ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

64
TESIS – SF 142502 ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, 2, 3 DAN 4 CELAH MAHENDRA SATRIA HADININGRAT 1112 201 021 DOSEN PEMBIMBING Endarko, Ph.D Dr.rer.nat, Bintoro Anang Subagyo PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN FISIKA TEORI JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015

Transcript of ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Page 1: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

TESIS – SF 142502

ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, 2, 3 DAN 4 CELAH MAHENDRA SATRIA HADININGRAT 1112 201 021 DOSEN PEMBIMBING Endarko, Ph.D Dr.rer.nat, Bintoro Anang Subagyo

PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN FISIKA TEORI JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015

Page 2: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

THESIS – SF 142502

ANALYSIS OF FEYNMAN PATH METHOD ON 1, 2, 3 AND 4 SLITS INTERFERENCE MAHENDRA SATRIA HADININGRAT 1112 201 021 ADVISOR Endarko, Ph.D Dr.rer.nat, Bintoro Anang Subagyo

MAGISTER PROGRAMME ADVANCED IN THEORETICAL PHYSICS DEPARTMENT OF PHYSICS FACULTY OF MATHEMATICS AND SCIENCES SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2015

Page 3: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Tesis disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Magister Sains (M.Si)

di

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

oleh:

Mahendra Satria Hadiningrat

NRP.1112201021

Diletujui oleh :

Haril Tanggal Ujian

Periode Wisuda

L Endarko, Ph.D NIP. 19741117 199903 1 001

2. Dr.rer.oat, Bintoro Anang Subagyo NIP. 19790716 2005011 002

l. Prof. Eddy Yahya, M.Sc., Ph.D NIP. 19471126 197210 1 001 .

4.. Prof. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D NIP. 19660224 199002 1 001

IV

: Kamis, 15 Januari 2015

: 2014/2015

h~ (Pembimbing)

~ (Pembimbing)

~(P~nguJ•l (Penguji)

Page 4: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN

PADA INTERFERENSI 1, 2, 3 DAN 4 CELAH

Nama Mahasiswa : Mahendra Satria Hadiningrat

NRP : 1112201021

Jurusan/ Bidang Keahlian : Fisika FMIPA ITS/ Fisika Teori

Dosen Pembimbing : 1. Endarko, Ph.D

2. Dr.rer.nat Bintoro Anang Subagyo

Abstrak

Telah didapat solusi analitik interferensi 1, 2, 3 dan 4 celah berdasar metode Integral Lintas Feynman dengan pendekatan difraksi Fraunhofer. Penurunan formula tersebut sangat detail, oleh karena itu, secara lebih sederhana diaplikasikan Prinsip aksi klasik sebagai dasar awal penurunan formula tersebut. Metode ini digunakan untuk menghitung distribusi probabilitas partikel elektron yang mungkin melewati 1, 2, 3 dan 4 celah sebagai hasil dari pola interferensi yang terdeteksi pada layar dan direpresentasikan dalam grafik.

Kata kunci : Difraksi Fraunhofer, Integral Lintas Feynman.

v

Page 5: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

ANALYSIS OF FEYNMAN PATH METHOD

ON 1, 2, 3 AND 4 SLITS INTERFERENCE

Name : Mahendra Satria Hadiningrat

NRP : 1112201021

Department/ Advanced in : Physics FMIPA ITS/ Theoretical Physics

Advisor : 1. Endarko, Ph.D

2. Dr.rer.nat Bintoro Anang Subagyo

Abstract

It had been explained in analytical detail of interference on 1, 2, 3 and 4 slits which is based on Feynman Path Method within the Fraunhofer diffraction approachment. Those formulas are difficult to derive, thereafter, in simply design being applicated on classical action principle as a basic of deriving formula. It is used to compute probability distribution of electron through those slits as a result of interference model which is detected on a screen and represented on graph.

Keyword : Fraunhofer Diffraction, Feynman Path Method.

v

Page 6: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah dan hidayah-NYA sehingga Tesis ini dapat terselesaikan, dengan judul :

“ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN

PADA INTERFERENSI 1, 2, 3 DAN 4 CELAH”

Hanya dengan rahmat-NYA lah tugas berat dapat teratasi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak, karena tanpa bantuan dan dukungannya tidak akan mungkin karya tulis ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini pula penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Ayah Bunda di Surabaya, yang telah menghibahkan hidupnya pada ananda. 2. Pihak ITS atas pemberian Beasiswa Pendidikan PPA (Peningkatan Prestasi

Akademik) selama S1 dan Beasiswa Pendidikan Freshgraduate selama S2. 3. Bapak Endarko, Ph.D dan Bapak Dr.rer.nat, Bintoro Anang Subagyo.,selaku

Pembimbing yang telah dengan tekun membimbing, memberikan arahan jalan keluar dari masalah yang penulis temui dari awal proposal, sabar memahami, memberikan rangsangan, tantangan sehingga termotivasi sampai terselesaikannya tugas ini, terima kasih penulis sampaikan.

4. Bapak Dr.Yono Hadi Pramono, M.Eng.,selaku Ketua Jurusan. Terima kasih atas segala kepercayaan yang diberikan pada penulis.

5. Bapak Prof. Eddy Yahya, M.Sc, Ph.D dan Bapak Prof. Suminar Pratapa, M.Sc, Ph.D.,atas bimbingannya selaku Penguji.

6. Bapak Drs.Ali Yunus Rohedi, MT.,atas bantuan ilmu brillian yang diberikan serta segala motivasi.

7. Bapak Dr.rer.nat, Triwikantoro, M.Sc.,Bapak M.Arief Bustomi, M.Si.,Ibu Susilo Indrawati, M.Si., dan Bapak Gatut Yudoyono, MT., atas segala motivasi yang diberikan dalam model pembelajaran berkarakter selama penulis menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Fisika Dasar.

8. Bpk/ Ibu Dosen yang telah memberikan arahan ilmu yang sangat berguna dalam penulisan tugas akhir ini, serta dalam pengembangan ilmu selanjutnya, terima kasih penulis sampaikan.

9. Bapak Karyono, S.Pd, M.MPd.,selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Peterongan (RSBI)-Pondok Pesantren Darul ‘Ulum Peterongan, yang sampai sekarang mempercayakan kepada Penulis untuk membina Olimpiade Fisika tingkat Nasional.

Page 7: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

10. Bapak Drs. Adi Sri O, M.Pd.,selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Krian (SSN), yang sampai sekarang mempercayakan kepada Penulis untuk membina Olimpiade Fisika tingkat Nasional.

11. Ibu Anik, S.Pd dan Ibu Mala, S.Pd.,selaku Pembimbing Bahasa Jepang UPT Bahasa dan Budaya ITS, atas motivasi, kritik, saran yang membangun bagi kesuksesan penulis selanjutnya.

12. Ibu Uda Hertriastuti, S.Pd (Almh).,selaku Guru Fisika SMA, sebagai Pencipta Ide Cerdas yang diberikan kepada penulis selama mengikuti berbagai tahapan Olimpiade Fisika yang cukup rumit, agar penulis memiliki kompetensi tinggi dalam bidang Fisika khususnya yang dapat dijanjikan dalam skala nasional/ internasional, terima kasih penulis sampaikan.

13. Ibu Fatmawati, S.Pd.,selaku Guru Fisika SMP, sebagai Motivator yang diberikan kepada penulis selama mengikuti berbagai tahapan Olimpiade Fisika yang cukup melelahkan, terima kasih penulis sampaikan.

14. Sahabat-sahabat ku selama Program Magister yang selama ini berdialog dan berdiskusi sehingga berkembangnya penalaran penulis, terima kasih penulis sampaikan.

15. Sahabat-sahabat Spektrum 2008, atas segala motivasinya. 16. Sahabatku, Rizqon Natullah, S.Si, Eta Wahana P, S.Si, Mbk Fitriana Richa H,

S.Si, Agus Choirul Arifin, S.Si, Nur Aini, S.Si, atas segala motivasi yang selalu memberikan semangat tanpa lelah pada penulis, terima kasih sahabatku.

17. Teman-teman Organisasi IFLS (ITS Foreign Language Society), Mbk Aini R, Mbk Putu Ayu G, Mbk Adistra W, Mas Dimitrij Nikita A, Galih Senja TAB, Fahmi N.H, A.Mustofa, Laeila M dan M.Arif R, yang senantiasa memberikan perhatiannya untuk kesuksesan penulis.

Atas segala kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan karya ini, penulis berharap untuk dimaklumi. Semoga rangkaian kata dan simbol dalam karya ini bermanfaat untuk kemajuan fisika teori di masa mendatang.

Surabaya, 5 Januari 2015

Penulis

vi

Page 8: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL iii LEMBAR PENGESAHAN iv ABSTRAK v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI vii 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 1.2 Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4 1.3 Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4 1.4 Sistematika Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

2 METODE KONVENSIONAL 5 2.1 Interferensi Kuantum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5 2.2 Hamburan 1 Celah Sempit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6 2.3 Hamburan 2 Celah Sempit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7 2.4 Hamburan 1 Celah dengan lebar tertentu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 2.5 Hamburan N Celah dengan lebar tertentu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9 2.5.1 Hamburan 2 Celah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9 2.5.2 Hamburan 3 Celah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11 2.5.3 Hamburan 4 Celah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11

3 FORMULASI FEYNMAN 13

3.1 Eksperimen Kuantum Young . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17 3.1.1 Interferensi Kuantum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18 3.1.2 Keadaan Koherensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19 3.2 Penerapan Difraksi dan Interferensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19 3.3 Distribusi Probabilitas dalam Suku Integral Fresnel . . . . . . . . . . . . . . . . 20 3.4 Perumusan Interferensi dan Difraksi Dua Celah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 25 5 KESIMPULAN 29 DAFTAR PUSTAKA 31 LAMPIRAN 33

vii

Page 9: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Thomas Young (1773-1829) menunjukkan eksperimen terkenalnya yaitu difraksicelah ganda menggunakan sumber sinar monokromatik, sinar tersebut masukmelalui 2 celah sempit dan diteruskan sampai ke layar. Eksperimen tersebutmemperlihatkan pola interferensi (terang-gelap) pada layar. Efek interferensi inidijelaskan dalam kerangka optika klasik melalui prinsip Huygens-Fresnel. Prin-sip ini memberikan penjelasan detail tentang proses difraksi dimana tiap celahditerapkan penjalaran gelombang sferis (Banerjee, P., Poon, T.C, 1991).

Eksperimen ini merupakan teori tentang cahaya dan materi (wave-particle du-alism), dimana tidak bisa dijelaskan secara bersamaan fenomena difraksi celahganda dan dualisme tersebut, bergantung pada tinjauannya. Untuk mendeskrip-sikan eksperimen ini, konsep mekanika kuantum diterapkan, salah satunya adalahfenomena perjalanan partikel terhambur, misalnya elektron atau foton. Penje-lasan detail mengenai pola terang gelap yang terdeteksi pada layar dianalogikansebagai distribusi probabilitas kuantumik. Dasar untuk menjawab pertanyaantersebut adalah dengan metode lintasan Feynman (Feynman, R.P., Hibbs, A.R,1960). Set eksperimen yang berhubungan dengan terhamburnya partikel adalahfenomena interferensi celah ganda seperti pada Gambar (1.1)

Partikel terhambur di O sebelum mencapai detektor di y yang bergerak sam-

Gambar 1.1: Set eksperimen interferensi celah ganda

pai ke layar C, partikel bergerak melalui celai 1 dan 2 dengan asumsi sebagaiberikut :

• Jika celah 2 ditutup, partikel hanya melewati celah 1 maka distribusi prob-abilitas partikel yang tercatat pada layar C adalah P1 (Gambar (1.2A)),

• Jika celah 1 ditutup, partikel hanya melewati celah 2, maka distribusi prob-abilitas partikel yang tercatat pada layar C adalah P2 (Gambar (1.2B)).

1

Page 10: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

2

Gambar 1.2: Distribusi probabilitas kehadiran partikel di detektor y pada layarC

Dari pernyataan di atas bahwa jika celah 1 dan 2 dibuka maka distribusi proba-bilitas partikel pada layar c merupakan jumlahan P = P1 + P2 dan membentukkurva seperti pada Gambar (1.2C).

Namun, kenyataan secara eksperimen yang teramati tidak demikian P 6=P1 + P2, melainkan terdapat fluktuasi dari distribusi partikel yang tertangkap didetektor pada layar C sesuai Gambar (1.3). Fenomena ini menunjukkan bahwatrayektori partikel dari sumber O menuju detektor mempunyai banyak (alter-natif) lintasan seperti pada Gambar (1.3), bahkan ada yang bergerak zig-zagdiantara layar A dan B sebelum mencapai layar c. Lintasan-lintasan inilah yangmenggugah inspirasi Feynman untuk mempermudah formulasi pendahulunya danbermakna lebih fisis[5].

Konsep ini sangat menarik karena menganalisa alternatif lintasan/ perjalananpartikel yang mungkin dan distribusi probabilitas partikel sebagai pembentukpola interferensi, namun menimbulkan pertanyaan : apa yang terjadi jika lebihdari 2 celah? Apakah ada batasan berapa besar probabilitas partikel melewatilebih dari 2 celah? Untuk menjawab semua keraguan di atas, terlebih dahuludijabarkan sifat utama dari metode Feynman ini.

Metode integral lintas Feynman adalah integral yang faktor-fasenya meru-pakan fungsional trayektori antara titik awal dan akhir. Metode ini merupakanmetode terbaru dari metode pendahulu (konvensional), yakni Metode Kanonik.Ada beberapa hal yang melatarbelakangi pemilihan metode yang terbaru un-tuk menghitung Distribusi probabilitas atau dapat juga disebut Intensitas dalamkeadaan celah banyak. Berikut detail perbedaan antara Metode Konvensionaldan Metode Terbaru (Feynman, R.P., Hibbs, A.R, 1965).

Ciri-ciri Metode Konvensional (Metode Kanonik) 2 celah;

Gambar 1.3: Alternatif lintasan dan Distribusi yang mungkin

Page 11: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

3

• Konsep mekanika kuantum yang rumit (menggunakan dasar teori elektro-dinamika klasik),

• Lebih matematis,

• Berdasarkan Postulat Born, digunakan untuk mendapatkan pola interfer-ensi partikel terhambur dari sistem celah dengan teori gelombang klasik,

• Bergantung jumlah celah, keadaan koherensi dari sumber dan jarak antaracelah dan layar (Gambar (1.4)),

Gambar 1.4: Ilustrasi keadaan interferensi

• Menggunakan Prinsip Superposisi dan diperoleh Distribusi probabilitas atauyang kita kenal disebut Intensitas sampai ke layar I = P = |A1 + A2|2, di-mana A1 dan A2 adalah amplitudo yang keluar dari masing-masing celahdan memenuhi A = i

conste

ih

px (konsep difraksi) yang tidak lain A disiniadalah amplitudo penjalaran gelombang sferis,

• Mempertimbangkan waktu, posisi awal dan akhir.

Ciri-ciri Metode Terbaru (Metode Integral lintas Feynman) 2 celah;

• Konsep mekanika kuantum mudah (menggunakan dasar teori integral lin-tasan dengan teori matriks-S dan teori kali urut waktu sebagai teori pen-dukung),

• Bermakna lebih fisis,

• Tidak bergantung keadaan lebar celah, keadaan koherensi dari sumber danjarak antara celah, layar. Namun bergantung pada jumlah celah yang akanberpengaruh pada distribusi probabilitasnya. Berdasarkan konsep Integrallintas (Feynman, R.P), Amplitudo gelombang atau Kernel (K, bahasa kuan-tum) adalah sebagai berikut

A = K = const∑

seluruh lintasan

eihS[x(t)]

≈ limε→0

1

const

∫ ∫· · ·

∫e

ih

S[x(t)]dx1 · · · dxN−1 (1.1)

Page 12: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

4

dimana S[x(t)] merupakan integral aksi, integral garis bernilai minimum

S[x(t)] =

∫ tb

ta

L (x, x, t) dt (1.2)

• Menggunakan Prinsip Superposisi dan diperoleh distribusi probabilitas atauyang kita kenal disebut Intensitas sampai ke layar I = P = |A1 + A2|2,dimana A1 dan A2 adalah amplitudo yang keluar dari masing-masing celah1 dan 2,

• Tidak mempertimbangkan waktu, posisi awal dan akhir.(del Campo A,2004).

Dari kedua metode di atas, dengan mempertimbangkan kemudahan proses perhi-tungan dan analisisnya, dipilih Metode Integral lintas Feynman yang merupakanmetode terbaru karena tidak bergantung waktu, tidak bergantung pada keadaanposisi awal dan akhir. Metode lintasan Feynman memiliki makna lebih fisis na-mun dari literatur yang ada belum mencakup sampai banyak celah, hanya sampai2 celah yang dapat direpresentasikan sebagai fungsi dari intensitas. Penelitianyang dikembangkan adalah mencoba menghitung distribusi probabilitas partikeldari celah sampai ke layar yang mungkin dalam keadaan celah banyak meng-gunakan metode lintasan Feynman, kemudian direpresentasikan dalam gambarsebagai fungsi dari Intensitas.

Terlepas dari permasalahan kelebihan dan kekurangan antara kedua metode,integral lintas dan kanonik, maka pada penelitian ini diungkap peran metodeintegral lintas untuk beberapa sistem mekanika kuantum yang selanjutnya di-manfaatkan dalam mendapatkan distribusi probabilitas partikel pada interferensicelah banyak.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dilakukan dalam Tesis ini adalah bagaimanamenganalisa perhitungan distribusi probabilitas atau biasa disebut Intensitasyang mungkin untuk 1, 2, 3 dan 4 celah dengan metode Integral Lintas Feyn-man serta merepresentasikannya dalam grafik.

1.3 Tujuan

Dalam Tesis ini akan dilakukan analisis Intensitas yang terhitung sebagai dis-tribusi partikel yang mungkin dalam keadaan 1, 2, 3 dan 4 celah dengan metodeIntegral Lintas Feynman.

1.4 Sistematika Penulisan

Laporan tersusun atas Bab 1 Pendahuluan, Bab 2 Metode Konvensional, Bab3 Formulasi Feynman, Bab 4 Hasil dan Pembahasan, Bab 5 Kesimpulan.

Page 13: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

BAB 1

Metode Konvensional

Pada awal abad ke-19, eksperimen yang dilakukan oleh Thomas Young (Ing-gris) dan Augustin Fresnel (Prancis) memperlihatkan bahwa cahaya sebenarnyabergerak menembus ruang (atau medium transparan apapun) dalam bentuk gelom-bang. Hal ini dapat dibuktikan dengan jelas melalui eksperimen Young yangterkenal yaitu Eksperimen Dua Celah Young. Detail pemahaman konvensionalInterferensi cahaya adalah perpaduan dari dua gelombang cahaya. Agar hasilinterferensinya mempunyai pola yang teratur, kedua gelombang cahaya harus ko-heren, yaitu memiliki frekuensi dan amplitudo yang sama serta selisih fase tetap(Sanabria,H.,Rodriguez-Lara,B.M, 2007). Hasil eksperimen ini sangat pentingbagi kita untuk memahami fisika modern sehingga tidak ada salahnya melihatlebih dekat apa yang Young temukan. Pola hasil interferensi ini dapat ditangkappada layar, yaitu

• Garis terang merupakan hasil interferensi maksimum (saling memperkuatatau konstruktif)

• Garis gelap merupakan hasil interferensi minimum (saling memperlemahatau destruktif)

Metode ini merupakan metode yang membutuhkan perhitungan lebih detail,dikarenakan mempertimbangkan keadaan jumlah celah serta distribusi probabil-itas partikel sampai ke layar. Perhitungan probabilitas ini membutuhkan vektorkeadaan |ψ〉, yang ditentukan melalui representasi sebagai berikut

|ψ〉 =∑

|ak〉 〈ak |ψ〉 (1.1)

Vektor basis |ak〉 merupakan eigen vektor dari A. Telah didapatkan vektorkeadaan |ψ〉, maka probabilitas dari A memenuhi postulat Born

Pk = |⟨ak |ψ〉 |2 (1.2)

dimana ψ adalah vektor keadaan, 〈ak |ψ〉 adalah distribusi probabilitas secaraeksperimen.

Deskripsi mekanika kuantum untuk ekperimen dengan celah didefinisikan se-cara jelas terukur, ditentukan vektor keadaan, dan diperoleh distribusi probabil-itas untuk partikel terhambur.

1.1 Interferensi Kuantum

Diasumsikan set eksperimen Gambar (2.1), dengan penentuan koordinat yadalah keadaan celah. Kemudian vektor keadaan adalah keadaan posisinya. Par-tikel bergerak melalui celah dengan momentum direpresentasikan di komponen y,

1

Page 14: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

dengan nilai eigen momentum Py = p sin θ, −π/2 ≤ θ ≤ π/2. Pengukuran sudut

θ yang berhubungan dengan pengukuran Py, dengan vektor momentum |Py〉.Probabilitas partikel meninggalkan celah dengan momentum Py adalah

P (py) = |⟨py |ψ〉 |2 (1.3)

Probabilitas ini menunjukkan distribusi partikel terhambur sampai ke layar ataudisebut juga Interferensi serta mempunyai maksima dan minima atau inteferensikonstruktif dan destruktif.

Dalam representasi posisi, momentum partikel dengan nilai eigen py (samaseperti amplitudo gelombang sferis)-(Gambar (2.1))adalah

〈y |py〉 =1√2πei(py/h)y (1.4)

dan probabilitas amplitudo terhambur dengan momentum py adalah

Gambar 1.1: Ilustrasi gelombang sferis

〈py |ψ〉 =

∫ ∞

−∞〈py |y〉 〈y |ψ〉 dy

=1√2π

∫ ∞

−∞e−i(py/h)yψ(y)dy (1.5)

Kita mengevaluasi integral pada persamaan di atas dengan membangun fungsikeadaan posisi 〈y |ψ〉 = ψ(y) .

1.2 Hamburan 1 Celah Sempit

Sebuah celah dengan lebar kecil merupakan set pengukuran ideal dimana da-pat menentukan posisi interferensi pada layar. Partikel bergerak melalui sebuahcelah y = y1 di posisi |y1〉. Dalam representasi posisi, fungsi eigen posisi meru-pakan fungsi delta Dirac

ψ(y) = 〈y |y1〉 = δ(y − y1) (1.6)

2

Page 15: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

dan probabilitas amplitudo untuk partikel bergerak melalui celah dengan mo-mentum py adalah

〈py |ψ〉 =1√2π

∫ ∞

−∞e−i(py/h)yδ(y − y1)dy

=1√2πe−i(py/h)y1 (1.7)

Sehingga distribusi probabilitas,

P (py) = |〈py|ψ〉|2 = | 1√2πe−i(py/h)y1|2 = konstan (1.8)

Persamaan di atas mendefinisikan partikel terhambur di sembarang sudut, dantidak memunculkan interferensi.

1.3 Hamburan 2 Celah Sempit

Untuk set eksperimen 2 celah, y mempunyai nilai eigen y1 dan y2. Vektorkeadaan merupakan superposisi dari vektor eigen posisi

|ψ〉 =1√2(|y1〉+ |y2〉) (1.9)

dan

ψ(y) = 〈y|ψ〉 =1√2(δ(y − y1) + δ(y − y2)) (1.10)

Disini, probabilitas menemukan partikel dengan momentum py adalah

〈py |ψ〉 =1√2π

1√2

(∫ ∞

−∞e−i(py/h)yδ(y − y1)dy +

∫ ∞

−∞e−i(py/h)yδ(y − y2)dy

)=

1

2√π

(e−i(py/h)y1 + e−i(py/h)y2

)(1.11)

Kemudian diperoleh Distribusi probabilitas

P (py) = |⟨py |ψ〉 |2 =

1

(2 + ei(py/h)(y1−y2) + e−i(py/h)(y1−y2)

)=

1

2π(1 + cos(py/h)d) (1.12)

dimana d = y1 − y2 adalah jarak antar celah. Kita melihat bahwa distribusiprobabilitas mempunyai maksima dan minima relatif dan terjadi interferensi.Dengan menggunakan py = p sin θ, dan diperoleh distribusi sudut dari partikelterhambur

P (θ) =1

2π(1 + cos(pd sin θ/h)) (1.13)

3

Page 16: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Gambar 1.2: Distribusi probabilitas partikel pada interferensi 2 celah

Jika φ = pd sin θ/h dan menggunakan formula 1 + cosφ = 2 cos2(φ/2),persamaan di atas dapat juga ditulis

P (φ) =1

πcos2(φ/2) (1.14)

Persamaan distribusi probabilitas di atas dapat disebut juga distribusi Fraunhofer(Gambar (2.2)).

1.4 Hamburan 1 Celah dengan Lebar Tertentu

Dalam bahasan ini, tidak bisa dibedakan antara nilai eigen posisi dan perger-akan partikel melalui celah dengan lebar a dimana dapat mempunyai nilai sem-barang dari y, −a/2 ≤ y ≤ a/2. Diasumsikan probabilitasnya sama untuk sem-barang titik, partikel masuk ke celah dengan superposisi

ψ(y) = 〈y |ψ〉 =1√a,−a/2 ≤ y ≤ a/2

= 0, yang lain (1.15)

Disini, probabilitas amplitudonya

〈py |ψ〉 =1√2πa

∫ a/2

−a/2

e−ipyy/hdy

=

(ih

py

√2πa

)(e−iapy/2h − eiapy/2h

)=

1

py

2h sin(apy/2h)√

2πa (1.16)

Sehingga Distribusi probabilitas,

P (ky) = |〈ky |ψ〉 |2 =

(2

πak2

y

)sin2

(aky

2

)(1.17)

4

Page 17: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Gambar 1.3: Distribusi probabilitas partikel pada interferensi 1 celah

Hasil ini ditunjukkan dalam suku sudut terhambur θ (gambar). P (py) adalahpola difraksi, jika α = apy/2h = ap sin θ/2h maka dapat dituliskan kembali(seperti Gambar (2.3))

P (α) =( a

)(sinα

α

)2

(1.18)

1.5 Hamburan N Celah dengan Lebar Tertentu

1.5.1 Hamburan 2 celah

Diasumsikan kembali, partikel bergerak melalui kedua celah masing-masingdengan lebar b (Gambar (2.4)). Deskripsi ini lebih realistik untuk eksperimen 2celah. Didefinisikan vektor keadaan

|ψ〉 =1√2(|ψ1〉+ |ψ2〉) (1.19)

dimana

〈y |ψ1〉 =1√a, y1 − a/2 ≤ y ≤ y1 + a/2

= 0, yang lain (1.20)

dan

〈y |ψ2〉 =1√a, y2 − a/2 ≤ y ≤ y2 + a/2

= 0, yang lain (1.21)

Kemudian kita menghitung amplitudo

5

Page 18: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Gambar 1.4: Set eksperimen 2 celah

〈py |ψ〉 =1√2

(〈py |ψ1〉+ 〈py |ψ2〉)

=1√2πa

(∫ y1+a/2

y1−a/2

e−ipyy/hdy +

∫ y2+a/2

y2−a/2

e−ipyy/hdy

)=

ih

py

√2πa(

e−ipy(y1+a/2)/h − e−ipy(y1−a/2)/h + e−ipy(y2+a/2)/h − e−ipy(y2−a/2)/h)

(1.22)

dengan penyederhanaan, menjadi

〈py|ψ〉 = 2h

(e−ipyy1/h + e−ipyy2/h

)sin(apy/2h)

py

√2πa

(1.23)

Sehingga distribusi probabilitasnya

P (py) = 4h2 (1 + cos(pyd/h)) sin2(apy/2h)

πap2y

(1.24)

Dari pers. (2.24), jika φ = pd sin θ/h dan α = ap sin θ/2h, dapat dituliskan

Gambar 1.5: Distribusi probabilitas partikel pada interferensi 2 celah denganlebar a

6

Page 19: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

kembali menjadi (seperti Gambar (2.5))

P (φ) =2a

πcos2

2

)(sinα

α

)2

(1.25)

1.5.2 Hamburan 3 celah

Dengan cara yang sama, persamaan 2 celah diatas lebih lanjut diekspansikan

〈py|ψ〉 =

N/2∑j=1

(∫ −(2j−1)(a+b)/2

−(2j−1)(a−b)/2

eiks sin θds+

∫ (2j−1)(a+b)/2

(2j−1)(a−b)/2

eiks sin θds

)

=

∫ −(a+b)

−(a−b)

eiks sin θds+

∫ (a+b)

(a−b)

eiks sin θds

=4b

2βsin(2β) sin(2α) (1.26)

Sehingga Distribusi probabilitas (seperti Gambar (2.6))

P (α, β) = 16b2(

sin(2β)

)2

sin2(2α) (1.27)

Gambar 1.6: Distribusi probabilitas partikel pada interferensi 3 celah denganlebar a

1.5.3 Hamburan 4 celah

Seperti pada persamaan di atas diberikan

〈py|ψ〉 =

∫ −3/2(a+b)

−3/2(a−b)

eiks sin θds+

∫ 3/2(a+b)

3/2(a−b)

eiks sin θds

=4b

2βsin(3β) sin(3α) (1.28)

7

Page 20: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Sehingga Distribusi probabilitas (seperti gambar (2.7))

P (α, β) = 16b2(

sin(3β)

)2

sin2(3α) (1.29)

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan, perhitungan Distribusi probabilitas

Gambar 1.7: Distribusi probabilitas partikel pada interferensi 4 celah denganlebar a

hamburan dengan banyak celah (N celah) adalah

P (α, β) = 16b2(

sin((N − 1)β)

)2

sin2((N − 1)α) (1.30)

8

Page 21: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

BAB 1

FORMULASI FEYNMAN

Integral Lintas Feynman adalah kerangka untuk memformulasikan teori kuan-tum. Teori Integral tersebut dikembangkan pertama kali oleh P.A.M Dirac (1933)dan R.P Feynman (1948). Integral lintas merupakan dasar untuk menjelaskanteori kuantum, perumusan terakhir integral lintas sangat sederhana namun prosespenurunan membutuhkan matematika rumit. Untuk menghindari permasalahantersebut, diaplikasikan metode analisis fungsional karena kuantitas fundamentalberdasarkan komutasi dari pada operator aljabar dan didasarkan pada PrinsipAksi Klasik. Dari metode inilah aturan Feynman dapat disederhanakan denganmudah.

Dalam bahasan ini, Integral lintas digunakan untuk menghitung interferensigelombang (mekanika kuantum) dengan semua trayektori/alternatif lintasan yangmungkin. Salah satu cara standar untuk mengilustrasikan Integral lintas dengan1, 2 celah (telah dipaparkan di latar belakang), dan pengembangannya yaitu3 celah. Kemudian untuk menghitung distribusi probabilitas dan merepresen-tasikan pola grafiknya, masing-masing celah dapat dipandang sebagai sumbercahaya, melintas diantara celah. Lintasan inilah yang menggugah R.P Feynmanuntuk merumuskan kembali permasalahan interferensi lebih mudah.

Konsep Fisika memegang peranan penting dalam menentukan persamaangerak dari sistem fisis. Dalam kehidupan sehari-hari dapat diambil contoh seder-hana dimana berdasarkan mekanika klasik, batu dilempar oleh si A secara hori-zontal (dalam satu dimensi) dari posisi awal xa, waktu awal ta ke posisi akhir xb,waktu akhir tb, dapat diilustrasikan seperti Gambar (3.1),

Bertolak belakang dengan konsep mekanika kuantum karena pergerakan par-

Gambar 1.1: Batu dilempar dari posisi awal, waktu awal ke posisi akhir, waktuakhir

tikel yang menjadi acuan dimana tidak dapat diinterpretasikan seperti ilustrasidi atas, karena konsep ini tidak dapat ditentukan secara pasti posisi awal, waktuawal dan posisi akhir, waktu akhir, hanya dapat memprediksikan serta menghi-tung probabilitas yang bergerak diantara posisi, waktu tersebut. Dikarenakantidak tentunya posisi dan waktu maka dapat dipenuhi Prinsip KetidakpastianHeisenberg yang akan dibahas kemudian.

Untuk tinjauan mekanika kuantum, yang diformulasikan oleh E. Schrodinger,

1

Page 22: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

objek fundamental adalah fungsi gelombang ψ. Fungsi gelombang berhubunganlangsung dengan keadaan dari sistem atau partikel dan absolut dari fungsi gelom-bang adalah probabilitas distribusi sistem atau partikel. Sebagai contoh, untukmenghitung probabilitas partikel bergerak dari (xa, ta) ke (xb, tb) memenuhi for-mulasi yang ekivalen berdasarkan persamaan Schrodinger dan masih berhubun-gan dengan formulasi mekanika klasik yaitu formulasi Hamiltonian, penjumlahanenergi kinetik dan energi potensial,

H[x(t), x(t), t] = − h2

2m

∂2

∂x2+ V (x) (1.1)

dimana p adalah momentum (operator mekanika kuantum ih∂/∂x), m adalahmassa partikel, h adalah konstanta Planck dibagi 2π dan V (x) adalah potensial.Kemudian jika partikel berada di posisi xa, waktu ta dan di xb, waktu tb > tadiberikan Prinsip Aksi melalui pendekatan klasik bernilai minimum

δ

δx(t)S[xb, tb;xa, ta]|xpartikel

= 0 (1.2)

dimana

S[xb, tb;xa, ta] ≡∫ tf

ti

L[x(t), x(t), t]dt (1.3)

Untuk membuatnya lebih kuantitatif diberikan Lagrangian sistem L,

L[x(t), x(t), t] =m

2x(t)2 − V [x(t), t] (1.4)

dimana x(t) = dx(t)/dt adalah kecepatan partikel terhadap waktu t.Dari pers.(3.2), Prinsip Aksi tersebut direpresentasikan melalui pendekatan

klasik

δ

δx(t)fase|xpartikel = 0 (1.5)

Prinsip tersebut merupakan integral fase (Sh) yang berhubungan dengan teori

klasik dan teori kuantum dimanaK(xb, tb;xa, ta) ≡ 〈xb, tb |xa, ta〉 (bahasa mekanikakuantum) adalah amplitudo, dengan batasan S >> h secara simbolik ditulis

K = 〈xb, tb |xa, ta〉 = const∑

seluruh lintasan

ei.(fase) (1.6)

Namun, apa yang bisa dijelaskan dari persamaan Amplitudo di atas, denganmengintegralkan seluruh lintasan (pergerakan partikel) secara kontinu? Untukmenjawab konteks permasalahan ini, dijelaskan detail bagaimana Metode Inte-gral lintas Feynman diaplikasikan dalam kasus interferensi dan difraksi.

Konsep probabilitas dalam mekanika kuantum menggunakan prinsip superpo-sisi, yang diartikan sebagai probabilitas total atau jumlahan semua probabilitas

2

Page 23: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Gambar 1.2: Lintasan Feynman, alternatif lintasan yang mungkin dari pergerakanpartikel terhambur O

yang mungkin untuk tiap lintasan yang berbeda. Untuk tiap satu lintasan ke-cil p − q berada diantara titik xi dan xi+1 dengan interval waktu ε = ti+1 − ti(Gambar (3.3)), dimana proses ini dapat dilakukan dengan tak hingga/ alternatiflintasan yang mungkin, lintasan inilah yang menggugah inspirasi Feynman untukmenghitung formula integral lintas (Gambar (3.2)).

Dimana masing-masing lintasan p−q mempunyai amplitudo atau Kernel danmempunyai bobot e

ih

S[x(t)]. Kemudian dalam pendekatan Feynman, amplitudototal merupakan jumlah kontribusi dari masing-masing lintasan p− q diberikan

K = 〈xb, tb|xa, ta〉 = const∑

seluruh lintasan

eihS[x(t)] (1.7)

Dari analogi pers.(3.7) di atas, untuk tiap lintasan p − q partikel yang bergerakdari xi ke xi+1 diberikan (gambar (3.3))

K =

∫Dx(t)e

ih

S[x] (1.8)

dimana∫Dx(t) adalah integral dengan faktor fasenya merupakan fungsi trakyek-

tori antara titik awal dan titik akhir atau biasa didefinisikan sebagai ukuran lin-tasan. Dengan kata lain integral seluruh lintasan yang mungkin atau disebutjuga integral fungsional. Namun digunakan untuk apa faktor fase e

ih

S[x(t)] dalampers.(3.7). Salah satu contoh, diilustrasikan, si B menangkap batu yang dilemparoleh si A, dalam konsep klasik, hanya ada satu lintasan atau jejak pergerakanbatu dimana merepresentasikan amplitudo. Jika menggunakan konsep lintasanklasik, maka yang kita dapat adalah batu yang dilempar oleh si A dengan pengli-hatan sesuai arah pergerakan batu yang ditangkap oleh si B. Dari ilustrasi ini,dapat disimpulkan bahwa pergerakan batu diinterpretasikan sebagai aksi darifungsi trayektori si A ke si B secara kontinu sehingga aksi ini merupakan integrallintasan Feynman yang diberikan sebagai berikut∫

Dx(t) =1

const

∫dx1 · · ·

∫dxi+1 · · ·

∫dxn−1 (1.9)

3

Page 24: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Dari analogi di atas, jika n → ∞ dan ε → 0 sehingga formula ini memberikanpengertian yang jelas sesuai ilustrasi di atas tentang integral lintas Feynmankedepan.Dari Prinsip Aksi di atas, diberikan jumlahan dari tiap aksi (lintasan kecil p−q)

Gambar 1.3: Plot waktu terhadap posisi, integral lintasan partikel bergerak dariposisi xa ke xb, interval waktu dari ta ke tb dengan batasan waktu ε→ 0

untuk satu lintasan dari posisi xa ke xb (Gambar (3.3))

S[xb, tb;xa, ta] =∑

i

{m

2

(xi+1 − xi)2

ε− εV

(xi+1 + xi

2

)}(1.10)

Dari Gambar (3.3), seluruh alternatif lintasan dapat diartikan sebagai Amplitudo(Kernel (K)) untuk partikel yang bergerak dari posisi xa waktu ta ke posisi xb

waktu tb atau perkalian amplitudo dari masing-masing lintasan p− q diberikan

K ≈ limε→0

1

const

∫ ∫· · ·∫e

ih

S[x(t)] dx1

const· · · dxn−1

const(1.11)

Kemudian bagaimana cara mengetahui bahwa probabilitas total berdasar definisi∫Dx(t) dan fase e

ih

S[x(t)], kunci dari semua permasalahan diberikan sesuai gambar(3.4)

K(xb, tb;xa, ta) ≡ limε→0, n→∞

∫dxn−1

(2iπhε/m)1/2

exp

(i

h

m

2

(xb − xi+1)2

ε

)− exp

{i

hεV

(xb + xi+1

2

)}︸ ︷︷ ︸

(1)

(1.12)

dimana (1), jika xb dan xi+1 saling mendekat dengan ε→ 0 maka

xb + xi+1

2∼=

2xb

2= xb (1.13)

exp

(−iεhV (xb)

)= 1− iε

hV (xb) + · · · (1.14)

4

Page 25: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Untuk lebih mudah memahami formula di bawah ini secara riil, diberikan

Gambar 1.4: Lintasan partikel pada eksperimen 1 celah

set eksperimen interferensi menggunakan 1 celah (Gambar (3.4)), dengan mem-

bagi integral sebanyak n dan mengintegralkan fase eih

S[x(t)] di semua posisi xi, i =1, . . . , n − 1 saat waktu ti = iε, ε = (ti+1 − ti)/n antara x0 = xa dan xn =

xb, dimana S[x1, . . . , xn] = m2

∑ni=1

{(xi+1−xi)

2

ε− εV

(xi+1+xi

2

)}, dikalikan den-

gan faktor normalisasi 1(2iπhε/m)1/2 . Dalam konsep mekanika kuantum, Ampli-

tudo lintasan total untuk 1 celah sama dengan perkalian amplitudo (K) dan (K’)diberikan

K(xb, tb;xa, ta) ≡ K.K ′

≡ limε→0, n→∞

1

(2iπhε/m)1/2

∫dx1

(2iπhε/m)1/2

∫dx2

(2iπhε/m)1/2

exp

(i

h

m(x2 − x1)2

)(1.15)

dimana ε = (tb − ta)/n, x0 = xa, xn = xb dan m adalah massa partikel elektronatau foton (Feynman dan Hibbs, 1965).

1.1 Eksperimen Kuantum Young

Kita dapat menggunakan metode Integral Feynman di atas untuk mendeskrip-sikan interferensi Young, fenomena ini teramati sejak tahun 1800an yang men-genalkan sifat-sifat cahaya. Setiap celah dapat direpresentasikan sebagai sumber(partikel terhambur) dengan amplitudo penjalaran gelombang sferis seperti padapers. (2.4), secara matematik ditulis kembali sebagai berikut

A(x) =s∑

j=1

Aje−i2π|~rj |/λ (1.16)

dimana A(x) adalah amplitudo masing-masing celah dimana direpresentasikansebagai distribusi probabilitas partikel terhambur dari sumber sampai ke layar di

5

Page 26: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

posisi y Gambar(2.1), s adalah jumlah celah, Aj adalah amplitudo masing-masingcelah, |~rj| adalah jarak dari celah ke-j ke titik y pada layar, dan λ adalah panjanggelombang de-Broglie. Jika diasumsikan fase θ = 2π|~rj|/λ, maka intensitas yangterhitung sebagai distribusi probabilitas adalah

I(x) = |A(x)|2

= |Aj|2s∑

j,k=1

e−i(j−k)∆θ

= |Aj|2[s+ 2

s−1∑j=1

(s− j) cos(j∆θ)

](1.17)

Dengan menggunakan geometri untuk mendeskripsikan (j − k)∆θ = θj − θk di-mana batasan tersebut merepresentasikan rentang distribusi probabilitas di posisiy dari pusat layar. Untuk kasus 2 celah, diperoleh interferensi maksimum dengand sin θ = mλ, m = 0,±1,±2, . . .

1.1.1 Interferensi Kuantum

Dengan menggunakan keadaan Fock sebagai keadaan awal |ψ0〉 = |n〉, dis-tribusi probabilitas yang terdeteksi di titik y pada layar adalah

〈M〉 =1

s

s∑j,k=1

〈ψn,j|U †A†mAmU |ψn,j〉 (1.18)

Dari persamaan tersebut, ada 3 keadaan berdasarkan besarnya intensitas cahayadari sumber |n〉dan distribusi probabilitas yang sampai ke layar di posisi y |m〉,adalah

n < m→ 〈M〉 = 0

n = m→ 〈M〉 =n

s

s∑j,k=1

e−in(j−k)∆θ

=n

s

[s+ 2

s−1∑j=1

(s− j) cos(jn∆θ)

]

n > m→ 〈M〉 =

√n

(n−m)

(1.19)

Tiga keadaan ini menunjukkan pola interferensi sampai ke layar. Kemudian hasilakhir untuk menentukan Intensitas adalah

〈M〉 =m

s

[s+ 2

s−1∑j=1

(s− j) cos(jm∆θ)

](1.20)

Sehingga persamaan ini dideskripsikan sebagai distribusi probabilitas sampai kelayar y bergantung pada intensitas sumber |ψ0〉.

6

Page 27: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

1.1.2 Keadaan Koherensi

Menggunakan keadaan awal untuk keadaan koherensi sumber |ψ0〉 didefin-isikan

|ψ0〉 = |α〉 = e−|α|2/2

∞∑n=0

αn

√n|n〉 (1.21)

Persamaan ini lebih lanjut akan diperoleh distribusi probabilitas sampai ke layar

〈M〉 = e−|α|2

∞∑n,m=0

α∗nαm

√nm

〈n|U †A†mAmU |m〉

= e−|α|2

{m

s

[s+ 2

s−1∑j=1

(s− j) cos(jm∆θ)

]}(1.22)

dimana j, s adalah celah pertama sampai celah ke-n, m adalah orde gelap-terangdan ∆θ adalah beda fase dari jarak antar celah (Sanabria, H., Rodriguez-Lara,B.M, 2007).

1.2 Penerapan Difraksi dan Interferensi

Dalam konsep mekanika kuantum, dikarenakan ukuran lintasan partikel tidakdapat diketahui secara pasti, dengan kata lain, tidak dapat diketahui ketika par-tikel bergerak melalui celah. Sangat mungkin partikel bergerak melalui celahdalam beberapa kali sebelum sampai di layar, dan probabilitasnya relatif kecilsehingga solusinya diberikan batasan jarak dari sumber ke celah dan dari celahke layar pada set eksperimen (Gambar (3.5)) dengan jarak antar kedua celah 2bdan lebar kedua celah 2a, partikel terhambur dari sumber ke celah selama waktuT dan dari celah ke layar selama waktu τ . Kemudian kita menghitung proba-bilitas amplitudo partikel dari sumber saat posisi awal O = (x, y, z) = (0, 0, 0)dengan waktu t = 0 menuju ke layar dan saat di posisi akhir (x, z = D+L) denganwaktu T+τ , untuk posisi di titik pusat antar kedua celah (w, z = D), −b < ω < bdengan waktu t = T . Pernyataan ini hanya bisa diasumsikan sesuai pandanganklasik. Kemudian diasumsikan panjang gelombang λ, dimana besarnya mendekatiatau sama dengan panjang gelombang arah z λ ∼= λz = 2πh/(mνz) namun lebihkecil dibanding jarak λ << D,L.

Selanjutnya menghitung amplitudo transisi partikel bergerak dari titik O =(x, y, z) = (0, 0, 0) saat waktu t = 0, melalui 2 celah di posisi (w, z = D),−b <w < b saat waktu t = T dan tiba (layar c) di posisi (x, z = L + D) saat waktut = T + τ

K ≡∫ ∞

−∞dω G[−b,b](ω) KT+τ ;DKT+τ ;L (1.23)

dimana diberikan fungsi Gaussian seperti pada gambar (3.6)

7

Page 28: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Gambar 1.5: Lintasan partikel pada eksperimen 2 celah

Gambar 1.6: Fungsi Gaussian −b < ω < b

G[−b,b](ω) = 0 → ω > b, ω < −b= 1 → −b < ω < b (1.24)

Kemudian dari pers.(3.23) secara eksplisit diberikan

KL+D,T+τ =ei mD2

2hT√2iπhT/m

ei mL2

2hτ√2iπhτ/m∫ b+a

b−a

dwei

m(x−w)2

2hτ√2iπhτ/m

ei mw2

2hT√2iπhT/m

(1.25)

1.3 Distribusi Probabilitas dalam Suku Integral Fresnel

Selanjutnya dihitung amplitudo A1(z), A2(z) yang keluar dari masing-masingcelah 1 dan 2, kemudian 2 amplitudo tersebut ditambah untuk memperoleh am-plitudo total A(z) dan di modulus kuadratkan, didapatkan probabilitas

P (z) ≡ |A(z)|2 (1.26)

8

Page 29: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Melalui pers.(3.25), ekspresi persamaan untuk A1(z) adalah

A1(x; a, b) =

∫ b

−b

dwei

m(x−w)2

2hτ√2iπhτ/m

ei mw2

2hT√2iπhT/m

(1.27)

Perlu dicatat bahwa

exp

(m(x− w)2

2hτ+mw2

2hT

)=

mx2

4h2τT

≈ 1

2h2

m

2

(xt

)2

(1.28)

dimana pers.(3.28) di atas adalah energi kinetik (diasumsikan t >> T ), jikaamplitudo mempunyai frekuensi tertentu maka kita menghubungkannya denganenergi

E =1

2h2

m

2

(xt

)2

hω =1

2h2

m

2

(xt

)2

h2π

T=

1

2h2

m

2

(xt

)2

2π ≈ m

2

(xt

)2

(1.29)

Sehingga dari pers.(3.28), diperoleh

exp

(m(x− w)2

2hτ+mw2

2hT

)= e2π (1.30)

Lebih lanjut disederhanakan,

A1(x; a, b) =ei mx2

2h(T+τ)√2iπh(T + τ)/m

∫ b+a

b−a

dw

√T + τ

2iπhT τ/m

exp

{i

(T + τ

2hT τ/m

)(w − x

1 + τ/T

)2}

=ei mx2

2h(T+τ)√(2i)2πh(T + τ)/m

∫ α(1)+

α(1)−

dw′ exp

(iπ

2w

′2

)(1.31)

dimana

α±(x; a, b) ≡

√T + τ

πhT τ/m(b± a)− x√

πhτ/m

√T

T + τ(1.32)

Dari pers.(3.31), tersusun atas bagian riil dan imajiner, kemudian diperoleh in-tegral fungsi cosinus C[u] dan sinus S[u], integral fungsi tersebut dinamakan

9

Page 30: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

integral Fresnel

C[u] ≡∫ u

0

dw cos

(πw2

2

)S[u] ≡

∫ u

0

dw sin

(πw2

2

)(1.33)

Secara eksplisit diberikan ekspansi asimtotik dari pers.(3.33) diatas

C[±u] ∼= ±1

2+

i

2πu

(e−

iπu2

2 − eiπu2

2

)∼= ±1

2+

1

πusin

πu2

2, u→∞

S[±u] ∼= ±1

2− 1

2πu

(e

iπu2

2 + e−iπu2

2

)∼= ±1

2− 1

πucos

πu2

2, u→∞

(1.34)

Kemudian didapatkan ekspresi analitik untuk amplitudo

A1(x; a,−b) = A2(x; a, b) =ei mx2

2h(T+τ)√(2i)2πh(T + τ)/m

×

(C [α+(x; a, b)]− C [α−(x; a, b)] + iS [α+(x; a, b)]− iS [α−(x; a, b)]) (1.35)

Sehingga didapatkan Distribusi probabilitas dari pers.(3.35) untuk 1 celah adalah

P (x; a) = |A1(x; a, b)|2

=1

2λ(L+D)([C(α+(x; a, b)) + C(α−(x; a, b))]2 + [S(α+(x; a, b)) + S(α−(x; a, b))]2

(1.36)

Didefinisikan kembali dari pers.(3.32) untuk kasus 1 celah (dimisalkan lebar celahW (koherensi) 2a)

α(x; a) =√NF (a)

√1 + L/D

(1− x

a

1

1 + L/D

)(1.37)

dimana NF (a) = W/λL adalah bilangan Fresnel.Jika pada pers.(3.34) dihubungkan dengan pers.(3.37) dan diaplikasikan ke

10

Page 31: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

pers.(3.36), maka diberikan

C(α+(x; a, b)) + C(α−(x; a, b)) ≈ 1

πα(x; a)sin

(πα(x; a)2

2

)+

1

πα(x;−a)sin

(πα(x;−a)2

2

)S(α+(x; a, b)) + S(α−(x; a, b)) ≈ − 1

πα(x; a)cos

(πα(x; a)2

2

)− 1

πα(x;−a)cos

(πα(x;−a)2

2

)(1.38)

Kemudian menggunakan parameter η ≡ 1 + L/D dan γ = η − 1 dari pers.(3.37)maka diperoleh distribusi probabilitas untuk 1 celah

P (x; a) ≈ 2γ

π2η2

a2(x2

η2 − a2)2 +

1x2

η2 − a2sin2(πNF (a)

x

a)

(1.39)

Lebih lanjut, dari pers.(3.39) dengan a(lebar celah) = 0, 44.10−4m, λ = 3, 9.10−9muntuk NF = 0, 01 diberikan plot Intensitas medan jauh (nilai amplitudonya ter-tentu/tidak menuju tak hingga) Gambar (3.7).

Untuk 2 celah, dapat dihitung amplitudo total dengan menjumlahkan ampli-tudo kedua celah tersebut

A(x; a, b) = A1(x; a, b) + A2(x; a, b) (1.40)

Gambar 1.7: Intensitas 1 Celah medan jauh

11

Page 32: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

1.4 Perumusan Interferensi dan Difraksi Dua Celah

Eksperimen Young menjelaskan secara rinci bagaimana pola gelap terang da-pat direpresentasikan pada layar dimana menggunakan dasar teori difraksi P1,2

dan interferensi I1,2 sebagai konsep utama untuk menjabarkan secara detail. Perludiperhatikan bahwa ada tambahan suku jika dibandingkan dengan yang satucelah. Berikut formula probabilitas 2 celah dapat ditentukan dari pers.(3.35,3.36)

A = A1 + A2

P = |A|2 = |A1 + A2|2

= |A1|2 + |A2|2 + (A1A∗2 + A2A

∗1)

= P1 + P2 + I12

2λLη

([(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]

1

+[(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]

2

+2([

(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]12

)=

16

π2

1

NFη(1− x

)2 cos2

2NFη

(1− x

)2)

(1.41)

Kemudian diberikan plot Intensitas 2 celah Gambar (3.8). Dengan konsepsama, maka hasil yang diperoleh seperti literatur (Beau, M, 2012) dan dariGambar (2.5)-persm.(2.25) sebelumnya juga sama (Thomas, V.M, 2000), den-gan perbedaan konstanta yang diidentifikasi sebagai amplitudo dan perbedaanlebar celah yang diidentifikasi sebagai beamwidth/ lebar koherensi secara fluktu-atif.

Gambar 1.8: Intensitas 2 Celah dengan Lebar celah tertentu

12

Page 33: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

BAB 1

Hasil dan Pembahasan

Salah satu contoh terobosan besar sebagai bukti awal munculnya teori kuan-tum adalah teori interferensi, teori ini mengingatkan kita pada eksperimen duacelah yang dilakukan oleh Young pada abad ke-19, versi aslinya yaitu meng-gunakan celah-celah tipis yang dibuat dengan silet pada permukaan lembaran-lembaran layar. Dengan celah-celah sejajar ini menggantikan lubang-lubangjarum, pola cahaya yang tampak pada permukaan layar terakhir adalah pita-pitaterang-gelap berjajar, yang dengan jelas menunjukkan pola interferensi gelom-bang. Dengan mengukur jarak antar pita, panjang gelombang cahaya dapatdiketahui. Secara umum teori ini menggunakan metode konvensional untukmenjelaskan detail fenomena pola interferensi, kemudian diperluas menggunakanmetode Feynman untuk menyederhanakan kerumitan matematisnya.

Penelitian yang dikembangkan adalah mencoba menghitung distribusi prob-abilitas partikel dari celah sampai ke layar yang mungkin dalam keadaan celahbanyak menggunakan metode lintasan Feynman, kemudian direpresentasikan dalamgambar sebagai fungsi dari intensitas. Terlepas dari permasalahan kelebihan dankekurangan antara kedua metode Feynman dan konvensional, maka penelitianini diungkap peran metode integral Feynman untuk beberapa sistem mekanikakuantum yang selanjutnya dimanfaatkan dalam mendapatkan distribusi proba-bilitas partikel pada interferensi 3 celah dan 4 celah. Detail penjelasan untukmenghitung distribusi probabilitas pada dasarnya sama dengan penjelasan untuk1 celah dan 2 celah pada literatur yang sudah ada hanya ada penambahan sukudan perbedaan hasil analitik yang sesuai dengan jumlah celah serta perbedaansecara fluktuatif pada pola gelap-terang dimana semua konsep teori ini harussesuai dengan fakta secara eksperimen.

Metode konvensional dan metode Feynman merupakan metode yang meng-gunakan teori mekanika kuantum. Perbedaan kedua metode tersebut sudah di-jelaskan detail sebelumnya. Kemudian hasil penjelasan berikut tentang interfer-ensi 1, 2, 3 dan 4 celah berhubungan dengan perbedaan intensitas di titik pusat(terang) dan seterusnya dikarenakan koefisien pada persamaan Feynman untuksetiap penambahan satu celah semakin besar sehingga ada perbedaan dari segiintensitas cahaya di titik pusat. Semakin besar koefisien pada persamaan Feyn-man maka semakin besar intensitas cahayanya, begitu pula sebaliknya. Berikutperbandingan distribusi probabilitas untuk setiap penambahan celah yang ten-tunya ada kebergantungan lebar celah yang diekspresikan dari nilai amplitudodimana direpresentasikan sebagai variasi intensitas cahaya.

1

Page 34: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

1.1 Tiga Celah

Dengan cara yang sama seperti Bab 3, Distribusi Probabilitas untuk N=3celah diberikan oleh hubungan berikut ini,

A = A1 + A2 + A3

P = |A|2 = |A1 + A2 + A3|2

= |A1|2 + |A2|2 + |A3|2 + (A1A∗2 + A2A

∗1)

+(A1A∗3 + A3A

∗1) + (A2A

∗3 + A3A

∗2)

= P1 + P2 + P3 + I12 + I13 + I23

2λLη

([(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]

1

+[(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]

2

+[(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]

3

+2([

(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]12

)+2([

(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]13

)+2([

(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]23

))=

36

π2

1

NF η(1 − x

)2 cos2

2NF η

(1 − x

)2)

(1.1)

diberikan plot Intensitas 3 celah (Gambar (4.1,4.2))

Gambar 1.1: Intensitas 3 Celah dengan Lebar celah tidak diperhitungkan

2

Page 35: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Gambar 1.2: Intensitas 3 Celah dengan Lebar celah tertentu

1.2 Empat Celah

Selanjutnya untuk menghitung Distribusi Probabilitas untuk N=4 celah berikutsama dengan konsep Tiga Celah di atas,

A = A1 + A2 + A3 + A4

P = |A|2 = |A1 + A2 + A3 + A4|2

= |A1|2 + |A2|2 + |A3|2 + |A4|2 + (A1A∗2 + A2A

∗1)

+(A1A∗3 + A3A

∗1) + (A1A

∗4 + A4A

∗1)

+(A2A∗3 + A3A

∗2) + (A2A

∗4 + A4A

∗2)

+(A3A∗4 + A4A

∗3)

= P1 + P2 + P3 + P4 + I12 + I13 + I14 + I23 + I24 + I34

2λLη

([(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]

1

+[(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]

2

+[(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]

3

+[(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]

4

+2([

(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]12

)+2([

(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]13

)+2([

(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]14

)+2([

(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]23

)+2([

(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]24

)+2([

(C(α+) + C(α−))2 + (S(α+) + S(α−))2]34

))=

64

π2

1

NF η(1 − x

)2 cos2

2NF η

(1 − x

)2)

(1.2)

3

Page 36: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

diberikan plot Intensitas 4 celah (Gambar (4.3,4.4)).Telah didapatkan pola interferensi 3 celah dan 4 celah yang terdeteksi di

Gambar 1.3: Intensitas 4 Celah dengan Lebar celah tidak diperhitungkan

Gambar 1.4: Intensitas 4 Celah dengan Lebar celah tertentu

layar (Gambar 4.1,4.2,4.3,4.4), dimana teori interferensi yang diturunkan daripersamaan lintasan Feynman sama dengan persamaan konvensional (elektrodi-namika klasik) dengan perbedaan parameter lebar celah dan jumlah celahnya.Perbedaan terdapat pada penentuan variasi lebar celah dimana lebar penyebaranpola gelap-terang pada layar lebih besar jika lebar celahnya kecil dan semakinbanyak celah, maka semakin besar nilai amplitudonya. Kedua metode ini meng-gunakan pendekatan difraksi Fraunhofer untuk mendapatkan kepastian akan hasilteoretik sama dengan hasil eksperimen (konvensional).

4

Page 37: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

BAB 1

Kesimpulan

Dari hubungan antara metode Konvensional dengan metode Feynman dapatdisimpulkan sebagai berikut ;

• Metode lintasan Feynman bermakna lebih fisis/ mudah dipahami dari-pada metode Konvensional karena tinjauan lintasan pada metode Feyn-man adalah non-klasik (partikel bebas dalam ruang) karena hanya dibatasijarak dari celah ke layar sedangkan lintasan pada metode Konvensionallebih detail karena dibatasi posisi awal, waktu awal sampai posisi akhir,waktu akhir (x0, t0) → (xa, ta), serta keduanya menggunakan pendekatandualisme gelombang-partikel (gambar (5.1));

Gambar 1.1: Perbandingan Lintasan metode Feynman dengan Lintasan metodeKonvensional

• Jika nilai NF pada persamaan distribusi probabilitas tidak dihitung, makarepresentasi grafik yang muncul dari metode Feynman yaitu pada nilai Am-plitudo dari titik pusat (terang), titik ke-dua (gelap) dan seterusnya selalusama, dan pola interferensi yang tertangkap di layar adalah representasi in-terferensi maksimum dengan intensitas cahaya sama (terang semua) sesuaiGambar (3.8, 4.1, 4.3);

• Jika nilai NF pada persamaan distribusi probabilitas dibuat tetap atauberubah-ubah, maka representasi grafik yang muncul dari metode Feynmanyaitu fluktuatif (nilai Amplitudo tidak sama) dari titik pusat (terang), titikke-dua (gelap) dan seterusnya, dan pola interferensi yang tertangkap dilayar adalah representasi interferensi maksimum dengan intensitas cahayatidak sama (terang, redup, agak redup, dan seterusnya) serta interferensiminimum dengan intensitas cahaya sama (semua deretan pola gelap) sesuaiGambar (3.9, 4.2, 4.4);

• Penyebaran difraksi pola gelap-terang pada layar berbanding terbalik den-gan ukuran lebar celah sesuai pers. (3.41, 4.1, 4.2);

1

Page 38: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

• Semakin banyak jumlah celah, maka semakin besar nilai Amplitudonya dititik pusat (terang) dikarenakan koefisien dari setiap penambahan celahpada persamaan distribusi probabilitas Feynman semakin besar sehinggahal tersebut bisa direpresentasikan sebagai intensitas cahaya/ tingkat terangnyapola yang tertangkap di layar sesuai Gambar (3.8, 3.9, 4.1, 4.2, 4.3, 4.4).

2

Page 39: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

DAFTAR PUSTAKA

[1] Banerjee Partha, P., Poon, T.C., Principles of Applied Optics, Aksen Asso-ciates Incorporated Publishers, 1991

[2] Beau, M., Feynman Integral and one/two slits electrons diffraction : ananalytic study, arXiv : 1110.2346v2/EJP, 2012

[3] del Campo, A., An Introductory Lecture on Feynman Path Integrals, Deptof Chemistry Univ of North Carolina at Chapel Hill, USA, Dept of PhysicslChemistry, Basque Country Univ, Spain, 2004

[4] Feynman, R.P., Hibbs, A.R., Quantum Mechanics and Path Integral,McGraw-Hill, New York, 3rd.ed, 1965

[5] Feynman, R.P., Leighton, R.B., Sands, M.L., The Feynman Lectures onPhysics Vol.3, Addison-Wesley, Reading Mass, 1963

[6] Latifah, E., Integral Lintas Feynman Efek Casimir, Tesis Fisika ITS, 2008

[7] Rahul, S., Samuel, S., Aninda, S., Supurna, S., Urbasi, S., Tuleja, S., Non-classical Paths in Quantum Interference Experiments, Phys. Rev. Lett 113,120406, 2014

[8] Rattazzi, R., The Path Integral approach to Quantum Mechanics, LectureNotes IV, 2009

[9] Sanabria, H., Rodriguez-Lara, B.M., An Introduction to quantum interfer-ometry:Young’s experiment with fock and coherent states, Revista Mexicanade Fisica E 53(1) 97-105, 2007

[10] Thomas, V.M., Quantum Interference with Slits, Dept of Physics and Ap-plied Physics Univ of Massachusetts Lowell, MA, USA, 2000

[11] Yabuki, H., Feynman Path Integrals in the Young Double-Slit Experiment,Int. J. Theor. Phys 25:2, 159-174, 1986

1

Page 40: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Halaman ini sengaja dikosongkan.

2

Page 41: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

LAMPIRAN A

INTERFERENSI DALAM TINJAUAN KLASIK

A.1 Persamaan Maxwell

Dalam teori elektromagnetik, memiliki empat kuantitas yang disebut medanelektromagnetik antara lain kekuatan medan listrik E(V/m), densitas fluks listrikD(C/m2), kekuatan medan magnetikH(A/m) dan densitas fluks magnetikB(Wb/m2).Berikut formula diferensial

∇ •D = ρ (A.1)

∇ •B = 0 (A.2)

∇× E = −∂B∂t

(A.3)

∇×H = J = Jc +∂D

∂t(A.4)

dimana J adalah densitas arus (A/m2) dan ρ adalah densitas muatan listrik(C/m3). Jc dan ρ adalah sumber medan elektromagnetik.

A.2 Solusi Gelombang Berjalan

Diturunkan persamaan gelombang berdasar persamaan Maxwell dalam sistemkoordinat yang berbeda untuk menjelaskan penjalaran medan listrik dan medanmagnetik. Secara umum solusi koordinat sistem diberikan

∇×∇× E = −∇× ∂B

∂t= − ∂

∂t(∇×B) = −µ ∂

∂t(∇×H) (A.5)

diasumsikan µ tidak bergantung ruang dan waktu, maka persamaan di atas men-jadi

∇×∇× E = −µε∂2E

∂t2− µ

∂Jc

∂t

∇2E − µε∂2E

∂t2= µ

∂Jc

∂t+∇ (∇ • E) (A.6)

kemudian diasumsikan ε menjadi tidak bergantung waktu dengan menggunakanhubungan vektor

∇×∇× A = ∇ (∇ • A)−∇2A (A.7)

Jika diasumsikan permitivitas ε tidak bergantung ruang, maka persamaan Maxwelldi atas menjadi

∇ • E =ρ

ε(A.8)

1

Page 42: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Persamaan di atas dipisah menjadi beberapa komponen E, untuk operator Lapla-cian (∇2) dalam koordinat kartesian (x, y, z), koordinat silindris (r, φ, z) dan ko-ordinat sferis (R, θ, φ) diberikan

∇2rect =

∂2

∂x2+

∂2

∂y2+

∂2

∂z2(A.9)

∇2cyln =

∂2

∂r2+

1

r

∂r+

1

r2

∂2

∂φ2+

∂2

∂z2(A.10)

∇2sphr =

∂2

∂R2+

2

R

∂R+

1

R2 sin2 θ

∂2

∂φ2+

1

R2

∂2

∂θ2+

arctan θ

R2

∂θ(A.11)

Untuk ruang bebas di semua sumber (Jc = 0, ρ = 0) persamaan gelombangnyadireduksi menjadi

∇2E = µε∂2E

∂t2(A.12)

Persamaan yang sama bisa diturunkan untuk medan magnetik H

∇2H = µε∂2H

∂t2(A.13)

Kuantitas µε memiliki unit (1/velocity)2 didefinisikan

ν2 =1

µε(A.14)

Untuk ruang bebas, µ = µ0, ε = ε0 dan ν = c. Kita bisa menghitung nilai cdari nilai ε0 dan µ0 dimana 3 × 108m/s. Perhitungan awal secara teoretik yangdilakukan oleh Maxwell dimana sesuai dengan yang terukur oleh Fizeau yaitu(315, 300km/s) sehingga Maxwell menyimpulkan bahwa cahaya adalah gangguanelektromagnetik dari penjalaran gelombang melalui medan elektromagnetik yangbergantung pada hukum elektromagnetik. Kemudian solusi koordinat sistemberikut secara sederhana

∂2ψ

∂t2− ν2∇2ψ = 0 (A.15)

dimana ψ merepresentasikan komponen medan listrik E atau medan magnetikH dan dimana ν adalah kecepatan gelombang.

Dalam koordinat kartesian, solusi umum diberikan

ψ(x, y, z, t) = c1f (ω0t− k0xx− k0yy − k0zz)

+c2g (ω0t+ k0xx+ k0yy + k0zz) (A.16)

dengan syarat

ω20

k20x + k2

0y + k20z

=ω2

0

k20

= ν2 (A.17)

2

Page 43: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

dimana ω0 adalah frekuensi sudut dari gelombang (rad/s) dan k0 adalah kon-stanta propagasi dalam medium rad/m. Jika perbandingan ω0/k0 konstan, makadapat dikatakan propagasinya non-dispersif, berikut didefinisikan kembali

ψ(x, y, z, t) = c1f (ω0t− k0 •R) + c2g (ω0t− k0 •R) (A.18)

dimana

R = xax + yay + zaz (A.19)

k0 = k0xax + k0yay + k0zaz (A.20)

k0 disebut vektor propagasi dan |k0| = k0; ax, ay, az, sehingga solusi umumnyamenjadi

ψ(z, t) = c1f (ω0t− k0z) + c2g (ω0t+ k0z) (A.21)

A.3 Fungsi Transfer Spasial dan Difraksi Fresnel

Dalam bab ini, diasumsikan fungsi gelombang total ψ(x, y, z, t) dibandingkandengan fungsi kompleks ψe(x, y, z) dengan frekuensi ω0 dan konstanta propagasik0 menjalar di sumbu-z

ψ(x, y, z, t) = Re (ψe(x, y, z)exp (j (ω0t− k0z))) (A.22)

fungsi kompleks ψe dihubungkan dengan fasor ψp diberikan

ψp(x, y, z) = ψe(x, y, z)exp(−jk0z) (A.23)

akan didapatkan persamaan gelombang paraksial

2jk0∂ψe

∂z=∂2ψe

∂x2+∂2ψe

∂y2(A.24)

Persamaan ini mendeskripsikan penjalaran ψe dimulai dari keadaan awal, dimanadiberikan

ψe = ψe0(x, y) (A.25)

Pemecahan masalah persamaan gelombang paraksial menggunakan teknik trans-formasi Fourier karena teknik ini membantu kita dalam memahami difraksi darikonsep fungsi transfer sederhana dan nantinya dihubungkan dengan difraksi Fres-nel. Diasumsikan ψe diubah ke transformasi Fourier,

dΨe

dz=

j

2k0

(k2

x + k2y

)Ψe (A.26)

dimana Ψe(kx, ky, z) adalah transformasi Fourier dari ψe(x, y, z), dari persamaantersebut diperoleh

Ψe(kx, ky, z) = Ψe0(kx, ky)exp

(j(k2

x + k2y

)z

2k0

)(A.27)

3

Page 44: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

dimana

Ψe0(kx, ky) = Ψe(kx, ky, z = 0) = F (ψe0(x, y)) (A.28)

Untuk Ψp(kx, ky, z) = Ψe(kx, ky, z)e−jk0z sebagai spektrum gelombang planar dari

ψe(x, y, z). Diasumsikan sistem linier dengan Ψe0(kx, ky) sebagai spektrum inputdan Ψe(kx, ky, z) sebagai spektrum output. Kemudian respon frekuensi spasialdari sistem linier diberikan

Ψe

Ψe0

= H(kx, ky, z) = exp

(j(k2

x + k2y

)z

2k0

)(A.29)

dengan H(kx, ky, z) disebut fungsi transfer propagasi spasial dari cahaya yangmelewati di sumbu z dalam medium, berikut ini respon impuls spasial

h(x, y, z) = F−1xy (H(kx, ky, z))

=jk0

2πzexp

(− j (x2 + y2) k0

2z

)(A.30)

Kemudian dari persamaan ini didapatkan lebih lanjut

ψe(x, y, z) = ψe0(x, y) ∗ h(x, y, z)

=jk0

2πz

∫ ∞

−∞

∫ ∞

−∞ψe0(x

′, y

′)

×exp

(−j

k0

2z

((x− x

′)2

+(y − y

′)2))

dx′dy

′(A.31)

Dapat ditulis kembali, detailnya seperti berikut

ψp(x, y, z) =jk0

2πzexp (−jk0z)

∫ ∞

−∞

∫ ∞

−∞ψp0(x

′, y

′)

×exp

(−j

k0

2z

((x− x

′)2

+(y − y

′)2))

dx′dy

′(A.32)

dimana

ψp0(x, y) = ψp(x, y, z = 0) = ψe(x, y, z = 0) = ψe0(x, y) (A.33)

A.3.1 Gelombang Planar melewati Apertur Persegi

Menggunakan persamaan di atas,

ψe(x, y, z) =jk0

2πz

∫ ∞

−∞rect

(x′

l

)rect

(y′

l

)×exp

(−j

k0

2z

((x− x

′)2

+(y − y

′)2))

dx′dy

=jk0

2πzg(x)g(y) (A.34)

4

Page 45: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

dimana

g(x) =

∫ l/2

−l/2

exp

(−j

k0

2z

(x′ − x

)2)

dx′

g(y) =

∫ l/2

−l/2

exp

(−j

k0

2z

(y′ − y

)2)

dy′

(A.35)

Integral ini disederhanakan melalui variabel baru berikut ini

ζ =

(k0

πz

)1/2

(x′ − x), η =

(k0

πz

)1/2

(y′ − y) (A.36)

Secara lengkap persamaannya adalah

g(x) =

(πz

k0

)1/2 ∫ ζ2

ζ1

exp(−jπ

2ζ2)

g(y) =

(πz

k0

)1/2 ∫ η2

η1

exp(−jπ

2η2)

dη (A.37)

dimana

ζ1 = −(k0

πz

)1/2(l

2+ x

)ζ2 =

(k0

πz

)1/2(l

2− x

)η1 = −

(k0

πz

)1/2(l

2+ y

)η2 =

(k0

πz

)1/2(l

2− y

)(A.38)

Kemudian disusun kembali menjadi berikut ini

g(x) =

(πz

k0

)1/2

((C (ζ2) + C (ζ1)) + (jS (ζ2) + S (ζ1)))

g(y) =

(πz

k0

)1/2

((C (η2) + C (η1)) + (jS (η2) + S (η1))) (A.39)

dimana C(α) dan S(α) disebut integral Fresnel, didefinisikan

C(α) =

∫ α

0

cosπt2

2dt, S(α) =

∫ α

0

sinπt2

2dt (A.40)

A.3.2 Interferensi 1 Celah dengan Lebar Tertentu

Dari persamaan di atas ditulis kembali berikut ini

ψe0(x, y) = rect

(x

lx

)(A.41)

5

Page 46: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Kemudian diambil transformasi Fourier dalam sumbu-x menggunakan persamaantersebut

Fx

(rect

(x

lx

))= lxsinc

(lxkx

)(A.42)

Direpresentasikan sebagai hasil dari persamaan di atas berikut ini Gambar (A.1)

Gambar A.1: Intensitas 1 Celah dengan Lebar celah tertentu

A.3.3 Interferensi 2 Celah dengan Lebar Tertentu

Dikenal secara umum yaitu eksperimen dua celah Young, didefinisikan darihubungan persamaan di atas

ψe0 =

(x− d

2

)+ δ

(x+

d

2

))δ(y) (A.43)

Eksperimen ini menghasilkan interferensi sebagai berikut

ψp ∝ Fxy

((δ

(x− d

2

)+ δ

(x+

d

2

))δ(y)

)=

(exp

(− jkxd

2

)+ exp

(jkxd

2

))∝ cos

(k0x

2zd

)(A.44)

Diberikan representasi dari persamaan tersebut Gambar (A.2)

Gambar A.2: Intensitas 2 Celah dengan Lebar celah tertentu

6

Page 47: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

LAMPIRAN B

MATRIKS-S

B.1 Gambaran Schrodinger, Heisenberg dan Interaksi

Dalam teori kuantum dikenal 3 bentuk gambaran yakni gambaran Schrodinger,Heisenberg dan Interaksi. Tiga bentuk gambaran ini memiliki cara yang berbedadalam menggambarkan pertambahan waktu dari suatu sistem. Dalam gam-baran Schrodinger ada keadaan bergantung waktu yang berdasar pada persamaanSchrodinger

ihd

dt|A, t〉S = H |A, t〉S (B.1)

Persamaan ini dapat diselesaikan jika sistem keadaan diganti dengan waktu awalt0

|A, t〉S = U |A, t0〉S (B.2)

dimana U adalah operator uniter, dinyatakan dengan

U ≡ U (t, t0) = exp

{−iH (t− t0)

h

}(B.3)

Simbol U disini menjelaskan keadaan transformasi uniter dan operator O darigambaran Schrodinger ke gambaran Heisenberg, didefinisikan

|A, t〉H = U † |A, t〉S = |A, t0〉S (B.4)

OH(t) = U †OSU (B.5)

Pada t = t0 keadaan dan operator dari dua gambaran tersebut sama, da-pat dilihat pada persm.(B.4) dimana vektor keadaan gambaran Heisenberg kon-stan tidak bergantung waktu. Operator Heisenberg kebergantungan waktu daripersm.(B.5) maka

HH = HS ≡ H (B.6)

Jika transformasi dari gambaran Schrodinger ke gambaran Heisenberg adalahUniter maka dapat dipastikan hubungan matriks elemen dan komutasinya invar-ian

〈B, t|OS |A, t〉S = 〈B, t|OH(t) |A, t〉H (B.7)

7

Page 48: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Jika O dan P adalah 2 operator yang memiliki[OS, P S

]= konstan kemudian[

OH(t), PH(t)]

= konstan. Dari persm.(B.5) diturunkan dan memberikan per-samaan gerak Heisenberg

ihd

dt= ih

d

dt

(U †OSU

)= ih

d

dt

((e−iH(t−t0)/h

)†OS(e−iH(t−t0)/h

))= ih

d

dt

(eiH(t−t0)/hOSe−iH(t−t0)/h

)= ih

(iH

heiH(t−t0)/hOSe−iH(t−t0)/h + eiH(t−t0)/hOS−iH

he−iH(t−t0)/h

)= −HeiH(t−t0)/hOSe−iH(t−t0)/h + eiH(t−t0)/hOSHe−iH(t−t0)/h

= −HU †OSU + U †OSHU

= −HOSU †U + U †UOSH

= −HOS +OSH

= OSH −HOS

=[OS, H

]=

[OH(t), H

](B.8)

Untuk yang bergantung waktu dalam gambaran Schrodinger secara klasik adahubungan kuantitas yang mempunyai kebergantungan waktu, secara eksplisit

ihd

dtOH = ih

d

dtOH(t) +

[OH(t), H

](B.9)

Gambaran Interaksi muncul jika ada interaksi medan, maka Hamiltoniannya men-jadi 2 bagian

H = H0 +HI (B.10)

Dan gambaran Interaksi tersebut dihubungkan ke gambaran Schrodinger olehtransformasi uniter

U0 ≡ U0(t, t0) = e−iH0(t−t0)/h (B.11)

Keadaan gambaran interaksi didefinisikan

|A, t〉I = U †0 |A, t〉S (B.12)

Dan operator gambaran Interaksi

OI(t) = U †0O

SU0 (B.13)

Jadi hubungan antara gambaran Interaksi dan gambaran Schrodinger sama den-gan hubungan antara gambaran Heisenberg dan gambaran Schrodinger namuntransformasi uniter U0 melibatkanH0 bahkan melibatkanH, dariHI

0 = HS0 = H0.

8

Page 49: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Dari persm.(B.10) diturunkan dan memberikan persamaan gerak diferensial darioperator gambaran Interaksi (analogi persm.(B.13))

ihd

dtOI(t) =

[OI(t), H0

](B.14)

Dari persm.(B.9) disubstitusi ke persamaan Schrodinger (B.12), dimana didap-atkan persamaan gerak vektor keadaan dalam gambaran Interaksi maka

ihd

dt|A, t〉S = ih

d

dt

(U †

0 |A, t〉I)

= ihd

dt

((e−iH0(t−t0)/h

)† |A, t〉I)= ih

d

dteiH0(t−t0)/h |A, t〉I

= ih

(iH0

heiH0(t−t0)/h |A, t〉I + eiH0(t−t0)/h d

dt|A, t〉I

)= −H0e

iH0(t−t0)/h |A, t〉I + eiH0(t−t0)/hihd

dt|A, t〉I

= −H0eiH0(t−t0)/h |A, t〉I + eiH0(t−t0)/hHI |A, t〉I

= eiH0(t−t0)/h |A, t〉I (HI −H0)

= eiH0(t−t0)/h |A, t〉I HSI U0

= eiH0(t−t0)/h |A, t〉I HSI e

−iH0(t−t0)/h

= HSI |A, t〉I

= HII |A, t〉I (B.15)

dimana

HII (t) = eiH0(t−t0)/hHS

I e−iH0(t−t0)/h (B.16)

Gambaran Interaksi dan gambaran Heisenberg dapat dihubungkan dengan trans-formasi uniter oleh karena itu persm.(B.16) menjadi

HII = eiH0(t−t0)/he−iH0(t−t0)/hHS

I eiH0(t−t0)/he−iH0(t−t0)/h

= U′†HH

I U′

(B.17)

Operator translasi waktu adalah matriks uniter yang berkerja pada ruangvektor sebagai keadaan yang mungkin. Semua harus bersifat uniter karena vektorkeadaannya adalah probabilitas total yang harus konservatif. Hubungan duagambaran Schrodinger dan Heisenberg

〈t|φ(t0) |t〉 = 〈t0|φ(t) |t0〉 (B.18)

Berikut gambaran Heisenberg

φ(t) = U−1(t, t0)φ(t0)U(t, t0) (B.19)

[H,φ(z, t)] = −i∂φ(z, t)

∂t[H, π(z, t)] = −i∂π(z, t)

∂t(B.20)

[H,φ(z, t)] =

(∫ L

0

dz′ 1

2

(ν2π2(z

′, t) +

(∂φ(z

′, t)

∂z′

)2), φ(z, t)

)(B.21)

9

Page 50: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Kemudian jika persamaan tersebut dihubungkan dengan Hubungan KomutasiKanonik, sebagai berikut

L =1

2

(1

ν2

(∂φ

∂t

)2

−(∂φ

∂z

)2)

= L(∂φ

∂t,∂φ

∂z

)(B.22)

Dari persm.(B.20) didapatkan

π(z, t) =∂L

∂(

∂φ∂t

) =1

ν2

∂φ

∂t(B.23)

Hubungan komutasi untuk medan kontinu[φ(z, t), π(z

′, t)]

= iδ(z − z′)[

π(z, t), π(z′, t)]

= 0[φ(z, t), φ(z

′, t)]

= 0 (B.24)

Dari hubungan persm.(B.24) maka persm.(B.20) menjadi

−i∂φ(z, t)

∂t= [H,φ(t)]

= U−1 [H,φ(t)]U

= −iU−1∂φ(z, t)

∂tU

= −i ∂∂tU−1φ(z, t)U (B.25)

Secara sederhana, kita mengabaikan kebergantungan φ terhadap z

φ(z, t) → φ(t)

[H,φ(t)] = −i(∂

∂tU−1(t, t0)φ(t0)U + U−1φ(t0)

∂tU(t, t0)

)(B.26)

dengan

U−1HU = H (B.27)

Akan memberikan dampak(d

dtU

)U−1 + U

d

dtU−1 = 0 (B.28)

10

Page 51: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Persm.(B.26) dapat disusun kembali sebagai berikut

[H,φ(t)] = −iU(d

dtU−1(t, t0)φ(t0)U + U−1φ(t0)

d

dtU(t, t0)

)= i

(d

dtU(t, t0)U

−1φ(t0)− φ(t0)

(d

dtU(t, t0)

)U−1

)= i

((d

dtU(t, t0)

)U−1, φ(t0)

)0 = [H,φ(t)]− i

((d

dtU(t, t0)

)U−1, φ(t0)

)0 = [H,φ(t0)] +

(−i(d

dtU(t, t0)

)U−1,−iφ(t0)

)(B.29)

Komut dengan semua

φ(t0) = −iφ(t0) (B.30)

Bisa komut jika ada perkalian identitas (Schur’s Lemma)((H − i

(dU

dt

)U−1

), φ(t0)

)= 0

H − i

(dU

dt

)U−1 =

H = i

(dU

dt

)U−1 + E0 (B.31)

Maka dari persm.(B.31) didapatkan

dU

dt= −i (H − E0)U

U(t, t0) = e−i(H−E0)(t−t0) (B.32)

Secara umum H bergantung waktu dalam hal Interaksi, jika E0 dipilih nilaiekspektasi keadaan dasar dari H maka H−E0 memiliki nilai ekspektasi keadaandasar sama dengan nol karena i = 0 tidak termasuk keadaan dasar, seharusnyai = 1 maka E0 = 0.

11

Page 52: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Halaman ini sengaja dikosongkan.

12

Page 53: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

LAMPIRAN C

INTEGRAL LINTAS FEYNMAN

C.1 Keadaan Basis

Sistem mekanika kuantum 1D, keadaan operator eigen koordinat

x |x〉 = x |x〉 (C.1)

Keadaan eigen di atas mendefinisikan basis orthonormal

〈x |x′〉 = δ(x− x′) (C.2)

dan memenuhi syarat kelengkapan∫dx |x〉 〈x| = I (C.3)

Diberikan representasi ruang koordinat operator momentum

[x, p] = ih (C.4)

Komutator ini memberikan hubungan matriks

〈x′′| [x, p] |x′〉 = ih〈x′′|x′〉= ihδ(x

′′ − x′) (C.5)

di sisi lain

〈x′′| [x, p] |x′〉 = 〈x′′|(xp− px)|x′〉= (x

′′ − x′)〈x′′|p|x′〉= ihδ(x

′′ − x′) (C.6)

Kemudian diberikan integral perkalian fungsi delta δ(x) berikut∫ ∞

−∞xd

dxδ(x)dx = −

∫ ∞

−∞δ(x)dx (C.7)

atau

xd

dxδ(x) = −δ(x) (C.8)

Dengan demikian

〈x′′|p|x′〉 = −ih d

dx′′〈x′′|x′〉

= −ih d

dx′′δ(x

′′ − x′) (C.9)

13

Page 54: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

didapatkan

p = −ih ddx

(C.10)

Untuk representasi momentum, keadaan eigen didefinisikan

p |p〉 = p |p〉 (C.11)

Seperti pada representasi koordinat, keadaan eigen momentum memenuhi ortonor-malitas dan syarat kelengkapan

〈p |p′〉 = δ(p− p′)∫dp |p〉 〈p| = 1 (C.12)

Operator koordinat x dalam representasi momentum diberikan

x = ihd

dp(C.13)

Perkalian skalar antara basis momentum dan koordinat menghasilkan matriksoperator antara kedua basis

〈p|x〉 = 〈x|p〉∗ =1√2πh

e−ih

px (C.14)

dapat dibuktikan, dari persm (C.11), didapatkan

〈x| p |p〉 = p 〈x |p〉 (C.15)

Penerapan syarat kelengkapan terhadap hubungan di atas memberikan

〈x| p |p〉 =

∫〈x| p |x′〉 〈x′ |p〉 dx′

= −ih ddx

∫〈x |x′〉 〈x′ |p〉 dx′

= −ih ddx

∫δ(x− x′) 〈x′ |p〉 dx′

= −ih ddx

〈x |p〉 (C.16)

Ini berarti

−ih ddx

〈x |p〉 = p 〈x |p〉 (C.17)

Solusi bagi 〈x |p〉 seperti pada persm (C.14). Selanjutnya didefinisikan fungsif(x) sebagai proyeksi vektor keadaan |f〉 pada vektor basis |x〉

f(x) = 〈x |f〉 (C.18)

14

Page 55: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Dengan memenafaatkan definisi basis dan syarat kelengkapan, maka transformasiFourier dapat diungkapkan

f(x) = 〈x |f〉 =

∫dp 〈x |p〉 〈p |f〉

=1√2πh

∫dp e

ih

pxf(p)

=1√2π

∫dk eikxF (k) (C.19)

dengan F (k) =√hf(p).

Transformasi Fourier invers nya

F (k) =√h 〈p |f〉

=

√h

2πh

∫dx 〈p |x〉 〈x |f〉

=

√h

2πh

∫dx e−

ih

pxf(x)

=1√2π

∫dx e−ikxf(x) (C.20)

Pendekatan konvensional untuk mekanika kuantum diawali dengan Hamiltonianmekanika klasik yang berhubungan dengan operator-operator yang secara umumtidak komut. Dalam kerangka dinamika kuantum, sistem direpresentasikan olehpersamaan Schrodinger bergantung waktu

ih∂ |ψ(t)〉∂t

= H |ψ(t)〉 (C.21)

dimana H adalah operator Hamiltonian sistem. Untuk kasus 1 dimensi Hamilto-nian diberikan

H = − h2

2m

d2

dx2+ V (x, t) (C.22)

Dalam keadaan stasioner metode separasi variabel memberi ψ

ψ(x, t) = 〈x|ψ(t)〉 = e−ih

Htϕ(x) (C.23)

Selanjutnya perhatikan evolusi dari φ. Misalkan keadaan t1 dan t2 > t1, ψ(t1),ψ(t2) dihubungkan oleh operator uniter U(t2, t1) menurut

|ψ(t2)〉 = U(t2, t1) |ψ(t1)〉 (C.24)

Persamaan Schrodinger (C.21) memberikan

U(t2, t1) = e−ih(t2−t1)H (C.25)

15

Page 56: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Sesuai dengan definisi keadaan basis persm (C.1) dan (C.18) dapat ditulis

〈x1|U(t2, t1) |x2〉 = U(t1, x1; t2, x2) (C.26)

Dengan memanfaatkan basis orthonormal yang memenuhi syarat kelengkapandan informasi tentang operator evolusi waktu, maka fungsi gelombang dapatditulis

ψ(x2, t2) = 〈x2, t2 |ψ〉

=

∫dx1 〈x2, t2 |x1〉 〈x1 |ψ〉

=

∫dx1

⟨x2, t2

∣∣∣x1eih

t1H⟩〈e−

ih

t1Hx1|ψ〉

=

∫dx1 〈x2, t2 |x1, t1〉 〈x1, t1 |ψ〉

=

∫dx1 U(t2, x2; t1, x1)ψ(x1, t1) (C.27)

Dalam gambaran Heisenberg (subskrip H) keadaan basis bersifat tidak bergan-tung waktu dan terhubung dengan gambaran Schrodinger (subskrip S)

|ψ〉H = |ψ(t = 0)〉S = |ψ(t = 0)〉= e

ih

tH |ψ(t)〉= e

ih

tH |ψ(t)〉S (C.28)

dan operator membawa seluruh sifat bergantung waktu. Operator koordinat padagambaran Heisenberg berhubungan dengan gambaran Schrodinger

OH(t) = eih

tHOe−ih

tH (C.29)

Keadaan eigen operator ini memenuhi

xH(t) |x, t〉H = x |x, t〉H (C.30)

bila dihubungkan dengan koordinat basis pada gambaran Schrodinger maka

|x, t〉H = eih

tH |x〉 (C.31)

Untuk t2 > t1 maka

〈x2, t2 |x1, t1〉H = 〈x2| e−ih

t2Heih

t1H |x1〉= 〈x2| e−

ih(t2−t1)H |x1〉

= 〈x2|U(t2, t1) |x1〉 (C.32)

Dapat disimpulkan bahwa elemen matriks dari operator evolusi waktu merupakanamplitudo transisi berurut waktu antara keadaan basis koordinat pada gambaranHeisenberg. Dengan demikian

〈x2, t2 |x1, t1〉H = U(t2, x2; t1, x1) (C.33)

16

Page 57: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

LAMPIRAN D

AMPLITUDO TRANSISI

Telah didefinisikan sebelumnya bahwa pada gambaran Heisenberg (C.31) berlaku

|x, t〉 = eih

tH |x〉 (D.1)

dan sekawan hermitnya

〈x, t| = e−ih

tH 〈x| (D.2)

Amplitudo transisi yang menghubungkan keadaan awal ti dan keadaan akhir tf

U(tf , xf ; ti, xi) = 〈xf , tf |xi, ti〉 (D.3)

Perhatikan bila interval waktu dari awal ti hingga akhir tf dibagi dalam se-jumlah n irisan kecil dari ∆t

tf − tin

= ∆t = ε (D.4)

Syarat kelengkapan memberikan

U(tf , xf ; ti, xi) = 〈xf , tf |xi, ti〉

=

∫dx 〈xf , tf |x1, t1〉 〈x1, t1 |xi, ti〉

=

∫dx1 dx2 〈xf , tf |x2, t2〉 〈x2, t2 |x1, t1〉 〈x1, t1 |xi, ti〉

...

= limn→∞

∫dx1 · · · dxn−1 〈xf , tf |xn−1, tn−1〉

× 〈xn−1, tn−1 |xn−2, tn−2〉 · · · 〈x1, t1 |xi, ti〉 (D.5)

Selanjutnya memanfaatkan persm. (C.32) dan syarat kelengkapan basis mo-mentum memberi hubungan bagi irisan ke (j-1) dan j,

〈xj, tj |xj−1, tj−1〉 = 〈xj| e−ih

Htjeih

Htj−1 |xj−1〉= 〈xj| e−

ih

H(tj−tj−1) |xj−1〉= 〈xj| e−

ih

Hτ |xj−1〉

=

∫dpj 〈xj|pj〉 〈pj| e−

ih

Hτ |xj−1〉

=

∫dpj√2πh

eih

pjxje−ih

Hτ 〈pj |xj−1〉

=

∫dpj

2πhe

ih

pjxje−ih

Hτe−ih

pjxj−1 (D.6)

17

Page 58: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Substitusi (D.6) ke (D.5) didapatkan untuk limit →∞,

U(xf , tf ;xi, ti) = limε→0 n→∞

∫dxi . . . dxn−1

× dpn

2πhe

ih

pn(xn−xn−1)− ih

Hτ(xn+xn−1

2,pn)

×dpn−1

2πhe

ih

pn−1(xn−1−xn−1)− ih

Hτ(xn−1+xn−2

2,pn−1)

...

× dp1

2πhe

ih

p1(x1−x0)− ih

Hε(x1+x0

2,p1)

=

∫dx1 . . . dxn−1

dp1

2πh· · · dpn

2πh

×eih

∑nn=1(pn(xn−xn−1)−Hε(

xn+xn−12

,p1)) (D.7)

dengan

x0 = xi xn = xf (D.8)

Mengingat ε→ 0 dan n→∞ asumsi dalam suku eksponensial dapat dinyatakansebagai integral

y = limε→0 n→∞

i

h

n∑n=1

(pn(xn − xn−1)−Hε(xn + xn−1

2, pn))

= limε→0 n→∞

i

n∑n=1

(pn((xn − xn−1)

ε)−H(

xn + xn−1

2, pn))

=i

h

∫ tf

ti

dt (px−H(x, p))

=i

h

∫ tf

ti

dt L (D.9)

Integral dalam persm. (D.9) tidak lain adalah aksi, dengan L Lagrangian

S =

∫dt L (D.10)

Selanjutnya mengingat bentuk umum Hamiltonian

H(x, p) =p2

2m+ V (x) (D.11)

maka amplitudo transisi dapat diungkapkan

U(tf , xf ; ti, xi) = limε→0 n→∞

∫dx1 . . . dxn−1

dp1

2πh· · · dpn

2πh

eiεh

∑nn=1(pn(

xn−xn−1ε

)− p2

2m−V (

xn+xn−12

)) (D.12)

18

Page 59: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Integrasi terhadap momentum dari amplitudo transisi di atas adalah integralGaussian∫

dpn

2πhe−

iεh

(p2n

2m− pn(xn−xn−1)

ε) =

∫dpn

2πhe−

iε2mh

(p2n−

2mpn(xn−xn−1)

ε)

=

∫dpn

2πhe−

iε2mh

[(pn−m(xn−xn−1)

ε)2−(

m(xn−xn−1)

τ)2]

=1

2πh

(2πmh

)1/2

eimε2h

(xn−xn−1

ε)2

=( m

2πihε

)1/2

eimε2h

(xn−xn−1

ε)2 (D.13)

Dengan demikian amplitudo transisi U(tf , xf ; ti, xi) menjadi

U(tf , xf ; ti, xi) = limε→0 n→∞

( m

2πihε

)n/2∫dx1 . . . dxn−1

×eiεh

∑nn=1

(m2

(xn−xn−1

ε

)2−V

(xn+xn−1

2

))

=( m

2πihε

)n/2∫dx1 . . . dxn−1e

ih

∫ tfti

dt( 12mx2−V (x))

= A

∫Dx e

ih

∫ tfti

dt( 12mx2−V (x))

= A

∫Dx e

ih

∫ tfti

dt L

= A

∫Dx e

ih

S[x] (D.14)

Konstanta A =(

m2πihε

)n/2dan∫Dx =

∫dx1 . . . dxn−1 (D.15)

disebut Measure (ukuran).Integral lintas Feynman secara ringkas mengungkapkan amplitudo transisi

dari keadaan awal ke keadaan akhir, dimana proses ini dapat dilakukan dengantak berhingga lintasan yang mungkin dan masing-masing lintasan mempunyaibobot e

ih

S[x].

19

Page 60: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Halaman ini sengaja dikosongkan.

20

Page 61: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

LAMPIRAN E

PARTIKEL BEBAS

Pada subbab ini, menerangkan penerapan dari perumusan integral lintas diawal pada sistem paling sederhana yakni partikel bebas. Lagrangian partikelbebas hanya terdiri dari energi kinetik yaitu

L =1

2mx2 (E.1)

Amplitudo transisi sistem, menurut persm (D.14)

U(tf , xf ; ti, xi) = limε→0 N→∞

( m

2πihε

)N/2∫dx1 . . . dxN−1e

ih

ε∑N

n=1m2

(xn−xn−1

ε

)2

= limε→0 N→∞

( m

2πihε

)N/2∫dx1 . . . dxN−1e

im2εh

∑Nn=1(xn−xn−1)

2

(E.2)

Pergantian Variabel

yn =( m

2hε

)1/2

xn (E.3)

memberikan

U(tf , xf ; ti, xi) = limε→0 N→∞

( m

2πihε

)N/2(

2hε

m

)N−12

×∫dy1 . . . dyN−1e

i∑N

n=1(yn−yn−1)2 (E.4)

Selanjutnya, evaluasi bagian demi bagian dari eksponensial integral Gaussian diatas akan membentuk pola sebagai berikut. Pertama, satu integran

∫dy1 e

i((y1−y0)2+(y2−y1)2) =

∫dy1 e

i(2(y1− y0+y2

2 )2+ 1

2(y2−y0)2

)

=

∫dy1 e

2i(y1− y0+y22 )

2

ei2(y2−y0)2

=

(iπ

2

)1/2

ei2(y2−y0)2 (E.5)

21

Page 62: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Kedua, dua integran∫dy1 dy2 e

i((y1−y0)2+(y2−y1)2+(y3−y2)2) =

(iπ

2

)1/2 ∫dy2 e

i( 12(y2−y0)2+(y3−y2)2)

=

(iπ

2

)1/2 ∫dy2 e

(3i2 (y2− y0+2y3

3 )2+ i

3(y3−y0)2

)

=

(iπ

2

)1/2(2iπ

3

)1/2

ei3(y3−y0)2

=

((iπ)2

3

)1/2

ei3(y3−y0)2 (E.6)

dan seterusnya. Dari pola di atas (N − 1) integrasi akan memberikan

U(tf , xf ; ti, xi) = limε→0 N→∞

( m

2πihε

)N/2(

2hε

m

)N−12(

(iπ)N−1

N

)1/2

eiN

(yN−y0)2

= limε→0 N→∞

( m

2πihε

)N/2(

2πihε

m

)N−12 1√

Ne

im2hNε

(xN−x0)2

= limε→0 N→∞

( m

2πihNε

)1/2

eim

2hNε(xf−xi)

2

=

(m

2πih(tf − ti)

)1/2

eih

m(xf−xi)2

2(tf−ti) (E.7)

Diperkenalkan aksi partikel bebas

S[x] =

∫ tf

ti

dt1

2mx2 (E.8)

memenuhi persamaan Euler-Lagrange

δS[x]

δx(t)= mx = 0 (E.9)

Konsekuensinya

xab(t) = ν = konstan (E.10)

Dengan demikian aksi klasik

S[xab] =

∫ tf

ti

dt1

2mxab =

1

2mν2(tf − ti) (E.11)

karena ν konstan, maka xf − xi = ν(tf − ti) atau

ν =xf − xi

tf − ti(E.12)

22

Page 63: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Substitusi ke dalam persm (F.11) menghasilkan

S[xab] =1

2m

(xf − xi

tf − ti

)2

(tf − ti)

=m

2

(xf − xi)2

tf − ti(E.13)

Jelas bahwa amplitudo transisi kuantum partikel bebas

U(tf , xf ; ti, xi) =

(m

2πih(tf − ti)

)1/2

eih

S[xab] (E.14)

23

Page 64: ANALISIS METODE LINTASAN FEYNMAN PADA INTERFERENSI 1, …

Halaman ini sengaja dikosongkan.

24