Analisis Paradigma Kebijakan Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah
ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN DI ERA OTONOMI … · Penulis menjalani pendidikan di bangku...
Transcript of ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN DI ERA OTONOMI … · Penulis menjalani pendidikan di bangku...
ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN DI ERA OTONOMI DAERAH: HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI
DENGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
OLEH BERY AGUNG PUSPANDIKA
H14103107
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
BERY AGUNG PUSPANDIKA. Analisis Ketimpangan Pembangunan di Era Otonomi Daerah: Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat (dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO).
Indonesia memiliki perbedaan karakteristik wilayah dalam hal kepemilikan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), kondisi sosial dan budaya serta letak demografis wilayah. Karena karakteristik wilayah mempunyai pengaruh yang kuat pada terciptanya pola pembangunan ekonomi, maka tidak mengherankan bila pola pembangunan ekonomi wilayah di Indonesia tidak seragam. Ketidakseragaman ini akan berpengaruh terhadap kemampuan untuk tumbuh dan yang pada gilirannya akan mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh cepat sementara wilayah lainnya tumbuh lambat. Selanjutnya, kemampuan untuk tumbuh yang berbeda ini akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah. Ketimpangan pembangunan ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk, aspek, dan dimensi. Bukan hanya berupa ketimpangan hasil pembangunan dalam hal output regional (pendapatan) tetapi juga dalam hal pembangunan manusia. Sehubungan dengan kondisi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketimpangan pembangunan yang terjadi antar propinsi di Indonesia dan fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diperlukan meliputi: (1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita menurut propinsi berdasarkan harga konstan Tahun 2000; (2) jumlah penduduk menurut propinsi; (3) Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta komponen-komponennya; (4) Berbagai macam data sekunder lainnya yang diambil dari berbagai sumber. Jenis data tersebut diperoleh dari: (1) Badan Pusat Statistik; (2) United Nations Support Facility for Indonesia Recovery (UNSFIR); (3) Publikasi beberapa penelitian terdahulu. Periode analisis pada penelitian ini adalah antara tahun 2001 sampai dengan 2005 dengan menggunakan tahun dasar 2000 dan pengolahan data dealam penelitian ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2003, E-Views 5.1, dan SPSS 13.0. Perangkat lunak Microsoft Excel 2003 digunakan dalam mengolah data untuk mengetahui nilai indeks ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia. Perangkat lunak Eviews 5.1 digunakan dalam mengolah data untuk melihat variabel yang paling berpengaruh terhadap pembangunan manusia. Perangkat lunak SPSS 13.0 digunakan untuk analisis deskriptif hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia berada pada tingkat yang tinggi. Faktor yang paling berpengaruh terhadap pembangunan manusia adalah pengeluaran riil perkapita sedangkan PDRB perkapita tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia. Antara pertumbuhan ekonomi dengan pembanggunan manusia tidak terdapat hubungan kausalitas, tetapi korelasi antara keduanya bersifat positif.
ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN DI ERA OTONOMI DAERAH: HUBUNGAN ANTARA
PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Oleh BERY AGUNG PUSPANDIKA
H14103107
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Bery Agung Puspandika
Nomor Registrasi Pokok : H14103107
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Ketimpangan Pembangunan di Era
Otonomi Daerah: Hubungan antara
Pertumbuhan Ekonomi dengan
Kesejahteraan Masyarakat.
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. NIP. 132 104 952
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
Bery Agung Puspandika H14103107
RIWAYAT HIDUP
Bery Agung Puspandika dilahirkan di Bogor pada hari Jumat tanggal 8
Februari 1985 dari pasangan Bapak Dodi Suparmadi dan Ibu Ika Sartika. Penulis
merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Penulis menjalani kehidupan yang
bahagia dari kecil sampai dewasa di kota kelahirannya, Kota Bogor, Jawa Barat.
Penulis menjalani pendidikan di bangku sekolah dasar dari tahun 1991
sampai dengan tahun 1997 di SD Angkasa 2 Bogor. Selanjutnya meneruskan ke
pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 1997 sampai tahun 2000 di SLTP
Negeri 4 Bogor. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di
SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2003.
Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan
terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen (FEM). Selama mengikuti pendidikan di bangku kuliah, penulis aktif
sebagai pengurus dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu Himpunan Profesi dan
Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada tahun 2004
hingga 2005. Penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan baik untuk tingkat
departemen maupun institus i.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji hanya untuk Allah SWT, pencipta dan pemelihara alam
semesta beserta isinya. Berkat rahmat dan karunia-Nya penulis mendapat
kemudahan dan kemampuan dalam setiap langkah penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga senatiasa tercurah kepada Qudwah Hasanah kita,
Rasulullah Saw, yang telah mengajarkan al-Islam sebagai jalan hidup sehingga
membawa keselamatan bagi umat manusia sejagad raya.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Manajemen
IPB. Adapun judul skripsi ini adalah Analisis Ketimpangan Pembangunan di
Era Otonomi Daerah: Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan
Kesejahteraan Masyarakat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan
penghargaan penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam
proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2. Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si. dan Jaenal Effendi, MA. Selaku dosen
penguji utama dan komisi pendidikan, yang telah memberi saran-saran dan
ilmu yang bermanfaat.
3. Dosen, staf penunjang dan seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi atas
ilmu dan bantuan yang diberikan.
4. Kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Dodi Suparmadi dan Ibunda Ika
Sartika atas doa, dukungan, dan perjuangan yang telah dicurahkan. Untuk
De Widya dan Ka Ilyas atas dukungan, semangat, dan perhatian yang
diberikan. Keluarga besar penulis yang memberikan perhatian dan
semangat. Terima kasih juga kepada Fransiska Tarida Ully sekeluarga atas
doa dan perhatian yang diberikan.
5. Teman-teman seperjuangan Wawan, Gilman, Tanti, Yudhis. Kepada
teman-teman yang mewarnai hari selama kuliah Giri, Suma, AO, Ucup,
Rizki, Jun, Chris, Anto, Dio, Beni, Ryan, Nofa, Rizal, Risa, Lida, Linda,
Opie, Ratih, Maiva, Beby, Abang, Aji, Aci, Sri dan seluruh teman-teman
angkatan 40 Ilmu Ekonomi dan seluruh pihak yang telah membantu
penulis, kalian semua akan terkenang dan tidak pernah mati.
6. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kang Ade Holis dan
Fickry di Intercafe atas bantuannya dalam pengolahan data.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak
kekurangan. Dengan kerendahan hati, penulis meminta maaf dan mengharapkan
kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan penulis.
Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
maupun semua pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Bogor, Agustus 2007
Bery Agung Puspandika H14103107
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 4
1.3 Tujuan .................................................................................................. 7
1.4 Manfaat ................................................................................................ 7
1.5 Ruang Lingkup .................................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ......................... 9
2.1 Konsep Otonomi Daerah ..................................................................... 9
2.2 Ketimpangan ........................................................................................ 11
2.3 Pendapatan Domestik Regional Bruto ................................................. 15
2.4 Konsep Pembangunan Manusia ........................................................... 18
2.5 Pembangunan Manusia dan Pengukurannya ....................................... 20
2.6 Pengukuran Ketimpangan .................................................................... 22
2.7 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 25
2.7.1 Penelitian Mengenai Ketimpangan ............................................. 26
2.7.2 Penelitian Mengenai Panel Data ................................................. 28
2.8 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 29
2.9 Hipotesis .............................................................................................. 30
III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 31
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................... 31
3.2 Jenis dan Sumber Data.......................................................................... 31
3.3 Metode Analisis ................................................................................... 32
3.3.1 Indeks Williamson ...................................................................... 32
3.3.2 Analisis Panel Data ..................................................................... 33
ix
3.3.3 Pemilihan Model Dalam Pengolahan Data ................................. 39
3.3.3.1 Chow Test ........................................................................ 39
3.3.3.2 Hausman Test .................................................................. 41
3.3.3.3 LM Test ........................................................................... 42
3.3.4 Evaluasi Model ........................................................................... 43
3.3.4.1 Multikolinearitas .............................................................. 43
3.3.4.2 Autokorelasi ..................................................................... 43
3.3.4.3 Heteroskedastisitas ........................................................... 44
3.3.5 Model Umum Penelitian ............................................................. 45
3.3.6 Kausalitas Bivariat Granger ........................................................ 46
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 47
4.1 Analisis Ketimpangan Pembangunan .................................................. 47
4.1.1 Ketimpangan Pendapatan ........................................................... 47
4.1.2 Ketimpangan Pembangunan Manusia ........................................ 51
4.2 Hasil Estimasi Model dan Uji Asumsi Klasik ..................................... 55
4.3 Intepretasi Model Fixed Effect dengan Perlakuan Cross Section Weights dan White Heteroscedasticity ................................................ 59
4.4 Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat ........................................................................................... 61
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 65
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 65
5.2 Saran .................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 68
LAMPIRAN ....................................................................................................... 71
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1 Data Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2001-2005 ............................. 5
2.1 Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Jawa Barat ........................... 27
2.2 Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Propinsi Lampung ............... 27
3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi ............................................................ 43
4.1 Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar Propinsi Tahun 2001-2005 .......... 48
4.2 Perbandingan Peringkat PDRB per kapita dengan IPM Antar Propinsi Tahun 2005 ........................................................................ 52
4.3 Hasil Estimasi Fungsi dengan menggunakan Model Efek Tetap dengan Pembobotan dan White Cross Section ........................................... 57
4.4 Pairwise Grangger Causality Test ............................................................. 62
4.5 Pearson Correlation .................................................................................. 63
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.1 Gini Rasio Indonesia Tahun 1996-2006 .................................................... 2
2.1 Kurva “U” Terbalik (Hipotesis Kuznets) ................................................. 13
2.2 Kurva Lorentz ............................................................................................ 24
2.3 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 29
3.1 Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Panel Data ...................... 41
4.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2001-2005 ................................ 49
4.2 Grafik Perbandingan Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar Propinsi tahun 2001-2005 .......................................................................... 51
4.3 Korelasi Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia ..................................................................................................... 54
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 PDRB per Propinsi dengan Menyertakan Sektor Migas Tahun 2001-2005 (Juta, Rp) ...................................................................... 71
2 PDRB per Propinsi dengan Tidak Menyertakan Sektor Migas Tahun 2001-2005 (Juta, Rp) ....................................................................... 72
3 Jumlah Penduduk per Propinsi tahun 2001-2005 ....................................... 73
4 Indeks Pembangunan Manusia per Propinsi tahun 2001-2005 .................. 74
5 Angka Harapan Hidup per Propinsi tahun 2001-2005 .............................. 75
6 Angka Melek Huruf per Propinsi tahun 2001-2005 .................................. 76
7 Rata-Rata Lama Sekolah per Propinsi tahun 2001-2005 ........................... 77
8 Pengeluaran Riil Per Kapita per Propinsi tahun 2001-2005 ...................... 78
9 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2001 .................... 79
10 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2002 .................... 81
11 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2003 .................... 83
12 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2004 .................... 85
13 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2005 .................... 87
14 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2001 .................... 89
15 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2002 .................... 91
16 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2003 .................... 93
17 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2004 .................... 95
18 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2005 .................... 97
19 Model Efek Tetap dengan Pembobotan (Cross Section Weights) dan White Cross Section Covariance ............................................................... 99
20 Hausman Test ......................................................................................... 100
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia dalam
malaksanakan pembangunan adalah masalah ketimpangan, baik ketimpangan
yang terjadi antar wilayah maupun ketimpangan yang terjadi di dalam wilayah.
Ketimpangan tersebut terlihat dari perbedaan karakteristik wilayah Indonesia
dalam hal kepemilikan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia
(SDM), kondisi sosial dan budaya serta letak demografis wilayah tersebut. Karena
karakteristik wilayah mempunyai pengaruh yang kuat pada terciptanya pola
pembangunan ekonomi, maka tidak mengherankan bila pola pembangunan
ekonomi wilayah di Indonesia tidak seragam (Wijaya, 2001). Ketidakseragaman
ini akan berpengaruh terhadap kemampuan untuk tumbuh dan yang pada
gilirannya akan mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh cepat sementara
wilayah lainnya tumbuh lambat. Selanjutnya, kemampuan untuk tumbuh yang
berbeda ini akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar
wilayah. Namun, dari sudut pandang pembangunan nasional menunjukkan bahwa
ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah hal yang kurang disukai dan
lebih sering menimbulkan berbagai kerugian daripada keuntungan atau manfaat
(Wijaya, 2001). Pada Gambar 1.1 memperlihatkan kondisi ketimpangan
pendapatan di Indonesia yang mengalami fluktuasi dari tahun ke tahunnya.
2
Gini Ratio
00.05
0.10.15
0.20.25
0.30.35
0.40.45
1996 1999 2002 2003 2004 2005 2006
Gini Ratio
Sumber: Daryanto dan Nuryartono (2007).
Gambar 1.1. Gini Ratio Indonesia Tahun 1996 – 2006.
Ketidakpuasan dan kritik yang timbul dalam proses pembangunan pada
dasarnya bukanlah sehubungan dengan pertumbuhan yang telah dicapai akan
tetapi karena perkembangan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi tersebut
kurang mampu menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, bahkan
ketimpangan pendapatan semakin besar dan telah menimbulkan berbagai masalah
seperti meningkatnya pengangguran, kurangnya sarana kesehatan dan pendidikan,
perumahan, kebutuhan pokok, rasa aman, dan lain- lain (Dumairy, 1996).
Keadaan seperti ini telah dialami bangsa Indonesia sejak awal proses
pembangunan dimasa Orde Baru. Meskipun pelaksanaan pembangunan senantiasa
diarahkan pada pencapaian tiga sasaran pembangunan (Trilogi Pembangunan)
yaitu stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil
pembangunan, strategi dan kebijakan pembangunan di masa Orde Baru lebih
difokuskan pada pertumbuhan ekonomi dan pada periode ini telah terjadi
kecenderungan meningkatnya ketimpangan pembangunan. Berdasarkan
3
pengalaman tersebut, maka periode selanjutnya strategi dan kebijakan
pembangunan nasional diarahkan pada terciptanya kondisi pembangunan yang
mendorong usaha pemerataan pendapatan. Hal ini dapat dilihat dalam trilogi
pembangunan yang lebih menekankan dan memberi bobot utama pada pemerataan
pembangunan dan pendapatan dengan tetap memperhatikan pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas perekonomian. Dengan terlaksananya strategi
pembangunan tersebut, maka pembangunan nasional harus menjamin pemerataan
bagi seluruh rakyat dengan rasa keadilan.
Memasuki babakan baru dalam konstruksi politik Orde Reformasi,
pemerintah daerah menginginkan disent ralisasi kewenangan dan tanggung jawab,
masyarakat menuntut untuk diberlakukan Otonomi Daerah, karena merasa tidak
ada keadilan selama proses pembangunan pada masa Orde Baru. Keinginan
tersebut dipenuhi oleh pemerintah dengan diberlakukannya undang-undang
tentang otonomi daerah yaitu Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang
pemerintah daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Di era Otonomi Daerah setiap daerah dituntut untuk mampu mengelola
potensi daerah yang dimilikinya secara tepat sehingga akan mendorong
terciptanya proses pembangunan dengan tingkat pemerataan yang baik dan
dibarengi oleh pertumbuhan ekonomi yang baik pula. Dengan demikian
ketimpangan pembangunan dan hasil-hasilnya serta pendapatan antar golongan
ataupun daerah akan semakin menurun. Oleh karena itu, setiap daerah harus
4
mampu membiayai pembangunan daerah baik dengan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) maupun sumber pembiayaan lainnya.
1.2. Perumusan Masalah
Menurut Todaro (2003), pembangunan secara tradisional diartikan sebagai
kapasitas dari sebuah perekonomian nasional untuk menciptakan dan
mempertahankan kenaikan pendapatan nasional bruto atau GNP (Gross National
Product). Indeks ekonomi lainnya yang sering digunakan untuk mengukur tingkat
kemajuan pembangunan adalah tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita atau
GNP per kapita. Namun, agar penerapan tolak ukur pembangunan lebih akurat
dan bermanfaat harus didukung oleh indikator- indikator sosial nonekonomis yaitu
konsep Indeks Pembangunan Manusia/IPM (Human Development Indeks/HDI)
yang diperkenalkan oleh UNDP.
Ketimpangan pembangunan selama ini berlangsung dan berwujud dalam
berbagai bentuk, aspek, dan dimensi. Bukan hanya berupa ketimpangan hasil
pembangunan dalam hal output regional tetapi juga dalam hal kesejahteraan
masyarakat (Tadjoedin, 2001). Output regional disini merupakan konsep analisa
ketimpangan dengan pendekatan wilayah yang dipresentasikan oleh indikator
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. Sementara itu,
kesejahteraan masyarakat mencakup beberapa parameter yang melekat pada
individu. Dalam hal ini digunakan tiga kategori indikator yang merepresentasikan
kesejahteraan (welfare), yaitu pengeluaran konsumsi, pendidikan dan kesehatan.
Penggunaan ketiga kategori indikator ini mengacu pada konsep Indeks IPM yang
5
diperkenalkan oleh UNDP. Perkembangan IPM Indonesia sendiri mengalami
peningkatan dari tahun ke tahunnya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Propinsi Tahun 2001 - 2005.
Propinsi IPM 2001
rank IPM 2002
rank IPM 2003
rank IPM 2004
rank IPM 2005
rank
NAD 65.3 14 66.0 15 67.4 17 68.7 17 69.0 17 Sumut 66.6 10 68.8 7 70.1 7 71.4 7 72.0 7 Sumbar 65.8 11 67.5 8 69.0 8 70.5 8 71.2 8 Riau 67.3 4 69.1 6 70.3 6 71.5 6 72.9 5 Jambi 65.4 13 67.1 10 68.6 9 70.1 9 71.0 10 Sumsel 63.9 19 66.0 16 67.8 12 69.6 11 70.2 12 Bengkulu 64.8 15 66.2 14 68.1 11 69.9 10 71.1 9 Lampung 63.0 22 65.8 17 67.1 19 68.4 18 68.8 18 Babel 63.9 20 65.4 20 67.5 16 69.6 12 70.7 11 DKI 72.5 1 75.6 1 75.7 1 75.8 1 76.1 1 Jabar 64.6 16 65.8 18 67.5 15 69.1 13 69.9 13 Jateng 64.6 17 66.3 13 67.6 14 68.9 16 69.8 14 DIY 68.7 2 70.8 3 71.9 3 72.9 3 73.5 3 Jatim 61.8 26 64.1 24 65.5 22 66.8 21 68.4 21 Banten 64.6 18 66.6 11 67.3 18 67.9 19 68.8 19 Bali 65.7 12 67.5 9 68.3 10 69.1 14 69.8 15 NTB 54.2 30 57.8 30 59.2 30 60.6 30 62.4 30 NTT 60.4 28 60.3 28 61.5 28 62.7 28 63.6 28 Kalbar 60.6 27 62.9 27 64.2 27 65.4 26 66.2 27 Kalteng 66.7 9 69.1 5 70.4 5 71.7 5 73.2 4 Kalsel 62.2 25 64.3 23 65.5 21 66.7 23 67.4 24 Kaltim 67.8 3 70.0 4 71.1 4 72.2 4 72.9 6 Sulut 67.1 7 71.3 2 72.4 2 73.4 2 74.2 2 Sulteng 62.8 24 64.4 22 65.9 23 67.3 20 68.5 20 Sulsel 63.6 21 65.3 21 65.3 25 65.3 27 66.9 26 Sultra 62.9 23 64.1 25 65.4 24 66.7 22 67.5 22 Gorontalo 67.1 8 64.1 26 64.8 26 65.4 25 67.5 23 Maluku 67.2 5 66.5 12 67.8 13 69.0 15 69.2 16 Malut 67.2 6 65.8 19 66.1 20 66.4 24 67.0 25 Papua 58.8 29 60.1 29 61.2 29 62.3 29 63.5 29 Indonesia 64.6
66.2
67.3 68.5
69.5
Sumber: BPS, 2007 (diolah).
IPM merupakan indikator penting yang dapat digunakan dalam melihat
upaya dan kinerja program pembangunan secara menyeluruh di suatu wilayah.
6
Kemajuan program pembangunan dalam suatu periode dapat diukur dan
ditunjukkan oleh besaran IPM pada awal dan akhir periode tersebut. IPM tidak
hanya mengukur pembangunan dari aspek ekonomi saja, tetapi juga mengukur
pembangunan dari aspek non-ekonomi.
Pembangunan manusia, dalam hal ini direpresentasikan oleh indikator-
indikator IPM, merupakan salah satu faktor penting dalam proses pembangunan
ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas, kinerja ekonomi diyakini juga
akan lebih baik. Oleh sebab itu, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi
perlu dan harus memperhatikan aspek pembangunan manusia, termasuk dalam
konteks ekonomi daerah. Kebijakan pembangunan yang tidak mendorong
peningkatan kualitas manusia hanya akan membuat daerah yang bersangkutan
tertinggal dari daerah yang lain, termasuk dalam hal kinerja ekonominya. Dengan
kata lain, peningkatan kualitas modal manusia juga akan memberikan manfaat
dalam mengurangi ketimpangan antar daerah.
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kondisi ketimpangan pembangunan di Indonesia?
2. Faktor apakah yang paling berpengaruh terhadap pembangunan manusia?
3. Bagaimanakah korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat?
7
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka penelitian
ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis ketimpangan pembangunan yang terjadi di Indonesia.
2. Menganalisis faktor yang paling berpengaruh terhadap pembangunan
manusia.
3. Menganalisis korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan
masyarakat.
1.4. Manfaat Penelitian
Hal-hal yang diperoleh dari penelitian tentang analisis tingkat
ketimpangan pembangunan yang terjadi di Indonesia diharapkan dapat bermanfaat
bagi pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti ini. Secara
ringkas, manfaat yang penulis harapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah dan pihak terkait
lainnya sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan berbagai kebijakan.
2. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa lain sebagai bahan
pelengkap penelitian yang masih relevan dengan permasalahan skripsi ini.
3. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi saya pada khususnya dan
mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada umumnya dalam memahami
permasalahan mengenai ketimpangan pembangunan di Indonesia.
8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan 30 propinsi dari total 33 propinsi yang ada di
Indonesia. Tiga propinsi lain seperti Kepulauan Riau, Sulawesi Barat dan Irian
Jaya Barat tidak disertakan karena ketidaktersediaan data mengingat ketiga
propinsi ini masih baru dimekarkan. Untuk menunjang agar data yang digunakan
menjadi valid, maka data ketiga propinsi yang tersedia digabungkan dengan
propinsi asal sebelum ketiga propinsi ini dimekarkan.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Konsep Otonomi Daerah
Semenjak Orde Reformasi bergulir, masyarakat menuntut kesungguhan
pemerintah dalam menjalankan pemerintahan yang adil dan merata. Oleh karena
itu, lahirlah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Untuk mendukung kedua Undang-undang
tersebut, pemerintah telah mengesahkan dua Undang-undang baru pada 15
Oktober 2004 yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah yang kemudian diikuti dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.
Pengertian dari Desentralisasi dan Otonomi Daerah menurut Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sementara itu, menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun
1999, penyelengaraan otonomi daerah diperlukan wewenang dan kemampuan
menggali sumber-sumber keuangan sendiri untuk mendukung pemerintahan dan
pembangunan di daerah, adapun sumber-sumber keuangan daerah di antaranya
adalah pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain- lain
pendapatan yang sah.
10
Kedua, Undang-undang tersebut menyatakan pembangunan daerah
sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan
dengan prinsip otonomi daerah dan peningkatan demokrasi dan kinerja daerah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang
bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Penyelenggaraan pemerintahan daerah
sebagai subsistem pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya
guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada
masyarakatnya.
Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 yang digantikan oleh undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah, menyebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam
rangka penyelenggaran otonomi daerah adalah dari pendapatan asli daerah, dana
perimbangan, pinjaman daerah, dan lain- lain pendapatan daerah yang sah.
Pendapatan asli Daerah sebagai sumber pembiayan berasal dari daerah sendiri,
yang terdiri dari (1) hasil pajak daerah; (2) hasil retribusi daerah; (3) hasil
perusahan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;
(4) lain- lain pendapatan asli daerah yang sah, diharapkan dapat menjadi
penyangga utama dalam membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan di daerah.
Karena semakin banyak kebutuhan daerah dapat dibiayai dengan pendapatan asli
daerah, maka semakin tinggi pula tingkat kualitas otonomi daerah, juga semakin
baik dalam bidang keuangan daerahnya.
Haris (2002), menyatakan bahwa otonomi nyata adalah keleluasaan daerah
untuk menyelengarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara
11
nyata ada dan diperlukan secara tumbuh hidup dan berkembang di daerah.
Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan
pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada
daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam
mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan
demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi
antar pusat dan daerah serta antara dalam rangka menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2.2 Ketimpangan
Ketimpangan pendapatan sebenarnya telah terjadi di seluruh negara di
dunia ini, baik negara yang sudah maju maupun negara-negara yang sedang
berkembang. Namun perbedaannya adalah ketimpangan pendapatan lebih besar
terjadi di negara-negara yang baru memulai pembangunannya, sedangkan bagi
negara maju atau lebih tinggi tingkat pembangunannya cenderung lebih merata
atau tingkat ketimpangannya rendah. Keadaan ini antara lain dijelaskan oleh
Todaro (2003) bahwa, negara-negara maju secara keseluruhan memperlihatkan
pembagian pendapatan yang lebih merata dibandingkan dengan negara-negara
dunia ketiga yakni kelompok negara yang tergolong sedang berkembang.
Dua model ketimpangan yaitu teori Harrod-Domar dan Neo-Klasik,
memberikan perhatian khusus pada peranan kapital yang dapat dipresentasikan
dengan kegiatan investasi yang ditanamkan pada suatu daerah untuk menarik
12
kapital ke dalam daerahnya, hal ini jelas akan berpengaruh pada kemampuan
daerah untuk bertumbuh sekaligus untuk menciptakan perbedaan dalam
kemampuan untuk menghasilkan pendapatan. Investasi akan lebih
menguntungkan bila dialokasikan di daerah-daerah yang dinilai mampu
menghasilkan return (pengembalian) yang besar dalam waktu yang relatif cepat.
Mekanisme pasar justru akan menyebabkan ketidakmerataan dimana daerah-
daerah yang relatif maju akan bertumbuh semakin cepat sementara daerah yang
kurang maju justru relatif lambat. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya
ketimpangan pendapatan antar daerah. Sehingga diperlukan suatu perencanaan
dan kebijakan dalam mengarahkan alokasi investasi menuju suatu kemajuan
ekonomi yang lebih berimbang di seluruh wilayah dalam negara.
Terjadinya ketimpangan antar daerah juga diterangkan oleh Mydral (1957)
yang membangun teori keterbelakangan dan pembangunan ekonominya di sekitar
ide ketimpangan regional pada taraf nasional dan internasional. Untuk
menjelaskan hal tersebut, dikembangkan ide spread effect dan backwash effect
sebagai bentuk pengaruh penjalaran dari pusat pertumbuhan ke daerah sekitar.
Spread effect didefinisikan sebagai suatu pengaruh yang menguntungkan
(favorable effect ), yang mencakup aliran kegiatan-kegiatan investasi dari pusat
pertumbuhan ke wilayah sekitar. Backwash effect didefinisikan sebagai pengaruh
yang merugikan (infavorable effect) yang mencakup aliran manusia dari wilayah
sekitar/pinggiran termasuk aliran modal ke wilayah inti, sehingga mengakibatkan
berkurangnya modal pembangunan bagi wilayah pinggiran yang sebenarnya
diperlukan untuk dapat mengimbangi perkembangan wilayah inti. Terjadinya
13
ketimpangan regional menurut Mydral disebabkan oleh besarnya pengaruh
backwash effect dibandingkan dengan spread effect di negara-negara terbelakang.
Perpindahan modal cenderung meningkatkan ketimpangan regional.
Permintaan yang meningkat ke wilayah maju akan merangsang investasi yang
pada gilirannya meningkatkan pendapatan yang menyebabkan putaran kedua
investasi dan seterusnya. Lingkup investasi yang lebih baik pada sentra-sentra
pengembangan dapat menciptakan kelangkaan modal di wilayah terbelakang.
Perbedaan kemajuan wilayah berarti tidak samanya kemampuan untuk
bertumbuh sehingga yang timbul adalah terjadinya ketidakmerataan antar daerah.
Sehubungan dengan hal ini muncul pendapat dan studi-studi empiris yang
menempatkan pemerataan dan pertumbuhan pada suatu posisi yang dikotomis.
Dalam hal ini Kuznets dalam Tambunan (2003) mengemukakan suatu hipotesa
yang terkenal dengan sebutan ”Hipotesis U terbalik”.
Koefisien Gini
0 Periode
Produk Nasional Bruto per Kapita
Sumber: Tambunan (2003)
Gambar 2.1. Kurva “U” Terbalik (Hipotesis Kuznets)
14
Hipotesis ini dihasilkan melalui suatu kajian empiris terhadap pola
pertumbuhan sejumlah negara di dunia, pada tahap awal pertumbuhan ekonomi
terjadi trade-off antara pertumbuhan dan pemerataan. Seiring dengan kemajuan
pembangunan ekonomi maka setelah menghadapi tahap tertentu trade-off tersebut
akan menghilang diganti dengan hubungan korelasi positif antara pertumbuhan
dan pemerataan. Pola ini disebabkan karena pertumbuhan pada tahap awal
pembangunan cenderung dipusatkan pada sektor modern perekonomian yang pada
saat itu kecil dalam penyerapan tenaga kerja. Ketimpangan membesar karena
kesenjangan antar sektor modern dan tradisional meningkat. Peningkatan tersebut
terjadi karena perkembangan di sektor modern lebih cepat dibandingkan dengan
sektor tradisional.
Dari periode 1970-an hingga sekarang sudah banyak studi empiris yang
menguji hipotesis Kuznets tersebut dengan menggunakan data agregat dari
sejumlah negara (Tambunan, 2003). Beberapa catatan penting dari penemuan-
penemuan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut. Pertama, sebagian besar
studi-studi tersebut mendukung hipotesis Kuznets; sedangkan, sebagian lainnya
menolak atau tidak menemukan adanya korelasi seperti pada Gambar 2.1. Kedua,
walaupun secara umum hipotesis ini diterima, namun sebagian besar dari studi-
studi tersebut menunjukkan bahwa relasi positif antara pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan dalam distribusi pendapatan pada periode jangka panjang hanya
terbukti nyata untuk kelompok negara-negara dengan tingkat pendapatan yang
tinggi. Ketiga, bagian kesenjangan dari kurva Kuznets (bagian kiri pada Gambar
2.1) cenderung lebih tidak stabil dibandingkan porsi kesenjangan menurun dari
15
kurva tersebut. Kesenjangan cenderung menurun untuk negara-negara pada
tingkat pendapatan menengah dan tinggi.
Pemilihan indeks ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia
menunjukkan bahwa komponen antar sektor ekonomi merupakan komponen yang
sangat kecil dibanding dengan komponen di dalam sektor ekonomi yang
bersangkutan. Studi yag telah dilakukan dengan menggunakan data Sakernas 1976
(BPS) menunjukkan bahwa sumbangan ”komponen antar sektor ekonomi”
terhadap indeks ketimpangan distribusi pendapatan secara menyeluruh hanyalah
sebesar 1,85 persen dibandingkan dengan sumbangan ”komponen di dalam sektor
ekonomi” sebesar 98,15 persen Arief dalam Supriyantoro (2005).
2.3 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
Besar kecilnya PDRB yang dihasilkan oleh suatu wilayah dipengaruhi
oleh ketersediaan sumber daya alam yang telah dimanfaatkan, jumlah dan mutu
sumber daya manusia, kebijaksanaan pemerintah, letak geografis serta tersedianya
sarana dan prasarana. Dalam menghitung pendapatan regional, BPS (1995)
memasukan seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor yang
melakukan usahanya di suatu wilayah tanpa memperhatikan pemilik atas faktor
produksi. Dengan demikian PDRB secara keseluruhan menunjukkan kemampuan
suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan pada faktor- faktor produksi yang
ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah produksi tersebut.
Penghitungan PDRB dapat dilakukan melalui dua metode antara lain (Dumairy,
1996):
16
a. Metode Langsung
Dalam penghitungan PDRB ini didasarkan pada data yang terpisah antara
data daerah dan data nasional, sehingga hasil penghitungannya mencakup
seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Dalam
metode ini PDRB dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Produksi
PDRB merupakan jumlah barang dan jasa terakhir yang dihasilkan oleh
berbagai unit produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.
Unit-unit produksi dimaksud secara garis besar dipilah-pilah menjadi 11
sektor (dapat juga dibagi menjadi 9 sektor) yaitu: (1) pertanian; (2)
pertambangan dan galian; (3) industri pengolahan; (4) listrik, gas dan air
minum; (5) bangunan; (6) perdagangan; (7) pengangkutan dan komunikasi;
(8) bank dan lembaga keuangan lainnya; (9) sewa rumah; (10) pemerintah;
(11) jasa-jasa.
2. Pendekatan Pendapatan
PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi
yang turut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu
setahun. Balas jasa produksi dimaksud meliputi upah dan gaji, sewa tanah,
bunga modal dan keuntungan. Semuanya dihitung sebelum dipotong pajak
penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam hal ini mencakup juga
penyusutan dan pajak-pajak tak langsung netto. Jumlah komponen semua
pendapatan per sektor disebut nilai tambah bruto sektoral. Oleh sebab itu
17
PDRB menurut pendekatan pendapatan merupakan penjumlahan dari nilai
tambah bruto seluruh sektor atau lapangan usaha.
3. Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi: (1)
pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari
keuntungan; (2) pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan
stok; (3) pengeluaran konsumsi pemerintah; (4) ekspor netto (ekspor – impor),
dalam jangka satu tahun.
b. Metode Tidak Langsung atau Alokasi
Perhitungan PDRB dilakukan dengan cara menghitung nilai tambah suatu
kelompok kegiatan ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional
kedalam masing-masing ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator
digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya
dengan produktifitas kegiatan ekonomi tersebut.
Penghitungan PDRB pada suatu daerah/wilayah dengan menggunakan
metode langsung atau tidak langsung/alokasi sangat bergantung pada data
yang tersedia. Pada dasarnya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling
menunjang satu sama lain, karena penghitungan dengan metode langsung akan
mendorong peningkatan mutu atau kualitas data daerah, sedangkan
penghitungan dengan metode tidak langsung merupakan koreksi dan
pembanding bagi data daerah.
Dilihat dari penjelasan diatas PDRB dari suatu daerah lebih menunjukkan
besaran produksi suatu daerah, bukan pendapatan yang sebenarnya diterima
18
oleh penduduk daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian PDRB
merupakan data yang paling representatif dalam menunjukkan pendapatan
dibandingkan dengan data-data yang lainnya.
2.4 Konsep Pembangunan Manusia
Beberapa kalimat pembuka dari Human Development Report (HDR)
pertama yang dipublikasikan oleh UNDP (United Nations Development
Programmes) pada tahun 1990 secara jelas menekankan pesan utama yang
dikandung oleh setiap laporan pembangunan manusia baik di titik global, tingkat
nasional maupun tingkat daerah, yaitu pembangunan manusia yang berpusat pada
manusia, yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan
nasional dan bukan sebagai alat dari pembangunan (UNDP, 2004). Berbeda
dengan konsep pembangunan yang memberikan perhatian utama pada
pertumbuhan ekonomi dengan asumsi bahwa petumbuhan ekonomi pada akhirnya
akan menguntungkan manusia. Pembangunan manusia memperkenalkan konsep
yang lebih luas dan lebih komprehensif yang mencakup semua pilihan yang
dimiliki manusia di semua golongan masyarakat pada semua tahap pembangunan
(UNDP, 2004).
Pembangunan manusia mensyaratkan adanya kebebasan. Tujuan utama
dari pembangunan manusia yaitu untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang
dimiliki manusia tidak mungkin tercapai tanpa adanya kebebasan memilih apa
yang mereka inginkan dan bagaimana mereka akan menjalani hidup. Manusia
19
harus bebas untuk melakukan apa yang menjadi pilihannya di dalam sistem pasar
yang berfungsi dengan baik.
Konsep pembangunan manusia memiliki cakupan yang lebih luas dari
teori konvensional pembangunan ekonomi. Model pertumbuhan ekonomi lebih
menekankan pada peningkatan PDB daripada perbaikan kualitas hidup manusia.
Pembangunan manusia cenderung untuk memperlakukan manusia sebagai input
bagi proses produksi.
Pembangunan manusia memiliki empat elemen yaitu (BPS, 2001):
1. Produktivitas
Manusia harus berkemampuan untuk meningkatkan produktifitasnya dan
berpartisipasi penuh dalam proses mencari penghasilan dan lapangan kerja.
Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari model
pembangunan manusia.
2. Pemerataan
Setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama. Semua hambatan
terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapuskan sehingga semua orang
dapat berpartisipasi dan mendapatkan keuntungan dari peluang yang ada.
3. Keberlanjutan
Akses terhadap kesempatan harus tersedia bukan hanya untuk generasi
sekarang tetapi juga untuk generasi mendatang. Semua bentuk sumberdaya
harus dapat diperbaharui.
4. Pemberdayaan
20
Pembangunan harus dilakukan oleh semua orang, bukan hanya semata-mata
untuk semua orang. Semua orang harus berpartisipasi penuh dalam
pengambilan keputusan dan proses yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, tetapi
tidak anti terhadap pertumbuhan. Dalam perspektif pembangunan manusia
menurut Sen dalam Todaro (2003), pertumbuhan ekonomi bukanlah tujuan akhir.
Pertumbuhan ekonomi adalah alat untuk mencapai tujuan akhir, yaitu memperluas
pilihan-pilihan manusia. Walaupun demikian, tidak ada hubungan yang otomatis
antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan pembangunan manusia.
Perhatian pembangunan manusia tidak hanya terfokus pada laju
pertumbuhan ekonomi tetapi juga pada aspek pendistribusiannya. Jadi bukan
hanya masalah berapa besar pertumbuhan ekonomi, tetapi lebih ditujukan pada
seperti apa? Perhatian harus lebih ditujukan pada struktur dan kualitas
pertumbuhan (Tadjoedin, 2001). Untuk menjamin bahwa pertumbuhan diarahkan
untuk mendukung perbaikan kesejahteraan manusia baik bagi generasi sekarang
maupun generasi mendatang. Perhatian utama dari kebijakan pembangunan harus
ditekankan pada bagaimana keterkaitan tersebut dapat diciptakan dan diperkuat
(Tadjoedin, 2001).
2.5 Pembangunan Manusia dan Pengukurannya
Pada Human Development Report (HDR) yang pertama tahun 1990,
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) disusun dari Pendapatan Nasional (sebagai
pendekatan dari standar hidup) dan dua indikator sosial, yaitu angka harapan
21
hidup dan angka melek huruf usia dewasa (kurang dari pengetahuan). Indeks ini
merupakan pendekatan yang mencakup berbagai dimensi dari pilihan-pilihan yang
dimiliki manusia. Tetapi indeks ini masih memiliki kelemahan yang sama dengan
pengukuran pendapatan, yaitu bahwa angka rata-rata nasionalnya
menyembunyikan ketimpangan regional dan ketimpangan lokal (UNDP, 2004).
Selama bertahun-tahun telah dilakukan berbagai penyempurnaan IPM
dengan tetap mempertahankan tiga komponen intinya, yaitu lamanya hidup,
pengetahuan dan standar hidup layak, untuk menjaga kesederhanaan dan konsep
awal IPM. HDR kedua pada tahun 1991 menambahkan satu indikator baru, yaitu
rata-rata lama bersekolah kedalam komponen pengetahuan. Variabel ini diberi
bobot dua per tiga. Hal ini merupakan pengakuan akan pentingnya pembentukkan
keterampilan tingkat tinggi serta membantu pembedaan negara-negara yang
mengelompokkan data tingkat atas. IPM mencoba untuk memeringkatkan semua
negara dari skala 0 (tingkat pembangunan manusia yang paling rendah) hingga 1
(tingkat pembangunan manusia yang paling tinggi). IPM memeringkat semua
negara menjadi tiga kelompok: tingkat pembangunan manusia yang rendah (0,0 –
0,499), tingkat pembangunan manusia menengah (0,50 – 0,799), dan tingkat
pembangunan manusia tinggi (0,80 – 1,0). Secara teknis, IPM dirumuskan sebagai
berikut (BPS, 2001):
IPM = 1/3 (Indeks 1X + Indeks 2X + Indeks 3X ) (2.1)
2X = 1/3 12X + 2/3 22X (2.2)
Dimana:
1X = Indeks lamanya hidup (tahun)
22
2X = Indeks tingkat pendidikan
3X = Indeks pengeluaran riil per kapita (Rp 000.)
12X = Rata-rata lama bersekolah (tahun)
22X = Angka melek huruf (persen)
Perhitungan Indeks dari masing-masing indikator tersebut adalah:
Indeks ),( jiX = )(max)(
)(),(
mimii
mimiji
XX
XX
−−
−∗
+
+ (2.3)
Dimana:
),( jiX = Indikator ke- i dari daerah j
min)( −iX = Nilai minimum dari iX
max)( −iX = Nilai maksimum dari iX
2.6 Pengukuran Ketimpangan
Penyajian ketimpangan pendapatan antar daerah pada dasarnya hanyalah
memberikan gambaran secara makro mengenai ketimpangan pendapatan rata-rata
antara berbagai wilayah tertentu dan tidak memperlihatkan pola pembagian
pendapatan antar go longan penerima pendapatan. Todaro (2003) menggambarkan
ketimpangan dengan mempertimbangkan hubungan antara tingkat pendapatan per
kapita dan tingkat ketimpangan pendapatan untuk negara maju dan negara sedang
berkembang dan menggambarkan ketimpangan dari negara-negara tersebut dalam
tiga kelompok, dimana pengelompokan ini disesuaikan dengan tinggi, sedang dan
23
rendahnya tingkat pendapatan yang diukur menurut koefisien Gini dan produk
nasional bruto.
Distribusi pendapatan daerah menggambarkan merata atau timpangnya
pembagian hasil pembangunan suatu daerah di kalangan penduduknya (Todaro,
2003). Dalam melakukan pengukuran terhadap ketimpangan pendapatan
khususnya antar daerah perkotaan dan perdesaan, maka ukuran yang sering
digunakan dalam mengukur ketimpangan ini adalah rasio konsentrasi Gini yang
sering disebut dengan koefisien Gini atau indeks Gini, dengan rumus:
( ) ( )1
1n
i t i i i tG X X Y Y+ += − − +∑ (2.4)
( )11
1n
i i tG f Y Y += − +∑ (2.5)
Dimana:
G = Rasio Gini
fi = Proporsi jumlah rumah tangga dalam kelas-i
Xi = Proporsi jumlah kumulatif rumah tangga dalam kelas-i
Yi = Proporsi jumlah kumulatif pendapatan dalam kelas-i
Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang angkanya
berkisar dari angka 0 sampai 1, yang menjelaskan kadar pemerataan pendapatan.
Koefisien yang semakin mendekati 0 berarti distribusi pendapatan semakin
merata, koefisien yang mendekati 1 berarti distribusi pendapatan semakin
timpang. Pada prakteknya, koefisien Gini untuk negara-negara yang derajat
ketimpangannya tinggi berkisar antara 0.50 sampai 0.70, sedangkan untuk negara-
negara yang distribusi pendapatannya relatif merata, angkanya berkisar antara
24
0.20 hingga 0.35 (Todaro, 2003). Angka atau rasio Gini dapat ditaksir secara
visual langsung dari kurva Lorentz yaitu perbandingan luas area yang terletak
diantara kurva Lorentz dan diagonal terhadap luas area segitiga, seperti yang
terlihat pada Gambar 2.2. Semakin melengkung kurva Lorentz akan semakin luas
area yang dibagi rasio Gininya akan semakin besar, menyiratkan distribusi
pendapatan yang semakin timpang.
C
Persentase
Pendapatan Garis Pemerataan
Kurva Lorentz
0 Persentase Populasi Penduduk B Sumber: Todaro (2003) Gambar 2.2 Kurva Lorentz
Selain itu, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama
oleh Bank Dunia, adalah dengan penetapan kriteria ketidakmerataan didasarkan
atas porsi pendapatan suatu daerah yang dinikmati oleh tiga lapis penduduk
(Dumairy, 1996), yakni 40 persen penduduk berpendapatan terendah (penduduk
termiskin); 40 persen penduduk berpendapatan menengah; serta 20 persen
penduduk berpendapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan atau
ketidakmerataan pendapatan dinyatakan parah jika 40 persen penduduk
25
berpendapatan terendah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan,
ketimpangan dianggap sedang jika 40 persen penduduk termiskin menikmati 12-
17 persen dari pendapatan. Sedangkan jika 40 persen penduduk yang
berpendapatan terendah (penduduk termiskin) menikmati 17 persen dari
pendapatan maka ketimpangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan dianggap
cukup merata.
Metode CVw umum digunakan untuk mengukur ketimpangan PDRB per
kapita. Metode inilah yang digunakan dalam penelitian untuk mengukur
ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia. Tingkat ketimpangan yang
terjadi pada metode ini tercermin dalam sebuah angka indeks. Cara pengukuran
ini diperkenalkan oleh Williamson (1965) dengan menimbang proporsi penduduk.
Semakin besar angka indeks berarti semakin tinggi pula tingkat ketimpangan
regional yang terjadi. Indeks CVw yang dihasilkan dari hasil perhitungan akan
sangat peka terhadap perbedaan data yang digunakan.
2.7 Penelitian Terdahulu
Dalam sub bab ini akan dibahas penelitian-penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan topik penelitian mengenai ketimpangan dan juga ditulis
beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan analisis panel data. Penelitian
dengan menggunakan data dimaksudkan untuk memperkaya pemahaman terhadap
panel data (meskipun topik penelitian berbeda dengan apa yang penulis lakukan).
26
2.7.1 Penelitian Mengenai Ketimpangan
Penelitian pertama untuk memperoleh wawasan antar daerah dilakukan
oleh Esmara dalam Wijaya (2001) dengan menggunakan data PDRB dan
menerapkan formulasi koefisien Williamson yang dibobot. Penelitian tersebut
memperkirakan tingkat perbedaan pendapatan regional untuk tahun 1968-1972.
Indeks ketimpangan Williamson dari tahun tersebut meningkat tajam dari 0.571
menjadi 0.945 jika semua pendapatan dimasukkan. Tetapi, jika pendapatan dari
minyak bumi dikeluarkan dari PDRB propinsi-propinsi yang kaya minyak (Riau
dan Kalimantan Timur) maka angka-angka itu berkisar antara 0.340 sampai 0.552.
Propinsi-propinsi dengan pendapatan per kapita yang lebih tinggi juga
mempunyai biaya hidup yang lebih tinggi, sehingga kalau PDRB per kapita
dikoreksi berdasarkan perbedaan-perbedaan harga, indeks ketidakmerataan
tersebut akan banyak merosot.
Mattola (1985) melakukan penelitian untuk menganalisis besarnya
ketimpangan pendapatan daerah di Jawa Barat tahun 1977-1981 dengan
menggunakan formulasi Williamson. Mattola juga menganalisis peran sektor
pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan daerah. Untuk melihat
peranan tersebut, diband ingkan besarnya ketimpangan pendapatan daerah dengan
tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian dalam penghitungan. Hasil yang
diperoleh dari analisis tersebut menunjukkan bahwa besarnya ketimpangan
dengan memasukkan PDRB sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa sektor
pertanian mempunyai peran untuk mengurangi ketimpangan pendapatan yang
terjadi.
27
Tabel 2.1. Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Jawa Barat
Tahun CVw
Tanpa PDRB Sektor Pertanian
CVw Dengan PDRB
Sektor Pertanian
Persentase Penurunan Ketimpangan Pendapatan
daerah 1977 0.467 0.323 44.6 1978 0.380 0.256 48.4 1979 0.382 0.269 42.0 1980 0.377 0.274 37.6 1981 0.316 0.222 42.3
Sumber: Mattola (1985)
Hendra (2004) menganalisis besarnya ketimpangan pendapatan daerah di
propinsi Lampung tahun 1995-2001 dengan menggunakan formulasi Williamson.
Selain itu juga dianalisis peran sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan
pendapatan daerah. Untuk melihat peranan tersebut, dibandingkan besarnya
ketimpangan pendapatan daerah dengan tanpa memasukkan PDRB sektor
pertanian dalam penghitungan. Hasil yang diperoleh dari analisis tersebut
menunjukkan bahwa besarnya ketimpangan dengan memasukkan PDRB sektor
pertanian dalam penghitungan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tanpa
memasukkan PDRB sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa sektor
pertanian mempunyai peran untuk mengurangi ketimpangan pendapatan yang
terjadi.
Tabel 2.2. Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Propinsi Lampung
Tahun CVw
Tanpa PDRB Sektor Pertanian
CVw Dengan PDRB
Sektor Pertanian
Persentase Penurunan Ketimpangan Pendapatan
daerah 1995 0.8373 0.4404 47.4 1996 0.8380 0.4499 46.3 1997 0.8391 0.4846 42.2 1998 0.8369 0.44226 47.1 1999 0.7951 0.4207 47.1 2000 0.7793 0.4160 46.0 2001 0.7680 0.4068 47.0
Sumber: Hendra (2004)
28
2.7.2 Penelitian Mengenai Panel Data
Hasil penelitian Sembiring (2005) tentang Pengaruh Ukuran Aset Bank
terhadap Efektifitas Kebijakan Moneter: Relevansi terhadap Konsolidasi
Arsitektur Perbankan Indonesia, menunjukkan bahwa untuk menganalisis kategori
bank berdasarkan aset menggunakan model efek tetap (fixed effect). Dari hasil
estimasi menunjukkan koefisien variabel yang sama untuk setiap individu dan
intrersep yang berbeda untuk setiap individu. Variabel penjelas signifikan secara
statistik untuk SEC (pertumbuhan surat-surat berharga), DEF (pertumbuhan
saving deposit), AR(1). Sedangkan SBI (pertumbuhan suku bunga SBI), DSBI1
(dummy slope kategori 1), DSBI3 (dummy slope kategori 3) dan DSBI4 (dummy
slope kategori 4) tidak signifikan pada taraf nyata a = 10 persen.
Holis (2006) melakukan penelitian mengenai Relevankah Merger Bank di
Indonesia? (Pendekatan Efisiensi dan Skala Ekonomi) dengan menggunakan
metode analisis panel data. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa untuk
menganalisis struktur biaya bank dapat digunakan model efek tetap (Fixed Effect).
Dari hasil estimasi menunjukkan koefisien variabel yang sama untuk setiap
individu dan intersep yang berbeda untuk setiap individu. Berdasarkan hasil
estimasi fungsi biaya terdapat dua puluh satu variabel penjelas yang signifikan
dan terdapat enam variabel penjelas yang tidak signifikan terhadap taraf nyata
0.05 persen.
Pada penelitian ini, analisis panel data dilakukan untuk melihat faktor-
faktor yang mempengaruhi fungsi pembangunan manusia Indonesia. Pendekatan
panel data untuk memilih antara model fixed effect dengan random effect pada
29
penelitian ini adalah dengan menggunakan uji Hausman (Hausman Test) dengan
hipotesis, jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari 2χ - Tabel, maka cukup
bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol yaitu random effect
model, sehingga model yang digunakan adalah fixed effect model, dan begitu juga
sebaliknya.
2.8 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Perbedaan SDA dan SDM
Ketimpangan Pembangunan
Ketimpangan Pendapatan
Ketimpangan Pembangunan Manusia
PDRB Per Kapita
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Jumlah Penduduk
Pertumbuhan Ekonomi
Kesejahteraan Masyarakat
Keterkaitan dan korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat
30
Adanya perbedaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia
yang dimiliki masing-masing propinsi di Indonesia menyebabkan terjadinya
ketimpangan pembangunan. Ketimpangan pembangunan mencakup ketimpangan
pendapatan dan ketimpangan dalam hal pembangunan manusia. Indikator dari
ketimpangan pendapatan antara lain adalah jumlah penduduk dan PDRB per
Kapita, sedangkan indikator dari pembangunan manusia adalah Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Untuk melihat laju pertumbuhan ekonomi, dapat
dilihat dari pertumbuhan PDRB perkapita, sedangkan untuk melihat tingkat
kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari pembangunan manusianya.
2.9 Hipotesis
1. Tingkat PDRB perkapita berpengaruh signifikan terhadap pembangunan
manusia.
2. Terdapat hubungan sebab-akibat (kausalitas) antara pertumbuhan ekonomi
dengan pembangunan manusia.
3. Nilai indeks ketimpangan dengan menyertakan sektor migas dalam
perhitungannya akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan nilai
indeks ketimpangan dengan tidak menyertakan sektor migas.
31
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian skripsi ini dimulai pada bulan April 2007 waktu yang
diperlukan dalam rencana penulisan penelitian, pengumpulan data hingga
penulisan laporan dilakukan sampai bulan Juli 2007.
Penelitian ini mengambil 30 propinsi di Indonesia sebagai objek studi dan
sekaligus sebagai lokasi penelitian. Lokasi ini diambil dengan pertimbangan: (1)
tersedianya data PDRB propinsi-propinsi yang ada di Indonesia ; (2) kondisi
sumber daya alam yang begitu melimpah namun kesejahteraan masyarakat
rendah. Berdasarkan pertimbangan tersebut, diharapkan ketimpangan yang terjadi
dapat tergambar dengan nyata dan terdapat solusi penanggulangannya pada
penelitian ini.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data yang diperlukan meliputi: (1) PDRB per kapita menurut propinsi
berdasarkan harga konstan Tahun 2000; (2) jumlah penduduk menurut propinsi;
(3) Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM); (4) Berbagai macam data sekunder
lainnya yang diambil dari berbagai sumber. Jenis data tersebut diperoleh dari: (1)
Badan Pusat Statistik; (2) United Nations Support Facility for Indonesia Recovery
(UNSFIR); (3) Publikasi beberapa penelitian terdahulu. Periode analisis pada
32
penelitian ini adalah antara tahun 2001 sampai dengan 2005 dengan menggunakan
tahun dasar 2000 dan pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak
Microsoft Excel 2003, E-Views 5.1 dan SPSS 13.0.
3.3. Metode Analisis
Untuk menganalisis ketimpangan regional antar daerah pembangunan
dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif akan
dipresentasikan secara deskriptif, sedangkan data kuantitatif akan diolah dengan
menggunakan beberapa metode, antara lain; (a) Indeks Williamson; (b) Panel
Data, dan; (c) Granger Causality.
3.3.1 Indeks Williamson (CVw)
Pengukuran ketimpangan pendapatan antar daerah di Indonesia dilakukan
dengan menggunakan metode CVw dengan rumus:
CVw = ( )
Υ
⋅Υ−Υ∑i
ii n
n
(3.1)
Dimana:
CVw = Weighted Coeficient of Variation
in = Penduduk di daerah i
n = Penduduk total
iΥ = PDRB perkapita di daerah i
Υ = Rata-rata PDRB perkapita untuk semua daerah
33
Matolla (1985) menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk
menentukan apakah ketimpangan ada pada ketimpangan taraf rendah, sedang atau
tinggi. Untuk itu, ditentukan kriteria sebagai berikut:
a. ketimpangan taraf rendah, bila indeks ketimpangan kurang dari 0,35
b. ketimpangan taraf sedang, bila indeks ketimpangan 0,35 – 0,5
c. ketimpangan taraf tinggi bila indeks ketimpangan lebih dari 0,5.
3.3.2. Analisis Panel Data
Analisis panel data secara umum dapat didefinisikan sebagai analisis satu
kelompok variabel yang tidak saja mempunyai keragaan (dimensi) dalam waktu
runtun waktu (time series) tetapi juga dalam kerat lintang atau antar individu
(cross section). Proses mengkombinasi data kerat lintang dan runtut waktu untuk
membentuk panel data itu sendiri disebut pooling. Analisis panel data adalah
subyek dari salah satu bentuk yang cukup aktif dan inovatif dalam literatur
ekonometrik. Hal ini dikarenakan metode analisis data panel menyediakan
informasi yang cukup kaya untuk perkembangan teknik estimasi dan hasil teori.
Dalam bentuk praktis, peneliti telah dapat menggunakan data runtun waktu (time
series) dan kerat lintang (cross section) untuk menganalisis masalah yang tidak
bisa diatasi jika hanya menggunakan salah satu metode saja.
Terdapat beberapa keuntungan dalam estimasi data panel dibandingkan
estimasi runtun waktu ataupun kerat lintang. Keuntungan estimasi data panel
dimaksud adalah (Baltagi, 1995) :
34
1. Memberikan data yang informatif, lebih bervariasi, menambah derajat bebas,
lebih efisien dan mengurangi kolinieritas antar variabel.
2. Memungkinkan analisis terhadap sejumlah permasalahan ekonomi yang
krusial yang tidak dapat dijawab oleh analisis data runtun waktu atau kerat
lintang saja.
3. Memperhitungkan derajat heterogenitas yang lebih besar yang menjadi
karakteristik dari individual antar waktu.
4. Adanya fleksibilitas yang lebih tinggi dalam memodelkan perbedaan perilaku
antar individu dibandingkan data kerat lintang.
5. Dapat menjelaskan dynamic adjustment secara lebih baik.
Model umum analisis regresi data panel dapat diformulasikan sebagai
berikut:
tititi uxy ,,, ++= βα (3.2)
Dimana ),0(~ 2, σIIDu ti dan i = 1,2,3,...,N adalah jumlah observasi antar
individu sementara t = 1,2,3,...,T adalah observasi runtut waktu. Dalam persamaan
(3.9), intersep (α) dan slope (β) diasumsikan homogenous diantara seluruh N
individu dan T runtut waktu. Namun kondisi ini tidak selamanya sesuai dengan
kerangka ekonomi yang akan dianalisis. Ketidaksesuaian ini dimungkinkan atas
dua kemungkinan, yaitu:
1. Suatu kondisi dimana intersep dalam model bersifat heterogen )( ji αα ≠
sementara slopenya homogen )( ji ββ = .
35
2. Suatu kondisi dimana intersep dalam model bersifat heterogen )( ji αα ≠
demikian pula slopenya )( ji ββ ≠ .
Dari kedua hal tersebut di atas, model estimasi data panel dapat
diekspresikan dalam sejumlah bentuk. Jadi terdapat empat macam model estimasi
data panel yang dapat digunakan:
1. Apabila diasumsikan bahwa intersep bervariasi antar individu sementara slope
bersifat konstan, maka persamaan (3.2) akan menjadi:
titiiti uxy ,,, ++= βα (3.3)
2. Apabila diasumsikan bahwa intersep bervariasi antar individu dan antar waktu
sementara slope bersifat konstan, maka persamaan (3.2) akan menjadi:
titititi uxy ,,,, ++= βα (3.4)
3. Apabila diasumsikan bahwa intersep dan slope bervariasi antar individu tetapi
konstan antar waktu, maka persamaan (3.2) akan menjadi:
titiiiti uxy ,,, ++= βα (3.5)
4. Apabila diasumsikan bahwa intersep dan bervariasi antar individu dan antar
waktu, maka persamaan (3.2) akan menjadi:
tititititi uxy ,,,,, ++= βα (3.6)
Dari keempat model di atas koefisien (α) dan (β) diasumsikan tertentu
(fixed). Klasifikasi lainnya adalah ketika diasumsikan bahwa parameter-parameter
ini diasumsikan random generating dan disebut sebagai random coefficient
models. Selain itu dari keempat model di atas, jika asumsi homogenitas baik pada
intersep maupun slope ditolak, maka heterogenitas antar individu akan tercermin
36
pada salah satu atau lebih persamaan (3.3) hingga persamaan (3.6). Tujuan dari
penentuan model yang sesuai adalah untuk menghilangkan bias dari variabel-
variabel yang digunakan dalam model. Bias yang diakibatkan pengabaian
heterogenitas dari koefisien-koefisien estimasi disebut juga sebagai heterogenity
bias. Mengabaikan heterogenitas baik intersep maupun slope dapat
mengakibatkan hasil estimasi yang tidak konsisten dan meaningless.
Penentuan model analisis data panel dalam rangka menghilangkan
heterogenity bias dapat dilakukan dengan plotting variabel dependen terhadap
variabel independen. Analisis plotting ini berfungsi sebagai mekanisme
identifikasi model yang sesuai dalam analisis data panel. Sementara itu untuk
menguji terjadi atau tidaknya heterogenity bias dapat dilakukan uji hipotesis
heterogenitas. Uji dilakukan dengan mengestimasi persamaan (3.5) dimana
diasumsikan slope bersifat homogen antar individu. Kemudian uji hipotesis
dilakukan terhadap:
ββββ ==== NH ...: 210
ββββ ≠≠≠≠ NaH ...: 21
Uji hipotesis di atas dapat dilakukan dengan mekanisme Wald-test. Jika
pengujian tidak menolak hipotesis nol, maka koefisien indifidual bersifat random
dan identik dengan rata-ratanya. Dalam hal ini, estimasi dilakukan pada model
yang mengasumsikan slope bersifat homogen seperti pada persamaan (3.2) sampai
(3.3).
Terdapat beberapa asumsi dasar yang melandasi penentuan model data
panel. Asumsi dasar ini ditentukan oleh conditionality dari variabel bebas (xi,t)
37
yang digunakan dalam model data panel itu sendiri. Asumsi dasar dimaksud
adalah sebagai berikut :
1. Individual-varying time-invariant, dimana nilai variabel (baik kuantitatif
maupun kualitatif) yang sama untuk sebuah unit kerat lintang sepanjang waktu
namun berbeda antar unit kerat lintang. Contohnya adalah jenis kelamin, latar
belakang sosioekonomi dan sebagainya.
2. Period-varying individual-invariant, dimana nilai variabel (baik kuantitatif
maupun kualitatif) sama untuk semua unit kerat lintang namun berubah
menurut runtun waktu. Contohnya adalah tingkat bunga.
3. Individual time-varying variables, dimana nilai variabel (baik kuantitatif
maupun kualitatif) bervariasi antar unit kerat lintang dan waktu. Contohnya
adalah keuntungan perusahaan, tingkat penjualan.
Dari pemilihan model tersebut di atas kemudian akan menentukan metode
estimasi dari model panel panel yang dipilih. Terdapat tiga metode dalam
mengestimasi data panel, yaitu:
1. Pooled Least Square (PLS)
Dalam metode ini terdapat (K) regressor dalam )( itx , kecuali konstanta.
Metode ini juga dikenal sebagai Common Effect Model (CEM). Jika efek
individual )( iα konstan sepanjang waktu (t) dan spesifik terhadap setiap unit (i)
maka modelnya akan sama dengan model regresi biasa. Jika nilai )( iα sama untuk
setiap unitnya, maka OLS akan menghasilkan estimasi yang konsisten dan efisien
untuk (α) dan (β). Oleh karena itu, metode ini dapat digunakan dalam
mengestimasi persamaan (3.2). Metode ini sederhana namun hasilnya tidak
38
memadai karena setiap observasi diperlakukan seperti observasi yang berdiri
sendiri.
2. Fixed Effects Model (FEM)
Model ini menggunakan semacam peubah boneka untuk memungkinkan
perubahan-perubahan dalam intersep- intersep kerat lintang dan runtut waktu
akibat adanya peubah-peubah yang dihilangkan. Intersep hanya bervariasi
terhadap individu namun konstan terhadap waktu sedangkan slopenya konstan
baik terhadap individu maupun waktu. Jadi iα adalah sebuah grup dari spesifik
nilai konstan pada model regresi. Formulasi umum model ini mengasumsikan
bahwa perbedaan antar unit dapat diketahui dari perbedaan nilai konstantanya.
Kelemahan model efek tetap adalah penggunaan jumlah derajat kebebasan yang
banyak serta penggunaan peubah boneka tidak secara langsung
mengidentifikasikan apa yang menyebabkan garis regresi bergeser lintas waktu
dan lintas individu. Modelnya ditulis sebagai iiii xy εβα ++= .
3. Random Effects Models (REM)
Intersepnya bervariasi terhadap individu dan waktu namun slopenya konstan
terhadap individu maupun waktu. Jadi )( iα adalah sebuah grup dari gangguan
khusus, mirip seperti )( itε kecuali untuk setiap grup ada nilai khusus yang masuk
dalam regresi secara identik untuk setiap perioda. Nilai )( iα terdistribusi secara
acak pada unit-unit kerat lintang. Metode ini juga dikena l sebagai variance
components estimation. Model ini meningkatkan efisiensi proses pendugaan
kuadrat terkecil dengan memperhitungkan pengganggu-pengganggu kerat lintang
39
dan deret waktu. Model estimasinya yang digunakan adalah
itiitiit xy εµβα +++= ' dengan )( iµ adalah nilai gangguan acak pada observasi
(i) dan konstan sepanjang waktu.
Dari penjabaran metode estimasi di atas dapat dikatakan bahwa FEM
digunakan atas asumsi bahwa dampak dari gangguan mempunyai pengaruh yang
tetap (dianggap sebagai bagian dari intersep). Sedangkan REM digunakan atas
asumsi bahwa gangguan diasumsikan bersifat acak. Penentuan model atas
pertimbangan perilaku dari gangguan yang bersifat tetap atau acak pada individu
(i) akan berpengaruh terhadap bias dari hasil estimasi. Bias yang terjadi akibat
kesalahan menentukan model berdasarkan perilaku gangguannya disebut dengan
selectivity bias.
3.3.3. Pemilihan Model Dalam Pengolahan Data
Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu dilakukan
berdasarkan pertimbangan statistik. Hal ini memiliki tujuan untuk memperoleh
dugaan yang efisien. Alur pengujian statistik untuk memilih model yang
digunakan dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1.
3.3.3.1 Chow Test
Chow Test dimana beberapa buku menyebutnya sebagai pengujian F-
statistik adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled
Least Square atau Fixed Effect. Sebagaimana yang diketahui bahwa terkadang
asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung
40
tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit cross section memiliki
perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai
berikut:
H0 : Model Pooled Least Square
H1 : Model Fixed Effect
Dasar penolakan terhadap Hipotesa Nol (H0) adalah dengan menggunakan F-
statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow:
CHOW = ( ) ( )
( ) ( )KNNTESS
NESSESS
−−
−−
2
21 1 (3.7)
Dimana:
1ESS = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect
2ESS = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square
N = Jumlah data cross section
T = Jumlah data time series
K = Jumlah variabel penjelas
Statistik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas
( )KNNTN −−− ,1 jika nilai CHOW statistics (F-stat) hasil pengujian lebih
besar dari F-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap
Hipotesa Nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect , dan
begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut sebaga i Chow Test karena
kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk menguji stabilitas
parameter (stability test).
41
Hausman Test
Chow Test
LM Test
Gambar 3.1. Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel
3.3.3.2.Hausman Test
Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita
dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect.
Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengandung suatu
unsur trade-off yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukan variabel dummy.
Namun, penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan
pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat.
Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:
H0 : Model Random Effect
H1 : Model Fixed Effect
Sebagai dasar penolakan Hipotesa Nol maka digunakan Statistik Hausman dan
membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:
m = ( )( ) ( )bMMb −−− − ββ 110 ~ ( )K2χ (3.8)
Dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor
statistik variabel random effect, 0M adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed
FIXED EFFECT
POOLED LEAST SQUARE
RANDOM EFFECT
42
effect model dan 1M adalah matriks kovarians untuk dugaan random effect model.
Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari 2χ - Tabel, maka cukup bukti untuk
melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan
adalah model fixed effect, dan begitu pula sebaliknya.
3.3.3.3.LM Test
LM Test atau lengkapnya The Breusch-Pagan LM Test digunakan sebagai
pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect atau Pooled Least
Square. LM Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:
H0 : Model Pooled Least Square
H1 : Model Random Effect
Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan statistik LM yang
mengikuti distribusi dari Chi-Square.
Statistik LM dihitung dengan menggunakan residual OLS yang diperoleh dari
hasil estimasi model Pooled, dimana:
( )
2
2
22
112
−
−=
∑∑∑
it
iT
TNT
LMε
ε ~ 2χ (3.9)
Jika nilai LM hasil perhitungan lebih besar dari 2χ - Tabel, maka cukup bukti
untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol, sehingga model yang
digunakan adalah model random effect, dan begitu pula sebaliknya.
43
3.3.4. Evaluasi Model
3.3.4.1.Multikolinearitas
Indikasi multikolinearitas tercermin dengan melihat hasil t dan F-statistik
hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t-statistik diduga tidak
signifikan sementara dari hasil F-hitung signifikan, maka patut diduga adanya
multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan menghilangkan variabel
yang tidak signifikan.
3.3.4.2.Autokorelasi
Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk
mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin-Watson
(DW) dalam Eviews. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka
dilakukan dengan membandingkan DW-statistik dengan DW-tabel. Adapun
kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai DW Hasil
4-dl < DW < 4 Tolak H0, korelasi serial negatif
4-dl < DW < 4-du Hasil tidak dapat ditentukan
2 < DW < 4-du Terima H0, tidak ada korelasi serial
du < DW < 2 Terima H0, tidak ada korelasi serial
dl < DW < dl Hasil tidak dapat ditentukan
0 < DW < dl Tolak H0, korelasi serial positif
Sumber: Holis (2006).
Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda
saling berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan melihat pola random error dari
44
hasil regresi. Pada analisis seperti yang dilakukan dalam model, jika ditemukan
korelasi serial, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan
konsisten. Perlakuan untuk pelanggaran ini adalah dengan menambahkan AR(1)
atau AR(2) dan seterusnya, tergantung dari banyaknya autokorelasi pada model
regresi yang kita gunakan.
3.3.4.3.Heteroskedastisitas
Dalam regresi linear ganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar
taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah Var (ui) = 2σ (konstan),
semua varian mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya, heteroskedastisitas
diperolah pada data cross section. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas,
maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata
lain, jika regresi tetap dilakukan meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka
pada hasil regresi akan terjadi “misleading” (Gujarati, 1995).
Untuk menguji adanya pelanggaran asumsi Heteroskedastisitas, digunakan
uji White-heteroskedasticity yang diperoleh dalam program Eviews. Dengan uji
white, membandingkan Obs* R-Squared dengan 2χ (Chi-Squared) tabel, jika
nilai Obs* R-Squared lebih kecil daripada 2χ -tabel maka tidak ada
heteroskedastisitas pada model. Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 4.1
yang menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights), maka
untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum
Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Squared Resid Unweighted
Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics < Sum Squared Resid
45
Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Perlakuan untuk
pelanggaran tersebut adalah dengan mengestimasi GLS dengan White
Heteroscedasticity.
3.3.5. Model Umum Penelitian
Model yang digunakan untuk melihat hubungan antara pembangunan
manusia dengan variabel-variabel penyusunnya adalah sebagai berikut:
tiitititititti prpkrlsamhahhpdrby ,54321, εβββββα ++++++= (3.10)
Dimana:
ity = Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
pdrb = PDRB per kapita dengan harga konstan tahun 2000 (Rupiah)
ahh = Angka Harapan Hidup (tahun)
amh = Angka Melek Huruf (persen)
rls = Rata-rata Lama Sekolah (tahun)
prpk = Rata-rata Pengeluaran Riil per Kapita (Rupiah)
α = Intersep
β = Slope
i = Individu ke-i
t = Periode waktu ke-t
ε = Error / simpangan
46
3.3.6. Kausalitas Bivariat Granger
Kausalitas Bivariat Granger dilakukan untuk melihat hubungan sebab
akibat diantara variabel-variabel yang digunakan dalam analisis. Terjadinya
kausalitas secara nyata atau tidak nyata, dapat diketahui dengan membandingkan
probabilitas dengan nilai kritis yang digunakan. Pada penelitian ini, apabila
probabilitas lebih besar dari 0.05 maka dikatakan tidak terjadi kausalitas yang
signifikan.
47
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Ketimpangan Pe mbangunan
Ketimpangan pembangunan berlangsung dan berwujud dalam berbagai
bentuk, aspek, dan dimensi. Bukan hanya berupa ketimpangan hasil pembangunan
dalam hal pendapatan tetapi juga dalam hal pembangunan manusia. Oleh karena
itu, dalam penelitian ini akan menganalisis ketimpangan-ketimpangan tersebut.
4.1.2. Ketimpangan Pendapatan
Ketimpangan pendapatan dapat diukur dan dijelaskan dengan
menggunakan beberapa rumus atau formula. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan rumus atau formulasi yang dikemukakan oleh Williamson (1965),
yang kemudian dikenal dengan CV Williamson (CVw). Nilai CVw yang kecil
menggambarkan tingkat ketimpangan yang rendah atau tingkat pemerataan yang
lebih baik, dan sebaliknya apabila nilai CVw besar maka menggambarkan tingkat
ketimpangan yang tinggi atau tingkat pemerataan yang semakin timpang. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan dua pendekatan dalam melakukan
perhitungan nilai indeks ketimpangan pendapatan. Dalam perhitungan pertama
(CVw*) menggunakan data PDRB per Kapita dengan menyertakan migas, dan
dalam perhitungan kedua (CVw**) menggunakan data PDRB per Kapita tanpa
menyertakan migas. Tujuan dari pendekatan tersebut adalah untuk mengetahui
kontribusi sektor migas terhadap nilai indeks ketimpangan.
48
Setelah dilakukan perhitungan terhadap ketimpangan pendapatan antar
propinsi di Indonesia, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai indeks ketimpangan
Indonesia berada pada kisaran 0.8, hal ini mengindikasikan bahwa nilai indeks
ketimpangan Indonesia berkategori tinggi. Selain itu, dapat dilihat juga bahwa
perkembangan ketimpangan mengalami fluktuasi dan mengalami perkembangan
yang kurang baik, dalam artian bahwa ketimpangan pendapatan antar propinsi
terlihat adanya kecenderungan yang semakin besar. Kondisi ini dapat diketahui
dari nilai penghitungan CV Williamson yang telah dilakukan seperti yang terlihat
pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar Propinsi di Indonesia Tahun 2001-2005 Tahun CVw* CVw** 2001 0.8375 0.8258 2002 0.8421 0.8453 2003 0.8293 0.8399 2004 0.8390 0.8534 2005 0.8418 0.8555
Sumber: BPS, 2007 (diolah).
Nilai yang dihasilkan dari perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai
ketimpangan pendapatan antar propinsi yang terjadi cenderung semakin
membesar. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa usaha dalam
menciptakan pemerataan pendapatan antar propinsi di Indonesia kurang berhasil,
walaupun tidak secara mutlak kondisi ini terjadi. Kenyataan ini dapat kita ketahui
dimana pada tahun 2001, indeks ketimpangan pendapatan antar propinsi di
Indonesia adalah 0.8375, kemudian pada tahun 2005 nilai indeks ketimpangan
pendapatan mengalami kenaikan sehingga mencapai 0.8418.
49
Seperti yang terlihat pada Tabel 4.1 hasil perhitungan perkembangan nilai
indeks ketimpangan dari tahun ke tahun mengalami kondisi yang naik turun. Pada
tahun 2001 sampai 2002 nilai indeks ketimpangan (CVw*) mengalami kenaikan
dengan masing-masing nilai sebesar 0.8375 menjadi 0.8421. Namun, pada tahun
2003 nilai indeks ketimpangan mengalami penurunan sebesar 0.0128 menjadi
0.8293. Hal ini disebabkan oleh tingginya pertumbuhan ekonomi pada tahun
2003, yang pada tahun 2002 adalah sebesar 1.47 meningkat menjadi 4.02. Hal
tersebut memicu turunnya indeks ketimpangan pada tahun yang sama. Namun,
peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut tidak berlangsung lama karena pada
tahun 2004, pertumbuhan ekonomi kembali turun menjadi 2.31. Sehingga indeks
ketimpangan mengalami peningkatan lagi menjadi sebesar 0.8390, seperti yang
terlihat pada Gambar 4.1. Kondisi peningkatan terus berlangsung sampai tahun
2005, sehingga nilai indeks ketimpangan menjadi sebesar 0.8418.
00.5
11.5
22.5
33.5
44.5
2002 2003 2004 2005
tahun
per
sen
Gambar 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Tahun 2001-2005
50
Namun, apabila diperhatikan dari hasil perhitungan tersebut terdapat perbedaan
nilai indeks ketimpangan antara CVw* dan CVw**. Nilai indeks ketimpangan
tanpa menyertakan sektor migas (CVw**) pada tahun 2001 adalah sebesar
0.82580, di tahun 2002 meningkat menjadi 0.8453. Pada tahun 2003 nilai indeks
ketimpangan tanpa menyertakan sektor migas mengalami penurunan menjadi
0.8399. Kemudian terjadi peningkatan di tahun 2004 dan 2005. Dimana nilai
indeks ketimpangan tanpa menyertakan sektor migas di tahun 2004 adalah
0.8534, dan di tahun 2005 adalah 0.8555.
Dengan tidak menyertakan sektor migas pada PDRB, perhitungan nilai
indeks ketimpangan menghasilkan nilai indeks yang lebih besar daripada dengan
menyertakan sektor migas. Nilai indeks ketimpangan yang lebih besar tersebut
terjadi karena hanya terdapat empat propinsi saja yang memiliki sumbangan
terbesar PDRB dari sektor migas, empat propinsi tersebut antara lain; NAD, Riau,
Kalimantan Timur dan Papua. Kontribusi sektor migas terhadap PDB Indonesia
hanya berkisar antara 8.9 – 10.9 persen saja berbeda dengan era sebelum otonomi
daerah dimana sektor migas memiliki kontribusi yang besar bagi PDB sehingga
apabila sektor migas dikeluarkan dari perhitungan, maka kondisi ketimpangan
pendapatan Indonesia akan menjadi lebih besar.
51
0.81000.81500.82000.82500.83000.83500.84000.84500.85000.85500.8600
2001 2002 2003 2004 2005
tahun
ind
eks
CVw**CVw*
Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Perhitungan Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar Propinsi di Indonesia Tahun 2001-2005
4.1.2. Ketimpangan Pembangunan Manusia
Untuk menganalisis ketimpangan dalam hal pembangunan manusia akan
dilakukan dengan analisis deskriptif dengan mengintepretasikan data yang telah
diperoleh dan diolah dari BPS. Dalam penelitian ini, untuk menggambarkan
kondisi ketimpangan dalam hal pembangunan manusia Indonesia, digunakan
indikator IPM. Penggunaan indikator ini dinilai cukup representatif untuk melihat
kondisi pembangunan manusia (UNDP, 2004).
Tabel 4.2 menunjukkan bagaimana kondisi ketimpangan pembangunan
manusia yang terjadi di Indonesia. Seperti yang terlihat dalam Tabel 4.2, rata-rata
nilai IPM Indonesia adalah 69.5. Hal tersebut menjadikan pembangunan manusia
Indonesia pada kategori menengah (Todaro, 2003). Namun, dari 30 propinsi,
terdapat 15 propinsi yang masih berada dibawah rata-rata, hal tersebut
mengindikasikan adanya ketimpangan dalam hal pembangunan manusia. Tabel
52
4.2 memperlihatkan perbedaan yang signifikan diantara 30 propinsi yang
dianalisis, dari DKI Jakarta yang memiliki nilai IPM sebesar 76.1 sampai Nusa
Tenggara Barat yang memiliki nilai IPM sebesar 62,4.
Tabel 4.2 Perbandingan Peringkat PDRB Per Kapita dengan IPM antar Propinsi di Indonesia Tahun 2005.
Propinsi
PDRB Per Kapita (Rp Juta)
rank
IPM
rank
DKI Jakarta 33.325 1 76.1 1 Sulawesi Utara 5.987 16 74.2 2 DI Yogyakarta 5.066 19 73.5 3 Kalimantan Tengah 7.290 8 73.2 4 Riau 18.733 3 72.9 5 Kalimantan Timur 32.852 2 72.9 6 Sumatera Utara 7.059 10 72.0 7 Sumatera Barat 6.386 13 71.2 8 Bengkulu 4.027 25 71.1 9 Jambi 4.788 20 71.0 10 Bangka Belitung 7.883 6 70.7 11 Sumatera Selatan 7.318 7 70.2 12 Jawa Barat 6.308 14 69.9 13 Jawa Tengah 4.471 22 69.8 14 Bali 6.228 15 69.8 15 Maluku 2.604 27 69.2 16 NAD 8.667 5 69.0 17 Lampung 4.121 23 68.8 18 Banten 6.436 12 68.8 19 Sulawesi Tengah 5.111 18 68.5 20 Jawa Timur 7.064 9 68.4 21 Sulawesi Tenggara 4.089 24 67.5 22 Gorontalo 2.196 30 67.5 23 Kalimantan Selatan 6.568 11 67.4 24 Maluku Utara 2.530 28 67.0 25 Sulawesi Selatan 4.664 21 66.9 26 Kalimantan Barat 5.787 17 66.2 27 Nusa Tenggara Timur 2.286 29 63.6 28 Papua 9.771 4 63.5 29 Nusa Tenggara Barat 3.639 26 62.4 30 Indonesia
7.775
69.5
Sumber: BPS, 2007 (diolah).
53
Hal yang sangat menarik perhatian disini adalah daerah yang memiliki
potensi SDA yang kaya dan tingkat PDRB per kapita yang tinggi seperti NAD.
Propinsi yang berada pada peringkat lima besar dalam PDRB per kapita ini hanya
berada pada peringkat 17 pada pembangunan manusia. Lebih parah lagi, propinsi
Papua yang memiliki PDRB per kapita terbesar keempat di Indonesia dan
merupakan propinsi yang memiliki kekayaan SDA ini hanya menduduki peringkat
29 pada pembangunan manusia. Hal ini, menunjukkan bahwa selama ini
penerimaan pendapatan propinsi Papua tidak semuanya dialokasikan untuk
pembangunan manusia. Berbeda dengan propinsi-propinsi lain yang terbelakang
dalam perolehan PDRB per kapita seperti D.I Yogyakarta, Sulawesi Utara,
Bengkulu dan Jambi, propinsi-propinsi tersebut telah berhasil mengkonversikan
pertumbuhan ekonomi menjadi pembangunan manusia, hal ini terbukti pada
peringkat propinsi-propinsi tersebut yang berada pada sepuluh besar dalam
pembangunan manusia. Hal inilah yang memicu adanya ketimpangan dalam hal
pembangunan manusia. Untuk melihat lebih jelas kondisi pertumbuhan PDRB per
kapita dan IPM dapat dilihat pada Gambar 4.3.
54
0.160.140.120.100.080.060.040.020.00-0.02
ipm
0.20
0.10
0.00
-0.10
pd
rb_p
er_k
apit
a
30
29
28
27
26
25
24
23
22
211918
1716
15
14
13
1210 9
8
7
6
5
4
32
1
R Sq Linear = 0.001
Keterangan: 1. NAD 11. Jabar 21. Kalsel 2. Sumut 12. Jateng 22. Kaltim 3. Sumbar 13. DIY 23. Sulut 4. Riau 14. Jatim 24. Sulteng 5. Jambi 15. Banten 25. Sulsel 6. Sumsel 16. Bali 26. Sultra 7. Bengkulu 17. NTB 27. Gorontalo 8. Lampung 18. NTT 28. Maluku 9. Babel 19. Kalbar 29. Malut 10. Jakarta 20. Kalteng 30. Papua
Gambar 4.3 Kondisi dan Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia.
Pada Era Otonomi Daerah, tingkat ketimpangan pembangunan antar
wilayah di Indonesia cenderung semakin membesar. Hal ini tidak sesuai dengan
tujuan pemerintah yang pada pelaksanaan Otonomi Daerah diharapkan
ketimpangan pembangunan akan berkurang. Hal ini disebabkan adanya kesalahan
55
dalam formulasi DAU yang menyebabkan daerah yang tidak memiliki celah fiskal
(selisih antara kebutuhan daerah dengan potensi penerimaan dari daerah) ikut
menikmati porsi dari DAU tersebut, sehingga daerah yang kaya akan potensi SDA
akan semakin kaya dan daerah yang tidak memiliki potensi SDA akan semakin
miskin. Selain itu, alokasi dari DAU sebesar 70 - 80 persen digunakan untuk
membiayai pengeluaran operasional kepegawaian sedangkan sisanya digunakan
untuk kebutuhan lain- lain termasuk untuk sektor pendidikan dan kesehatan.
Sehingga pembangunan manusia menjadi sedikit terabaikan.
4.2. Hasil Estimasi Model dan Uji Asumsi OLS Klasik
Hasil estimasi terhadap fungsi dalam penelitian ini akan ditampilkan
dengan menggunakan program software Eviews 5.1 dengan berbagai kelebihan
dan kelemahan penggunaan program software tersebut. Model untuk propinsi-
propinsi yang diteliti menggunakan estimasi data panel sebagaimana diuraikan
pada metode penelitian ini.
Model panel data memiliki tiga model yaitu Pooled (OLS), Fixed Effect
(LSDV) atau model efek tetap dan Random Effect (GLS) atau model efek acak.
Dikarenakan model pooled mengasumsikan bahwa intersept dan slope dari
persamaan regresi dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu,
maka model pooled tidak dapat digunakan pada penelitian ini. Sehingga model
yang akan digunakan adalah antara model fixed effect dan model random effect.
Untuk mengetahui model mana yang akan dipilih, maka dapat dilakukan Uji
Hausman (Hausman Test). Berdasarkan Uji Hausman maka didapatkan nilai
56
statistik Hausman sebesar 24.65673 dengan nilai probabilitas (P-Value) sebesar
0.000162 dan nilai 2χ sebesar 11.0705 yang berarti bahwa kita menolak hipotesis
untuk menggunakan model efek acak. Berdasarkan hasil pengujian ini maka akan
digunakan model efek tetap (fixed effect) untuk mengestimasi model penelitian
ini. Dalam penelitian ini tidak menggunakan Uji Chow (Chow Test) dan Uji LM
(LM Test), karena kita tidak dapat menganalisis heterogenitas individu jika
melakukan estimasi dengan menggunakan metode pooled least square.
Selain itu, beberapa dasar pertimbangan untuk memilih model fixed effect
adalah dikarenakan unit cross section yang dipilih dalam sample tidak diambil
secara acak dan pemilihan model fixed effect ini dimaksudkan untuk memberikan
keleluasan dalam melihat heterogenitas tiap unit cross section dalam sample
penelitian. Dengan model fixed effect, intersep antar unit cross section dapat
bervariasi, dan perbedaan nilai konstanta ini diasumsikan sebagai perbedaan antar
unit cross section.
Hasil estimasi dengan menggunakan model efek tetap (fixed effect model),
dapat dilihat dalam Tabel 4.3. Model ini menunjukan variabel yang sama untuk
setiap individu pengamatan. Variabel penjelas yang signifikan secara statistik
dengan tingkat α = 5 persen adalah variabel AHH, AMH, RLS dan PRPK,
sedangkan untuk variabel PDRB tidak signifikan secara statistik dengan tingkat
α = 5 persen. Model estimasi pada tabel 4.3 tidak memenuhi asumsi klasik OLS
atau belum terbebas dari masalah statistik. Untuk itu, maka dilakukan estimasi
dengan menggunakan estimasi model Fixed Effect dengan pembobotan (Cross
Section Weights) dan White Cross Section Covariance.
57
Tabel 4.3 Hasil Estimasi Fungsi dengan menggunakan Model Efek Tetap dengan Pembobotan (Cross Section Weights) dan White Cross Section Covariance.
Variable Coefficient Standard Error
t-Statistic Probability
C -2.194935 0.495948 -4.425740 0.0000 LOG(PDRB) 0.009577 0.011436 0.837431 0.4041 LOG(AHH) 0.262067 0.090641 2.891254 0.0046
AMH 0.003425 0.000947 3.617983 0.0004 LOG(RLS) 0.130123 0.031300 4.157242 0.0001
LOG(PRPK) 0.715975 0.044756 15.99720 0.0000 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variabel)
Weighted Statistics
R-squared 0.990909 Mean dependent var. 5.683910 Adjusted R-squared 0.988222 S.D. dependent var. 3.924492 S.E. of regression 0.011681 Sum squared resid 0.015691 F-statistik 368.6918 Durbin-Watson stat. 2.463235 Prob(F-statistik) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.990131 Mean dependent var. 4.202651 Sum squared resid 0.017035 Durbin-Watson stat. 2.109118 Sumber: BPS, 2007 (diolah).
Nilai R2 atau koefisien determinasi pada hasil estimasi model adalah
sebesar 0.9909, hal ini menunjukan bahwa 99.09 persen keragaman (shifting)
pembangunan manusia yang terjadi pada propinsi-propinsi di Indonesia dapat
dijelaskan oleh model diatas, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain
diluar model. Hasil uji ini diperkuat dengan tingginya probabilitas F-statistik yang
signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen dan tingkat α = 5 persen yaitu
sebesar 0.00 yang berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata
terhadap variabel terikat sehingga model penduga sudah layak untuk menduga
parameter yang ada dalam fungsi.
58
Menurut Gujarati (1995), untuk memilih model yang terbaik juga harus
memenuhi asumsi klasik regresi. Oleh karena itu, model Fixed Effect dengan
pembobotan (Cross Section Weights) dan White Cross Section Covariance, harus
dilakukan uji OLS klasik. Uji OLS klasik yang dilakukan adalah model harus
terbebas dari Autokorelasi, Heteroskedastisitas dan Multikolinearitas.
Untuk melihat ada atau tidaknya Autokorelasi dapat dilihat dari nilai
Durbin-Watson (DW), jika DW mendekati 2 maka diasumsikan model tidak
mengandung Autokerelasi. Hasil estimasi dalam penelitian ini tidak bisa
menentukan ada atau tidaknya autokorelasi, dimana 4-du(2.17)<DW(2.46)<4-
dl(2.93). Hal ini bisa terjadi karena jumlah series yang digunakan hanya 5 tahun.
Asumsi adanya autokorelasi dapat diabaikan dalam penelitian ini. Langkah
selanjutnya adalah mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas. Karena
dalam mengestimasi model diberi perlakuan cross section weights dan white
heteroscedasticity-consistent standard error and covariance, maka asumsi adanya
heteroskedastisitas dapat diabaikan.
Untuk melihat ada atau tidaknya multikolinearitas, dapat dilihat dari hasil t
dan F-statistik hasil regresi. Dari statistik hasil regresi, kita melihat bahwa F-
statistik signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen dan taraf nyata α = 5
persen dengan nilai probabilitas F-statistik sebesar 0.00.
Berdasarkan estimasi dan evaluasi dengan menggunakan uji syarat OLS
klasik terhadap model fixed effect dengan perlakuan cross section weights dan
white heteroscedasticity-consistent standard error and covariance, maka model
tersebut merupakan model terbaik yang dapat digunakan untuk penelitian ini.
59
4.3. Intepretasi Model Fixed Effect dengan Perlakuan Cross Section Weights dan White Heteroscedasticity-consistent Standard Error and Covariance
Setelah mengestimasi model maka langkah selanjutnya adalah intepretasi
terhadap persamaan regresi dari model di atas. Model tersebut menunjukan bahwa
variabel Angka Harapan Hidup atau AHH berpengaruh signifikan terhadap
pembangunan manusia dan berhubungan positif. Koefisien AHH sebesar
0.262067 artinya, jika terjadi peningkatan dari angka harapan hidup sebesar 1
persen, maka indeks pembangunan manusia akan naik sebesar 0.262067 persen.
Hal ini menjelaskan bahwa apabila angka harapan hidup penduduk Indonesia
menjadi lebih tinggi, maka Indeks Pembangunan Manusia akan menjadi lebih
tinggi juga, dengan demikian hal tersebut turut mendorong pembangunan manusia
Indonesia.
Variabel Angka Melek Huruf atau AMH berpengaruh signifikan terhadap
pembangunan manusia dan memiliki hubungan yang positif. Koefisien AMH
memiliki nilai sebesar 0.003425, artinya jika terjadi peningkatan angka melek
huruf sebesar 1 persen, maka indeks pembangunan manusia akan naik sebesar
0.003425 persen. Dengan tingginya angka melek huruf, maka kesejahteraan
masyarakat pun akan semakin bertambah karena kemampuan masyarakat untuk
membaca menjadi lebih tinggi. Hal ini memudahkan masayarakat untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih layak sehingga pendapatan mereka akan
bertambah.
Variabel Rata-Rata Lama Sekolah atau RLS berpengaruh signifikan
terhadap pembangunan manusia dan memiliki hubungan yang positif. Koefisien
60
RLS memiliki nilai sebesar 0.130123, artinya jika terjadi peningkatan rata-rata
lama sekolah sebesar 1 persen, maka indeks pembangunan manusia akan naik
sebesar 0.130123 persen. Dengan bertambahnya rata-rata lama sekolah akan
menjadikan tingkat pendidikan penduduk masyarakat menjadi lebih tinggi, hal ini
sangat positif karena dengan demikian masyarakat dapat mencari pekerjaan yang
lebih baik dengan penghasilan yang lebih besar. Dengan penghasilan yang lebih
besar itulah masyarakat dapat lebih mensejahtaerakan hidupnya.
Variabel Pengeluaran Riil Per Kapita atau PRPK berpengaruh signifikan
terhadap pembangunan manusia dan memiliki hubungan yang positif. Koefisien
PRPK memiliki nilai sebesar 0.715975, artinya jika terjadi peningkatan rata-rata
pengeluaran riil per kapita sebesar 1 persen, maka indeks pembangunan manusia
akan naik sebesar 0.715975 persen. Apabila pengeluaran riil masyarakat
bertambah, maka dengan demikian pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan
akan bertambah sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat pun akan meningkat.
Variabel PDRB berpengaruh tidak signifikan terhadap pembangunan
manusia dan berhubungan positif. Koefisien PDRB sebesar 0.009577, artinya jika
PDRB per Kapita naik sebesar 1 persen maka akan terjadi peningkatan
pembangunan manusia sebesar 0.009577 persen. Ini tidak sesuai dengan hipotesis
bahwa terjadi korelasi atau hubungan yang signifikan antara pertumbuhan
ekonomi dengan pembangunan manusia.
Dari hasil perhitungan, dapat dilihat bahwa variabel yang paling signifikan
adalah variabel PRPK atau Pengeluaran Riil Per Kapita. Hal ini terlihat dari nilai
koefisien PRPK sebesar 0.715975, yang merupakan nilai terbesar diantara
61
variabel-variabel lainnya dan nilai probabilitas sebesar 0.0000. Hal tersebut
menandakan bahwa variabel PRPK merupakan variabel yang sangat berpengaruh
terhadap pembangunan manusia. Hal ini dikarenakan, untuk mendapatkan
pendidikan yang lebih tinggi dan tingkat kesehatan yang lebih baik, yang
merupakan indikator kesejahteraan masyarakat, masyarakat harus melakukan
pengeluaran yang lebih banyak. Dengan demikian akan tercapai kesejahteraan
masyarakat dan meningkatkan indeks pembangunan manusia.
4.4. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Dengan Kesejahteraan Masyarakat
Dalam penelitian ini, pertumbuhan ekonomi direpresentasikan oleh
pertumbuhan PDRB perkapita dan untuk kesejahteraan masyarakat
direpresentasikan oleh indeks pembangunan manusia. Setelah melihat hasil
perhitungan dengan menggunakan metode panel data, seperti yang terlihat pada
Tabel 4.3, menunjukan bahwa variabel PDRB berpengaruh tidak signifikan
terhadap pembangunan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa antara pertumbuhan
ekonomi dengan pembangunan manusia tidak memiliki hubungan yang
signifikan.
Untuk melihat lebih jelas hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan
pembangunan manusia, maka digunakan Uji Kausalitas Bivariat Granger. Pada
penelitian ini, Uji Kausalitas dilakukan dengan menggunakan Pairwise Granger
Causality yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.
62
Tabel 4.4 Pairwise Granger Causality Tests Null Hypothesis:
Obs. F-Statistic Probability
PDRB does not Granger Cause IPM 90 0.26263 0.76964 IPM does not Granger Cause PDRB 2.34783 0.10175 Sumber: BPS, 2007 (diolah).
Pada uji kausalitas ini, H0 yang diuji adalah adanya hubungan kausalitas diantara
kedua variabel, sementara H1 adalah tidak adanya hubungan kausalitas diantara
kedua variabel. Untuk menerima atau menolak H0, digunakan nilai probabilitas
yang dibandingkan dengan nilai kritis 0.05. Bila nilai probabilitas lebih besar dari
nilai kritis maka tolak H0 atau dengan kata lain tidak terdapat hubungan diantara
variabel-variabel yang diuji. Pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa angka
probabilitas PDRB terhadap IPM sebesar 0.76964 dan angka probabilitas IPM
terhadap PDRB adalah sebesar 0.10175. Kedua angka probabilitas tersebut lebih
besar dari nilai kritis 0.05 sehingga H0 dapat ditolak, hal ini menunjukan bahwa
tidak terdapat hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dengan
pembangunan manusia.
Namun, jika dilihat dari segi korelasinya, antara pertumbuhan ekonomi
dengan pembangunan manusia memiliki korelasi yang positif seperti yang terlihat
pada Gambar 4.3. Korelasi yang positif dapat dilihat pada garis kemiringan
(slope) yang menaik keatas, hal ini menunjukkan bahwa variabel PDRB dan
variabel IPM bervariasi dengan arah yang sama. Pada Gambar 4.3.
memperlihatkan korelasi antara pertumbuhan ekonomi, yang direpresentasikan
dengan laju pertumbuhan PDRB perkapita tahun 2001-2005, dengan
pembangunan manusia, yang direpresentasikan dengan laju pertumbuhan indeks
pembangunan manusia tahun 2001-2005.
63
Dari data tersebut, dengan menggunakan software SPSS 13.0, korelasi
dapat diuji dengan menggunakan Pearson Correlation seperti yang terlihat pada
Tabel 4.5 Pada uji korelasi ini, H0 yang diuji adalah tidak adanya korelasi diantara
kedua variabel, sementara H1 adalah adanya korelasi diantara kedua variabel.
Untuk menerima atau menolak H0, digunakan nilai probabilitas yang
dibandingkan dengan nilai kritis 0.05. Bila nilai probabilitas lebih kecil dari nilai
kritis maka tolak H0 atau dengan kata lain terdapat korelasi diantara variabel-
variabel yang diuji. Pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa angka probabilitas antara
kedua variabel adalah sebesar 0.047. Angka probabilitas tersebut lebih kecil dari
nilai kritis 0.05 sehingga H0 dapat ditolak, hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia.
Tabel 4.5 Pearson Correlation IPM PDRB IPM Pearson Correlation 1 0.047 Sig. (2-tailed) 0.805 N 30 30 PDRB Pearson Correlation 0.047 1 Sig. (2-tailed) 0.805 N 30 30
Sumber: BPS, 2007 (diolah).
Setelah melakukan analisis perhitungan mengenai hubungan kausalitas
dan korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia,
didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan kausalitas antara pertumbuhan
ekonomi dengan pembangunan manusia dan korelasi antara kedua variabel
tersebut adalah positif.
Hal tersebut terjadi karena dalam upaya mempercepat pertumbuhan
ekonomi, pemerintah daerah kurang memperhatikan pembangunan manusia.
64
Sehingga tingginya pertumbuhan ekonomi tidak menjamin terjadinya hal yang
sama pada pembangunan manusia. Meskipun sudah diberlakukannya Otonomi
Daerah yang bertujuan untuk mengatasi masalah tersebut, namun masih ada
kesalahan dalam formulasi DAU. Daerah yang tidak memiliki celah fiskal (selisih
antara kebutuhan daerah dengan potensi penerimaan dari daerah) ikut menikmati
porsi dari DAU tersebut, sehingga daerah yang kaya akan potensi SDA akan
semakin kaya dan daerah yang tidak memiliki potensi SDA akan semakin miskin.
Selain itu, alokasi dari DAU sebesar 90 persen digunakan untuk membiayai
pengeluaran operasional kepegawaian sedangkan sisanya digunakan untuk
kebutuhan lain- lain termasuk untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Sehingga
pembangunan manusia menjadi sedikit terabaikan.
65
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan penghitungan terhadap indeks ketimpangan pendapatan
antar propinsi di Indonesia, didapatkan hasil bahwa ketimpangan pendapatan antar
propinsi di Indonesia berada pada kategori tinggi. Indeks ketimpangan tersebut
mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya kecuali pada tahun 2003, dimana
pada saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Hal ini menandakan bahwa usaha pemerintah selama ini
dalam mengurangi ketimpangan pendapatan kurang berhasil walaupun tidak
secara mutlak kondisi ini terjadi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia adalah Angka
Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah
(RLS) dan Pengeluaran Riil Per Kapita (PRPK). Namun, faktor yang paling
berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia Indonesia adalah
pengeluaran riil perkapita masyarakat. Hal ini dikarenakan, untuk mendapatkan
pendidikan yang lebih tinggi dan tingkat kesehatan yang lebih baik, yang
merupakan indikator kesejahteraan masyarakat, masyarakat harus melakukan
pengeluaran yang lebih banyak. Dengan demikian akan tercapai kesejahteraan
masyarakat dan meningkatkan indeks pembangunan manusia.
Berdasarkan hasil analisis terhadap hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat, dapat ditarik kesimpulan bahwa,
66
hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat di
daerah yang bersangkutan sangat lemah. Tingginya kekayaan daerah tidak secara
signifikan diikuti oleh tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi pula. Jadi
terdapat kegagalan untuk merefleksikan pertumbuhan ekonomi menjadi
perkembangan pembangunan manusia, khususnya di beberapa daerah yang kaya
akan sumber daya alam. Jika ditelusuri lebih dalam, ternyata tingkat kesejahteraan
masyarakat di daerah kaya kurang lebih sama dengan rata-rata nasional, bahkan
untuk kasus Papua ternyata tingkat kesejahteraan masyarakatnya jauh tertinggal
dari rata-rata nasional.
Lemahnya hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan
manusia diakibatkan oleh ketidakjelasan fungsi distribusi antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah dan formula yang salah dalam merumuskan redistribusi
fiskal atau DAU juga berperan dalam meningkatkan ketimpangan pembangunan.
Bagaimana tidak, apabila pemerintah daerah masih harus menanggung biaya
operasional kepegawaian sendiri. Hal ini menyebabkan anggaran belanja rutin
daerah akan tersita 70 - 80 persen, dengan anggaran kepegawaian sebesar itu,
maka hanya tersedia sedikit untuk anggaran yang dapat mendukung
perkembangan pembangunan manusia seperti sektor pendidikan dan kesehatan.
5.2 Saran
Untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antar propinsi di
Indonesia, pemerintah hendaknya mengeluarkan kebijakan pemerataan yang
memberikan ksempatan pada daerah-daerah kaya SDA untuk mencapai tingkat
67
kesejahteraan lebih tinggi yang relatif lebih berimbang dengan tingginya tingkat
PDRB di daerah yang bersangkutan. Kebijakan tersebut tetap harus memberikan
jaminan bahwa setiap daerah akan mampu memberikan suatu standar
kesejahteraan minimal yang disepakati bersama sebagai komitmen nasional.
Selama ini, 20 persen dana anggaran untuk kesehatan hanya digunakan
untuk membangun bangunan seperti rumah sakit saja, tetapi tidak digunakan
untuk memperbaiki kualitas layanan kesehatan Indonesia. Oleh karena itu,
seyogyanya pemerintah lebih alokatif dalam penyaluran anggaran, akan lebih baik
apabila anggaran tersebut lebih dititikberatkan pada peningkatan kualitas layanan
kesehatan, terutama yang memihak masyarakat miskin. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
68
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, R. 2002. Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai
Suatu Alternatif. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Produk Domestik Regional Bruto Propinsi di
Indonesia 2001 - 2005. BPS, Jakarta. Baltagi, B.H. 1995. Econometrics Analysis of Panel Data. Third Edition. John
Wiley and Sons, Chicester. Daryanto, A dan N. Nuryartono. 2007. Penguatan Ketahanan Masyarakat Desa
(Community Resilience) dalam Pembangunan Sosial Ekonomi Desa. Paper dipresentasikan pada Seminar Desa Mandiri Menuju 2030. Mei 2007. Bogor.
Devas, N. 1989. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. UI Press, Jakarta. Dumairy, 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga. Jakarta. Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. McGraw-Hill, New York. Hanie. 2006. Analisis Konvergensi Nominal dan Riil diantara Negara-negara
ASEAN-5, Jepang dan Korea Selatan [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Haris, S. 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Desentralisasi,
Demokratisasi dan Akuntabilitas Pemerintah Daerah. LIPI Press, Jakarta. Hendra. 2004. Peranan Sektor Pertanian Dalam mengurangi Ketimpangan
Pendapatan Antardaerah di Propinsi Lampung [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Holis, A. 2006. Relevankah Merger Bank di Indonesia? (Pendekatan Efisiensi
dan Skala Ekonomi) [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
International Centre of Applied Financial and Economy dan Bank Indonesia.
2006. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Perkonomian Daerah [Working Paper]. PPSK-BI, Jakarta.
69
Jhingan, M.L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Lypsey, R.G, P.N Courant, D.D Purvis dan P.O Steiner. 1997. Pengantar
Makroekonomi. Bina Rupa Aksara, Jakarta. Mankiw, N.G. 2003. Teori Makro Ekonomi. Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta. Mattola, A.Z. 1985. Peran Sektor Pertanian Terhadap Peningkatan dan
Pemerataan Pendapatan Daerah di Jawa Barat. Program Perencanaan Wilayah dan Kota, Pasca Sarjana ITB. Bandung.
Mydrall, G. 1957. Economic Theory and Underdeveloped Region. Methuen.
London. Nicholson, W. 1999. Teori Mikroekonomi: Prinsip Dasar dan Perluasan. Edisi
Kelima. Drs. Daniel Wirajaya [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta. Pasaribu, S.H, D. Hartono dan T. Irawan. 2005. Pedoman Penulisan Skripsi.
Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Supriyantoro, G. 2005. Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota
di Propinsi Jawa Tengah [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tadjoedin, M.Z, dkk. 2001. Aspirasi Terhadap Ketidakmerataan: Disparitas
Regional dan Konflik Vertikal di Indonesia. UNSFIR Working Paper. Jakarta.
Tambunan, T.T.H. 2003. Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting.
Ghalia Indonesia, Jakarta. Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer. 2006. Pengolahan Data
Statistik dengan SPSS 14. Salemba Infotek, Jakarta. Tim Penyusun. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.
Todaro. M.P dan S. C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Kedelapan. Erlangga, Jakarta.
United Nation Development Program. 2001. Indonesia National Human
Development Report 2001. BPS, Jakarta. United Nation Development Program. 2004. Indonesia National Human
Development Report 2004. BPS, Jakarta.
70
Walpole, R.E. 1982. Pengantar Statistik. Edisi Ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wijaya, Adi. 2001. Kajian Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Wilayah
Indonesia. PEP-LIPI, Jakarta. Williamson, J.G. 1965. Regional and Equility and The Process of National
Development: A Description Patern. Economic Development and Cultural Change, Vol. 13, No. 4, Hal. 3-45.
71
Lampiran 1. PDRB per Propinsi dengan menyertakan Sektor Migas tahun 2001-2005 (dalam juta)
Propinsi
2001 2002 2003 2004 2005
NAD 35262979.69 42338751.33 44677163.2 40374282.3 34942300.38 Sumut 71908359.19 75189140.89 78805608.56 83328948.58 87897791.21 Sumbar 23727373.94 24840187.76 26146781.63 27578136.58 29159480.54 Riau 94381592.38 96872503.01 99853745.5 103725782.4 109665087 Jambi 10205592.3 10803423.29 11343279.54 11953885.47 12619972.18 Sumsel 42337430.46 43643276.17 45247400.63 47344395 49634518 Bengkulu 5070101.65 5310017.09 5595028.74 5896255.33 6239364.35 Lampung 24079607.66 25433275.29 26898051.9 28262288.53 29325618.28 Babel 6461874.79 6904686.93 7719713.28 7966849.48 8225704.3 DKI 238656137.3 250331156.6 263624241.9 278524822.2 295270318.9 Jabar 203369000 211391702.7 221628173.7 233057690.9 245798061.8 Jateng 118816400.3 123038541.1 129166462.5 135789872.3 143051213.9 DIY 14055070.59 14687284.33 15360408.85 16146423.44 16939682.45 Jatim 210448570.2 218452389.1 228884458.5 242228892.2 256374726.8 Banten 47495383.36 49449321.34 51957457.73 54880406.5 58106948.22 Bali 17879875.31 18423860.69 19080895.84 19963243.81 21072444.79 NTB 13085322.55 13544495.89 14073340.01 14953219.73 15225043.18 NTT 8221573.17 8622490.95 9016717.28 9446769.83 9739372.29 Kalbar 19838486.33 20741896.8 21376951.43 22401190.28 23450354.71 Kalteng 11304871.77 11904502.01 12488475.1 13182799.17 13959955.73 Kalsel 17949190.96 18606511.92 19483168.54 20487442.09 21555200.75 Kaltim 86348106 87850398 89483542 91050494.61 93589180.92 Sulut 10928975.92 11291462.78 11652793.37 12149501.26 12744549.77 Sulteng 9089907.87 9600363.96 10196749.88 10925465.1 11728617.22 Sulsel 32323534.71 33645402.74 35410566.05 37291394.11 39544283.27 Sultra 6063985.85 6468061.84 6957662.46 7480180.34 8026856.22 Gorontalo 1554971.75 1655327.91 1769187.99 1891763.26 2025321.31 Maluku 2768291.36 2847739.01 2970465.69 3101995.93 3259244.35 Malut 1911042.79 1957715.68 2032571.71 2128108.25 2236798.65 Papua 24118805.33 25355899.56 25632583.48 21247338.44 27539679.71 Indonesia 46988747.18 49040059.56 51284454.9 53491994.58 56298256.37
72
Lampiran 2. PDRB per Propinsi dengan tidak menyertakan Sektor Migas tahun 2001-2005 (dalam juta)
Propinsi
2001 2002 2003 2004 2005
NAD 19539800.55 21095274.34 21875760.39 22260704.21 22528849.03 Sumut 71036930.25 74326325.49 77995379.46 82675238.79 87240282.6 Sumbar 23727373.94 24840187.76 26146781.63 27578136.58 29159480.54 Riau 46025833.9 49539638.16 53155905.15 57550892.72 62092389.57 Jambi 8724131.205 9264356.298 9778184.816 10411851.29 11062278.12 Sumsel 28804122.46 30083324.17 31810724.63 33969083 36318656 Bengkulu 5070101.648 5310017.091 5595028.739 5896255.329 6239364.35 Lampung 23749066.66 24676013.29 26065200.9 27567276.53 28765508.28 Babel 6461874.792 6904686.932 7253850.28 7566617.483 7907428.3 DKI 237381406.1 249097904.8 262564636 277537330.5 294354341.9 Jabar 193271945.1 201421740 211747822.4 223349891.7 236925108.2 Jateng 112343861.7 115762928.1 121271927.9 127212002.6 133578035.6 DIY 14055070.59 14687284.33 15360408.85 16146423.44 16939682.45 Jatim 209838116.3 217878040.3 228301906 241628131.3 255744992.9 Banten 47495383.36 49449321.34 51957457.73 54880406.5 58106948.22 Bali 17879875.31 18423860.69 19080895.84 19963243.81 21072444.79 NTB 13085322.55 13544495.89 14073340.01 14953219.73 15225043.18 NTT 8221573.172 8622490.949 9016717.279 9446769.833 9739372.285 Kalbar 19838486.33 20741896.8 21376951.43 22401190.28 23450354.71 Kalteng 11304871.77 11904502.01 12488475.1 13182799.17 13959955.73 Kalsel 17444474.45 18085603.67 18976955.82 19974565.85 21010075.84 Kaltim 32420024 34764412 36586682 39307500.7 41877513.81 Sulut 10919016.2 11273401.91 11631388.92 12127462.64 12725589.77 Sulteng 9089907.867 9600363.959 10196749.88 10925465.1 11728318.09 Sulsel 32252074.67 33569970.96 35333532.92 37211934.43 39460245.8 Sultra 6063985.853 6468061.842 6957662.455 7480180.344 8026856.217 Gorontalo 1554971.753 1655327.914 1769187.993 1891763.264 2025321.311 Maluku 2754707.62 2833834.735 2956167.351 3087487.405 3244432.59 Malut 1911042.786 1957715.678 2032571.708 2128108.255 2236798.653 Papua 23043358.18 24300199.65 24468120.1 19948610.54 26150247.49 Indonesia 41843623.7 43736106.04 45927545.79 48342018.11 51296530.54
73
Lampiran 3. Jumlah Penduduk per Propinsi tahun 2001-2005 Propinsi
2001 2002 2003 2004 2005
NAD 4142100 4166000 4213281 4075599 4031589 Sumut 11587713 11891742 11856907 12068731 12450911 Sumbar 4243510 4289647 4456816 4528242 4566126 Riau 4884308 5307863 5557880 5679643 5854067 Jambi 2436741 2479469 2568598 2619553 2635968 Sumsel 6932637 7170327 6486015 6596057 6782339 Bengkulu 1425271 1640597 1517181 1541551 1549273 Lampung 6720262 6862338 6928822 7028388 7116177 Babel 963043 913868 976031 1012655 1043456 DKI 8396500 8379069 8603776 8725630 8860381 Jabar 36070065 36914933 37980422 38472185 38965440 Jateng 31063818 31691866 32052840 32397431 31997968 DIY 3128735 3156229 3207385 3220808 3343651 Jatim 34703595 35148579 36499078 36396534 36294280 Banten 8258055 8529749 8956229 9083144 9028816 Bali 3156392 3216881 3351353 3393620 3383572 NTB 3862854 4127519 4005238 4076040 4184411 NTT 3991037 3924871 4073249 4139206 4260294 Kalbar 3788862 4167293 3947691 4010338 4052345 Kalteng 1838539 1947263 1826659 1867231 1914900 Kalsel 2999262 3054129 3174551 3219398 3281943 Kaltim 2489988 2566125 2704851 2761575 2848798 Sulut 1998463 2043742 2127820 2154235 2128780 Sulteng 2097977 2268046 2210100 2245242 2294841 Sulsel 7855472 8244890 8213864 8342083 8479133 Sultra 1815548 1915326 1875585 1911103 1963025 Gorontalo 850798 855057 881057 896004 922176 Maluku 1203877 1261083 1217472 1238812 1251539 Malut 784974 794024 853161 869235 884142 Papua 2155233 2387427 2349644 2502262 2818400 Indonesia 205845629 211315952 214673556 217072535 219188741
74
Lampiran 4. Indeks Pembangunan Manusia per Propinsi tahun 2001-2005 Propinsi
2001 2002 2003 2004 2005
NAD 65.3 66.0 67.4 68.7 69.0 Sumut 66.6 68.8 70.1 71.4 72.0 Sumbar 65.8 67.5 69.0 70.5 71.2 Riau 67.3 69.1 70.3 71.5 72.9 Jambi 65.4 67.1 68.6 70.1 71.0 Sumsel 63.9 66.0 67.8 69.6 70.2 Bengkulu 64.8 66.2 68.1 69.9 71.1 Lampung 63.0 65.8 67.1 68.4 68.8 Babel 63.9 65.4 67.5 69.6 70.7 DKI 72.5 75.6 75.7 75.8 76.1 Jabar 64.6 65.8 67.5 69.1 69.9 Jateng 64.6 66.3 67.6 68.9 69.8 DIY 68.7 70.8 71.9 72.9 73.5 Jatim 61.8 64.1 65.5 66.8 68.4 Banten 64.6 66.6 67.3 67.9 68.8 Bali 65.7 67.5 68.3 69.1 69.8 NTB 54.2 57.8 59.2 60.6 62.4 NTT 60.4 60.3 61.5 62.7 63.6 Kalbar 60.6 62.9 64.2 65.4 66.2 Kalteng 66.7 69.1 70.4 71.7 73.2 Kalsel 62.2 64.3 65.5 66.7 67.4 Kaltim 67.8 70.0 71.1 72.2 72.9 Sulut 67.1 71.3 72.4 73.4 74.2 Sulteng 62.8 64.4 65.9 67.3 68.5 Sulsel 63.6 65.3 65.3 65.3 66.9 Sultra 62.9 64.1 65.4 66.7 67.5 Gorontalo 67.1 64.1 64.8 65.4 67.5 Maluku 67.2 66.5 67.8 69.0 69.2 Malut 67.2 65.8 66.1 66.4 67.0 Papua 58.8 60.1 61.2 62.3 63.5 Indonesia 64.57 66.15 67.33 68.51 69.44
75
Lampiran 5. Angka Harapan Hidup per Propinsi tahun 2001-2005 Propinsi
2001 2002 2003 2004 2005
NAD 67.9 67.7 67.8 67.9 68.0 Sumut 67.1 67.3 67.7 68.2 68.7 Sumbar 65.6 66.1 66.8 67.6 68.2 Riau 67.9 68.1 68.9 69.8 70.7 Jambi 66.7 66.9 67.2 67.6 68.1 Sumsel 65.7 65.7 66.7 67.7 68.3 Bengkulu 65.6 65.4 66.4 67.4 68.8 Lampung 66.1 66.1 66.8 67.6 68.0 Babel 65.6 65.6 66.4 67.2 68.1 DKI 71.9 72.3 72.3 72.4 72.5 Jabar 64.7 64.5 65.6 66.7 67.2 Jateng 68.5 68.9 69.3 69.7 70.6 DIY 71.3 72.4 72.5 72.6 72.9 Jatim 65.5 66.0 66.6 67.2 68.5 Banten 62.4 62.4 62.8 63.3 64.0 Bali 69.7 70.0 70.1 70.2 70.4 NTB 68.5 59.3 59.3 59.4 60.5 NTT 63.8 63.8 64.1 64.4 64.9 Kalbar 64.3 64.4 64.6 64.8 65.2 Kalteng 68.0 69.4 69.6 69.8 70.7 Kalsel 62.4 61.3 61.4 61.6 62.1 Kaltim 67.6 69.4 69.5 69.7 70.3 Sulut 68.1 61.3 66.1 71.0 71.7 Sulteng 63.0 63.3 63.9 64.6 65.4 Sulsel 68.3 68.6 68.6 68.7 68.7 Sultra 65.1 65.1 65.5 66 66.8 Gorontalo 64.2 64.2 64.3 64.5 65.0 Maluku 67.5 65.5 65.8 66.2 66.2 Malut 63.0 63.0 63.1 63.3 64.2 Papua 64.7 65.2 65.5 65.8 67.3 Indonesia 66.36 65.97 66.51 67.10 67.73
76
Lampiran 6. Angka Melek Huruf per Propinsi tahun 2001-2005 Propinsi
2001 2002 2003 2004 2005
NAD 95.8 95.8 96.2 95.7 96.0 Sumut 96.2 96.1 96.8 96.6 97.0 Sumbar 94.0 95.1 95.6 95.7 96.0 Riau 94.2 96.5 96.1 96.4 97.8 Jambi 93.9 94.7 95.1 95.8 96.0 Sumsel 92.9 94.1 95.1 95.7 95.9 Bengkulu 91.6 93.0 93.5 94.2 94.7 Lampung 91.3 93.0 91.6 93.1 93.5 Babel 89.8 91.7 91.4 93.5 95.4 DKI 97.2 98.2 98.4 98.3 98.3 Jabar 92.9 93.1 93.8 94.0 94.6 Jateng 83.3 85.7 85.7 86.7 87.4 DIY 82.4 85.9 85.7 85.8 86.7 Jatim 80.9 83.2 83.3 84.5 85.8 Banten 91.3 93.8 93.7 94.0 95.6 Bali 81.0 84.2 84.4 85.5 86.2 NTB 76.0 77.8 75.1 78.3 78.8 NTT 82.3 84.1 84.9 85.2 85.6 Kalbar 83.6 86.9 87.5 88.2 89.0 Kalteng 95.1 96.4 96.1 96.2 97.5 Kalsel 92.0 93.3 93.5 94.8 95.3 Kaltim 93.4 95.2 94.8 95.0 95.3 Sulut 98.1 98.8 98.9 99.1 99.3 Sulteng 92.8 93.3 93.6 94.4 94.9 Sulsel 81.6 83.5 83.4 84.5 84.6 Sultra 88.6 88.2 90.4 90.7 91.3 Gorontalo 93.1 95.2 94.7 94.7 95.0 Maluku 96.9 96.3 97.0 97.8 98.0 Malut 93.3 95.8 95.5 95.2 95.2 Papua 69.1 74.4 74.4 74.2 74.9 Indonesia 89.49 91.11 91.21 91.79 92.39
77
Lampiran 7. Rata-Rata Lama Sekolah per Propinsi tahun 2001-2005 Propinsi
2001 2002 2003 2004 2005
NAD 7.6 7.8 8.3 8.4 8.4 Sumut 8.1 8.4 8.3 8.4 8.5 Sumbar 7.4 8.0 7.9 8.0 8.0 Riau 7.5 8.3 8.1 8.2 8.4 Jambi 7.0 7.4 7.3 7.4 7.5 Sumsel 6.8 7.1 7.0 7.4 7.5 Bengkulu 6.9 7.6 7.4 7.8 8.0 Lampung 6.5 6.9 6.6 7.0 7.2 Babel 6.2 6.6 6.4 6.5 6.6 DKI 9.6 10.4 10.1 10.1 10.6 Jabar 6.8 7.2 7.1 7.2 7.4 Jateng 6.1 6.5 6.4 6.5 6.6 DIY 7.7 8.1 8.1 8.2 8.4 Jatim 6.0 6.5 6.4 6.6 6.8 Banten 7.2 7.9 7.5 7.7 8.0 Bali 7.2 7.6 7.2 7.3 7.4 NTB 5.7 5.8 5.5 6.4 6.6 NTT 5.7 6.0 6.0 6.2 6.3 Kalbar 5.8 6.3 6.4 6.4 6.6 Kalteng 7.3 7.6 7.6 7.8 7.9 Kalsel 6.3 7.0 7.0 7.2 7.3 Kaltim 7.9 8.5 8.3 8.5 8.7 Sulut 8.2 8.6 8.3 8.6 8.8 Sulteng 7.0 7.3 7.4 7.5 7.6 Sulsel 6.5 6.8 6.8 6.9 7.0 Sultra 7.0 7.3 7.4 7.5 7.6 Gorontalo 6.1 6.5 6.5 6.8 6.8 Maluku 8.4 8.0 8.0 8.4 8.5 Malut 7.3 8.4 7.7 8.5 8.5 Papua 5.6 6.0 6.0 6.1 6.2 Indonesia 6.98 7.41 7.30 7.52 7.66
78
Lampiran 8. Pengeluaran Riil Per Kapita per Propinsi tahun 2001-2005 Propinsi
2001 2002 2003 2004 2005
NAD 562.8 557.5 571.6 585.8 588.9 Sumut 568.7 589.2 602.6 616.0 618.0 Sumbar 577.3 589.0 602.3 615.7 618.2 Riau 579.6 588.3 602.4 616.6 623.2 Jambi 574.3 585.6 600.3 615.1 620.8 Sumsel 564.5 582.9 595.6 608.4 610.3 Bengkulu 576.6 586.6 601.0 615.5 617.1 Lampung 567.0 583.3 594.0 604.8 605.1 Babel 588.2 588.2 607.7 627.2 628.0 DKI 593.4 616.9 617.5 618.1 619.5 Jabar 584.2 592.0 604.0 616.1 619.7 Jateng 583.8 594.2 606.4 618.7 621.4 DIY 597.8 611.3 624.0 636.7 638.0 Jatim 579.0 593.8 605.2 616.6 622.2 Banten 608.7 608.7 613.3 618.0 619.2 Bali 588.9 596.3 605.5 614.8 618.2 NTB 565.9 583.1 597.0 611.0 623.2 NTT 576.9 563.1 574.1 585.1 589.8 Kalbar 571.2 580.4 593.5 606.7 609.6 Kalteng 565.4 585.8 600.6 615.5 623.6 Kalsel 576.7 596.2 608.0 619.8 622.7 Kaltim 578.1 591.6 605.9 620.2 621.4 Sulut 578.3 620.2 616.0 611.9 616.1 Sulteng 569.0 580.2 592.3 604.4 610.3 Sulsel 571.0 586.7 600.9 615.2 616.8 Sultra 571.8 577.9 587.0 596.1 598.9 Gorontalo 573.3 573.3 579.6 585.9 607.8 Maluku 576.9 576.3 586.2 596.1 597.3 Malut 583.4 583.4 586.1 588.9 590.3 Papua 579.9 578.2 581 583.8 585.2 Indonesia 577.7533 588.0067 598.72 609.49 613.36
Lampiran 9. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2001
PROPINSI
PDRB
PENDUDUK
Aceh 35262979.69 4142100 8.5133 1.3086 1.7124 0.0201 0.0345 Sumatra Utara 71908359.19 11587713 6.2056 (0.9992) 0.9983 0.0563 0.0562 Sumatra Barat 23727373.94 4243510 5.5914 (1.6133) 2.6027 0.0206 0.0537 Riau 94381592.38 4884308 19.3234 12.1187 146.8631 0.0237 3.4848 Jambi 10205592.30 2436741 4.1882 (3.0165) 9.0993 0.0118 0.1077 Sumatra Selatan 42337430.46 6932637 6.1070 (1.0978) 1.2051 0.0337 0.0406 Bengkulu 5070101.65 1425271 3.5573 (3.6474) 13.3038 0.0069 0.0921 Lampung 24079607.66 6720262 3.5831 (3.6216) 13.1159 0.0326 0.4282 Babel 6461874.79 963043 6.7099 (0.4949) 0.2449 0.0047 0.0011 Jakarta 238656137.26 8396500 28.4233 21.2186 450.2274 0.0408 18.3649 Jabar 203368999.99 36070065 5.6382 (1.5666) 2.4541 0.1752 0.4300 Jateng 118816400.29 31063818 3.8249 (3.3798) 11.4231 0.1509 1.7238 DIY 14055070.59 3128735 4.4923 (2.7125) 7.3575 0.0152 0.1118 Jatim 210448570.19 34703595 6.0642 (1.1406) 1.3009 0.1686 0.2193 Banten 47495383.36 8258055 5.7514 (1.4533) 2.1122 0.0401 0.0847 Bali 17879875.31 3156392 5.6647 (1.5401) 2.3718 0.0153 0.0364 NTB 13085322.55 3862854 3.3875 (3.8172) 14.5714 0.0188 0.2734 NTT 8221573.17 3991037 2.0600 (5.1447) 26.4681 0.0194 0.5132 Kalbar 19838486.33 3788862 5.2360 (1.9687) 3.8759 0.0184 0.0713 Kalteng 11304871.77 1838539 6.1488 (1.0559) 1.1149 0.0089 0.0100 Kalsel 17949190.96 2999262 5.9845 (1.2202) 1.4889 0.0146 0.0217 Kaltim 86348106.00 2489988 34.6781 27.4734 754.7875 0.0121 9.1302 Sulut 10928975.92 1998463 5.4687 (1.7360) 3.0138 0.0097 0.0293 Sulteng 9089907.87 2097977 4.3327 (2.8720) 8.2485 0.0102 0.0841
iY ( )YYi − ( )2YYi −nfi ( )
nf
YY ii .
2−
Sulsel 32323534.71 7855472 4.1148 (3.0899) 9.5478 0.0382 0.3644 Sultra 6063985.85 1815548 3.3400 (3.8647) 14.9359 0.0088 0.1317 Gorontalo 1554971.75 850798 1.8277 (5.3771) 28.9128 0.0041 0.1195 Maluku 2768291.36 1203877 2.2995 (4.9052) 24.0614 0.0058 0.1407 Malut 1911042.79 784974 2.4345 (4.7702) 22.7548 0.0038 0.0868 Papua 24118805.33 2155233 11.1908 3.9861 15.8889 0.0105 0.1664 Jumlah 1409662415.41 205845629 216.1417 36.4124 Rata-rata 7.2047 6.0343
CVw = ( )
Υ
⋅Υ−Υ∑i
ii n
n
CVw = 6.0343
7.2047 CVw = 0.8375
Lampiran 10. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2002
PROPINSI
PDRB
PENDUDUK
Aceh 42338751.33 4166000 10.1629 2.8716 8.2463 0.0197 0.1626 Sumatra Utara 75189140.89 11891742 6.3228 (0.9685) 0.9380 0.0563 0.0528 Sumatra Barat 24840187.76 4289647 5.7907 (1.5006) 2.2517 0.0203 0.0457 Riau 96872503.01 5307863 18.2508 10.9595 120.1098 0.0251 3.0169 Jambi 10803423.29 2479469 4.3572 (2.9341) 8.6092 0.0117 0.1010 Sumatra Selatan 43643276.17 7170327 6.0867 (1.2046) 1.4512 0.0339 0.0492 Bengkulu 5310017.09 1640597 3.2366 (4.0547) 16.4402 0.0078 0.1276 Lampung 25433275.29 6862338 3.7062 (3.5851) 12.8528 0.0325 0.4174 Babel 6904686.93 913868 7.5555 0.2642 0.0698 0.0043 0.0003 Jakarta 250331156.6 8379069 29.8758 22.5845 510.0587 0.0397 20.2248 Jabar 211391702.7 36914933 5.7265 (1.5648) 2.4487 0.1747 0.4278 Jateng 123038541.1 31691866 3.8823 (3.4090) 11.6210 0.1500 1.7428 DIY 14687284.33 3156229 4.6534 (2.6379) 6.9583 0.0149 0.1039 Jatim 218452389.1 35148579 6.2151 (1.0762) 1.1582 0.1663 0.1926 Banten 49449321.34 8529749 5.7973 (1.4940) 2.2321 0.0404 0.0901 Bali 18423860.69 3216881 5.7272 (1.5640) 2.4463 0.0152 0.0372 NTB 13544495.89 4127519 3.2815 (4.0098) 16.0784 0.0195 0.3140 NTT 8622490.95 3924871 2.1969 (5.0944) 25.9530 0.0186 0.4820 Kalbar 20741896.8 4167293 4.9773 (2.3140) 5.3545 0.0197 0.1056 Kalteng 11904502.01 1947263 6.1135 (1.1778) 1.3873 0.0092 0.0128 Kalsel 18606511.92 3054129 6.0922 (1.1990) 1.4377 0.0145 0.0208 Kaltim 87850398 2566125 34.2347 26.9434 725.9446 0.0121 8.8155 Sulut 11291462.78 2043742 5.5249 (1.7664) 3.1202 0.0097 0.0302
iY ( )YYi − ( )2YYi −nfi ( )
nf
YY ii .
2−
Sulteng 9600363.96 2268046 4.2329 (3.0584) 9.3539 0.0107 0.1004 Sulsel 33645382.74 8244890 4.0808 (3.2105) 10.3075 0.0390 0.4022 Sultra 6468061.84 1915326 3.3770 (3.9143) 15.3217 0.0091 0.1389 Gorontalo 1655327.91 855057 1.9359 (5.3554) 28.6799 0.0040 0.1160 Maluku 2847739.01 1261083 2.2582 (5.0331) 25.3323 0.0060 0.1512 Malut 1957715.68 794024 2.4656 (4.8257) 23.2877 0.0038 0.0875 Papua 25355899.56 2387427 10.6206 3.3293 11.0843 0.0113 0.1252 Jumlah 1471201767 211315952 218.7388 37.6952 Rata-rata 7.2913 6.1396
CVw = ( )
Υ
⋅Υ−Υ∑i
ii n
n
CVw = 6.1396
7.2913
CVw = 0.8421
Lampiran 11. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2003
PROPINSI
PDRB
PENDUDUK
Aceh 44677163.2 4213281 10.6039 3.1351 9.8287 0.0196 0.1929 Sumatra Utara 78805608.56 11856907 6.6464 (0.8224) 0.6764 0.0552 0.0374 Sumatra Barat 26146781.63 4456816 5.8667 (1.6021) 2.5668 0.0208 0.0533 Riau 99853745.5 5557880 17.9662 10.4973 110.1943 0.0259 2.8529 Jambi 11343279.54 2568598 4.4161 (3.0527) 9.3188 0.0120 0.1115 Sumatra Selatan 45247400.63 6486015 6.9761 (0.4927) 0.2427 0.0302 0.0073 Bengkulu 5595028.74 1517181 3.6878 (3.7810) 14.2962 0.0071 0.1010 Lampung 26898051.9 6928822 3.8821 (3.5868) 12.8648 0.0323 0.4152 Babel 7719713.28 976031 7.9093 0.4405 0.1940 0.0045 0.0009 Jakarta 263624241.9 8603776 30.6405 23.1717 536.9285 0.0401 21.5192 Jabar 221628173.7 37980422 5.8353 (1.6335) 2.6683 0.1769 0.4721 Jateng 129166462.5 32052840 4.0298 (3.4390) 11.8268 0.1493 1.7659 DIY 15360408.85 3207385 4.7891 (2.6797) 7.1810 0.0149 0.1073 Jatim 228884458.5 36499078 6.2710 (1.1978) 1.4348 0.1700 0.2440 Banten 51957457.73 8956229 5.8013 (1.6675) 2.7807 0.0417 0.1160 Bali 19080895.84 3351353 5.6935 (1.7753) 3.1518 0.0156 0.0492 NTB 14073340.01 4005238 3.5137 (3.9551) 15.6426 0.0187 0.2918 NTT 9016717.28 4073249 2.2136 (5.2552) 27.6168 0.0190 0.5240 Kalbar 21376951.43 3947691 5.4151 (2.0538) 4.2179 0.0184 0.0776 Kalteng 12488475.1 1826659 6.8368 (0.6320) 0.3995 0.0085 0.0034 Kalsel 19483168.54 3174551 6.1373 (1.3315) 1.7729 0.0148 0.0262 Kaltim 89483542 2704851 33.0826 25.6138 656.0669 0.0126 8.2663 Sulut 11652793.37 2127820 5.4764 (1.9924) 3.9697 0.0099 0.0393
iY ( )YYi − ( )2YYi −nfi ( )
nf
YY ii .
2−
Sulteng 10196749.88 2210100 4.6137 (2.8551) 8.1516 0.0103 0.0839 Sulsel 35410566.05 8213864 4.3111 (3.1577) 9.9713 0.0383 0.3815 Sultra 6957662.46 1875585 3.7096 (3.7592) 14.1317 0.0087 0.1235 Gorontalo 1769187.99 881057 2.0080 (5.4608) 29.8201 0.0041 0.1224 Maluku 2970465.69 1217472 2.4399 (5.0289) 25.2903 0.0057 0.1434 Malut 2032571.71 853161 2.3824 (5.0864) 25.8716 0.0040 0.1028 Papua 25632583.48 2349644 10.9091 3.4403 11.8358 0.0109 0.1295 Jumlah 1538533647 214673556 224.0643 38.3619 Rata-rata 7.4688 6.193698
CVw = ( )
Υ
⋅Υ−Υ∑i
ii n
n
CVw = 6.1937
7.4688
CVw = 0.8293
Lampiran 12. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2004
PROPINSI
PDRB
PENDUDUK
Aceh 40374282.3 4075599 9.9063 2.3478 5.5121 0.0188 0.1035 Sumatra Utara 83328948.58 12068731 6.9045 (0.6540) 0.4278 0.0556 0.0238 Sumatra Barat 27578136.58 4528242 6.0903 (1.4683) 2.1559 0.0209 0.0450 Riau 103725782.4 5679643 18.2627 10.7042 114.5792 0.0262 2.9979 Jambi 11953885.47 2619553 4.5633 (2.9952) 8.9714 0.0121 0.1083 Sumatra Selatan 47344395 6596057 7.1777 (0.3809) 0.1451 0.0304 0.0044 Bengkulu 5896255.33 1541551 3.8249 (3.7337) 13.9403 0.0071 0.0990 Lampung 28262288.53 7028388 4.0212 (3.5374) 12.5132 0.0324 0.4052 Babel 7966849.48 1012655 7.8673 0.3087 0.0953 0.0047 0.0004 Jakarta 278524822.2 8725630 31.9203 24.3618 593.4949 0.0402 23.8566 Jabar 233057690.9 38472185 6.0578 (1.5007) 2.2522 0.1772 0.3992 Jateng 135789872.3 32397431 4.1914 (3.3672) 11.3379 0.1492 1.6922 DIY 16146423.44 3220808 5.0132 (2.5454) 6.4791 0.0148 0.0961 Jatim 242228892.2 36396534 6.6553 (0.9033) 0.8159 0.1677 0.1368 Banten 54880406.5 9083144 6.0420 (1.5166) 2.2999 0.0418 0.0962 Bali 19963243.81 3393620 5.8826 (1.6760) 2.8089 0.0156 0.0439 NTB 14953219.73 4076040 3.6686 (3.8900) 15.1321 0.0188 0.2841 NTT 9446769.83 4139206 2.2823 (5.2763) 27.8393 0.0191 0.5308 Kalbar 22401190.28 4010338 5.5859 (1.9727) 3.8915 0.0185 0.0719 Kalteng 13182799.17 1867231 7.0601 (0.4985) 0.2485 0.0086 0.0021 Kalsel 20487442.09 3219398 6.3637 (1.1948) 1.4276 0.0148 0.0212 Kaltim 91050494.61 2761575 32.9705 25.4119 645.7664 0.0127 8.2154 Sulut 12149501.26 2154235 5.6398 (1.9187) 3.6816 0.0099 0.0365
iY ( )YYi − ( )2YYi −nfi ( )
nf
YY ii .
2−
Sulteng 10925465.1 2245242 4.8661 (2.6925) 7.2496 0.0103 0.0750 Sulsel 37291394.11 8342083 4.4703 (3.0883) 9.5375 0.0384 0.3665 Sultra 7480180.34 1911103 3.9141 (3.6445) 13.2824 0.0088 0.1169 Gorontalo 1891763.26 896004 2.1113 (5.4472) 29.6723 0.0041 0.1225 Maluku 3101995.93 1238812 2.5040 (5.0546) 25.5485 0.0057 0.1458 Malut 2128108.25 869235 2.4483 (5.1103) 26.1152 0.0040 0.1046 Papua 21247338.44 2502262 8.4913 0.9327 0.8699 0.0115 0.0100 Jumlah 1604759837 217072535 226.7568 40.2119 Rata-rata 7.5586 6.3413
CVw = ( )
Υ
⋅Υ−Υ∑i
ii n
n
CVw = 6.3413
7.5586
CVw = 0.8390
Lampiran 13. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2005
PROPINSI
PDRB
PENDUDUK
Aceh 34942300.38 4031589 8.6671 0.8920 0.7957 0.0184 0.0146 Sumatra Utara 87897791.21 12450911 7.0595 (0.7156) 0.5121 0.0568 0.0291 Sumatra Barat 29159480.54 4566126 6.3860 (1.3891) 1.9296 0.0208 0.0402 Riau 109665087 5854067 18.7331 10.9580 120.0780 0.0267 3.2070 Jambi 12619972.18 2635968 4.7876 (2.9875) 8.9253 0.0120 0.1073 Sumatra Selatan 49634518 6782339 7.3182 (0.4569) 0.2088 0.0309 0.0065 Bengkulu 6239364.35 1549273 4.0273 (3.7478) 14.0464 0.0071 0.0993 Lampung 29325618.28 7116177 4.1210 (3.6542) 13.3528 0.0325 0.4335 Babel 8225704.3 1043456 7.8831 0.1080 0.0117 0.0048 0.0001 Jakarta 295270318.9 8860381 33.3248 25.5497 652.7849 0.0404 26.3879 Jabar 245798061.8 38965440 6.3081 (1.4670) 2.1522 0.1778 0.3826 Jateng 143051213.9 31997968 4.4706 (3.3045) 10.9197 0.1460 1.5941 DIY 16939682.45 3343651 5.0662 (2.7089) 7.3382 0.0153 0.1119 Jatim 256374726.8 36294280 7.0638 (0.7114) 0.5060 0.1656 0.0838 Banten 58106948.22 9028816 6.4357 (1.3394) 1.7940 0.0412 0.0739 Bali 21072444.79 3383572 6.2279 (1.5473) 2.3940 0.0154 0.0370 NTB 15225043.18 4184411 3.6385 (4.1366) 17.1116 0.0191 0.3267 NTT 9739372.29 4260294 2.2861 (5.4891) 30.1297 0.0194 0.5856 Kalbar 23450354.71 4052345 5.7869 (1.9883) 3.9532 0.0185 0.0731 Kalteng 13959955.73 1914900 7.2902 (0.4850) 0.2352 0.0087 0.0021 Kalsel 21555200.75 3281943 6.5678 (1.2073) 1.4576 0.0150 0.0218 Kaltim 93589180.92 2848798 32.8522 25.0770 628.8575 0.0130 8.1733 Sulut 12744549.77 2128780 5.9868 (1.7883) 3.1982 0.0097 0.0311
iY ( )YYi − ( )2YYi −nfi ( )
nf
YY ii .
2−
Sulteng 11728617.22 2294841 5.1109 (2.6643) 7.0983 0.0105 0.0743 Sulsel 39544783.27 8479133 4.6638 (3.1114) 9.6805 0.0387 0.3745 Sultra 8026856.22 1963025 4.0890 (3.6861) 13.5874 0.0090 0.1217 Gorontalo 2025321.31 922176 2.1962 (5.5789) 31.1240 0.0042 0.1309 Maluku 3259244.35 1251539 2.6042 (5.1709) 26.7387 0.0057 0.1527 Malut 2236798.65 884142 2.5299 (5.2452) 27.5124 0.0040 0.1110 Papua 27539679.71 2818400 9.7714 1.9963 3.9850 0.0129 0.0512 Jumlah 1688948191 219188741 233.2540 42.8386 Rata-rata 7.7751 6.5451
CVw = ( )
Υ
⋅Υ−Υ∑i
ii n
n
CVw = 6.5451
7.7751 CVw = 0.8418
Lampiran 14. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2001
PROPINSI PDRB
Tanpa Migas
PENDUDUK
Aceh 19539800.55 4142100 4.7174 (1.1744) 1.3792 0.0201 0.0278 Sumatra Utara 71036930.25 11587713 6.1304 0.2386 0.0569 0.0563 0.0032 Sumatra Barat 23727373.94 4243510 5.5914 (0.3003) 0.0902 0.0206 0.0019 Riau 46025833.9 4884308 9.4232 3.5314 12.4711 0.0237 0.2959 Jambi 8724131.205 2436741 3.5802 (2.3115) 5.3431 0.0118 0.0633 Sumatra Selatan 28804122.46 6932637 4.1549 (1.7369) 3.0168 0.0337 0.1016 Bengkulu 5070101.648 1425271 3.5573 (2.3345) 5.4498 0.0069 0.0377 Lampung 23749066.66 6720262 3.5339 (2.3578) 5.5593 0.0326 0.1815 Babel 6461874.792 963043 6.7099 0.8181 0.6693 0.0047 0.0031 Jakarta 237381406.1 8396500 28.2715 22.3797 500.8515 0.0408 20.4299 Jabar 193271945.1 36070065 5.3582 (0.5335) 0.2846 0.1752 0.0499 Jateng 112343861.7 31063818 3.6166 (2.2752) 5.1766 0.1509 0.7812 DIY 14055070.59 3128735 4.4923 (1.3995) 1.9586 0.0152 0.0298 Jatim 209838116.3 34703595 6.0466 0.1548 0.0240 0.1686 0.0040 Banten 47495383.36 8258055 5.7514 (0.1404) 0.0197 0.0401 0.0008 Bali 17879875.31 3156392 5.6647 (0.2271) 0.0516 0.0153 0.0008 NTB 13085322.55 3862854 3.3875 (2.5043) 6.2714 0.0188 0.1177 NTT 8221573.172 3991037 2.0600 (3.8318) 14.6823 0.0194 0.2847 Kalbar 19838486.33 3788862 5.2360 (0.6558) 0.4300 0.0184 0.0079 Kalteng 11304871.77 1838539 6.1488 0.2571 0.0661 0.0089 0.0006 Kalsel 17444474.45 2999262 5.8163 (0.0755) 0.0057 0.0146 0.0001 Kaltim 32420024 2489988 13.0202 7.1284 50.8140 0.0121 0.6147 Sulut 10919016.2 1998463 5.4637 (0.4281) 0.1832 0.0097 0.0018
iY ( )YYi − ( )2YYi −nfi ( )
nf
YY ii .
2−
Sulteng 9089907.867 2097977 4.3327 (1.5591) 2.4307 0.0102 0.0248 Sulsel 32252074.67 7855472 4.1057 (1.7861) 3.1901 0.0382 0.1217 Sultra 6063985.853 1815548 3.3400 (2.5517) 6.5113 0.0088 0.0574 Gorontalo 1554971.753 850798 1.8277 (4.0641) 16.5169 0.0041 0.0683 Maluku 2754707.62 1203877 2.2882 (3.6036) 12.9857 0.0058 0.0759 Malut 1911042.786 784974 2.4345 (3.4572) 11.9524 0.0038 0.0456 Papua 23043358.18 2155233 10.6918 4.8001 23.0406 0.0105 0.2412 Jumlah 1255308711 205845629 176.7528 23.6746 Rata-rata 5.8918 4.8657
CVw = ( )
Υ
⋅Υ−Υ∑i
ii n
n
CVw = 4.8657
5.8918 CVw = 0.8258
Lampiran 15. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2002
PROPINSI PDRB
Tanpa Migas
PENDUDUK
Aceh 21095274.34 4166000 5.0637 (0.9375) 0.8789 0.0197 0.0173 Sumatra Utara 74326325.49 11891742 6.2502 0.2491 0.0620 0.0563 0.0035 Sumatra Barat 24840187.76 4289647 5.7907 (0.2104) 0.0443 0.0203 0.0009 Riau 49539638.16 5307863 9.3333 3.3321 11.1028 0.0251 0.2789 Jambi 9264356.298 2479469 3.7364 (2.2647) 5.1291 0.0117 0.0602 Sumatra Selatan 30083324.17 7170327 4.1955 (1.8056) 3.2603 0.0339 0.1106 Bengkulu 5310017.091 1640597 3.2366 (2.7645) 7.6426 0.0078 0.0593 Lampung 24676013.29 6862338 3.5959 (2.4053) 5.7855 0.0325 0.1879 Babel 6904686.932 913868 7.5555 1.5543 2.4158 0.0043 0.0104 Jakarta 249097904.8 8379069 29.7286 23.7274 562.9904 0.0397 22.3236 Jabar 201421740 36914933 5.4564 (0.5448) 0.2968 0.1747 0.0518 Jateng 115762928.1 31691866 3.6528 (2.3484) 5.5150 0.1500 0.8271 DIY 14687284.33 3156229 4.6534 (1.3477) 1.8164 0.0149 0.0271 Jatim 217878040.3 35148579 6.1988 0.1976 0.0390 0.1663 0.0065 Banten 49449321.34 8529749 5.7973 (0.2039) 0.0416 0.0404 0.0017 Bali 18423860.69 3216881 5.7272 (0.2739) 0.0750 0.0152 0.0011 NTB 13544495.89 4127519 3.2815 (2.7197) 7.3966 0.0195 0.1445 NTT 8622490.949 3924871 2.1969 (3.8043) 14.4726 0.0186 0.2688 Kalbar 20741896.8 4167293 4.9773 (1.0239) 1.0483 0.0197 0.0207 Kalteng 11904502.01 1947263 6.1135 0.1123 0.0126 0.0092 0.0001 Kalsel 18085603.67 3054129 5.9217 (0.0795) 0.0063 0.0145 0.0001 Kaltim 34764412 2566125 13.5474 7.5463 56.9461 0.0121 0.6915 Sulut 11273401.91 2043742 5.5161 (0.4851) 0.2353 0.0097 0.0023
iY ( )YYi − ( )2YYi −nfi ( )
nf
YY ii .
2−
Sulteng 9600363.959 2268046 4.2329 (1.7683) 3.1269 0.0107 0.0336 Sulsel 33569970.96 8244890 4.0716 (1.9296) 3.7232 0.0390 0.1453 Sultra 6468061.842 1915326 3.3770 (2.6242) 6.8863 0.0091 0.0624 Gorontalo 1655327.914 855057 1.9359 (4.0652) 16.5262 0.0040 0.0669 Maluku 2833834.735 1261083 2.2471 (3.7540) 14.0927 0.0060 0.0841 Malut 1957715.678 794024 2.4656 (3.5356) 12.5005 0.0038 0.0470 Papua 24300199.65 2387427 10.1784 4.1772 17.4493 0.0113 0.1971 Jumlah 1312083181 211315952 180.0351 25.7324 Rata-rata 6.0012 5.0727
CVw = ( )
Υ
⋅Υ−Υ∑i
ii n
n
CVw = 5.0727
6.0012 CVw = 0.8453
Lampiran 16. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2003
PROPINSI PDRB
Tanpa Migas
PENDUDUK
Aceh 21875760.39 4213281 5.1921 (1.0084) 1.0169 0.0196 0.0200 Sumatra Utara 77995379.46 11856907 6.5781 0.3775 0.1425 0.0552 0.0079 Sumatra Barat 26146781.63 4456816 5.8667 (0.3338) 0.1114 0.0208 0.0023 Riau 53155905.15 5557880 9.5641 3.3635 11.3134 0.0259 0.2929 Jambi 9778184.816 2568598 3.8068 (2.3937) 5.7298 0.0120 0.0686 Sumatra Selatan 31810724.63 6486015 4.9045 (1.2960) 1.6796 0.0302 0.0507 Bengkulu 5595028.739 1517181 3.6878 (2.5127) 6.3139 0.0071 0.0446 Lampung 26065200.9 6928822 3.7619 (2.4387) 5.9471 0.0323 0.1919 Babel 7253850.28 976031 7.4320 1.2315 1.5165 0.0045 0.0069 Jakarta 262564636 8603776 30.5174 24.3169 591.3094 0.0401 23.6987 Jabar 211747822.4 37980422 5.5752 (0.6253) 0.3910 0.1769 0.0692 Jateng 121271927.9 32052840 3.7835 (2.4170) 5.8420 0.1493 0.8723 DIY 15360408.85 3207385 4.7891 (1.4114) 1.9922 0.0149 0.0298 Jatim 228301906 36499078 6.2550 0.0545 0.0030 0.1700 0.0005 Banten 51957457.73 8956229 5.8013 (0.3993) 0.1594 0.0417 0.0067 Bali 19080895.84 3351353 5.6935 (0.5070) 0.2571 0.0156 0.0040 NTB 14073340.01 4005238 3.5137 (2.6868) 7.2188 0.0187 0.1347 NTT 9016717.279 4073249 2.2136 (3.9869) 15.8952 0.0190 0.3016 Kalbar 21376951.43 3947691 5.4151 (0.7855) 0.6170 0.0184 0.0113 Kalteng 12488475.1 1826659 6.8368 0.6363 0.4048 0.0085 0.0034 Kalsel 18976955.82 3174551 5.9778 (0.2227) 0.0496 0.0148 0.0007 Kaltim 36586682 2704851 13.5263 7.3258 53.6674 0.0126 0.6762 Sulut 11631388.92 2127820 5.4663 (0.7342) 0.5390 0.0099 0.0053
iY ( )YYi − ( )2YYi −nfi ( )
nf
YY ii .
2−
Sulteng 10196749.88 2210100 4.6137 (1.5868) 2.5180 0.0103 0.0259 Sulsel 35333532.92 8213864 4.3017 (1.8988) 3.6055 0.0383 0.1380 Sultra 6957662.455 1875585 3.7096 (2.4909) 6.2047 0.0087 0.0542 Gorontalo 1769187.993 881057 2.0080 (4.1925) 17.5770 0.0041 0.0721 Maluku 2956167.351 1217472 2.4281 (3.7724) 14.2310 0.0057 0.0807 Malut 2032571.708 853161 2.3824 (3.8181) 14.5780 0.0040 0.0579 Papua 24468120.1 2349644 10.4135 4.2130 17.7496 0.0109 0.1943 Jumlah 1377826374 214673556 186.0155 27.1234 Rata-rata 6.2005 5.2080
CVw = ( )
Υ
⋅Υ−Υ∑i
ii n
n
CVw = 5.2080
6.2005 CVw = 0.8399
Lampiran 17. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2004
PROPINSI PDRB
Tanpa Migas
PENDUDUK
Aceh 22260704.21 4075599 5.4619 (0.9022) 0.8140 0.0188 0.0153 Sumatra Utara 82675238.79 12068731 6.8504 0.4862 0.2364 0.0556 0.0131 Sumatra Barat 27578136.58 4528242 6.0903 (0.2739) 0.0750 0.0209 0.0016 Riau 57550892.72 5679643 10.1328 3.7687 14.2030 0.0262 0.3716 Jambi 10411851.29 2619553 3.9747 (2.3895) 5.7096 0.0121 0.0689 Sumatra Selatan 33969083 6596057 5.1499 (1.2142) 1.4744 0.0304 0.0448 Bengkulu 5896255.329 1541551 3.8249 (2.5393) 6.4479 0.0071 0.0458 Lampung 27567276.53 7028388 3.9223 (2.4419) 5.9627 0.0324 0.1931 Babel 7566617.483 1012655 7.4721 1.1079 1.2275 0.0047 0.0057 Jakarta 277537330.5 8725630 31.8071 25.4430 647.3458 0.0402 26.0213 Jabar 223349891.7 38472185 5.8055 (0.5587) 0.3121 0.1772 0.0553 Jateng 127212002.6 32397431 3.9266 (2.4375) 5.9416 0.1492 0.8868 DIY 16146423.44 3220808 5.0132 (1.3510) 1.8252 0.0148 0.0271 Jatim 241628131.3 36396534 6.6388 0.2746 0.0754 0.1677 0.0126 Banten 54880406.5 9083144 6.0420 (0.3221) 0.1038 0.0418 0.0043 Bali 19963243.81 3393620 5.8826 (0.4816) 0.2319 0.0156 0.0036 NTB 14953219.73 4076040 3.6686 (2.6956) 7.2662 0.0188 0.1364 NTT 9446769.833 4139206 2.2823 (4.0819) 16.6618 0.0191 0.3177 Kalbar 22401190.28 4010338 5.5859 (0.7783) 0.6057 0.0185 0.0112 Kalteng 13182799.17 1867231 7.0601 0.6959 0.4843 0.0086 0.0042 Kalsel 19974565.85 3219398 6.2044 (0.1597) 0.0255 0.0148 0.0004 Kaltim 39307500.7 2761575 14.2337 7.8696 61.9302 0.0127 0.7879 Sulut 12127462.64 2154235 5.6296 (0.7346) 0.5396 0.0099 0.0054
iY ( )YYi − ( )2YYi −nfi ( )
nf
YY ii .
2−
Sulteng 10925465.1 2245242 4.8661 (1.4981) 2.2443 0.0103 0.0232 Sulsel 37211934.43 8342083 4.4607 (1.9034) 3.6229 0.0384 0.1392 Sultra 7480180.344 1911103 3.9141 (2.4501) 6.0029 0.0088 0.0528 Gorontalo 1891763.264 896004 2.1113 (4.2528) 18.0864 0.0041 0.0747 Maluku 3087487.405 1238812 2.4923 (3.8719) 14.9912 0.0057 0.0856 Malut 2128108.255 869235 2.4483 (3.9159) 15.3342 0.0040 0.0614 Papua 19948610.54 2502262 7.9722 1.6081 2.5859 0.0115 0.0298 Jumlah 1450260543 217072535 190.9245 29.5007 Rata-rata 6.3641 5.4315
CVw = ( )
Υ
⋅Υ−Υ∑i
ii n
n
CVw = 5.4315
6.3641 CVw = 0.8534
Lampiran 18. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2005
PROPINSI PDRB
Tanpa Migas
PENDUDUK
Aceh 22528849.03 4031589 5.5881 (1.0643) 1.1327 0.0184 0.0208 Sumatra Utara 87240282.6 12450911 7.0067 0.3544 0.1256 0.0568 0.0071 Sumatra Barat 29159480.54 4566126 6.3860 (0.2663) 0.0709 0.0208 0.0015 Riau 62092389.57 5854067 10.6067 3.9543 15.6368 0.0267 0.4176 Jambi 11062278.12 2635968 4.1967 (2.4557) 6.0305 0.0120 0.0725 Sumatra Selatan 36318656 6782339 5.3549 (1.2975) 1.6835 0.0309 0.0521 Bengkulu 6239364.35 1549273 4.0273 (2.6251) 6.8911 0.0071 0.0487 Lampung 28765508.28 7116177 4.0423 (2.6101) 6.8126 0.0325 0.2212 Babel 7907428.3 1043456 7.5781 0.9257 0.8570 0.0048 0.0041 Jakarta 294354341.9 8860381 33.2214 26.5690 705.9137 0.0404 28.5355 Jabar 236925108.2 38965440 6.0804 (0.5720) 0.3272 0.1778 0.0582 Jateng 133578035.6 31997968 4.1746 (2.4778) 6.1395 0.1460 0.8963 DIY 16939682.45 3343651 5.0662 (1.5861) 2.5159 0.0153 0.0384 Jatim 255744992.9 36294280 7.0464 0.3941 0.1553 0.1656 0.0257 Banten 58106948.22 9028816 6.4357 (0.2167) 0.0469 0.0412 0.0019 Bali 21072444.79 3383572 6.2279 (0.4245) 0.1802 0.0154 0.0028 NTB 15225043.18 4184411 3.6385 (3.0139) 9.0833 0.0191 0.1734 NTT 9739372.285 4260294 2.2861 (4.3663) 19.0645 0.0194 0.3706 Kalbar 23450354.71 4052345 5.7869 (0.8655) 0.7491 0.0185 0.0138 Kalteng 13959955.73 1914900 7.2902 0.6378 0.4068 0.0087 0.0036 Kalsel 21010075.84 3281943 6.4017 (0.2507) 0.0628 0.0150 0.0009 Kaltim 41877513.81 2848798 14.7001 8.0477 64.7653 0.0130 0.8418 Sulut 12725589.77 2128780 5.9779 (0.6745) 0.4549 0.0097 0.0044
iY ( )YYi − ( )2YYi −nfi ( )
nf
YY ii .
2−
Sulteng 11728318.09 2294841 5.1107 (1.5416) 2.3767 0.0105 0.0249 Sulsel 39460245.8 8479133 4.6538 (1.9986) 3.9943 0.0387 0.1545 Sultra 8026856.217 1963025 4.0890 (2.5633) 6.5708 0.0090 0.0588 Gorontalo 2025321.311 922176 2.1962 (4.4561) 19.8571 0.0042 0.0835 Maluku 3244432.59 1251539 2.5924 (4.0600) 16.4837 0.0057 0.0941 Malut 2236798.653 884142 2.5299 (4.1225) 16.9947 0.0040 0.0686 Papua 26150247.49 2818400 9.2784 2.6260 6.8960 0.0129 0.0887 Jumlah 1538895916 219188741 199.5712 32.3860 Rata-rata 6.6524 5.6909
CVw = ( )
Υ
⋅Υ−Υ∑i
ii n
n
CVw = 5.6909
6.6524 CVw = 0.8555
99
Lampiran 19. Model Efek Tetap dengan Pembobotan (Cross Section Weights) dan White Cross Section Covariance.
Lampiran 20. Hausman Test
Hausman Test dilakukan dengan menggunakan bahasa program Eviews
5.1, hal tersebut bisa dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut:
Dependent Variable: LOG(IPM) Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 06/21/07 Time: 06:29 Sample: 2001 2005 Cross-sections included: 30 Total panel (balanced) observations: 150 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -2.194935 0.495948 -4.425740 0.0000
LOG(PDRB) 0.009577 0.011436 0.837431 0.4041 LOG(AHH) 0.262067 0.090641 2.891254 0.0046
AMH 0.003425 0.000947 3.617983 0.0004 LOG(RLS) 0.130123 0.031300 4.157242 0.0001
LOG(PRPK) 0.715975 0.044756 15.99720 0.0000 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.990909 Mean dependent var 5.683910
Adjusted R-squared 0.988222 S.D. dependent var 3.924492 S.E. of regression 0.011681 Sum squared resid 0.015691 F-statistic 368.6918 Durbin-Watson stat 2.463235 Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics R-squared 0.990131 Mean dependent var 4.202651
Sum squared resid 0.017035 Durbin-Watson stat 2.109118
100
• Estimasi dengan Random Effect kemudian tuliskan perintah berikut pada
Command Editor.
vector b_re=eq_re.@coef b_re=@subextract(b_re,2,1,6,1) matrix cov_re=eq_re.@cov cov_re=@subextract(cov_re,2,2,6,6)
• Estimasi dengan Fixed Effect kemudian tuliskan perintah berikut pada
Command Editor.
vector b_fe=eq_fe.@coef b_fe=@subextract(b_fe,2,1,6,1) matrix cov_fe=eq_fe.@cov cov_fe=@subextract(cov_fe,2,2,6,6)
• Hitung nilai statistik Hausman dengan melakukan perintah berikut pada
Command Editor.
vector b_diff=b_fe-b_re matrix cov_diff=cov_fe-cov_re matrix h=@transpose(b_diff)*@inverse(cov_diff)*b_diff
• Bandingkan dengan nilai Chi-Square table atau bisa dengan langsung
menghitung p-value dengan melakukan perintah berikut pada Command
Editor.
matrix p=@chisq(24.65673,5)
Dari perhitungan tersebut didapatkan nilai statistik Hausman sebesar
24.65673 dengan nilai probabilitas P-Value sebesar 0.000162 dan nilai 2χ
sebesar 11.0705 yang berarti bahwa kita menolak hipotesis untuk menggunakan
model efek acak. Berdasarkan hasil pengujian ini maka akan digunakan model
efek tetap atau fixed effect untuk mengestimasi model penelitian ini.