Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

20
1 Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB Paru di Kecamatan Cengkareng Kota Administrasi Jakarta Barat Tahun 2013 M. Alif Setiadi, Ema Hermawati Departemen Kesehatan Lingkungan FKM UI e-mail : [email protected] Abstrak Rendahnya persentase rumah sehat diduga ikut memperbesar penularan TB paru. Kecamatan Cengkareng mempunyai prevalensi TB paru tertinggi di Kota Administrasi Jakarta Barat dengan jumlah kasus 825 dan CDR 95% pada tahun 2013, sedangkan cakupan rumah sehat pada tahun 2012 sebesar 51,78%. Tujuan penelitian adalah menganalisis kondisi lingkungan fisik rumah (kepadatan hunian rumah, kepadatan hunian kamar, pencahayaan, suhu udara, kelembaban udara, dan luas ventilasi) dengan kejadian TB paru. Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah 181 orang suspek TB Paru berumur minimal 15 tahun yang terdaftar di register TB Puskesmas Kecamatan Cengkarang bulan Oktober- Desember tahun 2013 terdiri dari 60 penderita TB paru dan 121 bukan penderita TB paru yang diambil secara propotional stratified random sampling. Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berhubungan dengan kejadian TB Paru adalah kepadatan hunian rumah (p-value = 0,011 OR : 2,344), kepadatan hunian kamar (p-value = 0,002 OR : 2,895), kelembaban udara (p-value = 0,022 OR : 2,261) dan luas ventilasi (p-value = 0,034 OR : 0,489). Disarankan penderita TB paru menggunakan masker dan tidak tidur sekamar untuk mencegah infeksi silang, perbaikan kondisi lingkungan fisik rumah secara mandiri atau melalui program pemerintah, penyuluhan TB paru dan rumah sehat di tempat kerja. Kata Kunci : Cengkareng; Kondisi Lingkungan Fisik Rumah;TB Paru Analysis of Home Environment Physical Condition With Incidence of Pulmonary TB at Sub-District of Cengkareng, Administration City of West Jakarta in 2013 Abstract The low percentage of healthy home allegedly enlarge of pulmonary TB transmission. Cengkareng Sub-district has the highest prevalence of pulmonary TB in West Jakarta Administration City with the number of cases 825 and CDR 95% in 2013, while the healthy home coverage in 2012 was 51.78%. The purpose of this study was to analyze the home environment physical condition (home occupancy density, bedroom occupancy density, lighting, air temperature, air humidity, and ventilation wide) with pulmonary TB incidence. This research is an observational cross-sectional design. Sample was 181 people suspected of pulmonary TB at least 15 years old enrolled in the Puskesmas Cengkareng Sub-district TB registration month of October to December 2013 consisted of 60 patients with pulmonary TB and 121 patients were not with pulmonary TB taken by proportional stratified random sampling. The results showed that the variables associated with the incidence of pulmonary TB is home occupancy density (p-value = 0.011 OR: 2.344), bedroom occupancy density (p-value = 0.002 OR: 2.895), air humidity (p-value = 0.022 OR: 2.261) and ventilation wide (p-value = 0.034 OR: 0.489). Recommended pulmonary TB patient using masks and not sleeping roommate to prevent cross-infection, improvement of home physical environment condition independently or through government programs, counseling pulmonary TB and healthy home in workplace. Keywords: Cengkareng; Home Environment Physical Condition; Pulmonary TB Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Transcript of Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

Page 1: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

1    

Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB Paru di Kecamatan Cengkareng Kota Administrasi Jakarta Barat Tahun 2013

M. Alif Setiadi, Ema Hermawati

Departemen Kesehatan Lingkungan FKM UI

e-mail : [email protected]

Abstrak

Rendahnya persentase rumah sehat diduga ikut memperbesar penularan TB paru. Kecamatan Cengkareng mempunyai prevalensi TB paru tertinggi di Kota Administrasi Jakarta Barat dengan jumlah kasus 825 dan CDR 95% pada tahun 2013, sedangkan cakupan rumah sehat pada tahun 2012 sebesar 51,78%. Tujuan penelitian adalah menganalisis kondisi lingkungan fisik rumah (kepadatan hunian rumah, kepadatan hunian kamar, pencahayaan, suhu udara, kelembaban udara, dan luas ventilasi) dengan kejadian TB paru. Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah 181 orang suspek TB Paru berumur minimal 15 tahun yang terdaftar di register TB Puskesmas Kecamatan Cengkarang bulan Oktober-Desember tahun 2013 terdiri dari 60 penderita TB paru dan 121 bukan penderita TB paru yang diambil secara propotional stratified random sampling. Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berhubungan dengan kejadian TB Paru adalah kepadatan hunian rumah (p-value = 0,011 OR : 2,344), kepadatan hunian kamar (p-value = 0,002 OR : 2,895), kelembaban udara (p-value = 0,022 OR : 2,261) dan luas ventilasi (p-value = 0,034 OR : 0,489). Disarankan penderita TB paru menggunakan masker dan tidak tidur sekamar untuk mencegah infeksi silang, perbaikan kondisi lingkungan fisik rumah secara mandiri atau melalui program pemerintah, penyuluhan TB paru dan rumah sehat di tempat kerja. Kata Kunci : Cengkareng; Kondisi Lingkungan Fisik Rumah;TB Paru Analysis of Home Environment Physical Condition With Incidence of Pulmonary TB at

Sub-District of Cengkareng, Administration City of West Jakarta in 2013

Abstract

The low percentage of healthy home allegedly enlarge of pulmonary TB transmission. Cengkareng Sub-district has the highest prevalence of pulmonary TB in West Jakarta Administration City with the number of cases 825 and CDR 95% in 2013, while the healthy home coverage in 2012 was 51.78%. The purpose of this study was to analyze the home environment physical condition (home occupancy density, bedroom occupancy density, lighting, air temperature, air humidity, and ventilation wide) with pulmonary TB incidence. This research is an observational cross-sectional design. Sample was 181 people suspected of pulmonary TB at least 15 years old enrolled in the Puskesmas Cengkareng Sub-district TB registration month of October to December 2013 consisted of 60 patients with pulmonary TB and 121 patients were not with pulmonary TB taken by proportional stratified random sampling. The results showed that the variables associated with the incidence of pulmonary TB is home occupancy density (p-value = 0.011 OR: 2.344), bedroom occupancy density (p-value = 0.002 OR: 2.895), air humidity (p-value = 0.022 OR: 2.261) and ventilation wide (p-value = 0.034 OR: 0.489). Recommended pulmonary TB patient using masks and not sleeping roommate to prevent cross-infection, improvement of home physical environment condition independently or through government programs, counseling pulmonary TB and healthy home in workplace. Keywords: Cengkareng; Home Environment Physical Condition; Pulmonary TB

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 2: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

2    

Pendahuluan Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium tuberculosis) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena menjadi

salah satu penyebab kematian utama di dunia. WHO memperkirakan sepertiga penduduk

dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan Global report WHO tahun 2012,

setiap tahun terdapat 197.000 kasus baru TB paru menular (BTA +). Padahal, setiap penderita

TB paru BTA + yang tidak segera diobati dapat menularkan kepada 10-15 orang pertahun.

TB paru juga penyebab tingginya angka kematian yaitu 175 orang setiap hari atau 64.000

orang setiap tahun. (Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), 2013).

Negara dengan prevalensi TB terbesar adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan

Indonesia. (PPTI, 2012)

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013 diketahui prevalensi TB paru klinis

yang tersebar di seluruh Indonesia adalah 0,4 %, dan prevalensi TB paru klinis yang tersebar

di DKI Jakarta 0.6%. Menurut Laporan Situasi Terkini Perkembangan TB di Indonesia 2012,

Case Detection Rate (CDR) di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 83,48% Pada tingkat

provinsi, CDR tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 111,0% dan DKI Jakarta

86,2%, (Kemenkes, 2012).

Di Kota Administrasi Jakarta Barat TB paru merupakan masalah kesehatan lama yang masih

tetap ada. Pada tahun 2013 dari 13.175 pasien suspek TB paru diketahui 5.054 kasus

penderita TB paru yang menjalani pengobatan terdiri dari penderita TB Paru baru BTA +

1.619 kasus, penderita TB paru BTA – 2.609 kasus, kasus kambuh 165 kasus, TB ekstra paru

190 kasus dan TB anak 470 kasus dengan CDR 66%. (Sudinkes Jakbar, 2013). Kecamatan

Cengkareng menempati kasus TB paru terbesar di Kota Administrasi Jakarta Barat pada tahun

2013, berdasarkan data Puskesmas Kecamatan Cengkareng terdapat 825 kasus TB yang

diobati dengan CDR 55% pada.

Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan TB paru erat kaitannya dengan kondisi

hygiene bangunan perumahan (Depkes, 2002). Pada tahun 2010 persentase rumah tangga

secara nasional yang mempunyai rumah sehat di Indonesia masih rendah yaitu sebesar 24,9%

(Kemenkes, 2012). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, DKI Jakarta

merupakan provinsi dengan jumlah desa atau kelurahan yang mempunyai perumahan kumuh

tertinggi di Indonesia (65,54%) dan hasil pemeriksaan kesehatan lingkungan rumah yang

dilaksanakan pada 54.697 unit rumah di Kecamatan Cengkareng pada tahun 2012 diketahui

sebanyak 28.322 unit rumah atau 51,78% memenuhi syarat kesehatan sedangkan data

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 3: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

3    

penderita TB paru tahun 2013 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng diketahui dari 2.072

suspek TB paru yang diperiksa tercatat sebanyak 309 kasus penderita TB paru BTA + , 495

kasus penderita TB paru BTA – dengan foto rontgen +, 8 kasus pengobatan ulang dan 13

kasus TB anak. (Puskesmas Kecamatan Cengkareng, 2013). Dengan demikian ingin diketahui

pengaruh kondisi lingkungan fisik rumah (kepadatan hunian rumah, kepadatan hunian kamar,

pencahayaan, suhu udara, kelembaban udara, dan luas ventilasi) dengan kejadian TB paru di

Kecamatan Cengkareng Kota Administrasi Jakarta Barat tahun 2013.

Tinjauan Teoritis Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut berbentuk batang yang bersifat

aerobik dan tahan asam serta merupakan organisme patogen maupun saprofit, hanya

strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia, berukuran 0,3 x 2 sampai 4

mm, lebih kecil dari pada sel darah merah. (Price & Wilson, 2006). Sebagian besar kuman

TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Kemenkes, 2011).

Penularan TB paru terjadi melalui udara yang tercemar Mycobacterium tuberculosis, ketika

penderita TB batuk atau bersin Mycobacterium tuberculosis keluar melalui droplet nuclei

dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,

tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.

Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.

Gejala klinis yang timbul pada pasien tuberkulosis berdasarkan adanya keluhan penderita

adalah : Batuk lebih dari 2 minggu, dahak, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, wheezing,

demam dan menggigil, penurunan berat badan, rasa lelah dan lemah, serta berkeringat banyak

terutama malam hari. Berdasarkan Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Depkes

RI Tahun 2011, diagnosis TB paru dibedakan menjadi diagnosis TB Paru, TB Ekstra Paru dan

diagnosis TB pada penderita HIV/AIDS. Penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan

berdasarkan pada empat hal yaitu : lokasi atau organ tubuh yang sakit (TB paru dan TB

ekstra paru), bakteriologis (TB paru BTA + dan TB paru BTA -), riwayat pengobatan

tuberkulosis sebelumnya (kasus baru, kasus kambuh, kasus setelah putus berobat, kasus

setelah gagal, kasus pindahan dan kasus lain), serta berdasarkan status HIV. (Kemenkes,

2011).

Kejadian penyakit merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya

dengan komponen lingkungan yang memiliki potensi penyakit. (Achmadi, 2011). Faktor

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 4: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

4    

risiko kejadian TB paru yaitu faktor kependudukan atau karakteristik individu dan faktor

risiko lingkungan. Faktor risiko lingkungan yang utama pada kejadian TB paru adalah kondisi

lingkungan fisik rumah. (Notoatmodjo, 2010). Faktor risiko karakteristik individu pada

penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan sedangkan faktor risiko

kondisi lingkungan fisik rumah pada penelitian ini adalah kepadatan hunian rumah, kepadatan

hunian kamar, pencahayaan, suhu udara, kelembaban udara dan luas ventilasi.

Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan penelitian

cross section. Subyek penelitian yang diobservasi adalah pasien suspek TB paru di

Puskesmas Kecamatan Cengkareng Kota Administrasi Jakarta Barat bulan Oktober –

Desember 2013 yang tercatat di register TB yang berdasarkan pemeriksaan dahak dan rontgen

paru didiagnosis menjadi penderita TB paru dan bukan penderita TB paru. Faktor risiko yang

diobservasi adalah kondisi lingkungan fisik rumah dan efek adalah kejadian TB paru.

Penetapan faktor risiko yang mempengaruhi efek dalam penelitian ini dilakukan dengan

membandingkan kondisi lingkungan fisik rumah pasien suspek TB paru yang didiagnosis

penderita TB paru yang menjalani pengobatan selama 6 bulan dengan kondisi lingkungan

fisik rumah bukan penderita TB paru yang dalam penelitian ini adalah pasien suspek TB paru

tanpa gejala klinis TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak BTA- dan tidak didiagnosis

menderita TB paru. Semua faktor risiko dilihat secara retrospektif.

Penelitian ini dilakukan di 6 Kelurahan (Cengkareng Barat, Cengkareng Timur, Kapuk, Rawa

Buaya, Duri Kosambi dan Kedaung Kali Angke) di Kecamatan Cengkareng Kota

Administrasi Jakarta Barat yang dilaksanakan bulan April tahun 2014.

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pasien suspek TB paru berusia minimal

15 tahun yang berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Cengkareng dan tercatat di register TB

bulan Oktober – Desember 2013 dan berdomisili di wilayah Kecamatan Cengkareng Kota

Administrasi Jakarta Barat sebanyak 322 pasien. Sampel dalam penelitian terdiri dari pasien

suspek TB paru yang berdasarkan pemeriksaan dahak dan rontgen paru didiagnosis menjadi

penderita TB paru dan bukan penderita TB paru. Besar sampel dihitung berdasarkan rumus

proporsi binomunal untuk besar populasi (N) diketahui (Lemeshow dkk, 1997 dalam Suyatno,

2010) :

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 5: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

5    

Jika ditetapkan Z1- /2 = 1,96 p = 0,32 (proporsi pasien TB Paru bulan Oktober – Desember

Puskesmas Kecamatan Cengkareng tahun 2013), q = 0,68, dengan limit error (d) ditetapkan

0,05 dan nilai = 0,05 dan jumlah sampel N = 322, maka besar sampel yang dibutuhkan

sebesar : n = 164, 285 dibulatkan 165 sampel, dengan penambahan 10% maka besar sampel

menjadi 181 sampel.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Proportional

Stratified Random Sampling. Pengambilan sampel secara proporsi dilakukan dengan

mengambil subyek dari setiap strata atau setiap wilayah ditentukan seimbang dengan

banyaknya subyek dalam masing-masing strata atau wilayah. (Arikunto, 2006). Perhitungan

pengambilan sampel berdasarkan register TB Puskesmas Kecamatan Cengkareng bulan

Oktober – Desember 2013 menggunakan rumus Sugiyono (2007) :

n = (x/N) * N1

dengan n adalah jumlah sampel setiap strata, x adalah jumlah populasi pada setiap strata, N

adalah jumlah seluruh populasi (N = 322) dan N1 adalah jumlah seluruh sampel (N1 = 181),

sehingga didapatkan 60 sampel penderita TB paru dan 121 sampel bukan penderita TB paru.

Data kondisi lingkungan fisik rumah didapatkan dengan menggunakan kuesioner dan

melakukan pengukuran dengan menggunakan luxmeter untuk mengukur intensitas

pencahayaan, thermohygrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban, dan meteran untuk

mengukur luas ventilasi, luas lantai rumah dan luas lantai kamar. Untuk mengetahui

kepadatan hunian rumah, kepadatan hunian kamar dan karakteristik individu dilakukan

dengan kuesioner dan wawancara. Data kejadian TB paru menggunakan data sekunder

dengan cara mencatat kejadian TB paru dari register TB Puskesmas Kecamatan Cengkareng

Kota Administrasi Jakarta Barat bulan Oktober – Desember 2013.

Pengolahan dan analisis data secara univariat dan bivariat menggunakan uji chi square karena

melihat hubungan dua variabel bersifat kategorik dan untuk mengetahui kekuatan/besarnya

hubungan dua variabel tersebut digunakan Odd Ratio (OR) menggunakan software SPSS.

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 6: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

6    

Hasil Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Karakteristik Individu Kejadian TB Paru di Kecamatan Cengkareng Kota Administrasi Jakarta Barat Tahun 2013

Variabel TB paru Bukan TB paru Total

n = 60 % n = 121 % N = 181 % Umur - Tidak produktif 5 8,3 8 6,6 13 7,2 - Produktif 55 91,7 113 93,4 168 92,8 Jenis kelamin - Laki-laki 40 66,7 60 49,6 100 55,2 - Perempuan 20 33,3 61 50,4 81 44,8 Pendidikan - Tidak tamat SD 4 6,7 5 4,1 9 5,0 - Tamat SD 15 25,0 32 26,4 47 26,0 - Tamat SLTP 19 31,7 14 11,6 33 18,2 - Tamat SLTA 22 36,7 69 57,0 91 50,3 - Tamat AK/PT 0 0,0 1 0,8 1 0,6 Pekerjaan - Tidak bekerja 27 45,0 54 44,6 81 44,8 - Bekerja 33 55,0 67 55,4 100 55,2 Distribusi responden berdasarkan karakteristik individu, kejadian TB paru lebih banyak pada

responden umur produktif yaitu 15-64 tahun (Kemenkes, 2011) (91,7%), laki-laki (66,7%),

pendidikan tamat SLTA (36,7%) dan bekerja (55,0%).

Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Kejadian TB paru di Kecamatan Cengkareng Kota Administrasi Jakarta Barat Tahun 2013

Variabel TB paru Bukan TB paru Total

n = 60 % n = 121 % N = 181 % Kepadatan Hunian rumah - TMS 41 68,3 58 47,9 99 54,7 - MS 19 31,7 63 52,1 82 45,3 Kepadatan Hunian kamar - TMS 42 70,0 54 44,6 96 53,0 - MS 18 30,0 67 55,4 85 47,0 Pencahayaan - TMS 50 83,3 95 78,5 145 80,1 - MS 10 16,7 26 21,5 36 19,9 Suhu Udara - TMS 33 55,0 63 52,1 96 53,0 - MS 27 45,0 58 47,9 85 47,0 Kelembaban udara - TMS 45 75,0 69 57,0 114 63,0 - MS 15 25,0 52 43,0 67 37,0 Luas Ventilasi - TMS 31 51,7 83 68,6 114 63,0 - MS 29 48,3 38 31,4 67 37,0 TMS : Tidak Memenuhi Syarat MS : Memenuhi Syarat

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 7: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

7    

Distribusi berdasarkan kondisi lingkungan fisik rumah, kejadian TB paru lebih banyak terjadi

pada rumah yang kepadatan hunian rumah < 10 m²/orang (68,3%), kepadatan hunian kamar

tidur < 4 m²/orang (70,0%), intensitas pencahayaan rumah < 60 Lux (83,3 %), suhu < 18°C

dan >30°C (55,0%), kelembaban udara rumah < 40% Rh atau > 60% Rh (75,0%) dan luas

ventilasi rumah < 10% luas rumah (51,7%).

Tabel 3. Hubungan Kondisi lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB paru di Kecamatan Cengkareng Kota Administrasi Jakarta Barat Tahun 2013

Variabel TB paru Bukan TB paru

p-value OR 95% CI n = 60 % n = 121 %

Kepadatan Hunian rumah

- TMS 41 68,3 58 47,9 0,011* 2,344 1,223-4,492 - MS 19 31,7 63 52,1 Kepadatan Hunian kamar

- TMS 42 70,0 54 44,6 0,002* 2,895 1,499-5,592 - MS 18 30,0 67 55,4 Pencahayaan - TMS 50 83,3 95 78,5 0,554 1,368 0,611-3,063 - MS 10 16,7 26 21,5 Suhu Udara - TMS 33 55,0 63 52,1 0,753 1,125 0,605-2,094 - MS 27 45,0 58 47,9 Kelembaban udara - TMS 45 75,0 69 57,0 0,022* 2,261 1,138-4,491 - MS 15 25,0 52 43,0 Luas Ventilasi - TMS 31 51,7 83 68,6 0,034* 0,489 0,259-0,924 - MS 29 48,3 38 31,4 TMS : Tidak Memenuhi Syarat MS : Memenuhi Syarat

Pada tabel 3. diketahui variabel yang berhubungan dengan kejadian TB Paru di Kecamatan

Cengkareng Kota Administrasi Jakarta Barat Tahun 2013 adalah variabel kepadatan hunian

rumah (p-value = 0,011, OR = 2,344, 95% CI: 1,223-4,492), kepadatan hunian kamar (p-value

= 0,002, OR = 2,895, 95% CI : 1,499-5,592), kelembaban udara (p-value = 0,022, OR =

2,261, 95% CI : 1,138-4,491) dan luas ventilasi (p-value = 0,034, OR = 0,489, 95% CI :

0,259-0,924).

Pembahasan Gambaran Karakteristik Individu Dengan Kejadian TB Paru di Kecamatan

Cengkareng Kota Administrasi Jakarta Barat Tahun 2013.

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 8: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

8    

Berdasarkan tabel 1. diketahui kejadian TB paru lebih banyak pada responden dengan umur

produktif (91,7%) yaitu rentang usia antara 15-64 tahun. Kejadian TB paru pada umur

produktif kemungkinan disebabkan oleh tingginya aktifitas dan mobilitas yang memberikan

peluang lebih besar untuk kontak dengan orang lain termasuk dengan penderita TB, sehingga

besar pula risiko tertular TB paru.

Berdasarkan jenis kelamin kejadian TB paru lebih banyak pada responden laki-laki (66,7%).

Kecenderungan kejadian TB paru pada laki-laki dipengaruhi oleh gaya hidup, perbedaan

peran gender dan perbedaan risiko terpapar (Azhar, 2013). Laki-laki banyak yang mempunyai

kebiasaan merokok. Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan prevalensi perokok 16 kali

lebih tinggi pada laki-laki (65,9%) dibandingkan perempuan (4,2%). Merokok secara umum

dapat menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh yang pada akhirnya menyebabkan orang

tersebut rentan terhadap Mycrobacterium tuberculosis. Rokok merupakan faktor risiko ke

empat timbulnya semua jenis penyakit didunia, termasuk penyakit TB paru. (PPTI, 2011).

Penelitian Wijaya (2012), membuktikan bahwa merokok meningkatkan risiko infeksi

Mycobacterium tuberculosis, risiko perkembangan penyakit dan penyebab kematian pada

penderita tuberkulosis. Di negara berkembang seperti Indonesia, laki-laki umumnya

mempunyai peran yang berbeda dari perempuan. Aktifitas laki-laki lebih banyak dan interaksi

sosial laki-laki lebih luas daripada perempuan, sehingga kemungkinan kontak dengan

penderita TB paru BTA + baik di dalam atau di luar rumah lebih besar daripada perempuan.

Pekerjaan laki-laki juga umumnya mempunyai risiko paparan yang lebih besar daripada

perempuan. Banyak laki-laki yang setiap hari bekerja di lingkungan yang tercemar dengan

debu dan berbagai gas polutan lainnya dalam waktu yang lama. Akumulasi pajanan ini dapat

mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh yang berakibat mudah terserang penyakit dan

rentan terhadap Mycrobacterium tuberculosis.

Latar belakang pendidikan dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang terhadap

pencarian pengobatan, pencegahan penyakit dan pola hidup sehat. Perilaku seseorang

berkaitan erat dengan pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan tersebut diperoleh antara

lain melalui pendidikan. Pendidikan itu sendiri adalah dasar terbentuknya perilaku seseorang

sehingga pendidikan dikatakan sebagai faktor kedua terbesar dari faktor sosial ekonomi yang

mempengaruhi status kesehatan (Azhar, 2013). Ditinjau dari latar belakang pendidikan,

penderita TB paru terbanyak berpendidikan tamat SLTA (36,7%), kondisi ini menunjukkan

kesadaran untuk melakukan pengobatan penyakit TB paru semakin meningkat pada tingkat

pendidikan yang semakin tinggi.

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 9: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

9    

Berdasarkan status pekerjaan, kejadian TB paru lebih banyak pada responden yang bekerja

(55,0%). Menurut Smith & Moss (2004), Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang

harus dihadapi setiap individu, bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan

partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran

pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama

terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB paru.

Gambaran Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB Paru di Kecamatan

Cengkareng Kota Administrasi Jakarta Barat Tahun 2013.

Berdasarkan tabel 2. terlihat kejadian TB paru lebih banyak terjadi pada rumah responden

dengan kepadatan hunian rumah < 10 m2/orang (68,3%), kepadatan hunian kamar < 4 m2 /

orang (70,%), pencahayaan < 60 lux (83,3%) suhu < 18°C dan >30°C (55,0%), kelembaban

udara < 40% Rh atau > 60% Rh (75,0%) dan luas ventilasi rumah < 10% luas lantai (51,7%).

Rumah yang tidak sehat adalah rumah yang memiliki tata udara yang buruk, pencahayaan

yang kurang terutama cahaya matahari, hunian yang padat serta suhu yang tidak sesuai dan

ruangan yang lembab. (Depkes, 2001).

Rumah yang tidak sehat merupakan salah satu reservoir atau tempat yang baik dalam

menularkan penyakit menular seperti penyakit tuberkulosis. Menurut Achmadi (2010),

Faktor lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian TB paru adalah kepadatan

penghuni, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, suhu dan kelembaban. Penularan penyakit

tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui

udara (droplet nuclei) saat seorang penderita tuberkulosis BTA + batuk dan percikan ludah

yang mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat bernapas. Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara, di

tempat yang lembab dan gelap bisa berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar matahari

atau aliran udara. Kepadatan hunian memudahkan penularan antar sesama penghuni karena

menyebabkan cross infection. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan tempat percikan

dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman TB.

Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB Paru di Kecamatan

Cengkareng Kota Administrasi Jakarta Barat Tahun 2013.

Berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara

kepadatan hunian rumah dengan kejadian penyakit TB (p-value = 0,011). Kepadatan hunian

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 10: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

10    

rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan memungkinkan penghuninya berisiko 2,344

kali terkena penyakit TB paru. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Adrial (2005)

di Kota Batam, yang menyatakan bahwa orang yang tinggal dengan tingkat kepadatan hunian

rumah tidak memenuhi syarat kesehatan mempunyai risiko 4,55 kali lebih besar untuk sakit

TB paru. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arliana (2013) di

Kabupaten Ende, yang menyimpulkan responden yang tinggal di rumah dengan hunian padat

mempunyai risiko 3,431 kali menderita TB paru.

Kepadatan hunian rumah yang tinggi disebabkan karena jumlah penduduk yang berkembang

lebih pesat dari pada jumlah rumah sehingga kebanyakan orang atau keluarga terpaksa harus

tinggal sama-sama dalam satu rumah. Kepadatan hunian merupakan masalah perumahan di

perkotaan yang sulit dipecahkan (Depkes, 2001). Berdasarkan data BPS tahun 2010,

diketahui Kecamatan Cengkareng merupakan kecamatan yang padat dengan jumlah penduduk

terbanyak di antara 44 kecamatan di DKI Jakarta yaitu sebesar 513.920 jiwa, laju

pertumbuhan penduduk sebesar 1,81%/ tahun dan kepadatan penduduk 18,400 jiwa/ km2 .

Data Sensus Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2010 menyebutkan 47,01% penduduk DKI

Jakarta menempati rumah dengan kepadatan hunian <10 m2/orang. (BPS, 2012).

Kepadatan hunian ditentukan berdasarkan jumlah luas lantai ruangan per jumlah penghuni

rumah, merupakan faktor yang penting terhadap penularan penyakit infeksi termasuk TB

paru. Untuk rumah sederhana kepadatan hunian yang memenuhi syarat adalah minimal 10

m2/orang (BPS, 2012). Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuni akan

menyebabkan over crowded. Dalam hubungan dengan penularan TB Paru, maka kepadatan

hunian dapat menyebabkan infeksi silang (cross infection) diantara penghuni rumah.

Mycobacteriun tuberculosis menyebar melalui udara (droplet nuclei) saat seorang penderita

tuberkulosis BTA + batuk , bicara atau bersin dan percikan ludah (droplet) yang mengandung

bakteri terhirup oleh orang lain saat bernapas. Menurut WHO (2007) droplet yang terinfeksi

tersebut mampu mencapai jarak 1 m, sehingga penting menjaga jarak dengan penderita untuk

mengurangi risiko penularan. Terdapatnya penghuni rumah yang menjadi penderita TB paru

dalam rumah dengan kepadatan cukup tinggi menyebabkan intensitas kontak penderita erat,

maka penularan penyakit melalui udara ataupun droplet akan lebih cepat terjadi.

Berdasarkan hasil uji statistik disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara kepadatan

hunian kamar dengan kejadian penyakit TB paru (p-value = 0,002). Kepadatan hunian kamar

yang tidak memenuhi syarat kesehatan memungkinkan penghuninya berisiko 2,895 kali untuk

terkena penyakit TB paru. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sutangi (2003) di

Kabupaten Indramayu, yang menyatakan bahwa orang yang tinggal dengan tingkat kepadatan

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 11: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

11    

hunian kamar tidak memenuhi syarat kesehatan mempunyai risiko 2,5 kali lebih besar untuk

sakit TB paru. Penelitian Ayomi (2010) di Kabupaten Jayapura, juga menemukan bahwa

kepadatan hunian kamar yang padat berisiko 3,208 kali dengan kejadian TB paru.

Kondisi ini disebabkan karena kepadatan hunian rumah yang tinggi, luas lahan yang terbatas,

dan tata bangunan yang tidak teratur yang dibangun sembarangan dan tidak memperhatikan

syarat kesehatan. Penderita TB paru semestinya tidak tidur sekamar dengan anggota keluarga

yang lain karena menyebabkan infeksi silang (cross infection) diantara penghuni sekamar.

Penularan langsung dapat terjadi dari orang ke orang karena droplet penderita yang terinfeksi

kuman TB akan terhirup penghuni kamar yang lain ketika bernafas. (Noor, 2008)

Dari pengukuran rumah responden diketahui proporsi responden penderita TB paru lebih

banyak tinggal di rumah yang intensitas pencahayaan rumahnya <60 lux (83,3%). Kondisi ini

menggambarkan kejadian TB paru lebih banyak terjadi di rumah dengan intensitas

pencahayaan yang tidak memenuhi syarat, tetapi dari hasil uji statistik diketahui pencahayaan

tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian penyakit TB paru (p-value =

0,554). Hal ini dimungkinkan karena jumlah rumah responden bukan penderita TB paru yang

tidak memenuhi syarat kesehatan juga besar (78,5%) sehingga sebaran proporsi rumah

responden terhadap variabel pencahayaan cenderung homogen. Hasil Penelitian ini sama

dengan hasil penelitian Ayunah (2008) di Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan (p-value

= 0,839). Walaupun secara statistik tidak berhubungan tetapi dari segi pengukuran, rata-rata

pencahayaan rumah responden tidak memenuhi syarat kesehatan (rata-rata : 47,122 lux) yang

berarti secara teori pencahayaan mempunyai pengaruh dengan kejadian TB paru.

Kondisi pencahayaan yang tidak memenuhi syarat ini diantaranya disebabkan karena

orientasi letak rumah yang tidak disesuaikan terhadap arah mata angin dan jalannya sinar

matahari sehingga cahaya matahari tidak dapat masuk secara optimal, kurangnya ventilasi

seperti jendela, pintu dan lubang angin sebagai jalan masuknya sinar matahari ke dalam

rumah karena jarak rumah yang rapat sehingga berakibat ventilasi hanya terdapat di bagian

depan rumah, penempatan perabotan di dalam rumah yang menghalangi masuknya cahaya

matahari, ventilasi yang tertutup kain karena responden lebih mengutamakan interior rumah,

perilaku membuka jendela di pagi hari dan kurangnya inisiatif untuk memasang genteng kaca,

fiber transparan atau glass box sebagai solusi karena keterbatasan yang ada.

Pencahayaan alami diperoleh dari masuknya sinar matahari ke dalam ruangan melalui jendela,

celah-celah dan bagian-bagian bangunan yang terbuka, diutamakan sinar matahari pagi yang

mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman (Depkes, 2002). Sinar matahari

langsung dapat membunuh Mycobacterium tuberculosis dalam waktu 5 menit (Crofton,

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 12: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

12    

2002). Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun ditempat

gelap dan lembab, sehingga rumah yang intensitas pencahayaannya tidak memenuhi syarat

kesehatan dapat menjadi faktor risiko penularan TB paru. Masuknya cahaya matahari

kedalam rumah diharapkan dapat membunuh Mycobacterium tuberculosis yang dikeluarkan

oleh penderita pada saat batuk, sehingga jumlah kuman dalam rumah dapat dikurangi dan

risiko penularan juga berkurang. Penelitian ini bertentangan dengan penelitian Simbolon

(2007) di Kabupaten Rejang Lebong dan Arliana (2013) di Kabupaten Ende, yang

menyatakan ada hubungan antara pencahayaan rumah dengan kejadian penyakit TB paru.

Dari pengukuran suhu udara rumah responden diketahui proporsi penderita TB paru lebih

besar terjadi pada rumah dengan suhu < 18oC dan > 30oC yaitu sebesar 55%. Kondisi ini

menggambarkan kejadian TB paru lebih banyak terjadi di rumah dengan suhu udara rumah

yang tidak memenuhi syarat, tetapi dari uji chi square diketahui bahwa tidak ada hubungan

antara suhu udara dengan kejadian TB paru (p-value = 0,753). Kondisi ini disebabkan karena

proporsi rumah responden bukan penderita TB paru yang suhu rumahnya tidak memenuhi

syarat sebesar 52,1% tidak jauh berbeda dengan proporsi pada penderita TB paru, sehingga

sebaran proporsi rumah responden terhadap variabel suhu cukup homogen.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ayunah (2008) di Kecamatan Cilandak dan

Riyantiningsih (2010) di Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, yang menyatakan bahwa

tidak terdapat hubungan antara suhu udara dengan kejadian penyakit TB paru BTA +.

Meskipun demikian berdasarkan hasil pengukuran suhu rumah responden didapatkan rata-rata

suhu udara rumah adalah 30,081 oC, yang berarti rata-rata suhu udara rumah responden tidak

memenuhi syarat kesehatan.

Kondisi suhu udara dalam rumah dipengaruhi oleh suhu udara luar, sirkulasi udara,

kelembaban udara dan suhu benda yang ada disekitarnya (Chandra, 2012). Suhu berperan

penting dalam mengatur jalannya reaksi metabolisme bagi semua makhluk hidup. Khususnya

bagi bakteri, suhu lingkungan yang berada lebih tinggi dari suhu yang dapat ditoleransi akan

menyebabkan denaturasiprotein dan komponen sel esensial lainnya sehingga sel akan

mati. Demikian pula bila suhu lingkungannya berada di bawah batas toleransi,

membran sitoplasma tidak akan berwujud cair sehingga transportasi nutrisi akan terhambat

dan proses kehidupan sel akan terhenti. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri

mesofilik yang hidup dalam rentang suhu 15-55ºC (Madigan, et.al, 2009). Menurut Gould &

Brooker (2008), suhu optimal Mycobacterium tuberculosis adalah dalam rentang suhu 31-

37ºC.

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 13: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

13    

Berdasarkan hasil uji statistik terbukti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

kelembaban dengan kejadian TB paru (p-value = 0,022), dimana orang yang tinggal di rumah

yang kelembabannya tidak memenuhi syarat kesehatan berisiko 2,261 kali menderita TB

paru. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Fatimah (2011) di Kabupaten

Cilacap, yang menyatakan penghuni rumah dengan kelembaban yang tidak memenuhi syarat

kesehatan berisiko 2,571 kali untuk menderita TB paru. Penelitian Arliana (2013) di

Kabupaten Ende, juga membuktikan kelembaban rumah yang tidak memenuhi syarat

kesehatan 6, 833 kali lebih berisiko bagi penghuninya terhadap kejadian TB paru BTA +.

Kelembaban udara menunjukkan konsentrasi uap air yang ada di udara. Kondisi kelembaban

udara dalam rumah yang tidak memenuhi syarat disebabkan oleh kondisi lingkungan sekitar

rumah dan kondisi di dalam rumah.(P2KP, 2010). Kondisi lingkungan sekitar rumah yang

mempengaruhi kelembaban diantaranya adalah suhu udara luar, cuaca dan kondisi saluran air

di sekeliling rumah yang menggenang. Berdasarkan peta Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) DKI Jakarta terdapat 6 kelurahan rawan banjir di Kecamatan Cengkareng

yaitu Rawa Buaya, Kapuk, Kedaung Kali Angke, Duri Kosambi, dan Cengkareng Barat yang

bila selesai terjadi hujan banyak menimbulkan genangan. (BPBD, 2014). Kondisi rumah yang

tergenang membuat tingkat kelembaban menjadi tinggi. Kondisi di dalam rumah yang

mempengaruhi kelembaban diantaranya adalah dinding yang tidak kedap air, atap yang bocor,

rembesan yang naik dari dalam tanah, ventilasi yang kurang dari 10% luas rumah dan aktifitas

dari penghuni rumah seperti mandi, merebus dan menjemur baju. Proses penguapan cairan

dari kulit juga mempengaruhi tingkat kelembaban di dalam rumah, apalagi jika kepadatan

huniannya tinggi.

Pada waktu bersin atau batuk penderita TB paru menyebarkan Mycobacterium tuberculosis

ke udara dalam bentuk droplet nuclei. Penularan terjadi dalam ruangan dimana droplet

nuclei bertahan dalam waktu yang lama, dan droplet nuclei ini dapat bertahan selama

beberapa jam dalam lingkungan yang gelap dan lembab. (Kemenkes, 2011). Udara yang

lembab merupakan wahana yang ideal bagi Mycobacterium tuberculosis untuk bertahan

hidup. Kelembaban yang tinggi juga dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi

kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme (Gould & Brooker,

2008), sehingga rumah yang memiliki kelembaban tidak memenuhi syarat kesehatan

merupakan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian TB paru.

Berdasarkan hasil uji statistik penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara luas ventilasi dengan kejadian penyakit TB paru (p-value = 0,034), dimana

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 14: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

14    

orang yang tinggal di rumah yang luas ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan berisiko

0,489 kali untuk menderita penyakit TB paru.

Kondisi rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat ini disebabkan karena

kondisi perumahan yang padat dan kurangnya pengetahuan tentang rumah sehat. Lubang

angin dan jendela umumnya hanya dibuat di bagian depan rumah saja disebabkan karena

jarak yang rapat antar rumah akibatnya aliran udara stagnan dan tidak terjadi pertukaran

udara. Luas ventilasi rumah yang kurang disebabkan karena pembuatan ventilasi yang tidak

memperhitungkan persyaratan minimal 10% luas rumah. Kondisi ini diperburuk dengan

perilaku tidak membuka jendela di pagi hari menutup ventilasi dengan kain karena

mengutamakan interior rumah, penempatan perabotan yang sembarangan dan tidak terdapat

lubang angin dan jendela pada kamar tidur.

Ventilasi merupakan indikator rumah sehat (Achmadi, 2010). Ventilasi rumah berfungsi

menjaga agar aliran udara dalam rumah tetap segar, membebaskan udara ruangan dari bakteri-

bakteri terutama bakteri patogen seperti Mycobacterium tuberculosis dan menjaga agar rumah

selalu tetap dalam kelembaban yang optimal juga sebagai jalan masuknya sinar matahari

(Achmadi, 2010). Luas ventilasi rumah yang ideal adalah ≥ 10% luas lantai rumah (Depkes,

1999). Kurangnya ventilasi mengakibatkan berkurangnya pertukaran udara, konsentrasi O2

menurun dan konsentrasi CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya meningkat, peningkatan

kelembaban ruangan akibat terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan,

terbatasnya sinar matahari yang masuk ke dalam rumah melalui lubang ventilasi sehingga

menyebabkan Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup. Dalam lingkungan lembab

dan gelap Mycobacterium tuberculosis dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.

(Amin, 2006). Menurut Widoyono (2008), untuk mendapatkan 90% udara bersih dari

kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam. Konsentrasi droplet per

volume udara dan lamanya waktu menghirup udara tersebut memungkinkan seseorang akan

terinfeksi kuman TB paru (Depkes, 2002).

Penelitian Suarni (2011), membuktikan ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian

penyakit TB paru BTA + di Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, yaitu orang yang tinggal

di rumah dengan ventilasi tidak memenuhi syarat kesehatan 14,182 kali lebih berisiko untuk

menderita TB paru. Penelitian Fatimah (2011) di Kabupaten Cilacap, juga membuktikan

hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian penyakit TB paru, yaitu orang yang tinggal di

rumah yang luas ventilasinya <10% luas lantai rumah 4,932 kali lebih berisiko untuk

menderita TB paru.

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 15: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

15    

Kesimpulan

Proporsi kejadian TB paru di Kecamatan Cengkareng Kota Administrasi Jakarta Barat Tahun

2013 berdasarkan karakteristik individu adalah 91,7% penderita TB paru adalah pada umur

produktif yaitu umur 15-64 tahun, 66,7% penderita TB paru berjenis kelamin laki-laki, 36,7%

penderita TB paru berpendidikan tamat SLTA, merupakan proporsi kejadian TB paru

terbanyak berdasarkan pendidikan dan 55,0% penderita TB paru bekerja. Proporsi kejadian

TB paru berdasarkan kondisi lingkungan fisik rumah adalah 68,3% penderita TB paru

menempati rumah dengan kepadatan hunian rumah < 10 m²/orang, 70,0% penderita TB paru

menempati kamar dengan kepadatan hunian kamar < 4 m²/orang, 83,3 % rumah penderita

TB paru intensitas pencahayaan rumahnya < 60 Lux, 55,0% rumah penderita TB paru suhu

udara rumah < 18°C atau >30°C, 75,0% rumah penderita TB paru mempunyai kelembaban

udara rumah < 40% Rh atau > 60% Rh dan 51,7% rumah penderita TB paru mempunyai

luas ventilasi rumah < 10% luas rumah. Variabel kondisi lingkungan fisik rumah yang

berhubungan dengan kejadian TB paru adalah kepadatan hunian rumah (p-value = 0,011 OR

: 2,344 95% CI : 1,223-4,492), kepadatan hunian kamar (p-value = 0,002 OR : 2,895 95%

CI : 1,499-5,592), kelembaban udara (p-value = 0,022 OR : 2,261 95% CI : 1,138-4,491) dan

luas ventilasi rumah (p-value = 0,034 OR : 0,489 95% CI : 0,259-0,924).

Saran

Bagi masyarakat, untuk mengurangi risiko penularan silang penderita TB paru diharapkan

menggunakan masker dan tidak tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain, membuka

jendela di pagi hari, memindahkan perabotan yang menghalangi aliran udara dan sinar

matahari, memasang genteng kaca, fiber transparan atau glass box, dan memperbaiki atap

yang bocor, merencanakan memperbaiki ventilasi dengan memperhitungkan luas ventilasi

minimal 10% luas lantai rumah dengan sistem saling silang dan menerapkan pola hidup

bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari. Puskesmas perlu meningkatkan promosi

kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit TB paru, rumah sehat, serta perilaku hidup

bersih dan sehat dengan melakukan penyuluhan kesehatan di tempat kerja dan mengaktifkan

kegiatan klinik sanitasi. Suku Dinas Kesehatan perlu meningkatkan kerjasama lintas program

antara agar materi dalam kegiatan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan penyakit TB

paru buat petugas di Puskesmas dan kader kesehatan ditambah dengan materi rumah sehat,

PHBS dan gizi, meningkatkan upaya pengawasan penyehatan perumahan dengan lisolisasi

pada perumahan yang padat dan kumuh dan meningkatkan kerjasama lintas sektor dengan

aparatur pemerintahan di Kecamatan Cengkareng (camat dan lurah), Suku Dinas Perumahan

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 16: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

16    

dan masyarakat dengan memberi masukan perbaikan desain perumahan penduduk pada

program kampung deret khususnya pembuatan jendela dan ventilasi dengan mengacu kepada

luas ventilasi minimal 10% luas lantai rumah, pemasangan genteng kaca, fiber transparan atau

glass box, memperbaiki atap yang bocor, memplester dinding yang tidak kedap air

diprioritaskan di perumahan padat dan kumuh yang kejadian TB paru di masyarakatnya

tinggi. Peneliti lain diharapkan melakukan penelitian dengan cakupan yang lebih luas dan

faktor risiko yang lebih beragam, serta menggunakan metode dan analisis yang berbeda

sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian TB Paru di Kecamatan Cengkareng Kota Administrasi Jakarta

Barat.

Daftar Referensi Achmadi, U.F. (2010). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Jakarta: UI Press. Achmadi, U.F. (2011). Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Cetakan ke-1. Jakarta: Rajawali Pers. Aditama, T.Y. (2005). Tuberkulosis dan Kemiskinan. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 55, Nomor: 2, Pebruari. Jakarta. Adrial. (2005). Hubungan Faktor Lingkungan Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif di Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau Tahun 2005. (Tesis). Depok : FKM UI. Arikunto, S. (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta,. Arliana, S. (2013), Hubungan Kondisi Fisik Rumah, Perilaku, Pengetahuan Dan Karakteristik Penderita Dengan Kejadian Penyakit TB Paru BTA (+) Di Kabupaten Ende Tahun 2013, (Skripsi). Depok: FKM UI. Amin, Z. (2006). Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Ayomi, A. C., Setiani, O. (2012) Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah dan Karakteristik Wilayah Sebagai Determinan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Sentani Kabupaten Jayapura Provinsi Papua, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 1 / April 2012 Ayunah, Y. (2008). Hubungan Antara Faktor-Faktor Kualitas Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB Paru BTA Positif di Kecamatan Cilandak Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2008. (Skripsi). Depok: FKM UI.

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 17: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

17    

Azhar, K., Perwitasari, D. (2013), Kondisi Fisik Rumah Dan Perilaku Dengan Prevalensi Tb Paru Di Propinsi DKI Jakarta, Banten Dan Sulawesi Utara, Media Litbangkes Vol 23 No. 4, Des 2013, 172-181 Azwar, A. (1996). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Cetakan Kelima. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta (2014). Peta Banjir diakses: 5 Mei 2014 dari http://bpbd.jakarta.go.id/peta-banjir/ Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Barat. (2011). Jakarta Barat Dalam Angka 2010. Jakarta : BPS Badan Pusat Statistik. (2012). Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan Tahun 2011. Jakarta : BPS Besral. (2012). Modul Analisis Data Riset Kesehatan Tingkat Dasar Menggunakan SPSS. Depok: FKM UI. Budiyono, F.X. (2003) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif di Kota Jakarta Timur Tahun 2003. (Tesis). Depok : FKM UI. Chandra, B. (2012). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Crofton, J. (2002). Tuberkulosis Klinis Edisi 2. Jakarta : Widya Medika. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Fatimah, S. (2008). Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tb. Paru Di Kab. Cilacap Tahun 2008. (Tesis). Semarang : Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Gould, D. & Brooker, C. (2008). Mikrobiologi Terapan Untuk Perawat. Jakarta : EGC. Hastono, S.P. (2007). Analisis Data Kesehatan. Depok: FKM UI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 565/Menkes/Per/III/2011 tentang Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Tahun 2011- 2014 Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 18: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

18    

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2011 -­‐ 2014. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010). Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2010. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Laporan Situasi Terkini Perkembangan TB di Indonesia 2012. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013). Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Kep.250/Men/XII/2008 Tentang Klasifikasi Dan Karakteristik Data Dari Jenis Informasi Ketenagakerjaan Jakarta: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Madigan, M.T., et. al (2009). Brock Biology of Microorganisms Twelfth Edition, New Jersey : Pearson Benjamin-Cummings. Mahpudin, A.H. (2006). Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah, Sosial Ekonomi dan Respon Biologis Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif pada Penduduk Dewasa di Indonesia (Analisis Data SPTBC Susenas 2004). (Tesis). Depok : FKM UI. Murti, B. (2010). Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Edisi Revisi Cetakan Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nainggolan, S. (2011). Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah dan Karakteristik Individu dengan Kejadian Penyakit TB Paru BTA (+) di Wilayah Puskesmas Kota Jambi Propinsi Jambi Tahun 2011. (Skripsi). Depok: FKM UI. Noor, N. N. (2008). Dasar Epidemiologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 19: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

19    

Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi Cetakan Kedua. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). (2010). Tentang Rumah Sehat diakses: 15 Februari 2014 dari http://www.p2kp.org/wartaarsipdetil.asp?mid=3049&catid=2& Perkumpulan Pemberantasan Tuberculosis Indonesia (PPTI). (2011). Hubungan Rokok dan TBC diakses:15-2-2014 dari http://www.ppti.info/2011/06/hubungan-rokok-dan-tbc.html Perkumpulan Pemberantasan Tuberculosis Indonesia (PPTI). (2012). TB di Indonesia Peringkat ke-5 diakses: 15-2-2014 dari http://www.ppti.info/2012/09/tbc-di-indonesia-peringkat-ke-5.html Perkumpulan Pemberantasan Tuberculosis Indonesia (PPTI). (2013). PPTI Bantu Pasien TB Tidak Mampu diakses: 15-2-2014 dari http://www.ppti.info/2013/03/seminar-sehari.html Puskesmas Kecamatan Cengkareng. (2013). Laporan P2TB Puskesmas Kecamatan Cengkareng Tahun 2013. Jakarta Price, S.A. & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Riyantiningsih, Y. (2010). Hubungan Kualitas Lingkungan Fisik Rumah dan Karakteristik Individu dengan Kejadian TB Paru BTA (+) Penderita Dewasa di Kecamatan Pasar Minggu Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2010.(Skripsi). Depok: FKM UI. Silviana, I. (2006). Hubungan Lingkungan Fisik Dalam Rumah dengan Kejadian TB Paru BTA (+) di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2005. (Tesis). Depok : FKM UI. Simbolon, D. (2007). Faktor Risiko Tuberkulosis Paru di Kabupaten Rejang Lebong. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol 2 No.3 Desember 2007 Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol.2. Jakarta : EGC. Smith P.G & Moss A.R. (2004). Epidemiology of Tuberculosis In Bloom, Barry R. ed, Tuberculosis : Patoghenesis, Protection and Control. Washington DC: American Society for Microbiology Press Suarni, H. (2011), Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit TB Paru di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok Oktober 2008 – April 2009, (Skripsi), Depok : FKM UI. Sugiyono.(2007). Statistik Untuk Penelitian, Bandung : Alfabeta

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014

Page 20: Analisis Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB ...

         

20    

Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Barat. (2013). Laporan P2TB Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Barat 2013. Jakarta Supriyono, D. (2003). Lingkungan Fisik rumah Sebagai Faktor risiko Terjadinya Penyakit TB Paru BTA Positif di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Tahun 2002. (Tesis). Depok : FKM UI. Sutangi. (2003). Hubungan Sumber Penularan Serumah dan Faktor Lain Dengan Kejadian Penyakit TB Paru BTA Positif di Kabupaten Indramayu Tahun 2002. (Tesis). Depok : FKM UI. Suyatno. (2010), Menghitung Besar Sampel Penelitian Kesehatan Masyarakat, diakses: 15-2-2014 dari http://suyatno.blog.undip.ac.id/files/2010/05/ Widoyono. (2008). Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga. Wijaya, A.A. (2012). Merokok dan Tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, vol 8. Jakarta: PPTI.. WHO (2007), Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pedoman Ringkas Dipetik pada tanggal 22-3-2014. dari http://www.who.int/csr/resources/publications/WHO_CDS_EPR_2007_8BahasaI.pdf WHO (2010), Global Tuberculosis Control 2010 Dipetik pada tanggal 22-2-2014 dari http://www.who.int/tb/publications/global_report/2010/en/

Analisis kondisi…, Mokh Alif Setiyadi, FKM UI, 2014