analisis kualitatif dan kuantitatif sulfanilamida

29
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Sulfanilamida Menggunakan Metode Titrasi Nitrimetri I. Tujuan Melakukan identifikasi dan penetapan kadar senyawa kloramfenikol menggunakan metode titrasi nitrimetri II. Prinsip Penentuan kadar sulfanilamida berdasarkan pada pembentukan garam diazonium dari gugus amin primer aromatis bebas yang direaksikan dengan asam nitrit (HNO2) yang diperoleh dari hasil reaksi antara natrium nitrit dan asam klorida pekat dengan penentuan titik akhir menggunakan indikator tropeolin oo dengan perubahan warna dari ungu menjadi biru dan indikator kertas kanji dengan perubahan warna menjadi warna biru segera ketika dioleskan. III. Reaksi 1

description

cara analisis kualitaif sulfanilamida dan kuantitatif dengan metode nitrimetri

Transcript of analisis kualitatif dan kuantitatif sulfanilamida

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Sulfanilamida

Menggunakan Metode Titrasi Nitrimetri

I. Tujuan

Melakukan identifikasi dan penetapan kadar senyawa

kloramfenikol menggunakan metode titrasi nitrimetri

II. Prinsip

Penentuan kadar sulfanilamida berdasarkan pada pembentukan

garam diazonium dari gugus amin primer aromatis bebas yang direaksikan

dengan asam nitrit (HNO2) yang diperoleh dari hasil reaksi antara natrium

nitrit dan asam klorida pekat dengan penentuan titik akhir menggunakan

indikator tropeolin oo dengan perubahan warna dari ungu menjadi biru dan

indikator kertas kanji dengan perubahan warna menjadi warna biru segera

ketika dioleskan.

III. Reaksi

(Sudjadi,2008)

IV. Teori Dasar

Analisis kualitatif merupakan analisis untuk melakukan identifikasi

elemen, spesies, dan/atau senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel.

Dengan kata lain, analisis kualitatif berkaitan dengan cara untuk mengetahui

ada atau tidaknya suatu analit yang dituju dalam suatu sampel ( Harjadi,

1986).

1

Analisis kuantitatif adalah analisis untuk mengetahui jumlah

(kadar) absolute atau relative dari suatu elemen atau spesies yang ada di

dalam sampel (Harjadi, 1986).

Titrasi diazotasi ini sangat sederhana dan sangat berguna untuk

menetapkan kadar senyawa-senyawa antibiotik sulfonamida dan juga

senyawa-senyawa anestetika lokal golongan asam amino benzoat

(Rivai,1995).

Metode titrasi diazotasi disebut juga nitrimetri yakni metode

penetapan kadar secara kuantitatif dengan menggunakan larutan baku NaNO2.

Metode ini didasarkan pada reaksi diazotasi yakni reaksi antara amina

aromatik primer dengan asam nitrit dalam suasana asam membentuk garam

diazonium (Firdaus,2010)

Dalam nitrimetri, BE suatu senyawa sama dengan BM nya karena 1

mol senyawa bereaksi dengan 1 mol asam nitrit dan menghasilkan 1 mol

garam diazonium. Dengan alasan ini pula, untuk nitrimetri, konsentrasi

larutan baku sering dinyatakan dengan M ( molaritas ) karena molaritasnya

sama dengan normalitasnya (Sudjadi,2008).

Pada titrasi diazotasi, penentuan titik akhir titrasi dapat

menggunakan indikator luar, indikator dalam dan secara potensiometri

(Gholib, 2009)

Indikator Luar

Indikator luar yang digunakan adalah pasta kanji-iodida atau dapat

pula menggunakan kertas kanji-iodida, ketika larutan digoreskan pada pasta/

kertas, adanya kelebihan asam nitrit akan mengoksidasi iodida menjadi

iodium dan dengan adanya kanji/ amilum akan menghasilkan warna biru

segera. Indikator kanji-iodida ini peka terhadap kelebihan 0,05-0,10 ml

natrium nitrit dalam 200 ml larutan. Reaksi yang terjadi dapat dituliskan sbb :

2

Titik akhir titrasi tercapai apabila pada penggoresan larutan yang

dititrasi pada pasta kanji-iodida atau kertas kanji iodida akan terbentuk warna

biru sebab warna biru juga terbentuk beberapa saat setelah dibiarkan diudara.

Hal ini disebabkan karena oksidasi iodida oleh udara (O2) menurut reaksi :

4 KI + 4 HCl + O2 2 H2O + 2 I2 + 4 KCl

I2 + Kanji Kanji – Iod (Biru) (Wunas,1986).

Untuk meyakinkan apakah benar-benar sudah terjadi titik akhir titrasi,

maka pengujian seperti diatas dilakukan lagi setelah dua menit.

(Gholib,2009).

Keuntungan dari indikator ini adalah terjadinya perubahan warna yang

jelas, sedangkan kerugiannya adalah :

a. Pelaksanaan tidak praktis karena kita harus menggoreskan setiap kali

penambahan titran.

b. Larutan yang dititer harus didinginkan.

c. Memerlukan reaksi orientasi untuk memperkirakan titik akhir titrasi

(Wunas,1986).

Indikator Dalam

Indikator dalam terdiri atas campuran tropeolin OO dan metilen

biru. Tropeolin OO merupakan indikator asam-basa yang berwarna merah

dalam suasana asam dan berwarna kuning bila dioksidasi oleh adanya

kelebihan asam nitrit, sedangkan metilen biru sebagai pengkontras warna

sehingga pada titik akhir titrasi akan terjadi perubahan dari ungu menjadi biru

sampai hijau tergantung senyawa yang dititrasi (Gholib,2009).

Pemakaian kedua indikator ini ternyata memiliki kekurangan. Pada

indikator luar harus dikerahui dulu perkiraan jumlah titran yang diperlukan,

3

sebab kalau tidak tahu perkiraan jumlah titra yang dibutuhkan, maka sering

melakukan pengujian apakah sudah tercapai titik akhir titrasi atau belum. Di

samping itu, kalau sering melakukan pengujian, dikhawatirkan akan banyak

larutan yang dititrasi (sampel) yang hilang pada saat pengujian titik akhir

sementara itu pada pemakaian indikator dalam walaupun pelaksanaannya

mudah tetapi seringkali untuk mengatasi hal ini, maka digunakan metode

pengamatan titik akhir secara potensiomerti (Rivai,1995).

Metode Potensiometri

Metode yang baik untuk penetapan titik akhir nitrimetri adalah

metode potensiometri dengan menggunakan electrode kolomel platina yang

dicelupkan ke dalam titrat. Pada saat titik akhir titrasi (adanya kelebihan asam

nitrit), akan terjadi depolarisasi elektoda sehingga akan terjadi perubahan arus

yang sangat tajam sekitar +0,80 Volt sampai +0,90 Volt. Metode ini sangat

cocok untuk sampel dalam bentuk sediaan sirup yang berwarna

(Sudjadi,2008).

Titrasi diazotasi berdasarkan pada pembentukan garam diazonium

dari gugus amin aromatis bebas yang direaksikan dengan asam nitrit, dimana

asam nitrit ini diperoleh dengan cara mereaksikan natrium nitrit dengan suatu

asam (Sudjadi,2008).

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada reaksi diazotasi:

1. Suhu

Titrasi diazotasi sebaiknya dilakukan pada suhu rendah, lebih kecil dari

15°C karena asam nitrit yang terbentuk dari reaksi natrium nitrit dengan

asam tidak stabil dan mudah terurai, dan garam diazonium yang terbentuk

pada hasil titrasi juga tidak stabil. Reaksi ini tidak stabil dalam suhu

kamar, karena garam diazonium yang terbentuk mudah tergedradasi

membentuk senyawa fenol dan gas nitrogen.

2. Kecepatan reaksi

Reaksi titrasi amin aromatis pada reaksi diazotasi barjalan agak lambat,

titrasi sebaiknya dilakukan seara perlahan-lahan, dan reaksi diazotasi dapat

4

dikatalisa dengan penambahan natrium dan kalium bromida sebagai

katalisator. (Wunas, 1986 :115)

Titrasi diazotasi dapat digunakan untuk :

a) Penetapan kadar senyawa-senyawa yang mempunyai gugus amin aromatis

primer bebas seperti sulfanilamid.

b) Penetapan kadar senyawa-senyawa yang mana gugus amin aromatic terikat

dengan gugus lain seperti suksinil sulfatiazol, ftalil sulfatiazol dan

parasetamol.

c) Senyawa-senyawa yang mempunyai gugus nitro aromatis seperti

kloramfenikol.

Senyawa-senyawa nitro aromatis dapat ditetapkan kadarnya secara

nitrimetri setelah direduksi terlebih dahulu untuk menghasilkan senyawa

amin aromatis primer (Rivai,1995).

Dalam Farmakope Indonesia, titrasi diazotasi digunakan untuk

menetapkan kadar adalah benzokain; primakuin fosfat dan sediaan tabletnya;

prokain HCl; sulfasetamid; sulfametazin; sufadoksin; sulfametoksazol;

tetrakain; dan tetakain HCl (Gholib, 2009).

Pemerian sulfanilamida :Nama resmi : SULFANILAMIDUM

Nama lain : Sulfanilamida

Rumus Molekul : C6H8N2O2SO

Rumus Bangun :

Berat Molekul : 172,21

Pemerian : Hablur, serbuk hablur atau butiran, putih, tidak berbau,

rasa agak pahit kemudian manis.

5

Kelarutan : Larut dalam 200 bagian air, sangat mudah larut dalam air

mendidih, agak sukar larut dalam etanol (95%) p, sukar

larut dalam kloroform P, dalam eter p dan dalam benzen p,

mudah larut dalam aseton p, larut dalam gliserol p,dalam

asam klorida p dan dalam alkali hidroksida

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya

Khasiat : Antibakteri (Farmakope Indonesia edisi III hal. 587).

V. Alat dan Bahan

A. Alat

1. Batang pengaduk

2. Beaker glass

3. Bejana

4. Buret 50 ml

5. Corong kaca

6. Gelas ukur

7. Kaca arloji

8. Klep dan statif

9. Korek api

10. Labu erlenmeyer

11. Labu ukur 100 ml

12. Labu ukur 250 ml

13. Labu ukur 1000 ml

14. Neraca digital

15. Pelat tetes

16. Pipet

17. Spatel

18. Tabung reaksi

19. Volum pipet 10 ml

B. Bahan

6

1. Amoniak

2. Aquadest

3. Asam klorida pekat

4. Asam klorida encer

5. Asam sulfanilat

6. Diazo B

7. Es balok

8. Indikator kanji iodida

9. Indikator metilen biru 0.1 %

10. Indikator tropeolin oo 0.1 %

11. Kalium bromida

12. Natrium hidroksida

13. Natrium nitrit

14. pDAB HCl

15. Sulfanilamida

C. Gambar Alat

Batang Pengaduk Beaker Glass Bejana (baskom)

7

Buret Corong Kaca Gelas Ukur

Kaca Arloji Klem dan Statif Korek Api

Labu erlenmeyer Labu ukur Neraca Digital

Pelat tetes Pipet tetes Spatel

8

Tabung Reaksi Volum Pipet

VI. Prosedur

A. Analisis Kualitatif

Metode analisis kualitatif yang dilakukan untuk sulfanilamida

antara lain uji organoleptis, uji kelarutan, reaksi korek api, reaksi diazo,

dan reaksi ehrlich.

Uji organoleptis dilakukan dengan cara sebagai berikut bahan

(sulfanilamid) disiapkan, kemudian diamati mulai dari bentuk, warna,

bau, dan rasa.

Uji kelarutan dilakukan dengan melarutkan 100 mg sulfanilamid

dalam 10 ml NaOH lalu diamati, uji kelarutan sulfanilamid dalam air

dilakukan dengan melarutkan 10 mg sulfanilamid dalam 10 ml air, uji

kelarutan sulfanilamid dalam HCl dilakukan dengan melarutkan 100 mg

sulfanilamid dalam 10 ml HCl, uji kelarutan dalam etanol dilakukan

dengan melarutkan 10 mg sulfanilamid dalam 10 ml etanol.

Reaksi korek api dilakukan dengan cara : sampel sulfanilamida

disiapkan pada pelat tetes kemudian ditambahkan HCl encer lalu batang

korek api dicelupkan ke dalamnya, perubahan warna yang terjadi pada

batang korek api diamati.

Reaksi diazo dilakukan dengan cara : sulfanilamida disiapkan pada

tabung reaksi lalu ditambahkan 2 tetes HCl kemudian ditambahkan 1 ml

air dan 2 tetes pereaksi diazo B, perubahan warna larutan yangg terjadi

diamati. Reaksi ehrlich dilakukan dengan cara : sulfanilamida disiapkan

9

pada pelat tetes lalu ditambahkan satu sampai dua tetes pereaksi pDAB

HCl kemudian warna yang terjadi diamati.

B. Analisis Kualitatif dengan Metode Titrasi Nitrimetri

Sebelum melakukan penetapan kadar sulfanilamida, dilakukan

terlebih dahulu standarisasi atau pembakuan titran (NaNO2) 0.05 M

dengan asam sulfanilat.

Standarisasi NaNO2 dilakukan dengan cara sebagai berikut :

sebanyak 100 mg asam sulfanilat ditimbang menggunakan neraca digital

lalu asam sulfanilat tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml.

Kemudian ditambahkan 10 ml air dan diteteskan amoniak sampai asam

sulfanilat melarut. Lalu, ditambahkan 10 ml HCl pekat dan 1 gram KBr

serta aquadest hingga volum mencapai 100 ml pada labu ukur. Dari

larutan tersebut dipipet 10 ml ke dalam labu erlenmeyer, lalu

ditambahkan 5 tetes indikator tropeolin oo 0.1 % dan 3 tetes indikator

metilen biru 0.1 %. Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan NaNO2

hingga titik akhir titrasi (terjadi perubahan warna menjadi larutan biru

toska). Volume NaNO2 yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir

titrasi dicatat dan dihitung molaritas NaNO2. Titrasi dilakukan triplo.

Penetapan kadar sulfanilamida dilakukan dengan cara : sebanyak

100 mg sulfanilamida ditimbang lalu dimasukkan dalam labu ukur 100

ml, ke dalamnya ditambahkan 20 ml aquadest, 10 ml HCl pekat, dan 1

gram KBr. Setelah itu, ditambahkan aquadest hingga volum larutan

mencapai 100 ml. Dari larutan tersebut dpipet 10 ml ke dalam

erlenmeyer, kemudian didinginkan dalam campuran air dan es pada

bejana hingga mencapai suhu kurang dari 150C. Ke dalam larutan di

erlenmeyer ditambahkan 5 tetes indikator tropeolin oo 0.1 % dan 3 tetes

indikator metilen biru 0.1 %. Labu erlenmeyer yang berisi analit

ditempatkan pada bejana berisi es yang ditempatkan tepat di bawah buret.

Larutan tersebut dititrasi dengan NaNO2 hingga titik akhir titrasi

berwarna biru toska. Volume NaNO2 yang dibutuhkan untuk mencapai

10

titik akhir titrasi dicatat dan dihitung kadar sulfanilamida. Titrasi

dilakukan triplo.

VII.Data Pengamatan dan Perhitungan

A. Analisis Kualitatif

1. Uji Organoleptis

Sampel Bentuk Bau Warna `Rasa

Sulfanilami

d

Serbuk hablur Tidak berbau Putih Agak pahit

2. Uji Kelarutan

Sampel dalam

NaOH

dalam HCl dalam air dalam

etanol

Sulfanilamid Larut

(1:100)

Larut (1:100) Sukar larut

(1:1000)

Sukar larut

(1:1000)

3. Uji Pendahuluan

Sampel Pereaksi Hasil Keterangan

Sulfanilamid

a

HCl (reaksi

korek api)

Warna jingga

pada batang korek

api

(+), warna jingga

intensif sampai kuning

pDAB HCl Warna kuning

pada larutan

(+), warna kuning

sampai jingga

Diazo B Warna kuning

pada larutan

(- ), warna jingga

B. Analisis Kuantitatif

11

Standarisasi NaNO2 0.05 M dengan Asam Sulfanilat

Massa asam sulfanilat Volume asam sulfanilat Volume NaNO2

102.2 mg 10 ml 1.7 ml

1.6 ml

1.5 ml

Rata-rata 10 ml 1.6 ml

Warna analit awal Titik Akhir Titrasi

Penetapan Kadar Sulfanilamid

Massa sulfanilamid Volume analit Volume NaNO2

103.2 mg 10 ml 0.7 ml

0.7 ml

0.5 ml

Rata-rata 10 ml 0.633 ml

12

Warna awal analit Titik Akhir Titrasi

Perhitungan

Standarisasi NaNO2 0.05 M dengan Asam Sulfanilat

( V x M ) NaNO2 = ( V x M ) asam sulfanilat x faktor pengenceran

1.6 x M = 10 x gram asam sulfanilatBM Asamsulfanlat

x 10010

1.6 x M = 10 x 0.1022 gram

173.19 x 10

1.6 x M = 10 x 0.000589 x 10

M NaNO2 = 0.03688 M

Penetapan Kadar Sulfanilamid

% Kadar = ( M xV ) NaNO 2 x BE asam sulfanilat x fp

mg sampel x 100 %

= (0.03688 x0.633 ) x172.2 x10

103.2 x 100%

= 38.95364 %

VIII.Pembahasan

Pada percobaan ini dilakukan analisis kualitatif dan analisis

kuantitatif sulfanilamida. Sulfanilamida merupakan suatu senyawa antibiotik

13

golongan sulfonamida. Dalam kimia, gugus fungsi sulfonamida dituliskan -

S(=O)2-NH2, sebuah gugus sulfonat yang berikatan dengan amina.

Analisis kualitatif merupakan analisis untuk melakukan identifikasi

elemen, spesies, dan/atau senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel.

Dengan kata lain, analisis kualitatif berkaitan dengan cara untuk mengetahui

ada atau tidaknya suatu analit yang dituju dalam suatu sampel. Untuk tujuan

analisis kualitatif sulfanilamida dilakukan uji organoleptis, uji kelarutan,

reaksi korek api, reaksi ehrlich, dan reaksi diazo B.

Pada uji organoleptis diamati bentuk, rasa, bau, dan warna. Hasil

pengamatan organoleptis sulfanilamida antara lain bentuk sulfanilamida

berupa serbuk hablur menjadi halus keika digerus, berwarna putih, tidak

berbau, dan memiliki rasa agak pahit. Hasil uji organoleptis tersebut sesuai

dengan pemerian sulfanilamida pada Farmakope Indonesia III.

Uji kelarutan yaitu diamati kelarutan sulfnilamida pada air, asam

(HCl), basa (NaOH), dan etanol.Uji kelarutan dalam NaOH dilakukan dengan

melarutkan 100 mg sulfanilamid dalam 10 ml NaOH lalu diamati, hasilnya

dapat dinyatakan sulfanilamid larut dalam NaOH (1:100). Uji kelarutan

sulfanilamid dalam air dilakukan dengan melarutkan 10 mg sulfanilamid

dalam 10 ml air, hasilnya sulfanilamid dapat dikatakan sukar larut dalam air

(1:1000). Uji kelarutan sulfanilamid dalam HCl dilakukan dengan melarutkan

100 mg sulfanilamid dalam 10 ml HCl, hasilnya sulfanilamid larut dalam air

(1:100). Uji kelarutan dalam etanol dilakukan dengan melarutkan 10 mg

sulfanilamid dalam 10 ml etanol, hasilnya sulfanilamid sukar larut dalam

etanol (1:1000). Hasil uji kelarutan tersebut sesuai dengan kelarutan

sulfanilamida yang tertera di Farmakope Indonesia III.

`Analisis kualitatif yang selanjutnya dilakukan adalh reaksi korek

api. Reaksi korek api merupakan reaksi yang spesifik dan khas untuk

senyawa golongan sulfonamida. Reaksi korek api dilakukan dengan cara :

sampel sulfanilamida disiapkan pada pelat tetes kemudian ditambahkan HCl

encer lalu batang korek api dicelupkan ke dalamnya. Hasil yang diperoleh

yaitu terjadi perubahan warna pada batang korek api menjadi berwarna

14

jingga. Hasil tersebut menandakan positif sulfanilamida karena menurut

literatur berwarna jingga sampai jingga kuning.

Reaksi ehrlich dilakukan dengan cara : sulfanilamida disiapkan

pada pelat tetes lalu ditambahkan satu sampai dua tetes pereaksi pDAB HCl

kemudian warna yang terjadi diamati. Hasil yang diperoleh adalah terjadi

perubahan warna larutan menjadi berwarna kuning. Hasil tersebut

menandakan positif sulfanilamida, sebab menurut literatur perubahan

warnanya dari kuning sampai jingga.

Reaksi diazo dilakukan dengan cara : sulfanilamida disiapkan pada

tabung reaksi lalu ditambahkan 2 tetes HCl kemudian ditambahkan 1 ml air

dan 2 tetes pereaksi diazo B. Hasil yang diperoleh adalah terjadi perubahan

warna larutan menjadi berwarna kuning. Hasil tersebut menandakan negatif

sulfanilamida, sebab menurut literatur seharusnya perubahan warnanya

menjadi jingga.

Adapun ketidaksesuai hasil yang diperoleh dengan literatur yang

ada, dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Alat-alat yang digunakan kurang steril

2. Sampel yang digunakan kurang baku

3. Kurangnya ketelitian dalam melakukan percobaan

Analisis kuantitatif adalah analisis untuk mengetahui jumlah

(kadar) absolute atau relative dari suatu elemen atau spesies yang ada di

dalam sampel. Analisis kuantitati yang dilakukan untuk menentukan kadar

sulfanilamida adalah dengan menggunakan metode titrasi nitrimetri atau

diazotasi.

Titrasi diazotasi ini sangat sederhana dan sangat berguna untuk

menetapkan kadar senyawa-senyawa antibiotik sulfonamida dan juga

senyawa senyawa anestetika lokal golongan asam amino benzoat. Metode

titrasi diazotasi disebut juga nitrimetri yakni metode penetapan kadar secara

kuantitatif dengan menggunakan larutan baku NaNO2. Metode ini didasarkan

pada reaksi diazotasi yakni reaksi antara amina aromatik primer dengan asam

nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium.

15

Mula – mula dilakukan standarisasi NaNO2 0.05 M dengan asam

sulfanilat. Natrium nitrit yang bertindak sebagai titran merupakan larutan

baku sekunder sehingga harus dibakukan dengan laruan baku primer yaitu

asam sulfanilat. Cara pembakuan NaNO2 adalah sebanyak 100 mg asam

sulfanilat ditimbang menggunakan neraca digital lalu asam sulfanilat tersebut

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Kemudian ditambahkan 10 ml air

dan diteteskan amoniak sampai asam sulfanilat melarut. Lalu, ditambahkan

10 ml HCl pekat dan 1 gram KBr serta aquadest hingga volum mencapai 100

ml pada labu ukur. HCl pekat akan bereaksi dengan NaNO2 membentuk asam

nitrit yang kemudian bereaksi dengan amin aromatis primer membentuk

garam diazonium. HCl juga berfungsi sebagai pembentuk suasana asam

karena titrasi diazotasi hanya berlangsung dalam suasana asam. Sementara

itu, KBr berfungsi sebagai katalisator yaitu untuk mempercepat reaksi karena

pada dasarnya reaksi titrasi amin aromatis pada reaksi diazotasi barjalan agak

lambat. Dari larutan tersebut dipipet 10 ml ke dalam labu erlenmeyer, lalu

ditambahkan 5 tetes indikator tropeolin oo 0.1 % dan 3 tetes indikator metilen

biru 0.1 %. Indikator tersebut merupakan indikator dalam. Indikator dalam

terdiri atas campuran tropeolin OO dan metilen biru. Tropeolin OO

merupakan indikator asam-basa yang berwarna merah dalam suasana asam

dan berwarna kuning bila dioksidasi oleh adanya kelebihan asam nitrit,

sedangkan metilen biru sebagai pengkontras warna sehingga pada titik akhir

titrasi akan terjadi perubahan dari ungu menjadi biru. Untuk memperjelas

terjadinya titik akhir digunakan juga indikator luar yaitu indikator kanji –

iodida yang ditempatkan pada porselain.

Pada kertas kanji iodida akan terjadi perubahan warna menjadi biru

karena iodida diubah menjadi iodium ketika bertemu dengan kanji. HNO2

akan bereaksi dengan sampel dan akan membentuk garam diazonium, namun

tidak semua HNO2 itu akan bereaksi dengan sampel. Ketika larutan

digoreskan pada kertas, adanya kelebihan atau sisa asam nitrit akan

mengoksidasi iodida menjadi iodium dan dengan adanya amilum akan

menghasilkan warna biru segera. Berikut reaksinya :

16

2 HI + 2 HNO2 I2+ 2 NO + 2 H2O

I2 + Kanji Kanji Iod (biru)

Pemakaian kedua indikator ini ternyata memiliki kekurangan. Pada

indikator luar harus dikerahui dulu perkiraan jumlah titran yang diperlukan,

sebab kalau tidak tahu perkiraan jumlah titran yang dibutuhkan, maka sering

melakukan pengujian apakah sudah tercapai titik akhir titrasi atau belum. Di

samping itu, kalau sering melakukan pengujian, dikhawatirkan akan banyak

larutan yang dititrasi (sampel) yang hilang pada saat pengujian titik akhir

sementara itu pada pemakaian indikator dalam walaupun pelaksanaannya

mudah tetapi tidak akurat pengamatan perubahan warnanya.

Dari hasil standarisasi natrium nitrit diperoleh volume NaNO2 yang

dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi adalah 1.7 ml, 1.6 ml, dan 1.5 ml

dengan volume rata-rata adalah 1.6 ml. Setelah dilakukan perhitungan

diperoleh nilai molaritas NaNO2 yaitu sebesar 0.03688 M.

Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar sulfadiazin dengan

menggunakan metode titrimetri berdasarkan reaksi diazotasi. Reaksi diazotasi

memiliki gugus amin primer aromatis bebas dengan HNO2. Larutan baku

yang digunakan adalah larutan NaNO2 0.03688 M yang akan direaksikan

dengan asam klorida pekat untuk membentuk asam nitrit.

Penetapan kadar sulfanilamida dilakukan dengan cara mula-mula

disiapkan alat dan bahan, lalu sebanyak 100 mg sulfanilamida ditimbang lalu

dimasukkan dalam labu ukur 100 ml, ke dalamnya ditambahkan 20 ml

17

aquadest, 10 ml HCl pekat, dan 1 gram KBr. HCl pekat akan bereaksi dengan

NaNO2 membentuk asam nitrit yang kemudian bereaksi dengan amin

aromatis primer membentuk garam diazonium. HCl juga berfungsi sebagai

pembentuk suasana asam karena titrasi diazotasi hanya berlangsung dalam

suasana asam. Sementara itu, KBr berfungsi sebagai katalisator yaitu untuk

mempercepat reaksi karena pada dasarnya reaksi titrasi amin aromatis pada

reaksi diazotasi barjalan agak lambat.Setelah itu, ditambahkan aquadest

hingga volum larutan mencapai 100 ml. Dari larutan tersebut dpipet 10 ml ke

dalam erlenmeyer, kemudian didinginkan dalam campuran air dan es pada

bejana hingga mencapai suhu kurang dari 150C.

Titrasi diazotasi sebaiknya dilakukan pada suhu rendah, lebih kecil

dari 15°C karena asam nitrit yang terbentuk dari reaksi natrium nitrit dengan

asam tidak stabil dan mudah terurai, dan garam diazonium yang terbentuk

pada hasil titrasi juga tidak stabil karena mudah tergedradasi membentuk

senyawa fenol dan gas nitrogen.

Ke dalam larutan di erlenmeyer ditambahkan 5 tetes indikator

tropeolin oo 0.1 % dan 3 tetes indikator metilen biru 0.1 % sehingga warna

larutan menjadi ungu. Tropeolin OO merupakan indikator asam-basa yang

berwarna merah dalam suasana asam dan berwarna kuning bila dioksidasi

oleh adanya kelebihan asam nitrit, sedangkan metilen biru sebagai

pengkontras warna sehingga pada titik akhir titrasi akan terjadi perubahan

dari ungu menjadi biru. Labu erlenmeyer yang berisi analit ditempatkan pada

bejana berisi es yang ditempatkan tepat di bawah buret unuk menjaga suhu

analit tetap dibawah 150C. Larutan tersebut dititrasi dengan NaNO2 hingga

titik akhir titrasi berwarna biru toska. Pada percobaan ini juga digunakan

indikator luar yakni kertas kanji iodida. Pada kertas kanji iodida akan terjadi

perubahan warna menjadi biru karena iodida diubah menjadi iodium ketika

bertemu dengan kanji. Volume NaNO2 yang dibutuhkan untuk mencapai titik

akhir titrasi dicatat dan dihitung kadar sulfanilamida. Titrasi dilakukan triplo.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

18

Dari hasil percobaan diperoleh volume NaNO2 yang dibutuhkan

untuk mencapai titik akhir titrasi adalah 0.7 ml, 0.7 ml, dan 0.5 ml dengan

volume rata – rata adalah 0.633 ml. Kadar sulfanilamid yang diperoleh adalah

sebesar 38.95364 %.

Adapun faktor kesalahan yang diduga terjadi antara lain kesalahan

dalam pengamatan titik akhir titrasi (kesalahan paradoksal), suhu yang tidak

tepat dan tidak terjaga, serta dipengaruhi oleh kurang teliti dalam

penimbangan dan alat yang kurang bersih.

IX. KesimpulanIdentifikasi sulfanilamida dapat dilakukan dengan uji organoleptis,

uji kelarutan, reaksi korek api, reaksi diazo, dan reaksi ehrlich. Analisis

kuantitatif sulfanilamida dapat dilakukan dengan metode titrasi nitrimetri.

Dari hasil percobaan diperoleh hasil kadar sulfanilamida yaitu sebesar

38.95364 %.

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.Departemen Kesehatan RI.

19

Jakarta

Firdaus. 2010. Sulfonamida. Tersedia di www.faktailmiah.com [ Diakses tanggal

31 Maret 2013 ].

Gholib Ganjar, Ibnu dan Rohman, Abdul. 2009. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka

Pelajar. Yogyakarta.

Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.

Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press. Jakarta.

Sudjadi, M. S . 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Wunas, J. Said. 1986. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. UNHAS. Makassar.

20