ANALISIS EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI
Transcript of ANALISIS EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ANALISIS EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI
(Studi Kasus Di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen, Kabupaten Sragen)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
Rahayu trihatmami
F1106044
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ABSTRAK
ANALISIS EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI (Studi Kasus Di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen, Kabupaten Sragen)
Rahayu Trihatmami
F1106044
Penelitian ini menganalisis apakah penggunaan faktor - faktor produksi pada usaha penggemukan sapi di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen sudah memenuhi kriteria efisiensi relatif secara teknis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efisiensi relatif secara teknis, penggunaan faktor-faktor produksi dan mengetahui skala hasil pada usaha ternak sapi ini.
Penelitian ini mengambil sampel seluruh populasi peternak sapi di Kecamatan Kedawung, Sambirejo, dan Sragen. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi. Alat analisis yang digunakan adalah Data Envelopment Analysis (DEA) dan digunakan untuk meneliti efisiensi teknis pada usaha penggemukan sapi. Variabel-variabel yang mempengaruhi output meliputi (bakalan sapi, jumlah bekatul, jumlah konsentrat, jumlah hijauan, dan lama masa penggemukan sapi) yang berpengaruh pada produksi.
Hasil analisis dari DEA tersebut dapat diketahui beberapa hal: pertama, hanya 9 penggemuk sapi yang efisien secara teknis sedangkan 31 responden lainnya belum efisien secara teknis, kedua, jenis sapi yang efisien untuk diusahakan adalah jenis sapi Brangus, ketiga, efisiensi terjadi pada masa penggemukan minimal 4 bulan, keempat, takaran pemberian bekatul dan konsentrat yang efisien dalam sehari 0,5-0,99 kg, sedangkan hijauan 1 kg dalam sehari dan kelima, berat bakalan sapi yang efisien untuk digemukan berkisar antara 251 – 300 kg.
Kata Kunci: Efisiensi teknis Data Envelopment Analysis (DEA).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dipersembahkan kepada :
Ayah dan Ibuku tercinta
Kakak – kakakku, dan adikku tersayang.
My inspiration Yudi Hermanto
Dosen Pembimbing
Dan semua yg ambil bagian J
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
Mimpi tanpa tindakan adalah omong kosong,
Mimpi diikuti tindakan, inilah SUKSES.
Belajarlah pada seorang pembimbing, bukan penasehat!
Karena seorang pembimbing pernah melakukannya dan berhasil,
Sedangkan seorang penasehat hanya bisa berbicara tapi belum pernah
melakukan.
Milkilah Cinta Kasih antar Sesama,
Karena sejatinya Cinta Kasih itulah yang menyatukan Tubuhmu
dengan Rohmu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME yang telah memberikan
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Efisiensi Usaha Penggemukan Sapi Di Kabupaten Sragen”
Penulis menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M. Com, Ak selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Dr. AM Soesilo, MSc selaku Pembimbing Akademik.
3. Bapak Dr.Guntur Riyanto M.Si selaku dosen Pembimbing yang telah berkenan memberikan
waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
4. Bapak Drs. Kresno Saroso Pribadi, M.Si selaku Kepala Jurusan Ekonomi Pembangunan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
5. Ibu Izza Mafruhah, SE, Msi selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sragen beserta Staf atas bantuannya dalam
menyediakan data yang penulis butuhkan.
7. Kedua orang tua penulis, Bapak Surtono dan Ibu Suti Hastuti, terimakasih atas segala
kesabaran, doa, dukungan, motivasi, nasehat, dan kasih sayang yang tiada tara sepanjang masa
yang telah diberikan selama ini kepada penulis.
8. Kakak - kakakku, Mbak Tanti dan Mb Diah Serta adikku Imam tersayang terimakasih atas
segala perhatian, dukungan, doa, dan kasih sayang kalian.
9. My Inspiration Yudi Hermanto yang tidak henti-hentinya memberikan curahan doa, semangat,
kasih sayang, dan kesabarannya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan semua
masalah yang penulis hadapi selama penulis menyelesaikan skripsi.
10. Temen – temanku dari kos “Metodologi” makasih ya sudah menemani saya hingga larut malam
guna menyelesaikan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
11. Teman-teman senasib-seperjuanganku, mahasiswa Ekonomi Pembangunan angkatan 2006,
terimakasih atas kebersamaan dan kekeluargaan yang telah tercipta. Semua itu akan selalu jadi
kenangan terindah yang tak akan pernah kulupakan.
12. Seluruh Dosen di Fakultas Ekonomi, terimakasih telah membimbing saya dan memberi saya
tambahan ilmu yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Staf Karyawan Fakultas Ekonomi
Universitas sebelas Maret, terima kasih telah melayani kami hingga kami beranjak keluar dari
Fakultas tercinta.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas semua
bantuannya.
Semoga semuanya mendapat balasan kebaikan, cinta, dan surga-Nya. AMIN.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun di kesempatan yang akan datang. Penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semuanya, baik penulis maupun para pembaca.
Surakarta, 21 Juni 2010
Penulis
RahayuTrihatmami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
ABSTRAK ................................................................................................. .......... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v
MOTTO ................................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
B. Perumusan Masalah .................................................................................. ...... 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 8
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Ekonomi Pertanian Dan Ekonomi Peternakan ................................................ 10
1. Ekonomi Pertanian .......................................................................................... 10
2. Ekonomi Peternakan ....................................................................................... 13
B. Jenis – Jenis Sapi ............................................................................................. 14
1. Jenis – jenis Sapi Impor .................................................................................. 15
2. Jenis – jenis Sapi Lokal .................................................................................. 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
C. Berbagai Sistem Penggemukan ................................................................. ..... 20
D. Teori Produksi............................................................................................... ... 23
1. Pengertian Produksi.................................................................................. 23
2. Fungsi Produksi....................................................................................... 25
3. Fungsi Produksi Frontier.......................................................................... 26
E. Teori Efisiensi................................................................................................. 27
F. Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 33
G. Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 38
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian..................... ..................................................... ................... 40
B. Populasi ..................................................................................... ................... 40
C. Jenis dan Sumber Data .............................................................. ................... 40
D. Metode Pengumpulan Data ....................................................... ................... 40
E. Definisi Operasional Variabel...................................................................... 41
1. Input............................................................................................................. 41
2. Output........................................................................................................... 42
F. Alat Analisis DEA....................................................................................... 42
1. Konsep Nilai Dalam DEA............................................................................ 43
2. Nilai Manajerial DEA................................................................................... 44
3. Kelebihan Dan Keterbatasan DEA............................................................... 45
4. Bentuk Formulasi DEA................................................................................ 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
BAB IV : GAMBARAN UMUM
A. Keadaan Wilayah Kecamatan Kedawung, Kecamatan Sambirejo
dan Kecamatan Sragen.............................................................................. 49
1. Letak Geografis ................................................................... ............... 49
a. Kecamatan Kedawung...................................................................... 49
b. Kecamatan Sambirejo....................................................................... 49
c. Kecamatan Sragen............................................................................ 50
2. Wilayah Admistrasi .............................................................. ................ 51
3. Kependudukan ...................................................................... ................ 53
4. Jumlah Penduduk ................................................................. ................ 55
5. Kondisi Usaha Penggemukan Sapi di Kecamatan Kedawung,
Sambirejo dan Sragen. .......................................................... ................ 56
B. Analisis Deskriptif ..................................................................... ................ 59
C. Analisis Data Dengan Metode DEA…………………………………….. 71
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................ ................ 76
B. Saran .......................................................................................... ................ 77
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Wilayah Administratif Kecamatan Kedawung ………………….. 51
Tabel 4.2 Wilayah Administratif Kecamatan Sambirejo ………………… ... 52
Tabel 4.3 Wilayah Administratif Kecamatan Sragen ………………………. 52
Tabel 4.4 Kepadatan penduduk kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen 53
Tabel 4.5 Pertumbuhan penduduk alami ( Natural Increase ) kecamatan
Kedawung, Sambirejo dan Sragen tahun 2004 – 2007 ………….. 54
Tabel 4.6 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan sex ratio kecamatan
Kedawung, Sambirejo dan Sragen Akhir tahun 2007 …………… 55
Tabel 4.7 Banyaknya ternak besar dan kecil di kecamatan Kedawung, Sambirejo
dan Sragen tahun 2007 …………………………………………… 57
Tabel 4.8 Produksi daging dan kulit di kecamatan Kedawung, Sambirejo dan
Sragen akhir tahun 2007 …………………………………………. 58
Tabel 4.9 Berdasarkan Pekerjaan Responden………………………………. 60
Tabel 4.10 Berdasarkan Jenis Bakalan Sapi……………………………… ..... 60
Tabel 4.11 Berdasarkan Berat Bakalan Sapi...……………………………… . 61
Tabel 4.12 Berdasarkan Lama Masa Penggemukan……………………… .... 62
Tabel 4.13 Berdasarkan Sistem Penggemukan………………………………. 62
Tabel 4.14 Berdasar Banyaknya Bekatul Yang Diberikan Dalam Sehari…… 63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
Tbel 4.15 Berdasar Banyaknya Konsentrat Yang Diberikan Dalam Sehari…. . 64
Tabel 4.16 Berdasar Banyaknya Hijauan Yang Diberikan Dalam Sehari……. 64
Tabel 4.17 Berdasarkan Harga Bakalan…………………………………….. . 65
Tabel 4.18 Berdasarkan Harga Bekatul……………………………………… 66
Tabel 4.19 Berdasarkan Harga Konsentrat…………………………………. . 67
Tabel 4.20 Berdasarkan Harga Hijauan……………………………………… 67
Tabel 4.21 Berdasarkan Produksi Daging Sapi…………………………….... 68
Tabel 4.22 Berdasarkan Harga Produksi Daging Sapi……………………… . 69
Tabel 4.23 Berdasarkan Kenaikan Bobot Dalam Sehari…………………… .. 70
Tabel 4.24 Hasil Olahan DEA………………………………………….......... 71
Tabel 4.25 Efisiensi Teknis berdasarka Jenis Bakalan Sapi………………… 72
Tabel 4.26 Efisiensi Teknis berdasarkan Berat BakalanSapi……………… ... 73
Tabel 4.27 Efisiensi Teknis, Berdasarkan Banyaknya Bekatul…………… . 73
Tabel 4.28 Efisiensi Teknis, Berdasarkan Banyaknya Konsentrat...………… 74
Tabel 4.29 Efisiensi Teknis, Berdasarkan Banyaknya Hijauan……………… 74
Tabel 4.30 Efisiensi Teknis, Berdasarkan Produksi Daging Sapi……………. 75
Tabel 4.31 Efisiensi Teknis, Berdasar Lama Masa Penggemukan ………….. 75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Fungsi Produksi ............................................................................ 25
Gambar 2.2 Ukuran Efisiensi ........................................................................... 30
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ABSTRAK
Rahayu Trihatmami F1106044
Penelitian ini menganalisis apakah penggunaan faktor - faktor produksi
pada usaha penggemukan sapi di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen sudah memenuhi kriteria efisiensi relatif secara teknis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efisiensi relatif secara teknis, penggunaan faktor-faktor produksi dan mengetahui skala hasil pada usaha ternak sapi ini.
Penelitian ini mengambil sampel seluruh populasi peternak sapi di Kecamatan Kedawung, Sambirejo, dan Sragen. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi. Alat analisis yang digunakan adalah Data Envelopment Analysis (DEA) dan digunakan untuk meneliti efisiensi teknis pada usaha penggemukan sapi. Variabel-variabel yang mempengaruhi output meliputi (bakalan sapi, jumlah bekatul, jumlah konsentrat, jumlah hijauan, dan lama masa penggemukan sapi) yang berpengaruh pada produksi.
Hasil analisis dari DEA tersebut dapat diketahui beberapa hal: pertama, hanya 9 penggemuk sapi yang efisien secara teknis sedangkan 31 responden lainnya belum efisien secara teknis, kedua, jenis sapi yang efisien untuk diusahakan adalah jenis sapi Brangus, ketiga, efisiensi terjadi pada masa penggemukan minimal 4 bulan, keempat, takaran pemberian bekatul dan konsentrat yang efisien dalam sehari 0,5-0,99 kg, sedangkan hijauan 1 kg dalam sehari dan kelima, berat bakalan sapi yang efisien untuk digemukan berkisar antara 251 – 300 kg. Kata Kunci: Efisiensi teknis Data Envelopment Analysis (DEA).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Peternakan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan sampai saat ini sudah
semakin berkembang dan telah mencapai kemajuan yang cukup pesat. Sebenarnya,
perkembangan ke arah komersial sudah ditata sejak puluhan tahun yang lalu,
bahkan pada saat ini peternakan di Indonesia sudah banyak yang berskala industri.
Apabila perkembangan ini tidak diimbangi dengan pengelolaan yang profesional
dan tata laksana yang baik, produksi ternak yang dihasilkan tidak akan sesuai
dengan harapan, bahkan peternak bisa mengalami kerugian.
Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan, namun
peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang
memadai. Laju peningkatan populasi sapi potong relatif lamban, yaitu 4,23% pada
tahun 2007 (Direktorat Jenderal Peternakan 2007). Kondisi tersebut menyebabkan
sumbangan sapi potong terhadap produksi daging nasional rendah (Mersyah 2005,
dalam Hadi et al 2002; hal 145) sehingga terjadi kesenjangan yang makin lebar
antara permintaan dan penawaran (Setiyono 2007, dalam hadi et al 2002; hal 147).
Pada tahun 2006, tingkat konsumsi daging sapi diperkirakan 399.660 ton, atau
setara dengan 1,70−2 juta ekor sapi potong (Koran Tempo tanggal 12 oktober
2008), sementara produksi hanya 288.430 ton.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 2
Pemerintah memproyeksikan tingkat konsumsi daging pada tahun 2010
sebesar 2,72kg/kapita/tahun sehingga kebutuhan daging dalam negeri mencapai
654.400 ton dan rata-rata tingkat pertumbuhan konsumsi 1,49%/tahun (Badan Pusat
Statistik tahun 2005). Populasi sapi potong pada tahun 2007 tercatat 11,366 juta
ekor (Direktorat Jenderal Peternakan 2007). Populasi tersebut belum mampu
mengimbangi laju permintaan daging sapi yang terus meningkat. Untuk
mengantisipasinya, pemerintah melakukan impor daging sapi dan sapi bakalan
untuk digemukkan (Priyanti 1998, dalam Hadi et al 2002; hal 147).
Tujuan pemeliharaan sapi potong oleh peternakan rakyat adalah untuk
pembibitan (reproduksi) dan penggemukan (Prasetyo 1994, dalam Hadi et al 2002;
hal 148). Usaha pembibitan umumnya dilakukan di daerah dataran rendah dengan
ketersediaan pakan relatif kurang, sedangkan usaha penggemukan banyak terdapat
di daerah dataran tinggi dengan ketersediaan pakan relatif cukup. Usaha pembibitan
relatif tidak memerlukan banyak pakan karena tujuan utamanya adalah untuk
menghasilkan pedet, sedangkan penggemukan memerlukan lebih banyak pakan
karena tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan daging.
Kecilnya skala usaha pemeliharaan sapi di daerah intensif disebabkan
peternakan merupakan usaha yang dikelola oleh rumah tangga petani, dengan
modal, tenaga kerja, dan manajemen yang terbatas. Kecilnya pemilihan ternak juga
karena umumnya usaha pembibitan atau penggemukan merupakan usaha
sampingan, selain usaha tani utama seperti padi, palawija, sayuran atau tanaman
perkebunan. Di daerah pertanian ekstensif, cukup besarnya skala usaha disebabkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 3
padang rumput untuk penggembalaan cukup tersedia, sehingga kebutuhan tenaga
kerja dan biaya pakan dapat dikatakan hampir mendekati nol (Hadi et al, 2002; hal
149).
Sapi potong sudah menjadi salah satu pilihan komoditas yang diyakini bisa
menjadi sumber pendapatan keluarga karena proses pemeliharaan sapi potong
sebenarnya cukup mudah, namun yang menjadi permasalahan adalah pemeliharaan
yang dilakukan para peternak. Beberapa peternak belum memiliki orientasi bahwa
beternak sapi potong bisa menjadi sumber pendapatan utama. Hal itu kemungkinan
disebabkan oleh kurangnya pemahaman mereka tentang beternak sapi potong.
Masalah utama usaha penggemukan komersial adalah tingginya biaya tetap
(fixed cost) untuk manajemen dan lain – lain. Untuk menekan biaya diperlukan sapi
bakalan yang harganya relatif murah tetapi mempunyai ADG (penambahan berat
harian) yang tinggi. Selama ini, perusahaan swasta mengimpor sapi bakalan dari
Australia karena dinilai lebih murah dibanding mendatangkan sapi lokal jenis
Peranakan Ongole dari Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat atau daerah
lainnya. Jika pembibitan dapat dilakukan di Jawa yang sekaligus merupakan daerah
sentra konsumen daging sapi di Indonesia, dengan menggunakan bangsa sapi
dengan ADG yang tinggi seperti peranakan Simmental atau sederajad, maka
peternak kecil berpeluang untuk memasok sapi bakalan secara lebih efisien bagi
usaha penggemukan.
Teknologi pembibitan mungkin tidak dipengaruhi skala usaha (bersifat
“scale neutral”), tetapi meningkatnya skala akan menghemat biaya (size
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 4
economies). Kebutuhan pakan dan biaya bakalan per ekor akan sama pada skala
kecil dan besar, tetapi pada skala besar biaya operasional lebih efisien. Total biaya
tetap akan semakin besar dengan meningkatnya usaha, tetapi dengan jumlah induk
yang makin besar, biaya manajemen untuk memproduksi per ekor pedet akan
makin kecil.
Keadaan ini merupakan dampak positif dari meningkatnya pendidikan dan
pendapatan masyarakat serta semakin selektifnya konsumen. Faktor penunjang
lainnya adalah semakin digalakkannya subsektor kepariwisataan yang pada
kenyataannya memang menuntut ketersediaan daging berkualitas tinggi. Namun,
hal ini tidak didukung dengan ketersediaan bakalan sehingga sampai saat ini
Indonesia masih banyak mengimpor sapi dari negara lain.
Sudah saatnya kita melakukan koreksi total bagi penanganan usaha
peternakan rakyat, yang dalam skala makro, tidak hanya akan meningkatkan taraf
kehidupan peternak, tetapi juga penghematan devisa. Peningkatan skala usaha,
penanganan yang lebih intensif dan penggunaan berbagai hasil penelitian di bidang
pakan ternak, pemuliaan ternak, pencegahan dan pengobatan penyakit ternak yang
dilakukan oleh berbagai perguruan tinggi dan lembaga – lembaga penelitian
lainnya, yang terbukti mampu meningkatkan produktivitas ternak sudah saatnya
dilakukan.
Program aksi untuk mewujudkan swasembada daging sapi pada tahun 2010
antara lain dapat dilakukan melalui kebijakan teknis pengembangan agrobisnis sapi
pola integrasi tanaman ternak berskala besar dengan pendekatan berkelanjutan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 5
biaya murah serta optimalisasi pemanfaatan limbah atau yang dikenal dengan
istilah low external input sustainable agriculture ( LEISA ) dan zero waste,
terutama di wilayah perkebunan. Kegiatan operasional untuk pengembangan usaha
pembibitan sapi potong yang murah dan efisien dapat dilakukan secara terintegrasi
melalui perkebunan, tanaman pangan, dan memanfaatkan sumber pakan biomas
lokal ( Nuansa Aulia, 2009).
Perkembangan peternakan sapi pedaging di Indonesia saat ini lebih
mengarah kepada segi komersial yang pengelolaannya telah dilakukan secara
profesional. Sistem penggemukan sapi pun semakin modern karena terpacu oleh
tuntutan penyediaan daging yang bersifat kuantitatif dan kualitatif.
Upaya pemerintah dalam mengantisipasi kenyataan ini sebenarnya sudah
bisa dirasakan, sebagai contoh daerah Indonesia bagian Timur telah dicanangkan
sebagai wilayah pengembangan ternak potong, terutama sapi penghasil daging.
Sementara itu, di Pulau Jawa, pada dekade terakhir ini telah berkembang pula
usaha penggemukan pedet. Bahkan dari pedet jantan sapi perah pun (yang dahulu
kurang mempunyai nilai selain untuk pejantan), kini kelahirannya sudah ditunggu –
tunggu untuk dipersiapkan masuk ke dalam kandang penggemukan.
Salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian lebih dalam
pengembangan usaha penggemukan sapi dan untuk menjaga eksistensi usaha
penggemukan sapi di tiga kecamatan di Kabupaten Sragen, yaitu meliputi
Kecamatan Kedawung, Kecamatan Sambirejo dan Kecamatan Sragen adalah
bagaimana mengkondisikan para pengusaha penggemukan sapi yang ada untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 6
menggunakan faktor-faktor produksi yang ada dengan seefisien mungkin sehingga
akan menghasilkan output dan keuntungan yang optimal.
Kecamatan Kedawung, Kecamatan Sambirejo dan Kecamatan Sragen
menarik untuk diteliti karena ketiga kecamatan tersebut merupakan sentra,
pemasok daging sapi terbanyak di Kabupaten Sragen dengan total mencapai 1380
ton per tahun (sumber: Badan Pusat Statistik tahun 2008) dan pionner, yaitu
perintis usaha penggemukan sapi sejak tahun 1987 (sumber: Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Sragen) usaha penggemukan sapi di kabupaten Sragen,
kontribusi terhadap PDRB dari usaha penggemukan sapi juga sangat tinggi, selain
itu jumlah peternak penggemukan sapi didaerah ini cukup banyak dibandingkan
kecamatan lain di Kabupaten Sragen (sumber: www.sragenkab.go.id)
Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen terus berupaya meningkatkan
produktifitas usaha penggemukan sapi guna memberikan kesejahteraan ekonomi
bagi masyarakat dan meningkatkan kuantitas serta kualitas peternakan salah satu
upaya yang dilakukan adalah pinjaman modal pada akhir tahun 2006 untuk sapi
kereman sebesar Rp.150.000.000,00 dengan bunga 1,1 % per bulan sebagai
bantuan modal usaha penggemukan sapi dari pemerintah kepada ketiga kecamatan
tersebut, serta untuk mememenuhi kebutuhan permintaan daging sapi yang terus
meningkat di Kabupaten Sragen pada khususnya dan wilayah Karisidenan
Surakarta pada umumnya.
Mengingat besarnya kontribusi daging sapi di tiga kecamatan tersebut
terhadap permintaan daging sapi di Kabupaten Sragen, maka perlu adanya sebuah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 7
penelitian yang bisa dijadikan salah satu alternatif solusi masalah-masalah yang
dihadapi oleh para pengusaha penggemukan sapi. Dalam hal ini yaitu bagaimana
mengkombinasikan semua faktor-faktor produksi yang ada agar dapat dikelola
dengan baik sehingga produksi daging sapi, umumnya di Kabupaten Sragen dapat
dioptimalkan dan produksi daging sapi di Kabupaten Sragen pun akan lebih efisien.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini penulis akan
mencoba untuk menganalisis efisiensi produksi usaha penggemukan sapi di tiga
kecamatan, Kabupaten Sragen dengan judul ”ANALISIS EFISIENSI USAHA
PENGGEMUKAN SAPI (Studi Kasus Di Kecamatan Kedawung, Sambirejo
dan Sragen, Kabupaten Sragen)”.
B. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas diperoleh perumusan masalah, yaitu
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah efisien teknis secara relatif usaha penggemukan sapi di
Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen di Kabupaten Sragen?
2. Jenis sapi apakah yang paling efisien untuk diusahakan di Kecamatan
Kedawung, Sambirejo dan Sragen di Kabupaten Sragen?
3. Berapa lamakah waktu yang efisien untuk masa penggemukan sapi?
4. Berapakah takaran bekatul, konsentrat dan hijauan yang efisien dalam sehari
yang diberikan oleh penggemuk sapi?
5. Berapakah berat bakalan sapi yang efisien untuk dibudidayakan?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 8
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian seperti telah diungkapkan
sebelumnya, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :
1. Untuk mengukur efisiensi teknis secara relatif usaha penggemukkan Sapi di
Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen di Kabupaten Sragen.
2. Untuk mengetahui jenis sapi apakah yang paling efisien untuk diusahakan di
Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen di Kabupaten Sragen.
3. Untuk mengetahui berapa lama waktu yang efisien untuk masa penggemukan
sapi.
4. Untuk mengetahui berapakah takaran bekatul, konsentrat dan hijauan yang
efisien dalam sehari yang diberikan oleh penggemuk sapi.
5. Untuk mengetahui berapakah berat bakalan sapi yang efisien untuk
dibudidayakan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi
kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan usaha penggemukan sapi di
Kabupaten Sragen khususnya pada kecamatan yang usaha penggemukan
sapinya belum berkembang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 9
2. Bagi Masyarakat
Dapat menunjukkan bahwa peternakan khususnya usaha penggemukan sapi
merupakan alternatif sumber pendapatan untuk tingkat pendidikan yang
rendah.
3. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan keilmuan, serta sebagai bahan referensi untuk
melengkapi penelitian-penelitian lebih lanjut yang masih ingin menganalisis
permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ekonomi Pertanian Dan Ekonomi Peternakan
1. Ekonomi pertanian
Pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi.
Pemanfaatan sumberdaya yang efisien pada tahap-tahap awal proses
pembangunan menciptakan surplus ekonomi melalui sediaan tenaga kerja dan
formasi kapital yang selanjutnya dapat digunakan untuk membangun sektor
industri. Pertanian atau usaha tani hakekatnya merupakan proses produksi di
mana input alamiah berupa lahan dan unsur hara yang terkandung di dalamnya,
sinar matahari serta faktor klimatologis (suhu, kelembaban udara, curah hujan,
topografi dan sebagainya) berinteraksi melalui proses tumbuh kembang
tanaman dan ternak untuk menghasilkan output primer yaitu bahan pangan dan
serat alam (Tatiek Koerniawati, 1993; 5).
Ada beberapa jenis pertanian berdasarkan perkembangannya yaitu:
a. Pertanian ekstraktif, yaitu pertanian yang dilakukan dengan hanya
mengambil atau mengumpulkan hasil alam tanpa upaya
reproduksi. Pertanian semacam ini meliputi sektor perikanan dan
ekstraksi hasil hutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 11
b. Jenis pertanian kedua adalah pertanian generatif yaitu corak
pertanian yang memerlukan usaha pembibitan atau pembenihan,
pengolahan, pemeliharaan dan tindakan agronomis lainnya.
Pertanian juga merupakan mata pencaharian sebagian besar penduduk
Indonesia yang merupakan Negara agraris.Pertanian berhubungan dengan usaha
pemanfaatan tanah untuk menanam tanaman atau pohon – pohonan. Ilmu
pertanian merupakan suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang
pertanian baik mengenai subsektor tanaman pangan dan holtikultura, subsektor
perkebunan, subsektor peternakan, maupun subsektor perikanan (Moehar
Daniel, 2000 : 14).
Pertanian dibagi menjadi dua yaitu pertanian dalam arti sempit dan
pertanian dalam arti luas.Pertanian dalam arti sempit dapat dikatakan sebagai
pertanian rakyat yaitu usaha pertanian keluarga dimana produksinya bahan
makanan utama seperti beras, palawija (jagung, kacang – kacangan dan umbi –
umbian), tanaman sayuran dan buah – buahan.Pada umumnya sebagian hasil
pertanian rakyat adalah untuk dikonsumsi keluarga. Adapun petanian dalam arti
luas adalah banyak sekali macamnya, yaitu (1) pertanian rakyat atau pertanian
dalam arti sempit, (2) perkebunan, termasuk didalamnya perkebunan rakyat dan
perkebunan besar, (3) kehutanan, (4) peternakan, (5) perkebunan baik
perikanan darat maupun perikanan laut (Mubyarto, 1994; 16)
a. Pengertian usaha tani
Beberapa definisi usaha tani adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 12
1) Menurut Mubyarto, usaha tani dapat didefinisikan sebagi
himpunan dari sumber – sumber alam yang terdapat ditempat
itu, yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tumbuhan,
tanah dan air, perbaikan – perbaikan yang telah dilakukan atas
tanah itu, sinar matahari, bangunan – bangunan yang didirikan
diatas tanah tersebut (Mubyarto,1994; 66).
2) Menurut Musher dalam Mubyarto (1994 ;66), usaha tani
merupakan suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi
dimana pertanian diselenggarakan oleh seseorang petani tertentu
apakah dia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji.
Usaha tani berdasarkan tujuannya dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu (Mubyarto, 1994 :18).
1) Usaha tani keluarga ( family farm ) yang mempunyai tujuan
utama untuk memperoleh pendapatan keluarga yang terbesar.
Usaha tani ini pada umumnya diusahakan untuk memenuhi
kebutuhan kehidupan (subsisten) petani dan keluarganya. Secara
ekonomis dapat dikatakan bahwa hasil produksinya sebagian
besar digunakan untuk memenuhi konsumsi keluarga dan faktor
produksi atau modal yang digunakan sebagian besar berasal dari
dalam usahanya sendiri.
2) Usaha tani komersial, yaitu tujuannya adalah untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar – besarnya. Secara ekonomis usaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 13
tani komersial ini menggunakan modal yang besar, buruh
upahan dan peralatan yang bermesin.
Usaha tani yang baik adalah usaha tani yang produktif dan
efisien.
Usaha tani produktif berarti usaha tani itu produktivitasnya
tinggi.Pengertian produktivitas ini, secara teknis merupakan perkalian antara
efisien dan kapasitas. Efisien mengukur banyaknya output yang diperoleh dari
suatu input. Sementara kapasitas menggambarkan kemampuan yang dapat
memberikan hasil produksi bruto yang sebesar – besarnya pada tekhnologi
tertentu.
2. Ekonomi peternakan
Dilihat dari pola pemeliharaannya peternakan di Indonesia dapat
dibagi menjadi tiga kelompok (Mubyarto, 1977;22), yaitu:
a. Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang tradisional.
Ketrampilan sederhana dan menggunakan bibit local dalam jumlah dan
mutu yang relative terbatas. Ternak pemakan rumput digembalakan di
padang umum, di pinggir jalan dan sawah, di pinggir sungai atau di
tegalan sendiri. Kalau siang hari diberi minum dan dimandikan
seperlunya sebelumnya dimasukkan ke dalam kandang. Pemeliharaan
dengan cara ini dilakukan setiap hari dan dikerjakan oleh anggota
keluarga peternak.Tujuan utama ialah sebagai hewan kerja dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 14
membajak sawah/tegalan, hewan penrik gerobak atau pemgamgkut
beban sedang kotorannya dipakai sebagai pupuk.
b. Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang semi komersil.
Ketrampilan yang mereka miliki dapat dikatakan lumayan.Penggunaan
bibit unggul, obat – obatan dan makanan penguat cenderung meningkat,
walaupun lamban.Jumlah ternak yang dimiliki 2 – 5 ekor ternak besar
dan 5 – 100 ekor ternak kecil terutama ayam.Bahan makanan berupa
ikutan panen seperti bekatul, jagung, jerami dan rumput – rumputan
yang dikumpulkan oleh tenaga dari keluarga sendiri.
Tujuan utama dari memelihara ternak untuk menambah pendapatan
keluarga dan konsumsi sendiri.
c. Peternak komersil.
Usaha ini dijalankan oleh golongan ekonomi yang mempunyai
kemampuan dalam segi modal, sarana produksi dengan teknologi yang
agak modern.Semua tenaga kerja dibayar dan makanan ternak terutama
dibeli dari luar dalam jumlah yang besar.Tujuan utamanya adalah
mengejar keuntungan sebanyak – banyaknya.Biaya produksi ditekan
serendah mungkin agar dapat menguasai pasar.
B. Jenis – jenis Sapi
Berikut ini jenis – jenis sapi, baik sapi impor maupun sapi lokal (Nuansa
Aulia, 2009; hal 14 - 20 )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 15
1. Jenis – jenis Sapi impor
a. Limousine
Limousine merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di
Perancis.
Sapi jenis ini merajai di pasar – pasar sapi Indonesia dan
merupakan sapi primadona untuk penggemukan. Harganya mahal,
karena memiliki tingkat pertambahan badan yang cepat per
harinya, yaitu 1,1 kg.
b. Charolais
Charolais sapi jenis ini juga dikembangkan di negara Perancis,
warna bulu perak dan merupakan jenis paling besar di negara
tersebut, jarang dijumpai di pasar – pasar tradisional, pertumbuhan
badan per harinya mencapai 1,3 kg. Merupakan salah satu jenis
sapi dagingyang terkenal di Perancis. Ukuran tubuhnya besar dan
padat, tetapi kasar. Kakinya pendek dan warna bulunya kuning
keputih – putihan atau krem. Sifatnya tenang dan berat badannya
bisa mencapai 1.200 – 1.500 kg.
c. Hereford
Hereford merupakan jenis yang juga turunan dari sapi Eropa yang
dikembangkan di Inggris, yaitu daerah Hereford. Berat jantan rata-
rata 900 kg dan betina 725 kg. Sapi jenis sapi ini mempunyai ciri-
ciri dengan tubuh rendah ( kaki pendek ), lebar, dan padat dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 16
daging yang halus. Warna bulunya merah, tetapi bagian kepala ke
arah moncong berwarna putih. Sapi ini memliki nafsu makan yang
kuat.
d. Shortorn
Shortorn merupakan sapi yang sama dengan Hereford yaitu
dikembangkan di negara Inggris. Bobot jantan rata – rata 1100 kg
dan betina 850 kg. Sapi ini mempunyai ciri – ciri dengan bulu
bewarna merah tua, tubuhnya besar, dan badan samping rata.
Kepalanya pendek, akan tetapi lebar. Tanduknya juga pendek
mengarah ke samping dan ujungnya mengarah ke depan. Legernya
pendek dan besar, bidang badan samping dan dada rata. Bahunya
lebar, berdaging tebal dan kuat, rusuknya melengkung lebar. Garis
punggungnya lurus sampai ke ekor.
e. Simmental
Simmental merupakan sapi yang berasal dari lembah Simme negara
Switzerland, tapi banyak dikembangkan di Australia dan Selandia
Baru. Bobot jantan rata – rata 1100 kg dan betina 800 kg. Sapi ini
banyak kita jumpai di pasar – pasar tradisional.
f. Brahman
Brahman merupakan sapi yang berasal dari India, namun banyak
dikembangkan di Amerika. Jenis sapi yang masuk di Indonesia
adalah dari Amerika. Jenis sapi yang masuk di Indonesia adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 17
dari Amerika. Bobot jantan maksimum 800 kg dan betina 550 kg.
Di Amerika maupun di Australia, sapi Brahman disilangkan
dengan jenis sapi lainnya dan menghasilkan sapi brahman cross.
Beberapa peternak di Pulau Jawa sudah menggunakan sapi
brahman cross sebagai bakalan untuk usaha penggemukan yang
diimpor dari Australia. Penggemukan yang telah dilakukan di
daerah Wonogirin( jawa Tengah ) mendapatkan pertambahan bobot
badan sekitar antara 0,83 – 1,5 kg / hari dengan bobot badan awal
berkisar antara 240 – 300 kg.
g. Aberdeen Angus
Abeerden Angus merupakan sapi yang masuk di Indonesia melalui
negara Selandia Baru, tapi asal sapi ini dari Skotlandia. Bobot
jantan rata – rata 900 kg dan betina 700 kg.
h. Brangus
Brangus merupakan sapi dari persilangan betina Brahman dengan
jantan Aberdeen Angus. Bulunya halus dan pada umumnya
berwarna hitam dan merah. Sapi jenis sapi ini tidak bertanduk,
tetapi bergelambir, bertelinga, berponok kecil, dan mempunyai
kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim dan
mampu pula menyesuaikan diri terhadap kualitas pakan yang tidak
terlalu tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 18
i. Santa Gertudris
Sapi santa gertrudis merupakan hasil persilangan antara pejantan
brahman dengan induk shortorn dan pertama kali diciptakan dan
dikembangkan di daerah Texas, Amerika Serikat. Sapi ini
bergelambir dan jantan berponok kecil. Bulunya berwarna cokelat
kemerahan, pendek, dan halus. Postur tubuhnya termasuk besar
dengan punggung dan kepala lebar. Sapi ini mempunyai lipatan
kulit di bawah leher. Masuk ke Indonesia pada tahun 1973. Bobot
badan jantan dewasa sekitar 900 kg, sedangkan betina dewasa
sekitar 725 kg.
j. Droughmaster
Droughmaster merupakan sapi hasil persilangan antara betina
brahman dengan jantan shortorn, dikembangkan di Australia.
Jarang kita jumpai di Indonesia.
2. Jenis – jenis Sapi lokal
Sapi lokal adalah sapi yang sudah lama dan berkembang secara turun
temurun terdapat di Indonesia. Berikut ini adalah jenis – jenis sapi yang biasa
digunakan sebagai bakalan ntuk usaha penggemukan (Nuansa Aulia, 2009; hal
21 - 23 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 19
a. Sapi Ongole
Sapi Ongole merupakan sapi yang berasal dari India. Sapi ini
masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal abad ke- 20 dan
diternakkan secara turun – temurun di Pulau Sumba, sehingga sapi
ini juga dikenal sebagai Sumba Ongole. Sapi Ongole ini memiliki
ciri – ciri dengan postur tubuh lebih besar dibandingkan sapi – sapi
lokal lainnya. Warna bulunya dari putih sampai putih keabu –
abuan dengan campuran kuning orange ke kelabu. Sapi Ongole
memiliki tubuh yang besar, kuat, tahan panas, dan makanannya
sederhana. Sapi ini mudah dikenal dengan ponok bulat dan besar;
gelambir lebar dan bergantung mulai dari leher melelui perut
hingga skrotum. Bobot badan yang jantan sekitar 600 – 700 kg dan
betina sekitar 450 – 650 kg. Pertambahan bobot badan sekitar
antara 0,47 – 0,81kg / hari.
b. Sapi Peranakan Ongole ( PO )
Sapi Peranakan Ongole ( PO ) adalah sapi hasil perkawinan sapi
Ongole dengan sapi – sapi lokal yang telah dilakukan di Sumatera
dan Pulau Jawa. Poster tubuh maupun berat badan sapi ( PO ) ini
lebih kecil dibandingkan dengan sapi Ongole.
c. Sapi bali
Sapi Bali merupakan sapi hasil keturunan dari sapi liar yang sudah
mengalami proses yang cukup lama. Sapi Bali memiliki bulu halus,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 20
pendek – pendek, dan mengkilap. Pada saat muda, warna bulunya
yang cokelat akan berubah menjadi hitam. Sapi Bali dapat
mencapai bobot badan jantan dewasa antara 350 – 400 kg dan
betina dewasa antara 250 – 300 kg.
d. Sapi Madura
Sapi Madura merupakan sapi yang diperkirakan sebagai hasil
perkawinan antara sapi Bali dengan sapi India ( Bos Indicus ).
Perkiraan ini didasarkan pada tanda – tanda kesesuaian ponok dan
bulu yang diturunkan dari kedua jenis sapi tersebut.
C. Berbagai Sistem Penggemukan
Pada prinsipnya, perbedaan sistem penggemukan sapi terletak pada teknik
pemberian pakan atau ransum, luas lahan yang tersedia, umur dan kondisi sapi
yang akan digemukkan, serta lama penggemukan. Di luar negeri, penggemukan
sapi dikenal dengan sistem pasture fattening, dry lot fattening, dan kombinasi
keduanya, sedangkan di Indonesia dikenal dengan sistem kereman (Sori Basya
Siregar, 2008; hal 32 - 40).
a. Pasture Fattening
Pasture fattening merupakan suatu sistem penggemukan sapi yang
dilakukan dengan cara menggembalakan sapi dipadang
penggembalaan. Dengan demikian, teknik pemberian pakan dalam
sistem ini adalah dengan penggembalaan. Tidak ada penambahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 21
pakan berupa konsentrat maupun biji – bijian sehingga pakan yang
tersedia hanya berasal dari hijauan yang terdapat di padang
penggembalaan.
Oleh karena itu, hijauan yang terdapat di padang penggembalaan di
samping rumput - rumputan yang ada, harus ditanami leguminosa agar
kualitas hijauan yang ada di padang penggembalaan itu lebih tinggi.
Kandang pada sistem penggemukan sapi pasture fattening hanya
berfungsi sebagai tempat berteduh sapi – sapi pada malam hari atau
pada waktu hari sedang sangat panas. Penggemukan dengan sistem
pasture fattening memerlukan padang penggembalaan yang relatif luas
sehingga sulit bila dilaksanakan di daerah – daerah yang padat
penduduknya seperti di Pulau Jawa.
b. Dry lot fattening
Dry lot fattening merupakan sistem penggemukan sapi dengan
pemberian ransum atau pakan yang mengutamakan biji – bijian seperti
jagung, sorgum, atau kacang – kacangan. Di Amerika Serikat,
penggemukan sapi dengan sistem dry lot fattening dilakukan pada
daerah pusat produksi jagung yang dikenal dengan corn belt.
Pemberian jagung yang telah digiling dan ditambah dengan pemberian
hijauan yang berkualitas sedang pada penggemukan sapi sudah
memberikan pertambahan bobot badan yang lumayan. Namun,
belakangan ini penggemukan sapi dengan sistem dry lot fattening
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 22
bukan hanya memberikan satu jenis biji – bijian saja, tetapi sudah
merupakan suatu bentuk yang diformulasi dari berbagai jenis bahan
konsentrat.
c. Kombinasi pasture dan dry lot fattening
Penggemukan sapi dengan sistem kombinasi pasture dan dry lot
fattening banyak dilakukan di daerah – daerah subtropis maupun
tropis dengan peritmbangan musim dan ketersediaan pakan. Di daerah
subtropis, pada musim dingin sebelum salju turun, sapi digemukkan
dengan sistem pasture. Setelah turun salju, penggemukan sapi
diteruskan dengan sistem dry lot.
Di daerah tropis, pada musim banyak produksi hijauan ataupun
rumput, penggemukan sapi dilakukan dengan pasture. Pada musim
tertentu pada musim kemarau, sewaktu produksi sijauan sudah sangat
menurun, penggemukan sapi diteruskan dengan sistem dry lot.
Penggemukan sapi dengan sistem kombinasi pasture dan dry lot
fattening dapat pula diartikan dengan menggembalakan sapi – sapi
pada padang – padang penggembalaan di siang hari selama beberapa
jam, sedangkan pada sore dan malam hari sapi – sapi dikandangkan
dan diberi pakan konsentrat secukupnya. Dibandingkan dengan sistem
penggemukan sapi pasture fattening, lama penggemukan sapi dengan
sistem kombinasi pasture dan dry lot fattening lebih singkat, tetapi
lebih lama dibandingkan dengan sistem pasture fattening.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 23
d. Kereman
Penggemukan sapi dengan sistem kereman dilakukan dengan cara
menempatkan sapi – sapi dalam kandang secara terus – menerus
salama beberapa bulan. Sistem ini tidak begitu berbeda dengan
penggemukan sapi dengan sistem dry lot, kecuali tingkatnya yang
masih sangat sederhana. Pemberian pakan dan air minum dilakukan
dalam kandang yang sederhana selama berlangsungnya proses
penggemukan. Pakan yang diberikan terdiri dari hijauan dan
konsentrat dengan perbandingan yang tergantung pada ketersediaan
pakan hijauan dan konsentrat. Apabila hijauan tersedia banyak maka
hijauanlah yang lebih banyak diberikan, sebaliknya, apabila
konsentrat mudah diperoleh, tersedia banyak, dan harganya relatif
murah maka pemberian konsentratlah yang diperbanyak.
Penggemukan sapi dengan sistem kereman hanya terdapat di Indinesia
dan banyak dilakukan di daerah – daerah Magetan, Wonogiri,
Wonosobo, Lamongan, Bondowoso, Banyuwangi, Sulawesi Selatan,
dan Aceh.
D. Teori Produksi
1. Pengertian produksi
Produksi adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan manfaat dengan
cara mengkombinasikan faktor – faktor produksi: capital, tenaga kerja,
teknologi, managerial skill (Soeharno, 2006; 55 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 24
Menurut Mubyarto (1977; 59) faktor produksi seperti tanah, tenaga
kerja dan modal, disamping faktor produksi keempat yaitu managemen
(koordinasi atau entrepreneurship) yang berfungsi mengkoordinir ketiga faktor
produksi yang lain sehingga benar – benar mengeluarkan hasil produksi
(output).
Usaha tani yang produktif berarti usaha tani itu produktivitasnya tinggi.
Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara
konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik
mengukur banyaknya hasil produksi ( output ) yang dapat diperoleh dari satu ke
satuan input (Mubyarto, 1977; 57). Sedangkan kapasitas tanah tertentu
menggambarkan kemampuan tanah itu untuk menyerap tenaga dan modal
sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesar – besarnya pada
tingkatan teknologi tertentu.
Dalam ekonomi pertanian dibedakan pengertian produktivitas dan
pengertian produktivitas ekonomis daripada usaha tani.Dalam pengertian
ekonomi maka letak atau jarak usaha tani dari pasar penting sekali artinya.
Kalau dua buah usaha tani mempunyai produktivitas fisik yang sama, maka
usahatani yang lebih dekat dengan pasar mempuyai nilai yang lebih tinggi
karena produktivitas ekonominya lebih besar ( Mubyarto, 1994; 77).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 25
2. Fungsi
produksi
Fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara
hasil produksi fisik (output) dengan faktor – faktor produksi (input) ( Mubyarto,
1977; 58). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi ini dituliskan
sebagai :
Y =f (x1, x2 …….xn)
Dimana; Y = adalah hasil produksi fisik
x1…………………xn = faktor – faktor produksi
Dalam produksi pertanian misalnya produksi padi maka produksi fisik
dihasilkan oleh bekerjanya beberapa factor produksi sekaligus yaitu tanah, modal
dan tenaga kerja. Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan
menganalisa peranan masing – masing factor produksi, maka dari sejumlah factor –
factor produksi itu salah satu factor produksi kita anggap variable (berubah – ubah)
sedangkan faktor – faktor produksi lainnya dianggap konstan.
Gambar 2.2 fungsi Produksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 26
Sumber: Mubyarto 1977:58
3. Fungsi Produksi Frontier
Production frontier memiliki definisi yang tidak jauh berbeda dengan
fungsi produksi dan umumnya banyak digunakan saat menjelaskan konsep
pengukuran efesiensi, frontier digunakan untuk menekankan kepada kondisi
output maksimum yang dapat dihasilkan (Coelli et al 1998, dalam Ahmad
Yousuf 2008 ).
Fungsi produksi Frontier pertama kali dikembangkan ( Aigneret al;
Meeusen dan Van den Broek 1977, dalam Ahmad Yousuf 2008 ). Fungsi ini
menggambarkan produksi maksimum yang berpotensi dihasilkan untuk
sejumlah input produksi yang dikorbankan. ( Greene1996, dalam Ahmad
Yousuf 2008 ) menjelaskan bahwa dengan model produksi frontier
dimungkinkan mengestimasi atau memprediksi efisiensi relatif suatu kelompok
atau usaha tani tertentu yang didapatkan dari hubungan antara produksi dan
potensi produksi yang diobservasi. Lebih lanjut, dengan basis kerangka teori
produksi ini, banyak model telah dikembangkan untuk mengestimasi efisiensi
teknik suatu usaha tani (firm) dengan mempertimbangkan aspek teori dan
empirik yang berbeda (Coelli et al 1998, dalam Ahmad Yousuf 2008 ).
Konsep produksi batas (frontier production function) menggambarkan
output maksimal yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi. Fungsi
produksi frontier merupakan fungsi produksi yang paling praktis atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 27
menggambarkan produksi maksimal yang dapat diperoleh dari variasi
kombinasi faktor produksi pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu
(Doll dan Orazem1998, dalam Ahmad Yousuf). Fungsi produksi frontier
diturunkan dengan menghubungkan titik-titik output maksimum untuk setiap
tingkat penggunaan input. Jadi fungsi tersebut mewakili kombinasi input-output
secara teknis paling efisien.
Pengukuran fungsi produksi frontier secara umum dibedakan atas 4 cara
yaitu: (1)deterministic nonparametric frontier, (2) deterministic parametric
frontier, (3) deterministic statistical frontier, dan (4) stochastic statistical
frontier (stochastic frontier).
E. Teori Efisiensi
Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis dapat
mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi.Asumsi dasar dari efisiensi adalah
untuk mencapai keuntungan maksimum dengan biaya minimum.Kedua tujuan
tersebut merupakan faktor penentu bagi produsen dalam pengambilan keputusan
untuk usahataninya.Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input
yang ada merupakan sebuah ukuran kinerja yang diharapkan (Hadad, 2003:hal 1).
Suatu metode produksi dapat dikatakan lebih efisien dari metode lainnya
jika metode tersebut menghasilkan output yang lebih besar pada tingkat korbanan
yang sama. Suatu metode produksi yang menggunakan korbanan yang paling kecil,
juga dikatakan lebih efisien dari metode produksi lainnya, jika menghasilkan nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 28
output yang sama besarnya. Efisiensi merupakan perbandingan output dengan input
yang digunakan dalam suatu proses produksi.
Secara umum konsep efisiensi didekati dari dua sisi pendekatan yaitu dari
sisi alokasi penggunaan input dan dari sisi output yang dihasilkan. Pendekatan dari
sisi input yang dikemukakan ( Farrell1957, dalam Ahmad Yousuf 2008 ),
membutuhkan ketersediaan informasi harga input dan sebuah kurva isoquant yang
menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara
maksimal. Pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan
untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan
tanpa mengubah jumlah input yang digunakan. Menurut Lau dan Yotopoulos 1971,
dalam Ahmad Yousuf konsep efisiensi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1)
efisiensi teknis (technical efficiency), (2) efisiensi harga (price efficiency), dan (3)
efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi teknis mengukur tingkat
produksi yang dicapai pada tingkat penggunaan input tertentu. Seorang petani
secara teknis dikatakan lebih efisien dibandingkan petani lain, apabila dengan
penggunaan jenis dan jumlah input yang sama, diperoleh output fisik yang lebih
tinggi. Efisiensi harga atau efisiensi alokatif mengukur tingkat keberhasilan petani
dalam usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat
nilai produk marginal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya
marginalnya atau menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menggunaan input
dengan proporsi yang optimal pada masing-masing tingkat harga input dan
teknologi yang dimiliki. Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 29
teknis dan efisiensi harga. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Farrell 1957,
dalam Ahmad Yousuf 2008. Menurut Sugiyanto 1982, dalam Ahmad Yousuf 2008
efisiensi ekonomis dapat diukur dengan kriteria keuntungan maksimum (profit
maximization) dan kriteria biaya minimum (cost minimization).Efisiensi ekonomi
akan tercapai bila kenaikan hasil sama dengan nilai penambahan faktor-faktor
produksi atau nilai marginal (NPM) dari faktor-faktor produksi sama dengan biaya
korbanan marginalnya (BKM). Dengan kata lain, menurut Bravo-Ureta dan
Pinheiro 1993, dalam Ahmad Yousuf 2008 rasio produk marginal untuk tiap
pasangan input sama dengan rasio harganya.
Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada
isoquant batas, sedangkan alokatif mengacu pada kemampuan untuk berproduksi
pada tingkat output tertentu dengan menggunakan rasio input pada biaya yang
minimum. Sebaliknya, inefisiensi teknis mengacu pada penyimpangan dari
isoquant frontier, sedangkan inefisiensi alokatif mengacu pada penyimpangan dari
rasio input pada biaya minimum. Konsep efisiensi dari sisi input diilustrasikan oleh
Farrell 1957, dalam Ahmad Yousuf 2008 pada Gambar 2.2 Konsep efisiensi Farrel
ini diasumsikan pada kondisi Constant Return to Scale.
Pada Gambar 2.2, kurva isoquant frontier SS’ menunjukkan kombinasi
input per output (x1/y dan x2/y) yang efisien secara teknis untuk menghasilkan
output Y0 = 1. Titik P dan Q menggambarkan dua kondisi suatu perusahaan dalam
berproduksi menggunakan kombinasi input dengan proporsi input x1/y dan x2/y
yang sama. Keduanya berada pada garis yang sama dari titik O untuk memproduksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 30
satu unit Y0. Titik P berada di atas kurva isoquant, sedangkan titik Q menunjukkan
perusahaan beroperasi pada kondisi secara teknis efisien (karena beroperasi pada
kurva isoquant frontier). Titik Q mengimplikasikan bahwa perusahaan
memproduksi sejumlah output yang sama dengan perusahaan di titik P, tetapi
dengan jumlah input yang lebih sedikit. Jadi, rasio OP/OQ menunjukkan efisiensi
teknis (TE) perusahaan P, yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input
pada P dapat diturunkan, rasio input per output (x1/y : x2/y) konstan, sedangkan
output tetap.
Gambar 2.2 Ukuran Efisiensi
Sumber: Farrell 1957, dalam Ahmad Yousuf 2008
Jika harga input tersedia, efisiensi alokatif (AE) dapat ditentukan. Garis
isocost (AA’) digambarkan menyinggung isquant SS’ di titik Q’ dan memotong
garis OP di titik R. Titik R menunjukkan rasio input-output optimal yang
meminimumkan biaya produksi pada tingkat output tertentu karena slope isquant
sama dengan slope garis isocost. Titik Q secara teknis efisien tetapi secara alokatif
S
P
A
R
Q
Q’
S’
A’ 0
X2/y
X1/y
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 31
inefisien karena perusahaan di titik Q berproduksi pada tingkat biaya yang lebih
tinggi dari pada di titik Q’.Jarak OR-OQ menunjukkan penurunan biaya produksi
jika produksi terjadi di titik Q’ (secara alokatif dan teknis efsien), sehingga efisiensi
alokatif (AE) untuk perusahaan yang beroperasi di titik P adalah rasio OR/OQ.Oleh
Farrell 1957, dalam Ahmad Yousuf 2008 efisiensi alokatif ini juga disebut sebagai
efisiensi harga (price efficiency).
Menurut Kumbakhar dan Lovell 2000, dalam Ahmad Yousuf 2008,
produsen dikatakan efisien secara teknis jika dan hanya jika tidak mungkin lagi
memproduksi lebih banyak output dari yang telah ada tanpa mengurangi sejumlah
output lainnya atau dengan menambah sejumlah input tertentu. Menurut
Bakhshoodeh dan Thomson 2001, dalam Ahmad Yousuf 2008 petani yang efisien
secara teknis adalah petani yang menggunakan lebih sedikit input dari petani
lainnya untuk memproduksi sejumlah ouput pada tingkat tertentu atau petani yang
dapat menghasilkan output yang lebih besar dari petani lainnya dengan
menggunakan sejumlah input tertentu.
Berdasarkan definisi di atas, efisiensi teknis dapat diukur dengan
pendekatan dari sisi output dan sisi input. Pengukuran efisiensi teknis dari sisi
output (indeks efisiensi Timmer) merupakan rasio dari output observasi terhadap
output batas. Indeks efisiensi ini digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur
efisiensi teknis di dalam analisis stochastic frontier. Pengukuran efisiensi teknis
dari sisi input merupakan rasio dari input atau biaya batas (frontier) terhadap input
atau biaya observasi. Bentuk umum dari ukuran efisiensi teknis yangdicapai oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 32
observasi ke-i pada waktu ke-t didefinisikan sebagai berikut (Coelli 1996, dalam
Ahmad Yousuf 2008 ):
TE = = E[exp(-Ui)/εi].
dimana nilai TEi antara 0 dan 1 atau 0 < TEi < 1.
Pada saat produsen telah menggunakan sumberdayanya pada tingkat
produksi yang masih mungkin ditingkatkan, berarti efisiensi teknis tidak tercapai
karena adanya faktor-faktor penghambat.Tetapi banyak faktor yang mempengaruhi
tidak tercapainya efisiensi teknis di dalam fungsi produksi.Penentuan sumber dari
inefisiensi teknis ini tidak hanya memberikan informasi tentang sumber potensial
dari inefisiensi, tetapi juga saran bagi kebijakan yang harus diterapkan atau
dihilangkan untuk mencapai tingkat efisiensi total.
Ada beberapa efek model efisiensi teknis yang sering digunakan dalam
penelitian empiris menggunakan analisis stochastic frontier.(Coelli et al. 1998,
dalam Ahmad Yousuf 2008) membuat model efek inefisiensi teknis diasumsikan
bebas dan distribusinya terpotong normal dengan variabel acak yang tidak negatif.
Untuk usahatani ke-I pada tahun ke-t, efek inefisiensi teknis uit diperoleh dengan
pemotongan terhadap distribusi N(μit,σ|), dengan rumus:
µit = δ0 + Zit δ + wit.
E( YUi,Xi ) E ( Y* Ui =0,Xi )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 33
dimana Zit adalah variabel penjelas yang merupakan vektor dengan ukuran
(1xM) yang nilainya konstan, δ adalah parameter skalar yang dicari nilainya
dengan ukuran (Mx1) dan wit adalah variabel acak.
Dengan mengasumsikan bahwa sebuah usahatani dalam mencapai
keuntungannya harus mengalokasikan biaya secara minimum dari input yang ada,
atau berarti sebuah usahatani berhasil mencapai efisiensi alokatif. Dengan
demikian, akhirnya akan diperoleh fungsi biaya frontier dual yang bentuk
persamaannya sebagai berikut:
C = C(yi,pi,βi) + ui.
dimana:
C = biaya produksi
yi = jumlah output
pi = harga input
βi = koefisien parameter
ui = error term (efek inefisiensi biaya)
F. Penelitian Terdahulu
1. Hadi, Prajogo U dan Nyak Ilham ( 2002 ), dalam penelitiannya dengan
judul “Problem dan Prospek Pengembangan Usaha Pembibitan dan
Sapi Potong di Indonesia”. Penelitian ini membahas bahwa sumber
utama sapi bakalan untuk usaha adalah kegiatan pembibitan sapi potong
di dalam negeri oleh peternak kecil, sedangkan produksi sapi bakalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 34
sangat dipengaruhi oleh problem dan prospek usaha pembibitan itu
sendiri. Beberapa temuan krusial dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut : 1)skala usaha pembibitan per peternak sangat kecil ( 1 – 3 ekor )
dengan teknologi budi daya sederhana, 2)pembibitan umumnya
dilakukan di daerah dataran rendah dengan ketersediaan pakan terbatas,
sedangkan penggemukan dilakukan di dataran tinggi dengan ketersediaan
pakan cukup, 3)produktivitas masih rendah karena rasio pelayanan kawin
suntik per kebuntingan masih tinggi, jarak waktu beranak cukup panjang,
tingkat kematian pedet prasapih tinggi, dan adanya serangan parasit, 4)di
daerah tertentu peternak cenderung memilih peranakan bangsa sapi
betina Peranakan Friesh Holland ( PFH ) dan semen Simmental dan
sederajad karena harga pedetnya sangat tinggi, 5)usaha pembibitan
dengan induk peranakan ongole ( PO ) dan semen Simmental
mendatangkan kerugian, sedangkan dengan induk PFH dan semen
Simmental memberikan keuntungan, walaupun sangat marjinal, 6)usaha
penggemukan memberikan keuntungan jauh lebih besar namun
membutuhkan modal jauh lebih besar pula yang sulit dipenuhi peternak
sehingga usaha pembibitan masih merupakan lahan usaha yang dipilih
peternak, 7)perlu integrasi kuat antara usaha pembibitan sabagai
pemasok sapi bakalan dengan usaha penggemukan ( termasuk
perusahaan “feedlot” ) sebagai pengguna sapi bakalan, dan 8) perlu
perbaikan program kawin suntik dengan penyediaan semen Simmental
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 35
dan sederajad dalam jumlah cukup. Dalam penelitian ini menggunakan
metode DEA dengan pendekatan tingkat peternakan lintas penampang,
survei data di dua provinsi wilayah selatan Thailand yang digunakan
untuk memperkirakan nilai efisiensi ekonomi.Kemudian, sebuah regresi
Tobit diperkirakan untuk meneliti efek peternakan, sosio ekonomi dan
faktor – faktor manajemen peternakan efisiensi.Melalui ini, kemungkinan
perubahan dalam nilai inefisiensi dapat dijelaskan oleh faktor di atas.
2. Penelitian oleh Titik Wulandari (2000) dalam skripsi dengan judul
“Analisis Efisiensi Usaha Tani Bawang Merah dan Cabai Besar
dalam Diversivikasi Pertanian di Kecamatan Saden Kabupaten
Bantul”. Di dalam penelitian ini penulis mengambil perumusan masalah,
pertama apakah produksi bawang merah dan cabai besar penelitian sudah
efisien secara teknis. Kedua apakah produksi bawang merah dan cabai
besar didaerah penelitian sudah efisien secara ekonomis.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah, pertama
produksi bawang merah dan cabai besar yang menggunakan faktor
produksi luas lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja didaerah
penelitian tidak memenuhi kriteria efisiensi secara teknis. Kedua dalam
produksi bawang merah dan cabai besar yang menggunakan faktor
produksi luas lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja didaerah
penelitian belum memenuhi kriteria efisiensi secara ekonomis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 36
3. Wirat Krasachat (2007) dalam penelitiannya dengan judul “Efisiensi
Ekonomi Pertanian Ternak Sapi di Thailand”. Penelitian ini
membahas mengenai faktor yang mempengaruhi inefisiensi ekonomi
ternak sapi di Thailand. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa ada
konfirmasi bahwa ukuran peternakan, yang cukup variabilitas ternak dan
perbedaan terkonsentrasi pakan yang digunakan telah mempengaruhi
inefisiensi ekonomi peternakan sapi sementara, perbedaan usia produsen,
pedidikan dan pengalaman, pakan kasar, jumlah kunjungan pertahun
pertanian dan milik kelompok tani tidak memiliki yang berbeda pada
efisien ekonomi di Thailand produksi ternak di berbagai peternakan.
Hasilnya menunjukan keuntungan dalam campuran pakan ternak siap
digunakan oleh produsen dan pertanian kecil di Thailand ternak sapi
potong.
4. Ghorbani, SA Mirmahdavi dan E. Rahimabadi Rahimabadi(2009) dalam
pnelitiannya yang berjudul “Efisiensi ekonomi penggemukan sapi
Caspian Farms”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur
efisiensi teknis (ET), efisiensi alokatif (EA), dan efisiensi ekonomi (EE)
usaha penggemukan sapi di Kaspia dngan mengambil sampel sebanyak
70 peternak. Analisis data dengan menggunakan metode DEA.
Berdasarkan hasil penelitian ini, yaitu dapat dirtingkatkan efisiensi usaha
penggemukan sapi di Kaspia dengan menggunakan input produksi
seperti penambahan lamanya masa penggemukan dan ditingkatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 37
asupan gizi sebagai energy untuk asupan protein kasar dalam melahirkan
anak sapi. Data yang digunakan dalam studi ini didasarkan pada survey
wawancara langsung dari 70 peternakan yang dipilih dengan metode
sampling acak proporsional di klasifikasikan di sebagian besar adalah
daerah penghasil ternak di Iran Utara (dekat Laut Kaspia) selama satu
masa penggemukan. Isi kuesioner seperti jumlah anak sapi yang
dilahirkan, umur petani, pendidikan dan pengalaman peternak, asupan
makanan sehari – hari, metabolized energi, dan asupan protein kasar
anak sapi dan lamanya periode penggemukan yang diperoleh. Selain itu
biaya input dan nilai output yang diperoleh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 38
G. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Keterangan :
USAHA
PENGGEMUKAN SAPI
OUTPUT
INPUT
-.Bakalan Sapi
- Jumlah Bekatul
- Jumlah Konsentrat
- Jumlah Hijauan
- lama masa penggemukan
- Nilai Produksi
daging sapi
EFISIENSI USAHA
PENGGEMUKAN SAPI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 39
Berdasarkan gambar diatas efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan
bagaimana baiknya sumber - sumber daya ekonomi dalam proses produksi untuk
menghasilkan output. Sumber daya ekonomi merupakan input antara lain bakalan
sapi, jumlah bekatul, jumlah konsentrat, jumlah hijauan, dan lama masa
penggemukan sapi sedangkan outputnya adalah nilai produksi daging sapi.
Efisiensi usaha penggemukan sapi dapat diketahui dengan mengamati input dan
output yaitu dalam produksi daging sapi dengan menggunakan metode DEA (Data
Envelopment Analysis).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sragen, dengan jenis penelitian
exploratif. Penelitian ini bersifat terbuka, mencari-cari, pengetahuan peneliti
tentang masalah yang diteliti masih terbatas.
B. Populasi
Populasi jumlah keseluruhan dari satuan – satuan atau individu – individu
yang karakteristiknya hendak diduga (Djarwanto, 2000; hal 42). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh penggemuk sapi di kecamatan Kedawung, Sambirejo
dan Sragen.
C. Jenis dan sumber data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu
diperoleh dari hasil metode observasi dan interview kepada para pembudidaya
penggemukan sapi dengan menggunakan daftar kuisioner. Adapun sumber lain
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mengambil dari situs – situs internet dan
dari Dinas Peternakan Kabupaten Sragen.
D. Metode Pengumpulan Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 41
Beberapa metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1. Dengan kuisioner, yaitu dengan mengajukan daftar pertanyaan yang
diberikan kepada para peternak untuk diisi jawaban yang
semestinya.
2. Mengadakan observasi, yaitu pengamatan secara langsung ke
lapangan guna memperoleh data – data maupun informasi –
informasi yang dibutuhkan.
3. Kajian pustaka, yaitu dengan mendapatkan keterangan maupun teori
dari berbagai sumber pustaka.
E. Definisi Opersional Variabel
1. Input
a. Bakalan sapi
Merupakan berat bakalan sapi yang akan diternak, dinyatakan
dalam satuan kilogram (kg).
b. Jumlah Bekatul
Merupakan jumlah bekatul yang dikonsumsi oleh sapi dalam satu
hari dengan jumlah sapi dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).
c. Jumlah konsentrat
Merupakan jumlah konsentrat yang dikonsumsi oleh sapi dalam
satu hari, dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 42
d. Jumlah hijauan
Merupakan jumlah hijauan yang dikonsumsi oleh sapi dalam satu
hari, dinyatakan dalam satuan kilogram ( kg ).
e. Lama Masa Penggemukan Sapi
Yaitu waktu berapa lama sapi diternak untuk diproduksi (bulan).
2. Output
- Nilai produksi daging sapi
Merupakan bobot sapi yang diproduksi per 3 bulan, dan
dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
Dalam penelitian ini variabel-variabel diatas akan dianalisis dengan
menggunakan alat analisis Data Envelopment Analysis (DEA).
F. Alat Analisis DEA ( Data Envelopment Analysis)
Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah metode
analisis DEA. Metode Data Envelopment Analysis ( DEA ) adalah metode
non parametrik yang berbasis pada programasi linier. DEA mengukur rasio
efisiensi relatif Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) sebagai rasio output
tertimbang dengan input tertimbang. Secara konsep, DEA menjelaskan
tentang langkah yang dirancang untuk mengukur efisiensi relatif suatu unit
ekonomi tertentu dengan beberapa unit ekonomi yang lain dalam satu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 43
pengamatan, dimana mereka menggunakan jenis input dan output yang
sama.
Penerapan metode DEA diasumsikan dapat mengatasi keterbatasan
yang dimilki oleh regresi berganda atau analisis rasio parsial. Analisis
regresi dapat menunjukan elastisitas penggunaan input terhadap output yang
dihasilkan dalam suatu sektor ekonomi. Sektor ekonomi dapat dinilai efisien
apabila nilai output yang dihasilkan secara riil lebih tinggi dari nilai output
yang dihasilkan dalam estimasi. Sejalan dengan analisis rasio, analisis
regresi juga memiliki kelemahan yaitu tidak mampu menganalisis kondisi
pada saat terdapat banyak input dan output. Di sisi lain, analisis non
parametrik (salah satunya DEA) dapat mengeliminir kendala yang dihadapi
oleh analisis parametrik untuk menganalisis efisiensi tingkat input terhadap
nilai tambah ( output ) ( PAU UGM, 2000; hal 1 ) :
1. Konsep Nilai dalam DEA
Dea menentukan ukuran untuk input dan output unit ekonomi
yang nilainya tidak negative dan setiap unit ekonomi harus dapat memakai
ukuran yang sama untuk evaluasi rasionya (total output tertimbang / total
input tertimbang ≤ 1). Teori DEA memiliki beberapa konsep nilai yang
digunakan sebagai dasar proses manajerial (PAU UGM, 2000; hal 2) yaitu :
a) Nilai rasio efisiensi bersifat relatif, berarti DEA
menghasilkan efisiensi untuk setiap unit ekonomi yang relatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 44
terhadap sampel unit lain. Hal ini dapat digunakan untuk melihat
unit ekonomi yang membutuhkan perbaikan manajerial.
b) DEA menunjukan unit ekonomi yang memiliki efisiensi
sempurna dengan nilai 100% dan yang kurang efisien dengan nilai <
100%. Di samping itu terdapat angka multiplier yang digunakan
sebagai dasar perbaikan manajerial.
c) Dea menyajikan matriks efisiensi silan yang dapat
menunjukan unit ekonomi efisien dengan input berbeda dan
menghasilkan output berbeda dengan unit ekonomi lain .
2. Nilai manajerial DEA
DEA memiliki beberapa nilai manajerial, antara lain :
a) DEA menghasilkan efisiensi untuk setiap UKE, relative terhadap
UKE yang lain dalam sampel. Angka efisien ini memungkinkan
seorang analisis untuk mengenali UKE yang paling membutuhkan
perhatian dan merencanakan tindakan perbaikan bagi UKE yang
tidak/kurang efisien.
b) Jika suatu UKE kurang efisien (efisiensi < 100%), DEA menunjukan
sejumlah UKE yang memiliki efisiensi sempurna (efficiency
reference set, efisiensi = 100%) dan seperangkat angka pengganda
(multipliers) yang dapat digunakan oleh manajer untuk menyusun
strategi perbaikan, informasi tersebut memungkinkan seorang
analisis membuat UKE hipotesis yang menggunakan input yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 45
lebih sedikit dan menghasilkan output paling tidak sama atau lebih
banyak dibandingkan UKE yang tidak efisien, sehingga UKE
hipotesis tersebut akan memiliki efisiensi yang sempurna jika
menggunakan bobot input dan bobot output dari UKE yang tidak
efisien. Pendekatan tersebut memberi arah strategi bagi manajer
untuk meningkatkan efisiensi suatu UKE yang tidak efisien melalui
pengenalan terhadap input yang terlalu banyak digunakan serta
output yang produksinya terlalu rendah sehingga seorang manajer
tidak hanya mengetahui UKE yang tidak efisien tetapi ia juga
mengetahui berapa tingkat input dan output yang harus disesuaikan
agar dapat memiliki efisiensi yang tinggi.
c) DEA menyediakan matrik efsiensi silang. Efisiensi silang UKE A
terhadap UKE B merupakan rasio dari output tertimbang dibagi
input tertimbang yang dihitung dengan menggunakan tingkat input
dan output UKE A dan bobot input dan output B. analisis efisiensi
silang dapat membantu seorang manajer untuk mengenali UKE yang
efisien tapi menggunakan kombinasi input dan menghasilkan
kombinasi output yang sangat berbeda dengan UKE yang lain. UKE
tersebut sebagai maverick (menyimpang, unik).
3. Kelebihan dan keterbatasan DEA
Adapun kelebihan dari metode DEA dibandingkan dengan alat analisis
yang lain antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 46
a) DEA dapat mengukur tingkat efisiensi relative yang menggunakan
banyak input dan banyak output.
b) Tidak butuh asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan
output.
c) DMU (Decision Making Unit) dibandingkan secara langsung dengan
sesamanya.
d) Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda.
Meskipun untuk menghitung efisiensi relative memiliki banyak
kelebihan dibandingkan analisa rasio parsial dan analisa regresi, DEA
memiliki keterbatasan, yaitu :
a) DEA mensyaratkan semua input dan output harus spesifik dan dapat
dukur, demikian pula dengan analisis rasio dan analisis regresi.
Kesalahan dalam memasukan input dan output yang valid akan
memberikan hasil yang bias. Kesalahan tersebut dapat
mengakibatkan UKE yang pada kenyataannya tidak efisien menjadi
nampak efisien, dan sebaliknya.
b) DEA berasumsi bahwa setiap unit input atau output identik dengan
unit lain dalam tipe yang sama. Tanpa mampu mengenali perbedaan
– perbedaan tersebut. DEA akan memberi hasil yang bias. Masalah
ini terkandung pada data base-nya, bukan pada teknik DEA-nya.
Masalah ini tidak hanya relevan untuk DEA, tetapi juga menyangkut
semua teknik untuk mengukur efisiensi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 47
c) Dalam bentuk dasarnya DEA berasumsi adanya Constant Retunr To
Scale (CRTS). CRTS menyatakan bahwa perubahan proporsional
pada semua tingkat input akan menghasilkan perubahan proporsional
yang sama pada tingkat output. Ini merupakan asumsi yang penting,
sebab asumsi ini memungkinkan semua UKE diukur dan
dibandingkan terhadap unit isoquant, walaupun pada kenyataannya
hal tersebut tidak selalu (jarang) terjadi.
Bobot input dan output yang dihasilkan oleh DEA tidak
dapat ditfsirkan dalam nilai ekonomi, meskipun koefisien tersebut
memiliki formulasi matematik yang sama. Tetapi hal ini bukan
merupakan kendala yang serius, sebab DEA bertujuan mengukur
efisiensi teknis relatif.
4. Bentuk formulasi ( DEA )
Fungsi tujuan programasi linier dalam model DEA akan menjadi
rasio efisiensi (total output tertimbang / total input tertimbang). Rasio
efisiensi tersebut akan dibandingkan dengan rasio efisiensi sampel lain
(yang berperan sebagai benchmark / reference set) bernilai paling efisien (
100% ). Dari hasil perbandingan tersebut didapatkan nilai multiplier
pengganda Y (shadow price).Angka shadow price tersebut digunakan
sebagai dasar penyesuaian input dan output unit ekonomi yang kurang
efisien menuju efisien. Formulasi fungsi tujuan ditunjukan dengan (PAU
UGM, 2000):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 48
Maksimumkan Zk =
Formulasi DEA yang merupakan transformasi dari program linier
tersebut adalah :
Maksimumkan Zk = , dengan kendala ( constraint ) :
[Pkj]UrkY.rj- ≤ 0; j = 1,…n
[qk] = 1 Urk ≥ 0; r = 1,…s
Vrk ≥ 0; j = 1,…m
Keterangan : n = jumlah unit ekonomi i = input i k = unit ekonomi k m = jumlah input r = output r j = unit ekonomi j s = jumlah output V dan u
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 49
BAB IV
GAMBARAN UMUM
A. Keadaan Wilayah Kecamatan Kedawung, Kecamatan Sambirejo dan
Kecamatan Sragen
1. Letak Geografis
a. Kecamatan Kedawung
Luas wilayah Kecamatan Kedawung adalah 4.978 Ha, terdiri dari
10 Desa, 158 Dukuh, 88 RW, 301 RT dengan jumlah penduduk akhir Maret
2007 adalah 58.011 jiwa ( L : 28.667 dan P : 29.344). Jarak Ibukota
Kecamatan ke Kabupaten : 8,5 Km.
Adapun batas – batas wilayahnya yaitu :
- Sebelah utara : Kecamatan Karangmalang.
- Sebelah Selatan : Kecamatan Karanganyar.
- Sebelah Barat : Kecamatan Masaran.
- Sebelah Timur : Kecamatan Sambirejo.
b. Kecamatan Sambirejo
Luas wilayah Kecamatan Sambirejo adalah 4.843 Ha, terdiri dari
9 Desa, 157 Dukuh, 241 RT 91 RW.jumlah penduduk akhir Juni 2007
adalah 27.777 jiwa ( L : 13.696 dan P : 14.081).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 50
Kecamatan Sambirejo terletak di sebelah selatan ibukota Kabupaten
Sragen, berjarak 12 Km dari ibukota Kabupaten Sragen dan 45 Km dari
Kota Solo, dan berada 191 m diatas permukaan air laut. Wilayah selatan
merupakan lereng Gunung Lawu, wilayah tengah daerah berbukit dengan
Curah Hujan sekitar 25,21 mm/th dan Suhu rata-rata 18-27° C.
Adapun batas – batas wilayahnya yaitu :
- Sebelah utara : Kecamatan Gondang.
- Sebelah Selatan : Kabupaten Karanganyar.
- Sebelah Barat : Kecamatan Kedawung.
- Sebelah Timur : Propinsi Jawa Timur.
c. Kecamatan Sragen
Kecamatan Sragen sebagai Ibukota Kabupaten Sragen
merupakan pusat pemerintahan yang strategis menjadi tolok ukur
pelaksanaan pembangunan disegala bidang di Kabupaten Sragen. Sebagai
Pusat Pemerintahan di Kabupaten Sragen maka dituntut menampilkan
wajah ibukota yang dapat menjadi identitas Kota Sragen yang ASRI (Aman,
Sehat, Rapi dan Indah) secara lahir dan batin yang merupakan semboyan
dan cita-cita masyarakat Kabupaten Sragen.
Kecamatan Sragen terdiri dari 6 Kelurahan ( Sine, Sragen Kulon,
Sragen Tengah, Sragen Wetan, Nglorog) dan 2 Desa (Tangkil dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 51
Kedungupit) yang terdiri dari 113 Dukuh, 364 RT, 111 RW. Dengan luas
wilayah 2.727 Ha prosentase 2.90%.
Adapun batas – batas wilayahnya yaitu :
- Sebelah utara : Kecamatan Sukodono.
- Sebelah Selatan : Kabupaten Karangmalang.
- Sebelah Barat : Kecamatan Sidoharjo.
- Sebelah Timur : Kecamatan Ngrampal.
2. Wilayah Administrasi
Tabel 4.1 Wilayah Administratif Kecamatan Kedawung
No Nama Desa Pusat Desa Jumlah Dukuh
Jumlah RT
Jumlah RW
1. Desa Karangpelem Karangpelem 16 25 8
2. Desa Mojodoyong Botok 20 26 8
3. Desa Jenggrik Terban 14 27 7
4. Desa Mojokerto Mojokerto 21 32 11
5. Desa Kedawung Kedawung 21 34 9
6. Desa Bendungan Kampungbaru 25 36 8
7. Desa Wonokerso Pilang 15 32 14
8. Desa Wonorejo Babatan 10 14 6
9. Desa Celep Tanjung 11 30 9
10. Desa Pengkok Pengkok 5 45 8 Sumber:http//www.sragenkab.go.id
Berdasarkan data di atas, kecamatan Kedawung terbagi menjadi 10
kelurahan/Desa, 158 Dukuh, 88 RW, 301 RT.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 52
Tabel 4.2 Wilayah Administratif Kecamatan Sambirejo
No Nama Desa Pusat Desa Jumlah Dukuh
Jumlah RT
Jumlah RW
1 Musuk Jaten 22 27 10 2 Jetis Toro 18 26 8 3 Sukorejo Sukorejo 17 15 7 4 Jambeyan Jambeyan 14 22 10 5 Sambi Bulu 25 40 13 6 Dawung Cetokan 18 33 11 7 Blimbing Blimbing 17 29 14 8 Sambirejo Purworejo 16 25 7 9 Kadipiro Gondang Baru 10 24 11
Sumber: http//www.sragenkab.go.id
Berdasarkan data di atas, kecamatan Sambirejo terdiri dari 9 Desa, 157
Dukuh, 241 RT 91 RW.
Tabel 4.3 Wilayah Administratif Kecamatan Sragen
No Nama Desa / Kel Pusat Desa /
Kel Jumlah Dukuh
Jumlah RT
Jumlah RW
1 Kel.Sine Bangak 13 32 13
2 Kel.Sragen Kulon Tegalsari 13 91 23
3 Kel.Sragen Tengah Karangdowo 16 52 16
4 Kel.Sragen Wetan Sragen Dok 9 60 15
5 Kel.Nglorog Ngrandu 11 30 11
6 Kel.Karang Tengah Klitik 20 31 7
7 Desa Tangkil Tangkil 13 36 16
8 Desa Kedungupit Kedungupit 18 32 10 Sumber:http//www.sragenkab.go.id
Berdasarkan data di atas, kecamatan Sragen terdiri dari 6 Kelurahan (
Sine, Sragen Kulon, Sragen Tengah, Sragen Wetan, Nglorog) dan 2 Desa
(Tangkil dan Kedungupit) yang terdiri dari 113 Dukuh, 364 RT, 111 RW.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 53
3. Kependudukan
Berdasarkan data di bawah ini, kecamatan kedawung mempunyai luas
wilayah seluas 49,78 km2, jumlah penduduk sebanyak 58.233 jiwa dan
kepadatan penduduknya sebesar 1.170 jiwa/km2. Kecamatan Sambirejo luas
wilayahnya 48,43 km2, jumlah penduduk sebanyak 37.016 jiwa dan
kepadatan pendudukknya sebesar 764 jiwa/km2. Sedangkan kecamatan
Sragen luas wilayahnya 27,27 km2, jumlah penduduk sebanyak 65.298 jiwa
dan kepadatan penduduknya sebesar 2.394 jiwa/km2.
Tabel 4.4 Kepadatan Penduduk Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen di Kabupaten Sragen Akhir Tahun 2007.
No KECAMATAN
Luas wilayah ( Km2 )
Jumlah penduduk ( Jiwa )
Kepadatan penduduk
( Jiwa/Km2 ) 1 Kalijambe 46,96 46.157 983 2 Plupuh 48,36 46.153 954 3 Masaran 44,04 64.904 1.474 4 Kedawung 49,78 58.233 1.170 5 Sambirejo 48,43 37.016 764 6 Gondang 41,17 42.829 1.040 7 Sambungmacan 38,48 43.810 1.139 8 Ngrampal 34,40 36.532 1.062 9 Karangmalang 42,98 57.666 1.342 10 Sragen 27,27 65.298 2.394 11 Sidoharjo 45,89 51.076 1.113 12 Tanon 51,00 54.668 1.072 13 Gemolong 40,23 45.214 1.124 14 Miri 53,81 32.351 601 15 Sumberlawang 75,16 45.192 601 16 Mondokan 49,36 34.107 691 17 Sukodono 45,55 31.175 684 18 Gesi 39,58 21.633 547 19 Tangen 55,13 26.895 488 20 Jenar 63,97 26.663 417 Sumber :Sragen Dalam Angka, BPS Sragen, 2008; hal 147
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 54
Berdasarkan data yang dibawah ini, kecamatan Kedawung paling
tinggi tingkat pertumbuhan penduduknya terdapat pada tahun 2007 yaitu
sebesar 0,53%, kecamatan Sambirejo tingkat pertumbuhan penduduk yang
paling tinggi pada tahun 2007 sebesar 0,36%. Sedangkan pada kecamatan
Sragen tingkat pertumbuhan penduduk paling tinggi yaitu pada tahun 2005
sebesar 0,57%.
Tabel 4.5 Pertumbuhan Penduduk Alami (Natural Increase) Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen Di Kabupaten Sragen Tahun 2004 – 2007.
KECAMATAN
TINGKAT PERTUMBUHAN PENDUDUK (%)
2004 2005 2006 2007
Kalijambe Plupuh Masaran Kedawung Sambirejo Gondang Sambungmacan Ngrampal Karangmalang Sragen Sidoharjo Tanon Gemolong M i r i Sumberlawang Mondokan Sukodono G e s i Tangen J e n a r
0.57 0.31 0.31 0.30 0.36 0.07 0.10 0.02 0.23 0.24 0.12 0.38 0.31 0.04 0.27 0.15 0.40 0.27 0.68 0.57
0.55 0.52 0.39 0.29 0.21 0.03 0.22 0.00 0.18 0.57 0.15 0.37 0.21 0.14 0.10 0.33 0.20 0.39 0.67 0.65
0.83 0.37 0.40 0.25 0.12 0.13 0.13 0.01 0.38 0.24 0.19 0.32 0.79 0.04 0.20 0.36 1.09 0.16 0.61 0.56
0.60 0.18 0.58 0.53 0.04 0.62 0.47 0.17 0.46 0.74 0.48 0.25 0.49 0.14 0.49 0.40 0.98 0.16 0.54 0.62
Sumber :Sragen Dalam Angka, BPS Sragen, 2008; hal 149
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 55
4. Jumlah penduduk
Berikut ini penduduk Kabupaten Sragen dihitung per kecamatan
dan berdasarkan tiga kecamatan tersebut yaitu kecamatan Kedawung,
kecamatan Sambirejo dan kecamatan Sragen yang paling banyak
penduduknya adalah kecamatan Sragen yaitu sebesar 65,298 jiwa dan
merupakan jumlah penduduk terbanyak di kabupaten Sragen.
Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Dan Sex Ratio Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen di Kabupaten Sragen Akhir Tahun 2007.
KECAMATAN
♂
♀
Total
Sex ratio
Kalijambe Plupuh Masaran Kedawung Sambirejo Gondang Sambungmacan Ngrampal Karangmalang Sragen Sidoharjo Tanon Gemolong M i r i Sumberlawang Mondokan Sukodono G e s i Tangen J e n a r
23,204 22,746 32,385 28,748 18,444 21,167 21,528 18,205 28,629 31,930 25,159 27,018 22,334 15,891 22,172 16,848 15,310 10,630 13,307 13,221
22,953 23,407 32,519 29,485 18,572 21,662 22,282 18,327 29,037 33,368 25,917 27,650 22,880 16,460 23,020 17,259 15,865 11,003 13,588 13,442
46,157 46,153 64,904 58,233 37,016 42,829 43,810 36,532 57,666 65,298 51,076 54,668 45,214 32,351 45,192 34,107 31,175 21,633 26,895 26,663
1011 972 996 975 993 977 966 993 986 957 971 977 976 965 963 976 965 966 979 984
Sumber :Sragen Dalam Angka, BPS Sragen, 2008; hal 186
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 56
5. Kondisi Usaha Penggemukan Sapi Di Kecamatan Kedawung,
Sambirejo dan Sragen.
Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen merupakan
penyangga produksi daging di Kabupaten Sragen.
Jenis ternak yang diusahakan di tiga kecamatan tersebut adalah
ternak sapi baik sapi perah maupun sapi potong, kerbau, kuda, kambing,
domba dan babi. Selain itu juga diusahakan unggas seperti ayam, itik,
puyuh dan lainnya.
Ternak sapi, khususnya sapi potong, merupakan salah satu sumber
daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan penting
artinya dalam kehidupan masyarakat. Seekor atau ternak sapi dapat
menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan
berupa daging, di samping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit
dan tulang.
Karena produktivitas penggemuk sapi di kecamatan Kedawung,
sambirejo dan Sragen mempunyai potensi untuk mengembangkan hewan –
hewan ternak dan jauh dari pemukiman warga yang mungkin bisa
mengganggu ketenangan warga setempat, selain itu karena daerah tersebut
tempatnya di bawah lereng gunung yang memudahkan bahan – bahan pakan
ternak didapat dan hasil dari kotoran sapi pun mampu menghasilkan pupuk
bagi petani – petani yang bercocok tanam di sekitar daerah tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 57
Ketiga kecamatan tersebut mempunyai potensi yang besar untuk
beternak sapi karena di dukung oleh iklim yang sesuai dalam pemeliharaan,
yaitu meliputi keadaan suhu, curah hujan, kelembapan, tekanan dan gerakan
udara, serta cahaya yang sesuai bagi kehidupan sapi. Perkembangan ternak
sapi di kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen lebih maju dibanding
ternak besar ataupun kecil seperti kerbau, kuda, kambing, domba dan babi.
Tabel 4.7 Banyaknya Ternak Besar dan Kecil di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen, Kabupaten Sragen Tahun 2007
KECAMATAN
Jenis Ternak Besar Jenis Ternak Kecil
Sapi
Perah
Sapi Biasa
Kerbau
Kuda
Kambing
Domba
Babi
Kalijambe - 3.907 2 - 4.617 4.517 - Plupuh - 6.520 - - 3.167 3.607 - Masaran - 4.664 - - 3.473 2.906 2.334 Kedawung - 3.087 - 2 2.377 5.288 477 Sambirejo - 3.389 23 - 5.029 5.707 30 Gondang - 3.335 23 - 2.935 2.582 54 Sambung Macan 3 3.604 28 - 2.948 3.723 88 Ngrampal - 3.240 - 2 4.273 3.159 47 Karang Malang 5 3.435 4 2 2.182 4.147 131 Sragen - 2.776 - 1 3.426 2.643 273 Sidoarjo - 3.130 - 2 2.507 1.590 447 Tanon - 4.103 - - 4.892 5.178 181
Gemolong - 3.922 2 2 2.210 3.416 22 Miri - 3.443 - - 1.829 5.574 51
Sumberlawang - 4.042 15 - 4.844 5.165 - Mondokan - 3.393 9 - 4.206 3.990 - Sukodono - 3.888 - - 4.966 2.306 15 Gesi - 3.658 14 - 3.514 2.285 - Tangen - 4.557 57 - 4.383 1.722 - Jenar - 4.822 33 - 3.095 1.583 -
Sumber: Sragen Dalam Angka, BPS Sragen, 2008; hal 325.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 58
Berdasarkan data di atas kecamatan Kedawung memiliki populasi
ternak sapi sebesar 3.087 ekor, kecamatan Sambirejo sebesar 3.389 ekor dan
kecamatan Sragen sebesar 2.776 ekor. Dari ketiga kecamatan tersebut,
jumlah populasi ternak sapi yang paling banyak yaitu pada kecamatan
Sambirejo sebesar 3.389 ekor sapi.
Berikut ini daftar produksi daging dan kulit di Kabupaten Sragen.
Tabel 4.8 Produksi Daging dan Kulit di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen, Kabupaten Sragen Akhir Tahun 2007.
KECAMATAN
Produksi Daging ( Kg )
PRODUKSI KULIT ( Lembar )
Sapi
Kerbau
Kambing
Domba
Kalijambe 187.859,4 165 - 749 1.328 Plupuh 101.275,5 6 - 629 1.276 Masaran 198.243,7 234 - 879 1.548 Kedawung 128.770,2 6 - 1.039 1.270 Sambirejo 113.539,4 8 - 993 1.328 Gondang 196.178,6 281 - 920 1.249 Sambung Macan 217.407,9 8 - 871 1.326 Ngrampal 107.596,4 9 - 781 1.123 Karang Malang 140.396,4 7 - 893 1.172 Sragen 1.137.476,2 2.293 - 412 2.916 Sidoharjo 151.120,3 6 - 888 1.176 Tanon 405.495,9 9 - 823 1.162 Gemolong 248.337,7 232 - 888 1.313 Miri 100.426,9 8 - 768 678 Sumberlawang 138.332,5 6 - 813 1.166 Mondokan 123.135,7 7 - 720 1.145 Sukodono 132.267,5 5 - 764 1.229 Gesi 131.831,2 8 - 985 1.164 Tangen 113.103,0 8 - 804 1.249 Jenar 103.698,9 11 - 759 1.145
Sumber: Sragen Dalam Angka, BPS Sragen, 2008; hal 330
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 59
Berdasarkan data di atas, dari kecamatan Kedawung, Sambirejo dan
Sragen produksi daging dan kulit terbanyak terdapat di kecamatan Sragen,
yaitu produksi daging sebesar 1.137.476,2 Kg dan produksi kulit sebesar
2.293 lembar.
B. Analisis deskriptif
Penelitian dengan judul “ANALISIS EFISIENSI USAHA
PENGGEMUKAN SAPI (Studi Kasus di Kecamatan Kedawung,
Sambirejo dan Sragen, Kabupaten Sragen)” ini mencakup data
mengenai jenis bakalan sapi, pakan, biaya produksi dan produksi daging
sapi. Data-data ini diperoleh dari penyebaran kuesioner di tiga kecamatan,
di Kabupaten Sragen, yaitu:
a) Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen
b) KecamatanSambirejo, Kabupaten Sragen
c) Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen
Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan
April 2010 berdasarkan pengalaman para penggemuk sapi dalam
memproduksi daging sapi. Berikut ini karakteristik variabel-variabel
(independen dan dependen) berdasarkan data yang didapat dari para
responden secara lebih mendalam kemudian data dikelompokkan menurut
kuantitasnya menjadi beberapa kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 60
1. Responden sebagian besar usaha penggemukan sapi yang dilakukan
merupakan pekerjaan sampingan sebanyak 26 responden, sedangkan
pekerjaan pokok hanya 14 responden.
Tabel 4.9 Berdasarkan Pekerjaan Responden
No Pekerjaan Responden 1
2
Pekerjaan pokok
Pekerjaan sampingan
14
26
Sumber : Data Primer 2010, Diolah.
2. Bakalan Sapi
Peternak sapi responden sebagian besar bakalan sapi mereka adalah
jenis sapi Simmental yaitu sebanyak 12 responden, dan yang paling
sedikit yaitu jenis sapi brangus sebanyak 3 responden, selebihnya
yaitu 7 responden memelihara jenis sapi limousine, 11 responden
memelihara jenis sapi Brahman, dan 7 responden memelihara jenis
sapi ongole.
Tabel 4.10 Berdasar Jenis Bakalan Sapi
Sumber : Data Primer 2010, Diolah
No Bakalan sapi Pemilik 1
2
3
4
5
Simmental
Limousine
Brahman
Ongole
Brangus
12
7
11
7
3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 61
Selanjutnya peneliti juga mengambil data berat bakalan sapi yang
akan digemukkan. Berat bakalan sapi yang produktif untuk
digemukan yaitu antara umur 1,5 – 2,5 tahun.
Berikut ini hasil data dari penelitian kepada responden yaitu berat
bakalan sapi dari 200 kg – 450 kg.Dan data dibagi 5 kelompok.
Kelompok berat badan antara 200 kg – 250 kg yaitu sebanyak 15
responden, Kelompok berat badan antara 251 kg – 300 kg yaitu
sebanyak 7 responden, Kelompok berat badan antara 301 kg – 350
kg yaitu sebanyak 4 responden, Kelompok berat badan antara 351 kg
– 400 kg yaitu sebanyak 13 responden, dan hanya 1 responden yang
yang memiliki bakalan sapi dengan berat bakalan di atas 400 kg
yaitu 450 kg.
Tabel 4.11 Berdasar Berat Bakalan Sapi No Berat Bakalan Sapi (dalam kg) Jumlah responden 1
2
3
4
5
200 – 250
251 – 300
301 – 350
351 - 400
401 +
15
7
4
13
1
Sumber : Data Primer 2010, Diolah
3. Lama masa penggemukan sapi
Peternak sapi responden sebagian besar lama masa penggemukan
sapi yang mereka lakukan adalah dalam waktu 4 bulan, yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 62
sebanyak 18 orang, masa penggemukan dalam waktu 3 bulan
sebanyak 4 orang, masa penggemukan dalam waktu 5 bulan
sebanyak 9 orang dan masa penggemukan dalam waktu 6 bulan juga
sebanyak 9 orang.
Tabel 4.12 Berdasarkan Lama Masa Penggemukan No Lama masa penggemukan Responden 1
2
3
4
3 bulan
4 bulan
5 bulan
6 bulan
4
18
9
9
Sumber : Data Primer 2010, Diolah
4. Sistem penggemukan
Ada 4 macam sistem penggemukan, namun sebagian besar yaitu
sebanyak 35 responden mengunakan sistem keremen dan 5 orang
menggunakan sistem dry lot fattening.
Tabel 4.13 Berdasar Sistem Penggemukan No Sistem penggemukan Responden 1
2
3
4
Pasture fattening
Dry lot fattening
Kereman
Kombinasi pastuer fattening
dan dry fattening
-
5
35
-
Sumber : Data Primer 2010, Diolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 63
5. Jumlah Bekatul
Jenis makanan sapi bekatul yang diberikan antara responden satu
dengan yang lain bervariasi takarannya.
Berikut ini diperoleh data dari responden mengenai bekatul yang
diberikan pada sapi dalam sehari.
Tabel 4.14 Berdasar Banyaknya Bekatul Yang diberikan Dalam Sehari No Bekatul ( dalam kg ) Jumlah responden
1
2
3
4
0,5 – 0,99
1 – 1,49
1,5 – 1,99
2 keatas
4
19
2
15
Sumber : Data Primer 2010, Diolah
Berikut ini hasil data dari penelitian kepada responden yaitu
banyaknya bekatul yang diberikan pada sapi dalam sehari.Dan data
dibagi 4 kelompok. Kelompok antara 0,5-0,9 kg yaitu sebanyak 4
responden, Kelompok antara 1-1,49 kg yaitu sebanyak 19 responden,
Kelompok antara 1,9-2 kg yaitu sebanyak 2 responden, dan
kelompok 2 kg keatas sebanyak 15 responden.
6. Jumlah Konsentrat
Konsentrat yang diberikan antara responden satu dengan yang lain
bervariasi takarannya. Berikut ini diperoleh data dari responden
mengenai bekatul yang diberikan pada sapi dalam sehari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 64
Tabel 4.15 Berdasar Banyaknya Konsentrat Yang diberikan Dalam Sehari. No Konsentrat ( dalam kg ) Jumlah responden 1
2
3
0,5 – 0,99
1 – 1,49
1,5 keatas
4
23
13
Sumber : Data Primer 2010, Diolah
Berikut ini hasil data dari penelitian kepada responden yaitu
banyaknya konsentrat yang diberikan pada sapi dalam sehari. Dan
data dibagi 3 kelompok. Kelompok antara 0,5 - 0,99 kg sebanyak 4
responden, Kelompok antara 1 - 1,49 kg yaitu sebanyak 23
responden, dan kelompok 1,5 kg ke atas yaitu sebanyak 13
responden.
7. Jumlah Hijauan
Hijauan yang diberikan antara responden satu dengan yang lain
bervariasi takarannya. Berikut ini diperoleh data dari responden
mengenai hijauan yang diberikan pada sapi dalam sehari.
Tabel 4.16 Berdasar Banyaknya Hijauan Yang diberikan Dalam Sehari. No Hijauan ( dalam kg ) Jumlah responden
1
2
3
1
2
3
5
18
17
Sumber : Data Primer 2010, Diolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 65
Berikut ini hasil data dari penelitian kepada responden yaitu
banyaknya bekatul yang diberikan pada sapi dalam sehari.Dan data
dibagi 3 kelompok. Responden yang memberi hijauan 1 kg pada sapi
dalam sehari sebanyak 5 rsponden, 18 responden memberi pakan
hijauan pada sapi sebanyak 2 kg dalam sehari, dan sisanya 17
responden memberi pakan hijauan pada sapi sebanyak 3 kg dalam
sehari.
8. Harga Bakalan
Harga bakalan sapi bervariasi berdasar harga per kilogramnya dan
berdasar beratnya. Berikut ini daftar harga bakalan sapi yang
diternak oleh responden.
Tabel 4.17 Berdasar Harga Bakalan No Harga bakalan ( Rp ) Jumlah responden
1
2
3
4
18.000
20.000
22.000
23.000
4
19
13
4
Berikut ini hasil penelitian daftar harga bakalan sapi berdasar data di
atas. Harga bakalan sapi yang per kilogramnya Rp.18.000,00 yaitu
sebanyak 4 responden, harga bakalan sapi yang per kilogramnya
Rp.20.000,00 sebanyak 19 responden, harga bakalan sapi yang per
kilogramnya Rp.22.000,00 sebanyak 13 responden, dan sisanya 4
responden yang harga bakalan sapi per kilogramnya Rp.23.000,00.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 66
9. Harga Bekatul
Harga bekatul bervariasi berdasar merknya. Tentu lebih bagus
merknya maka lebih mahal juga harganya. Berikut ini daftar tabel
harga bekatul yang dikonsumsi sapi di Kabupaten Sragen.
Tabel 4.18 Berdasar Harga Bekatul No Harga bekatul ( Rp ) Jumlah responden
1 2 3 4
1.600 1.750 2.700 2.800
8 5 8
19 Sumber : Data Primer 2010, Diolah
Berikut ini hasil penelitian daftar harga bekatul berdasar data di atas.
Harga bekatul yang per kilogramnya Rp.1.600,00 sebanyak 8
responden, harga bekatul yang per kilogramnya Rp.1.750,00
sebanyak 5 responden, 8 responden menggunakan bekatul yang per
kilogramnya Rp.2.700,00, dan yang paling banyak yang
menggunakan bekatul paling mahal Rp.2.800,00 yaitu sebanyak 19
responden.
10. Harga Konsentrat
Harga konsentrat bervariasi berdasar merknya. Tentu lebih bagus
merknya maka lebih mahal juga harganya. Berikut ini daftar tabel
harga konsentrat di Kabupaten Sragen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 67
Tabel 4.19 Berdasar Harga Konsentrat No Harga Konsentrat ( Rp ) Jumlah responden
1
2
3
4
1.200
1.250
2.000
2.050
7
6
17
10
Sumber : Data Primer 2010, Diolah
Berikut ini hasil penelitian daftar harga konsentrat berdasar data di
atas. Harga konsentrat yang per kilogramnya Rp.1.200,00 sebanyak
7 responden, harga konsentrat yang per kilogramnya Rp.1.250,00
sebanyak 6 responden, 17 responden menggunakan bekatul yang per
kilogramnya Rp.2.000,00, dan yang menggunakan konsentrat paling
mahal Rp.2.050,00 yaitu sebanyak 10 responden.
11. Harga Hijauan
Harga hijauan relatif lebih murah dibanding dengan harga bekatul
dan harga konsentrat. Berikut ini daftar tabel harga hijauan di
Kabupaten Sragen.
Tabel 4.20 Berdasar Harga Hijauan No Harga Hijauan ( Rp ) Jumlah responden
1
2
3
200
250
300
14
9
17
Sumber : Data Primer 2010, Diolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 68
Berikut ini hasil penelitian daftar harga hijauan berdasar data di atas.
Harga hijauan yang per kilogramnya Rp.200,00 sebanyak 14
responden, harga bekatul yang per kilogramnya Rp.250,00 sebanyak
9 responden, dan hijauan yang paling mahal yaitu Rp.300,00
sebanyak 17 responden.
12. Produksi Daging Sapi
Daging sapi yang diproduksi dihitung dari berat bakalan ditambah
dengan kenaikan bobot sapi selama 3 bulan ( 90 hari ). Berikut ini
daftar daging sapi yang diproduksi di Kabupaten Sragen.
Tabel 4.21 Berdasar Produksi Daging Sapi No Produksi Daging Sapi ( kg ) Jumlah responden
1
2
3
250 – 349
350 – 449
450 – 549
17
10
13
Sumber : Data Primer 2010, Diolah
Berikut ini hasil data dari penelitian kepada responden yaitu
banyaknya produksi daging sapi dalam masa penggemukan sapi ( 3
bulan ). Dan data dibagi 3 kelompok. Kelompok antara 250 – 349 kg
yaitu sebanyak 17 responden, Kelompok antara 350 – 449 kg yaitu
sebanyak 10 responden, dan kelompok antara 450 – 549 kg sebanyak
13 responden.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 69
13. Harga Produksi Daging Sapi
Harga produksi daging sapi bervariasi berdasar harga per
kilogramnya dan berdasar beratnya. Berikut ini daftar harga produksi
daging sapi yang diternak oleh responden.
Tabel 4.22 Berdasar Harga Produksi Daging Sapi No Harga Produksi Daging
sapi ( Rp ) Jumlah responden
1
2
3
20.000
22.000
23.000
6
24
10
Sumber : Data Primer 2010, Diolah
Berikut ini hasil penelitian daftar harga produksi daging sapi
berdasar data di atas. Harga produksi daging sapi yang per
kilogramnya Rp.20.000,00 yaitu sebanyak 6 responden, harga
bakalan sapi yang per kilogramnya Rp.22.000,00 sebanyak 24
responden, dan sisanya 10 responden yang harga produksi daging
sapi per kilogramnya Rp.23.000,00.
14. Kenaikan bobot
Kenaikan bobot sapi dalam satu hari bervariasi antara jenis sapi satu
dengan yang lainnya. Berikut ini diperoleh data dari responden
mengenai kenaikan bobot sapi per hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 70
Tabel 4.23 Berdasar Kenaikan Bobot Dalam Sehari No Kenaikan Bobot
( dalam kg ) Jumlah
responden 1
2
0,5 – 0,99
1 keatas
21
19
Sumber : Data Primer 2010, Diolah
Dari tabel di atas diperoleh data dari responden yaitu 21 responden
yang memiliki kenaikan bobot sapi peliharaannya sebesar 0,5 – 0,99
kg per hari dan 19 responden dengan kenaikan bobot sapi
peliharaannya sebesar 1 kg keatas per hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 71
C. Analisis Data Dengan Metode DEA Tabel 4.24 Hasil Olahan DEA
Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA 2010.
Peringkat Responden Ef. Teknis ( % )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Suwanto Suparno Gimanto Suparmin Joko Tugimin Sastro Wijoyo Sukarno Suratmin Tarmano Miskid Suparlan Eko upoyo Sasmo suwarno Haryono Sugiman Heru Suwondo Sumbadi Supoyo Gito Tarsan Agus suryandaru Parjo Ahmadi Eko Sumarno Sarwo Subekti Gito suwarno Ragil Hartono Mariyo Suwarjo Totok Suwarto Parman Sugianto Suwito Siti
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 99.05 96.01 95.19 94.80 94.80 94.74 94.25 93.14 93.13 93.12 92.82 91.93 91.73 91.59 91.55 91.49 91.49 91.45 91.01 90.52 90.51 90.26 89.13 88.04 87.80 87.11 86.60 85.73 85.00 84.78 83.59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 72
Dari hasil data diatas menunjukkan sebanyak 9 responden yaitu peringkat 1
sampai peringkat 9 sudah efisien secara teknis, sedangkan 31 responden lainnya
yaitu peringkat 10 kebawah belum efisien secara teknis.
Berdasarkan hasil olahan data secara keseluruhan menggunakan DEA,
kemudian dikelompokkan dan dicari rata-rata efisiensi teknis, diantara variabel
faktor produksi (input) yang mempengaruhi produksi (output) usaha penggemukan
sapi di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen.
a. Jenis Bakalan sapi
Berdasarkan hasil olahan DEA dapat diketahui bahwa pada efisiensi
teknis yang paling tinggi efisiensinya adalah jenis sapi Brangus yaitu
97,39% dan yang paling rendah efisiensinya adalah jenis sapi limousine
yaitu 90,13%.
Tabel 4.25 Efisiensi Teknis Berdasarkan Jenis Bakalan Sapi
No Bakalan sapi Ef. Teknis ( % )
1
2
3
4
5
Simmental
Limousine
Brahman
Ongole
Brangus
93.58
90.13
92.44
94.22
97.39
Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.
Selanjutnya peneliti meneliti tentang berat bakalan sapi.dan
Berdasarkan hasil olahan DEA dapat diketahui bahwa pada efisiensi teknis
yang paling tinggi efisiensinya adalah berat bakalan sapi antara 200 - 250 kg
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 73
yaitu sebanyak 93,58 % dan yang paling rendah efisiensinya adalah berat
bakalan sapi 401 kg ke atas yaitu sebanyak 87,11%.
Tabel 4.26 Efisiensi Teknis Berdasarkan Berat Bakalan Sapi.
No Bakalan sapi ( kg )
Ef. Teknis ( % )
1
2
3
4
5
200 – 250
251 - 300
301 - 350
351 – 400
401 keatas
93.58
93.09
92.84
92.97
87.11
Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.
b. Jumlah Bekatul
Setiap responden dalam memberikan bekatul pada ternak berbeda
takarannya. Hasil dari data di atas pada efisiensi teknis yang tingkat
efisiennya paling tinggi terdapat pada kelompok responden yang memberi
bekatul dengan takaran 0,5 – 0,99 kg per hari yaitu sebesar 98,56%.
Tabel 4.27 Efisiensi Teknis Berdasarkan Banyaknya Bekatul.
No Bekatul ( kg )
Ef. Teknis ( % )
1
2
3
4
0,5 – 0,99
1 – 1,49
1,5 – 1,99
2 keatas
98.56
93.60
88.14
92.03
Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 74
c. Jumlah Konsentrat
Setiap responden dalam memberikan konsentrat pada ternak berbeda
takarannya. Hasil dari data di atas pada efisiensi teknis yang tingkat
efisiensinya paling tinggi yaitu kelompok responden yang memberi
konsentrat dengan takaran 0,5 – 0,99 kg per hari yaitu 99,76%.
Tabel 4.28 Efisiensi Teknis Berdasar Banyaknya Konsentrat
No Konsentrat ( kg )
Ef. Teknis ( % )
1
2
3
0,5 – 0,99
1 – 1,49
1,5 ke atas
99.76
93.28
90.61
Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.
d. Jumlah Hijauan
Setiap responden dalam memberikan hijauan pada ternak berbeda
takarannya. Hasil dari data di atas pada efisiensi teknis yang tingkat
efisiensinya paling tinggi 99,20% yaitu responden yang memberi hijauan
sebanyak 1 kg dalam sehari.
Tabel 4.29 Efisiensi Teknis Berdasar Banyaknya Hijauan.
No Hijauan ( kg )
Ef. Teknis ( % )
1
2
3
1
2
3
99.20
93.32
90.97
Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 75
e. Produksi Daging Sapi
Berdasarkan produksi daging sapi.Efisiensi teknis yang tingkat
efisiensinya paling tinggi yaitu 93,45% pada produksi daging sapi antara
250 – 349 kg.
Tabel 4.30 Efisiensi Teknis Berdasar Produksi Daging Sapi.
No Produksi Daging Sapi ( kg )
Ef. Teknis ( % )
1
2
3
250 – 349
350 – 449
450 – 549
93.45
92.29
93.13
Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.
f. Lama masa penggemukan
Berdasarkan hasil olahan DEA dapat diketahui bahwa pada efisiensi
teknis yang efisien untuk membudidayakan sapi yaitupada lama masa
penggemukan sapi 4 bulan sebesar 96,57%, 5 bulan sebesar 96,77% dan 6
bulan sebesar 96,80%.
Tabel 4.31 Efisiensi Teknis Berdasar Lama Masa Penggemukan.
No Bakalan sapi Ef. Teknis ( % )
1
2
3
4
3 bulan
4 bulan
5 bulan
6 bulan
88.87
96.57
96.77
96.80
Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Dari hasil pengolahan dengan menggunakan DEA menunjukkan sebanyak 9
responden sudah efisien secara teknis, yaitu peringkat 1 sampai 9,
sedangkan 31responden lainnya yaitu peringkat 10 sampai 40 belum efisien
secara teknis.
2. Dari ke empat jenis sapi tersebut yang efisien untuk diusahakan di
Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen adalah jenis sapi Brangus
yang secara teknis sebesar 97,39%.
3. Efisiensi terjadi pada masa penggemukan sapi bila diproduksi selama
minimal 4 bulan.
4. Berat bakalan sapi yang yang efisien untuk diternak berkisar antara 251 –
300 kg.
5. Dalam pemberian makanan berupa bekatul, yang efisien adalah dengan
takaran 0,5 – 0,99 kg dalam sehari.
6. Dalam pemberian makanan berupa konsentrat, yang efisien adalah dengan
takaran 0,5 – 0,99 kg dalam sehari.
7. Dalam pemberian makanan berupa hijauan, yang efisien adalah dengan
takaran 1 kg dalam sehari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 77
B. Saran
1. Karena hasil dengan DEA yang efisien belum mencapai 100% yaitu
peternak sapi yang peringkat nomor 10 sampai 40 perlu mengikuti tata cara
pengelolaan dari penggemuk sapi peringkat 1 sampai 9 tentang bagaimana
cara memelihara sapi agar hasil yang diperoleh efisien.
2. Untuk hasil yang lebih efisien, bagi para penggemuk sapi disarankan untuk
membudidayakan jenis sapi Brangus dan alternatif kedua adalah jenis sapi
Ongole.
3. Untuk mendapatkan hasil yang lebih efisien seharusnya para petnggemuk
sapi membudidayakan ternak mereka dalam masa penggemukan sapi
minimal selama 4 bulan.
4. Sebaiknya membeli bakalan yang beratnya berkisar antara 251 – 300 kg
untuk dibudidayakan karena hasil yang diperoleh lebih maksimal.
5. Pemberian bekatul yang paling efisien dalam sehari rata - rataantara 0,5 –
0,99 kg, sehingga bagi penggemuk sapi yang pemberian takarannya lebih
banyak dari takaran rata – rata sebaiknya dikurangi takarannya.
6. Pemberian konsentrat yang paling efisien dalam sehari rata - rata antara 0,5
– 0,99 kg, sehingga bagi petnggemuk sapi yang pemberian takarannya lebih
banyak dari takaran rata – rata sebaiknya dikurangi takarannya.
7. Pemberian hijauan yang paling efisien dalam sehari yaitu 1kg, sehingga
bagi penggemuk sapi yang pemberian takarannya lebih dari 1kg sehari
sebaiknya dikurangi.Terkait dari kesimpulan nomor 2 sampai 7, maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 78
sebaiknya bagi pengemuk sapi pemula maupun yang sudah lama yang
dianalogikan peringkat 10 sampai 40 mengadopsi sistem tata cara
pengelolaan hewan ternak yaitu menyangkut jenis sapi, berat bakalan,
takaran pemberian makanan (seperti bekatul, konsentrat dan hijauan). Hal
ini direkomendasikan karena berdasarkan hasil penelitian penggemuk sapi
peringkat 1 sampai 9 memiliki tata cara pengelolaan hewan ternak sapi yang
efisien.