ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SEDANG … · RINGKASAN AMI RISTANTO. Analisis Kualitas...
Transcript of ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SEDANG … · RINGKASAN AMI RISTANTO. Analisis Kualitas...
ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
KOTA SEDANG DAN KECIL DI KALIMANTAN
AMI RISTANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Nopember 2013
Ami Ristanto
NIM A156110174
RINGKASAN
AMI RISTANTO. Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan. Dibimbing oleh SANTUN R.P.SITORUS dan KUKUH
MURTILAKSONO.
Wilayah Kalimantan berdasarkan sensus tahun 2010 memiliki penduduk sebanyak 13 787 831 jiwa, 42.06 % atau 5 799 291 penduduk tersebut mendiami
wilayah perkotaan dan terus tumbuh dari tahun ke tahun. Pertumbuhan penduduk kawasan perkotaan terjadi akibat adanya kelahiran, urbanisasi dari kawasan
perdesaan, maupun masuknya penduduk yang berasal dari daerah lain. Pada satu
sisi kondisi ini memberikan dampak positif dalam hal ketersediaan sumberdaya manusia, pada sisi lain timbul dampak negatif pada lingkungan berupa
pencemaran dan makin intensifnya pemanfaatan lahan kawasan perkotaan. Dalam menghindari dampak negatif yang terjadi pada lingkungan dan untuk menjaga
keberlanjutan suatu kota, perlu dilakukan upaya - upaya pengelolaan lingkungan yang baik dan didasari atas studi yang tepat dan akurat.
Berdasarkan klasifikasi kota menurut jumlah penduduk, Kalimantan
memiliki 52 kota yang terdiri dari 5 (lima) kota besar, 4 (empat) kota sedang dan
43 (empat puluh tiga) kota kecil. Hingga saat ini terjadi kecenderungan studi
pengelolaan lingkungan perkotaan di Kalimantan lebih terfokus pada kota - kota
besar, namun hal serupa belum banyak dilakukan pada kota - kota sedang dan kecil, sehingga informasi kondisi lingkungan kota - kota sukar untuk didapatkan.
Oleh sebab itu dalam penelitian ini dipilih kota - kota kategori sedang dan kecil menjadi obyek pengamatan. Tujuan penelitian adalah : (1) menganalisis dan
mengelompokkan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kesamaan karakteristik kualitas lingkungan hidup, (2) menganalisis faktor - faktor
yang berpengaruh pada indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan, (3) menganalisis hubungan alokasi anggaran sektor lingkungan hidup
dan sektor kebersihan dengan indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan, (4) menganalisis hubungan kepadatan penduduk dengan
indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan dan
(5) menyusun arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan
kecil di Kalimantan.
Penelitian dilaksanakan selama 14 bulan pada periode Juni 2012 hingga
Juli 2013. Wilayah penelitian mencakup regional Kalimantan yang terdiri dari 47 kota dengan ukuran sedang dan kecil di 4 (empat) wilayah provinsi. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : (1) Analisis gerombol, (2) Analisis komponen utama dan (3) Analisis panel data.
Berdasarkan analisis gerombol didapatkan pengelompokan kota sedang
dan kecil di Kalimantan : 6 (enam) atau 12.77 % kota sedang dan kecil di
Kalimantan termasuk kluster kategori “sangat baik”, 7 (tujuh) atau 14.89 % kota termasuk termasuk kluster kategori “baik”, 19 (sembilan belas) atau 40.43 % kota
berada termasuk kluster kategori “cukup”, 11 (sebelas) atau 23.40 % kota termasuk kluster kategori “buruk” dan 4 (empat) atau 8.51 % kota termasuk
kluster kategori “sangat buruk”. Analisis gerombol juga menunjukkan terjadinya
kecenderungan kota - kota di Provinsi Kalimantan Tengah termasuk dalam
kategori “buruk”.
Berdasarkan analisis komponen utama diketahui bahwa indikator - indikator kualitas lingkungan kawasan - kawasan publik dan kawasan yang
berkaitan dengan pelayanan masyarakat seperti taman kota, pasar dan TPA memiliki bobot lebih besar dibandingkan kawasan privat seperti permukiman
dalam penentuan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa upaya - upaya peningkatan kualitas lingkungan pada
kawasan - kawasan publik memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan
dengan kawasan privat pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota.
Berdasarkan analisis panel data diketahui bahwa alokasi APBD sektor kebersihan memiliki hubungan nyata positif dengan nilai indeks kualitas
lingkungan hidup kota. Kota - kota dengan alokasi APBD sektor kebersihan tinggi cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang lebih tinggi.
Sebaliknya kota - kota dengan alokasi APBD sektor kebersihan lebih rendah, cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang rendah. Namun
demikian, dalam analisis panel data alokasi APBD sektor lingkungan diketahui memiliki hubungan tidak nyata positif dengan nilai indeks kualitas lingkungan
hidup kota. Selain itu, kepadatan penduduk wilayah perkotaan memiliki hubungan
nyata negatif dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Kota - kota
dengan kepadatan penduduk tinggi cenderung memiliki nilai indeks kualitas
lingkungan hidup yang lebih rendah. Sebaliknya, kota - kota dengan kepadatan
penduduk lebih rendah, cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan
hidup yang lebih tinggi.
Dengan pendekatan konsep kota ramah lingkungan, disusun arahan bagi kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan meliputi : (1) peningkatan alokasi
anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan pada hulu pengelolaan sampah untuk pemenuhan kebutuhan jumlah dan kapasitas TPS serta armada angkut sampah
agar sampah kawasan permukiman, taman kota dan pasar terkelola dengan baik,
(2) peningkatan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan sampah dan pengendalian
pencemaran di TPA, serta (3) peningkatan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan
RTH pada area tidak terbangun kawasan permukiman, pasar, taman kota serta
zona non aktif TPA.
Kata Kunci : alokasi anggaran, kepadatan penduduk, kualitas lingkungan kota,
ruang terbuka hijau, sampah
SUMMARY
AMI RISTANTO. An Analysis of Environmental Quality of Medium and Small Cities in Kalimantan. Supervised by SANTUN R.P.SITORUS and KUKUH
MURTILAKSONO.
Based on the 2010 census, Kalimantan region inhibited by 13 787 831
people where 5 799 291 people or 42.06 % among them live in urban areas. The
population growth occurred because of the rising birth rate, urbanization from
rural areas, as well as immigrant that coming from other areas. On one side, this
condition contributes positively to abundant availability of human resources. On
the other hand, this condition causes problems or negative impacts on the
environment such as pollution and more intense use of urban land. Through good urban environment management, these negative impacts can be reduced. This
study conducted in order to achieve a sustainable city through good environmental management. This study conducted in order to achieve a sustainable city through
good environmental management.
Based on population classifications, Kalimantan region consist of 52
cities. These cities divided into 5 big cities, 4 medium cities and 43 small cities.
Until now, there was a tendency of urban environmental management research
more focused on big cities and very limited similar researches have done in
medium and small cities. As the result, information about environment
management in medium and small cities is generally difficult to obtain. Therefore, in these researches medium and small cities were chosen to be the object of the
research. The objectives of this research are : (1) analyzing and grouping medium and small cities in Kalimantan based on common characteristics of the
environment, (2) analyzing factors that affect the medium and small cities environmental quality index in Kalimantan, (3) analyzing relationship between
environmental budget allocations, solid waste management budget allocation and city environmental quality index, (4) analyzing relationship between population
density and city environmental quality index and (5) developing direction in
improving environmental quality for medium and small cities.
The research was conducted over 14 months in the period of June 2012 to July 2013. Research area covers 47 cities in Kalimantan, which consist of 4
medium cities and 43 small cities. Analysis of the data used in this study including: (1) Cluster analysis, (2) Principal component analysis and (3) Panel
data analysis.
Cluster analysis was used to group cities based on common characteristics
related to environmental management. The analysis obtained 6 or 12.77 % of the
cities belongs to best category, 7 or 14.89 % of the cities belongs to good
category, 19 or 40.43 % of the cities belongs to sufficient category, 11 or 23.40 %
of the cities belongs to bad category while the rest 4 or 8.51 % are belongs to the
worst category.
Principal component analysis showed that management of public area such
as city park and traditional market has greatest impact on city environment quality
index. While management of private area such as citizen settlements has less
positive impact on city environment quality index.
Panel analysis was used to get correlation between environmental management budget allocation, solid waste management budget allocation, urban
area population density and environmental quality index of the cities. As the result environmental management budget allocation and solid waste management budget
allocation have positive correlation with city environmental quality index. The
analysis also shows that urban area population density has negative correlation
with environmental quality index of the city.
In order to improve the environmental quality index of medium and small
cities in Kalimantan with green city concept, three directions were proposed includes : (1) increasing solid waste management budget to comply temporary
solid waste storage and solid waste transportation vehicle needed, (2) increasing landfill management budget to control solid waste management and to avoid soil
and ground water from leachate contamination and (3) increasing green open space management budged to improve environmental quality of residential,
market and city park areas.
Keywords : budget allocations, green open space, population density, solid
waste, urban environment quality
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB.
ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
KOTA SEDANG DAN KECIL DI KALIMANTAN
AMI RISTANTO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Judul Tesis : Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di
Kalimantan
Nama : Ami Ristanto
NIM : A156110174
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus
Ketua
Prof. Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah
Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian : 26 Juli 2013 Tanggal Lulus :
Judul Tesis Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan
Nama Ami Ristanto NIM A156110174
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus Prof. Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS Ketua Anggota
Diketahui oleh
Ketua program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus
TanggaJ Ujian : 26 Juli 2013 Tanggal Lulus: 'I.. 2 NO YLu13
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat - Nya karya ilmiah ini
dapat terselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan selama 14
bulan pada periode Juni 2012 hingga Juli 2013 ini ialah Analisis Kualitas
Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan.
Tahapan - tahapan penelitian tersebut tidak lepas bantuan dari dosen -
dosen, staf manajemen, rekan - rekan mahasiswa serta pihak - pihak lain yang
turut membantu terselesaikannya penelitian ini. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada :
1 Bapak Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus selaku ketua komisi pembimbing dan
ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas arahan dan bimbingan
yang diberikan dari tahap awal sampai penyelesaian tesis ini.
2 Bapak Prof. Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS selaku anggota komisi
pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penelitian
sampai penyelesaian tesis ini.
3 Bapak Didit Okta Pribadi, ST, MSi selaku mantan anggota komisi
pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan pada awal kegiatan
penelitian.
4 Dr Ir Baba Barus, MSc, Ibu Dr Dra Khursatul Munibah, MSc, seluruh staf
pengajar dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.
5 Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan
beasiswa yang diberikan kepada penulis.
6 Ir Tuti Hendrawati Mintarsih, MPPPM, Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion
Kalimantan yang telah memberikan izin pada penulis melanjutkan pendidikan
pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.
7 Rekan - rekan mahasiswa Ilmu Perencanaan Wilayah program Bappenas dan
Reguler atas dukungan dan kerjasamanya selama ini,
Terima kasih yang istimewa disampaikan pada Ibu, Ayah dan Kakak
tercinta atas doa, kasih sayang, dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para
pembaca yang membutuhkan.
Bogor, Nopember 2013
Ami Ristanto
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN vii
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 6
1.4 Manfaat Penelitian 6
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kualitas Lingkungan Hidup 7
2.2 Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup 9
2.3 Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan 11 2.4 Berbagai Aspek dalam Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup
Perkotaan 13 2.5 Hubungan Alokasi Anggaran Terhadap Kualitas Lingkungan Hidup
Perkotaan 18 2.6 Hubungan Penduduk Terhadap Kualitas Lingkungan Hidup
Perkotaan 20 2.7 Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan 21
III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran 23
3.2 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan Penelitian 24 3.3 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data 27
3.4 Matriks Keterkaitan Tujuan Penelitian dengan Jenis dan Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Keluaran 32
3.5 Teknik Analisis Data 34
IV KONDISI UMUM KALIMANTAN 4.1 Kalimantan Barat 40
4.2 Kalimantan Tengah 46 4.3 Kalimantan Selatan 49
4.4 Kalimantan Timur 52
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengelompokan (Clustering) Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 57
5.2 Analisis Pengaruh Variabel - Variabel Kualitas Lingkungan Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 71
5.3 Perbandingan Pengelompokkan Kota - Kota Berdasarkan Hasil Analisis Gerombol dan Kategori Nilai Indeks Kualitas Lingkungan 87
DAFTAR ISI (Lanjutan)
5.4 Analisis Pengaruh Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Kebersihan terhadap Nilai Indeks Kualitas
Lingkungan Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 89
5.5 Analisis Pengaruh Kepadatam Penduduk terhadap Nilai Indeks
Kualitas Lingkungan Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 94
5.6 Arahan Peningkatan Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota 96
VI SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 120
Saran 121
DAFTAR PUSTAKA 122
LAMPIRAN 126
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 150
DAFTAR TABEL
1 Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 24
2 Sumber perolehan nilai komponen indeks kualitas
lingkungan hidup kota 32
3 Jenis data, sumber data, teknik analisis data dan hasil keluaran
yang diharapkan 32
4 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota
di Kalimantan Barat tahun 2010 41
5 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk menurut kabupaten / kota
di Kalimantan Barat tahun 1990 - 2010 41
6 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan
di Kalimantan Barat tahun 2010 42
7 Luas daerah kabupaten / kota dan persentase terhadap luas Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 43
8 Jenis tanah dan luasnya menurut kabupaten / kota di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 44
9 Jenis penggunaan lahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Barat tahun 2010 45
10 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Tengah tahun 2010 46
11 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Kalimantan Tengah tahun 2010 47
12 Luas wilayah kalimantan tengah menurut kabupaten / kota
dan ibukotanya tahun 2010 48
13 Luas Wilayah Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
(RTRWP) tahun 2010 49 14 Jumlah Kecamatan dan desa/kelurahan menurut kabupaten / kota
di Kalimantan Selatan tahun 2010 50 15 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan
di Kalimantan Selatan tahun 2010 51 16 Luas daerah kabupaten / kota dan persentase terhadap luas
Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 51
17 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota
di Kalimantan Timur tahun 2010 53
18 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan
di Kalimantan Timur tahun 2010 54
19 Luas daerah kabupaten / kota terhadap luas Provinsi Kalimantan Timur
tahun 2010 54
20 Luas wilayah menurut kelas lereng / kemiringan dan kabupaten / kota
tahun 2010 55
21 Rata - rata suhu udara, kelembaban, tekanan udara, kecepatan angin
dan curah hujan bulanan melalui stasiun Samarinda, Balikpapan,
Tarakan, Tanjung Selor, Tanjung Redeb dan Nunukan tahun 2010 56
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
22 Nilai tengah variabel - variabel indikator kualitas lingkungan pada
tiap kluster kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 59
23 Kota - kota anggota kluster 1 di Kalimantan tahun 2010 dengan
kategori “sangat baik” 61
24 Kota - kota anggota kluster 2 di Kalimantan tahun 2010 dengan
kategori “baik” 61
25 Kota - kota anggota kluster 3 di Kalimantan tahun 2010 dengan
kategori “cukup” 61
26 Kota - kota anggota kluster 4 di Kalimantan tahun 2010 dengan
kategori “buruk” 62
27 Kota - kota anggota kluster 5 di Kalimantan tahun 2010 dengan
kategori “sangat buruk” 62 28 Perbandingan PDRB pengeluaran pemerintah atas dasar harga berlaku
menurut provinsi di Kalimantan tahun 2010 70 29 Hasil perhitungan ragam dari analisis komponen utama 71
30 Nilai bobot variabel - variabel komponen kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 73
31 Kategori kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan nilai indeks tahun 2010 75
32 Nilai rata - rata indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil tiap provinsi di Kalimantan tahun 2006 - 2010 84
33 Perbandingan jumlah anggota kelompok kota sedang dan kecil
di Kalimantan pada tiap kategori berdasarkan hasil analisis gerombol
dan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 87
34 Nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas lingkungan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan untuk tiap kategori
nilai indeks tahun 2010 98 35 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan
/ keluaran yang diharapkan bagi kota sedang di Kalimantan dengan kategori “sangat tinggi” 101
36 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan
/ keluaran yang diharapkan bagi kota sedang di Kalimantan dengan
kategori “tinggi” 103
37 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan
hidup kota sedang di Kalimantan dengan kategori “tinggi” menjadi
“sangat tinggi” 106
38 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan
/ keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan
kategori “sangat tinggi” 107
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
39 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan
/ keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan
kategori “tinggi” 109
40 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan
hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “tinggi” menjadi
“sangat tinggi” 111
41 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan
/ keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan
kategori “sedang” 112
42 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan
hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sedang” menjadi
“tinggi” 113 43 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan
/ keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “rendah” 114
44 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “rendah” menjadi
“sedang” 116 45 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan
/ keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat rendah” 117
46 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan
hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat rendah”
menjadi “rendah” 118
DAFTAR GAMBAR
1 Kecenderungan nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata
kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 3
2 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota sedang dan kecil
tiap provinsi di Kalimantan 2010 4
3 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota - kota berdasarkan
regional di Indonesia tahun 2010 4
4 Kerangka pikir penelitian 24
5 Peta Kalimantan 26 6 Grafik nilai tengah variabel - variabel indikator kualitas lingkungan
pada tiap kluster kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 59 7 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang
dan kecil di Kalimantan tahun 2010 60 8 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil
pada masing - masing kelompok di Kalimantan tahun 2010 62
DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)
9 Diagram jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada
masing - masing kelompok untuk tiap provinsi di Kalimantan
tahun 2010 63
10 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang
dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 64
11 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang
dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 65
12 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang
dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2010 66
13 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang
dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010 67
14 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Barat
tahun 2010 68 15 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil
pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 68
16 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Tengah
tahun 2010 68 17 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil
pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Timur
tahun 2010 69
18 Perbandingan PDRB pengeluaran pemerintah atas dasar harga berlaku
menurut provinsi di Kalimantan tahun 2010 70 19 Persentase nilai bobot variabel - variabel komponen kualitas lingkungan
kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 74 20 Kurva distribusi normal selang nilai indeks kualitas lingkungan
dan jumlah kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 untuk tiap kategori 74
21 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil
di Kalimantan tahun 2010 76
22 Persentase kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kategori
nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 77
23 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil
di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 78
24 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil
di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 79
25 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil
di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2010 80
26 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil
di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010 81
DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)
27 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat
berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 82
28 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan
berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 82
29 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah
berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 83
30 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur
berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 83
31 Grafik indeks kualitas lingkungan kota per provinsi tahun 2006 - 2010 84
32 Grafik rata - rata indeks kualitas lingkungan di Kalimantan
tahun 2006 - 2010 85
33 Gambar nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas lingkungan untuk tiap kategori nilai indeks 99
DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai indikator - indikator komponen kualitas lingkungan hidup
kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 126
2 Dendogram hasil analisis gerombol menggunakan metode berhirarki pada 47 kota sedang dan kecil di Kalimantan 137
3 Koefisien komponen utama 138 4 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil
di Kalimantan tahun 2006 - 2010 139
5 Nilai indeks kualitas lingkungan, persentase anggaran pengelolaan
lingkungan, persentase anggaran pengelolaan kebersihan dan jumlah
penduduk kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 141
6 Hasil uji korelasi 147
7 Statistik hasil F - test dan Chi - square 147
8 Statistik hasil Hausman - test 147
9 Hasil analisis data panel 148
10 Nilai Cfixed effects untuk tiap - tiap obyek sampel (kota) 149
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, berkembang pula
kawasan - kawasan yang menjadi pusat - pusat aktivitas dan kegiatan
perekonomian. Kawasan - kawasan tersebut dapat dicirikan dari kepadatan
penduduk yang lebih tinggi dibandingkan daerah - daerah lain yang menjadi
kawasan penyangganya. Kawasan - kawasan perkotaan tersebut pada umumnya
dikenal dengan istilah daerah urban. Tingginya kepadatan penduduk pada daerah
urban merupakan salah satu konsekuensi langsung akibat terpusatnya aktivitas dan kegiatan perekonomian yang terjadi disana. Tingginya angka kelahiran, arus
urbanisasi juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertambahan
jumlah penduduk. Pada satu sisi kondisi ini memberikan kontribusi positif yakni
ketersediaan sumberdaya manusia yang melimpah, pada sisi lain memberikan
dampak negatif pada lingkungan berupa pencemaran akibat tingginya aktivitas
yang terjadi di daerah urban tersebut.
Selain masalah kependudukan, akibat upaya pengelolaan kawasan yang
kurang baik serta kesalahan dalam penetapan regulasi dan pengawasan dari pemerintah, akan timbul dampak - dampak negatif lain yang menjadi turunan atau
lanjutan dari masalah di atas. Semakin intensifnya pemanfaatan lahan akibat semakin bertambahnya luas area terbangun, mengurangi luas kawasan ruang
terbuka hijau yang memiliki peran penting dalam siklus air. Proporsi seimbang
antara kawasan terbangun terhadap kawasan ruang terbuka hijau yang berfungsi
dalam menampung dan menyerap air diperlukan guna mencegah terjadinya banjir
maupun kurangnya ketersediaan air tanah.
Pertumbuhan jumlah penduduk juga turut memberikan kontribusi pada meningkatnya produksi sampah maupun limbah domestik lain. Produksi sampah
maupun limbah domestik lain tanpa diimbangi kemampuan mengolah limbah tersebut memungkinkan terjadinya pencemaran tanah maupun badan air.
Pencemaran yang mungkin terjadi tersebut menunjukkan besarnya potensi penurunan kualitas lingkungan suatu wilayah kota. Adapun penurunan kualitas
lingkungan terjadi bila pencemaran mengakibatkan suatu media lingkungan
menurun atau bahkan kehilangan fungsinya. Makin intensifnya pemanfaatan lahan
serta tingginya beban pencemaran yang harus ditanggung oleh lingkungan seperti
yang dijelaskan di atas merupakan dampak lanjutan dari pemusatan kegiatan yang
terjadi pada daerah urban.
Dampak lingkungan yang terjadi akibat kegiatan yang terpusat pada
daerah urban menimbulkan kesadaran akan pentingnya melakukan pengelolaan lingkungan kawasan perkotaan yang lebih baik. Upaya ini dapat dimulai dari
inventarisasi atau pencatatan kualitas lingkungan hidup kota - kota yang ada di Indonesia secara rutin dan berkala. Pemantauan kualitas lingkungan hidup kota -
kota di Indonesia yang memiliki penduduk di atas 20 000 jiwa dilakukan minimal
sebanyak 2 (dua) kali dalam kurun waktu satu tahun mencakup wilayah
Kalimantan yang memiliki 5 kota berukuran besar dan 47 kota berukuran sedang
hingga kecil (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).
Lingkup pengawasan yang dilakukan tersebut mencakup pengelolaan
kebersihan dan keteduhan kota serta meliputi sarana - sarana atau fasilitas kota
pendukungnya. Melalui kegiatan tersebut diharapkan diperoleh gambaran kualitas
lingkungan kota secara keseluruhan meski tetap lebih difokuskan pada masalah
sampah domestik, ruang terbuka hijau dan kebersihan badan air.
Hingga saat ini telah banyak dilakukan pemantauan dan kajian kualitas
lingkungan pada kota - kota besar di Indonesia termasuk pula di Kalimantan. Mengingat sebagian besar kota - kota tersebut sudah lama terbentuk, bahkan
mendahului kemerdekaan negara Indonesia, kondisi lingkungan maupun
kecenderungan perubahan yang terjadi baru mulai tercatat pada kurun waktu
tahun 1990 - an. Gambaran perubahan semenjak kota tersebut didirikan hingga
terbentuk menjadi sebuah kota besar dengan kondisi yang kompleks seperti pada
masa ini sukar untuk didapatkan. Oleh sebab itu informasi - informasi terkait kota
besar yang diperoleh terbatas hanya pada rentang 30 tahun ke belakang. Pada
kisaran waktu tersebut, kota - kota besar di Indonesia telah menjadi kawasan -
kawasan pusat perekonomian yang memiliki penduduk dengan jumlah yang besar,
dalam arti lain tekanan yang terjadi pada lingkungan pada masa tersebut sudah
cukup besar meskipun masih dapat ditoleransi oleh daya dukung lingkungan kota.
Keadaan di atas mendorong perlunya informasi yang menggambarkan
kondisi lingkungan kota - kota lain yang berpenduduk lebih sedikit maupun kota -
kota yang kegiatan perekonomiannya masih lebih rendah dibandingkan dengan
kota besar dari sekarang. Untuk wilayah Kalimantan, gambaran tersebut dapat
dilihat melalui pemantauan kota - kota dengan kategori sedang maupun kecil.
Dibandingkan dengan kota besar, kota sedang dan kecil memiliki penduduk yang
lebih sedikit, hal ini juga berarti tekanan yang terjadi pada lingkungan juga lebih
rendah. Sejalan dengan waktu kota - kota sedang dan kecil tersebut akan
mengalami pertambahan jumlah penduduk maupun pertumbuhan kegiatan
ekonomi yang menyebakan kota - kota tersebut akan berubah menjadi kota besar.
Kondisi serupa tentu pernah terjadi pada kota - kota besar di Kalimantan sebelum
tahun 1990 - an, namun pada masa tersebut kebutuhan akan pemantauan kualitas
lingkungan kota belum terlalu dirasakan penting, sehingga informasi lingkungan yang dimiliki pada masa tersebut juga terbatas. Pemantauan dan kajian yang
dilakukan pada kota - kota sedang dan kecil penting untuk dilakukan untuk mendapatkan informasi kecenderungan arah perubahan kualitas lingkungan kota
itu sendiri maupun melihat gambaran kondisi awal kota besar yang memiliki karakter sosial, ekonomi dan ekologi yang serupa.
Pemantauan dan kajian pada kota - kota sedang dan kecil yang berjumlah
lebih banyak dan bersifat lebih tersebar juga dapat memberikan gambaran kondisi
lingkungan kota - kota pada lingkup regional tertentu serta membantu penyusunan
kebijakan dalam ruang lingkup makro.
1.2 Perumusan Masalah
Sejak dilakukan pemantauan secara rutin yang dimulai pada tahun 2006
hingga saat ini, terlihat perubahan naik atau turunnya kualitas lingkungan hidup kota - kota sedang dan kecil secara nasional. Adapun kota - kota sedang dan kecil
ditentukan atas kriteria berikut :
� Kota Kecil, kota dengan jumlah penduduk 20 000 - 50 000 jiwa � Kota Sedang, kota dengan jumlah penduduk 50 001 - 200 000 jiwa
Penentuan kriteria tersebut didasari atas Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 16 Ayat 5 dan 6.
Hasil dari pemantauan yang dilakukan secara rutin tersebut menunjukkan indikasi berhasil atau tidaknya pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan
lingkungan di wilayahnya masing - masing. Pemantauan kualitas lingkungan
hidup yang dilakukan tersebut mencakup pemantauan pengelolaan sampah dan
ruang terbuka hijau (RTH) pada komponen - komponen wilayah :
� Permukiman
� Area jalan arteri dan kolektor � Pasar tradisional
� Sekolah � Area perkantoran
� Terminal � Pelabuhan penumpang
� Hutan kota � Taman kota
� Sungai / danau / situ � Drainase utama kota
� Tempat pengelolaan akhir sampah
Hasil akhir dari pemantauan yang dilakukan tersebut adalah nilai indeks
lingkungan hidup kota secara umum serta nilai - nilai indeks komponen - komponen penyusunnya. Untuk wilayah Kalimantan sendiri, berdasarkan kategori
kota sedang dan kecil dari tahun 2006 hingga tahun 2010 kecenderungan nilai indeks kualitas lingkungan terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kecenderungan nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota
sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010
Kualitas lingkungan rata - rata kota kecil di Kalimantan secara umum
masih berada pada kategori kurang baik atau berada dibawah nilai 60, sedangkan rata - rata kota sedang berada kategori baik atau berada pada kisaran nilai 70.
0
20
40
60
80
100
2006 2007 2008 2009 2010
64.98 66.9771.92 73.12 72.83
55.31 55.67 56.75 56.45 58.23
Nil
ai in
dek
s k
ual
itas
lin
gku
ng
an k
ota
Tahun
Kota Sedang
Kota Kecil
Berdasarkan pembagian wilayah administratif daerah, nilai indeks kualitas lingkungan rata - rata kota di tiap provinsi terkecuali kota - kota di Provinsi
Kalimantan Selatan berada dibawah nilai 60 seperti ditunjukkan Gambar 2. Nilai tersebut masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan wilayah lain di
Indonesia terutama terhadap wilayah Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi seperti ditunjukkan Gambar 3. Oleh sebab itu, dirasa perlu untuk meningkatkan kualitas
lingkungan terutama difokuskan pada aspek - aspek kebersihan dan keteduhan
wilayah perkotaan di Kalimantan (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).
Gambar 2 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota sedang dan kecil tiap provinsi di Kalimantan tahun 2010
Gambar 3 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota - kota
berdasarkan regional di Indonesia tahun 2010
52
54
56
58
60
62
64
Kalimantan
Timur
Kalimantan
Selatan
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Barat
59.38
63.27
56.55
58.87
Nil
ai In
dek
s K
ual
itas
Lin
gk
un
gan
Hid
up
Kota
Provinsi
Nilai Indeks
Kualitas
Lingkungan
Hidup Kota
Rata - Rata Tahun 2010
56
58
60
62
64
66
68
70
72
74
Bali dan
Nusa
Tenggara
Jawa Kalimantan Sulawesi,
Maluku dan
Papua
Sumatera
68.63
71.19
59.81
63.22
66.63
Nil
ai In
dek
s K
ual
itas
Lin
gku
ngan
Hid
up
Kota
Regional
Nilai Indeks
Kualitas
Lingkungan
Hidup Kota
Rata - Rata
Tahun 2010
Kondisi di atas mendorong pentingnya dilakukan evaluasi maupun upaya
terhadap pemantauan yang telah dilakukan secara rutin. Kedepan informasi
tersebut juga harus dapat memberikan gambaran perubahan kualitas lingkungan
dengan lebih baik untuk kota - kota sedang dan kecil sejak awal mula pelaksanaan
pemantauan hingga masa sekarang. Informasi kualitas lingkungan tersebut
tersusun atas variabel - variabel yang mewakili komponen wilayah dari suatu
kota. Variabel - variabel adalah wilayah permukiman, sarana kota, sarana
transportasi dan sarana pengelolaan kebersihan kota.
Informasi tersebut bagi pemerintah daerah dapat digunakan sebagai
masukan terkait pembenahan komponen - komponen lingkungan dari kawasan
urban di wilayah kerjanya. Bagi pemerintah pusat, informasi tersebut juga dapat
dimanfaatkan untuk mendapatkan gambaran umum perbandingan kawasan urban
di suatu kabupaten / kota terhadap kabupaten / kota lainnya.
Namun secara lebih spesifik belum dilakukan analisis statistik yang
menunjukkan pengelompokan kota - kota yang terjadi, maupun faktor - faktor kondisi fisik komponen lingkungan kota yang mempengaruhinya. Faktor - faktor
lain seperti besarnya alokasi anggaran maupun faktor kepadatan penduduk diperkirakan juga dapat memberi kontribusi langsung atau tidak langsung
terhadap nilai kualitas lingkungan suatu kota. Keadaan di atas mendorong
perlunya dilakukan analisis dan pengolahan data lanjutan untuk mendapatkan
informasi - informasi turunan lain yang terkait dengan data tersebut.
Dengan menghubungkan informasi kualitas lingkungan hidup yang
diperoleh dari komponen fisik suatu kota dengan data APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan kegiatan pengelolaan kebersihan maupun
dengan informasi kependudukan suatu kota, diharapkan dapat dilihat hubungan keterkaitan antara faktor - faktor tersebut. Adapun nantinya bagi pemerintah pusat
dan pemerintah daerah, hasil analisis ini dapat digunakan sebagai bahan penyusunan kebijakan untuk penentuan program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan pada masa mendatang.
Berdasarkan uraian di atas maka disusun rumusan permasalahan yang
diteliti dalam penelitian ini yaitu :
1 Belum tersedianya informasi clustering atau pengelompokan kota - kota
sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kesamaan karakteristik kualitas
lingkungan hidup
2 Belum tersedianya analisis faktor - faktor yang berpengaruh pada kualitas
lingkungan suatu kota
3 Alokasi APBD kegiatan pengelolaan lingkungan dan kegiatan pengelolaan
kebersihan yang masih rendah yang berimplikasi pada kualitas lingkungan
hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan
4 Belum diketahuinya pengaruh kepadatan penduduk yang mendorong
meningkatnya pencemaran tanah maupun badan air hingga berpengaruh pada kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan
5 Diperlukannya arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
1 Menganalisis dan mengelompokkan kota - kota sedang dan kecil di
Kalimantan berdasarkan kesamaan karakteristik kualitas lingkungan hidup 2 Menganalisis faktor - faktor yang berpengaruh pada indeks kualitas
lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan 3 Menganalisis hubungan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan
hidup dan kegiatan pengelolaan kebersihan dengan indeks kualitas lingkungan
hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan
4 Menganalisis hubungan kepadatan penduduk dengan indeks kualitas
lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan
5 Menyusun arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan
kecil di Kalimantan
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1 Memberikan masukan pada pemerintah pusat dalam penentuan kebijakan
pengawasan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan
2 Memberikan masukan pada pemerintah daerah dalam upaya perbaikan
pengelolaan lingkungan hidup kota
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kualitas Lingkungan Hidup
Lingkungan merupakan kondisi fisik yang melingkupi sumber daya alam
berupa tanah, air, mineral, termasuk makhluk hidup flora dan fauna yang berada
pada kawasan tersebut. Lingkungan sendiri terdiri atas komponen abiotik dan
biotik. Komponen abiotik merupakan komponen lingkungan yang memiliki sifat
tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban serta intensitas
matahari. Komponen biotik mencakup segala sesuatu yang bernyawa seperti
tumbuhan, hewan, manusia dan mikro - organisme yang mendiami lingkungan tersebut. Lingkungan hidup juga sering pula diartikan dengan istilah biosfer yang
dapat mencakup segala makhluk hidup dan makhluk tak hidup di alam yang ada
di Bumi atau bagian dari Bumi, yang berfungsi secara alami. Tanpa adanya
pengaruh campur tangan manusia, lingkungan membentuk suatu siklus yang
seimbang dan berkelanjutan. Faktor manusia, terutama yang didasari atas motif
pemenuhan kebutuhan ekonomi secara umum memberikan dampak pada kualitas
lingkungan. Hal ini yang mendasari perlunya dilakukan pengukuran kualitas
lingkungan untuk mencegah terjadinya dampak kerusakan lingkungan yang terlalu
besar. Kualitas lingkungan hidup merupakan keadaan lingkungan yang dapat
memberikan daya dukung optimal bagi ke langsungan hidup manusia pada suatu
wilayah. (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).
Selama ini, pengukuran kualitas lingkungan pada umumnya dilakukan
secara terpisah berdasarkan media lingkungan yang ada, yaitu air, udara, dan
tanah. Kondisi ini menyebabkan banyaknya data yang tidak saling terintegrasi
satu dan lainnya, sehingga sulit untuk menilai apakah kondisi lingkungan hidup di
suatu kawasan secara utuh apakah bertambah baik atau sebaliknya. Salah satu cara
untuk mereduksi banyak data dan informasi adalah dengan menggunakan angka
indeks (Kementerian Lingkungan Hidup 2010).
Studi - studi tentang indeks lingkungan banyak dilakukan terutama oleh
perguruan tinggi di luar negeri, seperti Yale University dan Columbia University yang menghasilkan Environmental Sustainability Index (ESI). ESI dilakukan
untuk melihat tingkat keberlanjutan suatu negara, juga sebagai tolok ukur
kemampuan suatu negara untuk melindungi lingkungan hingga pada masa
mendatang. Nilai indeks keberlanjutan lingkungan ini mencakup 5 (lima) isu
meliputi : (1) sistem lingkungan suatu negara, (2) tekanan pada lingkungan akibat
aktivitas manusia (3) tekanan pada lingkungan yang tidak disebabkan manusia,
(4) kapasitas masyarakat dalam menghadapi tantangan lingkungan dan
(5) pengelolaan global suatu negara. ESI yang dilakukan pada 146 negara di dunia
dan dibangun berdasarkan model tekanan (pressure), keadaan (state) dan upaya
antisipasi (response) lingkungan pada negara - negara tersebut. Hasil perhitungan
ESI menunjukkan peringkat dan tingkat kemampuan adaptasi suatu negara,
disamping juga menunjukkan pengelompokan yang terjadi di dunia secara umum. Indikator - indikator yang dibangun dari beberapa isu tersebut menitikberatkan
pada faktor tekanan yang menyebabkan perubahan kondisi serta respon akibat perubahan itu sendiri. Lima negara anggota kelompok terbaik dengan peringkat
tertinggi adalah Finlandia, Norwegia, Uruguay, Swedia dan Islandia yang masing - masing dicirikan dengan sumber daya alam yang cukup besar dan kepadatan
penduduk rendah. Negara - negara peringkat terendah adalah Korea Utara, Irak,
Taiwan, Turkmenistan dan Uzbekistan. Negara - negara ini menghadapi berbagai
masalah, baik alam maupun buatan manusia dan belum berhasil melakukan
pengelolaan lingkungan dengan baik dan berkelanjutan. (Esty et al. 2005).
Michigan Technological Research Institute (MRTI) juga menghasilkan Environmental Quality Index (EQI). EQI disusun untuk melihat perubahan
kondisi lingkungan pada skala kawasan. Perhitungan EQI dilakukan berdasarkan indikator - indikator : (1) kondisi tanah, (2) kesehatan air, (3) kualitas udara dan
(4) pemanfaatan lahan. EQI dilakukan melalui pendekatan sistem informasi
geografis diperoleh melalui teknik overlay data spasial. Teknik overlay data
menunjukkan nilai total kawasan berdasarkan penjumlahan nilai indikator -
indikator kawasan tersebut. Nilai tinggi menunjukkan lingkungan dalam kondisi
baik atau rendahnya pencemaran yang terjadi, sedangkan nilai rendah
menunjukkan kondisi lingkungan yang buruk atau tingginya pecemaran. Teknik
perhitungan EQI yang menggunakan data - data informasi geografis
memungkinkan kualitas lingkungan kawasan dapat teramati secara spasial (French
et al. 2008).
Pada suatu studi yang dipublikasikan pada tahun 2010 oleh Yale
University dan Columbia University yang berkolaborasi dengan World Economic
Forum dan Joint Research Center of the European Commission, dihasilkan indeks
yang disebut sebagai Environmental Performance Index (EPI). EPI dilakukan
untuk melihat perbandingan indeks performa lingkungan suatu negara terhadap
negara lainnya. Perhitungan nilai indeks performa lingkungan tersebut dilakukan
pada 163 negara di dunia. Adapun EPI ditentukan berdasarkan pencapaian -
pencapaian kebijakan pemerintah suatu negara berkaitan dengan aspek kesehatan
lingkungan dan aspek kondisi ekosistem suatu negara. Aspek kesehatan
lingkungan terbagi atas indikator - indikator : (1) pencemaran media tanah,
(2) polusi udara dan (3) pencemaran air. Aspek kondisi ekosistem terbagi atas
indikator - indikator : (1) keanekaragaman hayati dan habitat, (2) kondisi kawasan
hutan, (3) kondisi perairan, (4) kondisi pertanian serta (5) dampak perubahan
Iklim. Dalam perhitungan EPI suatu negara, masing - masing indikator tersebut diberi bobot sesuai dengan besarnya tingkat pengaruh indikator tersebut terhadap
performa suatu negara. Adapun nilai akhir EPI suatu negara diperoleh melalui hasil penjumlahan seluruh perkalian bobot dengan nilai masing - masing
indikator. Nilai EPI berada pada kisaran 0 (performa terburuk) hingga 100 (performa terbaik) yang menunjukkan tingkat performa suatu negara dalam
pengelolaan lingkungan (Emerson et al. 2010).
Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) sejak tahun 2007 telah
mengembangkan Indeks Kualitas Lingkungan (IKL) untuk 30 ibukota provinsi.
Selain itu, pada tahun 2009 Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerja sama
dengan Dannish International Development Agency (DANIDA) juga mulai mengembangkan indeks lingkungan berbasis provinsi yang pada dasarnya
merupakan modifikasi dari EPI. Indeks kualitas lingkungan dapat dimanfaatkan untuk mengukur keberhasilan program - program pengelolaan lingkungan. Selain
sebagai sarana untuk mengevaluasi efektifitas program - program pengelolaan lingkungan, indeks kualitas lingkungan mempunyai peranan dalam hal :
membantu perumusan kebijakan, membantu dalam mendisain program lingkungan, dan mempermudah komunikasi dengan publik sehubungan dengan
kondisi lingkungan. Tujuan disusunnya indeks kualitas lingkungan adalah :
(1) Memberikan informasi kepada para pengambil keputusan di tingkat pusat dan
daerah tentang kondisi lingkungan di daerah sebagai bahan evaluasi kebijakan
pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, (2) Sebagai
bentuk pertanggungjawaban kepada publik tentang pencapaian target program-
program pemerintah di bidang pengelolaan lingkungan hidup (Kementerian
Lingkungan Hidup 2010).
2.2 Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup
Manusia sebagai makhluk sosial, memiliki kecenderungan saling
membutuhkan satu sama lain, hidup berkelompok serta mendiami suatu kawasan
tertentu. Keadaan ini memberikan gambaran dasar bahwa dalam pola dan jenis interaksi antar individu manusia dalam suatu kelompok maupun antar kelompok
yang terjadi sangat terkait dengan kawasan tempat manusia atau kelompok tersebut beraktivitas atau berdiam. Sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk pada kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan timbul pengaruh positif pada aspek ketersediaan sumber daya manusia sebagai modal
perkembangan kawasan tersebut. Meskipun demikian, pengaruh yang berbeda, dirasakan pada aspek lingkungan. Pengaruh negatif yang terjadi berupa terjadi
peningkatan potensi pencemaran lingkungan sebagai dampak aktivitas ekonomi
masyarakat. Jadi sebagai bentuk antisipasi atas hal ini, dirasa perlu dilakukan
pemantauan untuk melihat kecenderungan perubahan kualitas lingkungan akibat
kegiatan tersebut. Pemantauan adalah usaha atau perbuatan untuk mengamati,
mengawasi, dan memeriksa perubahan kualitas lingkungan yang sesuai maupun
tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Proses pemantauan dalam hal ini
merupakan kegiatan yang rutin dilaksanakan, baik bila ada pelanggaran maupun
tidak ada pelanggaran pemanfaatan ruang (Kementerian Lingkungan Hidup
2007).
Kegiatan pemantauan yang dilakukan merupakan suatu bentuk upaya awal
pengendalian dampak lingkungan akibat aktivitas - aktivitas sosial dan ekonomi
masyarakat yang bertujuan menjaga kualitas sumber daya lingkungan di suatu
wilayah. Proses pemantauan yang dilakukan dimulai dari penyeragaman aspek -
aspek komponen utama tingkat kualitas lingkungan wilayah dan dilanjutkan
dengan mengukur perubahan tingkat kualitas lingkungan wilayah yang menjadi
obyek pengawasan. Kendali tersebut dibutuhkan guna menyeimbangkan
kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat dan kondisi lingkungan dalam
mendukung keberlangsungan suatu wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2009)
wilayah merupakan suatu sistem kompleks yang terbagi atas sistem ekologi
(ekosistem), sistem sosial dan sistem ekonomi yang saling mempengaruhi satu
terhadap yang lainnya. Oleh sebab itu melalui kegiatan pemantauan tersebut dapat
diketahui besarnya pengaruh perubahan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat
terhadap kondisi lingkungan tempat masyarakat tersebut berada.
Dalam melakukan pemantauan kualitas lingkungan suatu wilayah, perlu
ditentukan aspek - aspek utama yang dapat menggambarkan pengaruh aktivitas
manusia terhadap kondisi lingkungan tempat dilaksanakannya aktivitas tersebut.
Fauzi (2004) menyatakan aspek - aspek penting dalam melihat kualitas sumber
daya lingkungan secara umum mencakup : potensi maksimum sumber daya
lingkungan, kapasitas lestari lingkungan, kapasitas penyerapan atau asimilasi
lingkungan, kapasitas daya dukung lingkungan, dan tingkat kelangkaan sumber
daya lingkungan.
Secara umum kawasan tempat manusia berdiam serta melakukan segala aktivitas kesehariannya, terbagi atas dua jenis yaitu kawasan perkotaan dan
kawasan perdesaan. Masing - masing jenis kawasan tersebut memiliki perbedaan yang cukup jelas dilihat dari aspek kepadatan penduduk, pola pemanfaatan ruang
maupun jenis aktivitas manusia yang ada di tiap - tiap kawasan tersebut. Kawasan perkotaan atau urban dapat didefinisikan sebagai kawasan yang mempunyai
kegiatan utama bukan pertanian namun lebih didominasi oleh kegiatan pelayanan
jasa dan kegiatan perkonomian industri non pertanian. Secara umum wilayah
perkotaan dapat dicirikan melalui tingkat kepadatan penduduk yang tinggi serta
penggunaan lahan yang intensif. Kawasan perdesaan atau rural dapat
didefinisikan sebagai kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan industri dan jasa yang
mendukung sektor primer. Secara umum wilayah perdesaan dapat dicirikan
melalui tingkat kepadatan penduduk yang rendah serta pemanfaatan lahan yang
didominasi sektor pertanian.
Dalam melihat kecenderungan perubahan kualitas lingkungan hidup perlu
dibedakan antara wilayah perkotaan dan wilayah perdesaan. Keduanya memiliki
karakteristik berbeda terkait jenis kegiatan yang memiliki potensi pencemaran
serta media lingkungan yang terkena dampak pencemaran tersebut. Untuk wilayah
perkotaan pencemaran timbul akibat kegiatan domestik masyarakat, pemanfaatan
lahan, pencemaran udara dan air akibat kegiatan industri serta polusi udara akibat
kendaraan bermotor. Pada lingkungan perdesaan atau rural beban pencemaran
yang terjadi secara umum akibat kegiatan di sektor primer berupa kegiatan
pertanian, perkebunan maupun peternakan. Sebagai contoh, dalam studi yang
dilakukan pada wilayah negara - negara di Eropa Utara dan Barat, kegiatan
peternakan memberikan kontribusi eutrofikasi pada media air. Kegiatan
pemantauan yang dilakukan menunjukkan bahwa kotoran dan sisa pakan ternak
menjadi sumber fosfor (P) dan nitrogen (N) yang masuk ke badan sungai
(Haygarth et al. 1998). Studi lain yang dilakukan pada daerah aliran sungai Taw wilayah Selatan Barat negara Inggris, menyatakan kegiatan pertanian tanaman
pangan yang menggunakan pupuk dan pestisida secara intensif juga dapat menyebabkan dampak pada lingkungan. Pemantauan yang dilakukan pada badan
air sungai Taw secara berkala 1996 hingga 1999 meninjukkan meningkatnya kandungan bahan kimia akibat kegiatan pertanian tersebut (Wood et al. 2005).
Adanya aktifitas yang dilakukan oleh penduduk pada kawasan perkotaan
dan perdesaan menyebabkan perlunya kegiatan pemantauan pada kedua tipe
kawasan tersebut. Kegiatan pemantauan lingkungan kawasan perkotaan umumnya
mencakup : pemantauan produksi dan pengelolaan sampah kota, pemantauan
pemanfaatan lahan termasuk ketersediaan ruang terbuka hijau, pemantauan kualitas badan air berupa sungai yang melintasi wilayah perkotaan, dan
pemantauan kualitas udara wilayah perkotaan (Kementerian Lingkungan Hidup 2006). Sebaliknya pada kawasan perdesaan yang umumnya berbasis kegiatan
sektor primer, kegiatan pamantauan lingkungan diprioritaskan pada : pemantauan kualitas badan air berupa sungai dan danau pada kawasan pertanian
dan pemantauan pemanfaatan lahan daerah penyangga aliran sungai atau danau (Haygarth et al. 1998) (Eschner dan Satterlund 1966). Kegiatan pemantauan yang
dilakukan pada masing - masing kawasan diharapkan dapat menggambarkan
besarnya tekanan yang terjadi pada media lingkungan akibat aktivitas yang
dilakukan oleh penduduk. Pada rentang waktu yang lebih panjang hasil
pemantauan yang diperoleh dapat digunakan sebagai bahan perencanaan kedua
jenis kawasan tersebut.
2.3 Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan
Kota atau daerah urban telah diketahui sebelumnya memiliki kedudukan
sebagai pusat konsentrasi aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat. Keadaan ini
memiliki implikasi langsung baik dalam bentuk pembangunan infrastruktur fisik
lebih pesat dibandingkan daerah penyangga di sekitar, maupun semakin besarnya
beban yang terjadi pada lingkungan di kawasan tersebut. Tingginya beban lingkungan yang terjadi pada wilayah perkotaan memiliki hubungan positif
terhadap jumlah manusia maupun intensitas aktivitas yang dilakukan. Semakin tinggi jumlah penduduk, semakin tinggi pembangunan infrasturktur fisik serta
beban lingkungan yang terjadi. Secara umum beban lingkungan yang terjadi mencakup aspek tingginya pemanfaatan lahan, produksi limbah padat dan
pencemaran air (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).
Seperti pada wilayah lain di Indonesia, proses pembangunan juga terjadi di
wilayah Kalimantan, terutama pada wilayah perkotaan. Proses pembangunan
terjadi sejalan dengan pemanfaatan kekayaan sumber daya yang dimiliki. Selain
ditandai dengan pembangunan fisik infrastruktur yang ada, kegiatan pembangunan juga dapat terlihat melalui peningkatan aktivitas sektor jasa, dan
perdagangan. Kegiatan - kegiatan tersebut merupakan bentuk pembangunan aktivitas ekonomi yang terjadi di wilayah perkotaan. Salah satu dampak dari
proses pembangunan ini adalah bertambahnya jumlah penduduk yang tidak hanya berasal dari pertambahan penduduk alami namun juga dari perpindahan penduduk
wilayah lain. Adanya pertambahan penduduk tersebut meningkatkan beban lingkungan perkotaan baik akibat pemanfaatan lahan serta pencemaran
lingkungan akibat pembuangan limbah padat maupun cair tersebut ke media
lingkungan (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).
Pada daerah perkotaan, kegiatan domestik yang tidak memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan dapat menimbulkan tingkat pencemaran
yang cukup mengkhawatirkan. Secara umum terdapat jenis pencemar / limbah akibat kegiatan domestik yaitu limbah cair yang berupa air limbah sisa kegiatan
domestik (grey water), air limbah tinja (black water) maupun limbah padat yang juga umum kita kenali sebagai sampah dapat berakibat menurunnya kualitas
lingkungan air maupun menimbulkan pencemaran pada tanah (Kementerian Lingkungan Hidup 2006). Pencemaran sumber daya air juga menimbulkan
dampak lanjutan berupa meningkatnya biaya (cost) untuk penyediaan air bagi
keperluan seperti perikanan dan pertanian, bahan baku air minum, dan industri
(Rustiadi et al. 2009).
Selain masalah pencemaran di atas, terkait permasalahan pemanfaatan
lahan, dalam pengelolaan lingkungan hidup perkotaan dikenal ruang terbuka hijau, seperti ketersediaan taman kota dan hutan kota, serta penghijauan di
sepanjang jalan dan wilayah publik lainnya. Permasalahan ruang terbuka hijau ini menjadi penting mengingat peran kawasan ini sebagai area resapan air disamping
berperan dalam menjaga kualitas udara dalam wilayah perkotaan (Kementerian
Lingkungan Hidup 2008).
Permasalahan lingkungan hidup perkotaan menjadi semakin penting untuk dikelola, tidak hanya karena wilayah perkotaan menjadi daya tarik penduduk di
wilayah sekitar untuk datang. Hal tersebut juga berdampak pada tekanan terhadap sumber daya lingkungan kota. Permasalahan lingkungan di wilayah perkotaan
bersifat kompleks karena mencakup interaksi dinamis antara lingkungan buatan, lingkungan alami serta aktivitas manusia didalamnya. Sejalan dengan hal tersebut
di atas dilakukan pemantauan dan inventarisasi kualitas lingkungan hidup kota -
kota di Kalimantan. Adapun dalam mendukung kebutuhan tersebut dilakukan
secara rutin pemantauan minimal 2 (dua) kali tiap tahun pada skala provisi hingga
lingkup nasional (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).
Sejalan dengan makin tingginya kesadaran akan pentingnya aspek lingkungan dalam pembangunan wilayah perkotaan yang keberlanjutan, upaya
pengendalian aktivitas - aktivitas yang memiliki potensi menimbulkan pencemaran maupun kerusakan lingkungan telah banyak dilakukan di berbagai
negara di dunia. Pola perubahan maupun gambaran tingkat pencemaran dan kerusakan yang terjadi dapat dilihat melalui upaya - upaya pemantauan kualitas
lingkungan hidup. Aspek - aspek yang cukup beragam dipantau secara berkala
guna memenuhi kebutuhan tersebut. Aspek - aspek yang lebih umum dikenali
sebagai indikator kualitas lingkungan ini umumnya berbeda antara satu wilayah
terhadap wilayah lainnya dan bergantung pada jenis aktivitas sumber pencemaran
maupun tinggi / rendahnya volume limbah atau bahan pencemar yang dihasilkan.
Bian dan Yang (2010) dalam menentukan kualitas lingkungan pada 30
provinsi di negara China melihat aspek - aspek sumber daya manusia yakni jumlah tenaga kerja, sumber daya ekonomi berupa modal dan GDP, pemanfaatan
energi dan air, serta tingkat pencemaran yang terjadi pada media air dan udara. Aspek - aspek tersebut dianggap representatif dengan pola aktivitas sosial
ekonomi masyarakat di negara China yang banyak didukung oleh kegiatan
industri. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Bian dan Yang, pada
kawasan di wilayah barat negara China, indikator - indikator seperti produksi
limbah padat, produksi limbah cair, produksi gas emisi, tingkat polusi suara (noise
production) serta konversi kawasan hutan dipilih untuk menggambarkan tingkat
kualitas lingkungan di wilayah tersebut (Sun et al. 2012). Gabungan dari berbagai
dampak aktivitas masyarakat yang diwakili indikator - indikator tersebut dianggap
lebih mewakili baik / tidaknya maupun gambaran perubahan kualitas lingkungan
hidup wilayah barat negara China tersebut.
Pemantauan kualitas lingkungan hidup merupakan bentuk upaya
pengawasan aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat di suatu wilayah yang
diwakili suatu media lingkungan pada wilayah yang dianggap mengalami dampak
langsung ataupun tidak langsung akibat dari aktivitas tersebut. Dengan latar
belakang wilayah maupun jenis aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat yang
berbeda antara wilayah satu dan lainnya, pengaruh yang terjadi akan berbeda pula.
Untuk dapat melihat pengaruh tersebut, indikator - indikator yang dipilih harus
dapat menggambarkan pengaruh aktivitas masyarakat terhadap lingkungan yang
menjadi wilayah studi. Adapun dalam studi pengamatan kondisi lingkungan yang
dilakukan Farrow dan Winograd (2001) menyatakan bahwa indikator - indikator
yang dapat menggambarkan kondisi lingkungan suatu wilayah harus memenuhi
kriteria : (1) terukur, (2) relevan, (3) sensitif terhadap perubahan serta
(4) memiliki hubungan sebab akibat yang jelas. Pada penelitian yang mencakup
wilayah kota sedang dan kecil di Kalimantan, indikator - indikator yang dipilih
harus dapat merepresentasikan kondisi lingkungan setempat. Indikator - indikator
yang sesuai dan mewakili gambaran potensi beban pada media lingkungan dipilih
sesuai kondisi setempat lebih dapat mencerminkan kualitas lingkungan yang ada.
Indikator - indikator yang berkenaan dengan pengelolaan sampah dan ruang
terbuka hijau di kawasan kota dalam hal ini dianggap lebih dapat
merepresentasikan kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan yang
memiliki pola aktivitas masyarakat yang relatif belum kompleks serta tidak didominasi oleh kegiatan industri (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).
2.4 Berbagai Aspek dalam Pemantauan Kualitas Lingkungan Perkotaan
Masyarakat yang tinggal pada lingkungan perkotaan memiliki aktivitas
yang beragam, baik pada sektor perdagangan, jasa atau kegiatan lain yang berhubungan dengan penyediaan layanan publik. Keragaman aktivitas masyarakat
ini memiliki pengaruh berbeda lingkungan kota. Jenis kegiatan atau aktivitas masyarakat tertentu akan memberikan dampak beragam pada aspek - aspek
lingkungan yang ada. Oleh sebab itu dalam melakukan pemantauan lingkungan,
perlu ditetapkan aspek - aspek lingkungan yang sifatnya dapat terukur dan
mencerminkan perubahan lingkungan yang terjadi.
Aspek - aspek yang dipilih dalam pemantauan kualitas lingkungan kota
secara umum dapat dibagi menjadi bidang - bidang tertentu berdasarkan karakteristik potensi pencemaran maupun media lingkungan yang terkena dampak
pencemaran yang terjadi. Kota sedang dan kecil Kalimantan merupakan kota - kota yang tingkat aktivitas masyarakatnya dapat dilihat dari jumlah produksi
limbah padat dan cair serta pemanfaatan lahan kawasan urban yang terjadi. Oleh sebab itu aspek - aspek obyek pemantauan yang dipilih untuk mewakili kualitas
lingkungan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan terdiri atas :
(1) Pengelolaan sampah domestik, (2) Ketersediaan ruang terbuka hijau dan
(3) Pencemaran badan air (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).
2.4.1 Sampah Domestik
Tiap individu manusia merupakan penghasil sampah, dalam melaksanakan
kegiatan kesehariannya, manusia akan selalu memproduksi sampah baik dalam
jumlah sedikit maupun banyak. Dalam lingkup wilayah dengan kepadatan
penduduk rendah seperti pada daerah rural secara umum, akumulasi sampah yang
terproduksi tidak signifikan terhadap luas wilyah, namun berbeda dengan wilayah
perkotaan dengan kepadatan penduduk tinggi, produksi sampah akan menjadi
permasalahan yang cukup signifikan akibat terbatasnya ketersediaan lahan yang
digunakan sebagai sarana pengolahan maupun landfill sampah domsetik ini.
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang terjadi di wilayah perkotaan produksi sampah juga akan turut meningkat, sehingga dibutuhkan solusi cermat
untuk mengantisipasi peningkatan produksi sampah yang memiliki dampak minimal pada pencemaran lingkungan, ekonomis serta efisien dalam hal
pemanfaatan lahan (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).
Tidak berbeda dengan permasalahan sampah yang dihadapi oleh wilayah
perkotaan di Indonesia, kota Dar es Salaam di Tanzania juga menghadapi hal
yang serupa. Limbah padat hasil kegiatan domestik masyarakat di wilayah
perkotaan telah menjadi permasalahan lingkungan yang serius. Sejalan dengan
pembangunan sosial ekonomi kurun waktu terakhir, ditambah dengan liberalisasi
ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang cepat, produksi limbah padat yang
dihasilkan penduduk kota Dar es Salaam telah meningkat dengan kecepatan yang
cukup tinggi. Namun peningkatan volume sampah tersebut tidak diimbangi
dengan peningkatan kemampuan pemerintah setempat dalam mengelola sampah
yang terproduksi. Secara rata - rata hanya 20 - 30 % sampah wilayah perkotaan di
negara Tanzania yang mampu dikumpulkan dan dibuang ke landfill oleh
pemerintah daerah setempat. Krisis yang dihadapi dalam penyusunan kebijakan
masalah persampahan wilayah perkotaan di Tanzania secara umum melingkupi masalah - masalah : (1) Pengelolaan limbah padat, (2) Privatisasi sektor
persampahan, (3) Dampak lingkungan dari pembuangan limbah dan (4) Peningkatan kapasitas kelembagaan. Untuk menyelesaikan permasalahan -
permasalahan di atas diperlukan kerangka konseptual didasarkan pada aplikasi pengelolaan sampah yang berkelanjutan di Tanzania. Upaya pengurangan
produksi sampah, pemanfaatan ulang hingga upaya daur ulang diusulkan sebagai solusi bagi pengelolaan limbah padat perkotaan. Perbaikan manajemen
pengelolaan sampah dan peningkatan kapasitas kelembagaan juga dianggap
memiliki peran penting dalam tujuan yang sama (Yhdego 1995).
Studi serupa juga dilakukan oleh Bhuiyan (2010), menggunakan data empiris yang dikumpulkan pada tahun 2000, 2003 and 2009 dilakukan analisis
pengelolaan sampah padat perkotaan yang dilakukan oleh pemerintah di Bangladesh. Studi ini difokuskan pada kelembagaan pemerintahan sebagai kunci
dalam pengelolaan sampah di Bangladesh. Analisis juga dilakukan pada sektor swasta yang bergerak dalam bidang pelayanan kebersihan dan keterlibatan
masyarakat disana. Hasil studi menyimpulkan bahwa kemitraan pemerintah-swasta berkontribusi terhadap pengelolaan limbah padat yang efektif, begitupula
pemberdayaan masayarakat dalam pengelolaan sampah turut memberikan
kontribusi yang positif. Bentuk kemitraan pemerintah - swasta dan pemerintah -
masyarakat dalam pengelolaan sampah diharapkan dapat menjadi solusi masalah
persampahan Bangladesh di masa mendatang.
Secara umum dipahami masalah persampahan hanya mencakup upaya pengangkutan sampah dari sumber hingga tempat landfill sampah. Namun,
disamping permasalahan tersebut masih dimungkinkan pula kondisi - kondisi tertentu pada saat sebagian dari sampah kota tidak dapat terangkut hingga tempat
landfill, ataupun sampah yang telah ditimbun pada landfill menyebabkan terjadinya pencemaran wilayah sekitar. Rao dan Shantaram (1995) dalam studi
yang dilakukannya di Hyderabad, India menjelaskan potensi pencemaran
lingkungan berupa kontaminasi logam berat pada media tanah dan air yang
dihasilkan dari sampah atau limbah padat perkotaan. Logam berat seperti Cu, Pb,
Ni dan Zn secara umum banyak dihasilkan dari limbah padat perkotaan di India.
Hyderabad adalah kota besar India dengan jumlah penduduk lebih dari 45 juta
jiwa dan jumlah limbah padat yang dihasilkan dari kota diperkirakan 1_200 -
1_800 ton / hari. Limbah padat yang dihasilkan di kota Hyderabad tersebut
sebagian besar timbun pada daerah landfill sampah di daerah dataran rendah.
Meskipun demikian kondisi tersebut menyebabkan terjadinya potensi pencemaran
secara langsung pada lahan pertanian untuk budidaya tanaman. Dampak yang
mungkin terjadi berupa masalah pencemaran air tanah, rusaknya tanaman panen,
dan penurunan kualitas tanah.
2.4.2 Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau
Pertumbuhan kota yang pesat sewajarnya akan selalu disertai peningkatan
kebutuhan akan lahan.Kebutuhan yang didasari atas kebutuhan pertambahan
infrastruktur kota ini tentu akan mempercepat terjadinya alih fungsi lahan.
Kawasan RTH yang pada mulanya merupakan daerah tangkapan air bagi kota
kehilangan fungsinya karena berubah fungsi menjadi kawasan terbangun. Guna
mendukung keberlanjutan wilayah, Undang - Undang No 26 Tahun 2007
mengamanatkan 30 % kawasan kota harus ditetapkan sebagai kawasan RTH yang
terbagi masing - masing atas 20 % berasal dari kawasan publik yang harus disediakan pemerintah dan 10 % dari kawasan privat. Penetapan jumlah minimal
kawasan RTH ini diperlukan dalam mengontrol pertumbuhan kota yang tidak selaras dengan lingkungan. Manfaat kawasan RTH bagi suatu kota adalah sebagai
pengendali aliran air run off dan sebagai daerah penyimpan air disamping juga memberi manfaat sebagai penghasil oksigen. Adapun besarnya peranan kawasan
RTH ditentukan oleh vegetasi yang ada maupun luasan RTH itu sendiri.
Secara global perkembangan kota memberikan tekanan yang cukup besar
pada lingkungan. Di Amerika Serikat misalnya, pertumbuhan cakupan lahan kota
diproyeksikan meningkat dari 3.1 % pada 2000 menjadi 8.1 % pada tahun 2050
menyebabkan tergusurnya daerah hutan dan kawasan tangkapan air (Nowak dan Walton 2005). Kondisi yang umumnya terjadi akibat urbanisasi ini, harus
diimbangi dengan upaya lain yang bersifat menjaga kawasan hutan atau bentuk daerah penyangga lainnya.
Duggan (2012) juga melihat pertumbuhan kota yang merambah pada
kawasan hutan dan daerah penyangga lain biasanya dianggap memiliki efek
merugikan pada perairan maupun kota itu sendiri. Solusi yang dapat dilakukan
untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara melakukan penanaman
kembali atau re - vegetasi pada kawasan - kawasan di sekitar wilayah kota. Efek
dari konversi lahan menjadi hutan di daerah tangkapan di Waiwhakareke,
Selandia Baru memberikan dampak yang positif pada kota - kota terdekat, Secara umum bentuk perimbangan kawasan ini ditunjukkan sebagai salah satu model
untuk pembangunan dan penyebaran kota - kota di masa mendatang.
Penduduk dunia tumbuh sebesar 1.8 % per tahun dan akan mencapai
angka 5.1 miliar, ketika lebih dari 56 % orang di negara berkembang akan tinggal
di kota pada tahun 2030, sedangkan di negara maju mungkin juga melebihi
84_persen pada tahun yang sama. Oleh sebab itu kota - kota dengan karakteristik
berpenduduk padat menjadi ciri yang dominan dalam pembangunan perkotaan
sejak paruh kedua abad ke - 20 (Roaf 2010).
Kondisi di atas dalam jangka waktu panjang dapat menimbulkan
kurangnya ketersediaan RTH permasalahan kerusakan ekologis. Sebagai contoh,
menurut proyeksi resmi tahun 2031, semenanjung Macau, China akan dihuni oleh
829 000 jiwa penduduk. Proyeksi tersebut memberikan gambaran bagi perencana
dalam strategi dan upaya untuk memenuhi kebutuhan RTH wilayah tersebut.
Upaya - upaya yang dilakukan oleh pemerintah lokal dalam menghadapi
permasalahan tersebut adalah dengan cara meningkatkan efisiensi penggunaan
lahan untuk kebutuhan komersial dan permukiman, serta mempertahankan jumlah
dan sebaran RTH di wilayah tersebut. Berdasarkan riset lapangan yang dilakukan
pada Agustus 2010, diketahui jumlah penduduk semenanjung Macau mencapai
542 400 jiwa dan masih terdapat 26.9 % dari kawasannya masih berupa kawasan
RTH. Diharapkan melalui penetapan regulasi yang ketat dalam menjaga kawasan
RTH dan inovasi yang tepat dalam pemanfaatan ruang, proporsi seimbang antara
jumlah penduduk dan ketersediaan RTH wilayah tersebut dapat dicapai (Min et al.
2011).
Dalam studi yang dilakukan oleh Siriwardena et al. (2006) di daerah
Queensland, Australia ditunjukkan hubungan vegetasi pada daerah tangkapan air
terhadap sistem hidrologi wilayah. Peran vegetasi pada daerah tangkapan air yang
didominasi tumbuhan Acacia sp. tersebut memiliki pengaruh terhadap skala
maupun dampak limpasan air. Penurunan jumlah vegetasi menyebabkan
penurunan kemampuan lahan dalam menyimpan air disamping meningkatkan
erosi tanah terutama pada saat curah hujan tinggi. Indikasi penurunan kemampuan
lahan dalam menyimpan air tersebut tergambar dari peningkatan debit air sungai
di kawasan tersebut pada masa setelah terjadinya penurunan luasan tutupan
vegetasi pada kawasan tangkapan air terhadap masa sebelum terjadinya
penurunan luasan di saat - saat terjadinya hujan dengan intensitas yang sama.
Pada penelitian ini dilakukan pula permodelan yang menggambarkan hubungan
perubahan luasan tutupan vegetasi terhadap kondisi hidrologi kawasan. Model
yang dibuat mencoba menggambarkan pengaruh perubahan luas tutupan vegetasi terhadap faktor - faktor lain seperti intensitas debit sungai, tingkat erosi tanah
pada keadaan intensitas hujan tertentu.
Hasil penelitian yang lebih awal yang dilakukan oleh Eschner dan
Satterlund (1966) menunjukkan kondisi hidrologi kawasan secara lambat, dan
konsisten dalam penggunaan lahan dan perubahan tutupan vegetasi selama
periode 39 tahun 1912 - 1950 di wilayah Timur Laut Amerika Serikat.
Menggunakan metode regresi berganda ditunjukkan bahwa peningkatan kerapatan
vegetasi dan tutupan tajuk pohon berkaitan dengan laju aliran air run off dan debit
aliran air sungai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa upaya pertambahan
vegetasi pada daerah tangkapan air dapat menurunkan intensitas air run off disamping dibutuhkan pula ketersediaan saluaran air limpasan seperti drainase
(Siriwardena et al. 2006).
2.4.3 Pencemaran Badan Air
Air merupakan salah satu unsur utama yang dibutuhkan oleh makhluk hidup termasuk manusia. Kebutuhan akan air untuk minum, sarana pendukung
sanitasi maupun untuk kebutuhan - kebutuhan penting lainnya mutlak diperlukan. Media lingkungan berupa air merupakan sarana penting yang menyediakan
kebutuhan - kebutuhan tersebut, sehingga tercukupinya air dari sisi jumlah dan
kualitas untuk penunjang sarana kehidupan manusia tidak dapat ditawar lagi.
Namun dilihat dari sudut pandang yang lain media lingkungan air terkadang juga
dilihat sebagai sarana tempat pembuangan sampah maupun limbah yang praktis.
Kondisi tersebut yang menyebabkan terjadinya dilema ketika pada satu sisi air
merupakan salah satu sumber sarana penunjang kehidupan dan disisi lain kualitas
air yang selalu menurun akibat digunakan sebagai sarana pembuangan sisa - sisa
kegiatan dan aktivitas ekonomi masyarakat. Sifat air yang mengalir dari daerah
hulu menuju ke hilir menyebabkan penanganan pencemaran yang terjadi pada
media air berbeda dengan penanganan pencemaran pada media tanah. Aliran air
menyebabkan pencemaran yang terjadi pada daerah hulu turut member dampak
pada daerah hilir. Pengelolaan badan air yang dilakukan secara terpadu diperlukan
guna mencegah pencemaran yang terjadi pada media tersebut (Kementerian
Lingkungan Hidup 2006).
Untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas air, pemantauan kualitas
badan air dan sumber - sumber pencemar perlu dilakukan secara berkala. Pemantauan yang dilakukan harus mengikuti kaidah - kaidah ketentuan baku mutu
yang telah ditentukan oleh peraturan wilayah setempat atas parameter - parameter
tertentu. Sebagai contoh, pada rentang tahun 1993 hingga 2003 dilakukan studi
atas pemantauan 9 (sembilan) sungai di Eropa yang melintasi negara Polandia,
Jerman dan Republik Ceko. Pemantauan kualitas badan air dilakukan untuk
parameter - parameter BOD5, COD, Cd, Zn, P, N serta padatan tersuspesi (Korol
et al. 2005). Pemantauan yang dilakukan secara umum melingkupi 3 parameter
yang berkaitan dengan zat organik, parameter salinitas dan biogens. Kegiatan
yang dilakukan tersebut berperan penting dalam fungsi kontrol terhadap kualitas
sungai - sungai yang melintas pada ketiga negara tersebut.
Bentuk pamantauan kualitas badan air lain juga dilakukan di kawasan
pertanian di provinsi Jiangxi negara Cina. Studi yang dilakukan pada tahun 2008
menitikberatkan pemantauan parameter - parameter N, P dan S hasil kegiatan
pertanian setempat. Kegiatan pemantauan yang dilakukan memiliki tujuan untuk
menjaga kualitas air sungai Zhongzhou yang merupakan sumber air baku
pemenuhan kebutuhan domestik dan industri kota Longgang (Zhang et al. 2009).
2.4.4 Pencemaran Udara
Serupa dengan kebutuhan air bersih untuk menunjang kehidupan di
wilayah perkotaan, udara yang bersih juga turut menjadi faktor penunjang lain
yang tidak kalah penting. Udara bersih merupakan komponen penting yang
diperlukan manusia, hewan dan tumbuhan untuk bertahan hidup.
Studi yang dilakukan pada kota Meksiko dari tahun 1986 hingga 1994
menunjukkan bahwa sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan
kegiatan perekonomian akan dibarengi oleh penurunan kualitas udara ambient di
wilayah tersebut. Terjadinya pencemaran udara ini merupakan akibat peningkatan
sumber polutan udara tidak bergerak yakni bertambahnya jumlah industri yang
ada pada kawasan kota Meksiko. Kondisi tersebut ditandai dengan naiknya unsur
- unsur polutan udara yakni Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2),
Ozon (O3), Nitrogen (NO2) dan partikulat tersuspensi (TSP). Sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi suatu kota, semakin tinggi produksi gas buang yang terjadi
serta semakin tingginya beban lingkungan yang terjadi pada kawasan kota
tersebut. Pemantauan kualitas udara ambient secara kontinu serta pengawasan
pemenuhan baku mutu sumber pencemar udara pada sektor industri merupakan
langkah yang diambil pemerintah setempat untuk mengurangi risiko yang timbul pada media udara di kawasan kota tersebut. (Garza 1996).
Studi yang berkaitan dengan penurunan kualitas udara juga dilakukan pada
wilayah kota Thessalonica di Yunani pada tahun 2004 hingga 2009. Studi
perubahan kualitas udara kawasan urban tersebut dilakukan untuk memantau
parameter - parameter CO, SO2, O3, PM10 and NO2. Berbeda dengan studi yang
dilakukan oleh Garza pada kota Meksiko, sumber pencemar udara utama kota
Thessalonica umumnya berasal dari sumber polutan begerak atau sektor
transportasi. Pertumbuhan kendaraan bermotor pada kawasan kota tersebut
memberi dampak meningkatnya unsur pencemar yang terdapat pada udara
ambien. Adapun dalam mengontrol tingkat pencemaran yang terjadi pemerintah
setempat berupaya melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap pemenuhan
baku mutu sumber pencemar bergerak maupun memperbaiki sistem transportasi
umum yang ada disana (Kassomenos et al. 2012).
2.5 Hubungan Alokasi Anggaran Terhadap Kualitas Lingkungan Hidup
Perkotaan
Kualitas lingkungan hidup suatu kota akan berbanding lurus terhadap
upaya ataupun intensitas kegiatan yang mendukung kelestarian lingkungan hidup kota tersebut, sehingga melalui pendekatan pola pikir yang sederhana dipahami
bahwa pada keadaan ideal dengan meningkatkan jumlah anggaran pada kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, keluaran maupun hasil pencapaian dari program
dan kegiatan tersebut juga akan meningkat. Bentuk hubungan positif tersebut tentu secara umum dapat langsung dapat dimengerti dan diterima oleh berbagai
pihak. Namun bila dilihat pada sisi lain, nilai dari pengaruh tersebut perlu dikuantitatifkan guna melihat dan membandingkan besarnya tingkat pengaruh
suatu komponen input terhadap output yang diharapkan. Besar alokasi anggaran
lingkungan hidup atau secara lebih spesifik pada kegiatan pengelolaan kebersihan
dan pengelolaan ruang terbuka hijau masing - masing dapat dianalogikan sebagai
representasi jumlah ukuran luas daerah pelayanan maupun tingkat kualitas sarana
dan prasarana pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau yang dapat disediakan.
Oleh sebab itu peambahan alokasi anggaran untuk kegiatan - kegiatan tersebut
berimplikasi pada semakin luasnya daerah yang dapat terlayani serta semakin baik
sarana dan prasarana yang tersedia (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).
Bentuk investasi pemerintah dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup yang diwujudkan dalam bentuk pengalokasian anggaran bagi kegiatan
terkait yang memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas lingkungan
hidup suatu kawasan. Dalam kegiatan monitoring kualitas lingkungan yang
dilakukan di negara Mongolia pada tahun 2004 disampaikan bahwa alokasi
anggaran baik untuk kebutuhan operasional maupun dalam bentuk investasi
berupa penyediaan fasilitas pendukung memiliki peran vital dalam menentukan
tingkat pengelolaan lingkungan hidup terutama dalam aspek pengelolaan limbah
padat atau persampahan. Meski belum didukung oleh informasi pengalokasian
anggaran pengelolaan lingkungan secara detail, rendahnya tingkat pengelolaan
limbah padat pada rentang waktu tertentu merupakan implikasi langsung dari
minimnya alokasi anggaran pengelolaan sampah pada waktu yang bersamaan.
Buruknya pengelolaan limbah padat pada waktu tersebut banyak terjadi pada
tahapan distribusi sampah dari sumber maupun pada akhir pengelolaan sampah.
Tercatat pada tahun 1996 hingga 2000 pada tingkat pemerintah lokal maupun pusat di negara Mongolia belum dialokasikan anggaran yang mendukung kegiatan
pengelolaan limbah padat hasil kegiatan domestik masyarakat (World Bank 2004).
Rendahnya kualitas lingkungan hidup perkotaan terlihat dari tingkat
kebersihan dan keteduhan merupakan masalah yang umum dijumpai pada kota -
kota di Indonesia, tidak terkecuali untuk wilayah Kalimantan. Hal ini terjadi
karena pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten /
kota pada umumnya belum optimal. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu upaya
khusus disamping program pemantauan tingkat pengelolaan lingkungan hidup
perkotaan yang terintegrasi dalam bentuk program pengawasan kualitas
lingkungan hidup kota, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan informasi
maupun panduan bagi pemerintah kabupaten / kota dalam hal pengelolaan
lingkungan hidup kota yang baik. Salah satu hal yang dapat menjadi jalan keluar
ataupun solusi bagi keadaan ini adalah dengan melakukan pengalokasian APBD
secara optimal untuk kegiatan - kegiatan berikut : (1) Pengelolaan kebersihan atau
sampah, (2) Pengelolaan ruang terbuka hijau, dan (3) Manajemen lingkungan
hidup. Dalam upaya optimalisasi anggaran bagi kegiatan - kegiatan di atas terlebih dahulu perlu diketahui keterkaitan alokasi APBD kegiatan - kegiatan tersebut
terhadap hasil pengelolaan lingkungan hidup kota melalui pendekatan statistik. Melalui konsep pikir yang logis peningkatan anggaran pada kegiatan - kegiatan
tersebut dapat mendorong peningkatan kualitas lingkungan hidup perkotaan. Secara kuantitatif besarnya pengaruh kegiatan - kegiatan tersebut dapat diketahui
melalui metode analisis yang sesuai (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).
Kao et al. (2009) dalam penelitiannya menunjukkan hubungan alokasi
anggaran terhadap salah satu indikator kuliatas lingkungan yakni kualitas air
dalam lingkup kawasan. Studi tersebut dilakukan pada kota Hsinchu di Taiwan
yang dilalui oleh tiga sungai utama yaitu Sungai Touchien, Sungai Keya and Sungai Yenkang. Upaya untuk menjaga keberlanjutan kualitas air kota Hsinchu
tersebut didasari atas sistem yang dikenal dengan nama Regional Water
Environmental Sustainability (RWES). Sistem RWES sendiri melingkupi
indikator - indikator visi, tujuan, dan besaran alokasi anggaran dalam program - program terkait upaya pelestarian kualitas air kota. Tujuan pelaksanaan studi
tersebut adalah untuk melihat besar pengaruh alokasi anggaran pada sistem manajemen pengelolaan air kota dalam menjaga kelestarian air tanah maupun
lingkungan daerah sumber air bagi kota. Hasil dari studi tersebut kedepan oleh
pemerintah daerah setempat digunakan untuk kebutuhan dalam evaluasi
pemanfaatan anggaran, perencanaan alokasi anggaran serta penentuan prioritas
program - program yang akan dilakukan.
Hasil studi menunjukkan hubungan positif antara pengalokasian anggaran terhadap pencapaian indikator kualitas air tertentu. Hasil studi tersebut juga
membantu dalam pengembangan metode analisis kualitas air kawasan berbasis alokasi anggaran. Metode ini penting dalam penentuan indikator - indikator utama
maupun dalam proses efisiensi pengalokasian anggaran yang tergambar dari kecenderungan tingkat pencapaian indikator kualitas air terhadap besaran alokasi
anggaran itu sendiri (Kao et al. 2009).
Konsep yang serupa juga dilakukan di Luksemburg untuk menghubungkan
indikator lingkungan dengan pengeluaran anggaran bidang perlindungan kawasan. Indikator - indikator yang terintegrasi ke dalam sistem anggaran alokasi keuangan
yang ada digunakan dalam menganalisis penerapan alokasi anggaran untuk tiap indikator lingkungan, dan konsistensi dari alokasi anggaran dalam memenuhi visi
dan tujuan. Sistem yang dibuat bertujuan memfasilitasi proses pengambilan keputusan dan evaluasi untuk alokasi anggaran secara efektif untuk jangka pendek
dan visi pencapaian kelestarian lingkungan jangka panjang (Eurostat 2002).
Dalam melakukan analisis hubungan alokasi anggaran dengan indikator
kualitas lingkungan, banyak organisasi dan negara - negara di seluruh dunia telah
membentuk berbagai sistem analisis indikator. Namun sistem analisis indikator
tersebut sebagian besar dikembangkan secara spesifik untuk negara atau tempat
indikator tersebut dibuat. Kondisi ini menyebabkan indikator yang sama tidak
sepenuhnya cocok digunakan bagi negara atau daerah lain. Penentuan kualitas
lingkungan maupun faktor - faktor yang menentukan keberlanjutan lingkungan
untuk suatu negara berbeda dengan negara atau daerah lain. Oleh karena itu,
pemerintah atau lembaga yang bertanggung jawab atas hal ini perlu menetapkan
sistem analisis indikator yang sesuai dengan karakteristik spesifik daerah setempat
(Best et al. 1998).
2.6 Hubungan Penduduk Terhadap Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan
Banyak studi dan penelitian telah dilakukan untuk melihat tingkat potensi pencemaran yang diakibatkan aktivitas penduduk. Upaya tersebut merupakan
bentuk antisipasi terjadinya dampak signifikan aktivitas penduduk pada lingkungan. Pada studi pengukuran jumlah limbah padat yang terproduksi di
Kucing, Negara Bagian Serawak, Malaysia yang dilakukan oleh Lim (2012) dinyatakan bahwa pertumbuhan penduduk mendorong peningkatan produksi
limbah padat, sehingga perlu adanya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan
sampah. Lim juga menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat di Kucing dapat
menurunkan produksi sampah domestik disamping juga memberi dampak positif
penurunan biaya pengelolaan lingkungan kota khususnya bidang persampahan.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Naïma et al. (2012) bahwa produksi limbah padat kawasan perkotaan bertambah seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk, baik dari urbanisasi yang terjadi maupun peningkatan angka kelahiran di kota Chlef, Aljazair. Sistem pengelolaan sampah yang kurang tepat disertai
produksi sampah yang terus meningkat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan, khususnya di wilayah sekitar landfill limbah padat (TPA).
Min et al. (2011) dalam penelitiannya di Semenanjung Macau, China
menyebutkan bahwa pertambahan jumlah penduduk yang mendorong tingginya
pemanfaatan lahan suatu kawasan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan kawasan tersebut. Penurunan yang terjadi disebabkan semakin
tingginya kepadatan penduduk yang menyebabkan berkurangnya luas kawasan penyangga yakni kawasan RTH. RTH pada suatu kawasan memiliki peran dalam
menjaga daya dukung lingkungan atas suatu kegiatan penduduk yang berlangsung didalamnya, atau dalam arti lain berperan dalam mendukung keberlanjutan
kawasan tersebut secara keseluruhan.
Secara umum, melalui studi yang berkaitan dengan kualitas lingkungan
suatu kawasan perkotaan, diketahui bahwa kualitas lingkungan akan berbanding
terbalik dengan tingkat pencemaran ataupun tingkat kerusakan yang ada. Pada sisi
lain, tingkat pencemaran akan semakin tinggi sejalan dengan semakin tingginya aktivitas manusia yang terjadi pada kawasan tersebut, sehingga secara sederhana
dapat diasumsikan peningkatan jumlah penduduk akan memiliki pengaruh negatif terhadap nilai kualitas lingkungan.
2.7 Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan
Dalam menghadapi pesatnya pertumbuhan kota - kota saat ini, beragam
konsep kota ramah lingkungan telah banyak di susun sebagai panduan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota serta menjaga keberlanjutan kota
tersebut di masa mendatang. Diantaranya adalah konsep green city yang dikembangkan oleh Asian Development Bank (ADB) dan program "kota hijau"
yang dikembangkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Keduanya merupakan suatu bentuk konsep terpadu perencanaan kawasan perkotaan yang mencakup
beragam komponen yang ada pada wilayah perkotaan. Adapun perbedaan
keduanya adalah kota - kota yang menjadi sasarannya. ADB mengembangkan
konsep green city dengan sasaran kota - kota metropolitan pada negara - negara
berkembang di kawasan Asia, sedangkan Kementerian Pekerjaan Umum memilih
ibu kota daerah kabupaten / kota dengan RTRW yang telah ditetapkan dalam
bentuk peraturan daerah sebagai sasaran pengembangan program "kota hijau".
Konsep green city dikembangkan oleh ADB sebagai jawaban pesatnya pertumbuhan penduduk kawasan urban kota - kota metropolitan di Asia.
Pertumbuhan kota - kota di negara berkembang seringkali tidak diimbangi pengelolaan lingkungan dengan baik. Masalah lingkungan yang ditimbulkan kota
- kota tersebut tidak hanya berskala lokal seperti pencemaran tanah maupun badan
air, namun juga masalah berskala regional atau internasional seperti pencemaran
udara akibat tingginya produksi gas rumah kaca (Asian Development Bank 2012).
Program "kota hijau" disusun atas amanat Undang - Undang No 32 tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang - Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam mewujudkan kota
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dalam mencapai tujuan tersebut, upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota melalui penyediaan
kawasan RTH sebesar 30 % dari total luas wilayah kota menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari program "kota hijau". Program "kota hijau" juga
merupakan respon untuk menjawab isu perubahan iklim melalui tindakan adaptasi
dan mitigasi lingkungan. Penyusunan peta hijau kawasan nasional, penyusunan
master plan RTH kota - kota di Indonesia serta penentuan kota - kota yang telah
menerapkan konsep kota ramah lingkungan sebagai pilot project percontohan
merupakan sasaran pelaksanaan program “kota hijau” tahun 2011 hingga 2014
mendatang (Kementerian Pekerjaan Umum 2011).
Atribut dalam pelaksanaan program "kota hijau" (green city) meliputi :
� Green planning and design : Perencanaan dan perancangan agenda hijau
kota skala lokal dan nasional
� Green open space : Perwujudan kualitas, kuantitas dan jejaring
RTH perkotaan
� Green community : Peningkatan kepekaan, kepedulian dan peran
serta aktif masyarakat dalam pengembangan “kota hijau”
� Green building : Penerapan bangunan ramah lingkungan (infrastruktur hemat air dan energi)
� Green waste : Penerapan prinsip pengelolaan sampah / limbah
padat ramah lingkungan
� Green energy : Pemanfaatan sumber energi yang efisien dan
ramah lingkungan
� Green transportation : Pengembangan sistem transportasi publik
ramah lingkungan yang berkelanjutan
� Green water : Peningkatan efisiensi pemanfaatan dan
pengelolaan sumberdaya air
Melalui penerapan atribut - atribut tersebut dalam pembangunan kawasan
perkotaan berdasarkan arahan program “kota hijau” atau green city, diharapkan
terjadi perubahan kualitas lingkungan hidup kota secara bertahap menuju arah
yang lebih baik.
III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini didasari perlunya meningkatkan
kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan. Ketersediaan
informasi lingkungan merupakan langkah awal yang diperlukan dalam mencapai
peningkatan kualitas lingkungan seperti yang diharapkan. Informasi lingkungan
yang dimiliki oleh suatu kota merupakan gambaran baik atau buruknya kondisi
fisik kota tersebut. Kondisi fisik suatu kota dipengaruhi oleh kondisi awal kota
tersebut maupun aktivitas masyarakat yang mendiaminya. Perubahan kondisi fisik lingkungan akan terjadi sejalan dengan adanya aktivitas yang terjadi didalamnya.
Secara umum aktivitas masyarakat yang terjadi pada suatu kota memiliki dampak
negatif pada kondisi fisik lingkungan kota. Besar atau kecilnya pengaruh yang
ditimbulkan selama rentang waktu tertentu ditentukan oleh tinggi rendahnya
aktivitas masyarakat termasuk upaya meminimalisasi dampak yang terjadi akibat
aktivitas tersebut. Kondisi - kondisi tersebut merupakan bagian dari informasi
lingkungan yang dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan kota sebagai kawasan
yang berfungsi sebagai konsentrasi aktivitas masyarakat pada suatu kawasan.
Informasi - informasi yang diperlukan secara umum dapat diwakili dengan
nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Nilai indeks ini merupakan gambaran tingkat pengelolaan tiap - tiap komponen lingkungan yang ada di suatu kota.
Komponen - komponen lingkungan yang digunakan sebagai indikator penilaian
suatu kota berbeda - beda untuk berbagai jenis kategori kota. Untuk kota sedang
dan kecil di Kalimantan, komponen pengelolaan kebersihan dan RTH kota
dianggap dapat memberikan gambaran kondisi kota secara baik. Komponen
pengelolaan kebersihan dan RTH secara lebih detail berhubungan dengan lokasi -
lokasi yang menjadi bagian dari suatu kota. Analisis lanjutan dibutuhkan untuk
dapat melihat hubungan tiap - tiap komponen kondisi lingkungan pada lokasi -
lokasi yang berbeda pada suatu kota.
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa : (1) Terdapat pengelompokan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan yang memiliki kesamaan karakteristik
kualitas lingkungan hidup, (2) Komponen - komponen kualitas lingkungan pada
lokasi - lokasi berbeda memberikan pengaruh berbeda terhadap indeks kualitas
lingkungan kota, (3) Adanya hubungan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan
lingkungan hidup dan kegiatan pengelolaan kebersihan suatu kabupaten / kota
terhadap nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota, serta (4) Adanya hubungan
kepadatan penduduk dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota.
Untuk dapat membuktikan asumsi - asumsi tersebut dibutuhkan metode analisis yang sesuai. Beberapa teknik analisis data yang dapat digunakan
diantaranya : (1) Analisis gerombol (Cluster Analysis) untuk dapat melihat pengelompokan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan, (2) Analisis
komponen utama (Principal Component Analysis) untuk dapat melihat besar
pengaruh komponen - komponen kualitas lingkungan pada lokasi - lokasi berbeda
dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota, serta (3) Analisis panel untuk
melihat hubungan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup,
anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan dan kepadatan penduduk dengan nilai
indeks kualitas lingkungan hidup kota.
Informasi lingkungan yang didapatkan diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah pusat dalam menentukan kebijakan pengawasan
kualitas lingkungan kota khususnya untuk kota yang berukuran sedang maupun kecil. Selain itu, informasi lingkungan yang sama dapat digunakan pemerintah
kabupaten / kota dalam menentukan prioritas lokasi obyek sasaran kegiatan di wilayah kerjanya. Diagram kerangka pikir penelitian tertera pada Gambar 4.
Gambar 4 Kerangka Pikir Penelitian
3.2 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 14 bulan pada periode Juni 2012
hingga Juli 2013. Penelitian dilakukan pada 47 (empat puluh tujuh) kota yaitu 4_kota Sedang dan 43 kota Kecil di 4 (empat) wilayah Provinsi di Kalimantan
seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Kota sedang dan kecil di Kalimantan
No Provinsi Kabupaten / Kota Kota Kategori Kota
1 Kalimantan Barat Kota Singkawang Singkawang Kota Sedang
2 Kalimantan Barat Kab. Bengkayang Bengkayang Kota Kecil
3 Kalimantan Barat Kab. Ketapang Ketapang Kota Kecil
4 Kalimantan Barat Kab. Pontianak Mempawah Kota Kecil
5 Kalimantan Barat Kab. Melawi Nanga Pinoh Kota Kecil
6 Kalimantan Barat Kab. Landak Ngabang Kota Kecil
7 Kalimantan Barat Kab. Kapuas Hulu Putussibau Kota Kecil
8 Kalimantan Barat Kab. Sambas Sambas Kota Kecil
Kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan yang masih rendah
Arahan kebijakan peningkatan kondisi lingkungan
kota sedang dan kecil di Kalimantan
Fokus peningkatan kualitas lingkungan pada kota - kota
dengan kategori kualitas lingkungan “cukup” dan “buruk”
Analisis faktor fisik
Analisis faktor non fisik
Indikator fisik yang berpengaruh pada
indeks kualitas lingkungan hidup kota
Indikator non fisik yang berpengaruh pada
indeks kualitas lingkungan hidup kota
Tabel 1 (Lanjutan)
No Provinsi Kabupaten / Kota Kota Kategori Kota
9 Kalimantan Barat Kab. Sanggau Sanggau Kota Kecil
10 Kalimantan Barat Kab. Sekadau Sekadau Kota Kecil
11 Kalimantan Barat Kab. Sintang Sintang Kota Kecil
12 Kalimantan Selatan Kota Banjarbaru Banjarbaru Kota Sedang
13 Kalimantan Selatan Kab. Hulu Sungai Utara Amuntai Kota Kecil
14 Kalimantan Selatan Kab. Hulu Sungai Tengah Barabai Kota Kecil
15 Kalimantan Selatan Kab. Tanah Bumbu Batulicin Kota Kecil
16 Kalimantan Selatan Kab. Hulu Sungai Selatan Kandangan Kota Kecil
17 Kalimantan Selatan Kab. Kotabaru Kotabaru Kota Kecil
18 Kalimantan Selatan Kab. Barito Kuala Marabahan Kota Kecil
19 Kalimantan Selatan Kab. Banjar Martapura Kota Kecil
20 Kalimantan Selatan Kab. Balangan Paringin Kota Kecil
21 Kalimantan Selatan Kab. Tanah Laut Pelaihari Kota Kecil
22 Kalimantan Selatan Kab. Tapin Rantau Kota Kecil
23 Kalimantan Selatan Kab. Tabalong Tanjung Kota Kecil
24 Kalimantan Tengah Kab. Barito Selatan Buntok Kota Kecil
25 Kalimantan Tengah Kab. Katingan Kasongan Kota Kecil
26 Kalimantan Tengah Kab. Kapuas Kuala Kapuas Kota Kecil
27 Kalimantan Tengah Kab. Gunung Mas Kuala Kurun Kota Kecil
28 Kalimantan Tengah Kab. Seruyan Kuala Pembuang Kota Kecil
29 Kalimantan Tengah Kab. Barito Utara Muara Teweh Kota Kecil
30 Kalimantan Tengah Kab. Lamandau Nanga Bulik Kota Kecil
31 Kalimantan Tengah Kab. Kotawaringin Barat Pangkalan Bun Kota Kecil
32 Kalimantan Tengah Kab. Pulang Pisau Pulang Pisau Kota Kecil
33 Kalimantan Tengah Kab. Murung Raya Puruk Cahu Kota Kecil
34 Kalimantan Tengah Kab. Kotawaringin Timur Sampit Kota Kecil
35 Kalimantan Tengah Kab. Sukamara Sukamara Kota Kecil
36 Kalimantan Tengah Kab. Barito Timur Tamiyang Layang Kota Kecil
37 Kalimantan Timur Kota Bontang Bontang Kota Sedang
38 Kalimantan Timur Kab. Penajam Paser Utara Penajam Kota Kecil
39 Kalimantan Timur Kab. Kutai Timur Sangatta Kota Kecil
40 Kalimantan Timur Kab. Kutai Barat Sendawar Kota Kecil
41 Kalimantan Timur Kab. Paser Tanah Grogot Kota Kecil
42 Kalimantan Timur Kab. Berau Tanjung Redeb Kota Kecil
43 Kalimantan Timur Kab. Kutai Kartanegara Tenggarong Kota Kecil
44 Kalimantan Timur Kota Tarakan Tarakan Kota Sedang
45 Kalimantan Timur Kab. Malinau Malinau Kota Kecil
46 Kalimantan Timur Kab. Nunukan Nunukan Kota Kecil
47 Kalimantan Timur Kab. Bulungan Tanjung Selor Kota Kecil
Kota - kota sedang dan kecil lokasi pelaksanaan penelitian di Kalimantan
tersebar pada wilayah Provinsi Kalimantan Timur, Tengah, Selatan dan Barat.
Dengan topografi yang relatif datar, terdapat kecenderungan kota - kota tersebut
berada dekat daerah aliran sungai ataupun pada pesisir pantai. Kondisi tersebut
menggambarkan aktivitas masyarakat dan kegiatan perekonomian yang
bergantung pada lalu lintas sungai atau laut. Pada masa lalu sebelum sarana
transportasi jalan belum mampu menghubungkan satu kota dengan kota lainnya,
aktivitas niaga, distribusi barang maupun jasa yang dilakukan oleh masyarakat
banyak mengandalkan sungai atau laut sebagai sarana transportasi utama. Kondisi
ini dicirikan dengan letak pusat perekonomian kota yang tidak berada jauh dari
pelabuhan sungai atau laut serta topologi kota - kota yang pada umumnya memanjang mengikuti jalur sungai atau pantai. Bahkan hingga saat ini masih
terdapat ibu kota kabupaten yang masih menggandalkan sarana transportasi air sebagai media utama distribusi barang dan jasa, Kota Ketapang di wilayah
Provinsi Kalimantan Barat dan Kota Tideng Pale di Provinsi Kalimantan Timur merupakan contohnya. Adapun peta Kalimantan tertera pada Gambar 5.
Sumber : Bakosurtanal (2008)
Gambar 5 Peta Kalimantan
Masing - masing kota lokasi penelitian memiliki perbedaan sekaligus
kesamaan ciri, baik dari sisi ekologis maupun sisi sosial masyarakat yang tinggal
didalamnya. Dilihat dari sisi ekologis kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan
pada umumnya memiliki kesamaan berupa masih luasnya kawasan tidak
terbangun yang memiliki peran sebagai kawasan penyangga kota di sekeliling
wilayah urban. Jenis kawasan yang berbeda - beda merupakan perbedaan antara
kota satu dengan yang lainnya. Terdapat kota - kota dengan kawasan hutan
disekeliling wilayah urbannya, sementara juga terdapat kota - kota yang
dikelilingi padang ilalang maupun tanah gambut atau rawa. Dilihat dari kondisi
sosial kemasyarakatannya masih terdapat kota - kota kecil yang didominasi oleh
penduduk asli Kalimantan maupun kota - kota yang lebih didominasi oleh penduduk pendatang yang berasal dari luar Kalimantan.
Kota sedang dan kecil yang menjadi obyek penelitian memiliki penduduk
pada kisaran 20 000 hingga 200 000 jiwa. Kondisi ini menggambarkan bahwa
secara umum aktivitas perekonomian yang ada pada kota - kota tersebut masih
berupa kegiatan perdagangan yang mendukung kegiatan sektor primer dan masih
terpusat pada pasar tradisional. Kondisi ini menunjukkan bahwa ragam aktivitas
masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan ekonominya masih belum kompleks
serta tekanan pada lingkungan yang lebih ringan dibandingkan dengan kota - kota
besar.
3.3 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data mencakup seluruh kota - kota sedang dan kecil di
Kalimantan pada rentang waktu tahun 2006 - 2010. Pengumpulan data yang dilakukan bertujuan mendapatkan keragam karakteristik masing - masing wilayah
urban kota yang menjadi obyek penelitian. Adapun perbedaan karakteristik yang akan ditampilkan memberikan gambaran perilaku masyarakat penduduk wilayah
urban kota tersebut terhadap lingkungan maupun upaya - upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah kota itu sendiri.
Pada tiap kota yang menjadi obyek penelitian ini, pengambilan data
dilakukan pada lokasi - lokasi yang memiliki peran penting serta mewakili
kualitas lingkungan pada suatu kota. Secara umum kualitas lingkungan hidup kota dapat dilihat secara langsung dari sisi pengelolaan sampah maupun upaya
penanaman tanaman peneduh di lokasi - lokasi yang menjadi tempat kegiatan masyarakat suatu kota. Pengelolaan sampah dapat menunjukkan tingkat
pencemaran media tanah dan perairan akibat kegiatan domestik masyarakat. Upaya penghijauan menunjukkan upaya pemerintah dan masyarakat dalam
peningkatan kawasan resapan air maupun pengendalian polusi udara. Oleh sebab itu data yang diambil berupa data nilai indeks pengelolaan kebersihan dan nilai
indeks tutupan peneduh pada kawasan RTH.
Penentuan kriteria yang didasari jumlah penduduk seperti yang telah
disebutkan diawal dapat memberikan gambaran perbedaan antara kota dengan kriteria berbeda. Pada kota sedang dan kecil diversifikasi kegiatan perekonomian
masyarakatnya belum tinggi, yakni masih didominasi kegiatan perdagangan komoditi sektor primer di wilayah tersebut, sedangkan masyarakat kota besar
pada sisi lain sudah memiliki diversifikasi kegiatan perekonomian yang tinggi ditandai dengan kegiatan masyarakat yang umumnya didominasi kegiatan sektor
industri manufaktur dan jasa. Perbedaan jenis maupun intensitas kegiatan
perekonomian masyarakat juga memberikan dampak berbeda terhadap kota - kota
yang tergolong dalam kriteria berbeda. Pada kota sedang dan kecil, tekanan pada
lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan perekonomian masyarakat umumnya
lebih rendah dibandingkan dengan pada kota besar. Adapun lokasi - lokasi tempat
kegiatan masyarakat yang dipilih sebagai acuan data indeks pengelolaan
kebersihan dan tutupan peneduh tersebut mencakup lokasi - lokasi :
(1) permukiman, (2) pasar tradisional, (3) taman kota dan (4) TPA / landfill
sampah.
Latar belakang penetapan lokasi - lokasi tersebut digunakan sebagai
parameter dalam menentukan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil
sangat berkaitan dengan pola kehidupan dan perilaku ekonomi masyarakat yang
mendiami, beban lingkungan akibat aktivitas masyarakat serta kemampuan kota
dalam menangkal beban lingkungan tersebut. Secara umum kegiatan
perekonomian masyarakat kota sedang dan kecil didominasi pada kawasan
permukiman maupun kawasan sentra perdagangan yakni pasar. Sementara beban
lingkungan yang terjadi akibat kegiatan ekonomi tersebut dapat digambarkan oleh
kawasan tempat pengelolaan akhir (TPA) sebagai hilir pengelolaan sampah kota.
Tingkat kemampuan daya tampung kota akibat beban lingkungan yang terjadi
dapat digambarkan oleh kawasan taman kota. Dalam penentuan kualitas
lingkungan kota sedang dan kecil, komponen - komponen lokasi permukiman,
pasar tradisional, taman kota dan TPA telah dapat menggambarkan dirasa telah cukup memadai.
Pengumpulan data yang mewakili nilai indeks kebersihan dan nilai indeks
tutupan peneduh lokasi - lokasi pada suatu wilayah kota tersebut dilakukan
melalui penentuan metode sampling pada lokasi - lokasi yang merepresentasikan
wilayah kota. Metode sampling yang dilakukan menggunakan metode sampling
berdasarkan kluster. Lokasi - lokasi yang dipilih menjadi sampel pada suatu
wilayah kota ditentukan berdasarkan klusterisasi wilayah kota. Batas kluster yang
digunakan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan batas wilayah administratif
desa atau kecamatan pada wilayah urban suatu kota. Lokasi - lokasi yang diambil
diupayakan dapat terdistribusi merata dan mewakili klusterisasi wilayah kota.
Adapun jenis - jenis data yang diambil berdasarkan indikator kualitas
lingkungan berupa nilai indeks pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh
beserta sub indikator lokasi tempat pengambilan sampel sebagai berikut :
a. Indikator pengelolaan kebersihan
� Data persentase tutupan sampah area tidak terbangun pada kawasan
permukiman
� Data persentase tutupan sampah area tidak terbangun pada kawasan pasar
tradisional
� Data persentase tutupan sampah area tidak terbangun pada kawasan taman
kota � Data ketersediaan sarana pengendalian pencemaran TPA
� Data persentase penutupan sampah pada zona aktif TPA
b. Indikator tutupan peneduh
� Data persentase tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun pada kawasan
permukiman � Data persentase tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun pada kawasan
pasar tradisional � Data persentase tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun pada kawasan
taman kota � Data persentase penghijauan terhadap zona non aktif TPA
Pengambilan data dilakukan pada lokasi - lokasi kawasan permukiman,
pasar, taman kota dan TPA sesuai dengan kriteria berikut :
� Jumlah permukiman yang dijadikan sampel untuk kota sedang minimum
sebanyak 3 lokasi dan kota kecil minimum sebanyak 2 lokasi
� Jumlah pasar tradisional yang dijadikan sampel untuk kota sedang minimum
sebanyak 2 lokasi dan kota kecil minimum sebanyak 1 lokasi
� Jumlah taman kota yang dijadikan sampel untuk kota sedang dan kecil
minimum sebanyak 1 lokasi
� TPA yang dijadikan sampel adalah TPA yang melayani wilayah kota dan
berada wilayah kabupaten / kota bersangkutan
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan indikator kualitas lingkungan berupa nilai indeks pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh meliputi sub
indikator lokasi tempat pengambilan sampel kawasan permukiman, pasar
tradisional, taman kota dan TPA dengan mengikuti kriteria umum dan rentang
nilai sebagai berikut :
• 0 - 20 Sangat rendah
• > 20 - 40 Rendah
• > 40 - 60 Sedang
• > 60 - 80 Tinggi
• > 80 - 100 Sangat Tinggi
Adapun kriteria pada masing - masing indikator sebagai berikut :
a. Indikator pengelolaan kebersihan
o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan sampah kawasan
permukiman
• 0 - 20 Sampah lingkungan meliputi > 75 % luas area tidak terbangun
• > 20 - 40 Sampah lingkungan meliputi > 50 % - 75 % luas area tidak
terbangun
• > 40 - 60 Sampah lingkungan meliputi > 25 % - 50 % luas area tidak terbangun
• > 60 - 80 Sampah lingkungan meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak
terbangun
• > 80 - 100 Sampah lingkungan meliputi < 5 % luas area tidak
terbangun
o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan sampah kawasan pasar
tradisional
• 0 - 20 Sampah lingkungan meliputi > 75 % luas area tidak terbangun
• > 20 - 40 Sampah lingkungan meliputi > 50 % - 75 % luas area tidak
terbangun
• > 40 - 60 Sampah lingkungan meliputi > 25 % - 50 % luas area tidak
terbangun
• > 60 - 80 Sampah lingkungan meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak
terbangun
• > 80 - 100 Sampah lingkungan meliputi < 5 % luas area tidak terbangun
o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan sampah kawasan taman
kota
• 0 - 20 Sampah lingkungan meliputi > 75 % luas area tidak terbangun
atau tidak memiliki taman kota
• > 20 - 40 Sampah lingkungan meliputi > 50 % - 75 % luas area tidak
terbangun
• > 40 - 60 Sampah lingkungan meliputi > 25 % - 50 % luas area tidak
terbangun
• > 60 - 80 Sampah lingkungan meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak
terbangun
• 80 - 100 Sampah lingkungan meliputi < 5 % luas area tidak terbangun
o Kriteria dan rentang nilai data ketersediaan sarana pengendalian
pencemaran TPA
• 0 - 20 Tidak terdapat saluran dan sarana pengolahan lindi
• > 20 - 40 Terdapat saluran lindi yang bergabung dengan drainase yang
mengalir ke sarana pengolahan lindi berupa settling pond
• > 40 - 60 Terdapat saluran lindi yang terpisah dari drainase yang
mengalir ke sarana pengolahan lindi berupa settling pond
• > 60 - 80 Terdapat saluran lindi yang terpisah dari drainase yang
mengalir ke sarana pengolahan lindi berupa IPAL
• 80 - 100 Terdapat saluran lindi yang terpisah dari drainase yang mengalir ke sarana pengolahan lindi berupa IPAL yang dilengkapi
sarana aerasi
o Kriteria dan rentang nilai data persentase penutupan sampah pada zona
aktif TPA
• 0 - 20 Sampah terbuka meliputi lebih dari 75% luas area zona aktif
TPA
• > 20 - 40 Sampah terbuka meliputi > 50% - 75% luas area zona aktif
TPA
• > 40 - 60 Sampah terbuka meliputi > 25% - 50% luas area zona aktif
TPA
• > 60 - 80 Sampah terbuka meliputi > 5% - 25% luas area zona aktif
TPA
• > 80 - 100 Sampah terbuka meliputi kurang dari 5% luas area zona aktif TPA
b. Indikator tutupan peneduh
o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan tajuk peneduh kawasan
permukiman
• 0 - 20 Tutupan tajuk peneduh < 5 % luas area tidak terbangun
• > 20 - 40 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak
terbangun
• > 40 - 60 Tutupan tajuk peneduh > 25 % - 50 % luas area tidak
terbangun
• > 60 - 80 Tutupan tajuk peneduh > 50 % - 75 % luas area tidak
terbangun
• > 80 - 100 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 75 % luas area tidak
terbangun
o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan tajuk peneduh kawasan pasar tradisional
• 0 - 20 Tutupan tajuk peneduh < 5 % luas area tidak terbangun
• > 20 - 40 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak terbangun
• > 40 - 60 Tutupan tajuk peneduh > 25 % - 50 % luas area tidak
terbangun
• > 60 - 80 Tutupan tajuk peneduh > 50 % - 75 % luas area tidak terbangun
• > 80 - 100 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 75 % luas area tidak
terbangun
o Kriteria dan rentang nilai data persentase tutupan tajuk peneduh taman
kota
• 0 - 20 Tutupan tajuk peneduh < 5 % luas area tidak terbangun atau tidak memiliki taman kota
• > 20 - 40 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 5 % - 25 % luas area tidak terbangun
• > 40 - 60 Tutupan tajuk peneduh > 25 % - 50 % luas area tidak terbangun
• > 60 - 80 Tutupan tajuk peneduh > 50 % - 75 % luas area tidak terbangun
• > 80 - 100 Tutupan tajuk peneduh meliputi > 75 % luas area tidak
terbangun
o Kriteria dan rentang nilai data persentase penghijauan terhadap zona non
aktif TPA
• 0 - 20 Sebaran penghijauan meliputi < 5 % luas area
• > 20 - 40 Sebaran penghijauan meliputi > 5 % - 25 % luas area
• > 40 - 60 Sebaran penghijauan meliputi > 25 % - 50 % luas area
• > 60 - 80 Sebaran penghijauan meliputi > 50 % - 75 % luas area
• > 80 - 100 Sebaran penghijauan meliputi > 75 % luas area
Untuk mendapatkan nilai - nilai indeks pengelolaan kebersihan dan
tutupan peneduh berupa nilai sub indikator pada masing - masing kawasan,
dilakukan penghitungan nilai rata - rata nilai indeks kualitas lingkungan dari tiap -
tiap lokasi sampel, seperti pada Tabel 2.
Tabel 2 Sumber perolehan nilai komponen indeks kualitas lingkungan hidup kota
No Komponen Indeks Kualitas
Lingkungan Hidup Kota Sumber Perolehan
Indikator - Indikator Pengelolaan Kebersihan
1 Nilai indeks kebersihan kawasan
permukiman
Nilai rata - rata persentase tutupan sampah
area tidak terbangun pada kawasan
permukiman
2 Nilai indeks kebersihan kawasan pasar Nilai rata - rata persentase tutupan sampah
area tidak terbangun pada kawasan pasar
tradisional
3 Nilai indeks kebersihan kawasan taman
kota
Nilai rata - rata persentase tutupan sampah
area tidak terbangun pada kawasan taman
kota 4 Nilai indeks pengendalian pencemaran
TPA
Nilai ketersediaan sarana pengendalian
pencemaran TPA
5 Nilai indeks pengelolaan sampah TPA Nilai penutupan sampah pada zona aktif
TPA
Indikator - Indikator Tutupan Tajuk Peneduh
6 Nilai indeks sebaran peneduh kawasan
permukiman
Nilai rata - rata perentase tutupan tajuk
peneduh area tidak terbangun pada
kawasan permukiman
7 Nilai indeks sebaran peneduh kawasan
pasar
Nilai rata - rata persentase tutupan tajuk
peneduh area tidak terbangun pada
kawasan pasar tradisional
8 Nilai indeks sebaran peneduh kawasan
taman kota
Nilai rata - rata persentase tutupan tajuk
area tidak terbangun pada kawasan taman
kota 9 Nilai indeks penghijauan TPA Nilai persentase penghijauan terhadap
zona non aktif TPA
3.4 Matriks Keterkaitan Tujuan Penelitian dengan Jenis dan Sumber Data,
Teknik Analisis Data dan Keluaran
Jenis data, sumber data, teknik analisis data maupun hasil keluaran yang
diharapkan tertera pada Tabel 3.
Tabel 3 Jenis data, sumber data, teknik analisis data dan hasil keluaran yang diharapkan
No Tujuan Metode Jenis Data Sumber
Data
Teknik
Analisis
Data
Keluaran
1 Mengelompok-
kan kota - kota sedang dan
kecil di
Kalimantan
berdasarkan
kesamaan
karakteristik
kualitas
lingkungan
hidup
Analisis
statistik deskriptif
Data nilai indeks
kualitas pengelolaan
lingkungan hidup
kota sedang dan
kecil di Kalimantan
KLH, Pusat
Pengelolaan Ekoregion
Kalimantan
Analisis
Gerombol
Kelompok /
kluster kota sedang dan
kecil
berdasarkan
kualitas
lingkungan
Tabel 3 (Lanjutan)
No Tujuan Metode Jenis Data Sumber
Data
Teknik
Analisis
Data
Keluaran
2 Menganalisis
faktor - faktor
yang berpengaruh
pada indeks
kualitas
lingkungan kota
sedang dan kecil
di Kalimantan
Analisis
statistik
deskriptif
Data nilai indeks
kebersihan
kawasan
permukiman,
Data nilai indeks
kebersihan
kawasan pasar,
Data nilai indeks
kebersihan taman
kota, Data nilai indeks
pengendalian
pencemaran TPA,
Data nilai indeks
pengelolaan
sampah TPA, Data
nilai indeks
sebaran peneduh
kawasan
permukiman,
Data nilai indeks
sebaran peneduh
kawasan pasar,
Data nilai indeks
sebaran peneduh
taman kota dan
Data nilai indeks
penghijauan TPA
KLH, Pusat
Pengelolaan
Ekoregion
Kalimantan
Analisis
Komponen
Utama
Nilai indeks
kualitas
lingkungan
hidup kota
dan
variabel -
variabel utama
kualitas
lingkungan
hidup kota
3 Menganalisis
hubungan alokasi
anggaran kegiatan
pengelolaan
lingkungan hidup dan kegiatan
pengelolaan
kebersihan dengan
indeks kualitas
lingkungan hidup
kota sedang dan
kecil di
Kalimantan
Analisis
statistik
inferensial
Data persentase
APBD pengelolaan
lingkungan hidup
dan kegiatan
pengelolaan kebersihan
kabupaten / kota
sedang dan kecil se
Kalimantan
Pemerintah
Kabupaten /
Kota
Kalimantan
Analisis
Panel
Intensitas
pengaruh
alokasi APBD
terhadap
kualitas lingkungan
kota
4 Menganalisis
hubungan
kepadatan
penduduk dengan
indeks kualitas
lingkungan hidup
kota sedang dan
kecil di
Kalimantan
Analisis
statistik
inferensial
Data jumlah
penduduk kota dan
Data luas wilayah
kota
Pemerintah
Kabupaten /
Kota
Kalimantan
Analisis
Panel
Intensitas
pengaruh
kepadatan
penduduk
terhadap
kualitas
lingkungan
kota
3.5 Teknik Analisis Data
3.5.1 Analisis Gerombol (Cluster Analysis)
Analisis gerombol merupakan alat bantu analisis yang ditemukan oleh
Tryon pada tahun 1939 yang dapat digunakan untuk melakukan pengelompokan
obyek. Pengelompokan yang dilakukan sedemikian rupa menyebabkan obyek -
obyek yang berada dalam suatu kelompok memiliki kemiripan lebih tinggi
dibandingkan dengan obyek dalam kelompok yang lain (Pribadi et al. 2011).
Analisis gerombol dapat digunakan dalam mengelompokkan kota - kota
berdasarkan kemiripan atas karakteristik yang dimiliki masing - masing kota.
Menurut Pribadi et al. (2011) dalam analisis kluster langkah - langkah
pengelompokan dari variabel - variabel asal ditentukan melalui : (1) Berapa
kelompok wilayah yang diperoleh, (2) Bagaimana gambaran karakteristik dari
setiap kelompok wilayah, dan (3) Wilayah - wilayah mana saja yang masuk dalam
kelompok wilayah tertentu. Informasi - informasi tersebut nantinya dapat
digunakan sebagai penentu variabel - variabel penciri utama suatu wilayah kota.
Tahapan analisis kluster untuk melakukan pengelompokan kawasan terdiri
atas : (1) Proses identifikasi tingkat kemiripan antar kota didasari indikator atau
kategori tertentu dan (2) Pembentukan kelompok kota berdasarkan aturan atau
definisi pengelompokan tertentu. Pengelompokan dapat dilakukan melalui dua
metode, yaitu metode berhirarki (hierarchycal clustering method) dan metode tak
berhirarki (non - hierarchycal clustering method). Metode berhirarki merupakan
metode pengelompokan yang dilakukan melalui pembentukan hirarki berdasarkan
jarak antar individu yang umum dikenal dengan dendogram. Berbeda dengan
metode berhirarki, metode tak berhirarki membentuk kelompok didasari atas
jumlah kelompok yang dibutuhkan. Melalui proses iterasi secara berulang
diperoleh titik pusat masing - masing kelompok. Kemudian tiap obyek anggota
kelompok ditentukan berdasarkan kedekatan jarak titik - titik pusat tersebut (Pribadi et al. 2011).
Analisis gerombol menggunakan metode analisis berhirarki dipilih untuk
mengelompokkan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan. Dalam pengolahan
data penelitian yang dilakukan, proses klasifikasi atau penentuan kelompok kota
dilakukan atas nilai indeks kualitas lingkungan baik dari aspek kebersihan dan
sebaran tutupan tajuk tanaman peneduh kota. Adapun pengelompokan yang
dilakukan bertujuan membagi kota - kota dalam 5 (lima) kelompok.
Pengelompokan dilakukan dengan mengukur tingkat kemiripan dan
ketidakmiripan antar masing - masing kota. Setiap pengelompokan akan
membentuk struktur hirarki berdasarkan jarak tingkat kemiripan antar kota yang lebih umum dikenal dengan nama dendogram. Suatu kota menjadi anggota suatu
kelompok bila tingkat kemiripan kota tersebut lebih dekat dengan anggota sesama kelompok tersebut dibandingkan dengan kota - kota pada kelompok lain. Adapun
lima kelompok yang terbentuk masing - masing mewakili kategori “sangat baik”, “baik”, “cukup”, “buruk” dan “sangat buruk”. Hasil pengelompokan kota yang
didapatkan dari analisis gerombol tersebut, selanjutnya akan dibandingkan dengan hasil pengelompokan berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan kota
melalui teknik analisis komponen utama.
3.5.2 Analisis Komponen Utama
Analisis komponen utama PCA merupakan suatu proses pengolahan data
yang bertujuan mengurangi dimensi dari satu set indikator. Pengurangan variabel tersebut dilakukan melalui proses transformasi dan dengan cara mempertahankan
agar nilai ragam maksimal. Variabel - variabel baru yang terbentuk selain lebih sederhana juga dapat mewakili nilai variabel - variabel asalnya. Tiap variabel asal
memiliki tingkat besar pengaruh yang berbeda satu dengan yang lainnya. PCA pada penelitian ini digunakan untuk mendapatkan besarnya pengaruh variabel -
variabel kualitas lingkungan hidup kota disamping untuk memperoleh nilai indeks
kualitas lingkungan hidup kota. Menurut Pribadi et al. (2011), melalui teknik PCA
dapat diperoleh penciri - penciri utama yang memiliki sifat saling bebas. Prinsip -
prinsip PCA adalah sebagai berikut : (1) Menyederhanakan variabel agar
diperoleh variabel baru yang memiliki jumlah lebih sedikit namun dapat
menggambarkan karakteristik - karakteristik penting pembeda wilayah,
(2) Pembentukan variabel - variabel baru yang mewakili variabel lama serta
bersifat saling bebas satu terhadap yang lain (tidak memiliki sifat
multikolinearitas atau korelasi antar variabel), serta (3) membuat variabel -
variabel baru terurut mulai dari pembeda paling penting hingga kurang penting.
Analisis komponen utama pada mulanya ditemukan oleh Karl Pearson
pada tahun 1901 dan lebih lanjut dikembangkan oleh Hotelling pada tahun 1933.
Tujuan dari analisis ini adalah untuk menyederhanakan dimensi dari satu set
indikator. Penyederhanaan variabel tersebut dilakukan melalui proses transformasi
untuk mendapatkan variabel baru yang berjumlah lebih sedikit, saling bebas, dan
teranking berdasarkan kemampuannya sebagai pembeda antar unit data (Pribadi
et al. 2011).
Dalam melakukan analisis komponen utama kota sedang dan kecil pada
kurun waktu 2006 hingga 2010 di Kalimantan, analisis yang dilakukan mencakup variabel - variabel indikator kualitas lingkungan berupa nilai indeks pengelolaan
kebersihan dan tutupan peneduh yang terdiri atas sub komponen lokasi
permukiman, pasar tradisional, taman kota dan TPA. Berdasarkan variabel ini
dibangun kombinasi linear untuk menghasilkan variabel baru yang disebut
sebagai komponen utama.
Variabel baru hasil PCA memiliki eigen value yang menunjukkan nilai keragaman bagi variabel baru tersebut. Variabel baru yang terpilih adalah variabel
yang memiliki eigen value ≥ 1 (Pribadi et al. 2011). Variabel baru hasil PCA juga memiliki nilai eigen vector yang mewakili koefisien untuk masing - masing
variabel asal, sehingga dapat digunakan dalam menyusun kombinasi linear dari komponen utama. Nilai eigen vector dari variabel baru menunjukkan nilai data
baru hasil transformasi dari variabel asal yang memiliki jumlah banyak dan saling
berkorelasi satu dengan lainnya menjadi variabel baru yang lebih sederhana dan
bersifat saling bebas (orthogonal). Hubungan antar masing - masing variabel baru
dengan vaiabel asal ditunjukkan dalam kombinasi linear sebagai berikut :
Z1 = a11X1 + a12X2 + … + a1pXp
Z2 = a21X1 + a22X2 + … + a2pXp
…
Zq = aq1X1 + aq2X2 + … + aqpXp
Selanjutnya Z1 disebut sebagai komponen utama pertama, Z2 komponen
utama kedua dan seterusnya. Urutan ini merupakan cerminan dari besarnya ragam
yang dimiliki oleh masing - masing variabel, atau secara matematis dinotasikan
sebagai var (Z1) ≥ var (Z2) ≥ ... ≥ var (Zp), dimana var (Zi) adalah ragam dari
Zi dalam data yang dianalisis.
Dalam analisis komponen utama diharapkan ragam dari sebagian besar
variabel memiliki nilai sekecil mungkin, sehingga bisa diperoleh variabel Z dengan jumlah sedikit. Namun demikian variabel Z dengan jumlah sedikit tersebut
memiliki ragam yang besar. Proses ini umum dikenal dengan dengan proses
reduksi variabel. Semakin sedikit Z, maka semakin mudah menginterpretasi data
yang dimiliki. Salah satu sifat dari variabel Zi adalah tidak adanya korelasi antara
satu variabel dengan variabel lainnya, hal ini berarti bahwa skor dari masing -
masing variabel akan menunjukkan dimensi yang berbeda (Soedibjo 2008).
Hubungan antara variabel baru dan variabel asal ditunjukkan melalui nilai
factor loading. Melalui proses PCA dapat pula diketahui besar pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya, sehingga salah satu informasi yang dapat
diperoleh dalam proses ini adalah nilai perbandingan suatu indikator terhadap indikator lainnya yang bisanya dinotasikan dalam bentuk angka pada kisaran
0 hingga 1. Lebih lanjut bobot masing - masing indikator dapat digunakan untuk
mendapatkan indeks kualitas lingkungan hidup kota melalui perhitungan :
ILH = n1M1 + n2M2 + n3M3 + n4M4 + n5M5 + n6M6 + n7M7 + n8M8 + n9M9
keterangan :
ILH = Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota n1 = Bobot nilai indeks kualitas kebersihan kawasan permukiman
n2 = Bobot nilai indeks sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman
n3 = Bobot nilai indeks kualitas kebersihan kawasan pasar tradisional
n4 = Bobot nilai indeks sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar tradisional n5 = Bobot nilai indeks persentase tutupan tajuk peneduh kawasan taman kota
n6 = Bobot nilai indeks kualitas kebersihan kawasan taman kota
n7 = Bobot nilai indeks pengendalian pencemaran TPA
n8 = Bobot nilai indeks pengelolaan sampah TPA
n9 = Bobot nilai indeks kualitas penghijauan TPA
M1 = Nilai indeks kualitas kebersihan kawasan permukiman
M2 = Nilai indeks sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman
M3 = Nilai indeks kualitas kebersihan kawasan pasar tradisional
M4 = Nilai indeks sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar tradisional
M5 = Nilai indeks persentase tutupan tajuk peneduh kawasan taman kota
M6 = Nilai indeks kualitas kebersihan kawasan taman kota
M7 = Nilai indeks pengendalian pencemaran TPA
M8 = Nilai indeks pengelolaan sampah TPA
M9 = Nilai indeks kualitas penghijauan TPA
Selanjutnya nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil tersebut akan
dibagi menjadi 5 (lima) kategori menggunakan sebaran distribusi normal.
Pembagian pada tiap selang nilai akan memenuhi kategori “sangat tinggi”,
“tinggi”, “sedang”, “rendah”, dan “sangat rendah”.
3.5.3 Analisis Regresi Data Panel
Data panel atau pooled data merupakan kumpulan data yang mewakili
lebih dari satu obyek pengamatan atau sampel pada rentang waktu tertentu. Secara lebih sederhana data panel dapat pula dinyatakan sebagai bentuk gabungan antara
data cross section dan data time series. Dengan kata lain metode data panel merupakan metode analisis yang memiliki dimensi ruang (multi variabel) dan
waktu. Metode data panel merupakan suatu bentuk analisis empiris yang diharapkan dapat memberikan gambaran analisis bagi banyak individu sampel
pada selang waktu tertentu, ketika analisis data cross section maupun time series
belum mampu memberikan gambaran analisis secara tepat pada banyak individu
sampel tersebut. Pemanfaatan metode data panel ini diharapkan dapat mengatasi
kelemahan dan menjawab permasalahan - permasalahan yang tidak dapat diatasi
oleh metode analisis data cross section dan time series.
Serupa dengan metode analisis regresi sederhana, metode analisis data
panel juga digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab - akibat antara peubah respon (dependent variable) dengan variabel - variabel bebas (independent
variable). Perbedaaan antar keduanya terkait dengan kemampuan metode data panel dalam menganalisis dimensi waktu yang dimiliki obyek sampel.
Metode data panel banyak digunakan dalam bidang ilmu Statistika dan
Ekonomi guna menganalisis atau membuat model prediksi kondisi obyek sampel
pada masa yang akan datang. Adapun keunggulan yang dimiliki metode ini :
� Mampu mengontrol heterogenitas individu dengan melakukan estimasi secara
eksplisit dengan memasukkan unsur heterogenitas individu
� Mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degree of freedom,
sehingga diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien
� Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak
dapat diperoleh dari data cross section atau time series
� Dapat menguji dan membangun model peramalan yang lebih kompleks,
� Mampu menggambarkan perubahan dinamis obyek sampel berbentuk data
observasi cross section yang berulang (Gujarati 2004)
Analisis regresi panel data dilakukan untuk melihat pengaruh besar alokasi
anggaran pada kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan kegiatan pengelolaan
kebersihan serta kepadatan penduduk terhadap indeks kualitas lingkungan hidup
kota. Hubungan indeks kualitas lingkungan hidup terhadap peubah - peubah bebas
di atas terlihat dalam bentuk persamaan berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ε
keterangan :
Y = Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota
a = Intercept b1 = Koefisien persentase APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup
b2 = Koefisien persentase APBD kegiatan pengelolaan kebersihan kota b3 = Koefisien kepadatan penduduk kota
X1 = Persentase APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup X2 = Persentase APBD kegiatan pengelolaan kebersihan kota
X3 = Kepadatan penduduk kota
ε = Error atau Residual
Analisis regresi data panel dilakukan dengan mengasumsikan nilai indeks
kualitas lingkungan sebagai peubah respon (dependent variable), sedangkan
persentase anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan persentase
anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan sebagai peubah bebas (independent
variable).
Dalam analisis regresi data panel, dilakukan terlebih dahulu uji korelasi
antar peubah bebas yang akan dianalisis. Uji korelasi antar peubah dilakukan untuk memastikan tidak terjadi multikolinearitas antar peubah yang akan
dianalisis. Dalam uji ini bila didapatkan nilai korelasi < 0.8 dapat disimpulkan
bahwa data peubah yang digunakan telah terbebas dari masalah multikolinearitas
(Gujarati 2004).
Langkah selanjutnya adalah pengujian dalam penentuan model yang akan
dipakai menggunakan Chow - test / Likelihood ratio test dan Hausman - test. Pengujian dilakukan untuk menentukan menentukan model yang paling tepat
dipilih dalam melakukan analisis data. Nachrowi dan Usman (2006) menyatakan bahwa dalam analisis regresi data panel dikenal 3 (tiga) model yaitu :
1 Model common effects
Merupakan teknik analisis regresi yang menggunakan data hasil
penggabungan antara data cross section dan data time series. Gabungan data
tersebut kemudian diperlakukan sebagai satu kesatuan analisis yang digunakan
untuk mengestimasi model dengan metode Ordinary Least Square (OLS).
2 Model fixed effects
Merupakan teknik analisis yang memungkinkan adanya intercept yang tidak
konstan. Nilai intercept dimungkinkan untuk berubah untuk obyek sampel
berbeda. Dengan kata lain model ini melihat perbedaan antar obyek sampel
tercermin dari perubahan intercept.
3 Model random effects Merupakan teknik analisis yang melihat perbedaan antar obyek sampel dan
waktu yang diakomodir oleh nilai error. Teknik ini memperhitungkan bahwa
error mungkin berkorelasi sepanjang cross section dan time series
Likelihood ratio test digunakan untuk menentukan model yang sesuai untuk
menggambarkan hubungan peubah - peubah yang akan diuji. Hipotesis dalam
Likelihood ratio test mengikuti kondisi berikut :
H0 : Apabila p - value > 0.05, model mengikuti common effects
H1 : Apabila p - value ≤ 0.05, model tidak mengikuti common effects
Hausman - test digunakan untuk memilih dua jenis model diluar model common
effects yang lebih tepat untuk menggambarkan hubungan antara peubah respon
dengan peubah bebas yaitu random effect atau fixed effect. Hipotesis dalam
menentukan model yang sesuai apakah dipilih random effect atau fixed effect
mengikuti kondisi berikut :
H0 : Apabila p - value > 0.05, model mengikuti random effect
H1 : Apabila p - value ≤ 0.05, model mengikuti fixed effect
Dari hasil Chow - test dan Hausman - test yang dilakukan dapat ditentukan model
analisis data panel yang paling sesuai dengan kebutuhan penelitian ini.
IV KONDISI UMUM PULAU KALIMANTAN
Kalimantan adalah pulau terbesar ketiga di dunia setelah Pulau Greenland
dan Pulau Irian. Wilayah Pulau Kalimantan dikuasai oleh tiga negara yaitu
Indonesia pada sisi selatan, serta Malaysia dan Brunei Darussalam di sisi utara.
Wilayah Pulau Kalimantan yang dimiliki oleh Indonesia sendiri sebesar 73 % atau
mencakup luasan 539 460 km2. Luasan tersebut mencapai 28 % dari total wilayah
daratan Indonesia. Pulau Kalimantan didominasi oleh kawasan dataran rendah
berupa daerah pesisir dan dataran sungai. Lebih dari setengah wilayah Kalimantan
berada di bawah ketinggian 150 m dari permukaan air laut
(Kementerian Lingkungan Hidup 2006).
Dilihat dari sisi ekonomi, wilayah Kalimantan memiliki peran yang cukup penting bagi Indonesia. Devisa yang dihasilkan oleh wilayah ini umumnya berasal
dari sektor kegiatan pertambangan energi berupa minyak bumi, gas alam dan batu bara, serta sektor kegiatan kehutanan dan perkebunan. Kegiatan sektor - sektor
ekonomi tersebut merupakan pendorong utama perkembangan wilayah Kalimantan baik dilihat dari aspek pertumbuhan penduduk maupun dari sisi
pemenuhan kebutuhan infrastruktur yang ada.
Berdasarkan sensus tahun 2010 diketahui 13 787 831 jiwa penduduk
Indonesia mendiami wilayah ini. Jumlah tersebut mewakili 5.80 % dari penduduk
Indonesia yang mencapai 237 641 326 jiwa. Dilihat dari sisi persebaran penduduk
kawasan urban dan rural, jumlah penduduk wilayah perkotaan di Kalimantan mencapai 5 799 291 jiwa atau sebesar 42.06 % dari jumlah seluruh penduduk
Kalimantan di Tahun 2010, sedangkan selebihnya 7 988 540 jiwa atau 57.94 % mendiami kawasan perdesaan (Badan Pusat Statistik 2010). Kondisi tersebut
menggambarkan distribusi penduduk Kalimantan yang tidak hanya terpusat pada wilayah perkotaan.
Kawasan perkotaan pada umumnya merupakan daerah pusat kegiatan
perekonomian masyarakat. Sebelum tersedianya infarstruktur transportasi berupa
sarana dan prasarana angkutan darat, kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh
masyarakat Kalimantan banyak dilakukan menggunakan moda transportasi sungai
dan laut, sehingga secara umum kota - kota yang pada mulanya merupakan pusat kegiatan ekonomi masyarakat Kalimantan banyak tersebar pada kawasan pesisir
dan di sekitar daerah aliran sungai.
Kawasan pesisir Kalimantan membentang sejauh 8 054 km, yakni dari
Semenanjung Sambas di bagian barat hingga Nunukan di perbatasan dangan
Negara Bagian Malaysia Sabah. Kawasan pesisir Kalimantan yang tumbuh
menjadi kawasan perkotaan umumnya berupa muara sungai maupun daerah yang
didominasi pantai yang dangkal. Pada wilayah lain kawasan perkotaan tumbuh
pada sekitar sungai - sungai utama di Kalimantan seperti Kapuas, Barito, Kahayan
dan Mahakam. Sungai - sungai besar tersebut memilki panjang aliran, lebar
sungai, debit air maupun kedalaman yang tidak berubah cukup signifikan terhadap perubahan musim tahunan, sehingga keadaan ini sangat mendukung pemanfaatan
moda transportasi air sebagai sarana transportasi maupun distribusi barang yang mendukung kegiatan perekonomian masyarakat di masa lalu (Kementerian
Lingkungan Hidup 2006).
Secara administratif Pulau Kalimantan yang menjadi bagian dari negara
Indonesia terbagi atas Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Utara yang baru
terbentuk menjadi provinsi termuda di Indonesia sesuai ketetapan dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 25 Oktober 2012 berdasarkan Undang - undang
Nomor 20 Tahun 2012 lalu. Pembagian wilayah secara administratif yang dilakukan tersebut umumnya didasari atas kesamaan kondisi fisik ekologi wilayah
maupun kondisi sosial masyarakat yang mendiami wilayah tersebut. Bahasan
yang berkaitan dengan kondisi fisik wilayah serta informasi kependudukan
masing - masing provinsi tersebut secara lebih detail diuraikan berikut ini.
4.1 Kalimantan Barat
4.1.1 Letak Wilayah
Provinsi Kalimantan Barat terletak dibagian Barat pulau Kalimantan atau
di antara garis 20° 08’ Lintang Utara hingga 30° 02’ Lintang Selatan serta di
antara 108° 30’ hingga 114° 10’ Bujur Timur. Provinsi Kalimantan Barat
merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang dilewati oleh Garis Khatulistiwa.
Posisi Kalimantan Barat yang banyak memiliki kawasan pesisir menyebabkan
wilayah tersebut menjadi salah satu daerah tropik dengan suhu udara dan
kelembaban yang cukup tinggi serta banyak dipengaruhi iklim pantai (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).
Adapun batas - batas wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah :
� Sebelah Utara : Negara Bagian Malaysia Sarawak
� Sebelah Selatan : Laut Jawa dan Provinsi Kalimantan Tengah � Sebelah Timur : Provinsi Kalimantan Timur
� Sebelah Barat : Laut Natuna dan Selat Karimata
4.1.2 Daerah Administrasi dan Kependudukan
Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2010 terdiri atas 14 (empat belas)
kabupaten / kota yaitu 12 (dua belas) kabupaten dan 2 (dua) kota. Empat belas
kabupaten / kota tersebut terbagi dalam 175 kecamatan yang terdiri atas 1 894
desa / kelurahan seperti tertera pada Tabel 4 (Badan Pusat Statistik Provinsi
Kalimantan Barat 2011).
Penduduk Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan data sensus penduduk
tahun 2010 mencapai 4 395 983 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2009 - 2010 rata - rata kabupaten / kota mencapai angka 1.58 %. Laju
pertumbuhan penduduk di setiap kabupaten / kota tidak merata. Nilai terrendah berada pada Kota Singkawang yaitu 0.93 % dan yang tertinggi berada pada
Kabupaten Kapuas Hulu yang mencapai 2.28 %. Jumlah dan laju pertumbuhan
penduduk menurut kabupaten / kota di Kalimantan Barat tertera pada Tabel 5.
Tabel 4 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di
Kalimantan Barat tahun 2010
Kabupaten / Kota Kecamatan Desa
Kab. Sambas 19 184
Kab. Bengkayang 17 124
Kab. Landak 13 156
Kab. Pontianak 9 67
Kab. Sanggau 15 166
Kab. Ketapang 20 249
Kab. Sintang 14 287
Kab. Kapuas Hulu 25 212
Kab. Sekadau 7 76
Kab. Melawi 11 169
Kab. Kayong Utara 5 43
Kab. Kubu Raya 9 106
Kota Pontianak 6 29
Kota Singkawang 5 26
Kalimantan Barat 175 1 894
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)
Tabel 5 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk menurut kabupaten / kota di
Kalimantan Barat tahun 1990 - 2010
Kabupaten / Kota Jumlah
Penduduk
Laju Pertumbuhan Penduduk (%)
1990 - 2000 2000 - 2005 2000 - 2010 2009 - 2010
Kab. Sambas 496 120 0.35 0.96 0.90 1.04
Kab. Bengkayang 215 277 - 1.69 2.01 1.91
Kab. Landak 329 649 - 1.76 1.59 1.91
Kab. Pontianak 234 021 - - 1.42 1.48
Kab. Sanggau 408 468 1.79 1.34 1.65 1.53
Kab. Ketapang 427 460 2.80 2.05 2.15 2.14
Kab. Sintang 364 759 2.08 1.84 1.62 2.22
Kab. Kapuas Hulu 222 160 1.41 2.28 2.00 2.28
Kab. Sekadau 181 634 - - 1.22 1.36
Kab. Melawi 178 645 - - 1.81 1.61
Kab. Kayong Utara 95 594 - - 1.94 1.27
Kab. Kubu Raya 500 970 - - 1.69 1.48
Kota Pontianak 554 764 1.82 1.24 1.81 1.08
Kota Singkawang 186 462 - - 2.11 0.93
Kalimantan Barat 4 395 983 1.56 1.56 1.66 1.58
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)
Penduduk Provinsi Kalimantan Barat terbagi menjadi penduduk yang
mendiami daerah perkotaan sebanyak 1 328 185 jiwa atau 30.21 % dan yang mendiami daerah perdesaan sebanyak 3 067 798 jiwa atau sebanyak 69.79 %
tertera pada Tabel 6 (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat 2011).
Tabel 6 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Kalimantan Barat tahun 2010
Kabupaten / Kota
Klasifikasi Perkotaan / Perdesaan
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
(Jiwa) (%) (Jiwa) (%) (Jiwa)
Sambas 90 007 18.14 406 113 81.86 496 120
Bengkayang 18 238 8.47 197 039 91.53 215 277
Landak 27 304 8.28 302 345 91.72 329 649
Pontianak 53 409 22.82 180 612 77.18 234 021
Sanggau 83 746 20.50 324 722 79.50 408 468
Ketapang 99 219 23.21 328 241 76.79 427 460
Sintang 54 861 15.04 309 898 84.96 364 759
Kapuas Hulu 18 995 8.55 203 165 91.45 222 160
Sekadau 13 606 7.49 168 028 92.51 181 634
Melawi 24 750 13.85 153 895 86.15 178 645
Kayong Utara 9 697 10.14 85 897 89.86 95 594
Kubu Raya 151 292 30.20 349 678 69.80 500 970
Kota Pontianak 554 764 100.00 0 0.00 554 764
Kota Singkawang 128 297 68.81 58 165 31.19 186 462
Kalimantan Barat 1 328 185 30.21 3 067 798 69.79 4 395 983
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)
4.1.3 Luas Wilayah
Sebagian besar wilayah Kalimantan Barat adalah merupakan daratan
berdataran rendah dengan luas sekitar 146 807 km2 atau 27.21 % dari luas wilayah
Kalimantan Indonesia. Wilayah Kalimantan Barat membentang lurus dari
Kabupaten Sambas di sisi Utara hingga Kabupaten Ketapang di sisi Selatan
sepanjang lebih dari 600 km dan sekitar 850 km dari Kabupaten Bengkayang di
sisi Barat hingga Kabupaten Kapuas Hulu di sisi Timur. Luas daerah kabupaten /
kota dan persentase terhadap luas provinsi tertera pada Tabel 7.
Tabel 7 Luas daerah kabupaten / kota dan persentase terhadap luas Provinsi
Kalimantan Barat tahun 2010
Kabuapten / Kota Luas Area (km2)
Persentase terhadap Luas
Provinsi (%)
Kab. Sambas 6 394.70 4.36
Kab. Bengkayang 5 397.30 3.68
Kab. Landak 9 909.10 6.75
Kab. Pontianak 1 276.90 0.87
Kab. Sanggau 12 857.70 8.76
Kab. Ketapang 31 240.74 21.28
Kab. Sintang 21 635.00 14.74
Kab. Kapuas Hulu 29 842.00 20.33
Kab. Sekadau 5 444.30 3.71
Kab. Melawi 10 644.00 7.25
Kab. Kayong Utara 4 568.26 3.11
Kab. Kubu Raya 6 985.20 4.75
Kota Pontianak 107.80 0.07
Kota Singkawang 504.00 0.34
Kalimantan Barat 146 807.00 100.00
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)
4.1.4 Topografi
Secara umum, wilayah Kalimantan Barat berupa dataran rendah dan daerah lembah sungai dengan kontur sedikit berbukit. Daerah Kalimantan Barat
umumnya merupakan daerah aliran sungai Kapuas atau anak sungai Kapuas yang menghampar dari Timur ke Barat hingga mengalir ke Laut Natuna / Selat
Karimata. Sementara bagian daerah lain daratan ini berupa rawa - rawa bercampur gambut dan hutan bakau (mangrove). Wilayah Kalimantan diapit oleh dua jajaran
pegunungan yaitu, Pegunungan Kalingkang / Kabupaten Kapuas Hulu di bagian
Utara dan Pegunungan Schwaner di Selatan sepanjang perbatasan dengan Provinsi
Kalimantan Tengah.
Daerah Kalimantan Barat didominasi oleh tanah Podsolit Merah Kuning
yang meliputi areal 10.5 juta ha atau mencapai 71.22 %, tanah Orgosol, Gley, Humus sekitar 2.0 juta ha atau mencapai 13.75 % serta tanah Aluvial sekitar
1,6_juta ha atau mencapai 10.83 % di seluruh kabupaten / kota yang umumnya memiliki daerah pantai. Jenis tanah dan luasnya pada tiap kabupaten / kota tertera
pada Tabel 8 (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat 2011).
Tabel 8 Jenis tanah dan luasnya menurut kabupaten / kota di Provinsi
Kalimantan Barat tahun 2010
Kabupaten / Kota
Orgosol,
Gley dan
Humus
Aluvial Regosol
Podsolik
Merah
Kuning
Podsolik Latosol
Kab Sambas 56 448 298 738 - 251 066 25 270 7 948
Kab Bengkayang 32 021 13 404 - 390 803 14 369 89 033
Kab Landak 148 990 41 837 - 606 535 77 312 41 600
Kab Pontianak 469 710 437 357 - 11 065 63 488 -
Kab Sanggau 79 737 20 866 - 1 101 190 63 144 20 833
Kab Ketapang 736 000 433 600 44 800 2 195 300 171 200 -
Kab Sintang 36 276 139 712
2 035 344 - -
Kab Kapuas Hulu 396 800 206 400
2 381 000 - -
Kab Sekadau 59 321 -
485 109 - -
Kab Melawi - -
1 016 568 - -
Kota Pontianak 3 600 7 200
- - -
Kota Singkawang 11 677 -
41 723 - -
Kalimantan Barat 2 030 580 1 599 144 44 800 10 515 703 414 783 159 414
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)
4.1.5 Penggunaan Lahan
Sebagian besar lahan di Kalimantan Barat merupakan kawasan hutan atau
mencapai 44.07 % dari luas wilayah. Lahan berupa padang / semak belukar /
alang - alang mencapai 33.16 %, sementara areal perkebunan mencapai 1 887 867
ha atau 12.86 % dari 14.68 ribu ha luas Kalimantan Barat. Areal yang digunakan
untuk pemukiman di Kalimantan Barat hanya berkisar 0.77 % saja. Jenis penggunaan lahan pada tiap kabupaten / kota tertera pada Tabel 9 (Badan Pusat
Statistik Provinsi Kalimantan Barat 2011).
4.1.6 Iklim dan Cuaca
Wilayah Kalimantan Barat didominasi oleh dataran rendah dan berada di daerah khatulistiwa. Ciri dari wilayah tersebut adalah iklim tropis dengan suhu
udara yang relatif tinggi disertai dengan kelembaban udara yang tinggi. Pada kondisi normal variasi suhu udara harian wilayah Kalimantan Barat berada pada
kisaran 25° C hingga 29° C. Kawasan pesisir pantai barat banyak dipengaruhi
oleh kawasan laut Natuna, hal ini menyebabkan kawasan pesisir tersebut memiliki
temperatur udara yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pedalaman.
Intensitas hujan didaerah Kalimantan Barat cukup tinggi, dengan curah rata - rata
per tahun di atas 3.000 milimeter. Hal demikian sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin yang bertiup dari arah barat ke timur atau sebaliknya. Intensitas
hujan yang cukup tinggi ini, biasanya dipengaruhi oleh kecepatan angin, yang rata - rata dapat mencapai 30 - 60 knot / jam (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).
Tabel 9 Jenis penggunaan lahan menurut kabupaten / kota di Provinsi
Kalimantan Barat tahun 2010
Kabupaten / Kota Kampung /
Permukiman Industri
Pertam-bangan
Sawah Irigasi
Non Irigasi
Tanah Kering
Kebun Campuran
Kab. Sambas 12 723 420 - 855 67 807 32 888 13 798
Kab. Bengkayang 9 356 - 571 2 810 18 549 30 940 16 744
Kab. Landak 6 628 - - 19 586 44 606 92 846 12 257
Kab. Pontianak 5 772 167 367 733 19 598 32 985 11 181
Kab. Sanggau 13 910 511 2 167 5 737 50 696 56 139 31 978
Kab. Ketapang 16 222 - 1 095 8 282 72 700 123 289 51 686
Kab. Sintang 16 935 323 265 3 559 15 948 88 213 40 759
Kab. Kapuas Hulu 16 509 - 375 4 134 17 056 43 505 30 549
Kab. Sekadau 4 500 24 - - 2 000 20 200 9 000
Kab. Melawi 1 475 - - - 3 826 124 1 528
Kab. Kayong Utara 1 078 - - 7 176 - - 3 382
Kab. Kubu Raya 8 012 172 - 21 588 30 173 - 13 553
Kota Pontianak 6 822 185 - - 128 1 227 1 146
Kota Singkawang 2 408 - - - 5 563 222 140
Kalimantan Barat 122 351 1 802 4 840 74 460 348 650 522 578 237 701
Tabel 9 (Lanjutan)
Kabupaten / Kota Perkebunan Hutan Padang /
Belukar
Perairan
Darat
Tanah
Terbuka Lain - lain Jumlah
Kab. Sambas 136 324 225 537 86 910 32 825 688 28 695 639 470
Kab. Bengkayang 85 518 110 032 178 490 23 358 2 977 60 385 539 730
Kab. Landak 205 910 139 130 386 546 29 713 23 53 665 990 910
Kab. Pontianak 7 984 2 253 955 17 829 319 27 547 127 690
Kab. Sanggau 315 902 66 829 700 824 20 100 460 20 517 1 285 770
Kab. Ketapang 347 661 1 097 120 1 349 481 52 050 1 780 2 708 3 124 074
Kab. Sintang 302 766 790 006 870 464 19 272 225 14 765 2 163 500
Kab. Kapuas Hulu 147 419 1 960 578 629 260 72 556 22 303 39 956 2 984 200
Kab. Sekadau 20 590 227 754 240 137 6 200 25 14 000 544 430
Kab. Melawi 36 947 922 030 23 265 5 398 61 168 8 639 1 064 400
Kab. Kayong Utara 41 435 368 413 25 061 10 250 30 - 456 826
Kab. Kubu Raya 90 784 445 770 42 776 43 537 2 155 - 698 520
Kota Pontianak 130 - 288 774 - 80 10,780
Kota Singkawang 16 189 20 927 3 800 263 826 62 50,400
Kalimantan Barat 1 755 559 6 376 379 4 538 257 334 125 92 979 271 019 14 680 700
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2011)
4.2 Kalimantan Tengah
4.2.1 Letak Wilayah
Posisi Provinsi Kalimantan Tengah terletak pada posisi pusat hingga
bagian Selatan Pulau Kalimantan diapit oleh Provinsi Kalimantan Timur dan
Selatan di sisi bagian timur dan Kalimantan Barat di sisi bagian barat. Secara
geografis provinsi ini terletak di antara 0° 45’ Lintang Utara hingga 3° 30’
Lintang Selatan serta di antara 111° hingga 116° Bujur Timur.
Seperti pada tetangganya Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan
Timur, Provinsi Kalimantan Tengah juga dilewati oleh Garis Khatulistiwa.
Kondisi ini menyebabkan wilayah tersebut menjadi salah satu daerah tropik
dengan suhu udara cukup tinggi serta diiringi kelembaban yang tinggi
(Kementerian Lingkungan Hidup 2006).
Adapun batas - batas wilayah Provinsi Kalimantan Tengah adalah :
� Sebelah Utara : Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur
� Sebelah Selatan : Laut Jawa
� Sebelah Timur : Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan
� Sebelah Barat : Provinsi Kalimantan Barat
4.2.2 Daerah Administrasi dan Kependudukan
Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2010 terdiri atas 14 (empat belas)
kabupaten / kota yaitu 11 (sebelas) kabupaten dan 1 (satu) kota. Empat belas
kabupaten /kota tersebut terbagi dalam 125 kecamatan yang terdiri atas 1 511 desa / kelurahan Jumlah kecamatan dan desa menurut kabupaten / kota di Kalimantan
Tengah tertera pada Tabel 10 (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah 2011).
Tabel 10 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di
Kalimantan Tengah tahun 2010
Kabupaten / Kota Kecamatan Desa
1 Kotawaringin Barat 6 89
2 Kotawaringin Timur 15 165
3 Kapuas 17 204
4 Barito Selatan 6 95
5 Barito Utara 6 103
6 Sukamara 5 32
7 Lamandau 8 83
8 Seruyan 5 100
9 Katingan 13 161
10 Pulang Pisau 8 97
11 Gunung Mas 11 125
12 Barito Timur 10 103
13 Murung Raya 10 124
14 Palangka Raya 5 30
Jumlah 125 1 511
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah (2011)
Penduduk Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan data sensus penduduk
tahun 2010 mencapai 2 212 089 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk rata - rata pada
tahun 2000 hingga 2010 mencapai angka 1.79 persen / tahun. Sebanyak 740 256
jiwa atau 33.46 % penduduk bertempat tinggal di wilayah perkotaan dan sisanya
di daerah perdesaan sebanyak 1 471 833 jiwa atau mencapai 66.54 % dari total
penduduk provinsi tersebut. Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan /
perdesaan di Kalimantan Tengah tertera pada Tabel 11 (Badan Pusat Statistik
Provinsi Kalimantan Tengah 2011).
Tabel 11 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di
Kalimantan Tengah tahun 2010
Kabupaten / Kota
Klasifikasi Perkotaan / Perdesaan
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
(Jiwa) (%) (Jiwa) (%) (Jiwa)
Kotawaringin Barat 107 784 45.71 128 019 54.29 235 803
Kotawaringin Timur 133 813 35.76 240 362 64.24 374 175
Kapuas 70 516 21.39 259 130 78.61 329 646
Barito Selatan 30 319 24.43 93 809 75.57 124 128
Barito Utara 34 263 28.18 87 310 71.82 121 573
Sukamara 12 966 28.84 31 986 71.16 44 952
Lamandau 12 203 19.31 50 996 80.69 63 199
Seruyan 27 168 19.42 112 763 80.58 139 931
Katingan 35 360 24.15 111 079 75.85 146 439
Pulang Pisau 15 649 13.03 104 413 86.97 120 062
Gunung Mas 20 383 21.02 76 607 78.98 96 990
Barito Timur 24 788 25.46 72 584 74.54 97 372
Murung Raya 14 436 14.90 82 421 85.10 96 857
Kota Palangka Raya 200 608 90.79 20 354 9.21 220 962
Kalimantan Tengah 740 256 33.46 1 471 833 66.54 2 212 089
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah (2011)
4.2.3 Luas Wilayah
Provinsi Kalimantan Tengah Memiliki luas 153 564 km2 atau 28.47 % dari
luas wilayah Kalimantan Indonesia. Provinsi ini terbagi lagi menjadi 14 daerah setingkat kabupaten / kota. Kota Palangka Raya merupakan Daerah Tingkat II
dengan luas terkecil yang hanya memiliki luas 2 400 km2 atau 1.56 % dari seluruh
luas wilayah Kalimantan Tengah, sedangkan Kabupaten Murung Raya merupakan
Daerah Tingkat II dengan luas terbesar atau mencapai 23 700 km2 atau mencapai
15.43 % dari luas keseluruhan. Luas daerah kabupaten / kota dan persentase
terhadap luas provinsi tertera pada Tabel 12.
Tabel 12 Luas wilayah Kalimantan Tengah menurut kabupaten / kota dan
ibukotanya tahun 2010
Kabuapten / Kota Luas Area (km2) Ibu Kota
Kotawaringin Barat 10 759
Pangkalan Bun
Kotawaringin Timur 16 496
Sampit
Kapuas 14 999
Kuala Kapuas
Barito Selatan 8 830
Buntok
Barito Utara 8 300
Muara Teweh
Sukamara 3 827
Sukamara
Lamandau 6 414
Nanga Bulik
Seruyan 16 404
Kuala Pembuang
Katingan 17 800
Kasongan
Pulang Pisau 8 997
Pulang Pisau
Gunung Mas 10 804
Kuala Kurun
Barito Timur 3 834
Tamiang Layang
Murung Raya 23 700
Puruk Cahu
Palangka Raya 2 400
Palangka Raya
Kalimantan Tengah 153 564 Palangka Raya
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah (2011)
4.2.4 Topografi
Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah terdiri atas daerah pantai dan rawa -
rawa dengan ketinggian 0 - 50 m dari permukaan laut dengan kemiringan
0 % - 8_%, daerah perbukitan dengan ketinggian 50 - 100 m dengan ketinggian
rata - rata 25%. Daerah pantai dan rawa - rawa umumnya banyak ditemukan di
wilayah bagian Selatan, sementara dataran dan perbukitan berada di wilayah
bagian tengah, sedangkan pegunungan umum dijumpai pada bagian Utara dan
Barat Daya (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).
4.2.5 Penggunaan Lahan
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), total
kawasan budi daya Provinsi Kalimantan Tengah mencapai 12 898 263.43 ha,
sisanya berupa kawasan lindung yang mencapai luasan 2 456 598.39 ha. Luas wilayah berdasarkan rencana tata ruang wilayah Provinsi Kalimantan Tengah
tertera pada Tabel 13.
Tabel 13 Luas Wilayah Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
(RTRWP) tahun 2010
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Luas Wilayah (ha)
A. Kawasan Hutan Lindung
1 Hutan Lindung (HL) 766 392.06
2 Cagar Alam (CA) 235 079.45
3 Taman Wisata (TW) 19 142.61
4 Taman Nasional (TN) 488 056.29
5 Suaka Marga Satwa (SM) 71 664.71
6 Perlindungan dan Pelestarian Hutan (PPH) 1 628.43
7 Konservasi Magrove (KM) 31 018.40
8 Konservasi Air Hitam (KEAH) 37 225.55
9 Konservasi Flora dan Fauna (KFF) 161 849.04
10 Konservasi Gambut Tebal (KGTB) 253 797.98
11 Konservasi Hidrologi (KH) 185 023.14
12 Kawasan Handil Rakyat (KHR) 59 046.32
13 Perairan 155 716.95
Jumlah A 2 456 598.39
B. Kawasan Budi Daya
1 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 3 784 495.64
2 Hutan Produksi (HP) 4 232 518.38
3 Hutan Kawasan Pengembangan Produksi (KPP) 2 789 108.09
4 Hutan Kawasan Pemukiman dan Penggunaan Lain (KPPL) 1 920 054.79
5 Hutan Tanaman Industri (HTI) 21 958.04
6 Areal Transmigrasi (T1 & T2) 137 920.13
Jumlah B 12 898 263.43
Jumlah A + B 15 356 700.00
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah (2011)
4.3 Kalimantan Selatan
4.3.1 Letak Wilayah
Provinsi Kalimantan Selatan terletak dibagian Tenggara pulau Kalimantan
atau secara geografis terletak di antara garis 10° 21’ 49” hingga 10° 10’ 14”
Lintang Selatan serta di antara 114° 19’ 33” hingga 116° 33’ 28 Bujur Timur.
Batas - batas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan adalah :
� Sebelah Utara : Provinsi Kalimantan Timur
� Sebelah Selatan : Laut Jawa
� Sebelah Timur : Selat Makassar
� Sebelah Barat : Provinsi Kalimantan Tengah
4.3.2 Daerah Administrasi dan Kependudukan
Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2010 terdiri atas 13 (tiga belas)
kabupaten / kota yaitu 11 (sebelas) kabupaten dan 2 (dua) kota. Empat belas kabupaten / kota tersebut terbagi dalam 119 kecamatan yang terdiri atas 1 947
desa / kelurahan. Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Selatan tertera pada Tabel 14 (Badan Pusat Statistik Provinsi
Kalimantan Selatan 2011).
Tabel 14 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di
Kalimantan Selatan tahun 2010
Kabupaten / Kota Ibukota Jumlah
Kecamatan
Jumlah Desa /
Kelurahan
Kab. Tanah laut Pelaihari 11 135
Kab. Kotabaru Kotabaru 20 201
Kab. Banjar Martapura 19 290
Kab. Barito Kuala Marabahan 17 200
Kab. Tapin Rantau 12 133
Kab. Hulu Sungai Selatan Kandangan 11 148
Kab. Hulu Sungai Tengah Barabai 11 169
Kab. Hulu Sungai Utara Amuntai 10 219
Kab. Tabalong Tanjung 12 131
Kab. Tanah Bumbu Batulicin 10 135
Kab. Balangan Paringin 8 152
Kota Banjarmasin Banjarmasin 5 52
Kota Banjarbaru Banjarbaru 5 20
Provinsi Kalimantan Selatan 151 1 985
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan (2011)
Penduduk Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan data sensus penduduk
tahun 2010 mencapai 3 626 616 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk rata - rata pada
tahun 2000 hingga 2010 mencapai angka 1.99 persen / tahun. Sebanyak 1 525 125
jiwa atau 42.05 % penduduk bertempat tinggal di wilayah perkotaan dan sisanya
di daerah perdesaan sebanyak 2 101 491 jiwa atau mencapai 57.95 % dari total
penduduk provinsi tersebut.
4.3.3 Luas Wilayah
Dibandingkan dengan provinsi lain di Kalimantan, Provinsi Kalimantan
Selatan hanya memiliki luas sebesar 37 377.53 km2, atau hanya meliputi 6.98 %
luas Pulau Kalimantan. Daerah Tingkat II yang paling luas di Provinsi Kalimantan Selatan adalah Kabupaten Kotabaru dengan luas 9 422.73 km2, dan Daerah
Tingkat II dengan luas terkecil adalah Kota Banjarmasin dengan luas hanya mencapai 72.67 km2. Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan
di Provinsi Kalimantan Selatan tertera pada Tabel 15. Adapun luas daerah
kabupaten / kota dan persentase terhadap luas Provinsi Kalimantan Selatan tertera
pada Tabel 16 (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan 2011).
Tabel 15 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010
Kabupaten / Kota
Klasifikasi Perkotaan / Perdesaan
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
(Jiwa) (%) (Jiwa) (%) (Jiwa)
Tanah Laut 70 271 23.71 226 062 76.29 296 333
Kotabaru 68 643 23.66 221 499 76.34 290 142
Banjar 155 083 30.60 351 756 69.40 506 839
Barito Kuala 58 647 21.24 217 500 78.76 276 147
Tapin 23 643 14.08 144 234 85.92 167 877
Hulu Sungai Selatan 52 474 24.70 160 011 75.30 212 485
Hulu Sungai Tengah 45 820 18.82 197 640 81.18 243 460
Hulu Sungai Utara 57 897 27.67 151 349 72.33 209 246
Tabalong 56 833 26.00 161 787 74.00 218 620
Tanah Bumbu 119 416 44.57 148 513 55.43 267 929
Balangan 11 240 10.00 101 190 90.00 112 430
Kota Banjarmasin 612 849 97.98 12 632 2.02 625 481
Kota Banjarbaru 192 309 96.33 7 318 3.67 199 627
Kalimantan Selatan 1 525 125 42.05 2 101 491 57.95 3 626 616
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan (2011)
Tabel 16 Luas daerah kabupaten / kota dan persentase terhadap luas Provinsi
Kalimantan Selatan tahun 2010
Kabupaten / Kota Ibukota Luas (km2) Persentase (%)
Kab. Tanah Laut Pelaihari 3 729.30 9.94
Kab. Kotabaru Kotabaru 9 422.73 25.10
Kab. Banjar Martapura 4 710.97 12.55
Kab. Barito Kuala Marabahan 2 376.22 6.33
Kab. Tapin Rantau 2 174.95 5.79
Kab. Hulu Sungai Selatan Kandangan 1 804.94 4.82
Kab. Hulu Sungai Tengah Barabai 1 472.00 3.92
Kab. Hulu Sungai Utara Amuntai 951.25 2.53
Kab. Tabalong Tanjung 3 599.95 9.59
Kab. Tanah Bumbu Batulicin 5 066.96 13.50
Kab. Balangan Paringin 1 819.75 4.85
Kota Banjarmasin Banjarmasin 72.67 0.19
Kota Banjarbaru Banjarbaru 328.83 0.88
Provinsi Kalimantan Selatan 37 530.52 100.00
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan (2011)
4.3.4 Topografi
Kemiringan tanah dengan 4 kelas klasifikasi menunjukkan bahwa sebesar
43,05 % wilayah Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai kemiringan tanah 0 - 2 %. Rincian luas menurut kemiringan adalah sebagai berikut :
� 0 - 2 % : 1 615 630 ha ( 43.05 % )
� > 2 - 15 % : 1 192 545 ha ( 31.87 % )
� > 15 - 40 % : 713 682 ha ( 19.02 % )
� > 40 % : 231 195 ha ( 6.16 % )
Adapun luas wilayah Kalimantan Selatan menurut kelas ketinggian yang
dibagi menjadi 6 kelas ketinggian menunjukkan wilayah Kalimantan Selatan
sebagian besar berada pada kelas ketinggian 25 - 100 m di atas permukaan laut
yakni 31.29 %.
4.3.5 Iklim
Kalimantan Selatan secara umum memiliki 2 musim, yaitu : Musim hujan
dan Musim kemarau. Musim hujan biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai
dengan Mei, pada waktu itu angin bertiup dari arah Timur Laut, kecepatan angin
rata - rata bulanan berkisar antara 5 - 6 knot. Pada musim kemarau terjadi pada
Bulan Juni hingga Agustus. Masa peralihan diantara kedua musim tersebut
terdapat musim pancaroba. Salah satu faktor yang mempengaruhi temperatur
udara antara lain oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut
dan jaraknya dari pantai. Data temperatur udara maksimun di daerah Kalimantan Selatan berkisar antara 33.1° C - 35° C, sementara temperatur udara minimun
berkisar antara 22.6° C - 23.8° C Temperatur rata - rata berkisar antara 25.6° C sampai 26.9° C.
Kelembaban udara maksimun di Provinsi Kalimantan Selatan berkisar
antara 96 % - 98 % dan kelembaban minimun berkisar antara 35 % - 58 %,
sedangkan rata - ratanya tiap bulan berada pada kisaran 60 % - 87 %. Curah hujan
disuatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, geografi dan
perputaran / pertemuan arus udara. Curah hujan tertinggi di Provinsi Kalimantan
Selatan umumnya terjadi di Bulan Maret yaitu pada kisaran 420.0 mm - 430.0
mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan September yaitu pada kisaran 70.0 mm - 80.0 mm (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).
4.4 Kalimantan Timur
4.4.1 Letak Wilayah
Provinsi Kalimantan Timur terletak disebelah timur pulau Kalimantan atau
di antara garis 4° 24’ Lintang Utara hingga 2° 25’ Lintang Selatan serta di antara
113° 44’ hingga 119° 00’ Bujur Timur.
Adapun batas - batas wilayah Provinsi Kalimantan Timur adalah :
� Sebelah Utara : Negara Bagian Malaysia Sabah
� Sebelah Selatan : Provinsi Kalimantan Selatan
� Sebelah Timur : Selat Makassar dan Laut Sulawesi
� Sebelah Barat : Provinsi Kalimantan Barat Kalimantan Tengah dan
Negara Bagian Malaysia Sarawak
4.4.2 Daerah Administrasi dan Kependudukan
Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2010 terdiri atas 14 (empat belas)
daerah tingkat II terbagi atas 136 kecamatan yang terdiri atas 1 445 desa / kelurahan. Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di
Kalimantan Timur tertera pada Tabel 17 (BPS Provinsi Kalimantan Timur 2011).
Tabel 17 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota di
Kalimantan Timur tahun 2010
Kabupaten / Kota Ibu Kota Jumlah
Kecamatan
Jumlah Desa /
Kelurahan
Paser Tanah Grogot 10 130
Kutai Barat Sendawar 21 238
Kutai Kartanegara Tenggarong 18 227
Kutai Timur Sangatta 18 135
Berau Tanjung Redeb 13 107
Penajam Paser Utara Penajam 4 54
Kota Balikpapan Balikpapan 5 27
Kota Samarinda Samarinda 6 53
Kota Bontang Bontang 3 15
Malinau Malinau 12 108
Bulungan Tanjung Selor 10 81
Nunukan Nunukan 9 227
Tana Tidung Tideng Pale 3 23
Kota Tarakan Tarakan 4 20
Kalimantan Timur 136 1 445
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2011)
Penduduk Provinsi Kalimantan Timur yang terbagi atas 14 daerah
kabupaten / kota berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010 mencapai 3 553 143 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk rata - rata pada tahun 2000 hingga
2010 mencapai angka 3.81 persen / tahun. Sebanyak 2 205 725 jiwa atau 62.08 % penduduk bertempat tinggal di wilayah perkotaan dan sisanya di daerah
perdesaan sebanyak 1 347 418 jiwa atau mencapai 37.92 % dari total penduduk provinsi tersebut. Persentase distribusi penduduk menurut kabupaten / kota
bervariasi dari yang terendah sebesar 0.43 % di Kabupaten Tana Tidung hingga
yang tertinggi sebesar 20.47 % di Kota Samarinda.
4.4.3 Luas Wilayah
Luas Wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang terbagi menjadi 10
(sepuluh) Kabupaten dan 4 (empat) daerah tingkat Kota mencapai 198 441.17
km2. Kota Bontang merupakan daerah di Provinsi Kalimantan Timur dengan luas
wilayah paling kecil yaitu 163.39 km2 atau hanya 0.08 % dari seluruh wilayah
Kalimantan Timur. Daerah terluas dimiliki oleh Kabupaten Malinau yang
mencapai 39 799.88 km2 atau mencapai 20.06 % dari luas total. Jumlah penduduk
menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Kalimantan Timur tertera pada Tabel
18. Berikutnya luas daerah kabupaten / kota terhadap luas Provinsi Kalimantan
Timur tertera pada Tabel 19. (BPS Provinsi Kalimantan Timur 2011).
Tabel 18 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan di Provinsi
Kalimantan Timur tahun 2010
Kabupaten / Kota
Klasifikasi Perkotaan/Perdesaan
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
(Jiwa) (%) (Jiwa) (%) (Jiwa)
Pasir 80 182 34.81 150 134 65.19 230 316
Kutai Barat 29 159 17.66 135 932 82.34 165 091
Kutai Kartanegara 204 589 32.65 422 091 67.35 626 680
Kutai Timur 103 990 40.68 151 647 59.32 255 637
Berau 89 688 50.08 89 391 49.92 179 079
Penajam Paser Utara 52 339 36.62 90 583 63.38 142 922
Kota Balikpapan 526 508 94.43 31 071 5.57 557 579
Kota Samarinda 685 859 94.28 41 641 5.72 727 500
Kota Bontang 140 238 97.60 3 445 2.40 143 683
Malinau 15 062 24.07 47 518 75.93 62 580
Bulungan 45 350 40.25 67 313 59.75 112 663
Nunukan 53 907 38.28 86 934 61.72 140 841
Tana Tidung 0 0.00 15 202 100.00 15 202
Kota Tarakan 178 854 92.49 14 516 7.51 193 370
Kalimantan Timur 2 205 725 62.09 1 347 418 37 92 3 553 143
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2011)
Tabel 19 Luas daerah kabupaten / kota terhadap luas Provinsi Kalimantan Timur
tahun 2010
Kabupaten / Kota Ibu Kota Luas Area (km2)
Paser Tanah Grogot 10 936.38
Kutai Barat Sendawar 30 943.79
Kutai Kartanegara Tenggarong 26 326.00
Kutai Timur Sangatta 31 884.59
Berau Tanjung Redeb 22 521.71
Malinau Malinau 39 799.88
Bulungan Tanjung Selor 17 249.61
Nunukan Nunukan 13 875.42
Penajam Paser Utara Penajam 3 209.66
Kota Balikpapan Balikpapan 560.70
Kota Samarinda Samarinda 718.23
Kota Tarakan Tarakan 251.81
Kota Bontang Bontang 163.39
Kalimantan Timur 198 441.17
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2011)
4.4.4 Topografi
Kemiringan tanah dengan 4 kelas klasifikasi menunjukkan bahwa sebesar
55.08 % wilayah Provinsi Kalimantan Timur mempunyai kemiringan tanah > 40 %. Rincian luas menurut kemiringan adalah sebagai berikut :
� 0 - 2 % : 2 093 677 ha ( 10.45 % )
� > 2 - 15 % : 2 431 802 ha ( 12.14 % )
� > 15 - 40 % : 4 476 122 ha ( 22.34 % )
� > 40 % : 11 037 899 ha ( 55.08 % )
Adapun luas wilayah menurut kelas lereng / kemiringan dan kabupaten / kota di
Provinsi Kalimantan Timur tertera pada Tabel 20.
Tabel 20 Luas wilayah menurut kelas lereng / kemiringan dan kabupaten / kota di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010
Kabupaten / Kota Kelas Lereng / Kemiringan
Jumlah 0 - 2 % 2 - 15 % 15 - 40 % > 40 %
1 Paser 259 677 228 899 152 548 436 516 1 077 640
2 Kutai Barat 170 100 436 500 987 185 1 569 085 3 162 870
3 Kutai Kartanegara 591 191 812 265 702 116 506 118 2 611 690
4 Kutai Timur 215 100 261 900 1 276 130 1 676 130 3 429 260
5 Berau 118 964 311 306 467 911 1 225 819 2 124 000
6 Malinau 13 500 72 500 257 400 3 855 640 4 199 040
7 Bulungan 381 429 247 007 278 348 652 006 1 558 790
8 Nunukan 294 300 12 600 88 200 996 690 1 391 790
9 Penajam Paser Utara 29 700 31 500 184 818 67 542 313 560
10 Balikpapan 7 050 3 325 21 306 18 650 50 331
11 Samarinda 25 987 18 275 17 860 9 678 71 800
12 Tarakan 6 120 1 950 17 010 - 25 080
13 Bontang 3 807 2 543 3 839 4 591 14 780
Jumlah 2 093 677 2 431 802 4 476 122 11 037 899 20 030 631
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2011)
4.4.4 Iklim
Kalimantan Timur seperti wilayah lain di Indonesia yang berada
pada/dekat dengan garis khatulistiwa memiliki iklim tropis dan mempunyai dua
musim yaitu kemarau dan penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan
Mei sampai dengan bulan Oktober, sedang musim penghujan terjadi pada bulan
Nopember sampai dengan bulan April. Kondisi ini selain disebabkan oleh posisi
Kalimantan Timur juga dipegaruhi oleh angin Muson, yaitu angin Muson Barat
Nopember - April dan angin Muson Timur Mei - Oktober. Namun berkaitan dengan perubahan iklim global pada kurun waktu beberapa tahun terakhir, periode
maupun jangka waktu musim kemarau dan penghujan menjadi kurang teratur (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur 2011).
Secara umum Kalimantan Timur beriklim panas dengan suhu udara pada
tahun 2010 berkisar dari 21.3º C sampai dengan 36.2 º C, sedangkan curah hujan
di daerah Kalimantan Timur sangat beragam menurut bulan dan letak stasiun
pengamat. Adapun catatan curah hujan rata - rata tahun 2010 menurut stasiun
dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Rata - rata suhu udara, kelembaban, tekanan udara, kecepatan angin dan
curah hujan bulanan melalui stasiun Samarinda, Balikpapan, Tarakan, Tanjung Selor, Tanjung Redeb dan Nunukan tahun 2010
Uraian Stasiun
Samarinda Balikpapan Tarakan
1 Suhu Udara (°C) 27.30 26.90 27.00
- Minimum 23.80 22.90 23.90
- Maksimum 32.90 33.70 30.60
2 Kelembaban Udara (%) 82.00 89.00 87.00
3 Tekanan Udara (mb) 1 011.30 1 010.00 1 010.80
4 Kecepatan Angin (Knot) 3.00 5.00 5.00
5 Curah Hujan (mm) 249.20 245.70 345.20
6 Penyinaran Matahari (mm) 39.00 44.00 43.00
Tabel 21 (Lanjutan)
Uraian Stasiun
Tanjung Selor Tanjung Redeb Nunukan
1 Suhu Udara (°C) 27.10 26.70 27.10
- Minimum 23.90 23.40 22.70
- Maksimum 32.40 32.30 31.00
2 Kelembaban Udara (%) 84.00 87.00 85.00
3 Tekanan Udara (mb) 1 010.50 1 010.50 1 008.40
4 Kecepatan Angin (Knot) 4.00 5.00 3.00
5 Curah Hujan (mm) 294.80 188.40 259.80
6 Penyinaran Matahari (mm) 48.00 56.00 56.00
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2011)
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengelompokan (Clustering) Kualitas Lingkungan Kota - Kota Sedang
dan Kecil di Kalimantan
Setiap kota sedang maupun kota kecil di Kalimantan pada dasarnya
masing - masing memiliki karakteristik yang berbeda bila dilihat dari berbagai
macam aspek yang dimiliki. Aspek - aspek tersebut dapat mencakup posisi kota
tersebut berada, keadaan masyarakat yang menempati, infrastuktur berupa fasilitas
umum yang dimiliki, sektor utama penggerak perekonomian yang ada, maupun
kondisi lingkungan hidup setempat. Aspek - aspek tersebut dapat pula disebut sebagai penciri bagi suatu kota. Namun bila dilihat secara lebih teliti, bisa
didapatkan dua atau lebih kota yang memiliki kemiripan dalam beberapa aspek.
Kemiripan yang dimiliki oleh dua atau lebih kota tersebut dapat digunakan untuk
mengelompokkan kota - kota yang memiliki karakteristik sama, atau lebih lanjut
dapat digunakan untuk mengukur seberapa besar / kecil kemiripan antar kota -
kota yang berada pada satu kluster atau di luar kluster.
Pengelompokan kota bila dilihat melalui sudut pandang makro, dapat
mempermudah proses analisis maupun penyusunan kebijakan bagi kota - kota yang menjadi obyek tersebut. Kemiripan yang tinggi pada dua kota berbeda
menunjukkan besarnya peluang hasil analisis pada suatu aspek yang dilakukan pada kota pertama akan memiliki kesamaan bila dilakukan pada kota kedua.
Kesesuaian dalam penentuan kebijakan yang dilakukan pada kota pertama tentu
juga dapat menggambarkan besarnya peluang sama terjadi pada kota kedua.
Sementara untuk kota - kota yang tidak memiliki kemiripan dalam berbagai aspek
perlu dilakukan analisis maupun penyusunan kebijakan yang berbeda pula.
Keadaan di atas menunjukkan pentingnya dilakukan analisis yang dapat
mengelompokkan kota - kota dengan karakteristik yang serupa.
Aspek kondisi lingkungan dalam penelitian ini dipilih sebagai dasar dalam proses pengelompokan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan. Kota - kota
dengan kondisi kualitas lingkungan serupa digabungkan dalam kluster yang sama. Disamping itu, dilakukan pula perhitungan secara kuantitatif untuk mendapatkan
tingkat kemiripan atau ketidakmiripan satu kota terhadap kota lainnya. Hasil
analisis memberikan informasi ukuran tingkat kemiripan antar kota melalui
pendekatan jarak. Jarak digunakan sebagai ukuran pembeda suatu kota terhadap
kota lain baik di dalam atau di luar kluster. Semakin besar nilai jarak suatu kota
semakin rendah kemiripan kota tersebut dengan kota lainnya, sebaliknya semakin
kecil nilai jarak suatu kota semakin tinggi kemiripan kota tersebut dengan kota
lainnya. Bentuk pengelompokan maupun jarak dalam analisis gerombol umumnya
digambarkan dengan diagram berupa dendogram.
Melalui analisis yang dilakukan pada 47 kota sedang dan kecil di Kalimantan, diambil 5 (lima) kategori kluster. Adapun pengelompokan tersebut
didapatkan pada jarak ambang 203.88. Jarak ambang menunjukkan nilai
maksimum pembeda kota - kota yang menjadi anggota dalam suatu kluster.
Dendogram yang menggambarkan struktur dan jarak ambang pengelompokan
kota sedang dan kecil di Kalimantan ditunjukkan pada Lampiran 2.
Dalam analisis gerombol, jarak digunakan untuk menggambarkan tingkat
kemiripan kota - kota yang menjadi anggota masing - masing kluster secara
umum, namun belum dapat menggambarkan tingkat kemiripan kota - kota secara
rinci. Untuk memperoleh tingkat kemiripan kota - kota secara rinci, digunakan
nilai tengah (means). Dalam analisis gerombol, nilai tengah variabel - variabel
indikator kualitas lingkungan merupakan titik pusat atau centroid yang mewakili
anggota kluster kota yang berada di dalamnya serta sebagai pembeda antara
kluster satu dengan lainnya. Adapun nilai tengah untuk masing - masing variabel
dapat dilihat pada Tabel 22.
Variabel - variabel indikator kualitas lingkungan merupakan variabel -
variabel yang bersifat saling bebas atau memiliki dimensi yang saling berbeda
satu sama lain, namun variabel - variabel tersebut memiliki rentang nilai yang
sama yaitu 0 - 100. Oleh sebab itu dimungkinkan untuk mendapatkan gambaran
umum tiap anggota kluster melalui perhitungan nilai rata - rata variabel - variabel
tersebut tanpa melalui proses normalisasi. Melalui perhitungan nilai rata - rata
variabel - variabel indikator kualitas lingkungan untuk kluster 1, 2, 3, 4 dan 5
didapatkan nilai masing - masing 67.22, 54.82, 43.91, 34.80 dan 18.69, atau dapat
dituliskan :
x1 > x2 > x3 > x4 > x5
keterangan :
x1 = nilai rata - rata variabel - variabel indikator kota - kota anggota kluster 1
x2 = nilai rata - rata variabel - variabel indikator kota - kota anggota kluster 2 x3 = nilai rata - rata variabel - variabel indikator kota - kota anggota kluster 3
x4 = nilai rata - rata variabel - variabel indikator kota - kota anggota kluster 4
x5 = nilai rata - rata variabel - variabel indikator kota - kota anggota kluster 5
Kondisi ini menggambarkan bahwa secara umum kota - kota anggota kluster 1 memiliki kualitas lingkungan lebih baik dibandingkan dengan kota - kota
anggota kluster 2, 3, 4 dan 5. Kota - kota anggota kluster 2 memiliki kualitas lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan kota - kota anggota kluster 1,
namun lebih baik dibandingkan dengan kota - kota anggota kluster 3, 4 dan 5. Kota - kota anggota kluster 3 memiliki kualitas lingkungan lebih rendah
dibandingkan dengan kota - kota anggota kluster 1 dan 2, namun lebih baik dibandingkan dengan kota - kota anggota kluster 4 dan 5. Kota - kota anggota
kluster 4 memiliki kualitas lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan kota -
kota anggota kluster 1, 2 dan 3, namun lebih baik dibandingkan dengan kota -
kota anggota kluster 5. Karena itu secara berurutan untuk kluster 1, 2, 3, 4 dan 5
masing - masing dinotasikan sebagai kelompok kota dengan kategori “sangat
baik”, “baik”, “cukup”, “buruk” dan “sangat buruk”. Distribusi nilai tengah yang
menunjukkan perbandingan masing - masing kluster diilustrasikan pada
Gambar 6.
Kota - kota anggota kelompok kluster 1 dengan kategori “sangat baik”,
kluster 2 dengan kategori “baik”, kluster 3 dengan kategori “cukup”, kluster 4 dengan kategori “buruk” dan kluster 5 dengan kategori “sangat buruk”, masing -
masing seperti pada Tabel 23, 24, 25, 26 dan 27.
Pembagian kluster kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kategori “sangat baik”, “baik”, “cukup”, “buruk” dan “sangat buruk” secara
spasial ditunjukkan pada Gambar 7.
Tabel 22 Nilai tengah variabel - variabel indikator kualitas lingkungan pada tiap
kluster kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010
No Variabel
Kluster 1
Kategori “Sangat
Baik”
Kluster 2 Kategori
“Baik”
Kluster 3 Kategori
“Cukup”
Kluster 4 Kategori
“Buruk”
Kluster 5
Kategori “Sangat
Buruk”
1 Kebersihan Kawasan Permukiman 71.41 61.90 57.64 53.24 51.67
2 Sebaran Peneduh Kawasan Permukiman 67.69 62.31 59.09 55.49 45.94
3 Kebersihan Kawasan Pasar 67.57 53.45 52.79 34.11 30.83
4 Sebaran Peneduh Kawasan Pasar 55.90 33.04 27.58 19.28 18.96
5 Sebaran Peneduh Kawasan Taman Kota 74.17 67.74 70.26 59.39 0.00
6 Kebersihan Kawasan Taman Kota 75.74 72.86 67.16 48.59 0.00
7 Pengendalian Pencemaran TPA 64.35 40.90 2.63 3.03 0.00
8 Pengelolaan Sampah TPA 59.03 40.48 11.54 7.61 4.17
9 Penghijauan Kawasan TPA 69.17 60.71 46.49 32.42 16.67
Nilai rata - rata 67.22 54.82 43.91 34.80 18.69
Gambar 6 Grafik nilai tengah variabel - variabel indikator kualitas lingkungan
pada tiap kluster kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
Nil
ai I
ndik
ato
r
Variabel - variabel indikator kualitas lingkungan
Kluster 1
Kategori
“Sangat
Baik”
Kluster 2
Kategori
“Baik”
Kluster 3
Kategori
“Cukup”
Kluster 4 Kategori
“Buruk”
Kluster 5 Kategori
“Sangat
Buruk”
Gam
bar
7 P
eta
dis
trib
usi
klu
ster
ber
das
ark
an k
on
dis
i li
ngk
un
gan
ko
ta s
edan
g d
an k
ecil
di
Kal
iman
tan
tah
un 2
01
0
Tabel 23 Kota - kota sedang dan kecil anggota kluster 1 di Kalimantan tahun
2010 dengan kategori “sangat baik”
No Kota Kabupaten / Kota Provinsi
1 Banjarbaru Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan
2 Barabai Kab. Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan
3 Pangkalan Bun Kab. Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah
4 Sampit Kab. Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah
5 Bontang Kota Bontang Kalimantan Timur
6 Tarakan Kota Tarakan Kalimantan Timur
Tabel 24 Kota - kota sedang dan kecil anggota kluster 2 di Kalimantan tahun
2010 dengan kategori “baik”
No Kota Kabupaten / Kota Provinsi
1 Ngabang Kab. Landak Kalimantan Barat
2 Singkawang Kota Singkawang Kalimantan Barat
3 Sintang Kab. Sintang Kalimantan Barat
4 Amuntai Kab. Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan
5 Pelaihari Kab. Tanah Laut Kalimantan Selatan
6 Kuala Kapuas Kab. Kapuas Kalimantan Tengah
7 Tanah Grogot Kab. Paser Kalimantan Timur
Tabel 25 Kota - kota sedang dan kecil anggota kluster 3 di Kalimantan tahun
2010 dengan kategori “cukup”
No Kota Kabupaten / Kota Provinsi
1 Ketapang Kab. Ketapang Kalimantan Barat
2 Mempawah Kab. Pontianak Kalimantan Barat
3 Nanga Pinoh Kab. Melawi Kalimantan Barat
4 Putussibau Kab. Kapuas Hulu Kalimantan Barat
5 Sanggau Kab. Sanggau Kalimantan Barat
6 Sekadau Kab. Sekadau Kalimantan Barat
7 Batulicin Kab. Tanah Bumbu Kalimantan Selatan
8 Martapura Kab. Banjar Kalimantan Selatan
9 Paringin Kab. Balangan Kalimantan Selatan
10 Tanjung Kab. Tabalong Kalimantan Selatan
11 Buntok Kab. Barito Selatan Kalimantan Tengah
12 Nanga Bulik Kab. Lamandau Kalimantan Tengah
13 Sukamara Kab. Sukamara Kalimantan Tengah
14 Malinau Kab. Malinau Kalimantan Timur
15 Nunukan Kab. Nunukan Kalimantan Timur
16 Penajam Kab. Penajam Paser Utara Kalimantan Timur
17 Sangatta Kab. Kutai Timur Kalimantan Timur
18 Tanjung Redeb Kab. Berau Kalimantan Timur
19 Tanjung Selor Kab. Bulungan Kalimantan Timur
Tabel 26 Kota - kota sedang dan kecil anggota kluster 4 di Kalimantan tahun 2010 dengan kategori “buruk”
No Kota Kabupaten / Kota Provinsi
1 Bengkayang Kab. Bengkayang Kalimantan Barat
2 Sambas Kab. Sambas Kalimantan Barat
3 Kandangan Kab. Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan
4 Kotabaru Kab. Kotabaru Kalimantan Selatan
5 Marabahan Kab. Barito Kuala Kalimantan Selatan
6 Rantau Kab. Tapin Kalimantan Selatan
7 Kasongan Kab. Katingan Kalimantan Tengah
8 Kuala Kurun Kab. Gunung Mas Kalimantan Tengah
9 Muara Teweh Kab. Barito Utara Kalimantan Tengah
10 Pulang Pisau Kab. Pulang Pisau Kalimantan Tengah
11 Tenggarong Kab. Kutai Kartanegara Kalimantan Timur
Tabel 27 Kota - kota sedang dan kecil anggota kluster 5 di Kalimantan tahun
2010 dengan kategori “sangat buruk”
No Kota Kabupaten / Kota Provinsi
1 Kuala Pembuang Kab. Seruyan Kalimantan Tengah
2 Puruk Cahu Kab. Murung Raya Kalimantan Tengah
3 Tamiyang Layang Kab. Barito Timur Kalimantan Tengah
4 Sendawar Kab. Kutai Barat Kalimantan Timur
Berdasarkan Tabel 23, 24, 25, 26 dan 27, diketahui persentase distribusi
kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kluster. Hasil analisis menunjukkan terdapat 6 kota atau 12.77 % kota sedang dan kecil di Kalimantan
termasuk dalam kluster 1 atau kategori “sangat baik”, 7 kota atau 14.89 % termasuk dalam kluster 2 atau kategori “baik”, proporsi terbesar sebanyak 19 kota
atau 40.43 % kota termasuk kluster 3 atau kategori “cukup”, 11 kota atau 23.40 % termasuk dalam kluster 4 atau kategori “buruk” dan sisanya 4 kota atau 8.51 %
kota termasuk kluster 5 atau kategori “sangat buruk”. Persentase distribusi kota -
kota sedang dan kecil dalam bentuk diagram pada masing - masing kluster tertera
pada Gambar 8.
Gambar 8 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil
pada masing - masing kelompok di Kalimantan tahun 2010
12.77%
14.89%
40.43%
23.40%
8.51%
Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Kluster 4
Kluster 5
Wilayah Kalimantan terbagi atas 4 (empat) provinsi yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan
Timur. Jumlah kota - kota sedang dan kecil masing - masing provinsi di Kalimantan untuk kluster 1, 2, 3, 4 dan 5 ditunjukkan pada Gambar 9.
Gambar 9 Diagram jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada
masing - masing kelompok untuk tiap provinsi di Kalimantan tahun
2010
Pembagian kluster kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan untuk
masing - masing provinsi berdasarkan kategori “sangat baik”, “baik”, “cukup”, “buruk” dan “sangat buruk” secara spasial ditunjukkan Gambar 10, 11, 12 dan 13.
Berdasarkan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing
kluster untuk Provinsi Kalimantan Barat pada Gambar 10, sebanyak 3 atau
27.27_% kota ada pada kategori “baik”, 6 atau 54.55 % kota ada pada kategori “sedang” dan selebihnya 2 atau 18.18 % kota ada pada kategori “buruk”. Tidak
terdapat kota di Provinsi Kalimantan Barat yang berada pada kategori “sangat baik” atau “sangat buruk”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil
tersebut dalam bentuk diagram pada masing - masing kluster tertera pada Gambar 14.
Berdasarkan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing
kluster untuk Provinsi Kalimantan Selatan pada Gambar 11, sebanyak 2 atau 16.67 % kota ada pada kategori “sangat baik”, 2 atau 16.67 % kota ada pada
kategori “baik”, 4 atau 33.33 % kota ada pada kategori “sedang” dan selebihnya 4 atau 33.33 % kota ada pada kategori “buruk”. Tidak terdapat kota di Provinsi
Kalimantan Selatan yang berada pada kategori “sangat buruk”. Persentase
distribusi kota - kota sedang dan kecil tersebut dalam bentuk diagram pada
masing - masing kluster tertera pada Gambar 15.
0
1
2
3
4
5
6
7
Kalimantan
Barat
Kalimantan
Selatan
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Timur
0
2 2 2
3
2
1 1
6
4
3
6
2
4 4
1
0 0
3
1
Ju
mla
h K
ota
Provinsi
Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Kluster 4
Kluster 5
Gam
bar
10
Pet
a d
istr
ibu
si k
lust
er b
erd
asar
kan
kon
dis
i li
ng
ku
ng
an k
ota
sed
ang
dan
kec
il d
i P
rov
insi
Kal
iman
tan
Bar
at t
ahun
201
0
Gam
bar
11
Pet
a dis
trib
usi
klu
ster
ber
das
ark
an k
ond
isi
ling
ku
ng
an k
ota
sed
ang
dan
kec
il d
i P
rov
insi
Kal
iman
tan
Sel
atan
tah
un
20
10
Gam
bar
12 P
eta
dis
trib
usi
klu
ster
ber
das
ark
an k
ond
isi
lin
gk
un
gan
ko
ta s
edan
g d
an k
ecil
di
Pro
vin
si K
alim
anta
n T
eng
ah t
ahun
2010
Gam
bar
13
Pet
a dis
trib
usi
klu
ster
ber
das
ark
an k
ond
isi
lin
gk
un
gan
ko
ta s
edan
g d
an k
ecil
di
Pro
vin
si K
alim
anta
n T
imu
r ta
hun
20
10
Gambar 14 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil
pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Barat tahun
2010
Gambar 15 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil
pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Selatan tahun
2010
Berdasarkan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kluster untuk Provinsi Kalimantan Tengah pada Gambar 12, sebanyak 2 atau
15.38 % kota ada pada kategori “sangat baik”, 1 atau 7.69 % kota ada pada kategori “baik”, 3 atau 23.08 % kota ada pada kategori “sedang”, 4 atau 30.77 %
kota ada pada kategori “buruk” dan selebihnya 3 atau 23.08 % kota ada pada
kategori “sanat buruk”. Kondisi ini menunjukkan bahwa kota - kota yang berada
di Provinsi Kalimantan Tengah mendominasi kluster 4 dan 5 atau kategori
“buruk” dan “sangat buruk”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil di
Provinsi Kalimantan Tengah dalam bentuk diagram pada masing - masing kluster
tertera pada Gambar 16.
Gambar 16 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil
pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Tengah
tahun 2010
27.27%
54.55%
18.18%Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Kluster 4
Kluster 5
16.67%
16.67%
33.33%
33.33%Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Kluster 4
Kluster 5
15.38%
7.69%
23.08%30.77%
23.08%Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Kluster 4
Kluster 5
Berdasarkan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kluster untuk Provinsi Kalimantan Timur pada Gambar 13, sebanyak 2 atau
18.18 % kota ada pada kategori “sangat baik”, 1 atau 9.09 % kota ada pada kategori “baik”, 6 atau 54.55 % kota ada pada kategori “sedang”, 1 atau 9.09 %
kota ada pada kategori “buruk” dan selebihnya 1 atau 9.09 % kota ada pada kategori “sangat buruk”. Kondisi ini menunjukkan kota - kota di Provinsi
Kalimantan Timur dominan berada pada kluster 3 atau kategori “sedang”.
Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil tersebut dalam bentuk diagram
pada masing - masing kluster tertera pada Gambar 17.
Gambar 17 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil
pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Timur tahun
2010
Berdasarkan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kluster pada Gambar 9, diketahui terdapat kemiripan distribusi jumlah kota pada
Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, yaitu terjadi kecenderungan kota - kota pada kedua provinsi tersebut berada pada kategori “sedang”.
Selanjutnya untuk Provinsi Kalimantan Selatan terlihat kota - kota sedang dan kecil hanya berada pada kluster 1 hingga 4, tidak terdapat kota pada provinsi ini
yang berada pada kluster 5 atau kategori “sangat buruk”. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa hampir seluruh kota sedang dan kecil di Kalimantan tidak
didominasi oleh kota - kota dengan kategori “buruk” dan “sangat buruk”, kecuali
kota - kota yang berada di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah cenderung menempati kluster 4 dan 5 yaitu
sebanyak 7 kota atau 53.85 % kota ada pada kategori “buruk” dan “sangat buruk”. Keadaan ini menggambarkan adanya kecenderungan pengelolaan kebersihan dan
tanaman peneduh kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah masih lebih rendah dibandingkan dengan ketiga provinsi lainnya di Kalimantan.
Kualitas lingkungan suatu wilayah perkotaan secara alami akan menurun
sejalan dengan meningkatnya aktivitas masyarakat yang mendiami wilayah
perkotaan tersebut. Kondisi serupa juga dialami oleh kota - kota sedang dan kecil
di Kalimantan Tengah. Untuk mengantisipasi penurunan kualitas lingkungan
hidup wilayah perkotaan perlu dilakukan upaya - upaya pengendalian dampak
lingkungan yang timbul akibat aktivitas masayarakat. Upaya - upaya pengendalian
dampak tersebut dapat dilakukan melalui program dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten / kota, baik yang bersifat fisik
maupun non fisik. Semakin intensif pelaksanaan program dan kegiatan pengendalian yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten / kota semakin kecil
dampak negatif yang terjadi pada lingkungan, sebaliknya semakin kurang intensif pelaksanaan program dan kegiatan pengendalian semakin besar pula dampaknya.
18.18%
9.09%
54.55%
9.09%9.09%
Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Kluster 4
Kluster 5
Tinggi atau rendahnya intensitas pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan di suatu wilayah berhubungan dengan kondisi ekonomi di suatu
wilayah. Bentuk pendekatan yang umum digunakan untuk melihat kondisi ekonomi suatu wilayah adalah dengan melihat Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) wilayah tersebut. PDRB merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah dalam suatu periode tertentu, baik
atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya
merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam
suatu daerah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah.
Dengan menggunakan pendekatan pengeluaran konsumsi pemerintah dalam PDRB, dapat diketahui kondisi ekonomi suatu wilayah. Kondisi ekonomi
suatu wilayah dapat dianalogikan dengan tingkat pengeluaran pemerintah dalam pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan secara umum, termasuk
didalamnya program dan kegiatan yang berhubungan dengan pengendalian kualitas lingkungan wilayah perkotaan. Oleh sebab itu, PDRB dapat digunakan
sebagai perbandingan kondisi ekonomi antar wilayah. Kondisi ekonomi rata - rata kabupaten / kota pada masing - masing provinsi di Kalimantan berdasarkan
perbandingan PDRB atas dasar harga berlaku menurut provinsi di Kalimantan
tahun 2010 tertera pada Tabel 28 dan Gambar 18.
Tabel 28 Perbandingan PDRB pengeluaran pemerintah atas dasar harga berlaku menurut provinsi di Kalimantan tahun 2010
Provinsi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
(Jutaan Rupiah)
Kalimantan Barat 10 537 261.05
Kalimantan Selatan 12 141 099.72
Kalimantan Tengah 7 034 052.01
Kalimantan Timur 17 889 042.94
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah (2011)
Gambar 18 Perbandingan PDRB pengeluaran pemerintah atas dasar harga berlaku
menurut provinsi di Kalimantan tahun 2010
0
5 000 000
10 000 000
15 000 000
20 000 000
Kalimantan
Barat
Kalimantan
Selatan
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Timur
PD
RB
Ata
s D
asar
Har
ga B
erla
ku
Provinsi
PDRB Atas
Dasar Harga
Berlaku
(Jutaan Rupiah)
Tabel 28 menunjukkan belanja pengeluaran Pemerintah Provinsi
Kalimantan Tengah lebih rendah dibandingkan dengan provinsi lain di
Kalimantan. Nilai yang lebih rendah tersebut juga menunjukkan nilai alokasi
anggaran untuk program dan kegiatan pembangunan kawasan urban di Provinsi
Kalimantan Tengah secara umum lebih rendah dibandingkan dengan kawasan
urban provinsi lain di Kalimantan. Oleh sebab itu, rendahnya tingkat ekonomi
wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang digambarkan oleh PDRB pengeluaran
pemerintah provinsi ini, dapat menjadi penyebab kota - kota di Kalimantan
Tengah mendominasi kluster 3 atau berada pada kategori “buruk”.
5.2 Analisis Pengaruh Variabel - Variabel Kualitas Lingkungan Kota Sedang
dan Kecil di Kalimantan
Kualitas lingkungan hidup suatu kota merupakan gambaran atau
representasi dari kondisi fisik komponen - komponen makhluk hidup dan tidak hidup yang menjadi bagian lingkungan kota itu sendiri. Bila komponen -
komponen tersebut secara umum dalam kondisi baik maka kualitas lingkungan akan baik pula, sebaliknya bila komponen - komponen tersebut secara umum
dalam kondisi tidak baik maka kualitas lingkungan kota atau kawasan tersebut
bisa dikatakan buruk. Demikian pula dalam penelitian ini hasil analisis kualitas
lingkungan suatu kota akan ditentukan oleh nilai dari komponen - komponen
wilayah yang menjadi bagian dari kota tersebut.
Nilai variabel - variabel untuk 47 kota sedang dan kecil Kalimantan pada
tahun 2006, 2007, 2008, 2009 dan 2010 ditunjukkan pada Lampiran 1 lebih lanjut
digunakan dalam analisis komponen utama (Principal Component Analysis /
PCA). Adapun variabel - variabel indikator kualitas lingkungan yang ada,
digunakan untuk mewakili nilai dari variabel - variabel dalam PCA. Analisis
yang dilakukan tersebut mencakup variabel - variabel indikator kualitas
lingkungan berupa nilai indeks pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh yang
terdiri atas sub komponen lokasi permukiman, pasar tradisional, taman kota dan
TPA. Dengan jumlah keseluruhan mencapai 9 (sembilan) variabel seperti yang
telah disampaikan sebelumnya. Melalui hasil analisis PCA diperoleh 7 (tujuh)
variabel baru yang mewakili variabel - variabel asal, yaitu Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6 dan Z7 ditunjukkan dalam Tabel 29.
Tabel 29 Hasil perhitungan ragam dari analisis komponen utama
Komponen Utama Eigen value Persentase Ragam (%) Persentase Ragam
Kumulatif (%)
Z1 5.7288 81.84 81.84
Z2 0.4152 5.93 87.77
Z3 0.2979 4.26 92.03
Z4 0.2024 2.89 94.92
Z5 0.1843 2.63 97.55
Z6 0.1033 1.48 99.03
Z7 0.0681 0.97 100.00
Masing - masing komponen utama memiliki eigen value yang
menunjukkan nilai keragaman bagi variabel baru tersebut. Melalui PCA didapatkan pula nilai eigen vector yang mewakili koefisien untuk masing - masing
variabel asal, sehingga dapat digunakan dalam menyusun kombinasi linear dari
komponen utama. Nilai eigen vector ditunjukkan secara langsung pada
Lampiran 3.
Nilai untuk tiap komponen yang dibentuk dihitung dengan melihat nilai
koefisien untuk masing - masing variabel. Sebagai contoh untuk komponen Z1, kombinasi linear yang terbentuk sebagai berikut :
Z1 = 0.48 X1 + 0.42 X2 + 0.50 X3 + 0.49 X4 + 0.54 X5
+ 0.55 X6 + 0. 52 X7 + 0.52 X8 + 0.50 X9
keterangan :
X1 = Variabel kualitas kebersihan kawasan permukiman
X2 = Variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman X3 = Variabel kualitas kebersihan kawasan pasar tradisional
X4 = Variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar tradisional
X5 = Variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan taman kota
X6 = Variabel kualitas kebersihan kawasan taman kota
X7 = Variabel pengendalian pencemaran TPA
X8 = Variabel kualitas pengelolaan sampah TPA X9 = Variabel kualitas penghijauan TPA
Untuk komponen Z2 kombinasi linear yang terbentuk sebagai berikut :
Z2 = 0.33 X1 - 0.31 X2 - 0.46 X3 - 0.15 X4 + 0.36 X5
+ 0.39 X6 - 0. 16 X7 + 0.25 X8 - 0.22 X9
Selanjutnya cara serupa dapat digunakan untuk mendapatkan nilai komponen
utama lainnya (Z3, Z4, Z5, Z6 dan Z7).
Berdasarkan Tabel 29 terlihat bahwa hanya komponen Z1 yang memiliki
eigen value lebih besar dari 1, yaitu 5.7288. Komponen pertama ini (Z1) dapat
menjelaskan 81.84 % keragaman data. Komponen kedua (Z2) memiliki eigen
value 0.4152 dan dapat menjelaskan 5.93 % keragaman. Bersama dengan
komponen pertama (Z1), keduanya merepresentasikan 87.77 % dari keragaman
total seperti terlihat dalam nilai persentase ragam kumulatif. Begitupula
selanjutnya Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6 hingga Z7 dapat merepresentasikan 100 %
keragaman total.
Penentuan jumlah komponen yang akan digunakan sangat subjektif.
Dalam studi ini, jika digunakan komponen Z1 dan Z2 dapat merepresentasikan
87.77 % keragaman total. Namun jika dilihat dengan kriteria nilai eigen value
lebih besar dari 1, hanya dengan menggunakan komponen pertama (Z1) telah
cukup menunjukkan struktur data. Oleh sebab itu komponen - komponen lainnya
yang memiliki proporsi keragaman kecil bisa dianggap tidak penting.
Komponen utama pertama (Z1) merupakan satu - satunya komponen yang
memiliki eigen value ≥ 1. Berdasarkan data koefisien Z1 pada Tabel 29 diketahui
nilai koefisien tertinggi ditunjukkan oleh variabel kualitas kebersihan kawasan
taman kota dan variabel sebaran dan tutupan tajuk taman kota yang masing -
masing nilainya 0.5522 dan 0.5407. Nilai koefisien Z1 terendah ditunjukkan
variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman dan variabel
kualitas kebersihan kawasan permukiman yang masing - masing nilainya 0.4205
dan 0.4756. Kondisi ini menunjukkan variabel - variabel yang berasal dari
komponen lokasi taman kota memiliki pengaruh paling besar dalam menentukan
nilai indeks kualitas lingkungan, sedangkan komponen lokasi permukiman
memiliki pengaruh paling kecil terhadap nilai komponen Z1.
Kondisi di atas menggambarkan kawasan taman kota memiliki pengaruh
paling besar dibandingkan dengan kawasan - kawasan lain dalam menentukan nilai indeks kualitas lingkungan. Taman kota sebagai daerah penyangga perlu
lebih diperhatikan untuk meningkatkan kualitas lingkungan wilayah urban kota kecil dan sedang di Kalimantan.
Melalui proses PCA juga dapat diketahui besar pengaruh satu variabel
terhadap variabel lainnya, sehingga diperoleh bobot atau nilai perbandingan suatu
indikator terhadap indikator lainnya. Besarnya pengaruh atau bobot untuk masing - masing variabel asal tertera pada Tabel 30 dan persentase bobot masing - masing
tertera pada Gambar 19. Berdasarkan Tabel 30 diketahui nilai bobot tertinggi ditunjukkan oleh variabel kualitas kebersihan kawasan taman kota dan variabel
sebaran dan tutupan peneduh taman kota yang masing - masing nilainya 0.1371 dan 0.1332. Nilai terendah ditunjukkan variabel sebaran dan tutupan tajuk
peneduh kawasan permukiman yang masing - masing nilainya 0.0852 dan 0.0855.
Tabel 30 Nilai bobot variabel - variabel komponen kualitas lingkungan kota
sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010
No Variabel - variabel komponen kualitas lingkungan kota Nilai Bobot
1 Kebersihan Kawasan Permukiman 0.0855
2 Sebaran Peneduh Kawasan Permukiman 0.0852
3 Kebersihan Kawasan Pasar 0.1175
4 Sebaran Peneduh Kawasan Pasar 0.0901
5 Sebaran Peneduh Kawasan Taman Kota 0.1332
6 Kebersihan Kawasan Taman Kota 0.1371
7 Pengendalian Pencemaran TPA 0.1295
8 Pengelolaan Sampah TPA 0.1301
9 Penghijauan Kawasan TPA 0.0919
Jumlah 1.0000
Nilai bobot yang didapatkan dari factor loading menunjukkan variabel -
variabel yang berasal dari sub indikator lokasi taman kota memiliki pengaruh paling besar dalam menentukan nilai indeks kualitas lingkungan, sedangkan sub
indikator lokasi permukiman memiliki pengaruh paling kecil terhadap nilai indeks
kualitas lingkungan yang akan diperoleh. Berdasarkan nilai bobot variabel -
variabel komponen kualitas lingkungan tersebut didapatkan indeks kualitas
lingkungan hidup kota seperti tertera pada Lampiran 4. Adapun kategori kualitas
lingkungan hidup kota berdasarkan nilai indeks tahun 2010 tertera pada Tabel 31.
Dengan menggunakan sebaran distribusi normal, nilai indeks kota - kota
sedang dan kecil di Kalimantan dibagi menjadi 5 (lima) kategori seperti pada Gambar 20. Melalui pembagian kategori menggunakan sebaran distribusi normal,
diperoleh selang nilai sebagai berikut :
a. 13.43 - 25.16 Sangat Rendah b. > 25.16 - 36.89 Rendah
c. > 36.89 - 48.63 Sedang d. > 48.63 - 60.36 Tinggi
e. > 60.36 - 72.09 Sangat Tinggi
Gambar 19 Persentase nilai bobot variabel - variabel komponen kualitas
lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010
Gambar 20 Kurva distribusi normal selang nilai indeks kualitas lingkungan dan
jumlah kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 untuk tiap kategori
Pembagian nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang dan kecil di
Kalimantan berdasarkan kategori “sangat tinggi”, “tinggi”, “sedang”, “rendah” dan “sangat rendah” secara spasial ditunjukkan pada Gambar 21.
8.55%
8.52%
11.75%
9.01%
13.32%13.71%
12.95%
13.01%
9.19% Kebersihan Kawasan Permukiman
Sebaran Peneduh Kawasan Permukiman
Kebersihan Kawasan Pasar
Sebaran Peneduh Kawasan Pasar
Sebaran Peneduh Kawasan Taman Kota
Kebersihan Kawasan Taman Kota
Pengendalian Pencemaran TPA
Pengelolaan Sampah TPA
Penghijauan Kawasan TPA
Tabel 31 Kategori kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di
Kalimantan berdasarkan nilai indeks tahun 2010
No Nama Kota Nilai Indeks Kategori Nilai Indeks
1 Bontang 72.09 Sangat Tinggi
2 Pangkalan Bun 69.16 Sangat Tinggi
3 Barabai 69.14 Sangat Tinggi
4 Banjarbaru 66.45 Sangat Tinggi
5 Sampit 64.83 Sangat Tinggi
6 Tarakan 63.17 Sangat Tinggi
7 Kuala Kapuas 58.82 Tinggi
8 Amuntai 58.81 Tinggi
9 Singkawang 56.13 Tinggi
10 Sintang 55.89 Tinggi
11 Ngabang 53.66 Tinggi
12 Tanah Grogot 51.17 Tinggi
13 Pelaihari 50.57 Tinggi
14 Tanjung Redeb 50.20 Tinggi
15 Batulicin 48.64 Tinggi
16 Paringin 46.78 Sedang
17 Martapura 46.74 Sedang
18 Sukamara 46.01 Sedang
19 Ketapang 45.46 Sedang
20 Nanga Bulik 45.11 Sedang
21 Tanjung Selor 44.30 Sedang
22 Sekadau 43.22 Sedang
23 Mempawah 42.87 Sedang
24 Kandangan 41.68 Sedang
25 Buntok 41.56 Sedang
26 Tanjung 41.48 Sedang
27 Penajam 41.45 Sedang
28 Malinau 41.41 Sedang
29 Sanggau 41.05 Sedang
30 Nunukan 40.85 Sedang
31 Nanga Pinoh 40.83 Sedang
32 Tenggarong 40.22 Sedang
33 Sangatta 37.81 Sedang
34 Putussibau 37.42 Sedang
35 Rantau 36.11 Rendah
36 Sambas 35.67 Rendah
37 Marabahan 34.41 Rendah
38 Bengkayang 33.17 Rendah
39 Kotabaru 32.63 Rendah
40 Muara Teweh 31.12 Rendah
41 Kasongan 30.30 Rendah
42 Pulang Pisau 29.27 Rendah
43 Kuala Kurun 28.95 Rendah
44 Sendawar 18.40 Sangat Rendah
45 Puruk Cahu 16.18 Sangat Rendah
46 Tamiyang Layang 14.92 Sangat Rendah
47 Kuala Pembuang 13.43 Sangat Rendah
Gam
bar
21
Pet
a d
istr
ibu
si n
ilai
in
dek
s ku
alit
as l
ing
ku
ng
an k
ota
sed
ang
dan
kec
il d
i K
alim
anta
n t
ahun
201
0
Berdasarkan Tabel 31 diketahui terdapat 6 atau 12.77 % kota dengan kategori nilai indeks kualitas lingkungan “sangat tinggi”, 9 atau 19.15 % kota
dengan kategori “tinggi”, 19 atau 40.43 % kota dengan kategori “sedang” 9 atau 19.15 % kota dengan kategori “rendah” dan 4 atau 8.51 % kota dengan kategori
“sangat rendah”. Adapun secara rata - rata nilai indeks kualitas lingkungan 47 (empat puluh tujuh) kota di Kalimantan mencapai 43.61 atau pada kategori
“sedang”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan dalam
bentuk diagram pada masing - masing kategori nilai indeks kualitas lingkungan
kota tertera pada Gambar 22.
Gambar 22 Persentase kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010
Secara rinci pembagian nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang
dan kecil di Kalimantan untuk masing - masing provinsi berdasarkan kategori
“sangat tinggi”, “tinggi”, “sedang”, “rendah” dan “sangat rendah” secara spasial
ditunjukkan pada Gambar 23, 24, 25 dan 26.
Berdasarkan distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang
dan kecil untuk Provinsi Kalimantan Barat pada Gambar 23, diketahui terdapat 3
atau 27.27 % kota ada pada kategori “tinggi”, 6 atau 54.55 % kota ada pada
kategori “sedang” dan 2 atau 18.18 % kota ada pada kategori “rendah”. Persentase
distribusi kota - kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat dalam bentuk
diagram pada masing - masing kategori nilai indeks kualitas lingkungan kota
tertera pada Gambar 27. Untuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat, tidak dijumpai
kota yang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “sangat tinggi”
dan “sangat rendah”. Secara rata - rata nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota
di Kalimantan Barat adalah 44.12. Kota Singkawang dengan nilai sebesar 56.13
merupakan kota dengan nilai indeks terbesar di Provinsi Kalimantan Barat,
sementara Kota Bengkayang di Kabupaten Bengkayang dengan nilai 33.17 merupakan kota dengan nilai indeks terrendah di provinsi tersebut. Dengan
mengambil acuan nilai rata - rata indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang
dan kecil di Kalimantan yang nilainya tidak terpaut jauh berbeda yaitu 43.61,
Provinsi Kalimantan Barat cenderung di dominasi kota - kota dengan kategori
indeks kualitas lingkungan pada kategori “sedang”.
12.77%
19.15%
40.43%
19.15%
8.51%
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Gam
bar
23 P
eta
dis
trib
usi
nil
ai i
nd
eks
ku
alit
as l
ingk
un
gan
ko
ta s
edan
g d
an k
ecil
di
Pro
vin
si K
alim
anta
n B
arat
tah
un 2
010
Gam
bar
24 P
eta
dis
trib
usi
nil
ai i
nd
eks
ku
alit
as l
ingk
un
gan
ko
ta s
edan
g d
an k
ecil
di
Pro
vin
si K
alim
anta
n S
elat
an t
ahun
201
0
Gam
bar
25
Pet
a d
istr
ibu
si n
ilai
in
dek
s ku
alit
as l
ing
ku
ng
an k
ota
sed
ang
dan
kec
il d
i P
rov
insi
Kal
iman
tan
Ten
gah
tah
un
20
10
Gam
bar
26 P
eta
dis
trib
usi
nil
ai i
nd
eks
ku
alit
as l
ingk
un
gan
ko
ta s
edan
g d
an k
ecil
di
Pro
vin
si K
alim
anta
n T
imu
r ta
hu
n 2
01
0
Gambar 27 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat
berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010
Pada wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, berdasarkan Gambar 24, diketahui terdapat 2 atau 16.67 % kota ada pada kategori “sangat tinggi”, 3 atau
25.00 % kota ada pada kategori “tinggi”, 4 atau 33.33 % kota ada pada kategori “sedang” dan 3 atau 25.00 % kota ada pada kategori “rendah”. Persentase
distribusi kota - kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan dalam bentuk diagram pada masing - masing kategori nilai indeks kualitas lingkungan
kota tertera pada Gambar 28. Untuk wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, tidak
dijumpai kota yang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori
“sangat rendah”. Kota Barabai di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dengan nilai
sebesar 69.14 merupakan kota dengan nilai indeks terbesar di Provinsi
Kalimantan Selatan, sementara Kota Kotabaru di Kabupaten Kotabaru dengan
nilai 32.62 merupakan kota dengan nilai indeks terrendah di provinsi tersebut.
Nilai rata - rata indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan
Selatan mencapai angka 47.79. Nilai tersebut menunjukkan kecenderungan kota -
kota di Kalimantan Selatan di dominasi kota - kota dengan kategori “sedang”,
“tinggi” dan “sangat tinggi”.
Gambar 28 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan
berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010
Pada wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, berdasarkan Gambar 25, diketahui terdapat 2 atau 15.38 % kota ada pada kategori “sangat tinggi”, 1 atau
7.69 % kota ada pada kategori “tinggi”, 3 atau 23.08 % kota ada pada kategori “sedang”, 4 atau 30.77 % kota ada pada kategori “rendah” dan 3 atau 23.08 %
kota ada pada kategori “sangat rendah”. Persentase distribusi kota - kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah dalam bentuk diagram pada masing -
masing kategori nilai indeks kualitas lingkungan kota tertera pada Gambar 29. Kota Pangkalan Bun di Kabupaten Kotawaringin Barat dengan nilai sebesar 69.61
merupakan kota dengan nilai indeks terbesar di Provinsi Kalimantan Tengah,
sementara Kota Kuala Pembuang di Kabupaten Seruyan dengan nilai 13.43
27.27%
54.55%
18.18%
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
16.67%
25.00%
33.33%
25.00%Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
merupakan kota dengan nilai indeks terrendah di provinsi tersebut. Secara rata - rata nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota di Kalimantan Tengah sebesar
37.67 berada di bawah rata - rata nilai indeks di Kalimantan. Kondisi ini menggambarkan terjadinya pengumpulan kota - kota dengan kategori nilai indeks
“rendah” dan “sangat rendah” di Provinsi Kalimantan Tengah.
Gambar 29 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010
Pada wilayah Provinsi Kalimantan Timur, berdasarkan Gambar 26,
diketahui terdapat 2 atau 18.18 % kota ada pada kategori “sangat tinggi”, 2 atau
18.18 % kota ada pada kategori “tinggi”, 6 atau 54.55 % kota ada pada kategori
“sedang”, dan 1 atau 9.09 % kota ada pada kategori “sangat rendah”. Persentase
distribusi kota - kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur dalam
bentuk diagram pada masing - masing kategori nilai indeks kualitas lingkungan
kota tertera pada Gambar 30. Untuk wilayah Provinsi Kalimantan Timur, tidak dijumpai kota yang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori
“rendah”. Kota Bontang dengan nilai sebesar 72.09 merupakan kota dengan nilai indeks terbesar di Provinsi Kalimantan Timur, sementara Kota Sendawar di
Kabupaten Kutai Barat dengan nilai 32.62 merupakan kota dengan nilai indeks terrendah di provinsi tersebut. Nilai rata - rata indeks kualitas lingkungan kota
sedang dan kecil di Kalimantan Timur mencapai angka 45.55. Nilai tersebut menunjukkan kecenderungan kota - kota di Kalimantan Timur di dominasi kota -
kota dengan kategori “sedang”, “tinggi” dan “sangat tinggi”.
Gambar 30 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur
berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010
Untuk dapat menggambarkan kondisi kota - kota di Kalimantan yang
dikelompokkan berdasarkan penetapan wilayah administratif, diambil nilai rata - rata untuk masing - masing provinsi di Kalimantan. Perubahan nilai indeks
kualitas lingkungan rata - rata kota pada masing - masing provinsi sepanjang tahun 2006 hingga 2010 terlihat pada Tabel 32 dan Gambar 31.
15.38%
7.69%
23.08%30.77%
23.08%Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
18.18%
18.18%
54.55%
9.09%
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Berdasarkan Tabel 32 terlihat kota - kota sedang dan kecil yang berada di wilayah Kalimantan Selatan pada rentang waktu tahun 2006 hingga 2010 rata -
rata telah mencapai nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “sedang”, sementara kota - kota sedang dan kecil yang berada di wilayah provinsi lain masih
berada pada kategori “rendah”. Kondisi ini memberikan gambaran kota - kota di wilayah Kalimantan Selatan secara umum memiliki kualitas lingkungan yang
lebih baik dibandingkan dengan kota - kota wilayah provinsi lain di Kalimantan.
Tabel 32 Nilai rata - rata indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil
tiap provinsi di Kalimantan tahun 2006 - 2010
Provinsi Nilai Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
Kalimantan Barat 26.72 32.69 35.14 40.24 44.12
Kalimantan Selatan 37.87 46.50 49.57 45.47 47.79
Kalimantan Tengah 29.49 33.13 29.56 32.04 37.67
Kalimantan Timur 31.48 33.00 34.56 37.59 45.55
Kalimantan 31.45 36.41 37.14 38.69 43.61
Gambar 31 Grafik nilai indeks kualitas lingkungan rata - rata kota per provinsi di Kalimantan tahun 2006 - 2010
Gambar 31 menunjukkan grafik rata - rata indeks kualitas lingkungan di
Kalimantan tahun 2006 - 2010. Secara umum berdasarkan grafik pada Gambar 31. diketahui bahwa kecenderungan rata - rata indeks kualitas lingkungan hidup kota
sedang dan kecil di Kalimantan mengalami kenaikan. Kecenderungan tahun 2006 hingga 2009 menunjukkan rata - rata indeks kualitas lingkungan hidup berada
pada kategori “rendah”, sedangkan pada tahun 2010 indeks berada pada kategori
“sedang”. Keadaan ini merupakan gambaran bahwa melalui pengamatan variabel
- variabel kondisi kebersihan dan sebaran tajuk peneduh pada komponen -
komponen lokasi permukiman, pusat perekonomian, area penyangga dan TPA
0
10
20
30
40
50
2006 2007 2008 2009 2010
Nil
ai In
dek
s K
uali
tas
Lin
gku
ngan
Tahun
Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur
pada kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan telah terjadi peningkatan
meskipun nilainya tidak terlampau besar. Adapun rata - rata nilai indeks kualitas
lingkungan di Kalimantan tahun 2006 - 2010 tertera pada Gambar 32.
Gambar 32 Grafik rata - rata nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan
kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010
Secara umum pembagian kawasan kota menurut pemanfaatannya terbagi
atas empat jenis : kawasan permukiman, kawasan komersial (meliputi tempat
kegiatan perdagangan, industri atau jasa), kawasan penyangga (umumnya berupa
hutan dan taman kota) serta kawasan yang memiliki peruntukan khusus diluar
ketiga kawasan lainnya. Bila melihat suatu kota sebagai suatu kesatuan, aktivitas
masyarakat yang mendiami kota tersebut secara umum tidak terlepas dari kawasan
- kawasan tersebut. Kawasan - kawasan tersebut memiliki fungsi yang berbeda -
beda sesuai dengan peruntukannya masing - masing. Namun meskipun tiap
kawasan memiliki fungsi yang berbeda tiap kawasan tersebut saling terkait satu
dengan yang lainnya, yakni dalam mendukung aktivitas masyarakat yang ada di dalamnya. Bentuk gabungan dari kawasan - kawasan tersebut umum kita kenal
sebagai kota atau daerah urban, sedangkan aktivitas masyarakat yang ada didalamnya merupakan bentuk - bentuk kegiatan yang memiliki peran dalam
pemenuhan kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat di dalamnya.
Dalam penelitian ini, komponen - komponen lokasi yang dipilih sebagai sampel obyek penelitian merupakan daerah - daerah yang menjadi representasi
kawasan - kawasan tersebut. Daerah - daerah perumahan merepresentasikan
kawasan permukiman pada masing - masing kota sedang dan kecil di Kalimantan.
Pasar tradisional sebagai pusat aktivitas ekonomi masyarakat menggambarkan
kondisi kawasan komersial suatu kota. Daerah yang ditetapkan sebagai taman
kota oleh pemerintah kabupaten / kota merupakan perwakilan kawasan
penyangga. TPA merupakan kawasan diluar kawasan permukiman, kawasan
komersial dan kawasan penyangga yang berfungsi mendukung kegiatan
masyarakat kota. TPA hingga kini secara umum masih menjadi tumpuan akhir
0
10
20
30
40
50
60
2006 2007 2008 2009 2010
Nil
ai In
dek
s K
uali
tas
Lin
gku
ngan
Tahun
pengelolaan sampah kota, sehingga TPA juga dianggap sebagai salah satu
kawasan yang dapat mewakili kondisi lingkungan suatu kota.
Kawasan permukiman atau daerah hunian suatu kota merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi masyarakat yang umumnya digunakan sebagai tempat
kegiatan yang lebih terkait pemenuhan kebutuhan primer tiap individu disamping juga sebagai tempat interaksi sosial antara sesama anggota masyarakat
didalamnya. Meskipun tidak didominasi kegiatan yang bersifat pemenuhan kebutuhan ekonomi, aktivitas yang dilakukan masyarakat didalamnya juga
memberikan tambahan beban pada lingkungan berupa air tinja (black water)
maupun sampah padat sisa kegiatan masyarakat didalamnya. Nilai bobot yang
diperoleh untuk variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman
dan variabel kualitas kebersihan kawasan permukiman yang masing - masing
nilainya 8.52 % dan 8.55 % yang merupakan nilai terendah dibandingkan dengan
variabel - variabel komponen kualitas lingkungan pada kawasan lain. Nilai ini
menunjukkan bahwa kegiatan masyarakat pada kawasan ini memberikan dampak
terendah pada kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan.
Kegiatan perekonomian kota sedang dan kecil di Kalimantan umumnya tidak lebih kompleks dibandingkan dengan kegiatan jual - beli barang dan jasa di
kota besar. Ragam komoditi yang ditawarkan tentu lebih sedikit dan mencirikan
sektor primer pada masing - masing daerah rural di sekelilingnya. Aktivitas
perekonomian pada kota sedang dan kecil masih di dominasi kegiatan jual - beli
pada kawasan pasar tradisional. Kawasan pasar tradisional yang dipilih sebagai
kawasan yang menggambarkan pusat aktivitas perekonomian masyarakat kota
memiliki nilai bobot variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar
tradisional dan variabel kualitas kebersihan kawasan pasar tradisional yang
masing - masing nilainya 9.01 % dan 11.75 %. Nilai ini menunjukkan bahwa
kegiatan masyarakat pada kawasan ini tidak memberikan dampak terbesar pada
kualitas lingkungan kota.
Kawasan taman kota dipilih untuk mewakili daerah yang ditetapkan
sebagai daerah penyangga suatu kota. Meskipun pada kota sedang dan kecil di
Kalimantan daerah ini tidak banyak dilakukan aktivitas ekonomi masyarakat.
Aktivitas yang umumnya berupa kegiatan sosial pada daerah ini juga
menimbulkan beban pada lingkungan terutama dari segi produksi limbah padat
berupa sampah sisa kegiatan masyarakat. Studi yang berkaitan tentang peran
taman kota sebagai RTH suatu kota dilakukan oleh Nasution et al. (2012) pada
Lapangan Merdeka, Medan di Sumatera Utara. Hasil studi menunjukkan
pentingnya keberadaan Lapangan Merdeka sebagai kawasan penyangga dan
sarana peningkatan kualitas lingkungan dan taraf hidup masyarakat kota Medan.
Nilai bobot tertinggi juga ditunjukkan oleh variabel kebersihan kawasan taman
kota dan variabel persentase tutupan tajuk peneduh taman kota yang masing -
masing nilainya 13.71 % dan 13.32 % yang menunjukkan kawasan taman kota memiliki peran tertinggi dalam penentuan kualitas lingkungan kota.
Kawasan TPA memiliki peran penting dalam mewakili kondisi lingkungan
suatu kota, TPA merupakan tujuan akhir limbah padat sisa hasil kegiatan
domestik dan aktivitas pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat kota. TPA
menjadi kawasan tempat pemusatan limbah padat yang terproduksi pada kawasan
urban. Pada satu sisi, TPA memberikan solusi masalah pencemaran yang terjadi
pada kawasan urban, disisi lain dapat menimbulkan pencemaran dalam skala
besar pada kawasan TPA dan lingkungan disekelilingnya. Untuk dapat mencegah
pencemaran serta mengurangi dampak yang mungkin timbul, perlu dilakukan
upaya - upaya pengelolaan limbah padat di TPA. Upaya - upaya tersebut
melingkupi penyediaan sarana pengendalian pencemaran serta kegiatan
pengelolaan limbah padat sisa hasil kegiatan masyarakat kota di TPA. Semakin
baik upaya yang dilakukan dalam pemenuhan kebutuhan sarana pengendalian
pencemaran dan kegiatan pengelolaan limbah padat di TPA semakin kecil
pancemaran yang timbul dan semakin kecil dampak lingkungan dapat terjadi.
Karena perannya pada hilir pengelolaan limbah padat sisa kegiatan masyarakat,
TPA pada umumnya menjadi tumpuan pengelolaan sampah bagi suatu kota, sehingga baik atau tidaknya pengelolaan kawasan TPA dapat mencirikan kualitas
pengelolaan kota secara umum (Yhdego 1995; Bhuiyan 2010).
Serupa dengan kota - kota lainnya, pengelolaan sampah kota - kota sedang
dan kecil di Kalimantan juga bertumpu pada TPA yang menjadi hilir proses
tersebut. Kawasan TPA memiliki luasan yang cukup besar dan biasanya
bergantung pada tingginya produksi limbah padat suatu kota. Akibat besarnya
luasan tempat kegiatan pembuangan sampah tersebut, maka dampak lingkungan
yang berupa pencemaran media tanah dan badan air akibat kegiatan ini juga cukup
tinggi (Rao dan Shantaram 1995). Berdasarkan nilai bobot variabel pengendalian
pencemaran TPA, pengelolaan sampah TPA dan variabel kualitas kualitas penghijauan TPA yang masing - masing nilainya 12.95 %, 13.01 % dan 9.19 %.
Nilai ini menunjukkan bahwa kegiatan pada kawasan hilir pengelolaan limbah padat ini memberikan dampak cukup besar pada kualitas lingkungan kota.
5.3 Perbandingan Pengelompokkan Kota - Kota Berdasarkan Hasil Analisis
Gerombol dan Kategori Nilai Indeks Kualitas Lingkungan
Pengelompokan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan didapatkan melalui dua metode yang berbeda, yaitu melalui analisis gerombol dan melalui
pembagian kategori nilai indeks kualitas lingkungan berdasarkan sebaran
distribusi normal yang didapatkan dari analisis komponen utama. Perbandingan
jumlah anggota kelompok pada tiap kategori berdasarkan hasil analisis gerombol
dan pembagian kategori kota berdasarkan nilai indeks kualitas lingkungan terlihat
pada Tabel 33.
Tabel 33 Perbandingan jumlah anggota kelompok kota sedang dan kecil di
Kalimantan pada tiap kategori berdasarkan hasil analisis gerombol dan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010
No Kluster Kota Jumlah Kota Kategori Nilai Indeks
Lingkungan Hidup Kota Jumlah Kota
1 Kluster 1 kategori "Sangat Baik" 6 12.77 %
Kategori nilai "Sangat Tinggi" 6 12.77 %
2 Kluster 2 kategori "Baik" 7 14.89 %
Kategori nilai "Tinggi" 9 19.15 %
3 Kluster 3 kategori "Cukup" 19 40.43 %
Kategori nilai "Sedang" 19 40.43 %
4 Kluster 4 kategori "Buruk" 11 23.40 %
Kategori nilai "Rendah" 9 19.15 %
5 Kluster 5 kategori "Sangat Buruk" 4 8.51 % Kategori nilai "Sangat Rendah" 4 8.51 %
Perbandingan kategori berdasarkan hasil analisis gerombol dan kategori
nilai indeks kualitas lingkungan dilakukan berdasarkan urutan tingkatan kategori
tertinggi hingga terendah. Kluster 1 dengan kategori “sangat baik” dalam analisis
gerombol dibandingkan dengan kategori nilai indeks “sangat tinggi”. Kluster 2
dengan kategori “baik” dibandingkan dengan kategori nilai indeks “tinggi”.
Kluster 3 dengan kategori “cukup” dibandingkan dengan kategori nilai indeks
“sedang”. Kluster 4 dengan kategori “buruk” dibandingkan dengan kategori nilai
indeks “rendah”. Kluster 5 dengan kategori “sangat buruk” dibandingkan dengan
kategori nilai indeks “sangat rendah”.
Berdasarkan Tabel 33, didapatkan kemiripan dalam jumlah anggota
masing - masing kluster. Kluster 1, 3 dan 5 memiliki jumlah anggota yang sama
dengan masing - masing kategori nilai indeks “sangat tinggi”, “sedang” dan
“sangat rendah”. Perbedaan terjadi pada Kluster 2 dan 4 yang masing - masing
beranggotakan 7 dan 11 kota, sedangkan dalam kategori nilai indeks “tinggi” dan
“rendah” keduanya beranggotakan 9 kota.
Melalui kedua analisis yang digunakan juga didapatkan kemiripan
keanggotaan kota - kota dalam suatu kelompok. Berdasarkan Tabel 23, 27 dan 31, diketahui seluruh anggota pada kluster 1 merupakan kota - kota dengan kategori
nilai indeks “sangat tinggi” serta seluruh anggota pada kluster 5 merupakan kota -
kota dengan kategori nilai indeks “sangat rendah”. Berdasarkan Tabel 24, 25, 26
dan 31 diketahui terdapat sedikit perbedaan keanggotaan kluster 2, 3, 4 dengan
kategori nilai indeks “tinggi”, “sedang” dan “rendah”. Perbedaan ditunjukkan oleh
Kota Batulicin dan Tanjung Redeb anggota kluster 2 yang memiliki kategori nilai
indeks “tinggi” serta Kota Kandangan dan Tenggarong anggota kluster 4 yang
memiliki kategori nilai indeks “sedang”. Disamping keempat kota tersebut tidak
terdapat perbedaan, kota - kota lain yang berada pada kluster 2, 3 dan 4 termasuk
dalam masing - masing kategori nilai indeks “tinggi”, “sedang” dan “rendah”.
Berdasarkan perbandingan dari analisis gerombol dengan pembagian
kategori kota berdasarkan nilai indeks kualitas lingkungan yang dilakukan pada
47 kota sedang dan kecil di Kalimantan didapatkan sebanyak 43 atau 91.49 %
kota berada pada kategori yang sama atau setara, sedangkan 4 kota lainnya terpaut
satu kategori dibawah atau diatas dari hasil kedua metode analisis yang
digunakan. Kondisi ini menggambarkan bahwa kedua jenis metode analisis data
tersebut dapat digunakan untuk tujuan serupa. Meskipun demikian, terdapat
perbedaaan pada masing - masing metode tersebut yaitu :
Pengelompokan hasil analisis gerombol :
a. Proses lebih sederhana b. Tidak dapat secara langsung diketahui peringkat individu, namun
didapatkan kedekatan “jarak” antar individu
c. Hasil yang diperoleh menjelaskan kondisi umum obyek analisis
Pengelompokan berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan : a. Proses lebih kompleks (harus melalui beberapa tahapan)
b. Diketahui peringkat individu c. Hasil yang diperoleh menjelaskan kondisi individu masing - masing obyek
analisis
Dalam penyusunan kebijakan pada skala kawasan, pengelompokan kota
dapat memberikan informasi kluster yang ada pada suatu wilayah. Upaya
pengelompokan yang dilakukan merupakan bentuk penyederhanaan masalah,
dimana kebijakan serupa yang diberlakukan pada kota - kota yang berada pada
kelompok yang sama, diharapkan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda.
Sebaliknya untuk kota - kota yang berada dalam kelompok yang tidak sama, harus
diberlakukan kebijakan yang sesuai dengan perbedaan kondisi kota - kota
tersebut. Pengelompokan kota yang dilakukan dengan menggunakan analisis
gerombol maupun yang dilakukan berdasarkan kategori nilai indeks kualitas
lingkungan dapat membantu penyusunan kebijakan untuk kota - kota yang berada
pada satu kelompok maupun kota - kota pada kelompok yang berlainan. Dua hal yang membedakan antar keduanya adalah tingkat kecepatan dan tingkat
kedetailan informasi yang diperoleh dari masing - masing metode analisis. Pengelompokan hasil analisis gerombol dapat dipilih bila perlu dilakukan
pengelompokan secara cepat tanpa harus melihat secara detail masing - masing kota yang menjadi obyek analisis. Sebaliknya pengelompokan berdasarkan
kategori nilai indeks lebih sesuai bila faktor waktu pengolahan data tidak menjadi kendala, dan tingkat kedetailan informasi masing - masing kota menjadi tujuan
analisis.
5.4 Analisis Pengaruh Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Kebersihan terhadap Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota
- Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan
Kualitas lingkungan suatu wilayah bergantung pada tinggi rendahnya
tingkat pencemaran media tanah, air dan udara serta daya tampung dan daya
dukung yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Upaya yang dilakukan oleh
pemerintah daerah dalam mengelola lingkungan diasumsikan mampu menekan
penurunan kualitas lingkungan yang terjadi, sehingga dilakukan juga analisis pada
besarnya alokasi anggaran yang telah dikeluarkan terkait dengan pengelolaan
lingkungan dan kebersihan kota.
Analisis data panel dilakukan untuk melihat hubungan perubahan nilai
indeks kualitas lingkungan kota terhadap alokasi anggaran satuan kerja daerah
yang berkaitan langsung dengan pengelolaan lingkungan hidup kota tersebut.
Sehubungan dengan keterbatasan data yang dimiliki, analisis hanya mencakup
peubah alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan alokasi
anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan pada 37 (tiga puluh tujuh) kota sedang
dan kecil di Kalimantan seperti ditunjukkan pada Lampiran 5. Dalam analisis
tersebut, nilai indeks kualitas lingkungan (IKL) merupakan peubah respon,
sedangkan persentase anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup (LH) dan
persentase anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan (KBR) merupakan peubah
bebas.
Dalam analisis data panel yang dilakukan pada rentang tahun 2006 hingga
2010, tahapan analisis didahului dengan uji korelasi antar peubah bebas seperti
ditujukkan pada Lampiran 6. Nilai korelasi antar peubah bebas menunjukkan
angka lebih kecil dari 0.8. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terjadi
multikolinearitas antar peubah bebas (LH dan KBR). Analisis dilanjutkan dengan
Likelihood ratio test dan Hausman - test yang menunjukkan bahwa model fixed
effects merupakan model yang paling sesuai untuk menjelaskan hubungan -
hubungan antar peubah dalam penelitian ini. Hasil Likelihood ratio test dan
Hausman - test ditunjukkan pada Lampiran 7 dan 8. Model fixed effects
memungkinkan adanya intercept yang tidak konstan. Nilai intercept
dimungkinkan untuk berubah untuk obyek sampel berbeda. Dengan kata lain
model ini melihat perbedaan antar obyek sampel yang tercermin dari perubahan
intercept (Nachrowi dan Usman 2006).
Hasil analisis data panel tertera pada Lampiran 9, sedangkan nilai intercept spesifik untuk masing - masing obyek sampel tertera pada Lampiran 10.
Berdasarkan nilai koefisien yang diperoleh dari Lampiran 9, didapatkan
persamaan yang menggambarkan hubungan variabel respon IKL dengan variabel
bebas LH, KBR dan PDT sebagai berikut :
IKL = 19.15 + Cfixed effects + 337.94 LH + 467.37 KBR - 0.022 PDT
keterangan :
IKL = Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota
LH = Persentase APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup KBR = Persentase APBD kegiatan pengelolaan kebersihan kota
PDT = Kepadatan penduduk kota Cfixed effects = Intercept kota i
Berdasarkan hasil analisis data panel terdapat nilai R - squared sebesar
0.8982 yang artinya sebanyak 89.82 % peubah respon dapat dijelaskan peubah
bebas, sisanya sebesar 10.18 % dijelaskan oleh faktor lain diluar model (tidak dapat dijelaskan oleh model).
Hasil uji statistik F dan uji statistik t menunjukkan peubah bebas LH tidak
berpengaruh signifikan terhadap peubah respon IKL pada taraf nyata 5 %,
sedangkan peubah KBR berpengaruh signifikan terhadap peubah respon IKL pada
taraf nyata 5 %. Dengan kata lain besarnya alokasi anggaran kegiatan pengelolaan
lingkungan hidup kabupaten / kota tidak nyata berpengaruh positif pada nilai
indeks kualitas lingkungan hidup kota, akan tetapi alokasi anggaran kegiatan
pengelolaan kebersihan kabupaten / kota nyata berpengaruh positif pada nilai
indeks kualitas lingkungan hidup kota. Adapun pembahasan untuk peubah
kepadatan penduduk (PDT) disampaikan pada bagian selanjutnya.
Anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang digunakan dalam
analisis data panel merupakan APBD kabupaten / kota yang dialokasikan pada
satuan kerja instansi pengelolaan lingkungan yang umumnya berbentuk badan
atau kantor lingkungan hidup di suatu kabupaten / kota. Selanjutnya anggaran
kegiatan pengelolaan kebersihan merupakan APBD kabupaten / kota yang
dialokasikan pada satuan kerja pengelolaan sampah yang umumnya berbentuk
dinas kebersihan.
Berdasarkan klasifikasi cakupan wilayah kerja terdapat perbedaan instansi
pengelola lingkungan hidup dengan instansi pengelola kebersihan di kabupaten /
kota. Secara umum wilayah kerja instansi pengelola lingkungan hidup memiliki
cakupan wilayah sasaran yang cukup luas, yakni melingkupi seluruh wilayah
urban dan melingkupi seluruh wilayah kabupaten / kota tempat lembaga tersebut
berada. Akan tetapi wilayah kerja instansi pengelolaan kebersihan lebih
difokuskan pada daerah perkotaan atau urban di kabupaten / kota tersebut.
Berdasarkan klasifikasi tugas pokok juga terdapat perbedaan instansi
pengelola lingkungan hidup dengan instansi pengelola kebersihan di kabupaten /
kota. Secara umum tugas pokok instansi pengelola lingkungan hidup merupakan
kegiatan yang bersifat administratif seperti koordinasi antar satuan kerja daerah,
pengawasan lingkungan serta sosialisasi kegiatan dan program pada masyarakat,
sedangkan tugas pokok instansi pengelola kebersihan lebih bersifat teknis, yaitu
pengelolaan kebersihan kota.
Kegiatan instansi pengelola kebersihan kota yang bersifat teknis dan hanya
melingkupi wilayah urban, sehingga alokasi APBD yang diperuntukkan bagi
instansi tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan - kegiatan pengelolaan
sampah di wilayah perkotaan. Kondisi tersebut dapat menjelaskan besarnya
alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan kabupaten / kota nyata
berpengaruh pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Akan tetapi alokasi
anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten / kota tidak nyata
berpengaruh karena alokasi APBD yang diperuntukkan bagi instansi pengelola
lingkungan hidup tidak hanya berhubungan dengan kegiatan - kegiatan
pengelolaan lingkungan hidup wilayah perkotaan, tetapi juga pada luar wilayah
perkotaan meliputi kawasan lindung, kawasan budi daya dan kawasan pedesaan.
Berdasarkan analisis data panel diketahui bahwa nilai indeks kualitas
lingkungan (IKL) akan naik sebesar 1 satuan bila terjadi peningkatan alokasi
anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan (KBR) sebanyak �
���.�� satuan atau naik
sebesar 0.21 % dari APBD total dengan asumsi peubah lain bernilai konstan.
Bentuk hubungan antara peubah respon dan peubah bebas ini menunjukkan kondisi kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan secara umum. Berdasarkan
Lampiran 5, diketahui kota - kota dengan persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan rendah, memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup
pada kategori “rendah” atau “sangat rendah”. Sebaliknya, kota - kota dengan persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan tinggi, juga
memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup pada kategori “tinggi” atau “sangat tinggi”.
Peubah indeks kualitas lingkungan kota (IKL) memiliki hubungan yang
bersifat linear dan nyata positif dengan persentase alokasi anggaran kegiatan
pengelolaan kebersihan (KBR), sehingga secara spasial distribusi tinggi atau rendahnya persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan dapat
digambarkan pula dengan peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan seperti tertera pada Gambar 21.
Diperoleh kecenderungan pengelompokan kota - kota dengan nilai indeks
kualitas lingkungan kategori “sangat rendah” dan “rendah" di Provinsi
Kalimantan Tengah, kecuali Kota Pangkalan Bun, Sampit, Kuala Kapuas dan
Buntok. Sebanyak 3 atau 23.08 % kota memiliki nilai indeks kategori “sangat
rendah” dan 4 atau 30.77 % kota memiliki nilai indeks kategori “rendah” dari
total 13 kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah. Kota - kota dengan
kategori “sangat rendah” atau “rendah” tersebut rata - rata memiliki persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang lebih rendah
dibandingkan dengan kota - kota sedang dan kecil lainnya di Kalimantan. Persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan kota rata - rata di
Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebesar 0.58 %, sedangkan persentase rata -
rata untuk kota - kota sedang dan kecil lain di Provinsi Kalimantan Barat, Selatan
dan Timur masing - masing sebesar 0.62 %, 1.11 % dan 0.96 %. Diketahui
terdapat hanya 1 atau 2.94 % kota dengan kategori “sangat rendah” dan 5 atau
14.71 % kota dengan kategori “rendah” dari total 34 kota sedang dan kecil yang
terdapat pada ketiga provinsi tersebut. Sebanyak 28 atau 82.35 % kota lainnya
memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup pada kategori "sedang", "tinggi"
hingga "sangat tinggi". Kondisi ini memperlihatkan kecenderungan kota - kota
dengan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang lebih rendah
memiliki nilai indeks pada kategori “sangat rendah” atau “rendah”. Hal tersebut
juga menunjukkan adanya hubungan positif antara persentase alokasi anggaran
kegiatan pengelolaan kebersihan dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota.
Pertumbuhan kawasan perkotaan akan diimbangi dengan meningkatnya
produksi sampah kota. Yhdego (1995) menyatakan peningkatan produksi limbah
padat seperti sampah yang tidak diimbangi kemampuan pemerintah setempat
dalam pengelolaan sampah tersebut akan menyebabkan jumlah sampah yang tidak
terkelola di kawasan perkotaan. Sampah yang tidak terkelola tersebut dapat
menimbulkan pencemaran media tanah disamping juga menjadi sumber
penyebaran penyakit. Pencemaran media tanah secara luas dapat menurunkan
kualitas lingkungan hidup kota. Peningkatan jumlah anggaran yang sesuai dengan
kebutuhan untuk kegiatan pengangkutan sampah dari sumber ke landfill maupun untuk kegiatan pengolahan sampah di landfill merupakan salah satu solusi
pemasalahan tersebut.
Peningkatan kapasitas kelembagaan yang bertanggungjawab atas
pengelolaan sampah perkotaan harus dilakukan sejalan dengan pertambahan
penduduk yang terjadi pada kota. Peningkatan kapasitas tersebut meliputi
penambahan jangkauan luas pelayanan armada pengangkutan sampah, volume
sampah yang dapat diangkut ke landfill sampah hingga teknologi pengelolaan
akhir sampah di landfill. Peningkatan kapasitas tersebut harus dilakukan melalui
pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia serta anggaran yang memadai
(Bhuiyan 2010).
Peubah indeks kualitas lingkungan kota (IKL) memiliki hubungan yang
tidak nyata positif terhadap persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan
lingkungan hidup (LH). Adapun luas wilayah kerja lembaga pengelola lingkungan
hidup yang tidak hanya pada wilayah urban tetapi juga di luar wilayah urban
merupakan faktor yang menyebabkan perubahan alokasi anggaran lembaga
pengelola lingkungan hidup tidak dapat menjelaskan perubahan kualitas
lingkungan hidup kota. Hubungan linear dan nyata mungkin dapat diperoleh bila
informasi besarnya porsi alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup
kawasan urban untuk tiap - tiap kota sedang dan kecil di Kalimantan diketahui.
Duggan (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan kawasan perkotaan, akan
disertai peningkatan kebutuhan lahan. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa
pertambahan jumlah penduduk kota menyebabkan berkurangnya kawasan RTH
yang berfungsi sebagai kawasan penyangga kota. Pertumbuhan kota tanpa
diimbangi pengelolaan kawasan RTH yang baik dapat mengancam keberlanjutan
kota itu sendiri, sehingga perlu dilakukan pengendalian dalam pemanfatan lahan
serta kegiatan penanaman dan pemeliharaan pepohonan pada kawasan RTH kota.
Alokasi anggaran pengelolaan lingkungan hidup yang proporsional dibutuhkan
untuk menjaga keberimbangan luas kawasan penyangga terhadap area
penggunaan lain di perkotaan. Bentuk pemanfaatan alokasi anggaran lingkungan
hidup untuk pengelolaan kawasan RTH dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
penanaman dan pemeliharan tanaman peneduh serta perluasan kawasan RTH
untuk mengimbangi tingginya pemanfaatan lahan yang terjadi.
Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan yang digunakan pada analisis data panel merupakan nilai yang
mewakili indikator pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh pada lokasi -
lokasi permukiman, pasar, taman kota dan TPA. Masing - masing indikator
tersebut memiliki pengaruh berbeda pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup.
Besarnya pengaruh masing - masing indikator tersebut tertera pada bobot variabel
- variabel ditunjukkan pada Tabel 30. Bobot tertinggi ditunjukkan oleh variabel
yang mewakili lokasi taman kota, yaitu variabel kualitas kebersihan kawasan
taman kota dan variabel sebaran dan tutupan peneduh taman kota yang masing -
masing besarnya 13.71 % dan 13.32 % dari bobot total indeks kualitas lingkungan
hidup. Selanjutnya variabel yang mewakili lokasi TPA, yaitu variabel
pengendalian pencemaran TPA, variabel kualitas pengelolaan sampah TPA dan
variabel kualitas penghijauan TPA masing - masing besarnya 13.01 %, 12.95 %
dan 9.19 %. Variabel yang mewakili lokasi pasar, yaitu variabel kualitas
kebersihan pasar serta variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar yang masing - masing besarnya 11.75 % dan 9.01 %. Bobot terendah ditunjukkan
variabel yang mewakili lokasi permukiman, yaitu variabel kualitas kebersihan permukiman serta variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan
permukiman yang masing - masing besarnya 8.55 % dan 8.52 %. Oleh sebab itu secara umum dapat dikemukakan bahwa kawasan publik atau kawasan yang
berkaitan langsung dengan pelayanan masyarakat seperti taman kota, TPA dan pasar memiliki bobot lebih besar dibandingkan kawasan privat seperti
permukiman.
Berdasarkan hasil analisis data panel, diketahui bahwa peningkatan alokasi
anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan secara nyata berpengaruh positif terhadap nilai indeks kualitas lingkungan hidup suatu kota. Berdasarkan
penentuan nilai indeks kualitas lingkungan diketahui bahwa variabel - variabel yang mewakili kawasan publik memiliki bobot lebih besar dibandingkan variabel
- variabel yang mewakili kawasan privat. Oleh sebab itu, peningkatan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota dapat dicapai melalui pendekatan peningkatan
anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang berhubungan dengan pelayanan kawasan publik seperti kawasan taman kota dan pasar serta penyediaan sarana dan
prasarana utama dan pendukung di TPA.
Semakin tinggi upaya penanggulangan pencemaran dilakukan pada suatu
kota, semakin rendah pencemaran yang terjadi, dan semakin tinggi kualitas lingkungan hidup kota tersebut. Sebaliknya, semakin rendah upaya
penanggulangan pencemaran yang dilakukan pada suatu kota, semakin tinggi pencemaran yang terjadi, dan semakin rendah kualitas lingkungan hidup kota
tersebut. Upaya - upaya penanggulangan pencemaran pada suatu kota berhubungan dengan jenis limbah utama yang terproduksi pada kota tersebut.
Untuk kota - kota pada kategori sedang dan kecil di Kalimantan, limbah padat berupa sampah merupakan limbah yang dominan terproduksi akibat aktivitas
masyarakat. Oleh sebab itu, penanganan sampah merupakan bentuk pengendalian
pencemaran yang paling efisien dalam menjaga kualitas lingkungan hidup kota.
Tinggi atau rendahnya upaya pengendalian sampah pada suatu kota berkaitan
dengan alokasi anggaran pada kegiatan pengelolaan kebersihan. Anggaran
kegiatan pengelolaan kebersihan berkaitan langsung dengan penyediaan sarana
dan prasarana pengelolaan sampah suatu kota, sehingga semakin tinggi anggaran
kegiatan pengelolaan kebersihan semakin proporsional ketersediaan sarana dan
prasarana pengelolaan sampah terhadap kepadatan penduduk kota tersebut.
Sebaliknya semakin rendah anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan suatu kota,
menyebabkan kurang berimbangnya sarana dan parasarana pengelolaan sampah
terhadap kepadatan penduduk kota tersebut.
Berdasarkan data tahun 2010 pada Lampiran 5, diketahui bahwa kota -
kota sedang di Kalimantan seperti Kota Bontang, Banjarbaru, Tarakan dan
Singkawang memiliki alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan pada
kisaran 2.18 - 3.23 %, sedangkan secara rata - rata kota - kota kecil di Kalimantan
memiliki alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan 0.64 %. Perbedaan
besarnya alokasi anggaran antara kota sedang dan kecil menggambarkan
perbedaan kemampuan dalam penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan
sampah di masing - masing kota. Kota - kota pada kategori sedang umumnya
mampu menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan secara
berimbang dengan kepadatan penduduk kota tersebut, disisi lain kota - kota kecil pada umumnya belum dapat menyedikan sarana dan prasarana pengelolaan
kebersihan secara berimbang dengan tingkat kebutuhan. Oleh karena itu, terdapat kecenderungan rata - rata kota sedang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan
tinggi, sedangkan rata - rata kota kecil memiliki nilai yang lebih rendah.
5.5 Analisis Pengaruh Kepadatan Penduduk terhadap Nilai Indeks Kualitas
Lingkungan Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan
Jumlah penduduk pada suatu wilayah perkotaan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat kualitas lingkungan kota
tersebut. Pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya tekanan yang
terjadi pada lingkungan hidup kota. Bentuk tekanan yang terjadi pada umumnya
berupa penurunan kualitas lingkungan kota akibat meningkatnya pencemaran
pada media tanah maupun air.
Analisis data panel dilakukan untuk melihat hubungan perubahan nilai
indeks kualitas lingkungan kota terhadap kepadatan penduduk. Analisis data panel dilakukan dengan mengasumsikan nilai indeks kualitas lingkungan (IKL) sebagai
peubah respon, sedangkan kepadatan penduduk (PDK) sebagai peubah bebas untuk rentang tahun 2006 hingga 2010. Adapun analisis data panel dilakukan
bersamaan dengan peubah bebas (LH) dan (KBR) sebelumnya sebagai berikut :
IKL = 19.15 + Cfixed effects + 337.94 LH + 467.37 KBR - 0.022 PDT
keterangan :
IKL = Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota
LH = Persentase APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup KBR = Persentase APBD kegiatan pengelolaan kebersihan kota
PDT = Kepadatan penduduk kota Cfixed effects = Intercept kota i
Hasil uji statistik F dan uji statistik t menunjukkan peubah bebas PDK
berpengaruh nyata terhadap peubah respon IKL pada taraf nyata 5 %. Dengan
kata lain kepadatan penduduk kota nyata berpengaruh negatif pada nilai indeks
kualitas lingkungan hidup kota seperti ditunjukkan pada Lampiran 9. Berdasarkan
analisis data panel diketahui bahwa nilai indeks kualitas lingkungan (IKL) akan
turun sebesar 1 satuan bila terjadi peningkatan kepadatan penduduk kota (PDK)
sebanyak �
�.�� satuan atau setara dengan 4.5 jiwa / km
2 dengan asumsi peubah lain
bernilai konstan. Hubungan ini menggambarkan hubungan negatif antara nilai
indeks kualitas lingkungan hidup kota (IKL) dengan kepadatan penduduk kota (PDK).
Hubungan antara peubah respon dan peubah bebas bila dilihat pada
masing - masing individu kota sebagai data time series, menunjukkan bahwa
peningkatan kepadatan penduduk pada suatu wilayah kota (urban) yang terjadi sejalan dengan pertambahan waktu menyebabkan penurunan nilai indeks kualitas
lingkungan kota dengan menganggap faktor lain yang berpengaruh tidak berubah. Sebaliknya, penurunan kepadatan penduduk akan berpengaruh pada peningkatan
nilai indeks kualitas lingkungan kota.
Hubungan antara peubah respon dan peubah bebas bila dilihat pada
seluruh individu kota sebagai data cross section, dapat menunjukkan
perbandingan antara kota satu dengan kota lainnya pada suatu waktu tertentu.
Hubungan menunjukkan kecenderungan kota - kota dengan kepadatan penduduk
lebih tinggi memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang lebih rendah.
Sebaliknya, kota - kota dengan kepadatan penduduk lebih rendah, cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang lebih tinggi.
Min et al. (2011) menyatakan bahwa pertambahan jumlah penduduk
mendorong tingginya pemanfaatan lahan suatu kawasan kota. Tingginya
pemanfaatan lahan yang disertai berkurangnya kawasan RTH menyebabkan
menurunnya jumlah / luasan kawasan penyangga yang ada. RTH pada suatu
kawasan kota memiliki peran dalam menjaga keberlangsungan kota itu sendiri,
sehingga penurunan luasan maupun kualitas RTH kota menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas lingkungan kawasan kota tersebut.
Lim (2012) menyatakan bahwa pertambahan jumlah penduduk pada suatu
kota mendorong bertambahnya produksi limbah kota tersebut. Limbah padat
berupa sampah merupakan bentuk limbah yang timbul akibat aktivitas yang
dilakukan oleh penduduk. Produksi sampah tanpa disertai upaya penanganan yang
tepat menyebabkan pencemaran media lingkungan dan menyebabkan menurunnya
kualitas lingkungan hidup kota.
Meskipun hubungan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota terhadap
kepadatan penduduk bersifat negatif, kota - kota sedang di Kalimantan seperti Kota Bontang, Banjarbaru, Tarakan dan Singkawang memiliki nilai indeks
kualitas lingkungan hidup kota pada kategori “tinggi” atau “sangat tinggi”. Kota - kota sedang seperti terlihat pada Lampiran 5 secara umum memiliki kepadatan
penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan kota kecil. Oleh sebab itu, potensi
pencemaran lingkungan akibat kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat juga
lebih tinggi. Berkaitan dengan potensi pencemaran lingkungan yang terjadi,
timbulan sampah yang terjadi pada kota - kota sedang umumnya lebih besar
dibandingkan dengan kota - kota kecil, sehingga secara alami kota - kota sedang
akan memiliki kualitas lingkungan hidup yang lebih rendah dibandingkan kota -
kota kecil. Meskipun demikian, kualitas lingkungan hidup suatu kota disamping
ditentukan oleh potensi pencemaran akibat kepadatan penduduk, juga ditentukan
dengan tingginya upaya yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten / kota dalam
menanggulangi potensi pencemaran yang terjadi. Semakin tinggi upaya
penanggulangan pencemaran yang dilakukan, semakin rendah pencemaran yang
terjadi, sebaliknya semakin rendah upaya penanggulangan pencemaran yang
dilakukan, semakin tinggi pencemaran yang terjadi.
Berdasarkan Lampiran 5 juga ditunjukkan bahwa meskipun kota - kota
sedang memiliki kepadatan penduduk tinggi dibandingkan kota - kota kecil, kota
- kota sedang secara rata - rata memiliki anggaran pengelolaan kebersihan dan
lingkungan lebih besar dibanding kota - kota kecil, sehingga kota - kota sedang
mampu menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan dan
lingkungan secara berimbang dengan kepadatan penduduk kota tersebut, disisi
lain kota - kota kecil pada umumnya belum dapat menyedikan sarana dan
prasarana pengelolaan kebersihan dan lingkungan secara berimbang dengan
kepadatan penduduk. Keberimbangan jumlah sarana dan prasarana tersebut
menunjukkan tinggi atau rendahnya upaya penanggulangan pencemaran yang
dilakukan. Kota - kota sedang telah mampu melakukan upaya penanggulangan
pencemaran secara baik, sedangkan upaya yang dilakukan kota - kota kecil secara umum masih lebih rendah. Oleh karena itu, terdapat kecenderungan tingginya
nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang disebabkan tingginya upaya pengelolaan kebersihan dan lingkungan kota yang digambarkan dengan alokasi
anggaran pengelolaan kebersihan dan lingkungan kota, akan tetapi nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota kecil lebih ditentukan faktor alami yaitu kepadatan
penduduk.
5.6 Arahan Peningkatan Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota
Perbaikan kualitas lingkungan suatu kota merupakan harapan bagi
pemerintah maupun masyarakat yang mendiami kota tersebut. Akan tetapi
perbaikan kualitas lingkungan kota memerlukan upaya - upaya yang tidak mudah,
karena secara alami kepadatan penduduk akan terus meningkat dan diiringi
bertambahnya potensi pencemaran lingkungan. Adapun isu - isu perbaikan
kualitas lingkungan yang umum dihadapi oleh kota - kota saat ini diantaranya
ketersediaan RTH, sarana transportasi ramah lingkungan, masalah limbah padat,
pencemaran udara dan pengelolaan sumber daya air. Konsep kota ramah
lingkungan merupakan bentuk solusi umum yang paling sering dipilih dalam
menjawab isu - isu tersebut. Program “kota hijau” merupakan salah satu upaya
yang dilakukan oleh pemerintah pusat dalam mewujudkan kota berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan.
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini memiliki beberapa
keterkaitan dengan program “kota hijau”. Keterkaitan antara keduanya meliputi
aspek pengelolaan kebersihan dan keteduhan kota, serta perencanaan yang
dilakukan dalam meningkatkan kualitas lingkungan hidup kawasan perkotaan.
Analisis pengelolaan kebersihan kota berkaitan dengan konsep green waste.
Analisis pengelolaan sebaran tanaman peneduh kota berkaitan dengan konsep
green open space. Selanjutnya analisis distribusi kualitas lingkungan hidup kota -
kota di Kalimantan dan analisis hubungan kualitas kota dengan alokasi anggaran
pemerintah kabupaten / kota serta kepadatan penduduk dapat digunakan dalam
menyusun arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota. Adapun informasi
- informasi yang didapatkan dari hasil analisis dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam perencanaan besarnya alokasi anggaran, perencanaan kota dalam
menghadapi peningkatan kepadatan penduduk, penentuan kota - kota yang
ditetapkan sebagai lokasi percontohan serta penentuan kota - kota yang ditetapkan
sebagai lokasi sasaran peningkatan kualitas lingkungan.
Dalam skala lokal wilayah perkotaan, pelaksanaan konsep green waste
dalam program “kota hijau” difokuskan pada perbaikan pengelolaan limbah padat
kota. Pengelolaan limbah padat secara umum terbagi atas tiga tahapan :
(1) pengumpulan sampah di sumber tempat limbah padat diproduksi, (2) distribusi
sampah dari sumber ke TPA dan (3) pengolahan sampah di TPA. Analisis
pengelolaan kebersihan kota yang dilakukan dalam penelitian ini berkaitan
dengan informasi kebersihan pada kawasan publik seperti pasar dan taman kota,
informasi kebersihan pada kawasan privat seperti permukiman serta informasi
pengelolaan sampah di TPA. Dalam strategi peningkatan kualitas kebersihan kota
dibutuhkan kesesuaian alokasi anggaran untuk tahapan - tahapan pengelolaan limbah padat kota baik pada hulu, saat distribusi maupun atau hilir pengelolaan
sampah.
Pelaksaaan konsep green open space difokuskan pada strategi menuju
penyediaan RTH kawasan perkotaan sebesar 30 %. Langkah - langkah yang
diambil dalam penyediaan RTH kawasan perkotaan hingga 30 % meliputi :
(1) penentuan daerah yang tidak boleh dibangun / dipreservasi, (2) perluasan /
menambah lahan RTH baru, (3) mengembangkan koridor hijau kota,
(4) mengakuisisi RTH privat, (5) meningkatkan kualitas RTH kota,
(6) menghijaukan bangunan, (7) menyusun kebijakan hijau melalui legalisasi
peraturan daerah terkait penetapan dan perlindungan kawasan RTH kota serta (8) meningkatkan peran serta masyarakat / partisipasi publik. Analisis pengelolaan
sebaran tanaman peneduh kota yang dilakukan dalam penelitian ini berkaitan dengan informasi RTH pada kawasan publik seperti pasar dan taman kota,
informasi RTH pada kawasan privat seperti permukiman serta informasi RTH pada kawasan khusus seperti TPA. Informasi tersebut merupakan bagian dari
perencanaan peningkatan kualitas RTH kota.
Perbaikan kualitas lingkungan merupakan upaya peningkatan kualitas
lingkungan suatu wilayah dari satu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi.
Peningkatan kualitas lingkungan dilakukan melalui perbaikan indikator - indikator
suatu wilayah itu sendiri. Perbaikan salah satu atau beberapa indikator tersebut akan berpengaruh pada perbaikan kualitas lingkungan wilayah tersebut secara
keseluruhan. Dalam penelitian ini kualitas lingkungan kota diukur berdasarkan indikator kualitas lingkungan berupa pengelolaan kebersihan dan sebaran tutupan
peneduh pada lokasi - lokasi permukiman, pasar tradisional, taman kota dan TPA.
Oleh sebab itu, perbaikan indikator kualitas lingkungan pada salah satu atau
beberapa lokasi tersebut akan berpengaruh pada perbaikan kualitas lingkungan
kota secara keseluruhan. Besarnya pengaruh perbaikan kualitas lingkungan kota
dipengaruhi intensitas pembenahan yang dilakukan pada indikator pengelolaan
kebersihan dan sebaran tutupan peneduh pada kota tersebut. Semakin tinggi upaya
peningkatan yang dilakukan, semakin besar pengaruh perbaikan kualitas
lingkungan yang didapatkan. Sebaliknya, semakin rendah upaya peningkatan yang
dilakukan, akan semakin rendah pula pengaruhnya.
Sejalan dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya aktivitas
masyarakat kota sedang dan kecil di Kalimantan, terjadi peningkatan tekanan
pada lingkungan kota - kota tersebut. Oleh sebab itu, secara alami pertambahan
penduduk yang tidak disertai upaya - upaya pengelolaan lingkungan yang baik
akan menimbulkan penurunan kualitas lingkungan hidup kota. Jadi dalam
meningkatkan atau mempertahankan kualitas lingkungan kota perlu dilakukan
upaya - upaya tertentu sebagai antisipasi peningkatan tekanan lingkungan akibat
pertumbuhan penduduk.
Kondisi pengelolaan kebersihan dan keteduhan kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan variabel - variabel indikator kualitas lingkungan untuk
tiap kategori nilai indeks, ditunjukkan pada Tabel 34 dan Gambar 33.
Tabel 34 Nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas lingkungan kota -
kota sedang dan kecil di Kalimantan untuk tiap kategori nilai indeks
tahun 2010
No Kategori Nilai Indeks Sangat
Tinggi Tinggi Sedang Rendah
Sangat
Rendah
1 Kebersihan Kawasan Permukiman 71.41 60.88 57.64 52.35 51.67
2 Sebaran Peneduh Kawasan Permukiman 67.69 61.67 58.95 54.91 45.94
3 Kebersihan Kawasan Pasar 67.57 53.80 51.48 32.22 30.83
4 Sebaran Peneduh Kawasan Pasar 55.90 36.44 25.63 16.94 18.96
5 Sebaran Peneduh Kawasan Taman Kota 74.17 70.65 69.47 56.30 0.00
6 Kebersihan Kawasan Taman Kota 75.74 72.59 64.77 48.52 0.00
7 Pengendalian Pencemaran TPA 64.35 31.81 3.22 2.47 0.00
8 Pengelolaan Sampah TPA 59.03 36.34 10.55 6.53 4.17
9 Penghijauan Kawasan TPA 69.17 59.81 45.79 28.52 16.67
Gambar 33 Gambar nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas
lingkungan kota - kota sedang dan Kecil di Kalimantan untuk tiap kategori nilai indeks tahun 2010
Penjelasan singkat untuk masing - masing kategori adalah sebagai berikut :
Kategori nilai indeks “sangat tinggi”
• > 75 % sampah kawasan permukiman, pasar dan taman kota telah dikelola
dengan baik
• TPA sudah dilengkapi saluran lindi, drainase yang terpisah dari saluran
lindi dan IPAL
• < 25 % sampah pada zona aktif TPA dalam kondisi terbuka
• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan permukiman dan
taman kota mencapai > 50 %
• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan pasar mencapai
> 25 %
• Penghijauan zona non aktif TPA mencapai > 50 %
Kategori nilai indeks “tinggi”
• > 75 % sampah kawasan permukiman dan taman kota telah dikelola
dengan baik
• > 50 % sampah kawasan pasar telah dikelola dengan baik
• TPA sudah dilengkapi saluran lindi, drainase yang terhubung dengan saluran lindi dan kolam penampung lindi
• < 50 % sampah pada zona aktif TPA dalam kondisi terbuka
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
Nil
ai V
ari
ab
el
Variabel - variabel indikator kualitas lingkungan
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan permukiman dan taman kota mencapai > 50 %
• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan pasar mencapai > 5 %
• Penghijauan zona non aktif TPA mencapai > 25 %
Kategori nilai indeks “sedang”
• > 50 % sampah kawasan permukiman dan pasar telah dikelola dengan baik
• > 75 % sampah kawasan taman kota telah dikelola dengan baik
• Pengendalian pencemaran hanya berupa drainase TPA
• > 75 % sampah pada zona aktif TPA dalam kondisi terbuka
• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan permukiman
mencapai > 25 %
• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan pasar mencapai
> 5 %
• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan taman kota
mencapai > 50 %
• Penghijauan zona non aktif TPA mencapai > 25 %
Kategori nilai indeks “rendah”
• > 50 % sampah kawasan permukiman dan taman kota telah dikelola
dengan baik
• > 25 % sampah kawasan pasar telah dikelola dengan baik
• Tidak dilakukan pengendalian pencemaran pada TPA
• > 75 % sampah pada zona aktif TPA dalam kondisi terbuka
• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan permukiman dan
taman kota mencapai > 25 %
• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan pasar mencapai
> 5 %
• Penghijauan zona non aktif TPA mencapai > 5 %
Kategori nilai indeks “sangat rendah”
• > 50 % sampah kawasan permukiman telah dikelola dengan baik
• > 25 % sampah kawasan pasar telah dikelola dengan baik
• Tidak memiliki taman kota
• Tidak dilakukan pengendalian pencemaran pada TPA
• > 75 % sampah pada zona aktif TPA dalam kondisi terbuka
• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan permukiman
mencapai > 25 %
• Tutupan tajuk peneduh area tidak terbangun kawasan pasar mencapai
> 5 %
• Penghijauan zona non aktif TPA mencapai < 5 %
Berdasarkan nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas lingkungan untuk lokasi - lokasi permukiman, pasar tradisional, taman kota dan
TPA yang didapat dalam penelitian ini dapat disusun arahan untuk meningkatkan
atau mempertahankan kualitas kota sedang dan kecil di Kalimantan.
5.6.1 Arahan bagi kota sedang di Kalimantan dengan kategori “sangat tinggi”
Kota Banjarbaru, Bontang dan Tarakan merupakan kota sedang dengan
nilai indeks kualitas lingkungan yang berada pada kisaran 72.09 - 63.17 atau berada pada kategori “sangat tinggi”. Secara umum variabel - variabel penentu
nilai indeks kualitas lingkungan ketiga kota tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kota - kota lain dengan kategori nilai indeks yang lebih rendah seperti
terlihat pada Gambar 33 dan Tabel 34 terdahulu. Kelahiran dan urbanisasi yang terjadi pada kota - kota sedang di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur,
mengakibatkan pertambahan penduduk Kota Banjarbaru, Bontang dan Tarakan.
Pertambahan penduduk ini berdampak pada peningkatan produksi sampah dan
kebutuhan akan ruang terbuka hijau. Kota - kota tersebut dapat tetap
mempertahankan nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “sangat tinggi”
dengan cara mempertahankan melalui pembenahan aspek - aspek penentu kualitas
lingkungan hidup untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 35.
Tabel 35 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota sedang di Kalimantan dengan
kategori “sangat tinggi”
No Aspek Pembenahan Lokasi
Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran
1 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
Kebersihan
Kawasan
Publik dan
Privat
Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Ketersediaan anggaran pemenuhan luas daerah
layanan sampah dan kapasitas pengelolaan
sampah yang sebanding dengan pertambahan
penduduk melalui penambahan dan pemeliharaan : (1) tempat penampungan
sampah sementara (TPS), (2) depo sampah dan
(3) armada angkut sampah.
2 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
RTH
Kawasan
Publik
Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas
RTH kota melalui upaya : (1) penambahan
jumlah atau luas kawasan RTH dan
(2) perawatan dan penambahan tanaman
peneduh.
3 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
TPA
TPA Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Ketersediaan anggaran untuk : (1) perluasan
kawasan zona aktif TPA dan pemanfaatan
teknologi pengolahan sampah untuk
mengimbangi meningkatnya timbulan sampah
kota akibat pertumbuhan penduduk, (2) pengendalian dampak pencemaran
lingkungan melalui pemeliharaan IPAL,
saluran lindi dan drainase TPA, serta
(3) penghijauan zona non aktif TPA.
4 Kondisi Kebersihan Kawasan
Publik dan
Privat
Badan /
Kantor
Lingkungan
Hidup
Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang
baik pada masyarakat melalui upaya
pengurangan, pemanfaatan hingga daur ulang
sampah.
Permukiman Dinas
Kebersihan
Penyediaan TPS dan depo sampah serta
pengangkutan lebih dari 75 % sampah
permukiman ke TPA.
Masyarakat
Permukiman
Pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari
75 % sampah kawasan permukiman.
Pasar Dinas
Kebersihan
Pengangkutan lebih dari 75 % sampah pasar
ke TPA.
Tabel 35 (Lanjutan)
No Aspek Pembenahan Lokasi
Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran
4 Kondisi Kebersihan Pasar Dinas Pasar Penyediaan tempat sampah umum dan
pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari
75 % sampah kawasan pasar.
Pedagang Penyediaan tempat sampah kios dan
pemeliharaan kebersihan area sekitar kios.
Pembeli /
Pengunjung
Pemeliharaan kebersihan dengan membuang
sampah pada tempatnya.
Taman Kota Dinas Kebersihan
Pengangkutan lebih dari 75 % sampah taman kota ke TPA.
Dinas
Pertamanan
Penyediaan tempat sampah umum dan
pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari
75 % sampah kawasan taman kota.
Pedagang Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan
kebersihan kawasan sekitar area berjualan.
Pengunjung Pemeliharaan kebersihan dengan membuang
sampah pada tempatnya.
5 Kondisi RTH Kawasan
Publik dan
Privat
Badan /
Kantor
Lingkungan
Hidup
Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik
pada masyarakat melalui upaya penanaman
tanaman peneduh pada kawasan permukiman
dan larangan merusak tanaman peneduh pada
kawasan publik.
Permukiman Masyarakat
Permukiman
Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 50 %
untuk area tidak terbangun kawasan
permukiman.
Pasar Dinas Pasar Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 25 %
untuk area tidak terbangun kawasan pasar.
Taman Kota Dinas
Pertamanan
Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 50 %
untuk area tidak terbangun kawasan taman
kota.
6 Kondisi TPA TPA UPT TPA /
Dinas
Kebersihan
Pengelolaan sampah terbuka agar tidak
melebihi 25 % luas zona aktif, pemeliharaan
IPAL, saluran lindi dan drainase TPA serta
penghijauan minimal 50 % luas zona non aktif
TPA
7 Peraturan Daerah
Tentang Kebersihan
Kawasan
Publik dan
Privat
Badan
Lingkungan
Hidup dan
Dinas
Kebersihan
Peraturan pengelolaan kebersihan sampah
kota, penetapan waktu pembuangan sampah,
serta perbaikan instrumen pengawasan dan
penindakan hukum terkait pelanggaran dalam
pengelolaan sampah kota.
8 Peraturan Daerah
Tentang RTH
Kawasan
Publik dan Privat
Bappeda dan
Dinas Tata Ruang
Ketetapan pemerintah daerah dalam
mempertahankan jumlah maupun luas area RTH pada kawasan - kawasan publik seperti
taman kota, perbaikan instrumen perizinan
kota yang berhubungan dengan pemanfaatan
ruang untuk menjaga proporsi antara lahan
terbangun dengan RTH serta perbaikan
instrumen pengawasan dan penindakan hukum
terkait pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.
5.6.2 Arahan bagi kota sedang di Kalimantan dengan kategori “tinggi”
Kota Singkawang merupakan satu satunya kota sedang di Kalimantan
dengan nilai indeks kualitas lingkungan yang berada pada kategori “tinggi”. Nilai indeks kualitas lingkungan yang dicapai oleh Kota Singkawang pada tahun 2010
adalah 56.13, atau mencapai nilai tertinggi untuk kota di Provinsi Kalimantan Barat. Kota Singkawang, seperti kota - kota sedang lain di Kalimantan juga
menghadapi masalah pertambahan penduduk yang berdampak pada peningkatan produksi sampah dan kebutuhan akan ruang terbuka hijau. Untuk dapat
meningkatkan nilai indeks menjadi kategori “sangat tinggi” hal - hal yang harus
dilakukan dengan cara membenahi aspek - aspek penentu kualitas lingkungan
hidup kota untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 36.
Tabel 36 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan /
keluaran yang diharapkan bagi kota sedang di Kalimantan dengan kategori “tinggi”
No Aspek Pembenahan Lokasi
Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran
1 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
Kebersihan
Kawasan
Publik dan
Privat
Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Peningkatan anggaran pemenuhan luas daerah
layanan sampah dan kapasitas pengelolaan
sampah yang sebanding dengan pertambahan
penduduk melalui penambahan dan
pemeliharaan : (1) tempat penampungan
sampah sementara, (2) depo sampah dan
(3) armada angkut sampah.
2 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
RTH
Kawasan
Publik
Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas
RTH kota melalui upaya : (1) penambahan
jumlah atau luas kawasan RTH dan
(2) perawatan dan penambahan tanaman peneduh.
3 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
TPA
TPA Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Peningkatan anggaran untuk : (1) perluasan
kawasan zona aktif TPA dan pemanfaatan
teknologi pengolahan sampah untuk
mengimbangi meningkatnya timbulan sampah
kota akibat pertumbuhan penduduk,
(2) pengendalian dampak pencemaran
lingkungan melalui pengadaan IPAL,
pemeliharaan saluran lindi dan drainase TPA,
serta (3) penghijauan zona non aktif TPA.
4 Kondisi Kebersihan Kawasan
Publik dan
Privat
Badan /
Kantor
Lingkungan Hidup
Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang
baik pada masyarakat melalui upaya
pengurangan, pemanfaatan hingga daur ulang sampah.
Permukiman Dinas
Kebersihan
Penambahan TPS dan depo sampah serta
kapasitas angkut hingga lebih dari 75 %
sampah permukiman ke TPA.
Masyarakat
Permukiman
Peningkatan kebersihan lingkungan
melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan
permukiman.
Pasar Dinas
Kebersihan
Penambahan kapasitas angkut hingga lebih
dari 75 % sampah pasar ke TPA.
Dinas Pasar Penambahan tempat sampah umum dan
peningkatan kebersihan lingkungan
melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan
pasar.
Tabel 36 (Lanjutan)
No Aspek Pembenahan Lokasi
Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran
4 Kondisi Kebersihan Pasar Pedagang Penyediaan tempat sampah kios dan
pemeliharaan kebersihan area sekitar kios.
Pembeli /
Pengunjung
Pemeliharaan kebersihan dengan membuang
sampah pada tempatnya.
Taman Kota Dinas
Kebersihan
Penambahan kapasitas angkut hingga lebih
dari 75 % sampah taman kota ke TPA.
Dinas
Pertamanan
Penambahan tempat sampah umum dan
peningkatan kebersihan lingkungan
melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan taman kota.
Pedagang Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan
kebersihan kawasan sekitar area berjualan.
Pengunjung Pemeliharaan kebersihan dengan membuang
sampah pada tempatnya.
5 Kondisi RTH Kawasan
Publik dan
Privat
Badan /
Kantor
Lingkungan
Hidup
Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik
pada masyarakat melalui upaya penanaman
tanaman peneduh pada kawasan permukiman
dan larangan merusak tanaman peneduh pada
kawasan publik.
Permukiman Masyarakat Permukiman
Penambahan dan perawatan tanaman peneduh agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari
50 % untuk area tidak terbangun kawasan
permukiman.
Pasar Dinas Pasar Penambahan dan perawatan tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari
25 % untuk area tidak terbangun kawasan
pasar.
Taman Kota Dinas
Pertamanan
Penambahan dan perawatan tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari
50 % untuk area tidak terbangun kawasan
taman kota.
6 Kondisi TPA TPA UPT TPA /
Dinas
Kebersihan
Peningkatan upaya pengelolaan sampah
terbuka hingga tidak melebihi 25 % luas zona
aktif, pembangunan IPAL, pemeliharaan
saluran lindi dan drainase TPA serta
penghijauan minimal 50 % luas zona non aktif
TPA
7 Peraturan Daerah
Tentang Kebersihan
Kawasan
Publik dan
Privat
Badan
Lingkungan
Hidup dan
Dinas
Kebersihan
Penyusunan peraturan pengelolaan kebersihan
sampah kota, penetapan waktu pembuangan
sampah, serta perbaikan instrumen
pengawasan dan penindakan hukum terkait
pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota.
8 Peraturan Daerah
Tentang RTH
Kawasan
Publik dan
Privat
Bappeda dan
Dinas Tata
Ruang
Penerapan ketetapan pemerintah daerah dalam
penambahan jumlah maupun luas area RTH
pada kawasan - kawasan publik seperti taman
kota, perbaikan instrumen perizinan kota yang
berhubungan dengan pemanfaatan ruang untuk
menjaga proporsi antara lahan terbangun dengan RTH serta perbaikan instrumen
pengawasan dan penindakan hukum terkait
pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.
Upaya pengelolaan lingkungan hidup kota secara umum meliputi kegiatan
pemeliharaan yang bersifat rutin serta kegiatan pengadaan sarana dan prasarana
fisik yang bersifat insidentil. Kegiatan - kegiatan yang bersifat rutin dan insidentil
tersebut dilaksanakan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mempertahankan
atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota, namun keduanya dibedakan
berdasarkan rentang waktu pelaksanaan masing - masing kegiatan. Kegiatan rutin
merupakan kegiatan yang dilakukan secara berkesinambungan, sedangkan
kegiatan insidentil merupakan kegiatan yang dilakukan hanya pada waktu tertentu
bila diperlukan dan umumnya berkaitan dengan pengadaan sarana dan prasarana
yang mendukung peningkatan kualitas lingkungan kota.
Kegiatan rutin dalam pengelolan lingkungan hidup kota meliputi :
a. Kegiatan pengelolaan sampah kota yang mencakup upaya menjaga kebersihan
kawasan publik dan kawasan privat, pengangkutan sampah dari sumber ke TPA serta perawatan sarana pengelolaan sampah seperti armada angkut
sampah, depo sampah dan TPS. b. Kegiatan perawatan tanaman peneduh pada kawasan RTH kota yang
mencakup perawatan dan peremajaan tanaman peneduh kawasan publik dan kawasan privat.
c. Pengelolaan sampah zona aktif TPA yang mencakup upaya penutupan sampah
dengan tanah.
d. Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA yang mencakup upaya penanaman
tanaman peneduh pada area pembuangan sampah TPA yang tidak difungsikan
lagi.
Kegiatan insidentil yang dilakukan tidak secara berkala meliputi :
a. Kajian tingkat timbulan sampah kebutuhan penambahan sarana pengelolaan
kebersihan kota seperti penambahan armada angkut sampah, depo sampah dan
TPS.
b. Kegiatan persiapan dan pengadaan sarana pengelolaan sampah yang
mencakup proses lelang hingga penerimaan sarana pengelolaan sampah.
c. Kajian tingkat kebutuhan RTH kota seperti penentuan kebutuhan lokasi dan
luasan RTH yang dibutuhkan. d. Kegiatan persiapan dan pengadaan RTH kota yang mencakup pengadaaan
lahan hingga pembangunan kawasan taman kota. e. Kajian analisis kebutuhan penambahan luas dan sarana pengendalian
pencemaran TPA yang mencakup perancangan ukuran serta jenis kebutuhan sarana pengendalian pencemaran TPA.
f. Kegiatan persiapan, pelaksanaan penambahan luas serta pengadaan sarana pengendalian pencemaran TPA yang mencakup pembebasan lahan hingga
pembangunan TPA dan pembangunan drainase, saluran lindi dan IPAL /
kolam penmpung lindi untuk mendukung kegiatan operasional TPA.
Kota sedang dengan kategori “tinggi” dapat meningkat menjadi “sangat tinggi” dengan mengacu diagram waktu pada Tabel 37.
Tabel 37 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan
hidup kota sedang di Kalimantan dengan kategori “tinggi” menjadi
“sangat tinggi”
Kegiatan Tahun
1 2 3 4 5
Kegiatan pengelolaan kebersihan kota
• Kegiatan rutin pengelolaan sampah kota
• Kegiatan rutin perawatan sarana pengelolaan sampah kota
• Kajian tingkat timbulan sampah dan kebutuhan sarana pengelolaan sampah kota
• Kegiatan persiapan pengadaan sarana pengelolaan sampah
kota
• Kegiatan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota
• Kegiatan pengoperasian sarana pengelolaan sampah kota
Kegiatan pengelolaan RTH kota
• Kegiatan rutin perawatan tanaman peneduh RTH kota
• Kajian tingkat kebutuhan dan pengelolaan RTH kota
• Kegiatan pengadaan bibit tanaman peneduh
• Kegiatan penanaman tanaman peneduh RTH kota
• Kegiatan pengadaan lahan kawasan RTH kota
• Kegiatan pembangunan kawasan RTH kota
Kegiatan pengelolaan TPA
• Kegiatan rutin pengelolaan sampah zona aktif TPA
• Kajian analisis kebutuhan penambahan luas dan sarana pengendalian pencemaran TPA
• Kegiatan perancangan penambahan luas dan desain sarana
pengendalian pencemaran TPA
• Kegiatan pembebasan lahan untuk penambahan luas TPA
• Kegiatan pembangunan zona aktif baru TPA
• Kegiatan pemanfaatan zona aktif baru TPA
• Kegiatan pengadaan IPAL TPA
• Kegiatan pengoperasian IPAL TPA
• Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA
Berdasarkan Tabel 37 dengan pengalokasian anggaran APBD proporsional
dan didukung penerapan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan kebersihan
dan RTH kota, dalam kurun waktu 5 tahun diharapkan dapat tercapai peningkatan
kualitas lingkungan hidup kota sedang dengan kategori “tinggi” menjadi “sangat tinggi”. Lamanya waktu yang dibutuhkan oleh kota sedang dengan kategori
“tinggi” untuk menaikkan kualitas lingkungan hingga mencapai kategori “sangat tinggi” adalah 5 tahun, atau sama dengan lama periode jabatan kepala daerah
tingkat kabupaten / kota. Diharapkan dalam satu periode jabatan kepala daerah tersebut dapat dicapai kenaikan kategori kualitas lingkungan kota sedang yang
berada dibawah kepemimpinannya. Kenaikan tersebut dapat menggambarkan keberhasilan bupati / walikota dalam memimpin instansi yang berada dibawah
kewenangannya serta keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
hidup kota.
5.6.3 Arahan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat tinggi”
Kota Pangkalan Bun, Barabai dan Sampit merupakan kota sedang dengan
nilai indeks kualitas lingkungan yang berada pada kisaran 69.16 - 64.83 atau berada pada kategori “sangat tinggi”. Seperti kota - kota sedang dengan kategori
“sangat tinggi”, secara umum variabel - variabel penentu nilai indeks kualitas lingkungan ketiga kota kecil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kota - kota
lain dengan kategori nilai indeks yang lebih rendah seperti terlihat pada Tabel 34. Dengan jumlah penduduk yang lebih rendah, tingkat permasalahan yang dihadapi
kota - kota kecil tersebut masih secara umum berada dibawah kota - kota sedang.
Dalam mempertahankan nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “sangat
baik” hal - hal yang perlu dilakukan dengan mempertahankan melalui
pembenahan aspek - aspek penentu kualitas lingkungan hidup kota untuk
mencapai keluaran seperti pada Tabel 38.
Tabel 38 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan /
keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat tinggi”
No Aspek Pembenahan Lokasi
Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran
1 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
Kebersihan
Kawasan
Publik dan
Privat
Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Ketersediaan anggaran pemenuhan luas daerah
layanan sampah dan kapasitas pengelolaan
sampah yang sebanding dengan pertambahan
penduduk melalui penambahan dan
pemeliharaan : (1) tempat penampungan
sampah sementara dan (2) armada angkut
sampah.
2 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
RTH
Kawasan
Publik
Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Ketersediaan anggaran pemeliharaan kualitas
RTH kota melalui upaya perawatan dan
penanaman tanaman peneduh.
3 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
TPA
TPA Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Ketersediaan anggaran untuk : (1) pengelolaan
kawasan zona aktif TPA, (2) pengendalian
dampak pencemaran lingkungan melalui
pemeliharaan IPAL, saluran lindi dan drainase
TPA, serta (3) penghijauan zona non aktif
TPA.
4 Kondisi Kebersihan Kawasan
Publik dan
Privat
Badan /
Kantor
Lingkungan
Hidup
Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang
baik pada masyarakat melalui upaya
pengurangan, pemanfaatan hingga daur ulang
sampah.
Permukiman Dinas Kebersihan
Penyediaan TPS dan pengangkutan lebih dari 75 % sampah permukiman ke TPA.
Masyarakat
Permukiman
Pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari
75 % sampah kawasan permukiman.
Pasar Dinas
Kebersihan
Pengangkutan lebih dari 75 % sampah pasar
ke TPA.
Dinas Pasar Penyediaan tempat sampah umum dan
pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari
75 % sampah kawasan pasar.
Pedagang Penyediaan tempat sampah kios dan
pemeliharaan kebersihan area sekitar kios.
Pembeli /
Pengunjung
Pemeliharaan kebersihan dengan membuang
sampah pada tempatnya.
Tabel 38 (Lanjutan)
No Aspek Pembenahan Lokasi
Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran
4 Kondisi Kebersihan Taman Kota Dinas
Kebersihan
Pengangkutan lebih dari 75 % sampah taman
kota ke TPA.
Dinas
Pertamanan
Penyediaan tempat sampah umum dan
pemeliharaan kebersihan melingkupi lebih dari
75 % sampah kawasan taman kota.
Pedagang Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan
kebersihan kawasan sekitar area berjualan.
Pengunjung Pemeliharaan kebersihan dengan membuang
sampah pada tempatnya.
5 Kondisi RTH Kawasan
Publik dan
Privat
Badan /
Kantor
Lingkungan
Hidup
Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik
pada masyarakat melalui upaya penanaman
tanaman peneduh pada kawasan permukiman
dan larangan merusak tanaman peneduh pada
kawasan publik.
Permukiman Masyarakat
Permukiman
Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 50 %
untuk area tidak terbangun kawasan permukiman.
Pasar Dinas Pasar Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 25 %
untuk area tidak terbangun kawasan pasar.
Taman Kota Dinas
Pertamanan
Perawatan dan regenerasi tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk lebih dari 50 %
untuk area tidak terbangun kawasan taman
kota.
6 Kondisi TPA TPA UPT TPA /
Dinas
Kebersihan
Pengelolaan sampah terbuka agar tidak
melebihi 25 % luas zona aktif, pemeliharaan
IPAL, saluran lindi dan drainase TPA serta
penghijauan minimal 50 % luas zona non aktif TPA
7 Peraturan Daerah
Tentang Kebersihan
Kawasan
Publik dan
Privat
Badan
Lingkungan
Hidup dan
Dinas
Kebersihan
Peraturan pengelolaan kebersihan sampah
kota, penetapan waktu pembuangan sampah,
serta perbaikan instrumen pengawasan dan
penindakan hukum terkait pelanggaran dalam
pengelolaan sampah kota.
8 Peraturan Daerah
Tentang RTH
Kawasan
Publik dan
Privat
Bappeda dan
Dinas Tata
Ruang
Ketetapan pemerintah daerah dalam
mempertahankan jumlah maupun luas area
RTH pada kawasan - kawasan publik seperti
taman kota, perbaikan instrumen perizinan
kota yang berhubungan dengan pemanfaatan
ruang untuk menjaga proporsi antara lahan
terbangun dengan RTH serta perbaikan
instrumen pengawasan dan penindakan hukum
terkait pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.
5.6.4. Arahan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “tinggi”
Terdapat 8 (delapan) kota kecil dengan nilai indeks kualitas lingkungan
pada kategori “tinggi” yang tersebar pada tiap provinsi di Kalimantan, kota - kota
tersebut adalah Kuala Kapuas, Amuntai, Sintang, Ngabang, Tanah Grogot,
Pelaihari, Tanjung Redeb dan Batulicin. Dengan rentang nilai pada 58.82 - 48.64,
kota - kota tersebut secara umum telah mampu melakukan pengelolaan kebersihan
dan pengelolaan kawasan RTH dengan baik. Variabel - variabel penentu nilai
indeks kualitas lingkungan kota - kota kecil dengan kategori “tinggi” yang masih
dapat menjadi fokus peningkatan antara lain : (1) pengendalian pencemaran TPA,
(2) pengelolaan TPA, serta (3) pengelolaan RTH kawasan pasar. Untuk dapat
meningkatkan nilai indeks menjadi kategori “sangat tinggi” hal - hal yang harus
dilakukan dengan cara membenahi aspek - aspek penentu kualitas lingkungan
hidup kota untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 39.
Tabel 39 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan /
keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan
kategori “tinggi”
No Aspek Pembenahan Lokasi
Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran
1 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
Kebersihan
Kawasan
Publik dan
Privat
Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Peningkatan anggaran pemenuhan luas daerah
layanan sampah dan kapasitas pengelolaan
sampah yang sebanding dengan pertambahan
penduduk melalui penambahan dan
pemeliharaan : (1) tempat penampungan
sampah sementara dan (2) armada angkut
sampah.
2 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
RTH
Kawasan
Publik
Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas
RTH kota melalui upaya perawatan dan
penambahan tanaman peneduh.
3 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
TPA
TPA Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Peningkatan anggaran untuk : (1) pengelolaan
kawasan zona aktif TPA, (2) pengendalian
dampak pencemaran lingkungan melalui
pengadaan IPAL, perbaikan saluran lindi dan
drainase TPA, serta (3) penghijauan zona
non aktif TPA.
4 Kondisi Kebersihan Kawasan
Publik dan
Privat
Badan /
Kantor
Lingkungan
Hidup
Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang
baik pada masyarakat melalui upaya
pengurangan, pemanfaatan hingga daur ulang
sampah.
Permukiman Dinas Kebersihan
Penambahan TPS dan kapasitas angkut hingga lebih dari 75 % sampah permukiman ke TPA.
Masyarakat
Permukiman
Peningkatan kebersihan lingkungan
melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan
permukiman.
Pasar Dinas
Kebersihan
Penambahan kapasitas angkut hingga lebih
dari 75 % sampah pasar ke TPA.
Dinas Pasar Penambahan tempat sampah umum dan
peningkatan kebersihan lingkungan
melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan
pasar.
Pedagang Penyediaan tempat sampah kios dan pemeliharaan kebersihan area sekitar kios.
Pembeli /
Pengunjung
Pemeliharaan kebersihan dengan membuang
sampah pada tempatnya.
Tabel 39 (Lanjutan)
No Aspek Pembenahan Lokasi
Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran
4 Kondisi Kebersihan Taman Kota Dinas
Kebersihan
Penambahan kapasitas angkut hingga lebih
dari 75 % sampah taman kota ke TPA.
Dinas
Pertamanan
Penambahan tempat sampah umum dan
peningkatan kebersihan lingkungan
melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan
taman kota.
Pedagang Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan
kebersihan kawasan sekitar area berjualan.
Pengunjung Pemeliharaan kebersihan dengan membuang
sampah pada tempatnya.
5 Kondisi RTH Kawasan
Publik dan
Privat
Badan /
Kantor
Lingkungan
Hidup
Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik
pada masyarakat melalui upaya penanaman
tanaman peneduh pada kawasan permukiman
dan larangan merusak tanaman peneduh pada
kawasan publik.
Permukiman Masyarakat
Permukiman
Penambahan dan perawatan tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari
50 % untuk area tidak terbangun kawasan
permukiman.
Pasar Dinas Pasar Penambahan dan perawatan tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari
25 % untuk area tidak terbangun kawasan
pasar.
Taman Kota Dinas
Pertamanan
Penambahan dan perawatan tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari
50 % untuk area tidak terbangun kawasan
taman kota.
6 Kondisi TPA TPA UPT TPA /
Dinas
Kebersihan
Peningkatan upaya pengelolaan sampah
terbuka hingga tidak melebihi 25 % luas zona
aktif, pembangunan IPAL, pemeliharaan
saluran lindi dan drainase TPA serta
penghijauan minimal 50 % luas zona non aktif
TPA
7 Peraturan Daerah
Tentang Kebersihan
Kawasan
Publik dan
Privat
Badan
Lingkungan
Hidup dan Dinas
Kebersihan
Penyusunan peraturan pengelolaan kebersihan
sampah kota, penetapan waktu pembuangan
sampah, serta perbaikan instrumen pengawasan dan penindakan hukum terkait
pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota.
8 Peraturan Daerah
Tentang RTH
Kawasan
Publik dan
Privat
Bappeda dan
Dinas Tata
Ruang
Penerapan ketetapan pemerintah daerah dalam
penambahan jumlah maupun luas area RTH
pada kawasan - kawasan publik seperti taman
kota, perbaikan instrumen perizinan kota yang
berhubungan dengan pemanfaatan ruang untuk
menjaga proporsi antara lahan terbangun
dengan RTH serta perbaikan instrumen
pengawasan dan penindakan hukum terkait
pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.
Kota kecil dengan kategori “tinggi” dapat meningkat menjadi “sangat
tinggi” dengan mengacu diagram waktu pada Tabel 40.
Tabel 40 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan
hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “tinggi” menjadi
“sangat tinggi”
Kegiatan Tahun
1 2 3 4
Kegiatan pengelolaan kebersihan kota
• Kegiatan rutin pengelolaan sampah kota
• Kegiatan rutin perawatan sarana pengelolaan sampah kota
• Kajian tingkat timbulan sampah dan kebutuhan sarana pengelolaan sampah kota
• Kegiatan persiapan pengadaan sarana pengelolaan sampah
kota
• Kegiatan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota
• Kegiatan pengoperasian sarana pengelolaan sampah kota
Kegiatan pengelolaan RTH kota
• Kegiatan rutin perawatan tanaman peneduh RTH kota
• Kajian tingkat kebutuhan dan pengelolaan RTH kota
• Kegiatan pengadaan bibit tanaman peneduh
• Kegiatan penanaman tanaman peneduh RTH kota
• Kegiatan pengadaan lahan kawasan RTH kota
• Kegiatan pembangunan kawasan RTH kota
Kegiatan pengelolaan TPA
• Kegiatan rutin pengelolaan sampah zona aktif TPA
• Kajian analisis kebutuhan sarana pengendalian pencemaran TPA
• Kegiatan perancangan desain sarana pengendalian
pencemaran TPA
• Kegiatan pengadaan IPAL TPA
• Kegiatan pengoperasian IPAL TPA
• Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA
Berdasarkan Tabel 40 dengan pengalokasian anggaran APBD proporsional dan didukung penerapan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan kebersihan
dan RTH kota, dalam kurun waktu selama 4 tahun diharapkan dapat tercapai
peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil dengan kategori “tinggi”
menjadi “sangat tinggi”.
5.6.5 Arahan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sedang”
Terdapat 19 (sembilan belas) kota kecil yang tersebar pada tiap provinsi di
Kalimantan dengan nilai indeks kualitas lingkungan pada rentang nilai 46.78 -
37.42 atau pada kategori “sedang”. Kota - kota tersebut secara umum telah
mampu melakukan pengelolaan kebersihan dan pengelolaan kawasan RTH pada
kawasan permukiman dan taman kota dengan baik. Meskipun demikian jangkauan
pelayanan kebersihan belum mampu melingkupi seluruh kawasan permukiman.
Pada kawasan pasar juga belum nampak dilakukan pengelolaan kebersihan dan
pengelolaan kawasan RTH secara optimal. Kota - kota pada kategori sedang juga
belum mampu melakukan pengelolaan sampah di TPA secara baik. Untuk dapat
meningkatkan nilai indeks menjadi kategori “tinggi” hal - hal yang harus
dilakukan dengan cara membenahi aspek - aspek penentu kualitas lingkungan
hidup kota untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 41.
Tabel 41 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan /
keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan
kategori “sedang”
No Aspek Pembenahan Lokasi
Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran
1 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
Kebersihan
Kawasan
Publik dan
Privat
Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Peningkatan anggaran pemenuhan luas daerah
layanan sampah dan kapasitas pengelolaan
sampah yang sebanding dengan pertambahan
penduduk melalui penambahan dan
pemeliharaan : (1) tempat penampungan sampah sementara dan (2) armada angkut
sampah.
2 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
RTH
Kawasan
Publik
Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas
RTH kota melalui upaya perawatan dan
penambahan tanaman peneduh.
3 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
TPA
TPA Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Peningkatan anggaran untuk : (1) pengelolaan
kawasan zona aktif TPA, (2) pengendalian
dampak pencemaran lingkungan melalui
pengadaan saluran dan kolam penampung lindi dan perbaikan drainase TPA, serta
(3) penghijauan zona non aktif TPA.
4 Kondisi Kebersihan Kawasan
Publik dan
Privat
Badan /
Kantor
Lingkungan
Hidup
Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang
baik pada masyarakat melalui upaya
pengurangan, dan pemanfaatan ulang sampah.
Permukiman Dinas
Kebersihan
Penambahan TPS dan kapasitas angkut hingga
lebih dari 75 % sampah permukiman ke TPA.
Masyarakat
Permukiman
Peningkatan kebersihan lingkungan
melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan
permukiman.
Pasar Dinas
Kebersihan
Penambahan kapasitas angkut hingga lebih
dari 50 % sampah pasar ke TPA.
Dinas Pasar Penambahan tempat sampah umum dan
peningkatan kebersihan lingkungan
melingkupi lebih dari 50 % sampah kawasan
pasar.
Pedagang Penyediaan tempat sampah kios dan
pemeliharaan kebersihan area sekitar kios.
Pembeli /
Pengunjung
Pemeliharaan kebersihan dengan membuang
sampah pada tempatnya.
Taman Kota Dinas
Kebersihan
Penambahan kapasitas angkut hingga lebih
dari 75 % sampah taman kota ke TPA.
Dinas
Pertamanan
Penambahan tempat sampah umum dan
peningkatan kebersihan lingkungan
melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan
taman kota.
Pedagang Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan
kebersihan kawasan sekitar area berjualan.
Pengunjung Pemeliharaan kebersihan dengan membuang
sampah pada tempatnya.
5 Kondisi RTH Kawasan
Publik dan
Privat
Badan /
Kantor
Lingkungan
Hidup
Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik
pada masyarakat melalui upaya penanaman
tanaman peneduh pada kawasan permukiman
dan larangan merusak tanaman peneduh pada
kawasan publik.
Tabel 41 (Lanjutan)
No Aspek Pembenahan Lokasi
Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran
5 Kondisi RTH Permukiman Masyarakat
Permukiman
Penambahan dan perawatan tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari
50 % untuk area tidak terbangun kawasan
permukiman.
Pasar Dinas Pasar Penambahan dan perawatan tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari
25 % untuk area tidak terbangun kawasan
pasar.
Taman Kota Dinas
Pertamanan
Penambahan dan perawatan tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari
50 % untuk area tidak terbangun kawasan
taman kota.
6 Kondisi TPA TPA UPT TPA /
Dinas
Kebersihan
Peningkatan upaya pengelolaan sampah
terbuka hingga tidak melebihi 25 % luas zona
aktif, pembangunan saluran dan kolam
penampung lindi dan perbaikan drainase TPA
serta penghijauan minimal 25 % luas zona non
aktif TPA
7 Peraturan Daerah
Tentang Kebersihan
Kawasan
Publik dan Privat
Badan
Lingkungan Hidup dan
Dinas
Kebersihan
Penyusunan peraturan pengelolaan kebersihan
sampah kota, penetapan waktu pembuangan sampah, serta perbaikan instrumen
pengawasan dan penindakan hukum terkait
pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota.
8 Peraturan Daerah
Tentang RTH
Kawasan
Publik dan
Privat
Bappeda dan
Dinas Tata
Ruang
Penerapan ketetapan pemerintah daerah dalam
penambahan jumlah maupun luas area RTH
pada kawasan - kawasan publik seperti taman
kota, perbaikan instrumen perizinan kota yang
berhubungan dengan pemanfaatan ruang untuk menjaga proporsi antara lahan terbangun
dengan RTH serta perbaikan instrumen
pengawasan dan penindakan hukum terkait
pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.
Kota kecil dengan kategori “sedang” dapat meningkat menjadi “tinggi”
dengan mengacu diagram waktu pada Tabel 42.
Tabel 42 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan
hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sedang” menjadi “tinggi”
Kegiatan Tahun
1 2 3
Kegiatan pengelolaan kebersihan kota
• Kegiatan rutin pengelolaan sampah kota
• Kegiatan rutin perawatan sarana pengelolaan sampah kota
• Kajian tingkat timbulan sampah dan kebutuhan sarana
pengelolaan sampah kota
• Kegiatan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota
• Kegiatan pengoperasian sarana pengelolaan sampah kota
Tabel 42 (Lanjutan)
Kegiatan Tahun
1 2 3
Kegiatan pengelolaan RTH kota
• Kegiatan rutin perawatan tanaman peneduh RTH kota
• Kajian tingkat kebutuhan dan pengelolaan RTH kota
• Kegiatan pengadaan bibit tanaman peneduh
• Kegiatan penanaman tanaman peneduh RTH kota
Kegiatan pengelolaan TPA
• Kegiatan rutin pengelolaan sampah zona aktif TPA
• Kajian analisis kebutuhan sarana pengendalian pencemaran
TPA
• Kegiatan pengadaan saluran dan kolam penampung lindi
TPA
• Kegiatan pengoperasian saluran dan kolam penampung lindi
TPA
• Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA
Berdasarkan Tabel 42 dengan pengalokasian anggaran APBD proporsional
dan didukung penerapan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan kebersihan dan RTH kota, dalam kurun waktu 3 tahun diharapkan dapat tercapai peningkatan
kualitas lingkungan hidup kota kecil dengan kategori “sedang” menjadi “tinggi”.
5.6.6 Arahan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “rendah”
Terdapat 9 (sembilan) kota kecil dengan nilai indeks kualitas lingkungan pada kategori “rendah” yang tersebar pada tiap provinsi di Kalimantan, kota - kota
tersebut adalah Rantau, Sambas, Marabahan, Bengkayang, Kotabaru, Muara
Teweh, Kasongan, Pulang Pisau dan Kuala Kurun. Dengan rentang nilai pada
36.11 - 28.95, kota - kota tersebut masih mengalami kendala dalam pengelolaan
kebersihan dan RTH kota. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan rendahnya nilai
variabel - variabel penentu nilai indeks kualitas lingkungan : (1) kebersihan
kawasan pasar, (2) sebaran peneduh kawasan pasar, (3) pengendalian pencemaran
TPA dan (4) pengelolaan sampah di TPA. Untuk dapat meningkatkan nilai indeks
menjadi kategori “sedang” hal - hal yang harus dilakukan dengan cara membenahi
aspek - aspek penentu kualitas lingkungan hidup kota untuk mencapai keluaran
seperti pada Tabel 43.
Tabel 43 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan /
keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan
kategori “rendah”
No Aspek Pembenahan Lokasi
Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran
1 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
Kebersihan
Kawasan
Publik dan
Privat
Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Peningkatan anggaran pemenuhan luas daerah
layanan sampah dan kapasitas pengelolaan
sampah yang sebanding dengan pertambahan
penduduk melalui penambahan dan
pemeliharaan : (1) tempat penampungan
sampah sementara dan (2) armada angkut
sampah.
Tabel 43 (Lanjutan)
No Aspek Pembenahan Lokasi
Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran
2 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan RTH
Kawasan
Publik
Pemerintah
Daerah dan DPRD
Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas
RTH kota melalui upaya perawatan dan penambahan tanaman peneduh.
3 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
TPA
TPA Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Peningkatan anggaran untuk : (1) pengelolaan
kawasan zona aktif TPA, (2) pengendalian
dampak pencemaran lingkungan melalui
pengadaan drainase TPA, serta
(3) penghijauan zona non aktif TPA.
4 Kondisi Kebersihan Kawasan
Publik dan
Privat
Badan /
Kantor
Lingkungan
Hidup
Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang
baik pada masyarakat melalui upaya
pengurangan, dan pemanfaatan ulang sampah.
Permukiman Dinas
Kebersihan
Penambahan TPS dan kapasitas angkut hingga
lebih dari 50 % sampah permukiman ke TPA.
Masyarakat
Permukiman
Peningkatan kebersihan lingkungan
melingkupi lebih dari 50 % sampah kawasan
permukiman.
Pasar Dinas
Kebersihan
Penambahan kapasitas angkut hingga lebih
dari 50 % sampah pasar ke TPA.
Dinas Pasar Penambahan tempat sampah umum dan
peningkatan kebersihan lingkungan
melingkupi lebih dari 50 % sampah kawasan
pasar.
Pedagang Penyediaan tempat sampah kios dan
pemeliharaan kebersihan area sekitar kios.
Pembeli /
Pengunjung
Pemeliharaan kebersihan dengan membuang
sampah pada tempatnya.
Taman Kota Dinas
Kebersihan
Penambahan kapasitas angkut hingga lebih
dari 75 % sampah taman kota ke TPA.
Dinas Pertamanan
Penambahan tempat sampah umum dan peningkatan kebersihan lingkungan
melingkupi lebih dari 75 % sampah kawasan
taman kota.
Pedagang Penyediaan tempat sampah dan pemeliharaan
kebersihan kawasan sekitar area berjualan.
Pengunjung Pemeliharaan kebersihan dengan membuang
sampah pada tempatnya.
5 Kondisi RTH Kawasan
Publik dan
Privat
Badan /
Kantor
Lingkungan
Hidup
Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik
pada masyarakat melalui upaya penanaman
tanaman peneduh pada kawasan permukiman
dan larangan merusak tanaman peneduh pada kawasan publik.
Permukiman Masyarakat
Permukiman
Penambahan dan perawatan tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari
25 % untuk area tidak terbangun kawasan
permukiman.
Pasar Dinas Pasar Penambahan dan perawatan tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari
5 % untuk area tidak terbangun kawasan pasar.
Tabel 43 (Lanjutan)
No Aspek Pembenahan Lokasi
Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran
5 Kondisi RTH Taman Kota Dinas
Pertamanan
Penambahan dan perawatan tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari
50 % untuk area tidak terbangun kawasan
taman kota.
6 Kondisi TPA TPA UPT TPA /
Dinas
Kebersihan
Peningkatan upaya pengelolaan sampah
terbuka hingga tidak melebihi 50 % luas zona
aktif, pembangunan drainase TPA serta
penghijauan minimal 25 % luas zona non aktif
TPA
7 Peraturan Daerah
Tentang Kebersihan
Kawasan
Publik dan
Privat
Badan
Lingkungan
Hidup dan
Dinas
Kebersihan
Penyusunan peraturan pengelolaan kebersihan
sampah kota, penetapan waktu pembuangan
sampah, serta perbaikan instrumen
pengawasan dan penindakan hukum terkait
pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota.
8 Peraturan Daerah
Tentang RTH
Kawasan
Publik dan
Privat
Bappeda dan
Dinas Tata
Ruang
Penyusunan ketetapan pemerintah daerah
dalam penambahan jumlah maupun luas area
RTH pada kawasan - kawasan publik seperti
taman kota, perbaikan instrumen perizinan
kota yang berhubungan dengan pemanfaatan ruang untuk menjaga proporsi antara lahan
terbangun dengan RTH serta perbaikan
instrumen pengawasan dan penindakan hukum
terkait pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.
Kota kecil dengan kategori “rendah” dapat meningkat menjadi “sedang”
dengan mengacu diagram waktu pada Tabel 44.
Tabel 44 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan
hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “rendah” menjadi
“sedang”
Kegiatan Tahun
1 2 3
Kegiatan pengelolaan kebersihan kota
• Kegiatan rutin pengelolaan sampah kota
• Kegiatan rutin perawatan sarana pengelolaan sampah kota
• Kajian tingkat timbulan sampah dan kebutuhan sarana
pengelolaan sampah kota
• Kegiatan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota
• Kegiatan pengoperasian sarana pengelolaan sampah kota
Kegiatan pengelolaan RTH kota
• Kegiatan rutin perawatan tanaman peneduh RTH kota
• Kajian tingkat kebutuhan dan pengelolaan RTH kota
• Kegiatan pengadaan bibit tanaman peneduh
• Kegiatan penanaman tanaman peneduh RTH kota
Kegiatan pengelolaan TPA
• Kegiatan rutin pengelolaan sampah zona aktif TPA
• Kegiatan pengadaan drainase zona aktif TPA
• Kegiatan pemanfaatan drainase zona aktif TPA
• Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA
Berdasarkan Tabel 44 dengan pengalokasian anggaran APBD proporsional
dan didukung penerapan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan kebersihan
dan RTH kota, dalam kurun waktu 3 tahun diharapkan dapat tercapai peningkatan
kualitas lingkungan hidup kota kecil dengan kategori “rendah” menjadi “sedang”.
5.6.7 Arahan bagi kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat rendah”
Terdapat 4 (kota) kota kecil dengan nilai indeks kualitas lingkungan pada
kategori “sangat rendah”. Sebanyak 3 diantaranya kota berada di Provinsi
Kalimantan Tengah yaitu Puruk Cahu, Tamiyang Layang dan Kuala Pembuang.
Selebihnya 1 kota berada di Provinsi Kalimantan Timur yaitu Kota Sendawar.
Kota - kota tersebut berada dalam rentang nilai indeks kualitas lingkungan 18.40 -
13.43. Secara umum nilai untuk variabel - variabel kualitas lingkungan kota - kota tersebut rendah, kecuali untuk variabel kebersihan dan sebaran peneduh kawasan
permukiman. Kota - kota dengan kategori “sangat rendah” juga ditandai dengan tidak terdapatnya kawasan yang diperuntukkan sebagai taman kota pada masing -
masing kota. Untuk dapat meningkatkan nilai indeks menjadi kategori “rendah” hal - hal yang harus dilakukan dengan cara membenahi aspek - aspek penentu
kualitas lingkungan hidup kota untuk mencapai keluaran seperti pada Tabel 45.
Tabel 45 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan /
keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan
kategori “sangat rendah”
No Aspek Pembenahan Lokasi
Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran
1 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
Kebersihan
Kawasan
Publik dan
Privat
Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Peningkatan anggaran pemenuhan luas daerah
layanan sampah dan kapasitas pengelolaan
sampah yang sebanding dengan pertambahan
penduduk melalui penambahan dan
pemeliharaan : (1) tempat penampungan
sampah sementara dan (2) armada angkut
sampah.
2 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
RTH
Kawasan
Publik
Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Peningkatan anggaran pemeliharaan kualitas
RTH kota melalui upaya : (1) pengadaan
taman kota dan (2) perawatan dan penambahan tanaman peneduh.
3 Alokasi Anggaran
Kegiatan Pengelolaan
TPA
TPA Pemerintah
Daerah dan
DPRD
Peningkatan anggaran untuk : (1) pengelolaan
kawasan zona aktif TPA dan (2) penghijauan
zona non aktif TPA.
4 Kondisi Kebersihan Kawasan
Publik dan
Privat
Badan /
Kantor
Lingkungan
Hidup
Sosialisasi cara pengelolaan kebersihan yang
baik pada masyarakat melalui upaya
pengurangan, dan pemanfaatan ulang sampah.
Permukiman Dinas
Kebersihan
Penambahan TPS dan kapasitas angkut hingga
lebih dari 50 % sampah permukiman ke TPA.
Masyarakat
Permukiman
Peningkatan kebersihan lingkungan
melingkupi lebih dari 50 % sampah kawasan
permukiman.
Pasar Dinas
Kebersihan
Penambahan kapasitas angkut hingga lebih
dari 25 % sampah pasar ke TPA.
Dinas Pasar Penambahan tempat sampah umum dan
peningkatan kebersihan lingkungan
melingkupi lebih dari 25 % sampah kawasan
pasar.
Tabel 45 (Lanjutan)
No Aspek Pembenahan Lokasi
Sasaran Pelaksana Kegiatan / Keluaran
4 Kondisi Kebersihan Pedagang Penyediaan tempat sampah kios dan
pemeliharaan kebersihan area sekitar kios.
Pembeli /
Pengunjung
Pemeliharaan kebersihan dengan membuang
sampah pada tempatnya.
5 Kondisi RTH Kawasan
Publik dan
Privat
Badan /
Kantor
Lingkungan
Hidup
Sosialisasi cara pengelolaan RTH yang baik
pada masyarakat melalui upaya penanaman
tanaman peneduh pada kawasan permukiman
dan larangan merusak tanaman peneduh pada
kawasan publik.
Permukiman Masyarakat
Permukiman
Penambahan dan perawatan tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari
25 % untuk area tidak terbangun kawasan
permukiman.
Pasar Dinas Pasar Penambahan dan perawatan tanaman peneduh
agar tercapai tutupan tajuk hingga lebih dari
5 % untuk area tidak terbangun kawasan pasar.
6 Kondisi TPA TPA UPT TPA /
Dinas
Kebersihan
Peningkatan upaya pengelolaan sampah
terbuka hingga tidak melebihi 75 % luas zona
aktif dan penghijauan minimal 5 % luas zona
non aktif TPA
7 Peraturan Daerah
Tentang Kebersihan
Kawasan
Publik dan
Privat
Badan
Lingkungan
Hidup dan
Dinas
Kebersihan
Penyusunan peraturan pengelolaan kebersihan
sampah kota, penetapan waktu pembuangan
sampah, serta perbaikan instrumen
pengawasan dan penindakan hukum terkait
pelanggaran dalam pengelolaan sampah kota.
8 Peraturan Daerah
Tentang RTH
Kawasan
Publik dan
Privat
Bappeda dan
Dinas Tata
Ruang
Penyusunan ketetapan pemerintah daerah
dalam penambahan jumlah maupun luas area
RTH pada kawasan - kawasan publik seperti taman kota, perbaikan instrumen perizinan
kota yang berhubungan dengan pemanfaatan
ruang untuk menjaga proporsi antara lahan
terbangun dengan RTH serta perbaikan
instrumen pengawasan dan penindakan hukum
terkait pelanggaran dalam pemanfaatan ruang.
Kota kecil dengan kategori “sangat rendah” dapat meningkat menjadi
“rendah” dengan mengacu diagram waktu pada Tabel 46.
Tabel 46 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan
hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat rendah”
menjadi “rendah”
Kegiatan Tahun
1 2 3
Kegiatan pengelolaan kebersihan kota
• Kegiatan rutin pengelolaan sampah kota
• Kegiatan rutin perawatan sarana pengelolaan sampah kota
• Kajian tingkat timbulan sampah dan kebutuhan sarana
pengelolaan sampah kota
• Kegiatan pengadaan sarana pengelolaan sampah kota
• Kegiatan pengoperasian sarana pengelolaan sampah kota
Tabel 46 (Lanjutan)
Kegiatan Tahun
1 2 3
Kegiatan pengelolaan RTH kota
• Kegiatan rutin perawatan tanaman peneduh RTH kota
• Kajian tingkat kebutuhan dan pengelolaan RTH kota
• Kegiatan pengadaan bibit tanaman peneduh
• Kegiatan penanaman tanaman peneduh RTH kota
• Kegiatan pengadaan lahan kawasan taman kota
• Kegiatan pembangunan kawasan taman kota
Kegiatan pengelolaan TPA
• Kegiatan rutin pengelolaan sampah zona aktif TPA
• Kegiatan pengadaan drainase zona aktif TPA
• Kegiatan pemanfaatan drainase zona aktif TPA
• Kegiatan penghijauan zona non aktif TPA
Berdasarkan Tabel 46 dengan pengalokasian anggaran APBD proporsional
dan didukung keberadaan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan
kebersihan dan RTH kota, dalam kurun waktu 3 tahun diharapkan dapat tercapai
peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil dengan kategori “sangat rendah”
menjadi “rendah”. Lamanya waktu yang dibutuhkan oleh kota kecil untuk
menaikkan kualitas lingkungan hingga mencapai satu tingkat kategori lebih tinggi
adalah 3 - 4 tahun, tergantung kondisi awal kualitas lingkungan serta tingkat
kategori kualitas lingkungan yang ingin dicapai. Lamanya waktu tersebut tidak
melebihi satu periode jabatan kepala daerah yang mencapai 5 tahun, sehingga diharapkan dalam satu periode jabatan kepala daerah dapat dicapai kenaikan
kategori kualitas lingkungan kota satu tingkat sebelum masa kepemimpinan kepala daerah bersangkutan berakhir.
Arahan peningkatan nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil
di Kalimantan ini disusun sebagai acuan bagi pemerintah daerah untuk
meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota di wilayah kerjanya masing -
masing. Arahan menunjukkan fokus pembenahan pada aspek - aspek yang
berpengaruh pada nilai indeks kualitas lingkungan yang perlu ditingkatkan agar
didapatkan kenaikan nilai indeks kota secara umum.
VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian analisis kualitas lingkungan hidup kota sedang dan
kecil di Kalimantan, dapat diambil simpulan sebagai berikut :
1. Pengelompokan yang dilakukan pada kota sedang dan kecil di Kalimantan
berdasarkan data 2006 - 2010 menggunakan analisis gerombol menunjukkan 6 kota termasuk dalam kluster kategori “sangat baik”, 7 kota termasuk dalam
kluster kategori “baik”, 19 kota berada dalam kluster kategori “cukup”, 11 kota dalam kluster kategori “buruk” dan 4 kota dalam kluster kategori “sangat
buruk”.
2. Indikator - indikator kualitas lingkungan kawasan - kawasan publik dan
kawasan yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat seperti taman kota,
pasar dan TPA memiliki bobot lebih besar dibandingkan kawasan privat
seperti permukiman dalam penentuan nilai indeks kualitas lingkungan hidup
kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010. Upaya - upaya
peningkatan kualitas lingkungan pada kawasan - kawasan publik memberikan
pengaruh lebih besar dibandingkan dengan kawasan privat terhadap nilai
indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil pada kurun waktu
tersebut.
3. Alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang berasal dari APBD
2006 - 2010 nyata meningkatkan kualitas lingkungan suatu kota. Alokasi
anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan yang berasal dari APBD 2006 -
2010 tidak nyata meningkatkan kualitas lingkungan suatu kota.
4. Kepadatan penduduk wilayah perkotaan tahun 2006 - 2010 nyata menurunkan
kualitas lingkungan hidup suatu kota.
5. Arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota - kota sedang dan kecil di
Kalimantan tahun 2010 meliputi upaya peningkatan kualitas pengelolaan
kebersihan kota pada sumber hingga akhir pengelolaan sampah di TPA, serta
menjaga kualitas RTH kota di kawasan publik dan privat dengan dukungan
ketersediaan anggaran yang disesuaikan dengan pertambahan kepadatan
penduduk dan kategori nilai indeks kualitas lingkungan masing - masing kota.
6.2 Saran
Beberapa saran berdasarkan hasil dan simpulan penelitian analisis kualitas
lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan adalah sebagai berikut :
1. Pengelolaan lingkungan kawasan publik kota perlu ditetapkan menjadi prioritas pemerintah kabupaten / kota dalam pengelolaan lingkungan hidup
kota karena dapat memberikan pengaruh lebih besar pada kualitas lingkungan hidup kota dibandingkan dengan kawasan privat.
2. Arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di
Kalimantan dapat dilakukan dengan pendekatan atribut green planning dan
green open space dalam program “kota hijau”. Penerapan konsep kota ramah lingkungan seperti program “kota hijau” dapat menjadi acuan peningkatan
kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan secara umum.
DAFTAR PUSTAKA
Asian Development Bank. 2012. Green Cities. Manila (PH).
Best A, Dusen H V, Colin R. 1998. Sustainable Seattle - Indicators of Sustainable
Community. Seattle (US).
Bhuiyan S H. 2010. A crisis in governance: Urban solid waste management in
Bangladesh. Journal of Habitat International 34 (1) : 125 - 133. doi :
10.1016 / j.habitatint. 2009.08.002.
Bian Y, Yang F. 2010. Resource and Environment Efficiency Analysis of
Provinces in China : A DEA Approach Based on Shannon’s Entropy.
Journal of Energy Policy 38 (4) : 1909 - 1917. doi : 10.1016 / j.enpol.
2009.11.071.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 : Data Agregat Per Provinsi. Jakarta (ID).
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. 2011. Kalimantan Barat
Dalam Angka. Pontianak (ID).
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah. 2011. Kalimantan Tengah Dalam Angka. Palangka Raya (ID).
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan. 2011. Kalimantan
Selatan Dalam Angka. Banjarmasin (ID).
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 2011. Kalimantan Timur
Dalam Angka. Samarinda (ID).
Duggan I C. 2012. Urban planning provides potential for lake restoration through
catchment re-vegetation. Journal of Urban Forestry and Urban Greening
11 (1) : 95 - 99. doi : 10.1016 / j.ufug. 2011.09.006.
Emerson J, Levy M A. 2010. Environmental Sustainability Index. Connecticut
(US) : Yale University.
Eschner A R, Satterlund D R. 1966. Forest protection and streamflow from an
Adirondack watershed. Journal of Water Resources 2 (4) : 765 - 783. doi : 10.1029 / WR002 i004 p00765.
Esty D C, Srebotnjak T, Goodall M. 2005. Environmental Sustainability Index.
Connecticut (US) : Yale University.
Eurostat. 2002. SERIEE European System for the Collection of Economic
Information on the Environment - 1994 Version. Luxembourg (LU).
Farrow A, Winograd M. 2001. Land Use Modelling at The Regional Scale: an
Input to Rural Sustainability Indicators for Central America. Journal of
Agriculture, Ecosystem and Environment 85 (3) : 249 - 268. doi : 10.1016 / S0167 - 8809 (01) 00192 - X.
Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta (ID) : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
French N H, Erickson T, Thelen B, Shuchman R. 2008. The Environmental
Quality Index : Approach, Concepts, Methods, and Demonstration of The
EQI Approach for NRCS Conservation Program Assessment. Michigan
(US) : Michigan Technological Research Institute.
Garza G. 1996. Uncontrolled air pollution in Mexico City. Journal of Cities 13 (5) : 315 - 328. doi : 10.1016 / 0264 - 2751 (96) 00019 - 4.
Gujarati D N. 2004. Basic Econometrics. 4th edition. New York (US) : McGraw -
Hill.
Haygarth P M, Chapman P J, Jarvis S C, Smith R V. 1998. Phosphorus Budgets
for Two Contrasting Grassland Farming Systems in The UK. Journal of
Soil Use and Management 14 (4) : 160 - 167. doi : 10.1111 / j.1475 - 2743.
1998. tb00635.
Kassomenos P A, Kelessisb A, Petrakakisb M, Zoumakisc N, Christidis T, Paschalidou A K. 2012. Air Quality Assessment in a Heavily Polluted
Urban Mediterranean Environment Through Air Quality Indices. Journal of Ecological Indicators 18 : 259 - 268. doi : 10.1016 / j.ecolind.
2011.11.021.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2006. Mekanisme dan Kriteria Pemantauan
Adipura. Jakarta (ID) : Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran
Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2007. Panduan Pengawasan Pemanfaatan
Ruang dari Aspek Lingkungan. Jakarta (ID) : Asisten Deputi Urusan
Pengawasan dan Evaluasi Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2008. Profil Lingkungan Hidup Adipura Kota -
Kota di Kalimantan. Balikpapan (ID) : Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Kalimantan, Kementerian Lingkungan Hidup.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2010. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup.
Jakarta (ID) : Asisten Deputi Urusan Data dan Informasi Lingkungan,
Kementerian Lingkungan Hidup.
Kementerian Pekerjaan Umum. 2011. Program Pengembangan Kota Hijau
(P2KH) Panduan Pelaksanaan 2011. Jakarta (ID) : Direktorat Jendaral
Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum.
Kao J J, Pan T C, Lin C M. 2009. An environmental sustainability based budget
allocation system for regional water quality management. Journal of
Environmental Management 90 (2) : 699 - 709. doi : 10.1016 / j.jenvman. 2008.01.003.
Korol R, Kolanek A, Stron M. 2005. Trends in water quality variations in the
Odra River the day before implementation of the Water Framework
Directive. Limnologica 35 (3) : 151 - 159. doi : 10.1016 / j.limno.
2005.06.002.
Lim M. 2012. Measuring Waste in Malaysia: A Neglected Approach. Journal of
Social and Behavioral Procedia 42 : 198 - 204. doi : 10.1016 / j.sbspro.
2012.04.182.
Min L, Fangying G, Jiawei F, Meixuan S, He Z. 2011. The sustainable approach
to the green space layout in high density urban environment: a case study
of Macau peninsula. Journal of Procedia Engineering 21 : 922 - 928. doi :
10.1016 / j.proeng. 2011.11.2095.
Nachrowi N D, Usman H. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta (ID) : Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Naïma T D, Guy M, Serge C, Djamel T. 2012. Composition of Municipal Solid
Waste (MSW) generated by the city of Chlef (Algeria). Journal of Energy
Procedia 18 : 762 - 771. doi : 10.1016 / j.egypro. 2012.05.092.
Nasution A D, Zahrah W. 2012. Public Open Space Privatization and Quality of
Life, Case Study Merdeka Square Medan. Journal of Social and Behavioral
Procedia 36 : 466 - 475. doi : 10.1016 / j.sbspro. 2012.03.051.
Nowak D, Walton J T. 2012. Projected Urban Growth (2000 - 2050) and Its
Estimated Impact on the United States Forest Resource. Journal of Forestry [Internet]. [diunduh 2012 Sep 15]; 103 (7) : 383 - 389. Tersedia
pada : www.ingentaconnect.com/content/saf/jof/2005/0000103/0000008/ art00004.pdf.
Pribadi D O, Panuju D R, Rustiadi E, Pravitasari E A. 2011. Permodelan
Perencanaan Pengembangan Wilayah : Konsep, Metode, Aplikasi dan
Teknik Komputasi. Bogor (ID) : Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Institut Pertanian Bogor.
Rao J, Shantaram M V. 1995. Concentrations and relative availabilities of heavy
metals in urban solid wastes of Hyderabad, India Journal of Bioresorce
Technology [Internet]. [diunduh 2012 Okt 28]; 53 (1) : 53 - 55. Tersedia
pada : www.sciencedirect.com/science/article/pii/096085249500054I.pdf.
Roaf S. 2010. Designing high - density cities for social and environmental
sustainability. London (GB) : Sterling VA.
Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju D R. 2009. Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Jakarta (ID) : Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia.
Siriwardena L, Finlayson B L, McMahon T A. 2006. The impact of land use
change on catchment hydrology in large catchments: The Comet River,
Central Queensland, Australia. Journal of Hydrology 326 (4) : 199 - 214.
doi : 10.1016 / j.jhydrol. 2005.10.030.
Soedibjo B S. 2008. Analisis Komponen Utama Dalam Kajian Ekologi. Jurnal Oseana [Internet]. [diunduh 2013 Mar 3]; 33 (2) : 43 - 53. Tersedia pada :
www.oseanografi.lipi.go.id/sites/default/files/oseana_xxxiii(2)43-53.pdf.
Sun J H, Hu J, Ming J, Yan J M, Liu Z, Shi Y R. 2012. Regional Environmental
Performance Evaluation: A Case of Western Regions in China. Journal of
Energy Procedia 16 (1) : 377 - 382. doi : 10.1016 / j.egypro. 2012.01.062.
Yhdego M. 1995. Urban solid waste management in Tanzania : Issues, concepts
and challenges. Journal of Resources, Conservation and Recycling 14 (1) :
1 - 10. doi : 10.1016 / 0921 - 3449 (94) 00017 - Y.
Wood F L, Heathwaite A L, Haygarth P M. 2005. Evaluating diffuse and point
phosphorus contributions to river transfers at different scales in the Taw
catchment, Devon, UK. Journal of Hydrology 304 (4) : 118 - 138. doi :
10.1016 / j.jhydrol. 2004.07.026.
World Bank. 2004. Mongolia Environment Monitor 2004 : Environment
Challenges of Urban Development. Ulaanbaatar (MN).
Zhang X, Huang G H, Nie X. 2009. Optimal Decision Schemes for Agricultural
Water Quality Management Planning with Imprecise Objective. Journal of
Agricultural Water Management 96 : 1723 - 1731. doi : 10.1016 / j.agwat.
2009.07.011.
Lampiran 1 Nilai variabel - variabel komponen kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010
No Nama Kota Tahun
Kebersihan
Kawasan Permukiman
RTH
Kawasan Permukiman
Kebersihan
Kawasan Pasar
RTH
Kawasan Pasar
Area Resapan
Kawasan Taman
Kota
Kebersihan Kawasan
Taman
Kota
Pengendalian
Pencemaran TPA
Pengelolaan
Sampah TPA
RTH
Kawasan TPA
1 Kota Amuntai 2006 60.83 55.49 28.33 0.00 71.04 70.83 0.00 7.29 2.08
2 Kota Banjarbaru 2006 78.42 66.17 42.29 5.21 64.31 66.67 30.56 51.35 65.00
3 Kota Barabai 2006 62.29 63.47 22.50 0.00 62.92 59.17 17.64 44.48 32.50
4 Kota Batulicin 2006 71.77 35.42 60.49 32.78 0.00 0.00 26.67 34.38 39.58
5 Kota Bengkayang 2006 44.17 45.42 33.33 4.17 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
6 Kota Bontang 2006 64.17 68.54 45.42 42.50 77.50 58.75 0.00 0.00 0.00
7 Kota Buntok 2006 53.44 81.98 35.21 0.00 87.50 60.83 15.28 9.38 35.83
8 Kota Kandangan 2006 61.60 53.82 35.42 1.46 65.00 84.17 0.00 0.00 0.00
9 Kota Kasongan 2006 53.25 46.67 66.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
10 Kota Ketapang 2006 77.92 60.21 30.42 18.75 76.25 69.17 0.00 0.00 41.67
11 Kota Kotabaru 2006 56.46 55.90 37.71 34.31 37.50 37.50 26.67 6.67 30.00
12 Kota Kuala Kapuas 2006 58.02 46.88 17.08 0.00 94.79 81.67 24.44 38.75 64.58
13 Kota Kuala Kurun 2006 52.25 14.67 35.33 39.83 70.33 63.33 0.00 0.00 0.00
14 Kota Kuala Pembuang 2006 59.06 15.00 8.33 6.25 0.00 0.00 0.00 7.92 51.67
15 Kota Malinau 2006 62.08 54.72 55.56 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
16 Kota Marabahan 2006 71.74 62.08 50.21 0.00 58.75 63.33 18.33 0.00 55.00
17 Kota Martapura 2006 63.13 67.78 25.83 8.33 62.50 62.50 0.00 30.63 55.42
18 Kota Mempawah 2006 71.25 60.63 58.33 0.00 93.33 90.00 0.00 0.00 51.67
19 Kota Muara Teweh 2006 58.89 65.35 17.29 2.50 86.25 83.75 0.00 16.88 60.83
20 Kota Nanga Bulik 2006 32.71 0.00 41.67 26.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
21 Kota Nanga Pinoh 2006 45.14 39.58 23.06 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
22 Kota Ngabang 2006 37.15 38.61 12.50 0.00 0.00 0.00 7.64 5.73 0.00
23 Kota Nunukan 2006 58.43 51.85 36.85 0.00 50.00 50.00 0.00 0.00 0.00
Lampiran 1 (Lanjutan)
No Nama Kota Tahun
Kebersihan
Kawasan Permukiman
RTH
Kawasan Permukiman
Kebersihan
Kawasan Pasar
RTH
Kawasan Pasar
Area Resapan
Kawasan Taman
Kota
Kebersihan
Kawasan Taman
Kota
Pengendalian
Pencemaran TPA
Pengelolaan
Sampah TPA
RTH
Kawasan TPA
24 Kota Pangkalan Bun 2006 86.46 89.38 81.56 14.58 82.08 82.29 30.14 29.58 61.67
25 Kota Paringin 2006 59.06 59.48 31.67 0.00 71.46 39.79 0.00 7.29 2.08
26 Kota Pelaihari 2006 70.31 69.90 31.25 28.13 86.25 70.83 0.00 20.00 36.67
27 Kota Penajam 2006 27.50 34.03 2.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
28 Kota Pulang Pisau 2006 49.25 56.33 12.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
29 Kota Puruk Cahu 2006 45.63 0.00 33.33 0.00 0.00 0.00 0.00 19.48 0.00
30 Kota Putussibau 2006 42.92 28.47 61.11 0.00 58.89 44.44 0.00 0.00 0.00
31 Kota Rantau 2006 53.96 56.11 47.08 0.00 60.00 70.83 0.00 0.00 0.00
32 Kota Sambas 2006 66.67 59.17 46.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 55.00
33 Kota Sampit 2006 41.46 43.58 36.88 0.00 75.83 40.83 29.17 36.35 6.25
34 Kota Sangatta 2006 63.96 60.83 66.88 20.83 0.00 0.00 18.33 0.00 0.00
35 Kota Sanggau 2006 51.67 39.72 43.23 0.00 65.00 65.42 0.00 10.94 0.00
36 Kota Sekadau 2006 36.39 41.76 35.00 0.00 56.11 41.67 0.00 0.00 0.00
37 Kota Sendawar 2006 31.04 45.42 56.04 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 16.67
38 Kota Singkawang 2006 64.72 71.11 42.50 0.00 73.33 60.83 0.00 21.25 33.33
39 Kota Sintang 2006 43.98 44.63 44.81 0.00 47.22 68.33 0.00 6.67 0.00
40 Kota Sukamara 2006 65.94 57.19 61.67 0.00 75.14 56.94 6.67 12.40 53.33
41 Kota Tamiang Layang 2006 40.63 31.25 16.88 0.00 0.00 0.00 0.00 14.58 58.33
42 Kota Tanah Grogot 2006 45.42 40.14 26.67 0.00 77.78 72.78 0.00 0.00 51.67
43 Kota Tanjung Redeb 2006 62.57 59.72 37.92 4.17 69.17 70.00 0.00 33.13 0.00
44 Kota Tanjung Selor 2006 67.57 62.01 56.25 46.88 77.50 74.58 0.00 0.00 0.00
45 Kota Tanjung 2006 62.50 42.64 23.33 0.00 80.42 60.00 0.00 2.08 0.00
46 Kota Tarakan 2006 61.83 66.17 66.67 23.61 92.04 92.22 53.33 58.33 56.11
Lampiran 1 (Lanjutan)
No Nama Kota Tahun
Kebersihan
Kawasan Permukiman
RTH
Kawasan Permukiman
Kebersihan
Kawasan Pasar
RTH
Kawasan Pasar
Area Resapan
Kawasan Taman
Kota
Kebersihan
Kawasan Taman
Kota
Pengendalian
Pencemaran TPA
Pengelolaan
Sampah TPA
RTH
Kawasan TPA
47 Kota Tenggarong 2006 39.31 49.72 65.56 33.33 92.78 75.37 0.00 0.00 58.89
48 Kota Amuntai 2007 51.53 42.08 45.83 0.00 65.00 77.50 24.17 46.04 34.17
49 Kota Banjarbaru 2007 82.33 65.50 44.79 16.67 81.11 91.67 33.33 18.75 66.67
50 Kota Barabai 2007 70.75 62.75 18.75 0.00 60.83 72.50 52.22 60.00 72.50
51 Kota Batulicin 2007 89.58 45.83 54.17 30.56 0.00 0.00 33.33 0.00 50.00
52 Kota Bengkayang 2007 58.33 41.12 25.28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 41.67
53 Kota Bontang 2007 71.25 67.50 50.42 52.08 93.33 91.67 0.55 0.00 33.33
54 Kota Buntok 2007 60.42 62.08 58.33 16.67 75.00 53.05 0.00 0.00 0.00
55 Kota Kandangan 2007 64.83 45.00 22.08 0.00 55.00 76.67 10.55 38.33 43.33
56 Kota Kasongan 2007 61.67 34.44 16.67 17.78 0.00 0.00 13.88 20.83 25.00
57 Kota Ketapang 2007 72.36 78.33 40.97 8.47 76.94 76.67 0.00 0.00 42.78
58 Kota Kotabaru 2007 64.86 61.11 65.28 27.78 25.00 91.67 33.33 18.75 50.00
59 Kota Kuala Kapuas 2007 26.85 65.42 24.17 16.67 93.88 93.33 13.52 43.33 52.78
60 Kota Kuala Kurun 2007 65.00 42.23 50.00 17.78 91.67 83.33 0.00 0.00 0.00
61 Kota Kuala Pembuang 2007 42.92 12.50 50.00 0.00 0.00 0.00 8.88 0.00 51.67
62 Kota Malinau 2007 41.80 57.08 41.67 8.33 0.00 0.00 0.00 12.50 0.00
63 Kota Marabahan 2007 84.44 69.44 54.17 16.67 91.67 91.67 25.00 0.00 58.33
64 Kota Martapura 2007 79.72 62.50 83.33 50.00 91.67 91.67 25.00 29.17 68.33
65 Kota Mempawah 2007 68.34 77.28 24.17 0.00 68.71 85.56 21.38 7.78 45.00
66 Kota Muara Teweh 2007 62.50 60.37 51.67 32.23 83.33 58.33 13.88 17.36 35.00
67 Kota Nanga Bulik 2007 50.63 50.42 50.00 26.67 0.00 0.00 0.00 0.00 58.33
68 Kota Nanga Pinoh 2007 54.17 50.00 20.83 8.33 0.00 0.00 8.33 0.00 8.33
69 Kota Ngabang 2007 54.44 63.89 29.17 29.17 0.00 0.00 8.33 12.50 8.33
Lampiran 1 (Lanjutan)
No Nama Kota Tahun
Kebersihan
Kawasan Permukiman
RTH
Kawasan Permukiman
Kebersihan
Kawasan Pasar
RTH
Kawasan Pasar
Area Resapan
Kawasan Taman
Kota
Kebersihan
Kawasan Taman
Kota
Pengendalian
Pencemaran TPA
Pengelolaan
Sampah TPA
RTH
Kawasan TPA
70 Kota Nunukan 2007 58.98 44.35 47.22 0.00 56.12 73.88 0.00 12.50 53.33
71 Kota Pangkalan Bun 2007 80.28 73.61 71.67 34.58 87.50 91.67 41.67 43.75 51.67
72 Kota Paringin 2007 50.42 56.46 52.50 0.00 65.00 64.58 0.00 6.25 0.00
73 Kota Pelaihari 2007 77.08 75.00 57.22 25.00 91.67 71.67 44.45 39.58 50.00
74 Kota Penajam 2007 42.50 40.00 8.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
75 Kota Pulang Pisau 2007 58.61 35.42 50.00 16.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
76 Kota Puruk Cahu 2007 62.50 36.25 58.33 30.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
77 Kota Putussibau 2007 47.22 51.39 33.33 16.67 75.00 58.33 0.00 0.00 51.67
78 Kota Rantau 2007 58.92 41.92 21.25 0.00 49.17 35.83 0.00 27.92 18.33
79 Kota Sambas 2007 59.45 48.33 50.83 0.00 93.33 84.45 0.00 0.00 58.33
80 Kota Sampit 2007 67.29 56.25 20.83 0.00 86.67 83.33 19.45 16.67 75.00
81 Kota Sangatta 2007 66.67 65.42 45.83 22.92 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
82 Kota Sanggau 2007 56.94 45.83 46.67 8.33 70.83 58.33 0.00 0.00 0.00
83 Kota Sekadau 2007 52.78 42.64 20.83 19.17 26.67 68.33 8.33 12.50 8.33
84 Kota Sendawar 2007 68.33 41.94 56.25 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
85 Kota Singkawang 2007 83.52 84.36 29.17 0.00 73.89 73.61 0.00 0.00 26.67
86 Kota Sintang 2007 51.67 62.50 31.67 16.67 75.00 75.00 8.33 31.25 8.33
87 Kota Sukamara 2007 49.17 31.67 52.50 21.67 45.83 72.50 11.12 8.33 53.33
88 Kota Tamiang Layang 2007 58.47 46.39 42.78 16.67 0.00 0.00 13.88 0.00 0.00
89 Kota Tanah Grogot 2007 50.00 64.17 66.67 38.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
90 Kota Tanjung Redeb 2007 59.63 58.24 36.67 37.23 83.33 75.00 5.55 12.92 58.33
91 Kota Tanjung Selor 2007 70.00 61.94 48.89 46.11 77.50 70.83 16.67 10.42 68.33
92 Kota Tanjung 2007 53.92 40.33 20.83 0.00 75.00 55.83 24.45 49.17 68.33
Lampiran 1 (Lanjutan)
No Nama Kota Tahun
Kebersihan
Kawasan Permukiman
RTH
Kawasan Permukiman
Kebersihan
Kawasan Pasar
RTH
Kawasan Pasar
Area Resapan
Kawasan Taman
Kota
Kebersihan
Kawasan Taman
Kota
Pengendalian
Pencemaran TPA
Pengelolaan
Sampah TPA
RTH
Kawasan TPA
93 Kota Tarakan 2007 78.70 63.75 70.00 45.83 72.22 83.33 36.12 42.92 58.33
94 Kota Tenggarong 2007 38.75 73.33 23.89 4.17 87.22 83.89 0.00 0.00 26.67
95 Kota Amuntai 2008 62.78 62.78 52.50 38.33 68.33 83.33 8.88 16.67 33.33
96 Kota Banjarbaru 2008 74.55 75.63 51.67 41.67 73.33 61.39 39.17 54.17 82.50
97 Kota Barabai 2008 64.83 64.00 41.67 35.83 58.33 71.67 25.00 44.58 33.33
98 Kota Batulicin 2008 78.33 60.42 54.17 41.67 91.67 87.50 16.67 16.67 48.33
99 Kota Bengkayang 2008 54.17 50.00 51.67 33.33 0.00 0.00 0.00 0.00 50.00
100 Kota Bontang 2008 60.83 67.50 62.92 42.08 83.33 68.33 28.33 48.33 58.33
101 Kota Buntok 2008 49.17 52.50 33.33 0.00 77.78 69.44 0.00 0.00 41.67
102 Kota Kandangan 2008 62.33 66.33 45.83 8.33 63.33 66.67 0.00 28.33 50.00
103 Kota Kasongan 2008 50.42 37.08 42.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 28.33
104 Kota Ketapang 2008 54.17 66.25 37.50 43.75 70.83 63.33 0.00 6.25 50.00
105 Kota Kotabaru 2008 65.49 65.14 43.54 37.50 58.33 83.33 16.67 27.08 50.00
106 Kota Kuala Kapuas 2008 47.92 35.42 33.33 4.17 75.00 83.33 8.88 0.00 33.33
107 Kota Kuala Kurun 2008 60.00 40.00 33.33 8.33 68.33 60.00 0.00 0.00 33.33
108 Kota Kuala Pembuang 2008 56.25 31.67 53.33 0.00 0.00 0.00 0.00 4.17 0.00
109 Kota Malinau 2008 62.92 45.83 34.17 12.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
110 Kota Marabahan 2008 80.28 77.15 54.17 25.00 75.00 83.33 16.67 26.25 66.67
111 Kota Martapura 2008 68.33 77.78 33.33 13.33 66.67 66.67 21.95 49.79 65.83
112 Kota Mempawah 2008 52.17 68.83 33.33 0.00 70.00 64.44 8.33 0.00 33.33
113 Kota Muara Teweh 2008 56.11 51.39 42.50 0.00 75.00 51.67 0.00 0.00 0.00
114 Kota Nanga Bulik 2008 53.33 33.33 50.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
115 Kota Nanga Pinoh 2008 56.67 55.42 40.00 0.00 75.00 66.67 0.00 0.00 0.00
Lampiran 1 (Lanjutan)
No Nama Kota Tahun
Kebersihan
Kawasan Permukiman
RTH
Kawasan Permukiman
Kebersihan
Kawasan Pasar
RTH
Kawasan Pasar
Area Resapan
Kawasan Taman
Kota
Kebersihan
Kawasan Taman
Kota
Pengendalian
Pencemaran TPA
Pengelolaan
Sampah TPA
RTH
Kawasan TPA
116 Kota Ngabang 2008 57.50 63.75 50.83 43.33 44.17 58.33 8.88 13.33 41.67
117 Kota Nunukan 2008 64.17 57.04 56.94 4.17 33.33 75.00 0.00 0.00 33.33
118 Kota Pangkalan Bun 2008 68.06 60.00 70.83 64.58 70.83 86.67 60.00 43.75 66.67
119 Kota Paringin 2008 64.17 68.33 40.00 35.83 60.00 57.50 8.88 16.67 33.33
120 Kota Pelaihari 2008 53.75 56.25 58.61 49.93 87.50 57.50 47.22 62.50 68.33
121 Kota Penajam 2008 31.25 54.17 8.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 50.00
122 Kota Pulang Pisau 2008 55.00 46.67 33.33 16.67 76.67 71.67 0.00 0.00 0.00
123 Kota Puruk Cahu 2008 50.83 30.00 29.17 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
124 Kota Putussibau 2008 48.61 54.17 43.33 30.00 75.00 60.00 0.00 0.00 26.67
125 Kota Rantau 2008 63.33 69.17 27.50 21.67 63.33 46.67 0.00 0.00 41.67
126 Kota Sambas 2008 51.25 56.25 41.67 0.00 0.00 0.00 0.00 19.17 58.33
127 Kota Sampit 2008 60.83 57.29 55.83 28.33 75.00 63.33 23.88 38.75 75.00
128 Kota Sangatta 2008 54.17 52.08 31.25 25.42 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
129 Kota Sanggau 2008 58.89 43.06 37.92 14.17 71.67 64.17 0.00 0.00 0.00
130 Kota Sekadau 2008 55.00 60.83 49.17 0.00 75.00 55.00 0.00 0.00 0.00
131 Kota Sendawar 2008 48.33 50.42 37.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
132 Kota Singkawang 2008 69.17 71.94 45.83 0.00 62.50 69.17 19.45 37.92 51.67
133 Kota Sintang 2008 65.83 65.28 39.17 13.33 75.00 66.67 0.00 0.00 26.67
134 Kota Sukamara 2008 60.83 62.50 26.67 0.00 66.67 52.50 8.33 0.00 0.00
135 Kota Tamiang Layang 2008 33.33 35.83 29.17 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
136 Kota Tanah Grogot 2008 55.28 49.17 50.00 37.50 83.33 68.33 53.33 47.92 41.67
137 Kota Tanjung Redeb 2008 51.39 59.72 54.17 62.50 85.00 73.33 0.00 0.00 51.67
138 Kota Tanjung Selor 2008 50.56 66.11 58.33 63.33 80.56 58.89 8.88 6.67 33.33
Lampiran 1 (Lanjutan)
No Nama Kota Tahun
Kebersihan
Kawasan Permukiman
RTH
Kawasan Permukiman
Kebersihan
Kawasan Pasar
RTH
Kawasan Pasar
Area Resapan
Kawasan Taman
Kota
Kebersihan
Kawasan Taman
Kota
Pengendalian
Pencemaran TPA
Pengelolaan
Sampah TPA
RTH
Kawasan TPA
139 Kota Tanjung 2008 60.42 47.92 27.92 30.83 64.17 61.67 0.00 8.75 33.33
140 Kota Tarakan 2008 64.17 56.99 50.00 54.17 68.33 76.11 45.00 31.25 58.33
141 Kota Tenggarong 2008 50.00 62.50 29.17 25.00 69.44 66.67 0.00 0.00 41.67
142 Kota Amuntai 2009 48.54 54.17 42.50 29.17 80.00 58.33 0.00 12.50 26.67
143 Kota Banjarbaru 2009 70.22 69.97 42.00 46.00 82.78 78.78 47.22 59.17 68.33
144 Kota Barabai 2009 66.00 70.17 26.67 37.50 75.00 80.00 38.88 50.00 28.33
145 Kota Batulicin 2009 60.92 62.42 46.08 47.25 91.67 75.00 8.88 12.92 75.33
146 Kota Bengkayang 2009 58.33 61.67 39.17 0.00 58.33 68.33 0.00 0.00 68.33
147 Kota Bontang 2009 82.50 76.67 62.92 70.00 83.33 83.33 75.00 62.50 68.33
148 Kota Buntok 2009 45.42 67.08 58.33 0.00 77.41 50.18 0.00 0.00 33.33
149 Kota Kandangan 2009 65.42 59.17 20.83 0.00 70.00 68.33 0.00 24.17 0.00
150 Kota Kasongan 2009 54.58 58.33 33.33 0.00 75.00 58.33 0.00 0.00 0.00
151 Kota Ketapang 2009 61.67 66.25 48.33 52.08 70.83 71.67 0.00 0.00 50.00
152 Kota Kotabaru 2009 62.75 69.42 25.00 16.75 25.00 52.33 14.88 28.08 26.67
153 Kota Kuala Kapuas 2009 38.33 64.45 26.67 12.50 86.67 75.00 17.22 16.67 58.33
154 Kota Kuala Kurun 2009 43.75 29.17 42.50 0.00 58.33 33.33 0.00 0.00 31.12
155 Kota Kuala Pembuang 2009 46.67 34.58 25.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
156 Kota Malinau 2009 47.92 57.08 63.33 26.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
157 Kota Marabahan 2009 60.56 73.83 33.33 0.00 75.00 66.67 0.00 0.00 58.33
158 Kota Martapura 2009 63.33 81.39 25.83 45.83 33.33 80.00 36.12 52.08 66.67
159 Kota Mempawah 2009 55.33 57.33 55.00 0.00 72.22 61.67 13.88 0.00 0.00
160 Kota Muara Teweh 2009 43.06 60.74 34.17 25.83 83.33 33.33 0.00 0.00 33.33
161 Kota Nanga Bulik 2009 47.22 41.67 25.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 26.67
Lampiran 1 (Lanjutan)
No Nama Kota Tahun
Kebersihan
Kawasan Permukiman
RTH
Kawasan Permukiman
Kebersihan
Kawasan Pasar
RTH
Kawasan Pasar
Area Resapan
Kawasan Taman
Kota
Kebersihan
Kawasan Taman
Kota
Pengendalian
Pencemaran TPA
Pengelolaan
Sampah TPA
RTH
Kawasan TPA
162 Kota Nanga Pinoh 2009 52.08 60.42 37.92 0.00 91.67 58.33 0.00 0.00 25.00
163 Kota Ngabang 2009 62.50 71.94 56.67 41.67 58.33 70.00 8.88 0.00 26.67
164 Kota Nunukan 2009 63.61 49.44 56.67 21.67 50.00 80.00 0.00 0.00 33.33
165 Kota Pangkalan Bun 2009 73.89 70.28 75.83 64.17 83.33 83.33 70.55 50.00 75.00
166 Kota Paringin 2009 50.42 44.58 29.17 30.00 62.50 52.50 0.00 12.50 26.67
167 Kota Pelaihari 2009 52.17 73.67 30.00 41.67 85.83 79.17 41.88 56.42 68.33
168 Kota Penajam 2009 37.50 54.58 25.83 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 50.00
169 Kota Pulang Pisau 2009 45.83 42.08 33.33 0.00 58.33 41.67 0.00 0.00 0.00
170 Kota Puruk Cahu 2009 57.78 50.00 41.12 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 26.67
171 Kota Putussibau 2009 49.81 59.72 58.33 12.50 83.33 50.00 0.00 0.00 0.00
172 Kota Rantau 2009 50.00 57.50 16.67 0.00 75.00 71.67 0.00 12.50 16.67
173 Kota Sambas 2009 50.00 46.67 41.67 0.00 68.33 63.33 0.00 0.00 58.33
174 Kota Sampit 2009 56.11 46.59 68.61 41.94 75.55 66.67 22.78 46.80 58.33
175 Kota Sangatta 2009 58.33 64.17 46.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 16.67
176 Kota Sanggau 2009 63.33 61.94 52.08 18.75 84.17 69.17 0.00 0.00 26.67
177 Kota Sekadau 2009 62.50 68.06 58.33 31.67 0.00 0.00 0.00 18.75 26.67
178 Kota Sendawar 2009 43.75 55.42 53.33 21.67 0.00 0.00 0.00 0.00 26.67
179 Kota Singkawang 2009 71.39 71.39 55.00 41.67 67.50 78.33 58.33 37.08 46.67
180 Kota Sintang 2009 61.39 64.72 50.00 6.25 83.33 68.33 0.00 41.67 33.33
181 Kota Sukamara 2009 70.00 63.75 33.33 0.00 33.33 80.00 11.12 0.00 26.67
182 Kota Tamiang Layang 2009 46.53 42.64 50.00 25.83 0.00 0.00 0.00 0.00 26.67
183 Kota Tanah Grogot 2009 56.94 62.78 45.83 45.83 58.33 83.33 44.45 30.42 50.00
184 Kota Tanjung Redeb 2009 40.56 62.50 30.00 0.00 83.33 80.00 44.45 33.75 50.00
Lampiran 1 (Lanjutan)
No Nama Kota Tahun
Kebersihan
Kawasan Permukiman
RTH
Kawasan Permukiman
Kebersihan
Kawasan Pasar
RTH
Kawasan Pasar
Area Resapan
Kawasan Taman
Kota
Kebersihan
Kawasan Taman
Kota
Pengendalian
Pencemaran TPA
Pengelolaan
Sampah TPA
RTH
Kawasan TPA
185 Kota Tanjung Selor 2009 57.50 60.83 25.83 60.83 66.67 63.89 0.00 0.00 26.67
186 Kota Tanjung 2009 43.61 54.72 21.25 10.83 64.17 31.67 5.55 28.75 28.33
187 Kota Tarakan 2009 62.36 61.39 50.00 40.00 72.22 83.33 50.00 50.83 58.33
188 Kota Tenggarong 2009 55.42 66.25 40.00 44.17 66.67 64.44 33.33 0.00 58.33
189 Kota Amuntai 2010 58.33 63.54 50.00 29.17 75.00 75.00 66.67 37.50 66.67
190 Kota Banjarbaru 2010 65.97 66.53 62.50 46.67 80.00 78.33 58.88 65.00 66.67
191 Kota Barabai 2010 69.38 67.08 58.33 58.33 66.67 75.00 81.12 73.75 66.67
192 Kota Batulicin 2010 72.08 58.33 48.33 44.17 91.67 75.00 0.00 0.00 58.33
193 Kota Bengkayang 2010 62.50 62.50 45.83 30.00 53.33 53.33 0.00 0.00 0.00
194 Kota Bontang 2010 80.00 74.17 80.83 50.83 86.67 75.00 69.45 60.83 66.67
195 Kota Buntok 2010 54.17 55.00 58.33 0.00 58.33 68.89 0.00 14.58 68.33
196 Kota Kandangan 2010 65.00 65.00 47.71 29.58 75.00 33.33 11.12 25.00 33.33
197 Kota Kasongan 2010 45.83 50.00 31.67 0.00 68.33 50.00 0.00 0.00 26.67
198 Kota Ketapang 2010 61.67 58.33 44.17 42.08 61.67 66.67 0.00 27.08 58.33
199 Kota Kotabaru 2010 49.17 78.33 27.50 10.83 25.00 33.33 13.88 25.00 50.00
200 Kota Kuala Kapuas 2010 65.00 53.33 54.17 16.67 66.67 83.33 44.45 66.67 66.67
201 Kota Kuala Kurun 2010 52.92 44.17 29.17 16.67 66.67 50.00 0.00 0.00 0.00
202 Kota Kuala Pembuang 2010 60.42 44.17 38.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
203 Kota Malinau 2010 60.00 64.17 52.50 41.67 75.00 61.67 0.00 0.00 26.67
204 Kota Marabahan 2010 46.11 54.17 26.67 31.67 50.00 51.67 0.00 0.00 66.67
205 Kota Martapura 2010 59.44 63.33 45.83 16.67 66.67 83.33 0.00 25.00 63.33
206 Kota Mempawah 2010 59.67 64.50 65.83 0.00 65.56 58.33 11.12 25.42 33.33
207 Kota Muara Teweh 2010 57.50 53.33 37.50 30.00 50.00 51.67 0.00 6.25 0.00
Lampiran 1 (Lanjutan)
No Nama Kota Tahun
Kebersihan
Kawasan Permukiman
RTH
Kawasan Permukiman
Kebersihan
Kawasan Pasar
RTH
Kawasan Pasar
Area Resapan
Kawasan Taman
Kota
Kebersihan
Kawasan Taman
Kota
Pengendalian
Pencemaran TPA
Pengelolaan
Sampah TPA
RTH
Kawasan TPA
208 Kota Nanga Bulik 2010 68.33 68.33 67.50 26.67 50.42 85.00 0.00 0.00 51.67
209 Kota Nanga Pinoh 2010 48.33 67.08 43.33 13.33 83.33 66.67 16.67 0.00 25.00
210 Kota Ngabang 2010 65.00 60.42 63.33 50.83 63.33 73.33 33.88 26.67 50.00
211 Kota Nunukan 2010 61.11 62.50 53.33 11.94 58.33 71.67 0.00 0.00 58.33
212 Kota Pangkalan Bun 2010 81.67 70.00 70.83 57.92 60.00 85.00 58.33 62.50 80.00
213 Kota Paringin 2010 60.42 56.25 56.67 41.67 66.67 62.50 11.12 16.67 58.33
214 Kota Pelaihari 2010 56.67 60.83 50.00 16.67 76.67 71.67 16.67 39.58 63.33
215 Kota Penajam 2010 43.33 37.50 58.33 40.00 66.67 61.67 0.00 16.67 50.00
216 Kota Pulang Pisau 2010 42.08 45.83 29.17 0.00 71.67 50.00 8.33 6.67 0.00
217 Kota Puruk Cahu 2010 57.08 49.17 28.33 25.00 0.00 0.00 0.00 0.00 16.67
218 Kota Putussibau 2010 53.33 56.39 46.67 30.00 83.33 41.67 0.00 0.00 33.33
219 Kota Rantau 2010 62.50 60.83 25.00 33.33 58.33 33.33 0.00 20.83 50.00
220 Kota Sambas 2010 52.50 45.00 37.50 0.00 63.33 63.33 0.00 0.00 63.33
221 Kota Sampit 2010 63.54 63.33 70.83 58.33 83.33 66.67 58.33 50.00 66.67
222 Kota Sangatta 2010 56.25 57.50 40.83 16.67 75.00 68.33 0.00 0.00 26.67
223 Kota Sanggau 2010 61.39 56.39 47.08 32.92 83.33 60.83 0.00 0.00 33.33
224 Kota Sekadau 2010 56.11 58.61 45.83 32.92 75.00 71.67 11.12 0.00 41.67
225 Kota Sendawar 2010 41.25 48.75 29.17 30.00 0.00 0.00 0.00 0.00 50.00
226 Kota Singkawang 2010 67.22 67.22 67.50 34.17 60.83 66.67 40.00 33.33 75.00
227 Kota Sintang 2010 64.44 74.17 45.83 37.92 85.00 71.67 37.22 47.92 33.33
228 Kota Sukamara 2010 69.58 65.00 67.50 26.67 74.17 75.00 0.00 13.33 25.00
229 Kota Tamiang Layang 2010 47.92 41.67 27.50 20.83 0.00 0.00 0.00 16.67 0.00
230 Kota Tanah Grogot 2010 56.67 56.67 43.33 45.83 46.67 68.33 47.40 31.67 70.00
Lampiran 1 (Lanjutan)
231 Kota Tanjung 2010 57.64 59.03 41.67 0.00 66.67 66.67 0.00 25.00 58.33
232 Kota Tanjung Redeb 2010 42.50 60.56 61.67 52.50 70.00 68.33 0.00 43.75 55.00
233 Kota Tanjung Selor 2010 49.79 53.96 57.50 54.17 63.06 62.22 0.00 11.67 58.33
234 Kota Tarakan 2010 67.92 65.00 62.08 63.33 68.33 74.44 60.00 42.08 68.33
235 Kota Tenggarong 2010 49.58 51.25 37.50 30.00 71.67 64.44 0.00 0.00 66.67
Lampiran 2 Dendogram hasil analisis gerombol menggunakan metode berhirarki pada 47 kota sedang dan kecil di Kalimantan
Lampiran 3 Koefisien komponen utama
No Variabel Koefisien Komponen Utama
Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8
1 Kebersihan Kawasan Permukiman 0.4756 0.3346 0.2209 -0.4279 0.4702 -0.4155 0.3996 -0.0943
2 RTH Kawasan Permukiman 0.4205 -0.3143 0.6130 -0.2775 -0.3153 0.2700 -0.4564 -0.0698
3 Kebersihan Kawasan Pasar 0.5034 -0.4565 0.1250 -0.3014 -0.1768 -0.0826 0.0406 -0.0220
4 RTH Kawasan Pasar 0.4876 -0.1517 0.3552 0.6082 -0.1944 0.1737 0.5636 -0.0818
5 Area Resapan Kawasan Taman Kota 0.5407 0.3554 -0.3119 0.0624 -0.2576 -0.1817 -0.0520 0.7260
6 Kebersihan Kawasan Taman Kota 0.5522 0.3850 -0.1354 -0.1989 -0.1790 0.0142 0.1191 0.0836
7 Pengendalian Pencemaran TPA 0.5168 -0.1593 -0.2920 -0.0745 0.4752 0.7450 -0.0090 0.0226
8 Pengelolaan Sampah TPA 0.5229 0.2536 -0.4853 0.0794 -0.2773 -0.1684 -0.1369 -0.6664
9 RTH Kawasan TPA 0.5011 -0.2179 0.1758 0.4732 0.4576 -0.3177 -0.5263 0.0197
Lampiran 4 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di
Kalimantan tahun 2006 - 2010
No Nama Kota Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota
2006 2007 2008 2009 2010
1 Amuntai 33.57 44.91 47.24 39.11 58.81
2 Banjarbaru 52.09 55.63 60.52 62.96 66.45
3 Barabai 40.92 52.87 48.81 53.23 69.14
4 Batulicin 30.77 29.59 54.93 52.44 48.64
5 Bengkayang 11.94 15.29 22.56 38.26 33.17
6 Bontang 38.87 50.59 57.92 73.93 72.09
7 Buntok 42.17 36.07 36.30 36.70 41.56
8 Kandangan 34.34 40.14 42.97 34.92 41.68
9 Kasongan 16.36 18.57 15.06 31.54 30.30
10 Ketapang 40.52 43.13 42.15 45.14 45.46
11 Kotabaru 34.32 48.17 49.11 34.26 32.63
12 Kuala Kapuas 48.92 49.75 37.03 44.61 58.82
13 Kuala Kurun 31.51 40.26 33.59 26.42 28.95
14 Kuala Pembuang 13.65 16.50 14.31 9.87 13.43
15 Malinau 16.49 15.71 14.42 18.80 41.41
16 Marabahan 41.26 54.37 55.16 39.87 34.41
17 Martapura 40.92 64.52 50.97 52.50 46.74
18 Mempawah 47.63 44.06 36.54 35.95 42.87
19 Muara Teweh 43.61 45.83 31.24 33.93 31.12
20 Nanga Bulik 10.09 22.26 13.27 12.97 45.11
21 Nanga Pinoh 9.94 13.93 33.39 36.56 40.83
22 Ngabang 9.67 19.62 40.82 42.85 53.66
23 Nunukan 27.26 38.50 35.20 38.95 40.85
24 Pangkalan Bun 61.53 64.72 65.97 72.05 69.16
25 Paringin 29.95 33.61 41.49 33.84 46.78
26 Pelaihari 45.34 59.49 60.83 59.34 50.57
27 Penajam 5.54 8.02 12.86 15.48 41.45
28 Pulang Pisau 10.48 15.40 34.13 24.90 29.27
29 Puruk Cahu 10.35 17.99 10.33 16.48 16.18
30 Putussibau 27.21 36.57 37.23 35.28 37.42
31 Rantau 32.63 27.88 35.15 34.10 36.11
32 Sambas 21.27 44.54 21.92 36.29 35.67
33 Sampit 36.37 47.54 52.89 54.21 64.83
34 Sangatta 22.76 18.72 15.03 17.47 37.81
35 Sanggau 31.93 32.44 32.78 41.64 41.05
36 Sekadau 23.97 28.71 33.19 25.73 43.22
37 Sendawar 14.64 16.02 12.83 19.13 18.40
Lampiran 4 (Lanjutan)
No Nama Kota
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota
2006 2007 2008 2009 2010
38 Singkawang 40.52 40.14 47.43 58.80 56.13
39 Sintang 29.35 41.14 38.57 46.15 55.89
40 Sukamara 42.94 38.49 30.81 34.63 46.01
41 Tamiyang Layang 15.37 17.27 9.33 18.26 14.92
42 Tanah Grogot 35.52 21.03 55.60 53.23 51.17
43 Tanjung 38.38 46.86 47.60 49.12 41.48
44 Tanjung Redeb 42.44 50.99 46.40 38.70 50.20
45 Tanjung Selor 30.92 43.98 36.51 31.81 44.30
46 Tarakan 65.43 61.18 55.88 59.53 63.17
47 Tenggarong 46.40 38.31 37.50 46.45 40.22
Lampiran 5 Nilai indeks kualitas lingkungan, persentase anggaran pengelolaan
lingkungan, persentase anggaran pengelolaan kebersihan dan jumlah penduduk kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 -
2010
No Ibu Kota Tahun
Indeks
Kualitas
Lingkungan
Jumlah
Penduduk
Persentase
Anggaran
Pengelolaan
Lingkungan
Persentase
Anggaran
Pengelolaan
Kebersihan
1 Amuntai
2006 33.57 58,585 1.01% 1.01%
2007 44.91 59,265 0.95% 0.95%
2008 47.24 59,816 1.66% 1.66%
2009 39.11 60,349 1.67% 1.67%
2010 58.81 57,897 1.70% 1.70%
2 Banjarbaru
2006 52.09 157,193 0.69% 2.55%
2007 55.63 157,988 0.64% 2.73%
2008 60.52 161,588 0.49% 3.84%
2009 62.96 165,209 0.51% 2.74%
2010 66.45 192,309 0.53% 3.23%
3 Barabai
2006 40.92 45,103 0.36% 0.36%
2007 52.87 45,581 1.35% 1.35%
2008 48.81 45,958 1.16% 1.16%
2009 53.23 46,321 0.97% 0.97%
2010 69.14 45,820 3.70% 3.70%
4 Batulicin
2006 30.77 96,275 0.75% 0.16%
2007 29.59 98,635 0.28% 0.12%
2008 54.93 100,821 0.33% 0.05%
2009 52.44 103,017 0.45% 0.09%
2010 48.64 119,416 0.66% 0.11%
5 Bengkayang
2006 11.94 15,288 0.22% 0.02%
2007 15.29 15,577 0.21% 0.02%
2008 22.56 17,520 0.32% 0.03%
2009 38.26 17,878 0.32% 0.04%
2010 33.17 18,238 0.34% 0.05%
6 Bontang
2006 38.87 123,127 0.39% 1.26%
2007 50.59 126,946 0.48% 1.16%
2008 57.92 130,814 0.49% 2.21%
2009 73.93 134,712 0.51% 2.21%
2010 72.09 140,238 0.53% 2.20%
7 Buntok
2006 42.17 29,047 1.22% 0.35%
2007 36.07 29,128 1.11% 0.34%
2008 36.30 29,616 0.77% 0.32%
2009 36.70 29,813 1.19% 0.35%
2010 41.56 30,319 1.24% 0.40%
Lampiran 5 (Lanjutan)
No Ibu Kota Tahun
Indeks
Kualitas
Lingkungan
Jumlah
Penduduk
Persentase
Anggaran
Pengelolaan
Lingkungan
Persentase
Anggaran
Pengelolaan
Kebersihan
8 Kandangan
2006 34.34 50,814 0.29% 0.33%
2007 40.14 51,219 0.25% 0.67%
2008 42.97 51,507 0.23% 0.24%
2009 34.92 51,779 0.23% 0.18%
2010 41.68 52,474 0.36% 0.19%
9 Kasongan
2006 16.36 32,127 0.77% 0.34%
2007 18.57 32,966 0.79% 0.34%
2008 15.06 34,973 0.84% 0.25%
2009 31.54 35,233 0.78% 0.33%
2010 30.30 35,360 0.89% 0.21%
10 Ketapang
2006 40.52 91,841 0.25% 0.53%
2007 43.13 76,425 0.33% 0.48%
2008 42.15 90,390 0.36% 0.63%
2009 45.14 92,455 0.48% 0.65%
2010 45.46 99,219 0.33% 0.64%
11 Kuala Kapuas
2006 48.92 56,148 0.67% 0.19%
2007 49.75 60,662 0.69% 0.22%
2008 37.03 65,177 0.86% 0.23%
2009 44.61 68,415 0.89% 0.24%
2010 58.82 70,516 1.05% 0.23%
12 Kuala Pembuang
2006 13.65 24,953 0.11% 0.13%
2007 16.50 25,361 0.19% 0.11%
2008 14.31 25,768 0.47% 0.13%
2009 9.87 26,601 0.33% 0.13%
2010 13.43 27,168 0.35% 0.14%
13 Marabahan
2006 41.26 56,558 0.78% 0.17%
2007 54.37 57,224 0.38% 0.14%
2008 55.16 57,837 0.35% 0.15%
2009 39.87 58,434 0.40% 0.17%
2010 34.41 58,647 0.52% 0.18%
14 Martapura
2006 40.92 143,826 0.29% 0.03%
2007 64.52 146,874 0.20% 0.03%
2008 50.97 149,642 0.27% 0.03%
2009 52.50 152,405 0.29% 0.04%
2010 46.74 155,083 0.31% 0.04%
Lampiran 5 (Lanjutan)
No Ibu Kota Tahun
Indeks
Kualitas
Lingkungan
Jumlah
Penduduk
Persentase
Anggaran
Pengelolaan
Lingkungan
Persentase
Anggaran
Pengelolaan
Kebersihan
15 Mempawah
2006 47.63 47,325 0.72% 1.15%
2007 44.06 47,982 0.60% 1.14%
2008 36.54 52,275 1.24% 1.16%
2009 35.95 56,551 1.15% 1.15%
2010 42.87 53,409 0.81% 0.83%
16 Muara Teweh
2006 43.61 32,113 0.77% 0.27%
2007 45.83 32,794 0.82% 0.23%
2008 31.24 33,478 0.86% 0.27%
2009 33.93 33,757 0.86% 0.25%
2010 31.12 34,263 0.89% 0.26%
17 Nanga Pinoh
2006 9.94 15,807 0.60% 0.22%
2007 13.93 15,938 0.33% 0.25%
2008 33.39 13,881 0.48% 0.25%
2009 36.56 14,130 0.54% 0.26%
2010 40.83 24,750 0.55% 0.28%
18 Pangkalan Bun
2006 61.53 93,661 0.55% 0.57%
2007 64.72 102,129 0.70% 0.72%
2008 65.97 103,935 0.63% 1.39%
2009 72.05 105,581 0.73% 2.19%
2010 69.16 107,784 0.76% 2.22%
19 Paringin
2006 29.95 10,100 0.08% 0.03%
2007 33.61 10,183 0.24% 0.54%
2008 41.49 10,227 0.28% 0.96%
2009 33.84 10,267 0.34% 1.09%
2010 46.78 11,240 0.49% 1.02%
20 Pelaihari
2006 45.34 61,807 0.45% 1.33%
2007 59.49 62,990 0.46% 1.42%
2008 60.83 64,048 0.35% 1.00%
2009 59.34 65,100 0.36% 1.43%
2010 50.57 70,271 0.41% 1.50%
21 Penajam
2006 5.54 45,339 0.15% 0.54%
2007 8.02 45,815 0.15% 0.58%
2008 12.86 46,345 0.13% 0.62%
2009 15.48 46,703 0.16% 0.63%
2010 41.45 52,339 0.15% 0.64%
Lampiran 5 (Lanjutan)
No Ibu Kota Tahun
Indeks
Kualitas
Lingkungan
Jumlah
Penduduk
Persentase
Anggaran
Pengelolaan
Lingkungan
Persentase
Anggaran
Pengelolaan
Kebersihan
22 Pulang Pisau
2006 10.48 15,312 0.33% 0.53%
2007 15.40 15,359 0.42% 0.64%
2008 34.13 15,405 0.41% 0.62%
2009 24.90 15,581 0.38% 0.68%
2010 29.27 15,649 0.37% 0.61%
23 Puruk Cahu
2006 10.35 12,293 0.51% 0.72%
2007 17.99 13,372 0.57% 0.64%
2008 10.33 14,450 0.63% 0.67%
2009 16.48 14,731 0.65% 0.71%
2010 16.18 14,436 0.64% 0.69%
24 Putussibau
2006 27.21 14,387 0.20% 0.12%
2007 36.57 14,696 0.64% 0.55%
2008 37.23 14,482 0.34% 0.46%
2009 35.28 14,749 0.43% 0.48%
2010 37.42 18,995 0.38% 0.55%
25 Rantau
2006 32.63 21,208 0.25% 0.31%
2007 27.88 21,418 0.30% 0.34%
2008 35.15 21,557 0.50% 0.27%
2009 34.10 21,689 0.25% 0.31%
2010 36.11 23,643 0.37% 0.35%
26 Sambas
2006 21.27 74,530 1.01% 0.29%
2007 44.54 75,397 0.96% 0.37%
2008 21.92 80,815 1.02% 0.36%
2009 36.29 81,683 1.01% 0.37%
2010 35.67 90,007 1.01% 0.37%
27 Sangatta
2006 22.76 73,937 0.29% 0.15%
2007 18.72 75,958 0.25% 0.19%
2008 15.03 77,993 0.25% 0.16%
2009 17.47 80,031 0.36% 0.19%
2010 37.81 103,990 0.30% 0.18%
28 Sekadau
2006 23.97 13,606 0.44% 0.06%
2007 28.71 14,679 0.36% 0.06%
2008 33.19 14,884 0.24% 0.27%
2009 25.73 15,656 0.35% 0.25%
2010 43.22 15,596 0.35% 0.27%
Lampiran 5 (Lanjutan)
No Ibu Kota Tahun
Indeks
Kualitas
Lingkungan
Jumlah
Penduduk
Persentase
Anggaran
Pengelolaan
Lingkungan
Persentase
Anggaran
Pengelolaan
Kebersihan
29 Singkawang
2006 40.52 116,853 0.36% 1.81%
2007 40.14 117,736 0.39% 2.11%
2008 47.43 131,300 0.40% 1.99%
2009 58.80 133,147 0.45% 1.97%
2010 56.13 128,297 0.45% 2.20%
30 Sintang
2006 29.35 38,982 0.13% 0.02%
2007 41.14 39,776 0.12% 0.06%
2008 38.57 41,814 0.29% 0.40%
2009 46.15 42,758 0.36% 0.36%
2010 55.89 54,861 0.65% 0.38%
31 Sukamara
2006 42.94 10,436 0.23% 0.00%
2007 38.49 11,415 0.23% 0.00%
2008 30.81 12,261 0.40% 0.37%
2009 34.63 12,476 0.44% 0.57%
2010 46.01 12,966 0.18% 0.49%
32 Tanah Grogot
2006 35.52 62,369 0.24% 0.36%
2007 21.03 63,008 0.23% 0.62%
2008 55.60 63,621 0.23% 0.23%
2009 53.23 64,198 0.23% 0.44%
2010 51.17 80,182 0.24% 0.46%
33 Tanjung
2006 38.38 49,135 0.48% 0.24%
2007 46.86 49,653 0.57% 0.11%
2008 47.60 50,194 0.42% 0.12%
2009 49.12 50,722 0.55% 0.18%
2010 41.48 56,833 0.56% 0.22%
34 Tanjung Redeb
2006 42.44 78,626 0.14% 0.88%
2007 50.99 81,790 0.14% 0.79%
2008 46.40 85,037 0.33% 0.91%
2009 38.70 88,357 0.34% 0.68%
2010 50.20 89,688 0.28% 0.83%
35 Tanjung Selor
2006 30.92 38,046 1.57% 0.57%
2007 43.98 39,361 2.26% 1.89%
2008 36.51 40,701 2.16% 0.68%
2009 31.81 42,059 1.48% 0.69%
2010 44.30 45,350 1.99% 0.73%
Lampiran 5 (Lanjutan)
No Ibu Kota Tahun
Indeks
Kualitas
Lingkungan
Jumlah
Penduduk
Persentase
Anggaran
Pengelolaan
Lingkungan
Persentase
Anggaran
Pengelolaan
Kebersihan
36 Tarakan
2006 65.43 154,082 0.43% 2.60%
2007 61.18 162,132 0.43% 2.14%
2008 55.88 170,514 0.45% 2.11%
2009 59.53 179,214 0.48% 2.20%
2010 63.17 178,854 0.50% 2.18%
37 Tenggarong
2006 46.40 166,061 0.13% 0.46%
2007 38.31 169,345 0.13% 0.47%
2008 37.50 172,603 0.20% 0.51%
2009 46.45 175,811 0.23% 0.52%
2010 40.22 204,589 0.22% 0.49%
Lampiran 6 Tabel hasil uji korelasi
IKL PDK LH KBR
IKL 1.000000 -0.170921 0.543164 0.407434
PDK -0.170921 1.000000 0.312720 -0.127182
LH 0.543164 0.312720 1.000000 0.486356
KBR 0.407434 -0.127182 0.486356 1.000000
Lampiran 7 Tabel statistik hasil F - test dan Chi - square
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross - section and period fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross - section F 9.200671 (36,145) 0.0000
Cross - section Chi-square 219.993660 36 0.0000
Lampiran 8 Tabel statistik hasil Hausman - test
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross - section and period random effects
Test Summary Statistic d.f. Prob.
Cross - section random 31.602755 (36,145) 0.0000
Lampiran 9 Tabel hasil analisis data panel
Dependent Variable: IKL
Method: Panel Least Squares
Date: 06/26/13 Time: 14:34
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross - sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 185
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 19.15459 4.610042 4.154970 0.0001
LH 337.9431 160.5576 2.104809 0.0740
KBR 467.3686 126.6391 3.690555 0.0003
PDT -0.022341 0.006832 -3.270152 0.0013
Effects Specification
Cross - section fixed (dummy variables)
R - squared 0.898169 Mean dependent var 59.75026
Adjusted R - squared 0.871538 S. D. dependent var 47.07669
S. E. of regression 7.576508 Akaike info criterion 7.006683
Sum squared resid 7431.524 Schwarz criterion 7.772606
Log likelihood -604.1182 Hannan - Quinn criter. 7.317093
F - statistic 56.41270 Durbin - Watson stat 2.133335
Prob (F - statistic) 0.000000
Lampiran 10 Tabel nilai Cfixed effects untuk tiap - tiap obyek sampel (kota)
No Kota Cfixed effect
1 Amuntai 9.781713
2 Banjarbaru -36.01074
3 Barabai 3.022992
4 Batulicin 3.827784
5 Bengkayang -2.417038
6 Bontang -29.44471
7 Buntok 10.40594
8 Kandangan -2.407824
9 Kasongan -3.296178
10 Ketapang 10.27677
11 Kuala Kapuas 21.18425
12 Kuala Pembuang -10.06804
13 Marabahan 17.62532
14 Martapura -32.59733
15 Mempawah 9.604686
16 Muara Teweh 10.76575
17 Nanga Pinoh -1.212548
18 Pangkalan Bun 27.71053
19 Paringin 11.27663
20 Pelaihari 24.52586
21 Penajam -14.54856
22 Pulang Pisau -7.371494
23 Puruk Cahu -14.36266
24 Putussibau 11.36926
25 Rantau 8.651831
26 Sambas 0.456530
27 Sangatta -11.66907
28 Sekadau 5.874925
29 Singkawang -29.03479
30 Sintang 17.35859
31 Sukamara 14.49943
32 Tanah Grogot -22.96732
33 Tanjung 19.43221
34 Tanjung Redeb 13.96235
35 Tanjung Selor 5.263675
36 Tarakan 14.78464
37 Tenggarong 9.746635
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Ir Sutrisno dan Siti Nuriyah
yang lahir di Bogor, pada tanggal 2 Mei 1982. Pada tahun 2000 penulis lulus dari
SMU Negeri 1 Bogor dan kemudian melanjutkan pada jenjang pendidikan
Strata_1 pada tahun yang sama. Pada tahun 2005, penulis lulus dari Jurusan Fisika
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Institut Pertanian
Bogor yang merupakan pendidikan formal terakhir yang telah selesai ditempuh
oleh penulis. Saat ini penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan
Strata_2 di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada perguruan tinggi yang
sama. Peningkatan kapasitas diri dalam melakukan analisis kondisi lingkungan di
wilayah kerja terhadap kebijakan - kebijakan yang diambil oleh instansi tempat
bekerja merupakan harapan yang ingin penulis capai setelah melaksanakan studi
pada jenjang ini. Adapun pelaksanaan studi tersebut merupakan bagian dari
bantuan program Beasiswa Bappenas yang ditujukan bagi peningkatan kapasitas
aparat pemerintah pusat dan daerah.
Penulis sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 bekerja di Bidang
Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup pada Pusat Pengelolaan
Lingkungan Hidup Kalimantan yang berlokasi di Balikpapan Kalimantan Timur.
Pada tahun 2010 hingga saat ini penulis bekerja di Sub Bagian Keuangan pada
Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan Kementerian Lingkungan Hidup yang
merupakan Satuan Kerja pengganti tempat bekerja penulis sebelumnya.
Kegiatan diluar rutinitas pekerjaan dan studi yang dilakukan penulis, yaitu
hobi membuat piranti lunak komputer, perancangan jaringan komputer skala kecil
dan menengah serta mendesain rangkaian elektronika sederhana. Aplikasi piranti
lunak pengendali robot berbasis komunikasi serial dan nirkabel, aplikasi piranti
lunak pengendali data logger multi sensor, jaringan small office home office
(SOHO) berbasis processor Intel IPX, piranti keras berupa data logger multi
kanal non sequential, serta piranti keras pengendali rumah otomatis berbasis
microcontroller melalui jaringan lokal dan internet merupakan produk yang telah
dihasilkan penulis hingga saat ini.