ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK...

141
ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA BAKSO DI KELURAHAN CIPUTAT TAHUN 2014 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh: MISYKA NADZIRATUL HAQ NIM: 1110101000020 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/ 2014 M

Transcript of ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK...

Page 1: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN

BAHAN TOKSIK BORAKS PADA BAKSO DI

KELURAHAN CIPUTAT TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh:

MISYKA NADZIRATUL HAQ

NIM: 1110101000020

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/ 2014 M

Page 2: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

i

Page 3: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, Juni 2014

MISYKA NADZIRATUL HAQ, NIM: 1110101000020

Analisis Faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks Pada

Bakso Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014

(XIII + 101 halaman, 13 tabel, 6 lampiran)

ABSTRAK

Boraks merupakan salah satu bahan tambahan pangan

berbahaya yang dilarang penggunaannya dalam makanan.

Penggunaannya pada makanan dapat merusak otak serta dapat

menimbulkan gangguan pada pencernaan hingga kematian. Namun

penggunaannya masih ditemukan di beberapa makanan salah

satunya pada bakso. Kegunaannya adalah untuk memperbaiki

tekstur serta dapat mengawetkan bakso. Jika ditemukan adanya

kandungan boraks pada suatu makanan, maka dapat dikatakan

makanan tersebut telah tercemar dengan boraks. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis faktor resiko yang dapat

menyebabkan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di

Kelurahan Ciputat Tahun 2014. Desain studi pada penelitian ini

adalah cross sectional dengan menggunakan kuesioner serta

pemeriksaan laboratorium secara kualitatif. Populasi adalah semua

pedagang bakso yang menetap di Kelurahan Ciputat. Metode

penarikan sampel adalah sampel jenuh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 14 responden

(41,2%) yang tingkat pengetahuannya rendah selain itu terdapat 7

responden (20,6%) yang memiliki sikap positif terhadap

penggunaan bahan toksik boraks, dan terdapat 7 responden (20,6%)

yang melakukan praktik pembuatan bakso yang tidak baik. Dari

hasil uji laboratorium dengan menggunakan food security kit

didapatkan 10 bakso (29,4%) yang positif tercemar bahan toksik

boraks. Dari hasil analisis dengan menggunakan Chi-square

ditemukan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan

pengelola bakso dengan pencemaran bahan toksik boraks pada

bakso di Kelurahan Ciputat dengan p value 0,467. Ada hubungan

antara sikap pengelola bakso dengan pencemaran bahan toksik

boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat (p value = 0,014). Ada

hubungan antara praktik pengelola bakso dengan pencemaran bahan

toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat (p value 0,009)

Untuk menanggulangi pencemaran yang terjadi pada makanan

ini diharapkan pemerintah dapat meningkatkan pengawasan

terhadap bahan tambahan pangan yang dijual di pasaran dan

masyarakat dapat lebih teliti dalam membeli bahan pangan agar

terhindar dari dampak negatif yang akan dihasilkan.

Page 4: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

iii

Kata Kunci: Faktor resiko, Pengetahuan, Sikap, Praktek, Boraks

Daftar Bacaan: 1954 – 2014

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCINCES

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

ENVIRONMENTAL HEALTH

Undergraduate thesis, June 2014

MISYKA NADZIRATUL HAQ, NIM: 1110101000020

Risk Factor Analysis of Borax Toxic Compound in Meatballs in

Ciputat Village 2014

(XIII + 101 pages, 13 tables, 6 attachments)

ABSTRACT

Borax is one of harmfulfood additives that is forbidden to be

used. Its use in food can damage brain and digestive system and

may even lead to death. However, we still found borax compound in

food, such as in meatballs. It is usedto add a firm rubbery texture to

meatballs, or as a preservative. The aim of this research was to

analyze risk factor of borax contamination in meatballs in Ciputat

Village. This research used cross sectional study with quetionnaire

and qualitative laboratory test. Population was all of the meatballs

producers who located. Samples were taken by saturated sampling.

The results showed that there are 14 respondents (41,2%)

who have poor knowledge, 7 respondents (20,6%) who have

positive attitude toward borax uses, and 7 respondents (20,6%) who

have bad practice toward borax uses. Laboratory examination by

food security kit showed that there are 10 samples (29,4%)

positively contaminated by borax. The results of Chi-square

analysis indicates that there is no signifficant relation between

knowledge levels and borax contamination of meatballs in Ciputat

Village (pvalue = 0,467). There is relation between posistve attitude

and borax contamination of meatballs in Ciputat Village (pvalue =

0,014). There is relation between meatball producer practice and

borax contamination of meatballs in Ciputat Village (pvalue =

0,009).

To overcome the food contamination, government is

expected to improve supervision of food additives product which is

sold in market. People could be more selective whenever they want

to buy food product so that they would be spared from its negative

effect.

Key word: Risk Factor, Knowledge, Attitude, Practice, Borax

Reference: 1954 - 2014

Page 5: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

iv

Page 6: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

v

Page 7: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Misyka Nadziratul Haq

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 18 Oktober 1992

Warganegara : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Komplek Pelni Blok H2 No. 13 RT 04/019

Cimanggis – Depok 16418

Telepon : 0812 - 87693848

Email : [email protected]

Pendidikan Formal:

1. SDI PB Soedirman (1998 – 2004)

2. SMPIT Nurul Fikri (2004 – 2007)

3. SMAIT Nurul Fikri (2007 – 2010)

4. Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan

Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2010 - 2014)

Page 8: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT

berkat rahmat-Nya serta dorongan yang kuat, akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor Resiko

Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso di Kelurahan Ciputat

Tahun 2014”. Shalawat serta salam selalu terjunjung kepada Nabi

Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman

kegelapan akan iman dan pengetahuan ke zaman terang benderang

akan ilmu pengetahuan.

Penelitian ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan jenjang

pendidikan S-1 pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah

membantu penulis. Baik itu bantuan moril, amteri, dorongan serta

bimbingan dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tajudin, Sp. And selaku Dekan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

2. Ibu Febrianti, SP, M.Si selaku Ketua Program Studi

Kesehatan Masyarakat

3. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes dan Ibu Dewi

Utami Iriani, M.Kes, Ph.D selaku dosen pembimbing

yang telah membimbing dan mendukung penulis di

tengah kesibukannya untuk menyelesaikan skripsi ini

Page 9: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

viii

4. Seluruh pengelola bakso di Kelurahan Ciputat yang telah

bekerja sama dengan baik untuk membantu penulis

menyelesaikan skripsi ini.

5. Keluarga yang paling penulis sayangi (Mama, Sarah, Afi,

Caca) atas dukungan dan kasih sayang yang tidak ada

habisnya kepada penulis.

6. Teman - teman penulis, Jeni, Hani, Huna, Nurin, Indun,

Amel, Upid, Indun, Cesi, Mardi, Ilham, Agung, Supri,

Rizka, Tuti, Bayu, Sofda, jama’ah Kesling 2010 & 2011

serta kesmas 2010 atas semangat dan bantuannya dalam

penyelesaian skripsi ini.

7. Rekan - rekan yang tidak bisa disebutkan namanya satu

persatu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya

dalam penulisan skripsi ini.

Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis menyadari

bahwa masih ada kekurangan-, oleh karna itu penulis

mengharapkan saran, kritik dan bimbingan yang bisa

membangun sehingga dapat mempebaiki skripsi ini, dan

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Ciputat, 5 Juni 2014

Penulis

Page 10: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................................................... i

ABSTRAK ............................................................................................................................................. ii

ABSTRACT .......................................................................................................................................... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................................................ vi

KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... vii

DAFTAR ISI......................................................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .............................................................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah .................................................................................................... 4

1.3 Pertanyaan Penelitian.................................................................................................. 6

1.4 Tujuan ......................................................................................................................... 6

1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................................................. 6

1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................................................................ 7

1.5 Manfaat ....................................................................................................................... 7

1.5.1 Manfaat Bagi Pemerintah ............................................................................................ 7

1.5.2 Manfaat Bagi Masyarakat ........................................................................................... 8

1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti .................................................................................................. 8

1.6 Ruang Lingkup ........................................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................... 9

Page 11: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

x

2.1 Pangan ........................................................................................................................ 9

2.2 Keamanan Pangan .................................................................................................... 10

2.3 Foodborne Disease ................................................................................................... 12

2.4 Pencemaran Bahan Toksik pada Makanan ............................................................... 12

2.5 Bahan Tambahan Pangan ......................................................................................... 14

2.5.1 Definisi Bahan Tambahan Pangan ............................................................................ 14

2.5.2 Fungsi Bahan Tambahan Pangan .............................................................................. 15

2.5.3 Jenis Bahan Tambahan Pangan ................................................................................. 16

2.5.4 Golongan Bahan Tambahan Pangan ......................................................................... 17

2.5.5 Bahan Tambahan Pangan yang Tidak Diizinkan ...................................................... 18

2.6 Zat Pengawet ............................................................................................................ 19

2.7 Boraks ....................................................................................................................... 22

2.7.1 Kegunaan Boraks ...................................................................................................... 25

2.7.2 Pengawet Boraks pada Makanan .............................................................................. 25

2.7.3 Dampak Boraks Terhadap Kesehatan ....................................................................... 26

2.8 Bakso ........................................................................................................................ 28

2.8.1 Komposisi Bakso ...................................................................................................... 31

2.8.2 Zat kimia yang ditambahkan pada bakso .................................................................. 31

2.8.3 Pembuatan Bakso ...................................................................................................... 32

2.9 Boraks pada Bakso ................................................................................................... 34

2.10 Perilaku ..................................................................................................................... 34

2.10.1 Pengetahuan .............................................................................................................. 35

Page 12: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

xi

2.10.2 Sikap ......................................................................................................................... 39

2.10.3 Tindakan ................................................................................................................... 41

2.11 Pedagang ................................................................................................................... 41

2.11.1 Definisi Pedagang ..................................................................................................... 42

2.12 Kerangka Teori ......................................................................................................... 43

BAB III KERANGKA KONSEP ....................................................................................................... 45

3.1 Kerangka Konsep...................................................................................................... 45

3.2 Hipotesis ................................................................................................................... 46

3.3 Definisi Operasional ................................................................................................. 47

BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................................................... 50

4.1 Desain Studi .............................................................................................................. 50

4.2 Lokasi Penelitian ...................................................................................................... 50

4.3 Populasi .................................................................................................................... 51

4.4 Sampel ...................................................................................................................... 51

4.5 Jenis Data .................................................................................................................. 51

4.6 Pengumpulan Data .................................................................................................... 52

4.7 Teknik Sampling Boraks pada Bakso ....................................................................... 52

4.8 Pengolahan Data ....................................................................................................... 53

4.9 Analisis ..................................................................................................................... 54

4.10 Uji Validitas dan Reliabilitas .................................................................................... 55

BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................................................... 58

5.1 Karakteristik Responden ........................................................................................... 58

Page 13: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

xii

5.1.1 Jenis Kelamin ............................................................................................................ 58

5.1.2 Usia ........................................................................................................................... 59

5.1.3 Pendidikan ................................................................................................................. 59

5.2 Analisis Univariat ..................................................................................................... 60

5.2.1 Gambaran Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso ...................................... 60

5.2.2 Gambaran Pengetahuan Pengelola Bakso Terhadap Penggunaan Bahan

Toksik Boraks ........................................................................................................... 61

5.2.3 Gambaran Sikap Pengelola Bakso Terhadap Penggunaan Bahan Toksik

Boraks ....................................................................................................................... 62

5.2.4 Gambaran Praktik Pengelola Bakso Terhadap Penggunaan Bahan

Toksik Boraks ........................................................................................................... 65

5.3 Analisis Bivariat ....................................................................................................... 65

5.3.1 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Pengelola dengan Pencemaran

Bahan Toksik Boraks pada Bakso ............................................................................ 66

5.3.2 Hubungan Antara Sikap Pengelola dengan Pencemaran Bahan Toksik

Boraks pada Bakso ................................................................................................... 67

5.3.3 Hubungan Antara Praktik Penggunaan Bahan Toksik Boraks dengan

Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso ........................................................ 68

BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................................................... 69

6.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................................................ 69

6.2 Analisis Univariat ..................................................................................................... 70

6.2.1 Pengetahuan Pengelola Bakso Mengenai Penggunaan Bahan Toksik

Boraks ....................................................................................................................... 70

6.2.2 Sikap Pengelola Bakso Mengenai Boraks ................................................................. 74

Page 14: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

xiii

6.2.3 Praktik Pengelolaan Bakso Terhadap Penggunaan Bahan Toksik

Boraks ....................................................................................................................... 77

6.2.4 Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso ........................................................ 79

6.3 Analisis Bivariat ....................................................................................................... 81

6.3.1 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Pengelola dengan Pencemaran

Bahan Toksik Boraks pada Bakso ............................................................................ 81

6.3.2 Hubungan Antara Sikap Pengelola dengan Pencemaran Bahan Toksik

Boraks pada Bakso ................................................................................................... 86

6.3.3 Hubungan Antara Praktik Penggunaan Boraks dengan Pencemaran

Bahan Toksik Boraks pada Bakso ............................................................................ 90

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................... 97

7.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 97

7.2 Saran ......................................................................................................................... 98

7.2.1 Saran Bagi Masyarakat ............................................................................................. 98

7.2.2 Saran Bagi Pemerintah .............................................................................................. 98

7.2.3 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ............................................................................ 99

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 100

Page 15: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat Kimia Boraks ........................................................................................................ 23

Tabel 2.2 Syarat Mutu Bakso ........................................................................................................ 29

Tabel 3.1 Definisi Operasional ..................................................................................................... 47

Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Pengelola Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 ............. 58

Tabel 5.2 Distribusi Usia Pengelola Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 ............................ 59

Tabel 5.3 Distribusi Pendidikan Pengelola Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 .................. 60

Tabel 5.4 Gambaran Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun

2014 ............................................................................................................................... 61

Tabel 5.5 Distribusi Pengetahuan Pengelola Bakso Terhadap Penggunaan Bahan Toksik Boraks

di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 ................................................................................. 61

Tabel 5.6 Gambaran Sikap Pengelola Bakso Pada Beberapa Pernyataan ..................................... 62

Tabel 5.7 Distribusi Sikap Pengelola Bakso Terhadap Penggunaan Bahan Toksik Boraks di

Kelurahan Ciputat Tahun 2014 ..................................................................................... 64

Tabel 5.8 Distribusi Praktik Pengelola Bakso Terhadap Penggunaan Bahan Toksik Boraks Di

Kelurahan Ciputat Tahun 2014 ..................................................................................... 65

Tabel 5.9 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Pengelola dengan Pencemaran Bahan Toksik

Boraks pada Bakso ........................................................................................................ 66

Tabel 5.10 Hubungan Antara Sikap Pengelola dengan Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada

Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 .................................................................... 67

Tabel 5.11 Hubungan Antara Praktik Penggunaan Bahan Toksik Boraks dengan Pencemaran

Bahan Toksik Boraks pada Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 ........................ 68

Page 16: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Pengambilan Data

Lampiran 2 Kuesioner

Lampiran 3 Form Hasil Uji Kualitatif Boraks

Lampiran 4 Output Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 5 Output Analisis Data

Lampiran 6 Dokumentasi

Page 17: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

1

BAB I

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.33 tahun 2012

tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP) dikatakan bahwa salah satu zat

aditif yang dilarang digunakan dalam makanan adalah asam borat dan

senyawanya (termasuk boraks), dan makanan yang mengandung bahan

tersebut dinyatakan sebagai makanan berbahaya. Namun pada kenyataannya

boraks masih digunakan sebagai bahan tambahan pangan salah satunya di

Kanada. Canadian Food Inspection Agent (CFIA) menemukan bahwa

boraks telah dijual sebagai bahan tambahan pangan. CFIA menyatakan

bahwa boraks dapat menimbulkan penyakit bawaan makanan. Oleh karena

itu, CFIA melarang boraks untuk digunakan pada makanan (CFIA, 2004).

Hal ini didukung dengan pernyataan The Centers for Disease Control and

Prevention (CDC) yang memperkirakan bahwa terdapat 128.000 warga

Amerika Serikat menjalani perawatan rumah sakit dan 3000 orang

meninggal setiap tahunnya dikarenakan penyakit bawaan makanan.

Penyakit bawaan makanan merupakan indikasi dari adanya masalah pada

keamanan pangan. Salah satu yang menyebabkan suatu makanan dikatakan

tidak aman adalah karena adanya kandungan bahan toksik (CDC, 2013).

Page 18: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

2

Salah satu makanan yang sering ditambahkan boraks adalah bakso.

Bakso adalah jenis makanan yang sangat populer dan sangat digemari

masyarakat. Bakso dapat ditemui mulai dari restoran hingga pedagang

keliling (Deptan, 2009). Keberadaan boraks pada bakso berfungsi untuk

memperbaiki tekstur bakso serta dapat meningkatkan daya simpan. Dengan

adanya keberadaan boraks pada bakso perlu dikhawatirkan dampak yang

akan dihasilkan dari hal tersebut seperti gangguan otak, hati, dan ginjal.

Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria, merangsang

sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah

turun, kerusakan ginjal, pingsan, koma, bahkan kematian. Dari dampak

yang dihasilkan, boraks dapat dikatakan sebagai bahan toksik dikarenakan

efek racunnya terhadap kesehatan (Windayani, 2010). Dengan demikian

makanan yang telah terkontaminasi boraks dapat disebut makanan yang

telah tercemar oleh bahan toksik (Nurmaini, 2001). Terdapat dosis dimana

tidak akan terjadi dampak negatif yang membahayakan kesehatan manusia

yang mengkonsumsi suatu makanan yang mengandung boraks atau No

Observed Adverse Effect Level (NOAEL) adalah sebesar 8,8 mg/kg berat

badan per-hari (EPA, 2006). Walaupun demikian, mengingat dampaknya

yang bersifat kumulatif dan berbahaya, maka penggunaan boraks tidak sama

sekali dianjurkan dan diperbolehkan pada makanan. Hal ini sesuai dengan

Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam SNI 01-3818-1995 menyatakan

bahwa boraks tidak boleh ada sama sekali dalam makanan.

Page 19: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

3

Penggunaan boraks juga ditemukan di Indonesia, seperti yang

dinyatakan oleh Surveilan Keamanan Pangan Badan Pengawasan Obat dan

Makanan (BPOM) RI tahun 2009 bahwa penggunaan bahan toksik boraks

pada makanan di Indonesia telah mencapai 8,80%. Selain itu, di Tangerang

ditemukan sebanyak 25 sampel bakso positif mengandung boraks (25%) dan

rata-rata kandungan boraksnya adalah 806,86 mg/kg (Windayani, 2010).

Penggunaan boraks pada makanan dapat mengakibatkan pencemaran

makanan. Pencemaran makanan perlu dicegah dengan cara mengetahui

faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya pencemaran tersebut. Usaha

untuk mengetahui faktor resiko yang mempengaruhi pengolahan makanan

dapat mencegah terjadinya pencemaran makanan. Hal ini sesuai dengan

Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP). HACCP adalah

suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang

didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan

proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko

yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan

pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam

menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen (IPB, 2005)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sugiyatmi (2006) yang

dilakukan terhadap pedagang makanan tradisional di Semarang, faktor

resiko terjadinya pencemaran pada makanan antara lain pendidikan,

pengetahuan, sikap, dan praktik pembuat makanan. Didapatkan hasil yang

signifikan dari variabel – variabel tersebut jika dihubungkan dengan

Page 20: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

4

pencemaran pada makanan. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dikatakan

bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku merupakan faktor resiko dari

terjadinya pencemaran pada makanan jajanan. Pencemaran pada makanan

ditemukan pula di Pasar Ciputat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Rusli (2009) ditemukan 4 dari 5 sampel mie mengandung boraks,

dengan adanya kandungan boraks pada mie tersebut dapat dikatakan bahwa

telah terjadi pencemaran pada makanan di Pasar Ciputat. Hal ini tidak

menutup kemungkinan meluasnya pencemaran pada makanan ke wilayah

Kelurahan Ciputat, mengingat Pasar Ciputat ini terletak di Kelurahan

Ciputat.

Berdasarkan paparan tersebut, timbul ketertarikan dari peneliti untuk

melakukan penelitian terhadap faktor resiko yang dalam hal ini adalah

pengetahuan, sikap dan praktik pada pengelola bakso terhadap pencemaran

bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat tahun 2014.

1.2 Perumusan Masalah

Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap

organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Bila

mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak langsung berakibat

buruk terhadap kesehatan, tetapi senyawa tersebut diserap dalam tubuh

secara kumulatif, disamping melalui saluran pencemaran boraks dapat

diserap melalui kulit. Konsumsi boraks yang tinggi dalam makanan dan

diserap dalam tubuh akan disimpan secara akumulatif dalam hati otak dan

Page 21: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

5

testis serta akan menyebabkan timbulnya gejala pusing, muntah, mencret

dan kram perut. Boraks dapat mempengaruhi alat reproduksi, selain itu juga

dapat mempengaruhi metabolisme enzim (BPOM,2004).

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, boraks memiliki dampak

yang berbahaya bagi kesehatan. Namun penggunaannya masih dilakukan

oleh masyarakat. Salah satunya di Tangerang ditemukan sebanyak 25

sampel bakso positif mengandung boraks (25%) dan rata-rata kandungan

boraksnya adalah 806,86 mg/kg (Windayani, 2010). Kemudian selain itu

ditemukan pula di Kota Tangerang Selatan, lebih tepatnya di Kelurahan

Ciputat, ditemukan 4 dari 5 sampel mie mengandung boraks (Rusli, 2009).

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, dapat dikatakan bahwa penggunaan bahan

toksik boraks pada makanan semakin meluas, padahal sebenarnya sudah

terdapat peraturan yang melarang penggunaan boraks pada makanan sebagai

bahan tambahan.

Tentunya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat

masih menggunakan bahan berbahaya tersebut pada makanan yang

berakibat pada pencemaran makanan. Penelitian sebelumnya telah

dilakukan terhadap mie, namun tidak menutup kemungkinan dapat

ditemukannya bahan berbahaya tersebut pada makanan lain. Sehingga

peneliti tertarik untuk menganalisis faktor resiko yang berasal dari perilaku

atas terjadinya pencemaran bahan toksik boraks yang pada penelitian ini

adalah pada bakso yang dijajakan di Kelurahan Ciputat tahun 2014.

Page 22: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

6

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Apakah terdapat pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di

Kelurahan Ciputat?

2. Bagaimana tingkat pengetahuan pengelola bakso di Kelurahan Ciputat

mengenai bahaya boraks dalam penggunaannya pada bakso terhadap

kesehatan?

3. Bagaimana sikap pengelola bakso di Kelurahan Ciputat terhadap

penggunaan bahan toksik boraks pada dalam pengolahan bakso?

4. Bagaimana praktik penggunaan bahan toksik boraks pada pengelola

bakso di Kelurahan Ciputat?

5. Bagaimana hubungan antara tingkat pengetahuan pengelola dengan

pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat?

6. Bagaimana hubungan antara sikap pengelola dengan pencemaran bahan

toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat?

7. Bagaimana hubungan antara praktik penggunaan bahan toksik boraks

dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan

Ciputat?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor

resiko pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan

Ciputat Tahun 2014.

Page 23: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

7

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi adanya pencemaran bahan toksik boraks pada

bakso di Kelurahan Ciputat

2. Mengetahui tingkat pengetahuan pengelola terhadap

penggunaan bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan

Ciputat.

3. Mengetahui sikap pengelola terhadap penggunaan bahan toksik

boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat.

4. Mengetahui praktik pengelola terhadap penggunaan bahan

toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat.

5. Mengetahui adanya hubungan antara tingkat pengetahuan

pengelola dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso

di Kelurahan Ciputat.

6. Mengetahui adanya hubungan antara sikap pengelola dengan

pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan

Ciputat.

7. Mengetahui adanya hubungan antara praktik penggunaan

bahan toksik boraks dengan pencemaran bahan toksik boraks

pada bakso di Kelurahan Ciputat.

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat Bagi Pemerintah

Sebagai masukan bagi BPOM untuk memperbaiki upaya

monitoring terhadap BTP yang kemudian dijadikan sebagai acuan

Page 24: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

8

melakukan intervensi kepada para pedagang khususnya pedagang

bakso yang beredar di pasaran.

1.5.2 Manfaat Bagi Masyarakat

Sebagai informasi agar masyarakat lebih berhati-hati dan

lebih cermat dalam memilih dan mengonsumsi makanan yang

beredar di pasaran serta meningkatkan proteksi terhadap

keberadaan boraks pada makanan yang dikonsumsi.

1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan dan keterampilan peneliti serta dapat mengaplikasikan

ilmu yang telah dipelajari selama di perkuliahan.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor resiko pencemaran

bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat yang dilaksanakan

pada bulan April - Mei 2014 dengan sasaran penelitian adalah pedagang

bakso di wilayah Kelurahan Ciputat.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional atau

potong lintang. Dalam pengumpulan data primer pencemaran toksik boraks,

peneliti menggunakan alat Food Security Kit dari Laboratorium Kesehatan

Lingkungan FKIK untuk menguji kandungan boraks yang ada pada bakso,

sedangkan untuk pengetahuan, sikap serta praktik penggunaan bahan toksik

boraks yang dilakukan pengelola bakso didapatkan melalui kuesioner.

Page 25: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

9

BAB II

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,

baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

makanan ataupun minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk di dalamnya

adalah bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang

digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembuatan makanan

atau minuman (Saparinto et al, 2006).

Kualitas pangan dapat ditinjau dari aspek mikrobiologis, fisik (warna,

bau, rasa dan tekstur) dan kandungan gizinya. Pangan yang tersedia secara

alamiah tidak selalu bebas dari senyawa yang tidak diperlukan oleh tubuh,

bahkan dapat mengandung senyawa yang merugikan kesehatan orang yang

mengkonsumsinya. Senyawa-senyawa yang dapat merugikan kesehatan dan

tidak seharusnya terdapat di dalam suatu bahan pangan dapat dihasilkan

melalui reaksi kimia dan biokimia yang terjadi selama pengolahan maupun

penyimpanan, baik karena kontaminasi ataupun terdapat secara alamiah.

Selain itu sering dengan sengaja ditambahkan bahan tambahan pangan

(BTP) atau bahan untuk memperbaiki tekstur, warna dan komponen mutu

lainnya ke dalam proses pengolahan pangan (Hardinsyah et al, 2001).

Page 26: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

10

Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3

(Saparinto et al, 2006) :

1. Pangan Segar

Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan.

Pangan segar dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung.

2. Pangan Olahan

Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses

pengolahan dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa

bahan tambahan. Contoh: teh manis, nasi, pisang goreng dan

sebagainya. Pangan olahan bisa dibedakan lagi menjadi pangan

olahan siap saji dan tidak siap saji.

3. Pangan Olahan Tertentu

Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang

diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara

dan meningkatkan kualitas kesehatan. Contoh: ekstrak tanaman

stevia untuk penderita diabetes, susu rendah lemak untuk orang

yang menjalani diet rendah lemak dan sebagainya.

2.2 Keamanan Pangan

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain

yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi penting perannya bagi

Page 27: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

11

pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta

peningkatan kecerdasan masyarakat (Cahyadi, 2008).

Keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis

seiring dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan

teknologi, maka diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak

diproduksi, diolah, ditangani, diangkut, disimpan dan didistribusikan serta

dihidangkan kepada konsumen. Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas

kimiawi terhadap bahan pangan dapat terjadi pada rantai penanganan

pangan dari mulai saat pra-panen, pascapanen/pengolahan sampai saat

produk pangan didistribusikan dan dikonsumsi (Seto, 2001).

Sistem pangan yang ada saat ini meliputi segala sesuatu yang

berhubungan dengan peraturan, pembinaan atau pengawasan terhadap

kegiatan atau proses produksi makanan dan peranannya sampai siap

dikonsumsi manusia. Setiap orang yang bertanggung jawab dalam

penyelenggaraan produksi pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku

(Saparinto et al, 2006).

Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam

kehidupan sehari-hari. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

mengakibatkan terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan

konsumennya, mulai dari keracunan makanan akibat tidak higienisnya

proses penyiapan dan penyajian sampai resiko munculnya penyakit kanker

Page 28: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

12

akibat penggunaan bahan tambahan (food additive) yang berbahaya (Syah,

2005).

2.3 Foodborne Disease

Foodborne disease adalah penyakit bawaan makanan. Makanan

dapat membuat orang menjadi sehat atau sakit. Makanan yang sehat

membuat tubuh menjadi sehat namun, makanan yang sudah tecemar dapat

menyebabkan penyakit. Oleh karena itu, makanan dan minuman yang

dikonsumsi haruslah terjamin baik dari segi kualitas dan kuantitasnya.

Penyakit bawaan makanan ini terdiri dari tiga kategori yaitu,

penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme termasuk parasit yang

menginvasi dan bermultiplikasi dalam tubuh, penyakit yang disebabkan oleh

toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang berkembang biak di

saluran pencernaan dan penyakit yang disebabkan oleh konsumsi makanan

yang terkontaminasi dengan bahan kimiawi yang beracun atau mengandungi

toksin alami atau toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang terdapat

dalam makanan yang dikonsumsi (Sockett, 2001).

2.4 Pencemaran Bahan Toksik pada Makanan

Pencemaran pada makanan adalah pencemaran yang disebabkan oleh

masuknya suatu bahan baik secara sengaja maupun tidak sengaja yang akan

mempengaruhi kualitas makanan itu sendiri (Nurmaini, 2001). Salah satu

penyebab pencemaran pada makanan adalah adanya penambahan zat atau

bahan toksik dengan tujuan ingin meningkatkan kualitas makanan. Bahan

Page 29: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

13

toksik adalah bahan beracun dan dapat menimbulkan efek yang tidak

diinginkan (adverse effect) terhadap organisme hidup (New York Health,

2013).

Pencemaran bahan toksik pada makanan dapat terjadi dengan cara

sengaja atau tidak sengaja. Pencemaran bahan toksik pada makanan yang

terjadi dengan cara sengaja, terjadi karena bahan pencemar secara sengaja

diberikan kepada makanan sebagai bahan tambahan. Pencemaran boraks

yang dilarang pada makanan merupakan contoh pencemaran bahan toksik

pada makanan yang terjadi dengan sengaja. Pada kejadian itu pembuat

makanan dengan tujuan tertentu sengaja menambahkan boraks pada

makanan yang dibuatnya. Pencemaran bahan toksik pada makanan yang

terjadi dengan tidak sengaja, terjadinya pencemaran karena adanya bahan

pencemar pada makanan tidak sengaja diberikan oleh pembuat makanan.

Sebagai contoh, pencemaran pestisida pada makanan. Dalam hal ini

pembuat makanan tidak sengaja memberikan pestisida kepada makanan

yang dibuatnya. Pencemaran dapat terjadi mungkin karena air atau alat-alat

yang digunakan untuk mengolahnya mengandung pestisida (Sugiyatmi,

2006)

Dalam Permenkes RI No. 33 tahun 2012 disebutkan ada 19 bahan

yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang penggunaannya

dalam makanan. Di antara bahan-bahan tersebut adalah asam borat dan

senyawa-senyawanya (Kemenkes RI, 2012).

Page 30: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

14

2.5 Bahan Tambahan Pangan

2.5.1 Definisi Bahan Tambahan Pangan

BTP adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke

dalam makanan dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk

memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur dan memperpanjang

daya simpan. Selain itu, juga dapat meningkatkan nilai gizi seperti

protein, mineral dan vitamin (Widyaningsih et al, 2006).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.33 Tahun

2012, bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke

dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.

Penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi

pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh

konsumen. Dampak penggunaanya dapat berakibat positif maupun

negatif bagi masyarakat. Penyimpangan dalam penggunaannya

akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda

sebagai penerus pembangunan bangsa. Di bidang pangan kita

memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang,

yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi

dan lebih mampu bersaing dalam pasar global. Kebijakan

keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi nasional

(food nutrient) merupakan bagian integral dari kebijakan pangan

Page 31: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

15

nasional, termasuk pengunaan bahan tambahan pangan (Cahyadi,

2008).

2.5.2 Fungsi Bahan Tambahan Pangan

Fungsi dasar bahan tambahan pangan yaitu (Hughes, 1987):

1. Untuk mengembangkan nilai gizi suatu makanan.

Biasanya untuk makanan diet dengan jumlah secukupnya. Di

banyak negara, termasuk Amerika dan Inggris, nutrisi tertentu

harus ditambahkan ke dalam makanan pokok berdasarkan

peraturan mereka.

2. Untuk mengawetkan dan memproduksi makanan.

Demi kesehatan kita dan untuk mencegah penggunaan bumbu

dengan masa singkat dan fluktuasi harga, sangatlah penting

makanan itu dibuat mampu menahan pengaruh racun dalam

jangka waktu selama mungkin.

3. Menolong produksi

Fungsi ini memiliki peranan yang penting untuk menjamin

bahwa makanan diproses seefisien mungkin dan juga dapat

menjaga keadaan makanan selama penyimpanan.

4. Untuk memodifikasi pandangan kita.

Bahan tambahan ini mengubah cara kita memandang, mengecap,

mencium, merasa dan bahkan mendengar bunyi makanan yang

kita makan (kerenyahan). Ada dua alasan utama mengapa

menggunakan bahan tambahan ini, pertama karena ekonomi,

Page 32: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

16

misalnya makanan dengan bahan dan bentuk yang kurang bagus

dapat dibuat lebih menarik dengan meniru produksi yang lebih

berkualitas. Kedua, adalah karena permintaan publik, misalnya

dalam masakan modern dimana bahan makanan dasar

dimodifikasi.

2.5.3 Jenis Bahan Tambahan Pangan

Pada umumnya bahan tambahan pangan dibagi menjadi dua

bagian besar, yaitu (Winarno, 1992):

1. Aditif sengaja yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja

dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk

meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan

keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk atau rupa dan

lain sebagainya.

2. Aditif tidak sengaja yaitu aditif yang terdapat dalam makanan

dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses

pengolahan.

Bila dilihat dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber

alamiah seperti lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya, dapat juga

disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan

bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat

metabolismenya seperti misalnya β-karoten, asam askorbat, dan

lain-lain. Pada umumnya bahan sintetik mempunyai kelebihan

Page 33: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

17

yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian

ada kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses

sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan

kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang

terjadi kanker pada hewan atau manusia.

2.5.4 Golongan Bahan Tambahan Pangan

Menurut PERMENKES RI No. 33 tahun 2012, bahan

tambahan pangan yang digunakan dalam pangan terdiri atas

beberapa golongan sebagai berikut:

1. Antibuih (Antifoaming agent);

2. Antikempal (Anticaking agent);

3. Antioksidan (Antioxidant);

4. Bahan pengkarbonasi (Carbonating agent);

5. Garam pengemulsi (Emulsifying salt);

6. Gas untuk kemasan (Packaging gas)

7. Humektan (Humectant);

8. Pelapis (Glazing agent);

9. Pemanis (Sweetener);

10. Pembawa (Carrier);

11. Pembentuk gel (Gelling agent);

12. Pembuih (Foaming agent);

13. Pengatur keasaman (Acidity regulator);

14. Pengawet (Preservative);

Page 34: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

18

15. Pengembang (Raising agent);

16. Pengemulsi (Emulsifier);

17. Pengental (Thickener);

18. Pengeras (Firming agent);

19. Penguat rasa (Flavour enhancer);

20. Peningkat volume (Bulking agent);

21. Penstabil (Stabilizer);

22. Peretensi warna (Colour retention agent);

23. Perisa (Flavouring);

24. Perlakuan tepung (Flour treatment agent);

25. Pewarna (Colour);

26. Propelan (Propellant); dan

27. Sekuestran (Sequestrant).

2.5.5 Bahan Tambahan Pangan yang Tidak Diizinkan

BTP yang tidak diizinkan atau dilarang digunakan dalam

makanan menurut PERMENKES RI No. 33 tahun 2012:

1. Asam borat dan senyawanya (Boric acid)

2. Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its

salt)

3. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC)

4. Dulsin (Dulcin)

5. Formalin (Formaldehyde)

6. Kalium bromat (Potassium bromate)

Page 35: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

19

7. Kalium klorat (Potassium chlorate)

8. Kloramfenikol (Chloramphenicol)

9. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable

oils)

10. Nitrofurazon (Nitrofurazone)

11. Dulkamara (Dulcamara)

12. Kokain (Cocaine)

13. Nitrobenzen (Nitrobenzene)

14. Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate)

15. Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)

16. Biji tonka (Tonka bean)

17. Minyak kalamus (Calamus oil)

18. Minyak tansi (Tansy oil)

19. Minyak sasafras (Sasafras oil)

2.6 Zat Pengawet

Zat pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah

atau menghambat tumbuhnya bakteri, sehingga tidak terjadi fermentasi

(pembusukan), pengasaman atau penguraian makanan karena aktifitas jasad-

jasad renik (bakteri) (Fardiaz, 2007). Zat pengawet terdiri dari senyawa

organik dan senyawa anorganik dalam bentuk asam dan garamnya.

1. Pengawet Organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada zat pengawet

anorganik karena pengawet organik lebih mudah dibuat dan dapat

Page 36: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

20

terdegradasi sehingga mudah diekskresikan. Bahan pengawet

organik yang sering digunakan adalah: asam sorbat, asam

propianat, dan asam benzoat.

2. Pengawet Anorganik

Pengawet anorganik yang masih sering dipakai dalam bahan

makanan adalah: nitrit, nitrat dan sulfit (Rohman dan Sumantri,

2007).

Banyak cara yang telah dilakukan untuk mengawetkan bahan

pangan, misalnya pengalengan makanan, pengawetan (asinan/manisan)

dalam botol, pendinginan, pemanasan, pengeringan dan penggaraman.

Dalam melakukan pengawetan biasanya digunakan bahan kimia dan dewasa

ini penggunaannya semakin bertambah karena merupakan salah satu pilihan

yang menguntungkan bagi produsen makanan olahan.

Alasan produsen dalam penggunaan bahan pengawet adalah

(Fardiaz, 2007):

1. Kebutuhan teknis.

Dewasa ini banyak perubahan yang terjadi, misalnya

pengawet pada mentega, banyak digunakan asam sitrat dan

vitamin E dari pada butil hidroksi anisol (BHA) dan butil

hidroksi toluen (BHT).

2. Memperpanjang masa simpan.

Hal ini merupakan masalah yang sukar. Produsen dan

konsumen sama-sama berkepentingan, artinya konsumen

Page 37: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

21

menginginkan produk lebih awet supaya tidak belanja

setiap hari dan produsen pun ingin makanan cukup waktu

untuk pendisribusian dan penjualannya.

3. Melengkapi teknik pengawetan.

Adanya pengawet membuat warna tetap selama masa

distribusi. Teknik pengawetan misalnya dengan pemanasan

menjadi lebih sempurna. Artinya untuk mengawetkan suatu

bahan tidak diperlukan suhu yang terlalu tinggi lagi.

4. Mengganti kehilangan antioksidan dan pengawet alami

secara proses. Pengawet juga berfungsi untuk menambah

antioksidan yang ada pada bahan makanan secara alami dan

oleh karena perlakuan pada prosesnya menjadi hilang atau

berkurang.

5. Menanggulangi masalah higienis.

Segi higienis dalam pabrik, jauh dari memadai. Bahan

pengawet dapat membantu membuat makanan tidak cepat

rusak, akibat sanitasi pabrik yang kurang baik.

6. Kebutuhan ekonomi

Bahan pengawet yang digunakan adalah sangat sedikit.

Tetapi untungnya sangat besar karena makanan menjadi

awet dan dapat disimpan dalam waktu lama.

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan

yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau

Page 38: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

22

memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau penguraian yang

disebabkan oleh mikroba. Akan tetapi tidak jarang produsen

menggunakannya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk

memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur (Syah, 2005).

Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena

dengan bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan

mikroba, baik bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau

gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial non patogen yang dapat

menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Namun dari

sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang

merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang

dikonsumsi. Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan

diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya,

baik yang bersifat langsung, misalnya keracunan; maupun yang bersifat

tidak langsung atau kumulatif, misalnya apabila bahan pengawet yang

digunakan bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2008).

2.7 Boraks

Boraks atau dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai sodium

tetraboratedecahydrate (Na2B4O7·10H2O) merupakan bahan pengawet yang

dikenal masyarakat awam untuk mengawetkan kayu, antiseptik kayu dan

pengontrol kecoa.

Page 39: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

23

Tabel 2.1 Sifat Kimia Boraks

Sifat Kimia Keterangan

Titik didih 320oC

Titik lebur 75oC

pH 9,5

Kelarutan 6 g/100 ml air

Sumber: BPOM, 2002

Dalam pasaran boraks biasa disebut dengan air bleng, garam bleng,

pijer atau cetitet. Masyarakat umumnya menggunakan boraks sebagai

pengawet pada mie, bakso, lontong, kerupuk uli, makaroni, ketupat.

Tampilan fisik boraks adalah berbentuk serbuk kristal putih.

Boraks tidak memiliki bau jika dihirup menggunakan indera pencium serta

tidak larut dalam alkohol. Indeks keasaman dari boraks diuji dengan kertas

lakmus adalah 9,5, ini menunjukkan tingkat keasaman boraks cukup tinggi

(Bambang, 2008).

Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet

berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan

makanan. Boraks adalah senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7 10H2O

berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan

Page 40: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

24

normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam

borat (Syah, 2005).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 33 Tahun 2012,

asam borat dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan

tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam produk makanan.

Karena asam borat dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang

mempunyai sifat karsinogen. Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan

ternyata masih banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan

makanan, karena selain berfungsi sebagai pengawet, boraks juga dapat

memperbaiki tekstur bakso dan kerupuk hingga lebih kenyal dan lebih

disukai konsumen (Mujianto, 2003).

Karekteristik boraks antara lain (Riandini, 2008):

1. Warna adalah jelas bersih

2. Kilau seperti kaca

3. Kristal ketransparanan adalah transparan ke tembus cahaya

4. Sistem hablur adalah monoklin

5. Perpecahan sempurna di satu arah

6. Warna lapisan putih

7. Mineral yang sejenis adalah kalsit, halit, hanksite,

colemanite, ulexite dan garam asam bor yang lain.

8. Karakteristik yang lain: suatu rasa manis yang bersifat

alkali.

Page 41: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

25

2.7.1 Kegunaan Boraks

Boraks bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair

(natrium hidroksida atau asam borat). Baik boraks maupun asam

borat memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan oleh industri

farmasi sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan

kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata. Selain itu boraks

juga digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas, bahan

pembersih/pelicin porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu

(Aminah dan Himawan, 2009).

Boraks juga dapat digunakan sebagai algaesida, fungisida,

herbisida dan insektisida. Boraks sering digunakan untuk

mengendalikan insekta seperti semut atau kecoa (EPA, 2006).

2.7.2 Pengawet Boraks pada Makanan

Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula

digunakan sebagai pengawet makanan. Selain sebagai pengawet,

bahan ini berfungsi pula mengenyalkan makanan. Makanan yang

sering ditambahkan boraks diantaranya adalah bakso, lontong, mie

basah, kerupuk, dan berbagai makanan tradisional seperti “lempeng”

dan “alen-alen”(Yuliarti, 2007).

Page 42: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

26

2.7.3 Dampak Boraks Terhadap Kesehatan

Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya

terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam

organ tubuh. Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu diekskresi

maka ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan

dengan organ yang lain. Bila mengkonsumsi makanan yang

mengandung boraks tidak langsung berakibat buruk terhadap

kesehatan, tetapi senyawa tersebut diserap dalam tubuh secara

kumulatif, disamping melalui saluran pencernaan boraks dapat

diserap melalui kulit. Konsumsi boraks yang tinggi dalam makanan

dan diserap dalam tubuh akan disimpan secara akumulatif dalam hati

otak dan testis serta akan menyebabkan timbulnya gejala pusing,

muntah, mencret dan kram perut. Boraks dapat mempengaruhi alat

reproduksi, selain itu juga dapat mempengaruhi metabolisme enzim

(BPOM,2004).

Menurut standar internasional WHO, dosis fatal boraks

berkisar 3-6 gram perhari untuk anak kecil dan bayi, untuk dewasa

sebanyak 15-20g per-hari dapat menyebabkan kematian. Tidak

adanya dampak negatif yang membahayakan kesehatan manusia

yang mengkonsumsi suatu makanan yang mengandung boraks atau

No Observed Adverse Effect Level (NOAEL) adalah sebesar 8,8

mg/kg berat badan per-hari (EPA, 2006).

Page 43: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

27

Menurut PERMENKES No.33 tahun 2012 tentang bahan

tambahan pangan, boraks merupakan bahan tambahan yang dilarang

karena 50% dari yang terabsorbsi diekresikan lewat urin, sedangkan

sisanya dieksresikan 3-7 hari/lebih.

Efek negatif dari penggunaan bahan toksik boraks dalam

pemanfaatannya yang salah pada kehidupan dapat berdampak sangat

buruk pada kesehatan manusia. Boraks memiliki efek racun yang

sangat berbahaya pada sistem metabolisme manusia sebagai halnya

zat-zat tambahan makanan lain yang merusak kesehatan manusia.

Keracunan kronis dapat disebabkan oleh absorpsi dalam

waktu lama. Akibat yang timbul diantaranya anoreksia, berat badan

turun, muntah, diare, ruam kulit, alposia, anemia dan konvulsi.

Penggunaan bahan toksik boraks apabila dikonsumsi secara terus-

menerus dapat mengganggu gerak pencernaan usus, kelainan pada

susunan saraf, depresi dan kekacauan mental. Dalam jumlah serta

dosis tertentu, boraks bisa mengakibatkan degradasi mental, serta

rusaknya saluran pencernaan, ginjal, hati dan kulit karena boraks

cepat diabsorbsi oleh saluran pernapasan dan pencernaan, kulit yang

luka atau membran mukosa (Saparinto et al, 2006).

Gejala awal keracunan boraks bisa berlangsung beberapa jam

hingga seminggu setelah mengonsumsi atau kontak dalam dosis

Page 44: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

28

toksis. Gejala klinis keracunan boraks biasanya ditandai dengan hal-

hal berikut (Saparinto et al, 2006):

1. Sakit perut sebelah atas, muntah dan mencret

2. Sakit kepala dan gelisah

3. Penyakit kulit berat

4. Muka pucat dan kadang-kadang kulit kebiruan

5. Sesak nafas dan kegagalan sirkulasi darah

6. Hilangnya cairan dalam tubuh

7. Degenerasi lemak hati dan ginjal

8. Otot-otot muka dan anggota badan bergetar diikuti dengan

kejang-kejang

9. Kadang-kadang tidak kencing dan sakit kuning

10. Tidak memiliki nafsu makan, diare ringan dan sakit kepala

2.8 Bakso

Bakso adalah makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh

dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati

atau serelia dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan (BSN,

1995). Biasanya istilah bakso tersebut diikuti dengan nama jenis dagingnya

seperti bakso ikan, bakso ayam, bakso sapi. Berdasarkan bahan bakunya

terutama ditinjau dari jenis daging dan jumlah tepung yang digunakan

dibedakan atas 3 yaitu: bakso daging yang dibuat dari daging yang sedikit

mengandung urat, misalnya daging penutup, pendasar gandik dengan

penambahan tepung lebih sedikit daripada berat daging yang digunakan;

Page 45: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

29

bakso urat adalah bakso yang dibuat dari daging yang banyak mengandung

jaringan ikat atau urat misalnya daging iga. Penambahan tepung pada bakso

urat lebih sedikit daripada jumlah daging yang digunakan; sedangkan bakso

aci adalah bakso yang jumlah penambahan jumlah tepungnya lebih banyak

dibanding dengan jumlah daging yang digunakan.

Bakso sebagai salah satu produk industri pangan, memiliki standar

mutu yang telah ditetapkan. Adapun standar mutu bakso menurut SNI 01-

3818-1995, dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Syarat Mutu Bakso

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan:

1.1 Bau Normal, khas daging

1.2 Rasa Gurih

1.3 Warna Normal

1.4 Tekstur Kenyal

2. Air % b/b Maks 70,0

3. Abu (dihitung atas dasar

bahan kering)

% b/b Maks. 3,0

4. Protein (N x 6,25)

dihitung atas dasar

bahan kering

% b/b Min. 9,0

Page 46: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

30

Tabel 2.2 Lanjutan

Sumber: Standar Nasional Indonesia, 1995

5. Lemak % b/b Min. 2,0

6. Boraks - Tidak boleh ada sesuai

dengan SNI 7. Bahan tambahan

makanan

-

8. Cemaran logam

8.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks 2.0

8.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 20.0

8.3 Seng (Zn) mg/kg Maks 40.0

8.4 Timah mg/kg Maks 40.0

8.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03

9. Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0,5

10. Cemaran mikroba:

10.1 Angka lempeng

total

Koloni/g Maks. 1.0 x 105

10.2 Bakteri bentuk coli APM/g Maks. 10

10.3 E.coli APM/g Maks. 1.0 x 104

10.4 Enterococci Koloni/g Maks. 1 x 103

10.5 C.perfingens Koloni/g Maks. 1 x 102

10.6 Salmonella - Negatif

10.7 S.aureus Koloni/g Maks. 1 x 102

Page 47: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

31

2.8.1 Komposisi Bakso

Dalam pembuatan bakso disamping daging diperlukan

bahan-bahan lain seperti:

1. Daging, daging dicuci bersih kemudian digiling sebagai

campuran pada saat pengulenan dengan tepung terigu

2. Tepung, yang digunakan umumnya tepung tapioka,

gandum, atau tepung aren, dapat digunakan secara sendiri

– sendiri maupun campuran, dalam jumlah 10 – 100% atau

lebih dari berat daging.

3. Pati, semakin tinggi kandungan patinya semakin rendah

mutu serta murah harganya.

4. Garam dapur dan bumbu, digunakan sebagai adonan

penyedap untuk mendapatkan rasa yang enak.

5. Es, digunakan untuk mempertahankan suhu rendah untuk

menghasilkan emulsi yang baik.

2.8.2 Zat kimia yang ditambahkan pada bakso

Pada pembuatan bakso zat kimia yang biasa ditambahkan

oleh pedagang seperti:

1. Benzoat, diperbolehkan dan aman dikonsumsi asalkan tidak

melebihi kadar yang ditentukan

2. Boraks, biasanya boraks dengan dosis 800-4000 ppm atau

0,5 – 1 % (dari berat adonan) dicampur ke dalam adonan,

Page 48: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

32

untuk mendapatkan produk bakso yang kering, kesat atau

kenyal teksturnya.

3. Tawas, digunakan untuk mengeringkan sekaligus

mengeraskan permukaan

4. Titanium dioksida (TiO2), penambahan zat ini dalam

adonan bakso umumnya sekitar 0,5-1,0% dari berat adonan,

digunakan sebagai bahan pemutih untuk menghindarkan

terjadinya bakso berwarna gelap

5. STPP (Sodium Tri-polyphosphate), STPP secara umum

diijinkan dan telah banyak digunakan dalam makanan untuk

keperluan perbaikan tekstur dan meningkatkan daya

cengkram air (Pratomo, 2009)

2.8.3 Pembuatan Bakso

Pembuatan bakso terdiri dari persiapan bahan,

penghancuran daging, pencampuran bahan dan pembuatan adonan,

pencetakan dan pemasakan. Berikut penjelasan setiap tahapnya:

1. Persiapan

Persiapan bahan meliputi pemilihan daging dan

penyiangan bahan tambahan lainnya. Daging bisa dipilih

yang segar, bersih atau dibersihkan dari lemak permukaan

dan jaringan ikat atau urat.

2. Penghancuran daging

Penghancuran daging bertujuan untuk memecah serabut

Page 49: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

33

daging, sehingga protein yang larut dalam larutan garam

akan mudah keluar. Penghancuran daging untuk bakso

dapat dilakukan dengan cara mencacah, menggiling atau

mencincang sampai lumat.

3. Pencampuran bahan dan pembuatan adonan.

Pembuatan adonan dapat dilakukan dengan mencampur

seluruh bagian bahan kemudian menghancurkannya

sehingga membentuk adonan. Atau dengan

menghancurkan daging bersama-sama garam dan es batu

terlebih dulu, baru kemudian dicampurkan bahan-bahan

lain dengan alat yang sama atau menggunakan mixer.

4. Pemasakan bakso

Pemasakan bakso biasanya dilakukan dalam dua tahap.

Tahap pertama, bakso dipanaskan dalam panci berisi air

hangat sekitar 600C sampai 80

0C, sampai bakso mengeras

dan mengambang di permukaan air. Pada tahap

selanjutnya bakso dipindahkan ke dalam panci lainnya

yang berisi air mendidih, kemudian direbus sampai

matang, biasanya sekitar 10 menit. Pemasakan bakso

dalam dua tahap tersebut dimaksudkan agar permukaan

produk bakso yang dihasilkan tidak keriput dan tidak

pecah akibat perubahan suhu yang terlalu cepat

(Menristek, 2006)

Page 50: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

34

2.9 Boraks pada Bakso

Pemakaian boraks untuk memperbaiki mutu bakso sebagai

pengawet telah diteliti pada tahun 1993. Di DKI Jakarta ditemukan 26%

bakso mengandung boraks, baik di pasar swalayan, pasar tradisional dan

pedagang makanan jajanan. Pada pedagang bakso dorongan ditemukan 7

dari 13 pedagang menggunakan boraks dengan kandungan boraks antara

0,01 – 0,6%.

Berikut ini cara pembuatan boraks pada bakso:

1. Daging yang sudah digiling halus oleh mesin penggiling

dimasukkan ke dalam wadah.

2. Setelah daging tersebut dicampurkan dengan sagu dan

bumbu lainnya, pengolah mencampurkan bahan bakso

dengan boraks

3. Setelah itu bakso dibentuk dan direbus kemudian

dikeringkan dan siap untuk dihidangkan (Eka, 2013)

2.10 Perilaku

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan

atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia pada

hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri.

Menurut Robert Kwick (1974) dalam Notoatmodjo (2003)

menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme

yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku manusia

Page 51: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

35

merupakan hasil dari pengalaman serta interaksi manusia dengan

lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan

tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi seorang

individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.

Respon ini dapat bersifat pasif (berpikir, berpendapat, bersikap) maupun

aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan

dapat dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan

lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang

kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak

tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli

membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu

pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah

knowledge, attitude, practice (Sarwono, 2004).

2.10.1 Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil penginderaan

manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera

yang dimilikinya. Menurut Notoatmojo (2003), pengetahuan itu

sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan

sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan

bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan

semakin luas pula pengetahuannya, namun bukan berarti seseorang

yang berpendidikan rendah akan mutlak berpengetahuan rendah,

Page 52: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

36

sebab pengetahuan tidak mutlak diperoleh melalui pendidikan formal

saja melainkan dapat diperoleh melalui pendidikan non formal.

Menurut Notoatmodjo, pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang

(overt behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku

yang didasari oleh pengetahuan akan lebih melekat dari pada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang

cukup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Yang termasuk kedalam

pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mengidentifikasi serta menyatakan.

2. Memahami (Comprehention)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan di

mana dapat menginterprestasikan secara benar.

Page 53: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

37

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil

(sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan aplikasi atau

penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prisip dalam

konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menyatakan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi

masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada

kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Syntesis)

Sintesis yaitu menunjukan pada suatu kemampuan untuk

melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam

suatu keseluruhan yang baru atau dengan kata lain

merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada.

Page 54: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

38

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Nursalam

(2003):

1. Faktor Internal

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-

cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat

dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan

dan kebahagiaan. Pada umumnya makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah menerima

informasi. Pendidikan seseorang dapat diperoleh secara

formal, informal dan non formal. Pendidikan disebut

juga dengan pendidikan prasekolah dan berupa

rangkaian jenjang yang telah baku. Misalnya SD, SMP,

SMA dan PT (Perguruan Tinggi). Pendidikan non

formal lebih difokuskan pada pemberian keahlian dan

skil yang berguna untuk terjun ke masyarakat.

Sedangkan pendidikan informal merupakan pendidikan

yang berada disamping pendidikan formal dan non

formal. Menurut UU RI No.2 Tahun 1989 ada tiga

jenjang dari pendidikan yaitu pendidikan dasar jika

pendidikan ibu (SD dan SMP), menengah jika (SMA)

dan tinggi jika pendidikan ibu PT (Perguruan Tinggi).

Page 55: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

39

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang

memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara

langsung maupun secara tidak langsung.

c. Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat

dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut

Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang

dalam berfikir dan bekerja.

2. Faktor Eksternal

a. Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di

sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat

mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau

kelompok.

b. Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi sikap dalam menerima informasi.

2.10.2 Sikap

Sikap (attitude) menurut Sarwono (2003) adalah kesiapan atau

kesediaan seseorang untuk bertingkah laku atau merespons sesuatu

baik terhadap rangsangan positif maupun rangsangan negatif dari

Page 56: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

40

suatu objek rangsangan. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas. Akan tetapi sikap merupakan faktor predisposisi bagi

seseorang untuk berperilaku.

Sikap merupakan respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung

dilihat akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah

laku tetutup.

Menurut Allport (1954) seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo

(2005), sikap memiliki pokok, yakni :

a. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

b. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu konsep

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, antara lain :

a. Menerima

b. Merespon

c. Menghargai

d. Bertanggung jawab

Pengkategorian sikap terdiri dari:

a. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati,

menyenangi, menghadapkan objek tertentu.

b. Sikap negatif, terdapat kecenderungan untuk menjauhi,

menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu

(Zuriah, 2003).

Page 57: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

41

2.10.3 Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan

(overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan

nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang

memungkinkan.

Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan :

a. Persepsi, merupakan mekanisme mengenal dan memilih

berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil.

b. Respon terpimpin, yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai

dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

c. Mekanisme, yaitu dapat melakukan sesuatu secara otomatis

tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.

d. Adopsi, merupakan Suatu tindakan yang sudah berkembang

dengan baik, artinya tindakan itu telah dimodifikasikan

tanpa mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut

(Notoatmodjo, 2007).

2.11 Pedagang

Pada penelitian ini, pengelola bakso yang dimaksud adalah pengelola

yang membuat sekaligus menjajakan bakso, sehingga pengelola dapat

dikategorikan sebagai pedagang.

Page 58: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

42

2.11.1 Definisi Pedagang

Menurut Damsar (1997) pedagang adalah orang atau institusi

yang memperjualbelikan produk atau barang, kepada konsumen baik

secara langsung maupun tidak langsung. Pedagang dibedakan

menurut jalur distribusi yang dilakukan yaitu:

a. Pedagang distributor (tunggal) yaitu pedagang yang memegang

hak distribusi satu produk dari perusahaan tertentu.

b. Pedagang (partai) besar yaitu pedagang yang membeli suatu

produk dalam jumlah besar yang dimaksudkan untuk dijual

kepada pedagang lain.

c. Pedagang eceran, yaitu pedagang yang menjual produk

langsung kepada konsumen.

Page 59: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

43

2.12 Kerangka Teori

Modifikasi sumber:

Winarno, 1994; Notoatmodjo, 2003; Nurmaini, 2001; Mulia, 2005; Sarwono, 2004

Menurut Mulia (2005) foodborne disease adalah penyakit yang

disebabkan karena mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar.

Pencemaran makanan dapat disebabkan oleh sanitasi makanan yang buruk.

Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni; faktor fisik,

faktor kimia dan faktor biologi. Diantara 3 faktor tersebut, boraks masuk ke

kategori kimia. Boraks merupakan suatu jenis senyawa kimia yang bersifat

toksik sering digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan (Winarno

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Page 60: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

44

1994). Adanya bahan toksik dalam makanan mengindikasikan bahwa

makanan tersebut telah tercemar. Menurut Nurmaini (2001), penggunaan

bahan toksik boraks pada makanan merupakan pencemaran bahan toksik

yang terjadi dengan cara sengaja atau terjadi karena bahan pencemar secara

sengaja diberikan kepada makanan sebagai bahan tambahan. Perilaku

menurut Notoatmodjo (2003) merupakan hasil dari pengalaman serta

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan pemaparan tersebut maka

terbentuklah kerangka teori seperti demikian.

Page 61: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

45

BAB III

3 KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan bagan pada kerangka teori dapat terlihat bahwa foodborne

disease disebabkan oleh adanya makanan tercemar dan makanan tersebut

dapat tercemar dikarenakan sanitasi yang buruk yang dapat disebabkan oleh

faktor fisik, kimia, dan biologi. Pada penelitian ini, faktor yang akan diteliti

adalah faktor kimia sesuai dengan tujuan dari penelitian ini adalah ingin

menganalisis pencemaran boraks pada makanan, dimana boraks merupakan

salah satu jenis senyawa kimia yang biasa ditambahkan pada makanan.

Makanan yang dimaksud pada penelitian adalah bakso. Penggunaan bahan

toksik boraks pada bakso di penelitian ini dilihat dari dari keberadaan

cemaran boraks pada bakso melalui uji laboratorium.

Cemaran toksik

boraks pada bakso

Pengetahuan pengelola

terkait bahaya boraks

Sikap pengelola terhadap

penggunaan bahan toksik

boraks pada bakso

Praktik pengelola

terhadap penggunaan

bahan toksik boraks

dalam pengolahan bakso

Page 62: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

46

Sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003) yang disesuaikan dengan

penelitian ini, penggunaan bahan toksik boraks oleh pengelola bakso

dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu: pengetahuan pengelola terkait bahaya boraks,

sikap pengelola terhadap penggunaan bahan toksik boraks, serta tindakan

yang dalam hal ini berupa praktik pengelola terhadap penggunaan bahan

toksik boraks dalam pengolahan bakso. Pada penelitian ini akan dilihat

bagaimana pengaruh dari pengetahuan, sikap dan praktik dari pengelola

bakso terhadap cemaran boraks yang terdapat pada bakso tersebut.

3.2 Hipotesis

1. Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan pengelola dengan

pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat

2. Adanya hubungan antara sikap pengelola dengan pencemaran bahan

toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat

3. Adanya hubungan antara praktik penggunaan bahan toksik boraks

dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan

Ciputat.

Page 63: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

47

3.3 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala

Ukur

1. Pengetahuan

pengelola terkait

bahaya boraks

Pemahaman dan

pengetahuan responden

tentang bahaya boraks.

Wawancara Kuesioner

1.

Tinggi: jika jawaban

benar ≥ 8 butir

soal

Rendah: jika jawaban

benar < 8 butir

soal. (Wijaya et

al, 2013)

Ordinal

Page 64: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

48

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

2.. Sikap pengelola

terhadap penggunaan

bahan toksik boraks

pada bakso

Respon yang

ditunjukkan responden

penggunaan bahan

toksik boraks pada

bakso

Wawancara Kuesioner

- Sikap positif: jika

jawaban benar ≥5

butir soal (>50%)

- Sikap negatif: jika

jawaban benar <5

butir soal (<50%)

(Hidayat, 2007)

Ordinal

3. Praktik penggunaan

bahan toksik boraks

Kegiatan yang

dilakukan pengelola

berkaita dengan

penggunaan bahan

toksik boraks

Wawancara Kuesioner 0 = Tidak baik Nominal

Page 65: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

49

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

dalam pengolahan

bakso

dalam proses

pengolahan bakso

1= Baik

4. Pencemaran bahan

toksik boraks pada

bakso

Terdeteksinya

kandungan boraks pada

bakso saat uji kualitatif

dengan menggunakan

alat uji.

Pengukuran Food

Security Kit

Warna kertas uji:

0= Tidak berubah

warna (tidak terjadi

pencemaran)

1 = Merah bata (terjadi

pencemaran)

Nominal

Page 66: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

50

BAB IV

4 METODE PENELITIAN

4.1 Desain Studi

Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dimana data

yang menyangkut variabel bebas dan variabel terikat akan dikumpulkan

dalam waktu yang bersamaan.

4.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan.

Luas Kelurahan Ciputat adalah 183,34 Ha/km2 dengan jumlah penduduk

18.880 jiwa. Kelurahan Ciputat terdiri dari 15 RW. Berikut batas geografi

Kelurahan Ciputat:

Utara : Kelurahan Sawah Lama

Selatan : Kelurahan Pondok Cabe Ilir

Barat : Kelurahan Kedaung & Kelurahan Pamulang Timur

Timur : Kelurahan Cempaka Putih/Kelurahan Cipayung

Berdasarkan hasil studi pendahuluan, di Kelurahan Ciputat terdapat

sebanyak 34 pedagang bakso yang berjualan secara menetap. Seluruh

pedagang tersebut merupakan responden pada penelitian ini.

Page 67: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

51

4.3 Populasi

Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan

diduga. Anggota unit populasi disebut elemen populasi (Sumantri, 2011).

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang bakso yang

berjualan secara menetap di Kelurahan Ciputat.

4.4 Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau di

ukur (Sumantri, 2011). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini

yaitu menggunakan sampel jenuh. Sampel jenuh merupakan teknik

penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel,

atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang

sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana anggota

populasi dijadikan sampel (Sugiono, 2005). Sampel pada penelitian ini

berjumlah 34 responden yang merupakan pedagang bakso menetap yang

berlokasi di sekitar kelurahan Ciputat. Jumlah tersebut didapatkan

berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan melalui turun ke

lapangan untuk mencari serta mengumpulkan data seluruh pedagang yang

berjualan bakso secara menetap di Kelurahan Ciputat.

4.5 Jenis Data

Data pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

Data primer merupakan data yang diperoleh dengan melakukan pengukuran

langsung. Data primer dalam penelitian ini adalah cemaran bahan toksik

Page 68: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

52

boraks, pengetahuan, sikap serta praktik penggunaan bahan toksik boraks

yang dilakukan pengelola bakso. Sedangkan data sekunder dalam penelitian

ini adalah data pedagang bakso yang berasal dari Kelurahan Ciputat.

4.6 Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dari hasil pengukuran terhadap variabel yang

akan diteliti langsung dan kuesioner yang diisi oleh responden. Pengetahuan,

sikap serta praktik penggunaan bahan toksik boraks yang dilakukan

pengelola bakso didapatkan melalui kuesioner sedangkan, pencemaran

bahan toksis boraks pada bakso diperoleh dari pengukuran menggunakan

Food Security Kit.

Pengumpulan data dengan kuesioner dilakukan dengan mengunjungi

pengelola bakso satu persatu ke lokasi berjualannya untuk melakukan

wawancara. Selain wawancara, peneliti juga membeli bakso yang dijual

oleh pengelola tersebut untuk diambil sampelnya serta diuji dengan

menggunakan Food Security Kit.

4.7 Teknik Sampling Boraks pada Bakso

Pada penelitian ini, sampel diambil dan diuji kandungannya dengan

tes kit atau alat uji yang bernama food security kit. Food security kit

merupakan alat yang berfungsi untuk menguji kandungan bahan kimia

berbahaya yang terdapat dalam makanan.

Page 69: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

53

Berikut langkah-langkah penggunaan alat Food Security Kit:

1. Haluskan bakso sebanyak 10 gram menggunakan mortar

2. Setelah bakso menjadi halus, masukkan ke dalam gelas kaca

atau tabung reaksi

3. Tambahkan dengan 10 ml air panas, aduk dan biarkan hingga

dingin

4. Tambahkan 10 - 15 tetes reagen cair, kemudian aduk kembali

5. Celupkan kertas uji ke dalam air campuran sampai terendam

sebagian

6. Keringkan kertas uji di bawah terik matahari atau anginkan.

Setelah kering, amati kertas uji yang telah tercelup. Jika

tebentuk warna merah bata pada kertas, maka dapat disimpulkan

bakso mengandung boraks.

4.8 Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan terdiri dari serangkaian tahapan yang harus

dilakukan meliputi:

1. Data Coding

Kegiatan mengklasifikasikan data dan memberikan kode untuk

masing-masing kelas sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data.

Peneliti membuat kode untuk setiap jawaban dari pertanyaan pada

kuesioner. Pada penelitian ini coding dilakukan saat seluruh

responden telah mengisi kuesioner.

Page 70: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

54

2. Data Editing

Penyuntingan data dilakukan sebelum proses pemasukan data.

Proses editing ini dilakukan peneliti setelah data terkumpul untuk

pengecekan jika ada data yang salah atau meragukan sehingga

masih dapat ditelusuri kembali kepada responden/informan yang

bersangkutan.

3. Data Structure

Data structure dikembangkan sesuai dengan analisis yang akan

dilakukan dan jenis perangkat lunak yang dipergunakan. Pada

penelitian ini perangkat lunak yang digunakan adalah SPSS.

4. Data Entry

Pada proses data entry, peneliti memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam program SPSS diantaranya data mengenai

pengetahuan, sikap, praktik pada pengelola bakso serta

pencemaran yang terjadi pada bakso tersebut.

5. Data Cleaning

Proses pembersihan data ini dilakukan setelah data telah selesai

dimasukkan. Pembersihan data ini dilakukan dengan melihat

distribusi frekuensi.

4.9 Analisis

Analisis univariat yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan gambaran pada masing – masing variabel yang telah diteliti.

Page 71: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

55

Data disampaikan dalam bentuk distribusi frekuensi menurut masing –

masing variabel yang telah diteliti. Variabel dependen pada penelitian ini

yaitu cemaran bahan toksik boraks, sedangkan variabel independen pada

penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan praktik pengelola bakso.

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Analisis bivariat dalam penelitian ini

menggunakan uji Chi-Square, yaitu uji yang dilakukan dimana variabel

yang dihubungkan keduanya adalah kategorik.

Untuk melihat hasil kemaknaan dari perhitungan statistik

menggunakan batas kemaknaan 0,05 yaitu (Hastono, 2001):

Kriteria hipotesis nol (Ho) ditolak apabila nilai p < 0,05 yang

berarti ada signifikansi perbedaan yang bermakna secara statistik

Kriteria hipotesis (Ho) diterima apabila nilai p > 0,05 yang berarti

tidak ada signifikansi perbedaan yang bermakna secara statistik.

4.10 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 10 orang pengelola

bakso dimana sampel yang dipilih adalah sampel yang memiliki

karakteristik yang sama dengan sampel dalam penelitian

A. Uji Validitas

Uji validitas dalam penelitian ini berhubungan dengan

pertanyaan – pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner mengenai

Page 72: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

56

substansi pertanyaan tingkat pengetahuan, sikap dan praktik

pengelola bakso. Uji validitas ini bertujuan untuk mengetahui

sejauh mana ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat

kebenaran alat ukur dengan cara mengukur korelasi antar variabel.

Dengan total skor variabel pada analisis reliabilitas dengan melihat

nlai correlation corrected item dengan ketentuan jika nilai r hitung

> r tabel (0,6319) maka dinyatakan valid.

Dari 16 pertanyaan untuk variabel pengetahuan terdapat 15

pertanyaan yang valid, sehingga peneliti memutuskan untuk

menghilangkan 1 pertanyaan yang tidak valid. Sehingga total

pertanyaan untuk variabel pengetahuan adalah sebanyak 15

pertanyaan. Sedangkan untuk variabel sikap dan praktik seluruh

pertanyaannya valid. Sehingga total pertanyaan pada kuesioner ini

adalah sebanyak 33 pertanyaan.

B. Uji Reliabilitas

Pertanyaan dinyatakan reliabel jika jawaban responden

terhadap pertanyaan adalah konsisten. Reliabilitas menunjukkan

bahwa suaru instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan

sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana

suatu alat ukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya.

Hasil uji reliabilitas ini menunjukkan nilai Alpha sebesar

0,741. Kuesioner atau angket dikatakan reliabel jika memiliki nilai

Page 73: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

57

Cronbach’s Alpha > 0,05. Sehingga dengan demikian dapat

dikatakan bahwa instrumen yang telah diuji dikatakan reliabel

karena mempunyai nilai Cronbach’s Alpha > 0,05.

Page 74: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

58

BAB V

5 HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden terdiri dari jenis kelamin, usia dan

pendidikan.

5.1.1 Jenis Kelamin

Berikut distribusi jenis kelamin pengelola bakso di Kelurahan

Ciputat yang dijadikan responden pada penelitian:

Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Pengelola Bakso di

Kelurahan Ciputat Tahun 2014

Jenis

Kelamin

Frekuensi Persentase

(%)

Laki - laki 22 64,7

Perempuan 12 35,3

Total 34 100

Pada tabel 5.1 terlihat bahwa responden terbanyak adalah

berjenis kelamin laki – laki dengan jumlah sebanyak 22 responden

(64,7%).

Page 75: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

59

5.1.2 Usia

Berikut distribusi usia pengelola bakso di Kelurahan Ciputat

yang menjadi responden pada penelitian:

Tabel 5.2 Distribusi Usia Pengelola Bakso di Kelurahan Ciputat

Tahun 2014

Kategori

Usia

Frekuensi Persentase

(%)

<25 8 23,5

25 - 45 24 70,6

>45 2 5,9

Total 34 100

Pada tabel 5.2 terdapat 3 kategori usia yaitu < 25 tahun

(remaja), 25 – 45 tahun (dewasa), dan > 45 tahun (lansia) (Depkes

RI, 2009). Terlihat bahwa pengelola bakso mayoritas berada pada

usia 25 – 45 tahun yaitu sebanyak 24 responden (70,6%).

5.1.3 Pendidikan

Berikut distribusi pendidikan pengelola bakso di Kelurahan

Ciputat yang menjadi responden pada penelitian:

Page 76: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

60

Tabel 5.3 Distribusi Pendidikan Pengelola Bakso di Kelurahan

Ciputat Tahun 2014

Kategori

Pendidikan

Frekuensi Persentase

(%)

Rendah 15 44,1

Tinggi 19 55,9

Total 34 100

Pada tabel 5.3 terlihat bahwa 19 responden (55,9%) memiliki

pendidikan tinggi, sedangkan sebanyak 15 responden (44,1%)

memiliki pendidikan rendah.

5.2 Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan untuk melihat

gambaran pada masing – masing variabel yang telah diteliti. Analisis ini

diantara dilakukan pada pencemaran bahan toksik boraks, pengetahuan,

sikap dan prakek pedagang bakso di Kelurahan Ciputat.

5.2.1 Gambaran Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso

Berikut hasil identifikasi pencemaran bahan toksik boraks

pada bakso di Kelurahan Ciputat:

Page 77: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

61

Tabel 5.4 Gambaran Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada

Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun 2014

Pencemaran Boraks Frekuensi Presentase (%)

Ada 10 29,4

Tidak ada 24 70,6

Total 34 100

Berdasarkan hasil uji statistik yang tertera pada tabel 5.4

bahwa presentasi bakso yang tidak terdapat cemaran boraks

sebanyak 24 bakso (70,6%), sedangkan yang terdapat cemaran

boraks di dalamnya sebanyak 10 bakso (29,4%).

5.2.2 Gambaran Pengetahuan Pengelola Bakso Terhadap Penggunaan

Bahan Toksik Boraks

Berikut adalah distribusi pengetahuan pengelola bakso

terhadap penggunaan bahan toksik boraks di Kelurahan Ciputat:

Tabel 5.5 Distribusi Pengetahuan Pengelola Bakso Terhadap

Penggunaan Bahan Toksik Boraks di Kelurahan Ciputat Tahun

2014

Pengetahuan Frekuensi Presentase (%)

Tinggi 20 58,8

Rendah 14 41,2

TOTAL 34 100

Page 78: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

62

Pada tabel 5.5 terlihat bahwa terdapat 20 responden (58,8 %)

yang memiliki pengetahuan kategori tinggi mengenai penggunaan

bahan toksik boraks.

5.2.3 Gambaran Sikap Pengelola Bakso Terhadap Penggunaan Bahan

Toksik Boraks

Tabel 5.6 Gambaran Sikap Pengelola Bakso Pada

Beberapa Pernyataan

No Pernyataan Sikap Setuju Tidak

Setuju

Total

n % n % n %

1 Diperbolehkan menggunakan

boraks pada bakso

4 11,8 30 88,2 34 100

2 Bakso yang menggunakan

boraks terasa lebih enak

6 17,6 28 82,4 34 100

3 Bakso yang mengandung

boraks boleh dijual di

pasaran

6 17,6 28 82,4 34 100

4 Boraks harus selalu

digunakan dalam pengolahan

makanan

3 8,8 31 91,2 34 100

5 Boraks digunakan sebagai

pengenyal pada bakso

11 32,4 23 67,6 34 100

Page 79: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

63

No Pernyataan Sikap Setuju Tidak

Setuju

Total

N % n % n %

6 Boraks digunakan sebagai

pengawet pada bakso

11 32,4 23 67,6 34 100

7 Boraks tidak berbahaya bagi

kesehatan

2 5,9 32 94,1 34 100

8 Penggunaan boraks tidak

perlu dilarang

4 11,8 30 88,2 34 100

9 Boraks merupakan bahan

yang berguna bagi kesehatan

3 8,8 31 91,2 34 100

10 Boraks hanya boleh

digunakan dalam pembuatan

makanan

5 14,7 29 85,3 34 100

Berdasarkan tabel 5.6 terdapat 30 responden (88,2%) yang

tidak setuju boraks diperbolehkan digunakan pada bakso, terdapat 28

responden (82,4%) tidak setuju bahwa bakso lebih enak jika

ditambahkan boraks, terdapat 28 responden (82,4%) tidak setuju

bahwa bakso yang mengandung boraks tidak menimbulkan masalah

kesehatan, terdapat 31 responden (91,2%) tidak setuju bahwa boraks

harus selalu digunakan dalam pengolahan makanan, terdapat 23

responden (67,6%) tidak setuju boraks digunakan sebagai pengenyal

pada bakso, terdapat 23 responden (67,6%) tidak setuju boraks

digunakan sebagai pengawet pada bakso, terdapat 32 responden

Page 80: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

64

(94,1%) tidak setuju bahwa boraks tidak berbahaya bagi kesehatan,

terdapat 29 responden (85,3%) tidak setuju bahwa penggunaan

boraks tidak perlu dilarang, terdapat 31 responden (91,2%) tidak

setuju bahwa boraks merupakan bahan yang berguna bagi kesehatan,

terdapat 29 responden (85,3%) tidak setuju bahwa boraks hanya

boleh digunakan pada pembuatan makanan.

Dalam penelitian ini, variabel sikap dikategorikan menjadi

sikap negatif dan positif. Berikut adalah distribusi sikap pengelola

bakso terhadap penggunaan bahan toksik boraks di Kelurahan

Ciputat

Tabel 5.7 Distribusi Sikap Pengelola Bakso Terhadap

Penggunaan Bahan Toksik Boraks di Kelurahan Ciputat Tahun

2014

Sikap Frekuensi Presentase (%)

Sikap negatif 27 79,4

Sikap positif 7 20,6

TOTAL 34 100

Pada tabel 5.7 terlihat bahwa responden yang memiliki sikap

negatif terhadap penggunaan bahan toksik boraks sebanyak 27

responden (79,4%), sedangkan yang memiliki sikap positif sebanyak

7 responden (20,6%).

Page 81: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

65

5.2.4 Gambaran Praktik Pengelola Bakso Terhadap Penggunaan

Bahan Toksik Boraks

Berikut adalah distribusi praktik pengelola bakso terhadap

penggunaan bahan toksik boraks di Kelurahan Ciputat:

Tabel 5.8 Distribusi Praktik Pengelola Bakso Terhadap

Penggunaan Bahan Toksik Boraks Di Kelurahan Ciputat

Tahun 2014

Praktik Frekuensi Presentase

(%)

Tidak baik 7 20,6

Baik 27 79,6

Total 34 100

Pada tabel 5.8 terlihat bahwa terdapat 27 responden (79,6%)

responden yang melakukan praktik pembuatan bakso yang baik

sedangkan yang melakukan praktik pembuatan bakso yang tidak

baik terdapat 7 responden (20,6%).

5.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat

yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen. Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara

pengetahuan, sikap dan praktik pengelola bakso dengan pencemaran bahan

toksik boraks adalah uji Chi-square.

Page 82: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

66

5.3.1 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Pengelola dengan

Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso

Hubungan antara tingkat pengetahuan pengelola dengan

pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat

dapat terlihat melalui tabel berikut:

Tabel 5.9 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Pengelola

dengan Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso

Pengetahuan Cemaran boraks pada

Bakso Total

pValue

Positif (+) Negatif (-)

n % n % n %

Tinggi 7 35 13 65 20 100

0,467 Rendah 3 21,4 11 78,6 14 100

Total 10 29,4 24 70,6 34 100

Berdasarkan analisis hubungan antara tingkat pengetahuan

pengelola dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso yang

tertera pada tabel 5.9 diperoleh 7 responden (35%) berpengetahuan

tinggi yang baksonya positif mengandung boraks. Hasil uji statistik

diperoleh nilai p value = 0,467 (α = 0,05) maka dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan pengelola

dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso.

Page 83: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

67

5.3.2 Hubungan Antara Sikap Pengelola dengan Pencemaran Bahan

Toksik Boraks pada Bakso

Hubungan antara sikap pengelola dengan pencemaran bahan

toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat dapat terlihat melalui

tabel berikut:

Tabel 5.10 Hubungan Antara Sikap Pengelola dengan

Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso di Kelurahan

Ciputat Tahun 2014

Sikap Cemaran boraks pada bakso Total

pValue

Positif (+) Negatif (-)

n % N % n %

0,014

Sikap

negatif

5 18,5 22 81,5 27 100

Sikap

positif

5 71,4 2 28.6 7 100

Total 10 29,4 24 70,6 34 100

Berdasarkan analisis hubungan antara sikap pengelola dengan

pencemaran bahan toksik boraks pada bakso yang tertera pada tabel

5.10 diperoleh 5 responden (71,4%) yang bersikap positif yang

baksonya positif mengandung boraks. Hasil uji statistik diperoleh

nilai p value = 0,014 (α = 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan antara sikap pengelola dengan pencemaran bahan toksik

boraks pada bakso.

Page 84: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

68

5.3.3 Hubungan Antara Praktik Penggunaan Bahan Toksik Boraks

dengan Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso

Hubungan antara praktik pengelola dengan pencemaran

bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat dapat terlihat

melalui tabel berikut:

Tabel 5.11 Hubungan Antara Praktik Penggunaan Bahan

Toksik Boraks dengan Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada

Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun 2014

Praktik Cemaran boraks pada bakso

Total pValue

Positif (+) Negatif (-)

n % n % n %

0,009

Tidak

Baik

7 100 0 0 7 100

Baik 3 11,1 24 88,9 27 100

Total 10 29,4 24 70,6 34 100

Berdasarkan analisis hubungan antara praktik pengelola

dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso yang tertera

pada tabel 5.11 diperoleh 7 responden (100%) pada kelompok

praktik tidak baik yang baksonya positif mengandung boraks. Hasil

uji statistik diperoleh nilai p value = 0,009 (α = 0,05) maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan antara praktik pengelola dengan

pencemaran bahan toksik boraks pada bakso.

Page 85: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

69

BAB VI

6 PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam beberapa hal, diantaranya adalah:

1. Penelitian ini hanya mengidentifikasi pencemaran pada bakso namun

tidak melihat gejala atau dampak yang diakibatkan dari pencemaran

tersebut. Hal ini dikarenakan dampak yang signifikan akan terlihat

apabila responden mengkonsumsi bakso yang mengandung boraks

dilakukan dalam jangka waktu yang lama, dikarenakan dampak dari

boraks tersebut yang bersifat kronis. Saat mengidentifikasi dampak

harus dilakukan penelitian dengan desain studi kohort, sedangkan

dalam penelitian ini desain studi yang digunakan adalah cross

sectional.

2. Karena luasnya cakupan faktor resiko, maka pada penelitian ini hanya

menganalisis faktor resiko yang berkaitan dengan perilaku yaitu

pengetahuan, sikap serta praktik pengelola bakso terhadap

penggunaan boraks.

Page 86: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

70

6.2 Analisis Univariat

6.2.1 Pengetahuan Pengelola Bakso Mengenai Penggunaan Bahan

Toksik Boraks

Pada variabel pengetahuan, sikap dan praktek data

dikumpulkan melalui wawancara dengan instrumen kuesioner.

Wawancara dilakukan secara langsung dengan pengelola bakso.

Pada penelitian ini pengetahuan responden diukur melalui kuesioner

yang terdiri dari 15 pertanyaan meliputi pengetahuan mengenai

boraks, kegunaannya, dampak yang ditimbulkan, serta peraturan

yang berkaitan dengan penggunaan bahan toksik boraks. Dari

kuesioner tersebut didapatkan 20 responden (58,8%) yang

berpengetahuan tinggi terkait penggunaan bahan toksik boraks.

Sedangkan pada kategori pengetahuan rendah terdapat 14 responden

(41,2%).

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan dapat

dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Jika dilihat dari distribusi

pendidikannya, pendidikan sebagian besar responden sudah

tergolong baik. Pendidikan secara umum dapat dikaitkan dengan

tingkat pengetahuan. Tingkat pendidikan yang rendah diasumsikan

memiliki keterkaitan dengan tingkat pengetahuan yang rendah,

termasuk pengetahuan mengenai boraks. Hal ini didukung dengan

penelitian Handoko (2010) yang menyatakan tingkat pendidikan

Page 87: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

71

yang relatif rendah diasumsikan berkaitan dengan rendahnya

pengetahuan mengenai cara pembuatan bakso daging sapi yang

aman bagi kesehatan. Pada penelitian ini ditemukan sebesar 55,9%

responden memiliki pendidikan tinggi, sehingga hal ini

menyebabkan pengetahuan yang dimiliki responden dapat

dinyatakan cukup memadai.

Pengetahuan seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh

lingkungan, tingkat pendidikan seseorang, tetapi sumber informasi,

pengalaman, serta kegiatan penyuluhan juga mempengaruhi tingkat

pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Dari hasil wawancara

dengan responden didapatkan bahwa responden mendapatkan

informasi mengenai boraks bersumber dari berita di televisi saja.

Responden yang berpengetahuan tinggi dapat dikatakan sering

mendapatkan informasi mengenai boraks melalu media massa. Hal

ini didukung oleh penelitian Habsah (2009) yang menyatakan bahwa

pedagang yang berpengetahuan baik cenderung sering melihat

tayangan di televisi seputar boraks sehingga pengetahuan yang

dimilikinya mengenai boraks dapat dikatakan cukup memadai.

Boraks yang sudah ramai diperbincangkan di media massa ini

seharusnya menjadi sumber pengetahuan untuk masyarakat untuk

mengetahui lebih dalam mengenai bahan tambahan pangan yang

dilarang ini. Responden yang memiliki pengetahuan rendah memiliki

kecenderungan jarang melihat media massa sehingga berdampak

Page 88: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

72

pada ketidaktahuannya mengenai boraks sebagai bahan tambahan

yang dilarang. Disamping jarangnya responden melihat media massa,

kemungkinan lain yang menyebabkan masih adanya responden yang

memiliki pengetahuan yang rendah adalah kurangnya konsentrasi

dalam menjawab pertanyaan dikarenakan adanya konsumen yang

membeli saat dilakukan wawancara, sehingga konsentrasi responden

terpecah saat dilakukan wawancara. Saat wawancara berlangsung,

tidak sedikit konsumen yang datang, sehingga wawancara sempat

tertunda beberapa kali dikarenakan responden harus melayani

konsumen terlebih dahulu. Namun dengan datangnya beberapa

konsumen dapat dipastikan bahwa wawancara tidak dapat terdengar

oleh konsumen yang datang karena wawancara berlangsung di

tempat yang jauh dari konsumen sehingga kecil kemungkinannya

bahwa konsumen dapat mendengar wawancara tersebut.

Selain kurangnya konsentrasi pada diri responden,

diperkirakan ada rasa takut pada diri responden ketika diwawancara

mengenai boraks, sehingga responden lebih memilih untuk

menjawab dengan seadanya. Respon tersebut terlihat saat pertama

kali peneliti menanyakan kesediaan responden untuk diwawancarai

mengenai boraks. Banyak responden yang sempat menolak secara

halus atau meminta orang lain untuk diwawancarai. Selain itu

terlihat saat responden ditanyakan mengenai peraturan dilarangnya

menggunakan boraks pada makanan, sebagian besar responden

Page 89: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

73

terlihat mengetahui hal tersebut. Dalam kasus ini diperkirakan bahwa

sebenarnya responden telah mengetahui bahwa boraks merupakan

bahan yang dilarang untuk digunakan, namun responden tetap

menggunakannya demi mencari keuntungan yang lebih. Hal ini juga

didukung oleh teori Singarimbun (1989) yang mengatakan

responden tidak ingin diketahui pikiran yang sesungguhnya karena

takut untuk mengutarakan pemikirannya, maka responden lebih

memilih menjawab “tidak tahu”.

Selain pengetahuan umum mengenai boraks, berdasarkan

wawancara ternyata responden banyak yang tidak mengetahui bahwa

air bleng yang digunakan untuk merendam bakso yang mereka

gunakan mengandung boraks. Menurut Bambang (2008), boraks

sendiri memiliki nama sebutan lain seperti air bleng, garam bleng,

pijer, dan cetitet. Menurut pengetahuan responden, air bleng yang

mereka gunakan merupakan bahan yang lumrah digunakan dalam

penbuatan makanan, bukan merupakan bahan berbahaya. Menurut

beberapa responden penggunaan air bleng diperlukan agar tekstur

bakso lebih kenyal dan lebih awet. Dengan menggunakan air bleng

bakso yang diproduksinya menjadi lebih disenangi para konsumen.

Selain itu, mereka juga menganggap bahwa tidak ada dampak yang

akan terjadi ketika konsumen mengkonsumsi bakso yang

menggunakan air bleng tersebut. Hal ini terlihat pada jawaban

responden saat menjawab pertanyaan mengenai dampak dari

Page 90: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

74

penggunaan bahan toksik boraks. Masih terdapat beberapa

responden yang menganggap tidak akan terjadi apapun ketika

mengkonsumsi boraks. Menurut pendapat responden, belum ada

pembeli yang mengatakan sakit setelah mengkonsumsi bakso yang

menggunakan air bleng saat proses pembuatannya. Pada dasarnya,

dampak dari penggunaan bahan toksik boraks tidak akan muncul

sesaat setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks.

Senyawa boraks akan diserap dalam tubuh secara kumulatif dan akan

terlihat dampaknya setelah mengkonsumsi makanan yang

mengandung boraks dalam jangka waktu yang lama (BPOM, 2004).

Mengingat dampaknya yang tidak langsung terlihat, responden

menganggap bahwa dampak dari mengkonsumsi boraks tidak perlu

dikhawatirkan.

6.2.2 Sikap Pengelola Bakso Mengenai Boraks

Sikap menurut Sarwono (2003) adalah kesiapan atau

kesediaan seseorang untuk bertingkah laku atau merespon sesuatu

baik terhadap rangsangan positif atau negatif dari suatu objek

rangsangan.

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa terdapat 27

responden (79,4%) yang memiliki sikap negatif terhadap

penggunaan bahan toksik boraks dan terdapat 7 responden (20,6%)

yang memiliki sikap positif. Hal ini menunjukkan bahwa lebih

Page 91: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

75

banyak responden yang menunjukkan ketidaksetujuannya atas

penggunaan bahan toksik boraks daripada yang setuju terhadap

penggunaan bahan toksik boraks atau dengan kata lain responden

telah menunjukkan sikap yang kontra terhadap penggunaan bahan

toksik boraks.

Sikap ini diukur dengan menggunakan kuesioner dengan

pernyataan negatif dengan skala setuju dan tidak setuju. Pernyataan

pada kategori sikap ini diantaranya adalah persetujuan atas

diperbolehkannya penggunaan bahan toksik boraks pada bakso,

boraks yang terasa lebih enak dan kenyal, boraks yang dapat

menimbulkan masalah pada kesehatan, boraks yang digunakan untuk

mengawetkan dan mengenyalkan bakso, serta penggunaan bahan

toksik boraks pada makanan.

Pada penelitian ini, sikap dikategorikan menjadi 2 yaitu sikap

positif dan sikap negatif. Menurut Zuriah (2003), sikap negatif

adalah kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan

tidak menyukai objek tertentu, sedangkan sikap positif adalah

kecenderungan untuk mendekati, menyenangi dan menghadapkan

objek tertentu. Berkaitan dengan teori tersebut, dalam penelitian ini

yang dimaksud sikap negatif adalah kecenderungan untuk menjauhi

atau ketidaksetujuan atas penggunaan bahan toksik boraks,

sedangkan sikap positif adalah kecenderungan untuk mendekati atau

kesetujuan atas penggunaan bahan toksik boraks.

Page 92: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

76

Menurut Gerungan (2004), sikap merupakan suatu

pandangan tetapi dapat berbeda dengan suatu pengetahuan yang

dimiliki seseorang. Sikap negatif yang dominan dari hasil

pengukuran sikap ini merupakan cerminan dari pandangan yang

dimiliki oleh para pengelola bakso. Sikap ini sangat tergambar pada

poin pernyataan mengenai penggunaan boraks sebagai pengenyal

dan pengawet bakso. Terdapat 23 responden (67,6%) menyatakan

tidak setuju atas pernyataan tersebut. Selain itu terlihat pada

pernyataan sikap mengenai diperbolehkannya menggunakan boraks

pada bakso. Dari 34 responden, 30 responden (88,2%) menyatakan

tidak setuju atas penggunaan boraks pada bakso. Dari hasil

pengukuran sikap ini dapat terlihat bahwa sikap yang tertanam dalam

diri responden sudah cukup baik. Melihat hasil penelitian yang telah

didapatkan bahwa sebenarnya sikap yang dimiliki oleh pengelola

bakso sudah cukup baik. Sikap yang baik ini dapat terbentuk dari

adanya pengetahuan pengelola bakso yang cukup memadai

mengenai boraks. Sikap yang tertanam pada diri pengelola

merupakan cerminan dari hal yang telah diketahui dan diyakininya,

sehingga dapat menghasilkan sikap demikian.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, boraks merupakan

bahan berbahaya yang dilarang digunakan pada makanan. Sikap

yang seharusnya dimiliki seseorang terhadap boraks adalah tidak

menggunakan atau menolak penggunaan bahan toksik boraks pada

Page 93: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

77

makanan, sehingga dapat diasumsikan dalam penelitian ini sikap

negatif adalah sikap yang harus ditanamkan dalam diri masyarakat

terhadap penggunaan bahan toksik boraks. Dengan adanya sikap

negatif pada diri seseorang akan membuat dirinya menjauhi atau

tidak menggunakan boraks yang dampaknya dapat merugikan orang

lain. Sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003) yang mengatakan

sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Hal ini

menunjukkan semakin baik sikap seseorang maka akan semakin baik

juga tindakannya. Tindakan yang diharapkan adalah tidak

menambahkan boraks pada makanan agar terhindar dari dampak

negatif yang akan dihasilkan dari tindakan tersebut.

Menurut PERMENKES RI No. 33 Tahun 2012 boraks

merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang

dilarang digunakan dalam produk makanan. Oleh karena itu, sikap

yang dimiliki oleh sebagian besar responden dianggap baik karena

telah menghindari atau menjauhi penggunaan bahan toksik boraks

pada makanan.

6.2.3 Praktik Pengelolaan Bakso Terhadap Penggunaan Bahan

Toksik Boraks

Tindakan atau praktik adalah respon atau reaksi konkret

seseorang terhadap stimulus atau objek. Respon ini sudah dalam

bentuk tindakan (action) yang melibatkan aspek psikomotor atau

Page 94: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

78

seseorang telah mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapi

(Notoatmodjo, 1993).

Pengukuran praktik pengelolaan bakso ini dilakukan dengan

menggunakan pengukuran perilaku secara tidak langsung. Menurut

Notoatmodjo (2003), pengukuran perilaku secara tidak langsung adalah

dengan mewawancarai terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan

beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu. Wawancara dilakukan dengan

menggunakan kuesioner, sehingga hasil yang didapatkan dari

variabel praktik berasal dari pengakuan responden.

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah terdapat 27

responden (79,6%) yang melakukan praktik yang baik, sedangkan

terdapat 7 responden (20,6%) melakukan praktik yang tidak baik.

Hal ini berarti sebagian besar responden dalam melakukan praktik

pengelolaan bakso tidak menggunakan boraks. Praktik yang mereka

lakukan merupakan kebiasaan yang mereka lakukan setiap harinya.

Praktik dapat terjadi karena adanya sebuah sikap yang

didukung oleh adanya faktor lain, yaitu fasilitas atau sarana dan

prasarana (Notoatmodjo, 2005). Sikap pada sebagian besar

responden pada penelitian ini menunjukkan 7 responden memiliki

sikap positif terhadap penggunaan bahan toksik boraks, yaitu sikap

kecenderungan untuk mendekati, menyenangi dan menghadapkan

objek tertentu. Hal ini sejalan dengan fakta yang ditemukan di

lapangan bahwa hanya 7 responden yang melakukan praktik

Page 95: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

79

menggunakan boraks pada bakso. Hal ini terjadi dikarenakan adanya

fasilitas yang mempermudah pengelola bakso untuk mendapatkan

boraks. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan 7 responden yang

menyatakan bahwa boraks dapat dengan mudah ditemukan di pasar

terdekat. Selain itu, harganya yang terjangkau juga merupakan salah

satu faktor pendukung responden menggunakan boraks sebagai

bahan tambahan pada pengelolaan baksonya. Harga boraks menurut

responden adalah berkisar antara Rp1000 – 5000 per bungkusnya.

Murahnya harga boraks dapat semakin menarik para pengelola bakso

untuk menggunakan bahan bahaya tersebut dikarenakan harganya

yang terjangkau. Karena hanya dengan bermodalkan uang sebesar itu,

mereka dapat mengawetkan makanan yang dijualnya serta dapat

menarik pembeli.

6.2.4 Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso

Hasil penelitian menemukan adanya 10 sampel bakso

(29,4%) yang mengandung boraks dan sebanyak 24 sampel bakso

(70,6%) tidak mengandung boraks. Hal ini menunjukkan bahwa

terdapat 10 sampel bakso yang tercemar boraks. Boraks merupakan

zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai

campuran bahan makanan. Boraks banyak digunakan masyarakat

sebagai bahan tambahan pada bakso, mie, lontong kerupuk,

makaroni, dan ketupat.

Page 96: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

80

Menurut Saparinto (2006), penggunaan bahan toksik boraks

pada makanan dapat berdampak buruk pada kesehatan manusia.

Boraks memiliki efek racun yang sangat berbahaya pada sistem

metabolisme manusia sama halnya dengan zat tambahan makanan

lain yang merusak kesehatan manusia. Senyawa boraks dapat masuk

ke dalam tubuh melalui pernapasan dan pencernaan atau absorbsi

melalui kulit yang luka atau membran mukosa. Saat sampai di

lambung, boraks akan diubah menjadi asam borat, sehingga gejala

keracunannya pun sama dengan asam borat. Setelah diabsorbsi, akan

terjadi kenaikan konsentrasi dan ion boraks dalam cairan

serebrospinal (Hamdani, 2010). Efek yang dapat terjadi antara lain

degradasi mental, gangguan pencernaan, serta gangguan reproduksi.

Selain itu, menurut Mujiyanto (2003), boraks juga merupakan

senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen sehingga dapat

menyebabkan timbulnya kanker yang dapat berujung pada kematian.

Dengan adanya efek – efek tersebut, boraks seharusnya tidak lagi

digunakan sebagai bahan tambahan pangan.

Penggunaan bahan toksik boraks sebagai bahan tambahan

pangan sebenarnya tidak diizinkan. Hal tersebut sudah tertera pada

PERMENKES RI No. 33 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa

boraks merupakan bahan tambahan pangan yang dilarang untuk

digunakan dalam produk makanan. Namun, boraks masih ditemukan

di sejumlah wilayah sebagai bahan pengawet. Seperti yang

Page 97: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

81

ditemukan oleh Rusli (2009) pada penelitiannya ditemukan

kandungan boraks pada 4 dari 5 sampel mie yang ditemukan di Pasar

Ciputat.

Menurut Sultan (2013), boraks yang diberikan pada makanan

terutama pada bakso akan membuat bakso tersebut sangat kenyal dan

tahan lama. Dengan begitu, pengelola bakso tidak perlu khawatir

baksonya akan kadaluarsa, dikarenakan adanya boraks tersebut yang

dapat meningkatkan daya tahan bakso. Menurut Oktavia (2012),

bakso yang tidak habis terjual pengelola masih dapat menjualnya

kembali untuk 3 hari berikutnya jika ditambahkan boraks pada saat

pembuatannya. Hal ini lah yang membuat masih maraknya

penggunaan bahan toksik boraks sebagai bahan tambahan pangan.

6.3 Analisis Bivariat

6.3.1 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Pengelola dengan

Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan yang diperoleh

melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, raba, yang

memberikan informasi tertentu kepada seseorang dan menjadi

pengetahuannya. Penginderaan tersebut dapat bersumber dari

pengalaman yang ada, baik berupa pengalaman belajar, bekerja serta

aktivitas dan interaksi lain dalam kehidupan sehari-hari

(Notoatmodjo, 2003).

Page 98: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

82

Berdasarkan hasil uji Chi-Square didapatkan p value = 0,467

(α = 0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna

antara pengetahuan dengan pencemaran bahan toksik boraks pada

bakso. Green menyebutkan dalam Notoadmodjo (2003) bahwa

pengetahuan merupakan salah satu faktor penting yang

mempengaruhi perilaku seseorang. Pada penelitian ini ditemukan

tidak adanya hubungan antara pengetahuan pengelola dengan

pencemaran bahan toksik boraks pada bakso. Penelitian ini

berbanding terbalik dengan penelitian Oktavia (2012) yang

menyatakan adanya hubungan antara pengetahuan terhadap

penggunaan bahan toksik boraks (p value = 0,032)

Jika dilihat dari distribusi pengetahuan pada penelitian ini,

terdapat 20 responden (58,8%) berpengetahuan tinggi, dan 14

responden (41,2%) yang memiliki pengetahuan rendah. Hasil

tersebut mencerminkan bahwa pengetahuan yang dimiliki mayoritas

responden sebenarnya sudah cukup memadai. Cukup memadainya

pengetahuan responden tidak menutup kemungkinan ditemukannya

pencemaran boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat. Dengan

ditemukannya cemaran boraks pada bakso mencerminkan terdapat

adanya tindakan penggunaan bahan toksik boraks oleh pengelola

bakso sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa tidak selamanya

seseorang dengan pengetahuan yang tinggi dapat melakukan

tindakan atau perilaku mengenai sesuatu dengan baik. Hal ini sesuai

Page 99: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

83

dengan teori yang dikemukakan menurut Sarwono (1997) bahwa

pengetahuan yang positif atau tinggi tidak selamanya akan diikuti

dengan praktik yang sesuai.

Kemungkinan terjadinya masalah ini dikarenakan adanya

faktor-faktor lain yang membuat pengelola bakso tetap

menggunakan boraks sebagai bahan tambahan pangan meskipun

mereka mengetahui dampak yang akan terjadi ketika

menggunakanannya. Faktor tersebut dapat berupa motif ekonomi.

Menurut David (1985), kebutuhan individu menyebabkan keinginan

dan keinginan ini menimbulkan motivasi yang menyebabkan

seseorang melakukan suatu tindakan. Salah satu kebutuhan dari

pengelola bakso ini adalah kebutuhan finansial. Tentunya setiap

pedagang atau pengelola bakso ingin mencapai keuntungan yang

besar. Berbagai upaya dapat dilakukan oleh pengelola bakso untuk

mendapatkan target keuntungan usaha yang optimal. Bentuk upaya

tersebut dapat berupa modifikasi cara pembuatan bakso daging sapi

agar memiliki nilai sensorik yang digemari konsumen. Menurut

Mujiyanto (2003), bakso yang menggunakan boraks ini dipercaya

dapat memperbaiki tekstur bakso menjadi lebih kenyal dibandingkan

dengan yang tidak menggunakan boraks. Penggunaan bahan toksik

boraks pada bakso merupakan salah satu upaya yang dilakukan

pengelola untuk mendapatkan keuntungan yang lebih meskipun

pengelola mengetahui bahwa boraks merupakan bahan yang

Page 100: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

84

berbahaya jika digunakan pada makanan. Atas dasar faktor inilah

pengelola bakso menggunakan boraks pada bakso yang dijajakannya.

Ketika pengelola bakso mencampurkan boraks ke dalam bakso,

maka bakso akan dapat disimpan lebih lama dan tekstur bakso akan

menjadi lebih baik. Hal inilah yang dapat menarik konsumen untuk

berdatangan.

Dengan tingginya pengetahuan responden yang mencapai

58,8% serta pencemaran boraks yang mencapai 29,4%

mencerminkan adanya ketidakpedulian dalam diri pengelola bakso

terhadap efek yang akan terjadi jika pengelola tetap menggunakan

boraks pada baksonya. Hal ini dapat membuktikan bahwa

pengetahuan tidak mempengaruhi terjadinya pencemaran boraks.

Pernyataan ini didukung oleh penelitian Lambok (2012) yang

menyatakan bahwa tidak ada perbedaan dari penggunaan bahan

toksik boraks antara responden yang berpengetahuan tinggi dan

rendah dikarenakan banyak dari mereka yang tidak peduli terhadap

efek bahaya yang disebabkan oleh penggunaan bahan toksik boraks

dalam bakso.

Walaupun ditemukan tidak ada perbedaan antara pengelola

yang berpengetahuan rendah dan tinggi terkait penggunaan boraks,

pengetahuan merupakan faktor terpenting dari adanya perilaku

penggunaan boraks. Jika dibandingkan dengan sikap dan praktek,

pengetahuan merupakan faktor yang paling penting karena

Page 101: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

85

pengetahuan memiliki hubungan yang sangat erat dengan perilaku.

Dengan adanya pengetahuan mengenai boraks dapat membuat

pengelola mempunyai pandangan yang membantu pengelola dalam

memilih keputusan dalam mencampur boraks dengan bakso. Seperti

yang telah diungkapkan Notoatmodjo (2003), terdapat 6 tingkatan

pengetahuan salah satunya adalah evaluasi. Pada kasus penggunaan

boraks, tingkat evaluasi berkaitan dengan kemampuan pengelola

untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap penggunaan

boraks, seperti perlu atau tidaknya boraks digunakan pada

pembuatan baksonya. Adanya pengetahuannya mengenai boraks

dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh pengelola bakso

atas dampak yang akan terjadi di kemudian hari. Selain itu,

pengetahuan juga merupakan salah satu faktor terbentuknya sebuah

sikap seseorang. Pengetahuan dapat mempengaruhi kesiapan

seseorang untuk bertingkah laku atau merespon sesuatu. Dengan

adanya pengetahuan, seseorang dapat menentukan sikap atas

rangsangan apa yang dihadapkan pada dirinya. Hal inilah yang

membuat pengetahuan dijadikan sebagai faktor yang paling penting

karena dengan adanya pengetahuan dapat mempengaruhi pengelola

dalam mengambil keputusan untuk berperilaku.

Merujuk pada pernyataan Lambok (2012), terlihat adanya

ketidakpedulian dalam diri responden terkait efek dari penggunaan

boraks pada bakso. Ketidakpedulian dari pengelola bakso terhadap

Page 102: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

86

efek yang dihasilkan dari penggunaan bahan toksik boraks tentunya

dapat berakibat pada kesehatan masyarakat luas. Masyarakat sebagai

konsumen bakso berada pada posisi tidak mengetahui bahwa bakso

yang dikonsumsi memiliki kandungan boraks. Jika terus menerus

dikonsumsi, maka dapat menimbulkan dampak yang buruk pada

masyarakat. Salah satunya dampak yang akan terjadi adalah

keracunan makanan. Pada tahun 2011, telah terjadi keracunan

makanan pada 35 penduduk di Kota Bengkulu yang mengkonsumsi

makanan mengandung boraks. Peristiwa ini dinyatakan sebagai

kejadian luar biasa (KLB) oleh Dinas Kesehatan Bengkulu (Dinkes

Bengkulu, 2011). Terjadinya KLB ini dapat mengakibatkan

menurunnya status kesehatan masyarakat.

Terdapat beberapa cara agar terhindar dari mengkonsumsi

bakso yang mengandung boraks, salah satunya adalah dengan

mengenali ciri-ciri dari bakso tersebut. Bakso yang mengandung

boraks memiliki struktur yang kenyal dan lebih keras, memiliki daya

tahan lebih lama, warna cenderung keputihan, baunya menyengat,

bila dilemparkan ke lantai akan memantul seperti bola (BPOM RI,

2013).

6.3.2 Hubungan Antara Sikap Pengelola dengan Pencemaran Bahan

Toksik Boraks pada Bakso

Sikap (attitude) menurut Sarwono (2003) adalah kesiapan atau

kesediaan seseorang untuk bertingkah laku atau merespons sesuatu

Page 103: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

87

baik terhadap rangsangan positif maupun rangsangan negatif dari

suatu objek rangsangan. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas. Akan tetapi sikap merupakan faktor predisposisi bagi

seseorang untuk berperilaku. Sikap merupakan reaksi atau respon

yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau

objek. Pada penelitian ini sikap digolongkan menjadi 2, yaitu sikap

negatif atau menolak dan sikap positif atau menyenangi.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-

square didapatkan p value = 0,014 (α = 0,05) yang dapat dinyatakan

bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap pengelola dengan

pencemaran bahan toksik boraks pada bakso. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Yunarni (1999) yang juga menyatakan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan

keberadaan boraks pada bakso (p value = 0,032).

Berdasarkan hasil analisis univariat yang telah dilakukan dapat

diketahui bahwa 27 dari 34 pengelola bakso (79,4%) memiliki sikap

yang negatif atau tidak menyetujui penggunaan bahan toksik boraks

dalam proses pembuatan makanan terutama bakso. Sikap pengelola

bakso yang baik diperoleh dari pengalaman pengelola sendiri

maupun orang lain (lingkungan) baik itu keluarga maupun teman dan

kerabat pengelola bakso yang memiliki pengalaman mengenai

penggunaan bahan toksik boraks pada bakso. Pengalaman tersebut

mempengaruhi sikap pengelola bakso terhadap penggunaan bahan

Page 104: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

88

toksik boraks. Lin (2011) dalam penelitiannya pada penjaja makanan

goreng menyatakan bahwa sikap penjual makanan yang baik

diperoleh dari pengalaman penjual makanan maupun orang lain

(lingkungan) baik itu keluarga maupun teman dan kerabat penjual

makanan yang memiliki pengalaman. Pengalaman tersebut

mempengaruhi sikap penjual makanan terhadap perilaku yang

dilakukannya.

Sikap merupakan faktor perdisposisi adanya perilaku

penggunaan bahan toksik boraks. Dapat dikatakan sikap memiliki

andil yang cukup besar dalam pengambilan keputusan penggunaan

boraks. Jika seseorang memperlihatkan sikap negatif terhadap

penggunaan bahan toksik boraks maka orang tersebut tidak akan

menggunakan boraks sebagai bahan tambahan pada makanannya,

dengan begitu tidak akan ditemukan kandungan boraks pada bakso

dan pada akhirnya tidak akan terjadi pencemaran bahan toksik

boraks pada bakso. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini yang

menemukan bahwa terdapat 22 responden (81,5%) yang memiliki

sikap negatif atau tidak menyetujui penggunaan bahan toksik boraks

yang baksonya negatif mengandung boraks.

Dari hasil penelitian yang telah didapatkan dapat tergambar

bahwa sikap yang dimiliki masyarakat mengenai boraks sudah

terbilang cukup baik. Dari pemaparan sebelumnya dapat dinyatakan

bahwa sikap memiliki hubungan dengan pencemaran boraks pada

Page 105: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

89

makanan. Dengan adanya sikap yang baik dapat mendukung

masyarakat untuk tidak menggunakan boraks pada makanan. Angka

keracunan pangan yang tadinya sebesar 18.144 kasus (BPOM RI,

2011) dapat diturunkan jika sikap yang dimiliki masyarakat di

Indonesia adalah sikap negatif atau menolak penggunaan bahan

toksik boraks. Agar sikap negatif ini dapat terwujud, masyarakat

harus dipaparkan pengetahuan mengenai dampak dari penggunaan

bahan toksik boraks pada kesehatan tubuh.

Adanya kandungan boraks pada makanan dapat menyebabkan

keracunan pangan. Menurut BPOM RI (2008), keracunan pangan

sudah menjadi kejadian luar biasa (KLB) yang menjadi keprihatinan

di tingkat nasional maupun global. Adanya KLB keracunan pangan

ini tentunya dapat mempengaruhi status kesehatan masyarakat

Indonesia. Adanya penggunaan boraks pada makanan ini ikut

berperan dalam terjadinya KLB keracunan pangan. Namun, sangat

disayangkan belum didapatkan data pasti mengenai besarnya

pengaruh penggunaan boraks pada keracunan pangan ini.

Salah satu yang dapat dilakukan dalam rangka mengendalikan

kasus keracunan pangan ini adalah dengan memperbaiki sikap yang

dimiliki masyarakat melalui penanaman pemahaman mengenai

bahaya boraks dengan mengadakan penyuluhan mengenai bahan

tambahan pangan.

Page 106: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

90

6.3.3 Hubungan Antara Praktik Penggunaan Boraks dengan

Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso

Praktik dalam penelitian ini dikategorikan menjadi 2, yaitu

baik dan tidak baik. Variabel praktik ini didapatkan berdasarkan

wawancara. Menurut Notoatmodjo (2003), pengukuran praktik atau

tindakan dapat dilakukan dengan menggunakan pengukuran perilaku

secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran perilaku secara

langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan

responden, sedangkan pengukuran secara tidak langsung adalah

dengan mewawancarai kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan

responden dalam beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu. Situasi

yang terjadi saat wawancara ini berlangsung adalah pengelola bakso

hanya diwawancara seorang diri tanpa ada pihak lain serta jauh dari

kerumunan konsumen yang sedang membeli bakso. Sehingga

percakapan yang terjadi antara peneliti dengan pengelola bakso tidak

dapat terdengar oleh konsumen atau orang lain.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-

square diperoleh nilai p value = 0,009 (α = 0,05). Hal ini

menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara praktik

pengelola dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso. Dari

10 bakso yang positif mengandung cemaran boraks, hanya 7

responden yang mengaku melakukan praktik penggunaan bahan

toksik boraks pada bakso.

Page 107: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

91

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, variabel praktik ini

diukur melalui wawancara, sehingga terdapat kemungkinan

responden tidak mengakui bahwa mereka melakukan penggunaan

boraks pada bakso karena kekhawatirannya jika diketahui orang lain

maka baksonya tidak akan laku terjual. Selain itu diduga bahwa

sebenarnya responden telah mengetahui bahwa boraks adalah bahan

yang berbahaya, oleh karena itu responden lebih memilih untuk tidak

mengaku menggunakan boraks.

Adanya boraks pada bakso merupakan salah satu contoh

pencemaran pada makanan. Pencemaran pada makanan adalah

pencemaran yang disebabkan oleh masuknya suatu bahan baik

secara sengaja maupun tidak sengaja yang akan mempengaruhi

kualitas makanan itu sendiri (Nurmaini, 2001). Salah satu penyebab

pencemaran pada makanan adalah adanya praktik penambahan zat

atau bahan toksik dengan tujuan ingin meningkatkan kualitas

makanan. Bahan toksik adalah bahan beracun dan dapat

menimbulkan efek yang tidak diinginkan (adverse effect) terhadap

organisme hidup (New York Health, 2013). Dari teori tersebut dapat

dikatakan bahwa tindakan pedagang untuk menggunakan boraks

dapat menimbulkan dampak nyata. Boraks merupakan salah satu

contoh bahan toksik yang berbahaya bagi kesehatan. Pencemaran

bahan toksik pada makanan dapat terjadi dengan cara sengaja atau

tidak sengaja. Praktik penggunaan bahan toksik boraks pada

Page 108: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

92

pengolahan bakso merupakan salah satu contoh pencemaran bahan

toksik yang terjadi secara sengaja karena boraks ditambahkan secara

sengaja ke makanan sebagai bahan tambahan.

Adanya pencemaran ini memiliki dampak negatif pada

kesehatan tubuh. Senyawa boraks ini dapat diserap di berbagai organ

dalam tubuh. Menurut penelitian Forbes (1954) boraks dapat

tersimpan di tulang, otot, jantung, paru-paru, usus, ginjal, hati, kulit,

sistem syaraf dan darah. Kadar boraks tertinggi pada tubuh akan

tercapai saat ekskresi yaitu sebesar 0,25 ppm. Oleh karena itu ginjal

merupakan salah satu organ yang paling terpengaruh dibandingkan

dengan organ yang lain.

Pada dasarnya terdapat jumlah dosis yang tidak akan

menimbulkan dampak yang membahayakan kesehatan manusia yang

mengkonsumsi suatu makanan yang mengandung boraks atau No

Observed Adverse Effect Level (NOAEL) yaitu sebesar 8,8 ppm per-

hari (EPA, 2006). Namun, dengan terserapnya boraks pada organ –

organ tersebut, maka lama kelamaan akan mengakibatkan dampak

buruk pada tubuh.

Dampak yang dihasilkan dari mengkonsumsi boraks bersifat

kronis. Efek kronis dapat disebabkan oleh absorbsi dalam waktu

lama sehingga gejalanya tidak akan terasa langsung sesaat setelah

mengkonsumsi bakso yang mengandung boraks. Menurut Saparinto

Page 109: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

93

(2006) akibat yang timbul diantaranya anoreksia, berat badan turun,

muntah, diare, ruam kulit, alposia, anemia dan konvulsi. Selain itu,

terdapat beberapa kasus keracunan fatal yang terjadi pada anak –

anak yang disebabkan oleh mengkonsumsi boraks dalam jumlah

banyak yaitu 6 anak meninggal dunia karena mengkonsumsi 60 –

160 ml air yang mengandung 3-6 g boraks yang berada pada air yang

didestilasi. Konsumsi boraks yang tinggi dan diserap dalam tubuh

akan disimpan secara akumulatif dalam hati otak dan testis serta

akan menyebabkan timbulnya gejala pusing, muntah, mencret dan

kram perut. Boraks dapat mempengaruhi alat reproduksi, selain itu

juga dapat mempengaruhi metabolisme enzim (BPOM,2004).

Berdasarkan hasil penelitian, dari 7 responden yang

mengakui melakukan praktek boraks, didapatkan sebanyak 5

responden menyatakan bahwa sebagian besar praktik penggunaan

boraks pada bakso biasanya dilakukan setelah bakso dibentuk.

Boraks akan dilarutkan ke dalam air kemudian bakso yang telah

dibentuk akan direndam ke dalam air tersebut. Selain direndam, ada

juga responden yang menggunakan boraks dengan cara

mencampurnya dengan adonan bakso sebanyak 1 sendok. Bubuk

boraks akan dibubuhkan ke adonan dan di aduk hingga merata.

Tujuannya adalah agar bakso menjadi lebih kenyal dan tidak cepat

berlendir sehingga akan awet jika di simpan dalam waktu yang lama.

Page 110: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

94

Sebanyak 7 responden menyatakan bahwa terdapat

perbedaan yang terlihat antara bakso yang dibuat dengan boraks dan

yang tidak. Perbedaan yang sering terlihat adalah tidak munculnya

lendir pada bakso setelah disimpan dalam beberapa hari, selain itu

bakso yang menggunakan boraks biasanya terlihat lebih cerah

warnanya dibandingkan dengan yang tidak.

Terjadinya praktik atau perilaku penggunaan boraks pada

bakso ini tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor pendukungnya.

Salah satunya adalah sikap pada diri pelaku. Suatu sikap belum tentu

secara otomatis dapat terwujud menjadi suatu tindakan. Untuk

mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau situasi yang memungkinkan seperti sarana dan

prasarana dan juga dukungan dari pihak lain (Notoatmodjo, 2003).

Terbentuknya sikap ini juga didorong dengan adanya faktor lain

seperti faktor ekonomi. Faktor ekonomi ini yang mendorong

pengelola untuk menggunakan boraks pada baksonya. Hal ini sesuai

dengan pendapat Walgito (2002) yang menuliskan adanya teori

dorongan dalam pembentukan perilaku dimana dorongan-dorongan

tersebut berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang

mendorong berperilaku. Bila organisme itu mempunyai kebutuhan

dan organisme ingin memenuhi kebutuhannya maka akan terjadi

ketegangan dalam diri organisme itu. Hal ini mencerminkan

kebutuhan ekonomi yang mendesak pengelola bakso untuk

Page 111: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

95

menggunakan boraks. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya,

boraks dapat membuat bakso memiliki daya tahan yang lebih lama,

sehingga pengelola bakso tidak harus membuang bakso yang tersisa

dan dapat dijual kembali, dengan begitu pengelola bakso tidak perlu

mengeluarkan uang untuk memproduksi baksonya kembali. Selain

itu, harga boraks yang relatif murah juga merupakan salah satu

faktor pendukung dari perilaku penggunaan bahan toksik boraks.

Pada dasarnya, terdapat bahan alami pengganti boraks yang

dapat ditambahkan pada makanan dan tidak menimbulkan dampak

negatif. Salah satunya adalah karagenan. Karagenan adalah salah

satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai pengganti boraks

yang berasal dari rumput laut. Fungsinya yang mengenyalkan inilah

yang membuat karagenan bisa digunakan dalam makanan dan tidak

menimbulkan efek samping pada mulanya karagenan bukan

digunakan untuk pengenyal makanan seperti bakso, tapi untuk saus,

susu kental manis, dan es krim. Setelah dicobakan untuk

mengenyalkan bakso, ternyata hasilnya cukup memuaskan dengan

sangat efektif dan murah. Di samping itu karagenan mempunyai

banyak kandungan mineral dan serat karena berasal dari rumput laut

sehingga lebih sehat digunakan bagi kesehatan manusia (Soeid &

Hardjito 2012, Habsah 2012).

Page 112: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

96

Jika dibandingkan antara harga boraks dengan harga

karagenan, memang harga boraks lebih murah dibandingkan dengan

karagenan. Satu kilogram adonan bakso membutuhkan 0,5 – 1,5

gram karagenan yang dijual dengan harga Rp 750 sampai Rp 1000,

sedangkan untuk 0,5 – 1,5 gram boraks dijual dengan harga Rp 500.

Walaupun demikian tetap saja pedagang bakso tidak boleh

menggunakan boraks karena berbahaya bagi kesehatan.

Page 113: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

97

BAB VII

7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap dari 34

pengelola bakso didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Terjadi pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan

Ciputat sebesar 29,4% atau sebanyak 10 pengelola bakso positif

menggunakan boraks.

2. Pengetahuan pengelola bakso mengenai penggunaan bahan toksik

boraks berada pada kategori tinggi adalah sebesar 58,8%

3. Sikap pengelola bakso mengenai penggunaan bahan toksik boraks

berada pada kategori sikap negatif yaitu sebesar 79,4%.

4. Praktik pengelola bakso terhadap penggunaan bahan toksik boraks

berada pada kategori baik yaitu sebesar 79,6%.

5. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan pengelola

dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan

Ciputat.

6. Terdapat hubungan antara sikap pengelola dengan pencemaran

bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat.

7. Terdapat hubungan antara praktik penggunaan bahan toksik boraks

dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan

Ciputat.

Page 114: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

98

7.2 Saran

7.2.1 Saran Bagi Masyarakat

a. Dengan ditemukannya cemaran boraks pada bakso, diharapkan

masyarakat dapat dengan cermat mengenali mana bakso yang

mengandung boraks berdasarkan kondisi fisik bakso.

b. Diharapkan para pengelola bakso dapat menghindari

penggunaan bahan toksik boraks sebagai bahan tambahan pada

baksonya, mengingat dampak berbahaya yang dapat dihasilkan

dari penggunaan bahan toksik boraks tersebut

c. Masyarakat diharapkan dapat mengganti boraks dengan bahan

tambahan pangan alami seperti karagenan.

7.2.2 Saran Bagi Pemerintah

a. Pemerintah (BPOM RI) perlu meningkatkan pengawasan

terhadap penjualan makanan yang diduga mengandung bahan

yang berbahaya melalui pemantauan langsung ke pasar atau

tempat penjualan bahan makanan.

b. Perlu adanya sanksi yang akan diberlakukan bagi seseorang

yang dengan sengaja menambahkan boraks pada makanan.

Page 115: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

99

c. Perlu adanya penyuluhan dari puskesmas terkait penggunaan

bahan toksik boraks pada makanan untuk meningkatkan

kesadaran masyarakat akan bahaya dari bahan tersebut

7.2.3 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

a. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melihat besarnya

keterpaparan boraks pada individu yang mengkonsumsi boraks

tersebut

b. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melihat pencemaran

boraks pada makanan lain seperti mie, lontong dan kerupuk.

Page 116: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

100

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, MS. 2009. Bahan-Bahan Berbahaya dalam Kehidupan. Bandung:

Salamadani.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Laporan Tahunan.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2013. Ciri Bakso Mengandung Boraks.

Diakses dari

http://www.pom.go.id/index.php/subsite/balai/palangkaraya/18/tips/17 pada

tanggal 28 Mei 2014

Badan Standardisasi Nasional. 1992. Syarat Mutu Bakso. SNI 01-2987-1992.

Jakarta.

Bambang. 2008. Dampak Penggunaan Formalin dan Borax. Diakses dari

http://smk.putraindonesiamalang.or.id/dampak-penggunaan-formalin-dan-

borax, pada tanggal 10 Desember 2013

Cahyadi, W. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.

Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Ilmu Teknologi Pangan. 2005. Apa itu HACCP?. Bogor: Institut

Pertanian Bogor

David Keith., 1985. Perilaku dalam Organisasi, Jakarta : Penerbit Erlangga.

European Food Safety Authority. 2013. EFSA Journal 11(10):3407, 52. Scientific

Opinion on the re-evaluation of boric acid (E 284) and sodium tetraborate

(borax) (E 285) as food additives. Diakses pada 25 Juni 2014 dari

http://www.efsa.europa.eu/en/efsajournal/pub/3407.htm#

Page 117: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

101

Eka, Reysa. 2013. Rahasia Mengetahui Makanan Berbahaya. Jakarta:Titik Media

Publisher

Endrinaldi. 2006. Identifikasi dan Penetapan Kadar Boraks pada Bakso yang

Beredar di Beberapa Pasar di Kota Padang. Lembaga Penelitian. Padang:

Universitas Andalas

Environmental Protection Agency. 2006. Report of the Food Quality Protection

Act (FQPA) Tolerance Reassessment Eligibility Decision (TRED) for Boric

Acid/Sodium Borate Salts. Environmental Protection Agency, Prevention,

Pesticides and Toxic Substances. United States.

Fardiaz, S. 2007. Bahan Tambahan Makanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Forbes RM, Cooper AR, Mitchell HH. 1954. On The Occurrence Of

Beryllium,Boron, Cobalt, And Mercury In Human Tissues. The Journal of

Biological Chemistry. No. 209 (857 – 865)diakses dari

http://www.jbc.org/content/209/2/857.full.pdf+html?sid=1ecabde8-add0-

4f15-8121-faadfaf7cb05

Gerungan, W.A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama

Green, Lawrence. 1980. Health Education Planning, A Diagnostic Approach.

Baltimore. The John Hopkins University, Mayfield Publishing Co.

Habsah. 2012. Gambaran Pengetahuan Pedagang Mi Basah terhadap Perilaku

Penambahan Boraks dan Formalin pada Mi Basah di Kantin-Kantin

Universitas X Depok Tahun 2012. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia

Hardinsyah et al. 2001. Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan. Jakarta:

Koswara

Handoko et al. 2010. Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 2 No. 4 (128-138). Aspek

Lingkungan Sosial dan Potensi Munculnya Perilaku Penambahan Boraks

Dalam Proses Produksi Bakso Daging Sapi Di Kota Pekanbaru. Riau:

Universitas Riau.

Hidayat, A. 2007. Metode Penelititan Kebidanan dan Tehnik Analisa Data.

Jakarta: Salemba Medika

Page 118: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

102

Hughes, Christopher C. 1987. The Additive Guide. Photographics. Honiton, De

Great Britain.

Lin, Lau Wei. 2011. Karakteristik Pengetahuan Sikap dan Tindakan Penjual

Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan Kampus

Universitas Sumatera Utara Medan pada Tahun 2011. Skripsi. Sumatera

Utara: USU

Menristek. 2006. Bakso Daging, Warung Informasi Teknologi. Diakses dari

http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/ipb/Bakso%20

daging.pdf pada 27 Januari 2013 pukul 20.35.

Mujiyanto et al. 2005. Jurnal Penelitian Kesehatan. Vol 33, No. 4, (152-161).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan bahan toksik boraks

pada Bakso di Kecamatan Pondok Gede-Bekasi. Depkes RI.

Mulia, Ricki. 2005. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Graha Ilmu.

Moseman R.F. 1994. Environmental Health Perspective 102. Vol 7 (113 – 117)

Chemical Disposistion of Boron in Animals and Humans.

Oktavia, Lambok. 2012. Pengaruh Pengetahuan dan Motif Ekonomi Terhadap

Penggunaan Formalin dan Boraks Oleh Pedagang dalam Pangan Siap Saji

(Bakso) di Kecamatan Medan Denai dan Medan Tuntungan Tahun 2014.

Skripsi. Sumatera Utara: USU.

New York State Health Department. 2013. An Introduction to Toxic Substances

diakses dari http://www.health.ny.gov/environmental/chemicals/toxic_substa

pada 27 Januari 2014

Notoadmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta

Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Nurmaini. 2001. Pencemaran Makanan Secara Kimia dan Biologis. Lecture

Papers. Sumatera: Universitas Sumatera Utara

Page 119: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

103

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Bakso Sehat. Vol. 31. No. 6.

Diakses dari http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr316098.pdf

pada 16 Januari 2014

PERMENKES No.722/PER/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan, Jakarta

PERMENKES RI No. 33 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan, Jakarta

Pratomo, Ardian. 2009. Identifikasi Boraks pada Bakso yang Dijual di Pasar

Pucang Gading Kabupaten Demak. Tesis. Semarang: Universitas

Muhammadiyah Semarang.

Reysa, Eka. 2013. Rahasia Mengetahui Makanan Berbahaya. Jakarta: Titik

Media Publisher

Riandini, N. 2008. Bahan Kimia dalam Makanan dan Minuman. Bandung: Shakti

Adiluhung

Riwidikdo, H. 2012. Statistik Kesehatan. Yogyakarta. Mitra Cendikia Press.

Robert F. Moseman. 1994. Chemical Disposition of Boron in Animals and

Humans. Environmental Health Perspective. No. 7 (113-117) diakses dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1566637/pdf/envhper00403-

0110.pdf

Rohman, A. Dan Sumantri. 2007. Analisis Makanan. Bandung: Institut Teknologi

Bandung.

Rusli, R. 2009. Penetapan Kadar Boraks pada Mie Basah yang Beredar di Pasar

Ciputat dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS Menggunakan Pereaksi

Kurkumin. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

Saparinto, C. Dan Hidayati, D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta:

Kanisius.

Sarwono, Sarlito W (2004). Psikologi Sosial, Individu dan Teori-Teori Psikologi

Sosial. Jakarta: Refika Aditama.

Seto, S. 2001. Pangan dan Gizi : Ilmu Teknoligi, Industri dan Perdagangan

Internasional. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Penerbit Pustaka

LP3S.

Page 120: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

104

Sumantri, Arif. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana

Prenada

Sockett, P.N., 2001. Foodborne disease. New York. Available from:

http://www.answers.com/topic/food-borne-disease. [Accessed 18 March

2010].

Streetfood Project. 1990. Quality and Safety of Streetfoods, An Assessment Study

in Bogor. Streetfood Project Working Report No.2, Bogor.

Sudarmaji. 2005. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. Jurnal

Kesehatan Lingkungan, Vol. 1. No 2. Diakses dari

http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-09.pdf pada 22

Januari 2014.

Sugiyatmi, Sri. 2006. Analisis Faktor-Faktor Risiko Pencemaran Bahan Toksik

Boraks dan Pewarna pada Makanan Jajanan Tradisional yang Dijual di

Pasar-Pasar Kota Semarang Tahun 2006.Tesis. Semarang: Universitas

Diponegoro.

Syah, D, dkk. 2005. Manfaat dan Bahaya Tambahan Pangan. Himpunan Alumni

Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor: Institut Pertanian Bogor

The Centers for Disease Control and Prevention. 2013. Estimates of Foodborne

Illness in the United States. Diakses pada 8 April 2014 dari

http://www.cdc.gov/foodborneburden/

Wartapedia. 2011. Keracunan Makanan: 35 Orang Diduga Keracunan Boraks.

(15 Maret 2011)

Wijaya et al. 2013. Jurnal Magister Kedokteran Keluarga. Vol 1, No 1, (38 - 48).

Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Motivasi Kader Kesehatan Dengan

Aktivitasnya Dalam Pengendalian Kasus Tuberkulosis Di Kabupaten

Buleleng. Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Page 121: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

105

Widyaningsih, Tri D. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan.

Trubus Agrisarana. Jakarta.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Winarno, F.G. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan

Windayani, Kustri. 2010. Kandungan Boraks dan Cemaran Mikroba pada Bakso

Daging Sapi di Kabupaten Tangerang. Tesis. Bogor: Institut Pertanian

Bogor.

Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Andi

Yunarni, Ritin. 1999. Faktor – Faktor Yang Berhubungan dengan Keberadaan

Boraks Pada Bakso di Kecamatan Banyumanik Tahun 1999. Tesis.

Semarang:Universitas Diponegoro

Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi.

Jakarta: PT. Bumi Aksara

Page 122: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

106

LAMPIRAN 1

Page 123: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

107

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Assalamualaikum. Wr. Wb

Perkenalkan nama Saya Misyka Nadziratul Haq mahasiswi peminatan

kesehatan lingkungan program studi kesehatan masyarakat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Saya bermaksud melakukan penelitian mengenai

“Analisis Faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks Pada Bakso

Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014”. Penelitian ini dilakukan sebagai tahap

akhir dalam penyelesaian studi saya.

Saya berharap Bapak/Ibu bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian

ini dimana akan dilakukan pengisian kuesioner yang terkait dengan

penelitian. Semua informasi yang Bapak/Ibu berikan terjamin

kerahasiaannya. Jika Bapak/Ibu bersedia, maka saya mohon untuk

menandatangani lembar persetujuan ini.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : ……………………………………………………………

Umur : ___ tahun

Jenis kelamin : Laki – laki Perempuan

Alamat : …………………………………………………………….

No Hp : .........................................

Dengan ini saya menyatakan setuju untuk diikutsertakan sebagai responden

dalam penelitian ini.

Peneliti

(..............................................)

Responden

(.............................................)

Page 124: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

108

KUESIONER PENELITIAN

Analisis Faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks Pada Bakso

Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014

I. IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Umur :

Jenis kelamin : 1. Laki – laki

2. Perempuan

Pendidikan : 1. Tidak Sekolah

2. SD

3. SMP

4. SMA

5. Perguruan Tinggi

II. PENGETAHUAN

BERILAH TANDA SILANG (X) YANG MENURUT BAPAK/IBU PALING

BENAR

1. Menurut Bapak/ Ibu, apakah boraks itu?

a. Bahan sejenis garam dapur

b. Bahan pembunuh kuman

c. Bahan tambahan makanan yang berbahaya

d. Tidak tahu

2. Apakah boraks bisa larut dalam air?

a. Bisa

b. Tidak bisa

c. Tidak tahu

3. Menurut Bapak/ Ibu, apakah boraks perlu ditambahkan dalam pembuatan

bakso?

a. Perlu

Page 125: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

109

b. Tidak perlu

4. Menurut Bapak/ Ibu, apa kegunaan boraks dalam pembuatan bakso?

a. Sebagai bahan pengawet

b. Sebagai bahan pengenyal

c. Keduanya benar

5. Apakah boraks berbahaya?

a. Ya

b. Tidak (Jika jawaban Anda “tidak” lanjut ke nomor 7)

6. Mengapa boraks berbahaya?

a. Dapat menyebabkan kanker serta gangguan pada pencernaan

b. Dapat menyebabkan diare

c. Dapat menyebabkan gatal-gatal pada kulit

d. Tidak tahu

7. Menurut peraturan, boraks adalah termasuk golongan?

a. Golongan bahan pengawet

b. Golongan bahan pengenyal

c. Golongan bahan tambahan pangan yang dilarang

d. A dan B benar

e. Tidak tahu

8. Menurut Bapak/ Ibu, bolehkah menambahkan boraks pada bakso?

a. Boleh

b. Tidak boleh

9. Bagaimana pengaruh boraks pada kesehatan tubuh?

a. Dapat meningkatkan kesehatan

b. Tidak ada pengaruhnya bagi kesehatan

c. Berbahaya dan dapat menimbulkan penyakit

d. Tidak tahu

10. Apakah akibat yang akan terjadi sesaat setelah seseorang mengkonsumsi

makanan yang mengandung boraks?

a. Kejang

b. Muntah

c. Gatal-gatal

d. Sakit kepala

Page 126: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

110

e. Tidak terjadi apa-apa

f. Tidak tahu

11. Apakah akibat yang akan terjadi jika mengkonsumsi makanan yang

mengandung boraks dalam jangka waktu yang lama?

a. Gangguan pada pencernaan, otak dan alat reproduksi

b. Kejang, muntah dan sakit kepala

c. Demam disertai batuk dan pilek

d. Tidak terjadi apa-apa

12. Bagaimana tanda atau gejala dari keracunan boraks pada tubuh?

Jawaban boleh lebih dari satu

a. Sakit kepala

b. Sakit perut

c. Pucat

d. Sesak nafas

e. Diare/ mencret

f. Kejang

g. Tidak nafsu makan

h. Tidak keluar air kencing

i. Batuk

j. Pilek

k. Tidak tahu

13. Menurut Bapak/Ibu makanan apa saja yang biasanya menggunakan boraks

sebagai bahan tambahan?

Jawaban boleh lebih dari satu

a. Bakso

b. Mie

c. Kerupuk

d. Lontong

e. Gorengan (tempe, tahu, risol dll)

f. Kecap

g. Gendar

h. Lainnya (sebutkan:........................................)

14. Apakah Bapak/Ibu pernah mendengar peraturan di Indonesia mengenai

boraks yang tidak diizinkan untuk digunakan pada makanan?

a. Pernah

b. Tidak pernah

Page 127: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

111

15. Sebutkan bahan alami pengganti boraks yang Bapak/Ibu ketahui.

a. Karagenan

b. Lainnya ________

c. Tidak tahu

III. SIKAP

Apakah Bapak/Ibu setuju dengan pernyataan – pernyataan berikut?

1. Dalam pembuatan bakso diperbolehkan menggunakan boraks

1. Setuju

2. Tidak Setuju

2. Bakso yang ditambahkan boraks terasa lebih enak dan kenyal dibandingkan

dengan yang tidak ditambahkan boraks

1. Setuju

2. Tidak Setuju

3. Bakso yang mengandung boraks tidak masalah jika dijual di pasaran

1. Setuju

2. Tidak setuju

4. Boraks harus selalu digunakan dalam pengolahan makakan agar makanan lebih

enak

1. Setuju

2. Tidak setuju

5. Boraks digunakan untuk mengenyalkan bakso

1. Setuju

2. Tidak setuju

6. Boraks digunakan untuk mengawetkan bakso

1. Setuju

2. Tidak setuju

Page 128: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

112

IV. PRAKTEK

BERILAH TANDA SILANG (X) YANG MENURUT BAPAK/IBU

PALING BENAR

1. Bahan tambahan apa yang Bapak/Ibu gunakan untuk

mengenyalkan dan mengawetkan bakso?

a. Bleng/ Gendar/ Boraks

b. Keragenan

c. Garam dapur

d. Lainnya:.........................

2. Bagaimana teknik pencampuran yang Bapak/Ibu lakukan dengan

bakso dan bahan tambahan lain?

a. Memasukkan bahan tambahan ke adonan

b. Merendam bakso di larutan bahan tambahan

7. Boraks tidak berbahaya bagi kesehatan

1. Setuju

2. Tidak setuju

8. Penggunaan boraks dalam pembuatan bakso tidak perlu dilarang

1. Setuju

2. Tidak setuju

9. Boraks merupakan bahan yang berguna bagi kesehatan

1. Setuju

2. Tidak setuju

10. Boraks hanya boleh digunakan dalam pembuatan makanan

1. Setuju

2. Tidak setuju

Page 129: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

113

c. Lainnya:..........

3. Dari mana Bapak/Ibu memperoleh bahan tambahan tersebut

(bleng)?

1. Membeli di pasar

2. Membeli di apotek/ toko bahan kimia

4. Apakah sulit untuk mendapatkannya?

1. Sulit

2. Tidak Sulit

5. Berapakah harga bleng yang biasa anda beli

1. < Rp. 1000/ bungkus

2. Rp. 1000 – Rp. 5000/ bungkus

3. > Rp. 5.000/ bungkus

6. Menurut Bapak/bu pakah harga tersebut termasuk mahal?

1. Ya

2. Tidak

7. Saat mengolah bakso, berapa takaran bleng yang biasa

dicampurkan /kg?

1. 1 sendok

2. >1 sendok

8. Apakah ada perbedaan antara bakso yang menggunakan boraks

dengan yang tidak menggunakan boraks?

1. Ada (Sebutkan:..................................................................)

2. Tidak

Page 130: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

114

Lampiran 3

FORM HASIL UJI KUALITATIF BORAKS PADA BAKSO DI

KELURAHAN CIPUTAT TAHUN 2014

Kode Sampel Perubahan Warna Hasil Uji

PL 1 Merah Bata Positif (+)

PL 2 Merah Bata Positif (+)

PL 3 Merah Bata (samar) Positif (+)

PL 4 Merah Bata (samar) Positif (+)

PL 5 Tidak berubah Negatif (-)

PL 6 Tidak berubah Negatif (-)

PL 7 Tidak berubah Negatif (-)

PL 8 Tidak berubah Negatif (-)

PL 9 Tidak berubah Negatif (-)

PL 10 Tidak berubah Negatif (-)

PL 11 Tidak berubah Negatif (-)

Page 131: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

115

PL 12 Merah Bata Positif (+)

PL 13 Tidak berubah Negatif (-)

PL 14 Tidak berubah Negatif (-)

PL 15 Tidak berubah Negatif (-)

PL 16 Tidak berubah Negatif (-)

PL 17 Tidak berubah Negatif (-)

PL 18 Merah Bata (samar) Positif (+)

PL 19 Merah Bata (samar) Positif (+)

PL 20 Tidak berubah Negatif (-)

PL 21 Tidak berubah Negatif (-)

PL 22 Tidak berubah Negatif (-)

PL 23 Merah Bata (samar) Positif (+)

PL 24 Tidak berubah Negatif (-)

PL 25 Tidak berubah Negatif (-)

Page 132: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

116

PL 26 Merah Bata Positif (+)

PL 27 Tidak berubah Negatif (-)

PL 28 Tidak berubah Negatif (-)

PL 29 Tidak berubah Negatif (-)

PL 30 Tidak berubah Negatif (-)

PL 31 Tidak berubah Negatif (-)

PL 32 Tidak berubah Negatif (-)

PL 33 Merah Bata (samar) Positif (+)

PL 34 Tidak berubah Negatif (-)

Page 133: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

117

Lampiran 4

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 10 100.0

Excludeda 0 .0

Total 10 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.741 16

Page 134: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

118

Page 135: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

119

Correlations

Page 136: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

120

s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8 s9 s10 TOTAL_SIKAP

s1 Pearson Correlation 1 .764* .764

* .375 .612 .102 .667

* .764

* .764

* 1.000

** .897

**

Sig. (2-tailed) .010 .010 .286 .060 .779 .035 .010 .010 .000 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

s2 Pearson Correlation .764* 1 .524 .218 .356 .356 .509 .524 .524 .764

* .712

*

Sig. (2-tailed) .010 .120 .545 .312 .312 .133 .120 .120 .010 .021

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

s3 Pearson Correlation .764* .524 1 .218 .356 .356 .509 .524 .524 .764

* .712

*

Sig. (2-tailed) .010 .120 .545 .312 .312 .133 .120 .120 .010 .021

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

s4 Pearson Correlation .375 .218 .218 1 .612 .102 .667* .218 .764

* .375 .571

Sig. (2-tailed) .286 .545 .545 .060 .779 .035 .545 .010 .286 .085

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

Page 137: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

121

s5 Pearson Correlation .612 .356 .356 .612 1 .167 .408 .802** .802

** .612 .732

*

Sig. (2-tailed) .060 .312 .312 .060 .645 .242 .005 .005 .060 .016

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

s6 Pearson Correlation .102 .356 .356 .102 .167 1 .408 .356 -.089 .102 .333

Sig. (2-tailed) .779 .312 .312 .779 .645 .242 .312 .807 .779 .347

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

s7 Pearson Correlation .667* .509 .509 .667

* .408 .408 1 .509 .509 .667

* .761

*

Sig. (2-tailed) .035 .133 .133 .035 .242 .242 .133 .133 .035 .011

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

s8 Pearson Correlation .764* .524 .524 .218 .802

** .356 .509 1 .524 .764

* .783

**

Sig. (2-tailed) .010 .120 .120 .545 .005 .312 .133 .120 .010 .007

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

s9 Pearson Correlation .764* .524 .524 .764

* .802

** -.089 .509 .524 1 .764

* .783

**

Page 138: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

122

Sig. (2-tailed) .010 .120 .120 .010 .005 .807 .133 .120 .010 .007

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

s10 Pearson Correlation 1.000** .764

* .764

* .375 .612 .102 .667

* .764

* .764

* 1 .897

**

Sig. (2-tailed) .000 .010 .010 .286 .060 .779 .035 .010 .010 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

TOTAL_SIKAP Pearson Correlation .897** .712

* .712

* .571 .732

* .333 .761

* .783

** .783

** .897

** 1

Sig. (2-tailed) .000 .021 .021 .085 .016 .347 .011 .007 .007 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Page 139: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

123

LAMPIRAN 5

hasil pengukuran sikap * hasil uji dengan boraks kit Crosstabulation

hasil uji dengan boraks kit

Total positif boraks negatif boraks

hasil pengukuran sikap sikap positif Count 5 22 27

% within hasil pengukuran

sikap 18.5% 81.5% 100.0%

sikap negatif Count 5 2 7

% within hasil pengukuran

sikap 71.4% 28.6% 100.0%

Total Count 10 24 34

% within hasil pengukuran

sikap 29.4% 70.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 7.496a 1 .006

Continuity Correctionb 5.164 1 .023

Likelihood Ratio 6.944 1 .008

Fisher's Exact Test .014 .014

Linear-by-Linear Association 7.275 1 .007

N of Valid Casesb 34

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,06.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

hasil pengukuran sikap *

hasil uji dengan boraks kit 34 100.0% 0 .0% 34 100.0%

Page 140: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

124

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 7.496a 1 .006

Continuity Correctionb 5.164 1 .023

Likelihood Ratio 6.944 1 .008

Fisher's Exact Test .014 .014

Linear-by-Linear Association 7.275 1 .007

N of Valid Casesb 34

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,06.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 141: ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA... · ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA

125

Lampiran 6

Prosedur Uji

Hasil Uji