Analisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi ... filekebutuhan masyarakat untuk...

9
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemenuhan modal atau dana merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi sebuah perusahaan. Perkembangan zaman yang diiringi dengan perkembangan teknologi dan komunikasi, dewasa ini telah menciptakan iklim persaingan yang ketat. Berbagai perusahaan selalu berusaha untuk mempertahankan bisnisnya dalam kompetitif persaingan, salah satunya dengan cara melakukan ekspansi guna memperluas usahanya agar sejalan dengan perkembangan ekonomi yang terus maju. Kebutuhan penambahan modal akan semakin besar seiring dengan perkembangan perusahaan. Hal ini akan mendorong manajemen untuk memilih salah satu dari alternatif-alternatif pembiayaan, baik yang berasal dari dalam yakni laba ditahan maupun yang berasal dari luar perusahaan melalui pinjaman modal atau penambahan jumlah kepemilikan saham dengan penerbitan saham baru. Penerbitan saham baru merupakan salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh perusahaan dengan cara menjual hak atas kepemilikannya. Perusahaan yang menghendaki pemegang sahamnya terbatas pada orang- orang tertentu saja, maka perusahaan tersebut bisa mengeluarkan saham yang jenisnya “saham atas nama”, sehingga saham tersebut tidak bisa diperjual -belikan secara umum. Tetapi apabila pemilik perusahaan menghendaki pemegang sahamnya masyarakat umum (siapa saja bisa memiliki sahamnya), perusahaan tersebut bisa mengeluarkan saham yang jenisnya “saham atas unjuk”, sehingga saham tersebut bisa diperjual-belikan secara bebas kepada masyarakat umum. Perusahaan yang demikian ini biasanya disebut perusahaan terbuka (PT tbk). Jenis perusahaan inilah yang biasanya menjual sahamnya di pasar modal (bursa efek). hampir semua perusahaan yang besar, bentuk badan-usahanya adalah PT (Perseroan Terbatas). Di dalam PT, seluruh pemiliknya mempunyai tanggung jawab terbatas, dan modalnya terbagi atas saham-saham. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006) pasar modal merupakan sarana bagi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan dan memfasilitasi kebutuhan masyarakat untuk berinvestasi pada beragam instrumen finansial seperti saham, obligasi dan reksa dana. Pasar modal adalah sumber dana segar jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan sekedar cuma sebagai wahana sumber pembiayaan, tetapi juga sebagai sarana investasi yang melibatkan seluruh potensi dana masyarakat, baik yang tersedia di kantong dalam negeri maupun pundi-pundi yang tersedia di luar negeri. Yang memanfaatkan pasar modal sebagai sarana investasi bukan Cuma pemodal lokal tetapi juga pemodal asing. Dari sini secara gamblang bisa disimak bahwa pasar modal bisa memenuhi kebutuhan dana, baik bagi swasta maupun pemerintah dan BUMN (Suta 2000). Kebijakan pendanaan eksternal untuk melaksanakan ekspansi usaha menurut Riyanto (2001) salah satunya bisa didapatkan melalui sarana sumber dana pasar modal dengan cara melakukan emisi saham atau Initial Public Offering (IPO). Banyak perusahaan memilih pasar modal sebagai tempat alternatif untuk memperluas usaha atau melakukan ekspansi. Dana yang dibutuhkan untuk

Transcript of Analisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi ... filekebutuhan masyarakat untuk...

Page 1: Analisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi ... filekebutuhan masyarakat untuk berinvestasi pada beragam instrumen finansial seperti saham, obligasi dan reksa dana. Pasar

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemenuhan modal atau dana merupakan kebutuhan yang sangat penting

bagi sebuah perusahaan. Perkembangan zaman yang diiringi dengan

perkembangan teknologi dan komunikasi, dewasa ini telah menciptakan iklim

persaingan yang ketat. Berbagai perusahaan selalu berusaha untuk

mempertahankan bisnisnya dalam kompetitif persaingan, salah satunya dengan

cara melakukan ekspansi guna memperluas usahanya agar sejalan dengan

perkembangan ekonomi yang terus maju. Kebutuhan penambahan modal akan

semakin besar seiring dengan perkembangan perusahaan. Hal ini akan mendorong

manajemen untuk memilih salah satu dari alternatif-alternatif pembiayaan, baik

yang berasal dari dalam yakni laba ditahan maupun yang berasal dari luar

perusahaan melalui pinjaman modal atau penambahan jumlah kepemilikan saham

dengan penerbitan saham baru. Penerbitan saham baru merupakan salah satu

upaya yang dapat ditempuh oleh perusahaan dengan cara menjual hak atas

kepemilikannya.

Perusahaan yang menghendaki pemegang sahamnya terbatas pada orang-

orang tertentu saja, maka perusahaan tersebut bisa mengeluarkan saham yang

jenisnya “saham atas nama”, sehingga saham tersebut tidak bisa diperjual-belikan

secara umum. Tetapi apabila pemilik perusahaan menghendaki pemegang

sahamnya masyarakat umum (siapa saja bisa memiliki sahamnya), perusahaan

tersebut bisa mengeluarkan saham yang jenisnya “saham atas unjuk”, sehingga

saham tersebut bisa diperjual-belikan secara bebas kepada masyarakat umum.

Perusahaan yang demikian ini biasanya disebut perusahaan terbuka (PT tbk). Jenis

perusahaan inilah yang biasanya menjual sahamnya di pasar modal (bursa efek).

hampir semua perusahaan yang besar, bentuk badan-usahanya adalah PT

(Perseroan Terbatas). Di dalam PT, seluruh pemiliknya mempunyai tanggung

jawab terbatas, dan modalnya terbagi atas saham-saham. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006) pasar modal merupakan sarana

bagi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan dan memfasilitasi

kebutuhan masyarakat untuk berinvestasi pada beragam instrumen finansial

seperti saham, obligasi dan reksa dana. Pasar modal adalah sumber dana segar

jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan sekedar cuma sebagai wahana

sumber pembiayaan, tetapi juga sebagai sarana investasi yang melibatkan seluruh

potensi dana masyarakat, baik yang tersedia di kantong dalam negeri maupun

pundi-pundi yang tersedia di luar negeri. Yang memanfaatkan pasar modal

sebagai sarana investasi bukan Cuma pemodal lokal tetapi juga pemodal asing.

Dari sini secara gamblang bisa disimak bahwa pasar modal bisa memenuhi

kebutuhan dana, baik bagi swasta maupun pemerintah dan BUMN (Suta 2000).

Kebijakan pendanaan eksternal untuk melaksanakan ekspansi usaha

menurut Riyanto (2001) salah satunya bisa didapatkan melalui sarana sumber

dana pasar modal dengan cara melakukan emisi saham atau Initial Public Offering

(IPO). Banyak perusahaan memilih pasar modal sebagai tempat alternatif untuk

memperluas usaha atau melakukan ekspansi. Dana yang dibutuhkan untuk

Page 2: Analisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi ... filekebutuhan masyarakat untuk berinvestasi pada beragam instrumen finansial seperti saham, obligasi dan reksa dana. Pasar

2

melakukan ekspansi tidak sedikit. Oleh karena itu perusahaan menawarkan

sahamnya ke public.

Penawaran umum perdana perusahaan pada tahun 2010-2015 :

Tabel 1 Perusahaan yang melakukan Initial Public Offering Tahun 2010-2015

Tahun Jumlah Perusahaan IPO

2010 23

2011 25

2012 22

2013 29

2014 23

2015 15

Total 137 Sumber : www.idx.co.id

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat, bahwa tahun dari 2010 sampai 2011,

terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang melakukan penawaran perdananya di

pasar modal Indonesia yaitu berjumlah 23 dan 25, sedangkan tahun 2012

mengalami penurunan namun tidak terlalu drastis hanya berjumlah 22 perusahaan

saja. Pada tahun 2013 perusahaan yang melakukan penawaran perdana semakin

meningkat yaitu ada 29 perusahaan. Sementara itu pada tahun 2014, perusahaan

yang menawarkan saham perdananya berjumlah 23. Pada tahun 2015 kembali

menurun dengan jumalh 15 perusahaan yang menawarkan saham perdananya.

Sehingga total perusahaan yang melakukan IPO adalah 137 perusahaan. Adanya

kondisi seperti ini menunjukkan bahwa setiap tahunnya ada perusahaan yang terus

berkembang karena dengan melakukan penawaran perdana perusahaan

memperoleh tambahan dana agar dapat melakukan perluasan (ekspansi) usahanya.

Kegiatan perusahaan menjual sebagian sahamnya kepada masyarakat luas

termasuk investor melalui pasar modal disebut dengan penawaran umum (go

public), perusahaan penerbit saham disebut emiten atau investee dan pembeli

saham disebut investor. Banyak perusahaan memilih pasar modal sebagai tempat

alternatif untuk memperluas usaha atau melakukan ekspansi. Dana yang

dibutuhkan untuk melakukan ekspansi tidak sedikit. Oleh karena itu perusahaan

menawarkan sahamnya ke publik atau go public. Transaksi penawaran umum

penjualan saham pertama kalinya terjadi di Pasar Perdana (Primary Market)

(Sutrisno 2001). Kegiatan yang dilakukan dalam rangka penawaran umum saham

perdana disebut Initial Public Offering (IPO), selanjutnya saham dapat

diperjualbelikan di Bursa Efek, yang disebut pasar sekunder (Secondary Market).

IPO sepertinya menjadi salah satu pilihan utama paling tepat bagi

perusahaan privat untuk mendapatkan tambahan dana, terutama untuk ekspansi

usaha. Penerbitan saham di pasar modal telah menjadi salah satu alternatif serta

pertimbangan yang menarik bagi perusahaan guna memperoleh dana tambahan

untuk kegiatan ekspansi atau operasi perusahaan bukan hanya bagi perusahaan,

bagi investor pasar modal juga menjadi salah satu alternatif untuk menanamkan

modalnya (berinvestasi) dengan membeli sejumlah efek dengan harapan akan

memperoleh keuntungan yang disebut dengan initial return dari hasil kegiatan

tersebut.Pasar modal menjadikan semakin banyak perusahaan yang akan go

public. Jika semakin banyak perusahaan yang go public, berarti semakin tinggi

kualitas yang dihasilkan perusahaan (Bodie et al. 2006).

Page 3: Analisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi ... filekebutuhan masyarakat untuk berinvestasi pada beragam instrumen finansial seperti saham, obligasi dan reksa dana. Pasar

3

Harga saham yang akan dijual perusahaan pada pasar perdana ditentukan

oleh kesepakatan antara emiten (perusahaan penerbit) dengan underwriter

(penjamin emisi), sedangkan harga saham yang dijual pada pasar sekunder

ditentukan oleh mekanisme pasar, yaitu permintaan dan penawaran (Kristiantari

2012).

Selama beberapa waktu terakhir, pasar modal di Indonesia mengalami

peningkatan sehingga semakin banyak saham-saham perusahaan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini mengakibatkan meningkatkan jumlah saham

di pasar modal sehingga investor dapat memilih saham yang akan dibelinya,

keadaan ini tentu memerlukan strategi tertentu untuk membeli saham yang

sekiranya akan menguntungkan dan saham-saham yang dijual pada pasar perdana

dapat menjadi pilihan untuk berinvestasi.

Menurut Handayani (2008) transaksi penawaran umum perdana atau IPO

dilakukan oleh emiten (perusahaan go public) untuk pertama kalinya dilaksanakan

di pasar perdana (primary market) dengan tujuan agar perusahaan mendapatkan

dana sebesar saham yang ditawarkan, kemudian diperjualbelikan di pasar

sekunder (secondary market) yang bertujuan untuk menyelenggarakan

perdagangan saham yang sudah ada di tangan investor, sehingga investor yang

ingin menjual atau membeli sejumlah saham terlaksana.

Di dalam kegiatan penawaran umum perdana (IPO) terdapat suatu

fenomena menarik yang disebut dengan underpricing dimana harga saham yang

ditawarkan pada pasar perdana lebih rendah dibandingkan dengan harga saham

ketika diperdagangkan di pasar sekunder.

Harga saham yang dijual di pasar perdana ditentukan berdasarkan

kesepakatan antara perusahaan emiten dan penjamin emisi (underwriter),

sedangkan harga di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar (permintaan

dan penawaran). Apabila penentuan harga saham saat IPO secara signifikan lebih

rendah dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar sekunder di hari pertama,

maka terjadi underpricing. Sebaliknya apabila penentuan harga saham saat IPO

secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar

sekunder di hari pertama, maka terjadi overpricing (Hanafi 2004).

Underpricing dan overpricing merupakan dua hal atau perilaku saham

yang selalu terjadi pada penawaran perdana. Namun sejalan dari penelitian

terdahulu dan banyak dari literatur yang menyatakan bahwa rata-rata harga saham

pada saat masuk pasar sekunder di hari pertama selalu cenderung

terjadi underpricing, maka dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada

fenomena underpricing saja. Over reaction pelaku pasar menciptakan harga yang

kemahalan (over priced) dan kemurahan (underpriced). Ini memberi kesempatan

bagi investor untuk membeli di harga kemurahan dan menjual di harga

kemahalan.

Fenomena underpricing yang terjadi di berbagai pasar modal disebabkan

oleh adanya informasi asimetri. Informasi asimetri ini dapat terjadi antara emiten

dan penjamin emisi, maupun antar investor. Untuk mengurangi adanya informasi

asimetri maka perusahaan yang akan go public menerbitkan prospektus yang

berisi berbagai informasi perusahaan yang bersangkutan (Indah 2006). Teori

keagenan pada penelitian ini lebih difokuskan pada masalah-masalah yang

ditimbulkan oleh informasi yang tidak lengkap, yaitu ketika tidak semua keadaan

Page 4: Analisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi ... filekebutuhan masyarakat untuk berinvestasi pada beragam instrumen finansial seperti saham, obligasi dan reksa dana. Pasar

4

diketahui oleh kedua belah pihak (asimetri informasi). Akibatnya konsekuensi-

konsekuensi tertentu tidak ikut dipertimbangkan oleh pihak-pihak tersebut.

Berbagai macam teori yang dikemukakan dan diteliti oleh para ahli untuk

menjelaskan penyebab terjadinya fenomena underpricing. Guinness (1992)

menjelaskan terjadinya underpricing karena adanya information asymmetry antara

perusahaan emiten dengan penjamin emisi dan antara investor yang memiliki

informasi tentang prospek perusahaan emiten dengan investor yang tidak memiliki

informasi prospek perusahaan emiten. Informasi yang disajikan dalam prospektus

memberikan gambaran perusahaan emiten yang berguna bagi investor untuk

membuat keputusan.

Asimetri informasi adalah istilah untuk menggambarkan adanya dua

kondisi investor dalam perdagangan saham yaitu investor yang lebih banyak

mengetahui informasi dan investor yang sedikit mengetahui informasi. Teori ini

terjadi pada manajer dan investor yang sebagai pemakai laporan keuangan yang

dapat menyebabkan investor kesulitan mengamati kinerja dan prospek perusahaan

secara meyeluruh. Asimetri informasi sering terjadi ketika manajer lebih

mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dimasa depan

dibandingkan pemegang saham/ stakeholders. Dengan demikian konsekuensi

tertentu hanya akan diketahui pihak lain yang juga memerlukan informasi tersebut

(Sylvia dan Yanivi 2003).

Semakin besar informasi asimetri yang dihadapi oleh para calon investor

semakin besar pula mereka akan mem-penalty penawaran harga di pasar perdana

yang akan memaksa penjamin emisi menawarkan saham tersebut dengan

underpriced. Disamping itu apabila penjamin emisi memberikan jaminan full

commitment, maka jaminan tersebut juga akan memperkuat kecenderungan untuk

melakukan underpricing. Laporan keuangan merupakan salah satu sumber

informasi yang digunakan oleh investor potensial dan underwriter untuk menilai

perusahaan yang akan go public. Agar laporan keuangan dapat lebih dipercaya,

maka laporan keuangan harus diaudit. Laporan keuangan yang telah diaudit akan

memberikan tingkat kepercayaan yang lebih besar kepada pemakainya.

Tingkat pengembalian saham pada hari pertama dikenal dengan tingkat

pengembalian awal (initial return). Namun karena kondisi underpricing yang

terjadi pada pasar modal di Indonesia, seperti terlihat pada Tabel 2, sudah tentu

dapat merugikan perusahaan yang go public, karena dana yang diperoleh dari

publik tidak maksimal akibatnya investor dapat merugi karena tidak menerima

initial return.

Return awal (initial return) adalah return yang diperoleh dari aktiva di

penawaran perdana mulai dari saat dibeli di pasar primer sampai pertama kali

didaftarkan di pasar sekunder. Pembelian aktiva, misalnya saham, di pasar primer

belum dapat dijual sampai aktiva tersebut terdaftar di pasar sekunder. Setelah

masuk di pasar sekunder, saham tersebut mulai diperdagangkan dalam bentuk jual

dan beli, (Jogiyanto 2010).

Fenomena underpricing terjadi di pasar modal berbagai negara

diantaranya Amerika Serikat, Inggris, Australia, Afrika Selatan, China, Malaysia

dan Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI),

fenomena underpricing yang terjadi di Indonesia dapat diketahui dari 137 IPO

dari tahun 2010 sampai dengan 2015, seperti yang ada pada Tabel 1, sebanyak

115 IPO atau sebesar 84% memberikan return awal (initial return) yang positif.

Page 5: Analisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi ... filekebutuhan masyarakat untuk berinvestasi pada beragam instrumen finansial seperti saham, obligasi dan reksa dana. Pasar

5

Perusahaan di Indonesia yang mengalami underpricing pada periode tahun

2010-2015 :

Tabel 2 Perusahaan yang Underpricing Tahun 2010-2015

Tahun Overpricing Initial

Return 0% Relisting Underpricing

2010 1 0 0 22

2011 6 1 0 18

2012 1 1 2 18

2013 3 3 0 23

2014 3 0 0 20

2015 1 0 0 14

Total 15 5 2 115 Sumber : www.idx.co.id

Underpricing terjadi pada 115 perusahaan, bukan perusahaan relisting dan

dengan nilai IR tidak 0% pada tahun 2010-2015 dimana harga IPO yang

ditawarkan pada hari 1 di pasar perdana lebih rendah dari harga penutupan

(closing price) saham pada saat hari 1 diperdagangkan di pasar sekunder. Dari

data tersebut dapat dilihat bahwa kecenderungan perusahaan mengalami

underpricing dihari pertama perdagangan saham sangatlah besar. Maka asumsi

bahwa perusahaan akan mengalami underpricing semakin menguat.

Menurut Gumanti (2002), penetapan harga saham perdana suatu perusahaan

adalah hal yang tidak mudah. Salah satu penyebab sulitnya menetapkan harga

penawaran perdana adalah karena tidak adanya informasi harga yang relevan. Hal

ini terjadi karena sebelum pelaksanaan penawaran perdana, saham perusahaan

belum pernah diperdagangkan sehingga kesulitan untuk menilai dan menentukan

harga yang wajar. Di samping itu, keterbatasan informasi mengenai apa dan siapa

perusahaan yang akan go public membuat underwriter maupun calon investor

harus melakukan analisa yang baik sebelum memutuskan untuk membeli

(memesan) saham. Pasalnya, karakter berinvestasi saham adalah investasi jangka

pendek dan berorientasi margin, berbeda dengan investasi langsung di

infrastruktur yang bersifat jangka panjang. Ketika capital gain di depan, investor

dengan sigap akan segera melepas sahamnya. Underpricing menjadi salah satu

penyebab tax ratio Indonesia hanya 11%-12%. Selain itu, akibat dari underpricing

tersebut devisa menjadi terbatas.

Penentuan harga saham yang akan ditawarkan pada saat IPO merupakan

faktor penting, baik bagi emiten maupun underwriter karena berkaitan dengan

jumlah dana yang akan diperoleh emiten dan risiko yang akan ditanggung oleh

underwriter. Hal ini mengakibatkan emiten seringkali menentukan harga saham

yang dijual pada pasar perdana dengan membuka penawaran harga yang tinggi,

karena menginginkan pemasukan dana semaksimal mungkin. Jumlah dana yang

diterima emiten adalah perkalian antara jumlah saham yang ditawarkan dengan

harga per saham, sehingga semakin tinggi harga per saham maka dana yang

diterima akan semakin besar. Upaya yang dilakukan underwriter untuk mencegah

tidak terjualnya saham-saham emiten adalah dengan melakukan negosiasi dengan

emiten agar harga saham tersebut tidak terlalu tinggi.

Page 6: Analisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi ... filekebutuhan masyarakat untuk berinvestasi pada beragam instrumen finansial seperti saham, obligasi dan reksa dana. Pasar

6

Pengujian underpricing pada saat IPO dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1 Pengujian underpricing pada saat IPO

Brigham dan Houston (2001) dalam penelitiannya menyatakan teori sinyal

adalah suatu tindakan yang dilakukan manajemen dengan memberi arahan bagi

investor tentang cara manajemen melihat masa depan perusahaan. Di dalam teori

sinyal, didalamnya menjelaskan secara tersirat mengenai manajemen laba.

Adapun hal tersebut dijelaskan bahwa jika kinerja perusahaan memburuk, manajer

akan memberikan sinyal dengan menurunkan laba akuntansi, sebaliknya jika

kinerja perusahaan membaik, maka manajer akan memberikan sinyal dengan

menaikkan laba akuntansi.

Investor yang membeli saham pada IPO selalu menginginkan harga

sahamnya mengalami peningkatan di pasar sekunder terutama pada hari pertama

agar investor memperoleh pengembalian saham. Investor seringkali berasumsi

bahwa harga pada saat IPO cenderung underpricing sehingga membeli pada saat

IPO adalah investasi yang menguntungkan.

Banyak hal mempengaruhi kesuksesan seorang investor di pasar saham,

tetapi seringkali, kegagalan dipicu oleh kesalahan sang investor sendiri.

Sebagaimana Benjamin Graham, ekonom sekaligus investor profesional terkenal

asal Amerika Serikat, pernah berkata, "Seringkali, saham biasa menjadi subjek

fluktuasi harga yang tidak rasional dan berlebihan (baik naik ataupun turun) sebagai konsekuensi dari tendensi orang untuk berspekulasi atau berjudi yang

sudah berurat berakar memberi jalan bagi harapan, ketakutan, dan kerakusan."

Penentuan harga saham saat IPO dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu

perusahaan/emiten/issuer, dan penjual/penjamin/makelar (underwriter). Dalam

hal ini emiten memiliki berupaya agar mendapatkan dana yang optimal;

sedangkan underwriter berusaha untuk mendapatkan fee.

Bagi sebuah perusahaan, penawaran saham perdana sejatinya merupakan

sebuah bentuk corporate action yang lumrah dan wajar. Melalui IPO, perusahaan

bisa meningkatkan ketersediaan modalnya untuk kepentingan ekspansi usaha dan

peningkatan kapasitas produksi. Selain itu,melalui IPO juga diharapkan terjadi

perbaikan kinerja manajemen karena terciptanya mekanisme kontrol yang lebih

baik dari publik selaku pemilik dan pemegang saham (shareholders). Namun,

Page 7: Analisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi ... filekebutuhan masyarakat untuk berinvestasi pada beragam instrumen finansial seperti saham, obligasi dan reksa dana. Pasar

7

tujuan utama IPO seringkali tidak maksimal, seperti contoh yang dilaksanakan

pada badan usaha milik negara (BUMN).

Proses IPO pada BUMN kerapkali lebih mengedepankan bahasa politik

ketimbang bahasa korporasi. Karena itu, proses IPO BUMN tak jarang hanya

menciptakan gaung besar dalam wacana publik yang sesungguhnya tidak

memberikan nilai tambah bagi perusahaan yang melaksanakan IPO itu sendiri

sebagaimana terjadi pada PT Krakatau Steel (KS). Setelah melalui berbagai proses

IPO, KS akhirnya resmi melantai di bursa dan tercatat sebagai emiten ke-413

dengan ticker KRAS pada 10 November 2010. Sayang, proses IPO KS hingga

kini masih meninggalkan polemik.Salah satu yang dipersoalkan adalah penetapan

harga saham perdana KS sebesar Rp.850 yang dianggap terlalu murah dan

ditengarai berbau kepentingan politis. Terlebih,setelah harga saham KS melonjak

tajam di awal perdagangannya dan menciptakan gain besar bagi investor asing.

Terjadinya kondisi ini pada umunya disebabkan oleh berbagai faktor baik

melalui rasio keuangan ataupun non-keuangan. Fenomena underpricing tidak

menguntungkan bagi perusahaan yang melakukan go public, karena dana yang

diperoleh perusahaan atau emiten tidak maksimal, tetapi dilain pihak

menguntungkan para investor.

Underpricing bagaimanapun juga merupakan biaya tidak langsung dalam

suatu IPO. Underpricing merupakan fenomena yang tidak hanya terjadi di pasar

modal Indonesia, melainkan di seluruh dunia (Amelia 2007). Derajat underpricing

bervariasi di berbagai pasar modal dunia, mulai yang terendah sebesar 4,3 persen

di Perancis (Husson dan Jacquillat 1989) sampai yang tertinggi di China sebesar

388,0 persen (Datar dan Mao 1998). Secara rata-rata, tingkat underpricing IPO di

negara-negara sedang berkembang (emerging markets) lebih tinggi daripada di

negara-negara maju (developed markets).

Penelitian mengenai underpricing diawali oleh Ibbotson (1975) di pasar

modal Amerika Serikat yang lalu diikuti oleh para peneliti di berbagai belahan

dunia termasuk Indonesia (Manurung, 2012). Dari beberapa penelitian pada setiap

pasar efek di seluruh dunia seperti Amerika Serikat (Ritter 1991), Hongkong (Mc

Guiness 1992), Korea (Kim et al. 1993), Australia (How 1995) serta Kuala

Lumpur (Ranko et al. 1992) menunjukkan bahwa fenomena underpricing terjadi

hampir di seluruh Bursa efek. Penelitian dari Suad Husnan (1996) menunjukkan

bahwa penawaran saham perdana pada perusahaan-perusahaan privat maupun

BUMN di Indonesia umumnya mengalami underpricing.

Prospektus perusahaan, yang merupakan salah satu sumber informasi yang

relevan dan dapat digunakan untuk menilai perusahaan yang akan go public,

dimaksudkan untuk mengurangi adanya kesenjangan informasi. Dalam prospektus

terdapat banyak informasi yang berhubungan dengan keadaan perusahaan yang

melakukan penawaran umum, baik informasi akuntansi maupun non akuntansi.

Dalam proses IPO, salah satu tahapan yang paling sulit adalah penetapan

harga saham perdana (offering price) yang sesuai harga pasarnya. Di banyak

negara, penetapan harga saham perdana seringkali di bawah harga pasarnya alias

underpricing. Ini terbukti dari kenaikan harganya secara tajam setelah melantai di

bursa. Hasil riset Jay Ritter, seorang Profesor Finance di Universitas Florida,

menunjukkan dari 7.921 kasus IPO di AS dalam kurun waktu 1975 hingga 2007

ditemukan rata-rata harga sahamnya naik 17,2 persen di hari pertama masuk

bursa.

Page 8: Analisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi ... filekebutuhan masyarakat untuk berinvestasi pada beragam instrumen finansial seperti saham, obligasi dan reksa dana. Pasar

8

Penelitian-penelitian terhadap initial return dihubungkan dengan informasi

pada prospektus merupakan hal yang menarik bagi peneliti keuangan untuk

mengevaluasi secara empiris perilaku investor dalam pembuatan keutusan

investasi di pasar modal. Dari berbagai penelitian yang sudah ada, terlihat masih

terjadi inkonsistensi hasil penelitian (research gap) baik yang dilakukan di

Indonesia maupun di luar negeri. (Yulianti 2011).

Informasi yang tersedia di prospektus memuat informasi keuangan dan

informasi non-keuangan. Informasi keuangan terdiri dari profitabilitas (return on

asset) dan financial leverage sedangkan informasi non keuangan terdiri dari

persentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, reputasi auditor, dan

reputasi penjamin emisi (Pamungkas 2011). Tidak hanya faktor keuangan dan non

keuangan yang mempengaruhi underpricing, tetapi juga faktor makro yang

digunakan dalam penelitian ini. Faktor makro merupakan faktor yang berada di

luar perusahaan, tetapi mempunyai pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan

kinerja perusahan baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti tingkat

bunga domestik, tingkat inflasi, peraturan perpajakan, kurs valuta asing dan lain-

lain (Samsul 2006). Berbagai indikator ekonomi seperti laju PDB, inflasi, suku

bunga, nilai tukar rupiah, neraca pembayaran, hingga cadangan devisa relatif

stabil dan cenderung terus menguat. Selain itu, peringkat investasi Indonesia

dalam beberapa tahun terakhir juga terus mengalami upgrading menuju

investment grade. Hal ini telah meningkatkan kepercayaan investor asing

sebagaimana tercermin dari derasnya net foreign buying di pasar saham dalam

beberapa waktu terakhir.

Oleh karena itu, seorang investor saham harus review portofolio secara

reguler. Jika outlook sebuah perusahaan semakin baik, atau setidaknya stabil,

maka investor bisa mempertimbangkan untuk membeli saham perusahaan itu lagi

atau tetap mempertahankannya. Lalu ketika asumsi potensi yang dijadikan dasar

untuk memiliki saham itu sudah tidak lagi berlaku, maka investor bisa

menjualnya. Pasar selalu bereaksi berlebihan terhadap berita, baik itu naik

ataupun jatuh. Idealnya, harga saham harus proporsional dengan total kapital dan

prospek pendapatan sebuah perusahaan. Meski begitu, kepanikan pasar

melahirkan harga saham yang overpriced atau underpriced. Dalam kondisi pasar

bullish, investor sering berinvestasi dalam saham-saham yang overpriced hanya

karena semua orang lain juga melakukan aksi beli. Mereka menjadi kelewat

optimistis dan mengharapkan harga terus menanjak. Sebaliknya, di pasar bearish,

investor berubah pesimistis dan berusaha menjual saham justru di saat-saat

mereka seharusnya berusaha membeli.

Hal yang membedakan penelitian ini dengan peneliti sebelumnya adalah

selain periode penelitian serta variabel-variabel yang berpengaruh terhadap initial

return, dalam penelitian ini tidak hanya variabel keuangan dan non keuangan

tetapi juga menambahkan variabel makro yang digunakan dalam penelitian.

Dalam penelitian ini menggunakan variabel return on asset (ROA), debt to equity

ratio (DER), umur perusahaan dan ukuran perusahaan yang merupakan faktor

internal, jenis industri sebagai faktor pembeda untuk setiap sampel yang akan

diteliti, dan reputasi underwriter dan variabel makro yang digunakan dalam

penelitian adalah kurs dan inflasi sebagai faktor eksternal, kedelapan variabel

independen yang diduga mempengaruhi underpricing sebagai variabel dependen

saat penawaran umum saham perdana (IPO).

Page 9: Analisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi ... filekebutuhan masyarakat untuk berinvestasi pada beragam instrumen finansial seperti saham, obligasi dan reksa dana. Pasar

9

Perumusan Masalah

Berbagai penelitian terdahulu telah dilakukan untuk menganalisis faktor-

faktor yang mempengaruhi underpricing saat pewaran umum saham perdana

(IPO), namun terdapat perbedaan terhadap hasil penelitian, sehingga

menimbulkan permasalahan yang dapat dirumuskan oleh peneliti yaitu sebagai

berikut :

1. Bagaimana kondisi dari masing-masing faktor internal dan eksternal terhadap

underpricing saat IPO di Bursa Efek Indonesia periode 2010 – 2015 ?

2. Apakah terdapat pengaruh pada faktor internal terhadap underpricing saat IPO

di Bursa Efek Indonesia periode 2010 – 2015 ?

3. Apakah terdapat pengaruh pada faktor eksternal terhadap underpricing saat

IPO di Bursa Efek Indonesia periode 2010 – 2015 ?

Tujuan Penelitian

Setelah merumuskan beberapa masalah penulis memiliki beberapa tujuan

dalam penelitian yaitu :

1. Untuk mengetahui kondisi dari masing-masing faktor internal dan eksternal

terhadap underpricing saat IPO di Bursa Efek Indonesia periode 2010 – 2015

2. Untuk menganalisis pengaruh faktor internal terhadap underpricing IPO di

Bursa Efek Indonesia periode 2010 – 2015.

3. Untuk menganalisis pengaruh faktor eksternal terhadap underpricing saat IPO

di Bursa Efek Indonesia periode 2010 – 2015.

Manfaat Penelitian

1. Secara Praktis

Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat

keputusan untuk menginvestasikan dana di pasar modal dan agar diperoleh

return secara optimal. Dapat memberi informasi kepada emiten dalam

menentukan harga pada saat penawaran saham perdana (IPO) yang tepat

sehingga mendapatkan modal yang maksimal.

2. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat dikembangkan kembali sebagai referensi penelitian

selanjutnya dan dapat menambah pengetahuan mengenai informasi keuangan

dan informasi non keuangan serta veriabel makro terhadap underpricing.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan variabel keuangan serta variabel non

keuangan dan variabel makro yang merupakah faktor internal dan eksternal

sebagai variabel independen yang diduga mempengaruhi underpricing sebagai

variabel dependen saat penawaran umum saham perdana (IPO) di Bursa Efek

Indonesia periode 2010 – 2015.