ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PENGOLAHAN ONGGOK …digilib.unila.ac.id/55420/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PENGOLAHAN ONGGOK …digilib.unila.ac.id/55420/3/SKRIPSI TANPA BAB...
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PENGOLAHAN ONGGOK DI
KECAMATAN TERUSAN NUNYAI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
(Skripsi)
Oleh
Bagoes Prayogi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PENGOLAHAN ONGGOK DI
KECAMATAN TERUSAN NUNYAI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Oleh
Bagoes Prayogi
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis (1) kelayakan finansial, (2) laju
kepekaan (sensitivitas) jika terjadi kenaikan biaya sebesar 3,25 persen, penurunan
produksi sebesar 5 persen, kenaikan tingkat suku bunga menjadi sebesar 14
persen, serta (3) dampak sosial dan ekonomi dari adanya agroindustri pengolahan
onggok di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah.
Pengumpulan data primer dilakukan selama bulan Maret 2018 pada 16
agroindustri pengolahan onggok. Penentuan lokasi penelitian dipilih dengan
sengaja. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kasus. Metode analisis data yang digunakan, yaitu analisis kelayakan finansial dan
analisis deskriptif kualitatif serta kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
: (1) agroindustri pengolah onggok secara finansial menguntungkan dan layak
untuk dikembangkan. Nilai NPV dalam tiga skala agroindustri lebih besar dari 0.
Nilai Net B / C dan Gross B / C dalam tiga skala agroindustri lebih besar dari 1.
Nilai IRR pada tiga agroindustri lebih besar daripada suku bunga yang digunakan,
dan periode pengembalian investasi dapat dikembalikan kurang dari usia
agroindustri. (2) Jika terjadi kenaikan biaya produksi sebesar 3,25 persen, maka
nilai Gross B/C, Net B/C, NPV, IRR, dan PP sensitif dengan laju kepekaan ≥ 1.
Jika terjadi penurunan volume produksi sebesar 5 persen, maka nilai Gross B/C,
Net B/C, NPV, IRR, dan PP sensitif dengan laju kepekaan ≥ 1. Jika terjadi
kenaikan tingkat suku bunga dari 9,75 persen menjadi 14 persen, maka nilai Gross
B/C, Net B/C, NPV, IRR, dan PP tidak sensitif dengan laju kepekaan < 1. (3)
Adanya agroindustri pengolahan onggok menyerap 252 tenaga kerja. Sebanyak 85
persen responden merasa terganggu dengan aroma dan 49 persen responden
merasa kebersihan lingkungan berkurang akibat adanya agroindustri. Sebanyak
54 persen responden merasa adanya agroindustri berdampak pada berkurangnya
keindahan lingkungan.
Kata Kunci : kelayakan finansial, onggok, sensitivitas
ABSTRACT
FINANCIAL ANALYSIS OF CASSAVA SOLID WASTE (ONGGOK)
PROCESSING AGROINDUSTRY IN TERUSAN NUNYAI DISTRICT
CENTRAL LAMPUNG REGENCY
Oleh
Bagoes Prayogi
This research aims to analyze: (1) financial feasibility, (2) sensitivity if there is a
cost increase of 3.25 percent, a decrease in production of 5 percent, and an
increase in the interest rate to 14 percent, and (3) the social and economic impacts
of the onggok processing agroindustry in Terusan district, Central Lampung
Regency. This is a case study involving 16 agroindustries and was carried out in
March 2018. The study site was chosen purposively. The research method used in
this study is a case study. Data analysis method used qualitative and quantitative
descriptive analysis as well as financial analysis. The study shows that : (1)
Onggok processing agroindustry is financially profitable and feasible to develop.
NPV value in three agroindustries scales is more than 0. Net B / C and Gross B /
C values on three agroindustries scales are more than 1. The IRR value of the
three agroindustries is more than the interest rate commercial, and the investment
payback period can be returned less than the age of agroindustry. (2) If there is an
increase in production costs of 3.25 percent, then the Gross B / C, Net B / C,
NPV, IRR, and PP values are sensitive to the sensitivity rate ≥ 1. If there is a
decrease in production volume by 5 percent, then Gross B / C, Net B / C, NPV,
IRR, and PP values are sensitive to the sensitivity rate ≥ 1. If there is an increase
in interest rates from 9.75 percent to 14 percent, then the Gross B / C value, Net B
/ C, NPV, IRR, and PP are not sensitive to the sensitivity rate < 1. (3) The
existence of onggok agroindustries hire 252 workers. As many as 85 percent of
respondents feel disturbed by aroma and 49 percent of respondents felt that
environmental cleanliness was reduced due to the onggok agroindustries. As
many as 54 percent of respondents felt that the agroindustries process had an
impact on reducing the beauty of the environment.
Key words: feasibility, onggok, sensitivity.
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PENGOLAHAN ONGGOK DI
KECAMATAN TERUSAN NUNYAI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Oleh
BAGOES PRAYOGI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Judul Skripsi : ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL
PENGOLAHAN ONGGOK DI KECAMATAN
TERUSAN NUNYAI KABUPATEN
LAMPUNG TENGAH
Nama Mahasiswa : Bagoes Prayogi
Nomor Pokok Mahasiswa : 1414131027
Program Studi : Agribisnis
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Zainal Abidin, M.E.S. Dr. Ir. Sumaryo Gitosaputro, M.Si.
NIP. 196109211987031003 NIP. 196403271990031004
2. Ketua Jurusan Agribisnis
Dr. Teguh Endaryanto, S.P., M.Si.
NIP 19691003 199403 1 004
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Ir. Zainal Abidin, M.E.S. ………………
Sekretaris : Dr. Ir. Sumaryo Gitosaputro, M.Si. ………………
Penguji
Bukan Pembimbing :Ir. Suriaty Situmorang, M.Si. ………………
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si.
NIP 19611020 198603 1 002
Tanggal lulus ujian skripsi : 20 Desember 2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Gunung Batin Udik Kecamatan
Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah Provinsi
Lampung pada tanggal 08 Mei 1995 sebagai anak ke tujuh dari
tujuh bersaudara, pasangan Bapak Alm. Ngasin bin
Resowikromo dan Ibu Adminah. Penulis menempuh pendidikannya pada Sekolah
Dasar Negeri 1 Bandar Agung pada tahun 2002, kemudian pendidikan dilanjutkan
ke Sekolah Menengah Pertama Satya Dharma Sudjana Gunung Madu Kecamatan
Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2008, dan pendidikan
sekolah menengah kejuruan di SMKN 2 Terbanggi Besar Kabupaten Lampung
Tengah. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2014 melalui jalur Seleksi Bersama
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Penulis juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan ekstra kampus diantaranya,
Mahasiswa Pecinta Islam Lampung periode 2015/2016 sebagai Kepala Bidang
Aksi Sosial. Pada tahun 2017 penulis melakukan kegiatan Kuliah Kerja Nyata
(KKN)
selama 40 hari di Desa Tias Bangun Kecamatan Pubian Kabupaten Lampung
Tengah Provinsi Lampung. Pada tahun 2017 penulis melakukan kegiatan Praktik
Umum (PU) selama 40 di perusahan Mitra Tani Parahyangan Kabupaten Cianjur.
Penulis melakukan penelitian skripsi pada tahun 2018 di Kecamatan Terusan
Nunyai Kabupaten Lampung Tengah.
SANWACANA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Subhanahuwata’ala yang nyawaku
berada dalam genggaman-Nya. Serta sholawat beriring salam senantiasa tercurah
untuk Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam the agent of change.
Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “ ANALISIS KELAYAKAN
FINANSIAL PENGOLAHAN ONGGOK DI KECAMATAN TERUSAN
NUNYAI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH”, banyak pihak yang telah
memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun.
Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-
banyaknya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Dr. Ir. Teguh Endaryanto, M.Si. selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
3. Dr. Ir. Zainal Abidin, M.E.S. selaku dosen pembimbing pertama penulis
selama mengerjakan skripsi.
4. Dr. Ir. Sumaryo Gitosaputro, M.Si. selaku pembimbing kedua penulis selama
mengerjakan skripsi.Lina Marlina, S.P, M.Si selaku pembibing akademik
penulis selama mengenyam studi di Jurusan Agribisnis.
5. Ir. Suriaty Situmorang, M.Si. selaku dosen penguji skripsi penulis.
6. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung
atas semua ilmu yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswa di
Unila.
7. Kedua orang tua saya Almarhum Bapak Ngasin Bin Resowikromo dan Ibu
Adminah, kakak-kakakku Mas Ujang, Mbak Ie, Mbak Her, Mbak Tutut, Mas
Nola, dan Mbak Anteng, atas kasih sayang, perhatian, doa, dan bantuan yang
telah diberikan hingga tercapainya gelar sarjana ini.
8. Abu Haris, S.P., Ade Putra, S.P., Aryan Novaldi, S.P., Bartolomeus, S.P.,
Citra Aji, S.P., Danang Wicaksono, S.P., Firdaus F. Marpaung, S.P., Adek
Fitri, S.P., Ajeng Citra, S.P., Anitha, S.P., B. Dayu, S.P., Cindy Puri, S.P.,
Chindy Yulianti S.P.., Dian Mukri, S.P., Ekawati, S.P., Faakhira Nadia , S.P.,
Fabiola, S.P.
9. Sahabat Agribisnis 14, khususnya kelas A, yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu, yang senantiasa memberikan dorongan, pengertian, semangat,
doa, dan kebersamaan kita selama ini.
10. Kakak dan adik Agribisnis 12, 13, 15, dan 16 yang telah memberikan saran,
motivasi, bantuan, dan doa selama menempuh studi dan menulis skripsi.
11. Kepada saudara-saudaraku keluarga besar Pesma Al-Huda dan Mahasiswa
Pecinta Islam Lampung yang telah berbagi ilmu, suka, dan duka selama
penulis belajar.
Semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan balasan terbaik atas segala
bantuan yang telah diberikan dan memberikan rahmat serta hidayah kepada kita
semua. Semoga karya kecil ini dapat memberi manfaat kepada pihak-pihak yang
membutuhkan. Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada
Allah Subhanahu Wata’ala penulis memohon ampun. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita
Bandar Lampung, 20 Desember 2018
BAGOES PRAYOGI
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ...................... 9
A. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 9
1. Ubi Kayu ................................................................................................ 9
2. Limbah Agroindustri ............................................................................ 12
3. Pengolahan Onggok .............................................................................. 14
4. Studi Kelayakan Bisnis ......................................................................... 16
5. Manfaat Proyek .................................................................................... 17
6. Analisis Kriteria Investasi .................................................................... 20
7. Kajian Penelitian Terdahulu ................................................................. 24
B. Kerangka Pemikiran .................................................................................. 27
III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 31
A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional .................................................... 31
B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian ............................... 34
C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ............................................... 35
D. Metode Analisis Data ................................................................................ 36
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ....................................... 44
A. Keadaan Umum Kecamatan Terusan Nunyai ........................................... 44
B. Pertanian di Kecamatan Terusan Nunyai .................................................. 46
ii
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 50
A. Keadaan Umum Responden ...................................................................... 50
1. Sebaran Umur Responden Pengolah Onggok ...................................... 50
2. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Pengolah Onggok ................ 50
3. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Pengolah Onggok ............. 51
4. Luas Lahan Pengolahan Onggok .......................................................... 51
5. Skala Usaha Pengolahan Onggok di Kecamatan Terusan Nunyai
Kabupaten Lampung Tengah................................................................ 51
6. Identitas Responden Masyarakat di Sekitar Lokasi Pengolahan
Onggok ................................................................................................. 53
B. Pengolahan Onggok .................................................................................. 53
C. Kelayakan Finansial .................................................................................. 58
D. Analisis Sensitivitas .................................................................................. 67
E. Dampak Sosial dan Ekonomi Agroindustri Pengolahan Onggok
di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah .................. 86
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 90
A. Kesimpulan ................................................................................................ 90
B. Saran .......................................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Sebaran lahan, produksi, dan produktivitas ubi kayu di Provinsi
Lampung, periode 2014-2015 ........................................................................... 2
2. Sebaran agroindustri tapioka di Provinsi Lampung tahun 2010 ....................... 3
3. Batasan operasional yang berhubungan dengan analisis finansial
pengolahan onggok di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten
Lampung Tengah ............................................................................................ 31
4. Batasan operasional agroindustri pengolahan onggok dan dampak sosial
di Kecamatan Terusan Nunyai kabupaten Lampung Tengah ......................... 33
5. Sebaran penggunaan lahan di Kecamatan Terusan Nunyai ............................ 46
6. Luas tanam, luas panen, produksi, dan produktivitas ubi kayu
di Kecamatan Terusan Nunyai ........................................................................ 47
7. Luas tanam, luas panen, produksi, dan produktivitas jagung
di Kecamatan Terusan Nunyai ........................................................................ 48
8. Sebaran penggunaan luas lahan pengolahan onggok di Kecamatan
Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah ............................................... 51
9. Skala usaha pengolahan onggok di Kecamatan Terusan Nunyai
Kabupaten Lampung Tengah .......................................................................... 52
10. Sebaran responden masyarakat di sekitar lokasi pengolahan
onggok ............................................................................................................. 53
11. Biaya pembukaan lahan usaha agroindustri pengolahan onggok
di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah ....................... 54
12. Sebaran penggunaan bahan baku onggok dan harga di Kecamatan
Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah ............................................... 56
13. Klasifikasi onggok kering berdasarkan warna dan bentuk ............................. 57
iv
14. Analisis finansial agroindustri pengolahan onggok skala mikro
di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah ........................ 59
15. Analisis finansial agroindustri pengolahan onggok skala kecil
di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah ........................ 61
16. Sensitivitas pada kriteria Gross B/C jika terjadi kenaikan biaya
produksi ........................................................................................................... 68
17. Sensitivitas pada kriteria Gross B/C jika terjadi penurunan volume
produksi ........................................................................................................... 69
18. Sensitivitas pada kriteria Gross B/C jika terjadi kenaikan tingkat suku
bunga ............................................................................................................... 70
19. Sensitivitas pada kriteria Net B/C jika terjadi kenaikan biaya produksi ......... 71
20. Sensitivitas pada kriteria Net B/C jika terjadi penurunan volume
produksi ........................................................................................................... 73
21. Sensitivitas pada kriteria Net B/C jika terjadi kenaikan tingkat suku
bunga ............................................................................................................... 74
22. Sensitivitas pada kriteria NPV jika terjadi kenaikan biaya produksi .............. 74
23. Sensitivitas pada kriteria NPV jika terjadi penurunan volume produksi......... 76
24. Sensitivitas pada kriteria NPV jika terjadi kenaikan tingkat suku bunga........ 78
25. Sensitivitas pada kriteria IRR jika terjadi kenaikan biaya produksi ................ 79
26. Sensitivitas pada kriteria IRR jika terjadi penurunan volume produksi .......... 79
27. Sensitivitas pada kriteria IRR jika terjadi kenaikan tingkat suku bunga ......... 81
28. Sensitivitas pada kriteria Payback period jika terjadi kenaikan biaya
produksi ........................................................................................................... 83
29. Sensitivitas pada kriteria Payback period jika terjadi penurunan volume
produksi ........................................................................................................... 83
30. Sensitivitas pada kriteria Payback period jika terjadi kenaikan tingkat
suku bunga ...................................................................................................... 85
31. Identitas responden pengolahan onggok di Kecamatan Terusan Nunyai
Kabupaten Lampung Tengah .................................................................... 95
32. Biaya investasi agroindustri pengolahan onggok Bapak Maryono ................. 96
v
33. Biaya operasional agroindustri pengolahan onggok Bapak Maryono ............ 97
34. Produksi dan penerimaan agroindustri pengolahan onggok Bapak
Maryono .......................................................................................................... 98
35. Cashflow agroindustri pengolahan onggok Bapak Maryono .......................... 99
36. Perhitungan kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok Bapak
Maryono ........................................................................................................ 101
37. Kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok Bapak Maryono ...... 101
38. Perhitungan kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok Bapak
Maryono setelah terjadi kenaikan biaya ........................................................ 102
39. Kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok Bapak Maryono
setelah terjadi kenaikan harga ....................................................................... 103
40. Laju kepekaan agroindustri onggok Bapak Maryono terhadap kenaikan
biaya ............................................................................................................. 103
41. Perhitungan kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok Bapak
Maryono setelah terjadi penurunan volume produksi ................................... 104
42. Kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok Bapak Maryono
setelah terjadi penurunan volume produksi................................................... 105
43. Laju kepekaan agroindustri pengolahan onggok Bapak Maryono
terhadap penurunan volume produksi ........................................................... 105
44. Perhitungan kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok
Bapak Maryono setelah terjadi penurunan harga output .............................. 106
45. Kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok Bapak Maryono
setelah terjadi penurunan harga output ......................................................... 107
46. Laju kepekaan agroindustri pengolahan onggok Bapak Maryono
terhadap penurunan harga output .................................................................. 107
47. Biaya investasi agroindustri pengolahan onggok Bapak Bambang .............. 108
48. Biaya operasional agroindustri pengolahan onggok Bapak Bambang .......... 109
49. Produksi dan penerimaan agroindustri pengolahan onggok Bapak
Bambang ....................................................................................................... 110
50. Cashflow agroindustri pengolahan onggok Bapak Bambang ....................... 111
vi
51. Perhitungan kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok
Bapak Bambang ............................................................................................ 113
52. Kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok Bapak Bambang ..... 113
53. Perhitungan kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok
Bapak Bambang setelah terjadi kenaikan biaya ............................................ 114
54. Kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok Bapak Bambang
setelah terjadi kenaikan harga ....................................................................... 115
55. Laju kepekaan agroindustri onggok Bapak Bambang terhadap kenaikan
biaya .............................................................................................................. 115
56. Perhitungan kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok Bapak
Bambang setelah terjadi penurunan volume produksi .................................. 116
57. Kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok Bapak Bambang
setelah terjadi penurunan volume produksi................................................... 117
58. Laju kepekaan agroindustri pengolahan onggok Bapak Bambang
terhadap penurunan volume produksi ........................................................... 117
59. Perhitungan kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok
Bapak Bambang setelah terjadi penurunan harga output .............................. 118
60. Kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok Bapak Bambang
setelah terjadi penurunan harga output ......................................................... 119
61. Laju kepekaan agroindustri pengolahan onggok Bapak Bambang
terhadap penurunan harga output .................................................................. 119
62. Biaya investasi agroindustri pengolahan onggok Bapak Zain ...................... 120
63. Biaya operasional agroindustri pengolahan onggok Bapak Zain .................. 121
64. Produksi dan penerimaan agroindustri pengolahan onggok Bapak Zain ...... 122
65. Cashflow agroindustri pengolahan onggok Bapak Zain ............................... 123
66. Perhitungan kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok
Bapak Zain .................................................................................................... 125
67. Kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok Bapak Zain ............. 125
68. Perhitungan kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok
Bapak Zain setelah terjadi kenaikan biaya .................................................... 126
vii
69. Kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok Bapak Zain setelah
terjadi kenaikan harga ................................................................................... 127
70. Laju kepekaan agroindustri onggok Bapak Zain terhadap kenaikan
biaya .............................................................................................................. 127
71. Perhitungan kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok
Bapak Zain setelah terjadi penurunan volume produksi ............................... 128
72. Kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok Bapak Zain
setelah terjadi penurunan volume produksi................................................... 129
73. Laju kepekaan agroindustri pengolahan onggok Bapak Zain terhadap
penurunan volume produksi .......................................................................... 129
74. Perhitungan kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok
Bapak Zain setelah terjadi penurunan harga output ...................................... 130
75. Kelayakan finansial agroindustri pengolahan onggok Bapak Zain
setelah terjadi penurunan harga output ......................................................... 131
76. Laju kepekaan agroindustri pengolahan onggok Bapak Zain terhadap
penurunan harga output ................................................................................. 131
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pohon industri pengolahan ubi kayu menjadi berbagai produk ...................... 12
2. Kerangka pemikiran analisis kelayakan finansial usaha pengolahan
onggok di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah ........... 30
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ubi kayu (Manihot utilissima) adalah salah satu tanaman pangan yang banyak
ditemukan di Indonesia. Ubi kayu digunakan sebagai bahan pangan
pengganti beras. Tanaman ini dapat tumbuh baik di daerah tropis dan
subtropis, sehingga banyak petani yang membudidayakan tanaman ini untuk
dikomersilkan. Tanaman ubi kayu saat ini menyebar merata di seluruh
wilayah di Indonesia, menjadikan ubi kayu memiliki banyak nama daerah, di
antaranya adalah ketela pohon, singkong, telo puhung, kasape, bodin,
sampeu, huwi dangdeur, huwi jenderal, kasbek, kikim, dan lain-lain (Najiyati
dan Danarti, 2000).
Ubi kayu adalah tanaman yang berasal dari negara Brazil. Tanaman ini
pertama kali dibudidayakan di Indonesia pada abad ke 17. Namun tanaman
ini baru popular pada tahun 1952 terutama di Pulau Jawa. Memasyarakatnya
singkong di kalangan petani disebabkan oleh dua hal, pertama tanaman
singkong mudah dibudidayakan, kedua kandungan karbohidrat singkong
tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai bahan makanan pengganti beras
(Najiyati dan Danarti 2000).
2
Di Indonesia terdapat beberapa daerah yang menjadi sentra produksi ubi
kayu, salah satunya adalah Provinsi Lampung. Pada tahun 2015, produksi ubi
kayu di Provinsi Lampung mencapai delapan juta ton lebih, seperti disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Sebaran lahan, produksi, dan produktivitas ubi kayu di Provinsi
Lampung, periode 2014-2015
No
Kabupaten/Kota
Luas Lahan
(ha)
Produksi
(ton)
Produktivitas
tonl/ha)
2014 2015 2014 2015 2014 2015
1. Lampung Barat 254 246 5.263 5.529 207,20 224,75
2. Tanggamus 578 439 12.344 10.311 213,56 234,88
3. Lampung Selatan 6.898 10.398 150.920 248.978 218,78 239,45
4. Lampung Timur 53.740 48.092 1.433.094 1.224.711 266,67 254,66
5. Lampung
Tengah
91.906 97.346 2.401.090 2.523.230 261,25 259,20
6. Lampung Utara 74.537 54.170 1.999.026 1.526.969 268,20 281,88
7. Way Kanan 16.402 14.448 400.772 399.810 244,34 275,96
8. Tulang Bawang 21.774 17.915 600.954 472.557 275,60 263,78
9. Pesawaran 4.742 4.431 104.072 107.636 219,47 242,92
10. Pringsewu 873 836 18.039 19.823 206,63 237,12
11. Mesuji 4.506 3.351 125.947 97.682 279,51 291,50
12. Tulang Bawang
Barat 27.686 27.293 770.367 741.497 278,25 271,68
13. Pesisir Barat 194 123 4.014 2.755 206,91 224,02
14. Bandar Lampung 117 104 2.551 2.637 218,03 253,57
15. Metro 261 105 5.563 2.958 213,14 281,69
Rata-rata 238,50 255,80
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2016
Tabel 1 menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Tengah merupakan daerah
dengan luas lahan dan produksi ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung. Pada
tahun 2015 luas lahan usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah
adalah 97.346 ha yang menghasilkan ubi kayu sebanyak 2.523.230 ton.
Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2014 dengan luas lahan usahatani
3
ubi kayu seluas 91.906 ha dan menghasilkan ubi kayu sebanyak 2.401.090
ton.
Besarnya luas panen dan produksi ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah
mendorong munculnya banyak agroindustri pengolahan ubi kayu. Peluang
untuk mengembangkan industri pengolahan ubi kayu cukup luas, terutama
industri makanan, mulai dari industri rumahan yang dapat memproduksi
keripik singkong, enyek-enyek, dan opak, hingga agroindustri yang mengolah
ubi kayu menjadi tepung tapioka dalam skala besar (Rukmana, 1997). Data
agroindustri tapioka di Provinsi Lampung disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Sebaran agroindustri tapioka di Provinsi Lampung tahun 2010
No Kabupaten Unit
1 Lampung Selatan 2
2 Lampung Timur 12
3 Lampung Tengah 43
4 Lampung Utara 17
5 Way Kanan 6
6 Pesawaran 2
7 Mesuji 1
8 Tulang Bawang Barat 3
9 Pesisir Barat 3
Jumlah 89
Sumber: Dinas Perindustrian Provinsi Lampung, 2010
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui pada tahun 2010 terdapat 89
agroindustri tapioka yang terdaftar di Dinas Perindustrian Provinsi Lampung.
Kabupaten Lampung Tengah menduduki peringkat pertama terbanyak, yakni
43 unit. Banyaknya agroindustri tapioka di Kabupaten Lampung Tengah
sejalan dengan luas lahan dan produksi ubi kayu yang dihasilkan kabupaten
4
ini, dimana Kabupaten Lampung Tengah juga merupakan kabupaten dengan
produksi ubi kayu tertinggi di Provinsi Lampung.
Agroindustri tapioka akan menghasilkan produk sampingan berupa limbah
padat. Limbah padat dari pengolahan ubi kayu disebut onggok. Dari setiap
ton ubi kayu, dihasilkan 250 kg tapioka dan 114 kg onggok. Ketersediaan
onggok ini terus meningkat sejalan dengan meningkatnya agroindustri
tapioka akibat dari meningkatnya luas lahan panen ubi kayu (Muhtarudin,
2012).
Komponen yang terdapat dalam onggok adalah serat kasar dan pati yang tidak
berhasil dipisahkan sewaktu pembuatan tapioka. Onggok biasa dimanfaatkan
sebagai alternatif pakan ternak. Limbah padat ubi kayu ini sangat potensial
karena jumlahnya yang banyak dan tidak bersaing dengan manusia.
Melimpahnya ketersediaan limbah tetap memiliki kelemahan yakni nilai gizi
yang rendah. Limbah padat ubi kayu berserat kasar dan mengandung protein
yang rendah. Untuk meningkatkan manfaat onggok sebagai pakan ternak
ruminansia, maka perlu adanya pengolahan (Muhtarudin, 2012).
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2006), saat ini pendayagunaan
onggok belum optimal bahkan pada beberapa kasus dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan, padahal dengan kandungan seratnya yang tinggi
memungkinkan onggok untuk dimanfaatkan sebagai sumber serat makanan
yang murah dan mudah didapat. Jumlah onggok yang dihasilkan dari
pembuatan tapioka diperkirakan sekitar 5-20 persen dari bobot bahan
bakunya.
5
Kecamatan Terusan Nunyai merupakan kecamatan penghasil ubi kayu
terbesar di Kabupaten Lampung Tengah. Tercatat pada tahun 2014,
Kecamatan Terusan Nunyai menghasilkan ubi kayu sebanyak 354.804 ton.
Jumlah ini meningkat dari produksi ubi kayu tahun sebelumnya, yakni
sebesar 321.873 ton. Meningkatnya produksi ubi kayu di kecamatan ini dapat
menjadi salah satu faktor meningkatnya agroindustri tapioka (Badan Pusat
Statistik, 2015).
Pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka akan menghasilkan limbah
berupa onggok. Semakin tinggi volume produksi tepung tapioka pada
agroindustri pengolahan ubi kayu di kecamatan ini, akan menghasilkan
onggok yang lebih banyak. Bagi sebagian masyarakat sekitar, keberadaan
onggok dapat bermanfaat. Masyarakat di sekitar lokasi pengolahan tapioka
biasanya mengolah limbah ini dengan menjemur di bawah sinar matahari.
Setelah kering, onggok dapat dijual ke peternakan atau penggemukan sapi
yang membutuhkan onggok sebagai bahan baku produknya. Onggok
biasanya dimanfaatkan menjadi beberapa jenis produk seperti bahan pakan
ternak, bahan campuran pembuatan saus, bahan asbes, bahan campuran obat
nyamuk, serta yang terbaru adalah plastik organik.
Di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah saat ini banyak
bermunculan unit-unit agroindustri pengolahan onggok yang memanfaatkan
limbah ubi kayu untuk diperjual belikan yang termasuk dalam kriteria Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Menurut UU no 20 tahun 2008,
pengertian UMKM adalah suatu usaha melakukan penjualan pertahun hingga
6
Rp300.000.000,00 termasuk ke dalam usaha mikro, apabila suatu usaha
mampu menjual produk lebih dari Rp300.000.000,00 hingga
Rp2.500.000.000,00 per tahun maka usaha tersebut termasuk ke dalam usaha
kecil, dan apabila suatu usaha melakukan penjualan mencapai
Rp2.500.000.000,00 hingga Rp50.000.000.000,00 maka usaha tersebut
termasuk ke dalam usaha menengah.
B. Rumusan Masalah
Ubi kayu adalah salah satu dari beberapa jenis tanaman palawija yang mudah
dibudidayakan. Dengan ubi kayu yang mudah tumbuh di berbagai wilayah,
banyak petani yang berminat dengan budidaya tanaman ubi kayu, akibatnya
luas lahan dan produksi ubi kayu akan semakin meningkat.
Meningkatnya luas lahan dan produksi ubi kayu mendorong banyak
agroindustri, baik dengan skala home industry maupun pabrik yang mengolah
komoditas tersebut. Untuk skala home industry, membutuhkan bahan baku
minimal 100-500 kg per hari, sedangkan untuk skala pabrik dibutuhkan bahan
baku ubi kayu minimal 5-15 ton per hari (Kementerian Lingkungan Hidup,
2006).
Seiring meningkatnya agroindustri tersebut, limbah yang dihasilkan juga akan
meningkat. Mengingat pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup (2006)
bahwa pengolahan limbah padat dari agroindustri ubi kayu belum dilakukan
dengan maksimal, sedangkan limbah padat atau onggok yang dihasilkan
7
agroindustri ubi kayu dapat menimbulkan masalah jika tidak diolah dengan
tepat.
Onggok yang dibiarkan menumpuk di tempat penampungan akan menggangu
nilai estetika. Apabila limbah padat tersebut tertimbun dalam waktu yang
lama dan dalam jumlah banyak akan terurai menjadi asam organik dan dapat
memberikan dampak negatif bagi lingkungan berupa pencemaran air.
Tingginya potensi limbah yang dihasilkan oleh agroindustri tepung tapioka di
Kecamatan Terusan Nunyai dan banyaknya bermunculan lapak-lapak
pengolahan onggok menyebabkan perlunya penelitian tentang analisis
kelayakan finansial usaha pengolahan onggok. Berdasarkan uraian tersebut
maka terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan perumusan masalah dari
pengolahan onggok sebagai berikut :
1. Apakah usaha pengolahan onggok di Kecamatan Terusan Nunyai
Kabupaten Lampung Tengah merupakan usaha yang layak untuk
dijalankan secara finansial?
2. Bagaimana laju kepekaan (sensitivitas) usaha pengolahan onggok di
Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah terhadap
perubahan jumlah produksi, harga output, dan harga input terhadap
kelayakan finansialnya?
3. Apa dampak sosial dan ekonomi dari adanya usaha pengolahan onggok
di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah terhadap
masyarakat sekitar usaha?
8
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis kelayakan usaha pengolahan onggok di Kecamatan Terusan
Nunyai Kabupaten Lampung Tengah.
2. Menganalisis laju kepekaan (sensitivitas) usaha pengolahan onggok di
Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah.
3. Mengetahui dampak sosial dan ekonomi dari adanya usaha pengolahan
onggok di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. pelaku usaha, sebagai informasi dan pertimbangan pengambilan
keputusan dalam melakukan usaha.
2. Bagi pemerintah, sebagai pertimbangan dalam menentukan arah
kebijakan yang terkait dengan usaha pengolahan onggok.
3. Bagi akademisi, sebagai tambahan informasi untuk melakukan penelitian
yang relevan di masa mendatang.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Ubi Kayu
Ubi Kayu (Manihot utilissima) digolongkan ke dalam keluarga
Euphorbiaceae. Batangnya tegak setinggi 1,5-4 meter. Bentuk batang
bulat dengan diameter 2,5-4 cm, berkayu dan bergabus. Batang berwarna
kecokelatan atau keunguan dan bercabang ganda tiga. Daun ubi kayu
termasuk daun majemuk menjari dengan anak daun berbentuk elips yang
berujung runcing. Warna daun muda hijau kekuningan atau hijau
keunguan. Tangkai daun panjang, dengan warna hijau, merah, kuning
atau kombinasi dari ketiganya. Bunga ubi kayu muncul pada setiap
ketiak percabangan (Najiyati dan Danarti, 2000).
Ubi kayu dapat tumbuh dengan baik di berbagai wilayah di Indonesia.
Tanaman ubi kayu dapat dipanen pada umur 8-10 bulan tergantung bibit
yang digunakan (Thamrin, 2013). Ubi kayu merupakan tanamanan
semusim, sehingga ubi kayu hanya dapat dipanen satu kali semasa tanam.
Bagian dari tanaman ubi kayu yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan
adalah umbi. Umbi yang digunakan adalah umbi yang cukup umur.
10
Tanaman ubi kayu dapat dengan mudah beradaptasi di berbagai kondisi
lingkungan tumbuhnya. Meskipun demikian, tanaman ubi kayu memiliki
syarat tumbuh untuk berproduksi secara optimum. Menurut Najiyati dan
Danarti (2000), ubi kayu dapat berproduksi secara maksimum pada :
1. Tempat tumbuh mendapat sinar matahari setiap hari.
2. Tanaman akan tumbuh baik pada ketinggian 0-800 mdpl.
3. Drainase harus baik, tanah tidak becek yang menyebabkan akar
tergenang dan umbi membusuk.
4. Tanah tidak terlalu padat atau keras.
5. Curah hujan 760-2500 mm/th, dengan bulan kering tidak lebih dari 6
bulan.
Ubi kayu dipanaen pada saat kadar tepung dalam umbi mencapai ukuran
maksimum. Ubi kayu yang dipanen melampaui batas kadar tepung
maksimum, kualitasnya akan menurun. Ini disebabkan karena sebagian
tepung berubah menjadi serat atau kayu. Apabila ubi kayu dipanen jauh
sebelum kadar tepung maksimum, kualitasnya juga akan rendah. Umur
panen ubi kayu bervariasi tergantung dari varietas, iklim, dan ketinggian
tempat. Semakin tinggi tempat, semakin lama umur panen dan semakin
panjang bulan basah semakin lama pula ubi kayu untuk mencapai kadar
tepung maksimum.
Tanaman ubi kayu memiliki banyak manfaat, mulai dari daun, batang,
kulit umbi hingga umbinya. Daun dari tanaman ubi kayu dapat
dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak dan makanan bagi manusia.
11
Batang tanaman ubi kayu dapat dijadikan briket, arang, dan kerajinan,
sedangkan umbinya dapat diolah dan dijadikan bahan baku makanan.
Pengolahan umbi tanaman ubi kayu juga menghasilkan produk
sampingan berupa limbah. Limbah ubi kayu setelah diproses menjadi
tepung tapioka terbagi menjadi dua bentuk. Limbah pertama berbentuk
cair. Limbah cair dari proses pembuatan tapioka ini dapat dimanfaatkan
menjadi biogas, sedangkan limbah padat dari proses pembuatan tepung
tapioka berasal dari kulit umbi dan serat hasil ekstraksi yang disebut
onggok.
Kulit umbi dan onggok kemudian dapat dimanfaatkan kembali. Kulit
umbi dapat diolah dan dijadikan pakan ternak, sedangkan onggok yang
diolah akan menghasilkan bahan campuran saus, bahan campuran obat
nyamuk, asam sitrat, dan bahan pakan ternak. Pemanfaatan ubi kayu
menjadi beberapa produk dapat dilihat pada pohon industri ubi kayu
Gambar 1 berikut.
12
Gambar 1. Pohon industri pengolahan ubi kayu menjadi berbagai produk
Sumber : Badan Litbang Pertanian, 2011
2. Limbah Agroindustri
Limbah adalah zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari proses
kegiatan manusia. Limbah dapat berupa tumpukan barang bekas, sisa
kotoran hewan, tanaman atau sayuran. Keseimbangan lingkungan dapat
terganggu jika jumlah hasil buangan melebihi ambang batas toleransi
UBI KAYU
(Cassava)
(Cas
ONGGOK
(Residues)
(Cas
TAPIOKA
(Tapioca)
(Cas
GAPLEK
(Moniac)
(Cas
Tapioka
mutiara
(Pearl tapioca)
(Cas Serpihan
(Flakes)
Lain-lain
(Other product
of manioc)
Tepung
Gaplek
(Manioc flour)
Pelet
(Pellets)
Dikeringkan
(Dried)
(Cas
Asam sitrat
(Citric Acid)
Makanan
Ringan
(Snack)
Asam Asetat
(Acetic Acid)
Etanol
(Etanol)
Fruktosa
(Fructose)
Sorbitol
(Sorbitol)
Glukosa
(Glucose)
Dekstrin
(Dextrin)
13
lingkungan. Apabila konsentrasi dan kuantitas melebihi ambang batas,
keberadaan limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan.
Limbah agroindustri adalah produk sampingan dari pengolahan produk
pertanian. Limbah agroindustri merupakan limbah organik yang berbeda
dengan limbah anorganik seperti plastik, logam, kaca, dan lain-lain.
Jumlah dari limbah organik sangat melimpah, semakin besar suatu
agroindustri maka semakin besar pula potensi limbah yang akan
dihasilkan.
Limbah dari agroindustri dapat berupa cairan dan padatan. Limbah padat
dari agroindustri mempunyai tekstur yang halus dan mengandung kadar
air cukup tinggi, sekitar 50-60 persen. Limbah agroindustri juga
mengandung bahan kimia yang bervariasi, tergantung sumber bahan baku
dan proses yang telah dialami limbah tersebut.
Limbah industri pangan dapat menimbulkan masalah dalam
penanganannya karena mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein,
lemak, garam mineral, dan sisa-sisa bahan kimia (Jenie dan Rahayu,
1993). Sebagai contoh limbah dari industri tapioka, onggok. Onggok
yang dibiarkan tertumpuk menimbulkan polusi udara berupa bau yang
tidak enak.
Industri tapioka adalah industri yang paling banyak menggunakan ubi
kayu. Proses pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka menghasilkan
produk sampingan berupa padatan yang disebut onggok. Produksi
14
tapioka dari satu ton ubi kayu segar diperoleh sekitar 114 kg onggok
(Muhtarudin, 2012). Haroen (1993) dalam Kurniadi (2010) merinci lebih
lengkap tentang presentase dari produk utama berupa tepung tapioka
berkisar 20-24 persen, sedangkan limbah yang dihasilkan selama proses
pengolahan berturut-turut untuk kulit luar, kulit dalam, dan onggok
adalah 2 persen, 15 persen, dan 5-15 persen. Onggok masih mengandung
karbohidrat yang tinggi, namun sedikit mengnadung protein kasar dan
lemak. Komposisi kimia ytang terdapat dalam onggok beragam,
tergantung pada mutu bahan baku, proses pengolahan, dan penanganan
onggok itu sendiri (Ciptadi et al. 1983 dalam Kurniadi 2010).
Kementerian Lingkungan Hidup (2009) menyatakan pada industri
tapioka skala besar umumnya berkapasitas 700 ton per hari dapat
menghasilkan tapioka sebanyak 140 ton per hari, dan menghasilkan
onggok sebanyak 175 ton. Berdasarkan jumlah dan kandungan
karboidrat yang tinggi, onggok mempunyai potensi yang besar untuk
dimanfaatkan menjadi produk yang lebih bernilai seperti bahan pakan
ternak, bahan campuran saus, bahan campuran obat nyamuk, dan lain-
lain.
3. Pengolahan Onggok
Onggok merupakan limbah dari industri tapioka berupa padatan yang
terbentuk dari proses ekstraksi. Proses ekstraksi menghasilkan pati yang
tersuspensi, sedangkan ampas yang tertinggal menjadi onggok.
Kandungan penting yang terdapat dalam onggok adalah pati dan serat
15
kasar. Kandungan ini berbeda pada setiap onggok tergantung pada jenis
dan mutu, daerah tempat tumbuh, teknologi yang digunakan, serta
penanganan onggok itu sendiri (Fahmi, 2008 dalam Kurniadi 2010).
Onggok dapat dimanfaatkan menjadi bahan pembuatan pakan ternak,
campuran saus, plastik, bahan campuran obat nyamuk, dan lain-lain.
Agar dapat digunakan, onggok harus diolah terlebih dahulu. Onggok
merupakan sumber karbon dalam suatu media karena masih banyak
mengandung pati (75 persen) yang tidak terekstrak, namun kandungan
protein yang terdapat dalam onggok sangat rendah, yakni 1,04 persen
sehingga diperlukan tambahan bahan lain pada pengolahan sebagai
sumber nitrogen yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan ternak.
Metode yang biasa digunakan dalam mengolah onggok adalah
fermentasi. Metode ini dapat meningkatkan nilai dan kualitas protein.
Peningkatan protein dalam fermentasi akan berhasil apabila jenis kapang
dan yeast serta prekursor dipilih dengan tepat untuk terjadinya
biokonversi zat-zat perkursor menjadi protein yang berkualitas
(Muhtarudin , 2012).
Sebelum onggok difermentasi, onggok harus dikeringkan untuk
mengurangi kadar air. Pengeringan onggok dapat dilakukan dengan tiga
metode yakni pengeringan onggok dengan radiasi matahari, pengeringan
menggunakan energi listrik, dan pengeringan onggok menggunakan
energi radiasi matahari dan listrik (hybrid). Onggok yang dikeringkan
16
menggunakan metode radiasi matahari akan menghasilkan warna yang
lebih putih dibandingkan dengan metode listrik dan hybrid (Sari, 2013).
Menurut Muhtarudin (2012) fermentasi, salah satu cara pengolahan
biologis, merupakan cara yang paling tepat untuk pengolahan onggok,
mengingat onggok memiliki komposisi zat makanan yaitu karbohidrat
yang cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai media yang
cocok bagi pertumbuhan mikroorganisme. Proses fermentasi merupakan
cara paling murah, mudah, praktis, dan aman yang berfungsi sebagai
salah satu cara pengawetan yang juga akan membawa pengaruh terhadap
bentuk, sifat, dan nilai pakan yang dihasilkan menjadi lebih baik.
4. Studi Kelayakan Bisnis
Menurut Kadariah (2001) proyek adalah suatu keseluruhan kegiatan yang
menggunakan sumber-sumber untuk memperoleh manfaat (benefit) atau
suatu kegiatan dengan pengeluaran biaya dan dengan harapan untuk
memperolehnya pada waktu yang akan datang, dapat direncanakan,
dibiayai, dan dilaksanakan sebagai satu unit, sedangkan studi kelayakan
bisnis (feasibility study) adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana
manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha
atau proyek (Ibrahim, 2009). Studi kelayakan bisnis dari aspek keuangan
bertujuan untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas bisnis,
sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya rencana bisnis yang
dimaksud (Herlianto dan Pujiastuti, 2009).
17
Setelah mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas bisnis serta layak
atau tidaknya suatu bisnis, pelaku bisnis dapat mengambil satu dari tiga
alternatif pilihan. Menurut Ibrahim (2009), keputusan yang dapat
diambil setelah mengetahui keadaan finansial suatu proyek adalah
sebagai berikut :
1. Menolak atau menerima proyek.
2. Memilih satu atau beberapa proyek dari proyek yang layak, sesuai
dengan dana yang tersedia.
3. Membuat skala prioritas dari beberapa proyek yang layak.
5. Manfaat Proyek
Manfaat yang dinilai dari evaluasi proyek pada umumnya lebih bersifat
social benefit daripada financial benefit dan sebaliknya dalam
perhitungan studi kelayakan bisnis lebih menitik beratkan pada financial
benefit daripada social benefit. Menurut Ibrahim (2009), manfaat proyek
dilihat dari evaluasi proyek, adalah penerimaan (revenue) yang didapat
dari kegiatan suatu usaha atau proyek sebelum dikurangi dengan biaya
yang dikeluarkan. Dilihat dari sifatnya, manfaat proyek digolongkan
menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Manfaat langsung (direct benefits).
2. Manfaat tidak langsung (indirect benefits).
3. Manfaat tidak kentara (intangible benefits).
18
a. Manfaat langsung
Manfaat langsung adalah manfaat yang diterima akibat dari
berjalannya kegiatan suatu usaha atau proyek. Manfaat ini berupa
naiknya nilai hasil produksi barang atau jasa, perubahan bentuk,
turunnya biaya, dan lain sebagainya. Kenaikan nilai hasil produksi
dapat disebabkan karena meningkatnya jumlah produksi dan kualitas
dari produk yang dihasilkan sebagai akibat dari adanya proyek.
Demikian dengan perubahan bentuk, permintaan akan produk atau
jasa dapat meningkat apabila produk tersebut mengalami perubahan
dari bentuk sebelumnya.
b. Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang timbul sebagai dampak
dari adanya suatu kegiatan proyek. Dampak ini bersifat multiplier
effects dari proyek yang dibangun terhadap kegiatan pembangunan
lainnya. Sebagai contoh, masuknya proyek listrik ke desa
menyebabkan timbulnya industri-industri yang memanfaatkan tenaga
listrik. Industri-industri yang muncul akibat masuknya listrik ini
merupakan manfaat tidak langsung (indirect benefits) yang perlu
diperhitungkan dalam evaluasi proyek. Contoh lain yakni dengan
adanya pengolahan ubi kayu oleh agroindustri tepung tapioka, akan
menimbulkan usaha-usaha baru seperti jasa pengangkutan, selain itu
dengan adanya pengolahan ubi kayu akan menghasilkan limbah
berupa onggok yang dapat diolah oleh masyarakat sekitar menjadi
19
bahan pakan ternak serta bahan produk lain yang membutuhkan
onggok olahan.
c. Manfaat Tidak Kentara
Manfaat tidak kentara sebuah proyek adalah manfaat dari
pembangunan proyek yang sulit diukur dalam bentuk uang, seperti
perubahan pola pikir masyarakat, perbaikan lingkungan,
berkurangnya pengangguran, peningkatan ketahanan nasional,
kemantapan tingkat harga, dan lain sebagainya.
Didirikannya suatu proyek pada awalnya memang bertujuan untuk
meningkatkan keadaan sosial dan ekonomi, sehingga dampak dari
adanya proyek haruslah bersifat positif bagi seluruh masyarakat
sekitar dan pemerintah, misalnya di negara berkembang, komponen
yang dianggap sangat penting adalah sebagai berikut :
1. Penyerapan tenaga kerja : semakin banyak proyek yang akan
dibangun dapat menyerap tenaga kerja setempat semakin besar,
artinya dampak positif adanya proyek semakin besar. Dampak
penyerapan tenaga kerja tidak selalu bersifat langsung, tetapi
dapat bersifat tidak langsung dengan munculnya sumber
pekerjaan baru.
2. Berkembangnya struktur ekonomi : timbunya aktifitas
perekonomian lain akibat adanya proyek sehingga menciptakan
lapangan kerja baru yang menyerap tenaga kerja bahkan yang
mampu diserap oleh proyek sebelumnya.
20
3. Peningkatan pendapatan masyarakat : peningkatan pendapatan
baik langsung maupun tidak langsung dari proyek akan
memberikan dampak yang berarti.
4. Perubahan lapangan kerja : perubahan lapangan kerja
baiklangsung maupun tidak langsung karena perkembangan
struktur ekonomi harus diperhatikan karena tidak selalu
perubahan itu menguntungkan bagi masyarakat secara umum.
5. Komponen penting lain yaitu sumber daya apa yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, misalnya air.
6. Analisis Kriteria Investasi
Menurut Ibrahim (2009), ada beberapa metode pengukuran kelayakan
investasi yang akan ditanam pada suatu kegiatan. Metode-metode
tresebut antara lain :
a. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah sebuah kriteria investasi untuk
menghitung selisih antara manfaat atau penerimaan dengan biaya atau
pengeluaran. Secara sederhana, perhitungan untuk net present value
adalah sebagai berikut :
NPV = ∑𝐵𝑡−𝐶𝑡
(1+𝐼)2
𝑛
𝑡=1………………..………………………………(1)
Keterangan :
NPV = Net Present Value
t = Waktu
Bt = Benefit
21
Ct = Cost
i = Tingkat bunga bank yang berlaku
Dengan kriteria sebagai berikut :
NPV > 0, proyek dinyatakan layak (feasible)
NPV < 0, proyek dinyatakan tidak layak (not feasible)
NPV = 0, proyek dinyatakan dalam posisi Break Event Point (BEP)
dengan TR = TC dalam bentuk present value.
b. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga yang
menunjukkan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah
seluruh investasi proyek. Dengan kata lain dapat juga disebut sebagai
suatu tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV = 0. Rumus IRR
secara sederhana dapat ditulis sebagai berikut :
𝐼𝑅𝑅 = 𝑖 +𝑁𝑃𝑉
𝑁𝑃𝑉′−𝑁𝑃𝑉" (𝑖′ − 𝑖")……………………………………(2)
Keterangan :
i= discount rate pada saat ini
i’= discount rate terendah yang membuat NPV negatif
i”= discount rate tertinggi yang membuat NPV positif
NPV’= NPV negatif
NPV= NPV positif
Kriteria penilaian IRR adalah sebagai berikut :
Bila IRR > tingkat suku bunga, maka proyek dinyatakan layak
(feasible)
Bila IRR < tingkat suku bunga, maka proyek dinyatakan tidak layak
(no feasible)
Bila IRR = tingkat suku bunga, maka proyek dinyatakan dalam posisi
Break Event Point (BEP)
22
c. Net Benefit Cost Ratio
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah perbandingan antara jumlah
pendapatan bersih dengan jumlah biaya bersih yang diperhitungkan
nilainya pada saat ini (present value).
Secara sederhana rumus dari Net B/C adalah sebagai berikut :
𝑁𝑒𝑡B
C=
∑ 𝑃𝑉 𝑛𝑒𝑡 𝐵 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓
∑ 𝑃𝑉 𝑛𝑒𝑡 𝐵 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑓=
𝑁𝑒𝑡 𝐵
𝑁𝑒𝑡 𝐶………………………………..…(3)
Kriteria pengukuran Net B/C adalah sebagai berikut :
Bila Net B/C > 1, maka proyek tersebut layak untuk dijalankan
(feasible)
Bila Net B/C < 1, maka proyek tersebut tidak layak untuk dijalankan
(no feasible)
Bila Net B/C = 1, maka proyek tersebut berada dalam keadaan break
event point (BEP).
d. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)
Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) adalah perhitungan untuk
mengetahui tingkat perbandingan antara penerimaan kotor dengan
jumlah biaya kotor yang diperhitungkan nilainya saat ini.
Secara sederhana rumus dari Gross B/C adalah sebagai berikut :
𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠𝐵
𝐶=
𝑃𝑉𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡𝑠
𝑃𝑉 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑐𝑜𝑠𝑡𝑠……………………………………….…(4)
e. Payback period
Payback period merupakan waktu yang diperlukan untuk
pengembalian seluruh investasi yang dikeluarkan. Payback period
23
terjadi ketika NPV yang semula bernilai negatif berubah menjadi
positif. Payback period memiliki nilai yang berbanding terbalik
dengan NPV. Semakin tinggi nilai NPV suatu proyek maka semakin
kecil nilai Payback period, yang artinya semakin baik kriteria
investasi karena semakin sedikit waktu pengembalian investasi dari
proyek.
f. Analisis Sensitivitas
Menurut Gittinger (2008 dalam Sari 2016) analisis sensitivitas
merupakan analisis ulang terhadap proyek yang telah dianalisis
menggunakan kriteria investasi (NPV, B/C, IRR). Pengujian ini
dilakukan akibat masalah ketidakstabilan harga, keterlambatan
pelaksanaan, kenaikan biaya, dan hasil yang diperoleh. Teknis
analisis sensitivitas hanya perlu menghitung ulang ukuran
kemanfaatan proyek dari estimasi baru dari satu atau lebih komponen
biaya, harga, atau hasil dengan kriteria investasi yang diinginkan.
Dengan mengasumsikan komponen tersebut perkiraan persentase
kenaikan atau penurunan yang ditentukan.
Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akah terjadi
pada analisis usaha jika terdapat perubahan dalam dasar-dasar
perhitungan biaya maupun penerimaan. Analisis sensitivitas
dilakukan untuk melihat pengaruh yang akan terjadi akibat adanya
keadaan yang berubah-ubah atau jika terdapat kesalahan dalam
perhitungan sebelumnya. Hal ini disebabkan dalam perhitungan
24
kelayakan usaha terdapat ketidakpastian dan risiko yang dapat terjadi
di masa yang akan datang. Kemungkinan perubahan-perubahan yang
dapat terjadi dalam perhitungan produksi maupun manfaat antara lain
perubahan biaya produksi, perubahan harga jual, terjadi kesalahan
perhitungan, keterlambatan pelaksanaan proyek, perubahan volume
produksi, dan lain sebagainya.
7. Kajian Penelitian Terdahulu
Sasongko (2010) melakukan penelitian tentang analisis finansial dan
pemasaran kakao di Kecamatan Gedong Tataan. Dalam penelitian ini
menggunakan metode analisis finansial NPV, IRR, Net B/C, Gross B/C,
dan Payback period untuk mengetahui apakah usaha//proyek yang diteliti
layak atau tidakn untuk dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
usaha/proyek ini layak dijalankan dengan hasil NPV = 50.943.353; Gross
B/C = 2,70; Net B/C = 11,75; IRR = 40,60 persen; dan Payback period =
3 tahun 6 bulan.
Saty et al. (2016) melakukan penelitian mengenai analisis finansial dan
risiko investasi teknologi pisang kultur jaringan di Kabupaten Lampung
Selatan. Penelitian ini menggunakan metode yang digunakan adalah
NPV, IRR, Net B/C, Gross B/C, dan Payback period. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa usahatani pisang di Kabupaten Lampung Selatan
layak untuk dijalankan. Untuk usahatani pisang dengan bibit kultur
jaringan nilai NPV =11.220.349,21; IRR = 32,14 persen; Gross B/C =
1,24; dan Payback period selama 2 tahun 7 bulan. Pada usahatani pisang
25
dengan bibit tunas anakan diketahui nilai NPV = 25.874.245,92; IRR =
98,25 persen; Gross B/C = 1,84; dan Payback period selama 1 tahun 7
bulan.
Primasari (2016), melakukan penelitian mnengenai analisis finansial
usaha pembesaran ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran
Kabupaten Pringsewu. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini
adalah NPV, IRR, Net B/C, Gross B/C, dan Payback period untuk
mengetahui kelayakan finansial usaha yang diteliti. Analisis data kedua
yakni analisis BEP. Analisis BEP yang diukur adalah BEP produk dan
BEP harga. Analisis data terakhir yang digunakan adalah analisis
deskriptif. Analisis ini digunakan untuk membandingkan kelayakan dari
usaha pembesaran ikan lele dan ikan mas. Hasil dari penelitian ini adalah
kedua usaha yang diteliti layak untuk dijalankan. Dari kedua usaha yang
diteliti, secara finansial usaha pembesaran ikan lele lebih menguntungkan
dibandingkan dengan usaha pemnbesaran ikan mas. Kedua usaha
tersebut sensitif terhadap penurunan produksi, kenaikan biaya produksi,
dan penurunan harga jual yang menjadikan usaha pembesaran ikan lele
tidak layak, namun usaha pembesaran ikan mas tetap layak untuk
dijalankan.
Imansari (2016), melakukan penelitian mengenai analisis kelayakan
finansial pengembangan usahatani papaya california di Kabupaten
Lampung Selatan Provinsi Lampung. Penelitian tersebut menggunakan
metode analisis kelayakan finansial dengan mengukur NPV, IRR, Net
26
B/C, Gross B/C, dan Payback period. Pengukuran kepekaan juga
dilakukan pada penelitian ini untuk mengetahu sejauh mana usaha akan
bertahan jika terjadi perubahan pada variabel terkait. Analisis deskriptif
juga digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui beberapa aspek
yang berperan dalam usahatani papaya California. Aspek-aspek tersebut
adalah aspek teknis budidaya, aspek sosial dan lingkungan, aspek
ekonomi, aspek pemasaran. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa
usahatani papaya California di Lampung Selatan ini layak untuk
dijalankan. Pada analisis kepekaan, setelah terjadi penurunan produksi
sebesar 10 persen, penurnan harga output 12,5 persen, dan kenaikan
biaya produksi sebesar 6,41 persen semua kriteria investasi usahatani ini
masih layak, serta secara keseluruhan usahatani papaya California ini
layak dari aspek teknis budidaya, ekonomi, sosial dan lingkungan, serta
pemasaran.
Febriyanti (2017), melakukan penelitian mengenai analisis finansial dan
nilai tambah agroindustri keripik pisang skala UMK di Kota Metro.
Penelitian ini menggunakan metode NPV, IRR, Net B/C, Gross B/C, dan
Payback period untuk mengetahui kelayakan finansial usaha yang diteliti
dan metode Hayami untuk mengetahui nilai tambah usaha agroindustri
pisang. Penelitian ini menunjukkan bahwa usaha agroindustri ini layak
dijalankan dengan nilai NPV = 61.724.706,80-545.335.264,28; IRR =
44,82-72,84 persen; Net B/C = 3,42-5,94; Gross B/C = 1,67-2,81; dan
Payback period selama 1 tahun 2 bulan 3 harisampai 4 tahun 4 bulan 3
hari pada agroindustri skala mikro. Pada usaha skala kecil menunjukkan
27
nilai NPV = 633.256.802,33-817.129.687,43; IRR = 45,85-56,12 persen;
Net B/C= 4,82-6,16; Gross B/C = 1,73-2,01 dan Payback period selama
2 tahun 0 bulan 6 hari sampai 6 tahun 3 bulan 3 hari. Nilai tambah yang
didapat dari agroindustri skala mikro sebesar Rp15.481,97 dengan rasio
nilai tambah 59,97 persen dan agroindustri skala kecil memiliki nilai
tambah produk sebesar Rp27.528,19 dengan rasio kenaikan sebesar 80,13
persen.
B. Kerangka Pemikiran
Ubi kayu adalah tanaman yang mudah tumbuh dan banyak ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia. Ubi kayu merupakan tanaman yang memiliki
karakteristik mudah tumbuh, sehingga banyak masyarakat yang
membudidayakan tanaman ini. Meningkatnya minat petani untuk menanam
ubi kayu menyebabkan meningkatnya produksi tanaman ini.
Ubi kayu dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan bagi manusia.
Umumnya dari tanaman ubi kayu yang dijadikan bahan makanan adalah umbi
dan daun. Umbi dari tanaman ubi kayu dapat diolah langsung menjadi
cemilan atau dapat diolah terlebih dahulu oleh agroindustri untuk
mendapatkan pati dan dikeringkan menjadi terigu. Dari pengolahan
agroindustri ubi kayu, dihasilkan produk sampingan berupa limbah padat dan
cari. Limbah cair kemudian dapat diolah menjadi biogas, sedangkan limbah
padat dari agroindustri ubi kayu berupa kulit umbi dan onggok.
28
Onggok adalah salah satu limbah yang dihasilkan dari usaha agroindustri ubi
kayu. Onggok merupakan hasil dari proses ekstraksi pemisahan pati dan serat
ubi kayu oleh agroindustri. Kebanyakan dari onggok yang diolah
dimanfaatkan menjadi pakan ternak warga maupun usaha peternakan dan
penggemukan ternak, hal ini disebabkan onggok memiliki kandungan serat
yang cukup tinggi sehingga baik apabila dijadikan makanan untuk ternak.
Selain itu onggok juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran
pembuatan saos, bahan campuran obat nyamuk, dan yang terbaru adalah
onggok dimanfaatkan menjadi bahan kantung plastik yang ramah bagi
lingkungan.
Banyaknya manfaat dan potensi dari limbah ubi kayu ini memunculkan minat
masyarakat untuk memulai usaha pengolahan. Pengolahan yang paling
umum dan mudah ditemukan adalah fermentasi. Lapak-lapak tempat
pengolahan onggok menggunakan lahan yang cukup luas untuk menjemur
onggok. Setelah onggok yang dijemur kering, pelaku usaha mengemas dan
menjual onggok ke peternakan dan penggemukan ternak atau perusahaan lain
yang membutuhkan onggok sebagai salah satu input produknya. Pelaku
usaha pengolahan onggok memperoleh pendapatan melalui penjualan output
dikalikan harga, sedangkan keuntungan usaha pengolahan onggok diperoleh
dari pendapatan dikurangi biaya-biaya yang diperlukan selama melakukan
pengolahan.
Pengukuran kelayakan usaha pengolahan onggok dilakukan menggunakan
metode analisis finansial dan analisis sensitivitas. Pengukuran ini dilakukan
29
untuk mengetahui apakah usaha pengolahan onggok yang dijalankan adalah
layak atau tidak secara finansial. Analisis finansial usaha pengolahan onggok
menggunakan beberapa kriteria berupa Net Present Value (NPV), Net B/C,
Gross B/C, Internal Rate Return (IRR), dan Payback period (PP). Analisis
sensitivitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana usaha pengolahan
onggok dapat dikatakan layak apabila terjadi beberapa perubahan seperti
perubahan biaya produksi, penurunan jumlah produksi dan penurunan harga
jual produk. Kerangka berfikir analisis kelayakan finansial usaha pengolahan
onggok di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah dapat
dilihat pada Gambar 2.
30
Gambar 2. Kerangka pemikiran analisis kelayakan finansial usaha pengolahan
onggok di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung
Tengah
Pengolahan
Onggok
Proses Produksi
Biaya
variabel
Biaya tetap
Input
Output
Harga
Penerimaan Biaya produksi
ANALISIS KELAYAKAN
1. Analisis Finansial
NPV, Net B/C, Gross
B/C, IRR, Payback
period.
2. Analisis Sensitivitas
Kenaikan biaya
produksi, Penurunan
harga jual,
Penurunan jumlah
produksi
Dampak Sosial dan
Ekonomi
1. Penyerapan
tenaga kerja
2. Kenyamanan
Masyarakat
3. Estetika
lingkungan
Tidak
Layak
Layak
Penjemuran
III. METODE PENELITIAN
A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional
Konsep dasar dan batasan operasional adalah pengertian yang diberikan
kepada variabel yang digunakan dalam penelitian sebagai petunjuk dalam
memperoleh data pada saat penelitian sehingga mempermudah proses analisis
yang akan dilakukan. Konsep ini digunakan untuk menghindari
kesalahpahaman mengenai pengertian maupun istilah dalam penelitian ini,
maka dibuat definisi operasional pada Tabel 3 dan 4 :
Tabel 3. Batasan operasional yang berhubungan dengan analisis finansial
pengolahan onggok di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten
Lampung Tengah
No Variabel Definsi Satuan
1. Biaya Tetap Biaya tetap adalah pengeluaran bisnis
yang tidak bergantung pada tingkat
barang atau jasa yang dihasilkan
Rp
2. Biaya Variabel Biaya yang berubah secara proporsional
dengan aktivitas bisnis
Rp
3. Output jumlah onggok kering yang dihasilkan
oleh agroindustri pengolahan onggok
Kg
4. Harga Jumlah uang yang diterima pelaku
usaha dari penjualan output
Rp
5. Luas lahan Luas lahan yang digunakan pengusaha
untuk melakukan proses pengeringan
onggok.
Hektar
(ha)
6. Tenaga kerja Banyaknya orang yang bekerja yang
digunakan dalam proses produksi
onggok
HOK
7. Penerimaan Penerimaan adalah nilai hasil yang
diterima pelaku usaha yang dihitung
Rp
32
dengan mengalikan jumlah produksi
onggok dengan harga output
8. Keuntungan Besarnya penerimaan onggok yang
diperoleh pelaku usaha dikurangi
seluruh biaya selama proses produksi
Rp
9. Analisis
kelayakan
finansial
Analisis yang mengkaji suatu proyek
untuk mengetahui apakah proyek
tersebut layak untuk dijalankan atau
tidak. Analisis kelayakan finansial
menggunakan kriteria-kriteria seperti
NPV, Net B/C, Gross B/C, IRR,
Payback period, dan analisis
sensitivitas.
-
10. Net Present
Value (NPV)
Merupakan salah satu penentu apakah
proyek atau usaha layak atau tidak
untuk dijalankan. Proyek dikatakan
layak apabila nilai NPV > 0.
-
11. Net B/C Merupakan manfaat bersih tambahan
yang diterima proyek setiap satu satuan
biaya yang dikeluarkan, yang
menunjukkan gambaran berapa kali
lipat manfaat yang diperoleh atas biaya
yang dikeluarkan. Proyek dikatakan
layak apabila nilai Net B/C > 1.
-
12. Gross B/C Perhitungan yang menunjukkan suatu
tingkat perbandingan antara penerimaan
kotor dengan biaya kotor yang
diperhitungkan saat ini.
-
13. Internal Rate of
Return (IRR)
Suatu tingkat bunga yang menunjukkan
nilai bersih sekarang (NPV) sama
dengan jumlah seluruh investasi proyek.
Untuk mencari IRR harus mengetahui
suku bunga yang berlaku pada tahun
tersebut.
persen
14. Payback period Waktu yang diperlukan untuk
pengembalian seluruh investasi yang
dikeluarkan. Semakin pendek waktu
yang dibutuhkan untuk pengembalian
investasi, semakin layak proyek untuk
dijalankan.
Tahun/
Bulan/Hari
15. Analisis
sensitivitas
Analisis yang mengukur sejauh mana
proyek akan bertahan jika terjadi
ketidakpastian seperti kenaikan biaya
produksi, penurunan volume produksi,
penurunan harga output, dan
sebagainya.
-
33
Tabel 4. Batasan operasional agroindustri pengolahan onggok dan dampak
sosial di Kecamatan Terusan Nunyai kabupaten Lampung Tengah
No Variabel Definisi Ukuran/
Satuan
1 Pengolahan
onggok
Proses pengeringan onggok basah menjadi
onggok yang siap jual dengan
mengombinasikan berbagai faktor produksi
yaitu luas lahan, bahan baku, peralatan,
biaya transportasi untuk mencapai
pendapatan maksimum.
Unit
2 Onggok Produk sampingan berupa limbah padat dari
hasil pengolahan agroindustri ubi kayu.
Onggok dimanfaatkan oleh manusia sebagai
bahan pakan ternak dan bahan campuran
produk lain seperti saus, obat nyamuk, dan
plastik organik.
Kg
3 Manfaat sosial
adanya suatu
proyek
Adalah berupa manfaat tidak langsung yang
didapat dari berjalannya suatu proyek.
Manfaat tersebut salah satunya adalah
penyerapan tenaga kerja.
-
4 Dampak sosial Pengaruh atau akibat dari suatu kejadian,
keadaan, atau kebijakan sehingga
mengakibatkan perubahan baik yang
bersifat baik maupun bersifat buruk bagi
masyarakat.
-
5 Dampak positif
adanya usaha
pengolahan
onggok
Pengaruh yang dirasakan anggota
masyarakat dan menurut mereka berdampak
baik.
-
6 Dampak negatif
usaha
pengolahan
onggok
Pengaruh yang dirasakan enggota
masyarakat dan menurut mereka berdampak
buruk.
-
7
Penyerapan
tenaga kerja
Jumlah tertentu dari tenaga kerja yang
digunakan per unit usaha pengolahan dalam
keseluruhan proses usaha pengolahan mulai
dari pengadaan bahan baku, proses produksi
dan pengemasan, serta pemasaran output.
HOK
8 Dampak
adanya sebuah
industri
terhadap
Pengaruh baik maupun buruk terhadap
lingkungan sekitar industri terkait
infrastruktur.
-
34
infrastruktur
9 Pencemaran
udara dari
adanya usaha
pengolahan
onggok
Kehadiran satu atau lebih substansi fisik,
kimia, atau biologi di atmosfer dalam
jumlah yang dapat menjadi gangguan bagi
masyarakat sekitar lokasi pengolahan
onggok.
Meningkat
/menurun
10 Estetika
lingkungan
Suatu penilaian atau anggapan terhadap
kondisi lingkungan atas keberadaan usaha
pengolahan onggok.
Baik/
Tidak Baik
B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung
Tengah. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)
berdasarkan pertimbangan bahwa Kabupaten Lampung Tengah merupakan
kabupaten dengan jumlah agroindustri tapioka terbanyak yang ada di Provinsi
Lampung. Penentuan Kecamatan Terusan Nunyai menjadi lokasi penelitian
berdasarkan jumlah produksi ubi kayu yang dihasilkan oleh kecamatan ini,
yang mana Kecamatan Terusan Nunyai merupakan kecamatan yang
memprosuksi ubi kayu paling banyak dibandingkan dengan kecamatan lain di
Kabupaten Lampung Tengah.
Responden dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, pertama pelaku usaha
pengolahan onggok dan responden kedua merupakan masyarakat yang
bermukim di sekitar lokasi pengolahan onggok di Kecamatan Terusan
Nunyai. Responden yang dipilih adalah pelaku usaha pengolahan onggok
yang di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah, sedangkan
pemlihan responden masyarakat yang terkena dampak dari adanya usaha
pengolahan onggok adalah masyarakat yang bermukim di sekitar lokasi
35
agroindustri pengolahan onggok dengan jarak terjauh maksimal 500 meter.
Waktu pengumpulan data dilakukan selama Bulan Maret 2018.
C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan
kerangka pengambilan sampel secara sensus pada usaha pengolahan onggok.
Menurut Arikunto (2006) metode sampling sensus merupakan salah satu
metode pengumpulan sampel yang dilakukan dengan mengambil seluruh
jumlah populasi menjadi sampel. Hal ini dilakukan karena jumlah populasi
penelitian relatif sedikit, yakni kurang dari 100 orang. Pada penelitian ini
jumlah populasi, yaitu pelaku usaha pengolahan onggok, sebanyak 16 orang,
maka jumlah pelaku usaha pengolahan seluruhnya digunakan menjadi
sampel.
Dalam menentukan jumlah sampel yang digunakan dalam meneliti dampak
sosial dan ekonomi adanya usaha pengolahan onggok dilakukan secara
purposive. Menurut Arikunto (2006), purposive sampling adalah teknik
mengambil sampel dengan tidak berdasarkan random, daerah, atau strata,
melainkan atas adanya pertimbangan yang berfokus pada tujuan tertentu.
Sampel untuk mengetahui dampak sosial dan ekonomi dalam penelitian ini
ditentukan berdasarkan pada letak tempat tinggal warga yang dijadikan
sampel. Pada setiap agroindustri pengolahan onggok dipilih sebanyak tiga
warga yang dijadikan sampel dengan ketentuan jarak dekat (0-50 meter),
menengah (51-100 meter), dan jauh (101-150 meter).
36
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara menggunakan
kuesioner. Kuesioner tersebut diberikan kepada pelaku usaha pengolahan
onggok di lokasi penelitian. Data primer yang dibutuhkan seperti produksi,
harga beli, harga jual, pendapatan, upah tenaga kerja, dan lain sebagainya.
Data sekunder dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan
dengan penelitian. Data ini diperoleh dari instansi terkait seperti badan pusat
statistik, dinas koperasi, perindustrian, dan perdagangan, serta studi literatur
yang terkait dengan topik penelitian.
D. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan untuk analisis data adalah tabulasi dan komputasi.
Data yang diperoleh diolah secara komputasi, dan dianalisis secara kualitatif
dan kuantitatif. Sebelum data diolah, dilakukan pengelompokan agroindustri
pengolahan onggok berdasarkan skala usahanya. Pengelompokkan ini
merujuk pada UU nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM yang menjelaskan
jika sebuah industri melakukan penjualan per tahun hingga Rp300.000.000,00
termasuk ke dalam usaha mikro, apabila suatu usaha mampu menjual produk
lebih dari Rp300.000.000,00 hingga Rp2.500.000.000,00 per tahun maka
usaha tersebut termasuk ke dalam usaha kecil, dan apabila suatu usaha
melakukan penjualan mencapai Rp2.500.000.000,00 hingga
Rp50.000.000.000,00 maka usaha tersebut termasuk ke dalam usaha
menengah.
37
Sebelum menghitung kelayakan finansial dan kepekaan (sensitivitas)
agroindustri pengolahan onggok, dilakukan proyeksi terhadap data produksi
dan biaya agroindustri pengolahan onggok. Proyeksi dilakukan untuk
memperkirakan kegiatan agroindustri di masa mendatang selama sisa umur
agroindustri. Proyeksi data yang digunakan untuk menghitung proyeksi
adalah metode trend garis lurus, dengan rumus sebagai berikut :
Y = a + b (X)…………………………………………………………..(5)
Keterangan : Y = variabel yang diproyeksikan
a = rata-rata variabel yang diproyeksikan
b = konstanta serangkaian tahun yang dihitung
X = jumlah tahun, Hamdani (2007) dalam Iqbal (2010).
1. Untuk menjawab tujuan pertama dari penelitian Analisis Kelayakan
Finansial Usaha Pengolahan Onggok di Kecamatan Terusan Nunyai
Kabupaten Lampung Tengah menggunakan metode kelayakan finansial
dengan kriteria investasi. Menurut Ibrahim (2009), untuk mengukur
suatu usaha layak atau tidak untuk dijalankan memerlukan kriteria
investasi yaitu :
a. Net Present Value (NPV)
Net Present Value atau nilai tunai bersih, merupakan metode yang
digunakan untuk menghitung selisih antara manfaat atau penerimaan
dengan biaya atau pengeluaran. Perhitungan nilai NPV menggunakan
rumus sebagai berikut :
NPV = ∑𝐵𝑡−𝐶𝑡
(1+𝐼)2
𝑛
𝑡=1……………………………..……………….(6)
38
Keterangan :
NPV = Net Present Value
t = Waktu
Bt = Benefit
Ct = Cost
i = Tingkat bunga bank yang berlaku
Dengan kriteria :
NPV > 0, proyek dinyatakan layak (feasible)
NPV < 0, proyek dinyatakan tidak layak (not feasible)
NPV = 0, proyek dinyatakan dalam posisi Break Event Point (BEP)
dengan TR = TC dalam bentuk present value.
b. Net Benefit Cost Ratio
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah perbandingan antara jumlah
pendapatan bersih dengan jumlah biaya bersih yang diperhitungkan
nilainya pada saat ini (present value).
Secara sederhana rumus dari Net B/C adalah :
𝑁𝑒𝑡B
C=
∑ 𝑃𝑉 𝑛𝑒𝑡 𝐵 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓
∑ 𝑃𝑉 𝑛𝑒𝑡 𝐵 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑓=
𝑁𝑒𝑡 𝐵
𝑁𝑒𝑡 𝐶…………………………….…..(7)
Kriteria pengukuran Net B/C adalah :
Bila Net B/C > 1, maka proyek tersebut layak untuk dijalankan
(feasibel)
Bila Net B/C < 1, maka proyek tersebut tidak layak untuk dijalankan
(no feasibel)
Bila Net B/C = 1, maka proyek tersebut berada dalam keadaan break
event point (BEP).
39
c. Gross Benefit Cost Ratio
Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) adalah perhitungan untuk
mengetahui tingkat perbandingan antara penerimaan kotor dengan
jumlah biaya kotor yang diperhitungkan nilainya saat ini.
Secara sederhana rumus dari Gross B/C adalah :
𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠𝐵
𝐶=
𝑃𝑉𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡𝑠
𝑃𝑉 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑐𝑜𝑠𝑡𝑠………………..………………..(8)
d. Internal Rate of Return
Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga yang
menunjukkan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah
seluruh investasi proyek. Dengan kata lain dapat juga disebut sebagai
suatu tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV = 0. Rumus IRR
secara sederhana dapat ditulis sebagai :
𝐼𝑅𝑅 = 𝑖 +𝑁𝑃𝑉
𝑁𝑃𝑉′−𝑁𝑃𝑉" (𝑖′ − 𝑖")………………..……………….(9)
Keterangan :
i= discount rate pada saat ini
i’= discount rate terendah yang membuat NPV negatif
i”= discount rate tertinggi yang membuat NPV positif
NPV’= NPV negatf
NPV= NPV positif
Kriteria penilaian IRR adalah :
Bila IRR > tingkat suku bunga, maka proyek dinyatakan layak
(feasible)
40
Bila IRR < tingkat suku bunga, maka proyek dinyatakan tidak layak
(not feasible)
Bila IRR = tingkat suku bunga, maka proyek dinyatakan dalam posisi
Break Event Point (BEP)
e. Payback period
Payback period merupakan waktu yang diperlukan untuk
pengembalian seluruh investasi yang dikeluarkan. Payback period
terjadi ketika NPV yang semula bernilai negatif berubah menjadi
positif. Payback period memiliki nilai yang berbanding terbalik
dengan NPV. Rumus Payback period dapat ditulis sebagai:
𝑃𝑃 =𝐾𝑜
𝐾𝑏× 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛……………………………………………..(10)
Keterangan:
PP = Payback period
Ko = Investasi awal
Kb = Manfaat (benefit) setiap periode.
Kriteria :
Jika masa pengembalian (PP) lebih pendek dari umur ekonomis
proyek, maka proyek menguntungkan dan layak dijalankan.
Jika masa pengembalian (PP) lebih panjang dari umur ekonomis
proyek, maka proyek tidak layak untuk dikembangkan.
2. Analisis Sensitivitas
Untuk menjawab tujuan kedua dilakukan analisis sensitivitas. Analisis
ini menghitung kepekaan analisis finansial (NPV, IRR, Net B/C, dan
41
Gross B/C). Asumsi yang digunakan pada analisis sensitivitas penelitian
ini adalah :
a. Analisis sensitivitas apabila terjadi kenaikan biaya produksi
(kenaikan harga onggok basah 3,25 persen). Penentuan besarnya
nilai kenaikan harga onggok basah sebesar 3,25 persen ini atas dasar
rata-rata laju inflasi yang terjadi di Indonesia dalam satu tahun
terakhir.
b. Analisis sensitivitas apabila terjadi penurunan jumlah produksi
(penurunan volume produksi 5 persen). Penentuan besarnya nilai
penurunan volume produksi sebesar 5 persen ini atas dasar rata-rata
berkurangnya volume produksi onggok, ketika onggok yang
dihasilkan dari proses pengolahan tapioka berkurang akibat
menurunnya pasokan ubi kayu sebagai bahan baku tapioka.
c. Analisis sensitivitas apabila terjadi kenaikan tingkat suku bunga dari
9,75 persen menjadi 14 persen. Perubahan ini didasarkan pada suku
bunga kredit non KPR BRI.
Menurut Ibrahim (2009), laju kepekaan dapat dihitung menggunakan
rumus :
| X1 - X0| × 100%
X Laju Kepekaan =
…………………………..(11)
|Y1 - Y0| × 100%
Y Keterangan :
X1 = NPV atau IRR atau, Net B/C atau PP atau Gross B/C setelah
terjadi perubahan
42
X0 = NPV atau IRR atau, Net B/C atau PP atau Gross B/C sebelum
terjadi perubahan
X = Rata-rata perubahan NPV atau IRR atau, Net B/C atau PP atau
Gross B/C
Y1 = Biaya produksi atau jumlah produksi atau tingkat suku bunga
setelah terjadi perubahan
Y0= Biaya produksi atau jumlah produksi atau tingkat suku bunga
sebelum terjadi perubahan
Y = Rata=rata perubahan biaya produksi atau jumlah produksi atau
tingkat suku bunga setelah terjadi perubahan
Suatu usaha dinyatakan sensitif terhadap perubahan apabila nilai laju
kepekaannya lebih dari atau sama dengan satu. Suatu usaha dinyatakan
tidak sensitif terhadap perubahan apabila nilai laju kepekaannya kurang
dari satu.
3. Untuk menjawab tujuan ketiga dari penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif kuantitatif. Tujuan ketiga dari penelitian ini adalah dampak
sosial dan ekonomi dari adanya proyek berupa penyerapan tenaga kerja,
kenyamanan masyarakat, dan estetika lingkungan.
a. Penyerapan Tenaga Kerja
Penyerapan tenaga kerja diukur berdasarkan berapa banyak tenaga
kerja yang terserap, baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga
kerja luar keluarga, dari adanya usaha pengolahan onggok di
43
Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah. Selain itu
dilakukan survei dengan wawancara terhadap masyarakat yang
tinggal di sekitar lokasi pengolahan onggok terhadap kontribusi
agroindustri pengolahan onggok dalam menyerap tenaga kerja.
b. Kenyamanan Masyarakat
Kenyamanan masyarakat diukur berdasarkan penilaian anggota
masyarakat di sekitar lokasi pengolahan onggok, yakni melalui aroma
yang ditimbulkan dari adanya usaha pengolahan tersebut yang dapat
mengganggu aktivitas warga sekitar. Pengukuran ini dilakukan
dengan wawancara yang menggunakan skala likert dengan skor 1-5.
Nilai 1 adalah sangat mengganggu, 2 mengganggu, 3 biasa saja, 4
tidak mengganggu, 5 sangat tidak mengganggu.
c. Estetika Lingkungan
Estetika lingkungan diukur berdasarkan penilaian masyarakat
terhadap dampak kegiatan pengolahan onggok yang dapat
mengurangi keindahan, kerapian, serta kebersihan di lingkungan
pemukiman penduduk. Pengukuran ini dilakukan dengan cara
mewawancarai anggota masyarakat menggunakan skala likert dengan
skor 1-5. Nilai 1 adalah sangat mengganggu, 2 mengganggu, 3 biasa
saja, 4 tidak mengganggu, 5 sangat tidak mengganggu.
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Keadaan Umum Kecamatan Terusan Nunyai
Kecamatan Terusan Nunyai adalah kecamatan dengan jumlah penduduk
terbanyak ke 13 di Kabpaten Lampung Tengah. Pada tahun 2016, jumlah
penduduk di Kecamatan Terusan Nunyai 45.358 jiwa atau 12.473 kepala
keluarga, yang terdiri dari 22.620 laki-laki dan 21.864 perempuan (Badan
Pusat Statistik (Kabupaten Lampung Tengah Dalam Angka, 2016).
Kecamatan Terusan Nunyai adalah salah satu dari 27 kecamatan yand ada di
Kabupaten Lampung Tengah. Kecamatan Terusan Nunyai memiliki luas
lahan sebesar 68.852,67 haektare. Dengan luas lahan tersebut, Kecamatan
Terusan Nunyai terbagi menjadi 7 kampung. Ketujuh kampung tersebut
adalah Kampung Gunung Agung, Bandar Agung, Bandar Sakti, Tanjung
Anom, Gunung Batin Baru, Gunung Batin Ilir, dan Gunung Batin Udik
(Terusan Nunyai Dalam Angka, 2016).
Dengan ketinggian 40 meter di atas permukaan laut, Desa Gunung Batin Udik
dijadikan pusat pemerintahan Kecamatan Terusan Nunyai terletak. Jarak
antara pusat pemerintahan Kecamatan Terusan Nunyai dengan ibu kota
kabupaten adalah 40 kilometer, sedangkan jarak dengan ibu kota propinsi
adalah 100 kilometer (Terusan Nunyai Dalam Angka, 2016).
45
Kecamatan Terusan Nunyai berbatasan langsung dengan dua kabupaten dan
kecamatan. Pada sebelah utara Kecamatan Terusan berbatasan dengan
Kabupaten Tulang Bawang, sebelah timur Kecamatan Terusan Nunyai
berbatasan dengan Kecamatan Bandar Mataram, sebelah selatan Kecamatan
Terusan Nunyai berbatasan dengan Kecamatan Way Pengubuan, dan sebelah
barat Kecamatan Terusan Nunyai berbatasan langsung dengan Kabupatn
Tulang Bawang Barat.
Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Terusan Nunyai sebagian besar
bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Hal ini dapat diketahui
dari luas lahan pertanian yang digunakan. Dari total 68.852,67 hektar luas
lahan Kecamatan Terusan Nunyai, sebesar 51.597,5 hektar merupakan lahan
pertanian berbentuk lading, huma, tegal, kebun, dan kolam. Pekerjaan
sebagai buruh tani dan buruh pabrik juga dapat diketahui dari adanya 4 pabrik
pengolah hasil pertanian yang beroperasi di Kecamatan Terusan Nunyai,
antara lain 1 unit pabrik milik Gunung Madu Plantations yang mengolah tebu,
2 unit pabrik milik PT. Sungai Budi Grup yang mengolah ubi kayu menjadi
tepung tapioka, dan 1 unit pabrik pengolah singkong milik perusahaan sinar
laut. Sebaran penggunaan lahan di Kecamatan Terusan Nunyai disajikan
pada Tabel 5.
46
Tabel 5. Sebaran penggunaan lahan di Kecamatan Terusan Nunyai
No Kampung Pertanian
(ha)
Bukan Pertanian
Jumlah (ha) Bangunan
(ha)
Lainnya
(ha)
1 Gunung Agung 2.894,0 1.034,0 - 3.928,0
2 Bandar Agung 943,0 768,0 - 1.711,0
3 Bandar Sakti 1.144,2 219,0 - 1.363,2
4 Tanjung Anom 660,1 407,0 - 1.067,1
5 Gunung Batin Baru 34.851,2 593,8 - 35.445,0
6 Gunung Batin Udik 10.500.0 4.000,0 500,0 15.000,0
7 Gunung Batin Ilir 605.0 151,5 308,5 1.065,0
Terusan Nunyai 51.597,5 7.173,3 808,5 59.579,3
Sumber : Monografi Kecamatan Terusan Nunyai
B. Pertanian di Kecamatan Terusan Nunyai
Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Tengah tahun 2016,
Kecamatan Terusan Nunyai merupakan kecamatan terluas ketiga setelah
Kecamatan Bandar Mataram dan Selagai Lingga yakni seluas 68.852,67
hektar. Dari keseluruhan luas wilayah Kecamatan Terusan Nunyai, sebanyak
51.597,5 hektar dimanfaatkan sebagai lahan pertanian (Kecamatan Terusan
Nunyai Dalam Angka, 2016).
Hampir keseluruhan lahan pertanian di Kecamatan Terusan Nunyai adalah
berbentuk ladang atau kebun. Luas lahan pertanian berbentuk ladang atau
kebun di kecamatan ini seluas 51.411,2 hektar, sedangkan sisanya adalah
empang atau kolam budidaya perikanan (Kecamatan Terusan Nunyai Dalam
Angka, 2016).
Dengan bentuk lahan berbentuk ladang, Kecamatan Terusan Nunyai memiliki
komoditas unggulan di sektor pertanian berupa tanaman pangan dan
perkebunan. Komoditas yang banyak ditemukan di kecamatan ini tanaman
47
adalah ubi kayu dan tebu. Selain kedua komoditas yang telah disebutkan,
petani di Kecamatan Terusan Nunyai juga membudidayakan tanaman jagung,
karet, sawit, dan padi sawah serta padi ladang.
Tanaman ubi kayu menjadi komoditas unggulan di Kecamatan Terusan
Nunyai disebabkan mudahnya pembudidayaan tanaman tersebut serta
mudahnya petani menjual hasil panen. Hasil panen tanaman ubi kayu petrani
dibeli oleh produsen besar tepung tapioka. Di Kecamatan Terusan Nunyai
sendiri terdapat 3 unit pabrik pengolahan tepung tapioka. Ketiga pabrik
tersebut tersebar di tiga desa yaitu Desa Gunung Batin Udik, Desa Gunung
Batin Ilir, dan Desa Gunung Agung. Informasi luas tanam, luas panen,
produksi, dan produktivitas ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Luas tanam, luas panen, produksi, dan produktivitas ubi kayu di
Kecamatan Terusan Nunyai
No Kampung Luas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
1. Gunung Agung 2.503 2.503 60.583 24,20
2. Bandar Agung 1.730 1.730 39.886 23,05
3. Bandar Sakti 1.264 1.264 35.722 28,25
4. Tanjung Anom 1.108 1.108 28.906 26,08
5. Gunung Batin Baru 2.267 2.267 50.595 22,32
6. Gunung Batin Udik 3.904 3.904 107.459 27,53
7. Gunung Batin Ilir 628 628 14.037 22,34
Terusan Nunyai 13.405 13.405 337.188 25,15
Sumber : UPTD Pertanian TPH Kecamatan Terusan Nunyai, 2015
Petani jagung di Kecamatan Terusan Nunyai hanya menanam jagung sebagai
selingan. Biasanya tanaman jagung ditanam tumpang sari berdampingan
dengan tanaman ubi kayu dan karet. Tanaman jagung juga biasanya hanya
ditanam sekali musim tanam oleh petani di kecamatan ini, yaitu ketika harga
48
ubi kayu sedang mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan produksi
jagung di kecamatan ini sangat sedikit. Informasi luas tanam, luas panen,
produksi, dan produktivitas jagung di Kecamatan Terusan Nunyai dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Luas tanam, luas panen, produksi, dan produktivitas jagung di
Kecamatan Terusan Nunyai
No Kampung Luas Tanam
(Ha)
Luas
Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
1. Gunung Agung 145 145 872 6,01
2. Bandar Agung 83 83 483 5,81
3. Bandar Sakti 38 38 225 5,96
4. Tanjung Anom 35 35 226 6,51
5. Gunung Batin
Baru
53 53 303 5.,74
6. Gunung Batin
Udik
85 85 503 5,95
7. Gunung Batin Ilir - - - -
juga dapat ditemukan
komoditas padi.
Komoditas pangan ini
dapat Terusan Nunyai
438 438 2.612 5,96
Sumber : UPTD Pertanian TPH Kecamatan Terusan Nunyai 2015
Selain ubi kayu dan jagung, di beberapa lokasi di Kecamatan Terusan Nunyai
ditemukan di semua desa di kecamatan ini kecuali Desa Gunung Batin Ilir.
Luas lahan padi di kecamatan ini adalah 965 hektar yang terbagi menjadi
lahan sawah sebesar 635 hektar dan lahan padi berbentuk ladang seluas 330
hektar (Kecamatan Terusan Nunyai Dalam Angka, 2015).
Produksi padi di Kecamatan Terusan Nunyai tidak lebih tinggi dari
kecamatan lain yang ada di Kabupaten Lampung Tengah. Salah satu yang
mempengaruhi rendahnya produksi padi di kecamatan ini adalah kurangnya
49
irigasi untuk mencukupi kebutuhan air pada tanaman padi sawah. Untuk
mencukupi kebutuhan air pada lahan sawah, petani di kecamatan ini
menggunakan air sungai yang hanya tersedia di beberapa tempat. Sedangkan
untuk lahan padi ladang hanya seluas 330 hektar, hal ini disebabkan petani
lebih memilih untuk menanam ubi kayu, jagung, dan tebu yang lebih
potensial dan tidak membutuhkan banyak air untuk tumbuh maksimal.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Agroindustri pengolahan onggok skala mikro, kecil, dan menengah di
Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah secara finansial
layak untuk tetap dilanjutkan. Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai
NPV > 0, Gross B/C > 1, Net B/C > 1, IRR > tingkat suku bunga, dan PP<
umur ekonomis agroindustri pengolahan onggok.
2. Jika terjadi kenaikan biaya produksi sebesar 3,25 persen, Gross B/C, Net
B/C, NPV, IRR, dan Payback period sensitif dengan laju kepekaan ≥ 1.
Jika terjadi penurunan volume produksi sebesar 5 persen pada
agroindustri, Gross B/C, Net B/C, NPV, IRR, dan Payback period sensitif
dengan laju kepekaan ≥ 1. Jika terjadi kenaikan tingkat suku bunga dari
9,75 persen menjadi 14 persen, Gross B/C, Net B/C, NPV, IRR, dan
Payback period tidak sensitif dengan laju kepekaan < 1.
3. Dampak sosial dan ekonomi dari adanya agroindustri pengolahan onggok
di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah adalah
mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 252 orang. Sebanyak 85 persen
91
responden merasa terganggu dengan aroma yang ditimbulkan agroindustri
onggok dan 49 persen responden merasa kebersihan lingkungan
berkurang. Sebanyak 54 persen responden merasa adanya agroindustri
onggok berdampak pada berkurangnya keindahan lingkungan.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah :
1. Pelaku usaha agroindustri pengolahan onggok diharapkan terus
mengembangkan agroindustri pengolahan onggok, karena secara finansial
agroindustri pengolahan onggok menguntungkan, namun tetap
memerhatikan dampak terhadap warga yang tinggal di sekitar lokasi
pengolahan.
2. Pelaku usaha pengolahan onggok diharapkan untuk menjaga kestabilan
volume produksi untuk mencegah terjadinya penurunan produktivitas.
3. Pelaku usaha membatasi kapasitas truk pengangkut bahan baku maupun
onggok kering sesuai dengan kelas jalan yang dilalui serta melakukan
penghijauan tanaman yang dapat mengurangi polusi udara di sekitar
lokasi lahan penjemuran yang dekat dengan pemukiman warga misalnya
pohon trembesi (Samanea saman).
4. Peneliti lain diharapkan dapat melanjutkan dan mengembangkan
penelitian sejenis, seperti analisis eksternalitas agroindustri pengolahan
onggok bagi warga yang tinggal di sekitar lokasi pengolahan onggok.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka
Cipta. Jakarta.
Badan Litbang Pertanian. 2011. Inovasi Pengolahan Singkong Meningkatkan
Pendapatan dan Diversifikasi Pangan. Indonesia.
BPS Provinsi Lampung. 2016. Produksi Ubi Kayu Menurut Kabupaten 2014-
2015. BPS Provinsi Lampung. Lampung.
Febriyanti. 2017. Analisis Finansial dan Nilai Tambah Agroindustri Keripik
Pisang Skala UMK di Kota Metro, JIIA vol. 5 no. 1. Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
Firiana, V. 2017. Estimasi Permintaan dan Nilai Ekonomi Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Herlianto, Didit dan Pujiastuti, Triani. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Graha
Ilmu. Yogyakarta.
Hikmat, Mahi M. 2011. Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi
dan Sastra. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Ibrahim, H.M.Y. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta.
Imansari, Desta. 2016. Analisis Kelayakan Finansial Pengembangan Usahatani
Pepaya California di Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung.
Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Iqbal, M. 2010. Analisis Trend Linier Dengan Metode Kuadrat Terkecil Untuk
Meramalkan Perkembangan Banyaknya Siswa (Studi Kasus : Lembaga
Pendidikan Darul Ulum Bantaran Probolinggo Tahun 2000-2009). UIN
Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Universitas Indonesia.
Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2006. Pedoman Pemanfaatan & Pengolahan
Limbah Tapioka. Kementerian Lingkungan Hidup. Indonesia.
93
Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Pedoman Pemanfaatan & Pengolahan
Limbah Tapioka. Kementerian Lingkungan Hidup. Indonesia.
Kurniadi, T. 2010. Kompolimerasi Grafting Monomer Asam Akrilat Pada
Onggok Singkong dan Karakteristiknya. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Maharani, Cahya Nisa Diach. 2013. Nilai Tambah dan Kelayakan Usaha Skala
Kecil dan Skala Menengah Pengolahan Limbah Padat Ubi Kayu (Onggok)
di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. JIIA. V0l. 1 (4).
286.
Muhtarudin. 2012. Pemanfaatan limbah Agroindustri Untuk Ransum Ruminansia.
Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Lampung.
Najiyati, Sri dan Danarti. 2000. Palawija Budidaya dan Analisis Usahatani.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Primasari, E. 2016. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Lele
dan Ikan Mas di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu. Skripsi.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Rahayu, W.P. dan Jenie. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kansius.
Yogyakarta.
Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pasca Panen. Kansius.
Yogyakarta.
Sari, Marinda, dkk. 2013. Mempelajari Karakteristik Tepung Onggok Pada Tiga
Metode Pengeringan Yang Berbeda. Jurnal vol. 2 No. 1:43-48. Universitas
Lampung. Bandar Lampung.
Sati, dkk. 2016. Analisis finansial dan Risiko Investasi Teknologi Pisang Kultur
Jaringan di Kabupaten Lampung Selatan, JIIA vol. 4 n0. 3. Universitas
Lampung. Bandar Lampung.
Suharto, Ign. 2011. Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara dan Air. Penerbit
Andi. Yogyakarta.
Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai
Alternatif Pendekatan Edisi Revisi. Prenada Media. Jakarta.
Thamrin, M. 2013. Analisis Usahatani Ubi kayu. Skripsi. Fakultas Pertanian
UMSU. Medan.
Yuda, Adis. 2016. Analisis Keberadaan Pabrik Tepung Tapioka CV Central
Intan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Ratna Daya
94
Kecamatan raman Utara Kabupaten Lampung Timur. Skripsi. Universitas
Lampung. Bandar Lampung.