ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PEMBUATAN KARTU TANDA …repo.apmd.ac.id/602/1/repo dyah...

81
ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PEMBUATAN KARTU TANDA PENDUDUK ELEKTRONIK (KTP-EL) KEPADA PENYANDANG DISABILITAS DI KECAMATAN MINGGIR KABUPATEN SLEMAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Konsentrasi Pemerintahan Daerah Disusun oleh: Dyah Purwanti 16610058 PROGRAM MAGISTER SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA“APMD” YOGYAKARTA 2018

Transcript of ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PEMBUATAN KARTU TANDA …repo.apmd.ac.id/602/1/repo dyah...

  • ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PEMBUATAN KARTU TANDA

    PENDUDUK ELEKTRONIK (KTP-EL) KEPADA PENYANDANG

    DISABILITAS DI KECAMATAN MINGGIR

    KABUPATEN SLEMAN

    TESIS

    Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat

    Magister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan

    Konsentrasi Pemerintahan Daerah

    Disusun oleh:

    Dyah Purwanti

    16610058

    PROGRAM MAGISTER

    SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA“APMD”

    YOGYAKARTA

    2018

  • ii

    PENGESAHAN

    TESIS

    ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PEMBUATAN KARTU TANDA

    PENDUDUK ELEKTRONIK (KTP-EL) KEPADA PENYANDANG

    DISABILITAS DI KECAMATAN MINGGIR

    KABUPATEN SLEMAN

    disusun Oleh:

    DYAH PURWANTI

    16610058

    Disahkan oleh Tim Penguji

    Pada tanggal : 19 Juli 2018

    Susunan Tim Penguji

    Pembimbing

    Dr. R. Widodo Triputro, MM ...........................................

    Penguji I

    Dr. Sunarto, MPA. ...........................................

    Penguji II

    Drs. YB. Widyo Hari Murdianto, M.Si. ............................................

    Yogyakarta, 19 Juli 2018

    Mengetahui

    Direktur Program Magister

    Program Studi Ilmu Pemerintahan

    Dr. R. Widodo Triputro, MM

  • iii

    PERNYATAAN

    Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

    Nama : Dyah Purwanti

    Nomor Mahasiswa : 16610058

    Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul ANALISIS

    KUALITAS PELAYANAN PEMBUATAN KARTU TANDA PENDUDUK

    ELEKTRONIK (KTP-EL) KEPADA PENYANDANG DISABILITAS DI

    KECAMATAN MINGGIR KABUPATEN SLEMAN adalah benar -benar karya

    saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut telah

    disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

    Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka saya

    bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar

    yang saya peroleh dari Program Pascasarjana Ilmu Pemerintahan

    STPMD”APMD”

    Yogyakarta, 05 Juli 2018

    Yang membuat pernyataan

    Dyah Purwanti

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahirobbil”alamiin, Puji syukur senantiasa tercurah kepada Allah

    SWT Tuhan Yang Maha Kuasa, atas kekuatan dan kemudahan yang telah

    diberikan. Dengan hidayah dan inayah-Nya, penulis dapat menyusun tesis

    dengan judul “Analisis Kualitas Pelayanan Pembuatan Kartu Tanda Penduduk

    Elektronik (KTP-El) kepada Penyandang Disabilitas di Kecamatan Minggir

    Kabupaten Sleman”. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan

    terima kasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya

    kepada yang terhormat :

    1. Bapak Dr. R. Widodo Triputro selaku Pembimbing Utama dan Direktur

    Program Magister Ilmu Pemerintahan Sekolah Tinggi Pembangunan

    Masyarakat Desa’APMD”.

    2. Penguji I, Bapak Dr. Sunarto, MPA. yang telah mencurahkan tenaga,

    pikiran, meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan

    memotifasi agar penulisan tesis ini segera selesai tepat pada

    waktunya.

    3. Penguji II, Drs. YB. Widyo Hari Murdianto, M.Si, yang telah

    memberikan bimbingan dengan sabar dalam penulisan tesis ini.

    4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan pengetahuan dan

    wawasan kepada penulis sehingga penulis mempunyai

    gambarandalam menuangkanjalan pikiran dalam penulisan tesis ini.

    5. Bapak Jazim Sumirat, SH.M.Si, selaku Kepala Dinas dan Ibu

    RR.Endang Mulatsih, S.Sos, M.Si selaku Kabid Pendaftaran

  • v

    Penduduk Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten

    Sleman yang telah menjadi narasumber dan memberikan data data

    yang diperlukan dalam penulisan Tesis ini.

    6. Bapak Camat Minggir, bapak Ikhsan Waluyo, S.Sos dan petugas dari

    seksi pelayanan umum Kecamatan Minggir yang sudah membantu

    penulis dan memberikan data yang diperlukan sehingga tesis ini

    dapat selesai.

    7. Para Informan dari kelompok disabilitas dan keluarga difabel yang

    bersedia memberikan informasi dalam penulisan tesis ini

    8. Bapak ibuku tersayang, suami dan anak anakku tercinta juga teman

    teman mahasiswa program magister angkatan 18 yang telah

    memberikan dukungan kepada penulis sehingga tesis ini dapat

    selesai pada waktunya.

    Semoga Allah memberikan dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya

    kepada Bapak dan Ibu Dosen dan semua pihak atas segala bantuan yang

    telah diberikan kepada penulis, untuk itu sudilah kiranya pembaca

    memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan

    karya tulis ilmiah ini dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca

    terutama bagi penulis sendiri.

    Yogyakarta, 12 Juli 2018

    Penulis

    Dyah Purwanti

  • vi

    MOTTO

    Belajar Menerima apa adanya dan berfikir Positif

    Jika Kamu tidak memiliki apa yang kamu sukai, maka sukailah apa yang kamu

    miliki

    Manusia dinilai dari apa yang ia perbuat dan manfaat apa yang ia berikan pada

    sesama

  • vii

    PERSEMBAHAN

    Tesis ini penulis persembahkan untuk :

    1. Kedua Orang tuaku Bapak Soehadi dan Ibu Djumari, yang selalu

    mendoakan dan memberikan nasehat dan bimbingan dalam hidup

    penulis

    2. Suamiku tercinta Muh.Aris Wibowo, SP, yang selalu memberikan

    motivasi dan mendukung penulis untuk melanjutkan kuliah

    pascasarjana ini

    3. Kedua anaku tersayang, Nurulita Fida Aulia dan Rifky Rasya

    Ardiansyah yang selama ini memberikan semangat bagi penulis

    untuk kuliah

    4. Almamater ku tercinta Program Magister Sekolah Tinggi

    Pembangunan Masyarakat Desa ”APMD” Yogyakarta, serta

    keluarga dan sahabat-sahabatku.

  • viii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

    HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii

    HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... iii

    KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

    HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vi

    HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... vii

    DAFTAR ISI ................................................................................................. viii

    DAFTAR TABEL .......................................................................................... x

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi

    INTISARI ...................................................................................................... xii

    ABSTRACT ……………………………………………………………………….xiii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

    B. Fokus Penelitian .............................................................................. 9

    C. Rumusan Masalah .......................................................................... 9

    D. Tujuan Penelitan ............................................................................. 10

    E. Manfaat Penelitan ........................................................................... 10

    F. Kerangka Konseptual ...................................................................... 11

    1. Kualitas Pelayanan Publik ........................................................... 11

    2. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik ............... 18

    3. Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) ................................. 20

    4. Peyandang Disabilitas ................................................................. 26

    G. Metode Penelitian ........................................................................... 29

    1. Jenis Penelitian ........................................................................... 29

    2. Unit Analisis ................................................................................ 30

    3. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 31

    4. Analisis Data ............................................................................... 33

    BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ....................................... 37

    A. Deskripsi Kecamatan Minggir .......................................................... 37

    1. Kondisi Geografis ........................................................................ 37

  • ix

    2. Kondisi Demografis ..................................................................... 38

    3. Kondisi Ekonomi ......................................................................... 44

    4. Kondisi Sarana Prasarana .......................................................... 45

    5. Kondisi Sosial Kemasyarakatan .................................................. 49

    B. Deskripsi Pemerintah Kecamatan Minggir ....................................... 52

    1. Visi dan Misi Pemerintah Kecamatan .......................................... 52

    2. Struktur Pemerintah Kecamatan Minggir ..................................... 52

    3. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Organisasi ................................. 53

    4. Program Pemerintah Kecamatan ................................................ 55

    C. Deskripsi Pelayanan Pembuatan KTP-el kepada Penyandang

    Disabilitas di Kecamatan Minggir .................................................... 62

    BAB III TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 68

    A. Deskripsi Temuan Hasil Penelitian .................................................. 68

    1. Dskripsi Informan ........................................................................ 68

    2. Kualitas Pelayanan Pembuatan KTP-el pada Penyandang

    Disabilitas di Kecamatan Minggir ................................................ 69

    2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelayanan

    Pembuatan KTP-el pada Penyandang Disabilitas di

    Kecamatan Minggir ..................................................................... 100

    B. Pembahasan ................................................................................... 106

    1. Kualitas Pelayanan Pembuatan KTP-el pada Penyandang

    Disabilitas di Kecamatan Minggir ................................................ 106

    2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelayanan

    Pembuatan KTP-el pada Penyandang Disabilitas di

    Kecamatan Minggir ..................................................................... 111

    BAB IV KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ......................................... 115

    A. Kesimpulan ..................................................................................... 115

    B. Implikasi .......................................................................................... 118

    C. Saran .............................................................................................. 119

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 120

    LAMPIRAN - LAMPIRAN

  • x

    DAFTAR TABEL

    Tabel II. 1 Luas dan Peruntukan Tanah ........................................................ 38

    Tabel II. 2 Jenis Pemukiman/ Perumahan..................................................... 38

    Tabel II. 3 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ............................. 39

    Tabel II. 4 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Pemeluk Agaman ............. 39

    Tabel II. 5 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Jenis Mobilitas/Mutasi ...... 40

    Tabel II. 6 Data Penduduk yang Wajib Memiliki KTP .................................... 40

    Tabel II. 7 Jumlah Penduduk yang Telah Memiliki KTP-el ............................ 41

    Tabel II. 8 Jumlah Penduduk Penyandang Disabilitas .................................. 41

    Tabel II. 9 Jumlah Penyandang Disabilitas Berdasarkan Jenis

    Disabilitas..................................................................................... 42

    Tabel II. 10 Jumlah Penyandang Disabilitas Berdasarkan Usia Wajib

    Memiliki KTP-el ........................................................................... 43

    Tabel II. 11 Jumlah Penyandang Disabilitas yang Sudah Dilakukan

    Jemput Bola KTP-el .................................................................... 44

    Tabel II. 12 Jumlah Sarana Peribadatan ....................................................... 45

    Tabel II. 13 Jumlah Sarana Perekonomian ................................................... 46

    Tabel II. 14 Jumlah Sarana Kesehatan ......................................................... 47

    Tabel II. 15 Jumlah Bangunan Menurut Kelompok Jenis Pendidikan

    Umum dan Khusus ..................................................................... 47

    Tabel II. 16 Jumlah Kendaraan/Alat Transportasi ......................................... 48

    Tabel II. 17 SOP Pelayanan KTP-el di Kecamatan Minggir ........................... 66

    Tabel II. 18 SOP Pelayanan Jemput Bola di Kecamatan Minggir .................. 67

    Tabel III. 1 Profil Informan ............................................................................. 69

    Tabel III. 2 SOP Pelayanan Jemput Bola KTP-el Berdasrkan Waktu

    Penyelesaian .............................................................................. 87

    Tabel III. 3 Kualifikasi Pendidikan Petugas Pembuatan KTP-el di

    Kecamatan Minggir ..................................................................... 98

    Tabel III. 4 Diktat yang Pernah Diikuti Petugas Pembuatan KTP-el di

    Kecamatan Minggir ..................................................................... 98

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar I. 1 Triangulasi Sumber ................................................................... 36

    Gambar I. 2 Triangulasi Teknik ..................................................................... 36

    Gambar II. 1 Bagan Susunan Organisasi Kecamatan Minggir ...................... 53

    Gambar II. 2 Skema Alur Pelayanan Pembuatan KTP-el .............................. 64

    Gambar II. 3 Skema Alur Pelayanan Jemput Bola KTP-el ............................ 65

    Gambar III. 1 Brosur Pelayanan Pendaftaran Penduduk .............................. 75

    Gambar III. 2 Skema Prosedur Pembuatan KTP-el Bagi Penyandang

    Disabilitas di Kecamatan Minggir ............................................ 78

    Gambar III. 3 Dokumentasi Proses Jemput Bola yang Dilakukan Dinas

    Dukcapil Kecamatan Minggir ................................................. 79

    Gambar III. 4 Produk KTP-el dan KTP Lama ............................................... 93

    Gambar III. 5 Fasilitas Pembuatan KTP-el di Kecamatan Minggir ................ 95

  • xii

    INTISARI

    Penyandang disabilitas merupakan warga Negara RI yang dalam UUD

    1945 dijamin memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama dengan

    warga Negara lainnya termasuk memperoleh pelayanan KTP-el. Penelitian ini

    difokuskan pada penyandang disabilitas dikarenakan dalam pembuatan KTP-el,

    penyandang disabilitas termasuk kelompok masyarakat yang rentan tidak

    terpenuhi haknya. Penulisan tesis bertujuan: (1) Mendapatkan jawaban atas

    pertanyaan kualitas pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk Elektronik

    (KTP-el) kepada penyandang disabilitas di Kecamatan Minggir Kabupaten

    Sleman. (2) Mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam

    pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) kepada

    penyandang disabilitas di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman.

    Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Obyek

    penelitian ini adalah kualitas pelayanan pembuatan KTP-El bagi penyandang

    disabilitas serta faktor pendukung dan penghambatnya. Subjek penelitian ini

    adalah kepala Dinas Dukcapil, petugas bidang pendaftaran penduduk Dinas

    Dukcapil, Camat, petugas pelayanan umum kecamatan, dan penyandang

    disabilitas. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi,

    wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah analisis model interaktif menurut Miles dan Huberman.

    Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa: (1) Kualitas

    pelayanan dapat dilihat dari: a. Prosedur pelayanan sudah sesuai dengan

    Undang-Undang dan SOP; b. Waktu penyelesaian pembuatan KTP-El belum

    sesuai dengan SOP; c. Pembuatan KTP-El tidak dikenakan biaya; d. Kualitas

    produk KTP-el lebih baik dibandingkan KTP yang lama; e. Sarana dan prasarana

    sudah memadai hanya saja perlu pengadaan transportasi khusus untuk jemput

    bola; f. Petugas pelayanan pembuatan KTP-el di Kecamatan Minggir telah

    memiliki kompetensi yang memadai. (2) Faktor pendukung pelyanan pembuatan

    KTP-El antara lain: a. Regulasi yang ada dasar hukumnya; b. Komitmen

    pelayanan antar SKPD; c. Kemampuan petugas yang baik dalam pelayanan; d.

    Adanya sarana perekaman; e. Adanya dukungan dana dari APBD; f. Adanya

    kepedulian dari perangkat desa untuk menginformasikan KTP-el. (3) Faktor

    penghambat pelayanan pembuatan KTP-EL antara lain: a. Tidak adanya

    informasi keberadaan disabilitas karena kurangnya kesadaran pihak keluarga

    untuk melaporkan anggota keluarganya yang difabel; b. Belum adanya

    transportasi khusus dan memadai sebagai fasilitas layanan jemput bola ke

    rumah penyandang disabilitas; c.Kurangnya fasilitas di kantor Kecamatan

    Minggir yang aksesibel bagi penyandang disabilitas; d. kurang aktifnya

    perangkat desa membantu penyandang disabilitas dalam pembuatan KTP-el.

    Kata kunci: pelayanan, kartu tanda penduduk elektronik, penyandang

    disabilitas

  • xiii

    ABSTRACT

    Persons with disabilities are citizens of the Republic of Indonesia who in the 1945 Constitution are guaranteed to have the same position, rights, obligations and roles as other citizens including obtaining electoral KTP services. This study focused on people with disabilities because in the making of KTP-el, persons with disabilities including vulnerable community groups were not fulfilled. The writing of the thesis aims: (1) To get answers to the question of the quality of service for the creation of Electronic Identity Cards (KTP-el) for persons with disabilities in Minggir District, Sleman Regency. (2) Knowing the supporting and inhibiting factors in the service of making Electronic Identity Cards (KTP-el) for persons with disabilities in Minggir District, Sleman Regency.

    The type of research used is descriptive qualitative. The object of this research is the quality of service for making El-KTP for persons with disabilities as well as the supporting and inhibiting factors. The subject of this research was the head of the District Civil Service Agency, the officer in the field of population registration for the Department of Civil Service, the Sub-district Head, the sub-district public service officer, and the disabled person. Data collection techniques used are observation, interviews and documentation. The data analysis technique used in this research is an interactive model analysis according to Miles and Huberman.

    Based on the results of the analysis it can be concluded that: (1) Service quality can be seen from: a. Service procedures are in accordance with the Law and SOP; b. The time to complete the El-KTP is not in accordance with the SOP; c. The making of El-KTP is free of charge; d. The quality of el-KTP products is better than the old ID cards; e. Facilities and infrastructure are adequate, but only need to procure special transportation to pick up the ball; f. The service personnel for the manufacture of el-KTP in Minggir Sub-district have adequate competence. (2) Factors supporting the manufacturing of El-KTP include: a. Regulations that have a legal basis; b. Service commitment among SKPD; c. Good officer ability in service; d. There are recording facilities; e. There is funding support from the APBD; f. There is concern from village officials to inform KTP-el. (3) The inhibiting factors in the service of making KTP-EL include: a. The absence of information on the existence of disability due to lack of awareness of the family to report disabled family members; b. There is no special and adequate transportation as a ball pick-up facility to the homes of persons with disabilities; c. Lack of facilities in the Minggir District office that is accessible for persons with disabilities; d. The inactivity of the village apparatus helps persons with disabilities in the making of ID cards.

    Keywords: service, electronic identity card, persons with disabilities

  • xiv

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Pemerintah sebagai penyedia layanan publik harus terus berupaya

    untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Hal ini

    sebagaimana Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

    63 Tahun 2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik

    memberikan konsekuensi untuk meningkatkan pelayanan dalam sektor

    pelayanan publik seperti prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan,

    kemampuan petugas pelayanan, kecepatan pelayanan, keadilan

    mendapatkan pelayanan, kepastian biaya pelayanan, dan kepastian jadwal

    pelayanan. Terlebih dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

    pelayanan publik juga menegaskann bahwa Pemerintah mempunyai peranan

    penting untuk menyediakan layanan publik yang prima bagi semua

    penduduknya.

    Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi

    yang semakin pesat, pemerintah Indonesia juga berupaya menerapkan

    electronic government (e-government). Hal ini didasari dengan adanya

    Instruksi Presiden RI No. 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi

    Nasional pengembangan e-government. Dalam instruksi Presiden RI tersebut

    disebutkan tentang hal-hal yang menjadi pertimbangan

    diimplementasikannya e-government diantaranya: 1) kemajuan teknologi

    komunikasi dan informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara

    luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan dan pendayagunaan

    informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat; 2) pemanfaatan

  • 2

    teknologi komunikasi dan informasi dalam proses pemerintahan (e-

    government) akan meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi, dan

    akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan; 3) menyelenggarakan

    pemerintahan yang baik (good governance) dan meningkatkan layanan

    publik yang efektif dan efisien diperlukan adanya kebijakan dan strategi

    pengembangan e-government. Hal tersebut menunjukkan bahwa e-

    government merupakan kegiatan yang dilakukan pemerintah dengan

    menggunakan Teknologi Informasi (TI) dalam rangka meningkatkan kualitas

    pelayanan publik.

    Salah satu fokus pemerintah dalam rangka meningkatkan pelayanan

    publik adalah administrasi kependudukan melalui program Kartu Tanda

    Penduduk Elektronik atau disebut juga KTP-el. Dalam Undang-Undang

    Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23

    Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan pada pasal 1 dijelaskan

    bahwa KTP-el adalah kartu tanda penduduk yang dilengkapi chipp yang

    merupakan identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh

    instansi pelaksana. KTP-el untuk warga Indonesia berlaku seumur hidup dan

    tidak perlu diperpanjang meskipun telah habis masa berlakunya sedangkan

    untuk warga negara asing masa berlakunya disesuaikan dengan masa ijin

    tinggal, KTP-e sebagai bukti kependudukan dan wajib didimiliki oleh setiap

    warga negara Indonesia yang telah berusia 17 tahun keatas, KTP-el berlaku

    seumur hidup. KTP-el telah diterbitkan secara massal pada tahun 2012 yang

    dulu dikenal dengan e-KTP. Penerapan KTP-el merupakan langkah strategis

    yang dilakukan pemerintah dalam rangka menuju tertibnya administrasi

    kependudukan.

  • 3

    Berdasarkan Permendagri Nomor 9 Tahun 2011 tujuan penerbitan

    KTP-el yaitu pemerintah menerbitkan KTP Elektronik untuk mewujudkan

    kepemilikan satu KTP penduduk yang memiliki kode keamanan dan rekaman

    elektronik data kependudukan berbasis NIK secara nasional. Sementara itu

    fungsi dan manfaat KTP-el, antara lain: 1) KTP-el merupakan langkah

    strategis menuju tertib administrasi kependudukan yang mengamankan

    adanya identitas tunggal bagi setiap penduduk dan terbangunnya basis data

    kependudukan yang lengkap dan akurat. 2) Mencegah adanya pemalsuan. 3)

    Mencegah adanya penggandaan KTP. 4) Dapat dipakai sebagai kartu suara

    dalam pemilu, pilkada, dan lain-lain. 5) Pengidentifikasikan untuk mencegah

    suatu perkara yang sulit seperti terorisme, pembobolan via ATM, dan

    pemilikan KTP ganda. 6) Untuk mewujudkan keamanan negara.

    Namun faktanya pelaksanaan kebijakan program KTP-el tidak terlepas

    dari sejumlah permasalahan. Ombudsman yang merupakan lembaga Negara

    yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan

    publik menilai penyelenggaraan pelayanan publik soal pembuatan elektronik

    kartu tanda penduduk (KTP-el) oleh Kementerian Dalam Negeri berlangsung

    lambat dan banyak persoalan. Persoalan yang muncul antara lain: 1)

    ketidaksesuaian jumlah blangko untuk penduduk yang belum terlayani KTP-

    el. 2) Terjadi penurunan minat mengurus KTP-el. Hal ini dikarenakan

    lambatnya pelayanan, sulitnya mengurus KTP-el, ditemukannya praktek

    percaloan, sehingga penduduk harus membayar Rp 200-300 ribu. Praktek itu

    terjadi baik di Pulau Jawa maupun luar Jawa. 3) Tidak adanya keseragaman

    dalam petunjuk teknis pengurusan KTP-el di setiap daerah. 4) Koneksi

    bermasalah sehingga terdapat 10 Kecamatan di Kalimantan Selatan yang

  • 4

    yang belum merekam KTP-el karena keterbatasan teknologi (Firmanto, 2016:

    1). Fakta terbaru juga menunjukkan bahwa terjadi kekosongan ketersediaan

    blangko KTP-el, sehingga proses pembuatan KTP-el menjadi terhambat

    (Pattilouw, 2016: 1). Bahkan diketahui data-data pribadi warga negara

    Indonesia berada di negara lain, karena yang memenangkan tender dalam

    pembuatan KTP-el adalah perusahaan dari luar negeri. Hal tersebut

    menyebabkan rawannya penyalahgunaan data yang dapat digunakan untuk

    kepentingan-kepentingan politik (Anonim, 2016: 1). Dengan demikian,

    permasalahan administrasi penduduk perlu mendapatkan perhatian serius

    oleh pemerintah termasuk penduduk penyandang disabilitas.

    Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang pengesahan

    Hak-Hak Penyandang Disabilitas dijelaskan bahwa penyandang disabilitas

    yaitu orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik

    dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan

    sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk

    berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak. Susenas Tahun

    2012 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang menyandang

    disabilitas sebesar 2,45%. Jika dibandingkan antara Susenas 2003 dengan

    2009 dan Susenas 2006 dengan 2012 terjadi peningkatan prevalensi

    (Kementerian Kesehatan, 2012: 6).

    Jumlah penduduk Indonesia yang menyandang disabilitas tahun 2003

    sebesar 0,69% meningkat menjadi 1,38% pada tahun 2006. Kemudian tahun

    2009 mengalami penurunan menjadi 0,92% dan tahun 2012 meningkat

    kembali menjadi 2,45%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa penyandang

    penyandang disabilitas terbanyak tahun 2012 adalah penyandang yang

  • 5

    mengalami lebih dari satu jenis keterbatasan, yaitu sebesar 39,97%, diikuti

    keterbatasan melihat, dan berjalan atau naik tangga. Selanjutnya sebanyak

    29,63% penyandang keterbatasan melihat, sebanyak 7,87% keterbatasan

    mendengar, sebanyak 10,26% keterbatasan berjalan/naik tangga, sebanyak

    6,70% keterbatasan mengingat/konsentrasi, sebanyak 2,83 keterbatasan

    mengurus diri sendiri, dan sebanyak 2,74% keterbatasan berkomunikasi

    (Kementerian Kesehatan, 2012: 7).

    Penyandang disabilitas merupakan warga Negara RI yang dalam UUD

    1945 dijamin memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama

    dengan warga Negara lainnya termasuk memperoleh pelayanan KTP-el. Hal

    ini sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2016

    tentang Penyandang Disabilitas pasal 18 dijelaskan bahwa hak pendataan

    untuk penyandang disabilitas meliputi hak: 1) didata sebagai penduduk

    dengan disabilitas dalam kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan

    sipil; 2) mendapatkan dokumen kependudukan; dan 3) mendapatkan kartu

    Penyandang Disabilitas. Thertina (2016: 1) mengungkapkan bahwa

    penyandang disabilitas dapat tetap memiliki KTP-el. Keterbatasan fisik

    semacam jumlah jemari yang tidak lengkap bukan menjadi masalah dalam

    proses pembuatan KTP-el. Proses pembuatan KTP-el tidak hanya melalui

    pemindaian jari, tetapi juga dapat dilakukan dengan pemindaian atas retina

    mata dengan aplikasi khusus yang bernama Biometrik. Namun

    kelemahannya, pada kartu yang akan tercetak identitasnya tidak lengkap.

    Dalam penelitian Firdaus dan Iswahyudi (2016: 2) dikemukakan bahwa

    aksesbilitas pelayanan publik bagi penyandang disabilitas saat ini masih

    kurang. Hal tersebut tidak terlepas dari minimnya sarana pelayanan sosial

  • 6

    dan kesehatan serta pelayanan lainnya yang dibutuhkan oleh para

    penyandang disabiltias. Penelitian yang dilakukan oleh Nazaruddin (2013:

    235) juga menyimpulkan bahwa efektivitas pelaksanaan kebijakan program

    KTP-el dalam pelaksanaan perekaman data masih belum tercapai dalam

    pencapaian tujuan akhir berupa kurun waktu dan sasaran yang merupakan

    target kongkrit masih belum tercapai. Ini terbukti dari masih belum

    tercapainya target pelaksanaan perekaman data, yaitu baru mencapai

    71,40%. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan program e-

    KTP pada pelaksanaan perekaman data adalah keterlambatan pengiriman

    perangkat pelayanan rekam data KTP-el. Oleh karena itu menjadi tugas

    pemerintah untuk membantu penyandang disabilitas dalam menghilangkan

    hambatan yang terjadi dalam rangka memperoleh hak pelayanan publik

    termasuk dalam pembuatan KTP-el.

    Kecamatan Minggir merupakan salah satu organisasi pemerintah

    yang bertugas dalam pelayanan publik. Berdasarkan survei kepuasan

    masyarakat tahun 2016 yang diselenggarakan pemerintah daerah Kabupaten

    Sleman menunjukkan bahwa Kecamatan Minggir telah menghasilkan nilai

    indeks kepuasan masyarakat (IKM) sebesar 78,49. Nilai tersebut kemudian

    dikonversi dalam tingkat mutu pelayanan dan kinerja unit pelayanan,

    sehingga didapatkan hasil nilai B yakni kategori Baik. Pelayanan publik yang

    dilakukan Kecamatan Minggir diantaranya menjadi pelaksana pembuatan

    KTP-el.

    Berdasarkan data kependudukan Kabupaten Sleman jumlah

    penduduk di Kecamatan Minggir pada Tahun 2017 sebanyak 35.387 jiwa

    yang terdiri dari 17.468 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 17.919 jiwa berjenis

  • 7

    kelamin perempuan. Jumlah penduduk tertinggi berada di wilayah desa

    Sendangrejo dan jumlah penduduk terendah berada di desa Sendangarum.

    Jumlah penduduk di Kecamatan Minggir yang mempunyai kewajiban untuk

    memiliki KTP-el sebanyak 25.867 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak

    12.360 jiwa dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 13.507 jiwa. Jumlah

    wajib KTP-el paling banyak berada di Desa Sendangrejo dan yang paling

    sedikit berada di Desa Sendangarum. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah

    wajib KTP-el sebanyak 73,10% dari jumlah penduduk di Kecamatan Minggir.

    Pembuatan KTP-el berlaku bagi seluruh penduduk di Kecamatan

    Minggir termasuk bagi penyandang disabilitas. Hal ini sebagaimana dalam

    Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 1 Tahun 2015 tentang

    Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2009 tentang

    Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil pasal 24 yang

    menyebutkan bahwa penduduk WNI yang telah berumur 17 tahun atau telah

    kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP-el. Hal ini mengindikasikan

    setiap penduduk baik yang memiliki kondisi kesehatan yang baik maupun

    penyandang disabilitas dan lainnya harus memiliki KTP-el. KTP-el ini sangat

    penting bagi penduduk untuk mengurus berbagai keperluan seperti untuk

    berobat, mengurus BPJS, membuat paspor, membayar pajak, mengurus

    sertifikat dan lain sebagainya.

    Penelitian ini difokuskan pada penyandang disabilitas. Hal ini

    dikarenakan dalam pembuatan KTP-el ini penyandang disabilitas termasuk

    kelompok masyarakat yang rentan tidak terpenuhi haknya. Hal ini terjadi

    karena beberapa sebab, diantaranya sulitnya mengakses pelayanan, tidak

    adanya fasilitas yang mendukung pelayanan bagi penyandang disabilitas,

  • 8

    dan kurangnya informasi terkait proses administrasi pembuatan KTP-el bagi

    penyandang disabilitas. Oleh karena itu, perlu penanganan khusus dalam

    pelayanan pembuatan KTP-el bagi penyandang disabilitas. Penelitian

    difokuskan di Kecamatan Minggir karena pelayanan pembuatan KTP-elnya

    salah satu yang baik di Kabupaten Sleman dengan hasil IKM tahun 2017

    sebesar 83% dalam kategori baik dan banyaknya jumlah penyandang

    disabilitas. Atas dasar hal tersebut, peneliti memiliki ketertarikan mengkaji

    lebih mendalam mengenai pelayanan pembuatan KTP-el bagi disabilitas.

    Data dari Dinas Sosial Kabupaten Sleman diperoleh informasi bahwa

    jumlah penyandang disabilitas di Kecamatan Minggir sebanyak 510 jiwa per

    September 2017 yang tersebar di lima desa yakni Sendangagung,

    Sendangmulyo, Sendangarum, Sendangrejo dan Sendangsari. Jumlah

    penyandang disabilitas terbanyak berada di desa Sendangrejo, sebanyak

    175 jiwa, sedangkan jumlah penyandang disabilitas paling sedikit berada di

    desa Sendangsari sebanyak 28 jiwa. Berdasarkan keterangan dari Dinas

    Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan Dinas Sosial Kabupaten Sleman

    diketahui bahwa penyandang disabilitas yang ada di Kecamatan Minggir

    beragam seperti tuna daksa, tuna netra, tuna grahita, tuna rungu wicara,

    cacat fisik, cacat mental, dan cacat ganda. Beberapa diantaranya belum

    memiliki KTP-el.

    Paparan di atas menunjukkan bahwa penyandang disabilitas memiliki

    hak yang sama dengan warga lain dalam memperoleh dokumen

    kependudukan berupa KTP-el. Namun pada kenyataannya, pihak Kecamatan

    Minggir mengalami sejumlah permasalahan dalam pembuatan KTP-el bagi

    penyandang disabilitas. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji lebih

  • 9

    lanjut untuk menganalisis kualitas pelayanan pembuatan kartu Tanda

    Penduduk Elektronik (KTP-el) kepada penyandang disabilitas di Kecamatan

    Minggir Kabupaten Sleman.

    B. Fokus Penelitian

    Penulis membatasi permasalahan yang ada di Kecamatan Minggir

    dengan maksud agar penelitian lebih terfokus pada permasalahan utama

    yang hendak diteliti, yaitu:

    1. Kualitas pelayanan pembuatan Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el)

    kepada masyarakat penyandang disabilitas di Kecamatan Minggir

    Kabupaten Sleman yang meliputi: 1) Prosedur Pelayanan; 2) Waktu

    Penyelesaian; 3) Biaya Pelayanan; 4) Produk Pelayanan; 5) Sarana dan

    Prasarana; 6) Kompetensi Petugas Pelayanan (Keputusan Menteri PAN

    Nomor 63/KEP/M.PAN/2003, yang dipertegas Permenpan Nomor 15

    tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan).

    2. Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelayanan pembutaan

    Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) kepada penyandang

    disabilitas di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman.

    C. Rumusan Masalah

    Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka dapat dirumuskan rumusan

    masalah sebagai berikut.

    1. Bagaimanakah kualitas pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk

    Elektronik (KTP-el) kepada penyandang disabilitas di Kecamatan Minggir

    Kabupaten Sleman?

  • 10

    2. Apakah faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelayanan

    pembuatan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) kepada

    penyandang disabilitas di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman?

    D. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan

    untuk:

    1. Untuk mendeskripsikan kualitas pelayanan pembuatan Kartu Tanda

    Penduduk Elektronik (KTP-el) kepada penyandang disabilitas di

    Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman.

    2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam

    pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) kepada

    penyandang disabilitas di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman.

    E. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara

    teoritis maupun praktis.

    1. Manfaat Teoritis

    Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah

    khasanah ilmu pengetahuan dan pengembangan pengetahuan tentang

    kebijakan dan pelayanan publik khususnya kebijakan program pembuatan

    Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el).

    2. Manfaat Praktis

    a. Bagi instansi terkait, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

    sebagai bahan masukan agar pihak Kecamatan Minggir lebih

    meningkatkan pelayanan publik khususnya bagi warga penyandang

  • 11

    disabilitas dan mencari solusi terhadap permasalahan dalam

    pembuatan Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el).

    b. Bagi warga penyandang disabilitas Kecamatan Minggir, penelitian ini

    diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi guna lebih

    meningkatkan partisipasinya dalam pembuatan Tanda Penduduk

    Elektronik (KTP-el).

    c. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan

    pengalaman sebagai bekal apabila nanti terjun di masyarakat.

    F. Kerangka Konseptual

    1. Kualitas Pelayanan Publik

    Aimin Napitupulu (2007: 164) berpendapat bahwa pelayanan publik

    adalah serangkaian kegiatan atau proses pemenuhan kebutuhan orang lain

    secara lebih memuaskan berupa produk jasa dengan sejumlah ciri seperti

    tidak berwujud, cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada memiliki dan

    pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa

    tersebut. Menurut Agung Kurniawan (2005: 6), pelayanan publik adalah

    pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang

    mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok

    dan tata cara yang ditetapkan. Sementara Ratminto (2005) mendefinisikan

    pelayanan publik sebagai suatu bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk

    barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung

    jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, daerah, dan di

    lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik

    Daerah (BUMD), dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat

  • 12

    maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-

    undangan.

    Pelayanan publik adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain

    yang ditujukan guna memenuhi kepentingan orang banyak. Pelayanan ini

    sefatnya tidak selalu kolektif, sebab melayani kepantingan perorangan

    asalkan kepentingan itu masih termasuk dalam rangka pemenuhan

    kebutuhan hak dan kebutuhan bersama yang telah diatur (H. A.S. Moenir,

    1982: 12). S. Pramudji (2003: 46) mengungkapkan bahwa pelayanan publik

    adalah berbagai kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

    masyarakat akan barang dan jasa.

    Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

    Publik diuraikan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian

    kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan

    peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk

    atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administrative yang disediakan oleh

    penyelenggara pelayanan publik. Sedangkan menurut Ketetapan Menteri

    Peerdayagunaan Aparatur Negara No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan

    publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh

    penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan

    penerima layanan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan..

    Pelayanan publik dibagai dalam tiga kelompok, yaitu:

    1) Kelompok pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan

    berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya

    status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau

    penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-

  • 13

    dokumen ini atara lain KTP, akte pernikahan, akte kelahiran, akte

    kematian, BPKB, SIM, STNK, IMB, paspor, sertifikat kepemilikan tanah,

    dan lain sebagainya.

    2) Kelompok pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan

    berbagai bentuk/ jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya

    jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan lain

    sebagainya.

    3) Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan

    berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan,

    pemeliharaan, kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos, dan lain

    sebagainya.

    Berdasarkan uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan

    publik adalah rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan

    pelayanan berdasarkan peraturan yang berlaku bagi setiap orang atau

    masyarakat. Pelayanan publik dapat berupa pelayanan administratif, barang,

    maupun jasa.

    Kualitas pada dasarnya merupakan kata yang menyandang arti relatif

    karena bersifat abstrak. Kualitas dapat digunakan untuk menilai atau

    menentukan tingkat penyesuaian suatu hal terhadap persyaratan atau

    spesifikasinya. Dapat dikatkan juga bahwa konsep kualitas sering dikaitkan

    dengan masalah layanan yang sesuai dengan harapan dan keinginan

    masyarakat sebagai konsumen. Garvin (Lukman Sampara, 2006: 6)

    berpendapat bahwa kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang

    berhubungan dengan produk, manusia tenga kerja, proses dan tugas, serta

  • 14

    lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau

    konsumen.

    Menurut Fandy Tjiptono (Harbani Pasolong, 2011: 132), kualitas

    adalah 1) kesesuaian dengan persyaratan/tuntutan, 2) kecocokan

    pemakaian, 3) perbaikan atau penyempurnaan berkelanjutan, 4) bebas dari

    kerusakan, 5) pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap

    saat, 6) melakukan secara benar semenjak awal, 7) sesuatu yang bisa

    membahagiakan pelanggan. Kualitas berarti mutu yaitu tingkat baik

    buruknya sesuatu (Uhar Suharsaputra, 2010: 226). Kualitas pelayanan

    publik menurut Ibrahim (2008:22) merupakan suatu kondisi dinamis yang

    berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan dimana

    penilaian kualitasnya ditentukan pada saat terjadinya pemberian pelayanan

    publik tersebut.

    Jadi dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan publik adalah suatu

    kondisi yang dinamis yang berhubungan dengan rangkaian kegiatan dalam

    rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan berdasarkan peraturan yang

    berlaku bagi setiap orang atau masyarakat.

    Gasperz dan Sanapiah (2008: 15) mengungakpkan bahwa indikator

    kualitas pelayanan publik yaitu kepastian waktu pelayanan, akurasi

    pelayanan, kesopanan dan keramahan, tanggung jawab, kelengkapan, dan

    kemudahan mendapatkan pelayanan. Jika pelayanan yang diberikan telah

    memenuhi kriteria tersebut, maka dapat dikatakan kebutuhan telah terpenuhi

    sehingga dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat. Ada terdapat

    lima indikator pelayanan publik menurut Fitsimmons (dalam Sinambela,

    2010:17) sebagai berikut:

  • 15

    1) Reliability (handal) yaitu suatu pelayanan yang baik ditandai dengan

    adanya pemberian pelayanan yang tepat dan benar.

    2) Tangibles (jelas) yang ditandai dengan penyediaan yang memadai

    sumber daya lainnya.

    3) Responsiveness (tanggap) yang ditandai dengan keinginan melayani

    konsumen.

    4) Assurance (kepastian) yang ditandai dengan tingkat kemauan untuk etika

    danmoral dalam memberikan pelayanan.

    5) Empathy (empati) yang ditandai dengan tingkat kemauan untuk

    mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen ditandai dengan peduli

    dan memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.

    Di Indonesia di tetapkan Standar Pelayanan Publik menurut Keputusan

    Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang sekurang-kurangnya

    meliputi: 1) prosedur pelayanan; 2) waktu Penyelesaian, 3) biaya Pelayanan,

    4) produk Pelayanan; 5) sarana dan Prasarana, dan 6) kompetensi petugas

    pelayanan. Pendapat lain dikemukakan oleh Parasuraman, Zeithami dan

    Berry (2008: 178) bahwa terdapat 5 (lima) determinan kualitas pelayanan

    publik yang dapat dirincikan sebagai berikut:

    1) Keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk melaksanakan pelayanan

    yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.

    2) Ketanggapan (responsiveness), yaitu kemampuan untuk membantu

    pelanggan dan memberikan pelayanan dengan cepat.

    3) Keyakinan (confidence), yaitu pengetahuan dan kesopanan pegawai

    serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan

    keyakinan atau“assurance”.

  • 16

    4) Empati (emphaty), yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi

    bagi pelanggan.

    5) Berwujud (tangible), yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan,personel,

    dan media komunikasi.

    Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki syarat

    ataupun standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya

    kepastian bagi penerima pelayanan. Menurut Fandy Tjiptono (2006: 72)

    menyatakn bahwa pelayanan publik yang baik memiliki empat kriteria pokok

    pelayanan yang unggul (service excellence) yakni kecepatan, ketepatan,

    kemudahan, dan kenyamanan. Syarat pelayanan publik yang baik adalah

    yang memenuhi standar pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan

    ukuran yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang

    wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Menurut Keputusan

    Menpan Nomor 63 Tahun 2003, standar pelayanan sekurang-kurangnya

    meliputi: 1) Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima

    pelayanan termasuk pengaduan. 2) Waktu pelayanan yang ditetapkan sejak

    saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan

    termasuk pengaduan. 3) Biaya pelayanan termasuk rinciannya yang

    ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan. 4) Produk pelayanan yang

    akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 5) Sarana dan

    prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.

    6) Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat

    berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang

    dibutuhkan.

  • 17

    Selain peraturan tersebut, terdapat pula peraturan terbaru yang telah

    ditetapkan pemerintah dalam standar pelayanan publik. Peraturan tersebut

    termuat dalam Permenpan nomor 15 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan

    Publik. Prinsip-prinsip pelayanan public yang termuat didalamny meliputi: 1)

    persyaratan; 2) sistem, mekanisme dan prosedur; 3) jangka waktu

    pelayanan, 4) biaya/tarif; 5) produk pelayanan, 6) penanganan pengaduan,

    saran dan masukan. Terdapat dua poin yang berbeda dari Kemenpan nomor

    63 Tahun 2003, yakni mengenai persyaratan dan penanganan pengaduan.

    Selain itu, pelayanan publik yang baik juga harus didasari pada

    beberapa asas dan prinsip. Sinambela (2010: 6) menyebutkan beberapa

    asas pelayanan publik yang baik, yaitu:

    a. Transparansi atau bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses semua

    pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah

    dimengerti.

    b. Akuntabilitas atau dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan

    ketentuan peraturan perundang-undangan.

    c. Kondisional atau sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan

    penerima pelayanan dengan berpegang pada prinsip efisiensi dan

    efektivitas.

    d. Partisipatif atau mendorong peran serta masyarakat dalam

    penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,

    kebutuhan dan harapan masyarakat.

    e. Keamanan hak, dalam artian tidak diskriminatif atau tidak membeda-

    bedakan suku, agama, ras, golongan, gender dan status ekonomi.

  • 18

    f. Keseimbangan hak dan kewajiban antara pemberi dan penerima

    pelayanan publik.

    2. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik

    Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik. Menurut

    Moenir (2010: 23), faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik

    antara lain:

    1) Faktor kesadaran

    Dengan adanya kesadaran pada pegawai atau petugas, diharapkan

    dapat melaksanakan tugas dengan penuh keikhlasan, kesungguhan dan

    disiplin. Kelebihan dan tingkah laku orang lain jika disadari lalu

    dikembangkan dapat menjadi faktor pendorong bagi kemajuan dan

    keberhasilan.

    2) Faktor aturan

    Aturan adalah perangkat penting dalam segala tindakan dan perbuatan

    orang. Makin maju dan majemuk suatu masyarakat makin besar

    peranaaturan dan dapat dikatakan orang tidak dapat hidup layak dan

    tenang tanpa aturan. Oleh karena itu aturan demikian besar dalam hidup

    masyarakat maka dengan sendirinya aturan harus dibuat, dipatuhi, dan

    diawasi sehingga dapat mencapai sasaran sesuai dengan maksudnya.

    3) Faktor organisasi

    Organisasi tidak semata-mata dalam perwujudan susunan organisasi,

    melainkan lebih banyak pada pengaturan dan mekanisme kerjanya yang

    harus mampu menghasilkan pelayanan yang memadai.

  • 19

    4) Faktor pendapatan

    Pendapatan adalah seluruh penerimaan seseorang sebagai imbalan atas

    tenaga, dana, serta pikiran yang telah dicurahkan untuk orang lain atau

    badan/organisasi, baik dalam bentuk uang, maupun fasilitas, dalam

    jangka waktu tertentu. Pada dasarnya pendapatan harus dapat

    memenuhi kebutuhan hidup baik untuk dirinya maupun keluarganya.

    5) Faktor kemampuan dan keterampilan

    Kemampuan yang dimaksud disini adalah keadaan yang ditujukan pada

    sifat atau keadaan seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan

    atas ketentuan-ketentuan yang ada. Istilah yang “kecakapan” selanjutnya

    keterampilan adalah kemampuan melaksanakan tugas atau pekerjaan

    dengan menggunakan anggota badan dan pengetahuan kerja yang

    tersedia. Dengan pengertian ini dapat dijelaskan bahwa keterampilan

    lebih banyak menggunakan unsur anggota badan dari pada unsur lain.

    6) Faktor sarana pelayanan

    Sarana pelayanan yang dimaksud disini adalah segala jenis pelayanan,

    perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama

    atau pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga berfungsi sosial

    dalam rangka kepentingan orang-orang yang sedang berhubungan

    dengan organisasi kerja itu.

    Berdasarkan pendapat di atas menunjukkan bahwa faktor yang

    mempengaruhi kualitas pelayanan publik antara lain faktor kesadaran, faktor

    aturan, faktor organisasi, faktor pendapatan, faktor kemampuan dan

    keterampilan serta faktor sarana pelayanan.

  • 20

    3. Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el)

    Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan

    atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

    Kependudukan pada pasal 1 dijelaskan bahwa KTP-el adalah kartu tanda

    penduduk yang dilengkapi cip yang merupakan identitas resmi penduduk

    sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh instansi pelaksana.Pengertian yang

    sama juga tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 1

    Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun

    2009 tentang Penyelenggaran Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil

    KTP-el adalah kartu tanda penduduk yang dilengkapi cip yang merupakan

    identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh instansi

    pelaksana. Menurut Permendagri Nomor 9 tahun 2011 tentang pedoman

    penerbitan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor induk Kependudukan

    secara nasional dalam pasal 1 ayat (9) menjelaskan tentang KTP berbasis

    NIK secara nasional yang selanjutnya disebut KTP Elektronik adalah KTP

    yang memiliki spesifikasi dan format KTP Nasional dengan sistem

    pengamanan khusus yang berlaku sebagai identitas resmi yang diterbitkan

    oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/ Kota.

    Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa KTP-el

    adalah Kartu Tanda Penduduk yang dibuat secara elektronik yang berfungsi

    secara komputerisasi dan memiliki spesifikasi dan Format KTP Nasional

    yang dilindungi dengan sistem pengamanan khusus sebagai identitas resmi

    penduduk yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

    Kabupaten/Kota.

  • 21

    Ada beberapa fungsi dan manfaat dari penggunaan KTP-el menurut

    Oktaf (2011:2) diantaranya: 1) KTP-el merupakan langkah strategis menuju

    tertib administrasi kependudukan yang mengamanatkan adanya identitas

    tunggal bagi setiap penduduk dan terbangunnya basis data kependudukan

    yang lengkap dan akurat. 2) Mencegah adanya pemalsuan, 3) mencegah

    adanya penggandaan penggunaan KTP, 4) kebutuhan untuk mewujudkan

    keamanan Negara, 5) meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, 6)

    dapat digunakan berbagai kegiatan yang sudah diberlakukan, 7) kartu bukti

    tanda penduduk Indonesia, 8) dapat dipakai sebagai kartu suara dalam

    pemilu, pilkada dan lain-lain, 9) pengidentifikasian untuk memecahkan suatu

    perkara kejahatan yang sulitseperti terorisme, pembobolan bank via ATM,

    pemilikan KTP ganda, dan lain-lain membuat pengembangan teknologi

    identifikasi semakin diperlukan, 10) lebih awet penggunaanya sampai 10

    tahun.

    Kementerian Dalam Negeri Indonesia melalui Direktorat Jendral

    Kependudukan dan Pencatatan Sipil menambahkan manfaat KTP-el bagi

    masyarakat, bangsa dan negara yakni diataranya sebagai berikut.

    1) Untuk mencegah dan menutup peluang adanya KTP ganda dan KTP

    palsu sehingga memberikan rasa aman dan kepastian hukum

    2) Untuk mendukung terwujudnya database kependudukan yang akurat,

    khususnya yang berkaitan dengan data penduduk wajib KTP Yang identik

    dengan data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4), sehingga DPT

    pemilu yang selama ini sering bermasalah tidak akan terjadi.

    3) Dapat mendukung peningkatan keamanan negara sebagai dampak positif

    dari tertutupnya peluang KTP ganda dan KTP palsu, dimana selama ini

  • 22

    para pelaku kriminal termasuk teroris selalu menggunakan KTP ganda

    dan KTP palsu.

    4) KTP-el merupakan KTP Nasional yang sudah memenuhi semua

    ketentuan yang di atur dalam UU No. 23 Tahun 2006 dan Perpres No.26

    Tahun 2009, sehingga berlaku secara nasional dengan demikian

    mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dari lembaga

    pemerintahan dan swasta, karena tidak lagi memerlukan KTP setempat.

    Nurjihan (2016: 297) mengemukakan bahwa fungsi dan manfaat dari

    KTP Elektronik (KTP-el) 1) adanya identitas tunggal bagi setiap penduduk

    dan terbangunnya basis data kependudukan yang lengkap dan akurat. 2)

    Mencegah adanya pemalsuan. 3) Mencegah adanya penggandaan

    penggunaan KTP. 4) Dapat dipakai sebagai kartu suara dalam pemilu,

    pilkada, dan lain-lain. 5) Pengidentifikasian untuk mencegah suatu perkara

    yang sulit seperti terorisme, pembobolan via ATM, pemilikan KTP ganda, dan

    lain-lain membuat pengembangan teknologi identifikasi semakin diperlukan.

    6) Kebutuhan untuk mewujudkan keamanan Negara.

    Adapun ketentuan-ketentuan mengenai KTP-el berdasarkan Undang-

    Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2006 tentang administrasi

    kependudukan adalah sebagai berikut.

    1) Penduduk WNI dan WNA yang memiliki ijin tinggal tetap yang

    telahberumur 17 tahun atau telah kawin/belum kawin wajib memiliki KTP-

    el.

    2) WNA yang memilik status orang tuanya yang memiliki ijin tinggal tetapdan

    sudah berumur 17 tahun wajib memiliki KTP-el.

    3) KTP-el berlaku secara nasional.

  • 23

    4) KTP-el diterbitkan dan ditanda tangani oleh kepala instansi pelaksana.

    5) Penduduk wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku KTP-el kepada

    instansi pelaksana apabila masa berlakunya telah berakhir.

    6) Penduduk hanya dibolehkan memiliki satu KTP-el.

    7) Dalam KTP-el disediakan ruang memuat kode keamanan dan rekaman

    elektronik pencatatan peristiwa penting.

    8) Penduduk yang telah berusia 60 tahun diberi KTP-el yang berlaku seumur

    hidup.

    9) KK/KTP-el diterbitkan paling lambat 14 hari sejak tanggal dipenuhinya

    semua persyaratan.

    10) Keterangan tenang agama bagi penduduk yang agamanya belum diakui

    sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

    atau bagi penghayat kepercayaan tidak di isi, tetapi dilayani dan dicatat

    dalam database kependudukan.

    Undang-Undang tersebut telah mengalami perubahan dan digantikan

    dengan Undang-Undang No. 24 tahun 2013 tentang perubahan Undang-

    Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan diatur

    dalam Perda No. 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah

    Nomor 7 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan pendaftaran penduduk dan

    pencatatan sipil yang selanjutnya dijelaskan dalam pasal 24 mengenai

    ketentuan-ketentuan mengenai pembuatan KTP-el adalah sebagai berikut.

    1) Penduduk WNI dan orang asing yang memiliki izin tinggal dan tetap yang

    telah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin

    wajib memiliki KTP-el.

    2) Dihapus.

  • 24

    3) Masa berlaku KTP-el untuk:

    a) WNI masa berlakunya seumur hidup

    b) orang asing masa berlakunya disesuaikan dengan masa berlaku izin

    tinggal tetap.

    4) KTP-el berlaku secara nasional.

    5) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diperbolehkan

    memiliki 1 (satu) KTP-el.

    6) Orang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan

    perpanjangan masa berlaku atau mengganti KTP-el kepada Instansi

    Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal masa

    berlaku Izin Tinggal Tetap berakhir.

    7) Penduduk wajib membawa KTP-el pada saat bepergian.

    8) KTP-el tidak mencantumkan keterangan alamat, nama, nomor induk

    pegawai, dan tanda tangan pejabat.

    9) KTP-el wajib diperbaharui apabila terjadi perubahan elemen data, rusak,

    dan hilang.

    10) Penerbitan KTP-el bagi WNI yang baru datang dari luar negeri dilakukan

    setelah diterbitkan surat keterangan datang dari luar negeri oleh Kepala

    Instansi Pelaksana.

    Persyaratan penerbitan KTP-el baru terdiri dari surat pengantar RT/RW,

    surat pengantar dari kepala desa/kelurahan, formulir permohonan KTP-el,

    perekaman KTP-el di UPT Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan

    foto copy kartu keluarga terbaru. Persyaratan penerbitan KTP-el karena

    hilang antara lain: surat pengantar RT/RW, surat pengantar dari kepala

    desa/kelurahan, formulir permohonan KTP-el, perekaman KTP-el di UPT

  • 25

    Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan foto copy kartu keluarga

    terbaru. Persyaratan penerbitan KTP-el karena rusak yaitu formulir

    permohonan KTP-el dan menyerahkan KTP-el yang rusak. Persyaratan

    penerbitan KTP-el karena mutasi pendudukan antara lain: surat pengantar

    RT/RW, surat pengantar dari kepala desa/kelurahan yang dituju, formulir

    permohonan KTP-el, perekaman KTP-el bagi yang belum melakukan

    perekaman di UPT Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, menyerahkan

    KTP-el dari daerah asal dan dan foto copy surat keterangan pindah datang

    (dilegalisir). Persyaratan penerbitan KTP-el karena pindah datang dari luar

    negeri antara lain formulir permohonan KTP-el, KTP-el lama dan foto copy

    surat keterangan datang dari luar negeri yang dikeluarkan dari instansi

    pelaksana.

    Penerbitan KTP-el karena Perubahan Elemen Data (Mengacu

    Permendagri 74 Tahun 2015 Tentang Perubahan Elemen Data Penduduk di

    KTP-el) antara lain surat pengantar RT/RW, surat pengantar dari kepala

    desa/kelurahan yang dituju, formulir permohonan KTP-el, foto copy kartu

    keluarga terbaru hasil perubahan elemen data dan menyerahkan KTP-el

    lama atau surat keterangan kehilangan dari Desa/Kelurahan dan pernyataan

    penyebab kehilangannya. Penerbitan KTP-el untuk Pemegang Surat

    Keterangan Telah Perekaman KTP-el yaitu tidak ada perubahan elemen data

    dalam surat keterangan; formulir permohonan KTP-el (F.KTP-el.2); dan surat

    Keterangan sudah Perekaman KTP-el asli. Namun kebijakan terbaru

    menyebutkan bahwa untuk prosedur pembuatan KTP-el, pemohon dapat

    langsung mendaftar di kecamatan masing-masing untuk mengisi blangko

    form F101 dengan fotocopy Kartu Keluarga (KK). Kemudian pemohon dapat

  • 26

    melakukan perekaman KTP-el. Perekaman KTP-el di kecamatan dimulai

    tahun 2011. Selanjutnya apabila KTP-el hilang pemohon membawa surat

    keterangan kehilangan dari Polsek.

    4. Penyandang Disabilitas

    Istilah penyandang disabilitas atau orang-orang yang memiliki

    perbedaan kemampuan seringkali dikenal dengan istilah “difable” (diferrently

    abled people) atau sekarang ini lebih dikenal dengan istilah “disabilitas”

    dimana masalah yang terkait dengan disabilitas masih jarang mendapatkan

    perhatian dari pemerintah maupun masyarakat di Indonesia. Terminologi lain

    yang digunakan untuk menyebut “difable” ini antara lain adalah “penyandang

    cacat”, “orang berkelainan”, atau “orang tidak normal”. Istilah tersebut

    sebenarnya tidak “bebas nilai”, artinya ada pemahaman nilai tertentu yang

    “melabelkan” dan mendominasi kelompok masyarakat lain (Rahayu

    Repindowaty Harahap dan Bustanuddin, Jurnal Inovatif, 2015: 18).

    Disabilitas merupakan istilah yang digunakan untuk penyandang cacat

    fisik atau masyarakat dengan kebutuhan khusus. Undang-Undang Nomor 19

    Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas

    menyebutkan bahwa penyandang disabilitas yaitu orang yang memiliki

    keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama

    yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat

    menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif

    berdasarkan kesamaan hak.

    Pengertian ini sama dengan pengertian yang tercantum dalam Pasal 1

    ayat (1) Undang-Undang Penyandang Cacat sebagai berikut: setiap orang

    yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu

  • 27

    atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan

    secara selayaknya, yang terdiri dari: penyandang cacat fisik, penyandang

    cacat mental,dan penyandang cacat fisik dan mental.

    Dalam Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang

    Disabilitas dijelaskan pada pasal 1 bahwa penyandang disabilitas adalah

    setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau

    sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan

    lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi

    secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan

    kesamaan hak. Dijelaskan lebih lanjut pada pasal 22 bahwa penyandang

    disabilitas memiliki hak pendataan meliputi 1) hak didata sebagai penduduk

    dengan disabilitas dalam kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan

    sipil; 2) mendapatkan dokumen kependudukan; dan 3) mendapatkan kartu

    penyandang disabilitas.

    WHO (dalam Coleridge Peter, 2007: 132) mengemukakan definisi

    disabilitas yang berbasis pada model sosial sebagai berikut.

    1) Kerusakan atau kelemahan (Impairment) yaitu ketidaklengkapan atau

    ketidaknormalan yang disertai akibatnya terhadap fungsi tertentu.

    Misalnya kelumpuhan di bagian bawah tubuh disertai ketidakmampuan

    untuk berjalan dengan kedua kaki.

    2) Cacat/ketidakmampuan (Disability/handicap) adalah kerugian

    /keterbatasan dalam aktivitas tertentu sebagai akibat faktor-faktor sosial

    yang hanya sedikit atau sama sekali tidak memperhitungkan orang-orang

    yang menyandang “kerusakan/kelemahan” tertentu dan karenanya

    mengeluarkan orang-orang itu dari arus aktivitas sosial

  • 28

    Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

    penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan

    fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang

    dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan

    kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara

    lainnya berdasarkan kesamaan hak.

    Terdapat beberapa jenis penyandang disabilitas. Dalam Undang-

    Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat pada pasal 1 ayat

    1 dikemukakan bahwa penyandang cacat dibagi menjadi penyandang cacat

    mental, penyandang cacat fisik dan penyandang cacat mental dan fisik.

    Menurut Nur Kholis Reefani (2013: 17) pengelompokkan penyandang

    disabilitas adalah sebagai berikut.

    1) Disabilitas mental terdiri dari 3 yaitu a) mental tinggi, sering dikenal

    dengan orang berbakat intektual dimana memiliki kemampuan intelektual

    di atas rata-rata dan memiliki kreativitas dan tanggungjawab terhadap

    tugas, b) mental rendah, kemampuan mental rendah atau kapasitas

    intelektual/IQ (Intelligence Quotient) di bawah rata-rata, c) berkesulitan

    belajar spesifik. Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar.

    2) Disabilitas fisik, kelainan ini bermacam-macam yakni: a) kelainan tubuh

    (tuna daksa) yaitu individu yang memiliki gangguan gerak yang

    disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang

    bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh),

    polio dan lumpuh. b) Kelainan indera penglihatan (tuna netra), c) kelainan

    pendengaran (tuna rungu), dan kelainan bicara (tuna wicara).

  • 29

    3) Disabilitas ganda (tuna ganda) yakni penderita cacat lebih dari satu

    kecacatan baik cacat fisik dan mental.

    Adapun jenis disabilitas berdasarkan pada faktor penyebabnya (Sapto

    Nugroho & Risnawati Utami, 2008: 114).

    1) Cacat didapat (Acquired), penyebabnya bisa karena kecelakaan lalu

    lintas, perang/konflik bersenjata atau akibat penyakit-penyakit kronis.

    2) Cacat bawaan/sejak lahir (Congentinal), penyembabanya antara lain

    karena kelainan pembentukan organ-organ (organogenesis) pada masa

    kehamilan karena serangan virus, giziburuk, pemakaian obat-obatan tak

    terkontrol atau karena penyakit menular.

    Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis

    penyandang disabilitas terdiri dari 3 macam yaitu disabilitas mental,

    disabilitas fisik dan disabilitas ganda.

    G. Metode Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

    kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang prosedur pemecahan

    masalah diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek

    ataupun objek peneliti pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang

    tampak atau sebagaimana adanya yang meliputi interpretasi data dan

    analisis data (Nawawi Hadari, 2010: 63). Pendekatan kualitatif untuk

    menganalisis kualitas pelayanan pembuatan KTP-el kepada penyandang

    disabilitas di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman serta untuk

    mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pelayanan

  • 30

    pembuatan KTP-el kepada penyandang disabilitas di Kecamatan Minggir

    Kabupaten Sleman.

    2. Unit Analisis

    a. Objek Penelitian

    Objek penelitian adalah informasi yang didapatkan dari subjek

    peneliti. Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian antara lain:

    1) Kualitas pelayanan pembuatan KTP-el kepada penyandang

    disabilitas di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman.

    2) Faktor pendukung dan dan penghambat dalam pelayanan

    pembuatan KTP-el kepada penyandang disabilitas di Kecamatan

    Minggir Kabupaten Sleman.

    b. Subjek penelitian

    Subjek penelitian adalah orang yang akan diperoleh datanya untuk

    penelitian. Selain peneliti dalam penelitian ini subjek peneliti juga

    merupakan narasumber dan informan. Dalam penelitian ini, penentuan

    subjek penelitian dengan menggunakan teknik purposive. Teknik purposive

    adalah penentuan sumber data dengan pertimbangan dan tujuan tertentu

    (Sugiyono, 2012: 299). Adapun subjek penelitian yang akan diambil

    sebagai sampel, meliputi:

    1) Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten

    Sleman atau mewakili yang memiliki pengetahuan berkaitan

    kependudukan dan pencatatan sipil termasuk pelayanan KTP-el di

    Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman.

    2) Petugas bidang pendaftaran penduduk Dinas Kependudukan dan

    Pencatatan Sipil Kabupaten Sleman yang bertugas menangani

  • 31

    pelayanan pendaftaran penduduk dalam hal ini KTP-el sebanyak 1

    orang.

    3) Camat dan petugas Seksi Pelayanan Umum Kecamatan Minggir.

    4) Masyarakat penyandang disabilitas di Kecamatan Minggir

    Kabupaten Sleman sebanyak 5 orang yang dipilih berdasarkan jenis

    disabilitas yang telah mendapatkan pelayanan jemput bola, yaitu:

    a) Sendangagung 1 orang dengan jenis disabilitas tuna netra.

    b) Sendangmulyo 2 orang dengan jenis disabilitas tuna daksa dan

    tuna ganda (cacat mental dan cacat tubuh).

    c) Sendangrejo 1 orang dengan jenis disabilitas tuna grahita.

    d) Sendangsari 1 orang dengan jenis disabilitas tuna grahita.

    Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui jumlah informan

    dalam penelitian ini sebanyak 9 orang.

    c. Lokasi penelitian

    Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Minggir Kabupaten

    Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

    d. Waktu Penelitian

    Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2017 sampai

    dengan bulan Februari 2018. Waktu dalam pelaksanaan penelitian ini

    bersifat fleksibel mengikuti situasi dan kondisi dari subjek penelitian agar

    penelitian dapat berjalan dengan efektif dan mendukung keakuratan data.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

  • 32

    a. Wawancara

    Menurut Esterberg dalam (Sugiyono, 2012: 73) mengemukakan

    beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semi

    terstruktur, dan tidak terstruktur. Dalam pelaksanaan pengumpulan data

    di lapangan, peneliti menggunakan wawancara jenis semi terstruktur.

    Hal ini dikarenakan jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori

    in-dept interview, di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila

    dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Wawancara ini bertujuan

    untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak

    peneliti dapat menambah pertanyaan di luar pedoman wawancara untuk

    mengungkap pendapat dan ide dari responden. Sebelum mengumpulkan

    data di lapangan dengan metode wawancara, peneliti menyusun daftar

    pertanyaan sebagai pedoman di lapangan agar proses wawancara tetap

    fokus dan tidak keluar dari konteks yang menjadi tujuan utama peneliti.

    Wawancara yang dilakukan bersifat terbuka dan fleksibel, sementara

    pedoman wawancara hanya digunakan sebagai acuan.

    b. Observasi

    Peneliti mengamati, mencatat temuan yang menyangkut dengan

    penelitiannya dan menganalisis. Peneliti mengamati beberapa aspek

    diantaranya proses pembuatan KTP-el, dan pelayanan yang dilakukan

    pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam pembuatan

    KTP-el. Peneliti menggunakan observasi nonpartisipan karena peneliti

    tidak terlibat hanya sebagai pengamat. Sebelum melakukan observasi,

    peneliti membuat pedoman observasi sebagai acuan agar proses

    observasi tetap fokus dan tidak keluar dari konteks yang menjadi tujuan

  • 33

    utama peneliti. Lembar observasi merupakan lembar pengamatan yang

    harus diisi oleh observer. Lembar observasi berupa lembar untuk

    mencatat semua aktivitas pelayanan pembuatan KTP-el kepada

    penyandang disabilitas di Kecamatan Minggir.

    c. Dokumentasi

    Menurut Sugiyono (2012: 82) dokumentasi merupakan catatan

    peristiwa yang sudah berlalu. Teknik dokumentasi digunakan untuk

    memperkuat data yang diperoleh dalam wawancara dan observasi.

    Menurut Sugiyono (2012: 82) studi dokumen merupakan pelengkap dari

    penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian

    kualitatif. Dengan studi dokumentasi ini peneliti mendapatkan suatu

    penjelasan yang akurat dari hasil observasi dan wawancara yang telah

    dilaksanakan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan masalah,

    tujuan, fungsi, dan lain sebagainya.

    4. Analisis Data

    Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis induktif, yakni

    cara analisis dari contoh-contoh kongkrit dan fakta-fakta diuraikan terlebih

    dahulu, baru kemudian dirumuskan menjadi suatu kesimpulan atau

    generalisasi. Pada metode induktif, data dikaji melalui proses yang

    berlangsung dari fakta. Model analisis yang digunakan model interaktif

    sebagaimana diajukan oleh Miles dan Huberman (dalam Sugiyono: 2015:91)

    yaitu sebagai berikut:

    a. Pengumpulan Data (Data Collection)

    Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan

    dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua aspek,

  • 34

    yaitu deskripsi dan refleksi. Catatan deskripsi merupakan data alami yang

    berisi tentang apa yang dilihat, didengar, dirasakan, disaksikan dan

    dialami sendiri oleh peneliti tanpa adanya pendapat dan penafsiran dari

    peneliti tentang fenomena yang dijumpai. Catatan refleksi yaitu catatan

    yang memuat kesan, komentar dan tafsiran peneliti tentang temuan yang

    dijumpai dan merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap

    berikutnya. Untuk mendapatkan catatan ini, maka peneliti melakukan

    wawancara beberapa informan, observasi dan mengumpulkan

    dokumentasi berkaitan dengan kualitas pelayanan pembuatan KTP-el

    kepada penyandang disabilitas di Kecamatan Minggir.

    b. Reduksi Data (Data Reduction)

    Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan,

    penyederhanaan dan abstraksi. Cara mereduksi data adalah dengan

    melakukan seleksi, membuat ringkasan atau uraian singkat, menggolong-

    golongkan ke dalam pola-pola dengan membuat transkip penelitian untuk

    mempertegas, memperpendek membuat fokus, membuang bagian yang

    tidak penting dan mengatur agar dapat ditarik kesimpulan.

    c. Penyajian Data (Data Display)

    Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun sehingga

    memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan

    tindakan.Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam

    bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya.

    Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami

    apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang

    telah dipahami tersebut. Hasil dari reduksi data disajikan dalam laporan

  • 35

    secara sistematis yang mudah dibaca atau mudah dipahami baik secara

    keseluruhan maupun bagian-bagian, dapat berupa uraian singkat, naratif,

    bagan, hubungan antar kategori, ataupun flowchart.

    d. Penarikan Kesimpulan (Conclusions/Verifying)

    Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau memahami

    makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat atau

    proposisi. Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasi dengan cara melihat

    dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar

    memperoleh pemahaman yang lebih tepat, selain itu juga dapat dilakukan

    dengan mendiskusikan. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh

    dan penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas sehingga

    kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh.

    Dalam penelitian ini untuk menguji keabsahan data, peneliti

    menggunakan uji kredibilitas. Menurut Mile & Huberman dalam Sugiyono

    (2012: 125). Uji kredibilitas dilakukan dengan menggunakan teknik

    triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai

    pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan

    berbagai waktu. Peneliti menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi

    teknik untuk mengecek data dari para informan.

    a. Triangulasi Sumber

    Triangulasi sumber digunakan untuk menguji kredibilitas data yang

    dilakukan dnegan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui

    beberapa sumber.Data dari beberapa sumber tersebut dideskripsikan,

    dikategorikan, mana pandangan yang sama dan mana yang berbeda.

    Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu

  • 36

    kesimpulan. Dalam penelitian ini, teknik triangulasi sumber dilakukan

    dengan membandingkan hasil wawancara subyek penelitian dengan

    skema gambar sebagai berikut.

    Gambar I. 1. Triangulasi Sumber

    b. Triangulasi Teknik

    Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan

    cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang

    berbeda. Dalam penelitian ini, triangulasi teknik dilakukan dengan

    membandingkan hasil wawancara, obsrvasi dan dokumentasi dengan

    skema gambar sebagai berikut:

    Gambar I. 2. Triangulasi Teknik

    Wawancara

    mendalam

    (In-depth Interview)

    Sumber Data 1 (Kepala Dinas Kependudukan

    dan Pencatatan Sipil)

    Sumber Data 2 (petugas Bidang Pendaftaran

    Penduduk)

    Sumber Data 3 (Masyarakat penyandang

    disabilitas)

    Wawancara (Interview)

    Dokumentasi

    Observasi

    Sumber Data

    (Kepala Dinas

    Kependudukan dan

    Pencatatan Sipil,

    petugas dan masyarakat

    penyandang disabilitas)

  • 37

    37

    BAB II

    GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

    A. Deskripsi Kecamatan Minggir

    1. Kondisi Geografis

    Minggir merupakan nama salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten

    Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan Minggir secara

    geografis berbatasan dengan wilayah sebagai berikut :

    a. Sebelah Utara : Kecamatan Tempel

    b. Sebelah Selatan : Kecamatan Moyudan

    c. Sebelah Timur : Kecamatan Godean dan Kecamatan Sayegan

    d. Sebelah Barat : Kabupaten Kulonprogo

    Kecamatan Minggir berada di dataran rendah. Ibukota Kecamatannya

    berada pada ketinggian 165 meter diatas permukaan laut. Kecamatan

    Minggir beriklim seperti layaknya daerah dataran rendah di daerah tropis.

    Suhu tertinggi yang tercatat di Kecamatan Mingir adalah 29ºC dengan

    suhu terendah 23ºC. Bentangan wilayah di Kecamatan Minggir berupa

    tanah yang datar dan berombak (Monografi Kecamatan Minggir, 2017).

    Kecamatan Minggir berada di sebelah Barat dari Ibukota Kabupaten

    Sleman. Jarak Ibukota Kecamatan ke Pusat Pemerintahan (Ibukota)

    Kabupaten Sleman adalah 17 Km, dan jarak desa terjauh di Kecamatan

    Minggir adalah 5 Km. Kecamatan Minggir mempunyai luas wilayah 31.605

    Ha, dengan peruntukan sebagai berikut:

  • 38

    Tabel II.1 Luas dan Peruntukan Tanah

    No Peruntukan Lahan Frekuensi (Ha) Persentase (%)

    1. Tanah Sawah 14,605 46,21

    2. Tanah Kering 16,608 52,55

    3. Tanah Basah 27 0,09

    4. Tanah Keperluan Fasilitas Umum

    35 0,11

    5. Lain-lain 330 1,04

    Jumlah 31,605 100,00

    Sumber: Monografi Kecamatan Minggir, 2017

    Berdasarkan tabel II.1 diketahui bahwa wilayah Kecamatan Minggir

    sebagian besar lahan diperuntukan sebagai tanah kering yakni berupa

    pekarangan/bangunan/tegal/lading yang mencapai 52,55%, sisanya

    diperuntukan sebagai tanah sawah, tanah basah, tanah keperluan fasilitas

    umum, dan lain-lain.

    Tabel II.2 Jenis Pemukiman/ Perumahan

    No Jenis Pemukiman Frekuensi (Buah) Persentase (%)

    1. Rumah Permanen 211 64,53

    2. Rumah Semi Permanen 91 27,82

    3. Rumah Bambu 25 7,65

    Jumlah 327 100,00

    Sumber: Monografi Kecamatan Minggir, 2017

    Berdasarkan tabel II.2 diketahui bahwa wilayah Kecamatan Minggir

    sebagian besar pemukiman/perumahannya berjenis rumah permanen

    yang mencapai 64,53% dan sisanya adalah rumah semi permanen

    dengan jumlah 24,82% dan rumah bambu dengan jumlah 7,65%.

    2. Kondisi Demografis

    Sebagaikawasan yang terletak diujung timur dari wilayah Kabupaten

    Sleman Kecamatan Minggir dihuni oleh 11.400 KK. Jumlah keseluruhan

    penduduk Kecamatan Minggir adalah 35.501 orang dengan jumlah

    penduduk laki-laki 17.541 orang (49,41 %) dan penduduk perempuan

  • 39

    17.960 orang (50,59 %) dengan kepadatan penduduk mencapai 0

    jiwa/km2, dengan penyebaran penduduk merata (Monografi Kecamatan

    Minggir, 2017).

    a. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

    Tabel II.3 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

    No Kelompok Jenis Mata Pencarian Frekuensi (Jiwa) Persentase (%)

    1. Petani 5.942 37,30

    2. Pengusaha 117 0,73

    3. Pengrajin/Industri Kecil 802 5,03

    4. Buruh Industri 370 2,32

    5. Buruh Bangunan 68 0,43

    6. Buruh Pertambangan 87 0,55

    7. Pedagang 1.159 7,27

    8. Pengangkutan 49 0,31

    9. PNS 1.097 6,89

    10. ABRI 609 3,82

    11. Pensiunan (PNS/ABRI) 392 2,46

    12. Peternak 4.744 29,78

    13. Lain-lain 496 3,11

    Jumlah 15.932 100,00

    Sumber: Monografi Kecamatan Minggir, 2017

    Berdasarkan tabel II.3 dapat diketahui mata pencarian penduduk

    Kecamatan Minggir yaitu mayoritas sebagai petani, dengan jumlah

    37,30% atau 5.942 jiwa.

    b. Pemeluk Agama

    Tabel II.4 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok

    Pemeluk Agama

    No Kelompok Jenis Agama Frekuensi (Jiwa) Persentase (%)

    1. Islam 27.249 76,76

    2. Kristen 851 2,40

    3. Katholik 7.389 20,81

    4. Hindu 9 0,03

    5. Budha 3 0,01

    33 Jumlah 35.501 100,00

    Sumber: Monografi Kecamatan Minggir, 2017

  • 40

    Berdasarkan tabel II.4 dapat diketahui bahwa Kecamatan Minggir

    sebagian besar penduduknya memeluk Agama Islam sebesar 76,76%

    atau 27.249 jiwa.

    c. Mobilitas/Mutasi

    Tabel II.5 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Jenis Mobilitas/Mutasi

    No Kelompok Jenis Mobilitas/Mutasi Frekuensi(Jiwa)

    1. Pindah 203

    2. Datang 161

    3. Lahir 19

    4. Mati 157

    Sumber: Monografi Kecamatan Minggir, 2017

    Dari tabel II.5 dapat diketahui besaran angka kelahiran, kematian

    dan mutasi penduduk. Berikut merupakan perhitungan angka kelahiran

    kasar dan angka kematian kasar penduduk di Kecamatan Minggir.

    Rumus (L + D) – (M + P) = (19+161) – (157+203)

    = 180 - 360

    = -180

    Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa

    pertambahan penduduk di Kecamatan Minggir adalah sangat rendah.

    d. Data Penduduk yang Wajib Memiliki KTP-el

    Data penduduk yang wajib memiliki KTP-el di Kecamatan Minggir

    dapat dilihat dari tabel berikut:

    Tabel II.6 Data Penduduk yang Wajib Memiliki KTP

    No Desa Laki-laki Perempuan Jumlah

    1 Sendangarum 1.441 1.577 3.018

    2 Sendangmulyo 2.668 2.917 5.585

    3 Sendangagung 3.016 3.219 6.235

    4 Sendangsari 2.145 2.464 4.609

    5 Sendangrejo 3.090 3.330 6.420

    TOTAL 12.360 13.507 25.867

    Sumber: Laporan Penduduk Kecamatan Minggir September 2017

  • 41

    Jumlah penduduk yang wajik memiliki KTP-el di Kecamatan

    Minggir sebanyak 26.867 penduduk, terdiri dari 12.360 penduduk laki-

    laki dan 13.507 penduduk perempuan. Sedangkan jumlah penduduk

    yang telah memiliki KTP-el di Kecamatan Minggir dapat dilihat dari tabel

    berikut :

    Tabel II.7 Jumlah Penduduk yang Telah Memiliki KTP-el

    No Desa Laki-laki Perempuan Jumlah

    1 Sendangarum 1.441 1.577 3.018

    2 Sendangmulyo 2.692 2.885 5.577

    3 Sendangagung 3.027 3.120 6.147

    4 Sendangsari 2.160 2.269 4.429

    5 Sendangrejo 3.003 3.270 6.273

    TOTAL 12.323 13.121 25.444

    Sumber: Laporan Penduduk Kecamatan Minggir September 2017

    Di Kecamatan Minggir terdapat 25.444 yang telah memiliki KTP-

    el, terdiri dari 12.323 penduduk laki-laki dan 13.121 penduduk

    perempuan yang tersebar di 5 (lima) desa di wilayah kecamatan Minggir

    seperti tertera dalam tabel di atas.

    e. Data Penduduk Penyangdang Disabilitas

    Data penduduk penyandang disabilitas di Kecamatan Minggir

    dapat dilihat pada tabel berikut.

    Tabel II.8 Jumlah Penduduk Peyandang Disabilitas

    No Desa Laki-laki Perempuan Jumlah

    1 Sendangarum 40 33 73

    2 Sendangmulyo 38 29 67

    3 Send