ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI SEKTORAL JAWA TIMUR UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI

10
Jurnal ISEI Jember, Volume 1 Nomor 1, Oktober 2011 55 ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI SEKTORAL JAWA TIMUR UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI Lucky Rachmawati S.E., M.Si. (Jurusan Pendidikan Ekonomi) Hendry Cahyono, SE.,ME (Jurusan Pendidikan Ekonomi) Riza Yonisa Kurniawan, S.Pd., M.Pd (Jurusan Pendidikan Ekonomi) Staf Pengajar Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya Abstract Condition of the investment climate East Java is still not too conducive. Investment regions of East Java can be categorized as inefficient but still good. There are three sectors that are inefficient, an efficient five sectors and one sector that does not absorb investment. Confidence the world of business to East Java 's investment climate, need immediate repairs held. One way to increase investor interest is in understanding the business opportunities in East Java through the calculation of regions and sectoral ICOR in East Java. Kata kunci 1. Pendahuluan Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan nilai dari barang-barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu ekonomi. Secara konvensional diukur sebagai persentase dalam peningkatan produk domestik bruto yang riil, atau GDP. Pertumbuhan pada umumnya dihitung dalam terminologi yang riil, yaitu terminologi yang disesuaikan dengan inflasi. Dalam ekonomi, pertumbuhan ekonomi atau teori pertumbuhan ekonomi secara khas mengacu pada pertumbuhan potensial output, yaitu, produksi pada kondisi penggunaan tenaga kerja secara penuh yang disebabkan oleh pertumbuhan permintaan agregat atau output yang diamati (wikipedia, 2011). Jawa Timur merupakan salah satu propinsi yang menjadi pusat aktivitas kegiatanekonomi kawasan timur pulau Jawa. PDRB Jawa Timur atas dasar harga konstan selama kurun waktu lima tahun terakhir masing-masing sebesar: Rp. 271.249 miliar pada tahun 2006; Rp. 287.814 miliar pada tahun 2007; Rp. 304.923 miliar pada tahun 2008; Rp. 320.211 miliar pada tahun 2009; dan Rp. 342.254 miliar pada tahun 2010. Berdasarkan angka-angka PDRB tersebut, PDRB Jawa Timur tiap tahun terus mengalami peningkatan, sejalan dengan proses membaiknya kondisi ekonomi. Nilai PDRB yang dihasilkan masih mengandung pengaruh perubahan harga, sehingga angka ini belum bisa digunakan untuk menghitung pertumbuhan ekonomi Jawa Timur ditunjukkan table 1.

Transcript of ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI SEKTORAL JAWA TIMUR UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Page 1: ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI SEKTORAL JAWA TIMUR UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Jurnal ISEI Jember, Volume 1 Nomor 1, Oktober 2011

55

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI SEKTORAL JAWA TIMUR

UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Lucky Rachmawati S.E., M.Si. (Jurusan Pendidikan Ekonomi)

Hendry Cahyono, SE.,ME (Jurusan Pendidikan Ekonomi)

Riza Yonisa Kurniawan, S.Pd., M.Pd (Jurusan Pendidikan Ekonomi)

Staf Pengajar Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya

Abstract

Condition of the investment climate East Java is still not too conducive.

Investment regions of East Java can be categorized as inefficient but still good. There

are three sectors that are inefficient, an efficient five sectors and one sector that does not

absorb investment. Confidence the world of business to East Java 's investment climate,

need immediate repairs held. One way to increase investor interest is in understanding

the business opportunities in East Java through the calculation of regions and sectoral

ICOR in East Java.

Kata kunci

1. Pendahuluan

Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan nilai dari barang-barang dan jasa yang

diproduksi oleh suatu ekonomi. Secara konvensional diukur sebagai persentase dalam

peningkatan produk domestik bruto yang riil, atau GDP. Pertumbuhan pada umumnya

dihitung dalam terminologi yang riil, yaitu terminologi yang disesuaikan dengan inflasi.

Dalam ekonomi, pertumbuhan ekonomi atau teori pertumbuhan ekonomi secara khas

mengacu pada pertumbuhan potensial output, yaitu, produksi pada kondisi penggunaan

tenaga kerja secara penuh yang disebabkan oleh pertumbuhan permintaan agregat atau

output yang diamati (wikipedia, 2011).

Jawa Timur merupakan salah satu propinsi yang menjadi pusat aktivitas

kegiatanekonomi kawasan timur pulau Jawa. PDRB Jawa Timur atas dasar harga

konstan selama kurun waktu lima tahun terakhir masing-masing sebesar: Rp. 271.249

miliar pada tahun 2006; Rp. 287.814 miliar pada tahun 2007; Rp. 304.923 miliar pada

tahun 2008; Rp. 320.211 miliar pada tahun 2009; dan Rp. 342.254 miliar pada tahun

2010. Berdasarkan angka-angka PDRB tersebut, PDRB Jawa Timur tiap tahun terus

mengalami peningkatan, sejalan dengan proses membaiknya kondisi ekonomi. Nilai

PDRB yang dihasilkan masih mengandung pengaruh perubahan harga, sehingga angka

ini belum bisa digunakan untuk menghitung pertumbuhan ekonomi Jawa Timur

ditunjukkan table 1.

Page 2: ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI SEKTORAL JAWA TIMUR UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Lucky R, Hendry C dan Riza, Analisis Kebutuhan Investasi Sektoral Jawa Timur

56

Tabel 1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun 2005 – 2009

No. Keterangan 2006 2007 2008 2009 2010

1. PDRB ADHK 2000 (Miliar Rupiah) 271.249 287.814 304.923 320.211 342.254

2. Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,80 6,11 5,94 5,01 6,88

Sumber: Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Propinsi Jawa Timur tahun 2011

Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur, dapat dihitung melalui PDRB atas dasar

harga konstan 2000, karena pertumbuhan ekonomi ini benar-benar diakibatkan dari

perubahan jumlah nilai produk barang dan jasa yang sudah bebas dari pengaruh harga

(pertumbuhan riil). PDRB atas dasar harga konstan 2000 pada tabel 1 , menunjukkan

bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selama periode 2005-2009 berturut-turut

sebesar: 5,80% pada tahun 2006; 6,11% pada tahun 2007; 5,94% pada tahun 2008;

5,01% pada tahun 2009; serta 6,88% pada tahun 2010. Pertumbuhan ekonomi Jawa

Timur terbesar pada tahun 2010 yaitu sebesar 6,88%, yang mengalami peningkatan dari

tahun sebelumnya sebesar 31%. Pertumbuhan ekonomi dari tahun 2008 hingga 2009

mengalami penurunan sebesar 0,93%.

Salah satu cara untuk meningkatkan PDRB adalah dengan meningkatkan

investasi. Untuk meningkatkan investasi dibutuhkan perencanaan investasi yang tepat.

Angka realisasi penanaman modal mengindikasikan tingginya aktivitas investasi di Jawa

Timur. Realisasi investasi yang berasal dari modal asing maupun modal dalam negeri

menunjukkan angka yang variatif, ditunjukkan pada Tabel 2.

Kondisi Investasi di Jawa Timur untuk 5 periode secara berturut-turut untuk

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebagai

berikut: pada tahun 2005 mengalami kenaikan masing-masing sebesar 32,91% (Rp. 5,39

trilyun) dan 50,68% (539,10 juta US $); pada tahun 2006 masing-masing sebesar

3.006,69% (Rp. 167,45 trilyun) dan 172,22% (1.467,55 US $); pada tahun 2007 nilai

investasi turun 87,04% untuk PMDN sedangkan PMA sekitar 41,99%; pada tahun 2008

investor dalam negeri semakin menurunkan nilai investasinya menjadi Rp. 19,93 trilyun

atau turun 8,14% dibanding tahun sebelumnya, sedangkan penanaman modal asing nilai

investasi terjadi sebaliknya yaitu naik sekitar 214% (2.676,88 juta US $); serta pada

tahun 2009 mengalami penurunan yang cukup berarti baik PMDN maupun PMA

masing-masing sebesar 52,31% dan 47,14%.

Tabel 2 Perkembangan Nilai Investasi Berskala Nasional PMDN/PMA

Tahun 2005-2009

Tahun Pmdn (000 000 Rp) Pma (000 Us $)

Abs % Abs %

2005 5.389.950 32,91 539.098 50,68

2006 167.449.038 3.006,69 1.467.546 172,22

2007 21.700.120 (87,04) 851.292 (41,99)

2008 19.933.800 (8,14) 2.676.883 214,45

2009 9.506.602 (52,31) 1.415.047 (47,14)

Sumber: Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Propinsi Jawa Timur tahun 2011

Rendahnya angka realisasi penanaman modal dalam negeri maupun modal asing

menggambarkan pelemahan aktivitas investasi di Jawa Timur. Setelah mencatat angka

yang cukup tinggi di tahun sebelumnya, terutama pada tahun 2006 hingga mengalami

kenaikan sebesar 3.006,69 % dari tahun sebelumnya, realisasi investasi di Jawa Timur

mulai menurun pada tahun 2007 sampai dengan 2009.

Page 3: ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI SEKTORAL JAWA TIMUR UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Jurnal ISEI Jember, Volume 1 Nomor 1, Oktober 2011

57

Dalam upaya peningkatan PDRB di Propinsi Jawa Timur dengan kondisi

investasi yang semakin menurun, perlu dilakukan perhitungan Incremental Capital

Output Ratio (ICOR) daerah dan sektoral sebagai indikator kebutuhan investasi pada tiap

sektor ekonomi. Perhitungan tersebut bertujuan agar kebutuhan terhadap investasi

persektor dapat diketahui dengan tepat, sehingga perencanaan investasi pun dapat

dilakukan dengan cermat.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan, dirumuskan lima permasalahan

sebagai berikut: (1) bagaimana kondisi investasi per sektor di Jawa Timur dari tahun

2006 hingga 2010; (2) berapa besar kebutuhan investasi daerah dalam pembangunan

ekonomi Propinsi Jawa Timur dari tahun 2006 hingga 2010; (3) berapa besar kebutuhan

investasi pada tiap sektor ekonomi Propinsi Jawa Timur dari tahun 2006 hingga 2010;

(4) pada sektor manakah yang efisien di propinsi Jawa Timur dari tahun 2006 hingga

2010; serta (5) bagaimana kebijakan investasi sektoral di Propinsi Jawa Timur?

3. Landasan Teori

3.1 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar

Kita dapat menggambarkan kebutuhan untuk menaikkan tingkat investasi, jika kita

menggunakan persamaan Roy Harrod mengenai perhitungan pertumbuhan ekonomi

melalui pendekatan investasi dan Incremental Capital Output Ratio (ICOR), yang

ditunjukkan pada persamaan:

ICOR

iG

keterangan:

G = tingkat pertumbuhan ekonomi

i = investasi sebagai persentase dari pendapatan

ICOR = Incremental Capital Output Ratio (Rasio Modal Output Marjinal), suatu

kebalikan dari rasio peningkatan output terhadap investasi.

Jika Y adalah pendapatan, K adalah persediaan modal, dan I adalah investasi,

maka G = ( Y/Y), i = (I/Y), dan ICOR=( K/ Y), penambahan modal dibagi dengan

penambahan pendapatan sama dengan (I/ Y), dimana menurut definisi bahwa K I.

Maka persamaan tersebut akan identik dengan:

Page 4: ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI SEKTORAL JAWA TIMUR UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Lucky R, Hendry C dan Riza, Analisis Kebutuhan Investasi Sektoral Jawa Timur

58

IΔK

Y

I

Y

ΔK

Y

I

ΔY

ΔK.

Y

ΔY

ΔY

ΔKY

I

Y

ΔY

3.2 Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Pembangunan ekonomi bertujuan meningkatkan tingkat hidup penduduk. Salah

satu ukuran peningkatan kesejahteraan penduduk adalah pertumbuhan ekonomi melalui

pendekatan Produk Domestik Regional Bruto(PDRB). Salah satu cara untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan meningkatkan investasi. Dengan

demikian, perlu diketahui ICOR daerah dan sektoral agar kebutuhan terhadap investasi

daerah dan sektoral di Jawa Timur dapat diketahui dengan tepat, sehingga perencanaan

investasi pun dapat dilakukan dengan cermat. ICOR akan membandingkan antara jumlah

investasi tiap tahun dengan jumlah perubahan PDRB setiap tahun. Hasil perhitungan

ICOR tiap sektor ekonomi akan memberikan gambaran berapa kebutuhan riil investasi

Alat Analisis:

Perhitungan ICOR daerah dan ICOR sektoral

Latar belakang: PDRB dan investasi Propinsi Jawa Timur yang

semakin menurun menimbulkan penurunan

pertumbuhan ekonomi

Masalah Utama:

Berapa besar kebutuhan investasi daerah

pada tiap sektor ekonomi Propinsi Jawa

Timur dari tahun 2006 hingga 2010 dan

sektor manakah yang efisien untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Hasil dan Pembahasan

Page 5: ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI SEKTORAL JAWA TIMUR UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Jurnal ISEI Jember, Volume 1 Nomor 1, Oktober 2011

59

pada tiap sektor ekonomi di daerah tersebut. Sehingga dapat dirumuskan rencana

investasi daerah dan sektoral di Propinsi Jawa Timur.

4. Metode Penelitian

Lokasi penelitian adalah Propinsi Jawa Timur, pertimbangannya adalah

pertumbuhan ekonomi dan investasi di Propinsi Jawa Timur mulai mengalami

penurunan, sehingga perlu dikaji kebutuhan investasi per sektor sehingga dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Variabel-variabel yang digunakan, untuk menghitung ICOR sebagai ukuran

kebutuhan investasi di Propinsi Jawa Timur, yaitu: PDRB, pertumbuhan ekonomi, dan

investasi. Mengingat ICOR harus dihitung dalam selang waktu yang relatif lama, maka

berikut adalah formulasi ICOR yang dihitung dari tahun m hingga n,

keterangan

m = tahun mulai perhitungan ICOR

n = tahun akhir perhitungan ICOR

PDRBm = Angka PDRB pada awal perhitungan ICOR

PDRBn = Angka PDRB pada tahun terakhir perhitungan ICOR

Perhitungan dalam waktu yang relatif panjang dimaksudkan bahwa investasi pada

tahun ini tidak otomatis diikuti oleh penambahan output pada tahun ini juga, melainkan

baru akan muncul pada satu atau dua tahun yang akan datang. Selain itu masa yang

dibutuhkan dari waktu penambahan kapital sampai dengan menghasilkan output akan

berbeda-beda dari sektor yang satu dengan sektor lainnya.

Metode analisis data sebagai berikut:

Rata-rata koefisien ICOR di negara berkembang memiliki rentang antara 2

sampai 7, semakin mendekati angka 2 maka ICOR semakin baik dan sebaliknya semakin

menjauhi angka 2 maka ICOR semakin buruk, namun selama belum mencapai angka

lebih dari 7 maka ICOR masih baik. Secara terperinci, dijelaskan sebagai berikut:

a) Semakin mendekati angka 2 sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor yang

efisien, artinya sedikit saja penambahan modal akan banyak meningkatkan output

dari sektor tersebut. Dengan peningkatan output artinya akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi.

b) Semakin menjauhi angka 2 sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor yang

tidak efisien tetapi masih dianggap baik, artinya untuk meningkatkan output dari

sektor tersebut dibutuhkan penanaman modal yang besar.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi

pustaka karena data yang digunakan adalah data sekunder. Data-data sekunder tentang

nilai investasi dan nilai PDRB Propinsi Jawa Timur dari tahun 2005 sampai tahun 2010,

diperoleh dari berbagai publikasi: Biro Pusat Statistik, publikasi Bank Indonesia, dan

data Pemerintah Propinsi Jawa Timur.

Page 6: ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI SEKTORAL JAWA TIMUR UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Lucky R, Hendry C dan Riza, Analisis Kebutuhan Investasi Sektoral Jawa Timur

60

5. Hasil Penelitian dan Pembahasan

5.1 Kondisi Investasi di Jawa Timur

Kondisi iklim investasi di Indonesia pada umumnya dan Jawa Timur pada

khususnya masih belum terlalu kondusif. Berdasarkan data investasi yang ditanamkan

untuk sektor-sektor di Jawa Timur baik penanaman modal dalam negeri dan penanaman

modal asing dari tahun 2006-2010 menunjukkan angka investasi yang tidak stabil, hal

tersebut ditunjukkan pada Tabel 3. World Bank (2004 dalam Mudrajad: 2009),

menyebutkan bahwa para investor masih khawatir untuk melakukan bisnis di Indonesia,

hal ini disebabkan karena ketidakstabilan ekonomi makro, ketidakpastian kebijakan,

korupsi, perijinan usaha, dan regulasi pasar tenaga kerja ditunjukkan table 3.

Tabel 3. Investasi di Jawa Timur Pada Tahun 2006-2009 Berdasarkan Sektor

No. Sektor 2006 2007 2008 2009

1 Pertanian 63,190,696,000 0 82,831,370,000 496,607,250,000

2

Pertambangan

& Penggalian 11,580,000,000 1,781,850,000,000 2,132,133,500,000 0

3

Industri

Pengolahan 170,708,278,576,000 218,747,033,400,000 23,614,478,280,000 21,786,681,850,000

4

Listrik, Gas &

Air Bersih 0 386,916,000,000 530,306,543,000 80,555,400,000

5 Kontruksi 9,334,114,272,000 0 2,793,933,279,000 4,561,456,350,000

6

Perdagangan,

Hotel &

Restauran 473,025,580,000 35,637,000,000 14,915,433,433,000 12,399,547,300,000

7

Pengangkutan

& Komunikasi 0 0 14,590,500,000 0

8

Keuangan,

Persewaan &

Jasa Perusahaan 0 0 0 0

9 Jasa-jasa 339,373,628,000 0 1,990,267,536,000 1,933,215,950,000

Total 9,357,256,752,000 180,929,562,752,000 220,951,436,400,000 46,073,974,441,000

Sumber: data sekunder diolah, 2011

Otonomi daerah yang diberlakukan Indonesia sejak tahun 2004, menarik peran

serta masyarakat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam menentukan kebijakan

pembangunan. Konsep partisipatif yang diajukan oleh kebijakan otonomi daerah

menempatkan masyarakat untuk memiliki peranan dalam kepemerintahan (governance),

akan tetapi pada penerapannya ternyata masyarakat hanya diposisikan sebagai konsumer

(agent) bukan sebagai pelaku atau prinsipil. Penyimpangan pelaksanaan otonomi daerah

ini adalah adanya penyalahgunaan wewenang. Dalam dunia investasi dan bisnis

misalnya, terjadi praktik-praktik pungutan liar untuk melancarkan perijinan pendirian

usaha. Tentu saja, hal tersebut akan membuat para investor enggan untuk berinvestasi

karena sulitnya untuk memproses ijin usaha, dan lagi dengan adanya praktik-praktik

pungutan liar, biaya yang dikeluarkan untuk pendirian usaha semakin besar.

Kepercayaan dunia bisnis terhadap iklim investasi Indonesia pada umumnya dan

Jawa Timur pada khususnya perlu segera diadakan perbaikan. Salah satu cara untuk

meningkatkan minat investor adalah dengan pemahaman peluang bisnis di Jawa Timur.

Melalui perhitungan ICOR daerah dan ICOR sektoral di Jawa Timur, maka investor

dapat mengetahui kebutuhan investasi Jawa Timur dan peluang investasi apa yang akan

dilakukan di Jawa Timur.

Page 7: ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI SEKTORAL JAWA TIMUR UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Jurnal ISEI Jember, Volume 1 Nomor 1, Oktober 2011

61

5.2 Kebutuhan Investasi Daerah dan Sektoral Jawa Timur

Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai ICOR daerah Jawa timur untuk periode

tahun 2006-2010 sebesar 7,02, artinya agar PDRB naik sebesar satu miliar dibutuhkan

investasi senilai 7,02 miliar. Angka ICOR tersebut menunjukkan bahwa investasi daerah

Jawa Timur tidak efisien tetapi masih baik.

Perhitungan ICOR daerah dan ICOR per sektoral Jawa Timur periode tahun

2006-2010 ditunjukkan pada tabel 4.

Tabel 4. Nilai ICOR Per Sektoral Di Jawa Timur Dari Tahun 2006-2010.

No. Sektor ICOR

1 Pertanian 0.1475

2 Pertambangan & Penggalian 1.7285

3 Industri Pengolahan 31.1847

4 Listrik, Gas & Air Bersih 36.4373

5 Kontruksi 8.5222

6 Perdagangan, Hotel & Restauran 1.2195

7 Pengangkutan & Komunikasi 0.0015

8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 0.0000

9 Jasa-jasa 0.6050

ICOR daerah Jawa Timur 7,02

Sumber: data sekunder diolah, 2011

Perhitungan ICOR sektoral di Jawa Timur pada tahun 2006-2010 dapat dilihat

pada Tabel 4. Perhitungan angka ICOR pada penelitian ini bukan dari investasi dan

output tahun per tahun, melainkan dihitung dalam selang waktu yang relatif panjang,

yakni selama 5 tahun dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Perhitungan dalam waktu yang

relatif panjang dimaksudkan bahwa investasi pada tahun ini tidak otomatis diikuti oleh

penambahan output pada tahun ini juga, melainkan baru akan muncul pada satu atau dua

tahun yang akan datang. Selain itu masa yang dibutuhkan dari waktu penambahan kapital

sampai dengan menghasilkan output akan berbeda-beda dari sektor yang satu dengan

sektor lainnya.

Sektor industri pengolahan dan sektor listrik, gas & air bersih menunjukkan

bahwa kegiatan produksinya paling tidak efisien, dengan angka ICOR sebesar 31.1847

dan 36.4373. Angka ICOR tersebut berarti agar produksi industri pengolahan naik satu

miliar, dibutuhkan investasi senilai 31,1847 miliar dan untuk menaikkan produksi sektor

listrik, gas & air bersih sebesar satu miliar dibutuhkan investasi senilai 36,4373 miliar.

Ketidakefisienan tersebut berarti, bahwa dibutuhkan investasi yang besar untuk

meningkatkan produksi kedua sektor tersebut, Kedua sektor tersebut, kontribusinya tidak

terlalu besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Sektor kontruksi merupakan sektor yang tidak efisien ketiga dengan angka ICOR

sebesar 8.5222, yang berarti agar produksi sektor kontruksi naik satu miliar dibutuhkan

investasi senilai 8.5222 miliar.

Ketiga sektor, yakni: sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air

bersih; serta sektor kontruksi, menjadi tidak efisien bisa jadi karena sektor-sektor

tersebut merupakan sektor yang padat kapital. Sektor industri pengolahan, merupakan

sektor yang menarik investasi paling besar dibanding sektor sektor yang lain. Pada

tahun 2007, investasi yang ditanamkan pada sektor industri pengolahan mencapai

Rp.218.747.033.400.000. Setelah mencapai nilai investasi yang sangat besar pada tahun

Page 8: ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI SEKTORAL JAWA TIMUR UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Lucky R, Hendry C dan Riza, Analisis Kebutuhan Investasi Sektoral Jawa Timur

62

2007, kemudian nilai investasi di sektor pengolahan menurun pada tahun-tahun

berikutnya

Sektor Pertambangan & Penggalian memiliki angka ICOR sebesar 1.7285, yang

berarti agar produksi sektor Pertambangan & Penggalian naik sebesar satu miliar

dibutuhkan investasi senilai 1.7285 miliar. Sektor Perdagangan, Hotel & Restauran

memiliki angka ICOR sebesar 1.2195, yang berarti agar produksi sektor Pertambangan &

Penggalian naik sebesar satu miliar dibutuhkan investasi senilai 1.2195 miliar.

Sektor Jasa-jasa memiliki angka ICOR sebesar 0.6050, yang berarti agar produksi

sektor Jasa-jasa naik sebesar satu miliar dibutuhkan investasi senilai 0.6050 miliar.

Sektor Pertanian memiliki angka ICOR sebesar 0.1475, yang berarti agar

produksi sektor Pertanian naik sebesar satu miliar dibutuhkan investasi senilai 0.1475

miliar. Sektor Pengangkutan & Komunikasi memiliki angka ICOR sebesar 0.0015, yang

berarti agar produksi sektor Pengangkutan & Komunikasi naik sebesar satu miliar

dibutuhkan investasi senilai 0.0015 miliar. Sektor Keuangan, Persewaan & Jasa

Perusahaan memiliki angka ICOR sebesar 0, nilai ICOR tersebut dihasilkan karena pada

periode tahun 2006 hingga tahun 2010 tidak ada investasi yang ditanamkan pada sektor

ini.

Kelima sektor, yakni: sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian;

sektor perdagangan, hotel dan restauran; sektor pengangkutan dan komunikasi; serta

sektor jasa-jasa, menjadi efisien bisa jadi karena sektor-sektor tersebut merupakan sektor

yang padat karya..

5.3 Kebijakan Investasi Sektoral di Propinsi Jawa Timur

Berdasarkan perhitungan ICOR, para investor dapat memilih sektor mana yang

berpeluang untuk investasi. Sektor-sektor yang efisien dapat dipilih sebagai alternatif

sektor untuk investasi, karena sektor-sektor tersebut dengan sedikit saja nilai investasi

akan dapat meningkatkan produksi pada sektor tersebut. Peluang di sektor-sektor

tersebut masih terbuka luas.

Pada sektor pertanian misalnya, selama ini masyarakat Indonesia pada umumnya

dan Jawa Timur pada khususnya masih banyak yang menggunakan alat-alat

sederhana/tradisional untuk memproduksi padi, padahal permintaan akan beras masih

banyak. Permintaan beras yang banyak, sedangkan penawaran akan beras yang sedikit,

memaksa pemerintah untuk mengimpor beras dari luar negeri, misalnya Thailand.

Investor dapat tertarik untuk berinvestasi di sektor pertanian, karena peluang usaha ini

terbuka lebar. Hal tersebut karena permintaan akan beras tidak dapat terpenuhi hanya

dari penawaran dari dalam negeri. Untuk meningkatkan produksi pertanian, tidak hanya

memerlukan input produksi tanah dan tenaga kerja saja, akan tetapi input teknologi juga

dapat dikembangkan untuk meningkatkan produksi.

Peran investor adalah untuk berinvestasi pada input teknologi, sehingga produksi

padi meningkat. Input teknologi disini tidak berarti bahwa peralihan padat karya ke padat

modal, tetapi perpaduan antara padat karya dan padat modal yang bersinergi membentuk

pertumbuhan ekonomi yang tinggi demi kesejahteraan bersama. Negara Jepang

misalnya, sektor pertaniannya maju walaupun mereka tidak memiliki lahan yang luas,

akan tetapi masyarakat Jepang kreatif menciptakan ide-ide teknologi pertanian untuk

meningkatkan produksinya.

Keadaan yang sama juga berlaku pada sektor-sektor efisien yang lainnya, baik

sektor pertambangan dan penggalian; sektor perdagangan, hotel dan restauran; sektor

pengangkutan dan komunikasi; serta sektor jasa-jasa. Peluang investor untuk sektor-

sektor tersebut masih terbuka lebar, karena potensi yang dimiliki Jawa Timur masih

terbuka lebar. Perpaduan antara padat karya (labor intensif) dan padat modal (kapital

Page 9: ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI SEKTORAL JAWA TIMUR UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Jurnal ISEI Jember, Volume 1 Nomor 1, Oktober 2011

63

intensif), akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan hasil produksi yang semakin

meningkat.

Potensi Jawa Timur yang besar dan belum dapat digali secara optimal,

membutuhkan investasi untuk pengembangan Jawa Timur ke depan. Peran serta

masyarakat di era otonomi daerah sangat dibutuhkan, untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonomi daerah. Konsep partisipatif seharusnya dapat dijalankan, dengan memberi

peranan masyarakat dalam kepemerintahan (governance) dan perumusan rencana

pembangunan daerah. Kemudahan proses ijin usaha diperlukan untuk menarik para

investor menanamkan investasinya di Jawa Timur.

6. Kesimpulan

Kondisi iklim investasi di Indonesia pada umumnya dan Jawa Timur pada

khususnya masih belum terlalu kondusif. Investasi daerah Jawa Timur dapat

dikategorikan tidak efisien tetapi masih baik. Terdapat tiga sektor yang tidak efisien,

yakni: sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; serta sektor

kontruksi, sedangkan lima sektor yang efisien, yakni: sektor pertanian; sektor

pertambangan dan penggalian; sektor perdagangan, hotel dan restauran; sektor

pengangkutan dan komunikasi; serta sektor jasa-jasa. Selain delapan sektor tersebut,

terdapat satu sektor yang tidak menyerap investasi yakni sektor Keuangan, Persewaan &

Jasa Perusahaan.

Kepercayaan dunia bisnis terhadap iklim investasi Indonesia pada umumnya dan

Jawa Timur pada khususnya perlu segera diadakan perbaikan. Salah satu cara untuk

meningkatkan minat investor adalah dengan pemahaman peluang bisnis di Jawa Timur.

Melalui perhitungan ICOR daerah dan ICOR sektoral di Jawa Timur, maka investor

dapat mengetahui kebutuhan investasi Jawa Timur dan peluang investasi apa yang akan

dilakukan di Jawa Timur.

Saran yang disampaikan dari hasil penelitian ini : peran serta masyarakat di era

otonomi daerah sangat dibutuhkan, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

Konsep partisipatif seharusnya dapat dijalankan, dengan memberi peranan masyarakat

dalam kepemerintahan (governance) dan perumusan rencana pembangunan daerah.

Kemudahan proses ijin usaha diperlukan untuk menarik para investor menanamkan

investasinya di Jawa Timur.

Daftar Referensi Terpilih

Badan Pusat Statistik. 2010. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Propinsi

Jawa Timur tahun 2011, pemerintah Propinsi Jawa Timur.

Kuncoro, Mudrajad. 2009. Ekonomi Indonesia. Jakarta: Erlangga

Wikipedia, 2011. Pengertian Pembangunan Ekonomi, melalui

(http://id.wikipedia.org/wiki/Pertumbuhan_ekonomi).

Page 10: ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI SEKTORAL JAWA TIMUR UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Lucky R, Hendry C dan Riza, Analisis Kebutuhan Investasi Sektoral Jawa Timur

64