ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk...

89
ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN STATUS GIZI ANAK BATITA M A ‘ R I F A T SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Transcript of ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk...

Page 1: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN

PELAYANAN KESEHATAN DENGAN STATUS GIZI ANAK BATITA

M A ‘ R I F A T

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

Page 2: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi Anak Batitaadalah benar merupakan hasil karya saya sendiri di bawah bimbingan Prof.Dr.Ir.Hidayat Syarief, MS dan Yayat Heryatno, SP, MPS serta tidak pernah dipublikasikan. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2010

Ma’rifat

NRP: I151080221

Page 3: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

ABSTRACT

MA’RIFAT. The Analysis of Relation Health Services Utilization to Nutritional Status of Children Under Three Years of Age. Under direction of HIDAYAT SYARIEF and YAYAT HERYATNO.

Under three years of age is a critical in growth and development. During

the period health service is very important to maintain health and nutritional status of children. The objective of the study was to analyze health services utilization to nutritional status of children under three years of age. The crossectional study was applied in this research. Data collected from DI Yogyakarta, Sumatera Selatan and Nusa Tenggara Timur Provinces trought Riskesdas (Basic Health Research) 2007 had been used for study. In this study weight-for-height (WHZ), weight-for-age (WAZ) and height-for-age (HAZ) were used as an indicator of nutritional status of children under three years of age . Health services include weighting, health extension, immunitiation, mother and child health, medicare, complementary feeding, suplementary nutrien and consultation risk of disease. It was found that WHZ indicator correlated significantly to weighting service (χ2=9.328, p=0.025), health extention (χ2=8.290, p=0.040), complementary feeding (χ2=6.470, p=0.009) and medicare service (χ2=7.597, p=0.055) in health service. It showed that weight-for-age (WAZ) correlated significantly with weighting service (χ2=6.698, p=0.082), health extension (χ2=7.182, p=0.066), complementary feeding (χ2=5.563, p=0.051). While height-fo-age (HAZ) correlated significantly with weighting service (χ2=7.046, p=0.030) and supplementary nutrient service (χ2

=5.387, p=0.068). Moreover study showed that indicator WHZ was significantly affected by number of family member and health services utilization. Both the WAZ and HAZ indicators were significantly influenced by duration of mother‘s education, infectious diseases as well as health services utilization.

Keywords: health services, nutritional status, children under 3 years of age

Page 4: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

RINGKASAN

MA’RIFAT. Analisis Hubungan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi Batita. Dibimbing oleh HIDAYAT SYARIEF dan YAYAT HERYATNO.

Umur di bawah tiga tahun merupakan masa yang sangat penting dan kritis dalam proses pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan status gizi batita. Penelitian ini bersifat crossectional design yang menggunakan data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 merupakan data primer yang telah mengalami verifikasi, editing dan cleaning oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Penelitian ini mengambil lokasi di tiga Provinsi yaitu: Provinsi Sumatera Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur. Contoh adalah anak berumur di bawah tiga tahun (batita) dan berasal dari kuintil 1 dan 2. Dalam penelitian ini berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), berat badan menurut umur (BB/U) dan tinggi badan menurut umur (TB/U) digunakan sebagai indikator status gizi. Pelayanan kesehatan meliputi: penimbangan, penyuluhan, imunisasi, kesehatan ibu dan anak, pengobatan, pemberian makanan tambahan, suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. Untuk melihat keragaan umum analisis disajikan dalam bentuk tabel univariat, sedangkan untuk melihat hubungan antar variabel digunakan uji statistik chi-square tes dan moment pearson correlation test. Untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi dengan menggunakan regresi linier berganda pada data gabungan ketiga provinsi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata z-score status gizi batita dengan indikator BB/TB adalah -0.36 ± 2.2 SD, BB/U -0.88 ± 2.8 SD dan TB/U -0.78 ± 1.76 SD. Secara keseluruhan di ketiga wilayah penelitian angka prevalensi wasting, underweight dan stunting berturut-turut adalah sebesar 20.4%, 41.2% dan 22.7%. Prevalensi wasting, underweight dan stunting pada batita terbanyak terjadi pada keluarga dengan ibu berpendidikan hanya tamat SD, dan berumur antara 26-40 tahun dengan jumlah anggota 5-7 orang. Lama pendidikan ibu berkorelasi positif dengan status gizi batita indikator BB/TB, BB/U dan TB/U. Jumlah anggota keluarga berkorelasi negatif dengan status gizi batita indikator BB/TB. Status gizi batita memiliki hubungan negatif dengan penyakit infeksi, BB/TB (r=-0.061, p=0.011), BB/U (r=-0.061, p=0.011) dan TB/U (r=-0.105, p=0.000).

Akses ke pelayanan kesehatan diukur dengan waktu dan jarak tempuh, sebagian besar (74.6%) waktu tempuh < 15 menit dengan jarak tempuh < 1 km (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke pelayanan kesehatan hanya ada pada 43.5% rumah tangga batita di ketiga wilayah penelitian. Frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan memiliki hubungan yang negatif dengan jarak (r=-0.202, p=0.000) dan waktu tempuh (r=-0.060, p=0.014), serta berhubungan positif dengan lama pendidikan ibu (r=0.058, p=0.017) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan (r=0.304, p=0.000). Dari 843 rumah tangga batita yang memberikan penilaian terhadap ketanggapan pelayanan kesehatan hampir semuanya mengangap baik (96.7%), selebihnya 3.3% ibu mengatakan kurang baik. Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh batita secara umum rata-rata di

Page 5: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

Sumsel 2.8 + 2.8 jenis pelayanan, DI Yogyakarta 4.4 + 2.6 jenis pelayanan dan Nusa Tenggara Timur 3.6 + 2.6 jenis pelayanan dan secara keseluruhan 3.6 + 2.9 jenis pelayanan, skor tertinggi 8 dan terendah 0. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan moment pearson correlation test terdapat hubungan positif yang signifikan antara frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan (r=0.304, p=0.000).

Status gizi batita BB/TB memiliki hubungan dengan pemanfaatan pelayanan penimbangan p<0.05 (χ2=9.328, p=0.025), penyuluhan (χ2=8.290, p=0.040), PMT (χ2=6.470, p=0.009) dan pengobatan (χ2=7.597, p=0.055).Status gizi BB/U berhubungan nyata dengan pemanfaatan pelayanan penimbangan (χ2=6.698, p=0.082), penyuluhan (χ2=7.187, p=0.066) dan PMT (χ2=5.563, p=0.051). Sementara TB/U berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan penimbangan (χ2=7.046, p=0.030) dan suplemen gizi (χ2

=5.387, p=0.068). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita indikator BB/TB adalah jumlah anggota keluarga dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Sedangkan indikator BB/U dan TB/U berpengaruh dengan lama pendidikan ibu, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi.

Kata kunci: pelayanan kesehatan, status gizi anak batita

Page 6: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 7: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN

KESEHATAN DENGAN STATUS GIZI ANAK BATITA

MA’RIFAT

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2010

Page 8: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

Judul Tesis : Analisis Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi Anak Batita Nama : MA’RIFAT NRP : I 151 080 221

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS

Anggota Yayat Heryatno, SP, MPS

Diketahui

Ketua Program Studi Gizi Masyarakat

Drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 23 Juni 2010 Tanggal Lulus :

Page 9: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS

Page 10: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

“Ingatlah hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenang”

Ar-Ra’du: 23

Special for

My husband: Kiagus Aziz Ahmad

My Parents

Thaib Rahman Nurbaiti

My children:

Khodijah Rahmadesfa Aisyah Aulia Ulfa

Kiagus Abdurrahman Fauzan Hanifa

Page 11: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

PRAKATA

Alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang berkat

Rahmat dan Hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.Dr.Ir. Hidayat Syarief, MS selaku

ketua dan Bapak Yayat Heryatno, SP, MPS selaku anggota komisi pembimbing

yang telah berkenan meluangkan waktu, perhatian dan dengan penuh kesabaran

membimbing dan memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat sehingga tesis ini dapat

diselesaikan dengan baik. Kepada Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS, penulis mengucapkan

terima kasih atas kesediaannya sebagai dosen penguji luar komisi.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Drh. M. Rizal

M. Damanik MRepSc, PhD sebagai Ketua Program Studi Gizi Masyarakat

merangkap moderator pada ujian tesis, Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MSi selaku

Ketua Departemen Gizi Masyarakat, jajaran civitas akademika Departemen Gizi

Masyarakat IPB khususnya Program Studi Pascasarjana Gizi Masyarakat yang

telah memberikan dukungan moril dan pengalaman berharga dalam proses belajar

mengajar untuk dapat menyelesaikan studi ini.

Penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Pimpinan Program NICE

Departemen Kesehatan Dirjen Gizi Mayarakat yang telah membiayai studi ini.

Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada Badan Penelitian dan

Pengembangan Departemen Kesehatan RI yang telah berkenan memberikan data-

data yang diperlukan untuk dapat membuat tesis ini, terutama kepada Ibu Hapsari,

Ibu Rofi dan Ibu Suparmi.

Kepada semua rekan-rekan satu angkatan GMS-2008 terima kasih atas

perhatian dan kerjasamanya. Bagi teman-teman NICE Sakri Sab’atmaja, Merry

Aitonam, Arpansyah, Terati, Kusriadi, Anwar Musadat dan Didik Haryadi semoga

persaudaraan dan pertemanan kita dapat terus berlanjut.

Atas dukungan doa, semangat dan bantuan baik moril maupun materil dari

Bapak Thaib Rahman dan Ibu Nurbaiti orang tuaku tercinta, Kiagus Aziz Achmad

suami tersayang dan yang terkasih anak-anakku Khodijah Rahmadesfa, Aisyah

Aulia Ulfa, Kiagus Abdurrahman Fauzan serta Hanifa atas dukungan dan

kesabarannya, kakakku tersayang Budiman, Akratuaini dan Syafuan sekeluarga,

serta adik-adikku tercinta Syarmaini, Muhardi sekeluarga dan Semidang

Page 12: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

kuucapkan Jazakumullah Sukron Katsiron. Semoga tesis ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Saya menyadari betul sebagai hamba Allah yang lemah tentu masih banyak

kekurangan dari hasil karya ilmiah saya, sehingga masukan dan saran sungguh

sangat berharga untuk kesempurnaan karya ini.

Bogor, Juni 2010

Ma’rifat

Page 13: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Palembang ibu kota Provinsi Sumatera Selatan

pada tanggal 25 Juli 1971, sebagai anak ke empat dari tujuh bersaudara pasangan

Bapak Thaib Rahman dan Ibu Nurbaiti.

Pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan penulis di SMAN 6

Palembang tahun 1990. Penulis melanjutkan ke Diploma 1 Gizi di Sekolah

Pembantu Ahli Gizi (SPAG) Departemen Kesehatan Palembang dan selesai pada

tahun 1991. Penulis mulai bekerja sebagai pegawai negeri sipil pada tahun 1993 di

Puskesmas Muara Beliti Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan. Pada

tahun 1999 berkesempatan melanjutkan sekolah di Akademi Gizi Jakarta dan

lulus tahun 2001. Setelah menyelesaikan pendidikan di Akademi Gizi penulis

bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas. Pada tahun 2004 mengambil

kuliah S1 Gizi Masyarakat pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Abdi

Nusa di Palembang dan lulus pada tahun 2006. Tahun 2008 mendapatkan

kesempatan lagi beasiswa dari Nutrition Improvement through Community

Empowerment (NICE) untuk memperdalam ilmu gizi di Fakultas Ekologi

Manusia Program Studi Gizi Masyarakat. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor.

Page 14: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

DAFTAR ISI Halaman

ABSTRACT................................................................................................ RINGKASAN............................................................................................. HAK CIPTA............................................................................................... JUDUL........................................................................................................ HALAMAN PENGUJI LUAR KOMISI.................................................... HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... PERSEMBAHAN ..................................................................................... PRAKATA ................................................................................................ RIWAYAT HIDUP ................................................................................... DAFTAR ISI ............................................................................................ DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR GAMBAR..................................................................................

iii iv vi

vii ix x

xi xiii xiv xvi

xviii

PENDAHULUAN Latar Belakang............................................................................... Tujuan Penelitian ......................................................................... Manfaat Penelitian ........................................................................

1 3 3

TINJAUAN PUSTAKA Pelayanan Kesehatan .................................................................... Akses terhadap Pelayanan Kesehatan ........................................... Status Gizi Balita............................................................................ Karakteristik Sosial .......................................................................

5 9

11 16

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran...................................................................... Hipotesis .......................................................................................

21 23

METODE Sumber data, Desain, Waktu dan Tempat .................................... Cara Pengambilan Sampel ............................................................ Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................ Pengolahan Data ...........................................................................

Analisis Data ................................................................................ Keterbatasan Penelitian ................................................................ Batasan Operasional ....................................................................

24 24 24 25 27 27 28

Page 15: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian .......................................... Status Gizi Batita .......................................................................... Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan............................................ Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Frekuensi Kunjungan ke Pelayanan Kesehatan........................................ ............. Hubungan Frekuensi Kunjungan ke Pelayanan Kesehatan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan.................................... Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dengan Status Batita............................................................................... Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Status Gizi Batita...

30 36 45

47

49

49 53

KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. DAFTAR PUSTAKA................................................................................ LAMPIRAN ..............................................................................................

57 59 66

Page 16: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11. 12.

13.

14.

15.

Kriteria status gizi anak balita berdasarkan anthropometri menurut WHO 2006 ............................................................. Sebaran penduduk provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menurut kelompok umur dan jenis kelamin.................................... Sebaran penduduk provinsi Sumatera Selatan menurut kelompok umur dan jenis kelamin..................................................................... Sebaran penduduk provinsi Nusa Tenggara Timur menurut kelompok umur dan jenis kelamin.................................................... Prevalensi ISPA, Pneumonia, TB Paru, Campak dan Diare menurut karakteristik umur............................................................... Sebaran batita berdasarkan status gizi indikator BB/TB di Provinsi DI Yogyakarta, Sumatera Selatan dan Nusa Tenggara Timur................................................................................. Sebaran batita menurut karakteristik keluarga dan status gizi indikator BB/TB.................................................................... Sebaran batita menurut penyakit infeksi dan status gizi berdasarkan indikator BB/TB................................................. Sebaran batita berdasarkan status gizi indikator BB/U di Provinsi DI Yogyakarta, Sumatera Selatan dan Nusa Tenggara Timur.................................................................................. Sebaran batita menurut karakteristik keluarga dan status gizi indikator BB/U .................................................................... Sebaran batita menurut penyakit infeksi dan status gizi indikator BB/U.................................................................................... Sebaran batita berdasarkan status gizi indikator TB/U di Provinsi DI Yogyakarta, Sumatera Selatan dan Nusa Tenggara Timur.................................................................................. Sebaran batita menurut karakteristik keluarga dengan status gizi indikator TB/U.................................................................... Sebaran batita menurut penyakit infeksi dan status gizi indikator TB/U................................................................................... Persentase rumah tangga batita yang memanfaatkan jenis-jenis pelayanan kesehatan di Provinsi Sumatera Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur......................................................

15

32

33

34

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

Page 17: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

Hubungan karakteristik keluarga dan batita dengan frekuensi kunjungan ke pelayanan ke kesahatan.......................................... Hubungan akses ke pelayanan kesehatan dan ketanggapan pelayanan kesehatan terhadap frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan............................................................................... Hubungan pemanfaatan jenis-jenis pelayanan kesehatan dengan status gizi batita indikator BB/TB............................................. Hubungan pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan status gizi batita indikator BB/U ........................................................... Hubungan pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan status gizi batita indikator TB/U ............................................................. Regresi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita wasting di ketiga wilayah penelitian................................................. Regresi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita underweight di ketiga wilayah penelitian ........................................ Regresi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita stunting di ketiga wilayah penelitian................................................

47 48

50

51

52

53

54

55

Page 18: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. 2.

Dampak kekurangan gizi pada siklus kehidupan ......................... Kerangka pikir analisis determinan pelayanan kesehatan dengan status gizi batita di ketiga wilayah penelitian (Provinsi Sumatera Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur)........................

12

22

Page 19: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Riset Kesehatan Dasar 2007 Pertanyaan rumah tangga dan individu............................................ Kategori variabel yang berhubungan dengan rumah tangga batita ............................................................................................................. Kategori variabel yang berhubungan dengan batita ........................ Skor ketanggapan pelayanan kesehatan .......................................... Skor pemanfaatan pelayanan kesehatan ......................................... Skor penyakit infeksi ........................................................................

66

75 76

77

78

79

Page 20: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan

nasional yang bertujuan mewujudkan bangsa yang maju, mandiri dan sejahtera

lahir batin. Pembangunan manusia seutuhnya mencakup aspek jasmani dan

kejiwaan, di samping aspek spiritual dan kepribadian. Pembangunan kesehatan

ditujukan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, produktif dan

mempunyai daya saing tinggi (Depkes 1998).

Keadaan kesehatan masyarakat diukur dengan menggunakan indikator

derajat kesehatan, indikator umum dan lingkungan, serta indikator upaya

kesehatan. Indikator derajat kesehatan dinilai dengan melihat angka kesakitan

(sesaat jatuh sakit, penyakit khusus, kelompok umur), kematian (bayi, ibu, dan

sebab khusus), kecacatan dan angka harapan hidup (Anwar 2006).

Menurut UU RI No. 23 tahun 1992, yang dimaksud dengan keadaan sehat

adalah keadaan meliputi kesehatan badan, rohani ( mental ) dan sosial dan bukan

hanya keadaan yang bebas penyakit, cacat dan kelemahan sehingga dapat hidup

produktif secara sosial ekonomi. Sasaran pembangunan kesehatan tahun 2004 -

2009 yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah adalah

meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, yang salah satunya tercermin dari

menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 25,8 % menjadi 20 %

(Eko et al. 2008).

Kekurangan gizi pada anak umur di bawah lima tahun (balita) merupakan

masalah yang perlu segera ditangani karena kekurangan gizi pada balita

berkontribusi sekitar 54 % terhadap penyebab kematian balita di dunia tahun 2004

(Chessa and Juan 2006). Usia balita merupakan masa yang sangat menentukan

hari depan anak. Kekurangan gizi pada saat tersebut akan mengakibatkan

gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental sehingga perlu perhatian

khusus (Berg 1986; Syarief 1997; Soekirman 2000). Selain itu, balita yang

mengalami kekurangan gizi akan terhambat pertumbuhannya sehingga ketika

dewasa dia akan mempunyai kesehatan dan produktivitas yang lebih rendah

daripada anak yang pertumbuhannya normal.

Page 21: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

2

Penyebab timbulnya masalah gizi bersifat multifaktor yang terdiri dari

faktor langsung yaitu: asupan makanan dan infeksi dan faktor tidak langsung

yaitu: ketahanan pangan, pola asuh, sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan

(Uncef 1998).

Upaya pelayanan kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan

dan status gizi anak sehingga terhindar dari kematian dini dan mutu fisik yang

rendah (Utari 2006). Peran pelayanan kesehatan telah lama diadakan untuk

memperbaiki status gizi. Pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap kesehatan

oleh karena itu perlu adanya penanganan yang cepat terhadap masalah kesehatan

terutama masalah gizi. Pelayanan yang selalu siap dan dekat dengan masyarakat

akan sangat membantu dalam meningkatkan derajat kesehatan (Trisnantoro 1996).

Dalam rangka perbaikan kesehatan masyarakat, pemerintah Indonesia

dalam hal ini Departemen Kesehatan telah menyediakan fasilitas kesehatan

masyarakat dalam bentuk pusat pelayanan kesehatan masyarakat (Puskesmas).

Tidak kurang dari 7.000 puskesmas tersebar diseluruh Indonesia. Namun

pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat belum optimal (Utari 2006)

Pada akhir tahun 2006, sarana pelayanan kesehatan dasar yang tersedia

meliputi 8.015 puskesmas, 22.000 puskesmas pembantu dan 6.132 puskesmas

keliling. disamping itu, hampir seluruh kabupaten/kota telah memiliki rumah

sakit, baik milik pemerintah maupun swasta. Jumlah sarana kesehatan dasar

tersebut telah meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, dan pada tahun 2007

diperkirakan akan terus bertambah. Meskipun demikian sebagian masyarakat

terutama penduduk miskin belum sepenuhnya dapat mengakses pelayanan

kesehatan karena kendala jarak dan biaya transportasi (Bappenas 2008).

Pemanfaatan pelayanan kesehatan secara umum yang meliputi:

penimbangan, penyuluhan, kesehatan ibu dan anak, imunisasi, pengobatan,

pemberian makanan tambahan, suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit

masih sangat rendah. Cakupan pelayanan kesehatan di Sumatera Selatan 25.9%,

DI Yogyakarta 23.8% dan Nusa Tenggara Timur 42.9% berdasarkan data

Riskesdas 2007. Provinsi yang mempunyai prevalensi kurang gizi (underweight)

terendah adalah DI Yogyakarta (10.9%) dan tertinggi adalah Nusa Tenggara

Timur (33.6%), sedangkan Sumatera Selatan (18.2%) hampir sama pencapaiannya

dengan nasional.

Page 22: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

3

Anak bawah tiga tahun (batita) merupakan masa-masa pertumbuhan dan

perkembangan yang sangat pesat, jika terjadi kekurangan gizi pada saat itu maka

akan mempengaruhi perkembangan otak, pertumbuhan organ-organ dan sel-sel

tubuh serta akan mengganggu metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta

hormon dalam sel. Keadaan ini tidak dapat terulang kembali (irreversible). Oleh

karena itu pada anak batita perlu perhatian khusus untuk mencegah terjadinya

kekurangan gizi (Soekirman 2000). Oleh karena itu perlu penelitian yang lebih

mendalam mengenai hubungan antara pelayanan kesehatan dengan status gizi

anak batita.

Tujuan Tujuan Umum

Menganalisis hubungan pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan status

gizi pada anak batita (0-3 tahun) di Provinsi Sumatera Selatan, DI Yogyakarta dan

Nusa Tenggara Timur.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi status gizi batita dengan indikator BB/TB, BB/U dan TB/U

di Provinsi Sumatera Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur.

2. Mengidentifikasi pemanfaatan pelayanan kesehatan di Provinsi Sumatera

Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur.

3. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan.

4. Menganalisis hubungan status gizi batita dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan.

Manfaat

1. Sebagai bahan informasi yang bermanfaat bagi kemajuan perkembangan

pelayanan kesehatan khususnya dibidang gizi masyarakat dan diharapkan

dapat memberikan masukan atau informasi tentang kelemahan dan kekuatan

pelayanan kesehatan khususnya di bidang gizi, sehingga bisa memberikan

masukan bagi penentu kebijakan dalam menentukan pelaksanaan program gizi

yang lebih efektif, tepat sasaran dan dapat berkesinambungan.

Page 23: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

4

2. Adanya publikasi hasil penelitian ini sehingga dapat memberikan kontribusi

pengembangan iptek dan pengayaan serta pendalaman informasi terkait bagi

masyarakat ilmiah dan pengguna.

3. Dari segi riset, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi

yang berarti bagi penelitian sejenis khususnya yang terkait dengan penelitian

tentang faktor–faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan

dan status gizi balita.

Page 24: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

5

TINJAUAN PUSTAKA

Pelayanan Kesehatan

Pengertian Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri atau

bersama-sama dalam organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang,

keluarga, kelompok dan masyarakat (Levey & Loomba dalam Utari 2006).

Somers dan Somers (1974) dalam Azwar (1996) mengemukakan pelayanan

kesehatan sebagai suatu sistem pada umumnya dibagi dalam beberapa strata,

sebagai:

1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (primary health services), yaitu

pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic). Ada 6 pelayanan yang

bersifat pokok (basic six) dengan 15 kegiatan yaitu: kesehatan keluarga,

perbaikan gizi, pengamanan makanan dan minuman, kesehatan lingkungan,

kesehatan kerja, kesehatan jiwa, pemberantasan penyakit, penyembuhan

penyakit dan pemulihan kesehatan, penyuluhan kesehatan masyarakat,

pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, pengamanan zat aditif,

kesehatan sekolah, kesehatan olahraga, pengobatan tradisional dan kesehatan

matra, yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat dan bernilai

strategis dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya

pelayanan kesehatan tingkat pertama ini berupa perawatan rawat jalan

(ambulatory/out patient services)

2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (secondary health service) yaitu

pelayanan kesehatan lebih lanjut, biasanya bersifat rawat inap (in patient

services) dan untuk penyelenggaraannya dibutuhkan tenaga-tenaga spesialis di

bidang kesehatan.

3. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (tertiary health services) yaitu pelayanan

kesehatan yang bersifat lebih kompleks dan umumnya diselenggarakan oleh

tenaga-tenaga spesialis di bidang kesehatan.

Pelayanan kesehatan yang ideal mengandung arti bahwa pelayanan sesuai

dengan kondisi penyakit yang diderita dan keberadaan pasien, tanpa mengenal

Page 25: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

6

deskriminatif dari segi apapun dan menjangkau semua lapisan masyarakat di

seluruh wilayah Indonesia.

Dalam melaksanakan program kesehatan masyarakat, pemerintah telah

menggunakan suatu cara pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa

(PKMD) untuk mencapai tujuan jangka panjang yaitu Indonesia Sehat 2010.

PKMD adalah suatu bentuk operasional dari Primary Health Care (PHC) di

Indonesia. PKMD mencakup serangkaian kegiatan swadaya masyarakat

berazaskan gotong royong yang didukung oleh pemerintah melalui koordinasi

lintas sektoral dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan atau yang

terkait dengan kesehatan agar masyarakat hidup sehat guna mencapai kualitas

hidup dan kesejahteraan yang lebih baik.(Depkes 2006).

Ciri utama PKMD adalah keterlibataan dan peran serta aktif masyarakat

dalam pembangunan kesehatan. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan,

pengorganisasian, dan pengelolaan upaya kesehatan termasuk upaya perawatan

diri yang pada akhirnya akan menjadi tumpuan kemandirian masyarakat dalam hal

kesehatan. Jadi, pendekatan dalam pelayanan kesehatan untuk mencapai

kesehatan bagi semua, tidak lagi didasari oleh hubungan pemberi-penerima

tradisional, melainkan berdasarkan hubungan mitra sejajar atau hubungan

kerjasama antara instansi pemerintah dan masyarakat.

Pelayanan kesehatan dasar (Primary Health Care/PHC) dicetuskan pada

Konferensi Alma Ata (WHO 1978) yang menyatakan bahwa: “PHC adalah upaya

kesehatan esensial yang secara universal mudah dijangkau oleh perorangan dan

keluarga dalam masyarakat, dengan cara yang dapat diterima oleh mereka, dengan

peran serta penuh dan dengan biaya yang dapat ditanggung oleh masyarakat dan

negara yang bersangkutan. Upaya kesehatan esensial tersebut sekurang-kurangnya

mencakup upaya perbaikan gizi, penyediaan air bersih, dan sanitasi dasar,

kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana, imunisasi terhadap penyakit

infeksi utama, pencegahan dan pengendalian penyakit endemik setempat,

pendidikan tentang masalah kesehatan dan cara-cara mencegah atau

mengatasinya, dan pengobatan yang tepat terhadap penyakit umum serta cedera”.

Pelayanan Kesehatan Dasar atau Primary Health Care di Indonesia

dilakukan melalui Puskesmas, Posyandu, Poskesdes dan bidan desa yang

Page 26: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

7

kesemuanya mengkomunikasikan gagasan, nilai, dan perilaku yang

menguntungkan kesehatan selain memberikan perawatan kuratif kepada penduduk

yang umumnya lapisan bawah, maupun penduduk mayoritas pedesaan.

Jenis-Jenis Pelayanan Kesehatan

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang

menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata,

dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif

masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan

masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan

kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang

optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pelayanan yang

ada di Puskesmas mencakup 15 kegiatan yaitu: kesehatan keluarga, perbaikan

gizi, pengamanan makanan dan minuman, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja,

kesehatan jiwa, pemberantasan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan

kesehatan, penyuluhan kesehatan masyarakat, pengamanan sediaan farmasi dan

alat kesehatan, pengamanan zat aditif, kesehatan sekolah, kesehatan olahraga,

pengobatan tradisional dan kesehatan matra, pengelolaan Puskesmas umumnya

berada di bawah Dinas Kesehatan.

Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan kegiatan utama dari Usaha

Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) melalui pemberdayaan keluarga dan masyarakat

yang didukung oleh kegiatan lintas sektor, dalam upaya meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan. Posyandu dilaksanakan oleh PKK yang kemudian

dilengkapi dengan pelayanan KB dan kesehatan. Posyandu sebagai pusat kegiatan

masyarakat dalam bidang kesehatan melaksanakan pelayanan KB, gizi, imunisasi,

penanggulangan diare dan KIA. Upaya keterpaduan pelayanan ini merupakan

salah satu cara untuk meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat. Dengan keterpaduan 5 program tersebut baik dari segi lokasi, sarana

maupun kegiatan dalam diri petugas, akan sangat memudahkan dalam

memberikan pelayanan. Karena itu, Posyandu berada pada tempat yang mudah

didatangi masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat sendiri seperti ditempat

Page 27: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

8

pertemuan RT/RW atau tempat khusus yang dibangun masyarakat (Harianto

1992).

Kodyat (1998) menjelaskan bahwa pelayanan gizi di posyandu diupayakan

dan dikelola oleh lembaga swadaya masyarakat setempat dan berakar pada

masyarakat pedesaan terutama oleh organisasi wanita termasuk PKK. Dengan

semakin meluasnya Posyandu di hampir semua desa, maka pelayanan gizi di

pedesaan makin dekat dan makin terjangkau oleh keluarga. Keterpaduan

pelayanan kesehatan dasar khususnya untuk ibu dan anak, posyandu akan menjadi

ujung tombak dalam penanggulangan masalah kurang gizi.

Kegiatan pelayanan gizi di posyandu meliputi : 1) Pemantauan pertumbuhan dan

perkembangan anak balita antara lain dengan penimbangan berat badan secara

teratur sebulan sekali.2) Pemberian paket pertolongan gizi berupa tablet tambah

darah untuk ibu hamildan pemberian kapsul yodium untuk ibu hamil, ibu nifas

(menyusui) dan anak balita pada daerah rawan GAKY serta pemeberian vitamin A

pada bayi, balita dan ibu nifas (menyusui). 3) Pemberian makanan tambahan

(PMT) sumber energi dan protein bagi anak balita KEP, jenis makanan tambahan

disesuaikan dengan keadaan setempat dan sejauh mungkin menjadi tanggung

jawab keluarga dan masyarakat. 4) Pemantauan dini terhadap perkembangan

kehamilan dan persiapan persalinan terutama mengenai pemanfaatan ASI untuk

kebutuhan gizi bayi. 5) Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kesehatan dan

gizi.

Kegiatan diatas dilaksanakan sebulan sekali, khusus meja 1 sampai meja 5

merupakan kegiatan UPGK di Posyandu. Sedangkan kegiatan UPGK di luar

jadwal Posyandu seperti kegiatan pemanfaatan pekarangan, motivasi dan

penggerakkan UPGK melalui jalur agama dan BKKBN, PMT dan pemberian ASI

dalam keluarga dapat dilaksanakan sebagai kegiatan sehari-hari UPGK dalam

keluarga.

Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) yaitu usaha kesehatan berbasis masyarakat

(UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan/ menyediakan

pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat. Sumberdaya poskesdes meliputi

tenaga, bangunan, sarana dan pembiayaan. Tenaga poskesdes minimal seorang

bidan dan dibantu oleh sekurang-kurangnya 2 orang kader. Bangunan poskesdes

Page 28: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

9

dapat berasal dari pondok bersalin desa (polindes), balai desa, balai RW/ dusun,

balai pertemuan atau bangunan lain yang sudah ada, dan dapat juga bangunan

baru. Sarana poskesdes meliputi sarana medis, sarana non medis dan obat dalam

upaya pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya promotif, preventif dan

kuratif. Pembiayaan poskesdes sebaiknya merupakan swadaya masyarakat desa

setempat.

Pembentukan Poskesdes didahulukan pada desa yang tidak memiliki rumah

sakit, puskesmas, puskesmas pembantu (Pustu), dan bukan ibu kota kecamatan

atau ibu kota kabupaten. Poskesdes diharapkan sebagai pusat pengembangan dan

koordinator berbagai UKBM yang dibutuhkan masyarakat desa, misalnya pos

pelayanan terpadu (posyandu) dan warung obat desa (WOD).

Akses terhadap Pelayanan Kesehatan

Akses ke pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang

menentukan tingkat partisipasi masyarakat ke pelayanan kesehatan. Perilaku

masyarakat sehubungan dengan pelayanan kesehatan di mana masyarakat yang

menderita sakit tidak akan bertindak terhadap dirinya karena merasa dirinya tidak

sakit dan masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan beranggapan bahwa

gejala penyakitnya akan hilang walaupun tidak di obati. Berbagai alasan

dikemukakan mengapa masyarakat tidak mau memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan seperti jarak fasilitas kesehatan yang jauh, sikap petugas yang kurang

simpati dan biaya pengobatan yang mahal (Orisinal 2003).

Banyak faktor yang menyebabkan tidak dapat dimanfaatkannya fasilitas

kesehatan yang tersedia diantaranya: jarak fasilitas kesehatan, waktu yang di

tempuh ke pelayanan kesehatan, biaya yang tidak mencukupi untuk menggunakan

fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan yang tidak memadai dan petugas

yang tidak ramah atau tidak ada ditempat saat dibutuhkan ( Nnyepi 2007; Eko et

al. 2008).

Pemanfaatan pelayanan kesehatan tidak terlepas dari usaha petugas

kesehatan untuk mendorong masyarakat dalam rangka mensosialisasikan

kegiatan-kegiatan yang ada di pelayanan kesehatan baik usaha promosi kesehatan,

pencegahan penyakit, pengobatan maupun pemulihan kesehatan. Pemeliharaan

kesehatan individu, keluarga dan akhirnya masyarakat sangat memerlukan

Page 29: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

10

partisipasi masyarakat terhadap pentingnya memelihara kesehatan terutama

kesehatan keluarga. (Notoatmodjo 1997).

Pelayanan kesehatan dapat dikembangkan melalui peran serta masyarakat

sebagai kader kesehatan masyarakat. Kader yang berperan untuk konseling dalam

masyarakat dengan memberikan informasi berkaitan dengan masalah status gizi

anak balita yang tinggal di wilayah perkotaan dan pedesaaan. Pelatihan kader

untuk pelayanan kesehatan sebagai upaya pemerintah meningkatkan partisipasi

dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan status gizi masyarakat itu

sendiri terutama anak-anak.

Hasil penelitian Tuti (1989) faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak

hadiran ibu balita dalam penggunaan pelayanan kesehatan khususnya posyandu di

kecamatan Bogor Barat membuktikan bahwa persepsi ibu tentang perilaku kader

merupakan faktor yang menyebabkan ibu untuk datang menimbangkan anaknya

ke posyandu. Pada penelitian yang lain oleh Thaha (1990) tentang hubungan

pengetahuan, sikap dengan praktek penggunaan posyandu oleh balita di

kotamadya Ujung Pandang didapatkan hasil bahwa perilaku petugas kesehatan

mampu memberikan perubahan dan mempengaruhi perilaku masyarakat untuk

menimbangkan anak ke posyandu. Persepsi ibu terhadap kelengkapan posyandu

mempunyai hubungan yang bermakna (Hutagalung 1992) yang berarti semakin

lengkap kelengkapan posyandu maka semakin sering ibu menimbangkan anaknya

ke posyandu demikian juga untuk sarana pelayanan kesehatan yang lain.

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai

akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh pasien dengan

membandingkan apa yang diterima dengan apa yang diharapkannya. Ketanggapan

pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang dapat memberikan

kepuasan pelayanan yang berkualitas kepada pasien sehingga dapat terus

berkunjung. Menurut Parasuraman dan kawan-kawan (1990) dapat dilakukan

cara-cara sebagai berikut: 1) Menunjukan adanya fasilitas fisik, peralatan yang

lengkap personil yang menarik serta fasilitas komunikasi yang baik. 2)

Mengupayakan pemberian pelayanan secara akurat, tepat waktu dan dapat

dipercaya. 3) Menunjukan kemauan untuk membantu pelanggan dengan

Page 30: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

11

memberikan pelayanan yang baik dan cepat. 4) Berusaha untuk mengetahui dan

mengerti kebutuhan pelanggan secara individual.

Status Gizi Balita

Pengertian

Status gizi menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan

RI adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang

diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilisasi) zat

gizi makanan yang ditentukan berdasarkan ukuran tertentu. Status gizi merupakan

hasil masukan zat gizi makanan dan pemanfaatannya di dalam tubuh. Bila terjadi

gangguan kesehatan, maka pemanfaatan zat gizi pun akan terganggu. Status gizi

juga dipengaruhi oleh faktor ketersediaan sumberdaya keluarga.

Usia balita merupakan masa kehidupan yang sangat menentukan kualitas

sumberdaya manusia masa mendatang. Anak balita yang bergizi lebih baik dan

sehat lebih berpeluang mempunyai kemampuan mental dan intelektual yang lebih

baik dan mempunyai usia harapan hidup dan waktu produktif yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, perhatian akan pemenuhan kecukupan gizi dan kesehatan anak

balita menjadi semakin penting. Cukup beralasan bahwa salah satu tujuan

kebijakan pangan dan gizi di Indonesia adalah perbaikan mutu gizi makanan

penduduk, khususnya golongan rawan gizi seperti anak balita.

Dampak Kurang Gizi pada Balita

Kekurangan gizi yang dimulai pada saat janin dalam kandungan ibu dapat

mengakibatkan terjadinya berat badan lair rendah (BBLR) pada bayi. Tingginya

angka bayi yang lahir dengan berat badan rendah akibat ibunya menderita kurang

energi dan protein waktu hamil. BBLR berkaitan dengan tingginya angka

kematian bayi dan balita. BBLR juga dapat berpengaruh pada gangguan

pertumbuhan fisik dan mental anak. Gizi buruk pada anak balita juga dapat

berdampak pada penurunan tingkat kecerdasan atau IQ. Setiap anak bergizi buruk

mempunyai resiko kehilangan IQ 10-13 poin

Kekurangan gizi pada anak prasekolah (usia di bawah 3 tahun) biasanya

dikarenakan asupan makannya yang kurang sebagai sebab akibat dari

kecendrungan anak yang selektif terhadap makanan, jika tidak cepat di atasi akan

Page 31: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

12

berdampak pada terjadinya kasus gizi buruk kronis wasting dan stunting (Seifert

& Hoffnung 1997; Grantham 1999).

Gambar 2 Alur dampak terjadnya kurang gizi pada siklus kehidupan (Depkes

2009).

Kekurangan gizi dilihat dari anak yang pendek (stunting) memiliki sejumlah

kekurangan fungsional yang berlangsung selama masa kanak-kanak. Hambatan

pertumbuhan linier atau stunting stunting umumnya terjadi pada usia 2-3 tahun

pertama kehidupan dan merupakan cerminan dari pengaruh-pengaruh yang saling

berinteraksi dari energi dan asupan gizi yang buruk serta infeksi (Martorell et al.

1994). Hasil penelitian di Guatemalan (Martorell et al. 1992 dalam Grantham

1999), mengungkapkan bahwa tinggi anak pada usia 3 tahun memprediksi

kemampuan mereka ketika remaja dalam tes berhitung, membaca, pengetahuan

umum dan pencapaian prestasi di sekolah. Sama halnya dengan penelitian di

Kenya (Sigman et al. 1991) tinggi badan anak antara 18-30 bulan dapat

memprediksi skor kognitif pada usia 5 tahun.

Keterangan istilah dalam gambar: BBLR: bayi berat lahir rendah, WUS KEK: wanita usia subur

kurang energi kronik, KEP: kurang energi protein, MMR: mother mortality rate,

IMR: Insiden morbidity rate,.

WUS KEKWUS KEK

BUMIL KEKBUMIL KEK(KENAIKAN(KENAIKAN BBBBRENDAH)RENDAH)

BBLRBBLR

BALITA KEPBALITA KEP

REMAJA &REMAJA &USIA SEKOLAHUSIA SEKOLAH

GANGGUANGANGGUANPERTUMBUHANPERTUMBUHAN

USIA LANJUTUSIA LANJUTKURANG GIZIKURANG GIZI

IMR, perkembanganmental terhambat, risiko penyakit kronispada usia dewasa

ProsesPertumbuhanlambat, ASIekslusif kurang,MP-ASI tidak benar

Kurang makan,sering terkenainfeksi, pelayanan kesehatan kurang,pola asuh tidakmemadai

Konsumsigizi tidak cukup,pola asuh kurang

Tumbuhkembangterhambat

Produktivitasfisik berkurang/rendah

Pelayanankesehatan tidakmemadai

MMRKonsumsi Kurang

PelayananKesehatan kurangmemadaiKonsumsi tidakseimbang

Gizi janintidak baik

WUS KEKWUS KEK

BUMIL KEKBUMIL KEK(KENAIKAN(KENAIKAN BBBBRENDAH)RENDAH)

BBLRBBLR

BALITA KEPBALITA KEP

REMAJA &REMAJA &USIA SEKOLAHUSIA SEKOLAH

GANGGUANGANGGUANPERTUMBUHANPERTUMBUHAN

USIA LANJUTUSIA LANJUTKURANG GIZIKURANG GIZI

IMR, perkembanganmental terhambat, risiko penyakit kronispada usia dewasa

ProsesPertumbuhanlambat, ASIekslusif kurang,MP-ASI tidak benar

Kurang makan,sering terkenainfeksi, pelayanan kesehatan kurang,pola asuh tidakmemadai

Konsumsigizi tidak cukup,pola asuh kurang

Tumbuhkembangterhambat

Produktivitasfisik berkurang/rendah

Pelayanankesehatan tidakmemadai

MMRKonsumsi Kurang

PelayananKesehatan kurangmemadaiKonsumsi tidakseimbang

Gizi janintidak baik

Page 32: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

13

Metode Penilaian

Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara mana yang

akan digunakan sangat tergantung pada tahapan dan keadaan gizi dari balita yang

yang dinilai status gizinya. Penilaian tersebut dapat dilakukan dengan empat cara,

yaitu:

a. Penilaian secara klinis, yaitu mempelajari dan mengevaluasi tanda fisik yang

ditimbulkan sebagai akibat gangguan kesehatan dan penyakit kurang gizi.

Penilaian dengan cara ini sulit dalam pembakuannya, sering sangat subyektif

dan tergolong mahal.

b. Penilaian secara biokimia gizi, yaitu menilai status gizi seseorang dengan tes

labolatorium terhadap darah, urin, tinja atau jaringan tubuh seperti hati dan

otot, untuk mendeteksi tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu

atau lebih zat gizi dalam tubuh secara spesifik. Cara ini paling obyektif dan

teliti, tetapi biayanya mahal dan tergantung pula pada fasilitas labolatorium.

c. Penilaian antropometri, yaitu menilai status gizi seseorang berdasarkan

ukuran fisiknya, cara ini diakui sebagai indeks yang baik dan dapat

diandalkan, biayanya murah dan peralatannya sederhana. Penilaian ini

meliputi pengukuran berat terhadap umur, tinggi badan terhadap umur,

lingkar lengan atas, lingkar dada, dan lingkar kepala. Dalam hal ini

Sediaoetama (1996) menambahkan tebal lipatan kulit di bawah lengan atas

dan di tempat-tempat tertentu tubuh dapat juga digunakan sebagai indikator

untuk menilai status gizi seseorang.

d. Penilaian secara biofisik yaitu menilai status gizi seseorang dengan melihat

kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari

jaringan. Metode ini digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta

senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes

adaptasi gelap

Dari keempat cara penilaian tersebut, antropometri merupakan cara yang

paling sederhana dan praktis (Khumaidi 1997). Hal ini disebabkan pengukuran

dengan antropometri tidak memerlukan peralatan yang kompleks, prosedur

pemeriksaan yang mudah dan harga peralatan yang murah.

Page 33: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

14

Status gizi anthropometri

Antropometri merupakan metode pengukuran status gizi secara langsung

dan yang paling umum digunakan untuk menilai dua masalah gizi utama yaitu

masalah gizi kurang (terutama pada anak-anak dan wanita hamil) dan masalah gizi

lebih pada semua kelompok umur (Jelliffe & Jelliffe 1989). Pengukuran ini

merefleksikan pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh. Pengukuran

antropometri juga digunakan untuk memperkirakan pertumbuhan dan

perkembangan fisik khususnya pada anak-anak berusia muda dan merupakan

indikator yang paling luas digunakan untuk mengukur status gizi masyarakat

(WHO 1990b). Menurut Suhardjo dan Riyadi (1990), pengukuran status gizi

dengan menggunakan antropometri dapat memberikan gambaran tentang status

konsumsi energi dan protein seseorang. Oleh karena itu, antropometri sering

digunakan sebagai indikator status gizi yang berkaitan dengan masalah kurang

energi-protein.

Indikator antropometri yang sering dipergunakan adalah: berat badan untuk

mengetahui massa tubuh, tinggi badan untuk mengetahui dimensi linier

panjang/tinggi tubuh dan tebal lipatan kulit untuk mengetahui komposisi dalam

tubuh, cadangan energi dan protein. Indikator antropometri selalu dibandingkan

dengan umur dari orang yang akan diukur. Atas dasar itu, maka untuk pengukuran

status gizi dengan menggunakan antropometri adalah dengan indeks berat badan

menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut

tinggi (BB/TB) (WHO 1995).

Berat badan mencerminkan massa tubuh, seperti otot dan lemak yang peka

terhadap perubahan sesaat karena adanya kekurangan gizi dan penyakit. Oleh

karena itu, indeks BB/U menggambarkan keadaan gizi saat ini. Tinggi badan

menggambarkan skeletal yang bertambah sesuai dengan bertambahnya umur dan

tidak begitu peka terhadap perubahan sesaat. Oleh karena itu, indeks TB/U lebih

banyak menggambarkan keadaan gizi seseorang pada masa lalu. Indeks BB/TB

mencerminkan perkembangan massa tumbuh dan pertumbuhan skeletal yang

menggambarkan status gizi saat itu. Indeks BB/TB sangat berguna apabila umur

yang diukur sulit diketahui.

Page 34: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

15

Pada indikator BB/TB istilah kurang gizi sering disebut wasting (sangat

kurus dan kurus) dengan z-score < -2 SD. Untuk indikator BB/U dikenal istilah

kurang gizi underweight yaitu status gizi balita gizi buruk dan gizi kurang (dengan

z-score <-2 SD), gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya

kekurangan gizi menahun (Nency 2005). Istilah kurang gizi yang sering

digunakan pada indikator TB/U adalah stunting (sangat pendek dan pendek)

dengan z-score < -2 SD. Dan menurut tingkat keparahannya wasting, underweight

dan stunting dapat dikategorikan lagi ke dalam tingkat ringan (mild), sedang

(moderate) dan berat (severe) dalam Soekirman (2000).

Berdasarkan pada standar baku WHO (2006) pengukuran status gizi

menggunakan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB. Indeks BB/U dan BB/TB

digunakan untuk mengetahui status gizi masa sekarang, sedangkan indeks TB/U

digunakan untuk menggambarkan status gizi masa lalu. Batas ambang atau cut of

point status gizi berdasarkan nilai z-score yaitu:

Tabel 1 Kriteria status gizi balita berdasarkan standar antropometri menurut

WHO 2006

Indeks Range Z-score Status Gizi

BB/TB z-score > 2.0 SD z-score ≥ -2 SD s.d ≤ +2 SD z-score < -2 SD s.d ≥ -3 SD z-score < -3.0 SD z-score < -2 SD

Gemuk Normal Kurus Sangat Kurus Wasting

BB/U

z-score > +2 SD z-score ≥ -2 SD s.d ≤ +2 SD z-score < -2 SD s.d ≥ -3 SD z-score < -3 SD z-score < -2 SD

Gizi lebih Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk Underweight

TB/U

z-score > -2.0 SD z-score < -2.0 SD s.d ≥ -3 SD z-score < -3.0 SD z-score < -2 SD

Normal Pendek Sangat pendek Stunting

Sumber Depkes 2008

Page 35: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

16

Karakteristik Sosial

Besar Keluarga

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah,

ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya

yang sama. Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan, jumlah pangan

yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga.

Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi

keluarga dan individu (Sanjur 1982; Suhardjo 1989).

Besar keluarga turut mempengaruhi pola pengasuhan yang diberikan kepada

anak. Makin besar keluarga diduga semakin sedikit waktu dan perhatian ibu

terhadap anak karena harus berbagi dengan anggota keluarga lainnya. Sebaliknya,

pada keluarga kecil memungkinkan bagi ibu untuk merawat dan mengurus anak-

anaknya dengan lebih baik sehingga dapat cepat mengambil tindakan jika terjadi

masalah kesehatan pada anaknya (Suhardjo 1989).

Pendidikan Ibu

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan

kualitas hidup seseorang. Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu

faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan,

pola konsumsi pangan dan status gizi anak (Madanijah 2003). Dalam pengasuhan

anak pendidikan orang tua terutama pendidikan ibu penting diperhatikan karena

turut menentukan dalam kualitas pengasuhan anak. Pendidikan formal yang lebih

tinggi pada ibu membuat pengetahuan gizi dan pola pengasuhan seorang ibu akan

bertambah baik (Leslie 1985; Soekirman 1990; Madihah 2002; Atmarita & Fallah

2004). Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima

pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 1996).

Umur Ibu

Menurut Hurlock (1997) ibu yang berumur muda cenderung kurang

memperhatikan kebutuhan anaknya. Ibu yang berusia muda masih miskin

pengetahuan dan pengalaman tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.

Pengetahuan ibu muda umumnya diperoleh dari ibunya sehingga masih

mengalami ketergantungan pada ibunya dalam perawatan dan dalam

Page 36: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

17

memperhatikan anaknya. Sebaliknya ibu yang berumur lebih tua lebih dapat

memainkan perannya dalam petumbuhan dan perkembangan anak.

Penyakit Infeksi

Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk

mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk

maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun ini berarti kemampuan tubuh

mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Oleh karena itu

setiap bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi yang ringan

merupakan tanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh terhadap penyakit

infeksi (Rohde 1979; Moehyi 2001) Anak kurang gizi sering berasal dari keluarga

miskin, dengan rumah yang sesak dan kurang higienis, sehingga mereka terpapar

lebih banyak infeksi (King & Burgess 1995).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA.) Penyakit sistem saluran pernafasan

terdiri dari penyakit yang menyebabkan gangguan akut fungsi normal dan yang

menyebabkan perubahan kronis. Penyakit infeksi sistem pernafasan akut

berhubungan dengan gejala sistemik, seperti: anoreksia, kelelahan dan tidak enak

badan. Jika disertai dengan batuk dan sesak nafas maka akan mengganggu asupan

makanan (Johnson, Chin & Haponik 1999). Komplikasi ISPA akan terjadi pada

orang yang mengalami kurang gizi (Giner et al. 1996). Sedangkan menurut

Johnson & Haponik (1999) yang melakukan penelitian laboratorium dan klinis

menunjukkan bahwa dampak utama gizi kurang terhadap sistem pernafasan

adalah dalam hal struktur dan fungsi pernafasan serta daya tahan tubuh.

Diare. Bayi dan balita dinyatakan menderita diare apabila buang air besar

tidak normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi buang air besar lebih dari 3

kali. Diare yang bersifat akut dapat berubah menjadi kronis. Diare akut yaitu diare

yang berlangsung secara mendadak, tanpa gejala gizi kurang dan demam serta

berlangsung beberapa hari. Sedangkan yang dimaksud diare kronik yaitu diare

yang berlanjut sampai lebih dari 2 minggu, biasanya disertai dehidrasi (penderita

banyak kehilangan dan elektrolit tubuh).

Gizi kurang dan diare sering dihubungkan satu sama lain, walaupun diakui

bahwa sulit menentukan kelainan yang mana yang terjadi lebih dulu, gizi kurang,

diare atau sebaliknya. Akibat diare yaitu tubuh banyak mengeluarkan cairan

Page 37: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

18

(dehidrasi) dan mineral, terjadi gangguan gizi karena makanan yang diserap

kurang, sedangkan pengeluaran energi bertambah, kadar gula darah dalam tubuh

menurun (dibawah normal) atau hipoglikemia dan sirkulasi darah terganggu (Dina

dan Maria 2003: 58).

Pada negara-negara berkembang diare merupakan salah satu penyebab

kematian yang paling utama dikalangan anak-anak kecil akibat adanya infeksi

pada usus dan kurang energi protein (Suhardjo 1990). Demikian pula di Indonesia

diare merupakan faktor tertinggi yang menyebabkan kematian bayi (Winarno

1990). Penyakit diare mempunyai pengaruh besar terhadap nafsu makan anak dan

dapat menyebabkan kurus sebagaimana yang dikemukakan oleh Akre (1994);

Shulman, Phair & Sommer (1994) bahwa anak-anak akan berkurang makannya

jika sedang menderita penyakit diare. Dari sini dapatlah dipahami bahwa anak

yang menderita penyakit diare akibat berkurang konsumsi pangannya, sehingga

zat gizi yang diasup juga akan turut berkurang, hal ini sesuai dengan pendapat

Suhardjo (1990) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara diare dengan gizi

kurang. Diare tidak boleh dianggap sepele, diare berat harus segera ditanggulangi

karena akan menyebabkan dehidrasi dan akan berakibat pada kematian.

Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri,

virus maupun jamur. Gejala-gejala yang biasa ditemukan adalah: batuk berdahak

(dahaknya seperti lendir, kehijauan atau seperti nanah), nyeri dada (bisa tajam

atau tumpul dan bertambah hebat jika penderita menarik nafas dalam atau

terbatuk), menggigil, demam, mudah merasa lelah, sesak nafas, sakit kepala,

nafsu makan berkurang, mual dan muntah, merasa tidak enak badan, kekakuan

sendi dan otot. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: kulit lembab, batuk

darah, pernafasan yang cepat, cemas, stres, tegang, nyeri perut.

Diagnosa, pa

Campak adalah sSalah satu gangguan kesehatan yang ditakuti oleh orang

tua pada bayi adalah campak atau sering disebut dengan penyakit cacar. panyakit

campak ini dapat dicegah dengan imunisasi. Campak merupakan penyakit yang

disebabkan oleh

da pemeriksaan dada dengan menggunakan stetoskop, akan

terdengar suara ronki dan pemeriksaan penunjang: rontgen dada, pembiakan

dahak, hitung jenis darah, gas darah arteri (anonim 2010a).

virus rubela. Penularan virus rubela ini dapat melalui beberapa

Page 38: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

19

cara diantaranya bisa melalui percikan ludah baik dari hidung, mulut tenggorokan

penderita campak. Biasanya orang yang tertulari virus campak akan menunjukkan

gejala demam, batuk , konjuntivitis (peradangan pada selaput ikat mata) dan ruam

kulit.

Gejala-gejala tersebut memang tidak secara langsung menyerang seorang

penderita campak. Biasanya membutuhkan waktu antara 2-4 hari. Setelah lewat 4

hari maka tubuh seorang yang terkena infeksi virus ini akan berangsur-angsur

menunjukkan gejala seperti timbulnya bercak kemerahan (rash) yang berbentuk

makolupapular. Bercak ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan akan berubah

menjadi kehitaman dan bersisik. Munculnya bercak ini juga diikuti dengan

peningkatan suhu tubuh, biasanya lebih dari 38o

TB Paru adalah penyakit tuberkulosis atau lazim disebut TBC atau TB Paru

karena menyerang organ paru-paru merupakan suatu penyakit menular yang dapat

menyerang semua kelompok masyarakat. Semua orang dari berbagai golongan

umur, status sosial ekonomi, ras maupun suku bangsa dan tempat tinggal memiliki

resiko untuk terkena penyakit TB Paru (Prabu 1998).

C dan timbulnya gejala lain

misalnya batuk, pilek, mata merah dan kopliks spot( bercak kemerahan dengan

warna putih di tengahnya) (anonim 2010b). Penyakit Campak dapat menyebabkan

nafsu makan berkurang sehingga tubuh menjadi lemah dan mudah terinfeksi

penyakit yang lain.

Individu dengan gizi buruk atau dibawah standar, kehidupan yang penuh

sesak dan penderita dengan silikosis, kanker, diabetes melitus atau infeksi

bersama HIV dan orang-orang yang mendapat imunosupresif kartikosteroid atau

obat sitotoksik terutama rentan terhadap tuberkulosis. Insiden kematian yang

disebabkan tuberkulosis sudah jauh menurun sesudah ditemukannya kemoterapi.

Akan tetapi akhir-akhir tahun ini cenderung mengalami peningkatan kematian.

Hal ini disebabkan oleh memburuknya keadaan sosial ekonomi dan kesehatan

individu seperti kemiskinan dan gizi yang kurang memadai (Andersen 1995)

Infeksi TB Paru jauh lebih berat pada anak-anak yang menderita kekurangan

gizi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa insiden komplikasi TB Paru yang

berat dan progresif ternyata menurun dengan adanya perbaikan gizi anak. Apabila

penderita gizi buruk tidak menunjukkan perbaikan setelah diberi diet yang cukup

Page 39: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

20

biasanya ditemukan infeksi TB Paru dan sesudah diadakan terapi maka gizi anak

langsung membaik. Apabila balita mengalami infeksi, maka akan terjadi suatu

keadaan undernutrisi selama 2–3 minggu berikutnya. Dengan demikian keadaan

gizi yang buruk akan mempermudah penyebaran basil TBC dalam tubuh sehingga

terjadi TBC miliaris.

Page 40: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

21

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran

Kekurangan gizi pada usia dini mempunyai dampak buruk pada masa

dewasa yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik yang lebih kecil dengan tingkat

produktifitas yang lebih rendah (Kodyat 1998).

Menurut Unicef (1998) dalam Azwar (2004) terjadinya kurang gizi

disebabkan oleh banyak faktor, baik faktor langsung maupun faktor tidak

langsung. Faktor langsung penyebab masalah gizi yaitu asupan makanan yang

kurang dan adanya penyakit infeksi dalam Soekirman (2000). Asupan makanan

sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga sedangkan

ketersediaan pangan rumah tangga dipengaruhi oleh sosial ekonomi keluarga,

selain pola asuh dalam pemberian makanan oleh keluarga. Tingkat pendidikan dan

pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan memberikan kontribusi dalam

penyediaan makanan yang berkualitas pada batita. Penyakit infeksi dapat terjadi

apabila batita yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering terinfeksi

penyakit akhirnya akan menderita kurang gizi, demikian juga pada anak yang

tidak baik status gizinya, maka daya tahan tubuhnya dapat melemah dalam

kondisi ini akan mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan dan

akhirnya menderita kurang gizi (Depkes 2003).

Penyebab tidak langsung terjadinya masalah gizi salah satunya adalah

pelayanan kesehatan yang kurang baik. Pelayanan kesehatan dasar yang ada di

Puskesmas, Posyandu, Polindes, Poskesdes dan bidan di desa yaitu: penimbangan,

penyuluhan gizi, pengobatan, distribusi suplemen gizi, pemberian makanan

tambahan (PMT) bagi batita kurang gizi, imunisasi dan konsultasi resiko penyakit.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang optimal dapat mendeteksi gejala dini

gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada batita.

Page 41: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

22

Keterangan: Hubungan yang dianalisis Hubungan tidak dianalisis

Variabel yang dianalisis Variabel tidak di analisis Gambar 1 Kerangka pikir analisis hubungan pelayanan kesehatan dengan status gizi batita di ketiga wilayah penelitian (Provinsi Sumatera

Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur) berdasarkan data Riskesdas 2007.

Konsumsi Makanan Batita

Asupan Zat Gizi

Karakteristik keluarga - Jumlah anggota - Tk. Pendidikan ibu - Umur ibu

Status Gizi Batita BB/TB, BB/U, TB/U

Pemanfaatan pelayanan kesehatan

Frekuensi kunjungan

Karakteristik Batita - Penyakit infeksi

Akses ke pelayanan kesehatan - Waktu tempuh ke

fasilitas kesehatan - Jarak tempuh - Keterjangkauan

transportasi

Ketanggapan Pelayanan Kesehatan

Variabel

Variabel

Page 42: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

23

Hipotesis

1. Terdapat hubungan status gizi batita dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan.

2. Terdapat hubungan keluarga (umur ibu, pendidikan ibu & jumlah anggota)

dan karakteristik batita (penyakit infeksi), akses ke pelayanan kesehatan serta

ketanggapan pelayanan kesehatan dengan frekuensi kunjungan ke pelayanan

kesehatan.

Page 43: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

24

METODE

Sumber data, Desain, Waktu dan Tempat

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) 2007 yang telah mengalami editing dan cleaning oleh Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan (Balitbangkes

Depkes) dengan desain penelitian adalah cross-sectional design. Pengolahan dan

analisis data dilakukan pada Februari-Mei 2010.

Penelitian ini memilih tiga provinsi sebagai contoh yaitu provinsi

Sumatera Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur.

Cara Pengambilan Contoh

Berdasarkan data yang diperoleh dari Balitbangkes Depkes ada sebanyak

3866 batita contoh dari ketiga wilayah penelitian. Kemudian ditetapkan kriteria

inklusi yaitu batita yang termasuk dalam kuintil 1 dan 2 sebagai proxi indikator

tingkat konsumsi dan status sosial ekonomi yang rendah karena pelayanan

kesehatan di Puskesmas, posyandu, polindes dan poskesdes lebih banyak

dimanfaatkan oleh masyarakat dengan status sosial ekonomi yang rendah,

mempunyai berat badan, tinggi badan, umur dalam bulan, jenis kelamin,

pendidikan ibu dan umur ibu serta jumlah anggota keluarga. Kemudian dilakukan

pengeluaran contoh berdasarkan kriteria eksklusi yaitu nilai z-score yang

diperoleh melewati batasan antrho 2005 yaitu BB/U z-score -6 sampai dengan +

5, BB/TB z-score -5 sampai dengan +5 dan TB/U -6 sampai dengan +6. Dari

ketiga wilayah penelitian tersebut, akhirnya di dapat contoh sebanyak 1724 batita.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data penelitian ini merupakan data primer Riskesdas yang telah mengalami

proses coding, editing dan cleaning dari Balitbangkes Depkes. Data-data yang

diambil dari kuesioner Riskesdas disesuaikan dengan kebutuhan penelitian

meliputi:

1. Data karakteristik batita meliputi: berat badan, tinggi badan/panjang badan,

umur batita dan jenis kelamin dan keluarga: umur ibu, tingkat pendidikan ibu,

dan jumlah anggota.

Page 44: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

25

2. Data penyakit infeksi balita ISPA, Pneumonia, Diare, Campak dan TB Paru.

3. Akses ke pelayanan kesehatan: jarak dan waktu tempuh terdekat, transportasi

ke sarana pelayanan kesehatan.

4. Frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan 6 bulan terakhir.

5. Pemanfaatan pelayanan kesehatan meliputi: penimbangan, penyuluhan,

imunisasi, kesehatan ibu dan anak (KIA), pengobatan, pemberian makanan

tambahan (PMT), suplemen gizi, dan konsultasi resiko penyakit.

6. Ketanggapan pelayanan kesehatan di pelayanan kesehatan rawat jalan.

Pengolahan Data

Dalam tahap pengolahan data digunakan program komputer software

microsoft Ecxel 2007, kemudian dilakukan kegiatan-kegiatan pengkodean, editing

dan cleaning. Cleaning dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya data yang

salah atau missing, apabila data yang diambil terdapat data yang hilang (missing),

maka dilakukan kembali konfirmasi, dan dicek ulang apakah diambil atau di

buang.

Status gizi batita diolah dengan program software anthro 2005, dianalisis secara statistik dan deskriptif disajikan dalam 3 (tiga) indikator antropometri, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Data antropometri anak 0-3 tahun untuk melihat secara deskriptif dibuat kategori sesuai dengan standar anthropometri WHO 2006 (Riskesdas 2007) dengan klasifikasi nilai terstandar (z-score) seperti telah dijelaskan pada tinjauan pustaka. Skala pengukuran ordinal dan rasio.

Pendidikan ibu diolah secara deskriptif dengan melihat kategori tingkat

pendidikan ibu dari pendidikan formal yang ditamatkan, kemudian dikategorikan

menjadi tidak sekolah 0 tahun, tidak tamat SD = 5 tahun, tamat SD 6 tahun,

tamat SMP 9 tahun, tamat SMA 12 tahun dan PT 16 tahun dengan skala rasio dan

ordinal. Umur ibu dibuat kategori 16-25 tahun, 26-40 tahun dan >40 tahun, skala

rasio dan ordinal. Jumlah anggota keluarga dihitung dari jumlah anggota keluarga

yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lainnya. Kemudian

dikategorikan menjadi kecil < 4 orang, sedang 5-7 orang dan besar >7 orang

dengan skala rasio dan ordinal. Akses ke pelayanan kesehatan diukur dengan

melihat waktu, jarak tempuh dan transportasi (dengan kategori ada dan tidak ada

Page 45: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

26

transportasi). Frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan diolah dengan melihat

berapa kali dalam 6 bulan terakhir orang tua batita ke pelayanan kesehatan

terdekat (Puskesmas, Posyandu/Poskesdes maupun di Polindes atau bidan desa)

untuk menimbang (memantau pertumbuhan) anaknya. Dibuat kategori baik jika

>4 kali kunjungan, sedang jika 1-3 kali kunjungan dan buruk jika tidak pernah

kunjungan, skala pengukuran ordinal dan rasio.

Ketanggapan pelayanan kesehatan diukur dengan melihat jawaban 1) sangat

baik, 2) baik, 3) sedang, 4) buruk dan sangat buruk. Kemudian dibuat skor untuk

jawaban 1= 4, 2=3, 3=2, 2=1 dan 5=0. Dengan skor tertinggi 20 dan dibuat

kategori baik jika skor >12 (>60%) dan kurang jika skor <12 (<60%) untuk

jelasnya dapat dilihat pada lampiran 3.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan diukur dengan melihat jenis-jenis

pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan dalam 6 bulan terakhir baik di

Puskesmas, Posyandu/Poskesdes maupun di Polindes atau bidan desa terdekat.

Program-program pelayanan kesehatan tersebut meliputi: penimbangan,

penyuluhan, imunisasi, KIA, KB, pengobatan, PMT suplemen gizi, dan

konsultasi resiko penyakit. Jenis-jenis pelayanan kesehatan ini diolah dengan

memberikan kategori jawaban ya (memanfaatkan) dan tidak (tidak

memanfaatkan), kemudian diskors dengan menjumlahkan jenis pelayanan yang

dimanfaatkan. Setiap jenis pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan diberi skor 1

(satu) dan nol (0) untuk jenis pelayanan kesehatan yang tidak dimanfaatkan. Skala

pengukuran ordinal untuk pemanfaatan pelayanan kesehatan dan rasio untuk

variabel pelayanan kesehatan (skor pada lampiran 5)

Penyakit infeksi diukur dengan kuesioner diagnosa dan atau gejala spesifik

dari penyakit yang pernah di derita batita selama 1 bulan terakhir untuk penyakit

ISPA, Pneumonia dan Diare sedangkan penyakit Campak dan TB Paru 12 bulan

terakhir. Dikatakan infeksi jika berdasarkan diagnosa terkena penyakit tersebut

dan atau hanya gejala spesifik dari penyakit infeksi tersebut. Penyakit infeksi

diolah dengan pengkategorian infeksi (jika jawaban ya) diberi skor 1 (satu) untuk

penyakit yang jawabannya tidak infeksi jika jawaban tidak skor 0 (nol) , kemudian

secara keseluruhan dijumlahkan skornya dan dibuat variabel penyakit infeksi

(skor pada lampiran 6).

Page 46: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

27

Analisis Data

Pada tahap analisis dilakukan dengan menggunakan program komputer

software SPSS for windows versi 16,0. Untuk melihat secara umum dilakukan

analisis univariat, untuk mengetahui hubungan antar variabel digunakan uji

statistik chi-square test dan moment pearson correlation test. Dan untuk menguji

pengaruh berbagai variabel independen terhadap suatu variabel dependen

digunakan uji statistik regresi linier berganda ( Syarief 1992; Hastono 2001).

Variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan

kesehatan yaitu umur ibu, lama pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, penyakit

infeksi dan ketanggapan pelayanan kesehatan. Model persamaan Regresi linier

berganda adalah sebagai berikut :

Ŷ1= Ŷ2= Ŷ3 = β0+β1X1+ β2 X2+ ......................... + βn XnKeterangan:

+ €

Ŷ1Ŷ

= Variabel terikat status gizi batita BB/TB 2

Ŷ = Variabel terikat status gizi batita BB/U 3

= Variabel terikat status gizi batita TB/U

β1, β2,.......... βn β

= Koefisien Regresi € = Galat 0 = Intercept X1,X2 ....... Xn

= Variabel bebas

Variabel bebas: Kode X1X

: Umur ibu 2

X: Lama pendidikan ibu

3 X

: Jumlah anggota keluarga 4

X: Penyakit infeksi

5

: Pemanfaatan pelayanan kesehatan

Page 47: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

28

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, sehingga hubungan

atau perbedaan yang ditemukan antara variabel independen dan variabel dependen

bukan merupakan sebab akibat. Hal ini disebabkan karena kedua variabel tersebut

diukur pada saat yang bersamaan. Pada analisis univariat dan bivariat hubungan

yang ditunjukkan hanyalah kecendrungan hubungan antar variabel. Namun

dengan dilakukannya analisis multivariat diharapkan dapat memberikan hasil

yang baik untuk mengetahui hubungan pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan

status gizi batita.

Penelitian ini melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi

batita baik dari segi karakteristik keluarga maupun dari segi pemanfaatan

pelayanan kesehatan. Pada kerangka Unicef (1998) banyak faktor yang

mempengaruhi status gizi batita di luar variabel yang diteliti seperti pola asuh,

sanitasi ketersediaan pangan di tingkat wilayah dan rumah tangga. Namun

penelitian ini difokuskan pada variabel yang terlihat pada kerangka pemikiran.

Data primer yang diperoleh dari Balitbangkes Depkes RI telah melalui

proses verifikasi, editing dan cleaning sehingga bias penelitian baik pada saat

pengumpulan data sampai dengan cleaning data dapat terjadi karena peneliti tidak

terlibat langsung dalam survey ini.

Batasan Operasional

Status Gizi Batita

Keadaan gizi anak batita yang diamati berdasarkan nilai z-score indikator

berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut panjang/tinggi

badan (BB/TB) dan panjang/tinggi badan menurut umur (TB/U) dengan

standart antropometri WHO 2006.

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh petugas

kesehatan di tempat pelayanan kesehatan seperti: Puskesmas, Polindes,

Poskesdes, Posyandu dan bidan desa.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang

dimanfaatkan oleh batita baik preventif maupun kuratif yang meliputi:

Page 48: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

29

penimbangan, penyuluhan, kesehatan ibu dan anak, pemberian makanan

tambahan, pengobatan, suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit di

pelayanan kesehatan.

Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga pada penelitian ini meliputi: umur ibu, pendidikan

ibu dan jumlah anggota keluarga.

Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi yang pernah diderita oleh batita yang dinilai berdasarkan

penyakit TB Paru dan Campak pernah diderita dalam 12 bulan terakhir dan

penyakit Diare, ISPA dan Pneumonia yang pernah diderita dalam 1 bulan

terakhir yang diukur melalui wawancara dengan orang tua anak.

Dikategorikan menjadi dua yaitu pernah menderita infeksi dan tidak infeksi.

Akses ke Pelayanan Kesehatan

Tingkat kemudahan dalam mengakses dan pemanfaatan pelayanan

kesehatan yang diukur berdasarkan jarak dan waktu serta adanya

transportasi yang diperlukan agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang

tersedia baik pemerintah maupun UKBM yang ada.

Ketanggapan pelayanan kesehatan

Penilaian yang diberikan rumah tangga batita yang memanfaatkan

pelayanan kesehatan terdekat untuk rawat jalan di pelayanan kesehatan (RS

Pemerintah, RS swasta, Rumah bersalin, Puskesmas, Pustu, Pusling,

Posyandu, Poliklinik/balai pengobatan swasta, praktek tenaga kesehatan)

yang diukur dengan beberapa kuesioner Riskesdas pada lembar pertanyaan

rumah tangga dan individu yang dibuat kategori baik dan kurang baik.

Page 49: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

30

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Wilayah Penelitian Geografi

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di

wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan di bagian

timur laut, tenggara, barat, dan barat laut dibatasi oleh wilayah provinsi Jawa

Tengah yang meliputi: Kabupaten Klaten di sebelah Timur Laut, Kabupaten

Wonogiri di sebelah Tenggara, Kabupaten Purworejo di sebelah Barat, Kabupaten

Magelang di sebelah Barat Laut (BPS 2007)

Posisi DI Yogyakarta yang terletak antara 7°33’- 8°12’ Lintang Selatan dan

110°00’-110°50’ Bujur Timur, tercatat memiliki luas 3 185.80 km² atau 0.17

persen dari luas Indonesia (1 860 359.67 km²), merupakan provinsi terkecil

setelah Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan informasi dari Badan Pertanahan

Nasional, dari 3 185.80 km² luas DIY sebagian besar wilayah Daerah Istimewa

Yogyakarta terletak pada ketinggian antara 100m–499m dari permukaan laut

tercatat sebesar 65.65%, ketinggian kurang dari 100 m sebesar 28.84%, ketinggian

antara 500m–999m sebesar 5.04% dan ketinggian di atas 1000 m sebesar 0.47%.

Posisi geografis Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebelah Utara

berbatasan dengan laut Flores, sebelah Selatan dengan lautan Hindia, sebelah

Timur dengan Negara Timor Lorosae dan Laut Timor dan sebelah Barat dengan

Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kedudukan Astronomis terletak pada 80 - 120

Lintang Selatan dan 1180 - 1250 Bujur Timur. Selanjutnya Nusa Tenggara Timur

memiliki kondisi geografis yang bervariasi, seperti Pulau Flores, Alor, Komodo,

Solor, Lembata dan pulau-pulau sekitarnya di jalur utara terbentuk secara

vulkanik. Sedangkan Pulau Sumba, Sabu, Rote, Semau, Timor dan pulau-pulau

sekitarnya di selatan merupakan daerah karang, karena terbentuk dari dasar laut

yang terangkat ke permukaan (BPS 2007)

Dengan kondisi seperti ini maka pulau-pulau yang terletak pada jalur

vulkanik dapat dikategorikan sebagai daerah yang subur, sedangkan daerah

karang pada umumnya kurang subur. Wilayah administratif Pemerintah Provinsi

NTT telah berkembang dari tahun ke tahun sesuai dengan perkembangan

Page 50: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

31

kependudukan. Provinsi NTT terdiri dari 19 Kabupaten, 1 Kota, 273 Kecamatan

dan 2796 Desa/Kelurahan. Luas wilayah masing-masing kabupaten cukup

bervariasi, dimana Kabupaten Sumba Timur memiliki luas terbesar yaitu 7 000.50

km2 dan yang terkecil adalah Kota Kupang dengan luas 160.34 km2.

Propinsi Sumatera Selatan terletak di sebelah Selatan garis khatulistiwa

pada 10 - 40 derajat lintang Selatan dan 102 - 108 derajat Bujur Timur dengan

luas wilayah 8 701 742 ha. Bagian daratan propinsi ini berbatasan dengan

Propinsi Jambi di sebelah Utara, Propinsi Lampung di Selatan dan Propinsi

Bengkulu di bagian Barat. Sedang di bagian Timur berbatasan dengan Pulau

Bangka dan Belitung. Sumatera Selatan dikenal juga dengan sebutan Bumi

Sriwijaya karena wilayah ini dalam abad 712 Masehi merupakan pusat kerajaan

maritim terbesar dan terkuat di Indonesia yang berpengaruh sampai ke Formosa

dan Cina di Asia serta Madagaskar di Afrika (Profil Sumsel 2007).

Disamping itu, Sumatra Selatan sering pula disebut sebagai Daerah

Batanghari Sembilan karena di kawasan ini terdapat 9 sungai besar yang dapat

dilayari sampai jauh ke hulu, yakni: sungai Musi, Ogan, Komering, Lematang,

Kelingi, Rawas, Batanghari Leko dan Lalan serta puluhan lagi cabang-cabangnya.

Wilayah ini beriklim tropis dan basah. Sepanjang tahun propinsi ini hanya

dipengaruhi oleh dua musim, yakni musim hujan dan musim kemarau. Suhu

udaranya bervariasi antara 24.7oC sampai 32.9 o

C dengan tingkat kelembaban

udara berkisar antara 82% sampai 88%.

Demografi Berdasarkan hasil Hasil Proyeksi SUPAS 2005, tahun 2007 jumlah

penduduk Provinsi DI Yogyakarta tercatat 3 434 534 jiwa, dengan persentase

jumlah penduduk laki-laki 50.16% dan penduduk perempuan 49.84%. Menurut

daerah, persentase penduduk kota mencapai 60.57% dan penduduk desa mencapai

39.31% (Susenas 2007). Pertumbuhan penduduk pada tahun 2007 sebesar 1.01%

relatif lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya.

Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta memiliki angka

pertumbuhan di atas angka provinsi, masing-masing sebesar 1.46 persen, 1.34

persen dan 1.32 persen. Dengan luas wilayah 3 185.80 km2, kepadatan penduduk

di DI Yogyakarta tercatat 1.079 jiwa per km2. Kepadatan tertinggi terjadi di Kota

Yogyakarta yakni 13.881 jiwa per km2 dengan luas wilayah hanya sekitar 1

Page 51: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

32

persen dari luas Provinsi DI Yogyakarta. Sedangkan Kabupaten Gunung Kidul

yang memiliki wilayah terluas mencapai 46.63% memiliki kepadatan penduduk

terendah yang dihuni rata-rata 461 jiwa per km2 (BPS 2007).

Tabel 2 Sebaran penduduk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menurut

kelompok umur dan jenis kelamin

Kelompok Umur

Daerah Istimewa Yogyakarta Laki-laki % Perempuan % Jumlah %

0-4 108 200 52 100 900 48 209 100 100 4-9 102 600 51 97 900 49 200 500 100

10-14 116 600 51 111 000 49 227 600 100 15-19 141 100 52 130 900 48 272 000 100 20-24 179 400 53 159 900 47 339 300 100 25-29 197 000 54 171 000 46 368 000 100 30-34 161 800 52 150 900 48 312 700 100 35-39 126 400 49 131 900 51 258 300 100 40-44 119 100 48 128 000 52 247 100 100 45-49 109 900 49 115 000 51 224 900 100 50-54 92 700 49 95 000 51 187 700 100 55-59 71 400 48 76 100 52 147 500 100 60-64 56 300 46 65 000 54 121 300 100 65-69 50 200 46 59 000 54 109 200 100 70-74 40 900 44 51 100 56 92 000 100 75+ 49 200 42 68 100 58 117 300 100

Jumlah 1 722 800 50 1 711 700 50 3 434 500 100 Sumber BPS tahun 2007

Komposisi kelompok umur penduduk DI Yogyakarta didominasi oleh

kelompok usia dewasa yaitu umur 25-29 tahun sebesar 10.71 persen. Kelompok

umur 0-24 tahun tercatat 36.35%, kelompok umur 25-59 tahun 50.84%, dan lanjut

usia yaitu umur 60 tahun ke atas sebesar 12.81%. Besarnya proporsi mereka yang

berusia lanjut mengisyaratkan tingginya usia harapan hidup penduduk DI

Yogyakarta.

Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2007 berjumlah 7 019 964 jiwa yang

terdiri dari 3 571 271 penduduk laki-laki dan 3 448 693 penduduk perempuan.

Penduduk Sumatera Selatan bertambah dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar

1.74% pertahun. Tingkat kepadatan penduduk provinsi Sumatera Selatan sekitar

80.67 km2. Dari 14 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan, Kota

Palembang mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi sebesar 3 729.52 orang

Page 52: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

33

per km2. Sedangkan kepadatan penduduk paling kecil adalah Kabupaten Musi

Banyuasin yaitu 34.39 orang per km2

.

Tabel 3 Sebaran penduduk Provinsi Sumatera Selatan menurut kelompok umur dan jenis kelamin

Kelompok

Umur Sumatera Selatan

Laki-laki % Perempuan % Jumlah % 0-4 406 265 51 384 294 49 790 559 100 4-9 355 177 52 328 064 48 683 181 100

10-14 381 532 52 354 448 48 735 980 100 15-19 371 115 53 333 996 47 705 111 100 20-24 319 789 51 308 258 49 628 047 100 25-29 303 929 49 319 078 51 623 007 100 30-34 266 372 49 275 893 51 542 265 100 35-39 271 913 51 257 567 49 529 480 100 40-44 234 743 50 236 291 50 471 034 100 45-49 204 783 50 204 730 50 409 513 100 50-54 174 228 52 161 551 48 335 779 100 55-59 112 953 54 95 022 46 207 975 100 60-64 232 238 48 252 106 52 484 344 100

Jumlah 3 635 037 51 3 511 298 49 7 146 275 Sumber BPS tahun 2007

Penduduk Sumatera Selatan menurut kelompok umur menunjukkan bahwa

29.68% berusia muda (0-14 tahun), 63.42% berusia produktif (umur 15-59 tahun)

dan hanya 6.9% yang berumur 60 tahun lebih.

Untuk Provinsi NTT berdasarkan data dari BPS jumlah penduduk tahun

2007 sebanyak 4 448 873 jiwa yang tersebar di seluruh NTT, dengan tingkat

kepadatan 93.96 jiwa per km² dan angka pertumbuhan penduduk sebesar 2.10%.

Kabupaten/Kota pada tahun 2007 yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi

adalah Kota Kupang, yaitu sebesar 1 785.57 jiwa per km² dan Kabupaten Belu

sebesar 170.92 jiwa per km². Kepadatan penduduk terendah di Kabupaten Sumba

Timur, yaitu sebesar 31.87 jiwa per km², disusul Kabupaten Alor dan Kabupaten

Kupang, masing-masing sebesar 62.47 jiwa per km² dan 68.24 jiwa per km².

Tabel 4 Sebaran penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur menurut kelompok umur dan jenis kelamin

Kelompok

Umur Nusa Tenggara Timur

Laki-laki % Perempuan % Jumlah %

Page 53: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

34

0-4 258 800 51 246 300 49 505 100 100 4-9 241 300 51 229 300 49 470 600 100

10-14 261 300 51 250 300 49 511 600 100 15-19 248 200 52 233 300 48 481 500 100 20-24 209 600 51 203 300 49 412 900 100 25-29 173 000 49 183 200 51 356 200 100 30-34 144 800 46 167 200 54 312 000 100 35-39 134 600 47 151 200 53 285 800 100 40-44 125 500 48 134 100 52 259 600 100 45-49 110 200 49 113 200 51 223 400 100 50-54 88 200 49 90 100 51 178 300 100 55-59 68 100 49 71 100 51 139 200 100 60-64 52 000 49 55 100 51 107 100 100 65-69 40 000 48 43 000 52 83 000 100 70-74 28 800 47 32 100 53 60 900 100 75+ 28 600 46 33 100 54 61 700 100

Jumlah 2 213 000 50 2 235 900 50 4 448 900 100 Sumber BPS tahun 2007

Sebaran penduduk NTT menurut kelompok umur, menunjukkan bahwa

penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 33.43%, yang berusia produktif

(15-64 tahun) sebesar 61.95% dan yang berusia tua ( ≥ 65 tahun) sebesar 4.62%.

Pendidikan

Sumber daya manusia akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

seseorang. Dari data Susenas 2007 data pendidikan disajikan dalam data tingkat

pendidikan penduduk. Ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki penduduk merupakan

indikator pokok kualitas pendidikan formal. Semakin tinggi ijazah/STTB yang

dimiliki oleh rata-rata penduduk suatu negara mencerminkan semakin tingginya

taraf intelektualitas bangsa dan negara tersebut.

Di Provinsi DI Yogyakarta, pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk

umur 10 tahun keatas terbanyak adalah tamat SD (23.81%), sedang penduduk

yang tamat SMU ke atas 31.04%. Bila dilihat menurut Kab/Kota, jenjang

pendidikan tertinggi yang ditamatkan terbanyak adalah SD, kecuali di Kabupaten

Sleman dan Kota Yogyakarta pendidikan tertinggi yang ditamatkan terbanyak

adalah SMU masing-masing sebanyak 23.92% dan 32.96% laporan Riskesdas

DIY (2007)

Page 54: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

35

Di NTT tahun 2006, persentase penduduk berumur 10 tahun keatas yang

tidak/belum memiliki ijazah/surat tanda tamat belajar (STTB) sebanyak 42.04%.

Sedangkan yang sudah memiliki ijazah terdiri atas tamatan SD/MI (32.27%),

tamat SLTP/MTs (11.59%), tamat SMU/SMK (11.28%), dan tamat Diploma I

sampai dengan Universitas (2.90%). Dengan demikian maka persentase penduduk

berumur 10 tahun keatas yang memiliki ijazah SMU/SMK atau pendidikan yang

lebih tinggi (14.18%). Kabupaten/kota dengan persentase tertinggi penduduknya

berpendidikan SMU/SMK atau lebih tinggi adalah Kota Kupang (43.10%) dan

Ende (15.77%). Sedangkan yang terendah di Kabupaten Timor Tengah Selatan

(7.01%) dan Timor Tengah Utara (7.76%). Dilihat dari jenis kelamin,

ijazah/STTB yang dimiliki oleh penduduk laki-laki lebih baik bila dibandingkan

dengan perempuan. Hal ini dapat dilihat dari persentase penduduk yang

mempunyai ijazah SMU/SMK atau lebih tinggi pada laki-laki sebesar 15.84% dan

pada perempuan sebesar 12.28% (BPS 2007).

Di Sumatera Selatan penduduk yang berumur 10 tahun ke atas yang

tidak/belum memiliki ijazah sebesar 21.43%, tamat SD/MI sederajat sebesar

27.23%, SLTP/MTs sederajat sebesar 14.49%, SMU/SMA sederajat sebesar

14.3%, Diploma hingga Perguruan Tinggi sebesar 3.27%. Dilihat dari jenis

kelamin, ijazah/STTB yang dimiliki oleh penduduk laki-laki masih lebih baik bila

dibandingkan yang dimiliki perempuan. Hal ini dapat dilihat dari persentase

penduduk yang mempunyai ijazah SMU/SMK atau lebih tinggi pada laki-laki

sebesar 8.1% dan pada perempuan sebesar 6.28% (BPS 2007).

Keadaan Kesehatan di Wilayah Penelitian

Sarana pelayanan kesehatan merupakan ujung tombak pelayanan yang

sangat penting mendapat perhatian dalam menjaga kesehatan masyarakat. Di

Provinsi Sumatera Selatan sarana pelayanan kesehatan yang tersedia ada 40

RSU/RSUD, 265 puskesmas, 920 puskesmas pembantu, 1 713 poskesdes, 6 289

poyandu. Sarana pelayanan kesehatan yang ada di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta adalah 277 puskesmas, 5 306 posyandu, 1 499 polindes. Dan yang

ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur 253 puskesmas, 866 pustu, 19 566

posyandu dan 1 051 polindes sumber Pusdatin-Depkes (2007).

Page 55: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

36

Data prevalensi penyakit ISPA, Pneumonia, TB Paru, Campak dan Diare yang diderita oleh batita di ketiga wilayah penelitian dari data Riskesdas 2007. Tabel 5 Prevalensi ISPA, Pneumonia, TB Paru, Campak dan Diare menurut

karakteristik umur Kelompok Umur (th)

ISPA Pneumonia TB Paru Campak Diare D DG D DG D DG D DG D DG

DIY < 1 1-4

35.5 48.3

20.4 21.3

3.9 2.7

0.7 0.7

-

3.6

-

2.2

2.0 1.6

1.3 0.7

7.2 4.0

50.0 54.8

Sumsel < 1 1-4

16.2 19.4

28.4 33.4

1.4 1.2

2.1 1.9

0.5 0.2

0.5 0.3

2.4 1.9

3.1 2.2

17.7 14.7

69.9 67.1

NTT < 1 1-4

57.1 58.3

22.9 20.4

4.6 5.9

21.1 19.9

-

0.7

-

0.1

2.1 2.9

1.5 1.1

14.0 13.6

59.8 67.0

Nasional < 1 1-4

14.9 16.1

35.92 42.53

0.76 1.00

2.20 3.02

0.17 0.38

0.47 0.76

1.81 2.36

2.44 3.41

16.5 16.7

52.8 55.5

Sumber Riskesdas Nasional, DI Yogyakarta, Sumsel dan NTT 2007

Keadaan kesehatan di ketiga wilayah penelitian dilihat dari prevalensi kejadian 5 penyakit (ISPA, Pneumonia, Diare, Campak dan TB Paru) adalah prevalensi kejadian ISPA (diagnosa) tertinggi di provinsi Nusa Tenggara Timur 57.1% untuk anak < 1 tahun dan 58.3% untuk anak umur 1-4 tahun. Sedangkan untuk ISPA (dengan gejala) tertinggi di provinsi Sumatera Selatan terdapat 28.4% pada anak < 1 tahun dan 33.4% pada anak 1-4 tahun. Prevalensi kejadian

Pneumonia diagnosa dan dengan gejala juga tertinggi terdapat di provinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk penyakit TB Paru baik diagnosa maupun dengan gejala tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta, akan tetapi kasus untu anak <1 tahun hanya terdapat di Nusa Tenggara Timur. Penyakit Campak (diagnosa) tertinggi di Nusa Tenggara Timur, tetapi untuk Campak dengan gejala tertinggi di Sumatera

Selatan. Prevalensi Diare diagnosa dan dengan gejala untuk anak <1 tahun tertinggi di Sumatera Selatan dibandingkan dengan ke dua provinsi yang lain.

Status Gizi Batita

Penilaian status gizi anak dinilai dari berat badan dan panjang atau tinggi

badan serta umur kemudian dikonversikan ke dalam bentuk nilai standar z-score

Page 56: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

37

berdasarkan standar baku WHO (2006). Pengukuran status gizi menggunakan

indikator BB/U, BB/TB dan TB/U. Indikator BB/U dan BB/TB digunakan untuk

mengetahui status gizi masa sekarang, sedangkan indikator TB/U digunakan

untuk menggambarkan status gizi masa lalu.

Indikator Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Indikator BB/TB menggambarkan status gizi yang sifatnya akut sebagai

akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang singkat. Pada kondisi

dengan adanya penyakit infeksi dan kurang gizi berat badan anak akan cepat turun

sehingga tidak proporsional lagi dengan tinggi badannya sehingga anak menjadi

kurus. Salah satu indikator untuk menentukan anak yang harus dirawat dalam

manajemen gizi buruk adalah indikator sangat kurus yaitu anak dengan nilai z-

score < -3,0 SD. Selanjutnya digunakan masalah kurus dengan istilah wasting

untuk gabungan kategori sangat kurus dan kurus. Besarnya masalah wasting pada

balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat (public health

problem) adalah jika prevalensi wasting 10,1% s/d 15,0% sudah dianggap serius,

dan dianggap kritis bila prevalensi wasting sudah > 15,0% (UNHCR). Rata-rata

z-score status gizi batita contoh dengan indikator BB/TB adalah -0.36 ± 2.2 SD.

Tabel 6 Sebaran batita berdasarkan status gizi indikator BB/TB di Provinsi

Sumatera Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur

Provinsi Status Gizi Batita berdasarkan Indikator BB/TB Jumlah Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk n % n % n % n % n %

DIY Sumsel NTT

6 96 108

3.1 13.7 13.1

13 43 85

6.7 6.1 10.3

150 412 562

76.9 58.7 68

26 151 72

13.3 21.5 8.7

195 702 827

100 100 100

Total 210 12.2 141 8.2 1124 65.2 249 14.1 1724 100

Tabel 6 menyajikan prevalensi status gizi batita berdasarkan indikator

BB/TB di ketiga wilayah penelitian. Prevalensi wasting tertinggi di Provinsi Nusa

Tenggara Timur yaitu 23.4% dan Sumatera Selatan yaitu 19.8% merupakan

masalah gizi kronis yang sangat kritis (>15%), dan terendah di Provinsi DI

yogyakarta (9.8%) termasuk masalah gizi sedang. Pada penelitian ini diperoleh

hasil prevalensi wasting adalah 20.4%, sedangkan prevalensi nasional 19.8%. Hal

Page 57: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

38

ini menunjukkaan bahwa masalah wasting merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang kritis pada batita.

Tabel 7 Sebaran batita menurut karakteristik keluarga dan status gizi indikator

BB/TB

Karakteristik Keluarga

Indikator BB/TB Jumlah Sangat

Kurus Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n % n % Pendidikan Ibu -Tidak Sekolah 6 0.3 5 0.3 42 2.4 5 0.3 58 3.4 -Tidak Tamat SD 38 2.2 25 1.5 197 11.4 41 2.4 301 17.5 -Tamat SD 90 5.2 66 3.8 479 27.8 83 4.8 718 41.6 -Tamat SMP 38 2.2 20 1.2 196 11.4 61 3.5 315 18.3 -Tamat SMA 31 1.8 24 1.4 196 11.4 53 3.1 304 17.6 -Tamat PT 7 0.4 1 0.1 14 0.8 6 0.3 28 1.6

Jumlah 210 12.2 141 8.2 1124 65.2 249 14.4 1724 100 Umur Ibu 16-25 tahun 62 3.6 35 2.0 302 17.5 76 4.4 475 27.6 26-40 tahun 133 7.7 97 5.6 746 43.3 153 8.9 1129 65.5 >40 tahun 15 0.9 9 0.5 76 4.4 20 1.2 120 7.0

Jumlah 210 12.2 141 8.2 1124 65.2 249 14.4 1724 100 Jumlah anggota < 4 orang 63 3.7 44 2.6 388 22.5 83 4.8 578 33.5 5-7 orang 107 6.2 83 4.8 599 34.7 131 7.6 920 53.4 >7 orang 40 2.3 14 0.8 137 7.9 35 2.0 226 13.1

Jumlah 210 12.2 141 8.2 1124 65.2 249 14.4 1724 100

Berdasarkan Tabel 7, ibu yang berpendidikan formal tertinggi hanya tamat

SD (41.6%) dari tabulasi silang memiliki batita yang berstatus gizi wasting dan

status gizi gemuk terbanyak yaitu sebesar 9% dan 4.8%. Hasil analisis statistik

moment pearson correlation test diperoleh nilai p < 0.05 yang menunjukkan

bahwa lama pendidikan ibu mempunyai hubungan yang positif dengan status gizi

batita indikator BB/TB (r=0.083, p=0.001). Ini memperlihatkan bahwa pendidikan

ibu merupakan salah satu karakteristik yang dimiliki ibu untuk meningkatkan

kemampuan dalam pengasuhan anak, di mana pengasuhan adalah suatu proses,

baik atau rendahnyanya kualitas pola asuh salah satunya ditentukan oleh

pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki ibu, sehingga hasilnya dapat dilihat

dari baik buruknya status gizi anaknya. Semakin lama masa pendidikan ibu maka

status gizi anaknya cendrung baik.

Page 58: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

39

Ibu yang berumur 26-40 tahun (65.5%) dari tabulasi silang memiliki batita

dengan status gizi wasting dan gemuk terbanyak yaitu sebesar 13.3% dan 8.9%

dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan status gizi batita indikator

BB/TB.

Keluarga batita dengan jumlah anggota 5-7 orang (53.4%) dari tabulasi silang terbanyak memiliki batita dengan status gizi wasting dan gemuk yaitu sebesar 11% dan 7.6%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis statistik moment pearson correlation test didapat nilai p<0.05 (r=-0.047, p=0.049) yang berarti terdapat korelasi negatif antara status gizi indikator BB/TB dengan jumlah anggota keluarga. Logikanya dengan jumlah anggota yang banyak akan mempengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi akan semakin sedikit, jika makanan yang dikonsumsi tidak sesuai atau kurang dari kebutuhan maka dalam jangka panjang hal ini dapat mengakibatkan kurang gizi pada batita. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Suhardjo (1989) dan Sanjur (1982) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan jumlah anggota keluarga dengan status gizi anak.

Tabel 8 Sebaran batita menurut penyakit infeksi dan status gizi berdasarkan

indikator BB/TB

Penyakit Infeksi

Indikator BB/TB Jumlah Sangat

Kurus Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n % n %

- Pernah Infeksi - Tidak Infeksi

114 96

6.6 5.6

82 59

4.8 3.4

452 672

39

26.2

128 121

7.4 7.0

996 728

57.8 42.2

Total 210 12.2 141 8.2 1124 65.2 249 14.4 1724 100

Sebaran batita dengan status gizi BB/TB berdasarkan infeksi penyakit

disajikan pada Tabel 8. Prevalensi wasting pada batita yang didiagnosa atau

mengalami gejala penyakit infeksi terdapat sebanyak 13.4%. Berdasarkan uji

statistik terdapat korelasi negatif antara penyakit infeksi dengan status gizi batita

indikator BB/TB (r=-0.061 p=0.011) yang berarti bahwa batita yang mengalami

penyakit infeksi lebih dari satu penyakit cendrung mengalami status gizi wasting

dibandingkan dengan batita yang hanya mengalami satu penyakit. Hasil penelitian

Page 59: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

40

ini sejalan dengan pendapat Moehyi (1996) yang menyatakan bahwa status gizi

anak mempunyai hubungan yang timbal balik dengan penyakit infeksi. Anak yang

terinfeksi penyakit biasanya akan mempengaruhi status gizinya.

Indikator Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Indikator BB/U menggambarkan status gizi yang sifatnya umum dan tidak

spesifik. Salah satu indikator untuk menentukan anak yang harus dirawat dalam

manajemen gizi buruk adalah indikator gizi buruk yaitu anak dengan nilai z-score

< -3,0 SD. Selanjutnya digunakan masalah kurang gizi dengan istilah underweight

untuk gabungan kategori gizi buruk dan gizi kurang. Besarnya masalah kurang

gizi pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat (public

health problem) adalah jika prevalensi underweight <10% (rendah), 10-19.9%

(sedang), 20-29.9% (tinggi) dan sangat tinggi jika >30% (WHO 1995).

Tabel 9 Sebaran batita berdasarkan status gizi indikator BB/U di Provinsi

Sumatera Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur

Provinsi Status Gizi Batita berdasarkan Indikator BB/U Jumlah Buruk Kurang Baik Lebih n % n % n % n % n %

DIY Sumsel NTT

20 140 225

10.3 19.9 27.2

38 104 184

19.5 14.8 22.2

116 302 312

59.5 43 37.7

21 156 106

10.8 22.2 12.8

195 702 827

100 100 100

Total 385 22.3 326 18.9 730 42.3 283 16.4 1724 100

Rata-rata z-score status gizi batita dengan indikator BB/U adalah -0.88 ± 2.8

SD. Masalah kurang gizi pada batita sangat rawan sekali ini terlihat dari tingginya

angka prevalensi di ke tiga wilayah penelitan. Prevalensi underweight berturut-

turut di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan dan DI Yogyakarta

yaitu 49.4% (sangat tinggi), 34.7% (tinggi) dan 19.8% (sedang). Prevalensi

underweight hasil penelitian ini adalah 41.2%, hal ini menunjukkaan bahwa

masalah underweight merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat

tinggi pada anak batita (Tabel 9).

Page 60: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

41

Tabel 10 Sebaran batita menurut karakteristik keluarga dan status gizi indikator BB/U

Karakteristik Keluarga

Indikator BB/U Jumlah

Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi lebih n % n % n % n % n %

Pendidikan Ibu -Tidak Sekolah 12 0.7 7 0.4 30 1.7 9 0.5 58 3.4

-Tidak Tamat SD 73 4.2 55 3.2 120 7.0 53 3.1 301 1.5

-Tamat SD 184 10.7 160 9.3 270 15.7 104 6.0 718 41.6 -Tamat SMP 62 3.6 50 2.9 147 8.5 56 3.2 315 18.3 -Tamat SMA 49 2.8 51 3.0 147 8.5 57 3.3 304 17.6 -Tamat PT 5 0.3 3 0.2 16 0.9 4 0.2 28 1.6

Jumlah 385 22.3 326 18.9 730 42.3 283 16.4 1724 100 Umur Ibu 16-25 tahun 107 6.2 78 4.5 203 11.8 87 5.0 475 27.6 26-40 tahun 244 14.2 234 13.6 480 27.8 171 9.9 1129 65.5 >40 tahun 34 2.0 14 0.8 47 2.7 25 1.5 120 7.0

Jumlah 385 22.3 326 18.9 730 42.3 283 16.4 1724 100 Jumlah anggota < 4 orang 118 6.8 113 6.6 251 14.6 96 5.6 578 33.5 5-7 orang 206 11.9 176 10.2 391 22.7 147 8.5 920 53.4 >7 orang 61 3.5 37 2.1 88 5.1 40 2.3 226 13.1

Jumlah 385 22.3 326 18.9 730 42.3 283 16.4 1724 100

Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa sebaran batita berdasarkan lama pendidikan ibu dari tabulasi silang adalah ibu batita yang berpendidikan hanya tamat SD (41.6%) mempunyai 20% batita yang berstatus gizi underweight dan status gizi lebih (6.0%). Hasil uji statistik moment pearson correlation test memperlihatkan hubungan yang positif antara status gizi batita indikator BB/U dengan lama pendidikan ibu p<0.05 (r=0.062, p=0.010). Semakin lama ibu mendapatkan pendidikan maka status gizi anaknya cendrung baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Soekirman (1990); Amine et al.(1996); Madanijah (2003); Leslie (1985) yang menyatakan bahwa pendidikan ibu memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi anak.

Dilihat dari tabulasi silang, ibu yang berumur 26-40 tahun (65.5%)

mempunyai batita dengan status gizi underweight dan gizi lebih terbanyak yaitu

sebesar 27.8% dan 9.9%, dengan uji ststistik korelasi pearson didapat hasil tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi batita indikator BB/U dengan

Page 61: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

42

umur ibu (p>0.05). Dari 53.4% rumah tangga batita dengan jumlah anggota 5-7

orang mempunyai batita dengan status gizi underweight dan gemuk terbanyak

berturut-turut sebesar 22.1% dan 8.5%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Tabel 10. Hasil analisis statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

status gizi batita indikator BB/U dengan jumlah anggota keluarga.

Tabel 11 Sebaran batita menurut penyakit infeksi dan status gizi indikator BB/U

Penyakit Infeksi Indikator BB/U

Jumlah Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih n % n % n % n % n %

- Pernah Infeksi - Tidak Infeksi

221 164

12.8 9.5

206 120

11.9

7

426 304

24.7 17.6

143 140

8.3 8.1

996 728

57.8 42.2

Total 385 22.3 326 18.9 730 42.3 283 16.4 1724 100

Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa hasil tabulasi silang prevalensi

underweight pada kelompok batita yang pernah menderita penyakit infeksi adalah

sebesar 24.7%. Dari analisis statistik diperoleh hasil r=-0.061 p=0.011, hal ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara penyakit infeksi dengan

status gizi batita indikator BB/U. Artinya semakin banyak penyakit infeksi yang

diderita batita maka status gizinya akan cendrung underweight. Hal ini didukung

oleh pendapat Scrimshaw (1986) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan

yang sinergis antara keadaan gizi dengan penyakit infeksi. Penyakit infeksi dapat

berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh karena dapat menurunkan nafsu

makan sehingga konsumsi makanan menurun. Lebih lanjut infeksi membuat

ketidakseimbangan hormon dan mengganggu fungsi imunitas sehingga dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Indikator Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Status gizi berdasarkan indikator TB/U merupakan gambaran status gizi

dalam jangka waktu yang lama (kronis), artinya muncul sebagai akibat dari

keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku, pola asuh yang

tidak tepat, sering menderita penyakit secara berulang karena higiene dan sanitasi

yang kurang baik. Status gizi sangat pendek dan pendek dalam pembahasan

selanjutnya disebut stunting. Prevalensi stunting merupakan masalah kesehatan

Page 62: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

43

masyarakat jika < 20% (rendah), 20-29.9% (sedang), 30-39.9% (tinggi/serius)

dan > 40% (sangat tinggi/kritis). Rata-rata z-score status gizi indikator TB/U

adalah -0.78 ± 1.76 SD.

Tabel 12 Sebaran batita berdasarkan status gizi indikator TB/U di Provinsi

Sumatera Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur

Provinsi Status Gizi Batita berdasarkan Indikator TB/U

Total Sangat Pendek Pendek Normal

n % n % n % n %

DIY Sumsel NTT

2 33 78

1 4.7 9.4

20 72 186

10.3 10.3 22.5

173 597 563

88.7 85 68.1

195 702 827

100 100 100

Total 113 6.6 278 16.1 1333 77.3 1724 100

Tabel 12 menyajikan prevalensi status gizi batita berdasarkan indikator

TB/U di ketiga provinsi wilayah penelitian. Prevalensi stunting berturut-turut

Provinsi Nusa Tenggara Timur 31.9% (tinggi/serius), Sumatera Selatan 15% dan

DI Yogyakarta 11.3% termasuk kategori masalah stunting yang rendah. Hasil

penelitian ini prevalensi stunting 22.7% (tinggi/serius). Penyebab kejadian

stunting terjadi pada saat prenatal dan post natal terutama pada dua tahun pertama

(ACC/SCN 1997). Menurut Scmidth et al. (2003), status gizi dan pertumbuhan

linier pada bayi hingga usia 12 bulan merupakan determinan dari lingkungan

prenatal. Selain itu akan berdampak ketika usia dewasa dengan terbatasnya

kapasitas kerja karena terjadi pengurangan massa tubuh (Haas et al. 1996)

Berdasarkan beberapa studi menyatakan bahwa gangguan pertumbuhan linier

disebabkan karena defisiensi tunggal atau gabungan zat mikro seperti seng,

vitamin A, Besi (Allen 1994; Rivera et al. 1998; Muhilal et al. 1988; Angeles et

al. 1993).

Gangguan Pertumbuhan linier (stunting) mengakibatkan anak tidak

mencapai potensi genetik, mengindikasikan kejadian jangka panjang dan dampak

kumulatif dari ketidakcukupan konsumsi gizi, kondisi kesehatan dan pengasuhan

yang tidak memadai (ACC/SCN 1997).

Page 63: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

44

Tabel 13 Sebaran batita menurut karakteristik keluarga dengan status gizi indikator TB/U

Karakteristik Keluarga

Indikator TB/U Jumlah Sangat Pendek Pendek Normal

n % n % n % n %

Pendidikan Ibu -Tidak Sekolah 4 0.2 10 0.6 44 2.6 58 3.4 -Tidak Tamat SD 22 1.3 53 3.1 226 13.1 301 17.5 -Tamat SD 56 3.2 142 8.2 520 30.2 718 41.6 -Tamat SMP 19 1.1 36 2.1 260 15.1 315 18.3 -Tamat SMA 11 0.6 36 2.1 257 14.9 304 17.6 -Tamat PT 1 0.1 1 0.1 26 1.5 28 1.6

Jumlah 113 6.6 278 16.1 1333 77.3 1724 100

Umur Ibu

16-25 tahun 32 1.9 62 3.6 381 22.1 475 27.6 26-40 tahun 73 4.2 195 11.3 861 49.9 1129 65.5

>40 tahun 8 0.5 21 1.2 91 5.3 120 7.0

Jumlah 113 6.6 278 16.1 1333 77.3 1724 100

Jumlah anggota

< 4 orang 31 1.8 83 4.8 464 26.9 578 33.5 5-7 orang 66 3.8 151 8.8 703 40.8 920 53.4

>7 orang 16 0.9 44 2.6 166 9.6 226 13.1

Jumlah 113 6.6 278 16.1 1333 77.3 1724 100

Berdasarkan Tabel 13 hasil tabulasi silang, ibu yang berpendidikan formal

tamat SD (41.6%) terdapat batita dengan status gizi stunting terbanyak yaitu

sebesar 11.4%. Dan hasil uji statistik diperoleh nilai p<0.05 (r=0.140, p=0.000),

memperlihatkan bahwa status gizi indikator TB/U terdapat hubungan yang positif

dengan lama pendidikan ibu. Di mana tingkat pendidikan ibu memegang peranan

penting dalam menentukan pola pengasuhan anak sehingga anak dapat memiliki

status gizi yang baik.

Pada ibu yang bermur 26-40 tahun Status gizi stunting terbanyak yaitu

sebesar 15.5%. Hasil analisis statistik status gizi indikator TB/U memiliki

hubungan yang signifikan dengan umur ibu pada α < 10% (r= -0.040, p=0.096)

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hurlock (1999) yang

menyatakan semakin dewasa ibu maka akan semakin berpengalaman dalam

Page 64: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

45

pengasuhan anak sehingga dapat menjaga kesehatan dan status gizi anak lebih

baik, dibandingkan dengan ibu yang umurnya masih muda.

Batita yang berstatus gizi stunting terbanyak pada keluarga dengan jumlah

anggota 5-7 orang yaitu sebesar 12.6% pada Tabel 13 dapat dilihat lebih jelas dan

hasil uji statistik ternyata tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status

gizi indikator TB/U dengan jumlah anggota keluarga.

Tabel 14 Sebaran batita menurut penyakit infeksi dan status gizi indikator TB/U

Penyakit Infeksi Status Gizi Batita berdasarkan Indikator TB/U

Total Sangat Pendek Pendek Normal

n % n % n % n % - Pernah Infeksi - Tidak Infeksi

71 42

4.1 2.4

171 107

9.9 6.2

754 579

43.7 33.6

996 728

57.8 42.2

Total 113 6.6 278 16.1 1333 77.3 1724 100 Tabel 14 menyajikan hasil tabulasi silang prevalensi stunting pada

kelompok batita yang pernah menderita penyakit infeksi adalah sebesar 14% lebih

tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak terinfeksi. Dari analisis statistik

diperoleh hasil r=-0.105 p=0.000, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan

negatif antara penyakit infeksi dengan status gizi batita indikator TB/U. Artinya

semakin banyak penyakit infeksi yang diderita batita maka status gizinya akan

cendrung stunting. Hal ini didukung oleh pendapat Martorell et al. (1994) yang

menyatakan bahwa hambatan pertumbuhan linier atau stunting, umumnya terjadi

pada usia 2-3 tahun pertama kehidupan dan merupakan cerminan dari pengaruh-

pengaruh yang saling berinteraksi dari energi dan asupan gizi yang buruk serta

infeksi penyakit.

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

derajat kesehatan seseorang (Blum 1974). Dengan fasilitas kesehatan,

ketanggapan dan akses ke pelayanan kesehatan yang baik maka diharapkan dapat

mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Status gizi merupakan

salah satu indikator dari derajat kesehatan, terutama status gizi balita. Dalam

penelitian ini pemanfaatan pelayanan kesehatan dilihat hubungannya dengan

status gizi pada batita di ketiga wilayah penelitian.

Page 65: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

46

Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah pelayanan kesehatan yang diadakan di setiap sarana pelayanan kesehatan

baik yang berbasis masyarakat (posyandu, poskesdes atau POD/WOD) maupun

yang dikelola langsung oleh pemerintah (RS, puskesmas, pustu, polindes dan

bides) yang terdiri dari penimbangan, penyuluhan, imunisasi, kesehatan ibu dan

anak (KIA), pengobatan, pemberian makanan tambahan (PMT), suplemen gizi

dan konsultasi resiko penyakit.

Secara umum berdasarkan pemanfaatan masing-masing jenis pelayanan

kesehatan pada batita rata-rata skor pemanfaatan pelayanan kesehatan di Sumsel

2.8 + 2.8 SD, DI Yogyakarta 4.4 + 2.6 SD dan Nusa Tenggara Timur 3.6 + 2.6 SD

dan secara keseluruhan rata-rata pemanfaatan pelayanan kesehatan di ketiga

wilayah penelitan adalah 3.6 + 2.9 SD, skor tertinggi 8 dan terendah 0.

Persentase batita yang memanfaatkan masing-masing pelayanan kesehatan di

ketiga wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Persentase rumah tangga batita yang memanfaatkan jenis-jenis

pelayanan kesehatan di Provinsi Sumatera Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur

No. Jenis Pelayanan Kesehatan SPM*

Sumsel DI Yogyakarta

NTT Total GAP Total

n % n % n % n % 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Penimbangan Penyuluhan Imunisasi KIA Pengobatan PMT Suplemen Gizi Konsultasi Resiko Penyakit

8080

Ϯ

100^ Ϯ

100^ 100^ 10080

Ϯ

80 Ϯ

Ϯ

393 180 332 187 238 529 499 66

56 25.5 47.3 26.6 33.9 75.4 71.1 9.4

174 119 67 75 74 42 127 49

89.2 61 34.4 38.5 37.9 21.5 65.1 25.1

684 414 438 294 376 533 464 140

82.7 50.1 53 35.6 45.5 64.4 56.1 16.9

1251 713 837 556 688 1104 1090 255

72.6 41.4 48.5 32.2 40 64 63.2 14.8

-8.4 -38.6 -42.5 -67.7 -60 -36 -16.8 -65.2

Keterangan: *SPM (Standar Pelayanan Minimal) Ϯ n= 1724

sampai tahun 2010 ^sampai tahun 2015

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang

standar pelayanan minimal (SPM) 2010-2015 di Kabupaten/Kota, maka dapat

dilihat bahwa pemanfaatan masing-masing jenis pelayanan kesehatan pada batita

di ketiga wilayah penelitian masih jauh untuk mencapai target SPM. GAP

tertinggi pada penelitian ini terdapat pada pelayanan kesehatan ibu dan anak

(67.7%), sedangkan terendah pada penimbangan (8.4%). Untuk meningkatkan

Page 66: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

47

pencapaian target pelayanan kesehatan tersebut pemerintah telah membuat

program desa siaga dan Poskesdes (pos kesehatan desa) yang melibatkan semua

lapisan masyarakat (Depkes 2006)

Dengan meliha hasil cakupan pelayanan kesehatan ini, menunjukkan bahwa

masyarakat belum termotivasi dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan secara

optimal untuk menjaga kesehatan batitanya, sehingga diharapkan peran serta aktif

petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan yang baik dan benar tentang

keuntungan-keuntungan yang didapat dari pemanfaatan program-program yang

ada di fasilitas pelayanan kesehatan.

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Frekuensi Kunjungan ke

Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas, Posyandu, Poskesdes, Polindes

dan bidan di desa diharapkan dapat digunakan masyarakat sebagai sarana untuk

mengurangi angka kesakitan dan kematian pada ibu dan anak. Pemanfaatan

Puskesmas, Posyandu, Poskesdes, Polindes dan bidan di desa sebagai sarana

pelayanan kesehatan yang sederhana dalam masyarakat dapat dilihat dari berapa

sering masyarakat tersebut menggunakannya baik untuk usaha untuk pencegahan

maupun untuk pengobatan terhadap suatu penyakit, kunjungan ke pelayanan

kesehatan oleh masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor internal

maupun eksternal.

Tabel 16 Hubungan karakteristik keluarga dan batita dengan frekuensi kunjungan

ke pelayanan ke kesahatan Variabel

Frekuensi Kunjungan ke Pelayanan Kesehatan

r p Umur ibu (tahun)Lama pendidikan ibu (tahun)

a

Jumlah anggota keluargaa

Penyakit infeksi a

0.001 0.058 -0.014 0.075

0.964

0.017* 0.555

0.002** Keterangan: **Korelasi signifikan pada tingkat 0.01 (2-arah).

*Korelasi signifikan pada tingkat 0.05 (2-arah). a

r koefisien korelasi, p signifikansi, n jumlah contoh Jumlah contoh (n) = 1724 rumah tangga batita

Untuk melihat hubungan variabel karakteristik keluarga dan batita dengan

frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan maka digunakan uji statistik moment

pearson correlation test. Lama pendidikan ibu berkorelasi positif dengan

Page 67: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

48

frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan p < 0.05 (r=0.058, p=0.017) artinya

semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka akan mempengaruhi pengetahuannya

tentang kesehatan terutama pola pengasuhan yang baik, hal ini dapat dilihat dari

semakin tinggi pendidikan ibu cendrung partisipasinya untuk berkunjung ke

pelayanan kesehatan semakin sering baik untuk usaha pencegahan maupun

pengobatan dalam rangka menjaga kesehatan batitanya. Frekuensi kunjungan

memiliki hubungan yang signifikan dengan penyakit infeksi yang diderita oleh

batita p<0.05 (r=0.075 p=0.002) artinya frekuensi kunjungan ke pelayanan

kesehatan merupakan upaya rumah tangga dalam rangka memperoleh pelayanan

pengobatan untuk kesembuhan penyakit yang diderita oleh batitanya (Tabel 16).

Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat masih bersifat kuratif.

Masyarakat masih menganut paradigma sakit yaitu mengobati setelah menderita

suatu penyakit. Sedangkan misi pelayanan kesehatan adalah paradigma sehat yaitu

lebih baik mencegah daripada mengobati, maka sangat diperlukan kebijakan

pemerintah untuk mendukung usaha sosialisasi misi tersebut terutama untuk

masyarakat dengan ekonomi rendah.

Tabel 17 Hubungan akses ke pelayanan kesehatan dan ketanggapan pelayanan

kesehatan terhadap frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan Variabel

Frekuensi Kunjungan ke Pelayanan Kesehatan

r p Akses terhadap Yankes- Waktu tempuh terdekat (menit)

a

- Jarak tempuh terdekat (m) Ketanggapan pelayanan kesehatan

b

-0.06

-0.202 0.055

0,014* 0,000**

0.108

Keterangan: **Korelasi signifikan pada tingkat 0.01 (2-arah). *Korelasi signifikan pada tingkat 0.05 (2-arah). a

Jumlah contoh (n) = 1724 rumah tangga batita b

r koefisien korelasi, p signifikansi, n jumlah contoh Jumlah contoh (n) = 843 rumah tangga batita

Tabel 17 menyajikan akses ke pelayanan kesehatan (waktu dan jarak

tempuh) dan ketanggapan pelayanan kesehatan dengan frekuensi kunjungan ke

pelayanan kesehatan. Dari hasil analisis statistik terdapat korelasi negatif

frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan dengan waktu dan jarak tempuh

dengan nilai p<0.05 berturut-turut (r=-0.060, p=0.014) dan (r=-0.202, p=0.000)

artinya semakin lama waktu dan jarak tempuh ke pelayanan kesehatan maka akan

Page 68: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

49

semakin sulit akses ke pelayanan kesehatan sehingga akan menurunkan frekuensi

kunjungan ke pelayanan kesehatan. Sedangkan keberadaan transportasi ke

pelayanan kesehatan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan frekuensi

kunjungan ke pelayanan kesehatan (p>0.05).

Hubungan Frekuensi Kunjungan ke Pelayanan Kesehatan dengan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Frekuensi kunjungan ke Puskesmas, Posyandu, Poskesdes, Polindes dan

bidan di desa merupakan indikator tingkat partisipasi dari masyarakat terhadap

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Untuk melihat hubungan frekuensi kunjungan

ke pelayanan kesehatan dengan pemanfaatan jenis-jenis pelayanan kesehatan

digunakan uji statistik moment pearson correlation test dan didapatkan hasil

(r=0.304, p=0.000) menunjukkan hubungan yang positif. Artinya semakin sering

rumah tangga batita memanfaatkan pelayanan kesehatan maka akan semakin

mudah mendeteksi masalah gizi dan kesehatannya sehingga akan mudah pula

mencegah dan menanggulanginya sejak dini. Hasil ini mendukung pernyataan ibu

yang rajin ke pelayanan kesehatan akan dapat mencegah anaknya menjadi kurang

gizi (Depkes 2005).

Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dengan Status gizi Batita

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

derajat kesehatan seseorang (Blum 1974). Dengan fasilitas kesehatan,

ketanggapan dan akses ke pelayanan kesehatan yang baik maka diharapkan dapat

mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Status gizi merupakan

salah satu indikator dari derajat kesehatan, terutama status gizi balita. Dalam

penelitian ini pemanfaatan pelayanan kesehatan yang terdiri dari: penimbangan,

penyuluhan, imunisasi, kesehatan ibu dan anak, pengobatan, pemberian makanan

tambahan, suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit dilihat hubungannya

dengan status gizi pada batita.

Hubungan frekuensi kunjungan batita ke pelayanan kesehatan khususnya

untuk mendapatkan pelayanan penimbangan dilihat dari status gizinya dalam

penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang positif antara

frekuensi penimbangan dengan status gizi batita indikator BB/TB (r=0.043

Page 69: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

50

p=0.071), BB/U (r=0.054 p=0.026) dan TB/U (r=0.086 p=0.000). Hal ini

menunjukkan bahwa semakin sering batita memanfaatkan pelayanan

penimbangan maka akan semakin cepat diketahui permasalahan kesehatannya

sehingga dapat menjaga status gizinya agar tetap baik. Tabel 18 Hubungan pemanfaatan jenis-jenis pelayanan kesehatan dengan status

gizi batita indikator BB/TB

Jenis Pelayanan Kesehatan

Indikator BB/TB Jumlah

Uji Statistik Sangat

kurus Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n % n % Penimbangan -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

64 146

3.7 8.5

114 27

6.6 1.6

301 823

17.5 47.7

81 168

4.7 9.7

473 1251

27.4 72.6

χ2

p=0.025** =9.328

Penyuluhan -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

137 73

7.9 4.2

72 69

4.2 4.0

649 475

37.6 27.6

153 96

8.9 5.6

1011 713

58.6 41.4

χ2

p=0.040** =8.290

Imunisasi -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

107 103

6.2 6.0

65 76

3.8 4.4

596 528

34.6 30.6

119 130

6.9 7.5

887 837

51.5 48.5

χ2

p=0.252 =4.087

KIA -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

142 68

8.2 3.9

88 53

5.1 3.1

773 351

44.8 20.4

165 84

9.6 4.9

1168 556

67.7 32.3

χ2

p=0.452 =2.630

Pengobatan -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

116 94

6.7 5.5

73 68

4.2 3.9

693 431

40.2 25

154 95

8.9 5.5

1036 688

60.1 39.9

χ2

p=0.055* =7.597

PMT -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

60 150

3.5 8.7

48 93

2.8 5.4

416 708

24.1 41.1

96 153

5.6 8.9

620 1104

36.0 64.0

χ2

p=0.009** =6.470

Suplemen Gizi -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

138 72

8.0 4.2

78 63

4.5 3.7

662 462

38.4 26.8

153 96

8.9 5.6

1031 693

59.8 40.2

χ2

p=0.180 =4.895

Konsultasi Resiko Penyakit -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

176 34

10.2 2.0

119 22

6.9 1.3

962 162

55.8 9.4

212 37

12.3 2.1

1469 255

85.2 14.8

χ2

p=0.913 =0.529

**Signifikan α< 5% *Signifikan α<10%

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 18 ternyata status gizi batita indikator

BB/TB terdapat hubungan yang signifikan dengan pemanfaatan pelayanan

penimbangan p<0.05 (χ2=9.328, p=0.025), penyuluhan (χ2=8.290, p=0.040) dan PMT

(χ2=6.470, p=0.009), serta pelayanan pengobatan (χ2=7.597, p=0.055) pada p<0.10.

Penimbangan merupakan pemantauan pertumbuhan batita untuk mengetahui masalah

gizi secara dini, penyuluhan dapat memberikan tambahan wawasan kepada rumah

Page 70: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

51

tangga batita dalam perawatan dan peningkatan status gizi batita, pengobatan adalah

usaha yang diberikan pelayanan kesehatan untuk membantu menyembuhkan penyakit

infeksi yang diderita batita, sedangkan PMT adalah upaya pelayanan kesehatan dalam

rangka membantu perbaikan gizi batita yang mengalami kurang gizi. Dalam penelitian

Lutter et al. (2003) PMT dapat memberikan dampak nyata terhadap peningkatan

pertumbuhan terjadi pada dua periode usia 3-6 bulan, dan periode yang memiliki

respon terbesar terhadap makanan tambahan pada usia 9-12 bulan yaitu periode

puncak kejadian penyakit Diare. Menurut penelitian di Botswana dan beberapa

penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa status gizi dan pemberian makanan

tambahan anak berpengaruh positif terhadap pertumbuhan anak (Gobotswang 1998;

Tharakan and Suchindran 1999, Yosnelli 2008).

Tabel 19 Hubungan pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan status gizi batita indikator BB/U di ketiga wilayah penelitian

Jenis Pelayanan Kesehatan

Indikator BB/U Jumlah Uji Statistik Buruk Kurang Baik Lebih

n % n % n % n % n % Penimbangan -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

99 286

5.7 16.6

74 252

4.3 14.6

215 515

12.5 29.9

85 198

4.9 11.5

473 1251

27.4 72.6

χ2

p=0.082* =6.698

Penyuluhan -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

221 164

12.8 9.5

178 148

10.3 8.6

428 302

24.8 17.5

184 99

10.7 5.7

1011 713

58.6 41.4

χ2

p=0.066* =7.182

Imunisasi -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

191 194

11.1 11.3

168 158

9.7 9.2

391 339

22.7 19.7

137 146

7.9 8.5

887 837

51.5 48.5

χ2

p=0.412 =2.873

KIA -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

264 121

15.3 7.0

222 104

12.9 6.0

493 237

28.6 13.7

189 94

11.0 5.5

1168 556

67.7 32.3

χ2

p=0.965 =0.273

Pengobatan -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

230 155

13.3 9.0

203 123

11.8 7.1

443 287

25.7 16.6

160 123

9.3 7.1

1036 688

60.1 39.9

χ2

p=0.520 =2.263

PMT -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

141 244

8.2 14.2

131 195

7.6 11.3

260 470

15.1 27.3

195 88

11.3 5.1

620 1104

36.0 64.0

χ2

p=0.051* =5.563

Suplemen Gizi -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

227 158

13.2 9.2

181 145

10.5 8.4

446 284

25.9 16.5

177 106

10.3 6.1

1031 693

59.8 40.2

χ2

p=0.262 =3.992

Konsultasi Resiko Penyakit -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

332 53

19.3 3.1

277 49

16.1 2.8

619 111

35.9 6.4

241 42

14 2.4

1469 255

85.2 14.8

χ2

p=0.933 =0.436

*Signifikan pada α < 10%

Pada Tabel 19 dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa status gizi batita

indikator BB/U pada α<10% terdapat hubungan yang signifikan dengan pelayanan

Page 71: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

52

penimbangan (χ2=6.698, p=0.082), penyuluhan (χ2=7.187, p=0.066) dan PMT

(χ2

=5.563, p=0.051). Dalam hubungan PMT dengan status gizi underweight

menurut Waterlow (1993) bahwa pada kondisi tingkat sirkulasi Insulin-Like

Growth Factor (IGF-1) menurun dan akan meningkat dengan cepat apabila

tersedia energi dan zat gizi. Tubuh akan mempertahankan tingkat IGF-1 dalam

beberapa waktu sebelum menunjukkan hasil pada peningkatan massa otot sebelum

pada peningkatan pertumbuhan linier. Dengan kata lain bahwa pemberian

makanan tambahan pada batita yang underweight dengan cepat dapat

meningkatkan berat badannya tetapi tidak demikian untuk peningkatan tinggi

badan.

Tabel 20 Hubungan pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan status gizi batita indikator TB/U di ketiga wilayah penelitian

Jenis Pelayanan Kesehatan

Indikator TB/U Jumlah Uji Statistik Sangat pendek Pendek Normal n % n % n % n %

Penimbangan -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

27 86

1.6 5.0

60 218

3.5 12.6

386 947

22.4 54.9

473 1251

27.4 72.6

χ2

p=0.030** =7.046

Penyuluhan -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

62 51

3.6 3.0

153 125

8.9 7.3

796 537

46.2 31.1

1011 713

58.6 41.4

χ2

p=0.248 =2.787

Imunisasi -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

55 58

3.2 3.4

139 139

8.1 8.1

693 640

40.2 37.1

887 837

51.5 48.5

χ 2

p=0.692 =0.737

KIA -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

72 41

4.2 2.4

180 98

10.4 5.7

916 417

53.1 24.2

1168 556

67.7 32.3

χ 2

p=0.278 =2.558

Pengobatan -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

61 52

3.5 3.0

173 105

10.0 6.1

802 531

46.5 30.8

1036 688

60.1 39.9

χ 2

p=0.318 =2.292

PMT -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

40 73

2.3 4.2

105 173

6.1 10

475 858

27.6 49.8

620 1104

36.0 64.0

χ 2

p=0.790 =0.472

Suplemen Gizi -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

58 55

3.4 3.2

158 120

9.2 7.0

815 518

47.3 30.0

1031 693

59.8 40.2

χ 2

p=0.068* =5.387

Konsultasi Resiko Penyakit -Tidak memanfaatkan -Memanfaatkan

96 17

5.6 1.0

241 37

14.0 2.1

1132 201

77.1 78.8

1469 255

85.2 14.8

χ 2

p=0.749 =0.578

**Signifikan α< 5% *Signifikan α< 10%

Pemanfaatan pelayanan penimbangan dan suplemen gizi memiliki

hubungan yang signifikan dengan status gizi indikator TB/U. Pelayanan

penimbangan signifikan pada α <5% (χ2=7.046, p=0.030) dan suplemen gizi

Page 72: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

53

signifikan pada α <10% (χ2

=5.387, p=0.068) untuk lebih jelas dapat dilihat pada

Tabel 20. Dari hasil analisis ini suplemen gizi pada batita di pelayanan kesehatan

cukup bermanfaat, berdasarkan studi yang menyatakan bahwa gangguan

pertumbuhan linier disebabkan oleh defisiensi tunggal atau gabungan zat mikro

seperti seng, vitamin A, Besi (Allen 1994; Rivera et al. 1998; Muhilal et al.

1988; Angeles et al. 1993), maka program suplementasi dapat ditambahkan

multivitamin Seng, Calcium, Vitamin D dan Fosfor. Hasil penelitian meta

analisis membuktikan bahwa suplementasi Seng, Calcium, Vitamin D dan

Fosfor pada balita berhubungan nyata terhadap perkembangan dan pertumbuhan

linier (TB/U) pada anak balita (Kenneth HB et al. 2002).

Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Status Gizi Batita

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi

batita dalam penelitian ini dianalisis dengan uji statistik regresi linier berganda.

Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga dan pemanfaatan

pelayanan kesehatan berpengaruh secara signifikan terhadap keragaman nilai

status gizi indikator BB/TB. Meskipun secara umum terdapat faktor-faktor yang

signifikan berpengaruh terhadap nilai keragaman status gizi batita (F=2.711,

p=0.019), nilai R2

=0.005 menunjukkan bahwa hanya 0.5% yang dapat dijelaskan

oleh hubungan liniernya dengan faktor-faktor tersebut, selebihnya dijelaskan

oleh faktor-faktor yang lain (Tabel 21). Menurut Suhardjo (1989) besarnya

jumlah keluarga menentukan pemenuhan kebutuhan makanan. Apabila jumlah

anggota keluarga semakin banyak maka kebutuhan pangan pun semakin banyak

pula. Jumlah anggota keluarga juga akan mempengaruhi jumlah dan jenis

makanan yang tersedia dalam keluarga. Keluarga yang memiliki anggota

keluarga dalam jumlah banyak akan berusaha membagi makanan yang terbatas

sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan masing-

masing anggota keluarga.

Tabel 21 Regresi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita indikator BB/TB di ketiga wilayah penelitian

Variabel Independen β t Sig XX

3 Jumlah anggota keluarga 5 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

-0.044 0.045

-2.132 2.209

0.03 0.027

Keterangan: R2 = 0.005 F = 2.711 (p=0.019)

Page 73: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

54

Hasil uji statistik regresi linier berganda untuk faktor-faktor yang

mempengaruhi status gizi batita di ketiga wilayah indikator BB/U menunjukkan

bahwa lama pendidikan ibu, penyakit infeksi dan pemanfaatan pelayanan

kesehatan berpengaruh secara signifikan terhadap keragaman nilai status gizi

indikator BB/U. Meskipun secara keseluruhan terdapat faktor-faktor yang

signifikan berpengaruh terhadap keragaman status gizi batita di ketiga wilayah

penelitian indikator BB/U (F=2.091, p=0.005), nilai R2

=0.005 menunjukkan

bahwa hanya 0.5% yang dapat dijelaskan hubungan liniernya oleh faktor-faktor

tersebut, sedangkan 99.5% dimungkinkan dari faktor lain (Tabel 22). Status gizi

indikator BB/U merupakan indikator yang dapat melihat masalah gizi pada anak

tetapi tidak diketahui apakah bersifat akut atau kronis. Unicef (1998)

mengemukakan bahwa status gizi balita dipengaruhi secara langsung oleh 2

faktor yaitu konsumsi dan penyakit infeksi. Dua faktor ini yang mengakibatkan

masalah gizi akut. Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang baik oleh batita dapat

membantu memperbaiki status gizi batita melalui beberapa pelayanan kesehatan

yang tersedia.

Tabel 22 Regresi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita indikator BB/U di ketiga wilayah penelitian

Variabel Independen β t Sig

XX

2

X4

Lama pendidikan ibu

5 Penyakit infeksi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

0.060 -0.084 1.206

3.630 -0.639 2.238

0.092 0.069 0.025

Keterangan: R2

=0.005 F =2.091 (p=0.005)

Status gizi indikator TB/U merupakan indikator masalah gizi kronis

sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama (Depkes 2009). Hasil

analisis menunjukkan bahwa lama pendidikan ibu, penyakit infeksi dan

pemanfaatan pelayanan kesehatan berpengaruh secara signifikan terhadap

keragaman nilai status gizi batita di ketiga wilayah penelitian indikator TB/U.

Meskipun secara keseluruhan terdapat faktor-faktor yang signifikan berpengaruh

terhadap keragaman status gizi indikator TB/U (F=2.079, p=0.044), nilai

R2=0.014 menunjukkan bahwa hanya 1.4% yang dapat dijelaskan hubungan

liniernya oleh faktor-faktor tersebut, sedangkan 98.6% dimungkinkan dari faktor

lain (Tabel 23).

Page 74: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

55

Pemanfaatan pelayanan kesehatan erat kaitannya dengan pengetahuan ibu

terhadap masalah kesehatan dan gizi. Dengan pengetahuan, seorang ibu dapat

melakukan hipotesa mengenai praktek pengasuhan anak yang baik, melakukan

interaksi yang efektif dengan tenaga kesehatan di dalam perawatan kesehatan

anak (Joshi 1994).

Tabel 23 Regresi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita indikator TB/U di ketiga wilayah penelitian

Variabel Independen β t Sig

XX

2

X4

Lama pendidikan ibu

5 Penyakit infeksi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

0.157 -0.181 0.046

3.568 -3.072 2.280

0.000 0.002 0.023

Keterangan: R2

= 0.014 F =2.079, (p=0.044)

Status gizi batita indikator BB/TB, BB/U dan TB/U merupakan indikator

yang paling praktis, cukup teliti, mudah dilakukan siapa saja dengan bekal

latihan yang sederhana (Suhardjo 1990). Berat badan merupakan salah satu

indikator antropometri yang dapat menggambarkan massa tubuh seseorang

(tulang, otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan

mendadak, misalnya penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau

menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi yang menyebabkan berat badan

dapat turun, maka berat badan merupakan antropometri yang sangat labil.

Berdasarkan sifat-sifat tersebut maka indeks berat badan menurut umur

(BB/U) digunakan sebagai indikator status gizi masa kini. Dari hasil penelitian

ini ternyata status gizi batita indikator BB/U memiliki hubungan yang signifikan

dengan penyakit infeksi, pemanfaatan pelayanan penimbangan, penyuluhan dan

pemberian makanan tambahan serta dipengaruhi oleh lama pendidikan ibu dan

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dilihat dari status gizi underweight (BB/U)

pada batita saat dilakukan survey tidak diketahui apakah disebabkan oleh

penyakit infeksi atau faktor lain. Pemberian makanan tambahan di pelayanan

kesehatan merupakan upaya pencegahan dan penanggulangan untuk batita yang

mengalami status gizi underweight. PMT belum tentu menunjukkan terjadinya

kekurangan konsumsi makanan pada keluarga batita.

Indikator BB/U belum begitu menggambarkan penyebab terjadinya

status gizi batita yang sebenarnya, maka untuk lebih valid lagi dalam menilai

Page 75: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

56

status gizi batita digunakan kombinasi dengan pengukuran tinggi badan. Tinggi

badan (TB) atau panjang badan (PB) merupakan antropometri yang

menggambarkan keadaan pertumbuhan kerangka tulang. Dalam keadaan normal

TB bertambah bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertumbuhan TB relatif

kurang sensitif terhadap masalah defisiensi zat gizi dalam waktu yang pendek,

tetapi pengaruh defisiensi zat gizi baru akan kelihatan pada waktu yang cukup

lama. Berdasarkan sifat tersebut maka status gizi batita BB/TB dapat digunakan

untuk menelusuri kekurangan gizi batita pada masa sekarang dan pada batita

yang tidak diketahui umurnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi

batita indikator BB/TB memiliki hubungan yang signifikan dengan jumlah

anggota keluarga, penyakit infeksi, pemanfaatan pelayanan penimbangan,

penyuluhan, pengobatan dan pemberian makanan tambahan. Di sini terlihat

bahwa kejadian kurang gizi pada batita ternyata disebabkan oleh penyakit

infeksi dan kurangnya konsumsi makanan. Hal ini terjadi karena faktor jumlah

anggota keluarga yang besar dengan penghasilan keluarga yang rendah serta

pengetahuan ibu yang terbatas tentang masalah kesehatan dan gizi.

Dan indikator tinggi badan menurut umur (TB/U) merupakan indikator

yang tepat untuk mengukur riwayat kekurangan gizi masa lampau dengan

mengukur pencebolan seorang anak dibandingkan dengan anak lain yang seumur

setelah kekurangan gizi berjalan beberapa waktu. Kemungkinan anak mengalami

pencebolan dapat dimulai sejak umur tiga bulan. Pada penelitian ini ditemukan

prevalensi status gizi BB/U lebih tinggi dibandingkan dengan BB/TB dan TB/U,

sedangkan prevalensi BB/TB hampir sama dengan prevalensi TB/U,

menunjukkan bahwa batita dalam penelitian ini banyak yang berstatus gizi

stunting. Batita yang berstatus gizi underweight belum tentu dia wasting, tetapi

kemungkinan dia juga stunting.

Page 76: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

57

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Prevalensi status gizi batita wasting di Provinsi Nusa Tenggara Timur

23.4%, Sumatera Selatan 19.8% dan DI Yogyakarta 9.8% dengan rata-rata

z-score status gizi batita contoh dengan indikator BB/TB adalah -0.36 ± 2.2

SD. Prevalensi underweight berturut-turut di Provinsi Nusa Tenggara

Timur, Sumatera Selatan dan DI Yogyakarta yaitu 49.4% (sangat tinggi),

34.7% (tinggi) dan 19.8% (sedang). Rata-rata z-score status gizi batita

dengan indikator BB/U adalah -0.88 ± 2.8 SD. Prevalensi stunting berturut-

turut Provinsi Nusa Tenggara Timur 31.9% (tinggi/serius), Sumatera

Selatan 15% dan DI Yogyakarta 11.3% termasuk kategori masalah stunting

yang rendah. Rata-rata z-score status gizi indikator TB/U adalah

-0.78 ± 1.76 SD.

2. Rata-rata skor pemanfaatan pelayanan kesehatan di Sumsel 2.8 + 2.8 SD, DI

Yogyakarta 4.4 + 2.6 SD dan Nusa Tenggara Timur 3.6 + 2.6 SD dan secara

keseluruhan adalah 3.6+2.9 SD, skor tertinggi 8 dan terendah 0. Dari hasil

penlitian ini jenis pemanfaatan pelayanan kesehatan yang memiliki GAP

tertinggi dengan standar pelayanan minimal adalah kesehatan ibu dan anak

(67.7%), sedangkan terendah pada penimbangan (8.4%).

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan frekuensi kunjungan ke pelayanan

kesehatan adalah Lama pendidikan ibu berkorelasi positif dengan frekuensi

kunjungan ke pelayanan kesehatan p < 0.05 (r=0.058, p=0.017), ,penyakit

infeksi yang diderita oleh batita p<0.05 (r=0.075 p=0.002), waktu dan jarak

tempuh dengan nilai p<0.05 berturut-turut (r=-0.060, p=0.014) dan

(r=-0.202, p=0.000).

4. Terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi batita indikator BB/U

dengan pemanfaatan pelayanan penimbangan, penyuluhan dan pemberian

makanan tambahan. Sementara untuk status gizi batita indikator TB/U

hubungan yang signifikan hanya terjadi dengan pemanfaatan pelayanan

penimbangan dan suplementasi gizi. Faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap status gizi batita indikator BB/TB adalah jumlah anggota keluarga

Page 77: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

58

dan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sedangkan terhadap status gizi batita

indikator BB/U dan TB/U adalah lama pendidikan ibu, pemanfaatan

pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi.

Saran Perlu sosialisasi dan pengembangan program-program pelayanan

kesehatan terutama pada ibu-ibu batita dengan pendidikan rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD) untuk memantau pertumbuhan anaknya secara rutin bukan pada saat sakit saja terutama yang berumur dibawah tiga tahun.

Pengembangan strategi untuk meningkatkan pemanfaatan program pelayanan kesehatan yang bertujuan memperbaiki dan mencegah masalah gizi pada balita sebagai investasi terus ditingkatkan dengan pemberian pengetahuan dan pendidikan ibu tentang pola asuh dan makanan yang bergizi untuk balitanya.

Pemanfaatan pelayanan PMT berhubungan secara signifikan dengan status gizi batita indikator BB/TB (wasting) dan indikator BB/U (underweight) pada

keluarga status ekonomi rendah (kuintil 1 dan 2). Oleh karena itu program ini perlu dilanjutkan, bisa dalam bentuk lain dengan mendistribusikan bahan pangan pokok dan sumber protein dalam rangka menjaga ketersediaan pangan tingkat rumah tangga pada keluarga yang sangat miskin terutama yang mempunyai anggota keluarga batita yang rawan gizi, sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan terjadinya masalah gizi.

Page 78: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

59

DAFTAR PUSTAKA

ACC/SCN, 1997. 3rd Report on The World Nutrition Situation, Geneva Akre, James 1994. Pemberian Makanan Untuk Bayi, Dasar-Dasar Fisiologis,

Penerjemah: Sri Durjati Boedihardjo. Jakarta: Perinasia. Allen LH, 1994. Nutritional Influences on Linear Growth: A general review. Di

dalam Water JC dan Schurch, editor. Causes and mechanisms of linear Growth Redardation. Proceedings of an International Dietary Energy Consultative Group (IDECG). 216p.

Amine EK & Al-Wadi FA. 1996. Nutritional Status Survey of Preschool

Children in Kuwait. Volume 2 Issue 3 : 386-395. Andersen, R (1995), Revisiting the Behavioral Model and Acces to Medical

Care? Does it matter? Journal of Health and Social Behaviour 36 (3): 1-40

Angeles IT, Schultink WJ, Matulessi P, Gross r, Sastroamidjojo S. 1993.

Decreased rate of stunting among anemic Indonesian preschool children through iron suplementation. Am J Clin Nutr 58, 339-42. [Abstract].

Anwar, Khairul. 2006. Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk di Kabupaten

Lombok Timur Propinsi Nusa Tenggara Barat [Tesis]. Program Pascasarjana. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Atmarita & Fallah TS, 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Di

dalam: Widiyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta 17-19 Mei 2004.

Azwar A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara. Jakarta. Azwar A. 2000. Gizi Bayi adalah Investasi Masa Depan. Dalam Kompas (26

Januari 2000). Jakarta. Anonim 2010a. Medicastore. Pneumonia (Radang Paru). Media Informasi Obat-

Penyakit.www.medicasore.com/pneumonia/html. [2 Juni 2010]. Anonim 2010b. Rumah Sakit Islam Sultan Agung. Penyakit Campak pada

Anak. Media Humas RSI SA.www.rsisultanagung.co.id/penyakit campak/html [2 Juni 2010].

[Bappenas] Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional 2008. Manajemen

Database Bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat.

Page 79: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

60

[BPS] Biro Pusat Statistik. 2007. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Sumatera Selatan. BPS.

[BPS] Biro Pusat Statistik. 2007. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Nusa

Tenggara Timur. BPS Berg, 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Noer ZD, penerjemah.

Jakarta. Terjemahan dari: The Nutrition Factor: Its Role in National Development.

Bissai, Mallick. 2009. Growth Pattern and Prevalence of Underweight, Stunting

and Wasting Among Infants of Kolkata, West Bengal. India. Internet Journal of Biological Anthropology 2009. Vol.3 Nb 2

Chessa K.L and Juan A.R, 2003, Nutritional Status of Infants and Young

Children an Characteristics of Their Diets. Organization, Washington D.C. 20007 and Institute of Public Health of Mexico, Cuernavaca, Morelos, Mexico.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1997. Profil kesehatan

Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. [Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1998. Pembangunan

Kesehatan Masyarakat di Indonesia, Depkes. RI. Jakarta. [Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2003. Sistem Informasi

Kesehatan Nasional Pengelolaan Program Pemberantasan Penyakit Diare, Depkes RI.

Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2005. Pemantauan Pertumbuhan Balita, Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006. Pengembangan dan

Penyelenggaraan Pos Kesehatan Desa

, Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Laporan Hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) Propinsi DI Yogyakarta Tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Laporan Hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

Page 80: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

61

2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Laporan Hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia Tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Buku Saku Gizi.

Kapankah Masalah Ini Berakhir. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta

Dewey, KG, Brown KH. 2003. Update on Technical Issues Concerning

Complementary Feeding of Young Children in Developing Countries and Implications for Intervensi Programs. Food Nutr. Bull 24: 5 -28.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. Profil Sumatera selatan 2007. Eko, Najib & Sartono (2008). Pengembangan Model Perbaikan Gizi Masyarakat

Wilayah Agropolitan menuju Sumsel sehat 2008. Laporan hasil penelitian tahap I, II dan III. Politeknik Kesehatan Sumsel.

Gobotswang K. 1998. Determinants of The Nutritional Status of Children in A

Rural African Setting: The Case In Chobe District. Botswana. Food Nutr. Bull. 19(1): 42-45

Grantham-Mc Gregor SM, Fernald LC, Sethuraman K, 1999. The effects of

health and nutrition on cognitive and behavioural development in children in the first three years of life. Part 2: Infection and micronutrien deficiencies: iodine, iron and zinc. Food Nutr Bull 20: 76-99.

Haas, JD, Murdoch S, Rivera J, Martorell R, 1996. Early Nutrition and later

physical work capacity. Nutr Rev 54: S41-8.

Hurlock EB. 1997. Perkembangan anak. Gramedia. Jakarta Jellife, DB (1996). Assessment of The Nutritional Status of The Community,

Geneva. WHO. Jellife, DB (1989), Community Nutritional Assessment, New York, Oxford

University Press. Johnson MM, Chin RJr, Haponik F. 1999. Nutrition, Respiratory Function and

disease. Di dalam: Modern Nutrition in Health and Disease. Ed ke-9 (Shils ME, et al, eds). Baltimore: Williams & Wilkins. Hlmn 1439-1472.

Page 81: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

62

Kenneth H Brown, Janet M Peerson, Juan Rivera, and Lindsay H Allen (2002). Effect of supplemental zinc on the growth and serum zinc concentrations of prepubertal children: a meta-analysis of randomized controlled trials1–3 Am J Clin Nutr 2002;75:1062–71

King FS, Burgess A. 1995. Nutrition for Developing Countries. New York:

Oxford University Press. Khumaidi, M (1997). Gizi, Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia. Bogor.

Program Pascasarjana IPB Kodyat BA. 1998. Overview Masalah dan Program Kesehatan di Indonesia.

Makalah disampaikan pada Training Peningkatan Kemampuan Penelitian Bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat. Bogor 18-30 agustus.

Kodyat BA, Thaha AR, Minarto. 1998. Penuntasan Masalah Gizi Kurang di

dalam Winarno FG editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI.Serpong 17-20 Februari 1998. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 755-757.

Leslie. 1985. Women Role in Food Chain Activities and the Implication for

Nutrition United Nation.

Lutter CK, Mora JO, Habiccht JP, Rasmussen KM, Robson DS, Herrera MG 1991. Age-specific responsiveness of weight and length to nutritional suplementation. Am J Clin Nutr 51:359-364 [Abstrak]

Madihah. 2002. Faktor-Faktor Predisposisi yang Berhubungan dengan Keluarga Mandiri Sadar Gizi (Kadarzi) di Kecamatan Banua Lawas, Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan tahun 2002 [Skripsi] FKM UI. Depok

Madanijah S. 2003. Model Pendidikan “ GI-PSI-SEHAT” bagi Ibu serta Dampaknya Terhadap Perilaku Ibu, Lingkungan Pembelajaran, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Usia Dini. [Disertasi]. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Martianto, D (2003). Pemberdayaan Masyarakat dalam Menunjang Posyandu,

makalah disampaikan pada acara Workshop Perbaikan Kesehatan dan Gizi Keluarga melalui Posyandu. Hotel Permata. Bandung.

Martorell R, Khan LK, Schroeder DG 1994. Reversibility of stunting:

epidemiological findings in children from developing country. Euro J. Clin. Nutr. 48 (Suppl.1), S45-S57. Di dalam Causes Mechanism of Linear Growth Retardation Proceedings of an I/D/E/C/G Workshop held in London January 15-18. 1993 Waterlow CJ, Schȕrch B, editor. London: Macmillan.

Page 82: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

63

Moehyi S. 1996. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Anak. Bhatara Jakarta. Moehyi S. 2001. Gizi Dalam Daur Kehidupan, Mencegah Gizi Kurang pada

Berbagai Tahap Usia. Jakarta. Muhilal, Parmaesih D, Idjradinata YR, Muherdiyantiningsih, Karyadi D,1988.

Vitamin A-fortified monosodium glutamate and health, growth and survival of children: controlled field trial. Am J Clin Nutr 48: 1271-1276 [Abstrak].

Nency Y, Muhammad TA. 2005. Gizi Buruk Ancaman Generasi yang Hilang.

INOVASI, Vol. 5/XVII. Nnyepi, MS. 2007. Household Factors Are Strong Indicators Of Children’s

Nutritional Status In Children With Access To Primary Health Care In The Greater Gaborone Area. Scientific Research and Essay. Vol. 2 (2), pp. 055 – 061

Notoadmodjo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Prinsip-prinsip Dasar. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoadmodjo, S. 2007. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan ilmu Perilaku.

Andi Offset. Yogyakarta. Orisinal 2003, Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di

Sumatera Barat [Tesis], Pascasarjana IKM UI, Depok. Parasuraman A, Zeithalm V, Berry L. 1988. SERVQUAL: A Multiple Item

Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailling.

Prabu BDR. 1998. Penyakit-penyakit Infeksi Umum. Widya Medika.

Yogyakarta. Rahmawati, 1996. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Menyusui Eksklusif

dan Hubungan Menyusui Eksklusif dengan Status Gizi Bayi Usia 4-6 Bulan [Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.

Rivera JA, Ruel MT, Santizo MC, Lonnerdal B, Brown KH, 1998. Zinc

suplementation improves the growth of stunted rural Guatemalan infants. J Nutr 128: 556-62.

Rohde JE, 1979. Prioritas Pediatri di Negara Sedang Berkembang. Essentia

Medica. Yogyakarta.

Page 83: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

64

Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspective in Nutrition. Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, New York.

Satoto. 1990. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Pengamatan Anak Umur 0

sampai 18 bulan di Kecamatan Mlongo Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Disertasi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Scmidth MK. 2002. Nutritional status and linear growth of Indonesiaa infants in

West Java are determined more by prenatal environment than by postnatal factor.

Schultz, T. Paul. 1994. Studying the Impact of Household Economic and

Community Variable on Child Mortality. Population and Development Review. 10 (Suppl) : 215 – 235.

Seifert KL, Hoffnung RJ. 1997. Child and Adolescent Development. Boston:

Houghton Mifflin. Shulman ST, Phair JP, & Sommers HM. 1994. Dasar Biologis dan Klinis

Penyakit infeksi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Sigman M, Mac Donald MA, Neumann C, Bwibo N. 1991 Prediction of cognitive competence in Kenyan children from toddler nutrition, family characteristiks and abilities. J Child Psychol Psychiatr: 32:307-20.

Sediaoetama. 1996. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Dian Rakyat

Jakarta. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat

Ditjen Dikti. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Soekirman. 1990. Prevention of Protein-Energy Malnutrition Through Socio

Economic Development and Community Participation. Dalam Nestle Nutrition Workshop Series Vol. 19.359-367. Nestle Ltd. New York.

Suhardjo, 1989. Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Suhardjo. 1990. Petunjuk Laboratorium Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat.

Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Suhardjo dan Riyadi (2000), Pengukuran Anthropometri . Bogor. Institut

Pertanian Bogor. Syarief, H (1992). Metode Statistika untuk Pangan dan Gizi, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidiknn Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institit Pertanian Bogor.

Page 84: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

65

Syarief, H 1997. Membangun Sumber Daya Berkualitas, Suatu Telaahan Gizi

Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. Orasi Ilmiah Guru Besar Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Tharakan CT., Suchindra CM. 1999. Determinants Of Child Malnutrition: An

Intervention Model for Botswana. Nutr. Res. 19(6): 843-860. Trisnantoro L. 1996. Prinsip-Prinsip Manajemen Pelayanan Kesehatan. Gajah

Mada University Press. Yogyakarta. Jurnal Manajemen Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok.

Tuti, Pradianto. 1989. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi ibu

Balita ke Posyandu di Kecamatan Bogor Barat [Tesis] Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok.

Thaha, Ridwan M. 1990. Perilaku, Sikap dan Praktek ke Posyandu oleh Ibu

Balita di Kotamadya ujung Pandang [Tesis] Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok.

Utari Brotojoyo (2006). Manajemen Pelayanan Kesehatan sebagai upaya

Peningkatan Ekonomi. Skripsi Manajemen dan Ekonomi Institut Pertanian Bogor.

UNICEF. 1998. The State of The World’s Children 1998: Focus of Nutrition.

Oxford University Press. UK WHO (1978). Primary Health Care. Alma Ata 1978, WHO. Geneva. WHO 1995. Physical Status: The Use anf Interpretation of Anthropometry.

Report of a WHO Expert Committee. WHO Technical Report Series 854. Geneva: WHO.

WHO 1998. Complementary feeding of Young children in Developing

countries: A review of Current Scientific Knowledge. Geneva.WHO. Winarno FG. 1990. Gizi dan Makanan Bagi Bayi dan Anak Sapihan. Jakarta.

Pustaka Harapan. Yosnelli (2008). Analisis Hubungan Karakteristik Keluarga dan Pemanfaatan

Program Gizi di Posyandu dengan Status Gizi Baduta (6 -24 bulan) di Kecamatan Pariaman Tengah Kota Pariaman Tahun 2006 [Tesis]. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Jakarta.

Page 85: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

66

Lampiran 2

Variabel yang berhubungan dengan rumah tangga batita Variabel Kategori Pengukuran Skala Tingkat/Lama pendidikan ibu

7. Tidak sekolah = 0 tahun 8. Tidak tamat SD = 5 tahun 9. Tamat SD = 6 tahun 10. Tamat SMP = 9 tahun 11. Tamat SMA = 12 tahun 12. Tamat Perguruan Tinggi = 16 tahun

Ordinal/ Rasio

Umur ibu 13. 16 – 25 tahun 14. 26 – 40 tahun 15. > 40 tahun

Ordinal/ Rasio

Jumlah anggota keluarga - Besar jika jumlahnya > 7 orang - Sedang jika 5 – 7 orang - Kecil jika ≤ 4 orang

Ordinal/ Rasio

Ketanggapan pelayanan kesehatan

- Baik jika > 60% a - Kurang baik < 60% Ordinal

Akses ke pelayanan kesehatan

Berdasarkan : Jarak tempuh terdekat ke pelayanan kesehatan - Dekat jika < 1 km - Sedang 1- 5 km - Jauh > 5 km Waktu tempuh terdekat ke pelayanan kesehatan - Dekat jika < 15 menit - Sedang 16-30 menit - Jauh > 30 menit Transportasi - Ada - Tidak ada

Ordinal/ Rasio Ordinal/ Rasio Ordinal

a

Skor lampiran 3

Page 86: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

67

Lampiran 3 Skor Ketanggapan Pelayanan Kesehatan

No Macam dan indikator Skor

1 Berapa lama waktu menunggu sebelum mendapatkan pelayanan berobat jalan?

- Sangat baik - Baik - Sedang - Buruk - Sangat buruk

4 3 2 1 0

2 Bagaimana menilai keramahan dari petugas kesehatan dalam menyapa dan berbicara?

- Sangat baik - Baik - Sedang - Buruk - Sangat buruk

4 3 2 1 0

3 Bagaimana menilai ikut dalam pengambilan keputusan tentang perawatan kesehatan atau penyakitnya?

- Sangat baik - Baik - Sedang - Buruk - Sangat buruk

4 3 2 1 0

4 Bagaimana menilai cara pelayanan kesehatan menjamin kerahasiaan atau dapat berbicara secara pribadi mengenai penyakitnya?

- Sangat baik - Baik - Sedang - Buruk - Sangat buruk

4 3 2 1 0

5 Bagaimana menilai kebersihan ruang pelayanan berobat jalan termasuk kamar mandi?

- Sangat baik - Baik - Sedang - Buruk - Sangat buruk

4 3 2 1 0

Skor tertinggi = 20 Baik jika skor > 60% dari total yaitu > 12 Kurang baik jika skor < 60% dari total yaitu < 12

Page 87: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

68

Lampiran 4 Pengkategorian variabel yang berhubungan dengan batita Umur batita - 0-11 bulan

- 12-24 bulan - 25-36 bulan

Ordinal/ Rasio

Jenis kelamin batita - Laki-laki - Perempuan Nominal

Pemanfaatan pelayanan kesehatan

Berdasarkan jenis pelayanan kesehatan b 1.Penimbangan

- Memanfaatkan - Tidak memanfaatkan 2. Penyuluhan - Memanfaatkan - Tidak memanfaatkan 3.Imunisasi - Memanfaatkan - Tidak memanfaatkan 4.KIA - Memanfaatkan - Tidak memanfaatkan 5.Pengobatan - Memanfaatkan - Tidak memanfaatkan 6.PMT - Memanfaatkan - Tidak memanfaatkan 7.Suplemen gizi - Memanfaatkan - Tidak memanfaatkan 8.Konsultasi resiko penyakit - Memanfaatkan - Tidak memanfaatkan

Ordinal/ Rasio

Frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan

- Tidak pernah - 1-3 kali - > 4 kali

Ordinal/ Rasio

Status Gizi Batita 1.Berdasarkan indikator BB/U – Gizi Buruk z-score < -3,0 – Gizi Kurang z-score ≥ -3,0 s/d z-score <-2,0 – Gizi Baik z-score ≥ -2,0 s/d z-score ≤ 2,0 – Gizi Lebih z-score >2,0 – Underweight z-score <-2,0 2.Berdasarkan indikator BB/TB: – Sangat Kurus z-score < -3,0 – Kurus z-score ≥ -3,0 s/d z-score <-2,0 – Normal z-score ≥-2,0 s/d z-score ≤ 2,0 – Gemuk z-score >2,0 – Wasting z-score <-2 3.Berdasarkan indikator TB/U: – Sangat Pendek z-score < -3,0 – Pendek z-score ≥ -3,0 s/d z-score <-2,0 – Normal z-score ≥ -2,0 – Stunting z-score <-2,0

Ordinal/ Rasio Ordinal/ Rasio Ordinal/ Rasio

Penyakit infeksi - Infeksi jika pernah menderita penyakit ISPA, Diare, Pneumonia, Campak atau TB Paru

c

- Tidak infeksi jika tidak pernah terkena infeksi penyakit ISPA, Diare, Pneumonia, Campak atau TB Paru

Ordinal/ Rasio

b c Skor lampiran 5 dan 6

Page 88: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

69

Lampiran 5 Skor Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

No Macam dan indikator Skor

1 Penimbangan - Ya - Tidak

1 0

2 Penyuluhan - Ya - Tidak

1 0

3 Kesehatan Ibu dan anak - Ya - Tidak

1 0

4 Imunisasi - Ya - Tidak

1 0

5 Pengobatan - Ya - Tidak

1 0

6

Pemberian makanan tambahan - Ya - Tidak

1 0

7 Suplemen gizi - Ya - Tidak

1 0

8 Konsultasi resiko penyakit - Ya - Tidak

1 0

Total skor paling tinggi = 8 Memanfaatkan jika total nilai < 1 Tidak memanfaatkan jika total nilai = 0

Page 89: ANALISIS HUBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN … · suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. ntuk melihat keragaan Uumum ... (72.8%). Keberadaan transportasi umum yang tersedia ke

70

Lampiran 6 Skor Penyakit Infeksi

No Macam dan indikator Skor

1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut - Infeksi - Tidak infeksi

1 0

2 Diare - Infeksi - Tidak infeksi

1 0

3 Pneumonia - Infeksi - Tidak infeksi

1 0

4 Campak - Infeksi - Tidak infeksi

1 0

5 TB Paru - Infeksi - Tidak infeksi

1 0

Skor tertinggi = 5 Infeksi jika skor < 1 Tidak infeksi jika total skor = 0