analisis jabatan
-
Upload
mutiara-nuraini -
Category
Documents
-
view
23 -
download
1
Transcript of analisis jabatan
Pertemuan ke-3
1. ANALISIS JABATAN
1.1 Arti Analisis Jabatan
Analisis jabatan mencakup kegiatan mengidentifikasi dan menggambarkan
(dengan kata-kata) mengenai apa yang sedang terjadi dalam sebuah pekerjaan
danjabatan yang ada dalam sebuah organisasi.
1.2 Mengapa Analisis Jabatan Perlu Dilakukan?
Analisis jabatan adalah sebuah kegiatan atau proses manajemen yang paling
sering dipahami secara keliru, dianggap rendah, dan seringkali dilaksanakan
dengan asal-asalan. Richard L. Henderson, Profesor si Amerika Serikat pun, di
mana teknik-teknik manajemen modern banyak dikembangkan, kegiatan
analisis jabatan ini baru dapat diperhatikan yang cukup besar dari manajemen,
mahasiswa dan praktisi manajemen sumber daya manusia setelah
diberlakukan Equal Employment Opporttunity Act (Undang-undang Anti
Diskriminasi dalam Hubungan Kerja) yang cukup keras itu. Perusahaan yang
menjadi khawatir rasa perlu sangan berhati-hati dalam menerapkan segala
teknik dan metode dalam manajemen SDM. Terutama dalam proses seleksi
untuk rekrutmen dan promosi, mereka merasa perlu mengundang semua
keputusan mereka dengan data dan fakta yang pasti. Data dan fakta tentang
sebuah pekerjaan termasuk persyaratannya harus dihasilkan melalui sebuah
yang disebut Analisis Jabatan.
1.3 Bidang-bidang dalam Manajemen yang Dapat Memanfaatkan Hasil
Analisis Jabatan
Bidang dan program yang mutlak perlu memanfaatkan hasil Analisis jabatan
adalah sebagai berikut:
1.3.1 Rancangan Bangunan Organisasi dan Pekerjaan/Jabatan
Karena analisis jabatan juga meliputi pekerjaan penelitian atau audit
atas lokasi tuga, pekerjaan, wewenang dan tanggung jawab, jenjang
komunikasidan pengawasan, maupun penentuan mana pekerjaan/tugas
yang sifatnya core dan esensial dalam struktur organisasi.
1.3.2 Bimbingan dan Pengawasan
Hasil analisis jabatan yang disajikan dalam bentuk sebuah dokumen
tertulis yang disebut ”Uraian Jabatan” (Job Description) akan membantu
memperoleh gambaran yang jelas tentang apa kontribusi dari setiap
pekerjaan / jabatan pada pencapaian tujuan organisasi.
1.3.3 Rekrutmen
Hasil analisis jabatan akan sangat membantu petugas rekrutmen dalam
melaksanakan seleksi dengan tepat dan benar, sehingga hanya orang
yang tepat yang akan diperoleh. Keluhan dan protes atau tuduhan
bahwa proses seleksi penuh dengan praktek nepotisme dan
kecurangan, misalnya, akan jauh berkurang.
1.3.4 Penilaian Prestasi Kerja
Analisis jabatan yang sempurna seharusnya mencakup standar prestasi
yang harus dicapai oleh pemegang jabatan untuk setiap tugas dan
tanggung jawab yang diambil bagian dari pekerjaan ini.
1.3.5 Penggajian/Imbalan
Telah disinggung pada bagian awal bahwa sebagian terbesar
perusahaan di Indonesia justru hanya melakukan analisis jabatan pada
saat akan menata ulang sistem penggajian mereka. Analisis jabatan
memang diperlukan karena hasilnya akan digunakan dalam proses
penilaian jabatan ( Job Evaluation) untuk mengukur bobot dan nilai
jabatan.
1.3.6 Program-program lain
Masih ada progra-program lain dalam bidang manajemen SDM yang
dapat memanfaatkan hasil analisis jabatan, antara lain: program
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan penentuan kempatan kerja
untuk panyandang cacat.
1.4 Merencanakan Analisis Jabatan dan Tahap Pelaksanaannya
Ada beberapa tahap yang perlu diikuti bila pelaksanaan Analisis Jabatan
ingin dilaksanakan dengan benar dan sukses:
1.4.1. Tahap I – Tetapkan Tujuan Analisis jabatan Ini
Diatas telah disebutkan 7 kelompok bidang yang biasanya
memerlukan analisis jabatan. Tetapkan mana dari 7 alternatif tersebut
yang menjadi tujuan anda. Mungkin saja lebih darisatu. Langkah
pertama ini perlu karena langkah-langkah berikutnya akan ditentukan
oleh langkah ini.
1.4.2. Tahap II – Tetapkan Apa yang Dianalisis?
a) Identitas pekerjaan/jabatan dalam struktur organisasi yang
sekarang berlaku
b) Tugas-tugas yang esensial
c) Sumber daya yang dipercayakan/alokasikan pemegang jabatan ini
d) Alus ”input-output
e) Jenis, dimensi, dan lingkup keputusan
f) Kompleksitas atau tingkat kesulitan dari pekerjaan ini
g) Hubungan-hubungan (interaksi) yang harus dilakukan oleh
pemegang jabatan dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya
h) Persyaratan jabatan
i) Kondisi lingkungan kerja
1.4.3. Tahap III – Kumpulkan Informasi tentang Struktur Organisasi,
Kegiatan Operasi, dan Arus Kerja
Untuk langkah ini dokumen yang perlu diperoleh adalah skema
organisasi yang sekarang digunakan, Job Description yang ada,
Skema Proses (Process Cbart) maupun manual sistem dan prosedur
yang ada. Andaikan dalam organisasi ini belum ada skema organisasi
yang formal, maka harus dibuat skema sementara.
1.4.4. Tahap IV – Tetapan Metode yang Akan Digunakan
Ada 4 (empat) metode atau cara yang bisa digunakan untuk
mengidentifikasi dan mengumpulkan data, fakta dan informasi tentang
pekerjaan/jabatan dalam proses analisis jabatan. Empat metode atau
cara tersebut adalah :
Job Questionnaire
Interview
Observasi di lapangan
The Work Log
1.4.5. Tahap V – Implementasi Program dengan Mengikuti Langkah-langkah
yang Benar
Langkah-langkah implementasi yangbenar antara lain mencakup
kegiatan komunikasi untuk menjamin dukungan dan kerja sama
penuh dari semua tingkatan dan memperkecil penolakan.
1. ”Kick-off Meeting” oleh pimpinan puncak dengan semua unsur
pimpinan organisasi.
2. Pertemuan-pertemuan denga semua staf pada setiap unit kerja
dipimpin oleh kepala unut kerja yang bersangkutan.
3. Komunikasi tertulis untuk seluruh karyawan oleh pimpinan puncak,
atau yang memberi wewenang, agar semua karyawan
mengetahui.
2. PERINGKAT JABATAN
Bagaimana cara Melakukan Evaluasi Jabatan?
Banyak cara danmetode yang dapat digunakan untuk melaksanakan Evaluasi
Jabatan. Ada sejumlah cara yang bersifat informal dan lebih kualitatif yang
disebut juga sebagai cara yang ”non-analitis” karena tidak memerlukan analisis
jabatan dan pengkukuran dalam prosesnya. Ada pula sekelompok cara yang
terdiri dari cara-cara yang lebih ”formal”, analitis dan kuantitatif yang biasanya
digunakan oleh perusahaan besar terutama perusahaan internasional karena
biasanya cukup tinggi.
2.1 Menyusun Peringkat Jabatan dengan metode Analisis dan Non Analitis
2.1.1 Metode Analitis
Penerapan kelompok metode yang disebut metode ’analitis” atau
”semi ilmiah” dimulai dengan kegiatan memilih dan menetapkan faktor yang
ada pada jabatan / pekerjaan atau terikat erat dengan yang akan dijadikan tolak
ukur.
Metode Analitis yang paling populer adalah Rating/Factors
assesment yang masih cukup sederhana dan metode sejenis yang lebih
canggih seperti Hay, CRG, dan Bipers yang dikembangkan dan menjadi copy
right lembaga konsultan yang mengembangkannya. Sebenarnya metode-
metode yang dianggap canggih dandimiliki oleh beberapa perusahaan
konsultan tersebut adalah pengembangan dari metode Points-Factors Rating.
Cara-menggunakan metode Points-Factors Rating
Untuk melaksanakan evaluasi jabatan dengan menggunakan metode Points-Factors
Rating langkah berikut tindakan di bawah ini harus diikuti.
1. Langkah I – Membentuk Panitia Penilaian Jabatan
Panitia penilaian jabatan ini harus disahkan dan diumumkan oleh
Dewan Direksi dan terdiri dari maksimum 7 orang, minimum 5 orang, dan
sebaiknya jumlahnya ganjil agar apabila terpaksa membuat keputusan melalui
pemungutan suara tidak akan ada hasil ”seri”.
2. Langkah II – Memilih dan Menyetujui faktor yang akan Diukur
Untuk memilih faktor-faktor tersebut biasanya digunakan kriteria di bawah ini.
Faktor yang dipilih harus dipahami danditerima oleh semua karyawan (dan
juga Serikat pekerja, bila ada)
Faktor-faktor yang dipilih harus nyata-nyata berlaku ada pada
pekerjaan/jabatan yang sedang dinilai.
Faktor-faktor yang hanya berlaku atau terdapat pada dua atau beberapa
pekerjaan juga tidak dapat digunakan untuk mengukur pekerjaan lain
karena tidak ada pembandingnya.
Faktor-faktor yang dipilih tidak boleh mempunyai kemiripan satu sama lain
yang pada dasarnya akang mengukur aspek yang sama.
Jumlah faktor sebainya dibatasi sampai jumlah minimum yang benar-benar
perlu untuk membuat perbandingan yang baik di antara pekerjaan-
pekerjaan.
Bagi perusahaan yang jumlah karyawannya ratusan atau ribuan, dianjurkan
untuk membagi karyawannya dalam berbagai kelompaok seperti : kelompok
pabrik/operasional, kelompok kantor/administatif, krlompok profesional, dan
lain-lain.
3. Langkah III – Membuat Definisi untuk Setiap faktor yang Dipilih
Para pakar misalnya sepakat menggunakan definisi di bawah ini untuk
faktor-faktor yang dianggap universal:
Tuntutan Mental (Mental Requirement)
Tuntutan Fisik (Physical Requirement)
Persyaratan Keterampilan (Skills Requirement)
Tanggung Jawab (Responsibility)
Kondisi (Lingkungan) Kerja (Working Conditions)
4. Langkah IV - Membuat “Level” atau Gradasi dari Setiap faktor, Definisi, dan
Points (Skor) untuk Setiap Level
Contoh berikut adalah gradasi, definisi dan skor yang dibuat oleh
sebuah perusahaan yang menggunakan teknologi menengah untuk faktor
”Pendidikan”
2.1.2 Metode Non-Analitis
Kelompok cara yang kedua terdiri dari cara-cara yang cukup
sedarhana, murah biaya, tetapi meriah perdebadan dalam prosesnya. Kelompok
metode yang sederhana dan ”murah-meriah” tersebut terdiri dari metode – metode
sebagai berikut:
1. Mengikuti ”Hierarki dalam Organisasi”
2. Metode ”Forced Ranking” (Peringat Paksa/Konsensus)
3. Metode Klasifikasi Jabatan
4. Metode ”Factors Comparison”
5. Metode yang digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil dan TNI
Mengikuti ”Hierarki dalam Organisasi”
Teknik yang paling sederhana untuk menetapkan peringkat jabatan atas dasar
”bobot/nilai” jabatan itu adalah atas dasar ”Hierarki dalam Organisasi”.
Cara seperti ini biasanya digunakan oleh perusahaan milik negara (BUMN)
walaupun ada sejumlah kecil perusahaan swasta juga menggunakannya. Struktur
peringkat jabatan yang dihasilkan mungkin seperti berikut :
Peringkat Jabatan
1. Direktur Utama
2. Kepala Sub Direktorat
3. Kepaka Biro
4. Kepala Bagian
5. Kepala Seksi
6. Kepala Regu/Urusan
7. Pelaksana
Metode ”Forced Ranking” (Peringat Paksa/Konsensus)
Yang dilakukan melalui metode ini adalah sejumlah kecil pejabat perusahaan
organisasi dengan dimotori oleh pejabat pimpinan bagian sumber daya manusia
menetapkan peringkat jabatan yang ada dalam struktur organisasi perusahaan.
Pertama-tama, bagian sumber daya manusia harus menyiapkan daftar jabatan yang
ada pada masing-masing departemen atau fungsi yang ada. Daftar ini harus dibuat
secara acak yang artinya tidak menunjukanurutan hierarki atau tinggi rendahnya
jabatan berdasarkan struktur organisasi yang sekarang.
Metode Klasifikasi Jabatan
Metode ini merupakan sebuah kemajuan dari metode ”konsensus” karena
dalam metode ini pertama-tama harus dibuat dulu kriteria untuk setiap
”kelas/klasifikasi jabatan” yang ditetapkan. Kriteria tersebut bersifat kualitatif dan
negatif, serta menjelaskan secara ringkas semua karakteristik jabatan dan
persyaratan yang harus dipenhi oleh para pemegang jabatan tersebut. Atas dasar
kriteria tertulis tersebut, Kelompok Kerja”/Tim Penilai akan menilai semua jabatan
yang terdaftar dan memasukannya ke dalam ”kelas yang dianggap ”pas” untuknya.
Metode ”Factors Comparison”
Dalam metode ini hal pertama yang harus ditetapkan bukan ”kriteria” seperti
dalam netode klasifikasi jabatan seperti jumlah ”faktor” jabatan yang akan
diperbandingkan derajat berat ringan atau mudah-sukarnya. Faktor-faktor yang
dipilih biasanya tidak banyak, berkisar antara 4 dan 6 faktor yaitu:
Mental Requirements (Tuntutan terhadap mendal)
Skill Requirements (Tuntutan Keterampilan)
Physical Requirements (Tuntutan terhadap fisik/jasmani)
Lingkukangan fisik tempat kerja
Tanggung jawab
2.2 Menyusun Rancangan Poin dan Level
Cara-menggunakan metode Points-Factors Rating
Untuk melaksanakan evaluasi jabatan dengan menggunakan metode Points-Factors
Rating langkah berikut tindakan di bawah ini harus diikuti.
1. Langkah I – Membentuk Panitia Penilaian Jabatan
Panitia penilaian jabatan ini harus disahkan dan diumumkan oleh
Dewan Direksi dan terdiri dari maksimum 7 orang, minimum 5 orang, dan
sebaiknya jumlahnya ganjil agar apabila terpaksa membuat keputusan melalui
pemungutan suara tidak akan ada hasil ”seri”.
2. Langkah II – Memilih dan Menyetujui faktor yang akan Diukur
Untuk memilih faktor-faktor tersebut biasanya digunakan kriteria di bawah ini.
Faktor yang dipilih harus dipahami danditerima oleh semua karyawan (dan
juga Serikat pekerja, bila ada)
Faktor-faktor yang dipilih harus nyata-nyata berlaku ada pada
pekerjaan/jabatan yang sedang dinilai.
Faktor-faktor yang hanya berlaku atau terdapat pada dua atau beberapa
pekerjaan juga tidak dapat digunakan untuk mengukur pekerjaan lain
karena tidak ada pembandingnya.
Faktor-faktor yang dipilih tidak boleh mempunyai kemiripan satu sama lain
yang pada dasarnya akang mengukur aspek yang sama.
Jumlah faktor sebainya dibatasi sampai jumlah minimum yang benar-benar
perlu untuk membuat perbandingan yang baik di antara pekerjaan-
pekerjaan.
Bagi perusahaan yang jumlah karyawannya ratusan atau ribuan, dianjurkan
untuk membagi karyawannya dalam berbagai kelompaok seperti : kelompok
pabrik/operasional, kelompok kantor/administatif, krlompok profesional, dan
lain-lain.
3. Langkah III – Membuat Definisi untuk Setiap faktor yang Dipilih
Para pakar misalnya sepakat menggunakan definisi di bawah ini untuk
faktor-faktor yang dianggap universal:
Tuntutan Mental (Mental Requirement)
Tuntutan Fisik (Physical Requirement)
Persyaratan Keterampilan (Skills Requirement)
Tanggung Jawab (Responsibility)
Kondisi (Lingkungan) Kerja (Working Conditions)
4. Langkah IV - Membuat “Level” atau Gradasi dari Setiap faktor, Definisi, dan
Points (Skor) untuk Setiap Level
Contoh berikut adalah gradasi, definisi dan skor yang dibuat oleh
sebuah perusahaan yang menggunakan teknologi menengah untuk faktor
”Pendidikan”
Faktor Pendidikan Formal Minimal
Level Devinisi
1. Pendidikan ”elementer” yang memungkinkannya mampu membaca dan
menulis cukup baik, mampu melakukan perhitungan sederhana (aritbmetics).
Dapat memahami instruksi sederhana yang bersifat rutin.
(sekor 10)
2. SMTA atau sederajat, mampu melakukan perhitungan matematika dan ilmu
ukur untuk memecahkan masalah sederhana. Dapat memahami ”manual
standar” untuk menjalankan mesin, maanual tentang bagian mesin, dan
instruksi lisan dan tertulis.
(sekor 20)
3. Pendidikan D3 Teknik atau Politeknik atau Sekolah Magang 2-3 Tahun yang
hanya menerima lulusan SMTA. Mampu membaca dan memahami ”Cetak Biru”
alur proses dan manual yang cukup sulit.
(sekor 30)
4. Pendidikan Tinggi Strata I atau Sederajat. Mampu menggunakan metode dan
teknik yang lebih tinggi dalam memecahkan maslah yang berkaitan dengan
pekerjaan termasuk matematika tinggi bila perlu. Memahami standard
operating procedure dan mampu menulisnya.
(sekor 40)
5. Pendidikan Strara 2 atau sederajat atau brever spesialisasi dan pendidikan
profesi lanjutan dalam bidang yang relevan. Memecahkan masalah tanpa
bantuan siapa pun.
(sekor 50)
CONTOH ALOKASI BOBOT DAN POINT (SEKOR)
UNTUK SETIAP FAKTOR
Faktor-faktor Jabatan Alokasi Bobot (%) Point Terendah
1. Pendidikan Dasar 12.5 25
2. Pengalaman 12.5 25
3. Kompleksitas Tugas 5 30
4. Analisis dan inovasi 15 30
5. Hubungan-hubungan 10 20
6. Supervisi/Bimbingan Teknis 17.5 35
7. Rekomendasi & Keputusan 17.5 35
8. Tersedianya arahan dan bimbingan 10 10
Pertemuuan ke-4
SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH
a. Pengertian Serikat Pekerja / Serikat Buruh dan Tujuannya
a.1 Pengertian Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 Pasal 1
yang dimaksud dengan :
1. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan
untuk pekerja/buruh baik diperusahaan maupun diluar perusahaan, yang
bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokrais, dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan kerja/buruh
serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan kelaurganya
2. Serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan adalah serikat pekerja/serikat
buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di
beberapa perusahaan.
3. Serikat pekerja/serikat buruh di luar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat
buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh yang tidak beberja di perusahaan.
4. Federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan serikat pekerja/serikat
buruh.
5. Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan federasi serikat
pekerja/serikat buruh.
6. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
7. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada
di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b yang berkedudukkan di luar wilayah Indonesia.
a.2 Asas, Sifat dan Tujuan
Pasal 2
1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh menerima Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-undang dasar
1945 sebagai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh mempunyai asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945.
Pasal 3
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
mempunyai sipat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
Pasal 4
Serikat pekerja/serikat buruh mempunyai tujuan :
1. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan,
serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan
keluarganya.
2. Untuk mencapai tujuan sebgaimana dimaksud dalam ayat (1) Serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
mempunyai fungsi :
a. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama
danpenyelesaian perselisihan industrial.
b. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang
ketenagakerjaan sesuai dengan tingaktnya.
c. Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis
dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
d. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan
kepentingan anggotannya
e. Sabagai perencana, pelaksana dan bertanggung jawab memogokan
pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
f. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham
di perusahaan.
B. Pembentukan dan Keanggotaan
b.1 Pembentukan
Pasal 5
1) Setiap pekerja buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
pekerja/serikat buruh.
2) serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 orang
pekerja/buruh.
Pasal 6
1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota federasi
serikat pekerja/serikat buruh
2) Federasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 5
(lima) orang serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 7
1) Federasi serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk anggota
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.
2) Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya
3 (tiga) orang serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 8
Perjenjangan organisasi serikat pekerja/serikat buruh federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah
tangganya.
Pasal 9
serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur
tangan pengusaha, partaipolitik, dan pihak manapun.
Pasal 10
serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjaan dan atau bentuk
lain sesuai dengan kehendak pekerja/buruh.
Pasal 11
1) Setiap serikat pekerja/serikat buruh federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga.
2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya
harus memuat:
a. nama dan lambang
b. dasar negara, asas, dan tujuan
c. tanggal pendirian
d. tempat kedudukan
e. keanggotaan dan kepengurusan
f. sumber dan pertanggungjawaan keuangan, dan
g. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.
b.2 Keanggotaan
Pasal 12
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh harus terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik,
agama, suku bangsa, dan jenis kelamin.
Pasal 13
Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh diatur dalam anggaran dan anggaran rumah tangganya.
Pasal 14
1) seorang pekerja/buruh tidak boleh menjadi anggota lebih darisatu v serikat
pekerja/serikat buruh di satu perusahaan
2) Dalam hal seorang pekerja/buruh dalam satu perusahaan ternyata tercatat
pada lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang bersangkutan harus
menyatakan secara tertulis satu serikat pekerja/serikat buruh yang
dipilihnya.
Pasal 15
Pekerja/buruh yang menduduki jabatan tertentu di dalam satu perusahaan
danjabatan itu menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak pengusaha dan
pekerja/buruh, tidak boleh menjadi penguru serikat pekerja/serikat buruh di
perusahaan yang bersangkutan.
Pasal 16
1) Serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu
federasi serikat pekerja/serikat buruh
2) Setiap federasi serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota
dari satu konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
Pasal 17
1) Pekerja/buruh dapat berhasil sebagai anggota serikat pekerja/serikat buruh
dengan pernyataan tertulis.
2) Pekerja/buruh dapat diberhentikan dari serikat pekerja/serikat buruh sesuai
dengan ketentuan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat
pekerja/serikat buruh yang bersangkutan
3) Pekerja/buruh, baik sebagai pengurus maupun sebagai anggota serikat
pekerja/serikat buruh yang berhenti atau diberhentikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tetap bertanggung jawab atas
kewajiban yang belum dipenuhinya terhadap serikat pekerja/serikat buruh.
c. Hak dan Kewajiban
Pekerja/buruh sebagai warga negara mempunyai persamaan kedudukan dalam
hukum, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak,
mengeluarkan pendapat, berkumpul dala satu organisasi, serta mendirikan dan
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Hak menjadi anggota anggota serikat
pekerja/serikat buruh merupakan hak asasi pekerja/buruh yang telah di jamin dalam
Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan hak tersebut, kepada
setiap pekerja/buruh harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya mendirikan
dan menjadi anggota anggota serikat pekerja/serikat buruh. anggota serikat
pekerja/serikat buruh berfungsi sebagai sarana untuk memperjuangkan dan
melindungi dan membela kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja
buruh dan keluarganya. Dalam menggunakan hak tersebut, pekerja/buruh dituntut
bertanggung jawab untuk menjamin kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan
bangsa dan negara. Oleh karena itu, penggunaan hak tersebut dilaksanakan dalam
kerangka hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.
Hak berserikat bagi pekerja/buruh, sebagaimana diatur dalam Konvensi
Internasional Labour Organization (ILO) Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat
dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi, dan Konvensi ILO Nomor 98 mengenai
Berlakunya Dasar-dasar Daripada Hak Untuk Berorganisasi dan Untuk Bergabung
Bersama sudah diartifikasi oleh Indonesia menjadi bagian dari peraturan perundang-
undangan nasional.
Namun selama ini belum ada peraturan yang secara khusus mengatur
pelaksanaan hak berserikat bagi pekerja/buruh sehingga serikat pekerja/buruh
pekerja/berserikat buruh belum dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal.
Konvensi ILO yang dimasud menjamin hak berserikat pegawai negeri sipil, tetapi
karena fungsinya sebgai pelayan masyarakat pelaksanaan hak itu diatur tersendiri.
Pasal 25
1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak:
a. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
b. mewakili pekerjaan/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial;
c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan;
d. membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan
usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh;
e. melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Pelaksanaan hak-hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 26
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh dapat berfartisifasi dan/atau berkerja sama dengan serikat pekerja/serikat
buruh internasional dan/atau organisasi internasional dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 27
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh yang telah mempunyai nomor bukti percatatan berkewajiban:
a. Melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan
memperjuangkan kepentingannya;
b. Memperjuangkan peningatan kesejahteraan anggota dan keluarganya;
c. Mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai
dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Perlindungan Hak Berorganisasi
Pasal 28
Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk
membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus,
menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak
menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:
a) melakukan pemutusan, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
b) tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c) melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
d) melakukan kampanye anti pembentukan anggota serikat pekerja/serikat
buruh;
Pasal 29
1) Pengusaha harus memberi kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota
anggota serikat pekerja/serikat buruh untuk menjalankan kegiatan anggota
serikat pekerja/serikat buruh dalam jam kerja yang disepakati oleh kedua
belah pihak dan/atau yang diatur dalam perjanjian kerja bersama.
2) Dalam kesepakatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) haru diatur mengenai:
a. jenis kegiatan yang diberikan kesempatan;
b. tata cara pemberian ksempatan;
c. pemberian kesempatan yang mendapat upah danyang tidak mendapat
upah;
d. Pembubaran dan Penyelesaian Perselisihan
d.1 Pembubaran
Pasal 37
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
bubar dalam hal :
a. dinyatakan oleh anggotanya menurut anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga
b. perusahaan tutup atau menghentikan kegiatannya untuk selama-lamanya
yang mengakibatkan putusnya hubungan kerja bagi seluruh pekerja/buruh
diperusahaan setelah seluruh kewajiban pengusaha terhadap pekerja/buruh
diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. dinyatakan dengan putusan pengadilan
Pasal 38
1) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 huruf c dapat
membubarkan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh dalam hal:
a. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh mempunyai asas yang bertentangan dengan
pancasila dan UUD 1945
b. Pengurus dan/atau anggota atas nama serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh terbukti melakukan
kesejahteraan terhadap keamanan negara dan dijatuhi pidana penjara
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
2) Dalam hal putusan yang dijatuhkan kepada para pelaku tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, lima hukumnya tidak sama,
maka sebagai gugatan pembubaran serikat pekerja/serikat buruh, federasi
dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh digunakan putusan yang
mematuhi syarat.
3) Gugata pembubaran serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) diajukan oleh instansi pemerintah kepada pengadilan tempat serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang bersangkutan berkedudukan.
Pasal 39
1) Bubarnya serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh tidak melepaskan para pengurus dari tanggung jawab
dan kewajibannya, baik terhadap anggota maupun terhadap pihak lain.
2) Pengurus dan/atau anggota serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang terbukti bersalah menurut
keputusan pengadilan yang menyebabkan serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibubarkan, tidak boleh
membentuk dan menjadi pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh lain selama 3 (tiga) tahun sejak
putusan pengadilan mengenai pembubaran serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
d.2 Penyelesaian Perselisihan
Pasal 35
Setiap perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh diselesaikan secara musyawarah oleh
serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang bersangkutan.
Pasal 36
Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tidak
mencapai kesepakan, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh diselesaikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.