ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu...

101
PENDAHULUAN Jumlah entreprener perempuan makin bertambah seir- ing meningkatnya tingkat partisipasi angkatan kerja perem- puan. Banyak perempuan yang memasuki dunia entreprener diawali dari coba-coba untuk mengembangkan ketrampilan terkait pekerjaan domestik seperti masak-memasak atau ja- hit menjahit. Sebagian yang lain memulai usaha karena pe- kerjaan domestik sudah mulai berkurang, karena anak-anak sudah besar. Karakteristik memulai usaha yang demikian membawa konsekwensi pada lemahnya profesionalisme manajemen usaha. Para enterprener perempuan tersebut. lebih mudah masuk usaha di sektor informal. Sebuah penelitian tentang wirausaha florist di Kota Malang menunjukkan bahwa usaha yang banyak meli- ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK ENTREPRENEURSHIP PADA PEREMPUAN PENGUSAHA PEMULA DI KOTA MALANG Oleh : Rahayu Relawati Abstract Participation of women labor force is getting higher, including them who conduct entrepreneur’s activities. The research aimed to analyze personal factors, i.e..: knowledge, attitude and skill of woman beginner entrepreneur in managing their business. The research result was expected to answer a question why women’s entrepreneurship is less developed so their business also less developed. The research subject is woman beginner entrepreneur in Malang. The research result is as follows. Knowledge of most women beginner entrepreneur concerning management of their business is limited at accidental planning, product processing of their own business and a conventional marketing without any promotion. Their attitude is wishing to develop their business, but it is not supported with a serious effort to reach, meanwhile the attitude on investment is still simply to run the business. Skill of woman beginner entrepreneur in business management is still lower: their business planning is not noted, production process is done by their self and product marketing is still not accompanied by promotion to improve sale. The research recommendation is as follow. To move forward the business conducted by many women, government and institution which is have competence need to improve mental of entrepreneurship and managerial skill as part of life skills to improve woman empower in economic aspect. KOMPETENSI Jurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol.7No.3September-Desember‘09 Fak. Ekonomi - Universitas Cokroaminoto Yogyakarta ISSN: 42-9450 Keyword entrepreneurship, know- ledge, attitude, skill, beginner entrepreneur. Penulis Rahayu Relawati, Do- sen Jurusan Agribisnis Universitas Muham- madiyah Malang

Transcript of ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu...

Page 1: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN

Jumlah entreprener perempuan makin bertambah seir-ing meningkatnya tingkat partisipasi angkatan kerja perem-puan. Banyak perempuan yang memasuki dunia entreprener diawali dari coba-coba untuk mengembangkan ketrampilan terkait pekerjaan domestik seperti masak-memasak atau ja-hit menjahit. Sebagian yang lain memulai usaha karena pe-kerjaan domestik sudah mulai berkurang, karena anak-anak sudah besar. Karakteristik memulai usaha yang demikian membawa konsekwensi pada lemahnya profesionalisme manajemen usaha. Para enterprener perempuan tersebut. lebih mudah masuk usaha di sektor informal.

Sebuah penelitian tentang wirausaha florist di Kota Malang menunjukkan bahwa usaha yang banyak meli-

ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK ENTREPRENEURSHIP PADA PEREMPUAN PENGUSAHA PEMULA DI KOTA MALANGOleh : Rahayu Relawati

AbstractParticipation of women labor force is getting higher, including them who conduct entrepreneur’s

activities. The research aimed to analyze personal factors, i.e..: knowledge, attitude and skill of woman beginner entrepreneur in managing their business. The research result was expected to answer a question why women’s entrepreneurship is less developed so their business also less developed. The research subject is woman beginner entrepreneur in Malang.

The research result is as follows. Knowledge of most women beginner entrepreneur concerning management of their business is limited at accidental planning, product processing of their own business and a conventional marketing without any promotion. Their attitude is wishing to develop their business, but it is not supported with a serious effort to reach, meanwhile the attitude on investment is still simply to run the business. Skill of woman beginner entrepreneur in business management is still lower: their business planning is not noted, production process is done by their self and product marketing is still not accompanied by promotion to improve sale.

The research recommendation is as follow. To move forward the business conducted by many women, government and institution which is have competence need to improve mental of entrepreneurship and managerial skill as part of life skills to improve woman empower in economic aspect.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi,Manajemen & AkuntansiVol. 7 No. 3 September - Desember ‘09

Fak. Ekonomi - UniversitasCokroaminoto Yogyakarta

ISSN: �4�2-9450

Keyword

entrepreneurship, know-ledge, attitude, skill, beginner entrepreneur.

Penulis

Rahayu Relawati, Do-sen Jurusan Agribisnis Universitas Muham-madiyah Malang

Page 2: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

2

batkan perempuan sebagai pengelola tersebut belum memisahkan secara te-gas antara manajemen rumah tangga dan manajeman usaha terutama pada aspek keuangan sehingga kinerja usaha kurang dapat dievaluasi secara cermat. Hal ini disebabkan perempuan penge-lola usaha belum memiliki sikap entre-preneur yang profesional (Relawati R., 2003). Penelitian lain tentang penguatan jaringan usaha melalui wadah organ-isasi perempuan merekomendasikan bahwa perlu dimulai pembinaan terha-dap perempuan pengusahanya. Pem-binaan yang dibutuhkan meliputi sikap mental entrepreneur, teknis produksi dan manajeman pemasaran (Relawati R., 2006).

Dari temuan kedua penelitian terse-but diketahui masalah dalam penge-lolaan usaha oleh perempuan belum terbina dengan baik sikap mental en-trepreneur mereka. Untuk merumuskan model pembelajaran entrepreneur yang efektif sangat penting untuk dianalisis faktor-faktor pribadi perempuan yang membentuk entrepreneurship (sikap kewirausahaan) tersebut. Bentuk-ben-tuk pelatihan yang ada selama ini hanya terfokus pada manajemen usaha. Se-cara spesifik bagaimana membentuk jiwa entrepreneur pada perempuan yang notabene masih banyak terkenda-la secara budaya belum menjadi kajian yang intensif.

Artikel ini ditulis berdasarkan ha-sil penelitian tahap pertama dari se-buah penelitian yang tujuan akhirnya adalah merumuskan konsep Nurturing Entrepreneurship (pembelajaran/pem-bentukan sikap kewirausahaan) pada perempuan. Tujuan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor pribadi yaitu: pengetahuan, sikap dan ketrampilan perempuan pengusaha pemula dalam mengelola usaha mereka. Diharapkan hasil penelitian ini menjawab pertan-yaan mengapa entrepreneurship pada perempuan belum berkembang optimal sehingga keberhasilan usaha juga be-lum maksimal.

TINJAUAN PUSTAKA

Relawati R. (2003) dalam pene-litian tentang Analisis Gender Pada Wi-rausaha Agribisnis menemukan bahwa wirausaha florist di Kota Malang banyak melibatkan perempuan sebagai pen-gelola usaha. Peran mereka terutama pada pengelolaan keuangan dan pem-bukuan usaha. Sedangkan pekerjaan teknis merangkai bunga justru ban-yak dikerjakan pekerja laki-laki karena pengerjaannya lebih banyak dilakukan pada malam hari. Dalam pengelolaan keuangan usaha, para pengusaha flo-rist belum memisahkan secara tegas antara manajemen rumah tangga dan manajeman usaha terutama pada as-pek keuangan sehingga kinerja usaha kurang dapat dievaluasi secara cermat.

Rahayu RelawatiAnalisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang

Page 3: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

3

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �-�8

Pengelolaan keuangan usaha yang belum terpisah secara tegas dengan keuangan rumah tangga lebih disebab-kan pada anggapan bahwa perempuan lebih tekun dalam mengatur keuangan. Namun disisi lain bekal pengetahuan manajemen usaha yang terbatas me-nyebabkan mereka tidak melakukan pembukuan yang sistematis. Pada ka-sus ini dan pada banyak kasus usaha rumah tangga yang lain, perempuan pengelola usaha belum memiliki sikap entrepreneur yang profesional sehingga usaha sulit untuk berkembang menjadi besar.

Relawati R. (2006) dalam temuan

awal dari penelitian tentang Penguatan Jaringan Usaha Melalui Wadah Organ-isasi Perempuan mengungkap bahwa perempuan pengusaha pemula mempu-nyai potensi dan kemauan untuk menge-lola usaha. Hanya saja motivasi usaha mereka masih terbatas pada usaha sampingan sebagai tambahan atas pendapatan suami. Prinsip mendapat-kan pendapatan tambahan (bukan pendapatan utama) menyebabkan ori-entasi pengembangan usaha mereka kurang maksimal. Secara faktual bisa jadi usaha mereka sudah memperoleh pendapatan yang lebih besar atau sama dengan penghasilkan suami. Namun karena konsep memperoleh pendapa-tan tambahan maka usaha mereka di-anggap tidak terlalu penting. Kendala pengembangan usaha yang ditemukan

terutama adalah rendahnya spirit Entre-preneur dan lemahnya jaringan pema-saran. Hal ini perlu diperbaiki melalui pembinaan terhadap perempuan pen-gusahanya. Pembinaan yang dibutuh-kan meliputi sikap mental entrepreneur, pembinaan teknis produksi dan manaje-man pemasaran. Penelitian tersebut be-lum menjawab bagaimana metode pem-binaan tersebut agar lebih efektif untuk menumbuhkan jiwa entrepreneur.

Berwirausaha senantiasa melibatkan

dua unsur pokok: peluang dan kemam-puan menanggapi peluang. Karena itu, kewirausahaan adalah tanggapan ter-hadap peluang usaha yang terungkap dalam seperangkat tindakan serta mem-buahkan hasil berupa organisasi usaha yang melembaga, produktif dan inovatif. Para wirausaha adalah individu-individu yang berorientasi pada tindakan dan sukses. Wirausaha adalah mereka yang bisa menciptakan kerja bagi orang lain dan berswadaya (Faisol, 2007).

Seorang perintis teori psikologi ke-

wirausahaan, David Mc. Clelland per-nah melakukan penelitian terhadap ma-hasiswa di Harvard University. Peneliti-an menemukan adanya korelasi antara tinggi rendahnya n-ach (need for achie-vement) pada kelompok mahasiswa yang diteliti, yang diukur semasa masih kuliah dengan pemilihan karier/peker-jaan setelah mereka tamat dan terjun ke masyarakat. Hasil penelitian menunjuk-

Page 4: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

4

kan bahwa bagi mereka yang memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi terny-ata sekitar 66% diantaranya memilih ka-rier sebagai pengusaha, sementara 34% lainnya memilih bidang pekerjaan lain-nya. Sebaliknya pada mahasiswa yang mempunyai kebutuhan prestasi rendah, hanya sekitar �0% memilih pekerjaan sebagai pengusaha, dan 90% lainnya memilih pekerjaan di bidang lain.

Selanjutnya Mc. Clelland mengem-

bangkan penelitiannya terhadap orang-orang di luar kampus yang terdiri dari beragam latar belakang profesi seperti guru, pengacara, pekerja bank, dokter, pengusaha dan lain-lain. Hasil peneliti-an menunjukkan bahwa, secara umum pengusaha (entrepreneur) mendapat ni-lai n-ach lebih tinggi dibandingkan orang-orang dari bidang profesi lain. Dari hasil tersebut Mc. Clelland dan kawan-kawan akhirnya pada suatu kesimpulan bahwa ada hubungan yang erat antara kewi-rausahaan (entrepreneurship) dengan tingkat n-ach yang tinggi. Mc Clelland kemudian juga melakukan penelitian tentang hubungan antara tingkat n-ach dengan tingkat perkembangan ekono-mi suatu negara. Hasilnya menujukkan adanya hubungan antara tingkat n-ach suatu negara dengan tingkat perkem-bangan perekonomiannya. Hasil peneli-tian tersebut pada tahun �96� diterbit-kan dalam buku berjudul “The Achieving Society”.

Dari hasil-hasil penelitiannya ke-mudian Mc. Clelland dan kawan-kawan mengambil kesimpulan bahwa betapa pentingnya meningkatkan n-ach seseo-rang dalam rangka mengembangkan jiwa entepreneurship masyarakat, yang bila dilihat dari segi ekonomi mikro dapat mendorong tumbuh dan berkembang-nya dunia usaha dan dari segi ekonomi makro dapat meningkatkan perekono-mian suatu negara. Pentingnya n-ach pada entrepreneur menjadi landasan dalam pengembangan konsep nurturing entrepreneurship bahwa n-ach sebagai variabel penting yang harus diperhati-kan.

Pendekatan behaviorism dari ahli

psikologi B. Watson menyatakan bah-wa perilaku manusia bukan bersifat in-stingtif tetapi dapat dipelajari. Watson menyatakan bahwa perilaku manusia dibentuk oleh lingkungan masyarakat atau dengan kata lain dibentuk oleh nurture, bukan dengan nature. Faktor nurture berperan lebih banyak daripada nature dalam pembentukan perilaku manusia, atau dapat dikatakan karena nature manusia menciptakan dan mem-pelajari culture maka nature dan nurture bukan saling beroposisi tetapi tetapi sal-ing melengkapi (Macionis, �996).

Para ahli antropologi berpendapat

bahwa sifat (nature) manusia yang diek-spresikan dalam gagasan dan perilaku sangat bervariasi dari masyarakat satu

Rahayu RelawatiAnalisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang

Page 5: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

5

dengan masyarakat lainnya. Mengapa terjadi demikian karena pada masing-masing masyarakat dilakukan sosialisa-si atau enkulturasi.

Sosialisasi atau enkulturasi adalah

proses dimana anggota baru masyara-kat diajari sikap, nilai, perilaku dan ket-rampilan yang menjadi dasar masyara-kat tersebut (Plog, et all, �979). Proses ini merupakan proses jangka panjang, yang bisa dimulai sejak bayi lahir dan berlanjut sampai seseorang meninggal. Sosialisasi meliputi instruksi eksplisit maupun contoh oleh keluarga dan ma-syarakat.

Pendekatan behaviorism dari ahli

psikologi B. Watson menyatakan bahwa perilaku manusia bukan bersifat insting-tif tetapi dapat dipelajari. Watson meny-atakan bahwa perilaku manusia diben-tuk oleh lingkungan masyarakat atau dengan kata lain dibentuk oleh nurture, bukan dengan nature. Faktor nurture berperan lebih banyak daripada nature dalam pembentukan perilaku manusia, atau dapat dikatakan karena nature manusia menciptakan dan mempelajari culture maka nature dan nurture bukan saling beroposisi tetapi tetapi saling me-lengkapi (Macionis, �996).

Para ahli antropologi berpenda-

pat bahwa sifat (nature) manusia yang diekspresikan dalam gagasan dan peri-laku sangat bervariasi dari masyarakat

satu dengan masyarakat lainnya. Men-gapa terjadi demikian karena pada ma-sing-masing masyarakat dilakukan sosi-alisasi atau enkulturasi.

Sosialisasi atau enkulturasi adalah

proses dimana anggota baru masyara-kat diajari sikap, nilai, perilaku dan ket-rampilan yang menjadi dasar masyara-kat tersebut (Plog, et all, �979). Proses ini merupakan proses jangka panjang, yang bisa dimulai sejak bayi lahir dan berlanjut sampai seseorang meninggal. Sosialisasi meliputi instruksi eksplisit maupun contoh oleh keluarga dan ma-syarakat.

Dari proses enkulturasi, seseorang bisa belajar tentang nilai, sikap, perilaku dan ketrampilan. Hal ini juga dapat dipe-roleh dari proses pendidikan baik formal maupun non formal. Pendidikan meru-pakan transmisi pengetahuan, pema-haman, sikap dan cara untuk melaku-kan sesuatu yang menjadi karakteristik masyarakat tertentu. Pendidikan tidak hanya diperoleh dari pengajaran ket-rampilan teknis tetapi juga bagian dari proses sosialisasi. Pendidikan mem-punyai banyak bentuk, baik instruksi formal maupun informal. Pada kebany-akan masyarakat, justru pembelajaran ketrampilan khusus tidak diperoleh dari pendidikan formal. Ketrampilan dan si-kap dipelajari dari observasi ‘on the job’ (Plog, et all, �979).

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �-�8

Page 6: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

6

Rahayu RelawatiAnalisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang

METODE PENELITIAN

Tempat penelitian ditentukan se-cara sengaja (purposive) yaitu di Kota Malang. Unit analisis dibatasi pada perempuan pengelola usaha pemula yang terhimpun dalam wadah Ikatan Pengusaha Aisyiyah. Teknik pengumpu-lan data formal dan informal digunakan, mencakup: observasi lapang, angket terbuka, serta wawancara mendalam.

Data dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Berbagai jawa-ban informan tentang pengetahuan, sikap dan ketrampilan kemudian dirin-gkas dan dikelompokkan berdasarkan jawaban yang bermakna sama. Mas-ing-masing kelompok jawaban yang bermakna sama selanjutnya diuraikan untuk memperjelas pemaknaan jawa-ban informan.

HASIL PENELITIAN

Pengetahuan, sikap dan ketrampi-lan perempuan pengusaha pemula dini-lai dari hasil wawancara tentang aspek

manajemen usaha, meliputi perenca-naan usaha, produksi dan pemasaran hasil. Jika usaha yang dilakukan meru-pakan usaha dagang maka aspek pro-duksi tidak dibahas, tetapi diganti den-gan aspek pencarian/pembelian barang dagangan.

a. Pengetahuan Pengusaha Pemula

Pengetahuan pengusaha pemula sangat penting untuk mempengaruhi kemampuan mereka dalam mengelola usaha. Wawancara mendalam men-gungkap pengetahuan mereka tentang manajemen usaha. Pengetahuan ten-tang manajemen usaha digali dari tiga aspek yaitu perencanaan, produksi dan pemasaran.

Untuk memperjelas deskripsi, seba-ran informan berdasarkan kelompok ja-waban disajikan pada Grafik 1. Perban-dingan visual dengan grafik diagram ba-tang dapat menunjukkan perbandingan jumlah informan pada masing-masing kelompok jawaban.

Page 7: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

7

Keterangan grafik :

�) Pengetahuan perencanaan :A � : Aktivitas yang akan dilaku-

kan terkait usahaA 2 : Rencana aktivitas yang akan

dilakukan selama satu ming-gu/bulan/tahun

A 3 : Rencana kegiatan yang akan dilakukan selama satu bulan/tahun secara detil termasuk anggaran biayanya

2) Pengetahuan tentang produksi :A � : Hasil pembuatan produkA 2 : Proses/cara pembuatan pro-

duk

3) Pengetahuan tentang pemasaran :A � : Penjualan produk / barang

daganganA 2: Promosi dan penjualan pro-

duk/barang dagangan

a.1. Pengetahuan Tentang Perenca-naan Usaha

Perencanaan usaha merupakan ba-

gian penting dalam manajemen. Temu-an lapang mengindikasikan bahwa pen-getahuan tentang perencanaan usaha masih sangat minim dan belum merata. Berikut secara berurutan dideskripsikan pengetahuan tentang perencanaan.

Sebagian besar informan 26/38 (68,4%) mengetahui perencanaan usaha sebatas pada “aktivitas yang akan dilakukan terkait usaha”. Perencanaan yang mereka pahami sebatas pada ren-cana jangka pendek bahkan yang bersi-fat insidentil. Jawaban seperti ini antara lain diberikan oleh informan pengusaha pakaian, misalnya menjelang lebaran pengusaha pakaian merencanakan me-nambah barang dagangan karena pasti pembeli akan meningkat. Informan lain pada usaha makanan ada yang men-contohkan perencanaan usaha ada-

Grafik 1. Sebaran pengetahuan informan tentang perencanaan, produksi dan pe-masaran

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �-�8

Page 8: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

8

lah menentukan jumlah makanan yang akan dijual dalam seminggu.

Dari contoh tersebut menunjukkan

bahwa sebagian besar pengusaha pe-mula mengetahui tentang perencanaan sebagai suatu aktivitas rencana usaha dalam jangka yang sangat pendek (ha-rian, mingguan, atau rencana insidental pada event tertentu). Lebih jauh tentang unsur apa saja yang harus ada dalam perencanaan dan bagaimana menyusun perencanaan belum diketahui oleh se-bagian besar informan.

Urutan berikutnya sebanyak �0/38

informan (26,3%) adalah informan den-gan pengetahuan tentang perencanaan sebagai “rencana aktivitas yang akan dilakukan selama satu minggu/bulan/ta-hun”. Kelompok informan ini tidak men-getahui/menyebutkan bahwa perenca-naan usaha juga mencakup anggaran biayanya. Pada kelompok ini sudah ada pengetahuan yang setingkat lebih baik, yakni memahami perencanaan bukan sekedar rencana insidentil, melainkan sudah ada rutinitas dalam waktu satu minggu/bulan/tahun.

Ada sedikit jumlah perempuan pen-gusaha pemula, 2/38 informan (5,3%) yang sudah memiliki pengetahuan pe-rencanaan cukup detil. Pengetahuan tersebut adalah “rencana kegiatan yang akan dilakukan selama satu bulan/tahun secara detil termasuk anggaran bia-

yanya”. Perempuan pengusaha pemula yang sedikit ini sudah relatif maju dalam menjalankan usaha mereka.

Minimnya pengetahuan tentang pe-rencanaan usaha dapat dimengerti ka-rena mereka memulai usaha umumnya berangkat dari hobby (seperti memasak, menjahit) atau karena mencoba-coba berdagang. Pengetahuan yang terba-tas tentang perencanaan sebagai fungsi pertama dan utama dalam manajemen mengindikasikan secara umum penge-tahuan manajemen mereka juga lemah. Dampak lebih jauh dari kondisi ini ten-tu ketrampilan manajemennya juga le-mah.

a.2. Pengetahuan tentang Produksi

Produksi merupakan aktivitas pen-ting pada usaha yang melakukan pem-buatan produk. Pengusaha perempuan dalam penelitian ini yang melakukan aktivitas produksi adalah usaha kue, ka-tering, minuman instant, kaos olah raga dan penjahit. Temuan lapang mengin-dikasikan bahwa pengetahuan tentang produksi dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok (lihat Grafik 1).

Sebagian informan (�4/38 = 36,8%) memahami produksi sebagai hasil pem-buatan produk, selanjutnya disebut ke-lompok pertama. Pemahaman kelom-pok pertama ini produksi merupakan kuantitas output dari suatu proses pro-

Rahayu RelawatiAnalisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang

Page 9: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

9

duksi. Sebagian besar informan (24/38 = 63,2%) menjelaskan produksi sebagai proses dan cara pembuatan produk, se-lanjutnya disebut kelompok kedua. Dari informan sebanyak 38 orang, hanya �8 orang diantara mereka yang usahanya melakukan aktivitas produksi. Selebih-nya 20 orang tidak melakukan aktivitas produksi karena usaha mereka hanya usaha dagang atau jasa persewaan komputer, Wartel dan lain-lain. Kelom-pok jawaban kedua berasal dari semua informan yang melakukan proses pro-duksi dan sebagian dari mereka yang tidak melakukan aktivitas produksi.

Pengetahuan kelompok kedua digali lebih jauh tentang apa dan bagaimana proses produksi yang dilakukan pada masing-masing usaha mereka. Mereka yang melakukan proses produksi dalam usahanya semuanya mampu menjelas-kan proses produksi pada usaha mere-ka. Hal ini dapat dimengerti karena me-mang semua pengusaha pemula terse-but melakukan semua aktivitas usaha-nya sendiri bersama keluarga, ada juga yang mempunyai pekerja namun secara teknis pemilik usaha menguasai teknis produksi. Misalnya pada pengusaha mi-numan instant yang sudah relatif maju dan tidak melakukan semua aktivitas produksi karena kesibukan pada berba-gai pertemuan usaha, pengetahuan pro-duksi dikuasai karena pengusaha sen-diri yang mengajarkan semua pekerja tentang teknis produksi. Demikian juga

pada pengusaha kaos olah raga, pemi-liknya menguasai pengetahuan tentang teknis produksi. Informan dari kelompok jawaban kedua yang tidak melakukan proses produksi dalam usahanya tidak diwawancara detil tentang proses pro-duksi.

a.3. Pengetahuan tentang Pemasa-ran

Pemasaran merupakan ujung tom-bak dari aktivitas usaha. Paradigma baru pemasaran adalah “memproduksi apa yang dapat dipasarkan”. Semua pengusaha perempuan dalam peneli-tian ini melakukan aktivitas pemasaran. Temuan lapang mengindikasikan bahwa pengetahuan tentang pemasaran dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok (lihat Grafik 1). Berikut secara berurutan dideskripsikan pengetahuan tentang pe-masaran.

Sebagian besar informan (32/38 = 84,2%) mengetahui pemasaran seba-gai penjualan produk/barang dagangan. Pada kelompok informan ini mereka hanya menjelaskan bagaimana mereka secara rutin melakukan penjualan. Ke-tika mereka ditanya bagaimana upaya untuk meningkatkan penjualan maka belum tampak ide-ide untuk melakukan peningkatan penjualan. Sebagian kecil lainnya yaitu sebanyak 6/38 (�5,8%) mengetahui pemasaran sebagai pro-mosi dan penjualan produk/barang da-

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �-�8

Page 10: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

�0

Rahayu RelawatiAnalisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang

gangan. Jadi pada kelompok jawaban kedua ini mereka sudah mempunyai pengetahuan lebih baik bahwa dalam pemasaran ada upaya-upaya promosi yang harus dilakukan. Jawaban ini nam-pak pada penjelasan mereka tentang bentuk-bentuk promosi yang dilakukan dapat dengan cara-cara: mengikuti pa-meran atau bazar, memberikan produk contoh (kue), dan memberikan bonus pada sejumlah pembelian tertentu yang cukup besar. Perlu diketahui bahwa isti-lah ’promosi’ ini merupakan pemaknaan yang diberikan peneliti terhadap jawa-ban informan tentang upaya meningkat-kan penjualan.

Dari kondisi pengetahuan perempu-an pengusaha pemula tentang pemasa-ran yang masih sangat terbatas, dapat

dimengerti mengapa usaha mereka ma-sih sulit untuk dikembangkan. Sebagian dari mereka yang usahanya sudah relatif maju, memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang pemasaran dibandingkan sebagian besar informan.

b. Sikap Pengusaha Pemula

Sikap pengusaha pemula sangat penting untuk mempengaruhi kemam-puan mereka dalam mengelola usaha. Wawancara mendalam mengungkap si-kap mereka sebagai enterprener. Sikap sebagai enterprener digali dari dua as-pek yaitu sikap dalam mengembangkan usaha dan berinvestasi. Untuk memper-jelas deskripsi, sebaran informan ber-dasarkan kelompok jawaban disajikan pada Grafik 2.

Grafik 2. Sikap Informan dalam mengembangkan usaha dan berinvestasi

Keterangan grafik :

�) Mengembangkan Usaha :B� : Tidak berpendapatB2 : Setuju namun merasa belum

mampu

B3 : Setuju dan sangat menging-inkan

B4: Setuju dan sangat menging-inkan diikuti upaya menyisi-hkan sebagian keuntungan untuk investasi

Page 11: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

��

2) Berinvestasi :B� : Menganggap penting berin-

vestasi untuk menjalankan usaha

B2 : Investasi penting untuk peng-embangan usaha saat ini

B3 : Investasi penting untuk peng-embangan usaha dan jika perlu mencari modal tamba-han dari luar

b.1. Sikap dalam Mengembangkan Usaha

Sikap seorang enterprener tentang pengembangan usaha sangat penting dalam menentukan keberhasilan usaha. Temuan lapang mengindikasikan bahwa sikap tentang pengembangan usaha cukup beragam. Setelah diringkas, ja-waban informan dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok sikap. Berikut secara berurutan dari kelompok sikap yang terbanyak dideskripsikan pengeta-huan tentang pengembangan usaha.

Jumlah kelompok jawaban terbesar adalah informan yang setuju dan sangat menginginkan pengembangan usaha �5/38 (39,5%). Layaknya orang yang sudah memulai usaha maka mereka menginginkan usaha yang makin besar. Namun pada kelompok jawaban ini me-reka tidak menyatakan sikap lain yang memperkuat keinginan mengembang-kan usaha.

Kelompok jawaban kedua yang di-berikan oleh sejumlah orang yang ham-pir sama dengan kelompok pertama yaitu �4/38 (36,8%) menyatakan bahwa mereka setuju dan sangat mengingin-kan pengembangan usaha serta diikuti upaya menyisihkan sebagian keuntung-an untuk investasi. Kelompok jawaban kedua ini menunjukkan sikap yang makin kuat dalam keinginan mengembangkan usaha. Memang pengembangan usaha tidak mungkin dilakukan tanpa adanya modal tambahan. Sikap demikian lebih banyak muncul pada usaha yang sudah mempunyai keuntungan lebih besar.

Kelompok jawaban lain dari infor-man sebanyak 7/38 (�8,4%) menya-takan setuju terhadap pengembangan usaha namun mereka merasa belum mampu = 7/38 (�8,4%). Sikap demikian lebih banyak muncul pada usaha yang belum mempunyai keuntungan besar, dan pada kondisi kemampuan ekonomi keluarga yang terbatas. Kelompok jawa-ban ini memang terkesan sebagai sikap pesimistis para perempuan pengusaha pemula.

Diantara informan ada juga sebagian kecil, 2/38 (5,3%), yang tidak berpenda-pat atau memberikan respon terhadap pertanyaan tentang pengembangan usaha mereka. Dengan malu-malu para ibu setengah baya yang mempunyai usaha rumah tangga tersebut meng-geleng sambil mengatakan ”tidak tahu”

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �-�8

Page 12: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

�2

apakah mereka mempunyai keinginan untuk mengembangkan usaha.

b.2. Sikap dalam Berinvestasi Sikap seorang enterprener untuk

berinvestasi pada usaha mereka sangat penting dalam menentukan keberhasilan usaha. Temuan lapang mengindikasikan bahwa sikap tentang berinvestasi dalam usaha cukup beragam. Setelah diring-kas, jawaban informan dapat dikelom-pokkan menjadi tiga kelompok sikap. Berikut secara berurutan dari kelompok sikap yang terbanyak dideskripsikan si-kap tentang berinvestasi dalam usaha.

Jumlah kelompok jawaban terbe-sar adalah informan yang menganggap penting berinvestasi untuk menjalan-kan usaha (�7/38 = 44,7%). Layaknya orang yang sudah memulai usaha maka mereka menginginkan usaha yang ma-kin besar, sehingga penting untuk ber-investasi. Sikap dalam berinvestasi ini memang sejalan dengan sikap mereka dalam pengembangan usaha. Namun pada kelompok jawaban ini mereka ti-dak menyatakan sikap lain yang mem-perkuat keinginan berinvestasi.

Kelompok jawaban berikutnya ada-lah sikap mereka bahwa investasi pen-ting untuk pengembangan usaha saat ini. Kelompok jawaban ini diberikan oleh sejumlah �3/38 informan (34,2%). Kelompok jawaban sikap ini lebih maju

dari kelompok terbanyak pertama. Jika pada kelompok jawaban pertama me-reka menganggap penting investasi untuk menjalankan usaha, maka kelom-pok kedua ini menganggap penting in-vestasi untuk mengembangkan usaha. Sikap demikian diberikan karena usaha mereka sudah cukup menguntungkan dan ingin dikembangkan menjadi lebih besar.

Kelompok jawaban berikutnya yang diberikan oleh sebanyak 8/38 informan (2�,�%) adalah investasi penting untuk pengembangan usaha dan jika perlu mereka mencari modal tambahan dari luar. Kelebihan sikap ini dibandingkan kelompok sikap sebelumnya adalah ke-beranian mencari pinjaman modal (bank dan atau koperasi). Sikap ini diberikan oleh usaha yang sudah cukup maju, pengetahuan mereka tentang perenca-naan usaha dan pemasaran lebih baik dibandingkan informan lain. Akses me-reka terhadap sumberdaya pendukung bisnis seperti lembaga keuangan juga cukup luas. Dalam dunia bisnis, dengan kemampuan dana pribadi/keluarga yang terbatas tentu dibutuhkan modal ekster-nal untuk mengembangkan usaha.

c. Ketrampilan Pengusaha Pemula

Ketrampilan pengusaha pemula sangat penting dalam menjalankan usaha untuk keberhasilan mereka. Wa-wancara mendalam mengungkap ket-

Rahayu RelawatiAnalisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang

Page 13: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

�3

rampilan mereka dalam menjalankan manajemen usaha.

Ketrampilan tentang manajemen usaha digali dari tiga aspek yaitu peren-canaan, produksi dan pemasaran.

Berbagai jawaban informan kemudi-an diringkas dan dikelompokkan berda-sarkan jawaban yang bermakna sama.

Masing-masing kelompok jawaban yang bermakna sama selanjutnya diuraikan untuk memperjelas pemaknaan jawa-ban informan. Untuk memperjelas de-skripsi, sebaran informan berdasarkan kelompok jawaban disajikan pada Gra-fik 3. Perbandingan visual dengan gra-fik diagram batang dapat menunjukkan perbandingan jumlah informan pada masing-masing kelompok jawaban.

Keterangan grafik:

�) Ketrampilan perencanaan C� : Merencanakan aktivitas yang

akan dilakukan insidental tanpa catatan

C2 : Merencanakan aktivitas yang akan dilakukan selama satu minggu/bulan tanpa catatan

C3 : Merencanakan kegiatan yang akan dilakukan selama satu bulan dengan catatan seder-hana dan anggaran kasar

2) Ketrampilan produksi C� : Tidak melakukan pembuatan

Grafik 3. Ketrampilan Informan dalam Perencanaan, Produksi dan Pemasaran

produk (jasa/dagang) C2 : Mampu melakukan pembua-

tan produk sendiriC3 : Mampu melakukan pembua-

tan produk sendiri namun di-bantu pekerja

3) Ketrampilan pemasaran C� : Melakukan penjualan produk

/ barang dagangan sendiri C2 : Mampu melakukan promosi

dan penjualan produk/ba-rang dagangan sendiri

C3 : Mampu melakukan promosi dan penjualan produk sendiri namun dibantu pekerja

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �-�8

Page 14: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

�4

c.1. Ketrampilan dalam Perencanaan

Perencanaan usaha merupakan bagian penting dalam manajemen. Te-muan lapang mengindikasikan bahwa ketrampilan dalam perencanaan usaha masih sangat minim dan belum merata. Berikut secara berurutan dari yang ter-banyak dideskripsikan ketrampilan da-lam perencanaan usaha. Ketrampilan perencanaan usaha ini sejalan dengan pengetahuan mereka tentang perenca-naan tersebut.

Sebagian besar informan, 25/38 (65,8%) merencanakan aktivitas yang akan dilakukan secara insidental tanpa catatan. Perencanaan yang mereka la-kukan sebatas pada rencana jangka pendek bahkan yang bersifat insiden-til. Ketrampilan merencanakan sebatas insidentil ini antara lain diberikan oleh informan pengusaha pakaian, misalnya menjelang lebaran pengusaha pakaian merencanakan menambah barang da-gangan karena pasti pembeli akan me-ningkat. Informan lain pada usaha toko bahan makanan ada merencanakan un-tuk menentukan jumlah bahan makanan yang akan dijual dalam seminggu.

Dari contoh tersebut menunjukkan bahwa ketrampilan dari sebagian besar pengusaha pemula dalam masih bersi-fat jangka yang sangat pendek (harian, mingguan, atau rencana insidental pada event tertentu) dan tanpa catatan sama

sekali. Lebih jauh mereka tidak merinci unsur apa saja yang direncanakan dan bagaimana pelaksanaannya belum dila-kukan oleh sebagian besar informan.

Urutan berikutnya sebanyak ��/38

informan (28,9%) adalah informan yang merencanakan aktivitas yang akan dila-kukan selama satu minggu/bulan namun tanpa catatan. Kelompok informan ini tidak memiliki ketrampilan dan tidak melakukan penganggaran biaya tertu-lis dalam perencanaan usaha tersebut. Jika dianalisis pada kelompok ini sudah ada ketrampilan yang setingkat lebih baik, yakni ketrampilan perencanaan bukan sekedar rencana insidentil, me-lainkan sudah ada rutinitas dalam waktu satu minggu / bulan / tahun.

Ada sedikit jumlah perempuan pen-gusaha pemula, 2/38 informan (5,3%) yang sudah memiliki ketrampilan pe-rencanaan lebih baik. Mereka meren-canakan kegiatan yang akan dilakukan selama satu bulan dengan catatan se-derhana dan anggaran kasar. Ketrampi-lan tersebut dimiliki oleh sangat sedikit perempuan pengusaha pemula yang usahanya relatif maju.

Minimnya ketrampilan dalam peren-canaan usaha dapat dimengerti karena pengetahuan mereka tentang peren-canaan juga terbatas, dan mereka be-lajar berusaha secara otodidak, tanpa didasari ilmu pengetahuan manajemen

Rahayu RelawatiAnalisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang

Page 15: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

�5

bisnis yang memadai. Mereka juga me-mulai usaha umumnya berangkat dari hobby dan karena mencoba-coba ber-dagang untuk meningkatkan pendapa-tan keluarga. Ketrampilan yang terba-tas dalam perencanaan sebagai fungsi pertama dan utama dalam manajemen mengindikasikan secara umum ketram-pilan manajemen mereka juga lemah. Dampak lebih jauh dari kondisi ini tentu usaha mereka juga belum berpotensi besar untuk dikembangkan.

c.2. Ketrampilan dalam Berproduksi

Produksi merupakan aktivitas pen-ting pada usaha yang melakukan pem-buatan produk. Pengusaha perempuan dalam penelitian ini yang melakukan aktivitas produksi adalah usaha kue, katering, minuman instant, kaos olah raga dan penjahit. Seluruh informan di-wawancara tentang ketrampilan mereka dalam melakukan aktivitas produksi. Wawancara ini diperkuat dengan obser-basi pada sebagian informan saat ada aktivitas produksi, sehingga ketrampilan pengusaha dalam aktivitas produksi da-pat diamati langsung. Temuan lapang mengindikasikan bahwa ketrampilan dalam produksi dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok (lihat Grafik 3). Berikut secara berurutan dideskripsikan ketrampilan berproduksi.

Sebagian informan yang usahanya berupa usaha dagang atau jasa, 20/38

informan (52,6%) tidak melakukan pem-buatan produk, sehingga mereka tidak diwawancara tentang ketrampilan ber-produksi. Jumlah ini relatif besar, seka-ligus indikasi bahwa dari informan pe-rempuan pengusaha pemula 38 orang, lebih dari separoh mereka melakukan usaha uang tidak memerlukan aktivitas prouksi. Hal ini dapat berkaitan dengan peluang usaha dagang lebih menarik bagi mereka tanpa ada risiko kegagalan pembuatan produk. Alasan lebih jauh, usaha terkait produksi memerlukan ke-cakapan vokasional (bagian dari life skills) yang tidak dimiliki banyak orang.

Sebagian informan mampu melaku-kan pembuatan produk sendiri (�0/38 = (26,3%). Mereka yang memiliki ketram-pilan produksi ini seiring dengan pema-haman mereka tentang produksi dengan urutan dana cara yang jelas. Proses pembuatan produk tersebut harus baik agar laku dipasarkan. Ketrampilan da-lam berproduksi digali lebih jauh tentang apa dan bagaimana proses produksi yang dilakukan pada masing-masing usaha mereka. Mereka yang melakukan proses produksi dalam usahanya se-muanya mempunyai ketrampilan proses produksi pada usaha mereka. Hal ini da-pat dimengerti karena memang semua pengusaha pemula tersebut melakukan semua aktivitas usahanya sendiri ber-sama keluarga.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �-�8

Page 16: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

�6

Kelompok berikutnya adalah me-reka yang memiliki ketrampilan pro-duksi, mampu melakukan pembuatan produk sendiri namun dibantu pekerja. Jumlah mereka sebanyak 8/38 informan (2�,�%). Mereka mempunyai pekerja namun secara teknis pemilik usaha menguasai ketrampilan teknis produksi. Kadang ketika pengusaha sedang be-rada di rumah mereka melakukan se-bagian atau seluruh proses produksi, bersama-sama dengan pekerja. Cara seperti ini dirasakan cukup efektif un-tuk mengontrol proses produksi agar kualitas produk tetap terjaga baik. Pe-rempuan pada usaha yang sudah relatif maju tidak melakukan semua aktivitas produksi sendiri, karena tidak mungkin semua pekerjaan dapat diselesaikan. Apalagi, mental enterprener jika usa-hanya ingin semakin besar maka harus ada proses pengalihan pekerjaan pada pekerja mereka. Jika waktu habis untuk mengerjakan proses produksi, maka ke-sempatan memikirkan pengembangan usaha dan membangun jaringan pema-saran menjadi sangat terbatas.

c.3. Ketrampilan dalam Pemasaran

Pemasaran merupakan ujung tom-bak dari aktivitas usaha. Paradigma baru pemasaran adalah “memproduksi apa yang dapat dipasarkan”. Semua pengusaha perempuan dalam peneli-tian ini melakukan aktivitas pemasaran. Temuan lapang mengindikasikan bahwa

ketrampilan dalam pemasaran dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok (lihat Grafik 3). Secara berurutan kelom-pok dideskripsikan dari kelompok terba-nyak dalam ketrampilan dalam pemasa-ran. Ketiga kelompok tersebut adalah :

• Melakukan penjualan produk / ba-rang dagangan sendiri = 2�/38 (55,3%)

• Mampu melakukan promosi dan penjualan produk sendiri = 9/38 (23,7%)

• Mampu melakukan promosi dan penjualan produk sendiri namun di-bantu pekerja = 8/38 (2�,�%)

Sebagian besar informan (2�/38 = 55,3%) memiliki ketrampilan pemasaran dengan melakukan penjualan produk/ barang dagangan sendiri. Kelompok informan ini hanya menjelaskan bagai-mana mereka secara rutin melakukan penjualan. Ada yang dengan membuka kios, depot makanan, menjual produk di rumah dan dijajakan ke teman/tetangga, memanfaatkan pertemuan organisasi / pengajian dan lain-lain. Pada mereka belum ada upaya khusus untuk mening-katkan penjualan.

Kelompok jawaban berikutnya ada-lah mereka yang memiliki ketrampilan promosi dan sekaligus penjualan pro-duk, yaitu sebanyak 9/38 (23,7%). Jadi

Rahayu RelawatiAnalisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang

Page 17: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

�7

pada kelompok jawaban kedua ini me-reka sudah mempunyai ketrampilan le-bih baik bahwa dalam pemasaran ada upaya-upaya promosi yang harus dila-kukan. Mereka melakukan bentuk-ben-tuk promosi dalam berbagai cara. Pe-rempuan pengusaha pemula mengikuti acara pameran atau bazar, biasanya terkait dengan event hari besar nasional atau hari besar keagamaan yang disel-enggarakan organisasi. Pada beberapa kesempatan pengusaha kue juga mem-berikan produk contoh (kue) sambil me-nawarkan sewaktu-waktu dapat meme-san kue padanya. Promosi juga dilaku-kan dengan pemberian bonus pada se-jumlah pembelian tertentu yang cukup besar, misalnya pada produk pakaian Muslimah (kerudung, dll). Perlu diketa-hui bahwa istilah ’promosi’ ini merupa-kan pemaknaan yang diberikan pene-liti terhadap jawaban informan tentang upaya meningkatkan penjualan.

Sebagian kecil dari informan (8/38 = 2�,�%) mampu memasarkan produk sendiri namun juga dibantu oleh peker-ja. Hal ini dilakukan karena usaha yang menetap di satu tempat memerlukan bantuan pekerja, dan pada usaha yang memerlukan distribusi produk dengan jangkauan pemasaran cukup luas tidak mungkin hanya ditangani sendiri. Pada kelompok jawaban ini menunjukkan usaha mereka sudah cukup berhasil.

Kondisi ketrampilan perempuan pen-gusaha pemula dalam pemasaran yang masih sangat terbatas dan masih domi-nan hanya ditangani sendiri, menunjuk-kan bahwa usaha mereka masih kecil. Sebagian dari mereka yang usahanya sudah relatif maju, memiliki ketrampilan yang lebih baik dalam pemasaran yaitu dengan berusaha membuka jaringan distribusi produk lewat toko-toko lain.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:.

�. Pengetahuan sebagian besar pe-rempuan pengusaha pemula ten-tang manajemen usaha terbatas pada perencanaan usaha yang ber-sifat insidentil, proses pembuatan produk pada usahanya dan cara pe-masaran produk konvensional tanpa upaya promosi.

2. Sikap sebagian besar perempuan pengusaha pemula sangat menging-inkan pengembangan usaha walau-pun belum didukung dengan upaya mencapainya, sedangkan sikap da-lam berinvestasi mayoritas masih sekedar untuk menjalankan usaha.

3. Ketrampilan perempuan pengusaha pemula dalam manajemen usahanya masih rendah. Perencanaan usaha yang dilakukan tidak tercatat, proses

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �-�8

Page 18: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

�8

produksi dilakukan sendiri dan pe-masaran produk masih banyak yang belum disertai upaya promosi untuk meningkatkan penjualan.

Saran yang direkomendasikan ada-lah sebagai berikut:

�. Untuk memajukan usaha yang ba-nyak dilakukan perempuan, pe-merintah dan pihak-pihak yang ber-kompeten perlu membina perempu-an pengusaha pemula dalam aspek manajemen usaha.

2. Pembinaan mental entrepreneurship sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan diri perempuan dan se-mangat memajukan usaha mereka.

3. Pembinaan ketrampilan manajemen sebagai bagian dari life skills penting penting dilakukan melalui berbagai media, terutama melalui pendidikan non formal.

DAFTAR PUSTAKA

Charina Anne, 2004. Identifikasi Karakteristik Entrepreneur Suk-ses Dan Analisis Perbedaan Ke-lompok Entrepreneur (Studi Ka-sus Dengan 22 Sampel Pen-gusaha Sukses Di Kec.Cikoneng. Ciamis). Thesis Pascasarjana Teknik Industri - Institut Teknologi Bandung.

Faisol, 2007. Manajer, Entrepreneur, In-trapreneur dan Seminar. Dipublika-sikan di Internet: http://www.kaltim-post.web.id/berita/index.asp?IDKategori=Opini&id=�95��9

Macionis, John J., �996. Society The Basics, Third Edition. Prentice-Hall, New Jersey, USA.

Plog, Fred and D.G.Bates, �979. Cul-tural Anthropology. Second Edition. Alfred A.Knoff, Inc. USA.

Relawati, Rahayu, 2003. Analisis Gen-der Pada Wirausaha Agribisnis (Stu-di Kasus pada Wirausaha Florist di Kota Malang). Laporan Penelitian Dosen Muda DIKTI.

Relawati, Rahayu, 2006. Penguatan Jaringan Usaha Melalui Wadah Or-ganisasi Perempuan (Studi Kasus pada Usaha Milik Warga Aisyiyah di Kota Malang). Laporan Penelitian Program Penelitian Unggulan (P2U) UMM.

Rahayu RelawatiAnalisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang

Page 19: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

�9

Pendahuluan

Pada saat ini (2008) kita dapat melihat bahwa di Indo-nesia telah berkembang banyak lembaga keuangan sya-riah dalam bentuk Bank Umum Syariah, unit usaha syariah maupun Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Pada akhir tahun 2007 setidaknya tercatat 3 Bank umum syariah, 26 unit usaha syariah dan �05 BPR Syariah. Sedangkan jumlah jaringan kantor dari ketiga lembaga tersebut pada tahun 2007 sedikitnya tercatat lebih dari 630-an kantor, di-perkirakan jumlah ini akan terus bertambah. Dengan dike-luarkannya kebijakan tentang Office Channelling (PBI No. 8/3/2006 sebagai mana diubah dalam PBI No.9 tahun 2007) kantor unit usaha syariah pada bank konvensional sema-kin tidak terbatas pada kantornya saja, karena dapat meng-gunakan kantor-kantor pada perbankan konvensional yang sudah tersebar di Indonesia.

Menilik sejarahnya, perkembangan yang pesat pada lembaga keuangan dan perbankan syariah ini berhubungan erat dengan perkembangan dan kemajuan perbankan sya-riah internasional, semangat kebangkitan Islam pada era 80-an, dukungan dari Majelis Ulama Indonesia serta Dukun-

PENGARUH OFFICE CHANNELLING TERHADAP KINERJA BANK SYARIAH DI INDONESIAOleh: M. Zubaedy S. dan Surifah

AbstrakPemerintah mendorong perkembangan perbankkan syariah dengan mengeluarkan kebijakan

dalam bentuk office channeling. Penelitian ini, bermaksud menguji pengaruh office channeling terhadap kinerja perbankan syariah di Indonesia. Hasil penelitian berdasar uji t menunjukkan bahwa hanya rasio PER (Profit Expense Ratio) yang merupakan perbandingan antara profit after tax dengan total expense, yang berbeda secara signifikan antara sebelum dan setelah OC. Namun

Namun berdasar uji Man Whitney U menunjukkan bahwa dari 9 rasio keuangan di atas tidak ada satupun yang berbeda secara signifikan antara sebelum dan setelah OC. Hal ini berarti bahwa dengan adanya OC, kinerja perbankan syariah di Indonesia tidak berbeda secara signifikan baik sebelum OC maupun setelah OC.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi,Manajemen & AkuntansiVol. 7 No. 3 September - Desember ‘09

Fak. Ekonomi - UniversitasCokroaminoto Yogyakarta

ISSN: �4�2-9450

Keyword

Office chanelling, kiner-ja bank syariah

Penulis

M. Zubaedy S., Dosen Fakultas Ekonomi Uni-versitas Cokroaminoto Yogyakarta

Surifah, Dosen Fakul-tas Ekonomi Universi-tas Cokroaminoto Yo-gyakarta

Page 20: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

20

gan Pemerintah dalam bentuk Undang-undang dan peraturan perbankkan yang berlaku. Semangat kebangkitan Islam terutama dipelopori oleh kalangan muda terdidik yang ingin menerapkan Islam pada semua aspek kehidupan, termasuk aspek ekonomi dan keuangan. Kebang-kitan Islam ini ditandai dengan mara-knya acara-acara bertajuk keislaman di kampus-kampus besar, penerbitan buku-buku Islam yang sangat banyak, kecenderungan kaum muslimah terpe-lajar untuk memakai jilbab, dan tumbuh pesatnya TPA yang mengajarkan baca-tulis alqur’an (Rizky, 2007).

Majlis Ulama Indonesia (MUI) dalam suatu lokakarya dengan topik utama “ Masalah bunga bank dan perbankan” di Cisarua pada tanggal �8-�9 Agustus �990, merekomendasikan agar didiri-kan lembaga perbankkan syariah un-tuk mewadahi kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi terhadap sistem keuangan yang sesuai dengan ajaran Islam. Sejalan dengan hal ini, pada bulan Nopember �99� berdirilah bank Muamalat Indonesia (BMI), yang meru-pakan bank pertama di Indonesia yang berdasarkan prinsip syariah. Berdirinya BMI ini diprakarsai oleh Majlis Ulama Indonesia, pemerintah, dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), serta beberapa pengusaha mus-lim Indonesia.

Dalam perkembangannya dukungan dari MUI semakin besar dengan ijtima ulama komisi fatwa se-Indonesia yang pada tanggal �6 Desember 2003 mene-tapkan fatwa tentang bunga. Penger-tian bunga dalam fatwa tersebut adalah tambahan yang dikenakan untuk tran-saksi pinjaman uang yang diperhitung-kan dari pokok pinjaman, tanpa mem-pertimbangkan pemanfaatan/hasil po-kok tersebut, berdasarkan tempo waktu dan diperhitungkan secara pasti dimuka berdasarkan prosentase. Sedangkan Riba adalah tambahan (Ziyadah) tanpa imbalan, yang terjadi karena penanggu-han dalam pembayaran yang diperjanji-kan sebelumnya. Fatwa ini secara tegas menyatakan bahwa praktek bunga uang saat ini telah memenuhi kriteria riba se-bagaimana yang terjadi pada zaman rasululloh (riba nasi’ah) sehingga din-yatakan haram hukumnya.

Sementara dukungan dari pemer-intah dimulai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun �992 tentang perbankan yang membuka peluang kegiatan usaha perbankan sya-riah dengan istilah bank bagi hasil, se-hingga pada periode �992 sampai den-gan �998, telah beroperasi satu bank umum syariah dan 78 Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Pada tahun �998, Un-dang-undang nomor 7 Tahun �992 di-ubah dengan UU Nomor �0 tahun �998. Berdasar undang-undang yang baru ini, memungkinkan perbankan diselengga-

M. Zubaedy S. dan SurifahPengaruh Office Channelling Terhadap Kinerja Bank Syariah di Indonesia

Page 21: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

2�

rakan dalam dua sistem, yaitu �)sistem perbankan konvensional dan 2) sistem perbankan berdasarkan prinsip syariah. Pada Tahun �999 dikeluarkan UU N0. 23 yang memberikan kewenangan ke-pada Bank Indonesia untuk selain men-jalankan tugasnya pada perbankan kon-vensional, juga pada perbankan yang berdasarkan prinsip syariah. Pada ta-hun �999 ini, BI mengeluarkan ketentu-an mengenai kelembagaan dan jaringan kantor bagi bank Umum Syariah (BUS), Bank Umum Konvensional (BUK) yang membuka unit usaha syariah dan Kan-tor Cabang Syariah (KCS), serta keten-tuan mengenai BPR Syariah (BPRS).

Dukungan pemerintah untuk men-dorong perbankan syariah semakin besar, ketika pada tahun 2006 diterbit-kan Peraturan Bank Indonesia PBI No. 8/3/2006 tentang Office Channelling (OC). Peraturan Bank Indonesia ini me-mungkinkan unit usaha syariah (UUS) bank konvensional membuka layanan penghimpunan dana masyarakat atau

Dana Pihak Ketiga (DPK) diberbagai kantor cabang konvensional.

Setahun setelahnya, BI lebih mem-perlonggar kebijakan tentang OC terse-but dengan menerbitkan PBI No.9 tahun 2007 yang merevisi PBI No. 8/3/2006. Dalam PBI hasil revisi itu, BI tak hanya mengijinkan UUS melakukan penjar-ingan DPK, tapi juga menyalurkannya kembali dalam bentuk pembiayaan ke-pada masyarakat melalui kantor cabang OC. Sebelumnya kantor OC hanya boleh dibuka dikantor cabang konvensional di suatu wilayah BI bila UUS memiliki satu kantor cabang. Namun, dengan dike-luarkannya PBI revisi, UUS kini boleh membuka kantor UUS dengan cakupan wilayah provinsi.

Dengan dukungan dari berbagai pi-hak tersebut di atas, lembaga perbank-an syariah terus bermunculan. Perkem-bangan kelembagaan Perbankan Syari-ah sejak tahun �992 sampai tahun 2007 dapat dilihat dalam tabel � berikut ini:

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �9-39

Page 22: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

22

Tabel 2Kinerja perbankan syariah November 2006-2007

Sumber: Bank Indonesia 2007

Tabel �Perkembangan kelembagaan Perbankan Syariah

Sumber: Bank Indonesia, dalam berbagai terbitan

Dengan adanya PBI No.8/3/2006 sebagaimana telah di ubah dengan PBI No.9 tahun 2007 Kinerja perbankan sya-

riah meningkat 30% lebih seperti terlihat dalam tabel 2 (Republika, �� Januari 2008), berikut ini.

Perkembangan kinerja bank syariah ini semakin menarik untuk dicermati, khususnya setelah adanya peraturan mengenai office channelling, oleh kare-na itu tulisan ini akan mengkaji tentang “pengaruh office channelling terha-dap kinerja bank syariah di Indone-sia”.

Perumusan Masalah

Berdasar pada uraian di atas perkembangan perbankan syariah In-donesia dipengaruhi oleh banyak fak-tor, yaitu semangat kebangkitan Islam, perkembangan Perbankan Islam Inter-nasional, pengusaha-pengusaha mus-lim, ICMI, Majlis Ulama Indonesia (MUI), dan Pemerintah.

M. Zubaedy S. dan SurifahPengaruh Office Channelling Terhadap Kinerja Bank Syariah di Indonesia

Page 23: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

23

Kalau kita cermati perkembangan perbankan Islam seperti yang terlihat pada tabel I, khususnya pada unit usaha syariah jumlah kelembagaannya men-galami peningkatan yang sangat tajam, yaitu dari berjumlah 8 unit pada tahun 2003 menjadi �5 unit pada tahun 2004, hal ini bisa jadi disebabkan karena adan-ya fatwa dari MUI tentang pengharaman bunga bank. Jumlah ini terus membesar hingga pada 2007 menjadi 26 unit usaha syariah, bisa jadi hal ini juga disebabkan karena adanya kebijakan Bank Indone-sia tentang Office Cannelling (OC) yang dikeluarkan pada tahun 2006. Fatwa dari MUI dan berbagai kebijakan perbankan secara kelembagaan mampu untuk me-ningkatkan jumlah kelembagaan per-bankan syariah, namun apakah secara finansial kinerja perbankan syariah juga turut meningkat?.

Berdasar penelitian Ika (2006) menunjukkan bahwa Fatwa MUI tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perbankan Islam maupun konvensional. Penelitian Ika ini dapat dihubungkan dengan penelitian Widowati (�998) dan penelitiannya Ganis (2006). Widowati menganalisis faktor-faktor strategik yang mempengaruhi kinerja industri perbankan di Indonesia yang menun-jukkan bahwa dari ketiga variabel yang mempengaruhi variabel kinerja organ-isasi yakni variabel kualitas pelayanan, faktor produktifitas dan market acuity ternyata hanya variabel kualitas pelay-

anan yang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel kin-erja organisasi. Hasil penelitian Ganis (2006) yang menunjukkan bahwa faktor kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan di Jawa tengah dan DIY pada Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah mandiri dan BNI Syariah.

Peraturan Bank Indonesia (PBI) ten-tang Office Cahnnelling (OC) diduga sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan perbankan, karena dengan adanya OC memungkinkan unit usaha syariah (UUS) bank konvensional mem-buka layanan penghimpunan dana ma-syarakat atau Dana Pihak Ketiga (DPK) diberbagai kantor cabang konvensional, hal ini akan semakin mendekatkan bank syariah pada para konsumennya yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pelayanan.

Dari berbagai uraian diatas perma-salahan penelitian ini adalah bagaimana pengaruh Office Channelling terhadap kinerja perbankan syariah di Indonesia. Pengaruh Office channelling terhadap kinerja bank syariah di Indonesia dapat dikaji dengan membandingkan perbe-daan kinerja bank syariah sebelum dan setelah adanya Office channelling, Oleh karena itu perumusan masalah peneli-tian ini adalah:

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �9-39

Page 24: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

24

�. Bagaimana pengaruh Office Chan-nelling terhadap kinerja perbankan syariah di Indonesia.

2. Apakah terdapat perbedaan kinerja perbankan syariah Indonesia se-belum dan setelah adanya Office Channelling”

Tinjauan Pustaka Dan Perumusan Hipotesis

Kinerja merupakan salah satu fak-tor penting yang menunjukkan efektifi-tas dan efisiensi suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuannya. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menilai ke-berhasilan suatu organisasi. Penilaian kinerja diproksi dengan berbagai in-dikator. Pemilihan indikator penilaian sebagai proksi kinerja perusahaan merupakan faktor yang sangat penting karena menyangkut ketepatan hasil pe-nilaian itu sendiri. Dalam riset-riset yang berkaitan dengan penilaian kinerja pe-rusahaan, pada umumnya para peneliti memilih proksi kinerja perusahaan ber-dasarkan pertimbangan (Payamta dan Machfoedz, �999): �) hasil riset-riset se-jenis masa sebelumnya, 2) menggunak-an tolok ukur yang telah ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, 3) kelaziman dalam praktik dan 4) mengembangkan model pengukuran melalui pengujian secara statistik terlebih dahulu untuk memilih tolok ukur yang sesuai dengan tujuan risetnya.

Banyak studi dilakukan untuk men-guji kinerja perusahaan dengan men-dasarkan pada laporan keuangan yang dipublikasikan. Beberapa studi yang berhubungan dengan penilaian kinerja perusahaan dengan menggunakan indi-kator rasio keuangan adalah: Payamta dan Mas’ud Machfoedz (�999) mengu-kur kinerja keuangan perusahaan per-bankkan dengan menggunakan berb-agai rasio CAMEL (Capital adequacy; Assets quality; Management; Earning; dan Liquidity,). Rasio CAMEL ini ditetap-kan juga oleh Bank Indonesia (otori-tas moneter) sebagai salah satu faktor penting untuk menilai kesehatan bank. Rusdi (2000) memproxy kinerja den-gan menggunakan angka-angka seperti Sales, Sales growth, Market share, mar-ket share growth, ROI (Return on invest-ment), Return on Sales yang datanya bersumber dari laporan keuangan. Rah-mawati (200�) mengukur kinerja keuan-gan dengan menggunakan net profit margin, Growth in Sales dan Return On Assets yang juga berasal dari laporan keuangan. Rasio Keuangan dapat juga dipakai sebagai indikator sistem perin-gatan awal (early warning system) ter-hadap kemajuan dan kemunduran kon-disi keuangan suatu perusahaan.

Berbagai ukuran kinerja yang biasa digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan indi-kator selain yang berasal dari laporan keuangan adalah: pada perusahaan-pe-

M. Zubaedy S. dan SurifahPengaruh Office Channelling Terhadap Kinerja Bank Syariah di Indonesia

Page 25: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

25

rusahaan yang telah memublik kinerja perusahaan lazim diukur dengan meng-gunakan perubahan harga dan retun (return) saham, karena harga saham merupakan fungsi dari nilai perusahaan. Apabila kinerja sebuah perusahaan pub-lik meningkat, nilai keusahaannya akan semakin tinggi, yang diapresiasi oleh pasar dalam bentuk kenaikan harga sa-ham. Sebaliknya berita buruk tentang kinerja perusahaan akan diikuti dengan penurunan harga saham perusahaan di pasar modal. Oleh karena itu perubahan harga saham relevan dijadikan dasar penilaian tentang kinerja perusahaan publik.

Widowati (�998), menganalisis fak-tor-faktor strategik yang mempengaruhi kinerja industri perbankan di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari ketiga variabel yang mempengaruhi variabel kinerja organisasi yakni varia-bel kualitas pelayanan, faktor produkti-fitas dan market acuity ternyata hanya variabel kualitas pelayanan yang memi-liki pengaruh positif dan signifikan ter-hadap variabel kinerja organisasi. Hasil penelitian Widowati ini didukung oleh penelitiannya Ganis (2006), yang me-nyatakan bahwa faktor kualitas pelayan-an berpengaruh positif terhadap kepua-san pelanggan di Jawa tengah dan DIY pada Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah mandiri dan BNI Syariah.

Kamal dan Na’im (2000) men-gevaluasi kinerja manajerial dengan menggunakan instrument self rating yang dikembangkan oleh Mahoney dkk (�963). Dalam instrumen ini setiap re-sponden diminta untuk mengukur kiner-janya sendiri dengan memilih skala satu sampai dengan tujuh. Kinerja manajerial yang diukur meliputi delapan dimensi yaitu perencanaan, investigasi, koor-dinasi, evaluasi, supervisi, pengaturan staff, negosiasi, dan representasi serta satu dimensi pengukuran kinerja secara keseluruhan.

Rusdi (2000) memproxy kinerja den-gan menggunakan angka-angka sep-erti Sales, Sales growth, Market share, market share growth, ROI (Return on investment), Return on Sales. Cahyono (�998), menggunakan ukuran kepuasan konsumen, kepuasan karyawan dan kualitas industri untuk mengevaluasi kinerja perusahaan. Rahmawati (200�) mengukur kinerja keuangan dengan menggunakan net profit margin, Growth in Sales dan Return On Assets.

Penelitian-penelitian lain yang berkaitan dengan kinerja perbankan Islam juga menilai kinerja dengan ber-dasarkan pada laporan keuangan. Penelitian-penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh: Samad dan M. Kabir Hassan (2000) meneliti tentang kin-erja Bank Islam Malaysia selama ta-hun �984 sampai tahun �997, dengan

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �9-39

Page 26: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

26

menggunakan alat uji T-test dan F-test. Kinerja perbankkan di nilai berdasar-kan rasio profitabilitas, likuiditas, risiko dan solvabilitas (risk and solvency) dan community involvement. Hasil peneliti-annya menunjukkan bahwa Bank Islam Malaysia Berhad relatif lebih likuid dan lebih kecil risikonya dibandingkan den-gan 8 bank konvensional.

Wibowo dan Sabtutyningsih (2004) meneliti tentang analisis tingkat kes-ehatan perbankan pada PT Bank Mua-malat Indonesia dan PT Bank Syariah Mandiri pada tahun 2000 sampai 2003, dengan menggunakan rasio CAMEL-Modified, hasilnya menunjukkan bahwa kedua bank tersebut sehat.

Siti Rochmah Ika (2006) meneliti tentang pengaruh Fatwa MUI tentang keharaman bunga bank terhadap kinerja Bank syariah dan Bank Konvensional di Indonesia. Pengukuran Kinerja menggu-nakan ukuran yang sama dengan yang digunakan Samad dan M. Kabir Hassan, yaitu profitabilitas, likuiditas risk and solvency) dan community involvement. Alat uji yang digunakan adalah Uji Wil-coxon Sign Rank test, uji Paired T-test dan Uji Wilks Lambda Manova. Hasilnya menunjukkan bahwa fatwa MUI tentang kaharaman bunga bank tidak mempen-garuhi tingkat kinerja bank syariah mau-pun bank swasta.

Berdasar penelitian-penelitian terda-hulu bahwa kinerja perusahaan khusus-nya perbankan dinilai berdasarkan pada analisis rasio keuangan, maka penelitian ini nantinya juga akan menggunakan ra-sio-rasio pada laporan keuangan untuk menilai kinerja perbankan syariah. Ber-dasar penelitian Ika (2006) menyatakan bahwa Fatma MUI tentang kekaharaman bunga bank tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja bank syariah maupun bank konvensional, sedangkan berdasarkan penelitian widowati (�998) yang didukung oleh penelitiannya Ga-nis (2006), menunjukkkan bahwa faktor strategik yang mempengaruhi kinerja perbankan syariah hanya faktor pelay-anan, sedangkan OC chanelling akan sangat berpengaruh terhadap faktor pelayanan ini, maka untuk sementara dapat diduga bahwa OC akan berpen-garuh terhadap kinerja perbankan sya-riah Indonesia. Dugaan sementara ini juga didukung oleh realita bahwa antara 2006 sampai 2007 (setelah adanya OC) perkembangan bank syariah cukup pe-sat (lihat tabel � dan 2). Pengaruh PBI tentang OC terhadap kinerja perbankan syariah dapat dikaji dengan memband-ingkan apakah terdapat perbedaan kin-erja bank syariah sebelum dan setelah adanya PBI tentang OC. Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas hipotesis alternatif penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

M. Zubaedy S. dan SurifahPengaruh Office Channelling Terhadap Kinerja Bank Syariah di Indonesia

Page 27: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

27

Ha : Terdapat perbedaan kinerja perbankan syariah Indonesia antara se-belum dan setelah adanya Office Chan-nelling yang diukur berdasarkan rasio keuangan.

Metode Penelitian

1. Populasi Dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah se-luruh perbankan syariah yang meliputi Bank Umum syariah dan unit usaha syariah. Sampel penelitian diambil se-cara purposive, yaitu harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Terdapat laporan keuangan pada ta-hun 2004 dan 2005 mewakili sebe-lum adanya OC.

b. Terdapat laporan keuangan pada ta-hun 2006 dan tahun 2007 mewakili setelah adanya OC.

Peraturan mengenai OC pertama kali dikeluarkan pada tanggal 30 Januari 2006 atau terjadi pada awal tahun 2006, Oleh karena itu dalam penelitian ini ta-hun 2006 sudah dapat mewakili periode setelah adanya OC.

2. Sumber Data Dan Teknik Peng-umpulan Data

Penelitian ini menggunakan sum-ber data historis. Data sekunder berupa laporan keuangan tahun 2004 sampai

dengan tahun 2007 dapat diambil dari di-rektori perbankan dan didukung dengan informasi keuangan lainnya yang lebih detail yang dapat diakses melalui Inter-net atau di Pojok Bursa Efek Indonesia. Data pendukung lainnya diperoleh dan dikumpulkan dari berbagai buku, jurnal ilmiah, mass media, serta sumber-sum-ber lain yang relevan dengan penelitian ini.

3. Definisi Operasional dan pengu-kuran Variabel penelitian

a. Office Channelling (OC) Variabel independen dalam peneli-

tian ini adalah OC. OC adalah Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang ditetapkan oleh Gubernur BI pada tanggal 30 Janu-ari 2006, dengan nomor 8/3/PBI/2006 tentang perubahan kegiatan usaha Bank Umum Konvensional menjadi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan kantor bank yang melak-sanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh bank umum kon-vensional. Peraturan BI tentang OC ini, dimaksudkan untuk dapat lebih mendo-rong perkembangan bank syariah Indo-nesia. Dengan adanya OC memung-kinkan unit usaha syariah (UUS) bank konvensional membuka layanan peng-himpunan dana masyarakat atau Dana Pihak Ketiga (DPK) diberbagai kantor cabang konvensional.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �9-39

Page 28: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

28

Setahun setelahnya, BI lebih mem-perlonggar kebijakan tentang OC terse-but dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No.9/7/PBI/2007 yang merevisi PBI No. 8/3/2006. Dalam PBI hasil revisi itu, BI tak hanya mengijinkan UUS melakukan penjaringan DPK, tapi juga menyalurkannya kembali dalam bentuk pembiayaan kepada masyarakat melalui kantor cabang OC. Sebelumnya kantor OC hanya boleh dibuka dikantor cabang konvensional di suatu wilayah BI bila UUS memiliki satu kantor cabang. Namun, dengan dikeluarkannya PBI re-visi, UUS kini boleh membuka kantor UUS dengan cakupan wilayah provinsi.

b. Pengukuran variabel kinerja

Variable dependent penelitian ini adalah kinerja bank syariah Indonesia. Pengukuran kinerja dengan menggu-nakan indikator rasio-rasio keuangan seperti yang telah dilakukan oleh ban-yak peneliti terdahulu antara lain oleh: Payamta dan Mas’ud Machfoedz (�999), Rusdi (2000), Samad dan M.Khabir Hasan (2000), Rahmawati (200�), Suri-fah (2002), Wibowo dan Sabtuningsing (2004), dan Ika (2006). Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini mereplikasi penelitian-penelitian sebe-lumnya yaitu penelitiannya Samad dan Hasan (2000) serta Ika (2006). Rasio-rasio tersebut adalah:

�) Profitability, yaitu indikator kemam-puan bank memperoleh laba apa-bila dihubungkan dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Semakin besar rasio ini berarti se-makin bagus kinerja suatu bank. Profitability dalam penelitian ini di-proksikan dengan Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), dan Profit Expense Ratio (PER). ROA merupakan perbandingan an-tara laba bersih setelah pajak den-gan modal sendiri. PER merupakan perbandingan antara profit after tax dengan total expense. PER yang semakin besar menunjukkan bahwa suatu bank cost effecient.

2) Liquidity, yaitu indikator kemampuan bank dalam menyelesaikan kewa-jiban jangka pendeknya. Bank meru-pakan suatu institusi dengan resiko likuiditas yang tinggi karena simpan-an nasabah dalam bentuk giro dan tabungan dapat diambil kapan saja. Jika terjadi penarikan dana (rush) dalam waktu singkat bank bisa kesu-litan likuiditas. Liquidity dalam pene-litian ini diproksikan dengan cash deposit ratio (CDR), loan deposit ra-tio (LDR), current ratio (CR) dan cur-rent asset ratio (CAR). Kecuali rasio LDR, semakin tinggi nilai rasio-rasio tersebut berarti suatu bank semakin likuid. CDR merupakan perbandin-gan antara cash dan bank dengan total deposit. Kepercayaan nasabah

M. Zubaedy S. dan SurifahPengaruh Office Channelling Terhadap Kinerja Bank Syariah di Indonesia

Page 29: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

29

semakin tinggi bila bank mempunyai CDR yang tinggi. LDR adalah total loan dibagi dengan total deposit. Se-makin tinggi LDR mengindikasikan bank mempunyai tekanan finansial karena memberikan kredit/pinjaman yang berlebihan. CR merupakan perbandingan antara cash and bank dengan demand deposit (simpanan giro). Rasio ini mengindikasikan bank mempunyai aset yang likuid untuk membayar uang penabung. Sedangkan CAR adalah aktiva lan-car dibagi dengan total aktiva.

3) Risk and Solvency. Yaitu indikator kemampuan perusahaan menyele-saikan kewajiban jangka panjang-nya. Solvency dalam penelitian ini diproksikan dengan debt to equity ratio (DER), Debt to total assets ratio (DTAR), dan equity multiplier (EM). Semakin tinggi nilai rasio ini berarti suatu bank semakin beresiko. DER merupakan perbandingan antara to-tal utang dengan total ekuitas. DER yang rendah mengindikasikan kin-erja bank yang baik karena modal bank kuat untuk menyerap finan-cial shock bila aktiva menurun atau kredit yang diberikan tidak terbayar. DTAR adalah total utang dibagi dengan total aktiva, sedangkan EM adalah total aktiva dibagi dengan to-tal ekuitas. EM yang semakin besar mengindikasikan bahwa suatu bank telah meminjam dana yang berlebi-

han untuk mengkonversikannya dengan ekuitas menjadi total aktiva.

4) Commitment to Economy and Mus-lim Community (CEME). Yaitu indi-kator komitment bank syariah untuk meningkatkan perekonomian dan pelayanan masyarakat muslim. Ra-sio ini diproksikan dengan Govern-ment bond investment (GBD) dan mudaraba-musyaraka ratio (MML). GDB merupakan perbandingan an-tara kas yang ditempatkan pada bank Indonesia dengan total depos-it. Semakin tinggi rasio ini mengin-dikasikan bahwa suatu bank lebih likuid dan lebih kecil resikonya. Se-dangkan MML adalah pembiayaan mudaraba dikurangi dengan musha-raka dibagi dengan total loan. Se-makin tinggi rasio ini berarti semakin besar komitment bank syariah untuk pembangunan masyarakat.

c. Teknik Statistik

Teknik statistik yang digunakan me-liputi Uji normalitas data, Uji beda rata-rata rasio profitability, liquidity, Risk dan Solvency serta CEME bank syariah se-belum dan setelah adanya OC dengan menggunakan analisis non parametrik seperti uji Rank Wilcoxon yang meru-pakan pengembangan dan penyederha-naan dari uji Mann-Whitney U. dan juga dilengkapi dengan analisis parametric dengan t-test.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �9-39

Page 30: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

30

Uji normalitas data digunakan un-tuk mengetahui apakah data dari mas-ing-masing variabel (rasio keuangan) berdistribusi normal atau tidak. Jika data tersebut berdistribusi normal maka digunakan pengujian univariate secara parametrik, seperti t-test Sedangkan jika tidak berdistribusi normal maka digu-nakan univariate secara non parametrik seperti uji Rank Wilcoxon. Dalam pene-litian ini, uji normalitas data menggunak-an One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan tingkat signifikansi 5%.

Pengujian Rank Wilcoxon merupak-an pengembangan dan penyederha-naan konsep pengujian Mann-Whitney. Pengujian ini digunakan untuk menguji perbedaan dua sampel yang indepen-den dan tidak menuntut bahwa sam-pel tersebut harus berdistribusi normal (Subiyakto, �995, hal.238).

d. Langkah-Langkah Pengujian

Langkah-langkah pengujian yang akan dilakukan dalam penelitian untuk menguji hipotesis adalah:

�) Menentukan Hipotesis nol (Ho). Ho penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan kinerja perbankan sya-riah sebelum dan setelah adanya Peraturan Bank Indonesia tentang OC, yang diukur berdasarkan rasio keuangan.

2) Menguji normalitas data yang akan di Uji dengan menggunakan One- Sample Kolmogorov-Smirnov test seperti yang telah dilakukan oleh Jin (�997) untuk menentukan jenis pengujian yang akan dilakukan. Jika Asymp. Sig (2-tailed) > 0,05 maka data berdistribusi normal, seba-liknya jika < 0,05 data berdistribusi tidak normal.

3) Menghitung besarnya rasio profit-ability, liquidity, Risk dan Solvency serta CEME pada tiap perbankan syariah sebelum dan setelah adan-ya PBI tentang OC

4) Mencari rata-rata rasio profitability, liquidity, Risk dan Solvency serta CEME dua tahun sebelum dan dua tahun setelah adanya PBI tentang OC

5) Membandingkan rata-rata rasio tersebut 2 tahun sebelum dan 2 ta-hun setelah adanya PBI tentang OC dengan menggunakan alat uji

6) Menguji signifikansi perbedaan ma-sing-masing rasio profitability, liquid-ity, Risk dan Solvency serta CEME sebelum dan setelah adanya OC dengan tingkat signifikansi 5%, den-gan uji Rank Wilcoxon dan T-test

7) Dilakukan analisis terhadap kinerja perbankkan sebelum dan setelah

M. Zubaedy S. dan SurifahPengaruh Office Channelling Terhadap Kinerja Bank Syariah di Indonesia

Page 31: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

3�

adanya PBI tentang OC dan meny-impulkan hasil analisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Sampel Penelitian

Berdasar kriteria sampel yang dise-butkan di atas, maka sampel Bank Umum Syariah terdiri dari:

�. Bank Mandiri

2. Bank Mega

3. Bank Muamalat Indonesia

Sampel Unit Usaha Syariah meli-puti:

�. Unit Usaha Syariah Bank BRI

2. Unit Usaha Syariah Bank BTN

3. Unit Usaha Syariah Bank Bukopin

4. Unit Usaha Syariah Bank Niaga

5. Unit Usaha Syariah Bank Permata

6. Unit Usaha Syariah Bank BPD Kali-mantan Selatan

7. Unit Usaha Syariah Bank BPD DKI

8. Unit Usaha Syariah Bank BPD Aceh

9. Unit Usaha Syariah Bank BPD Jabar dan Banten

�0. Unit Usaha Syariah Bank BPD NTB

��. Unit Usaha Syariah Bank BPD Riau

b. Statistik Deskriptif Rasio Keuan-gan tahun 2004-2005 dan 2006-2007

Statistik Deskriptif Rasio Keuangan tahun 2004-2005 dan 2006-2007 dapat dilihat pada tabel � dan 2.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �9-39

Page 32: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

32

Tabel �Descriptive Statistics

Rasio Keuangan Tahun 2004-2005

Tabel 2Descriptive Statistics

Rasio Keuangan Tahun 2006-2007

M. Zubaedy S. dan SurifahPengaruh Office Channelling Terhadap Kinerja Bank Syariah di Indonesia

Page 33: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

33

Berdasar Statistik deskripsi diatas maka rata-rata rasio keuangan sebe-lum Office Channeling (OC) untuk 4 ra-sio berikut yaitu ROE, PER, CDR, GBD lebih kecil dibandingkan setelah Office Channeling. Sedangkan untuk 7 rasio lainnya yaitu ROA, LDR, CR, CAR, DER, DTAR dan EM sebelum OC lebih besar dibandingkan setelah OC. Sehingga se-

cara sekilas dapat dilihat bahwa kinerja keuangan setelah office channeling tidak lebih baik dari pada sebelum OC. Na-mun hal ini masih akan di uji signifikansi perbedaannya dengan menggunakan uji t dan uji Man Whitney. Perbandingan rata-rata rasio keuangan sebelum OC dan setelah OC berdasar pada statistic deskriptif dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3Descriptive Statistics

Perbandingan Rata-rata Rasio Keuangan Tahun 2004-2005 dengan 2006-2007

c. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data diperlukan untuk mengetahui alat analisis yang seha-rusnya digunakan parametrik atau non parametrik. Apabila data berdistribusi normal maka akan digunakan analisis

parametrik (uji t) dan apabila tidak nor-mal akan digunakan uji non parametrik (Man Whitney U).

Dalam penelitian ini, digunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test untuk menguji normalitas data dari ma-

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �9-39

Page 34: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

34

sing-masing variabel, dengan tingkat signifikansi 5%. Hasil pengujian terse-but dapat di lihat pada tabel 4. Berdasar

tebel 4, dapat di tarik kesimpulan se-bagaimana terdapat pada tabel 5.

Tabel 4Uji Normalitas data

One- Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Tabel 5.Hasil Pengujian Normalitas Masing-Masing Variabel

Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa dari �� rasio keuangan (variabel) yang diuji terdapat 2 rasio yang berdistribusi normal, dan 9 rasio yang berdistribusi ti-dak normal. Dua rasio yang berdistribusi normal adalah PER dan DTAR. Kedua rasio tersebut akan diuji dengan anali-

sis parametrik yaitu t-test. Sedangkan 9 rasio lainnya tidak berdistribusi normal, sehingga pengujian menggunakan anal-isis parametrik seperti t-test tidak tepat. Alternatif yang dapat digunakan adalah menggunakan analisis non parametrik yaitu uji Mann-Whitney U.

M. Zubaedy S. dan SurifahPengaruh Office Channelling Terhadap Kinerja Bank Syariah di Indonesia

Page 35: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

35

d. Hasil Uji t-test

Dua rasio keuangan yang berdist-rinusi normal akan di uji perbedaannya

dengan menggunakan uji independent sampel t-test, dengan hasil pada tabel 6 dan 7 sebagai berikut:

Tabel 6Group Statistics

Tabel 7Hasil uji - Independent Samples Test

Berdasar dari uji t tersebut dapat diketahui bahwa hanya rasio PER (Prof-it Expense Ratio) yang merupakan per-bandingan antara profit after tax dengan total expense, yang berbeda secara sig-nifikan antara sebelum dan setelah OC. Hal ini berarti dengan adanya OC maka

laba bank syariah mengalami peningka-tan yang signifikan dibandingkan den-gan total biaya yang dikeluarkan. Hal ini bisa dimengerti karena dengan adanya OC, maka unit usaha syariah dapat menggunakan fasilitas-fasilitas pada bank konvensional sehingga tidak perlu

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �9-39

Page 36: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

36

mengeluarkan biaya sendiri dalam me-nyediakan fasilitas-fasilitas seperti ge-dung, mesin ATM dan bahkan karyawan pada bank konvensional dapat melayani transaksi pada nasabah unit usaha sya-riah. Dengan demikian Implikasi OC ter-hadap praktik perbankan syariah adalah dapat memotong total biaya operasi unit usaha syariah.

c. Hasil Uji dengan Man Whitney U

9 rasio keuangan yang berdistribusi tidak normal akan di uji dengan uji Man Whitney U. Hasil pengujiannya dapat di lihat dalam tabel 8 dan 9.

Tabel 8Uji Man Whitney U

Tabel 9Uji Man Whitney U

M. Zubaedy S. dan SurifahPengaruh Office Channelling Terhadap Kinerja Bank Syariah di Indonesia

Page 37: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

37

Berdasar dari uji Man Whitney U dapat diketahui bahwa dari 9 rasio keuangan di atas tidak ada satupun yang berbeda secara signifikan antara sebelum dan setelah OC. Hal ini berarti bahwa dengan adanya OC, kinerja per-bankan syariah di Indonesia tidak ber-beda secara signifikan baik sebelum OC maupun setelah OC. Berdasar ke 9 rasio ini berarti bahwa penelitian ini ti-dak mampu menolak hipotesis nol.

Kesimpulan

Berdasar dari uji t tersebut dapat diketahui bahwa hanya rasio PER (Prof-it Expense Ratio) yang merupakan per-bandingan antara profit after tax dengan total expense, yang berbeda secara sig-nifikan antara sebelum dan setelah OC. Hal ini berarti dengan adanya OC maka

laba bank syariah mengalami peningka-tan yang signifikan dibandingkan den-gan total biaya yang dikeluarkan. Hal ini bisa dimengerti karena dengan adanya OC, maka unit usaha syariah dapat menggunakan fasilitas-fasilitas pada bank konvensional sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya sendiri dalam me-nyediakan fasilitas-fasilitas seperti ge-dung, mesin ATM dan bahkan karyawan pada bank konvensional dapat melayani transaksi pada nasabah unit usaha sya-riah. Dengan demikian Implikasi OC ter-hadap praktik perbankan syariah adalah dapat memotong total biaya operasi unit usaha syariah.

Berdasar dari uji Man Whitney U dapat diketahui bahwa dari 9 rasio keuangan di atas tidak ada satupun yang berbeda secara signifikan antara

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �9-39

Page 38: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

38

sebelum dan setelah OC. Hal ini berarti bahwa dengan adanya OC, kinerja per-bankan syariah di Indonesia tidak ber-beda secara signifikan baik sebelum OC maupun setelah OC.

Daftar Pustaka

Bank Indonesia, Laporan Perkemban-gan Perbankan Syariah tahun 2006, 2007.

Cahyana, Budhi (�998), “Analisis hubun-gan berbagai dimensi kualitas den-gan kinerja perusahaan pada indus-tri manufaktur di kodya Semarang,” Tesis S2 Fakultas Ekonomi UGM.

Ika, Siti Rochmah, 2006, Pengaruh Fat-ma MUI Tentang keharaman Bunga Bank Terhadap Kinerja Bank Sya-riah dan Bank Konvensional Di In-donesia, Janavisi Vol 9, No.3, 2006, Halaman 3�5- 332

Kamal, Maulana dan Na’im Ainun, 2000, Pengaruh Perselisihan dalam Gaya Evaluasi Kinerja Anggaran terhadap Kinerja: Tekanan kerja dan Kepua-san Kerja sebagai variabel Mediasi, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.3, No.�, Januari, Hal. 68-�0�.

Payamta dan Machfoedz,M, (�999) Eval-uasi Kinerja Perusahaan Perbankan Sebelum Dan Sesudah Menjadi Pe-rusahaan Publik Di Bursa Efek Ja-

karta, Kelola, No.20/VIII/�999, Hal. 54-69.

Lembaran Negara republik Indonesia ta-hun 2006 nomor 5 Dpbs, Peraturan Bank Indonesia, Nomor Nomor 8/3/PBI/2006 tentang perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank umum yang berdasar-kan prinsip syariah dan pembukaan kantor bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh bank umum konven-sional, Ditetapkan di Jakarta, tang-gal 30 Januari 2006 oleh Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah.

Lembaran Negara republik Indonesia tahun 2007 nomor 70 Dpbs, Per-aturan Bank Indonesia, Nomor 9/7/PBI/2007 tentang perubahan atas peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/2006 tentang perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank umum yang berdasar-kan prinsip syariah dan pembukaan kantor bank melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh bank umum konvensional, Ditetapkan di Jakarta, tanggal 4 Mei 2007 oleh Gubernur BI, Burhanud-din Abdullah.

Republika, Tiga Skenario Pangsa Bank Syariah, Jum’at �� January 2008 halaman �6.

M. Zubaedy S. dan SurifahPengaruh Office Channelling Terhadap Kinerja Bank Syariah di Indonesia

Page 39: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

39

Rahmawati, Penny (200�), Pengaruh strategi inovasi pada kinerja keuan-gan perusahaan manufaktur di Indo-nesia, Tesis S2 Fakultas Ekonomi UGM.

Rusdi, Muhammad (2000), Analisis fak-tor-faktor yang mempengaruhi kin-erja bisnis ndustri manufaktur, Tesis S2 Fakultas Ekonomi UGM

Rizky, Awalil (2007), BMT, Fakta Dan Prospek Baitul Maal Wat Tamwil, UCY Press, Yogyakarta.

Samad, Abdus and M.Khabir Hassan, 2000, “The performance of malay-sian Islamic Bank During 1084-1997: An Explanatory Study”, International Journal of Islamic Financial Service Vol. � No.3.

Surifah, 2002, Kinerja keuangan per-bankan swasta Nasional Indonesia sebelum dan setelah krisis ekonomi, Jurnal Akuntansi dan auditing Indo-nesia, Volume 6 No.2, Syawal �423 H /Desember 2002 M, halaman 23-43.

Wibowo, Edi dan Endah Sabtutyningsih, 2004, “Analisis Tingkat kesehatan Perbankan Pada PT Bank Mua-malat Indonesia Dan PT Bank Sya-riah Mandiri,” JESP Vol.5 N0.�, Juli 2004

Widowati, Mustika (�998), Analisis fak-tor-faktor strategig yang mempenga-ruhi kinerja industri perbankan di In-donesia, Tesis S2 Fakultas Ekonomi UGM.

Wirawan, Ganis (2007), Pengaruh fak-tor-faktor layanan terhadap kepua-san pelanggan Bank Syariah (Studi Kasus di DIY dan Jawa Tengan), Optimal, Volume 4, Nomor �, Okto-ber 2006, Halaman ��7-�43.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 �9-39

Page 40: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

40

INTRODUCTION

One of the most difficult problems for a Multinational Corporation is to determine the prices at which goods, services, and technology are traded between related subsidiaries in different countries. The problems arise since several aspects of international business environment affect the setting of an International Transfer Pricing (ITP). A multinational manager will consider such aspects as rates of income taxation, duties and quotas imposed on imported materials, foreign market competition, managerial preference for risk avoidance through consideration of risks associated with exchange rate fluctuations and rates of inflation, capital flows restrictions and currency regulations imposed by a host government, the form of affiliate’s company, and income smoothing consideration. In addition, the behavioral dimension of managerial rewards and controls through performance evaluation will be considered in selecting price method as an International Transfer Pricing basis. The use of the method often result in a conflict among all concerned parties such as transferring and receiving divisions within the MNC and governments and tax authorities in both home and host countries.

INTERNATIONAL TRANSFER PRICINGby Sabaruddin

AbstractThis paper analyzes the problems encountered by a Multinational Corporation in settimg the

prices for its exported products to subsidiaries. When the corporation chooses a certain method of International Transfer Pricing, it must consider not only profit maximization, but also such other factors as performace evaluation, governments and tax authorities in both home and host countries. This paper also discusses in detail several International Transfer Pricing Methods including the Method allowed by Tax Regulation and the determinant aspects that influence the choice of the price. The result of the analysis is to recommend the use of the Market-based Price since this method is considered as the most appropriate one that meet the interest of all the concerned parties.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi,Manajemen & AkuntansiVol. 7 No. 3 September - Desember ‘09

Fak. Ekonomi - UniversitasCokroaminoto Yogyakarta

ISSN: �4�2-9450

Keyword

Market Price, Profit Maximization, Per-formance, Evaluation, Tax Regulation.

Penulis

Sabaruddin, Dosen Fakultas Ekonomi Uni-versitas Cokroaminoto Yogyakarta

Page 41: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

4�

In this paper, I will discuss the role of International Transfer Pricing within an MNC, several determinants factors, various methods used in common and allowed by tax regulation, ITP in practices, the impact of choosing a method on the concerned parties, and the appropriate method for ITP.

DISCUSSION

The Role of International Transfer Pricing

A multinational manager should consider the two most important role of International Transfer Pricing (ITP); to promote goal congruence and to enhance performance evaluation. Goal congruence could be promoted through global profit maximization with the objective of minimizing overall corporate’s income taxes and import duties, reducing environmental risk such as exchange risk, and accelerating the return on investment.

ITP of a Multinational Corporation (MNC) should encourage headquarter manager as well as subsidiary manager to maximize corporate profits. At the same time, an MNC manager is responsible for maximizing the profits or minimizing the cost of responsibility center within the MNC. If there is a conflict between maximizing the corporate’s profit and responsibility center’s profits,

the corporate profits are likely to suffer. For example, if a US parent company’s manager concentrate his/her productive resources on producing a product for a sale to his/her subsidiary in Indonesia only because of low tax rate consideration, 35% compared to 42% in the USA, that stimulates him/her to underpricing the product, he/she may be maximizing the subsidiary’s profit at the expense of the parent’s profits. If so, the ITP is guiding the manager away from profit maximization rather than promoting it as it should (Benke and Don Edwards, �980).

In theory, to optimize an organization’s profits, the transfer price should be selected. So it motivates and guides managers to choose their inputs and outputs in coordination with the other sub-units. Abdallah (�989) in “Handbook of International Accounting” (Choi, �99�) addressed some criteria as necessary for efficient International Transfer Pricing system. The system should:

- provide an adequate profit measurement to evaluate performance of foreign subsidiaries and their managers in term of their controllable divisional contribution to overall profits.

- provide sufficient information to top management to be used as

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 40-56

Page 42: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

42

guidelines in managerial decision making.

- increase the overall profit rate of the MNC; in other words, the use of International Transfer Pricing system must enhance overall performance of the MNC.

- motivates foreign subsidiary manager to increase their efficiency and maximize their divisional profits in harmony with the objectives of the top management.

- minimize the international transaction cost for an MNC by minimizing global income tax liabilities, foreign exchange risks, currency manipulation losses, and conflict with the foreign government’s policies. Furthermore, Belkaoui (�985) underlined that an ideal transfer pricing should be consistent with the goal of maximizing both company and divisional profits; Transfer pricing should insure goal congruence between units. In addition, Benke and Don Edwards (�980) pointed out that International Transfer Pricing also should enhance performance evaluation. Through performance evaluation, the MNC, in part, determine the extent to which the goal of the overall profit maximization is being achieved. Performance evaluation can take

many forms such as the return on investment, residual incomes, and variances from budgeted and standard cost.The ITP technique should not distort

performance evaluation of the affiliates (parent’s and subsidiary’s company). The technique should not allow manipulation or cause distortion of profits or costs of either affiliate involved in the transfer, that means creating the illusion of better or worse performance than has actually occurred. Because of 7% tax differences, the US parent company transfer goods to its Indonesian subsidiary made at cost. In this case, the parent does not make a profit, whereas the subsidiary gets all the profit on the product that it sells to unrelated party (externally). This cost-based price result in an understatement of the parent’s income and an overstatement of its subsidiary’s profits. Therefore, this method has impeded the performance evaluation. Profit no longer has the same meaning. Return on investment will not be accurate. comparison of financial statement with other subsidiary within an MNC may be difficult as will comparison with similar subsidiary in the other MNC.

Income Tax Minimization

As mentioned before that one of an MNC objective in determining ITP is to minimize its total tax expense. This objective can be achieved by shifting

SabaruddinInternational Transfer Pricing

Page 43: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

43

profit from a country (e.g. home base) with a high tax rate to a country (e.g. subsidiary) with a low tax rate. Generally, the lower the income tax of the host country, as compared to that of the home country, the more the ITP from home to host country transfer would reduce the total tax expense (Benke and Don Edward, �980). Therefore, the higher the total profit obtained by the MNC.

Considering income tax differences, some MNCs prefer to establish their subsidiaries in Less Developed Countries (LDCs) where their local government offer a lower income tax rate. The US home base MNC prefer to set its subsidiary in Indonesia where

corporate income tax is 7% lower than that in the USA (35% vs 42%) rather than set it in Japan where income tax rate is the same as that in the USA (42% vs 42%). Holding other variables constant, the US MNC would attempt to shift profit by underpricing its product transferred to its subsidiary in Indonesia.

If US parent company, for example, exports �000 units car to its subsidiary in Indonesia, the company can yield a higher global profit of $10,202,500 by setting a low transfer pricing ($9,000/unit), compared to $9,992,500 if the company set high transfer price ($12,000/unit). Table � show the complete calculation of the profit.

Table �. International Transfer Pricing and Tax Consideration.________________________________________________________________ Car-USparent Car-IND.subs. Global Corp. ________________________________________________________________1. Low Price

Sales $9,000,000 $25,000,000 $25,000,000Cost of sales 8,000,000 9,000,000 8,000,000 __________ ___________ ___________Gross margin $1,000,000 $16,000,000 $17,000,000Other expense 500,000 750,000 �,250,000 __________ ___________ ___________Income beforetax $500,000 $15,250,000 $15,750,000Income tax 2�0,000 5,337,500 5,547,500 __________ ___________ ___________Net income $290,000 $9,912,500 $10,202,500

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 40-56

Page 44: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

44

2. High price.

sales $12,000,000 $25,000,000 $25,000,000Cost of sales 8,000,000 �2,000,000 8,000,000 ___________ ___________ ___________Gross margin $4,000,000 $13,000,000 $17,000,000Other expense 500,000 750,000 �,250,000 ___________ ___________ ___________Income beforetax $3,500,000 $12,250,000 $15,750,000Income tax �,470,000 4,287,500 5,757,500 __________ ___________ ___________Net income $2,030,000 $7,962,500 $9,992,500

Shifting profit is not a simple matter for the MNC because US tax law requires additional income tax for underpricing the transferred product. The Internal Revenue Service (IRS) under section 482 may distribute, apportion or allocate gross income or deduction among the business if it determines that it is necessary to do so in order to prevent evasion of taxes or reflect clearly the income of the business involved (Benke and Don Edwards, �980).

A US MNC manager needs to design transfer pricing properly. If the transfer pricing system is designed to meet the existing requirements of the treasury regulations and is compatible with the section 482, it may be possible to shift profit from US parent company to its Indonesian subsidiary with a lower tax rate.

Transfer pricing may be used to shift profit from a regular US domestic company to a specially-taxed company owned by US MNC.

By transferring products at low price from the US parent company to special corporation, the parent’s taxes are minimized. The profit accruing to the special corporation from the transfer is taxed at preferential rate, thereby minimizing the global tax of the MNC.

Transfer pricing may also be used to maximize the benefit of the foreign tax credit. The availability of a foreign tax credit depends on the amount of foreign source income giving rise to foreign tax. A company with excess credit available could benefit by the transfer of a product at low price to foreign subsidiaries which would then resale the product at high

SabaruddinInternational Transfer Pricing

Page 45: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

45

price (Cowen, Phillips, and Stillabower, �979).

Import Duties

In addition to income taxation, import duties also can be minimized. A parent company transferring products to a subsidiary domiciled in a high import duties, for example, could reduce the total cost for import duties by underpricing the product sent to the subsidiary. Moreover, it could minimized the duties impact on market penetration as to compete with a foreign protected industry.

A multinational manager has to consider the import duties along with income tax before deciding the price of products being transferred. A MNC could not obtain import duties benefit by lowering the price if income tax rate in the importing country is higher than that

in the exporting country. Underpricing strategy could maximize global profit of an MNC if products are transferred to affiliate in a country which offers a lower income tax and impose a high import duties. In the case of Indonesia, its government impose high import duties for several luxury goods such as automobile. Automobile industry like Ford corporation could save its fiscal expense by lowering the price of its automobiles sent to Indonesia.

Table 2 shows the calculation of global profit with income tax and import duties consideration all together. The example is the same with the previous one, except �00 percent of import duties imposed in Indonesia. By setting a low transfer price, the company could yield much higher profit ($4,352,500) than if it set a high transfer pricing ($2,192,500).

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 40-56

Page 46: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

46

Table 2 ITP and Income Tax and Import Duties Considerations._________________________________________________________________ Car-US parent Car-IND.subs. Global corp._________________________________________________________________

�. Low price

Sales $9,000,000 $25,000,000 $25,000,000Cost of sales 8,000,000 9,000,000 8,000,000Import duties - 9,000,000 9,000,000 __________ ___________ ___________Gross margin $1,000,000 $7,000,000 $8,000,000Other expense 500,000 750,000 �,250,000 __________ ___________ ___________Income beforetax $500,000 $6,250,000 $6,750,000 income tax 2�0,000 2,�87,500 2,397,500 __________ ___________ ___________Net income 290,000 $4,062,500 $4,352,500

2. High price.

Sales $12,000,000 $25,000,000 $25,000,000Cost of sales 8,000,000 �2,000,000 8,000,000Import duties - �2,000,000 �2,000,000 __________ ___________ ___________Gross margin $4,000,000 $1,000,000 $5,000,000Other expense 500,000 750,000 �,250,000 __________ ___________ ___________Income beforetax $3,500,000 $250,000 $3,750,000Income tax �,470,000 87,500 �,557,500 __________ ___________ ___________Net income $2,030,000 $162,500 $2,192,500

SabaruddinInternational Transfer Pricing

Page 47: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

47

Market Penetration and Competitive Factors

In order to penetrate a competitive foreign market, a parent company establish a foreign subsidiary and supply the subsidiary with inputs at a lower price in comparison to foreign market price for the same inputs. These price subsidies could gradually be removed as foreign subsidiary hold a competitive position in the foreign market. Similarly, underpricing strategy could be used to protect an existing position from deleterious effect of increased foreign competition(Choi and Mueller, �99�). Indonesian market for consumer products such as food product is so large and competitive, that setting a lower price for such a product seems to be appropriate.

To improve a foreign subsidiary access to local capital markets, its reported earnings and financial position could be bolstered by setting low transfer prices on the subsidiary’s inputs and high transfer prices on its outputs (Choi and Mueller, �992).

Enviromental Risk Minimization

In contrast to the market penetration and competitive considerations that necessitate a low transfer price setting, the risks of severe price inflation requires a high transfer prices. Because inflation erodes the purchasing power

of a firm’s monetary assets, setting high transfer pricing on products supplied to a subsidiary domiciled in an inflationary environment could remove as much cash from the subsidiary as possible.

Balance of payment problems often lead foreign government to devalue their currencies, impose foreign exchange control, and impose a number of restrictions on the repatriation of profit from foreign-owned corporation. Potential losses from exposures to currency devaluation may be avoided by shifting funds to the parent corporation or related affiliates through high transfer pricing strategy. Indonesia has experience to devalue its currency (Rupiah) several time when it faced a budget deficit as a result of a decrease in oil price. Such a decrease make Indonesian government to devalue rupiah against dollar and other foreign currencies as to make its budget balance. In the case of exchange controls, for example, once Indonesian government restricts the amount of foreign exchange available for importing luxury products, lowering transfer prices on the imported products would allow Indonesian subsidiary impacted by the controls to acquire a larger quantity of the desired import than would otherwise be possible (Choi and Mueller, �992). In certain circumstance, when an MNC faces the difficulties of profit remittance to the home country, it can overpricing the transferred products, to obtain some

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 40-56

Page 48: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

48

margin of cash as an earlier return. This can significantly reduce the risk in its investment (Lin, Lefebvre, and Kantor, �992).

The Form of Investment

The form of investment is also considered as an important factor for an MNC in choosing its ITP policy. According to Plasschaert (�985), as quoted by Lin, Lefebvre, and Kantor (�992), an MNC would more probably set high price for its products transferred to its foreign subsidiary if the MNC has only invested in a joint venture than if it has invested in a wholly owned subsidiary. The reason is that a joint venture company results in only 50 percent profit share. By applying overpricing strategy, it can earned �00 percent of overpriced portion. Of course, in a joint venture, approval for such overpriced transfer may be difficult and take a long time to receive. Indonesia is an open country for foreign direct investment, both for wholly-owned and a joint venture company. In the case of the form of investment, Indonesian government prefer a joint venture to a wholly-owned company especially for machinery and hi-tech products.

Income Smoothing

Besides reducing the risk of investment and increasing return on investment of a joint venture, ITP also could be used

toward income smoothing. With this aim, an MNC could exclude some of the unfit subsidiaries and wash all of losses of the group to those subsidiaries. Through this manipulation, the MNC could create a smoothed income. The market, investors/shareholders, and the partner of a joint venture would be glad to see a smooth and steadily increase in income and its impact on the MNC financial position as a whole. To make operating results look good, the corporation must forecast the trend of future income first, then it adjust the forecasted income with the transfer pricing policy, underpricing or overpricing, to result in a desired income.

International Transfer Pricing Methods

As mentioned in previous section that ITP should promote global profit maximization as well as improve performance evaluation. To meet these objectives, a multinational manager needs to adopt and develop a transfer pricing method that is ensuring goal congruence, being fair to all concerned parties, and minimizing conflict between divisions. Some authors (Belkaoui, �985; Benke and Don Edwards, �980; and Choi and Muller,�992) addressed various transfer pricing methods that are used in practice. The most common methods are market-based price, cost-based price, and negotiated price.

SabaruddinInternational Transfer Pricing

Page 49: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

49

Market-based price

A market-based transfer pricing is the price at which transferring division would charge the same price to receiving division as it would charge to outside customer in open market transaction. This method is considered as the most representative of an arm’s-length price. It provides an objective measure of value for the transferred products and it may contribute the best information to performance evaluation because resource allocation decision involving investment return and capacity are closely related to existing supply and demand market conditions. In addition, this system encourages managers to be more concerned with cost control since cost allocations are based upon realistic rather than artificial prices (Cowen, Phillips, and Stillabower, �979). However, as stated by Belkaoui (�985), there are some handicaps to applying market-based transfer pricing. Firstly, in many countries such as Indonesia, the market is not so efficient and perfect, and the price are frequently subject to governmental controls. In this inefficient and imperfect market, one seller and buyer can affect the market price, rendering it inapplicable as an effective transfer price. Secondly, even if the market is perfect, the comparability of the product is difficult to make. Lastly, there may be a problem if a ready market price of the transferred product does not exist.

Cost-based price

Cost-based transfer pricing may be used as an alternative if market prices are not available or not applicable. This system classified cost as actual cost, standard cost, and marginal or variable cost.

Actual cost-based price has the advantage of being measurable, verifiable, and readily available because it is based on the historical full cost of the transferred products. Actual cost will motivate transferring division if it includes full cost and some markup. Full cost plus is set up as a way of approximating the market price. This price may be better than the actual market price when quality, brand name, and other relevant characteristic are not comparable. However, the actual full cost-based price may transfer the efficiency of the transfering division to the receiving division due to the absorption cost that includes all direct and indirect expenses. It also may lessen transferring division’s incentive to control cost and can impede the search for technological progress by manufacturing division (Belkaoui, �985).

The weaknesses of the actual cost-based price can be eliminated by setting transfer pricing based on standard cost. The method requires the transferring division to comply with the standard cost

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 40-56

Page 50: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

50

as a guidance to incur cost. Therefore, using a standard cost as a transfer pricing basis can eliminate the inefficiency of the transferring/manufacturing division. At the same time, it may create an incentive to control cost, when it is compared with actual cost.

An MNC using a transfer price based on either the full actual cost or the full standard cost may face two situations. First, the two cost may be higher than the market price. Second, those cost include both direct and indirect costs (variable and fixed). The indirect cost can result from arbitrary allocation procedures. The fixed costs can be committed costs that are incurred whether the manufacturing division operates at full or less than full capacity. Thus, the receiving division may feel that either the indirect cost or the fixed cost should not be included in the determination of the transfer price. When this situation arises, Belkaoui (�985) suggested to use partial cost, either marginal or variable cost, as a transfer pricing basis.

Negotiated price

A negotiated transfer price is the price set based on the agreement between the transferring division and the receiving division. This method requires these division deal with one another in the same manner as they deal with unrelated parties. Every division has a

freedom to bargain not only with another division within an MNC, but also with an external parties. This freedom will avoid the bilateral monopoly which exists when the divisions are allowed to deal with only themselves. Some writers, as quoted by Belkaoui (�985), pointed out that prices negotiated in arm’s-length bargaining by division managers help accomplish goal congruence. Moreover, they oversee the method as compatible with profit decentralization, ensuring the division manager’s freedom of action and increasing their accountability for profits.

Methods under section 482 and related regulations

The purpose of section 482 is “to place a controlled taxpayer on a tax parity with an uncontrollable taxpayer by determining according to the standards of an uncontrolled taxpayer, the true taxable income from the property and business of a controlled tax payer”. The section 482 requires international transfer pricing reflects an arm’s-length principle. That is, intercompany transfer pricing should be established based upon similar transaction between unrelated buyer and seller.

In determining the arm’s -length price for the sale of tangible property (e.g. product) between a US parent and foreign subsidiary, section 482

SabaruddinInternational Transfer Pricing

Page 51: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

5�

and related regulations allow the use of several pricing methods such as the comparable uncontrolled price method, the resale price method, the cost plus method, and other acceptable methods (Benke and Don Edwards, �980).

Section 482 specifies that when establishing transfer price, a company (an MNC) first must attempt to apply the comparable uncontrolled price method, in which the price is set by reference to price used in comparable transactions between companies independent from each other. This method is similar to the market- based price method as discussed before, but the section 482 implicitly recognizes that the perfectly competitive market necessary to support the use of the market-based price rarely occur. Therefore, it allows the use of the adjusted market price, which is used with slightly imperfectly competitive markets, but restricts the number of adjustments that can be made to perfect market-based price.

If comparable uncontrolled price method are not applicable, section 482 recommends an MNC to use the resale price method. This method is based on the belief that after a buyer

(reseller) subtracts the appropriate markup percentage from the resale price, the resulting balance should be an approximation of an arm’s-length transaction. The method can be used only if the appropriate markup percentage can be determined and if an accurately determinable amount is added to the value of the transferred product by the buyer (reseller).

Cost-plus method is suggested to use if both the comparable uncontrolled price method and the resale price method are not applicable. The cost-plus method, which is similar to the cost-plus-based price mentioned in the previous section, is a work-forward method of constructing an arm’s-length price. The cost-plus price is equal to full cost (actual or standard) plus appropriate profit percentage similar to that earned by division or other companies in similar transactions with unrelated parties.

In addition to the three methods, the section 482 and related regulations allow the use of some appropriate method of pricing if it is comparable to the pricing which would be charged to an unrelated party.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 40-56

Page 52: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

52

Table 3 Shows a summary of transfer price systems based on management’s and tax authori ty’s point of view (reedited from Cowen, Phillips, and Stillabow-er, �979).

Management Control Systems Income Tax Methods

�. Market-based prices �. Market prices a. Comparable uncontrolled price method b. Resale price method is used if comparable uncontrolled price are not available2. Cost-based price 2. Cost-plus pricing a. Actual cost a. Actual costs are not allowed the IRS b. Cost-plus markup b. The cost-plus markup approach may �) Actual cost-plus be used if market prices are not 2) Standard cost-plus available. c. Marginal cost c. Marginal cost may be used if the economic circumstances warrant such use d. Variable cost d. Variable cost (the same)3. Other method 3. Other methods are acceptable Negotiated price if the transfer price is comparable to a price which would be charged to unrelated party.

International Transfer Pricing in Practice

Tang (�992) reported his study of surveying nine-eight companies that judge the importance of environmental variables that multinational corporations usually consider when formulating their international transfer pricing policy. He ranked the result (I list only �0 of 20 variables) as follows :

1. Overall profit to the company.

2. Differentials in income tax rates and income tax legislation among countries.

3. Restriction imposed by foreign countries on repatriation of profits or dividend.

SabaruddinInternational Transfer Pricing

Page 53: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

53

4. The competitive position of subsidiaries in foreign countries.

5. Rate of customs duties and customs legislation where the company has operations.

6. Restrictions imposed by foreign countries on the amount of royalty or management fee that can be charged against foreign subsidiaries.

7. Maintaining good relationship with host governments.

8. The need to maintain adequate cash flows in foreign subsidiaries.

9. Import restrictions imposed by foreign countries.

�0. Performance evaluation of foreign subsidiaries.

The lists seemed to indicate that the companies tended to use underpricing strategy for their transferred products. The overall profit, income tax rate, competitive position, custom duties, cash flows adequacy, and import restrictions factors stimulate those companies to implement such a strategy. Underpricing policy tended to utilize cost-based price method. Tang (�992) also reported that 26.8% of number of methods used by those companies is full production cost (actual or standard) plus a markup. This number is slightly above that of market price (26.�%).

A survey conducted by Business International, in Choi and Mueller (�992), indicated that Us respondents use most frequently cost-plus a markup and market transfer pricing methods respectively. In contrast, non-US MNCs generally employ some variant of market and, less frequently, cost-plus a markup methods. In the same book (Choi and Mueller, �992), Arpan presented evidence that larger companies tend to favor the use of cost-based as opposed to market-based transfer prices since they tend to operate in more oligopolistic markets in order to protect their market position from new entrance companies.

Highly decentralized operations that provide maximum autonomy to subunit managers tend to use a market price as their transfer pricing basis. Meanwhile, centralized operations seems to be appropriate with the cost-based transfer price. Additionally, Business International indicated that non-US MNCs tended to guarantee their local managers with a greater autonomy than did their US counterparts. As a result, the first group tended to base their transfer pricing decisions on negotiations between unit managers, whereas the second group to be split between negotiated price and those determined at central office.

Legal environment such as tax law is considered as an influential factor that lead MNCs to utilize market-based

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 40-56

Page 54: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

54

prices to the extent that these prices are more objective than cost-based price for income tax calculation basis.

What Price ?

Considering income tax differentials, management prefer to practice underpricing strategy as to maximize its overall profits. However, this strategy will hinder performance evaluation since its transferring division’s profit is shifted to the receiving division. Moreover, this strategy is opposed by tax authorities in the transferring division country due to tax evasion/avoidance resulted from income manipulation.

A multinational manager tends to set a lower transfer price as to reduce expenses for import duties. In addition, by underpricing the transferred product, a company can penetrate market of protected domestic industry. The lower the price set, the more expenses can be reduced and the more capability of competing with the domestic industry. Regardless of performance evaluation, tax authority, and host government problems,setting transfer price based on variable cost will maximize global profit since import duties and total income tax expenses could be minimized, besides increasing profit resulted from a competitive position.

Overpricing policy that at least reflects to market price will be undertaken

by a multinational manager who face an environmental risk. This strategy will be utilized for products transferred to an affiliate in an inflationary country where its government has a balance of payment problems. This, in turn, will lead the government to devalue its currency and restrict a profit repatriation. By setting high transfer pricing, the MNC can remove as much cash as possible and acquire an early return from its subsidiary. However, if the product transferred is a competitive product, applying the strategy will hurt the receiving division. It will loss its market share that, in turn, will erode profit of the receiving division, even it will result in a lost of the division. Thereby, decreasing its performance.

CONCLUSION AND RECOMMENDATION

Setting International Transfer Pricing is not a simple matter since it involves a number of influential factors that a multinational manager needs to consider before he or she comes to a decision for such a price.

The manager needs to account not only how to maximize the company’s total profit, but also how to evaluate its divisions’ performance fairly, besides satisfying governments and tax authorities in home and host countries.

SabaruddinInternational Transfer Pricing

Page 55: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

55

Based on the previous analysis, I list several methods for each of determinant

factors of International Transfer Pricing, as follows:

Determinant Strategy Suggested Methods Profit maxi Performance mization Evaluation

�. Income tax Underpricing Variable or Mkt. price Full Std. Cost

2. Import duties Underpricing Variable or Full Std. Full Std. Cost Cost Plus

3. Mkt. penetration/ Underpricing Variable or Full Std. Competitive factor Full Std. Cost Cost Plus

4. Foreign currency Underpricing Full Std. Cost Full Std. restrictions on import Cost plus

5. Inflationary env. Overpricing Mkt. Price adj. Mkt. Price in foreign count. to inflation Neg. Price

6. Currency risk Overpricing Mkt. Price adj. Mkt. Price (devaluation) to devaluation Neg. Price

7. Form of investment: a. Joint-venture Overpricing Mkt. Price Mkt. price b. Wholly-owned Underpricing Full Std. Cost Full Std. subsidiary Cost Plus

8. Income smoothing Over/Under Neg. Price Neg. Price pricing

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 40-56

Page 56: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

56

To meet the interest of all concerned parties, it is recommended to use market-based price method as the most appropriate transfer pricing basis since this method provides the most reliable value and measurement of a reported income.

REFERENCE

Belkaoui, A. �985. International Accounting: Issues and Solutions. Westport, Connecticut: Quorum books.

Benke Jr., Ralph L. and Don Edwards, J. �980. Transfer pricing: Techniques and Uses. New York: National Association of Accountants.

Choi, F.D.S. �99�. Handbook of International Accounting. New York: John Willey & Son, Inc.

Choi, F.D.S. and Mueller, G.G. �992. International Accounting. 2 nd ed. Englewood Cliffs, New Jersey: Printice-Hall, �992.

Cowen, S.S., Phillips, L.C., and Stillabower, L. �979. “Multinational Transfer Pricing,” Management Accounting. 60: �7-22.

Eccles, R .G. �985. The Transfer Pricing Problems. Lexington : D.C. Heath and Company.

Lin, L., Lefebvre, C., and Kantor, J. �993. “Economic Determinants of International Transfer Pricing and the Related Accounting Issues, with Particular Reference to Asian Pacific Countries,” The International Journal of Accounting. 28: 49-69.

Merville, L. J, and Petty, J. W. 1978. “Transfer Pricing for Multinational Firm,” The Accounting Review.: 935-959.

Tang, R.Y.W. �992. “Transfer Pricing in the �990s: The Emphasis is on Multinational and Tax Issues,” Management Accounting.: 22-26.

Tang, R.Y.W. �979. Transfer Pricing Practices in the United States and Japan. New York: Praeger Publishers.

SabaruddinInternational Transfer Pricing

Page 57: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

57

Pendahuluan

Karakteristik kualitatif akuntansi mensyaratkan bahwa laporan keuangan harus relevan dan dapat diandalkan (Hendriksen, 2000). Agar informasi yang dihasilkan relevan maka laporan keuangan harus mempunyai nilai prediksi, nilai umpan balik dan disajikan dengan tepat waktu. Lapo-ran keuangan dapat diandalkan apabila dapat diperiksa ke-benarannya, disajikan secara netral dan jujur. Kejujuran pe-nyajian merupakan salah satu syarat penting agar laporan keuangan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan bisnis.

Dalam dunia praktik, tidak semua laporan keuangan me-menuhi karakteristik kualitatif di atas. Berdasar hasil peneli-tian terdapat banyak indikasi earnings management dalam laporan keuangan. Ada pendapat yang pro dan kontra ten-tang manajemen laba ini. Pendapat yang pro, menyatakan bahwa manajemen laba yang dilakukan untuk kepentin-gan strategi perusahaan agar memperoleh keuntungan yang optimal tanpa merugikan pihak-pihak lain, syah-syah saja dilakukan, namun bagi yang kontra, mempertanyakan

MANAJEMEN LABA DALAM PERSPEKTIF ETIKA BISNISOleh: Ganis Wirawan

AbstrakThe purpose of a financial statement (FASB, 1978) is to provide information that is useful in making

business and economic decision. The financial statement must be relevant, credible, and transparent, herefore it can ve useful for business and economic decision. Some research found that there were many financial statement have earnings management indication. How earnings management will be if it is seen from business ethic point of view? Does it disobey the ethic. Based on the principals of business ethic, earnings management practiced for optimizing management interest is considered to disobey the ethic.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi,Manajemen & AkuntansiVol. 7 No. 3 September - Desember ‘09

Fak. Ekonomi - UniversitasCokroaminoto Yogyakarta

ISSN: �4�2-9450

Keyword

earning management, business ethic.

Penulis

Ganis Wirawan, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IEU Yogya-karta

Page 58: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

58

bagaimana dengan manajemen laba yang dilakukan untuk memaksimalkan kepentingan manajemen? Apakah me-langgar etika bisnis?. Tulisan ini akan membahas lebih dalam mengenai manajemen laba dilihat dari perspektif etika bisnis.

Rumusan Masalah

Tujuan laporan keuangan (FASB) adalah: “to provide information that is useful in making business and econom-ic decision”. Dengan tujuan ini tersirat bahwa sasaran pelaporan adalah para pelaku dalam dunia bisnis dan pereko-nomian suatu negara.

Yang menjadi masalah adalah: �) apakah laporan keuangan yang disa-jikan kepada masyarakat bisnis telah memenuhi karakteristik kualitatif di atas, khususnya mengenai kejujuran penyajian? 2) Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat indikasi earnings management atau manajemen laba dalam laporan keuangan. Apakah earnings management melanggar etika bisnis?

Pengertian “earnings management” dan tujuan penulisan

Earnings management (manajemen laba) merupakan intervensi manaje-men dalam proses menyusun pelapo-ran keuangan dengan menggunakan

metode dan kebijakan akuntansi ter-tentu, merubah metode dan kebijakan akuntansi serta teknik-teknik lain-nya, sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba, tanpa keluar dari aturan atau standar yang berlaku. Seorang auditor yang mengaudit lapo-ran keuangan tidak akan bisa membuk-tikan apakah dalam menyusun laporan keuangan telah dilakukan manajemen laba atau tidak, karena laporan keuan-gan disusun sesuai dengan standar yang berlaku. Jadi apabila di lihat dari standar pelaporan keuangan, maka manajemen laba tidak melanggar stan-dar dan laporan keuangan yang disaji-kan masih bisa mendapatkan pendapat “wajar tanpa pengecualian”.

Rumusan masalah di atas mem-pertanyakan apakah laporan keuangan yang disajikan kepada masyarakat bis-nis telah memenuhi karakteristik kuali-tatif, khususnya mengenai kejujuran penyajian atau belum? Laporan keuan-gan yang disajikan dalam masyarakat banyak yang dapat di andalkan untuk membuat keputusan dan mempunyai nilai prediksi, hal ini terbukti dari ber-bagai hasil penelitian tentang manfaat laporan keuangan sebagai alat prediksi (Beaver (�966), Dambolena dan Khoury (�980), Thomson (�99�) dan Altman (�968), Pankoff dan Virgil, �970 dan Sin-key,�975 dan rasio keuangan juga ber-manfaat untuk memprediksi pertumbu-han laba di Indonesia, (Machfoedz,�994

Ganis WirawanManajemen Laba Dilihat Dari Sudut Pandang Etika Bisnis

Page 59: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

59

dan Zainuddin, �998). Namun selain bermanfaat sebagai alat prediksi, lapo-ran keuangan juga mempunyai keterba-tasan yaitu bahwa dari sekian banyak laporan keaungan yang ada, keandalan laporan keuangan juga terusik dengan adanya banyak kasus manajemen laba.

Tujuan tulisan ini adalah mengkaji rumusan masalah yang kedua, yaitu apakah “earnings management” me-langgar etika bisnis?. Pembahasan di-lakukan dengan menyampaikan penger-tian etika bisnis dan prinsip-prinsip etika bisnis yang dipertemukan dengan prak-tik dan hasil penelitian berkaitan dengan manajemen laba, sebagai bahan pertim-bangan untuk menilai apakah “earnings management” melanggar etika bisnis atau tidak.

Pengertian etika bisnis

Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Etika bisnis merupak-an studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan ma-syarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi. Studi ini tidak hanya mencakup analisis norma moral dan nilai moral , namun juga beru-saha mengaplikasikan kesimpulan-kes-impulan analisis tersebut ke beragam

institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha-usaha yang disebut bisnis (Velasquez, 2005, p.�4)

Etika bisnis merupakan sistem ni-lai yang dijabarkan dari filosofi perusa-haan, paradigma bisnis, dan bussiness values yang dianut oleh perusahaan sebagai acuan untuk berhubungan den-gan lingkungan internal maupun ekster-nalnya. Etika bisnis mengatur hubungan antara perusahaan dengan pelanggan, pemegang saham, individu dalam pe-rusahaan, komunitas (publik), pemerin-tah, auditor, media massa, dan pesaing. Etika bisnis menjelaskan bagaimana perusahaan beretika, bersikap dan ber-tindak dalam upaya menyeimbangkan kepentingan perusahaan dengan selu-ruh stakeholder lainnya.

Dalam pengertian di atas disebutkan bahwa etika bisnis mengatur hubungan antara perusahaan dengan para peme-gang saham, pemerintah maupun ko-munitas publik lainnya, misalnya kredi-tor. Pihak-pihak ini merupakan pemakai potensial laporan keuangan, dengan demikian dalam menyajikan laporan keuangan seharusnya memperhatikan prinsip-prinsip dalam etika bisnis.

Prinsip-Prinsip Etika Bisnis

Prinsip-prinsip etika bisnis, dapat dil-ihat dari berbagai sudut pandang berikut ini:

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 57-66

Page 60: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

60

1. Prinsip utilitarian.

Prinsip utilitarian menyatakan bah-wa “suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jum-lah utilitas total yang dihasilkan oleh tin-dakan lain yang dapat dilakukan (Velas-quez, 2005)”.

Suatu tindakan dikatakan benar apa-bila keuntungan sosial yang dihasilkan lebih besar dari biaya sosial yang ha-rus ditanggung atas tindakan tersebut. Dalam prinsip utilitarian diasumsikan bahwa semua biaya dan utilitas dapat dihitung, namun dalam praktik penghi-tungan tersebut sulit dilakukan karena terkait dengan banyak faktor dan ban-yaknya masyarakat bisnis yang terlibat, misalnya pemegang atau calon peme-gang saham.

Dilihat dari prinsip utilitarian, Bagaimana dengan “earnings manage-ment”? melanggar etika bisnis atau ti-dak?. Tindakan melakukan “earnings management”, dengan tujuan pragma-tis. Misalnya untuk mendongkrak kiner-ja, mendapatkan bonus, agar tidak me-langgar perjanjian hutang, jelas hanya menguntungkan pihak manajemen, di sisi lain, masyarakat bisnis yang men-dasarkan pengambilan keputusannya berdasar pada laporan keuangan, bisa salah dalam mengambil keputusan kare-

na adanya manipulasi informasi yang terkandung dalam laporan keuangan.

Namun apabila earnings manaje-men dilakukan dalam rangka mening-katkan strategi perusahaan, agar nanti-nya perusahaan mendapatkan keuntun-gan yang lebih besar, maka dilihat dari prinsip utilitarian tidak melanggra etika bisnis, karena tidak ada pihak yang diru-gikan dalam hal ini.

2. Prinsip Hak dan kewajiban

Hak adalah klaim atau kepemilikan individu atas sesuatu. Seseorang me-miliki hak jika dia memiliki klaim untuk melakukan tindakan dalam suatu cara tertentu atau jika orang lain berkewa-jiban melakukan tindakan dalam suatu cara tertentu kepadanya.

Menurut teori etis yang dikembang-kan oleh Immanuel Kant �724-�804, (dalam Velasquez, 2005), dinyatakan bahwa: “ suatu tindakan secara moral benar bagi seseorang dalam suatu situ-asi, jika dan hanya jika, alasan orang tersebut melakukan tindakan itu adalah alasan yang dipilih semua orang dalam situasi yang sama”. Selanjutnya “suatu tindakan secara moral benar bagi se-seorang, jika dan hanya jika, dalam melakukannya orang tersebut tidak han-ya memanfaatkan orang lain sebagai sarana dalam meraih kepentingan-ke-pentingannya, namun juga menghargai

Ganis WirawanManajemen Laba Dilihat Dari Sudut Pandang Etika Bisnis

Page 61: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

6�

dan mengembangkan kapasitas mereka untuk memilih secara bebas bagi diri mereka sendiri.

Seperti dalam prinsip utilitarian, prin-sip hak dan kewajiban ini juga memiliki keterbatasan. Keterbatasan teori kant ini adalah bagaimana jika hak-hak saling berkonflik dari masing-masing orang, bagaimana harus menyesuaikan hak satu sama lain? Misalnya suara musik keras yang dimainkan oleh sekelompok pemain trombone yang mengganggu orang lain atau perusahaan yang men-camari udara dan air yang mengganggu kesehatan, Hak mana yang harus di-batasi dan hak mana yang harus diuta-makan?

Bagaimana dengan earnings man-agement?. Apakah hak pemakai lapo-ran keuangan terganggu apabila pihak menejemen melakukan manajemen laba?. Dilihat dari hasil penelitian terda-hulu bahwa: perusahaan di UK meng-gunakan manajemen laba untuk meya-kinkan bahwa pelaporan laba mereka memenuhi harapan analis, Athanasakou (2009), strategi manajemen laba dalam rangka menghemat pajak yaitu dengan melakukan earnings management pada laba sebelum pajak, Badertscher (2009), ada pengaruh kenaikan leverage terha-dap manajemen laba, Jelinek, K.(2007), dan masih banyak hasil penelitian seje-nis, mengindikasikan bahwa informasi yang dihasilkan dari laporan keuangan

diragukan keandalannya dengan ad-anya manajemen laba. Dengan demikian manajemen laba mengganggu hak para pemakai laporan keuangan, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa manajemen laba tidak etis dilihat dari sudut pandang hak dan kewajiban.

3. Keadilan dan kesamaan

Keadilan dapat dibagi dalam 3 kat-egori, yaitu keadilan distributive, keadi-lan retributive dan keadilan kompensa-tif (Velasquez, 2005). Ketiga kategori keadilan tersebut dikaitkan dengan manajemen laba sebagai berikut:

�) Keadilan distributive, berkaitan den-gan distribusi yang adil atas keun-tungan dan beban dalam masyara-kat. Dalam hubungan antara pihak manajemen dan pemilik atau peme-gang saham (sebagai pemakai po-tensial laporan keuangan), menun-tut adanya distribusi yang adil atas keuntungan perusahaan, namun di sini terdapat ketidakseimbangan informasi antara pihak manaje-men dan pemilik. Pihak manajemen mengerti betul tentang kondisi peru-sahaan, khususnya tentang keuan-gan dan bagaimana pelaporannya, sedangkan pihak pemilik tahu infor-masi keuangan hanya dari laporan keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen. Disinilah awal dimulai-nya earnings management.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 57-66

Page 62: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

62

2) Keadilan retributive, mengacu pada pemberlakuan hukuman yang adil pada pihak-pihak yang melakukan kesalahan, apakah adil jika kita menghukum pihak manajemen yang melakukan manajemen laba untuk meningkatkan kepentingannya?,

3) Keadilan kompensatif, berkaitan dengan cara yang adil dalam mem-berikan kompensasi pada ses-eorang atas kerugian yang mereka alami akibat perbuatan orang lain. Kompensasi yang adil adalah kom-pensasi yang dalam artian tertentu proporsional dengan nilai kerugian yang diderita (Velasquez, 2005). Hasil penelitian menyatakan bahwa perusahaan yang mengalami keru-gian melakukan earnings manage-ment dengan menaikkan angka laba 4 tahun sebelum mengalami kerugian, Lara (2009). Berdasar ha-sil penelitian ini terlihat bahwa ada upaya manajemen untuk mengalih-kan informasi kerugian perusahaan kepada informasi yang lebih baik agar kinerjanya terlihat bagus.

Prinsip keadilan, menuntut agar se-tiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan ses-uai kriteria rasional obyektif, serta dapat dipertanggungjawabkan. Dengan adan-ya ketidakseimbangan informasi akun-tansi yang dimanfaatkan oleh manaje-men untuk melakukan manajemen laba agar dapat memaksimalkan kepentin-

gannya, maka prinsip keadilan dan kesamaan ini tidak tercapai, sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen laba melanggar etika bisnis.

Menurut Sonny Keraf (�998), prin-sip-prinsip etika bisnis, meliputi prinsip otonomi, prinsip kejujuran, prinsip ke-adilan, prinsip saling menguntungkan, dan prinsip integritas moral

1. Prinsip Otonomi, adalah sikap dan kemampuan manusia untuk men-gambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Seorang manajer dapat melakukan manajemen laba un-tuk menurunkan biaya pajak, tanpa harus melanggar undang-undang pajak dan tanpa harus merugikan orang lain. Misalnya pendapatan tahun ini begitu besar, sehingga pa-jak tahun ini juga akan besar. Agar beban pajak mengecil maka tahun ini pengeluaran biaya iklan diperbe-sar, sehingga labanya mengecil dan akhirnya beban pajak menjadi lebih kecil.

2. Prinsip Kejujuran, terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa di-tunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pe-menuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam

Ganis WirawanManajemen Laba Dilihat Dari Sudut Pandang Etika Bisnis

Page 63: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

63

penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.

Dalam Agency Theory terdapat dua pihak yang melakukan kontrak yaitu Agent dan Principal. Kontrak terse-but bisa dalam bentuk: kontrak ker-ja, atau kontrak pinjaman atau yang lainnya. Kontrak kerja dilakukan oleh pemilik perusahaan dan top manajer perusahaan. Salah satu pihak dalam kontrak disebut principal dan pihak lainnya disebut Agent. dalam kon-trak kerja, pemilik perusahaan meru-pakan Principal dan top manajer sebagai Agent yang dibayar untuk menjalankan kepentingan pemilik perusahaan. Dalam menjalankan kepentingan pemilik perusahaan ini, manajemen dihadapkan pada kon-flik kepentingan, yaitu kepentingan dirinya sendiri dan kepentingan pe-milik. Karena manajemen mempun-yai lebih banyak informasi mengenai perusahaan yang ia kelola maka manajemen punya kesempatan tidak jujur dengan lebih mementingkan ke-pentingannya, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Healy (�985) yang menyatakan bahwa keputusan akun-tansi dipengaruhi oleh skema bonus yang berlaku sehingga manajemen dapat mengoptimalkan bonus yang dapat dia peroleh.

Berdasar uraian di atas manajemen laba dapat digunakan sebagai alat manajemen untuk memanipulasi laba yang tidak sesuai dengan prin-sip kejujuran dalam etika bisnis.

3. Prinsip Keadilan, menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria rasional obyektif, serta dapat dipertanggung-jawabkan.

4. Prinsip Saling Menguntungkan (Mutual Benefit Principle), menun-tut agar bisnis dijalankan sedemiki-an rupa sehingga menguntungkan semua pihak. Earnings management dapat digunakan sebagai strategi perusahaan agar dapat mengop-timalkan keuntunganya sehingga semua pihak baik manajer maupun pemilik dan lainnya dapat menerima manfaatnya, namun juga dapat digu-nakan sebagai alat untuk memanip-ulasi laba, dan keuntungannya lebih banyak diterima pihak menajemen.

5. Prinsip Integritas Moral, terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusa-haan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan/orang- orangnya maupun perusahaannya.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 57-66

Page 64: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

64

Kesimpulan

Tujuan laporan keuangan (FASB) adalah: “to provide information that is useful in making business and econom-ic decision”. Agar laporan keuangan berguna untuk pengambilan keputusan bisnis dan ekonomi maka laporan ke-aungan harus relevan, dapat diandalkan dan disajikan secara jujur.

Dalam dunia praktik telah terbukti bahwa laporan keuangan dapat diandal-kan sebagai salah satu pertimbangan dalam membuat keputusan, hal ini ter-bukti dari berbagai hasil penelitian yang menyatakan bahwa laporan keuangan dapat digunakan sebagai alat prediksi kejadian-kejadian dimasa yang akan datang (Beaver (�966), Dambolena dan Khoury (�980), Thomson (�99�) dan Altman (�968), Pankoff dan Virgil, �970 dan Sinkey,�975 dan rasio keuangan juga bermanfaat untuk memprediksi pertumbuhan laba di Indonesia, (Mach-foedz,�994 dan Zainuddin, �998).

Namun apabila manajemen tidak dalam posisi netral dalam menyusun laporan keuangan, maka pihak manaje-men bisa melakukan earnings manage-ment untuk mengoptimalkan kepentin-gannya. Berdasar pada prinsip-prinsip etika bisnis dapat disimpulkan bahwa Earnings management khususnya yang dilakukan dengan tujuan untuk mengop-timalkan kepentingan manajemen, me-langgar etika bisnis.

Saran

Seperti disebut di atas, bahwa ber-dasar hasil penelitian, laporan keuangan dapat digunakan sebagai alat prediksi keuangan perusahaan di masa yang akan datang, dengan demikian laporan keuangan dapat diandalkan untuk mem-buat keputusan ekonomi dan bisnis. Di-sisi lain, berdasar hasil penelitian juga terbukti bahwa laporan keuangan terin-dikasi terdapat earnings management, yang dapat mengurangi keandalan in-formasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Oleh karena itu disarankan kepada para pemakai laporan keuan-gan agar:

�) Hati-hati apabila menggunakan laporan keuangan sebagai dasar pengambilan keputusan, karena bisa jadi laporan keuangan terse-but disusun dengan melanggar etika bisnis.

2) Menggunakan laporan keuangan hanya sebagai salah satu dasar dari berbagai dasar lainnya untuk mengambil keputusan.

3) Krishnan (2008), menyatakan bah-wa Klien Anderson terindikasi men-duduki proporsi agresivitas manaje-man laba relatif lebih besar dari pada 5 auditor lainnya. Hal ini berarti ba-hwa manajemen perlu melihat siapa yang mengaudit laporan keuangan

Ganis WirawanManajemen Laba Dilihat Dari Sudut Pandang Etika Bisnis

Page 65: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

65

perusahaan, apakah dia mempunyai kredibilitas yang tinggi diantara para auditor besar lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Altman, Edward I, �968, Financial Ra-tio, Discriminant Analysis and The Prediction of Corporate Bankruptcy, The Journal of Finance, pp589-609.

Athanasakou, V.E., N. C. Strong, and M. Walker. 2009, Earnings Manage-ment or Forecast Guidance to meet Analyst Expectations, Accounting and Business Research, 39 (�): 3-35.

Badertscher, B. A., J. D. Philips, M. Pin-cus, and S. O. Rego. 2009. Earn-ings management strategies and the trade-off between tax benefits and detection risk: to conform or not to conform, The Accounting Review, 84 (�): 63-97

Beaver, William H. �966, Fanancial Ra-tio as Predictors of Failure, Journal of Accounting Research, p. 7�-���.

Dambolena Ismael G, & Khoury, �980. Ratio Stability and Corporate Failure. The Journal of Finance. Vol. XXX, No4, September, P.�0�7-�027.

FASB, �978. Statement Of Financial Ac-counting Concept No� - Objectives

Of Financial Reporting by Business Enterprises. P.402�-35.

Hendriksen, Eldon S dan Van Breda, �99�. Accounting Theory, Fifth Edi-tion, Irwin, United States of Ameri-ca.

Healy, Paul M, �985. The Effect of Bo-nus Schemes On Accounting De-cision, Journal Of Accounting and Economict, “ 7, hal.85-�07

Jelinek, K. 2007, The effect of leverage increases on earnings management, The Journal of Business and Eco-nomic Stidies, �3 (2): 24–46.

Krishnan, Gopal V, and Gnanakumar Visvanathan, (2008), Was Arthur An-desen different?, Further Evidence on Earnings Management by Clients of Arthur Andersen, International Journal of Disclosure and Gover-nance, Vol. 5, �, 36-47.

Lara, JMG, Osma BG and Neophytou, Evi. 2009, Earnings Quality in ex-post failed firms, Accounting and Business Research, 39 (2):��9-�38

Machfoedz, Mas’ud, �994, Financial Ratio Analysis and The Prediction of Earnings Changes In Indonesia, Ke-lola No. 7/III, p.��4 -�37.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 57-66

Page 66: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

66

Pankoff & Virgil (�970), On The Use-fulness of Financial Stetement In-formation, The Accounting Review, P.269-279.

Sinkey, Joseph F, (�975). A Multivari-ate Statistical Analysis of The Char-acteristics of Problem Banks, The Journal of Finance. Vol. XXX No�, Maret, p.2�- 36.

Sonny Keraf (�998), Etika Bisnis, Tun-tutan dan Relevansinya, Kanisius, Yogyakarta

Thomson (�99�). Predicting Bank Fail-ure in �980’s, Economic Review, (second Quarter) P�7-26.

Velasquez, Manuel G. 2005, Etika bis-nis, konsep dan kasus, edisi 5, Andi, Yogyakarta.

Zainuddin, �998, Manfa at Rasio Keuan-gan dalam memprediksi pertumbu-han laba: suatu studi empiris pada perusahaan perbankan yang ter-dapat di Bursa Efek Jakarta. Thesis S2, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

Ganis WirawanManajemen Laba Dilihat Dari Sudut Pandang Etika Bisnis

Page 67: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

67

A. PENDAHULUAN

Krisis multi dimensi yang terjadi di Indonesia belum reda ditambah pula dampak kenaikkan harga BBM menyebabkan daya beli masyarakat menurun, sehingga sangat berpen-garuh terhadap perkembangan bisnis baik produk maupun jasa. Industri jasa di Indonesia sangat merasakan bahwa kondisi ini sangat tidak menguntungkan bahkan meng-hambat pertumbuhannya. Hanya perusahaan yang mapan yang dapat bertahan untuk kelangsungan perusahaannya. Bagi perusahan yang bergerak dibidang jasa maka mau ti-dak mau harus mempersiapkan sumber daya manusianya agar dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pelanggannya.

Salah satu perusahaan jasa tersebut adalah perusa-haan asuransi, dimana masyarakat Indonesia masih banyak yang belum sadar pentingnya untuk berasuransi, sehingga prospeknya masih sangat bagus, mengingat penduduk In-donesia jumlahnya diatas 200 juta jiwa dan baru sebagian kecil yang sudah berasuransi. Untuk ini pihak perusahaan

PENGARUH MOTIVASI TERHADAP PRODUKTIVITAS AGEN ASURANSI DI YOGYAKARTAOleh: Amirah Sutestri

AbstractThis research is aimed to know the influence of motivating factor awarded to insurance agent

toward insurance agent productivity in Yogyakarta, using descriptive analysis and paired means difference observation test

It is found that the motivation factor covering rewarded incentive , appreciation, targeted production quantity, decree and insurance company attitude can influence insurance agent productivity, and the most motivating factor is rewarded incentive .

To examine the influence of the motivating factors toward insurance agent productivity, Test –t is used. The result of Test-t is significant, meaning Ho is refused and Hi is accepted, it means there is an influence of motivation factor giving toward insurance agent productivity in the case of acquirement Letter of Request ( SP) and Acceptance of Premium � ( PP).

KOMPETENSIJurnal Ekonomi,Manajemen & AkuntansiVol. 7 No. 3 September - Desember ‘09

Fak. Ekonomi - UniversitasCokroaminoto Yogyakarta

ISSN: �4�2-9450

Keyword

Agent, motivation, pro-ductivity, insurance.

Penulis

Amirah Sutestri, Dosen Fakultas Ekonomi Uni-versitas Cokroaminoto Yogyakarta

Page 68: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

68

harus mempersiapkan tenaga pema-sarannya, yang lebih dikenal dengan sebutan agen asuransi, apalagi den-gan masuknya pesaing perusahaan asuransi dari luar negeri yang memiliki sumber daya manusia yang lebih pro-fessional dan didukung modal yang kuat dan teknologi yang lebih maju, hal ini akan semakin menambah persaingan. Apalagi belum tentu mereka langsung dengan nama perusahaannya, tetapi bisa saja melakukan kerja sama dengan perusahaan yang ada di Indonesia, yang lebih mengetahui perilaku dan budaya konsumen potensial yang ada di Indo-nesia. Oleh karena untuk dapat mem-pertahankan perusahaan dan mampu mengatasi pesaing-pesaingnya maka perlu upaya peningkatan produktivitas agen/tenaga pemasarannya/konsultan penjualannya.

Menurut penelitian Amirah (�995) tentang tanggapan masyarakat terha-dap produk asuransi Jiwa di Kotamadya Yogyakarta, bahwa waktu itu keagenan belum dapat memotivasi konsumen untuk melakukan suatu pembelian po-lis, meskipun 7�,�3 % responden me-nyatakan agen asuransi sangat menarik. Untuk itu perlu peningkatan ketrampilan dan profesionalisme agen disamping perlu memperhatikan psikologis agen yang dapat ditingkatkan dengan sarana yang dapat memotivasi agen. Antara lain dengan adanya pengakuan/peng-hargaan terhadap prestasi yang dicapai

dan pemberian jasa/imbalan tertentu, di luar penghasilan pokok agen yang beru-pa uang komisi dan provisi, maka per-masalahan yang akan diteliti dapat diru-muskan, apakah motivasi dapat mem-pengaruhi produktivitas agen ? Untuk itu faktor motivasi dibatasi dalam pembe-rian insentif, pemberian penghargaan, penetapan target produksi dan melalui lingkungan perusahaan, salah satunya sikap perusahaan terhadap agen.

Dalam kesempatan ini, peneliti akan mencoba menanyai beberapa agen asuransi yang pernah atau masih men-jalankan profesinya di Yogyakarta.

B. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

1. PENGERTIAN ASURANSI

Faktor yang mendorong timbul-nya asuransi adalah keinginan untuk mendapatkan rasa aman. Adanya ke-inginan ini mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan po-koknya. Oleh karena itu sebagai suatu kegiatan ekonomi, pengertian asuransi dapat dikatakan sebagai suatu metode untuk mengurangi resiko dengan cara melakukan pemindahan ketidak pas-tian terhadap kerugian keuangan atau resiko. Dalam pasal 246 Kitab Undang Undang Hukum Perniagaan atau Wet-boek Van Koophandel memberikan defi-nisi asuransi sebagai berikut:

Amirah SutestriPengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Agen Asuransi di Yogyakarta

Page 69: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

69

“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan suatu kerugian, kerusakan, kehilangan keun-tungan yang diharapkan, yang mungkin akan diderita karena peristiwa yang tak tertentu”

Definisi diatas mengandung unsur pokok, yaitu:

Unsur pertama : Tertanggung ber-janji membayar premi kepada penang-gung

Unsur kedua : Penanggung berjanji akan membayar sejumlah ganti rugi ke-pada Tertanggung

Unsur ketiga : Kerugian yang dide-rita tertanggung disebutkan oleh suatu peristiwa yang datangnya tidak terduga.

2. SISTEM KEAGENAN

Dalam perasuransian dikenal adan-ya tiga macam sistem keagenan, yaitu:

a. Sistem Keagenan Umum (General Agency System)

Organisasi keperantaraan ini biasa disebut agen umum atau agen bebas. Pada system ini, seorang agen asu-ransi tidak terlalu terikat pada perusa-

haan yang diwakilinya, sehingga me-reka dapat menjual polis dari beberapa perusahaan asuransi. Dan ikatan kerja tersebut merupakan perjanjian keperan-taraan dengan perusahaan yang di-wakilinya, antara lain mengatur tentang:

- Target produksi yang harus dicapai untuk suatu periode tertentu

- Wilayah kerjanya

- Tata cara, penutupan polis asuransi, kontra prestasi, ketentuan penagi-han dan penyetoran premi asuransi.

Dalam sistem keagenan ini tidak ada pengawasan dari manajer, berhasil tidaknya seorang agen dalam memenuhi target diserahkan sepenuhnya pada agen yang bersangkutan.

b. Sistem Keagenan Manajerial (Manageral Agency System)

Yaitu suatu bentuk organisasi pema-saran dimana kegiatan operasionalnya ditentukan pada suatu wilayah tertentu dan bisa disebut dengan kantor ca-bang.

Dan semua pegawai mulai dari staff sampai kepala cabang berstatus sebagai pegawai organic. Petugas lapangan (operasional) disamping mendapatkan gaji masih memperoleh tambahan pendapatan berupa komisi/provisi.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 67-79

Page 70: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

70

c. Sistem Keagenan Kombinasi (Mixed Agency System )

Bentuk keagenan ini ini merupakan gabungan dari kedua sistem keagenan diatas dimana general agency diangkat sebagai kepala cabang yang dibantu oleh pegawai yang berstatus pegawai organic. Sedang untuk petugas lapangan tetap berstatus bebas atau non organic.

Dengan surat keputusan Menteri Keuangan RI No Kep 595/MK/IV/8/�969 tanggal 27 Agustus �969 tentang pendaf-taran semua usaha-usaha perantaraan dalam bidang perasuransian, maka sistem keagenan di Indonesia perlu dibe-nahi dimana semua petugas keperanta-raan/agen asuransi harus didaftar untuk mendapat surat izin memasarkan (SIM) Asuransi.Unit yang mengeluarkan SIM Keagenan Asuransi adalah Direktorat Perasuransian Departemen Keuangan.

d. Produktivitas Agen Asuransi

Adalah hasil penilaian terhadap ke-mampuan seorang agen dalam melaku-kan kegiatannya di lapangan, yang un-sur-unsurnya dapat dinilai dari data kin-erja yang berupa:

�) perolehan surat permintaan

2) perolehan uang pertanggungan

3) perolehan premi pertama

4) perolehan hasil tagih premi lanjutan pertama

5) premi lanjutan maupun dalam ke-berhasilan dalam menagih, yang di-hitung berdasarkan ratio hasil tagih.

e. Hal-hal yang terkait dengan produktivitas Agen Asuransi

1) Surat Permintaan

Adalah Surat Permintaan/ Permo-honan Asuransi dari CalonPemegang Polis/Tertanggung kepada Perusahaan, yang memuat data pemegang Polis / ter-tanggung dan jenis asuransi yang dike-hendaki serta dasar penerbitan polis.

Surat permintaan tersebut merupak-an bagian yang tidak terpisahkan dari polis, maksudnya jika sewaktu-waktu terjadi perselisihan selama perjanjian asuransi belum berakhir, maka Surat PermintaanAsuransi tersebut akan di-jadikan bukti sebagai dasar timbulnya perjanjian.

2) Perolehan uang Pertanggungan

Adalah sejumlah uang yang di-peroleh, yang tercantum dalam polis yang pembayarannya dikaitkan dengan hidup matinya Tertanggung.

Amirah SutestriPengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Agen Asuransi di Yogyakarta

Page 71: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

7�

3) Perolehan Premi Pertama

Uang Premi merupakan pembayaran yang dibutuhkan Oleh Penanggung un-tuk menjamin kelangsungan berlaku-nya polis Asuransi Bagi Tertanggung merupakan sejumlah uang yang harus dibayar oleh Pemegang Polis kepada perusahaan Asuransi sebagai harga pertanggungan/biaya / pelimpahan re-siko.

Premi Pertama berarti pembayaran pertama pada saat Surat Permintaan dibuat/ditanda tangani, sebelum Sebe-lum Polis terbit, premi pertama tersbut berupa titipan.

4) Premi Lanjutan Premi Tahun Per-tama

Uang Premi Asuransi yang diterima oleh Perusahaan dalam tahun pertama, apabila pembayaran premi asuransi yang dilakukan oleh pemegang polis dibayar secara bulanan, kwartalan atau setaengah tahunan.

5) Premi Lanjutan

Adalah premi yang diterima oleh Pe-rusahaan setelah tahun pertama sampai dengan berakhirnya masa pembayaran premi

3. MOTIVASI

a. Pengertian Motivasi

Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong ke-inginan individu untun melakukan keg-iatan tertentu guna mencapai tujuan (T Hani Handoko,�999: 252)

Motivasi yang ada pada seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya (T Hani Handoko,�999:252) Motivator fac-tor / faktor motivasi meliputi: penghar-gaan, kemajuan, hasil yang membang-gakan, pekerjaan itu sendiri, kemungki-nan berkembang, dan tanggung jawab

b. Pemberian motivasi terhadap agen asuransi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain;

• Pemberian motivasi dengan insentif

Pemberian tambahan pendapatan yang diberikan karena prestasi ker-ja, dengan maksud agar agen yang berproduktivitas tinggi tetap tinggi dan loyal terhadap perusahaan.

• Pemberiaan motivasi dengan peng-hargaan

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 67-79

Page 72: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

72

Penghargaan merupakan motivasi positif yang sering digunakan dalam industri jasa seperti Asuransi, pe-rusaahaan Multi Level Marketing (MLM) untuk meningkatkan kinerja atau semangat para agennya /para distributor.

• Pemberian motivasi dengan peneta-pan target produksi

Pada umumnya target agen asur-ansi adalah target penjualan meli-puti, Surat Permintaan Polis, Premi Pertama dan uang pertanggungan.

• Pemberian motivasi melalui lingkun-gan perusahaan

Termasuk didalamnya sikap perusa-haan terhadap agen. Apabila agen dihargai tinggi maka prestasi mer-eka akan tinggi atau meningkat dan sebaliknya kalau agen dipandang rendah, maka prestasinya juga akan rendah.

PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui apakah pemberian faktor motivasi yang meliputi; pemberian in-sentif, pemberian penghargaan, peneta-pan target produksi/penjualan dan sikap perusahaan asuransi dapat meningkat-kan produktivitas agen asuransi.

Berdasarkan hal itu maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut;

Ho : Adanya faktor motivasi yang diberikan perusahaan tidak mempenga-ruhi produktivitas agen

H� : Adanya faktor motivasi yang diberikan perusahaan mempengaruhi produktivitas agen.

C. METODOLOGI PENELITIAN

�. Populasi dan sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan Agen Asuransi pada ber-bagai perusahaan asuransi yang ada di Yogyakarta dan sampel akan diambil se-cara Random Sampling , artinya sampel ditentukan secara acak dari agen asur-ansi yang dapat ditemui. Oleh sebab itu, pilihan pada sampel hanya ditentukan oleh intuisi belaka. Hal ini dilakukan agar supaya setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama un-tuk dipilih sebagai sample. Sampel akan ditentukan sejumlah 50 n responden ( )

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menye-bar questioner kepada 50 agen asur-ansi yang telah diambil sebagai sampel. sekunder. Kuesioner memuat pertan-yaan tentang adanya pemberiaan faktor

Amirah SutestriPengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Agen Asuransi di Yogyakarta

Page 73: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

73

motivasi dengan daftar pertanyaan yang telah disusun.

Sedang cara lain diperoleh dengan cara mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan dengan penelitian, anta-ra lain dari bulletin, jurnal-jurnal ilmiah, surat kabar majalah bisnis dan buku-buku referensi.

3. Metode Analisis data

Analisa yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif (Winarno Surachmad,�987;78).

Keuntungan dari analisis ini adalah, waktu yang diperlukan relatif singkat, tetapi tidak bisa dijadikan pegangan untuk pembuatan keputusan secara eksak.

Namun demikian, hasil analisis dalam penelitian ini bisa menggambar-kan kondisi sebenarnya sebagian dari agen asuransi di Yogyakarta yang bisa digunakan sebagai sumbang saran bagi pihak manajemen.

Untuk menguji kebenaran dari ha-sil penelitian akan digunakan uji Paired Means Difference dengan menggunak-an t test sebagai berikut :

∑ Bt = --------------- sB / √ n

dimana ;

atau

B iB = ------------- n

B I = ( X i – X 2i)

s B = standar deviasi B

tingkat kepercayaan data yang diguna-kan adalah 95 % atau α =0,05

Ho : μ � = μ2

Hi : μ � ≠ μ2

D. DATA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini dibatasi 50 orang, mengingat peneliti tidak memfokuskan pada perusahaan asuransi tertentu saja, tetapi agen asuransi dimana pun mereka bergabung dengan perusa-haan asuransi, sehingga variable pene-litian yang digunakan pun yang bersi-fat umum dimana semua perusahaan asuransi mempunyai variable tersebut. Untuk produktivitas agen hanya akan diukur dengan perolehan Surat Per-mintaan (SP) sebelum agen merasa termotivasi dan setelah termotivasi,

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 67-79

Page 74: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

74

serta perolehan premi pertama sebelum merasa termotivasi dan sesudah termo-tivasi. Sedang untuk faktor termotivasi akan ditanyakan pendapat agen ten-tang adanya pemberian insentif, adanya penghargaan,adanya penetapan target produksi dan Sikap perusahaan terha-dap agen itu sendiri.

ANALISIS DISKRIPTIF

Dari hasil kuesioner diperoleh hasil yang disusun dalam tabel-tabel berikut ini:

Tabel �. Distribusi Responden atas dasar jenis

kelamin

Sumber: Hasil Penelitian

Ternyata dari 50 agen asuransi yang bisa ditemui, perempuan mempunyai porsi 39 orang/agen atau 78 % dari seluruh responden, ini bisa dimengerti bahwa perempuan lebih telaten untuk membujuk calon tertanggung, sedang-kan lelaki berjumlah �� orang/agen atau 22 %.

Tabel 2 Distribusi Responden atas dasar lama

bekerja sebagai agen

Sumber : Data primair diolah

Tabel 3 Pemberiaan motivasi berdasarkan

insentif terhadap produktivitas agen

Sumber : Data primair diolah

Insentif masih masih merupakan fak-tor terbesar dalam mendorong produkti-vitas agen, terbukti dari tabel diatas re-sponden yang menjawab kurang termo-tivasi 6 agen (�2%), merasa termotivasi 32 agen (64%) dan sangat termotivasi �2 agen (24%).

Amirah SutestriPengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Agen Asuransi di Yogyakarta

Page 75: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

75

Tabel 4 Pemberian motivasi dengan

Penghargaan terhadap produktivitas agen

Pemberiaan Motivasi dengan peng-hargaan terhadap produktivitas agen, terlihat pada tabel diatas bahwa 66% merasakan adanya penghargaan bagi mereka dapat memotivasi untuk menin-gkatkan produktivitas mereka, hanya 3 agen (6%) menyatakan tidak termotivasi dan �9 agen (38%) menyatakan kurang termotivasi.

Tabel 5 Pemberian motivasi dengan

penetapan target produksi bulanan (�0SP) terhadap produktivitas agen

Sumber : Data primair diolah

Target penetapan target produksi dengan jumlah minimal �0 Surat Per-mintaan (SP), yang dapat memenuhi target �0 SP ada 6 agen (�2 %), berarti mereka termasuk yang sangat termoti-vasi, Sedang lainnya tidak dapat men-capa target, tapi cukup termotivasi ada �8 agen (36%) dan kurang termotivasi 2� agen (42%) dan tidak termotivasi 5 agen (�0%).

Tabel 6 Pemberian motivasi dengan sikap perusahaan terhadap produktivitas

Agen

Sumber : Data primair diolah

Sikap perusahaan asuransi yang ditunjukkan kepada agen asuransinya akan berdampak terhadap produktivitas agen. Apabila sikap perusahaan positip terhadap agen, maka agen juga akan menghasilkan hasil yang positip dan se-baliknya.

Sikap perusahaan Asuransi terha-dap agen yang dirasakan agen asuran-sinya dapat memotivasi untuk mening-katkan produktivitasnya, yang menjaw-ab termotivasi �� agen (22%) dan san-

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 67-79

Page 76: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

76

gat termotivasi �3 agen (26%), sisanya �8 agen (36%) kurang termotivasi dan 8

agen (�6%) merasa tidak termotivasi

Tabel 7 Penutupan Produksi berdasarkan perolehan SP (Surat Permintaan)

Sumber : Data primair diolah

Dari Tabel 7 diatas terlihat bahwa adanya faktor motivasi yang diberi kan perusahaan asuransi berdasarkan Surat

Permintaan (SP) meningkatkan produk-tivitas agen.

Tabel 8 Penutupan Produksi atas premi yang diperoleh

Sumber : Data primair diolah

Dari tabel 8 diatas, menunjukkan bahwa adanya faktor motivasi yang di-berikan oleh perusahaan asuransi, �5 agen termotivasi/sangat berhasil dalam penutupan premi yang diperoleh (>Rp 20.000.000), sementara untuk yang ber-hasil dalam penutupan premi antar (Rp �0.000.000,- Rp 20.000.000,-) dari 24

agen (48%) menjadi �7 agen (34%), ini dimungkinkan sebagian berhasil termo-tivasi ke katagori yang sanat berhasil, sedang yang kurang berhasil (penutu-pan premi < Rp �0.000.000,-) menadi 5 agen (�0%), berarti ada juga yang me-ningkat ke kategori berhasil.

Amirah SutestriPengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Agen Asuransi di Yogyakarta

Page 77: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

77

ANALISIS TERHADAP PRODUKTIVITAS Surat Permintaan (SP) dan Perolehan Premi Pertama (PP)

T – TEST

Dari hasil olah data dengan kompu-ter diperoleh;

• Mean SP sebelum ada faktor mo-tivasi 46.50 dan standard deviasi �9,�9

• Mean SP setelah ada faktor motivasi 88,48 dan standard deviasi 70,�2

• ρ < α = 0,05 Dapat terlihat secara nominal bahwa terdapat peningka-tan SP setelah adanya faktor moti-vasi, sebesar 4�,98

• Dari hasil uji –t, diperoleh nilai t hi-

tung = -5,�77 dan sig (2-Tailed) atau probabilitas = 0,000, karena nilai ρ< α =0,05 berarti signifikan.

Dengan demikian Ho ditolak dan Hi diterima, pemberian motivasi mempen-garuhi produktivitas Surat Permintaan.

Dengan kata lain bahwa terdapat pengaruh pemberian motivasi terhadap produktvias agen dalam hal Surat Per-mintaan (SP)

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 67-79

Page 78: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

78

ANALISIS TERHADAP PRODUKTIVITAS Perolehan Premi 1 (PP) sebelum dan sesudah termotivasi

Untuk menguji kebenaran hasil analisis diskriptif diatas dengan

T – TEST

• Mean PP sebelum adanya faktor motivasi 23.49�,8 dan standard de-viasi 2�.266,8

• Mean PP setelah adanya faktor mo-tivasi 30.47�,9 dan standard deviasi 23.699,4

• Dapat terlihat secara nominal ada peningkatan PP setelah adanya fak-tor motivasi sebesar 6.980,�

• Dari hasil uji t diperoleh hasil , nilai t

hitung = -2,570 dan Sig.2-tailed (proba-bilitas) =0,013, karena nilai p < α = 0,05 berarti signifikan.

Berarti Ho ditolak dan Hi diterima, yang berarti bahwa motivasi mem-pengaruhi perolehan PP/produktivitas perolehan premi pertama.

Dengan kata lain, berarti terdapat pengaruh pemberian motivasi terhadap Premi Pertama

Amirah SutestriPengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Agen Asuransi di Yogyakarta

Page 79: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

79

E. SIMPULAN

Bahwa 78% agen asuransi berjenis kelamin wanita, dan 50% telah menjadi agen asuransi di atas 5 tahunan.

Faktor motivasi yang meliputi pem-berian insentif, penghargaan, penetapan target produksi dan sikap perusahaan dapat memotivasi agen asuransi dan yang paling memotivasi adalah pembe-rian insentif.

Hasil uji Paired Means Difference dengan t test adalah signifikan yang be-rarti bahwa Ho ditolak dan Hi diterima, artinya terdapat pengaruh pemberiaan motivasi terhadap produktivitas agen asuransi meliputi perolehan Surat Per-mintaan (SP) dan Permintaan Premi � (PP).

DAFTAR PUSTAKA

Amirah Sutestri, Tanggapan Masyarakat terhadap produk jasa Asuransi Jiwa di Kotamadya Yogyakarta, Thesis, �995

Basu Swasta dan Irawan, Manajemen pemasaran Modern, Liberty, 2002

Macam-macam Asuransi, Yayasan Dharma Bumi Putera, Jakarta, �982

R Winaryo SM, Drop out Agen, PT Mar-dimulyo, Jakarta, 200�

T Hani Handoko, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, BPFE Yogyakarta, 2000

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 67-79

Page 80: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

80

I. Pendahuluan

Semakin maju suatu masyarakat biasanya ditandai dengan semakin familiarnya masyarakat tersebut dengan produk-produk perbankan. Aktifitas bisnis maupun non bis-nis dalam masyarakat maju semakin menghendaki bentuk layanan keuangan yang mudah, sederhana, cepat, dan praktis. Seiring dengan semakin banyaknya kebutuhan ma-syarakat terhadap layanan bank yang mempertimbangkan aspek efisiensi, kualitas layanan, kualitas hasil dan tidak melanggar ajaran agama, maka bank syariah yang meru-pakan lembaga keuangan bank yang beroperasi dengan menggunakan prinsip syariah dituntut untuk mampu me-nyediakan berbagai jenis layanan yang menjadi kebutuhan masyarakat tersebut. Namun demikian bank syariah dalam menawarkan produk layanannya tidak bisa seperti bank konvensional yang mengabaikan aspek aturan agama Islam

Kafalah Sebagai Landasan Instrumen Keuangan Alternatif: Tinjauan dalam Fiqh Muamalat dan Penerapannya dalam Perbankan SyariahOleh: Moh Khoiruddin

AbstractIslamic trade finance has played an important role in facilitating international trade since the

times of the Prophet. With the rapid process of globalisation, its role is even vital in bridging the trade between countries. The principle of Kafalah has great potential in fostering cooperation in business activities around the globe.

Using kafalah scheme in Islamic Bank of Indonesia’s finance service is new relatively, although in other countries such as Malaysia and Saudi Arabia were practiced for long years ago. With kafalah, finance product services of Islamic Bank can be wider and diversivied. Meanwhile on the people side it can provide more a lot of financial product services for their financing need, such as letter of guarantee, charge card, shariah card, letter of credit (L/C), financial guarantee for Small-Medium Enterprise, etc.For understand deeply about kafalah concept, this paper will try to explain shariah fundamentals of kafalah for financial service operation in Islamic Bank. Additional, this paper also explain how kafalah concept was operated in some Islamic Bank, opportunities, and challenges were faced by Islamic Bank when operate it.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi,Manajemen & AkuntansiVol. 7 No. 3 September - Desember ‘09

Fak. Ekonomi - UniversitasCokroaminoto Yogyakarta

ISSN: �4�2-9450

Keyword

Kafalah, financial ins-trumen, sharia bank-ing

Penulis

Moh. Khoiruddin, Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang

Page 81: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

8�

dalam bermuamalah (fiqh muamalah). Bank syariah di satu sisi dituntut untuk dapat melayani nasabah secara profe-sional dengan ragam dan kualitas seta-ra dengan produk jasa keuangan bank konvensional, dan di sisi lain dituntut untuk taat aturan agama sebagai prinsip dasar penawaran produknya.

Telah banyak upaya dilakukan oleh para ulama klasik dan kontemporer, de-wan syariah, dan berbagai pakar atau akademisi untuk menggali dan memodi-fikasi konsep dasar Islam dalam ber-muamalah untuk melandasi berbagai produk layanan bank yang sedemikian beragam dikenal dalam masyarakat modern. Dari sekian banyak konsep Islam dalam bermuamalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah kaf-alah. Kafalah ini sekarang dan di masa yang akan datang diperkirakan akan se-makin banyak digunakan sebagai dasar akad berbagai bentuk transaksi antara nasabah dan bank syariah, karena se-makin meningkatnya keinginan nasabah untuk bertransaksi secara syariah den-gan pihak lain yang melibatkan bank. Jasa keuangan dengan skim kafalah telah banyak ditawarkan dan digunak-an oleh bank syariah, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Dengan kafalah bank syariah sebagai lembaga penyedia jasa-jasa keuangan syariah

akan dapat menawarkan banyak bentuk produk layanan terutama pembiayaan, seperti skim pembiayaan bank garansi (letter of guarantee), charge card, sya-riah card, letter of credit (L/C), jaminan pembiayaan untuk usaha menengah ke bawah, dan lain sebagainya.

Tulisan ini akan mencoba memapar-kan konsep dasar kafalah beserta landasan syariahnya dan bagaimana penerapannya dalam sejumlah produk keuangan yang ditawarkan oleh bank-bank syariah. Dengan paparan ini di-harapkan akan semakin meningkatkan pemahaman konsep kafalah dalam melandasi berbagai jenis pembiayaan, sehingga akan semakin banyak ma-syarakat pelaku usaha dan bank sya-riah yang menggunakan konsep ini dalam pembiayaan yang disepakati. Karena sebagaimana hasil riset yang dilakukan Norafifah and Haron (2002) menunjukkan bahwa rata-rata pembiay-aan perdagangan berdasarkan syariah Islam masih sangat sedikit, yaitu hanya sebesar 7,5% dibandingkan instrumen-instrumen pembiayaan konvensioanal yang sebesar 62,7%.2 Padahal sebetul-nya prinsip-prinsip keuangan Islam bila digali dan dikembangkan akan mampu merespon kebutuhan perdagangan domestik maupun internasional, yaitu mampu membatu para eksportir, impor-

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 80-�0�

2 Lihat Norafifah, N. and Haron, S., “The Potentiality of Islamic Products and Services in Fulfilling Corporate Customers’ Banking Requirements” The First International Conference on Islamic Banking, Finance and Insurance Reshaping Global Financial Architecture through the Islamic System, Malaysia 30-3�st January 2002.

Page 82: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

82

tir dan produsen.3

Tulisan ini akan diawali dengan ba-hasan tentang konsep kafalah dari sisi fiqh. Kemudian di bagian kedua, diba-has praktik kafalah dalam dalam se-jumlah produk keuangan bank syariah. Sementara di bagian akhir dari tulisan ini adalah penutup yang berisi sejumlah kesimpulan dan saran.

II. Kafalah

Pembiayaan perdagangan dengan konsep Islam telah memainkan peranan penting dalam memfasilitasi perdagan-gan internasional sejak di zaman Rasu-lullah. Seiring dengan proses globalisasi yang cepat, maka keberadaan pem-biayaan berbasis syariah merupakan sesuatu yang vital dalam menjembatani aktifitas perdagangan antar wilayah/negara. Prinsip kafalah merupakan salah satu dari bentuk pembiayaan yang mempunyai potensi besar dalam menja-lin kerjasama aktifitas bisnis di seluruh dunia.4

Kafalah telah lama dipakai sebagai dasar bermuamalah pada masyara-kat muslim. Kajian fiqh tentang kafalah telah banyak dilakukan oleh para ulama

klasik maupun kontemporer. Dalam kaji-an fiqh, masih terdapat pro kontra dalam pengembangan kafalah, terutama me-nyangkut pengenaan ujrah. Namun untuk kondisi Indonesia, dalam praktik penerapan akad kafalah tersebut tidak begitu bermasalah karena adanya fatwa kafalah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang selama ini digunakan sebagai acuan utama para praktisi keuangan-perbankan dalam menawarkan produk-produknya.

Kafalah secara etimologi berarti jaminan. Sedangkan Qataluji dalam Dictionary of Islamic Legal Terminol-ogy dan Az-Zuhaily dalam Uqud Al-Musamma mendefinisikan Al-Kafalah sebagai “suatu jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (yang ditangguh) terhadapnya”.5 Ayat Al-Quran yang dijadikan dasar hukum beroperasionalnya kegiatan kafalah ini adalah, “Pegawai-pegawai itu berseru, Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terha-dapnya”.6

Moh. Khoiruddin, S.E., M.Si.Kafalah Sebagai Landasan Instrumen Keuangan Alternatif

3 Lihat Monzer Kahf, “Financing International Trade: An Islamic Alternative”, Seminar on International Trade from Islamic Perspective, IKIM, Malaysia April �999.4 Lihat Rosita Chong, Raihana Firdaus Seah Abdullah, Alex Anderson dan Hanudin Amin, Economics Of Islamic Trade Financing Instruments, International Review of Business Research Papers Vol.5 No. 1 January 2009 hal 23�.5 Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Islam, UII Press, Yogyakarta, 2000, h.36-37.6 QS. Yusuf ayat 72 dalam Al-Quran dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, �983.

Page 83: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

83

Dalam rangka menjalankan usahan-ya, seseorang sering memerlukan pen-jaminan dari pihak lain melalui akad ka-falah, yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul’anhu, ashil). Untuk memenuhi kebutuhan usaha tersebut Bank Syariah dapat menyediakan suatu skema penjaminan (kafalah) yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dasar operasional jasa kafalah yang diberikan bank syariah di Indonesia kepada nasabah didasarkan pada Fatwa No.��/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah. Hadis Rasulullah yang digunakan sebagai dasar dari Fatwa tersebut adalah sebagai berikut,

“Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk disalatkan. Rasulullah SAW bertanya, “Apakah ia mempunyai hutang?” Sa-habat menjawab, “Tidak”. Maka, beliau mensalatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah pun ber-tanya, “Apakah ia mempunyai hutang?” Sahabat menjawab, “Ya”. Rasulullah berkata, “Salatkanlah temanmu itu” (be-liau sendiri tidak mau mensalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, “Saya men-jamin hutangnya, ya Rasulullah”. Maka Rasulullah pun mensalatkan jenazah tersebut.” (HR. Bukhari dari Salamah bin Akwa’).7

A. Ketentuan Umum Kafalah

�. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak.

2. Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.

3. Kafalah dengan imbalan bersi-fat mengikat dan tidak boleh di-batalkan secara sepihak.

B. Rukun dan Syarat Kafalah

�. Pihak penjamin (Kafiil)

a. Baligh (dewasa) dan berakal se-hat.

b. Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.

2. Pihak Orang yang Berhutang (Ashiil, Mak fuul’anhu)

a. Sanggup menyerahkan tanggu-gannya (piutang) kepada penja-min.

b. Dikenal oleh penjamin.

7 Dewan Syari’ah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI, Edisi Revisi, DSN-MUI dan Bank Indonesia, 2006, h.70.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 80-�0�

Page 84: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

84

3. Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)

a. Diketahui identitasnya.

b. Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.

c. Berakal sehat.

4. Obyek Penjaminan (Makfuul Bihi)

a. Merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan.

b. Bisa dilaksanakan oleh penja-min.

c. Harus merupakan piutang mengikat (laziim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.

d. Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.

e. Tidak bertentangan dengan sya-riah (diharamkan).

Kemudian, apabila salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para

pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah.

Jaminan atau kafalah merupakan bentuk kontrak yang dikenal baik dalam fiqh, dan teks-teks klasik fiqh. Menyang-kut masalah fee atas pemberian jami-nan ini terdapat pro dan kontra, namun sejumlah ulama kontemporer sepakat bahwa ketika Al-Quran atau Sunnah ti-dak secara eksplisit melarang fee atas jaminan yang diberikan, maka penge-naan fee diijinkan dengan dasar kebu-tuhan atau darurat. Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa jaminan bank garansi menjadi suatu kebutuhan, khu-susnya dalam perdagangan internasi-onal dimana penjual dan pembeli tidak saling mengetahui satu dengan lainnya, serta pembayaran harga oleh pembeli tidak dapat berlangsung secara simul-tan dengan penawaran produk. Oleh karenaya sebuah bank syariah dapat mengutip fee untuk meng-cover biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses penerbitan suatu jaminan.8

III. Kafalah dalam Praktik Perbankan Syariah

Kafalah dalam Bank Garansi (Letter of Guarantee)

Seorang nasabah sering mengh-endaki bank untuk bertindak sebagai perantara dalam berbagai transaksi

8 Mohammed Obaidullah, Islamic Financial Services, Islamic Economics Research Center King Abdul Aziz University, 2005, h.��4.

Moh. Khoiruddin, S.E., M.Si.Kafalah Sebagai Landasan Instrumen Keuangan Alternatif

Page 85: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

85

yang aman dan dapat dipercaya oleh berbagai pihak. Dalam fungsinya seb-agai perantara, bank terkadang bertin-dak sebagai penjamin hutang nasabah kepada nasabah tertentu atau partner bisnisnya. Bank garansi (letter of guar-antee) merupakan jaminan pembayaran yang diberikan oleh bank kepada sutau pihak, baik perorangan, perusahaan atau badan hukum/lembaga lainnya dalam bentuk surat jaminan. Pemberian jaminan dengan maksud bank menja-min akan memenuhi (membayar) ke-wajiban-kewajiban dari pihak yang di-jaminkan kepada pihak yang menerima jaminan, apabila yang dijamin tersebut kemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajiban kepada pihak lain sesuai dengan yang diperjanjikan (cidera janji). Dalam kasus ini tidak ada aliran kas keluar dalam tahap awal kontrak bagi bank. Namun demikian, dalam rangka untuk menanggulangi kegagalan bayar nasabah, karena hutang menjadi tang-gungan bank sebagai penjamin, maka bank dapat meminta pembayaran atas jaminan yang diberikan tersebut.

Adapun tujuan dan manfaat pem-berian jaminan bank garansi oleh bank syariah kepada nasabah penerima jami-nan antara lain adalah sebagai berikut :

�. Memberikan bantuan fasilitas dan kemudaan dalam memperlancar transaksi nasabah.

2. Meringankan cash flow nasabah.

3. Nasabah dapat mengikuti tender, karena biasanya dalam tender, bank garansi adalah suatu keharusan.

4. Bagi pemegang jaminan bank ga-ransi adalah untuk memberikan keyakinan bahwa pemegang jami-nan tidak akan menderita kerugian bila pihak yang dijaminkan melalai-kan kewajibannya, karena peme-gang akan mendapat ganti rugi dari pihak bank.

5. Menumbuhkan saling percaya anta-ra pemberi jaminan, yang diberi jam-inan dan yang menerima jaminan.

6. Memberikan rasa aman dan keten-traman dalam berusaha bagi semua pihak.

7. Menguntungkan bagi semua pihak.

Pendapatan bank dari layanan jasa bank garansi tersebut paling banyak berupa komisi, dan berupa bunga dalam sejumlah kasus pemberian dana tempo-rer oleh bank konvensional. Dalam bank syariah dana temporer yang diberikan bebas dari bunga. Bank syariah meng-gunakan mekanisme kafalah dalam me-nyediakan fasilitas tersebut. Fasilitas yang akan diberikan tersebut meliputi sejumlah tahap :9

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 80-�0�

9 Mohammed Obaidullah, ibid, h. ��5.

Page 86: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

86

�. Bank garansi diajukan bagi suatu kinerja tugas, persetujuan pendan-aan, dan lainnya.

2. Nasabah diminta menempatkan sejumlah dana untuk keperluan fasilitas yang diminta tersebut, Bank menerima simpanan dana tersebut dengan menggunakan prinsip wa-diah dhamanah.

3. Bank menarik fee kepada nasabah atas layanan yang diberikannya.

Bank Syariah menyediakan fasilitas bank garansi ini biasanya dalam bentuk pendanaan perdagangan, konstruksi, proyek yang berhubungan dengan keuangan, pengapalan, dan lain-lain. Adapun proses permohonan bank ga-ransi ini dapat dilihat pada skema beri-kut ini :�0

�0 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Baru, Rajawali Press, Jakarta, �999, h. �58-�59

Gambar �Skema Proses Permohonan Bank Garansi dengan Akad Kafalah

Moh. Khoiruddin, S.E., M.Si.Kafalah Sebagai Landasan Instrumen Keuangan Alternatif

Page 87: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

87

Keterangan :

�. PT. Amanah adalah nasabah yang mengajukan bank garansi ke Bank Syariah. Hal ini misalnya dilakukan nasabah untuk dapat melaksanakan pekerjaan/proyek milik suatu BUMN.

2. Bank Syariah akan menerbitkan bank garansi jika nasabah me-menuhi syarat dengan akad kafalah, serta bank menerima jaminan lawan (counter guarantee) dengan akad wadiah dhamanah.

3. Surat jaminan (bank garansi) asli diserahkan nasabah kepada pihak BUMN.

4. Jika terdapat sesuatu yang merugi-kan BUMN karena nasabah ingkar janji, maka pihak BUMN dapat lang-sung membawa surat jaminan tadi yang asli yang dipegangnya ke Bank Syariah untuk dicairkan.

5. Pihak Bank syariah akan memberi-kan ganti rugi dengan cara mencair-kan jaminan lawan yang diserahkan oleh nasabah sebelumnya.

6. Jika tidak terjadi masalah dalam pe-kerjaannya, maka pihak BUMN akan mengembalikan bank garansi asli ke nasabah, sehingga nasabah dapat

mengembalikannya ke Bank Sya-riah.

Terdapat berbagai jenis bank ga-ransi bila dilihat dari tujuannya. Jenis-je-nis bank garansi tersebut adalah :��

�. Bank garansi untuk penangguhan bea masuk, yaitu bank garansi yang diberikan kepada kantor bea cukai untuk kepentingan pemilik barang guna penangguhan pembayaran bea masuk atau barang yang dike-luarkan oleh pelabuhan.

2. Bank garansi untuk tender di dalam negeri, yaitu bank garansi yang di-berikan kepada yang memberi pe-kerjaan untuk kepentingan kontrak-tor/leveransir untuk mengikuti tender dalam negeri.

3. Bank garansi untuk pelaksanaan pekerjaan, yaitu bank garansi yang diberikan kepada pemberi pekerjaan untuk kepentingan kontraktor guna menjamin pelaksanaan pekerjaan yang diterima dari pemberi peker-jaan.

4. Bank garansi untuk uang muka pe-kerjaan, yaitu bank garansi yang di-berikan kepada pemberi pekerjaan untuk kepentingan kontraktor untuk menerima pembayaran uang muka dari yang memberi pekerjaan.

�� Kasmir, ibid h.�62

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 80-�0�

Page 88: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

88

5. Bank garansi untuk tender di luar negeri, yaitu bank garansi yang di-berikan untuk kepentngan kontraktor yang akan mengikuti tender pembo-rong yang mana pemberi pekerjaan adalah pihak luar negeri. Garansi ini juga bisa untuk menjamin kontrak-tor/eksportir dalam negeri yang tu-rut tender/melaksanakan kontrak.

6. Bank garansi untuk perdagangan, yaitu bank garansi yang diberikan kepada agen atau dealer perdagan-gan atau depot-depot perdagangan.

7. Bank garansi untuk penyerahan barang, yaitu bank garansi yang di-berikan kepada nasabah yang akan melakkukan penyerahan barang, baik yang dibiayai oleh bank atau-pun tidak.

8. Bank garansi untuk mendapatkan keterangan pemasukan barang, yai-tu bank garansi yang diberikan untuk pengeluaran barang yang L/C-nya belum dibayar penuh oleh importir.

Sementara itu, dari pengamatan penulis atas surat jaminan atau doku-men bank garansi setidaknya di dalam-nya memuat hal-hal sebagai berikut :

�. Judul garansi bank atas bank ga-ransi

2. Nama dan alamat bank pemberi ga-ransi

3. Nama dan alamat terjamin

4. Nama dan alamat penerima jami-nan

5. Macam transaksi antara terjamin dan penerima jaminan

6. Tanggal penerbitan surat bank ga-ransi

7. Jumlah uang yang dijaminkan oleh bank

8. Batas waktu untuk mengajukan klaim kepada bank

9. Pernyataan bahwa penjamin (bank) akan memenuhi pembayaran hingga suatu jumlah tertentu.

�0. Jangka waktu pembayaran oleh bank kepada penerima jaminan ter-hitung saat bank menerima tuntu-tan.

��. Tanda tangan pihak bank pemberi garansi.

Kafalah dalam Charge Card

Untuk memberikan kemudahan, keamanan, dan kenyamanan bagi na-sabah dalam melakukan transaksi dan penarikan tunai diperlukan charge card. Aturan penerbitan charge card didasar-kan pada Fatwa DSN Nomor: 42/DSN-

Moh. Khoiruddin, S.E., M.Si.Kafalah Sebagai Landasan Instrumen Keuangan Alternatif

Page 89: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

89

MUI/V/2004 Tentang Syariah Charge Card. Syariah charge card adalah fasili-tas kartu talangan yang dipergunakan oleh pemegang kartu (hamil al-bithaqah) sebagai alat bayar atau pengambilan uang tunai pada tempat-tempat tertentu yang harus dibayar lunas kepada pi-hak yang memberikan talangan (mush-dir al-bithaqah) pada waktu yang telah ditetapkan.

Penyelenggaraan syariah charge card harus memenuhi sejumlah ketentu-an dan batasan (dhawabith wa hudud). Adapun ketentuan dan batasan syariah charge card adalah sebagai berikut :�2

�. Tidak boleh menimbulkan riba

2. Tidak digunakan untuk transaksi obyek yang haram atau maksiat.

3. Tidak mendorong israf (pengeluaran yang berlebihan) antara lain dengan cara menetapkan pagu.

4. Tidak mengakibatkan hutang yang tidak pernah lunas (ghalabah al-dayn).

5. Pemegang kartu utama harus memi-liki kemampuan finansial untuk me-lunasi pada waktunya.

Syariah charge card dapat diop-erasionalkan dengan akad kafalah wal

ijarah atau akad al-qard wal ijarah. Se-cara lebih lengkap, akad yang dapat digunakan untuk syariah charge card adalah sebagai berikut :

�. Untuk transaksi pemegang kartu (hamil al-bithaqah) melalui merchant (qabil al bithaqah/penerima kartu), akad yang digunakan adalah akad kafalah wal ijarah.

2. Untuk transaksi pengambilan uang tunai digunakan akad al-qardh wal ijarah.

Untuk bisa mendapatkan fasili-tas charge card ini nasabah biasanya akan dikenakan pembayaran sejumlah fee. Penerbit kartu boleh menerima fee penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud) sebagai fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya ti-dak dikaitkan dengan jumlah penarikan. Fee yang dikenakan kepada nasabah tersebut meliputi :�3

1. Membership fee (rusum al-udh-wiyah). Penerbit kartu boleh me-nerima iuran keanggotaan (rusum al’udhwiyah) termasuk perpanjan-gan masa keanggotaan dari pe-megang kartu sebagai imbalan izin penggunaan fasilitas kartu.

�2 Dewan Syari’ah Nasional MUI, opcit h.304.�3 Dewan Syari’ah Nasional MUI, opcit h.304-305

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 80-�0�

Page 90: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

90

2. Merchant fee (ujrah). Penerbit kartu boleh menerima fee yang diam-bil dari harga obyek transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah samsarah), pemasaran (tas-wiq) dan penagihan (tahsil al-dayn).

3. Fee Penarikan Uang Tunai adalah fee atas penggunaan fasilitas untuk penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud)

Dalam charge card ini dimungkin-kan pengenaan denda kepada nasabah. Denda tersebut dapat berupa denda ke-

terlambatan atau denda akibat melam-paui pagu yang diberikan. Denda ket-erlambatan (late charge) adalah denda akibat keterlambatan pembayaran yang akan diakui sebagai dana sosial. Den-da karena melampaui pagu (over limit charge) adalah denda yang dikenakan karena melampaui pagu yang diberikan (overlimit charge) tanpa persetujuan penerbit kartu dan akan diakui sebagai dana sosial.

Adapun proses permohonan dan operasinal kafalah charge card ini dapat dilihat pada skema berikut ini :

Keterangan :

�. Nasabah mengajukan permohonan syariah charge card ke Bank Sya-riah.

2. Bank Syariah akan menerbitkan syariah charge card jika nasabah memenuhi syarat dengan akad ka-falah wal ijarah.

Gambar 2Skema Proses Permohonan dan Operasinalisasi Kafalah Charge Card

Moh. Khoiruddin, S.E., M.Si.Kafalah Sebagai Landasan Instrumen Keuangan Alternatif

Page 91: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

9�

�4 BHS, Kartu Kredit Ramaikan Pasar Syariah, �9 Juli 2007, www.niriah.com�5 Muhammad Gunawan Yasni, Kartu Sorry ah Jadi Syariah?, Kompas, edisi 07 Agustus 2007.

3. Syariah charge card diserahkan na-sabah untuk dapat membeli produk yang diinginkannya.

4. Merchant mengembalikan Syariah charge card kepada nasabah

5. Merchant akan menagih pem-bayaran kepada Bank Syariah se-nilai pembelian yang dilakukan na-sabah.

6. Pihak Bank Syariah akan membayar kepada merchant atas transaksi na-sabahnya.

Kafalah dalam Syariah Card

Syariah Card adalah kartu yang ber-fungsi seperti Kartu Kredit yang men-gakibatkan hubungan hukum (berdasar-kan sistem yang sudah ada) antara para pihak, berdasarkan prinsip Syariah se-bagaimana diatur dalam fatwa No: 54/DSN-MUI/X/2006 yang ditetapkan pada �� Oktober 2006 M. Syariah Card dibo-lehkan, dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam fatwa ini. Bank Indonesia juga sudah mengamini produk ini den-gan surat persetujuan bernomor 9/�83/DPbS/2007.�4 Sebenarnya produk ini adalah pengembangan lebih kompleks dari produk Syariah Charge Card (SCC) yang sudah berjalan beberapa tahun belakangan ini berdasarkan fatwa DSN-MUI pada 2004. Produk SCC dinilai

kalangan praktisi perbankan syariah kurang greget sehingga perlu diperbarui menjadi syariah card.�5 Para pihak yang terlibat dalam operasionalisasi syariah card ini adalah pihak penerbit kartu (mushdir al-bithaqah), pemegang kartu (hamil al-bithaqah) dan penerima kartu (merchant, tajir atau qabil al-bithaqah).

Adapun akad yang dapat digunak-an dalam Syariah Card sesuai dengan fatwa No: 54/DSN-MUI/X/2006 adalah sebagai berikut :

�. Kafalah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi Peme-gang Kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara Peme-gang Kartu dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian Kafalah, penerbit kartu dapat menerima fee (ujrah kafalah).

2. Qardh; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada Pemegang Kartu (muq-taridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kar-tu.

3. Ijarah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penyedia jasa sistem pem-bayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu. Atas Ijarah ini, Pe-

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 80-�0�

Page 92: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

92

megang Kartu dikenakan member-ship fee.

Untuk bisa mendapatkan syariah card ini nasabah dapat dikenakan pem-bayaran sejumlah fee. Fee yang dikena-kan kepada nasabah tersebut meliputi :

�. Iuran keanggotaan (membership fee). Penerbit Kartu berhak meneri-ma iuran keanggotaan (rusum al-’udhwiyah) termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang Kartu sebagai imbalan (ujrah) atas izin penggunaan fasilitas kartu.

2. Merchant fee. Penerbit Kartu boleh menerima fee yang diambil dari har-ga objek transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah) atas perantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn).

3. Fee penarikan uang tunai. Penerbit kartu boleh menerima fee penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud) se-bagai fee atas pelayanan dan peng-gunaan fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan.

4. Fee Kafalah. Penerbit kartu boleh menerima fee dari Pemegang Kartu atas pemberian Kafalah.

Semua bentuk fee tersebut di atas harus ditetapkan pada saat akad ap-

likasi kartu secara jelas dan tetap, ke-cuali untuk merchant fee. Sementara itu untuk ketentuan tentang Batasan (Dha-wabith wa Hudud) Syariah Card adalah sebagai berikut :

�. Tidak menimbulkan riba.

2. Tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah.

3. Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf), dengan cara anta-ra lain menetapkan pagu maksimal pembelanjaan.

4. Pemegang kartu utama harus memi-liki kemampuan finansial untuk me-lunasi pada waktunya.

5. Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah

Sebagaimana dalam charge card, dalam syariah card ini juga dimungkink-an pengenaan denda kepada nasabah. Denda tersebut dapat berupa :

1. Ta’widh

Penerbit Kartu dapat mengenakan ta’widh, yaitu ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Penerbit Kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tem-po.

Moh. Khoiruddin, S.E., M.Si.Kafalah Sebagai Landasan Instrumen Keuangan Alternatif

Page 93: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

93

2. Denda keterlambatan (late charge).

Penerbit kartu dapat mengenakan denda keterlambatan pembayaran yang akan diakui seluruhnya seb-agai dana sosial.

Jika salah satu pihak tidak menun-aikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah atau melalui Pengadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musy-awarah.

Berkenaan dengan Syariah Card ini, Bank Danamon Syariah telah menggan-deng MasterCard menerbitkan Dirham Card. Dirham Card ditujukan untuk me-lengkapi rangkaian produk kartu telah ditawarkan kepada para nasabah Bank Danamon. Perbedaan Dirham Card dan kartu kredit biasa terletak pada akad (perjanjian kontrak atau skema trans-aksi yang digunakan dan dapat berupa ijarah, kafalah ataupun Qardh. Dalam skema kafalah, Bank Danamon Syariah selaku penerbit kartu bertindak sebagai penjamin bagi pemegang kartu terhadap merchant (toko) atas semua kewajiban bayar yang timbul. Bank sebagai pener-bit kartu akan menerima imbal jasa atau fee. Dirham Card ini tidak menerapkan sistem bunga. Namun menggunakan sistem biaya sewa berdasarkan prinsip

ijarah. Sementara pengelolaan dana ke-bajikan yang diperoleh dari penyeleng-garaan produk syariah misalnya late payment fee, disalurkan untuk kegiatan kedermawanan.

Selain Bank Danamon, Bank Inter-nasional Indonesia (BII) juga telah men-geluarkan kartu BII Syariah Card. Kartu kredit itu menggunakan prinsip akad qa-rdh dan kafalah. Dalam skema kafalah merupakan prinsip perwakilan. Artinya, pada saat bertransaksi pemegang kartu bertindak mewakili bank untuk bertran-saksi dengan merchant. Perbedaan dengan kartu kredit konvensional, kartu Syariah ini bebas bunga. Penggunaan-nya seperti kartu kredit, tetapi tidak ada pembayaran minimum seperti kartu kredit. Jadi, begitu jatuh tempo, tagihan harus dilunasi seluruhnya, tidak boleh dicicil. BII sudah memiliki dua produk kartu kredit syariah yakni tipe BII Sya-riah Card Gold dan Platinum. BII Sya-riah Card telah mengacu pada fatwa MUI yang menyatakan, jangan sampai keberadaan kartu semacam ini mendo-rong konsumerisme. Karena itulah yang dibidik adalah segmen Gold, yang relatif punya uang banyak. Segera menyusul Danamon dan BII, bank syariah terbe-sar di Indonesia, Bank Syariah Mandiri menurut informasi juga akan menge-luarkan kartu kredit syariah, selambat-lambatnya pada tahun 2008. �6

�6 Lihat BHS, opcit.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 80-�0�

Page 94: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

94

Kafalah bil Ujrah dalam Letter of Credit (L/C)

Bagi pebisnis yang ikut bermain dalam arena ekspor impor tentu saja su-dah tidak asing lagi dengan istilah L/C (Letter of Credit) baik pada ekspor mau-pun impor. L/C ekspor merupakan surat pernyataan akan membayar kepada eksportir yang diterbitkan oleh bank un-tuk memfasilitasi perdagangan ekspor. Begitu juga pada L/C impor, surat per-nyataan akan membayar kepada eks-portir yang diterbitkan oleh bank untuk kepentingan importir dengan pemenu-han persyaratan tertentu.�7

L/C Akad Kafalah Bil Ujrah adalah transaksi perdagangan ekspor impor yang diselenggarakan oleh Bank Sya-riah berdasarkan akad Kafalah, dan atas jasa tersebut Bank Syariah mem-peroleh fee (ujrah). Sementara, kafalah sebagaimana disebutkan di atas adalah akad penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil). Berdasarkan Fatwa No: 57/DSN-MUI/V/2007 yang ditetapkan pada 30 Mei 2007 tersebut, transaksi L/C ekspor impor diperbolehkan menggunakan akad Kafalah bil Ujrah. Seluruh rukun dan syarat akad Kafalah Bil Ujrah meru-

juk pada fatwa No.��/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah. Kemudian, penera-pan akad Kafalah dalam transaksi L/C ekspor maupun impor merujuk kepada fatwa No.34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah dan fatwa No.35/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah.�8

Fee atas transaksi akad Kafalah harus disepakati dan dituangkan di dalam akad. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika ter-jadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan me-lalui Badan Arbitrase Syari’ah atau Pen-gadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Untuk lebih memberi gambaran bagaimana secara umum operasion-alisasi L/C, berikut ini disajikan secara sederhana tahapan-tahapan dalam proses L/C tersebut :�9

a. Negosiasi antara penjual/ekspor-tir dan pembeli/importir (dalam hal ini antara perusahaan A dan peru-sahaan K) mengenai kesepakatan harga dan jenis barang;

b. Perusahaan mengajukan permo-honan L/C ke Bank Matahari;

�7 www.wirausaha.com,”Banyak Pilihan di L/C Ekspor Syariah”, 04 Apr 2007.�8 Lihat Fatwa No: 57/DSN-MUI/V/2007, www.mui.or.id, tanggal akses 27 Nopember 2007.�9 Sri Yuliarti, Tentang Letter Of Credit (L/C) Impor Syariah, www.msi-uii.net, tanggal akses �0 Desember 2007

Moh. Khoiruddin, S.E., M.Si.Kafalah Sebagai Landasan Instrumen Keuangan Alternatif

Page 95: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

95

c. Bank Matahari mengadakan analisis terhadap permohonan tersebut;

d. Jika bank menyetujui permohonan tersebut, maka bank dan pemohon L/C mengadakan perjanjian. Dalam hal ini, Bank Matahari adalah bank yang menerbitkan L/C, maka sering disebut sebagai Bank Penerbit atau Issuing Bank atau Remitting Bank;

e. L/C diterbitkan melalui perantara yang ditunjuk atas dasar kesepak-atan antara pembeli, penjual dan Bank Matahari;

f. Bank perantara meneruskan L/C yang diterima dari bank penerbit ke perusahaan K. Bank perantara sering disebut sebagai Bank Penerus atau Advising Bank atau Negotiating Bank;

g. Setelah menerima L/C, perusahaan K kemudian mengirimkan barang-nya kepada perusahaan A;

h. Perusahaan K membawa doku-men pengiriman barang kepada

bank penerus untuk menagih pem-bayaran;

i. Bank penerus tidak langsung men-gadakan pembayaran, namun sesuai fungsinya bank penerus menerus-kan dokumen tersebut kepada Bank Matahari sebagai bank penerbit;

j. Bank Penerbit meneliti keabsahan dokumen dan kesesuaian isi perjan-jian jual beli serta L/C;

k. Apabila dokumen sesuai, maka bank penerbit melakukan pem-bayaran ke perusahaan K melalui bank penerus;

l. Bank penerus meneruskan dan melakukan pembayaran pada peru-sahaan K;

m. Bank penerbit menagih kewajiban pembayaran pembelian barang ke perusahaan A sebagai pembeli;

Selanjutnya, proses yang dilakukan bank syariah terkait dengan L/C Kafalah bil Ujrah ini dapat dilihat pada skema berikut ini :20

20 Lihat Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Edisi Ketiga, Rajawali Press, 2006, h.254.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 80-�0�

Page 96: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

96

Gambar 3Skema Pembiayaan L/C Syariah

Moh. Khoiruddin, S.E., M.Si.Kafalah Sebagai Landasan Instrumen Keuangan Alternatif

Page 97: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

97

Kemudian, berikut ini merupakan contoh kutipan ketentuan L/C dari Bank Sya-riah Mandiri2�

Penerbitan fatwa DSN tersebut di-harapkan akan mendorong perkemban-gan industri perbankan syariah di Indo-nesia, terutama di bidang perdagangan ekspor dan impor dengan menggunak-an sistem syariah. Indikasi ke arah sana sudah terlihat, setidaknya dari Bank Ekspor Impor (BEI) yang membuka divi-si syariah atau unit usaha syariah (UUS) pada pertengahan 2007. Tujuan pem-bukaan divisi syariah dalam BEI adalah untuk memberi pembiayaan sejumlah

kegiatan ekspor-impor dengan menggu-nakan skim syariah.

Selain itu, pembukaan divisi syariah tersebut juga bertujuan untuk menang-kap peluang dana investasi dari inves-tor Timur Tengah. Sebagaimana dik-etahui pasca lonjakan harga minyak dunia beberapa waktu lalu di sepanjang tahun 2006-2008, para investor Timur Tengah mengalami kelebihan likuditas hingga miliaran dolar AS. Sementara

2� www.bsm.com, tanggal akses �0 Desember 2007.

BSM Letter of Credit

Janji tertulis berdasarkan permintaan tertulis nasabah (applicant) yang mengikat Bank Syariah Mandiri sebagai bank pembuka untuk membayar kepada penerima atau order-nya atau menerima dan membayar wesel pada saat jatuh tempo yang ditarik penerima, atau memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran kepada penerima, atau untuk menegosiasikan wesel-wesel yang ditarik oleh penerima atas penyerahan dokumen.

Karakteristik : • L/C ini hanya diterbitkan untuk transaksi pembelian barang di luar negeri (transaksi

internasional) • Valuta yang digunakan adalah valuta asing maupun rupiah • L/C harus diterbitkan dalam bentuk irrevocable di mana tidak dapat diubah atau

dibatalkan sepihak selama jangka waktu berlakunya L/C

Peruntukkan : • Perorangan

Syarat : • Harus memiliki rekening di Bank Syariah Mandiri • Harus memiliki perizinan import • Mengajukan permohonan pembukaan L/C • Supplier (beneficiary) harus berkedudukan di luar negeri • Dibukakan line facility apabila dana jaminan nasabah tidak mengcover seluruh nilai L/

C • Dikenakan biaya komisi, biaya SWIFT dan handling document sesuai ketentuan Bank

Syariah Mandiri

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 80-�0�

Page 98: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

98

ada kecenderungan dalam beberapa tahun terakhir para investor Timur Ten-gah ini mengalihkan dana investasinya dari Amerika Serikat ke negara-negara yang menawarkan instrumen-instrumen keuangan syariah.

Kafalah Scheme untuk Perusahaan Kecil dan Menengah

Di luar negeri seperti di Malaysia, Bank Muamalat Malaysia Bhd (BMMB) belum lama ini telah menandatangani kesepakatan dengan Bank SME untuk meluncurkan Kafalah Scheme yang memberikan kesempatan bagi na-sabah usaha kecil dan menengah un-tuk mendapatkan pembiayaan berbasis syariah. Skim kafalah ini memberikan peluang bagi nasabah khususnya yang mempunyai usaha pada skala kecil dan menengah pada sektor produksi dan jasa serta wirausaha untuk mendaptkan pembiayaan dari Bank Muamalat.

Kesepakatan yang dibuat untuk jang-ka waktu tiga tahun. Bank SME dalam hal ini setuju untuk menyediakan jami-nan pembiayaan pada Bank Muamalat yang akan menyediakan pembiayaan syariah bagi pelaku baru atau pelaku lama usaha kecil dan menengah. Bank tersebut juga akan menyelenggarakan pengembangan program training untuk melahirkan wirausahawan baru dengan tingkat keahlian dan pengetahuan yang

tinggi. Mereka juga mengadakan pem-bimbingan bisnis bagi usaha kecil dan menengah untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan dari kedua bank tersebut.

Keunggulan sistem kafalah ini adalah bahwa nasabah usaha kecil dan menengah akan dapat menikmati fasili-tas yang ditawarkan oleh bank-bank komersial dengan biaya yang rasional. Skim pembiayaan ini juga diharapkan akan meningkatkan citra jasa keuangan syariah yang ada.22

Sementara itu di Arab Saudi sudah menjadi kelaziman bagi bank-bank be-sar menjadikan kafalah ini sebagai se-buah program khusus bagi usaha kecil dan menengah dengan nama Kafalah Program. Sebagaimana yang dilakukan oleh Saudi Industrial Development Fund International Finance Corporation dan The Council of Saudi Chambers yang bekerjasama menyelenggarakan train-ing/kursus untuk rehabilitasi, pendidikan dan pelatihan bagi para pemilik usaha kecil dan menengah agar mereka men-getahui bagaimana mempertahankan kelangsungan usaha dan mengelola proyek-proyek mereka. Sejak program kafalah ini digulirkan hingga sekarang telah sekitar 607 jaminan dikeluarkan, dengan nilai total 270 juta riyal. Pada akhir tahun 2008 saja telah dikeluar-kan penjaminan sebanyak 292, dengan nilai total sebesar ��8 juta riyal. Telah

22 BERNAMA.com, Bank Muamalat & SME Bank Launch Kafalah Scheme For SMEs, tanggal akses 29 April, 2009.

Moh. Khoiruddin, S.E., M.Si.Kafalah Sebagai Landasan Instrumen Keuangan Alternatif

Page 99: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

99

terjadi pertumbuhan sebesar �� persen dibandingkan dengan penjaminan yang dikeluarkan pada tahun 2007.

Bank-bank lain seperti Bank Riyadh telah menjamin 25 persen dari total jumlah obligasi yang diterbitkan pada akhir tahun lalu. National Commercial Bank dan Arab National berada di uru-tan kedua dengan melakukan penjami-nan sebesar 24 %. Sementara Al Rajhi Bank telah menerbitkan �2 % penjami-nan bagi usaha kecil dan menengah dari total garansi program bantuan yang diterbitkan pada akhir tahun 2008.23

III. Penutup

Penerapan kafalah pada zaman dulu tidak seluas seperti sekarang. Dalam du-nia modern seperti sekarang ini penera-pan kafalah dalam melandasi transaksi telah mengalami pengembangan dan modifikasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama dalam dunia keuangan-perbankan. Bank Syariah se-bagai lembaga penyedia jasa keuangan sesuai syariah Islam sangat berkepent-ingan dengan kafalah ini, karena den-gan akad kafalah ini menjadikan banyak jasa keuangan dapat diselenggarakan. Di Indonesia, munculnya fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indone-sia (DSN-MUI) Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) tentang Kafalah, Kafalah bil Ujrah, serta

sejumlah fatwa terkait telah mendorong banyak bank menawarkan berbagai bentuk jasa keuangan. Dengan kafalah sekarang bank syariah dapat menawar-kan banyak bentuk produk layanan sep-erti skim pembiayaan bank garansi (let-ter of guarantee), charge card, syariah card, letter of credit (L/C), dan kafalah scheme bagi usaha kecil dan menen-gah.

Dengan semakin bervariasinya produk perbankan berdasarkan akad kafalah ini banyak keuntungan yang di-dapat. Dari kacamata bank, bank sya-riah akan mempunyai keunggulan, yaitu dapat menangkap peluang bisnis yang tidak terakomodasi oleh layanan bank konvensional, baik dari sisi pengum-pulan dana maupun penyaluran dana. Dari kacamata nasabah, fasilitas yang ditawarkan bank syariah tersebut akan menjadi alternatif pilihan dan sangat memudahkan nasabah dalam melaku-kan berbagi aktifitas bisnis tanpa ha-rus melanggar syariah. Dari kacamata investor yang minded dengan syariah, bank syariah yang semakin lengkap menawarkan produk syariahnya, sema-kin menarik sebagai pilihan dalam in-vestasi karena potensi keuntungannya semakin besar dengan risiko tertentu. Sementara dari kacamata pemerintah, hal tersebut sangat menguntungkan karena peluang untuk mendapatkan dana asing alternatif semakin terbuka

23 ibid

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 80-�0�

Page 100: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

�00

dengan disertai keunggulan komparatif. Di tengah semakin banyaknya negara, baik mayoritas penduduknya muslim (Malaysia) maupun non muslim (Ing-gris, Jepang, Belanda, Hongkong, dan Singapura) yang bertekad menjadikan keuangan syariah sebagai “core bus-sines” baru keuangannya, maka su-dah menjadi keharusan bagi Indonesia untuk tidak ketinggalan kesekian ka-linya dalam pengembangan di wilayah keuangan syariah. Melengkapi berbagai fasilitas dan instrumen keuangan per-bankan dengan prinsip kafalah beserta aturan hukum yang jelas sudah menjadi suatu keharusan yang mendesak untuk menangkap peluang pasar luar negeri sekaligus sebagai upaya untuk meng-gairahkan pasar keuangan syariah do-mestik serta sektor riil kecil dan menen-gah.

Dari pengamatan sementara yang terbatas pada sejumlah berita yang di-lansir di media massa, penerapan akad kafalah pada berbagai produk yang di-tawarkan bank syariah tidak banyak me-nyimpang dari ketentuan syariah. Na-mun demikian, pemantauan terhadap sharia compliance terutama untuk akad kafalah ini perlu terus dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap trans-aksi yang dilakukan antara bank syariah dan nasabah. Dengan penegakan shar-ia compliance yang tegas diharapkan akan menjadi “keunggulan” tersendiri bagi bank syariah terutama dalam jang-ka panjang.

DAFTAR REFERENSI

Abdullah Al-Muslih, Fiqh Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakar-ta, 2004.

Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Anali-sis Fiqih dan Keuangan, Edisi Ke-tiga, Rajawali Press, 2006.

BERNAMA.com, Bank Muamalat & SME Bank Launch Kafalah Scheme For SMEs, tanggal akses 29 April, 2009.

BHS, Kartu Kredit Ramaikan Pasar Sya-riah, �9 Juli 2007, www.niriah.com, tanggal akses 24 Nopember 2007.

Council of Saudi Chambers, Council of Saudi Chambers and Kafalah Pro-gram Organize Training Courses for SME Owners, Oktober 2009

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, �983.

Dewan Syari’ah Nasional MUI, Fatwa No. �2/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah, www.mui.or.id, tanggal ak-ses 27 Nopember 2007.

Dewan Syari’ah Nasional MUI, Fatwa No.54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card, www.mui.or.id, tang-gal akses 27 Nopember 2007.

Moh. Khoiruddin, S.E., M.Si.Kafalah Sebagai Landasan Instrumen Keuangan Alternatif

Page 101: ANALISIS FAKTOR INDIVIDU PEMBENTUK · PDF file6 Rahayu Relawati Analisis Faktor Individu Pembentuk Entrepreneurship pada Perempuan Pengusaha Pemula di Kota Malang METODE PENELITIAN

�0�

Dewan Syari’ah Nasional MUI, Fatwa No. 57/DSN-MUI/V/2007, tentang Letter of Credit (L/C) dengan Kaf-alah bil Ujrah www.mui.or.id, tanggal akses 27 Nopember 2007.

Dewan Syari’ah Nasional MUI, Himpu-nan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI, Edisi Revisi, DSN-MUI dan Bank Indonesia, 2006.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Baru, Rajawali Press, Jakarta, �999.

Mohammed Obaidullah, Islamic Finan-cial Services, Islamic Economics Research Center King Abdul Aziz University, 2005.

Monzer Kahf, “Financing International Trade: An Islamic Alternative”, Semi-nar on International Trade from Is-lamic Perspective, IKIM, Malaysia April �999.

Muhammad Gunawan Yasni, Kartu Sor-ry ah Jadi Syariah?, Kompas, edisi 07 Agustus 2007.

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Sya-riah : Dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta, 200�.

Nazih Kamal Hammad, Charging Fees for Debt-Guaranties: Extent of Per-missibility in Islamic Fiqh (Jurism),

Journal of King Abdul Aziz University (Islamic Economics), Saudi Arabia, Vol. 9, �997.

Norafifah, N. and Haron, S., “The Poten-tiality of Islamic Products and Servic-es in Fulfilling Corporate Customers’ Banking Requirements” The First International Conference on Islamic Banking, Finance and Insurance Reshaping Global Financial Archi-tecture through the Islamic System, Malaysia 30-3�st January 2002.

Pikiran Rakyat, “Mengenal Produk Pem-biayaan Bank Syariah”, edisi Ming-gu, 2� Agustus 2005.

Republika, “Fatwa Ekspor-Impor Sya-riah Terbit Akhir Maret”, Edisi Ka-mis, �5 Maret 2007.

Rosita Chong, Raihana Firdaus Seah Abdullah, Alex Anderson dan Han-udin Amin, Economics Of Islamic Trade Financing Instruments, In-ternational Review of Business Re-search Papers Vol.5 No. 1 January 2009 Pp. 230-241

Sri Yuliarti, Tentang Letter Of Credit (L/C) Impor Syariah, www.msi-uii.net, tanggal akses �0 Desember 2007

www.wirausaha.com,”Banyak Pilihan di L/C Ekspor Syariah”, 04 Apr 2007.

KOMPETENSIJurnal Ekonomi, Manajemen & Akuntansi Vol. 7 No. 3 September - Desember ‘09 80-�0�