Analisis Framing Berita Headline Freeport Di Harian Kompas

download Analisis Framing Berita Headline Freeport Di Harian Kompas

of 132

Transcript of Analisis Framing Berita Headline Freeport Di Harian Kompas

ANALISIS FRAMING BERITA HEADLINE FREEPORT DIHARIAN KOMPAS

Oleh :AL. VIVI PURWITO SARIE31108264

JURUSAN ILMU KOMUNIKASIFAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIKUNIVERSITAS HASANUDDIN2012ANALISIS FRAMING BERITA HEADLINE FREEPORT DIHARIAN KOMPAS

Oleh :AL. VIVI PURWITO SARIE31108264

Skripsi sebagai salah satu syarat guna meraih gelas sarjana pada Jurusan Ilmu Komunikasi Program Studi Public Relations

JURUSAN ILMU KOMUNIKASIFAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIKUNIVERSITAS HASANUDDIN2012

KATA PENGANTARPuji Tuhan. Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas limpahan berkat rahmat dan perlindungan yang diberikan kepada saya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan guna memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.Ucapan terima kasih sebesar-besarnya saya haturkan kepada kedua orang tua saya, Ayahanda FX. Jawadi dan Ibunda Aloysia Hari Marwati. Terima kasih buat semua pengorbanan, doa, dukungan dan kasih sayang yang selama ini Ayah dan Ibu berikan. Semoga Tuhan Yesus selalu menjaga dan memberikan kesehatan kepada Ayah dan Ibu. Terima kasih juga buat kakakku, Hermawan Wahyu Nugroho yang telah sabar menghadapi mood saya yang kadang menyebalkan. Terima kasih telah membantu, memberi dukungan dan motivasi. Tetap jadi kakak yang terbaik ya!Dalam penyusunan dalam penulisan skripsi ini tisak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :1. Bapak Dr. Muh. Nadjib, M.Ed., M.Lib selaku Pembimbing I sekaligus Penasehat Akademik yang telah memberikan saran, dukungan, dan bimbingan sampai pada penyelesaian skripsi ini dan Bapak Muliadi Mau, S.Sos, M.Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan arahan, saran, kritikan, dan ilmu. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membimbing saya.2. Bapak Dr. H. Muhammad Farid, M.Si dan Drs. Sudirman Karnay, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Unhas.3. Seluruh dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Unhas yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan yang melimpah.4. Staf jurusan Ilmu Komunikasi dan staf fakultas Ilmu Sosial dan Imu Politik Unhas.5. Bapak Sapri (Staf Harian Kompas) yang telah meminjamkan korannya untuk penelitian ini.6. Sahabat-sahabatku Conny Helu dan Angela Helu (teman berbagi suka duka dan cerita), Ade Ramayana, Finthya Sari, Evy Novianty, Anak Becuk a.k.a Beacukai (Ummy, Mitha, Ayu, Visit), Asrul Nur Iman dan Andi Maulana Armas (Youre the best thing thats ever been mine).7. Terima kasih EXIST 08 kalian teman, sahabat dan saudara terbaik yang pernah saya miliki. Saya sangat menikmati kehidupan kita yang penuh drama, keceriaan dan kebersamaan. Semoga persaudaraan kita awet selamanya.8. Kak Ary Santoso dan Kak Ricky Christian Hermanto, kakak-kakak baik hati dan tidak sombong yang membantu mencari bahan-bahan untuk menyelesaikan skripsi ini.9. Teman-teman KKN Angkatan 80 Kab. Bulukumba Kec. Gantarang, Desa Bontomasila. Andis Sahapadliah, Ridha Anhar, Haerul Nurdin, Akbar, Imma, dan Sadra. Terima kasih kawan untuk senyum hangat dan keakraban kita.10. Buat Senior-senior Kosmik, terutama kakanda Harwan dan kak Aidil yang telah memberi masukan dan pencerahan saat saya mulai putus asa dalam menyelesaikan skripsi ini.11. Buat Kosmik yang memberi banyak pelajaran dan pengalaman berharga, adik-adik Cure 09, Great 10 dan Urgent 11.12. UKM Fotografi Unhas untuk semua pengalaman berharga itu.13. Laptopku, Whitney. Tanpa kamu, saya tidak mungkin dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Akhirnya, perjuangan kita berdua terbayar.Saya menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang akan memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, saya berharap dapat memberi manfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.Makassar, 23 April 2012

Al. Vivi Purwito Sari

ABSTRAKAL.VIVI PURWITO SARI. Analisis Framing Berita Headline Freeport di Harian Kompas (dibimbing oleh Dr. Muh. Nadjib, M.Ed., M.Lib dan Muliadi Mau, S.Sos.,M.Si).Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui frame harian Kompas terhadap pemberitaan Freeport; (2) Untuk mengetahui kecenderungan sikap harian Kompas terhadap Freeport.Tipe penelitian ini ialah deskriptif dengan menggunakan pendekatan Kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah framing dengan menggunakan model Robert. N. Entman. Model ini digunakan untuk mengetahui cara media massa mengkontruksikan realitas dengan empat elemen yaitu: define problem, diagnose causes, make moral judgement dan treatment recommendation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harian Kompas mengkonstruksi pemberitaan Freeport berdasarkan dua isu yang ditonjolkan harian Kompas yaitu aksi mogok pekerja Freeport dan peristiwa penembakan. Pada peristiwa aksi mogok pekerja Freeport, PT Freeport diposisikan sebagai pihak yang menjadi penyebab masalah. PT Freeport menggunakan aparat sebagai tameng dalam menghadapi aksi demo pekerja untuk menuntut haknya dinilai sebagai tindakan yang arogan. Sedangkan pada peristiwa penembakan di Freeport Pemerintah dan aparat keamanan yang dianggap bertanggung jawab terhadap peristiwa ini karena belum mampu mengungkap pelaku penembakan. Aparat keamanan melakukan pendekatan keamanan yang dinilai berlebihan dan tidak manusiawi karena masyarakat turut menjadi korban kekerasan aparat. Kompas dalam pemberitaannya cenderung melihat PT Freeport ke arah yang negatif namun pada peristiwa penembakan yang terjadi di kawasan PT Freeport Kompas dalam pemberitaannya cenderung melakukan pengaburan terhadap Freeport.

DAFTAR ISIHalamanHalaman Judul ...iHalaman Pengesahan .iiHalaman Tim Evaluasi .iiiKata Pengantar ..ivAbstrak ...viiDaftar Isi viiiDaftar Tabel ...xDaftar Gambar ..xiBABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1B. Rumusan Masalah..7C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian7D. Kerangka Konseptual8E. Definisi Operasional..17F. Metode Penelitian..18BABII TINJAUAN PUSTAKAA. Konstruksi Realitas Sosial22B. Media dan Berita Dalam Paradigma Konstruksionis25C. Headline Sebagai Bentuk Penonjolan dan Penekanan Isu30D. Konsep Framing 34E. Framing dan Ideologi 41F. Efek Framing 45G. Strategi Framing Model Robert N. Entman .49BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIANA. Sejarah Kompas ...52B. Visi dan Misi Kompas .58C. Struktur Organisasi ......63BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian64B. Pembahasan.941. Frame Kompas Terhadap Pemberitaan Freeport ..942. Kecenderungan Kompas Terhadap Pemberitaan Freeport 110BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .. 118B. Saran.. 119Daftar Pustaka Lampiran-lampiran

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Dua Unsur Framing Media Versi Entman.13Tabel 1.2. Perangkat Framing Entman ...21Tabel 2.1. Efek Framing .46Tabel 4.1. Hasil Analisis Framing Model Entman Berita Headline Freeport di Harian Kompas ..90Tabel 4.2. Frame Harian Kompas Terhadap Pemberitaan Freeport TerkaitAksi Mogok .. 101Tabel 4.3. Frame Harian Kompas Terhadap Pemberitaan Freeport Terkait Peristiwa Penembakan ... 102

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konseptual ..16Gambar 2. Struktur Organisasi Redaksi Harian Kompas ..62

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahPT. Freeport adalah perusahaan tambang tertua di Indonesia. PT. Freeport Indonesia adalah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport McMoRan Copper & Gold Inc. perusahaan ini disebut-sebut sebagai pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan salah satu perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport telah melakukan eskplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg dan Grasberg (sejak 1988) di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.Akhir-akhir ini kontroversi Freeport Indonesia gencar terjadi, salah satu penyebabnya adalah aksi mogok kerja karyawan PT. Freeport Indonesia di Papua. Terhitung sejak Kamis (15/9/2011) dini hari, sekitar 8000 pekerja non-staf di bagian produksi, distribusi dan pertambangan di Grasberg akan melakukan aksi tersebut (dikutip dari kompas.com).Para pekerja Freeport McMoRan Copper & Gold Inc (FCX) di pertambangan Grasberg berencana melakukan mogok kerja selama satu bulan. Permasalahan utama pemogokan kerja adalah pemenuhan kesejahteraan para buruh dengan mengubah Perjanjian Kerja Bersama yang di dalamnya termasuk persoalan bagaimana meningkatkan upah bagi para pekerja di PT. Freeport yang dianggap tidak sesuai.Padahal faktanya, PT Freeport Indonesia yang dulunya perusahaan tambang kecil, sekarang berhasil mengantongi perolehan bersih 60 juta AS dari tembaga, di luar hasil emas dan perak. Laba yang besar itu juga belum termasuk penemuan lokasi tambang baru pada 1988 di Pegunungan Grasberg yang mempunyai timbunan emas, perak, dan tembaga senilai 60 juta miliar dolar AS. Bahkan, dalam kurun 1992 hingga 2002, Freeport berhasil melambungkan produksinya hingga 5,5 juta ton tembaga, 828 ton perak dan 533 ton emas. Pada 1998, perusahaan ini bahkan berhasil menghasilkan agregat penjualan sebesar 1,71 miliar pon tembaga dan 2,77 juta ons emas. ( Majalah Tambang On Line 2009. Edisi II).Bisa dibayangkan, dengan penghasilan itu, Freeport berhasil meraup keuntungan triliunan rupiah sepanjang tahun. Ironisnya, dengan kekayaan sebesar itu, kesejahteraan masyarakat Papua hingga kini belum ada peningkatan yang signifikan.Selain kisruh demonstrasi karyawan, Perusahaan asal Paman Sam itu juga dilanda masalah kasus penembakan yang terjadi di wilayah tambang tersebut. Sebanyak 40 kasus penembakan oleh orang tak dikenal atau kelompok orang bersenjata terjadi di area Freeport dalam kurun waktu Oktober 2009 hingga Oktober 2011. Dalam kasus sebanyak itu, tidak ada satupun tersangka yang ditangkap lalu diadili (dikutip dari kompas.com).Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR Gandung Pardiman menduga bahwa aparat ikut bermain, berdasarkan fakta-fakta yang ada terlihat dengan jelas titik lokasi dan waktu penembakan diketahui pada wilayah yang sama. Gandung mengatakan aparat ikut bermain di Papua ini, karena mengapa aparat tidak pernah bisa menangkapnya (dikutip dari matanews.com).Banyak sekali hal yang telah di lakukan oleh Freeport dalam rangka mempertahankan kekuasaannya di tanah Papua milik Indonesia. Keberadaan Freeport tentunya banyak menimbulkan polemik. Freeport terlihat memberikan keuntungan hanya pada tingkatan pemerintah atas, tetapi warga di bawah atau khususnya rakyat papua tidak sama sekali mendapat keuntungan. Rakyat Papua mencari sisa-sisa serpihan emas dari saluran pembuangan PT. Freeport tetapi tetap pihak Freeport tidak menyukai dan banyak melakukan tindakan represif. Betapa tragisnya, ketika rakyat Indonesia di tanahnya sendiri ingin memiliki sumber daya miliknya tetapi di hadang oleh pihak asing yang hanya mencari keuntungan.Selain itu cerita rusaknya lingkungan akibat ulah Freeport, sebetulnya tak kalah dahsyat dengan ketidakadilan pembagian keuntungan perusahaan itu dengan pihak Indonesia. Bahkan, lembaga penjamin resiko politik milik pemerintah Amerika Serikat, Overseas Private Investement Corporation (OPIC) pernah menghentikan asuransi pada Freeport untuk enam bulan, karena alasan perusakan lingkungan. OPIC menyatakan bahwa Freeport mencemari sungai melalui pembuangan limbah, juga merusak ekosistem yang ada disekitarnya.Penambangan Freeport telah menghasilkan galian berupa potential acid drainase (air asam tambang) dan limbah tailling (butiran pasir alami hasil pengolahan konsentrat). Setiap hari Freeport memproduksi tidak kurang dari 250.000 metrik ton bahan tambang. Material bahan yang diambil hanya 3 persen. Inilah yang diolah menjadi konsentrat kemudian diangkut ke luar negeri melalui pipa yang dipasang ke kapal pengangkut di Laut Arafuru. Sisanya, sebanyak 97 persen berbentuk tailing. Alhasil, aktivitas ini menimbulkan fenetasi hutan daratan rendah seperti Dusun Sagu masyarakat Kamoro di Koprapoka, dan beberapa dataran rendah di wilayah Timika menjadi hancur. Freeport perusak lingkungan alam Papua terbesar. Limbah merkuri menggenangi sungai dan merusak ekosistem sekitar. Berkaitan dengan peristiwa ini, pemberitaan media massa, baik media cetak maupun media elektronik juga berperan aktif dalam menyampaikan perkembangan dari peristiwa tersebut. Penggunaan media massa untuk penyampaian pesan dipengaruhi oleh perkembangan teknologi komunikasi yang ada, sehingga timbul komunikasi melalui media massa.Komunikasi massa adalah komunikasi yang sangat mengandalkan pada ketepatan jumlah pesan yang disampaikan dalam waktu yang singkat. Pada masa sekarang ini, komunikasi massa memberikan informasi, gagasan dan sikap pada khalayak yang beragam dan besar jumlahnya dengan menggunakan media. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa (Ardianto & Erdinaya, 2005:3).Media massa adalah media yang digunakan sebagai sarana komunikasi yang melibatkan penerima pesan yang tersebar di mana-mana tanpa diketahui keberadaannya. Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis, seperti surat kabar, film, radio dan televisi. Media massa mempunyai beberapa peranan penting yang dimainkan dalam masyarakat.Salah satu jenis media massa yang sifatnya statis dan mengutamakan pesan-pesan visual adalah media cetak, Media cetak terdiri dari dua macam yaitu surat kabar dan majalah. Surat kabar dinilai lebih up to date dalam menyajikan berita yang akan disampaikan kepada khalayak jika dibandingkan dengan majalah. Surat kabar adalah penerbitan yang berupa lembaran-lembaran yang berisi berita-berita, karangan-karangan dan iklan yang dicetak dan terbit secara tetap dan periodik serta dijual untuk umum.Media ini mempunyai beberapa kelebihan dibanding yang lain yaitu dapat dibaca berulang kali dan menjangkau khalayak luas karena harganya yang relatif murah. Diantara sekian banyak Koran lokal yang ada di Makassar yang rutin mengikuti perkembangan dan intens memberitakan kepada khalayak adalah koran Kompas Makassar. Kompas adalah surat kabar berskala nasional terbesar dan memiliki beberapa biro, salah satunya di Makassar. Kompas merupakan media yang kritis dan obyektif dalam memberitakan suatu peristiwa, termasuk dalam memberitakan kontroversi Freeport yang cukup banyak menyita perhatian publik. Media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami dan dijelaskan secara tertentu kepada khalayak. Berita adalah produk dari profesionalisme yang menentukan bagaimana peristiwa setiap hari dibentuk dan dikonstruksi (Eriyanto, 2009: 80). Dalam pemberitaan Freeport tersebut tentu ada proses dimana media mengkonstruksi realitas yang ada. Salah satu metode untuk mengetahui proses konstruksi adalah analisis framing. Akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam literature ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media (Sobur, 2009: 162). Framing memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan atau dianggap penting agar informasi dapat terlihat lebih jelas, lebih bermakna, atau lebih mudah diingat, untuk menuntun interpretasi khalayak sesuai dengan perspektifnya.Berdasarkan aspek aspek tersebut penulis mencoba untuk melakukan penelitian ke dalam bentuk skripsi dengan judul :Analisis Framing Berita Headline Freeport di Harian Kompas

B. Rumusan MasalahBerdasarkan apa yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah diatas, maka terdapat beberapa masalah penelitian yang dituangkan dalam bentuk rumusan masalah sebagai berikut :1. Bagaimana frame harian Kompas terhadap pemberitaan Freeport ?2. Bagaimana kecenderungan sikap harian Kompas terhadap kasus Freeport?C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian1. Tujuan Penelitian1. Untuk mengetahui frame harian Kompas terhadap pemberitaan Freeport2. Untuk mengetahui kecenderungan sikap harian Kompas terhadap kasus Freeport2. Kegunaan Penelitiana. Secara TeoritisPenelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan referensi berguna dalam pengembangan penelitian Ilmu Komunikasi khususnya bagi pengembangan penelitian yang berbasis kualitatif yang berkaitan dengan media massa khususnya dalam hal ini Framing.b. Secara Praktis1. Memberikan gambaran kepada pembaca yang ingin mengetahui Harian Kompas dalam membingkai berita tentang Freeport.2. Memberikan sebuah wahana pemahaman kepada masyarakat umum berkenaan dengan konsepsi framing yang dilakukan oleh wartawan Kompas dalam melihat dan menyederhanakan realitas mengenai peristiwa Freeport. Baik buruknya frame di Freeport dilihat dari setting Kompas.3. Untuk pembuatan skripsi sebagai salah satu syarat guna meraih gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.D. Kerangka KonseptualHarian kompas aktif memuat pemberitaan tentang kontroversi Freeport dan bahkan sering menjadi headline dalam setiap edisinya. Bila media menaruh sebuah kasus sebagai headline diasumsikan kasus itu pasti memperoleh perhatian yang besar oleh khalayak (Sobur, 2009: 167). Berkaitan dengan hal tersebut, sangat menarik mengamati isi pemberitaan media massa untuk mengetahui bagaimana Kompas mengemas pemberitaan Freeport. Kompas merupakan satu-satunya media nasional Indonesia yang mempunyai editorial yang bersifat internasional. Harian Kompas juga terkenal dengan idealisme dan semangat untuk memberikan informasi yang objektif kepada masyarakat. Menurut A.M. Resenthal dalam (Pardede, 2001: 17), seorang kolumis pada New York Times, objektivitas adalah bagian penting dari karakter surat kabar. Karakter surat kabarlah yang membuat para pembaca mempercayainya, dan oleh karena itu membuatnya berarti serta berharga. Sekalipun objektivitas total mungkin mustahil, karena setiap berita ditulis oleh manusia yang memiliki muatan emosi, kewajiban setiap reporter dan redaktur adalah mengupayakan objektivitas yang semanusiawi mungkin.Pada dasarnya, pekerjaan media adalah mengkonstruksikan realitas. Isi media adalah hasil para pekerja mengkonstruksikan realitas yang dipilihnya. Konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality), menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L.Berger dan Thomas Luckmann melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality, a Teatise in the Sociological of Knowledge (1966). Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. (Bungin, 2006: 202) Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta.Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada dalam kategori penelitian konstruksionis. Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Pertanyaan utama dalam pandangan konstruksionis adalah, fakta berupa kenyataan itu sendiri bukan sesuatu yang terberi, melainkan ada dalam benak kita, yang melihat fakta tersebut. Kitalah yang memberi definisi dan menentukan fakta tersebut sebagai kenyataan (Eriyanto, 2009: 23).Analisis framing dipahami dan banyak digunakan dalam penelitian sebagai salah satu teknik analisis isi. Tetapi pada perkembangan berikutnya, analisis framing telah berubah menjadi seperangkat teori yang oleh sejumlah pakar komunikasi dipahami sebagai salah satu pendekatan untuk melihat bagaimana domain di balik teks media mengkonstruksi pesan.Framing adalah sebuah cara bagaimana peristiwa disajikan oleh media. Penyajian tersebut dilakukan dengan menekankan bagian tertentu, menonjolkan aspek tertentu dan membesarkan cara bercerita tertentu dari suatu realitas. Media menghubungkan dan menonjolkan peristiwa sehingga makna dari peristiwa tersebut lebih mudah diingat oleh khalayak. Karenanya, seperti yang dikatakan Frank D. Durham, framing membuat dunia lebih diketahui dan lebih dimengerti . Realitas yang kompleks dipahami dan disederhanakan dalam kategori tertentu. Menurut pandangan subjektif, realitas sosial adalah suatu kondisi yang cair dan mudah berubah melalui interaksi manusia dalam kehidupan seharihari (Mulyana, 2006: 34).Menurut Berger dan Luckmann, realitas sosial adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan terus berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik sebagai hasil dari konstruksi sosial. Realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini. Realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas.Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Di analisis Framing realitas dimakai dan dikonstruksi dengan makna tertentu.Menurut Erving Goffman secara sosiologis konsep frame analysis memelihara kelangsungan kebiasaan kita mengklasifikasi, mengorganisasi dan menginterpretasi secara aktif pengalaman-pengalaman hidup kita untuk dapat memahaminya. Schemata interpretasi itu disebut frames, yang memungkinkan individu dapat melokalisasi, merasakan, mengidentifikasi dan memberi label terhadap peristiwa peristiwa serta informasi (Sobur, 2009:163).Secara metodologi analisis framing memiliki perbedaan yang sangat menonjol dengan analisis isi (content analysis). Analisis isi dalam studi komunikasi lebih menitikberatkan pada metode penguraian fakta secara kuantitatif dengan mengkategorisasikan isi pesan teks media. Pada analisis isi, pertanyaan yang selalu muncul seperti apa saja yang diberitakan oleh media dalam sebuah peristiwa? Tetapi, dalam analisis framing yang ditekankan adalah bagaimana peristiwa itu dibingkai. Analisis framing yang menjadi pusat perhatian adalah pembentukan pesan dari teks. Framing, terutama, melihat bagaimana pesan/ peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan menyajikannya kepada masyarakat (Eriyanto, 2009:3).Metode analisis framing yang kita lihat adalah bagaimana cara media memaknai, memahami dan membingkai kasus/peristiwa yang diberitakan. Metode semacam ini tentu saja berusaha mengerti dan menafsirkan makna dari suatu teks dengan jalan menguraikan bagaimana media membingkai isu. Peristiwa yang sama bisa jadi dibingkai berbeda oleh media.Ada beberapa model pendekatan analisis framing yang dapat digunakan untuk menganalisa teks media , salah satunya model analisis Robert N. Entman yang digunakan dalam penelitian ini. Menurut Robert N. Entman apa yang kita ketahui tentang realitas atau tentang dunia tergantung pada bagaimana kita membingkai dan menafsirkan realitas tersebut.Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Framing dijalankan oleh media dengan menseleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Seleksi isuAspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari realitas yang kompleks dan beragam itu, aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan? Dari proses ini selalu terkandung di dalamnya ada bagian berita yang dimasukkan (included), tetapi ada juga berita yang dikeluarkan (excluded). Tidak semua aspek atau bagian dari isu ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu dari suatu dari suatu isu.

Penonjolan aspek tertentu dari suatu isuAspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa/isu tersebut dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis? Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak.

Tabel 1.1. Dua Unsur Framing Media Versi Entman (Eriyanto, 2011: 222)Penonjolan seperti yang disinggung di atas, merupakan proses membuat informasi menjadi lebih bermakna. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok tentu mempunyai peluang besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami realitas. Karena itu dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu lain, serta menonjolkan aspek isu tertentu dan menggunakan pelbagai strategi wacana serta penempatan yang mencolok (menempatkan di headline, di halaman depan, atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan. Kata penonjolan (salience) didefinisikan sebagai membuat sebuah informasi lebih diperhatikan, bermakna, dan berkesan (Sobur, 2009: 164).Framing pada akhirnya menentukan bagaimana realitas hadir di hadapan khalayak. Seperti yang dikatakan Edelman, apa yang kita tahu tentang realitas sosial pada dasarnya tergantung bagaimana kita melakukan frame atas peristiwa itu yang memberikan pemahaman tertentu atas suatu peristiwa.Konsep framing, dalam pandangan Entman, secara konsisten menawarkan sebuah cara untuk mengungkap the power of a communication text. Framing pada dasarnya merujuk pada pemberitaan definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan.Untuk mengetahui bagaimana pembingkaian yang dilakukan media, terdapat sebuah perangkat framing yang dikemukakan Entman yang dapat menggambarkan bagaimana sebuah peristiwa dimaknai dan ditandakan oleh wartawan. Entman membagi perangkat framing ke dalam empat elemen sebagai berikut :a. Define Problems (pendefinisian masalah)Elemen pertama ini merupakan bingkai utama/master frame yang menekankan bagaimana peristiwa dimaknai secara berbeda oleh wartawan, maka realitas yang terbentuk akan berbedab. Diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah)Elemen kedua ini merupakan elemen framing yang digunakan untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Penyebab disini bisa berarti apa (what), tetapi bisa juga berarti siapa (who). Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber masalah. Oleh sebab itu, masalah yang dipahami secara berbeda, maka penyebab masalahnya akan dipahami secara berbeda pula. Dengan kata lain, pendefinisian sumber masalah ini menjelaskan siapa yang dianggap sebagai pelaku dan siapa yang menjadi korban dalam kasus tersebut.c. Make moral judgement (membuat pilihan moral) Elemen framing yang dipakai untuk membenarkan/memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Setelah masalah didefinisikan dan penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan denga sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak.d. Treatment recommendation (menekankan penyelesaian)Elemen keempat ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah.

Kerangka Konseptual Penelitian

E. Definisi Operasionala. Analisis framing merupakan salah satu cara menganalisis teks media untuk melihat bagaimana perspektif yang digunakan oleh Harian Kompas Makassar dalam mengangkat isu tentang Freeport dan aspek apa yang ingin diangkat.b. Pemberitaan Freeport maksudnya pemberitaan Harian Kompas Makassar yang berkaitan dengan aksi mogok pekerja Freeport dan penembakan yang terjadi di sekitar kawasan Freeport.c. Headline maksudnya berita mengenai aksi mogok dan peristiwa penembakan yang ada pada halaman satu harian Kompas.d. Harian Kompas adalah harian nasional di Makassar yang intens memuat berita mengenai kasus Freeport.e. Define Problems (pendefinisian masalah) adalah suatu peristiwa dilihat sebagai apa dalam sebuah berita.f. Diagnose causes (memperkirakan masalah atau sumber masalah) adalah elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor atau penyebab dari peristiwa freeport.g. Make moral judgement (membuat keputusan moral) adalah nilai moral yang disajikan untuk menjelaskan masalah.h. Treatment recommendation (menekankan masalah) adalah jalan yang dipilih untuk menyelesaikan masalah dari peristiwa Freeport.F. Metode Penelitian1. Objek dan Waktu PenelitianObjek penelitian ini adalah berita-berita headline mengenai kontroversi Freeport di harian Kompas pada pertengahan September 2011 hingga awal November 2011. Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari hingga Mei 2011 dengan jumlah berita sebanyak 15 berita.2. Tipe PenelitianTipe penelitian ini ialah deskriptif dengan menggunakan pendekatan Kualitatif. Penelitian ini digunakan untuk menggambarkan aspek tertentu dari sebuah realitas yang dibingkai oleh Harian Kompas menjadi sebuah berita yang kemudian menjadi realitas media dalam hal ini pemberitaan mengenai Freeport. Format deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, situasi, atau fenomena realitas sosial dalam masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2006: 68).Penelitian ini menggunakan metode analisis framing dengan paradigma atau pendekatan konstruksionis. Paradigma konstruksionis memandang bahwa tidak ada realitas yang obyektif, karena realitas tercipta melalui proses konstruksi dan pandangan tertentu.

3. Populasi dan Sampela. PopulasiPopulasi penelitian adalah berita berita mengenai kasus Freeport selama pertengahan bulan September hingga pertengahan bulan November 2011 di Harian Kompas Makassar.b. Sampel PenelitianSampel penelitian adalah berita headline di Harian Kompas Makassar edisi 16 September 2011, 17 September 2011, 22 September 2011, 11 Oktober 2011, 16 Oktober 2011, 20 Oktober 2011, 21 Oktober 2011, 23 Oktober 2011, 25 Oktober 2011, 27 Oktober 2011, 29 Oktober 2011, 28 Oktober 2011, 30 Oktober 2011, 7 November 2011, dan 9 November 2011.4. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan penulis berdasarkan kebutuhan analisis dan pengkajian. Pengumpulan data tersebut sudah dilakukan sejak penulis menentukan permasalahan apa yang sedang dikaji. Pengumpulan data yang dilakukan adalah :a. Pengkajian beritaberita headline yang terkait dengan Freeport dalam rentang waktu pertengahan September sampai pertengahan November 2011.b. Kajian pustaka dengan mempelajari dan mengkaji buku-buku, artikel serta situs internet dengan permasalahan yang diteliti untuk mendukung asumsi sebagai landasan teori permasalahan yang dibahas.5. Teknik Analisis DataTeknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah analisis framing. Dalam hal ini, analisis framing dirasa mampu untuk mencari tahu bagaimana Kompas melakukan proses pembingkaian kasus Freeport. Pasalnya, analisis framing merupakan sebuah pendekatan yang digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan dalam melakukan seleksi isu dan menuliskan berita.Dalam hal ini memakai analisa yang dikembangkan oleh Robert N. Entman. Peneliti memilih perangkat framing Entman dalam penelitian ini dengan argumen perangkat frame Entman mampu membantu peneliti dalam mendefinisikan masalah Freeport yang diungkap oleh media dan memperkirakan penyebab dari masalah itu. Selanjutnya, perangkat ini akan membantu peneliti dalam mencari tahu keputusan moral yang diangkat oleh media. Kemudian pada tahap akhir, perangkat framing Entman ini akan membantu peneliti dalam mencari tahu rekomendasi seperti apa yang dikemukakan oleh media dalam upaya penyelesaian masalah Freeport.Dalam pandangan Entman, framing dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapat alokasi penempatan yang lebih besar daripada isu lainnya.

Define Problems(pendefinisian masalah)Bagaimana suatu peristiwa / isu dilihat? Sebagai apa? Atau sebagai masalah apa?

Diagnose causes(memperkirakan masalah atau sumber masalah)Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa yang dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah? Siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab masalah?

Make moral judgement(membuat keputusan moral)Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan msalah? nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau mendegitimasi suatu tindakan?

Treatment Recommendation(menekankan penyelesaian)Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah / isu? Jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah?

Tabel 1.2. Perangkat Framing Entman (Eriyanto, 2011: 223)

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Konstruksi Realitas SosialManusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol struktur dan pranata sosialnya di mana individu berasal. Manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan dirinya melalui respons-respons terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Karena itu, paradigma definisi sosial lebih tertarik terhadap apa yang ada dalam pemikiran manusia tentang proses sosial, terutama para pengikut interaksi simbolis. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya.Dalam penjelasan ontologi paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality) menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality, a Teatise in the Sociological of Knowledge (1966). Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif (Bungin, 2006: 202).Dalam pandangan paradigma definisi sosial, realitas adalah hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial di sekelilingnya. Dunia sosial itu dimaksud sebagai yang disebut oleh George Simmel dalam Bungin (2006: 201), bahwa realitas dunia sosial itu berdiri sendiri di luar individu, yang menurut kesan kita bahwa realitas itu ada dalam diri sendiri dan hukum yang menguasainya.Peter L.Berger berpendapat bahwa realitas tidak terjadi begitu saja tetapi dibentuk dan dikonstruksikan. Hasil akhir yang diperoleh adalah realitas yang sama dapat dipahami secara berbeda oleh setiap orang tergantung dari konstruksi yang dilakukan dalam realitas tersebut (Eriyanto, 2009:15).Berger dan Luckman dalam Bungin (2008: 14) mulai menjelaskan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman kenyataan dan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas yang diakui sebagai memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik.Berger dan Luckman dalam Bungin (2008: 15) mengatakan terjadi dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Proses ini merupakan sifat dasar manusia. Manusia akan selalu mencari dan mencurahkan dirinya dimana dia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah dihasilkan suatu dunia dengan kata lain, manusia menemukan dirinya sendiri dalam suatu dunia.Kedua, objektivasi yaitu hasil yang didapatkan baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Lewat proses objektivasi ini, masyarakat menjadi suatu realitas suigeneris. Hasil dari ekternalisasi kebudayaan itu misalnya, manusia menciptakan alat demi kemudahan hidupnnya atau kebudayaan non-materiil dalam bentuk bahasa. Baik alat tadi maupun bahasa adalah kegiatan eksternalisasi manusia ketika berhadapandengan dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia.Setelah dihasilkan, baik benda atau bahasa sebagai produk ekternalisasi tersebut menjadi realitas yang objektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia sebagai penghasil dari produk kebudayaan. Kebudayaan yang telah berstatus sebagai realitas objektif, ada diluar kesadaran manusia, ada di sana bagi setiap orang. Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang.Ketiga, internalisasi, penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa hingga subjektifitas individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Dalam peoses ini, wartawan akan berhadapan dengan realitas. Realitas diamati oleh wartawan dan diserap ke dalam kesadaran wartawan. Secara tidak langsung wartawan akan menceburkan dirinya ke dalam realitas tersebut untuk kemudian dimaknainya.Oleh karena itu, konstruksi realitas sosial yang dilakukan wartawan sangat berpotensi untuk menggiring kita pada pemaknaan wartawan terhadap suatu peristiwa, ditambah ideologi media massa tempat wartawan bekerja dibangun sesuai visi dan kepentingan perusahaan yang bersangkutan.

B. Media dan Berita Dalam Paradigma KonstruksionisPandangan konstruksionis melihat media, wartawan dan berita dengan cara pandang tersendiri. Pada dasarnya studi media massa merupakan proses pencarian pesan dan makna. Media massa semakin banyak dijadikan sebagai objek studi disebabkan semakin meningkatkanya peran media massa itu sendiri sebagai intitusi yang tergolong penting dalam masyarakat saat ini. Media massa memproduksi pesan yang merupakan hasil konstruksi realitas (Eriyanto, 2009: 25).Paradigma konstruksionis ini diperkenalkan oleh Peter L. Berger yang menyatakan bahwa sebuah realitas hadir di hadapan pembaca setelah melalui sebuah proses konstruksi (Eriyanto, 2011: 15). Hal ini menyebabkan setiap orang memiliki konstruksi yang berbeda terhadap realitas yang muncul di hadapannya. Menurut Eriyanto (2011: 18), berita yang muncul merupakan sebuah proses konstruksi dengan suatu peristiwa, karena adanya interaksi antara wartawan dengan fakta yang muncul di lapangan.Bagi kaum konstruksionis, realitas adalah sesuatu yang subjektif. Fakta dan realitas bukanlah sesuatu yang sudah ada, tersedia dan tinggal diambil untuk menjadi bahan sebuah berita. Realitas yang tertuang dalam berita adalah sesuatu yang dikostruksi dan dibentuk oleh pandangan tertentu. Fakta atau realitas pada dasarnya dikonstruksi. Sebuah fakta berupa kenyataan bukanlah sesuatu yang sudah ada seperti itu, melainkan apa yang ada di benak dan pikiran kita. Kita sendirilah yang memberikan definisi dan makna atas fakta tersebut sebagai sebuah kenyataan. Fakta yang ada dalam sebuah berita bukanlah sebuah peristiwa yang memang begitu adanya, wartawanlah yang secara aktif memproduksi dan mendefinisikan berita tersebut.Fakta yang dikumpulkan dan disusun selanjutnya akan disebarkan. Media sebagai sarana penyalur pesan tidak hanya berfungsi sebagai saluran pesan dari komunikator kepada penerima (khalayak). Media tidak bertindak sebagai suatu institusi yang netral dalam menyampaikan pesan. Media bukanlah saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya (Eriyanto, 2011: 26). Sebagai contoh media juga menentukan dari sekian banyak peristiwa yang terjadi, peristiwa mana yang harus diliput oleh wartawannya kemudian dari sisi mana si wartawan harus melihat peristiwa tersebut. Pemilihan realitas oleh media dikarenakan media memiliki kepentingan antara lain kepentingan ekonomi, politik ataupun ideologi. Media tentunya akan membentuk reaitas yang dapat mendukung kepentingan-kepentingannya. Oleh karena itu media turut berperan dalam mengkonstruksi realitas. Konstruksi realitas terbentuk bukan hanya dari cara wartawan memandang realitas tetapi kehidupan politik tempat media itu berada. Sistem politik yang diterapkan sebuah negara ikut menentukan mekanisme kerja media massa negara itu mempengaruhi cara media massa tersebut mengkonstruksi realitas (Hamad, 1999: 55).Media bisa memperjelas sekaligus mempertajam konflik atau sebaliknya: mengaburkan dan mengelimirnya. Media bisa mengkonstruksi realitas, namun juga bisa menghadirkan hiperrealitas. Hiperrealitas menggiring orang mempercayai sebuah citra sebagai kebenaran, meski kenyataannya hanya dramatisasi realitas dan pemalsuan kebenaran, yang melampaui realitas (Sobur, 2009: 170). Dalam memberitakan konflik, media seharusnya tidak melakukan dramatisasi terhadap fakta. Karena hal itu langsung ataupun tidak langsung akan memicu konflik lanjutan dan menjadi provokasi bagi pihak-pihak yang bertikai.Menjadi suatu hal yang menarik ketika kebanyakan orang awam melihat media atau berita yang disuguhkan oleh media massa adalah sesuatu yang benar-benar apa adanya tanpa adanya konstruksi realitas di dalamnya. Mereka kemudian menjadi sepenuhnya percaya akan apa yang disampaikan oleh media massa. Dengan melihat realitas, berita dan media massa atau dengan kata lain tidak mudah mempercayai apa yang disampaikan oleh media karena begitu banyak muatan-muatan kepentingan di dalamnya.Setiap media tentunya memiliki kebijakan masing-masing dalam mekanisme kerja untuk mengkonstruksi dan menghasilkan berita yang diinginkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berita adalah hasil mekanisme kerja individu-individu yang ada dalam media (redaksional) berdasarkan kebijakan, pertimbangan serta ideologi.Fakta atau realitas yang diliput kemudian ditampilkan dalam media lewat pemberitaan. Pada dasarnya berita adalah laporan dari suatu peristiwa atau realitas. Namun gambaran realitas atas peristiwa dalam media bukanlah realitas yang sebagaimana adanya, yang diambil oleh sang wartawan dan dituangkan. Berita adalah hasil dari konstruksi yang selalu melibatkan pandangan ataupun nilai-nilai dari wartawan dan media yang bersangkutan. Bagaimana sebuah realita dijadikan berita sangat tergantung pada bagaimana ia dimaknai dan dipahami oleh wartawan. Proses pemahaman selalu melibatkan nilai-nilai tertentu sehingga mustahil berita merupakan pencerminan dari realitas (Eriyanto, 2011: 28). Proses pemaknaan realitas oleh wartawan sebagai aktor atau agen pembentuk realitas. Wartawan bukanlah pemulung yang mengambil fakta begitu saja. Dia tidak hanya melaporkan sebuah peristiwa namun mendefinisikan dan secara aktif membentuk peristiwa dalam pemahaman mereka. Realitas bukanlah sesuatu yang berada di luar, objektif, benar dan seakan-akan ada sebelum wartawan meliputnya. Ada proses konstruksi makna dalam peristiwa yang diliput sehingga menghasilkan suatu realitas baru. Laporan-laporan jurnalistik yang ada di media pada dasarnya tidak lebih dari hasil penyusunan realitas-realitas dalam bentuk cerita (Barata dalam Birowo, 2004: 168).Seperti yang dikatakan Judith Lichtenberg dalam Eriyanto (2011: 35), realitas hasil konstruksi itu selalu terbentuk melalui konsep dan kategori, tanpa kita buat, kita tidak bisa melihat dunia tanpa kategori, tanpa konsep. Artinya, kalau seorang wartawan menulis berita,ia sebetulnya membuat dan membentuk dunia, membentuk realitas.Dalam konsepsi konstruksionis, wartawan tidak mungkin membuat jarak dengan objek yang hendak dia liput. Karena ketika ia meliput suatu peristiwa dan menuliskannya, ia secara sengaja atau tidak menggunakan dimensi perseptuilnya ketika memahami masalah. Dengan begitu, realistas yang kompleks dan tidak beraturan ditulis dan dipahami, untuk semua proses itu melibatkan konsepsi, pemahaman yang mau tidak mau sukar dilepaskan dari unsur subjektif.Dalam pandangan konstruksionis, berita itu ibarat sebuah drama. Ia bukan menggambarkan realitas, melainkan potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa. Berita bukan representasi dari realitas. Berita yang kita baca pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah baku jurnalistik. Semua proses konstruksi (mulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian kata, gambar, sampai penyuntingan) memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir di hadapan khalayak (Eriyanto, 2011: 30).C. Headline Sebagai Bentuk Penonjolan dan Penekanan IsuBila satu media, apalagi sejumlah media, menaruh sebuah kasus sebagai headline, diasumsikan kasus itu memperoleh perhatian yang besar dari khalayak. Ini tentu berbeda jika, misalnya kasus tersebut dimuat di halaman dalam, bahkan pojok bawah pula. Faktanya konsumen media jarang memperbincangkan kasus yang tidak dimuat oleh media, yang boleh jadi kasus itu justru sangat penting untuk masyarakat.Memang, setiap peristiwa yang dianggap dapat menarik minat pembaca, selalu dijadikan headline atau diletakkan pada halaman muka surat kabar. Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa umumnya pembaca ketika akan membaca atau membeli sebuah surat kabar, yang pertama dilihatnya adalah headline berita pada hari itu atau berita-berita yang ada di halaman mukanya. Hal ini didukung oleh pendapat Rivers dan Mathews dalam Sobur (2009: 167) yang menyatakan bahwa sekitar 98% dari semua pembaca surat kabar membaca berita yang terdapat di halaman muka.Pembaca media saat ini terkena dengan apa yang disebut headline syndrome, yaitu dengan semakin tingginya mobilitas serta aktivitas khalayak terhadap headline. Pembaca seperti ini lebih suka menelusuri judul-judul berita ketimbang membaca berita secara keseluruhan. Menurut Assegaf pembaca surat kabar Amerika sering disebut sebagai headline reader, pembaca judul atau pembaca kepala berita. Hal ini tidak menjadi masalah jika judul-judul berita tersebut mencerminkan isi berita. Persoalannya bisa muncul jika judul berita yang ditampilkan secara sensasional (Sobur, 2009: 168).Apabila dikaitkan dengan framing, yang dilakukan oleh suatu media, headline merupakan aspek seintaksis atau cara wartawan menyusun fakta dari wacana berita dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi yang menunjukkan kecenderungan berita. Pembaca cenderung lebih mengingat headline yang dipakai dibandingkan bagian berita. Headline mempunyai fungsi framing yang kuat. Headline memengaruhi bagaimana kisah dimengerti untuk kemudian digunakan dalam membuat pengertian isu dan peristiwa sebagaimana dibeberkan oleh media. Headline dapat menunjukkan bagaimana wartawan mengkonstruksi isu. Headline sebagai berita utama, merupakan hasil konstruksi wartawan atau media, sebab bagaimana realitas itu dijadikan sebagai headline (berita utama) sangat bergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan dimaknai pada wartawan yang meliputnya. Proses pemaknaan oleh wartawan selalu melibatkan nilai-nilai tertentu sehingga mustahil berita yang dijadikan sebagai headline merupakan pencerminan realitas. Buktinya realitas yang sama bisa jadi menghasilkan berita yang berbeda, dengan porsi pemberitaan yang berbeda dan diproduksi menjadi jenis berita yang berbeda.Dalam tradisi jurnalistik di Indonesia, headline biasanya ditentukan lewat rapat redaksi yang melibatkan pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, redaktur, serta beberapa wartawan. Dalam rapat ini dikumpulkan semua berita yang masuk dan kemudian dibahas, berita mana saja yang layak dan harus dimuat. Dari rapat itu, diputuskanlah berita yang akan menjadi headline. Pada umumnya, ukuran dan pertimbangan semua media dalam memilih headline sama. Ukuran tersebut pada umumnya adalah berita yang dinilai actual, besar dan sangat penting bagi banyak orang, juga cocok untuk karakter medianya.Pemilihan judul berita memang merupakan hak prerogatif dari surat kabar yang bersangkutan. Juga terkadang merupakan gaya (style) atau ciri khas dari masing-masing surat kabar. Namun sesuai dengan prinsip jurnalistik, judul berita jangan sampai menghilangkan atau meengaburkan fakta yang sebenarnya. Dengan kata lain, jurnalis atau editor sebaiknya tidak membuat judul yang provokatif tetapi mengelabui pembaca atau cenderung mereduksi fakta demi menarik perhatian pembaca (Sobur, 2009: 168).Konsep framing Entman digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapat alokasi lebih besar dari pada isu lain. Framing memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan/dianggap oleh pembuat teks. Kata penonjolan itu sendiri dapat didefinisikan membuat informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna, atau lebih mudah diingat oleh khalayak. Informasi yang menonjol kemungkinan lebih diterima oleh khalayak, lebih terasa dan tersimpan dalam memori dibandingkan dengan yang disajikan secara biasa.Bentuk penonjolan tersebut bisa beragam; menempatkan satu aspek informasi lebih menonjol dibandingkan yang lain, lebih mencolok, melakukan pengulangan informasi yang dipandang penting atau dihubungkan dengan aspek budaya yang akrab dibenak khalayak. Dengan bentuk seperti itu, sebuah ide/gagasan/informasi lebih mudah terlihat, lebih mudah diperhatikan, diingat, dan ditafsirkan karena berhubungan dengan skema pandangan khalayak. Karena kemenonjolan adalah produk interaksi antara teks dan penerima, kehadiran frame dalam teks bisa jadi tidak seperti yang dideteksi oleh peneliti, khalayak sangat mungkin mempunyai pandangan apa yang dia pikirkan atas suatu teks dan bagaimana teks tersebut dikonstruksi dalam pikiran khalayak (Eriyanto 2011: 220)

D. Konsep FramingAnalisis framing merupakan strategi konstruksi dalam memproses berita, perangkat kognisi yang dipergunakan dalam memperoleh informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dalam rutinitas dan konvensi pembentukan berita. Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas. Menurut Gitlin, frame adalah bagian yang pasti hadir dalam praktik jurnalistik. Dengan frame, jurnalis memproses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan yang mengemasnya sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu dan disampaikan kepada khalayak. Secara luas, pendefinisian masalah ini menyertakan di dalamnya konsepsi dan skema interpretasi wartawan. Pesan, secara simbolik menyertakan sikap dan nilai. Ia hidup, membentuk, dan menginterpretasikan makna di dalamnya.Akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam literature ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media.Disiplin ilmu ini bekerja dengan didasarkan pada fakta bahwa konsep ini bisa ditemui di berbagai literature lintas ilmu sosial dan ilmu perilaku. Secara sederhana analisis bingkai mencoba untuk membangun sebuah komunikasi bahasa, visual, pelaku dan menyampaikanya kepada pihak lain atau menginterpretasikan dan mengklasifikasikan informasi baru. Melalui analisis bingkai, kita mengetahui bagaimanakah pesan diartikan sehingga dapat diinterpretasikan secara efisien dalam hubungannya dengan ide penulis.Dalam ranah komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut (Sobur, 2009: 162)Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai kemasan (package) yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan diberitakan. Menurut mereka, frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna dan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Kemasan (package) adalah gugusan ide-ide yang mengindikasikan tentangisu yang dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan dengan wacana yang terbentuk. Package adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan diterima.Package diibaratkan sebagai sebuah wadah atau strukturdata yang mengorganisir sejumlah informasi yang dapat menunjukkan posisi atau kecenderungan politik dan yang membantu komunikator untuk menjelaskan muatan-muatan dibalik suatu isu atau peristiwa.Ada dua aspek dalam framing, Pertama, memilih fakta/realitas. Proses memilih fakta ini ditujukan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (excluded). Bagian mana yang ditekankan dalam realitas, bagian mana dari realitas yang diberitakan dan bagian mana yang tidak diberitakan. Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya. Intinya, peristiwa dilihat dari sisi tertentu. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Media yang menekankan aspek tertentu, memilih fakta tertentu akan menghasilkan berita yang bisa jadi berbeda kalau media menekankan aspek atau peristiwa yang lain.Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan sebagainya. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu dan penempatan yang mencolok (menempatkan di headline depan, atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang berhubungan dengan penonjolan realitas. Pemakaian kata, kalimat atau foto itu merupakan implikasi dari memilih aspek tertentu dari realitas. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi menonjol, lebih mendapatkan alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan aspek lain. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas. Konsep framing dapat dilihat dari dua tradisi, yaitu psikologi dan sosiologi. Hal ini disebabkan karena framing banyak mendapat pengaruh dari konsep psikologi dan sosiologi. Framing dalam konsep psikologi melihat bagaimana pengaruh kognisi seseorang dalam membentuk skema tentang diri, sesuatu, dan gagasan tertentu. Selain itu framing dalam kondisi ini dilihat sebagai bentuk penempatan informasi dalam konteks yang unik, hingga elemen tertentu suatu ilmu membentuk alokasi sumber kognitif individu yang lebih besar (Sobur, 2009: 163).Dalam dimensi psikologi, framing adalah upaya atau strategi yang dilakukan wartawan dalam menekankan dan membuat pesan menjadi bermakna, mencolok dan mendapat perhatian oleh publik. Upaya membuat pesan (dalam hal ini teks berita) lebih menonjol dan mencolok ini, pada taraf awal tidak dapat dilepaskan dari aspek psikologi. Secara psikologi, orang cenderung melakukan penyederhanaan realitas dan dunia yang kompleks dalam perspektif/dimensi tertentu.Selain psikologi, konsep framing juga banyak mendapat pengaruh dari lapangan sosiologi. Garis sosiologi ini terutama ditarik dari Alfred Schutz, Erving Goffman hingga Peter L. Berger. Pada level sosiologis, frame dilihat terutama untuk menjelaskan bagaimana organisasi dari ruang berita dan pembuat berita membentuk berita secara bersama-sama. Menurut Erving Goffman secara sosiologis konsep frame analysis memelihara kelangsungan kebiasaan kita mengklasifikasi, mengorganisasi, dan menginterpretasi secara aktif pengalaman-pengalaman hidup kita untuk memahaminya. Dengan konsep yang sama Gitlin mendefinisikan frame sebagai seleksi, penegasan dan ekslusi yang ketat. Ia menghubungkan konsep tersebut dengan proses memproduksi wacana berita dengan mengatakan, Frames memungkinkan para jurnalis memproses sejumlah besar informasi secara cepat dan rutin, sekaligus mengemas informasi demi penyiaran yang efisien kepada khalayak. (Sobur, 2009: 163).Frame adalah sebuah prinsip dimana pengalaman dan realitas yang kompleks tersebut diorganisasi secara subjektif. Lewat frame itu, orang melihat realitas dengan pandangan tertentu dan melihat sebagai sesuatu yang bermakna dan beraturan. Frame media mengorganisasikan realitas kehidupan sehari-hari dan akan ditransformasikan ke dalam sebuah cerita. Analisis framing karenanya, meneliti cara-cara individu mengorganisasikan pengalamannya sehingga memungkinkan seseorang mengidentifikasi dan memahami peristiwa-peristiwa, memaknai aktivitas-aktifitas kehidupan yang tengah berjalan (Eriyanto, 2011:96)Menurut Entman, framing memiliki implikasi penting bagi komunikasi politik. Frames, menurutnya, menuntut perhatian terhadap beberapa aspek dari realitas dengan mengabaikan elemen-elemen lainnya yang memungkinkan khalayak memiliki reaksi berbeda. Dalam konteks ini, lanjut Entman, framing memainkan peran utama dalam mendesakkan kekuasaan politik, dan frame dalam teks berita sungguh merupakan kekuasaan yang tercetak, ia menunjukkan identitas para aktor atau interest yang berkompetisi untuk mendominasi teks.Konsep framing, dalam pandangan Entman, secara konsisten menawarkan sebuah cara untuk mengungkapkan the power of a communication text. Analisis framing dapat menjelaskan dengan cara yang tepat pengaruh atas kesadaran manusia yang didesak oleh transfer (atau komunikasi) informasi dari sebuah lokasi, seperti pidato, ucapan/ungakapan, news report, atau novel. Framing kata Entman, secara esensial meliputi penseleksian dan penonjolan. Membuat frame adalah menseleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman atas realitas, dan membuatnya lebih menonjol di dalam suatu teks yang dikomunikasikan sedemikian rupa sehingga mempromosikan sebuah definisi permasalahan yang khusus, interpretasi kausal, evaluasi moral, dan atau merekomendasikan penanganannya (Siahaan, 2001: 81). Framing pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir di hadapan pembaca. Apa yang kita tahu tentang realitas sosial pada dasarnya tergantung pada bagaimana kita melakukan frame atas peristiwa itu yang memberikan pemahaman dan pemaknaan tertentu atas suatu peristiwa. Framing dapat mengakibatkan suatu peristiwa yang sama dapat menghasilkan berita yang secara radikal berbeda apabila wartawan mempunyai frame yang berbeda ketika melihat peristiwa tersebut dan menuliskan pandangannya dalam berita.

E. Framing dan IdeologiProduksi berita berhubungan dengan bagaimana rutinitas terjadi dalam ruang pemberitaan, yang menentukan bagaimana wartawan didikte/dikontrol untuk memberitakan peristiwa dalam perspektif tertentu. Selain praktik organisasidan ideologi profesional tersebut, ada satu aspek lain yang sangat penting yang berhubungan dengan bagaimana peristiwa ditempatkan dalam keseluruhan produksi teks, yakni bagaimana berita itu bisa bermakna dan berarti bagi khalayak. Stuart Hall dalam Eriyanto (2011: 141) menyebut aspek ini sebagai konstruksi berita. Aspek ini berhubungan dengan bagaimana wartawan/media menampilkan peristiwa tersebut sehingga relevan bagi khalayak.Media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami bagaimana realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak. Diantara berbagai fungsi dari media dalam mendefinisikan realitas, fungsi pertama dalam ideologi adalah media sebagai mekanisme integrasi sosial. Media berfungsi menjaga nilai-nilai kelompok, dan mengontrol bagaimana nilai-nilai kelompok itu dijalankan. Sebuah teks, kata Aart van Zoest (Sobur, 2011: 60), tak pernah lepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi, sedangkan Eriyanto menempatkan ideologi sebagai konsep sentral dalam analisis wacana karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Istilah Ideologi menurut Jorge Larrain (1996) dalam Sobur (2011: 61) mempunyai dua pengertian yang bertolak belakang. Secara positif, ideologi dipersepsi sebagai suatu pandangan dunia (worldview) yang menyatakan nilai-nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka. Sedangkan secara negatif, ideologi dilihat sebagai suatu kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutarbalikkan pemahaman orang mengenai realitas sosial.Raymond Williams dalam Sobur (2011: 64) menamakan ideologi himpunan ide-ide yang muncul dari seperangkat kepentingan material tertentu atau, secara lebih luas, dari sebuah kelas atau kelompok tertentu. Sedangkan John B. Thomson dalam Sobur (2011: 64) menyatakan bahwa ideologi hanya dapat dipahami dengan tepat sebagai ideologi dominan di mana bentuk-beentuk simbolis dipakai oleh mereka yang memiliki kekuasaan untuk membangun dan melestarikan hubungan dominasi (masyarakat yang timpang). Begitulah, meskipun istilah ideologi dipergunakan dalam banyak arti, namun pada hakikatnya semua arti itu, menurut Magnis-Suseno dalam Sobur (2011: 66) dapat dikembalikan pada salah satu (atau kombinasi) dari tiga arti, yakni: 1) Ideologi sebagai kesadaran palsuSecara spontan bagi kebanyakan orang, kata ideologi mempunyai konotasi negatif, sebagai claim yang tidak wajar atau sebagai teori yang tidak berorientasi pada kebenaran, melainkan pada kepentingan pihak yang mempropagandakannya. Biasanya ideologi sekaligus dilihat sebagai sarana kelas ataupun kelompok yang berkuasa untuk melegitimasikan kekuasaannya secara tidak wajar.2) Ideologi dalam arti netralIdeologi ini kebanyakan ditemukan di negara-negara yang sangat mementingkan sebuah ideologi negara, misalnya negara-negara komunis. Arti dari ideologi netral ialah keseluruhan sistem pikir, nilai-nilai, dan sikap dasar rohani sebuah gerakan, kelompok sosial atau kebudayaan. Nilai ideologi tergantung isinya: kalau isinya baik, ideologi itu baik, kalau isinya buruk (misalnya, membenarkan kebencian), dia buruk.3) Ideologi: keyakinan yang tidak ilmiahSegala penilaian etis dan moral, anggapan-anggapan normatif, begitu pula teori-teori dan paham-paham metafisik dan keaagamaan atau filsafat sejarah, termasuk ideologi. Arti ketiga ini maunya netral, tetapi dalam penilaian Magnis Suseno, sebenarnya bernada negatif juga karena memuat sindiran bahwa ideologi-ideologi itu tidak rasional, di luar hal nalar, jadi merupakan kepercayaan dan keyakinan subjektif semata-mata, tanpa kemungkinan untuk mempertanggungjawabkannya scara objektif.Daniel Hallin membagi dunia jurnalistik ke dalam tiga bidang/peta ideologi, yaitu bidang penyimpangan (sphere of deviance), bidang kontroversi (sphere of legitimate controversy), dan bidang konsensus (sphere of consensus). Bidang-bidang ini menjelaskan bagaimana peristiwa-peristiwa dipahami dan ditempatkan oleh wartawan dalam keseluruhan peta ideologis.Apakah peristiwa dibingkai dan dimaknai sebagai wilayah penyimpangan, kontroversi, ataukah konsensus? Dalam wilayah penyimpangan, suatu peristiwa, gagasan, atau prilaku tertentu dikucilkan dan dipandang menyimpang. Ini semacam nilai yang dipahami bersama bagaimana peristiwa secara umum dipahami secara sama antara berbagai anggota komunitas. Peristiwa PKI masuk dalam wilayah penyimpangan karena dipandang sebagai sesuatu yang buruk dan tidak sesuai dengan nilai-nilai komunitas. Bidang kedua adalah wilayah kontroversi. Kalau pada bidang yang paling luar ada kesepakatan umum bahwa realitas (peristiwa, prilaku, atau gagasan) dipandang menyimpang dan buruk, dalam area ini realitas masih diperdebatkan/dipandang kontroversial. Kegiatan seksual misalnya masih diperdebatkan. Ia tidak serta merta dipandang sebagai perbuatan yang menyimpang, tetapi diperdebatkan. Sedangkan wilayah yang paling dalam adalah konsensus; menunjukkan bagaimana realitas tertentu dipahami dan disepakati secara bersama-sama sebagai realitas yang sesuai dengan nilai-nilai ideologi kelompok.Sebagai area ideologis, peta semacam ini dapat dipakai untuk menjelaskan bagaimana prilaku dan realitas yang sama bisa dijelaskan secara berbeda karena memakai kerangka yang berbeda. Masyarakat atau komunitas dengan ideologi yang berbeda akan menjelaskan dan meletakkan peristiwa yang sama tersebut ke dalam peta yang berbeda, karena ideologi yang menempatkan bagaimana nilainilai bersama yang dipahami dan diyakini secara bersama-sama dipakai untuk menjelaskan berbagai realitas yang hadir setiap hari.Peta ideologi menggambarkan bagaimana peristiwa dilihat dan diletakkan dalam tempat-tempat tertentu. Seperti yang dikatakan Mattew Kieran dalam Eriyanto (2011: 154), berita tidaklah dibentuk dalam ruang hampa. Berita diproduksi dari ideologi dominan dalam suatu wilayah kompetensi tertentu. Ideologi yang dimaksud disini tidaklah selalu harus dikaitkan dengan ide-ide besar. Ideologi juga bisa bermakna politik penandaan atau pemaknaan.F. Efek FramingFraming berkaitan dengan bagaimana realitas dibingkai dan disajikan kepada khalayak. Dari definisi yang sederhana ini saja sudah tergambar apa efek framing. Salah atu efek framing yang paling mendasar adalah realitas sosial yang kompleks, penuh dimensi dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan, dan memenuhi logika tertentu.Framing menyediakan alat bagaimana peristiwa dibentuk dan dikemas dalam kategori yang dikenal khalayak. Karena itu, framing menolong khalayak untuk memproses informasi ke dalam kategori yang dikena, kata-kata kunci dan citra tertentu. Kahalyak tidak disediakan atau disajikan informasi yang rumit, melainkan informasi yang tinggal diambil, konstektual, berarti baginya, dan dikenal dalam benaknya. Teori framing memperlihatkan seperti apa jurnalis membuat simplikasi, prioritas, dan struktur tertentu dari peristiwa. Untuk itu, framing pada fungsinya sebagai penyedia kunci untuk melihat peristiwa bagaimana dipahami oleh media dan hasilnya yang berupa konstruksi media yang telah mengalami pembingkaian.Proses pembingkaian itu dapat dicontohkan sebagai berikut: Mendefinisikan realitas tertentuMelupakan definisi lain atas realitas

Penonjolan aspek tertentuPengaburan aspek lain

Penyajian sisi tertentuPenghilangan sisi lain

Pemilihan fakta tertentuPengabaian fakta lain

Tabel 2.1. Efek Framing (Eriyanto, 2011: 167)Menonjolkan aspek tertentu dan mengaburkan aspek lain. Framing umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas. Dalam penulisan sering disebut sebagai fokus. Berita secara sadar atau tidak diarahkan pada aspek tertentu. Akibatnya, ada aspek lain yang tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Pemberitaan suatu peristiwa dari perspektif politik misalnya, mengabaikan aspek lain: ekonomi, sosial, dan sebagainya.Menampilkan Sisi Tertentu dan Melupakan Sisi Lain. Sebut misalnya pemberitaan media meengenai aksi mahasiswa. Berita misalnya, banyak menampilkan bagaimana demonstrasi akhirnya diwarnai dengan bentrokan. Berita secara panjang lebar menggambarkan proses bentrokan, mahasiswa yang nekat menembus barikade, dan akhirnya diwarnai dengan puluhan mahasiswa yang luka-luka. Dengan menampilkan sisi ini dalam berita, ada sisi lain yang dilupakan. Seolah dengan menggambarkan berita seperti itu, demonstrasi tersebut tidak ada gunanya. Mahasiswa hanya bermaksud mencari sensasi dan berusaha membuat keributan saja di tengah masyarakat.Menampilkan Aktor Tertentu dan Menyembunyikan Aktor Lainnya. Berita seringkali juga memfokuskan pemberitaan pada aktor tertentu. Ini tentu tidak salah. Tetapi efek yang segera terlihat adalah memfokuskan pada satu pihak atau aktor tertentu menyebabkan aktor lain yang mungkin relevan dan penting dalam pemberitaan menjadi tersembunyi.1) Mobilisasi MassaFraming berkaitan dengan opini publik. Karena isu tertentu ketika dikemas dengan bingkai tertentu bisa mengakibatkan pemahaman khalayak yang berbeda atas suatu isu. Misalnya, mengirim pasukan ke Timor Timur adalah upaya mempertahankan nasionalisme Indonesia. Timor Timur adalah wilayah yang sah dari Indonesia, karena itu, meski pasukan internasional telah datang tetap harus dikirim pasukan ke daerah tersebut. Terbukti kemasan tersebut berhasil menarik dukungan masyarakat dan mobilisasi massa. Framing atas isu umumnya banyak dipakai dalam literature gerakan sosial, ada strategi bagaimana supaya khalayak mempunyai pandangan yang sama atas suatu isu. Itu sering ditandai dengan menciptakan masalah masalah bersama, musuh bersama dan pahlawan bersama.

2) Menggiring Khalayak Pada Ingatan TertentuIndividu mengetahui peristiwa sosial dari pemberitaan media. Karenanya, perhatian khalayak, bagaimana orang mengkonstruksi realitas sebagian besar berasal dari apa yang diberitakan oleh media. Misalnya, khalayak menilai sosok Gus Dur, apakah Gus Dur terlibat dalam skandal Bulog dan Brunei ataukah tidak, sebagian besar di antaranya berasal dan bersumber dari media. Media adalah tempat di mana khalayak memperoleh informasi mengenai realitas politik dan sosial yang terjadi di sekitar mereka. Karena itu, bagaimana media membingkai realitas tertentu berpengaruh pada bagaimana individu menafsirkan peristiwa tersebut. Dengan kata lain, frame yang disajikan oleh media ketika memaknai realitas mempengaruhi bagaimana khalayak menafsirkan peristiwa.Apa yang menyebabkan suatu berita lebih mudah diingat orang? Pristiwa-peristiwa tertentu yang dramatis dan diabadikan, ternyata mempunyai pengaruh pada bagaimana seeorang melihat peristiwa.W. Lance Bennet dan Regina G. Lawrence (Eriyanto 2011:178) menyebut sebagai ikon berita (news icon). Apa yang khalayak tahu tentang sedikit banyak tergantung pada bagaimana dia menggambarkannya. Peristiwa dramatis dan digambarkan media dramatis pula, bahkan mempengaruhi pandangan khalayak tentang realitas.

G. Strategi Framing Model Robert N. EntmanRobert N. Entman adalah salah satu seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi isi media. Konsep mengenai framing ditulis dalam sebuah artikel untuk Journal of Political Communication dan tulisan lain yang mempraktikan konsep itu dalam suatu studi kasus pemberitaan media. Konsep framing, oleh Entman, digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjiolkan aspek tertentu dari realitas oleh media (Eriyanto 2011: 220).Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Framing dijalankan oleh media dengan menseleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana, salah satunya penempatan yang mencolok (menempatkan di headline depan atau bagian belakang).Framing menurut Entman dapat muncul dalam dua level. Pertama, konsepsi mental yang digunakan untuk memproses informasi sebagai karakteristik dari teks berita. Misalnya, frame anti-militer yang dipakai untuk melihat dan meproses informasi demonstrasi atau kerusuhan. Kedua, perangkat spesifik dari narasi berita yang dipakai untuk membangun pengertian mengenai peristiwa. Frame berita dilihat dari kata kunci, metafora, konsep, simbol, citra yang ada dalam narasi berita.Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan.Menurut Entman (Eriyanto 2011: 225) framing dalam berita dilakukan dengan empat cara, yaitu : Define Problems (pendefinisian masalah). Elemen ini merupakan master frame/bingkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda. Ketika ada demonstrasi mahasiswa dan diakhiri dengan bentrokan, bagaimana peristiwa ini dipahami. Peristiwa ini bisa dipahami sebagai anarkisme gerakan mahasiswa, bisa juga dipahami sebagai pengorbanan mahasiswa. Diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah). Elemen kedua ini merupakan elemen framing yang digunakan untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Penyebab disini bisa berarti apa (what), tetapi bisa juga berarti siapa (who). Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber masalah. Oleh sebab itu, masalah yang dipahami secara berbeda, maka penyebab masalahnya akan dipahami secara berbeda pula. Dengan kata lain, pendefinisian sumber masalah ini menjelaskan siapa yang dianggap sebagai pelaku dan siapa yang menjadi korban dalam kasus tersebut.Make moral judgement (membuat pilihan moral) Elemen framing yang dipakai untuk membenarkan/memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Setelah masalah didefinisikan dan penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak.Treatment recommendation (menekankan penyelesaian) Elemen framing yang dipakai untuk membenarkan/member argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak.

BAB IIIGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Kompas Menurut ST. Sularto dalam bukunya yang berjudul Kompas Menulis Dari Dalam, ide menerbitkan surat kabar harian Kompas berawal pada awal tahun 1965, dimana pada saat itu Letjen Ahmad Yani selaku Menteri atau Panglima TNI-AD menelpon rekannya sekabinet, Drs. Frans Seda. Yani mengusulkan agar kalangan Katolik mendirikan harian untuk mengimbangi PKI (Partai Komunis Indonesia). Frans Seda menanggapi ide itu, membicarakan dengan Ignatius Josef Kasimo (1900-1986) sesama rekannya di Partai Katolik. Frans Seda menyampaikan tawaran itu kepada dua orang professional di bidang media massa. Beliau adalah Auwjong Peng Koen atau biasa dikenal dengan nama PK Ojong dan Jakob Oetama. Pengalaman Jakob Oetama sebagai editor Mingguan Penabur dan PK Ojong sebagai pemimpin redaksi Majalah Star, termasuk pengalaman kedua tokoh ini dalam menerbitkan majalah Intisari, membuat mereka dapat melihat tantangan besar yang menghadang di depan. Kedua pendiri Harian Kompas ini menerima penawaran menerbitkan Harian Kompas dengan syarat Kompas yang diterbitkan bersifat umum, independen terhadap kepentingan politik dan partai politik.PK Ojong dan Jakob Oetama kemudian menggarap ide tersebut dan mempersiapkan penerbitan Koran. Semula nama yang dipilih adalah Bentara Rakyat, karena nama Bentara sesuai dengan orang Flores dan majalah Bentara sangat popular di sana. Sedangkan pemilihan nama Rakyat bertujuan untuk mengimbangi Harian Rakyat milik PKI, sementara rakyat bukan monopoli PKI. Penggunaan nama itu juga dimaksudkan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa pembela rakyat yang sebenarnya bukanlah PKI. Dalam keperluan dinas Frans Seda sebagai Menteri Perkebunan (1964-1966) menghadap Presiden di Istana Merdeka. Soekarno telah mendengar bahwa Seda akan menerbitkan sebuah koran lalu menyarankan nama Kompas pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan atau hutan rimba. Maka jadilah nama harian Kompas hingga saat ini, sementara nama Yayasan Bentara Rakyat sebagai penerbit harian Kompas.Para pendiri yayasan Bentara Rakyat adalah para pemimpin organisasi Katolik seperti : Partai Katolik, Wanita Katolik, Pemuda Katolik, dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia (PMKRI), dan PK Ojong, pengurus yayasan terdiri dari ketua : I.J. Kasimo, Wakil Ketua : Drs. Frans Seda , Peneliti I : F.C. Palaunsuka, Peneliti II : Jakob Oetama, dan Bendahara : PK Ojong.Dukungan dari Presiden Soekarno, bantuan pimpinan Angkatan Darat,dan berdirinya yayasan Bentara Rakyat tidak membuat Kompas terbit dengan lancar. Persyaratan terakhir untuk dapat terbit harus ada bukti 3.000 orang pelanggan yang dikeluarkan oleh Kodam Jaya, dianggap sebagai salah satu upaya menghambat terbitnya Kompas. Frans Seda, salah satu perintis Kompas, kebingungan harus mencari dimana tanda tangan sebanyak itu, sedangkan surat kabar mereka saja belum terbit. Untunglah tokoh-tokoh Katolik punya akal, mereka lari ke pulau Flores, yang mayoritas penduduknya beragama Katolik. Di Flores mereka mengumpulkan tanda tangan anggota-anggota partai, guru-guru sekolah, dan anggota Koperasi Kopra di Kabupaten Ende Lio, Sikka, dan Flores Timur. Dalam waktu singkat, mereka berhasil mengumpulkan 3000 pelanggan lengkap dengan alamat dan tanda tangan yang dikirim ke Jakarta dengan menggunakan karung. Bagian perijinan Puskodam V Jaya menyerah dan akhirnya mengeluarkan ijin terbit.Harian Kompas resmi terbit pada tanggal 28 Juni 1965 dengan motto Amanat Hati Nurani Rakyat. Harian Kompas pertama terbit empat halaman. Kompas edisi pertama memasang sebelas berita luar negeri dan tujuh berita dalam negeri di halaman pertama. Berita utama di halaman satu ketika itu berjudul KAA Ditunda Empat Bulan. Pojok Kompas di halaman bawah mulai memperkenalkan diri Mari ikat hati, mulai hari ini dengan . Mang Usil di halaman pertama, pojok kiri atas tertulis nama : Pemimpin Redaksi Drs. Jakob Oetama, Staf Redaksi : Drs. J Adisubrata, Lie Hwat Nio SH Marcel Beding, TH Susulaastuti, Tai Soe Sing, J. Lambangdjaja, Tan Tik Hong, Th Ponis Purba, Tinon Prabawa, Edward Liem.Sementara istilah tajuk rencana ketika itu belum ada, namun halaman II ada lahirnya Kompas, tajuk surat kabar ini. Di halaman II pula terdapat berita antara lain berita luar negeri dan dua berita dalam negeri. Ditambah tiga artikel, satu diantaranya menyangkut luar negeri. Di halaman ini ada kolom hiburan Senyum Simpul. Halaman III ketika itu antara lain berisi tiga artikel, satu diantaranya mengenai luar negeri. Ada pula alasan mengenai penyakit ayan dari dr.Kompas. sedangkan halaman IV antara lain berita dan artikel luar negeri dua dan satu dalam negeri. Di halaman ini hanya tercatat dua berita olahraga, satu diantaranya mengenai Persiapan Team PSSI ke PyongyangKantor redaksi Kompas pertama masih menumpang di kantor redaksi majalah Intisari yang menempati salah satu ruang di kantor percetakan PT. Kinta, jalan Pintu Besar Selatan 86-88, Jakarta Kota. Kompas memang tak memiliki modal saat terbit. Malah, semua peralatan yang digunakan sepertik mesin ketik, kertas, semuanya adalah milik majalah Intisari. Karena percetakan jauh dari tempat ini jika malam redaksi beralamat di kantor redaksi majalah Penabur, jalan Keramat 45 agar dekat dengan percetakan Eka Grafika. Harga langganan Rp. 500,- per bulan termasuk ongkos kirim, sementara harga eceran Rp. 25,- /eksemplar. Tarif iklan Rp. 15,- per mm/kolom.Sejak awal terbit Harian Kompas sering mengalami keterlambatan beredar di masyarakat. Bahkan di beberapa kota, edisi hari ini baru dapat diterima keesokan harinya. Banyaknya kendala dalam hal cetak-mencetak ini, sub-judul Kompas Harian Pagi Untuk Umum diubah menjadi Harian Untuk Umum. Keterlambatan Harian Kompas mulai berkurang sejak 6 Oktober 1965, setelah Kompas dicetak di PT. Kinta dan lebih pagi setelah dicetak di percetakan milik sendiri di Palmerah Selatan tahun 1972.Kedua perintis Kompas setiap saat terjun langsung ke bawah. Mereka berusaha agar dari hari ke hari mutu Kompas mengalami kemajuan. Karena itu, setelah sebulan di cetak di Eka Grafika, harian ini kemudian di cetak di percetakan Masa Merdeka, Jalan Sangaji, Jakarta. Percetakan ini memang lebih baik. Meskipun sistem settingnya masih cetak timbul, namun percetakannya sendiri sudah menggunakan mesin rotasi. Karena itu, daya cetaknya lebih cepat. Dan memang, semenjak itu oplah Kompas naik dari semula 4.800 di masa Eka Grafika, menjadi 8.003 eksemplar. Pada tanggal 26 Juni 1969 oplah Kompas telah meningkat menjadi 63.747 eksemplar.Meningkatnya jumlah oplah, berarti kepercayaan masyarakat terhadap Kompas semakin besar. Dan itu sangat penting bagi kemajuan sebuah perusahaan pers. Pelonjakan oplah itu juga sangat mempengaruhi penghasilan (keuntungan perusahaan). Tapi adanya pningkatan oplah itu ternyata tak sepenuhnya membuat pengelola harian ini menjadi lega karena masih menumpang cetak pada percetakan perusahaan lain. Selama belum memiliki percetakannya sendiri, koran akan tetap tergantung dari orang lain. Percetakan sangat vital bagi kelangsungan hidup koran.Kompas pun akhirnya menyadari hal itu,dan karena itu berkeinginan memiliki percetakan sendiri. Barulah pada 1972, Kompas akhirnya memiliki percetakan sendiri yang diberi nama PT. Gramedia. Sejak memiliki percetakan sendiri, kualitas cetak Kompas terus meningkat. Jumlah oplah pun terus meningkat karena semakin banyak pembaca yang member kepercayaan kepada penyajian berita Kompas.Peningkatan lain dialami Kompas adalah pada 1966 saat P. Swantoro memperkuat barisan redaksi. Sejak itu, barisan redaksi makin diperbesar dengan banyaknya wartawan baru yang bergabung. Isi harian ini makin bervariasi dan mantap. Untuk lebih memantapkan penyebaran data audit ini di luar negeri, sejak Desember 1978, Kompas masuk menjadi anggota Audit Bureau of Circulation, Sydney, Australia, suatu badan internasional yang dibentuk bersama oleh para penerbit, pemasang iklan, dan biri-biro iklan.fungsi badan ini adalah mencatat dan menyiarkan angka-angka sirkulasi yang benar dan terpercaya dari para anggotanya.Kompas juga telah membentuk biro-biro liputan daerah yang tersebar di 22 kota besar di Indonesia dan satu di luar negeri, yaitu : Banda Aceh, Medan, Batam, Bandar Lampung, Bekasi, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Cirebon, Semarang, Solo, Purwokerto, Surabaya, Jember, Kudus, Pontianak, Pekanbaru, Banjarmasin, Makassar, Kendari, Jayapura dan Australia.

B. Visi dan Misi KompasBerdasarkan buku Kompas Menulis Dari Dalam, Sularto menyebutkan visi, misi dan motto dari Harian Kompas. Motto yang dianut adalah Amanat Hati Nurani Rakyat dibawah logo Kompas, menggambarkan visi dan misi bagi disuarakannya hati nurani rakyat. Kompas ingin berkembang sebagai institusi pers yang mengedepankan keterbukaan, meninggalkan pengotakan latar belakang, suku, agama, ras dan golongan. Kompas ingin berkembang menjadi Indonesia Mini, karena Harian Kompas sendiri adalah lembaga yang terbuka, kolektif ingin ikut serta dalam upaya mencerdaskan bangsa. Kompas ingin menempatkan kemanusiaan sebagai nilai tertinggi, mengarahkan fokus perhatian dan tujuan pada tujuan dan nilai-nilai yang traseden atau mengatasi kepentingan kelompok. Rumusan bakunya adalah humanisme transcendental. Kata Hati, Mata Hati, pepatah yang ditemukan, menegaskan semangat empathy dan compassion Kompas.1) Visi KompasMenjadi Institusi Yang Memberikan Pencerahan Bagi Pengembangan Mayarakat Indonesia Yang Demokratis Dan Bermartabat Serta Menjunjung Tinggi Asas Dan Nilai Kemanusiaan. Dalam kiprahnya di industri pers Visi Kompas berpartisipasi membangun masyarakat Indonesia baru berdasarkan Pancasila melalui prinsip humanisme transcendental (persatuan dalam perbedaan) dengan menghormati individu dan masyarakat adil dan makmur.2) Misi KompasMengantisipasi Dan Merespon Dinamika Masyarakat Secara Profesional, Sekaligus Memberi Arah Perubahan (Trend Setter) Dengan Menyediakan Dan Menyebarluaskan Informasi Terpercaya. Menurut Sularto, visi dan misi yang dirumuskanpada tahun 2000 tersebut disatukan pada akhir tahun 2006. Dimana kemudian visi dan misi yang dianut Kompas adalah sebagai berikut : Menjadi Agen Perubahan Dalam Membangun Komunitas Indonesia Yang Lebih Harmonis, Toleran, Aman dan Sejahtera Dengan Mempertahankan Kompas Sebagai Market Leader Secara Nasional Melalui Optimalisasi Sumber Daya Serta Sinergi Bersama Mitra StrategisKompas berperan serta ikut mencerdaskan bangsa, menjadi nomor satu dalam semua usaha diantara usaha-usaha lain yang sejenis dalam kelas yang sama. Hal tersebut dicapai melalui etika usaha bersih dengan melakukan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan lain. Hal ini dijabarkan dalam lima sasaran operasional : a. Kompas memberikan informasi yang berkualitas dengan ciri : cepat, cermat, utuh, dan selalu mengandung makna.b. Kompas memiliki bobot jurnalistik yang tinggi dan terus dikembangkan untuk mewujudkan aspirasi dan selera terhormat yang dicerminkan dalam gaya kompak komunikatif dan kaya nuansa kehidupan dan kemanusiaan.c. Kualitas informasi dan bobot jurnalistik dicapai melalui upaya intelektual yang penuh empati dengan pendekatan rasional, memahami jalan pikiran dan argumentasi pihak lain, selalu berusaha mendudukan persoalan dengan penuh pertimbangan tetapi kritis dan teguh pada prinsip.d. Berusaha menyebarkan informasi seluas-luasnya dengan meningkatkan tiras. e. Untuk dapat merealisasikan visi dan misi Kompas harus emmperoloeh keuntungan dari usaha. Namun keuntungan yang dicari bukan sekedar demi keuntungan itu sendiri tetapi menunjang kehidupan layak bagi karyawan dan pengembangan usaha sehingga mampu melaksanakan tanggung jawab sosialnya sebagai perusahaan.Nilai-nilai Dasar KompasSeluruh kegiatan dan keputusan harus berdasarkan dan mengikuti nilai-nilai sebagai berikut :1. Menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat dan martabatnya.2. Mengutamakan watak baik.3. Profesionalisme4. Semangat kerja tim5. Berorientasi pada keputusan konsumen (pembaca, mitra iklan, mitra kerja-penerima proses selanjutnya)6. Tanggung jawab sosial7. Selanjutnya bertingkah laku mengikuti nilai-nilai tersebut, dengan begitu akan memberikan jasa memuaskan bagi pelanggan.

C. Struktur Organisasi KompasPT. Kompas Media Nusantara adalah lembaga media massa yang pemimpin tertingginya dijabat oleh seorang Pemimpin Umum: Jakob Oetama. Pemimpin Umum dibantu oleh Wakil Pemimpin Umum bidang Non bisnis: ST. Sularto dan Wakil Pemimpin Umum bidang bisnis: Agung Adiprasetyo Lalu ada Pemimpin Redaksi yang bertanggungjawab terhadap bidang bisnis: Rikard Bagun. Wakil Pimpinan Redaksi: Trias Kuncahyono, Taufik H, Mihardja, Redaktur Senior: Ninok Leksono. Redaktur Pelaksana: Budiman Tanuredjo. Wakil Redaktur Pelaksana: Andi Suruji, James Luhulima. Sekretaris: Retno Bintarti, M. Natsir.

Gambar 2. Struktur Organisasi Redaksi Harian Kompas

Pemimpin Umum WakilPemimpin RedaksiWakil Pemimpin RedaksiPemimpinSirkulasiIklanPemimpinSirkulasi Sek. Redaksi Badan Penelitian & Pengembangan Perpustakaan &DokumentasiTim PenulisHal OpiniHal OpiniRedaksi Pelaksana Sekretaris Waredpel III Waredpel II Waredpel I Bid. Polkam Red. Feature Metropolitan Red. Daerah Hukum & Kriminalitas Olahraga Red. Fotografi Red. KompasMinggu Luar Negeri Ekonomi Pendidikan & Kebudayaan IPTEK Red/ Wakil Bid. Produksi Penyutingan Tata Wajah

Profil Harian Kompas

Nama Surat Kabar: KompasSejak Tanggal: 28 Juni 1965Alamat Redaksi: Jl. Palmerah Selatan 26-28, Jakarta 10270Telepon: Redaksi (021) 5347710 Iklan (021) 53679909 Sirkulasi (021) 53679599Fax: (021) 5486085/5483581Email: [email protected]: www.kompas.comFormat: KoranPeriode terbit: HarianPenerbit: PT. Kompas Media NusantaraPercetakan: PT. Gramedia

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil PenelitianPembentukan suatu berita dalam media massa pada dasarnya adalah penyusunan realitas-realitas terhadap suatu peristiwa sehingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian, seluruh isi media adalah realitas yang dikonstruksikan (constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna (Hamad, 2004:10). Salah satu peristiwa yang dikonstruksikan melalui pemberitaan di media massa adalah kasus Freeport. Aksi mogok dan peristiwa penembakan yang terjadi di areal PT Freeport Indonesia merupakan salah satu peristiwa yang sempat meresahkan masyarakat Papua. Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud melihat bagaimana media dalam hal ini Kompas membingkai pemberitaan mengenai peristiw