ANALISIS JUMLAH KROMOSOM BIJI UNGU HASIL … · Pipit, Mbak Diy, Dian, Cicin, Teh Pera, Mbak...

19
ANALISIS JUMLAH KROMOSOM BIJI UNGU HASIL PERSILANGAN JAGUNG VARIETAS PULUT DENGAN BC2 PUTATIF PENGINDUKSI HAPLOID DAN HASIL PERLAKUAN KOLKISIN ISNIANI MUFTIARSARI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Transcript of ANALISIS JUMLAH KROMOSOM BIJI UNGU HASIL … · Pipit, Mbak Diy, Dian, Cicin, Teh Pera, Mbak...

ANALISIS JUMLAH KROMOSOM BIJI UNGU HASIL PERSILANGAN

JAGUNG VARIETAS PULUT DENGAN BC2 PUTATIF PENGINDUKSI

HAPLOID DAN HASIL PERLAKUAN KOLKISIN

ISNIANI MUFTIARSARI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

ABSTRAK

ISNIANI MUFTIARSARI. Analisis Jumlah Kromosom Biji Ungu Hasil Persilangan Jagung

Varietas Pulut dengan BC2 Putatif Penginduksi Haploid dan Hasil Perlakuan Kolkisin. Dibimbing

oleh ENCE DARMO JAYA SUPENA dan IKA MARISKA.

Metode Bulbosum sangat berpotensi untuk menghasilkan tanaman haploid pada tanaman

jagung. Perkembangan metode Bulbosum pada jagung di Indonesia telah dilakukan sampai tahap

inisiasi yakni persilangan tanaman budidaya dengan galur penginduksi haploid. Penelitian ini

bertujuan melakukan analisis kromosom terhadap biji ungu hasil persilangan varietas Pulut dengan

BC2 putatif penginduksi haploid dan hasil perlakuan kolkisin secara in vitro. Jumlah kromosom

biji jagung ungu hasil persilangan tersebut adalah bukan haploid (x=10) tetapi diploid (2n=2x=20).

Pengaruh kolkisin dengan konsentrasi dan lama perlakuan yang berbeda terhadap level ploidi tidak

dapat diamati pada penelitian ini karena kematian terjadi pada hampir seluruh biji dan kecambah

jagung yang digunakan. Penggandaan jumlah kromosom hanya terjadi pada satu individu hasil

perlakuan akar kecambah dengan konsentrasi kolkisin 0,06% selama 6 jam, yakni menjadi

tetraploid (2n=4x=40), tetapi tanaman tidak dapat bertahan hidup sampai penanaman di rumah

kaca. Satu-satunya tanaman yang bertahan hidup setelah perlakuan kolkisin sampai penanaman di

rumah kaca ialah tetap diploid dengan sifat morfologis dan anatomis yang tidak berbeda dari

tanaman kontrol.

ABSTRACT

ISNIANI MUFTIARSARI. Chromosome Number Analysis of Purple Seed from a Cross Between

Pulut Corn and BC2 Putative Haploid Inducer and from Colchicine Treatment. Supervised by

ENCE DARMO JAYA SUPENA and IKA MARISKA.

Bulbosum method is very potential to produce haploid plant of maize. The development

of Bulbosum method in Indonesia was done until initial step, that is cross between local variety

with haploid inducer line. This research was conducted to analyze the chromosome number of

purple seed from a cross between Pulut and BC2 putative haploid inducer and from in vitro

colchicine treatment. The chromosome number of these purple seed were found not haploid (x=10)

but diploid (2n=2x=20). The effect of colchicine with different concentrations and durations of

treatment to ploidy level was not be able to be observed, because death happened at almost all of

the seeds and seedlings treated. Chromosome doubling was found at treatment of seedling root by

colchicine concentration of 0.06% for 6 hours, that is became tetraploid (2n=4x=40), but the plant

could not survive until planting in greenhouse. The only plant survived after colchicine treatment

until planting in greenhouse was still diploid with morphological and anatomical characters which

were not different from control plants.

ANALISIS JUMLAH KROMOSOM BIJI UNGU HASIL PERSILANGAN

JAGUNG VARIETAS PULUT DENGAN BC2 PUTATIF PENGINDUKSI

HAPLOID DAN HASIL PERLAKUAN KOLKISIN

ISNIANI MUFTIARSARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

Judul : Analisis Jumlah Kromosom Biji Ungu Hasil Persilangan Jagung

Varietas Pulut dengan BC2 Putatif Penginduksi Haploid dan

Hasil Perlakuan Kolkisin

Nama : Isniani Muftiarsari

NIM : G34051891

Disetujui oleh,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si. Dr. Ir. Ika Mariska, APU

NIP. 19641002 198903 1 002 NIP. 19491027 197903 2 001

Diketahui oleh,

Ketua Departemen Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor,

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.

NIP. 19641002 198903 1 002

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt atas segala rahmat dan karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil penulis selesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu

dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang karena perjuangan beliau, penulis menempuh

jalan yang benar. Karya ilmiah ini ditulis berdasarkan penelitian yang dilaksanakan bulan Maret

sampai Oktober 2009 di Laboratorium Kultur In Vitro Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan

(Kelti BSJ), Balai Besar Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-

Biogen). Penelitian ini termasuk ke dalam rangkaian proyek penelitian Kelti BSJ untuk

mendapatkan tanaman jagung haploid ganda di bawah tanggung jawab Dr. Ir. Ika Mariska, APU.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si. dan

Dr. Ir. Ika Mariska, APU atas bimbingan, ilmu, nasehat, waktu, dan perhatian yang diberikan

selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini, serta Dr. Ir. R. R. Dyah Perwitasari, M.Sc.

selaku penguji yang telah memberikan saran dalam perbaikan karya ilmiah ini, juga Ibu Mia

Kosmiatin, M.Si. dan Teti Mardyatul Khibtiah atas bantuan yang tidak terkira besarnya. Penulis

juga menyampaikan terima kasih kepada Kepala BB-Biogen yang telah memberikan kesempatan

dan fasilitas kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini; serta kepada Pak Joko, Mas Anto,

Pak Iman, Pak Hafidz, Ade, Mawid, Rohmat, teman-teman Biologi UNJ, Reni, Xenia, Shabrina,

Asri, Mbak Retno, dan seluruh staf Laboratorium dan Rumah Kaca Kelti BSJ, Laboratorium Kelti

Mikrobiologi BB-Biogen, dan Laboratorium Biologi Terpadu IPB atas fasilitas dan bantuan

selama penelitian.

Ucapan terima kasih terbesar penulis sampaikan kepada Bunda, Ayah, A Feisal, dan De

Hiban atas cinta, doa, perhatian, dan dukungannya; kepada Bu Dorly, Bu Yudhiwanti, Kak Arif,

Kak Erma, Hapshoh, dan Hida atas saran dan bantuannya; juga kepada Intan, Nani, Uni Iil, Mbak

Pipit, Mbak Diy, Dian, Cicin, Teh Pera, Mbak Nindha, Mbak Maria, Teh Neng, Uni Zikra, Hani,

Citra, Suci, Orie, Dewi, Rinay, Yeni, Izza, Mafri, Upik, Resti, Istirokhah, dan Khairil atas doa dan

dukungannya. Terima kasih juga kepada teman-teman Biologi 41, 42, 43, 44, dan 45 yang selalu

memberikan perhatian dan dukungan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, baik bagi penulis, pembaca dari kalangan akademis,

maupun masyarakat secara luas. Amin.

Bogor, Juni 2010

Isniani Muftiarsari

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada 20 Juli 1987, dari ayah Jojo Nuryanto, M.Hum.

dan ibu Titin Setiartin, M.Pd., dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis mengenyam pendidikan di SMA Negeri 1 Tasikmalaya (2002-2005). Pada tahun

2005, penulis lulus seleksi Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun 2006, penulis

diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut

Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi, yakni Badan

Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) IPB periode 2006-2007 dan 2007-2008, Himpunan

Mahasiswa Biologi (Himabio) FMIPA-IPB periode 2006-2007 dan 2007-2008, serta Ikatan

Himpunan Mahasiswa Biologi Indonesia (Ikahimbi) periode 2007-2009. Penulis juga menjadi

asisten praktikum Biologi Dasar pada tahun ajaran 2008-2009 dan 2009-2010 serta Anatomi dan

Morfologi Tumbuhan pada tahun ajaran 2009-2010. Penulis melaksanakan kegiatan Praktik

Lapangan pada tahun 2008 di PT Sinar Inesco Perkebunan Teh Sambawa, Taraju, Tasikmalaya.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .......................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. viii

PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

BAHAN DAN METODE ............................................................................................... 1

Waktu dan Tempat .................................................................................................... 1

Bahan Tanaman ........................................................................................................ 2

Metode ...................................................................................................................... 2

Penggandaan Jumlah Kromosom in vitro dengan Kolkisin ...................................... 2

Analisis Sitologi ........................................................................................................ 2

Analisis Morfologi .................................................................................................... 2

Analisis Anatomi ...................................................................................................... 2

HASIL ............................................................................................................................ 3

Jumlah Kromosom dan Daya Hidup ......................................................................... 3

Analisis Morfologi .................................................................................................... 4

Analisis Anatomi ...................................................................................................... 4

PEMBAHASAN ............................................................................................................. 5

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................ 6

Simpulan ................................................................................................................... 6

Saran ......................................................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 6

LAMPIRAN ................................................................................................................... 8

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hubungan perlakuan kolkisin terhadap daya hidup dan level ploidi biji dan

kecambah jagung ....................................................................................................... 3

2 Hubungan perlakuan kolkisin terhadap morfologi tanaman jagung pada umur 7

minggu setelah tanam (MST) ..................................................................................... 4

3 Jumlah dan rasio jumlah biji hasil selfing tanaman jagung ........................................ 5

4 Ukuran dan kerapatan stomata jagung kontrol dan perlakuan biji K0,03%; 24 jam .. 5

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kematian biji dan kecambah pasca perlakuan kolkisin ............................................. 4

2 Jumlah kromosom tanaman jagung biji ungu hasil perlakuan akar kecambah

K0,06%; 6 jam sebelum dan setelah perendaman dengan kolkisin ........................... 4

3 Jagung hasil penyerbukan sendiri tanaman diploid ................................................... 5

4 Kerapatan stomata tanaman jagung biji ungu diploid ............................................... 5

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Komposisi media MS (Murashige & Skoog 1962) .................................................. 9

2 Pembuatan larutan kolkisin ....................................................................................... 10

3 Pengujian percobaan monohibrid mendel untuk warna biji jagung hasil perlakuan

K0,03%; 24 jam pada biji ......................................................................................... 11

4 Pengujian percobaan monohibrid mendel untuk warna biji jagung (dati total lima

tanaman kontrol) ....................................................................................................... 11

1

PENDAHULUAN

Kebutuhan akan jagung (Zea mays) di

Indonesia sangat tinggi karena dimanfaatkan

sebagai bahan pangan, pakan, dan berbagai

keperluan industri. Pada tahun 2008, produksi

jagung dalam negeri sebesar 16,32 juta ton

dari 4 juta ha lahan, dengan produktivitas

tanaman sekitar 4 ton/ha (BPS 2009).

Produktivitas ini jauh di bawah potensi

produktivitas jagung hibrida, yakni sebesar

10-11 ton/ha (Iriany & Takdir 2007).

Departemen Pertanian terus melakukan upaya

peningkatan produktivitas melalui

penggunaan benih unggul bermutu terutama

benih hibrida serta pemanfaatan pupuk

berimbang dan pupuk organik (Ditjentan

2008). Penggunaan benih hibrida di Indonesia

baru sekitar 40% dari total lahan jagung

nasional (Depkominfo 2008).

Benih hibrida merupakan hasil persilangan

antara dua galur murni. Kelebihan benih

jagung hibrida dibandingkan benih bersari

bebas (open pollinated) terutama memiliki

potensi hasil yang lebih tinggi, responsif

terhadap nitrogen, toleran terhadap kepadatan

tanaman yang tinggi, dan resisten terhadap

penyakit dan hama (Dhillon 1998) dengan

kualitas bulir yang lebih baik (Delorit et al.

1974).

Tanaman galur murni sebagai tetua hibrida

dapat diperoleh dari tanaman haploid yang

telah digandakan kromosomnya menjadi

haploid ganda kemudian dilakukan

penyerbukan sendiri (selfing) (Eder & Chalyk

2002). Terdapat empat metode penting dalam

pembentukan tanaman haploid secara in vitro,

yaitu kultur antera, kultur mikrospora, kultur

ovari, dan penyelamatan embrio dari hasil

persilangan jauh (metode Bulbosum). Metode

Bulbosum dapat dilakukan melalui

persilangan antara dua jenis tanaman yang

hubungan kekerabatannya jauh (berbeda

spesies) atau antara dua tanaman dari spesies

yang sama tetapi tetua jantannya memiliki

kemampuan untuk menginduksi terbentuknya

tanaman haploid.

Metode Bulbosum pertama kali

dikembangkan untuk memperoleh tanaman

haploid barley dari hasil persilangan Hordeum

vulgare (betina) dan H. bulbosum (jantan)

dengan adanya proses eliminasi kromosom H.

bulbosum (Chahal & Gosal 2006). Pada

jagung, metode ini dikembangkan sejak tahun

2000 di Australia dan Jerman dari persilangan

dua tanaman jagung dengan tetua jantan yang

memiliki kemampuan menginduksi haploid.

Untuk mengidentifikasi haploid, digunakan

sistem gen penanda R1-nj yang ekspresinya

menyebabkan warna ungu pada biji hasil

persilangan tersebut (Nanda & Chase 1966).

Persilangan varietas Bisma yang berbiji

kuning sebagai tetua betina dengan galur

penginduksi haploid (nomor aksesi 3490)

yang berbiji putih sebagai tetua jantan

menghasilkan biji berwarna kuning dan putih.

Biji kuning hasil persilangan ini disilangkan

secara backcross dengan tetua jantan sehingga

menghasilkan biji BC1 yang berwarna ungu

sebanyak 1,5% dan sisanya berwarna kuning

dan putih. Berdasarkan analisis sitologi,

semua biji ungu terbukti haploid, sedangkan

biji yang berwarna kuning dan putih adalah

diploid (Mariska et al. 2007). Selanjutnya,

dilakukan backcross lagi tanaman yang

berasal dari biji kuning BC1 terhadap tetua

jantan (3490) sehingga menghasilkan BC2

yang memiliki biji dengan komposisi warna

yang sama dengan BC1, dengan persentase

biji yang berwarna ungu sebesar 12,5%. Biji

BC2 yang berwarna kuning kemudian

digunakan sebagai tetua jantan dalam

persilangan dengan varietas Pulut yang

berwarna putih. Persilangan ini menghasilkan

biji yang berwarna ungu dan berwarna putih.

Biji yang berwarna ungu diduga merupakan

biji haploid, dengan asumsi BC2 telah

memiliki sifat penginduksi dari tetuanya. Biji

putatif haploid ini berpotensi untuk digunakan

dalam menghasilkan galur haploid ganda

melalui perlakuan kolkisin (diploidisasi).

Perlakuan kolkisin diketahui dapat

menggandakan jumlah kromosom. Level

ploidi yang meningkat akibat perlakuan

kolkisin menyebabkan morfologi tanaman

menjadi lebih tinggi (Rober et al. 2005) dan

fertil (Eder & Chalyk 2002). Selain itu,

tanaman memiliki stomata yang lebih besar

dengan kerapatan lebih rendah dibandingkan

tanaman dengan level ploidi yang lebih

rendah (Wongpiyasatid et al. 2005).

Penelitian ini bertujuan melakukan analisis

kromosom terhadap biji ungu hasil

persilangan jagung varietas Pulut dengan BC2

putatif penginduksi haploid dan hasil

perlakuan kolkisin secara in vitro.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret

sampai Oktober 2009 di Laboratorium Kultur

In Vitro Kelompok Peneliti Biologi Sel dan

Jaringan, Balai Besar Bioteknologi dan

Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor.

2

Bahan Tanaman

Biji jagung ungu hasil persilangan varietas

Pulut berbiji putih x biji kuning BC2 (((Bisma

x 3490) x 3490) x 3490) yang diduga dapat

menginduksi haploid.

Metode

Perlakuan penggandaan kromosom

diberikan terhadap biji dan kecambah jagung

dengan konsentrasi kolkisin 0; 0,03; 0,06; dan

0,1% (Gayen et al. 1994), dan lama perlakuan

6, 16, dan 24 jam. Pada perlakuan biji,

digunakan masing-masing 10 biji untuk

kombinasi perlakuan waktu dan konsentrasi

kolkisin. Sedangkan pada perlakuan akar

kecambah hanya digunakan masing-masing 2

kecambah karena keterbatasan bahan.

Penggandaan Jumlah Kromosom in vitro

dengan Kolkisin

Biji jagung ungu disterilisasi dengan

alkohol 96 dan 70% selama masing-masing 5

menit dengan dua kali pengulangan, kemudian

disterilisasi dalam larutan kloroks (5% Na-

hipoklorit) berturut-turut dalam konsentrasi 30

dan 20% masing-masing 15 menit, dan

dibilas dengan akuades steril. Biji direndam di

dalam akuades steril selama satu malam. Agar

perlakuan efektif, biji dipotong menjadi

setengah dengan membuang perikarp dan

sebagian endosperma. Biji ditanam pada

media MS dan diberi perlakuan kolkisin

dengan kombinasi konsentrasi dan lama

perlakuan, sedangkan kontrol ditanam tanpa

diberi kolkisin. Biji yang telah diberi

perlakuan dibilas dengan akuades steril dan

ditanam pada media MS (Murashige & Skoog

1962) (Lampiran 1) yang diperkaya GA3 10

mg/l, kemudian diinkubasi tanpa cahaya di

ruang kultur dengan temperatur ruang 25oC

sampai berkecambah.

Pada perlakuan akar kecambah, biji yang

telah disterilisasi ditanam terlebih dahulu

sampai berkecambah kemudian bagian

akarnya direndam dalam kolkisin dengan

kombinasi perlakuan yang sama. Setelah itu,

kecambah hasil perlakuan ditanam pada media

MS sampai tumbuh akar yang baru.

Baik biji maupun kecambah hasil

perlakuan kolkisin kemudian diamati daya

hidupnya sampai penanaman di rumah kaca.

Analisis Sitologi

Penghitungan jumlah kromosom dilakukan

dengan menggunakan metode Darnaedi

(1991). Sebanyak dua akar dari tiap kecambah

dipotong masing-masing sepanjang ±1 cm dan

dicuci dengan akuades. Ujung akar direndam

dalam hydroxyquinolin 0,3 g/l dan disimpan

pada suhu 20oC selama 3-5 jam dalam kondisi

tanpa cahaya, sedangkan kecambah

diaklimatisasi ke media tanah dalam polibag.

Ujung akar difiksasi dengan larutan asam

asetat 45% selama 10 menit, kemudian

dimaserasi dalam larutan HCl 1N : asam

asetat 45% = 3:1 selama 1-3 menit pada suhu

60oC dan dicuci dengan akuades. Pewarnaan

dilakukan dengan perendaman di dalam aceto

orcein 2% selama 15 menit. Bagian ujungnya

dipotong sepanjang 1-2 mm dan diletakkan

pada gelas objek, diberi 1-2 tetes aceto orcein

lagi dan ditutup dengan gelas penutup.

Preparat di-squash menggunakan ujung pensil

berkaret, kemudian dilewatkan di atas api

sebanyak 2-3 kali. Preparat diamati

menggunakan mikroskop cahaya dengan

perbesaran 400x dan perbesaran 1000x untuk

menghitung jumlah kromosom. Pengambilan

gambar dilakukan menggunakan mikroskop

Olympus yang dilengkapi dengan kamera

DP20 untuk mempermudah penghitungan

jumlah kromosom.

Analisis Morfologi

Sebelum aklimatisasi, akar tanaman dicuci

hingga tidak ada media agar yang menempel

dan direndam di dalam fungisida Dithane 1

mg/l selama 5 menit. Tanaman ditanam di

dalam polibag berisi tanah : pupuk kandang =

1:1 yang telah disterilisasi dan ditutup dengan

plastik. Untuk mengurangi resiko kematian,

dilakukan praaklimatisasi, yakni tanaman

disimpan di ruang kultur dengan temperatur

ruang 25oC hingga tumbuh tegar (sekitar satu

minggu). Tanaman dipindahkan ke rumah

kaca dengan sistem buka-tutup sungkup setiap

pagi dengan lama pembukaan meningkat

setiap harinya, agar dapat beradaptasi dengan

kondisi luar. Setelah tumbuh tegar ketika

sungkup dibuka, tanaman dipindahkan ke

tanah. Pengamatan morfologi dilakukan pada

semua tanaman yang berhasil hidup sampai

penanaman di rumah kaca. Tanaman diamati

pada umur 7 minggu setelah tanam (MST),

meliputi panjang tajuk, jumlah daun, dan rasio

jumlah biji hasil penyerbukan sendiri.

Analisis Anatomi

Analisis stomata meliputi kerapatan,

panjang, dan lebar stomata pada umur 4 MST.

Pengamatan stomata adalah daun ketiga dari

ujung tajuk tanaman, dan sampel stomata

diambil dari bagian tengah daun tersebut.

Kuteks dioleskan pada bagian abaksial,

kemudian diletakkan pada gelas objek dan

ditutup dengan gelas penutup. Analisis

3

dilakukan dengan mikroskop cahaya pada

lima titik bidang pandang yang berbeda.

Kerapatan stomata dihitung pada perbesaran

400x, sedangkan panjang dan lebar stomata

diukur pada perbesaran 1000x.

HASIL

Jumlah Kromosom dan Daya Hidup

Semua biji kontrol dapat berkecambah dan

semua tanaman dapat hidup sampai

aklimatisasi, tetapi hanya 5 dari 10 tanaman

yang hidup sampai penanaman di rumah kaca

(Tabel 1). Berdasarkan penghitungan jumlah

kromosom, biji ini adalah diploid (2n=2x=20).

Pada perlakuan biji dengan kolkisin, hanya 17

dari 90 biji dapat berkecambah dan hanya satu

tanaman yang hidup sampai penanaman di

rumah kaca, yakni perlakuan K0,03%; 24 jam

(Tabel 1). Tanaman hasil perlakuan biji

K0,03%; 24 jam yang bertahan hidup ternyata

mempunyai jumlah kromosom yang sama

dengan kontrol, yaitu diploid.

Pada perlakuan akar kecambah, 14 dari 20

kecambah hidup setelah perlakuan, tetapi

hanya 2 kecambah sampai aklimatisasi dan

tidak diperoleh tanaman yang hidup sampai

penanaman di rumah kaca (Tabel 1 dan

Gambar 1). Dari hanya empat kecambah yang

dapat dianalisis, diperoleh satu tanaman hasil

perlakuan K0,06%; 6 jam menunjukkan

terjadinya penggandaan kromosom menjadi

tetraploid (Gambar 2), tetapi kecambah tidak

dapat bertahan hidup sampai penanaman di

rumah kaca sehingga tidak dapat dianalisis

morfologi maupun anatomi.

Tabel 1 Hubungan perlakuan kolkisin terhadap daya hidup dan level ploidi biji dan kecambah

jagung

Bahan

perlakuan jumlah

ditanam

jumlah tanaman hidup jumlah

analisis

kromosom

level ploidi

konsentrasi

(%)

lama

(jam) SPK AK RK H D T

Biji 0 (kontrol) - 10 - 10 5 5 - 5 -

Biji

0,03

06 10 2 00 0 - - - -

16 10 1 00 0 - - - -

24 10 4 01 1 1 - 1 -

0,06

06 10 6 00 0 - - - -

16 10 2 00 0 - - - -

24 10 1 00 0 - - - -

0,10

06 10 0 00 0 - - - -

16 10 1 00 0 - - - -

24 10 0 00 0 - - - -

Akar

kecambah

0,03

06 02 1 00 0 - - - -

16 02 2 00 0 - - - -

24 02 2 00 0 1 - 1 -

0,06

06 02 1 01 0 1 - - 1

16 02 1 00 0 - - - -

24 02 2 00 0 - - - -

0,10

06 02 2 01 0 1 - 1 -

16 02 1 00 0 1 - 1 -

24 02 2 00 0 - - - -

Keterangan: SPK=setelah perlakuan kolkisin (umur 1-2 minggu); AK=aklimatisasi (umur 2-3

minggu); RK=rumah kaca (umur 3-4 minggu).

H=Haploid (x=10); D=Diploid (2n=2x=20); T=Tetraploid (2n=4x=40).

Gambar 1 Kematian biji dan kecambah

perlakuan biji saat kultur; (B) kematian eksplan asal perlakuan akar kecambah saat

kultur; (C) kematian tanaman asal perlakuan biji saat aklimatisasi; (D) kematian

tanaman asal perlakuan akar kecambah saa

Gambar 2 Jumlah kromosom tanaman jagung biji ungu hasil perlakuan akar kecambah K0

jam: (A) sebelum perendaman (2

(2n=4x=40). Bar = 20µm.

Analisis Morfologi

Satu-satunya tanaman yang hidup hasil

perlakuan biji K0,03%; 24 jam dan

tanaman kontrol menunjukkan panjang tajuk

dan jumlah daun yang sama pada umur 7

MST (Tabel 2). Pada 73 hari setelah tanam

(HST) aklimatisasi, baik pada tanaman

kontrol maupun tanaman perlakuan biji

K0,03%; 24 jam, dilakukan penyerbukan

sendiri. Jagung hasil penyerbukan sendiri ini

mempunyai jumlah total biji yang berbeda

pada tanaman kontrol maupun hasil

Tabel 2 Hubungan perlakuan kolkisin

setelah tanam (MST)

Bahan/kode

Biji K0,03%; 24

Biji kontrol

*) hanya dari satu tanaman (kontrol dari

A

A

Gambar 1 Kematian biji dan kecambah pasca perlakuan kolkisin: (A) kematian eksplan asal

perlakuan biji saat kultur; (B) kematian eksplan asal perlakuan akar kecambah saat

kultur; (C) kematian tanaman asal perlakuan biji saat aklimatisasi; (D) kematian

tanaman asal perlakuan akar kecambah saat aklimatisasi.

Gambar 2 Jumlah kromosom tanaman jagung biji ungu hasil perlakuan akar kecambah K0

jam: (A) sebelum perendaman (2n=2x=20); (B) setelah perendaman dengan kolkisin

Bar = 20µm.

tanaman yang hidup hasil

03%; 24 jam dan lima

menunjukkan panjang tajuk

dan jumlah daun yang sama pada umur 7

Pada 73 hari setelah tanam

(HST) aklimatisasi, baik pada tanaman

kontrol maupun tanaman perlakuan biji

03%; 24 jam, dilakukan penyerbukan

hasil penyerbukan sendiri ini

mempunyai jumlah total biji yang berbeda

pada tanaman kontrol maupun hasil

perlakuan, tetapi memiliki rasio jumlah biji

ungu dan putih yang sama untuk setiap

tongkol, yaitu 1:1 (Tabel 3

Analisis Anatomi

Berdasarkan analisis stomata daun,

diperoleh kerapatan stomata tanaman

perlakuan biji K0,03%; 24 jam tidak berbeda

dengan kisaran tanaman kontrol (Tabel

Gambar 4). Begitu pula dengan panjang dan

lebar stomata yang tidak berbeda

dibandingkan dengan tanaman kontrol.

Hubungan perlakuan kolkisin terhadap morfologi tanaman jagung pada umur

setelah tanam (MST)

Bahan/kode perlakuan panjang tajuk (cm) jumlah daun

03%; 24 jam* 220 9

210-240 8-

hanya dari satu tanaman (kontrol dari kisaran lima tanaman)

B

B C D

4

pasca perlakuan kolkisin: (A) kematian eksplan asal

perlakuan biji saat kultur; (B) kematian eksplan asal perlakuan akar kecambah saat

kultur; (C) kematian tanaman asal perlakuan biji saat aklimatisasi; (D) kematian

Gambar 2 Jumlah kromosom tanaman jagung biji ungu hasil perlakuan akar kecambah K0,06%; 6

=20); (B) setelah perendaman dengan kolkisin

perlakuan, tetapi memiliki rasio jumlah biji

h yang sama untuk setiap

dan Gambar 3).

Berdasarkan analisis stomata daun,

diperoleh kerapatan stomata tanaman

03%; 24 jam tidak berbeda

tanaman kontrol (Tabel 4 dan

Begitu pula dengan panjang dan

lebar stomata yang tidak berbeda

dibandingkan dengan tanaman kontrol.

pada umur 7 minggu

jumlah daun

9

-9

D

Tabel 3 Jumlah dan rasio jumlah biji hasil

Bahan/kode perlakuan

Biji K0,03%; 24

Biji kontrol

*) hanya dari satu tanaman (kontrol dari

**) berdasarkan uji χ

Gambar 3 Jagung hasil penyerbukan sendiri

Tabel 4 Ukuran dan kerapatan stomata jagung kontrol dan perlakuan biji K0

Asal tanaman

Biji K0,03%; 24 jam*

Biji kontrol

*) hanya dari satu tanaman (

Gambar 4 Kerapatan stomata tanaman jagung biji ungu

K0,03%; 24 jam

PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis sitologi pada tanaman

kontrol, ternyata biji ungu hasil persilangan

varietas Pulut dengan tanaman dari biji kuning

BC2 yang diduga haploid

(2n=2x=20). Hasil ini membuktikan bahwa

tanaman dari biji kuning BC2 tidak bersifat

penginduksi haploid atau induksi haploid

tidak terjadi pada jagung jenis Pulut. Zhang

al. (2008) melaporkan persentase terjadinya

eliminasi kromosom sebagai mekanisme

A

A

Jumlah dan rasio jumlah biji hasil selfing tanaman jagung

Bahan/kode perlakuan jumlah biji rasio**

ungu putih ungu

03%; 24 jam* 137 114 1

352 307 1

*) hanya dari satu tanaman (kontrol dari total lima tanaman)

χ2 (Lampiran 3 dan 4)

Jagung hasil penyerbukan sendiri tanaman diploid: (A) biji K0,03%; 24 jam; (B)

Ukuran dan kerapatan stomata jagung kontrol dan perlakuan biji K0,03%; 24 jam

ukuran stomata (µm) kerapatan stomata

(jumlah stomata/mmpanjang lebar

jam* 58,2 26,3 97

48,7-55,3 23,3-32,6 92-117

*) hanya dari satu tanaman (kontrol dari kisaran lima tanaman)

Kerapatan stomata tanaman jagung biji ungu diploid: (A) tanaman berasal dari

03%; 24 jam; (B) tanaman kontrol. Bar = 50µm.

PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis sitologi pada tanaman

biji ungu hasil persilangan

varietas Pulut dengan tanaman dari biji kuning

yang diduga haploid adalah diploid

=20). Hasil ini membuktikan bahwa

tanaman dari biji kuning BC2 tidak bersifat

penginduksi haploid atau induksi haploid

tidak terjadi pada jagung jenis Pulut. Zhang et

. (2008) melaporkan persentase terjadinya

eliminasi kromosom sebagai mekanisme

induksi haploid berbeda pada setiap genotipe,

bahkan tidak terjadi pada genotipe tertentu.

Kematian biji dan kecambah yang tinggi

pada penelitian ini diduga karena vigor biji

yang digunakan rendah. Biji jagung kontrol

dapat berkecambah 100% atau viabilitas

100% dan tumbuh dengan baik sampai

aklimatisasi, tetapi ketika penanaman di

rumah kaca yang hidup hanya tersisa 50%

(Tabel 1). Vigor biji yang rendah dapat

terekspresi lebih awal pada kondisi cekaman

(Ditjen BPTP 2004). Perlakuan kolkisin pada

penelitian ini merupakan cekaman bagi

B

B

stomata

5

rasio**

putih

1

1

03%; 24 jam; (B) kontrol

03%; 24 jam

kerapatan stomata

(jumlah stomata/mm2)

97,0

117

: (A) tanaman berasal dari biji

haploid berbeda pada setiap genotipe,

bahkan tidak terjadi pada genotipe tertentu.

Kematian biji dan kecambah yang tinggi

pada penelitian ini diduga karena vigor biji

yang digunakan rendah. Biji jagung kontrol

dapat berkecambah 100% atau viabilitas

n tumbuh dengan baik sampai

aklimatisasi, tetapi ketika penanaman di

rumah kaca yang hidup hanya tersisa 50%

(Tabel 1). Vigor biji yang rendah dapat

terekspresi lebih awal pada kondisi cekaman

(Ditjen BPTP 2004). Perlakuan kolkisin pada

pakan cekaman bagi

6

tanaman karena kolkisin merupakan senyawa

toksik. Hal ini mengakibatkan biji dan

kecambah dengan vigor rendah pada

penelitian ini menjadi mati ketika atau segera

setelah mendapatkan perlakuan. Viabilitas dan

vigor biji berbeda pada setiap genotipe atau

kultivar tanaman (Justice & Bass 2002).

Analisis sitologi pada satu-satunya

tanaman yang bertahan hidup, yaitu hasil

perlakuan biji K0,03%; 24 jam, menunjukkan

tidak terjadi penggandaan kromosom (Tabel

1). Meskipun ada perlakuan yang berhasil

menggandakan kromosom dari diploid

(2n=2x=20) menjadi tetraploid (2n=4x=40),

yaitu pada perlakuan akar kecambah K0,06%;

6 jam, tanaman tidak dapat bertahan hidup

sampai penanaman di rumah kaca (Tabel 1).

Berdasarkan keberhasilan penggandaan

kromosom, perlakuan akar kecambah diduga

lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan

biji. Menurut Chang & Coe (2009) dan Geiger

(2009), perlakuan kolkisin dengan cara

perendaman kecambah sangat efektif pada

jagung, karena penggandaan kromosom

terjadi pada seluruh bagian tanaman. Namun

pada penelitian ini, jumlah tanaman yang

hidup setelah perlakuan kolkisin tidak

representatif untuk menduga dengan akurat

efektifitas dan efisiensi pengaruh perlakuan

pada biji dan akar kecambah.

Analisis morfologi dan anatomi pada

tanaman hasil perlakuan biji K0,03%; 24 jam

dan tanaman kontrol yang sama-sama diploid

diperoleh tidak menunjukkan perbedaan

(Tabel 2 dan 4 dan Gambar 4). Kesamaan

morfologi ditunjukkan dari panjang tajuk dan

jumlah daun pada umur 7 MST (Tabel 2).

Sedangkan kesamaan anatomi ditunjukkan

dari ukuran dan kerapatan stomata yang tidak

berbeda (Tabel 3). Persamaan lain antara

tanaman kontrol dan tanaman yang berasal

dari biji perlakuan K0,03%; 24 jam tersebut

adalah dari nisbah biji ungu : biji putih hasil

penyerbukan sendiri, yaitu 1:1 (Lampiran 3

dan 4). Hal ini mengindikasikan selain tidak

terjadi perubahan ploidi, juga tidak terjadi

mutasi pada tingkat gen yang ditandai dengan

kesamaan dalam segregasi alel.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jumlah kromosom biji jagung ungu hasil

persilangan varietas Pulut dengan galur putatif

penginduksi haploid BC2 adalah diploid

(2n=2x=20). Pengaruh kolkisin dengan

konsentrasi dan lama perlakuan yang berbeda

terhadap level ploidi tidak dapat diamati pada

penelitian ini karena kematian terjadi pada

hampir seluruh biji dan kecambah jagung

yang digunakan. Tingkat kematian yang tinggi

pada biji dan kecambah disebabkan oleh vigor

biji yang rendah sehingga tidak tahan diberi

perlakuan kolkisin. Penggandaan jumlah

kromosom terjadi pada perlakuan akar

kecambah K0,06%; 6 jam, yakni dari diploid

menjadi tetraploid (2n=4x=40), tetapi tanaman

tidak dapat bertahan hidup hingga penanaman

di rumah kaca. Satu-satunya tanaman yang

bertahan hidup setelah perlakuan kolkisin

sampai penanaman di rumah kaca adalah tetap

diploid dengan sifat morfologis dan anatomis

yang tidak berbeda dari tanaman kontrol.

Saran

Sebelum diploidisasi in vitro dengan

perlakuan kolkisin, perlu dipastikan dahulu

biji jagung yang digunakan merupakan

haploid. Untuk mengetahui apakah BC2

memiliki sifat penginduksi haploid, perlu

dilakukan analisis sitologi terhadap biji ungu

hasil persilangan biji putih BC2 dengan

varietas Pulut. Selain itu, dapat dilakukan

persilangan BC2 terhadap genotipe yang

sudah diketahui dapat diinduksi dengan galur

penginduksi (3490), seperti Bisma. Viabilitas

dan vigor biji yang digunakan perlu dipastikan

sebelum percobaan karena bergantung pada

genotipe atau varietas jagungnya.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS]. Biro Pusat Statistik. 2009. Harvested

Area, Yield Rate, and Production of

Maize by Province, 2008. [terhubung

berkala] http://www.bps.go.id [3 Des

2009].

Chahal GS, Gosal SS. 2006. Principles and

Procedures of Plant Breeding,

Biotechnological and Conventional

Approaches. Harrow: Alpha Sci Int’l.

Chang MT, Coe EH. 2009. Doubled Haploids.

Di dalam: Kriz AL, Larkins BA, editor.

Molecular Genetic Approaches to

Maize Improvement Vol 63. Berlin:

Springer-Verlag. hlm 127-142.

Darnaedi D. 1991. Informasi Kromosom.

Makalah dalam Pelatihan Sitogenetika

Tumbuhan. Bogor: Puslitbang Biologi-

LIPI.

Delorit RJ, Greub LJ, Ahlgren HL. 1974.

Crop Production. New Jersey:

Prentice-Hall, Inc.

7

[Depkominfo]. Departemen Komunikasi dan

Informasi. 2008. Deptan Hentikan

Impor Jagung Tahun 2009. [terhubung

berkala] http://www.depkominfo.go.id

[24 Jan 2009].

[Ditjen BPTP]. Direktorat Jenderal Bina

Produksi Tanaman Pangan. 2004.

Pengujian Mutu Benih Tanaman

Pangan dan Hortikultura. Depok:

Balai Pengembangan Mutu Benih

Tanaman Pangan dan Hortikultura.

[Ditjentan]. Direktorat Jenderal Tanaman

Pangan. 2008. Pedoman Pelaksanaan

Kegiatan Pembangunan Tanaman

Pangan TA 2009 [terhubung berkala].

http://ditjentan.deptan.go.id [31 Jan

2009].

Dhillon BS. 1998. Maize. Di dalam: Banga

SS, Banga SK, editors. Hybrid Cultivar

Development. New Delhi: Narosa Pub

House. hlm 282-315.

Eder J, Chalyk S. 2002. In vitro haploid

induction in maize. Theor Appl Genet.

104:703–708.

Gayen P, Madan JK, Kumar R, Sarkar KR.

1994. Chromosome doubling in

haploids through colchicines. Maize

Genet Coop Newslett. 68:65.

Geiger HH. 2009. Doubled Haploids. Di

dalam: Bennetzen JL, Hake S, editor.

Maize Handbook Vol. II: Genetics and

Genomics. New York: Springer

Secience+Business Media. hlm 641-

657.

Iriany RN, Takdir A. 2007. Jagung hibrida

unggul baru. Warta Litbangtan 29:1-3.

Justice OL, Bass LN. 2002. Prinsip dan

Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R,

penerjemah; Jakarta: Raja Grafindo

Persada. Terjemahan dari: Principles

and Practices of Seed Storage.

Mariska I, Kosmiatin M, Hutami S,

Purnamaningsih R, Budiarti SG,

Supriati Y, Adil WH. 2007. Laporan

hasil penelitian: Pembentukan tanaman

dihaploid jagung melalui kultur anther.

Bogor: BB-Biogen.

Murashige T, Skoog F. 1962. A revised

medium for rapid growth and bio-assay

with tobacco tissue cultures. Physiol

Plant. 15:473-497.

Nanda DK, Chase SS. 1966. An embryo

marker for detecting monoploids of

maize (Zea mays L.) [abstrak]. Crop

Sci. 6:213-215.

Rober FK, Gordillo GA, Geiger HH. 2005. In

vivo haploid induction in maize–

performance of new inducers and

significance of doubled haploid lines in

hybrid breeding. Maydica. 50:275-283.

Wongpiyasatid A, Hormchan P, Chusreeaeom

K, Ratanadilok N. 2005. Stomatal size,

stomatal frequency and pollen grain

diameter as indirect method for

identification of ploidy levels in cotton.

Kasetsart J. 39:552-559.

Zhang Z, Qiu F, Liu Y, Ma K, Li Z, Xu S.

2008. Chromosome elimination and in

vivo haploid production induced by

Stock 6-derived inducer line in maize

(Zea mays L.). Plant Cell Rep.

27:1851-1860.

8

LAMPIRAN

9

Lampiran 1 Komposisi Media MS (Murashige & Skoog 1962)

Keterangan: Untuk mendapatkan media MS+GA3 10 mg/l dibuat dengan menambahkan GA3

(Gibberelic Acid) sebanyak 10 mg/l ke dalam media MS.

Komponen mg/l mM

Hara makro

NH4NO3 1650 20,6

CaCl2·2H2O 0332,2 02,3

MgSO4·7H2O 0370 01,5

KNO3 1900 18,8

KH2PO4 0170 01,3

Hara mikro

H3BO3 0006,2 100

CoCl2·6H2O 0000,025 000,1

CuSO4·5H2O 0000,025 000,1

Na2EDTA 0037,3 100

FeSO4·7H2O 0027,8 100

MnSO4·H2O 0016,9 100

KI 0000,83 005

NaMoO4·2H2O 0000,25 001

ZnSO4·7H2O 0008,6 030

Senyawa Organik

Myo-inositol 0100 550

Nicotinic acid 0000,5 004,1

Pyridoxine HCl 0000,5 002,4

Thiamine HCl 0000,1 000,3

Glycine 0002 026,6

Sukrosa 30000

10

Lampiran 2 Pembuatan Larutan Kolkisin*

+

+

*) untuk mendapatkan 100 ml larutan kolkisin dengan konsentrasi 0,03%

(sampai volume 100 ml)

0,03 g kolkisin

(0,5% dari volume larutan)

0,5 ml DMSO 100%

aquades

disterilisasi dengan ultrafiltrasi 0,45 µm di

dalam laminar air flow cabinet

disimpan dalam kondisi tertutup

pada suhu rendah (kulkas)

11

Lampiran 3 Pengujian percobaan monohibrid mendel untuk warna biji jagung hasil perlakuan

K0,03; 24 jam pada biji

Fenotipe Nilai Pengamatan Frek. Hipotetik Nilai Harapan khi-kuadrat

ungu 137 0,5 125,5 1,055

putih 114 0,5 125,5 1,055

total 251

2,110

χ2 hitung < χ

2 tabel(0,05; 1)=3,84, kesimpulan dapat diterima bahwa biji ungu:biji putih = 1:1

Lampiran 4 Pengujian percobaan monohibrid mendel untuk warna biji jagung kontrol (dari total

lima tanaman)

Fenotipe Nilai Pengamatan Frek. Hipotetik Nilai Harapan khi-kuadrat

ungu 352 0,5 329,5 0,061

putih 307 0,5 329,5 0,061

total 659

0,122

χ2 hitung < χ

2 tabel(0,05; 1)=3,84, kesimpulan dapat diterima bahwa biji ungu:biji putih = 1:1