ANALISIS NERACA AIR UNTUK PENETAPAN POLA...

14
1 ANALISIS NERACA AIR UNTUK PENETAPAN POLA TANAM DALAM MENINGKATKAN INDEKS PERTANAMAN 1 Budi Indra Setiawan 2 Tujuan: 1) Menjelaskan proses perhitungan neraca air di lahan pertanian 2) Mengidentifikasi pergantian dan periode musim berdasarkan iklim lokal. 3) Menentukan kondisi air hujan tersedia di setiap musim 4) Mendapatkan potensi air tersedia untuk meningkatkan indeks pertanaman. Skema neraca air: Gambar 1. Skema neraca air di lahan pertanian Persamaan neraca air di lahan pertanian: = ∆ℎ = ( − − − ) + ( )............................................................. (1) Dimana: θ : Kadar air tanah volumetrik (fraksi, volume air dibagi volume tanah); Z : Kedalaman perakaran (mm); h : Tinggi air ekuivalen (mm); t : Interval waktu (1 hari) r : Laju hujan harian (mm h -1 ); 1 Disiapkan khusus terbatas untuk bahan kuliah pada Bimbingan Teknis Identifikasi Sumber Daya Air dan Pengembangan Pola Tanam, Puslitbangtan, Kementan, Bogor, 2022 Maret 2018. 2 Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur Pertanian, dan Guru Besar Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Petanian Bogor. Email: [email protected]; Http://budindra.staff.ipb.ac.id

Transcript of ANALISIS NERACA AIR UNTUK PENETAPAN POLA...

1

ANALISIS NERACA AIR UNTUK PENETAPAN POLA TANAM DALAM

MENINGKATKAN INDEKS PERTANAMAN1

Budi Indra Setiawan2

Tujuan:

1) Menjelaskan proses perhitungan neraca air di lahan pertanian

2) Mengidentifikasi pergantian dan periode musim berdasarkan iklim lokal.

3) Menentukan kondisi air hujan tersedia di setiap musim

4) Mendapatkan potensi air tersedia untuk meningkatkan indeks pertanaman.

Skema neraca air:

Gambar 1. Skema neraca air di lahan pertanian

Persamaan neraca air di lahan pertanian:

∆𝜃

∆𝑡𝑍 =

∆ℎ

∆𝑡= (𝑟 − 𝑟𝑜 − 𝑝 − 𝑒𝑡𝑐) + (𝑞𝑖 − 𝑞𝑜)............................................................. (1)

Dimana:

θ : Kadar air tanah volumetrik (fraksi, volume air dibagi volume tanah);

Z : Kedalaman perakaran (mm);

h : Tinggi air ekuivalen (mm);

∆t : Interval waktu (1 hari)

r : Laju hujan harian (mm h-1);

1 Disiapkan khusus terbatas untuk bahan kuliah pada “Bimbingan “Teknis Identifikasi Sumber Daya Air dan

Pengembangan Pola Tanam, Puslitbangtan, Kementan, Bogor, 20–22 Maret 2018.

2 Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur Pertanian, dan Guru Besar Teknik Sipil dan Lingkungan,

Institut Petanian Bogor. Email: [email protected]; Http://budindra.staff.ipb.ac.id

2

ro : Laju limpasan permukaan harian (mm h-1);

p : Laju perkolasi harian (mm h-1);

etc : Laju evapotranspirasi tanaman harian (mm h-1);

qi : Laju irigasi (mm h-1);

qo : Laju drainase (mm h-1).

Perubahan kadar air tanah:

∆𝜃 = 𝜃𝑡 − 𝜃𝑡−1 .......................................................................................................... (2)

Dimana:

θt : Kadar air tanah volumetrik pada hari ini;

θt-1 : Kadar air tanah volumetrik pada hari sebelumnya.

Perubahan tinggi air ekuivalen:

∆ℎ = ℎ𝑡 − ℎ𝑡−1 ............................................................................................................................... (3)

Dimana:

ht : Tinggi air ekuivalen pada hari ini (mm);

ht-1 : Tinggi air ekuivalen pada hari sebelumnya (mm).

Limpasan permukaan:

𝑟𝑜 = {𝑟 − 𝑖 𝑟 > 𝑖

0 𝑟 ≤ 𝑖 ........................................................................................................................ (4)

Dimana:

i : Laju infiltrasi (mm h-1).

Infiltrasi:

𝑖 = {

𝐾𝑠 𝜃 = 𝜃𝑠

1

2𝑆𝑡−0.5 + 𝐾𝑠 𝜃 < 𝜃𝑠

Dimana:

S : Sorptivitas (mm h-1);

Ks : Konduktivitas hidrolika tanah jenuh (mm h-1);

S dan Ks bervariasi tergantung jenis dan sifat fisik tanah serta kadar air tanah.

3

Perkolasi:

𝑝 = {𝐾𝑠 𝜃 = 𝜃𝑠

0 𝜃 < 𝜃𝑠 ........................................................................................................ (5)

Dimana:

Ks : Konduktivitas hidrolika tanah jenuh (mm h-1);

θs : kadar air volumetrik tanah jenuh (mm h-1).

Evapotranspirasi:

𝑒𝑡𝑐 = 𝐾𝑐𝑒𝑡𝑜 ................................................................................................................. (6)

Dimana:

Kc : Koefisien tanaman;

eto : Laju evapotranspirasi acuan (mm h-1).

Koefisien tanaman:

Koefisien tanaman bervariasi tergantung jenis dan umur tanaman serta teknis budidaya.

Gambarannya adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Koefisien tanaman

Tanaman Kc ini Kc mid Kc end Rataan Hari

1) Padi 1.05 1.20 0.90 1.05 110

2) Jagung 1.12 0.60 0.86 125

3) Kedelai 1.15 0.50 0.83 85

4) Sayuran 0.40 1.15 1.00 0.85 75

Evapotranspirasi acuan:

Banyak model yang dapat digunakan untuk menghitung evapotranspirasi acuan harian. Di

antaranya adalah model Hargreave yang cukup akurat walaupun hanya dengan masukan suhu

(maksimum, minimun dan rata-rata) harian dan radiasi ekstraterestial harian.

𝐸𝑇𝑜 = 0.000939 𝑅𝑎√(𝑇𝑚𝑎𝑥 − 𝑇𝑚𝑖𝑛)(𝑇𝑎𝑣𝑒 + 17.8) .................................................. (7)

Dimana:

Ra : Radiasi ekstraterestial (Watt m-2);

Tmax : Suhu udara harian maksimum (oC);

Tmin : Suhu udara harian minimum (oC);

Tave : Suhu udara harian rata-rata (oC).

4

Radiasi ekstraterestial:

𝑅𝑎 = 37. 6 𝑑𝑟[𝜔𝑠 sin(𝜑) sin(𝛿) + cos (𝜑) cos(𝛿) sin(𝜔𝑠)] ..................................... (8)

𝑑𝑟 = 1 + 0.033 cos(0.0172 𝐽) ................................................................................... (9)

𝜔𝑠 = arccos[− tan(𝜑) tan(𝛿)] ................................................................................ (10)

𝜑 =𝜋𝐿

180 ...................................................................................................................... (11)

𝛿 = 0.409 sin(0.0172 𝐽 − 1.39) .............................................................................. (12)

Dimana:

L : Posisi Lintang, dimana Lintang Utara diberi tanda minus (-);

J : Kalender Julian, dimana J bernilai 1 pada 1 Januari.

Penentuan musim:

Dalam penentuan musim, dengan memperhatikan hanya laju hujan dan laju evapotranspirasi

acuan saja, Pers. 1 dapat ditulis sebagai berikut:

𝑛(𝑡) = 𝑟(𝑡) − 𝑒𝑡𝑜(𝑡) ................................................................................................ (13)

𝑟(𝑡) =𝑑(∑ 𝑅𝑡 )

𝑑𝑡 ............................................................................................................. (14)

𝑒𝑡𝑜(𝑡) =𝑑(∑ 𝐸𝑇𝑜𝑡 )

𝑑𝑡 ...................................................................................................... (15)

Dimana:

R : Hujan harian (mm)

ETo : Evapotranspirasi acuan harian (mm).

Akumulasi hujan (∑R) dan evapotranspirasi acuan (∑ETo), dalam banyak kasus, dapat

direpresentasikan dengan akurat menggunakan persamaan polynomial orde-6 sebagai berikut:

𝑌(𝑡) = 𝑎6𝑡6 + 𝑎5𝑡5 + 𝑎4𝑡4 + 𝑎3𝑡3 + 𝑎2𝑡2 + 𝑎1𝑡 + 𝑏 ........................................... (16)

Derivasinya adalah sebagai berikut:

𝑦(𝑡) = 6𝑎6𝑡5 + 5𝑎5𝑡4 + 4𝑎4𝑡3 + 3𝑎3𝑡2 + 2𝑎2𝑡 + 𝑎1 ........................................... (17)

Dimana:

ai dan b adalah koefisien regresi.

5

Dengan memperhatikan nilai n dapat identifikasi hal-hal sebagai berikut:

1) Awal musim hujan (akhir musim kemarau) terjadi bila n=0 dan n cenderung positif.

2) Musim hujan berlangsung bila pada periode tertentu n bernilai positif (n+);

3) Puncak musim hujan terjadi pada saat n+ terbesar;

4) Awal musim kemarau (akhir musim hujan) terjadi bila n=0 dan n cenderung negatif.

5) Musim kemarau berlangsung bila pada periode tertentu n bernilai negatif (n-);

6) Puncak musim kemarau terjadi pada saat n- terbesar.

Contoh penentuan musim di Jatiwangi

Data iklim yang terdiri dari suhu harian minimum (Tmn), suhu harian maksimum (Tmx), suhu

harian rata-rata (Tav) dan hujan harian (R) diperoleh dari Stasiun Meteorologi Jatiwangi

(WMO 96791), Jawa Barat (Gambar 2) tahun 2015 yang diunduh dari website BMKG. Stasiun

ini berada pada posisi geografis 6.75 LS dan 108.27 BT dan elevasi 52 dpl.

Gambar 2. Stasiun Meteorologi Jatiwangi

Tabel 2 menyajikan, sebagai contoh selama 15 hari, data iklim dan hasil perhitungan

evapotranspirasi acuan, akumulasi hujan dan evapotraspirasi acuan, laju hujan dan

evapotranspirasi acuan serta selisih kedua laju tersebut. Hujan dan evapotranspirasi acuan

selama setahun masing-masing mencapai 2134 mm dan 1767 mm. Dengan demikian, selama

tahun 2015 terjadi surplus air hujan.

6

Tabel 2 Data iklim dan hasil perhitungan laju hujan dan laju evapotranspirasi acuan

Akumulasi hujan dan evapotranspirasi acuan dapat direpresentasikan dengan akurat

menggunakan persamaan polinomial orde-6 dimana dihasilkan R2 masing-masing 0.996 dan

1.000 dengan koefisen regresinya seperti disajikan pada Tabel 3. Koefisien regresi dan

determinasi, dalam hal ini, diperoleh menggunakan fungsi LINEST yang terdapat dalam MS-

Excel.

Tabel 3. Koefisien determinasi dan regresi

Gambar 3 dan Gambar 4 masing-masing memperlihatkan kurva hujan dan evapotranspirasi

acuan harian dan masing-masing akumulasinya yang disandingkan dengan persamaan

polinomal yang dihasilkan. Dimana, jelas terlihat akurasi dari kedua persamaan polinomial

tersebut.

Gambar 5 memperlihatkan kurva laju hujan dan laju evapotranspirasi acuan. Gambar 6

memperlihatkan kurva selisihnya. Dimana, terlihat musim hujan berlangsung sampai hari ke-

127 dengan puncaknya mencapai 10.3 mm/hari pada hari ke-41. Kemudian, musim kemarau

berlangsung hingga hari ke-329 (202 hari) dengan puncaknya sebesar -5.4 mm/hari terjadi pada

hari ke-253.

Surplus air hujan periode hari ke 1–129 mencapai 866 mm, dan periode hari ke 330–365

mencapai 277 mm. Sedangkan, defisit air terjadi pada periode hari ke 130–329 mencapai 868

mm.

Stasiun Meteorologi Jatiwangi No Sign

WMO 96791 Min 19.0 21.6 21.6 21.6 0.0 2.8 1 +

Lintang -6.75 Max 25.8 38.6 31.1 96.0 107.0 6.6 r2 2 -

Bujur 108.27 Ave 23.4 33.5 27.5 76.3 5.8 4.8 ∑R 0.996 3 +

Elevasi 52 Stdev 1.3 2.0 1.4 10.6 15.1 0.7 ∑ET 1.000 4 +

Sum 8558.4 12276.0 10065.9 2134.1 1767.4 5

Hari-ke Tanggal Tmn Tmx Tav) RH (%) R ETo ∑R ∑ETo r(t) eto(t) n(t) Sign

1 01/01/2015 23.4 31.3 26.6 87 83.0 4.5 83.0 4.5 5.7 3.8 1.9 +

2 02/01/2015 24.0 30.8 26.1 89 1.1 4.1 84.1 8.6 6.2 3.9 2.4 +

3 03/01/2015 23.8 30.6 26.2 88 10.6 4.1 94.7 12.8 6.7 3.9 2.8 +

4 04/01/2015 24.2 30.3 26.3 88 4.0 3.9 98.7 16.7 7.2 3.9 3.3 +

5 05/01/2015 24.0 32.3 28.1 79 0.0 4.8 98.7 21.4 7.7 4.0 3.7 +

6 06/01/2015 24.0 32.2 27.5 84 6.8 4.7 105.5 26.1 8.1 4.0 4.1 +

7 07/01/2015 22.2 32.4 26.9 82 0.3 5.2 105.8 31.3 8.6 4.0 4.5 +

8 08/01/2015 22.4 34.2 28.0 82 18.5 5.7 124.3 37.0 9.0 4.1 4.9 +

9 09/01/2015 23.8 34.2 28.1 80 0.0 5.3 124.3 42.3 9.4 4.1 5.3 +

10 10/01/2015 24.0 34.0 28.2 80 0.0 5.3 124.3 47.6 9.8 4.2 5.6 +

11 11/01/2015 24.2 33.9 28.1 76 0.0 5.2 124.3 52.7 10.1 4.2 5.9 +

12 12/01/2015 24.2 31.8 26.8 86 0.0 4.4 124.3 57.2 10.5 4.2 6.3 +

13 13/01/2015 24.2 27.6 24.9 94 3.5 2.8 127.8 60.0 10.8 4.2 6.6 +

14 14/01/2015 24.0 31.2 26.8 87 15.1 4.3 142.9 64.3 11.1 4.3 6.9 +

15 15/01/2015 23.8 32.2 25.9 91 0.0 4.6 142.9 68.9 11.4 4.3 7.1 +

r2 b a6 a5 a4 a3 a2 a1

∑R 0.996 5E+01 3E-11 -3E-08 2E-05 -3E-03 3E-01 5E+00

∑ET 1.000 6E+00 -3E-13 -7E-10 7E-07 -2E-04 2E-02 4E+00

7

Gambar 3. Hujan harian dan akumulasinya

7

Gambar 4. Evapotranspirasi acuan harian dan

akumulasinya

Gambar 5. Laju hujan dan laju evapotranspirasi

acuan

Gambar 6. Selisih laju hujan dan

evapotranspirasi acuan

Pada periode 2015/2016, musim hujan mulai pada hari ke-329 di tahun 2015 dan berakhir pada

ke-162 di tahun 2016, atau selama 197 hari dan mencapai puncaknya sebesar 10.3 mm/hari

pada hari ke-19 dengan surplus air sebesar 1235 mm. Musim kemarau berlangsung singkat

hanya 61 hari di tahun 2016 dengan puncaknya sebesar -0.7 mm/hari pada ke-194.

Tabel 4. Hasil analisis musim periode 1978/1978–2015/2016 (37 tahun)

Total

Awal Akhir Lama Puncak Net Air Awal Akhir Lama Puncak Net Air Net Air

(hari-ke) (hari-ke) (hari) (hari-ke) (mm) (hari-ke) (hari-ke) (hari) (hari-ke) (mm) (mm)

Rataan 295 139 203 33 1557 141 293 156 229 -581 970

SD 27 19 37 23 258 20 26 40 24 224 424

CL=95% 339 171 264 71 1982 174 335 222 268 -212 1668

R2 0.97 0.99 0.97 0.99 1.00 0.99 0.99 0.98 0.99 1.00 0.98

RMSE 0.05 0.03 0.04 0.02 0.03 0.03 0.03 0.05 0.04 0.02 0.05

Musim Hujan Musim Kemarau

8

Tabel 4 menyajikan hasil analisis musim selama 37 tahun (Lampiran 2) dimana berdasarkan

rataannya, dapat disumpulkan bahwa:

Musim Hujan:

1) Mulai hari ke-295±27 hari;

2) Lamanya 203±37 hari;

3) Puncaknya pada hari ke-33±23 hari;

4) Surplus air hujan 1557±258 mm;

Musim Kemarau:

1) Mulai hari ke-141±20 hari;

2) Lamanya 156±40 hari;

3) Puncaknya pada hari ke-229±24 hari;

4) Defisit air hujan 581±224 mm;

Kondisi optimis:

1) Musim hujan mulai hari ke-322 (Pertengahan November) dengan surplus air 1299 mm

2) Musim kemarau mulai hari ke-161 (Pertengahan Mei) dengan defisit air 805 mm

3) Surplus air selama dua musim tersebut sebesar 494 mm.

Potensi peningkatan IP:

1) Bila dalam satu musim tanam padi selama 110 hari, dengan rata-rata Kc=1.05 (Tabel

1) dan rata-rata ETo=4.8 mm (Tabel 2), dibutuhkan air sebesar 554 mm.

2) Potensi meningkatkan Indeks Pertanaman sebesar 494/554=0.89.

3) Bila surplus air sebesar 554 mm akan ditampung dalam bentuk embung berkapasitas

1000 m3 dengan rata-rata kedalaman 3 m, diperlukan lahan minimal seluas 600 m2 dan

daerah tangkapan air hujan minimal seluas 1800 m2.

4) Jumlah air ini (1000 m3) mampu mengairi lahan salah satunya untuk budidaya:

a. Padi seluas 1800 m2 atau lebih tergantung teknik irigasi yang diterapkan;

b. Jagung seluas lebih dari 1900 m2;

c. Kedelai seluas lebih dari 2900 m2;

d. Sayuran seluas lebh dari 3200 m2.

9

Lampiran 1: Penentuan koefisien persamaan polinomial orde-6

10

Lampiran 2: Hasil analisis neraca air untuk penentuan musim

11

12

13

14