Analisis Faktor Yang Berhubungan

10
ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN TB PARU PADA FASE INTENSIF DI RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI Budiman, Novie E. Mauliku, Dewi Anggraeni STIKES A. Yani Cimahi ABSTRAK Ketidakpatuhan penderita TB dalam minum obat menyebabkan angka kesembuhan penderita rendah, angka kematian tinggi dan kekambuhan meningkat serta yang lebih fatal adalah terjadinya resisten kuman terhadap beberapa obat anti tuberkulosis atau multi drug resistence, sehingga penyakit TB paru sangat sulit disembuhkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat dengan kejadian tuberkulosis paru pada fase intensif di Rumah Sakit Umum Cibabat Cimahi.Rancangan penelitian yang digunakan adalah analisis faktor.Sampel yang terlibat sebanyak 67 orang responden yang patuh minum obat TB paru. Sampel dipilih dengan tehnik total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara dengan alat bantu berupa kuesioner. Analisis data melalui dua tahapan, yaitu analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan analisis faktor untuk mengetahui hubungan (intterrelationship) antar variabel independen. Analisis faktor dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu penetapan subjek, pembentukan matrik korelasi, ekstraksi faktor, rotasi faktor dan pemberian nama faktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur mempunyai korelasi (hubungan) yang sangat kuat (r=0,76), pendidikan mempunyai korelasi yang kuat (r=0,65), penghasilan mempunyai korelasi yang kuat (r=0,72), sikap pasien mempunyai korelasi yang kuat (r=0,56) sedangkan peran Pengawas Menelan Obat (PMO) mempunyai korelasi yang sedang (r=0,34) terhadap kepatuhan minum obat TB paru. Dari proses analisis faktor tersebut terdapat dua faktor terbentuk yaitu faktor karakteristik responden (predisposisi) yang terdiri dari umur, pendidikan, penghasilan dan pengetahuan dan faktor pendorong ( reinforcing) yaitu sikap. Disarankan kepada keluarga penderita TB paru dan petugas kesehatan yang ada di RSU Cibabat Cimahi agar lebih ditingkatkan lagi dalam mengawasi serta memberikan perhatian lebih kepada penderita TB paru agar mau meminum obat TB paru sampai tuntas agar pasien TB paru memperoleh kesembuhan dari penyakit TB paru secara optimal. Kata Kunci : TB paru, Kepatuhan minum obat ABSTRACT Disobedience of TB victims in taking medicine causes number of their recovery low, high death rate and suffer increase and more fatal was bacteria resistence over anti TB medicine or multy drug resistance, therefore, TB disease is hard to be cured. The objective of this research is to analyze factors interrelated with medicine intake with tuberculosis case in intensive phase at Cibabat General hospital Cimahi. Research design used was factor analysis. Samples involved numbered for 67 respondents who were obedient in taking TB medicine. Samples were chosen by Total sampling technique. Data collecting is done by interview with questionnaire as medium. Data analysis was through two phases, those were univariate analysis to discover frequency distribution and factor analysis to discover interrelationship between independent variables. Factor analysis was done by several phases such as subject determining, correlative matrix formation, factor extraction, factor rotation and factor naming. Research result showed age has strong relationship (r=0,76), education has strong relationship (r=0,65), income has strong relationship (r=0,72), patient attitude has strong relationship (r=0,56), whereas, role of Medicine Intake Overseer (PMO) has average realtionship (r=0,34) over obedience on taking TB medicine. From the process of factor analysis there were two factors formed, those were

Transcript of Analisis Faktor Yang Berhubungan

  • ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN TB PARU PADA FASE INTENSIF DI RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI

    Budiman, Novie E. Mauliku, Dewi Anggraeni

    STIKES A. Yani Cimahi

    ABSTRAK Ketidakpatuhan penderita TB dalam minum obat menyebabkan angka kesembuhan penderita rendah, angka kematian tinggi dan kekambuhan meningkat serta yang lebih fatal adalah terjadinya resisten kuman terhadap beberapa obat anti tuberkulosis atau multi drug resistence, sehingga penyakit TB paru sangat sulit disembuhkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat dengan kejadian tuberkulosis paru pada fase intensif di Rumah Sakit Umum Cibabat Cimahi.Rancangan penelitian yang digunakan adalah analisis faktor.Sampel yang terlibat sebanyak 67 orang responden yang patuh minum obat TB paru. Sampel dipilih dengan tehnik total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara dengan alat bantu berupa kuesioner. Analisis data melalui dua tahapan, yaitu analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan analisis faktor untuk mengetahui hubungan (intterrelationship) antar variabel independen. Analisis faktor dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu penetapan subjek, pembentukan matrik korelasi, ekstraksi faktor, rotasi faktor dan pemberian nama faktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur mempunyai korelasi (hubungan) yang sangat kuat (r=0,76), pendidikan mempunyai korelasi yang kuat (r=0,65), penghasilan mempunyai korelasi yang kuat (r=0,72), sikap pasien mempunyai korelasi yang kuat (r=0,56) sedangkan peran Pengawas Menelan Obat (PMO) mempunyai korelasi yang sedang (r=0,34) terhadap kepatuhan minum obat TB paru. Dari proses analisis faktor tersebut terdapat dua faktor terbentuk yaitu faktor karakteristik responden (predisposisi) yang terdiri dari umur, pendidikan, penghasilan dan pengetahuan dan faktor pendorong (reinforcing) yaitu sikap. Disarankan kepada keluarga penderita TB paru dan petugas kesehatan yang ada di RSU Cibabat Cimahi agar lebih ditingkatkan lagi dalam mengawasi serta memberikan perhatian lebih kepada penderita TB paru agar mau meminum obat TB paru sampai tuntas agar pasien TB paru memperoleh kesembuhan dari penyakit TB paru secara optimal. Kata Kunci : TB paru, Kepatuhan minum obat

    ABSTRACT Disobedience of TB victims in taking medicine causes number of their recovery low, high death rate and suffer increase and more fatal was bacteria resistence over anti TB medicine or multy drug resistance, therefore, TB disease is hard to be cured. The objective of this research is to analyze factors interrelated with medicine intake with tuberculosis case in intensive phase at Cibabat General hospital Cimahi. Research design used was factor analysis. Samples involved numbered for 67 respondents who were obedient in taking TB medicine. Samples were chosen by Total sampling technique. Data collecting is done by interview with questionnaire as medium. Data analysis was through two phases, those were univariate analysis to discover frequency distribution and factor analysis to discover interrelationship between independent variables. Factor analysis was done by several phases such as subject determining, correlative matrix formation, factor extraction, factor rotation and factor naming. Research result showed age has strong relationship (r=0,76), education has strong relationship (r=0,65), income has strong relationship (r=0,72), patient attitude has strong relationship (r=0,56), whereas, role of Medicine Intake Overseer (PMO) has average realtionship (r=0,34) over obedience on taking TB medicine. From the process of factor analysis there were two factors formed, those were

  • respondent characteristic factor (predisposition) which stands from age, education, income and knowledge, and boosting factor (reinforcing), that was attitude.

    Family of the TB victims and health officers at Cibabat General hospital are suggested to increase more supervision and give more attention over TB victims, so they drink their medicine until done, so they can recover from TB entirely Key Word : TB, Obedience of taking medicine A. PENDAHULUAN

    Penyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit kronis menular yang merupakan masalah

    kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.World Health Organization (WHO) dalam

    annual report on global TB control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai

    highburden countries terhadap TBC (Depkes RI, 2007). Pada tahun 1999 WHO memperkirakan

    setiap tahun terjadi 583.000 orang penderita TBC dengan jumlah kematian sebanyak 140.000

    orang. Kuman Tuberkulosis (TB) telah menginfeksi 1/3 penduduk dunia (2,2 milyar), diperkirakan

    95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB dunia, terjadi pada negaranegara berkembang.

    Kematian wanita karena TB lebih banyak daripada kematian karena hamil, nifas persalinan, dan

    75% klien TB adalah kelompok usia produktif (1550 tahun) (Aditama, 2004).

    Salah satu negara berkembang yang terinfeksi kasus TB adalah Indonesia.Indonesia

    menempati peringkat ketiga jumlah penderita TBC di dunia, setelah India (1.762.000) dan china

    (1.459.000).Depkes RI memperkirakan bahwa setiap tahunnya terdapat 528.000 kasus baru TB di

    Indonesia (Menkes RI, 2010).

    Perkiraan Depkes RI tersebut mengacu pada hasil survey dari seluruh Rumah Sakit (RS) yang

    menyatakan bahwa 220.000 orang pasien penderita TB baru per tahun atau 500 orang penderita

    per hari, inilah yang membuat Indonesia menduduki peringkat 3 didunia dalam jumlah penderita TB.

    Data 2008, angka kematian 88.000 orang/tahun atau 240 orang/hari meninggal akibat penyakit TB

    (Arifin, 2009).

    Secara umum dapat disimpulkan bahwa setiap hari 20.000 orang jatuh sakit TB, setiap jam

    833 orang jatuh sakit TB, setiap menit 13 orang jatuh sakit TB, setiap 5 detik satu orang jatuh sakit

    TB, setiap hari 5.000 orang meninggal akibat TB, setiap jam 208 orang meninggal akibat TB, setiap

    menit 3 orang meningal akibat TB, setiap 20 detik 1 orang meninggal akibat TB, dan setiap detik

    orang terinfeksi TB (Arifin, 2009).

    Di Jawa Barat diperkirakan sekitar 700.000 orang terkena penyakit TB setiap tahunnya.

    Jumlah penderita TBC yang tercatat dalam data PPTI (Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis

    Indonesia) Kota Cimahi pada tahun 2009 adalah sebanyak 466 penderita TBC dewasa dan 53

    penderita TBC Anak. Jumlah tersebut masih jauh dari perkiraan Dinas Kesehatan yang sebesar 605

    penderita.Target penemuan pengidap BTA positif gagal dicapai. Pada 2009, dari target 1.495 hanya

    ditemukan 741 orang BTA positif (45,2 %). Target 2008 juga gagal dipenuhi, karena dari sasaran

    1.323 hanya ditemukan 685 (44,1 %). Pasien yang berhasil terjaring tersebut berdasarkan data dari

    puskesmas, rumah sakit dan kader-kader Pengawas Menelan Obat (PMO) yang secara aktif

    menjaring suspect TBC di wilayah binaannya masing-masing (Dinkes Cimahi, 2010).

    Berikut ini merupakan data jumlah penderita TB paru tahun 2008 sampai dengan 2009 di

    Rumah Sakit Umum Cibabat, tabel dibawah ini membuktikan bahwa dari tahun ke tahun terjadi

    peningkatan kunjungan pasien dengan TB Paru dan masih banyaknya penderita TB Paru di

    kawasan Cimahi dan sekitarnya.

  • Grafik 1. Jumlah Penderita TB Perbulan

    Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti selama melakukan praktek

    kesehatan masyarakat (PKM) yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret sampai dengan 26 Maret

    2010, dengan mewawancarai petugas kesehatan RSU Cibabat selama 20 hari diperoleh dari 145

    pasien yang datang dengan BTA positif, 78 (54%) pasien dinyatakan drop out dari waktu minum

    obat yang ditentukan dan 67 (46%) pasien yang patuh minum obat. Hal tersebut disebabkan

    beberapa faktor yaitu pasien pindah ke pelayanan kesehatan lain, jauhnya lokasi rumah sakit, dan

    kematian.

    Angka ketidakteraturan atau kepatuhan berobat akan menimbulkan efek tidak tercapainya

    angka konversi dan angka kesembuhan, sehingga upaya meningkatkan kepatuhan berobat

    merupakan prioritas dalam program P2TB Paru karena gagalnya penyembuhan penyakit

    tuberculosis paru salah satunya disebabkan oleh ketidakpatuhan penderita (Avianty, 2005).

    Ketidakpatuhan penderita TB dalam minum obat menyebabkan angka kesembuhan penderita

    rendah, angka kematian tinggi dan kekambuhan meningkat serta yang lebih fatal adalah terjadinya

    resisten kuman terhadap beberapa obat anti tuberkulosis atau multi drug resistence, sehingga

    penyakit TB paru sangat sulit disembuhkan (Depkes RI, 2007).

    Menurut penelitian Kartini (2001), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat

    kepatuhan seseorang untuk meminum obat, yaitu antara lain: usia, pekerjaan, waktu luang,

    pengawasan, jenis obat, dosis obat, dan penyuluhan dari petugas kesehatan. Menurut penelitian

    Avianty (2005) pengetahuan dan sikap menjadi faktor kepatuhan seseorang dalam minum obat.

    Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk menganalisis faktor apa saja yang

    berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada pasien TB Paru di Rumah Sakit Umum Cibabat

    Cimahi.

    Menurut Departemen Kesehatan RI bahwa yang menjadi penyebab gagalnya penyembuhan

    penderita TB paru salah satunya adalah kepatuhan pasien dalam berobat. Atas dasar tersebut,

    maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah analisis faktor apa saja yang berhubungan

    dengan kepatuhan minum obat pasien TB Paru di Rumah Sakit Umum Cibabat Cimahi tahun 2010?

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang

    berhubungan dengan kepatuhan minum obat dengan kejadian tuberkulosis paru pada fase intensif

    di Rumah Sakit Umum Cibabat Cimahi

    B. METODOLOGI PENELITIAN

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    350

    400

    2008 2009

    Januari

    Februari

    Maret

    April

    Mei

    Juni

    Juli

    Agustus

  • Kepatuhan adalah suatu sikap yang merupakan respon yang hanya muncul apabila

    individu tersebut dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual.

    Jika individu tidak mematuhi apa yang telah menjadi ketetapan dapat dikatakan tidak patuh.

    Kepatuhan minum obat di pengaruhi oleh beberapa variabel yaitu variabel umur, pendidikan,

    penghasilan, pengetahuan, sikap, dan peran PMO (Avianty, 2005).

    Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

    Penelitian ini merupakan analisis faktor sebagai alat analisis, penelitian ini mencoba

    menemukan hubungan (interrelationship) beberapa variabel yang saling independen satu dengan

    yang lainnya, sehingga bisa dibuat kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel

    awal.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian explanatory survey

    dengan pendekatan cross sectional, yaitu subyek hanya diobservasi sekali pada saat penelitian.

    Definisi Konseptual dan Operasional Tabel 1. Definisi Konseptual dan Opersional Variabel

    Variabel Definisi

    konseptual Definisi Operasional

    Alat ukur Kategori skala

    Umur Satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati

    Lamanya kehidupan responden dihitung sejak tahun lahir sampai tahun saat dilakukan penelitian

    Kuesioner 1. 15-44 th 2. 45-64 th 3. 65 th

    ordinal

    Pendidikan Suatu proses yang mencakup dimensi dan kegiatan-kegiatan dari intelektual, psikologi dan sosial yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam mengambil keputusan (machfoe

    Tingkat pendidikan formal terakhir yang berhasil ditempuh oleh responden yang ditunjukkan dengan ijazah yang dimiliki

    Wawancara 1. Tidak sekolah

    2. Tidak tamat SD

    3. Tamat SD 4. SMP 5. SMA 6. PT

    ordinal

    ordinal

    Variabel Definisi konseptual

    Definisi Operasional

    Alat ukur Kategori skala

    Penghasilan Nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan Keadaan yang sama pada akhir periode(library.usu.ac.id/fe/akuntansi-rustam2.pdf

    Jumlah rupiah yang diterima oleh keluarga responden baik penghasilan pokok atau Sampingan untuk mencukupi kebutuhan keluaga

    Wawancara 1. >1.100.000 2. 1.100.000

    Ordinal

    Pengetahuan Pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang

    Tingkat pengetahuan responden tentang TB Paru

    Wawancara 1. Baik=76-100% 2. Sedang= 56-

    Ordinal

    - Umur

    - Pendidikan

    - Penghasilan

    - Pengetahuan

    - Sikap

    - Peran PMO

    Kepatuhan Minum Obat pada Pasien TB Paru di

    Rumah Sakit Umum Cibabat

  • yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status kesehatannya (http:/wikipedia.org/wiki/engetahuan)

    75% 3. kurang = 55%

    Sikap reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003)

    Pendapat responden terhadap pengobatan penyakit TB Paru

    wawancara 1. mendukung= > mean (47,16)

    2. tidak mendukung= mean (47,16)

    Ordinal

    PMO Petugas kesehatan TB Paru agar menelan obat secara teratur sampai pengobatan selesai(Depkes RI, 2002)

    Petugas yang mengingatkan responden dalam hal minum obat

    Wawancara 1. Ada 2. Tidak

    ada

    Nominal

    Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2002).

    Pada penelian ini populasinya adalah kunjungan pasien TB Paru dengan BTA Positif yang

    dinyatakan patuh minum obat di Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Tahun 2009 sebanyak 67

    orang.

    Untuk menganalisis data selanjutnya digunakan metode analisis faktor. Proses analisis

    faktor digunakan untuk menemukan hubungan sejumlah variabel yang saling independen satu

    dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit

    dari jumlah variabel awal (Malhotra, 1996 dalam http://digilib.petra.ac.id diperoleh tanggal 08

    April 2010).

    C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Kepatuhan adalah suatu sikap yang merupakan respon yang hanya muncul apabila

    individu tersebut dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual.

    Jika individu tidak mematuhi apa yang telah menjadi ketetapan dapat dikatakan tidak patuh.

    Kepatuhan minum obat di pengaruhi oleh beberapa variabel yaitu variabel umur, pendidikan,

    penghasilan, pengetahuan, sikap, dan peran PMO (Avianty, 2005).

    1. Analisa Univariat

    Penelitian ini berupa analisa Univariat, pada bagian ini akan diuraikan deskripsi (gambaran)

    data hasil penelitian berupa variabel bebas (variabel yang mempengaruhi) terhadap kepatuhan

    minum obat TB paru yang terdiri dari umur, pendidikan, pengetahuan, penghasilan, sikap dan

    peran pengawas menelan obat di RSU Cibabat Cimahi.

  • Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden menurut umur, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, sikap dan peran PMO di RSUD Cibabat Cimahi tahun 2010

    Variabel Frekuensi Persentase

    Umur 15-44 Tahun 43 64.2 45-64 Tahun 24 35.8

    TOTAL 67 100

    Pendidikan Tidak Sekolah

    Tidak Tamat SD Tamat SD

    SMP SMA PT

    2 4 6

    18 36 1

    3 6 9

    26.9 53.7 1.5

    TOTAL 67 100

    Penghasilan >Rp. 1.100.000 < Rp 1.100.000

    4

    63

    6

    49

    Total 67 100

    Sikap Mendukung

    Tidak mendukung

    35 32

    52.2 47.8

    Total 67 100

    Peran PMO Ada

    Tidak Ada

    49 18

    73.1 26.9

    Total 67 100

    Berdasarkan tabel 1 dapat diketauhi bahwa umur pasien TB paru yang patuh minum obat

    di RSU Cibabat Cimahi seperti yang terlihat bahwa sebagian besar responden berumur antara 15-44 tahun sebanyak 43 responden (64,2%). pendidikan pasien TB paru yang patuh minum obat di RSU Cibabat Cimahi seperti yang terlihat bahwa lebih dari setengahnya responden yang berpendidikan SMA sebanyak 36 responden (53,7%). Hasil penghasilan pasien TB paru yang patuh minum obat di RSU Cibabat Cimahi seperti yang terlihat bahwa hampir semua responden berpenghasilan kurang dari sama dengan Rp.1.100.000,- sebanyak 63 responden (94%). Dan pengetahuan pasien TB paru yang patuh minum obat di RSU Cibabat Cimahi seperti yang terlihat bahwa hampir setengahnya responden berpengetahuan kurang sebanyak 32 responden (47,8%).

    Hasil sikap pasien TB paru yang patuh minum obat di RSU Cibabat Cimahi seperti yang terlihat bahwa lebih dari setengahnya responden bersikap mendukung terhadap pengobatan TB sebanyak 35 responden (52,2%).Hasil peran Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap pasien TB paru yang patuh minum obat di RSU Cibabat Cimahi seperti yang terlihat bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa ada peran pengawas menelan obat (PMO) dalam kepatuhanan pengobatannya sebanyak 49 responden (73,1%).

    2. Analisa Faktor

    Pada proses analisis faktor ini peneliti akan mengelompokan faktor berdasarkan variabel

    independen (umur, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, sikap, peran PMO) yang

    berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien TB Paru pada fase intensif di Rumah

    Sakit Umum Daerah Cibabat tahun 2010. Selain itu mencari variabel yang paling dominan

    dalam mempengaruhi kepatuhan minum obat TB paru.

  • a. Pembentukkan matrik korelasi

    Pada analisis ini akan dikelompokkan faktor - faktor berdasarkan variabel yang

    mempengaruhi kepatuhan minum obat TB paru. Matrik ini digunakan untuk mendapatkan

    nilai kedekatan hubungan antar variabel penelitian dan menentukan besaran nilai Barlett

    Test of Sphericity yang digunakan untuk mengetahui apakah ada korelasi yang signifikan

    antar variabel, untuk dapat lolos pada uji selanjutnya harus menunjukkan angka 0,05

    agar penelitian dapat dianalisis lebih lanjut, dan kedua adalah Keiser Meyers Oklin (KMO)

    Measure of Sampling Adequancy.

    Tabel 2. Kaiser-Mayer-Olkin (KOM) and Batletts

    Kaiser-Meyer-Olkin Measure Of Sampling

    Adequacy (MSA)

    Barletts test of Spherricity

    P Value

    0.700

    0.000

    Dari hasil pengujian di atas analisis faktor dinyatakan beberapa variabel termasuk dalam

    faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat TB. Pada tabel pertama nilai

    KMO-Measure of Sampling Adequacy (MSA) menunjukkan nilai 0,7 atau diatas 0,5 dan

    Barletts test of Spherricity memiliki angka signifikan adalah 0,00001. Hal ini berarti

    kumpulan variabel tersebut dapat diproses lebih lanjut.Sedangkan berdasarkan Anti-image

    Correlation, seperti yang terlihat pada tabel 3 berikut ini.

    Tabel 3.Anti-image Correlation

    Variabel Korelasi

    Umur Pendidikan responden Penghasilan Pengetahuan Sikap Pengawas Menelan Obat

    0.678 0.628 0.718 0.745 0.464 0.340

    Berdasarkan tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa ada dua variabel yang memiliki nilai

    MSA di bawah 0,5 yaitu variabel sikap (0,464) dan pengawas menelan obat (PMO) (0,340),

    variabel tersebut dikeluarkan satu persatu sampai semua variabel mempunyai nilai korelasi

    di atas 0,5. Seperti yang terlihat pada tabel 4 berikut ini.

    Tabel 4.Anti-image Correlation

    Variabel Korelasi

    Umur Pendidikan responden Penghasilan Pengetahuan Sikap

    0.757 0.655 0.720 0.740 0.561

    Setelah satu variabel yaitu PMO dikeluarkan didapatkan hasil angka KMO and Barletts

    sebesar 0,700 dengan nilai MSA variabel di atas 0,5 dan kelima variabel tersebut adalah

  • umur, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, dan sikap. Hal ini berarti uji Ekstraksi faktor

    dapat dilakukan karena semua variabel yang mempengaruhi kepatuhan minum obat TB

    paru mempunyai nilai MSA diatas 0,5.

    b. Ekstraksi faktor

    Pada tahap ini, akan dilakukan proses inti dari analisis faktor, yaitu melakukan ekstraksi

    terhadap sekumpulan variabel yang ada di KMO > 0,5 sehingga terbentuk satu atau lebih

    faktor. Untuk menilai faktor yang terbentuk dapat dilihat pada hasil tabel Total Variance

    Explained berikut ini.

    Tabel 5. Total Variance Explaind

    Komponen Initial Eigenvalues

    Total Varian (%) Kumulatif (%)

    1

    2

    3

    4

    5

    2.198

    1.017

    0.814

    0.583

    0.388

    44

    20.3

    16.2

    11.7

    7.8

    44

    64.3

    80.6

    92.2

    100

    Berdasarkan tabel 5 di atas dari variabel-variabel yang ada terbentuk dua faktor dengan

    nilai Eigenvalues diatas 1 yaitu komponen 1 (2,198) dan komponen 2 (1,017).Dengan

    demikian dua faktor adalah hasil reduksi kelima variabel yang optimal. Ada lima variabel

    yang dimasukkan dalam analisis faktor. Kelima variabel tersebut membentuk dua faktor,

    maka varian yang dapat dijelaskan oleh dua faktor adalah varian faktor pertama adalah

    (2,198 : 5) X 100% = 43,96%. Varian faktor kedua adalah (1,017 : 5) X 100% = 20,34%.

    Total kedua faktor akan dapat mejelaskan 43,96% + 20,34% atau 64,3 % dari kelima

    variabel asli tersebut.

    c. Rotasi Faktor

    Pada proses rotasi faktor, matriks faktor ditranformasikan kedalam matriks yang lebih

    sederhana, dimana lebih mudah diinterpretasikan hasil dengan melihat faktor loading yaitu

    angka yang menunjukkan besarnya korelasi antara suatu variable (pendidikan, pekerjaan,

    penghasilan, pengetahuan dan sikap dengan faktor dua yang terbentuk).

    Adapun proses penentuan variabel mana akan masuk ke faktor yang mana, dilakukan

    dengan melakukan perbandingan besar korelasi pada setiap baris di dalam setiap tabel

    distribusi komponen matrik yang dirotasi seperti yang terlihat pada tabel berikut ini.

    Tabel 5. Rolated Component Matrix

    No. Variabel Komponen

    1 2

    1

    2

    3

    4

    5

    Umur

    Pendidikan responden

    Penghasilan

    Pengetahuan

    Sikap

    -0.613

    0.849

    0.766

    0.698

    0.036

    0.205

    0.135

    0.217

    -0.019

    0.968

    Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa variabel-variabel sebagai berikut :

    variabel umur, memiliki korelasi terkuat dengan faktor 1, karena memiliki nilai loading diatas

    0,5 dan lebih tinggi dibanding dengan faktor 2, yaitu sebesar -0,613, sehingga indikator ini

  • termasuk dalam faktor 1. Untuk indikator pendidikan termasuk dalam faktor 1 dengan nilai

    loading sebesar 0,849.Indikator penghasilan termasuk dalam faktor 1 dengan nilai loading

    sebesar 0,766.Indikator pengetahuan termasuk dalam faktor 1 dengan nilai loading

    sebesar 0,698.Sedangkan indikator sikap termasuk dalam faktor 2 dengan nilai loading

    sebesar 0,968. Dari analisis diatas dapat disimpulkan, dari lima faktor yang diteliti dengan

    proses factoring bias direduksi menjadi hanya dua faktor, yaitu :

    1) Faktor 1 terdiri dari variabel umur, pendidikan, penghasilan dan pengetahuan, faktor

    ini dinamakan faktor karakeristik responden (predisposing factor).

    2) Faktor 2 terdiri dari variabel sikap, faktor ini dinamakan faktor pendorong (renforcing

    factor).

    D. KESIMPULAN DAN SARAN

    1. Kesimpulan

    Hasil akhir dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

    a. Umur pasien TB paru mempunyai korelasi (hubungan) yang sangat kuat (r=0,76) dengan

    kepatuhan minum obat TB paru.

    b. Pendidikan pasien TB paru mempunyai korelasi (hubungan) yang kuat (r=0, 65) dengan

    kepatuhan minum obat TB paru.

    c. Penghasilan pasien TB paru mempunyai korelasi (hubungan) yang kuat (r=0, 72) dengan

    kepatuhan minum obat TB paru.

    d. Pengetahuan pasien TB paru mempunyai korelasi (hubungan) yang kuat (r=0, 74) dengan

    kepatuhan minum obat TB paru.

    e. Sikap pasien TB paru mempunyai korelasi (hubungan) yang kuat (r=0, 56) dengan

    kepatuhan minum obat TB paru.

    f. Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap pasien TB paru mempunyai korelasi

    (hubungan) yang sedang (r=0, 34) dengan kepatuhan minum obat TB paru.

    g. Analisis faktor mengungkapkan dua faktor pembentuk kepatuhan minum obat TB yaitu : 1)

    faktor karakteristik responden terdiri dari : umur, pendidikan, penghasilan dan

    pengetahuan. 2) faktor pendorong yang membentuk kepatuhan minum obat TB yaitu

    sikap.

    h. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kepatuhan minum obat TB paru di RSU

    Cibabat Cimahi tahun 2010 adalah faktor pendorong yang membentuk kepatuhan minum

    obat TB paru yaitu sikap. Hal ini karena faktor pendorong yang menbentuk kepatuhan

    minum obat TB mempunyai nilai proses rotasi (Rotated Componen Matrix) dengan

    kepatuhan minum obat paling besar yaitu 0,968 dibanding faktor karakteristik responden.

    2. Saran

    a. Bagi RSU Cibabat Diharapkan hasil penelitian dapat menjadi sumber informasi terbaru untuk para petugas

    kesehatan khususnya di RSU Cibabat dalam memberikan pendidikan kesehatan atau

    penyuluhan kepada pasien TB paru dalam rangka meningkatkan pengetahuan pasien

    sehingga terbentuk sikap yang positif (mendukung terhadap minum obat TB paru) agar

    masalah drop out minum obat TB paru berkurang. Adapun strategi yang dilakukan dalam

    penyuluhan diantaranya :

    1) Memberikan bahan materi penyuluhan tentang penatalaksanaan pengobatan TB paru

    selama 6 bulan sampai tuntas.

  • 2) Memajang spanduk atau media lain yang dapat meningkatkan pengetahuan pasien

    TB paru dalam hal minum obat.

    3) Mengadakan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat agar memasukkan materi

    tentang pentingnya minum obat TB paru sampai dengan tuntas.

    b. Bagi keluarga pasien Disarankan kepada keluarga penderita TB paru agar lebih ditingkatkan lagi dalam megawasi serta memberikan perhatian lebih kepada penderita TB paru untuk membentuk sikap positif dari penderita yang pada akhirnya mau meminum obat TB paru sampai tuntas demi memperoleh kesembuhan dari penyakit TB paru secara optimal serta mencegah dari kekambuhan penyakit TB paru.