ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA ANTAR …
Transcript of ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA ANTAR …
ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA ANTAR
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Oleh :
ARIESTA EKA PRYANDA
B300152038
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA ANTAR
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
ARIESTA EKA PRYANDA
B300152038
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Siti Aisyah, SE.M.Si
ii
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA ANTAR
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT
oleh:
ARIESTA EKA PRYANDA
B300152038
Telah Dipertahankan Didepan Dewan Penguji
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada Sabtu, 25 April 2020
Dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat
Dewan Penguji:
1. Siti Aisyah, SE.M.Si ( )
(Ketua Dewan Penguji)
2. Dr. Didit Purnomo.M.Si ( )
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Dr. Agung Riyardi.M.Si ( )
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
Dr. H. Syamsudin, S.E., M. M
NIK. 19570217 1986 031 001
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 1 Agustus 2021
Penulis
ARIESTA EKA PRYANDA
B300152038
1
ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA ANTAR
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Realisasi Belanja Daerah dan Jumlah Penduduk Miskin serta Upah Minimum
Regional terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Kalimantan Barat.
Data yang digunakan adalah data sekunder dengan analisis data panel. Metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif
dengan analisis data dan analisis regresi linier berganda menggunakan software
Eviews 8. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi
dan upah minimum regional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
variabel indeks pembangunan manusia. Sedangkan variabel realisasi belanja
daerah dan jumlah penduduk miskin memiliki pengaruh positif tapi tidak
signifikan.
Kata kunci: realisasi belanja daerah, pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk
miskin, upah minimum regional dan indeks pembangunan manusia.
Abstract
This study aims to determine the effect of Economic Growth, Realization of
Regional Expenditures and Total Poor Population and Regional Minimum Wages
on the Human Development Index in West Kalimantan Province. The data used is
secondary data with panel data analysis. The data analysis method used in this
study is a quantitative method with data analysis and multiple linear regression
analysis using Eviews 8 software. The results of this study indicate that economic
growth variables and regional minimum wages have a positive and significant
effect on the human development index variable. Whereas the variable of regional
expenditure realization and the number of poor people has a positive but not
significant effect.
Keywords: realization of regional expenditure, economic growth, number of
poor population, regional minimum wage and human development
index.
1. PENDAHULUAN
Pada hakikatnya pembangunan adalah proses perubahan yang berjalan secara
terus menerus untuk mencapai suatu kondisi kehidupan yang lebih baik, secara
material maupun spiritual. Pembangunan haruslah dipandang sebagai suatu proses
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan struktur sosial, sikap-sikap
masyarakat, serta institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi
pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, dan pengentasan
2
kemiskinan (Todaro dan Smith, 2006). Sebagai suatu proses, pembangunan tentu
saja dilakukan dengan melihat berbagai aspek kebutuhan yang ada sekaligus
merespon perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan berbagai tuntutan
pergeseran waktu akibat berkembangnya peradaban, sistem sosial masyarakat, dan
teknologi yang lebih maju.
Pada awalnya pembangunan merupakan tugas dan kewajiban yang
dibebankan kepada pemerintah dan negara, masyarakat dianggap pasif dan kurang
berkontribusi dalam menjadi objek pembangunan. Belakangan ini, pandangan
baru tentang pembangunan berkembang, tidak lagi hanya memberikan beban
kepada pihak pemerintah, melainkan mulai mengikutsertakan masyarakat dan
pihak-pihak ketiga seperti dunia usaha serta pemangku kepentingan lainnya.
Salah satu tolok ukur yang digunakan dalam melihat kualitas hidup
manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diukur melalui
realisasi belanja daerah oleh pemerintah, upah minimum regional dan
pertumbuhan ekonomi serta jumlah penduduk miskin. Melalui peningkatan
keempat indikator tersebut diharapkan akan terjadi peningkatan kualitas hidup
manusia. keberhasilan pembangunan manusia tidak dapat dilepaskan dari kinerja
pemerintah yang berperan dalam menciptakan regulasi bagi tercapainya tertib
sosial.
Pemerintah sebagai pelaksana pembangunan tentunya membutuhkan
modal manusia yang berkualitas sebagai modal dasar pembangunan. Untuk
menghasilkan manusia yang berkualitas diperlukan upaya-upaya untuk
meningkatkan kualitas SDMnya. Adapun kualitas manusia dapat diukur melalui
Indeks Pembangunan Manusia. Mulyadi(2003) menyatakan bahwa peningkatan
kualitas manusia dapat dipenuhi dengan berbagai kebijakan, yaitu memperhatikan
arah pembangunan ekonomi dimasa yang akan datang,
Menurut Ginting (2008) menyatakan pembangunan manusia di Indonesia
adalah identik dengan pengurangan kemiskinan. Investasi dibidang pendidikan
dan kesehatan akan lebih berarti bagi penduduk miskin dibandingkan penduduk
tidak miskin, karena aset utama penduduk miskin adalah tenaga kasar mereka.
Tersedianya fasilitas pendidikan dan kesehatan murah akan sangat membantu
3
untuk meningkatkan produktivitas masyarakat, dan pada gilirannya meningkatkan
pendapatan masyarakat tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pembangunan manusia belum secara optimal dilakukan karena hanya terfokus
pada pengurangan kemiskinan.
Peningkatan pembangunan manusia dapat dicermati dari angka IPM. Arif(
2012) dalam penelitiannya menyatakan IPM merupakan salah satu alat ukur yang
dapat digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia, baik dari sisi
dampaknya terhadap kondisi fisik manusia (kesehatan dan kesejahteraan) maupun
yang bersifat non-fisik (intelektualitas).
IPM disusun dari komponen pembangunan manusia yang dianggap
menjadi dasar yaitu ketahanan hidup atau usia, diukur dengan harapan hidup pada
saat lahir, pendidikan yang dihitung berdasarkan tingkat rata-rata melek huruf
dikalangan penduduk dewasa dan angka rata-rata lama sekolah, kualitas standar
hidup yang diukur berdasarkan pendapatan perkapita riil yang disesuaikan dengan
paritas daya beli dari mata uang domestik di masing - masing negara (BPS, 2012).
Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program
pencapaian pembangunan. United Nations Development Program (UNDP) telah
menerbitkan suatu indikator yaitu IPM untuk mengukur kesuksesan pembangunan
dan kesejahteraan suatu negara atau wilayah dalam bidang pembangunan
manusia. Indikator angka harapan hidup mengukur kesehatan, indikator angka
melek huruf penduduk dewasa dan rata-rata lama sekolah mengukur pendidikan,
dan indikator daya beli mengukur standar hidup. Ketiga indikator tersebut saling
mempengaruhi satu sama lain, selain itu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
seperti ketersediaan kesempatan kerja yang ditentukan oleh pertumbuhan
ekonomi, infrastruktur dan kebijakan pemerintah sehingga IPM akan meningkat
Provinsi Kalimantan Barat memiliki laju pertumbuhan penduduk yang
kurang stabil setiap tahunnya. Namun sebenarnya memiliki potensi sumber daya
manusia yang siap untuk diberdayakan. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan
kebebasan kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat untuk melaksanakan
pembangunan daerah secara lebih mandiri. Berdasarkan visi, misi dan tujuan
pembangunan yang ingin dicapai..
4
Perkembangan penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Barat dari tahun
ke tahun masih belum stabil sehingga diperlukan beberapa program guna
meminimalisasi jumlah penduduk miskin, dengan demikian pembangunan
manusia dapat lebih stabil. Kemiskinan dapat menjadikan efek yang cukup serius
bagi pembangunan manusia karena masalah kemiskinan merupakan sebuah
masalah yang kompleks yang sebenarnya bermula dari kemampuan daya beli
masyarakat yang tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan pokok sehingga
kebutuhan yang lain seperti pendidikan dan kesehatan terabaikan. Hal tersebut
terjadi karena upah minimum regional yang di terima tenaga kerja berdasarkan
penetapan dari pemerintah masih terbilang belum dapat untuk memenuhi segala
kebutuhan hidup.Dengan demikian pembangunan manusia akhirnya menjadikan
target capaian IPM yang ditentukan oleh pemerintah menjadi tidak terealisasikan
dengan baik.
Peran pemerintah dalam meningkatkan IPM juga dapat berpengaruh
melalui realisasi belanja negara dalam pelayanan publik. Peran pemerintah dalam
kebijakan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi kebijakan didasarkan
pada pertimbangan bahwa daerahlah yang lebih mengetahui kebutuhan dan
standar pelayanan bagi masyarakat di daerahnya, sehingga pemberian otonomi
daerah diharapkan dapat memacu peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah
melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi daerah
dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh pembangunan manusia.
Berdasarkan uraian ini, maka permasalahan yang akan di lihat dalam
penelitian ini adalah: Bagaimanakah pengaruh jumlah penduduk miskin dan
pertumbuhan ekonomi, serta upah minimum regional dan realisasi belanja daerah
terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Kalimantan Barat ?
Dan adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: Untuk
mengetahui pengaruh jumlah penduduk miskin dan pertumbuhan ekonomi, serta
upah minimum regional dan realisasi belanja daerah terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Kalimantan Barat sebagai alat
pembangunan.
5
Tabel 1. Data Indeks Pembangunan Manusia per Kabupaten/Kota di Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2012-2014 (Persen)
Kab/Kota 2012 2013 2014
Sambas 61,53 62,47 63,28
Bengkayang 63,42 63,99 64,40
Landak 62,38 62,72 63,59
Mempawah 60,75 62,09 62,78
Sanggau 61,39 61,72 62,06
Ketapang 62,04 62,85 63,27
Sintang 61,66 62,64 63,19
Kapuas Hulu 61,85 62,63 62,90
Sekadau 60,14 61,02 61,98
Melawi 61,58 62,27 62,89
Kayong Utara 57,53 57,92 58,52
Kubu Raya 63,42 63,94 64,52
Kota Pontianak 75,55 75,98 76,63
Kota Singkawang 68,54 69,13 69,84
Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Barat
Berdasarkan Tabel 1 selama periode 2012-2014 nilai IPM per kabupaten
atau kota di Provinsi KalimantanBarat terus mengalami peningkatan. Hal ini
menunjukan indikasi yang baik bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di
Provinsi Kalimantan Barat. Pada Kabupaten Kayong Utara memang mengalami
peningkatan tapi di bandingkan dengan kabupaten atau kota lain masih tertinggal.
Hal ini disebabkan oleh Kabupaten Kayong Utara baru saja mekar dan di
resmikan pada tanggal 2 januari 2007.
Wujud nyata dari pengelolaan keuangan daerah yang dituangkan dalam
UU No.17 Tahun 2003 merupakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Anggaran Pendapatan dan belanja daerah merupakan rencana keuangan
tahunan pemerintah dan sudah disetujui oleh DPRD. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah juga menjadi alat pengawasan terhadap pengeluaran dan
pendapatan daerah di tahun berikutnya. APBD terdiri dari beberapa komponen
yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah. Pendapatan Asli Daerah
(PAD), Dana Perimbangan (DP), dan lain-lain Pendapatan yang sah (LPS).
Belanja daerah merupakan Semua kewajiban daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan menurut
UUNo. 33 Tahun 2004. Berdasarkan fungsinya Belanja daerah terdiri dari belanja
6
untuk pembangunan perumahan dan fasilitas umum, peningkatan kesehatan,
pariwisata, budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan sosial.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
tentang perubahan kedua, Belanja Daerah dikelompokkan menjadi : 1) Belanja
Langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan
program dan kegiatan. Belanja Langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja
barang dan jasa, belanja modal. 2) Belanja Tidak Langsung merupakan belanja
yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan
kegiatan. Belanja tidak langsung juga merupakan anggaran yang diberikan daerah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerahnya untuk pembangunan
dalam pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur lainnya
Tabel 2. Data realisasi belanja daerah perKabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2012-2014 (Rupiah)
Kab/Kota 2012 2013 2014
Sambas 814.295.338 1.039.619.502 1.174.144.328
Bengkayang 541.669.729 620.299.719 806.042.638
Landak 334.114.498 827.393.255 920.954.103
Mempawah 589.639.052 656.670.843 758.034.430
Sanggau 882.436.460 989.383.319 1.053.233.782
Ketapang 1.202.764.205 1.202.764.205 1.577.793.986
Sintang 920.004.348 1.075.556.247 1.141.361.438
Kapuas Hulu 925.799.594 1.046.895.750 1.166.456.511
Sekadau 442.410.729 583.077.949 617.842.293
Melawi 690.995.266 659.061.044 793.523.572
Kayong Utara 444.748.360 506.115.482 507.628.306
Kubu Raya 805.466.698 948.342.809 1.034.435.210
Kota Pontianak 1.006.492.631 1.309.158.772 1.326.351.109
Kota Singkawang 515.601.489 681.703.042 684.828.674
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat
Berdasarkan Tabel 2 selama periode 2012-2014 nilai belanja pemerintah di
Provinsi Kalimantan Barat terus mengalami peningkatan. Pada periode 2012-2014
tercatat bahwa setiap kota atau kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat memiliki
potensi yang baik dalam mensejahterakan masyarakatnya.
Pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan
dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk (Jhingan,
2007). Pertumbuhan Ekonomi adalah salah satu indikator yang digunakan untuk
7
mengukur sebuah prestasi ekonomi suatu negara. Dalam kegiatan ekonomi
sebenarnya, pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan ekonomi fisik. Beberapa
perkembangan ekonomi fisik yang terjadi di dalam suatu negara adalah
pertambahan produksi barang dan jasa, dan perkembangan infrastruktur. Semua
hal tersebut biasanya diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang
dicapai suatu negara dalam periode survey tertentu.
Menurut (Todaro dan Smith, 2006) ada tiga faktor utama dalam
pertumbuhan ekonomi, yaitu : a) Akumulasi modal termasuk semua investasi baru
yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (human
resources). Akumulasi modal akan terjadi jika ada sebagian dari pendapatan
sekarang ditabung yang kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk
memperbesar output dimasa-masa mendatang. Investasi juga harus disertai dengan
investasi infrastruktur, yakni berupa jalan, listrik, air bersih, fasilitas sanitasi,
fasilitas komunikasi, demi menunjang aktivitas ekonomi produktif. Investasi
dalam pembinaan sumber daya manusia dapat meningkatkan kualitas modal
manusia, sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang sama
terhadap angka produksi, bahkan akan lebih besar
Tabel 3. Data Pertumbuhan Ekonomi per Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2012-2014 (persen)
kota/kab 2012 2013 2014
Sambas 5,90 6,17 5,40
Bengkayang 5,87 5,90 4,02
Landak 5,42 5,20 4,93
Mempawah 4,06 5,44 6,00
Sanggau 6,03 5,98 3,26
Ketapang 4,65 4,72 2,76
Sintang 5,60 6,47 5,36
Kapuas Hulu 4,75 5,23 3,98
Sekadau 6,21 6,52 6,09
Melawi 6,22 4,85 4,73
Kayong Utara 5,78 5,25 5,65
Kubu Raya 6,61 6,49 6,37
Kota Pontianak 7,77 7,83 5,94
Kota Singkawang 6,64 6,60 6,61
Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Barat
Dari tabel 3 diatas dapat disimpulkan bahwa seluruh kabupaten kota di
Provinsi Kalimantan Barat mengalami penurunan pertumbuhan di tahun 2014
8
berkaca dari pertumbuhan ekonomi yang terjadi di tahun 2013 kecuali Kota
Singkawang yang mengalami peningkatan sebesar 0,01% dari tahun sebelumnya.
Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Jadi jumlah penduduk miskin
adalah setiap penduduk yang memiliki rata rata pengeluaran perkapita
perbulannya di bawah garis kemiskinan
Secara etimologis, “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya
tidak berharta benda dan serba kekurangan. Badan Pusat Statistik mendefinisikan
sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal
untuk hidup layak (BPS, 2012) lebih jauh disebutkan kemiskinan merupakan
sebuah kondisi yang berada dibawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik
untuk makanan dan non makanan yang disebut garis kemiskinan (proverty line)
atau disebut juga batas kemiskinan (poverty treshold)
Menurut (Yacoub, 2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar, karena kemiskinan
menyangkut pemenuhan kebutuhan yang paling mendasar dalam kehidupan dan
kemiskinan merupakan masalah global karena kemiskinan merupakan masalah
yang dihadapi banyak negara.
World Bank(2004) menyatakan bahwa salah satu sebab kemiskinan adalah
karena kurangnya pendapatan dan aset (lack of income and assets) untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan, tingkat
kesehatan dan pendidikan yang dapat diterima (acceptable). Di samping itu
kemiskinan juga berkaitan dengan keterbatasan lapangan pekerjaan dan biasanya
mereka yang dikategorikan miskin (the poor) tidak memiliki pekerjaan
(pengangguran), serta tingkat pendidikan dan kesehatan mereka pada umumnya
tidak memadai.
Menurut (Adisasmita, 2005) indikator-indikator kemiskinan yang
digunakan secara umum adalah tingkat upah, pendapatan, konsumsi, mortalitas
anak usia balita, imunisasi, kekurangan gizi anak, tingkat fertilitas, tingkat
kematian ibu, harapan hidup rata-rata, tingkat penyerapan anak usia sekolah dasar,
proporsi pengeluaran pemerintah untuk pelayanan kebutuhan dasar masyarakat,
9
pemenuhan bahan pangan (kalori/protein), air bersih, perkembangan penduduk,
melek huruf, urbanisasi, pendapatan per kapita, dan distribusi pendapatan.
Tabel 4. Data Jumlah Penduduk Miskin perkabupaten/kota di Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2012-2014 (ribu jiwa)
kota/kabupaten 2012 2013 2014
Sambas 45.310 51.200 49.300
Bengkayang 15.200 18.400 16.900
Landak 42.570 49.500 48.500
Mempawah 13.710 15.600 15.000
Sanggau 18.720 20.400 19.700
Ketapang 53.460 58.800 54.200
Sintang 32.490 39.000 35.700
Kapuas Hulu 23.160 26.400 24.300
Sekadau 11.140 13.200 12.100
Melawi 22.560 26.000 24.000
Kayong Utara 10.170 11.100 9.900
Kubu Raya 32.760 32.100 29.500
Kota Pontianak 33.410 32.800 30.900
Kota Singkawang 10.410 13.000 12.000
Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Barat
Dari tabel 4 diatas dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Ketapang
memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak dibanding kota/kabupaten lain di
Provinsi Kalimantan Barat dilihat dari tahun 2012-2014.
Upah minimum regional adalah suatu standar minimum yang digunakan
oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja,
pegawai ataupun buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Kemudian
UMR sudah diatur juga melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.07/Men/2013
tentang Upah Minimum
Indikator penting lainnya dalam pertumbuhan ekonomi adalah upah. Upah
merupakan salah satu indikator penting untuk menilai hidup dari
buruh/karyawan/tenaga kerja. Pentingnya pemberian upah kepada tenaga kerja
yang sesuai dengan hasil pekerjaannya serta besarnya kebutuhan merupakan suatu
hal yang harus diperhatikan oleh seorang pengusaha. Upah yang sesuai tersebut
dapat diberikan baik itu sesuai dengan jam kerja ataupun banyaknya unit barang
yang dihasilkan oleh tenaga kerja tersebut (Charysa,2013).
Kondisi perekonomian pada saat ini telah memungkinkan untuk
mewujudkan penetapan upah yang lebih realistis sesuai kondisi daerah dan
10
kemampuan perusahaan secara sektoral, sehingga perlu penetapan Upah
Minimum Regional (UMR) yang mengacu kepada pemenuhan Kebutuhan Hidup
Minimum (KHL). Pemerintah menetapkan upah berdasarkan KHL dan dengan
memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Pada beberapa
kabupaten/kota yang terletak di Kalimantan Barat juga menganut penetapan UMR
berdasarkan KHL masing-masing Penetapan upah di Kalimantan Barat didasarkan
pada nilai kebutuhan hidup minimum (KHM) dan pelaksanaannya upah
ditetapkan melalui Dewan Pengupahan yang didalamnya terdapat perwakilan dari
serikat pekerja dan perwakilan pengusaha.
Tabel 5. Data Upah Minimum Regional per Kabupaten/Kota di Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2012-2014 (rupiah)
KABUPATEN/KOTA UMR 2012 UMR 2013 UMR 2014
Kota Pontianak 995.000 1.165.000 1.425.000
Kabupaten Mempawah 910.000 1.143.000 1.387.000
Kabupaten Landak 940.000 1.125.000 1.450.000
Kabupaten Sintang 950.000 1.126.000 1.450.000
Kabupaten Sambas 945.000 1.122.500 1.450.000
Kabupaten Ketapang 1.050.000 1.500.000 1.650.000
Kabupaten Kapuas Hulu 986.500 1.260.000 1.475.000
Kota Singkawang 925.000 1.135.000 1.450.000
Kabupaten Sanggau 925.000 1.118.000 1.449.000
Kabupaten Kubu Raya 945.000 1.166.000 1.390.000
Kabupaten Sekadau 910.000 1.180.000 1.450.000
Kabupaten Bengkayang 975.500 1.255.000 1.400.000
Kabupaten Melawi 900.000 1.180.000 1.470.000
Kabupaten Kayong Utara 900.000 1.060.000 1.600.000
Sumber : BPSProvinsi Kalimantan Barat
Berdasarkan Tabel 5 selama periode 2012-2014 UMR di Provinsi
Kalimantan Barat per kabupaten kota terus mengalami peningkatan namun masih
terbilang kecil berkaca dari ini masih perlunya peningkatan UMR di tiap
kabupaten atau kota di Provinsi Kalimantan Barat agar menjamin kesejahteraan
hidup seluruh warga yang ada di provinsi Kalimantan Barat.
2. METODE
Penelitian ini menggunakan alat analisis data panel dengan formulasi model
estimatornya adalah IPMt = ᵦ0 + ᵦ1RBDt + ᵦ2PEt + ᵦ3JPMt + ᵦ4UMRt + ɛt. Langkah-
langkah estimasinya akan meliputi : estimasi parameter model estimator, random
11
effect model, fixed effect model, uji kebaikan model (dengan uji statistik F,
koefisien determinan (R-Square)), uji validitas pengaruh (dengan uji t). Variabel
yang diteliti meliputi indeks pembangunan manusia di kota/kabupaten di Provinsi
Kalimantan Barat (variabel dependen), dan RBD) realisasi belanja daerah, (PE)
pertumbuhan ekonomi, (JPM) jumlah penduduk miskin, (UMR) upah minimum
regional di kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat (variabel independen).
Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Barat.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Deskripsi Data Penelitian
Indek Pembangunan Manusia adalah suatu metode pengukuran perbandingan dari
angka harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk negara
seluruh dunia. Tingkat pembangunan manusia yang tinggi sangat menentukan
kemampuan penduduk dalam menyerap dan mengelola sumber-sumber
pertumbuhan ekonomi, baik kaitannya dengan teknologi maupun terhadap
kelembagaan sebagai sarana penting untuk mencapai peningkatan kualitas Indeks
Pembangunan Manusia.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian
suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama
periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses
kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk
kenaikan pendapaan nasional.
Upah Minimum Regional merupakan salah satu indikator penting yang
digunakan untuk mengetahui kesejahteraan dari buruh/tenaga kerja pada suatu
daerah/regional. Pentingnya pemberian upah kepada tenaga kerja yang sesuai
dengan hasil pekerjaannya serta besarnya kebutuhan merupakan suatu hal yang
harus diperhatikan oleh seorang pengusaha. Dalam hal ini pemerintah cukup
mengambil beberapa andil dalam menentukan Upah Minimum Regional.
Kemiskinan merupakan suatu keadaan buruk dimana masyarakat kurang
mampu dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya di sebabkan karena adanya
pendapatan yang relatif kecil sehingga kehidupan maupun kesejahteraan
12
masyarakat sedikit terkuras, akibatnya laju pertumbuhan ekonomi pun menjadi
terhambat karna hal tersebut selalu menjadi penghambat dalam dunia
perekonomian. Jadi Jumlah Penduduk Miskin adalah jumlah penduduk yang
masuk dalam kategori miskin sesuai dengan deskripsi arti dari kemiskinan dan
belum mampu memenuhi kebutuhan pokok sehari-harinya.
Sebuah wujud nyata dalam mewujudkan sebuah rencana pemerintah yang
sudah disetujui oleh DPRD daerah terkait dan tertuang dalam APBD. Dalam
rentang waktu tertentu rencana yang terjadi dan benar benar terealisasi inilah yang
disebut Realisasi Belanja Daerah.
3.2 Hasil Analisis
Tabel 6. Hasil Regresi Data Panel Cross Section
Variabel Koefisien Regresi
PLS FEM REM
C -103.3604 15.03486 13.98294
LOG(RBD) 5.500787 0.238537 0.274625
PE 2.329777 0.124937 0.132538
LOG(JPM) -0.534338 0.258170 0.309292
LOG(UMR) 3.328768 2.891238 2.873635
R² 0.436320 0.998566 0.850845
Adj. R² 0.375382 0.997550 0.834720
F statistic 7.160031 982.8074 52.76587
Prob F-Stat 0.000225 0.000000 0.000000
Sumber : BPS Kalimantan Barat, diolah
Uji Chow dan uji Hausman dipakai untuk memilih model terestimasi
terbaik – PLS, FEM, atau REM. Apabila pada uji Chow terpilih PLS dan pada uji
Hausman terpilih REM, maka harus dilakukan uji Langrange Multiplier (LM)
untuk memilih model terestimasi terbaik antara PLS dan REM.
Tabel 7. Hasil Uji Chow
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 723.641022 (13,24) 0.0000
Cross-section Chi-square 250.897035 13 0.0000
Sumber : Data diolah
Dari Tabel 7, terlihat nilai p (p-value), probabilitas atau signifikansi
empirik statistik F sebesar 0,0000 (< 0,01), jadi H0 ditolak. Simpulan, model
terestimasi terbaik adalah FEM.
13
Tabel 8. Hasil Uji Husman
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 14.825978 4 0.0051
Dari Tabel 8, terlihat nilai p (p-value), probabilitas atau signifikansi
empirik statistik x2 sebesar 0,0051(< 0,01), jadi H0 ditolak. Simpulan, model
terestimasi terbaik adalah model FEM.
Tabel 9. Model Estimasi Fixed Effect Model
=
+
= 0.998566 ; DW-Stat = 2.383495 ; F-Stat = 982.8074 ; Sig. F-Stat = 0,0000
Tabel 10. Effect dan Konstanta Cross Section
No WILAYAH Effect Konstanta
1 Sambas -1.423.097 13.611.763
2 Bengkayang 0.430122 15.464.982
Landak -0.752187 14.282.673
4 Mempawah -1.428.114 13.606.716
5 Sanggau -1.769.271 13.265.589
6 Ketapang -1.513.239 13.521.621
7 Sintang -1.289.851 13.745.009
8 kapuas hulu -1.247.448 13.787.412
9 Sekadau -2.367.276 12.667.584
10 Melawi -1.287.148 13.747.712
11 kayong utara -5.249.207 9.785.653
12 Kubu Raya 0.161558 15.196.418
13 Kota Pontianak 12.02520 27.060.060
14 Kota Singkawang 5.709955 20.744.815
Sumber: BPS dan Disnakertrans Prov.Kalimantan Barat,diolah
Model eksis ketika setidaknya satu variabel independen memiliki
pengaruh terhadap variabel dependen (tidak semua koefisien regresi bernilai nol).
Uji eksis-tensi model adalah uji F. Formulasi hipotesisnya:
(koefisien regresi semua nol atau model tidak
14
eksis); (setidaknya satu koefisien
regresi tidak sama dengan nol atau model eksis). H0 akan diterima jika nilai p (p
value), probabilitas, atau signifikasi empirik statistik F > α.; H0 akan ditolak jika
nilai p (p value), probabilitas, atau signifikasi empirik statistik F ≤ α. Dari Tabel
4.4, terlihat nilai p (p value), probabilitas, atau signifikansi empirik stastistik F
bernilai 0.000000 (< 0,01); jadi H0 ditolak. Simpulan, model terestimasi FEM
eksis.
Koefisien determinasi (R2) menunjukkan daya ramal dari model
terestimasi. Dari Tabel 6 terlihat nilai R2 sebesar 0.998566, artinya 99,85% variasi
variabel IPM dapat dijelaskan oleh variabel Realisasi Belanja Daerah, variabel
Pertumbuhan Ekonomi, Variabel Jumlah Penduduk Miskin, dan Variabel Upah
Minimum Regional. Sisanya, 0,15%, dipengaruhi oleh variabel-variabel atau
faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model.
Uji validitas pengaruh menguji signifikansi pengaruh dari variabel
independen secara sendiri-sendiri. Uji validitas pengaruh memakai uji t. H0 uji t
β1≠ 0: variabel independen ke i tidak memiliki pengaruh signifikan; HA-nya β1 ≠
0: variabel independen ke i memiliki pengaruh signifikan. H0 akan diterima jika
nilai p (p value), probabilitas, atau signifikasi empirik statistik t > α; H0 akan
ditolak jika nilai p (p value), probabilitas, atau signifikasi empirik statistik t ≤ α.
Tabel 11. Hasil Uji Validitas Pengaruh Variabel Independen
Variabel T Sig.t Kriteria Kesimpulan
LOG(RBD) 0.813933 0.4237 > 0,10 Tidak Signifikan
PE 2.130135 0.0436 < 0,05 Signifikan pada α = 0,05
LOG(JPM) 0.398354 0.6939 > 0,10 Tidak Signifikan
LOG(UMR) 10.85278 0.0000 < 0,01 Signifikan pada α = 0,01
Sumber : BPS Jawa Tengah, dioalah
Berdasarkan uji validitas pengaruh pada Tabel 11 variabel yang memiliki
pengaruh signifikan adalah variabel Pertumbuhan Ekonomi (PE) dan LogUpah
Minimum Regional (UMR). Sedangkan variabel LogRealisasi Belanja Daerah
(RBD) dan LogJumlah Penduduk Miskin (JPM) tidak memiliki pengaruh
signifikan.
15
Variabel Pertumbuhan Ekonomi (PE) memiliki koefisien regresi sebesar
0.124937, dengan pola hubungan linier-linier. Artinya, jika variabel pertumbuhan
ekonomi naik sebesar 1 persen, maka indeks pembangunan manusia akan
mengalami peningkatan sebesar 0.124937 persen. Sebaliknya jika turun 1 persen,
maka indeks pembangunan manusia akan mengalami penurunan sebesar 0.124937
persen.
Variabel upah minimum regional (UMR) memiliki koefisien regresi
sebesar 2.891238 , dengan pola hubungan linier-logaritma. Artinya, jika variabel
upah minimum regional naik sebesar 1 persen, maka indeks pembangunan
manusia akan mengalami kenaikan sebesar 0,02891238 persen. Sebaliknya jika
turun 1 persen, maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami penururnan sebesar
0,02891238 persen.
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui nilai konstanta dari masing-masing
Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat. Dalam kaitannya dengan pengaruh
variabel independen Realisasi Belanja Daerah (RBD), Pertumbuhan Ekonomi
(PE), Jumlah Penduduk Miskin (JPM), dan Upah Minimum Regional (UMR)
maka tiga wilayah yang cenderung memiliki Indeks Pembangunan Manusia
tertinggi adalah Kota Pontianak dengan nilai konstanta sebesar 27.060.060,
kemudian Kota Singkawang dengan nilai konstanta sebesar 20.744.815 dan
Kabupaten Bengkayang dengan nilai konstanta sebesar 15.464.982. Sementara
untuk tiga wilayah yang cenderung memiliki Indeks Pembangunan Manusia
terendah adalah Kabupaten Kayong Utara dengan nilai konstanta sebesar
9.785.653, kemudian Kabupaten Sekadau dengan nilai konstanta sebesar
12.667.584 dan Kabupaten Sanggau dengan nilai konstanta sebesar 13.265.589.
3.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil estimasi data panel secara cross section menunjukkan bahwa
Pertumbuhan Ekonomi dan Upah Minimum Regional memiliki pengaruh
signifikan positif tehadap Indeks Pembangunan Manusia di Kalimantan Barat
tahun 2012-2014. Hal ini sesuai dengan hipotesis peneliti bahwa Upah Minimum
Regional berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia per
Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat yang berarti apabila variabel independen
16
Upah Minimum Regional meningkat maka akan menaikan variabel dependen
Indeks Pembangunan Manusia dan sebaliknya.
Jika variabel independen Pertumbuhan Ekonomi Regional meningkat
maka akan meningkatkan variabel dependen Indeks Pembangunan Manusia. Dari
hasil pengujian hipotesis diperoleh hasil bahwa Upah Minimum Regional
mempunyai pengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
Hasil yang sama didapat juga dari variabel Upah Minimum Regional , Jika
variabel independen Upah Minimum Regional meningkat maka akan
meningkatkan variabel dependen Indeks Pembangunan Manusia. Dari hasil
pengujian hipotesis diperoleh hasil bahwa Upah Minimum Regional mempunyai
pengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
Realisasi Belanja Daerah dan Jumlah Penduduk Miskin tidak berpengaruh
signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Kalimantan Barat.
Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa variabel
Realisasi Belanja Daerah dan Jumlah Penduduk Miskin memiliki pengaruh positif
dan signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
Realisasi Belanja Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia di Provinsi Kalimantan Barat karena masih kurangnya
penyuluhan pemerintah kepada masyarakat tentang program pemerintah yang
sudah terealisasi dan dapat dinikmati oleh masyarakat. Hal ini menjelaskan bahwa
walau sudah terealisasi program belanja daerah oleh pemerintah daerah tapi
masyarakat belum mengetahui dan belum bisa menikmati.
Dari hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan hasil dari peneltian
terdahulu yang dilakukan oleh Hadi Sasana dengan judul “Pengaruh Belanja
pemerintah Daerah Dan Pendapatan Perkapita Terhadap indeks Pembangunan
Manusia (Studi Kasus Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah)” yang
menyebutkan bahwa Realisasi Belanja Daerah berpengaruh secara signifikan
terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
Jumlah Penduduk Miskin tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia di Provinsi Kalimantan Barat karena pemerintah belum
dapat menekan jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Masih
17
banyak masyarakat dan bahkan kadang masih meningkat jumlah penduduk yang
tercatat hidup dibawah garis kemiskinan karena belum bisa memenuhi
kebutuhannya sehari-hari.
Dari hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan hasil dari peneltian
terdahulu yang dilakukan oleh Etik Umiyati, Amril, Zulfanetti dengan judul
“Pengaruh Belanja Modal, Pertumbuhan Ekonomi Dan Jumlah Penduduk Miskin
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Kabupaten/Kota Provinsi Jambi”
yang menyebutkan bahwa Jumlah Penduduk Miskin berpengaruh secara
signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1) Variabel Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Indeks Pembangunan Manusia per kabupaten/kota di Kalimantan Barat.
Dilihat dari ini bahwa Pertumbuhan Ekonomi dapat berpengaruh langsung
tanpa di pengaruhi faktor lain terhadap Indeks Pembangunan Manusia per
kabupaten/kota di Kalimantan Barat. Variabel Pertumbuhan Ekonomi
memiliki koefisien regresi sebesar 0.124937, dengan pola hubungan linier-
linier. Artinya, jika variabel pertumbuhan ekonomi naik sebesar 1 persen,
maka indeks pembangunan manusia akan mengalami peningkatan sebesar
0.124937 persen.
2) Variabel upah minimum regional memiliki koefisien regresi sebesar
2.891238, dengan pola hubungan linier-logaritma. Artinya, jika variabel upah
minimum regional naik sebesar 1 persen, maka indeks pembangunan manusia
akan mengalami kenaikan sebesar 0,02891238 persen. Sebaliknya jika turun 1
persen, maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami penururnan sebesar
0,02891238 persen.
3) Dari model estimasi didapat Koefisien determinasi (R2) menunjukkan daya
ramal dari model terestimasi. Dari Tabel 4.2 terlihat nilai R2 sebesar 0.998566,
18
artinya 99,85% variasi variabel IPM dapat dijelaskan oleh variabel Realisasi
Belanja Daerah, variabel Pertumbuhan Ekonomi, Variabel Jumlah Penduduk
Miskin, dan Variabel Upah Minimum Regional. Sisanya, 0,15%, dipengaruhi
oleh variabel-variabel atau faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam
model.
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas peneliti memberikan beberapa saran sebagai
berikut:
1) Perlunya pemerintah memperhatikan masalah yang berhubungan dengan
faktor yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia terutama Realisasi
Belanja Daerah agar dapat lebih ditingkatan. Karena dengan meningkatnya
Realisasi Belanja Daerah maka akan mempengaruhi Indeks Pembangunan
Manusia.
2) Dalam menurunkan Jumlah Penduduk Miskin langkah konkret kebijakan
ekonomi yang dilakukan adalah peningkatan upah minimum regional,
memperluas lapangan kerja dan merealisasikan anggaran belanja daerah maka
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang juga akan berdampak pada
Indeks Pembangunan Manusia.
3) Pemerintah harus membentuk sebuah badan khusus yang tugasnya mengawasi
Realisasi Belanja Daerah agak bisa terealisasi dan berjalan dengan baik dan
badan itu juga harus dapat mensosialisasikan kepada masyarakat.
4) Untuk penelitian selanjutnya agar dapat menambahkan variabel lainnya dalam
model Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia, baik variabel makro
maupun variabel mikro yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Hubban. 2012. Analisis Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Sumatera
Barat. Padang: Universitas Bung Hatta.
Adisasmita, Rahardjo. 2005. Dasardasar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Arsyad, L. (1999) Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah,
Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.
19
Badan Pusat Statistik. Pekanbaru 2012. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Provinsi Riau. BPS Pekanbaru.
Badan Pusat Statistik, 2012. Kemiskinan
BPS,2019, indeks pembangunan manusia
Boediono. 1988. Pengantar Ilmu Ekonomi No.4 BPFE .Yogyakarta.
Charysa, noviani ninda. (2013), pengaruh pertumbuhan ekonomi dan inflasi
terhadap upah minimum regional di kabupatenkota di provinsi jawa tengah
tahun 208-201. Economics development analysis journal 2(4).
Ginting, Charisma K.S. 2008. Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia. Tesis.
Sekolah Pasca Sarjana Medan: Universitas Sumatera Utara
Juanda, Bambang dan Junaidi. 2012. Ekonometrika Deret Waktu Teori dan
Aplikasi. Bogor: IPB Press.
Kuznets, Simon. 1995. “Economic Growth and Income Inequality”. American
Economic Review.
Melliana, Ayunandi dan Zain, Ismail. 2013. Analisis Statistika Faktor yang
Mempengaruhi IPM di Kab/Kota Provinsi Jawa Timur dalam
Menggunakan Regresi Panel. Jurnal Sains & Seni Polimes: Vol.2, No. 3.
Mahulete, Ummi K. (2016). Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Modal di
Kabupaten/Kota Provinsi Maluku. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Malang.
Mulyadi S. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif
Pembangunan. Ed. 1.Cet 2. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sukirno, Sadono.2000 Makro ekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran Dari
Klasik Hingga Keynesian Baru. Prenada media group, Jakarta
Sukirno, Sadono.2006 ekonomi pembangunan: proses, masalah. Dan dasar
kebijakan PT Raja Grafindo Pustaka, Jakarta
Todaro, M. P & Smith, S. SC. (2006). Pembangunan Ekonomi Edisi Sembilan
Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
World Bank. 2004. Definisi Kemiskinan. http:/ /www. worldbank. Org (online).
Diakses tanggal 12 Juni 2016.
Winarno, Wahyu Wing. 2015. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan
Eviews, Edisi empat. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Yacoub, Yarlina. 2012. Pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap Tingkat
Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal
Ekonomi Sosial. Pontianak Universitas Tanjungpura. Pontianak