ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI PADA DAERAH … · Pengukuran debit di lokasi penelitian dengan cara...

28
1 ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WAY KETEGUHAN BANDAR LAMPUNG Maisal Mustapa Mahasiswa Pascasarjana Magister Teknik Sipil Universitas Lampung [email protected] Abstract Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan kualitas air sungai berdasarkan baku mutu air. Kualitas air sungai diukur dan diamati pada enam titik sampel yang terdiri dari tiga titik pada Sungai Way Keteguhan 1 dan tiga titik pada Sungai Way Keteguhan 3 Kota Bandar Lampung. Parameter yang diukur dan diamati adalah DO, BOD, COD, NH 3 -N, TSS, pH, dan Suhu. Analisis yang digunakan adalah Indeks Pencemaran (IP) sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 dan analisis DOE Water Quality Index (WQI). Berdasarkan hasil analisis Indeks Pencemaran (IP) Sungai Way Keteguhan 1 termasuk katagori Cemar Ringan (1≤IP<5) dengan nilai IP tertinggi yaitu 1,976, dan pada Sungai Way Keteguhan 3 adalah Cemar Sedang (5≤IP<10) dengan nilai IP tertinggi yaitu 5,873. Sedangkan berdasarkan hasil analisis dengan DOE-WQI, Sungai Way Keteguhan 1 masuk dalam katagori Tercemar Ringan atau Kelas III (61≤WQI<80) dengan nilai tertinggi adalah 75,91. Sedangkan pada Sungai Way Keteguhan 3 adalah Sangat Tercemar atau Kelas IV (0≤WQI<40) dengan nilai tertinggi adalah 39,21. Indeks Pencemaran (IP) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai IP maka kualitas air semakin menurun, sedangkan semakin tinggi nilai WQI maka kualitas air semakin meningkat. Adapun Usaha untuk menangulangi pencemaran air sungai pada DAS Way Keteguhan adalah melalui strategi pengendalian pencemaran. Kata Kunci: Daerah Aliran Sungai, Indeks Pencemaran, Water Quality Index, dan Pengendalian Pencemaran. I. PENDAHULUAN Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan merupakan salah satu Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kota Bandar Lampung dengan aktivitas manusia yang berpotensi pada pengerusakan lingkungan sumber daya air. Perubahan tata guna lahan yang menjadi areal pemukiman memberikan sumbangan polutan terhadap sungai, adanya Tempat Pembuangan akhir (TPA) Sampah di Kelurahan Bakung juga membuat kenberlanjutan dari sungai pada DAS Way Keteguhan semakin memprihatinkan, daerah komersil seperti pertokoan dan pasar memberikan kontribusi polutan baik itu polutan cair atau padatan seperti sampah organik dan anorganik, polutan-polutan tersebut akan menjadi beban pencemar bagi sungai sehingga sungai tidak bisa berfungsi sebagai water supply, keindahan atau tempat rekreasi dan akan menjadi permasalahan dikemudian hari. Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kualitas air sungai pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan berdasarkan penggunaan lahan dan parameter-parameter air bersih. II. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang merupakan salah satu DAS pada DAS di Kota Bandar Lampung. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Adapun waktu penelitian telah dilakukan pada bulan Desember 2013 dan Januari 2014, yaitu bertepatan pada musim penghujan.

Transcript of ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI PADA DAERAH … · Pengukuran debit di lokasi penelitian dengan cara...

1

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

WAY KETEGUHAN BANDAR LAMPUNG

Maisal Mustapa

Mahasiswa Pascasarjana Magister Teknik Sipil Universitas Lampung

[email protected]

Abstract

Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan kualitas air sungai berdasarkan baku mutu air. Kualitas

air sungai diukur dan diamati pada enam titik sampel yang terdiri dari tiga titik pada Sungai Way Keteguhan 1 dan tiga titik pada Sungai Way Keteguhan 3 Kota Bandar Lampung. Parameter yang

diukur dan diamati adalah DO, BOD, COD, NH3-N, TSS, pH, dan Suhu. Analisis yang digunakan

adalah Indeks Pencemaran (IP) sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 dan analisis DOE Water Quality Index (WQI). Berdasarkan hasil analisis Indeks

Pencemaran (IP) Sungai Way Keteguhan 1 termasuk katagori Cemar Ringan (1≤IP<5) dengan nilai IP

tertinggi yaitu 1,976, dan pada Sungai Way Keteguhan 3 adalah Cemar Sedang (5≤IP<10) dengan nilai IP tertinggi yaitu 5,873. Sedangkan berdasarkan hasil analisis dengan DOE-WQI, Sungai Way

Keteguhan 1 masuk dalam katagori Tercemar Ringan atau Kelas III (61≤WQI<80) dengan nilai

tertinggi adalah 75,91. Sedangkan pada Sungai Way Keteguhan 3 adalah Sangat Tercemar atau Kelas

IV (0≤WQI<40) dengan nilai tertinggi adalah 39,21. Indeks Pencemaran (IP) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai IP maka kualitas air semakin menurun, sedangkan semakin tinggi nilai WQI maka

kualitas air semakin meningkat. Adapun Usaha untuk menangulangi pencemaran air sungai pada DAS

Way Keteguhan adalah melalui strategi pengendalian pencemaran.

Kata Kunci: Daerah Aliran Sungai, Indeks Pencemaran, Water Quality Index, dan Pengendalian

Pencemaran.

I. PENDAHULUAN

Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan merupakan salah satu Daerah Aliran Sungai

(DAS) di Kota Bandar Lampung dengan aktivitas manusia yang berpotensi pada

pengerusakan lingkungan sumber daya air. Perubahan tata guna lahan yang menjadi areal

pemukiman memberikan sumbangan polutan terhadap sungai, adanya Tempat Pembuangan

akhir (TPA) Sampah di Kelurahan Bakung juga membuat kenberlanjutan dari sungai pada

DAS Way Keteguhan semakin memprihatinkan, daerah komersil seperti pertokoan dan pasar

memberikan kontribusi polutan baik itu polutan cair atau padatan seperti sampah organik dan

anorganik, polutan-polutan tersebut akan menjadi beban pencemar bagi sungai sehingga

sungai tidak bisa berfungsi sebagai water supply, keindahan atau tempat rekreasi dan akan

menjadi permasalahan dikemudian hari. Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk

mengidentifikasi kualitas air sungai pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan

berdasarkan penggunaan lahan dan parameter-parameter air bersih.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang merupakan salah

satu DAS pada DAS di Kota Bandar Lampung. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar

1. Adapun waktu penelitian telah dilakukan pada bulan Desember 2013 dan Januari 2014,

yaitu bertepatan pada musim penghujan.

2

Gambar 1. Lokasi Titik Sampling

Pada penelitian ini dilakukan beberapa tahap untuk dapat mendiskripsikan tujuan dari

penelitian, tahapan penelitian yang akan dilakaukan adalah sebagai berikut :

1. Investigasi Peruntukan Lahan

Investigasi peruntukan lahan dilakukan melalui pengamatan langsung di lokasi studi,

tujuan dari investigasi ini adalah untuk mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan

sumber pencemar pada Sungai Way Keteguhan 1 dan 3. Dalam penelitian ini hasil

investigasi meliputi lokasi Pemukiman, Industri dan daerah Komersial yang diduga

menjadi sumber pencemar bagi sungai terdekat.

2. Estimasi Beban Pencemaran

Estimasi beban pencemaran di lakukan untuk memperkirakan limbah cair yang di

keluarkan oleh daerah pemukiman, industri, dan daerah komersil. Untuk limbah domestik

yang berasal dari pemukiman dilakukan melalui pemetaan secara umum (generalisasi)

yang dapat dilihat pada Tinjauan Pustaka, begitu pula dengan daerah komersilnya.

3. Penentuan Titik Sampling Kualitas Air

Pengambilan sampel air untuk pengujian dilakukan pada titik sampling yang akan

ditentukan. Titik sampling ditetapkan berdasarkan pertimbangan kondisi aktual dan

sumber polutan (Purposif Sampling). Pengambilan sampel dilakukan pada hulu sungai,

daerah antara hulu dan hilir sungai, dan hilir sungai.

4. Pengukuran dan Perhitungan Debit Harian Sungai

Pengukuran debit di lokasi penelitian dengan cara menghayutkan pelampung (bola tenis),

mengukur kecepatan bola pada sepanjang jarak 10 meter, dan melakukan pengukuran luas

penampang basah sungai, sehingga didapat data Jarak (s), Waktu (t) dan kecepatan (v)

=waktu

Jarak, dan Luas Penampang Basah (A) serta k adalah koefisien pelampung.

Q = v . A . k ....................................................................................................................(1)

Way Keteguhan 1

Way Keteguhan 3

3

Adapun nilai koefisien Pelampung dapat ditentukan dari persamaan YB Prancis

(Karama, 1996) :

)1,01.(116,01 k ...........................................................................................(2)

Sedangkan d

h ..........................................................................................................(3)

Dengan h = kedalaman pelampung sampai dasar

d = Kedalaman air sungai dari permukaan ke dasar

Perhitungan debit di lokasi penelitian diperlukan untuk menghitung beban pencemaran

pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 sehingga diketahui besaran beban

Pencemaran yang dilepaskan pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3.

5. Perhitungan Tingkat Pencemaran Sungai

Air yang dijadikan sampel akan dilakukan pengujian untuk mengetahui kualitasnya

dengan memperhitungkan kadar kandungan zat-zat yang menentukan acuan dalam

menentukan indeks kualitas air. Pengujian akan dilakukan di Unit Laboratorium.

Parameter uji meliputi Disolved Oxygen (DO), Biological Oxygen Demand (BOD),

Chemical Oxygen Demand (COD), Nitrogen Amonia (NH3-N), Total Suspended Solid

(TSS), dan derajat keasaman (pH) dengan pengambilan sampel sebanyak 3 kali (29

Desember 2013, 5 Januari 2014 dan 12 Januari 2014).

6. Penganalisisan Indeks Pencemaran (IP) dan Water Quality Index (WQI)

Hasil data sampel akan dianalisis melalui perhitungan Beban Pencemaran Sungai (BPS)

dengan tujuan untuk mengetahui jumlah konsentrasi pencemar yang terakumulasi pada air

sungai.

Beban pencemaran dapat dihitung dengan persamaan 2 (Marganof, 2007)

sebagai berikut :

xQsxfCsBPS j)( .........................................................................................................(4)

Keterangan :

BPS = Beban Pencemaran Sungai (Kg/hari)

(Cs)j = Kadar terukur sebenarnya unsur pencemar (mg/L)

Qs = Debit air sungai (m3/hari)

f = faktor konversi = 001,01

1000

000.000.1

13

m

literx

mg

kg

Analisis Water Quality Index (WQI) dan Pollution Index (PI)/ Indeks Pencemaran (IP)

dilakukan untuk mendeskripsikan kualitas air sungai, untuk analisis indeks pencemaran

(IP) dan analisis Water Quality Index (WQI).

Rumus perhitungan indeks pencemaran adalah:

4

2

)/()/( 22

RMj

LijCiLijCiPI

...................................................................................(5)

Perhitungan besarnya nilai WQI adalah sebagai berikut :

)(12,0)(16,0)(15,0)(16,0)(19,0)(22,0 pHxSSxANxCODxBODxDOxWQI

...…………………………………………………………………………...(6)

Keterangan:

SIDO = Sub-Index DO

SIBOD = Sub-Index BOD

SICOD = Sub-Index COD

SIAN = Sub-Index NH3-N

SISS = Sub-Index SS

SIpH = Sub-Index pH

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan

Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan memiliki Luas 588,8 Ha. Sungai yang

mengalir pada DAS ini terdapat dua sungai, yaitu Sungai Way Keteguhan 1 dan Way

Keteguhan 3. Panjang Sungai Way Keteguhan 1 adalah 6,24 km dan Sungai Way

Keteguhan 3 adalah 5,78 km. Secara administratif, wilayah yang masuk ke dalam DAS

Way Keteguhan adalah Kecamatan Teluk Betung Barat (TBB) dan Teluk Betung Timur

(TBT) yang merupakan hasil pemekaran Kecamatan Teluk Betung Barat pada tahun 2012.

Teluk Betung Barat (TBB) memiliki lima kelurahan dengan jumlah penduduk tahun 2013

sebesar 28.443 Jiwa. Tiga dari Kelurahan tersebut terletak pada Daerah Aliran Sungai

(DAS) Way Keteguhan dengan jumlah penduduk ketiga kelurahan tersebut sebesar 18.934

jiwa. Sedangkan Kecamatan Teluk Betung Timur (TBT) memiliki enam Kelurahan

dengan jumlah penduduknya pada tahun 2013 sebesar 38.470 jiwa, dengan 25.398 jiwa

tersebar pada tiga Kelurahan yang terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Way

Keteguhan.

B. Sumber Pencemaran Pada DAS Way Keteguhan

Pada DAS Way Keteguhan, terdapat dua sungai yang bermuara pada Teluk Lampung,

yaitu Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3. Berdasarkan investigasi peruntukan lahan

dapat diidentifikasi sumber pencemaran pada DAS Way Keteguhan, sebagaimana dapat

terlihat pada Gambar 2. Sumber Pencemaran Way Keteguhan 1 pada bagian hulu

merupakan akibat dari erosi lahan kosong dan pemukiman penduduk pada Kelurahan

Sukarame II. Pada bagian sebelum hilir, sumber pencemaran didominasi dari limbah

domestik (limbah rumah tangga) yang didapat dari kontribusi Kelurahan Negeri Olok

Gading, dan sebagian dari Kelurahan Kota Karang. Bagian hilir Sungai Way Keteguhan 1,

pencemaran diakibatkan dari Pasar atau pertokoan (Kelurahan Purwata dan Kota Karang)

serta dari pemukiman padat pada Kelurahan Purwata.

5

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah membentang hampir menuju daerah hulu

sungai, TPA terletak pada Kelurahan Bakung dengan sistem pembuangan sampah terbuka

(Open Dumping). Limbah cair sampah (lindi) dapat dipastikan ikut mengalir pada Sungai

Way Keteguhan 3, indikasi visual terletak pada warna air yang menghitam dan berbau.

Gambar 2. Sumber Pencemaran Sungai Way Keteguhan 1 dan 3

C. Hasil Pengujian Sampel

1. Konsentrasi oksigen terlarut / Dissolved Oxygen (DO)

Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang

bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah

tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu

menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Hasil pengamatan dan

pengukuran parameter oksigen terlarut dapat dilihat pada Tabel 1.

Pada Tabel 1, terlihat nilai DO berkisar antara 6,20 mg/L–6,90 mg/L untuk Sungai

Way Keteguhan 1 terbilang baik (kelas 1), sedangkan untuk Sungai Way Keteguhan 3

masih dalam baku mutu kelas II dengan kisaran 4,1 sampai 5,20 mg/L. DO mengalami

penurunan pada sampel daerah antara hulu dan hilir Sungai Way Keteguhan 1 dan

Sungai Way Keteguhan 3 (WK 1 PS dan WK 3 PS) dan peningkatan kembali pada

daerah hilir. Penurunan nilai DO disebabkan oleh debit yang rendah pada daerah

antara hulu dan hilir sungai sehingga konsentrasi zat pencemar meningkat dan DO

menurun.

6

Tabel 1. Hasil Pengukuran Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

No Tanggal

Titik Pengambilan Sampel (Mg/L)

WK 1

Hulu

WK

1 PS

WK 1

Hilir

WK 3

Hulu

WK 3

PS

WK 3

Hilir

1 29 Desember 2013 6,30 6,20 6,80 5,30 4,25 5,10

2 5 Januari 2014 6,50 6,40 6,90 5,00 4,10 4,90

3 12 Januari 2014 6,70 6,30 6,70 5,10 4,40 5,20

Baku Mutu (PP No.82 Tahun 2001)

Kelas I 6

Kelas II 4

Kelas III 3

Kelas IV 0

2. Konsentrasi Biological Oxygen Demand (BOD)

BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam

lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada

dalam air menjadi karbondioksida dan air.

Tabel 2. Hasil Pengukuran BOD (Biological Oxygen demand)

No Tanggal

Titik Pengambilan Sampel (Mg/L)

WK 1 Hulu

WK 1 PS

WK 1 Hilir

WK 3 Hulu

WK 3 PS

WK 3 Hilir

1 29 Desember 2013 10,90 10,75 13,10 21,30 30,70 18,60

2 5 Januari 2014 10,70 10,25 11,75 22,60 30,75 19,10

3 12 Januari 2014 10,40 10,20 12,40 21,70 31,05 19,25

Baku Mutu (PP No.82 Tahun 2001)

Kelas I 2

Kelas II 3

Kelas III 6

Kelas IV 12

Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air.

Air yang bersih relatif mengandung mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan

7

yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik

atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin, detergen, asam sianida, insektisida dan

sebagainya, jumlah mikroorganismenya juga relatif sedikit. Sehingga makin besar

kadar BOD nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar.

Hasil pengukuran BOD dapat dilihat pada Tabel 2 menunjukan bahwa pada Sungai

Way Keteguhan 1, kenaikan BOD terjadi dari hulu hingga hilir, kenaikan BOD pada

Sungai Way Keteguhan 1 sudah di atas baku mutu Air kelas III yang disarankan

berdasarkan PP No. 82 tahun 2001, peningkatan nilai BOD ini mengindikasikan

kualitas air sungai Way Keteguhan mengalami penurunan.

Sedangkan untuk Sungai Way Keteguhan 3 BOD lebih tinggi dibandingkan dengan

Sungai Way Keteguhan 1, bahkan nilai BOD melebihi Baku Mutu kelas III. BOD

tertinggi pada titik sampel daerah antara hulu dan hilir Sungai Way Keteguhan 3 (WK

3 PS), hal ini dikarenakan sumber polutan bukan saja dari daerah hulu (TPA Bakung)

tapi juga dari daerah pemukiman sekitar yang membuang limbah domestik langsung

ke sungai, sedangkan bagian hilir BOD mengalami penurunan. Penurunan BOD

disebabkan meningkatnya debit sungai yang berdampak pada volume air yang

bertambah akibat adanya saluran-saluran drainase, sehingga debit yang meningkat

mempengaruhi pengenceran konsentrasi zat pencemar.

3. Konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD)

Tabel 3. Hasil Pengukuran COD (Chemical Oxygen demand)

No Tanggal

Titik Pengambilan Sampel (Mg/L)

WK 1

Hulu

WK 1

PS

WK 1

Hilir

WK 3

Hulu

WK 3

PS

WK 3

Hilir

1 29 Desember 2013 44 44 48 72 80 56

2 5 Januari 2014 40 41 46 73 80 58

3 12 Januari 2014 39 42 47 73 83 58

Baku Mutu (PP No.82 Tahun 2001)

Kelas I 10

Kelas II 25

Kelas III 50

Kelas IV 100

Hasil pengukuran COD dapat dilihat pada Tabel 3 menunjukan tingkat COD pada

Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 terbilang tinggi, bahkan untuk Sungai

Way Keteguhan 3 tidak memasuki batas dari baku mutu kelas II. Nilai COD tertinggi

pada Sungai Way Keteguhan 3 dengan lokasi daerah antara hulu dan hilir sungai (WK

3 PS) dan terindikasi pencemaran berat. Peningkatan COD akibat dari

terkonsentrasinya sejumlah polutan pada daerah tersebut akibat debit yang rendah.

8

Sesuai baku mutu II untuk nilai COD pada perairan tidak tercemar yaitu kurang dari

20 mg/L. Hal ini berarti Sungai Way Keteguhan 1 dan Sungai Way Keteguhan 3 telah

tercemar, dengan Sungai Way Keteguhan 3 tergolong sangat tercemar.

4. Konsentrsi Amonia (NH3-N)

Pengaruh pH terhadap toksisitas amonia ditunjukkan dengan keadaan pada kondisi pH

rendah akan bersifat racun bila jumlah amonia banyak, sedangkan pada pH tinggi,

hanya dengan jumlah amonia yang rendahpun sudah akan bersifat racun. Toksisitas

amonia juga tergantung dari jumlah amonia yang masuk dalam sel tumbuhan atau

hewan. Hasil pengukuran Amonia pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan

3 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengukuran Amonia (NH3-N)

No Tanggal

Titik Pengambilan Sampel (Mg/L)

WK 1

Hulu

WK

1 PS

WK 1

Hilir

WK 3

Hulu

WK 3

PS

WK 3

Hilir

1 29 Desember 2013 0,3 0,5 0,3 10 5 7

2 5 Januari 2014 0,2 0,3 0,3 12 6 8

3 12 Januari 2014 0,2 0,5 0,4 12 7 8

Baku Mutu (PP No.82 Tahun 2001)

Kelas I 0,5

Kelas II -

Kelas III -

Kelas IV -

Pada Tabel 4, menunjukan bahwa Amonia pada Sungai Way Keteguhan 1 hampir

semua memasuki batas mutu Kelas 1 yaitu kurang dari 0,5 mg/L, namun untuk Sungai

Way Keteguhan 3, nilai amonia terlampau tinggi, dengan indikator visual dari bau dan

warna gelap pada airnya. Amonia tinggi pada Way Keteguhan 3, didapat dari limbah

cair sampah pada TPA Bakung yang meresap melalui tanah dan mengalir pada hulu

Sungai Way Keteguhan 3. Nilai amonia terbilang tinggi dari Hulu Way Keteguhan 3

hingga Hilir Sungai, bahkan menuju muara di Teluk Lampung ammonia masih tinggi

jika dilihat dari warna air dan bau.

Amonia tertinggi pada bagian hulu Sungai way Keteguhan 3, karena bagian hulu

hampir berdekatan dengan TPA Bakung yang dimungkinkan adanya kebocoran

membran penampung sampah. Sedangkan bagian sumber pencemar mengalami

penurunaan akibat pengenceran karena volume air yang bertambah dari drainase

pemukiman, dan limbah domestik. Pada hilir sungai terjadi peningkatan akibat dari

pemukiman kumuh pada daerah hilir dengan sanitasi penduduk yang buruk.

9

5. Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspeded Solid memberikan kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan

membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan, tetapi nilai

kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS. Kekeruhan adalah kecenderungan

ukuran sampel untuk menyebarkan cahaya. Sementara hamburan diproduksi oleh

adanya partikel tersuspensi dalam sampel. Hasil pengukuran TSS dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Pengukuran Total Suspended Solid (TSS)

No Tanggal

Titik Pengambilan Sampel (Mg/L)

WK 1

Hulu

WK 1

PS

WK 1

Hilir

WK 3

Hulu

WK 3

PS

WK 3

Hilir

1 29 Desember 2013 56 54 60 68 95 60

2 5 Januari 2014 50 49 56 69 97 67

3 12 Januari 2014 51 49 57 69 100 57

Baku Mutu (PP No.82 Tahun 2001)

Kelas I 50

Kelas II 50

Kelas III 400

Kelas IV 400

TSS pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 umumnya tidak memasuki

baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas I dan Kelas II. TSS daerah hulu Sungai

Way Keteguhan 1 akibat kontribusi dari Lahan kosong yang tererosi oleh air hujan

sehingga menghasilkan endapan-endapan pada hulu sungai yang terus mengalir ke

bagian hilir Sungai Way Keteguhan 1, sedangkan pada bagian hilir, TSS disumbang

pula oleh sedimen dari drainase kota yang melalui pertokoan dan pasar serta dari

daerah pemukiman. TSS terbesar pada Way Keteguhan 3 yang terletak pada daerah

antara hulu dan hilir (WK 3 PS), sumber TSS didapat dari hulu Sungai Way

Keteguhan 3 dan dari drainase pemukiman yang padat serta limbah domestik

masyarakat.

Walaupun TSS tidak bersifat racun namun, dengan semakin membesarnya nilai TSS

berarti semakin terhalang penetrasi cahaya yang masuk ke sungai tersebut, oleh karena

itu hubungan antara TSS dan kecerahan akan menunjukkan hubungan yang

berbanding terbalik dimana TSS semakin tinggi maka kecerahan semakin

berkurang. Nilai TSS umumnya semakin rendah ke arah laut. Hal ini disebabkan

padatan tersuspensi tersebut disupply oleh daratan melalui aliran sungai.

6. Derajat Keasaman (pH)

Derajat Keasaman (pH) digunakan untuk mengukur asam atau basa suatu cairan dalam

hal ini air Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 yang dapat dilihat pada

Tabel 6.

10

Tabel 6. Hasil Pengukuran Derajat Keasaman (pH)

No Tanggal

Titik Pengambilan Sampel

WK 1

Hulu

WK

1 PS

WK 1

Hilir

WK 3

Hulu

WK 3

PS

WK 3

Hilir

1 29 Desember 2013 6,82 7,04 7,05 8,25 8,25 8,16

2 5 Januari 2014 6,95 7,05 7,05 8,25 8,15 8,15

3 12 Januari 2014 7,01 7,01 7,05 8,15 8,05 8,01

Baku Mutu (PP No.82 Tahun 2001)

Kelas I 6 - 9

Kelas II 6 - 9

Kelas III 6 - 9

Kelas IV 5 - 9

Pada Sungai Way Keteguhan 1 pH terukur berkisar 6,82 – 7,05 dan masih dalam batas

mutu air kelas II, fluktuasi pH pada Sungai Way Keteguhan 1 dipengaruhi adanya

buangan limbah domestik dari pemukiman padat, drainase kota, buangan dari pasar

dan pertokoan. Fluktuasi pH pada Sungai Way Keteguhan 3, besarnya pH berkisar

8,01 – 8,25. Fluktuasi yang terjadi diakibatkan oleh limbah cair sampah (lindi) TPA

Bakung dan limbah domestik pemukiman padat dan pemukiman kumuh pada daerah

hilirnya. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 maka jika dilihat dari pH terukur, maka

Sungai Way Keteguhan 3 masih dalam batas baku mutu air yaitu baku mutu kelas I,II,

dan III.

7. Temperatur/Suhu

Suhu atau temperatur memegang peranan penting dalam berbagai aktivitas kimia dan

fisika perairan. Aktivitas kimia dan fisika seringkali mengalami peningkatan dengan

naiknya suhu. Karama (1996) menyatakan bahwa tingkat oksidasi senyawa organik

jauh lebih besar pada suhu tinggi dibanding pada suhu rendah. Hasil pengukuran

suhu/temperatur dapat dilhat pada Tabel 7.

Suhu air di Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 bervariasi, kisaran suhu

pada Sungai Way Keteguhan 1 adalah 27,10 oC sampai 27,50

oC, sedangkan pada

Sungai Way Keteguhan 3 antara 27,80 oC sampai dengan 28,70

oC. Suhu air di sungai

lebih bervariasi hal ini dipengaruhi oleh luas permukaan dan volume airnya. Pada

sungai yang memiliki volume air yang besar dapat ditemukan suhu vertikal. Kisaran

suhu terbesar terdapat pada permukaan perairan dan akan semakin kecil mengikuti

kedalaman.

Keadaan suhu alami memberikan kesempatan bagi ekosistem untuk berfungsi secara

optimum. Banyak kegiatan hewan air dikontrol oleh suhu, misalnya: migrasi,

pemangsaan, kecepatan berenang, perkembangan embrio dan kecepatan proses

metabolisme. Oleh sebab itu, perubahan suhu yang besar pada ekosistem perairan

dianggap merugikan. Dari hasil pegukuran suhu maka Sungai Way Keteguhan 1 dan

Way Keteguhan 3 masih kisaran suhu optimum, yaitu 20oC – 30

oC, hal ini berarti

11

Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 masih menunjang pertumbuhan

fitoplankton (Efendi, 2003).

Tabel 7. Hasil Pengukuran Temperatur/Suhu (oC)

No Tanggal

Titik Pengambilan Sampel (oC)

WK 1 Hulu

WK 1 PS

WK 1 Hilir

WK 3 Hulu

WK 3 PS

WK 3 Hilir

1 29 Desember 2013 27,30 27,50 27,10 28,10 28,60 27,80

2 5 Januari 2014 27,30 27,50 27,30 28,10 28,70 28,10

3 12 Januari 2014 27,10 27,20 27,20 28,10 28,40 27,90

Baku Mutu (PP No.82 Tahun 2001)

Kelas I 20 oC – 30

oC

Kelas II 20 oC – 30

oC

Kelas III 20 oC – 30

oC

Kelas IV 20 oC – 30

oC

D. Perhitungan dan Analisis Debit Sungai

Debit air merupakan ukuran banyaknya volume air yang dapat lewat dalam suatu tempat atau yang

dapat ditampung dalam suatu tempat tiap satu satuan waktu. Tabel 8 menunjukan hasil

perhitungan debit rata-rata sungai pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3.

Tabel 8. Perhitungan Debit Air Rata-rata Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3

No Titik Sampel Luas (A) Kecepatan (V) Koefisien Debit

(m2) (m/s) Pelampung (m

3/s)

1 WK 1 Hulu 0,853 0,417 0,902 0,320

2 WK 1 PS 1,365 0,167 0,900 0,205

3 WK 1 Hilir 3,760 0,119 0,898 0,402

4 WK 3 Hulu 0,510 0,455 0,904 0,209

5 WK 3 PS 1,070 0,132 0,100 0,127

6 WK 3 Hilir 2,860 0,125 0,040 0,364

Berdasarkan perhitungan debit yang dilakukan, terdapat perbedaan debit pada hulu, titik sumber

pencemar dan hilir Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3. Pada daerah hulu debit lebih

12

tinggi dibandingkan daerah sumber pencemar, tetapi mengalami peningkatan kembali pada bagian

hilirnya. Debit sebesar 0,320 m3/s pada hulu Sungai Way keteguhan 1 terjadi pada lebar sungai 2,6

meter dengan kedalaman air tertinggi 0,45 meter. Sedangkan pada daerah antara hulu dan hilir (daerah pemukiman) Sungai Way keteguhan 1 debit mengalami penurunan sebesar 0,205 m

3/s

dengan lebar sungai 3,4 meter dan kedalam air tertinggi terukur 0,55 meter, peningkatan debit

kembali pada daerah hilir sebesar 0,402 m3/s untuk lebar sungai bagian hilir adalah 4,1 meter

dengan kedalaman air mencapai ketinggian 1,2 meter.

Perbedaan besarnya debit juga terjadi pada Sungai Way Keteguhan 3. Bagian hulu sebesar 2,09

m3/s dengan lebar sungai 2,1 meter dan kedalaman air adalah 0,3 meter, sedangkan pada bagian

titik sumber pencemarnya (daerah pemukiman) debit juga mengalami penurunan sebesar 0,127

m3/s dengan lebar sungai terukur 3,4 m dan kedalaman air 0,4 meter. Pada hilir Sungai Way

Keteguhan 3 debit juga mengalami peningkatan sebesar 0,364 m3/s pada lebar sungai 3,3 meter

pada kedalaman air terukur 1,2 meter. Peningkatan dan penurunan debit Sungai Way Keteguhan 1

dan Way Keteguhan 3 dipengaruhi oleh kemiringan sungai, lebar sungai, kecepatan sungai serta

kondisi cuaca (musim penghujan atau musim kemarau). Besar kecilnya debit yang dihasilkan juga berpengaruh pada konsentrasi bahan pencemar, semakin meningkatnya debit akan berbanding

terbalik dengan konsentrasi bahan pencemar karena adanya proses pengenceran. (Yuliastuti, 2011)

Pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 debit sungai mempengaruhi konsentrasi zat pencemar, meningkatnya zat pencemar BOD, COD dan penurunan DO pada daerah antara hulu

dan hilir Sungai Way Keteguhan 1 dan way Keteguhan 3 (WK 1 PS dan WK 3 PS) terjadi pada

debit yang rendah. Sedangkan penurunan nilai BOD, COD dan peningkatan nilai DO pada hulu dan hilir Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 sebanding dengan adanya peningkatan

debit sungai tersebut, penurunan zat pencemar akibat adanya pengenceran polutan pada daerah

tersebut.

E. Analisis Beban Pencemaran

Berdasarkan persamaan (4), maka didapat hasil perhitungan beban pencemaran Sungai Way

Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 seperti pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Perhitungan Beban Pencemaran Sungai di DAS Way Keteguhan

No Sampel Debit BOD COD NH3-N TSS

(m3/Hari) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)

1

WK 1 Hulu 27.648,00 10,67 41,00 0,23 52,33

Beban Pencemaran

(Kg/Hari) 294,91 1.133,57 6,45 1.446,91

2

WK 1 PS 17.712,00 10,40 42,33 0,43 50,67

Beban Pencemaran

(Kg/Hari) 184,20 749,81 7,68 897,41

3

WK 1 Hilir 34.732,80 12,42 47,00 0,33 57,67

Beban Pencemaran

(Kg/Hari) 431,27 1.632,44 11,58 2.002,92

4

WK 3 Hulu 18.057,60 21,87 72,67 11,33 68,67

Beban Pencemaran

(Kg/Hari) 394,86 1.312,19 204,65 1.239,96

13

5

WK 3 PS 10.972,80 30,83 81,00 6,00 97,33

Beban Pencemaran

(Kg/Hari) 338,33 888,80 65,84 1.068,02

6

WK 3 Hilir 31.449,60 18,98 57,33 7,67 61,33

Beban Pencemaran

(Kg/Hari) 597,02 1.803,11 241,11 1.928,91

Dari Tabel 9, pada Sungai Way Keteguhan 1, Beban pencemaran Sungai tertinggi akibat Total

Suspended Solid (TSS) yang mengalir dari hulu ke hilir yaitu mencapai 2.002,92 Kg/hari sehingga menyebabkan tingkat kekeruhan pada sungai ini tinggi hal ini disebabkan oleh erosi pada lahan

kosong pada daerah hulunya yang menyumbang TSS sebesar 1.239,96, disamping itu beban

pencemaran COD pun terbilang tinggi yaitu sebesar 1.632,44 Kg/hari.

Tabel 10. Limbah Cair Pemukiman pada DAS Way Keteguhan

No. Titik Sampel Penduduk Debit Limbah Cair

Pemukiman

WK 1 Hulu (Jiwa) (m3/hari) (m3/Hari)

1 Kel. Sukarame II 4.234

27.648,00 3.984,12 2 Kel.Bakung 3.596

3 Kel. Olok gading 6.399

Jumlah 14.229

WK 1 PS

1 Kel.Keteguhan 1.446

17.712,00 1.900,64 2 Kel. Purwata 5.342

Jumlah 6.788

WK 1 Hilir

1 Kel.Keteguhan 1.289

34.732,8 3.317,72 2 Kel. Kota Karang 9.560

Jumlah 11.849

WK 3 Hulu

1 Kel. Sukarame II 2.165

18.057,6 1.899,24 2 Kel.Bakung 2.567

3 Kel. Keteguhan 2.051

14

Jumlah 6.783

WK 3 PS

1 Kel.Keteguhan 3.520 10.972,80 985,60

Jumlah 3.520

WK 3 Hilir

1 Kel.Keteguhan 2.190 31.449,60 613,20

Jumlah 2.190

Pada Sungai Way Keteguhan 3, Total Suspended Solid (TSS) pun mengalami peningkatan dari

hulu ke hilir, pada daerah hilir mencapai 1.928,91 Kg/Hari yang tampak secara visual warna air berwarna gelap (hitam) akibat dari limbah TPA pada bagian hulu yang menyumbang beban

pencemaran TSS sebesar 1.239,96 Kg/Hari. Adapun tingginya Amonia (NH3-N) sebesar 204,65

Kg/hari pada daerah hulu dan hilir sungai sebesar 241,11 Kg/hari menyebabkan bau yang menyengat pada sungai tersebut. Berdasarkan Tabel 18, limbah cair domestik pada Sungai Way

Keteguhan 1 didominasi dari limbah cair dari pemukiman Kelurahan Sukarame II, Kelurahan

Bakung, dan Kelurahan Olok Gading yaitu sebesar 3.984,12 m3/hari. Untuk Sungai Way

Keteguhan 3, limbah cair domestik sebesar 1.899,24 m3/hari dari kontribusi limbah domestik

pemukiman Kelurahan Sukarame II, Kelurahan Bakung dan Kelurahan Keteguhan.

Banyaknya limbah cair pemukiman/domestik terutama yang tanpa pengelolaan akan sebanding dengan meningkatnya Beban Pencemaran pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Sungai Way

Keteguhan 3. Sehingga usaha pengelolaan limbah cair domestik perlu dilakukan untuk

mempertahankan kualitas air sungai yang sesuai standar baku mutu yang telah ditetapkan.

F. Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP)

Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP) atau Beban Harian Maksimum Total (Total Maximum

Daily Load) pada sungai di Way Keteguhan didapat dari hasil pengurangan Beban Pencemaran

sesuai baku mutu yang ditetapkan terhadap beban pencemran terukur. Beban Pencemaran pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 menggunakan Baku Mutu kelas III berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001. Hasil perhitungan Daya Tampung Beban

Pencemaran Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran pada Sungai

Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3.

No Sampel Debit BOD COD NH3-N TSS

(m3/Hari) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)

1

WK 1 Hulu 27648 10.67 41 0.23 52.33

DTBP (Kg/Hari) -129,022 248,83 7,374 9.612,29

2

WK 1 PS 17712 10.4 42.33 0.43 50.67

DTBP (Kg/Hari) -77,928 135,79 1,176 6.187,39

15

3

WK 1 Hilir 34732.8 12.42 47 0.33 57.67

DTBP (Kg/Hari) -222,873 104,2 5,786 11.890,2

4

WK 3

Hulu 18057.6 21.87 72.67 11.33 68.67

DTBP (Kg/Hari) -286,514 -409,31 -195,621 5.983,08

5

WK 3 PS 10972.8 30.83 81 6 97.33

DTBP (Kg/Hari) -272,493 -340,16 -60,354 3321.1

6

WK 3 Hilir 31449.6 18.98 57.33 7.67 61.33

DTBP (Kg/Hari) -408,322 -230,63 -225,385 10.650,93

Pada Sungai Way Keteguhan 1 masih terdapat kelebihan beban pencemaran BOD, dan tertinggi pada bagian hilir sungai yang mencapai pada nilai 222,873 Kg/hari, kelebihan beban tersebut

disebabkan meningkatnya mikroorganisme pengguna oksigen pada Sungai Way Keteguhan 1

akibat dari sanitasi daerah pemukiman yang buruk. Sehingga penanganan limbah domestik menjadi fokus utama pada Sungai Way Keteguhan 1.

Pada Sungai Way Keteguhan 3, kelebihan beban pencemaran terdapat pada konsentrasi BOD, COD, dan NH3-N, kelebihan beban pencemaran BOD tertinggi terdapat pada hilir yaitu sebesar

408,322 Kg/hari akibat akumulasi dari beban pencemaran dari daerah hulu dengan sumber

pencemar TPA Bakung dan daerah pemukiman kumuh dan padat (tanpa septic tank) pada daerah

hilirnya. Kelebihan beban pencemaran COD hampir merata dari hulu sampai hilir, penyebabnya sama dengan peningkatan konsentrasi BOD, yaitu limbah TPA dan limbah cair domestik. Adanya

bau tidak sedap pada Sungai Way Keteguhan 3 sejalan dengan peningkatan amonia nitrat (NH3-

N), peningkatan tertinggi pada daerah hilir yaitu sebesar 225,385 Kg/hari. Untuk permasalahan mendasar pada Sungai Way Keteguhan 3 ini terletak pada TPA Bakung dan limbah cair domestik,

sehingga upaya pengelolaan TPA Bakung dan limbah domestik dari areal pemukiman perlu

dilakukan.

G. Analisis Pollution Index (PI ) / Indeks Pencemaran

Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) dapat memberikan masukan pada pengambilan keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan. Perhitungan

Indeks Pencemaran pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3. Tujuan perhitungan

Indeks Pencemaran (IP) adalah untuk menentukan tingkat pencemaran dari Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 akibat pemanfaatan lahan pada Daerah aliran Sungai (DAS)

Way Keteguhan, Kota Bandar lampung. Pada titik sampel Way Keteguhan 1 Hulu (WK 1 Hulu),

IP tertinggi sebesar 1,689 yang terjadi pada pengambilan sampel tanggal 29 Desember 2013, sedangkan Way Keteguhan 1 antara hulu dan hilir (WK 1 PS), IP tertinggi sebesar 1,6004 pada

pengambilan sampel tanggal 12 Januari 2014.

Pada Sungai Way Keteguhan 1 Hilir (WK 1 Hilir) IP tertinggi didapat sebesar 1.976 pada pengambilan sampel tanggal 29 Desember 2014, besarnya melebihi standar (IP > 1)

menunjukan adanya parameter yang tidak masuk baku mutu air yang distandarkan oleh pada PP.

No 82 Tahun 2001 yaitu kelas air golongan III. Berdasarkan Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup (Kepmen LH) No. 115 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, maka Sungai Way

Keteguhan 1 dari daerah hulu hingga hilirnya termasuk katagori Cemar Ringan (1 ≤ IP <5),

pendiskripsiannya dapat dilihat pada Tabel 20.

16

Tabel 12. Pendiskripsian nilai Indeks Pencemaran (IP) Pada Way Keteguhan 1 dan way

Keteguhan 3.

29 Desember 2013

Sampel PI Deskripsi

WK 1 Hulu 1,689 Cemar Ringan

WK 1 PS 1,684 Cemar Ringan

WK 1 Hilir 1,976 Cemar Ringan

WK 3 Hulu 5,584 Cemar Sedang

WK 3 PS 4,594 Cemar Ringan

WK 3 Hilir 4,998 Cemar Ringan

5 Januari 2014

Sampel PI Deskripsi

WK 1 Hulu 1,651 Cemar Ringan

WK 1 PS 1,593 Cemar Ringan

WK 1 Hilir 1,805 Cemar Ringan

WK 3 Hulu 5,873 Cemar Sedang

WK 3 PS 4,845 Cemar Ringan

WK 3 Hilir 5,209 Cemar Sedang

12 Januari2014

Sampel PI Deskripsi

WK 1 Hulu 1,606 Cemar Ringan

WK 1 PS 1,600 Cemar Ringan

WK 1 Hilir 1,897 Cemar Ringan

WK 3 Hulu 5,860 Cemar Sedang

WK 3 PS 5,054 Cemar Sedang

WK 3 Hilir 5,198 Cemar Sedang

Sedangkan berdasarkan nilai Indeks Pencemran (IP) untuk Sungai Way Keteguhan III, IP untuk daerah hulu (WK 3 Hulu) tertinggi mencapai nilai IP sebesar 5,873 terjadi pada pengambilan

sampel tanggal 5 Januari 2014, dan termasuk kategori Cemar Sedang (5 ≤ IP <10), untuk bagian

antara hulu dan hilir ( WK 3 PS) nilai IP terbesar terjadi pada tanggal 12 Januari 2014 yaitu sebesar 5,054 dan termasuk kategori Cemar Sedang, adapun untuk bagian hilir IP dengan katagori

Cemar Sedang juga terjadi pada pengambilan sampel tanggal 5 Januari 2014 yaitu sebesar 5,209.

Tingginya IP pada Way Keteguhan 3 akibat parameter amonia (NH3-N) yang terlampau tinggi dari

batas yang diizinkan.

PI tinggi pada daerah hulu Sungai Way Keteguhan 1 hal ini disebabkan oleh limbah domestik dan

erosi pada lahan kosong. Penurunan pada daerah antara hulu dan hilir (WK 1 PS) terjadi akibat adanya pengenceran yang disebabkan oleh peningkatan debit pada musim penghujan, sedangkan

17

peningkatan tertinggi terjadi pada daerah hilir, hal ini disebabkan oleh limbah dari hulu sungai

serta adanya input limbah dari sumber lain seperti drainase atau saluran pembuang dari pertokoan

dan pasar. Pada Sungai Way Keteguhan 3, nilai PI tertinggi justru pada daerah hulu, peningkatan PI ini dipengaruhi oleh peningkatan konsentrasi sumber pencemar yang berasal dari TPA Bakung,

dan mengalami penurunan sampai daerah hilir Sungai way Keteguhan 3, namun penurunan nilai

PI masih terbilang tinggi (tercemar sedang), sehingga perlu adanya upaya pengendalian pencemaran pada Sungai way Keteguhan 3.

H. Analisis DOE-Water Quality Index (DOE-WQI)

Jika berdasarkan hasil analisis beberapa parameter yang terpisah seperti analisis DO, BOD, COD,

NH3-N, TSS, pH, serta suhu, maka hasil yang diperoleh akan bervariasi, sehingga hal ini justru

sangat menyulitkan untuk mendeskripsikan bagaimana kualitas air pada masing-masing titik pengamatan. Oleh karena itu diperlukan perhitungan yang dapat menentukan kelas dari air

berdasarkan keenam parameter air tersebut.

Tabel 13. Nilai WQI pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3.

Titik Sampel SIDO SIBOD SICOD SIAN SISS SIpH WQI

29 Desember 2013

WK 1 Hulu 91,04 58,21 49,86 69,00 69,57 99,07 72,44

WK 1 PS 90,16 58,72 49,86 63,08 70,38 99,25 71,60

WK 1 Hilir 94,79 51,23 46,56 69,00 67,99 99,22 71,17

WK 3 Hulu 18,49 31,34 30,38 0,00 64,97 87,02 35,72

WK 3 PS 17,49 16,89 26,13 0,00 56,05 87,02 30,65

WK 3 Hilir 19,11 36,97 40,52 0,00 67,99 88,54 39,21

5 januari 2014

WK 1 Hulu 91,04 58,89 53,37 79,50 72,04 99,55 75,15

WK 1 PS 90,16 60,43 52,47 69,00 72,46 99,22 73,56

WK 1 Hilir 95,00 55,42 48,19 69,00 69,57 99,22 72,53

WK 3 Hulu 18,49 28,90 29,82 0,00 64,61 87,02 35,11

WK 3 PS 17,30 16,83 26,13 0,00 55,46 88,70 30,70

WK 3 Hilir 18,49 35,86 39,12 0,00 65,34 88,70 38,24

12 Januari 2014

WK 1 Hulu 91,04 59,91 54,28 79,50 71,62 99,69 75,91

WK 1 PS 90,16 60,61 51,59 48,00 72,46 99,33 70,05

WK 1 Hilir 95,00 53,37 47,37 58,50 69,17 99,22 69,96

18

WK 3 Hulu 18,49 30,57 29,82 0,00 64,61 88,70 35,63

WK 3 PS 17,30 16,47 24,66 0,00 54,59 90,26 30,45

WK 3 Hilir 18,49 35,54 39,12 0,00 69,17 90,86 39,05

Departemen of Environmental of Water Quality Index (WQI) merupakan formula yang bisa

menentukan kondisi kualitas air yang bisa menjadi acuan untuk peruntukan sungai. Hasil perhitungan WQI untuk Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 dapat dilihat pada Tabel

13. Dari hasil perhitungan WQI maka hasil yang didapat untuk masing-masing titik pengamatan

bervariasi, hal ini berkaitan dengan kadar pencemarannya, namun hasil tidak terlalu berbeda untuk

satu titik pengamatan dengan waktu pengambilan sample yang berulang. Adanya peningkatan nilai Water Quality Index (WQI) untuk titik pengamatan pada hulu Sungai Way Keteguhan 1 (WK

1 Hulu) yaitu mencapai 75,91. Sedangkan untuk titik pengamatan pada antara hulu dan hilir ( WK

1 PS) dan hilir Sungai Way Keteguhan 1 (WK 1 Hilir) mengalami peningkatan pada pengambilan sampel minggu kedua, tetapi mengalami penurunan pada minggu ketiga yaitu masing-masing

bernilai 70,05 dan 69,96, hal ini dikarenakan adanya peningkatan dari nilai COD dan TSS pada

daerah pengamatan tersebut akibat kontribusi dari limbah domestik dan drainase kota. Dari nilai Water Quality Index (WQI) tersebut maka Sungai Way Keteguhan 1 dari hulu sampai hilir sungai

termasuk katagori Tercemar Ringan (61≤WQI≤80), pendiskripsian Water Quality Indeks yang

dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Pendiskripsian WQI Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3.

9 Desember

2013

Sampel WQI Kelas Deskripsi

WK 1 Hulu 72,44 III Sedikit Tercemar

WK 1 PS 71,60 III Sedikit Tercemar

WK 1 Hilir 71,17 III Sedikit Tercemar

WK 3 Hulu 35,72 V Sangat Tercemar

WK 3 PS 30,65 V Sangat Tercemar

WK 3 Hilir 39,21 V Sangat Tercemar

5 Januari

2014

Sampel WQI Kelas Deskripsi

WK 1 Hulu 75,15 III Sedikit Tercemar

WK 1 PS 73,56 III Sedikit Tercemar

WK 1 Hilir 72,53 III Sedikit Tercemar

WK 3 Hulu 35,11 V Sangat Tercemar

WK 3 PS 30,70 V Sangat Tercemar

WK 3 Hilir 38,24 V Sangat Tercemar

12 Januari

2014

Sampel WQI Kelas Deskripsi

WK 1 Hulu 75,91 III Sedikit Tercemar

WK 1 PS 70,05 III Sedikit Tercemar

19

WK 1 Hilir 69,96 III Sedikit Tercemar

WK 3 Hulu 35,63 V Sangat Tercemar

WK 3 PS 30,45 V Sangat Tercemar

WK 3 Hilir 39,05 V Sangat Tercemar

Tabel 14, untuk Sungai Way Keteguhan 3 mengalami fluktuasi, namun peningkatan dan penurunan tak terlalu jauh, untuk hulu Sungai Way Keteguhan 3 (WK 3 Hulu), nilai WQI terbesar

yaitu 35,72 terjadi pada waktu pengambilan sample minggu pertama (29 Desember 2013), dan

untuk daerah antara hulu dan hilir (WK 3 PS) sebesar 30,70 pada minggu kedua pengambilan

sampel (5 januari 2014), sedangkan untuk daerah hilir Sungai Way Keteguhan 3 (WK 3 Hilir) mencapai 39,62 pada minggu pertama pengambilan sampel. Dari Tabel 22 tampak pendiskripsian

untuk Sungai Way Keteguhan 3, yaitu Sangat Tercemar / 0≤WQI≤40 (Kelas V) hal ini

dikarenakan tingginya parameter seperti Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxgen Demand (COD), Amonia (NH3-N) dan Total Suspended Solid (TSS) yang diatas batas ambang

izin.

Tampak terlihat adanya trend penurunan nilai WQI dari daerah hulu sampai daerah hilir yang

berarti adanya penurunan kualitas air, hal ini disebabkan oleh beban pencemaran daerah hilir yang

terbilang tinggi akibat limbah dari daerah hulu sungai, pemukiman setempat, limbah dari daerah

pertokoan, pasar dan drainase jalan, berdasarkan nilai WQI, kondisi Sungai Way Keteguhan 1 dari daerah hilir dan hulu masuk dalam kels III atau tercemar ringan. Sedangkan pada Sungai Way

Keteguhan 3, trend penurunan terletak pada daerah setelah hulu, atau daerah antara hulu dan hilir

(WK 3 PS) dan mengalami peningkatan kembali pada daerah hilir, namun nilai WQI pada Sungai Way Keteguhan 3 masih dalam katagori tercemar berat (kelas IV), sehingga sangat diperlukan

pengendalian pencemaran pada Sungai Way Keteguhan 3.

Jika diperhatikan PI dan WQI, maka tidak terdapat begitu banyak perbedaan terhadap

pendiskripsian kualitas air pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3. PI dan WQI

sama-sama menyatakan penurunan kualitas air dari hulu sampai hilir untuk Sungai Way

Keteguhan 1 dengan pendiskripsian cemar ringan (Pollution Index/PI) dan tercemar ringan (Water Quality Index/WQI). Perbedaan pendiskripsian PI dan WQI terletak pada Sungai Way Keteguhan

3, berdasarkan PI, daerah hulu Sungai Way Keteguhan 3 (WK 3 Hulu) merupakan daerah dengan

nilai IP terbesar, sehingga dideskripsikan menjadi daerah dengan kondisi kualitas air yang paling rendah, sedangkan jika berdasarkan WQI, maka daerah pada Sungai Way Keteguhan 3 yang

menjadi daerah dengan kondisi kualitas air terendah adalah daerah antara hulu dan hilir (WK 3

PS).

Perbedaan ini tidak terlalu signifikan, karena berdasarkan pendiskripsian PI dan WQI, kualitas air

pada Sungai Way Keteguhan 3 adalah cemar sedang (PI) dan tercemar berat (WQI), yang berarti

kualitas air Sungai Way Keteguhan 3 di bawah kualitas air Sungai Way Keteguhan 1, baik dari besaran nilai ataupun pendiskripsian kualitasnya. Perbedaan hasil pendiskripsian Pollution Index

(PI) dan DOE Water Quality Index (WQI) disebabkan oleh perbedaan dalam penggunaan

parameter kualitas air pada masing-masing rumus tersebut. PI memberikan keleluasaan dalam pemilihan parameter-parameter penentu kualitas air, parameter yang digunakan merupakan

parameter bebas yang menggambarkan jika parameter tersebut meningkat maka kualitas air

menurun atau sebaliknya. Jumlah parameter kualitas air yang digunakan pada PI tidak pernah

dibatasi, sehingga semakin banyak parameter yang digunakan maka keakuratan hasil semakin baik namun tidak menjamin kualitas air semakin baik atau semakin buruk.

Rumus Pollution Index (PI) juga tidak memiliki batasan nilai, PI mendekati angka nol akan dianggap mendekati baku mutu air, tetapi jika semakin jauh dari angka tersebut maka kualitas air

semakin menurun, semakin jauh nilai PI yang dihasilkanpun tidak bisa dibatasi atau diketahui

angka maksimalnya. Nilai PI sangat bergantung pada standar baku mutu yang digunakan,

20

penggunaan baku mutu air yang berbeda berpengaruh pada besar kecilnya PI sehingga dapat

dikatakan baku mutu air yang disyaratkan merupakan permasalahan mendasar dalam

pendiskripsian kualitas air menggunakan rumus Polution Index (PI). Kelonggaran dari baku mutu air yang disyaratkan oleh Pemerintah justru akan menimbulkan permasalahan dalam pengendalian

pencemaran karena nilai TSS yang besar pada baku mutu kelas III yaitu 400 mg/L merupakan

suatu celah bagi sumber pencemar terutama industri untuk membuang limbahnya tanpa adanya penggelolaan terlebih dahulu karena secara visual TSS mendekati 100 mg/L sudah berwarna

gelap.

Sedangkan pada DOE Water Quality Index (WQI) hanya menggunakan enam parameter wajib yaitu DO, BOD, COD, NH3-N, TSS dan pH. DOE WQI tidak memrlukan parameter-parameter

penentu kualitas air yang lain karena rumus yang digunakan hanya berkaitan dengan keenam dari

parameter-parameter tersebut. Nilai WQI memiliki batasan yang jelas yaitu berkisar angka nol dan 100. Semakin tinggi nilai WQI atau mendekatai 100 maka kualitas air semakin baik begitu juga

sebaliknya. DOE WQI tidak mengacu pada baku mutu yang ada sehingga pendiskripsian kualitas

air tertinggi adalah katagori “bersih” bukan masuk “baku mutu” seperti PI syaratkan.

I. Strategi Penanggulangan Pencemaran Pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan

3.

Pada strategi penanggulangan pencemaran harus diketahui terlebih dahulu sumber dari

pencemaran Sungai. Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, sumber pencemaran sungai disebabkan oleh Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bakung, TPA Bakung

menerima sampah hampir 750 ton/hari. Sampah-sampah tersebut kontribusi dari daerah

pemukiman Kota Bandar Lampung, daerah industri, pasar dan pertokoan di sekitar Kota Bandar Lampung, selain TPA bakung, limbah rumah tangga juga menjadi sumber pencemar pada sungai

di DAS Way Keteguhan Bandar Lampung.

Limbah tersebut berupa limbah organik, meliputi limbah dari makhluk hidup (misalnya kotoran

hewan dan manusia seperti tinja (feaces) mengandung mikroba potogen, air seni (urine) umumnya mengandung Nitrogen dan Posfor), sisa makanan, kertas, kardus, karton, air cucian, minyak

goreng bekas dan lain-lain. Limbah ini ada yang mempunyai daya racun yang tinggi, misalnya:

sisa obat, baterai bekas, dan air aki. Limbah tersebut tergolong (B3) yaitu bahan berbahaya dan beracun, sedangkan limbah air cucian, limbah kamar mandi, dapat mengandung bibit-bibit

penyakit atau pencemar biologis seperti bakteri, jamur, virus, dan sebagainya. Pemukiman di

daerah DAS Way Keteguhan menghasilkan limbah organik dan anorganik, berdasarkan pengertian

secara kimawi, limbah anorganik tidak mengandung unsur karbon, limbah-limbah ini tidak memiliki unsur karbon sehingga tidak dapat diurai oleh mikro organisme. Di daerah penelitian

umumnya limbah anorganik dalam bentuk padat (sampah).

Limbah padat organik yang didegradasi oleh mikroorganisme akan menimbulkan bau yang tidak

sedap (busuk) akibat penguraian limbah tersebut menjadi yang lebih kecil yang disertai dengan

pelepasan gas yang berbau tidak sedap. Limbah organik yang mengandung protein akan menghasilkan bau yang tidak sedap (lebih busuk) karena protein yang yang mengandung gugus

amin itu akan terurai menjadi gas ammonia. Dampak dalam kesehatan yaitu dapat menyebabkan

dan menimbulkan penyakit, potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan seperti penyakit

diare dan tifus, penyakit ini terjadi karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat.. Aktivitas pertokoan dan pasar menjadi penyumbang pencemaran pada bagian

hilir Sungai Way Keteguhan, limbah organik dan anorganik dari aktivitas tersebut ikut terbawa

oleh aliran air drainase. Sedangkan pada musim daerah lahan kosong pada hulu sungai rentan terhadap erosi, sehingga erosi lahan kosong ikut terbawa aliran permukaan menuju hulu sungai

dan menyebabkan tingginya Total Suspended Solid pada sungai di DAS Way Keteguhan.

Pengendalian/penanggulangan pencemaran air di Indonesia telah diatur melalui Peraturan

Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran

21

Air. Secara umum hal ini meliputi pencemaran air baik oleh instansi ataupun non-instansi. Salah

satu upaya serius yang telah dilakukan Pemerintah dalam pengendalian pencemaran air adalah

melalui Program Kali Bersih (PROKASIH). Program ini merupakan upaya untuk menurunkan beban limbah cair khususnya yang berasal dari kegiatan usaha skala menengah dan besar, serta

dilakukan secara bertahap untuk mengendalikan beban pencemaran dari sumber-sumber lainnya.

Program ini juga berusaha untuk menata pemukiman di bantaran sungai dengan melibatkan masyarakat setempat.

Pada prinsipnya ada dua usaha untuk menanggulangi pencemaran, yaitu penanggulangan secara

non-teknis dan secara teknis. Penanggulangan secara non-teknis yaitu suatu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundangan yang dapat

merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi

sehingga tidak terjadi pencemaran. Peraturan perundangan ini hendaknya dapat memberikan gambaran secara jelas tentang kegiatan industri yang akan dilaksanakan, misalnya meliputi

AMDAL, pengaturan dan pengawasan kegiatan dan menanamkan perilaku disiplin. Sedangkan

penanggulangan secara teknis bersumber pada perlakuan industri dan rumah tangga terhadap perlakuan buangannya, misalnya dengan mengubah proses, mengelola limbah atau menambah alat

bantu yang dapat mengurangi pencemaran.

Ada beberapa usaha yang perlu dilakukan untuk mengurangi tingkat pencemaran air sungai pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, antara lain :

1. Meningkatkan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran air pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan.

Kegiatan inventarisasi berupa pengumpulan data informasi sumber-sumber pencemar pada

Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3, pengumpulan data harus berkesinambungan, dan terus menerus untuk mendapatkan informasi dalam jangka waktu yang lama, karena

perkembangan sumber pencemar akan semakin berubah akibat adanya pemanfaatan lahan, dan

kondisi sosial ekonomi masyarakat. Inventarisasi dilakukan dengan tujuan untuk

mengkarakteristikan aliran pencemaran dalam lingkungan wilayahnya (Yuliastuti, 2011).

Selain kegiatan inventarisasi, perlu juga dilakukan usaha pengidentifikasian sumber

pencemaran air, pengelompokan serta pemetaan kondisi dan lokasinya. Pada Sungai Way Keteguhan 1 selama ini sumber pencemaran akibat dari limbah domestik pemukiman padat

dan areal komersial atau pasar di bagian hilir, sedangkan pada Way Keteguhan 3, sumber

pencemar akibat dari kegiatan di TPA Bakung dan limbah domestik dari pemukiman sekitarnya hingga hilir sungai. Menurut Yuliastuti (2011), berdasarkan Peraturan Menteri

Negara Lingkungan Hidup No. 1 Tahun 2010 tentang tata laksana pengendalian pencemaran

Air meliputi: (1) Peta Dasar sebagai rujukan pemetaan lokasi sumber pencemar, (2) Lokasi

dan jenis kegiatan, bisa industri, pasar, pertokoan atau Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA), pertanian, peternakan, perikanan (3) Demografi/kependudukan serta distribusinya

untuk memetakan daerah pemukiman yang memberikan kontribusi pada pencemaran sungai

akibat limbah domestik, (4) Informasi pemetaan kahan, hidrologi dan sistem pembuangan limabah yang ada, (5) Kuantitas dan Kualitas air.

2. Meningkatkan Pengelolaan Limbah.

Permasalahan TPA Bakung harus mulai diminimalisir, Sistem Controlled Landfill dan

Sanitary Landfill harus mulai dipikirkan karena dengan metode Open Dumping

selama ini, umur operasi TPA yang sudah relatif singkat akan bertambah singkat, dan

justru akan menjadi ’bom waktu” dikemudian hari bagi Kota Bandar lampung

sedangkan lahan bertambah tahun akan semakin berkurang, ditambah lagi dengan

kontruksi talud yang rentan jebol serta membran yang mengalami kebocoran berakibat

pencemaran air lindi sampah pada sungai Way Keteguhan 3 dan berdampak pada

kesehatan, kondisi tempat tinggal masyarakat yang berbau serta pencemaran di muara

Teluk Lampung.

22

Pemerintah di Kota Bandar Lampung harus memperbaiki kondisi tersebut, mulai dari

berusaha melakukan beberapa terobosan, misalnya dengan memperkenalkan ide

pemilahan sampah, pengurangan sampah dari sumbernya, daur ulang, hingga ide

untuk mengkonversikan sampah menjadi salah satu sumber energi, ekonomi

masyarakat (Bank Sampah). Terobosan tersebut tidak akan sulit jika

diimplementasikan selaras dengan masalah kelembagaan dan kesiapan masyarakat

untuk melakukan perubahan kultur di bidang persampahan. Pengelolaan sampah pada

negara maju perlu dikaji di indonesia.

Pengelolaan limbah padat (sampah) di Jepang dilakukan di rumah, departement store, convenient store, dan supermarket juga menyediakan kotak-kotak sampah untuk tujuan

recycle (daur ulang). Kotak-kotak tersebut disusun berderet berderet di dekat pintu masuk,

kotak untuk botol beling, kaleng, botol PET. Bahkan di beberapa supermarket tersedia untuk

kemasan susu dan jus (yang terbuat dari kertas). Dalam kotak kemasan susu atau jus (umumnya terpisah), terdapat ilustrasi tentang cara menggunting dan melipat kemasan

sedemikian rupa sebelum dimasukkan ke dalam kotak. Proses daur ulang itu pun sebagian

besar dikelola perusahaan produk yang bersangkutan, dan perusahaan lain atau semacam yayasan untuk menghasilkan produk baru. Informasi tentang siapa yang akan mengelola

proses recycle juga tertulis dalam setiap kotak sampah.

Negara Belanda Kini di abad ke-21 menggunakan teknologi pembakaran sampah yang modern mulai diterapkan. Teknologi itu memungkinkan pembakaran tidak menimbulkan efek

sampingan yang merugikan kesehatan. Agar tujuan itu tercapai, sebelum dibakar sampah

mesti dipilah-pilah, bahkan sejak dari rumah. Hanya yang tidak membahayakan kesehatan

yang boleh dibakar. Sampah yang memproduksi gas beracun ketika dibakar harus diamankan dan tidak boleh dibakar. Selain bisa memusnahkan sampah, ternyata pembakaran itu juga

membangkitkan listrik. Sedangkan di Jerman terdapat perusahaan yang menangani kemasan

bekas (plastik, kertas, botol, metal dsb) di seluruh negeri, yaitu DSD/AG (Dual System Germany Co). DSD dibiayai oleh perusahaan-perusahaan yang produknya menggunakan

kemasan. DSD bertanggung jawab untuk memungut, memilah dan mendaur ulang kemasan

bekas.

Berbeda dengan kondisi Jerman 30 tahun silam, terdapat 50.000 tempat sampah yang tidak

terkontrol, tapi kini hanya 400 TPA (Tempat Pembuangan Akhir). 10-30 % dari sampah awal

berupa slag yang kemudian dibakar di insinerator dan setelah ionnya dikonversikan, dapat digunakan untuk bahan konstruksi jalan. Cerita menarik proses daur ulang ini datangnya dari

Passau Hellersberg adalah sampah organik yang dijadikan energi. Produksi kompos dan

biogas ini memulai operasinya tahun 1996. Sekitar 40.000 ton sampah organik pertahun selain menghasilkan pupuk kompos melalui fermentasi, gas yang tercipta digunakan untuk pasokan

listrik bagi 2.000 - 3.000 rumah.

Di Inggris, adanya City Council untuk kawasan perkotaan, dan ada juga Town Council untuk

kawasan kota dengan ukuran yang lebih kecil dan ada juga Village Councilatau Parish

Council. Di Inggris tiap-tiap rumah diwajibkan membayar pajak bumi dan bangunan juga,

sama seperti di Indonesia, yang disebut Council Tax. Yang berbeda kemungkinan hanya jumlahnya yang lebih mahal. Council Tax ini digunakan oleh pemerintah lokal setempat untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan lokal semacam perbaikan jalan, pemberian layanan dan

fasilitas umum, dan juga pengelolaan sampah.Konsepnya cukup sederhana. Dalam hal pengelolaan sampah, dari uang pajak yang kita bayar tiap bulan, oleh Council dibelanjakan.

Salah satunya adalah untuk pengadaan wheelie bin, atau “tempat sampah beroda”. Disebut

demikian karena memang ada rodanya, hingga mudah didorong ke mana-mana untuk

memperingan pekerjaan.

23

Gambar 3. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung

Untuk Permasalahan limbah pemukiman, usaha teknis bisa diterapakan jika dipandang perlu,

pengolahan limbah domestik dapat dilakukan melalui Instalasi Pengelolaan Limbah (IPAL), baik IPAL individual atau komunal. Usaha IPAL Komunal sangat cocok untuk mengurangi

limbah rumah tangga. Sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Litbang Departemen Pekerjaan

Umum untuk mendukung tugas dan fungsi Direktorat Jenderal di lingkungan Departemen PU, atas usulan dari Direktorat PLP Ditjen Cipta Karya, sebelum dilakukan pelaporan

pendahuluan, maka objek yang ada diganti dengan IPAL Sanimas. Instalasi Pengolahan Air

Limbah Komunal yang bertajuk Sanimas (Sanitasi Oleh Masyarakat). Sanimas ini diperkenalkan oleh Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Ditjen

Cipta Karya Departemen PU. Sanimas ini adalah sebuah inisiatif untuk mempromosikan

penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman dengan pendekatan tanggap

kebutuhan.

Salah satu solusi dalam penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman bagi

Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di lingkungan padat penduduk, kumuh, dan rawan sanitasi adalah dengan mempergunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal

yang terbukti dapat mengurangi/mereduksi air limbah dari permukiman sebelum masuk ke

badan air. Berdasarkan uraian tentang Sanimas dan permasalahan maka untuk mewujudjan IPAL Komunal perlu dilakukan suatu kajian sosial ekonomi untuk memetakan fakta sosial

ekonomi yang mempengaruhi keberhasilan penerapannya. Dengan kajian tersebut diharapkan

akan dirumuskan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan keberhasilan penerapan

program sanimas yang akan datang.

3. Menetapkan Daya Tampung Beban Pencemaran

Daya tampung pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima

masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar. Pencemaran air

dapat terjadi adanya unsur/zat lain yang masuk kedalam air, sehingga menyebabkan kualitas

air menjadi turun. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran merupakan strategi

penegendalian pencemaran air dengan kualitas air sebagai pendekatannya. Hal ini

24

bertujuan mengetahui batasan maksimal dari kemampuan air menerima beban pencemar dari sumber-sumber pencemar yang ada.

Menurut Yuliastuti (2011), hasil Daya tampung Beban Pencemaran dapat dipergunakan

sebagai bahan pertimbangan dan kebijakan dalam hal : (1) Menetapkan Tata Ruang, (2)

Memberikan izin usaha atau kegiatan yang mempengaruhi kualitas air baik secara

langsung maupun tidak langsung, (3). Memberikan izin lingkungan pembuangan air

limbah ke sumber air, (4). Digunakan sebagai dasar pengalokasian beban yang

diperbolehkan masuk ke sumber air dari berbagai sumber pencemar supaya tindakan

pengendalian yang tepat dapat dilaksankan sehungga baku mutu yang telah ditetapkan

dapat tercapai. Daya Tampung Beban Pencemaran juga dapat dijadikan sebagai bahan

rekomendasi peninjauan kembali Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dari

kegiatan suatu industri yang telah ada, jika industri tersebut telah melakukan pelanggaran

terhadap pencemaran air sungai. Selain itu, data Daya Dukung Beban Pencemaran yang

berkesinambungan bisa menjadi data untuk mengorientasikan kemungkinan besarnya

beban pencemaran di tahun-tahun berikutnya, sehingga akan mempermudah untuk pengendalian pencemaran di masa yang datang.

4. Meningkatkan Pengetahuan dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengolahan Limbah.

Peran serta masyarakat membuka kemungkinan keputusan yang diambil didasarkan kebutuhan, prioritas dan kemampuan masyarakat. Hal ini akan dapat menghasilkan rancangan

rencana, program dan kebijaksanaan yang lebih realistis. Masyarakat diikutsertakan dalam

aktifitas pembangunan yang dapat menjamin penerimaan dan apresiasi yang lebih besar terhadap segala sesuatu yang dihasilkan. Pemerintah mungkin saja memberikan proyek untuk

meningkatkan suatu fasilitas umum. Namun meskipun fasilitas itu telah berdiri seringkali

tidak digunakan dengan efektif. Untuk itu masyarakat perlu diikutsertakan dalam pertemuan

membahas proyek, dengan memahami tujuan proyek masyarakat dapat memberikan umpan balik, yang akhirnya bisa menjadi suatu proyek yang betul-betul memenuhi keinginan mereka.

Skala prioritas masyarakat mungkin saja berbeda dari skala prioritas yang dimiliki oleh

perencana, walaupun masyarakat telah diberi informasi mengenai pilihan yang ada. (Widyasari, 2008).

Masyarakat memiliki kepekaan tentang apa yang bisa dijalankan dan apa yang akan mengalami hambatan. Disadari saat ini jika masyarakat diberi tanggungjawab dalam

pemeliharaan mereka seharusnya dilibatkan dalam perencanaan dan implementasi proyek.

Mereka harus membangun rasa kepemilikan dan mengetahui bahwa pemeliharaan tersebut

merupakan tanggung jawab masyarakat. Misalnya dalam hal pemilihan dan penetapan jenis prasarana lingkungan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat, pada

umumnya akan memberikan pengaruh positif bagi pemanfaatannya agar langsung dirasakan

masyarakat, serta dapat merangsang tumbuhnya rasa ikut memiliki dari masyarakat pada akhirnya akan tumbuh kesadaran untuk memelihara, mengelola dan mengembangkan hasil-

hasil pembangunan berupa perbaikan prasarana dan fasilitas tersebut (Widyasari, 2008).

5. Meningkatkan Pengawasan Terhadap Pembuangan Air Limbah

Pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha atau kegiatan terhadap

ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundangundangan dibidang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup merupakan salah satu tugas dan wewenang dari pemerintah daerah sesuai dengan amanat pasal 63 Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun 2009. Dalam hal pengendalian pencemaran air limbah,

ketaatan yang dimaksud dalam hal ini adalah ketaatan terhadap izin pembuangan air limbah, ketaatan terhadap pemenuhan jadwal pemeriksaan contoh air limbah secara berkala, serta

ketaatan terhadap pemenuhan batasan beban dan konsentrasi baku mutu air limbah.

Pembinaan dan pengawasan dilakukan terhadap usaha atau kegiatan sebagai upaya peningkatan ketaatan akan perundang-undangan. Salah satu bentuk pembinaan dilakukan

melalui sosialisasi, bimbingan dan konsultasi, pendampingan teknis terhadap usaha atau

kegiatan, serta pemberian Surat Pemberitahuan. Pengawasan lingkungan dapat dilakukan

25

sebagai agenda rutin maupun sidak, prosesnya dapat melalui pemantauan, meminta

keterangan, memeriksa sampel serta mengevaluasi potensi sumber pencemar. (Yuliastuti,

2011)

6. Meningkatkan Pemantauan Kualitas Air Sungai

Pemantauan kualitas air sungai perlu dilakukan secara rutin, dan tidak dibatasi pada besar-kecil sungai atau ada dan tidak adanya sumber pencemar. Pemantauan yang dilakukan secara

menyeluruh berguna untuk strategi penanggulangan pencemaran dan usaha untuk memitigasi

pencemaran yang akan datang. Menurut Peraturan Menteri Linglungan Hidup N0. 01 Tahun

2010, pasal 31 ayat 3, pementauan kualitas air dilakukan paling sedikit satu kali dalam setiap enam bulan. Untuk Sungai Way Keteguhan 3 maka diperlukan pemantauan secara intensif

karena limbah TPA Bakung telah mencemari sungai dan udara (bau).

IV. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan 1 memiliki luas 588 Km2, sungai yang

mengalir pada DAS ini adalah Sungai Way Keteguhan 1 dan Sungai Way Keteguhan

3, yang keduanya bermuara pada Teluk Lampung. Panjang Sungai Way Keteguhan

1 adalah 6,24 Km dan Way Keteguhan 3 adalah 5,78 Km.

2. Lokasi pengambilan sampel diletakan pada tiga titik di masing-masing sungai, yaitu

pada hulu Sungai Way Keteguhan 1 (WK 1 hulu), daerah antara hulu dan hilir

Singai Way Keteguhan 1 yang mepunyai potensi tercemar/Potential Source (WK 1

PS), dan hilir Sungai Way Keteguhan (WK 1 hilir). Sedangkan pada Sungai Way

Keteguhan 3 meliputi daerah hulu (WK 3 hulu), daerah antara hulu dan hilir Singai

Way Keteguhan 3 yang mepunyai potensi tercemar/Potential Source (WK 3 PS),

serta pada daerah hilir (WK3 hilir).

3. Sumber pencemar Sungai Way Keteguhan 1 dari hulu sampai hilir didominasi oleh

daerah pemukiman serta adanya daerah pasar dan pertokoan pada daerah hilir dan

lahan kosong pada daerah hulu. Sedangkan pada Sungai Way Keteguhan 3, sumber

pencemar terbesar pada daerah hulu yaitu TPA Bakung, dan sumber pencemaran

lain adalah daerah pemukiman padat yang terbentang dari hulu menuju hilir sungai.

4. Berdasarkan hasil analisis Indeks Pencemaran (IP) atau Pollution Index (PI) Sungai

Way Keteguhan 1 termasuk katagori Cemar Ringan (1≤PI<5) dengan nilai PI

tertinggi yaitu 1,976 pada lokasi titik sampling Way Keteguhan 1 Hilir (WK 1 Hilir.

Pada Sungai Way Keteguhan 3, nilai IP tertinggi sebesar 5,873 dan termasuk

kategori Cemar Sedang (5≤PI<10), semakin tinggi PI maka kualitas air semakin

menurun.

5. Berdasarkan hasil analisis dengan DOE-WQI (Water Quality Index), Sungai Way

Keteguhan 1 masuk dalam katagori Tercemar Ringan atau Kelas III (61≤WQI<80)

dengan nilai tertinggi adalah 75,44 terjadi pada lokasi titik sampling Way Keteguhan

1 Hulu (WK 1 Hulu. Pada Sungai Way Keteguhan 3, nilai WQI tertinggi sebesar

35,72 dan termasuk kategori Sangat Tercemar (0≤PI<40), Water Quality Index

(WQI), menerangkan bahwa, semakin tinggi nilai WQI maka kualitas air semakin

membaik/meningkat.

6. Tidak terdapat begitu banyak perbedaan terhadap pendiskripsian kualitas air pada

Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3. PI dan WQI sama-sama

menyatakan penurunan kualitas air dari hulu sampai hilir untuk Sungai Way

Keteguhan 1 dengan pendiskripsian cemar ringan (Pollution Index/PI) dan tercemar

ringan (Water Quality Index/WQI), dan berdasarkan pendiskripsian PI dan WQI,

kualitas air pada Sungai Way Keteguhan 3 adalah cemar sedang (PI) dan tercemar

berat (WQI), yang berarti kualitas air Sungai Way Keteguhan 3 di bawah kualitas air

26

Sungai Way Keteguhan 1, baik dari besaran nilai ataupun pendiskripsian

kualitasnya.

7. Usaha untuk menangulangi pencemaran air sungai pada DAS Way Keteguhan

adalah melalui strategi pengendalian pencemaran air yang meliputi peningkatan

inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran air, peningkatan pengelolaan

limbah, penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran, peningkatan pengetahuan

dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan limbah, peningkatan pengawasan

terhadap pembuangan air limbah, serta peningkatan pemantauan kualitas air sungai.

B. Saran

1. Perlunya data kualitas air yang berkesinambungan yang bisa diperoleh dari hasil

investigasi di lapangan oleh instansi pemerintah terkait, untuk dapat mengevaluasi

pencemaran air sungai pada DAS Way Keteguhan, data tersebut untuk

mempermudah dalam penanggulangan pencemaran dan usaha untuk memitigasi

pencemaran di masa yang akan datang.

2. Melakukan manajemen yang baik untuk pengelolaan TPA Bakung, bukan sekedar

memperluas areal TPA, tetapi merubah sistem Open Dumping yang selama ini

dilakukan menuju ke arah Sanitary Landfill.

DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsih D, Sasongko S,dan Sudarno. 2012. Analisis Kualitas Air dan Beban Pencemaran

Berdasarkan Penggunaan Lahan di Sungai Blukar kabupaten Kendal. Pdf

Amneera, Najib N, Rawdhoh S, Yusof M, dan Ragunathan S. 2012. Water Qualitry Index of Perlis

River. International Journal of Civil & Environmental Engineering IJCEE-IJENS Vol:13 No:02

Anonim. 1986. Departement Of Environmental (DOE) Water Quality Index Malaysia

Anonim. 2006. Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air. Kajian Model Pengelolaan

Daerah Aliran sungai (DAS) Terpadu. [email protected].

Anonim. 2003.Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 Tentang

Pedoman Penentuan Status Mutu air

Anonim. 2011. Laporan Badan Perencanaan Dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandar

Lampung. 2011.

Anonim. 2011.Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung 2011.

Anonim. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air.

Anonim. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan

Tanah Untuk Produksi Biomassa.

27

Anonim. 2009. Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun

2009.

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press.

Yogyakarta.

Azwir. 2006. Analisa Pencemaran Air Sungai Tapung Kiri Oleh Limbah Industri Kelapa Sawit PT.

Reputra Masterindo di Kabupaten Kampar. Universitas Diponegoro. Semarang.

Boyd, C. 1998. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment

Station, Auburn University. California.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungan Perairan.

Kanisius. Yogyakarta.

Hossain, Sujaul I.M.dan Nasly M.A.. 2013. Water Quality Of Sungai Tunggak Analytical Study. 3rd

International Conference on Chemical, Biological and Environment Sciences (ICCEBS'2013)

January 8-9, 2013 Kuala Lumpur Malaysia)

Hossain, Sujaul I.M.dan Nasly M.A. 2013. Water Quality Index: an Indicator of Surface Water

Pollution in Eastern part of Peninsular. Vol. 2(10), 10-17, Oktober (2013) Res.J.Recent

Sciences. Malaysia

Irianto, G. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Lahan & Air. Strategi Pendekatan dan Pendayagunaannya.

Papas Sinar Sinanti. Jakarta

Karama, S. 1996. Analisis Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian tanah dan Agroklimat.

Jakarta.

Khalik, W, 2012. Physicochemical analysis on water quality status of Bertam River in Cameron

Highlands, J. Mater. Environ. Sci. 4 (4) (2013) 488-495ISSN : 2028-2508 CODEN: JMESCN

Malaysia

Kurniawan, E. 2013. Distributed Hydrologic Model Pada DAS di Bandar Lampung Berbasis Sistem

Informasi Geografis. Universitas Lampung.

Linsley, R.K. Terjemahan Djoko Sasongko. 1991. Teknik Sumber Daya Air Jilid 1 dan 2. Erlangga.

Yakarta

Marganof. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau Sumatera Barat.

Institut Pertanian Bogor. Bogor

Nugraha W, Sutrisno E, Hera A. 2012. Simulasi Tata Guna Lahan Terhadap Kualitas Air Sungai

dengan Metode Indeks Pencemaran. Pdf

Samia Jahn, A. Water Purification. Maret 2005 http:www.ansinet.org/fulltex/jbs-pdf.

http://www.yahoo.com

Sharma, D. 2009. Current Condition of the Yamuna River an Overview of Flow, Pollution Load and

Human Use. Pdf

Sugiharto. 2005. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia Jakarta.

28

Supangat, AB. 2008. Pengaruh Berbagai Penggunaan Lahan Terhadap Kualitas Air Sungai di

Kawasan Hutan Pinus di Gombong Kebumen Jawa Tengah. Pdf

Suryanegara. 2003. Pengaruh perubahan Penggunaan Lahan terhadap Aliran Permukaan, Sedimen dan

Unsur hara. Jurnal Saint dan Teknologi Indonesia Vol.4 dan 5.

Widyaningsih, I. 2008. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan di Sub DAS Keduang ditinjau dari

aspek Hidrologi. Universitas sebelas Maret. Surakarta.

Widyasari, I. 2008. Peran Serta Masyarakat Di Dalam Pengelolaan Limbah Di Kelurahan Jomblang

Kota Semarang. Universitas Diponegoro. Semarang.

Yuliastuti, E. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai Ngringo Karanganyar Dalam Upaya Pengendalian

Pencemaran Air. Universitas Diponegoro. Semarang

Yusniewati, Nugroho DH, Widhyharto DS.2009. Kajian Sosial Ekonomi Pengelolaan IPAL Komunal.

Puslitbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan Kementrian Pekerjaan Umum Republik Indonesia