Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di...

66
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di Taman Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus Pembalakan Liar Oleh PT. Tanjung Lingga) TUGAS KARYA AKHIR M. ASAD S 0706214811 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM SARJANA EKSTENSI DEPOK 2013 Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Transcript of Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di...

Page 1: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

i

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di Taman

Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus Pembalakan Liar Oleh PT.

Tanjung Lingga)

TUGAS KARYA AKHIR

M. ASAD S

0706214811

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM SARJANA EKSTENSI

DEPOK

2013

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 2: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

i

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di Taman

Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus Pembalakan Liar Oleh PT.

Tanjung Lingga)

TUGAS KARYA AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

M. ASAD S

0706214811

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM SARJANA EKSTENSI

DEPOK

2013

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 3: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

ii

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 4: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

iii

Tanggal : 5 Juli 2013

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 5: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

iv

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Tugas Karya Akhir (TKA) ini. Penulisan TKA

ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Sosial Program Studi Kriminologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa

perkuliahan sampai pada penyusunan TKA ini, sangatlah sulit bagi saya untuk

menyelesaikan TKA ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Yogo Tri Hendiarto S.Sos., M.Si, yang telah bersedia meluangkan waktu,

tenaga, dan pikirannya dalam mengarahkan penyusunan TKA ini.

2. Dr. Thomas Sunaryo, M.Si yang bersedia menjadi penguji ahli.

3. Dra. Mamik Sri Supatmi M.Si, atas pengertiannya sebagai ketua program

studi dan memberikan perhatian terhadap penulisan TKA ini.

4. M. Irvan Olii, S.Sos., M.Si yang turut memberikan dukungan dan

wawasan dalam memberikan masukkan untuk TKA ini.

5. Dr. Mohammad Kemal Dermawan M.Si, yang telah bersedia

meminjamkan bukunya.

6. Irma Yuniar saya yang menjadi pendukung dan mensupport saya dalam

mengerjakan TKA ini.

7. Mama, Papa, Alid dan keluarga besar lainnya yang sudah mendukung dan

memberikan perhatian dalam penyusunan TKA ini.

8. Advent dan bima yang menjadi teman seperjuangan di semester ini.

Terimakasih atas segala bantuan dan dukungan yang kalian berikan

selama ini.

9. Hadijah R. Octaviani, Ira Aditia dan Cathy Valentine. Asad, Rinta

Koestoer, Bima Ganesha, Nani Solihah, Yuli Wulandari, Adiyaksa Ganjar

Erlangga, Advent Kristadi, Sarah Glandosch, Alfianti, Iqbal Hadi

Nugroho, Dian Nirmasari, atas segala waktunya dalam diskusi dan tukar

pikiran sehingga skripsi ini dapat tersusun dengan baik.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 6: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

v

10. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis, dengan segala

keterbatasan mohon maaf tidak dapat penulis sebutkan satu persatu disini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan

semua pihak yang telah membantu. Semoga TKA ini membawa manfaat bagi

pengembangan ilmu.

Bogor, 12 Juli 2013

Penulis

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 7: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

vi

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 8: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

vii

ABSTRAK

Nama : M. Asad S

Program Studi : Kriminologi

Judul : Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di

Taman Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus Pembalakan Liar

Oleh PT. Tanjung Lingga)

Tugas Karya Akhir (TKA) ini membahas mengenai tentang analisis kriminologis

terhadap fenomena atau kasus pembalakan liar di Taman Nasional Tanjung Puting.

Pembalakan liar di Indonesia sulit diberantas habis. Walaupun dampak yang

diakibatkan bersifat negatif dan global, hal tersebut tidak menyurutkan para penebang

liar melakukan pembalakan liar. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk

melihat apa saja bentuk-bentuk empat objek dalam Kriminologi pada kasus

pembalakan liar, yang merupakan salah satu aksi dari kejahatan lingkungan.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan mengambil studi kasus yang

telah dihimpun oleh LSM, yang juga merupakan sebuah penelitian dan investigasi

dari LSM dan data-data sekunder. Dalam penelitian membahas kasus pembalakan liar

ini dengan 4 objek kajian dalam Kriminologi, yaitu pelaku kejahatan, kejahatan,

korban dan reaksi sosial. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa aksi tindakan

pembalakan liar berhubungan erat dengan kejahatan kejahatan korporasi dimana

aparat pemerintah dapat terlibat dan menjadi pelaku kejahatan.

Kata kunci:

Kejahatan korporasi, kejahatan lingkungan, pembalakan liar

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 9: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

viii

ABSTRACT

Name : M. Asad S

Study Program : Criminology

Title : Criminology Analysis of Illegal Logging Case at Tanjung

Puting National Park (Case Study on Illegal Logging by

Tanjung Lingga Company)

This Final Paperwork (TKA) discussed criminology analysis of illegal logging

phenomena or case at Tanjung Puting National Park. Illegal logging in Indonesia is

very difficult to combat entirely. The illegal activity has very high negative impact

both nationally and globally, however the offenders seemed has not been discouraged.

The objective of this study was to describe the illegal logging case, which could be

categorized as one of the environmental crimes, according to four terms of subjects in

criminology. This study used qualitative approach by picking some case compiled by

certain NGO, which has been investigated and studied by the NGO, with some

additional secondary data. The illegal logging was discussed from the stand point of

four subbjects in criminology, i.e. the offender, the crime, the victim and the social

reaction. Results of this study concluded that illegal logging activity is very closely

linked with corporate crimes, where governmental officer could be involved or

become the offender.

Keywords:

Corporate crime, environmental crime, illegal logging

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 10: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL. ........................................................................................ i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii

UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................ iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYAILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................. vi

ABSTRAK/ABSTRACT .................................................................................... vii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1 I.1 Latar Belakang Masalah.................................................... ............... 1

I.2 Permasalahan..................................................................... ............... 5

I.3 TujuanPenelitian........................................................ ....................... 7

I.4 Signifikansi Penelitian............................................................... ....... 7

a. Signifikansi Akademis.................................................. ............. 7

b. Signifikansi Praktis .................................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8 II.1 Penelitian Terdahulu………………………………… .................... 8

II.2 Kerangka Pemikiran……………………………………… ............. 17

II.3 Definisi Konseptual .......................................................................... 23

II.3.1 Kejahatan……… .................................................................... 23

II.3.2 Environmental Harm .............................................................. 23

II.3.3 Environmental Crime…………………... .............................. 24

II.3.4 Corporate Crime ..................................................................... 24

II.3.5 Forestry Crime ........................................................................ 24

II.3.6 Pembalakan liar ...................................................................... 25

II.3.7 Korban Kejahatan ................................................................... 25

II.3.8 Reaksi Sosial .......................................................................... 26

III. METODE PENULISAN ....................................................................... 27

III.1 Metode Penulisan ............................................................................ 27

III.2 Metode Pendekatan ......................................................................... 27

III.3 Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 28

III.3.a Studi Kepustakaan ................................................................. 28

III.3.b Studi Literatur ....................................................................... 28

III.4 Sumber Data ................................................................................... 28

III.5 Analisis Kontekstual ....................................................................... 29

IV. DATA DAN ANALISIS……………………………... ......................... 30 IV.1 Deskripsi Kasus Pembalakan Liar di Taman Nasional

Tanjung Puting ................................................................................ 30

IV.2 Analisis Kasus ................................................................................ 33

IV.2.1 Modus Kejahatan .................................................................. 33

IV.2.2 Pelaku Kejahatan .................................................................. 33

IV.2.3 Korban Kejahatan ................................................................. 33

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 11: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

x

IV.2.4 Reaksi Sosial ........................................................................ 34

IV.3 Analisis Data ................................................................................... 34

IV.3.1 Kejahatan Korporasi Terhadap Lingkungan ......................... 34

IV.3.2 Pelaku Kejahatan Korporasi Terhadap Lingkungan ............. 39

IV.3.3 Korban Kejahatan Korporasi Terhadap Lingkungan ............ 43

IV.3.4 Reaksi Sosial Pada Kejahatan Korporasi Terhadap

Lingkungan dan Penjahatnya. .............................................. 45

V. PENUTUP .............................................................................................. 48 V.1 Kesimpulan…………………………………………………… ...... 48

V.2 Saran ................................................................................................. 50

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. ...... 52

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 12: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA 1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Dengan perkembangan zaman saat ini Indonesia belum mampu secara

maksimal mengatur dan menampung kegiatan-kegiatan dalam rangka mencegah

kegiatan-kegiatan pembalakan liar. Aktivitas kegiatan pembalakan liar saat ini

berjalan dengan lebih terbuka, transparan dan banyak pihak yang terlibat dan

memperoleh keuntungan dari aktivitas pencurian kayu. Modus yang biasanya

dilakukan adalah dengan melibatkan banyak pihak. Pada umumnya, mereka yang

berperan adalah buruh/penebang, pemodal (cukong), penyedia angkutan dan

pengaman usaha dimana seringkali sebagai pengaman usaha adalah kalangan

birokrasi, aparat pemerintah, polisi, dan TNI (Setiono dan Husein, 2005).

Pembalakan liar mengancam industri sektor kehutanan dengan

mengakibatkan kekurangan bahan baku dimasa yang akan datang. Laporan dari

Pengelolaaan Sumber Daya Alam (PSDA) Watch menemukan penebangan liar

mengambil 67 juta m3 kayu tiap tahunnya (Suripto 2005). Studi WWF (World

Wide Fund) mengungkapkan bahwa pembalakan liar telah mengakibatkan

kerugian material sebesar paling tidak Rp. 30 triliun per tahun. Bahkan penelitian

Greenpeace seperti dikutip Radius dan Wadrianto (2011) melaporkan bahwa 88%

kayu-kayu yang masuk ke industri perkayuan di Indonesia disinyalir illegal atau

melebihi kuota tebangan, sehingga dalam waktu dekat tegakan hutan akan habis,

dan di masa mendatang pasokan kayu untuk industri tersebut tidak ada lagi.

Pada praktek kegiatan pembalakan liar melakukan penebangan di bekas

areal lahan yang dimiliki maupun penebangan diluar jatah tebang (over cutting)

dan adakalanya kegiatan pembalakan liar dilakukan melalui kerjasama antara

perusahaan pemegang izin Hak Pengelolaan Hutan (HPH) dengan para cukong.

Seringkali pemegang izin meminjamkan perusahaannya untuk mengikuti lelang

kayu sitaan kepada pihak cukong yang tidak ada hubungannya sama sekali

dengan perusahaan tersebut (Tacconi, 2007).

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 13: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA 2

Kegiatan pembalakan liar tanpa mengindahkan kaidah-kaidah manajemen

hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

berbagai dampak negatif dalam berbagai aspek. Sumber daya hutan kian menjadi

rusak akibat maraknya penebangan liar dalam jumlah yang sangat besar (Callister,

1999). Kerugian akibat penebangan liar memiliki dimensi yang luas tidak saja

terhadap masalah ekonomi, tetapi juga terhadap masalah sosial, budaya, politik

dan lingkungan (Obidzinski, Andrianto, Wijaya, 2006).

Berbagai sistem tatanan masyarakat baik dalam proses sosial politik,

budaya dan ekonomi mengalami pergeseran. Hal ini diakibatkan adanya proses

perpindahan pola berpikir masyarakat yang lebih kritis dan mengedepankan

sistem peningkatan taraf ekonomi yang berbasis ekonomi kerakyatan. Ekonomi

kerakyatan yang diusung Negara pada prinsipnya tidak berjalan maksimal. Hal

ini dibuktikan belum adanya pemerataan pendapatan masyarakat, terlihat dari

masih terdapatnya masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan (Human

Rights Watch, 2009).

Tabel 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut

Daerah 2011–2012

tahun Jumlah penduduk miskin (juta) Presentase penduduk miskin

kota desa Kota+desa kota desa Kota+desa

2011

(Mar)

11,05 18,97 30,02 9,23 15,72 12,49

2011

(Sep)

10,95 18,94 29,89 9,09 15,59 12,36

2012

(Mar)

10,65 18,48 29,13 8,78 15,12 11,96

Sumber: Badan Pusat Statistik

Berdasarkan Tabel I.1, lambatnya laju turun angka kemiskinan di

Indonesia, yang menurut BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2011 angka

kemiskinan pada kota dan desa mencapai 30 juta jiwa, sedangkan pada september

2012 tercatat menjadi 29,13 juta jiwa. Hal ini memberikan dampak psikologis

pada masyarakat yang cukup besar sehingga berbagai pola kehidupan masyarakat

di terapkan demi suatu tuntutan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Salah satu pola yang diterapkan masyarakat adalah melakukan proses penebangan

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 14: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA 3

hutan secara liar meskipun terjadi proses pelanggaran hukum demi suatu tujuan

ekonomi yang hendak dicapai.

Meningkatnya nilai ekonomi atas hasil hutan semakin memperkuat

eksistensi masyarakat dan pengusaha untuk semakin giat melakukan pengelolaan

atas hasil hutan dengan salah satu alasan pendapatan ekonomi hasil hutan yang

sangat besar. Hal ini dibuktikan dengan ruang lingkup perdagangan hasil hutan

keluar negeri melalui proses ekspor yang diperjualbelikan ke negara-negara yang

sudah berkembang, dan nilai beli kayu di Indonesia sangatlah murah (HRW,

2009).

Eksploitasi dan pemanfaatan sumberdaya hutan beberapa dekade silam

telah sedemikian parah sehingga saat ini kondisi hutan Indonesia sangat

terdegradasi, bahkan pada banyak tempat terjadi deforestasi. Dalam kurun waktu

1985 - 1997 laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,87 juta Ha per tahun

(Sunderlin, et al. 1997).

Berdasarkan Tabel 1.2, angka deforestasi berlanjut pada tahun 2000-2001 ,

yaitu ketika sebanyak 1,018 juta Ha hutan produksi per tahun ditebang habis,

ditambah dengan rusaknya hutan seluas 0,67 juta Ha per tahun pada kawasan di

luar hutan produksi (Planologi Kehutanan, 2007). Setelah itu pada tahun 2002-

2003 laju kerusakan hutan meningkat mencapai 1,9 juta Ha. Trend deforestasi

pada rentang waktu 2000-2005 mengalami penurunan sedikit walaupun sempat

terjadinya kenaikan pada tahun 2003, mencapai 1,9 juta Ha per tahun, dimana laju

terbesar terdapat di Sumatera (Planologi Kehutanan, 2007). Hal tersebut telah

menyebabkan pendapatan devisa negara dari sektor Kehutanan menurun pada

tahun 1997 hingga 2003 serta menimbulkan kekhawatiran negara lain, terutama

negara maju, dengan adanya isu perubahan iklim. Deforestasi dan degradasi hutan

yang terjadi di Indonesia mendorong berkembangnya isu sebagai penyumbang

emisi karbon yang cukup signifikan di dunia. Pada satu sisi, sebagaimana negara

berkembang lainnya, hutan masih diposisikan sebagai sumberdaya pembangunan

ekonomi yang harus dimanfaatkan. Di sisi lain pemanfaatan hutan dikhawatirkan

akan mempercepat laju deforestasi dan degradasi hutan yang memperbesar emisi

gas rumah kaca dari sektor kehutanan (Santoso, et al. 2002).

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 15: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA 4

Tabel 1.2 Laju Deforestasi 7 Pulau Besar di Indonesia 2000-2005 (x1000

Ha/tahun)

Tahun Sumatera Kalimant

an Sulawesi Maluku Papua Jawa

Bali,NTB,

NTT Total

2000-2001 259,50 212,00 154,00 20,00 147,20 118,30 107,20 1.018,20

2001-2002 202,60 128,70 150,40 41,40 160,50 142,10 99,60 926,30

2002-2003 339,00 480,40 385,80 132,40 140,80 343,40 84,30 1.906,10

2003-2004 208,70 173,30 41,50 10,60 100,80 71,70 28,10 634,70

2004-2005 335,70 234,70 134,60 10,50 169,10 37,30 40,60 962,50

Total 1.345,50 1.230,10 866,30 214,90 718,40 712,80 358,80 5.447,80

Sumber: Planologi Kehutanan 2007

Tabel 1.3 Rekapitulasi Perkara Tindak Pidana Illegal Logging Tahun 2007

hingga 2011.

Tahun Status

Kasus

2007 2008 2009 2010 2011

Non yustisia 10 0 6 0 0

Lidik 104 42 27 2 0

Sidik 364 178 118 96 59

SP3 2 2 7 1 0

P21 252 128 86 65 49

Tunggakan 214 90 52 32 10

Jumlah Kasus 478 220 151 98 59

Sumber: diolah oleh penulis dari statistik kehutanan Indonesia tahun 2011

Keterangan tabel: Non yustisia – tanpa proses peradilan,

Lidik – proses pengusutan atau pelacakan

Sidik – proses mencari tahu atau menemukan kebenaran

SP3 – Surat Perintah Penghentian Penyidikan

P21 – alat dan barang bukti yang sudah lengkap

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 16: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA 5

Pada Tabel 1.3 tentang rekapitulasi perkara tindak pidana pembalakan liar

menunjukkan bahwa keberadaan hutan di Indonesia pada perkembangannya

sedang dalam tahap pemulihan akibat tindakan ini. Walaupun terjadi penurunan

angka kasus pembalakan liar yang di tampilkan oleh Departemen Kehutanan pada

tahun 2011, dimana hanya tercatat 59 kasus yang dimana perbandingannya

mengalami penurunan semenjak tahun 2007 yang tercatat 478 kasus, tetap hal ini

sulit diberantas, dikarenakan sulitnya aktor atau dalang pembalakan liar ini

tertangkap, yang menjadi tunggakan kasus yang belum terselesaikan.

Yang sangat memprihatinkan saat ini adalah maraknya tindak pembalakan

liar dan sekaligus pencurian kayu yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak

bertanggungjawab. Padahal instrumen hukum di bidang kehutanan sudah cukup

jelas mengatur mengenai ketentuan pidana bagi setiap orang yang melakukan

perbuatan melanggar hukum di bidang kehutanan.

I.2 Permasalahan

Pembalakan liar merupakan masalah besar yang sedang dihadapi oleh

kehutanan di Indonesia. Segala macam usaha telah diupayakan oleh Kementerian

Kehutanan untuk mengatasi masalah keamanan hutan dari pembalakan liar. Usaha

yang dilakukan beragam macamnya mulai dari pendekatan sosial ekonomi dengan

memberikan program-program pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan

kondisi sosial ekonomi penduduk sekitar hutan hingga upaya penegakan hukum,

namun hasilnya tidak memuaskan (HRW, 2009).

Sejak tahun 2005, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai

tindakan untuk mengurangi pembalakan liar dan penyelundupan kayu. Akibatnya,

pabrik-pabrik kayu di Indonesia dan pusat-pusat pengolahan seperti di Malaysia

dan Cina tidak lagi dapat pasokan kayu illegal dari Indonesia. Kebanyakan yang

ditangkap dalam operasi penegakan hukum ini adalah pekerja bawahan dalam

rantai produksi kayu illegal, yaitu para penebang kayu di hutan, supir truk, dan

kapal pengangkut kayu curian (Obidzinski, Andrianto, Wijaya, 2006). Sementara

aktor dibalik semua aksi pembalakan liar ini tetap bebas dan aparat militer dan

polisi serta merta melindungi.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 17: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA 6

Pembalakan liar di Indonesia sudah merambah ke segala kawasan hutan,

termasuk kawasan adat atau hutan masyarakat hingga ke kawasan taman nasional,

yang seharusnya dipelihara oleh pemerintah dan masyarakat sekitar hutan yang

merupakan warisan serta menjadi sumber daya untuk memenuhi kebutuhan sehari

hari. Habisnya hutan tropis di kawasan Indonesia bagian barat dan melimpahnya

potensi kekayaan hutan di Indonesia telah menjadikan target bagi para cukong

kayu dan pengeksploitasi sumberdaya alam yang ingin meluaskan aktivitas

eksploitasi mereka (Tacconi, Obidzinski, Agung, 2003).

Pembalakan liar yang dilakukan di Taman Nasional Tanjung Puting telah

melanggar ketentuan UU no. 41 tahun 1999 telah menyalahi aturan bagaimana

kawasan hutan lindung tidak diperbolehkan melakukan kegiatan logging atau

penebangan kayu di areal kawasan hutan lindung.

Pembalakan liar yang terjadi dilakukan oleh PT Tanjung Lingga di Taman

Nasional Tanjung Puting (Telapak,1999) merupakan kejahatan korporasi terhadap

lingkungan. Tindakannya selain melakukan penebangan yang tidak sesuai dengan

peraturan hukum formal atau hukum yang berlaku dan tidak sesuai dengan ijin

yang dipegang untuk usaha pengolahan kayu, telah memberikan dampak yang

merugikan untuk lingkungan itu sendiri sehingga terjadi ancaman terhadap

lingkungan, juga telah merugikan secara sosial, budaya, dan ekonomi.

Ancaman terhadap lingkungan merupakan lanjutan proses dalam tahap

akibat tindak pidana pembalakan liar yang merupakan kejahatan lingkungan.

White (2005) mengatakan bagaiamana pertimbangan dalam menganalisa sebuah

ancaman lingkungan pada fokus efek dampak terhadap lingkungan yang terjadi

akibat kejahatan lingkungan, beserta dampak sosial yang ditimbulkan akibat dari

kejahatan tersebut.

Sangat penting untuk mengkaji fenomena ini secara kriminologis karena

dapat merespon ancaman terhadap lingkungan, apapun bentuknya yang spesifik,

asalnya serta dinamikanya. Analisa sebelumnya bagaimanapun baiknya, masih

bersifat subjektif. Untuk itu perlu diidentifkasi dan mengkaji sesuai dengan atau

merupakan objek penelitian Kriminologi, yaitu, kejahatan, penjahat, tingkah laku

menyimpangn pelaku penyimpangan, korban kejahatan, reaksi sosial terhadap

tingkah laku jahat dan tingkah laku menyimpang, baik merupakan reaksi formal

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 18: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA 7

maupun reaksi non formal dari warga masyarakat terhadap pelaku kejahatan, serta

korban kejahatan dalam suatu peristiwa kejahatan.

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka penulis merumuskan

pertanyaan penulisan sebagai berikut:

“Bagaimana analisis Kriminologis terhadap kasus pembalakan liar di Taman

Nasional Tanjung Puting (studi kasus pembalakan liar oleh PT. Tanjung

Lingga)?”

I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembahasan masalah tersebut, maka tujuan yang akan dicapai

dalam rangka penelitian ini adalah sebagai berikut:

Untuk menjelaskan analisis kriminologis terhadap kegiatan pembalakan liar

yang terjadi di Taman Nasional Tanjung Puting.

I.4 Signifikansi Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang dapat diperoleh

antara lain:

a. Signifikansi Akademis

Tulisan ini berharap dapat menjadi masukan terhadap ilmu pengetahuan

terutama di bidang Kriminologi terhadap kasus pembalakan liar di Taman

Nasional Tanjung Puting, dan juga dapat sebagai bahan rujukan untuk

penelitian yang akan datang.

b. Signifikansi Praktis

Bagi Pemerintah

Dapat menjadi bahan masukan bagi aparat/petugas hukum dalam

melakukan upaya-upaya preventif guna menyikapi terjadinya kegiatan

pembalakan liar di Taman Nasional Tanjung Puting.

Bagi Pembaca

Sebagai sumber informasi mengenai kegiatan pembalakan liar khususnya

di Taman Nasional Tanjung Puting, serta seluruh masyarakat secara umum

sebagai pihak-pihak yang ikut bertanggungjawab terhadap kegiatan

pembalakan liar di Taman Nasional Tanjung Puting.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 19: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Penelitian Terdahulu

Yonariza dan Webb (2007) dengan penelitiannya yang berjudul “Rural

household participation in illegal timber felling in a protected area of West

Sumatra, Indonesia”. Pembalakan liar merupakan ancaman bagi hutan tropis di

kawasan lindung, namun faktor-faktor motivasi itu perlu dipahami lebih baik.

Pada jurnal ini digambarkan bahwa, rumah tangga di pedesaan berpartisipasi pada

penebangan kayu di Cagar Alam Barisan I (Sumatera Barat) secara kontekstual,

dan dianalisa faktor-faktor bagaimana kaitan rumah tangga yang berpartisipasi

pada kegiatan ini serta pentingnya aksi ini terhadap pemasukan untuk kebutuhan

rumah tangga. Hampir 19% dari sampel rumah tangga memotong atau

mengangkut kayu di Taman Nasional Barisan I, dan kebutuhan akan uang tunai

yang mendorong partisipasi. Mata pencaharian alternatif seperti peternakan dan

kegiatan agroforestry di luar taman nasional dapat mengurangi kebutuhan kayu

penebangan. Pengetahuan tentang status hukum di taman nasional tidak

mempengaruhi kemungkinan rumah tangga terlibat dalam penebangan kayu,

namun perhatian yang lebih besar adalah rendahnya tingkat pendapatan dari kayu.

Pengembangan kebijakan berupaya untuk memberikan alternatif mata pencaharian

bagi rumah tangga agar dapat mengurangi ketergantungan pada penebangan kayu

dan berkontribusi untuk konservasi hutan di taman nasional. Selain itu, hasil

konservasi harus ditingkatkan jika kontrol atas perlindungan dan penegakan taman

nasional dikelola oleh pemerintah dan masyarakat setempat.

Sebuah rumah tangga di kategorikan sebagai keluarga penebang kayu

(TFHH, timber felling household) jika terdapat paling tidak salah satu anggota

keluarga berpartisipasi dalam penebangan dan pemotongan kayu. Cara

pengangkutan kayu dilakukan dengan secara manual diangkut dengan kerbau atau

menggunakan gerobak motor. Pada beberapa kasus pengankutan dilakukan

dengan cara menghanyutkan kayu menggunakan aliran sungai dan kemudian

dibawa dengan truk pada titik temu yang telah ditentukan, dan kemudian di jual

dimana potongan kayu dikirim ke perusahaan kayu terdekat. Pengangkutan kayu

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 20: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

9

di lakukan dalam kurun waktu 0,5 jam hingga 7 jam, tergantung jenis kayu yang

dipotong. Metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah, memilih 11 nagari

dari 4 kabupaten (Padang, Padang Pariaman, Tanah Baru, Solok) dan kemudian

memilih 17 jorong (sub-desa) dimana desa tersebut yang sering berpartisipasi

dalam kegiatan yang berhubungan dengan hutan, dan secara acak memilih 10%

dari jumlah rumah tangga dari setiap desa untuk survey. Tiap keluarga di

wawancara tatap muka. Data primer dikumpulkan dengan cara memberikan

kuesioner yang disamarkan berhubungan dengan pembalakan liar. Masalah

pembalakan liar yang terjadi di Cagar Alam Barisan I adalah dikarenakan kondisi

rendahnya tingkat ekonomi pada penduduk sekitar daerah hutan. Rumah tangga

yang melakukan aksi ini pada area hutan yang dilindungi bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan hidup terutama dalam bentuk uang tunai yang sering

dilakukan pada musim non-panen.

Penelitian yang berikutnya dilakukan oleh Smith, Obidzinski, Subarudi

dan Suramenggala (2003) dilakukan di Kalimantan berjudul “Illegal logging,

collusive corruption and fragmented governments in Kalimantan, Indonesia”.

Jurnal ini membedakan antara korupsi kolusi dan non-kolusi di sektor kehutanan

dan menganalisis interaksi mereka dengan lingkungan politik atau kelembagaan.

Sementara non-kolusi korupsi meningkatkan biaya bagi sektor swasta, korupsi

kolusi mengurangi biaya untuk penyogokan, oleh karena itu lebih gigih. Wilayah

penelitian pada Kalimantan Timur adalah Bulungan, Malinau dan Nunukan. Data

dikumpulkan dengan menggunakan metode hasil kajian cepat, yang terdiri dari

wawancara semi-terstruktur dengan informan kunci termasuk aparat pemerintah,

perusahaan kayu dan masyarakat lokal. Data tentang korupsi didapatkan dengan

wawancara mendalam dengan membangun raport kepercayaan terlebih dahulu.

Sementara data primer dan sekunder diperoleh dari data statistik pemeritahan.

Data dari wawancara rahasia di Indonesia menunjukkan bahwa pembalakan liar,

didukung oleh korupsi kolusi, menjadi meluas setelah jatuhnya Presiden Soeharto.

Sementara liberalisasi ekonomi dan persaingan di antara pejabat pemerintah dapat

menurunkan non-kolusi korupsi, mereka memperburuk korupsi kolusi. Selama

transisi politik, negara sangat rentan terhadap korupsi kolusi karena pemerintah

sering lemah dan terfragmentasi, dengan lembaga terbelakang. Reformasi yang

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 21: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

10

lebih luas berkelanjutan dan penguatan kelembagaan untuk mempercepat transisi

ke demokrasi sejati diperlukan untuk memerangi korupsi kolusi. Untuk

akuntabilitas yang lebih besar dari pemerintah Indonesia, reformasi hukum dan

peradilan dan dorongan dari pengawasan publik bisa menjadi berguna untuk

memerangi pembalakan liar dan korupsi. Dari penelitian ini menyimpulkan, sifat

lemah pemerintahan ditandai oleh perebutan kekuasaan, anarki, konflik dan

hukum bertentangan yang mengaburkan garis antara legalitas dan ilegalitas dan

karena itu membuat lebih mudah bagi pembalakan liar, didukung oleh korupsi

kolusi, untuk berkembang. Periode transisi dari otokrasi ke demokrasi sangat

rentan terhadap korupsi kolusi berkembang, karena selama transisi, lembaga

penting untuk berfungsi penuh demokrasi masih terbelakang, yang mengarah ke

pemerintahan vakum. Analisis menunjukkan bahwa pemerintahan yang kuat yang

mampu menegakkan supremasi hukum diperlukan untuk mengendalikan korupsi

kolusi luas.

Obidzinski, Andrianto, dan Wijaya (2006) melakukan penelitian yang

berjudul “Penyelundupan kayu di Indonesia; Masalah genting ataukah

berlebihan?” mengangkat masalah bagaimana penyelundupan kayu menjadi inti

dari masalah pembalakan liar di Indonesia. Penelitian ini dilakukan di daerah

perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia di pulau Kalimantan. Pembalakan

liar dan perdagangan kayu dapat berdampak negative pada lingkungan hidup,

ekonomi dan masyarakat. Akibat dari aksi ini adalah penggundulan hutan yang

diikuti dengan kerugian Negara yang di perkirakan hingga AS$600 juta per tahun.

Diperkirakan pada tahun 2001 dan 2002, Kalimantan Timur memasok 2

juta m3 kayu ke negara bagian Sabah, Malaysia – hampir seluruhnya illegal.

Departemen Kehutanan memperkirakan penyelundupan skala besar

(menggunakan tongkang, kapal kontainer) melalui pelabuhan Tarakan mencapai

1,2 juta m3 kayu diselundupkan setiap tahunnya. Penyelundupan skala kecil

(menggunakan rakit, kapal kayu) memasok 330.000 m3 per tahun. Sisa kayu

(sekitar 500.000 m3) diangkut ke Sabah melalui jalan darat. Pengangkutan kayu

melalui jalan darat memanfaatkan selesainya jalan Serudong-Kalabakan-Long

Pasia yang panjangnya lebih dari 100 km di sepanjang perbatasan dengan

Indonesia, yang pada tempat-tempat tertentu hanya 500 meter dari garis

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 22: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

11

perbatasan internasional. Dari jalan utama itu, lusinan jalan tanah (jalan tikus)

dibuat menghubungkan konsesi ex-Yamaker di Kalimantan Timur. Walau 2 juta

m3 merupakan jumlah penyelundupan kayu yang besar sekali dari Kalimantan

Timur, namun ini bukanlah pasokan utama bagi industri kayu di Sabah, seperti

yang kerap diklaim oleh media massa Indonesia. Bahkan pada tahun puncak masa

penyelundupan kayu dari Kalimantan Timur, hanya memasok bahan baku kurang

dari 14 persen kapasitas terpasang industri kayu di Sabah yang totalnya mencapai

15 juta m3

per tahun.

“Positive and negative aspects of forestry conflict: lessons from a

decentralized forest management in Indonesia” merupakan judul penelitian yang

dilakukan oleh Yasmi, Guernier, dan Colfer (2009). Desentralisasi dalam

pengelolaan sumberdaya alam (NRM) semakin dipromosikan karena diyakini

untuk menawarkan manajemen yang lebih baik. Penelitian ini membahas aspek-

aspek positif dan negatif dari konflik kehutanan yang kadang-kadang meningkat

dengan desentralisasi. Memperhatikan hasil studi kasus dari Sumatera, penelitian

ini menguji bagaimana konflik di sektor kehutanan dibawah proses desentralisasi

dipandang oleh para pemangku kepentingan. Memilih daerah Sumatra karena

akses yang lebih mudah ke lokasi deforestasi yang penulis sudah melakukan

penelitian sebelumnya pada tahun 2004. Peneliti memonitor aktifitas yang

berhubungan dengan desentralisasi dalam rangka untuk memahami bagaimana

para pemegang kepentingan terlibat dalam konflik dan bagaimana mereka

memandang hal itu. Berbagai metode data akuisisi digunakan, yaitu: wawancara

semi-terstruktur, diskusi kelompok terfokus (FGD) dan konsultasi ahli. Sebanyak

wawancara 28 semi-terstruktur dilakukan dengan responden kunci, masing-

masing berlangsung antara 45 menit dan dua jam. responden dibagi menjadi tiga

kelompok: anggota masyarakat, perusahaan penebangan dan orang luar. Dua

kelompok pertama adalah pihak yang bertikai. Orang luar adalah mereka yang

tidak terlibat langsung, tetapi merupakan pemangku kepentingan di daerah, yaitu

Dinas Kehutanan setempat, peneliti dan lembaga non-pemerintah. Konflik ini

melibatkan perusahaan kayu dan masyarakat setempat, dan berpusat pada batas

hutan yang disengketakan. Masyarakat menuduh perusahaan tersebut melewati

logging dalam batas-batas hutan komunal. Sebaliknya, perusahaan berpendapat

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 23: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

12

bahwa itu adalah penebangan kayu dalam hutan negara dan dilindungi secara

hukum karena memegang izin yang sah yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini

jelas merupakan yang konflik terjadi karena klaim hak milik. Konflik terlihat

mempercepat deforestasi, hubungan yang buruk dan menghasilkan resiko sosial

yang tinggi. Di sisi lain, para pemangku kepentingan menyarankan bahwa konflik

juga menciptakan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan,

memungkinkan negosiasi dan merangsang belajar. Untuk mengatasi konflik dalam

desentralisasi, klaim hak kepemilikan (de facto vs de jure) perlu diatasi dan

didamaikan melalui proses negosiasi sehingga aspek-aspek positif dari konflik

dapat dibina dan negatif dapat dihindari. Selain itu, desentralisasi perlu

dipersiapkan dan dilaksanakan dengan hati-hati. Kerangka hukum yang kuat,

pedoman pelaksanaan yang jelas dan peningkatan kapasitas pemangku

kepentingan merupakan elemen penting yang dapat membantu efektivitas

desentralisasi.

Kaimowitz (2003) mempublikasikan jurnal yang berjudul “Forest law

enforcement and rural livelihoods”. Kegiatan hutan yang illegal telah merampas

pemerintah miliaran dolar dalam pendapatan pajak. Mereka juga menyebabkan

kerusakan lingkungan dan mengancam hutan, dimana orang banyak bergantung

pada sumber daya hutan. Korupsi dan pelanggaran yang berkaitan dengan hutan

luas atas dasar hukum kehutanan dan merusak aturan hukum, mendorong investasi

yang sah, dan memberikan keuntungan tidak adil untuk yang kaya dan berkuasa,

karena kontrak mereka yang kemampuan untuk membayar uang suap besar. Uang

yang dihasilkan dari kegiatan pembalakan liar bahkan telah digunakan untuk

membiayai konflik bersenjata. Jurnal ini membahas masalah-masalah yang

kompleks dan sulit. Kebijakan yang bekerja dengan baik di satu lokasi mungkin

memiliki konsekuensi yang tak terduga atau bencana pada orang lain. Jelas ada

situasi di mana manfaat positif dari kehutanan dan penegakan hukum konservasi

lebih besar daripada dampak negatif dan hal ini mungkin memrupakan mata

pencaharian, sehingga pemerintah dan masyarakat kadang-kadang perlu untuk

mengambil langkah-langkah yang membatasi pilihan rumah tangga miskin di

pedesaan. Demikian pula, tidak bijaksana untuk menjadi naif tentang bagaimana

mudahnya membiarkan masyarakat sendiri untuk secara efektif mengatur

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 24: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

13

penggunaan hutan. Namun, ada alasan bagus untuk mempertanyakan banyak

upaya yang ada dan yang diusulkan untuk mengatur hutan, dan untuk mengambil

langkah-langkah untuk memastikan bahwa peraturan tidak hanya membenarkan

kelompok kaya dan berkuasa memperoleh monopoli atas akses terhadap

sumberdaya hutan, bukannya melindungi sumber daya. Pemerintah dan

masyarakat harus mengatur pengelolaan dan pemanfaatan hutan untuk

memastikan bahwa fungsi yang mereka pertahankan dari waktu ke waktu, manfaat

dibagi merata, konflik diselesaikan secara adil dan transparan, dan pendapatan

pajak yang cukup yang diperoleh untuk membayar biaya publik yang diperlukan.

Pelanggaran luas hutan yang ada hukum dan peraturan memiliki dampak negatif

besar pada hutan, mata pencaharian, pendapatan masyarakat, dan supremasi

hukum.

Terdapat empat penelitian ilmiah sebelumnya yang juga mengangkat tema

pembalakan liar. Empat penelitian tersebut memiliki perbedaan seperti yang

dijelaskan melalui tabel di bawah ini:

Deskripsi tentang pembalakan liar di Kalimantan barat berdasarkan

penilitian yang dilakukan oleh Kusmayadi pada tahun 2003, menyatakan pada

tahun 2002 jumlah lahan kritis dalam kawasan hutan mencapai 2.163.570 ha, dan

diluar kawasan hutan sebanyak 2.978.700 ha, sehingga jumlah keseluruhannya

adalah 5.142.270 ha (Kusmayadi, 2003). Hal ini berarti bahwa luas lahan kritis di

Kalimantan barat telah mencapai 35,03% dari total luas hutan Kalimantan barat

yang berjumlah 14.680.700 ha (Kusmayadi, 2003). Pembalakan liar hampir terjadi

di semua kabupaten yang memiliki areal berhutan, sedangkan penyelundupan

kayu ke Malaysia terjadi hampir pada sepanjang wilayah perbatasan dengan

frekuensi terbesar melalui jalur Badau, Entikong, dan sekitar Jagoi Babang serta

Pare (Ibid, 2003).

Kusmayadi (2003) menyimpulkan penelitiannya tentang p embalakan liar di

Kalimantan barat adalah;

1. Melalui pengamatan, aktifitas pembalakan liar dapat dengan mudah di

observasi dengan terlihatnya truk mengangkut kayu olahan menuju Sarawak

tanpa ada dokumen, tidak dilakukan pemeriksaan, dan tidak ada pemungutan

pajak apapun oleh instansi terkait. Alur pergerakan illegal loging mulai dari

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 25: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

14

saat penebangan sampai ke daerah tujuan akhir dilakukan dengan sangat

terorganisir melalui beberapa jalur.

2. Tenaga kerja yang dimobilisasi oleh para pemodal sebagian besar bukan

berasal dari penduduk setempat. Keberadaan pemodal (cukong) dalam

aktifitas pembalakan liar di Kalimantan Barat memegang peran penting,

taktik, atau strategi untuk mendapatkan kayu.

3. Aktifitas pembalakan liar telah mengakibatkan perbedaan pendapat antara

pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten terutama yang berkaitan

dengan kewenangan pengelolaan hutam. Sebagai contoh dalam mengeluarkan

Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH), dians kehutanan propinsi

Kalimantan barat berpedoman bahwa surat keterangan sahnya hasil hutan

hanya dapat diberikan atas kayu yang jelas asal usul dan perizinannya,

sedangkan pemerintah kabupaten memandang bahwa untuk kayu yang tidak

jelas asal usulnya jika sudah ditebang sebaiknya diberikan SKSHH.

4. Masyarakkat hutan hidup dengan bergantung pada hasil sumberdaya hutan di

sekitarnya. Dengan adanya kegiatan penebangan kayu ini telah banyak

mengubah norma norma masyarakat seperti larangan menebang kayu di

kawasan tertentu yang dilarang oleh adat, tetapi saat ini diperbolehkan dengan

syarat masayrakat mendapatkan kompensasi yang dinilai dengan rupiah.

5. Berbagai alasan yang sering dikemukakan adalah untuk membangun daerah

diperlukan dana, dan salah satu cara yang paling mudah dan cepat adalah

dengan mengeksploitasi sumber daya alam. Selain itu kekeliruan dalam

memahami peraturan banyak terjadi dimana peraturan daerah maupun

keputusan bupati/kepala daerah dianggap lebih kuat kedudukannya

dibandingkan dengan keputusan menteri sehingga seringkali terabaikan, dan

hali ini yang menyebabkan tidak sinkron nya dalam menjalankan prosedur dan

proses perizinan.

6. Sistem kontrol yang menjadi salah satu faktor kenapa membesarnya aktifitas

pembalakan liar. Melakukan kontrol ke lokasi yang jauh dari pusat tidaklah

mudah karena selain hambatan alam, tekanan dari oknum atau kelompok

masyarakat setempat kadang kala menjadi penghambat untuk melakukan

control terlebih lagi di dukung dengan kurangnya jumlah tenaga pengawas.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 26: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

15

7. Lemahnya penegekan hukum positif terhadap pelaku pembalakan liar

menyebabkan aktifitasnya berkembang semakin tidak terkendalli. Sehingga

memunculkan peraturan peraturan lokal yang dibuat oleh kelompok

masyarakat dengan memasukkan unsur adat setempat.

8. Banyaknya kesamaan budaya adalah salah satu faktor yang mempermudah

kedua masyarakat untuk melakukan aktifitas pembalakan liar. Dengan

demikian terjadinya proses pembalakan liar di perbatasan karena adanya

supply and demand dimana kedua belah pihak sama-sama membutuhkan.

Aspek dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan kayu

illegal dalam system peradilan pidana berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Erlin Yuliastuti (2006) merupakan rangkaian tindakan hukum mulai dari

penyelidikan, penyidikan oleh kepolisian, ppns kehutanan, penuntutan oleh jaksa

penuntut umum, pemeriksaan disidang pengadilan oleh hakim dan berakhir

dengan pembinaan narapidana oleh petugas lembaga kemasayrakatan. Di samping

itu beberapa instansi terkait lainnya seperti departemen Perindustrian dan

Perdagangan, Departemen Perhubungan dan Telekomunikasi, panglima TNI serta

Departemen Kehutanan dan Perkebunan turut pula berperan dalam penegakan

hukum terhadap perdagangan kayu illegal. Namun dalam penegakan hukumnya

mata rantai alur hukum seringkali terputus, artinya penanganan terhadap suatu

kasus terbatas pada dimana kayu illegal tersebut ditemukan. Penanganannya rumit

dan terkotak-kotak menjadi kendala terbesar dalam penegakkan hukum. Kendala-

kendala tersebut meliputi substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum.

Pada substansi nya terdapat seperti tumpang tindih nya aturan hukum serta

rumusan sanksi dalam UU no. 41 tahun 1999 tidak mengatur mengatur rumusan

ssanksi sehingga tidak memberikan efek jerak pada yang terpidana. Struktur

hukum itu sendiri meliputi polisi, Ppns kehutanan, jaksa dan hakim. Kendalanya

adalah kurangnya koordinasi antar sesama penegak hukum dengan instansi terkait,

seringkali hukum hanya berlaku pada pelaku di lapangan hingga tidak

menjangkau pelaku intelektual terlebih lagi munculnya praktik kkn pada aparat

penegak hukum dan instansi terkait.

Penelitian yang di lakukan Soedaryanto (2000) lebih menjelaskan tentang

profil dan kinerja kelompok pembalak dalam melakukan pembalakan illegal

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 27: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

16

(pembalakan liar). Dalam aksi pembalakan liar terdapat 2 faktor yang mendorong

kelompok kelompok ini melakukan aksinya, yaitu faktor intern (niat dan

kesempatan melakukan pembalakan illegal untuk memenuhi kebutuhan ekonomi

kelompok pembalak) dan faktor ekstern (adanya konsumen yaitu pembeli yang

kebanyakan masyarakat umum dan pengumpul yang biasanya pemilik sawmill

legal yang membutuhkan bahan baku) (Soedaryanto, 2000). Pekerjaan yang

mereka miliki diketahui tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, maka

dari itu aksi pembalakan liarpun dilakukan. Aksi ini dilakukan berdasarkan karena

adanya niat dalam perbuatannya beserta kesempatan dalam melakukan aksi

tersebut ditambah dengan kebutuhan ekonomi yang sangat mendesak beserta

kemudahan pasar kayu ke konsumen sehingga aksi ini seringkali dilakukan.

Seperti halnya dengan penelitian yang dilakukkan oleh Wawan Gunawan

(2001), yang mengambil tempat pada Taman Nasional Ujung kulon, Banten.

Fokus penelitiannya adalah pada abalisis biaya pembalakan illegal di areal hutan

konservasi. Kegiatan pembalakan yang terjadi di Taman Nasional Ujung kulon

seluruhnya dilakukan oleh masyarakat sekitar Taman Nasional dan dilakukan

secaaara sembunyi-sembunyi. Secara garis besar, pembalakan liar yang terjadi di

Taman Nasional Ujung kulon dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (Wawan,

2001);

1. kelompok bisnis atau usaha, kelompok ini terjadi apabila data penampung

kayu atau cukong kayu dari kota membeli kayu pada penampung lokal atau

langsung ke masayrakat pembalak, dengan kata lain pesanan atau permintaan

dari cukong. Volume kayu yang diambil oleh kelompok ini relatif besar tetapi

frekuensinya relatif jarang.

2. kelompok kebutuhan sendiri, kelompok ini terbentuk karena adanya

kebutuhan kyau masyarakat untuk pembuatan rumah tau kebutuhan lainnya.

Volume kayu yang diambill relatif kecil tapi frekuensinya relatif tinggi.

Dalam hubungan kerjasama antaar pembalak dengan pemilik modal, modal

yang digunakan dalam kegiatan pembalakan berasal dari pemilik modal atau

pemilik chainsaw dan modal patungan anggota kelompok. Besarnya modal

belanja yang dibutuhkan untuk satu hari operasi berkisar antara Rp. 26.700-Rp.

35.000 yang digunakan untuk pembelian bahan bakar dan pelumas serta ransum.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 28: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

17

II.2 Kerangka Pemikiran

Kejahatan (Siegel,2000:4) adalah, “suatu pelanggaran terhadap aturan

perilaku dalam masyarakat yang diinterprestasikan dan diekspresikan oleh suatu

hukum pidana yang diciptakan oleh sekelompok orang yang memegang

kekuasaan sosial dan politik. Individu-individu yang melanggar aturan-aturan ini

merupakan subyek dari sanksi yang diberikan oleh aparatur Negara, stigma sosial,

dan kehilangan status.” Dalam kajian Kriminologi pelanggaran undang undang

dan tingkah laku yang merugikan masyarakat dapat dikategorikan sebagai

kejahatan. Mardjono Reksodiputro, merumuskan kejahatan sebagai berikut;

“kejahatan sebagai suatu tingkah laku, adalah merupakan perbuatan yang (kita

anggap) menyimpang, bertentangan dengan hukum, atau melanggar UU, dan

merugikan masyarakat, baik dilihat dari segi kesusilaan, kesopanan, dan

ketertiban anggota masyarkat.”(Romli, 1984).

Santoso dan Zulfa (2001) mengutip dari Thorsten Sellin yang

mengutarakan bahwa pemberian batasan definisi kejahatan secara yuridis itu tidak

memenuhi tuntutan-tuntutan keilmuan. Suatu dasar yang lebih baik bagi

perkembangan kategori-kategori ilmiah menurutnya adalah memberikan dasar

yang lebih baik dengan mempelajari norma-norma kelakuan (conduct norms),

karena konsep norma-norma perilaku yang mencakup setiap kelompok atau

lemabaga merupakan ciptaan kelompok-kelompok normative manapun.

Maka dari itu Mustofa (2007) merumuskan kejahatan secara kriminologis

adalah pola tingkah laku seseorang yang relative menetap, yang merugikan

masyarakat secara fisik, psikologis, maupun materi, yang dapat dilakukan oleh

individu, kelompok, maupun organisasi.

Beberapa kejahatan menunjukkan sifat sifat egoistis, ketamakan dari

pelaku dengan sama sekali tidak memperdulikan keselamatan, kesejahteraan atau

pun milik orang lain (Dermawan dan Purnianti,1994). Kejahatan tindak pidana

pembalakan liar sering digunakan untuk merujuk pada berbagai kegiatan illegal

yang berpengaruh terhadap hutan dan masyarakat yang tergantung padanya.

Kegiatan hutan illegal meliputi semua tindakan illegal yang berhubungan dengan

ekosistem hutan, demikian juga industri yang berhubungan dengan hutan dan

hasil hutan kayu serta non-kayu (Tacconi, 2007). Kegiatan ini meliputi tindakan

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 29: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

18

yang melanggar hak-hak atas lahan hutan, melakukan korupsi untuk mendapatkan

konsesi hutan, dan semua kegiatan pada seluruh tahap pengelolaan hutan dan

rantai produksi barang dari hutan, dari tahap penanaman hingga penebangan dan

pegangkutan bahan baku serta bahan jadi hingga pengelolaan keuangan (Setiono

dan Husein, 2005).

Sutherland dan Cressey berpendapat bahwa, kriminologi merupakan

“seperangkat pengetahuan yang memandang kejahatan sebagai suatu fenomena

sosial. Yang meliputi ruang ingkup proses, pembuatan hukum, pelanggaran

hukum, dan reaksi terhadap pelanggaran hukum tersebut. Obyektifitas

Kriminologi merupakan perkembangan dari seperangkat aturan-aturan ynag

bersifat umum dan terverifikasi dari pengetahuan yang menyangkut proses

hukum, kejahatan dan perawatan”

Pada umumnya, Obyek penelitian kriminologi dibagi menjadi 4 (Mustofa,

2005);

1. Kejahatan dan tingkah laku penyimpangan

Sebagai satu obyek penelitian Kriminologi yang utama, kejahatan

diartikan sebagai pola tingkah laku yang merugikan masyarakat, baik

secara fisik maupun materi, baik yang dirumuskan dalam hukum maupun

tidak.

Gejala kejahatan dan tingkah laku menyimpang dipelajari dalam

kriminologi dengan tujuan, antara lain, agar dapat dijelaskan bentuk-

bentuknya, sebab musabab terjadinya, pola-polanya, kecenderungannya,

hubungannya dengan masyarakat tempat terjadinya peristiwa kajahatan

atau tingkah laku menyimpang, serta konsep-konsep kejahatan atau

tingkah laku menyimpang yang dianut oleh masyarakat.

2. Penjahat, pelaku kejahatan dan penyimpang

Bagi Kriminologi konsep penjahat berbeda dari konsep hukum,

sehingga dalam kriminologi seseorang disebut sebagai penjahat apabila

pola tingkah lakunya adalah tingkah laku kejahatan yang bersifat menetap.

Tindakan kejahatan yang dilakukan merupakan karakter dari orang

tersebut. Sifat tingkah menetap artinya tingkah laku tersebut sudah

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 30: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

19

menjadi karakter pelakunya dan merupakan pola tingkah laku yang

dilakukan secara berulang-ulang.

3. Reaksi sosial terhadap kejahatan dan penjahat

Reaksi sosial terhadap kejahatan dan penjahat adalah berbagai

macam bentuk tindakan yang diambil dalam rangka menanggulangi

kejahatan atau menindak pelaku kejahatan agar masyarakat terbebas dari

kejahatan dan pelaku kejahatan tidak mengulangi perbuatannya.

4. Korban kejahatan

Korban kejahatan merupakan obyek penelitian Kriminologi yang

tidak dapat dilepaskan dari gejala kejahatan. Hampir dapat dipastikan

bahwa setiap kejahatan pasti akan ada korbannya, baik orang lain maupun

diri sendiri.

Keseluruhan obyek penelitian tersebut dianalisa dalam ruang lingkup

sosiologi di bawah topik gejala sosial. Atau dengan kata lain obyek penellitian

kriminologi tersebut dipelajari sebagai gejala sosial (Mustofa, 2005).

Menurut UU no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup, pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

“Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,

dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam

itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta

makhluk hidup lain”.

Dalam kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan

lingkungannya, etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang

menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan

lingkungan tetap terjaga. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan sehubungan

dengan penerapan etika lingkungan sebagai berikut (Keraf, 2002):

a. Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan

sehngga perlu menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain

dirinya sendiri.

b. Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya

untuk menjaga terhadap pelestarian, keseimbangan dan keindahan

alam.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 31: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

20

c. Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk

bahan energi.

d. Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga

untuk makhluk hidup yang lain.

Maka dari itu, fokus pada masalah lingkungan yang kita hadapi pada

hakekatnya adalah masalah ekologi manusia. Masalah itu timbul karena

perubahan lingkungan yang menyebabkan lingkungan itu tidak atau kurang sesuai

lagi untuk mendukung kehidupan manusia, akibatnya ialah terganggunya

kesejahteraan manusia (Soemarwoto, 1991).

Selain merupakan pelanggaran terhadap UU yang berlaku, keberadaan

pembalakan liar mengakibatkan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh

kegiatan logging yang dilakukan. Kerusakan lingkungan tersebut adalah suatu

gangguan terhadap lingkungan alam. Dan menurut Hoefnagels: “manusia dan

lingkungan adalah terikat secara tak terpisahkan..gangguan terhadap lingkungan

ini adalah gannguan terhadap manusia itu (Soemarwoto, 1991). Gangguan

terhadap lingkungan alam yang merupakan dampak dari adanya kegiatan

pembalakan liar dipandang sebagai pelanggaran terhadap norma kehidupan

masyarakat terutama norma hukum, dan dapat digolongkan sebagai kejahatan,

karena kerugian yang diakibat sangat merugikan baik itu manusia maupun

lingkungan itu sendiri.

Kejahatan lingkungan adalah tindakan yang tidak sah atau kelalaian yang

melanggar hukum dan karena itu tunduk pada tuntutan pidana dan sanksi pidana.

Pelanggaran ini merugikan atau membahayakan keselamatan orang fisik atau

kesehatan serta lingkungan itu sendiri, melayani kepentingan baik organisasi -

biasanya perusahaan atau individu (Situ dan Emmons, 2000). Perusahaan

merupakan pelaku kejahtan lingkungan yang utama, organisasi lain, seperti

organisasi pemerintah sering sekali ikut bergabung, serta individu juga dapat

melakukan kejahatan lingkungan.

Situ & Emmons (2000) menyatakan bahwa, kejahatan lingkungan dapat

dijelaskan dengan;

1. Kejahatan korporasi terhadap lingkungan (corporate environmental crime)

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 32: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

21

Dalam Menjelaskan konsep ini, Situ dan Emmons mengutip dari

beberapa kajian. Kejahatan korporasi terhadap llingkungan adalah salah

satu macam dari kejahatan korporasi, yang, pada kenyataannya,

merupakan bagian penting dari kejahatan kerah putih (Cllinard dan

Yeager, 1980). Sutherland (1940) menciptakan tema kejahatan kerah

putih, mendefinisikan sebagai "kejahatan yang dilakukan oleh seseorang

yang mempunyai kehormatan dan status sosial yang tinggi dalam

pekerjaannya. Sutherland menekankan bahwa orang dengan status yang

tinggi mampu melakukan kejahatan karena kesempatan yang ditawarkan

oleh posisi pekerjaan yang tinggi, yang mereka pegang.

Kejahatan korporasi yang dilakukan oleh pegawai, tidak untuk

keuntungan pribadi tetapi atas nama korporasi atau bisnis (Coleman,1994).

Dapat disimpulkan bahwa, kejahatan korporasi terhadap

lingkungan adalah bagian dari kejahatan korporasi. Mereka merusak

lingkungan atau membahayakan kesehatan umum sekaligus mengambil

manfaat korporasi. mereka terikat dalam praktik organisasi, bukan

preferensi sebagai individu-individu. Mereka berkomitmen dalam rangka

melakukan bisnis oleh pegawainya, seringkali pada tingkat tertinggi,

terutama untuk tujuan perusahaan daripada kepentingan pribadi.

Situ dan Emmons (2000) memberikan masukan bagaimana menjelaskan

kejahatan korporasi terhadap lingkungan dengan menggunakan tipologi motivasi

(motivation), kesempatan (opportunity), dan aparat penegak hukum (law

enforcement).

Motivasi (motivation), motivasi memiliki elemen struktural (makro) dan

individu (mikro). Ketika tujuan untuk keberhasilan perusahaan merupakan factor

utama bagaimana melakukan dengan cara apapun untuk mencapai tujuan dalam

keberhasilan, dasar struktural untuk motivasi dimasukkan. Dalam situasi ini

tekanan bisa berpaling kepada cara ilegal untuk mencapai tujuan perusahaan.

Tetapi pelaku kejahatan paling bersedia untuk melanggar hukum atas nama

korporasi akan sering memiliki beberapa motivasi pribadi juga, yang biasanya

ditandai dengan rasa takut pemecatan atau penuruanan pangkat atau kehilangan

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 33: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

22

jabatan, atau mempunyai ciri kepribadian, seperti licik, yang kondusif untuk

melakukan kejahatan.

Kesempatan (opportunity), dua jenis peluang juga harus hadir. pertama,

kesempatan secara objektif untuk melakukan kejahatan harus ada. tiga keadaan

memberikan kesempatan ini,

1. jenis industri yang memiliki potensi dampak yang besar terhadap

lingkungan

2. sebuah perusahaan besar, dimana secara akuntabilitas kacau dan

komunikasi yang buruk

3. dalam bahwa industri, dan posisi keputusan yang signifikan

membuat otoritas dalam industry.

kedua kesempatan subyektif, persepsi peluang oleh pelanggar hukum

harus ada. ketika petinggi perusahaan mensosialisasikan dan menjadi budaya

perusahaan yang memfasilitasi kejahatan, ia melihat lebih banyak kesempatan

untuk melakukan kejahatan.

Aparat penegak hukum (law enforcement), kualitas pada kondisi

penegakan hukum, motivasi dan kesempatan. jika penegakan hukum yang pasti

dan parah, kesempatan dan motivasi yang terbatas oleh biaya kejahatan.

kemungkinan besar ketakutan dan punisment tidak dapat diterima. jika penegakan

hukum lemah, sesat, atau intermiten, maka itu lebih mungkin bahwa motivasi

struktural akan mendorong perusahaan ke arah kejahatan, kejahatan karakteristik

rawan dan rasa peluang pidana akan memegang, dan bahwa kesempatan tujuan

untuk melakukan kejahatan akan memperluas

Kejahatan lingkungan memiliki dua korban yang nyata, adalah orang dan

lingkungan sedangkan korban kejahatan jalanan biasanya orang. Sebuah kejahatan

lingkungan, sebaliknya, biasanya memiliki banyak korban, kadang-kadang

penduduk dari seluruh wilayah. Korban mereka juga mungkin bertahap dan akan

terdeteksi setelah bertahun-tahun. Lingkungan yang korban sering milik umum

(sebuah taman negara) atau sumber daya yang tidak ada klaim swasta (udara)

(Situ & Emmons, 2000).

Pelaku kejahatan lingkungan meliputi individu maupun grup, dari berbagai

macam latar belakang dan situasi sosial-ekonomi. Namun ancaman terbesar

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 34: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

23

biasanya dilakukan oleh mereka yang mempunyai kekuatan terbesar untuk

merusak, berupa korporasi transnational dan organisasi bisnis besar. Tindakan

badan ini terkait dengan konteks politik ekonomi yang secara fundamental

melahirkan kejahatan. Terdapat implikasi yang sistemik untuk ancaman terhadap

lingkungan.

Berdasarkan beberapa konsep diatas dapat dikatakan bahwa pembalakan

liar merupakan suatu bentuk pelanggaran yang bisa dikategorikan sebagai

kejahatan. Pembalakan liar perwujudan dari keeogisan individu dalam menguras

sumber daya alam. Akan tetapi dalam penelitian ini, pendefenisian pembalakan

liar sebagai suatu bentuk kejahatan hanya dapat dari dilihat dari sisi peraturan.

Dimana berdasarkan UU yang berlaku pembalakan harus memiliki izin dari

pemerintah. Dan apabila kegiatan logging ini tidak memiliki izin dapat

digolongkan sebagai pembalakan liar.

II.3 Definisi Konseptual

II.3.1 Kejahatan

Kejahatan (Siegel,2000:4) adalah, “suatu pelanggaran terhadap aturan

perilaku dalam masyarakat yang diinterprestasikan dan diekspresikan oleh suatu

hukum pidana yang diciptakan oleh sekelompok orang yang memegang

kekuasaan sosial dan politik. Individu-individu yang melanggar aturan-aturan ini

merupakan subyek dari sanksi yang diberikan oleh aparatur Negara, stigma sosial,

dan kehilangan status.”

II.3.2 Environmental Harm

White (2008) menjabarkan, Adalah berarti dampak pada lingkungan

sebagai akibat dari kegiatan manusia yang memiliki pengaruh perusakan

lingkungan, baik sementara atau permanen. Harm paling sering disebabkan oleh

agen polusi dan UU memiliki definisi yang sangat luas dari kedua elemen,

mencemari dan agennya. Mencemari termasuk 'menyebabkan atau gagal untuk

mencegah debit, emisi, penyetoran, gangguan atau melarikan diri dari polutan dan

agen adalah:

gas, cair atau padat

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 35: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

24

debu, asap, bau atau asap

organisme, baik yang meninggal atau hidup, termasuk virus atau prion

energi, termasuk panas, kebisingan, radioaktivitas, cahaya, atau

elektromagnetik lainnya radiasi

apa diresepkan atau kombinasi dari unsur-unsur di atas

II.3.3 Environmental Crime

Clifford (1998) menyatakan bahwa kejahatan lingkungan adalah tindakan

yang dilakukan dengan tujuan merusak atau menyebabkan kerusakan pada sistem

ekologi dan biologi untuk tujuan bisnis atau keuntungan pribadi. Menurut Situ dan

Emmons (2000), kejahatan lingkungan sebenarnya adalah 'penciptaan' dari

undang-undang lingkungan, karena perilaku yang mengancam atau agresif,

dimana tidak melanggar hukum, tidak termasuk tindak pidana. Undang-undang

mendefinisikan apa yang akan didefinisikan sebagai kejahatan lingkungan, tetapi

juga mengarah pada keraguan tentang keandalan cabang legislatif dari pemerintah

dan negara sebagai yang paling bertanggung jawab untuk mengatur hal ini.

Memang benar bahwa membagi kejahatan lingkungan menjadi wacana yang

hanya membahas dampak dari sistem peradilan pidana dapat memberitahu kita

banyak tentang arah dan hubungan negara individu untuk perlindungan

lingkungan, karena setiap negara dengan caranya sendiri mengatur bidang

pidananya, sistem peradilan, respon terhadap perlindungan lingkungan dalam

hukum pidana. Selanjutnya Situ dan Emmons (2000: 3-4) mendefinisikan

kejahatan lingkungan sebagai tindakan terlarang, yang bertentangan dengan

hukum dan oleh karena itu subjek tuntutan pidana dan sanksi.

II.3.4 Corporate Crime

Perilaku ilegal yang dilakukan oleh karyawan sebuah perusahaan untuk

mendapatkan keuntungan korporasi, perusahaan, atau bisnis (Clinard &

Quiney,1973).

II.3.5 Forestry Crime

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 36: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

25

Selain klasifikasi berdasarkan UU No. 41/1991 tentang Kehutanan,

kejahatan kehutanan juga dapat diklasifikasikan menurut istilah yang umum

digunakan dalam membahas isu-isu lingkungan termasuk:

1. Pembalakan liar - serangkaian kegiatan, mulai dari penebangan kayu dan

mengangkut ke pengolahan dan ekspor tanpa izin dari pemerintah, dan Oleh

karena itu tidak sah, melanggar hukum dan dianggap tindakan yang merusak

hutan (Suarga 2005: 15).

2. Merusak logging - pemotongan ilegal turun dari hutan yang dilakukan oleh

perusahaan kehutanan dengan izin resmi pemerintah (sebagaimana diatur

dalam ayat, pasal 50 (2) UU No. 41/1999 tentang Kehutanan).

II.3.6 Pembalakan liar

Istilah pembalakan liar sering digunakan untuk merujuk pada berbagai

kegiatan illegal yang berpengaruh terhadap hutan dan masyarakat yang tergantung

padanya. Kegiatan hutan illegal meliputi semua tindakan illegal yang

berhubungan dengan ekosistem hutan, demikina juga industry yang berhubungan

dengan hutan dan hasil hutan kayu serta non kayu. Kegiatan itu meliputi tindakan

yang melanggar hak-hak atas lahan hutan, melakukan korupsi untuk mendapatkan

konsesi hutan, dan semua kegiatan pada seluruh tahap pengelolaan hutan dan

rantai produksi barang dari hutan, dari tahap penanaman hingga penebangan dan

pengangkutan bahan baku serta bahan jadi hingga pengelolaan keuangan (Tacconi

et al. 2004).

II.3.7 Korban Kejahatan

Berdasarkan Deklarasi Prinsip-Prinsip Dasar Keadilan Bagi Korban

Kejahatan Dan Penyalahgunaan Kekuasaan, yang dikeluarkan pada Tahun 1985

sebagai Resolusi PBB Nomor 40/34 Tanggal 29 November 1985, korban

kejahatan ialah orang yang secara perseorangan maupun kelompok telah

mendapatkan kerugian baik luka fisik, luka mental, penderitaan emosional,

kehilangan harta benda atau perusakan yang besar terhadap hak dasar mereka

melalui tindakan maupun pembiaran yang telah diatur dalam hukum pidana yang

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 37: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

26

dilakukan di dalam negara anggota (termasuk hukum yang melarang dalam

penyalahgunaan kekuasaan).

II.3.8 Reaksi Sosial

Mustofa (2007) merumuskan reaksi sosial dengan 3 jenis;

1. reaksi formal, adalah pola bentuk masyarakat yang dilakukan oleh

lembaga-lembaga masyarakat yang dibentuk secara formal oleh Negara

untuk menanggulangi kejahatan. Wujud nyata dari reaksi formal terhadap

kejahatan tersebut adalah disusunnya hukumpidana dan system peradilan

pidana.

2. Reaksi informal, adalah bentuk-bentuk tindakan yang dilakukan oleh

lembaga-lembaga resmi dalam sistem peradilan pidana terhadap pelaku

kejahatan, tetapi tindakan tersebut tidak mengacu kepada ketentuan hukum

yang berlaku.

3. Reaksi non-formal, adalah berbagai bentuk tindakan yang dilakukan oleh

warga masyarakat secara langsung terhadap pelaku kejahatan maupun

terhadap gejala kejahatan tanpa ada kaitannya dengan sistem peradilan

pidana.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 38: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA 27

BAB III

METODE PENULISAN

III.1 Metode Penulisan

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah kasus kegiatan

pembalakan liar (pembalakan liar). Oleh karena itu pendekatan yang digunakan

tidak terlepas dari pendekatan yang berorientasi pada kegiatan pembalakan liar

(pembalakan liar). Pendekatan terhadap kegiatan pembalakan liar (pembalakan

liar) yang berkaitan antara pendekatan yang berorientasi pada tujuan, pendekatan

yang rasional, pendekatan ekonomis dan pragmatis serta pendekatan yang

berorietasi pada nilai.

Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Penelitian

deskriptif kualitatif bertujuan untuk menjawab pertanyaan “bagaimana suatu hal

dapat terjadi” dan bertujuan untuk menggambarkan fenomena secara detail atau

lengkap mengenai subjek penelitian (Bailey, 1994). Penelitian deskriptif

mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tatacara yang berlaku

dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan,

kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang

sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena (Nazir, 1985).

III.2 Metode Pendekatan

Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus yaitu suatu

metode yang meneliti suatu kasus atau gejala secara intensif, mendalam,

mendetail, dan komprehensif (Faisal,1989). Pendekatan penelitian yang

digunakan adalah dengan menganalisa penelitian terdahulu sehingga dapat

menyimpulkan dengan analisis kriminologi terhadap kasus pembalakan liar di

Taman Nasional Tanjung Puting.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 39: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA 28

III.3 Teknik pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yaitu:

a. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan jurnal, buku, dan

penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tema. Adapun dalam

pengumpulannya penulis mendapatkan kepustakaan dari bentuk buku fisik

hingga dari media online serta media cetak.

b. Studi Literatur

Studi literatur terhadap kasus yang digunakan dengan cara datang ke LSM

Telapak, meminta data dan informasi terkait dengan kasus yang diambil

berupa bentuk fisik media cetak maupun digital. Studi literatur pun

dikumpulkan dengan cara menggunakan fasilitas online untuk mendapatkan

data dan informasi tambahan terkait kasus.

III.4 Sumber Data

Penulisan karya akhir ini menggunakan data sekunder yang berupa hasil

penelitian dari Telapak.

Telapak merupakan asosiasi aktivis LSM, praktisi bisnis, akademisi,

afiliasi media dan pemimpin masyarakat adat, nelayan, dan petani Indonesia

terhadap keberlanjutan, kedaulatan, dan integritas. Menggunakan data dari

Telapak ini karena, pihak Telapak melakukan investigasi langsung turun lapangan

yang data-datanya diperoleh langsung dari investigasi dan wawancara langsung di

lapangan penelitian. Dalam penelitiannya Telapak tidak hanya melakukan

investigasi dan meneliti apa yang terjadi tetapi juga berusaha memberikan

masukan-masukan kepada pemerintah bagaimana menuntaskan dan mengatasi

sebuah konflik. Telapak juga menjadi wadah dalam penampung aspirasi dalam

konsep dan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.

Alasan penulis menggunakan hasil penelitian Telapak sebagai data

sekunder adalah karena kemudahan dalam memperoleh ketersediaan data dan

informasi.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 40: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA 29

III.5 Analisis Kontekstual

Analisis data secara kualitatif yang disajikan secara deskriptif. Analisis

sifat deskriptif dari data penelitian ini karena ingin menggambarkan kriminologis

terhadap kasus pembalakan liar ataupun fenomena pembalakan liar berkaitan

dengan pelaksanaan di dalam prakteknya. Hasil analisis mampu mengemukakan

dan menemukan kategori-katagori yang berkaitan dengan suatu disiplin, tetapi

juga dikembangkan dari suatu kategori yang dikemukakan dan hubungan-

hubunganya dengan data yang didapat. Hasil analisis data tersebut dapat

diperlakukan kesimpulan secara induktif, yaitu suatu cara berpikir dari hal

sifatnya umum didasarkan atas fakta-fakta dan gejala kepada sifat yang khusus.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 41: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

30

BAB IV

DATA DAN ANALISIS

IV.1 Deskripsi Kasus Pembalakan Liar di Taman Nasional Tanjung Puting1.

Investigator Telapak / EIA yang menyamar sebagai pembeli kayu

memperoleh wawasan ke dalam praktek bisnis Rasyid selama dua pertemuan

dengan keponakannya Sugianto. Selama pertemuan awal singkat di markas

Tanjung Lingga di Pangkalanbun, Sugianto mengatakan, pihaknya bisa

menawarkan baik bisnis yang legal dan illegal, dan direkomendasikan kategori

kedua sebagai cara untuk menghindari pajak ekspor 30%.

Pada pertemuan yang diadakan dengan Sugianto, Dia menyarankan para

calon pembeli untuk menutupi setiap perdagangan illegal dengan Tanjung Lingga

dengan melakukan sejumlah kecil bisnis yang legal untuk menyediakan dokumen

yang diperlukan. Sugianto mengatakan ia menemukan ekspor kayu ilegal ke

Malaysia, Hong Kong, Singapura dan Taiwan sangat mudah karena pihak pabean

dan cukai gampang dipengaruhi, tetapi memperingatkan bahwa China jauh lebih

sulit. Dia juga berbicara tentang rencananya untuk mengekspor ramin tirai ke

Amerika Serikat dengan harga $ 1.200 per meter kubik.

Pada perjalanan perahu kembali ke kota, Sugianto menyatakan koneksi

Rasyid kepada militer lokal dan menceritakan bagaimana pamannya mulai

karirnya sebagai pembalak liar di Tanjung Puting.

Sebuah tim EIA / Telapak kedua memperoleh akses ke lain operasi ramin

Rasyid, lebih ke utara di Sungai Arut. Tim mengamati bahwa pabrik, yang disebut

Fajar Harapan, ditumpuk tinggi dengan ramin, sebelum dikawal dari lokasi oleh

petugas keamanan. Di belakang pabrik adalah barak perumahan pekerja pabrik,

yang pada kontrak 40-hari untuk memproses ramin pada biaya sebesar Rp 8.000

(US $ 1,3) per hari.

Masyarakat setempat mengatakan Rasyid memiliki empat pabrik ramin

sepanjang Sungai Arut, namun hanya salah satu divisi bisnis Tanjung Lingga

1 Deskripsi kasus yang penulis ambil dari hasil penelitian Telapak (1999) yang berjudul “The Final Cut”.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 42: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

31

muncul pada daftar semua penggergajian kayu dan lisensi pabrik kayu untuk

beroperasi di Taman Nasional Tanjung Puting.

untuk lolos dari hukum, orang seperti Rasyid yang mempunyai pengaruh

yang besar, Sugianto mengatakan Dia hanya membeli ramin curian yang

berwenang sesekali merebut. Pada 7 Juni 1999 tongkang baja ditangkap oleh

pihak berwenang di Kumai Bay. Di papan "Sinar Pawan II" hampir 1.500 kayu

ramin ilegal, setara dengan 864 meter kubik kayu dan senilai $ 500.000 untuk

pasar internasional. Konsinyasi dilelang oleh polisi pada 23 Juni, dan salah satu

dari dua pembeli adalah perusahaan PT Sinarut Wirya Perkasa - dimiliki oleh

Rasyid.

Bulan Januari 1999, staf Tanjung Lingga menyandera dan menganiaya dua

aktivis EIA/Telapak yang sedang mengamati unit sawmill kayu di sekitar Tanjung

Puting. Pihak berwenang melakukan serangkaian tindakan tegas baik terhadap

penebang maupun pengolah kayu, tapi bisnis Rasyid tetap berjalan mulus dan

terus terjadi pencurian kayu di Taman Nasional itu.

Pada bulan Februari 2000, Suripto (sekretaris jenderal kementrian

kehutanan dan perkebunan) berkunjung ke kawasan Taman Nasional Tanjung

Puting dan melakukan penyelidikan terhadap Abdul Rasyid, seorang pengusaha

kayu. Selanjutnya pada bulan April, Suripto mengepalai penyelidikan

penyelundupan kayu dari Kalimantan Timur ke Sabah, Malaysia. Penyelidikan itu

mampu mengungkap keterlibatan personil keamanan dari kedua pihak di

perbatasan, yang diduga menyelundupkan sekitar 100.000 meter kubik kayu

setiap bulan. Namun tindakan tegas gagal dilakukan karena rencana tersebut telah

dibocorkan terlebih dahulu. Kepada pers, Suripto mengatakan bahwa kayu liar

diselundupkan dari Jambi di Sumatra ke Malaysia barat, dari Kalimantan Barat ke

Sarawak, dan dari Papua Barat ke Cina.

Memang benar bahwa banyak warga setempat telah bergabung dengan

orang luar untuk menjarah Taman Nasional itu. Jelas, kenyataan ini merupakan

masalah rumit bagi pihak berwenang, terutama di tengah krisis ekonomi dan

ketika pemerintah sedang melaksanakan kebijakan politik desentralisasi.

Menurut Suripto, Sekjen Departemen Kehutanan, tim mempunyai bukti

bahwa Rasyid dan keluarganya sangat terlibat dalam pembelian kayu liar,

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 43: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

32

menambahkan bahwa nilai kayu yang dicuri dari Tanjung Puting adalah tujuh

puluh milyar rupiah ($8 juta) setiap tahunnya.

Ia mengatakan: „Rasyid tidak hanya membeli kayu curian dari Taman

Nasional Tanjung Puting, tapi juga kayu ilegal dari konsesi penebangan di

kawasan tersebut. Ia dan saudara kandungnya Ruslan mengolah sedikitnya 60%

kayu curian di kawasan itu.

Pada satu hari EIA / Telapak mengamati enam rakit kayu besar bergerak

turun Sekonyer tersebut. Rakit yang terdiri dari ramin, dalam beberapa kasus

terdapat setengah jadi gergajian dan berupa kayu mentah. Rakit terbesar berliku-

liku selama lebih dari 100 meter dan terdiri dari lebih dari 200 buah ramin. Secara

keseluruhan lebih dari 800 ramin kayu dihitung selama periode dua jam. Pada

beberapa situs di sepanjang sungai penebang sibuk memukul ramin kayu ke lebih

banyak lagi rakit.

Geng-geng logging beroperasi di sepanjang Sekonyer menerima sedikit

sekali fo pekerjaan mereka dan diselenggarakan oleh segelintir perantara berbasis

di Kumai, terutama Akiong. Orang-orang ini menyediakan feri sepanjang sungai,

seperti bahan bakar untuk gergaji, dan membayar penebang sekitar Rp.25, 000 ($

4) untuk setiap meter kubik ramin. Mereka kemudian menjual kayu untuk

penggergajian untuk antara Rp.300, 000 (46 $) dan 600.000 ($ 90) per meter

kubik. Dua dari tengkulak Kumai diamati bepergian Sekonyer dengan speedboat

menuju kamp logging.

Para penebang terus menjarah kayu dari banyak kawasan di Taman

Nasional tersebut, bahkan mencapai area penelitian orangutan di sekitar Camp

Leakey, yang sebelumnya tak tersentuh. Pada akhir Juni 2000, seorang saksi

menghitung 160 batang kayu ramin curian dialirkan sepanjang Sungar Sekonyer

dalam semalam. Kayu curian terus mengalir keluar dari kawasan itu, dan pada

bulan yang sama, sebuah kapal yang mengangkut ramin curian dari Taman

Nasional dicegat di pantai Propinsi Riau, bagian selatan Sumatra. Laporan

pertama menunjukkan bahwa pemilik kapal itu adalah Tanjung Lingga,

perusahaan milik Abdul Rasyid.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 44: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

33

IV.2 Analisis Kasus

IV.2.1 Modus Kejahatan

Modus yang terjadi di Taman Nasional Tanjung Puting adalah melakukan

penebangan liar pada wilayah taman nasional, dengan cara pihak perusahaan

mendirikan sawmill kecil di sepanjang sungai sekonyer dan arut. Dalam

mendapatkan satu lahan yang berijin legal yang kemudian menjadi sebagai kedok

untuk anak-anak perusahaan lainnya dilakukan pemaksaan pada inhutani unutk

memberikan lahan konsesi PT. Rimbayu Barito yang telah dihibahkan ke inhutani

dan juga memaksa gubernur kalteng untuk memberikan lahan konsesi. Adapun

dalam mendapatkan kayu illegal dan murah tersangka membeli kayu dari hasil

sitaan polisi yang terdahulu dengan harga sangat murah. Cukong PT. Tanjung

Lingga jug amemfasilitasi masyarakat lokal untuk melakukan pembalakan liar

dengan cara memberikan alat-alat chainsaw dan kemudian kayu hasil tebangan di

beli murah oleh perusahaan.

Proses yang rutin dalam melaksanakan aksi penebangan liar ini dengan

cara tebangan kayu di hanyutkan di sungai sekonyer dan arut hingga ke kumai.

Dari kumai kayu/kayu disebarkan atau dibeli oleh pengusaha kayu lainnya.

Pendistribusian kayu ini dilakukan ke Sumatera, Papua, Hingga ke Malaysia

IV.2.2 Pelaku kejahatan

Pelaku kejahatan penebangan liar di Taman Nasional Tanjung Puting

adalah PT. Tanjung Lingga, yang kepemilikannya oleh Abdul Rasyid yang juga

menjabat sebagai anggota MPR. Pelaku lainnya juga melibatkan masyarakat

setempat/lokal maupun luar/pendatang.

Pada kasus di Taman Nasional Tanjung Puting ini melibatkan

aparat/pegawai Negara atau pemerintah yaitu, Anggota MPR, DPR, Gubernur

Kalteng, TNI, Petugas Inhutani, Polisi, Petugas bead an cukai.

IV.2.3 Korban Kejahatan

Korban akibat aksi penebangan liar di Taman Nasional Tanjung Puting

adalah masyarakat lokal, lingkungan hutan, serta hewan orang utan dan negara.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 45: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

34

Kerugian yang diakibatkan termasuk, meningkatnya tingkat deforestasi di

kawasan Taman Nasional, kemudian menyusutnya kehidupan hewan liar,

terutama hilangnya perlindungan untuk orang hutan dan hilangnya pendapatan

vital bagi negara dan daerah.

IV.2.4 Reaksi Sosial

Reaksi secara formal terlihat bahwa jelas aksi yang terjadi di Taman

Nasional Tanjung Puting ini telah melanggar peraturan perundangan atau hukum

formal yaitu Pasal 50 UU No.41/1999 tentang kehutanan, yang diaman sanksinya

disebutkan dalam pasal 78 ayat (7) Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 dengan

ketentuan kehutanan, Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagai

mana dimaksudkan dalam pasal 50 ayat (3) huruf, diancam dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000, (Sepuluh

Miliyar Rupiah).

Reaksi sosial non formal berupa menimbulkan minat pada masyarakat

ikut melakukan aksi penebangan liar baik lokal maupun dari luar, memberikan

dampak reduksi pada tingkat kesejahteraan pada warga sekitar taman nasional,

meresahkan warga lokal Karena tidak tersentuhnya kelompok liar yang didukung

oleh cukong karena tindak penekanan, pemeresan dan kekerasan. Dan ketidak

percayaan masyarakat yang me-label pemerintah sebagai tidak pro-rakyat.

Reaksi secara non formal terwujud dengan, memancing masayrakat lokal

maupun luar melakukan ikut serta menebang pohon di kawasan TN memicu

konflik antara masyarakat lokal dengan pengusaha karena merusak lahan hutan

milik masyarakat serta berkurangnya rasa percaya masayrakat terhadap

pemerintahan yang seharusnya mensejahterahkan rakyat.

IV.3 Analisis Data

IV.3.1 Kejahatan Korporasi Terhadap Lingkungan

Pada dasarnya modus yang dilakukan dalam kasus penebangan liar ini

adalah melakukan penebangan terhadap kayu yang bernilai tinggi seperti kayu

ramin di Taman Nasional Tanjung Puting. Untuk melakukan aksi penebangan liar

ini, profil dari yang terjadi sesuai dengan data yang didapat.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 46: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

35

Modus dalam melakukan kejahatan pembalakan liar yang terjadi adalah;

1. pembelian kayu hasil sitaan operasi polisi/aparat Negara yang

terjadi di kasus Taman Nasional Tanjung Puting. Pembelian kayu

ini disinyalir untuk pencucian kayu illegal menjadi legal dengan

harga murah. Dalam hal ini, Taman Nasional Tanjung Puting

mendapatkan kayunya dengan membeli hasil lelang aparat.

2. penebangan liar yang modus penebangannya dilakukan pada

kawasan taman nasional mempunyai kesamaan pada hal

perusahaan tersebut dibantu atau di dukung oleh pemerintahan

setempat. Pembalakan liar di wilayah Taman Nasional Tanjung

Puting di dukung baik dari Inhutani hingga Gubernur Kalimantan

yang bertanggung jawab pada pemberian lahan konsesi.

3. Pola yang terjadi terhadap kasus ini adalah, penebangan kayu

dilakukan secara liar di distribusikan lewat sungai dengan cara

dihanyutkan dan ditarik dengan kapal tugboats. Pada proses

penebangannya sendiri dilakukan dengan cara membuka lahan

hutan yang tidak sesuai dengan ijin konsesi hingga memasuki

kawasan hutan lindung atau taman nasional dan hutan rakyat/adat.

Sesampainya tujuan yang biasanya pada pelabuhan terdekat pada

kasus di TN Tanjung Puting, kayu didistribusikan lewat pelabuhan

terdekat. Karena eratnya hubungan dan dukungan dari

pemerintahan setempat, kayu-kayu yang hasil dari penebangan liar

tersebut dengan sangat mudah melewati petugas bea dan cukai

untuk menghindari pajak yang seharusnya dikenakan pada

perusahaan yang bersangkutan dan dijual kepada perusahaan kayu

asing Malaysia, Cina hingga Amerika Serikat.

Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa tindak pembalakan liar yang

terjadi karena melihat adanya potensi kekayaan alam terutama hutan yang

berlimpah menyorot banyak pihak termasuk cukong atau pengusaha untuk

melakukan penebangan demi keuntungan yang sebesar-besarnya.

Sesuai dengan pokok pertama dalam 4 objek penelitian dalam Kriminologi

adalah, kejahatan dan tingkah laku penyimpangan, Mustofa (2005) menyimpulkan

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 47: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

36

Gejala kejahatan dan tingkah laku menyimpang dipelajari dalam Kriminologi

dengan tujuan, antara lain, agar dapat dijelaskan bentuk-bentuknya, sebab

musabab terjadinya, pola-polanya, kecenderungannya, hubungannya dengan

masyarakat tempat terjadinya peristiwa kajahatan atau tingkah laku menyimpang,

serta konsep-konsep kejahatan atau tingkah laku menyimpang yang dianut oleh

masyarakat.

Modus yang dilakukan pada dasarnya adalah mendekati dan berhubungan

erat dengan pemerintahan setempat demi mendapatkan akses yang leluasa dan ijin

untuk lahan konsesi. Ijin pertama yang legal sering menjadikan kedok untuk anak

perusahaan lainnya yang melakukan penebangan liar. Dengan cara ini maka

perusahaan kayu dapat melakukan penebangan tanpa melakukan biaya wajib

pajak.

Kegiatan dalam menyalurkan kayu hasil pembalakan liar melalui sungai-

sungai terdekat dengan menyimpan kayu tersebut di logpond tepi sungai

kemudian diangkut dengan kapal atau dihanyutkan dan ditarik dengan tugboats ke

pelabuhan terdekat untuk didistribusikan lebih lanjut. Secara terang-terangan hal

ini dilakukan dengan rutin tanpa ada kecurigaan dari otoritas atau aparat yang

mencurigai. Demikian juga pada saat tiba di pelabuhan, petugas bead an cukai

memberikan lewat atas kayu-kayu yang tidak jelas legalitasnya.

Melihat modus yang dilakukan dapat di analisa, antara pengusaha dan

pemerintahan terbentuk sebuah system dalam organisasi yang tersetruktur dalam

menjalin hubungan untuk melakukan pembalakan liar ini. Seperti apa yang

dirumuskan oleh Situ & Emmons (2000) dalam Kejahatan korporasi terhadap

lingkungan (corporate environmental crime), mengatakan bahwa kejahatan

korporasi terhadap lingkungan adalah bagian dari kejahatan korporasi. Mereka

merusak lingkungan atau membahayakan kesehatan umum sekaligus mengambil

manfaat korporasi. mereka terikat dalam praktik organisasi, bukan preferensi

sebagai individu-individu.

Pada kajian Kejahatan korporasi terhadap lingkungan, Situ da Emmons

memberikan 3 tipologi bagaiaman kejahatan ini dapat terjadi.

Pertama,motivasi (motivation) merupakan dasar bagaiamana seseorang

atau kelompok mempunyai keinginan untuk melakukan tindak kejahatan. Pada

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 48: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

37

kejahatan korporasi terhadap lingkungan, tujuan dalam membangun sebuah

perusahaan jelas adalah mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya.

Merton berkomentar sebagaimana dikutip oleh Situ dan Emmons (2000),

perilaku dalam tindak kejahatan dapat dikarenakan oleh tidak terpenuhinya atau

tidak terwujudnya tujuan budaya seseorang. Susahnya dalam mewujudkan tujuan

dalam budayanya mengakibatkan sesorang melakukan inovasi dalam bentuk

perilaku atau tindakan untuk memenuhi kebutuhannya.

Mereka berkomitmen dalam rangka melakukan bisnis oleh pegawainya,

seringkali pada tingkat tertinggi, terutama untuk tujuan perusahaan daripada

kepentingan pribadi. Hal ini tidak berhenti dalam perijinan saja, sering juga pada

kasus diatas masyarakat justru menjadi target dalam modus operandi pembalakan

liar karena kepemilikan atas hak hutan adat yang dimiliki. Kemudian

menggunakan kekuasaan dan wewenang memaksa dan menekan masyarakat

memberikan ijin untuk memanen hasil hutan tersebut dengan bayaran yang minim

dan tidak mensejahterahka nmasyarakat.

Kedua, Kesempatan (opportunity), kejahatan korporasi terhadap

lingkungan memiliki dua dimensi baik secara subyektif, dimana perusahaan

tertentu adalah atau merupakan perusahaan mempunyai kesempatan dalam

melakukan kejahatan berdasarkan jenis perusahaan tersebut. Dengan kata lain,

bidang spesifik yang dimiliki atau tujuan dari perusahaan tersebut memberikan

pengaruh dalam kesempatan untuk melakukan tindak kejahatan. Seperti yang

terjadi pada kasus di Taman Nasional Tanjung Puting (Telapak, 1999) kondisi dan

sifat PT. Tanjung Lingga adalah perusahaan yang berhubungan dengan

pengelolaan hasil hutan kayu. Dalam tujuan sebuah korporasi adalah mendapatkan

keuntungan yang sebesar-besarnya. Maka dari itu, perusahaan ini melakukan

pemanenan kayu di kawasan Taman Nasional, yang jelas pada peraturan UU

no.41 tahun 1999 tentang kehutanan mengetahui bahwa dilarang melakukan

penebangan atau pengolahan kayu di areal kawasan hutan lindung.

Secara objektif, kesempatan pada dimensi ini dijelaskan bahwa korporasi

atau perusahaan memberikan sosialisasi atau membudayakan melakukan

kejahatan yang dimana perusahaan tersebut justru memfasilitasi kepada

anggotanya melakukan tindakan kejahatan untuk kepentingan korporasi. Seperti

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 49: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

38

contoh kasus oleh PT Tanjung Lingga (Telapak, 1999), pihak perusahaan

memberikan kesempatan pada anggotanya untuk melakukan tindak pembalakan

liar untuk kepentingan atau tujuan memberikan keuntungan yang sebesar-

besarnya kepada perusahaan. Tindakan tersebut selain melakukan pembalakan liar

pada kawasan Taman Nasional, dengan atas nama perusahaan membeli kayu

lelang yang ternyata hasil sitaan oleh aparat pemerintah, dan juga memfasilitasi

untuk masyarakat setempat untuk ikut turut berpartisipasi dalam kegiatan

pemabalakan liar dengan cara memberikan pinjaman alat atau berupa modal untuk

membeli alat-alat.

Ketiga, aparat penegak hukum (law enforcement), peranan aparat penegak

hukum sangatlah penting dalam terjadinya kejahatan pembalakan liar terutama

kejahatan korporasi terhadap lingkungan. Kejahatan korporasi terhadap

lingkungan dapat terjadi karena justru dari kelemahan dari aparat penegak

hukumnya. Ketidak memadai sarana dan pra sarana hingga terbatasnya kekuatan

personel dalam memerangi kejahatan lingkungan merupakan kelemahan dalam

aparat penegak hukum melakasanakan keamanan terhadap lingkungan. Terlebih

lagi aparat penegak hukum mempunyai keuntungan dalam hal hak, bahwa aparat

penegak hukum mempunyai akses, kekuasaan, dan merupakan pengambil

keputusan yang penting. Maka apabila aparat penegak hukum nya lemah akan

semakin memunculkan dan menguatkan motivasi beserta kesempatan dalam

melakukan tindak kejahatan, khususnya tindak pembalakan liar.

Temuan dari Smith, Obidzinski, Subarudi dan Suramenggala (2003) dari

jurnal yang berjudul “Pembalakan liar, collusive corruption and fragmented

governments in Kalimantan, Indonesia”, sifat kepemerintahan yang lemah

menyebabkan sistem pemerintahan yang rusak, ditandai dengan perebutan

kekuasaan, anarki, konflik dan hukum yang bertentangan mengaburkan garis

antara legalitas dan ilegalitas dan karena itu membuat lebih mudah bagi

pembalakan liar, didukung oleh kolusi korupsi, untuk berkembang. Periode

transisi dari otokrasi menuju demokrasi sangat rentan terhadap korupsi kolusi

berkembang, karena selama transisi, institusi penting untuk berfungsi penuh

demokrasi masih terbelakang, yang mengarah ke vakum pemerintahan. Seperti

yang terjadi pada kasus diatas, aparat pemerintah yang mempunyai wewenang dan

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 50: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

39

kekuasaan dalam hal perijinan dan menentukan legal atau illegal dalam sebuah hal

menggunakan hak nya untuk kepentingan kelompok atau organisasi ini yang

berujung pada korupsi dan kolusi.

Kejahatan korporasi yang dilakukan oleh pegawai, tidak untuk keuntungan

pribadi tetapi atas nama korporasi atau bisnis (Coleman,1994).

Dapat disimpulkan bahwa, kejahatan korporasi terhadap lingkungan

adalah bagian dari kejahatan korporasi. mereka merusak lingkungan atau

membahayakan kesehatan umum sekaligus mengambil manfaat korporasi. mereka

terikat dalam praktik organisasi, bukan preferensi sebagai individu-individu.

mereka berkomitmen dalam rangka melakukan bisnis oleh pegawainya, seringkali

pada tingkat tertinggi, terutama untuk tujuan perusahaan daripada kepentingan

pribadi.

IV.3.2 Pelaku Kejahatan Korporasi Terhadap Lingkungan

Kajian objek Kriminologis berikutnya, penjahat, pelaku kejahatan dan

penyimpang, penjahat sebagai orang yangmelakukan tindakan kejahatan secara

ontologis tidak dapat dilepaskan dari konsep kejahatan secara sosial kriminologis.

Bagi Kriminologi konsep penjahat berbeda dari konsep hukum, sehingga dalam

Kriminologi seseorang disebut sebagai penjahat apabila pola tingkah lakunya

adalah tingkah laku kejahatan yang bersifat menetap. Tindakan kejahatan yang

dilakukan merupakan karakter dari orang tersebut. Sifat tingkah menetap artinya

tingkah laku tersebut sudah menjadi karakter pelakunya dan merupakan pola

tingkah laku yang dilakukan secara berulang-ulang (Mustofa, 2005).

Berdasarkan kajian Kriminologis terhadap kejahatan lingkungan, Situ &

Emmons (2000) menyatakan, kajian tentang kejahatan lingkungan dapat dikaji

melalui 4 kajian yaitu, korporasi, terorganisir, pemerintah, dan individu. Pada

setiap jenis kajian ini terdapat pelaku kejahatan yang berebeda sesuai dengan jenis

kajiannya.

Pembalakan liar yang terjadi di Taman Nasional Tanjung Puting

merupakan kejahatan korporasi terhadap lingkungan. Temuan data dari kasus

tersebut menyebutkan bahwa perusahaan kayu yang bersangkutan melakukan

penebangan kayu yang tidak sesuai dengan ijin konsesinya. Alasan perusahaan ini

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 51: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

40

melakukan penebangan diluar ijinnya adalah karena lokasi ijin ynag sebenarnya

kurang bermutu, atau sumberdaya alamnya tidak terlalu baik untuk mendapatkan

keuntungan sebesar-besarnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Situ &

Emmons mengkutip dari Clinnard & Yeager (1978) bahwa pelaku kejahatan

korporasi bukan semata-mata untuk tujuan memperkaya diri sendiri, tetapi untuk

kepentingan korporasi atau perusahaan itu sendiri.

Aktor atau pelaku di balik aksi penebangan liar ini adalah cukong pemilik

modal dan pemilik perusahaan kayu. Uniknya dari kasus diatas justru para

pemilik perusahaan perusahaan tersebut adalah seorang pegawai/abdi Negara

yang rata rata mempunyai jabatan sebagai MPR Republik Indonesia yang

mewakili daerah masing masing. Sutherland (1940) menciptakan tema kejahatan

kerah putih, mendefinisikan sebagai "kejahatan yang dilakukan oleh seseorang

yang mempunyai kehormatan dan status sosial yang tinggi dalam pekerjaannya.

Sutherland menekankan bahwa orang dengan status yang tinggi mampu

melakukan kejahatan karena kesempatan yang ditawarkan oleh posisi pekerjaan

yang tinggi, yang mereka pegang. Kondisi ini memperlihatkan bagaimana

mirisnya kondisi politik di Indonesia, seperti pada jurnal yang dipublikasikan oleh

Smith, et al. (2003) yang menggambarkan bahwa kondisi pemerintahan Indonesia

yang bertanggung jawab pada kegiatan illegal ini benar-benar telah terfragmen

oleh kolusi dan korupsi, tercermin pada kasus ini, perwakilan atau utusan masing-

masing daerah yang seharusnya melindungi dan mensejahterahkan daerahnya

sendiri malah berbalik mengeskploitasi habis-habisan sumberdaya hutan yang

ada, hingga masyarakat setempat mendapatkan akibat negatif dari eskploitasi

tersebut.

Dampak dari hal tersebut membuat masyarakat setempat tidak mau

berdiam saja melihat para cukong yang makin kaya dengan cara penebangan liar

yang kemudian masyarakat setempat/lokal pun ikut andil dalam penebangan liar

karena kebutuhan ekonomi yang harus dipenuhi akibat sumberdaya kehidupan

mereka mulai terdegradasi oleh penebangan liar ini. Dan tidak jarang masyarakat

pendatang pun datang untuk melakukan penebangan liar ini yang menganggap

sebagai kesempatan bekerja untuk menghasilkan uang. Perilaku kejahatan ini

bertujuan karena didasari oleh kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sehari-hari. Hal

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 52: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

41

ini juga dijelaskan oleh Yonariza dan Webb (2007) tentang bagaiamana rumah

tangga (household) ikut berpartisipasi dalam penebangan liar yang terjadi di

Taman Nasional karena factor kebutuhan sehari-hari.

Dalam keterlibatan aparat Negara dan penegak hukum, Korupsi Kolusi

dan Nepotisme berhubungan sangat erat terhadap kasus pembalakan liar ini. Pola

dan modus yang tiunjukkan pada data diatas memperlihatkan bagaimana

keterkaitan aparat negara yang mendukung aksi penebangan liar ini. Hal ini dapat

dikaitkan secara tipologi bagaimana tindak kejahatan penebangan liar ini

merupakan bagian dari kejahatan korporasi terhadap lingkungan.

Keterlibatan pemerintah melakukan penyalahgunaan kekuasaan, korupsi di

kantor, dan berbagai skandal politik, tetapi berlawanan dengan kejahatan negara,

dimana tindak pidana dilakukan sebagai ekspresi kebijakan resmi. Pemerintah

terlibat dalam skema kejahatan korporasi terhadap lingkungan dapat dilakukan

oleh lembaga, pemegang jabatan, pekerja, atau organisasi yang didukung

pemerintah dari kota melalui tingkat nasional. keuntungan pribadi mungkin salah

satu tujuannya, tapi ini bukan tujuan utamanya. akhirnya, kejahatan pemerintah

terhadap lingkungan dapat terdiri dari tindakan-tindakan yang melanggar hukum

atau prinsip-prinsip lingkungan atau kegagalan untuk menegakkan hukum atau

melaksanakan tugas administrasi (Situ & Emmons (2000).

Aparat pemerintah yang mempunyai kewenangan dalam mengeluarkan

ijin untuk usaha mengolah hasil hutan pun dengan sangat mudah didapatkan

akibat pengaruh dan hubungan yang erat yang dimiliki cukong tersebut.

Ijin yang dikeluarkan pun sering tidak sesuai dengan praktek yang terjadi

dilapangan, dengan kata lain penebangan yang di lakukan pada dasarnya yang

terjadi terhadap kasus tersebut diluar batas-batas areal konsesi hutan yang

merambat hingga ke wilayah taman nasional dan hutan adat milik rakyat

setempat.

Seperti pada jurnal “Positive and negative aspects of forestry conflict:

lessons from a decentralized forest management in Indonesia” merupakan judul

penelitian yang dilakukan oleh Yasmi, Guernier, dan Colfer (2009). Jurnal ini

menemukan bahwa konflik yang sering terjadi diakibatkan karena pemberian ijin

konsesi yang tidak sesuai dengan tata batas hutan di lapangan. Dengan ketidak

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 53: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

42

sesuaian data kantor dan lapangan ini membuahkan konflik dan gesekan antara

masyarakat setempat dan pihak perusahaan yang ternyata pihak pemerintahan atau

aparat yang bertugas lebih berpihak kepada perusahaan kayu.

TNI dan polisi seringkali berfungsi sebagai bekingan dan pelindung

perusahaan-perusahaan kayu, terutama pada saat pendistribusian kayu. Terlebih

lagi perlindungan ini sering digunakan untuk mengintimidasi masyarakat

setempat yang merasa diambil hak-haknya hingga menimbulkan konflik, yang

seharusnya pihak TNI dan Polisi seharusnya melindungi dan mengayomi

masyarakat malah melakukan terbalik dari semua itu yang justru menyengsarakan

rakyat.

Tidak berhenti disitu, polisi yang seharusnya melakukan penyelidikan dan

pnyidikan terhadap perusahaan-perusahaan kayu dan cukong kayu ini, sering tidak

menunaikan pekerjaannya dengan baik sehingga mengabaikan kasus yang ada dan

menyebabkan perusahaan-perusahaan kayu tersebut tetap berjalan secara normal

dalam penebangan liarnya.

Berdasarkan dari perspektif pelaku, secara kriminologis dapat dianalisa

sesuai dengan kasus diatas, pelaku pembalakan liar di Taman Nasional Tanjung

Puting adalah cukong yang menjadi anggota MPR atau utusan daerah dari daerah

masing-masing yang juga menjadi sebagai pengusaha kayu. Hal ini dapat

ditelusuri bahwa pelaku yang ternyata utusan daerah mempunyai akses yang

mudah terhadap sumberdaya hutan beserta pengetahuan bagaimana kondisi

lingkungan hutan dan potensi yang tersembunyi di dalamnya.

Keterlibatan pemerintahan daerah dan aparat negara merupakan sebuah

rantai dalam sebuah sistem yang terstruktur untuk melancarkan aksi tindak

penebangan liar ini. Karena koneksi dan hubungan yang erat inilah mengapa hal

ini kerap terjadi, dan susah diberantas habis total. Kesamaan orientasi dalam

meningkatkan kesejahteraan dan faktor ekonomi yang melandasi terbentuknya

sistem dalam melakukan tindak pembalakan liar. Perbedaan tingkat kekuasaan

yang dimiliki oleh masing-masing pejabat diperlukan untuk terbukanya akses

dalam hal legalitas demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 54: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

43

IV.3.3 Korban Kejahatan Korporasi Terhadap Lingkungan

Berdasarkan Deklarasi Prinsip-Prinsip Dasar Keadilan Bagi Korban

Kejahatan Dan Penyalahgunaan Kekuasaan, yang dikeluarkan pada Tahun 1985

sebagai Resolusi PBB Nomor 40/34 Tanggal 29 November 1985, korban

kejahatan ialah orang yang secara perseorangan maupun kelompok telah

mendapatkan kerugian baik luka fisik, luka mental, penderitaan emosional,

kehilangan harta benda atau perusakan yang besar terhadap hak dasar mereka

melalui tindakan maupun pembiaran yang telah diatur dalam hukum pidana yang

dilakukan di dalam negara anggota (termasuk hukum yang melarang dalam

penyalahgunaan kekuasaan).

korban kejahatan merupakan obyek penelitian Kriminologi yang tidak

dapat dilepaskan dari gejala kejahatan. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap

kejahatan pasti akan ada korbannya, baik orang lain maupun diri sendiri (Mustofa,

2005).

kejahatan lingkungan memiliki dua korban yang nyata - orang dan

lingkungan sedangkan korban kejahatan jalanan biasanya orang. sebuah kejahatan

lingkungan, sebaliknya, biasanya memiliki banyak korban - kadang-kadang

Penduduk dari seluruh wilayah. korban mereka juga mungkin bertahap dan diam,

akan terdeteksi selama bertahun-tahun. lingkungan yang korban sering milik

umum (sebuah taman negara) atau sumber daya yang tidak ada klaim swasta

(udara) (Situ & Emmons, 2000).

Sebelum terjadi pengrusakan di Taman Nasional Tanjung Puting yang

kian cepat, kota Pangkalanbun dan Kumai bukanlah kota yang miskin, telah ada

cukup banyak industri kayu yang mengandalkan penebangan legal serta

pariwisata yang telah berkembang. Saat ini sektor pariwisata justru menurun

karena merebaknya kekerasan dan ketiadaan hukum yang didukung oleh aktivitas

ilegal.

Mustahil bagi sebuah pemerintahan menggantikan pendapatan yang

diperoleh dari aktivitas pembalakan liar. Tetapi, pengrusakan cepat Taman

Nasional Tanjung Puting itu sedang menghancurkan salah satu aset masyarakat

lokal yang paling berharga dan merupakan aset masa depan yang penting.

Keuntungan yang diperoleh hari ini sebagian besar masuk kantong cukong

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 55: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

44

perkayuan dan para kroninya, dan ia akan beralih ke industri lain apabila

sumberdaya ilegalnya habis (Telapak, 1999). Sementara masyarakat lokal karena

tidak mampuannya dalam memanfaatkan hukum dan korban korupsi. Rakyat

awam tidak akan memiliki masa depan bila prilaku semacam itu dibiarkan

merajalela.

Pada dasarnya, memang benar bahwa banyak warga setempat telah

bergabung dengan orang luar untuk menjarah Taman Nasional itu. Jelas,

kenyataan ini merupakan masalah rumit bagi pihak berwenang, terutama di tengah

krisis ekonomi dan ketika pemerintah sedang melaksanakan kebijakan politik

desentralisasi (Kaimowitz, 2003).

Korban yang di hadapi oleh masyarakat lokal terhadap hutan di Taman

Nasional sangat merugikan, mereka justru lebih terintimidasi karena hak-hak

mereka yang dirampas tidak sesuai dengan aturan sehingga menimbulkan dampak

terhadap manusia itu sendiri, seperti kehilangan mata pencaharian, kehilangan

sumber kehidupan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan kehilangan

identitas dalam kebudayaan mereka/masyarakat lokal.

Dampak kerugian yang diakibatkan oleh fenomena penebangan liar ini

cenderung sama. Kerugian yang dialami terhadap kasus ini adalah;

1. eksploitasi hutan masif mengakibatkan deforestasi atau degradasi hutan yang

signifikan

2. berkurangnya keaneka ragaman flora dan fauna yang tinggal dan hidup di

hutan

3. berpotensi terancam punahnya beberapa spesies binatang dan kayu itu sendiri.

4. Hilangnya sumberdaya kehidupan untuk masyarakat setempat

5. Hilangnya lahan pekerjaan untuk rakyat lokal yang mayoritas sebagai petani

hutan

6. Hilangnya kebudayaan yang menjadi adat masyarakat lokal dimana hutan

merupakan sumber kebudayaan

7. Yang terpenting hilangnya sumber devisa negara karena menghindarnya wajib

pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kayu illegal.

Pandangan Kriminologis terhadap korban yang terjadi dapat disimpulkan

bahwa akibat dari pembalakan liar ini menimbulkan multi-level korban dimana

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 56: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

45

tidak hanya lingkungan itu sendiri yang menjadi korban nyata, juga manusia

mendapatkan dampak dari tindak penebangan liar ini.

Vikitimisasi terhadap lingkungan menggambarkan bahwa pertama, hutan

yang di tebang yang tidak sesuai dengan peraturan atau melakukan penebangan

secara massal akan mengalami deforestasi atau kehilangan lahan hutan yang

sangat cepat yang korban adalah hutan itu sendiri.

Kedua, hilangnya hutan akan menyebabkan hilangnya keanekaragaman

spesies flora dan fauna yang menggantungkan hidupnya pada hutan.

Ketiga, dampak secara global hilangnya hutan dapat mengakibatkan efek

rumah kaca yang radikal, karena tidak tersaringnya karbondioksida dan diolah

menjadi oksigen yang menggunakan hijau daun untuk proses fotosintesis

(Tacconi, Obdizinski, Agung, 2003). Kemudian karena mengumpulnya karbon di

udara mengakibatkan tidak tersalurnya panas keluar atmosfir yang kemudian

menjadi fenomena pemanasan global (Tacconi, Obdizinski, Agung, 2003).

Viktimasis terjadi kepada manusia, pertama, hilangnya hutan

menyebabkan hilangnya sumberdaya alam yang untuk masyarakat lokal atau

masyarakat yang hidup di hutan kehilangan sumber hidup untuk kebutuhan pokok

primer maupun skunder.

Kedua, Banyak masyarakat ini berprofesi sebagai petani dan pemburu.

Dengan hilangnya hutan tersebut akan hilangnya juga mata pencaharian penduduk

lokal. Hal ini dapat mengakibatkan hilang sumber pendapatan yang rasional dan

kemudian akan timbul keinginan untuk melakukan tindak penebangan liar karena

dorongan akan kebutuhan yang harus terpenuhi, dimana merupakan hal ketiga

bahwa, masyarakat menjadi pelaku penebangan liar merupakan korban dari aksi

para pengusaha kayu yang semena-mena memanen hasil hutan dan pemerintah

yang cenderung berpihak kepada pengusaha.

IV.3.4 Reaksi Sosial Pada Kejahatan Korporasi Terhadap Lingkungan dan

Penjahatnya.

Pada umumnya reaksi sosial dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok,

yaitu reaksi sosial formal dan reaksi sosial non formal (Mustofa, 2005).

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 57: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

46

Reaksi sosial formal adalah tindakan yang dilakukan oleh masayrakat

melalui pembentukan pranata formal untukpenanggulangan kejahatan serta

pembuatan aturan formal (hukum) yang mengatur tingkah laku anggota

masyarakat. Sebagai objek penelitian Kriminologi difokuskan tidak pada peran

formalnya menurut undang-undang, tetapi bagaimana realitas pola

pelaksanaannya. Antara lain apakah pranata tersebut akan memperlakukan

tersangka pelaku pelanggaran hukum secara sesuai dengan hukum yang berlaku

ataukah akan dipengaruhi oleh status sosial tersangka Mustofa, 2005).

Berdasarkan uraian kasus, reaksi sosial formal menurut pasal 78 ayat (7)

Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 dengan ketentuan kehutanan menyatakan

bahwa, Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagai mana

dimaksudkan dalam pasal 50 ayat (3) huruf, diancam dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000, (Sepuluh

Miliyar Rupiah). Secara kontrast nya yang terjadi pada kasus tersebut pelaku

kejahatan mengalami reaksi sosial formal yang tidak sesuai dengan pranata formal

(hukum), terlebih lagi pada kasus di Taman Nasional Tanjung Puting justru tidak

terkena jerat hukum sama sekali.

Hal ini terbukti sesuai dengan pernyataan diatas, bahwa pengaruh status

sosial sangat mempengaruhi terlaksananya atau tidak pranata formal ini dalam

sistem peradilan pidana. Karena tersangka mempunyai status sosial yang tinggi

serta hubungan erat dan mempunyai pengaruh terhadap pemerintahan setempat

daerah maupun nasional menjadi sebuah alat dalam membekalli diri untuk

terhindar dalam jerat hukum.

Reaksi sosial non formal merupakan sanksi sosial atau sanksi sosial non

formal yang ketika diberikan oleh masyarakat secara non formal, mulai dari

pengucilan, cemoohan, sampai dengan sanksi fisik dalam tindakan main hakim

sendiri. Pengertian non formal disini adalah bahwa yang melakukan tindakan

bukanlah pranata pengendalian sosial formal (Mustofa, 2005).

Kejahatan pembalakan liar akan berdampak pada reaksi sosial non formal.

Reaksi sosial non formal terbentuk karena tidak selarasnya sebuah hal atau

fenomena terhadap norma-norma yang ada atau dipegang sehingga menimbulkan

ketidak teraturan dan keresahan dalam anggota yang menganut norma tersebut

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 58: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

47

dan menyebabkan ketidak seimbangan dalam tingkat tatanan masyarakat yang

dapat menimbulkan konflik lanjutan.

Reaksi sosial non formal yang diakibatkan oleh pembalakan liar ini dapat

dijabarkan, aksi ini diakukan oleh sekelompok manusia yang bertujuan untuk

mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, maka dari itu fenomena ini

memberikan perhatian kepada masyarakat lokal atau luar melakukan hal tindakan

serupa demi tujuan faktor ekonomi juga, terlebih lagi untuk penduduk lokal yang

terancam mata pencahariannya dengan keterpaksaan melakukan aksi ini.

Walaupun ada beberapa penduduk yang mencoba pada jalan confirmity

dan berjuang atas hak lahan hutannya, hal ini sering mengakibatkan konflik dan

bentrokan masyarakat dengan pengusaha kayu dan aparat pemerintah yang sudah

menjadi pendukung pengusaha ini. Konflik yang tidak terelakkan menyebabkan

labeling atau stigmatisasi kepada pemerintah dan berkurangnya kepercayaan

masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam melindungi rakyatnya, terlebih lagi

dimana justru aparat pemerintah itu sendiri mendukung pengusaha atau

memfasilitasi dan memberi akses kepada cukong untuk melakukan penebangan

liar yang merambat hingga kawasan hutan milik masayrakat dan taman nasional.

Seperi yang ditemukan dalam jurnal Yasmi, et al. (2009) efek negatif dari konflik

yang terjadi akibat pembalakan liar masyarakat tidak lagi mempercayai kepada

pemerintah dalam menangani konflik yang justru mendukung pengusaha daripada

masyarakat itu sendiri, melakukan pengrusakan terhadap alat-alat dan fasilitas

perusahaan.

Ketidak mampunya pemerintah bersikap adil serta memberantas kasus

habis pembalakan liar ini, secara luasnya pandangan masyarakat luas terhadap

kepercayaan dengan pemerintah akan menurun dan terlebih lagi dengan adanya

laporan bahwa justru aksi ini melibatkan aparat dan pegawai pemerintah sendiri

akan lebih meresahkan bagaimana kepada siapa harus dipercaya untuk melindungi

warga negara terutama mensejahterahkan masyarakat Indonesia.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 59: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

48

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Kejahatan merupakan sebuah pelanggaran terhadap hukum atau aturan

yang bertujuan untuk mengatur masyarakat menjadi masyarakat yang tertib dan

aman dan sejahterah. Perangkat alat yang biasa digunakan utnuk membuat

keteraturan dalam masyarakat ini menggunakan perangkat hukum yang telah

diatur dan disepakati oleh pemegang kekuasaan atau institusi yang berwenang

dalam urusan pembuatan hukum ini.

Fenomena penebangan liar atau yang sering disebut dengan Pembalakan

liar yang terjadi di Indonesia merupakan tindak kejahatan. Tindak pembalakan liar

ini jelas telah melanggar aturan-aturan yang telah dibuat yang bertujuan untuk

melindungi sumberdaya hutan di Indonesia beserta melindungi masyarakat sekitar

beserta flora dan fauna untuk keberalangsungan hidupnya.

Secara garis besar kasus pembalakan liar ini dapat dikaji secara

kriminologis karena mempunyai beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai

bahan dasar pembahasan. Indikator yang merupakan dasar untuk kajian

kriminologis ini adalah karena kasus pembalakan liar ini dapat di identifikasi

berdasarkan UU atau hukum yang dilanggar, terdapat pola dan modus dalam

pelaksanaan tindak kejahatannya, adanya pelaku yang melakukan tindak

kejahatan, adanya korban akibat fenomena ini beserta kerugian yang menjadi

dampak atas terjadinya penebangan liar.

Berdasarkan studi kasus pada tulisan ini, kasus pembalakan liar di Taman

Nasional Tanjung Puting dapat di analisa secara kriminologis sebagai berikut:

1. Kejahatan korporasi terhadap lingkungan dilakukan oleh pelaku-pelakunya

dan tidak menutupi keterlibatan aparat Negara/pemerintah terlibat dalam

rantai tindak pidana pembalakan liar.

Cukong sebagai pemodal yang juga meruapakan pegawai Negara ini

mempunyai hubungan dan pengaruh yang besar terhadap pemerintahan daerah

setempat. Hingga hal ini memudahkan cukong mendapatkan ijin usaha

pengolahan hasil hutan kayu.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 60: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

49

Walaupun kerja dilapangan tidak sesuai dengan peta ijin konsesi, perusahaan

kayu ini di lindungi oleh polisi dan TNI dalam operasinya. Yang kemudian

juga di lindungi oleh jaksa pengadilan.

Secara korporasi kasus yang terjadi merupakan contoh dari kejahatan

korporasi. Pihak-pihak yang melakukan kejahatan bertujuan untuk

menguntungkan korporasi itu sendiri.

2. Pelaku yang menjadi aktor atau dalangnya tindak kejahatan penebangan liar

ini adalah cukong atau pemilik modal yang juga menjadi pemilik perusahaan

kayu. Lebih dari itu, temuan berdasarkan data, ternyata pemilik perusahaan ini

yang merupakan menjadi aktor dan dalang aksi penebangan liar ini adalah

aparatur Negara sendiri. Menggunakan koneksi dan hubungan yang erat

dengan pemerintahan daerah setempat, anggota MPR yang juga ternyata

cukong perusahaan kayu ini dapat dengan leluasa melakukan aksi pembalakan

liar.

Masyarakat pun turut andil dalam pembalakan liar ini, tetapi hal ini terjadi

dikarenakan sumber kehidupan masyarakat setempat yang bergantung pada

sumber daya hutan telah dirampas oleh perusahaan kayu yang melakukan aksi

penebangan liar, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

3. Manusia menjadi korban yang jelas akibat dari pembalakan liar ini, selain

sumberdaya hutan yang hilang yang merupakan sumber kehidupan masyarakat

setempat juga sumber mata pencaharian masyarakat setempat sebagai petani

hutan dan pemburu. Maka dari itu korban juga termasuk eksistensi flora dan

fauna yang berada dalam wilayah hutan tersebut dan dapat menuju terancam

kepunahan pada beberapa spesies seperti orang utan.

Negara pun jatuh sebagai korban, karena tindak penebangan liar ini yang

bertanggung jawab atas pemulihan lahan hutan yang sudah ter degradasi

adalah tanggungan biaya oleh Negara dalam anggaran biaya Negara.

Keluarnya biaya ini tidak di ikuti oleh pemasukan yang setimpal, karena aksi

ini layaknya pencurian dan penyelundupan yang hasil dari penjualan atau

keuntungan tidak dibebani pajak atau bebas pajak.

4. Reaksi sosial formal terbukti tidak dapat diterapkan karena berdasarkan data

yang ditemukan, bahwa proses penghukuman menurut pranata formal atau

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 61: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

50

hukum yang berlaku, pelaku tindak pembalakan liar sangat susah diproses

secara administratif. Walaupun sempat dimasukkan dalam tahanan penjara

untuk melaksanakan proses pemasayrakatan, tetap tidak sesuai dengan

ketentuan sebagaiamana yang telah tercantum dalam UU.

Reaksi non-formal merupakan jalan atau tindakan yang dapat diandalkan oleh

masyarakat sekitar hutan dalam menanggapi aksi penebangan liar ini.

Pemerintah yang sudah tidak dipercayai dalam menangani konfllik yang

diakibatkan oleh aksi ini cenderung lebih memihak kepada perusahaan atau

cukong yang menjadi dalang terjadinya aksi pembalakan liar.

V.2 Saran

Pembalakan liar yang terjadi pada kasus di Taman Nasional Tanjung

Putting merupakan kejahatan korporasi terhadap lingkungan. Dalam melakukan

aksi pembalakan liar yang didasari oleh kejahatan korporasi, Situ dan Emmons

(2000) memberikan penjelasan bagaimana motivasi, kesempatan, dan aparat

penegak hukum merupakan elemen dan faktor yang penting terjadinya kejahatan

korporasi terhadap lingkungan.

Berdasarkan hal di atas, penulis ingin memberikan saran untuk mengatasi

masalah pembalakan liar yang terjadi.

1. Sarana untuk menunjang dan membantu dalam pekerjaan penegakkan

hukum terutama di sektor kehutanan harus diperhatikan dan ditingkatkan.

Baik itu dari alat-alat yang membantu dalam melakukan pekerjaan seperti,

kendaraan yang layak, serta peralatan untuk pengamanan yang baik serta

penambahan personel agar dapat mengawasi hutan Indonesia yang luas.

2. Memperhatikan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang

hidup di sekitar hutan. Masyarakat lokal berpotensi menjadi pembalak liar

karena dirampasnya sumberdaya kehidupan yang bergantung pada hutan

oleh perusahaan kayu yang melakukan pembalakan liar.

3. Mengkaji ulang pada ijin perusahaan-perusahaan yang mempunyai

indikasi atau yang cenderung melakukan pembalakan liar, terutama yang

memfasilitasi pembalakan liar atau perusahaan yang tidak mementingkan

kelestarian lingkungan hidup.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 62: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

51

4. Meninjau ulang kinerja para pegawai pemerintahan daerah dan

departemen kehutanan yang mempunyai wewenang atau kekuasaan dalam

memberikan ijin lahan konsesi atau penebangan.

5. Tingkatkan sosialisasi kepada semua elemen masyarakat baik itu

masyarakat atau rakyat, pegawai pemerintah, aparat penegak hukum

bagaimana pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup, dan

melakukan pembalakan liar akan berdampak pada rusaknya lingkungan

hidup yang dapat mempengaruhi secara lokal seperti ketidak seimbangnya

alam yang dapat menyebabkan erosi dan banjir hingga hilangnya keaneka

ragaman flora dan fauna yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan

kepada manusia, juga secara global seperti timbulnya efek rumah kaca

yang mengakibatkan pemanasan global.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 63: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

52

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bailey D.K. “Methods of Social Research”, Fourth Edition; New York: The Free

Press, A Division of Macmillan, Inc. 1994

Carrabine, E., Iganski, P., Lee, M., Plummer, K. and South, N. “Criminology: A

Sociological Introduction”. London: Routledge, 2004.

Callister, D.J. “Current Understandings, and implications for World Bank Forest

Policy. For the Worl Bank Group Forest Policy Implementation Review

and Strategy Development: Analytical Studies”, 1999.

Castro, A.P., Nielson, E. “Indigenous people and co-management: implications

for conflict management. Environmental Science and Policy”, 2001

Clifford, M. “Environmental Crime - Defining Environmental Crime

“,Gaithersburg: Aspen Publishers,1998

Colfer, J.P.C and Capistrano, D. “The politics of decentralization: forests, power

and people”. Earthscan, London, 2005

Dermawan, M.K. & Purnianti, Mashab dan Penggolongan Teori dalam

Kriminologi, bandung : PT. citra adikarya bhakti, 1994.

Faisal, S.”Format-format Penelitian Sosial”, Jakarta, Rajawali Pers, 1989

FAO, “Conflict and Natural Resource Management”. FAO, Rome, 2000

Human Rights Watch, “Dana Liar; Konsekuensi Pembalakan Liar dan Korupsi di

Sektor Kehutanan Indonesia Pada Hak Asasi Manusia”, 2009

Keraf, A. S. ” Etika Lingkungan”, Jakarta: Kompas, 2002.

Mustofa, M. “Kriminologi; Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas, Perilaku

Menyimpang dan Pelanggaran Hukum”, FISIP UI Press, 2007.

Mustofa, M. “Metodologi Penelitan Kriminologi”, FISIP UI Press, 2005.

Nazir, M. “Metode Penelitian”, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985

Poschen, P. “Forests and Employment, Much More than Meets the Eye”, World

Forestry Congress, Antalya, Turkey, FAO, Rome. 1997.

Romli, A. ”Bunga Rampai Kriminologi”, Jakarta : Rajawali, 1984.

Santoso, I. et al, ”Informasi Umum Kehutanan” Departemen Kehutanan, 2002.

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 64: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

53

Santoso, P. Dan Zulfa, E. A. ”Kriminologi”, Rajawali Pers; Jakarta, 2001.

Setiono, B dan Husein, Y. “Memerangi Kejahatan Kehutanan dan Mendorong

Prinsip Kehati-hatian Perbankan Untuk Mewujudkan Pengelolaan Hutan

yang Berkelanjutan”. CIFOR: Bogor, 2005

Siegel, L. J, “Criminology” 7th

edition, wadsworth, CA. 2000.

Situ, Y. and Emmons, D. “Environmental Crime: The Criminal Justice System’s

Role in Protecting the Environment”. Thousand Oaks, CA: Sage. 2000.

Soemaroto, O, “Indonesia Dalam Kancah Lingkungan Global”, Jakarta : 1991.

Suarga R. “Pemberantasan illegal logging optimisme di tengah praktek

premanisme global”. Wana Aksara, Banten, Indonesia, 2005.

Sunderlin, W.D. dan Resosudarmo, I.A.P. “Laju dan Penyebab Deforestasi di

Indonesia: Penelaahan Kerancuan dan Penyelesaiannya”, CIFOR, 1997

Tacconi, L. “Illegal Logging; Law Enforcement, Livelihoods And The Timber

Trade”, CIFOR, Earthscan: London, 2007

Tacconi, L, Obidzinski, K, Agung, F, “Proses Pembelajaran (Learning Lessons)

Promosi Sertifikasi Hutan dan Pengendalian Penebangan Liar di

Indonesia”, CIFOR: Bogor, 2003 White, R. and Habibis, D. “Crime and Society”. Melbourne: Oxford University

Press. 2005.

White, R., “Crimes Against Nature Environmental criminology and ecological

justice”, USA : willan publishing, 2008.

World Bank. “Helping Countries to Combat Corruption, The Role of the World

Bank”. Washington D.C.: The World Bank. 1997

Jurnal

Dermawan, M.K. “Perilaku Merusak Lingkungan Hidup: Perspektif Individu,

Organisasi dan Institusional”, jurnal legislasi Indonesia, vol. 6 No. 1, 2009

Kaimowitz, D. “Forest law enforcement and rural livelihoods”, 2003

Obidzinski, K. Andrianto, A. Dan Wijaya, C. “Penyelundupan Kayu di

Indonesia; Masalah Genting ataukah Berlebihan?”, 2006

Smith, J. Obidzinski, K. Subarudi and Suramenggala, I. “Illegal logging, collusive

corruption and fragmented governments in Kallimantan, Indonesia”, 2003

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 65: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

54

Yasmi, Y. Guernier, J. dan Colfer C.J.P, “Positive and negative aspects of forestry

conflict: lessons from a decentralized forest management in Indonesia”,

2009

Yonariza dan Edward L. Webb, Rural household participation in illegal timber

felling in a protected area of West Sumatra, Indonesia,2007

Skripsi dan Thesis

Kusmayadi, ”Aktivitas Illegal Logging dan Pengendaliannya di Perbatasan

Kalimantan Barat-Sarawak”, Universitas Indonesia, 2003.

Gunawan, W. “Analisis Biaya Pembalakan Ilegal di Areal Hutan Konservasi”,

Institut Pertanian Bogor”, 2001.

Soedaryanto, “Karakteristik Organisasi Pembalak Tradisional Dalam Pembalakan

Ilegal di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah”, Intsitut

Pertanian Bogor, 2000.

Yuliastuti, E. “Aspek dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana

perdagangan kayu illegal dalam sistem peradilan pidana”, universitas

Indonesia, 2006

Pasal dan UU

UU No.41 tahun 1999, tentang Kehutanan.

UU no.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Media Elektronik

http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/259

http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/2074

http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/9057

http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/8904

http://www.bps.go.id/hasil_publikasi/flip_2011/3101015/index11.php?pub=Perke

mbangan%20Beberapa%20Indikator%20Utama%20SosialEkonomi%20Indonesia

%20Edisi%20November%202011

http://www.cifor.org/onlinelibrary/browse/viewpublication/publication/2213.html

http://www.cifor.org/onlinelibrary/browse/viewpublication/publication/1352.html

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013

Page 66: Analisis Kriminologis Terhadap Kasus Pembalakan Liar Di ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350934-TA-M Asad.pdf · hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

55

http://www.cifor.org/onlinelibrary/browse/viewpublication/publication/2218.html

http://telapak.org/index.php?option=com_content&view=article&id=307:thefinalc

ut&catid=19:report&Itemid=65

http://telapak.org/index.php?option=com_content&view=article&id=10:abovethel

aw&catid=19:report&Itemid=65

http://telapak.org/index.php?option=com_content&view=article&id=20:timbertraf

icking&catid=19:report&Itemid=65

http://telapak.org/index.php?option=com_content&view=article&id=19:illegal-

logging-in-tanjung-puting-national-park&catid=19:report&Itemid=65

Analisis kriminologis ..., M. Asad Siregar, FISIP UI, 2013