Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

44
ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN JAMINAN PERSALINAN Ni Putu Novy Trisna Dewi 1020025002 Made Dian Kusuma Dewi 1020025045 I Dewa Ayu Yulita Astari 1020025052 I.G.A. A. Putri Krismayanthi 1020025060 I Putu Astawan 1020025062 I Made Endra Priantono 1020025066 Kadek Edy Surya Widya P 1020025068 Desak Ketut Dewi Satyawati K 1020025070 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

description

jampersal

Transcript of Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

Page 1: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN

JAMINAN PERSALINAN

Ni Putu Novy Trisna Dewi 1020025002Made Dian Kusuma Dewi 1020025045I Dewa Ayu Yulita Astari 1020025052I.G.A. A. Putri Krismayanthi 1020025060I Putu Astawan 1020025062I Made Endra Priantono 1020025066Kadek Edy Surya Widya P 1020025068Desak Ketut Dewi Satyawati K 1020025070

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2013

Page 2: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

1. Latar Belakang

Kesehatan sebagai hak asasi telah menjadi kebutuhan mendasar dan tentunya menjadi

kewajiban negara dalam upaya pemenuhannya. Status kesehatan penduduk suatu negara akan

mempengaruhi berbagai bidang kehidupan lainnya seperti bidang sosial maupun ekonomi. Untuk

dapat mengetahui status kesehatan tersebut maka dapat digunakan beberapa parameter

diantaranya yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Indonesia

merupakan negara dengan kasus AKI dan AKB yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara

ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI

228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Neonatus

(AKN) 19 per 1000 kelahiran hidup.. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment

Goals/MDG’s 2000) pada tahun 2015, diharapkan AKI menurun dari 228 pada tahun 2007

menjadi 102 per 100.000 KH dan AKB menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per 1000

KH.

AKI dan AKB menjadi isu yang dominan karena menjadi salah satu indikator dalam

mencapai MDG’s target keempat dan kelima yaitu menurunkan kematian bayi dan meningkatkan

kesehatan ibu. Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu

yang terjadi 90 % pada saat persalinan dan segera setelah persalinan (SKRT, 2011). Kematian

ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga Terlambat), di antaranya

terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari

tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan darurat.

Hal lain yang menjadi masalah yaitu masih banyaknya ibu hamil khususnya yang berasal dari

keluarga dengan tingkat ekonomi rendah tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan untuk

melakukan persalinan karena tidak mempunyai biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu, jampersal menjadi komponen kebijakan yang dibuat oleh pemerintah melalui

Kemenkes untuk mengurangi hambatan finansial bagi masyarakat berupa memberi jaminan

pembiayaan pelayanan persalinan kepada ibu hamil . Jampersal diharapkan mampu

meningkatkan akses ibu hamil dalam mendapatkan pelayan kesehatan saat melakukan persalinan

sehingga tidak’terjadi keterlambatan dalam mendapatkan pelayanan persalinan. Pelayaan

kesehatan yang diberikan oleh jampersal meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan

Page 3: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

persalinan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru

lahir.

Dalam pelaksanaannya, program Jampersal di Indonesia belum sepenuhnya berjalan dengan

baik. Beberapa permasalahan yang kerap ditemui dalam implementasi Jampersal ini yaitu

program Jampersal belum dapat dinikmati oleh semua warga yang membutuhkan karena

kurangnya sosialisasi mengenai manfaat penggunaan jampersal dan belum semua bidan yang ada

di daerah melakukan perjanjian kerja sama (PKS) dengan pihak dinas kesehatan setempat.

Permasalahan mengenai Jampersal tersebut melatarbelakangi penulis untuk menganalisis

mengenai kebijakan tersebut.

2. Policy Analysis dari Kebijakan Jampersal

Gambar 1. Segitiga Kebijakan

2.1 Kontent dalam Kebijakan Jampersal

Setigiga kebijakan merupakan salah satu cara untuk menganalisis kebijakan maupun

instrument yang ada di dalamnya. Dalam segitiga kebijakan sendiri terdapat beberapa komponen

salah satunya adanya konten. Sehubungan dengan hal tersebut adapun beberapa konten yang

terdapat dalam petunjuk teknis Jampersal tahun 2012, antara lain:

a. Tujuan Jampersal:

Terdapat 2 tujuan utama dalam program Jampersal, tujuan tersebut terdiri dari:

Tujuan Umum yaitu agar meningkatnya akses terhadap pelayanan persalinan yang

dilakukan oleh dokter atau bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB melalui

jaminan pembiayaan untuk pelayanan persalinan.

Contents

Contexts

Process

Actors

Page 4: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

Tujuan Khusus yaitu:

1. Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan

nifas ibu oleh tenaga kesehatan yang kompeten.

2. Meningkatnya cakupan pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan, meningkatnya

cakupan pelayanan KB pasca persalinan oleh tenaga kesehatan, meningkatnya cakupan

penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir oleh tenaga

kesehatan.

3. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan, dan

akuntabel.

b. Manfaat yang dihasilkan

Jika dihubungkan dengan tujuan yang ada, keberadaan program Jampersal setidaknya

dapat memberikan beberapa manfaat. Manfaat tersebut seperti ibu hamil dapat lebih mudah

dalam memperoleh informasi dan akses tentang kesehatan ibu dan anak melalui pemeriksaan

maupun pelayanan oleh tenaga professional yang ditanggung dalam Jampersal. Selain itu

manfaat lainnya ialah masyarakat yang berada dalam golongan miskin dapat lebih terbantu

dalam mendapat pelayanan terkait kesehatan ibu dan anak karena adana penanggungan biaya

untuk pelayanan bagi kesehatan ibu dan dan anak. Kemudahan biaya, akses, informasi ini

nantinya diharapkan dapat membantu ibu hamil dalam memperoleh pelayanan kesehatan

untuk kehamilan dan persalinannya sehingga dapat mengurangi angka kematian dan kesakitan

bagi ibu dan anak. Dimana hal tersebut secara tidak langsung akan meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat.

c. Derajat perubahan yang diinginkan

Adanya program Jampersal diharapkan dapat menimbulkan perubahan dalam bidang

kesehatan ibu dan anak. Perubahan tersebut lebih cenderung kepada kemudahan biaya, akses

dan informasi untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Dimana hal itu nantinya akan

berpengaruh terhadap akselerasi tujuan MDGs (Millenium Develoment Goals) yang ke 4 yaitu

menurunkan angka kematian anak dan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu. Hal itu

sehubungan dengan upaya untuk mengurangi tiga terlambat yang terdiri dari terlambat dalam

pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga

kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas pelayanan kesehatan saat dalam keadaan

emergensi yang dapat mendorong pencapaian MDGs tersebut. Kepentingan lain yang juga

akan terpengaruh ialah peraturan mengenai Keluarga Berencana. Sebab, Jampersal mencakup

Page 5: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

juga penjarangan kehamilan dan pembatasan kehamilan yang bepengaruh pada pelaksanaan

KB.

d. Ruang lingkup Jampersal

Berdasarkan Juknis Jampersal tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Kemenkes, dalam ruang

lingkup Jampesal pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang

berdasarkan rujukan. Rujukan tersebut terbagi atas 2 tahap, yaitu:

1. Pelayanan persalinan tingkat pertama

Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga

kesehatan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan pemeriksaan

kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan,

pelayanan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya

komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir) tingkat pertama. Pelayanan

tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas PONED serta jaringannya

termasuk Polindes dan Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta yang memiliki Perjanjian

Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan Jaminan

persalinan di tingkat pertama meliputi:

Pelayanan ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 Kali yang

mencakup integrasi program antara PMTCT, malaria, dan TB.

Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir

Pertolongan persalinan normal

Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam yang

merupakan kompetensi Puskesmas PONED

Pelayanan Nifas (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA

dengan frekuensi 4 kali

Pelayanan KB paska persalinan serta komplikasinya

Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/bayinya

2. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan

Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga

kesehatan spesialistik untuk pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir kepada ibu hamil,

bersalin, nifas, dan bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan atau dengan komplikasi yang

tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dilaksanakan

Page 6: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

berdasarkan rujukan atas indikasi medis. Pada kondisi kegawatdaruratan kebidanan dan

neonatal tidak diperlukan surat rujukan. Pelayanan tingkat lanjutan menyediakan

pelayanan terencana atas indikasi ibu dan janin/bayinya. Pelayanan tingkat lanjutan untuk

rawat jalan diberikan di poliklinik spesialis Rumah Sakit, sedangkan rawat inap diberikan

di fasilitas perawatan kelas III di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta yang memiliki

Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan

Persalinan di tingkat lanjutan meliputi:

Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (risti)

Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di

pelayanan tingkat pertama.

Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat

persalinan.

Pemeriksaan paska persalinan (PNC) dengan risiko tinggi (risti)

Penatalaksanaan KB paska salin dengan metode kontrasepsi jangka panjang

(MKJP) atau kontrasepsi mantap (Kontap) serta penanganan komplikasi

3. Pelayanan Persiapan Rujukan

Pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan dimana terjadi kondisi

yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat pertama

sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut dengan

memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Kasus tidak dapat ditatalaksana paripurna di fasilitas kesehatan

karena adanya keterbatasan SDM, peralatan dan obat-obatan

Pasien dipastikan akan mendapat pelayanan paripurna yang lebih baik dan aman

di fasilitas kesehatan rujukan jika melakukan rujukan

Pasien dalam keadaan aman selama proses rujukan dengan memeperhatikan

syarat-syarat seperti stabilisasi keadaan umum (Tekanan darah stabil/ terkendali,

nadi teraba, pernafasan teratur dan Jalan nafas longgar, terpasang infus, tidak

terdapat kejang/kejang sudah terkendali), pendarahan terkendali, kelengkapan

ambulansi pasien (pengawasan petugas kesehatan dan antisipasi gawat darurat,

cairan infus yang cukup selama proses rujukan, serta obat dan Bahan Habis Pakai

yang cukup ).

Page 7: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

e. Kedudukan pembuat Jampersal

Program Jampersal sendiri diluncurkan oleh Kemenkes tahun 2011 atas dasar harapan

agar terjadinya reformasi dalam bidang kesehatan dan secara khusus membantu ibu

melahirkan yang pembiayaannya dijamin pemerintah, di fasilitas kesehatan pemerintah dan

juga swasta yang sudah menandatangani kerja sama. (Interaksi, 2011)

Pengorganisasian dalam Jampersal tersusun atas Tim Koordinasi dan Tim Pengelola yang

terbagi pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Dimana Tim Koordinasi ini bersifat

lintas sektor yang terdiri dari pelindung, ketua, sekretaris dan anggota. Sementara Tim

Pengelola sendiri bersifat lintas program yang terdiri dari pelindung, penanggung jawab,

pelaksana, anggota, dan sekretariat. Jika dilihat dari kedudukannya, baik dalam Tim

Koordinasi maupun Tim Pengelola, Kemenkes berkedudukan sebagai pelindung dalam

susunan pengorganisasian tersebut dan berhubungan secara lintas sektor maupun lintas

program dengan pihak-pihak yang ada dalam struktur pengorganisasian. Dimana Kemenkes

bertugas untuk memantau pihak-pihak yang berada dalam pengorganisasian ini telah

melaksanakan tugasnya secara bertanggung jawab serta memastikan jika kebutuhan

khususnya terkait kesehatan ibu dan anak telah terpenuhi.

f. Sasaran dan pelaksana Program

Sasaran dari program Jamkesmas sendiri dikaitkan dengan pencapaian tujuan yang

diharapkan dari program tersbut. Dimana sasaran dari Jamkesmas adalah ibu hamil, ibu

bersalin, ibu nifas (sampai 42 hari pasca melahirkan), serta bayi baru lahir (sampai dengan

usia 28 hari). Sasaran ini adalah kelompok sasaran yang berhak mendapat pelayanan yang

berkaitan langsung dengan kehamilan dan persalinan baik normal maupun dengan komplikasi

untuk mencegah meningkatnya AKI dan AKB yang berkaitan dengan proses persalinan

tersebut. (Kemenkes, 2012)

Kemudian, pelaksana program Jampersal sendiri dibedakan pada tingkat nasional,

provinsi dan kabupaten. Dimana pada tingkat nasional Jampersal dilaksanakan oleh Dirjen

Bina Upaya Kesehatan sebagai ketua pelaksana 1, Dirjen Bina Gizi dan KIA sebagai ketua

pelaksana 2, dan sebagai anggota yaitu pejabat Eselon II dan III yang terkait. Kemudian pada

tingkat kabupaten Jampersal dilaksanakan oleh Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi sebagai

ketua pelaksana, dan sebagai anggota yaitu seluruh Kepala Bidang pada Dinas Kesehatan

Provinsi. Kemudian untuk tingkat Kabupaten/Kota Jampersal dilaksanakan oleh Sekretaris

Page 8: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai ketua pelaksana, dan sebagai anggota yaitu seluruh

Kepala Bidang pada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

g. Pendanaan jaminan persalinan

Pendanaan jaminan persalinan sendiri dilakukan secara terintegrasi dengan Jamkesmas.

Dimana dana Jaminan Persalinan bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan yang

dialokasikan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Sekretariat Ditjen Bina Upaya

Kesehatan Kementerian Kesehatan. Sementara untuk Alokasi dana Jaminan Persalinan sendiri

dibedakan antara alokasi dana pada pelayanan kesehatan tingkat pertama/dasar dan alokasi

dana pada pelayanan kesehatan kesehatan tingkat lanjutan/rujukan. Di pelayanan tingkat

pertama diperhitungkan berdasarkan perkiraan jumlah bumil peserta Jamkesmas dan sasaran

bumil penerima manfaat Jaminan persalinan yang belum memiliki jaminan persalinan di

daerah tersebut dikalikan total besaran biaya paket pelayanan persalinan tingkat pertama.

Sementara di pelayanan tingkat lanjutan diperhitungkan berdasarkan perkiraan jumlah bumil

peserta Jamkesmas dan sasaran bumil penerima manfaat jaminan persalinan yang belum

memiliki jaminan persalinan dengan risiko tinggi/dengn komplikasi yang perlu mendapatkan

penanganan di PPK lanjutan/rujukan di daerah tersebut dikalikan rata-rata besaran biaya paket

pelayanan persalinan risiko tinggi/dengan komplikasi menurut INA CBGs.

Kemudian untuk penyaluran dananya, disalurkan secara langsung oleh Kemenkes dari

bank operasional Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta V ke rekening

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk pelayanan kesehatan dasar dan persalinan di fasilitas

kesehatan tingkat pertama yang akan dikelola oleh Tim Pengelola tingkat Kabupeten/Kota

dan juga disalurkan langsung ke rekening Rumah Sakit/Balai Kesehatan untuk pelayanan

persalinan di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. Dimana pembayaran pelayanan persalinan

dalam Jampersal akan dilakukan dengan mekanisme klaim oleh fasilitas kesehatan baik itu

pada tingkat pelayanan dasar dan pelayanan rujukan.

h. Sumber daya yang dikerahkan

Dalam rangka merealisasikan program Jampersal, terdapat beberapa sumber daya yang perlu

dikerahkan. Sumber daya tersebut berasal dari pihak-pihak yang diajak kerjasama seperti

Bidan Praktik Mandiri, Klinik Bersalin, serta Dokter Praktik yang dapat memberikan bantuan

tenaga kesehatan baik itu bidan, dokter, tenaga kesehatan professional lain yang betugas

Page 9: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang ditetapkan dalam Jampersal. Dimana hal

tersebut setidaknya diharapkan dapat mendukung kesuksesan pelaksanaan dan pencapaian

tujuan Jampersal karena kemudahan dalam hal biaya, akses, maupun infotmasi.

i. Indikator Keberhasilan, Pemantauan Dan Evaluasi Jampersal

Untuk mengukur pencapaian pelaksanaan Jaminan Persalinan digunakan beberapa

kelompok indikator-indikator yaitu indikator kinerja program (Cakupan K1, K4, pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, penanganan komplikasi kebidanan,

pelayanan nifas lengkap, peserta KB pasca persalinan, kunjungan neonatal 1, kunjungan

neonatal lengkap, penanganan komplikasi neonatal) serta indikator kinerja pendanaan dan tata

kelola keuangan (tersedia dan termanfaatkannya dana Jampersal bagi sasaran yang tepat serta

terselenggaranya proses klaim dan pertanggungjawaban dana Jampersal). Pemantauan sendiri

bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kesesuaian antara rencana dan pelaksanaan

di lapangan. Sementara evaluasi bertujuan menilai pencapaian indikator keberhasilan.

Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala berkala baik bulanan, triwulan, semester

maupun tahunan oleh Pusat dan Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota melalui beberapa

kegiatan seperti: pertemuan koordinasi (pada tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota),

pengolahan dan analisis data, serta supervisi.

Summary:

Dapat disimpulkan jika poin utama yang tercantum dalam konten Jampersal adalah Jampersal

bertujuan untuk meningkatkan akses, informasi, dan bantuan dana untuk memperoleh pelayanan

kesehatan terkait kesehatan ibu dan anak dalam rangka pecapaian target MDGs ke 4 dan ke 5.

Tujuan tersebut direalisasikan melalui berbagai jenis pelayanan baik itu pelayanan tingkat

pertama maupun pelayanan tingkat dasar yang dapat menunjang kesehatan ibu dan anak. Dimana

pelayanan tersebut akan diberikan oleh tenaga kesehatan professional seperti bidan, maupun

dokter serta lebih difokuskan kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas (sampai 42 hari pasca

melahirkan), serta bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari) terutama yang belum memiliki

jaminan persalinan.

2.2 Konteks dalam Kebijakan Jampersal

Page 10: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

Dalam health policy triangle terdapat pula analisis mengenai konteks kebijakan. Menurut

Buse et al., 2005, konteks kebijakan merupakan faktor sistemik yang meliputi sosial, politik,

ekonomi dan sosial budaya baik di tingkat international, nasional ataupun lokal yang memiliki

pengaruh terhadap kebijakan kesehatan. Leichter (1979) memaparkan cara yang cukup

bermanfaat dan dapat digunakan untuk menganalisis Jaminan Persalinan yang terdiri dari

situasional faktor, faktor structural, faktor budaya dan pengaruh eksternal/internasional.

Situasional faktor merupakan kondisi yang tidak permanen atau khusus yang dapat

berdampak pada kebijakan, hal tersebut sering disebut “focusing event”. Dalam hal ini yang

termasuk dalam situasional faktor adalah Pemerintah ingin mencapai target MDGs no 4 dan 5,

sehingga Pemerintah melalui Kemenkes meluncurkan Jaminan Persalinan dengan sasaran ibu

hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi yang baru lahir dengan tujuan dapat mengurangi atau

menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian anak. Selanjutnya, structural faktor

merupakan bagian dari masyarakat yang relatif tidak berubah, meliputi sistem politik,

keterbukaan sistem tersebut dan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam

pembahasan dan keputusan kebijakan, tingkat ekonomi masyarakat, dasar bagi tenaga kesehatan,

kondisi demografi serta kemajuan teknologi.

Structural faktor yang mempengaruhi terbentuknya jaminan persalinan adalah karena

banyaknya masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah yang kesulitan dalam mengakses

pelayanan kesehatan dan tidak memiliki jaminan kesehatan berkaitan dengan persalinan,

sehingga ibu hamil yang miskin dan tidak memiliki jaminan kesehatan tersebut tidak

mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan aman serta berisiko terjadi keguguran dan

infeksi. Selain itu, faktor jarak pelayanan kesehatan yang jauh dari pemukiman juga menjadi

kesulitan warga dalam mencapai pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kehamilannya serta

mengalami kesulitan saat akan melahirkan. Adanya situasi politik yang terjadi di suatu daerah

juga dapat mempengaruhi terjadinya kebijakan, yaitu adanya kebijakan desentralisasi kesehatan,

dimana dengan adanya desentralisasi akan mempengaruhi penerapan jampersal di masing-

masing daerah karena pemerintah daerah yang mengetahui kebutuhan daerahnya sendiri dan

disesuaikan dengan peraturan daerahnya masing-masing.

Faktor budaya dapat mempengaruhi kebijakan kesehatan, dimana budaya merupakan elemen

yang berkaitan dengan nilai-nilai lokal. Faktor budaya tersebut dapat mendukung atau

Page 11: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

menghambat penerapan Jampersal di beberapa daerah. Di beberapa daerah di Indonesia,

terutama di desa-desa, masih terdapat budaya patriarki dimana laki-laki merupakan seseorang

yang memiliki otoritas utama dalam pengambilan keputusan dalam keluarga. Dalam hal

kehamilan dan persalinan, seorang Ayah memiliki kekuasaan tertinggi dalam keluarga untuk

mengambil keputusan apakah seorang Ibu harus melahirkan di rumah sakit, di puskesmas, di

bidan desa atau di dukun beranak, dan sebagai perempuan hanya dapat menerima keputusan

yang dibuat oleh seorang Ayah. Sedangkan di bali, konteks lokal yang menghambat terdapat di

salah satu daerah yaitu di Munti dimana terdapat kepercayaan bahwa seorang ibu yang

melahirkan harus ditolong oleh suaminya sendiri, sehingga meskipun daerah tersebut sudah

menerapkan Jampersal ibu hamil yang melahirkan akan tetap ditolong oleh suaminya

dibandingkan dengan menggunakan Jampersal.

Yang terakhir adalah faktor internasional atau exogenous yang dapat meningkatkan saling

ketergantungan antar negara dan mempengaruhi kemandirian dan kerjasama internasional dalam

kesehatan. Pengaruh tersebut dapat berasal dari lembaga donor internasional yang membuat

suatu program pelatihan. Pemerintah Indonesia menjalin kerja sama dengan lembaga donor

internasional dengan prinsip kerja sama kemitraan, untuk mendukung upaya percepatan

penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi. Kerja sama dengan berbagai development

partners dalam bidang kesehatan ibu dan anak telah berlangsung lama, seperti pengembangan

buku KIA oleh JICA walaupun kerjasama project telah berakhir namun buku KIA telah

diterapkan di seluruh Indonesia, peran serta WHO memfasilitasi peningkatan kualitas pelayanan

kesehatan ibu dan anak baik dalam dukungan penyusunan standar pelayanan maupun capasity

building, serta UNFPA yang merupakan badan internasional dari PKBI menjalin kemitraan

dengan Pemerintah Indonesia, lembaga-lembaga lain dan masyarakat sipil untuk mencapai

tujuan. Beberapa tugas UNFPA melibatkan penyediaan suplai dan layanan untuk merawat

kesehatan. Mereka juga mendorong partisipasi pemuda dan wanita untuk membantu

mengembangkan masyarakat mereka yang terkena dampak dari kesehatan yang buruk yang

meluas ke berbagai sektor seperti pencegahan penyakit kelamin termasuk HIV/AIDS.

2.3 Aktor dalam Kebijakan Jampersal

Page 12: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

Aktor adalah orang-orang yang mempunyai power atau kekuasaan dan bagaimana mereka

mempergunakan power tersebut untuk mempengaruhi sebuah kebijakan. Selain itu, para aktor

tersebut seringkali membentuk jaringan atau network atau aliansi dalam mempengaruhi

kebijakan (Buse et all, 2005). Adapun jenis-jenis aktor yakni state or non state actors, interest or

pressure groups, NGOs dan Organisasi Internasional. Berikut adalah daftar aktor kebijakan yang

terlibat dalam perencanaan program Jampersal yakni sebagai berikut :

a. State (Pemerintah) : Kemenkes, Kemendgri, Kemensos, Kementerian Pemberdayaan

Perempuan, Komisi Peduli AIDS

1. Kemenkes memiliki power atau kekuasaan yang sangat besar dalam mempengaruhi

lahirnya sebuah kebijakan kesehatan. Menteri kesehatan RI, memandang bahwa

diperlukan suatu reformasi dalam bidang kesehatan khusus membantu ibu-ibu di

Indonesia melahirkan dengan bantuan tenaga kesehatan terlatih yang pembiayaannya

dijamin pemerintah baik di fasilitas kesehatan pemerintah dan juga swasta yang sudah

menandatangani kerja sama.

2. Kemendagri memiliki power atau kekuasaan yang sangat besar dalam menerbitkan

pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pedoman penyusunan

APBD tersebut berkaitan dengan kebijakan apa yang perlu mendapat perhatian dari

pemerintah daerah dalam penyusunan APBD terkait dengan pendapatan daerah, belanja

daerah dan pembiayaan daerah dan salah satunya ialah Jampersal.

3. Kemensos merupakan sebuah lembaga pemerintahan yang memiliki visi terwujudnya

kesejahteraan sosial masyarakat. Untuk mencapai visinya, kemensos memiliki beberapa

misi seperti meningkatkan perlindungan sosial untuk menjamin pemenuhan kebutuhan

dasar, pelayanan sosial, pemberdayaan sosial dan jaminan kesejahteraan sosial bagi

PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial); mengembangkan perlindungan dan

jaminan sosial bagi PMKS; meningkatkan profesionalisme

penyelenggaraanperlindungan sosial dalam bentuk bantuan sosial, rehabilitasi,

pemberdayaan, dan jaminan sebagai metode penanggulangan kemiskinan; meningkatkan

dan melestarikan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial

untuk menjamin keberlanjutan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan

kesejahteraan sosial; dan meningkatkan transparansidan akuntabilitas dalam

penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Dari keenam misi yang dimiliki oleh Kemensos,

dapat dilihat bahwa kementerin ini sangat mendukung adanya Jampersal di masyarakat.

Page 13: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

Karena dengan adanya Jampersal, masyarakat akan semakin mudah untuk mendapatkan

akses terhadap layanan kesehatan dan dengan adanya program tersebut masyarakat

miskin dan masyarakat yang belum terlindungi oleh jaminan sosial akan mendapatkan

kemudahan. Sehingga visi dari Kemensos pun akan tercapai.

4. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak adalah suatu lembaga

pemerintahan yang memiliki visi mewujudkan kesetaraan gender dan memberikan

perlindungan bagi seluruh anak di Indonesia. Untuk mencapai visi tersebut, adapun misi

yang dimiliki oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

yakni mewujudkan kebijakan yang responsif gender dan peduli anak untuk

meningkatkan kualitas hidup dan perlindungan perempuan serta memenuhi hak tumbuh

kembang dan melindungi anak dari tindak kekerasan. Dengan visi misi tersebut,

kementerian ini menjadi salah satu pendukung lahirnya program Jampersal. Karena

dengan adanya program Jampersal, setiap perempuan hamil akan mendapatkan akses

yang lebih mudah dan terjangkau untuk melakukan persalinan yang aman di layanan

kesehatan dan mendapatkan informasi yang benar terkait dengan kehamilan. Dengan

demikian AKI dan AKB di Indonesia dapat ditekan jumlahnya setiap tahun.

5. Komisi Peduli AIDS (KPA) adalah suatu lembaga yang memiliki power dalam

memperjuangkan hak-hak penderita HIV&AIDS untuk mendapatkan pelayanan yang

sama dibidang kesehatan. Peran KPA dalam program Jampersal ialah untuk menjamin

bahwa ibu hamil dengan HIV positif dapat melakukan persalinan yang aman dan layak

di setiap pelayanan kesehatan serta menjamin bahwa anaknya tidak akan tertular oleh

virus HIV. Dengan ikut sertanya KPA dalam merumuskan program Jampersal,

diharapkan program pencegahan PMTCT dapat masuk dan terlaksana diseluruh

pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia sehingga dapat membantu para ibu hamil

yang mengidap HIV positif untuk mendapatkan persalinan yang aman dan bayi yang

lahir terjauh dari risiko HIV.

b. Interest groups : media massa, organisasi mahasiswa

1. Media massa berperan dalam memblow-up isu-isu kesehatan yang ada di masyarakat,

salah satunya mengenai isu persalinan yang masih sulit di Indonesia terutama bagi

masyarakat miskin. Dengan adanya peran media disini, isu tersebut diharapkan dapat

masuk ke dalam agenda kebijakan untuk kemudian dibicarakan dan diberikan solusinya.

Dalam memblow-up sebuah isu, media massa memiliki sejumlah kepentingan salah

Page 14: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

satunya adalah mencari keuntungan dari setiap isu yang diblow up ke masyarakat.

Semakin banyak dan semakin bagus isu yang diinfokan ke masyarakat maka akan

semakin banyak keuntungan yang akan diperoleh oleh media massa.

2. Organisasi mahasiswa berperan dalam mengadvokasi pemerintah terkait dengan

pelayanan persalinan yang berkualitas bagi ibu hamil yang berasal dari keluarga tidak

mampu untuk mendapatkan layanan yang berkualitas.

Kepentingan organisasi kemahasiswaan dalam perencanaan program Jampersal salah

satunya adalah untuk memperlihatkan bahwa organisasi tersebut telah menjalankan

tujuan terbentuknya organisasi dan untuk menyuarakan aspirasi di tingkat mahasiswa

terkait perencanaan sebuah agenda kebijakan.

c. Pressure groups : IBI

Ikatan Bidan Indonesia (IBI) merupakan salah satu kelompok yang menolak adanya program

jampersal. Penolakan tersebut didasarkan karena program jampersal dirasa kurang

memberikan keuntungan bagi para bidan terutama dalam hal keuntungan biaya. Selain itu,

dengan melakukan penolakan terhadap program jampersal para bidan yang menjalankan

praktek swasta akan terlindungi dari kemungkinan kerugian yang akan diderita oleh para

bidan yang membuka praktek swasta.

d. NGOs : Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)

PKBI adalah sebuah perkumpulan yang dilandasi kepedulian terhadap keselamatan ibu dan

anak. Salah satu misi dari PKBI adalah mendorong partisipasi masyarakat, terutama

masyarakat miskin, marginal, tidak terlayani, untuk memperoleh akses informasi, pelayanan,

dan hak-hak kesehatan reproduksi dan seksual yang berkualitas serta berkesetaraan dan

berkeadilan jender. Memperjuangkan agar hak-hak reproduksi dan seksual perempuan

diakui dan dihargai terutama yang berkaitan dengan berbagai alternatif penanganan

kehamilan yang tidak diinginkan. Dari kedua misi tersebut, terlihat bahwa PKBI mendukung

terbentuknya program Jampersal. Dukungan tersebut terlihat dari misi Jampersal yakni

memudahkan masyarakat miskin untuk mendapatkan layanan kesehatan terutama dalam

layanan persalinan.

e. Organisasi Internasional : WHO, JICA, UNFPA

1. WHO berperan dalam memfasilitasi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan

anak, baik dalam dukungan penyusunan standar pelayanan maupun capacity building.

Peran WHO dalam Jampersal dilandasi oleh keinginan agar negara-negara berkembang

Page 15: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

dapat segera mencapai target MDGs 4 dan 5. Dengan demikian seluruh masyarakat yang

ada di negara berkembang akan memiliki akses yang lebih baik terhadap layanan

kesehatan.

2. JICA (Japan International Coorporation Agency) adalah sebuah lembaga yang didirikan

oleh pemerintah Jepang untuk membantu negara-negara berkembang. Salah satu negara

berkembang yang mendapatkan bantuan dari JICA adalah Indonesia. Dalam memberikan

bantuannya bagi negara berkembang, JICA akan memfokuskan pada pengembangan

masyarakat. Contohnya adalah dalam program Jampersal, JICA berperan dalam

mengembangkan buku KIA untuk diterapkan di seluruh Indonesia. Dengan adanya

pengembangan buku KIA, hal tersebut akan menguntungkan masyarakat luas karena

mereka diharapkan lebih mengerti dan memahami pentingnya kesehatan ibu dan anak

bagi kemajuan sebuah negara.

3. United Nations Fund for Population Activities atau United Nations Population Fund

(UNFPA)

Organisasi UNFPA bekerja atas kerjasama dengan PBB, pemerintah dan komunitas

lainnya. UNFPA merupakan badan pengembangan internasional yang mempromosikan

hak setiap perempuan, laki-laki dan anak untuk menikmati kehidupan yang sehat dan

kesempatan yang sama. UNFPA mendukung negara-negara dengan menggunakan

kebijakan dan program mengurangi kemiskinan dan untuk memastikan bahwa setiap

kehamilan adalah diinginkan, setiap kelahiran aman, setiap pemuda bebas HIV/AIDS

dan setiap perempuan diperlakukan secara bermartabat dan terhormat.

Di Indonesia, mitra UNFPA adalah Bappeda, Dinkes, Diknas, Biro Pembangunan

Perempuan, BKKBN, BPS, Komisi Penangggulangan AIDS, WCC dan Bappenas.

Dimana tugas-tugas dari para mitra UNFPA tersebut yakni mensosialisasikan MDGs ke

anggota-anggota DPR.

Page 16: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

Aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan Jampersal :

1. Tim Koordinasi

a. Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat (Kemenkes)

Menteri Kesehatan membentuk Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat

yang terdiri dari Pelindung, Ketua, Sekretaris dan Anggota. Tugas daripada tim

koordinasi ini yakni untuk menentukan strategi dan kebijakan nasional pelaksanaan

Jamkesmas dan BOK, untuk melakukan pengendalian dan penilaian pelaksanaan

kegiatan Jamkesmas dan BOK secara nasional, berperan sebagai fasilitator lintas sektor

tingkat pusat dan daerah, dan untuk memberikan arahan dalam efisiensi dan efektivitas

pelaksanaan Jamkesmas dan BOK.

b. Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi (Dinkes Provinsi)

Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi dibentuk oleh Gubernur. Tugas

daripada tim koordinasi ini yakni menjabarkan strategi dan kebijakan pelaksanaan

Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi, mengarahkan pelaksanaan kebijakan Jamkesmas

dan BOK sesuai kebijakan nasional, dan melakukan pengendalian dan penilaian

pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dan BOK di tingkat provinsi.

c. Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota (Dinkes

Kabupaten/Kota)

Tim Koordinasi di Tingkat Kabupaten/Kota dibentuk oleh Bupati/Walikota, tugas tim

koordinasi ini yakni menjabarkan strategi dan kebijakan pelaksanaan Jamkesmas dan

BOK tingkat kabupaten/kota, mengarahkan pelaksanaan kebijakan Jamkesmas dan BOK

sesuai kebijakan nasional, melakukan pengendalian dan penilaian pelaksanaan kegiatan

Jamkesmas dan BOK di tingkat kabupaten/kota dan menjadi fasilitator lintas sektor

tingakt kabupaten/kota dan Puskesmas.

2. Tim Pengelola

a. Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat (Kemenkes)

Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat terdiri dari Penanggung Jawab,

Pengarah, Pelaksana dan Sekretariat yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri

Kesehatan.

Page 17: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat memiliki dua jenis tugas yang

dilaksanakan yakni sebagai pengarah dan pelaksana. Sebagai pengarah, tim pengelola

akan merumuskan dan menetapkan kebijakan operasional dan teknis, pelaksanaan

Jamkesmas dan BOK agar sejalan dengan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan

perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014, melakukan pengawasan dan

pembinaan atas kebijakan yang telah ditetapkan, dan memberikan masukan dan laporan

kepada Menteri Kesehatan terkait pelaksanaan Jamkesmas dan BOK.

b. Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi (Dinkes Provinsi)

Tim terdiri dari seluruh Kepala Bidang pada Dinas Kesehatan Provinsi. Tugas dari Tim

Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi adalah melaksanakan kebijakan yang

telah ditetapkan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Pusat, melakukan pembinaan

(koordinasi dan evaluasi) terhadap pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dan BOK di

kabupaten/kota, melatih tim pengelola Jamkesmas dan BOK tingkat kabupaten/kota dan

lainnya.

c. Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota (Dinkes Kabupaten/Kota)

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai penanggung jawab pengelolaan

Jamkesmas dan BOK membentuk Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat

Kabupaten/Kota. Tugas Tim Pengelola Kabupaten/Kota terintegrasi meliputi seluruh

kegiatan pengelolaan Jamkesmas (termasuk Jampersal) dan BOK, seperti melaksanakan

kebijakan yang telah ditetapkan tim, mempertanggungjawabkan manajemen

penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK secara keseluruhan di wilayahnya, melakukan

pembinaan (koordinasi dan evaluasi) terhadap pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dan

BOK di kabupaten/kota, melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap

unit-unit kerja yang terkait dalam penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK di wilayah

kerjanya, menyalurkan dana kepada Puskesmas yang didasarkan atas usulan-usulan

kegiatan-kegiatan Jamkesmas dan BOK yang disetujui dan ditandatangani Kepala Dinas

Kesehatan atau pejabat yang diberikan kewenangan oleh Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota.

3. Bidan Praktek Swasta (BPS)

Dalam Program Jampersal, bidan praktek swasta memiliki peranan sebagai kelompok yang

melaksanakan program tersebut dengan memberikan layanan K1 (awal pemeriksaan) sampai

K4 (pemeriksaan selama kehamilan) serta melayani proses persalinan. Akan tetapi tidak

Page 18: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

seluruh bidan praktek swasta yang mau menjalankan program tersebut, ini dikarenakan para

bidan hanya mendapatkan pembayaran per pasien sebesar Rp 350.000 dan bayaran tersebut

tidak termasuk peralatan dan obat-obatan yang dikeluarkan sendiri oleh para bidan. Hal inilah

yang membuat pelaksanaan program Jampersal pada tahun 2011 berjalan kurang maksimal.

Dana yang disediakan pemerintah tidak memenuhi keinginan aparat pelaksana program

karena terkesan kurang menguntungkan mereka. Sehingga dampak negatifnya masyarakat

juga kurang mengetahui keberadaan program ini. Karena hal tersbeut, bidan praktek swasta

dapat dimasukkan ke dalam pressure group dan interest group (kelompok yang setuju

terhadap program).

4. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

Dalam program jampersal, BKKBN berperan dalam melakukan pelayanan KB. Dimana peran

ini sesuai dengan Perka BKKBN No. 151/PRE/E1/2011 tentang Pelayanan KB dalam

Jampersal. Tugas lain yang dilakukan oleh BKKBN yakni mensinkronkan data sasaran KB

pasca persalinan, melakukan advokasi dan fasilitas secara berjenjang ke Pemda,

meningkatkan koordinasi dengan dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota dan puskesmas,

sosialisasi program KB pasca persalinan secara berjenjang, menyediakan dan

mendistribusikan materi KIE, formulir pencatatan dan pelaporan, menyediakan anggaran

pelatihan KB bagi dokter dan bidan tenaga pelayanan Jampersal, dan melaksanakan

Bimbingan Teknis (BINTEK) dan Monitoring Evaluasi (MONEV).

5. RS Pemerintah

Dalam menjalankan Program Jampersal, RS Pemerintah berperan sebagai kelompok yang ikut

melaksanakan program tersebut dengan memberikan layanan kepada ibu hamil tingkat

lanjutan (PONEK). Akan tetapi tidak seluruh rumah sakit ikut serta dalam melaksanakan

program ini dikarenakan oleh sistem rujukan yang belum merata diseluruh rumah sakit.

Dengan menjalankan program Jampersal, maka RS Pemerintah telah membantu proses

perbaikan dalam sistem rujukan sehingga dapat mengurangi jumlah pasien yang ditelantarkan.

6. Puskesmas

Puskesmas berperan sebagai pemberi layanan tingkat dasar (PONED) dalam Program

Jampersal dan sebagai pemberi rujukan sebelum ke rumah sakit. Peran Puskesmas disini

sangat vital untuk mencegah terjadinya penumpukan di rumah sakit dan dengan menjalankan

program Jampersal, maka masyarakat akan semakin banyak datang ke Puskesmas untuk

mendapatkan layanan kesehatan. Selain itu keuntungan Puskesmas dalam menjalankan

Page 19: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

program Jampersal yakni dapat memperbaiki sistem rujukan dan untuk meningkatkan proses

pendataan masyarakat yang sebelumnya kurang baik dilakukan oleh Puskesmas.

7. Dokter

Selain membantu persalinan pada ibu hamil, dokter juga berperan dalam mensosialisasikan

Program Jampersal kepada ibu hamil. Peran dokter dalam hal ini adalah untuk memberikan

informasi bagi pasien yang lebih suka untuk datang ke dokter dibanding ke bidan ataupun

Puskesmas. Dengan demikian para ibu hamil atau calon ibu hamil dapat mengetahui informasi

dari program Jampersal.

8. Media Massa

Media massa baik yang berupa media cetak maupun elektronik memiliki peran penting dalam

menyebarluaskan sekaligus membentuk persepsi masyarakat mengenai Program Jampersal di

masyarakat. Dengan adanya peran dari media massa, informasi terkait program Jampersal

akan semakin mudah untuk diterima di seluruh lapisan masyarakat, dengan demikian

masyarakat akan mencari informasi yang lebih mendalam mengenai program tersebut. Selain

menyebarluaskan informasi, media massa juga berperan dalam melakukan kritik terhadap

program-program yang berasal dari pemerintah. Dengan adanya kritikan yang berasal dari

media massa, sebuah program ataupun kebijakan pasti akan melakukan tindakan untuk

menghentikan kritikan tersebut dengan cara memperbaiki program ataupun kebijakan.

9. Kelompok PKK

Berperan sebagai kelompok yang menyebarluaskan program jampersal di ibu-ibu yang

tergabung dalam kelompok PKK. Dengan adanya penyebarluasan program di masyarakat

akan memudahkan program tersebut dikenal dengan baik oleh masyarakat terutama oleh ibu-

ibu hamil sehingga mereka dapat mengakses program tersebut. Dalam hal ini, kelompok PKK

memiliki kepentingan yakni untuk ikut mensukseskan program dari pemerintah dan untuk

membantu penyebarluasan informasi sehingga dapat mempermudah sosialisasi dari program

tersebut.

10. Posyandu

Dapat berperan dalam menyebarluaskan informasi mengenai program jampersal kepada ibu-

ibu yang ada di setiap banjar. Dengan adanya Posyandu diharapkan ibu-ibu di setiap banjar

mengetahui isi dan kegunaan dari program Jampersal yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Dengan menyebarkan informasi tersebut, Posyandu juga dapat membantu pemerintah dalam

mensukseskan program Jampersal dan membantu dalam mensosialisasikan program baru

Page 20: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

yang berasal dari pemerintah. Dalam hal ini Posyandu juga memiliki kepentingan tersendiri

yakni agar para ibu hamil mendapatkan layanan yang berkualitas dalam pelayanan kesehatan.

Tabel 1. Analisis Stakeholder Kebijakan Jampersal

High Opp. Medium Opp.

Low Opp. Neutral Low Supp. Medium Supp.

High Supp.

IBI Dokter Kelompok PKK

WHO Kemenkes

BPS Organisasi Mahasiswa

JICA Kemensos

Posyandu UNFPA KPP-PAPuskesmas BKKBNRS Pemerintah

PKBI

Media Massa

DINKES PROV.DINKES KAB/KOTA

2.4 Proses Kebijakan Jampersal

Masuknya jampersal ke dalam agenda kebijakan dapat dijelaskan dengan model Kingdon.

Alur permasalahan muncul ketika adanya data statistik yang menyatakan bahwa Indonesia

memiliki AKI dan AKB yang sangat tinggi jika dibandingkan negara ASEAN lainnya.

Mengetahui dampak yang mungkin terjadi, pokok permasalahan ini menjadi suatu urusan publik

sehingga memerlukan tindakan pemerintah dalam penyelesaiannya. Pemerintahan yang

mengetahui permasalahan ini melakukan analisis secara berkesinambungan terhadap masalah

tersebut. Pemerintah mengetahui bahwa penyebab permasalahan tersebut adalah karena masih

banyaknya masyarakat yang tidak tercakup dalam jaminan persalinan sehingga menyebabkan

masyarakat lebih memilih melakukan persalinan di non fasilitas kesehatan dan dibantu oleh

tenaga non kesehatan. Selain itu media massa juga mengambil peran di dalam alur kebijakan.

Media massa mampu menayangkan informasi-informasi terkait permasalahan AKI dan AKB

yang tinggi di Indonesia sehingga mengangkat isu/pokok permasalahan tersebut ke ranah publik.

Di Indonesia, terdapat pula mitra UNFPA yaitu Bappeda, Dinkes, Diknas, Biro Pembangunan

Perempuan, BKKBN, BPS, Komisi Penangggulangan AIDS, IFPDD, WCC dan Bappenas.

Dimana tugas-tugas dari para mitra UNFPA tersebut yakni mensosialisasikan MDGs ke anggota-

Page 21: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

anggota DPR sehingga isu mengenai MDG’s khususnya target keempat dan kelima untuk

menurunkan AKI menjadi dua pertiganya dan AKB menjadi tiga perempatnya di tahun 2015

dapat lebih diperhatikan pemerintah. Alur politik muncul ketika terpilihnya dr. Endang

Rahayusedyaningsih, M.PH, DR.PH sebagai menteri kesehatan Indonesia menggantikan menteri

kesehatan sebelumnya. Dr Endang melihat bahwa pelayanan kesehatan ibu dan anak perlu

menjadi prioritas karena AKI dan AKB di Indonesia sangat tinggi di Indonesia pada tahun 2007.

Sedangkan, melihat kenyataan bahwa Indonesia ingin mencapai MDGs tahun 2015 ke-4 dan ke-

5, maka untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB di Indonesia diperlukan suatu kebijakan

kesehatan ibu dan anak khususnya untuk meningkatkan kegiatan persalinan yang aman dan

dibantu oleh tenaga kesehatan terlatih. Selama ini untuk mengatasi masalah akses ke pelayanan

kesehatan telah diatasi oleh pemerintah Indonesia melalui program Jaminan Kesehatan

Masyarakat (JAMKESMAS). Namun program ini belum terbukti mampu menurunkan AKI dan

AKB di Indonesia. Menteri kesehatan RI, memandang bahwa diperlukan suatu reformasi dalam

bidang pembiayaan kesehatan khusus membantu ibu-ibu di Indonesia melahirkan dengan

bantuan tenaga kesehatan terlatih. Masuknya Jampersal ke agenda kebijakan disebabkan karena

bertemunya alur permasalahan, alur kebijakan dan alur politik di suatu titik yang disebut jendela

kebijakan. Hal ini juga diperkuat oleh adanya target MDG’s tahun 2015 untuk menurunkan AKI

dan AKB di Indonesia sehingga tercipta momentum yang tepat untuk memasukkan Jampersal ke

dalam agenda kebijakan. Pada kasus kebijakan Jampersal pengambilan keputusan oleh

pemerintah yaitu menggunakan model incremental dimana Jampersal hanyalah perluasan

kepesertaan dari Jamkesmas dan tidak hanya mencakup masyarakat miskin saja tetapi

masyarakat yang belum tercover jaminan kesehatan. Dalam hal pembentukan Jampersal, dari sisi

pemerintah terlihat tidak ada pro kontra dari badan eksekutif maupun legislatif, isu mengenai

tingginya AKI dan AKB yang tercantum di dalam MDG’s sebagai tujuan global yang harus

dicapai oleh Indonesia menyebabkan pemerintah cenderung akan memprioritaskan hal tersebut,

sehingga isu tersebut sangat mudah masuk sebagai agenda kebijakan hingga akhirnya dilahirkan

sebuah kebijakan Jampersal.

Pada dasarnya, program Jampersal dilaksanakan secara Top Down sesuai desentralisasi.

Dalam implementasinya, program jampersal dirancang dan didanai oleh pemerintah dan praktek

langsung program ini di masyarakat akan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan baik dokter

maupun bidan. Sehingga, dapat dikatakan pemerintah sebagai pembuat program tidak terlibat

dalam pelaksanaan Jampersal di masyarakat. Pada awalnya pemerintah seperti Kemenkes,

Page 22: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

Kemendagri, Kemensos, Kementrian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN dan KPA akan

membentuk program Jampersal. Program Jampersal tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 2562/MENKES/PER/XII/2011. Selanjutnya, untuk mendorong implementasi

program Jampersal pemerintah melakukan sosialisasi terkait adanya program Jampersal melalui

dinas kesehatan terkait yang mensosialisasikan program ini melalui fasilitas – fasilitas kesehatan

yang ada di wilayah kerja masing – masing. Selain itu, Kemenkes juga mengganggarkan dana

APBN tahun 2011 kepada 33 provinsi untuk program Jampersal sebesar Rp 922.793.246.000,00.

Setelah program Jampersal dibentuk oleh pemerintah pusat, selanjutnya program disosialisasikan

ke setiap Dinas Kesehatan Provinsi dan dana APBN yang dialokasikan pada Daftar Isian

Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk program Jampersal disalurkan ke Dinas Kesehatan

Provinsi. Dinkes provinsi akan menyelaraskan tarif pelayanan Jampersal yang tertera pada

petunjuk teknis dengan peraturan daerah dan membuat petunjuk teknis turunan. Program

Jampersal yang telah disesuaikan tersebut, kemudian disosialisasikan ke setiap Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota yang kemudian disosialisasikan ke puskesmas-puskesmas yang ada di

wilayahnya melalui surat edaran. Melalui surat edaran tersebut, setiap puskesmas akan

mengirimkan Plan of Action (POA) sebagai dasar perkiraan kebutuhan dana dari setiap

puskesmas. Selanjutnya, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan melakukan kerja sama berupa

perjanjian kerjasama (PKS) dengan dokter swasta dan bidan praktik mandiri (BPM) yang ada

wilayahnya untuk melaksanakan Jampersal. Berdasarkan hal tersebut, pihak puskesmas yang

mengirim POA dan pihak dokter swasta serta bidan dapat melaksanakan Jampersal, dimana dana

yang dikeluarkan untuk melaksanakan pelayanan Jampersal kepada ibu hamil akan diganti oleh

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setelah puskesmas, dokter dan bidan tersebut mengirimkan

klaim. Puskesmas, dokter swasta dan bidan yang melaksanakan program Jampersal akan

memberikan berbagai macam pelayanan sejak kehamilan sampai pelayanan pasca persalinan.

Jenis pelayanan Jampersal berupa pemeriksaan kehamilan (ANC) baik pada trimester I,II, dan

III, persalinan normal, pelayanan nifas dan pelayanan bayi baru lahir, pelayanan pra rujukan

pada komplikasi kebidanan dan neonatal, pelayanan penanganan pendarahan pasca keguguran,

persalinan per vaginam dengan tindakan emergensi dasar, pelayanan rawat inap untuk

komplikasi selama kehamilan, persalinan dan nifas serta bayi baru lahir, pelayanan rawat inap

untuk bayi baru lahir sakit, pelayanan tindakan pasca persalinan, pelayanan KB pasca persalinan

serta transport rujukan. Ibu hamil yang belum memiliki jaminan kesehatan dapat mengakses

pelayanan Jampersal dengan membawa fotocopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu

Page 23: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

Keluarga (KK). Apabila puskesmas maupun dokter swasta serta bidan yang menyelenggarakan

Jampersal tidak dapat mengatasi permasalahan ibu hamil tersebut, maka puskesmas, dokter

swasta dan bidan dapat merujuk pasien tersebut ke rumah sakit yang menyelenggarakan

Jampersal. Setelah, rumah sakit yang bersangkutan memberikan pelayanan kepada ibu hamil

tersebut, kemudian rumah sakit akan mengirimkan klaim kepada Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota untuk mengganti biaya pelayanan.

Pelaksanaan Jampersal sampai saat ini belum dapat dilaksanakan dengan baik, dimana masih

ditemukan beberapa permasalahan terkait pelaksanaan Jampersal itu sendiri. Salah satu

permasalahan tersebut yaitu kurangnya sosialisasi terkait adanya program Jampersal kepada

masyarakat. Kurangnya sosialisasi Jampersal baik dari pemerintah dan fasilitas kesehatan seperti

puskesmas menyebabkan masyarakat kurang mengetahui adanya program pelayanan persalinan

gratis. Oleh karena, kurangnya sosialisasi menyebabkan informasi yang ada di masyarakat

menjadi simpang siur, dimana masyarakat memiliki informasi yang minim dalam hal mengakses

pelayanan Jampersal sehingga masyarakat merasa kesulitan dalam mengakses pelayanan

Jampersal karena tidak memenuhi semua persyaratan. Selain itu, ketidakjelasan informasi dan

juga tata laksana bagi masyarakat dalam mengakses Jampersal mengakibatkan masyarakat kaya

ataupun masyarakat yang memiliki jaminan kesehatan juga ikut memanfaatkan program ini. Hal

ini dikarenakan tidak adanya tata laksana pengaksesan yang berguna untuk mengetahui bahwa

yang benar-benar memanfaatkan pelayanan ini hanya ibu hamil yang tidak memiliki jaminan

kesehatan atau ibu hamil miskin. Oleh sebab itu, sampai saat ini pelayanan Jampersal masih

belum dimanfaatkan sesuai dengan tujuannya untuk melayani ibu hamil miskin atau tanpa

jaminan kesehatan. Kemudian permasalahan lain yang ada yaitu banyaknya Bidan Praktik

Swasta (BPM) yang tidak mau melayani program Jampersal. Dalam hal ini, sebagian besar bidan

tersebut hanya mau merujuk pasien ke rumah sakit untuk mengakses pelayanan Jampersal. Hal

tersebut karena, dengan memberikan rujukan bidan mendapatkan uang senilai Rp 100.000,00

sedangkan apabila bidan tersebut melayani pelayanan persalinan normal, bidan hanya

mendapatkan dana senilai Rp 350.000,00 yang jauh dibawah standar pelayanan normalnya

senilai Rp 500.000,00. Selain itu, berbelit – belitnya birokrasi untuk mengganti biaya klaim atas

pelayanan Jampersal yang telah diberikan menyebabkan banyak bidan dan dokter swasta tidak

mau melayani pelayanan Jampersal. Dimana untuk mengganti biaya klaim tersebut, setiap

fasilitas kesehatan ataupun dokter, bidan swasta harus mengirimkan fotocopi KTP pasien dan

potocopi lembar buku KIA yang tercantum berbagai pelayanan Jampersal yang telah diberikan

Page 24: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

kepada pasien. Setelah persyaratan itu dilengkapi, selanjutnya dikirimkan kepada Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota kemudian akan diverifikasi sampai akhirnya akan dkirimkan uang

pengganti klaim tersebut. Proses yang berbelit – belit tersebut dan waktu yang lama untuk

menunggu penggantian uang klaim menyebabkan pihak dokter swasta dan bidan praktik mandiri

tidak melayani pelayanan Jampersal. Permasalahan lainnya yang timbul yakni ibu hamil dapat

mengakses Jampersal berkali – kali. Dimana, hal ini sedikit bertentangan dengan salah satu

tujuannya yakni untuk melayani program Keluarga Berencana. Dalam hal ini, belum terdapat

aturan yang jelas mengenai seberapa banyak seorang ibu hamil dapat mengakses pelayanan

Jampersal yang disesuaikan konteksnya dengan tercapainya program KB. Dimana dalam

program KB tersebut diharapkan sebuah keluarga kecil terdiri darai seorang ayah, ibu dan dua

orang anak. Akan tetapi, selama ini Jampersal melayani ibu hamil yang melahirkan lebih dari 2

kali dan sampai saat ini belum adanya aturan yang jelas mengenai hal terssebut.

3. Rekomendasi

Berdasarkan permasalahan di atas, terdapat beberapa rekomendasi/saran dalam mengatasi

masalah tersebut yaitu sebagai berikut :

Diperlukannya komitmen yang tinggi dari semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan

program Jampersal. Dimana hal ini dapat dilakukan dengan melakukan rapat koordinasi

untuk menyamakan visi dan misi serta menggalang komitmen yang tinggi baik dari

pemerintah pusat, pemerintah daerah, dinas kesehatan baik provinsi maupun

kabupaten/kota, fasilitas kesehatan termasuk pula praktisi swasta seperti dokter swasta

dan bidan praktik mandiri.

Untuk mengatasi permasalahan pada bidan swasta sebaiknya pemerintah daerah

melakukan kesepakatan dan perjanjian kerjasama dengan bidan swasta. Dimana

penggantian klaim atas pelayanan Jampersal oleh bidan dapat disesuaikan dengan

kapasitas pemerintah daerah untuk membayar dan pengeluaran bidan itu sendiri, sehingga

kedua belah pihak sama – samas diuntungkan. Dengan adanya kesepakatan dan

perjanjian kerjasama tersebut dapat meningkatkan jumlah bidan yang melayani program

Jampersal.

Untuk mengatasi lamanya masalah verifikasi klaim oleh pihak Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dapat dilakukan penambahan tim verifikator. Dimana dengan

Page 25: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

penambahan tim tersebut diharapkan dapat mengurangi waktu tunggu penggantian biaya

klaim fasilitas kesehatan dan juga praktisi swasta.

Untuk mengatasi permasalahan rendahnya informasi terkait Jampersal dan bagaimana

cara mengaksesnya dan ketidakjelasan program termasuk siapa saja yang dapat

mengaksesnya, pemerintah baik pusat maupun daerah dapat melakukan sosialisasi terkait

program. Sosialisasi dapat berupa tayangan iklan Jampersal di televisi, sosialisasi melalui

radio dan juga koran ataupun majalah, rapat koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

kepada fasilitas kesehatan dan praktisi swasta di wilayahnya, dan juga penyuluhan dari

fasilitas kesehatan ke masyarakat. Selain itu, fasilitas kesehatan juga dapat

memberdayakan masyarakat dengan membentuk kader dan bekerja sama dengan LSM

terkait untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat lain.

Selain itu, baik pemerintah pusat yakni Kemenkes dan juga pemerintah daerah baik Dinas

Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebaiknya melakukan

monitoring dan evaluasi secara berkala terkait pelaksanaan program. Monitoring dapat

dilakukan melalui pencatatan dan pelaporan pelayanan Jampersal serta inspeksi ke

fasiltas kesehatan dan praktisi swasta yang melayani program Jampersal. Dengan adanya

monitoring secara berkala ini, pemerintah dapat menemukan permasalahan dan hambatan

yang terjadi di wilayahnya dan dari hal tersebut dapat dilakukan evaluasi terhadap

pelaksanaan program baik berupa perbaikan ataupun penambahan beberapa aturan untuk

memperjelas tata laksana pelayanan Jampersal.

Page 26: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

Daftar Pustaka

Buse et al., 2005. Making Health Policy: Understanding Health Policy. Available at

http://samba.fsv.cuni.cz/~hava/Zdravotni%20politika%20ZS%202012/Studijni%20texty/BUSSE

%20MAYS%20WALT%202005%20Making%20Health%20Policy.pdf. Sitasi 14 Mei 2013

Choirunnisa, Sulistya. 2013. Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

2562/Menkes/Per/Xii/2011 Terkait Pelaksanaan Jaminan Persalinan Pada Fasilitas Kesehatan

Tingkat Pertama Melalui Bidan Praktik Mandiri. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Interaksi. 2011. Jampersal dan PDBK Wujud Konkret reformasi Kesehatan, Selamatkan

Ibu dan Bayi melalui Jampersal. Interaksi edisi I tahun 2011 hal.6

JICA (Japan International Cooperation Agency). Program Pemberdayaan Masyarakat

(CEP). http://www.jica.go.jp/indonesia/indonesian/activities/activity02.html. Diakses tanggal 18

Mei 2013.

Kementerian Dalam Negeri. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGRAN 2013.

http://webcache.googleusercontent.com/search?

q=cache:sJ5yzV8fYpAJ:bapeda.bandungkab.go.id/index2.php. Diakses tanggal 18 Mei 2013.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.

Kemenkes tahun 2011 hal 2-56

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Visi dan Misi

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

http://www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php?

option=com_content&view=article&id=46&Itemid=53. Diakses tanggal 18 Mei 2013.

Page 27: Analisis Kebijakan Kesehatan Jampersal Gabung

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Laporan : Persidangan

ke-52 Committee on Elimination of All Forms of Discrimination Against Women.

http://menegpp.go.id/V2/index.php/component/content/article/10-gender/405-laporan--

persidangan-ke-52-committee-on-elimination-of-all-forms-of-discrimination-against-women.

Diakses tanggal 18 Mei 2013.

Kementerian Sosial Republik Indonesia. Misi Kemsos.

http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=Depsos&op=misi. Diakses pada tanggal 18 Mei

2013.

Kementerian Sosial Republik Indonesia. Visi Kemsos.

http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=Depsos&op=visi. Diakses tanggal 18 Mei 2013.

Kesehatan Anak Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Upaya Percepatan

Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir di Indonesia. Diakses pada

http://www.kesehatananak.depkes.go.id/index.php?

option=com_content&view=article&id=82:u.. Sitasi 14 Mei 2013.

KPA (Komisi Penanggulangan AIDS). Visi dan Misi.

http://kpa-provsu.org/renc_visi.php. Diakses tanggal 18 Mei 2013.

Profil PKBI. http://www.pkbi-diy.info/index.php diakses tanggal 17 Mei 2013

Puba, Hastuty dan Wan Asrida. Pelaksanaan Program Jaminan Persalinan

(JAMPERSAL) Di Kota Pekanbaru Tahun 2011.

Trisnantoro,Laksono, Sigit Riyarto, Tudiono. 2011. Monitoring Pelaksanaan Kebijakan

BOK dan Jampersal do DIY, Papua dan NTT. PMPK UGM dan UNFPA. Sitasi

http://www.google.com/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&ved=0CEoQFjAE&url=http%3A%2F

%2Fkebijakankesehatanindonesia.net tanggal 17 Mei 2013

UNFPA Indonesia. 2013. Overview about UNFPA Indonesia. Available at

http://indonesia.unfpa.org/. Sitasi 17 Mei 2013