumen,

jumlah pesaing yang memasuki pasar, dan harga jual yang ditentukan oleh

pesaing merupakan contoh faktor faktor yang sulit untuk diramalkan, yang

mempengaruhi pembentukan harga jual produk atau jasa di pasar (Mulyadi 2001).

Menurut Mulyadi (2001), satu-satunya faktor yang memiliki kepastian

relatif tinggi yang berpengaruh dalam penentuan harga jual adalah biaya. Melalui

biaya dapat terlihat batas bawah suatu harga jual harus ditentukan, dimana akan

terjadi kerugian jika harga jual berada dibawah biaya penuh produk atau jasa.

Kerugian ini dalam jangka waktu tertentu dapat mengganggu pertumbuhan

perusahaan dan dapat mengakibatkan perusahaan akan berhenti, dengan demikian

dalam pengambilan keputusan penentuan harga jual memerlukan informasi biaya

produk atau jasa.

Harga adalah sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah

kombinasi dari barang beserta pelayanannya. Terdapat dua pendekatan yang bisa

13

digunakan dalam melakukan penetapan harga jual, antara lain pendekatan biaya

dan pendekatan pasar (Swastha dan Sukotjo 1998).

1. Penetapan Harga Jual dengan Pendekatan Biaya a. Cost Plus Pricing Method

Dalam metode ini, harga jual per unit ditentukan dengan menghitung

jumlah seluruh biaya per unit, ditambah jumlah tertentu untuk menutup

laba yang dikehendaki pada unit tersebut atau disebut juga marjin.

b. Mark Up Pricing Method Penetapan harga jual dengan metode ini hampir sama dengan penetapan

harga cost plus (biaya plus), dimana pedagang yang membeli barang

dagangan menentukan harga jual setelah menambah harga beli dengan

sejumlah mark up atau kelebihan yang merupakan laba.

c. Break Even Pricing Merupakan suatu metode penetapan harga berdasarkan permintaan pasar

dengan mempertimbangkan biaya, dimana suatu usaha terbilang dalam

kondisi break even jika pendapatan sama dengan ongkos produksinya.

Analisa break even atau titik impas adalah suatu cara untuk mengetahui

pada volume penjualan atau produksi berapa suatu usaha mencapai laba

atau kerugian tertentu. Titik impas selain untuk volume produksi atau

penjualan, juga dapat digunakan untuk mengetahui kaitan antara harga

jual, biaya produksi, biaya lainnya yang bervariasi dan tetap, serta laba dan

rugi.

2. Penetapan Harga Jual dengan Pendekatan Pasar Pada pendekatan pasar penentuan harga jual tidak berdasarkan biaya, tetapi

justru harga yang menentukan biaya bagi perusahaan. Penjual atau perusahaan

dapat menentukan harga sama dengan tingkat harga pasar agar dapat ikut

bersaing, atau dapat juga menentukan lebih tinggi atau lebih rendah dari

tingkat harga dalam persaingan.

Produk Bersama dan Produk Sampingan

Mulyadi (1999) mengemukakan pengertian produk bersama dan produk

sampingan. Produk bersama adalah dua produk atau lebih yang diproduksi secara

serentak dengan serangkaian proses gabungan dan memiliki nilai jual dari masing-

masing produk yang relatif sama. Produk sampingan adalah satu produk atau lebih

yang nilai jualnya relatif lebih rendah, yang diproduksi bersama dengan produk

lain yang nilai jualnya lebih tinggi. Perbedaan antara produk bersama dan produk

sampingan didasarkan pada nilai jual relatifnya. Metode akuntansi yang

digunakan untuk memperlakukan produk sampingan dibagi dalam dua golongan

yaitu metode harga pokok (cost method) dan metode tanpa harga pokok (non-cost

method).

Metode harga pokok merupakan metode yang mencoba mengalokasikan

sebagian biaya bersama kepada produk sampingan dan menentukan harga pokok

persediaan produk atas dasar biaya yang dialokasikan tersebut. Metode harga

pokok (cost method) dapat menggunakan metode biaya pengganti (replacement

cost method) yang biasanya digunakan dalam perusahaan yang produk

sampingannya dipakai dalam pabrik sebagai bahan baku atau bahan penolong.

Metode tanpa harga pokok merupakan metode yang tidak mencoba menghitung

harga pokok produk sampingan atau persediaannya, tetapi memperlakukan

14

pendapatan penjualan produk sampingan sebagai pendapatan atau pengurang

biaya produksi. Perlakuan produk sampingan menggunakan metode tanpa harga

pokok (non-cost method) dibedakan menjadi empat macam yaitu :

1. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha

2. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai tambahan pendapatan penjualan produk utama

3. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang harga pokok penjualan

4. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang total biaya produksi

Titik Impas (Break Even Point)

Impas (break-even) adalah keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba

dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain, suatu usaha dikatakan impas jika

jumlah pendapatan (revenues) sama dengan jumlah biaya, atau apabila laba

kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja. Analisis impas

adalah suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha

tidak menderita rugi, tetapi juga belum memperoleh laba atau laba sama dengan

nol (Mulyadi 2001). Dalam praktiknya penggunaan analisis titik impas memiliki

beberapa tujuan yang ingin dicapai yaitu mendesain spesifikasi produk, penentuan

harga jual persatuan, produksi atau penjualan minimal agar tidak mengalami

kerugian, memaksimalkan jumlah produksi, dan perencanaan laba yang

diinginkan (Kasmir 2010). Semakin rendah titik impasnya berarti semakin besar

kemungkinan perusahaan memperoleh kesempatan untuk memperoleh laba

(Mulyadi 2001).

Beberapa asumsi yang terdapat dalam perhitungan analisis titik impas

menurut Kasmir (2010), antara lain :

1. Biaya-biaya dapat diidentifikasi sebagai biaya variabel dan biaya tetap. 2. Biaya tetap dianggap konstan sampai kapasitas tertentu, biasanya kapasitas

produksi yang dimiliki.

3. Biaya variabel berubah-ubah secara sebanding (proporsional) dengan perubahan volume produksi atau penjualan.

4. Harga jual yang digunakan untuk satu macam harga jual atau harga barang yang dijual atau diproduksi.

5. Harga jual persatuan tidak dapat berubah selama periode analisis. Ada dua cara untuk menentukan titik impas yaitu :

1. Pendekatan Teknik Persamaan Penentuan titik impas dengan teknik persamaan dilakukan dengan

mendasarkan pada persamaan pendapatan sama dengan biaya ditambah laba.

Secara matematis, titik impas produktivitasnya dihitung sebagai berikut:

= (PxQ) (TVC + TFC) keadaan impas adalah jika (keuntungan) = 0, maka:

(PxQ) (TVC + TFC) = 0 keadaan BEP jika TC = TR

(PxQ) = (TVC + TFC) (PxQ) TVC = TFC

(PxQ) (AVCxQ) = TFC

15

Q(P AVC) = TFC

Q =TFC

(P AVC)

P =TFC

Q+ AVC

Keterangan:

Q = Jumlah produk

P = Harga jual produk

TVC = Biaya total variabel

TFC = Biaya total tetap

AVC = Biaya ratarata variabel (Sumber: Mulyadi 2001)

2. Pendekatan Grafis Penentuan titik impas juga bisa dilakukan dengan pendekatan grafis, dimana

titik impas merupakan pertemuan antara garis biaya dan garis pendapatan

penjualan. Titik pertemuan antara garis biaya (TC) dan garis pendapatan (TR)

tersebut merupakan titik impas (BEP). Untuk dapat menentukan titik impas,

harus dibuat grafik dengan sumbu datar menunjukkan volume penjualan.

Sedangkan sumbu tegak menunjukkan biaya dan pendapatan. Fungsi dari

grafik titik impas dapat diketahui besaran biaya tetap (TFC) dan biaya

variabel (TVC). Selain itu juga dengan grafik titik impas juga dapat diketahui

tingkat-tingkat penjualan yang masih menimbulkan kerugian dan tingkat

penjualan yang menimbulkan laba atau besarnya rugi atau laba pada suatu

tingkat penjualan tertentu. Daerah I menunjukkan kondisi usaha yang

menghasilkan keuntungan dan daerah II menunjukkan kondisi usaha yang

menghasilkan kerugian. Grafik titik impas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Titik impas, laba, dan volume penjualan Sumber: Mulyadi (2001)

Margin of Safety (MOS) dan Margin Income Ratio (MIR)

Menurut Mulyadi (2001), nilai profitabilitas diperoleh dari perkalian antara

Margin of Safety (MOS) dengan Margin Income Ratio (MIR). Tingkat keamanan

atau Margin of Safety (MOS) merupakan hubungan atau selisih antara penjualan

tertentu yang dianggarkan dengan penjualan pada titik impas. Artinya, batas aman

yang digunakan untuk mengetahui berapa besar penjualan yang dianggarkan

16

untuk mengantisipasi penurunan penjualan sehingga perusahaan tidak mengalami

kerugian (Kasmir 2010). Semakin besar MOS maka semakin besar kesempatan

perusahaan untuk memperoleh laba, sebaliknya semakin kecil MOS maka

semakin rawan perusahaan tersebut terhadap penurunan target pendapatan

penjualan (Mulyadi 2001).

Margin Income Ratio (MIR) merupakan bagian hasil penjualan yang

tersedia untuk menutup biaya tetap dan laba. MIR dapat memberikan informasi

tentang berapa bagian dari penjualan yang tersedia untuk menutupi biaya tetap

dan memperoleh laba. MIR atau contributon margin ratio dapat diperoleh dari

hasil bagi laba kontribusi dengan pendapatan penjualan. Laba kontribusi

merupakan kelebihan pendapatan penjualan di atas biaya variabel (Mulyadi 2001).

Semakin tinggi nilai MIR maka keadaan perusahaan akan semakin baik sebab

kemampuan perusahaan untuk menutupi biaya tetap dan memperoleh laba akan

semakin besar (Munawir 2002).

Menurut Mulyadi (2001), apabila Marginal of Safety (MOS) dihubungkan

dengan Marginal Income Ratio (MIR), angka Margin of Safety ini akan

berhubungan langsung dengan laba, sehingga semakin besar nilai MOS dan MIR

dari suatu usaha, maka akan semakin besar nilai kemampuan usaha dalam

memperoleh keuntungan, begitupun sebaliknya.

Kerangka Pemikiran Operasional

Ubi kayu merupakan salah satu tanaman pangan unggulan di Indonesia.

Namun, harga jual ubi kayu relatif lebih rendah dibandingkan tanaman pangan

lainnya dan sifatnya mudah rusak atau busuk. Adanya upaya pasca panen berupa

pengolahan ubi kayu perlu dilakukan agar dapat meningkatkan harga jual produk

dan memberikan nilai tambah pada komoditas ubi kayu. Selain itu, proses

pengolahan ubi kayu juga dapat meningkatkan daya simpan agar lebih tahan lama.

Hal tersebut mendorong banyaknya industri pengolahan untuk menggunakan ubi

kayu sebagai bahan baku industri, salah satunya adalah tepung mocaf. Kelompok

Tani Setia merupakan salah satu produsen tepung mocaf yang ada di Kabupaten

Bogor. Namun, adanya perbedaan proses pengeringan tepung mocaf pada

Kelompok Tani Setia tentunya akan berpengaruh terhadap besarnya nilai tambah

produk dan keuntungan yang diperoleh usaha pengolahan tepung mocaf tersebut.

Analisis nilai tambah dapat menunjukkan seberapa besar nilai tambah dari

pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf yang dihasilkan. Analisis nilai

tambah pada penelitian ini menggunakan metode Hayami. Analisis nilai tambah

ini juga dapat memberikan informasi berupa besarnya nilai tambah, produktivitas

produksi, besarnya marjin, serta distribusi marjin untuk faktor-faktor produksi

seperti tenaga kerja dan keuntungan bagi perusahaan atau pelaku usaha itu sendiri.

Selain melihat besarnya nilai tambah dari pengolahan tepung mocaf tersebut, juga

perlu dilihat seberapa besar biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang

dihasilkan dari usaha pengolahan tepung mocaf tersebut.

Analisis biaya meliputi komponen total biaya yaitu biaya tetap dan biaya

variabel. Volume penjualan dan harga jual menjadi komponen lain dalam

perhitungan titik impas selain dari biaya. Keadaan usaha dimana perusahaan tidak

mendapat keuntungan dan tidak rugi dapat dilihat melalui analisis titik impas

17

(break even). Titik impas atau nilai impas akan berkaitan dengan profitabilitas

usaha pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf yang dilakukan oleh usaha

pengolahan tersebut. Analisis profitabilitas akan menggambarkan bagaimana

usaha tersebut dapat menghasilkan keuntungan atau laba. Berdasarkan hasil dari

analisis nilai tambah serta profitabilitas pada usaha tepung mocaf ini dapat

diketahui seberapa besar kemampuan dari usaha ini untuk menghasilkan laba atau

keuntungan serta nilai tambah pada kegiatan pengolahan ubi kayu menjadi tepung

mocaf. Selain itu, penelitian ini juga membahas beberapa skenario yang dapat

dijadikan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan dalam menjalankan

usaha pengolahan tepung mocaf. Alur kerangka pemikiran secara lebih jelas dapat

dilihat pada Gambar 2.

Rendahnya harga jual ubi kayu segar

Sifat ubi kayu segar yang mudah rusak

Ubi kayu sebagai bahan baku industri

pengolahan

Usaha Pengolahan Tepung Mocaf pada Kelompok

Tani Setia di Kabupaten Bogor

Analisis Biaya

Biaya

Volume Penjualan

Harga Jual

Analisis Titik Impas

Analisis Profitabilitas

Analisis Nilai Tambah

Nilai Tambah

Balas Jasa Tenaga

Kerja

Keuntungan

Implikasi Kebijakan

Metode Hayami

Perbedaan proses pengeringan dalam produksi

tepung mocaf

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional

18

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada usaha pengolahan ubi kayu menjadi tepung

mocaf yang ada di Kabupaten Bogor, yaitu Kelompok Tani Setia yang berlokasi

di desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi

penelitian berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan

Kehutanan Kabupaten Bogor bahwa Kelompok Tani Setia merupakan produsen

tepung mocaf yang aktif memproduksi tepung mocaf secara kontinu. Penelitian

ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2016.

Metode Penentuan Sampel

Pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan bahwa Kelompok Tani Setia

merupakan satu-satunya produsen tepung mocaf yang aktif berproduksi secara

kontinyu di Kabupaten Bogor. Jika dilihat dari segi kontinuitas produksi, mesin

dan peralatan yang digunakan, Kelompok Tani Setia lebih unggul dibandingkan

produsen tepung mocaf lainnya yang ada di Kabupaten Bogor.

Jenis dan Sumber Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder, baik yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer

merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber yang diteliti baik melalui

wawancara, pengisian kuisioner, pengamatan langsung, maupun diskusi dengan

pihak yang terkait dengan penelitian. Data primer yang dikumpulkan terdiri dari

jumlah input dan output, jumlah tenaga kerja, waktu yang digunakan untuk

bekerja, upah yang diterima tenaga kerja serta biaya-biaya lain yang berhubungan

dengan penelitian. Sedangkan data sekunder dapat diperoleh dari hasil studi

literatur berbagai buku, penelitian terdahulu, internet dan instansi yang terkait

seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Masyarakat Singkong Indonesia (MSI),

Kementerian Pertanian RI, Kementerian Perindustrian RI, Dinas Pertanian dan

Kehutanan Kabupaten Bogor, serta Dinas UKM, Koperasi, Perindustrian dan

Perdagangan Kabupaten Bogor.

19

Tabel 6 Matriks jenis dan sumber data

Jenis Data Deskripsi Metode Pengumpulan Data Sumber

Primer

1 Gambaran umum usaha

tepung mocaf

Wawancara Ketua Kelompok

Tani Setia

2 Proses produksi tepung

mocaf

Observasi Ketua Kelompok

Tani Setia

3 Harga jual ubi kayu segar

dan tepung mocaf di

Kelompok Tani Setia

Wawancara Ketua Kelompok

Tani Setia

4 Data permintaan tepung

mocaf di Kelompok Tani

Setia

Wawancara Ketua Kelompok

Tani Setia

5 Data ketersediaan bahan

baku ubi kayu di Kelompok

Tani Setia

Wawancara Ketua Kelompok

Tani Setia

6 Harga beberapa tepung di

wilayah Bogor

Survey Toko Grand di

wilayah Bogor,

Kelompok Tani

Setia, Kelompok

Tani Hurip

7 Harga mesin dan peralatan

produksi tepung mocaf

Survey Toko mesin

Maksindo, pasar/

toko di wilayah

Bogor

8 Variabel terkait perhitungan

nilai tambah

Wawancara Ketua Kelompok

Tani Setia

9 Variabel terkait perhitungan

profitabilitas

Wawancara Ketua Kelompok

Tani Setia

Sekunder

1 Luas panen, produksi, dan

produktivitas ubi kayu

Literature review Kementerian

Pertanian, Badan

Pusat Statistik,

Dinas Pertanian

dan Kehutanan

Kabupaten Bogor

2 Harga produsen pedesaan

beberapa tanaman pangan di

Kabupaten Bogor

Literature review BPS Provinsi Jawa

Barat

3 Jumlah produsen tepung

mocaf

Literature review Asosiasi

Masyarakat

Singkong

Indonesia,

Kementerian

Perindustrian,

Dinas UKM

Koperasi

Perindustrian dan

Perdagangan

Kabupaten Bogor,

Dinas Pertanian

dan Kehutanan

Kabupaten Bogor

20

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan analisis kualitatif dan kuantitatif. Metode

analisis kuantitatif yang digunakan untuk nilai tambah adalah metode Hayami

sedangkan metode analisis profitabilitas usaha adalah perhitungan titik impas

(break event point), MIR (Marjinal Income Ratio), dan MOS (Marjinal of Safety)

yang diperoleh dari hasil perhitungan biaya, volume penjualan dan harga jual.

Periode analisis nilai tambah yang digunakan adalah satu siklus produksi dan

periode analisis profitabilitas yang digunakan adalah asumsi satu tahun, dimana

data yang digunakan adalah data pada saat wawancara pada tahun 2016.

Analisis Nilai Tambah

Analisis nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tepung mocaf

ditentukan dengan menggunakan metode Hayami. Metode Hayami digunakan

karena dapat digunakan dalam menganalisis nilai tambah pada sub sistem

pengolahan atau produksi sekunder. Komponen dalam perhitungan nilai tambah

terdiri dari output, input, harga, penerimaan, dan keuntungan. Prosedur analisis

nilai tambah dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Perhitungan nilai tambah menggunakan Metode Hayami

No Variabel Nilai

Output, Input dan Harga

1. Output (kg/produksi) (1)

2. Input (kg/produksi) (2)

3. Tenaga kerja langsung (jam/produksi) (3)

4. Faktor konversi (4) = (1) / (2)

5. Koefisien tenaga kerja (5) = (3) / (2)

6. Harga output (Rp/kg) (6)

7. Upah tenaga kerja langsung (Rp/jam

produksi)

(7)

Penerimaan dan Keuntungan

8. Harga bahan baku (Rp/kg) (8)

9. Sumbangan input lain (Rp/kg) (9)

10. Nilai output (Rp/kg) (10) = (4) x (6)

11. a.Nilai tambah (Rp/kg) (11a) = (10) (8) (9)

b.Rasio nilai tambah (%) (11b) = [(11a) / (10)]x100

12. a.Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg) (12a) = (5) x (7)

b.Pangsa tenaga kerja (%) (12b)=[(12a) / (11a)]x100

13. a.Keuntungan (Rp/kg) (13a) = (11a) (12a)

b.Tingkat keuntungan (%) (13b) = [(13a) / (10)]x100

Balas Jasa Pemilik Faktor-Faktor Produksi

14. Margin (Rp/kg) (14) = (10) (8)

a.Pendapatan tenaga kerja langsung (%) (14a) = [(12a) / (14)]x100

b.Sumbangan input lain (%) (14b) = [(9) / (14)]x100

c.Keuntungan pemilik perusahaan (%) (14c) = [(13a) / (14)]x100 Sumber: Hayami et al. (1987)

21

Analisis Struktur Biaya

Biaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keuntungan yang

diperoleh perusahaan. Biaya dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi biaya

tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Dengan adanya pemisahan

yang jelas antara unsur biaya variabel dan biaya tetap, maka dapat dengan mudah

manajemen menetapkan tingkat pembebanan biaya pabrik lainnya. Total biaya

(TC) merupakan penjumlahan dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC),

maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

TC = TFC + TVC

Dimana,

TC = Total biaya usaha pengolahan tepung mocaf (Rp)

TFC = Total biaya tetap usaha pengolahan tepung mocaf (Rp)

TVC = Total biaya variabel usaha pengolahan tepung mocaf (Rp)

Kegiatan pengolahan tepung mocaf menggunakan peralatan produksi.

Setiap peralatan yang digunakan pada proses produksi harus dihitung biaya

penyusutannya. Cara untuk menghitung biaya penyusutan dengan menggunakan

metode garis lurus yaitu pembagian nilai awal setelah dikurangi nilai akhir oleh

waktu pemakaian (expected life). Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa nilai

benda yang digunakan dalam usaha akan menyusut dalam besaran yang sama

setiap tahunnya.

penyusutan =nilai perolehan aktiva tetap nilai sisa

umur ekonomis

Analisis Titik Impas (Break Event Point)

Analisis titik impas dapat menunjukkan pada posisi mana perusahaan tidak

rugi atau untung. Titik impas dapat dinyatakan dalam satuan unit produk yang

dijual dan dalam jumlah rupiah pendapatan. Penentuan titik impas (break even)

dapat menggunakan persamaan matematis sebagai berikut :

a. Titik impas dalam unit

Q=TFC

(P-AVC)

b. Titik impas dalam rupiah

Q=TFC

1-AVC

P

Keterangan :

Q = jumlah produk (unit)

P = harga jual per unit (Rp)

TFC = biaya total tetap (Rp)

AVC = biaya variabel per unit (Rp) (Sumber: Mulyadi 2001)

Analisis Profitabilitas

Analisis profitabilitas dapat digunakan untuk melihat kemampuan suatu

usaha, khususnya usaha tepung mocaf dalam menghasilkan laba. Profitabilitas

22

didapatkan dari hasil perkalian Margin Of Safety (MOS) dan Marginal Income

Ratio (MIR). Adapun rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai

profitabilitas, yaitu sebagai berikut:

MOS (%) =Hasil Penjualan BEP rupiah

Hasil Penjualanx 100%

MIR (%) =Hasil Penjualan TVC

Hasil Penjualan x 100%

(%) = MIR x MOS

Keterangan :

MOS = Margin Of Safety, artinya batas minimum penurunan volume

penjualan agar perusahaan tidak rugi atau hubungan selisih

antara tingkat penjualan tertentu dengan tingkat break even.

MIR = Margin Income Ratio, merupakan hasil bagi laba kontribusi

dengan hasil penjualan, dimana laba kontribusi adalah kelebihan

pendapatan penjualan di atas biaya variabel.

= Profitabilitas Usaha (Sumber: Mulyadi 2001)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambaran Umum Kelompok Tani Setia

Kelompok Tani Setia dibentuk pada tahun 1970an oleh sekelompok aparat

desa Cikarawang. Awal pembentukan Kelompok Tani Setia bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan petani, meningkatkan keterampilan para petani, dan

mempertahankan daerah pertanian di desa Cikarawang. Kelompok Tani Setia

diketuai oleh Bapak Ujang sejak tahun 2011 hingga sekarang. Pemilihan ketua

Kelompok Tani Setia berdasarkan pemberian mandat jabatan dari ketua kelompok

tani sebelumnya dan diresmikan oleh Kepala Desa Cikarawang. Sekretariat

Kelompok Tani Setia berada pada kediaman Pak Ujang yang beralamat di

Kampung Cangkrang RT 02/RW 04 Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pertemuan rutin Kelompok Tani Setia dilakukan

satu bulan sekali pada hari Jumat untuk membahas permasalahan yang dihadapi

kelompok sekaligus sebagai sarana pertukaran informasi. Seluruh anggota

Kelompok Tani Setia juga diwajibkan membayar uang premium sebesar Rp50/kg

setiap kali panen. Uang premium tersebut digunakan untuk kepentingan

masyarakat umum desa Cikarawang, seperti perbaikan dan pembangunan fasilitas

umum. Kelompok Tani Setia memiliki jumlah anggota sebanyak 20 petani dimana

petani yang aktif membudidayakan ubi kayu sejumlah 11 petani dan 9 petani

lainnya membudidayakan komoditas ubi jalar, padi, dan palawija.

Kelompok Tani Setia fokus pada pengembangan budidaya dan pengolahan

komoditas ubi kayu. Saat ini, total lahan ubi kayu yang dikelola oleh anggota

23

Kelompok Tani Setia sebanyak 3.4 hektar. Kelompok Tani Setia rutin melakukan

pengawasan dalam proses budidaya ubi kayu seperti penggunaan pupuk, pestisida,

dan lainnya. Dalam sekali musim panen, jumlah ubi kayu yang dihasilkan oleh

anggota Kelompok Tani Setia sekitar 120 ton per hektar per bulan. Hasil panen

ubi kayu tersebut sebagian besar dijual ke pasar dalam bentuk ubi kayu segar, PT

Tirta Marta untuk bahan baku ecoplast, dan sisanya diolah dalam bentuk olahan

ubi kayu seperti keripik singkong, enye-enye, dan tepung mocaf. Susunan

organisasi Kelompok Tani Setia dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur organisasi Kelompok Tani Setia

Berdasarkan struktur organisasi di Kelompok Tani Setia, pembagian tugas

pada masing masing bagian antara lain :

1. Ketua: Memimpin dan bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan, mengambil keputusan yang berkaitan dengan aktivitas organisasi,

memberdayakan dan mengkoordinasikan semua anggota maupun pengurus

demi kelancaran organisasi tersebut

2. Kepala Desa (Pelindung) : Mengawasi, memantau serta memberikan saran dan kritik terhadap kegiatan kelompok tani tersebut

3. Sekretaris : Melakukan pengadministrasian surat menyurat, pendataan pengurus dan anggota kelompok tani, mencatat dan mengawasi administrasi

berupa nota keluar masuk semua kegiatan organisasi

4. Bendahara : Mengatur anggaran belanja organisasi dan bertanggung jawab atas pengumpulan keuangan organisasi seperti uang premium anggota

5. Bagian Saprodi : Membantu pengadaan sarana produksi pertanian bagi anggota kelompok tani seperti bibit, pupuk, alat, mesin dll dan membantu

pendistribusian bantuan saprodi dari pemerintah ke anggota kelompok tani

6. Bagian Hama dan Penyakit : Membantu anggota kelompok tani dalam mengatasi permasalahan hama dan penyakit, melakukan koordinasi dengan

penyuluh setempat terkait berbagai kegiatan dalam mengatasi permasalahan

hama dan penyakit

Ketua Kelompok Tani Setia

(Pak Ujang)

Kepala Desa Cikarawang

(Pak Sapturi Wijaya)

Bagian Saprodi

(Pak Samsudin)

Bagian Hama & Penyakit

(Pak Abdulhamid)

Bagian Pemasaran

(Pak Anwar)

Bagian Pengairan

(Pak Rahi)

Sekretaris

(Bu Inah)

Bendahara

(Pak Dudung)

24

7. Bagian Pemasaran : Melakukan pemantauan terhadap perkembangan pemasaran dan memasarkan hasil panen maupun produk olahan kelompok tani

8. Bagian Pengairan : Mengatur dan mengkoordinasikan pola aliran air untuk kegiatan usahatani kelompok tani sekaligus mengkoordinasikan kegiatan kerja

bakti

Gambaran Umum Usaha Tepung Mocaf pada Kelompok Tani Setia

Usaha pengolahan tepung mocaf pada Kelompok Tani Setia merupakan

satu-satunya pengolahan tepung mocaf yang menjadi binaan Dinas Pertanian dan

Kehutanan Kabupaten Bogor. Adanya usaha pengolahan ini diharapkan dapat

meningkatkan pendapatan petani dan nilai ekonomis dari komoditas ubi kayu.

Bapak Ujang selaku Ketua Kelompok Tani Setia ingin membantu para petani ubi

kayu dengan membeli ubi kayu yang tidak laku terjual ke pasar untuk diolah

menjadi produk olahan ubi kayu yaitu tepung mocaf. Hal tersebut tentunya akan

mengurangi risiko penjualan ubi kayu dan meningkatkan pendapatan para petani.

Usaha pengolahan tepung mocaf ini berawal dari memproduksi ubi kayu

dalam bentuk chips sebagai bahan baku produksi tepung mocaf sekitar tahun

2012. Kemudian, pada akhir tahun 2013, Bapak Ujang mulai mencoba untuk

memproduksi tepung mocaf sendiri. Pengolahan tepung mocaf yang dilakukan

oleh Bapak Ujang beserta istrinya tidak langsung menggunakan mesin dalam

proses produksi tepung mocaf. Awalnya, pengolahan tepung mocaf hanya

menggunakan peralatan yang sederhana, seperti pisau dan parutan. Namun,

penggunaan alat tersebut dirasakan kurang efisien karena memerlukan waktu yang

cukup lama dalam proses produksi dengan kapasitas produksi yang sangat

terbatas. Akhirnya, Bapak Ujang berinisiatif untuk mencoba menggunakan mesin

penepung dengan menumpang di tempat pengolahan lain dan membayar biaya

penepungan sebesar Rp3 000/kg. Saat itu, Kelompok Tani Setia hanya mampu

memproduksi ubi kayu sebanyak 20kg/produksi dengan jadwal produksi yang

belum rutin dan hanya dijual ke beberapa Kelompok Wanita Tani (KWT) di

sekitar daerahnya.

Upaya dari Kelompok Tani Setia tersebut mendapat perhatian dari beberapa

instansi, seperti Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor dengan

memberikan dukungan dan bantuan untuk mengembangkan usaha pengolahan

tepung mocaf tersebut. Pada tahun 2015, Dinas Pertanian dan Kehutanan

Kabupaten Bogor memberikan bantuan mesin dan peralatan produksi tepung

mocaf seperti mesin penyawut, mesin penepung, mesin pengering, bak

perendaman, box, spinner, sealer, timbangan digital, dll. Dengan adanya bantuan

tersebut, Kelompok Tani Setia menggunakan dua proses pengeringan berdasarkan

pergantian musim yaitu menggunakan sinar matahari pada musim kemarau dan

mesin pengering pada musim hujan. Selain itu, Bapak Ujang juga diikutsertakan

dalam pelatihan pembuatan tepung mocaf dan produk olahan lainnya yang

diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian pada tahun 2015.

Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi dari kedua proses pengeringan tepung mocaf itu

berbeda tergantung dari luas lahan jemur, kapasitas mesin pengering dan jumlah

25

bahan baku yang ada. Rata rata kapasitas produksi tepung mocaf apabila

menggunakan sinar matahari dalam proses pengeringan adalah 18 kg tepung

mocaf dalam satu kali produksi atau 180 kg dalam sebulan. Rata rata kapasitas

produksi tepung mocaf apabila menggunakan mesin pengering dalam proses

pengeringan adalah 6 kg tepung mocaf dalam satu kali produksi atau 60 kg dalam

sebulan.

Karakteristik Tenaga Kerja

Usaha pengolahan tepung mocaf pada Kelompok Tani Setia hanya

menggunakan tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga. Tenaga kerja yang

selalu ikut dalam proses produksi tepung mocaf dari awal hingga akhir adalah

Bapak Ujang beserta istrinya. Biaya tenaga kerja dalam penelitian ini

diperhitungkan dengan asumsi yang sama apabila menggunakan tenaga kerja luar

keluarga.

Upah tenaga kerja yang diperhitungkan dalam penelitian ini dihitung

berdasarkan biaya per kg ubi kayu atau tepung mocaf yang digunakan per proses

produksi tepung mocaf mulai dari penyediaan bahan baku sampai pengemasan.

Total biaya tenaga kerja yang diperhitungkan apabila proses pengeringan

menggunakan sinar matahari sebesar Rp57 900 per 50 kg ubi kayu. Total biaya

tenaga kerja apabila menggunakan mesin pengering sebesar Rp24 800 per 20 kg

ubi kayu. Rincian biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh usaha pengolahan

tepung mocaf berdasarkan perbedaan proses pengeringan dapat dilihat pada

Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Penyediaan Bahan Baku dan Bahan Penolong

Bahan baku utama yang digunakan adalah ubi kayu. Bahan baku ubi kayu

diperoleh dari anggota Kelompok Tani Setia. Ubi kayu yang digunakan adalah ubi

kayu varietas manggu. Mayoritas petani ubi kayu di desa Cikarawang hanya

membudidayakan varietas manggu karena cocok untuk dikonsumsi maupun

diolah. Ubi kayu yang digunakan pun harus berusia tanam 9 bulan karena kadar

air dan kadar acinya yang bagus pada usia tanam tersebut. Dari segi ukuran, ubi

kayu yang digunakan berdiameter 2 cm. Ubi kayu tersebut merupakan ubi kayu

yang tidak laku dijual ke pasar sehingga harga jualnya hanya sebesar Rp1 000/kg.

Siklus pembelian bahan baku ubi kayu dilakukan setiap ada panen dengan jumlah

yang tidak menentu setiap pembeliannya. Rata-rata pembelian ubi kayu dalam

sekali panen sebanyak 20 kg 100 kg yang digunakan untuk memproduksi tepung

mocaf. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai kepada para petani ubi kayu.

Bahan baku yang diperoleh langsung diolah dalam bentuk chips agar lebih tahan

lama karena chips memiliki daya simpan sekitar satu tahun.

Bahan-bahan lain yang digunakan untuk pengolahan tepung mocaf adalah

enzim, bensin, air, gas dan kemasan. Enzim yang digunakan untuk produksi

tepung mocaf adalah Starter Bimo-CF yang diperoleh dari pihak Dinas Pertanian

dan Kehutanan Kabupaten Bogor dengan harga Rp60 000/kg. Perbandingan

enzim yang digunakan yakni satu kilogram enzim untuk merendam satu ton chips

ubi kayu. Bahan bakar premium digunakan sebagai bahan bakar mesin penggiling

dan biasanya diperoleh di SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) dengan

harga Rp7 050/liter. Gas LPG 3 kg digunakan untuk mengoperasikan mesin

pengering. Gas tersebut biasanya diperoleh di warung sekitar lokasi produksi

26

dengan harga Rp16 000 per tabung 3 kg. Air diperoleh dari sumur di dekat tempat

produksi tepung mocaf. Air yang digunakan juga harus bersih dan jernih karena

digunakan untuk proses pencucian dan perendaman ubi kayu. Kelompok Tani

Setia tidak mengeluarkan biaya untuk penggunaan air karena air yang digunakan

berasal dari sumur sehingga gratis. Kemasan digunakan untuk mengemas tepung

mocaf yang siap dijual. Kemasan yang digunakan berupa kemasan plastik

berukuran 1 kg dengan ketebalan 0.5 dan dilengkapi dengan desain kemasannya

yang bertuliskan Kelompok Tani Setia. Harga kemasan sebesar Rp300 per lembar.

Mesin dan Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan tepung mocaf pada

Kelompok Tani Setia terdiri dari peralatan yang bersifat manual maupun yang

menggunakan bantuan tenaga listrik. Peralatan - peralatan yang digunakan

sebagian besar merupakan bantuan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan

Kabupaten Bogor. Perhitungan biaya penyusutan investasi dan peralatan dalam

penelitian ini memperhitungkan biaya semua peralatan produksi yang berstatus

milik sendiri maupun bantuan. Rincian mesin dan peralatan yang digunakan oleh

Kelompok Tani Setia dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Mesin dan peralatan usaha pengolahan tepung mocaf Kelompok Tani

Setia tahun 2016

Jenis Satuan Jumlah Status Kepemilikan

Pisau Unit 3 Milik sendiri

Mesin perajang Unit 1 Bantuan Dinas Pertanian

Bak perendaman 100 liter Unit 8 Bantuan Dinas Pertanian

Box Unit 3 Bantuan Dinas Pertanian

Spinner Unit 1 Bantuan Dinas Pertanian

Dish mill Unit 1 Bantuan Dinas Pertanian

Ayakan ukuran 1x1 meter Unit 1 Milik sendiri

Timbangan digital Unit 1 Bantuan Dinas Pertanian

Sealer Unit 1 Bantuan Dinas Pertanian

Tampah bambu Unit 20 Milik sendiri

Mesin pengering Unit 1 Bantuan Dinas Pertanian

Tabung gas 3 kg Unit 1 Milik sendiri

Loyang Unit 6 Bantuan Dinas Pertanian

Pisau stainless steel digunakan untuk mengupas ubi kayu. Mesin perajang

digunakan untuk memotong ubi kayu yang telah dikupas dalam bentuk chips. Bak

perendaman digunakan untuk merendam chips ubi kayu dan wadah untuk

menyimpan chips kering, aci atau tepung mocaf. Box digunakan sebagai wadah

untuk menyimpan ubi kayu yang telah dikupas dan tepung mocaf yang sudah

dikemas menggunakan kemasan plastik. Spinner digunakan untuk mempercepat

proses penirisan chips basah sebelum dilakukan proses penjemuran. Dish mill

digunakan untuk menggiling chips kering menjadi tepung mocaf. Ayakan

digunakan untuk mengayak tepung mocaf agar memperoleh hasil yang lebih halus

sesuai kebutuhan. Timbangan digital dan sealer digunakan untuk proses

pengemasan tepung mocaf. Tampah bambu digunakan untuk menjemur chips

27

basah. Mesin pengering digunakan untuk mengeringkan chips basah apabila

musim hujan. Tabung gas digunakan untuk mengoperasikan mesin pengering

tersebut. Loyang digunakan sebagai wadah chips ubi kayu pada saat

mengeringkan di mesin pengering. Selain itu, Kelompok Tani Setia juga

memperoleh bantuan kendaraan operasional berupa motor roda 3 pada tahun

2013. Kendaraan operasional tersebut digunakan untuk kegiatan usahatani dan

kegiatan usaha pengolahan tepung mocaf sehingga adanya alokasi biaya bersama.

Besarnya alokasi biaya bersama dalam perhitungan kendaraan tersebut dapat

dilihat pada Lampiran 3.

Proses Produksi

Berdasarkan hasil penelitian di Kelompok Tani Setia, terdapat beberapa

aktivitas yang dilakukan dalam memproduksi tepung mocaf termasuk perbedaan

dalam proses pengeringannya. Proses pengeringan yang menggunakan sinar

matahari memerlukan waktu selama 54 jam dalam satu kali produksi ubi kayu

sebanyak 50 kg. Proses pengeringan yang menggunakan mesin pengering

memerlukan waktu selama 50.75 jam dalam satu kali produksi ubi kayu sebanyak

20 kg. Uraian jam tenaga kerja untuk setiap proses produksi tepung mocaf

berdasarkan proses pengeringan dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.

Adapun proses produksi tepung mocaf dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Penyediaan bahan baku Ubi kayu yang digunakan untuk produksi tepung mocaf diperoleh dari hasil

panen anggota Kelompok Tani Setia. Ubi kayu tersebut diambil langsung di

sawah dengan upah pikul yang diberikan sebesar Rp200 per kg dari sawah

menuju kendaraan operasional. Setelah itu, ubi kayu langsung dibawa menuju

tempat produksi.

2. Pengupasan ubi kayu Ubi kayu yang digunakan untuk produksi tepung mocaf adalah ubi kayu segar

dengan batas penyimpanan selama dua hari setelah panen. Ubi kayu yang

telah dipanen pun dipilih terlebih dahulu, apabila ada ubi kayu yang busuk

maka tidak bisa digunakan untuk produksi tepung mocaf. Setelah itu, ubi kayu

dikupas menggunakan pisau stainless steel. Proses pengupasan dilakukan

dengan mengupas seluruh kulit lapisan pada ubi kayu baik yang berwarna

putih atau hitam. Ubi kayu yang telah terkupas diletakkan pada box yang telah

disediakan.

3. Pencucian ubi kayu Ubi kayu yang telah dikupas kemudian dibilas menggunakan air bersih dan

digosok dengan kain putih untuk menghilangkan lendir dan kotoran. Proses

pencucian ubi kayu dilakukan pada bak perendaman.

4. Perajangan ubi kayu Ubi kayu yang sudah dikupas dan dibersihkan kemudian dirajang berbentuk

chips/sawut dengan ketebalan chips 1 - 4 mm. Proses perajangan ubi kayu

tersebut dilakukan menggunakan mesin perajang ubi kayu untuk

mempermudah dan mempercepat proses perajangan ubi kayu.

5. Perendaman chips Proses perendaman chips menggunakan bak perendaman ukuran 100 liter

yang diisi dengan air bersih untuk merendam sebanyak 25 kg chips. Setelah

itu, bak perendaman diinokulasi dengan Starter Bimo-CF dengan ukuran 1 kg

28

enzim bisa digunakan untuk merendam 1 ton chips. Proses perendaman chips

dilakukan selama 12 jam. Proses perendaman tersebut dilakukan untuk

mengurangi kadar aci dan aroma ubi kayunya. Proses perendaman ini juga

menghasilkan produk sampingan berupa ampas.

6. Penirisan chips Setelah selesai proses perendaman, air perendaman dibuang dan chips ubi

kayu dari bak perendaman dipindahkan ke wadah lain untuk ditiriskan

menggunakan spinner. Proses penirisan berhenti dilakukan pada saat air tiris

sempurna yang ditandai dengan tetesan air tirisan sudah jernih.

7. Pengeringan chips

Proses pengeringan alami menggunakan sinar matahari Chips ubi kayu yang telah dipres, langsung dikeringkan atau

dijemur menggunakan sinar matahari. Wadah yang digunakan dalam

proses penjemuran adalah tampah bambu dengan kapasitas 2 kg chips per

tampah bambu. Proses pengeringan dihentikan hingga kadar air chips

kering sebesar 12 persen atau selama dua sampai tiga hari pengeringan

menggunakan sinar matahari. Selama proses pengeringan sebaiknya

dihindarkan dari debu dan kotoran. Chips ubi kayu yang sudah dijemur

langsung disimpan ke sebuah wadah berupa bak atau karung. Tepung

mocaf yang dihasilkan menggunakan sinar matahari memiliki kualitas

yang lebih bagus dibandingkan tepung mocaf yang dihasilkan

menggunakan mesin pengering. Tepung mocaf yang dikeringkan secara

alami berwarna putih menyerupai tepung terigu.

Proses pengeringan menggunakan mesin pengering Proses pengeringan dengan mesin menggunakan loyang sebagai

wadahnya. Chips ubi kayu yang telah dipres, langsung diletakkan ke

loyang untuk dimasukkan ke mesin pengering. Kapasitas satu loyang

sekitar 2 kg chips ubi kayu. Proses pengeringan dihentikan hingga kadar

air chips kering atau selama 30 jam dalam satu kali proses pengeringan.

Namun, tepung mocaf yang dikeringkan menggunakan mesin pengering

akan menghasilkan warna tepung mocaf yang agak kuning. Tepung mocaf

yang dikeringkan menggunakan mesin tidak sepenuhnya kering secara

merata akibat perbedaan suhu yang diterima pada setiap rak mesin

pengering.

8. Penepungan chips kering Chips kering digiling menggunakan dish mill hingga menjadi tepung. Proses

penepungan hanya menggunakan satu buah dish mill dengan satu orang tenaga

kerja yaitu Pak Ujang. Waktu yang diperlukan dalam proses penepungan

ratar-rata bisa mencapai 2.5 5 jam untuk memproduksi sekitar 10 25 kg

chips kering.

9. Pengayakan tepung mocaf Selanjutnya tepung tersebut diayak secara manual menggunakan ayakan

berukuran 1x1 meter untuk memperoleh hasil tepung yang lebih halus. Ukuran

ayakan untuk tepung mocaf yang akan digunakan untuk memproduksi roti

sekitar 100 mesh sedangkan tepung mocaf yang digunakan untuk

memproduksi egg roll dan brownies hanya sekitar 80 mesh. Tepung mocaf

yang sudah selesai diayak lalu disimpan ke beberapa wadah berupa bak yang

berbeda tergantung ukuran kehalusan tepungnya.

29

10. Pengemasan tepung mocaf Pengemasan tepung mocaf diawali dengan menimbang tepung mocaf tersebut

menggunakan timbangan digital dengan ukuran 1 kg per kemasan. Kemasan

yang digunakan adalah kemasan plastik dengan ketebalan 0.5 yang telah

diberi logo dan merk produk tepung mocaf Kelompok Tani Setia. Setelah

ditimbang dan dimasukkan ke dalam kemasan plastik, kemasan tersebut

ditutup menggunakan hand sealer. Tepung mocaf yang telah dikemas

kemudian disimpan di tempat yang bersih dan kering.

Produk Sampingan

Proses pengolahan ubi kayu menghasilkan produk utama tepung mocaf dan

produk sampingan berupa aci. Produk sampingan berupa aci ini seluruhnya

dimanfaatkan oleh pelaku usaha sehingga dapat dikatakan bahwa usaha

pengolahan tepung mocaf ini zero waste atau tidak menghasilkan limbah sama

sekali. Produk sampingan tersebut dihasilkan dari proses perendaman chips

berup