Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

17
1 Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium dengan Parameter Partikulat (Studi Kasus : Krematorium Oasis Lestari) Zebian Paskalis Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424 Email : [email protected] Abstrak Kremasi menghasilkan emisi debu partikulat yang mampu mencemari udara ambien, tak terkecuali udara ambien pada ruang krematorium. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis konsentrasi debu partikulat dalam udara ambien pada ruang krematorium. Hal ini akan dikaitkan dengan kesehatan para pekerja krematorium. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode gravimetri menggunakan High Volume Air Sampler (HVAS) selama satu jam per sampelnya. Konsentrasi partikulat tertinggi terjadi pada kremasi dengan peti berbahan kayu jati, yaitu sebesar 216,919 μg/m 3 . Bahan jenis lain yang digunakan adalah particle board. Enam dari delapan sampel yang diambil masih berada di bawah standar baku mutu. Dua sampel yang melewati standar baku mutu terjadi akibat kremasi dengan peti kayu jati. Standar baku mutu yang digunakan adalah “Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara”. Hasil pengukuran diameter partikulat menggunakan Scanning Electrone Microscope (SEM) menunjukkan bahwa adanya partikulat memiliki diameter kurang dari 10 μm (PM10). Hal ini menunjukkan bahwa partikulat bisa masuk ke dalam saluran pernapasan dan membahayakan kesehatan. Komposisi kimiawi partikulat yang diuji menggunakan Energy Dispersive X- Ray Spectroscopy menunjukkan tiga unsur tertinggi adalah karbon (C), oksigen (O), dan kalsium (Ca). Kata Kunci : Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy ; High Volume Air Sampler ; Krematorium ; PM10 ; Scanning Electrone Microscope Analysis of Ambient Air Quality in Crematory with Particulate Matter Parameter (Case Study : Oasis Lestari Crematory) Abstract Cremation produce particulate matter emission which can contaminate ambient air, including ambient air in the crematory. The purpose of this study is to determine and analyze particulate matter concentration in ambient air in the crematory. The analysis will be linked to the crematory workers’ health. The method of sampling is gravimetric method using the High Volume Air Sampler for one hour per sample. The highest particulate matter concentration is 216,919 μg/m 3 , which occur on teak wood coffin cremation. The concentration of six samples is below the quality standard. The concentration of two sample, which is above the quality standard, caused by teak wood coffin cremation. The quality standard that is used is “Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara”. The results of particulate matter diameter, which is measured with Scanning Electrone Miscroscope, show the presence of PM10. It shows that particulate matter can enter the respiratory system and endanger health. Particulate matter chemical composition, which is tested using Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy, showed the highest three elements, which are carbon (C), oxygen (O), dan calcium (Ca). Keywords : Crematory ; Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy ; High Volume Air Sampler ; PM10 ; Scanning Electrone Microscope Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Transcript of Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

Page 1: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

1

Analisis Kualitas Udara Ambien pada

Ruang Krematorium dengan Parameter Partikulat

(Studi Kasus : Krematorium Oasis Lestari)

Zebian Paskalis

Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424

Email : [email protected]

Abstrak

Kremasi menghasilkan emisi debu partikulat yang mampu mencemari udara ambien, tak terkecuali udara ambien pada ruang krematorium. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis konsentrasi debu partikulat dalam udara ambien pada ruang krematorium. Hal ini akan dikaitkan dengan kesehatan para pekerja krematorium. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode gravimetri menggunakan High Volume Air Sampler (HVAS) selama satu jam per sampelnya. Konsentrasi partikulat tertinggi terjadi pada kremasi dengan peti berbahan kayu jati, yaitu sebesar 216,919 µg/m3. Bahan jenis lain yang digunakan adalah particle board. Enam dari delapan sampel yang diambil masih berada di bawah standar baku mutu. Dua sampel yang melewati standar baku mutu terjadi akibat kremasi dengan peti kayu jati. Standar baku mutu yang digunakan adalah “Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara”. Hasil pengukuran diameter partikulat menggunakan Scanning Electrone Microscope (SEM) menunjukkan bahwa adanya partikulat memiliki diameter kurang dari 10 µm (PM10). Hal ini menunjukkan bahwa partikulat bisa masuk ke dalam saluran pernapasan dan membahayakan kesehatan. Komposisi kimiawi partikulat yang diuji menggunakan Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy menunjukkan tiga unsur tertinggi adalah karbon (C), oksigen (O), dan kalsium (Ca).

Kata Kunci : Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy ; High Volume Air Sampler ; Krematorium ; PM10 ; Scanning Electrone Microscope

Analysis of Ambient Air Quality in Crematory with Particulate Matter Parameter (Case Study : Oasis Lestari Crematory)

Abstract

Cremation produce particulate matter emission which can contaminate ambient air, including ambient air in the crematory. The purpose of this study is to determine and analyze particulate matter concentration in ambient air in the crematory. The analysis will be linked to the crematory workers’ health. The method of sampling is gravimetric method using the High Volume Air Sampler for one hour per sample. The highest particulate matter concentration is 216,919 µg/m3, which occur on teak wood coffin cremation. The concentration of six samples is below the quality standard. The concentration of two sample, which is above the quality standard, caused by teak wood coffin cremation. The quality standard that is used is “Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara”. The results of particulate matter diameter, which is measured with Scanning Electrone Miscroscope, show the presence of PM10. It shows that particulate matter can enter the respiratory system and endanger health. Particulate matter chemical composition, which is tested using Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy, showed the highest three elements, which are carbon (C), oxygen (O), dan calcium (Ca).

Keywords : Crematory ; Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy ; High Volume Air Sampler ; PM10 ; Scanning Electrone Microscope

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Page 2: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

2

Pendahuluan

Kematian merupakan suatu keadaan ketika makhluk hidup, termasuk manusia, tak

lagi memiliki nyawa di dalam tubuhnya. Kematian tidak akan bisa terelakkan karena

kematian merupakan salah satu bagian dari fase kehidupan manusia. Jumlah populasi

manusia di Indonesia yang tercatat adalah 237.641.326 jiwa (Badan Pusat Statistik,

2012). Dan jumlah kematian yang tercatat sejak 1 Januari 2009 sejumlah 61.164.444

jiwa (Badan Pusat Statistik, 2012).

Manusia yang menghasilkan sampah, baik ketika hidup atau pun mati, akan

meninggalkan sampah berupa tubuhnya sendiri ketika meninggal. Jenazah manusia

akan terdekomposisi secara alami, kecuali apabila jenazah manusia diawetkan untuk

dimanfaatkan demi kepentingan ilmu pengetahuan. Namun proses dekomposisi jenazah

manusia cukup lama dan tidak layak untuk dilihat bagi orang pada umumnya. Maka dari

itu, jenazah akan diproses lebih lanjut, yaitu dikubur atau dikremasi. Ketika jenazah

dikubur, maka jenazah akan terdekomposisi secara alami dengan dibantu oleh

dekomposer yang ada di dalam tanah. Berdasarkan Camps dan Cameron (1971),

pembusukan mayat pada medium udara selama satu minggu setara dengan medium air

selama dua minggu dan medium tanah selama delapan minggu.

Kremasi merupakan proses pembakaran jenazah sehingga menjadi abu dengan

suhu di atas 700°, dengan waktu kurang lebih 2-3 jam. Pada umumnya, proses kremasi

menghasilkan abu seberat 1-2% dari volume badan jenazahnya (Castillo et al., 2012).

Kremasi dilakukan di krematorium, yaitu merupakan tempat di mana kremasi dilakukan

dengan bentuk seperti oven yang muat untuk dimasuki peti berisi jenazah.

Krematorium bisa menjadi salah satu penyebab polusi udara. Salah satu jenis

polusi yang dihasilkan adalah debu partikulat. Debu adalah zat padat yang dihasilkan

oleh manusia atau alam akibat dari proses pemecahan suatu bahan yang berukuran 0,1-

25 mikron (Avrianto, 2011). Debu yang sering menjadi indikator pencemaran udara

adalah debu dengan ukuran 10 mikron, atau biasa disebut PM10 (particulate matter 10).

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 12 tahun 2010, pencemaran

udara karena partikel debu biasanya menyebabkan penyakit pernapasan seperti

bronkitis, asma, dan kanker paru-paru.

Peraturan yang dijadikan acuan adalah “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara” mengenai baku mutu

udara ambien mengenai debu dan “Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Page 3: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

3

nomor 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di

Tempat Kerja”.

Krematorium yang menjadi tempat studi kasus adalah Krematorium Oasis Lestari

yang terletak di Jalan Gatot Subroto KM 7-8 Jatake Tangerang. Krematorium ini sudah

berdiri sejak 5 April 2005. Krematorium Oasis Lestari ini menyebut dirinya merupakan

krematorium dengan teknologi paling modern di Indonesia sehingga proses kremasi

dilakukan dengan cepat, bersih, dan ramah lingkungan.

Teknologi yang dipakai untuk kremasi adalah krematorium dengan pembakaran

dua kali sebelum dilepas ke udara (double-chambered). Penelitian ini menjadi penting

untuk dilakukan karena pihak Krematorium Oasis Lestari tidak memiliki data tentang

emisi tersebut yang sebenarnya bisa mengancam kesehatan para pekerjanya. Hasil

penelitian ini bisa digunakan untuk memperbaiki sistem yang ada, baik dari segi teknis

mesin, maupun segi sistem keamanan, kesehatan, dan lingkungan (safety, health, and

environmental). Hasil penelitian ini juga bisa digunakan sebagai acuan AMDAL untuk

krematorium di Indonesia.

Tinjauan Teoritis

Bahan bakar yang digunakan pada kremasi kuno adalah kayu bakar. Jenazah

manusia tersebut langsung ditaruh begitu saja di atas kayu bakar yang sedang menyala

seperti pada api unggun. Namun, krematorium modern saat ini lebih sering

menggunakan solar, Liquefied Petroleum Gas (LPG) atau biasa disebut elpiji, dan listrik

sebagai bahan bakar utama.

Pembakaran utama dalam ruang pertama dilakukan untuk membakar jenazah, peti

mati, dan barang-barang yang ada di dalam peti mati. Pembakaran kedua dalam ruang

kedua dilakukan untuk mengeliminasi gas beracun, bau, dan partikel debu

(Achawangkul et al., 2015). Setiap satu kali kremasi dilakukan, jumlah bahan bakar

yang digunakan berbeda-beda, tergantung dengan jenis bahan bakarnya.

Tabel 1. Perbandingan Jenis Bahan Bakar dengan Jumlah Penggunaannya pada Jenazah Seberat 60 kg

Jenis Bahan Bakar Jumlah Penggunaan Solar 60 liter LPG 82 liter

Listrik 400 kWh Gas biomassa 393 m3

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Page 4: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

4

Peti mati yang digunakan di Indonesia ada dua jenis, yaitu peti untuk kremasi dan

peti untuk dikubur. Peti untuk dikubur terbuat dari kayu jati dengan ketebalan 5 cm – 8

cm dan peti untuk dikremasi terbuat dari particle board dengan ketebalan 3 cm. Namun

tidak bisa dihindari juga apabila ada orang yang memakai peti kayu jati untuk dikremasi

dengan alasan untuk meningkatkan prestise karena harganya lebih mahal.

Kedua bahan tersebut diolah dengan cara yang hampir sama. Kayu dibentuk

dengan cara dipotong dan direkatkan menggunakan lem dan paku. Selesai dibentuk,

peti dipelitur dan dikeringkan menggunakan oven. Interior peti ditambahkan dengan

kain. Bagian luar peti diukir dan ditambahkan pegangan dari kayu atau logam kuningan.

Kayu jati berasal dari pohon dengan nama latin Tectona grandis. Densitas kayu

jati berkisar antara 700-930 kg/m3 (Wanneng, Ozarska, dan Daian, 2014). Kayu jati

termasuk golongan kayu yang awet karena memiliki daya tahan yang kuat terhadap

jamur, udara lembap, dan serangga.

Particle board dengan tebal di atas 23 mm memiliki densitas sebesar 600-660

kg/m3 (Engineered Wood Products Association of Australasia, 2008). Kelembapan di

bawah 8% dan di atas 12% akan menyebabkan particle board mengalami perubahan

kekuatan. Bahan ini juga mudah terbakar api sehingga cocok untuk dijadikan sebagai

peti mati yang dikremasi.

Krematorium yang digunakan sekarang memiliki 2 ruang pembakaran, yaitu

untuk pembakaran primer dan pembakaran sekunder. Ruang pembakaran primer

merupakan tempat untuk membakar jenazah manusia. Ruang pembakaran sekunder

merupakan tempat untuk membakar hasil pembakaran dari pembakaran utama. Dahulu,

ruang pembakaran ini terbuat dari batu bata tahan api. Namun sekarang sudah

menggunakan bahan logam yang memiliki titik leleh yang tinggi, yaitu besi (Fe) dengan

titik leleh 1.538°C.

Pembakaran utama bisa mencapai 1.000°C agar jenazah bisa terbakar dengan

sepenuhnya. Pembakaran sekunder dilakukan untuk membakar hasil-hasil pembakaran

utama, tujuannya adalah untuk menghilangkan debu partikulat, asap, dan senyawa-

senyawa penghasil bau seperti amonia (NH3), hidrogen sulfida (H2S), methyl captane

(CH3SH), metil sulfida ((CH3)2S), dan trimetilamina ((CH3)3N) (Achwangkul, et.al,

2015). Berdasarkan Standar Emisi – Sumber Stasioner tahun 2014, pembakaran

sekunder pada krematorium harus lebih dari 1.600°F atau lebih dari 871°C.

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Page 5: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

5

Gambar

Gambar 1. Krematorium dengan Dua Ruang Pembakaran

Berdasarkan US EPA, partikulat merupakan campuran kompleks dari partikel

yang sangat kecil dan tetesan cairan. Partikel ini terbuat dari beberapa komponen, yaitu

asam dalam bentuk nitrat dan sulfat, kimia organik, logam, tanah, atau partikel debu.

Ukuran partikel sangat berhubungan dengan penyebab masalah kesehatan, khususnya

partikulat dengan diameter lebih kecil dari 10 mikrometer.

Partikulat dengan ukuran lebih kecil daripada 10 µm berbahaya bagi kesehatan

karena partikulat tidak tersaring oleh bulu hidung dan dapat masuk ke dalam paru-paru,

bahkan ke dalam darah. Terpapar partikel terlalu banyak dapat memberikan dampak

buruk terhadap paru-paru dan jantung. Penyakit yang diakibatkan debu partikulat antara

lain kematian prematur akibat penyakit jantung dan paru-paru, serangan jatung yang

tidak fatal, detak jantung yang tidak beraturan, memperburuk asma, penurunan fungsi

paru-paru, dan meningkatkan penyakit pernapasan seperti iritasi, batuk, dan kesulitan

bernapas.

Mineral dalam tubuh manusia sebagian besar terdiri dari hydroxyapatite

(Ca5(PO4)3(OH)) karena 50-70% dari tubuh adalah tulang (Rikhvanov, 2014). Berikut

ini adalah tabel data komposisi kimiawi pada abu manusia :

Tabel 2. Komposisi Kimiawi Abu Manusia

Unsur Persentase dengan kesalahan (%) C 13,6 ± 9,06 O 40,27 ± 2,81 Ca 26,79 ± 7,08 P 10,29 ± 2,31

Na 4,41 ± 0,84 K 1,89 ± 0,65

Mg 1,34 ± 0,54 Total 98,59

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Page 6: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

6

Tahun 1971 US EPA menetapkan standar pertama untuk materi partikulat dalam

National Ambient Air Quality Standard (NAAQS) dalam bentuk Total Suspended

Particulate (TSP). Indonesia sendiri telah mengatur baku mutu konsentrasi pencemar di

udara ambien berdasarkan Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1999. Batas maksimal

untuk partikulat adalah sebesar 230 𝜇g/m3 per 24 jam.

Baku mutu udara ambien saja tidak cukup untuk melindungi kesehatan dan

keselamatan kerja para petugas krematorium. Maka dari itu, Kementerian Tenaga Kerja

dan Transmigrasi mengeluarkan “Peraturan Pemerintah Tenaga Kerja dan Transmigrasi

nomor 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di

Tempat Kerja”. Batas maksimal untuk partikulat respirabel adalah sebesar 3mg/m3.

Menurut Shannon DeCamp (2008) dalam majalah International Cemetery,

Cremation, and Funeral Association (ICCFA), alat pelindung diri yang harus dipakai

adalah pakaian khusus, sarung tangan, celemek, dan kacamata pelindung. Selain itu,

krematorium juga harus menyediakan tempat mandi dan tempat cuci mata khusus. Para

pekerja juga harus diberi vaksin hepatitis B.

Dua faktor yang harus diperhatikan adalah formalin dan patogen yang ditularkan

melalui darah. Formalin menjadi perhatian khusus karena formalin merupakan salah

satu bahan karsinogenik. Formalin bisa terlarut dalam udara ambien. Jika konsentrasi

formalin yang dilepaskan ke udara ambien lebih dari 0,5 ppm, maka pihak krematorium

harus sangat berhati-hati.

Secara umum, ada dua jenis ventilasi yang bisa dipakai di dalam ruangan, yaitu

ventilasi natural dan ventilasi mekanis. Ventilasi natural bergantung pada suhu udara,

laju aliran udara, tekanan udara, dan volume udara di dalam ruang (Spengler, Samet,

dan McCarthy, 2001). Sedangkan ventilasi mekanis bergantung pada alat tambahan

yang menggunakan mesin.

Beberapa konfigurasi sistem ventilasi mekanis menurut Spengler, Samet, dan

McCarthy (2001) adalah lokal, sentralisasi, dan menggunakan pembaruan panas. Sistem

lokal cocok untuk ruangan yang kecil. Kapasitas udara yang bisa disirkulasikan sebesar

25-50 liter per detik. Sistem sentralisasi lebih cocok untuk ruangan yang lebih besar.

Kipasnya diletakkan di atas dan di tengah ruang. Sistem ini biasa digunakan pada

lingkungan industri dan rumah sakit, karena sistem ini bisa menyedot kontaminan

kimiawi dan mikrobiologi.

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Page 7: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

7

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian

kuantitatif. Pendekatan penelitian kuantitatif merupakan pendekatan yang di dalam

usulan penelitian, proses, turun ke lapangan, analisis data, kesimpulan data, dan

penulisannya menggunakaan aspek pengukuran, perhitungan, rumus, dan kepastian data

numerik. Pendekatan penelitian kuantitatif digunakan terkait dengan tingkat konsentrasi

partikulat, diameter partikulat, temperatur udara, tekanan udara, durasi pengambilan

sampel, dan jumlah kremasi selama penelitian di kawasan Krematorium Oasis Lestari.

Variabel penelitian adalah objek yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian.

Pada penelitian ini, dua variabel yang diteliti adalah variabel terikat dan variabel bebas.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat konsentrasi partikulat dan diameter

partikulat pada udara ambien yang ada di ruang krematorium. Variabel bebas dalam

penelitian ini berasal yaitu temperatur udara, tekanan udara, jenis peti, dan jumlah

kremasi. Variabel terkontrol dalam penelitian ini yaitu durasi pengambilan sampel.

Kerangka berpikir penelitian ini muncul karena konsentrasi partikulat yang tinggi

dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan pekerja. Pengambilan sampel akan

dilakukan di ruang krematorium. Dengan memperhitungkan akumulasi jumlah kremasi

dan jenis kayu, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data kuantitatif tingkat

konsentrasi partikulat pada udara ambien. Pengolahan data serta analisis yang dilakukan

diharapkan bisa menghasilkan kesimpulan dan saran kepada pihak Krematorium Oasis

Lestari agar lebih memperhatikan lagi kesehatan pekerja, pengunjung, serta lingkungan.

Lokasi penelitian akan dilakukan di empat tempat, yaitu di kawasan Krematorium

Oasis Lestari, Laboratorium Teknik Penyehatan Lingkungan Fakultas Teknik

Universitas Indonesia, Laboratorium Sentra Teknologi Polimer Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi, dan Laboratorium Teknologi Biomedis Pascasarjana Universitas

Indonesia.

Kawasan Krematorium Oasis Lestari merupakan lokasi penelitian untuk

pengambilan sampel. Laboratorium Teknik Penyehatan Lingkungan Fakultas Teknik

Universitas Indonesia merupakan lokasi untuk menimbang berat kertas saring sebelum

dan sesudah pengambilan sampel. Laboratorium Sentra Teknologi Polimer Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi merupakan lokasi pengujian unsur yang

terkandung dalam sampel. Laboratorium Teknologi Biomedis Pascasarjana Universitas

Indonesia merupakan lokasi pengukuran diameter partikulat yang ada di dalam sampel.

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Page 8: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

8

Pengambilan sampel udara yang tercemar partikulat dalam penelitian ini

dilakukan dengan metode gravimetri. Analisis gravimetri adalah menghitung

determinasi dari konsentrasi partikulat berdasarkan perbedaan berat. (Yreene, 2008).

Setelah proses pengambilan sampel selesai dilakukan, maka akan didapatkan debit laju

alir dan berat filter. Dari data tersebut, hal yang bisa didapatkan adalah koreksi laju alir,

volume udara yang diambil, dan konsentrasi partikulat.

Diameter partikulat diukur dengan menggunakan alat berupa Scanning Electron

Microscope (SEM) dengan merk ZEISS. SEM merupakan salah satu jenis mikroskop

yang digunakan untuk mengamati permukaan sampel. Alat ini menggunakan pancaran

elektron untuk menggambarkan topografi dari suatu permukaan.

Unsur kimiawi yang terkandung dalam partikulat bisa diperiksa dengan metode

Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDS) dengan merk JEOL. Sesuai dengan

namanya, alat ini memanfaatkan sinar-X untuk mempelajari suatu hal yang sangat kecil,

baik mikro, nano, bahkan ukuran atom. EDS merupakan salah satu metode yang ideal

untuk mengetahui kandungan kimiawi yang terkandung dalam sampel (Heath, 2015). Hasil Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan dalam 3 hari, yaitu pada tanggal 9 April 2016, 14

April 2016, dan 16 April 2016. Berikut ini adalah data ruangan kremasi berupa suhu

udara, kelembapan udara, dan tekanan udara dengan menggunakan anemometer : Tabel 3. Suhu, Kelembapan, dan Tekanan Udara

Sampel Jumlah Oven Suhu (°C)

Kelembapan (%)

Tekanan Udara (mmHg)

1 1 29,6 74,5 752,31 2 1 30,5 69,5 752,31 3 1 30,3 67,8 752,31 4 2 34,4 58 753,06 5 2 35,1 55,3 753,06 6 2 36,4 53 753,06 7 2 32,4 61 754,56 8 2 33,1 60,3 754,56

Sampel 1, 2, dan 3 diambil pada tanggal 9 April 2016 pada pukul 08.30 – 12.00 di

ruang kremasi II yang memiliki 1 oven. Sampel 1 diambil sebelum ada pembakaran

pada pukul 08.30 – 09.30. Data ini berfungsi untuk mengetahui kondisi standar ruangan

tersebut sebelum dicemari oleh debu kremasi. Sampel 2 diambil pada jam 09.50 –

10.50 dengan kondisi ada 1 pembakaran. Sampel 3 diambil pada jam 11.10 – 12.10,

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Page 9: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

9

yaitu dengan kondisi ada 1 pembakaran. Berhubung kremasi dilakukan berkelanjutan,

maka sampel 2 diambil pada waktu 30 menit pertama kremasi kedua dilakukan.

Pengambilan sampel 4, 5, dan 6 dilakukan pada tanggal 14 April 2016 pada pukul

10.50 – 14.40 di ruang kremasi I yang memiliki 2 oven. Sampel 4 diambil sebelum ada

kremasi, yaitu pada pukul 10.50 – 11.50. Sampel 5 diambil pada pukul 12.20 – 13.20,

dengan kondisi ada 2 pembakaran yang berjalan secara bersamaan. Sampel 6 dilakukan

pada pukul 13.40 – 14.40, dengan kondisi hanya ada 1 pembakaran.

Sampel 7 dan 8 diambil pada tanggal 16 April 2016 pada pukul 11.20 – 13.30 di

ruang kremasi I. Sampel 7 diambil pada jam 11.20 – 12.20 dengan kondisi ada 2

kremasi yang dilakukan secara bersamaan. Sampel 8 diambil pada pukul 12.30 – 13.30

juga dengan kondisi ada 2 kremasi yang dilakukan secara bersamaan.

Kertas saring yang telah terpapar oleh debu partikulat ditimbang kembali

menggunakan neraca yang sama. Selanjutnya, massa kertas saring, dengan kondisi

sebelum dan sesudah terpapar oleh debu partikulat, dibandingkan untuk mengetahui

massa partikulat yang menempel pada kertas saring. Berikut ini adalah data jenis peti,

laju alir, akumulasi kremasi, dan massa partikulat per sampel :

Tabel 4. Jenis Kayu, Laju Alir, Total Kremasi, dan Massa Partikulat

Sampel Jenis Kayu Laju alir (m3/menit)

Total kremasi Massa Partikulat (g)

1 - 1,5 0 0,001 2 Kayu Jati 1,5 1 0,0185 3 Particle board 1,5 2 0,0130 4 - 1,5 0 0,0007 5 Particle board 1,5 2 0,0037 6 Particle board 1,2 3 0,0050 7 Particle board 1,4 2 0,0083 8 Particle board 1,4 4 0,0078

Pembahasan

Kremasi dilakukan secara kontinu dengan durasi rata-rata 75 menit per kremasi.

Berhubung kremasi dilakukan secara nonstop, maka pengambilan sampel dimulai saat

30 menit sebelum kremasi berakhir hingga 30 menit setelah kremasi berakhir dengan

total waktu 60 menit. Hal ini dilakukan dengan dasar standar SNI yang mengharuskan

pengambilan sampel selama 1 jam per sampel agar mendapatkan hasil yang

representatif.

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Page 10: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

10

Pengambilan sampel dimulai saat 30 menit sebelum kremasi berakhir dengan

tujuan untuk mengukur partikulat yang dihasilkan selama proses kremasi. Pengambilan

sampel diberhentikan 30 menit setelah kremasi berakhir untuk mengukur partikulat

yang dihasilkan setelah pintu oven dibuka. Ada dua alasan utama mengapa pengambilan

sampel diberhentikan pada 30 menit setelah kremasi berakhir. Pertama, karena jika

terlalu lama, partikulat juga sudah terhisap keluar melalui ventilasi sehingga tidak

efektif. Kedua, agar tidak tercampur dengan partikulat dari kremasi selanjutnya. Hal ini

ditakutkan karena ada partikulat yang dihasilkan dari kremasi selanjutnya meskipun

jumlahnya tidak terlihat jelas.. Durasi ini diharapkan bisa merepresentasikan jumlah

partikulat yang mencemari udara ambien.

Berdasarkan data-data di atas, konsentrasi partikulat bisa dihitung dengan rumus

yang sudah dijelaskan, berikut ini adalah hasil konsentrasi partikulat tiap sampelnya :

Tabel 5. Laju Alir Koreksi, Volume Udara, dan Konsentrasi Partikulat

Sampel Laju Alir Koreksi (m3/menit)

Volume Udara (m3)

Konsentrasi Partikulat 1 jam

(µg/m3)

Konsentrasi partikulat 24 jam (µg/m3)

1 1,423 85,402 11,709 22,109 2 1,421 85,285 216,919 409,581 3 1,422 85,311 152,383 287,726 4 1,414 84,826 8,252 15,582 5 1,412 84,737 43,665 82,447 6 1,128 67,657 73,902 139,539 7 1,325 79,489 104,417 197,157 8 1,323 79,405 98,231 185,477

Sampel 1, 2, dan 3 diambil di ruang kremasi II dan sampel 4, 5, 6, 7, dan 8

diambil di ruang kremasi I. Berdasarkan data di atas, konsentrasi partikulat paling tinggi

pada ruang kremasi I adalah sampel 7 dengan berat 104,417 µg/m3 dalam waktu 1 jam.

Sedangkan konsentrasi partikulat paling rendah adalah sampel 4 dengan jumlah 8,252

µg/m3 dalam waktu 1 jam. Rata-rata konsentrasi partikulat dalam udara ambien selama

proses pengambilan sampel adalah 65,693 µg/m3 dalam waktu 1 jam.

Konsentrasi tertinggi pada ruang kremasi II ada pada sampel 2 dengan jumlah

216,919 µg/m3 dalam waktu 1 jam. Konsentrasi partikulat terendah ada di sampel 1

dengan jumlah 11,709 µg/m3 dalam waktu 1 jam. Dan rata-rata konsentrasi partikulat

selama pengambilan sampel sebesar 127,004 µg/m3.

Indonesia memiliki standar tersendiri untuk menentukan kualitas udara yang

diatur pada Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1999. Standar tersebut diatur dalam

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Page 11: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

11

waktu 24 jam. Maka dari itu, perbandingan dilakukan dengan kondisi hasil konsentrasi

partikulat sudah dikonversi menjadi dalam waktu 24 jam. Berikut ini adalah grafik

perbandingannya : Gambar

Gambar 2. Grafik Perbandingan Konsentrasi Partikulat per Sampel dengan Standar Baku Mutu

Grafik di atas menunjukkan dari 8 sampel yang diambil, 2 sampel melewati

standar yang diatur oleh Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 1999. Namun

sebenarnya konsentrasi dalam ruang krematorium tersebut tidak akan stabil hingga

waktu 24 jam ke depan. Ketidakstabilan tersebut terjadi karena terjadi dispersi di ruang

tersebut akibat adanya exhaust fan yang memang sengaja dipasang untuk mengalirkan

debu yang berada di dalam ruangan menuju ke luar.

Dari 6 kremasi, hanya bahan peti saja yang bisa diketahui. Bahan peti yang

digunakan yaitu particle board dan kayu jati. Rata-rata konsentrasi partikulat pada

udara ambien saat pembakaran peti kayu jati adalah sebesar 216,919 µg/m3 dan saat

particle board sebesar 80,053 µg/m3.

Grafik di atas menunjukkan bahwa peti dengan bahan particle board lebih ramah

lingkungan dan lebih aman terhadap pekerja dibandingkan dengan peti berbahan kayu

jati karena konsentrasi partikulat pada udara ambien saat kremasi kayu jati 2,7 kali lebih

tinggi dibanding saat kremasi particle board. Perbedaan ketebalan dan densitas jenis

kayu mengakibatkan perbedaan jumlah konsentrasi partikulat yang dihasilkan. Namun,

bahan peti saja belum cukup valid untuk membuktikan pengaruhnya terhadap tingkat

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Sampel

Konsen

trasiPar,k

ulatμg/m3

sampel1

sampel2

sampel3

sampel4

sampel5

sampel6

sampel7

sampel8

Standar

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Page 12: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

12

konsentrasi partikulat pada udara ambien. Hal itu disebabkan karena ukuran, berat, dan

isi peti tidak bisa diketahui.

Jika data dari ketiga hari tersebut digabungkan dan dirata-ratakan tanpa

membeda-bedakan jenis kayu, maka jumlah konsentrasi partikulat pada udara ambien

dengan jumlah 1 kremasi sebesar 409,581 µg/m3 ; 2 kremasi sebesar 189,110 µg/m3 ; 3

kremasi sebesar 139,539 µg/m3 ; dan 4 kremasi sebesar 185,477 µg/m3.

Rata-rata pada jumlah satu kremasi begitu tinggi karena satu kremasi tersebut

merupakan kremasi dengan peti kayu jati. Begitu pula dengan dua kremasi, yang masih

dipengaruhi oleh peti kayu jati. Namun tren baru bisa terlihat pada jumlah tiga dan

empat kremasi karena sama sekali tidak dipengaruhi oleh peti kayu jati. Dari jumlah

tiga kremasi ke empat kremasi, terjadi peningkatan sebesar 32,921%.

Dari perbandingan tiga hari pengambilan sampel menunjukkan bahwa tidak

hanya akumulasi jumlah kremasi yang mampu mempengaruhi tingkat konsentrasi

partikulat, melainkan ada faktor lain juga. Faktor tersebut adalah desain ruangan dan

aktivitas di dalam ruang kremasi.

Faktor desain ruangan mencakup keberadaan exhaust fan dan jumlah ventilasi

yang ada di dalam ruangan. Keberadaan exhaust fan dan ventilasi berfungsi untuk

mengurangi konsentrasi partikulat di dalam ruangan. Hal ini bisa dilihat pada tabel

perubahan tingkat konsentrasi di bawah ini :

Tabel 6. Selisih Perubahan Tingkat Konsentrasi Partikulat

Hari Pertama Hari Kedua Hari Ketiga Perubahan Pertama 205,210 µg/m3 35,412 µg/m3 96,165 µg/m3 * Perubahan Kedua -64,536 µg/m3 30,237 µg/m3 -6,186 µg/m3

Perubahan pertama dihitung dari selisih antara kondisi kremasi pertama dengan

kondisi sebelum kremasi. Perubahan kedua dihitung dari selisih antara kondisi kremasi

kedua dengan kondisi kremasi pertama. Berhubung pada hari ketiga tidak

didapatkannya data sebelum kremasi, maka data sebelum kremasi menggunakan data

hari kedua. Selisih perubahan kedua selalu lebih rendah dari selisih perubahan pertama.

Hal ini menunjukkan bahwa sistem ventilasi dalam ruang kremasi.

Faktor lainnya yaitu aktivitas lain yang terjadi dalam ruang krematorium.

Aktivitas yang dimaksud adalah adanya anggota keluarga yang masuk ke dalam ruang

krematorium. Ketika jumlah anggota keluarga yang masuk ke dalam ruang

krematorium lebih dari 10 orang, maka petugas akan membuka pintu belakang agar

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Page 13: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

13

udara tidak terlalu pengap. Terbukanya pintu belakang dengan ukuran pintu dapat

menyebabkan sirkulasi udara menjadi turbulensi. Konsentrasi partikulat akan terdispersi

lebih cepat dan lebih luas ke luar ruangan atau konsentrasi partikulat di dalam ruangan

bertambah karena adanya angin yang masuk ke dalam ruang membawa debu dari luar.

Pengukuran diameter partikulat dilakukan dengan alat Scanning Electron

Microscope (SEM) di Laboratorium Teknologi Biomedis Universitas Indonesia,

Salemba, Jakarta. Sampel yang diteliti adalah sampel 3 dan sampel 8, yaitu dengan

jumlah konsentrasi terbanyak kedua di setiap krematorium. Sebenarnya, sampel dengan

jumlah konsentrasi terbanyak adalah sampel 2 dan sampel 7. Namun, sampel tersebut

tidak bisa digunakan lagi untuk diteliti karena terjadi kesalahan teknis pada penelitian

yang dilakukan di Sentra Teknologi Polimer, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi, Serpong. Berikut ini adalah diameter partikulat yang berhasil diukur :

Tabel 7. Hasil Pengukuran Diameter Partikulat

Sampel Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran 3 3 8,611 µm 9,897 µm 3,347 µm 8 3,014 µm 4,378 µm 6,767 µm

Pengukuran dilakukan secara manual, yaitu dengan memperbesar sampel sebesar

500 kali dan diukur dengan menarik garis. Berikut ini adalah perbesaran pada sampel 3:

Gambar

Gambar 3. Perbesaran 500 kali pada Sampel 3

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Page 14: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

14

Unsur kimiawi yang terkandung dalam sampel diuji melakukan Energy

Dispersive X-Ray Spectroscopy di Laboratorium Sentra Teknologi Polimer, Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi, Serpong. Sampel yang diuji adalah sampel 2 dan sampel 7. Berikut ini

adalah hasil komposisi kimiawinya :

Tabel 8. Unsur Kimiawi Partikulat :

Unsur Sampel 2 Sampel 7 C 58,61% 25% O 25,12% 41,34% Na 0,73%** 0,46%*** Mg 2,58% 0,62% Al - 1,56%*** Si - 1,73%** S 0,69%*** 0,23%*** Cl 1,58% 0,65%** K 4,52% 3,6% Ca 5,67% 22,53%*** Ti - - Fe - - Cu - 1,30%** Zn 0,51%*** 0,98%***

Pada sampel 2, tiga unsur tertinggi adalah karbon 58,61%, oksigen 25,12%, dan

kalsium 5,67%. Pada sampel 7, tiga unsur tertinggi adalah oksigen 41,34%, karbon

25%, dan kalsium 22,53%. Hal ini menunjukkan bahwa hal ini sesuai dengan penelitian

Rikhvanov (2014). Tiga unsur tertinggi menurut Rikhvanov adalah oksigen 40,27%,

kalsium 26,79%, dan karbon 13,6. Hal ini sesuai dengan studi pustaka di subbab 2.5.5

yang mengatakan bahwa mineral yang terkandung dalam manusia adalah

hydroxyapatite (Ca5(PO4)3(OH)) karena 50-70% dari tubuh manusia adalah tulang.

Namun pada sampel 2, kandungan karbon paling mendominasi di antara yang

lain, bahkan berselisih 52,94% dengan kalsium. Hal ini disebabkan karena peti yang

digunakan adalah kayu jati dan menghasilkan karbon yang sangat banyak. Pada sampel

7, tiga unsur utama memiliki presentase yang mirip dengan hasil yang diperoleh

Rikhvanov. Hanya ada perbedaan antara karbon dan kalsium. Karbon menjadi unsur

kedua tertinggi. Hal ini disebabkan karena peti yang berbahan particle board

menaikkan kandungan karbon pada sampel.

Tingkat konsentrasi partikulat mencapai batas aman baku mutu ketika peti yang

dibakar berbahan kayu jati. Namun, bukan berarti para pekerja aman dari paparan

andari� 6/20/16 10:57 AMDeleted:

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Page 15: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

15

partikulat. Hal ini disebabkan radius antara pekerja dengan alat kremasi hanya 50 cm.

Sedangkan saat pengambilan sampel, HVAS memiliki radius 1,5 m dari alat kremasi.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pun sudah memiliki peraturan

pemerintah yang membatasi paparan debu partikulat terhadap pekerja. Partikulat yang

memiliki bahaya lebih besar adalah partikulat dengan diameter kurang dari 10 µm atau

bisa disebut juga dengan partikulat respirabel. Berdasarkan “Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi nomor 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor

Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja”, ambang batas partikulat respirabel adalah 3

mg/m3 atau 3.000 µg/m3.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisa pada bab di atas, berikut ini adalah

beberapa kesimpulan yang bisa ditarik, antara lain :

1. Kremasi meningkatkan konsentrasi debu partikulat di dalam ruang kremasi sebesar

1.752,54% untuk kayu jati dan 429,13% untuk particle board.

2. Faktor yang mempengaruhi tingkat konsentrasi debu partikulat dalam ruang

kremasi adalah jenis kayu yang dikremasi, jumlah kremasi, desain ruang, dan

aktivitas di dalam ruang kremasi.

Saran

Dari segala kekurangan yang ada, maka dari itu berikut ini ada beberapa saran

untuk melengkapi skripsi ini :

1. Perlunya penelitian lanjutan untuk mengetahui paparan debu partikulat yang

diterima oleh pekerja.

2. Perlunya dilakukan pemeriksaan kesehatan berkelanjutan untuk para pekerja untuk

mengetahui efek jangka panjang dari terpaparnya debu partikulat.

Daftar Referensi Books : Schmidt, C. W. & Symes, S. A. (2015). The Analysis of Burned Human Remains (2nd ed). London: Elsevier Ltd. Spengler, J. D., Samet, J. M., dan McCarthy, J. F. (2001). Indoor Air Quality Handbook. Amerika Serikat : The McGraw-Hill Companies, Inc.

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Page 16: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

16

Book Chapter : Bohnert, M., Rost, T., & Pollak, S. (1998). The Degree of Destruction of Human Bodies in Relation to The Duration of The Fire. Forensic Science International, 95, 11 – 21. Online Document : Fire Science Demonstration videos. (n.d.). Dipetik Desember 10, 2015. https://sites.google.com/site/srcombexp/fire-protection-engineering---teaching-aids/fire-science-demonstration-videos. History of Cremation. (n.d.). Dipetik November 13, 2015. http://www.cremationassociation.org/?HistoryOfCremation. Mungo Lady and Mungo Man. (n.d.) Dipetik Desember 10, 2015. http://www.visitmungo.com.au/mungo-lady-mungo-man Particulate Matter : Basic Information. (n.d.). Dipetik Desember 12, 2015. http://www3.epa.gov/pm/basic.html What is Particulate Matter. (n.d.). Dipetik Desember 12, 2015. http://www.airinfonow.org/html/ed_particulate.html Tribunimage. (2016). Dipetik November 28, 2016. http://www.tribunnews.com/images/editorial/view/23732/joosje-c-tatipata-di-rumah-duka-oasis-lestari Onsluiting crematorium via Staddjik. (n.d.). Dipetik Desember 12, 2015. http://www.gelderlander.nl/regio/nijmegen-e-o/nijmegen/ontsluiting-crematorium-via-staddijk-1.4388014. Journal Article : Achawangkul, Y., et al. (2013). Biomass Gasification Utilization for Double-Chambered Crematory. 2013 Energy Procedia, 52, 308 – 315.

Achawangkul, Y., et al. (2015). Evaluation on Environmental Impact from The Utilization of Fossil Fuel, Electricity, and Biomass Producer Gas in The Double-Chambered Crematories. Journal of Cleaner Production. Achawangkul, Y., et al. (2015). Evaluation on Environmental Impact from The Utilization of Fossil Fuel, Electricity, and Biomass Producer Gas in The Double-Chambered Crematories. Journal of Cleaner Production. Castillo, R. F., et al. (2012). Effects of Temperature on Bone Tissue. Histological Study of The Changes in The Bone Matrix. Forensic Science International. Jones, N. C., et al. (2000). Indoor/outdoor relationships of particulate matter in domestic homes with roadside, urban and rural locations. Atmospheric Environment, 34, 2603 – 2612. Mari, M. & Domingo, J. L. (2009). Toxic Emissions From Crematories : A Review. Environment International, 36, 131 – 137. Camps dan Cameron. (1971). Practical Forensic Medicine. London : Hutchinson Medical Publications. Rikhvanov, L. P., et al. (2014). Mineralogical and Geochemical Characteristics of the Human Body Ash Residue. Procedia Chemistry, 10, 454 – 459.

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016

Page 17: Analisis Kualitas Udara Ambien pada Ruang Krematorium ...

17

Santarsiero, A., et al. (2005). Urban Crematoria Emissions as They Stand with Current Practice. Microchemical Journal, 79, 307 – 317. Soemirat, J. (2004). Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Wanneng, P.X., Ozarska, B., dan Daian, M. S. (2014). Physical Properties of Tectona Grandis Grown in Laos. Victoria : Department of Forest and Ecosystem Science, The University of Melbourne. Engineered Wood Products Association of Australasia. (2008). Facts About Particleboard and MDF. Sydney : Australian Wood Panels Association Incorporated Theses, Dissertation : Avrianto, F. (2011). Analisis kadar Particulate Matter 10 (PM10) di Udara dan Keluhan Gangguan Pernafasan Pada Masyarakat Yang Tinggal di Sepanjang Jalan Raya Kelurahan Lalang Kecamatan Sunggal Medan Tahun 2010. Medan : Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. Research Report : Suryamin. (2012). Penduduk Indonesia : Hasil Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik.

Analisis kualitas ..., Zebian Paskalis, FT UI, 2016