ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP …Gambar 8 Struktur organisasi PG Pakis Baru 38 ....

97
ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP KEMITRAAN DENGAN PG PAKIS BARU MEGA PRATIWI EKAWATI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Transcript of ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP …Gambar 8 Struktur organisasi PG Pakis Baru 38 ....

ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP

KEMITRAAN DENGAN PG PAKIS BARU

MEGA PRATIWI EKAWATI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kepuasan

Petani Tebu Mitra Terhadap Kemitraan Dengan PG Pakis Baru adalah benar karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Mega Pratiwi Ekawati

NIM H34090071

ABSTRAK

MEGA PRATIWI EKAWATI. Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap

Kemitraan Dengan PG Pakis Baru. Dibimbing oleh YANTI NURAENI

MUFLIKH.

Bahan baku merupakan suatu kebutuhan yang sangat menentukan

keberlangsungan perusahaan. PG Pakis Baru merupakan salah satu perusahaan

yang menggunakan tebu sebagai bahan bakunya. Keterbatasan PG Pakis baru

dalam pemenuhan tebu mendorong PG untuk menjalin kerjasama dengan petani

tebu. Kerjasama yang dilakukan berbentuk kemitraan dengan pola inti plasma.

Alasan petani melakukan kerjasama kemitraan adalah untuk membantu dalam

permodalan usahatani, budidaya, dan jaminan pemasaran tebu yang dihasilkannya.

Tingkat kepuasan petani tebu mitra terhadap kemitraannya dengan PG Pakis Baru

yang diukur dengan menggunakan analisis Customer Satisfaction Index (CSI)

menunjukkan hasil 94.5 persen. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa

petani tebu mitra sangat merasa puas atas kemitraan yang telah dijalinnya dengan

PG Pakis Baru.

Kata kunci: kemitraan, PG Pakis Baru, kepuasan, hubungan

ABSTRACT

MEGA PRATIWI EKAWATI. Analysis of Sugarcane Growers Partners Against

Satisfaction Partnership With PG Pakis Baru. Guided by YANTI NURAENI

MUFLIKH.

The raw material is a crucial need for survival. PG Pakis Baru is one of the

companies that use sugar cane as raw material. Limitations in the fulfillment of

the PG Pakis Baru cane encourage PG to establish cooperation with farmers. The

cooperation form a partnership with the pattern of the plasma core. The reason

farmers cooperative partnership is to assist in the capitalization of farming,

cultivation, and it produces sugarcane marketing collateral. Partner satisfaction

levels sugarcane farmers against partnership with the PG Pakis Baru measured

using analysis Customer Satisfaction Index (CSI) shows the results of 94.5

percent. Results of these calculations indicate that sugarcane farmers are very

satisfied partners over partnerships with PG DI leaders Pakis Baru.

Keywords: partnership, PG Pakis Baru, satisfaction, relationship

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP

KEMITRAAN DENGAN PG PAKIS BARU

MEGA PRATIWI EKAWATI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Judul Skripsi: Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap kemitraan Dengan PG Pakis Baru

Nama : Mega Pratiwi Ekawati NIM : H34090071

Disetujui oleh

Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribuss Pembimbing

Diketahui oleh

Tanggal Lulus : 2 0 AUG 2013

Judul Skripsi: Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap kemitraan Dengan

PG Pakis Baru

Nama : Mega Pratiwi Ekawati

NIM : H34090071

Disetujui oleh

Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribuss

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah

Analisis Kepuasan Petani Tebu Terhadap Kemitraan Dengan PG Pakis Baru.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Netti Tinaprilla, Ir.MM selaku

dosen penguji utama, terima kasih kepada Bapak Rahmat Yanuar, SP.Msi selaku

dosen penguji komdik, dan terima kasih kepada Ibu Yanti Nuraeni Muflikh, SP,

M.Agribuss selaku dosen pembimbing. Terima kasih juga saya ucapkan kepada

pihak PG Pakis Baru yang telah memberikan waktu, kesempatan, dan informasi

kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu,

adik serta seluruh keluarga, kepada teman-teman sabimbingan saya Nurma, Getta,

Intan Mega, Emil, Wilaga, teman-teman saya Iqbal, Nawa, Amsetyo, Mada,

Manda, Taufik, Wiggo, Puji, Khonsa, Qisthy, Agatha, Jise, Rama, Tane serta

seluruh keluarga besar Agribisnis IPB 46 atas segala doa, semangat dan kasih

sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Mega Pratiwi Ekawati

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 6 Tujuan Penelitian 8 Manfaat Penelitian 9 Ruang Lingkup Penelitian 9

TINJAUAN PUSTAKA 10 Kemitraan 10 Tingkat Kepuasan Petani terhadap Kemitraan 12 Atribut Yang Digunakan Dalam Penelitian Kepuasan Petani Mitra Terhadap

Kemitraan 13 KERANGKA PEMIKIRAN 14

Kerangka Pemikiran Teoritis 14 Kerangka Pemikiran Operasional 29

METODE PENELITIAN 33 Lokasi dan Waktu Penelitian 33 Jenis dan Sumber Data 33 Metode Pengumpulan Data 33 Metode Analisis Data 34

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 38 Gambaran Umum Perusahaan 38

KARAKTERISTIK USAHA TANI DAN PETANI 41

Karakteristik Usaha Petani Tebu Mitra Responden 41 Karakteristik Petani Tebu Mitra Responden 45 Pola Kemitraan PG Pakis Baru 48

ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP KEMITRAAN

DENGAN PG PAKIS BARU 56

Analisis Kepuasan Petani Mitra 56 Analisis Kesesuaian Skor Kepentingan dan Kinerja 59 Importance Performance Analysis (IPA) 62 Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) 68

SIMPULAN DAN SARAN 69

Simpulan 69

Saran 70

DAFTAR PUSTAKA 71 L A M P I R A N 73

Lampiran 2 Indikator penilaian petani tebu terhadap kinerja dari atribut

kemitraan 76 RIWAYAT HIDUP 82

DAFTAR TABEL

Table 1 Produk domestik bruto atas harga dasar berlaku menurut

lapangan usaha (miliar rupiah), 2011 1 Table 2 Jumlah petani dan tenaga kerja (KK+TK) subsektor perkebunan

komoditas tebu, tahun 2008-2012 2 Table 3 Perkembangan Produksi Pangan Strategis Tahun 2008-2012

(juta ton) 2 Table 4 Perkembangan produksi, konsumsi, dan impor gula Indonesia

tahun 2008-2012 3 Table 5 Luas areal tanam tebu dan produksi gula di Indonesia tahun

2007-2011 3 Table 6 Skor atau nilai tingkat kepentingan dan tingkat kinerja 35

Table 7 Hasil hubungan antara luas lahan dengan kepuasan petani tebu

mitra dalam pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru 52 Table 8 Tabel hubungan silang pendidikan formal terakhir petani mitra

dengan kepuasan dalam pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis

Baru 54 Table 9 Hasil hubungan antara lama bermitra dengan kepuasan petani

tebu mitra terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru 55 Table 10 Tingkat kesesuaian atribut berdasarkan skor kepentingan dan

kinerja menurut petani tebu mitra responden 60 Table 11 Koordinat nilai kinerja (x) terhadap kepentingan (y) pada

matriks IPA 62 Table 12 Hasil perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) 69

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pola kemitraan inti plasma 23

Gambar 2 Pola kemitraan subkontrak 24

Gambar 3 Pola kemitraan dagang umum 25

Gambar 4 Pola kemitraan keagenan 25

Gambar 5 Pola kemitraan Kerjasama Kemitraan Operasional Agribisnis 26

Gambar 6 Kerangka pemikiran operasional 30

Gambar 7 Diagram Importance Performance Analysis (IPA) 34

Gambar 8 Struktur organisasi PG Pakis Baru 38

Gambar 9 Luas lahan tebu petani mitra responden 39

Gambar 10 Status kepemilikan lahan petani tebu mitra responden 40

Gambar 11 Pekerjaan petani tebu mitra responden di luar usahatani tebu 40

Gambar 12 Lama petani mitra melakukan usahatani tebu 41

Gambar 13 Alasan petani tebu mitra menjalin kemitraan

dengan PG Pakis Baru 42

Gambar 14 Sumber informasi petani tebu mitra terhadap PG Pakis Baru 43

Gambar 15 Sebaran petani tebu mitra berdasarkan lokasi lahan 44

Gambar 16 Sebaran petani tebu mitra berdasarkan usia 45

Gambar 17 Sebaran petani tebu mitra responden berdasarkan

jenis kelamin 45

Gambar 18 Sebaran petani tebu mitra responden berdasarkan

pendidikan formal terakhir 46

Gambar 19 Diagram kartesius hasil perhitungan IPA 60

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner penelitian 74

Lampiran 2 Indikator kepuasan petani tebu terhadap atribut kemitraan 76

Lampiran 3 Dokumentasi 80

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian mempunyai kontribusi besar dalam perekonomian di

Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Brutto (PDB) pada tahun 2011 yaitu sebesar 14.72 persen (BPS 2012). Salah satu

subsektor yang berkontribusi besar dalam penyumbang PDB untuk sektor

pertanian adalah subsektor perkebunan.

Table 1 Produk domestik bruto atas harga dasar berlaku menurut lapangan usaha

(miliar rupiah), 2011

No. Lapangan Usaha 2011

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 1 093 466.0

a. Tanaman Bahan Makanan 530 603.7

b. Tanaman Perkebunan 153 884.7

c. Peternakan 129 578.3

d. Kehutanan 51 638.1

e. Perikanan 227 761.2

2. Pertambangan dan Penggalian 886 243.3

3. Industri Pengolahan 1 803 486.3

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 55 700.6

5. Konstruksi 756 537.3

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 1 022 106.7

7. Pengangkutan dan Komunikasi 491 240.9

8. Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 534 975.0

9. Jasa-jasa 783 330.0 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012 (diolah)

Tabel 1 menunjukkan bahwa subsektor perkebunan menyumbangkan

sebesar 2.07 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian

pada tahun 2011 atau menempati posisi ketiga terbesar setelah subsektor tanaman

bahan makanan dan subsektor perikanan. Tingginya kontribusi subsektor

perkebunan tersebut dikarenakan subsektor perkebunan merupakan penyedia

bahan baku untuk sektor industri, penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa

(BPS, 2012).

Jumlah penyerapan tenaga kerja di subsektor perkebunan dari komoditi tebu

berdasarkan Tabel 2 mengalami peningkatan setiap tahunnya sepanjang 2008-

2012, tetapi dari tahun 2008 hingga 2009 penyerapan jumlah petani dan tenaga

kerja subsektor perkebunan komoditas tebu mengalami penurunan drastis sebesar

11.41 persen dari 1 067 766 menjadi 945 912 orang.

2

Table 2 Jumlah petani dan tenaga kerja (KK+TK) subsektor perkebunan

komoditas tebu, tahun 2008-2012

Tahun Penyerapan Tenaga Kerja

2008 1 067 766

2009 945 912

2010 956 466

2011 964 282

2012 996 648 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012 (diolah)

Produk subsektor perkebunan yang berperan dalam perekonomian Indonesia

adalah tebu. Data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2012 menyatakan bahwa

luas lahan tebu pada tahun 2011 yaitu sebesar 473 ribu hektar. Tebu yang

digunakan sebagai bahan baku industri gula mempunyai peran strategis dalam

perekonomian Indonesia. Industri gula berbasis tebu merupakan salah satu sumber

pendapatan bagi ribuan petani tebu dan tenaga kerja di industri gula. Hal tersebut

disebabkan oleh gula yang merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi sebagian

besar masyarakat Indonesia dan menjadi sumber kalori yang relatif murah.

Table 3 Perkembangan Produksi Pangan Strategis Tahun 2008-2012 (juta ton)

Komoditas 2008 2009 2010 2011 2012

Padi 60.32 64.40 66.47 66.76 68.59

Jagung 16.32 17.63 18.33 17.64 18.94

Kedelai 0.77 0.97 0.91 0.85 0.78

Gula 2.70 2.62 2.21 2.23 2.75

Daging Sapi 0.39 0.41 0.43 0.45 0.483 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012 (diolah)

Gula merupakan komoditas strategis perekonomian Indonesia. Hal tersebut

dikarenakan gula merupakan sumber kalori bagi masyarakat Indonesia. Secara

Nasional, jumlah konsumsi gula lebih besar daripada jumlah produksi gula.

Kekurangan jumlah produksi gula tersebut menimbulkan adanya impor gula

mentah dengan tujuan untuk menutupi kekurangan gula di Indonesia.

Tahun 2008 jumlah produksi gula Indonesia mencapai 2.7 juta ton dan

tahun 2012 mencapai jumlah produksi sebesar 2.75 juta ton. Sepanjang tahun

2008-2012, jumlah produksi gula Indonesia mengalami fluktuasi sesuai dengan

Tabel 3. Data dari Dewan Gula Indonesia menyatakan bahwa jumlah produksi

gula mengalami penurunan sepanjang tahun 2008-2010 dengan presentase 18.61

persen dimana penurunan sebesar 2.96 persen terjadi pada tahun 2009 dan

penurunan sebesar 15.65 persen yang terjadi pada tahun 2010. Keadaan produksi

gula Indonesia setelah tahun 2010 mulai membaik yang dapat dilihat dari adanya

peningkatan jumlah produksi gula dari tahun 2010 sampai tahun 2012 dengan

presentase 24.22 persen. Peningkatan sebesar 0.90 persen terjadi pada tahun 2011

dan 23.32 persen terjadi pada tahun 2012. Adanya peningkatan jumlah produksi

gula tersebut masih belum mampu memenuhi permintaan konsumsi gula

Indonesia.

3

Table 4 Perkembangan produksi, konsumsi, dan impor gula Indonesia tahun

2008-2012

Tahun Produksi Gula

(juta ton)

Konsumsi Gula Nasional

(juta ton)

Impor Gula (juta

ton)

2008 2.70 4.03 1.82

2009 2.62 4.13 1.60

2010 2.21 4.55 2.91

2011 2.23 4.67 2.60

2012 2.75 5.20 2.53 Sumber : Dewan Gula Indonesia, 2013 (diolah)

Kebutuhan gula di Indonesia tahun 2012 menurut Dewan Gula Indonesia

adalah sebesar 5.20 juta ton yang terdiri dari 3.3 juta ton untuk keperluan

konsumsi rumah tangga, dan 1.9 juta ton untuk keperluan industri. Permintaan

gula Indonesia tersebut tidak diimbangi dengan supply tebu nasional pada tahun

2012 yang hanya mencapai 2.75 juta ton dan menyebabkan adanya impor gula

mentah oleh industri gula di Indonesia untuk kelangsungan proses produksinya.

Oleh karena itu, pemerintah melakukan upaya untuk meningkatkan produksi gula

agar mampu memenuhi kebutuhan gula Indonesia tanpa harus bergantung kepada

gula impor.

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi gula

tersebut tidak terlepas dari penyediaan bahan baku utama dalam industri gula

yaitu tebu. Ketersediaan bahan baku tebu dalam bidang industri gula mempunyai

keterbatasan yang disebabkan oleh kurangnya lahan yang berakibat kepada

kurangnya produksi tebu di Indonesia.

Table 5 Luas areal tanam tebu dan produksi gula di Indonesia tahun 2007-2011

Tahun Luas areal

(Hektar)

Pertumbuhan

(Persen)

Produksi

(Ton)

Pertumbuhan

(Persen)

Rendemen

2007 427.799 7,91 2.623.786 13,73 7,35

2008 436.505 2,04 2.668.428 1,70 8,20

2009 443.832 1,68 2.849.769 6,80 7,83

2010 434.257 -2,15 2.694.227 -5,45 6,47

2011 473.923 9,13 3.159.836 17,28 7,35 Sumber : Direktorat Jendreral Perkebunan, 2013 (diolah)

Kekurangan tebu sebagai bahan baku industri gula di Indonesia

menyebabkan kurangnya jumlah gula yang dihasilkan oleh pabrik gula di

Indonesia. Kurangnya suplai tebu yang dirasakan dalam industri gula mendorong

perusahaan untuk menentukan strategi dalam mengatasi permasalahan tersebut.

Salah satu strategi yang digunakan oleh perusahaan dalam mengatasi kurangnya

pasokan bahan baku tebu untuk produksinya adalah dengan menjalin kemitraan

dengan petani tebu.

Pola kemitraan yang banyak dilaksanakan oleh pabrik gula dengan petani

tebu di Indonesia menurut Hafsah (2000) dapat berupa pola kemitraan inti plasma,

pola subkontrak, pola dagang umum, pola keagenan, pola waralaba. Masing-

masing pola kemitraan yang dijalankan di Indonesia tersebut mempunyai kendala

dalam pelaksanaannya.

4

Penyimpangan yang sering terjadi dalam pelaksanaan kemitraan yaitu

penyimpangan dari perjanjian yang telah disepakati seperti adanya kewajiban

yang tidak dipenuhi oleh pihak yang bermitra. Kendala lain yang terjadi dalam

kemitraan adalah pondasi kemitraan yang mendasari dilakukannya kemitraan

kurang kuat seperti kemitraan yang dijalin berdasarkan belas kasihan atau atas

dasar paksaan dari pihak lain, bukan alasan untuk maju dan berkembang bersama

pihak bermitra.

Alasan lain penyebab kegagalan kemitraan adalah kurangnya etika bisnis

yang diterapkan dalam pelaksanaan kemitraan sehingga kemitraan tersebut akan

menjadi rapuh dan menyebabkan kemitraan tidak berjalan dengan baik. Kondisi

ini menjadikan kedudukan usaha kecil di pihak yang lemah dan usaha menengah

dan besar sangat dominan cenderung mengeksploitasi yang kecil. Selain itu,

lemahnya sumberdaya manusia yang dimiliki usaha kecil juga sering menjadi

faktor kegagalan kemitraan usaha.

Penelitian mengenai kepuasan kemitraan dalam subsektor perkebunan telah

dilakukan oleh Rochmatika (2006) dengan topik mengenai kepuasan petani mitra

terhadap pelaksanaan kemitraan di Pabrik Gula XYZ. Penelitian yang dilakukan

tersebut menunjukkan hasil bahwa masih banyaknya penyimpangan yang terjadi

dalam pelaksanaan kemitraan di Pabrik Gula XYZ seperti masih lemahnya

perjanjian kemitraan dari sisi hukum yang dapat mengakibatkan adanya klausul

perjanjian yang tidak sesuai dengan kenyataan. Selain karena lemahnya

kedudukan perjanjian kemitraan dari sisi hukum, permasalahan petani juga

berkaitan dengan bantuan biaya garap yang kurang dan adanya keterlambatan

dalam menyaluran bantuan biaya garap dari pabrik gula ke petani tebu mitranya.

Penyimpangan lain yang terdapat dalam kemitraan pada penelitian tersebut adalah

adanya keluhan petani tebu mitra terhadap kurangnya respon dari pabrik gula dan

kurang transparannya perhitungan rendemen tebu petani mitra oleh pabrik gula.

Pabrik Gula (PG) Pakis Baru merupakan salah satu pabrik gula yang masih

kekurangan dalam pemenuhan bahan bakunya. Hal tersebut mendorong PG Pakis

Baru untuk menjalin kemitraan dengan petani tebu yang bertujuan memenuhi

kekurangan persediaan bahan baku tebu yang digunakan dalam produksinya.

Pemenuhan bahan baku tebu PG Pakis Baru yang belum mencukupi baik dalam

standar dan jumlah dengan adanya kemitraan mendorong PG Pakis Baru untuk

mengetahui kepuasan dari petani tebu mitra.

Terdapat banyak penyimpangan dalam pelaksanaan kemitraan antara PG

Pakis Baru dengan petani tebu mitra. Penyimpangan dari segi petani tersebut

dapat dilihat dari adanya petani yang masih menjual tebu hasil produksinya ke PG

lain dengan alasan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Hal tersebut

dikarenakan, PG Pakis Baru tidak mentolerir tebu hasil petani mitra yang

mengandung rendemen dibawah rata-rata untuk dapat dihitung harganya sesuai

dengan harga tebu dengan rendemen rata-rata. Tidak adanya toleransi harga dari

PG Pakis Baru kepada tebu hasil petani mitranya mendorong petani tebu mitra

yang menghasilkan tebu dengan rendemen dibawah rata-rata lebih cenderung

untuk memilih menjual tebu hasil produksinya ke PG lain yang bersedia

memberikan harga yang lebih tinggi atas tebunya seperti menjual ke PG Rendeng

yang berani membayar tebu berrendemen rendah dengan harga yang sesuai

dengan harga tebu dengan rendemen rata-rata.

5

Penyimpangan lain yang dilakukan petani tebu mitra adalah berkaitan

dengan tebu yang diserahkan oleh petani mitra kepada PG Pakis Baru. Standar

tebu yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru adalah tebu yang bersih, segar, dan

manis. Standar tersebut merupakan standar rata-rata yang digunakan oleh semua

pabrik gula di Indonesia. Kemitraan yang berjalan antara PG Pakis Baru dengan

petani mitranya mengalami penyimpangan terkait standar tebu yang diserahkan

petani mitra kepada PG Pakis Baru. Masih banyak dijumpai petani mitra yang

menyerahkan hasil tebunya dengan kondisi yang masih kotor seperti masih

terdapat tanah pada akarnya serta kesegarannya yang kurang diperhatikan oleh

petani mitra. Kesegaran tebu yang diserahkan petani mitra kepada PG Pakis Baru

tersebut dinilai masih kurang segar karena ternyata petani mitra telah melakukan

panennya pada beberapa hari sebelum tebu diserahkan ke PG Pakis Baru.

Penyimpangan dari segi PG Pakis Baru terhadap pelaksanaan kemitraan

dapat dilihat dari kurangnya respon dan perhatian dari PG Pakis Baru kepada

petani tebu mitra. Hal tersebut mengakibatkan petani kesulitan dalam menghadapi

permasalahan selama proses budidaya berlangsung. Selain itu, penyimpangan

terhadap perhitungan rendemen juga terjadi dalam pelaksanaan kemitraannya. PG

Pakis Baru kurang transparan dalam perhitungan rendemennya sehingga petani

hanya mampu menerima hasil sesuai dengan yang diputuskan oleh pihak PG.

Penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kemitraan antara PG

Pakis Baru dengan petani tebu mitra tersebut dapat berpengaruh terhadap jumlah

petani mitra yang akan mempengaruhi jumlah pasokan bahan baku tebu oleh PG

Pakis Baru. Petani mitra yang merasa tidak puas atas jalannya kemitraan dapat

memberikan dampak kepada jumlah pasokan tebu PG Pakis Baru. Hal tersebut

dikarenakan petani yang tidak puas atas kemitraannya akan lebih memilih untuk

menjual tebu hasil produksinya ke PG lain yang dinilai lebih memberikan

keuntungan dari segi pendapatan sehingga pasokan bahan baku tebu PG Pakis

Baru juga akan berkurang. Untuk mengurangi kemungkinan menurunnya jumlah

pasokan tebu PG Pakis Baru yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah petani

mitra karena adanya penyimpangan-penyimpangan tersebut, maka PG Pakis Baru

harus memperhatikan kepuasan petani tebu mitra terhadap jalannya kemitraan

sehingga petani akan merasa puas dan dapat merekomendasikan kemitraannya

kepada petani lain yang belum bermitra yang akan dapat meningkatkan jumlah

persediaan tebu PG Pakis Baru.

Kepuasan petani tebu mitra terhadap pelaksanaan kemitraan dinilai penting

bagi kelangsungan produksi PG Pakis Baru karena kepuasan petani tebu mitra

terhadap kemitraan mampu membantu PG untuk mengembangkan kemitraannya

dengan menambah jumlah petani tebu mitra sehingga dapat menambah pasokan

bahan baku tebu yang digunakan dalam proses produksinya. Petani tebu mitra

yang merasa puas atas kemitraan yang dijalinnya dengan PG Pakis Baru akan

merekomendasikan kemitraan kepada petani tebu lain yang belum bermitra

sehingga jumlah petani tebu mitra PG Pakis Baru akan bertambah yang akan

mengakibatkan pada bertambahnya jumlah tebu yang digunakan sebagai bahan

baku produksi oleh PG Pakis Baru.

6

Perumusan Masalah

PG Pakis Baru merupakan salah satu industri gula yang menggunakan tebu

sebagai bahan bakunya. Supply tebu yang digunakan sebagai bahan baku oleh PG

Pakis Baru pada tahun 2012 mengalami kekurangan. Kekurangan bahan baku tebu

PG Pakis Baru dikarenakan pasokan tebu yang dihasilkan oleh PG Pakis Baru dari

lahan milik sendiri masih belum mampu menghasilkan tebu dengan jumlah yang

dibutuhkan PG untuk berproduksi. Hal tersebut mendorong PG Pakis Baru untuk

menetapkan strategi dalam memenuhi pasokan bahan baku tebunya. Strategi yang

dilakukan oleh PG Pakis Baru adalah menjalin kemitraan dengan petani tebu.

Permintaan tebu oleh PG Pakis Baru dalam masa giling tahun 2012 adalah

sebesar 276 295.1 ton, sedangkan tebu yang dihasilkan petani mitra yaitu sebesar

168 343.06 ton dan tebu yang dihasilkan dari lahan PG Pakis Baru sendiri adalah

sebesar 9 373 ton (Bagian Tanaman PG Pakis Baru, 2013). Kurangnya jumlah

tebu yang dihasilkan dari petani mitra mendorong PG Pakis Baru untuk membeli

tebu hasil petani tebu yang tidak menjalin mitra. Terjadinya transaksi jual beli

oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu non mitra mampu membantu PG untuk

memenuhi pasokan bahan baku tebu untuk produksinya. Hal tersebut

memungkinkan PG Pakis Baru untuk mengembangkan kemitraannya dengan

petani tebu non mitra untuk meningkatkan jumlah pasokan bahan baku tebu yang

mempengaruhi kegiatan produksinya.

Pengembangan kemitraan yang dilakukan oleh PG Pakis Baru mempunyai

tujuan untuk meningkatkan pasokan bahan baku tebu. Salah satu cara untuk

mampu mengembangkan kemitraannya adalah dengan melalui rekomendasi dari

petani tebu mitra kepada petani tebu non mitra, sehingga PG Pakis Baru harus

mampu memuaskan petani tebu mitra. Petani tebu mitra yang merasa puas

terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru akan cenderung bertahan

untuk bermitra dan dapat merekomendasikan kemitraan tersebut kepada petani

tebu lain yang belum menjalin mitra dengan PG Pakis Baru. Hal tersebut

mempengaruhi PG Pakis Baru untuk mengetahui kepuasan petani tebu mitra

sebagai sarana dalam mengembangkan kemitraannya sehingga dapat

meningkatkan jumlah pasokan tebu yang digunakan untuk produksinya.

Tujuan utama dilakukannya kemitraan oleh PG Pakis Baru dengan petani

tebu adalah untuk memenuhi pasokan bahan baku yang digunakan dalam proses

produksinya. PG Pakis Baru mempunyai kemampuan dalam hal permodalan,

tetapi mereka kekurangan tenaga kerja untuk mengolah lahan yang dimilikinya

sehingga PG memanfaatkan petani tebu untuk menggarap lahannya dan

menghasilkan tebu sehingga proses produksinya dapat terus berlangsung. Petani

mempunyai tenaga kerja yang mampu menjalankan usahatani tebu, tetapi petani

tidak mempunyai modal, teknologi, dan informasi untuk menjalankan

usahataninya serta tidak memiliki jaminan pasar yang jelas sehingga petani

memanfaatkan keadaan PG yang mengalami kekurangan tenaga kerja untuk dapat

bekerjasama sehingga dapat saling menguntungkan.

Pola kemitraan yang dijalankan oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu

mitra adalah pola kemitraan inti plasma dimana PG Pakis Baru bertindak sebagai

pihak inti dan petani tebu mitra bertindak sebagai plasma. Pola kemitraan inti

plasma yang dijalankan oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu mitra memberikan

kewajiban kepada pihak inti yaitu PG Pakis Baru untuk menyediakan modal yang

7

diperlukan petani tebu mitra dalam menjalankan usahataninya dengan imbalan

pihak PG menerima hasil tebu petani mitra sesuai dengan yang diharapkan oleh

PG Pakis Baru untuk produksinya. Petani tebu mitra sebagai pihak plasma

menerima bantuan modal dari pihak inti dan berkewajiban untuk mentaati segala

aturan yang telah ditetapkan oleh PG Pakis Baru dalam pelaksanaan usahataninya

dan menghasilkan tebu sesuai dengan permintaan PG Pakis Baru sebagai pihak

inti.

Kemitraan yang dijalin oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu mitra

mempunyai kendala dalam pelaksanaannya. Kendala yang terdapat dalam

kemitraan PG Pakis baru dengan petani tebu mitra adalah adanya penyimpangan

dalam perhitungan rendemen tebu hasil petani mitra. Petani merasa bahwa dalam

perhitungan rendemen tebu hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh

petani. Rendemen pada tebu hasil produksinya dinilai tinggi oleh petani yang

dapat dilihat selama proses berlangsungnya budidaya, tetapi hasil perhitungan

rendemen yang dilakukan oleh PG Pakis Baru dinilai rendah dan tidak sesuai

dengan yang diharapkan petani. Penyimpangan tersebut menyebabkan petani

mitra kurang puas terhadap kemitraan yang dijalinnya dengan PG Pakis Baru

sehingga petani mitra menjual tebu hasilnya ke PG lain yang memberikan nilai

tinggi terhadap rendemennya.

Penyimpangan lain yang dirasakan petani tebu mitra dalam kemitraannya

yaitu pelaksanaan pendampingan yang telah disepakati tidak dijalankan sesuai

dengan perjanjian dan ketentuan yang telah disepakati bersama. Respon petani

tebu mitra yang diharapkan petani mitra dapat membantu petani mitra dalam

menyelesaikan masalah ternyata juga tidak berjalan sesuai dengan harapan petani

mitra. Hal tersebut dapat dilihat dari lambatnya respon PG Pakis Baru atas

keluhan petani tebu mitra selama proses budidaya berlangsung.

Penyimpangan dalam pelaksanaan kemitraan tidak hanya dirasakan petani

tebu mitra, tetapi juga dirasakan oleh PG Pakis Baru. Pihak PG Pakis Baru

merasakan penyimpangan dalam penyerahan hasil tebu dari petani tebu mitra.

Penyimpangan tebu hasil petani mitra dapat ditemukan dari adanya tebu yang

belum layak panen tetapi sudah dipanen oleh petani dan diserahkan kepada PG

Pakis Baru. Selain itu, jumlah tebu yang dikirimkan oleh petani mitra juga belum

mampu memenuhi jumlah yang seharusnya diterima oleh PG Pakis Baru. Kualitas

tebu yang dihasilkan petani mitra juga masih belum mampu memenuhi standar

yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru (sehat, manis, bersih). Petani mitra masih

menyerahkan tebu hasil produksinya kepada PG Pakis Baru dalam kondisi kotor

seperti masih terdapatnya tanah pada akar tebu. Petani mitra juga sering

menyerahkan tebu hasil produksinya ke PG Pakis Baru dalam kondisi yang

kurang segar karena penyimpanan yang cukup lama setelah panen dan dengan

umur yang belum sesuai dengan yang ditetapkan PG Pakis Baru.

Kepuasan yang dirasakan oleh petani tebu mitra yaitu dari penetapan harga

yang diberikan PG Pakis Baru kepada tebu hasil petani mitra dengan rendemen

yang sama jika dijual ke PG lain, tetapi harga yang diberikan oleh PG Pakis Baru

lebih tinggi dari PG lainnya. Hal tersebut dikarenakan perhitungan rendemen di

PG Pakis Baru masih tergolong kedalam perhitungan yang akurat karena mesin

yang digunakan untuk menghitung rendemen tebu hasil petani mitra masih

tergolong baik sehingga tidak terdapat kesalahan ataupun kebocoran dalam

perhitungan rendemen tebu tersebut.

8

Kelemahan dari PG Pakis Baru terkait dengan penetapan harga untuk tebu

rendemen rendah adalah PG Pakis Baru tidak dapat mentolerir harga tebu

berendemen rendah menjadi sama dengan harga tebu berendemen rata-rata. Hal

tersebut bermaksud, PG Pakis Baru akan tetap memberikan harga yang sesuai

dengan rendemen tebu hasil petani mitra. Petani mitra yang menghasilkan tebu

dengan rendemen rendah atau dibawah rata-rata PG akan menerima harga yang

sesuai dengan rendemennya, karena perhitungan harga tebu di PG Pakis Baru

terhadap tebu dengan rendemen rendah atau dibawah rata-rata adalah sesuai

dengan keadaan rendemen tebu. PG Pakis Baru tidak memberikan harga yang

sama dengan harga rata-rata bagi tebu yang menghasilkan rendemen dibawah

rata-rata, hal tersebut memicu petani yang menghasilkan tebu dengan rendemen

rendah untuk menjual hasil tebunya ke PG yang berani memberikan nilai lebih

tinggi dengan rendemen yang rendah tersebut.

Penyimpangan-penyimpangan yang dirasakan oleh PG Pakis Baru maupun

petani tebu mitra tersebut mendorong adanya perubahan baik dalam jumlah mitra

maupun jumlah pasokan tebu oleh PG Pakis Baru. Hal tersebut dikarenakan

jumlah petani mitra akan berpengaruh terhadap jumlah pasokan bahan baku tebu

PG Pakis Baru karena sebagian besar pasokan bahan baku tebu PG Pakis Baru

berasal dari petani tebu mitra, sehingga kepuasan petani tebu mitra akan

kemitraan dengan PG Pakis Baru harus diperhatikan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dilihat bahwa diperlukan pengukuran

kepuasan dari petani tebu mitra dalam pelaksanaan kemitraannya dengan PG

Pakis Baru untuk mengetahui seberapa besar tingkat kepuasan petani tebu mitra

terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru selama ini. Kepuasan

petani tebu mitra dalam kemitraannya dirasakan sangat penting oleh PG Pakis

Baru karena petani mitra yang merasa puas dapat merekomendasikan kemitraan

dengan PG Pakis Baru kepada petani tebu lainnya yang belum bermitra maupun

yang sudah habis masa mitranya dengan PG yang lain., sehingga dapat

dirumuskan permasalahannya adalah:

1. Bagaimana karakteristik petani plasma yang bermitra dengan PG Pakis

Baru?

2. Bagaimana pola kemitraan yang dilakukan oleh PG Pakis Baru?

3. Bagaimana tingkat kepuasan petani plasma terhadap pelaksanaan kemitraan

dengan PG Pakis Baru?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis karakteristik petani plasma yang bermitra dengan PG Pakis

Baru.

2. Menganalisis pola kemitraan yang dilakukan oleh PG Pakis Baru.

3. Menganalisis tingkat kepuasan petani plasma terhadap pelaksanaan

kemitraan dengan PG Pakis Baru.

9

Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini, diharapkan akan berguna bagi :

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat digunakan untuk menerapkan ilmu yang

telah dipelajari di bangku kuliah sekaligus memberikan pengalaman kepada

peneliti untuk langsung terjun ke masyarakat dan menganalisis suatu

kondisi, permasalahan, dan fakta yang terjadi di lapangan sehingga dapat

merumuskannya berdasarkan teori yang telah dipelajari selama kuliah.

2. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan yang berguna bagi pihak perusahaan terkait dengan kemitraan

dalam mengambil keputusan untuk menyempurnakan pelaksanaan

kemitraan sehingga petani mitra dapat semakin berkomitmen dalam

pelaksanaan kemitraan dengan perusahaan serta dapat merekomendasikan

kemitraannya kepada petani tebu lain yang belum bermitra, sehingga dapat

membantu perusahaan dalam mengatasi permasalah yang ada terkait

kurangnya pasokan bahan baku produksi.

3. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai

keadaan petani suatu daerah dalam kaitannya dengan pelaksanaan budidaya

tebu yang didukung oleh adanya kemitraan dengan pabrik gula sehingga

pemerintah dapat membantu kelancaran pelaksanaan kemitraan dengan

kebijakan-kebijakan terkait dengan gula yang berhubungan dengan tebu,

dimana tebu digunakan sebagai bahan baku produksi penghasil gula yang

dapat mendukung tercapainya swasembada gula Jawa Tengah tahun 2013

dan swasembada gula Nasional tahun 2014.

4. Bagi petani, penelitian ini dapat memberikan rekomendasi kepada pihak

perusahaan untuk lebih memperbaiki kinerjanya dalam pelaksanaan

kemitraan dengan petani mitra sehingga petani merasa lebih puas dalam

bermitra dan menjadi lebih loyal untuk menjual hasil tebunya ke pabrik gula

yang bersangkutan. Selain itu, penelitian ini juga akan membantu petani

untuk menyampaikan keluh kesahnya selama kemitraan berlangsung.

5. Bagi pembaca, penelitian ini berguna sebagai tambahan informasi mengenai

pelaksanaan kemitraan petani tebu di Kabupaten Rembang dengan PG Pakis

Baru serta memberikan informasi tentang kepuasan petani tebu tersebut atas

kemitraan terhadap PG Pakis Baru.

6. Bagi pihak lain, penelitian ini berguna sebagai rujukan untuk mengadakan

penelitian lebih lanjut, serta dapat dijadikan bahan perbandingan penelitian

selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada komoditi tebu yang diusahakan oleh petani di

Kabupaten Rembang untuk menganalisis kepuasan petani tebu mitra terhadap

kemitraan dengan PG Pakis Baru dan melihat kepuasan dari PG Pakis Baru dalam

kemitraannya dengan petani tebu mitra. Data yang digunakan adalah data primer

yang merupakan hasil wawancara langsung dengan pihak PG Pakis Baru dan

petani mitra serta menggunakan kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari

instansi-instansi terkait yang mendukung data penelitian seperti Badan Pusat

10

Statistik, Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, dan media

elektronik (internet).

TINJAUAN PUSTAKA

Kemitraan

Penelitian tentang kemitraan dilakukan oleh Iftaudin (2005) tentang kajian

kemitraan serta pengaruhnya terhadap pendapatan usahatani dan efisiensi faktor

produksi udang windu. Penelitian ini dilakukan pada kemitraan udang windu di

Desa Banjar Sari, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Tujuan

penelitian ini untuk mempelajari pelaksanaan kemitraan antara PT Atina dengan

petani udang windu serta mengidentifikasikan manfaat dan kendala kemitraan

serta memberikan masukan alternatif pemecahan dari kendala-kendala tersebut.

Menganalisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan usahatani udang windu

dan efisiensi penggunanaan faktor-faktor produksi. Sejak awal berdiri PT Atina

melakukan kemitraan dengan petani udang windu untuk memenuhi ekspor ke

jepang dengan bentuk kemitraan sub kontrak. Manfaat kemitraan bagi petani mitra

antara lain peningkatan penerimaan, tambak bersertifikat organik, dan bimbingan

teknis budidaya tambak organik. Manfaat bagi PT Atina antara lain pasokan

bahan baku terpenuhi, kemudahan memasuki pasar udang Internasional dan

investasi untuk kemitraan tidak terlalu besar.

Kartika (2005) melakukan penelitian di PT Inter Agro Prospek. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menjelaskan mekanisme kemitraan Pola Inti Rakyat

(PIR) yang dilakukan oleh PT Inter Agro Prospek dengan peternak plasma.

Pelaksanaan kemitraan mencakup persyaratan menjadi peternak plasma,

penetapan harga sarana produksi, pengaturan pola produksi, pemberian bonus dan

sanksi serta pengawasan dari inti. Alat analisis yang digunakan yaitu alat analisis

deksriptif dan analisis usahatani. Peternak dibagi menjadi tiga skala. Hasil analisis

pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan peternak skala I adalah Rp 2 584 843

per periode. Pendapatan yang diterima peternak skala II adalah Rp 6 970 493.79

per periode. Untuk peternak skala III pendapatan yang diterimanya sebesar Rp 11

544 761.90 per periode. Perolehan nilai positif pada pendapatan total rata-rata

menunjukkan bahwa peternak mendapat mendapatkan keuntungan dari usaha

ternaknya.

Insentif perusahaan inti diperoleh dari penjualan pakan, DOC, obat-obatan,

vaksin dan vitamin serat selisih harga jual ayam di pasar dengan harga

kesepakatan. Mekanisme dalam hal pemasokan DOC inti memperoleh insentif

dari selisih harga beli DOC dengan kesepakatan plasma sebesar Rp 400/ekor.

Insentif pakan merupakan selisih harga beli pakan dengan harga kesepakatan

sebesar Rp 100/kg sedangkan insentif obat-obatan, vaksin dan vitamin inti

memperoleh harga antara 15-25 persen dari perusahaan obat.

Marliana (2008) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Manfaat dan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Terhadap Pelaksanaan

Kemitraan Lettuce di PT Saung Mirwan”. Bertujuan untuk mengkaji pola

pelaksanaan kemitraan dan juga mengetahui proses perkembangan serta kendala

yang dihadapi petani, menganalisa manfaat kerjasama kemitraan dari aspek

11

teknologi dan pemasaran, menganalisa tingkat pendapatan usahatani Lettuce di

petani mitra dan non mitra untuk mengetahui manfaat pendapatan yang diperoleh

petani mitra dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani

untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan. Data dan informasi yang diperoleh

selanjutnya akan diolah untuk dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif.

Analisis kualitatif dilakukan untuk melihat proses pelaksanaan kemitraan dengan

menguraikan gambaran umum mengenai pola kemitraan. Pola kemitraan

mencakup manfaat-manfaat yang diperoleh, kendala-kendala yang dihadapi petani

dan perusahaan, serta kegiatan budidaya di petani. Analisis manfaat kemitraan

menggunakan analisis usahatani R/C rasio. Fungsi dari analisis BEP yaitu untuk

mengetahui tingkat penjualan dimana suatu usaha tidak memperoleh laba, atau

penjualan sama dengan biaya yang dikeluarkan.

Widianto (2008) melakukan penelitian tentang pemberdayaan komunitas

petani melalui program kemitraan agribisnis paprika di Desa Pasirlangu,

Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

lebih jauh mengenai bentuk kemitraan yang telah terjalin antara petani dengan

perusahaan swasta dan juga ingin mengetahui kemitraan tersebut yang merupakan

jalan keluar dalam usaha pemberayaan masyarakat. Bina Tani Mandiri adalah

perusahaan kemitraan dengan sistem kemitraan yang memiliki interaksi negatif,

dimana para petani saling berpencar dan menghindari berhubungan dengan

perusahaan mitra. Hal tersebut disebabkan karena pola komunikasi yang

dijalankan bersifat satu arah, keputusan semua berada di tangan perusahaan.

Keadaan ini membuat petani mencari alternatif lain.

Tiara (2009) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Rencana Kemitraan

Antara Petani Kacang Tanah dengan CV. Mitra Priangan (Kasus Pada Petani

Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur)”. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis kondisi masing-

masing pelaku kemitraan, dalam hal ini kondisi CV. Mitra Priangan dengan petani

mitra dan menentukan pola kemitraan yang sesuai dengan CV. Mitra Priangan dan

petani mitra. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan kemitraan dapat

dipengaruhi oleh tujuan masing-masing pelaku sebagai pendorong internal dan

faktor-faktor yang berasal dari eksternal yang dihadapi oleh kedua pelaku mitra.

Analisis juga dilakukan untuk mengetahui faktor bagi penentuan pola kemitraan

CV. Mitra Priangan dan kelompok tani mitranya. Pola kemitraan kenjelaskan

hubungan kerjasama dan posisi kedua pelaku dalam pelaksanaan kemitraan. Pola

kemitraan yang ideal dan efektif dapat menjadi solusi terbaik untuk

pengembangan usaha kedua pelaku.

Berdasarkan uraian penelitian sebelumnya, penulis menjadikan beberapa

kajian sebelumnya sebagai referensi dalam penelitian yang dilakukan. Hal

tersebut dikarenakan adanya persamaan yang mendasar dengan penelitian

sebelumnya. Persamaan pada metode analisis dalam penelitian ini adalah

mempunyai kesamaan topik penelitian yaitu membahsa mengenai kemitraan.

Beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan topik analisis kemitraan

terdapat perbedaan dengan penelitian yang sekarang dilakukan, misalnya dalam

penentuan lokasi dan objek yang diteliti.

12

Tingkat Kepuasan Petani terhadap Kemitraan

Kemitraan yang dilakukan harus dikaji tingkat kepuasannya untuk

mengevaluasi pelaksanaan kemitraan yang dilihat dari sisi konsumen produk

kemitraan yang dalam hal ini adalah petani mitra. Penelitian tentang kepuasan

petani terhadap kemitraan dilakukan oleh Firwiyanto (2008) dengan mengukur

tingkat kepuasan peternak terhadap kemitraan ayam broiler. Perhitungan

dilakukan untuk menemukan indeks tingkat kepuasan peternak terhadap

pelayanan sarana produksi, pelayanan teknis budidaya dan pelayanan pasca panen

dengan penentuan bobot berdasarkan metode Importance Performance Analysis

(IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Melalui analisis IPA dapat diketahui

atribut dari kemitraan yang berada pada kuadran I, dimana atribut tersebut tingkat

kinerjanya belum optimal dan harus menjadi prioritas untuk ditingkatkan.

Disamping itu kinerja atribut pada kuadran II harus tetap dipertahankan, dan

meningkatkan kinerja atribut kuadran III setelah perbaikan kinerja atribut kuadran

I. Secara keseluruhan peternak mitra merasa puas terhadap kinerja atribut

kemitraan yang dilaksanakan oleh perusahaan inti. Hal ini dilihat dari nilai CSI

sebesar 0.74 atau 74 persen.

Lestari (2009) juga melakukan penelitian mengukur kepuasan petani mitra

menggunakan metode IPA dan CSI. Atribut yang digunakan oleh peneliti terdiri

dari tujuh belas atribut, dimana terdapat empat atribut yang memiliki tingkat

kepentingan yang tinggi tetapi kinerjanya dinilai masih rendah oleh peternak

plasma sehingga digolongkan kedalam kuadran I, yaitu kualitas DOC, kualitas

pakan, kecepatan pencairan hasil panen, dan pemberian bonus. Hasil analisis

kesesuaian juga menunjukkan bahwa keempat atribut tersebut memiliki nilai

kesesuaian yang rendah. Walaupun begitu, secara keseluruhan peternak plasma

merasa puas dengan kinerja atribut-atribut yang terdapat dalam kemitraan. Hal

tersebut diketahui dari nilai CSI sebesar 63.38 persen dimana nilai ini berada di

skala puas.

Metode IPA dan CSI juga digunakan untuk melihat tingkat kepuasan petani

mitra terhadap jalannya kerjasama dengan PT SHS. Metode IPA dapat melihat

tingkat kepentingan dan kepuasan petani terhadap atribut kepuasan yang

digunakan dalam penelitian ini, sehingga akan dapat diperoleh atribut yang

menjadi prioritas utama dalam memperbaiki kinerja pelaksanaan kemitraan.

Atribut yang menjadi atribut kepuasan dalam penelitian yang dilakukan oleh

Lestari adalah prosedur penerimaan mitra, kualitas benih pokok, harga benih

pokok, harga sarana produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh

sarana produksi, frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma, pelayanan dan materi

yang diberikan dalam pembinaan plasma, respon inti terhadap keluhan petani,

bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman, pengetahuan dan

kemampuan komunikasi pendamping, pendamping mudah ditemui dan dihubungi,

bantuan biaya panen, ketepatan waktu pemberian biaya panen, penyediaan sarana

transportasi untuk panen, harga beli hasil panen serta ketepatan waktu

pembayaran hasil panen. Dengan menggunakan metode CSI dapat diketahui

kepuasan petani mitra terhadap pelaksanaan kemitraan secara keseluruhan.

Berdasarkan uraian dari penelitian sebelumnya, penulis menjadikan

beberapa kajian sebelumnya sebagai referensi dalam penelitian yang dilakukan.

Hal tersebut dikarenakan adanya persamaan yang mendasar dengan penelitian

13

sebelumnya. Persamaan pada metode analisis dalam penelitian ini adalah

mempunyai kesamaan topik penelitian yaitu membahas mengenai kemitraan dan

kepuasan petani terhadap kemitraan. Beberapa penelitian sebelumnya yang

relevan dengan topik analisis kemitraan dan kepuasan petani terhadap kemitraan

terdapat perbedaan dengan penelitian yang sekarang dilakukan yang terletak

dalam komoditi yang diusahakan dan lokasi penelitian.

Atribut Yang Digunakan Dalam Penelitian Kepuasan Petani Mitra Terhadap

Kemitraan

Kusumah (2008) dalam penelitiannya mengenai tingkat kepuasan peternak

plasma terhadap pola kemitraan Tunas Mekar Farm menggunakan beberapa

atribut yang diduga berpengaruh terhadap kepuasan peternak yaitu penerapan

harga kontrak DOC, kualitas pakan, obat dan vaksin, serta bimbingan teknis yang

diberikan pihak inti. Atribut yang menjadi prioritas utama yang harus diperbaiki

berdasarkan penelitian Kusumah (2008) adalah kualitas DOC yang diharapkan

oleh peternak plasma adalah DOC yang memiliki performa baik dan lebih tahan

terhadap penyakit stress. Atribut yang menjadi prioritas utama yaitu atribut yang

memiliki tingkat kepentingan tinggi namun kinerjanya dinilai masih rendah oleh

peternak plasma. Hasil dari penentuan atribut yang menjadi prioritas utama akan

berbeda dari masing-masing perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Firwiyanto (2008) menyimpulkan atribut

utama dalam penelitiannya adalah jadwal pengiriman sarana produksi, kesesuaian

waktu panen, pelayanan dan materi bimbingan, dan kecukupan sarana produksi.

Lestari (2009) melakukan penelitian dengan topik yang sama yaitu terkait denagn

tingkat kepuasan dan pendapatan peternak ayam broiler. Atribut yang digunakan

dalam penelitian Lestari (2009) yaitu prosedur penerimaan mitra, penerapan harga

kontrak DOC, harga kontrak pakan, kualitas DOC dan pakan, harga dan kualitas

obat vaksin, jadwal pengiriman sarana produksi, frekuensi bimbingan teknis,

pelayanan dan materi bimbingan, penerapan standar produksi, kesesuaian waktu

panen, respon terhadap keluhan, kesesuaian harga jual output, kecepatan

pembayaran hasil panen, pemberian bonus, dan pemberian kompensasi. Alat

analisis yang digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan peternak terhadap

atribut tersebut adalah dengan menggunakan metode Importance Performance

Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Tiap atribut diberikan

skala skor 1 sampai 4 dengan alasan untuk menghindari ketidakpastian responden

(central tendency), yaitu kecenderungan responden memilih jawaban tengah atau

jawaban kategori cukup. Hasil dari penelitian Lestari (2009) menunjukkan bahwa

atribut yang menjadi prioritas utama adalah kualitas DOC, kualitas pakan,

kecepatan pencairan hasil panen, dan pemberian bonus.

14

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka teoritis adalah suatu kerangka yang menjelaskan mengenai teori-

teori yang sesuai dengan topik penelitian. Kerangka pemikiran teoritis dalam

penelitian ini meliputi kemitraan, konsep kepuasan kemitraan dan pengukuran

kepuasan.

Kemitraan

Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 menyatakan bahwa kemitraan adalah

kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar

dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan

saling menguntungkan. Definisi tersebut mengandung arti kemitraan sebagai

tanggungjawab moral. Pengusaha menengah atau besar membimbing dan

membina pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan usahanya

sehingga mampu menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan dan

kesejahteraan bersama. hal tersebut berarti bahwa masing-masing pelaku mitra

harus menyadari adanya kelemahan pada masing-masing baik di bidang

manajemen, penguasaan iptek maupun penguasaan sumberdaya sehingga pelaku

mitra harus mampu saling mengisi dan melengkapi kekurangan masing-masing.

Kemitraan adalah strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih

dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip

saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah, 2000). Keberhasilan

kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam

menjalankan etika bisnis karena kemitraan merupakan suatu strategi bisnis.

Kemitraan yang ideal menurut Hafsah (2000) adalah kemitraan antara usaha

menengah dan usaha besar yang kuat di kelasnya dengan pengusaha kecil yang

kuat di bidangnya yang didasari oleh kesejajaran kedudukan atau kesamaan

derajat bagi pihak mitra sehingga tidak ada pihak lain yang dirugikan, karena

tujuan utama dari kemitraan adalah untuk meningkatkan keuntungan atau

pendapatan melalui pengembangan usahanya tanpa saling mengeksploitasi satu

sama lain serta tumbuh berkembang dengan rasa saling percaya diantara pelaku

mitra. Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 1997 menyatakan bahwa kemitraan

adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan atau

dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah

dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling

memperkuat, dan saling menguntungkan.

Kemitraan merupakan suatu bentuk kerjasama yang mengacu pada

terbentuknya keseimbangan, keselarasan, dan keterampilan yang didasari oleh

sikap paling percaya antara kedua belah pihak yang bermitra yaitu perusahaan dan

kelompok, dimana adanya hubungan kemitraan ini akan terwujud hubungan saling

menguntungkan, saling membutuhkan, dan saling memperkuat. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa kerjasama dalam bentuk kemitraan ini bertujuan untuk

meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, adanya jaminan supply,

meningkatkan kualitas produksi, meningkatkan kualitas kelompok mitra,

meningkatkan usaha, serta menciptakan kelompok mitra yang mandiri.

15

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

kemitraan merupakan kerjasama usaha yang dilakukan sebagai strategi bisnis

antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling

memperkuat dan saling menguntungkan yang disertai adanya satu pembinaan dan

pengembangan. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya masing-masing pihak

pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan yang akan dapat saling dilengkapi

dengan adanya kemitraan.

Kemitraan merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan dengan

berbagai macam bentuk kerjasama dalam menghadapi dan memperkuat satu sama

lainnya. Kemitraan merupakan satu harapan yang dapat meningkatkan

produktivitas dan posisi tawar yang adil antar pelaku usaha. Berkaitan dengan

kemitraan tersebut diatas, maka terdapat beberapa unsur pokok yang terkandung

dalam kemitraan antara lain :

1. Kerjasama Usaha

Kerjasama usaha melalui kemitraan dilakukan antara usaha besar atau

menengah dengan skala kecil yang didasarkan pada kesejajaran kedudukan atau

mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang bermitra. Hal

tersebut menunjukkan bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara

pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan

yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang

dirugikan, tidak ada yang saling mengeksploitasi satu sama lain dan tumbuh

berkembangnya rasa saling percaya diantara para pihak dalam mengembangkan

usahanya. Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan

pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling

menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga

pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh dalam berusaha demi tercapainya

kesejahteraan.

2. Pembinaan dan Pengembangan

Perbedaan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang biasa oleh

pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya bentuk pembinaan dari

pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan

pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain

pembinaan dalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen

usaha, pembinaan peningkatan sumber daya manusia (SDM), pembinaan

manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pembinaan

dalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.

3. Prinsip Saling Memerlukan, Saling Memperkuat, dan Saling

Menguntungkan

a. Prinsip Saling Memerlukan

Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang diawali dengan

mengenal dan mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya.

Pemahaman terhadap keunggulan akan menghasilkan sinergi yang

berdampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan sebagainya.

Penerapan dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga

dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang

dimiliki oleh perusahaan yang kecil. Perusahaan lebih kecil yang pada

umumnya relatif lemah dalam kemampuan teknologi, permodalan dan

sarana produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh

16

perusahaan besar. Dengan demikian sebenarnya ada rasa saling memerlukan

atau ketergantungan diantara kedua pihak yang bermitra.

b. Prinsip Saling Memperkuat

Sebelum kedua belah pihak memulai untuk bekerjasama, terdapat

suatu tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing pihak dalam bermitra

yaitu nilai tambah. Nilai tambah tersebut dapat berupa nilai ekonomi seperti

peningkatan modal dan keuntungan, perluasan pangsa pasar, maupun non

ekonomi seperti peningkatan kemampuan manajemen dan penguasaan

teknologi. Keinginan ini merupakan konsekuensi logis dan alamiah dari

adanya kemitraan sehingga dengan bermitra akan terjadi suatu hubungan

antara pelaku yang bermitra dengan harapan nilai tambah yang diterima

akan lebih besar. Dengan demikian terjadi saling mengisi atau saling

memperkuat kekurangan masing-masing pihak yang bermitra.

c. Prinsip Saling Menguntungkan

Tujuan dari kemitraan usaha salah satunya adalah saling

menguntungkan. Para partisipan harus memiliki kemampuan dan kekuatan

yang sama dalam bermitra, tetapi adanya posisi tawar yang setara

berdasarkan peran masing-masing pihak yang bermitra, maka tidak ada

pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling

percaya diantara para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan

keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya.

Implementasi dari hubungan kemitraan dilaksanakan melalui pola-pola

kemitraan yang sesuai dengan sifat atau kondisi dan tujuan usaha yang

dimitrakannya dengan menciptakan suasana kondusif baik dalam pembinaan

maupun pelaksanaan operasionalnya. Pembinaan kemitraan sangat berpengaruh

terhadap kebijakan yang berlaku di suatu wilayah. Oleh karena itu, dukungan

kemitraan diperlukan dalam pelaksanaan kemitraan usaha dan ditunjang dengan

operasionalisasi yang baik seperti penjabaran pelaksanaan kemitraan melalui

kontak kerjasama kemitraan dan secara konsisten mengikuti segala kesepakatan

yang telah ditetapkan bersama. Kontrak kerjasama ini tidak hanya berupa

Memorandum of Understanding tetapi kontrak kerjasama yang sudah memuat

perjanjian waktu, harga, dan jumlah produksi yang diimbangi dengan sanksi yang

ditetapkan apabila salah satu pihak melanggar atau merugikan pihak lain.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Bab 1 Pasal 2 ayat 1 tentang

Kemitraan Usaha Pertanian, tujuan dari usaha kemitraan adalah untuk

meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas

sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha dalam rangka

menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang

mandiri. Kemitraan bertujuan untuk menumbuhkan, meningkatkan kemampuan,

dan meningkatkan peranan usaha kecil dalam perekonomian nasional khususnya

dalam mewujudkan usaha yang tangguh dan mandiri, yang mampu menjadi

terdepan dan memperkokoh struktur perekonomian nasional.

Etika bisnis diperlukan dalam pelaksanaan kemitraan untuk membangun

kemitraan yang baik dan benar sehingga dapat mencapai tujuan bersama yang

diinginkan. John L. Mariotti dalam bukunya The Power of Partnership (1993)

pada Hafsah (2000) mengemukakan bahwa terdapat enam dasar etika bisnis

dimana empat dasar etika bisnis tersebut merupakan hubungan interaksi manusia

17

dan dua lainnya merupakan perspektif bisnis. Keenam dasar etika bisnis tersebut

adalah :

1. Karakter, Integritas, dan Kejujuran

Karakter merupakan kualitas yang dimiliki seseorang atau kelompok yang

membedakan dengan yang lainnya. Karakter diperlukan oleh pelaku-pelaku mitra

yaitu karakter yang kuat dan tidak mudah putus asa. Integritas merupakan sikap

dalam bertindak jujur dan benar. Kemitraan yang dibangun dengan integritas yang

terpuji dari pelakunya akan menghasilkan suatu kemitraan yang kokoh dan tidak

mudah terombang-ambing oleh berbagai hambatan. Kejujuran merupakan

ketulusan hati dan merupakan sikap dasar harfiah yang dimiliki manusia.

Kemitraan yang diawali dengan kejujuran dari pelaku mitra akan dapat menjadi

awal untuk terbentuknya transparasi dalam segala manifestasinya.

2. Kepercayaan

Kepercayaan kepada mitra merupakan modal dasar dalam menjalin

kemitraan. Kemitraan yang dilakukan oleh pelaku mitra dengan dasar saling

mempercayai akan mampu memudahkan dalam pelaksanaan kemitraannya. Hal

tersebut dikarenakan kemitraan yang didasari dengan kepercayaan akan

memudahkan dalam menindaklanjuti segala kesepakatan yang telah disepakati

bersama. Kepercayaan dalam kemitraan susah untuk didapat, tetapi mudah untuk

dihilangkan. Hilangnya kepercayaan dalam kemitraan dapat disebabkan dari

adanya penyimpangan yang dilakukan oleh pelaku mitra.

3. Komunikasi yang terbuka

Komunikasi yang terbuka merupakan suatu rangkaian proses dimana

informasi tersebut dipertukarkan secara transparan. Kemitraan bersifat dinamik

yaitu berkembang sesuai dengan tantangan dan masalah yang sedang terjadi,

sehingga untuk dapat bertahan, kemitraan memerlukan ide, gagasan, dan

informasi yang terus berkembang. Informasi yang tertahan akan menghasilkan

suatu kreativitas yang dipaksakan yang berasal dari salah satu pihak. Pertukaran

informasi yang terbuka oleh pelaku mitra akan melahirkan ide atau gagasan yang

melahirkan kreativitas yang dapat berdampak pada kegiatan atau usaha yang

dilakukan.

4. Adil

Adil dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang bias atau bersikap sama

atau seimbang terhadap semua orang. Secara harfiah adil diartikan sebagai tidak

memihak atau tidak berat sebelah. Kemitraan yang dilandasi dengan sikap adil

menunjukkan adanya pengorbanan dari pihak yang bermitra untuk mendapatkan

keuntungan yang lebih besar. Pengorbanan yang diberikan oleh satu pihak tidak

berarti sebagai kerugian melainkan suatu tindakan yang telah diperhitungkan demi

meraih suatu nilai tambah yang maksimal.

5. Keinginan Pribadi dari Pihak yang Bermitra

Sebelum memulai menjalin kerjasama dalam kemitraan oleh kedua belah

pihak mitra, terdapat satu tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mendapatkan nilai

tambah yang tidak hanya diwujudkan dalam bentuk ekonomi seperti peningkatan

modal dan keuntungan dan perluasan pangsa pasar, tetapi juga dalam bentuk non

ekonomi seperti peningkatan kemampuan manajemen, penguasaan teknologi dan

kepuasan tertentu. Batasan dari pencapaian keinginan tersebut harus didasari

sampai sejauh mana kemampuan untuk memanfaatkan keinginan tersebut untuk

memperkuat keunggulan-keunggulan yang dimilikinya, sehingga akan terjadi

18

sinergi antara para pelaku yang bermitra sehingga nilai tambah yang diterima akan

lebih besar.

6. Keseimbangan antara Insentif dan Risiko

Kemitraan merupakan perpaduan antara risiko yang diberikan dengan hasil

atau insentif yang diterima. Pihak yang bermitra harus mempunyai keinginan

untuk menghadapi risiko secara bersama sehingga dapat menikmati keuntungan

secara bersama. Keseimbangan ini harus terus dikembangkan sebagai penjabaran

dari aturan praktek-praktek bisnis secara umum. Keinginan untuk mengambil

risiko dari suatu usaha dapat diartikan sebagai awal dari keberhasilan kemitraan.

Kemitraan menurut John L. Mariotti (1993) dalam Hafsah (2000) dimulai

dari mengenal calon mitra, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan

usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan dan terus memonitor dan

mengevaluasi sampai target sasaran tercapai. Proses dalam pengembangan

kemitraan harus dicermati sejak awal sehingga permasalah yang timbul dapat

diketahui baik besarnya permasalahan maupun langkah-langkah yang perlu

diambil. Selain itu, perubahan terhadap peluang dan pangsa pasar yang timbul

dapat segera diantisipasi sehingga target yang ingin dicapai tidak mengalami

perubahan. Rangkaian urutan proses pengembangan kemitraan merupakan suatu

urutan tangga yang harus dilalui secara bertahap dan beraturan untuk

mendapatkan hasil yang optimal.

a. Memulai Membangun Hubungan dengan Calon Mitra

Langkah awal dalam memulai kemitraan adalah mengenal calon mitra.

Pengenalan calon mitra merupakan awal keberhasilan dalam proses pelaksanaan

kemitraan selanjutnya. Kekeliruan dalam memilih calon mitra akan berdampak

pada proses selanjutnya sehingga akan terasa membuang-buang waktu dan

melakukan hal yang sia-sia untuk merai kesuksesan. Memilih calon mitra bukan

merupakan pekerjaan mudah, karena harus memenuhi kriteria tertentu sesuai yang

diinginkan sehingga informasi mengenai calon mitra harus benar-benar lengkap.

b. Mengetahui Kondisi Bisnis Pihak yang Bermitra

Kondisi bisnis dari calon mitra harus benar-benar diperhatikan dan

diperhitungkan terutama dalam kemampuan manajemen, penguasaan pasar,

teknologi, permodalan dan sumberdaya manusianya. Pemahaman akan

keunggulan akan menghasilkan sinergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya

biaya produksi, dan sebagainya. Saling mengenal kondisi bisnis dari pihak yang

bermitra sangat penting untuk menyusun suatu strategi yang akan dilakukan.

Kondisi bisnis pihak yang bermitra harus dinilai secara jujur dan realistis terutama

dalam mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang membawa sukses.

c. Mengembangkan Strategi dan Menilai Detail Bisnis

Strategi yang direncanakan bersama dalam kemitraan meliputi strategi

dalam pemasaran, distribusi, operasional dan informasi. Strategi disusun

berdasarkan informasi mengenai keunggulan dan kelemahan bisnis dari pihak

yang bermitra. Selain itu, juga harus dilakukan penilaian secara detail terhadap

rencana penjualan dan keuntungan yang akan dicapai. Penilaian ini terkait dengan

besarnya produk yang dihasilkan, sasaran pembeliannya, pangsa pasarnya serta

metode distribusinya.

19

d. Mengembangkan Program

Setelah informasi dikumpulkan dan dikembangkan menjadi suatu rencana

taktis dan strategi yang akan diimplementasikan. Termasuk didalamnya adalah

menentukan atau membatasi nilai tambah (dengan berbagai pertimbangan) yang

ingin dicapai. Rencana yang telah disepakati selanjutnya dikomunikasikan dengan

setiap orang yang terlibat dalam pelaksanaan.

e. Memulai Pelaksanaan

Pelaksanaan kemitraan dimulai dengan ketentuan yang telah disepakati. Hal

yang perlu dilakukan pada tahap awal adalah melakukan pengecekan terhadap

kemajuan-kemajuan yang dialami. Pada tahap ini akan timbul berbagai masalah

dan ini harus dicarikan jalan keluarnya. Penyelesaian dilakukan dengan

mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang dianggap perlu.

f. Memonitor dan Mengevaluasi Perkembangan

Perkembangan pelaksanaan perlu dimonitor secara terus-menerus agar

target yang ingin dicapai benar-benar dapat menjadi kenyataan. Selain itu,

evaluasi juga diperlukan untuk perbaikan dalam pelaksanaan kemitraan

berikutnya.

Manfaat kemitraan menurut Hafsah (2000) berkaitan dengan :

1. Produktivitas

Produktivitas dalam model ekonomi secara umum didefinisikan sebagai

input dibagi dengan output. Produktivitas menurut Schonberger and Knod (1991)

dan Chase and Aquilano (1992) dalam Hafsah (2000) akan meningkat jika dengan

menggunakan input yang sama dapat diperoleh hasil yang lebih tinggi, atau

sebaliknya dapat menghasilkan output yang sama dengan input yang lebih rendah.

Salah satu manfaat yang diharapkan dari adanya kemitraan adalah untuk

peningkatan produktivitas.

Bagi perusahaan yang lebih besar, peningkatan produktivitas dapat

dilakukan dengan dua cara yang pertama yaitu tingkat produksi (output) yang

diharapkan dapat dicapai dengan mengurangi faktor input seperti target penjualan

dapat dicapai dengan pengurangan tenaga kerja lapangan yang dimiliki oleh

perusahaan, yaitu dengan menerapkan model pemasaran berjenjang (multilevel

marketing) dimana kegiatan pemasaran dapat dilakukan oleh pemasar lepas atau

perusahaan mendiri. Model pemasaran berjenjang pada sektor pertanian

dilaksanakan dalam pola PIR dimana perusahaan besar mengoperasikan kapasitas

pabriknya secara full capacity, tanpa perlu memiliki lahan dan pekerja lapangan

sendiri, karena biaya untuk keperluan tersebut ditanggung oleh petani plasma

peserta program PIR. Cara kedua yang dilakukan untuk meningkatkan

produktivitas bagi perusahaan besar adalah dengan meningkatkan produksi

(output) dengan menggunakan sumberdaya sendiri yang sama atau tetap baik

dalam jumlah maupun kualitasnya.

Bagi perusahaan kecil atau petani secara individu, peningkatan produktivitas

biasanya dicapai secara terus-menerus yaitu dengan menambah unsur input baik

secara kualitas maupun kuantitasnya dengan tujuan bahwa dalam jumlah tertentu

akan mampu memperoleh output dalam jumlah dan kualitas berlipat. Secara

berkelompok, perusahaan kecil atau petani dapat meningkatkan produktivitasnya

dengan cara mengurangi atau menekan faktor input. Hal tersebut dapat terjadi

pada input yang dapat digunakan secara bersama seperti penggunaan traktor milik

20

kelompok, memberantas hama penyakit, biaya pemeliharaan irigasi, biaya

pengangkutan sarana produksi dan hasil per unit apabila dilakukan dalam jumlah

besar, pergudangan, menjual secara bersama, dan lainnya.

2. Efisiensi

Berdasarkan teori Operations Management menurut Schonberger and Knod

(1991) dalam Hafsah (2000), produktivitas adalah hasil perkalian antara efisiensi

dan utilisasi. Efisiensi dapat terjadi bila output tertentu dapat dicapai dengan input

minimum. Efisiensi input dapat berbentuk waktu dan tenaga. Penerapan dalam

kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target

tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan kecil.

Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil mempunyai kelemahan dalam hal

kemampuan teknologi dan sarana produksi, sehingga dengan bermitra akan

mampu menghemat waktu produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang

dimiliki oleh perusahaan besar. Mekanisasi pertaniandalam penyiapan lahan yang

dimiliki oelh petani plasma dimana perusahaan inti menyediakan mesin pertanian

sehingga petani dapat mempercepat dan memperluas areal tanam dengan tenaga

yang tersedia dan mampu memberikan hasil yang diharapkan sesuai dengan

kapasitas produksi yang ditargetkan oleh perusahaan.

3. Jaminan Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas

Produk akhir dari kemitraan ditentukan oleh dapat atau tidaknya suatu

produk diterima oleh pasar. Indikator diterimanya suatu produk di pasar adalah

kesesuaian mutu yang diinginkan oleh konsumen (market driven quality atau

consumer driven quality). Loyalitas konsumen hanya dapat dicapai apabila ada

jaminan mutu dari suatu produk. Jaminan kualitas semakin terasa apabila produk

yang dihasilkan dapat masuk ke pasar dunia (diekspor).

Kualitas, kuantitas, dan kontinuitas erat kaitannya dengan efisiensi dan

produktivitas yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan pada gilirannya

menjamin keuntungan perusahaan mitra yang memerlukan manajemen yang

mantap mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi dan disertai dengan

prosedur dan petunjuk teknis yang jelas dan disiplin yang ketat sehingga apabila

kualitas, kuantitas, dan kontinuitas berhasil dilaksanakan, dapat menyempurnakan

pelaksanaan kemitraan selanjutnya.

4. Risiko

Setiap kegiatan bisnis atau usaha selalu terdapat risiko. Risiko yang terdapat

pada kegiatan bisnis atau usaha dapat diminimalisir dengan menjalin kemitraan.

Pihak yang bermitra akan menanggung risiko secara proposional sesuai dengan

besarnya modal dan keuntungan yang akan diperoleh. Berdasarkan teori

manajemen risiko yang dilihat dari sudut finansial perusahaan besar biasanya

menerapkan falsafah “tidak menaruh seluruh telurnya dalam keranjang (do not pu

your all eggs in one basket)” yang artinya dengan modal yang ada diusahakan

untuk mendiversivikasi usahanya dalam beberapa kegiatan yang mudah dicapai

apabila perusahaan tersebut bekerjasama atau bermitra dengan pihak lain.

Bagi pihak perusahaan kecil atau petani risk sharing dapat terlaksana

apabila memperoleh mitra usaha yang betul-betul mampu menjamin penyerapan

hasil produksi yang dapat menghindarkan dari kerugian akibat kelebihan hasil dan

penurunan harga. Risiko yang ditanggung secara bersama bukan hanya membagi

risiko secara proporsional sehingga lebih ringan melalui risk sharing, tetapi lebih

21

mengandung makna senasib sepenanggungan sehingga eksistensi perusahaan yang

bermitra menjadi lebih besar yang dapat berdampak pada pengurangan risiko.

5. Sosial

Kondisi ideal perekonomian suatu negara adalah apabila mayoritas aset

produksi berada dan bergeser di level usaha kecil dan menengah. Hal tersebut

dikarenakan kelas kecil dan menengah diharapkan dapat tumbuh sebagai

komunitas penggerak kemajuan suatu negara. Menumbuhkan pengusaha di tingkat

kecil dan menengah merupakan suatu strategi untuk mencapai kondisi ideal

perekonomian di Indonesia. Salah satu cara untuk menumbuhkan pengusaha kelas

kecil tersebut dengan melakukan kemitraan karena kemitraan usaha bukan hanya

memberikan dampak positif dengan saling menguntungkan tetapi juga dapat

memberikan dampak sosial (social benefit) yang cukup tinggi. Adanya dampak

sosial yang cukup tinggi tersebut dapat menghindarkan masyarakat dari

kecemburuan sosial yang bisa berkembang menjadi gejolak sosial akibat

ketimpangan. Selain itu, dengan melalui kemitraan juga dapat menghasilkan

persaudaraan antar pelaku ekonomi yang berbeda status yang merupakan

perwujudan dari keadilan sosial dan keadilan ekonomi seperti yang tertera dalam

UUD 1945.

6. Ketahanan Ekonomi Nasional

Pokok permasalahan dalam kemitraan adalah upaya pemberdayaan pelaku

mitra yang lemah yaitu pengusaha kecil, atau dengan kata lain terciptanya

kesetaraan dalam posisi tawar antar pelaku usaha yang memerlukan usaha konkret

sehingga mendorong terlaksananya kemitraan usaha sekaligus sebagai model

terciptanya kemitraan usaha. Pendorong kemitraan usaha yang sering dilakukan

adalah dengan menciptakan suasana kondusif berupa peraturan, mewujudkan

model atau pola kemitraan yang sesuai, dengan menyediakan prasarana penunjang

seperti listrik, sarana transportasi, sarana komunikasi, dan sebagainya. Harapan

dari tersedianya upaya dan fasilitas fisik adalah terciptanya kemitraan.

Produktivitas, efektivitas, dan efisiensi akan meningkat yang akan mempengaruhi

peningkatan pendapatan dan kesejahteraan para pelaku kemitraan. Dengan adanya

peningkatan pendapatan akan dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan dan

terciptanya pemerataan yang lebih baik sehingga mampu mengurangi timbulnya

kesenjangan ekonomi antar pelaku yang terlibat dalam kemitraan usaha yang

dapat mendorong peningkatan ketahanan ekonomi secara nasional.

Maksud dan tujuan dari kemitraan pada dasarnya adalah Win Win Solution

Partnership yang berarti saling menguntungkan antar sesama pelaku mitra.

Kesadaran dan saling menguntungkan dalam kemitraan berarti adanya posisi

tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing pelaku mitra. Ciri dari

kemitraan usaha adalah adanya hubungan timbal balik antar pelaku mitra. Hafsah

(2000) menyatakan bahwa dalam kondisi ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam

pelaksanaan kemitraan adalah :

a. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat

b. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan

c. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil

d. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah, dan nasional

e. Memperluas kesempatan kerja

f. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional

22

Berdasarkan SK Mentan No.940/Kpts/OT.210/10/1997, pola kemitraan

yang banyak dilaksanakan di Indonesia adalah pola inti plasma, pola subkontrak,

pola dagang umum, pola keagenan, dan pola kerjasama operasional khusus.

1. Inti-plasma

Pola inti-plasma menurut SK Mentan No 940/Kpts/OT.210/10/1997 adalah

pola kemitraan yang merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra

dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra memproduksi

komponen yang diperlukan mitra sebagai bagian dari produksi.

Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 1997 Pasal 3 menyatakan bahwa dalam

pola kemitraan inti plasma, pihak inti yaitu usaha besar dan atau usaha menengah

melakukan pembinaan dan pengembangan terhadap pihak plasma atau usaha kecil

dalam hal :

a. Penyediaan dan penyiapan lahan

b. Penyediaan sarana produksi

c. Pemberian bimbingan teknis dan manajemen usaha dan produksi

d. Perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan

e. Pembiayaan

f. Pemberian bantuan lainnya yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi

dan produktivitas usaha.

Keunggulan pola kemitraan inti plasma menurut Hafsah (2000) adalah :

1) Kemitraan inti plasma memberikan manfaat timbal balik antara

pengusaha besar atau menengah sebagai inti dengan usaha kecil sebagai

plasma melalui cara pengusaha besar atau menengah memberikan

pembinaan serta penyediaan sarana produksi, bimbingan, pengolahan

hasil, serta pemasaran. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan

besar telah membagi risiko dan peluangnya dengan perusahaan kecil

sebagai plasma, sehingga akan tercipta saling ketergantungan dan saling

memperoleh keuntungan.

2) Kemitraan inti plasma dapat berperan sebagai upaya pemberdayaan

pengusaha kecil di bidang teknologi, modal, kelembagaan, dan lain-lain

sehingga pasokan bahan baku dapat lebih terjamin dalam jumlah dan

kualitas sesuai dengan standar yang diperlukan.

3) Pengusaha besar pada kemitraan inti plasma memberikan bimbingan

kepada pengusaha kecil agar mampu memenuhi skala ekonomi yang

dapat mempengaruhi terciptanya efisiensi.

4) Pengusaha besar atau menengah pada pola kemitraan inti plasma

mempunyai kemampuan dan kawasan pasar yang lebih luas sehingga

mampu mengembangkan komoditas seperti barang produksi yang

mempunyai keunggulan dan kemampuan bersaing di pasar nasional,

regional, maupun pasar internasional.

5) Keberhasilan kemitraan dapat menjadi daya tarik bagi perusahaan besar

atau menengah lainnya sebagai investor baru untuk membangun

kemitraan baru baik investor swasta nasional maupun investor swasta

asing.

6) Tumbuhnya kemitraan inti plasma akan mempengaruhi pertumbuhan

pusat-pusat ekonomi baru yang semakin berkembang sehingga dapat

23

mengupayakan pemerataan pendapatan yang dapat mencegah terjadinya

kesenjangan sosial.

Kelemahan dari pola kemitraan inti plasma adalah :

a) Pelaku mitra yaitu perusahaan besar dan petani yang tergabung kedalam

kelompok atau koperasi dan organisasi petani belum solid dan belum

dapat mewakili aspirasi dan kepentingan anggotanya

b) Petani belum memahami hak dan kewajibannya dengan baik

c) Prusahaan mitra sebagai inti belum sepenuhnya memberikan perhatian

dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya seperti apa yang diharapkan

d) Belum adanya kontrak kemitraan yang benar-benar menjamin hak dan

kewajiban dari komoditi yang dimitrakan

Pola kemitraan inti plasma menurut Soemardjo et al. (2004) adalah

hubungan antara petani, kelompok tani, atau kelompok mitra sebagai plasma

dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Kewajiban dari perusahaan inti

adalah menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen,

menampung dan mengolah, serta memasarkan hasil produksi. Kelompok mitra

mempunyai kewajiban dalam memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan

persyaratan yang telah disepakati. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar

1.

Gambar 1 Pola Kemitraan Inti Plasma Sumber : Soemardjo et al. 2004

2. Subkontrak

Pola kemitraan subkontrak menurut SK Mentan No 940 Tahun 1997

merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan

mitra yang di dalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan

perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pola kemitraan subkontrak

berdasarkan PP No 44 Tahun 1997 Pasal 4 menyatakan bahwa dalam hal

kemitraan yang terjalin antara usaha besar dan atau usaha menengah dengan usaha

kecil bertujuan untuk memenuhi barang atau jasa. Usaha besar atau usaha

menengah memberikan bantuan berupa :

Plasma

Plasma Inti

Plasma

Plasma

24

a. Kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan atau komponen

b. Kesempatan yang seluas-luasnya dalam memperoleh bahan baku yang

di produksinya secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga

yang wajar

c. Bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen

d. Perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan

e. Pembiayaan

Kekuatan dari pola kemitraan subkontrak adalah adanya keuntungan yang

dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal, dan keterampilan, serta

menjamin pemasaran produk kelompok mitra usaha. kelemahan pola kemitraan

subkontak dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Erna (1994) di

industri batik Pekalongan dalam Hafsah (2000). Berdasarkan penelitian Erna,

hubungan subkonntra seringkali menimbulkan kecenderungan untuk mengisolasi

produsen kecil sebagai subkontrak pada suatu bentuk hubungan monopoli dan

monopsoni, terutama dalam penyediaan bahan baku dan pemasaran yaitu sering

dijumpai adanya penekanan terhadap harga input yang tinggi dan harga produk

yang rendah, kontrol kualitas produk yang ketat, dan sistem pembayaran yang

sering terlambat serta sering timbulnya gejala eksploitasi tenaga kerja untuk

mengejar target produksi.

Pola kemitraan subkontrak menurut Soemardjo et al. (2004) merupakan

kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang

memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari

produksinya. Pola kemitraan subkontrak ditandai dengan adanya kesepakatan

tentang kontrak bersama yang mecakup volume, harga, mutu, dan waktu.

Hubungan kemitraan subkontrak dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pola Kemitraan Subkontrak Sumber : Soemardjo et al. 2004

3. Dagang umum

Pola kemitraan dagang umum berdasarkan SK Mentan No 940 Tahun 1997

merupakan suatu hubungan kemitraan usaha antara kelompok mitra dengan

perusahaan mitra, dimana kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra

sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dan perusahaan mitra memasarkan

hasil produksi kelompok mitra. Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 1997 Pasal 5

menyatakan bahwa bentuk kemitraan dengan pola dagang umum dapat

berlangsung dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau

Kelompok

Mitra

Pengusaha

Mitra

Kelompok

Mitra

Kelompok

Mitra

Kelompok

Mitra

25

penerimaan pasokan dari usaha kecil mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan

yang diperlukan oleh usaha besar dan atau usaha menengah yang bersangkutan.

Keunggulan pola kemitraan dagang umum adalah adanya jaminan harga

atas produk yang dihasilkan dan kualitas sesuai dengan yang telah ditentukan atau

disepakati. Kelemahan dar pola kemitraan dagang umum adalah memerlukan

permodalan yang kuat sebagai modal kerja dalam menjalankan usahanya baik

oleh kelompok mitra usaha maupun perusahaan mitra usaha.

Soemardjo et al. (2004) menjelaskan bahwa kemitraan dengan pola dagang

umum merupakan kemitraan yang mengandung hubungan usaha dalam pemasaran

hasil produksi yang melibatkan pihak pemasaran dengan kelompok usaha

pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. Pola

hubungan kemitraan dagang umum dapat dilihat pada Gambar 3.

Memasok

Memasarkan produk

kelompok mitra

Gambar 3 Pola Kemitraan Dagang Umum Sumber : Soemardjo et al. 2004

4. Keagenan

Pola keagenan dalam SK Mentan No 940 Tahun 1997 merupakan salah satu

bentuk hubungan kemitraan dimana kelompok mitra di dalamnya diberikan hak

khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha perusahaan mitra. Keuntunga

dari pola kemitraan keagenan yaitu diperolehnya komisi atau fee yang diusahakan

oleh usaha besar atau menengah. Kelebihan lain dari pola kemitraan keagenan

yaitu agen yang bertindak sebagai tulang punggung dan ujung tombak pemasaran

usaha besar dan usaha menengah, sehingga agen harus lebih profesional, handal,

dan ulet dalam pemasaran agar dapat saling menguntungkan dan memperkuat

pihak-pihak mitra.

Pola kemitraan keagenan menurut Soemardjo et al. (2004) merupakan

bentuk kemitraan yang terdiri dari perusahaan mitra dan kelompok mitra atau

pengusaha kecil mitra. Pihak perusahaan mitra merupakan perusahaan besar yang

meberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan barang atau

jasa perusahaan yang dipasok oleh pengusaha besar mitra. Pola kemitraan

keagenan dapat dilihat pada Gambar 4.

Kelompok

Mitra

Konsumen /

Industri

Perusahaan

Mitra

26

Memasok

Memasarkan produk

kelompok mitra

Gambar 4 Pola Kemitraan Keagenan Sumber : Soemardjo et al. 2004

5. Kerjasama Operasional Angribisnis (KOA)

SK Mentan No 940 Tahun 1997 menyatakan bahwa pola kemitraan KOA

merupakan hubungan kemitraan yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan

lahan, sarana, dan tenaga, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau

modal dan atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu

komoditi pertanian. Selain itu, perusahaan mitra juga berperan sebagai penjamin

pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan

pengemasan.

Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis menurut Soemardjao et al.

(2004) merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan

perusahaan mitra dimana kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga

kerja. Pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen, dan

pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu

komoditas pertanian. Selain itu, perusahaan mitra juga berperan sebagai penjamin

pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan

pengemasan. Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5 Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis Sumber : Soemardjo et al. 2004

Kelompok

Mitra

Perusahaan

Mitra

Konsumen/

Masyarakat

Kelompok

Mitra

Perusahaan

Mitra

- Lahan

- Sarana

- Teknologi

- Biaya

- Modal

- Teknologi

- Manajemen

27

Penilaian Kualitas Pelayanan Jasa

Pelayanan yang bermutu dan berkualitas yang mampu memenuhi tingkat

kepentingan konsumennya merupakan salah satu cara agar perusahaan dapat lebih

unggul bila dibandingkan dengan para pesaingnya. Tingkat kepentingan

konsumen terhadap jasa yang diterima perusahaan dapat diberntuk berdasarkan

pengalaman dan saran yang diperoleh langsung dari konsumen. Konsumen yang

telah menikmati jasa tersebut memberikan penilaian terhadap jasa yang diberikan

perusahaan tersebut dengan berdasarkan kepada tingkat kepentingan yang akan

dibandingkan dengan harapan.

Konsumen akan mengurangi konsumsinya terhadap produk dari perusahaan

tersebut apabila jasa yang konsumen nikmati berada jauh dibawah jasa yang

diharapkan. Begitu pula sebaliknya, bila konsumen merasa jasa yang diterimanya

lebih tinggi daripada jasa yang diharapkan maka konsumen akan terus melakukan

konsumsi terhadap produk dari perusahaan tersebut.

Penilaian terhadap kualitas pelayanan tidak dapat dilihat berdasarkan sudut

pandang perusahaan tetapi harus diukur dari sudut pandang konsumen. Dengan

demikian, dalam merumuskan strategi dan program pelayanan, perusahaan harus

berorientasi pada kepentingan pelanggan dengan memperhatikan komponen

kualitas pelayanan.

Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Rangkuti (2003), ciri-ciri

kualitas jasa dapat dievaluasi ke dalam lima dimensi besar yaitu :

a. Keandalan (reliability)

Keandalan digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

meberikan jasa yang tepat dan dapat diandalkan

b. Ketanggapan (responsiveness)

Ketanggapan digunakan untuk membantu dan memberikan pelayanan

kepada pelanggan dengan cepat

c. Jaminan (assurance)

Jaminan digunakan perusahaan untuk mengukur kemampuan dan kesopanan

karyawan secara sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh karyawan

d. Empati (emphaty)

Empati digunakan untuk mengukur pemahaman karyawan terhadap

kebutuhan konsumen serta perhatian yang diberikan oleh karyawan

e. Berwujud (tangible)

Dimensi berwujud digunakan untuk mengukur penampilan fisik, peralatan,

karyawan, serta sarana komunikasi

Konsep Kepuasan Kemitraan

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul

setelah membandingkan antara persepsi atau kesan terhadap kinerja suatu produk

dan harapan-harapannya. Kepuasan merupakan fungsi dari kinerja dan harapan.

Jika kinerja berada dibawah harapan berarti pelanggan tidak puas. Jika kinerja

memenuhi harapan berarti pelanggan amat puas atau senang (Kotler, 2000).

Dalam pengukuran kepuasan, harapan diasumsikan sebagai suatu kepentingan

yang dinilai oleh konsumen. Harapan konsumen yang tinggi terhadap suatu atribut

akan mempengaruhi tingkat kepentingan dari atribut tersebut. Sehingga dapat

diasumsikan bahwa kepentingan mewakili harapan konsumen.

28

Kepuasan kemitraan muncul ketika perusahaan inti dan plasma memperoleh

hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan dan memberikan keuntungan

kepada kedua belah pihak sehingga memunculkan rasa puas atau senang. Teori

perilaku kepuasan kemitraan banyak didefinisikan dari perspektif terhadap hasil

yang diperoleh. Dikatakan puas jika proses kemitraan berjalan sesuai dengan yang

diharapkan yang dapat memberikan nilai bagi pihak penyedia jasa dalam hal ini

adalah perusahaan dan produsen yang dalam hal ini adalah petani tebu. Nilai yang

diinginkan bisa berasal dari produk, pelayanan, atau sistem yang telah dirasakan

oleh pelaku kemitraan. Berdasarkan penjelasan tersebut, pengertian kepuasan

kemitraan mencakup perbedaan antara suatu kepentingan yang mewakili harapan

dan kinerja (hasil) yang dirasakan terkait dengan harapan tersebut. Kepuasan

petani sangat bergantung pada harapan petani. oleh karena itu untuk mengetahui

tingkat kepuasan petani harus diketahui terlebih dahulu harapan petani terhadap

sesuatu. Harapan merupakan perkiraan atau keyakinan seseorang tentang apa yang

akan diterimanya.

Pengukuran Kepuasan

Inti dari kegiatan pemasaran adalah mengetahui keinginan konsumen serta

berusaha memuaskan keinginan tersebut. Konsumen yang puas akan sebuah

produk atau jasa mempunyai kecenderungan untuk mengkonsumsi produk atau

jasa tersebut berulang kali yang akan menimbulkan loyalitas atau kesetiaan

terhadap produk atau jasa tersebut sehingga dapat meningkatkan profit

perusahaan. Kepuasan konsumen dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu harapan

konsumen dan kinerja sebuah produk atau jasa serta kenyataan setelah mereka

mengkonsumsi produk atau jasa tersebut dengan kepentingan yang diasumsikan

sebagai harapan.

Diperlukan penentuan terhadap atribut-atribut yang mempengaruhi

kepuasan konsumen sebelum melakukan pengukuran kepuasan yang dituangkan

kedalam butir-butir pertanyaan atau kuesioner. Langkah selanjutnya yang harus

dilakukan setelah menentukan atribut-atribut tersebut adalah dengan melakukan

pengolahan data menggunakan bantuan Minitab 14 dan Microsoft Excel. Dalam

pengukuran kepuasan, metode yang paling banyak digunakan adalah metode IPA

dan CSI yang akan diperkuat dengan menggunakan analisis gap (kesenjangan).

a) Importance Performance Analysis (IPA)

Importance Performance Analysis (IPA) digunakan untuk mengukur

hubungan antara persepsi konsumen dan prioritas peningkatan kualitas produk.

Metode IPA mempunyai fungsi untuk menampilkan informasi yang berkaitan

dengan faktor pelayanan yang menurut konsumen sangat mempengaruhi kepuasan

dan loyalitas mereka dan faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen perlu

ditingkatkan karena kondisi saat ini kurang memuaskan. Teknik IPA diukur

dengan menggunakan dua kriteria yaitu kepentingan terhadap atribut dan

kepuasan konsumen. Penerapan teknik IPA dilakukan dengan mengidentifikasi

atribut-atribut yang relevan terhadap situasi yang diamati dimana atribut yang

diamati dapat berasal dari literatur dan interview langsung dengan melihat lokasi

penelitian.

29

Sasaran dari suatu pencapaian hasil dapat ditentukan berdasarkan tingkat

kepentingan dan kinerja dari atribut suatu produk. Kajian terhadap seberapa

pentingnya atau seberapa besarnya harapan terhadap kinerja atribut yang

berkorelasi aktual penting dilakukan untuk menghasilkan suatu kepuasan.

Penentuan kepuasan dengan menggunakan metode IPA digambarkan melalui dua

variabel yang dibandingkan dan terdiri dari empat kuadran. Sumbu horizontal

menggambarkan tingkat kepentingan suatu atribut, sedangkan sumbu vertikal

menggambarkan tingkat kinerja suatu atribut. Keunggulan metode IPA adalah

perusahaan dapat membuat perumusan strategi berdasarkan hasil penempatan dari

dua variabel yang dibandingkan, sehingga perusahaan memiliki bahan

pertimbangan untuk memperbaiki kinerja produksinya.

b) Customer Satisfaction Index

Customer Satisfaction Index merupakan indeks yang digunakan untuk

mengukur kepuasan berdasarkan atribut-atribut tertentu. Nilai indeks kepuasan

dapat digunakan untuk melihat perkembangan tingkat kepuasan konsumen

terhadap sebuah produk sehingga dapat membantu dalam proses perbaikan

kinerjanya. Cara yang digunakan dalam metode CSI adalah dengan mencari rata-

rata dari semua skor kinerja tiap atribut yang diteliti sehingga dengan

menggunakan indeks kepuasan dapat diketahui tingkat kepuasan dari atribut-

atribut suatu produk secara keseluruhan.

c) Analisis Gap (kesenjangan)

Analisis gap atau kesenjangan digunakan untuk membandingkan nilai

kepentingan dan kinerja tiap atribut sehingga diperoleh nilai selisih (kesenjangan).

Berdasarkan analisis kesenjangan, apabila nilai kinerja lebih kecil daripada nilai

kepentingan, berarti perusahaan tidak dapat memuaskan konsumennya dan begitu

juga sebaliknya. Semakin besar nilai kesenjangan, maka konsumen semakin tidak

puas terhadap produk atau jasa yang ditawarkan.

Keunggulan dari analisis kesenjangan adalah relatif mudah diaplikasikan

dan hasil analisisnya dapat digunakan untuk melengkapi hasil analisis IPA.

Kelemahan dari analisis kesenjangan adalah tidak dapat mengetahui atribut apa

saja yang perlu dipertahankan dan atribut apa saja yang kinerjanya dianggap

berlebihan oleh konsumen.

Kerangka Pemikiran Operasional

Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang berkontribsi

cukup besar dalam menyumbangkan Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun

2011 yaitu sebesar 2.07 persen dari nilai total atau menempati posisi ketiga

terbesar setelah subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor perikanan. Hal

tersebut dikarenakan subsektor perkebunan merupakan penyedia bahan baku

untuk sektor industri, penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa (BPS, 2012).

Komoditi perkebunan yang cukup memberikan andil dalam sektor perkebunan

adalah tebu. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya jumlah pabrik gula yang

terdapat di Indonesia. Pabrik gula menggunakan tebu sebagai bahan baku untuk

produksinya. Salah satu pabrik gula yang menggunakan tebu sebagai bahan

bakunya adalah PG Pakis Baru yang terletak di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

PG Pakis Baru merupakan salah satu pabrik gula yang melakukan kemitraan

dengan petani tebu Kabupaten Rembang, Jawa Tengah untuk menjaga pasokan

30

bahan baku produksinya. Bentuk kemitraan yang terjadi diharapkan dapat

meningkatkan pendapatan kedua belah pihak. Sebagai pihak inti, PG Pakis Baru

berperan dalam menentukan prosedur, harga, serta waktu panen yang diduga tidak

sepenuhnya dapat diterima oleh petani tebu. Petani tebu yang menjadi mitra PG

Pakis Baru harus sanggup menghasilkan tebu sesuai dengan kualitas yang

disepakati, serta melaksanakan anjuran pelaksanaan budidaya tanaman tebu oleh

PG Pakis Baru. Pada kondisi tertentu, harga masukan dan harga keluaran tebu

yang ditetapkan akan bisa menjadi sangat murah atau sangat mahal dari harga

pasar. Oleh karena itu, kontrak diadakan untuk menjamin harga yang diterima

oleh petani maupun perusahaan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak

sehingga harga pasar tidak dapat mempengaruhi harga yang sudah ditetapkan dan

disepakati.

Terdapat beberapa kesalahan yang pada umumnya terjadi dalam

pelaksanaan kemitraan oleh perusahaan dengan petani mitra seperti

ketidaksesuaian waktu panen dan jumlah produksi, ketidaksesuaian kualitas tebu

yang dikirimkan petani mitra ke PG Pakis Baru, pelaksanaan pembinaan dan

pendampingan kepada petani mitra yang tidak dilaksanakan tepat waktu, dan

kurangnya respon terhadap keluhan dari petani tebu mitra. Beberapa kesalahan

tersebut akan mampu mempengaruhi kepuasan petani tebu terhadap kemitraan

yang dijalankan dengan perusahaan. Penilaian petani tebu terhadap kinerja dari

PG Pakis Baru merupakan hal terpenting dalam menjaga kelangsungan kemitraan

yang terjalin meskipun penilaian petani tebu akan berbeda-beda karena memiliki

latar belakang pendidikan, usia, dan pengalaman yang beragam. Untuk dapat

mempertahankan kemitraan yang terjadi antara PG Pakis Baru dengan petani tebu,

maka salah satu upaya yang harus dilakukan adalah menjaga loyalitas petani tebu

mitra agar tidak keluar dari kemitraan sehingga jumlah pasokan bahan baku tebu

PG Pakis Baru tidak berkurang. Petani tebu mitra yang merasa puas terhadap

kemitraan dengan PG Pakis Baru dapat merekomendasikan kemitraan dengan PG

Pakis Baru kepada petani tebu lainnya baik yang belum menjalin kemitraan

dengan PG manapun maupun kepada petani tebu yang telah selesai masa mitranya

dengan PG lainnya. Keberhasilan kemitraan yang dijalin antara petani tebu

dengan PG Pakis Baru akan dapat diindikasikan dengan mengetahui penilaian

petani tebu terhadap kinerja pelaksanaan kemitraan PG Pakis Baru serta perlunya

pengukuran mengenai tingkat kepuasan petani tebu mitra dengan menggunakan

atribut-atribut yang telah ditentukan. Atribut yang digunakan dalam penelitian ini

adalah prosedur penerimaan menjadi petani mitra, kualitas bibit yang diberikan

oleh PG Pakis Baru, kecakapan pendamping dalam melakukan pendampingan

kepada petani tebu mitra, kemudahan untuk menghubungi pendamping, adanya

pengaruh dari aktivitas pendampingan bagi permasalahan petani, penetapan SOP

atas hasil tebu petani mitra, ketanggapan PG Pakis Baru terhadap keluhan-keluhan

petani tebu mitra, penetapan harga jual tebu petani mitra, pembayaran hasil tebu

petani mitra, pemberian bantuan dari PG Pakis Baru dalam hal tebang angkut hasil

tebu petani mitra, serta adanya kompensasi bagi petani tebu mitra.

Sebelum mengetahui tingkat kepuasan petani tebu terhadap kemitraan yang

dijalankan antara petani tebu dengan PG Pakis Baru tersebut, maka terlebih

dahulu mengetahui pelaksanaan kemitraan yang terjadi dengan menggunakan

analisis deskriptif. Setelah mengetahui pelaksanaan kemitraan antara petani tebu

dengan PG Pakis Baru tersebut, maka dilakukanlah penilaian kepuasan terhadap

31

kemitraan oleh petani tebu terhadap PG Pakis Baru dengan menggunakan metode

IPA dan CSI. Metode IPA digunakan untuk mengetahui tingkat kepentingan dan

kepuasan terhadap masing-masing atribut, sedangkan CSI digunakan untuk

mengetahui tingkat kepuasan petani tebu secara keseluruhan. Perhitunagn

mengenai kepuasan terhadap atribut kemitraan juga dilakukan dengan

menggunakan analisis gap atau kesenjangan untuk memperkuat hasil perhitungan

dengan metode IPA dan CSI. Analisis tingkat kepentingan dan kinerja penting

untuk dilakukan karena digunakan untuk mengetahui ukuran pelayanan yang

diberikan oleh pihak inti. Kinerja yang baik akan membawa dampak positif bagi

kelangsungan usaha kemitraan dimana petani plasma yang puas akan cenderung

loyal terhadap perusahaan inti yang akan memungkinkan petani tebu plasma

untuk merekomendasikan kepada petani tebu yang belum menjadi mitra untuk

ikut bermitra dengan perusahaan inti dalam hal ini adalah PG Pakis Baru.

32

Gambar 6 Kerangka Operasional Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap

Kemitraan dengan PG Pakis Baru, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

Petani

Masalah :

- Keterbatasan modal, teknologi,

informasi, dan pasar

Peluang :

- Mampu melakukan usahatani tebu

- Mempunyai tenaga kerja dalam

pelaksanaan usahatani tebu

PG Pakis Baru

Masalah :

- Kurangnya persediaan bahan baku

produksi berupa tebu

- Jumlah tebu yang dihasilkan dari

lahan sendiri masih kurang

mencukupi keperluan produksi

Peluang :

- Mempunyai modal besar dalam

pelaksanaan usahatani tebu serta

memberikan jaminan pasar bagi

petani yang bermitra

Pelaksanaan Kemitraan

Kemitraan dilakukan dengan pola inti

plasma oleh PG Pakis Baru dengan

petani mitranya, dimana PG Pakis

Baru bertindak sebagai inti dan petani

mitra sebagai plasma

Analisis

Deskriptif

Kepuasan Petani terhadap

Kemitraan dengan PG Pakis

Baru

- Prosedur penerimaan mitra

PG Pakis Baru

- Kualitas bibit

- Pengetahuan dan

kemampuan

berkomunikasi

pendamping

- Pendamping mudah

ditemui dan dihubungi

- Frekuensi pembinaan

petani

- Penetapan standar

produksi

- Respon terhadap keluhan

petani

- Kesesuaian harga jual

hasil panen

- Kecepatan pembayaran

hasil panen

- Penyediaan sarana

penebangan dan

pengangkutan hasil panen

- Pemberian kompensasi

Masalah Kemitraan

- Penyimpangan dalam penyerahan

hasil produksi tebu dari petani

mitra ke PG Pakis Baru

- Kurang transparannya perhitungan

rendemen tebu oleh PG Pakis Baru

- Tidak win-win solution

Analisis

IPA dan

CSI

Rekomendasi Kemitraan dengan

PG Pakis Baru dari Petani Tebu

Mitra Kepada Petani Tebu yang

Belum Bermitra

33

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah dengan

responden para petani tebu yang menjalin kerjasama kemitraan dengan PG Pakis

Baru. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan bahwa di Kabupaten Rembang banyak terdapat petani tebu yang

menjalin mitra dengan PG Pakis Baru, serta adanya ketersediaan perusahaan

untuk memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Waktu

pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara secara

langsung dengan petani tebu di Kabupaten Rembang yang menjalin kerjasama

kemitraan dengan PG Pakis Baru. Data primer juga diperoleh dengan

menggunakan kuesioner kepada petani tebu mitra yang dipilih secara sengaja

(purposive sampling).

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari literatur

yang relevan dan berbagai referensi pendukung serta penelitian terdahulu yang

berkaitan erat dengan penelitian ini, seperti buku, majalah serta dari lembaga atau

instansi terkait. Instansi-instansi terkait yang dimaksud antara lain Kantor Kepala

Desa, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Badan Pusat Statistik, dan media

elektronik (internet).

Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan pencarian fakta dan

interpretasi yang tepat terhadap petani tebu di Kabupaten Rembang dan kemitraan

yang terjalin antara petani tebu dengan PG Pakis Baru. Metode deskriptif

digunakan untuk membuat deskripsi mengenai petani tebu dan kemitraan yang

dijalankan antara petani tebu mitra dengan PG Pakis Baru. Jenis metode deskriptif

yang digunakan adalah metode studi kasus (case study). Pengumpulan data

dilakukan melalui pengamatan yang diteruskan dengan wawancara langsung

dengan petani tebu dengan panduan kuesioner yang telah dipersiapkan

sebelumnya dan juga penelusuran dengan media elektronik (internet). Kuesioner

yang digunakan berisi pertanyaan yang berhubungan dengan atribut :

- Prosedur penerimaan mitra PG Pakis Baru

- Kualitas bibit

- Pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi pendamping

- Pendamping mudah ditemui dan dihubungi

- Frekuensi pembinaan petani

- Penetapan standar produksi

- Respon terhadap keluhan petani

- Kesesuaian harga jual hasil panen

- Kecepatan pembayaran hasil panen

34

- Penyediaan sarana penebangan dan pengangkutan hasil panen

- Pemberian bonus

Metode pengumpulan data juga dilakukan dengan cara studi pustaka yaitu

dengan mencari sumber lain yang dapat digunakan sebagai acuan dalam

penelitian. Penentuan sampel dilakukan pada petani tebu yang bermitra dengan

PG Pakis Baru dan berada di Kabupaten Rembang. Dalam penentuan sampel,

metode yang digunakan adalah non probability sampling dengan cara purposive

(sengaja) berdasarkan beberapa kriteria yang ditentukan penulis yaitu petani tebu

yang menjalin kemitraan dengan PG Pakis Baru sebanyak 32 responden dengan

ketentuan sudah bermitra dengan PG Pakis Baru sebanyak minimal dua tahun

bermitra dengan pertimbangan bahwa petani tebu tersebut memiliki pengalaman

yang cukup dan dapat mengisi daftar pertanyaan dengan baik. Penentuan jumlah

sampel sebanyak 32 petani responden dikarenakan jumlah 30 responden tergolong

ke dalam sampel besar dan memenuhi persyaratan minimum jumlah sampel

(Nazir 2005). Pengambilan sampel dibantu dengan salah satu petani yang paham

dengan kondisi lapang di Kabupaten Rembang sehingga untuk memperoleh data

akurat mengenai petani tersebut diperlukan data sekunder. Data sekunder

diperoleh dari Kantor Kepala Desa, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Badan

Pusat Statistik, dan media elektronik (internet).

Metode Analisis Data

Data yang diolah dalam penelitian adalah data kualitatif dan kuantitatif.

Data kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran umum pola kemitraan.

Sedangkan data kuantitatif yang diperoleh digunakan untuk menganalisis tingkat

kepuasan petani tebu terhadap kemitraan. Alat analisis yang digunakan adalah

metode IPA dan CSI yang diperkuat dengan menggunakan analisis Gap atau

kesenjangan.

Importance Performance Analysis (IPA)

Alat analisis kepuasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

IPA. Metode ini merupakan suatu teknik penerapan untuk mengukur atribut dari

tingkat kepentingan (importance) dan tingkat kinerjanya (performance). Tingkat

kepentingan adalah seberapa penting suatu atribut pelayanan dinilai oleh petani

plasma. Tingkat kinerja digunakan untuk menilai seberapa besar kinerja atribut

yang sudah dirasakan petani plasma. Penentuan atribut yang dinilai dalam

penelitian ini didasarkan pada ketentuan mengenai hak dan kewajiban yang

terdapat dalam kontrak kemitraan, wawancara pendahuluan dengan pihak

perusahaan, dan studi literatur.

Setiap atribut pernyataan diberikan skala 1 sampai 4. Skala ini sengaja

digunakan untuk menghindari ketidakpastian responden (central tendency), yaitu

kecenderungan memilih jawaban tengah atau kategori cukup dalam menilai atribut

evaluasi kemitraan (Aritonang, 2005). Keempat tingkat kepentingan dan kinerja

tersebut diberikan bobot sesuai dengan tabel 1.

35

Table 6 Skor atau nilai tingkat kepentingan dan tingkat kinerja

Skor / Nilai Tingkat Kepentingan Tingkat Kinerja

1 Sangat Tidak Penting Sangat Tidak Memuaskan

2 Tidak Penting Tidak Memuaskan

3 Penting Memuaskan

4 Sangat Penting Sangat Memuaskan

Perbandingan penilaian tingkat kepentingan dan kinerja menghasilkan suatu

perhitungan tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat kinerja.

Tingkat kesesuaian inilah yang menunjukkan tingkat kepuasan terhadap kinerja

produk atau jasa yang dihasilkan. Rumus untuk tingkat kesesuaian responden

yang digunakan adalah :

Keterangan :

Tki : tingkat kesesuaian responden

Xi : skor penilaian kinerja atribut kemitraan

Yi : skor penilaian kepentingan pada setiap atribut pelaksanaan

kemitraan

Jika dihasilkan nilai Tki < 100% berarti kinerja atribut belum memenuhi

kepuasan petani plasma. Sedangkan jika nilai Tki > 100% berarti kinerja atribut

telah memenuhi kepuasan pelanggan. Tahap selanjutnya penilaian kepentingan

dan kinerja atribut yang diformulasikan kedalam diagram Kartesius. Tingkat

kepentingan dan kinerja yang dimasukkan dalam diagram kartesius adalah skor

Rataan responden. Rumus yang digunakan adalah :

= =

Keterangan :

: rataan skor penilaian kinerja atribut kemitraan

: rataan skor penilaian kepentingan pada setiap atribut pelaksanaan

kemitraan

n : jumlah responden

Diagram Kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi menjadi empat

bagian yang dibatasi oleh dua buah garis lurus yang berpotongan tegak lurus pada

titik ( , ) yang diperoleh dengan rumus :

Keterangan :

: rataan dari skor rataan kinerja atribut kemitraan

: rataan dari skor rataan kepentingan pada setiap atribut

pelaksanaan kemitraan

k : banyaknya atribut yang mempengaruhi kepuasan petani plasma

36

Tingkat Kepentingan (Y)

Kuadran I Kuadran II

Prioritas Utama Pertahankan Prestasi

Kuadran III Kuadran IV

Prioritas Rendah Berlebihan

Tingkat Kinerja (X)

Gambar 7 Diagram Importance Performance Analysis (IPA) Sumber : Rangkuti (2003)

Kuadran I (prioritas utama) memuat atribut yang dianggap penting oleh

petani tetapi pada kenyataannya atribut tersebut belum sesuai dengan yang

diharapkan petani (tingkat kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Atribut

yang terdapat pada kuadran I harus ditingkatkan dengan cara melakukan

perbaikan secara terus-menerus sehingga performance atribut yang terdapat pada

kuadran I akan meningkat.

Kuadran II (pertahankan prestasi) merupakan wilayah yang memuat atribut

yang dianggap penting oleh petani mitra dan sesuai dengan yang dirasakannya

sehingga tingkat kepuasannya relatif tinggi. Atribut-atribut yang temasuk kedalam

kuadran II harus tetap dipertahankan karena atribut-atribut tersebut unggul di mata

petani tebu mitra.

Kuadran III (prioritas rendah) memuat atribut-atribut yang dianggap kurang

penting oleh petani tebu mitra dan pada kenyatannya kinerja dari atribut tersebut

tidak terlalu istimewa. Peningkatan atribut yang terdapat pada kuadran III

dianggap dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang

dirasakan oleh petani tebu mitra sangat kecil.

Kuadran IV (berlebihan) memuat atribut-atribut yang dianggap kurang

penting oleh petani tebu mitra dan dirasakan terlalu berlebihan. Atribut-atribut

yang terletak pada kuadran IV dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat

biaya.

Customer Satisfaction Index (CSI)

Metode ini digunakan untuk menentukan tingkat kepuasan secara

keseluruhan dengan pendekatan yang mempertimbangkan tingkat kepentingan

dari atribut-atribut mutu jasa yang diukur. Pengukuran terhadap CSI diperlukan

karena hasil pengukuran dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan

sasaran terhadap peningkatan pelayanan kepada pelanggan dan diperlukan sebagai

hal yang kontinyu (Irawan, 2004).

Untuk melakukan penghitungan CSI digunakan skor rata-rata tingkat

kepentingan dan kinerja yang digunakan dalam analisis IPA. Menurut Stanford

(2004), metode pengukuran CSI meliputi beberapa tahap antara lain :

37

1. Menghitung importance weighting factors (faktor kepentingan terbobot),

yaitu mengubah nilai rataan tingkat kepentingan menjadi angka presentase

dari total nilai rataan tingkat kepentingan untuk seluruh atribut yang diuji.

2. Menghitung weighted score (skor terbobot), yaitu nilai perkalian antara nilai

rataan tingkat kinerja masing-masing atribut dengan faktor kepentingan

terbobot masing-masing atribut.

3. Menghitung weighted total (total terbobot), yaitu menjumlahkan skor

terbobot dari semua atribut.

4. Menghitung customer satisfaction index (indeks kepuasan), yaitu total

terbobot dibagi skala maksimal yang digunakan, kemudian dikaliakan 100

persen.

Kepuasan konsumen dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan konsumen

(Durianto, 2011). Nilai perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI)

menunjukkan rentang 100 persen akan mampu mengdindikasikan tingkat

kepuasan konsumen terhadap atribut yang diukur. Kisaran untuk rentang kepuasan

konsumen adalah antara 1-100 persen. Skala yang digunakan dalam penentuan

kepuasan konsumen adalah skala linear numeric. Langkah pertama yang

dilakukan untuk menentukan tingkat kepuasan konsumen adalah dengan mencari

rentang skala (RS) menggunakan rumus:

Keterangan :

m = skor tertinggi

n = skor terendah

b = jumlah kelas kategori yang akan dibuat.

Rentang skala untuk penelitian ini dengan menggunakan rumus di atas adalah :

Tingkat kepuasan secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria tingkat

kepuasan pelanggan. Adapun kriterianya berdasarkan perhitungan dengan

menggunakan rumus adalah :

0,00 – 0,25 = tidak memuaskan

0,26 – 0,50 = kurang memuaskan

0,51 – 0,75 = memuaskan

0,75 – 1,00 = sangat memuaskan

38

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Rembang terletak di ujung timur bagian utara dari Provinsi Jawa

Tengah dengan posisi lintang 111000’-111

030’ BT dan 6

030’-7

000’ LS. Topografi

daerah ini adalah daerah pantai, pegunungan, dataran rendah, dan dataran tinggi.

Adapun jenis tanahnya terdiri atas kandungan Mediterial, Grumosal, Aluvial,

Andosal, dan Regasal. Kabupaten Rembang memiliki luas 1.014,08 km2 dengan

diapit oleh Pegunungan Kendeng Utara dan Laut Jawa. Luasan terbesar dari

Kabupaten Rembang berupa tegalan dan sawah yang mengakibatkan sektor

pertanian khususnya tanaman bahan makanan menjadi andalan utama dalam

memenuhi kebutuhan hidup masyarakat Rembang. Kabupaten Rembang

merupakan daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat

dari rata-rata curah hujan dalam tiga tahun terakhir hingga tahun 2010 yang

mencapai 18,24mm per hari. Rata-rata hujan yang terjadi di Kabupaten Rembang

selama tahun 2010 yaitu sebanyak 111 hari dengan dengan curah hujan rata-rata

2.023 mm3. Batas-batas administrasi Kabupaten Rembang adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Laut Jawa. Batas

Sebelah Timur : Kabupaten Tuban dan Provinsi Jawa Timur

Sebelah Barat : Kabupaten Pati

Sebelah Selatan : Kabupaten Blora

Rembang merupakan daerah yang berpotensi di sektor perikanan, industri,

pertanian, dan perkebunan. Komoditi utama sektor tersebut meliputi perikanan

tangkap (32.370 ton), jagung (69.322 ton), tebu (11.951 ton), dan industri gula

tumbu (163.421 ton). Lokasi Kabupaten Rembang yang terletak di sepanjang

pesisir pantai mendorong berkembangnya sektor perikanan terlebih pada

perikanan tangkap. Hal tersebut dibuktikan dengan ditetapkannya Rembang

sebagai salah satu pusat perikanan tangkap di Jawa Tengah pada tahun 2004.

Selain sebagai sentra perikanan tangkap di Jawa Tengah, Kabupaten Rembang

juga menjadi salah satu sentra tebu terbesar di Jawa Tengah. Tebu yang dihasilkan

di Kabupaten Rembang ini didatangkan dari perkebunan rakyat seluas 3.871 ha.

Kabupaten Rembang memiliki satu industri gula dengan berbahan baku tebu yaitu

industri Gula Tumbu yang terletak di Kecamatan Pamotan. Hasil tebu yang

melimpah di Kabupaten Rembang dapat mendukung berkembangnya industri

Gula Tumbu sehingga dapat menjadikan gula tumbu sebagai salah satu komoditi

unggulan (BPS Rembang, 2013).

Gambaran Umum Perusahaan

Sejarah Perkembangan Perusahaan

Pabrik Gula Pakis Baru didirikan pada tahun 1884 oleh seorang warga

Belanda bernama Lourentz. PG Pakis Baru ini pada awalnya dikenal dengan nama

S.F. Pakkies. Produksi pertama dari PG ini berupa gula mangkok. Tahun 1904,

PG Pakis Baru dipindahtangankan kepada Oei Tiong Ham Concern, tetapi untuk

manajemen pabrik diserahkan kepada seorang warga negara Inggris bernama

39

James G. Williem. Sejak tahun 1904 tersebut PG Pakis Baru memproduksi gula

pasir.

PG Pakis Baru ditutup pada tahun 1930 karena kerugian yang diakibatkan

oleh adanya perang dunia pertama yang berlanjut dengan perang dunia kedua. PG

Pakis Baru kembali dioperasikan pada tahun 1949. Kerugian yang masih

dirasakan perusahaan secara terus menerus memaksa perusahaan ini untuk ditutup

kembali, dan dioperasikan lagi pada tahun 1951 dengan situasi

pemindahatanganan perusahaan kepada Yayasan Kodam VII Diponegoro.

Pemindahtanganan perusahaan tersebut dikarenakan situasi sosial dan politik yang

masih belum stabil pada saat itu (I Wayan Indra, 1996).

Seiring dengan teknologi yang semakin berkembang, PG Pakis Baru

mengalami perubahan dalam hal produksi gulanya. Gula produksi awal PG Pakis

Baru yang berupa gula warna kuning berubah menjadi gula warna putih. Bahan

baku tebu yang digunakan oleh PG Pakis Baru berasal dari sistem sewa tanah

milik petani dengan rekomendasi dari Pamong Praja setempat (Bupati Kepala

Daerah). Perolehan bahan baku tebu oleh PG Pakis Baru sejak tahun 1975, tidak

lagi diperoleh dari hasil menyewa lahan milik petani, tetapi perusahaan

diharuskan menjalin kerjasama dengan Koperasi Unit Desa (KUD) sesuai dengan

Inpres nomer 9 Tahun 1975 yang beisi penyataan bahwa perusahaan tidak

diperbolehkan menyewa tanah milik petani tetapi menjalin kerjasama dengan

Koperasi Unit Desa (KUD).

Struktur Organisasi

Struktur organisasi PG Pakis Baru masih mengacu kepada manajemen

perusahaan swasta, dimana organisasi yang ada mampu mengelola perusahaan

dengan baik, dan mampu mendatangkan keuntungan bagi perusahaan secara

mandiri. Struktur organisasi PG Pakis Baru terdiri dari seorang direktur utama,

dua orang direktur, seorang administratum kepala bagian tanaman, kepala bagian

pabrikasi, kepala bagian tata usaha dan keuangan. Masing-masing kepala bagian

ini membawahi kepala sub bagian dan bertanggungjawab langsung kepada kepala

bagian. Pimpinan tertinggi dari PG Pakis Baru ini tetap dipegang oleh

Administratum meskipun terdapat seorang direktur utama dan dua orang direktur.

Bagan struktur organisasi PG Pakis Baru dapat dilihat pada gambar 8.

40

Keterangan :

Garis Koordinasi

Garis Komando

Gambar 8 Struktur Organisasi PG Pakis Baru Sumber : Bagian Tanaman PG Pakis Baru

Tenaga Kerja

PG Pakis Baru mempunyai jumlah tenaga kerja sebanyak 1.300 orang dalam

menjalankan manajemen perusahaannya yang terdiri dari tenaga tetap dan tenaga

musiman. Tenaga musiman terbagi menjadi dua yaitu musiman tetap dan

musiman harian lepas. Tenaga tetap adalah tenaga kerja mulai dari administratur

sampai pekerja di lapangan yang setiap hari masuk kerja kecuali hari minggu dan

hari besar dengan cara pengganjian yang dibayarkan setiap satu bulan sekali.

Tenaga kerja musiman tetap yaitu tenaga kerja yang masuk hanya saat musim

giling berlangsung sehingga dalam satu tahun hanya bekerja selama 6 bulan

(waktu dilakukan proses penggilingan) dan digaji setiap minggu pada musim

giling saja. Tenaga kerja musiman harian lepas adalah tenaga kerja yang masuk di

setiap musim giling namun jika tidak masuk kerja, maka tidak dibayar.

Pembayaran gaji untuk tenaga kerja musiman harian lepas ini dibayarkan setiap

minggu.

Proses Produksi

Proses produksi pada pabrik gula dilakukan kurang lebih hanya 6 bulan

dalam satu tahun. Hal tersebut dikarenakan kurangnya penyediaan bahan baku

tebu. Bahan baku tebu dapat diproses menjadi gula setelah berumur satu tahun

atau lebih sehingga memiliki kadar gula (rendemen) yang layak. Pengambilan

bahan baku dari petani menuju ke pabrik gula dilakukan dengan pengangkutan

menggunakan truk atau lori milik pabrik gula. Setelah tebu diterima oleh pabrik

gula, maka dilakukan penimbangan dengan menggunakan satuan hitung kuintal.

Langkah yang dilakukan setelah dilakukan penimbangan adalah proses

pengolahan menjadi nira dan berakhir dengan proses pemanasan nira yang akan

menghasilkan gula.

Administratur

Wakil Administratur

Kepala Bagian

Tanaman

Kepala

Sub-Bagian

Tanaman

Kepala Bagian

Pabrikasi

Kepala Bagian

TU dan Keuangan

Kepala

Bagian

Instalasi

Kepala

Sub-Bagian

TU dan Keuangan

Kepala

Sub-Bagian

Pabrikasi

Kepala

Sub-Bagian

Instalasi

41

34,375

25

18,75

3,1256,25

12,5

0

5

10

15

20

25

30

35

Persentase

2-4,5 4,6-7,1 7,2-9,7 9,8-12,3 12,4-14,9 15-17,5

KARAKTERISTIK USAHA TANI DAN PETANI

Karakteristik Usaha Petani Tebu Mitra Responden

Luas Lahan Tebu

Lahan tebu yang digunakan oleh petani tebu mitra dalam kegiatan budidaya

tebu bergantung kepada besarnya luas lahan yang tersedia. Luas lahan tebu yang

banyak dimiliki petani adalah antara skala 2-5,75 hektar dengan jumlah petani

responden yaitu sebanyak 16 orang. Luas lahan dengan kisaran 5,76-9,51 hektar

dimiliki oleh 8 petani responden, luas lahan 9,52-13,27 hektar dimiliki oleh 3

petani dan sisanya dengan luas lahan 13,28-17,03 dimiliki oleh 5 petani

responden. Hal tersebut dijelaskan pada Gambar 9.

Gambar 9 Luas Lahan Tebu Petani Mitra Responden

Status Kepemilikan Lahan Tebu

Sebagian besar lahan tebu yang digunakan oleh petani tebu mitra adalah

lahan tebu milik sendiri. Petani tebu mitra dengan status kepemilikan lahan tebu

milik sendiri sebanyak 30 orang, sisanya seorang petani tebu mitra menggunakan

lahan sewaan dengan biaya sewa 400.000/hektar dan seorang petani tebu mitra

lainnya menggunakan lahan dengan status bengkok yaitu lahan dari kepala desa

setempat yang disewakan sesuai dengan penjelasan pada Gambar 10.

42

93,75

3,13 3,130

20

40

60

80

100

Presentase

Sendiri Sewa Lainnya

12,50%

3,13%

18,75%

9,38%

56,25%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

Pertanian

Hortikultur

Angkutan PNS Wiraswasta Tidak Ada

Gambar 10 Status Kepemilikan Lahan Petani Tebu Mitra Responden

Pekerjaan Diluar Usahatani Tebu

Sebagian besar petani tebu mitra responden mengandalkan usahatani tebu

sebagai pekerjaan utama. Berdasarkan survey yang dilakukan, petani tebu mitra

yang tidak memiliki pekerjaan lain diluar usahatani tebu adalah sebanyak 18

orang, sedangkan sisanya sebanyak 14 orang memiliki pekerjaan sampingan

seperti PNS/TNI/POLRI dan usaha pertanian hortikultura dengan masing-masing

4 orang petani, buruh/karyawan non pertanian sebanyak 2 orang yaitu sebagai

perangkat desa, seorang usaha angkutan serta 3 orang lainnya yang bekerja

sebagai wirausaha yang dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Pekerjaan Petani Tebu Mitra Responden Diluar Usahatani Tebu

43

46,875

12,5

25

9,375

3,125 3,12505

10

1520

25

3035

40

4550

Persentase

2-5,83 5,84-

9,67

9,68-

13,51

13,52-

17,35

17,36-

21,19

21,20-

25,03

Lama Berusahatani Tebu

Gambar 12 menjelaskan bahwa petani tebu mitra responden yang memiliki

pengalaman berusahatani tebu antara 2 sampai 8 tahun adalah sebanyak 19 orang,

sedangkan antara 9 sampai 15 tahun sebanyak 10 orang, antara 16 sampai 22

tahun 2 orang dan lebih dari 2 tahun sebanyak 1 orang. Hal tersebut menunjukkan

bahwa petani tebu yang menjalin kemitraan dengan PG Pakis Baru telah memiliki

pengalaman yang cukup dalam budidaya tebu sehingga dapat mengelola budidaya

tebu dengan baik.

Gambar 12 Lama Petani Mitra Melakukan Usahatani Tebu

Alasan Bermitra

Pertimbangan utama petani mitra dalam menjalin kemitraan dengan

perusahaan adalah untuk mendapatkan bantuan modal dan meningkatkan

keuntungan. Begitu pula yang dirasakan oleh petani tebu mitra PG Pakis Baru.

Mereka menjalin kemitraan dengan PG Pakis Baru dengan tujuan utama adalah

untuk mendapatkan modal sehingga petani tebu mitra tidak harus mengeluarkan

biaya utama seperti saprotan. Petani tebu mitra cukup memesan saprotan pada saat

periode produksi dan diakumulasikan pada akhir periode sehingga petani tebu

mitra hanya berkewajiban menyediakan lahan tebu dan mengeluarkan biaya

operasional selama budidaya tebu berlangsung. Alasan petani tebu mitra terkait

untuk meningkatkan pendapatan adalah karena harga yang ditetapkan oleh PG

Pakis Baru terhadap rendemen tebu hasil petani mitra lebih tinggi daripada PG

lainnya dengan nilai rendemen yang sama, sehingga keuntungan yang diperoleh

petani tebu mitra menjadi lebih besar yang dipengaruhi dari bertambahnya jumlah

pendapatan yang diterima petani tebu mitra.

Tujuan lain yang dipertimbangkan oleh petani tebu mitra untuk menjalin

kemitraan dengan PG Pakis Baru adalah untuk menambah pengetahuan dalam

budidaya tebu yang baik. Petani tebu mitra menilai bahwa apabila pengetahuan

dalam menjalankan budidaya tebu dapat dikuasai dengan baik, maka resiko

kegagalan yang dihadapi akan lebih rendah. Dengan melalui kemitraan juga

diharapkan dapat mampu membantu petani mengurangi resiko pemasaran tebu

44

9,38 9,38

81,25

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Persentase

A B C

yang dihasilkannya. Hal tersebut dilihat dari adanya penetapan harga sesuai

kesepakatan yang telah disepakati kedua belah pihak, sehingga saat harga tebu

dipasaran rendah, petani tidak harus menanggung semua resiko kerugian hasil

produksi mereka.

Keterangan :

A = Untuk memperleh pinjaman modal

B = Untuk menambah pengetahuan

C = Untuk meningkatkan keuntungan

Gambar 13 Alasan Petani Tebu Mitra Menjalin Kemitraan

Dengan PG Pakis Baru

Sumber Informasi Mengenai PG Pakis Baru

Sumber informasi mengenai PG Pakis Baru paling banyak diperoleh dari

teman-teman sesama petani tebu baik yang bermitra maupun yang pernah

bermitra dengan PG Pakis Baru. Petani mitra yang memperoleh informasi dari

petani tebu lainnya sebanyak 22 orang, dan petani yang memperoleh informasi

dari pihak PG Pakis Baru langsung sebanyak 10 orang. Hal ini menunjukkan

bahwa peran PPL perlu ditingkatkan dalam hal penyebarluasan informasi untuk

meningkatkan jumlah mitra PG Pakis Baru.

45

68,75

31,25

0

10

20

30

40

50

60

70

Persentase

Teman Langsung dari PGPakis Baru

Sumber Informasi PG Pakis Baru

Gambar 14 Sumber Informasi Petani Tebu Mitra Terhadap PG Pakis Baru

Karakteristik Petani Tebu Mitra Responden

Petani tebu plasma di Kabupaten Rembang yang terdaftar sebagai mitra dari

PG Pakis Baru tersebar di beberapa wilayah kecamatan yaitu Pamotan, Sumber,

Rembang, Kragan, Sedan, Sulang, Kaliori, dan Bulu. Jumlah petani tebu mitra di

Kabupaten Rembang hingga tahun 2012 adalah sebanyak 35 petani. Dalam

pelaksanaan kemitraannya, pihak PG Pakis Baru selalu melakukan koreksi dan

evaluasi sehingga tercipta suatu upaya perbaikan apabila terdapat penyimpangan-

penyimpangan baik yang dilakukan oleh pihak inti maupun pihak petani plasma.

Petani tebu mitra yang dijadikan responden sudah mewakili populasi petani

tebu mitra karena petani tebu mitra yang digunakan sebagai responden adalah

sebanyak 32 petani. Responden diambil dari masing-masing kecamatan di

Kabupaten Rembang. Responden paling banyak diperoleh di Kecamatan Pamotan

dengan jumlah 15 orang. Hal tersebut dikarenakan di Kecamatan Pamotan banyak

lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya tebu. Selain itu, struktur tanah yang

cocok untuk tanaman tebu sehingga produksi tebu di pamotan tergolong terbesar

diantara kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Rembang. Penyebaran

pengambilan responden dapat dilihat pada Gambar 15.

46

46,88

12,59,38 9,38

3,13

12,5

3,13 3,13

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Pamotan Sumber Rembang Kragan Sedan Sulang Kaliori Bulu

Gambar 15 Sebaran Petani Tebu Mitra Berdasarkan Lokasi Lahan

Usia

Survey yang dilakukan terhadap petani tebu mitra responden menyatakan

bahwa umur dari petani tebu mitra adalah berada pada kisaran 30 sampai 64

tahun. Petani tebu mitra sebagian besar berada pada rentang usia antara 38 sampai

45 tahun. Hal tersebut ditunjukkan dengan terdapatnya 14 petani tebu mitra yang

berada pada kisaran usia tersebut. Petani dengan kisaran usia antara 30 sampai 37

tahun yang menjalin kemitraan dengan PG Pakis Baru dan menjadi responden

dalam penelitian ini adalah sebanyak 8 petani, petani dengan kisaran usia 46

sampai 53 tahun sebanyak 4 orang, kisaran 54 sampai 60 tahun sebanyak 5 orang,

dan seorang petani mitra responden dengan usia kisaran antara 61 sampai 67

tahun. Petani dengan kisaran usia antara 38 sampai 45 tahun dianggap petani yang

masih mempunyai tingkat produktifitas yang tinggi, karena usia dapat

menentukan prestasi kerja seseorang. Pekerjaan fisik yang semakin berat dengan

semakin tua usia, maka tenaga kerjanya akan semakin menurun sehingga

prestasinya juga akan menurun. Dalam kaitannya dengan tanggungjawab, semakin

tua usia maka semakin berpengalaman pula dalam berusaha sehingga dapat

meningkatkan prestasi kerja (Suratiyah, 2006). Penyebaran responden berdasarkan

usia dapat dilihat pada Gambar 11.

47

25

43,75

12,515,63

3,130

510152025

3035

4045

Persentase

30-37 38-45 46-53 54-60 61-67

100

00

20

40

60

80

100

Persentase

Laki-laki Perempuan

Gambar 16 Sebaran Responden Berdasarkan Usia

Jenis Kelamin

Petani tebu mitra yang digunakan sebagai responden dalam penelitian kali

ini semuanya berjenis kelamin laki-laki. Hal tersebut dikarenakan laki-laki

dianggap sebagai pemeimpin keluarga yang berusaha mencari nafkah untuk

memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Selain alasan tersebut, menjalankan

usahatani tebu juga membutuhkan tenaga yang besar sehingga dipercaya laki-laki

lebih mampu melakukannya.

Gambar 17 Sebaran Petani Tebu Mitra Sebagai Responden

Berdasarkan Jenis Kelamin

Pendidikan

Petani tebu mitra yang digunakan sebagai responden mempunyai tingkat

pendidikan yang berbeda-beda. Sebagian besar petani tebu mitra yang menjadi

responden mempunyai tingkat pendidikan tertinggi SMA/STM dengan jumlah 13

petani responden. Petani tebu mitra responden dengan tingkat pendidikan terakhir

SMP juga ditemui dengan jumlah 7 petani.petani tebu mitra lainnya juga dijumpai

dengan tingkat pendidikan terakhir adalah tidak tamat SD, SD, Sarjana, dan D3.

48

9,3812,5

21,88

40,63

12,5

3,13

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Persentase

Tidak Tamat

SD

SD SMP SMA/STM Sarjana Lainnya

Gambar 18 Sebaran Petani Tebu Mitra Sebagai Responden

Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir

Pola Kemitraan PG Pakis Baru

Pola kemitraan yang dijalankan oleh PG Pakis Baru adalah pola kemitraan

inti plasma dimana PG Pakis Baru bertindak sebagai inti dan petani tebu mitranya

bertindak sebagai plasma. Dalam pelaksanaan kemitraan antara PG Pakis Baru

dengan petani mitranya, terdapat beberapa kesepakatan yang harus dipenuhi oleh

masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui kedua belah

pihak. PG Pakis Baru sebagai pihak inti merupakan pihak yang mempunyai

kontrol atau kekuatan yang lebih besar terhadap tebu dan akses terhadap pasar,

tetapi perusahaan juga membutuhkan pihak lain untuk memenuhi kebutuhan pasar

dalam hal ini adalah petani tebu. PG Pakis Baru sebagai pihak inti dalam konsep

kemitraan inti plasma mempunyai kewajiban sebagai berikut :

1. Menyediakan kebutuhan sarana produksi (dengan sistem pinjaman)

2. Menentukan standar tebu yang layak giling untuk proses produksinya

3. Membeli semua hasil produksi dari petani tebu mitra yang memenuhi

standar mutu produk yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru

4. Membayar hasil panen petani tebu mitra yang dijual kepada PG Pakis Baru

sesuai dengan kesepakatan dengan cara yang telah disepakati bersama

5. Memberikan penyuluhan dan bimbingan serta pengawasan terhadap petani

tebu mitra secara langsung di palangan untuk memantau aktivitas budidaya

yang dilakukan petani tebu mitra

Petani tebu yang menjalin kemitraan dengan PG Pakis Baru sebagai plasma

juga mempunyai kewajiban sebagai berikut :

1. Mengikuti dan melaksanakan program kerja dan teknis budidaya sesuai

dengan yang diberikan oleh PG Pakis Baru

2. Menjual hasil produksinya kepada PG Pakis Baru dengan harga yang

ditentukan sesuai kesepakatan

3. Memenuhi standar produk yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru

49

4. Menyelesaikan pinjaman saprotan dengan jangka yang telah ditentukan

sesuai kesepakatan bersama antara petani tebu mitra dengan PG Pakis Baru

Konsep kemitraan yang dijalin oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu mitra

tersebut masih berlangsung hingga saat ini meskipun terdapat beberapa

penyesuaian kondisi mitra tani. Harapan PG Pakis Baru terhadap adanya

kemitraan yang dijalin dengan petani tebu mitra adalah mendapatkan pasokan

bahan baku berupa tebu untuk produksinya dengan nilai rendemen tinggi dan

jumlah yang maksimal sehingga dapat mempengaruhi jumlah gula yang

dihasilkan. Selain itu, harapan dari PG Pakis Baru terhadap petani tebu mitra juga

dilihat dari tingkat kepuasan petani tebu mitra dalam pelaksanaan kemitraan

dengan PG Pakis Baru. Hal tersebut dikarenakan petani tebu mitra yang merasa

puas akan mampu merekomendasikan kemitraan dengan PG Pakis Baru kepada

petani tebu lain yang belum menjalin kemitraan sehingga jumlah pasokan bahan

baku tebu PG Pakis Baru juga mengalami peningkatan. Harapan yang muncul dari

pihak petani tebu mitra terhadap pelaksanaan kemitraan yaitu petani

mengharapkan kemudahan dalam permodalan untuk melaksanakan usahatani tebu

dan adanya pendampingan yang diberikan kepada petani tebu mitra selama proses

budidaya tebu berlangsung untuk mengurangi resiko kerugian dari petani tebu

mitra yang ditimbulkan oleh permasalahan yang muncul selama proses budidaya

tebu berlangsung. Harapan lain dari petani tebu mitra terhadap adanya kemitraan

dengan PG Pakis Baru yaitu petani mempunyai pasar yang jelas untuk tebu hasil

produksinya dan adanya jaminan pembayaran yang jelas atas tebu yang

dihasilkan. Mekanisme kemitraan antara PG Pakis Baru dan petani tebu mitra

akan dibahas secara lebih mendalam pada bab selanjutnya mengenai Analisis

Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap Kemitraan dengan PG Pakis Baru.

Pola Kemitraan Inti Plasma antara PG Pakis Baru dengan petani tebu mitra

Pembahasan mengenai pola kemitraan inti plasma yang dijalin antara PG

Pakis Baru dengan petani tebu mitra mencangkup beberapa hal yang menarik

untuk dikaji seperti sistem dan prosedur penerimaan mitra, persyaratan menjadi

petani mitra, hak dan kewajiban pihak inti maupun pihak plasma, penerapan

kontrak kerjasama kemitraan, dan pembinaan dari pihak inti terhadap petani

plasma. Mekanisme pelaksanaan kemitraan yang dijalankan oleh PG Pakis Baru

dapat dijelaskan dalam pembahasan sebagai berikut :

Sistem dan Prosedur Penerimaan Mitra

Bagi perusahaan inti, petani tebu mitra merupakan pihak yang harus

dipertahankan secara baik agar usaha kemitraan dapat terus berlangsung secara

baik dan berkesinambungan. Petani tebu mitra dapat membantu dalam

pengembangan kemitraan untuk semakin meningkatkan jumlah bahan baku

produksi berupa tebu dengan cara merekomendasikan kemitraan dengan PG Pakis

Baru kepada petani tebu yang belum menjalin kemitraan dengan PG manapun

maupun kepada petani tebu yang telah habis masa kemitraannya dengan PG

lainnya. Petani mitra yang diharapkan oleh pihak perusahaan adalah petani tebu

yang baik dan berkualitas dalam melakukan usahatani tebu sehingga dapat

menghasilkan tebu dengan kualitas yang baik pula. Untuk mendapatkan petani

dengan kualitas tebu produksi sesuai yang ditentukan oleh perusahaan, maka

50

pihak perusahaan mengadakan seleksi terhadap kualitas-kualitas tebu yang

dihasilkan petani tebu.

PG Pakis Baru dalam kaitannya dengan kemitraan telah mempersiapkan

sistem dan prosedur yang harus dipenuhi oleh petani-petani tebu yang ingin

menjalin mitra dengan PG Pakis Baru. Petani tebu yang ingin menjalin kemitraan

dengan PG Pakis Baru harus mengirimkan tebu hasil produksinya untuk

digunakan sebagai sampel dalam proses seleksi petani tebu mitra oleh PG Pakis

Baru. Informasi mengenai PG Pakis Baru diperoleh melalui petani tebu lainnya

yang sedang menjalin kemitraan dengan PG Pakis Baru maupun yang pernah

bermitra dengan PG Pakis Baru. Sumber informasi mengenai PG Pakis Baru juga

diperoleh dari pihak PG Pakis Baru secara langsung melalui PPL yang ditunjuk

oleh perusahaan untuk mendampingi petani selama proses budidaya tebu

berlangsung.

Proses seleksi dilakukan dengan beberapa pertimbangan seperti lokasi

lahan, kondisi lahan, serta kualitas tebu yang dihasilkan. Berdasarkan survey

kepada petani mitra responden, luas lahan tidak dipertimbangkan sebagai syarat

untuk bergabung menjadi mitra PG Pakis Baru, tetapi lokasi lahan

dipertimbangkan dalam proses seleksi petani mitra. Lokasi lahan dipertimbangkan

untuk menentukan bantuan biaya angkut dari PG Pakis Baru yang diberikan

kepada petani tebu mitra. Tebu yang dihasilkan oleh petani mitra dikirimkan ke

PG Pakis Baru untuk digunakan sebagai sampel yang akan diukur kadar

rendemennya. Rendemen tebu yang sesuai dengan ketentuan perusahaan akan

langsung diberikan surat kontrak perjanjian kerjasama. Surat perjanjian kerjasama

tersebut terdiri dari pasal-pasal yang bersifat mengikat dan berlaku sejak

ditandatanganinya perjanjian tersebut. Perjanjian dapat berakhir apabila ada

keinginan dari salah satu pihak atau ada pihak yang melanggar perjanjian sebagai

sanksi atas pelanggaran sesuai dengan kesepakatan diawal. Bagi petani tebu mitra

yang menghasilkan tebu dengan rendemen dibawah rata-rata maka akan tetap

diterima oleh PG Pakis Baru tetapi dengan harga yang rendah sesuai dengan

besarnya rendemen yang dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan PG Pakis Baru

tidak mentolerir harga untuk tebu yang mempunyai rendemen rendah menjadi

sama dengan harga tebu yang mempunyai rendemen rata-rata.

Syarat Bergabung Menjadi Petani Tebu Mitra

Syarat petani tebu untuk bisa menjalin kemitraan dengan PG Pakis Baru

adalah lokasi lahan tebu yang mudah terjangkau dengan struktur tanah yang baik

untuk pertumbuhan tanaman tebu sehingga kualitas tebu yang dihasilkan dapat

mempunyai kualitas yang baik dengan tingkat rendemen yang tinggi. Petani tebu

mitra dapat mengajukan kepemilikan lahan dengan status baik kepemilikan sendiri

maupun sewa atau status lainnya yaitu bengkok seperti yang terdapat pada

kepemilikan lahan tebu petani mitra. Setiap petani tebu yang ingin menjadi mitra

PG Pakis Baru harus menyerahkan ketentuan-ketentuan seperti jaminan atas lahan

dalam bentuk bukti kepemilikan lahan bagi lahan milik sendiri, BPKB, atau dapat

juga berupa uang tunai. Hal tersebut dilakukan agar petani mitra mempunyai

tanggungjawab atas hasil tebu sesuai dengan kesepakatan dalam bermitra.

Petani tebu mitra harus bersedia menerima pembinaan dan pengawasan dari

pihak PG Pakis Baru selama proses budidaya tebunya. Hal tersebut dilakukan

untuk membantu petani dalam menghadapi masalah-masalah yang mungkin

51

timbul selama budidaya tebu berlangsung. Selain itu, petani tebu mitra juga

diwajibkan mengikuti segala peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan pihak

PG Pakis Baru sesuai kesepakatan yang telah ditandatangani pada awal

dimulainya kemitraan, baik kontrak kerjasama kemitraan maupun kontrak harga

per periode produksi.

Pembinaan dan Pengawasan Pihak Inti

Salah satu kewajiban pihak inti adalah memberikan pengawasan kepada

pihak plasma melalui petugas penyuluh lapang (PPL) untuk membantu petani tebu

mitra yang mendapakan masalah atau kesulitan dalam menjalankan usahatani

tebunya. Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pihak PG Pakis Baru

antara lain mengontrol pemeliharaan tanaman tebu dan membantu petani menjaga

kondisi tanaman tebu agar pada saat dipanen tebu dapat menghasilkan kualitas

yang maksimal. PG Pakis Baru mempunyai PPL dengan wilayah kerja yang

berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan untuk setiap kecamatan masing-masing

mempunyai PPL yang bertugas untuk memantau dan mendampingi petani tebu

mitra selama melakukan proses budidaya tebu. Pembagian wilayah kerja PPL

tersebut ditujukan agar PPL fokus terhadap permasalahan yang terjadi di satu

wilayah tersebut, sehingga tidak ada kerancuan dalam menyelesaikan

permasalahan yang dialami petani. PPL dari PG Pakis Baru mendapatkan

kesempatan dan pelatihan terkait dengan budidaya tebu untuk memperluas

wawasan sehingga mampu menyalurkan wawasannya tersebut kepada petani tebu

mitra. Bagi PPL yang petaninya mampu menghasilkan produk tebu sesuai standar

perusahaan akan mendapatkan bonus sebagai balas jasa atas kewajibannya.

Sanksi dari Pihak Inti

Sanksi yang ditetapkan oleh pihak inti kepada petani tebu mitra yang

melanggar perjanjian kemitraan adalah dengan cara pemotongan jumlah pinjaman

yang dapat diperoleh petani tebu mitra untuk proses produksi pada periode

selanjutnya. Apabila pelanggaran perjanjian yang dilakukan petani tebu mitra

sudah mencapai batas tertentu seperti lebih dari 2 kali petani tebu mitra tidak

menjual hasil tebunya kepada PG Pakis Baru, maka sanksi yang dijatuhkan adalah

dengan pemutusan hubungan kerjasama atau menghentikan kemitraan dengan

petani tebu mitra yang bersangkutan dengan meminta kembali pinjaman yang

telah diberikan untuk periode tersebut.

Berdasarkan karakteristik petani tebu mitra responden, maka dapat dilihat

dengan menggunakan hubungan silang untuk menganalisis petani yang sudah

merasa puas atas kemitraannya dengan PG Pakis Baru. Analisis hubungan silang

yang dlihat berkaitan dengan hubungan antara luas lahan dan lama bermitra

dengan kepuasan petani tebu mitra responden. Hal tersebut dikarenakan untuk

melihat bagaimanakah pengaruh luas lahan terhadap kepuasan dari petani tebu

mitra dalam pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru dan bagaimanakah

lama bermitra dapat mempengaruhi kepuasan dalam kaitannya dengan

pelaksanaan kemitraan petani tebu dengan PG Pakis Baru.

52

Table 7 Hasil hubungan antara luas lahan dengan kepuasan petani tebu mitra

dalam pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru

Uji hubungan antara luas lahan dengan kepuasan dalam kemitraan

dengan PG Pakis Baru

kepuasan

Total Puas Tidak puas

Luas lahan 2-4.5 Count 9 2 11

% within luas

lahan

81.8% 18.2% 100.0%

% of Total 28.1% 6.3% 34.4%

4.6-7.1 Count 7 1 8

% within luas

lahan

87.5% 12.5% 100.0%

% of Total 21.9% 3.1% 25.0%

7.2-9.7 Count 6 0 6

% within luas

lahan

100.0% .0% 100.0%

% of Total 18.8% .0% 18.8%

9.8-12.3 Count 1 0 1

% within luas

lahan

100.0% .0% 100.0%

% of Total 3.1% .0% 3.1%

12.4-14.9 Count 1 1 2

% within luas

lahan

50.0% 50.0% 100.0%

% of Total 3.1% 3.1% 6.3%

15-17.5 Count 4 0 4

% within luas

lahan

100.0% .0% 100.0%

% of Total 12.5% .0% 12.5%

Total Count 28 4 32

% within luas

lahan

87.5% 12.5% 100.0%

% of Total 87.5% 12.5% 100.0%

53

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara luas lahan dengan kepuasan

petani tebu mitra diatas, maka dapat disimpulkan bahwa petani tebu mitra yang

merasa puas terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru adalah petani

dengan luas lahan 2-4.5 hektar. Petani dengan luas 2-4.5 hektar merupakan petani

dengan luas lahan minimal untuk bergabung menjadi petani mitra, karena salah

satu syarat untuk bisa menjadi petani tebu mitra dari PG Pakis Baru adalah

mempunyai lahan tebu minimal seluas 2 hektar. Pengukuran hubungan antara luas

lahan dengan kepuasan yang menunjukkan hasil bahwa petani dengan luas lahan

2-4.5 hektar sudah merasa puas atas kemitraan tersebut mengindikasikan bahwa

PG Pakis Baru harus lebih meningkatkan kinerjanya sehingga petani tebu mitra

dengan luas lahan yang lebih besar juga merasa puas atas kemitraan dengan PG

Pakis Baru. Kepuasan dari petani dengan luas lahan yang besar dapat membantu

memudahkan PG Pakis Baru untuk menambah pasokan bahan baku tebu yang

digunakan dalam produksinya karena hasil dari lahan yang lebih luas akan lebih

banyak sehingga jumlah persediaan tebu PG Pakis Baru juga bertambah banyak.

Kepuasan petani tebu mitra juga dapat dilihat dengan menggunakan tabulasi

silang antara kepuasan dengan pendidikan formal terakhir petani mitra. Petani

tebu mitra dengan pendidikan yang rendah merasa puas atas kemitraan dengan PG

Pakis Baru. Hal tersebut dikarenakan adanya pembinaan serta pemberian

informasi dari PG Pakis Baru kepada petani mitra terkait dengan budidaya tebu

yang dapat membantu petani mitra dalam menangani permasalahan yang muncul

selama budidaya tebu berlangsung. Berdasarkan tabulasi silang antara kepuasan

dengan pendidikan formal terakhir petani mitra, dapat dilihat bahwa petani mitra

dengan tingkat pendidikan maksimal SMA/STM mempunyai tingkat kepuasan

yang tinggi yaitu sebesar 72 persen jika dibandingkan dengan petani yang

memiliki pendidikan formal terakhir sebagai sarjana maupun D3.

54

Table 8 Tabel hubungan silang pendidikan formal terakhir petani mitra dengan

kepuasan dalam pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru

Uji hubungan pendidikan formal terakhir petani mitra dengan kepuasan dalam

kemitraan dengan PG Pakis Baru

kepuasan

Total Puas Tidak puas

Pendidikan formal

akhir

Tidak tamat SD Count 2 1 3

% within

pendidikan akhir

66.7% 33.3% 100.0%

% of Total 6.3% 3.1% 9.4%

SD Count 3 1 4

% within

pendidikan akhir

75.0% 25.0% 100.0%

% of Total 9.4% 3.1% 12.5%

SMP Count 6 1 7

% within

pendidikan akhir

85.7% 14.3% 100.0%

% of Total 18.8% 3.1% 21.9%

SMA/STM Count 12 1 13

% within

pendidikan akhir

92.3% 7.7% 100.0%

% of Total 37.5% 3.1% 40.6%

Sarjana Count 4 0 4

% within

pendidikan akhir

100.0% .0% 100.0%

% of Total 12.5% .0% 12.5%

Lainnya Count 1 0 1

% within

pendidikan akhir

100.0% .0% 100.0%

% of Total 3.1% .0% 3.1%

Total Count 28 4 32

% within

pendidikan akhir

87.5% 12.5% 100.0%

% of Total 87.5% 12.5% 100.0%

55

Table 9 Hasil hubungan antara lama bermitra dengan kepuasan petani tebu mitra

terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru

Uji hubungan lama bermitra dengan kepuasan petani mitra dalam

kemitraan dengan PG Pakis Baru

Kepuasan

Total Puas

Tidak

puas

Lama

bermitra

(tahun)

2 Count 3 0 3

% within lama bermitra 100.0% .0% 100.0%

3 Count 0 2 2

% within lama bermitra .0% 100.0% 100.0%

4 Count 2 1 3

% within lama bermitra 66.7% 33.3% 100.0%

5 Count 8 1 9

% within lama bermitra 88.9% 11.1% 100.0%

6 Count 2 0 2

% within lama bermitra 100.0% .0% 100.0%

8 Count 2 0 2

% within lama bermitra 100.0% .0% 100.0%

10 Count 8 0 8

% within lama bermitra 100.0% .0% 100.0%

16 Count 1 0 1

% within lama bermitra 100.0% .0% 100.0%

20 Count 1 0 1

% within lama bermitra 100.0% .0% 100.0%

25 Count 1 0 1

% within lama bermitra 100.0% .0% 100.0%

Total Count 28 4 32

% within lama bermitra 87.5% 12.5% 100.0%

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara lama bermitra dengan kepuasan

petani tebu mitra diatas, dapat disimpulkan bahwa petani tebu mitra yang merasa

puas terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru adalah petani dengan

lama bermitra lebih dari 2 tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa petani tebu

56

mitra telah merasa puas atas kemitraan yang dijalankannya, karena petani tebu

mitra yang merasa puas akan bertahan untuk terus menjalin mitra dengan PG

Pakis Baru sehingga petani mitra akan semakin lama bermitra dengan PG Pakis

Baru.

ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP

KEMITRAAN DENGAN PG PAKIS BARU

Analisis Kepuasan Petani Mitra

Evaluasi kemitraan dapat dilihat dari tingkat kepuasan petani mitra yang

menjalankannya. Kepuasan petani terhadap kemitraan menunjukkan kualitas

pelayanan yang diberikan oleh perusahaan inti terhadap kemitraan dengan petani

plasmanya. Atribut yang digunakan dalam mengevaluasi kemitraan ditentukan

berdasarkan lima kelompok pembagian menurut Rangkuti, 2003. Lima dimensi

yang dievaluasi dalam kemitraan tersebut yaitu keandalan (reliability),

ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance), empati (emphaty), dan

berwujud (tangible). Hasil penilaian ini akan menunjukkan atribut-atribut apa saja

yang perlu diperbaiki kinerjanya oleh perusahaan inti untuk meningkatkan

kualitas pelayanan. Lima dimensi kualitas pelayanan yang diberikan PG Pakis

Baru dengan menggunakan pendekatan prinsip kemitraan yaitu saling

menguntungkan, saling memperkuat, dan saling memerlukan, serta berdasarkan

etika bisnis dalam kemitraan yaitu adanya karakter, integritas, dan kejujuran,

kepercayaan, komunikasi yang terbuka, adil, keinginan pribadi dari pihak

bermitra, serta adanya keseimbangan antara insentif dan risiko, maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat 11 atribut yang diukur tingkat kepentingan dan

kinerjanya. Dimana tingkat kepentingan dari atribut tersebut merupakan harapan

dari petani tebu mitra responden. Atribut yang diukur tingkat kepentingan dan

kinerjanya adalah sebagai berikut :

1 Prosedur penerimaan kemitraan di PG Pakis Baru (dimensi kualitas

pelayanan responsiveness dengan prinsip saling menguntungkan karena

prosedur penerimaan menjadi mitra mudah dan terbuka serta terdapat

perjanjian tertulis, dan pihak PG Pakis Baru mendapatkan tambahan

jumlah pasokan tebu sebagai bahan baku produksinya dari petani tebu

yang menjadi mitranya dengan etika bisnis karakter yaitu petani tebu yang

telah melaksanakan usahatani tebu selama minimal dua tahun, integritas

tinggi, kejujuran dalam pelaksanaan kemitraan, kepercayaan dari petani

tebu mitra kepada PG Pakis Baru dan kepercayaan dari PG Pakis Baru

terhadap petani tebu mitra, serta adanya keinginan pribadi dari pihak yang

bermitra untuk dapat menghasilkan nilai tambah dengan adanya hubungan

kemitraan seperti untuk meningkatkan modal dan keuntungan)

2 Kualitas bibit yang disediakan oleh PG Pakis Baru (dimensi kualitas

pelayanan tangible dengan prinsip saling menguntungkan karena petani

dimudahkan dalam perolehan bibit dan PG Pakis Baru yang akan

diuntungkan karena kualitas bibit yang disediakan oleh PG Pakis Baru

adalah bibit unggul yang cepat tumbuh dan menghasilkan tebu dengan

kualitas baik dengan etika bisnis kemitraan adanya keseimbangan antara

insentif dan risiko karena dengan adanya bibit unggul yang dibantu PG

57

Pakis Baru dalam penyediannya, petani akan menggunakan bibit unggul

dalam budidaya tebunya sehingga risiko gagal panen dapat diminimalisir)

3 Pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping yang diberikan PG

Pakis Baru (dimensi kualitas pelayanan reliability dengan prinsip saling

memerlukan karena dalam proses budidayanya petani mitra membutuhkan

informasi atau tambahan pengetahuan terkait proses budidaya tebu untuk

dapat menghasilkan tebu yang manis dan rendemennya tinggi serta

kualitas yang baik seperti batang tebu yang lurus, dan PG Pakis Baru

memerlukan petani untuk kelangsungan produksinya karena petani mitra

menghasilkan tebu yang digunakan sebagai bahan baku produksi PG

Pakis Baru dengan etika bisnis kemitraannya adalah komunikasi yang

terbuka agar dapat memunculkan ide atau gagasan baru untuk

menghasilkan tebu dengan kualitas maupun kuantitas yang lebih baik)

4 Kemudahan pendamping untuk dihubungi dan ditemui oleh petani tebu

mitra (dimensi kualitas pelayanan yang adalah emphaty dengan prinsip

saling memerlukan karena petani memerlukan adanya pendamping yang

mampu menemani petani mitra selama proses budidaya tebu berlangsung

sehingga dapat mengurangi permasalahan petani tebu mitra, dan PG Pakis

Baru memerlukan petani tebu mitra karena petani mitra dapat

menghasilkan tebu yang digunakan sebagai bahan baku produksi PG

Pakis Baru dengan etika bisnis adalah komunikasi yang terbuka karena

akan membantu memunculkan ide atau gagasan dalam menyikapi

permasalahan yang dirasakan oleh petani tebu mitra selama budidaya

berlangsung)

5 Frekuensi pembinaan kepada petani tebu mitra yang diadakan oleh PG

Pakis Baru (dimensi kulitas pelayanannya adalah reliability dengan

prinsip saling memperkuat karena dengan adanya pembinaan kepada

petani tebu mitra akan semakin meningkatkan kemampuan dari petani

tebu mitra dan dapat memantau keadaan tebu petani mitra selama proses

budidaya sehingga dapat lebih terjamin kualitas dari tebu hasil petani

mitra yang akan digunakan sebagai bahan baku produksi PG Pakis Baru

yang akan mempengaruhi gula yang dihasilkan, etika bisnis kemitraan

dari atribut ini adalah adanya keseimbangan antara intensif dan risiko

karena dengan adanya pembinaan yang tepat waktu maka dapat

membantu petani dalam menghadapi permasalahan selama budidaya

berlangsung yang dapat mengurangi tingkat risiko gagal panen oleh petani

tebu mitra yang berdampak pada produksi PG Pakis Baru)

6 Penetapan standar produksi oleh PG Pakis Baru terkait tebu yang

dihasilkan petani mitra (dimensi kualitas pelayanannya adalah reliability

dengan prinsip saling menguntungkan karena PG Pakis Baru menetapkan

standar tebu hasil petani mitra dengan menggunakan standar secara umum

yang mudah dipenuhi oleh petani tebu mitra yaitu bersih, manis, dan segar

yang akan berpengaruh terhadap gula yang dihasilkan oleh PG Pakis Baru

karena apabila standar tebu sudah terpenuhi, maka gula yang dihasilkan

juga akan berkualitas baik sehingga dapat meningkatkan nilai jual dari

gula tersebut. Etika bisnis kemitraan yang digunakan adalah kepercayaan,

karena PG Pakis Baru percaya bahwa dengan standar yang ditetapkan

menganut penetapan standar secara umum, maka petani tebu mitra akan

58

mampu memenuhi standar yang ditetapkan sehingga hasil tebunya akan

memuaskan, selain itu petani mitra percaya bahwa dalam penentuan

standar tersebut PG Pakis Baru tidak akan melakukan kecurangan dalam

penentuannya)

7 Respon PG Pakis Baru terhadap keluhan yang dirasakan petani tebu mitra

terkait budidaya tebu (dimensi kualitas pelayanannya adalah

responsiveness dengan prinsip saling memerlukan karena petani

memerlukan respon yang cepat dan tanggap dari PG Pakis Baru dalam

mengatasi permasalahan yang muncul dan PG Pakis Baru memerlukan

petani tebu mitra untuk mendapatkan pasokan bahan baku tebu yang

digunakan dalam produksinya. Etika bisnis kemitraan yang dijalankan

adalah keseimbangan antara intensif dan risiko, hal tersebut dikarenakan

dengan adanya respon dari PG Pakis Baru atas keluhan petani tebu mitra

maka akan dapat meminimalisir kerugian akibat kegagalan dari petani

tebu mitra)

8 Kesesuaian harga jual tebu petani mitra dengan harga tebu di pasar

(dimensi kualitas pelayanannya adalah reliability dengan prinsip saling

menguntungkan karena harga tebu yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru

lebih tinggi daripada PG lainnya dengan kadar rendemen yang sama

sehingga petani merasa untung dengan menjual tebu ke PG Pakis Baru

dan petani lebih loyal untuk menjual tebu hasil produksinya ke PG Pakis

Baru, dimana keuntungan yang diperoleh PG Pakis Baru adalah

kontinuitas dalam perolehan bahan baku tebu dari petani mitra untuk

proses produksi PG Pakis Baru. Etika bisnis kemitraan yang terdapat pada

atribut ini adalah adil karena harga disesuaikan dengan kualitas tebu yang

dihasilkan, dan kualitas tebu tersebut merupakan hasil dari usaha petani

selama proses budidaya)

9 Kecepatan pembayaran hasil panen kepada petani tebu mitra oleh PG

Pakis Baru (dimensi kualitas pelayanannya adalah responsiveness dengan

prinsip saling menguntungkan karena petani mendapatkan hasil dari

budidayanya dengan cepat untuk dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan

petani baik untuk keperluan usaha tani tebu selanjutnya maupun untuk

keperluan pribadi lainnya, sehingga petani akan merasa puas terhadap

pembayaran hasil panennya yang akan mendorong petani untuk terus

menjual hasil tebunya kepada PG Pakis Baru sehingga jumlah pasokan

bahan baku PG Pakis Baru terus meningkat. Etika bisnis kemitraan yang

terdapat dalam atribut ini adalah keseimbangan antara insentif dan risiko

karena PG Pakis Baru melakukan pembayaran terhadap hasil panen petani

tebu mitra secara cepat dan tepat waktu sebagai balasan dari adanya usaha

yang dilakukan oleh petani mitra dalam menghasilkan tebu sesuai dengan

yang diharapkan oleh PG Pakis Baru)

10 Adanya bantuan tebang angkut tebu kepada petani mitra oleh PG Pakis

Baru (dimensi kelitas pelayanannya adalah tangible dengan prinsip saling

memperkuat karena adanya bantuan tebang angkut yang diberikan PG

Pakis Baru kepada petani tebu mitra dapat memudahkan petani dalam

proses penebangan tebu dan pengangkutan tebu dari lahan petani menuju

ke PG Pakis Baru, selain itu dengan adanya bantuan tebang angkut tebu

dari PG Pakis Baru juga dapat menjamin keadaan tebu (mengurangi risiko

59

kerusakan tebu akibat mobilisasi tebu dari lahan ke PG Pakis Baru) dan

menjamin ketepatan waktu tiba di PG Pakis Baru sehingga tidak

mengurangi kualitas dari tebu yang dihasilkan petani mitra. Etika bisnis

yang digunakan dalan atribut ini adalah adil karena pihak PG Pakis Baru

telah melakukan pengorbanan dengan memberikan bantuan tebang angkut

kepada petani tebu mitra untuk mendapatkan keuntungan yang lebih

besar)

11 Adanya kompensasi yang diberikan PG Pakis Baru kepada petani tebu

mitra (dimensi kualitas pelayanannya adalah emphaty dengan prinsip

saling menguntungkan karena terdapat kemampuan dan kekuatan yang

sama dalam bermitra tetapi terdapat posisi tawar yang setara berdasarkan

peran dari masing-masing pelaku mitra yaitu PG Pakis Baru dan petani

tebu mitra dan tidak ada eksploitasi atau perasaan dirugikan dari

penetapan standar tebu hasil petani tebu mitra yang berhak mendapatkan

kompensasi datau bonus dari PG Pakis Baru. Etika bisnis dalam atribut ini

adalah adil yaitu karena ditunjukkan dari adanya pengorbanan yang

dilakukan oleh petani tebu mitra untuk mendapatkan keuntungan yang

maksimal, dimana pengorbanan yang dilakukan petani tebu mitra tidak

berbentuk negatif atau merugikan tetapi bersifat positif yaitu dengan

berkorban dalam arti mengikuti segala aturan dan bimbingan yang

diberikan oleh PG Pakis Baru selama budidaya tebunya berlangsung)

Analisis Kesesuaian Skor Kepentingan dan Kinerja

Tingkat kesesuaian petani tebu mitra merupakan presentase perbandingan

antara total skor kinerja atau kepuasan dengan total skor kepentingan atau

harapan. Skor kinerja atau kepuasan menunjukkan pelaksanaan serta pelayanan

yang telah diberikan PG Pakis Baru selama kemitraan berlangsung berdasarkan

masing-masing atribut yang telah ditetapkan. Skor kepentingan atau harapan

menunjukkan sejauh mana harapan dan keinginan petani tebu mitra terhadap

jalannya kemitraan sesuai dengan atribut yang telah ditetapkan. Petani tebu mitra

responden dianggap puas terhadap kinerja suatu atribut bila tingkat kesesuaiannya

lebih dari atau sama dengan seratus persen. Sebaliknya, bila tingkat kesesuaian

atribut kurang dari seratus persen maka petani tebu mitra responden belum puas

terhadap kinerja atribut tersebut. Tingkat kesesuaian atribut kemitraan antara PG

Pakis baru dengan petani tebu mitranya dapat dilihat pada tabel 4.

60

Table 10 Tingkat kesesuaian atribut berdasarkan skor kepentingan dan kinerja

menurut petani tebu mitra responden

No

. Atribut

Skor

Kepentingan

Skor

Kinerja

Tingkat

Kesesuaian

(%)

1

Prosedur penerimaan kemitraan

di PG Pakis Baru

(responsiveness) 3.56 3.78 106.18

2 Kualitas bibit yang disediakan

oleh PG Pakis Baru (tangible) 3.59 3.38 94.15

3

Pengetahuan dan kemampuan

komunikasi pendamping yang

diberikan PG Pakis Baru

(reliability) 3.44 3.28 95.35

4

Kemudahan pendamping untuk

dihubungi dan ditemui oleh

petani tebu mitra (emphaty) 3.66 3.25 88.80

5

Frekuensi pembinaan kepada

petani tebu mitra yang diadakan

oleh PG Pakis Baru (reliability) 3.16 3.00 94.94

6

Penetapan standar produksi oleh

PG Pakis Baru terkait tebu yang

dihasilkan petani mitra

(reliability) 3.25 3.06 94.15

7

Respon PG Pakis Baru terhadap

keluhan yang dirasakan petani

tebu mitra terkait budidaya tebu

(responsiveness) 3.75 2.44 65.07

8

Kesesuaian harga jual tebu petani

mitra dengan harga tebu di pasar

(reliability) 3.50 3.81 108.86

9

Kecepatan pembayaran hasil

panen kepada petani tebu mitra

oleh PG Pakis Baru

(responsiveness) 3.75 3.91 104.27

10

Adanya bantuan tebang angkut

tebu kepada petani mitra oleh PG

Pakis Baru (tangible) 3.31 2.88 87.01

11

Adanya kompensasi yang

diberikan PG Pakis Baru kepada

petani tebu mitra (emphaty) 3.22 3.28 101.86

61

Berdasarkan tabel 10, dapat diketahui bahwa dari 11 atribut hanya 4 atribut

yang memiliki tingkat kesesuaian atribut lebih dari seratus persen, yaitu prosedur

penerimaan kemitraan di PG Pakis Baru, kesesuaian harga jual tebu petani mitra

dengan harga tebu di pasar, kecepatan pembayaran hasil panen petani tebu mitra

oleh PG Pakis Baru, dan adanya kompensasi yang diberikan PG Pakis Baru

kepada petani tebu mitra. Nilai kesesuaian atribut yang melebihi seratus persen

tersebut menunjukkan bahwa petani tebu mitra sudah puas dengan kinerja dari

atribut tersebut. Atribut mengenai respon PG Pakis Baru terhadap keluhan petani

tebu mitra terkait budidaya tebu mempunyai tingkat kesesuaian paling rendah. Hal

tersebut menunjukkan bahwa petani tebu mitra masih belum puas dengan

kesigapan PG Pakis Baru dalam menanggapi keluhan petani yang masih tergolong

lambat.

PG Pakis Baru harus mampu memahami apa yang diinginkan oleh petani

mitra untuk meningkatkan kualitas pelayanannya dalam upaya memuaskan

kebutuhan petani tebu mitra. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan PG Pakis

Baru, maka perlu dilihat seberapa penting atribut-atribut kemitraan yang telah

diberikan kepada petani tebu mitra, serta seberapa puas petani terhadap atribut-

atribut kemitraan tersebut.

62

Importance Performance Analysis (IPA)

Table 11 Koordinat nilai kinerja (x) terhadap kepentingan (y) pada matriks IPA

No

. Atribut

Kinerja

(X)

Kepentingan

(Y) Kuadran

Input

1

Prosedur penerimaan kemitraan

di PG Pakis Baru

(responsiveness) 3.78 3.56 II

2 Kualitas bibit yang disediakan

oleh PG Pakis Baru (tangible) 3.38 3.59 II

Produksi

3

Pengetahuan dan kemampuan

komunikasi pendamping yang

diberikan PG Pakis Baru

(reliability) 3.28 3.44 IV

4

Kemudahan pendamping untuk

dihubungi dan ditemui oleh

petani tebu mitra (emphaty) 3.25 3.66 I

5

Frekuensi pembinaan kepada

petani tebu mitra yang diadakan

oleh PG Pakis Baru (reliability) 3.00 3.16 III

6

Penetapan standar produksi

oleh PG Pakis Baru terkait tebu

yang dihasilkan petani mitra

(reliability) 3.06 3.25 III

7

Respon PG Pakis Baru terhadap

keluhan yang dirasakan petani

tebu mitra terkait budidaya tebu

(responsiveness) 2.44 3.75 I

Output

8

Kesesuaian harga jual tebu

petani mitra dengan harga tebu

di pasar (reliability) 3.81 3.50 II

9

Kecepatan pembayaran hasil

panen kepada petani tebu mitra

oleh PG Pakis Baru

(responsiveness) 3.91 3.75 II

10

Adanya bantuan tebang angkut

tebu kepada petani mitra oleh

PG Pakis Baru (tangible) 2.88 3.31 III

11

Adanya kompensasi yang

diberikan PG Pakis Baru

kepada petani tebu mitra 3.28 3.22 IV

63

(emphaty)

Rata-rata 3.28 3.47

Metode Importance Performance Analysis (IPA) digunakan untuk

menggolongkan atribut-atribut pelayanan kemitraan kedalam skala prioritas

sehingga dapat diukur sejauh mana kinerja atribut pelayanan yang dilaksanakan

oleh PG Pakis Baru serta sejauh mana pelaksanaan atribut-atribut tersebut

mempengaruhi harapan petani tebu mitra sehingga petani merasa puas.

Berdasarkan tabel 5, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari tingkat kinerja

adalah 3,28. Atribut-atribut dengan nilai kinerja diatas rata-rata berjumlah 6

atribut. Tingkat kepentingan mempunyai nilai rata-rata 3,47 dan atribut yang

mempunyai nilai diatas rata-rata tersebut berjumlah 6 atribut. Untuk dapat melihat

posisi atribut di dalam skala prioritas, maka digunakan matriks kepentingan-

kinerja. Posisi koordinat suatu atribut dalam matriks ditentukan dari skor

kepentingan dan kinerja, dimana skor kinerja menjadi matriks X dan skor

kepentingan menjadi matriks Y.

Matriks kepentingan-kinerja menggolongkan atribut menjadi empat

kuadran, yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III, dan kuadran IV. Atribut yang

berada pada kuadran I merupakan atribut dengan tingkat kepentingan tinggi tetapi

kepuasan rendah dimana atribut yang berada di kuadran I merupakan prioritas

utama yang dianggap penting pengaruhnya bagi kepuasan petani tebu mitra, tetapi

dalam kenyatannya PG Pakis Baru belum melaksanakannya sesuai dengan

harapan petani tebu mitra sehingga petani mitra merasa belum puas. Atribut yang

berada pada kuadran II merupakan atribut yang tingkat kepentingan dan tingkat

kepuasannya tinggi. Atribut yang berada pada kuadran II merupakan atribut yang

harus dipertahankan karena merupakan atribut yang dianggap penting oleh petani

mitra dan telah dilaksanakan oleh PG Pakis Baru sesuai dengan harapan petani

tebu mitra sehingga petani tebu mitra merasa puas. Pada kuadran III, atribut

memiliki tingkat kepentingan dan kepuasan yang rendah. Hal tersebut

dikarenakan atribut yang berada pada kuadran III merupakan atribut yang kurang

diprioritaskan karena sering dianggap penting oleh petani tebu mitra tetapi dalam

pelaksanaannya PG Pakis Baru melakukannya dengan biasa saja. Atribut yang

berada pada kuadran IV yang mempunyai tingkat kepentingan rendah dan

kepuasan tinggi. Atribut pada kuadran IV merupakan atribut yang dianggap

berlebihan oleh petani tebu mitra karena dianggap kurang penting oleh petani

tetapi pihak PG Pakis Baru melaksanakannya secara berlebihan. Matriks yang

menggambarkan tingkat kepentingan-kinerja responden petani tebu mitra dapat

dilihat pada gambar 19.

64

Kinerja

4,003,753,503,253,002,752,50

Ke

pe

nti

ng

an

3,8

3,7

3,6

3,5

3,4

3,3

3,2

3,1

3,28

3,47

11

10

9

8

7

6

5

4

3

21

Importance Performance AnalysisKemitraan Petani Tebu dengan PG Pakis Baru, Pati, Jawa Tengah

Gambar 19 Diagram Kartesius Hasil Perhitungan IPA

Keterangan :

1 = Prosedur penerimaan kemitraan di PG Pakis Baru

2 = Kualitas bibit yang disediakan oleh PG Pakis Baru

3 = Pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping yang diberikan PG

Pakis Baru

4 = Kemudahan pendamping untuk dihubungi dan ditemui oleh petani tebu mitra

5 = Frekuensi pembinaan kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis Baru

6 = Penetapan standar produksi oleh PG Pakis Baru terkait tebu yang dihasilkan

petani tebu mitra

7 = Respon PG Pakis Baru terhadap keluhan yang dirasakan petani tebu mitra

terkait budidaya tebu

8 = Kesesuaian harga jual tebu petani mitra dengan harga tebu di pasar

9 = Ketepatan pembayaran hasil panen kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis

Baru

10 = Adanya bantuan tebang angkut tebu kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis

Baru

11 = Adanya kompensasi yang diberikan PG Pakis Baru kepada petani tebu mitra

Berdasarkan gambar 19, dapat dilihat bahwa masih terdapat dua atribut yang

harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan kepuasan petani tebu mitra

terhadap jalannya kemitraan. Kedua atribut tersebut adalah kemudahan

pendamping untuk dihubungi dan ditemui oleh petani tebu mitra dan respon PG

65

Pakis Baru terhadap keluhan yang dirasakan oleh petani tebu mitra terkait

budidaya tebu. Atribut yang harus dipertahankan kinerjanya adalah prosedur

penerimaan kemitraan di PG Pakis Baru, kualitas bibit yang diberikan oleh PG

Pakis Baru, kesesuaian harga jual tebu petani mitra dengan harga jual di pasar,

kecepatan pembayaran hasil panen kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis Baru.

Atribut dengan prioritas rendah diantaranya adalah frekuensi pembinaan kepada

petani tebu mitra oleh PG Pakis Baru, penetapan standar produksi oleh PG Pakis

Baru terkait tebu yang dihasilkan petani tebu mitra, dan adanya bantuan tebang

angkut tebu kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis Baru. Atribut yang dianggap

berlebihan adalah pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping yang

diberikan PG Pakis Baru dan adanya kompensasi yang diberikan PG Pakis Baru

kepada petani tebu mitra. Berikut adalah penjelasan mengenai atribut-atribut yang

diukur berdasarkan analisis IPA :

1. Prosedur penerimaan kemitraan di PG Pakis Baru

Berdasarkan survey yang dilakukan kepada petani tebu mitra responden,

prosedur penerimaan kemitraan di PG Pakis Baru tergolong tidak rumit dan

mudah serta pelayanannya sangat ramah. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh

petani tebu untuk dapat menjalin kemitraan dengan PG Pakis Baru juga dinilai

mudah. Hal tersebut dikarenakan petani tidak harus mempersiapkan syarat-syarat

yang rumit untuk bisa bekerjasama dengan PG Pakis Baru. Persyaratan yang harus

dipenuhi oleh petani tebu untuk memulai melaksanakan kemitraan dengan PG

Pakis Baru adalah dengan mengirimkan sampel tebu yang akan diperiksa dan

diseleksi oleh pihak PG Pakis Baru. Hal tersebut bertujuan agar PG Pakis Baru

dapat memperoleh tebu yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan untuk

produksinya. Atribut prosedur penerimaan kemitraan PG Pakis Baru ini berada

pada kuadran II, dimana perusahaan inti harus mempertahankan kinerja atribut

tersebut karena pelaksanaannya yang dianggap sangat penting dan sangat

memuaskan.

2. Kualitas bibit yang disediakan oleh PG Pakis Baru

Kualitas bibit tebu yang diberikan oleh PG Pakis Baru dinilai sangat

memuaskan petani tebu mitra. Kualitas bibit tebu merupakan salah satu faktor

utama yang mendukung keberhasilan usahatani tebu. Petani tebu responden

menyatakan bahwa tebu yang dihasilkannya sebagian besar dapat mencapai

rendemen yang tinggi dengan melebihi nilai rendemen standar yaitu 7. Hal

tersebut dikarenakan salah satu faktor pendukungnya adalah kualitas bibit tebu

yang unggul. Atribut kualitas bibit tebu yang disediakan oleh PG Pakis Baru

menempati kuadran II, dimana perusahaan harus tetap mempertahankan kualitas

benih tebunya karena dianggap penting dan dianggap sudah sangat memuaskan

oleh petani tebu mitra.

3. Pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping yang diberikan PG

Pakis Baru

Menurut petani tebu mitra responden, pengetahuan dan kemampuan

komunikasi pendamping yang diberikan PG Pakis Baru kepada petani tebu mitra

dianggap berlebihan dalam menunjang kegiatan usahatani tebu. Atribut

pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping ini terletak pada kuadran

IV, dimana atribut dinilai berlebihan oleh petani tebu mitra. Berlebihan yang

dirasakan petani terletak dari adanya pelatihan yang diadakan PPL dalam

mengatasi masalah selama budidaya tebu seperti untuk mengantisipasi masalah

66

kekurangan pupuk yang dialami petani. Tugas PPL menurut petani hanyalah

sebatas pemantauan dan pendampingan selama proses budidaya tebu berlangsung.

4. Kemudahan pendamping untuk dihubungi dan ditemui oleh petani tebu

mitra

Atribut kemudahan pendamping untuk dihubungi dan ditemui oleh petani

tebu mitra tergolong kedalam kuadran I yang merupakan prioritas utama dalam

meningkatkan kepuasan petani tebu mitra. Atribut ini dianggap penting oleh

petani tebu mitra dikarenakan petani merasa kesulitan dalam menghadapi

permasalahan selama proses budidaya tebunya karena terbatas oleh teknologi dan

pengetahuan yang digunakan sehingga petani berharap bahwa pendamping akan

mudah untuk dihubungi dan ditemui petani mitra apabila mereka mengalami

permasalahan dalam budidaya tebunya. Namun pada kenyataannya, pendamping

dari PG Pakis Baru cukup sulit untuk ditemui. Hal tersebut dikarenakan

pendamping yang disediakan oleh PG Pakis Baru dalam satu wilayah kerja

jumlahnya sangat terbatas, sehingga petani merasakan kurang puas atas

pendamping dari PG Pakis Baru.

5. Frekuensi pembinaan kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis Baru

Berdasarkan survey yang dilakukan kepada petani tebu mitra responden,

atribut frekuensi pembinaan kepada petani dinilai kurang penting dalam

pengaruhnya bagi petani. Hal tersebut dikarenakan petani merasa kurang perlunya

pembinaan yang diberikan dari PG Pakis Baru kepada petani. Petani tebu mitra

menganggap bahwa mereka telah terbiasa dan mampu melakukan usahatani tebu

dengan baik berdasarkan pengalaman yang telah dilaluinya. Selain itu, petani juga

memanfaatkan petani tebu lain untuk saling bertukar informasi atau pengalaman

dalam menghadapi permasalahan budidaya tebu. Frekuensi pembinaan dari PG

Pakis Baru juga dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga atribut

ini tergolong pada kuadran III yaitu dinilai kurang penting bagi petani, dan

kinerjanya yang kurang memuaskan.

6. Penetapan standar produksi oleh PG Pakis Baru terkait tebu yang dihasilkan

petani tebu mitra

Atribut penetapan standar tebu digunakan untuk memenuhi tebu yang

diperlukan PG Pakis Baru untuk menjalankan produksinya. Pihak PG Pakis Baru

sebagai pihak inti menetapkan standar tebu hasil petani mittra yang digunakan

untuk proses penggilingannya seperti segar, manis, dan bersih. Atribut penetapan

standar produksi terletak pada kuadran III dimana atribut pada kuadran III dinilai

kurang penting bagi petani dan kinerjanya dianggap kurang memuaskan. Penilaian

yang diberikan petani tebu mitra terhadap standar produksi dinilai berdasarkan

tingkat kesulitan petani tebu mitra untuk memenuhinya. Selain itu, penilaian juga

dilakukan berdasarkan manfaat dari petani tebu mitra yang mampu memenuhi

standar sesuai dengan yang ditetapkan PG Pakis Baru seperti ada atau tidaknya

bonus yang diterima petani tebu mitra apabila petani tebu mitra dapat memenuhi

standar produksi yang ditetapkan PG Pakis Baru tersebut.

7. Respon PG Pakis Baru terhadap keluhan yang dirasakan petani tebu mitra

terkait budidaya tebu

Penilaian yang diberikan petani tebu mitra terkait dengan respon PG Pakis

Baru dalam menanggapi keluhan petani adalah penting dan kurang memuaskan.

Hal tersebut dikarenakan PG Pakis Baru belum cukup tanggap terhadap keluhan-

keluhan petani tebu mitra seperti terkait dengan rendahnya rendemen tebu yang

67

dihasilkan yang disebabkan dari kurang tepatnya pengelolaan lahan dan tanaman

tebu selama proses budidaya berlangsung. Atribut respon terhadap keluhan petani

tebu mitra tersebut tergolong kedalam kuadran I yang berarti respon PG Pakis

Baru terhadap keluhan petani tebu dianggap sebagai prioritas utama oleh petani

tebu mitra tetapi PG Pakis baru kurang maksimal dalam pelaksanaanya sehingga

tidak memuaskan petani tebu mitra.

8. Kesesuaian harga jual tebu petani mitra dengan harga tebu di pasar

Penentuan harga tebu petani tebu mitra oleh PG Pakis Baru dihitung

berdasarkan nilai rendemen tebu yang telah diukur oleh PG Pakis Baru.

Selanjutnya dalam penentuan harga yang harus dibayarkan PG Pakis Baru

terhadap tebu yang dihasilkan petani tebu mitra dilakukan juga dengan melalui

lelang sesuai dengan harga gula saat dilaksanakannya lelang tersebut. Harga tebu

yang ditentukan berdasarkan proses lelang gula kepada investor-investor gula

dapat mempengaruhi harga tebu yang harus dibayarkan oleh PG Pakis Baru.

Adanya penentuan harga berdasarkan lelang tersebut menyebabkan harga yang

diterima petani tidak jauh berbeda dengan harga dipasaran. Harga yang ditetapkan

oleh PG Pakis Baru lebih tinggi daripada harga dipasaran. Harga di PG Pakis

berkisar antara Rp 600-Rp 650/kw, sedangkan harga di pasaran hanya berkisar

antara Rp 450-Rp 550/kw. Hal tersebut mendukung semakin tingginya

pendapatan yang diterima petani tebu mitra. Atribut kesesuaian harga jual tebu

petani mitra dengan harga tebu dipasar menempati kuadran II yang berarti PG

Pakis Baru harus mempertahankan kinerjanya yang sudah baik. Petani

menganggap bahwa harga jual tebu petani mitra yang lebih tinggi dari harga pasar

dapat membantu petani dalam meningkatkan pendapatannya, sehingga petani

sangat merasa puas.

9. Ketepatan pembayaran hasil panen kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis

Baru

Ketepatan waktu pembayaran hasil panen oleh PG Pakis Baru merupakan

hal yang dianggap penting oleh petani tebu mitra karena hasil dari pembayaran

tersebut akan diputar dan digunakan kembali untuk modal dalam menjalankan

usahatani tebu pada periode selanjutnya. Atribut ketepatan pembayaran hasil

panen menempati kuadran II. Hal tersebut berarti PG Pakis Baru telah membayar

hasil panen tebu petani mitra tepat pada waktunya yaitu paling lambat adalah

seminggu setelah penetapan harga yang harus dibayarkan PG Pakis Baru kepada

petani tebu mitra sehingga petani tebu mitra merasa puas dan PG Pakis Baru

diharapkan dapat mempertahankan kinerjanya dengan baik.

10. Adanya bantuan tebang angkut tebu kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis

Baru

Bantuan tebang angkut yang diberikan PG Pakis Baru kepada petani tebu

mitra termasuk kedalam kuadran III yang berarti atribut bantuan tebang angkut

yang diberikan PG Pakis Baru dianggap kurang penting pengaruhnya bagi petani

dan pelaksanaannya dari PG Pakis Baru dianggap biasa-biasa saja. Petani

menganggap bahwa bantuan tebang angkut yang diberikan PG Pakis Baru tidak

berpengaruh penting bagi petani dikarenakan tidak adanya perubahan signifikan

dalam pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani tebu mitra, sehingga

petani merasa kurang puas atas bantuan tebang angkut. Petani tebu mitra tetap

mengeluarkan biaya meskipun telah terdapat bantuan tebang angkut dari PG Pakis

Baru seperti biaya tenaga tebang angkut.

68

11. Adanya kompensasi yang diberikan PG Pakis Baru kepada petani tebu mitra

Pemberian bonus dilakukan oleh PG Pakis Baru kepada petani tebu mitra

yang mampu memenuhi standar sesuai yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru.

Selain itu, kompensasi juga diberikan kepada petani tebu mitra yang mampu

menghasilkan tebu dengan rendemen yang tinggi dan dalam jumlah maksimal,

sehingga dapat membantu perusahaan dalam menghasilkan gula secara maksimal.

Atribut pemberian kompensasi kepada petani tebu mitra termasuk kedalam

kuadran IV yang berarti berlebihan. Petani menganggap pemberian kompensasi

kepada petani mitra yang berhasil menghasilkan tebu dengan rendemen tinggi

sangat berlebihan. Hal tersebut dikarenakan rendemen tebu yang terkandung pada

tebu petani mitra tidak selalu tinggi, karena tingkat rendemen tebu dipengaruhi

oleh struktur tanah dan curah hujan pada lokasi budidaya. Tetapi petani merasa

puas atas kompensasi yang diberikan PG Pakis Baru karena dinilai kompensasi

tersebut setara dengan usaha petani dalam menghasilkan tebu sesuai kriteria yang

ditentukan PG Pakis Baru.

Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI)

Customer Satisfaction Index (CSI) digunakan untuk mengukur tingkat

kepuasan petani tebu mitra secara keseluruhan. Pengukuran ini dilakukan untuk

mengetahui seberapa besar harapan petani tebu mitra dapat dipenuhi oleh PG

Pakis Baru, sehingga untuk menentukan tingkat kepuasan petani tebu mitra

terhadap kemitraan dengan PG Pakis Baru dilakukan secara keseluruhan dengan

pendekatan yang mempertimbangkan tingkat kepentingan dari 11 atribut

kemitraan yang diukur. Penelitian ini menganggap petani tebu mitra sebagai

konsumen dari pelayanan jasa kemitraan yang diberikan oleh PG Pakis Baru.

Hasil perhitungan CSI terhadap 11 atribut kemitraan kepada petani tebu mitra

adalah sebesar 94.5 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa secara

keseluruhan petani tebu mitra merasa sangat puas atas kemitraan yang telah dijalin

dengan PG Pakis Baru, karena nilai tersebut berada pada kisaran 0.76-1.00. Hal

tersebut menunjukkan bahwa pelayanan dalam kemitraan antara PG Pakis Baru

dengan petani tebu mitra sudah cukup maksimal dan memberikan kepuasan

kepada petani tebu mitra, namun masih perlu dilakukan perbaikan terhadap atribut

pelayanan kemitraan terutama bagi atribut yang berada pada kuadran I yaitu

kemudahan pendamping untuk dihubungi dan ditemui oleh petani tebu mitra dan

respon PG Pakis Baru terhadap keluhan yang dirasakan petani tebu mitra terkait

budidaya tebu untuk semakin meningkatkan kepuasan petani tebu mitra. Atribut

tersebut dinilai penting bagi petani karena dapat membantu petani dalam

mengatasi permasalahan yang dialami selama proses budidaya berlangsung dan

dapat membantu petani mengatasi risiko yang terjadi dari permasalahan yang

muncul dalam budidaya tebu yang dilaksanakan. Hasil analisis tingkat kepuasan

terhadap atribut kemitraan antara PG Pakis Baru dengan petani tebu mitra dapat

dilihat pada tabel 12 di bawah ini.

69

Table 12 Hasil perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI)

Atribut Rataan Tingkat

Kepentingan

WF

(%)

Rataan Tingkat

Kepuasan

WS

(%)

1 3.56 0.09 3.78 0.35

2 3.59 0.09 3.38 0.36

3 3.44 0.09 3.28 0.34

4 3.66 0.10 3.25 0.36

5 3.16 0.08 3.00 0.31

6 3.25 0.09 3.06 0.32

7 3.75 0.10 2.44 0.37

8 3.50 0.09 3.81 0.35

9 3.75 0.10 3.91 0.37

10 3.31 0.09 2.88 0.33

11 3.22 0.08 3.28 0.32

Total 38.19 1.00 36.07 3.78

Customer Satisfaction Index (%) 94.5 %

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pola kemitraan yang dijalankan oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu

mitra adalah pola kemitraan inti plasma. Pola kemitraan ini dipilih untuk

mencapai tujuan win-win solution kedua belah pihak. Pihak inti pada kemitraan

inti plasma membantu pihak plasma dalam hal permodalan dengan cara

memberikan bantuan bibit tebu dengan kualitas terjamin dengan rendemen yang

tinggi dan tingkat pertumbuhan yang cepat. Selain itu, bantuan modal juga

diberikan berupa pinjaman dengan tingkat bunga rendah yang bekerjasama

dengan Bank Rakyat Indonesia yang dicairkan melalui koperasi tebu PG Pakis

Baru. Pihak plasma dalam kemitraan berpola inti plasma sering menjadi pihak

yang posisinya lemah karena perjanjian yang ditetapkan merupakan keputusan

dari pihak inti yang harus diterima apa adanya tanpa ada perundingan terlebih

dahulu mengenai isi perjanjian tersebut. Prosedur penerimaan kemitraan yang

ditetapkan secara jelas dan mudah, syarat-syarat menjadi petani tebu mitra yang

tidak terlalu sulit untuk dipenuhi, serta hak dan kewajiban pihak inti maupun

pihak plasma sudah tercantum pada kontrak perjanjian tersebut. Harga tebu hasil

petani mitra dan pembayarannya juga tercantum pada surat perjanjian kontrak.

Atribut yang memiliki tingkat kepentingan tinggi tetapi kinerja yang

dihasilkannya rendah (kuadran I) berdasarkan perhitungan IPA adalah kemudahan

pendamping untuk dihubungi dan ditemui oleh petani tebu mitra dan respon PG

Pakis Baru terhadap keluhan yang dirasakan petani tebu mitra terkait budidaya

tebu. Berdasarkan hasil analisis tingkat kesesuaian skor kepentingan dan kinerja,

kedua atribut mempunyai tingkat kesesuaian terendah dan menjadi prioritas utama

untuk diperbaiki kinerjanya. Dalam pelaksanaan kemitraan terdapat beberapa

kesalahan seperti penjualan hasil tebu petani mitra yang dijual ke PG selain PG

Pakis Baru. Harga tebu yang ditetapkan di PG Pakis Baru dihitung berdasarkan

70

rendemen yang dihasilkan dan lelang gula pada saat tersebut. Petani tebu mitra

merasakan kepuasan terhadap atribut prosedur penerimaan kemitraan di PG Pakis

Baru, kesesuaian harga jual tebu petani mitra dengan harga tebu di pasar,

kecepatan pembayaran hasil panen petani tebu mitra oleh PG Pakis Baru, dan

adanya kompensasi yang diberikan PG Pakis Baru kepada petani tebu mitra. Hal

tersebut dapat dilihat dari tingkat kesesuaian kinerja dengan kepentingan atribut

kemitraan yang mempunyai nilai lebih dari 100 persen. Berdasarkan perhitungan

Customer Satisfaction Index, petani tebu mitra tergolong sangat puas atas

pelayanan kemitraan yang dapat dilihat dari hasil perhitungan Customer

Satisfaction Index (CSI).

Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, masih terdapat banyak

penyimpangan dalam pengiriman tebu hasil petani mitra ke PG Pakis Baru.

Penyimpangan tersebut dilihat dari banyaknya petani tebu yang mengirimkan

tebunya ke PG Pakis Baru pada saat pabrik akan melakukan produksi tanpa

memperhatikan kondisi dari tebu yang dikirimkan tersebut. Tebu yang dikirimkan

dengan hanya memperhatikan waktu produksi PG akan memaksa petani untuk

memanen tebunya dalam kondisi apa adanya seperti belum cukup umur dan

rendemen yang belum maksimal. Dari permasalahan tersebut, maka dapat

disarankan kepada PG Pakis Baru untuk lebih menyeleksi tebu hasil petani mitra

yang akan diberikan kompensasi sehingga petani lebih memperhatikan kondisi

tebu yang dikirimnya.

Standar penentuan kualitas tebu yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru dan

digunakan sebagai patokan dari perhitungan rendemen tebu adalah bersih, sehat,

dan manis. Dalam perhitungan rendemen tebu, sering terjadi kesalahan seperti

adanya kolusi antara pegawai PG bagian rendemen dengan petani. tidak setiap

tebu dengan kondisi bersih, segar, dan manis mempunyai rendemen yang tinggi

dan tebu dengan kondisi cacat atau tingkat kebersihan, kemanisan, dan

kesegarannya mempunyai rendemen yang rendah. Adanya kolusi antara pegawai

PG dengan petani tebu mitra akan sangat berbahaya bagi PG karena apabila petani

tidak bisa berkolusi, maka dia akan berpindah ke PG lain yang berarti jumlah

pasokan tebu yang digunakan sebagai bahan baku produksi akan berkurang.

Sehingga dengan adanya permasalahan tersebut, sebaiknya pihak PG lebih

memperhatikan pegawai yang menangani masalah perhitungan rendemen tebu

hasil petani mitra.

Pelaksaan pendampingan dan penyuluhan dari pihak PG kepada petani tebu

mitra sebaiknya dilakukan dengan jadwal yang rutin dan terjangkau karena petani

tebu mitra memerlukan bantuan penyuluh dari PG Pakis Baru untuk membantu

menangani permasalahan yang dihadapi petani selama proses budidaya

berlangsung. Karena dalam kenyataannya, pendampingan dan penyuluhan dari PG

Pakis Baru kepada petani tebu mitra belum dilaksanakan secara rutin atau

dilaksanakan secara rutin dalam jangka waktu yang lama seperti 4-6 bulan sekali.

Pelaksanaan pendampingan dan penyuluhan dengan rentang waktu yang lama

membuat petani kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

71

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang R, L. 2005. Kepuasan Pelanggan. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka

Utama.

Aminah E dan Sutarman DC. 2007. Analisis Multivariat : Analisis IPA dan CSI.

Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

[BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2013. Sentra Produksi Tebu

Indonesia. Jakarta (ID).

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Total Pendapatan Domestik Bruto Semua

Sektor. Jakarta (ID).

[BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. 2012. Daerah Penghasil Tebu Terbesar

di Jawa Tengah. Semarang (ID).

[DGI] Dewan Gula Indonesia. 2013. Daerah Penghasil Tebu Terbesar di

Indonesia. Jakarta (ID).

Firwiyanto. 2008. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak Terhadap

Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler Kasus Kemitraan Peternak Plasma

Rudi Jaya PS Sawangan Kota Depok. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut

Pertanian Bogor.

Hafsah, Muhammad Jafar. 2000. Kemitraan Usaha : Konsepsi dan Strategi.

Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan.

Iftaudin. 2005. Kajian Kemitraan Serta Pengaruhnya Terhadap Pendapatan

Usahatani Efisiensi Faktor Produksi (Kasus Kemitraan Petani Udang Windu

di Desa Banjar Panji, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa

Timur dengan PT. Atina). [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Irawan H. 2004. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta (ID): PT Elex Media

Komputindo.

Kartika, Dini. 2005. Analisis Kemitraan Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Usaha

Peternakan Ayam Ras Pedaging PT Inti Agro Prospek. [Skripsi]. Bogor

(ID). Institut Pertanian Bogor.

Kotler. 2000. Manajemen Pemasaran. Jakarta (ID): Prentince Hall.

Kusumah, Mantera. 2008. Analisis Tingkat Kepuasan Peternak Plasma Terhadap

Pola Kemitraan Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten

Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Lestari, Meylani. 2009. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak

Plasma Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler Studi Kasus

Kemitraan PT X di Yogyakarta. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian

Bogor.

Marliana. 2008. Analisis Manfaat dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Keputusan Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Lettuce di PT Saung

Mirwan. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Rangkuti. 2003. Measuring Cunsomer Satisfaction. Jakarta (ID): PT Gramedia

Pustaka Utama.

Satria, Tiara Asri. 2009. Analisis Rencana Kemitraan Antara Petani Kacang

Tanah Dengan CV Mitra Priangan (Kasus Pada Petani Kacang Tanah di

Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur). [Skripsi]. Bogor (ID).

Institut Pertanian Bogor.

72

Sumarwan. 2004. Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya dalam

Pemasaran. Jakarta (ID): Ghalia Indah.

Supranto, J. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan

Pangsa Pasar. Jakarta (ID): Rineka Cipta.

Widianto. 2008. Pemberdayaan Komunitas Petani Melalui Program Kemitraan

Agribisnis Paprika (Studi Kasus Kampung Pasirlangu, Kecamatan Cisarua,

Kabupaten Bandung). [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

73

L A M P I R A N

74

Lampiran 1 Kuesioner penelitian terhadap kepentingan dan kinerja atas kepuasan petani tebu mitra terhadap kemitraannya dengan PG

Pakis Baru

TINGKAT KEPENTINGAN DAN KEPUASAN KEMITRAAN

I. Tingkat Kepentingan

Petunjuk

Di bawah ini terdapat pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan harapan anda terhadap pelaksanaan kemitraan PG Pakis Baru dengan petani mitra. Berilah tanda “√” pada

kolom jawaban yang anda pilih.

II. Tingkat Kinerja

Petunjuk

Di bawah ini terdapat pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan apa yang anda rasakan terhadap pelaksanaan kemitraan PG Pakis Baru dengan petani mitra. Berilah tanda

“√” pada kolom jawaban yang anda pilih.

No Atribut

Kepentingan Kinerja

1

Sangat

Tidak

Penting

2

Tidak

Penting

3

Penting

4

Sangat

Penting

1

Sangat

Tidak Baik

2

Tidak Baik

3

Baik

4

Sangat Baik

1 Prosedur penerimaan menjadi petani mitra PG PAKIS BARU

yang mudah, jelas, dan terdapat perjanjian tertulis.

2 Kualitas bibit yang diberikan PG PAKIS BARU merupakan

jenis bibit unggul (cepat tumbuh dan menghasilkan tebu

dengan kualitas yang baik).

3 Pendamping mempunyai pengetahuan mengenai budidaya tebu

serta mampu berkomunikasi dengan petani secara baik, jelas,

dan mudah dimengerti oleh petani.

4 Kemudahan dalam menghubungi dan menemui pendamping

setiap waktu saat petani membutuhkan.

5 Aktivitas pendampingan yang dilakukan oleh PG PAKIS

BARU terhadap petani tebu mitra dengan periode waktu

tertentu (misal : 2 kali seminggu) selama 1 kali musim tanam

sehingga dapat mengurangi permasalahan yang dirasakan

petani selama periode 1 kali musim tanam.

75

No Atribut

Kepentingan Kinerja

1

Sangat

Tidak

Penting

2

Tidak

Penting

3

Penting

4

Sangat

Penting

1

Sangat Tidak

Baik

2

Tidak Baik

3

Baik

4

Sangat Baik

6 Terdapat SOP yang jelas berkaitan dengan hasil produksi tebu

petani mitra yang sesuai dengan keperluan produksi pabrik

seperti yang telah disepakati.

7 PG PAKIS BARU harus cepat tanggap terhadap keluhan-

keluhan yang dirasakan petani tebu mitra dan segera mencari

solusi terhadap keluhan petani tebu mitra tersebut.

8 Harga jual hasil panen yang diberikan PG PAKIS BARU

kepada petani tebu mitra sesuai dengan penetapan harga yang

telah disepakati bersama melihat dari kualitas dan jumlah tebu

yang dihasilkan petani tebu mitra.

9 Pembayaran hasil panen petani mitra oleh PG PAKIS BARU

dilakukan tepat waktu dengan cara yang telah disepakati.

10 Pemberian bantuan dalam hal penebangan dan pengangkutan

hasil panen tebu petani mitra oleh PG Pakis Baru dari lokasi

budidaya sampai ke pabrik untuk membantu memudahkan

petani tebu mitra serta dapat membantu mengurangi biaya yang

harus dikeluarkan oleh petani tebu mitra.

11 Adanya kompensasi atau bonus yang diberikan PG PAKIS

BARU kepada petani tebu mitra yang berhasil menghasilkan

tebu sesuai dengan SOP dan jumlah yang telah disepakati

bersama antara PG PAKIS BARU dan petani tebu mitra.

76

Lampiran 2 Indikator penilaian petani tebu terhadap kinerja dari atribut

kemitraan

1. Penilaian saya terhadap prosedur penerimaan menjadi petani mitra PG PAKIS

BARU :

4 = (Sangat mudah) jika prosedur pzenerimaan menjadi petani mitra mudah,

jelas, terdapat perjanjian tertulis serta ingin terus melanjutkan kemitraan

dengan PG PAKIS BARU.

3 = (Mudah) jika prosedur penerimaan menjadi petani mitra PG PAKIS

BARU mudah.

2 = (Tidak mudah) jika prosedur penerimaan menjadi petani mitra PG PAKIS

BARU sulit.

1 = (Sangat tidak mudah) jika prosedur penerimaan menjadi petani mitra PG

PAKIS BARU sangat sulit, tidak jelas, tidak terdapat perjanjian tertulis,

dan merugikan petani.

2. Penilaian saya terhadap bantuan bibit dari PG PAKIS BARU :

4 = (Sangat berkualitas) jika kualitas bibit yang diberikan PG PAKIS BARU

merupakan bibit unggul (cepat tumbuh dan menghasilkan tebu dengan

kualitas yang baik) yang diperoleh secara tepat waktu.

3 = (Berkualitas) jika bibit yang diberikan PG Pakis Baru dapat diperoleh

tepat waktu.

2 = (Tidak berkualitas) jika kualitas bibit yang diberikan PG PAKIS BARU

menghasilkan tebu dengan kualitas yang kurang baik.

1 = (Sangat tidak berkualitas) jika sulit untuk mendapatkan bibit yang telah

disediakan oleh PG PAKIS BARU.

3. Penilaian saya terhadap pendamping dari PG PAKIS BARU :

4 = (Sangat menguasai lapang dan sangat interaktif) jika pendamping yang

diberikan PG PAKIS BARU kepada petani mempunyai pengetahuan

yang baik mengenai budidaya tebu serta mempu berkomunikasi secara

baik, jelas, dan mudah dimengerti oleh petani.

3 = (Menguasai lapang) jika pendamping yang diberikan PG PAKIS BARU

kepada petani mempunyai pengetahuan yang baik mengenai budidaya

tebu.

2 = (Tidak menguasai lapang) jika pendamping yang diberikan PG PAKIS

BARU kepada petani tidak mempunyai pengetahuan yang baik mengenai

budidaya tebu.

1 = (Sangat tidak menguasai lapang dan tidak interaktif) jika pendamping

yang diberikan PG PAKIS BARU kepada petani tidak mempunyai

pengetahuan yang baik mengenai budidaya tebu serta tidak mempu

berkomunikasi secara baik dan jelas, serta sulit dimengerti oleh petani.

4. Penilaian saya terhadap kemudahan dalam menghubungi dan menemui

pendamping yang diberikan PG PAKIS BARU :

4 = (Sangat membantu dan mudah dihubungi) jika pendamping yang diberikan

PG PAKIS BARU mudah dihubungi dan ditemui ketika petani

membutuhkan serta mengayomi petani tebu mitra dan membantu petani

tebu mitra menemukan solusi untuk kendala yang dihadapi selama

kegiatan budidaya tebu berlangsung.

77

3 = (Mudah dihubungi) jika pendamping yang diberikan PG PAKIS BARU

mudah dibungi dan ditemui saat petani membutuhkan.

2 = (Tidak dapat dihubungi) jika pendamping yang diberikan PG PAKIS

BARU sulit dihubungi saat petani membutuhkan.

1 = (Sangat sulit dihubungi dan ditemui dan sangat mengecewakan petani)

jika pendamping yang diberikan PG PAKIS BARU tidak melaksanakan

tugasnya sebagai pendamping bagi petani tebu mitra.

5. Penilaian saya terhadap aktivitas pendampingan yang dilakukan oleh PG

PAKIS BARU terhadap petani tebu mitra dengan periode waktu tertentu

secara rutin (misal : 2 kali seminggu) selama 1 kali musim tanam sehingga

dapat mengurangi permasalahan yang dirasakan petani selama periode 1 kali

musim tanam:

4 = (Dilakukan dengan sangat rutin dan sangat membantu petani) jika aktivitas

pendampingan yang dilakukan oleh PG PAKIS BARU terhadap petani

tebu mitra dilakukan secara rutin sesuai jadwal yang telah ditetapkan

sehingga dapat memantau perkembangan usahatani petani tebu mitra

serta dapat mengurangi permasalahan yang dirasakan oleh petani mitra.

3 = (Dilakukan secara rutin tetapi masih belom dapat membantu petani) jika

aktivitas pendampingan yang dilakukan oleh PG PAKIS BARU terhadap

petani tebu mitra dilakukan secara rutin tetapi masih belum dapat

mengurangi permasalahan yang dirasakan oleh petani mitra.

2 = (Tidak memuaskan) jika aktivitas pendampingan yang dilakukan oleh PG

PAKIS BARU terhadap petani tebu mitra dilakukan secara tidak rutin dan

belum dapat mengurangi permasalahan yang dirasakan oleh petani mitra.

1 = (Sangat tidak memuaskan) jika aktivitas pendampingan yang seharusnya

dilakukan oleh PG PAKIS BARU terhadap petani tebu mitra tidak pernah

dilakukan.

6. Penilaian saya terhadap penetapan SOP yang ditetapkan oleh PG PAKIS

BARU terkait dengan hasil produksi tebu petani mitra :

4 = (Sangat memuaskan) jika SOP yang ditetapkan PG PAKIS BARU jelas,

wajar, dan dapat diterima oleh petani terkait dengan hasil produksi tebu

petani mitra yang sesuai dengan keperluan produksi pabrik.

3 = (Memuaskan) jika SOP yang ditetapkan PG PAKIS BARU dapat diterima

oleh petani dengan baik terkait dengan hasil produksi tebu petani mitra.

2 = (Tidak memuaskan) jika SOP yang ditetapkan PG PAKIS BARU tidak

wajar dan mengandung banyak ketentuan yang tidak dapat diterima oleh

petani terkait dengan hasil produksi tebu petani mitra.

1 = (Sangat tidak memuaskan) jika SOP yang ditetapkan PG PAKIS BARU

memberatkan petani tebu mitra bahkan dapat memicu kerugian bagi

petani tebu mitra.

7. Penilaian saya terhadap PG PAKIS BARU dalam menyikapi keluhan-keluhan

yang dirasakan petani tebu mitra :

4 = (Sangat tanggap terhadap keluhan petani) jika PG PAKIS BARU cepat

tanggap dalam menyikapi keluhan-keluhan petani mitra dan segera

membantu mencari solusi terhadap keluhan petani tebu mitra tersebut.

4 = (Tanggap terhadap keluhan petani) jika PG PAKIS BARU cepat tanggap

dalam menyikapi keluhan-keluhan petani mitra.

78

2 = (Kurang tanggap dalam menyikapi keluhan petani) jika PG PAKIS BARU

terlalu lama menanggapi keluhan-keluhan petani mitra.

1 = (Sangat tidak peduli terhadap keluhan petani) jika PG PAKIS BARU tidak

peduli dan mengabaikan keluhan petani tebu mitra tersebut.

8. Penilaian saya terhadap penetapan harga hasil panen oleh PG PAKIS BARU

kepada petani tebu mitra :

4 = (Sangat memuaskan) jika penetapan harga hasil panen oleh PG PAKIS

BARU kepada petani tebu mitra dilakukan dengan cara yang disepakati

bersama (misal : lelang) serta melihat dari kualitas dan jumlah tebu yang

dihasilkan oleh petani tebu mitra.

3 = (Memuaskan) jika penetapan harga hasil panen oleh PG PAKIS BARU

kepada petani tebu mitra sesuai dengan rendemen tebu yang dihasilkan.

2 = (Tidak memuaskan) jika penetapan harga hasil panen oleh PG PAKIS

BARU kepada petani tebu mitra ditetapkan dengan nilai yang rendah

tanpa melihat dari kualitas tebu.

1 = (Sangat tidak memuaskan) jika penetapan harga hasil panen ditetapkan

sepihak oleh PG PAKIS BARU kepada petani tebu mitra ditentukan

sepihak oleh PG PAKIS BARU dengan harga yang jauh lebih rendah dari

hasil tebu tersebut.

9. Penilaian saya terhadap pembayaran hasil panen petani mitra oleh PG PAKIS

BARU :

4 = (Sangat sesuai dan tepat waktu) jika pembayaran hasil panen tebu oleh PG

PAKIS BARU dilakukan tepat waktu dengan cara yang telah disepakati

sesuai harga yang telah ditetapkan.

3 = (Sesuai kesepakatan) jika pembayaran hasil panen tebu oleh PG PAKIS

BARU sesuai dengan harga yang telah disepakati.

2 = (Tidak tepat waktu) jika pembayaran hasil panen tebu oleh PG PAKIS

BARU dilakukan tidak tepat waktu.

1 = (Sangat mengecewakan dan terlalu lama) jika pembayaran hasil panen

tebu oleh PG PAKIS BARU ditunda-tunda dengan berbagai alasan secara

sepihak.

10. Penilaian saya terhadap adanya bantuan yang diberikan dalam hal penebangan

dan pengangkutan hasil panen tebu petani mitra oleh PG PAKIS BARU :

4 = (Sangat memuaskan, memudahkan, dan menguntungkan petani mitra) jika

PG PAKIS BARU memberikan bentuan terkait penebangan dan

pengangkutan hasil panen petani tebu mitra dari lokasi produksi tebu

sampai ke pabrik baik secara langsung maupun tidak langsung (berupa

uang) untuk mengurangi biaya yang harus dikeluarkan petani serta

memberikan jaminan dalam ketepatan jumlah dan waktu tiba tebu di

pabrik.

3 = (Memudahkan petani mitra) jika terdapat bantuan yang diberikan PG

PAKIS BARU dalam kegiatan tebang dan angkut hasil panen petani tebu

mitra oleh PG PAKIS BARU dengan ketentuan yang mudah diterima dan

dipenuhi petani.

2 = (Tidak memberikan manfaat bagi petani mitra) jika bantuan dari PG

PAKIS BARU dalam hal penebangan dan pengangkutan hasil panen tidak

sesuai dengan yang diperlukan petani tebu mitra.

79

1 = (Sangat mengecewakan petani mitra) jika bantuan penebangan dan

pengangkutan hasil panen yang seharusnya dilakukan oleh PG PAKIS

BARU tidak dilakukan seperti seharusnya.

11. Penilaian saya terhadap adanya kompensasi atau bonus yang diberikan PG

PAKIS BARU kepada petani tebu mitra:

4 = (Sangat memuaskan dan sesuai kesepakatan) jika kompensasi atau bonus

yang diberikan PG PAKIS BARU kepada petani tebu mitra disesuaikan

dengan keberhasilan petani dalam menghasilkan tebu sesuai dengan SOP

dan jumlah yang telah disepakati bersama antara PG PAKIS BARU dan

petani tebu mitra.

3 = (Memuaskan) jika kompensasi atau bonus yang diberikan PG PAKIS

BARU kepada petani tebu mitra disesuaikan dengan hasil tebu yang

dihasilkan petani tebu mitra.

2 = (Tidak memuaskan) jika kompensasi atau bonus yang diberikan PG

PAKIS BARU kepada petani tebu mitra hanya bila tebu hasil

produksinya mampu menghasilkan rendemen yang tinggi yang telah

ditentukan PG PAKIS BARU.

1 = (Sangat tidak memuaskan) jika tidak terdapat kompensasi atau bonus

yang diberikan PG PAKIS BARU kepada petani tebu mitra sama sekali.

80

Proses Pengangkutan Tebu

Hasil Petani Mitra

Proses Pengangkutan Tebu Hasil

Petani Mitra Setelah Proses

Penebangan

Tebu diproses Setelah Tiba di

Pabrik Gula

Kegiatan Petani Tebu Mitra

Responden di Lahan

Kegiatan Petani Tebu Mitra Responden di

Lahan

81

Kegiatan Petani Tebu Mitra Responden di

Lahan

Petani Tebu Mitra Responden

Tebu PG Pakis Baru

Petani Tebu Mitra Responden

82

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 30 April 1991 yang

merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Suyadi dan Ibunda Tutik Sriyani.

Penulis mempunyai satu saudara kandung laki-laki bernama Rahadhion Dwi

Kurnianto. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Kuthoharjo IV

Rembang pada tahun 2003. Tahun 2006 penulis berhasil menyelesaikan studi

pendidikan menegah pertamanya di SMPN 2 Rembang. Pendidikan lanjutan

menengah keatas juga berhasil diselesaikan oleh penulis dengan baik pada tahun

2009.

Tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dengan program

studi Agribisnis melalui program Undangan Seleksi Masuk (USMI). Penulis

menerima beasiswa dari kampus berupa beasiswa Bantuan Belajar Mahasiwa

(BBM) untuk keperluan biaya kuliah. Selama kegiatan masa perkuliahan, penulis

termasuk aktif dalam urusan baik terkait akademik maupun non akademik. Hal

tersebut dapat dilihat dari penulis yang aktif dalam mengikuti Organisasi

Mahasiswa Daerah (OMDA), Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis

(HIPMA), serta organisasi lainnya terkait dengan bidang seni seperti Vocal Group

FEM Goes to IAC dan masih banyak lagi kegiatan-kegiatan kelas yang

melibatkan penulis. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan baik kepanitian dalam

acara yang diadakan oleh kelas, maupun Himpro dan fakultas.