ANALISIS FAKTOR PENOLAKAN KOREA UTARA TERHADAP...
Transcript of ANALISIS FAKTOR PENOLAKAN KOREA UTARA TERHADAP...
ANALISIS FAKTOR PENOLAKAN KOREA UTARA
TERHADAP RESOLUSI DK PBB 2270
TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Hendri Satrio
1113113000027
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M / 1439 H
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
ANALISIS FAKTOR PENOLAKAN KOREA UTARA TERHADAP
RESOLUSI DK PBB 2270 TAHUN 2016
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 4 Desember 2017
Hendri Satrio
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Hendri Satrio
NIM : 1113113000027
Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
ANALISIS FAKTOR PENOLAKAN KOREA UTARA TERHADAP
RESOLUSI DK PBB 2270 TAHUN 2016
Dan telah memenuhi syarat untuk diuji.
Jakarta, 04 Desember 2017
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Ahmad Alfajri, MA Teguh Santosa, M.A
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
ANALISIS FAKTOR PENOLAKAN KOREA UTARA TERHADAP
RESOLUSI DK PBB 2270 TAHUN 2016
Oleh
Hendri Satrio
1113113000027
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17
Januari 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.
Ketua,
Sekretaris,
Eva Mushoffa, MHSPS
NIP.
Eva Mushoffa, MHSPS
NIP.
Penguji I
Penguji II
Irfan R. Hutagalung, S.H., LL.M
NIP.
Inggrid Galuh Mustikawati, MHSPS
NIP.
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 17 Januari 2018
Ketua Program Studi Hubungan Internasional
FISIP UIN Jakarta
Ahmad Alfajri, MA
NIP.
v
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis faktor yang melatarbelakangi penolakan Korea
Utara terhadap Resolusi Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) 2270 tahun 2016. Korea Utara mendapat sanksi dari DK PBB untuk
menghentikan segala aktivitas yang berkaitan dengan program pengembangan
nuklirnya. Namun, Korea Utara menolak sanksi tersebut dan tetap melanjutkan
program pengembangan nuklirnya. Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka
dan wawancara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
kualitatif dengan analisis deskriptif. Skripsi ini menggunakan konsep balance of
threat dari Stephan M. Walt dan paradigma neoclassical realism dari Gideon
Rose. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan data-data yang
dikolaborasi menggunakan teori tersebut, penelitian ini menemukan bahwa faktor
penolakan Korea Utara terhadap Resolusi DK PBB 2270 tahun 2016 karena
adanya ancaman dari Amerika Serikat dan sekutunya. Sementara disatu sisi
resolusi DK PBB terkait larangan program pengembangan nuklir Korea Utara
selalu diinisiasi oleh Amerika Serikat. Terkait dengan kasus tersebut, neoclassical
realism melihat bahwa faktor penolakan tersebut merupakan sikap yang
dikeluarkan oleh intervening variable yang mentranslasikan systemic pressure
berdasarkan relative material power yang dimiliki Korea Utara.
Kata kunci : Korea Utara, Amerika Serikat, Dewan Keamanan PBB, balance of
threat, neoclassical realism.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrrahim, terucap puji serta syukur yang selalu penulis
panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Asyik dengan segala misteri
kehidupan yang diberikan-Nya. Shalawat beriringkan salam semoga tetap tercurah
limpahkan kepada tauladan ummat manusia, Nabi Muhammad SAW.
Dalam pengerjaan skripsi ini, tentu penulis telah melibatkan banyak pihak
yang sangat membantu hingga terselesaikannya skripsi ini. Oleh sebab itu, dengan
segala harapan serta doa agar Tuhan membalas semua kebaikan, izinkan penulis
sampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada :
1. Orang tua penulis, ayahanda Azwar. M dan ibunda Kartini, dan juga
adinda Alfian Supriadi, serta para keluarga penulis yang senantiasa
memberikan dukungan moril maupun materil. Semoga Allah senantiasa
sehatkan dan panjangkan umur mereka.
2. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Prof. Dr. Zulkifli, MA., selaku Dekan FISIP UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, beserta jajaran ibu Dzuriyatun Toyibah, Dr. Bakir Ihsan, Dr. Agus
Nugraha.
4. Bapak Ahmad Alfajri, MA, dan Ibu Eva Mushoffa, MHSPS selaku Ketua
dan Sekretaris Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
5. Bapak Teguh Santosa, MA., selaku dosen pembimbing yang banyak
memberikan saran dan masukan bagi penulis.
vii
6. Bapak Irfan Hutagalung dan Ibu Inggrid Galuh selaku dosen penguji,
semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan dan memudahkan segala
urusannya.
7. Dosen-dosen FISIP UIN Jakarta tercinta, Ibunda Devi Yusnita,Yunda
Gefarina Johan, Pak Nazaruddin Nasution, Pak Din Syamsudin, Pak Ayub
Muchsin, Pak Andar Nubowo, Bang Adi Prayitno, Pak Zuhri yang banyak
memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
8. Bagian Akademik dan Staf Tata Usaha FISIP UIN Jakarta, Pak Jajang,
Pak Amali, terimakasih telah banyak membantu dalam hal birokrasi.
9. Kawan-Kawan seperjuangan penulis di DEMA UIN Jakarta 2017, Pres
Riyan, Pres Imam, Sekjend Dekols, Muray, Suci, Andre, Indah,Vanya,
Ilham, Pono, Afif,dan lain-lain.
10. Kawan-kawan kelompok KKN KAIZEN, Queen Aya, Lisa, Anis, Ical,
Ema, Noval, Encek, Cucu, Arya. Terimakasih atas semua cerita di Desa
Wirajaya nya.
11. Keluarga besar HIMAMIRA Bengkulu, Deyan, Uphy, Ari, Ghabri,
madon, ica, Nila, Yuni, bang rakhmat, bang arman.
12. Keluarga penulis di Ciputat yang berada dibawah naungan “Markas
Komando”, Riyan Hidayat, Luthfi Hasanal Bolqiah, Andrean Saefudin,
Juansyah. Terimakasih telah menjadi keluarga penulis di rantauan.
13. Kawan – kawan penulis Bagus M Rijal, Vanny, Dendi, Travel, Uul,
Merry, Ina, Riri Shabrina, Lini, Terima kasih atas dukungan dan semangat
yang telah menghidupkan pengalaman penulis di masa perkuliahan.
viii
14. Senior-senior penulis yang ditengah kesibukannya telah meluangkan
waktu untuk berdiskusi dan memberi masukan, Kak Tito Karnavian, Bang
Zulkifli Hasan, Bang Bursah Zarnubi, Bang Dempo, Bang Yandri, Bang
Kuntum, Mas Eko Sulistyo, Bang Tatang, Bang Awe, kak yeni, kak bisti,
bang sopian, bang gerry, bang tony, bang Aco, bang maulana, Bang Ibnoe
dll.
15. Adik-adik penulis di FISIP UIN Jakarta, Aden, Zahra, Tami, Fadly, Nurul,
Sultan, Syauqi, Husna, Icha, dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
16. Mr. An Kwang Il, Duta Besar Korea Utara untuk Indonesia, Ir. Ristyanto
selaku Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara.
Terimakasih atas waktu yang diberikan untuk penulis melakukan
wawancara.
17. Teman – teman HI UIN Jakarta angkatan 2013 yang tidak bisa penulis
sebutkan satu-persatu. Terima kasih telah menghidupkan pengalaman
penulis di masa perkuliahan.
Terakhir, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dapat disampaikan melalui
[email protected]. Terima kasih.
Jakarta, 04 Desember 2017
Hendri Satrio
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME...........................................................
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI..........................................................
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI........................................................
ABSTRAK.............................................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................
DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................
DAFTAR TABEL..................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah...........................................................................................
B. Pertanyaan Penelitian........................................................................................
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..........................................................................
D. Tinjauan Pustaka...............................................................................................
E. Kerangka Pemikiran..........................................................................................
ii
iii
iv
v
vi
ix
xi
xii
xiii
xiv
1
8
8
9
12
1. Neoclassical Realism.................................................................................
2. Balance of Threat.......................................................................................
12
15
F. Metode Penelitian..............................................................................................
G. Sistematika Penulisan........................................................................................
BAB II GAMBARAN UMUM KOREA UTARA DAN DINAMIKA
KEPEMILIKAN NUKLIR
A. Profil Negara Korea Utara.................................................................................
B. Perkembangan dan Uji Coba Nuklir Korea Utara.............................................
C. Dinamika Kepemilikan Nuklir Korea Utara......................................................
16
18
20
22
28
BAB III RESPON DUNIA INTERNASIONAL TERHADAP UJI COBA
NUKLIR KOREA UTARA
A. Resolusi DK PBB Terkait Uji Coba Nuklir Korea Utara Periode Tahun
2006-2016..........................................................................................................
38
x
B. Respon Negara-Negara Six Party Talks Terhadap Uji Coba Nuklir Korea
Utara..................................................................................................................
49
BAB IV FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KOREA UTARA MENOLAK
RESOLUSI DK PBB 2270
A. Upaya Balance of Threat Terhadap Ancaman Amerika Serikat.......................
B. Systemic Pressure (Faktor Eksternal)................................................................
61
65
1. Latihan Militer Gabungan Amerika Serikat dengan Korea Selatan...........
2. Ancaman Kerjasama Militer Amerika Serikat dengan Jepang..................
65
67
C. Faktor Internal .................................................................................................. 70
1. Kim Jong Un (Intervening Variable)......................................................... 71
2. Relative Material Power Korea Utara........................................................
3. Persepsi Intervening Variable Terhadap Larangan Uji Coba dan
Pengembangan Nuklir Korea Utara……………………………………...
74
80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................
87
90
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...
xiv
Lampiran-Lampiran
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1.
Gambar II.1
Gambar II.2
Gambar IV.1
Gambar. IV.2
Gambar. IV.3
Gambar. IV.4
Gambar. IV.5
Gambar. IV.6
Gambar. IV.7
Gambar. IV.8
Estimasi Kepemilikan Nuklir Dunia Tahun 2016.............
Peta Semenanjung Korea…………………………..........
Eskalasi Uji Coba Nuklir Korea Utara………………….
Peta Geografis Asia Timur………………………….......
Personil Militer AS di Sekitar Korea Utara......................
Struktur Kekuasaan di Korea Utara..................................
Lokasi Fasilitas Senjata Kimia Korea Utara.....................
Lokasi Fasilitas Senjata Biologi Korea Utara…………
Lokasi Fasilitas Nuklir Korea Utara…………………….
25 Negara dengan Militer Terkuat di Dunia……………
Neoclassical Realism Foreign Policy Analysis…………
2
21
27
63
69
73
76
77
79
80
82
xii
DAFTAR SINGKATAN
DCB Daedong Credit Bank
DPRK Democratic People‟s Republic of Korea
DK Dewan Keamanan
HTC Hesong Trading Company
IAEA International Atomic Energy Agency
KKBC Korea Kwangson Banking Corporation
KKTC Korea Kwangsong Trading Corporation
KM Kilo Meter
KOMID Korea Mining Development Trading Corporation
NADA National Aeorospace Development Administration
NPT Nuclear Non-Proliferation Treaty
NWS Nuclear Weapon State
NNWS Non Nuclear Weapon State
OEC Observatory of Economic Complexity
OMMC Ocean Maritime Management Company
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
SANS Second Academy of Natural Sciences
SR Skala Richter
TCB Tanchon Commercial Bank
UN United Nations
UNSC United Nation Security Council
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel III.A.1 Daftar Individu Penerima Sanksi Travel Ban/Asset Freeze
Resolusi DK PBB 2270…………………………………….
45
Tabel III.A.2 Daftar Aset Korea Utara yang dibekukan…………………. 46
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
Lampiran II
Hasil Wawancara dengan Bapak Ristiyanto...........................
Daftar Kapal Korea Utara yang diberi Sanksi……………….
xiv
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Skripsi ini akan menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi Korea
Utara menolak Resolusi Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) 2270 yang berkaitan dengan uji coba nuklirnya yang keempat tahun 2016.
Korea Utara sudah berkali-kali mendapatkan kecaman dari dunia internasional
terkait uji coba nuklirnya.1 Selain itu, PBB sebagai institusi internasional juga
dengan tegas memberikan sanksi kepada Korea Utara melalui resolusi DK PBB,
yakni Resolusi DK PBB 1718 pada 2006, Resolusi DK PBB 1874 pada 2009,
Resolusi DK PBB 2094 pada 2013, dan Resolusi DK PBB 2270 pada 2016.2
Berdasarkan perjanjian dalam Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT),
terdapat lima negara yang diakui secara legal sebagai pemilik nuklir yakni ;
Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, Perancis dan Inggris. Selain kelima negara
tersebut juga terdapat negara yang diyakini memiliki nuklir namun tidak
tergabung ke dalam anggota NPT yakni ; India, Israel dan Pakistan. Selain itu
juga ada beberapa negara yang tidak diakui kepemilikannya terhadap senjata
nuklir seperti Iran dan Korea Utara.3
1Steve Miller. World Condemns North Korea Accelerating nuclear Program. [internet]
tersedia di http://www.voanews.com/a/world-condemns-north-korea-accelerating-nuclear-program
/3522028.html diakses pada 3 April 2017 2UN Documents for DPRK (North Korea): Security Council Resolutions. [internet]
tersedia di http://www.securitycouncilreport.org/un-documents/dprk-north-korea/ diakses pada 3
April 2017. 3Kelsey Davenport, “Nuclear Weapons: Who Has What at a Glance”. (Internet) tersedia
di https://www.armscontrol.org/factsheets/Nuclearweaponswhohaswhat . diakses pada 4 April
2017.
2
Gambar I.1. Estimasi Kepemilikan Nuklir Dunia Tahun 2016
Sumber: Kelsey Davenport, Nuclear Weapons: Who Has What at a
Glance, Arms Control Association, (updated) 2017
Pada kurun waktu 2006-2016 Korea Utara telah melakukan uji coba
peluncuran nuklirnya sebanyak lima kali. Setiap kali melakukan uji coba nuklir
tersebut Korea Utara selalu mendapat sanksi yang berbeda-beda dari DK PBB.
Pada 9 Oktober 2006, Korea Utara melakukan uji coba peluncuran nuklirnya yang
pertama dengan kekuatan 1 kiloton dan menghasilkan getaran sekitar 4,3 SR.4
Pada Uji Coba nuklir ini, DK PBB menjatuhkan sanksi kepada Korea Utara
melalui Resolusi DK PBB 1718. Sanksi dalam resolusi ini terkait larangan
melanjutkan program pengembangan nuklir dan pelarangan jual beli senjata,
namun tidak didukung oleh sanksi yang berupa ancaman militer. Sehingga,
4Zhang Hui, “Revisiting North Korea’s Nuclear Test”.China Security Vol. 3 No. 3
Summer 2007, World Security Institute. Hal 119.
3
Resolusi 1718 ini ternyata pada praktiknya tidak efektif dalam menekan Korea
Utara untuk menghentikan uji coba nuklirnya.5
Setelah melakukan peluncuran uji coba nuklirnya yang pertama, Korea
Utara kembali melakukan uji coba nuklir yang kedua dengan daya ledak yang
lebih besar dari sebelumnya yakni sekitar 2-8 Kiloton. Peluncuran rudal yang
kedua ini terjadi pada 25 Mei 2009, yakni Taepodong II yang diklaim digunakan
sebagai rudal pembawa satelit dengan jarak tempuh lebih dari 3.000 KM. Pada uji
coba nuklir kali ini Korea Utara juga mendapat kecaman dari dunia internasional.
Sehingga, DK PBB kembali mengeluarkan Resolusi 1874 sebagai respon keras
terhadap uji coba nuklir Korea Utara ini.6
Dalam Resolusi 1874, DK PBB menuntut Korea Utara untuk tidak lagi
melakukan uji coba nuklir atau peluncuran apapun yang menggunakan teknologi
peluru kendali balistik. Melalui resolusi ini DK PBB mempertajam larangan bagi
Korea Utara untuk melakukan kegiatan ekspor-impor senjata, termasuk kendaraan
perang lapis baja, sistem artileri kaliber besar, helikopter penyerang, kapal perang
dan proyektil. Selain itu juga DK PBB mendorong negara-negara anggota PBB
untuk melakukan pemeriksaan terhadap kapal-kapal laut dan pesawat milik Korea
Utara yang dicurigai mengangkut nuklir dan bahan-bahan lainnya yang dilarang
oleh PBB.7
5“Security Council Condemns Nuclear Test By Democratic People’s Republic Of Korea,
Unanimously Adopting Resolution 1718 (2006)”. [internet] tersedia di
http://www.un.org/press/en/2006/sc8853.doc.htm; diakses pada 01 Oktober 2016. 6North Korea Second Nuclear Test: Implications of U.N Security Council Resolution
1874. Tersedia di https://www.fas.org/sgp/crs/nuke/R40684.pdf; (e-Journal); diakses pada 03
Oktober 2016. 7“Security Council, Acting Unanimously, Condemns in Strongest Terms Democratic
People’s Republic of Korea Nuclear Test, Toughens Sanctions”. [internet] tersedia di;
http://www.un.org/press/en/2009/sc9679.doc.htm diakses pada 04 Oktober 2016.
4
Pada 12 Februari 2013 Korea Utara kembali melakukan uji coba
nuklirnya dengan meningkatkan pengayaan uranium.8Program pengembangan
nuklir di Korea Utara kembali memanaskan situasi di kawasan Asia Timur. DK
PBB kembali menerapkan sanksi yang lebih keras lagi pada Korea Utara melalui
Resolusi DK PBB 2094.9
Resolusi DK PBB 2094 mendesak Korea Utara untuk menghentikan uji
coba nuklir yang berikutnya, melepaskan rencana pengadaan senjata nuklir dan
kembali ke persetujuan non-proliferasi senjata nuklir. Resolusi DK PBB 2094
juga berkomitmen untuk mengurangi ketegangan selama ini dengan melalui solusi
damai dan diplomatis. Resolusi tersebut menegaskan kembali akan mendukung
dan menghimbau untuk dilakukan penghidupan kembali pembicaraan enam pihak
mengenai isu denuklirisasi Korea Utara (Six Party Talks).10
Selanjutnya pada 6 Januari 2016, Korea Utara kembali melakukan uji
coba nuklirnya yang keempat yang lebih kuat daripada senjata plutonium yang
digunakan oleh Korea Utara pada 3 kali uji coba nuklir yang sebelumnya.11
Pasca
dilakukannya uji coba nuklir Korea Utara yang keempat, DK PBB menerapkan
sanksi yang lebih ketat kepada Korea Utara pada Resolusi 2270. Adapun poin-
poin dari Resolusi 2270 tersebut diantaranya mengharuskan negara-negara untuk
8
“North Korea nuclear tests: what did they achieve?”. [internet] tersedia di;
http://www.bbc.com/news/world-asia-17823706 diakses pada 04 Oktober 2016. 9“Security Council Strengthens Sanctions on Democratic People’s Republic of Korea, in
Response to 12 February Nuclear Test”. [internet] tersedia di; http://www.un.org/
press/en/2013/sc10934.doc.htm diakses pada 05 Oktober 2016. 10
“Security Council Condemns Use of Ballistic Missile Technology in Launch by
Democratic People‟s Republic of Korea, in Resolution 2087 (2013)”. [internet] tersedia di;
http://www.un.org/press/en/2013/sc10891.doc.htm diakses pada 05 Oktober 2016. 11
Euan McKirdy, North Korea announces it conducted nuclear test. [internet] tersedia
di;http://edition.cnn.com/2016/01/05/asia/north-korea-seismic-event/ Diakses pada 07 Oktober
2016.
5
memeriksa kargo Korea Utara di wilayah mereka apabila dicurigai kargo tersebut
berisi barang terlarang, atau menolak akses pelabuhan untuk setiap kapal Korea
Utara yang menolak untuk diperiksa kapal lain.12
Dalam hubungan bilateral Korea Utara, Tiongkok merupakan aliansi
paling penting baginya. Banyak pengamat yang berpendapat bahwa Tiongkok
merupakan negara kunci yang bisa menyelesaikan krisis nuklir di Korea Utara.
Tiongkok merupakan sekutu terdekat bagi Korea Utara, bahkan Korea Utara
sangat bergantung pada Tiongkok dalam hal perdagangan dan dukungan
diplomatik.13
Pada sanksi-sanksi yang sebelumnya Tiongkok tetap menjadi
pendonor utama Korea Utara dengan menyuplai 70% bahan bakar minyak sejak
Amerika Serikat menghentikan suplainya.14
Kedekatan aliansi Tiongkok dan Korea Utara ini menjadi hambatan bagi
Amerika Serikat dan PBB dalam membatasi aktivitas dan program pengembangan
nuklir Korea Utara. Meski Amerika Serikat dan PBB memberikan sanksi dan
sulitnya akses transaksi keuangan, namun jika Tiongkok masih memberikan
bantuan yang besar kepada Korea Utara, maka pemberian sanksi tersebut diyakini
tidak akan berjalan efektif untuk menghukum Korea Utara.
Pasca uji coba nuklir Korea Utara yang keempat tahun 2016, ada hal yang
membedakan dengan uji coba nuklir yang sebelumnya, yakni pada 2006, 2009
12
“Security Council: Resolution 2276 (2016).” [internet] tersedia di
http://www.securitycouncilreport.org/un-documents/dprk-north-korea/ diakses pada 07 Oktober
2016. 13
Alistair Bunkall, 2016. North Korea H-Bomb Test : China‟s Response Key. [internet]
tersedia di http://news.sky.com/story/north-korea-h-bomb-test-chinas-response-key-10128798
diakses pada Senin, 24 Juli 2017 pukul 13:20 WIB. 14
”The China-North Korea Relationship”. [internet] tersedia di; http://www.cfr.org/china/
china-north-korea-relationship/p11097 diakses pada 08 Oktober 2016.
6
dan 2013. Dunia internasional dianggap gagal dalam menghentikan program
nuklir Korea Utara pada tiga uji coba sebelumnya. Namun pada uji coba nuklir
Korea Utara yang keempat, Amerika Seikat mengajak Tiongkok untuk
menggunakan pengaruhnya dalam menghentikan program nuklir Korea Utara.15
Hal tersebut juga menjadi pembeda terkait perubahan sikap Tiongkok
dalam menanggapi uji coba nuklir Korea Utara yang keempat ini. Jika pada
resolusi-resolusi yang sebelumnya Tiongkok tidak pernah ikut secara langsung
memberikan sanksi terhadap Korea Utara melainkan hanya sebatas dukungan
terhadap sanksi yang diterapkan melalui resolusi DK PBB. Namun, pasca uji coba
nuklir Korea Utara yang keempat ini Tiongkok mengalami perubahan sikap yakni,
dengan ikut memberikan sanksi ekonomi terhadap Korea Utara.16
Dampak perubahan sikap Tiongkok khususnya dalam hal kerjasama
ekspor-impornya sangat berpengaruh bagi perekonomian Korea Utara.
Berdasarkan data statistik dari The Observatory of Economic Complexity jika
mengacu pada uji coba nuklir Korea Utara pada rentang waktu 2006, 2009, 2013
volume ekspor Korea Utara ke Tiongkok selalu mengalami kenaikan. Persentase
kenaikannya sangat signifikan yakni sebesar 23% pada tahun 2006, naik menjadi
54% pada tahun 2009 dan naik lagi menjadi 83% pada tahun 2013.17
15
BBC News, China restricts North Korea trade over nuclear test. [internet] tersedia di
http://www.bbc.com/news/world-asia-35969412 diakses pada 08 Oktober 2016. 16
Shannon Tiezzi, China Starts Enacting Sanctions on North Korea. [internet] tersedia di;
http://thediplomat.com/2016/03/china-starts-enacting-sanctions-on-north-korea/ Diakses pada 08
Oktober 2016. 17
OEC, Where Does North Korea Export to? (2006-2013). [Internet] tersedia di
http://atlas.media.mit.edu/en/visualize/tree_map/hs92/export/prk/show/all/2006/ diakses pada 08
Oktober 2016.
7
Sementara berdasarkan data dari North Korean Economy Watch pasca
perubahan sikap Tiongkok yang memberikan sanksi ekonomi karena uji coba
nuklir Korea Utara tahun 2016, volume ekspor Korea Utara ke Tiongkok
mengalami penurunan yang sangat signifikan yakni sebesar 27,6%.18
Angka
penurunan ini merupakan yang terbesar sepanjang sejarah hubungan Korea Utara
dengan Tiongkok. Bahkan media harian pemerintah Korea Utara Rodong Sinmun
menyebut dampak dari sanksi ini dengan istilah “beyond imagination”.19
Korea Utara tidak pernah menghiraukan sanksi yang diberikan kepadanya,
bahkan Korea Utara secara tegas menentang sanksi DK PBB dengan kembali
meluncurkan nuklirnya yang kelima pada 9 September 2016.20
Padahal Tiongkok
sebagai sekutu terdekatnya sudah ikut memberikan sanksi ekonomi yang
berdampak sangat signifikan bagi volume ekspor Korea Utara. Keputusan Korea
Utara yang menolak Resolusi DK PBB 2270 dan tetap melanjutkan program
pengembangan nuklirnya menurut penulis sangat menarik untuk diteliti. Hal ini
tentu menimbulkan pertanyaan apa yang menjadi faktor penyebab Korea Utara
tetap menolak resolusi DK PBB yang didukung oleh Amerika Serikat dan
sekutunya, bahkan Tiongkok sebagai mitra terdekatnya juga sudah ikut
18
North Korean Economy Watch, 2016. DPRK-China Trade in 2016 (updated). [internet]
tersedia di http://www.nkeconwatch.com/2016/08/15/dprk-china-trade-2016/ diakses pada 08
Oktober 2016. 19
The Chosunilbo, Sanctions Slash Chinese Import of N.Korean Products. [internet]
tersedia di http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2016/05/25/2016052501146.html diakses
pada 08 Oktober 2016. 20
Choe Sang-Hun, North Korea Tests a Mightier Nuclear Bomb, Raising Tension.
Internet; tersedia di; http://www.nytimes.com/2016/09/09/world/asia/north-korea-nuclear-test.html
diakses pada 10 Oktober 2016.
8
memberikan sanksi ekonomi yang berdampak sangat signifikan bagi volume
perdagangan Korea Utara.21
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan masalah di atas, adapun masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah:
- Apa faktor penyebab Korea Utara menolak Resolusi DK PBB 2270 terkait
uji coba nuklirnya yang keempat tahun 2016 ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menjelaskan faktor penyebab Korea Utara tetap menolak sanksi DK PBB
terkait uji coba nuklirnya yang keempat tahun 2016.
2. Mengetahui respon dunia internasional terkait program pengembangan nuklir
Korea Utara.
3. Menjelaskan kepentingan nasional Korea Utara terhadap kepemilikan senjata
nuklirnya.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Menjadi salah satu karya ilmiah yang menjadi bahan pertimbangan bagi
pemerintah (khususnya Indonesia) dalam merespon dan mengeluarkan kebijakan
luar negerinya terhadap isu perkembangan nuklir di kawasan Asia.
21
Guy Taylor, China joins U.S., allies in sanctions on North Korea. Internet; tersedia di;
http://www.washingtontimes.com/news/2016/nov/30/china-joins-us-allies-in-sanctions-on-north-
korea/ diakses pada 10 Oktober 2016.
9
2. Menjadi salah satu karya ilmiah yang mampu memperkaya pemahaman
pembaca mengenai alasan penolakan Korea Utara terhadap sanksi DK PBB terkait
uji coba nuklir.
3. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi ataupun perbandingan bagi
para mahasiswa yang sedang meneliti dengan fokus kajian yang sama.
D. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa tulisan yang menjelaskan masalah nuklir Korea Utara,
resolusi DK PBB dan korelasinya dengan beberapa negara sekitarnya seperti
Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan. Selain itu ada juga beberapa tulisan yang
meskipun tidak sama persis menyinggung variabel Korea Utara, DK PBB,
maupun negara tetangganya secara khusus, namun pada sisi yang lain ikut
membahas krisis nuklir Korea Utara. Sehingga tulisan-tulisan dari para peneliti
sebelumnya tesebut akan sangat membantu tambahan informasi bagi penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini.
Salah satu diantaranya adalah skripsi yang ditulis oleh Siska Tri Utari
mahasiswi program studi Ilmu Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosisal
dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jember. Dalam skripsinya Siska melakukan
penelitian dengan tema “Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(DK PBB) Nomor 2087 Tahun 2013 Terkait Peluncuran Rudal Korea Utara”. Isi
skripsi ini cukup komprehensif dengan membahas secara detail mengenai peran
10
dan fungsi DK PBB, Uji coba nuklir, mekanisme pembuatan resolusi di DK PBB
dan sebagainya.22
Adapun perbedaan skripsi ini dengan penelitian penulis terletak pada
periodesasi waktunya, yakni skripsi ini berfokus pada Resolusi DK PBB 2087
tahun 2013 sedangkan pada skripsi penulis membahas Resolusi DK PBB 2270
tahun 2016. Perbedaan selanjutnya terletak pada penggunaan teori yang
digunakan Siska untuk menganalisis kasus ini yakni teori organisasi internasional
sedangkan dalam penelitian penulis menggunakan paradigma neoclassical realism
dan konsep balance of threat.23
Sedangkan persamaannya adalah terletak pada metode yang digunakan
yakni metode kualitatif. Metode penelitian tersebut menggunakan teknik
pengumpulan data untuk memperoleh data sekunder. Data tersebut kemudian
dianalisis secara deskriptif. Kesamaan lainnya kedua penelitian ini berangkat dari
masalah uji coba nuklir Korea Utara. Salah satu kelebihan dari skripsi ini adalah
didukung oleh berbagai macam data, baik yang berupa data sekunder maupun data
primer.24
Kedua, penulis juga melakukan review terhadap jurnal yang ditulis oleh
Samuel S. Kim berjudul The Changing Role of China on The Korean Peninsula
yang dimuat dalam International Journal of Korean Studies tahun 2004. Melalui
artikel yang ditulis oleh Samuel S. Kim ini, Kim mencoba menjabarkan tentang
adanya perubahan peran Tiongkok di Semenanjung Korea. Dalam kaitannya
22
Siska Tri Utari (2015). Resolusi Dewan Keamanan (DK PBB) nomor 2087 Tahun 2013
Terkait Peluncuran Rudal Korea Utara. Program Studi Hubungan Internasional, FISIP Universitas
Jember. 23
Utari,Resolusi Dewan Keamanan (DK PBB) nomor 2087 , 14. 24
Utari,Resolusi Dewan Keamanan (DK PBB) nomor 2087 ,15.
11
dengan isu nuklir Korea Utara, dijelaskan bahwa Tiongkok awalnya berperan
sebagai katalisator yang menjembatani pembicaraan trilateral antara Korea Utara,
Amerika Serikat dan Tiongkok.25
Teknik penulisan dalam jurnal ini menggunakan metode analisis
deskriptif, sehingga sangat membantu bagi peneliti selanjutnya untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan. Terutama dalam hal mengkaji peran dan
posisi Tiongkok dalam isu nuklir Korea Utara. Salah satu kekuatan dari riset
dalam jurnal ini adalah penggunaan referensi yang sangat banyak, baik yang
berupa sumber primer dan sumber sekunder. Pembahasan dalam jurnal ini juga
cukup komprehensif, mulai dari pembahasan mengenai hubungan bilateral
Tiongkok dengan Korea Utara, pengaruh Amerika Serikat di kawasan
Semenanjung Korea, serta pembahasan mengenai perkembangan senjata nuklir
Korea Utara.26
Adapun kekurangan dari tulisan pada jurnal ini adalah terkait periodesasi
waktu yang belum diperbaharui, yakni data dan tulisan pada jurnal ini merupakan
data yang dihimpun pada tahun 2004. Sehingga hal ini yang membedakan dengan
penelitian penulis yang membahas dinamika uji coba nuklir Korea Utara pada
2006-2016. Selain itu juga teori yang menjadi pisau analisis pada jurnal yang
ditulis ini menggunakan pendekatan kerjasama ataupun liberalisme. Sedangkan
penulis pada skripsi ini menggunakan paradigma neoclassical realism.
Ketiga, penulis melakukan tinjauan pustaka terhadap skripsi yang ditulis
oleh Muhammad Nabil, mahasiswa program studi Ilmu Hubungan Internasional
25
Kim S, Samuel, (2004). The Changing Role of China on the Korean Peninsula.
International Journal of Korean Studies. Vol. IIX, No. 1 hal. 18. 26
Kim, The Changing Role of China,12.
12
(HI) Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi yang ditulis berjudul Diplomasi Multilateral Six Party Talks Dalam Proses
Denuklirisasi Korea Utara Periode 2003-2009. Skripsi ini menganalisa pengaruh
diplomasi multilateral six party talks dan melihat perkembangan nuklir Korea
Utara dari tahun ke tahun selama periode 2003-2009. Selain itu Muhammad Nabil
juga menyajikan data pencapaian-pencapaian diplomasi multilateral six party talks
terkait program denuklirisasi Korea Utara.27
Adapun yang membedakan skripsi ini dengan penelitian penulis misalnya
terdapat pada fokus penelitian yang fokus pada diplomasi multilateral six party
talks, sedangkan penulis meneliti faktor penolakan Korea Utara terhadap sanksi
DK PBB. Adapun persamaannya terletak pada penggunaan metode penelitian
yang digunakan yakni metode penelitian kualitatif.28
E. Kerangka Pemikiran
Dalam menjawab pertanyaan penelitian ini penulis akan menganalisis
kasus ini dengan menggunakan paradigma neoclassical realism yang
diperkenalkan oleh Gideon Rose dan konsep balance of threat dari Stephan M.
Walt. Dengan menggunakan dua pisau analisis ini diharapkan dapat menjawab
pertanyaan penilitian secara komprehensif.
1. Neoclassical Realism
Beberapa asumsi dasar paradigma neoclassical realism memiliki
kesamaan dengan asumsi dasar realisme klasik maupun neorealisme. Salah
27
Muhammad Nabil, (2014). Diplomasi Multilateral Six Party Talks Dalam Proses
Denuklirisasi Korea Utara Periode 2003-2009.Program Studi Hubungan Internasional. FISIP UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. 28
Nabil, Diplomasi Multilateral Six Party Talks, 15
13
satunya adalah asumsi yang menyatakan bahwa negara merupakan aktor yang
rasional sehingga suatu negara tidak akan mau menempatkan dirinya pada kondisi
yang terus memiliki ketergantungan dengan negara lain.29
Paradigma neoclassical realism dalam melihat perilaku negara mencoba
untuk menggabungkan asumsi dari realisme klasik dan neorealisme. Realisme
klasik melihat peran utama para pemimpin negara dalam memformulasikan
kebijakan luar negerinya berdasarkan kekuatan material yang dimiliki negaranya
sedangkan neorealisme melihat bahwa perlikau negara itu dipengaruhi oleh sistem
internasional.
Bagi neoclassical realism negara merupakan aktor yang paling penting,
dalam hal ini aktor negara tidak didefinisikan secara sempit. Definisi aktor negara
termasuk juga didalamnya persepsi elit atau pengambil keputusan (intervening
variable), struktur negara dan institusi berpengaruh lainnya. Neoclassical realism
menegaskan bahwa kebijakan luar negeri suatu negara juga dipengaruhi oleh
preferensi individu pemimpin dan ideologinya.30
Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa menurut paradigma neoclassical realism dalam mengeluarkan kebijakan
luar negeri harus melihat faktor internal dan eksternal.
Negara bertindak karena suatu ancaman dari luar (systemic pressure) dan
mendapat respon dari pengambil kebijakan (intervening variable) yang kemudian
menjadi acuan dalam menentukan strategi negara di arena internasional. Dalam
29
Keohane, Robert O. 1986. Neorealism and Its Critics. New York: Columbia University
Press, hal. 107. 30
Zakaria, Fareed. 1998. From Wealth to Power: The Unusual Origins of America's
World Role. Princeton, N.J: Princeton University Press, hal 16 dikutip dalam Caitlin Baalke, 2014.
A Political and Historic Analysis of the Relationship between the United States and Saudi Arabia:
how the relationship between the United States and Saudi Arabia has influenced U.S. Foreign
Policy in the Middle East. Honors Projects, Seattle Pacific University, Paper 25, hal. 11.
14
hal ini elit negara harus mampu melihat pergesaran power serta perubahan niat
pada aktor dari negara lain maupun perubahan dari aktor non negara.31
Neoclassical realism melihat politik sebagai perjuangan untuk mendapat
material power dan menjamin kemananan negara di dunia yang penuh dengan
ketidakpastian. Asumsi inilah yang kemudian menegaskan bahwa neoclassical
realism melihat kebijakan luar negeri suatu negara berkaitan langsung dengan
material power yang dimiliki oleh negara tersebut.32
Dalam menganilisis faktor-faktor penolakan Korea Utara terhadap resolusi
DK PBB dapat dilihat dari faktor internal dan eksternalnya. Faktor internal berasal
dari persepsi pemimpin Korea Utara dan kondisi politik domestiknya. Sedangkan
faktor eksternalnya merupakan pengaruh tekanan dari sistem internasional yang
anarki dan penuh dengan ketidakpastian.
Sebagai negara yang berdaulat Korea Utara memiliki kepentingan untuk
menjamin keamanan nasionalnya dan akan memaksimalkan material power yang
dimilikinya untuk menggapai tujuan tersebut. Bagi Korea Utara perilaku Amerika
Serikat yang mendorong untuk pemberian sanksi terhadapnya merupakan sebuah
ancaman.
Terlebih Amerika Serikat memiliki pangkalan militer di Jepang dan setiap
tahunnya aktif melakukan kerjasama latihan militer gabungan dengan Korea
Selatan. Sehingga, larangan pengembangan nuklir yang diinisiasi oleh Amerika
Serikat melalui DK PBB tidak dihiraukan oleh Korea Utara.
31
Lobell, Steven E, Norrin M. Ripsman, and Jeffrey W. Taliaferro, 2009. Neoclassical
realisme, the state and Foreign Policy. New York : Cambridge University Press, hal 32. 32
Caitlin Baalke, 2014. A Political and Historic Analysis of the Relationship between the
United States and Saudi Arabia, hal. 10
15
2. Balance of Threat
Dalam kajian hubungan internasional, terdapat tiga konsep balancing
strategy. Pertama, hard balancing, yakni dalam mengimbangi kekuatan lawan
suatu negara yang menggunakan strategi ini akan membangun dan selalu
memperbaharui kekuatan militernya. Selain itu negara juga membangun serta
mempertahankan aliansi tandingannya untuk mengimbangi kekuatan lawan.
Kedua, soft balancing, hal ini berlangsung ketika negara-negara mengembangkan
perjanjian diantara mereka untuk menyeimbangi negara potensial. Selanjutnya
persaingan keamanan menjadi semakin kuat dan mengakibatkan negara kuat
tersebut merasa terancam. Ketiga, asymmetric balancing, hal ini merujuk pada
usaha negara dalam menyeimbangi negara kuat dengan aktor subnasional yang
bertindak untuk mengancam seperti kelompok teroris.33
Teori balance of threat menurut Stephan M. Walt merupakan teori yang
tidak hanya melihat kepada kekuatan yang dimiliki oleh suatu negara saja, tetapi
konsep ini mencoba mengkombinasikan antara kekuatan (power) dengan motif
dan persepsi (intent). Sehingga, konsep balance of threat dapat menjelaskan
bahwa suatu negara tidak selalu berusaha melawan negara terkuat (the strongest
power) melainkan melihat kepada negara mana yang lebih mengancam.34
Stephan M. Walt juga menjelaskan tentang perilaku negara dalam konsep
balance of threat menyatakan bahwa suatu negara bereaksi terhadap ancaman,
bukan kekuasaan. Konsep balance of threat merupakan strategi suatu negara
33
T.V. Paul, J.J. Wirtz & M. Fortman (2004) :balance of power, Theory and Practice in
the 21st Century. Stanford: Stanford University Press, 3.
34 Walt, M. Stephen 1988. “Testing Theories of Alliance Formation: The Case of
Southwest Asia.” International Organization, Vol.42, No.2. (Spring, 1988), pp.275-316.
16
untuk melawan ancaman dari pihak eksternal yang dirasakan baik melalui sarana
militer maupun non-militer. Adapun tujuan dari adanya perimbangan ini adalah
untuk melemahkan suatu negara atau aliansi yang dianggap sebagai ancaman.
Perimbangan ini diarahkan pada sasaran tertentu, yakni pada negara yang paling
mengancam atau negara yang paling kuat potensi ancamannya.35
Jika melihat konteks studi kasus Korea Utara ini, penulis berpandangan
bahwa apa yang dilakukan oleh Korea Utara salah satunya adalah dalam rangka
balance of threat terhadap negara-negara yang berpotensi mengancam keamanan
nasionalnya. Hal ini tidak terlepas daripada konflik berkepanjangan antara Korea
Utara dengan Korea Selatan yang didukung oleh negara-negara aliansinya.
Sehingga Korea Utara melakukan salah satu bentuk balancing dengan
membangun kekuatan militernya.
Dalam sistem internasional yang anarkis, stabilitas akan dicapai melalui
perimbangan kekuatan. Perimbangan ini bersifat dinamis, yakni setiap saat dapat
berubah sejalan dengan perubahan-perubahan yang berkembang, baik di level
nasional maupun internasional. Namun, pada akhirnya perimbangan baru akan
tercipta, baik melalui jalur damai maupun kekerasan (perang).36
F. Metode Penelitian
Pada penelitian ini, penulis akan menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan pendekatan analisis deskriptif. Pendekatan secara kualitatif adalah sebuah
proses dimana peneliti mengkombinasikan seperangkat prinsip-prinsip,
35
Bock, Andreas. "Balancing for (in)security: an analysis of the Iranian nuclear crisis in
the light of the Cuban missile crisis." Perceptions, Center for Strategic Research, vol. 19, no. 2,
2014, p. 113 36
Jusuf Wanandi, “Relationship of the Great Powers in the Asia Pasific: Indonesia‟s
Future Strategic Environment,” (Jakarta: CSIS, 1996), hlm. 139.
17
pandangan ide-ide dengan praktek sosial yang kolektif melalui serangkaian teknik
dan strategi untuk menghasilkan pengetahuan. Selain itu peneliti diwajibkan untuk
mampu berinteraksi dengan pihak lain.37
Penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang mengandalkan data
dari pengumpulan, analisis dan interpretasi data yang berbentuk non-statistik.
Selain itu juga terdapat tiga teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif
yakni observasi, wawancara dan dokumen.38
Sementara itu teknik wawancara
dalam penelitian ini menggunakan metode in depth interview terhadap
narasumber yang memiliki kapabilitas terhadap isu yang dikaji oleh peneliti.
Penelitian ini bersifat deskriptif yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan
untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik
fenomena alamiah maupun suatu fenomena hasil dari rekayasa manusia.39
Dalam menjawab pertanyaan penelitian ini, penulis mencari informasi-
informasi yang bersumber dari data primer dan sekunder. Data sekunder yang
digunakan penulis berbentuk skripsi, tesis, buku-buku yang berkaitan dengan
penelitian penulis, jurnal ilmiah, surat kabar dan berbagai artikel ataupun media
elektronik dari internet. Penulis melakukan studi kepustakaan dengan mencari
informasi dari berbagai perpustakaan, seperti misalnya di Perpustakaan Nasional
RI, Perpustakan Umum UIN Syaraif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan FISIP
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Universitas Indonesia.
37
LV Neuman, (2012). Basic of Social Research: Quantitative and Qualitative
Approaches, Pearson: University of Wisconsin-White Water, p.p 3. 38
JW Creswell, (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches,
SAGE Publications Inc, Thousand Oaks. P.p 149. 39
Sukmadinata, (2006). Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Hal: 72.
18
Setelah melakukan pengumpulan data, penulis melakukan relevansi data
tersebut untuk kemudian direduksi. Pada tahapan ini penulis hanya menggunakan
data-data yang dibutuhkan untuk penelitian penulis. Data yang tidak dibutuhkan
dalam penelitian ini digunakan sebagai data pelengkap untuk menambah
pengetahuan penulis.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan penjelasan mengenai alur pembahasan yang
ditulis dalam skripsi ini, sehingga dapat dipahami sebagai satu kesatuan yang utuh
dan terstruktur dengan baik. Sistematika penulisan dalam skripsi ini terbagi
kedalam lima bab;
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai pernyataan masalah yang
penulis bahas dalam skripsi ini, serta pertanyaan penelitian yang menjadi fokus
pembahasannya. Selanjutnya dipaparkan juga mengenai tujuan dan manfaat
penelitian ini. Selain itu juga, pada bab ini akan membahas tinjauan pustaka dan
akan dijelaskan pula yang menjadi pembeda antara penelitian yang ditulis oleh
peneliti yang sebelumnya. Terakhir, dipaparkan pula mengenai kerangka
pemikiran dan metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini.
BAB II GAMBARAN UMUM KOREA UTARA DAN DINAMIKA
KEPEMILIKAN NUKLIR
Bab ini akan memaparkan gambaran umum mengenai Korea Utara dan
Nuklir. Selanjutnya akan dibahas perkembangan dan uji coba nuklir Korea Utara
mulai dari uji coba yang pertama pada 2006 sampai uji coba yang keempat pada
2016. Selain itu dalam bab II ini juga dibahas terkait dinamika kepemilikan nuklir
19
Korea Utara serta upaya negosiasi program nuklir Korea Utara mulai dari The
Agreed Framework, The Three Party Talks dan juga The Six Party Talks.
BAB III RESPON DUNIA INTERNASIONAL TERHADAP UJI
COBA NUKLIR KOREA UTARA
Pada bab ini akan dibahas mengenai Resolusi DK PBB Terkait Uji Coba
Nuklir Korea Utara sepanjang tahun Tahun 2006-2016. Selain itu juga akan
dibahas mengenai adanya respon dari negara sekitar dan Amerika Serikat terhadap
uji coba Nuklir Korea Utara. Seperti misalnya respon dari Korea Selatan, respon
dari Jepang, respon dari Tiongkok dan respon dari Rusia.
BAB IV FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KOREA UTARA
MENOLAK RESOLUSI DK PBB 2270
Pada bab ini akan dijawab mengenai pertanyaan penelitian penulis tentang
alasan Korea Utara menolak Resolusi DK PBB 2270. Melalui kerangka pemikiran
Neoclassical Realism dan Balance of Threat, akan dianalisis mengenai alasan
Korea Utara Tersebut. Akan dipaparkan mengenai alasan untuk memperkuat
pertahanan dan keamanan nasional Korea Utara dalam lingkup internasional.
Sebagai bentuk respon pada ancaman kerjasama militer Amerika Serikat-Korea
Selatan.
BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang penulis dapatkan
mengenai jawaban dari pertanyaan penelitian yang penulis ajukan dalam skripsi
ini berdasarkan kerangka pemikiran dan metodologi penelitian yang telah penulis
gunakan.
20
BAB II
GAMBARAN UMUM KOREA UTARA DAN DINAMIKA KEPEMILIKAN
NUKLIR
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan latar belakang masalah dan kerangka
pemikiran yang digunakan untuk menganalisa faktor penolakan Korea Utara
terhadap Resolusi DK PBB 2270 tahun 2016. Pada bab ini akan dibahas profil
Korea Utara secara umum mengenai letak geografis, dinamika kepemilikan nuklir
dan negara disekitarnya yang merespon program nuklir Korea Utara. Selain itu
juga akan dibahas sejarah perkembangan nuklir Korea Utara dan uji coba nuklir
Korea Utara yang pertama pada 2006 sampai uji coba nuklir yang keempat pada
2016.
A. Profil Negara Korea Utara
1. Gambaran Umum Korea Utara
Korea Utara atau Democratic People’s Republic of Korea (DPRK)
mendeklarasikan kemerdekaanya pada 9 September 1948. Negara ini merupakan
pecahan dari Semenanjung Korea akibat Perang Dunia II. Pemerintahan di Korea
Utara menganut sistem satu partai , kekuasaan tertinggi saat ini dipegang oleh
Kim Jong Un yang menggantikan posisi ayahnya, Kim Jong Il. Secara geografis
Korea Utara terletak di Asia Timur Laut. Di sebelah utara negara ini berbatasan
langsung dengan Tiongkok, sedangkan di sebelah selatan berbatasan langsung
dengan Korea Selatan.40
40
Central Intelligence Agency, [Internet] tersedia di
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/kn.html diakses pada, Sabtu, 15
Juli 2017 Pukul 14:42 WIB
21
Dalam kaitannya dengan program nuklir Korea Utara, ada beberapa negara
yang memang tidak berbatasan langsung dengan Korea Utara, namun keamanan
nasionalnya merasa terancam dengan keberadaan program nuklir Korea Utara
tersebut. Adapun diantara negara tersebut adalah Jepang dan Amerika Serikat.
Amerika Serikat memiliki beberapa pangkalan militer di kawasan Asia Timur
khususnya Jepang, seperti Camp Zama di Kanagawa, Fort Buckner di Okinawa,
dan Torri Station di Yomitan.41
Gambar II.1. Peta Semenanjung Korea
Sumber : Production by CRS using data from ESRI, and the U.S. State
Department’s Office of the Geographer, 2016.
41
Military Bases. [internet] Tersedia di https://militarybases.com/japan/diakses pada
Sabtu, 15 Juli 2017.
22
B. Perkembangan dan Uji Coba Nuklir Korea Utara
Sejarah perkembangan nuklir Korea Utara dimulai sekitar tahun 1956, yakni
sebagai tindak lanjut dari sebuah perjanjian kerjasama penggunaan energi nuklir
dengan Uni Soviet. Dalam kerjasama penggunaan nuklir yang ditujukan untuk
energi ini, Korea Utara mulai mengirim para ilmuwan dan teknisinya untuk
mendapatkan pelatihan di Uni Soviet. Program nuklir Korea Utara awalnya
bukanlah ditujukan untuk peperangan, melainkan sebagai alat pembangkit listrik.
Program ini awalnya sangat diharapkan dapat memasok energi listrik yang
dibutuhkan.42
Korea Utara mendirikan Akademi Militer Hamhung pada tahun 1965.
Melalui akademi militer ini, para tentara Korea Utara mendapatkan pelatihan
dalam pembuatan rudal. Selain itu, Uni Soviet pada tahun ini juga memberikan
bantuan kepada Korea Utara untuk membangun pusat penelitian nuklir. Reaktor
nuklir yang dikembangkan memiliki daya yang kecil dan hanya untuk penelitian
saja, sehingga belum mengundang perhatian di dunia internasional. Program
nuklir Korea Utara ini terus mengalami kemajuan, hingga pada tahun 1991 Korea
Utara dengan dibantu teknologi dari Uni Soviet berhasil membangun fasilitas
nuklir yang bertempat di Yongbyon.43
1. Uji Coba Nuklir Korea Utara Pertama Tahun 2006
Uji coba nuklir Korea Utara pertama berlangsung pada 9 Oktober 2006.
Pada uji coba nuklir Korea Utara yang pertama ini diestimasikan kekuatannya
42
Ik-Sang Lee, 1991. Recent Development in North Korea. Republic of Korea: Naewoe
Press, hal.116. 43
Brian Bridges. 1993. Japan and Korea in the 1990s From Antagonism to Adjusment.
Great Britain at the University Press. Cambridge: Edward Elgar Publishing Company, hal. 150
23
berkisar antara 1 Kiloton. Nuklir ini dibuat dengan kandungan plutonium.44
Banyak pihak yang menilai bahwasanya uji coba nuklir kali ini sebetulnya gagal.
Namun, meskipun begitu lima hari kemudian atau tepatnya 14 Oktober 2006, DK
PBB menjatuhkan sanksi kepada Korea Utara melalui Resolusi 1718. Melalui uji
coba nuklir yang pertama ini, Korea Utara berhasil membuktikan pada dunia
internasional bahwa negara ini juga mampu mengembangkan teknologi nuklir.45
2. Uji Coba Nuklir Korea Utara Kedua Tahun 2009
Korea Utara melakukan uji coba nuklirnya yang kedua pada 25 Mei 2009.
Ketika itu sebenarnya kondisi perekonomian dunia sedang tidak stabil, namun
Korea Utara justru mengejutkan dunia dengan uji coba nuklirnya. Pada uji coba
nuklir yang kedua ini diperkirakan kekuatannya sebesar 2,35 Kiloton, meskipun
pihak Pyongyang mengklaim bahwa kekuatan nuklir pada uji coba yang kedua ini
sebesar 15 Kiloton atau setara dengan kekuatan pada bom atom di Hiroshima.46
Bahkan dari pihak Rusia mengestimasikan kekuatan nuklir pada uji coba ini
sebesar 20 Kiloton.47
Uji coba nuklir Korea Utara kali ini ledakan terbesarnya terjadi di sebelah
utara Provinsi Hamgyong. Lokasi ini berada di dekat perbatasan negara Tiongkok
44
Lian-Feng Zhao, Xiao-Bi Xie, Wei-Min Wang, and Zhen-Xing Yao, 2008. Regional
Seismic Characteristics of the 9 October 2006 North Korean Nuclear Test, Bulletin of the
Seismological Society of America. [internet] tersedia di http://www.bssaonline.org/content/
98/6/2571.short diakses pada Minggu, 16 Juli 2017. 45
Comprehensive Nuclear –Test Ban Treaty Organization, 2006. 9 October 2006-First
DPRK Nuclear Test. [internet] tersedia di https://www.ctbto.org/specials/testing-times/9-october-
2006-first-dprk-nuclear-test diakses pada Jum‟at 7 Juli 2017. 46
Lian-Feng Zhao, Xiao-Bi Xie, Wei-Min Wang and Zhen-Xing Yao, “Yield Estimation
of the 25 May 2009 North Korean Nuclear Explosion,” Seismological Society of America (2009):
[internet] tersedia di http://www.bssaonline.org/content/102/2/467.abstract?sid=7c769220-2dfc-
45b2-96d7-73fef9aa8d48 diakses pada Sabtu, 8 Juli 2017. 47
Larry A. Niksch, 2009. North Korea’s Nuclear Weapons Development and Diplomacy,
Congressional Research Service, hal. 1
24
dan Rusia. Uji coba ini hanya berselang dua bulan setelah Korea Utara
meluncurkan rudal jarak jauhnya yakni Taepodong-2. Pada saat bersamaan
Presiden Amerika Serikat Barack Obama berpidato di Praga untuk mengajak
dunia internasional menghapuskan senjata nuklir.48
Uji coba nuklir Korea Utara ini sangat jelas sebagai bentuk ketidakpatuhan
terhadap sanksi yang diberikan oleh dunia internasional melalui Resolusi DK PBB
1718 pada saat uji coba nuklir yang pertama. Meski telah diberikan sanksi yang
cukup tegas, namun Korea Utara tetap saja mengabaikan sanksi dari dunia
internasional tersebut.49
Pada saat DK PBB mengancam akan memberikan sanksi
yang baru terhadap uji coba rudal oleh Korea Utara, justru negara ini membalas
dengan ancaman akan meluncurkan rudal balistik antar benua.50
Sikap tegas Korea Utara ini dibuktikan juga dengan kebijakannya yang
mengusir International Atomic Energy Agency (IAEA) sebuah organisasi
internasional yang selama ini melakukan pengawasan terhadap program nuklir
Korea Utara. Sebagai salah satu bentuk penolakan terhadap sanksi itu juga
Menteri Luar Negeri Korea Utara menyatakan sikap bahwa Korea Utara tidak
akan bergabung lagi dengan Six Party Talks.51
48
Toby Harnden, 2009. President Barack Obama Calls for a Nuclear Free World in
Prague Speech. [internet] tersedia di http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/barackobama
/5109810/President-Barack-Obama-calls-for-a-nuclear-free-world-in-Prague-speech.html diakses
pada Sabtu, 1 Juli 2017 pukul 15:45 WIB. 49
Evans J.R. Revere, 2009. North Korea's Latest Challenges: What is to be done?, Issues
& Insights, vol. 9, No. 5, Pacific Forum CSIS, Honolulu. 50
Steven A. Hildreth, North Korean Ballistic Missile Threat to the United States,
Congressional Research Service 7-5700. 51
The National Committee on North Korea, 2009. DPRK's foreign ministry vehemently
refutes UNSC's 'Presidential Statement. [internet] tersedia di http://www.ncnk.org/resources/
publications/KCNA_DPRK_Response_UNSC_April_13_09_Statement.doc diakses pada Kamis, 6
Juli 2017 pukul 14.55 WIB.
25
3. Uji Coba Nuklir Korea Utara Ketiga Tahun 2013
Korea Utara kembali mengejutkan dunia internasional dengan melakukan
uji coba nuklirnya. Tepat pada 12 Februari 2013, Korea Utara kembali melakukan
uji coba nuklirnya yang ketiga. Adapun nuklir yang diledakkan Korea Utara
melalui uji coba ini diyakini oleh banyak ahli merupakan bom uranium bukan
bom plutonium sebagaimana dua uji coba yang sebelumnya.52
Bagi Korea Utara tentu peningkatan ini merupakan suatu kemajuan terhadap
perkembangan program nuklirnya. Secara kualitas Korea Utara mampu membuat
nuklir yang lebih baik daripada dua uji coba sebelumnya dan tentunya hal ini akan
berdampak pada posisi tawar (bargaining position) dihadapan dunia internasional.
Uji coba nuklir yang ketiga juga menunjukan bahwa Korea Utara tetap ingin
melanjutkan strategi militernya (military first strategy).53
Uji coba nuklir Korea Utara yang ketiga pada 12 Februari 2013
diestimasikan kekuatan nuklirnya berkisar 6-9 Kiloton.54
Berdasarkan survey
yang dilakukan oleh US Geological Survey, besaran gempa bumi yang dihasilkan
dari uji coba nuklir tahun 2013 sebesar 5,0-5,1 SR.55
Uji coba nuklir Korea Utara yang ketiga ini cukup menghebohkan dunia
internasional, meskipun sebenarnya tiga uji coba nuklir yang dilakukan oleh
Korea Utara jika dibandingkan dengan uji coba yang dilakukan oleh negara lain
magnitude-nya tidaklah begitu besar. Sebagai contoh yakni tiga uji coba pertama
52
Hui Zhang, 2013. North Korea’s Third Nuclear Test: Plutonium or Highly Enriched
Uranium? Harvard Kennedy School , Belfer Center for Science and International Affairs. 53
A. Federovsky, 2013. North Korea After Third Nuclear Test. Institute of World
Economy and International Relation (IMEMO), hal 113. 54
Mary Beth Nikitin, North Korea’s Nuclear Weapons: Technical Issues, hal. 14. 55
Victor Cha and Ellen Kim, 2013. “North Korea’s Third Nuclear Test,” Center For
Strategic & International Studies
26
yang dilakukan oleh Tiongkok, yakni masing-masing berkekuatan 22 Kiloton, 35
Kiloton, 250 Kiloton. Selain itu tiga uji coba pertama yang dilakukan oleh
Amerika Serikat juga lebih besar daripada Korea Utara yakni, 21 Kiloton, 15
Kiloton dan 21 Kiloton 56
4. Uji Coba Nuklir Korea Utara Keempat Tahun 2016
Upaya denuklirisasi di Korea Utara yang dilakukan oleh organisasi
internasional seperti DK PBB ataupun IAEA belum juga membuahkan hasil.
Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan berkali-kali mencoba menghentikan
uji coba nuklir Korea Utara. Baik melalui upaya dialog (soft power) maupun
melalui ancaman-ancaman militer (hard power). Pada 6 Januari 2016, Korea
Utara kembali melakukan uji coba nuklirnya yang keempat. Pusat Geologi
Amerika Serikat mengungkapkan bahwa getaran yang dihasilkan dari uji coba
nuklir Korea Utara ini berkekuatan 5,1 SR.57
Korea Utara kembali menegaskan kebijakan negaranya untuk terus
mengembangkan program nuklirnya. Terkait uji coba nuklir ini, pemerintah Korea
Utara mengklaim bahwa mereka sukses melakukan uji coba nuklir jenis bom
hidrogen. Secara aspek teknis perbedaan bom atom dan bom hidrogen adalah
besaran potensi kekuatan yang dihasilkannya. Yakni bom hidrogen potensi
kekuatannya ratusan kali lebih besar dari pada bom atom.58
Juru bicara Gedung
56
William J. Broad, 2013. A secretive Country Gives Experts Few Clues to Judge Its
Nuclear Program, New York Times. [internet] tersedia di http://www.nytimes.com/2013/02/13/
world/asia/despite-claims-of-third-blast-north-korean-nuclear-program-remains-a-mystery.html
diakses pada Selasa, 4 Juli 2017 pukul 09:33 WIB. 57
Mary Beth D. Nikitin, “North Korea's January 6, 2016, Nuclear Test”, CRS, 7 January ,
2016. 58
Nicole Lyn Pesce, 2016. H-Bombs Versus A-Bombs: What You Need to Know. Daily
News. [internet] tersedia di http://www.nydailynews.com/news/world/h-bombs-a-bombs-article-
1.2487112 diakses pada Rabu, 12 Juli 2017.
27
Putih, Josh Earnest membenarkan adanya laporan uji coba nuklir, namun mereka
masih meragukan bahwa uji coba nuklir ini berupa bom hidrogen sebagaimana
yang disampaikan pemerintah Korea Utara.59
Meski pada uji coba nuklir yang
keempat kekuatan yang dihasilkan sama dengan uji coba nuklir ketiga, namun jika
melihat secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa Korea Utara selalu
melakukan pengayaan pada kapasitas nuklirnya. Hal ini semakin menegaskan
bahwa Korea Utara tidak pernah menghiraukan ancaman dari manapun terkait uji
coba nuklirnya.
Gambar II. 2. Eskalasi Nuklir Korea Utara
Sumber: United States Geological Survey (USGS), 2016.
59
Ju-min Park and Mark Hosenball, 2016. North Korea test draws threat of sanctions
despite H-bomb doubts.[internet] tersedia di http://www.reuters.com/article/us-northkorea-nuclear-
idUSKBN0UK0G420160106 diakses pada Selasa 25 Juli 2017.
28
C. Dinamika Kepemilikan Nuklir Korea Utara
1. Korea Utara dan Nuclear Non-proliferation Treaty (NPT)
Hukum yang mengatur tentang larangan pengembangan senjata nuklir dan
sharing teknologi senjata nuklir diatur dalam suatu perjanjian internasional yang
dinamakan Nuclear Non-proliferation Treaty (NPT). Ada sekitar 189 negara di
dunia yang sudah meratifikasi perjanjian ini. Ada dua penggolangan dalam NPT,
yakni negara yang diakui kepemilikannya terhadap senjata nuklir (Nuclear
Weapon State) dan negara non senjata nuklir (Non Nuclear Weapon State).
Adapun negara Nuclear Weapon State (NWS) ada lima yakni Amerika Serikat,
Rusia, Perancis, Inggris dan Tiongkok. Sedangkan diluar kelima negara tersebut
dikategorikan sebagai Non Nuclear Weapon State (NNWS).60
Nuclear Non-proliferation Treaty (NPT) mulai berlaku pada 5 Maret 1970,
yang ditandatangani oleh 43 negara serta 3 negara diantaranya merupakan anggota
NWS yakni Amerika Serikat, Inggris dan Uni Soviet. Dalam Nuclear Non-
proliferation Treaty (NPT) terdapat 11 artikel yang menjadi landasan aturan
terkait penggunaan nuklir di dunia. Dari kesebelas artikel tersebut dikerucutkan
menjadi tiga pilar utama yakni, nonproliferasi, perlucutan senjata dan hak untuk
mendapatkan teknologi nuklir secara damai.61
Pada pilar yang pertama dijelaskan bahwa negara-negara yang termasuk
kedalam Nuclear Weapon State (NWS) bersepakat untuk tidak mengirimkan
60
Eleanor Ross, 2016. The Nine Countries That Have Nuclear Weapons. [internet]
tersedia di http://www.independent.co.uk/news/world/politics/the-nine-countries-that-have-
nuclear-weapons-a6798756.html diakses pada Selasa, 11 Juli 2017 pukul 16:30 WIB 61
U.S Delegation to the 2010 Nuclear Nonproliferation Treaty Review Conference, 2010.
Treaty on the Nonproliferation of Nuclear Weapons, hal. 4
29
senjata nuklir atau alat peledak nuklir serta tidak dalam cara apapun membantu,
mendorong atau membujuk suatu negara yang termasuk kedalam Non Nuclear
Weapon State (NNWS) untuk memperoleh senjata nuklir. Selanjutnya pada pilar
yang kedua dijelaskan bahwa negara-negara Non Nuclear Weapon State (NNWS)
bersepakat untuk tidak menerima, membuat atau mendapatkan senjata nuklir, atau
mencari serta menerima bantuan dalam pembuatan senjata nuklir.62
Adapun pada pilar yang ketiga, setiap negara yang telah meratifikasi
Nuclear Non-proliferation Treaty (NPT) diperbolehkan mentransfer teknlogi
nuklir yang digunakan untuk program pengembangan energi nuklir sipil di
negara-negara tersebut, sejauh negara-negara tersebut dapat membuktikan dan
mendemonstrasikan bahwa program pengembangan nuklir mereka tidak
digunakan sebagai senjata nuklir pemusnah massal.63
Korea Utara pertama kali menandatangani Perjanjian Pelarangan
Pengembangan Persenjataan Nuklir (Nuclear Non-proliferation Treaty) yakni
pada bulan Desember 1985. Karena merasa tidak puas dengan NPT, akhirnya
pada tahun 2003 Korea Utara memutuskan keluar dari perjanjian ini. Korea Utara
saat itu menjadi satu-satunya negara yang keluar dari NPT karena merasa bahwa
NPT tidak mampu menjamin keamanan serta kedaulatan Korea Utara.64
Kebijakan Korea Utara yang keluar dari NPT ini bukan tanpa alasan.
Setidaknya ada beberapa hal yang menjadi alasan Korea Utara, yakni: Pertama,
fasilitas pembangkit listrik dan reaktor bertenaga ringan untuk Korea Utara yang
62
U.S Delegation, 2010. Treaty on the Nonproliferation of Nuclear Weapons, hal. 6 63
U.S Delegation, 2010. Treaty on the Nonproliferation of Nuclear Weapons, hal. 24 64
George Bunn, 2003. The Nuclear Nonproliferation Treaty : History and Current
Problems. dalam http://www.armscontrol.org/act/2003_12/bunn diakses pada Jum‟at 14 Juli 2017
30
dijanjikan oleh Amerika Serikat tak kunjung ditepati hingga akhir tahun 2002.
Kedua, Amerika Serikat dan Korea Utara sebelumnya telah sepakat untuk
memperbaiki hubungan politik dan ekonomi. Namun pada kenyataannya,
Amerika Serikat tetap memberikan sanksi ekonomi pada Korea Utara serta secara
politik Amerika Serikat memasukan Korea Utara kedalam daftar negara yang
mendukung aktifitas terorisme (The axis of evil). Ketiga, Korea Utara sudah
sepakat agar dilakukannya pengawasan setelah dipenuhinya fasilitas reaktor
ringan yang dijanjikan Amerika Serikat. Namun ternyata dalam hal ini Amerika
Serikat telah mengirimkan tim pengawas ke Korea Utara tanpa menepati janjinya
terlebih dahulu. 65
2. Upaya Negosiasi Program Nuklir Korea Utara
Dalam hal denuklirisasi Korea Utara ditempuh berbagai upaya, baik yang
bersifat soft diplomacy maupun hard diplomacy. Proses denuklirisasi Korea Utara
melalui upaya negoisasi juga melewati fase yang panjang, mulai dari The Agreed
Framework, The Three Party Talks dan The Six Party Talks.
a. The Agreed Framework
Berawal dari kunjungan Jimmy Carter yang merupakan utusan Amerika
Serikat yang berkunjung ke Pyongyang pada 15 Juni 1994. The Agreed
Framework atau yang juga biasa disebut Kesepakatan Jenewa merupakan
perjanjian yang ditandatangani oleh Korea Utara dan Amerika Serikat pada 21
Oktober 1994 bertempat di Jenewa. Kesepakatan bilateral ini terbentuk karena
dipicu oleh keinginan Korea Utara untuk keluar dari Nuclear Non-proliferation
65
Merriam Webster, 2000. Nuclear Nonproliferation Treaty in Merriam Webster’s
Colligiate Encyclopedia. USA: Merriam Webster Inc, hal. 124.
31
Treaty (NPT) pada tahun 1993. Dalam pertemuan ini berhasil mempertemukan
masing-masing perwakilan dari kedua negara, yakni dari pihak Korea Utara
diwakili oleh Wakil Menteri Luar Negerinya yaitu Kang Suk-Ju sedangkan dari
pihak Amerika Serikat diwakli oleh Robert Galluci sebagai utusan Amerika
Serikat dalam bidang nuklir. Adapun tujuan utama dari perjanjian ini adalah untuk
melakukan negoisasi terkait penghentian program nuklir Korea Utara.66
Secara umum ada empat poin utama yang menjadi kesepakatan antara
Korea Utara dan Amerika Serikat dalam perjanjian ini, yakni : Pertama, Amerika
Serikat bersedia untuk memasok pembangkit listrik reaktor air ringan yang
menjadi kebutuhan Korea Utara serta memberikan 500.000 ton solar setiap tahun
untuk pemanasan dan pembangkit listrik. Adapun hal ini berlangsung sampai
konstruksi reaktor pembangkit listrik milik Korea Utara selesai dibangun. Sebagai
kesepakatannya Korea Utara bersedia untuk menghentikan fasilitas nuklir di
Yongbyon. 67
Kedua, Korea Utara dan Amerika Serikat bersepakat untuk memperbaiki
hubungan politik dan ekonomi kedua negara dalam jangka waktu 3 bulan setelah
perjanjian itu disepakati. Selain itu juga kedua negara bersepakat untuk
membangun kantor penghubung di masing-masing ibukota negara dan seiring
berjalannya kesepakatan tersebut kedua negara akan meningkatkan status kantor
penghubung itu menjadi kedutaan besar. Ketiga, Korea Utara dan Amerika Serikat
sepakat untuk mewujudkan denuklirisasi dan perdamaian di Semenanjung Korea.
66
James Milo Minnich, 2002. The Denuclirization of North Korea : The 1994 Agreed
Framework From Penning to Present and Alternative Options. [Thesis] Kansas, hal. 30 67
Eric Yoong –Joong Lee, 2004. The Six Party Talks and The North Korean Nuclear
Dispute Resolution Under The IAEA Safeguards Regime. Asian-Pacific Law & Policy Jurnal,
Vol.5, hal. 107
32
Keempat, Korea Utara bersedia untuk meneruskan keanggotaanya di NPT serta
bersedia untuk diadakan pemantauan dan pengawasan oleh International Atomic
Energy Agency (IAEA).68
Setelah cukup lama bertahan, akhirnya kesepakatan Jenewa ini berakhir
setelah kunjungan yang dilakukan oleh Asisten Menteri Luar Negeri Amerika
Serikat, James Kelly ke Korea Utara pada tahun 2003. Pihak Amerika Serikat
menganggap Korea Utara telah melanggar kesepakatan karena mengembangkan
senjata nuklir secara rahasia. Sehingga hubungan kedua negara kembali
memburuk serta ditandai dengan sikap Korea Utara yang menyatakan diri keluar
dari NPT pada tahun 2003.69
b. The Three Party Talks
Hubungan diplomatik Korea Utara dan Amerika Serikat selalu mengalami
pasang surut. Peristiwa penyerangan terorisme terhadap Amerika Serikat pada 11
September 2001 sangat menghancurkan citra Amerika Serikat dimata
Internasional. George W Bush ketika itu mengeluarkan suatu kebijakan yang
dinamakan War on Terror. Dalam salah satu pidatonya dengan tegas Presiden
Bush memberikan pilihan terhadap negara-negara di dunia, yakni either you with
us or aginst us. Salah satu dampak dari adanya kebijakan perang melawan
terorisme ini, Amerika Serikat mengeluarkan daftar negara-negara yang mereka
anggap memiliki kaitan dan mendukung aktivitas terorisme.70
68
Eric Yoong-Joong Lie, 2004. The North Korean Nuclear, hal.108 69
Jonathan D. Pollack, 2003. The United States, North Korea, and The End of The
Agreed Framework. Naval War College Review, Summer Vol. LVI No.3 70
Text Of George Bush‟s Speech, 2001. [internet] Tersedia di https://www.theguardian.
com/world/2001/sep/21/september11.usa13 diakses pada Sabtu, 15 Juli 2017 pukul 18:30 WIB
33
Dalam daftar nama-nama negara yang dirilis pada tahun 2003 tersebut
ternyata Korea Utara merupakan negara yang juga masuk kedalam daftar negara
yang dianggap mendukung aktivitas terorisme. Menanggapi kondisi ini tentu
Korea Utara tidak terima dengan sikap Amerika Serikat tersebut. Sehingga
hubungan kedua negara kembali memanas. Bahkan dengan adanya kebijkan ini
membuat Korea Utara kembali membuka program nuklirnya yang sebelumnya
sempat dibekukan. Selain itu juga secara terang-terangan Korea Utara menyatakan
sikap untuk keluar dari Nuclear Nonproliferation Treaty (NPT).71
Sikap Korea Utara yang memilih keluar dari perjanjian Nuclear
Nonproliferation Treaty (NPT) mengundang reaksi yang cukup serius dikalangan
dunia internasional, khusunya Amerika Serikat dan sekutunya. Krisis nuklir Korea
Utara kembali terjadi. Pada awal tahun 2003, Presiden Amerika Serikat George
W. Bush mengusulkan agar dibentuknya suatu forum trilateral yang secara khusus
membahas upaya-upaya diplomatik untuk penyelesaian masalah nuklir Korea
Utara. Sehingga pada 23-25 April 2003 bertempat di Beijing, diadakanlah
pertemuan multilateral yang melibatkan tiga negara yakni Amerika Serikat, Korea
Utara, dan Tiongkok yang dinamakan The Three Party Talks.72
Dalam hal ini Tiongkok berperan sebagai mediator antara Korea Utara dan
Amerika Serikat. Dengan hadirnya Tiongkok sebagai penengah dalam diplomasi
trilateral ini, Amerika Serikat berharap dapat menekan Korea Utara untuk dapat
mengakhiri program nuklirnya. Pemerintah Amerika Serikat mencoba untuk
71
Fact Sheet : Bush‟s Axis of Evil, 2002. [internet] Tersedia di http://edition
.cnn.com/2002/US/01/30/ret.axis.facts/index.html diakses pada Minggu, 16 Juli 2017 Pukul 18:43
WIB 72
Fu Ying, 2017. The Korean Nuclear Issue: Past, Present and Future A Chinese
Perspective, Jhon.L Thornton China Center at Brookings, Strategy Paper, hal. 9
34
bernegosiasi dengan Korea Utara. Adapun tawarannya adalah Amerika Serikat
akan menghapus Korea Utara dari daftar negara-negara yang mereka blacklist
sebagai negara pendukung aktivitas terorisme dan akan menormalisasi kembali
hubungan diplomatik kedua negara. Sebagai balasannya, Amerika Serikat
meminta kesediaan Korea Utara untuk menghentikan program nuklir yang
dikembangkannya kembali di Yongbyeon. Namun pada akhirnya upaya
denuklirisasi melalui Three Party Talks ini kembali mengalami kegagalan.73
c. The Six Party Talks
Six Party Talks pertama kali dilakukan pada tahun 2003. Terbentuknya
forum ini sebagai respon atas keluarnya Korea Utara dari perjanjian Nuclear
Nonproliferation Treaty (NPT) pada 27-29 Agustus 2003. Perundingan ini
melibatkan enam negara yakni: Korea Utara, Korea Selatan, Amerika Serikat,
Jepang, Tiongkok dan Rusia. Pada agenda six party talks putaran pertama ini yang
menjadi fasilitatornya adalah Tiongkok. Adapun inti dari pertemuan pada putaran
pertama ini adalah upaya untuk melakukan denuklirisasi dengan cara-cara yang
damai. Meskipun sebetulnya pada putaran pertama ini tidak menghasilkan resolusi
apapun tetapi Tiongkok berhasil menjadikan langkah ini sebagai upaya untuk
menyelesaikan krisis nuklir Korea Utara ini melalui dialog antar negara.74
Selanjutnya Tiongkok juga memfasilitasi six party talks pada putaran kedua
yang dilaksanakan pada 25-28 Februari 2004. Pada pertemuan putaran kedua ini
prinsipnya sama, membicarakan proses denuklirisasi Korea Utara melalui upaya
73
Fu Ying, 2017. The Korean Nuclear Issue, hal. 10 74
Xiaodon Liang, 2012. The Six-Party Talks at Glance. Arms Control Association.
[internet] tersedia di https://www.armscontrol.org/factsheets/6partytalks diakses pada Senin, 17
Juli 2017 pukul 19:00 WIB
35
diplomatis. Selanjutnya six party talks putaran ketiga pada 23-26 Juni 2004.
Dalam pertemuan ini Korea Selatan memberikan tawaran bantuan energi jika
Korea Utara bersedia untuk mengentikan program nuklirnya. Usulan Korea
Selatan ini mendapat dukungan dari Rusia dan Tiongkok, selain itu juga Amerika
Serikat dan Jepang juga menyetujuinya. Pada dua putaran ini lagi-;lagi tidak
menghasilkan resolusi apapun terkait krisis Nuklir Korea Utara.75
Pada putaran yang keempat ini pertemuan berlangsung di Beijing dalam dua
tahap. Pertemuan tahap pertama berlangsung pada 26 Juli-7 Agustus 2005. Upaya
six party talks mulai membuahkan hasil pada putaran keempat tahap kedua yang
dilaksanakan pada 13-19 September 2005. Pada putaran keempat ini Korea Utara
sepakat untuk menghentikan program nuklirnya. Sebagai gantinya, Amerika
Serikat dan Korea Selatan berjanji untuk tidak menyerang Korea Utara serta
negara ini memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan energi bagi Korea
Utara.76
Selanjutnya forum Six Party Talks memasuki putaran yang kelima. Awalnya
pertemuan ini diselenggarakan pada 19 September 2005, pada periode ini terjadi
beberapa hambatan yakni sebuah peristiwa yang dikenal Macau’s Banco Delta
Asia dimana dalam peristiwa ini Amerika Serikat secara sepihak membekukan
rekening Korea Utara yang diduga hasil pencucian uang. Korea Utara
75
The National Committee on North Korea, 2004. Chairman's Statement for The Second
Round of Six-Party Talks February 2004. [internet] tersedia di http://www.ncnk.org/resources/
publications/ChairmanStatement_2ndRound_Sixparty.doc diakses pada Senin, 17 Juli 2017 pukul
19:40 WIB 76
Ministry of Foreign Affairs of The People‟s Republik of China, 2005. The Fourth
Round of Six-Party Talks in Beijing Concludes with the Adoption of a Joint Statement. [internet]
tersedia di http://www.fmprc.gov.cn/mfa_eng/topics_665678/dslbj_665832/t213355.shtml diakses
pada Kamis 20 Juli 2017 pukul 09.30 WIB
36
menganggap apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat ini merusak upaya-upaya
denuklirisasi dengan cara damai. Sementara disatu sisi, Amerika Serikat
beranggapan bahwa apa yang mereka lakukan tidak memiliki kaitan dengan Six
Party Talks.77
Ketegangan ini berbuntut panjang bagi hubungan kedua negara. Six Party
Talk mengalami kemunduran, krisis nuklir Korea Utara kembali terjadi. Tepatnya
pada 9 Oktober 2006 Korea Utara bahkan melakukan uji coba nuklirnya. Kondisi
sedikit mereda ketika pada akhir Desember negosiator Amerika Serikat mengajak
Korea Utara untuk berdialog diluar Beijing. Pertemuan bilateral ini berlangsung di
Berlin. Akhirnya hasil kesepakatan dari pertemuan itu dibahas dan disetujui pada
saat Six Party Talks putaran kelima yang dilaksanakan di Beijing pada 8-13
Februari 2007.78
Forum Six Party Talks berlanjut pada putaran keenam yang dihelat pada 18-
23 Maret 2007. Pada Juli 2007, Korea Utara setuju untuk melakukan denuklirisasi
yang diimplementasikannya dengan cara melucuti senjata nuklirnya di Yongbyon.
Selanjutnya pertemuan Six Party Talks putaran kedua yang dilaksanakan pada
Oktober 2007, disepakatilah sebuah dokumen yang berjudul Second Phase Action
for The Implementation of The Joint Statement. Dimana dalam dokumen ini
77
Bruce Klingner, 2007. Banco Delta Asia Ruling Complicates North Korean Nuclear
Deal. The Heritage Foundation. [internet] tersedia di http://www.heritage.org/asia/report/banco-
delta-asia-ruling-complicates-north-korean-nuclear-deal diakses pada Kamis 20 Juli 2017 pukul
10.05 WIB 78
Ministry of Foreign Affairs of The People‟s Republik of China, 2007. The Fifth Round
of Six-Party Talks in Beijing; Initial Action for the Implementation of the Joint Statement.
[internet] tersedia di http://www.fmprc.gov.cn/mfa_eng/topics_665678/fifth_665830/t297463.
shtml diakses pada Kamis, 20 Juli 2017 pukul 10.15 WIB
37
disepakati bahwa kedua negara berkomitmen untuk meningkatkan hubungan
bilateral.79
Adapun tujuan diadakannya pertemuan multilateral dengan nama Six Party
Talks ini adalah untuk mengakhiri program nuklir Korea Utara. Meskipun
sebetulnya bagi pihak Korea Utara lebih menyukai diadakannya forum yang
bersifat bilateral dengan Amerika Serikat daripada adanya forum multilateral.80
Upaya denuklirisasi Korea Utara menghabiskan waktu yang panjang dan
pertemuan berkali-kali. Jika melihat pada uji coba nuklir Korea Utara keempat
dapat dikatakan upaya diplomasi belum memberikan hasil yang maksimal.
Upaya-upaya penyelesaian krisis nuklir Korea Utara melalui jalur diplomasi
telah dilakukan dengan waktu yang cukup panjang. Pertemuan multilateral yang
dilakukan oleh beberapa negara khususnya yang bersinggungan langsung dengan
program nuklir Korea Utara tidak membuat Korea Utara menghentikan program
pengembangan nuklirnya. Sehingga dalam hal ini dapatlah dikatakan bahwa
Korea Utara memiliki alasan yang sangat kuat terkait upaya mempertahankan
program pengembangan nuklirnya.
Pada bab selanjutnya akan dibahas mengenai respon dunia internasional
terkait uji coba nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara. Selain itu juga akan
dijelaskan secara detail terkait poin-poin yang manjadi sanksi dari DK PBB.
79
U.S Department of State, 2007. Six Party Talks Second Phase Action for The
Implementation of the september 2005 Joint Statement. [internet] tersedia di https://2001-
2009.state.gov/r/pa/prs/ps/2007/oct/93217.htm diakses pada Jum‟at 21 Juli 2017 pukul 08:35 WIB 80
AnthonyH. Cordesman, 2016. North Korean Nuclear Force and TheThreat of
Weapons of Mass Destruction in Northeast Asia, Center for Strategic and International Studies
(CSIS). Hal; 28.
38
BAB III
RESPON DUNIA INTERNASIONAL TERHADAP UJI COBA NUKLIR
KOREA UTARA
Pada bab ini akan dibahas mengenai resolusi DK PBB terkait uji coba nuklir
Korea Utara dari uji coba yang pertama pada 2006 sampai yang keempat pada
2016. Dalam bab ini juga akan dibahas respon beberapa negara di dunia
internasional terkait uji coba nuklir Korea Utara.
A. Resolusi DK PBB Terkait Uji Coba Nuklir Korea Utara Tahun 2006-
2016
1. Resolusi DK PBB 1718
Resolusi DK PBB 1718 merupakan respon atas uji coba nuklir Korea Utara
yang pertama pada 9 Oktober 2006. Resolusi ini diadopsi dari pertemuan DK
PBB ke 5551 pada 14 Oktober 2006. Resolusi ini juga memperkuat sanksi-sanksi
DK PBB sebelumnya, yakni Resolusi DK PBB 1695 yang berkaitan dengan uji
coba rudal balistik. Resolusi DK PBB 1695 ini dianggap memiliki relevansi
dengan uji coba nuklir Korea Utara.81
Melalui resolusi ini juga ditegaskan bahwa kegiatan pengembangan nuklir
Korea Utara termasuk didalamnya pengembangan senjata kimia dan biologi
merupakan suatu hal yang dikecam oleh dunia Internasional. DK PBB sangat
menyayangkan keputusan Korea Utara yang menarik diri dari perjanjian NPT dan
juga forum Six Party Talks. Negara-negara di sekitar Korea Utara yang merasa
terancam dengan uji coba nuklir ini meminta agar DK PBB memberikan respon
81
United Nations Security Council, 2006. Security Council Condemns Nuclear Test By
Democratic People’s Republic of Korea,Unanimously Adopting Resolution 1718 (2006). [internet]
tersedia di https://www.un.org/press/en/2006/sc8853.doc.htm diakses pada Kamis, 13 Juli 2017.
39
yang tegas. Bahkan hal ini juga disampaikan oleh Perdana Menteri Jepang, Shinzo
Abe yang mengatakan bahwa setiap uji coba nuklir yang dilakukan oleh Korea
Utara tidak dapat diterima.82
Tindakan yang diambil oleh DK PBB mengacu pada Piagam PBB Pasal 41
bagian VII yakni: DK PBB mengutuk kegiatan uji coba nuklir Korea Utara pada 9
Oktober 2006. DK PBB juga melarang Korea Utara untuk kembali melakukan uji
coba nuklir dikemudian hari atau meluncurkan rudal balistik. Korea Utara juga
diminta untuk menghentikan segala aktifitasnya yang berkaitan dengan
pengembangan nuklir. Selain itu juga Korea Utara diminta untuk memusnahkan
segala bentuk senjata pemusnah massal yang dimilikinya.83
Selain sanksi yang bentuknya berupa larangan kembali melakukan uji coba
atau pengembangan nuklir, DK PBB juga meminta kepada setiap negara anggota
PBB untuk mencegah upaya pengiriman baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap barang-barang yang berkaitan dengan pengembangan senjata
nuklir. Adapun barang-barang yang dilarang antara lain: battle tank, kapal perang
lapis baja, helikopter tempur, serta senjata atau misil yang berkaitan dengan
program pengembangan nuklir. Selain itu juga setiap negara diminta untuk
membekukan setiap aset yang berhubungan dengan pengembangan nuklir Korea
Utara.84
Pada praktiknya Resolusi ini tidak diterapkan oleh semua negara, dalam
82
Sohn Jie-Ae, 2006. North Korea Pledges to Test Nuclear Bomb. [internet] tersedia di
http://edition.cnn.com/2006/WORLD/asiapcf/10/03/nkorea.nuclear/index.html diakses pada kamis
15 Juli 2017. 83
United Nations Security Council, 2006. Resolution 1718 (2006). Hal,2. [internet]
tersedia di http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/1718(2006) diakses
pada Kamis, 13 Juli 2017. 84
United Nations Security Council, 2006. Resolution 1718 (2006). Hal,3.
40
hal ini Tiongkok tidak melakukan pemeriksaan pada kargo dari Korea Utara
maupun yang bertujuan ke Korea Utara.85
2. Resolusi DK PBB 1874
Pada 25 Mei 2009, Korea Utara kembali melakukan uji coba nuklirnya yang
kedua. Sebagai respon atas uji coba nuklir Korea Utara ini, DK PBB mengadakan
pertemuan yang ke 6141 pada 12 Juni 2009. Adapun hasil dari pertemuan ini
dengan suara bulat dikeluarkanlah Resolusi DK PBB 1874. Poin-poin yang
menjadi resolusi DK PBB kali ini bersifat lanjutan dari resolusi yang diberikan
sebelumnya, sehingga memang tidak terlalu banyak yang berbeda.86
Resolusi DK PBB 1874 ini kembali mempertegas Resolusi DK PBB 1718.
DK PBB mengutuk adanya uji coba nuklir Korea Utara yang dilakukan pada 25
Mei 2009. DK PBB berpandangan bahwa uji coba nukir Korea Utara ini sangat
berpotensi untuk kembali menaikan tensi dikawasan Asia Timur dan sekitarnya.
Selain itu, DK PBB tetap melarang setiap negara yang melakukan transaksi
dengan Korea Utara terkait dengan program pengembangan nuklirnya.87
Adapun beberapa sanksi tambahan antara lain DK PBB meminta kepada
setiap negara untuk membuat aturan melalui pemerintah maupun legislatifnya
untuk memeriksa kargo dari bandara maupun pelabuhan yang menuju Korea
Utara. Apabila ada barang-barang yang berkaitan dengan program nuklir Korea
Utara maka negara tersebut harus melarangnya. Larangan pengiriman ini tidak
85
Kelsey Davenport, 2006. Security Council Resolution 1718. [internet] tersedia di
https://www.armscontrol.org/print/5653#res1718 diakses pada Jum‟at, 14 Juli 2017. 86
United Nations Security Council, 2009. Resolution 1874 (2009). hal, 1. [internet]
tersedia di http://www.un.org/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/1874(2009) diakses pada
Minggu, 15 Juli 2017. 87
United Nations Security Council, 2009. Resolution 1874 (2009). hal, 2.
41
berlaku bagi kapal yang membawa bantuan kemanusiaan. Berkenaan dengan
pemeriksaan kargo yang berasal dari dan bertujuan ke Korea Utara maka negara
anggota PBB diberikan wewenang dan didorong untuk memeriksa serta
menghancurkan muatan yang berkaitan dengan senjata nuklir Korea Utara.88
Selain itu juga terdapat sanksi ekonomi yang berupa larangan bagi setiap
negara maupun lembaga keungan internasional untuk memberikan pinjaman
maupun bantuan keuangan kepada Korea Utara. Larangan ini tidak berlaku bagi
bantuan finansial yang dipergunakan untuk kemanusian ataupun yang sifatnya
langsung bersentuhan kepada keperluan masyarakat sipil. Namun, perihal bantuan
kemanusian dan untuk masyarakat sipil ini harus dijelaskan secara eksplisit
dengan sepengetahuan DK PBB.89
Selain menerapkan sanksi dalam bentuk larangan-larangan tersebut, DK
PBB juga mengupayakan agar persoalan krisis nuklir Korea Utara ini diselesaikan
melalui jalur diplomatik. Khususnya melalui dialog-dialog dalam forum Six Party
Talks. DK PBB mengupayakan jalur diplomatik ini bertujuan untuk menciptakan
stabilitas di kawasan Semenanjung Korea dan Asia Timur secara keseluruhan.90
3. Resolusi DK PBB 2094
Pada 7 Maret 2013 DK PBB melakukan pertemuan yang ke 6932.
Pertemuan ini dalam rangka merespon uji coba nuklir Korea Utara yang ketiga
pada 12 Februari 2013. Adapun pertemuan ini menghasilkan Resolusi DK PBB
88
Kelsey Davenport, 2009. Security Council Resolution 1874. [internet] tersedia di
https://www.armscontrol.org/print/5653#res1874 diakses pada Jum‟at, 14 Juli 2017. 89
United Nations Security Council, 2009. Resolution 1874 (2009). hal, 4. 90
Mary Beth Nikitin, 2010. Implementation of U.N. Security Council Resolution 1874,
NAPSNet Special Reports. [internet] tersedia di http://nautilus.org/napsnet/napsnet-special
reports/implementation-of-u-n-security-council-resolution-1874/ diakses pada Sabtu 15 Juli 2017.
42
2094 yang merupakan sanksi terbaru bagi Korea Utara. Tidak jauh bebrbeda
dengan resolusi sebelumnya, DK PBB terus mengutuk uji coba nuklir yang
dilakukan oleh Korea Utara dan meminta negara ini untuk mengahapuskan semua
senjata pemusnah massal yang dimilikinya.91
Selain memberikan sanksi tegas yang diberlakukan secara umum, DK PBB
juga menerapkan sanksi terhadap beberapa pihak secara individual yang dianggap
terlibat dalam program pengembangan nuklir Korea Utara. Sanksi individual ini
berupa larangan berpergian atau berkunjung keluar negeri dan pembekuan aset
yang dimiliki. Adapun inti dari resolusi ini adalah DK PBB berupaya untuk
menekan akses-akses Korea Utara untuk mengembangkan program nuklirnya.92
Beberapa nama yang masuk daftar orang yang terkena sanksi antara lain: Yon
Chong Nam dan Ko Chol-Chae, keduanya merupakan petinggi di Korea Mining
Development Trading Corporation (KOMID) sebuah lembaga yang mengurusi
penjualan senjata di Korea Utara. Selain itu juga ada nama Mun Chong Chol,
yakni dalam kapasitasnya sebagai petinggi di Tanchon Commercial Bank (TCB).
Bank ini juga terindikasi sebagai pendukung program nuklir Korea Utara. Selain
itu juga ada aset yang dibekukan yakni Second Academy of Natural Sciences yang
merupakan organisasi yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan
nuklir Korea Utara. Selanjutnya ada Korea Complex Equipment Import
91
United Nations Security Council, 2013. Resolution 2094 (2013). hal, 1. [internet]
tersedia di https://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2094(2013) diakses
pada Rabu, 19 Juli 2017. 92
Kelsey Davenport, 2013. Un Security Council on North Korea : Security Council
Resolution 2094. [internet] tersedia di https://www.armscontrol.org/print/5653#res2094 diakses
pada Sabtu, 14 Juli 2017.
43
Corporation yakni sebuah perusahaan yang mendukung industri senjata nuklir
Korea Utara.93
Selain itu sanksi DK PBB 2094 ini juga meliputi larangan transaksi jual beli
barang mewah berupa perhiasan seperti permata, berlian, zamrud dan mutiara.
Larangan transaksi jual beli juga terhadap alat transportasi mewah seperti Kapal
pesiar, gerbong kereta, dan mobil racing. Sebetulnya sanksi yang diberikan
kepada Korea Utara ini hampir mirip dengan yang diberlakukan terhadap uji coba
nuklir Iran yang mana sanksi ini dinilai cukup berhasil menekan Iran. Selain itu
juga Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB mengatakan bahwa sanksi ini
merupakan yang paling berat bagi Korea Utara.94
4. Resolusi DK PBB 2270
Pada 6 Januari 2016, Korea Utara kembali melakukan uji coba nuklirnya
yang keempat. Uji coba nuklir yang menggunakan teknologi rudal balistik ini
kembali mendapat kecaman di dunia internasional. Selain itu Korea Utara juga
melakukan uji coba rudal balistik sehari setelahnya, yakni pada 7 Januari 2016.
DK PBB kemudian mengadakan pertemuan yang ke 7638 pada 2 Maret 2016.
Adapun hasil dari pertemuan ini adalah menetapkan sanksi yang baru bagi Korea
Utara sebagaimana yang tertulis pada Resolusi DK PBB 2270.95
93
United Nations Security Council, 2013. Security Council Strengthens Sanctions on
Democratic People’s Republic of Korea, in Response to 12 February Nuclear Test. [internet]
tersedia di https://www.un.org/press/en/2013/sc10934.doc.htm diakses pada Minggu, 15 Juli 2017. 94
Nathan Beauchamp Mustafaga, 2013. China and UN Security Council Resolution
2094: Is the Third Time the Charm? [internet] tersedia di http://sinonk.com/2013/03/11/china-and-
un-security-council-resolution-2094-is-the-third-time-the-charm/ diakses pada Senin 16 Juli 2017. 95
United Nations Security Council, 2016. Security Council Imposes Fresh Sanctions on
Democratic People’s Republic of Korea, Unanimously Adopting Resolution 2270 (2016) [internet]
tersedia di https://www.un.org/press/en/2016/sc12267.doc.htm diakses pada Minggu, 23 Juli 2017
44
Secara umum tuntutan dari DK PBB masih sama, namun pada resolusi kali
ini dapat dikatakan sangat lengkap. Adapun isi resolusi ini diantaranya terkait
larangan uji coba nuklir Korea Utara dan meminta Korea Utara untuk
menghentikan segala bentuk pengembangan senjata pemusnah massalnya tanpa
terkecuali. Sanksi terbaru yang diberlakukan untuk Korea Utara ini memang
diatur sedemikian rupa menyasar pada jantung ekonomi Korea Utara. Hal ini
sengaja dilakukan sebagai bentuk peringatan terhadap Korea Utara yang selalu
mengabaikan setiap resolusi DK PBB terkait uji coba nuklirnya. Selain itu, sanksi
terbaru ini merupakan upaya agar Korea Utara mau untuk kembali diajak
bernegosiasi di meja perundingan.96
Pada resolusi kali ini, DK PBB sangat tegas memberikan sanksi pada
Korea Utara. Bahkan bentuk sanksi yang diberikan sangat spesifik, baik terhadap
negaranya, individualnya serta aset-aset yang dimilki. Setiap negara dilarang
bekerjasama, bertransaksi atau membantu dalam bentuk apapun mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan senjata nuklir Korea Utara. Bahkan dunia internasional
juga dilarang untuk mengajarkan disiplin ilmu kepada warga Korea Utara yang
berkaitan dengan program nuklir. Berikut ini merupakan daftar nama-nama
individu yang mendapatkan sanksi larangan berpergian dan pembekuan aset
terkait program pengembangan nuklir Korea Utara :97
96
Andrea Berger, 2016. From Paper to Practice: The Significance of New UN Sanctions
on North Korea, Arms Control Association. 97
United Nations Security Council, 2016. Resolution 2270 (2016). Hal, 11-13. [internet]
tersedia di http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2270(2016) diakses
pada Kamis, 20 Juli 2017 pukul 15:40 WIB
45
Tabel III. A. 1. Daftar Individu Penerima Sanksi Travel Ban/Asset
Freeze Resolusi DK PBB 2270
NO NAMA JABATAN
1 Choe Chun-Sik Direktur Second Academy of Natural
Sciences (SANS), dia juga Ketua
program misil jarak jauh Korea Utara.
2 Choe Song Il Pimpinan Tanchon Commercial Bank di
Vietnam.
3 Hyon Kwang il Department Director for Scientific
Development at the National Aerospace
Development Administration.
4 Jang Bom Su Pimpinan Tanchon Commercial Bank di
Suriah.
5 Jang Yong Son Pimpinan Korea Mining Development
Trading Corporation (KOMID) di Iran
6 Jon Myong Guk Pimpinan Tanchon Commercial Bank di
Suriah.
7 Kang Mun Kil Dia adalah penanggungjawab aktivitas
pengembangan nuklir di Namhung.
8 Kang Ryong Pimpinan Korea Mining Development
Trading Corporation (KOMID) di Suriah
9 Kim Jung Jong Pimpinan Tanchon Commercial Bank di
Vietnam.
10 Kim Kyu Pimpinan Korea Mining Development
Trading Corporation (KOMID) bidang
urusan luar negeri.
11 Kim Tong Myong Presiden Tanchon Commercial Bank
12 Kim Yong Chol Pimpinan Korea Mining Development
Trading Corporation (KOMID) di Iran
13 Ko Tae Hun Perwakilan Tanchon Commercial Bank
46
Sumber : United Nation Security Council, Resolution 2270, 2016.
Selain sanksi yang diberikan khusus kepada beberapa individu,
melalui Resolusi DK PBB 2270 ini juga melarang adanya transaksi yang
berkaitan dengan barang-barang mewah seperti: Jam tangan mewah yang terbuat
dari logam mulia dan mahal, alat transportasi seperti kapal yang digunakan untuk
rekreasi, Snowmobile yang harganya melebihi 2000 dollar Amerika Serikat,
peralatan yang terbuat dari kristal serta perlengkapan untuk olahraga atau rekreasi.
Berikut ini adalah daftar aset Korea Utara yang dibekukan:98
Tabel III.A.2. Daftar Aset Korea Utara yang dibekukan
NO ENTITAS DESKRIPSI
1 Akademi Ilmu Pertahanan
Nasional (Academy of
National Defense Science)
Akademi ini yang mendukung penelitian
terkait program nuklir Korea Utaras
2 Chongchongang Shipping
Company
Perusahaan ini dengan menggunakan
kapalnya melakukan pengiriman senjata
konvensional ke Korea Utara pada Juli 2013
3 Daedong Credit Bank DCB ini telah memfasilitasi ratusan
98
United Nations Security Council, 2016. Resolution 2270 (2016). Hal, 14-16.
14 Ri Man Gon Menteri Industri Perlengkapan Perang
Korea Utara
15 Ryu Jim Pimpinan Tanchon Commercial Bank di
Suriah
16 Yu Chol U Director of the National Aerospace
Development Administration.
47
(DCB) transaksi keuangan atas nama KOMID dan
Tanchon Commercial Bank,yang mana
kedua lembaga itu memiliki hubungan
dengan program nuklir Korea Utara
4 Hesong Trading Company HTC adalah anak perusahaan KOMID yang
mendukung program nuklir Korea Utara
5 Korea Kwangson Banking
Corporation (KKBC)
KKBC menyediakan jasa keuangan dalam
rangka mendukung kegiatan yang
berkenaan dengan program nuklir Korea
Utara
6 Korea Kwangsong Trading
Corporation (KKTC)
KKTC ini merupakan anak perusahaan
Korea Ryongbong General Corporation
yang banyak mendukung program nuklir
Korea Utara.
7 Ministry of Atomic Energy
Industry
Kementerian Industri Energi Atom yang
dibentuk pada 2013 ini bertujuan untuk
moderenisasi industri nuklir Korea Utara.
Selain itu juga kementrian ini membawahi
berbagai macam lembaga riset yang
berkaitan dengan program nuklir Korea
Utara.
8 Munitions Industry
Department
Departemen Industri Perlengkapan Perang
Korea Utara ini merupakan aspek kunci
48
daridapa program misil Korea Utara.
Departemen ini bertanggungjawab dalam
hal pengembangan rudal balistik Korea
Utara.
9 National Aeorospace
Development
Administration (NADA)
NADA merupakan lembaga yang bertugas
untuk pembangunan ilmu teknologi luar
angkasa Korea Utara, termasuk didalamnya
terkait peluncuran satelit dan roket.
10 Office 39 Office 39 atau yang biasa disebut juga
Central Committee Bureau 39 merupakan
salah satu lembaga pemerintahan Kora
Utara yang mendukung program nuklir
Korea Utara.
11 Reconnaissance General
Bureau
Reconnaissance General Bureau
merupakan badan intelejen Korea Utara
yang dibentuk pada awal 2009.
12 Second Economic
Committee
Komite ini merupakan salah satu aspek
terpenting dalam program misil dan nuklir
Korea Utara. Lembaga ini juga bertanggung
jawab mengawasi produksi rudal balistik
Korea Utara.
Sumber : United Nation Security Council, Resolution 2270, 2016.
49
Selain 12 entitas yang disebutkan pada tabel di atas, melalui Resolusi DK
PBB 2270 juga dirilis kapal Korea Utara yang masuk daftar hitam dalam sanksi
baru PBB. Terdapat sebanyak 31 kapal yang dimiliki oleh perusahaan pelayaran
Korea Utara yakni Ocean Maritime Management Company (OMM). Adapun
semua muatan dalam kapal yang masuk dan keluar dari Korea Utara harus
diperiksa. Sebelumnya, pemeriksaan terhadap kapal ini hanya dilakukan apabila
pihak otoritas mencurigai kapal yang masuk atau keluar tersebut membawa
barang yang berkaitan dengan program nuklir Korea Utara. Adapun daftar 31
kapal yang mendapat sanksi tersebut adalah sebagai berikut :99
B. Respon Negara-Negara Six Party Talks Terhadap Uji Coba Nuklir
Korea Utara
1. Respon Korea Selatan
Secara geografis Korea Selatan merupakan negara yang berbatasan
langsung dengan Korea Utara. Terkait uji coba nuklir Korea Utara, faktor
geografis ini tentu sangat berpengaruh bagi Korea Selatan. Sehingga, wajar jika
Korea Selatan menganggap uji coba nuklir Korea Utara ini sebagai bentuk
ancaman bagi keamanan nasionalnya. Terlebih kedua negara ini memiliki sejarah
konfliktual di Semenanjung Korea. Sehingga, dari uji coba nuklir Korea Utara
yang pertama, Korea Selatan akan selalu memiliki sikap yang bertentangan
dengan program nuklir Korea Utara. Bahkan Korea Selatan menggelar latihan
99
United Nations Security Council, 2016. Resolution 2270 (2016). Hal, 17-18
50
militer besar-besaran dalam rangka menghadapi perang nuklir melawan Korea
Utara.100
Pada 12 Februari 2013, Korea Utara kembali melakukan uji coba
nuklirnya yang ketiga. Hal ini tentu menuai respon yang keras dari Korea Selatan.
Secara geografis Korea Selatan merupakan negara yang merasa sangat terancam
dengan adanya uji coba nuklir Korea Utara ini. Selain menuntut agar DK PBB
mengambil langkah yang tegas sebagaimana yang tertuang pada Resolusi DK
PBB 2094. Pemerintah Korea Selatan juga mengeluarkan pernyataan yang sangat
keras yakni apabila Korea Utara menyerang Korea Selatan dengan senjata nuklir,
maka rezim Kim Jong Un akan dilenyapkan dari muka bumi.101
Pada uji coba nuklir keempat Korea Utara yang diluncurkan pada 6
Januari 2016, Korea Selatan merespon dengan tegas dan keras. Korea Selatan
sangat mendukung agar diterapkannya Resolusi DK PBB 2270, dan mengajak
negara anggota PBB untuk ikut menerapkan sanksi ini. Selain itu juga pemerintah
Korea Selatan mulai memikirkan untuk mengambil langkah untuk mengantisipasi
serangan nuklir Korea Utara yang bisa terjadi kapan saja. Hal ini sebagaimana
yang diungkapkan oleh Won Yoo-Chul yang merupakan pemimpin Partai
Konservatif Saenuri bahwa Korea Selatan harus mulai mempertimbangkan untuk
menciptakan potensi nuklirnya sendiri untuk membela diri.102
100
Aidan Foster-Carter, 2016. “South Korea-North Korea Relations: Pyongyang’s Bang
Explodes Hope” Comparative Connections, Vol. 17, No. 3, hal. 89 101
Julian Ryall, “North Korea says „prepare for war,‟” Telegraph, March 8, 2013. 102
Aidan Foster-Carter, 2016. “South Korea-North Korea Relations, hal. 99.
51
2. Respon Jepang
Kerjasama aliansi Jepang-Amerika Serikat ini sebagaimana yang tertulis
dalam The Japan-U.S Treaty of Mutual Cooperation and Security. Dalam hal
merespon ancaman nuklir Korea Utara, sikap Jepang banyak dipengaruhi oleh
Amerika Serikat sebagai aliansinya. Amerika Serikat meminta Jepang untuk
terlibat aktif dalam menangkal ancaman nuklir Korea Utara. Amerika Serikat
meminta Jepang untuk meningkatkan serangan penangkal ke basis-basis peluru
kendali Korea Utara.103
Pada Oktober 2006 Korea Utara melakukan uji coba nuklir pertamanya.
Hal ini kembali memicu ketegangan di kawasan Asia Timur. Dari sisi internal
Jepang merespon program nuklir Korea Utara dengan melakukan perubahan
terhadap kebijakannya dengan merubah status Justice Defense Agency menjadi
Ministry of Defense. Sebagai langkah antisipasi terhadap serangan nuklir Korea
Utara, Jepang menerapkan program ballistice missile program. Presiden Shinzo
Abe menyerukan agar memperkuat badan pertahanan Jepang untuk mengatasi
ketegangan dengan Korea Utara.104
Dalam rangka merespon uji coba nuklir kedua Korea Utara, Duta Besar
Jepang di PBB H.E Yukio Takasu meminta agar DK PBB mengambil tindakan
tegas. Jepang juga meminta Korea Utara untuk meninggalkan semua program
nuklirnya. Selain itu juga Jepang menghimbau agar Korea Utara mau untuk
103
Colin Gray, 1995. The Arm Race Phenomenon. Dalam Bilveer Singh, The Chalenge of
Conventional arms Proliferation in East Asia, CSIS, Jakarta. 104
Gregory J. Moore, 2008. How North Korea Threatens China’s Interest:
Understanding Chinese Duplicity on The North Korean Nuclear Issu. International Relation of the
Asia Pacific, Volume 8.
52
kembali berdialog melalui six party talks agar sanksi-sanksi yang telah diberikan
tidak merugikan masyarakat sipil Korea Utara.105
Korea Utara kembali melakukan uji coba nuklirnya yang ketiga pada
2013. Jepang mengutuk keras adanya uji coba nuklir ini. Perdana Menteri Jepang,
Shinzo Abe merespon uji coba nuklir dengan meningkatkan kapabilitas
militernya dan anggaran militernya sampai 8%. Hal ini pertama kali terjadi sejak
delapan tahun yang lalu. Jepang juga meningkatkan jumlah personel self defense
forces (SDF) khusus untuk mengantisipasi kemungkinan serangan dari Korea
Utara. Dalam sebuah media di Jepang disebutkan bahwa sebesar 54% warga
Jepang setuju jika anggaran untuk keperluan militer ini dinaikkan.106
Terkait uji coba nuklir Korea Utara yang keempat, seperti biasanya Jepang
sangat mengutuk uji coba nuklir Korea Utara tersebut dan meminta sikap yang
sangat tegas dari DK PBB. Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe juga meminta
agar Korea Utara kembali ke perundingan six party talks.107
Menteri Luar Negeri
Jepang, Fumio Kishida secara khusus juga menekankan bahwa Jepang akan
konsisten dengan kebijakan dialogue and pressure. Jepang semaksimal mungkin
ingin menyelesaikan persoalan denuklirisasi Korea Utara ini melalui jalur dialog
105
Ministry of Foreign Affairs of Japan, 2009. Statement by H.E. Ambassador Yukio
Takasu Permanent Representative of Japan to the United Nationat the Meeting of The Security
Council on nonproliferation/DPRK. [internet] tersedia di http://www.mofa.go.jp/announce/
speech/un2009/un0906.html diaksees pada Rabu 19 Juli 2017 pukul 21:07 WIB 106
Martin Fackler, 2013. Japan Shifting Further Away From Pacifism, New York Times. 107
Prime Minister of Japan and His Cabinet, 2016.Statement by Prime Minister Shinzo
Abe on the Nuclear Test By North Korea. [internet] tersedia di http://japan.kantei.go.jp/97_abe/
statement/201601/statement.html diakses pada 20 Juli 2017 pukul 21:22 WIB
53
meskipun disatu sisi juga menjalin kerjasama dengan negara aliansinya seperti
Amerika Serikat.108
3. Respon Amerika Serikat
Pada masa pemerintahan Presiden Obama tahun 2009, Amerika Serikat
menerapkan kebijkan luar negerinya yakni The Pivot to Asia. Kebijakan ini
merupakan perubahan kepentingan Amerika Serikat yang semula berfokus di
kawasan Timur Tengah ke kawasan Asia Pasifik. Kebijakan ini diambil sebagai
respon atas menguatnya ketegangan di kawasan Asia Timur, khususnya terkait uji
coba nuklir Korea Utara. Selain itu Amerika Serikat juga membentuk Anti
Access/Area Denial (A2/AD) yang dapat membatasi aktivitas Korea Utara di
wilayah perairan Internasional.109
Korea Utara kembali melakukan uji coba nuklirnya yang kedua pada 25
Mei 2009. Dalam draf resolusi yang diajukan oleh delegasi Amerika Serikat
meminta agar semua negara anggota PBB wajib memeriksa kargo yang berasal
dari Korea Utara maupun yang bertujuan ke Korea Utara. Bahkan dalam draf
resolusi ini juga Amerika Serikat mengusulkan agar diperbolehkan menggunakan
opsi militer. Meskipun akhirnya Rusia dan Tiongkok menolak adanya opsi militer
yang diajukan oleh Amerika Serikat. Selain itu juga klausul wajib memeriksa
kargo juga diganti dengan klausul opsional saja, yakni dilakukan pemeriksaan jika
108
Ministry of Foreign Affairs of Japan, 2009. Statement by Mr. Fumio Kishida, Minister
For Foreign Affairs, on the Adoption of a Resolution by the United Nation Security Council
Concerning the nuclear test and the ballistic missile launch conducted by North Korea. [internet]
tersedia di http://www.mofa.go.jp/press/release/press4e_001060.html diaksees pada Rabu 19 Juli
2017 pukul 23:27 WIB 109
US Military Defense, 2012. Sustaning US Global Leadership : Priorities For 21st
Century Defense.
54
kapal tersebut dicurigai membawa barang yang berkaitan dengan nuklir Korea
Utara.110
Pasca uji coba nuklir Korea Utara yang ketiga, Amerika Serikat sangat
mengutuk tindakan yang dianggap provokatif tersebut. Amerika Serikat juga
meminta kepada DK PBB untuk bertindak lebih tegas terhadap Korea Utara.
Amerika Serikat juga secara nyata merespon dengan menerbangkan pesawat
tempur B-52 yang melintas diwilayah Korea Selatan. Hal ini dilakukan untuk
menunjukan kekuatan Amerika Serikat sebagai negara yang melindungi
aliansinya di kawasan Asia Timur.111
Korea Utara kembali melakukan uji coba nuklirnya yang keempat tahun
2016. Amerika Serikat dan Korea Selatan merespon hal ini dengan melakukan
latihan militer bersama. Jika melihat konteks latihan militer yang diselenggarakan,
dapat dikatakan bahwa Amerika Serikat dan Korea Selatan cukup khawatir
dengan ancaman dari kapabilitas nuklir Korea Utara. Sepanjang sejarah latihan
gabungan miiliter tahunan Amerika Serikat dan Korea Selatan ini merupakan
yang terbesar.112
4. Respon Tiongkok
Korea Utara dan Tiongkok sebetulnya memiliki hubungan diplomatik
yang baik. Kedua negara ini banyak memiliki kerjasama bilateral khusunya di
bidang ekonomi. Pada awal-awal masa pemerintahan Kim Jong Un, Tiongkok
110
Staff Center For Nonproliferation Studies, 2009.North Korea’s Nuclear Test and its
Aftermath: coping with the fallout. [internet] tersedia di http://www.nti.org/analysis/articles/north-
koreas-nuclear-test-aftermath/ diakses pada Senin 10 Juli 2017 pukul 20:38 WIB. 111
Tony Munroe and Jack Kim, “U.S. flies B-52 over South Korea after North's nuclear
test”, Reuters, January 10, 2016. 112
Ivan Watson and K.J. Kwon,” South Korea, U.S. deter North Korea with 'largest ever'
military drill”, CNN, March 12, 2016.
55
memberikan bantuan pangan sebanyak 500.000 ton dan juga minyak mentah
sebanyak 250.000 ton. Pada masa Hu Jintao menjadi presiden Tiongkok,
kebijakannya dalam merespon uji coba nuklir Korea Utara lebih mendorong
kepada upaya-upaya diplomatis bukan melalui upaya militer. Tiongkok
memainkan peran yang sangat vital terhadap penyelesaian krisis nuklir di Korea
Utara.113
Sebagaimana negara-negara lainnya, Tiongkok juga memberikan respon
yang berbeda-beda pada tiap uji coba nuklir Korea Utara. Hal ini juga dipengaruhi
oleh kebijkan dari rezim pemerintahan yang berbeda-beda. Pada uji coba nuklir
Korea Utara yang pertama, Tiongkok menyatakan dukungan pada Resolusi DK
PBB 1718. Selain itu Tiongkok merespon dengan memberikan pernyataan sikap
menggunakan bahasa yang keras dan belum pernah diucapkan sebelumnya.
Sebagai respon atas uji coba nuklir Korea Utara pada 2006, Tiongkok mengutuk
uji coba tersebut sebagai tindakan yang keji (flagrantly). Sejauh ini Tiongkok
hanya menggunakan term “flagrantly” hanya kepada musuhnya saja.114
Pada uji coba nuklir Korea Utara yang kedua, Tiongkok juga merespon
dengan mendukung sanksi DK PBB pada Resolusi 1874. Pada prinsipnya
Tiongkok berupaya untuk menjaga stabilitas dikawasan Asia Timur, sehingga
Tiongkok mendukung setiap resolusi yang diberikan kepada Korea Utara sejauh
hal tersebut diselesaikan secara berdialog dan damai. Duta Besar Tiongkok untuk
PBB, Zhang Yesui memandang bahwa perihal pemeriksaan kargo merupakan
113
Nicholas Eberstadt and Joseph P. Ferguson, “The Korean Nuclear Crisis: On to the
Next Level,” in Strategic Asia 2003-2004: Fragility and Crisis, Seattle: National Bureau of Asian
Research, 2003, Hal. 148. 114
Anthony H. Cordesmen, North Korean Nuclear Forces, 29.
56
suatu hal yang rumit dan sensitif. Sehingga, setiap negara yang ingin menerapkan
sanksi ini harus berhati-hati dan memiliki bukti yang cukup. Sehingga, tidak
memperumit konflik yang ada. Delegasi Tiongkok ini juga memandang bahwa
cara-cara politik dan diplomatik merupakan satu-satunya cara yang relevan terkait
denuklirisasi Korea Utara.115
Respon Tiongkok terhadap uji coba nuklir Korea Utara yang ketiga adalah
tetap mendukung adanya resolusi dari DK PBB, namun Tiongkok tetap tidak akan
meninggalkan Korea Utara begitu saja. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh
Menteri Luar Negeri Tiongkok, Yang Jiechi pada saat konferensi pers setelah
menghadiri kongres nasional. Mr. Yang meyakini bahwa pemberian sanksi
bukanlah merupakan tujuan akhir daripada aksi DK PBB, sejauh ini Tiongkok
juga percaya bahwa jalur dialog merupakan opsi terbaik untuk menyelesaikan
krisis nuklir Korea Utara.116
Korea Utara kembali melakukan uji coba nuklirnya yang keempat pada 6
Januari 2016. Douglas Paal, wakil presiden for studies at the Carnegie
Endowment for International Peace in Washington menyebutkan bahwa uji coba
nuklir keempat ini terjadi disaat Beijing sedang ingin memperbaiki hubungan
dengan Pyongyang.117
115
Permanent Mission of the People‟s Republic of China to the UN, 2009. Explanation
of Vote on Security Council Resolution 1874 on DPRK Nuclear Test, by H.E. Ambassador ZHANG
Yesui, Permanent Representative of the People's Republic of China to the United Nations.
[internet] tersedia di http://www.china-un.org/eng/gdxw/t567537.htm diakses pada 25 Juli 2017. 116
Jane Perlez, “China Says it Won‟t Forsake North Korea, Despite Support for U.N.
Sanctions,” New York Times, March 9, 2013. 117
Ham Jiha, 2016. View Mixed on China’s Response to North Korea Nuclear Test.
[internet] tersedia di https://www.voanews.com/a/views-mxed-china-response-north-korea-
nuclear-test/3137905.html diakses pada 24 Juli 2017 pukul 12:09 WIB.
57
Pada uji coba nuklir Korea Utara yang keempat ini, Tiongkok menyatakan
bahwa mereka sangat menentang tindakan ini dan akan mengupayakan
denuklirisasi Korea Utara. Hal ini mengingat uji coba ini berlangsung hanya
berjarak 50 mil dari daerah perbatasan Tiongkok.118
Presiden Amerika Serikat,
Donald Trump menyatakan bahwa Tiongkok memiliki kontrol yang penuh
terhadap Korea Utara. Hal ini semakin menguatkan argumentasi bahwa China
memiliki peran yang sangat penting bagi penyelesaian krisis nuklir Korea
Utara.119
5. Respon Rusia
Pada uji coba nuklir Korea Utara yang pertama Rusia ikut sepakat dengan
Resolusi DK PBB 1718. Pada prinsipnya Rusia juga menentang adanya uji coba
nuklir oleh Korea Utara. Namun, Rusia tetap mendorong agar persoalan nuklir ini
diselesaikan melalui jalan dialog. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh
Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Ivanov yang mengatakan bahwa sanksi terhadap
Korea Utara pada resolusi DK PBB 1718 ini tidaklah terbatas, artinya jika Korea
Utara kembali ke perundingan six party talks dan perundingan ini mencapai
kemajuan maka sanksi terhadap Korea Utara ini harus dicabut.120
Pada uji coba nuklir Korea Utara yang kedua ledakannya terletak sekitar
100 mil dari perbatasan Rusia tepatnya di wilayah timur laut Kilju. Tentu hal ini
118
Stephen Noerper, 2016. US-Korea Relations: Summitry, Strength, and a Fourth
Nuclear Test. Comparative Connections, Vol. 17, No. 3, hal. 44 119
Caroline Mortimer, 2017. China Bans All Coal Imports From North Korea, Severing
Major Financial Lifeline For Regime. [internet] tersedia di http://www.independent.co.uk/news/
world/asia/china-north-korea-sanctions-coal-economics-nuclear-tests-kim-jong-nam-donald-
trump-a7587931.html diakses pada 26 Juli 2017. 120
Steve White, 2006. UN Slaps Sanctions on North Korea. [internet] tersedia di
http://www.rantburg.com/?HC=2&D=2006-10-14 diakses pada Rabu 19 Juli 2017.
58
merupakan sebuah ancaman bagi Rusia. Juru bicara Presiden Rusia, Dmitry
Medvedev mengungkapkan bahwa Pemerintah Rusia sangat prihatin dengan
adanya uji coba nuklir ini. Rusia ikut mendukung adanya Resolusi DK PBB 1784
sebagai upaya penyelesaian krisis nuklir Korea Utara. Namun, sikap pemerintah
Rusia yang utama adalah tetap mengupayakan agar krisis nuklir Korea Utara ini
diselesaikan melalui jalur politik dan diplomatik.121
Sikap resmi Rusia pada uji coba nuklir Korea Utara yang ketiga adalah
memilih untuk tidak terlalu menekan. Rusia meyakini bahwa uji coba nuklir
Korea Utara tidak akan diarahkan untuk menyerang Rusia, sehingga Rusia tetap
berusaha menjaga stabilitas hubungan dengan Korea Utara. Selain itu Rusia tidak
melihat adanya ancaman dari uji coba nuklir Korea Utara meskipun secara
geografis kedua negara ini berdekatan. Pihak Rusia beranggapan bahwa dampak
radiasi yang dihasilkan masih pada kadar yang normal.122
Uji coba nuklir Korea Utara yang keempat menuai kecaman yang sangat
keras dari masyarakat internasional. Duta Besar Rusia untuk PBB, Vladimir
Voronkov menyatakan bahwa uji coba nuklir Korea Utara ini merupakan ancaman
yang jelas bagi keamanan nasional Rusia. Terkait uji coba nuklir ini juga,
diplomat Rusia telah menjalin komunikasi dengan Amerika Serikat, Korea Selatan
dan Jepang.
121
Anton Khlopkov, 2009. The North Korean Nuclear Test:The Russian Reaction.
Bulletin of The Atomic Scientists. [internet] tersedia di http://thebulletin.org/north-korean-nuclear-
test-russian-reaction diakses pada Rabu 27 Juli 2017. 122
Artyom Lukin, 2013. Russia shows little concern of North Korean nukes (for now).
East Asia Forum. [internet] tersedia di http://www.eastasiaforum.org/2013/03/03/russia-shows-
little-concern-over-north-korean-nukes-for-now/ diakses pada Kamis 27 Juli 2017.
59
Pada prinsipnya Rusia sangat mendukung adanya sanksi internasional
yang lebih tegas terhadap rezim Kim Jong Un sebagaimana yang diadopsi dalam
Resolusi DK PBB 2270. Uji coba nuklir kali ini juga berdampak pada hubungan
antara Rusia dan Korea Utara, yakni Presiden Vladimir Putin menunda rencana
kunjungan perdananya ke Korea Utara. Selain itu latihan militer bersama kedua
negara juga dihentikan sementara.123
123
Samuel Ramani, 2016. Russia, Japan and North Korea’s Nuclear Test. [internet]
tersedia di http://thediplomat.com/2016/01/russia-japan-and-north-koreas-nuclear-test/ diakses
pada Jumat 28 Juli 2017.
60
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KOREA UTARA MENOLAK
RESOLUSI DK PBB 2270
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa Korea Utara menolak resolusi
DK PBB terkait pelarangan segala aktivitas apapun yang berhubungan dengan
program nuklirnya. Pada resolusi-resolusi yang sebelumnya telah dilakukan
berbagai upaya untuk menghentikan program nuklir Korea Utara. Mulai dari
upaya soft diplomacy yakni, melalui serangkaian pertemuan bilateral dan
multilateral. Selain itu juga dilakukan upaya hard diplomacy dengan pemberian
sanksi internasional yang menjadikan Korea Utara terisolasi. Namun, meskipun
begitu Korea Utara tetap menolak sanksi-sanksi tersebut dan tetap melanjutkan
program pengembangan nuklirnya.
Bab ini akan menjelaskan faktor-faktor yang melatarbelakangi Korea Utara
menolak Resolusi DK PBB 2270 terkait uji coba nuklirnya yang keempat tahun
2016. Dalam resolusi tersebut Korea Utara dilarang untuk melakukan aktivitas
apapun yang berkaitan dengan nuklirnya. Bab ini akan menggunakan konsep
balance of threat dan paradigma neoclassical realisme. Merujuk pada bab II dan
bab III ada beberapa faktor yang menjadi penyebab Korea Utara menolak resolusi
DK PBB dan tetap melakukan pengembangan nuklirnya. Faktor-faktor tersebut
secara sistematis akan dianalisis dengan melihat dari sudut pandang faktor internal
dan eksternal Korea Utara.
61
A. Upaya Balance of Threat Terhadap Ancaman Amerika Serikat
Selama periode Perang Dingin berlangsung, sistem dunia internasional
dipengaruhi oleh dua kekuatan besar (bipolar) yakni, Amerika Serikat dan Uni
Soviet. Kemudian pasca runtuhnya Uni Soviet sekaligus berakhirnya perang
dingin, tatanan dunia internasional berubah menjadi unipolar dengan Amerika
Serikat sebagai satu-satunya kekuatan di dunia. Selanjutnya seiring dengan
perkembangan zaman, sistem internasional kembali mengalami perubahan
bergerak menuju sistem multipolar. Hanya ada beberapa negara saja yang
memiliki kekuatan dominan di dunia internasional seperti Amerika Serikat, Rusia
dan Tiongkok.
Amerika Serikat merupakan negara yang paling keras menentang program
nuklir Korea Utara. Bahkan Amerika Serikat juga merupakan negara utama yang
mengajukan draft resolusi kepada DK PBB terkait program pengembangan nuklir
Korea Utara. Sementara di satu sisi Korea Utara mempersepsikan Amerika
Serikat sebagai ancaman bagi keamanan negaranya. Hal ini tidak lepas dari sikap
Amerika Serikat yang seringkali mengeluarkan kebijakan yang bermusuhan
terhadap Korea Utara. Sehingga, dalam konteks penolakan Korea Utara terhadap
Resolusi DK PBB 2270 lebih disebabkan oleh persepsi Korea Utara yang melihat
Amerika Serikat sebagai ancaman bagi negaranya.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan Korea Utara tetap melakukan
aktivitas pengembangan nuklirnya dan menolak Resolusi DK PBB 2270 adalah
karena adanya persepsi ancaman dari Amerika Serikat. Dalam hal ini penulis
menggunakan konsep balance of threat sebagai salah satu pisau analisa untuk
62
menjelaskan alasan Korea Utara menganggap Amerika Serikat sebagai ancaman
utama. Meskipun dalam keanggotaan DK PBB yang mendukung sanksi terhadap
Korea Utara juga terdapat negara great powers lainnya.
Kosep balance of threat merupakan modifikasi dari konsep balance of power.
Jika konsep balance of power memprediksi bahwa suatu negara akan cenderung
melawan negara yang terkuat pada sistem internasional, sementara konsep
balance of threat tidak hanya melihat kepada kekuatan yang dimiliki oleh suatu
negara saja, tetapi konsep ini mencoba mengkombinasikan antara kekuatan
(power) dengan motif dan persepsi (intent). Sehingga, konsep balance of threat
dapat menjelaskan bahwa suatu negara tidak selalu berusaha melawan negara
terkuat (the strongest power) melainkan melihat kepada negara mana yang lebih
mengancam.124
Konsep perimbangan terhadap ancaman merupakan strategi suatu
negara untuk melawan ancaman dari pihak eksternal yang dirasakan baik melalui
sarana militer maupun non-militer.125
Jika dilihat dari negara-negara anggota DK PBB, Amerika Serikat bukanlah
satu-satunya negara great power, masih ada negara seperti Tiongkok dan Rusia
yang bahkan secara letak geografis lebih dekat dengan Korea Utara. Selain itu
juga Tiongkok dan Rusia merupakan negara yang memiliki kekuatan militer
hampir setara dengan Amerika Serikat. Namun, dalam kasus ini Korea Utara
hanya mempersepsikan Amerika Serikat dan sekutunya saja yang merupakan
124
Walt, M. Stephen 1988. “Testing Theories of Alliance Formation: The Case of
Southwest Asia.” International Organization, Vol.42, No.2. (Spring, 1988), pp.275 125
Bock, Andreas. "Balancing for (in)security: an analysis of the Iranian nuclear crisis in
the light of the Cuban missile crisis." Perceptions, Center for Strategic Research, vol. 19, no. 2,
2014, p. 113
63
ancaman bagi keamanannya. Hal inilah yang dimaksud oleh Walt bahwa setiap
negara memiliki persepsi ancaman yang berbeda terhadap negara yang lain.126
Gambar. IV.1. Peta Geografis Asia Timur
Sumber: https://www.mapsofworld.com/asia/regions/eastern-asia-map.html, 2016.
Perihal ancaman dari Amerika Serikat ini juga ditegaskan oleh pernyataan
Rusia yang menganggap bahwa Amerika Serikat dan sekutunya tidak akan
mengurangi pertahanan nuklirnya, meskipun Korea Utara pada akhirnya
menghentikan program nuklirnya. Rusia menganggap bahwa Korea Utara tidak
akan menyerang Rusia dengan nuklirnya karena kedua negara ini memiliki
hubungan yang relatif stabil. Bagi Rusia, justru program nuklir Amerika Serikat
dan sekutunya ini lebih mengancam keamanan Rusia. Pemerintah Rusia menilai
126
Walt, M. Stephen 1988. Testing Theories of Alliance Formation, hal. 316
64
bahwa meningkatnya tekanan geopolitik pada Rusia merupakan kepentingan
Amerika Serikat dan sekutunya. Menurut pernyataan dari Kepala Pusat Keamanan
Rusia, Alexander Bortnikov bahwa pada akhirnya yang harus lebih diperhatikan
adalah potensi adanya konfrontasi langsung dengan Amerika Serikat.127
Ketakutan akan ancaman dari Amerika Serikat ini bukanlah tanpa alasan.
Hubungan kedua negara ini memang sudah lama tidak bersahabat. Perasaan saling
tidak percaya ini bahkan terjadi sejak pecahnya Perang Korea pada 1950 sampai
sekarang. Hal ini juga diperkuat dengan aktivitas latihan militer bersama antara
Amerika Serikat dan sekutunya Korea Selatan. Sementara Korea Utara dan Korea
Selatan memang belum pernah menandatangani perjanjian damai, yang ada
hanyalah perjanjian gencatan senjata saja (Korean Armistice Agreement) yang
ditandatangani pada 27 Juli 1953. Sehingga,potensi terjadinya perang dapat terjadi
kapan saja.128
Alasan lain Korea Utara yang menganggap Amerika Serikat sebagai ancaman
karena faktor track record Amerika Serikat yang banyak mengancam bahkan
menyerang negara berdaulat lainnya. Seperti misalnya pada dekade 1950-an
Amerika Serikat pernah memberikan ancaman nuklir kepada Tiongkok sebanyak
tiga kali.129
Selain itu Amerika Serikat juga memiliki rekam jejak sebagai negara
127
Artyom Lukin, 2013. Russia shows little concern of North Korean nukes (for now).
East Asia Forum. [internet] tersedia di http://www.eastasiaforum.org/2013/03/03/russia-shows-
little-concern-over-north-korean-nukes-for-now/ diakses pada Kamis 27 Juli 2017 pukul 20:15
WIB 128
Dikutip dari Hasil Wawancara dengan Ir. Ristiyanto, Ketua Perhimpunan Persahabatan
Indonesia-Korea Utara 129
Pertama, ancaman serangan nuklir disebabkan oleh sikap Tiongkok yang membantu
Korea Utara dalam Perang Korea 1950. Ancaman serangan nuklir yang kedua dan ketiga terkait
konflik Tiongkok-Taiwan pada 1955 dan 1958.
65
yang melakukan invasi terhadap negara berdaulat lainnya, seperti invasi ke
Afghanistan pada 2001 dan Invasi Irak pada 2003.130
Dalam forum DK PBB, Amerika Serikat selalu menjadi inisiator untuk
pemberian sanksi terhadap Korea Utara. Amerika Serikat juga berupaya untuk
mempengaruhi negara-negara lain untuk ikut menyetujui sanksi bagi Korea Utara.
Sikap Korea Utara yang menolak Resolusi DK PBB 2270 dengan tetap
melakukan pengembangan dan uji coba nuklirnya merupakan bentuk respon
Korea Utara terhadap ancaman dari Amerika Serikat.
B. Systemic Pressure (Faktor Eksternal)
1. Latihan Militer Gabungan Amerika Serikat dan Korea Selatan
Dalam konteks uji coba nuklir Korea Utara keempat tahun 2016. Salah
satu faktor yang cukup signifikan adalah terkait rutinitas latihan militer gabungan
Amerika Serikat dan Korea Selatan. Kerjasama latihan militer Amerika Serikat-
Korea Selatan ini tentu menjadi faktor penting yang menjadikan Korea Utara
untuk tetap mengembangkan senjata nuklirnya. Adanya latihan militer antara
Amerika Serikat dengan Korea Selatan semakin menegaskan bahwa ada juga
ancaman terhadap Korea Utara.
Amerika Serikat dan Korea Selatan melakukan latihan militer gabungan pada
2 Maret sampai 24 April 2015 yang diberi nama Key Resolve and Foal Eagle.
Latihan militer gabungan ini diikuti oleh sekitar 12.500 tentara Amerika dan
200.000 tentara Korea Selatan. Sebetulnya ini bukan kali pertama Amerika
Serikat dan Korea Selatan melakukan latihan militer gabungan. Namun, dalam
130
Dikutip dari Hasil Wawancara dengan Ir. Ristiyanto, Ketua Perhimpunan Persahabatan
Indonesia-Korea Utara dilaksanakan pada Jum‟at, 24 November 2017 Pukul 14.15 WIB bertempat
di Universitas Bung Karno.
66
konteks ini Korea Utara menganggap bahwa latihan militer gabungan kali ini
merupakan strategi dari Amerika Serikat dan Korea Selatan untuk merusak
tatanan pemerintahan Korea Utara selama ini.131
Pada 17 Agustus 2015, Amerika Serikat dan Korea Selatan melakukan
latihan militer gabungan yang diberi nama Ulchi Freedom Guardian. Berdasarkan
rilis dari KCNA, Korea Utara menganggap bahwa latihan militer gabungan ini
merupakan upaya pengaktifan kembali pasukan militer sebagai upaya agresi dan
okupasi terhadap Pyongyang. Selain itu juga latihan militer gabungan ini
dianggap sebagai upaya untuk melakukan serangan mendadak terhadap Korea
Utara.132
Sebagaimana yang dirilis oleh media Korea Central News Agency
(KCNA) pada 10 Januari 2015 pemerintah Korea Utara pernah mengajukan suatu
upaya untuk mencegah terjadinya peperangan. Proposal yang diajukan oleh Korea
Utara adalah meminta agar Amerika Serikat dan Korea Selatan menunda latihan
militer bersamanya. Sebagai gantinya Korea Utara bersedia untuk menunda
program pengembangan nuklirnya. Menurut laporan KCNA tersebut, Korea Utara
sudah bersedia untuk berdialog dengan Amerika Serikat dalam upaya
penyelesaian permasalahan nuklir ini. Padahal seminggu sebelumnya Amerika
Serikat baru saja mengumumkan sanksi tambahan bagi Korea Utara. Proposal
yang diajukan oleh Korea Utara ini akhirnya ditolak oleh Amerika Serikat melalui
juru bicara luar negerinya, Jen Psaki yang mengatakan bahwa tidak ada
131
Katrin Katz, key resolve and foal eagle: past as prologue on the peninsula? [internet]
tersedia di https://amti.csis.org/key-resolve-and-foal-eagle/ diakses pada 29 Oktober 2017 132
Yongsan Garrison, CFC to begin Ulchi Freedom Guardian 2015 [internet] tersedia di
http://www.usfk.mil/Media/News/Article/613688/cfc-to-begin-ulchi-freedom-guardian-2015/
diakses pada 2 November 2017
67
hubungannya latihan militer bersama Washington dan Seoul dengan uji coba
nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara.133
Latihan militer gabungan Amerika Serikat dan Korea Selatan
menyebabkan kekhawatiran bagi keamanan nasional Korea Utara. Hal ini juga
yang menjadi kepentingan nasional Korea Utara untuk memperkuat pertahanan
dan keamanan nasionalnya dengan melakukan pengembangan senjata nuklirnya.
Sebagaimana dijelaskan oleh George F. Kennan bahwa kepentingan nasional
bukanlah upaya untuk mencapai suatu tujuan yang abstrak seperti perdamaian
yang adil atau definisi hukum lainnya. Melainkan, ia mengacu pada upaya-upaya
perlindungan negara dari segenap potensi ancaman dari luar.134
2. Ancaman Kerjasama Militer Amerika Serikat dengan Jepang
Amerika Serikat telah menjalin aliansi militer dengan Jepang dari sejak
lama. Sebetulnya konstitusi Jepang melarang negara ini untuk menggunakan
kekuatan militer untuk menyelesaikan sengketa internasional, melarang Jepang
untuk memiliki angkatan bersenjata yang dipersiapkan untuk berperang, namun
dalam hal ini Amerika Serikat meyakinkan Jepang bahwa hal ini ditujukan untuk
membela keamanan nasionalnya. Terlebih ancaman nuklir Korea Utara sudah
sangat nyata dan potensi perang di sekitar kawasan Semenanjung Korea bisa
terjadi kapan saja.135
133
Choe, Sang hun, “North Korea Offers U.S. Deal to Halt Nuclear Test,”The New York
Times, January 10, 2015. 134
Kennan, George F, 1951. American diplomacy 1900-1950, Chicago University Press,
hal. 73. 135
Avery Emma & Rinehart Ian E, 2013. U.S-Japan Alliance. Congressional Research
Service.
68
Salah satu kerangka kerjasama yang menjadi landasan hubungan militer
Amerika Serikat dengan Jepang adalah San Francisco Peace Treaty yang
ditandatangani pada 8 September 1951 di San Francisco, Amerika Serikat. Salah
satu poin penting dalam perjanjian San Francisco, yakni Amerika Serikat
menyatakan kepentingannya dalam menjaga perdamaian dan keamanan di
kawasan Asia Timur. Konsekuensi dalam kebijakan ini adalah Amerika Serikat
akan mempertahankan militernya di wilayah Jepang. Selain itu juga Amerika
Serikat berperan sebagai pelindung keamanan Jepang.136
Penegasan bahwa Amerika Serikat akan melindungi Jepang juga tertera dalam
Pasal 6 Treaty of Mutual Cooperation and Security sebagai berikut:137
“For the purpose of contributing to the security of Japan and the maintenance of
international peace and security in the Far East, the United State of America is granted the use by
its land, air and naval forces of facilities and areas in Japan”
(Sebagai bentuk kontribusi terhadap keamanan Jepang dan pemeliharaan perdamaian dan
keamanan internasional di kawasan Timur Jauh, Amerika Serikat diizinkan untuk memanfaatkan
fasilitas angkatan darat, udara dan lautnya di wilayah Jepang).
Berdasarkan perjanjian ini, terlihat jelas bahwa Amerika Serikat memiliki
akses untuk menempatkan pasukan militernya di wilayah Jepang. Bahkan
Amerika Serikat menyebut Jepang sebagai “rare base” karena dapat
mempermudah pergerakan tentara Amerika Serikat di kawasan Asia Timur.138
Adapun pangkalan militer Amerika Serikat di Jepang tersebar di berbagai
wilayah yaitu Okinawa, Kanagawa, Nagasaki dan Tokyo. Jumlah personil militer
Amerika Serikat di Jepang ini tidak sedikit yakni mencapai 47.050 personil yang
136
Bruce A. W. A. M. O. Hague, 2007. The US-Japan Alliance: Sustaining the
Transformation. “Joint Force Quarterly I. Hal. 61 137
Institute of Oriental Culture, University of Tokyo 1960. 138
Derek McDougall, 1997. The International Politics of the New Asia Pacific. Singapore
: Institute of Southeast Asian Studies. Hal. 36
69
terdiri dari 2.900 angkatan darat, 32.700 angkatan laut dan 11.450 angkatan udara.
Jumlah ini tersebar di daratan Jepang maupun di wilayah pangkalan lautnya.139
Gambar IV.2. Personil Militer Amerika Serikat di Sekitar Korea Utara
Sumber: BBC NEWS, 2017
Jika mengacu pada data di atas maka dilema keamanan yang dialami oleh
Korea Utara sangatlah beralasan. Kehadiran Amerika Serikat terasa lebih dekat
dibandingkan dengan jarak geografis yang sesungguhnya. Militer Amerika Serikat
sangat nyata keberadaanya di kawasan Asia Timur, khususnya yang berada di
Jepang. Sehingga bagi Korea Utara, keberadaan militer Amerika Serikat di Jepang
ini merupakan sebuah ancaman tersendiri bagi keamanan negaranya.
139
BBC, 2017. American Forces in South Korea and the Wider Region. [internet]
tersedia di http://www.bbc.com/news/world-asia-41174689 diakses pada Senin 23 Oktober 2017.
70
Adanya systemic pressure yang berupa ancaman dari kerjasama militer
Amerika Serikat dengan Korea Selatan dan Jepang merupakan faktor eksternal
yang menyebabkan Korea Utara menolak Resolusi DK PBB 2270 yang meminta
untuk menghentikan semua aktifitas pengembangan nuklirnya. Korea Utara
menganggap bahwa adanya kerjasama militer Amerika Serikat dengan negara
sekutunya merupakan ancaman keamanan bagi Korea Utara. Sehingga, Korea
Utara tetap melakukan uji coba dan pengembangan nuklirnya serta menolak
sanksi dari DK PBB.
Bagi paradigma neoclassical realisme dalam melihat faktor eksternal yang
menjadi alasan Korea Utara menolak Resolusi DK PBB ini bukanlah satu-satunya
faktor bagi intervening variable mengeluarkan kebijakan luar negeri. Dalam
neoclassical realisme adanya systemic pressure ini harus diterjemahkan oleh
intervening variable yang mempersepsikan ancaman sehingga membentuk
kebijakan luar negeri. Adapun hal-hal apa saja yang mempengaruhi intervening
variable dalam mengambil kebijakan luar negeri akan dibahas pada pembahasan
berikutnya.
C. Faktor Internal
Systemic pressure bukanlah satu-satunya penyebab suatu negara langsung
mengeluarkan kebijakan luar negeri. Menurut paradigma neoclassical realism
harus dilihat juga faktor internalnya yakni persepsi intervening variable yang
mentranslasikan relative material power yang dimilikinya. Intervening variable
ini merupakan penghubung antara variable independen (systemic pressure)
dengan variabel dependen (foreign policy). Dalam kasus ini yang menjadi
71
intervening variable-nya adalah Kim Jong Un yang merupakan pemimpin
tertinggi Korea Utara.
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan systemic pressure yang
merupakan variabel independen-nya berupa ancaman kerjasama latihan militer
gabungan antara Amerika Serikat dan Korea Selatan. Selain itu juga ada juga
ancaman kerjasama militer Amerika Serikat dengan Jepang. Adanya systemic
pressure tersebut tidak langsung mempengaruhi variabel dependen, namun
sebelum itu harus diterjemahkan terlebih dahulu oleh intervening variable yang
melihat relative material power yang dimiliki Korea Utara.
1. Kim Jong Un (Intervening Variable)
Kim Jong Un mulai menjabat sebagai pemimpin Korea Utara setelah
menggantikan posisi ayahnya Kim Jong Il yang wafat pada 17 Desember 2011.
Kim Jong Un merupakan putera ketiga dan termuda dari Kim Jong Il dengan Ko
Young Hee. Dia penah mengikuti pendidikan di Sekolah Internasional Berne,
Swiss. Meski mengenyam pendidikan di Barat, namun Kim Jong Un sangat
menghindari sekali budaya Barat.140
Kim Jong Un sebetulnya belum memiliki pengalaman yang cukup dalam
memimpin Korea Utara. Hal ini disebabkan pengangkatannya sebagai pemimpin
Korea Utara dilakukan secara mendadak dan ketika di usia yang relatif masih
muda. Situasi ini berbeda dengan Kim Jong Il yang sudah menjabat sebagai
pemimpin Korea Utara ketika ayahnya Kim Il Sung masih hidup. Sehingga,
banyak kemudian pihak yang meremehkan Kim Jong Un dalam memimpin Korea
140
BBC News, Profile : North Korean Leader Kim Jong Un. [internet] tersedia di
http://www.bbc.com/news/world-asia-pacific-11388628 diakses pada 24 November 2017.
72
Utara. Namun, Korea Utara menganut sistem politik dominan atau dikenal dengan
istilah suryong. Sistem politik ini menempatkan otoritas tertinggi pada setiap
sektor pemerintahan berada di tangan pemimpinnya.141
Saat ini Kim Jong Un merupakan pemimpin tertinggi Korea Utara. Dia
menjabat beberapa posisi yang sangat penting di Korea Utara yakni Komandan
Tertinggi Rakyat Korea (Korean People’s Army), Ketua Umum Partai Pekerja
Korea (Worker’s Party of Korea), Ketua Komisi Urusan Negara yang sebelumnya
lembaga ini bernama Komisi Pertahanan Nasional (National Defense Commision)
yang mana merupakan lembaga tertinggi dalam pemerintahan dan pembuatan
kebijakan. Selain itu juga Kim Jong Un telah menduduki pangkat tertinggi dalam
angkatan perang, yakni Marshal.142
Dalam hal pengambilan keputusan terkait program pengembangan nuklir
Korea Utara ini, jabatan-jabatan yang diduduki oleh Kim Jong Un sangat
berpengaruh. Seperti misalnya Ketua Umum Partai Pekerja Korea yang
merupakan satu-satunya partai berkuasa di Korea Utara. Selanjutnya Komandan
Tertinggi Tentara Rakyat Korea, komisi ini bertugas mengatur dan memperkuat
militer, milisi rakyat dan semua angkatan bersenjata serta mengarahkan
pembentukan militer negara. Selanjutnya ada Komisi Pertahanan Nasional yang
sekarang berganti nama menjadi Komisi Urusan Negara, komisi ini bertanggung
jawab untuk menetapkan kebijakan penting negara untuk mengedepankan militer,
141
Takashi Sakai, 2016. North Korea’s Political System. International Circumstances
in the Asia-Pacific Series. [jurnal online] tersedia di https://www2.jiia.or.jp/en/pdf/digital_library/
korean_peninsula/160331_Takashi_Sakai.pdf diakses pada 26 November 2017 142
Ardyan, Mohamad, Kim Jong Un dapat jabatan baru, rangkap 4 posisi di
pemerintahan. [internet] tersedia di https://www.merdeka.com/dunia/kim-jong-un-dapat-jabatan-
baru-rangkap-4-posisi-di-pemerintahan.html diakses pada 22 November 2017
73
memberikan panduan terhadap seluruh angkatan bersenjata korea, menetapkan
atau menghapus bagian dari sektor pertahanan negara, serta membangun lembaga
militer dan menganugerahkan gelar militer.143
Jika mengacu pada bagan lembaga pemerintahan Korea Utara ini,
pengambilan kebijakan di Korea Utara merupakan kewenangan mutlak pemimpin
tertinggi yakni Kim Jong Un. Sementara Partai Pekerja Korea, Komisi Pertahanan
Nasional dan Majelis Tertinggi Rakyat hanya memberikan pertimbangan
keputusan saja.
Gambar IV.3. Struktur Kekuasaan di Korea Utara
Sumber: Andrew L. Peek, The Fiscal Times, 2014.144
143
Country Studies, Organization of the Government. [internet] tersedia di
http://countrystudies.us/north-korea/59.htm diakses pada 24 November 2017.
74
Paradigma neoclassical realisme berpendapat bahwa sistem internasional
yang diterjemahkan oleh intervening variable merupakan salah satu faktor
penentu dalam mewujudkan kebijakan luar negeri. Kebijakan luar negeri Korea
Utara tidaklah melalui kesepakatan antara pemerintah eksekutif dan legislatifnya,
tetapi kebijakan politik luar negerinya cenderung monolitik. Sehingga, faktor
persepsi elit pemimpinnya yang melihat sistem internasional menjadi salah satu
faktor dominan dalam mempengaruhi kebijkan luar negeri Korea Utara.145
Sebelum intervening variable mengambil suatu kebijakan, hal yang paling
penting untuk dipertimbangkan adalah berkaitan dengan material power yang
dimiliki negara tersebut. Pada pembahasan selanjutnya ini akan dibahas mengenai
material power yang dimiliki Korea Utara sehingga menjadi pertimbangan bagi
Kim Jong Un dalam mengambil suatu kebijakan.
2. Relative Material Power Korea Utara
a. Kekuatan Militer Korea Utara
Tentara aktif Korea Utara berjumlah sekitar 1.300.000 orang sedangkan
jumlah tentara cadangannya sekitar 4.700.000 orang. Jumlah tank yang dimiliki
Korea Utara sebanyak 3500 tank. Selanjutnya jumlah artileri yang dimiliki
sebanyak 17.900, sedangkan senjata lainnya berjumlah sekitar 3.060. Jumlah
helikopter yang dimiliki Korea Utara berkisar antara 500 sampai 800 unit. Kapal
selam yang dimiliki oleh Angkatan Laut Korea Utara berjumlah 63 unit, serta
144
Andrew L. Peek, China Knows Why Kim Jong Un Will Never Die. [internet] tersedia
di https://www.thefiscaltimes.com/Columns/2014/10/22/China-Knows-Why-Kim-Jong-Un-Will-
Never-Die diakses pada 03 November 2017 145
Kongdan, Oh and Ralph C, Hassing, 2000. North Korea: Through the Looking Glass.
The Bookings Institution.
75
kapal amphibi sejumlah 261 unit. Korea Utara juga memiliki pesawat pembom
sekitar 80 unit, jet tempur 440 unit, dan pesawat transportasi sebanyak 215 unit.146
b. Senjata Pemusnah Massal dan Nuklir Korea Utara
Senjata pemusnah massal meliputi senjata kimia, biologi, radiologi dan
nuklir.147
Korea Utara hanya meratifikasi konvensi terkait larangan senjata biologi
pada 1987 (Convention on the Prohibition of the Development, Production and
Stockpiling of Biological and Toxin Weapons and on Their Destruction), namun
negara ini belum meratifikasi konvensi terkait larangan senjata kimia (Convention
on the Prohibition of the Development, Production and Stockpiling and Use of
Chemical Weapons and on Their Destruction).148
.
146
North Korea Military Stats. Nation Master. 2007. [internet] Tersedia di
http://www.nationmaster.com/country-info/profiles/North-Korea/Military diakses pada Sabtu, 15
Juli 2017. 147
Anthony H. Cordesmen, 2016. North Korean Nuclear Forces and the Threat of
Weapons of Mass Destruction in Northeast Asia. Center For Strategic & International Studies, hal.
4 148
UN Security Council, “Report S/2010/571,” May 12, 2010), [internet] tersedia di
http://www.securitycouncilreport.org. Diakses pada Sabtu, 15 Juli 2017.
76
Gambar IV.4. Lokasi Fasilitas Senjata Kimia Korea Utara
Sumber : International Crisis Group, North Korea’s Chemical and Biological
Weapons Programs, Asia Report No. 167, 23
Selain senjata kimia, Korea Utara juga memiliki senjata biologi yang juga
tersebar di sejumlah wilayahnya. Meskipun jumlahnya tidak sebanyak senjata
kimia, namun senjata biologi ini juga terus dikembangkan oleh Korea Utara.
Adapun perkiraan lokasi persebaran senjata biologi Korea Utara adalah sebagai
berikut:
77
Gambar IV.5. Lokasi Fasilitas Senjata Biologi Korea Utara
Sumber : Chipman, “North Korea‟s Chemical and Biological Weapons (CBW)
Programs, 2016.149
Selain mengembangkan senjata kimia dan biologi, Korea Utara juga
mengembangkan senjata pemusnah massal lainnya seperti nuklir. Jenis nuklir
dibagi menjadi dua macam yakni bom atom dan bom hidrogen. Aspek teknis bom
hidrogen sangat canggih melebihi bom atom, sehingga untuk dapat
memproduksinya harus melakukan uji coba nuklir beberapa kali. Sehingga,
awalnya tidak ada yang menduga bahwa teknologi Korea Utara mampu membuat
bom hidrogen.150
149
Chipman, “North Korea‟s Chemical and Biological Weapons (CBW) Programs,”
North Korea’s Weapons Programs, 57. 150
Hu Side, Sun Xiangli, Wu Jun, 2003. On the Nuclear Issue of North Korea. The XV
International Amaldi Conference in Helsinki, hal 2.
78
Terdapat beberapa macam instalasi-instalasi nuklir berbahan dasar
plutonium yang dioperasikan oleh Korea Utara, diantaranya adalah sebuah reaktor
Scud-B. Jenis nuklir ini dikembangkan sekitar tahun 1950 dengan kapasitas
sekitar 5 Mega Watt. Instalasi ini mampu menghasilkan bahan bakar uranium
yang cukup untuk memproduksi sekitar 7 kilogram plutonium setiap tahun. Pada
bulan Mei 1994, Korea Utara menghentikan reaktor tersebut dan memindahkan
8000 balok bahan bakar yang dapat diproses menjadi plutonium yang bisa
dijadikan 4-6 senjata nuklir.151
Selanjutnya pada 1984 bertempat di Yongbyon dan Taechon dibangun dua
reaktor lebih besar yaitu Hwasong-5 dan Hwasong-6. Reaktor ini diperkirakan
memiliki kapasitas sebesar 50 MW dan 200 MW. Korea Utara kembali berhasil
mengembangkan nuklirnya yang diberi nama Nodong-1 pada 1993. Misil ini
memiliki jangkauan sekitar 1350-1500 KM. Pada 1998 Korea Utara mencoba
menambah jangkauan misil ini menjadi 3000 KM yang mana hal ini dapat
menjangkau seluruh wilayah Korea Selatan dan Jepang.152
Korea Utara terus mengembangkan program nuklirnya dengan menambah
jangkauannya menjadi sekitar 2500 KM. Nuklir ini diberi nama Taepodong-1
yang merupakan pengembangan dari rudal Nodong yang dikembangkan pada
awal tahun 2000. Selain itu Korea Utara juga mengembangkan nuklirnya yang
memiliki daya jangkauan sejauh 3000-3200 KM yang diberi nama Taepodong-2.
151
ROK Ministry of National Defense (MND), The Defense White Paper 2008. Seoul:
Ministry of National Defense, hal 38 152
ROK Ministry of National Defense (MND), The Defense White Paper 2008, hal. .30
79
Nuklir ini diperkirakan mampu menjangkau wilayah Amerika Serikat bagian
Barat.153
Gambar IV. 6. Lokasi Fasilitas Nuklir Korea Utara
Sumber : Chipman, North Korea’s Weapons Programs, hal. 45, 2016.
Dalam konflik yang terjadi di Semenanjung Korea, hampir semua pihak
merasa bahwa negaranya berada dalam posisi yang terancam. Sehingga, penting
untuk melihat persepsi ancaman pada data kekuatan militer dunia baik dari sisi
besaran anggaran militer, jumlah personil maupun jumlah peralatan perang yang
153
ROK Ministry of National Defense (MND), The Defense White Paper 2010. Seoul:
Ministry of National Defense, hal. 35
80
dimilki. The Center for Arms Control and Non-proliferation merilis data sebagai
berikut:154
Gambar. IV.7. 25 Negara dengan Militer Terkuat di Dunia
Sumber: Global Firepower, The Center for Arms Control and Non-Proliferation,
2016
Jika mengacu pada data diatas maka dapat dilihat bahwa Amerika Serikat
dan sekutunya di Asia Timur masih lebih dominan dibandingkan Korea Utara.
Amerika Serikat masih menempati posisi pertama sebagai negara dengan militer
terkuat, Jepang berada pada peringkat 7, Korea Selatan menempati peringkat 11,
154
Skye Gould dan Paul Szoldra, 2017. The 25 Most Powerful Militaries in the World.
[internet] tersedia di http://www.businessinsider.com/the-worlds-most-powerful-militaries-2017-
3/?IR=T diakses pada Selasa, 24 Oktober 2017.
81
sedangkan Korea Utara menempati posisi ke 25. Sehingga, potensi ancaman
sebetulnya lebih besar datangnya dari Amerika Serikat dan sekutunya
dibandingkan Korea Utara. Hal inilah yang juga mendorong Korea Utara harus
meningkatkan kapabilitas militernya.
3. Persepsi Intervening Variable Terhadap Larangan Uji Coba dan
Pengembangan Nuklir Korea Utara
Gideon Rose menjelaskan bahwa respon suatu negara terhadap lingkungan
eksternalnya tergantung pada bagaimana persepsi seorang pembuat kebijakan
dalam melihat fenomena internasional yang terjadi. Dalam istilah paradigma
neoclassical realisme pembuat kebijakan ini disebut sebagai intervening variable.
Sehingga, dapat disimpulkan alur terbentuknya kebijakan suatu negara
berdasarkan paradigma neoclassical realisme berawal dari adanya pressure pada
level sistem yang kemudian dipersepsikan oleh intervening variable pada unit
level domestik. Sehingga, systemic pressure tidak langsung membentuk kebijakan
luar negeri, melainkan diterjemahkan terlebih dahulu oleh intervening variable
yang juga dipengaruhi oleh adanya perception, identities, dan state structure.155
Alur terbentuknya kebijakan luar negeri berdasarkan paradigma neoclassical
realism dapat dilihat pada gambar IV.8 berikut ini:
155
Gideon Rose, Oktober 1998. Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy.
World Politics, hal. 156.
82
Gambar IV.8. Neoclassical Realism Foreign Policy Analysis
Sumber: Gideon Rose, Neoclassical Realims and Theories, 1998.
Berdasarkan paradigma neoclassical realism yang dikutip oleh Lindemann
bahwa ada dua persepsi yang mempengaruhi intervening variable dalam
mengambil kebijakan yakni threat perception dan perception of power
distribution.156
Dalam konteks uji coba nuklir Korea Utara, Kim Jong Un sebagai
intervening variable mempersepsikan Amerika Serikat dan sekutunya sebagai
ancaman.
Dalam teori hubungan internasional terdapat beberapa cara bagi suatu negara
dalam mengatasi ancaman dari negara lain. Salah satu cara yang digunakan aktor
negara adalah dengan melakukan balancing terhadap negara yang mengancam
tersebut. Ada dua tipe balancing, yakni internal dan eksternal. Balancing internal
yakni suatu negara akan berusaha meningkatkan kapabilitas militer dan
kemampuan ekonomi demi mengurangi kesenjangan kekuatan dengan negara
yang berpotensi menjadi ancaman. Sedangkan balancing eksternal adalah suatu
156
Alexander, Lindemann. Cross-Strait Relations and international organizations
“Taiwan’s Participations in IGOs in the Context of its Relationship with China. Springer Sciences
& Business Media, 2014. Hal. 39
Systemic Pressure Foreign Policy
Intervening Variable
Perception Identities State Structure
Perception of Threat Perception of Power
Elite Belief System Nationalism
Ideology
Organizational Structure
Decision – Making Process
83
negara bergabung dengan beberapa negara yang lain untuk membentuk kekuatan
penyeimbang bagi negara yang mengancam tersebut.157
Selanjutnya faktor yang juga sangat mempengaruhi intervening variable
dalam mengambil keputusan adalah faktor identitas yang berupa elite belief
systems, ideas, nationalism dan ideology. Ideologi yang dipegang teguh oleh
Korea Utara dinamakan Juche. Ideologi ini juga yang membentuk rasa
nasionalisme bagi warga Korea Utara. Ideologi ini pertama kali disampaikan oleh
Kim Il Sung yang memiliki makna bahwa revolusi dan pembangunan ada
ditangan rakyat, dan rakyat berhak untuk menentukan nasibnya sendiri. Isi pokok
dari ideologi Juche ini adalah independen di bidang politik, self reliance di bidang
ekonomi dan self defence di bidang pertahanan dan keamanan.158
Selain itu doktrin ideologi yang diterapkan adalah songun yang diterapkan
pada masa Kim Jong Il. Songun merupakan doktrin kebijakan yang
mengedepankan kekuatan militer (military first)159
. Selanjutnya pada masa Kim
Jong Un juga mengeluarkan suatu doktrin kebijakan yang dinamakan Byungjin.
Doktrin Byungjin ini merupakan suatu kebijakan yang mencoba untuk
memperkuat ekonomi namun juga disatu sisi mengembangkan kekuatan
militernya.
Pada 31 Maret 2013, Pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un
mengeluarkan kebijakan Byungjin Policy. Kebijakan ini memfokuskan Korea
157
Kenneth N. Waltz, 1979. Theory of International Politics. Boston, Massachusetts :
Mass Addision –Wesley Pub . Co, p.p 118 158
Kedutaan Besar Republik Indonesia di Pyongyang. Profil Korea Utara. [internet]
tersedia di https://www.kemlu.go.id/pyongyang/id/Pages/Korea-Utara.aspx diakses pada 3
November 2017. 159
Korean Friendship Association, Songun Politics. [internet] tersedia di
http://www.korea-dpr.com/songun.html diakses pada 22 Oktober 2017
84
Utara untuk mengembangkan ekonomi dan diiringi peningkatan kapasitas
nuklirnya. Karena adanya kebijakan peningkatan kapabilitas nuklirnya ini, Korea
Utara terus melakukan uji coba nuklirnya dan mengabaikan sanksi DK PBB
terhadap negaranya. Sebagaimana poin-poin dalam Resolusi DK PBB meminta
untuk Korea Utara menghentikan segala kebijakannya yang berkaitan dengan
pengembangan nuklir.160
Penolakan Korea Utara terhadap sanksi DK PBB 2270 secara umum tidak
terlepas dari sikap independen Korea Utara untuk menerapkan kebijakan Byungjin
Policy pada masa pemerintahan Kim Jong Un.161
Kebijkan luar negeri Korea
Utara terkait pengembangan nuklirnya sudah sangat jelas yakni untuk kepentingan
damai bukan untuk melakukan penyerangan terlebih dahulu. Oleh karena itulah
Korea Utara menunjukan sikap tegasnya dengan melakukan penolakan terhadap
Resolusi DK PBB 2270.162
Jika melihat gagasan utama dari doktrin ideologi juche, songun dan juga
byungjin, ketiganya memiliki kesamaan yakni dalam hal meningkatkan
kapabilitas militernya. Sehingga dorongan dari faktor ideologi yang
mempengaruhi intervening variable ini semakin menegaskan bahwa Korea Utara
tidak akan menghentikan pengembangan dan uji coba nuklirnya. Hal ini juga
160
North Korean Economy Watch, North Korea assesses three years of Byungjin Policy.
[internet] tersedia di http://www.nkeconwatch.com/2016/04/14/north-korea-assesses-three-years-
of-byungjin-policy/ diaksespada 29 Oktober 2017. 161
Bintoro, Agung, Kim Jong Un sebut senjata nuklir jamin kedaulatan. [internet] tersedia
di https://www.cnnindonesia.com/internasional/20171008144459-113-246924/kim-jong-un-sebut-
senjata-nuklir-jamin-kedaulatan/ diakses pada 22 November 2017 162
Benjamin, Katzeff Silberstein, North Korea’s ICBM Test, Byungjin and the Economic
Logic. [internet] tersedia di https://thediplomat.com/2017/07/north-koreas-icbm-test-byungjin-and-
the-economic-logic/ diakses pada 20 November 2017.
85
menjadi bukti bahwa Korea Utara mampu mandiri tanpa ada intervensi dari
negara lain maupun rezim internasional manapun.
Menurut Deuyon Kim, seorang peneliti dari Nuclear Policy Program and
Asia Program at the Carnegie Endowment for International Peace menyatakan
bahwa sampai kapanpun Korea Utara akan tetap mengembangkan program
nuklirnya.163
Hal ini juga dipertegas dengan pernyataan Kim Jong Un yang dikutip dari
media resmi miliki pemerintah Korea Utara Korean Central News Agency (KCNA)
terkait keinginan Korea Utara mengimbangi kekuatan militer Amerika Serikat dan
sekutunya :164
"...Our final goal is to establish the equilibrium of real force with the US and make the
US rulers dare not talk about military option for the DPRK. We should clearly show the big power
chauvinists how our state attain the goal of completing its nuclear force despite their limitless
sanctions and blockade”
“...Tujuan akhir kita adalah untuk membentuk kekuatan yang setara dengan Amerika
Serikat dan membuat para petinggi Amerika Serikat tidak berani untuk membicarakan tentang opsi
militer bagi Korea Utara. Kita harus tunjukan secara tegas pada negara Chauvinists (Amerika
Serikat) betapa negara kita mencapai tujuan untuk melengkapi kekuatan nuklir meskipun adanya
pembatasan berupa sanksi dan blokade.”
Pada pembahasan sebelumnya telah dipaparkan peta kekuatan militer dan
senjata yang dimiliki Korea Utara. Jika dibandingkan dengan kekuatan militer
negara-negara yang menjadi rivalnya di kawasan Asia Timur seperti Amerika
Serikat, Korea Selatan dan Jepang, kapasitas militer Korea Utara menduduki
peringkat yang paling bawah. Meskipun material power dari negara lain lebih
kuat secara kuantitas, namun menurut paradigma neoclassical realisme persepsi
dari intervening variable sangatlah berpengaruh dalam menentukan kebijakan luar
163
Jack Moore, 2016. The Response to North Korea’s H-Bomb Test Rest on China.
[internet] tersedia di http://www.newsweek.com/world-responds-north-korea-hydrogen-bomb-
china-412181 diakses pada 164
Kim Jong Un Vows Complete Nuclear Program. [internet] tersedia di
http://www.sbs.com.au/news/article/2017/09/16/kim-jong-un-vows-complete-nuclear-program
diakses pada 26 November 2017
86
negeri suatu negara. Hal ini juga ditegaskan oleh pernyataan dari pidato Kim Jong
Un terkait adanya kemungkinan ancaman dari luar:165
“...If invasive outsiders and provocateurs touch us even slightly, we will not be forgiving
in the least and sternly answer with a merciless, holy war of justice”
“...Jika para provokator dan gerakan invasif dari luar menyentuh kita meskipun sedikit
saja, tidak akan kita maafkan dan akan kita jawab dengan tanpa ampun, dengan peperangan suci
untuk sebuah keadilan.”
Dalam kasus Korea Utara ini, Kim Jong Un sebagai intervening variable
telah mempersepsikan bahwa dengan material power yang dimiliki oleh
negaranya, Korea Utara akan mampu menghadapi ancaman ataupun tekanan dari
Amerika Serikat dan sekutunya. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa Korea Utara memiliki material power berupa tentara, fasilitas senjata
kimia, biologi dan nuklir. Bahkan Korea Utara juga sudah siap dengan
kemungkinan terburuk apapun, termasuk menghadapi sanksi dari dunia
internasional. Sehingga, Korea Utara dalam hal ini tetap menolak Resolusi DK
PBB 2270 terkait uji coba dan program pengembangan nuklir yang diinisiasi oleh
Amerika Serikat dan sekutunya.
165
Levi Winchester, we are ready for war: Kim Jong Un’s New Year message to the
world. [internet] tersedia di https://www.express.co.uk/news/world/630746/North-Korea-New-
Year-message-Kim-Jong-un diakses pada 26 November 2017
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konflik yang terjadi di Semenanjung Korea memiliki akar sejarah yang
panjang. Karena letak geografisnya yang strategis menyebabkan berbagai
pertarungan ideologi dan kepentingan terjadi di kawasan ini. Gesekan kepentingan
yang terjadi di kawasan Semenanjung Korea tidak hanya melibatkan negara-
negara besar yang ada disekitarnya saja seperti Tiongkok, Rusia dan Jepang.
Tetapi dalam hal ini Amerika Serikat juga ikut mencampuri konflik yang terjadi di
Semenanjung Korea ini.
Salah satu faktor utama penyebab ketegangan yang terjadi di kawasan
Asia Timur ini adalah terkait uji coba nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara.
Dalam kurun waktu antara tahun 2006-2016 Korea Utara telah melakukan lima
kali uji coba nuklir. Bagi Amerika Serikat dan negara sekutunya, perkembangan
nuklir Korea Utara ini merupakan ancaman yang serius bagi keamanan mereka.
Sehingga segala aktivitas Korea Utara yang berkaitan dengan uji coba dan
program pengembangan nuklir harus dihentikan.
Berbagai upaya untuk menghentikan program nuklir Korea Utara ini telah
dilakukan. Mulai dari upaya yang bersifat soft diplomacy, yakni melalui forum
dialog seperti three party talks, six party talks. Selain itu juga dilakukan hard
diplomacy seperti ancaman serangan militer dan pemberian sanksi-sanksi
pelarangan perdagangan serta pembekuan aset-aset milik Korea Utara di luar
88
negeri melalui organisasi internasional seperti DK PBB. Namun Korea Utara tetap
saja melanjutkan program nuklirnya.
Sikap Korea Utara tersebut memunculkan pertanyaan terkait faktor-faktor
yang menyebabkan Korea Utara tetap menolak untuk menghentikan program
nuklirnya, meskipun Korea Utara telah mendapat sanksi yang sangat berat. Dilihat
dari konsep balance of threat ditemukan jawaban bahwa uji coba nuklir dan
program pengembangan nuklir Korea Utara adalah dalam rangka mengimbangi
ancaman dari Amerika Serikat.
Di kawasan Asia Timur dan sekitarnya, Korea Utara hanya menganggap
Amerika Serikat saja yang merupakan ancaman bagi kedaulatan negaranya.
Sementara great powers lainnya seperti Rusia dan Tiongkok bukanlah ancaman
bagi Korea Utara. Karena Amerika Serikat belum memenuhi keinginan Korea
Utara untuk diadakannya perjanjian damai yang bersifat permanen, maka Korea
Utara masih terus menggap Amerika Serikat sebagai ancaman. Sehingga,
meskipun pasca uji coba nuklirnya yang keempat Tiongkok ikut memberikan
sanksi ekonomi yang berdampak signifikan bagi Korea Utara, namun Korea Utara
tetap saja melanjutkan program nuklirnya.
Dalam menganalisa sikap penolakan Korea Utara terhadap Resolusi DK
PBB 2270 ini harus dilihat dari faktor eksternal dan internalnya. Pertama, faktor
eksternalnya adalah systemic pressure berupa latihan militer gabungan (joint
military exercise) antara Amerika Serikat dengan Korea Selatan. Selain itu juga
ada kerjasama militer antara Amerika Serikat dengan Jepang. Bagi Korea Utara
kerjasama militer antara Amerika Serikat dengan sekutunya ini jelas merupakan
89
sebuah ancaman yang menyebabkan negaranya harus memperkuat militernya juga
dengan terus melakukan pengembangan nuklirnya.
Kedua, faktor internalnya adalah pengaruh dari intervening variable di
Koea Utara. Sebagai intervening variable, keputusan Kim Jong Un juga
dipengaruhi oleh faktor sejarah yang konfliktual dengan Amerika Serikat.
Sehingga Kim Jong Un mempersepsikan Amerika Serikat dan sekutunya sebagai
ancaman. Selain itu ada juga pengaruh faktor ideologi yang diwarisi dari
kakeknya Kim Il Sung yang menggagas ideologi Juche, dilanjutkan oleh ayahnya
Kim Jong Il yang mengeluarkan gagasan songun policy, serta Kim Jong Un
sendiri yang membawa gagasan Byungjin policy. Ketiga gagasan tersebut
memiliki pandangan yang sama terkait pentingnya memperkuat militer negaranya.
Selain persepsi ancaman yang dirasakan Kim Jong Un dan faktor ideologinya,
juga didukung oleh posisi Kim Jong Un yang menjadi pemimpin tertinggi dan
memiliki kewenangan yang sangat dominan di Korea Utara.
Berdasarkan analisis menggunakan paradigma neoclassical realism bahwa
sikap Korea Utara yang menolak Resolusi DK PBB 2270 merupakan hasil dari
kebijakan Kim Jong Un sebagai intervening variable yang mentranslasikan
relative material power Korea Utara. Kim Jong Un merasa bahwa dengan
kapabilitas militer yang dimilkinya, Korea Utara tidak perlu tunduk terhadap
siapapun. Termasuk sanksi dari DK PBB yang diinisiasi oleh Amerika Serikat.
Jika melihat kasus uji coba nuklir Korea Utara ini dapatlah disimpulkan
bahwa upaya yang dilakukan oleh Korea Utara adalah untuk menjamin keamanan
dan kedaulatan nasionalnya. Persepsi ancaman bagi kemananan internasional
90
sebagaimana yang dikampanyekan oleh Amerika Serikat dan sekutunya belum
terbukti. Hingga hari ini faktanya uji coba nuklir Korea Utara belum menelan
korban. Selain itu juga pemerintah Korea Utara selalu menegaskan bahwa
serangan nuklir akan dilakukan hanya jika negaranya diserang terlebih dahulu.
B. Saran
Penelitian ini membahas faktor-faktor penolakan Korea Utara atas
Resolusi DK PBB 2270 pasca uji coba nuklirnya yang keempat tahun 2016.
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan referensi bagi peneliti
selanjutnya yang ingin membahas mengenai program nuklir Korea Utara dan
pembahasan dengan tema yang terkait. Untuk menyempurnakan penelitian ini
diharapkan peneliti selanjutnya dapat melengkapi kekurangan data primer maupun
sekunder dari sumber yang berimbang.
Lampiran I
Hasil Wawancara dengan Bapak Ir. Ristiyanto
(Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara)
Wawancara dilakukan melalui tatap muka, dilaksanakan pada Jum‟at,
24 November 2017 Pukul 14.15 WIB bertempat di Universitas Bung
Karno.
1. HS: Korea Utara menolak Resolusi DK PBB 2270 terkait uji coba
nuklirnya yang keempat tahun 2016, yang mana sanksi pada resolusi
tersebut melarang Korea Utara untuk melakukan segala aktivitasnya yang
berkaitan dengan program pengembangan dan uji coba nuklirnya. Padahal
sanksi pada resolusi tersebut sangat kompleks, bahkan Tiongkok sebagai
mitra dagang utama Korea Utara sudah ikut memberikan sanksi ekonomi.
Apa yang menyebabkan Korea Utara menolak untuk patuh pada resolusi
DK PBB tersebut?
2. BR: Pertama-tama kita harus melihat terlebih dahulu sejarah Koreea
Utara. Mulai dari Akar Perang Korea, Proses Perang Korea ketika
berlangsung dan sampai sekarang. Tidak ada perjanjian damai antara pihak
yang berperang, khususnya antara Korea Utara dengan Amerika Serikat.
Kesepakatan yang ada hanyalah perjanjian gencatan senjata, yang mana
hal tersebut bersifat sementara. Sebetulnya akar persoalanya adalah
Amerika Serikat selalu menolak permintaan dari pihak Korea Utara untuk
membuat suatu kesepakatan damai yang sifatnya permanen dan abadi
menggantikan kesepakatan yang sifatnya sementara itu, yang disepakati
pasca Perang Korea 1953.
3. HS: Menurut bapak, sebetulnya apakah Amerika Serikat yang terancam
oleh Korea Utara ataukah sebaliknya Amerika Serikat yang mengancam
Korea Utara?
4. BR: Jadi begini, kekuatan-kekuatan imprealis atau kekuatan negara besar
yang ingin mempertahankan hegemoninya itu selalu melakukan tindakan
bar-bar. Kita bisa lihat bagaimana rezim Sadam Hussein di Irak
dihancurkan dengan alasan mempunyai senjata kimia. Juga bagaimana
rezim Moammar Qadafi di Libya, karena dianggap pembangkang oleh
Barat. Bagaimana Iran diancam. Bagaimana Afghanistan diduduki.
Bagaimana juga Somalia kemudian juga seperti itu. Ini memberikan suatu
gambaran dan kesan kepada kita semua bahwa sesungguhnya apa yang
sering didengung-dengungkan negara besar yang ingin membangun suatu
perdamaian itu sebetulnya omong kosong. Yang ada hanyalah
kepentingan-kepentingan negara besar untuk mempertahankan
hegemoninya dan juga terutama kepentingan ekonomi dan politiknya.
Kemudian ini memberikan suatu landasan berfikir bagi kita, bahwa karena
sifat-sifat negara besar yang seperti itulah membuat Korea Utara perlu
mempersiapkan dirinya untuk menghadapi ancaman-ancaman yang tidak
terduga. Jadi saya sebagai Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia-
Korea Utara mendukung sepenuhnya Korea Utara untuk mengembangkan
fasilitas nuklirnya. Kita harus lihat ini dalam rangka mempertahankan diri.
Saudara harus lihat tadi bahwa perdamaian antara Korea Utara dan
Amerika hanya bersifat sementara, selanjutnya juga kecenderungan
negara-negara Barat untuk menginvasi kapan saja. Tidak ada artinya itu
PBB, Itu kan ternyata kemudian terbukti Sadam Husein terjungkal mati
dibunuh baru terbukti bahwa Irak tidak punya senjata Kimia, tetapi semua
sudah terlambat. Bagi saya Korea Utara hebat, dia mempersiapkan dirinya
sebelum hal seperti itu menimpa mereka. Jadi menurut saya sebetulnya
Amerika Serikat atau Barat lah yang mengancam Korea Utara.
5. HS: Apakah penempatan pasukan Amerika Serikat di Korea Selatan dan
di Jepang merupakan suatu ancaman bagi Korea Utara?
6. BR: Jika kita lihat memang pasukan Amerika Serikat disana sudah ada
sejak puluhan tahun yang lalu. Pertanyaanya adalah untuk apa? Jadi
jawabannya adalah “iya” , bahwa pasukan Amerika Serikat disana
merupakan suatu ancaman. Dan sekali lagi program pengembangan nuklir
adalah upaya untuk mempertahankan diri.
7. HS: Apakah uji coba nuklir Korea Utara hanyalah bentuk gertakan untuk
mendapatkan incentive ekonomi dari pihak lain?
8. BR: Menurut saya tidak seperti itu, program nuklir ini bukanlah upaya
untuk mendapatkan bargaining ataupun pasokan energi, pangan dan
sebagainya dari negara sekitarnya. Tetapi sebetulnya saya berpendapat
bahwa hal ini adalah suatu upaya untuk mempertahankan diri terhadap
ancaman dari luar. Sekarang kalau memang negara lain sepakat untuk
tidak memberikan incentive, logikanya Korea Utara akan mati. Tetapi kan
faktanya tidak, dan Korea Utara tetap melakukan uji coba nuklirnya.
9. HS: Apakah Korea Utara dalam hal ini terikat dengan Tiongkok atau
Rusia atau negara disekitarnya?
10. BR: Tidak terikat. Tetapi pengertian tidak terikat bukan dalam artian
murni tidak terikat. Tetapi kan secara geopolitik dia ada dikawasan
tersebut, sehingga memungkinkan untuk menjalin relasi dengan China,
Rusia juga Pakistan. Dan itu adalah hal yang wajar, tetapi program nuklir
Korea Utara ini tidak dapat dihentikan oleh apapun, karena memang ini
merupakan suatu kebutuhan yang mendasar dalam rangka memperkuat
pertahanan negaranya.
Lampiran II
Daftar Kapal Korea Utara yang diberi Sanksi
NO NAMA KAPAL NOMOR IMO KAPAL
1 Chol Ryong (Ryong Gun Bong) 8606173
2 Chong Bong (Greenlight/Blue Nouvelle) 8909575
3 Chong Rim 2 8916293
4 Dawnlight 9110236
5 Ever Bright 88 (J Star) 8914934
6 Gold Star 3 (Benevolence 2) 8405402
7 Hoe Ryong 9041552
8 Hu Chang (O Un Chong Nyon) 8330815
9 Hui Chon (Hwang Gum San 2) 8405270
10 JH 86 8602531
11 Ji Hye San ((Hyok Sin 2) 8018900
12 Jin Tal 9163154
13 Jin Teng 9163166
14 Kang Gye (Pi Ryu Gang) 8829593
15 Mi Rim 8713471
16 Mi Rim 2 9361407
17 O Rang (Po Thong Gang) 8829555
18 Orion Star (Richoecean) 9333589
19 Ranam 2 8625545
20 Ranam 3 9314650
21 Ryo Myong 8987333
22 Ryong Rim (Jong Jin 2) 8018912
23 Se Pho (Rak Won 2) 8819017
24 Songjin (Jang Ja San Chong Nyon Ho) 8133530
25 South Hill 2 8412467
26 South Hill 5 9138680
27 Tan Chon (Ryong Gang 2) 7640378
28 Thae Pyong San (Petrel 1) 9009085
29 Tong Hung San (Chong Chon Gang) 7937317
30 Grand Karo 8511823
31 Tong Hung 1 8661575
Sumber : United Nation Security Council, Resolution 2270, 2016.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Baalke, Caitlin. A Political and Historic Analysis of the Relationship between the
United States and Saudi Arabia, 2014.
Bridges, Brian. Japan and Korea in the 1990s From Antagonism to Adjusment.
Great Britain at the University Press. Cambridge: Edward Elgar Publishing
Company, 1993.
Chipman, “North Korea‟s Chemical and Biological Weapons (CBW) Programs,”
North Korea’s Weapons Programs.
Creswell, JW. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches, SAGE
Publications Inc, Thousand Oaks. (1994).
Daejung, Kim. Regional Denuclearization: The NPT, Nuclear Weapon Free Zone,
and North Korea. Washington, D.C, 2011.
Hu Side, Sun Xiangli, Wu Jun. On the Nuclear Issue of North Korea. The XV
International Amaldi Conference in Helsinki, 2003.
Kennan, George F. American diplomacy 1900-1950, Chicago University Press,
1951.
Keohane, Robert O. Neorealism and Its Critics. New York: Columbia University
Press, 1986.
Lindemann, Alexander. Cross-Strait Relations and international organizations
“Taiwan’s Participations in IGOs in the Context of its Relationship with
China. Springer Sciences & Business Media, 2014.
Kongdan, Oh and Ralph C, Hassing. North Korea: Through the Looking Glass.
The Bookings Institution, 2000.
Lee, Ik-Sang. Recent Development in North Korea. Republic of Korea: Naewoe
Press, 1991.
Lobell, Steven E, Norrin M. Ripsman, and Jeffrey W. Taliaferro,. Neoclassical
realisme, the state and Foreign Policy. New York : Cambridge University
Press, 2009.
LV, Neuman. Basic of Social Research: Quantitative and Qualitative Approaches,
Pearson: University of Wisconsin-White Water, (2012).
ROK Ministry of National Defense (MND), The Defense White Paper 2008.
Seoul: Ministry of National Defense, 2008.
Rose, Gideon. Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy. World
Politics, Oktober 1998.
Sukmadinata. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,
2006.
T.V. Paul, J.J. Wirtz & M. Fortman. balance of power, Theory and Practice in the
21st Century. Stanford: Stanford University Press, 2004.
Walt, M. Stephen. “Testing Theories of Alliance Formation: The Case of
Southwest Asia.” International Organization, Vol.42, No.2. (Spring, 1988).
Waltz, Kenneth N. Theory of International Politics. Boston, Massachusetts : Mass
Addision –Wesley Pub . Co, 1979.
Wanandi, Jusuf. “Relationship of the Great Powers in the Asia Pasific:
Indonesia‟s Future Strategic Environment,” (Jakarta: CSIS, 1996).
Webster, Merriam. Nuclear Nonproliferation Treaty in Merriam Webster’s
Colligiate Encyclopedia. USA: Merriam Webster Inc, 2000.
Zakaria, Fareed. From Wealth to Power: The Unusual Origins of America's
World Role. Princeton, N.J: Princeton University Press, 1998.
B. Artikel, Jurnal, Skripsi
Berger, Andrea. From Paper to Practice: The Significance of New UN Sanctions
on North Korea, Arms Control Association, (2016).
Bock, Andreas. "Balancing for (in)security: an analysis of the Iranian nuclear
crisis in the light of the Cuban missile crisis." Perceptions, Center for
Strategic Research, (vol. 19, no. 2, 2014), p. 113
Cha, Victor and Ellen Kim. “North Korea’s Third Nuclear Test,” Center For
Strategic & International Studies, (2013).
Cordesman, H Anthony. North Korean Nuclear Force and TheThreat of Weapons
of Mass Destruction in Northeast Asia, Center for Strategic and
International Studies (CSIS). (2016). hal; 28.
Eberstadt, Nicholas and Joseph P. Ferguson, “The Korean Nuclear Crisis: On to
the Next Level,” in Strategic Asia 2003-2004: Fragility and Crisis, Seattle:
National Bureau of Asian Research, (2003), Hal. 148.
Emma, Avery & Rinehart Ian E. U.S-Japan Alliance. Congressional Research
Service. (2013)
Federovsky, A. North Korea After Third Nuclear Test. Institute of World
Economy and International Relation (IMEMO), (2013) hal 113.
Foster-Carter, Aidan.“South Korea-North Korea Relations: Pyongyang’s Bang
Explodes Hope” Comparative Connections, (Vol. 17, No. 3 2016), hal. 89
Gray, Colin. The Arm Race Phenomenon. Dalam Bilveer Singh, The Chalenge of
Conventional arms Proliferation in East Asia, CSIS, Jakarta. 1995.
Hague, Bruce A. W. A. M. O. The US-Japan Alliance: Sustaining the
Transformation. “Joint Force Quarterly I. Hal. 61 Institute of Oriental
Culture, University of Tokyo (2007).
Hildreth, Steven A. North Korean Ballistic Missile Threat to the United States,
Congressional Research Service 7-5700.
Kim S, Samuel. The Changing Role of China on the Korean Peninsula.
International Journal of Korean Studies. (Vol. IIX, No. 1, 2004). hal. 18.
Larry A. Niksch, North Korea’s Nuclear Weapons Development and Diplomacy,
Congressional Research Service, (2009) hal. 1
McDougall, Derek. The International Politics of the New Asia Pacific. Singapore :
Institute of Southeast Asian Studies, (1997) Hal. 36
Milo Minnich, James. The Denuclirization of North Korea : The 1994 Agreed
Framework From Penning to Present and Alternative Options. [Thesis]
Kansas, (2002) hal. 30
Moore, J. Gregory. How North Korea Threatens China’s Interest: Understanding
Chinese Duplicity on The North Korean Nuclear Issu. International Relation
of the Asia Pacific, Volume 8 (2008).
Nabil, Muhammad. Diplomasi Multilateral Six Party Talks Dalam Proses
Denuklirisasi Korea Utara Periode 2003-2009.Program Studi Hubungan
Internasional. FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (2014).
Nikitin, Mary Beth. North Korea’s Nuclear Weapons: Technical Issues, hal. 14.
Noerper, Stephen. US-Korea Relations: Summitry, Strength, and a Fourth
Nuclear Test. Comparative Connections, Vol. 17, No. 3. 2016, hal.
Pinkston, Daniel A. “The North Korean Balistic Missile Program”, Strategic
Studies Institute (2008):hal. 47.
Pollack, Jonathan D. The United States, North Korea, and The End of The Agreed
Framework. Naval War College Review, Summer Vol. LVI (2003) No.3
Revere, Evans J.R. North Korea's Latest Challenges: What is to be done?, Issues
& Insights, vol. 9, No. 5, Pacific Forum CSIS, Honolulu, (2009).
U.S Delegation to the 2010 Nuclear Nonproliferation Treaty Review Conference.
Treaty on the Nonproliferation of Nuclear Weapons, (2010) hal. 4
US Military Defense. Sustaning US Global Leadership : Priorities For 21st
Century Defense. (2012).
Utari, Siska Tri. Resolusi Dewan Keamanan (DK PBB) nomor 2087 Tahun 2013
Terkait Peluncuran Rudal Korea Utara. Program Studi Hubungan
Internasional, FISIP Universitas Jember. (2015).
Ying, Fu. The Korean Nuclear Issue: Past, Present and Future A Chinese
Perspective, Jhon.L Thornton China Center at Brookings, Strategy Paper,
(2017). hal. 9
Yoong, Eric and Joong Lee. The Six Party Talks and The North Korean Nuclear
Dispute Resolution Under The IAEA Safeguards Regime. Asian-Pacific Law
& Policy Jurnal, (Vol.5 2004) hal. 107
Zhang, Hui. North Korea’s Third Nuclear Test: Plutonium or Highly Enriched
Uranium? Harvard Kennedy School , Belfer Center for Science and
International Affairs, (2013).
C. Internet
Ardyan, Mohamad. “Kim Jong Un dapat jabatan baru, rangkap 4 posisi di
pemerintahan.” [internet] tersedia di https://www.merdeka.com/dunia/kim-
jong-un-dapat-jabatan-baru-rangkap-4-posisi-di-pemerintahan.html diakses
pada 22 November 2017
BBC News. “Profile : North Korean Leader Kim Jong Un.” [internet] tersedia di
http://www.bbc.com/news/world-asia-pacific-11388628 diakses pada 24
November 2017.
BBC. “American Forces in South Korea and the Wider Region.” [internet]
tersedia di http://www.bbc.com/news/world-asia-41174689 diakses pada
Senin 23 Oktober 2017.
BBC. “North Korea nuclear tests: what did they achieve?”. [internet] tersedia di;
http://www.bbc.com/news/world-asia-17823706 diakses pada 04 Oktober
2016.
Benjamin, Katzeff Silberstein. “North Korea‟s ICBM Test, Byungjin and the
Economic Logic.” [internet] tersedia di
https://thediplomat.com/2017/07/north-koreas-icbm-test-byungjin-and-the-
economic-logic/ diakses pada 20 November 2017.
Beth Nikitin, Mary. Implementation of U.N. Security Council Resolution 1874,
NAPSNet Special Reports. [internet] tersedia di
http://nautilus.org/napsnet/napsnet-special reports/implementation-of-u-n-
security-council-resolution-1874/ diakses pada Sabtu 15 Juli 2017
Bintoro, Agung. “Kim Jong Un sebut senjata nuklir jamin kedaulatan.” [internet]
tersedia di https://www.cnnindonesia.com/internasional/20171008144459-
113-246924/kim-jong-un-sebut-senjata-nuklir-jamin-kedaulatan/ diakses
pada 22 November 2017
Broad, William J. 2013. A secretive Country Gives Experts Few Clues to Judge Its
Nuclear Program, New York Times. [internet] tersedia di
http://www.nytimes.com/2013/02/13/world/asia/ despite-claims-of-third-
blast-north-korean-nuclear-program-remains-a-mystery.html diakses pada
Selasa, 4 Juli 2017.
Bunkall, Alistair. 2016. North Korea H-Bomb Test : China‟s Response Key.
[internet] tersedia di http://news.sky.com/story/north-korea-h-bomb-test-
chinas-response-key-10128798 diakses pada Senin, 24 Juli 2017.
Bunn, George. 2003. The Nuclear Nonproliferation Treaty : History and Current
Problems. dalam http://www.armscontrol.org/ act/2003_12/bunn diakses
pada Jum‟at 14 Juli 2017
CFR. ”The China-North Korea Relationship”. [internet] tersedia di;
http://www.cfr.org/china/china-north-korea-relationship/p11097 diakses
pada 08 Oktober 2016.
Chosunilbo, Sanctions Slash Chinese Import of N.Korean Products. [internet]
tersedia di http://eng lish.chosun.com/site/da
ta/html_dir/2016/05/25/2016052501146.html diakses pada 08 Oktober
2016.
CNN. “Fact Sheet : Bush‟s Axis of Evil, 2002.” [internet] Tersedia di
http://edition.cnn.com/2002/US/01/30/ret.axis.facts/index.html diakses pada
Minggu, 16 Juli 2017
Country Studies, Organization of the Government. [internet] tersedia di
http://countrystudies.us/north-korea/59.htm diakses pada 24 November
2017.
CTBTO. “Comprehensive Nuclear –Test Ban Treaty Organization, 2006. 9
October 2006-First DPRK Nuclear Test.” [internet] tersedia di
https://www.ctbto.org/specials/testing-times/9-october-2006-first-dprk-
nuclear-test diakses pada Jum‟at 7 Juli 2017
Davenport, Kelsey. “Nuclear Weapons: Who Has What at a Glance”. [Internet]
tersedia di https://www.armscontrol.org/factsheets/Nuclearweaponswhoha
swhat . diakses pada 04 Januari 2017.
East Asia Forum. “Russia shows little concern of North Korean nukes (for now).”
[internet] tersedia di http://www.eastasiaforum.org/2013/03/03/russia-
shows-little-concern-over-north-korean-nukes-for-now/ diakses pada Kamis
27 Juli 2017 pukul 20:15 WIB
FAS. North Korea Second Nuclear Test: Implications of U.N Security Council
Resolution 1874. Tersedia di https://www.fas.org/sgp/crs/nuke/R40684.pdf;
[internet]; diakses pada 03 Oktober 2016.
FMPRC. “Ministry of Foreign Affairs of The People‟s Republik of China, 2007.
The Fifth Round of Six-Party Talks in Beijing; Initial Action for the
Implementation of the Joint Statement.” [internet] tersedia di
http://www.fmprc.gov.cn/mfa_eng/
topics_665678/fifth_665830/t297463.shtml diakses pada Kamis, 20 Juli
2017
FMPRC. “Ministry of Foreign Affairs of The People‟s Republik of China, 2005.
The Fourth Round of Six-Party Talks in Beijing Concludes with the
Adoption of a Joint Statement.” [internet] tersedia di
http://www.fmprc.gov.cn/mfa_eng/topics_665678/
dslbj_665832/t213355.shtml diakses pada Kamis 20 Juli 2017
Garrison, Yongsan. “CFC to begin Ulchi Freedom Guardian 2015” [internet]
tersedia di http://www.usfk.mil/Media/ News/Article/613688/cfc-to-begin-
ulchi-freedom-guardian- 2015/ diakses pada 2 November 2017.
Gould, Skye dan Paul Szoldra. “The 25 Most Powerful Militaries in the World.”
[internet] tersedia di http://www.businessinsider.com/the-worlds-most-
powerful-militaries-2017-3/?IR=T diakses pada Selasa, 24 Oktober 2017.
Harnden, Toby. 2009. President Barack Obama Calls for a Nuclear Free World
in Prague Speech. [internet] tersedia di
http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/barackobama/5109810/Preside
nt-Barack-Obama-calls-for-a-nuclear-free-world-in-Prague-speech.html
diakses pada Sabtu, 1 Juli 2017
Jie-Ae, Sohn. “North Korea Pledges to Test Nuclear Bomb.” [internet] tersedia di
http://edition.cnn.com/2006/WORLD/asiapcf/10/03/nkorea.nuclear/index.ht
ml diakses pada kamis 15 Juli 2017.
Jiha, Ham. “View Mixed on China‟s Response to North Korea Nuclear Test.”
[internet] tersedia di https://www.voanews.com/a/ views-mxed-china-
response-north-korea-nuclear-test/3137905. html diakses pada 24 Juli 2017
pukul 12:09 WIB.
Ju-min, Park and Mark Hosenball, 2016. North Korea test draws threat of
sanctions despite H-bomb doubts.[internet] tersedia di
http://www.reuters.com/article/us-northkorea-nuclear-
idUSKBN0UK0G420160106 diakses pada Selasa 25 Juli 2017
Katz, Katrin. “key resolve and foal eagle: past as prologue on the peninsula?”
[internet] tersedia di https://amti.csis.org/key-resolve-and-foal-eagle/
diakses pada 29 Oktober 2017
Kedutaan Besar Republik Indonesia di Pyongyang. Profil Korea Utara. [internet]
tersedia di https://www.kemlu.go.id/pyongyang/ id/Pages/Korea-Utara.aspx
diakses pada 3 November 2017.
Khlopkov, Anton. “The North Korean Nuclear Test:The Russian Reaction.”
Bulletin of The Atomic Scientists. [internet] tersedia di
http://thebulletin.org/north-korean-nuclear-test-russian-reaction diakses
pada Rabu 27 Juli
Klingner, Bruce. 2007. Banco Delta Asia Ruling Complicates North Korean
Nuclear Deal. The Heritage Foundation. [internet] tersedia di
http://www.heritage.org/asia/report/banco-delta-asia-ruling-complicates-
north-korean-nuclear-deal diakses pada Kamis 20 Juli 2017
Korean Friendship Association, Songun Politics. [internet] tersedia di
http://www.korea-dpr.com/songun.html diakses pada 22 Oktober 2017.
L Peek, Andrew. “China Knows Why Kim Jong Un Will Never Die.” [internet]
tersedia di https://www.thefiscaltimes.com/ Columns/2014/10/22/China-
Knows-Why-Kim-Jong-Un-Will-Never-Die diakses pada 03 November
2017
Liang, Xiaodon. 2012. “The Six-Party Talks at Glance. Arms Control
Association.” [internet] tersedia di https://www.armscontrol.org/
factsheets/6partytalks diakses pada Senin, 17 Juli 2017
Lukin, Artyom. “Kim Jong Un Vows Complete Nuclear Program.” [internet]
tersedia di http://www.sbs.com.au/news/ article/2017/09/16/kim-jong-un-
vows-complete-nuclear-program diakses pada 26 November 2017
Lukin, Artyom. “Russia shows little concern of North Korean nukes (for now).”
East Asia Forum. [internet] tersedia di
http://www.eastasiaforum.org/2013/03/03/russia-shows-little-concern-over-
north-korean-nukes-for-now/ diakses pada Kamis 27 Juli 2017
Lyn Pesce, Nicole. 2016. H-Bombs Versus A-Bombs: What You Need to Know.
Daily News. [internet] tersedia di
http://www.nydailynews.com/news/world/h-bombs-a-bombs-article-
1.2487112 diakses pada Rabu, 12 Juli 2017
McKirdy, Euan. “North Korea announces it conducted nuclear test”. [internet]
tersedia di;http://edition.cnn.com/2016/01/05/asia/north-korea-seismic-
event/ Diakses pada 07 Oktober 2016.
Miller, Steve. “World Condemns North Korea Accelerating nuclear Program".
[internet] tersedia di http://www.voanews.com/a/world-condemns-north-
korea-accelerating-nuclear-program/3522028.html diakses pada 03 April
2017.
Ministry of Foreign Affairs of Japan. “Statement by H.E. Ambassador Yukio
Takasu Permanent Representative of Japan to the United Nationat the
Meeting of The Security Council on nonproliferation/DPRK.” [internet]
tersedia di http://www.mofa.go.jp/announce/speech/un2009/un0906.html
diaksees pada Rabu 19 Juli 2017 pukul 21:07 WIB
Ministry of Foreign Affairs of Japan. “Statement by Mr. Fumio Kishida, Minister
For Foreign Affairs, on the Adoption of a Resolution by the United Nation
Security Council Concerning the nuclear test and the ballistic missile launch
conducted by North Korea.” [internet] tersedia di
http://www.mofa.go.jp/press/release/press4e_001060.html diaksees pada
Rabu 19 Juli 2017
Moore, Jack. “The Response to North Korea‟s H-Bomb Test Rest on China.”
[internet] tersedia di http://www.newsweek.com/world-responds-north-
korea-hydrogen-bomb-china-412181diakses pada 22 Agustus 2017
Mortimer, Caroline. “China Bans All Coal Imports From North Korea, Severing
Major Financial Lifeline For Regime.” [internet] tersedia di
http://www.independent.co.uk/news/world/asia/china-north-korea-
sanctions-coal-economics-nuclear-tests-kim-jong-nam-donald-trump-
a7587931.html diakses pada
Mustafaga,Nathan Beauchamp. China and UN Security Council Resolution 2094:
Is the Third Time the Charm? [internet] tersedia di
http://sinonk.com/2013/03/11/china-and-un-security-council-resolution-
2094-is-the-third-time-the-charm/ diakses pada Senin 16 Juli 2017
NCNK. “The National Committee on North Korea, 2004. Chairman's Statement
for The Second Round of Six-Party Talks February 2004.” [internet]
tersedia di http://www.ncnk.org/resources/
publications/ChairmanStatement_2ndRound_Sixparty.doc diakses pada
Senin, 17 Juli 2017
NCNK. “The National Committee on North Korea, 2009. DPRK's foreign
ministry vehemently refutes UNSC's 'Presidential Statement.” [internet]
tersedia di http://www.ncnk.org/
resources/publications/KCNA_DPRK_Response_UNSC_April_13_09_Stat
ement.doc diakses pada Kamis, 6 Juli 2017
North Korea Military States. Nation Master. 2007. [internet] Tersedia di
http://www.nationmaster.com/country-info/profiles/North-Korea/Military
diakses pada Sabtu, 15 Juli 2017.
North Korean Economy Watch, 2016. DPRK-China Trade in 2016 (updated).
[internet] tersedia di http://www.nkeconwatch.co m/2016/08/15/dprk-china-
trade-2016/ diakses pada 08 Oktober 2016.
North Korean Economy Watch. “North Korea assesses three years of Byungjin
Policy.” [internet] tersedia di
http://www.nkeconwatch.com/2016/04/14/north-korea-assesses-three-years-
of-byungjin-policy/ diakses pada 29 Oktober 2017.
OEC, Where Does North Korea Export to? (2006-2013). [Internet] tersedia di
http://atlas.media.mit.edu/en/visualize/tree_map/
hs92/export/prk/show/all/2006/ diakses pada 08 Oktober 2016.
Permanent Mission of the People‟s Republic of China to the UN, 2009.
Explanation of Vote on Security Council Resolution 1874 on DPRK Nuclear
Test, by H.E. Ambassador ZHANG Yesui, Permanent Representative of the
People's Republic of China to the United Nations. [internet] tersedia di
http://www.china-un.org/eng/gdxw/t567537.htm diakses pada 25 Juli 2017
Prime Minister of Japan. “Statement by Prime Minister Shinzo Abe on the
Nuclear Test By North Korea.” [internet] tersedia di
http://japan.kantei.go.jp/97_abe/statement/201601/statement.html diakses
pada 20 Juli 2017
Ramani, Samuel. “Russia, Japan and North Korea‟s Nuclear Test.” [internet]
tersedia di http://thediplomat.com/2016/01/russia-japan-and-north-koreas-
nuclear-test/ diakses pada Jumat 28 Juli 2017.
Ross, Eleanor. 2016. The Nine Countries That Have Nuclear Weapons. [internet]
tersedia di http://www.independent.co.uk/news/world/ politics/the-nine-
countries-that-have-nuclear-weapons-a6798756.html diakses pada Selasa,
11 Juli 2017
Sakai, Takashi. “North Korea’s Political System. International Circumstances
in the Asia-Pacific Series.” [jurnal online] tersedia di
https://www2.jiia.or.jp/en/pdf/digital_library/
korean_peninsula/160331_Takashi_Sakai.pdf diakses pada 26 November
2017
Sang-Hun, Choe. North Korea Tests a Mightier Nuclear Bomb, Raising Tension.
Internet; tersedia di; http://www.nytimes.com/2016/09/09/world/asia/north-
korea-nuclear-test.html diakses pada 10 Oktober 2016.
Staff Center For Nonproliferation Studies. “North Korea‟s Nuclear Test and its
Aftermath: coping with the fallout.” [internet] tersedia di
http://www.nti.org/analysis/articles/north-koreas-nuclear-test-aftermath/
diakses pada Senin 10 Juli 2017
Taylor, Guy. China joins U.S., allies in sanctions on North Korea. Internet;
tersedia di; http://www.washingtontimes.com/ news/2016/nov/30/china-
joins-us-allies-in-sanctions-on-north-korea/ diakses pada 10 Oktober 2016.
The Guardian. “Text Of George Bush‟s Speech, 2001”. [internet] Tersedia di
https://www.theguardian.com/world/2001/sep/21/ september11.usa13
diakses pada Sabtu, 15 Juli 2017
U.S Department of State, 2007. “Six Party Talks Second Phase Action for The
Implementation of the september 2005 Joint Statement.” [internet] tersedia
di https://2001-2009.state.gov/r/pa/prs/ps/ 2007/oct/93217.htm diakses pada
Jum‟at 21 Juli 2017
UN Documents for DPRK (North Korea): “Security Council Resolutions”.
[internet] tersedia di http://www.securitycouncilreport.org/un-documents/dprk-
north-korea/ diakses pada 03 April 2017.
UN Security Council, “Report S/2010/571,” May 12, 2010), [internet] tersedia di
http://www.securitycouncilreport.org. Diakses pada 15 Juli 2017.
UN. “Security Council Condemns Nuclear Test By Democratic People‟s Republic
Of Korea, Unanimously Adopting Resolution 1718 (2006)”. [internet]
tersedia di http://www.un.org/press/en/2 006/sc8853.doc.htm; diakses pada
01 Oktober 2016.
UN. “Security Council, Acting Unanimously, Condemns in Strongest Terms
Democratic People‟s Republic of Korea Nuclear Test, Toughens
Sanctions”. [internet] tersedia di; http://www.un.org/pre
ss/en/2009/sc9679.doc.htm diakses pada 04 Oktober 2016.
UN. “Security Council: Resolution 2276 (2016).” [internet] tersedia di
http://www.securitycouncilreport.org/un-documents/dprk-north-korea/
diakses pada 07 Oktober 2016.
UN.“Security Council Condemns Use of Ballistic Missile Technology in Launch
by Democratic People‟s Republic of Korea, in Resolution 2087 (2013)”.
[internet] tersedia di; http://www.un.org/press/en/ 2013/sc10891.doc.htm
diakses pada 05 Oktober 2016.
UN.“Security Council Strengthens Sanctions on Democratic People‟s Republic of
Korea, in Response to 12 February Nuclear Test”. [internet] tersedia di;
http://www.un.org/pre ss/en/2013/sc109 34.doc.htm diakses pada 05
Oktober 2016.
UNSC. “Resolution 1718 (2006).” Hal,2. [internet] tersedia di
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/1718(2006)
diakses pada Kamis, 13 Juli 2017 pukul 15:20 WIB
UNSC. “Resolution 1874 (2009).” hal, 1. [internet] tersedia di
http://www.un.org/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/ 1874(2009)
diakses pada Minggu, 15 Juli 2017
UNSC. “Security Council Condemns Nuclear Test By Democratic People‟s
Republic of Korea,Unanimously Adopting Resolution 1718 (2006).”
[internet] tersedia di https://www.un.org/press/en/ 2006/sc8853.doc.htm
diakses pada Kamis, 13 Juli 2017
UNSC. “Security Council Imposes Fresh Sanctions on Democratic People‟s
Republic of Korea, Unanimously Adopting Resolution 2270” [internet]
tersedia di https://www.un.org/press/en/2016/ sc12267.doc.htm diakses
pada Minggu, 23 Juli 2017
UNSC. “Security Council Strengthens Sanctions on Democratic People’s
Republic of Korea, in Response to 12 February Nuclear Test.” [internet]
tersedia di https://www.un.org/press/en/ 2013/sc10934.doc.htm diakses pada
Minggu, 15 Juli 2017
White, Steve. “UN Slaps Sanctions on North Korea.” [internet] tersedia di
http://www.rantburg.com/?HC=2&D=2006-10-14 diakses pada Rabu 19 Juli
2017
Zhao, Lian-Feng and Xiao-Bi Xie, Wei-Min Wang, and Zhen-Xing Yao, 2008.
Regional Seismic Characteristics of the 9 October 2006 North Korean
Nuclear Test, Bulletin of the Seismological Society of America. [internet]
tersedia di http://www.bssaonline.org/content/98/6/2571.short diakses pada
Minggu, 16 Juli 2017