ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI...

288
ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI SOSIAL PENANGANAN GELANDANGAN PENGEMIS (GEPENG) OLEH DINAS SOSIAL KOTA SERANG (Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pencegahan, Pemberantasan Dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat ) SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Administrasi Publik Pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik Konsentrasi Kebijakan Publik Oleh Wildan Firdaus NIM. 6661132268 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2018

Transcript of ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI...

Page 1: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI SOSIAL

PENANGANAN GELANDANGAN PENGEMIS (GEPENG) OLEH DINAS

SOSIAL KOTA SERANG

(Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pencegahan,

Pemberantasan Dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat )

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Administrasi Publik Pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik

Konsentrasi Kebijakan Publik

Oleh

Wildan Firdaus

NIM. 6661132268

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2018

Page 2: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

ABSTRAK

Wildan Firdaus. NIM. 6661132268. Skripsi. Analisis Kritis Implementasi

Program Rehabilitasi Sosial Penanganan Gelandangan dan Pengemis oleh

Dinas Sosial Kota Serang. Program Studi Ilmu Administrasi Publik.

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Pembimbing I: Riny Handayani, M.Si dan Pembimbing II: Riswanda, Ph.D.

Permasalahan dalam penelitian ini yaitu lemahnya penegakan peraturan daerah

kota serang nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan, pemberantasan dan

penanggulangan penyakit masyarakat, kurangnya sosialisasi program rehabilitasi

sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan dan mendeskripsikan secara kritis

mengenai bagaimana implementasi program rehabilitasi sosial penanganan

gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang. Teori

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Critical System Thinking dengan

menggunakan Boundary Categories menurut Ulrich (dalam Riswanda 2016:9)

yang memiliki 4 dimensi yaitu sumber motivasi, sumber kekuatan, sumber

pengetahuan, dan sumber legitimasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kualitatif yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan program

rehabilitasi ini belum optimal karena kurangnya sumber daya yang dimiliki baik

itu sumber daya manusia maupun anggaran selain itu fasilitas dan sarana

prasaranapun belum memadai. Saran peneliti adalah merangkul semua kalangan

seperti unsur keagamaan, unsur masyarakat, maupun akademisi untuk ikut dalam

program ini. Mensosialisasikan peraturan daerah terkait dan program anti

memberi melalui media sosial, cetak, maupun elektronik. Melakukan rehabilitasi

di lingkungan gelandangan dan pengemis dengan melakukan koordinasi dengan

tokoh masyarakat setempat dalam proses rehabilitasi.

Kata Kunci : Rehabilitasi Sosial, Gelandangan, Pengemis

Page 3: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

ABSTRACT

Wildan Firdaus. NIM. 6661132268. Thesis. Critical Analysis of Implementation

of Social Rehabilitation Program for Handling Homeless and Beggars by Social

Service of Serang City. Public Administration Science Program. Faculty of

Social Science and Political Science. University of Sultan Ageng Tirtayasa.

Councelor I: Riny Handayani, M.Si and Councelor II: Riswanda, Ph.D.

Problems in this research are weak enforcement of regulation of city area of

attack number 2 year 2010 about prevention, eradication and prevention of

community disease, lack of socialization of social rehabilitation program

homeless and beggars, lack of coordination among related institutions.The

purpose of this research is to describe and describe critically about how the

implementation of social rehabilitation programs handling homeless and beggars

conducted by the Serang City Social Service. The theory used in this research is

Critical System Thinking by using Boundary Categories according to Ulrich (in

Riswanda 2016: 9) which has 4 dimensions of motivation source, source of

strength, source of knowledge, and source of legitimacy. The method used in this

research is qualitative which is descriptive. The results of this study indicate the

rehabilitation program is not optimal because of the lack of resources owned both

human and budgetary resources in addition to facilities and infrastructure

facilities are not adequate. The researcher's suggestion is to embrace all circles

such as religious elements, community elements, and academics to participate in

this program. Socializing related local regulations and anti-giving programs

through social, print, or electronic media. Rehabilitate in homeless and begging

environments by coordinating with local community leaders in the rehabilitation

process.

Keywords: Social Rehabilitation, Homeless, Beggar

Page 4: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 5: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 6: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 7: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

“Jangan bersedih atas apa yang telah berlalu, kecuali jika itu bisa membuatmu bekerja

lebih keras untuk apa yang akan datang”. – Umar bin Khattab

“Bantinglah otak untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya guna mencari rahasia besar

yang terkandung di dalam benda besar yang bernama dunia ini, tetapi pasanglah pelita

dalam hati sanubari, yaitu pelita kehidupan jiwa.” ( Al- Ghazali )

Skripsi ini kupersembahan untuk

Kedua orang tua ku terkasih dan tercinta

Alm. Ayah Somad dan Ibu Aisyah

Serta Kakak dan Adik serta kekasihku

Page 8: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu,

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi

kemudian solawat serta salam semoga terlimpah dan tercurah kepada Nabi besar

Muhammad S.A.W yang telah mengiringi doa dan harapan penulis untuk

mewujudkan terselesaikannya penelitian skripsi ini yang berjudul ANALISIS

KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI SOSIAL

PENANGANAN GELANDANGAN PENGEMIS (GEPENG) OLEH DINAS

SOSIAL KOTA SERANG (Perda Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010

Tentang Pencegahan, Pemberantasan Dan Penanggulangan Penyakit

Masyarakat ). Penelitian skripsi ini dibuat sebagai persyaratan untuk

memperoleh Gelar Sarjana Strata satu (S1) Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada

konsentrasi Kebijakan Publik program studi Ilmu Administrasi Publik. Sekalipun

penulis menemukan hambatan dan kesulitan dalam memperoleh informasi akurasi

data dari para narasumber namun disisi lain penulis juga sangat bersyukur karena

banyak mendapat masukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan

khususnya pada bidang yang sedang diteliti oleh penulis. Untuk terwujudnya

penulisan penelitian skripsi ini banyak pihak yang membantu penulis dalam

memberikan motifasi baik waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuannya. Maka dengan

ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kepada kedua Orang tuaku tercinta

yaitu Ayahanda Alm. Abdul Somad yang selalu menjadi inspirasi walaupun

keberadaannya sudah tiada dan Ibunda Siti Aisyah, yang senantiasa memotivasi,

mendoakan, mendidik, membantu baik materil maupun non-materil dengan

Page 9: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

ii

keringat yang senantiasa menetes dari mereka yang bisa mengantarkan saya

sampai sejauh ini dalam hidup dan tidak lupa kepada Kakak Hana Tiara dan Adik

tercinta Suci Ananda dan Jelita Tri Cahyani yang senantiasa menjadi

penyemangat dan motivasi dalam hidup penulis..

Pada kesempatan ini juga suatu kebanggaan bagi penulis untuk

mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang

telah membantu dan mendukung, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa.

2. Bapak DR. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

4. Bapak Iman Mukhroman, S.Sos, M.Si., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si., Wakil Dekan III

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa

6. Ibu Listyaningsih, M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi

Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

Page 10: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

iii

7. Ibu Arenawati M.Si., Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi

Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

8. Ibu Rini Handayani, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Skripsi I

sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan dan arahan dalam perkuliahan dan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak Riswanda, Ph.D sebagai Dosen Pembimbing Skripsi II yang

telah memberikan bimbingan dan arahan dalam mengembangkan

pemikiran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Kepada seluruh Dosen dan Staff Program Studi Ilmu Administrasi

Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa yang tidak bisa Saya sebutkan satu persatu, yang telah

membekali ilmu selama perkuliahan dan membantu dalam

memberikan informasi selama proses perkuliahan.

11. Kepada Yuli Eka Putri yang penulis sangat sayangi dan cintai setelah

kedua orantua dan saudara-saudara penulis, terimakasih selalu setia

menemani penulis dalam keadaan sulit sekalipun dan selalu menjadi

penyemangat serta motivator bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi

ini.

12. Kepada para sahabatku yang selalu memberikan kebahagiaan,

semangat dan doa yaitu Ahmad Fathony S.H, Febri WR, Asep F, Asep

Page 11: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

iv

S, Furqan A, Galuh Melati, Maria, Rezky H, Evi, Vevi, Suci R, Diah

Utami, Diana serta yang lainnya.

13. Kepada teman-temen seperjuangan Angkatan 2013, khususnya kelas D

Administrasi Negara yang telah menjadi sumber kebahagiaan dan

selalu ada disaat duka selama menjalani perkuliahan.

14. Kepada kawan-kawan KKM Perumpera kelompok 9 yang telah

memberikan semangat dan memberikan pengalaman hidup kepada

penulis..

15. Kepada Om Ata, Tante Sari, Uwa serta saudara-saudara yang telah

memberikan semangat dan dukungan baik materiil maupun non-

materiil kepada penulis.

16. Serta semua informan seperti bapak Heli Priyatna, Ibu Hendri dari

pihak Dinas Sosial Kota Serang yang telah memberikan informasi

terkait penelitian yang peneliti lakukan serta infroman-informan

lainnya yang terlibat dalam membantu penulis untuk memberikan

informasi terkait penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa sebagai manusia yang tak luput dari

kesempurnaan yang tentunya memiliki keterbatasan yang terdapat kekurangan

dalam penyusunannya. Oleh sebab itu, penulis meminta maaf apabila ada

kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini. Penulis mengharapkan segala

masukan baik kritik maupun saran dari pembaca yang dapat membangun demi

penyempurnaan skripsi ini. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu,

Serang, Maret 2018

Penulis

Page 12: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

v

Wildan Firdaus

Page 13: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

v

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul

Lembar Persetujuan

Kata Pengantar .............................................................................................. i

Daftar Isi v

Daftar Gambar ix

Daftar Tabel x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Identifikasi Masalah 15

1.3 Batasan Masalah 15

1.4 Rumusan Masalah 15

1.5 Tujuan Penelitian 15

1.6 Manfaat Penelitian 16

1.7 Sistematika Penulisan 17

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN ASUMSI

DASAR PENELITIAN

2.1 Tinjuan Pustaka 21

2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik 21

2.1.2 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik 24

Page 14: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

vi

2.1.3 Model Implementasi Kebijakan Publik 25

2.1.4 Pengertian Gelandangan Pengemis 29

2.1.5 Karakteristik Gelandangan Pengemis 30

2.1.6 Konsep Kesejahteraan Sosial 33

2.1.7 Kebijakan Kesejahteraan Sosial 36

2.1.7.1. Analisa Kebijakan Kesejahteraan Sosial 37

2.1.8 Critycal System Thinking 41

2.2 Penelitian Terdahulu 49

2.3 Kerangka Berfikir 52

2.4 Asumsi Dasar 56

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian 57

3.2 Fokus Penelitian 58

3.3 Lokasi Penelitian 59

3.4 Variabel Penelitian 59

3.4.1 Definisi Konsep 59

3.4.1 Definisi Operasional 60

3.5 Istrumen Penelitian 63

3.6 Informan Penelitian 63

3.7 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data 66

3.7.1 Teknik Pengumpulan Data 66

Page 15: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

vii

3.7.2 Teknik Analisis Data 73

3.8 Uji Keabsahan Data 75

3.9 Jadwal Penelitian 76

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deksripsi Objek Penelitian 77

4.1.1 Gambaran Umum Kota Serang 77

4.1.1.1 Visi dan Misi Kota Serang 79

4.1.1.2 Keadaan Penduduk Kota Serang 79

4.1.2 Profil Dinas Sosial Kota Serang 81

4.1.2.1 Kedudukan Dinas Sosial Kota Serang 82

4.1.2.2 Visi dan Misi Dinas Sosial Kota Serang 82

4.1.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi Sosial Kota Serang 82

4.1.2.4 Susunan Organisasi Dinas Sosial Kota Serang 83

4.1.2.5 Strategi dan Arah Kebijakan 84

4.1.2.6 Program/Kegiatan prioritas OPD 85

4.2 Deksripsi Data 87

4.2.1 Deksripsi Data Penelitian 87

4.2.2 Deksripsi Informan Penelitian 90

4.3 Deksripsi Hasil Penelitian 93

4.3.1 Sources Of Motivation (Sumber Motivasi) 95

4.3.1.1 Stakeholder (Pihak Yang Terlibat) 96

4.3.1.2 Purpose (Tujuan) 100

4.3.1.3 Measure Of Improvement (Ukuran Perbaikan) 112

4.3.2 Sources Of Power (Sumber Kekuatan) 114

4.3.2.1 Decision-maker (Pembuat Keputusan ) 115

4.3.2.2 Resources (Sumber daya ) 123

4.3.2.3 Decision Environment (Keputusan Lingkungan) 127

Page 16: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

viii

4.3.3 Sources Of Knowledge (Sumber Pengetahuan) 132

4.3.3.1 Professional (Tenaga Ahli) 133

4.3.3.2 Expertise (Keahlian) 136

4.3.3.3 Guarantee (Jaminan) 137

4.3.4 Sources Of Legitimation (Sumber Pengesahan) 138

4.3.4.1 Witness (Pembebasan) 139

4.3.4.2 Emancipation 140

4.3.4.2 World View (Pandangan Dunia) 142

4.4 Pembahasan 148

4.4.1 Sources Of Motivation (Sumber Motivasi) 148

4.4.2 Sources Of Power (Sumber Kekuatan) 153

4.4.3 Sources Of Knowledge (Sumber Pengetahuan) 158

4.4.4 Sources Of Legitimation (Sumber Pengesahan) 160

4.4.5 Karakteristik Gelandangan dan pengemis di Kota Serang 165

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan 181

5.2 Saran 184

Daftar Pustaka

Lampiran

Page 17: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Kampung Pengemis 8

Gambar 1.2 Gelandangan dan Pengemis 10

Gambar 2.1 Model Analisa Kesejahteraan

Sosial (Segal dan Brzuay, 1998) 38

Gambar 2.2 The Eternal Triangle (Boundary Judgement) 42

Gambar 2.3 Table of Boundary Categories 44

Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran 55

Gambar 3.1 The Eternal Triangle (Boundary Judgement) 57

Gambar 3.2 Analisis Data Miles dan Huberman 73

Gambar 4.1 Temuan Lapangan Sebetulnya dan Seharusnya 175

Gambar 4.3 Temuan Lapangan Skema Penelitian Analisis Kritis 176

Page 18: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Data Pengemis Menurut Kab/Kota Provinsi Banten 2016 7

Tabel 2.1 Panduan Pertanyaan Kritis 46

Tabel 3.1 Informan Penelitian 65

Tabel 3.2 Pedoman Wawancara 67

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian 76

Tabel 4.1 Luas Wilayah Kota Seran Menurut Kecamatan 2016 78

Tabel 4.2 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Umur 2016 80

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berumur 15 tahun keatas menurut

Pedidikan Tertinggi yang Ditamatkan 81

Tabel 4.4 Daftar Informan Penelitian 92

Tabel 4.5 Jumlah Gepeng Kota Serang Tahun 2016-2017 153

Tabel 4.6 Temuan Lapangan 168

Page 19: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Mengacu pada cita-cita Bangsa Indonesia yang tercantum dalam

Pembukan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Cita-cita tersebut harus

menjadi suatu implementasi nyata dengan dilakukannya pembangunan

berkelanjutan dari segala sektor seperti sosial, ekonomi, budaya, dan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi. Agar apa yang menjadi cita-cita tidak hanya sebuah

mimpi besar untuk kemajuan bangsa ini melainkan untuk menjadi sebuah panutan

dalam pembangunan bangsa Indonesia. Dengan terealisasinya cita-cita ini, dapat

menjadi suatu peningkatan standar kehidupan untuk seluruh masayarakat

Indonesia yang dapat merasakan langsung dari terealisasinya cita-cita bangsa ini.

Seluruh masyarakat Indonesia pada dasarnya mempunyai hak penuh untuk

mendapatkan kehidupan yang layak dari negara. Kehidupan yang layak seperti

tercukupinya segala kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan jasmani berupa

kebutuhan akan makanan, pakaian, pendidikan, kesehatan, tempat tinggal, dan

yang lainnya. Kebutuhan rohani seperti kebutuhan akan rasa aman, kebebasan

dalam menentukan kepercayaan (agama), ketenteraman, dan ketenangan. Maka

dari itu negarapun memiliki kewajiban untuk memberikan kehidupan yang layak

kepada rakyatnya dengan memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani

masyarakatnya.

Page 20: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

2

Indonesia merupakan negara berkembang yang mana sebagian besar

masyarakatnya belum dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini dikarenakan

masih ada masyarakat yang hidup dalam permasalahan kesejahteraan, seperti

halnya kemiskinan. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan

untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,

pendidikan, dan kesehatan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Kemiskinan

yaitu ketidakmampuan untuk memenuhi standar tertentu dari kebutuhan dasar,

baik makanan maupun non-makanan. Standar ini disebut garis kemiskinan, yaitu

nilai pengeluaran konsumsi kebutuhan dasar makananan setara dengan 2100

kalori energi per kapita per hari, ditambah lagi nilai pengeluaran untuk kebutuhan

dasar non-makanan yang paling pokok. (Sumodinigrat 2004 : 20)

Kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor, dan jarang sekali kemiskinan

disebabkan oleh faktor tunggal. Seseorang atau keluarga miskin bisa disebabkan

oleh beberapa faktor yang saling berkaitan satu sama lain, seperti mengalami

kecacatan, memiliki pendidikan rendah, tidak memiliki modal atau keterampilan

untuk berusaha, tidak tersedianya kesempatan kerja, tekena pemutusan hubungan

kerja (PHK), tidak adanya jaminan sosial (pensiun, kesehatan, kematian), atau

hidup terpencil dengan sumberdaya alam dan infrastruktur yang terbatas (Suharto,

2013: 17). Dari kemiskinan inilah mucul berbagai macam penyakit-penyakit

sosial yang muncul didalam masyarakat yang kerap sulit diatasi oleh pemerintah

diantaranya gelandangan pengemis, pekerja seks komersial (psk), anak jalanan,

anak punk, pengedar narkoba dan lainnya.

Page 21: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

3

Sebenarnya dalam menanggulangi kemiskinan pemerintah sudah

meluncurkan program-program yang diharapkan bisa menurunkan jumlah

masyarakat miskin di Indonesia. Program-program tersebut diantaranya Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN), Kartu keluarga Sejahtera (KKS), Program Indonesia

Pintar (PIP), Program Keluarga Harapan (PKH), Beras Untuk Keluarga Miskin

(Raskin), Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Program-Program lainnya yg berkaitan

dengan penanggulangan kemiskinan. Namun pada kenyataannya Program tersebut

belum mampu mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Penduduk miskin

yang ada di Indonesia 28.00541 juta jiwa pada tahun 2016 semester 1 dengan

persentase 10.86% penduduk Indonesia. Masalah kemiskinan merupakan masalah

yang terus menjadi polemik di negeri ini. Yang mana masalah kemiskinan sampai

saat ini menjadi hambatan dalam proses pembangunan untuk kehidupan yang

sejahtera. Pembangunan di segala bidang pun terbilang berjalan ditempat akibat

dari kemiskinan yang terjadi sampai saat ini.

Salah satu penyebab terjadinya kemiskinan adalah tidak tersedianya

kesempatan kerja, yang berdampak pada munculnya pengangguran atau tuna

karya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat tahun 2016 tingkat

pengangguran di Indonesia sebesar 5,50 % dari penduduk Indonesia yang

berjumlah 237.641.326 jiwa. Hal ini sangat miris sekali mengingat dengan

banyaknya penduduk Indonesia yang menganggur atau tidak memiliki pekerjaan

akan timbul beberapa masalah-masalah sosial yang berdampak pada munculnya

penyakit-penyakit masyarakat yang mengganggu kestabilan kehidupan

bermasyarakat. Penyakit-penyakit masyarakat yang akan muncul seperti

Page 22: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

4

munculnya pekerja seks komersial (psk), gelandangan pengemis, pengedar

narkoba, penjual minum-minuman keras dan lain sebagainya. Dari penyakit-

penyakit masyarakat ini bahkan dijadikan sebagai profesi oleh masyarakat miskin

yang bermentalkan lemah. Hal semacam itulah buntut dari masalah pengangguran

yang semakin hari semakin menjamur.

Bagi masyarakat miskin yang tidak memiliki pekerjaan dan keterampilan,

pekerjaan apapun akan dilakukan demi memenuhi kebutuhan sehari-harinya tanpa

memikirkan nilai-nilai dan aturan-aturan yang telah dilanggar. Ketidakmampuan

mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari membuat mereka rela melakukan

apasaja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti yang dilakukan oleh

gelandangan dan pengemis atau sering disebut gepeng. Oleh karena itu sangat

dikhawatirkan seiring bertambahnya jumlah masyarakat yang miskin dan

menganggur, akan berdampak pula pada bertumbuhnya jumlah gepeng di

Indonesia.

Dalam hal lain kemiskinan yang berlarut-larut di masyarakat dapat

membentuk sebuah kebiasaan yang mana masyarakat hanya ingin mendapatkan

penghasilan secara instan untuk mencari penghasilan dan terbebas dari pajak

pemerintah dengan menjadi gelandangan pengemis (gepeng). Hal ini tentunya

dapat mengakibatkan mental masyarakat menjadi lemah terutama dalam hal

mencari nafkah, mereka lebih memilih profesi sebagai gepeng yang dianggap

lebih mudah mendapatkan uang walaupun hal ini tentunya melanggar aturan baik

aturan tertulis maupun tidak tertulis.

Page 23: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

5

Para gepeng memiliki berbagai cara dalam melakukan aksinya untuk

menggelandang dan mengemis ada yang memakai baju compang-camping,

berpenampilan lesu dengan wajah memelas, pura-pura cacat, memakai kedok

ceramah, meminta sumbangan, menggendong anak-anak dan lain-lainya. Gepeng

bukan hanya orang dewasa namun banyak juga yang masih anak-anak, hal ini

sangat miris sekali anak-anak yang seharusnya belajar dan bermain akantetapi

mereka malah mencari nafkah, terlebih dengan cara yang kurang layak dan

melanggar aturan ini. Gepeng yang masih tergolong anak-anak atau yang sering di

kenal sebagai anak jalanan ini tentunya sangat rentan dengan masalah-masalah

lainnya seperti, perdagangan manusia (human trafficking), pelecehan seksual,

tindak kekerasan, ekploitasi anak dan lainnya. Hal ini sungguh berbanding

terbalik dengan hak-hak anak yang seharusnya mereka peroleh seperti hak untuk

di besarkan oleh orang tua, pendidikan, kesehatan, tumbuh dan berkembang,

mendapat perlindungan, berkreasi, dan lainnya.

Anak jalanan yang sering ditemukan di lampu merah, pusat perbelanjaan,

pasar-pasar tradisional, jalan-jalan raya ini, sejak kecil sudah diajarkan menjadi

peminta-minta dan bisa saja semakin lama akan berpikir betapa mudahnya dalam

mencari uang hanya dengan mengharapkan orang lain merasa iba dan

mengenakan baju lusuh, kotor, dan compang-camping dapat membuat mereka

mendapat keuntungan yang mencapai ratusan ribu rupiah per hari. Jika masalah

ini dibiarkan terus menerus dan tidak ditangani dengan serius, pemerintah

pastinya akan lebih berpikir keras untuk membuat para generasi muda tersebut

merubah pola pikir tentang mudahnya mencari uang.

Page 24: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

6

Pemerintah sebetulnya sudah mengadakan gerakan untuk menangani

permasalahan ini seperti kampanye “anti-memberi” yang bertujuan untuk

membuat jera para gepeng ini yang tidak henti-hentinya melakukan aksinya.

Selanjutnya pemerintah juga melakukan Operasi Penggarukan yaitu metode

pengangkutan dan pemindahan paksa para gelandangan dan pengemis yang

dilakukan oleh Dinas Sosial masing-masing daerah. Namun, nyatanya upaya-

upaya tersebut kurang efektif dan bahkan dinilai tidak mampu mengatasi laju

gepeng yang tiap tahun semakin menjamur.

Setiap daerah di Indonesia tidak terlepas dari perederan gepeng, tidak

terkecuali di kota-kota besar di Indonesia seperti Bandung, DKI Jakarta, Medan,

Makasar, Surabaya dan Yogyakarta yang dari tahun ke tahun gepeng seperti tidak

berkurang dan cenderung bertambah jumlahnya seiring dengan menigkatnya

kesenjangan ekonomi di kota-kota tersebut. Menurut Heru Setiawan (2012) dalam

Nabila (2014: 1) Indonesia termasuk dalam 5 besar negara yang memiliki jumlah

pengemis terbanyak di dunia dengan perkiraan jumlah pengemis ± 15 juta jiwa.

Jumlah tersebut akan terus bertambah sekitar 30-40% di tahun berikutnya. Bahkan

setiap menjelang Idul Fitri pun, jumlah pengemis sudah meningkat hingga 100%.

Hal ini merupakan catatan buruk pemerintah selaku pemegang kewenangan dalam

menentukan kebijakan yang baik dalam mengurangi jumlah pengemis di

Indonesia. Hal serupa dirasakan pula oleh Provinsi Banten yang mana jumlah

gepeng dari tahun ke tahunnya terus bertambah jumlahnya. Adapun data jumlah

gelandangan dan pengemis di Provinsi Banten tahun 2016 berdasarkan

kabupaten/kota sebagai berikut:

Page 25: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

7

Tabel 1.1

Data Gelandangan dan Pengemis Menurut Kabupaten/Kota Provinsi

Banten tahun 2016

No Kabupaten/Kota

Jumlah Pengemis Jumlah Gelandangan

2016

Jumlah

2016

Jumlah

(L) (P) (L) (P)

1 Kab. Pandeglang 29 13 42 12 7 19

2 Kab. Lebak 26 8 34 19 4 23

3 Kab. Tangerang 61 104 165 68 16 84

4 Kab. Serang 125 38 163 68 34 102

5 Kota Tangerang 19 8 27 36 4 40

6 Kota Cilegon 1 1 2 25 5 30

7 Kota Serang 26 111 137 15 11 26

8 Kota Tangsel 4 7 11 0 0 0

Jumlah 291 290 581 243 81 324

(Sumber: Dinas Sosial Provinsi Banten 2016)

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa pada 2016 jumlah gelandangan

di Provinsi Banten mencapai 324 orang sedangkan jumlah pengemis di Provinsi

Banten mungkin mencapai 581 orang. Angka ini diprediksi akan terus meningkat

seiring dengan meningkatnya kesenjangan ekonomi dan juga mobilitas gepeng

yang cukup tinggi. Berdasarkan data dari tabel di atas jumlah gelandangan

terbanyak di tempati oleh Kabupaten Serang dengan jumlah 102 gelandangan dan

jumlah pengemis terbanyak di tempati oleh Kabupaten Tangerang.

Page 26: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

8

Di Kota Serang terdapat kampung yang dijuluki sebagai kampung

pengemis yang letaknya berada tidak jauh dari jantung Kota Serang. Kampung

yang dijuluki kampung pengemis itu adalah Kampung Kebanyakan, Kelurahan

Sukawana, Kecamatan Serang, Kota Serang, Banten. Dijulukinya Kampung

Kebanyakan sebagai kampung pengemis karena hampir dalam setiap kegiatan

razia gepeng maka Kampung Kebanyakan selalu jadi sorotan, karena setiap

pendataan gepeng, sebagaian besarnya berasal dari Kampung Kebanyakan.

Gambar 1.1

Kampung Pengemis di Kota Serang

Sumber : Peneliti 2017

Page 27: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

9

Adanya kampung pengemis ini menandakan bahwa kesenjangan ekonomi

di Kota Serang sangat tinggi, pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kota

tidak berpengaruh signifikan pada wilayah-wilayah pinggiran kota. Kota Serang

sebagai Ibukota Provinsi Banten ini tentunya haruslah berbenah dalam mengatasi

hal ini, agar kesenjangan yang terjadi dapat menurun.

Sebelumnya telah disebutkan bahwa Pemerintah Kota Serang telah

mempunyai peraturan daerah sebagai upaya pemberantasan gepeng, peraturan

daerah tersebut yaitu Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 tahun 2010 Tentang

Pencegahan, Pemberantasan Dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat. Dalam

pelarangan kegiatan gepeng peraturan tersebut tertuang pada pasal 9 ayat (1), (2),

dan (3) yang berbunyi:

1. Setiap orang dilarang menjadi gelandangan dan pengemis.

2. Setiap orang dilarang menyuruh atau memaksa orang lain menjadi

pengemis.

3. Setiap orang dilarang memberikan uang ataupun lainnya kepada

pengemis.

Dalam pasal 9 ayat (1), (2), dan (3) sudah sangat jelas pemerintah Kota

Serang melarang kepada masyarakatnya untuk tidak menjadi gelandangan dan

pengemis, dilarang pula untuk memaksa oranglain untuk mengemis, serta dilarang

juga untuk yang memberikan uang ataupun lainnya kepada pengemis. Bagi yang

melanggar peraturan tersebut seperti yang dijelaskan pada pasal 21 ayat (1)

bahwa:

“Setiap orang dan/atau badan hukum yang melanggar ketentuan

sebagaimnana diamaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 ayat (1),

ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11

Peraturan Daerah ini, diancam dengan pidana kurungan paling lama 3

(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh

juta rupiah).”

Page 28: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

10

Namun hal itu tidak membuat para gepeng takut dan faktanya Perda ini

seperti tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan laju pertumbuhan gepeng di

Kota Serang. Bahkan gepeng yang telah terjaring dan diberikan pencerahan serta

penjelasan tentang pelarangan kegiatanya berdasarkan pada perda yang

berlakupun tidak menghentikan kegiatannya itu, malahan mereka cenderung

bertambah jumlahnya dan juga para gepeng sering sekali ditemukan di jalan-jalan,

pusat perbelanjaan, rumah makan, alun-alun kota, tempat penziarahan, dan

tempat-tempat yang menjadi pusat keramaian lainnya di Kota Serang. Seperti

pada gambar berikut:

Gambar 1.2

Gelandangan dan Pengemis Kota Serang

Sumber : Peneliti 2017

Page 29: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

11

Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain yang ada di Provinsi

Banten seperti Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang,

Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan yang belum memiliki

Perda khusus untuk melarang gepeng seperti apa yang sudah dimiliki oleh Kota

Serang akan tetapi jumlah gepeng mereka lebih sedikit dari pada jumlah Kota

Serang (data tabel 1.1), dalam hal ini Perda Kota Serang untuk pelarangan para

gepeng ini masih belum maksimal dalam pengimplentasiannya dan terbilang tidak

berhasil.

Dengan mengacu pada Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 tahun

2010 Tentang Pencegahan, Pemberantasan Dan Penanggulangan Penyakit

Masyarakat, Pemerintah Kota Serang Sebenarnya telah membuat sebuah program

melalui Dinas Sosial Kota Serang untuk menangani permasalahan gepeng ini.

Program tersebut yaitu Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis.

Rehabilitasi sosial Gelandangan dan Pengemis merupakan langkah yang

dilakukan pemerintah Kota Serang sebagai upaya untuk mengembalikan para

gepeng agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya kembali secara wajar dalam

kehidupan masyarakat. Program ini pun diharapkan mampu menjadi alat untuk

mengurangi dan menekan jumlah gepeng yang ada di Kota Serang.

Dalam perda Kota Serang nomor 2 tahun 2010 pasal 17 ayat 1-3,

Rehabilitasi Sosial Gelandangan Pengemis ini merupakan bentuk pembinaan yang

dilakukan pemerintah kota serang khususnya Dinas Sosial yang menjadi

penanggung jawab dalam pelaksanaan program Rehabilitasi Sosial Gelandangan

Pengemis ini. Berikut bunyi peraturan tersebut :

Page 30: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

12

1. Pemerintah Daerah dan masyarakat wajib melakukan pembinaan

terhadap orang atau sekelompok orang yang terbukti melakukan

perbuatan penyakit masyarakat.

2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui

kegiatan rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial.

3. Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan

melalui kegiatan:

a. Bimbingan, pendidikan, pelatihan dan keterampilan teknis;

b. Bimbingan, penyuluhan rohaniah dan jasmaniah;

c. Penyediaan lapangan kerja atau penyaluran tenaga kerja.

Dalam pelaksanaan Program Rehabilitasi sosial Gelandangan Pengemis ini

juga melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Satuan Polisi Pamong

Praja (Satpol PP) berperan sebagai aktor dalam penegakan perda Kota Serang

nomor 2 tahun 2010, dimana yang dilakukan Satpol PP tersebut adalah dengan

melakukan penjaringan atau merazia gepeng, setelah itu melakukan pembinaan

tentang pelarangan terhadap gepeng untuk beroperasi sebagaimana yang tertera

pada penegakan perda Kota Serang nomor 2 tahun 2010 tersebut, dan kemudian

menyerahkannya ke pihak Dinas Sosial untuk ditindak lanjuti.

Berdasarkan obervasi awal dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti,

bahwa dalam pelaksanaannya masih ditemukan permasalahan-permasalahan

terkait dengan program Rehabiltasi Sosial gelandangan pengengemis ini.

Pertama, lemahnya penegakan peraturan daerah kota serang nomor 2

tahun 2010 tentang pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit

masyarakat. Kurang tegasnya penegak hukum yaitu Satpol PP dalam menegakan

perda tersebut membuat para gelandangan dan pengemis seakan merasa tidak

peraturan yang melarangnya. Pelarangan hanya dilakukan di lampu-lampu merah

saja, sedangkan di tempat-tempat lain tidak di larang seperti di tempat makan, di

Page 31: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

13

pusat perbelanjaan, di kampus-kampus, dan di terminal-terminal. Alasan tidak di

larangannya gelandangan dan pengemis di tempat-tempat selain lampu merah

adalah alasan kemanusiaan. Seperti apa yang disampaikan oleh Bapak Raden

Kuncahyo selaku Kepala Bidang Penegak Hukum Daerah Satpol PP Kota Serang

tahun 2016 sebagai berikut:

“Kita manusiawi dong, kalo betul dia tidak punya mau apa,

kan gitu. Ya kita juga berpedoman pada ham nya, khawatir dia

laporan nanti pelanggaran ham juga kepada kami.” (wawancara

dengan Bapak Raden Kuncahyo selaku Kepala Bidang Penegak

Hukum Daerah Satpol PP Kota Serang pada 12-06-2016).

Bila melihat pada isi Peraturan Daerah Kota Serang nomor 2 tahun 2010

tentang penyakit masyarakat pasal 9 ayat 1, sangat jelas melarang kegiatan

gelandangan dan pengemis. Bila melihat pada isi perda tersebut seharusnya

pelarangan tidak hanya di lampu merah saja, di pusat-pusat keramaian juga harus

dilarang. Pada pasal 9 ayat 3 menerangkan bahwa masyarakat tidak boleh

memberikan uang atau yang lainnya kepada pengemis.

Kedua, kurangnya sosialisasi program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis ini yang dilakukan Dinas Sosial kepada publik untuk ikut andil dalam

program rehabilitasi ini. Pentingnya keikutsertaan masyarakat dalam program ini

sangat penting, keikutsertaan ini seperti yang tertuang dalam peraturan daerah

Kota Serang nomor 2 tahun 2010 tentang Penyakit Masyarakat pasal 12 ayat 2.

Pada pasal tersebut menjeleskan bahwa masyarakat perlu ikut serta untuk ikut

mencegah dan mengawasi segala perbuatan atau tindakan yang berhubungan

dengan penyakit masyarakat termasuk juga gelandangan dan pengemis di tempat

tinggalnya. Serta masyarakat harus melaporkannya kepada pihak yang berwenang.

Page 32: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

14

Dengan apa yang tertuang dalam peraturan daerah tersebut betapa pentingnya

peran serta masyarakat untuk ikut andil dalam penyelenggaraan program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini. Namun faktanya masih banyak

masyarakat yang belum mengetahui program rehabilitasi ini. Bahkan masih

banyak juga masyarakat yang masih saja memberikan uang ataupun yang lainnya

kepada pengemis. Padahal pada program rehabilitasi gelandangan dan pengemis

ini salah satu bentuknya adalah kampanye untuk tidak memberi kepada pengemis.

Namun sosialisasi yang kurang membuat program ini tidak banyak di ketahui oleh

masyarakat luas.

Ketiga, kurangnya kordinasi antara Dinas Sosial dengan SATPOL PP

selaku pihak yang merazia para gelandangan dan pengemis di jalan atau tempat

umum. Kurangnya kordinasi yang dilakukan selama ini kurang begitu maksimal

menurut keterangangan dari bapak Cahyo Kepala Seksie Penegakan Hukum

Produk Hukum Daerah Satpol PP Kota Serang bahwa pihaknya selalu siap

disetiap dilakukannya penjaringan para gepeng¸ akan tetapi pihak Dinas Sosial

Kota Serang belum mampu menampung para gelandangan dan pengemis tersebut,

sehingga terjadilah saling lempar wewenang. Bapak Cahyo menjelaskan pihak

Dinas Sosial Kota Serang belum siap secara sarana dan prasarana.

Dengan masalah-maslah yang peneliti temukan maka peneliti tertarik

untuk meneliti mengenai “Analisis Krititis Implementasi Program Rehabilitasi

Sosial Penanganan Gelandangan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas Sosial Kota

Serang (Perda Kota Serang no 2 Tahun 2010 tentang Penyakit Masyarakat).”

Page 33: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

15

1.2 Identifikasi Masalah

1. Lemahnya penegakan peraturan daerah kota serang nomor 2 tahun 2010

tentang pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit

masyarakat.

2. Kurangnya mensosialisasikan program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis yang dilakukan Dinas Sosial ini kepada publik untuk ikut andil

dalam program rehabilitasi ini.

3. Kurangnya koordinasi antara Dinas Sosial dengan SATPOL PP selaku

pihak yang merazia para gelandangan dan pengemis di jalan atau tempat

umum.

1.3 Batasan Masalah

Dari uraian-uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas

peneliti mempunyai keterbatasan kemampuan dan berfikir secara menyeluruh.

Maka dengan itu peneliti membuat batasan masalah penelitian yaitu pada

Implementasi Program Rehabilitasi Sosial Penanganan Gelandangan Pengemis

(Gepeng) Oleh Dinas Sosial Kota Serang

1.4 Rumusan Masalah

Bagaimanakah Implementasi Program Rehabilitasi Sosial Penanganan

Gelandangan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas Sosial Kota Serang (Perda Kota

Serang nomor 2 Tahun 2010 tentang Penyakit Masyarakat) ?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan dan

mendeskripsikan secara kritis mengenai bagaimana Analisis Krititis Implementasi

Page 34: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

16

Program Rehabilitasi Sosial Penanganan Gelandangan Pengemis Oleh Dinas

Sosial Kota Serang (Perda Kota Serang no 2 Tahun 2010 tentang Penyakit

Masyarakat) dan juga sebagai bahan masukan untuk pihak yang terkait dalam

penelitian ini.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak yang

bersangkutan dalam penelitian ini, baik manfaat secara praktis maupun secara

teoritis.

1.6.1 Manfaat Praktis

Beberapa manfaat secara praktis dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut

a. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan

mengenai Analisis Krititis Implementasi Program Rehabilitasi Sosial

Penanganan Gelandangan Pengemis Oleh Dinas Sosial Kota Serang (Perda

Kota Serang no 2 Tahun 2010 tentang Penyakit Masyarakat).

b. Bagi pembaca, Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penelitian

ini dapat memberikan informasi secara tertulis maupun sebagai referensi

instansi lokal khususnya Dinas Sosial kota Serang.

1.6.2 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi upaya aplikasi atas teori-

teori Administrasi Publik atas Permasalahan pada Pengimplementasian

Kebijakan Program Rehabilitasi Sosial pada lingkupan pengetahuan sosial.

Page 35: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

17

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Latar belakang masalah menjelaskan mengapa peneliti mengambil judul

penelitian tersebut, juga menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan masalah

yang akan diteliti yang tentunya relevan dengan judul yang diambil. Materi dari

uraian ini, dapat bersumber dari hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya, hasil

seminar ilmiah, hasil pengamatan, pengalaman pribadi, dan intuisi logik. Latar

belakang timbulnya masalah perlu diuraikan secara jelas, faktual dan logik.

1.2 Identifikasi Masalah

Mendeteksi aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari judul

penelitian atau dengan masalah atau variable yang akan diteliti. Identifikasi

masalah biasanya dilakukan pada studi pendahuluan pada objek yang diteliti,

observasi dan wawancara ke berbagai sumber sehingga semua permasalahan dapat

diidentifikasi.

1.3 Rumusan Masalah

Menetapkan masalah yang paling penting dan berkaitan dengan judul

penelitian.

1.4 Tujuan Penelitian

Mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dengan

dilaksanakannya penelitian, terhadap masalah yang telah dirumuskan. Isi dan

rumusan tujuan penelitian sejalan dengan isi dan rumusan masalah.

Page 36: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

18

1.5 Manfaat Penelitian

Menggambarkan manfaat penelitian baik secara praktis maupun teoritis.

BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN ASUMSI

DASAR PENELITIAN

2.1 Deskripsi Teori

Mengkaji berbagai teori yang relevan dengan permasalahan variabel

penelitian, kemudian menyusunnya secara teratur dan rapi yang digunakan untuk

merumuskan masalah.

2.2 Kerangka Berpikir

Menggambarkan alur pikiran penelitian sebagai kelanjutan dari kajian

teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca.

2.3 Asumsi Dasar Penelitian

Menyajikan prediksi penelitian yang akan dihasilkan sebagai hipotesa

kerja yang mendasari penulisan sebagai landasan awal penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Sub bab ini menjelaskan metode yang digunakan dalam penelitian

3.2 Instrumen Penelitian

Sub bab ini menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat

pengumpul data yang digunakan. Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah

peneliti itu sendiri.

Page 37: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

19

3.3 Informan Penelitian

Sub bab ini menjelaskan tentang orang yang dijadikan sumber untuk

mendapatkan data dan sumber yang diperlukan dalam penelitian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Menguraikan teknik pengumpulan data hasil penelitian dan cara

menganalisis yang telah diolah dengan menggunakan teknik pengolahan data

sesuai dengan sifat data yang diperoleh, melalui pengamatan, wawancara,

dokumentasi dan bahan-bahan visual.

3.5 Teknik Analisis Data

Sub bab ini menggambarkan tentang proses penyederhanaan data ke dalam

formula yang sederhana dna mudah dibaca serta mudah diinterpretasi, maksudnya

analisis data di sini tidak saja memberikan kemudahan interpretasi, tetapi mampu

memberikan kejelasan makna dari setiap fenomena yang diamati, sehingga

implikasi yang lebih luas dari hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan

simpulan akhir penelitian. Analisis data dapat dilakukan melalui pengkodean dan

berdasarkan kategorisasi data.

3.6 Uji Keabsahan Data

Sub bab ini menggambarkan sifat keabsahan data dilihat dari objektifitas

dalam subjektivitas. Untuk dapat mendapat data yang objektif berasal dari unsur

subjektivitas objek penelitian, yaitu bagaimana menginterpretasikan realitas sosial

terhadap fenomena-fenomena yang ada.

3.7 Lokasi Penelitian

Tempat yang dijadikan penelitian

Page 38: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

20

3.8 Jadwal Penelitian

Menjelaskan tentang tahapan waktu penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian

secara jelas, struktur organisasi dari populasi atau sampel yang telah ditentukan

serta hal lain yang berhubungan dengan objek penelitian.

4.2 Hasil Penelitian

Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan

menggunakan teknik analisis data kualitatif.

4.3 Pembahasan

Merupakan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data dan

wawancara narasumber.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, jelas,

sejalan dan sesuai dengan permasalahan serta hipotesis penelitian.

5.2 Saran

Suatu pendapat dari peneliti untuk menyarankan kepada objek yang

diteliti.

Page 39: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN ASUMSI DASAR

2.1 Tinjauan Pustaka

Pada tinjauan pustaka ini menjelaskan deskripsi teori-teori yang relevan

mengenai penelitian ini. Diantaranya menjelaskan teori tentang kebijakan publik

dan implementasi kebijakannya serta ada juga pembahasan mengenai kebijakan

kesejahteraan sosial yang menurut peneliti teori-teori ini sangat relevan dengan

masalah-masalah dalam penelitian ini. Tidak hanya tentang kebijakan saja yang

menjadi bahasan di tinjauan pustaka ini, peneliti juga membahas tentang definisi

gelandangan pengemis (gepeng), karakteristik gelandangan pengemis, dan

membahas juga mengenai critical analysis, yang mana critical analysis menjadi

pisau analisis peneliti dalam melakukan penelitian ini.

2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Istilah kebijakan publik merupakan terjemahan dari istilah bahasa

Inggris, yaitu public policy. Kata policy ada yang menerjemahkan menjadi

“kebijakan” (Samodra, Wibawa 1994; Muhadjir Darwin, 1998) dalam Soetari

(2014: 35), dan ada juga yang menerjemahkan menjadi “kebijaksanaan”

(Islamy, 2001; Abdul Wahap, 1990) dalam Soetari (2014: 35). Meskipun

belum ada kesepakatan bahwa policy diterjemahkan menjadi “kebijakan” atau

“kebijaksanaan”, kecenderungan untuk policy digunakan istilah kebijakan.

Oleh karena itu, public policy diterjemahkan menjadi kebijakan publik.

Page 40: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

22

Menurut Thomas R. Dye (1992) dalam Soetari (2014: 35), “public

policy is whatever the government chose to do or not to do” (kebijakan publik

adalah apa pun pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu). Menurut Dye, apabila pemerintah memilih untuk

melakukan sesuatu, tentu ada tujuan karena kebijakan publik merupakan

“tindakan” pemerintah. Apabila pemerintah memilih untuk tidak melakukan

sesuatu, juga merupakan kebijakan publik yang ada sesuatunya.

Sementara itu, Thomas Dye (1992: 2-4) dalam Soetari (2014: 35),

mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang

dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah, alasan suatu kebijakan

harus dilakukan dan manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi

pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang

besar bagi warganya dan tidak menimbulkan kerugian, disinilah pemerintah

harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan.

James E. Anderson (1970) dalam Soetari (2014: 35), menyatakan

bahwa “public policies are those policies developed by governmental bodies

and officials” (kebijakan publik adalah kebijakan yang dikembangkan oleh

badan dan pejabat pemerintah).

Chief J. O. Udoji, pakar dari Nigeria (1981), telah mendefinisikan

kebijakan publik sebagai suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu

tujuan tertentu yang saling berkaitan dan memengaruhi sebagian besar

masyarakat.

Page 41: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

23

Menurut David Easton dalam Soetari (2014: 35), “public policies is

the authoritative alocation of values for the whole society” (kebijakan publik

adalah pengalokasian nilai-nilai secara sah kepada seluruh anggota

masyarakat).

Berdasarkan beberapa asumsi-asumsi dari para ahli tersebut mengenai

kebijakan publik dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa kebijakan publik

merupakan sikap dari pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

sesuatu untuk menyelasaikan permasalahan sesuai dengan kepentingan

masyarakatnya. Kebijakan publik berarti juga sebagai sebuah langkah yang

diambil pemerintah guna untuk memperbaiki ataupun membuat sistem baru

sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

Selanjutnya Mustopodidjaja dalam Rakhmat (2009: 132) dalam

Soetari (2014: 36) menawarkan working definition yang diharapkan dapat

mempermudah pengamatan atas fenomena kebijakan yang aktual. Dikatakan

bahwa kebijakan publik adalah suatu keputusan untuk mengatasi permasalahan

tertentu agar mencapai tujuan tertentu, yang dilaksanakan oleh instansi yang

berwenang dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan negara dan

pembangunan. Dalam kehidupan administrasi publik, secara formal keputusan

tersebut dituangkan dalam berbagai bentuk perundang-undangan.

Aminullah dalam muhammadi (2001: 371-372) dalam Soetari

(2014:37) menyatakan bahwa kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan

untuk memengaruhi sistem pencapaian tujuan yang diinginkan. Upaya dan

tindakan tersebut bersifat strategis yaitu berjangka panjang dan menyeluruh.

Page 42: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

24

2.1.2 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris, yaitu to implement.

Dalam kamus besar webster (Wahab, 2006: 64) dalam Soetari (2014: 232), to

implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying

out (menyediakan sarana untuk melakasanakan sesuatu), dan to give practical

effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu).

Dalam Bukunya Implementation and Public Policy (1983:61) Daniel

Mazmanian dan Paul Sabatier mendefinisakan Implementasi Kebijakan

sebagai:

“Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk

undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau

keputusan-keputusan eksekutif yang penting, atau keputusan badan

peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang

ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin

dicapai, dengan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses

implementasinya.”

Van Meter dan Van Horn (1975), mendefinisikan implementasikan

kebijakan sebagai:

“Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau

pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang di

arahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam

keputusan kebijaksanaan.”

Dari definisi tersebut diatas dapat diketahui bahwa implementasi

kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu pertama, adanya tujuan atau sasaran

kebijakan. Kedua, adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan. Ketiga,

adanya hasil kegiatan.

Page 43: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

25

Berdasarkan uraian tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa

implementasi merupakan suatu proses penerapan dari apa yang sudah

diformulasikan sebelumnya oleh pembuat kebijakan, dimana pelaksana

kebijakan melakukan suatu aktifitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya

akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu

sendiri.

Pernyataan serupa juga dijelaskan pula oleh Lester dan Stewart Jr.

(2000: 104) dimana mereka katakan bahwa: implementasi sebagai suatu proses

dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu: tercapai atau tidaknya tujuan-

tujuan yang ingin diraih.

Tidak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Merrile Grindle

(1980) sebagai berikut :

“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya,

dengan mempertanyakan apakan pelaksanaan program sesuai dengan yang

telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects

dan yang kedua apakan tujuan program tersebut tercapai.”

Penting untuk diingat bahwa implementasi kebijakan yaitu tahapan

yang sangat penting dalam keseluruhan alur kebijakan, karena melalui

implementasi ini proses kebijakan dapat diwujudkan dan secara keseluruhan

dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. Hal ini

dipertegas oleh Chief Udoji (1981) dengan mengatakan bahwa :

“Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh

lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya

akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam

arsip kalau tidak diimplementasikan”

2.1.3 Model Implementasi Kebijakan Publik

Page 44: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

26

A. Implementasi Kebijakan Publik Model George C. Edward III

Model implementasi kebijakan yang berperspektif top down

dikembangkan oleh Edward III. Edward III menamakan implementasi

kebijakan publiknya dengan Direct And Indirect Impact On

Implementation. Dalam pendekatan yang diteoremakan oleh Edward III,

terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan

implementasi suatu kebijakan, yaitu : (1) komunikasi; (2) sumberdaya; (3)

disposisi; (4) struktur birokrasi.

B. Implementasi Kebijakan Publik Model Grindle

Model Implementasi Kebijakan Publik yang dikemukakan Grindle

(1980:7) menuturkan bahwa Keberhasilan proses implementasi kebijakan

sampai kepada tercapainya hasil tergantung kepada kegiatan program yang

telah dirancang dan pembiayaan cukup, selain dipengaruhi oleh Content of

Policy (isi kebijakan) dan Contex of Implementation (konteks

implementasinya). Isi kebijakan yang dimaksud meliputi:

1. Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest affected).

2. Jenis manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit).

3. Derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned).

4. Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making).

5. Para pelaksana program (program implementators).

6. Sumber daya yang dikerahkan (Resources commited).

Contex of Implementation (konteks implementasinya) yang dimaksud

meliputi:

Page 45: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

27

a. kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari indikator

yang terlibat

b. karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa

c. tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana

C. Implementasi Kebijakan Publik Daniel Mazmanian dan Paul

A. Sabatier

Model yang dikembangkan Daniel Mazmanian dan Paul A.

Sabatier yang mengemukakan bahwa implementasi adalah upaya

melaksanakan keputusan kebijakan. Model Mazmanian dan Sabatier

disebut Model Kerangka Analisis Implementasi (a framework for

implementation analysis).

Mazmanian-Sabatier mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan

ke dalam tiga variabel, yaitu:

a) Variabel Independen

Mudah-tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan

indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek, dan

perubahan seperti apa yang dikehendaki.

b) Variabel Intervening

Diartikan sebagai kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan

proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan,

dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan

hirarkis di antara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga

pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana yang memiliki keterbukaan

Page 46: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

28

kepada pihak luar, variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses

implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosio-ekonomi dan

teknologi, dukungan publik, sikap dan risorsis konstituen, dukungan

pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan kualitas kepemimpinan dari

pejabat pelaksana.

c) Variabel Dependen

Yaitu tahapan dalam proses implementasi kebijakan publik dengan

lima tahapan, yang terdiri dari: Pertama, pemahaman dari lembaga/badan

pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana. Kedua,

kepatuhan objek. Ketiga, hasil nyata. Ke-empat, penerimaan atas hasil

nyata. Terakhir, kelima, tahapan yang mengarah pada revisi atas kebijakan

yang dibuat dan dilaksanakan, baik sebagian maupun keseluruhan

kebijakan yang bersifat mendasar.

D. Implementasi Kebijakan Publik Model Van Meter dan Van

Horn

Model yang paling klasik, yakni model yang diperkenalkan oleh

Donald Van Meter dan Carl Van Horn (1975). Model ini mengandaikan

bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan

publik, implementator, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel

yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik

adalah variabel berikut :

1. Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi

2. Karakteristik agen pelaksana/implementator

3. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik

4. Kecenderungan (disposition) pelaksana/implementor.

Page 47: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

29

2.1.4 Pengertian Gelandangan Pengemis

Secara umum, pengertian pengemis adalah orang yang pekerjaannya

mengharapkan belaskasihan dengan cara meminta-minta uang kepada orang

lain. Kemudian menurut Sudarianto (2005:14) Pengemis adalah orang-orang

yang kerjanya suka meminta-minta kepada orang lain guna memenuhi

kebutuhannya. Adapun menurut Sudarianto dalam Engkus Kuswarno,

(2009:15) pengemis terbagi menjadi 2 kelompok yaitu:

1. Mengemis karena tak mampu bekerja. Pada kategori ini dilakukan oleh

orang-orang yang mempunyai kelainan fisik pada anggota tubuhnya.

Misalnya tak mampu bekerja karena tidak memiliki tangan, kaki,

lumpuh, buta. Jadi para dermawan memang harus terpanggil untuk

menyantuninya, sisihkanlah harta untuk mereka, karena menyantuni

mereka insya Allah mendapat pahala yang besar.

2. Mengemis karena malas bekerja. Pengemis karena malas bekerja inilah

yang menyebabkan jumlah pengemis di Indonesia sangat banyak.

Pengemis pada kategori ini, orangnya mempunyai anggota tubuh yang

sangat lengkap namun dihinggapi penyakit malas. Pengemis semacam

inilah yang harus diberantas oleh pemerintah.”

Suparlan (1993: 179) menyatakan bahwa istilah gelandangan yang

berasal dari kata gelandangan yang artinya selalu berkeliaran atau tidak pernah

mempunyai tempat tinggal yang tetap.

Ali, dkk,. (1990) dalam Iqbali (2008: 2-3) menyatakan bahwa

gelandangan berasal dari gelandang yang berarti selalu mengembara, atau

berkelana (lelana). Selanjutnya gelandangan merupakan lapisan sosial,

ekonomi dan budaya paling bawah dalam stratifikasi masyarakat kota.

Page 48: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

30

Gelandangan pengemis adalah orang-orang miskin yang hidup di

kota-kota yang tidak mempunyai tempat tinggal tertentu yang sah menurut

hukum. Orang-orang ini menjadi beban pemerintah kota karena mereka

menyedot dan memanfaatkan fasilitas perkotaan, tetapi tidak membayar

kembali fasilitas yang mereka nikmati itu, tidak membayar pajak misalnya.

(Sarlito, W. Sarwono 2005: 49).

Penjelasan mengenai gelandangan pengemis tersebut memberikan

pengertian bahwa mereka termasuk golongan yang mempunyai kedudukan

lebih terhormat daripada pengemis. Gelandangan pada umumnya mempunyai

pekerjaan tetapi tidak memiliki tempat tinggal yang tetap (berpindah-pindah).

Sebaliknya pengemis hanya mengharapkan belas kasihan orang lain serta tidak

tertutup kemungkinan golongan ini mempunyai tempat tinggal yang tetap

(Iqbali 2005: 3).

Dengan berbagai definisi diatas mengenai gelandangan pengemis,

maka peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud sebagai gelandangan

adalah seorang yang hidup tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan yang

tetap, tidak memliki tujuan yang jelas, berpindah-pindah tempat, jauh dari

kehidupan yang layak dan sering tinggal di fasilitas-fasilitas umum.

Sedangakan pengemis adalah seorang yang dalam sehari-harinya bekerja

dengan mengharapkan belas kasihan orang lain dengan cara meminta-minta.

2.1.5 Karakteristik Gelandangan dan Pengemis

Keith Harth (1973) dalam Iqbali (2005: 3) mengemukakan bahwa dari

kesempatan memperoleh penghasilan yang sah, pengemis dan gelandangan

Page 49: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

31

termasuk pekerja sektor informal. Sementara itu, Jan Breman (1980) dalam

Iqbali (2005: 3) mengusulkan agar dibedakan tiga kelompok pekerja dalam

analisis terhadap kelas sosial di kota, yaitu

1. kelompok yang berusaha sendiri dengan modal dan memiliki

ketrampilan;

2. kelompok buruh pada usaha kecil dan kelompok yang berusaha

sendiri dengan modal sangat sedikit atau bahkan tanpa modal;

3. kelompok miskin yang kegiatannya mirip gelandangan dan

pengemis. Kelompok kedua dan ketigalah yang paling banyak di

kota dunia ketiga. Ketiga kelompok ini masuk ke dalam golongan

pekerja sektor informal.

a. Pengemis

Pengemis ada lima kategori pengemis menurut Indra Pratama dalam

Engkus Kuswarno (2009:26) yaitu:

a. Pengemis Berpengalaman

Lahir karena tradisi. Bagi pengemis yang lahir karena tradisi, tindakan

mengemis adalah tindakan kebiasaan. Mereka sulit menghilangkan

kebiasaan tersebut karena orientasinya lebih pada masa lalu (motif

sebab).

b. Pengemis kontemporer kontinu tertutup

Hidup tanpa alternatif. Bagi kelompok pengemis yang hidup tanpa

alternatif pekerjaan lain, tindakan mengemis menjadi satu-satunya

pilihan yang harus diambil. Mereka secara kontinu mengemis, tetapi

mereka tidak mempunyai kemampuan untuk dapat hidup dengan

bekerja yang akan menjamin hidupnya dan mendapatkan uang.

c. Pengemis kontemporer kontinu terbuka

Hidup dengan peluang. Mereka masih memiliki alternatif pilihan,

karena memiliki keterampilan lain yang dapat mereka kembangkan

untuk menjamin hidupnya. Hanya saja keterampilan tersebut tidak

Page 50: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

32

dapat berkembang, karena tidak menggunakan peluang tersebut

dengan sebaik-baiknya atau karena kekurangan potensi sumber daya

untuk mengembangkan peluang tersebut.

d. Pengemis kontemporer temporer

Hidup musiman. Pengemis yang hanya sementara dan bergantung pada

kondisi musim tidak dapat diabaikan keberadaannya. Jumlah mereka

biasanya meningkat jika menjelang hari raya. Daya dorong daerah

asalnya karena musim kemarau atau gagal panen menjadi salah satu

pemicu berkembangnya kelompok ini.

e. Pengemis rencana

Berjuang dengan harapan. Pengemis yang hidup berjuang dengan

harapan pada hakikatnya adalah pengemis yang sementara. Mereka

mengemis sebagai sebuah batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaan

lain setelah waktu dan situasinya dipandang cukup.”

Kriteria :

a. Anak sampai usia dewasa

b. Meminta-minta di rumah penduduk, pertokoan, persimpangan jalan

(lampu lalu lintas), pasar, tempat ibadah, dan tempat umum

lainnya, bertingkah laku untuk mendapatkan belas kasihan berpura-

pura sakit, merintih, dan kadang-kadang mendoakan dengan

bacaan-bacaan ayat suci, sumbangan untuk organisasi tertentu.

c. Biasanya mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur

dengan penduduk pada umumnya.

b. Gelandangan

Muthalib dan Sudjarwo (dalam IqBali, 2005: 3) memberikan tiga

kategori gelandangan, yaitu pertama, sekelompok orang miskin atau

dimiskinkan oleh masyaratnya. Kedua, orang yang disingkirkan dari

Page 51: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

33

kehidupan khalayak ramai. Ketiga, orang yang berpola hidup agar

mampu bertahan dalam kemiskinan dan keterasingan. Ali, dkk. (dalam

IqBali, 2005: 3) juga menggambarkan mata pencaharian gelandangan

seperti pemulung, peminta-minta, tukang semir sepatu, tukang becak,

penjaja makanan, dan pengamen.

Kriteria :

a. Tanpa Kartu Tanda Penduduk (KTP); b. Tanpa tempat tinggal yang pasti/tetap; c. Tanpa penghasilan yang tetap; dan d. Tanpa rencana hari depan anak-anaknya maupun dirinya.

2.1.6 Konsep Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial merupakan cita-cita dari negara indonesia yang

mana kesejahteraan sosial dapat di artikan sebagai kondisi dimana masyarakat

dapat memenuhi kebutuhan dasarnyanya seperti sandang, pangan, dan

papannya. Seperti apa yang Migdley (1997: 5) dalam Isbandi (2013: 23) lihat

bahwa kesejahteraan sosial sebagai:

“Suatu keadaan atau kondisi kehidupan manusia yang tercipta ketika

berbagai permasalahan sosial dapat dikelola dengan baik; ketika

kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan ketika kesempatan sosial

dapat dimaksimalkan”

Sedangkan menurut Segal dan Bruzy (1998:8) dalam Suud (2006:6),

kesejahteraan sosial adalah kondisi sejahtera dari suatu masyarakat.

Kesejahteraan sosial meliputi kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagian, dan

kualitas hidup rakyat. Kesejahteraan sosial yang di rumuskan oleh Wilensky

dan lebeaux (1965:138) sebagai:

Page 52: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

34

“sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan dam lembaga-

lembaga sosial, yang dirancang untuk membantu individu-individu

dan kelompok-kelompok agar mencapai tingkat hidup dan kesehatan

yang memuaskan. Maksudnya agar tercipta hubungan-hubungan

personal dan sosial yang memberi kesempatan individu-individu

pengembangan kemampuan-kemampuan mereka seluas-luasnya dan

meningkatkan kesejahteraan mereka sesuai dengan kenutuhan-

kebutuhan masyarakat.”

Definisi yang serupa dikemukakan oleh Friedland (1968:13) dalam

Suud (2006:8) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai sistem yang

teroganisasi dari pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga sosial, yang

dimaksudkan untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok agar

mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang memuaskan, dan hubungan-

hubungan personal dan sosial yang memberi kesempatan kepada mereka untuk

memperkembangkan seluruh kemampuannya dan untuk meningkatkan

kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan

masyarakatnya.

Romanyshyn (1971:3) dalam Suud (2006:11) menyebutkan bahwa

kesejahteraan sosial dapat :

“mencakup semua bentuk intervensi sosial yang mempunyai suatu

perhatian utama dan langsung pada usaha peningkatan kesejahteraan

individu dan masyarakat sebagai keseluruhan. Kesejahteraan sosial

mencakup penyediaan pertolongan dan proses-proses yang secara

langsung berkenaan dengan penyembuhan dan pencegahan masalah-

masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia, dan perbaikan

kualitas hidup. Itu meliputi pelayanan-pelayanan sosial bagi individu

dan keluarga-keluarga juga usaha-usaha untuk memperkuat atau

memperbaiki lembaga-lembaga sosial.”

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Suahrto (2005:34)

memberikan definisikan bahwa kesejahteraan Sosial adalah kegiatan-kegiatan

yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat

Page 53: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

35

guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan

kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat.

Kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat.

Dari beberapa definisi diatas dapat peniliti simpulkan bahwa

kesejahteraan sosial yaitu terpenuhinya segala kebutuhan dasar seperti

kebutuhan material dan spiritualnya sehingga dapat berdampak positif terhadap

lingkungan sosialnya. Kesejahteraan sosial juga merupakan serangkaian

kegiatan yang dilakukan lembaga/kelompok pemerintah untuk pengentasan

masalah kesejahteraan dari masyarakatnya untuk memberikan suatu dampak

positif untuk lingkungan sosial dari masyarakat agar terjalinnya interaksi sosial

yang lebih baik.

Kesejahteraan sosial memang sangat diperlukan untuk membentuk

masyarakat yang tertib dan disiplin serta menjunjung tinggi nilai-nilai sosial

yang ada dimasyarakat. Kesejahteraan sosial akan berimplikasi kepada cara

hidup suatu masyarakat di lingkungan sosialnya, jika suatu masyarakat

sejahtera maka masalah-masalah sosial maupun konflik-konflik sosial tidak

akan menjadi permasalahan yang kompleks yang bisa memecah belah

persatuan di masyarakat. Sebaliknya jika masyarakat tidak sejahtera, pasti

banyak sekali masalah-masalah sosial dan konflik-konflik sosial yang akan

terjadi seperti sekarang ini, banyak sekali masalah-masalah sosial yang muncul

sehingga dalam kesehariannya dan dalam mata pencahariannya mengabaikan

nilai-nilai sosial dan norma-norma yang ada di masyarakat contohnya

Page 54: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

36

banyaknya gelandangan pengemis (gepeng), Pekerja Seks Komersial (PSK),

anak jalanan, anak terlantar, lanjut usia yang terlantar dan lainnya.

2.1.7 Kebijakan Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan Sosial merupakan upaya dari pemerintah untuk

mensejahterakan masyarakatnya sehingga masyarakatnya dapat hidup dengan

baik di lingkungan sosialnya sehingga tidak adanya nilai-nilai sosial yang ada

di masyarakat yang dilanggar. Menurut Segel dan Bruzuzy (1998) dalam Suud

(2006: 88) kebijakan sosial merupakan bagian dari sistem kesejahteraan sosial.

Karenanya, intervensi kesejahteraan sosial melalui kebijakan mesti

memperhatikan sistem kesejahteraan sosial di mana kebijakan tersebut dibuat.

Selanjutnya Segel dan Bruzuzy (1998: 9) dalam Suud (2006: 94)

secara singkat mendefiniskan bahwa kebijakan kesejahteraan sosial adalah

tanggapan yang terorganisasi atau tiadanya suatu tanggapan terahadap suatu isu

atau masalah sosial. Diana M. Dinitro (2003:2) dalam Suud (2006:95)

berpendapat bahwa kebijakan kesejahteraan sosial adalah apa saja yang dipilih

pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan, yang mengakibatkan kualitas

kehidupan rakyatnya. Macarov (1995) dalam Suud (2006:95) juga berpendapat

bahwa kebijakan kesejahteraan sosial meliputi keduanya tujuan dan aturan

yang menentukan pelaksana. Kebijakan kesejahteraan sosial diterapkan melalui

program kesejahteraan sosial yang dilaksanakan oleh pekerja sosial.

Page 55: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

37

Dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai

kebijakan kesejahteraan sosial peneliti dapat menyimpulkan bahwa kebijakan

kesejahteraan sosial merupakan apa saja yang dilakukan ataupun tidak

dilakukan pemerintah untuk menanggapi isu-isu sosial yang ada dimasyarakat

dan dalam penerapannya dengan membuat produk dari kebijakan itu sendiri

yaitu program-program kesejahteraan sosial.

2.1.7.1 Analisa Kebijakan Kesejahteraan Sosial

Analisa kebijakan kesejahteraan sosial dilakukan untuk

menyediakan bimbingan dan arahan bagi para pembuat kebijakan

(Dobelstein, 1996) dan untuk menawarkan solusi masalah sosial (Dunn,

2000). Informasi yang diperoleh melalui analisa kebijakan dapat digunakan

untuk membangun kebijakan alternatif di masa yang akan datang, menilai

kebijakan-kebijakan yang ada atau sebelumnya, atau menjelaskan masalah

fenomena kesejahteraan sosial. Berikut ada model analisa kebijakan

kesejahteraan sosial dari (Segal dan Brzuay, 1998) yang modelnya beralur

linier dalam model analisanya. Hal ini dimaksudkan untuk merefleksikan alur

umum dari kebijakan dan untuk tujuan penjelasan. Bagaimanapun,

pembuatan dan pengoperasian kebijakan kesejahteraan sosial itu dinamis dan

proses tersebut yang terbaik dipandang sebagai suatu keseluruhan. Model

berikut ini memiliki lapisian-lapisan berlipat, yang merefleksikan

kompleksitas dari sistem kesejahteraan sosial sebagaimana yang telah

disebutkan di atas yang mana dalam kebijakan dirumuskan. Berikut garis

besar model tersebut.

Page 56: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

38

Gambar 2.1

Model Analisa Kesejahteraan Sosial (Segal dan Brzuay, 1998)

Menerapkan model tersebut mensyaratkan penggunaan banyak

pertanyaan untuk menganalisa evolusi dan penerapan kebijakan kesejahteraan

sosial. Daftar pertanyaan yang ada di bawah ini akan membantu kita menyusun

analisa kebijakan kesejahteraan sosial.

a. Masalah Sosial

Apakah masalahnya?; Bagaimana definisinya?; Seberapa luas

masalahnya?; Siapa yang mendefinisikannya sebagai masalah?; Siapa

yang tidak setuju tanda masalah tersebut?

Dampak

yang Aktual

Populasi yang

Diakibatkan

Penerapan

Program

Kesejahteraan

Sosial

Kebijakan/

Perundangan Tujuan

Isu Sosial/

Masalah

Sosial Dampak

yang

Dikehendaki

Page 57: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

39

b. Tujuan

Apakah tujuan umumnya?; Apakah sub-sub tujuannya?; Apakah sub-

sub tujuan tersebut saling bertentangan?;

c. Kebijakan/perundangan

Apakah ada kebijakan yang relevan?; Jika tidak ada mengapa?;

Apakah sasaran-sasaran dari kebijakan tersebut?; Apakah ada agenda-

agenda dari kebijakan yang tersembunyi?; Siapakah yang mendukung

kebijakan tersebut?; Siapakah yang menentang kebijakan tersebut?.

d. Penerapan

Apakah program kesejahteraan sosial yang diterapkan merupakan dari

kebijakan?; Apakah program tersebut efektif?; Apakah kekuatan-

kekuatannya?; Apakah kelemahan-kelemahannya?.

e. Populasi yang dipengaruhi

Siapa yang disentuh oleh kebijakan dan program tersebut?; Apakah

akibat positifnya?; Apakah akibat negatifnya?.

f. Dampak yang dikehendaki

Apakah yang dimaksudkan menjadi kenyataan?; Apakah yang

dimaksudkan telah dipengaruhi?; Apakah masalah yang dimaksudkan

telah berubah?.

Page 58: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

40

g. Dampak aktual

Bagaimana biaya dan keuntungannya?; Apakah masalah sosial tersebut

berubah?; Jika ya, bagaimana berubahnya?; Adakah akibat-akibat yang

tidak diinginkan?.

Kerapkali kondisi-kondisi sosial tertentu dipandang sebagai suatu

masalah oleh beberapa orang, tetapi tidak oleh semua anggota masyarakat.

Suatu persoalan mendapat penerimaan sebagai suatu keprihatinan sosial tatkala

semakin banyak orang, kelompok-kelompok sosial, dan para pembuat

kebijakan mendefinisikannya sebagai suatu masalah sosial. Sementara

mungkin ada persetujuan yang secara umum, pembelajaran nilai-nilai khusus

ideologis bisa mewarnai cara pandang terhadap persoalan tersebut. Sebagai

contoh, gelandangan pengemis (gepeng) bisa diakui oleh banyak orang sebagai

suatu masalah sosial, tetapi oleh sebagian orang dianggap sebagai masalah

kemiskinan, dan sementara bagi sebagian masyarakat lain ia bisa dipandang

sebagai merusak pandangan umum, dan bagi sebagian yang lain lagi ia bisa

dimasukan sebagai orang yang sakit mental yang kurang mendapat perlakuan

secara memadai (Suud 2006: 106).

Proses kebijakan secara keseluruhan dipengaruhi oleh nilai-nilai,

benar adanya pengenalan dan pendefinisian masalah-masalah sosial dan

rangkaian tujuan tersebut. Nilai-nilai sosial dan pandangan-pandangan yang

berpencar memaikan peranan dalam proses pembuatan kebijakan (Suud 2006:

107).

Page 59: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

41

Konflik nilai kerapkali merupakan alasan mengapa kebijakan

kesejahteraan sosial sulit dibangun. Kebijakan-kebijakan kesejahteraan sosial

yang dikeluarkan biasanya mengandung kompromi-kompromi dan terdiri atas

sejumlah bagian yang tidak perlu cocok satu sama lain. Banyak sekali program

kebijkan kesejahteraan sosial pokok tidak secara tepat merupakan apa yang

diinginkan leh setiap orang, tetapi malah memberikan sesuatu bagi orang-orang

yang bebeda. Meraih konsensus dan kepentingan-kepentingan yang demikian

banyak kerapkali menciptakan perundangan atau kebijakan yang tidak jelas,

sangat panjang dan kompleks (Suud 2006: 108).

2.1.8 Critical System Thinking

Dalam penelitian yang berjudul “Analisis Kritis Implementasi

Program Rehabilitasi Sosial Penanganan Gelandangan Pengemis (Gepeng)

Oleh Dinas Sosial Kota Serang” ini, peneliti menggunakan pendekatan critical

sistem thinking. Critical systems thinking dalam Riswanda (2016)

didefinisikan:

“Sebagai sebuah proses berdialektika, berdiskusi, serta melakukan

refleksi pada pencarian „meanings‟ alternatif diantara kemajemukan,

dan sisi lainnya antara asumsi, nilai, dan sudut pandang dalam konteks

penelitian kualitatif, mencari keterkitan berbagai aspek dalam sebuah

permasalahan kebijakan, sebagai usaha untuk menemukan missing

link, dan keterkaitan antar fenomena yang dilupakan yang sebenarnya

berpotensi untuk dapat memberikan jawaban dari permasalahan yang

terjadi. Dengan sinergi penyajiannya pada pembangunan suatu

argument penelitian. Untuk kemudian dijadikan dasar pijakan

membangun argument penelitian dan mendesain kerangka teoritis di

dalamnya. Rangka pikir tersebut dapat digunakan di semua fase kajian

kebijakan-formulasi, implementasi, dan evaluasi.”

Page 60: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

42

Critical sistem thinking ini peneliti anggap relevan dengan

permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini. Peneliti anggap relevan

karena dengan konsep critical sistem thinking ini, peneliti akan diarahkan

untuk melihat suatu permasalahan kebijakan dengan berbagai sudut pandang

yang berbeda, yang nantinya merujuk pada fakta-fakta dalam suatu kebijakan

dengan membandingkannya dengan nilai-nilai yang ada dimasyarakat

sebagaimana yang ada dalam konsep „critical heuristics‟ yang menggunakan

paradigma segitiga batas penilaian (Boundary Judgements) yang disitu terdapat

fakta-fakta, nilai-nilai, dan sistem. Seperti pada gambar berikut :

Gambar 2.2

The Eternal Triangle (Boundary Judgement)

Sumber: „the triangle‟ of the buondary judgements, facts and values oleh Ulrich

(2000 hal.252) dalam Riswanda (2016: 3)

Gambar di atas menjelaskan bahwa pemahaman sistem ini digunakan

sebagai acuan kerangka berpikir dari sudut pandang seseorang yang

membentuk kontruksi dasar dari kebijakan. Menurut Riswanda (2016)

Boundary Judgments

“SISTEM”

“FAKTA-FAKTA” “NILAI-NILAI”

Observasi Evaluasi

Page 61: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

43

menyatakan bahwa boundary judgments memberikan pesan pada peneliti

bahwa prinsip dasar metodologi penelitian dengan pendekatan kualitatif

merupakan refleksi dari konsep boundary judgments.

Tujuan dari critical sistem thinking yaitu “to give „voice of the

voiceless” yang berarti pemberian “voice” kepada masyarakat atau kelompok

yang selalu terpinggirkan, atau tidak mendapatkan tempat dalam proses

pembuatan kebijakan (Riswanda, 2015 dan Riswanda et.al, 2016). Dalam hal

ini tentunya penelitian tentang gelandangan pengemis (gepeng) yang peneliti

lakukan sangat relevan dengan konsep critical sistem thinking ini. Gelandangan

Pengemis (gepeng) disini merupakan masyarakat yang selalu terpinggirkan dan

“voice” dari gepeng ini tidak mendapat tempat dan terabaikan dalam proses

pembuatan kebijakan. Dengan mengedepankan “to give „voice of the voiceless”

diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang selama ini dirasakan oleh

masyarakat dan kelompok masyarakat yang selalu ini terpinggirkan seperti

halnya gepeng ini. Karena dalam setiap permasalahan kebijakan selalu ada

suara-suara dari masyarakat yang terabaikan oleh pemerintah. Maka dari itu

dengan menggunakan critical systems thinking ini maka ada tempat untuk

menempatkan kebijakan dengan memperhatikan unsur-unsur tertentu yang

terkait dengan kebijakan yang ada, seperti unsur religi, sosial, ekonomi,

budaya, maupun keanekaragaman cara pendang dan berfikir dalam masyarakat

saat menyikapi permasalahan sosial tertentu (Riswanda, 2016).

Dalam penelitian kebijakan ini, dengan menggunakan pendekatan

critical systems thinking nantinya akan menggunakan percakapan naratif dan

Page 62: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

44

wawancara secara mendalam kepada individu-individu dan kelompok-

kelompok berbeda yang pada akhirnya ditemukan suara atau opini terkait

dengan permasalahan kebijakan dari individu dan kelompok yang nantinya

menjadi sebuah pandangan dan gambaran kepada peneliti tentang bagaimana

permasalahan kebijakan yang terjadi selama ini. Dengan melihat dari asumsi-

asumsi ini, peneliti dapat melihat nilai-nilai sosial kemasyarakatan bercampur

dan berbaur yang nantinya memperlihatkan asumsi dari suara individu yang

terpinggirkan yang dapat membentuk konstruksi sebuah kebijakan. (Riswanda,

2016).

Berikut adalah rangka penelitian untuk memetakan siapa yang terlibat

dalam pengambilan keputusan, dan siapa yang terkena dampak akhir dari

produk keputusan kebijakan.

Gambar 2.3

Table of Boundary Categories

Batas Kategori Batas Persoalan

1. Stakeholder

2. Purpose Sources of motivation

3. Measure of improvement Sistem referensi

(sistem perhatian)

4. Decision-maker yang menentukan

5. Resources Sources of power Yang terlibat pengamatan (* fakta *)

6. Decision environment dan evaluasi (* nilai *)

dianggap relevan ketika

7. Profesional datang untuk menilai

8. Expertise Sources of knowledge manfaat atau cacat dari

9. Guarantee proposisi

10. Witness

11. Emancipation Sources of legitimation Yang terpengaruh

12. World view

Sumber:... W. Ulrich (1983, hal. 258; hal. 43; dan 2000, hal. 256). Dalam

Riswanda (2016: 9).

Page 63: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

45

Penjelasan tabel di atas yaitu bahwa ada empat dimensi yang menjadi

fokus dalam kajian kebijakan publik. Dimensi tersebut adalah sumber motivasi,

sumber kekuatan, sumber pengetahuan, dan sumber pengesahan. Keempat

dimensi ini membentuk „policy circle‟ yaitu lini garis lingkaran dari kebijakan

publik yang terdiri dari formulasi, analisis, implementasi, dan evaluasi yang

saling berhubungan (Riswanda, 2016).

Critical systems thinking ini menawarkan dua belas panduan pertanyaan

kritis yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi peneliti kebijakan dengan

metode kualitatif dalam mengupas tuntas akar permasalahan dari permasalahan

kebijakan karena dari dua belas pertanyaan kritis ini mencakup „policy circle‟

yang terdiri atas analisis, formulasi, implementasi, dan evaluasi. Dengan

melibatkan kedua selektivitas empiris dan normatif yaitu apa yang sebetulnya

(fakta aktual di lapangan) dengan apa yang seharusnya terjadi pada tataran ideal

(Riswanda, 2016). Berikut dua belas pertanyaan kritis yang ditawarkan oleh

Critical systems thinking:

Page 64: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

46

Tabel 2.1

Panduan Pertanyaan Kritis

No. Sebetulnya

(temuan fakta actual di lapangan)

Seharusnya

(pada tataran ideal)

1. Siapa atau pihak mana yang secara

factual menjadi pemangku

kepentingan pada sebuah

permasalahan kebijakan?; Pihak

mana, dalam lingkup permasalahan

tersebut, yang suara kepentingannya

mewakili atau terwakili oleh

kelompok tertentu dalam

masyarakat, termasuk didalamnya

memuat nilai-nilai, tujuan, dan

keinginan per individu maupun

golongan?; Kepentingan pihak

mana yang sebetulnya terlayani/

terfasilitasi/ terwakili/ tercermin

dalam sebuah produk kebijakan?

baik berupa UU, PP, Perda, dan

seterusnya. Pihak mana di

masyarakat, dalam lingku kelompok

target kebijakan yang mungkin tidak

merasakan manfaat dari keputusan/

produk kebijakan tersebut, namun

menanggung dampak eksekusi

ataupun memiliki potensi untuk

menanggung akses dampaknya.

Siapa atau pihak mana yang

seharusnya menjadi pemangku

kepentingan dari kebijakan untuk di

formulasi-kan atau dikaji ulang?;

Siapa atau pihak mana yang

seharusnya secara factual menjadi

pemangku kepentingan pada sebuah

permasalahan kebijakan?; Pihak

mana dalam lingkup permasalahan

tersebut yang suara kepentingannya

mewakili atau terwakili.

Page 65: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

47

2. Apa sebetulnya tujuan dari

rancangan kebijakan terkait

permasalahan publik di mana

kebijaan tersebut berpijak? Hal ini

ditinjau dari konsekuensi factual

dikeluarkannya kebijakan tersebut,

bukan hanya dari pernyataan

tertulis-strategis suatu kebijakan

publik.

Apa yang seharusnya menjadi tujuan

dari keebijakan dengan kata lain apa

yang seharusnya menjadi capaian

tujuan kebijakan untuk menjangkau

kepentingan semua pemangku

kepentingan?

3. Berdasarkan konsekuensi rancangan

kebijakan di atas, apa sebetulnya

yang menjadi tolak ukur

keberhasilan kebijakan?

Apa yang seharusnya menjadi tolak

ukur keberhasilan kebijakan?

4.

Siapa atau pihak mana secara

faktual menjadi pembuat kebijakan

dan penentu perubahan ukuran

keberhasilan kebijakan?

Siapa atau pihak mana seharusnya

menjadi pembuat kebijakan? Pihak

mana yang seharusnya memiliki

power perubahan tolak ukur

perbaikan kebijakan?

5. Apa sebetulnya yang menjadi (pra)

kondisi suksesnya formulasi dan

implementasi kebijakan? Apakah

(pra) kondisi ini sepenuhnya

dikontrol oleh pembuat kebijakan?

Seharusnya seberapa besar kontrol

pembuat kebijakan terhadap

sumberdayaa dan (penanganan)

keterbatasan-keterbatasan

penyediannya?

6. Kondisi apa saja yang secara factual

berada di luar kontrol pembuat

kebijakan? Impikasi apa yang

sebetulnya terjadi paada masalah

kebijakan saat pembuat kebijakan

tidak memiliki kontrol pada kondisi

tertentu dalam lingkup

permasalahan kebijakan?

Sumberdaya dan kondisi apa saja

yang seharusnya menjadi bagian

dari pengaturan (pelaksanaan

kebijakan?

7. Siapa atau pihak mana saja yang

sebetulnya dilibatkan sebagai

formulator kebijakan, terkait

permasalahan publik sebagai target

solusi kebijakan tersebut?

Siapa atau pihak mana saja yang

seharusnya dilibatkan sebagai

formulator dalam sistem pembuatan

kebijakan?

8. Siapa atau pihak mana yang

dilibatkan sebagai “pakar” jenis

kepakaran seperti apa dan peran apa

yang diberikan pada para “pakar”

tersebut terkait konteks pembuatan

keputusan kebijakan dan fokus

permasalahan publik berjalan?

Jenis kepakaran seperti apa yang

seharusnya dilibatkan dalam

formulasi kebijakan? Siapa atau

pihak mana saja seharusnya yang

terlibat sebagai “pakar” dan pada

aspek mana saja kepakaran mereka

diletakkan dalam proses pembuatan

keputusan kebijakan?

9. Di mana dan bagaimana sebetulnya

pihak yang dilibatkan dalam sistem

Siapa atau pihak mana yang

seharusnya dilibatkan sebagai

Page 66: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

48

mendapatkan jaminan keberhasilan

perencanaan kebijakan. Hal ini

dapat ditinjau dari kompetensi

teoritis “pakar” yang terlibat,

kesepakatan para “pakar” tersebut

dala validitas data empiris yang

digunakan sebagai dasar

pertimbangan kebijakan, dukugan

politik keterwakilan kelompok

kepentingan terpaut isu kebijakan.

Selanjutnya, tinjuauan penelitian

dapat melihat seberapa jauh

kontribusi kepakaran tersebut

memberikan jaminan suksesnya

pelaksanaan kebijakan?

penjamin mutu formulasi kebijakan,

di mana formulator nantinya dapat

mencari tolak ukur kesuksesan dan

perbaikan kebijakan pada tataran

implementasi?

10. Siapa atau pihak mana diantaranya

mereka yang terlibat mewakili suara

those affected? Siapa saja kemudian

diantara pihak terkena dampak yang

justru tidak dilibatkan dalam

pengambilan keputusan kebijakan?

Siapa atau pihak mana diantara

those affected, yang seharusnya

dilibatkan karena mewakili

kemungkinan terkena dampak dari

rancangan atau hasil keputusan

kebijakan?

11. Apakah the affected diberikan

kesempatan untuk menyuarakan dan

menentukan kepentingan mereka

sendiri, terlepas dari pendapat para

“pakar” menyangkut solusi

kebijakan berjalan? Apakah arti

kualitas hidup bagi mereka? Apakah

the affected pada kenyataannya

hanya menjadi “alat” pencapaian

tujuan dari pihak di luar lingkaran

solusi keputusan kebijakan?

Seberapa jauh dan dengan cara apa

seharusnya the affected diberikan

kesempatan untuk lepas dari lingkup

pengaruh the involved dalam

pengambilan keputusan san

eksekusi kebijakan?

12. Apakah sebetulnya world view

terpaut isu kebijakan publik yang

dihadapi? Apakah pandangan ini

merupakan atau menjadi lensa

pandang (sebagian dari) the

involved dan (sebagian dari) the

affected?

Pijakan world view apa yang

seharusnya menjadi nilai tumpuan

sistem pembuatan kebijakan? Nilai

tumpuan ini, pada tatanan ideal,

mewakili nilai-nilai yang dimiliki

oleh the involved dan the affected?

Sumber: Diterjemahkan, diadapsi dan dimodifikasi dari Midgley, G. (2000)

Systemic Intervention: Philosophy, Methodology and Practice. New York: Kluwer

Academic, hal. 141, dalam Riswanda. 2016. Metode Penelitian Kebijakan.

Dua belas panduan pertanyaan diatas menggambarkaan pendalaman

masalah kebijakan multi-layered dan multi dimensi melalui explorasi sudut

Page 67: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

49

pandang multi-lenses. Ini berarti penelitian yang dilakukan secara mendalam

mengenai Program Rehabilitasi Sosial Gelandangan Pengemis (Gepeng) Oleh

Dinas Sosial Kota Serang dengan mengedepankan berbagai lapisan masyarakat

melalui berbagai sudut pandangnya dan berbagai lensa opini. Harapan peniliti

dengan menggunakan Critical systems thinking dapat menemukan suatu solusi

yang relevan terhadap permasalahan dari Program Rehabilitasi Sosial

Gelandangan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas Sosial Kota Serang ini.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dijadikan sebagai penelitian terdahulu berkaitan dengan

peneleitian peneliti tentang Analisis Kritis Implementasi Program Rehabilitasi

Sosial Penanganan Gelandangan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas Sosial Kota

Serang adalah penelitian yang dilakukan oleh Nitha Citrasari Program Studi Ilmu

Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa Serang, Banten. Penelitian tersebut membahas mengenai Kinerja

Dinas Sosial Kota Cilegon Dalam Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Di

Kota Cilegon pada tahun 2012.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang Kinerja Dinas Sosial

Kota Cilegon Dalam Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Di Kota Cilegon.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Metode

pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Subyek

dari penelitian ini adalah pegawai Dinas Sosial Kota Cilegon, Satpol PP Kota

Cilegon, LSM LKBHFPP, Tokoh Masyarakat Kota Cilegon, serta Gepeng.

Page 68: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

50

Hasil dari penelitian ini yaitu Kinerja Dinas Sosial Kota Cilegon dalam

penanganan gelandangan dan pengemis di Kota Cilegon belum optimal. Hal

tersebut dikarenakan terkendala oleh belum tersedianya panti rehabilitasi serta

sarana dan prasarana untuk menangani mereka supaya menjadi masyarakat yang

mandiri. Untuk meningkatkan kinerja, Dinas Sosial perlu membangun panti

rehabilitasi agar program-program yang dibuat bisa menjadi lebih efektif sehingga

dapat mengurangi jumlah gelandangan dan pengemis di Kota Cilegon.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Rizki Amalia Program Studi Ilmu

Politik Dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

Penelitian tersebut terkait Rehabilitasi Pengemis Di Kota Pemalang (Studi Kasus

di Balai Rehabilitasi Sosial “Samekto Karti” Pemalang I) pada tahun 2013.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) Faktor-faktor

apa saja yang menyebabkan terjadinya pengemisan di kota Pemalang, (2)

Bagaimana partisipasi masyarakat dalam upaya penanggulangan pengemisan di

Balai Rehabilitasi Sosial “Samekto Karti” Pemalang I, (3) Bagaimana upaya-

upaya yang dilakukan Balai Rehabilitasi Sosial “ Samekto Karti” Pemalang I

untuk merehabilitasi pengemis.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan

menggunakan metode kualitatif. Fokus dalam penelitian ini adalah (1) faktor

internal dan faktor eksternal penyebab munculnya pengemisan, (2) sejauh mana

keterlibatan dan bentuk nyata partisipasi masyarakat dalam penanggulangan

pengemisan, (3) upaya yang dilakukan dari Balai Rehabilitasi Sosial “Samekto

Karti” Pemalang I dalam merehabilitasi pengemis. Teknik pengumpulan data

Page 69: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

51

dengan menggunakan teknik wawancara, observasi langsung dan dokumentasi.

Subjek penelitian adalah penerima manfaat di Balai Rehabilitasi Sosial “Samekto

Karti” Pemalang I dan petugas Balai Rehabilitasi Sosial “Samekto Karti”.

Informan pendukung adalah staf Dinas Sosial Kabupaten Pemalang, staf Satuan

Polisi Pamong Praja Kabupaten Pemalang, dan Masyarakat. Teknik analisis data

menggunakan teknik analisis yang terdiri dari: pengumpulan data, reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:

1. Faktor internal penyebab terjadinya pengemisan berkaitan dengan kondisi

diri sang peminta-minta yang meliputi sifat malas, tidak mau bekerja,

mental yang tidak kuat, cacat fisik ix maupun psikis. Sedangkan faktor

eksternal penyebab terjadinya pengemisan berkaitan dengan kondisi luar

dari sang peminta-minta yang meliputi faktor sosial, kultur, ekonomi,

pendidikan, lingkungan dan agama. Faktor lain dikarenakan kurang

efektifnya kegiatan penjaringan yang dilakukan Satpol PP sehingga belum

sepenuhnya terkena razia. Penyebab lain karena adanya buangan

pengemispengemis dari luar daerah ke Pemalang yang menyebabkan

mereka beroperasi di daerah Pemalang.

2. Keterlibatan dan bentuk nyata partisipasi masyarakat dalam

penanggulangan pengemisan di Balai Rehabilitasi berupa pemberian

bantuan berupa sandang dan pangan berupa sembako serta bimbingan

ketrampilan maupun bimbingan fisik, pemberian bantuan pertolongan oleh

masyarakat manakala kelayan Balai mengalami musibah, memberikan

Page 70: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

52

pelatihan Usaha Ekonomi Produktif melalui kegiatan bimbingan dan

latihan ketrampilan bagi eks PGOT.

3. Upaya-upaya yang dilakukan Balai Rehabilitasi Sosial “Samekto Karti”

Pemalang I dalam merehabilitasi pengemis adalah dengan melakukan:

a) Rehabilitasi perilaku yang merupakan proses rehabilitasi sosial

melalui pelayanan pengubahan perilaku melalui pendidikan bela

Negara, bimbingan mental pembinaan keagamaan, dinamika dan

terapi kelompok,

b) Rehabilitasi sosial psikologi yang merupakan proses rehabilitasi

yang berusaha mengembalikan kondisi mental psikologi dan sosial.

c) Rehabilitasi karya merupakan proses rehabilitasi sosial yang

berusaha agar sasaran penanganannya dapat menjadi manusia

produktif dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan.

d) Rehabilitasi pendidikan merupakan proses rehabilitasi sosial yang

berusaha mengupayakan penambahan pengetahuan melalui

upgrading dan refreshing untuk mendukung pengambilan bentuk

jenis keterampilan.

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir adalah suatu model yang secara konseptual tentang

teori yang berhubungan dengan faktor yang diidentifikasikan sebagai masalah

yang terjadi. Kerangka berpikir ini digunakan sebagai dasar untuk menjawab

pertanyaan terkait permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Dalam penelitian

Page 71: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

53

ini yang menjadi fokus penelitian adalah “Analisis Kritis Implementasi Program

Rehabilitasi Sosial Penanganan Gelandangan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas

Sosial Kota Serang.”

Dinas Sosial Kota Serang merupakan Organisasi Perangkat Daerah yang

berwenang membantu pemerintah daerah dalam hal masalah-masalah sosial

seperti penyakit masyarakat termasuk juga gelandangan dan pengemis di Kota

Serang dengan mengacu peraturan daerah kota serang nomor 2 tahun 2010

tentang pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat

permasalahan dalam penelitian ini adalah lemahnya penegakan peraturan daerah

kota serang nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan, pemberantasan dan

penanggulangan penyakit masyarakat. Menjamurnya gelandangan dan pengemis

di Kota Serang, pemerintah kota melalui Dinas Sosial Kota Serang membuat suatu

program yang mana program ini dapat menyelesaikan masalah sosial seperti

gelandangan dan pengemis ini. Namun pada pengimplementasian program

tersebuat masih banyak masalah-masalah yang terjadi seperti kurangnya

sosialisasi program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis ini yang

dilakukan Dinas Sosial kepada publik untuk ikut andil dalam program rehabilitasi

ini. Serta kurangnya kordinasi antara Dinas Sosial dengan SATPOL PP selaku

pihak yang merazia para gelandangan dan pengemis di jalan atau tempat umum.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, maka peneliti

mengkajinya melalui Boundary Judgements dari Critcal Sistem Thinking.

Pemilihan konsep tersebut didasarkan pada temuan lapangan yang peneliti anggap

relevan dengan konsep teori ini, di mana konsep Critcal Sistem Thinking tersebut

Page 72: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

54

mencakup empat dimensi yaitu sumber motivasi, sumber kekuatam, sumber

pengetahuan, dan sumber pengesahan. Teori tersebut merupakan sebuah

paradigma berpikir dengan melihat masalah suatu kebijakan dari sudut pandang

atau beberapa kacamata opini yang variatif. Dari sanalah dapat melihat perbedaan

nilai dari sudut pandang pemerintah dan non pemerintah, sehingga dapat

memaparkan realita yang terjadi. Sehingga dengan menggunakan Critcal Sistem

Thinking tersebut, maka pelaksanaan program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis ini bisa berjalan optimal dan mampu mengurangi populasi gelandangan

dan pengemis di Kota Serang.

Page 73: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

55

Gambar 2.4

Kerangka Pemikiran

Dinas Sosial Kota Serang membuat

program Rehabilitasi Sosial

Penanganan Gelandangan dan

Pengemis.

Peraturan Daerah

Kota Serang Nomor

2 tahun 2010

Mengacu pada

Masalah-masalah :

1. Lemahnya penegakan

peraturan daerah kota serang

nomor 2 tahun 2010 tentang

pencegahan, pemberantasan

dan penanggulangan penyakit

masyarakat.

2. Kurangnya sosialisasi

program rehabilitasi sosial

gelandangan dan pengemis

ini yang dilakukan Dinas

Sosial kepada publik untuk

ikut andil dalam program

rehabilitasi ini.

3. Serta kurangnya kordinasi

antara Dinas Sosial dengan

SATPOL PP selaku pihak

yang merazia para

gelandangan dan pengemis di

jalan atau tempat umum.

Critical System Thinking

Dengan menggunakan

boundary categories

menurut Ulrich (dalam

Riswanda 2016:9) yaitu:

a. Sumber motivasi

b. Sumber kekuatan

c. Sumber pengetahuan

d. Sumber pengesahan

Fakta di lapangan

Proses

Pelaksanaan program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini bisa berjalan

optimal dan mampu mengurangi populasi

gelandangan dan pengemis di Kota Serang.

Output

Page 74: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

56

2.4 Asumsi Dasar

Peneliti berasumsi bahwa Program Rehabilitasi Sosial Penanganan

Pengemis Oleh Dinas Sosial Kota Serang belum terlaksana dengan baik sesuai

dengan apa yang seharusnya tertuang dalam Perda Kota Serang Nomor 2 Tahun

2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan Dan Penanggulangan Penyakit

Masyarakat. Peneliti dapat berasumsi demikian karena berdasarkan observasi awal

dan wawancara dengan pihak Dinas Sosial khususnya pada Seksi Rehabilitasi

Tuna Sosial, yang menyebutkan bahwa sumber daya manusia. Sumber dana atau

anggaran serta sarana dan prasarana yang dimiliki Dinas Sosial seperti tempat

rehabilitasi, alat-alat untuk pelatihan kerja, rumah singgah dan lainnya belum

memadai. Sehingga membuat pihak dinas sosial kurang efektif dalam

melaksanakan program rehabilitasi ini

Page 75: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

57

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Dalam penelitian ini yang berjudul Analisis Kritis Implementasi Program

Rehablitasi Sosial Penanganan Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas

Sosial Kota Serang, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif yang

bersifat deskriptif. Dalam penelitian kualitatif ini peneliti merefleksikan konsep

dari Boundary judgement. Yang artinya, kemampuan berpikir kritis (critical

competence) peneliti merujuk, mengaitkan dan memilah mana „facts‟(realitas

fenomena), dan mana „values’ (norma, nilai) menentukan bagaimana nantinya

hasil penelitian memetakan relevansi, keterhubungan, saling keterkaitan, ataupun

sebaliknya diantara kedua hal tersebut. Argumen ini hendaknya dipahami sebagai

„systemic triangulation’ Ulrich (2005, hal.6) dalam Riswanda (2016: 3), dimana

„facts’, „System’, dan „values’ tidak dapat dipahami secara terpisah.

Gambar 3.1 The Eternal Triangle (Boundary Judgement)

Sumber: ‘the triangle’ of the boundary judgements, facts and values oleh Ulrich

(2000 hal.252) dalam Riswanda (2016: 3).

Boundary Judgments

“SISTEM”

“FAKTA-FAKTA” “NILAI-NILAI”

Observasi Boudary judgement

Page 76: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

58

Peneliti memberikan contoh, pada masalah pertama pada penelitian ini

yaitu lemahnya penegakan peraturan daerah kota serang nomor 2 tahun 2010

tentang pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat.

Alasan tidak dilarangannya gelandangan dan pengemis di tempat-tempat selain

lampu merah adalah alasan kemanusiaan. Padahal sangat jelas di perda tersebut

melarang kegiatan gelandangan dan pengemis di manapun. Bila melihat pada

Boundary Judgment ini peneliti melihat bahwa peraturan daerah tersebut

merupakan sistem yang melarang adanya gelandangan dan pengemis, namun

faktanya yang ada adalah gelandangan dan pengemis masih melakukan

kegiatannya bahkan terus bertambah, karena pelarangannya hanya di area lampu-

lampu merah saja namun tidak untuk di tempat di tempat pusat keramaian lainnya

yang berasalan harus adanya nilai-nilai kemanusiaan. Dalam hal ini tentunya

nilai-nilai ini kembali lagi pada bagaimana sistem yang mengaturnya, dan sistem

inipun tentunya harus memasukan nilai-nilai ini dalam sistem tersebut.

3.2 Fokus Penelitian

Adapun fokus dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan fenomena

terkait bagaimana Implementasi Program Rehablitasi Sosial Penanganan

Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas Sosial Kota Serang secara

mendalam yang berdasarkan peraturan daerah kota Serang tahun 2010 tentang

pencegahan, pemberantasan, dan penanggulangan penyakit masyarakat.

Page 77: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

59

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian menjelaskan locus penelitian yang akan dilaksanakan,

dimana didalamnya menjelaskan tempat, serta alasan memilihnya. Penelitan yang

berjudul “Analisis Kritis Implementasi Program Rehablitasi Sosial Penanganan

Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas Sosial Kota Serang”, lokasi

penelitian di Dinas Sosial Kota Serang, alasannya adalah kota merupakan ibu kota

provinsi Banten sedangkan keberadaan gelandangan dan pengemis di Kota Serang

begitu banyak bahkan tidak jauh dari pusat Kota Serang terdapat kampung

pengemis yaitu Kampung Kebanyakan, Desa Sukawana, Kecamatan Serang.

3.4 Variabel Penelitian

Variable dalam penelitian tentang “Analisis Kritis Implementasi Program

Rehablitasi Sosial Penanganan Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas

Sosial Kota Serang” dapat didefinisikan sebagai berikut:

3.4.1 Definisi Konsep

Konsep yang digunakan adalah rangka penelitian adalah :

1. Critical System Thinking (CST)

Boundary category dari critical system thinking dari Ulrich (1983: hal.

258; 1996, hal. 43; 2000, hal. 256) dalam Riswanda (2016: 9)

“Terdiri empat dimensi, antara lain: sumber motivasi, sumber

kekuatan, sumber pengetahuan, dan sumber pengesahan. Keempat

dimensi ini membentuk ‘policy circle’ yaitu lini garis lingkaran dari

kebijakan publik yang terdiri dari formulasi, analisis, implementasi,

dan evaluasi”.

Page 78: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

60

2. Gelandangan

Ali, dkk,. (1990) dalam Iqbali (2008: 2-3) menyatakan bahwa

gelandangan berasal dari gelandang yang berarti selalu mengembara, atau

berkelana (lelana).

3. Pengemis

Secara umum, pengertian pengemis adalah orang yang pekerjaannya

mengharapkan belaskasihan dengan cara meminta-minta uang kepada orang lain.

Kemudian menurut Sudarianto (2005:14) Pengemis adalah orang-orang yang

kerjanya suka meminta-minta kepada orang lain guna memenuhi kebutuhannya.

3.4.2 Definisi operasional

Berdasarkan kajian teori yang digunakan peneliti, maka definisi operasional

yang digunakan pada penelitian ini menggunakan Boundary Categories

menurut Ulrich (dalam Riswanda 2016: 9), yaitu:

1. Sources of motivation (Sumber motivasi), adalah suatu sumber yang dalam

situasi dan kondisi perehaban yang dijadikan sebagai gambaran kekuatan

guna tercapainya perehaban yang baik bagi gelandangan dan pengemis.

a. Stakeholder, pihak yang terlibat dalam penelitian ini adalah Dinas

Sosial Kota Serang di bagian Kepala Seksi Bagian Gelandangan dan

Pengemis, Satpol PP Kota Serang di bagian Kepala Seksi

Penegakan Produk Hukum Daerah, DPRD Kota Serang di bagian

Ketua Komisi II DPRD Kota Serang, Tenaga Kesejahteraan Sosial

Kecamatan (TKSK) di Kota Serang, Unsur kemasyarakatan di

bagian Ketua Karang Taruna.

Page 79: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

61

b. Purpose (Tujuan), yaitu sasaran yang ingin dicapai dari kebijakan

rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis.

c. Measure of improvement (Ukuran perbaikan), yaitu yang dijadikan

patokan atau standar keberhasilan Seksi Bagian Gelandangan dan

Pengemis dalam kebijakan rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis.

2. Sources of power (Sumber kekuatan), adalah suatu sumber yang menjadi

kelebihan dalam rehablitasi sosial Gelandangan dan Pengemis untuk

mencapai sebuah keberhasilan.

a. Decision-maker (Pengambilan keputusan), yaitu pihak yang

menjadi pembuat kebijakan rehablitasi sosial gelandangan dan

pengemis dan pihak yang mengambil keputusan di Seksi Bagian

Gelandangan dan Pengemis.

b. Resources (Sumber daya), yaitu potensi yang dimiliki Seksi Bagian

Gelandangan dan Pengemis dalam mengelola penyelenggaraan

program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis.

c. Decision environment (Keputusan lingkungan), yaitu kondisi yang

berada di luar kontrol lingkup seksi bagian gelandangan dan

pengemis.

3. Sources of knowledge (Sumber pengetahuan), adalah suatu sumber yang

dijadikan sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan tentang bagaimana

perehaban para gelandangan dan pengemis.

Page 80: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

62

a. Professional (Tenaga ahli), yaitu seseorang yang dianggap sebagai

sumber terpercaya berdasarkan keahlian yang dimiliki dalam

menilai dan memutuskan sesuatu terkait rehabilitasi sosial

gelandangan dan pengemis.

b. Expertise (Keahlian), yaitu kemampuan dalam menangani

perehaban para gelandangan dan pengemis.

c. Guarantee (Jaminan), yaitu pihak yang dilibatkan dan berkontribusi

dalam program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis.

4. Sources of legitimation (Sumber pengesahan), merupakan legitimasi dari

badan-badan yang menanangani program rehablitasi sosial gelandangan

dan pengemis.

a. Witness, yaitu orang yang terkena efek atau dampak dari adanya

kebijakan rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis.

b. Emancipation, yaitu orang yang selama ini tidak terlibat dalam

pembuatan kebijakan pemasyarakatan sangat penting untuk

suaranya diangkat seperti organisasi dari unsur kemasyarakatan dan

unsur keagamaan.

c. World view (Pandangan dunia), yaitu pandangan secara universal

terhadap persoalan mengenai program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis dari kacamata atau lensa Unsur Kemasyarakatan seperti

Karang Taruna Kota Serang dan PKK Kota Serang, Unsur

Keagamaan, Akademisi, Pemerintah, para gelandangan dan

pengemis.

Page 81: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

63

3.5 Instrumen Penelitian

Karena menggunakan metode penelitian kualitatif, maka yang menjadi

instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Dalam penelitian ini,

jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Peneliti

merupakan key instrument dalam penelitian kualitatif karena dapat merasakan

langsung, mengalami, melihat sendiri objek atau subjek yang diteliti, selain itu

peneliti juga mampu menentukan kapan penyimpulan data telah mencukupi, data

telah jenuh dan kapan penelitian dapat dihentikan dan peneliti juga dapat langsung

melakukan pengumpulan data, melakukan refleksi secara terus-menerus dan

secara gradual membangun pemahaman yang tuntas mengenai suatu hal.

Data primer adalah data yang berupa kata-kata atau tindakan orang-orang

yang diamati dari hasil wawancara dan observasi. Sedangkan data-data sekunder

didapat berupa dokumen tertulis. Adapun alat-alat tambahan yang digunakan

dalam pengumpulan data terdiri dari pedoman wawancara, alat tulis, buku catatan

dan handphone.

3.6 Informan Penelitian

Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Moleong, 2000:

97). Informan penelitian merupakan orang yang benar-benar mengetahui

permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

teknik Purposive.

Untuk menentukan informan penelitian, peneliti melakukan pertimbangan-

pertimbangan tertentu. Pertimbangan itu misalnya orang tersebut dianggap paling

Page 82: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

64

tahu tentang apa yang peneliti harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa

sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang

diteliti.

Berikut adalah informan terkait penelitian tentang Analisis Kritis

Implementasi Program Rehablitasi Sosial Penanganan Gelandangan dan Pengemis

(Gepeng) Oleh Dinas Sosial Kota Serang.

Page 83: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

65

Tabel 3.1

Informan Penelitian

Informan Kode

Informan

Kategori

Informan

Dinas Sosial Kota

Serang

1. Kepala Seksi

Rehabilitasi Sosial Tuna

Sosial Dinas Sosial

Kota Serang

I1.1 Key

Informan

2. Kepala Seksi

Rehabilitasi Sosial Anak

Dinas Sosial Kota

Serang

I1.2 Key

Informan

Satuan Polisi

Pamong Praja Kota

Serang

1. Kepala Bidang

Penegakan Produk

Hukum Daerah

I2.1 Key

Informan

Dinas Sosial

Provinsi Banten

1. Kepala Seksi

Rehabilitasi Sosial Tuna

Sosial

I3.1 Secondary

Informan

Tenaga

Kesejahteraan

Sosial Kecamatan

(TKSK)

1. Tenaga Kesejahteraan

Sosial Kecamatan

Serang

I4.1

Secondary

Informan

Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah

Kota Serang

1. Alat Kelengkapan

Dewan

I5.1 Secondary

Informan

Unsur Keagamaan

1. Ketua MUI Kota Serang I6.1 Secondary

Informan

2. Humas yayasan Vihara

Avalokitesvara Kota

Serang

3. Sekretaris Gereja Paroki

Raja Kota Serang

I6.2

I6.3

Secondary

Informan

Unsur Masyarakat 1. Masyarakat Kecamatan

Serang

I7.1

Secondary

Informan

Akademisi 1. Dosen Fisip Untirta

I8.1 Secondary

Informan

Gelandangan dan

Pengemis Kota

Serang

1. Gelandangan Pengemis

Kota Serang

I9.1

I9.2

Secondary

Informan

Sumber: Peneliti, 2016.

Page 84: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

66

3.7 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

3.7.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

sebagai berikut:

1. Wawancara

Dalam penelitian ini wawancara yang digunakan adalah narrative

dialogue/narrative interview. Dari narrative interview ini nantinya akan

memperlihatkan bagaimana kemajemukan asumsi pada suatu entitas

„voice‟ membuat sebuah kontruksi kebijakan. Melalui narrative interview

ini, refleksi kritis pencarian akar masalah kebijakan dapat dilakukan lewat

pencarian makna tersiratnya nilai-nilai, dan emosi pengalaman hidup

mereka yang berhadapan dengan kompleksitas, realitas sosial seputar isu

gelandangan pengemis (Riswanda, 2016 hal.6).

Pada penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara dengan

berpedoman pada indikator Critical System Heuristics yang digunakan,

bentuk pernyataan akan lebih meluas dan bebas (tidak terstruktur) tanpa

keluar dari indikator Critical System Heuristics yang telah ditentukan. Hal

tersebut dilakukan peneliti guna menemukan jawaban dari permasalahan

yang ada dan tidak menutup kemungkinan permalahasan yang sudah

diidentifikasi sebelumnya akan bertambah. Adapun pedoman wawancara

pada penelitian Analisis Kritis Implementasi Program Rehablitasi Sosial

Page 85: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

67

Penanganan Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas Sosial Kota

Serang

Tabel 3.2

Pedoman Wawancara

No. Dimensi Sub Dimensi Uraian Pertanyaan Informan

1. Sources of

motivation

(Sumber

motivasi)

Stakeholder

(Pihak yang

terlibat),

Purpose

(Tujuan),

Measure of

improvement

(Ukuran

Perbaikan)

a. Siapa atau pihak

mana yang secara

faktual yang

memproduk

kebijakan tentang

rehabilitasi sosial

gelandangan dan

pengemis?

b. Siapa saja yang

terlibat dalam

pembuatan kebijakan

tentang rehabilitasi

sosial gelandangan

dan pengemis?

c. Apa tujuan adanya

kebijakan tentang

rehabilitasi sosial

gelandangan dan

pengemis?

d. Siapa yang menjadi

sasaran adanya

kebijakan tentang

rehabilitasi sosial

gelandangan dan

pengemis?

e. Siapa yang terkena

dampak dari adanya

kebijakan tentang

rehabilitasi sosial

gelandangan dan

pengemis?

f. Apa yang menjadi

kendala dalam

penyelenggaraan

rehabilitasi sosial

gelandangan dan

pengemis?

Kepala Seksi

Bagian

Gelandangan dan

Pengemis Dinas

Sosial Kota Serang

Kepala Seksi

Rehabilitasi Sosial

Anak

Satuan Polisi

Pamong Praja

Kota Serang

(Kepala Seksi

Penegakan Produk

Hukum Daerah )

Ketua Komisi II

DPRD Kota

Serang

Page 86: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

68

g. Pihak mana yang

bertanggung jawab

dalam menangani

permasalahan

rehabilitasi sosial

gelandangan dan

pengemis ini di Seksi

Bagian Gelandangan

dan Pengemis?

h. Upaya apa yang

dilakukan pemerintah

dalam menangani

permasalahan terkait

rehabilitasi sosial

gelandangan dan

pengemis?

i. Apakah kebijakan

rehabilitasi sosial

gelandangan dan

pengemis sudah

memberikan

pengaruh terhadap

kesejahteraan

gelandangan dan

pengemis khususnya?

j. Apa yang menjadi

tolak ukur

keberhasilan Seksi

Bagian Gelandangan

dan Pengemis dalam

penyelenggaraan

rehabilitasi sosial

gelandangan dan

pengemis?

2. Sources of

power

(Sumber

kekuatan)

Decision-maker

(Pembuat

Keputusan),

Resources

(Sumber Daya),

Decision

environment

(Keputusan

lingkungan)

a. Siapa yang memiliki

power sebagai tolak

ukur perubahan

kebijakan tentang

rehabilitasi sosial

gelandangan dan

pengemis?

b. Apakah Perda terkait

tentang gelandangan

dan pengemis perlu

di revisi?

c. Apa tujuan yang

Kepala Seksi

Rehabilitasi Sosial

Tuna Sosial Dinas

Sosial Kota Serang

Kepala Seksi

Rehabilitasi Sosial

Anak

Satuan Polisi

Pamong Praja

Kota Serang

(Kepala Seksi

Penegakan Produk

Page 87: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

69

sebenarnya dari

adanya Perda tentang

gelandangan dan

pengemis?

d. Siapa saja yang

terlibat dalam

pembuatan Perda

Kota Serang nomor 2

tahun 2010 tentang

penyakit masyarakat

khususnya

gelandangan dan

pengemis?

e. Pihak mana yang pro

dan kontra dari

adanya Perda

tersebut?

f. Apa saja yang

dilakukan Seksi

Bagian Gelandangan

dan Pengemis dalam

memberikan

pelayanan

rehablitasi?

g. Apakah kebutuhan

gelandangan dan

pengemis selama di

rehab telah diberikan

secara maksimal?

h. Apakah kebijakan

tentang rehablitasi

sosial gelandangan

dan pengemis

didukung oleh

sumberdaya(dana,

manusia) yang

memadai?

i. Bagaimana Dinas

Sosial Kota Serang

dalam mengawasi

implementasi

kebijakan tentang

rehablitasi sosial

gelandangan dan

pengemis?

j. bagaimana Dinas

Hukum Daerah )

Ketua Komisi II

DPRD Kota

Serang

Tenaga

Kesejahteraan

Sosial Kecamatan

(TKSK) di Kota

Serang

Page 88: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

70

Sosial Kota Serang

dalam mengevaluasi

kebijakan tentang

rehablitasi sosial

gelandangan dan

pengemis khususnya

tentang masalah

kesejahteraan?

3. Sources of

knowledge

(Sumber

pengetahuan)

Professional

(Tenaga Ahli),

Expertise

(Keahlian),

Guarantee

(Jaminan)

a. Apa peran Dinas

Sosial Kota Serang

dalam merumuskan

kebijakan tentang

rehablitasi sosial

gelandangan dan

pengemis?

b. Siapa yang dilibatkan

dalam formulasi/

perumusan kebijakan

tentang rehablitasi

sosial gelandangan

dan pengemis?

c. Siapa target dari

formulasi kebijakan

tentang rehablitasi

sosial gelandangan

dan pengemis?

d. Apa saja faktor

pendukung dan faktor

penghambat dalam

perumusan kebijakan

tentang rehablitasi

sosial gelandangan

dan pengemis?

e. Apa yang dihasilkan

dari perumusan

kebijakan tentang

rehablitasi sosial

gelandangan dan

pengemis?

f. Apakah perumusan

kebijakan tentang

rehablitasi sosial

gelandangan dan

pengemis akan dapat

merubah mainset

para gelandangan dan

Kepala Seksi

Bagian

Gelandangan dan

Pengemis Dinas

Sosial Kota

Serang

Satuan Polisi

Pamong Praja

Kota Serang

(Kepala Seksi

Penegakan

Produk Hukum

Daerah )

Ketua Komisi II

DPRD Kota

Serang

Tenaga

Kesejahteraan

Sosial Kecamatan

(TKSK) di Kota

Serang

Page 89: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

71

pengemis di Kota

Serang?

g. Apa solusi yang

ditawarkan dari

perumusan kebijakan

tentang rehablitasi

sosial gelandangan

dan pengemis untuk

mengentaskan tingkat

gelandangan dan

pengemis agar

jumlahn ya turun?

4. Sources of

legitimation

(Sumber

pengesahan)

Witness,

Emancipation,

Worl view

a. Siapa yang

berwenang dalam

melayani pengaduan

terkait rehablitasi

sosial gelandangan

dan pengemis?

b. Apa persepsi Unsur

Kemasyarakatan,

Unsur Keagamaan,

dan Media di Kota

Serang terkait

permasalahan

gelandangan dan

pengemis ini?

c. Apa peran Unsur

Kemasyarakatan,

Unsur Keagamaan,

dan Media di Kota

Serang dalam

keikutsertaan dalam

program rehablitasi

sosial gelandangan

dan pengemis?

d. Apa peran media

dalam keikutsertaan

terkait isu-isu tentang

permasalahan

gelandangan dan

pengemis?

e. Seberapa sering

pemberitaan

mengenai

gelandangan dan

pengemis terekspose

Unsur Keagamaan

Ketua MUI Kota

Serang

PimpinanGereja

Paroki Kristus

Raja Serang

Pimpinan yayasan

Vihara

Avalokitesvara

Kota Serang

Unsur Masyarakat

Kota Serang

Ketua Karang

Taruna Kota

Serang

Ketua PKK Kota

Serang

Media/Pers

Redaktur Banten

Raya

Page 90: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

72

di media?

2. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data dengan cara

memperoleh data dari karya ilmiah, media masa, teks book, artikel, Koran

dan lain sebagainya untuk menambah atau mendukung sumber informasi

atau data yang diperlukan dan relevan dalam penelitian ini.

3. Study Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan salah satu sumber data sekunder yang

diperlukan dalam sebuah penelitian. Studi dokumentasi adalah setiap

bahan tertulis atau film, dan foto-foto yang dipersiapkan karena adanya

permintaan seorang penyisik. Selanjutnya study dokumentasi dapat

diartikan sebagai teknik pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis

yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga yang menjadi objek penelitian.

Baik berupa prosedur, peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil

pekerjaan, serta berupa foto ataupun dokumen elektronik (rekaman).

4. Pengamatan/Observasi

Pada penelitian saat ini, teknik observasi yang dipakai ialah

observasi partisipasi pasif. Peneliti hanya sebagai pengamat saja tanpa

menjadi anggota resmi organisasi pelaksana maupun objek kebijakan yang

diteliti. Peneliti melakukan observasi dengan melakukan wawancara

kapada instansi pemerintah dan non pemerintah yang memiliki tugas untuk

melakukan penanganan Gelandangan dan Pengemis di Kota Serang,

Page 91: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

73

masyarakat guna mengetahui bagaimana Penanganan Gelandangan dan

Pengemis di Kota Serang. Observasi yang dilakukan peneliti dengan

mendatangi kantor Instansi terkait, tempat penanganan, dan tempat operasi

bagi gelandangan dan pengemis.

1.7.2 Teknik Analisa Data

Dalam Penelitian ini, teknik analisa data dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam

periode tertentu. Dalam menganalisis selama dilapangan, peneliti

menggunakan model Miles dan Huberman yang mengemukakan bahwa

aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif yang

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah

jenuh. seperti pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.2

Analisis Data Miles dan Huberman

A. Data Collectiion (Pengumpulan data)

Data Collection Data Display

Data Reduction

Conclusion

Drawing/Verifying

Page 92: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

74

Pengumpulan data, dapat dimaknai juga sebagai kegiatan peneliti

dalam upaya mengumpulkan sejumlah data lapangan yang diperlukan

untuk menjawab pertanyaan penelitian (untuk penelitian kualitatif).

B. Data Reduction (Reduksi Data)

Mereduksi berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya. Dengan

demikian data yang sudah direduksi, akan memberikan gambaran yang

lebih jelas, dan memudahkan peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya jika diperlukan.

C. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah mendisplay data.

Penyajian data dapat dilakukan secara sistematis dan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori dan selanjutnya,yang paling

sering digunakan untuk menyajikan data dalam metode kualitatif adalah

dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka akan

memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja

selanjutnya berdasarkanapa yang telah dipahami.

D. Conclusion Drawing/Verivication (Penarikan Kesimpulan)

Langkah keempat dalam menganalisis data kualitatif menurut Miles

dan Huberman adalah Penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan

yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak

Page 93: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

75

ditemukan bukti-bukti dan data-data yang kuat yang mendukung pada

tahap-tahap pengumpulan data selanjutnya. Tetapi apabila kesimpulan

yang dikemukakan pada tahap awal sudah didukung oleh data-data dan

bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan

mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang kredibel.

3.8 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode

triangulasi. Moleong (2013: 330) metode triangulasi adalah teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

Dalam penelitian ini menggunakan dua teknik triangulasi pendekatan

untuk menguji keabsahan data dari hasil penelitian di lapangan. Teknik triangulasi

yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a) Triangulasi Sumber

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengecekkan kebenaran data

yang diperoleh dari berbagai sumber terkait Implementasi Program

Rehabilitasi Sosial Penanganan Gelandangan dan Pengemis di Kota

Serang.

b) Triangulasi Teknik

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan cara dengan mengecek data

kepada sumber lain yang sama namun dengan teknik yang berbeda. Dalam

Page 94: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

76

hal ini dengan cara membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan

sumber data, melalui observasi maupun dengan dokumentasi.

Selain itu, peneliti juga menggunakan member check. Tujuannya adalah

untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang

diberikan oleh pemberi data. Dengan adanya kesepakatan dari pemberi data

berarti data tersebut dapat dikatakan valid, sehingga dapat dipercaya.

3.9 Jadwal Penelitian

Berikut adalah jadwal penelitian mengenai Analisis Kritis Implementasi

Program Rehablitasi Sosial Penanganan Gelandangan dan Pengemis (Gepeng)

Oleh Dinas Sosial Kota Serang.

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Waktu Penelitian

2016 2017 2018

September-Desember Januari-Mei Juni Juli-Deseber Januari-

februari

Maret

1. Pengajuan Judul 2. Penetapan Judul 3. Observasi Awal 4. Penyusunan

Proposal Skripsi

5. Bimbingan Bab

I-Bab III

6. Seminar

Proposal Skripsi

7. Revisi Proposal

Skripsi

8. Pengumpulan

Data

9. Pengolahan dan

Analisis Data

10. Penyusunan

Hasil Penelitian

11. Bimbingan Bab

IV-Bab V

12. Sidang Skripsi

Page 95: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

57

Page 96: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

77

BAB IV

HASI PENELITIAN

4.1 Deksripsi Objek Penelitian

Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian yang

meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum Kota

Serang, gambaran umum Dinas Sosial Kota Serang. Hal tersebut akan dijelaskan

di bawah ini:

4.1.1 Gambaran Umum Kota Serang

Kota Serang merupakan pemekaran dari Kabupaten Serang yang terbentuk

pada tanggal 10 Agustus 2007 berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2007.

Secara administratif Kota Serang dibagi dalam 6 kecamatan dan 66 kelurahan.

Kecamatan Kasemen merupakan kecamatan dengan wilayah terluas yaitu sekitar

63,36 km2 atau sekitar 23,75% dari luas wilayah Kota Serang. Sementara

kecamatan dengan luas wilayah paling sempit adalah Kecamatan Serang yang

hanya sekitar 9,7% dari luas wilayah Kota Serang, atau sekitar 25,88 km2.

Berdasarkan penjelasan Undang-undang No. 32 Tahun 2007, disebutkan bahwa

Kota Serang memiliki luas wilayah keseluruhan ± 266,71 km2, sedangkan hasil

inventarisasi luas wilayah dari 6 (enam) kecamatan tersebut adalah 266,74km2

atau sekitar 3,08% dari luas wilayah Provinsi Banten. Tabel berikut ini

memberikan gambaran tentang rincian jumlah kelurahan dan luas wilayah serta

persentase luas wilayah masing-masing kecamatan dimaksud di atas.

Page 97: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

78

Tabel 4.1

Luas Wilayah Kota Serang Menurut Kecamatan 2016

No Kecamatan

Jumlah

Kelurahan

Luas

(km2)

%

1 Curug 10 49,6 18,59

2 Walantaka 14 48,48 18,18

3 Cipocok Jaya 8 31,54 11,82

4 Serang 12 25,88 9,70

5 Taktakan 12 47,88 17,95

6 Kasemen 10 63,36 23,75

Jumlah 66 266,74 100,00

Sumber: BPS Kota Serang 2016

Sesuai pasal 5 Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2007 Kota Serang

memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

(1) sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Banten;

(2) sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pontang, Kecamatan

Ciruas, Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang;

(3) sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cikeusal, Kecamatan

Petir, Kecamatan Baros Kabupaten Serang; dan

sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pabuaran, Kecamatan Waringin

Kurung, Kecamatan Kramat Watu Kabupaten Serang.

Page 98: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

79

4.1.1.1 Visi dan Misi Kota Serang

a. Visi Kota Serang

”Terwujudnya Kota Serang Madani sebagai Kota Pendidikan yang

Bertumpu pada Potensi Perdagangan, Jasa, Pertanian dan Budaya.”

b. Misi Kota Serang

1. Pembangunan dan Peningkatan Infrastruktur;

2. Pembangunan dan Peningkatan Kualitas Pendidikan;

3. Pembangunan dan Peningkatan Kualitas Kesehatan;

4. Peningkatan Ekonomi Kerakyatan serta Optimalisasi Potensi

Pertanian dan Kelautan;

Peningkatan Tata Kelola Pemerintahan, Hukum, dan Peningkatan

Penghayatan terhadap Nilai Agama.

4.1.1.2 Keadaan Penduduk Kota Serang

Dalam konteks demografi, menurut data dari Badan Pusat Statistik Kota

Serang memiliki Jumlah penduduk Kota Serang Pada tahun 2016 sebesar 655.004

jiwa, dengan penduduk laki-laki sebanyak 355.803 jiwa dan lebih banyak

dibanding penduduk perempuan yang sebesar 319.201 jiwa. Tingkat kepadatan

penduduk di wilayah Kota Serang sebesar 2.456 jiwa/km² dimana sebagian besar

penduduknya mendiami daerah perkotaan. Gambaran tentang hal ini dapat dilihat

dari Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota

Serang tahun 2016 sebagai berikut:

Page 99: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

80

Tabel 4.2

Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kelompok Umur di

Kota Serang Tahun 2016

No Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah

1 0 – 4 35 281 34 119 69 400

2 5 – 9 35 148 33 217 68 365

3 10 -14 32 258 30 512 62 770

4 15 – 19 31 464 30 180 61 664

5 20 – 24 30 815 28 567 59 382

6 25 – 29 28 902 27 050 55 852

7 30 – 34 28 419 27 563 55 982

8 35 – 39 26 992 26 747 53 739

9 40 – 44 24 722 22 809 47 531

10 45 – 49 20 183 18 505 38 688

11 50 – 54 15 664 13 853 29 517

12 55 – 59 11 147 10 289 21 436

13 60 – 64 6 899 6 470 13 369

14 65 – 69 4 044 4 317 8 361

15 70 – 74 2 277 2 697 4 974

16 75 > 1 588 2 306 3 894

Jumlah 335 803 319 201 589,581

Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010–2035, 2016

Berdasarkan data dari tabel di atas bila dilihat dari struktur usianya, di

kelompok usia 0 - 4 tahun jumlahnya paling banyak di bandingkan kelompok usia

lain yang berjumlah 69.400 jiwa yang mana kelompok usia ini merupakan

kategori usia non produktif. Sedangkan pada penduduk usia produktif yakni usia

15 - 64 tahun berjumlah sebanyak 437.260 jiwa. Untuk kelompok usia 70 – 74

dan 75 > masing-masing berjumlah 4.974 jiwa dan 3.894 jiwa.

Di Kota Serang sendiri untuk pendidikan yang ditamatkan pada jumlah

penduduk berumur 15 tahun ke atas untuk pendidikan tertinggi yang di tamatkan

masih di bilang cukup rendah. Hal ini bisa dilihat dari tabel di bawah ini :

Page 100: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

81

Tabel 4.3

Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kota Serang Tahun 2015

Angkatan Kerja

No Pendidikan Jumlah

1 Tidak/Blm pernah Sekolah 12 344

2 Tidak/Blm Tamat SD 35 544

3 Tamat SD 73 780

4 SLTP 45 950

5 SMA/SMK 81 086

6 D-I/II/ DIII/Akademi 36 306

7 Universitas 32 731

Total 284 893

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus, 2015

Berdasarkan data dari tabel di atas bila melihat tingkat pendidikan

tertinggi yang di tamatkan pada jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas di

Kota Serang yang mana merupakan angkatan kerja maka yang tertinggi adalah

pada tingkatan Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK) sebanyak 81.086

orang. Selanjutnya tertinggi kedua pada lulusan Sekolah Dasar (SD) sebanyak

73.780. Sedangkan untuk jumlah yang tidak sekolah sebanyak 12.344 orang dan

yang tidak/belum tamat SD sebanyak 35.544 orang. Lulusan SLTP sebanyak

45.950 orang.

4.1.2 Profil Dinas Sosial Kota Serang

Dinas Sosial Kota Serang berdiri berdasarkan Peraturan Daerah Kota

Serang Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota

Serang Nomor 9 Tahun 2008, Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi

Daerah Dinas Kota Serang dan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 7 Tahun

2016, Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Serang. Dinas

Page 101: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

82

Sosial Kota Serang, mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah

berdasarkan azas otonomi daerah dan tugas pembantuan di bidang sosial.

4.1.2.1 Kedudukan Dinas Sosial Kota Serang

Dinas Sosial merupakan unsur pelaksana otonomi daerah, yang dipimpin

oleh Kepala Dinas yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada

Walikota melalui Sekretaris Daerah

4.1.2.2 Visi dan Misi Dinas Sosial Kota Serang

a. Visi

“Terwujudnya Kemandirian Bagi Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial”

b. Misi

1. Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur dan infrastruktur dalam

penataan kelembagaan

2. Meningkatkan akses pelayanan sosial dalam aspek: rehabilitasi

sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial

bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.

3. Memperkuat kelembagaan dan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial

untuk mendorong inisiatif dan partisipasi aktif masyarakat,

organisasi sosial, karang taruna, TKSM dan lembaga sosial

keagamaan agar terjalin hubungan kemitraan yang baik dalam

pembangunan kesejahteraan sosial.

4. Meningkatkan sistem informasi pelaporan

4.1.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial Kota Serang

a. Tugas Pokok

Dinas Sosial mempunyai tugas melaksanakan urusan Pemerintahan

Daerah berdasarkan azas otonomi daerah dan tugas pembantuan di

Bidang Sosial

Page 102: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

83

b. Fungsi

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Dinas Sosial

menyelenggarakan fungsi:

1. Penyusunan perencanaan Bidang Sosial

2. Perumusan kebijakan teknis Bidang Sosial

3. Pelaksanaan urusan pemerintahan dan pelayanan Bidang Sosial

4. Pembinaan, Koordinasi, pengendalian dan fasilitasi pelaksanaan

kegiatan Bidang Sosial

5. Pelaksanaan kegiatan penatausahaan Dinas;

Pelaksana tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan

tugas dan fungsinya

4.1.2.4 Susunan Organisasi Dinas Sosial Kota Serang

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 7 Tahun 2016 Tentang

Susunan Perangkat Daerah Kota Serang. Struktur organisasi Dinas Sosial Kota

Serang, terdiri dari :

1. Kepala Dinas

2. Sekretaris

a. Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

b. Kepala Sub Bagian Perencanaan Program

c. Kepala Sub Bagian Keuangan

3. Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial

a. Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Anak dan Lanjut Usia

b. Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Penyandang Disibilitas

c. Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial, Penyalahgunaan Napza

dan Korban Perdagangan Orang

4. Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial

a. Kepala Seksi Perlindungan Sosial Korban Bencana

b. Kepala Seksi Pengelolaan Data Kemiskinan, PMKS dan PSKS

c. Kepala Seksi Jaminan Sosial Keluarga

5. Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial

a. Kepala Seksi Penyuluhan Kesejahteraan Sosial dan

Pengelolaan Sumber Dana Sosial

b. Kepala Seksi Kepahlawanan, Keperintisan, Kejuangan,

Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial (K3KRS)

Page 103: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

84

c. Kepala Seksi Pemberdayaan Sosial Perorangan, Keluarga dan

Kelembagaan Masyarakat

6. Kepala Bidang Penanganan Kemiskinan

a. Kepala Seksi Penanganan Fakir Miskin Perkotaan

b. Kepala Seksi Penanganan dan Penataan Lingkungan Sosial

c. Kepala Seksi Identifikasi dan Analisis

4.1.2.5 Strategi dan Arah Kebijakan

Untuk merealisasikan visi, misi dan tujuan tersebut, maka ditetapkan

Strategi dan Arah Kebijakan sebagai berikut :

Sasaran Strategis Pertama “Peningkatan Kesejahteraan Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS) ”, dengan kebijakan :

a. Jumlah rumah tangga sangat miskin yang mendapatkan bantuan

beras miskin

b. Jumlah keluarga miskin yang telah mendapatkan keterampilan

berusaha

c. Jumlah keluarga miskin yang telah mendapatkan fasilitas

manajemen usaha

d. Jumlah lanjut usia (lansia) dan penyandang masalah kesejahteraan

sosial (PMKS) lainnya yang telah mendapatkan bantuan sosial

dan pelatihan keterampilan serta upaya peningkatan kesehatan,

dan prasarana Komda Lansia

e. Jumlah keluarga fakir miskin yang telah mendapatkan bantuan

pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH)

f. Jumlah wanita korban tindak kekerasan dan eksploitasi yang

mendapatkan perlindungan soisal dan hukum dan bantuan sosial

serta mendapatkan bimbingan dan pelatihan keterampilan

g. Jumlah masyarakat/PMKS yang menjadi peserta dan mengikuti

komunikasi, informasi, edukasi (KIE) konseling dan kampanye

sosial dalam rangka peningkatan pemahaman mengenal PMKS

h. Jumlah anak terlantar, anak jalanan, anak cacat dan anak nakal

yang mendapatkan pelatihan keterampilan dan praktek kerja

i. Jumlah tenaga pelatih dan pendidik yang terbina dan

mendapatkan pelatihan keterampilan

j. Jumlah masyarakat dan dinas instansi yang telah menjadi peserta

sosialisasi Program Keluarga Harapan (PKH) dan terbentuknya

tim PKH Tingkat Kota Serang dan terlaksananya validasi dan

verifikasi data Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)-Penerima

Bantuan Iuran (PBI)

k. Jumlah anak terlantar, yatim piatu yang dapat terpantau dan

mendapatkan pembinaan dan pengembangan bakat dan

keterampilan serta mendapatkan bantuan sosial

Page 104: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

85

l. Jumlah penyandang cacat dan eks trauma yang telah mendapatkan

pendidikan dan pelatihan keterampilan

m. Jumlah lembaga / anggota Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS)

yang telah mendapatkan pembinaan

n. Jumlah eks penyandang penyakit sosial (eks napi, eks napza)

yang terbina dan mendapatkan pelatihan keterampilan

o. Tersedianya tempat persediaan bufferstock, bahan bufferstock dan

sekretariat tagana, meningkatnya keterampilan kesiapsiagaan

bencana bagi anggota tagana dan masyarakat serta terbentuknya

Kampung Siaga Bencana (KSB)

Sasaran Stragtegi Kedua “Meningkatkan partisipasi sosial masyarakat dalam

pelaksanaan penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan

terorganisir ”, dengan kebijkan :

a. Jumlah kelompok masyarakat, dunia usaha dan Pekerja Sosial

Masyarakat (PSM) yang telah mendapatkan peningkatan

pengetahuan tentang undian gratis berhadiah (UGB), pengumpulan

uang dan barang (PUB) dan penyandang masalah kesejahteraan

sosial (PMKS)

b. Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam melestarikan nilai-

nilai kepahlawanan dan terpelihara sarana dan prasarana

kepahlawanan

c. Jumlah Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat

(WKSBM) yang telah mendapatkan pembinaan

d. Jumlah anggota karang taruna yang telah mendapatkan pelatihan

manajemen

4.1.2.6 Program / Kegiatan Prioritas OPD (Organisasi Perangkat Daerah)

Arah Kebijakan Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial Dinas Sosial

Kota Serang, yaitu :

a. Meningkatkan kualitas pelayanan dan bantuan dasar kesejahteraan

sosial bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)

b. Meningkatkan Pemberdayaan Fakir Miskin, Penyandang Cacat dan

kelompok rentan lainnya

c. Meningkatkan kualitas hidup bagi PMKS terhadap pelayanan sosial

dasar, fasilitas pelayanan publik, dan jaminan kesejahteraan sosial

d. Mengembangkan dan menyerasikan kebijakan untuk penanganan

masalah-masalah strategis yang menyangkut masalah kesejahteraan

sosial

e. Memperkuat ketahanan sosial masyarakat berlandaskan prinsip

kemitraan dan nilai-nilai sosial budaya bangsa

Page 105: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

86

f. Meningkatkan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan sosial

dalam mendayagunakan sumber-sumber kesejahteraan sosial

g. Meningkatkan pelayanan bagi korban bencana alam dan sosial

h. Meningkatkan prakarsa dan peran aktif masyarakat termasuk

masyarakat mampu, dunia usaha, perguruan tinggi, dan organisasi

sosial/LSM dalam penyelenggaraan pembangunan kesejahteraan

sosial secara terpadu dan berkelanjutan.

Program – Program yang mendukung sebagai berikut :

1. Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) lainnya.

a. Peningkatan kemampuan (Capacity Building) petugas dan

pendamping sosial pemberdayaan fakir miskin, KAT dan PMKS

lainnya

b. Pelatihan Keterampilan berusaha bagi keluarga miskin

c. Fasilitasi manajemen usaha bagi keluarga miskin

d. Pelatihan keterampilan bagi penyandang masalah kesejahteraan

sosial

e. Fasilitasi dan Stimulasi Pembangunan Perumahan Masyarakat

Kurang mampu

2. Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial

a. Pelayanan dan perlindungan sosial, hukum bagi korban eksploitasi,

perdagangan perempuan dan anak

b. Pelaksanaan KIE konseling dan kampanye sosial bagi Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)

c. Pelatihan keterampilan dan praktek belajar kerja bagi anak terlantar

termasuk anak jalanan, anak cacat dan anak nakal

d. Koordinasi perumusan kebijakan dan sinkronisasi pelaksanaan

upaya – upaya penanggulangan kemiskinan dan penurunan

kesenjangan

e. Penanganan masalah – masalah strategis yang menyangkut tanggap

cepat darurat dan kejadian luar biasa

3. Program Pembinaan anak terlantar

Pengembangan bakat dan keterampilan anak terlantar.

4. Program Pembinaan para penyandang cacat dan trauma

Pendidikan dan pelatihan bagi penyandang cacat dan eks trauma.

5. Program Pembinaan panti asuhan / panti jompo

Page 106: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

87

Peningkatan keterampilan tenaga pelatih dan pendidik.

6. Program Pembinaan Eks Penyandang penyakit sosial (eks narapidana,

pekerja seks komersial, narkoba dan penyakit sosial lainnya)

Pendidikan dan pelatihan keterampilan berusaha bagi eks penyandang

penyakit sosial.

7. Program Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial

a. Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha

b. Peningkatan jenjang kerjasama pelaku – pelaku usaha

kesejahteraan sosial masyarakat

c. Peningkatan kualitas sumber daya manusia Kesejahteraan sosial

masyarakat

d. Peningkatan sarana dan prasarana kepahlawanan dan keperintisan

e. Pendataan dan Updating data PMKS dan potensi dan sumber

kesejahteraan sosial (PSKS)

4.2 Deskripsi Data

4.2.1 Deskripsi Data Penelitian

Menurut Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan

Sosial yang dimaksud dengan rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi

dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi

sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Sasaran standar rehabilitasi

sosial ini ditujukan kepada:

a. Perseorangan

b. Keluarga

c. Masyarakat

d. Panti sosial pemerintah/daerah

e. Lembaga kesejahteraan sosial

Page 107: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

88

Rehabilitasi Sosial ditujukan kepada seseorang yang mengalami kondisi

kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan

penyimpangan perilaku, serta yang memerlukan perlindungan khusus yang

meliputi:

a. penyandang cacat fisik;

b. penyandang cacat mental;

c. penyandang cacat fisik dan mental;

d. tuna susila;

e. gelandangan;

f. pengemis;

g. eks penderita penyakit kronis;

h. eks narapidana;

i. eks pencandu narkotika;

j. eks psikotik;

k. pengguna psikotropika sindroma ketergantungan;

l. orang dengan Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno

Deficiency syndrome;

m. korban tindak kekerasan;

n. korban bencana;

o. korban perdagangan orang;

p. anak terlantar; dan

q. anak dengan kebutuhan khusus.

Jangka waktu pelaksanaan pemberian pelayanan rehabilitasi sosial di dalam

panti Pemerintah/pemerintah daerah dan Lembaga Kesejahteraan Sosial paling

singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan. Jangka waktu

pelaksanaan pemberian pelayanan rehabilitasi sosial sebagaimana disesuaikan

dengan kebutuhan penerima pelayanan. Rehabilitasi Sosial diberikan dalam

bentuk:

a. motivasi dan diagnosis psikososial;

b. perawatan dan pengasuhan;

c. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;

d. bimbingan mental spiritual;

e. bimbingan fisik;

f. bimbingan sosial dan konseling psikososial;

g. pelayanan aksesibilitas;

Page 108: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

89

h. bantuan dan asistensi sosial;

i. bimbingan resosialisasi;

j. bimbingan lanjut; dan/atau

k. rujukan.

Rehabilitasi Sosial dilaksanakan dengan tahapan:

a. pendekatan awal;

b. pengungkapan dan pemahaman masalah;

c. penyusunan rencana pemecahan masalah;

d. pemecahan masalah;

e. resosialisasi;

f. terminasi; dan

g. bimbingan lanjut.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka dalam proses

menganalisis datanya pun peneliti melakukan analisa secara bersamaan. Seperti

yang telah dipaparkan dalam bab 3 sebelumnya, bahwa dalam prosesnya analisa

dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik analisis data menurut

Miles and Huberman (2009:16), yaitu selama penelitian dilakukan dengan

menggunakan 4 tahap penting, diantaranya : pengumpulan data (data

collection) yaitu proses memasuki lingkungan penelitian dan melakukan

pengumpulan data penelitian. Ini merupakan tahap awal yang harus dilakukan

oleh peneliti agar peneliti dapat memperoleh informasi mengenai masalah-

masalah yang terjadi di lapangan. Reduksi data merupakan suatu proses

pemilihan, merangkum, memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan

polanya. Untuk mempermudah peneliti dalam melakukan reduksi data, peneliti

memberikan kode pada aspek tertentu, yaitu :

1. Kode Q untuk menunjukan kode pertanyaan

2. Kode Q1, Q2, Q3 dan seterusnya untuk menunjukan urutan pertanyaan

3. Kode I untuk menunjukan informan

Page 109: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

90

4. Kode I1, I2, I3 dan seterusnya untuk menunjukan urutan informan

5. Kode I1.1, I1.2, menunjukkan daftar informan dari kategori Pegawai Dinas

Sosial Kota Serang

6. Kode I2.1, I2.2, I2.3 menunjukkan daftar informan dari pengemis

7. Kode I3.1, I3.2, I3.3 menunjukkan daftar informan dari masyarakat Kota

Serang

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data,

penyajian data di sini merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Beberapa

jenis bentuk penyajian data adalah matriks, grafik, jaringan, bagan dan lain

sebagainya yang semuanya dirancang untuk menggabungkan informasi tersusun

dalam suatu bentuk yang padu (Prastowo (2011:244). Kemudian penyajian data

dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan

selanjutnya, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam

penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay

data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan

kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

Analisis data kualitatif yang terakhir menurut Miles dan Huberman (2009 :16)

adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Setelah data bersifat jenuh artinya

telah ada pengulangan informasi, maka kesimpulan tersebut dapat dijadikan

jawaban atas masalah penelitian.

4.2.2 Deskripsi Informan Penelitian

Page 110: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

91

Informan penelitian adalah narasumber yang memiliki pengetahuan terkait

masalah yang sedang diteliti. Pada penelitian mengenai Analisis Kritis

Implementasi Program Rehablitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis (Gepeng)

Oleh Dinas Sosial Kota Serang. Peneliti menggunakan teknik purposive. Teknik

purposive adalah teknik yang digunakan dalam melakukan wawancara dengan

mengetahui narasumber yang akan diwawancarai.

Berdasarkan lokasi penelitian yaitu Dinas Sosial Kota Serang maka peneliti

menetapkan informan yaitu Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan

Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Anak Dinas Sosial Kota Serang, serta informan

yang peneliti anggap berhubungan dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu

Kepala Bidang Penegakan Produk Hukum Daerah Satuan Polisi Pamong Praja

Kota Serang, Dinas Sosial Provinsi Banten, Tenaga Kesejahteraan Sosial

Kecamatan (TKSK) di Kota Serang, Ketua Komisi II DPRD Kota Serang,

Pimpinan yayasan Vihara Avalokitesvara Kota Serang, Redaktur Banten Raya.

Page 111: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

92

Tabel 4.4

Daftar Informan Penelitian

Informan Nama

Informan

Kode

Informan

Kategori

Informan

Dinas Sosial Kota

Serang

1. Kepala Seksi Rehabilitasi

Sosial Tuna Sosial Dinas

Sosial Kota Serang

Heli Priyatna I1.1

Key

Informan

2. Kepala Seksi Rehabilitasi

Sosial Anak Dinas Sosial

Kota Serang

Hendri I1.2 Key

Informan

Satuan Polisi

Pamong Praja Kota

Serang

1. Kepala Bidang Penegakan

Produk Hukum Daerah Juanda I2.1

Key

Informan

Dinas Sosial Provinsi

Banten

1. Kepala Seksi Rehabilitasi

Sosial Tuna Sosial Asep Hanan I3.1

Secondary

Informan

Tenaga

Kesejahteraan Sosial

Kecamatan (TKSK)

1. Tenaga Kesejahteraan

Sosial Kecamatan Serang Hasanudin I4.1

Secondary

Informan

Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Kota

Serang

1. Alat Kelengkapan Dewan Furtasan Ali I5.1 Secondary

Informan

Unsur Keagamaan

1. Tokoh Agama Islam Gofur I6.1 Secondary

Informan

2. Humas Vihara

Avalokitesvara Kota

Serang

Asaji I6.2 Secondary

Informan

3. Sekretaris Gereja Katolik

Kritus Raja Serang Stefanus I6.3

Secondary

Informan

Unsur Masyarakat 1. Masyarakat Kecamatan

Serang Apip I7.1

Secondary

Informan

Akademisi 1. Dosen Fisip Untirta Agus S I8.1 Secondary

Informan

Gelandangan dan

Pengemis Kota 1. Pengemis Kota Serang Bisriah I9.1

Secondary

Informan

Page 112: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

93

Serang 2. Pengemis Kota Serang Rodiyah I9.2

Secondary

Informan

Sumber : Peneliti, 2018

Page 113: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

94

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian dengan menggunakan teknik analisa data kualitatif

deskriptif. Dalam menganalisa penelitian ini, peneliti menggunakan Boundary

Categories menurut Ulrich (dalam Riswanda 2016: 9), yaitu:

1. Sources of motivation (Sumber motivasi), adalah suatu sumber yang dalam

situasi dan kondisi perehaban yang dijadikan sebagai gambaran kekuatan

guna tercapainya perehaban yang baik bagi gelandangan dan pengemis.

a. Stakeholder, pihak yang terlibat dalam penelitian ini adalah Dinas

Sosial Kota Serang di bagian Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna

Sosial, Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Anak, Satpol PP Kota

Serang di Bidang Penegakan Produk Hukum Daerah, DPRD Kota

Serang, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) di Kota

Serang Unsur Keagamaan, Unsur kemasyarakatan.

b. Purpose (Tujuan), yaitu sasaran yang ingin dicapai dari kebijakan

rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis.

c. Measure of improvement (Ukuran perbaikan), yaitu yang dijadikan

patokan atau standar keberhasilan Seksi Bagian Gelandangan dan

Pengemis dalam kebijakan rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis.

2. Sources of power (Sumber kekuatan), adalah suatu sumber yang menjadi

kelebihan dalam rehablitasi sosial Gelandangan dan Pengemis untuk

mencapai sebuah keberhasilan.

Page 114: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

95

a. Decision-maker (Pengambilan keputusan), yaitu pihak yang

menjadi pembuat kebijakan rehablitasi sosial gelandangan dan

pengemis dan pihak yang mengambil keputusan.

b. Resources (Sumber daya), yaitu potensi yang dimiliki Seksi

Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dalam mengelola penyelenggaraan

program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis.

c. Decision environment (Keputusan lingkungan), yaitu kondisi yang

berada di luar kontrol lingkup Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial.

3. Sources of knowledge (Sumber pengetahuan), adalah suatu sumber yang

dijadikan sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan tentang bagaimana

perehaban para gelandangan dan pengemis.

a. Professional (Tenaga ahli), yaitu seseorang yang dianggap sebagai

sumber terpercaya berdasarkan keahlian yang dimiliki dalam

menilai dan memutuskan sesuatu terkait rehabilitasi sosial

gelandangan dan pengemis.

b. Expertise (Keahlian), yaitu kemampuan dalam menangani

perehaban para gelandangan dan pengemis.

c. Guarantee (Jaminan), yaitu pihak yang dilibatkan dan berkontribusi

dalam program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis.

4. Sources of legitimation (Sumber pengesahan), merupakan legitimasi dari

badan-badan yang menanangani program rehablitasi sosial gelandangan

dan pengemis.

Page 115: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

96

a. Witness, yaitu orang yang terkena efek atau dampak dari adanya

kebijakan rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis.

b. Emancipation, yaitu orang yang selama ini tidak terlibat dalam

pembuatan kebijakan pemasyarakatan sangat penting untuk

suaranya diangkat seperti organisasi dari unsur kemasyarakatan dan

unsur keagamaan.

c. World view (Pandangan dunia), yaitu pandangan secara universal

terhadap persoalan mengenai gelandangan dan pengemis dari

kacamata atau lensa Media, unsur keagamaan, unsur masyarakat.

4.3.1 Sources Of Motivation (Sumber Motivasi)

Sources of motivation (Sumber motivasi) adalah suatu sumber yang dalam

situasi dan kondisi dalam perehaban gelandangan dan pengemis yang dijadikan

sebagai gambaran kekuatan guna tercapainya perehaban yang baik bagi

gelandangan dan pengemis. Sumber Motivasi sebagai dasar dan kerangka dari

kebijakan, karena di dalamnya membahas adanya stakeholder (pihak yang

terlibat) yamg memiliki kepentingan dalam pengambilan keputusan kebijakan,

tujuan dari suatu kebijakan, dan tolak ukur keberhasilan dari suatu kebijakan.

Jadi sumber motivasi (sources of motivation) dalam penelitian ini

dideskripsikan sebagai kontruksi dasar program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang yang memuat pihak yang

terlibat, tujuan, dan tolak ukur keberhasilan dalam program rehablitasi

gelandangan dan pengemis ini.

Page 116: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

97

4.3.1.1 Stakeholder (Pihak yang terlibat)

Stakeholder merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan suatu

kebijakan atau program yang memiliki kewenangan dan kepentingan terkait

kebijakan ataupun program tersebut. Pihak-pihak yang terlibat tentunya memiliki

keahlian serta kemampuan yang dibutuhkan dalam kebijakan tersebut. Sehingga

dengan adanya keterlibatan dari semua pihak-pihak terkait ini, akan menghasilkan

keputusan yang menjadi solusi dari masalah-masalah yang terjadi.

Pada program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini tentunya ada pihak-

pihak yang terlibat yang sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.

Dalam pembuatan program ini tidak bisa dijalankan oleh satu pihak saja

melainkan butuh pihak-pihak lain yang memang memiliki keahlian di bidangnya.

Dengan adanya keterlibatan dari semua pihak yang mempunyai keahlian di

bidangnya akan mampu memberikan perbaikan dari kualitas program yang

menghasilkan keberhasilan dari suatu program.

“Tentunya untuk yang membuat program rehsos gepeng ini

yaitu dinsos, yaa khususnya seksi bagaian yang menangani

gelandangan dan pengemis ini, kami juga sebagai penanggung

jawab program ini.” (wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota

Serang, 22 November 2017).

Berdasarkan wawancara dengan I1.1 dapat diketahui bahwa pihak yang

memproduk program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini adalah Dinas

Sosial Kota Serang, khususnya Bidang Rehablitasi Sosial pada Seksi Rehabilitasi

Sosial Tuna Susila. Pihak yang bertanggung jawab dalam program ini pun yaitu

Dinas Sosial Kota Serang.

Hal Serupa juga diutarakan oleh I1.2 sebagai berikut :

Page 117: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

98

“Yang membuat program ini itu adalah kepala seksi sesuai

dengan tupoksi, karena yang tau permasalahan kan dari kita

sendiri sesuai dengan tupoksinya” (wawancara dengan I1.2 di Dinas

Sosial Kota Serang, 11 Januari 2018).

Hal senada pun peneliti dapatkan dari penjelasan Kepala Bidang Penegakan

Produk Hukum Daerah yang memproduk program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis ini adalah :

“Untuk pembinaan dan rehablitasi dan bantuan lain-lain

adalah tugas dari Dinas Sosial, dalam kapasitas kita itu tugas

pokoknya hanya mengeksekusi dari tempat kejadian terus dikirim

ke dinas sosial, yang buat program ini kan dinas sosial, jadi yang

ngebina, ngerehab, yang ngasih bantuan itu Dinas Sosial dan juga

perencanaan dan segala sesuatunya ada di Dinas Sosial, soalnya

mereka yang buat programnya.” (wawancara dengan I2.1 di kantor

Satpol PP Kota Serang, 27 November 2017).

Berdasarkan pemaparan oleh I2.1 dapat diketahui bahwa yang membuat atau

memproduk program rehabilitasi gelandangan dan pengemis adalah Dinas sosial.

Ungkapan serupa juga dipaparkan oleh :

“Yang punya kewenangan membuat program rehabilitasi

ini si di kabupaten/kota ya, kalo di kota kan Dinas Sosial Kota

Serang ya.” (wawancara dengan I3.1 di kantor Dinas Sosial

Provinsi Banten, 18 Desember 2017).

Berdasarkan ungkapan seluruh informan di atas dapat disimpulkan bahwa

yang memproduk atau yang membuat program ini adalah Dinas Sosial Kota

Serang. Dinas Sosial juga yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab

terhadap program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini.

Di program ini tentunya banyak pihak-pihak yang terlibat dan yang memiliki

peranan dan keahlian dalam pengambilan keputusan. Pihak-pihak yang terkait

tersebut diantaranya :

Page 118: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

99

“Keterlibatannyan dalam pemerintahan itu, pertama OPD

Dinas Sosial Kota Serang yang harus mempunyai peran sesuai

dengan yang ada tupoksinya rehabilitasi. Cuma rehabilitasi tidak

cukup Dinas Sosial bagaimana kalo dia umpamanya

pendidikannya ingin melanjutkan karena tidak mampu, lulusan

SMP yang tidak punya izasah maka harus kejar paket, nah itu

terlibatlah Dinas Pendidikan. Kita koordinasi dan bekerjasama

dengan Dinas Pendidikan. Bagaimana cara penanganannya,

pengambilannya, wewenang untuk menangkap dan membawa itu

adalah Satpol PP, selain itu juga bagaimana kalo dia nggak punya

dan pengen punya kartu keluarga, pengen punya KTP, nah Dinas

Kependudukan juga harus terlibat, nah bagaimana kalo dia

pengen bekerja kalo dia emang sudah punya keahlian, kita

libatkan juga Disnaker.” (wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial

Kota Serang, 22 November 2017).

Berdasarkan apa yang dinyatakan I1.1 dapat diketahui bahwa pihak-pihak yang

terlibat terkait dalam pelaksanaan program rehabilitasi gelandangan dan pengemis

yang dilakukan Dinas Sosial Kota Serang yaitu Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Serang, Dinas Kependudukan Catatan Sipil Kota Serang, Dinas Tenaga Kerja

Kota Serang.

Senada dengan pernyataan diatas I1.2 juga menyatakan bahwa :

“Kepala Bidang disitu juga ada Pak Kadis, kita kan

awalnya lihat dari data dan kenyataan banyak di jalan anak

jalanan, gepeng, kita juga ngedata melalui pos sahabat anak itu

juga dibantu oleh Peksos setelah kita melihat data kan terus

gimana nih cara penanganannya, nah maka dari itu kita rempugin

bareng-bareng bersama bapak kabid dan bapak kadis. Banyak

juga kita berkoordinasi ada dari lembaga ada juga dinas-dinas

terkait yang menangani tentang program ini. Ya misalkan dengan

Disnaker, Kemenag, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan yang

sesuai tupoksinya kaya BPJS kesehatan, Kepolisian untuk

menangani anak jalanan kaya gitu. Jadi kita ga sendiri.”

(wawancara dengan I1.2 di Dinas Sosial Kota Serang, 11 Januari

2018).

Page 119: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

100

Penjelasan serupa juga diutarakan oleh Bapak Asep selaku Kepala Seksi

Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten :

“Kalo untuk di lapangan itu misalkan penertiban, ngerazia

para gepeng itu kan kewenangannya ada di Kabupaten/Kota yaitu

di Dinas Sosial Kota Serang dan juga Satpol PP nya.” (wawancara

dengan I3.1 di kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 18 Desember

2017).

Kedua pernyataan diatas dibenarkan oleh Kepala Bidang Penegakan Hukum

Daerah, sebagai berikut :

“Dalam rehabilitasi gepeng ini kita emang dilibatkan

sesuai tupoksi kita yaitu menjaring atau merazia para gepeng yang

ada dijalanan. Ini juga kan masuk kewenangan kita, terus tupoksi

kita ini kan dari perwal yang didasari oleh perda pekat tersebut.”

(wawancara dengan I2.1 di kantor Satpol PP Kota Serang, 27

November 2017).

Berdasarkan penjelasan dari seluruh informan, peneliti menarik kesimpulkan

bahwa yang membuat atau memproduk program rehablitasi gelandangan dan

pengemis ini adalah Dinas Sosial Kota Serang karena Dinas Sosial Kota Serang

ini yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab sesuai dengan Perda Kota

Serang nomor 2 Tahun 2010 tentang penyakit masyarakat. Selanjutnya pihak-

pihak yang terlibat dalam pelaksaan program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis ini yaitu Dinas Sosial Kota Serang sebagai leading sector, Satuan Polisi

Pamong Praja Kota Serang, Dinas Pendidikan Kota Serang, Dinas Kesehatan,

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Serang, Dinas Tenaga Kerja Kota

Serang, bahkan kepolisian yang ikut menangani anak jalanan.

Page 120: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

101

4.3.1.2 Purpose (Tujuan)

Pada dasarnya pemerintah membuat kebijakan atau program memiliki

maksud dan tujuan untuk memberikan solusi atas masalah-masalah yang terjadi

pada masyarakatnya. Setiap kebijakan pasti memiliki suatu tujuan, dan tujuan ini

biasanya dijadikan acuan dalam perencanaan suatu kebijakan yang akan

dilaksanakan. Tujuan juga dijadikan sebagai tolak ukur pemerintah dalam usaha

untuk menggapai sesuatu yang ingin dicapainya.

Dinas Sosial Kota Serang membuat program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis yang didasari oleh Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 tahun 2010

tentang Penyakit Masyarakat tentunya mempunyai suatu tujuan seperti apa yang

disampaikan oleh Bapak Heli Priatna selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna

Sosial, dan tujuannya yaitu:

“Ya untuk tujuannya mah inginnya kami pemerintah si tetep

satu, ingin mengentaskan kemiskinan kalo tujuan secara umumnya

mah itu, sama mengentaskan pengangguran. Ya khususnya dari

program ini inginnya mah itu, si gepeng itu mendapat

keterampilan juga dia bisa merubah prilakunya sama

mindsetnya.” (wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota Serang,

22 November 2017).

Hal Senada juga disampaikan oleh I1.2 yang menyatakan bahwa:

“sebenernya mah dari tujuannya mah kaya sederhana tapi

dalemnya rumet ya, itu menghilangkan si tidak mungkin, tapi kita

meminimalisir jumlahnya.” (wawancara dengan I1.2 di Dinas Sosial

Kota Serang, 11 Januari 2018).

Peneliti juga mendapatkan penyataan serupa dari Kepala Bidang

Penegakan Produk Hukum Daerah, Bapak Juanda. Beliau mengatakan :

Page 121: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

102

“dari kita mah tujuannya pengen si gepeng ini ngerasa

kapok lah ada di jalanan, jadi mereka itu si gepeng ini gak balik-

balik ke jalan lagi, kan dengan kaya gitu bisa ngubah

mindsetnya.” (wawancara dengan I2.1 di kantor Satpol PP Kota

Serang, 27 November 2017).

Senada dengan diatas, I3.1 mengutarakan:

“kalo tujuan program rehablitasi gepeng ini tentunya

pengen ngerubah mindsetnya lah dari tadinya dia ngemis, dia bisa

usaha kecil-kecilan kaya jualan gorengan atau buka warung kecil

kaya gitu. Kan kalo program rehabilitasi ini, si gepeng

keterampilan kaya bikin kue, atau keterampilan montir, dan kalo

dia mau dia dikasih modal sama kita. Ya kalopun misalkan gak

ngerubah dia, minimal dia turun ke jalannya ga sering, ya

misalkan tadinya dia di jalan 12 jam sekarang dia jalan cuma 5

jam.” (wawancara dengan I3.1 di kantor Dinas Sosial Provinsi

Banten, 18 Desember 2017).

Pernyataan yang sama pun disampaikan oleh bapak Hasanudin selaku

Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan Serang sebagai berikut :

“Tujuannya, tentunya untuk mengurangi para gelandangan

dan pengemis jangan sampai ada yang turun ke jalan tentunya.”

(wawancara dengan I4.1 di kantor Kecamatan Serang, 25 Januari

2018).

Berdasarkan penyataanya dari semua informan di atas, peneliti dapat

menyimpulkan bahwa tujuan dari program rehabilitasi gelandangan dan pengemis

ini yaitu untuk mengurangi jumlahnya dan juga merubah prilaku dan mindset para

gelandangan dan pengemis, dengan cara memberikan pembinaan, memberikan

keterampilan dan keahlian kepada para gelandangan dan pengemis agar mereka

mempunyai keterampilan dan keahlian sehingga para gelandangan dan pengemis

ini untuk tidak terus berada di jalanan dan juga mereka bisa mencari nafkah

dengan tidak meminta-minta.

Page 122: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

103

Adanya tujuan kebijakan pastinya kebijakan juga mempunyai sasaran yang

ingin dicapai. Jelasnya sasaran kebijakan yang ingin dicapai mengindikasikan

bahwa perumusan kebijakan tersebut berjalan dengan baik. Pastinya setiap

kebijakan memiliki target sasaran yang ingin dicapainya, seperti halnya program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini pastinya mempunyai sasaran yang

ingin dicapainya:

“tentunya yang jadi sasaran utamanya itu para

gelandangan pengemis, kalo untuk sasaran utamanya.”

(wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota Serang, 22 November

2017).

Seperti apa yang diutarakan oleh I1.1 bahwa yang menjadi sasaran dari

program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini adalah para gelandangan dan

pengemis (gepeng).

Hal yang sama juga disampaikan oleh I1.2 yang menytakan bahwa :

“Dalam Perda pekat ini kan tidak hanya untuk gepeng dan

anak jalanan ataupun pekat yang lainnya ya, kita kan ada berbasis

masyarakat ya otomatis masyarakat juga diikut sertakan, terutama

minimalnya tau bahwa ada peraturan atau perda yang ngelarang

gepeng dan anak jalanan itu tidak boleh gitu kan.” (wawancara

dengan I1.2 di Dinas Sosial Kota Serang, 11 Januari 2018).

Hal serupa juga diutarakan oleh I2.1, sebagai berikut :

“pastinya yang kita jadiin target sasaran para penyakit

masyarakat termasuk juga para gelandangan dan pengemis. Kita

kan sebagai penegak hukum daerah, ya kita tugasnya merazia para

pekat penyakit masyarakat ini termasuk juga para gepeng.”

(wawancara dengan I2.1 di kantor Satpol PP Kota Serang, 27

November 2017).

Page 123: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

104

Pendapat ini diperkuat oleh I3.1, sebagai berikut :

“yang jelas yang jadi sasaran dari program ini tuh para

gepeng, jangan sampe si gepeng itu terus di jalan, ya minimal

mereka itu produktif lah nggak terus nyari nafkahnya di jalanan.”

(wawancara dengan I3.1 di kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 18

Desember 2017).

Pendapat yang senada juga di sampaikan oleh I4.1 yang menyatakan

bahwa:

“ya yang pastinya yang jadi sasarannya itu para

gelandangan dan pengemis itu. Soalnya kan program ini

ditujukannya ke mereka.” (wawancara dengan I4.1 di kantor

Kecamatan Serang, 25 Januari 2018).

Berdasarkan penjelasan dari para informan diatas, mereka menyebutkan

bahwa yang menjadi sasaran dari program rehablitasi gelandangan dan pengemis

ini yaitu para gelandangan dan pengemis.

Kebijakan pastinya akan memberikan dampak kepada sasaran kebijakan,

baik atau buruknya sebuah dampak yang dihasilkan oleh suatu kebijakan,

tentunya ini akan tetap berpengaruh kepada lingkungan kebijakan, khususnya

kepada sasaran kebijakan. Tak terkecuali dengan program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini, program ini memiliki dampak yang berpengaruh

terhadap :

“sebenernya mah gini ya, yang terkena dampak dari

program ini tuh kan para gepeng, ya artinya program ini

memberikan pengaruh ke si gepeng ini biar ga ke jalanan lagi. nah

kalo udah kaya gitu kan, si gepeng udah bisa nyari nafkahnya gak

turun ke jalan, bisa juga kan berdampaknya ke masyarakat.

Masyarakatkan nantinya gak keganggu lagi sama adanya gepeng

ini.” (wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota Serang, 22

November 2017).

Page 124: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

105

Berdasarkan apa yang sudah dijelaskan oleh I1.1 bahwa yang terkena

dampak dari program ini yaitu para gelandangan dan pengemis itu sendiri yang

nantinya akan berdampak pula kepada masyarakat yang merasakan dampak para

gelandangan dan pengemis yang sudah berhenti melakukan aktifitasnya.

Hal serupa juga diutrakan oleh Ibu Hendri selaku Kepala Seksi

Rehabilitasi Sosial Anak yang menyatakan bahwa:

“tentunya yang terkena dampaknya itu para gepeng anak

jalanan itu sendiri ya, soalnya kan mereka yang kita kasih

pembinaan kasih bantuan, dengan kaya gitukan yang kena dampak

mereka.” (wawancara dengan I1.2 di Dinas Sosial Kota Serang, 11

Januari 2018).

Pendapat dari I2.1 mengenai yang terkena dampak dari program ini adalah

sebagai berikut:

“Masyarakat akan dirasakan langsung dampaknya, coba

kalo misalkan program ini bisa istilahnya membuat si gepeng ini

sadar, tentunya dampaknya ke masyarakat, masyarakat ga ke

ganggu lagi dong ama aktifitas gepeng ini.” (wawancara dengan

I2.1 di kantor Satpol PP Kota Serang, 27 November 2017).

Senada dengan yang apa disampaikan oleh I2.1, I3.1 berpendapat bahwa :

“Di program ini kan kita ngasih pembinaan kaya semacem

ngasih keterampilan bikin kue kaya tata boga gitu, selain itu juga

kita ngasih keterapilan buat bengkel jadi si gepeng ini punya

keahlian lah semacem itu, nah kalo udah kaya gitu kita tinggal

ngasih modal tuh ke para gepeng, biar ga balik lagi ke jalan

mereka lebih produktif kan kaya gitu. Nah dari situ berdampak

juga ke prilaku si gepeng, jadi mindset si gepeng ini kan berubah.

Dengan kaya gitu masyarakat ikut merasakan juga kan

keuntungannya, jadi masyarakat juga ga merasa ke ganggu tuh

ama si gepeng.” (wawancara dengan I3.1 di kantor Dinas Sosial

Provinsi Banten, 18 Desember 2017).

Page 125: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

106

Pernyataan di atas juga di pertegas dengan pendapat yang disampaikan

oleh I4.1 yang menyatakan bahwa:

“Dampak dari program ini tentunya kepada masyarakat,

kalo misalkan gelandangan dan pengemis sudah berkurang lah

jumlahnya, tentunya masyarakat juga yang nyaman kan.”

(wawancara dengan I4.1 di kantor Kecamatan Serang, 25 Januari

2018).

Jadi dari pernyataan kelima informan ini, peneliti dapat menyimpulkan

bahwa yang terkena dampak dari program rehablitasi gelandangan dan pengemis

ini adalah para gelandangan dan pengemis itu sendiri sehingga masyarakat juga

ikut merasakan dampak dari program ini.

Setiap kebijakan pastinya memiliki kendala-kendala yang terkadang

menjadi hambatan dalam penyelanggaran sebuah kebijakan. Program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini pastinya memiliki kendala-kendala yang dihadapi

oleh penyelenggara.

“Hal-hal yang jadi kendalanya itu pertama, SDM. Di

bagaian bapak satu bidang aja belom punya staf, harunya mah

kasie itu minimal punya satu, pembantu bapak itu harusnya mah

ada minimal satu tapi bapak belom punya. Sebenrmya bukan

bapak aja ini yang belom punya malah di bidang ini belom punya

staf. Ya selain itu juga kendalanya kadang-kadang OPD-OPD

lainya itu istilahnya kurang harmonis. Sebenernya kalo bicara soal

itu mah jelek juga, ya mau gimana lagi begitu kenyataannya.

Kemudian kami dinsos belom punya juga tempat penampungan

buat para gepeng yang udah di razia sama Satpol PP. Gimana

mau nampung kita juga kantornya masih ngontrak kan ya gitu. Ya

otomatis juga penganggaran juga oleh kita sangat dibutuhkan.

Nah tempat rehabilitasi juga tuh, itu yang pertama tempat

Page 126: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

107

rehabilitasi itu belom ada.” (wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial

Kota Serang, 22 November 2017).

Berdasarkan pernyataan dari I1.1 diketahui bahwa yang menjadi kendala

dari program rehablitasi gelandangan dan pengemis yaitu sumber daya manusia

(SDM) yang belum memadai, kurang harmonis atau kurangnya koordinasi yang

dilakukan oleh organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, belum adanya tempat

penampungan dan rehablitasi untuk para gelandangan dan pengemis, serta

anggran yang adapun belum sepenuhnya memadai untuk program ini.

Hal senada juga diutarakan oleh I1.2, yang menyatakan bahwa :

“kendalanya memang kebelum nyambungnya ya antara keinginan

dan tujuan pemerintah dan masyarakat belom sejalan gitu. Karena

kita juga sadar diri ya, SDM dari kita Dinas Sosial kurang ya

sehingga tidak mencukupi untuk tenaga di sosialisasi di jalan.

Karena kita harusnya banyak ke jalan ya, nah tenaga itulah kita

yang kurang. Sebenernya mah kendalanya juga kesadaran lah dari

kita semua ya khususnya masyarakat bahwa kita disini punya

program buat merubah anak jalanan.” (wawancara dengan I1.2 di

Dinas Sosial Kota Serang, 11 Januari 2018).

Pendapat yang hampir serupa juga diungkapkan oleh Kepala

Bidang Penegakan Produk Hukum Daerah yang menyatakan bahwa :

“Kendalanya dari kita itu kurangnya SDM, kurangnya

disini itu dari segi kuantitas ya bukan dari kualitas. Kalo dari

kualitas si saya yakin lah kualitasnya bagus, tapi disini kami hanya

kekurangan kuantitas. Selain itu juga dari segi finansial, nah ini ni

yang susah. Nah kaya yang saya sebutin tadi susah kalo ga ada

duit mah mau jalannya ajasusah, ya mau gimana lagi itu faktanya.

Ya terkadang anggaran untuk kita kontrol aja, terkadang pake

kantong pribadi itu istilahnya buat bensin-bensin doang mah.”

(wawancara dengan I2.1 di kantor Satpol PP Kota Serang, 27

November 2017).

Page 127: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

108

Pendapat lain juga disampaikan oleh I3.1, sebagai berikut :

“Kendalanya ya kadang-kadang kalo dirazia itu si gepeng

nya itu balik lagi balik lagi kaya gak kapok-kapok, terus juga

kategori kaya anak punk itu yang masih samar, itu masuknya

kemana nih, anak jalanan atau apa gitu kalo anak jalanan ada

seksinya lagi, kalo yang pake narkoba atau orang yang gila ada

juga seksinya disini tapi kadang-kadang di tangani oleh seksi kita

juga. Ya emang susah juga kita mengkategorikannya juga, ya jadi

kendalanya itu kita susah buat mengkategorikannya.” (wawancara

dengan I3.1 di kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 18 Desember

2017).

I4.1 juga berpendapat mengenai kendala yang dirasarkan dalam program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini:

“kendalanya ya memang itu terkadang para gepeng itu pas

kita samperin itu pada lari, terus dari si gepeng itu juga kurang

keterbukaan kitakan jadinya susah buat ngedatanya. Kita juga

butuh kerjasama dari masyarakat untuk berperan untuk ikut dalam

program ini ya minimal ikut mengikuti peraturan yang ada, kan di

perda juga ada pelarangan buat ngasih para gepeng.”

(wawancara dengan I4.1 di kantor Kecamatan Serang, 25 Januari

2018).

Berdasarkan penjelasan dari seluruh informan diatas peneliti dapat

menyimpulkan bahwa yang menjadi kendalanya dalam program rehabilitasi

gelandangn dan pengemis itu adalah SDM yang kurang memadai, ada juga dari

tempat penampungan dan tempat rehablitasi para gelandangan dan pengemis,

kurangnya keharmonisasian dan kurangnya koordinasi dari organisasi perangakat

daerah terkait, dan juga anggaran yang belum memadai serta kurangnya peran

serta masyarakat untuk mematuhi peraturan daerah yang melarang memberikan

uang pada pengemis.

Page 128: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

109

Dengan adanya kendala-kendala yang di hadapi oleh suatu kebijakan

tentunya ada pihak-pihak bertanggung jawab sesuai dengan tugas dan

wewenangnya masing-masing. Pada dasarnya di dalam kebijakan pastinya

memiliki pihak yang bertanggung jawab untuk mencari solusi dari masalah-

masalah yang di hadapi. Pada program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini

pihak yang bertanggung jawab atas masalah-masalah yang terjadi adalah :

“Harusnya semuanya OPD-OPD terkait ikut bertanggung

jawab, ya terutama OPD Dinas Sosial dan Satpol PP.”

(wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota Serang, 22 November

2017).

Hal ini yang sama juga disampaikan oleh Ibu Hendri selaku Kepala Seksi

Rehabilitasi Sosial Anak yang menyatakan bahwa:

“sebenernya semua, cuma kan yang jadi leading sectornya

dan tupoksinya Dinas Sosial Kota Serang ya otomatis kita harus

bertanggung jawab merangkul kesemuanya ke OPD lain atau juga

ke masyarakatnya.” (wawancara dengan I1.2 di Dinas Sosial Kota

Serang, 11 Januari 2018).

Hal serupa juga diunkapkan oleh I2.1, yang memberi penjelasan sebagai

berikut :

“Kan yang jadi penanggung jawab program ini kan Dinas

Sosial, jadi kalo misalkan ada masalah-masalah yang terjadi

dinsosnya yang bertanggung jawab, kalo kita bertanggung jawab

kalo tiap penjaringan, ngerazia, baru kita yang tanggung jawab.”

(wawancara dengan I2.1 di kantor Satpol PP Kota Serang, 27

November 2017).

Pernyataan di atas di perkuat oleh pernyataan yang di ungkapkan oleh I3.1

yaitu, sebagai berikut:

Page 129: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

110

“Kalo program ini si sebenernya yang punya kewenangan

itu yang di kabupaten kota, juga yang bertanggung jawab yang di

kabupaten kota, biasanya kan mereka itu yang langsung ke

lapangan melakukan razia atau apa gitu, itu udah kewenangan di

kabupaten kota, Dinsos kota sama Satpol PP kalo kita terima sini

ajalah.” (wawancara dengan I3.1 di kantor Dinas Sosial Provinsi

Banten, 18 Desember 2017).

Senada dengan pernyataan di atas, I4.1 menyatakan pendapat :

“Yang bertanggung jawab itu Dinas Sosial dan juga unsur

masyarakat seluruhnya. Dinas sosial kan lembaga pemerintah ya,

jadi untuk lembaga ini Dinas Sosial yang bertanggung jawab tapi

harus ada peran serta masyarakat.” (wawancara dengan I4.1 di

kantor Kecamatan Serang, 25 Januari 2018).

Berdasarkan penjelasan dari semua informan Peneliti dapat menyimpulkan

bahwa pihak yang bertanggung jawab atas masalah-masalah yang terjadi dalam

program rehablitasi gelandangan dan pengemis ini yaitu terutama Dinas Sosial

Kota Serang sebagai penanggung jawab program, dan juga Satpol PP sebagai

penegak hukum daerah yang melakukan penjaringan dan razia kepada para

gelandangan dan pengemis.

Pihak yang tertanggung jawab tentunya memiliki cara untuk mengatasi

masalah-masalah yang terjadi, upaya-upaya yang dilakukan agar masalah dapat

diatasi dengan baik, sehingga kebijakan dapat berjalan dengan semestinya. Juga

dengan Program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini pihak Dinas Sosial

Kota Serang tentunya memiliki upaya-upaya yang dilakukan agar masalah dapat

teratasi:

“Saya juga kan gak punya staf, kalo ada anggarannya

bapak juga membentuk tim sukarelawan. Ya artinya semacem

petugas sosial, satgas satuan tugas sepuluh orang. Kalo misakan

Page 130: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

111

anggaran kita gada, kita ngirim para gepeng ini ke provinsi,

Dinsos provinsi buat direhab disana kira-kira sepuluh orang kita

kirim ke sana, ya salah satu pelayanan kita kaya gitu kalo

anggarannya ngga ada.” (wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial

Kota Serang, 22 November 2017).

Seperti yang sudah diungkapkan oleh I1.1 bahwa upaya yang dilakukan

pemerintah dalam mengatasi masalah yaitu dengan membentuk tim sukarelawan

seperti satuan tugas atau petugas social yang disesuaikan dengan anggaran yang

ada. Selanjutnya upaya yang dilakukan adalah dengan mengirimkan para

gelandangan dan pengemis kepada Dinas Sosial Provinsi Banten untuk direhab

disana. Dalam hal ini Dinas Sosial Kota Serang bekerja sama dengan pihak Dinas

Sosial Provinsi Banten untuk melakukan perehaban yang mana ini adalah salah

satu bentuk pelayanan yang diberikan Dinas Sosial Kota Serang kepada para

gelandangan dan pengemis.

Hampir sama seperti yang disampaikan oleh I1.1, I2.1 berpendapat :

“Dari faktor SDM yang sesungguhnya kami kekurangan.

ya walaupun istilahnya kami melakukan tugas cuma lima orang

tapi alhamdulillahnya di dalam lima orang ini kami merekrut

hampir tiga puluh orang. Dia tau upamanya kami operasi yang

tiga puluh orang ini harus ikut karena juga ada SP nya. Kalo dari

segi dana kami untuk kontrol aja seperti yang saya udah jelasin

kami sering pake kantong pribadi buat bensin-bensin mah, kan

kalo mau jalan buat ngontrol mah buat bensin mah harus ada.”

(wawancara dengan I2.1 di kantor Satpol PP Kota Serang, 27

November 2017).

Dari kedua pendapat ini, peneliti dapat memberi kesimpulan bahwa upaya-

upaya yang di lakukan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam

mengatasi masalah yang terjadi adalah seperti dari kekurang Sumber Daya

Manusia (SDM) pihak Dinas Sosial Kota Serang membentuk sebuat satuan tugas

Page 131: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

112

(Satgas) atau Petugas Sosial yang akan membantu Dinas Sosial dalam menangani

para gelandangan dan pengemis. Hampir sama seperti pihak Dinas Sosial, Satpol

PP melakukan perekrutan petugas sebanyak 30 orang oleh anggota asli yang

sebanyak 5 orang. Pihak Dinas Sosial dalam mengatasi masalah anggaran mereka

mengirimkan para gelandangan dan pengemis ke pihak Dinas Sosial Provinsi

Banten untuk di rehablitasi. Sedangkan yang dilakukan Satpol PP untuk

mengatasi anggaran adalah sering menggunakan dana pribadi untuk setidaknya

melakukan kontrol di jalanan.

Selanjutnya kebijakan pasti memberi pengaruh terhadap kelompok yang

menjadi sasaran dari suatu kebijakan. Dalam program rehabilitasi gelandangan

dan pengemis, program ini cukup memberikan pengaruh terhadap kelompok

sasaran yaitu para gelandangan dan pengemis. Seperti yang dijelaskan oleh I1.1,

sebagai berikut:

“Ya artinya program ini memberikan pengaruh ke si

gepeng ini, ada juga yang sudah merasakan lelah, kepengen

berubah pekerjaannya, ada yang setelah ikut pelatihan anak-anak

berenti ngamen, ya kalo istilahnya mah ikut ngedesain nyetak foto

yang namanya itu pelatihan sablon. Termasuk juga yang telah

dilatih montir motor, dia udah bisa buka bengkel. Tapi ya itu, gak

begitu saja berubah jadi sewaktu-waktu dia bisa balik lagi ke

jalan, ya bisa aja ke pengaruh sama temen-temen jalanannya.”

(wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota Serang, 22 November

2017).

Senada dengan penyataan diatas, I1.2 juga berpendapat bahwa :

“Kalo untuk kesejahteraannya mah belom, namun berubah

gitu dari prilakunya kalo misalkan kesejahteraan mah dari jumlah

segitu palingan yang baru sedikit ya.” (wawancara dengan I1.2 di

Dinas Sosial Kota Serang, 11 Januari 2018).

Page 132: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

113

I2.1 juga berpendapat bahwa:

“Pastinya ngasih pengaruh ke si para gepeng, ya sedikit

banyaknya ngasih pengaruh ke si gepeng. Ada juga kan yang udah

direhab dia berenti ngamen ngemis dia jadi usaha dagang, ya

sedikit banyaknya ngasih pengaruh.” (wawancara dengan I2.1 di

kantor Satpol PP Kota Serang, 27 November 2017).

Pernyataan sama juga disampaikan oleh I3.1, sebagai berikut :

“Memberikan pengaruh tentunya, disinikan kami ngasih

pelatihan kaya bikin kue, pelatihan bengkel yang kaya disebutin

tadi itu, keterampilan ngejahit. Nanti kami ngasih modal ke

mereka biar uang itu dijadiin modal usaha sama merek.”

(wawancara dengan I3.1 di kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 18

Desember 2017).

Pernyataan di atas diperkuat oleh pernyataan yang disampaikan oleh I4.1 :

“Sangat, sangat memberikan berpengaruh contoh, para

gepeng atau anak yang awalnya mengamen ya, nah saat diberikan

pelatihan secara kemampuan dan alhamdulillah di satu tahun yang

lalu kita ada keterampilan sablon, setelah itu skill kan ada nih,

sudah terasah gitu kan, kita berikan dari dinas sosial alat, nah

agar mereka kurang lah jumlahnya gitu.” (wawancara dengan I4.1

di kantor Kecamatan Serang, 25 Januari 2018).

Berdasarkan dari pernyataan dari seluruh informan diatas mengenai

pengaruh yang diberikan dari program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini,

peneliti dapat memberikan kesimpulan bahwa program rehabilitasi gelandangan

dan pengemis ini memberikan pengaruh kepada para gelandangan dan pengemis,

karena dalam program rehabilitasi ini memberikan keterampilan dan keahlian

yang nantinya diberikan modal usaha kepada para gelandangan dan pengemis

untuk bisa menjadi mandiri dan lebih produktif, sehingga tidak harus kembali lagi

ke jalanan.

Page 133: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

114

4.3.1.3 Measure of Improvement (Ukuran Perbaikan/Tolak Ukur)

Tolak ukur pada dasarnya dijadikan sebagai penilaian seberapa jauh

kebijakan itu berhasil untuk menjadi solusi atas masalah-masalah yang dirasakan

oleh masyarakat. Ukuran perbaikan dapat ditinjau dari seberapa jauh nilai-nilai

yang ada telah mempengaruhi suatu kebijakan. Dengan adanya ukuran perbaikan

ini berguna untuk perbaikan program di masa yang akan datang.

Pada penelitian ini mengenai program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis yang di lakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang tentunya memiliki tolak

ukur. Tolak ukur tersebut dijadikan sebagai acuan untuk meninjau bagaimana

pelaksanaan program ini berjalan, apakah sudah berjalan dengan semestinya atau

belum berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini mempunyai tolak ukur yang dijadikan penilaian

apakan kebijakan ini berhasil ataupun belum berhasil adalah sebagai berikut:

“Yang menjadi tolak ukurnya ya sekarang udah keliatan

biasanya mah pagi-pagi sampai itu tuh udah ada para gepeng.

Kalo sekarang ya Alhamdulillah, jadi berkurangnya ya gitu,

berkurangnya para gepeng.” (wawancara dengan I1.1 di Dinas

Sosial Kota Serang, 22 November 2017).

Berdasarkan pernyataan dari I1.1, diketahui bahwa yang menjadi tolak ukur

keberhasilan dari program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini adalah

dengan berkurangnya jumlah para gelandangan dan pengemis.

Senada dengan pernyataan diatas, I1.2 berpendapat bahwa :

“Kalo yang jadi tolak ukur keberhasilan dari ibu si

sederhana yah, kalo menghilangkan kan ga mungking, ya minimal

mengurangi jumlahnya itu.” (wawancara dengan I1.2 di Dinas

Sosial Kota Serang, 11 Januari 2018).

Page 134: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

115

Sama halnya yang diutarakan oleh I3.1, sebagai berikut :

“Minimal kita mengurangi jumlah gepeng tiap tahunnya

untuk meminimalisir, dan juga tolak ukurnya misalkan kita melatih

sepuluh orang, ya terlaksanakannya juga sepuluh orang, ya kita

mencapai apa yang ditargetkan lah bisa di bilang begitu.”

(wawancara dengan I3.1 di kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 18

Desember 2017).

Pendapat mengenai tolak ukur keberhasilan program ini juga disampaikan

oleh I2.1, sebagai berikut:

“Tugas Satpol PP itu cuma eksekutor pembinaannya kan

dari Dinsos, tugas kita tuh cuma sedikit cuma pelarangan saja. Ya

disini yang menjadi tolak ukur kita para gepeng ini ga balik lagi ke

jalan, dan masyarakatnya juga sadar kalo ngasih para pengamen

pengemis itu dilarang, jadi kalo misalkan ada gepeng yang minta-

minta coba lah jangan dikasih, ya walaupun istilahnya kita

ngerasa ga tega iba ke si gepeng itu. Soalnya nanti kebiasaan buat

para si gepeng.” (wawancara dengan I2.1 di kantor Satpol PP Kota

Serang, 27 November 2017).

Pendapat juga disampaikan oleh I4.1 yang menyatakan bahwa :

“Yang pasti tolak ukurnya jumlah gepeng atau anak

jalanan itu berkurang ada perubahan lah dari mereka untuk ngga

ke jalanan lagi.” (wawancara dengan I4.1 di kantor Kecamatan

Serang, 25 Januari 2018).

Dari pernyataan keempat informan di atas peneliti mengambil kesimpulan

bahwa tolak ukur keberhasilan dari program ini adalah berkurangnya jumlah

gelandangan dan pengemis di setiap tahunnya. Kemudian tercapainya jumlah para

gelandangan dan pengemis yang ingin direhab dari jumlah yang ditargetkan di

awal. Selain itu pula para gelandangan dan pengemis ini sadar dan tidak balik-

Page 135: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

116

balik lagi ke jalanan, serta kesadaran dari masyarakat untuk tidak memberi kepada

para gelandangan dan pengemis.

4.3.2 Sources Of Power (Sumber Kekuatan)

Sumber kekuatan yang dimaksud disini adalah suatu sumber yang menjadi

kelebihan dari suatu kebijakan untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan

kebijakan. Peneliti menggambarkan sumber kekuatan dalam penelitian ini sebagai

kelebihan dari program Rehablitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis yang

dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang, yang meliputi diantara pembuat

keputusan, sumber daya, dan keputusan lingkungan.

4.3.2.1 Pembuat Keputusan (Decision-maker)

Sebuah keputusan merupakan hasil dari beberapa pertimbangan dan

tindakan yang dilakukan oleh pihak yang berwenang. Keputusan diambil guna

memberi solusi untuk atas masalah-masalah yang terjadi pada suatu kebijakan.

Keputusan yang diambil dapat pula berupa suatu kebijakan alternatif, guna

memecahkan masalah yang terjadi pada permasalahan kebijakan sebelumnya.

Dalam penelitian ini pembuat keputusan dimaksudkan sebagai pihak

yang berwenang untuk memberikan keputusan dalam program rehablitasi

gelandangan dan pengemis. Suksesnya suatu kebijakan dapat ditinjau dari

seberapa jauh kebijakan itu memberi pengaruh atau memberi solusi atas masalah-

masalah

yang terjadi pada sasaran dari kebijakan tersebut dan juga dapat berdampak pada

kepuasan masyarakat atas kebijakan itu. Pihak yang berwenang dalam

Page 136: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

117

pengambilan keputusan dalam program rehablitasi gelandangan dan pengemis itu

adalah :

“Kalo yang buat ngambil keputusan mah tentunya pihak

yang punya kewenangnya masing-masing ya kalo kita kan dinsos

yang ngasih pembinaan, pelatihan, keterampilan kaya gitu ya

jadinya kalo yang ngambil keputusan di program pembinaan ini

mah ya kita. Kalo Satpol PP kan kewenangannya buat ngejaring,

ngerazia para gepengnya, jadi kalo urusannya soal ngerazia mah

pihak Satpol PP.” (wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota

Serang, 22 November 2017).

Berdasarkan penjelasan dari I1.1, diketahui bahwa yang mengambil

keputusan dalam program ini adalah sesuai dengan kewenangannya masing-

masing, seperti Dinas Sosial yang melakukan pembinaan, pelatihan keterampilan

maka yang punya kewenangan dalam pengambilan keputusan adalah pihak Dinas

Sosial. Sedangkan untuk Satpol PP yang mempunyai kewenangan dalam

melakukan penjaringan dan razia para gelandangan dan pengemis maka yang

berhak mengambil keputusannya adalah Satpol PP.

Pernytaan lain juga disampaikan oleh kepala seksi rehabilitasi sosial

anak ibu Hendri yang menyatakan:

“ya yang mengambil keputusannya ya masing-masing

kepala seksi di sini, kita kan ngerempugin bersama-sama ya.”

(wawancara dengan I1.2 di Dinas Sosial Kota Serang, 11 Januari

2018).

Hal yang sama seperti pernyataan di atas, disampaikan oleh I2.1, yang

menyatakan bahwa:

“Yang punya kewenangan dalam urusan merazia itu kan

Satpol PP, jadi yang berhak mengambil dalam urusan merazia itu

pihak kami, Satpol PP. Kita mah gausah kemana mana dulu, kita

ngejalanin undang-undangnya dulu, amanatnya dulu gausah ke

Page 137: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

118

yang lain, jadi kita kalo langsung ke sasaran dasarnya apa kita

ngelakuin itu” (wawancara dengan I2.1 di kantor Satpol PP Kota

Serang, 27 November 2017).

Pernyataan diatas diperkuat oleh apa yang disampaikan oleh I3.1,

sebagai berikut :

“Untuk masalah itu mah masing-masing punya

kewenanganannya masing-masing, ya kalo kita mah dinsos

provinsi cuma ngejalanin program yang emang pesertanya

kiriman dari kabupaten/kota.” (wawancara dengan I3.1 di kantor

Dinas Sosial Provinsi Banten, 18 Desember 2017).

Berdasarkan pernyataan seluruh informan, peneliti dapat memberikan

kesimpulan bahwa yang berhak mengambil keputusan dalam program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini adalah masing-masing pihak yang mempunyai

kewenangan. Seperti Dinas Sosial Kota Serang yang menjadi penanggung jawab

program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini mempunyai kewenangan

untuk memutuskan apa yang akan dilakukan. Satpol PP memiliki kewenangan

dalam menjaring dan merazia para gelandangan dan pengemis, maka dari itu

Satpol PP memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan untuk urusan

merazia para gepeng.

Dalam pengambilan keputusan tentunya memiliki dasar hukum yang

jelas, karena kewenangan setiap pengambil keputusan didasari oleh dasar hukum

tersebut. Namun terkadang dasar hukum tersebut tidak cukup kuat untuk

mendukung kebijakan ataupun program tersebut. Hal ini bisa disebabkan adanya

kekurang rincian atau kejelasan dari isi yang ada di dalam dasar hukum tersebut.

Tentunya hal ini sangat riskan sekali mengingat setiap kebijakan atau program

Page 138: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

119

harus memiliki dasar hukum yang kuat agar kebijakan tersebut tidak lemah yang

mengakibatkan kegagalan dalam kebijakan tersebut.

Pada program rehabilitasi gelandangan dan pengemis yang di lakukan

oleh Dinas Sosial Kota Serang ini tentunya memiliki dasar hukum, yang mana

dasar hukum ini menjadi kekuatan dari program ini. Dasar hukum dari program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini adalah Peraturan Daerah Kota Serang

Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan Dan Penanggulangan

Penyakit Masyarakat yang terdapat pada pasal 17 ayat (1), (2), dan (3) yang

berbunyi :

(1) Pemerintah Daerah dan masyarakat wajib melakukan pembinaan

terhadap orang atau sekelompok orang yang terbukti melakukan

perbuatan penyakit masyarakat.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan

melalui kegiatan rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial.

(3) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

dilaksanakan melalui kegiatan,

a. Bimbingan, pendidikan, pelatihan dan keterampilan

teknis;

b. Bimbingan, penyuluhan rohaniah dan jasmaniah;

c. Penyediaan lapangan kerja atau penyaluran tenaga

kerja.

Peraturan Daerah (Perda) di atas merupakan dasar dari terbentuknya

program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini dan menjadi dasar hukum dari

program ini. Namun hal ini dirasa kurang kuat untuk menjadi dasar hukum untuk

program rehabilitasi ini sehingga perlunya untuk merevisi isi dari perda tersebut.

Hal ini seperti yang di sampaikan oleh Bapak Heli Priatna selaku Kepala Seksi

Rehabilitasi Tuna Sosial, yang mengatakan :

“Kalo menurut pandangan saya mah ya tetep perlu direvisi

karena dari kata-katanya juga terlalu kasar. Pemberantasan,

disitu ada kata-kata pemberantasan. Ya kalo pemberantasan harus

Page 139: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

120

diberantas lah.” (wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota

Serang, 22 November 2017).

Pernytaan lain juga disampaikan oleh I1.2 yang menyatakan bahwa :

“kalo liat dari itu mah diliat dari dalem isi perdanya itu ya

belom dilaksanakan semua ya, buktinya disosialisasikan ke

masyarakatnya juga belum ya, misalkan katanya orang-orang

yang ngasih ke gepeng katanya kena sanksi nyatanya tidak kena

sanksi. Sehingga perda itu belom kuat.”(wawancara dengan I1.2 di

Dinas Sosial Kota Serang, 11 Januari 2018).

I4.1 berpendapat bahwa:

“Saya pikir cukuplah, tinggal bagaimana sosialisasinya

saja yang memang kurang.” (wawancara dengan I4.1 di kantor

Kecamatan Serang, 25 Januari 2018).

Pendapat lain disampaikan oleh I5.1 yang menyatakan :

“Ya kalo soal revisi itu, dilihat dulu sejauh mana

pelaksanaan implementasinya itu, perda itu direvisi itu banyak

alasannya, apa karena banyak aturan yang diubah, ada kebutuhan

di masyarakat yang berubah gitu kan. Soalnya kalo bikin perda tuh

mahal.” (wawancara dengan I5.1 di Kantor DPRD Kota Serang, 4

Desember 2017).

Dari pernyataan seluruh informan diketahui bahwa Perda Kota Serang

Nomor 2 Tahun 2010 tentang penyakit masyarakat belum cukup kuat guna

mecegah adanya pengemis serta belum cukup kuat pula untuk menjadi dasar

hukum untuk program rehabilitasi gelandangan dan pengemis sehingga perlunya

merevisi isi dari perda tersebut. Namun dalam mengganti perda tersebut tidak

mudah dikarenakan biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan perda cukup mahal.

Tentunya suatu perda memiliki tujuan yang ingin dicapainya. Adapun

tujuan dari Perda Kota Serang Nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan,

Page 140: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

121

pemberantasan, dan penanggulangan Penyakit Masyarakat seperti yang di

sampaikan oleh Bapak Furtasan Ali selaku Alat kelengkapan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Kota Serang :

“Ya tujuannya yang ada di perda itu, coba deh di baca apa

yang jadi tujuannya.” (wawancara dengan I5.1 di Kantor DPRD

Kota Serang, 4 Desember 2017).

Peraturan Daerah ini bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam

masyarakat melalui jaminan kepastian hukum, dengan melarang kegiatan yang

termasuk dalam kategori penyakit masyarakat di Daerah.

Kemudian pada pelaksanaan program rehablitasi gelandangan dan

pengemis ini, pihak Dinas Sosial Kota Serang juga memberikan pelayanan terkait

rehabilitasi kepada para gelandangan dan pengemis. Seperti apa yang disampaikan

oleh Bapak Heli Priatna selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial, sebagai

berikut :

“Tentunya pelayanan yang diberikan itu pertama ya

artinya memberikan pembinaan seperti kita kumpulkan para

gepeng terus kita kasih pembinaan keagamaan biar balik ke jalan

yang benar menurut agama. Terus ya kebutuhannya, kalo memang

dia pengen kebutuhan ya kita berikan dengan cara kemudahan, ya

misalkan si gepeng minta pengen pelatihan montir motor ya kita

berikan lah gitu. Pengiriman ketempat pelatihan atau ketempat

rehabilitasi yang dilaksanak sama pihak Dinsos provinsi.”

(wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota Serang, 22 November

2017).

Dari pernyataan yang disampai oleh I1.1 di atas dapat diketahui bahwa

pihak Dinas Sosial memberikan pelayanan berupa pembinaan keagamaan,

pemberian pelatihan montir motor, dan mengirimkan para gelandangan dan

Page 141: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

122

pengemis ini ke tempat rehabilitasi yang di lakukan oleh pihak Dinas Sosial

Provinsi Banten.

Senada dengan penyataan diatas, I1.2 berpendapat:

“kami kirimkan anak jalanan itu ke sekolah memberikan

program paket c, kita juga menawarkan kepada anak-anak jalanan

siapa yang mau ke sekolah atau ke pesantren bahwa ada anak

jalanan yang minta di beliin baju koko, peci, sarung, kami berikan.

Ya pokoknya kami pengennya mereka berubah biar ga di jalan

lagi” (wawancara dengan I1.2 di Dinas Sosial Kota Serang, 11

Januari 2018).

Pendapat juga diutarakan oleh Bapak Asep selaku Kepala Seksi

Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten, yang menyatakan

sebagai berikut :

“Kami memberi pelayanan ya berupa pembinaan,

pelatihan keterampilan kaya lpk gitu kan, tata boga, ada juga kami

beri pelatihan montir atau otomotif gitu.” (wawancara dengan I3.1

di kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 18 Desember 2017).

Hal yang sama juga disampaikan oleh I4.1 sebagai berikut:

“Pelayanan yang diberikannya itu, yaitu tadi kita kasih

pembinaan, pendidikannya juga kita kasih, pelatihan skill kaya

sablon, montir motor, nah kalo udah dikasih pelatihan gitu,

mereka udah punya keahlian kita kasih alatnya.” (wawancara

dengan I4.1 di kantor Kecamatan Serang, 25 Januari 2018).

Berdasarkan penjelasan dari seluruh informan diatas, peneliti dapat

menyimpulkan bahwa Dinas Sosial Kota Serang dan Dinas Sosial Provinsi

melakukan koordinasi dalam pelaksanaan program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis ini. Pelayanan yang diberikan kepada gelandangan dan pengemis

Page 142: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

123

berupa pembinaan keagamaan, pendidikan, pelatihan menyablon, tata boga dan

montir motor.

Selama proses perehaban tentunya kebutuhan para gelandangan dan

pengemis mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhinya. Dengan direhabnya

para gelandangan dan pengemis ini tentunya para gelandangan dan pengemis ini

tidak mendapatkan penghasilan seperti biasanya karena mereka berada dalam

proses rehabilitasi. Hal ini tentunya menjadi tanggung jawab pelaksana program

yaitu Dinas Sosial Kota Serang yang seharusnya memberikan kebutuhan baik itu

konsumsi ataupun materi, karena bagi para gelandangan dan pengemis yang

memiliki keluarga tentunya memiliki tanggungan tersendiri untuk memenuhi

kebutuhan keluarganya. Hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna

Sosial, sebagai berikut:

“Kalo di tempat rehabilitasi si dikasih kebutuhan secara

maksimal, itu kalo di tempat rehabilitasi, ya kalo cuma pembinaan

aja belom maksimal. Kalo sampe pendidikan keterampilan,

termasuk juga bantuan peralatannya itu udah maksimal. Ya

maksimal sertus persen si belum. Artinya udah maksimal aja, kalo

misalkan dikasih bantuan seratus persen mah dia juga harus di

kasih modal yang sepuluh juta itu.” (wawancara dengan I1.1 di

Dinas Sosial Kota Serang, 22 November 2017).

Berdasarkan penjelasan dari I1.1 dapat diketahui bahwa kebutuhan yang

diberikan oleh Dinas Sosial kepada para gelandangan dan pengemis sudah

diberikan secara maksimal jika dalam proses perehaban namun jika masih dalam

tahapan pembinaan kebutuhan yang diberikan belum maksimal. Walaupun sudah

diberikan bantuan kebutuhan yang maksimal dalam proses rehablitasi namun

Page 143: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

124

bantuan yang diberikan 100%, karena bisa dikatakan 100% jika para gelandangan

dan pengemis diberikan bantuan 10 juta per orang untuk dijadikan modal usaha.

Hal yang serupa diungkapkan oleh I1.2 yang menyatakan bahwa :

“kalo kebutuhan si kita kasih ya, kaya kemaren ya anak

yang pengen masuk pesantren, kita kerjasama sama Kemenag kita

masukin pesantren. Eh baru dua hari si anak itu di jalan lagi

alesannya si pengen sarung, pengen Al-quran peci ibu turutin

pengennya kaya gimana coba, ibu kumplitin deh kita dateng ke

orang tuanya kita turutin si anak itu maunya apa. Ya karena kita

pengennya itu si anak ini bisa gitu ga ke jalan lagi” (wawancara

dengan I1.2 di Dinas Sosial Kota Serang, 11 Januari 2018).

Hal senada pun diutarakan oleh I3.1 yang menyatakan bahwa:

“Terpenuhi, kita kasih makan. kalo kita kan pembinaannya

di luar panti, nah kalo di dalem panti terpenuhi kebutuhannya

karenakan disana sekitar sebulan yah, seperti sarapan pagi di situ

terus juga dalam pemberian materi juga di kasih disana.”

(wawancara dengan I3.1 di kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 18

Desember 2017).

Pendapat di atas juga diperkuat dengan pernyataan yang disampaikan oleh

I4.1 sebagai berikut :

“Nah kan kita melakukan pembinaan selama tiga hari.

Kebutuhan mereka juga alhamdulillah terpenuhi, mereka juga

dilatih dan dibina di anyer di hotel artinya mereka juga

membutuhkan refresing lah ya.” (wawancara dengan I4.1 di kantor

Kecamatan Serang, 25 Januari 2018).

Berdasarkan keterangan seluruh informan peneliti dapat menyimpulkan

bahwa kebutuhan para gelandangan dan pengemis sudah dipenuhi walaupun tidak

dipenuhi 100% karena memang anggaran yang adapun belum memadai. Para

gelandangan dan pengemis pun diberi bantuan hanya pada proses perehaban saja,

dalam proses perehaban mereka diberikan makan setiap harinya, diberikan

Page 144: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

125

pelatihan, dan diberikan peralatanya juga jika di dalam program rehabilitasi

tersebut. Pengemis yang masih anak-anak pun diberikan kebutuhan sesuai yang

apa yang mereka inginkan seperti ingin masuk pesantren, pihak Dinas Sosial Kota

Serang pun memasukannya ke pesantren. Dinas Sosial Kota Serang sudah

memenuhi kebutuhan para gelandangan dan pengemis walaupun belum memenuhi

kebutuhan secara maksimal dan belum total 100%.

4.3.2.2 Sumber Daya (Resources)

Suatu kebijakan publik dapat terimplementasi dengan baik apabila

didukung oleh sumber daya yang sehat dan memadai baik itu sumber daya

manusia, sumber pendanaan, maupun sarana dan prasarana. Apabila tidak

didukukng oleh sumber daya yang cukup, hal ini tentunya akan berpotensi pada

kegagalan dalam pengimplementasiannya karena pastinya banyak masalah yang

akan datang baik dari internal maupun eksternal. Oleh karenanya suatu kebijakan

haruslah ditunjang oleh sumber daya yang memadai.

Dalam program rehabilitasi gelandangan dan pengemis yang dilakukan

oleh Dinas Sosial Kota Serang juga tentunya perlu didukung oleh sumber daya

yang memadai guna mensukseskan pengimplementasian program tersebut.

Namun pada kenyataannya dalam program ini belum ditunjang oleh sumber daya

yang kuat baik itu sumber daya manusia maupun dana. Hal ini seperti

disampaikan oleh Bapak Heli selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna

Sosial, yang menyatakan bahwa:

“Seperti yang udah jelasin tadi perbidang aja belom punya

staf, kasie ini aja kan ga punya staff. Ya minimal punya satu lah

staff.” (wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota Serang, 22

November 2017).

Page 145: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

126

Senada juga seperti apa yang disampaikan oleh I1.2 sebagai berikut :

“Memangnya juga Dari SDMnya juga kita kekurangan ya,

sehingga tidak mencukupi tenaga untuk kita bersosialisasi di

jalan.”(wawancara dengan I1.2 di Dinas Sosial Kota Serang, 11

Januari 2018).

Pendapat yang lain juga disampaikan oleh Kepala Bidang Penegak hukum

Daerah Bapak Hj. Juanda menyatakan bahwa :

“yang saya jelasin tadi SDM di kita kekurang dari segi

jumlahnya secara kuantitas kita kekurangan.” (wawancara dengan

I2.1 di kantor Satpol PP Kota Serang, 27 November 2017).

Berdasarkan apa yang disampaikan oleh seluruh informan peneliti dapat

menyimpulkan bahwa sumber daya manusia dalam penyelenggaraan program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini kurang memadai. Sumber daya

manusia yang dimiliki Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Dinas Sosial Kota

Serang kurang mencukupi karena di seksi tersebut belum memiliki staff satu pun,

sama halnya juga dengan Seksi Rehablitasi Sosial Anak Dinas Sosial Kota Serang

yang belum memiliki staf. Sehingga kekurang sumber daya manusia juga

membuat seksi-seksi tersebut sulit untuk mensosialisasikan kepada pada

gelandangan dan pengemis. Untuk Satpol PP juga merasa kekurangan dari segi

jumlah sumber daya manusia namun untuk kualitas dari sumber daya manusia

dari Satpol PP dirasa sudah cukup memadai dan bisa dibilang sudah baik.

Kemudian untuk anggaran dalam program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis ini yaitu :

“Dana juga menurut saya mah kurang memadai, tempat

rehabilitasi juga kan gada kita mah. Jadi terkadang kita kirim ke

Page 146: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

127

Dinsos provinsi buat direhab.” (wawancara dengan I1.1 di Dinas

Sosial Kota Serang, 22 November 2017).

Senada dengan pernyataan diatas I1.2 juga berpendapat:

“Dan untuk dana sendiri, kita di situlah kelemahannya

memang minim sekali dari pendanaannya ya kurang mendukung

kalo dari dana. Ya tetapi walau minimnya pendanaan di situ kita

ya minimal kita bisa ngebantu mereka walau sedikit jumlahnya.”

(wawancara dengan I1.2 di Dinas Sosial Kota Serang, 11 Januari

2018).

Pendapat seupa juga disampaikan oleh I2.1 sebagai berikut:

“Nah untuk dana juga kita juga kekurangan tadi juga saya

udah jelasin kalo misalkan kita buat kontrol-kontrol gitukan butuh

uang transport, buat orang yang kontrol juga kan butuh buat untuk

ngopi-ngopi mah.” (wawancara dengan I2.1 di kantor Satpol PP

Kota Serang, 27 November 2017).

Pendapat diatas diperkuat oleh I3.1 yang berpendapat :

“Kalo dibilang memadai, ya kayanya belum memadai si

karena kita ingin targetnya banyak kuotanya yang ingin dilatih ya.

Itu juga untuk tahun depan si kayanya gada program ini karena

kan APBD sekarang terpangkas untuk prioritasnya ke sektor fisik

kaya infrasutruktur dan jalan atau apa gitu.”(wawancara dengan

I3.1 di kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 18 Desember 2017).

Berdasarkan penjelasan dari seluruh informan di atas dapat disimpulkan

bahwa anggaran untuk menunjang program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis ini belum memadai. Bahkan rehabilitasi gelandangan dan pengemis

Dinas Sosial Provinsi Banten untuk tahun depan kemungkinan tidak ada karena

anggaran yang berasal dari APBD terpangkas oleh pembangunan untuk sektor

fisik seperti infrstruktur dan jalan.

Page 147: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

128

Selain Sarana dan prasarana yang seharusnya menjadi penunjang untuk

suksesnya program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini belum memadai.

Hal tersebut separti apa yang disampaikan oleh I1.1 sebagai berikut:

“ya tadi itu kita belum memiliki tempat rehabilitasi untuk

para gelandangan dan pengemis. ya kita aja kantor dinas nya

statusnya masih ngontrak, ya istilahnya daripada buat tempat

rehabilitasi mending buat kantor dulu. Rumah singgah juga kan

kita belom punya.” (wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota

Serang, 22 November 2017).

Berdasarkan apa yang sudah disampaikan oleh I1.1 dapat diketahui bahwa

sarana dan prasarana untuk menunjang program inipun belum memadai karena

tempat rehabilitasi dan rumah singgahpun Dinas Sosial Kota Serang belum ada.

Hal senadapun disampaikan oleh I1.2 yang menyatakan :

“ya kita sendiri dinas sosial belum memiliki tempat pusat

rehabilitasi untuk para gepeng atau anjal ini di berikan semacam

pembinaan atau pelatihan apa gitu. Ya kita sendiri bingung ya,

kalo buat nampungnya itu.” (wawancara dengan I1.2 di Dinas

Sosial Kota Serang, 11 Januari 2018).

ungkapan serupa juga diutarakan oleh I2.1 yang menyatakan bahwa :

“Nah terkadang kita bingung nih pas kita baru beres

ngejaring, si para gepeng ini mau di kemanain nih. Dinsos juga

belom punya tempat penampungan gitu. Semacem tempat buat

ngerehabnya juga belom ada.” (wawancara dengan I2.1 di kantor

Satpol PP Kota Serang, 27 November 2017).

Berdasarkan keterangan dari informan di atas dapat disimpulkan bahwa

sarana dan prasarana sebagai penunjang program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang belum memadai. Dinas

Sosial Kota Serang sendiri belum mempunyai sebuah tempat untuk pusat

Page 148: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

129

rehabilitasi para gelandangan dan pengemis. Rumah singgah juga yang

seharusnya digunakan untuk singgah ataupun untuk tempat penampungan para

gelandangan dan pengemis yang terjaring pun belum ada. Sehingga pihak Satpol

PP yang bertugas menjaring para gelandangan dan pengemis sering kebingungan

untuk menampungnya.

4.3.2.3 Keputusan Lingkungan (Decision Environment)

Suatu putusan dari kebijakan publik tidak terlepas dari adanya pengaruh

dari lingkungan kebijakan itu sendiri. Karena suatu kebijakan publik merupakan

satu kesatuan dari berbagai komponen yang saling berkaitan dan juga saling

mempengaruhi. Pengaruh lingkungan kebijakan akan berdampak juga pada

keberhasilan kebijakan itu sendiri karena lingkungan kebijakan merupakan faktor

pendukung sekaligus faktor penghamabat dari suatu kebijakan. Keputusan

lingkungan akan mempengaruhi suatu kebijakan publik karena para pelaku

kebijakan yang baik akan melihat apa yang menjadi tuntutan dari lingkungan

tersebut, dan juga melihat pada sisi luar kebijakan untuk mempertahankan

eksistensi dan juga untuk keberhasilan dari kebijakan itu sendiri. Hal ini patut

dilakukan kerena terkadang para pembuat keputusan sering kali tidak tepat dalam

membuat suatu keputusan.

Dalam penelitian ini keputusan lingkungan juga dapat memberikan

pengaruh pada program rehabilitasi gelandangan dan pengemis yang dilakukan

oleh Dinas Sosial Kota Serang. Situasi yang berada di luar kontrol dari lingkup

Dinas Sosial Kota Serang dapat mempengaruhi putusan atau tindakan yang di

lakukan para pembuat keputusan. Dalam situasi seperti ini pengawasan sangatlah

Page 149: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

130

penting dalam proses pelaksanaan kebijakan untuk mengetahui apakah kebijakan

tersebut berjalan dengan baik atau tidak, serta mengatasi masalah-masalah yang

terjadi, dan juga untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Tidak terkecuali

dengan penyelenggaraan program rehabilitasi gelandangan dan pengemis yang

dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang ini, dan pendapat diungkapkan oleh

Bapak Heli selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial sebagai berikut:

“Kalo pengawasan dari kita si cuma turun ke jalanan terus

ngontrol gepeng itu masih banyak ga atau yang kemaren kita

rehab itu turun lagi ga ke jalan, kalo misalkan jalan-jalan sepi

dari gepeng kan berarti berhasil program kita ini.” (wawancara

dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota Serang, 22 November 2017).

Berdasarkan apa yang disampaikan oleh I1.1 dapat diketahui bahwa

pengawasan yang dilakukan Dinas Sosial Kota Serang khususnya pada Seksi

Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial yaitu dengan turun ke jalanan untuk mengawasi

apakah para gelandangan dan pengemis masih banyak berada di jalan dan apakah

para gelandangan dan pengemis yang sudah direhab balik ke jalanan atau tidak.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui dan mengukur keberhasilan dari program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini.

Kemudian pendapat lain juga di sampaikan oleh I1.2 yang berpendapat:

“ya memang pengawasannya kita melalui petugas pos

sahabat anak, apakah dia berfungsi atau mereka berjalan sesuai

dengan tupoksinya dan bisa di manfaatkan gitu. Juga

pengawasannya ke mereka yang dapet bantuan dari kita, kaya gitu

pengawasannya.” (wawancara dengan I1.2 di Dinas Sosial Kota

Serang, 11 Januari 2018).

Dari pendapat yang diutarakan oleh I1.2 di atas dapat di ketahui bahwa

pengawasan yang dilakukan dengan mengawasi fungsi dari petugas pos sahabat

Page 150: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

131

anak dan juga mengawasi para gelandangan dan pengemis yang menerima

bantuan, apakah sudah digunakan dengan semestinya atau tidak.

Namun pada pengawasan ini pihak Satpol PP tidak ikut terlibat selaku

penjaring atau perazia para gelandangan dan pengemis, pengawasan hanya

dilakukan oleh pihak Dinas Sosial Kota Serang saja. Pihak Satpol PP hanya

mengawasi jika pihak Dinas Sosial membutuhkannya saja. Pihak Satpol PP

mengaku jika pengawasan di luar dari kewenangan dari Satpol PP. Hal ini seperti

apa yang di sampaikan oleh Bapak Hj. Juanda selaku Kepala Bidang Penegak

Hukum Daerah :

“Kita mah ga ikut mengawasi kan itu di luar kewenangan

dari kita, yang mengawasi program ini ya dinsos aja selaku

penanggung jawab program, kalo itu mah dari kewenangan kita,

kita ikut mengawasi kalo misalkan dinsos membutuhkan kita aja.”

(wawancara dengan I2.1 di kantor Satpol PP Kota Serang, 27

November 2017).

Namun berbeda halnya dengan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan

Serang yang dilibatkan dalam pengawasan dalam program rehabilitasi ini. Seperti

yang disampaikan oleh I4.1 :

“Untuk pengawasan kami dilibatkan, karena ketika gepeng

atau anak-anak jalanan kita sudah ada ketentuan tetep kita

kontrol, pengawasan kan gitu.” (wawancara dengan I4.1 di kantor

Kecamatan Serang, 25 Januari 2018).

Berdasarkan penjelasan dari seluruh informan dapat diketahui bahwa

pengawasan untuk program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini hanya

dilakukan oleh pihak Dinas Sosial Kota Serang Saja, pihak Satpol PP sebagai

pihak yang merazia para gelandangan dan pengemis tidak diikut sertakan karena

Page 151: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

132

memang bukan menjadi kewenangan dan pihak Satpol PP. Pihak Satpol PP hanya

di libatkan jika Dinas Sosial membutuhkannya saja. Dalam pengawasan ini tenaga

kesejahteraan sosial kecamatan serang lah yang dilibatkan dalam pengawasan.

Kemudian pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang

yaitu dengan turun ke jalan untuk mengawasi para gelandangan dan pengemis

apakah masih banyak keberadaan mereka di jalan-jalan dan apakah para

gelandangan dan pengemis yang sudah direhab kembali ke jalanan atau tidak.

Serta pengawasan yang dilakukan juga dengan mengawasi para gelandangan dan

pengemis yang sudah mendapat bantuan dari Dinas Sosial yang melalui program

rehabilitasi ini digunakan dengan semestinya atau tidak. Hal ini dilakukan untuk

mengukur apakah program yang di selenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Serang

sudah berhasil atau belum.

Program rehabilitasi gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh

Dinas Sosial Kota Serang bisa di katakan masih lemah baik dari segi anggaran,

maupun sarana dan prasarana. Masalah-masalah ini di dapat dari hasil

pengawasan dan juga evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Sosial di setiap

tahunnya. Selain itu dari evaluasi yang di hasilkan pun Dinas Sosial Kota Serang

menginginkan adanya UPT (Unit Pelaksana Tugas) yang khusus menangani

gelandangan dan pengemis, sehingga Dinas Sosial nantinya membawahi UPT

tersebut. Memang, baik anggaran maupun sarana dan prasarana sudah menjadi

kendala utama dari tahun ke tahunnya. Disetiap evaluasi yang dilakukan oleh

pihak Dinas Sosial Kota Serang masalah ini selalu menjadi perhatian khusus. Hal

Page 152: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

133

ini seperti apa yang di sampaikan oleh bapak Heli selaku kepala seksi rehabilitasi

sosial tuna sosial yang menyatakan bahwa :

“Ya yang harus dibenahi itu terutama tadi itu tempat

rehabilitasi atau UPT, harus ada secara khusus yang menangani

gepeng ini. Jadi Dinas Sosial itu membawahi yaitu UPT

evaluasinya itu. Selain itu juga yang tadi itu penambahan SDM,

kalo untuk anggaran mah itu udah jelas harus ada.” (wawancara

dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota Serang, 22 November 2017).

Pernyataan di atas diperkuat oleh pendapat yang sampaikan I1.2

sebagaimana berikut:

“Kalo kita mengevaluasi ya itu tadi, ibu suka mengevaluasi

kalo ada pertemuan-pertemuan baik di intern yang mana

melibatkan awal dari kita lihat dari sarana dan prasarana yang

selama ini belom ada buat pembinaannya, anggarannya juga kan

sedikit kurang mendukung. Selain itu juga kita membahas tentang

petugas pos sahabat anak, terus jumlah daripada kita pelaksanaan

penjaringan atau penjangkauan bukan termasuk razia kareba kalo

razia itu Satpol PP, terus selain itu juga dari lingkungan para

gepeng itu. Nih ada kepedulian ga nih lingkungan mereka

terhadap si gepeng ini di jalan. Dalam hal ini para gepeng masih

banyak tidak yang ada di jalanan.” (wawancara dengan I1.2 di

Dinas Sosial Kota Serang, 11 Januari 2018).

Dari pernyataan yang disampaikan oleh kedua informan di atas peneliti

dapat memberikan kesimpulan bahwa hal yang di evaluasi dalam program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini adalah dari segi sarana dan prasarana,

anggaran, dan juga sumber daya manusia yang belum memadai. Dinas Sosial

Kota Serang juga mengevaluasi kinerja dari petugas sahabat anak yang menangani

pengemis yang masih anak-anak atau yang sering di kenal dengan anak jalanan.

Selain itu Dinas Sosial mengevaluasi bagaimana penjangkauan terhadap para

gelandangan dan pengemis, dan juga Dinas Sosial mengevaluasi kepedulian

Page 153: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

134

lingkungan para gelandangan dan pengemis yang ada di jalanan. Dinas Sosial

Kota Serang juga menginginkan adanya unit pelaksana tugas (UPT) yang khusus

menangani masalah gelandangan dan pengemis ini.

4.3.3 Sources Of Knowledge (Sumber Pengetahuan)

Suatu kebijakan didasari dengan temuan-temuan yang ada dilapangan

berdasarkan analisa dan penelitian para ahli atau pakar dalam bidangnya. Suatu

pengetahuan sangatlah penting untuk suatu kebijakan khususnya pada perumusan

kebijakannya yang merupakan tahap awal dalam membuat suatu kebijakan.

Manfaat dari pengadopsian suatu pengetahuan untuk sebuah kebijakan adalah

untuk menjadikan kebijakan tersebut mampu mengobati masalah-masalah yang

terjadi di masyarakat dan menjadikan kebijakan tersebut menjadi berkualitas.

Sumber pengetahuan dalam penelitian ini terdiri atas tenaga ahli (professional),

keahliat (expertise), dan jaminan (guarantee).

4.3.3.1 Tenaga Ahli (Professional)

Tenaga ahli dalam hal ini merupakan seseorang yang dipercaya

memiliki kehalian atau kemampuan dalam menilai dan memberikan putusan

terkait program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini. Tenaga ahli sangatlah

dibutuhkan dalam perumusan dan juga pada pelaksanaannya, karena tenaga ahli

lah yang mengetahui bagaimana masalah-masalah yang terjadi yang nantinya

memberikan putusan terhadap perumusan program rehabilitasi ini. Dalam tenaga

ahli ini mencakup siapa saja yang terlibat dan menjadi aktor dalam perumusan dan

juga pelaksanaan program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini. berguna

Page 154: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

135

untuk mengetahui bagaimana cara penanganan para gelandangan dan pengemis

yang sesuai dengan apa yang di rumuskan diawal.

Dalam penelitian ini peran Dinas Sosial khususnya pada seksi

rehabilitasi sosial tuna sosial dalam perumusan program rehabilitasi gelandangan

dan pengemis, yang seperti disampaikan oleh I1.1 sebagai berikut:

“Ya kita berperan sebagai leading sectornya sebagai

penanggung jawabnya kita juga merumuskan dan juga jadi

pelaksananya. Di sini kan yang punya wewenangnya dinsos.”

(wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota Serang, 22 November

2017).

Dalam pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Dinas Sosial Kota

Serang berperan sebagai leading sector dan juga sebagai penanggung jawab

program yang bertugas dalam perumusan dan juga sebagai pelaksana program.

Pernyataan berikutnya juga disampaikan oleh I1.2 yang menyatakan :

“Ya kita merumuskan pertama dari kepala seksinya dulu

karena kan sesuai dengan tupoksinya, terus dengan kepala bidang,

selanjutnya ke kadin atau kepada dinas untuk disetujui atau tidak.”

(wawancara dengan I1.2 di Dinas Sosial Kota Serang, 11 Januari

2018).

Dari pernytaan kedua informan di atas dapat disimpulkan bahwa Dinas

Sosial berperan sebagai leading sector dan juga penanggung jawab program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis. Yang mana dalam merumuskannya yaitu

pertama dari kepala seksi rehabilitasi sosial tuna sosial, yang nantinya di

Page 155: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

136

koordinasikan dengan kepala bidang dan selanjutnya diberikan kepada kepala

dinas untuk dimintai persetujuannya.

Dalam perumusan program ini pun tidak melibatkan pihak-pihak lain yang

peneliti rasa bisa memberikan masukan yang berguna dalam perumusan. Hal ini

seperti apa yang di sampaikan oleh Bapak Hj. Juanda selaku Kepala Bidang

Penegak Hukum Daerah Satpol PP (I2.1):

“Tidak, kami tidak ikut dalam perumusannya ya karena

kan itu diluar kewenangan kita, kalo memang membutuhkan

masukan dari kita baru kita berikan masukan-masukannya.”

(wawancara dengan I2.1 di kantor Satpol PP Kota Serang, 27

November 2017).

Selanjutnya pernyataan juga disampaikan oleh Bapak Hasanudin TKSK

Serang (I4.1):

“Kalo untuk perumusan tidak, artinya kan itu internal

dinas ya. Macem hal tahun ini apa nih, berapa anggaranya,

artinya itukan internal dinas ya.” (wawancara dengan I4.1 di kantor

Kecamatan Serang, 25 Januari 2018).

Dari pernyataan kedua informan di atas dapat diketahui bahwa Satpol PP

dan TKSK tidak terlibat dalam perumusan program rehabilitasi ini karena mereka

beranggapan hal itu diluar wewenangnya masing-masing dan itu ada urusan

internal Dinas Sosial Kota Serang.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses perumusan dalam

program ini, yaitu faktor pendukung dan penghambat dalam merumuskan

program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini. Berikut pernyataan yang

disampaikan oleh I1.1 :

Page 156: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

137

“Nah yang sudah dijelasin tadi kalo faktor yang

menghambatnya itu dari anggaranya itu sendiri belom memadai,

tempat pusat rehabilitasi juga kita belom ada, SDM juga kita

kekurangan. Kalo untuk faktor pendukungnya kita bisa kerjasama

dengan pihak-pihak terkait kaya dinsos provinsi kita juga bisa

kerjasama dengan balai yang ada dibekasi itu buat ngerehabnya”

(wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota Serang, 22 November

2017).

Berikutnya Pendapat yang lain juga disampaikan oleh I1.2 :

“Faktor penghambatnya yang kita rasain itu ya dari

anggaran itu sendiri ibu rasa kita lemah dari situ. Untuk faktor

pendukungnya ya hanya dari dinas-dinas atau instansi terkait saja

kita bisa bekerjasama.” (wawancara dengan I1.2 di Dinas Sosial

Kota Serang, 11 Januari 2018).

Berdasarkan pernyataan dari kedua informan di atas dapat diketahui bahwa

yang menjadi faktor pendukungnya adalah dengan adanya kerjasama dengan

pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan program ini seperti Dinas Sosial

Provinsi Banten, Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Bekasi dan juga dinas-dinas

atau instansi terkait. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat utamanya

adalah anggaran dari Dinas Sosial Kota Serang itu sendiri yang kurang memadai,

belum adanya tempat pusat rehabilitasi, dan juga belum memadainya Sumber

Daya Manusia yang dimiliki Dinas Sosial Kota Serang.

4.3.3.2 Keahlian (Expertise)

Keahlian merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

menghasilkan kebijakan yang berkualitas guna mengentaskan masalah-masalah

yang terjadi. Maka dari itu sangatlah diperlukan keahlian dalam menangani

permasalahan dalam program rehabilitasi gelandangan dan pengemis.

Page 157: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

138

Dalam penelitian ini keahlian dari para ahli seperti yang disampaikan

oleh I1.1 bahwa perumusan dari program rehabilitasi gelandangan dan pengemis

ini telah menghasilkan :

“Ya kalo misalkan kita sudah disetujui sama kepala dinas

maka kita laksanakan programnya. Hasilnya ya itu tadi kita bina,

kita kasih pelatihan, kita kasih juga kebutuhannya walaupun tidak

maksimal.” (wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota Serang,

22 November 2017).

Berikutnya pendapat juga disampaikan oleh I1.2 sebagai berikut:

“ya kalau dari rumusan program ini si yang pastinya ya

yang dihasilkannya itu langkah-langkah kita apa aja yang akan

kita lakuin pas pelaksanaannya, bagaimana anggarannya,

bagaimana kita memberi pembinaannya, bagaimana kita

koordinasinya dengan pihak-pihak terkait, kaya gitu kan.”

(wawancara dengan I1.2 di Dinas Sosial Kota Serang, 11 Januari

2018).

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh kedua informan di atas

dapat diketahui bahwa yang di hasilkan dari rumusan program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini yaitu menghasilkan langkah-langkah yang akan

dilakukan dalam pelaksanaan program, mengatur anggaran yang ada,

merencanakan bagaimana memberikan pembinaan serta melakukan koordinasi

dengan pihak-pihak terkait.

4.3.3.3 Jaminan (Guarantee)

Dalam penelitian ini jaminan yang dimaksud adalah kepastian yang

diberikan dari perumusan pada keberhasilan kebijakan dan juga bagaiamana

keterlibatan berbagai pihak dalam perumusan kebijakan sudah dapat

menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi atau belum karena pada dasarnya

keberhasilan suatu kebijakan salah satunya ditentukan oleh bagaimana

Page 158: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

139

perumusannya. Maka dari itu perumusan kebijakan tersebut haruslah bisa menjadi

patokan awal yang baik dari pengimpelementasian kebijakan tersebut.

Dalam program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini jaminan

yang diberikan dari perumusan program ini yaitu dengan dapat merubah mental

dan juga cara berpikir (mindset) para gelandangan dan pengemis agar berhenti

dari apa yang mereka lakukan selama ini karena hal itu telah melanggar peraturan

yang ada baik tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini seperti apa yang disampaikan

oleh Bapak Heli Priatna selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial

Dinas Sosial Kota Serang:

“ya seperti yang udah di jelasin tadi kan kita kan membuat

program ini tujuannya pengenya mengentaskan kemiskinan

umumnya mah. Ya selain itu juga kita pengen menurunkan angka

atau jumlah gelandangan dan pengemis juga kita ingin merubah

mindsetnya lah biar ngga mengemis lagi kan secara logikanya

mah itu ga baik ya dilihat dari sisi agama dan juga hukum yang

ada pun melarang mengemis itu. Nah untuk melakukan pembinaan

dan keterampilan kita ga bisa berdiri sendiri dong, kita juga

membutuhkan dari OPD lainnya juga misal Dinas Pendidikan,

Dinas Tenaga Kerja, Dinas Kependudukan.” (wawancara dengan

I1.1 di Dinas Sosial Kota Serang, 22 November 2017).

Berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh I1.1 dapat diketahui bahwa

jaminan yang diberikan dalam rumusan program rehabilitasi ini adalah dengan

dapat menurunkan jumlah para gelandangan dan pengemis dan juga bisa merubah

mental dan mindset para gelandangan dan pengemis agar menghentikan aktivitas

menggelandang dan mengemisnya. Pihak Dinas Sosial juga tidak bisa berdiri

sendiri dalam pelaksanaan programnya dan Dinas Sosial berkoordinasi dengan

Page 159: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

140

OPD lainya seperti Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja, dan Dinas

Kependudukan.

Senada dengan pernyataan di atas I1.2 juga menyatakan:

“Dari rumusan ini saya berharap dalam pelaksanaannya

kita dapat mengurangi jumlah gelandangan dan pengemis di Kota

Serang ini. Serta para gelandangan dan pengemis bisa mandiri

cari nafkahnya ya bisa dari berjualan. Bisa juga dari dia kerja di

bengkel atau apa gitu.” (wawancara dengan I1.2 di Dinas Sosial

Kota Serang, 11 Januari 2018).

Berdasarkan pernyataan dari kedua informan di atas dapat diketahui bahwa

jaminan dari perumusan program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini

adalah dapat mengurangi jumlah gelandangan dan pengemis di Kota Serang, dan

juga dapat merubah mental dan mindset para gelandangan dan pengemis untuk

lebih mandiri dengan membuka usaha atau juga dengan bekerja. Selain itu juga

dalam pelaksanaannya Dinas Sosial Kota Serang membutuhkan bantuan dari OPD

lain untuk membantu mensuksesnya program rehabilitasi ini.

4.3.4 Sources Of Legitimation (Sumber Pengesahan)

Sumber pengesahan (Sources Of Legitimation) dalam penelitian ini

adalah legitimasi dari pihak-pihak atau badan-badan yang berwenang dalam

menangani terkait rehabilitasi gelandangan dan pengemis. Sumber pengesahan di

sini meliputi Witness, emancipation, world view. Dalam sumber pengesahan ini

termuat berbagai persepektif dari sudut pandang yang beragam dan mempunyai

nilai tersendiri dalam pandangannya tersebut. Yang mana terkadang suara-suara

tersebut selalu tersisihkan dan terabaikan untuk ikut serta dalam penyelenggaraan

suatu kebijakan. Padahal dari persepektif dari beragam sudut pandang inilah yang

Page 160: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

141

nantinya memberikan suatu aspirasi yang berguna dalam perumusan dan

penyelenggaraan suatu kebijakan.

4.3.4.1 Witness

Pembebasan (Witness) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

orang yang terkena efek atau dampak dari adanya program rehabilitasi ini. Karena

orang yang terkena dampak ini dapat memberikan aspirasi dalam program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini. Berikut adalah aspirasi yang

disampaikan oleh seorang pengemis yang peneliti temukan di lapangan (I9 .1):

“Ya saya si pengenya mah pemerintah tuh lebih merhatiin

kitanya ya, ngasih lah modal usaha, kita juga bakal bikin usaha.

Ga perlu si menurut saya mah rehab-rehab gitu.” (wawancara

dengan I9.1 di Mesjid Agung Kota Serang , 30 Januari 2018).

Pendapat juga disampaikan oleh pengemis kota serang I9.2 lainnya,

sebagai berikut:

“Ya kita mah gimana ya, mau berenti ngemis juga nantinya

ngga ada buat makan. Maunya pemerintah tuh ngasih kita bantuan

ya ngasih modal buat kita bikin usaha, harusnya pemerintah peduli

sama kita.” (wawancara dengan I9.2 di Indomaret dekat Untirta , 30

Januari 2018).

Berdasarkan pendapat dari seluruh informan diatas dapat diketahui bahwa

para gelandangan dan pengemis menginginkan perhatian dari pemerintah untuk

memberikan bantuan kepada para gelandangan dan pengemis agar bisa membuka

usaha.

Para gelandangan dan pengemis pastinya mempunyai alasan mengapa

mereka menggelandang dan mengemis. Tentunya ada faktor-faktor kenapa

mereka melakukan hal demikian baik faktor ekonomi, faktor mentalitas dari

Page 161: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

142

individu, maupun faktor lingkungan yang mempengaruhi cara berpikirnya.

Berikut adalah faktor yang mempengaruhi mereka menjadi gelandangan dan

pengemis:

“gada beras di rumahnya, kita kaya gini juga buat makan,

buat sehari-hari. Gimana lagi kalo bukan dengan kaya gini mah,

sekarang apa-apanya geh susah.” (wawancara dengan I9.1 di

Mesjid Agung Kota Serang , 30 Januari 2018).

Pendapat lain juga disampaikan oleh I9.2, sebagai berikut:

“cari kerjaan susah, cari duit juga susah kemana lagi kita

nyari buat makan, saya ngeliat temen saya juga sama mengemis,

enak di jalan bisa dapet duit.” (wawancara dengan I9.2 di

indomaret dekat untirta , 30 Januari 2018).

Berdasarkan penjelasan seluruh informan dapat diketahui bahwa yang

menjadi faktor mereka menjadi gelandangan dan pengemis adalah faktor

ekonomi. Mereka beranggapan bahwa dengan cara mengemis ini mereka dapat

dengan mudah mendapatkan uang daripada harus bekerja.

4.3.4.2 Emancipation

Emansipasi (Emancipation) pada umumnya digambarkan sebagai

diberikannya persamaan hak-hak tanpa membedakan gender atau golongan

tertentu. Sedangkan dalam penelitian ini emansipasi dalam proses

penyelenggaraan program rehabilitasi ini tidak membeda-bedakan pemberian hak-

hak kepada para gelandangan dan pengemis. Namun dengan kondisi anggaran

yang tidak memadai dan juga ketidak mauan para gelandangan dan pengemis

untuk direhab biasanya hanya beberapa saja yang direhab oleh Dinas Sosial Kota

Serang ataupun dikirim Panti Sosial. Hal ini seperti disampaikan oleh bapak Heli

selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial (I1.1):

Page 162: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

143

“Kita ga membeda-bedakan setiap gepeng yang mau kita

rehab, namun kita menyeleksi para gepeng itu dia mau ngga nih

kita rehab gitu. Dengan keterbatasan dana yang kita miliki juga ga

semuanya terkadang kita rehab, dari dinas provinsi juga kan

mintanya 10 orang saja disitu kita pilih siapa saja yang kita

kirim.” (wawancara dengan I1.1 di Dinas Sosial Kota Serang, 22

November 2017).

Berdasarkan penjelasan dari I1.1 peneliti memberi kesimpulan bahwa tidak ada

perbedaan dalam pemberian hak-hak kepada para gelandangan dan pengemis

dalam proses perehaban.

Dalam proses rehabilitasi ini tentunya harus ada peran serta masyarakat

untuk mengadukan atau melaporkan bila mana ada prilaku penyakit masyarakat

dalam hal ini gelandangan dan pengemis, dan ada juga pihak yang dianggap

memiliki kewenangan untuk melayani dan menangani pengaduan di dalam

program rehabilitasi ini. Dalam hal ini pihak yang berwenang untuk menangani

pengaduan terkait masalah gelandangan dan pengemis dalam program rehabilitasi

ini adalah Satpol PP sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Perda Kota Serang

nomor 2 tahun 2010 tentang penyakit masyarakat pasal 15 ayat (2) poin c yang

berbunyi:

“Melaporkan kepada Pejabat atau pihak yang berwenang apabila

mengetahui atau menemukan tindakan, perbuatan dan perilaku penyakit

masyarakat.”

Berdasarkan hal di atas bahwa masyarakat harus melaporkan kepada

pertugas yang berwenang jika ada atau menemukan perbuatan dan prilaku

penyakit masyarakat yang di dalamnya termasuk juga para gelandangan dan

Page 163: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

144

pengemis untuk hal ini adalah Satpol PP. Hal ini juga seperti apa yang

disampaikan oleh I2.1:

“Sebetulnya perda mengatakan setiap warga masyarakat

yang ada di wilayah Kota Serang wajib melapor apabila

ditemukan hal-hal apa itu namanya, ya itulah gelandangan dan

pengemis yang mengganggu ya termasuk juga yang menjurus ke

kriminalitas, namun sampai detik ini belom ada pelaporan kepada

kami. Ya minimum ke saya ada laporan. Laporannya jangan cuma

ngomong tapi tertulis bahwa di anu terjadi anu kan gitu.”

(wawancara dengan I2.1 di kantor Satpol PP Kota Serang, 27

November 2017).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa yang mempunyai

wewenang untuk melayani dan menangani pengaduan terkait masalah

gelandangan dan pengemis ini adalah Satpol PP. Diperlukannya peran serta

masyarakat jika menemukan tindakan prilaku yang menjurus kepada penyakit

masyarakat untuk melaporkan kepada Satpol PP dalam bentuk tertulis yang mana

waktu dan tempatnya haruslah jelas.

4.3.4.3 World View

World View (pandangan dunia), yaitu pandangan secara universal

terhadap persoalan program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini dari

berbagai persepektif yang beragam seperti dari unsur keagamaan yang mana

mempunyai nilai-nilai nya masing-masing dalam melihat sesuatunya, dan juga

persepektif media yang mana berperan sebagai pemberi informasi melalui

pemberitaan yang dimuatnya. Dimana dalam persepsi tersebut dapat memberikan

sudut pandang tersendiri yang dapat memberikan warna dalam menilai

penyelenggaraan kebijakan yang justru tidak dapat ditemukan dalam lensa

pemerintahan karena suara-suara dari persepektif tersebut selalu tersisihkan.

Page 164: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

145

Berikut adalah persepsi dari Bapak Asaji selaku Humas Vihara

Avalokitesvara Banten:

“Gelandangan dan pengemis jika dikait kan dengan

kondisi dari agama budha, itu jelas itu kenapa dia jadi

gelandangan, jadi pengemis, menurut pandangan agama Budha

seseorangan menjadi demikian karena masa lampaunya dan masa

sekarang dia kurang terdana jadi otomatis dia terlahir menjadi

gelandangan dan pengemis. Kedua, kenapa di jadi gelandangan,

jadi pengemis, itu pada kehidupan lampaunya di seorang manusia

menelantarkan orang tuanya.” (wawancara dengan I6.2 di Vihara

Avalokitesvara Banten, 15 Januari 2018).

Pendapat juga disampaikan oleh Bapak Stefanus selaku Sekretaris Gereja

Kristus Raja Serang :

“Untuk gelandangan dan pengemis menurut saya suatu

kondisi dimana dia itu malas buat bekerja atau usaha sehingga

tanpa dia mengeluarkan tenaga atau mohon maaf dengan dia

menadahkan tangannya dia mendapatkan uang. Sebagai contoh

ada salah satu orang dia ketangkep ternayata dia punya

pembakaran kapur, dan sampai sekarang begitu dia tertangkap

terus di masukan ke panti dia balik lagi kejalan.” (wawancara

dengan I6.3 di Sekretariat Gereja Paroki Serang, 29 Januari 2018).

Pendapat lain juga disampaikan oleh Ustad Gofur selaku tokoh agama

dari Kampung Pencancangan yang berpendapat bahwa :

“Di agama islam sendiri mengemis itu diharamkan

hukumnya, meminta-minta sehingga menjadikan mengemis itu

dijadikan pekerjaan dalam mencari rezeki. Sangatlah dilarang

orang meminta-minta. Namun islam selalu menganjurkan untuk

sedekah kepada orang yang fakir dan miskin, nah disini

masalahnya gelandangan atau pengemis bener ngga dia itu orang

yang miskin, kan kita ngga gatau ya. Banyak juga kan ya pengemis

taunya punya pabrik batako, punya toko segala macem. Nah kita

niatinnya aja buat sedekah dan jadi pahala juga buat kita.

Banyak.” (wawancara dengan I6.1 di Rumah ustad Gofur, 15

Januari 2018).

Page 165: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

146

Berdasarkan pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa semua

pandangan dari agama Islam, Katolik dan Budha memandang bahwa yang

dilakukan oleh gelandangan dan pengemis itu adalah negatif dan tidak boleh

dilakukan karena hal itu mencirikan sifat malas dari individu yang tidak mau

berusaha dengan cara yang benar. Dalam agama budha sendiri orang yang

menjadi gelandangan dan pengemis dikarenakan di masa lampaunya dan masa

sekarang orang tersebut tidak mempunya harta dan orang tersebut terlahir kembali

menjadi gelandangan dan pengemis. Selanjutnya, pada kehidupan lampaunya

orang tersebut menelantarkan orang tuanya. Menurut pandangan pribadi dari

seorang yang beragama katolik yaitu Sekretaris Gereja Kristus Raja Serang yang

beranggapan bahwa para gelandangan dan pengemis ada ciri dari orang yang

malas dan tidak mau berusaha untuk mencari nafkah dari cara yang lebih baik dan

lebih terhormat walaupun pada kenyataannya mereka tidak benar-benar miskin.

Sedangakan menurut pandangan dari agama islam bahwa kegiatan mengemis atau

meminta-minta itu diharamkan hukumnya. Namun dalam islam dianjurkan

umatnya untuk selalu bersedekah khususnya kepada fakir miskin. Namun banyak

biasanya para pengemis menyalah artikan paham yang menjelaskan bahwa di

dalam rezeki seseorang ada rezeki orang-orang miskin. Dengan hal ini para

gelandangan dan pengemis melakukan kegiatannya dengan dalih tersebut.

Pandangan lain mengenai masalah gelandangan dan pengemis ini

dikemukakam oleh masyarakat Kota Serang, sebagai berikut :

“Menurut saya kalo namanya pengemis itu dia itu orang

yang males kerja, banyak kan yang masih bisa kerja malah ngemis

minta-minta, padahal kalo dia mau berusaha mah ya bisa dapet

kerja. Itu jelas mengganggu ya, apalagi yang di lampu-lampu

Page 166: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

147

merah tuh kalo saya lagi bawa mobil tiba-tiba langsung tuh

muncul pengemis ini kan mengganggu ya untuk kesalamatan dia

juga, kalo ketabrak bagaimana coba kita juga yang nanti ribet

ya.” (wawancara dengan I7.1 di Komplek Taman Mutiara Indah, 13

Februari 2018).

Berdasarkan pendapat dari I7.1 dapat diketahui bahwa gelandangan dan

pengemis adalah seseorang yang malas bekerja dan tidak mau berusaha. Dari dari

aktivitas gelandangan dan pengemis ini sangatlah mengganggu masyarakat,

khususnya di lampu-lampu merah.

Dari akademisi juga memberikan pandangannya sebagai berikut:

“Gelandangan dan pengemis saya melihat ini di bagi dua

yah, pertama memang ada yang alamiah dan ada juga yang di

koordinir. Maksudnya alamiah itu saya melihat memang terjadi

dengan sendirinya dan mereka itu penduduk asli Serang. Nah yang

dikoordinir itu dia bukan penduduk dari Kota Serang melainkan

dari kota-kota lain yang mereka mencari penghidupannya di Kota

Serang. Yang alamiah ini memang mereka itu kondisinya miskin

dari keluarganya miskin. Kalo yang dikoordinir itu memang dia

datang dari luar Serang seperti dari Tangerang, Pandeglang.

Kalo yang di koordinir itu sebenernya mereka hanya penghidupan,

nah kalo yang di koordinir itu bukan tanggung jawab pemerintah

Kota Serang, yang alamiah memang menjadi kewajiban khususnya

dari Dinas Sosial Kota Serang sendiri. Ada beberapa faktor juga

seseorang menjadi pengemis pertama keluarga, kedua faktor

lingkungan. Menurut saya faktor keluarga yang menjadi faktor

utamanya ya, walaupun faktor lingkungan mempengaruhi. Dari

faktor keluarga juga kan ada ya faktor kemiskinan, juga ada faktor

pendidikan keluarganya jadi keluarganya itu tidak bisa

memberikan pendidikan yang berkualitas sehingga anaknya tidak

sekolah akhirnya mereka menjadi pengemis kan. Nah kalo faktor

lingkungan lebih ke faktor teman ya, mereka bergaul di situ,

dengan anak-anak jalanan, di situ juga ada berbagai motivasi ya

ada yang memang mereka untuk mencari uang, ada juga dia dapet

duitnya buat rokok, minum, buat ngobat. Nah ini yang menjadi

Page 167: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

148

masalah ni.” (wawancara dengan I8.1 di Ruang Dekan Fisip

Untirta, 26 Februari 2018).

Pandangan dari I8.1 di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa

gelandangan dan pengemis dibagi menjadi dua yaitu alamiah dan juga

dikoordinir. Pengemis alamiah yang dimaksud adalah gelandangan dan pengemis

asli masyarakat Kota Serang yang miskin. Sedangkan yang dikoordinir adalah

gelandangan dan pengemis yang berasal dari luar Kota Serang seperti dari

Tangerang maupun Pandeglang dan mereka mencari penghidupan di Kota Serang.

Faktor-faktor seseorang menjadi gelandangan dan pengemis yaitu faktor keluarga,

faktor lingkungan dari gelandangan dan pengemis.

Selain itu partisipasi dalam penyelenggaraan rehabilitasi gelandangan

dan pengemis tersebut seperti yang disampaikan oleh Bapak Asaji selaku humas

Vihara Avalokitesvara Banten, sebagai berikut :

“Untuk terlibat langsung dalam programnya si kami tidak

terlibat tidak fokus ke gelandangan dan pengemisnya, tetapi kita

vihara mempunyai program membentuk sebuah puskesmas hanya

dengan bayar sepuluh ribu periksa apapun gratis untuk semua

warga. Jadi kita mengarah ke yang laen, kalo misalkan mereka

sehatkan minimal mereka bisa mencari-cari nafkah, kalo misalkan

mereka bisa mencari nafkah kan mereka tidak perlu menjadi

pengemis. jadi arahnya juga kesana kan.” (wawancara dengan I6.2

di Vihara Avalokitesvara Banten, 15 Januari 2018).

Pendapat lain juga disampaikan oleh I6.3 mengenai keterlibatannya

dalam program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini:

“Sebenernya kami tidak terlibat dalam rehabilitasi ini tapi

kami ada program seperti penyaluran dana yang dipotong dari

gaji yang disalurkan ke lembaga tertentu yang jelas juga kan. Kita

juga ada program penyantunan kepada yatim piatu. Kalo untuk

Page 168: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

149

bakti sosial biasanya anak-anak muda yang melakukannya, anak-

anak muda itu dia masak di sini, pagi-pagi mereka memberikan

kepada tukang becak.” (wawancara dengan I6.3 di Sekretariat

Gereja Paroki Serang, 29 Januari 2018).

Berdasarkan penjelasan seluruh informan dapat diketahui bahwa

keterlibatan lembaga keagamaan seperti Vihara Avalokitesvara Banten dan Gereja

Paroki Raja Serang tidak ikut secara langsung. Namun keduanya memiliki

programnya masing-masing seperti vihara yang memiliki program dengan

membentuk puskesmas untuk masyarakat sekitar yang bertujuan untuk melayani

masyarakat dari sisi kesehatan. Sedangkan dari Gereja Paroki Raja Serang

membuat program dengan menyalurkan sebagian gajinya ke lembaga teruntu

untuk disalurkan lagi kepada yang membutuhkannya. Selain itu juga ada program

menyantuni para yatim piatu serta ada bakti sosial yang dilakukan oleh para

pemuda.

Page 169: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

150

4.4 Pembahasan

Pembahasan merupakan isi dari hasil analisis data dan fakta yang peneliti

dapatkan di lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti gunakan. Dalam

penelitian ini Peneliti menggunakan teori boundary categories dari critical system

thinking yang meliputi sumber motivasi, sumber kekuatan, sumber pengetahuan,

sumber pengesahan.

4.4.1 Sources Of Motivation (Sumber Motivasi)

Sumber motivasi dalam penelitian ini merupakan sebagai kontruksi dasar

dari Program Rehabilitasi Gelandangan dan Pengemis yang dilakukan oleh Dinas

Sosial Kota Serang yang meliputi pihak yang terlibat dalam pengambilan

keputusan, tujuan kebijakan, dan ukuran perbaikan. Sumber motivasi pada

penelitian ini bisa dibilang belum maksimal dan juga penyelenggaraannyapun

belum optimal.

Peneliti menemukan beberapa temuan di lapangan antara lain: Pada aspek

stakeholder (pihak yang terlibat) bahwa pihak yang memproduk program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini adalah Dinas Sosial Kota Serang,

khususnya Bidang Rehablitasi Sosial pada Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial

sekaligus menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam program ini. Selain itu

yang menjadi pelaksana dari pelaksanaan program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis ini Dinas Sosial Kota Serang. Serta pihak-pihak yang terlibat dalam

pelaksaan program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini yaitu Satuan Polisi

Pamong Praja Kota Serang yang bertugas untuk menjaring atau merazia para

gelandangan dan pengemis, Dinas Pendidikan Kota Serang yang memberikan

Page 170: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

151

pendidikan formal untuk mengadakan program sekolah paket, Dinas Kesehatan

yang memberikan pelayanan kesehatan bagi para gelandangan dan pengemis yang

mempunyai masalah kesehatan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota

Serang yang memberikan identitas bagi para gelandangan dan pengemis yang

belum memiliki identitas, Dinas Tenaga Kerja Kota Serang yang memberikan

pelatihan keterampilan pada para gelandangan dan pengemis, bahkan juga

kepolisian yang ikut terlibat untuk menangani anak jalanan yang berbuat kriminal.

Sehingga bisa dibilang pihak-pihak tersebutlah yang memberikan andil dalam

proses penangannya dan proses perehabannya walaupun pada kenyataannya

koordinasi yang dilakukan belum cukup optimal. Dinas Sosial Kota Serang dalam

program rehabilitasi gelandangan dan pengemis merupakan pihak yang

berwenang untuk menyelenggrakan program ini sebagaimana yang dimaksudkan

dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pencegahan,

Pemberantasan, dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat pasal 18 ayat 1 yang

berbunyi :

“Guna mengefektifkan pelaksanaan di lapangan, penyiapan sarana

dan prasarana untuk pelaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 17, dilakukan secara terpadu dibawah koordinasi Walikota

atau Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas, pokok dan

fungsi di bidang sosial.”

Berdasarkan isi dari pasal 18 ayat 1 dijelaskan bahwa pelaksanaan pembinaan

dilakukan secara terpadu dibawah koordinasi walikota atau satuan kerja perangkat

daerah (SKPD) atau sekarang yang lebih dikenal organisasi perangkat daerah

(OPD) yang mempunyai tugas, pokok dan fungsi di bidang sosial, dan yang

dimaksud adalah Dinas Sosial Kota Serang.

Page 171: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

152

Pada aspek tujuan bisa di bilang sudah cukup baik, yang mana tujuan dari

program rehabilitasi gelandangan dan pengemis tersebut yaitu untuk mengurangi

jumlah gelandangan dan pengemis tersebut dan juga merubah prilaku dan mindset

para gelandangan dan pengemis, dengan cara memberikan pembinaan,

memberikan keterampilan dan keahlian kepada para gelandangan dan pengemis

agar mereka mempunyai keterampilan dan keahlian sehingga para gelandangan

dan pengemis ini untuk tidak terus berada di jalanan dan juga mereka bisa

mencari nafkah dengan tidak meminta-minta.

Program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini tentunya memiliki

sasaran yang ingin dicapainya. Dan yang menjadi sasaran dari program rehablitasi

gelandangan dan pengemis ini yaitu para gelandangan dan pengemis.

Dibuatnya program rehabilitasi gelandangan dan pengemis oleh Dinas

Sosial Kota Serang pastinya akan berdampak pada kelompok sasaran dari

program ini. Kelompok sasaran yang terkena dampak adalah para gelandangan

dan pengemis. Maka dari itu program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini

haruslah memiliki dampak yang baik yaitu dengan berkurangnya jumlah ataupun

tidak adanya gelandangan dan pengemis di jalan-jalan ataupun di tempat-tempat

pusat keramaian sehingga masyarakat juga ikut merasakan kenyamanan,

keindahan, dan kerapihan.

Dalam program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini tentunya

memiliki kendala-kendala yang dihadapi. Kendalanya dalam program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis tersebut adalah SDM yang kurang memadai, ada juga

dari tempat penampungan dan tempat rehablitasi para gelandangan dan pengemis,

Page 172: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

153

kurangnya keharmonisasian dan kurangnya koordinasi dari organisasi perangakat

daerah terkait, dan juga anggaran yang belum memadai serta kurangnya peran

serta masyarakat untuk mematuhi peraturan daerah yang melarang memberikan

uang pada pengemis.

Dari kendala-kendala yang ada tentunya ada pihak yang bertanggung

jawab dalam menangani permasalahan tersebut dan yang bertanggung jawab atas

masalah-masalah yang terjadi dalam program rehablitasi gelandangan dan

pengemis ini yaitu terutama Dinas Sosial Kota Serang sebagai penanggung jawab

program, namun seharusnya tidak hanya Dinas Sosial Kota Serang saja yang

bertanggung jawab seluruh elemen masyarakat juga harus memiliki rasa

bertanggung jawab untuk ikut andil dalam program ini dengan tidak memberi

apapun kepada gelandangan dan pengemis. Selain itu instansi-instansi terkait juga

harus mempunyai rasa tanggung jawab dalam menangani masalah yang ada.

Pihak yang tertanggung jawab tentunya memiliki cara untuk mengatasi

masalah-masalah yang terjadi, upaya-upaya yang dilakukan agar masalah dapat

diatasi dengan baik, sehingga kebijakan dapat berjalan dengan semestinya. Juga

dengan program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini pihak Dinas Sosial

Kota Serang tentunya memiliki upaya-upaya yang dilakukan agar masalah dapat

teratasi. Upaya yang dilakukan oleh pihak yang bertanggung jawab dalam

mengatasi masalah yang terjadi adalah seperti dari kekurang Sumber Daya

Manusia (SDM) pihak Dinas Sosial Kota Serang membentuk sebuat satuan tugas

(Satgas) atau Petugas Sosial yang akan membantu Dinas Sosial dalam menangani

para gelandangan dan pengemis. Hampir sama seperti pihak Dinas Sosial, Satpol

Page 173: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

154

PP melakukan perekrutan petugas sebanyak 30 orang oleh anggota asli yang

sebanyak 5 orang. Pihak Dinas Sosial dalam mengatasi masalah anggaran mereka

mengirimkan para gelandangan dan pengemis ke pihak Dinas Sosial Provinsi

Banten untuk di rehablitasi. Sedangkan yang dilakukan Satpol PP untuk

mengatasi anggaran adalah sering menggunakan dana pribadi untuk setidaknya

melakukan kontrol di jalanan.

Selanjutnya kebijakan pasti memberi pengaruh terhadap kelompok yang

menjadi sasaran dari suatu kebijakan. Dalam program rehabilitasi gelandangan

dan pengemis, program ini cukup memberikan pengaruh terhadap kelompok

sasaran yaitu para gelandangan dan pengemis. Program rehabilitasi gelandangan

dan pengemis ini memberikan pengaruh kepada para gelandangan dan pengemis,

karena dalam program rehabilitasi ini memberikan keterampilan dan keahlian

yang nantinya diberikan modal usaha kepada para gelandangan dan pengemis

untuk bisa menjadi mandiri dan lebih produktif, sehingga tidak harus kembali lagi

ke jalanan.

Pada aspek ukuran perbaikan atau tolak ukur pada dasarnya dijadikan

sebagai penilaian seberapa jauh kebijakan itu berhasil untuk menjadi solusi atas

masalah-masalah yang dirasakan oleh masyarakat. Ukuran perbaikan dapat

ditinjau dari seberapa jauh nilai-nilai yang ada telah mempengaruhi suatu

kebijakan. Dengan adanya ukuran perbaikan ini berguna untuk perbaikan

program di masa yang akan datang. Tolak ukur keberhasilan dari program ini

adalah berkurangnya jumlah gelandangan dan pengemis di setiap tahunnya.

Kemudian tercapainya jumlah para gelandangan dan pengemis yang ingin direhab

Page 174: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

155

dari jumlah yang ditargetkan di awal. Selain itu pula para gelandangan dan

pengemis ini sadar dan tidak balik-balik lagi ke jalanan, serta kesadaran dari

masyarakat untuk tidak memberi kepada para gelandangan dan pengemis. Namun

jika melihat pada data yang ada di lapangan dan membandingkannya dengan tolak

ukur keberhasilan yang telah dipaparkan di atas menjelaskan bahwa program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini belum berjalan baik atau bisa di bilang

belum berhasil. Melihat jumlah gelandangan dan pengemis yang meningkat di

setiap tahunnya seperti data berikut:

Tabel 4.5

Jumlah Gepeng tahun 2016 dan 2017 Kota Serang

Jumlah Gelandangan dan Pengemis

Gelandangan Pengemis

2016 2017 2016 2017

26 45 137 183

Berdasarkan data dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2016

jumlah gelandangan yang terdata berjumlah 26 dan meningkat di tahun 2017

menjadi 45. Sedangkan pengemis yang terdata pada tahun 2016 berjumlah 137

dan pada tahun 2017 jumlahnya meningkat menjadi 183. Dengan peningkatan

jumlah gelandangan dan pengemis ini bisa di katakan program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini belum berhasil.

4.4.2 Sources Of Power (Sumber Kekuatan)

Page 175: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

156

Sumber kekuatan yang dimaksud disini adalah suatu sumber yang

menjadi kelebihan dari suatu kebijakan untuk mencapai kesuksesan dan

keberhasilan kebijakan. Peneliti menggambarkan sumber kekuatan dalam

penelitian ini sebagai kelebihan dari program Rehablitasi Sosial Gelandangan dan

Pengemis yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang, yang meliputi diantara

pembuat keputusan, sumber daya, dan keputusan lingkungan. Pada sumber

kekuasaan dalam penelitian ini dapat dikatakan belum baik terutama pada aspek

sumber daya baik dana maupun manusia yang dimiliki oleh Dinas Sosial Kota

Serang yang mana akan peneliti paparkan berikut ini:

Pada aspek pembuat keputusan (Decision maker) ini yang berhak

mengambil keputusan dalam program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini

adalah masing-masing pihak yang mempunyai kewenangan. Seperti Dinas Sosial

Kota Serang yang menjadi penanggung jawab program rehabilitasi gelandangan

dan pengemis ini mempunyai kewenangan untuk memutuskan apa yang akan

dilakukan. Satpol PP memiliki kewenangan dalam menjaring dan merazia para

gelandangan dan pengemis, maka dari itu Satpol PP memiliki kewenangan dalam

pengambilan keputusan untuk urusan merazia para gepeng.

Dalam pengambilan keputusan tentunya memiliki dasar hukum yang

jelas, karena kewenangan setiap pengambil keputusan didasari oleh dasar hukum

tersebut. Perda Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 tentang penyakit masyarakat ini

bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan

kepastian hukum, dengan melarang kegiatan yang termasuk dalam kategori

penyakit masyarakat di Daerah. Namun berdasarkan temuan lapangan yang

Page 176: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

157

peneliti dapatkan peraturan daerah tersebut belum cukup kuat guna mencegah

adanya gelandangan dan pengemis serta belum cukup kuat pula untuk menjadi

dasar hukum untuk program rehabilitasi gelandangan dan pengemis sehingga

perlunya merevisi isi dari perda tersebut. Akan tetapi dalam mengganti perda

tersebut tidak mudah dikarenakan biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan perda

cukup mahal.

Dalam program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini untuk

melakukan pelayanannya Dinas Sosial Kota Serang dan Dinas Sosial Provinsi

melakukan koordinasi dalam pelaksanaan program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis ini. Pelayanan yang diberikan kepada gelandangan dan pengemis

berupa pembinaan keagamaan, pendidikan, pelatihan menyablon, tata boga dan

montir motor.

Dengan direhabnya para gelandangan dan pengemis ini tentunya para

gelandangan dan pengemis ini tidak mendapatkan penghasilan seperti biasanya

karena mereka berada dalam proses rehabilitasi. Maka dari itu Selama proses

perehaban berlangsung kebutuhan para gelandangan dan pengemis sudah dipenuhi

walaupun tidak dipenuhi 100% karena memang anggaran yang adapun belum

memadai. Para gelandangan dan pengemis pun diberi bantuan hanya pada proses

perehaban saja, dalam proses perehaban mereka diberikan makan setiap harinya,

diberikan pelatihan, dan diberikan peralatanya juga jika di dalam program

rehabilitasi tersebut. Pengemis yang masih anak-anak pun diberikan kebutuhan

sesuai yang apa yang mereka inginkan seperti ingin masuk pesantren, pihak Dinas

Sosial Kota Serang pun memasukannya ke pesantren. Dinas Sosial Kota Serang

Page 177: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

158

sudah memenuhi kebutuhan para gelandangan dan pengemis walaupun belum

memenuhi kebutuhan secara maksimal dan belum total 100%.

Pada aspek sumber daya baik dana maupun manusianya dapat

dijelaskan bahwa sumber daya manusia dalam penyelenggaraan program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini kurang memadai. Sumber daya

manusia yang dimiliki Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Dinas Sosial Kota

Serang kurang mencukupi karena di seksi tersebut belum memiliki staff satu pun,

sama halnya juga dengan Seksi Rehablitasi Sosial Anak Dinas Sosial Kota Serang

yang belum memiliki staf. Sehingga kekurang sumber daya manusia juga

membuat seksi-seksi tersebut sulit untuk mensosialisasikan kepada pada

gelandangan dan pengemis. Untuk Satpol PP juga merasa kekurangan dari segi

jumlah sumber daya manusia namun untuk kualitas dari sumber daya manusia

dari Satpol PP dirasa sudah cukup memadai dan bisa dibilang sudah baik.

Anggaran untuk menunjang program rehabilitasi gelandangan dan pengemis

inipun belum memadai. Bahkan rehabilitasi gelandangan dan pengemis Dinas

Sosial Provinsi Banten untuk tahun depan kemungkinan tidak ada karena

anggaran yang berasal dari APBD terpangkas oleh pembangunan untuk sektor

fisik seperti infrstruktur dan jalan. Serta sarana dan prasarana sebagai penunjang

program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini belum memadai. Dinas Sosial

Kota Serang sendiri belum mempunyai sebuah tempat untuk pusat rehabilitasi

para gelandangan dan pengemis. Rumah singgah juga yang seharusnya digunakan

untuk singgah ataupun untuk tempat penampungan para gelandangan dan

pengemis yang terjaring pun belum ada. Sehingga pihak Satpol PP yang bertugas

Page 178: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

159

menjaring para gelandangan dan pengemis sering kebingungan untuk

menampungnya.

Pada aspek keputusan lingkungan ini meliputi pengawasan dan juga

evalusasi yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang. Dalam pengawasan

untuk program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini hanya dilakukan oleh

pihak Dinas Sosial Kota Serang Saja, pihak Satpol PP sebagai pihak yang merazia

para gelandangan dan pengemis tidak diikut sertakan karena memang bukan

menjadi kewenangan dan pihak Satpol PP. Pihak Satpol PP hanya di libatkan jika

Dinas Sosial membutuhkannya saja. Dalam pengawasan ini tenaga kesejahteraan

sosial kecamatan serang lah yang dilibatkan dalam pengawasan.

Kemudian pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota

Serang yaitu dengan turun ke jalan untuk mengawasi para gelandangan dan

pengemis apakah masih banyak keberadaan mereka di jalan-jalan dan apakah para

gelandangan dan pengemis yang sudah direhab kembali ke jalanan atau tidak.

Serta pengawasan yang dilakukan juga dengan mengawasi para gelandangan dan

pengemis yang sudah mendapat bantuan dari Dinas Sosial yang melalui program

rehabilitasi ini digunakan dengan semestinya atau tidak. Hal ini dilakukan untuk

mengukur apakah program yang di selenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Serang

sudah berhasil atau belum.

Program rehabilitasi gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh

Dinas Sosial Kota Serang bisa di katakan masih lemah baik dari segi anggaran,

maupun sarana dan prasarana. Masalah-masalah ini di dapat dari hasil

pengawasan dan juga evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Sosial di setiap

Page 179: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

160

tahunnya. Dari evaluasi yang di hasilkan pun Dinas Sosial Kota Serang

menginginkan adanya UPT (Unit Pelaksana Tugas) yang khusus menangani

gelandangan dan pengemis, sehingga Dinas Sosial nantinya membawahi UPT

tersebut. Dari segi sarana dan prasarana, anggaran, dan juga sumber daya manusia

yang belum memadai. Dinas Sosial Kota Serang juga mengevaluasi kinerja dari

petugas sahabat anak yang menangani pengemis yang masih anak-anak atau yang

sering di kenal dengan anak jalanan. Selain itu Dinas Sosial mengevaluasi

bagaimana penjangkauan terhadap para gelandangan dan pengemis, dan juga

Dinas Sosial mengevaluasi kepedulian lingkungan para gelandangan dan

pengemis yang ada di jalanan.

4.4.3 Sources Of Knowledge (Sumber Pengetahuan)

Sumber pengetahuan dalam penelitian ini meliputi Professional

(tenaga ahli), Expertise (keahlian), Guarantee (jaminan). Suatu pengetahuan

sangatlah penting untuk suatu kebijakan khususnya pada perumusan kebijakannya

yang merupakan tahap awal dalam membuat suatu kebijakan. Manfaat dari

pengadopsian suatu pengetahuan untuk sebuah kebijakan adalah untuk

menjadikan kebijakan tersebut mampu mengatasi masalah-masalah yang terjadi di

masyarakat dan menjadikan kebijakan tersebut menjadi berkualitas. Dalam

sumber pengetahuan ini bisa dibilang sudah baik, berikut akan peneliti paparkan

hasil temuan yang peneliti dapatkan di lapangan :

Pada aspek tenaga ahli di sini mencakup siapa saja yang terlibat dan

menjadi aktor dalam perumusan serta pelaksanaan program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini. Dalam hal ini Dinas Sosial berperan sebagai

Page 180: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

161

leading sector dan juga penanggung jawab program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis. Dinas Sosial Kota Serang juga lah yang melakukan perumusan

program rehabilitasi gelandangan dan pengemis. Dinas Sosial Kota Serang dalam

merumuskannya yaitu pertama dari kepala seksi rehabilitasi sosial tuna sosial,

yang nantinya dikoordinasikan dengan kepala bidang dan selanjutnya diberikan

kepada kepala dinas untuk dimintai persetujuannya. Namun dalam perumusannya

itu tidak melibatkan pihak-pihak lain yang terkait seperti Satpol PP dan Tenaga

Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang mana keduanya adalah mitra dari

Dinas Sosial Kota Serang dalam pelaksanaan program rehabilitasi ini. Tidak

terlibatnya Satpol PP dan TKSK dalam perumusan program rehabilitasi ini karena

mereka beranggapan hal itu diluar wewenangnya masing-masing dan itu ada

urusan internal Dinas Sosial Kota Serang.

Dalam perumusan program ini tentu tidak telepas dari faktor-faktor

yang mempengaruhinya. Fakator-faktor tersebut adalah faktor pendukung dan

penghambat dalam merumuskan program rehabilitasi gelandangan dan pengemis

ini. Adapun menjadi faktor pendukungnya adalah dengan adanya kerjasama

dengan pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan program ini seperti Dinas

Sosial Provinsi Banten, Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Bekasi dan juga dinas-

dinas atau instansi terkait. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat utamanya

adalah anggaran dari Dinas Sosial Kota Serang itu sendiri yang kurang memadai,

belum adanya tempat pusat rehabilitasi, dan juga belum memadainya Sumber

Daya Manusia yang dimiliki Dinas Sosial Kota Serang.

Page 181: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

162

Pada aspek keahlian (expertise) ini merupakan kemampuan yang

dimiliki seseorang dalam menghasilkan kebijakan yang berkualitas guna

mengentaskan masalah-masalah yang terjadi. Maka dari itu sangatlah diperlukan

keahlian dalam menangani permasalahan dalam program rehabilitasi gelandangan

dan pengemis. Adapun yang di hasilkan dari rumusan program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini yaitu menghasilkan langkah-langkah yang akan

dilakukan dalam pelaksanaan program, mengatur anggaran yang ada,

merencanakan bagaimana memberikan pembinaan serta melakukan koordinasi

dengan pihak-pihak terkait.

Dalam aspek jaminan (guarentee) yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah kepastian yang diberikan dari perumusan pada keberhasilan kebijakan dan

juga bagaiamana keterlibatan berbagai pihak dalam perumusan kebijakan sudah

dapat menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi atau belum karena pada

dasarnya keberhasilan suatu kebijakan salah satunya ditentukan oleh bagaimana

perumusannya. Maka dari itu perumusan kebijakan tersebut haruslah bisa menjadi

patokan awal yang baik dari pengimpelementasian kebijakan tersebut. Dalam

program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini jaminan yang diberikan dari

perumusan program ini yaitu dengan dapat mengurangi jumlah dan merubah

mental serta cara berpikir (mindset) para gelandangan dan pengemis agar berhenti

dari apa yang mereka lakukan selama ini karena hal itu telah melanggar peraturan

yang ada baik tertulis maupun tidak tertulis. Dari program inipun pemerintah

berharap para gelandangan dan pengemis ini lebih mandiri dengan membuka

usaha atau juga dengan bekerja. Selain itu juga dalam pelaksanaannya Dinas

Page 182: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

163

Sosial Kota Serang membutuhkan bantuan dari OPD lain untuk membantu

mensuksesnya program rehabilitasi ini.

4.4.4 Sources Of Legitimation (Sumber Pengesahan)

Sumber pengesahan dalam penelitian ini merupakan legitimasi dari

pihak-pihak atau badan-badan yang berwenang terkait pelayanan yang diberikan

dalam program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini. Sumber pengesahan ini

sendiri terdiri atas witness, emancipation, dan world view. Pada sumber

pengesahan ini akan dapat memberikan persepektif beragam dari berbagai sudut

pandang yang berbeda yang berasal dari berbagai agama seperti Islam, Katolik,

dan Budha. Sudut pandang dari berbagai agama yang berbeda akan senantiasa

memberikan warna dan nilai-nilai tersendiri dalam pemberian suara terkait

permasalahan program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini. Yang mana

biasanya suara-suara seperti ini selalu tersisihkan oleh berbagai kepentingan yang

ada. Suara-suara dari para sasaran programpun yaitu gelandangan dan pengemis

wajib untuk diambil agar senantiasa dapat memberikan suatu kecocokan dalam

pemberian pelayan dalam program rehabilitasi ini. Berdasarkan hasil penelitian ini

peneliti akan memaparkan bahwa:

Para gelandangan dan pengemis menginginkan perhatian dari

pemerintah untuk memberikan bantuan kepada para gelandangan dan pengemis

agar bisa membuka usaha. Selain itu juga yang para gelandangan dan pengemis

menganggap bahwa yang menjadi faktor mereka menjadi gelandangan dan

pengemis adalah faktor ekonomi. Mereka berpikir bahwa dengan cara mengemis

ini mereka dapat dengan mudah mendapatkan uang daripada harus bekerja.

Page 183: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

164

Peneliti dapat melihat dari sisi mental para gelandangan dan pengemis ini yang

bisa di bilang lemah dan prilaku malas untuk bekerja. Sehingga merekapun

memilih cara yang instan seperti meminta-minta dengan berharap orang lain iba

dan mendapatkan uang dari orang lain. Hal ini tentunya tidak baik mengingat hal

tersebut telah melanggar hukum yang ada baik tertulis maupun tidak tertulis,

dalam kelas sosialpun terbilang kelas rendah.

Pada aspek Emancipation ini pada umumnya digambarkan sebagai

diberikannya persamaan hak-hak tanpa membedakan gender atau golongan

tertentu. Sedangkan dalam penelitian ini emansipasi dalam proses

penyelenggaraan program rehabilitasi ini tidak membeda-bedakan pemberian hak-

hak kepada para gelandangan dan pengemis. Namun dengan kondisi anggaran

yang tidak memadai dan juga ketidak mauan para gelandangan dan pengemis

untuk direhab biasanya hanya beberapa saja yang direhab oleh Dinas Sosial Kota

Serang ataupun dikirim ke panti sosial.

Dalam proses rehabilitasi ini tentunya harus ada peran serta masyarakat

untuk mengadukan atau melaporkan bila mana ada prilaku penyakit masyarakat

dalam hal ini gelandangan dan pengemis, dan ada juga pihak yang dianggap

memiliki kewenangan untuk melayani dan menangani pengaduan di dalam

program rehabilitasi ini. Dalam hal ini pihak yang berwenang untuk menangani

pengaduan terkait masalah gelandangan dan pengemis dalam program rehabilitasi

ini adalah Satpol sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Perda Kota Serang

nomor 2 tahun 2010 tentang penyakit masyarakat pasal 15 ayat (2) poin c yang

berbunyi:

Page 184: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

165

“Melaporkan kepada Pejabat atau pihak yang berwenang apabila

mengetahui atau menemukan tindakan, perbuatan dan perilaku penyakit

masyarakat.”

Yang mempunyai wewenang untuk melayani dan menangani

pengaduan terkait masalah gelandangan dan pengemis ini adalah Satpol PP.

Diperlukannya peran serta masyarakat jika menemukan tindakan prilaku yang

menjurus kepada penyakit masyarakat untuk melaporkan kepada Satpol PP dalam

bentuk tertulis yang mana waktu dan tempatnya haruslah jelas.

Pada aspek World View (pandangan dunia) ini merupakan pandangan

secara universal terhadap persoalan program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis ini dari berbagai persepektif yang beragam seperti dari unsur

keagamaan yang mana mempunyai nilai-nilai nya masing-masing dalam melihat

sesuatunya.

semua pandangan dari agama Islam, Katolik dan Budha memandang bahwa yang

dilakukan oleh gelandangan dan pengemis itu adalah negatif dan tidak boleh

dilakukan karena hal itu mencirikan sifat malas dari individu yang tidak mau

berusaha dengan cara yang benar.

Dalam agama budha sendiri orang yang menjadi gelandangan dan

pengemis dikarenakan di masa lampaunya dan masa sekarang orang tersebut tidak

mempunya harta dan orang tersebut terlahir kembali menjadi gelandangan dan

pengemis. Kedua, pada kehidupan lampaunya orang tersebut menelantarkan orang

tuanya.

Page 185: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

166

Menurut pandangan pribadi dari seorang yang beragama katolik yaitu

Sekretaris Gereja Kristus Raja Serang yang beranggapan bahwa para gelandangan

dan pengemis ada ciri dari orang yang malas dan tidak mau berusaha untuk

mencari nafkah dari cara yang lebih baik dan lebih terhormat walaupun pada

kenyataannya mereka tidak benar-benar miskin.

Sedangakan menurut pandangan dari agama islam bahwa kegiatan

mengemis atau meminta-minta itu diharamkan hukumnya. Namun dalam islam

dianjurkan umatnya untuk selalu bersedekah khususnya kepada fakir miskin.

Namun banyak biasanya para pengemis menyalah artikan paham yang

menjelaskan bahwa di dalam rezeki seseorang ada rezeki orang-orang miskin.

Dengan hal ini para gelandangan dan pengemis melakukan kegiatannya dengan

dalih tersebut.

Masyarakat memandang gelandangan dan pengemis sebagai sifat

malas seseorang untuk bekerja dan hanya mengandalkan belas kasihan orang lain

untuk mendapatkan uang. Hal ini tentunya menjadi gangguan kenyaman untuk

masyarakat sendiri karena terkadang banyak yang meminta-minta dengan cara

mamaksa.

Akademisi melihat gelandangan dan pengemis ini dibagi dua, pertama

yang alamiah dan kedua yang dikoordinir. Maksud dari alamiah itu sendiri adalah

mereka penduduk asli Serang dari keluarganya miskin. Sedangkan yang

dikoordinir yaitu mereka bukan penduduk dari Kota Serang melainkan dari kota-

kota lain yang mana mereka mencari penghidupannya di Kota Serang. Untuk yang

dikoordinir mereka bukanlah tanggung jawab pemerintah Kota Serang, sedangkan

Page 186: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

167

yang alamiah memang menjadi kewajiban dari Dinas Sosial Kota Serang. Ada

beberapa faktor seseorang menjadi gelandangan dan pengemis pertama keluarga,

kedua faktor lingkungan. Faktor keluarga yang menjadi faktor utama karena dari

faktor keluarga ada faktor kemiskinan, juga ada faktor pendidikan keluarganya

yang tidak bisa memberikan pendidikan yang berkualitas sehingga anaknya tidak

sekolah akhirnya mereka menjadi gelandangan dan pengemis. Sedangkan faktor

lingkungan lebih ke faktor teman bermain dan bergaul sehari-hari yang

merupakan anak-anak jalanan.

Keterlibatan lembaga keagamaan seperti Vihara Avalokitesvara

Banten dan Gereja Paroki Raja Serang tidak ikut secara langsung. Namun

keduanya memiliki programnya masing-masing seperti vihara yang memiliki

program dengan membentuk puskesmas untuk masyarakat sekitar yang bertujuan

untuk melayani masyarakat dari sisi kesehatan. Sedangkan dari Gereja Paroki

Raja Serang membuat program dengan menyalurkan sebagian gajinya ke lembaga

teruntu untuk disalurkan lagi kepada yang membutuhkannya. Selain itu juga ada

program menyantuni para yatim piatu serta ada bakti sosial yang dilakukan oleh

para pemuda.

4.4.5 Karakteristik Gelandangan dan Pengemis

Berdasarkan hasil dari observasi yang dan analisis data yang di lakukan

peneliti, peneliti menemukan temuan yang menggambarkan bagaiama

karakteristik gelandangan dan pengemis di Kota Serang. Gelandangan dan

pengemis di Kota Serang terdiri atas berbagai jenis kelompok usia mulai dari yang

masih anak-anak sampai yang sudah lanjut usia. Peneliti memukan di lampu-

Page 187: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

168

lampu merah di Kota Serang banyak pengemis yang usianya masih dibawah 18

tahun bahkan tergolong masih perlu anak-anak sampai mengemis sendiri di

tengah jalan. Selain itu sering ditemukan pengemis yang sudah renta membawa

anaknya mengemis di tempat pusat perbelanjaan, di tempat-tempat makan, dan

tempat pusat keramaian lainnya.

Faktor ekonomilah yang menjadi alasan mengapa mereka mengemis dan

kurangnya perhatian pemerintah kota untuk memberikan bantuannya kepada

gelandangan dan pengemis ini. Berdasarkan apa yang peneliti temukan di

lapangan bahwa faktor ekonomi bukanlah faktor utama yang menjadi alasan

mengapa mereka mengemis. Karena bila melihat kepada kondisi ekonomi para

pengemis ini, mereka bisa dikatakan mampu, peneliti menemukan salah seorang

pengemis yang bisa dibilang sudang tua diantarkan oleh entah itu anak laki-

lakinya ataupun yang mengkoordinirnya. Bila melihat pada perkampungan yang

dijuluki sebagai kampung pengemis yaitu kampung kebanyakan di Desa

Sukawana, Kecamatan Serang sungguh bukan seperti kampung pengemis, karena

tidak sedikit rumah yang bisa dibilang layak huni. Hal ini tentunya membuat

peneliti berasumsi bahwa mengemis ini sudah dijadikan sebagai profesi oleh

masyarakat setempat.

Peneliti menggunakan teori menurut Sudarianto dalam Engkus Kuswarno,

(2009:15) yang membagi pengemis menjadi 2 kelompok yaitu:

1. Mengemis karena tak mampu bekerja. Pada kategori ini dilakukan oleh

orang-orang yang mempunyai kelainan fisik pada anggota tubuhnya.

Misalnya tak mampu bekerja karena tidak memiliki tangan, kaki,

lumpuh, buta. Jadi para dermawan memang harus terpanggil untuk

menyantuninya, sisihkanlah harta untuk mereka, karena menyantuni

mereka insya Allah mendapat pahala yang besar.

Page 188: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

169

2. Mengemis karena malas bekerja. Pengemis karena malas bekerja inilah

yang menyebabkan jumlah pengemis di Indonesia sangat banyak.

Pengemis pada kategori ini, orangnya mempunyai anggota tubuh yang

sangat lengkap namun dihinggapi penyakit malas. Pengemis semacam

inilah yang harus diberantas oleh pemerintah.”

Berdasarkan temuan yang peneliti temukan di Lapangan pengemis di Kota

Serang paling banyak masuk kepada kelompok 2, yang mana banyak sekali

pengemis yang anggota tubuhnya lengkap dan bisa dikatakan sehat secara fisik

namun tetap mengemis.

Peneliti menggunakan teori menurut Indra Pratama dalam Engkus

Kuswarno (2009:26) untuk menkategorikan pengemis di Kota Serang yaitu:

1. Pengemis Berpengalaman

Lahir karena tradisi. Bagi pengemis yang lahir karena tradisi, tindakan

mengemis adalah tindakan kebiasaan. Mereka sulit menghilangkan

kebiasaan tersebut karena orientasinya lebih pada masa lalu (motif

sebab).

2. Pengemis kontemporer kontinu tertutup

Hidup tanpa alternatif. Bagi kelompok pengemis yang hidup tanpa

alternatif pekerjaan lain, tindakan mengemis menjadi satu-satunya

pilihan yang harus diambil. Mereka secara kontinu mengemis, tetapi

mereka tidak mempunyai kemampuan untuk dapat hidup dengan

bekerja yang akan menjamin hidupnya dan mendapatkan uang.

3. Pengemis kontemporer kontinu terbuka

Hidup dengan peluang. Mereka masih memiliki alternatif pilihan,

karena memiliki keterampilan lain yang dapat mereka kembangkan

untuk menjamin hidupnya. Hanya saja keterampilan tersebut tidak

Page 189: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

170

dapat berkembang, karena tidak menggunakan peluang tersebut

dengan sebaik-baiknya atau karena kekurangan potensi sumber daya

untuk mengembangkan peluang tersebut.

4. Pengemis kontemporer temporer

Hidup musiman. Pengemis yang hanya sementara dan bergantung pada

kondisi musim tidak dapat diabaikan keberadaannya. Jumlah mereka

biasanya meningkat jika menjelang hari raya. Daya dorong daerah

asalnya karena musim kemarau atau gagal panen menjadi salah satu

pemicu berkembangnya kelompok ini.

5. Pengemis rencana

Berjuang dengan harapan. Pengemis yang hidup berjuang dengan

harapan pada hakikatnya adalah pengemis yang sementara. Mereka

mengemis sebagai sebuah batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaan

lain setelah waktu dan situasinya dipandang cukup.

Berdasarkan temuan dari peneliti pengemis di Kota serang masuk pada

kategori ke 3. Peneliti melihat pengemis ini masih sanggup untuk bekerja dan

memiliki keterampilan untuk bekerja ataupun usaha namun mereka memilih

untuk mengemis dikarenakan mengemis adalah cara yang mudah tanpa

memerlukan banyak modal atau biaya untuk mendapatkan uang.

Tabel 4.6

Temuan Lapangan

Boundary Category, Ulrich (dalam Riswanda 2016:9)

Dimensi Temuan Lapangan

Sumber motivasi (sources of

motivation)

1. Pihak yang memproduk atau yang membuat program

ini adalah Dinas Sosial Kota Serang. Dinas Sosial juga

yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab

terhadap program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis ini.

Page 190: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

171

2. Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksaan program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini yaitu Dinas

Sosial Kota Serang sebagai leading sector, Satuan

Polisi Pamong Praja Kota Serang, Dinas Pendidikan

Kota Serang, Dinas Kesehatan, Dinas Kependudukan

dan Catatan Sipil Kota Serang, Dinas Tenaga Kerja

Kota Serang, bahkan kepolisian yang ikut menangani

anak jalanan.

3. Tujuan dari program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis ini yaitu untuk mengurangi jumlahnya dan

juga merubah prilaku dan mindset para gelandangan

dan pengemis, dengan cara memberikan pembinaan,

memberikan keterampilan dan keahlian kepada para

gelandangan dan pengemis agar mereka mempunyai

keterampilan dan keahlian sehingga para gelandangan

dan pengemis ini untuk tidak terus berada di jalanan

dan juga mereka bisa mencari nafkah dengan tidak

meminta-minta.

4. Yang menjadi sasaran dari program rehablitasi

gelandangan dan pengemis ini yaitu para gelandangan

dan pengemis.

5. Yang terkena dampak dari program rehablitasi

gelandangan dan pengemis ini adalah para gelandangan

dan pengemis itu sendiri sehingga masyarakat juga ikut

merasakan dampak dari program ini

6. yang menjadi kendalanya dalam program rehabilitasi

gelandangn dan pengemis itu adalah SDM yang kurang

memadai, ada juga dari tempat penampungan dan

tempat rehablitasi para gelandangan dan pengemis,

kurangnya keharmonisasian dan kurangnya koordinasi

dari organisasi perangakat daerah terkait, dan juga

anggaran yang belum memadai serta kurangnya peran

serta masyarakat untuk mematuhi peraturan daerah

yang melarang memberikan uang pada pengemis.

7. Pihak yang bertanggung jawab atas masalah-masalah

yang terjadi dalam program rehablitasi gelandangan

dan pengemis ini yaitu terutama Dinas Sosial Kota

Serang sebagai instansi yang menjadi penanggung

jawab program, namun seluruh elemen masyarakat juga

harus bertanggung jawab untuk ikut andil dalam

program ini dengan tidak memberi apapun kepada

gelandangan dan pengemis. Selain itu instansi-instansi

terkait juga harus mempunyai rasa tanggung jawab

Page 191: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

172

dalam menangani masalah yang ada.

8. Upaya-upaya yang di lakukan oleh pihak-pihak yang

bertanggung jawab dalam mengatasi masalah yang

terjadi adalah seperti dari kekurang Sumber Daya

Manusia (SDM) pihak Dinas Sosial Kota Serang

membentuk sebuat satuan tugas (Satgas) atau Petugas

Sosial yang akan membantu Dinas Sosial dalam

menangani para gelandangan dan pengemis. Hampir

sama seperti pihak Dinas Sosial, Satpol PP melakukan

perekrutan petugas sebanyak 30 orang oleh anggota asli

yang sebanyak 5 orang. Pihak Dinas Sosial dalam

mengatasi masalah anggaran mereka mengirimkan para

gelandangan dan pengemis ke pihak Dinas Sosial

Provinsi Banten untuk di rehablitasi. Sedangkan yang

dilakukan Satpol PP untuk mengatasi anggaran adalah

sering menggunakan dana pribadi untuk setidaknya

melakukan kontrol di jalanan.

9. Program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini

memberikan pengaruh kepada para gelandangan dan

pengemis, karena dalam program rehabilitasi ini

memberikan keterampilan dan keahlian yang nantinya

diberikan modal usaha kepada para gelandangan dan

pengemis untuk bisa menjadi mandiri dan lebih

produktif, sehingga tidak harus kembali lagi ke jalanan.

10. tolak ukur keberhasilan dari program ini adalah

berkurangnya jumlah gelandangan dan pengemis di

setiap tahunnya. Kemudian tercapainya jumlah para

gelandangan dan pengemis yang ingin direhab dari

jumlah yang ditargetkan di awal. Selain itu pula para

gelandangan dan pengemis ini sadar dan tidak balik-

balik lagi ke jalanan, serta kesadaran dari masyarakat

untuk tidak memberi kepada para gelandangan dan

pengemis.

Sumber kekuatan (sources of

power)

1. Yang berhak mengambil keputusan dalam program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini adalah

masing-masing pihak yang mempunyai

kewenangan. Seperti Dinas Sosial Kota Serang

yang menjadi penanggung jawab program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini

mempunyai kewenangan untuk memutuskan apa

yang akan dilakukan. Satpol PP memiliki

kewenangan dalam menjaring dan merazia para

Page 192: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

173

gelandangan dan pengemis, maka dari itu Satpol PP

memiliki kewenangan dalam pengambilan

keputusan untuk urusan merazia para gepeng.

2. Perda Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 tentang

penyakit masyarakat belum cukup kuat guna

mecegah adanya pengemis serta belum cukup kuat

pula untuk menjadi dasar hukum untuk program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis sehingga

perlunya merevisi isi dari perda tersebut.

3. Peraturan Daerah ini bertujuan untuk menciptakan

ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan

kepastian hukum, dengan melarang kegiatan yang

termasuk dalam kategori penyakit masyarakat di

Daerah.

4. Dinas Sosial Kota Serang dan Dinas Sosial Provinsi

Banten melakukan koordinasi dalam pelaksanaan

program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini.

Pelayanan yang diberikan kepada gelandangan dan

pengemis berupa pembinaan keagamaan,

pendidikan, pelatihan menyablon, tata boga dan

montir motor.

5. Kebutuhan para gelandangan dan pengemis sudah

dipenuhi walaupun tidak dipenuhi 100% karena

memang anggaran yang adapun belum memadai.

Para gelandangan dan pengemis pun diberi bantuan

hanya pada proses perehaban saja, dalam proses

perehaban mereka diberikan makan setiap harinya,

diberikan pelatihan, dan diberikan peralatanya juga

jika di dalam program rehabilitasi tersebut.

Pengemis yang masih anak-anak pun diberikan

kebutuhan sesuai yang apa yang mereka inginkan

seperti ingin masuk pesantren, pihak Dinas Sosial

Kota Serang pun memasukannya ke pesantren.

Dinas Sosial Kota Serang sudah memenuhi

kebutuhan para gelandangan dan pengemis

walaupun belum memenuhi kebutuhan secara

maksimal dan belum total 100%.

6. Sumber daya manusia dalam penyelenggaraan

program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini

kurang memadai.

7. Anggaran untuk menunjang program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini belum memadai.

8. Sarana dan prasarana sebagai penunjang program

Page 193: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

174

rehabilitasi gelandangan dan pengemis yang

dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang belum

memadai.

9. Pengawasan untuk program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini hanya dilakukan

oleh pihak Dinas Sosial Kota Serang Saja, pihak

Satpol PP sebagai pihak yang merazia para

gelandangan dan pengemis tidak diikut sertakan

karena memang bukan menjadi kewenangan dan

pihak Satpol PP. Pihak Satpol PP hanya di libatkan

jika Dinas Sosial membutuhkannya saja. Dalam

pengawasan ini tenaga kesejahteraan sosial

kecamatan serang lah yang dilibatkan dalam

pengawasan.

10. Hal yang di evaluasi dalam program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini adalah dari segi

sarana dan prasarana, anggaran, dan juga sumber

daya manusia yang belum memadai. Dinas Sosial

Kota Serang juga mengevaluasi kinerja dari petugas

sahabat anak yang menangani pengemis yang masih

anak-anak atau yang sering di kenal dengan anak

jalanan. Selain itu Dinas Sosial mengevaluasi

bagaimana penjangkauan terhadap para

gelandangan dan pengemis, dan juga Dinas Sosial

mengevaluasi kepedulian lingkungan para

gelandangan dan pengemis yang ada di jalanan.

Dinas Sosial Kota Serang juga menginginkan

adanya unit pelaksana tugas (UPT) yang khusus

menangani masalah gelandangan dan pengemis ini.

Sumber pengetahuan (sources

of knowledge)

1. Dinas Sosial berperan sebagai leading sector dan

juga penanggung jawab program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis. Yang mana dalam

merumuskannya yaitu pertama dari kepala seksi

rehabilitasi sosial tuna sosial, yang nantinya di

koordinasikan dengan kepala bidang dan

selanjutnya diberikan kepada kepala dinas untuk

dimintai persetujuannya.

2. Satpol PP dan TKSK tidak terlibat dalam

perumusan program rehabilitasi ini karena mereka

beranggapan hal itu diluar wewenangnya masing-

masing dan itu ada urusan internal Dinas Sosial

Kota Serang.

Page 194: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

175

3. Yang menjadi faktor pendukungnya adalah dengan

adanya kerjasama dengan pihak-pihak terkait yang

berhubungan dengan program ini seperti Dinas

Sosial Provinsi Banten, Panti Sosial Bina Karya

(PSBK) Bekasi dan juga dinas-dinas atau instansi

terkait. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat

utamanya adalah anggaran dari Dinas Sosial Kota

Serang itu sendiri yang kurang memadai, belum

adanya tempat pusat rehabilitasi, dan juga belum

memadainya Sumber Daya Manusia yang dimiliki

Dinas Sosial Kota Serang.

4. Yang di hasilkan dari rumusan program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini yaitu menghasilkan

langkah-langkah yang akan dilakukan dalam

pelaksanaan program, mengatur anggaran yang ada,

merencanakan bagaimana memberikan pembinaan

serta melakukan koordinasi dengan pihak-pihak

terkait.

Sumber pengesahan (sources

of legitimation)

1. Para gelandangan dan pengemis menginginkan

perhatian dari pemerintah untuk memberikan

bantuan kepada para gelandangan dan pengemis

agar bisa membuka usaha.

2. Para gelandangan dan pengemis berpendapat bahwa

yang menjadi faktor mereka menjadi gelandangan

dan pengemis adalah faktor ekonomi. Selain itu

Mereka beranggapan bahwa dengan cara mengemis

ini mereka dapat dengan mudah mendapatkan uang

daripada harus bekerja.

3. Tidak membeda-bedakan pemberian hak-hak

kepada para gelandangan dan pengemis dalam

proses rehabilitasi. Namun dengan kondisi

anggaran yang tidak memadai dan juga ketidak

mauan para gelandangan dan pengemis untuk

direhab biasanya hanya beberapa saja yang direhab

oleh Dinas Sosial Kota Serang ataupun dikirim ke

panti sosial.

4. Yang mempunyai wewenang untuk melayani dan

menangani pengaduan terkait masalah gelandangan

dan pengemis ini adalah Satpol PP. Diperlukannya

peran serta masyarakat jika menemukan tindakan

prilaku yang menjurus kepada penyakit masyarakat

untuk melaporkan kepada Satpol PP dalam bentuk

Page 195: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

176

tertulis yang mana waktu dan tempatnya haruslah

jelas.

5. Semua pandangan dari agama Islam, Katolik dan

Budha memandang bahwa yang dilakukan oleh

gelandangan dan pengemis itu adalah negatif dan

tidak boleh dilakukan karena hal itu mencirikan

sifat malas dari individu yang tidak mau berusaha

dengan cara yang benar.

6. Dalam agama budha sendiri orang yang menjadi

gelandangan dan pengemis dikarenakan di masa

lampaunya dan masa sekarang orang tersebut tidak

mempunya harta dan orang tersebut terlahir

kembali menjadi gelandangan dan pengemis. serta

pada kehidupan lampaunya orang tersebut

menelantarkan orang tuanya.

7. Menurut pandangan pribadi dari seorang yang

beragama katolik yaitu Sekretaris Gereja Kristus

Raja Serang yang beranggapan bahwa para

gelandangan dan pengemis ada ciri dari orang yang

malas dan tidak mau berusaha untuk mencari

nafkah dari cara yang lebih baik dan lebih

terhormat walaupun pada kenyataannya mereka

tidak benar-benar miskin.

8. Pandangan dari agama islam bahwa kegiatan

mengemis atau meminta-minta itu diharamkan

hukumnya. Namun dalam islam dianjurkan

umatnya untuk selalu bersedekah khususnya kepada

fakir miskin. Namun banyak biasanya para

pengemis menyalah artikan paham yang

menjelaskan bahwa di dalam rezeki seseorang ada

rezeki orang-orang miskin. Dengan hal ini para

gelandangan dan pengemis melakukan kegiatannya

dengan dalih tersebut.

9. Gelandangan dan pengemis adalah seseorang yang

malas bekerja dan tidak mau berusaha. Dari dari

aktivitas gelandangan dan pengemis ini sangatlah

mengganggu masyarakat, khususnya di lampu-

lampu merah.

10. Gelandangan dan pengemis dibagi menjadi dua

yaitu alamiah dan juga dikoordinir. Pengemis

alamiah yang dimaksud adalah gelandangan dan

pengemis asli masyarakat Kota Serang yang

miskin. Sedangkan yang dikoordinir adalah

Page 196: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

177

gelandangan dan pengemis yang berasal dari luar

Kota Serang seperti dari Tangerang maupun

Pandeglang dan mereka mencari penghidupan di

Kota Serang. Faktor-faktor seseorang menjadi

gelandangan dan pengemis yaitu faktor keluarga,

faktor lingkungan dari gelandangan dan pengemis.

11. Keterlibatan lembaga keagamaan seperti Vihara

Avalokitesvara Banten tidak ikut secara langsung.

Namun vihara memiliki program dengan

membentuk puskesmas untuk masyarakat sekitar

yang bertujuan untuk melayani masyarakat dari sisi

kesehatan.

12. Keterlibatan lembaga keagamaan seperti Gereja

Paroki Raja Serang tidak ikut secara langsung.

Namun Gereja Paroki Raja Serang membuat

program dengan menyalurkan sebagian gajinya ke

lembaga teruntu untuk disalurkan lagi kepada yang

membutuhkannya. Selain itu juga ada program

menyantuni para yatim piatu serta ada bakti sosial

yang dilakukan oleh para pemuda.

Sumber : Peneliti, 2018

Page 197: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

178

Sebetulnya

Gambar 4.1

Temuan Lapangan

Sebetulnya dan Seharusnya

Seharusnya

Program

Rehabilitasi

Gelandangan dan

Pengemis

Peraturan Daerah Kota Serang

Nomor 2 Tahun 2010 Tentang

Penyakit Masyarakat

Berkurangnya jumlah

gelandangan dan

pengemis di setiap

tahunnya

Memadainya sumber

daya baik itu manusia

maupun dana anggaran

dalam program

rehabilitasi ini. Dan juga

memadainya sarana dan

prasarana.

Diperkuatnya Perda Kota

Serang Nomor 2 Tahun

2010 Tentang Penyakit

Masyarakat dalam

mengatasi masalah

gelandangn dan pengemis

Diperkuatnya Koordinasi

antara Dinas Sosial Kota

Serang dengan instansi-

instansi terkait

pelaksanaan program

rehabilitasi ini

Belum tercapainya tolak

ukur keberhasilan

program rehabilitasi ini

yaitu berkurangnya

jumlah gelandangan dan

pengemis di setiap

tahunnya

Belum memadainya

sumber daya baik itu

manusia maupun dana

anggaran dalam

program rehabilitasi ini.

Serta belum

memadainya sarana dan

prasarana.

Belum cukup kuatnya

Perda Kota Serang Nomor

2 Tahun 2010 Tentang

Penyakit Masyarakat dalam

mengatasi masalah

gelandangn dan pengemis

Masih lemahnya Koordinasi

antara Dinas Sosial Kota

Serang dengan instansi-

instansi terkait pelaksanaan

program rehabilitasi ini

Page 198: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

179

Persepektif Keagamaan

Budha

Katolik

Islam

Masyarakat

terganggu adanya

gelandangan dan

pengemis

Dinas Sosial

Kota Serang

Satpol PP

Kota Serang

Islam Mengharamkan

menjadi pengemis

Tidak adanya

larangan khusus

namun tidak

membenarkan

menjadi

gelandangan

pengemis

Faktor menjadi gelandangan

pengemis karena faktor ekonomi

Melihat bahwa

gelandangan

pengemis

dikoordinatori oleh

pihak-pihak tertentu

Perda

tersebut

belum

cukup kuat

Gambar 4.2

Temuan Lapangan

Skema Penelitian Analisis Kritis

Persepektif Masyarakat

Persepektif Akademisi Persepektif Pemerintah

Program

Rehabilitasi Sosial

Peraturan Daerah

Kota Serang Nomor

2 Tahun 2010

Tentang Penyakit

Masyarakat

Gelandangan

Pengemis

Dasar Hukum

Larangan Masih banyaknya

masyarakat yang

masih acuh dan tidak

tahu tentang larangan

memberi pengemis

Penegakan perda yang

kurang tegas dan masih

kurang untuk

disosialisasikan

Masih adanya

toleransi

dengan alasan

kemanusiaan

Page 199: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

180

Dari skema penelitian di atas peneliti dapat menjelaskan bahwa dalam

Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Penyakit

Masyarakat ini mengatur bagaimana larangan terhadap masyarakat untuk menjadi

gelandangan dan pengemis, memaksa seseorang untuk menjadi pengemis dan

melarang memberikan apapun kepada pengemis sebagaimana dalam pasal 9 ayat

1-3 yang berbunyi:

1. Setiap orang dilarang menjadi gelandangan dan pengemis.

2. Setiap orang dilarang menyuruh atau memaksa orang lain menjadi

pengemis.

3. Setiap orang dilarang memberikan uang ataupun lainnya kepada

pengemis.

Dalam hal ini perda tentunya melarang setiap kegiatan yang dilakukan

oleh gelandangan dan pengemis sebagaimana yang dijelaskan pada pasal 9 ayat 1-

3. Tidak hanya melarang para gelandangan dan pengemis, Peraturan Daerah Kota

Serang Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Penyakit Masyarakat menjadi dasar hukum

adanya program rehabilitasi sosial untuk penangan gelandangan dan pengemis,

sebagaimana dalam pasal 17 ayat 1-3:

1. Pemerintah Daerah dan masyarakat wajib melakukan pembinaan terhadap

orang atau sekelompok orang yang terbukti melakukan perbuatan penyakit

masyarakat.

2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilaksanakan melalui

kegiatan rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial.

3. Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 2, dilaksanakan

melalui kegiatan:

a. Bimbingan, pendidikan, pelatihan dan keterampilan

teknis;

b. Bimbingan, penyuluhan rohaniah dan jasmaniah;

c. Penyediaan lapangan kerja atau penyaluran tenaga

kerja.

Page 200: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

181

Dalam penjelasan dari pasal ini pun pemerintah wajib membuat sebuah

pembinaan terhadap penyakit masyarakat termasuk juga gelandangan dan

pengemis. Sedangkan pembinaan tersebut dilakukan melalui kegiatan rehabilitasi

sosial yang kegiatan meliputi bimbingan pendidikan, pelatihan dan keterampilan

teknis, bimbingan penyuluhan rohaniah dan jasmaniah, penyediaan lapangan kerja

atau penyaluran tenaga kerja.

Dapat disimpulkan bahwa Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun

2010 Tentang Penyakit Masyarakat melahirkan sebuah larangan terhadap

gelandangan dan pengemis dan juga menjadi dasar hukum adanya program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis.

Berbagai persepektif pun muncul dalam penelitian ini terkait masalah

gelandangan dan pengemis. Persepektif muncul dari berbagai kalangan seperti

persepektif dari pemerintah, akademisi, masyarakat dan keagamaan serta

persepektif juga muncul dari target sasaran yaitu gelandangan dan pengemis.

Dari persepektif target sasaran yaitu gelandangan dan pengemis mereka

mengatakan bahwa yang menjadi faktor mereka menjadi gelandangan dan

pengemis adalah faktor ekonomi. Selain itu Mereka beranggapan bahwa dengan

cara mengemis ini mereka dapat dengan mudah mendapatkan uang daripada harus

bekerja. Para gelandangan dan pengemis menginginkan adanya perhatian dari

pemerintah untuk memberikan bantuan kepada mereka agar bisa membuka usaha

sendiri.

Persepektif keagamaan sendiri memandang gelandangan dan pengemis

berupa kegiatan yang negatif dan dan tidak boleh dilakukan karena hal itu

Page 201: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

182

mencirikan sifat malas dari individu yang tidak mau berusaha dengan cara yang

benar. Dalam agama budha sendiri orang yang menjadi gelandangan dan

pengemis dikarenakan di masa lampaunya dan masa sekarang orang tersebut tidak

mempunya harta dan orang tersebut terlahir kembali menjadi gelandangan dan

pengemis. Selanjutnya, pada kehidupan lampaunya orang tersebut menelantarkan

orang tuanya. Menurut pandangan dari seorang yang beragama katolik yaitu

Sekretaris Gereja Kristus Raja Serang yang beranggapan bahwa para gelandangan

dan pengemis ada ciri dari orang yang malas dan tidak mau berusaha untuk

mencari nafkah dari cara yang lebih baik dan lebih terhormat walaupun pada

kenyataannya mereka tidak benar-benar miskin. Sedangakan menurut pandangan

dari agama islam bahwa kegiatan mengemis atau meminta-minta itu diharamkan

hukumnya. Banyak biasanya para pengemis menyalah artikan paham yang

menjelaskan bahwa di dalam rezeki seseorang ada rezeki orang-orang miskin.

Dengan hal ini para gelandangan dan pengemis melakukan kegiatannya dengan

dalih tersebut.

Persepektif akademisi dalam melihat masalah gelandangan dan pengemis

ini adalah gelandangan dan pengemis dibagi dua, pertama yang alamiah dan

kedua yang dikoordinir. Maksud dari alamiah itu sendiri adalah mereka penduduk

asli Serang dari keluarganya miskin. Sedangkan yang dikoordinir yaitu mereka

bukan penduduk dari Kota Serang melainkan dari kota-kota lain yang mana

mereka mencari penghidupannya di Kota Serang. Untuk yang dikoordinir mereka

bukanlah tanggung jawab pemerintah Kota Serang, sedangkan yang alamiah

memang menjadi kewajiban dari Dinas Sosial Kota Serang. Ada beberapa faktor

Page 202: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

183

seseorang menjadi gelandangan dan pengemis pertama keluarga, kedua faktor

lingkungan. Faktor keluarga yang menjadi faktor utama karena dari faktor

keluarga ada faktor kemiskinan, juga ada faktor pendidikan keluarganya yang

tidak bisa memberikan pendidikan yang berkualitas sehingga anaknya tidak

sekolah akhirnya mereka menjadi gelandangan dan pengemis. Sedangkan faktor

lingkungan lebih ke faktor teman bermain dan bergaul sehari-hari yang

merupakan anak-anak jalanan.

Persepektif masyarakat melihatnya sebagai sifat malas seseorang untuk

bekerja dan hanya mengandalkan belas kasihan orang lain untuk mendapatkan

uang. Hal ini tentunya menjadi gangguan kenyaman untuk masyarakat sendiri

karena terkadang banyak yang meminta-minta dengan cara mamaksa.

Dari persepektif pemerintah sendiri dalam mamandang masalah

gelandangan dan pengemis ini yaitu gelandangan dan pengemis sebagai masalah

yang di latar belakangi oleh masalah ekonomi sehingga muncul masalah baru

yaitu masalah sosial berupa gelandangan dan pengemis ini. Maka dari itu

pemerintah membuat suatu program pembinaan yang bertujuan untuk mengurangi

jumlah dari gelandangan dan pengemis itu sendiri.

Dari skema penelitian ini peneliti menyimpulkan bahwa Peraturan Daerah

Kota Serang nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan, pemberantasan, dan

penanggulangan penyakit masyarakat dijadikan sebagai acuan Dinas Sosial Kota

Serang dalam membuat dan melaksanakan program rehabilitasi gelandangan dan

pengemis, dan juga sebagai pelarangan kepada kegiatan gelandangan dan

pengemis. Gelandangan dan pengemis ini tentunya bila dilihat dari berbagai

Page 203: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

184

persepektif atau sudut pandang seperti unsur masyarakat, unsur keagamaan,

pemerintahan, dan akademisi adalah suatu masalah sosial yang memang harus

diselesaikan.

Page 204: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

181

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Peraturan Daerah Kota Serang nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan,

pemberantasan, dan penanggulangan penyakit masyarakat ini sebenarnya sudah

terlaksana namun pelaksanaannya tersebut belum maksimal dan belum cukup kuat

sebagai acuan Dinas Sosial untuk mengimplementasikan program rehabilitasi

penanganan gelandangan dan pengemis yang dilakukan Oleh Dinas Sosial Kota

Serang ini karena masih banyak yang dilanggar dalam peraturan-peraturan

tersebut. Hal ini tentunya membuat pengimplementasian dari program ini belum

berjalan optimal seperti masih meningkatnya jumlah gelandangan dan pengemis

setiap tahunnya.

1. Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksaan program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini yaitu Dinas Sosial Kota Serang sebagai

leading sector, Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang, Dinas Pendidikan

Kota Serang, Dinas Kesehatan Kota Serang, Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kota Serang, Dinas Tenaga Kerja Kota Serang, bahkan

kepolisian yang ikut menangani anak jalanan yang bertindak kriminal.

Namun pada koordinasinya masih sangat lemah sekali, dan belum

bersinergi dengan baik.

2. Tujuan dari program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini yaitu

untuk mengurangi jumlahnya dan juga merubah prilaku dan mindset para

gelandangan dan pengemis, dengan cara memberikan pembinaan,

Page 205: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

182

memberikan keterampilan dan keahlian kepada para gelandangan dan

pengemis agar mereka mempunyai keterampilan dan keahlian sehingga

para gelandangan dan pengemis ini untuk tidak terus berada di jalanan dan

juga mereka bisa mencari nafkah dengan tidak meminta-minta.

3. Yang menjadi kendalanya dalam program rehabilitasi gelandangn dan

pengemis itu adalah SDM yang kurang memadai, ada juga dari tempat

penampungan dan tempat rehablitasi para gelandangan dan pengemis,

kurangnya keharmonisasian dan kurangnya koordinasi dari organisasi

perangakat daerah terkait, dan juga anggaran yang belum memadai serta

kurangnya peran serta masyarakat untuk mematuhi peraturan daerah yang

melarang memberikan uang pada pengemis.

4. Tolak ukur keberhasilan dari program ini adalah berkurangnya jumlah

gelandangan dan pengemis di setiap tahunnya. Kemudian tercapainya

jumlah para gelandangan dan pengemis yang ingin direhab dari jumlah

yang ditargetkan di awal. Selain itu pula para gelandangan dan pengemis

ini sadar dan tidak kembali lagi ke jalanan, serta kesadaran dari

masyarakat untuk tidak memberi kepada para gelandangan dan pengemis.

Namun peneliti menemukan bahwa fakta di lapangan belum sesuai dengan

apa yang menjadi tolak ukur keberhasilan program ini karena setiap

tahunnya jumlah gelandangan dan pengemis bertambah. Program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh Dinas Sosial

Provinsi Banten akan dihilangkan karena kebijakan pemerintah Provinsi

Page 206: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

183

Banten lebih memfokuskan pembangunan fisik seperti infrastruktur, jalan

raya, dan tempat-tempat umum lainnya.

5. Sumber daya manusia dan Anggaran untuk menunjang penyelenggaraan

program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini kurang memadai. Serta

sarana dan prasarana pada program rehabilitasi gelandangan dan pengemis

yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang inipun belum memadai.

6. Yang menjadi faktor pendukungnya adalah dengan adanya kerjasama

dengan pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan program ini seperti

Dinas Sosial Provinsi Banten, Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Bekasi dan

juga dinas-dinas atau instansi terkait. Sedangkan yang menjadi faktor

penghambat utamanya adalah anggaran dari Dinas Sosial Kota Serang itu

sendiri yang kurang memadai, belum adanya tempat pusat rehabilitasi, dan

juga belum memadainya sumber daya manusia yang dimiliki Dinas Sosial

Kota Serang.

7. Yang mempunyai wewenang untuk melayani dan menangani pengaduan

terkait masalah gelandangan dan pengemis ini adalah Satpol PP.

Diperlukannya peran serta masyarakat jika menemukan tindakan prilaku

yang menjurus kepada penyakit masyarakat untuk melaporkan kepada

Satpol PP dalam bentuk tertulis yang mana waktu dan tempatnya haruslah

jelas.

Page 207: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

184

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian Analisis Kritis Implementasi Program

Rehabilitasi Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Oleh Dinas Sosial Kota

Serang, peneliti mencoba untuk memberikan masukan atau saran agar dalam

penyelenggaraan program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini dapat

berjalan optimal.

1. Merangkul semua kalangan seperti unsur keagamaan seperti dari

MUI, Gereja Paroki Raja Serang, Vihara Avalokitesvara karena

lembaga-lembaga tersebut mempunyai program sosial yang mungkin

bisa berguna untuk program rehabilitasi ini. Selanjutnya unsur

masyarakat seperti kumpulan pemuda Karang Taruna untuk ikut

mensosialisasikan program rehabilitasi ini dan juga ikut membantu

dalam proses perehaban. Selain itu akademisi seperti Dosen-dosen

yang biasanya melakukan penelitian terkait masalah-masalah sosial

sebaiknya ikut sertakan untuk menjadi tenaga ahli dalam program

rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini karena biasanya mereka

mempunyai inovasi tentang bagaimana penanganannya.

2. Mensosialisasikan peraturan daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun

2010 Tentang Penyakit Masyarakat dan program anti memberi

pengemis kepada masyarakat luas melalui media sosial, cetak,

maupun elektronik.

Page 208: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

185

3. Pemerintah sebaiknya melakukan rehabilitasi di lingkukan para

gelandangan dan pengemis agar lingkungan para gelandangan dan

pengemis itu tidak mempengerahui untuk balik lagi ke jalan.

4. Pihak Dinas Sosial sebaiknya melakukan koordinasi dengan tokoh

masyarakat setempat seperti RT/RW untuk bisa membantu dalam

proses pembinaan dan pendataan, karena para RT/RW biasanya

memiliki data lengkap dari warganya.

Page 209: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Agustino, Leo. 2012. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta.

Kuswarno, Engkus. 2009. Fenomenologi: Metode penelitian komunikasi.

Bandung: Widya Padjadjaran

Moleong, Lexy.J., 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosa

Karya.

Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Prespektif Rancangan

Penelitian. Yogyakarta. Ar-Ruzz Media

Riswanda. 2016. Metode Penelitian Kebijakan (Publik): Critical System

Discourse

dalam Analisis Penelitian Kualitatif Kontemporer, handbook Metodologi

Penelitian Kualitatif, CPMS Universitas Parahyangan- Asosiasi Peneliti

Kualitatif Indonesia (AKPI).

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2005. Masalah-Masalah Kemasyarakatan di Indonesia.

Jakarta: Sinar Harapan

Soetari, Endang. 2014. Kebijakan Publik. Bandung: CV Pustaka Setia

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Memahami Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Suharto, Edi. 2013. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia. Bandung:

Alfabeta.

Sumodinigrat, Gunawan. 2004. Otonomi Daerah Dalam Penanggulangan

Kemiskinan. Jakarta: PerPod

Suud, Mohammad. 2006. 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Prestasi

Pustaka Publisher.

Dokumen:

Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pencegahan,

Pemberantasan Dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat.

Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan

dan Pengemis.

Page 210: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Sumber lainnya:

Amalia, Rizki. 2013. Skripsi Universitas Negeri Semarang Fakultas Ilmu Sosial

Program Studi Ilmu Politik Dan Kewarganegaraan. Rehabilitasi Pengemis

Di

Kota Pemalang (Studi Kasus di Balai Rehabilitasi Sosial “Samekto Karti”

Pemalang I).

Nitha Chitrasari, 2012. Skripsi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik. Kinerja Dinas Sosial Kota Cilegon Dalam

Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Di Kota Cilegon.

Iqbali, S. 2008. Jurnal. Studi Kasus Gelandangan–Pengemis (Gepeng) Di

Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem. PIRAMIDA, 4(1).

Nabila, Fairuzia Nisa, et al. Jurnal. “BRAINWASHING MOTIVASI” TEKNIK

MINIMALISASI PENGEMIS DENGAN MAKSIMALISASI POTENSI DAN

MOTIVASI MELALUI KONSEP BRAINWASHING. Program Kreativitas

Mahasiswa-Gagasan Tertulis (2014).

Badan Pusat Statistik Kota Serang. 2017. Kota Serang Dalam Angka

http://banten.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/72. Di akses 10 Juni 2016.

http://news.okezone.com/read/2016/09/01/340/1478969/hikayat-kampung

pengemis-di-jantung-kota-serang. Diakses 12 Februari 2016.

https://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=312.

Diakses 12 Februari 2016.

https://serangkota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/4. Diakses 20 November

2017.

http://www.satubanten.com/index.php/news/banten-news/item/1094-pemkot-

cilegon-akan-bangun-panti-rehabilitasi-terpadu. Diakses 2 Maret 2017.

Page 211: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Wildan Firdaus

Data Pribadi

Tmp, Tgl Lahir : Bogor, 16 Maret 1995

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Kp Susukan RT 01/02. Desa Gunung Picung Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.

Kontak

Telepon : 083813223108

Email : [email protected]

HOBI

Sepak Bola

Bola Basket

Game

CURRICULUM VITAE

Pengalaman Organisasi

OSIS SMAN 1 PAMIJAHAN

» Periode 2012

HIMPUNAN MAHASISWA ILMU ADMINISTRASI NEGARA

» Periode 2015

Pendidikan

FORMAL

SDN Gunung Picung 04

» Tahun 2001 – 2007

SMP PGRI GUNUNG PICUNG

» Tahun 2007 – 2010

SMAN 1 PAMIJAHAN

» Tahun 2010 – 2013

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

» Tahun 2013 – 2018

Moto Hidup

Lakukan yang terbaik hari ini untuk kehidupan ke depan yang lebih baik

Page 212: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

LAMPIRAN

(SURAT IJIN PENELITIAN)

Page 213: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 214: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 215: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 216: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 217: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

LAMPIRAN

(DOKUMENTASI PENELITIAN)

Page 218: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Pengemis Kota Serang yang dibawah umur

Page 219: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Pengemis di Kota Serang yang membawa anak ataupun bayinya sebagai alat bantu

untuk mendapatkan belas kasihan orang lain

Page 220: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Pengemis (memakai sarung) di Kota Serang yang sedang bertukar uang, hasil dari

mengemisnya dengan seorang pedagang (celana panjang)

Proses penyerahan gelandangan dan pengemis hasil razia Satpol PP ke Dinas

Sosial untuk di tindak lanjuti

Page 221: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Foto Gelandangan yang sedang tertidur di pinggir jalan Sumur Pecung

Foto Kampung Pengemis Desa Sukawana

Page 222: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Wawancara dengan bapak Heli Priyatna selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna

Sosial dan Eks Penyalahgunaan Napza Dinas Sosial Kota Serang

Wawancara dengan ibu Hendri selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Anak dan

Lansia Dinas Sosial Kota Serang

Page 223: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Wawancara dengan Bapak Asep Hanan Selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna

Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten

Wawancara dengan Bapak Haji Juanda selaku Kepala Bidang Penegak Hukum

Daerah Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang

Page 224: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Wawancara dengan Bapak Hasanudin selaku Tenaga Kesejahteraan Sosial

Kecamatan Serang

Wawancara dengan Bapak Dr. H. Furtasan Ali Yusuf selaku Anggota DPRD Kota

Serang sekaligus Ketua STIE Bina Bangsa

Page 225: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Wawancara dengan Bapak Assaji selaku Humas Vihara Avalokitesvara Serang

Wawancara dengan Bapak Stefanus Sekretaris Gereja Katolik Kritus Raja Serang

Page 226: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

LAMPIRAN

LAIN-LAINNYA

Page 227: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 228: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 229: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 230: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 231: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 232: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 233: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 234: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

MEMBERCHECK

Kode : I1.1

Hari/Tanggal : 27 November 2017

Tempat wawancara : Kantor Dinas Sosial Kota Serang

Nama Informan : Heli Priyatna

Pekerjaan / Jabatan : Kepala seksi Rehabilitasi Tuna Sosial Dinas Sosial Kota

Serang

Catatan Wawancara :

Sources of motivation (Sumber motivasi)

1. Siapa atau pihak mana yang secara faktual yang memproduk kebijakan tentang

rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis

Tentunya untuk yang membuat program rehsos gepeng ini yaitu dinsos, yaa khususnya

seksi bagaian yang menangani gelandangan dan pengemis ini, kami juga sebagai

penanggung jawab program ini.

2. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis?

Keterlibatannyan dalam pemerintahan itu, pertama OPD Dinas Sosial Kota Serang yang

harus mempunyai peran sesuai dengan yang ada tupoksinya rehabilitasi. Cuma rehabilitasi

tidak cukup Dinas Sosial bagaimana kalo dia umpamanya pendidikannya ingin

melanjutkan karena tidak mampu, lulusan SMP yang tidak punya izasah maka harus kejar

paket, nah itu terlibatlah Dinas Pendidikan. Kita koordinasi dan bekerjasama dengan

Dinas Pendidikan. Bagaimana cara penanganannya, pengambilannya, wewenang untuk

menangkap dan membawa itu adalah Satpol PP, selain itu juga bagaimana kalo dia nggak

punya dan pengen punya kartu keluarga, pengen punya KTP, nah Dinas Kependudukan

juga harus terlibat, nah bagaimana kalo dia pengen bekerja kalo dia emang sudah punya

keahlian, kita libatkan juga Disnaker.

3. Apa tujuan dan manfaat adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis?

Ya untuk tujuannya mah inginnya kami pemerintah si tetep satu, ingin mengentaskan

kemiskinan kalo tujuan secara umumnya mah itu, sama mengentaskan pengangguran. Ya

Page 235: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

khususnya dari program ini inginnya mah itu, si gepeng itu mendapat keterampilan juga

dia bisa merubah prilakunya sama mainsetnya

4. Siapa yang menjadi sasaran adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis?

Tentunya yang jadi sasaran utamanya itu para gelandangan pengemis, kalo untuk sasaran

utamanya

5. Siapa yang terkena dampak dari adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis?

Sebenernya mah gini ya, yang terkena dampak dari program ini tuh kan para gepeng, ya

artinya program ini memberikan pengaruh ke si gepeng ini biar ga ke jalanan lagi. nah

kalo udah kaya gitu kan, si gepeng udah bisa nyari nafkahnya gak turun ke jalan, bisa juga

kan berdampaknya ke masyarakat. Masyarakatkan nantinya gak keganggu lagi sama

adanya gepeng ini.

6. Apa yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial

gelandangan dan pengemis?

Hal-hal yang jadi kendalanya itu pertama, SDM. Di bagaian bapak satu bidang aja belom

punya staf, harunya mah kasie itu minimal punya satu, pembantu bapak itu harusnya mah

ada minimal satu tapi bapak belom punya. Sebenrmya bukan bapak aja ini yang belom

punya malah di bidang ini belom punya staf. Ya selain itu juga kendalanya kadang-kadang

OPD-OPD lainya itu istilahnya kurang harmonis. Sebenernya kalo bicara soal itu mah

jelek juga, ya mau gimana lagi begitu kenyataannya. Kemudian kami dinsos belom punya

juga tempat penampungan buat para gepeng yang udah di razia sama Satpol PP. Gimana

mau nampung kita juga kantornya masih ngontrak kan ya gitu. Ya otomatis juga

penganggaran juga oleh kita sangat dibutuhkan. Nah tempat rehabilitasi juga tuh, itu yang

pertama tempat rehabilitasi itu belom ada.

7. Pihak mana yang bertanggung jawab dalam menangani permasalahan program

rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis ini?

Harusnya semuanya OPD-OPD terkait ikut bertanggung jawab, ya terutama OPD Dinas

Sosial dan Satpol PP

8. Upaya apa yang dilakukan pemerintah dalam menangani permasalahan terkait

program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?

Saya juga kan gak punya staf, kalo ada anggarannya bapak juga membentuk tim

sukarelawan. Ya artinya semacem petugas sosial, satgas satuan tugas sepuluh orang.

Page 236: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Kalo misakan anggaran kita gada, kita ngirim para gepeng ini ke provinsi, Dinsos provinsi

buat direhab disana kira-kira sepuluh orang kita kirim ke sana, ya salah satu pelayanan

kita kaya gitu kalo anggarannya ngga ada.

9. Apakah program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis sudah memberikan

pengaruh terhadap kesejahteraan gelandangan dan pengemis khususnya?

Ya artinya program ini memberikan pengaruh ke si gepeng ini, ada juga yang sudah

merasakan lelah, kepengen berubah pekerjaannya, ada yang setelah ikut pelatihan anak-

anak berenti ngamen, ya kalo istilahnya mah ikut ngedesain nyetak foto yang namanya itu

pelatihan sablon. Termasuk juga yang telah dilatih montir motor, dia udah bisa buka

bengkel. Tapi ya itu, gak begitu saja berubah jadi sewaktu-waktu dia bisa balik lagi ke

jalan, ya bisa aja ke pengaruh sama temen-temen jalanannya.

10. Apa yang menjadi tolak ukur keberhasilan Seksi Bagian Gelandangan dan Pengemis

dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?

Yang menjadi tolak ukurnya ya sekarang udah keliatan biasanya mah pagi-pagi sampai itu

tuh udah ada para gepeng. Kalo sekarang ya Alhamdulillah, jadi berkurangnya ya gitu,

berkurangnya para gepeng.

Sources of power (Sumber kekuatan)

11. Siapa yang memiliki kekuatan atau yang berwenang untuk memberikan keputusan

dalam program rehablitasi gelandangan dan pengemis?

Kalo yang buat ngambil keputusan mah tentunya pihak yang punya kewenangnya masing-

masing ya kalo kita kan dinsos yang ngasih pembinaan, pelatihan, keterampilan kaya gitu

ya jadinya kalo yang ngambil keputusan di program pembinaan ini mah ya kita. Kalo

Satpol PP kan kewenangannya buat ngejaring, ngerazia para gepengnya, jadi kalo

urusannya soal ngerazia mah pihak Satpol PP.

12. Apakah Perda terkait tentang gelandangan dan pengemis perlu direvisi?

Kalo menurut pandangan saya mah ya tetep perlu direvisi karena dari kata-katanya juga

terlalu kasar. Pemberantasan, disitu ada kata-kata pemberantasan. Ya kalo pemberantasan

harus diberantas lah.

13. Apa saja yang dilakukan Seksi Bagian Gelandangan dan Pengemis dalam memberikan

pelayanan rehablitasi?

Tentunya pelayanan yang diberikan itu pertama ya artinya memberikan pembinaan seperti

kita kumpulkan para gepeng terus kita kasih pembinaan keagamaan biar balik ke jalan

yang benar menurut agama. Terus ya kebutuhannya, kalo memang dia pengen kebutuhan

ya kita berikan dengan cara kemudahan, ya misalkan si gepeng minta pengen pelatihan

Page 237: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

montir motor ya kita berikan lah gitu. Pengiriman ketempat pelatihan atau ketempat

rehabilitasi yang dilaksanak sama pihak Dinsos provinsi

14. Apakah kebutuhan gelandangan dan pengemis selama di rehab telah diberikan secara

maksimal?

Kalo di tempat rehabilitasi si dikasih kebutuhan secara maksimal, itu kalo di tempat

rehabilitasi, ya kalo cuma pembinaan aja belom maksimal. Kalo sampe pendidikan

keterampilan, termasuk juga bantuan peralatannya itu udah maksimal. Ya maksimal sertus

persen si belum. Artinya udah maksimal aja, kalo misalkan dikasih bantuan seratus persen

mah dia juga harus di kasih modal yang sepuluh juta itu.

15. Apakah program rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis didukung oleh

sumberdaya (dana, manusia) yang memadai?

Seperti yang udah jelasin tadi perbidang aja belom punya staf, kasie ini aja kan ga punya

staff. Ya minimal punya satu lah staff.

Dana juga menurut saya mah kurang memadai, tempat rehabilitasi juga kan gada kita mah.

Jadi terkadang kita kirim ke Dinsos provinsi buat direhab

Ya tadi itu kita belum memiliki tempat rehabilitasi untuk para gelandangan dan pengemis.

ya kita aja kantor dinas nya statusnya masih ngontrak, ya istilahnya daripada buat tempat

rehabilitasi mending buat kantor dulu. Rumah singgah juga kan kita belom punya.

16. Bagaimana Dinas Sosial Kota Serang dalam mengawasi implementasi kebijakan

tentang rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis?

Kalo pengawasan dari kita si cuma turun ke jalanan terus ngontrol gepeng itu masih

banyak ga atau yang kemaren kita rehab itu turun lagi ga ke jalan, kalo misalkan jalan-

jalan sepi dari gepeng kan berarti berhasil program kita ini.

17. Bagaimana Dinas Sosial Kota Serang dalam mengevaluasi program rehablitasi sosial

gelandangan dan pengemis?

Ya yang harus dibenahi itu terutama tadi itu tempat rehabilitasi atau UPT, harus ada

secara khusus yang menangani gepeng ini.

Jadi Dinas Sosial itu membawahi yaitu UPT evaluasinya itu. Selain itu juga yang tadi itu

penambahan SDM, kalo untuk anggaran mah itu udah jelas harus ada.

Sources of knowledge (Sumber pengetahuan)

Page 238: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 239: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

MEMBERCHECK

Kode : I1.2

Hari/Tanggal : 11 Januari 2018

Tempat wawancara : Kantor Dinas Sosial Kota Serang

Nama Informan : Hendri

Pekerjaan / Jabatan : Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Anak & Lansia Dinas Sosial

Kota Serang

Catatan Wawancara :

Sources of motivation (Sumber motivasi)

1. Siapa atau pihak mana yang secara faktual yang memproduk kebijakan tentang

rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis

Yang membuat program ini itu adalah kepala seksi sesuai dengan tupoksi, karena yang tau

permasalahan kan dari kita sendiri sesuai dengan tupoksinya

2. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis?

Kepala Bidang disitu juga ada Pak Kadis, kita kan awalnya lihat dari data dan kenyataan

banyak di jalan anak jalanan, gepeng, kita juga ngedata melalui pos sahabat anak itu juga

dibantu oleh Peksos setelah kita melihat data kan terus gimana nih cara penanganannya,

nah maka dari itu kita rempugin bareng-bareng bersama bapak kabid dan bapak kadis.

Banyak juga kita berkoordinasi ada dari lembaga ada juga dinas-dinas terkait yang

menangani tentang program ini. Ya misalkan dengan Disnaker, Kemenag, Dinas

Pendidikan, Dinas Kesehatan yang sesuai tupoksinya kaya BPJS kesehatan, Kepolisian

untuk menangani anak jalanan kaya gitu. Jadi kita ga sendiri

3. Apa tujuan dan manfaat adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis?

sebenernya mah dari tujuannya mah kaya sederhana tapi dalemnya rumet ya, itu

menghilangkan si tidak mungkin, tapi kita meminimalisir jumlahnya.

Page 240: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

4. Siapa yang menjadi sasaran adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis?

Dalam Perda pekat ini kan tidak hanya untuk gepeng dan anak jalanan ataupun pekat yang

lainnya ya, kita kan ada berbasis masyarakat ya otomatis masyarakat juga diikut sertakan,

terutama minimalnya tau bahwa ada peraturan atau perda yang ngelarang gepeng dan anak

jalanan itu tidak boleh gitu kan

5. Siapa yang terkena dampak dari adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis?

Tentunya yang terkena dampaknya itu para gepeng anak jalanan itu sendiri ya, soalnya

kan mereka yang kita kasih pembinaan kasih bantuan, dengan kaya gitukan yang kena

dampak mereka.

6. Apa yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial

gelandangan dan pengemis?

kendalanya memang belum nyambungnya ya antara keinginan dan tujuan pemerintah dan

masyarakat belom sejalan gitu. Karena kita juga sadar diri ya, SDM dari kita Dinas Sosial

kurang ya sehingga tidak mencukupi untuk tenaga di sosialisasi di jalan. Karena kita

harusnya banyak ke jalan ya, nah tenaga itulah kita yang kurang. Sebenernya mah

kendalanya juga kesadaran lah dari kita semua ya khususnya masyarakat bahwa kita disini

punya program buat merubah anak jalanan.

7. Pihak mana yang bertanggung jawab dalam menangani permasalahan program

rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis ini?

Sebenernya semua, cuma kan yang jadi leading sectornya dan tupoksinya Dinas Sosial

Kota Serang ya otomatis kita harus bertanggung jawab merangkul kesemuanya ke OPD

lain atau juga ke masyarakatnya

8. Upaya apa yang dilakukan pemerintah dalam menangani permasalahan terkait

program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?

Dari faktor SDM yang sesungguhnya kami kekurangan. ya walaupun istilahnya kami

melakukan tugas cuma lima orang tapi alhamdulillahnya di dalam lima orang ini kami

merekrut hampir tiga puluh orang. Dia tau upamanya kami operasi yang tiga puluh orang

ini harus ikut karena juga ada SP nya. Kalo dari segi dana kami untuk kontrol aja seperti

yang saya udah jelasin kami sering pake kantong pribadi buat bensin-bensin mah, kan

kalo mau jalan buat ngontrol mah buat bensin mah harus ada.

Page 241: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

9. Apakah program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis sudah memberikan

pengaruh terhadap kesejahteraan gelandangan dan pengemis khususnya?

Kalo untuk kesejahteraannya mah belom, namun berubah gitu dari prilakunya kalo

misalkan kesejahteraan mah dari jumlah segitu palingan yang baru sedikit ya

10. Apa yang menjadi tolak ukur keberhasilan Seksi Bagian Gelandangan dan Pengemis

dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?

Kalo yang jadi tolak ukur keberhasilan dari ibu si sederhana yah, kalo menghilangkan kan

ga mungking, ya minimal mengurangi jumlahnya itu

Sources of power (Sumber kekuatan)

11. Siapa yang memiliki kekuatan atau yang berwenang untuk memberikan keputusan

dalam program rehablitasi gelandangan dan pengemis?

Ya yang mengambil keputusannya ya masing-masing kepala seksi di sini, kita kan

ngerempugin bersama-sama ya.

12. Apakah Perda terkait tentang gelandangan dan pengemis perlu direvisi?

kalo liat dari itu mah diliat dari dalem isi perdanya itu ya belom dilaksanakan semua ya,

buktinya disosialisasikan ke masyarakatnya juga belum ya, misalkan katanya orang-orang

yang ngasih ke gepeng katanya kena sanksi nyatanya tidak kena sanksi. Sehingga perda

itu belom kuat.

13. Apa saja yang dilakukan Seksi Bagian Gelandangan dan Pengemis dalam memberikan

pelayanan rehablitasi?

kami kirimkan anak jalanan itu ke sekolah memberikan program paket c, kita juga

menawarkan kepada anak-anak jalanan siapa yang mau ke sekolah atau ke pesantren

bahwa ada anak jalanan yang minta di beliin baju koko, peci, sarung, kami berikan. Ya

pokoknya kami pengennya mereka berubah biar ga di jalan lagi

14. Apakah kebutuhan gelandangan dan pengemis selama di rehab telah diberikan secara

maksimal?

kalo kebutuhan si kita kasih ya, kaya kemaren ya anak yang pengen masuk pesantren, kita

kerjasama sama Kemenag kita masukin pesantren. Eh baru dua hari si anak itu di jalan

lagi alesannya si pengen sarung, pengen Al-quran peci ibu turutin pengennya kaya gimana

coba, ibu kumplitin deh kita dateng ke orang tuanya kita turutin si anak itu maunya apa.

Ya karena kita pengennya itu si anak ini bisa gitu ga ke jalan lagi

Page 242: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

15. Apakah program rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis didukung oleh

sumberdaya (dana, manusia) yang memadai?

Memangnya juga Dari SDMnya juga kita kekurangan ya, sehingga tidak mencukupi

tenaga untuk kita bersosialisasi di jalan.

Dan untuk dana sendiri, kita di situlah kelemahannya memang minim sekali dari

pendanaannya ya kurang mendukung kalo dari dana. Ya tetapi walau minimnya

pendanaan di situ kita ya minimal kita bisa ngebantu mereka walau sedikit jumlahnya

Ya kita sendiri dinas sosial belum memiliki tempat pusat rehabilitasi untuk para gepeng

atau anjal ini di berikan semacam pembinaan atau pelatihan apa gitu. Ya kita sendiri

bingung ya, kalo buat nampungnya itu.

16. Bagaimana Dinas Sosial Kota Serang dalam mengawasi implementasi kebijakan

tentang rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis?

Ya memang pengawasannya kita melalui petugas pos sahabat anak, apakah dia berfungsi

atau mereka berjalan sesuai dengan tupoksinya dan bisa di manfaatkan gitu. Juga

pengawasannya ke mereka yang dapet bantuan dari kita, kaya gitu pengawasannya.

17. Bagaimana Dinas Sosial Kota Serang dalam mengevaluasi program rehablitasi sosial

gelandangan dan pengemis?

Kalo kita mengevaluasi ya itu tadi, ibu suka mengevaluasi kalo ada pertemuan-pertemuan

baik di intern yang mana melibatkan awal dari kita lihat dari sarana dan prasarana yang

selama ini belom ada buat pembinaannya, anggarannya juga kan sedikit kurang

mendukung. Selain itu juga kita membahas tentang petugas pos sahabat anak, terus jumlah

daripada kita pelaksanaan penjaringan atau penjangkauan bukan termasuk razia kareba

kalo razia itu Satpol PP, terus selain itu juga dari lingkungan para gepeng itu. Nih ada

kepedulian ga nih lingkungan mereka terhadap si gepeng ini di jalan. Dalam hal ini para

gepeng masih banyak tidak yang ada di jalanan.

Sources of knowledge (Sumber pengetahuan)

18. Apa peran Dinas Sosial Kota Serang dalam perumusan program rehablitasi sosial

gelandangan dan pengemis?

Ya kita merumuskan pertama dari kepala seksinya dulu karena kan sesuai dengan

tupoksinya, terus dengan kepala bidang, selanjutnya ke kadin atau kepada dinas untuk

disetujui atau tidak.

Page 243: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 244: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

MEMBERCHECK

Kode : I2.1

Hari/Tanggal : Senin, 27 November 2017

Tempat wawancara : Kantor Satpol PP Kota Serang

Nama Informan : Hj. Juanda

Pekerjaan / Jabatan : Kepala Bidang Pengegak Hukum Daerah Satpol PP Kota

Serang

Catatan Wawancara :

Sources of motivation (Sumber motivasi)

1. Siapa atau pihak mana yang secara faktual yang memproduk kebijakan tentang

rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis

Untuk pembinaan dan rehablitasi dan bantuan lain-lain adalah tugas dari Dinas Sosial,

dalam kapasitas kita itu tugas pokoknya hanya mengeksekusi dari tempat kejadian terus

dikirim ke dinas sosial, yang buat program ini kan dinas sosial, jadi yang ngebina,

ngerehab, yang ngasih bantuan itu Dinas Sosial dan juga perencanaan dan segala

sesuatunya ada di Dinas Sosial, soalnya mereka yang buat programnya.

2. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis?

Dalam rehabilitasi gepeng ini kita emang dilibatkan sesuai tupoksi kita yaitu menjaring

atau merazia para gepeng yang ada dijalanan. Ini juga kan masuk kewenangan kita, terus

tupoksi kita ini kan dari perwal yang didasari oleh perda pekat tersebut.

3. Apa tujuan dan manfaat adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis?

Dari kita mah tujuannya pengen si gepeng ini ngerasa kapok lah ada di jalanan, jadi

mereka itu si gepeng ini gak balik-balik ke jalan lagi, kan dengan kaya gitu bisa ngubah

mainsetnya.

4. Siapa yang menjadi sasaran adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis?

Page 245: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Pastinya yang kita jadiin target sasaran para penyakit masyarakat termasuk juga para

gelandangan dan pengemis. Kita kan sebagai penegak hukum daerah, ya kita tugasnya

merazia para pekat penyakit masyarakat ini termasuk juga para gepeng.

5. Siapa yang terkena dampak dari adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis?

Masyarakat akan dirasakan langsung dampaknya, coba kalo misalkan program ini bisa

istilahnya membuat si gepeng ini sadar, tentunya dampaknya ke masyarakat, masyarakat

ga ke ganggu lagi dong ama aktifitas gepeng ini.

6. Apa yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial

gelandangan dan pengemis?

Kendalanya dari kita itu kurangnya SDM, kurangnya disini itu dari segi kuantitas ya

bukan dari kualitas. Kalo dari kualitas si saya yakin lah kualitasnya bagus, tapi disini kami

hanya kekurangan kuantitas. Selain itu juga dari segi finansial, nah ini ni yang susah. Nah

kaya yang saya sebutin tadi susah kalo ga ada duit mah mau jalannya ajasusah, ya mau

gimana lagi itu faktanya. Ya terkadang anggaran untuk kita kontrol aja, terkadang pake

kantong pribadi itu istilahnya buat bensin-bensin doang mah.

7. Pihak mana yang bertanggung jawab dalam menangani permasalahan program

rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis ini?

Kan yang jadi penanggung jawab program ini kan Dinas Sosial, jadi kalo misalkan ada

masalah-masalah yang terjadi dinsosnya yang bertanggung jawab, kalo kita bertanggung

jawab kalo tiap penjaringan, ngerazia, baru kita yang tanggung jawab.

8. Upaya apa yang dilakukan pemerintah dalam menangani permasalahan terkait

program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?

Dari faktor SDM yang sesungguhnya kami kekurangan. ya walaupun istilahnya kami

melakukan tugas cuma lima orang tapi alhamdulillahnya di dalam lima orang ini kami

merekrut hampir tiga puluh orang. Dia tau upamanya kami operasi yang tiga puluh orang

ini harus ikut karena juga ada SP nya. Kalo dari segi dana kami untuk kontrol aja seperti

yang saya udah jelasin kami sering pake kantong pribadi buat bensin-bensin mah, kan

kalo mau jalan buat ngontrol mah buat bensin mah harus ada.

9. Apakah program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis sudah memberikan

pengaruh terhadap gelandangan dan pengemis khususnya?

Page 246: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Pastinya ngasih pengaruh ke si para gepeng, ya sedikit banyaknya ngasih pengaruh ke si

gepeng. Ada juga kan yang udah direhab dia berenti ngamen ngemis dia jadi usaha

dagang, ya sedikit banyaknya ngasih pengaruh.

10. Apa yang menjadi tolak ukur keberhasilan Seksi Bagian Gelandangan dan Pengemis

dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?

Tugas Satpol PP itu cuma eksekutor pembinaannya kan dari Dinsos, tugas kita tuh cuma

sedikit cuma pelarangan saja. Ya disini yang menjadi tolak ukur kita para gepeng ini ga

balik lagi ke jalan, dan masyarakatnya juga sadar kalo ngasih para pengamen pengemis itu

dilarang, jadi kalo misalkan ada gepeng yang minta-minta coba lah jangan dikasih, ya

walaupun istilahnya kita ngerasa ga tega iba ke si gepeng itu. Soalnya nanti kebiasaan

buat para si gepeng.

Sources of power (Sumber kekuatan)

11. Siapa yang memiliki kekuatan atau yang berwenang untuk memberikan keputusan

dalam program rehablitasi gelandangan dan pengemis?

Yang punya kewenangan dalam urusan merazia itu kan Satpol PP, jadi yang berhak

mengambil dalam urusan merazia itu pihak kami, Satpol PP. Kita mah gausah kemana

mana dulu, kita ngejalanin undang-undangnya dulu, amanatnya dulu gausah ke yang lain,

jadi kita kalo langsung ke sasaran dasarnya apa kita ngelakuin itu.

12. Apakah program rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis didukung oleh

sumberdaya (dana, manusia) yang memadai?

Yang saya jelasin tadi SDM di kita kekurang dari segi jumlahnya secara kuantitas kita

kekurangan.

Nah untuk dana juga kita juga kekurangan tadi juga saya udah jelasin kalo misalkan kita

buat kontrol-kontrol gitukan butuh uang transport, buat orang yang kontrol juga kan butuh

buat untuk ngopi-ngopi mah.

Nah terkadang kita bingung nih pas kita baru beres ngejaring, si para gepeng ini mau di

kemanain nih. Dinsos juga belom punya tempat penampungan gitu. Semacem tempat buat

ngerehabnya juga belom ada.

13. Bagaimana Keterlibatan Satpol PP dalam mengawasi implementasi kebijakan tentang

rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis?

Page 247: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 248: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

MEMBERCHECK

Kode : I3.1

Hari/Tanggal : Senin, 18 Desember 2017

Tempat wawancara : Kantor Dinas Sosial Provinsi Banten

Nama Informan : Asep Hanan

Pekerjaan / Jabatan : Kepala seksi Rehabilitasi Tuna Sosial Dinas Sosial Provinsi

Banten

Catatan Wawancara :

Sources of motivation (Sumber motivasi)

1. Siapa atau pihak mana yang secara faktual yang memproduk kebijakan tentang

rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?

Yang punya kewenangan membuat program rehabilitasi ini si di kabupaten/kota ya, kalo

di kota kan Dinas Sosial Kota Serang ya.

2. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis?

Kalo untuk di lapangan itu misalkan penertiban, ngerazia para gepeng itu kan

kewenangannya ada di Kabupaten/Kota yaitu di Dinas Sosial Kota Serang dan juga Satpol

PP nya

3. Apa tujuan dan manfaat adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis?

Kalo tujuan program rehablitasi gepeng ini tentunya pengen ngerubah mindsetnya lah dari

tadinya dia ngemis, dia bisa usaha kecil-kecilan kaya jualan gorengan atau buka warung

kecil kaya gitu. Kan kalo program rehabilitasi ini, si gepeng keterampilan kaya bikin kue,

atau keterampilan montir, dan kalo dia mau dia dikasih modal sama kita. Ya kalopun

misalkan gak ngerubah dia, minimal dia turun ke jalannya ga sering, ya misalkan tadinya

dia di jalan 12 jam sekarang dia jalan cuma 5 jam.

4. Siapa yang menjadi sasaran adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis?

Page 249: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Yang jelas yang jadi sasaran dari program ini tuh para gepeng, jangan sampe si gepeng itu

terus di jalan, ya minimal mereka itu produktif lah nggak terus nyari nafkahnya di jalanan.

5. Siapa yang terkena dampak dari adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis?

Di program ini kan kita ngasih pembinaan kaya semacem ngasih keterampilan bikin kue

kaya tata boga gitu, selain itu juga kita ngasih keterapilan buat bengkel jadi si gepeng ini

punya keahlian lah semacem itu, nah kalo udah kaya gitu kita tinggal ngasih modal tuh ke

para gepeng, biar ga balik lagi ke jalan mereka lebih produktif kan kaya gitu. Nah dari situ

berdampak juga ke prilaku si gepeng, jadi mindset si gepeng ini kan berubah. Dengan

kaya gitu masyarakat ikut merasakan juga kan keuntungannya, jadi masyarakat juga ga

merasa ke ganggu tuh ama si gepeng.

6. Apa yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial

gelandangan dan pengemis?

Kendalanya ya kadang-kadang kalo dirazia itu si gepeng nya itu balik lagi balik lagi kaya

gak kapok-kapok, terus juga kategori kaya anak punk itu yang masih samar, itu masuknya

kemana nih, anak jalanan atau apa gitu kalo anak jalanan ada seksinya lagi, kalo yang

pake narkoba atau orang yang gila ada juga seksinya disini tapi kadang-kadang di tangani

oleh seksi kita juga. Ya emang susah juga kita mengkategorikannya juga, ya jadi

kendalanya itu kita susah buat mengkategorikannya

7. Pihak mana yang bertanggung jawab dalam menangani permasalahan program

rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis ini?

Kalo program ini si sebenernya yang punya kewenangan itu yang di kabupaten kota, juga

yang bertanggung jawab yang di kabupaten kota, biasanya kan mereka itu yang langsung

ke lapangan melakukan razia atau apa gitu, itu udah kewenangan di kabupaten kota,

Dinsos kota sama Satpol PP kalo kita terima sini ajalah.

8. Apakah program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis sudah memberikan

pengaruh terhadap kesejahteraan gelandangan dan pengemis khususnya?

Memberikan pengaruh tentunya, disinikan kami ngasih pelatihan kaya bikin kue, pelatihan

bengkel yang kaya disebutin tadi itu, keterampilan ngejahit. Nanti kami ngasih modal ke

mereka biar uang itu dijadiin modal usaha sama mereka.

9. Apa yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam penyelenggaraan program

rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?

Page 250: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Page 251: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

MATRIK WAWANCARA

Sources Of Motivation (Sumber Motivasi)

a. Stakeholder (Pihak yang terlibat)

Q1 Siapa atau pihak mana yang

secara faktual yang memproduk

kebijakan tentang rehabilitasi

sosial gelandangan dan

pengemis?

Kesimpulan :

Pihak yang memproduk atau yang

membuat program ini adalah Dinas

Sosial Kota Serang. Dinas Sosial

juga yang mempunyai kewenangan

dan tanggung jawab terhadap

program rehabilitasi gelandangan

dan pengemis ini.

I1.1 Tentunya untuk yang membuat

program rehsos gepeng ini yaitu

dinsos, yaa khususnya seksi

bagaian yang menangani

gelandangan dan pengemis ini,

kami juga sebagai penanggung

jawab program ini

I1.2 Yang membuat program ini itu

adalah kepala seksi sesuai

dengan tupoksi, karena yang tau

permasalahan kan dari kita

sendiri sesuai dengan tupoksinya

I2.1 Untuk pembinaan dan rehablitasi

dan bantuan lain-lain adalah

tugas dari Dinas Sosial, dalam

kapasitas kita itu tugas

pokoknya hanya mengeksekusi

dari tempat kejadian terus

dikirim ke dinas sosial, yang

buat program ini kan dinas

sosial, jadi yang ngebina,

ngerehab, yang ngasih bantuan

itu Dinas Sosial dan juga

perencanaan dan segala

sesuatunya ada di Dinas Sosial,

soalnya mereka yang buat

programnya

I3.1 Yang punya kewenangan

membuat program rehabilitasi

ini si di kabupaten/kota ya, kalo

di kota kan Dinas Sosial Kota

Serang ya

Q2 Siapa saja yang terlibat dalam

pembuatan program rehabilitasi

sosial gelandangan dan

Page 252: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

pengemis?

Kesimpulan :

Pihak-pihak yang terlibat dalam

pelaksaan program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini yaitu

Dinas Sosial Kota Serang sebagai

leading sector, Satuan Polisi Pamong

Praja Kota Serang, Dinas Pendidikan

Kota Serang, Dinas Kesehatan,

Dinas Kependudukan dan Catatan

Sipil Kota Serang, Dinas Tenaga

Kerja Kota Serang, bahkan

kepolisian yang ikut menangani anak

jalanan.

I1.1 Keterlibatannyan dalam

pemerintahan itu, pertama OPD

Dinas Sosial Kota Serang yang

harus mempunyai peran sesuai

dengan yang ada tupoksinya

rehabilitasi. Cuma rehabilitasi

tidak cukup Dinas Sosial

bagaimana kalo dia umpamanya

pendidikannya ingin

melanjutkan karena tidak

mampu, lulusan SMP yang tidak

punya izasah maka harus kejar

paket, nah itu terlibatlah Dinas

Pendidikan. Kita koordinasi dan

bekerjasama dengan Dinas

Pendidikan. Bagaimana cara

penanganannya,

pengambilannya, wewenang

untuk menangkap dan membawa

itu adalah Satpol PP, selain itu

juga bagaimana kalo dia nggak

punya dan pengen punya kartu

keluarga, pengen punya KTP,

nah Dinas Kependudukan juga

harus terlibat, nah bagaimana

kalo dia pengen bekerja kalo dia

emang sudah punya keahlian,

kita libatkan juga Disnaker

I1.2 Kepala Bidang disitu juga ada

Pak Kadis, kita kan awalnya

lihat dari data dan kenyataan

banyak di jalan anak jalanan,

gepeng, kita juga ngedata

melalui pos sahabat anak itu

juga dibantu oleh Peksos setelah

kita melihat data kan terus

gimana nih cara penanganannya,

nah maka dari itu kita rempugin

bareng-bareng bersama bapak

kabid dan bapak kadis. Banyak

juga kita berkoordinasi ada dari

lembaga ada juga dinas-dinas

terkait yang menangani tentang

program ini. Ya misalkan

dengan Disnaker, Kemenag,

Page 253: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Dinas Pendidikan, Dinas

Kesehatan yang sesuai

tupoksinya kaya BPJS

kesehatan, Kepolisian untuk

menangani anak jalanan kaya

gitu. Jadi kita ga sendiri

I2.1 Dalam rehabilitasi gepeng ini

kita emang dilibatkan sesuai

tupoksi kita yaitu menjaring atau

merazia para gepeng yang ada

dijalanan. Ini juga kan masuk

kewenangan kita, terus tupoksi

kita ini kan dari perwal yang

didasari oleh perda pekat

tersebut

I3.1 Kalo untuk di lapangan itu

misalkan penertiban, ngerazia

para gepeng itu kan

kewenangannya ada di

Kabupaten/Kota yaitu di Dinas

Sosial Kota Serang dan juga

Satpol PP nya

b. Purpose (Tujuan)

Q3 Apa yang menjadi tujuan dari

program rehabilitasi sosial

gelandangan dan pengemis?

I1.1 Ya untuk tujuannya mah

inginnya kami pemerintah si

tetep satu, ingin mengentaskan

kemiskinan kalo tujuan secara

umumnya mah itu, sama

mengentaskan pengangguran.

Ya khususnya dari program ini

inginnya mah itu, si gepeng itu

mendapat keterampilan juga dia

bisa merubah prilakunya sama

mindsetnya

Kesimpulan :

Tujuan dari program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini yaitu

untuk mengurangi jumlahnya dan

juga merubah prilaku dan mainset

para gelandangan dan pengemis,

dengan cara memberikan pembinaan,

memberikan keterampilan dan

keahlian kepada para gelandangan

dan pengemis agar mereka

mempunyai keterampilan dan

keahlian sehingga para gelandangan

dan pengemis ini untuk tidak terus

berada di jalanan dan juga mereka

bisa mencari nafkah dengan tidak

meminta-minta.

I1.2 Sebenernya mah dari tujuannya

mah kaya sederhana tapi

dalemnya rumet ya, itu

menghilangkan si tidak

mungkin, tapi kita

meminimalisir jumlahnya

I2.1 Dari kita mah tujuannya pengen

si gepeng ini ngerasa kapok lah

Page 254: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

ada di jalanan, jadi mereka itu si

gepeng ini gak balik-balik ke

jalan lagi, kan dengan kaya gitu

bisa ngubah mainsetnya

I3.1 Kalo tujuan program rehablitasi

gepeng ini tentunya pengen

ngerubah mainsetnya lah dari

tadinya dia ngemis, dia bisa

usaha kecil-kecilan kaya jualan

gorengan atau buka warung kecil

kaya gitu. Kan kalo program

rehabilitasi ini, si gepeng

keterampilan kaya bikin kue,

atau keterampilan montir, dan

kalo dia mau dia dikasih modal

sama kita. Ya kalopun misalkan

gak ngerubah dia, minimal dia

turun ke jalannya ga sering, ya

misalkan tadinya dia di jalan 12

jam sekarang dia jalan cuma 5

jam

I4.1 Tujuannya, tentunya untuk

mengurangi para gelandangan

dan pengemis jangan sampai ada

yang turun ke jalan tentunya

Q4 Siapa yang menjadi sasaran

adanya program rehabilitasi

sosial gelandangan dan

pengemis?

Kesimpulan :

yang menjadi sasaran dari program

rehablitasi gelandangan dan

pengemis ini yaitu para gelandangan

dan pengemis

I1.1 Tentunya yang jadi sasaran

utamanya itu para gelandangan

pengemis, kalo untuk sasaran

utamanya.

I1.2 Dalam Perda pekat ini kan tidak

hanya untuk gepeng dan anak

jalanan ataupun pekat yang

lainnya ya, kita kan ada berbasis

masyarakat ya otomatis

masyarakat juga diikut sertakan,

terutama minimalnya tau bahwa

ada peraturan atau perda yang

ngelarang gepeng dan anak

jalanan itu tidak boleh gitu kan

I2.1 Pastinya yang kita jadiin target

sasaran para penyakit

masyarakat termasuk juga para

Page 255: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

gelandangan dan pengemis. Kita

kan sebagai penegak hukum

daerah, ya kita tugasnya merazia

para pekat penyakit masyarakat

ini termasuk juga para gepeng.

I3.1 Yang jelas yang jadi sasaran dari

program ini tuh para gepeng,

jangan sampe si gepeng itu terus

di jalan, ya minimal mereka itu

produktif lah nggak terus nyari

nafkahnya di jalanan

I4.1 Ya yang pastinya yang jadi

sasarannya itu para gelandangan

dan pengemis itu. Soalnya kan

program ini ditujukannya ke

mereka.

Q5 Siapa yang terkena dampak dari

adanya program rehabilitasi

sosial gelandangan dan

pengemis?

Kesimpulan :

Yang terkena dampak dari program

rehablitasi gelandangan dan

pengemis ini adalah para

gelandangan dan pengemis itu

sendiri sehingga masyarakat juga

ikut merasakan dampak dari program

ini.

I1.1 Sebenernya mah gini ya, yang

terkena dampak dari program ini

tuh kan para gepeng, ya artinya

program ini memberikan

pengaruh ke si gepeng ini biar ga

ke jalanan lagi. nah kalo udah

kaya gitu kan, si gepeng udah

bisa nyari nafkahnya gak turun

ke jalan, bisa juga kan

berdampaknya ke masyarakat.

Masyarakatkan nantinya gak

keganggu lagi sama adanya

gepeng ini

I1.2 Tentunya yang terkena

dampaknya itu para gepeng anak

jalanan itu sendiri ya, soalnya

kan mereka yang kita kasih

pembinaan kasih bantuan,

dengan kaya gitukan yang kena

dampak mereka

I2.1 Masyarakat akan dirasakan

langsung dampaknya, coba kalo

misalkan program ini bisa

istilahnya membuat si gepeng ini

sadar, tentunya dampaknya ke

masyarakat, masyarakat ga ke

Page 256: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

ganggu lagi dong ama aktifitas

gepeng ini

I3.1 Di program ini kan kita ngasih

pembinaan kaya semacem

ngasih keterampilan bikin kue

kaya tata boga gitu, selain itu

juga kita ngasih keterapilan buat

bengkel jadi si gepeng ini punya

keahlian lah semacem itu, nah

kalo udah kaya gitu kita tinggal

ngasih modal tuh ke para

gepeng, biar ga balik lagi ke

jalan mereka lebih produktif kan

kaya gitu. Nah dari situ

berdampak juga ke prilaku si

gepeng, jadi mainset si gepeng

ini kan berubah. Dengan kaya

gitu masyarakat ikut merasakan

juga kan keuntungannya, jadi

masyarakat juga ga merasa ke

ganggu tuh ama si gepeng

I4.1 Dampak dari program ini

tentunya kepada masyarakat,

kalo misalkan gelandangan dan

pengemis sudah berkurang lah

jumlahnya, tentunya masyarakat

juga yang nyaman kan

Q6 Apa yang menjadi kendala

dalam penyelenggaraan program

rehabilitasi sosial gelandangan

dan pengemis?

Kesimpulan :

Yang menjadi kendalanya dalam

program rehabilitasi gelandangn dan

pengemis itu adalah SDM yang

kurang memadai, ada juga dari

tempat penampungan dan tempat

rehablitasi para gelandangan dan

pengemis, kurangnya

keharmonisasian dan kurangnya

koordinasi dari organisasi perangakat

daerah terkait, dan juga anggaran

yang belum memadai serta

kurangnya peran serta masyarakat

untuk mematuhi peraturan daerah

yang melarang memberikan uang

pada pengemis.

I1.1 Hal-hal yang jadi kendalanya itu

pertama, SDM. Di bagaian

bapak satu bidang aja belom

punya staf, harunya mah kasie

itu minimal punya satu,

pembantu bapak itu harusnya

mah ada minimal satu tapi bapak

belom punya. Sebenrmya bukan

bapak aja ini yang belom punya

malah di bidang ini belom punya

staf. Ya selain itu juga

kendalanya kadang-kadang

OPD-OPD lainya itu istilahnya

kurang harmonis. Sebenernya

kalo bicara soal itu mah jelek

Page 257: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

juga, ya mau gimana lagi begitu

kenyataannya. Kemudian kami

dinsos belom punya juga tempat

penampungan buat para gepeng

yang udah di razia sama Satpol

PP. Gimana mau nampung kita

juga kantornya masih ngontrak

kan ya gitu. Ya otomatis juga

penganggaran juga oleh kita

sangat dibutuhkan. Nah tempat

rehabilitasi juga tuh, itu yang

pertama tempat rehabilitasi itu

belom ada

I1.2 Kendalanya memang belum

nyambungnya ya antara

keinginan dan tujuan pemerintah

dan masyarakat belom sejalan

gitu. Karena kita juga sadar diri

ya, SDM dari kita Dinas Sosial

kurang ya sehingga tidak

mencukupi untuk tenaga di

sosialisasi di jalan. Karena kita

harusnya banyak ke jalan ya, nah

tenaga itulah kita yang kurang.

Sebenernya mah kendalanya

juga kesadaran lah dari kita

semua ya khususnya masyarakat

bahwa kita disini punya program

buat merubah anak jalanan.

I2.1 Kendalanya dari kita itu

kurangnya SDM, kurangnya

disini itu dari segi kuantitas ya

bukan dari kualitas. Kalo dari

kualitas si saya yakin lah

kualitasnya bagus, tapi disini

kami hanya kekurangan

kuantitas. Selain itu juga dari

segi finansial, nah ini ni yang

susah. Nah kaya yang saya

sebutin tadi susah kalo ga ada

duit mah mau jalannya ajasusah,

ya mau gimana lagi itu faktanya.

Ya terkadang anggaran untuk

kita kontrol aja, terkadang pake

kantong pribadi itu istilahnya

buat bensin-bensin doang mah.

Page 258: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

I3.1 Kendalanya ya kadang-kadang

kalo dirazia itu si gepeng nya itu

balik lagi balik lagi kaya gak

kapok-kapok, terus juga kategori

kaya anak punk itu yang masih

samar, itu masuknya kemana

nih, anak jalanan atau apa gitu

kalo anak jalanan ada seksinya

lagi, kalo yang pake narkoba

atau orang yang gila ada juga

seksinya disini tapi kadang-

kadang di tangani oleh seksi kita

juga. Ya emang susah juga kita

mengkategorikannya juga, ya

jadi kendalanya itu kita susah

buat mengkategorikannya.

I4.1 Kendalanya ya memang itu

terkadang para gepeng itu pas

kita samperin itu pada lari, terus

dari si gepeng itu juga kurang

keterbukaan kitakan jadinya

susah buat ngedatanya. Kita juga

butuh kerjasama dari masyarakat

untuk berperan untuk ikut dalam

program ini ya minimal ikut

mengikuti peraturan yang ada,

kan di perda juga ada pelarangan

buat ngasih para gepeng.

Q7 Pihak mana yang bertanggung

jawab dalam menangani

permasalahan program

rehabilitasi sosial gelandangan

dan pengemis ini?

Kesimpulan :

Pihak yang bertanggung jawab atas

masalah-masalah yang terjadi dalam

program rehablitasi gelandangan dan

pengemis ini yaitu terutama Dinas

Sosial Kota Serang sebagai instansi

yang menjadi penanggung jawab

program, namun seluruh elemen

masyarakat juga harus bertanggung

jawab untuk ikut andil dalam

program ini dengan tidak memberi

apapun kepada gelandangan dan

pengemis. Selain itu instansi-instansi

terkait juga harus mempunyai rasa

tanggung jawab dalam menangani

masalah yang ada.

I1.1 Harusnya semuanya OPD-OPD

terkait ikut bertanggung jawab,

ya terutama OPD Dinas Sosial

dan Satpol PP

I1.2 Sebenernya semua, cuma kan

yang jadi leading sectornya dan

tupoksinya Dinas Sosial Kota

Serang ya otomatis kita harus

bertanggung jawab merangkul

kesemuanya ke OPD lain atau

juga ke masyarakatnya.

I2.1 Kan yang jadi penanggung

jawab program ini kan Dinas

Page 259: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Sosial, jadi kalo misalkan ada

masalah-masalah yang terjadi

dinsosnya yang bertanggung

jawab, kalo kita bertanggung

jawab kalo tiap penjaringan,

ngerazia, baru kita yang

tanggung jawab

I3.1 Kalo program ini si sebenernya

yang punya kewenangan itu

yang di kabupaten kota, juga

yang bertanggung jawab yang di

kabupaten kota, biasanya kan

mereka itu yang langsung ke

lapangan melakukan razia atau

apa gitu, itu udah kewenangan di

kabupaten kota, Dinsos kota

sama Satpol PP kalo kita terima

sini ajalah.

I4.1 Yang bertanggung jawab itu

Dinas Sosial dan juga unsur

masyarakat seluruhnya. Dinas

sosial kan lembaga pemerintah

ya, jadi untuk lembaga ini Dinas

Sosial yang bertanggung jawab

tapi harus ada peran serta

masyarakat.

Q8 Upaya apa yang dilakukan

pemerintah dalam menangani

permasalahan terkait program

rehabilitasi sosial gelandangan

dan pengemis?

Kesimpulan :

Upaya-upaya yang di lakukan oleh

pihak-pihak yang bertanggung jawab

dalam mengatasi masalah yang

terjadi adalah seperti dari kekurang

Sumber Daya Manusia (SDM) pihak

Dinas Sosial Kota Serang

membentuk sebuat satuan tugas

(Satgas) atau Petugas Sosial yang

akan membantu Dinas Sosial dalam

menangani para gelandangan dan

pengemis. Hampir sama seperti

pihak Dinas Sosial, Satpol PP

melakukan perekrutan petugas

sebanyak 30 orang oleh anggota asli

yang sebanyak 5 orang. Pihak Dinas

Sosial dalam mengatasi masalah

anggaran mereka mengirimkan para

gelandangan dan pengemis ke pihak

I1.1 Saya juga kan gak punya staf,

kalo ada anggarannya bapak

juga membentuk tim

sukarelawan. Ya artinya

semacem petugas sosial, satgas

satuan tugas sepuluh orang. Kalo

misakan anggaran kita gada, kita

ngirim para gepeng ini ke

provinsi, Dinsos provinsi buat

direhab disana kira-kira sepuluh

orang kita kirim ke sana, ya

salah satu pelayanan kita kaya

gitu kalo anggarannya ngga ada.

I2.1 Dari faktor SDM yang

sesungguhnya kami kekurangan.

Page 260: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

ya walaupun istilahnya kami

melakukan tugas cuma lima

orang tapi alhamdulillahnya di

dalam lima orang ini kami

merekrut hampir tiga puluh

orang. Dia tau upamanya kami

operasi yang tiga puluh orang ini

harus ikut karena juga ada SP

nya. Kalo dari segi dana kami

untuk kontrol aja seperti yang

saya udah jelasin kami sering

pake kantong pribadi buat

bensin-bensin mah, kan kalo

mau jalan buat ngontrol mah

buat bensin mah harus ada

Dinas Sosial Provinsi Banten untuk

di rehablitasi. Sedangkan yang

dilakukan Satpol PP untuk mengatasi

anggaran adalah sering

menggunakan dana pribadi untuk

setidaknya melakukan kontrol di

jalanan.

Q9 Apakah program rehabilitasi

sosial gelandangan dan

pengemis sudah memberikan

pengaruh terhadap kesejahteraan

gelandangan dan pengemis

khususnya?

Kesimpulan :

Program rehabilitasi gelandangan

dan pengemis ini memberikan

pengaruh kepada para gelandangan

dan pengemis, karena dalam

program rehabilitasi ini memberikan

keterampilan dan keahlian yang

nantinya diberikan modal usaha

kepada para gelandangan dan

pengemis untuk bisa menjadi

mandiri dan lebih produktif,

sehingga tidak harus kembali lagi ke

jalanan.

I1.1 Ya artinya program ini

memberikan pengaruh ke si

gepeng ini, ada juga yang sudah

merasakan lelah, kepengen

berubah pekerjaannya, ada yang

setelah ikut pelatihan anak-anak

berenti ngamen, ya kalo

istilahnya mah ikut ngedesain

nyetak foto yang namanya itu

pelatihan sablon. Termasuk juga

yang telah dilatih montir motor,

dia udah bisa buka bengkel. Tapi

ya itu, gak begitu saja berubah

jadi sewaktu-waktu dia bisa

balik lagi ke jalan, ya bisa aja ke

pengaruh sama temen-temen

jalanannya.

I1.2 Kalo untuk kesejahteraannya

mah belom, namun berubah gitu

dari prilakunya kalo misalkan

kesejahteraan mah dari jumlah

segitu palingan yang baru sedikit

ya.

Page 261: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

I2.1 Pastinya ngasih pengaruh ke si

para gepeng, ya sedikit

banyaknya ngasih pengaruh ke si

gepeng. Ada juga kan yang udah

direhab dia berenti ngamen

ngemis dia jadi usaha dagang, ya

sedikit banyaknya ngasih

pengaruh.

I3.1 Memberikan pengaruh tentunya,

disinikan kami ngasih pelatihan

kaya bikin kue, pelatihan

bengkel yang kaya disebutin tadi

itu, keterampilan ngejahit. Nanti

kami ngasih modal ke mereka

biar uang itu dijadiin modal

usaha sama merek.

I4.1 Sangat, sangat memberikan

berpengaruh contoh, para

gepeng atau anak yang awalnya

mengamen ya, nah saat

diberikan pelatihan secara

kemampuan dan alhamdulillah

di satu tahun yang lalu kita ada

keterampilan sablon, setelah itu

skill kan ada nih, sudah terasah

gitu kan, kita berikan dari dinas

sosial alat, nah agar mereka

kurang lah jumlahnya gitu.

c. Measure of Improvement (Ukuran Perbaikan/Tolak Ukur)

Q10 Apa yang menjadi tolak ukur

keberhasilan Seksi Bagian

Gelandangan dan Pengemis

dalam penyelenggaraan program

rehabilitasi sosial gelandangan

dan pengemis?

Kesimpulan :

Tolak ukur keberhasilan dari

program ini adalah berkurangnya

jumlah gelandangan dan pengemis di

setiap tahunnya. Kemudian

tercapainya jumlah para gelandangan

dan pengemis yang ingin direhab

dari jumlah yang ditargetkan di awal.

Selain itu pula para gelandangan dan

pengemis ini sadar dan tidak balik-

balik lagi ke jalanan, serta kesadaran

dari masyarakat untuk tidak memberi

kepada para gelandangan dan

pengemis.

I1.1 Yang menjadi tolak ukurnya ya

sekarang udah keliatan biasanya

mah pagi-pagi sampai itu tuh

udah ada para gepeng. Kalo

sekarang ya Alhamdulillah, jadi

berkurangnya ya gitu,

berkurangnya para gepeng.

I1.2 Kalo yang jadi tolak ukur

keberhasilan dari ibu si

Page 262: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

sederhana yah, kalo

menghilangkan kan ga

mungking, ya minimal

mengurangi jumlahnya itu.

I2.1 Tugas Satpol PP itu cuma

eksekutor pembinaannya kan

dari Dinsos, tugas kita tuh cuma

sedikit cuma pelarangan saja. Ya

disini yang menjadi tolak ukur

kita para gepeng ini ga balik lagi

ke jalan, dan masyarakatnya

juga sadar kalo ngasih para

pengamen pengemis itu dilarang,

jadi kalo misalkan ada gepeng

yang minta-minta coba lah

jangan dikasih, ya walaupun

istilahnya kita ngerasa ga tega

iba ke si gepeng itu. Soalnya

nanti kebiasaan buat para si

gepeng

I3.1 Minimal kita mengurangi jumlah

gepeng tiap tahunnya untuk

meminimalisir, dan juga tolak

ukurnya misalkan kita melatih

sepuluh orang, ya

terlaksanakannya juga sepuluh

orang, ya kita mencapai apa

yang ditargetkan lah bisa di

bilang begitu.

I4.1 Yang pasti tolak ukurnya jumlah

gepeng atau anak jalanan itu

berkurang ada perubahan lah

dari mereka untuk ngga ke

jalanan lagi.

Sources Of Power (Sumber Kekuatan)

a. Decision-maker (Pembuat Keputusan)

Q11 Siapa yang memiliki kekuatan

atau yang berwenang untuk

memberikan keputusan dalam

program rehablitasi gelandangan

dan pengemis?

Kesimpulan :

Yang berhak mengambil keputusan

dalam program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini adalah

masing-masing pihak yang

mempunyai kewenangan. Seperti I1.1 Kalo yang buat ngambil

keputusan mah tentunya pihak

Page 263: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

yang punya kewenangnya

masing-masing ya kalo kita kan

dinsos yang ngasih pembinaan,

pelatihan, keterampilan kaya

gitu ya jadinya kalo yang

ngambil keputusan di program

pembinaan ini mah ya kita. Kalo

Satpol PP kan kewenangannya

buat ngejaring, ngerazia para

gepengnya, jadi kalo urusannya

soal ngerazia mah pihak Satpol

PP.

Dinas Sosial Kota Serang yang

menjadi penanggung jawab program

rehabilitasi gelandangan dan

pengemis ini mempunyai

kewenangan untuk memutuskan apa

yang akan dilakukan. Satpol PP

memiliki kewenangan dalam

menjaring dan merazia para

gelandangan dan pengemis, maka

dari itu Satpol PP memiliki

kewenangan dalam pengambilan

keputusan untuk urusan merazia para

gepeng. I1.2 Ya yang mengambil

keputusannya ya masing-masing

kepala seksi di sini, kita kan

ngerempugin bersama-sama ya.

I2.1 Yang punya kewenangan dalam

urusan merazia itu kan Satpol

PP, jadi yang berhak mengambil

dalam urusan merazia itu pihak

kami, Satpol PP. Kita mah

gausah kemana mana dulu, kita

ngejalanin undang-undangnya

dulu, amanatnya dulu gausah ke

yang lain, jadi kita kalo langsung

ke sasaran dasarnya apa kita

ngelakuin itu

I3.1 Untuk masalah itu mah masing-

masing punya kewenanganannya

masing-masing, ya kalo kita mah

dinsos provinsi cuma ngejalanin

program yang emang pesertanya

kiriman dari kabupaten/kota

Q12 Apakah Perda terkait tentang

gelandangan dan pengemis perlu

direvisi?

Kesimpulan :

Perda Kota Serang Nomor 2 Tahun

2010 tentang penyakit masyarakat

belum cukup kuat guna mecegah

adanya pengemis serta belum cukup

kuat pula untuk menjadi dasar

hukum untuk program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis sehingga

perlunya merevisi isi dari perda

tersebut. Namun dalam mengganti

perda tersebut tidak mudah

dikarenakan biaya yang dibutuhkan

I1.1 Kalo menurut pandangan saya

mah ya tetep perlu direvisi

karena dari kata-katanya juga

terlalu kasar. Pemberantasan,

disitu ada kata-kata

pemberantasan. Ya kalo

pemberantasan harus diberantas

lah.

I1.2 Kalo liat dari itu mah diliat dari

dalem isi perdanya itu ya belom

Page 264: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

dilaksanakan semua ya, buktinya

disosialisasikan ke

masyarakatnya juga belum ya,

misalkan katanya orang-orang

yang ngasih ke gepeng katanya

kena sanksi nyatanya tidak kena

sanksi. Sehingga perda itu belom

kuat.

untuk pembuatan perda cukup

mahal.

I4.1 Saya pikir cukuplah, tinggal

bagaimana sosialisasinya saja

yang memang kurang.

I5.1 Ya kalo soal revisi itu, dilihat

dulu sejauh mana pelaksanaan

implementasinya itu, perda itu

direvisi itu banyak alasannya,

apa karena banyak aturan yang

diubah, ada kebutuhan di

masyarakat yang berubah gitu

kan. Soalnya kalo bikin perda

tuh mahal.

Q13 Apa saja yang dilakukan dalam

memberikan pelayanan

rehablitasi?

Kesimpulan :

Dinas Sosial Kota Serang dan Dinas

Sosial melakukan koordinasi dalam

pelaksanaan program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis ini.

Pelayanan yang diberikan kepada

gelandangan dan pengemis berupa

pembinaan keagamaan, pendidikan,

pelatihan menyablon, tata boga dan

montir motor.

I1.1 Tentunya pelayanan yang

diberikan itu pertama ya artinya

memberikan pembinaan seperti

kita kumpulkan para gepeng

terus kita kasih pembinaan

keagamaan biar balik ke jalan

yang benar menurut agama.

Terus ya kebutuhannya, kalo

memang dia pengen kebutuhan

ya kita berikan dengan cara

kemudahan, ya misalkan si

gepeng minta pengen pelatihan

montir motor ya kita berikan lah

gitu. Pengiriman ketempat

pelatihan atau ketempat

rehabilitasi yang dilaksanak

sama pihak Dinsos provinsi

I1.2 Kami kirimkan anak jalanan itu

ke sekolah memberikan program

paket c, kita juga menawarkan

kepada anak-anak jalanan siapa

yang mau ke sekolah atau ke

pesantren bahwa ada anak

Page 265: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

jalanan yang minta di beliin baju

koko, peci, sarung, kami

berikan. Ya pokoknya kami

pengennya mereka berubah biar

ga di jalan lagi

I3.1 Kami memberi pelayanan ya

berupa pembinaan, pelatihan

keterampilan kaya lpk gitu kan,

tata boga, ada juga kami beri

pelatihan montir atau otomotif

gitu.

I4.1 Pelayanan yang diberikannya

itu, yaitu tadi kita kasih

pembinaan, pendidikannya juga

kita kasih, pelatihan skill kaya

sablon, montir motor, nah kalo

udah dikasih pelatihan gitu,

mereka udah punya keahlian kita

kasih alatnya

Q14 Apakah kebutuhan gelandangan

dan pengemis selama di rehab

telah diberikan secara

maksimal?

Kesimpulan :

Kebutuhan para gelandangan dan

pengemis sudah dipenuhi walaupun

tidak dipenuhi 100% karena memang

anggaran yang adapun belum

memadai. Para gelandangan dan

pengemis pun diberi bantuan hanya

pada proses perehaban saja, dalam

proses perehaban mereka diberikan

makan setiap harinya, diberikan

pelatihan, dan diberikan peralatanya

juga jika di dalam program

rehabilitasi tersebut. Pengemis yang

masih anak-anak pun diberikan

kebutuhan sesuai yang apa yang

mereka inginkan seperti ingin masuk

pesantren, pihak Dinas Sosial Kota

Serang pun memasukannya ke

pesantren. Dinas Sosial Kota Serang

sudah memenuhi kebutuhan para

gelandangan dan pengemis walaupun

belum memenuhi kebutuhan secara

maksimal dan belum total 100%.

I1.1 Kalo di tempat rehabilitasi si

dikasih kebutuhan secara

maksimal, itu kalo di tempat

rehabilitasi, ya kalo cuma

pembinaan aja belom maksimal.

Kalo sampe pendidikan

keterampilan, termasuk juga

bantuan peralatannya itu udah

maksimal. Ya maksimal sertus

persen si belum. Artinya udah

maksimal aja, kalo misalkan

dikasih bantuan seratus persen

mah dia juga harus di kasih

modal yang sepuluh juta itu

I1.2 Kalo kebutuhan si kita kasih ya,

kaya kemaren ya anak yang

pengen masuk pesantren, kita

kerjasama sama Kemenag kita

masukin pesantren. Eh baru dua

hari si anak itu di jalan lagi

alesannya si pengen sarung,

pengen Al-quran peci ibu turutin

Page 266: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

pengennya kaya gimana coba,

ibu kumplitin deh kita dateng ke

orang tuanya kita turutin si anak

itu maunya apa. Ya karena kita

pengennya itu si anak ini bisa

gitu ga ke jalan lagi

I3.1 Terpenuhi, kita kasih makan.

kalo kita kan pembinaannya di

luar panti, nah kalo di dalem

panti terpenuhi kebutuhannya

karenakan disana sekitar sebulan

yah, seperti sarapan pagi di situ

terus juga dalam pemberian

materi juga di kasih disana.

I4.1 Nah kan kita melakukan

pembinaan selama tiga hari.

Kebutuhan mereka juga

alhamdulillah terpenuhi, mereka

juga dilatih dan dibina di anyer

di hotel artinya mereka juga

membutuhkan refresing lah ya

b. Resources (Sumber Daya)

Q15 Apakah program rehablitasi

sosial gelandangan dan

pengemis didukung oleh

sumberdaya (dana, manusia)

yang memadai?

Kesimpulan :

Sumber daya manusia dalam

penyelenggaraan program

rehabilitasi gelandangan dan

pengemis ini kurang memadai.

Sumber daya manusia yang dimiliki

Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial

Dinas Sosial Kota Serang kurang

mencukupi karena di seksi tersebut

belum memiliki staff satu pun, sama

halnya juga dengan Seksi Rehablitasi

Sosial Anak Dinas Sosial Kota

Serang yang belum memiliki staf.

Sehingga kekurang sumber daya

manusia juga membuat seksi-seksi

tersebut sulit untuk

mensosialisasikan kepada pada

gelandangan dan pengemis. Untuk

Satpol PP juga merasa kekurangan

dari segi jumlah sumber daya

manusia namun untuk kualitas dari

sumber daya manusia dari Satpol PP

I1.1 Seperti yang udah jelasin tadi

perbidang aja belom punya staf,

kasie ini aja kan ga punya staff.

Ya minimal punya satu lah staff.

Dana juga menurut saya mah

kurang memadai, tempat

rehabilitasi juga kan gada kita

mah. Jadi terkadang kita kirim

ke Dinsos provinsi buat direhab.

Ya tadi itu kita belum memiliki

tempat rehabilitasi untuk para

gelandangan dan pengemis. ya

kita aja kantor dinas nya

statusnya masih ngontrak, ya

istilahnya daripada buat tempat

rehabilitasi mending buat kantor

dulu. Rumah singgah juga kan

kita belom punya.

Page 267: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

I1.2 Memangnya juga Dari SDMnya

juga kita kekurangan ya,

sehingga tidak mencukupi

tenaga untuk kita bersosialisasi

di jalan.

Dan untuk dana sendiri, kita di

situlah kelemahannya memang

minim sekali dari pendanaannya

ya kurang mendukung kalo dari

dana. Ya tetapi walau minimnya

pendanaan di situ kita ya

minimal kita bisa ngebantu

mereka walau sedikit jumlahnya.

Ya kita sendiri dinas sosial

belum memiliki tempat pusat

rehabilitasi untuk para gepeng

atau anjal ini di berikan

semacam pembinaan atau

pelatihan apa gitu. Ya kita

sendiri bingung ya, kalo buat

nampungnya itu.

dirasa sudah cukup memadai dan

bisa dibilang sudah baik. Anggaran

untuk menunjang program

rehabilitasi gelandangan dan

pengemis ini belum memadai.

Bahkan rehabilitasi gelandangan dan

pengemis Dinas Sosial Provinsi

Banten untuk tahun depan

kemungkinan tidak ada karena

anggaran yang berasal dari APBD

terpangkas oleh pembangunan untuk

sektor fisik seperti infrstruktur dan

jalan. Sarana dan prasarana sebagai

penunjang program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis yang

dilakukan oleh Dinas Sosial Kota

Serang belum memadai. Dinas Sosial

Kota Serang sendiri belum

mempunyai sebuah tempat untuk

pusat rehabilitasi para gelandangan

dan pengemis. Rumah singgah juga

yang seharusnya digunakan untuk

singgah ataupun untuk tempat

penampungan para gelandangan dan

pengemis yang terjaring pun belum

ada.

I2.1 Yang saya jelasin tadi SDM di

kita kekurang dari segi

jumlahnya secara kuantitas kita

kekurangan. Nah untuk dana

juga kita juga kekurangan tadi

juga saya udah jelasin kalo

misalkan kita buat kontrol-

kontrol gitukan butuh uang

transport, buat orang yang

kontrol juga kan butuh buat

untuk ngopi-ngopi mah.

Terkadang kita bingung nih pas

kita baru beres ngejaring, si para

gepeng ini mau di kemanain nih.

Dinsos juga belom punya tempat

penampungan gitu. Semacem

tempat buat ngerehabnya juga

belom ada.

I3.1 Kalo dibilang memadai, ya

kayanya belum memadai si

karena kita ingin targetnya

banyak kuotanya yang ingin

dilatih ya. Itu juga untuk tahun

depan si kayanya gada program

ini karena kan APBD sekarang

Page 268: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

terpangkas untuk prioritasnya ke

sektor fisik kaya infrasutruktur

dan jalan atau apa gitu.

c. Decision Environment (Keputusan Lingkungan)

Q16 Bagaimana Dinas Sosial Kota

Serang dalam mengawasi

implementasi kebijakan tentang

rehablitasi sosial gelandangan

dan pengemis dan apakah

melibatkan pihak lain?

Kesimpulan :

Pengawasan yang dilakukan oleh

Dinas Sosial Kota Serang yaitu

dengan turun ke jalan untuk

mengawasi para gelandangan dan

pengemis apakah masih banyak

keberadaan mereka di jalan-jalan dan

apakah para gelandangan dan

pengemis yang sudah direhab

kembali ke jalanan atau tidak. Serta

pengawasan yang dilakukan juga

dengan mengawasi para gelandangan

dan pengemis yang sudah mendapat

bantuan dari Dinas Sosial yang

melalui program rehabilitasi ini

digunakan dengan semestinya atau

tidak. Hal ini dilakukan untuk

mengukur apakah program yang di

selenggarakan oleh Dinas Sosial

Kota Serang sudah berhasil atau

belum. pengawasan untuk program

rehabilitasi gelandangan dan

pengemis ini hanya dilakukan oleh

pihak Dinas Sosial Kota Serang Saja,

pihak Satpol PP sebagai pihak yang

merazia para gelandangan dan

pengemis tidak diikut sertakan

karena memang bukan menjadi

kewenangan dan pihak Satpol PP.

Pihak Satpol PP hanya di libatkan

jika Dinas Sosial membutuhkannya

saja. Dalam pengawasan ini tenaga

kesejahteraan sosial kecamatan

serang lah yang dilibatkan dalam

pengawasan.

I1.1 Kalo pengawasan dari kita si

cuma turun ke jalanan terus

ngontrol gepeng itu masih

banyak ga atau yang kemaren

kita rehab itu turun lagi ga ke

jalan, kalo misalkan jalan-jalan

sepi dari gepeng kan berarti

berhasil program kita ini

I1.2 Ya memang pengawasannya kita

melalui petugas pos sahabat

anak, apakah dia berfungsi atau

mereka berjalan sesuai dengan

tupoksinya dan bisa di

manfaatkan gitu. Juga

pengawasannya ke mereka yang

dapet bantuan dari kita, kaya

gitu pengawasannya

I2.1 Kita mah ga ikut mengawasi kan

itu di luar kewenangan dari kita,

yang mengawasi program ini ya

dinsos aja selaku penanggung

jawab program, kalo itu mah

dari kewenangan kita, kita ikut

mengawasi kalo misalkan dinsos

membutuhkan kita aja.

I4.1 Untuk pengawasan kami

dilibatkan, karena ketika gepeng

atau anak-anak jalanan kita

sudah ada ketentuan tetep kita

kontrol, pengawasan kan gitu.

Q17 Bagaimana Dinas Sosial Kota

Serang dalam mengevaluasi

program rehablitasi sosial

gelandangan dan pengemis?

Kesimpulan :

bahwa hal yang di evaluasi dalam

program rehabilitasi gelandangan

Page 269: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

I1.1 Ya yang harus dibenahi itu

terutama tadi itu tempat

rehabilitasi atau UPT, harus ada

secara khusus yang menangani

gepeng ini. Jadi Dinas Sosial itu

membawahi yaitu UPT

evaluasinya itu. Selain itu juga

yang tadi itu penambahan SDM,

kalo untuk anggaran mah itu

udah jelas harus ada.

dan pengemis ini adalah dari segi

sarana dan prasarana, anggaran, dan

juga sumber daya manusia yang

belum memadai. Dinas Sosial Kota

Serang juga mengevaluasi kinerja

dari petugas sahabat anak yang

menangani pengemis yang masih

anak-anak atau yang sering di kenal

dengan anak jalanan. Selain itu

Dinas Sosial mengevaluasi

bagaimana penjangkauan terhadap

para gelandangan dan pengemis, dan

juga Dinas Sosial mengevaluasi

kepedulian lingkungan para

gelandangan dan pengemis yang ada

di jalanan. Dinas Sosial Kota Serang

juga menginginkan adanya unit

pelaksana tugas (UPT) yang khusus

menangani masalah gelandangan dan

pengemis ini.

I1.2 Kalo kita mengevaluasi ya itu

tadi, ibu suka mengevaluasi kalo

ada pertemuan-pertemuan baik

di intern yang mana melibatkan

awal dari kita lihat dari sarana

dan prasarana yang selama ini

belom ada buat pembinaannya,

anggarannya juga kan sedikit

kurang mendukung. Selain itu

juga kita membahas tentang

petugas pos sahabat anak, terus

jumlah daripada kita

pelaksanaan penjaringan atau

penjangkauan bukan termasuk

razia kareba kalo razia itu Satpol

PP, terus selain itu juga dari

lingkungan para gepeng itu. Nih

ada kepedulian ga nih

lingkungan mereka terhadap si

gepeng ini di jalan. Dalam hal

ini para gepeng masih banyak

tidak yang ada di jalanan.

Sources of knowledge (Sumber pengetahuan)

a. Professional (Tenaga Ahli)

Q18 Apa peran Dinas Sosial Kota

Serang dalam perumusan

program rehablitasi sosial

gelandangan dan pengemis dan

siapa saja yang dilibatkan?

Kesimpulan :

Dinas Sosial berperan sebagai

leading sector dan juga penanggung

jawab program rehabilitasi

gelandangan dan pengemis. Yang

mana dalam merumuskannya yaitu

pertama dari kepala seksi rehabilitasi

sosial tuna sosial, yang nantinya di

koordinasikan dengan kepala bidang

I1.1 Ya kita berperan sebagai leading

sectornya sebagai penanggung

jawabnya kita juga merumuskan

dan juga jadi pelaksananya. Di

sini kan yang punya

Page 270: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

wewenangnya dinsos. dan selanjutnya diberikan kepada

kepala dinas untuk dimintai

persetujuannya. Satpol PP dan

TKSK tidak terlibat dalam

perumusan program rehabilitasi ini

karena mereka beranggapan hal itu

diluar wewenangnya masing-masing

dan itu ada urusan internal Dinas

Sosial Kota Serang.

I1.2 Ya kita merumuskan pertama

dari kepala seksinya dulu karena

kan sesuai dengan tupoksinya,

terus dengan kepala bidang,

selanjutnya ke kadin atau kepada

dinas untuk disetujui atau tidak.

I2.1 Tidak, kami tidak ikut dalam

perumusannya ya karena kan itu

diluar kewenangan kita, kalo

memang membutuhkan masukan

dari kita baru kita berikan

masukan-masukannya.

I4.1 Kalo untuk perumusan tidak,

artinya kan itu internal dinas ya.

Macem hal tahun ini apa nih,

berapa anggaranya, artinya

itukan internal dinas ya.

Q19 Apa saja faktor pendukung dan

faktor penghambat dalam

perumusan kebijakan tentang

rehablitasi sosial gelandangan

dan pengemis?

Kesimpulan :

Faktor pendukungnya adalah dengan

adanya kerjasama dengan pihak-

pihak terkait yang berhubungan

dengan program ini seperti Dinas

Sosial Provinsi Banten, Panti Sosial

Bina Karya (PSBK) Bekasi dan juga

dinas-dinas atau instansi terkait.

Sedangkan yang menjadi faktor

penghambat utamanya adalah

anggaran dari Dinas Sosial Kota

Serang itu sendiri yang kurang

memadai, belum adanya tempat

pusat rehabilitasi, dan juga belum

memadainya Sumber Daya Manusia

yang dimiliki Dinas Sosial Kota

Serang

I1.1 Nah yang sudah dijelasin tadi

kalo faktor yang

menghambatnya itu dari

anggaranya itu sendiri belom

memadai, tempat pusat

rehabilitasi juga kita belom ada,

SDM juga kita kekurangan. Kalo

untuk faktor pendukungnya kita

bisa kerjasama dengan pihak-

pihak terkait kaya dinsos

provinsi kita juga bisa kerjasama

dengan balai yang ada dibekasi

itu buat ngerehabnya

I1.2 Faktor penghambatnya yang kita

rasain itu ya dari anggaran itu

sendiri ibu rasa kita lemah dari

situ. Untuk faktor pendukungnya

ya hanya dari dinas-dinas atau

instansi terkait saja kita bisa

bekerjasama.

b. Expertise (Keahlian)

Page 271: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Q20 Apa yang dihasilkan dari

perumusan kebijakan tentang

rehablitasi sosial gelandangan

dan pengemis?

Kesimpulan :

Yang di hasilkan dari rumusan

program rehabilitasi gelandangan

dan pengemis ini yaitu menghasilkan

langkah-langkah yang akan

dilakukan dalam pelaksanaan

program, mengatur anggaran yang

ada, merencanakan bagaimana

memberikan pembinaan serta

melakukan koordinasi dengan pihak-

pihak terkait.

I1.1 Ya kalo misalkan kita sudah

disetujui sama kepala dinas

maka kita laksanakan

programnya. Hasilnya ya itu tadi

kita bina, kita kasih pelatihan,

kita kasih juga kebutuhannya

walaupun tidak maksimal.

I1.2 Ya kalau dari rumusan program

ini si yang pastinya ya yang

dihasilkannya itu langkah-

langkah kita apa aja yang akan

kita lakuin pas pelaksanaannya,

bagaimana anggarannya,

bagaimana kita memberi

pembinaannya, bagaimana kita

koordinasinya dengan pihak-

pihak terkait, kaya gitu kan.

c. Guarantee (Jaminan)

Q21 Apakah perumusan kebijakan

tentang rehablitasi sosial

gelandangan dan pengemis akan

dapat merubah mindset para

gelandangan dan pengemis di

Kota Serang?

Kesimpulan :

Jaminan dari perumusan program

rehabilitasi gelandangan dan

pengemis ini adalah dapat

mengurangi jumlah gelandangan dan

pengemis di Kota Serang, dan juga

dapat merubah mental dan mainset

para gelandangan dan pengemis

untuk lebih mandiri dengan

membuka usaha atau juga dengan

bekerja. Selain itu juga dalam

pelaksanaannya Dinas Sosial Kota

Serang membutuhkan bantuan dari

OPD lain untuk membantu

mensuksesnya program rehabilitasi

ini.

I1.1 Ya seperti yang udah di jelasin

tadi kan kita kan membuat

program ini tujuannya pengenya

mengentaskan kemiskinan

umumnya mah. Ya selain itu

juga kita pengen menurunkan

angka atau jumlah gelandangan

dan pengemis juga kita ingin

merubah mainsetnya lah biar

ngga mengemis lagi kan secara

logikanya mah itu ga baik ya

dilihat dari sisi agama dan juga

hukum yang ada pun melarang

mengemis itu. Nah untuk

melakukan pembinaan dan

keterampilan kita ga bisa berdiri

Page 272: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

sendiri dong, kita juga

membutuhkan dari OPD lainnya

juga misal Dinas Pendidikan,

Dinas Tenaga Kerja, Dinas

Kependudukan

I1.2 Dari rumusan ini saya berharap

dalam pelaksanaannya kita dapat

mengurangi jumlah gelandangan

dan pengemis di Kota Serang

ini. Serta para gelandangan dan

pengemis bisa mandiri cari

nafkahnya ya bisa dari berjualan.

Bisa juga dari dia kerja di

bengkel atau apa gitu.

Sources Of Legitimation (Sumber Pengesahan)

a. Witness (Pembebasan)

Q22 Apa sebenarnya yang ingin

disampaikan oleh para

gelandangan dan pengemis

kepada pemerintah ?

Kesimpulan :

Para gelandangan dan pengemis

menginginkan perhatian dari

pemerintah untuk memberikan

bantuan kepada para gelandangan

dan pengemis agar bisa membuka

usaha.

I7.1 Ya saya si pengenya mah

pemerintah tuh lebih merhatiin

kitanya ya, ngasih lah modal

usaha, kita juga bakal bikin

usaha. Ga perlu si menurut saya

mah rehab-rehab gitu.

I7.2 Ya kita mah gimana ya, mau

berenti ngemis juga nantinya

ngga ada buat makan. Maunya

pemerintah tuh ngasih kita

bantuan ya ngasih modal buat

kita bikin usaha, harusnya

pemerintah peduli sama kita

Q23 Apa yang menjadi faktor

penyebab menjadi gelandangan

dan pengemis?

Kesimpulan :

Yang menjadi faktornya adalah

faktor ekonomi I7.1 Kitanya bingung cari duit

kemana lagi, kita cari buat

makan

I7.2 Cari kerjaan susah, cari duit juga

susah kemana lagi kita nyarinya,

saya ngeliat temen saya juga

sama mengemis, enak di jalan

bisa dapet duit.

Page 273: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

b. Emancipation (emansipasi)

Q24 Apakah dalam proses perehaban

hak-hak para gelandangan dan

pengemis diberikan secara

merata dan tidak membeda-

bedakan?

Kesimpulan :

Tidak ada perbedaan dalam

pemberian hak-hak kepada para

gelandangan dan pengemis dalam

proses perehaban. I1.1 Kita ga membeda-bedakan

setiap gepeng yang mau kita

rehab, namun kita menyeleksi

para gepeng itu dia mau ngga

nih kita rehab gitu. Dengan

keterbatasan dana yang kita

miliki juga ga semuanya

terkadang kita rehab, dari dinas

provinsi juga kan mintanya 10

orang saja disitu kita pilih siapa

saja yang kita kirim.

Q25 Siapa yang berwenang dalam

melayani pengaduan terkait

masalah gelandangan dan

pengemis?

Kesimpulan :

Yang mempunyai wewenang untuk

melayani dan menangani pengaduan

terkait masalah gelandangan dan

pengemis ini adalah Satpol PP. I2.1 Sebetulnya perda mengatakan

setiap warga masyarakat yang

ada di wilayah Kota Serang

wajib melapor apabila

ditemukan hal-hal apa itu

namanya, ya itulah gelandangan

dan pengemis yang mengganggu

ya termasuk juga yang menjurus

ke kriminalitas, namun sampai

detik ini belom ada pelaporan

kepada kami. Ya minimum ke

saya ada laporan. Laporannya

jangan cuma ngomong tapi

tertulis bahwa di anu terjadi anu

kan gitu.

c. World View (pandangan dunia)

Q26 Apa persepsi terkait

permasalahan gelandangan dan

pengemis ini

Kesimpulan :

Semua pandangan dari agama Islam,

Katolik dan Budha memandang

bahwa yang dilakukan oleh

gelandangan dan pengemis itu adalah

negatif dan tidak boleh dilakukan

I6.1 Di agama islam sendiri

mengemis itu diharamkan

hukumnya, meminta-minta

sehingga menjadikan mengemis

Page 274: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

itu dijadikan pekerjaan dalam

mencari rezeki. Sangatlah

dilarang orang meminta-minta.

Namun islam selalu

menganjurkan untuk sedekah

kepada orang yang fakir dan

miskin, nah disini masalahnya

gelandangan atau pengemis

bener ngga dia itu orang yang

miskin, kan kita ngga gatau ya.

Banyak juga kan ya pengemis

taunya punya pabrik batako,

punya toko segala macem. Nah

kita niatinnya aja buat sedekah

dan jadi pahala juga buat kita.

Banyak

karena hal itu mencirikan sifat malas

dari individu yang tidak mau

berusaha dengan cara yang benar.

I6.2 Gelandangan dan pengemis jika

dikait kan dengan kondisi dari

agama budha, itu jelas itu

kenapa dia jadi gelandangan,

jadi pengemis, menurut

pandangan agama Budha

seseorangan menjadi demikian

karena masa lampaunya dan

masa sekarang dia kurang

terdana jadi otomatis dia terlahir

menjadi gelandangan dan

pengemis. Kedua, kenapa di jadi

gelandangan, jadi pengemis, itu

pada kehidupan lampaunya di

seorang manusia menelantarkan

orang tuanya.

I6.3 Untuk gelandangan dan

pengemis menurut saya suatu

kondisi dimana dia itu malas

buat bekerja atau usaha sehingga

tanpa dia mengeluarkan tenaga

atau mohon maaf dengan dia

menadahkan tangannya dia

mendapatkan uang. Sebagai

contoh ada salah satu orang dia

ketangkep ternayata dia punya

pembakaran kapur, dan sampai

sekarang begitu dia tertangkap

terus di masukan ke panti dia

balik lagi kejalan.

Page 275: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

Q27 Bagaimana keteribatan dalam

program rehablitasi sosial

gelandangan dan pengemis?

Kesimpulan :

Dari Agama Budha dan Katolik tidak

terlibat secara langsung dalam

program rehabilitasi gelandangan

dan pengemis ini namun keduanya

memiliki programnya masing-

masing seperti dari Budha memiliki

program membentuk puskesmas.

Sedangkan dari katolik mereka

mengadakan program penyaluran

dana ke lembaga tertentu yang

berasal dari pemotongan gaji

kemudian diberikan ke yatim piatu.

Serta ada juga program bakti sosial.

I6.2 Untuk terlibat langsung dalam

programnya si kami tidak

terlibat tidak fokus ke

gelandangan dan pengemisnya,

tetapi kita vihara mempunyai

program membentuk sebuah

puskesmas hanya dengan bayar

sepuluh ribu periksa apapun

gratis untuk semua warga. Jadi

kita mengarah ke yang laen, kalo

misalkan mereka sehatkan

minimal mereka bisa mencari-

cari nafkah, kalo misalkan

mereka bisa mencari nafkah kan

mereka tidak perlu menjadi

pengemis. jadi arahnya juga

kesana kan.

I6.3 Sebenernya kami tidak terlibat

dalam rehabilitasi ini tapi kami

ada program seperti penyaluran

dana yang dipotong dari gaji

yang disalurkan ke lembaga

tertentu yang jelas juga kan. Kita

juga ada program penyantunan

kepada yatim piatu. Kalo untuk

bakti sosial biasanya anak-anak

muda yang melakukannya, anak-

anak muda itu dia masak di sini,

pagi-pagi mereka memberikan

kepada tukang becak.

Page 276: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG

NOMOR 2 TAHUN 2010

TENTANG

PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MASYARAKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SERANG,

Menimbang : a. bahwa Kota Serang adalah daerah dengan landasan

kehidupan masyarakat yang berbudaya dan beragama,

sejalan dengan visi dan misi Kota Serang;

b. bahwa berbagai bentuk perbuatan yang merupakan

penyakit masyarakat merupakan perbuatan yang

meresahkan masyarakat, ketertiban umum, keamanan,

kesehatan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat

Kota Serang;

c. bahwa rasa aman, nyaman dan tentram perlu diwujudkan

di Kota Serang oleh karena itu perbuatan penyakit

masyarakat yang ada di Kota Serang diperlukan aturan

tentang pembinaan, pengawasan dan pengendalian,

pelarangan serta penindakan terhadap penyakit

masyarakat agar terhindar dari gangguan / dampak

negatif yang akan timbul di dalam masyarakat;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

pada huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk

Peraturan Daerah tentang Pencegahan, Pemberantasan dan

Penanggulangan Penyakit Masyarakat.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974

tentang Ketentuan - ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial

( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor

53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3039 );

3. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana ( Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3209 );

4. Undang-Undang ………………..

Page 277: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

- 2 -

4. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

5. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

6. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

7. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang di Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4748);

8. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);

9. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5104);

13. Peraturan ………………….

Page 278: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

- 3 -

13. Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kota Serang (Lembaran Daerah Kota Serang Tahun 2008 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kota Serang Nomor 7);

14. Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kota Serang (Lembaran Daerah Kota Serang tahun 2008 Nomor 13).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SERANG

dan

WALIKOTA SERANG

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MASYARAKAT

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kota Serang;

2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas - luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

3. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;

4. Walikota adalah Walikota Serang;

5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Serang;

6. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kota Serang;

7. Tim adalah Tim pengendalian dan pengawasan Peraturan Daerah yang keanggotaannya terdiri dari Dinas atau Instansi dan pihak terkait lainnya;

8. Pejabat yang berwenang adalah pejabat atau pegawai yang diberi tugas di bidang tertentu sesuai dengan peraturan perundang – undangan;

9. Penyidik adalah Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang – undang untuk melakukan penyidikan;

10. Satuan ………………….

Page 279: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

- 4 -

10. Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disingkat SATPOL PP adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan Peraturan Daerah dan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

11. Ketertiban umum dan ketentraman masyarakat adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, Pemerintah daerah dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tentram, tertib dan teratur;

12. Pencegahan adalah upaya mendeteksi sedini mungkin disertai usaha terhadap segala sesuatu yang akan menimbulkan keadaan tertentu;

13. Penanggulangan adalah suatu proses, cara, dan perbuatan mengatasi permasalahan melalui upaya pencegahan (preventif), pembinaan dan rehabilitasi (kuratif) dan penindakan (represif);

14. Penyakit masyarakat adalah hal - hal atau perbuatan yang terjadi ditengah - tengah masyarakat yang tidak menyenangkan masyarakat atau meresahkan masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan agama dan adat serta tata krama kesopanan dalam masyarakat;

15. Maksiat adalah setiap perbuatan yang menyimpang dari ketentuan hukum, agama, adat dan tata krama kesopanan, meliputi pelacuran atau prostitusi dan mabuk-mabukan;

16. Tempat maksiat adalah lokasi yang diduga atau dipandang sebagai sarana untuk melakukan transaksi atau negosiasi kearah perbuatan maksiat maupun sarana untuk melakukan perbuatan maksiat itu sendiri;

17. Pelacuran adalah perbuatan atau kegiatan seseorang atau sekelompok orang baik pria, wanita atau waria, yang menyediakan dirinya kepada umum atau seseorang tertentu untuk melakukan perbuatan atau kegiatan cabul atau hubungan seksual atau perbuatan yang mengarah pada hubungan seksual di luar perkawinan yang dilakukan di hotel atau penginapan, restoran, tempat hiburan, lokasi pelacuran atau di tempat-tempat lain di daerah, dengan tujuan untuk mendapatkan imbalan berupa uang, barang dan / atau jasa lainnya;

18. Perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang tidak senonoh atau perbuatan yang melanggar kesusilaan, norma social dan agama;

19. Pekerja Seks Komersial yang selanjutnya disebut PSK adalah wanita atau pria atau waria yang memenuhi kebutuhan hidupnya baik memperoleh imbalan maupun tidak dengan cara menjual diri atau melakukan persetubuhan yang menyimpang dari ketentuan hukum, agama, adat dan tata krama, kesopanan yang berlaku di masyarakat;

20. Waria adalah seseorang yang memiliki kelamin pria atau kelamin ganda yang mempunyai jiwa atau tingkah laku seperti wanita;

21. Perantara adalah orang yang menghubungkan secara langsung maupun tidak langsung antara pasangan berlawanan jenis atau sejenis kearah terlaksananya perbuatan maksiat, baik mendapat atau tidak mendapat imbalan atas usahanya tersebut;

22. Backing adalah orang atau sekelompok orang yang melindungi, menjamin atau memberikan jasa, baik secara fisik maupun non fisik sehingga terjadi perbuatan maksiat;

23. Minuman ……………….

Page 280: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

- 5 -

23. Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol yang di proses dari bahan hasil kimia atau pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara pengenceran minuman mengandung ethanol dengan kadar alkohol 1 % sampai 5 % untuk Golongan A, 5 % sampai 20 % untuk Golongan B dan 20 % sampai 55 % untuk Golongan C;

24. Pengedaran minuman beralkohol adalah penyaluran minuman beralkohol untuk diperdagangkan di daerah;

25. Hotel adalah rumah atau fasilitas berbentuk bangunan tempat orang menginap, makan maupun fasilitas lainnya yang disediakan;

26. Wisma adalah fasilitas berbentuk rumah yang terdiri dari kamar - kamar untuk disewakan sebagai tempat bermalam;

27. Pemondokan atau tempat kos - kosan adalah rumah yang terdiri dari kamar - kamar untuk disewakan sebagai tempat tinggal dengan sewa per bulan atau per tahun;

28. Obyek wisata adalah fasilitas umum untuk berekreasi baik yang bersifat alami maupun buatan;

29. Tempat hiburan adalah fasilitas umum dimana orang bisa menikmati hiburan seperti : film, musik, sauna dan karaoke atau menikmati minuman atau tempat bersenang-senang;

30. Salon kecantikan adalah tempat usaha melayani jasa perawatan rambut, perawatan kecantikan dan perawatan tubuh;

31. Kafe adalah tempat pelayanan mendapatkan minuman yang pengunjungnya mendapatkan sajian hiburan berupa musik atau dalam bentuk lainnya;

32. Prostitusi adalah praktek pelacuran yang dilakukan oleh pria atau wanita dan/ atau waria dengan mengharapkan imbalan uang;

33. Homoseks adalah pemenuhan hasrat seks yang dilakukan sesama laki - laki;

34. Lesbian adalah pemenuhan hasrat seks yang dilakukan sesama wanita;

35. Sodomi adalah hubungan seks melalui anus;

36. Penyimpangan seksual lainnya adalah penyaluran seksual yang dilakukan oleh perseorangan atau lebih diluar kewajaran selain homoseks, lesbian dan sodomi;

37. Warnet adalah tempat usaha yang menyediakan layanan internet, browsing, chating, facebook, email ataupun konten sejenisnya berbasis website;

38. Pengemis adalah seseorang yang melakukan pekerjaannya dengan cara meminta-minta baik dilakukan sendiri-sendiri atau berkelompok yang terorganisir secara sistematis dengan mengatasnamakan lembaga-lembaga social, bertempat di jalan, rumah warga maupun fasilitas umum;

39. Gelandangan adalah setiap orang yang hidup tidak menetap atau tuna wisma menempati fasilitas sosial dan fasilitas umum sebagai tempat aktifitasnya;

40. Anak jalanan adalah anak–anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja atau hidup di jalanan dan tempat–tempat umum, seperti jalan umum, terminal, pasar, stasiun dan taman kota;

41. Rehabilitasi ........................

Page 281: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

- 6 -

41. Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat;

42. Pemberdayaan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga negara khususnya warga Daerah yang mengalami masalah sosial, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.

BAB II

TUJUAN

Pasal 2

Peraturan Daerah ini bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum, dengan melarang kegiatan yang termasuk dalam kategori penyakit masyarakat di Daerah.

BAB III

KLASIFIKASI PENYAKIT MASYARAKAT

Pasal 3

(1) Klasifikasi penyakit masyarakat yang diatur dalam Peraturan Daerah ini, mencakup segala bentuk perbuatan, tindakan atau perilaku yang tidak menyenangkan dan meresahkan masyarakat dan/atau melanggar nilai – nilai ajaran agama dan norma susila.

(2) Penyakit masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. Pelacuran dan penyimpangan seksual; b. Waria yang menjajakan diri; c. Minuman beralkohol; d. Gelandangan dan pengemis; e. Anak jalanan; f. Kegiatan yang dilarang pada bulan ramadhan.

(3) Semua tindakan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan penyakit masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah tindakan dan/atau perbuatan yang melanggar ketertiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang - undangan.

BAB IV

LARANGAN

Pasal 4

(1) Pejabat yang berwenang dilarang mengeluarkan izin usaha dan/atau kegiatan yang merangsang tumbuh dan berkembangnya perbuatan, tindakan dan perilaku penyakit masyarakat.

(2) Pejabat yang berwenang dilarang memperpanjang izin usaha dan/atau kegiatan yang diduga dan/atau pantas diduga telah merangsang tumbuh dan berkembangnya penyakit masyarakat.

(3) Pejabat ………………

Page 282: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

- 7 -

(3) Pejabat yang berwenang dapat mencabut izin usaha dan/atau menghentikan kegiatan yang diduga dan/atau pantas diduga telah merangsang tumbuh dan berkembangnya perbuatan, tindakan dan perilaku penyakit masyarakat.

(4) Pejabat yang berwenang berhak melarang setiap orang yang sikap atau perilakunya menunjukkan indikasi yang kuat patut diduga sebagai pelaku penyakit masyarakat, berada di tempat ibadah, jalan- jalan umum, lapangan, losmen, hotel, asrama, rumah penduduk atau kontrakan, warung kopi, warung internet, tempat hiburan, gedung atau tempat tontonan, sudut jalan atau lorong jalan dan tempat lainnya di daerah.

Bagian Kesatu

Pelacuran dan Penyimpangan Seksual

Pasal 5 Setiap orang dilarang :

a. Melakukan pelacuran atau perzinahan;

b. Menjadi pelacur dan/atau PSK;

c. Memakai jasa PSK;

d. Membujuk atau merayu, mempengaruhi, memikat, mengajak dan memaksa orang lain dengan kata-kata, isyarat, tanda atau perbuatan lainnya yang dapat mengakibatkan perbuatan yang mengarah pada terjadinya perzinahan;

e. Memperlihatkan sikap bermesraan, berpelukan dan/atau berciuman yang mengarah pada hubungan seksual di tempat umum;

f. Melakukan penyimpangan seksual dalam bentuk hubungan homoseks, lesbian, sodomi atau penyimpangan seksual lainnya;

g. Melakukan tindakan yang bertujuan untuk mempertemukan atau menghubungkan para pelaku perzinahan baik dengan atau tanpa imbalan;

h. Menawarkan dirinya kepada orang lain untuk melakukan hubungan seks, homoseks atau lesbian baik dengan atau tanpa imbalan;

i. Menjadikan atau membiarkan tempat yang dikuasainya sebagai tempat dilakukannya perzinahan atau pelacuran;

j. Menjamin keberadaan tempat dilakukannya perzinahan atau pelacuran.

Bagian Kedua

Waria Yang Menjajakan Diri

Pasal 6

Setiap waria baik sendiri–sendiri ataupun berkelompok, dilarang berada di tempat

umum atau tempat lain untuk menjajakan atau menawarkan dirinya, membujuk

atau merayu, mempengaruhi, memikat, mengajak dan memaksa orang lain untuk

melakukan perzinahan atau penyimpangan seksual baik dengan atau tanpa

imbalan.

Bagian Ketiga .......................

Page 283: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

- 8 -

Bagian Ketiga

Minuman Keras

Pasal 7

(1) Setiap orang dilarang meminum minuman beralkohol.

(2) Setiap orang dan/atau badan usaha dilarang menyimpan, mengedarkan dan/

atau menjual minuman beralkohol golongan A, golongan B dan golongan C.

(3) Setiap orang dan/atau badan usaha dilarang menjadikan atau membiarkan

tempatnya sebagai tempat dilakukannya perbuatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2).

(4) Setiap orang dilarang menjadi backing bagi tempat dilakukannya perbuatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(5) Pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2), adalah

minuman beralkohol yang mengandung rempah - rempah, jamu dan

sejenisnya untuk tujuan kesehatan dan yang berada di hotel berbintang.

(6) Minuman untuk tujuan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),

ditetapkan oleh Walikota sesuai peraturan perundang–undangan.

Bagian Keempat

Permainan Ketangkasan

Pasal 8

(1) Setiap pengusaha tempat permainan ketangkasan atau jasa layanan internet

dilarang membiarkan anak–anak berpakaian seragam sekolah bermain

ditempatnya pada jam–jam sekolah.

(2) Permainan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah play station, video

game dan on line internet.

Bagian Kelima

Gelandangan dan Pengemis

Pasal 9

(1) Setiap orang dilarang menjadi gelandangan dan pengemis.

(2) Setiap orang dilarang menyuruh atau memaksa orang lain menjadi pengemis.

(3) Setiap orang dilarang memberikan uang ataupun lainnya kepada pengemis.

Bagian Keenam

Kegiatan Yang Dilarang pada Bulan Ramadhan

Pasal 10

(1) Setiap orang dilarang merokok, makan atau minum di tempat umum atau

tempat yang dilintasi oleh umum pada siang hari di bulan ramadhan.

(2) Setiap ………………..

Page 284: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

- 9 -

(3) Setiap orang dilarang menjadi becking bagi tempat dilakukannya perbuatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Setiap pengusaha restoran atau rumah makan atau warung dan pedagang

makanan dilarang menyediakan tempat dan melayani orang menyantap

makanan dan minuman pada siang hari selama bulan ramadhan.

Bagian Ketujuh

Penyalahgunaan Tempat Usaha

Pasal 11

(1) Setiap orang baik sendiri ataupun bersama - sama dilarang mendirikan dan/

atau mengusahakan atau menyediakan tempat dan/atau orang untuk

melakukan perbuatan maksiat.

(2) Setiap pemilik dan/atau pengusaha hotel, wisma, penginapan, pemondokan

atau rumah kontrakan, tempat hiburan, obyek wisata, salon kecantikan, cafe,

warung internet dan warung kopi dilarang mempergunakan fasilitas

sebgaimana dimaksud pada ayat (1), sehingga memungkinkan terjadinya

penyakit masyarakat, yaitu:

a. Memberi dan memperlancar kesempatan terjadinya penyakit masyarakat;

b. Memperdagangkan benda-benda yang merangsang terjadinya penyakit

masyarakat;

c. Menyediakan prasarana dan sarana terjadinya penyakit masyarakat;

d. Meminjamkan fasilitas yang merangsang terjadinya penyakit masyarakat.

(3) Setiap orang atau kelompok dilarang menjadi backing yang memberi peluang

untuk terjadinya penyakit masyarakat.

BAB V

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 12

(1) Setiap orang berhak dan bertanggungjawab untuk berperan serta dalam

mewujudkan kehidupan dalam satu lingkungan yang aman, tertib dan

tentram serta terbebas dari perbuatan, tindakan dan perilaku penyakit

masyarakat.

(2) Wujud peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:

a. Mencegah segala perbuatan tindakan atau perilaku penyakit masyarakat

yang diketahui atau yang dimungkinkan akan terjadi;

b. Mengawasi semua tindakan dan/atau perbuatan yang berhubungan

dengan penyakit masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya;

c. Melaporkan kepada Pejabat atau pihak yang berwenang apabila

mengetahui atau menemukan tindakan, perbuatan dan perilaku penyakit

masyarakat.

BAB VI …………………..

Page 285: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

- 10 -

BAB VI

PENCEGAHAN, PENINDAKAN, PENGENDALIAN

DAN PENGAWASAN SERTA PEMBINAAN

Bagian Kesatu

Pencegahan

Pasal 13

Pejabat atau pihak yang berwenang berhak untuk mencegah dan melarang kegiatan yang mengarah pada perbuatan, tindakan dan perilaku penyakit masyarakat.

Bagian Kedua

Penindakan

Pasal 14

(1) Pejabat atau pihak yang berwenang dapat melakukan tindakan untuk menutup

atau menyegel tempat yang digunakan atau diduga digunakan sebagai tempat

dilakukannya tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

(2) Tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang untuk dibuka kembali

sepanjang belum ada jaminan dari pemilik atau pengelola bahwa tempat itu

tidak akan digunakan kembali untuk perbuatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13.

(3) Masyarakat maupun pihak ketiga berhak mengajukan permohonan kepada

Pejabat atau pihak yang berwenang agar dilakukan penindakan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

(4) Tata cara penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur

lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

Pasal 15

(1) SATPOL PP berwenang melakukan razia terhadap tempat atau rumah, tempat

usaha, jalan atau tempat umum, yang digunakan atau mempunyai indikasi

atau bukti yang kuat, sehingga patut diduga tempat tersebut digunakan

sebagai tempat kegiatan penyakit masyarakat.

(2) Tata cara pelaksanaan razia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Walikota.

Bagian Ketiga

Pengendalian dan Pengawasan

Pasal 16

(1) Pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini, dilakukan oleh Tim yang bersifat lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah.

(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

Bagian Keempat …………………..

Page 286: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

- 11 -

Bagian Keempat

Pembinaan

Pasal 17

(1) Pemerintah Daerah dan masyarakat wajib melakukan pembinaan terhadap orang atau sekelompok orang yang terbukti melakukan perbuatan penyakit masyarakat.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui kegiatan rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial.

(3) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan melalui kegiatan:

a. Bimbingan, pendidikan, pelatihan dan keterampilan teknis;

b. Bimbingan, penyuluhan rohaniah dan jasmaniah;

c. Penyediaan lapangan kerja atau penyaluran tenaga kerja.

(4) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan melalui kegiatan:

a. Peningkatan kemauan dan kemampuan;

b. Penggalian sumber daya.

(5) Pembinaan terhadap orang atau sekelompok orang yang melanggar ketentuan Peraturan Daerah ini, selain diberikan tindakan sebagimana dimaksud pada ayat (2), dapat juga diberikan tindakan berupa sanksi administrasi.

Pasal 18

(1) Guna mengefektifkan pelaksanaan di lapangan, penyiapan sarana dan prasarana untuk pelaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dilakukan secara terpadu dibawah koordinasi Walikota atau Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas, pokok dan fungsi dibidang sosial.

(2) Tata Cara mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

Pasal 19

Pemerintah Daerah menyediakan anggaran untuk kegiatan pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat yang dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber lain yang sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII

PENYIDIKAN

Pasal 20

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota Serang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan Penyidikan tindak pidana dibidang pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

(2) Wewenang………………

Page 287: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

- 12 -

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah:

a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan

berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut

menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. Meneliti, mencari, mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau

badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan

tindak pidana;

c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan

sehubungan dengan tindak pidana;

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain

berkenaan dengan tindak pidana;

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,

pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan

terhadap bahan bukti tersebut;

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan

tindak pidana;

g. Memerintahkan berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan

ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan

memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana

dimaksud pada huruf e;

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;

i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi;

j. Menghentikan penyidikan;

k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak

pidana menurut aturan yang berlaku.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memberitahukan dimulainya

penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum

melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan

yang diatur dalam Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana.

BAB VIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 21

(1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang melanggar ketentuan sebagaimnana

diamaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan

ayat (4), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11 Peraturan Daerah ini, diancam

dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling

banyak Rp. 50.000.000,- ( lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran.

Bab IX ………………….

Page 288: ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI …repository.fisip-untirta.ac.id/1010/1/ANALISIS... · sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.

- 13 -

BA B IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

Pasal 23

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Serang.

Ditetapkan di Serang pada tanggal 1155 JJuullii 22001100

WALIKOTA SERANG,

ttttdd

BBUUNNYYAAMMIINN

Diundangkan di Serang

pada tanggal 19 Juli 2010 SEKRETARIS DAERAH KOTA SERANG,

ttd

SS UU LL HH II