Analisis Jurnal Gadar D2

43
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN Anak merupakan individu yang berada dalam rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Rentang ini berbeda antara anak satu dengan yang lainnya. Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam proses perkembangannya anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial (Hidayat, 2005). Tidak sedikit diantaranya, anak-anak melakukan berbagai kegiatan atau aktivitas bermain yang dapat membahayakan dirinya seperti bermain dengan benda tajam, berlari-lari, memanjat dan lain- lain sehingga dapat melukai dirinya dan mengharuskan anak untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit. Yang menjadi kendala adalah adanya trauma pada anak ketika dilakukan tindakan medis sehingga menghambat proses penyembuhan atau proses tindakan yang akan dilakukan. Beberapa kasus yang sering dijumpai masyarakat seperti peristiwa yang menimbulkan trauma pada anak adalah cemas, marah, nyeri, dan lain-lain. Berdasarkan tahap perkembangan anak pada umumnya mengekspresikan nyeri dengan berekspresi verbal seperti “aduh”, “sakit”, memukul-mukul lengan dan kaki, berusaha mendorong stimulus menjauh sebelum nyeri terjadi Oleh karenanya, harus diberikan kesempatan atau cara dalam

Transcript of Analisis Jurnal Gadar D2

Page 1: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

BAB I

PENDAHULUAN

Anak merupakan individu yang berada dalam rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Rentang ini berbeda antara

anak satu dengan yang lainnya. Pada anak terdapat rentang perubahan

pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam proses

perkembangannya anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan

perilaku sosial (Hidayat, 2005). Tidak sedikit diantaranya, anak-anak melakukan

berbagai kegiatan atau aktivitas bermain yang dapat membahayakan dirinya

seperti bermain dengan benda tajam, berlari-lari, memanjat dan lain-lain sehingga

dapat melukai dirinya dan mengharuskan anak untuk mendapatkan perawatan di

rumah sakit. Yang menjadi kendala adalah adanya trauma pada anak ketika

dilakukan tindakan medis sehingga menghambat proses penyembuhan atau proses

tindakan yang akan dilakukan.

Beberapa kasus yang sering dijumpai masyarakat seperti peristiwa yang

menimbulkan trauma pada anak adalah cemas, marah, nyeri, dan lain-lain.

Berdasarkan tahap perkembangan anak pada umumnya mengekspresikan nyeri

dengan berekspresi verbal seperti “aduh”, “sakit”, memukul-mukul lengan dan

kaki, berusaha mendorong stimulus menjauh sebelum nyeri terjadi Oleh

karenanya, harus diberikan kesempatan atau cara dalam mengurangi nyeri yang

dirasakannya, seperti menggunakan peralatan yang sesuai untuk mengontrol stress

mereka. Dengan adanya kontrol diri, baik kecemasan dan rasa sakit akan

mengalami penurunan.

Proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan klien dengan

menghilangkan rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman. Apabila rasa nyeri tidak

dapat diatasi anak cenderung tidak kooperatif atau menolak prosedur tindakan

sehingga dapat menghambat proses penyembuhan. Karena itu prinsip atraumatic

care dalam merawat anak sakit sangat diutamakan. Salah satu penerapan prinsip

keperawatan atraumatic adalah meminimalkan rasa nyeri (Campbell & Don,

2001). Peran perawat dalam menerapkan prinsip atraumatic care pada anak

dilakukan melalui pendekatan tindakan atraumatic care. Adapun contoh dari

Page 2: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

pendekatan atraumatic care, antara lain: 1) memperkokoh hubungan dengan

orang tua, 2) menyiapkan anak sebelum prosedur, 3) mengalihkan perasaan takut

dan agresif (Wong, 2008).

Untuk mencapai perawatan tersebut perawat hendaknya berpegang

terhadap prinsip mencegah cedera atau mengurangi rasa nyeri yang dialami anak.

Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan

anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan secara cepat

akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya teknik distraksi,

relaksasi, back masase (Hidayat, 2005

Teknik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke

stimulus yang lain. Teknik ini bertujuan untuk mengalihkan perhatian anak yang

mengalami nyeri ketika akan dilakukan prosedur tindakan sehingga dapat

mengurangi rasa nyeri yang dialami. Beberapa contoh teknik distraksi yang dapat

diberikan kepada anak seperti memberikan musik sesuai pilihan, menonton video,

permainan, atau video kartun. Jadi dengan memberikan musik yang dipilih saat

akan dilakukan tindakan keperawatan seperti menjahit luka laserasi diharapkan

perhatiannya teralihkan oleh musik yang disukainya, sehingga nyeri yang dialami

dapat berkurang atau tindakan keperawatan dapat dilakukan tanpa hambatan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan analisis lebih

lanjut mengenai jurnal yang berjudul “Evaluation of Nonpharmacologic Methods

of Pain and Anxiety Management for Laceration Repair in the Pediatric

Emergency Department”.

Page 3: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

BAB II

ISI

2.1 RINGKASAN JURNAL

1. TUJUAN PENELITIAN

a. Tujuan Umum :

Untuk mengetahui perbedaan skala nyeri wajah pasien yang

diberikan intervensi dan yang tidak diberikan intervensi pada anak

10 tahun di ruang Unit Gawat Darurat anak

b. Tujuan Khusus :

Untuk mengetahui perbedaan karakteristik responden berdasarkan

demografi (usia, jenis kelamin, ras dan kelas di sekolah) dan

karakteristik yang berhubungan dengan laserasi yang dialami

(durasi perawatan luka, pengalaman dijarit luka sebelumnya,

lokasi luka, panjang luka, dosis anastesi lokal dan pendampingan

orangtua antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Untuk mengetahui perbedaan pengaruh teknik distraksi terhadap

intensitas nyeri anak pada kelompok intervensi dan kelompok

control dengan menggunakan skor Facial Pain Scale (FPS).

Untuk mengetahui perbedaan pengaruh teknik distraksi terhadap

distress nyeri orang tua pada kelompok intervensi dan kelompok

kontrol menggunakan skor Visual Analog Scale (VAS).

Untuk mengetahui perbedaan pengaruh teknik distraksi terhadap

kecemasan situasional anak pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol menggunakan skor State Trait Anxiety

Inventory for Children (STAIC).

Untuk mengetahui signifikansi pengaruh teknik distraksi terhadap

intensitas nyeri, distress nyeri orang tua dan kecemasan

situasional anak pada kelompok intervensi.

2. METODE DAN CARA PENELITIAN

Page 4: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

a. Populasi dan Subyek

Penelitian ini dilakukan di UGD dari 253 tempat tidur tersier

perawatan anak rumah sakit yang melayani populasi sebesar 2,5 juta

orang di 17 daerah pelayanan; mengevaluasi 65.000 pasien anak

setiap tahunnya. Semua pasien yang mengalami robekan dievaluasi

dan dirawat di atas kebijaksanaan staf medis di UGD menurut

protokol standar (Tabel 1). Subjek pada penelitian ini adalah Anak-

anak antara 6 dan 18 tahun yang mengunjungi ruang UGD untuk

perbaikan laserasi yang telah mengalami luka laserasi yang luas dan

mengenai epidermis hingga subkutan ± 5 cm, yang dapat diperbaiki

menggunakan teknik jahitan perbaikan dasar, telah terdaftar secara

prospektif antara Oktober 2003 dan Agustus 2004. Anak-anak yang

mengalami luka ganda, kompleks laserasi, atau laserasi yang terkait

dengan lainnya cedera dikeluarkan. Pasien yang tidak dapat

memahami atau berpartisipasi penuh dalam informed consent proses

atau studi protokol, apa pun alasannya, adalah tidak memenuhi syarat

untuk studi.

b. Prosedur dan Instrumentasi

The 7-point Facial Pain Scale (FPS) yang merupakan skala

yang dilaporkan-sendiri, digunakan untuk mengkaji skala nyeri

secara kuantitatif selama perawatan luka. FPS merupakan skala

ordinat yang memiliki rentang dari 0 (tidak nyeri) hingga 6 (sangat

nyeri). Skala ini telah divalidasi untuk mengukur intensitas nyeri

pada anak yang masuk UGD. Untuk mendapatkan pengukuran secara

kuantitatif dari distress nyeri, yang didefinisikan sebagai reaksi

emosional terhadap komponen sensoris nyeri, suatu skala analog

visual (visual analog scale / VAS) digunakan untuk mengukur

distress nyeri. Sebuah garis horizontal terdiri dari garis 100mm

dengan dua ujung yang mewakili rentang skala “tidak stress” hingga

“sangat stress”. Orangtua diminta untuk menanyakan persepsi

distress yang dialami anaknya, sebelum dan sesudah perawatan luka

menggunakan VAS.

Page 5: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

State Trait Anxiety Inventory for Children (STAIC) merupakan

skala standar untuk level kecemasan pada anak-anak yang

dilaporkan-sendiri. skala kecemasan STAIC digunakan dalam

penelitian ini untuk mengukur kecemasan situasional pada anak

sebelum dan setelah perawatan luka. Skala ini terdiri dari 20

pernyataan yang akan dijawab oleh anak untuk mengetahui apa yang

dirasakannya pada waktu tertentu. Pengukuran ini diharapkan

terdapat perubahan skor FPS, VAS dan STAIC yang dilaporkan

sebelum dan setelah perawatan luka.

c. Analisis Statistik

Perubahan skor antara kelompok intervensi dan nonintervensi

kemudian dibandingkan menggunakan test nonparametric Mann-

Whitney. Untuk mengkaji efek intervensi pada perubahan skor FPS,

VAS dan STAIC, digunakan analisa regresi linier multivariate.

Variabel intervensi, umur dan etnik pasien, kehadiran orangtua,

dosis anastesi local diukur menggunakan model regresi. Karena

durasi jaritan luka, panjang luka dan dosis anestesi secara signifikan

berhubungan antara satu dan lainnya (P < 0,05). Untuk semua tes

statistic digunakan level signivikansi P<0,05. Analisa statistic

menggunakan SPSS 12.0.

3. HASIL PENELITIAN

Terdapat 240 pasien yang digunakan dalam penelitian ini, dengan

120 pasien secara acak diberikan perawatan standar dan yang lainnya

diberikan perawatan standar yang dikombinasikan dengan intervensi

penelitian. Dengan pengecualian terhadap panjang laserasi, tidak

terdapat perbedaan secara signifikan dalam hal demografi ataupun

karakteristik klinis pada kedua kelompok.

Pemilihan Distraktor

Page 6: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

Pada anak yang berusia lebih kecil pada kelompok intervensi, 39%

memilih musik sebagai distraktor yang diikuti dengan videogames

(29%), video kartun (27%), gelembung (14%) dan buku (2%). Anak

yang lebih besar pada kelompok intervensi memilih music sebagai

distraktor (63%) diikuti dengan videogames (21%) dan video kartun

(16%). Secara keseluruhan, music dipilih oleh sebagian besar anak

sebagai distraktor (52%) diikuti dengan videogames (23,45). Anak

perempuan lebih banyak memilih untuk mendengarkan music

dibandingkan anak laki-laki (61% vs 43%; P=0.002). anak yang lebih

besar lebih memilih untuk mendengar music disbanding anak yang lebih

kecil (63% vs 39%; P=0.0002). anak yang lebih kecil memilih video

kartun lebih banyak dibandingkan dengan anak yang lebih besar (27% vs

16%; P=0.045).

Untuk anak dibawah 10 tahun

Test Mann-Whitney mengindikasikan perbedaan yang signifikan

(P=0.01) pada VAS antara kelompok intervensi dan nonintervensi.

Perbedaan pada skor FPS antara 2 kelompok tidak signifikan. Analisa

tambahan menunjukkan pada kelompok usia ini, tidak terdapat

perbedaan signifikan pada perubahan mean dalam skor FPS dan VAS

pre dan postprosedur antara anak laki dan perempuan.

Pad anak dibawah umur 10 tahun, tidak ada diantara variabel usia,

durasi penjahitan luka atau intervensi yang diberikan memberikan

perubahan skor FPS antara pre dan postprosedur. Model regresi yang

termasuk usia, durasi perawatan luka dan pemberian intervensi,

menunjukkan perubahan dalam mean skor VAS (F=5,94; P<0.05;

R2=0,12). Pada model ini, pemberian intervensi secara prediktif

(P=0.001) memberikan perubahan skor VAS antara skor pre dan

postprosedur, sedangkan variabel dari durasi penjahitan luka serta usia

tidak memberikan perubahan.

Untuk anak diatas 10 tahun atau lebih

Page 7: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

Dengan menggunakan Mann-Whitney tes, perubahan dalam skor

STAIC antara kelompok intervensi dan non-intervensi menunjukkan

angka yang signifikan (P< .001). Pada kelompok usia ini, variabel

adanya intervensi yang bukan hanya usia dan durasi perbaikan laserasi

diprediksi ikut ambil andil dalam perubahan skor STAIC. Pada model

regresi termasuk usia, lama perbaikan laserasi, dan adanya intervensi

yang dilakukan cukup beralasan untuk memprediksi perubahan dalam

rata-rata skor STAIC (F= 11,83; P< .001; Adjusted R2 0,2; Tabel 6).

Dalam model regresi yang sama, tidak adanya variabel usia, durasi

laserasi perbaikan, atau adanya intervensi diprediksi merubah skor VAS.

Dalam model regresi lain, durasi perbaikan laserasi diprediksi merubah

rata-rata FPS dengan koefisien α β 0,18 (t =2,04; P= .04), namun, usia,

lama perbaikan laserasi, dan kehadiran intervensi, yang termasuk dalam

model regresi ini, gagal dalam memprediksi perubahan rata-rata skor

FPS (F = 2,003; P= .12; adjusted R2= 0,02;Tabel 6). Independent sample

t tests gagal mengungkapkan perbedaan rata-rata perubahan statistik

signifikan terhadap skor FPS, VAS, dan STAIC sebelum procedure dan

setelah prosedur antara anak laki-laki dan perempuan dalam kelompok

ini.

2.2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2.1 Nyeri

a. Definisi nyeri

Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman,

baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan

yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila

seseorang pernah mengalaminya. Menurut International Association

for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan

emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan

aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya

kerusakan (Anonim, 2011).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Page 8: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang

mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap nyeri. Seorang

perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam

menghadapi klien yang mengalami nyeri. Hal ini sangat penting

dalam pengkajian nyeri yang akurat dan memilih terapi nyeri yang

baik.

(1) Usia

Usia adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri terutama

pada anak dan orang dewasa. Perbedaan perkembangan yang

ditemukan antara kedua kelompok usia ini dapat mempengaruhi

bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri.

Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan

kalau apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri.

Anak-anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak,

mempunyai kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan

mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat.

(2) Budaya

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan

apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Ekspresi nyeri

dapat dibagi kedalam dua kategori yaitu tenang dan emosi,

pasien tenang umumnya akan diam berkenaan dengan nyeri,

mereka memiliki sikap dapat menahan nyeri. Sedangkan pasien

yang emosional akan berekspresi secara verbal dan akan

menunjukkan tingkah laku nyeri dengan merintih dan menangis

(Marrie, 2002 dalam Anonim, 2011).

(3) Ansietas

Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan

meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam

semua keadaaan. Secara umum, cara yang efektif untuk

menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan

(4) Pengalaman masa lalu dengan nyeri

Page 9: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri

yang dialaminya, makin takut individu tersebut terhadap

peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan. Individu ini

mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya ia

ingin nyerinya segera reda sebelum nyeri tersebut menjadi lebih

parah. Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu tersebut

mengetahui ketakutan dapat meningkatkan nyeri dan

pengobatan yang tidak adekuat. Cara seseorang berespon

terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama

rentang kehidupannya. Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu

dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti pada nyeri

berkepanjangan atau kronis dan persisten.

(5) Keluarga dan support sosial

Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri

adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang

dalam keadaan nyeri sering bergantung pada keluarga untuk

mensupport, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran

keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri

semakin bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal khusus

yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri (Potter

& Perry, 2009).

(6) Pola koping

Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di

rumah sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara

terus-menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk

mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering

menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun

psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping individu

selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi

dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai

rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.

Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien

Page 10: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

mungkin tergantung pada support emosional dari anak-anak,

keluarga atau teman. Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat

meminimalkan kesendirian. Kepercayaan pada agama dapat

memberi kenyamanan untuk berdoa, memberikan banyak

kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang datang (Potter

& Perry, 2006).

c. Karakteristik perkembangan respon anak terhadap nyeri

(1) Anak prasekolah

a) Menangis keras, berteriak-teriak

b) Berekspresi verbal seperti “aduh”, “sakit”,

c) Memukul-mukul lengan dan kaki,

d) Berusaha mendorong stimulus menjauh sebelum nyeri

terjadi,

e) Tidak kooperatif; memerlukan restrain fisik,

f) Masih kurang dalam kemampuan kognitif sehingga dapat

menggunakan alat skor nyeri standard orang dewasa

(2) Anak sekolah

a) Dapat terlihat semua perilaku anak kecil terutama selama

prosedur yang menimbulkan nyeri namun berkurang saat

periode antisipasi,

b) Menunjukkan sikap berdalih seperti “tunggu sebentar”, “saya

belum siap”,

c) Rigiditas otot seperti mengepalkan tangan, jari memucat, gigi

bergemeretak, tubuh kaku, mata tertutup, dan dahi berkerut.

(Wong, 2008).

2.2.2 Kecemasan

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal

dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci”

yang berarti mencekik. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28)

mengatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk

memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu

bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai.

Page 11: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego

karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya

dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan

meningkat sampai ego dikalahkan. Taylor (1995) mengatakan bahwa

kecemasan ialah suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan

mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan

ketidakmampuan menghadapi masalah atau adanya rasa aman.

Perasaan yang tidak menyenangkan ini umumnya menimbulkan

gejala-gejala fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak jantung

meningkat, dan lain-lain) dan gejala-gejala psikologis (seperti panik,

tegang, bingung, tak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya).

Perbedaan intensitas kecemasan tergantung pada keseriusan ancaman

dan efekivitas dari operasi-operasi keamanan yang dimiliki

seseorang. Mulai munculnya perasaan-perasaan tertekan, tidak

berdaya akan muncul apabila orang tidak siap menghadapi ancaman.

a. Kecemasan Merupakan Pengalaman Emosional

Reaksi emosional/cemas terhadap situasi yang menekan

merupakan bagian dari pengalaman manusia sehari-hari. Kecemasan

memiliki tingkatan tertentu yaitu kecemasan yang wajar atau tidak.

Kecemasan yang wajar tidak akan mengganggu kehidupan manusia

sehari-hari, dan akan mendorong individu untuk lebih berhati-hati

dalam menghadapi situasi yang mengancam (Barstein, 1994).

Kecemasan dapat timbul ketika individu menghadapi pengalaman-

pengalaman baru seperti masuk sekolah, memulai pekerjaan baru

atau melahirkan bayi (Stuart & Sundeen, 1993). Kecemasan juga

merupakan sesuatu yang diperoleh dari belajar. Hal ini ditunjukkan

dengan kesukaran berfikir jernih dan bertindak secara efektif

terhadap tuntutan lingkungan (Mischel, 1991). Individu akan belajar

dari pengalaman kegagalan memenuhi tuntutan lingkungan yang

mengancam. Individu yang merasa terancam akan menimbulkan

kecemasan. Kecemasan sebagai sesuatu emosi yang muncul dari

pengalaman subyektif individu biasanya tidak dapat dikenali secara

Page 12: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

nyata. Hal ini berdasarkan pernyataan bahwa ”Emosi yang tidak

disertai dengan obyek yang spesifik biasanya dibangkitkan oleh

sesuatu yang tidak dikenal.”(Stuart & Sundeen, 1993). Kecemasan

merupakan perasaan subyektif yang dialami oleh individu. Hal ini

disebabkan oleh situasi-situasi yang mengancam sehingga

menyebabkan ketidakberdayaan individu (Freud, 1954). Kecemasan

pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai bagian dari respon

normal untuk mengatasi masalah sehari-hari. Kecemasan merupakan

suatu penyerta normal dari pertumbuhan, perubahan, pengalaman

sesuatu yang baru dan belum dicoba serta penemuan identitas diri

dan juga menemukan arti hidup. (Kaplan, dkk, 1996). Whitehead,

(1985) juga mengemukakan kecemasan sebagai pengalaman individu

yang timbul karena menghadapi konflik, ketegangan, ancaman

kegagalan, maupun perasaan tidak aman. Individu yang mengetahui

penyebab sumber kecemasannya merupakan suatu pertanda bahwa

kecemasan tersebut adalah suatu emosi yang wajar.

b. Kecemasan Merupakan Hasil dari Situasi yang Mengancam

Kecemasan ditandai dengan kekhawatiran, keprihatinan dan

rasa takut. Segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan

organisme dapat menyebabkan kecemasan (Atkinson, 1996). Situasi

yang mengancam meliputi ancaman fisik, ancaman terhadap harga

diri, dan tekanan untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan juga

dapat menyebabkan kecemasan. Kecemasan merupakan akibat dari

suatu konflik, ketegangan, ancaman kegagalan maupun perasaan

tidak aman (Whitehead, 1985). Individu yang merasa berada pada

suatu kondisi yang tidak jelas akan menimbulkan kecemasan,

contohnya: khawatir akan kehilangan orang yang kita cintai,

perasaan-perasaan bersalah dan berdosa yang bertentangan dengan

hati nurani, dan sebagainya (Kartono, 1981). Hal ini juga dinyatakan

Branca (1946), bahwa kecemasan merupakan perasaan yang tidak

menyenangkan karena individu mengalami frustasi dan

ketidakpastian tentang apa yang terjadi dimasa yang akan datang,

Page 13: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

juga adanya suatu ancaman tentang kegagalan dan rasa sakit yang

akan dialaminya. Kecemasan merupakan bagian dari kondisi

manusia yang dianggap mengancam keberadaan individu. Hal ini

dinyatakan (May, 1950) cemas merupakan afek atau perasaan yang

tidak menyenangkan dan dapat berupa ketegangan, rasa tidak aman

dan kekhawatiran yang timbul akibat sesuatu yang mengecewakan

serta ancaman terhadap keinginan pribadi. Kecemasan sebagai suatu

tanda bahaya yang membuat orang bersangkutan waspada dan

bersiap diri melakukan upaya untuk mengatasi ancaman yang

bersifat internal, dan tidak jelas. Kecemasan merupakan

pengantisipasian terhadap bahaya. Menurut Davidoff, (1987)

kecemasan adalah emosi yang dikarakteristikkan oleh keadaan

pemikiran dan pengantisipasian terhadap bahaya. Hal ini muncul

dikarenakan keputusasaan individu yang tidak mampu

menyelesaikan masalahnya (Hurlock, 1978). Kecemasan digunakan

untuk menggambarkan respon seseorang yang berada dalam bahaya.

Sumber bahaya tersebut tidak bisa diidentifikasi dengan jelas

(Chruden & Sherman, 1972). Kecemasan merupakan implementasi

rasa aman dari situasi yang mengancam.

c. Gejala Fisik, Psikologis, Sosial dari Kecemasan

Adanya gejala-gejala fisik maupun psikologis yang menyertai

kecemasan dapat dijelaskan sebagai berikut: gejala fisik meliputi

telapak tangan basah, tekanan darah meninggi, badan gemetar,

denyut jantung meningkat dan keluarnya keringat dingin. Hal ini

berdasarkan (Maramis, 1980; Sulistyaningsih, 2000) bahwa gejala-

gejala fisik yang menyertai kecemasan adalah palpitasi, keringat

dingin, telapak tangan basah, denyut jantung meningkat, serta

keluarnya keringat dingin.

Kecemasan merupakan respon terhadap kondisi stres atau

konflik. Rangsangan berupa konflik, baik yang datang dari luar

maupun dalam diri sendiri. Hal ini akan menimbulkan respon dari

sistem syaraf yang mengatur pelepasan hormon tertentu. Akibat

Page 14: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

pelepasan hormon tersebut, maka muncul perangsangan pada organ-

organ seperti lambung, jantung, pembuluh darah maupun alat-alat

gerak. Selain itu juga dapat memicu Sistem Simpatis sebagai

mekanisme pertahanan tubuh. Sistem ini menutup arteri-arteri yang

mengalir ke organ-organ yang tidak esensial untuk pertahanan.

Sistem simpatis ini mempersiapkan tubuh untuk menghadapi kondisi

darurat dan bahaya (Mongan, 2005:55) Individu yang mengalami

ancaman akan mengakibatkan perubahan-perubahan fisiologik dari

sistem endokrin. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerja dari

simpatik dan parasimpatik susunan syaraf otonom. Gangguan

hormonal inilah yang akan menyebabkan terjadinya perubahan

aktivitas metabolik di dalam tubuh (Simandjuntak, dkk, 1984)

Kecemasan akan melibatkan komponen kejiwaan maupun fisik. Hal

tersebut pada tiap individu bentuknya berbeda-beda. Gejala-gejala

tersebut merupakan akibat dari rangsangan sistem syaraf otonom

maupun viceral. Individu akan mengeluh sering kencing atau susah

kencing, mulas, mencret, kembung, perih di lambung, keringat

dingin, berdebar-debar, darah tinggi, sakit kepala, dan sesak nafas.

Ada faktor-faktor yang dapat menyebabkan individu mengalami

kecemasan. Faktorfaktor tersebut adalah keadaan biologis,

kemampuan beradaptasi/ mempertahankan diri terhadap lingkungan

yang diperoleh dari perkembangan dan pengalaman, serta adaptasi

terhadap rangsangan, situasi atau stressor yang dihadapi. Sumber

stressor/situasi yang dapat menyebabkan kecemasan didapatkan dari

lingkungan sosial. Lingkungan sosial mempunyai aturan-aturan,

kebiasaan, hukum-hukum yang berlaku di daerah tertentu. Hal inilah

yang menyebabkan individu harus dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan sosial yang ada. Individu yang tidak dapat menyesuikan

diri dengan norma/aturan dalam masyarakat akan menyebabkan

ketidakseimbangan dalam diri dan sosialnya, sehingga dapat

menimbulkan kecemasn (Simandjuntak, dkk, 1984).

2.2.3 Teknik Distraksi

Page 15: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

a. Definisi

Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain

sehingga dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri, bahkan

meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Teknik distraksi dapat

mengatasi nyeri berdasarkan teori aktivasi retikuler, yaitu

menghambat stimulus nyeri ketika seseorang menerima masukan

sensori yang cukup atau berlebihan, sehingga menyebabkan

terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak

dirasakan oleh klien). Stimulus sensori yang menyenangkan akan

merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan

oleh klien menjadi berkurang. Distraksi bekerja memberi pengaruh

paling baik untuk jangka waktu yang singkat, untuk mengatasi nyeri

intensif hanya berlangsung beberapa menit, misalnya selama

pelaksanaan prosedur invasif atau saat menunggu kerja analgesik.

Perawat dapat mengkaji aktivitas-aktivitas yang dinikmati klien

sehingga dapat dimanfaatkan sebagai distraksi. Aktivitas tersebut

dapat meliputi kegiatan menyanyi, berdoa, menceritakan foto atau

gambar dengan suara keras, mendengarkan musik, dan bermain.

Sebagian besar distraksi dapat digunakan di rumah sakit, di rumah,

atau padafasilitas perawatan jangka panjang.

b. Tujuan Teknik Distraksi

Tujuan penggunaan teknik distraksi dalam intervensi

keperawatan adalah untuk pengalihan atau menjauhi perhatian

terhadap sesuatu yang sedang dihadapi, misalnya rasa sakit (nyeri).

Sedangkan manfaat dari penggunaan teknik ini, yaitu agar seseorang

yang menerima teknik ini merasa lebih nyaman, santai, dan merasa

berada pada situasi yang lebih menyenangkan. Teknik distraksi ini

dapat digunakan untak memusatkan perhatian anak menjauhi rasa

nyeri. Teknik distraksi pada anak dapat sangat efektif dalam

mengurangi nyeri. Teknik distraksi yang paling disukai oleh anak-

anak, seperti melihat gambar di buku,meniup gelembung (blowing

bubbles), atau menghitung. Sentuhan, usapan, tepukan, atau

Page 16: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

mengayun dapat menjadi teknik distraksi yang baik pada anak yang

sedang dalam distres. Orangtua harus diajarkan teknik distraksi dan

didorong untuk mempertahankan anak mereka agar nyaman selama

mungkin. Melatih orangtua akan memberi mereka jalanuntuk

berpartisipasi dalam nyeri anaknya, serta memberi manfaat dalam

mengurangi kecemasan dan ansietas orangtua.

c. Prosedur Teknik Distraksi

Prosedur Teknik Distraksi berdasarkan jenisnya, antara lain:

(1) Distraksi visual

Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran,

melihat pemandangan,dan gambar termasuk distraksi visual.

(2) Distraksi pendengaran

Mendengarkan musik yang disukai, suara burung, atau gemercik

air. Klien dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan

musik yang tenang, seperti musik klasik. Klien diminta untuk

berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan

untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu, seperti

bergoyang, mengetukkan jari atau kaki (Tamsuri, 2007). Musik

merupakan salah satu teknik distraksi yang efektif. Musik dapat

menurunkan nyeri fisiologis, stress, dan kecemasan dengan

mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri. Musik terbukti

menunjukkan efek antara lain menurunkan frekuensi denyut

jantung, mengurangi kecemasan dan depresi, menghilangkan

nyeri, menurunkan tekanan darah, dan mengubah persepsi waktu.

Perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif di berbagai

situasi klinik. Klien umumnya lebih menyukai menampilkan

suatu kegiatan (memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau

mendengarkan musik). Musik yang sejak awal sesuai dengan

suasana hati klien, biasanya merupakan pilihan yang paling baik.

Musik klasik, pop, dan modern (musik tanpa vokal) digunakan

pada terapi musik. Musik menghasilkan perubahan status

kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang dan waktu. Musik

Page 17: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

harus didengarkan minimal 15 menit supaya dapat memberikan

efek teraupetik. Di keadaan perawatan akut, mendengarkan

musik dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya

mengurangi nyeri pascaoperasi klien. Berdasarkan penelitian

Moeloek (2005) dan A. Suci E., (2005), musik dapat

meningkatkan dan menstimulasi endorphin (hormon yang

berguna untuk menurunkan nyeri) serta mengatur hormon yang

berkaitan dengan stress yaitu adrenalin dan kortisol. Musik

memberikan stimulasi sensori yang menyenangkan sehingga

menyebabkan pelepasan endorphin. Salah satu jenis musik yang

banyak digunakan adalah musik klasik,seperti musik Mozart.

Dari sekian banyak karya musik klasik, sebetulnya ciptaan milik

Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) yang paling dianjurkan.

Beberapa penelitian sudah membuktikan. Menurut penelitian Dr.

Alfred Tomatis dan DonCampbell, musik mozart dapat

mengurangi tingkat ketegangan emosi atau nyeri fisik. Mereka

mengistilahkan sebagai “Efek Mozart”. Dibanding musik klasik

lainnya, melodi dan frekuensi yang tinggi pada karya-karya

Mozart mampu merangsang dan memberdayakan daerah kreatif

dan motivatif di otak. Yang tak kalah penting adalah kemurnian

dan kesederhaan musik Mozart itu sendiri. Namun, tidak berarti

karya komposer klasik lainnya tidak dapat digunakan (Andreana,

2006). Sebenarnya bukan hanya musik karya Mozart saja yang

mempunyai efek mengagumkan, tetapi semua musik yang

berirama lembut serta mampu menenangkan suasana juga

diidentifikasi memiliki efek Mozart (Alatas,2007). Selain itu,

penelitian A. Suci E. (2005) juga membuktikan bahwa teknik

distraksi musik dengan menggunakan musik anak-anak memiliki

efektivitas yang lebih tinggi dalam menurunkan nyeri pada anak-

anak. Cara-cara yang dianjurkan dalam menggunakan musik

untuk mengontrol nyeri secara efektif:

Page 18: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

Pilih musik yang sesuai dengan selera klien, perawat

mempertimbangkan usia dan latar belakang

Gunakan earphone supaya tidak mengganggu klien atau staf

yang laindan membantu klien berkonsentrasi pada musik

Pastikan tombol-tombol kontrol di radio atau pesawat tape

mudah ditekan, dimanipulasi, dan dibedakan

Minta anggota keluarga untuk membawa pesawat tape dari

rumah

Apabila nyeri yang klien rasakan akut, kuatkan volume

musik. Apabila nyeri berkurang volumenya dapat dikurangi

Apabila tersedia musik latar, pilih jenis musik umum yang

sesuai dengan keinginan klien

Minta klien berkonsentrasi pada musik dan mengikuti irama

denganmengetuk-ngetukkan jari atau menepuk-nepuk paha

Hindari interupsi yang diakibatkan cahaya yang remang-

remang dan hindari menutup gorden atau pintu

Instruksikan klien untuk menganalisa musik “Nikmati musik

ke mana pun musik membawa Anda”

Tinggalkan klien sendirian ketika mereka mendengarkan

musik

(3) Distraksi pernapasan

Cara pertama, yaitu bernapas ritmik. Anjurkan klien untuk

memandang fokus pada satu objek atau memejamkan mata, lalu

lakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan satu

sampai empat (dalam hati), kemudian menghembuskan napas

melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai

empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada

sensasi pernapasan dan terhadap gambar yang memberi

ketenangan, lanjutkan teknik ini hingga terbentuk pola

pernapasan ritmik. Cara kedua, yaitu bernapas ritmik dan

massase, instruksikan klien untuk melakukan pernapasan ritmik

dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian

Page 19: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau

gerakan memutar di area nyeri. Pernapasan dalam adalah teknik

yang termudah digunakan pada anak kecil. Anak diinstruksikan

mengambil napas dalam melalui hidung dan meniup keluar

melalui mulut. Sambil menghitung respirasi anak, perhatian

dapat dipusatkan pada pernapasannya. Bagi anak usia sekolah,

dengan meminta mereka menahan napas sewaktu prosedur yang

menyakitkan akan memindahkan perhatian mereka pada

pemapasannya dan bukan pada prosedurnya. Meminta anak

"meniup keluar nyeri" telah didiskusikan sebagai alat distraksi

yang efektif (French, Painter and Coury, 1994).

(4) Distraksi intelektual

Distraksi intelektual dapat dilakukan dengan mengisi teka-teki

silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat tidur),

seperti mengumpulkan perangko atau menulis cerita. Pada anak-

anak dapat pula digunakan teknik menghitung benda atau barang

di sekeliling.

(5) Imajinasi terbimbing

Imajinasi terbimbing merupakan kegiatan klien membuat suatu

bayangan yang menyenangkan dan mengonsentrasikan diri pada

bayangan tersebut, serta berangsur-angsur membebaskan diri dari

perhatian terhadap nyeri.

(6) Teknik sentuhan

Distraksi dengan memberikan sentuhan pada lengan, mengusap,

atau menepuk-nepuk tubuh klien. Teknik sentuhan dapat

dilakukan sebagai tindakan pengalihan atau distraksi. Tindakan

ini dapat mengaktifkan saraf lainnya untuk menerima respons

atau teknik gateway control. Teknik ini memungkinkan impuls

yang berasal dari saraf yang menerima input sakit atau nyeri

tidak sampai ke medulla spinalis sehingga otak tidak menangkap

respons sakit atau nyeri tersebut. Impuls yang berasal dari input

saraf nyeri tersebut diblok oleh input dari saraf yang menerima

Page 20: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

rangsang sentuhan karena saraf yang menerima sentuhan lebih

besar dari saraf nyeri.

2.3 ANALISIS JURNAL

Dari jurnal yang kami analisis, didapatkan bahwa secara

keseluruhan, musik dipilih oleh sebagian besar anak sebagai distraktor

(52%). Adapun hasil dari penelitian dalam jurnal yaitu teknik distraksi tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan intensitas nyeri pada

anak. Teknik distraksi hanya berhubungan dengan penurunan distress nyeri

yang dirasakan orangtua (pada kelompok anak usia kurang dari 10 tahun)

dan pengurangan kecemasan situasional (pada kelompok anak usia 10 tahun

lebih).

Hal tersebut dapat dikaitkan dengan teori yang dikemukan oleh

Potter & Perry (2009) dimana disebutkan bahwa usia adalah variabel

penting yang mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang dewasa.

Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok usia ini

dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap

nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan kalau

apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang

belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan

mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua

atau perawat.

Namun, hal ini kurang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Moeloek (2005) dan A. Suci E., (2005), yang menyebutkan bahwa musik

dapat meningkatkan dan menstimulasi endorphin (hormon yang berguna

untuk menurunkan nyeri) serta mengatur hormon yang berkaitan dengan

stress yaitu adrenalin dan kortisol. Musik memberikan stimulasi sensori

yang menyenangkan sehingga menyebabkan pelepasan endorphin. Salah

satu jenis musik yang banyak digunakan adalah musik klasik,seperti musik

Mozart. Menurut penelitian Dr. Alfred Tomatis dan Don Campbell, musik

mozart dapat mengurangi tingkat ketegangan emosi atau nyeri fisik. Mereka

mengistilahkan sebagai “Efek Mozart”. Selain itu, penelitian A. Suci E.

Page 21: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

(2005) juga membuktikan bahwa teknik distraksi musik dengan

menggunakan musik anak-anak memiliki efektivitas yang lebih tinggi dalam

menurunkan nyeri pada anak-anak.

Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian seseorang pada

sesuatu selain pada nyeri, dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan

mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik

kognitif efektif lainnya (Arntz, dkk.,1991; Devine, dkk., 1990). Distraksi

sangat baik dilakukan sebelum timbul nyeri ataupun segera setelah nyeri

timbul. Distraksi tidak dapat dipakai terus-menerus untuk periode lama

karena dapat menyebabkan peningkatan fatigue dan nyeri secara bersamaan.

Distraksi dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem

control desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang

ditransmisikan ke otak.

Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk

menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Peredaan nyeri

secara umum dapat meningkat dalam hubungan langsung dengan partisipasi

aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang dipakai, dan minat

individu dalam stimuli. Karenanya, stimulasi penglihatan, pendengaran, dan

sentuhan akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi

satu indera saja. Penggunaan teknik distraksi apabila disertai dengan

kunjungan dari keluarga dan teman-teman, akan sangat efektif dalam

meredakan nyeri. Efektivitas distraksi pada masing-masing orang akan

berbeda-beda. Bagi beberapa orang, melihat film layar lebar dengan

"surround sound" atau melalui head-phone dapat efektif (berikan yang dapat

diterima oleh pasien). Orang lainnya mungkin akan mendapat peredaan

melalui permainan dan aktivitas (misalnya catur) yang membutuhkan

konsentrasi. Tidak semua pasien mencapai peredaan melalui distraksi,

terutama mereka yang dalam nyeri hebat. Dengan nyeri yang hebat, pasien

mungkin tidak dapat berkonsentrasi cukup baik untuk ikut serta dalam

aktivitas mental atau fisik yang kompleks.

Page 22: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

2.4 IMPLIKASI KEPERAWATAN

Dari hasil analisis jurnal di atas dapat dijabarkan beberapa implikasi

keperawatan yang sangat penting diperhatikan khususnya pada anak yang

menjalani perawatan luka laserasi di instalasi rawat darurat, antara lain:

1. Caring

Disebutkan dalam teori, Caring is a universal phenomenon that

influence the ways in which people think, feel and behave in relation to

one another. Catatan dari Benner dan Wrubel : “Caring creates

Possibility”, dimana disini menjelaskan bahwa perhatian yang diberikan

oleh seorang perawat kepada si penderita dapat mensukseskan program

pengobatan yang diberikan. (Potter, 2001 : 108). Terlebih bagi pasien

anak seperti pada sampel dalam penelitian jurnal ini, dimana dampak

dari luka laserasi yang mereka alami seringkali membuat mereka

mengalami nyeri, merasa cemas, dan juga berpengaruh terhadap

distress orang tua.

Perhatian yang dimaksud dalam hal ini adalah dengan

menerapkan teknik komunikasi terapeutik kepada pasien untuk

mengkaji keluhan yang dirasakan dalam hal ini intensitas nyeri,

kecemasan, dan distress orang tua secara komprehensif dan juga

memikirkan bagaimana penanganan pasien tersebut berdasarkan

intervensi mandiri yang dapat dilakukan oleh perawat. Pemberian terapi

nonfarmakologis dalam penatalaksanaan nyeri seperti teknik distraksi,

relaksasi, maupun back masage hendaknya tidak dibaikan dan dapat

diaplikasi dalam pemberian asuhan keperawatan khususnya di instalasi

rawat darurat karena dengan pendekatan dan perhatian yang tulus oleh

perawat diharapkan pasien anak dan orang tua akan lebih kooperatif

dalam proses perawatan yang dijalaninya sehingga nantinya

menghasilkan outcome yang optimal terkait dengan kesembuhannya.

2. Pendekatan Psikologis dan Support Sistem

Dalam hal ini peran perawat adalah untuk memaksimalkan

fungsi support sistem yang ada dengan memberikan dukungan dan

tambahan informasi kepada keluarga ataupun kelompok pendukung

Page 23: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

yang dapat memberikan dukungan keberhasilan pengobatan dan

perawatan yang lebih baik pada pasien anak yang sedang menjalani

pewatan luka laserasi. Karena dukungan keluarga bagi pasien

merupakan faktor yang sangat penting.

Dukungan keluarga menurut Friedman (1998) sangatlah

penting, karena keluarga merupakan bagian dari pasien yang paling

dekat dan tidak dapat dipisahkan terlebih pada pasien anak yang masih

sangat bergantung terhadap orang tua atau keluarganya. Pasien akan

merasa senang dan tentram apabila mendapat perhatian dan dukungan

dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut akan menimbulkan

kepercayaan dirinya untuuk menghadapi atau mengelola penyakitnya

dengan lebih baik, serta mau menuruti saran - saran yang diberikan oleh

keluarga untuk menunjang pengelolaan penyakitnya. Dukungan

keluarga juga akan mengurangi ketakutan dan kegelisahan pada pasien

anak yang menjalani perawatan luka laserasi khususnya di instalasi

rawat darurat (Ekhoregowo, 2006 : 8).

Page 24: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Banyak faktor yang mempengaruhi nyeri yang dirasakan oleh pasien

seperti usia, budaya, ansietas, pengalaman masa lalu dengan nyeri,

keluarga dan support sosial serta pola koping yang dimiliki oleh

masing-masing individu.

2. Terdapat banyak teknik distraksi yang dapat digunakan untuk

mengurangi nyeri, diantaranya visual, pendengaran, pernapasan dalam,

intelektual, terbimbing, dan sentuhan. Yang mana masing-masing

teknik distraksi disesuaikan kembali dengan tahap perkembangan

individu masing-masing dan penerimaan yang lebih efektif dirasakan

oleh individu tersebut.

3. Dari hasil analisis diperoleh bahwa penggunaan teknik distraksi efektif

untuk anak yang berusia diatas 10 tahun sedangkan pada anak yang

kurang dari 10 tahun teknik distraksi ini kurang berpengaruh secara

signifikan terhadap penurunan intensitas nyeri yang dirasakan anak

yang menjalani perawatan luka laserasi.

4. Penggunaan teknik distraksi efektif untuk mengurangi kecemasan anak

dan distress orang tua anak yang menjalani perawatan luka laserasi.

3.2 SARAN

1. Bagi petugas kesehatan diharapkan mampu menerapkan teknik

distraksi sebagai intervensi mandiri perawat dalam merawat pasien

anak serta mampu mengevaluasi penatalaksaan nyeri lainnya yang

paling efektif digunakan khusunya di instalasi rawat darurat.

2. Bagi pihak rumah sakit, diharapkan mampu menyediakan peralatan

ataupun mainan anak-anak yang mampu mengalihkan persepsi nyeri

yang dialaminya ketika dilakukan tindakan medis. Berikan informasi

ataupun pembekalan tentang pentingnya pengalihan nyeri ketika

merawat pasien anak sehingga tindakan medis dapat dilaksanakan.

Page 25: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

3. Bagi peneliti selanjutnya, penilaian terhadap intensitas nyeri sebaiknya

diperluas tidak hanya menggunakan Facial Pain Scale (FPS), namun

juga menilai respon-respon fisiologis tubuh seperti perubahan pada

suhu tubuh, frekuensi jantung, dan tekanan darah saat sebelum dan

setelah dilakukan prosedur invasif. Selain itu faktor-faktor yang

mempengaruhi intensitas nyeri lainnya seperti usia, pengalaman masa

lalu dengan nyeri, pola koping pasien, dan dukungan orang tua atau

keluarga agar tetap dikontrol sehingga faktor-faktor bias dapat

diminimalisasi.

Page 26: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003. Heritage dari JIPT Universitas Muhammadiyah Malang,

Pengaruh Bermain Terhadap Pemasangan Infus Pada Anak (Studi Kasus

di BRSD Kepanjen Malang), http://www.google.com akses 2 Juli 2007

Anonim, 2011. Nyeri Pada Anak Yang dilakukan Prosedur Invasif,

http://repository.usu.ac.id akses 13 November 2011

Benson, H.M.D. 2000. Dasar-dasar Respon Relaksasi: Bagaimana

menggabungkan respon Relaksasi dengan Keyakinan Pribadi Anda.

Bandung: Mizan.

Betz, C.L. & Sowden, L.A., 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, hal. 507-

611, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Brunner & Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah, hal 211-24-, Edisi 8,

Volume 1. Jakarta: EGC.

Campbell. 2001. Efek Mozart : Memanfaatkan Kekuatan Musik Untuk

Mempertajam Pikiran, Meningkatkan Kreativitas dan Menyehatkan

Tubuh. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Elizabeth A., Henny S., Windy R., 2003. Perbedaan Intensitas Nyeri Saat

Pemasangan Infus Pada Anak Usia Pra Sekolah Yang Diberikan Terapi

Musik Dengan Yang Tidak Diberikan Terapi Musik di Ruang Irene I-II RS

Santo Borromeus Bandung, Majalah Keperawatan Universitas Padjajaran,

Bandung, Edisi Maret-September, Volume 5, Nomor 8, hal. 21-31.

Guyton & Hall, 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11, Jakarta: EGC.

Hermawati. “Karakteristik Nyeri pada Ibu Inpartu Kala 1 Antara yang Diberi

DistraksiMusik Klasik dan Massase dengan yang Diberi Massase Saja di

Rumah Bersalin Gratis Kepatihan Kulon Jebres Surakarta”.

etd.eprints.ums.ac.id/4451/1/ J210070094.pdf. (diakses tanggal 25 Februari

2010)

Nursalam,dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan

Bidan). Jakarta : Salemba Medika.

Potter, Patricia A., & Anne Griffin Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental

Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4, Volume II. Jakarta: EGC.

Page 27: Analisis Jurnal Gadar D2

Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012

Potter & Perry, 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi keempat,

Jakarta: EGC.

Potter & Perry, 2009. Fundamental Keperawatan. Buku satu. Edisi ketujuh,

Jakarta: Salemba Medika.

Purwanto & Zulaekah, 2007.Pemgaru Pelatiahan Relaksasi Religius Untuk

Mengurangi Gangguan Insomnia,(Online) (Sebastian Schmieg blog

@wordPress.com, diakses 13 November 2011).

Qittun. “Tehnik Distraksi” http://qittun.blogspot.com/2008/10/tehnik-

distraksi.html.(diakses tanggal 25 Februari 2010)

Smeltzer, S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Brunner & Suddarth.

Edisi 8. Volume 1. Jakarta: EGC.

Supartini, Y., 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, hal.187-201,

Jakarta: EGC.

Tulaar, Angela B.M. “Memperoleh Kembali Fungsi Pada Anak Dengan Kanker”.

http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?IDNews=392.

(diakses pada 27 Februari 2010, pukul 19:30 WIB)

Wong, D.L., 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, hal 295-327, 385-

409, Edisi 4, Jakarta: EGC.