Analisis Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan

13
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan suatu petunjuk yang sangat penting dalam menilai keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan, dimana material yang memiliki ukuran seragam lebih diharapkan daripada material yang banyak berukuran bongkah. Tingkat fragmentasi yang kecil akan menambah produktivitas, mengurangi keausan dan kerusakan peralatan sehingga menurunkan biaya pemuatan, pengangkutan dan proses berikutnya, dalam beberapa pekerjaan juga akan mengurangi secondary blasting. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap fragmentasi hasil peledakan adalah : 1. Karakteristik Massa Batuan Pada suatu proses peledakan densitas dan kekuatan (strength) dari batuan mempunyai hubungan yang cukup erat. Secara umum batuan yang mempunyai densitas yang rendah dapat lebih mudah dihancurkan dengan faktor energi yang lebih rendah, sedangkan batuan yang mempunyai densitas yang lebih tinggi memerlukan energi yang lebih tinggi untuk mendapatkan hasil fragmentasi yang memuaskan. Pada massa batuan yang mempunyai densitas yang tinggi, ada beberapa cara untuk memastikan energi peledakan yang sedang berlangsung cukup untuk menghancurkan batuan : a. Menambah diameter lubang ledak, agar tekanan yang terjadi pada lubang ledak dapat ditingkatkan dengan adanya penambahan ANFO. b. Mengubah geometri peledakan dan rangkaian pola penyalaan. c. Memilih material stemming yang cocok, agar energi peledakan dapat terdistribusi pada massa batuan secara sempurna. Mudstone dengan densitas rata-rata 2,05 gr/cm 3 secara teori akan memberikan ukuran boulder yang lebih kecil dibandingkan dengan sandstone yang mempunyai densitas 2,33 gr/cm 3 .

description

ta

Transcript of Analisis Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT

FRAGMENTASI

Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan suatu petunjuk yang

sangat penting dalam menilai keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan, dimana

material yang memiliki ukuran seragam lebih diharapkan daripada material yang

banyak berukuran bongkah. Tingkat fragmentasi yang kecil akan menambah

produktivitas, mengurangi keausan dan kerusakan peralatan sehingga menurunkan

biaya pemuatan, pengangkutan dan proses berikutnya, dalam beberapa pekerjaan

juga akan mengurangi secondary blasting. Beberapa faktor yang berpengaruh

terhadap fragmentasi hasil peledakan adalah :

1. Karakteristik Massa Batuan

Pada suatu proses peledakan densitas dan kekuatan (strength) dari batuan

mempunyai hubungan yang cukup erat. Secara umum batuan yang mempunyai

densitas yang rendah dapat lebih mudah dihancurkan dengan faktor energi yang

lebih rendah, sedangkan batuan yang mempunyai densitas yang lebih tinggi

memerlukan energi yang lebih tinggi untuk mendapatkan hasil fragmentasi yang

memuaskan.

Pada massa batuan yang mempunyai densitas yang tinggi, ada beberapa

cara untuk memastikan energi peledakan yang sedang berlangsung cukup untuk

menghancurkan batuan :

a. Menambah diameter lubang ledak, agar tekanan yang terjadi pada lubang

ledak dapat ditingkatkan dengan adanya penambahan ANFO.

b. Mengubah geometri peledakan dan rangkaian pola penyalaan.

c. Memilih material stemming yang cocok, agar energi peledakan dapat

terdistribusi pada massa batuan secara sempurna.

Mudstone dengan densitas rata-rata 2,05 gr/cm3 secara teori akan memberikan

ukuran boulder yang lebih kecil dibandingkan dengan sandstone yang

mempunyai densitas 2,33 gr/cm3.

1.1. Kekuatan Batuan

Kuat tekan dan kuat tarik merupakan parameter awal untuk menentukan

suatu proses peledakan. Semakin tinggi harga dari kuat tekan dan kuat tarik dari

batuan, maka batuan tersebut akan semakin susah untuk dihancurkan.

Mudstone yang terdapat di daerah penelitian mempunyai kuat tekan rata-

rata 18,17 MPa dan kuat tarik rata-rata 1,92 MPa lebih mudah dihancurkan

daripada sandstone dengan kuat tekan rata-rata 20,4 MPa dan kuat tarik rata-rata

2,13 MPa. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa harga kuat tarik lebih rendah

dari kuat tekan, oleh karena itu retakan-retakan yang terjadi pada massa batuan

akibat proses peledakan yang sedang berlangsung lebih banyak disebabkan oleh

tegangan tarik yang dihasilkan dari proses peledakan yang bersangkutan.

2. Stuktur geologi Batuan

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam merencanakan suatu

operasi peledakan adalah struktur geologi. Adanya ketidakmenerusan dalam sifat

batuan akan mempengaruhi perambatan gelombang energi dalam batuan. Jika

perambatan energi melalui bidang perlapisan, maka sebagian gelombang akan

dipantulkan dan sebagian lagi akan dibiaskan dan diteruskan, karena adanya

sebagian gelombang yang dipantulkan maka kekuatan energi peledakan akan

berkurang.

Kekar atau joint merupakan suatu rekahan pada batuan yang tidak

mengalami pergeseran pada bidang rekahannya didalam massa batuan yang

memiliki sifat ketidakmenerusan (discontinuities) yang juga merupakan bidang

lemah. Jika batuan yang diledakkan terdapat banyak kekar, maka hasil

peledakannya akan membentuk blok-blok dengan mengikuti arah kekar-kekar

yang ada maka dapat dipastikan fragmentasi batuan yang dihasilkan menjadi

tidak seragam. Untuk mengatasi hal tersebut maka arah peledakan harus

disesuaikan dengan arah dan kemiringan umum dari kekar tersebut. Disamping

itu bidang bebas yang terbentuk juga cenderung mengikuti arah kekar tersebut,

oleh sebab itu arah bidang bebas dari jenjang perlu disesuaikan dengan arah kekar

yang ada.

Berdasarkan hasil analisis kekar dengan menggunakan program Dips

versi 5.0 diperoleh arah dan kemiringan umum kekar yaitu kekar mayor N

272°E/64° dan kekar minor N 150°E/76°. Menurut R.L. Ash (1967) untuk

menyesuaikan arah peledakan dengan arah kekar yang ada, bidang bebas diambil

sejajar dengan perpotongan kedua kekar dan menentukan arah peledakan kearah

sudut tumpul dari perpotongan kedua kekar tersebut, sehingga didapatkan arah

peledakan untuk optimalisasi fragmentasi yaitu N 31°E dan N 211°E.

3. Air Tanah

Kondisi air tanah sangat mempengaruhi proses peledakan, adanya air

menyebabkan bahan peledak harus mengubah air disekitarnya menjadi uap air

selama proses detonasi. Jika kandungan air tanah pada suatu daerah blok

peledakan sangat tinggi, bahan peledak (ANFO) kemungkinan tidak akan

meledak atau rusak dan akan terjadi misfire. Untuk mengatasi hal ini bahan

peledak perlu dibungkus dengan bahan yang tahan air sebelum dimasukkan ke

lubang ledak atau jika lubang ledak sudah terisi air maka air dikeluarkan dengan

udara bertekanan tinggi dari kompresor.

Selain dengan membungkus bahan peledak ANFO dengan kantong

plastik, masalah air dalam lubang ledak juga dapat diatasi dengan mengganti

bahan peledak ANFO dengan HANFO (heavy ANFO) yaitu campuran antara

ANFO dengan emulsi dengan perbandingan tertentu.

4. Kemiringan lubang ledak

Kemiringan lubang ledak secara teoritis ada dua, yaitu lubang ledak tegak

dan lubang ledak miring. Rancangan peledakan yang menerapkan lubang ledak

tegak, maka gelombang tekan yang dipantulkan oleh bidang bebas lebih sempit,

sehingga kehilangan gelombang tekan akan cukup besar pada lantai jenjang

bagian bawah, hal ini dapat menyebabkan timbulnya tonjolan pada lantai jenjang.

Sedangkan pada peledakan dengan lubang ledak miring akan membentuk bidang

bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan dan

kehilangan gelombang tekan pada lantai jenjang menjadi lebih kecil (Gambar

1.1).

Gambar 1.1Pemboran dengan lubang ledak tegak dan lubang ledak miring 11)

5. Pola pemboran

Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan pemboran dengan

menempatkan lubang-lubang bor secara sistematis. Berdasarkan letak lubang bor

maka pola pemboran pada umumnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu pola

pemboran sejajar (paralel pattern) dan pola pemboran selang-seling (staggered

pattern). Pola pemboran sejajar adalah pola dengan penempatan lubang bor yang

saling sejajar pada setiap kolomnya, sedangkan pola pemboran selang-seling

adalah pola dengan penempatan lubang bor secara selang-seling pada setiap

kolomnya (Gambar 1.2).

Pola pemboran sejajar merupakan pola yang lebih mudah diterapkan

dilapangan, tetapi perolehan fragmentasi batuannya kurang seragam, sedangkan

pola pemboran selang-seling lebih sulit penanganannya di lapangan namun

fragmentasi batuannya lebih baik dan seragam, hal ini disebabkan karena

distribusi energi peledakan yang dihasilkan lebih optimal bekerja dalam batuan.

(Gambar 1.3)

Gambar 1.2Pola pemboran

Bidang Bebas

Area tidak terkena energi peledakan

Area tidak terkena energi peledakan

PARALEL PATTERN

STAGGERED PATTERN

Area pengaruh energi peledakan

Lubang ledak

Lubang ledak

Bidang Bebas

Area pengaruh energi peledakan

Bidang bebas

B

SPola pemboran sejajar (paralel).

S = SpasiB = Burden

Bidang bebas

B

S Pola pemboran selang-seling (staggered).

S = SpasiB = Burden

B

Gambar 1.3Pengaruh energi ledakan pada pola pemboran

6. Geometri peledakan

Geometri peledakan merupakan suatu rancangan yang diterapkan pada suatu

peledakan yang meliputi burden, spasi, stemming, subdrilling, powder charge, tinggi

jenjang dan kedalaman lubang ledak.

Perhitungan geometri peledakan berdasarkan rumusan C. J. Konya yang

didasarkan atas perbedaan berat jenis batuan (SG) yaitu berat jenis rata-rata, berat

jenis minimum dan berat jenis maksimum sehingga akan didapat tiga rancangan

geometri yang dapat diterapakan sesuai dengan kondisi lapangan. Ketiga rancangan

geometri tersebut dapat ditabulasikan pada Tabel 1.1, dengan bentuk rancangannya

pada Gambar 1.2.

Tabel 1.1Perbedaan geometri peledakan berdasarkan berat jenis batuan

Geometri Peledakan B S T J H PC

berat jenis batuan rata-rata 6,3 7 4,4 1,9 13,9 9,5

berat jenis batuan minimal 6,7 7,4 4,7 2 14 9,3

berat jenis batuan maksimal 5,9 6,7 4,1 1,8 13,8 9,7

Gambar 1.4Geometri peledakan yang didasari aturan C.J. Konya

1) Ratio spasi terhadap burden

Ratio spasi terhadap burden juga mempengaruhi tingkat fragmentasi hasil

peledakan. Burden dan spasi berkaitan dengan diameter lubang bor, kedalaman, jenis

batuan dan panjang kolom isian. Spasi lubang ledak yang lebih kecil dari burden

cenderung menyebabkan splitting prematur antar lubang ledak. Hal ini menyebabkan

lepasnya gas ledakan secara prematur ke udara. Hilangnya energi pengangkatan

mengurangi proses pemecahan dan menghasilkan slab batuan berukuran besar.

Bagian muka lereng antar lubang ledak tetap utuh dan akan menyebabkan kesulitan

dalam penggalian dan toe tak terbongkar. Besarnya ratio spasi terhadap burden

(Ks) =1 – 2. Burden yang berlebihan menyebabkan :

• Fragmentasi menjadi lebih kasar, produktifitas yang lebih rendah

• Terjadi overbreak, getaran tanah dan menambah kestabilan dinding.

2) Stemming

Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang ledak, yang

letaknya di atas kolom isian bahan peledak.

Stemming akan menambah fragmentasi dan perpindahan batuan dengan

mengurangi keluarnya gas ledakan bertekanan tinggi ke udara bebas. Fungsi

stemming adalah agar terjadi keseimbangan tekanan dan mengurung gas-gas hasil

ledakan sehingga dapat menekan batuan dengan energi yang maksimal. Disamping

itu stemming juga berfungsi untuk mencegah agar tidak terjadi batuan terbang

(flyrock) dan ledakan tekanan udara (airblast) saat peledakan.

a. Jenis stemming

Material berbutir, kering merupakan stemming terbaik karena mereka

mempunyai resistensi inersial dan resistensi friksi tinggi untuk menahan. Panjang

stemming dapat dikurangi jika digunakan stemming yang efektif akan menghasilkan

distribusi bahan peledak dan memperbaiki fragmentasi.

Ukuran butir stemming 10 – 15% dari diameter lubang ledak merupakan

material stemming yang paling efektif . Material stemming yang saling mengunci

akan memberikan drajat pengurungan gas hasil ledakan yang lebih baik daripada

material dengan ukuran halus.

b. Panjang stemming

Stemming yang tidak memadai menambah hancurnya batuan di bagian atas,

tetapi mengurangi fragmentasi secara keseluruhan dan perpindahan karena gas keluar

ke udara bebas lebih cepat dan mudah. Disamping itu juga menimbulkan batu

terbang (fly rock), overbreak pada permukaan dan ledakan udara (air blast). besarnya

ratio stemming (Kt) = 0,5 - 1

7. Priming (penyalaan awal)

Hal yang penting mengenai penyalaan awal adalah letak primer dalam kolom

bahan peledak. Umumnya primer pada atau dekat level (bootom priming). Bootom

priming mempunyai keuntungan :

• Memperbaiki fragmentasi

• Mengurangi masalah toe, lantai lebih baik, muka yang lebih bersih

• Mengurangi suara, ledakan udara, batu terbang dan overbreak pada

permukaan

• Lebih sedikit terjadi cut off dan gagal ledak.

8. Pola penyalaan

Urutan dimana lubang ledak dinyalakan dan interval waktu antar detonasi

berikutnya mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja peledakan secara

keseluruhan (lihat Gambar 1.5). Kinerja peledakan produksi hanya dapat

dioptimalkan bila isian diledakkan dalam suatu urutan yang terkendali pada selang

yang sesuai. Alokasi waktu tunda yang optimum untuk suatu peledakan bergantung

pada beberapa faktor dianyaranya :

• Sifat massa batuan (rock mass properties)

• Geometri peledakan

• Diameter, kemiringan dan panjang lubang ledak

• Karakteristik bahan peledak

• Sistem inisiasi

• Jenis dan lokasi primer

• Batasan lingkungan

• Hasil yang diinginkan

Gambar 3.11Pengaruh waktu tunda

Rancangan peledakan yang akan diterapkan adalah metode non elektrik

(NONEL) sedangkan pola peledakan yang akan diterapkan adalah pola peledakan

beruntun perlubang dengan menggunakan NONEL surface delay dan inhole delay.

Untuk surface delay bervariasi antara 17 ms, 25 ms, 42 ms dan 65 ms sedangkan

inhole delay menggunakan 500 ms tiap lubang ledak.

Penggunaan NONEL down hole delay 500 ms dimaksudkan untuk

meningkatkan faktor keamanan terhadap terjadinya cut-off yaitu kondisi adanya

sejumlah bagian kolom bahan peledak yang gagal meledak karena terjadinya

ketidakmenerusan kolom bahan peledak. Ketidakmenerusan tersebut dapat

disebabkan karena terjadinya rongga saat pengisian atau karena adanya material lain

yang masuk ke kolom bahan peledak. NONEL Surface delay terdiri dari waktu tunda

pada control row dan echelon row. Waktu tunda pada echelon row adalah waktu

tunda peledakan antar lubang dalam satu baris sedangkan pada control row adalah

waktu tunda peledakan antar baris. Waktu tunda 17 atau 25 ms digunakan untuk

penundaan antar lubang ledak dalam satu baris sedangkan waktu tunda 42 ms atau

65 ms digunakan untuk penundaan antar baris. Pemakaian waktu tunda antar baris

yang besar dimaksudkan untuk memberikan waktu yang cukup untuk proses

peledakan pada baris sebelumnya sehingga akan terbentuk bidang bebas bagi

peledakan baris berikutnya.

9. Penggunaan bahan peledak (Powder factor)

Besarnya powder factor berkaitan dengan diameter lubang ledak yang

diguanakan. Berdasarkan hasil perhitungan, untuk rancangan geometri peledakan

yang dihitung dengan rumusan Konya didapatkan nilai powder factor berkisar antara

0,23 kg/m3 sampai 0,38 kg/m3, secara teori akan menghasilkan prosentase bongkah

kurang dari 15%. semakin tinggi powder factor yang digunakan maka bongkah yang

dihasilkan semakin rendah.

10. Bidang bebas

Perpindahan kedepan material yang diledakkan dapat terjadi dengan mudah

jika mempunyai bidang bebas yang cukup. Pergerakan massa batuan adalah perlu

untuk memungkinkan terjadinya propagasi retakan. Dengan bertambahnya

pergerakan ini akan membantu propagasi retakan dan memperbaiki fragmentasi.

Dalam rangka mengetahui kisaran nilai powder factor yang sesuai maka

dilakukan analisis pengaruh jumlah bahan peledak yang digunakan terhadap

prosentase bongkah yang dihasilkan pada rancangan geometri peledakan ini. Analis

ini dilakukan dengan menggunakan model Kuzram berdasarkan perubahan isian

bahan peledak (powder charge) hingga mendapatkan kisaran powder factor yang

sesuai.

Tabel 1.2Pengaruh besarnya powder factor terhadap prosentase bongkah untukRancangan geometri peledakan berdasarkan densitas batuan rata-rata

Powder charge (m)

Powder factor (kg/m3)

Prosentase bongkah (%)

9,5 0,48 0,29,0 0,45 0,58,5 0,43 1,18,0 0,40 2,27,5 0,38 3,87,0 0,35 6,16,5 0,33 8,06,0 0,30 11,55,5 0,28 14,85,0 0,25 20,7

R2 = 0,9021

0

5

10

15

20

25

0,24 0,26 0,28 0,30 0,32 0,34 0,36 0,38 0,40 0,42 0,44 0,46 0,48

Powder factor (kg/m3)

Pro

sen

tase

Bo

ng

kah

(%

)

Gambar 1.5Kurva pengaruh besarnya powder factor terhadap prosentase bongkah untuk

rancangan geometri peledakan berdasarkan densitas batuan rata-rata

Pada gambar diatas untuk kisaran powder factor 0,27 – 0,38 kg/m3 dengan

powder charge antara 5,5 – 7,5 m dan volume batuan yang terbongkar 529 m3 akan

menghasilkan prosentase bongkah sebesar 3,8% sampai 14,8%.

Tabel 1.2Pengaruh burden dan spasi Terhadap prosentase bongkah

Prosentase Bongkah PCB = 6,3 B = 6,5 B = 7 B = 7,5 B = 8 B = 8,5 B = 9 B = 9,5 B = 10

S = 7,0 3,8 4,5 6,6 8,8 11,1 13,5 15,8 18,1 20,3S = 7,5 4,3 5,1 7,4 9,7 12,2 14,7 17,1 19,4 21,7S = 8,0 4,9 5,8 8,2 10,7 13,3 15,8 18,3 20,7 23,0S = 8,5 5,5 6,4 9,0 11,7 14,4 17,0 19,6 22,0 24,3S = 9,0 6,1 7,1 9,8 12,6 15,4 18,2 20,8 23,3 25,6S = 9,5 6,8 7,8 10,7 13,6 16,5 19,3 22,0 24,5 26,8S = 10,0 7,4 8,6 11,6 14,5 17,6 20,5 23,2 25,7 28,1S = 10,5 8,1 9,3 12,5 15,6 18,7 21,6 24,4 26,9 29,3S = 11,0 8,8 10,1 13,4 16,6 19,8 22,8 25,5 28,1 30,4

Pengaruh Burden dan Spasi Terhadap Prosentase Bongkah Dengan PC 7,5 m

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 9,5 10,0 10,5 11,0

Spasi (m)

Pro

sen

tase

Bo

ng

kah

(%

)

B = 6,3 B = 6,5 B = 7 B = 7,5 B = 8

B = 8,5 B = 9 B = 9,5 B = 10

Gambar 1.6Kurva pengaruh burden dan spasi terhadap prosentase bongkah dengan PC 7,5 m

Dari analisis Kuzram diperoleh nilai kisaran atau range burden, spasi dan

powder factor untuk tiap powder charge (PC) yang dapat ditabulasikan sebagai

berikut :

Tabel 1.3Range burden, spasi dan powder factor pada powder charge 6,0 m – 7,5 m

Range burden (m) Range spasi (m) Range Pf (kg/m3)PC 6,0 m 6,3 - 6,5 7,0 - 7,5 0,27 - 0,30PC 6,5 m 6,0 - 7,0 7,0 - 8,0 0,26 - 0,33PC 7,0 m 6,3 - 7,5 7,0 - 8,5 0,24 - 0,35PC 7,5 m 6,3 - 7,5 7,0 - 9,5 0,23 - 0,38