ANALISIS KEWAJIBAN PERPAJAKAN PEBISNIS ONLINE PADA ONLINE ...
Transcript of ANALISIS KEWAJIBAN PERPAJAKAN PEBISNIS ONLINE PADA ONLINE ...
ANALISIS KEWAJIBAN PERPAJAKAN PEBISNIS ONLINE PADAONLINE MARKETPLACE
(Studi Kasus pada Pebisnis X)
Disusun oleh:
Himmi Ferdian Kartika
NIM. 125020301111031
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih
Derajat Sarjana Ekonomi
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG2019
ABSTRAK
ANALISIS KEWAJIBAN PERPAJAKAN PEBISNIS ONLINE PADAONLINE MARKETPLACE
(Studi Kasus pada Pebisnis X)
Oleh :
Himmi Ferdian Kartika
Dosen Pembimbing : Devy Pusposari, SE., M.Si., Ak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewajiban perpajakan pada Pebisnis Xsebagai salah satu pebisnis online pada online marketplace menurut PeraturanPemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun2018. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitiankualitatif deskriptif. Objek dari penelitian ini adalah Pebisnis X sebagai salah satupenjual pada mal internet online marketplace. Data yang dipakai adalah dataprimer. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah observasi, wawancara,dokumen dan triangulasi. Hasil analisis penelitian ini adalah Pebisnis X telahmemiliki NPWP dan melaporkan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi setiaptahunnya, tetapi belum membayar SPT Masa atas penghasilan uasahanya. JumlahPPh Final yang seharusnya dibayar oleh Pebisnis X sejak bulan Juni 2016 sampaidengan bulan April 2019 adalah Rp4.517.157,00. Perhitungan tersebut diperolehdari jumlah PPh Final terutang menurut ketentuan tarif Peraturan PemerintahNomor 46 Tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% selama 34 bulansesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pasal 9 Ayat (2a).Pebisnis X tidak membayarkan PPh Final atas penghasilan usahanya dikarenakantidak memiliki pengetahuan mengenai pajak pada bisnis online dan keberatandengan besaran pajak harus dibayaran. Tidak optimalnya penerimaan pajak padaonline marketplace berdampak pada tidak maksimalnya potensi penerimaan pajakNegara.
Kata kunci: Online Marketplace, Pajak Penghasilan Final, PeraturanPemerintah Nomor 46 Tahun 2013, Peraturan PemerintahNomor 23 Tahun 2018
ABSTRACT
ANALYSIS OF ONLINE BUSINESS TAXATION OBLIGATIONS ONONLINE MARKETPLACE(Case Study on Business X)
By:
Himmi Ferdian Kartika
Supervisor: Devy Pusposari, SE., M.Sc., Ak.
This study aims to determine the taxation obligations of Businessman X as one ofthe online businesses in the online marketplace according to GovernmentRegulation Number 46 of 2013 and Government Regulation Number 23 of 2018.The research method used in this research is descriptive qualitative research. Theobject of this research is Businessman X as one of the sellers in the online internetmall marketplace. The data used are primary data. Data collection techniques fromthis study were observation, interviews, documents, and triangulation. The resultsof this research analysis are that Entrepreneur X already has a NPWP and reportsthe Annual Income Tax Return annually, but has not paid the Annual Tax Returnon his income. The amount of Final Income Tax that should be paid byBusinessman X from June 2016 to April 2019 is Rp4.517.157,00. The calculationis obtained from the amount of final PPh owed according to the provisions of therates Government Regulation Number 46 of 2013 and Government RegulationNumber 23 of 2018 plus 2% administrative sanctions of interest for 34 monthsaccording to the provisions of Law Number 28 of 2007 article 9 paragraph (2a).Businessman X does not pay Final Income Tax on his business income because hehas no knowledge of taxes on online businesses and objections to the amount oftax must be paid. The non-optimal tax revenue in the online marketplace has animpact on the minimum potential of the state tax revenue.
Keywords: Online Marketplace, Final Income Tax, Government RegulationNumber 46 of 2013, Government Regulation Number 23 of 2018
PENDAHULUAN
Online marketplace menurut Dewi (2014) merupakan pasar online dimana
penjual dan pembeli bertemu untuk bertukar produk, jasa, uang atau informasi.
Online marketplace dapat berupa sebuah situs yang disediakan oleh
penyelenggara situs online marketplace sebagai tempat kegiatan usaha bagi para
penjual untuk menjual barang atau jasa. Situs pembelanjaan yang berbasis internet
yang disediakan oleh penyelenggara online marketplace tersebut disebut Mal
internet dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ/2015.
Terdapat banyak penjual yang memiliki toko online di dalam mal internet online
marketplace yang memajang produknya secara digital dengan sebuah foto atau
video dilengkapi dengan deskripsi produk dan harga pada etalase toko online.
Kebanyakan mal internet yang disediakan oleh penyelenggara online marketplace
tidak memungut biaya apapun kepada penjual. Penjual hanya perlu mendaftarkan
toko onlinenya pada mal internet yang disediakan oleh beberapa online
marketplace. Hal tersebut membuat seseorang dengan modal yang kecil dapat
mencoba berjualan online. Hal ini banyak dimanfaatkan oleh pebisnis baru yang
ingin mencoba berjualan atau mengembangkan usahanya. Beberapa contoh online
marketplace di Indonesia seperti, Tokopedia.com, Bukalapak.com, Shopee.co.id.
Jumlah transaksi yang terjadi di online marketplace sangat besar. Besarnya
transaksi pada online marketplace dapat dilihat dari beberapa online marketplace
yang banyak digunakan di Indonesia seperti, Tokopedia, Bukalapak, dan juga
Shopee. Public Relations Sublead Tokopedia, Antonia Adega, menyebutkan
bahwa transaksi per bulan Tokopedia dapat melebihi Rp1 triliun (Tempo.co,
2017). Pada tahun 2018 jumlah transaksi per bulan tersebut meningkat hingga 4
kali lipat (katadata.co.id, 2019). Pada tahun yang sama, presiden Bukalapak Fajrin
Rasyid menyebutkan bahwa total transaksi atau gross merchandise value (GMV)
perusahaan perbulan mencapai Rp4 triliun (KOMPAS.com, 2018). Selain
Tokopedia dan Bukalapak, Shopee juga mencatat total transaksi atau gross
merchandise value (GMV) yang cukup besar. Shopee menyebutkan untuk
transaksi yang terjadi di Indonesia mencapai Rp1.9 triliun per bulan.
(katadata.co.id, 2018). Selain itu, Asosiasi E-Commerce Indonesia juga
menyebutkan bahwa dipredisksi potensi jumlah transaksi belanja online pada
tahun 2020 akan mencapai 1.700 triliun (cnnindonesia.com, 2017). Berdasarkan
bebrapa data tersebut, dapat dilihat bahwa minat masyarakat Indonesia tinggi
dalam melakukan jual beli secara online.
Tingginya jumlah transaksi pada online marketplace diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan pajak Indonesia mengingat pajak merupakan
merupakan sumber penerimaan terbesar di Indonesia. Kementerian Keuangan
Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada tahun 2017 menyatakan
bahwa sumber penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
sebesar 85,6% berasal dari pajak. Besarnya persentase pajak tersebut tidak sejalan
dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak Indonesia yang masih rendah, terlebih lagi
sepanjang tahun 2017 persentase pelaporan baru mencapai 72,64%. Hal yang
sama terjadi pada UMKM di Indonesia, Deputi Bidang Ekonomi Makro dan
Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simongkir
mengatakan bahwa UMKM menyumbang PDB hingga 60,34% (Liputan6.com,
2018). Selain itu, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia tahun 2017 mengungkapkan bahwa UMKM mendominasi
sektor perekonomian dengan unit usaha mencapai 99,9% dari total unit usaha,
namun kontibusi pembayaran PPh Final UMKM hanya sebesar 2,2% dari total
PPh yang dibayarkan sendiri oleh Wajib Pajak. Dapat dilihat bahwa kepatuhan
pajak pada UMKM masih rendah. Besarnya pengaruh yang diberikan UMKM
pada perekonomian Indonesia tidak diimbangi dengan penerimaan pajaknya.
Penelitian sebelumnya mengenai pajak penghasilan pada beberapa
pengusaha online shop menyebutkan bahwa pengusaha online shop menganggap
pajak sebagai sebuah kewajiban, beban dan hal yang sulit. Selain itu ditemukan
juga bahwa pengusaha online shop dengan sengaja menghindari pajak dengan
cara menyembunyikan penghasilan mereka karena belum ketatnya pengenaan
pajak dan belum adanya undang-undang khusus pada online shop (Viana,
Margareth, & Serly, 2017). Mendukung penelitian sebelumnya, Penelitian Lubis
(2017) menyebutkan rendahnya kesadaran pelaku usaha online sebagai Wajib
Pajak merupakan salah satu faktor penghambat pemungutan pajak. Berdasarkan
data dan beberapa penelitian sebelumnya, dapat dilihat bahwa tingkat kepatuhan
Wajib Pajak pada pebisnis online masih rendah. Julianti & Zulaikha (2014)
berpendapat bahwa meningkatkan kepatuhan pajak diperlukan karena kepatuhan
pajak dapat menjadi sarana untuk mewujudkan rasa nasionalisme dan cinta
kepada bangsa dan Negara dimana uang pajak yang dibayarkan tersebut
digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan seluruh masyarakat.
Sebagai upaya meningkatkan penerimaan pajak, Kementerian Keuangan
Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ/2015 Tentang Pemotongan Dan/Atau
Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Transaksi E-commerce. SE-06/PJ/2015
mengklasifikasikan 4 model transaksi online yaitu Online Marketplace, Classified
Ads, Daily Deals dan Online Retail. Berdasarkan 4 klasifikasi tersebut hanya
pebisnis online retail yang sudah patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya
dengan memuat PPN sebesar 10% dari harga jual produk mereka. Hal tersebut
dikarenakan kebanyakan online retail merupakan pedagang besar sudah terdaftar
usahanya dan juga beberapa diantaranya sudah memiliki toko fisik terlebih dahulu
seperti toko buku Gramedia dan situs gramedia.com.
Berbeda dengan online retail, tarif pajak yang digunakan pebisnis online
marketplace dapat mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari usaha yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yaitu, 0,5% dari
omzet sampai dengan Rp4.800.000.000,00 yang bersifat final. Terkait hal ini, Sri
Mulyani juga menegaskan bahwa aturan terkait pajak pada bisnis secara online
atau e-commerce, media sosial dan konvensional diberikan treatment yang sama,
yakni penghasilan sampai dengan Rp4.800.000,00 dikenakan pajak 0,5% atau
mangacu pada peraturan peraturan perundang-undangan tentang pelaku UMKM
(CNBC Indonesia, 2019). Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018
menyebutkan bahwa ketentuan perubahan tarif 0,5% ini bersifat opsional. Wajib
Pajak dapat memilih untuk menggunakan skema final dengan tarif 0,5% atau
menggunakan skema normal dengan mengikuti pasal 17 Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 berlaku mulai Juli 2018
menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013 dengan tarif 1% dari omzet sampai dengan Rp4.800.000.000,00. Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 sendiri sebelumnya digunakan oleh UMKM.
Penelitian terkait peraturan sebelumnya yang dilakukan oleh Susilo dan Sirrajudin
(2013) menyebutkan bahwa pemahaman masyarakat masih minim terkait dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dan upaya Pengenalan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yang dilakukan pemerintah belum maksimal.
Penelitian Furi (2014) yang dilaksanakan di kabupaten Batang menyebutkan
bahwa penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 dengan tarif 1%
pada WPOP UMKM tidak menguntungkan bagi usaha mikro karena pajak yang
dibayarkan lebih besar, akan tetapi peraturan pajak tersebut lebih menguntungkan
bagi usaha kecil dan menengah. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya,
dapat dilihat bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 belum berjalan
secara maksimal sehingga pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor
23 Tahun 2018.
Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 menjadi Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 merupakan salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah agar pelaku UMKM lebih aktif dalam kegiatan ekonomi formal
dengan memberikan kemudahan dalam pembayaran dan pengenaan tarif yang
lebih adil (detikfinance, 2018). Perubahan ini membuat peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian pada Pebisnis X sebagai salah satu pebisnis online yang
berkaitan dengan dampak disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2018 dengan penurunan tarif menjadi 0,5%. Selian itu peneliti juga tertarik untuk
mengaplikasikan perhitungan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dan
peraturan sebelumnya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 pada
bisnis online Pebisnis X.
Peneliti memilih Pebisnis X sebagai objek penelitian dikarenakan Pebisnis
X telah memulai usahanya sejak tahun 2015 dan telah memiliki 3 akun toko
online pada 3 mal internet online marketplace, tetapi sampai saat ini Pebisnis X
belum membayar pajak atas penghasilan usahanya meskipun omzet yang diterima
per tahun mecapai Rp150.000.000,00. Penelitian ini mengacu pada penelitian
Butar (2014) yang melakukan penelitian mengenai penerapan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 pada CV. Lestari dengan tujuan melihat
ketepatan perhitungan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 sebagai dasar
pengenaan pajak serta bagaimana dampak penerapan peraturan baru ini bagi
perusahaan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
Penelitian ini mengkhususkan pada Pebisnis X sebagai pebisnis pada online
marketplace. Selain itu, penelitian ini menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor
23 Tahun 2018 sebagai dasar pengenaan pajak.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini mengangkat masalah
bagaimana kewajiban perpajakan pada Pebisnis X sebagai pebisnis online pada
online marketplace?
TELAAH PUSTAKA
Klasifikasi E-commerce
Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jendreal
Pajak Nomor SE-06/PJ/2015 Tentang Pemotongan Dan/Atau Pemungutan Pajak
Penghasilan Atas Transaksi E-commerce pada tahun 2015. SE-06/PJ/2015
mengklasifikasi e-commerce menjadi 4 model transaksi, yaitu Online
Marketplace, Classified Ads, Daily Deals, dan Online Retail.
Online Marketplace
merupakan kegiatan meyediakan tempat kegiatan usaha berupa Toko
Internet di Mal Internet sebagai tempat Online Marketpalce. Online Marketpalce
dapat berupa situs dan aplikasi smartphone yang disediakan oleh Penyelenggara
Online Marketplace sebagai tempat kegiatan usaha bagi para penjual untuk
menjual barang atau jasa. Terdapat banyak penjual di dalam Online Marketplace
yang memajang produknya secara digital. Beberapa contoh Online Marketplace di
Indonesia, yaitu tokopedia.com, bukalapak.com, shopee.co.id dan lain-lain.
Online Marketplace bersikan banyak penjual seperti mal sehingga dapat
disebut mal online atau Mal Internet. Penjual dalam situs online marketplace atau
yang disebut juga Online Marketplace Merchant memajang produknya secara
digital dengan sebuah foto atau video yang dilengkapi dengan deskripsi produk
dan harga pada etalase Mal Internet online marketplace. Beberapa Online
Marketplace tidak memungut biaya untuk mendaftar dan memajang produk
dagang, seperti Tokopedia.com, Bukalapak.com, Shopee.co.id. Beberapa
Penyelenggara Online Marketplace bahkan memberikan kemudahan bagi penjual
seperti, diskon dan cashback, rekap data penjualan, form pengiriman, sampai
menjadi mediator untuk penjual dan pembeli yang menghadapi kendala dalam jual
beli.
Perpajakan Atas Penghasilan pebisnis Online Marketplace
Sakti (2014:72-77) dalam bukunya menyebutkan pengelolaan usaha secara
online pada Online Marketplace mendapatkan perlakuan pajak yang sama dengan
perdagangan biasanya, tetapi hanya berbeda pada sarana/moda komunikasi
elektronik yang menggunakan internet sebagai infrastruktur utamanya.
Penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usaha melaui Online Marketplace
mengikuti tarif pada pasal 17 Undang-Undang pajak penghasilan yang bersifat
progresif bagi orang pribadi dan tetap bagi badan usaha. Sedangkan untuk orang
pribadi atau badan yang memiliki peredaran usaha tidak melebihi 4,8 miliar
rupiah dapat mengikuti tarif Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yang
saat ini telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.
Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018
Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 merupakan Peraturan
Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu tersebut
merupakan pengganti atas PP No 46 Tahun 2013. Tarif PP No. 23 Tahun 2018
bersifat final sebasar 0,5%, turun dari sebelumnya 1% pada PP 46 Tahun 2013
untuk Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan berbentuk koperasi,
komanditer, firma, atau perseroan terbatas dengan peredaran bruto ayau omzet
dibawah Rp4.800.000,00 dalam satu tahun pajak. Peredaran bruto atau omzet
merupakan imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang
diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan,
potongan tunai, dan/ atau potongan sejenis.
Terdapat beberapa Wajib Pajak yang tidak dapat memanfaatkan Peraturan
Pemerintah No. 23 Tahun, yaitu:
a. Wajib Pajak orang pribadi dengan penghasilan yang diperoleh dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas,
b. Wajib pajak dengan penghasilan yang diperoleh di luar negeri yang pajaknya
terutang atau telah dibayar di luar negeri,
c. Wajib pajak yang penghasilannya telah dikenai PPh yang bersifat final dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri,
d. Wajib pajak dengan penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
Kebijakan tentang tarif PPh Final 0,5% pada Peraturan Pemerintah No. 23
Tahun 2018 memiliki batas waktu. Setelah batas waktu tersebut berakhir, Wajib
Pajak akan kembali menggunakan skema tarif normal sebagaimana diatur dalam
Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Rinciannya sebagai berikut:
7 tahun pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi,
4 tahun pajak bagi Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, CV, atau Firma,
3 tahun pajak bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbatas.
Tarif PPh Final 0,5% Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 bersifat
opsional. Wajib pajak dapat memilih menggunakan tarif PPh Final 0,5% atau
menggunakan pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak
penghasilan. Bagi Wajib Pajak yang belum menyelenggarakan pembukuan, maka
pemerintah memberikan kemudahan dengan perhitungan sederhana tarif PPh
Final 0,5% dari omzet atau peredaran bruto. Sedangkan Wajib Pajak yang telah
menyelenggarakan pembukuan dapat menggunakan tarif normal yang diatur pasal
17 Undang-Undang No. 36 tentang pajak penghasilan. Penggunaan tarif normal
memiliki keuntungan, yaitu Wajib Pajak akan terbebas dari PPh apabila
mengalami kerugian fiskal. Berbeda dengan pengguna tarif PPh Final 0,5% yang
tetap harus membayar pajak meskipun dalam keadaan rugi. Wajib Pajak dapat
memilih menggunakan tarif dengan skema normal yang mengacu pada pasal 17
Undang-Undang No.36 Tahun 2008 dengan mengajukan permohonan kepada
Ditjen Pajak. Wajib Pajak yang telah memilih menggunakan tarif yang mengacu
pada pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tidak dapat memilih untuk
dikenakan PPh Final 0,5%.
Penyetoran dan pelaporan PPh sesuai ketentuan PP No. 23 Tahun 2018
yaitu paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP). Pembayaran dilakukan dengan membuat kode pembayaran
terlebih dahulu melalui e-billing kemudian setelah mendapatkan kode pembayaran
dari e-billing, pembayaran dapat dilakukan dengan atm atau teller. Wajib Pajak
tidak perlu membuat Surat Pemberitahuan Masa karena tanggal validasi Nomor
Transaksi Penerima Negara (NTPN) yang tercantum pada SSP atau sarana
administrasi lain yang sama dengan SSP dianggap sebagai tanggal telah lapor SPT
Masa oleh DJP. Wajib pajak pebisnis online yang tidak melakukan kewajiban
perpajakan dapat dikenakan sanksi bunga sebesar 2% atas keterlambatan
pembayaran pajak (UU KUP 2007 Pasal 9) dan sanksi denda sebesar
Rp100.000,00 atas tidak dilaporkannya SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi
(UU KUP 2007 Pasal 7).
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 merupakan kebijakan
pemerintah yang mengatur tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha
yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu. Peraturan pajak ini menurut Hasanah (2016) diberlakukan dengan
maksud:
a. Memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan,
b. Mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi,
c. Mengedukasi masyarakat untuk transparan,
d. Memberikan kesempatan untuk masyarakat untuk berkontribusi dalam
penyelenggaraan Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 menyebutkan tarif yang
dikenakan adalah 1% dari jumlah peredaran bruto atau omzet. Penghasilan yang
dapat dikenakan tarif pajak ini adalah penghasilan yang dari usaha yang diterima
atau diperoleh oleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tententu. Wajib Pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah Wajib Pajak yang memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk
usaha tetap,
b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)
tahun pajak.
Sedangkan Wajib PWajib Pajakajak yang tidak dikenai pajak penghasilan sesuai
dengan PP No. 46 Tahun 2013 adalah :
a. Orang pribadi yang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau
jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat
dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan
menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang
tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
b. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial dan Wajib Pajak
badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara
komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah).
Penyetoran dan pelaporan PPh sesuai ketentuan PP No. 46 Tahun 2013
yaitu paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP) dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Jika SSP telah divalidasi NTPN, Wajib Pajak dianggap telah menyampaikan SPT
Masa PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai tanggal validasi. Wajib Pajak pebisnis online
yang tidak melakukan kewajiban perpajakan dapat dikenakan sanksi bunga
sebesar 2% atas keterlambatan pembayaran pajak (UU KUP 2007 Pasal 9) dan
sanksi denda sebesar Rp 100.000,00 atas tidak dilaporkannya SPT Tahunan Wajib
Pajak Orang Pribadi (UU KUP 2007 Pasal 7).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif.
Sugiyono (2013:14) menyebutkan bahwa metode penelitian kualitatif merupakan
metode yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana
peneliti adalah instrumen kunci dengan hasil penelitian yang lebih menekankan
makna dari pada generalisasi. Sedangkan Moleong (2017:11) mendefinisikan
metodologi kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena mengenai hal yang dialami oleh subjek penelitian, seperti
prilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan hal lainnya secara holistik dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah dan pada suatu kontesk khusus yang alamiah.
Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman (Sugiyono,
2013:430) yang menungkapkan bahwa aktivitas dalam analisis dapa penelitian
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus, sehingga
datanya sudah jenuh. Adapun Tahapan-tahapan dalam analisis data :
1. Reduksi Data
Setelah melakukan pengumpulan data melalui wawancara dan observasi
langsung kepada Pebisnis X sebagai pebisnis online pada online marketplace,
peneliti mencatat keseluruhan data yang diperoleh untuk dilakukan reduksi data.
Tujuan reduksi data adalah untuk merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada ha-hal yang penting, memcari tema dan polanya dan
membuang yang tidak perlu (Sugiyono, 2013:431).
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan salah satu kegiatan dalam proses pembuatan
hasil penelitian untuk mempermuudah peneliti dalam penarikan kesimpulan.
Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phie chard, pictogram
dan sejenisnya (Sugiyono, 2013:434). Data yang disajikan dengan cara tersebut
akan lebih terorganisasi sehingga lebih mudah dipahami.
3. Penarikan / verifikasi Kesimpulan
Teknik analisis data yang terakhir adalah penarikan kesimpulan. Peneliti
membuat kesimpulan dari data-data yang dikumpulkan untuk mencari persamaan,
hubungan atau perbedaan data. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif diharapkan
merupakan temuan baru yang belum pernah ada sebelumnya. Temuan dapat
berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih belum jelas,
sehingga setelah diteliti menjadi jelas (Sugiyono, 2013:438).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Penerapan Pajak Pada Pebisnis X
Jumlah PPh Final Tahun 2016-2019
Tahun PendapatanBruto
PP No. 46 Tahun 2013(1% x pendapatan
bruto)
PP No. 23 Tahun2018
(0,5% x pendapatanbruto)
Hutang pajakper tahun
2016 36.196.000 361.960 - 361.9602017 87.499.000 874.990 - 874.990
2018 158.227.000 618.260 482.005 1.100.265
2019 78.615.000 - 393.075 393.075
Total 360.537.000 1.493.250 875.080 2.730.290
Sumber : Data Olahan 2019
Berdasarkan perhitungan tabel diatas. PPh Final yang seharusnya dibayarkan
adalah Rp2.730.290,00. Namun diketahui bahwa Pebisnis X telah memiliki
NPWP sejak tahun 2016, akan tetapi jumlah pajak yang dilaporkan pada SPT
tahunan selama ini adalah nihil dikarenakan Pebisnis X dianggap belum
berpenghasilan saat mendaftarkan diri di KPP. Sampai bulan April 2019 saat
penelitian ini dilakukan, Pebisnis X belum melakukan kewajiban perpajakan atas
penghasilan usahanya dengan benar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang ada. Oleh sebab itu, Pebisnis X harus membayar sanksi bunga atas
keterlambatan pembayaran SPT Masa sesuai dengan UU KUP Pasal 9 Ayat (2a)
sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak kurang bayar. Berdasarkan tabel 4.6
Jumlah sanksi administrasi berupa bunga sejak bulan Juni 2017 sampai dengan
bulan Maret 2019, yang berjumlah 34 bulan, harus dibayar oleh pebisnis X adalah
sebesar Rp1.786.867,00. Lamanya bulan yang dikenakan sanksi administrasi
bunga pada Pasal 9 Ayat (2a) tidak disebutkan maka, jumlah bulan tidak dibatasi.
Jumlah bulan diperoleh dari jumlah bulan selama Pebisnis X belum membayar
atau melaporkan pajak masa atas penghasilan usahanya yaitu, dihitung mulai
bulan Juni 2016 sampai dengan bulan Maret 2019. Oleh sebab itu, jumlah pajak
yang harus dibayar oleh pebisnis X adalah:
Hutang PPh Final dengan sanksi = Hutang PPh Final + Sanksi Bunga
= Rp2.730.290,00 + Rp1.786.867,00
= Rp4.517.157,00
Jumlah PPh Final yang harus dibayarkan dengan sanksi bunga adalah
Rp4.517.157,00. Pajak yang dibayarkan dengan sanksi bunga lebih besar 40%
dari seharusnya. Pebisnis X tidak dikenakan sanksi denda dikarenakan Pebisnis X
selalu melaporkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi setiap tahun
sehingga Pebisnis X tidak dikenakan sanksi denda.
Analisis Perpajakan Pebisnis Online pada Online Marketplace
Selain Pebisnis X, Peneliti juga melakukan penelitian pada pebisnis online lainnya
pada online marketplace. Peneliti mlakukan wawancara pada Pebisnis A, Pebisnis
D dan Pebisnis F. Lama mereka berjualan pada situs online marketplace
beragam. Pebisnis A telah berjualan sejak 2016, Pebisnis D telah berjualan sejak
awal 2019 sedangkan Pebisnis F sejak 2017.
Berdasarkan beberapa pernyataan pebisnis lainnya pada online
marketplace, peneliti menarik kesimpulan bahwa baik Pebisnis X maupun
Pebisnis A, Pebisnis D dan Pebisnis F tidak mengetahui bahwa usaha yang
mereka lakukan pada situs online marketplace juga dikenakan pajak. Selain
Pebisnis X, Pebisnis A dan Pebisnis F juga menyatakan keberatan membayar
pajak sesuai dengan tarif menurut Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.
Pebisnis F, yang juga telah memiliki NPWP, menyatakan hal yang sama dengan
Pebisnis X bahwa peredaran bruto mereka tidak akan diperhitungkan untuk
membayar pajak dikarenakan belum mencapai 4,8 miliar dan tidak takut akan
sanksi yang mungkin akan diterima kemudian hari. Oleh sebab itu, berdasarkan
beberapa pernyaataan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa kepatuhan Pebisnis
online pada online marketplace dalam memenuhi kewajiban perpajakannya masih
rendah.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan analisis penerapan pajak pada Pebisnis X dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Pebisnis X telah memiliki NPWP dan
melaporkan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi setiap tahunnya, tetapi
Pebisnis X belum membayar SPT Masa atas penghasilan uasahanya menurut tarif
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2018.
Jumlah PPh Final yang seharusnya dibayar oleh Pebisnis X sejak bulan
Juni 2016 sampai dengan bulan April 2018 menurut tarif Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 adalah
sebesar Rp2.730.290,00. Pebisnis X juga dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga selama 34 bulan atas keterlambatan pembayaran SPT Masa. Keterlambatan
terhitung sejak bulan Juni 2016 sampai dengan Maret 2019 menurut ketentuan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pasal 9 Ayat (2a) sebesar
Rp1.786.867,00. Oleh sebeb itu, jumlah PPh final yang harus dibayar oleh
Pebisnis X dengan sanksi bunga adalah sebesar Rp4.517.157,00.
Pebisnis X tidak membayarkan PPh Final atas penghasilan usahanya
dikarenakan tidak memiliki pengetahuan mengenai pajak pada bisnis online.
Selain itu, Pebisnis X keberatan dengan besaran pajak harus dibayaran. Hal
tersebut juga terjadi pada pebisnis lainnya pada online marketplace. Tidak
optimalnya penerimaan pajak dari jumlah transaksi yang besar pada online
marketplace tentunya memberikan dampak pada tidak maksimalnya potensi
penerimaan pajak Negara yang seharusnya lebih besar.
Keterbatasan Penelitian
Terdapat keterbatasan penelitian yang disadari oleh peneliti yaitu, data
pendapatan bruto setiap bulan yang diberikan oleh objek penelitian bukan data
penjualan sebenarnya yang dicatat oleh objek penelitian. Data tersebut merupakan
data yang diperoleh dari situs online marketplace pada toko online milik objek
penelitian.
Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis terkait dengan keterbatasan yang
ditemukan agar dapat dikaji lebih dalam yaitu:
1. Bagi pemerintah
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan sosialisai mengenai
peraturan perpajakan yang sesuai kepada para pebisnis online mengingat
potensi pajak untuk bisnis online di Indonesia cukup besar saat ini dan
kedepannya.
Pemerintah, Bank Indonesia, DJP dan beberapa pihak yang berhubungan
dengan penyelenggara situs online marketpalce di Indonesia diharapkan
dapat bekerja sama untuk menciptakan sistem pemungutan pajak yang
efektif sehingga dapat mempermudah pebisnis online dalam menyalurkan
pajak dan pemerintah sendiri dalam meningkatkan penerimaan pajak
seperti Australia dan Korea Selatan yang membebankan pajak sebesar
10% dari nilai transaksi online dengan cara mewajibkan seluruh penjual
atau perusahaan yang menjual secara online wajib terdaftar sesuai
persyaratan yang ditentukan.
2. Bagi pebisnis online diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai
perpajakan karena pebisnis online atau pengusaha biasa sama-sama memiliki
penghasilan atas usaha yang pajak terutangnya harus dibayar.
3. Bagi peneliti diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dengan cakupan
yang lebih besar yaitu perpajakan untuk e-commerce secara keseluruhan
dengan karakteristik objek penelitian yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Butar, E. Y. A., & Rustam, A. R. (2013). Penerapan PP No. 46 Tahun 2013 PadaUMKM (Studi Kasus Pada CV.Lestari Malang). Jurnal Ilmiah MahasiswaFEB, 2(2).
cnnindonesia.com. (2017). Berguru dari Negara Lain Demi Tarik Pajak e-Commerce. Diankes pada 18 Mei 2018 dari website CNN Indonesia:https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20171129101646-532-258860/berguru-dari-negara-lain-demi-tarik-pajak-e-commerce
CNBC Indonesia. (2019). Ogah Bikin Resah, Sri Mulyani Tarik Aturan Pajak e-Commerce. Diakses padaa 5 April 2019 dari website CNBC Indonesia:https://www.cnbcindonesia.com/news/20190401082117-4-63971/ogah-bikin-resah-sri-mulyani-tarik-aturan-pajak-e-commerce
detikfinance. (2018). Diluncurkan Jokowi, Pajak UMKM 0,5% Berlaku 1 Juli2018. Diakses pada 10 November 2018 dari website detikfinance:https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4078243/diluncurkan-jokowi-pajak-umkm-05-berlaku-1-juli-2018
Devano,S. dan Rahayu, S. K. (2006). Perpajakan: Konsep, Teori dan Isu. Jakarta:Kencana
Dewi, S. R. (2014). Pembangunan Online Marketplace Untuk Pengusaha Mikrodi Pasty (Doctoral dissertation, UAJY).
Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan. (2017). Laporan Tahunan 2017Direktorat Jendral Pajak. Diakses pada 10 November 2018 dari website:http://www.pajak.go.id
Furi, Y. R. (2014). Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 PadaUsaha Mikro Kecil Dan Menengah Di Kabupaten Batang( Studi EmpirisPada Wajib Pajak Orang Pribadi Pelaku UMKM Yang Terdaftar Di KPPBatang). Diakses pada 26 September 2018, dari website:http://eprints.ums.ac.id/30357/
Indriantoro, Nur & Supomo, B. (1999). Metodologi Penelitian Bisnis UntukAkuntansi dan Manajemen. BPFE.
Kalakota & Whinston. (1996). Frontiers of Electronic Commerce, Addison-Wesley Publishing Company: Massachusetts.
katadata.co.id. (2018). Shopee Catatkan Transaksi Rp 59 Triliun, 40% dariIndonesia. Diakses pada 10 November 2018 dari websitehttps://katadata.co.id/berita/2018/09/03/shopee-catatkan-transaksi-rp-59-triliun-40-dari-indonesia
katadata.co.id. (2019). Transaksi Tokopedia Naik Empat Kali Lipat Selama Tahun2018. Diakses pada 29 Januari 2019, dari website katadata.co.id:https://katadata.co.id/berita/2019/01/07/transaksi-tokopedia-naik-empat-kali-lipat-selama-2018
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia.(2017). Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (Umkm) DanUsaha Besar (UB) Tahun 2016-2017. Diakses pada 29 Januari 2019 dariwebsite: depkop.go.id: http://www.depkop.go.id/data-umkm
KOMPAS.com. (2018). Transaksi Tembus Rp 4 Triliun, Bukalapak KajiKemungkinan IPO. Diakses pada 18 Oktober 2018 dari websiteKompas.com:https://ekonomi.kompas.com/read/2018/09/28/100857826/transaksi-tembus-rp-4-triliun-bukalapak-kaji-kemungkinan-ipo
Liputan6.com. (2018). UMKM Sumbang 60 Persen ke Pertumbuhan EkonomiNasional. Diakses pada 1 Febfuari 2019 dari website liputan6.com:https://www.liputan6.com/bisnis/read/3581067/umkm-sumbang-60-persen-ke-pertumbuhan-ekonomi-nasional
Lubis, M. R. (2017). Kebijakan Pengaturan Pajak Penghasilan dan PajakPertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce.
Mardiasmo. 2016. Perpajakan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Moleong, L. J. (2014). Metodelogi Penelitian Komunikasi. PT. RemajaRosdakarya: Bandung.
Mustika, N. (2008). Kebijakan pajak penghasilan atas penghasilan yang di dapatdari transaksi e-commerce (Doctoral dissertation, Universitas Indonesia.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik).
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan AtasPenghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yangMemiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan AtasPenghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yangMemiliki Peredaran Bruto tertentu.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 197/Pmk.03/2013Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor68/Pmk.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak PertambahanNilai. Diakses pada 28 Mei 2019 dari website:https://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=15415
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 147/Pmk.03/2017Tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak Dan Penghapusan NomorPokok Wajib Pajak Serta Pengukuhan Dan Pencabutan PengukuhanPengusaha Kena Pajak. Diakses pada 28 Mei 2019 dari website: Diaksespada 28 Mei 2019 dari website:https://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=16360
Resmi, Siti. 2011. Perpajakan Teori dan Kasus Edisi Revisi. Jakarta: SalembaEmpat.
Sakti, N.W. (2012). Buku Pintar Pajak E-Commerce. Jakarta: VisiMedia Pustaka.
Sapiei, Noor Sharoja. Jeyapalan Kasipillai. 2013. Impacts of the Self-AssessmentSystem for Corporate Taxpayers. American Journal of Economics. 3(2): 75-81.
Sugiyono, D. (2013). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
Surat Edaran Direktur Jendreal Pajak Nomor SE-06/PJ/2015 Tentang Pemotongandan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Transasksi E-Commerce.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-62/PJ/2013 Tentang PenegasanKetentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce Direktur Jenderal Pajak.
Susilo, E. J., & Sirajuddin, B. (2014). Pemahaman Wajib Pajak TerhadapPeraturan Pemerintah Nomor46 Tahun 2013 Tentang Pajak UKM (StudiKasus Pada Wajib Pajak yang Terdaftar di Kantor Pelayanan PajakPratama Palembang Ilir Barat). Retrieved September 26, 2018, fromhttp://eprints.mdp.ac.id/1134/
Syafii, A. (2013). Step By Step Bisnis Dropshipping & Reseller. Jakarta: PT ElexMedia Komputerindo.
Tempo.co. (2017). Tokopedia Raup Transaksi Rp 1 Triliun Per Bulan Selama2016. Daikses pada 18 Oktober 2018 dari website Tempo.co.:https://tekno.tempo.co/read/839768/tokopedia-raup-transaksi-rp-1-triliun-per-bulan-selama-2016
Trisnayanti, I. A. I., & Jati, I. K. (2015). Pengaruh Self Assessment System,Pemeriksaan Pajak, dan Penagihan Pajak Pada Penerimaan PajakPertambahan Nilai (PPN). E-Jurnal Akuntansi, 292-310.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan KetigaAtas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum danTata Cara Perpajakan Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa PresidenRepublik Indonesia. Diakses pada 4 Maret 2019 dari website:www.pajak.go.id/dmdocuments/UU-28-2007.
Viana, E. R., Margareth, P., & Serly. (2017). Menelisik Pajak Penghasilan AtasBisnis Online Shop. InFestasi, 13(2), 367-379.
Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat, Jakarta.
Yusuf, M. I. (2011). Analisis Determinan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) DiSumatera Utara (Master’s thesis).