Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

106
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG (Studi Kasus di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah) Oleh : ARIES SETIYANTO A14104043 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Transcript of Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Page 1: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG

(Studi Kasus di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah)

Oleh :

ARIES SETIYANTO A14104043

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 2: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

RINGKASAN

ARIES SETIYANTO. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Jagung Studi Kasus di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah (Di bawah bimbingan ANITA RISTIANINGRUM) Permintaan akan bahan pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat terutama bahan pangan utama seperti padi, jagung dan kedelai. Jagung adalah salah satu bahan pangan terpenting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah padi. Selain sebagai bahan pangan, jagung juga merupakan komoditas tanaman pangan setelah padi. Pada tahun 2007, kebutuhan jagung nasional belum mampu terpenuhi dengan hanya mengandalkan produksi nasional. Upaya Pemerintah untuk meningkatkan produksi jagung salah satunya adalah menggalakkan program Gema Palagung yang dimulai sejak tahun 2001. Program tersebut mampu memicu produktivitas petani, terbukti dapat meningkatkan produksi jagung dalam negeri tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 2006 produksi jagung nasional menurun sejalan dengan luas lahan yang menurun. Sebaliknya, produktivitas nasional mengalami peningkatan. Hal serupa terjadi di Jawa Tengah dimana produksi dan luas lahan mengalami penurunan namun produktivitas mengalami peningkatan. Namun demikian, Kabupaten Pati yang merupakan salah satu sentra produksi jagung di Jawa Tengah mengalami penurunan produktivitas selain turunnya produksi dan luas lahan.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi usahatani jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan, (2) Menganalisis efisiensi produksi serta menentukan penggunaan optimal faktor-faktor produksi usahatani jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan sebagai upaya peningkatan produktivitas jagung, (3) Menganalisis tingkat pendapatan petani dari usahatani jagung, baik yang di lahan sawah maupun di lahan tegalan.

Penelitian dilakukan di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah pada bulan Juni sampai Juli 2008. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada petani jagung dengan metode simple random sampling yang menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yaitu BPS Pusat Jakarta, Dinas Pertanian Kabupaten Pati, BPS Kabupaten Pati serta lembaga-lembaga lain yang terkait dengan penelitian ini.

Analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan data primer dan sekunder dari hasil penelitian. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui kegiatan yang berkaitan dengan usahatani jagung di daerah penelitian yang diuraikan secara deskriptif. Sementara, analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi produksi dan efisiensi penggunaan faktor produksi, analisis pendapatan usahatani dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis). Analisis dilakukan dengan batuan alat kalkulator, Microsoft excel 2003, dan program komputer Minitab 14.

Page 3: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi jagung lahan sawah adalah pupuk urea pada tingkat kepercayaan 99 persen dan pupuk kandang pada tingkat kepercayaan 90 persen. Sementara faktor benih, pupuk TSP, herbisida, insektisida, dan tenaga kerja tidak berpengaruh pada taraf yang ditetapkan. Di lain pihak, faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi jagung lahan tegalan adalah luas lahan dan benih pada tingkat kepercayaan 95 persen serta pupuk TSP pada tingkat kepercayaan 90 persen. Faktor-faktor produksi yang tidak berpengaruh pada taraf yang ditetapkan adalah pupuk urea, pupuk kandang, obat pertanian dan tenaga kerja.

Berdasarkan rasio NPM dan BKM setiap faktor produksi usahatani jagung baik lahan sawah maupun lahan tegalan menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi tidak efisien. Pada usahatani jagung lahan sawah penggunaan faktor produksi yang masih kurang adalah benih, pupuk TSP, pupuk urea dan herbisida sedangkan faktor produksi pupuk kandang, insektisida dan tenaga kerja melebihi batas optimal. Sementara itu, pada usahatani jagung lahan tegalan penggunaan faktor produksi yang masih kurang adalah luas lahan, benih, pupuk TSP, pupuk urea, pupuk kandang, obat pertanian. Sebaliknya, faktor produksi tenaga kerja melebihi batas optimal.

Berdasarkan analisis pendapatan usahatani jagung, pendapatan usahatani jagung, baik pendapatan tunai maupun pendapatan total di lahan sawah relatif lebih besar dibandingkan lahan tegalan. Hal ini dikarenakan hasil produksi usahatani jagung lahan sawah relatif lebih besar dibandingkan lahan tegalan. Namun, jika dilihat dari struktur biaya, biaya usahatani baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan di lahan sawah relatif lebih besar dibandingkan lahan tegalan. Hal ini disebabkan pemakaian tenaga kerja baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga di lahan sawah relatif lebih besar dibandingkan lahan tegalan. Jika dilihat dari rasio R/C, usahatani jagung lahan sawah maupun lahan tegalan menguntungkan ( rasio R/C > 1). Namun demikian, rasio R/C lahan tegalan lebih tinggi dibandingkan rasio R/C lahan sawah. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani jagung lahan tegalan lebih efisien dibandingkan usahatani jagung lahan sawah.

Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah untuk mencapai kondisi efisien atau optimal pada usahatani jagung lahan sawah benih, pupuk TSP, pupuk urea dan herbisida harus ditingkatkan, sedangkan pupuk kandang, insektisida dan tenaga kerja harus dikurangi. Sementara itu, pada usahatani jagung lahan tegalan faktor produksi luas lahan, benih, pupuk TSP, pupuk urea, pupuk kandang, obat pertanian harus ditingkatkan, sedangkan penggunaan tenaga kerja harus dikurangi. Adanya penyediaan sarana produksi yang tepat jumlah dan waktu seperti penyediaan benih dan pupuk dengan melakukan operasi pasar dan pengadaan program kredit oleh pemerintah terhadap sarana produksi. Selain itu, perlunya penyuluhan yang lebih intensif kepada petani agar pengetahuan atau wawasan petani mengenai budidaya jagung lebih luas. Perlunya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan fungsi produksi selain fungsi produksi Cobb-Douglas. Selain itu, sebelum diterapkan dilapangan perlu dilakukan pengujian secara teknis.

Page 4: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG

(Studi Kasus di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah)

Oleh :

ARIES SETIYANTO A14104043

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Page 5: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Judul : Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Jagung (Studi Kasus di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah )

Nama : Aries Setiyanto NRP : A14104043

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Ir. Anita Ristianingrum, MSi NIP 132 046 437

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019

Tanggal Lulus :

Page 6: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI

JAGUNG (STUDI KASUS DI DESA BEKETEL, KECAMATAN KAYEN,

KABUPATEN PATI, PROPINSI JAWA TENGAH)” BENAR - BENAR

HASIL PENELITIAN SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA SUATU

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2008

Aries Setiyanto A14104043

Page 7: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Mei 1986 di Pati sebagai anak tunggal

keluarga Bapak Rakamto dan Ibu Sutini Endah Lestari. Penulis mengawali

pendidikan di SD Beketel 02 pada tahun 1992, kemudian pada tahun 1998 penulis

melanjutkan ke SLTP Negeri 01 Kayen dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun

2004 penulis lulus dari SMA Negeri 02 Pati yang kemudian pada tahun yang

sama penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan program S1 di

Institut Pertanian Bogor, pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen

Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah penulis aktif sebagai anggota Koperasi Mahasiswa

(KOPMA) IPB. Selain itu, penulis juga aktif menjadi pengurus Ikatan Keluarga

Mahasiswa Pati (IKMP) periode 2005 – 2006.

Page 8: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini

berjudul “Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Jagung (Studi

Kasus di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa

Tengah).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi produksi dan

pendapatan usahatani jagung. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan

informasi bagi semua pihak yang berkepentingan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan

sehingga diperlukan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing atas saran dan masukannya

serta semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.

Bogor, September 2008

Aries Setiyanto A14104043

Page 9: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Ir. Anita Ristianingrum, MSi, selaku dosen pembimbing skripsi atas bantuan,

masukan, dan bimbingannya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya

2. Ir. Joko Purwono, MS, selaku dosen penguji utama atas bimbingan dan saran-

sarannya kepada penulis

3. Arif Karyadi Uswandi, SP, selaku dosen penguji wakil departemen atas

bimbingan dan saran-sarannya kepada penulis

4. Kedua orang tua, mbah dan seluruh keluarga tercinta atas dorongan semangat,

doa, dan dukungannya baik material maupun non material kepada penulis

selama menulis skripsi ini

5. Orang tua Sri Suci dan seluruh keluarga ‘nengku’ (bapak & ibu suci, Imas dan

Aa Agus dan semua keluarga) atas semua perhatian dan bantuannya selama

penulis melakukan penelitian

6. Teman-teman seperjuangan Wanti, Narita, Dika, Triyadi, dan Chika yang

telah memberikan semangat selama penulis melakukan penelitian

7. Kak Restu yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar penulis

8. Teman-teman Pondok Angsa (Tesa, Rezki, Ganang, Arief, Ali Maksum,

Gunawan, Roni, Amien, Mas Aris ) atas semua dukungan dan semangatnya

Page 10: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

9. Temen-temen AGB terutama Agung dan Mas Wah atas dukungan dan

semangatnya

10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis yang

telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini

Bogor, September 2008

Aries Setiyanto A14104043

Page 11: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL........................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xvi

I. PENDAHULUAN................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7 1.4. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 8

2.1. Gambaran Umum Komoditas Jagung................................................ 8 2.1.1. Botani Jagung........................................................................ 8 2.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Jagung.......................................... 10 2.1.3. Jenis Jagung Unggul.............................................................. 10

2.2. Budidaya Tanaman Jagung............................................................... 11 2.3. Penelitian Terdahulu......................................................................... 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN................................................................... 19

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis.............................................................. 19 3.1.1. Fungsi Produksi...................................................................... 19 3.1.2. Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor produksi....................... 22 3.1.3. Usahatani................................................................................ 25 3.1.4. Pendapatan Usahatani............................................................ 26 3.1.5. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C ratio)........................ 27

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional....................................................... 28

IV. METODE PENELITIAN.................................................................... 31

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 31 4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penarikan Contoh.......................... 31 4.3. Metode Analisis Data ..................................................................... 32

4.3.1. Analisis Fungsi Produksi .................................................... 32 4.3.2. Analisisi Efisiensi Ekonomi Produksi.................................... 40 4.3.3. Analisis Pendapatan Usahatani... ........................................ 40 4.3.4. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C ratio) ........ 42

4.4. Batasan Operasional dan Satuan Pengukuran.................................... 43

Page 12: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN.................................. 46

5.1. Keadaan Umum dan Geografis Daerah Penelitian............................. 46 5.1.1. Letak Geografis...................................................................... 46 5.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi....................................................... 47

5.2. Karakteristik Petani Responden......................................................... 48 5.2.1. Usia dan Pengalaman Petani Responden............................... 48 5.2.2. Tingkat Pendidikan Petani Responden................................... 49 5.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden.................. 50 5.2.4. Luas Lahan Petani Responden............................................... 50 5.2.5. Sifat Usahatani Jagung........................................................... 51

VI. ANALISIS EFISIENSI USAHATANI JAGUNG.................................. 52

6.1. Analisis Fungsi Produksi................................................................... 52 6.2. Analisis Elastisitas Produksi dan Skala Usaha.................................. 57 6.3. Analisis Efisiensi Produksi................................................................ 66

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG...................... 75

7.1. Analisis Penerimaan Usahatani Jagung............................................. 75 7.2. Analisis Biaya Usahatani Jagung...................................................... 77 7.3. Analisis Pendapatan Usahatani Jagung............................................. 82

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 85

8.1. Kesimpulan....................................................................................... 85 8.2. Saran................................................................................................. 86

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 88

LAMPIRAN...................................................................................................... 90

Page 13: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Jagung Nasional Tahun 2000-2006............................................................................................ 2 2 Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung Propinsi Jawa Tengah Tahun 2000 – 2006............................................... 3 3 Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Pati Tahun 2000- 2006............................................................................. 5

4 Beberapa Varietas Jagung Unggul .......................................................... 11

5 Perhitungan Pendapatan Usahatani Jagung.............................................. 41 6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia di Desa Beketel..................................................................................................... 47

7 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Usia di Desa Beketel, Tahun 2008.............................................................................................. 48

8 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Jagung di Desa Beketel, Tahun 2008....................…...……….……....... 49

9 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Petani di Desa Beketel, Tahun 2008…....………….…………………... 49

10 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Desa Beketel, Tahun 2008................................................................... 50

11 Sebaran Responden Berdasarkan Luas Lahan Jagung yang Diusahakan di Desa Beketel, Tahun 2008...............……………………. 51 12 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Sifat Usahatani Jagung di Desa Beketel, Tahun 2008……......................................…………….. 51

13 Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Jagung Lahan Sawah di Desa Beketel MT I Tahun 2008.................................... 52

14 Hasil Analisis Pendugaan Pertama Fungsi Produksi Usahatani Jagung Lahan Tegalan di Desa Beketel MT I Tahun 2008....................... 55

Page 14: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

15 Hasil Analisis Pendugaan Kedua Fungsi Produksi Usahatani Jagung Lahan Tegalan di Desa Beketel MT I Tahun 2008...................... 56

16 Rasio Nilai Produk Marginal dengan Biaya Korbanan Marginal Usahatani Jagung Lahan Sawah di Desa Beketel MT I Tahun 2008........ 67 17 Kombinasi Optimal Faktor-Faktor Produksi Usahatani Jagung Lahan Sawah di Desa Beketel MT I Tahun 2008.................................... 69

18 Rasio Nilai Produk Marginal dengan Biaya Korbanan Marginal Usahatani Jagung Lahan Tegalan di Desa Beketel MT Tahun 2008........ 71

19 Kombinasi Optimal Faktor-Faktor Produksi Usahatani Jagung Lahan Tegalan Di Desa Beketel MT Tahun 2008......….………............. 72 20 Penerimaan Usahatani Jagung Lahan Sawah (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008............................................... 76

21 Penerimaan Usahatani Jagung Lahan Tegalan (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008.………................………...... 77

22 Biaya Usahatani Jagung Lahan Sawah (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008.......…………………….…... 79 23 Biaya Usahatani Jagung Lahan Tegalan (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008……...…………….….......... 80 24 Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Jagung Lahan Sawah (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008............ 83

25 Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Jagung Lahan Tegalan

(Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008............ 84

Page 15: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Fungsi Produksi dan Tiga Daerah Produksi........................................... 20

2 Alur Kerangka Pemikiran Operasional.................................................. 30

Page 16: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Usahatani Jagung Lahan Sawah dengan Multikolinier …………………................... 91 2 Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Usahatani Jagung Lahan Sawah Tanpa Multikolinier …………................................. 92 3 Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Usahatani

Jagung Lahan Tegalan dengan Koefisien Regresi Negatif....................…… 93

4 Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Usahatani Jagung Lahan Tegalan Tanpa Koefisien Regresi Negatif ............................ 94

Page 17: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor perekonomian

utama dititikberatkan pada sektor pertanian. Pertanian menjadi tulang punggung

perekonomian Indonesia yang diharapkan mampu meningkatkan penerimaan

devisa negara, serta mampu menyediakan bahan pangan yang cukup bagi

masyarakat sebagai upaya untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran

bangsa.

Permintaan akan bahan pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin

meningkat terutama bahan pangan utama seperti padi, jagung, dan kedelai. Jagung

adalah salah satu bahan pangan terpenting karena merupakan sumber karbohidrat

kedua setelah padi. Selain sebagai bahan pangan, jagung juga merupakan

komoditas tanaman pangan setelah padi. Di samping itu, komoditas ini dapat

digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri seperti industri etanol

(Purwono dan Hartono, 2005).

Pada tahun 2007, kebutuhan jagung nasional belum mampu terpenuhi

dengan hanya mengandalkan produksi nasional 1. Untuk menutupi kekurangan

supply jagung, pemerintah melakukan impor jagung dari negara Amerika Serikat,

Cina, Thailand, Argentina, dan India (Suciany, 2007). Upaya pemerintah untuk

meningkatakan produksi jagung dalam negeri adalah dengan melakukan

intensifikasi pertanian seperti penggunaan bibit hibrida. Di samping itu,

����������������������������������������������������������Mentan , 23 Juli 2007, Peningkatan Ketahanan Pangan, Kompas : hal 5 : kol 8�

Page 18: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

pemerintah juga melakukan upaya ekstensifikasi seperti perluasan lahan terutama

di daerah luar pulau Jawa. Sejak tahun 2001 pemerintah telah menggalakkan

sebuah program yang dikenal dengan sebutan gema palagung (Gerakan Mandiri

Padi, Kedelai, dan Jagung). Dengan adanya program tersebut, ternyata

memberikan dampak positif terhadap petani. Petani terpacu untuk meningkatkan

produktivitasnya dan terbukti dapat meningkatkan produksi jagung dalam negeri,

tetapi belum mampu memenuhi semua kebutuhan dalam negeri (Purwono dan

Hartono, 2005).

Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Jagung Nasional Tahun 2000-2006

Luas Panen Produksi Produktivitas Tahun (000 hektar) (000 ton) (Ton/Ha)

2000 3.500 9.677 2,765 2001 3.286 9.347 2,845 2002 3.127 9.654 3,083 2003 3.359 10.886 3,241 2004 3.357 11.225 3,344 2005 3.626 12.524 3,454 2006 3.346 11.609 3,470

Pertumbuhan Tahun 2006 -7,72 % -7,3 % 0,16 %

Sumber : Pusat Data dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian, 2008

Produksi jagung Indonesia tahun 2006 sebesar 11.609.000 ton. Nilai

produksi ini lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya yaitu tahun 2005 sebesar

12.524.000 ton. Dengan demikian, produksi jagung mengalami penurunan sebesar

915.000 ton atau turun sebesar 7,3 persen. Penurunan produksi jagung disebabkan

berkurangnya luas panen nasional sebesar 280.000 hektar dari tahun sebelumnya.

Walaupun terjadi penurunan produksi nasional, produktivitas nasional mengalami

peningkatan dari 3,454 ton per ha menjadi 3,470 ton per ha atau mengalami

kenaikan 0,16 persen.

Page 19: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Jika dibandingkan dengan negara penghasil jagung seperti Amerika

Serikat, produktivitas jagung Indonesia masih jauh di bawah mereka.

Produktivitas jagung Indonesia hanya 3,47 ton per hektar. Di lain pihak,

produktivitas jagung di Amerika Serikat mencapai 9,47 ton per hektar pada tahun

2006 2.

Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung Propinsi Jawa Tengah Tahun 2000 - 2006

Tahun Luas Areal Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha)

2000 581.893 1.713.805 2,945 2001 528.860 1.553.920 2,938 2002 495.224 1.505.706 3,040 2003 559.973 1.926.243 3,440 2004 521.645 1.836.233 3,520 2005 596.303 2.191.258 3,675 2006 497.928 1.856.023 3,727

Pertumbuhan Tahun 2006 - 16,5 % - 15,3 % 1,4 %

Sumber : www.deptan.go.id, 2008 Daerah penghasil utama jagung di Indonesia adalah Pulau Jawa yaitu

sekitar 65 persen dari produksi nasional (Purwono dan Hartono, 2005). Salah satu

sentra produksi jagung di Pulau Jawa adalah Jawa Tengah. Produksi tanaman

jagung di Jawa Tengah pada tahun 2006 mengalami penurunan dibandingkan

tahun sebelumnya. Berdasarkan Tabel 2 pada tahun 2006 produksi jagung

menurun sebesar 335.235 ton menjadi 1.856.023 ton. Penurunan produksi terjadi

diduga karena luas areal panen jagung berkurang sebesar 16,5 persen. Sebaliknya,

produktivitas meningkat sebesar 1,4 persen dari 3,675 ton per hektar pada tahun

2005 menjadi 3,727 ton per hektar pada tahun 2006. Salah satu sentra produksi

jagung di Jawa Tengah adalah Kabupaten Pati. Adanya penurunan produktivitas

��������������������������������������������������������2 www.usda.gov (Situs resmi Departemen Pertanian Amerika Serikat)�

Page 20: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

jagung di Kabupaten Pati, maka perlu upaya peningkatan produktivitas untuk

meningkatkan produksi jagung nasional agar produksi nasional bisa memenuhi

kebutuhan konsumsi.

1.2. Perumusan Masalah

Penurunan luas lahan dan produksi terjadi di Kabupaten Pati, yang

merupakan salah satu sentra tanaman jagung di Jawa Tengah. Selain itu,

produktivitas di Kabupaten Pati juga mengalami penurunan pada tahun 2006.

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa luas lahan di Kabupaten Pati mengalami

penurunan sebesar 12,58 persen dari 14.314 hektar menjadi 12.513 hektar.

Produksi jagung turun sebesar 39,09 persen dari 66.216 ton menjadi 40.331 ton.

Sementara itu, produktivitas pada tahun 2006 mengalami penurunan dari 4,626

ton per hektar menjadi 3,223 ton per hektar dimana produktivitas jagung di

Kabupaten Pati lebih rendah daripada produktivitas nasional. Penurunan

produktivitas jagung di Kabupaten Pati dapat berdampak pada penurunan

produksi jagung Jawa Tengah yang merupakan salah satu sentra produksi jagung

di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan usaha untuk meningkatkan produktivitas

jagung di Kabupaten Pati sebagai upaya peningkatan produksi jagung nasional.

Penurunan produktivitas jagung di Kabupaten Pati disebabkan karena

kurang efisiennya pemakaian faktor produksi. Berdasarkan pengamatan awal di

daerah penelitian didapatkan beberapa masalah yang dihadapi petani yaitu

kelangkaan pupuk di pasaran dan mahalnya harga benih serta mahalnya obat

pertanian. Kelangkaan pupuk menyebabkan petani sulit mendapatkan pupuk

sehingga pemakaian pupuk tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan Dinas

Page 21: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Pertanian. Oleh karena itu, dapat diduga penggunaan pupuk tidak efisien.

Kebutuhan pupuk N, P, K untuk luasan satu hektar sebanyak 250 kg, 150 kg dan

100 kg (Dinas Pertanian Kabupaten Pati, 2008). Mahalnya harga benih dan obat

pertanian menyebabkan petani membeli lebih sedikit dari kebutuhan yang

seharusnya, sehingga diduga penggunaanya tidak efisien. Kebutuhan benih dalam

luasan satu hektar adalah sebanyak 20 kg (Dinas Pertanian Kabupaten Pati, 2008).

Sementara, untuk kebutuhan obat pertanian disesuaikan dengan jenis obatnya.

Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Pati Tahun 2000-2006

Luas Areal Panen Produksi Produktivitas Tahun Ha % Ton % Ton %

2000 10.282 33.169 3,23 2001 12.448 21,06 39.535 19,19 3,176 -1,67 2002 10.962 -11,94 34.694 -12,25 3,165 -0,35 2003 11.990 9,38 45.358 30,74 3,783 19,53 2004 13.165 9,8 64.105 41,331 4,869 28,7 2005 14.314 8,72 66.216 3,29 4,626 -5 2006 12.513 -12,58 40.331 -39,09 3,223 -30,3

Sumber : BPS Kabupaten Pati, 2008 Pendapatan petani dapat berubah apabila tingkat produktivitas mengalami

perubahan. Jadi, apabila produktivitas turun dapat menyebabkan penurunan

tingkat pendapatan petani dengan asumsi harga satuan hasil produksi tetap. Oleh

karena itu, untuk melihat bagaimana tingkat produktivitas jagung dapat

mempengaruhi pendapatan petani dari usahatani jagung, diperlukan analisis

pendapatan usahatani jagung.

Tanaman jagung dapat tumbuh di semua tanah dari tanah berpasir maupun

tanah liat berat. Namun jagung dapat tumbuh baik jika tanah kaya akan humus

(Suprapto dan Marzuki, 2002). Di daerah penelitian, jenis lahan yang dipakai

untuk usahatani jagung adalah lahan sawah dan tegalan. Pada kedua lahan

Page 22: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

diindikasikan adanya perbedaan produktivitas lahan karena adanya perbedaan

teknik budidaya. Berdasarkan pengamatan awal di daerah penelitian, perbedaan

yang nyata antara usahatani lahan sawah dan tegalan adalah tidak terdapat

pengairan dan pembajakan pada lahan tegalan. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian untuk melihat produktivitas jagung pada kedua lahan.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dikaji adalah

sebagai berikut:

1. Apa saja faktor – faktor produksi yang mempengaruhi produksi usahatani

jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan?

2. Bagaimana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani

jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan?

3. Bagaimana tingkat pendapatan petani dari usahatani jagung, baik lahan

sawah maupun lahan tegalan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan

dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi usahatani

jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan.

2. Menganalisis efisiensi produksi serta menentukan penggunaan optimal

faktor-faktor produksi usahatani jagung sebagai upaya peningkatan

produktivitas jagung.

3. Menganalisis tingkat pendapatan petani dari usahatani jagung, baik yang di

lahan sawah maupun di lahan tegalan.

Page 23: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

1.4. Kegunaan Penelitian

Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian

ini diharapkan dapat berguna sebagai berikut :

1. Memberikan informasi kepada petani sebagai pertimbangan dalam upaya

meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan dari usahatani

jagung.

2. Memberikan manfaat bagi pembaca, baik sebagai tambahan pengetahuan

maupun sebagai informasi untuk melaksanakan studi yang relevan di masa

mendatang.

3. Sebagai bahan pelajaran bagi peneliti sendiri dalam menerapkan ilmu yang

telah diperoleh di bangku kuliah.

Page 24: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Komoditas Jagung

Menurut Rukmana (1997), tanaman jagung ( Zea mays L.) berasal dari

dataran Peru, Equador dan Bolivia serta Meksiko bagian selatan dan Amerika

Tengah, yang merupakan komoditi pertanian unggulan yang berpotensi tinggi.

Tanaman ini banyak ditanam di ladang-ladang yang berhawa sedang maupun

panas dan merupakan makanan pokok penduduk setempat serta sebagai pakan

ternak. Sebagai bahan makanan, jagung memiliki kandungan gizi yang tinggi

terutama karbohidrat. Selain itu, jagung juga mengandung zat-zat seperti gula,

kalium, asam jagung, dan minyak lemak. Buah yang masih muda banyak

mengandung zat protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang, vitamin A, B1,

B6, C dan K. Rambutnya mengandung minyak lemak, dammar, gula, asam

maisenat, dan garam-garam mineral. Di samping itu, buah jagung biasanya dibuat

tepung jagung atau maizena (Suroso, 2006).

2.1.1. Botani Jagung

Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman semusim yang

termasuk dalam ordo Tripsaceae, family Poaceae, subfamily Panicoideae dan

genus Zea. Tanaman jagung memiliki akar serabut dengan tiga tipe akar, yaitu

akar seminal yang tumbuh dari radikula dan embrio, akar adventif yang tumbuh

dari buku terbawah, dan akar udara (brace root) (Sudjana et al., 1991). Batang

jagung tidak bercabang, berbentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas dan

buku ruas. Pada buku ruas akan muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol.

Page 25: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Tinggi batang jagung tergantung varietas dan tempat penanaman, umumnya

berkisar 60-300 cm. Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang.

Jumlah daun terdiri dari 8-48 helain, tergantung varietasnya. Daun terdiri dari tiga

bagian, yaitu kelopak daun, lidah daun, helain daun (Purwono dan Hartono,

2005).

Tanaman jagung merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dimana

letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Rangkaian bunga terdapat dalam

spikelet dengan bunga jantan di ujung tanaman (apikal) dan bunga betina di ketiak

daun (aksilar). Jagung bersifat protandrus yaitu mekarnya bunga jantan

(pelepasan tepung sari) biasanya terjadi satu atau dua hari sebelum munculnya

tangkai putik. Oleh karena itu, jagung merupakan spesies yang menyerbuk silang

(Fischer dan Palmer, 1992).

Jagung termasuk tanaman C-4 yang mampu beradaptasi baik pada faktor-

faktor pembatas pertumbuhan dan hasil. Ditinjau dari segi kondisi lingkungan,

tanaman C-4 beradaptasi pada terbatasnya banyak faktor seperti intensitas radiasi

surya yang tinggi dengan suhu siang dan malam tinggi serta kesuburan tanah yang

relatif rendah. Sifat yang menguntungkan dari tanaman jagung sebagai tanaman

C-4 antara lain aktivitas fotosintesis pada keadaan normal relatif tinggi,

fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah serta efisien dalam penggunaan air.

Sifat-sifat tersebut merupakan sifat fisiologis dan anatomi yang sangat

menguntungkan dalam kaitannya dengan hasil (Muhadjir, 1988).

Page 26: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

2.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Jagung

Daerah pertumbuhan jagung meliputi skala lingkungan yang sangat luas

yaitu antara 580 LU – 400 LS. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah dengan

ketinggian 0-1.300 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan tahunan 250-

10.000 mm. Jagung dapat hidup di daerah yang beriklim panas dan di daerah yang

beriklim sedang, yaitu pada temperatur 230-270C (Suprapto dan Marzuki, 2002).

Jagung dapat tumbuh di semua jenis tanah, tanah berpasir maupun tanah

liat berat. Namun, tanaman ini akan tumbuh lebih baik pada tanah yang gembur

dan kaya akan humus dengan pH tanah (kemasaman tanah) antara 5,5 – 7,0

(Suprapto dan Marzuki, 2002).

2.1.3. Jenis Jagung Unggul

Salah satu cara untuk mengatasi rendahnya produktivitas jagung yaitu

dengan perbaikan varietas. Varietas jagung unggul dapat berupa varietas bersari

bebas atau varietas hibrida. Penggunaan benih jagung hibrida biasanya akan

menghasilkan produksi lebih tinggi, tetapi mempunyai beberapa kelemahan

dibandingkan dengan varietas bersari bebas. Kelemahan tersebut antara lain harga

benihnya yang lebih mahal, hanya dapat digunakan maksimal dua keturunan, dan

tersedia dalam jumlah terbatas. Beberapa varietas unggul yang dapat dipilih

sebagai benih dapat dilihat di Tabel 4.

Page 27: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Tabel 4. Beberapa Varietas Jagung Unggul No. Nama Varietas Umur (hari) Hasil Rata-rata (ton/ha)

1 Hibrida C-1 100 5,0-6,0 2 Hibrida C-2 97 5,0-8,0 3 Hibrida Pioner 1 100 5,6-6,0 4 Hibrida Pioner 2 100 5,0-7,0 5 Hibrida IPB 4 100 -105 6,6 6 Hibrida CPI-1 97 6,0-7,0 7 Kalingga 97 5,0-6,0 8 Wiyasa 96 5,0-7,0 9 Arjuna 85 5,0-6,0

10 Bastar Kuning 130 3,3 11 Kania Putih 150 3,3 12 Metro 110 3,2 13 Harapan 105 3,3 14 Bima 140 3,7 15 Permadi 96 3,3 16 Bogor Composite 105 3,6 17 Parikesit 105 3,8 18 Sadewa 86 3,7 19 Nakula 85 3,6 20 Hibrida CPI-2 97 6,0-8,0

Sumber : Purnomo dan Hartono, (2005)

2.2. Budidaya Tanaman Jagung

1. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah menjadi

gembur sehingga pertumbuhan akar tanaman maksimal. Selain itu, pengolahan

tanah juga akan memperbaiki tekstur tanah, memperbaiki sirkulasi udara dalam

tanah, serta mendorong aktivitas mikroba tanah dan membebaskan unsur hara.

Bila dalam kondisi bebas, unsur hara dengan mudah dapat diambil oleh akar

tanaman. Tanah diolah pada kondisi lembab tetapi tidak terlalu basah. Tanah yang

sudah gembur hanya diolah secara umum. Kegiatan pengolahan tanah terdiri dari

pembukaan lahan, penggemburan lahan, pembuatan bedengan dan saluran air,

Page 28: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

pengapuran dan pemberian pupuk sehingga membutuhkan tenaga yang cukup

banyak untuk mengerjakan pengolahan tanah.

2. Penanaman

Setelah lahan diolah dan dikapuri, tahap selanjutnya yaitu penanaman.

Namun, sebelum penanaman dilakukan, sebaiknya ditentukan terlebih dahulu pola

tanam yang diinginkan dan ditentukan jarak tanamnya. Setelah itu, baru dilakukan

penanaman.

Tanaman jagung dapat ditanam pada awal musim hujan atau pada awal

musim kemarau. Petani umumnya tidak menanam jagung secara monokultur,

tetapi dicampur dengan tanaman lain. Pola tanam di daerah tropis seperti di

Indonesia, biasanya disusun selama 1 tahun dengan memperhatikan curah hujan

terutama pada lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Dengan demikian,

pemilihan varietas yang ditanam pun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang

tersedia atau curah hujan.

Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panen, semakin panjang

umurnya, tanaman akan semakin tinggi dan memerlukan tempat yang lebih luas.

Jagung berumur panjang dengan waktu panen lebih dari 100 hari setelah panen,

sebaiknya jarak tanamnya dibuat 100 cm x 40 cm (2 tanaman per lubang) atau 100

cm x 25 cm ( 1 tanaman per lubang). Jagung berumur sedang (umur panen 80-100

hari), jarak tanamnya 75 cm x 25 cm (1 tanaman per lubang), sementara untuk

jagung berumur pendek (umur panen kurang dari 80 hari), jarak tanamnya 50 cm

x 20 cm (1 tanaman per lubang).

Lubang tanam dibuat dengan alat tugal. Kedalaman lubang perlu

diperhatikan agar benih tidah terhambat pertumbuhannya. Kedalaman lubang

Page 29: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

tanam sekitar 3-5 cm. Setiap lubang hanya diisi 1 atau 2 butir benih, tergantung

jarak tanamnya.

3. Pemeliharaan

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan tanaman

jagung diantaranya penjarangan dan penyulaman, penyiangan, pembumbunan,

pemupukan, dan pengairan.

a. Penjarangan dan Penyulaman

Dengan penjarangan maka dapat ditentukan jumlah tanaman per lubang sesuai

dengan yang dikehendaki, sedangkan penyulaman bertujuan untuk mengganti

benih yang tidak tumbuh atau mati. Kegiatan ini dilakukan 7-10 hari sesudah

tanam. Jumlah benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu

penanaman. Penyulaman hendaknya menggunakan benih dari jenis yang sama.

Waktu penyulaman paling lambat dua minggu setelah tanam.

b. Penyiangan

Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan dari tanaman pengganggu

(gulma). Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali.

c. Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan dan bertujuan untuk

memperkokoh posisi batang, sehingga tanaman tidah mudah rebah, selain itu,

juga untuk menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena

adanya aerasi. Untuk efisiensi tenaga kerja biasanya pembumbunan dilakukan

bersama dengan penyiangan kedua yaitu setelah tanaman berumur 1 bulan.

Page 30: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

d. Pemupukan

Dosis pemupukan untuk jagung hibrida setiap hektarnya adalah pupuk urea

sebanyak 250 kg, pupuk TSP atau SP-36 sebanyak 150 kg, dan pupuk KCl

sebanyak 100 kg. Pemupukan dapat dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama,

tahap pemupukan dasar, dilakukan pada saat bersamaan dengan waktu tanam.

Jumlah dosis yang dipakai adalah sepertiga pupuk urea dan semua dosis pupuk

SP-36 dan KCl. Tahap kedua, diberikan saat tanaman berumur 4 minggu

setelah tanam bersamaan dengan pembumbunan, dengan dosis dua per tiga

pupuk urea.

e. Pengairan

Pengairan hanya dilakukan bila tidak turun hujan selama 3 hari berturut-turut.

Pedoman perlu tidaknya pengairan dengan cara melihat keadaan tanah dan

tanaman. Namun, menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih

banyak sehingga perlu dialirkan air ke parit diantara bumbunan tanaman

jagung (lub).

f. Pengendalian Hama Penyakit

Hama bisa menjadi penghambat keberhasilan panen bila tidak dikendalikan.

Penggunaan pestisida hanya diperkenankan setelah terlihat adanya hama yang

dapat membahayakan tanaman jagung. Beberapa hama yang sering menyerang

tanaman jagung adalah lalat bibit, lundi, ulat pemotong, penggerek tongkol.

Sedangkan penyakit yang sering menyerang jagung adalah penyakit bulai,

penyakit bercak daun, penyakit karat, penyakit gosong bengkak, penyakit

busuk tongkol dan biji busuk (Suciani, 2007).

Page 31: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

4. Kegiatan Panen dan Pasca Panen.

Tanaman jagung dipanen sesuai tujuan penanaman. Jagung semi (baby

corn) dipanen pada umur 45-50 hari setelah tanam atau 5-6 hari setelah bunga

betina muncul dan belum dibuahi. Jagung untuk sayur atau rebus, dipanen saat

umur 60 hari setelah tanam. Sedangkan bila diambil biji keringnya, panen

dilakukan bila telah terbentuk lapisan hitam (black layer) pada dasar biji sekitar

80-100 hari setelah tanam. Setelah proses panen selesai kegiatan pasca panen

dimulai. Kegiatan pasca panen meliputi proses pemipilan, yaitu memisahkan biji

jagung dari tongkolnya, kemudian proses pengeringan, pengemasan, dan yang

terakhir pemasaran.

2.3. Penelitian Terdahulu

Perangin – Angin (1999) dalam penelitiannya tentang analisis pendapatan

usahatani dan pemasaran jagung menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan

usahatani jagung di daerah penelitian sebesar Rp. 3.420.500,00 dengan tingkat

produksi 4,2 ton per hektar dan harga rata-rata sebesar Rp. 1.040,00 per kilogram.

Nilai R/C atas biaya total diperoleh sebesar 2,88 dan R/C atas biaya tunai sebesar

4,61. Hal ini membuktikan bahwa usahatani jagung layak diusahakan di daerah

penelitian.

Widiyanti (2000) melakukan penelitian dengan judul ” Analisis Produksi

dan Efisiensi Ekonomi Relatif Usahatani Jagung Manis (kasus di Desa Titisan,

Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)”. Tujuan dari

penelitian ini adalah menganalisis kombinasi faktor-faktor produksi yang dapat

memberikan keuntungan maksimal, membuat fungsi keuntungan usahatani jagung

Page 32: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

manis dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keuntungan

petani dalam usahatani jagung manis serta membandingkan efisiensi ekonomi

relatif antara kelompok petani pemilik dan penyewa dan antara kelompok petani

pemilik berlahan luas dan petani berlahan sempit.

Hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa kombinasi optimal penggunaan

faktor-faktor produksi sulit ditentukan. Rata-rata produksi jagung manis yang

dihasilkan petani sebesar 4.834,286 kilogram dan harga rata-rata jagung manis di

daerah penelitian Rp. 1.114,29 per kilogram sehingga penerimaan petani sebesar

Rp.3.739.657,82 per musim tanam. Hasil lain dari penelitian ini adalah

keuntungan petani pemilik sebesar Rp. 5.236.183,46 lebih besar dibandingkan

petani penyewa yang hanya sebesar Rp. 4.427.158,85. Keuntungan yang diperoleh

petani berlahan luas sebesar Rp. 6.026.397,71 lebih besar dibandingkan dengan

petani berlahan sempit yang sebesar Rp. 1.999.057,30.

Susanto (2004) melakukan penelitian tentang ”Analisis Pendapatan dan

Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Padi Gogo Secara Tumpangsari

dengan Jagung”. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kadipaten, Kabupaten

Tasikmalaya, Jawa Barat. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengukur tingkat

pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi gogo

secara tumpangsari dengan jagung.

Hasil penelitian Susanto (2004) ini adalah total penerimaan petani dari

nilai produksi tumpangsari padi gogo dengan jagung yaitu sebesar

Rp.1.999.200,00. Penerimaan ini meliputi penerimaan produksi padi gogo sebesar

Rp. 1.348.100,00 dan jagung sebesar Rp. 657.100,00 dengan harga jual padi gogo

dan jagung di daerah penelitian berturut-turut Rp. 1.700,00 per kilogram dan

Page 33: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Rp.450,00 per kilogram. Hasil dari analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C

ratio analysis) atas biaya tunai sebesar 2,92 dan R/C berdasarkan biaya total

sebesar 1,09. Nilai ini menunjukkan usahatani tumpangsari padi gogo dan jagung

layak diusahakan karena memiliki penerimaan yang lebih besar dari pada biaya

yang dikeluarkan.

Suroso (2006) melakukan penelitian dengan judul ” Analisis Pendapatan

dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Jagung” dengan studi kasus di

Desa Ukirsari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pendapatan usahatani berlahan sempit dan

usahatani berlahan luas. Hasil penelitian menunjukkan nilai R/C rasio atas biaya

total usahatani berlahan luas lebih besar dibandingkan usahatani berlahan sempit.

Nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani berlahan luas adalah sebesar 3,08,

sedangkan R/C rasio atas biaya tunai usahatani berlahan sempit adalah sebesar

2,57. Nilai R/C rasio atas biaya total usahatani berlahan luas adalah sebesar 2,24,

sedangkan Nilai R/C rasio atas biaya total usahatani berlahan sempit adalah

sebesar 1,58. Hal ini berarti bahwa usahatani jagung di daerah penelitian pada

lahan luas lebih efisien dibandingkan pada lahan sempit. Hasil estimasi model

fungsi menggunakan OLS dan analisis komponen utama menunjukkan bahwa

lahan, benih, pupuk urea, pupuk ponska, pupuk kandang, pestisida dan tenaga

kerja berpengaruh terhadap produksi jagung.

Penelitian – penelitian yang pernah dilakukan di atas belum ada yang

mengukur bagaimana usahatani pada lahan sawah dan lahan tegalan. Oleh karena

itu, penelitian ini menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

produksi usahatani jagung, efisiensi faktor produksi dan penggunaan optimal

Page 34: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

faktor-faktor produksi usahatani jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan.

Di samping itu, penelitian ini juga menganalisis pendapatan antara kedua lahan

tersebut.

Page 35: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Fungsi Produksi

Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa. Sumber daya

yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa disebut sebagai faktor –

faktor produksi. Umumnya faktor – faktor produksi terdiri dari alam atau lahan,

tenaga kerja, dan modal. (Lipsey et al, 1995).

Hubungan antara input (faktor – faktor produksi) dengan output (barang

dan jasa), para ekonom menggambarkan dengan menggunakan fungsi yang

disebut fungsi produksi (Nicholson, 2002). Soekartawi (2003) mendefinisikan

fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan fisik antara

variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang

dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa

input. Fungsi produksi yang baik hendaknya dapat dipertanggungjawabkan,

mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomi, mudah dianalisis dan

mempunyai implikasi ekonomi (Soekartawi, et al., 1986). Secara matematis

fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3, ……Xn)

Keterangan:

Y = output X1,X2,X3…..Xn = input-input yang digunakan dalam proses produksi.

Page 36: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Y(output) � = 0

� = 1

I II III Produk Total (PT)

� > 1 0<�<1 � < 0 Input

Produk Rata-Rata (PR)

Produk Marjinal (PM) X (input) Gambar 1. Fungsi Produksi dan Tiga Daerah Produksi

(Doll dan Orazem, 1984)

Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh “Hukum Kenaikan Hasil yang

Semakin Berkurang (Law of Diminishing Returns)” (Lipsey et al, 1995). Hukum

ini menjelaskan bahwa jika faktor produksi variabel dengan jumlah tertentu

ditambahkan terus menerus pada sejumlah faktor produksi tetap, akhirnya akan

Page 37: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

dicapai suatu kondisi di mana setiap penambahan satu unit faktor produksi

variabel akan menghasilkan tambahan produksi yang besarnya semakin

berkurang.

Menurut Doll dan Orazem (1984), suatu fungsi produksi dapat dibedakan

menjadi tiga daerah produksi berdasarkan elastisitas produksi dari faktor produksi.

Elastisitas produksi adalah persentase perubahan produk yang dihasilkan sebagai

akibat dari persentase perubahan faktor produksi yang digunakan. Persamaan

matematik dari elastisitas produksi adalah sebagai berikut :

Elastisitas XXYY

XY

//

%%

δδ

δδ ==

YX

XY ⋅=

δδ

PRPM=

Pada Gambar 1 dapat dilihat ketiga daerah tersebut yaitu elastisitas yang

lebih besar dari satu (� > 1), elastisitas diantara nol dan satu (0<�<1), dan

elastisitas lebih kecil dari nol (� < 0). Daerah I mempunyai nilai elastisitas

produksi lebih besar dari satu (Increasing Return to Scale). Kondisi ini dicapai

saat kurva produksi marjinal berada di atas kurva produksi rata – rata yang berarti

bahwa setiap kenaikan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan

kenaikan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum masih

belum tercapai karena produksi masih bisa diperbesar dengan cara pemakaian

faktor produksi yang lebih banyak. Pada daerah I disebut daerah irrasional.

Daerah II mempunyai nilai elastisitas produksi antara nol dan satu

(Decreasing Return to Scale) yang berarti setiap kenaikan satu persen faktor

produksi akan menyebabkan kenaikan produksi paling tinggi satu persen dan

Page 38: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

paling rendah nol. Pada keadaan ini perusahaan bisa untung dan rugi sehingga

perusahaan harus memilih atau menetapkan tingkat produksi yang tepat agar

mencapai keuntungan maksimum. Oleh karena itu, daerah II disebut sebagai

daerah rasional. Di sisi lain, nilai elastisitas produksi sama dengan satu terjadi saat

produksi rata – rata maksimum (PM=PR). Hal ini berarti setiap kenaikan satu

persen faktor produksi akan menyebabkan kenaikan produksi sebesar satu persen.

Kondisi ini disebut sebagai (Constant Return to Scale). Elastisitas produksi yang

nilainya sama dengan nol dicapai saat produksi total mencapai maksimum atau

saat produksi marjinal sama dengan nol.

Daerah III mempunyai nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol.

Kondisi ini dicapai saat produksi total menurun atau saat produksi marjinalnya

negatif. Pada daerah ini, kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan

penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah ini disebut juga daerah

irrasional.

3.1.2. Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi

Tingkat efisiensi dapat dilihat secara teknis dan ekonomis. Secara teknis

dapat dicapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu digunakan

kombinasi input terkecil dalam satuan fisik, sedangkan secara ekonomis dapat

dicapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu digunakan biaya

terendah (Lipsey et al., 1995).

Menurut Doll dan Orazem (1984), untuk mencapai keuntungan maksimum

diperlukan dua syarat, yaitu syarat keharusan (necessery condition) dan syarat

kecukupan (sufficient condition). Syarat keharusan menunjukkan tingkat efisiensi

Page 39: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

teknis yang harus dipenuhi, yaitu harus diketahui elastisitas produksi yang bisa

diturunkan dari fungsi produksi. Sementara itu, syarat kecukupan menunjukkan

efisiensi ekonomis. Efisiensi ekonomis dengan keuntungan maksimum tercapai

apabila Nilai Produk Marjinal (NPM) akan sama dengan Biaya Korbanan

Marjinal (BKM) atau Rasio NPM dan BKM sama dengan satu.

Menurut Doll dan Orazem (1984), keuntungan diperoleh dengan

mengurangi penerimaan total dengan biaya total. Secara matematis ditulis sebagai

berikut :

Keterangan : � = Keuntungan

Y = Output Py = Harga output Xi = Input ke-i Pxi = Harga input ke-i BTT = Biaya tetap total

Keuntungan maksimum dapat dicapai pada saat turunan pertama dari

fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol.

sehingga Py. PMxi = Pxi, di mana :

Py. PMxi = Nilai Produk Marjinal xi (NPM xi) Pxi = Harga faktor produksi atau Biaya Korbanan Marjinal xi (BKM xi) Apabila faktor produksi diasumsikan tidak dipengaruhi oleh jumlah

pembelian faktor produksi, maka persamaanya dapat ditulis sebagai berikut :

Jika faktor produksi yang digunakan lebih dari satu misalkan sampai n

faktor produksi maka keuntungan maksimum dapat dicapai apabila :

Page 40: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Berdasarkan rumus syarat kecukupan, suatu faktor produksi dikatakan

telah dialokasikan secara optimal apabila NPM yang dihasilkan sama dengan

BKM faktor produksi. Apabila penggunaan input belum atau tidak optimal, maka

dapat dicari dengan melihat persamaan produk marjinal yaitu :

maka kombinasi input yang optimal dapat dicari dengan cara : NPMxi = Pxi PMxi × Py = Pxi Keterangan :

NPMxi = Nilai Produk marjinal input ke-i Y = Ouput Py = Harga Output Xi = Input ke-i Pxi = Harga input ke-i bi = Elastisitas faktor produksi ke-i

3.1.3. Usahatani

Usahatani didefinisikan sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal

yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian (Rivai, 1980). Sementara,

ilmu usahatani sendiri adalah ilmu yang mempelajari hal ikhwal intern usahatani

yang meliputi organisasi, operasi, pembiayaan dan penjualan, perihal usahatani itu

sebagai unit atau satuan produksi dalam keseluruhan organisasi (Hernanto, 1996).

Usahatani mempunyai empat unsur pokok yang saling berkaitan atau

dengan istilah lain sebagai faktor-faktor produksi usahatani. Faktor – faktor

produksi tersebut yaitu alam, tenaga kerja, modal dan manajemen yang dilakukan

seorang petani.

Page 41: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Sifat usaha dari usahatani pada mulanya hanya untuk memenuhi

kebutuhan pangan bagi keluarga petani sendiri (subsisten). Namun demikian, sifat

usaha dari usahatani lambat laun berubah menjadi bersifat komersial seiring

semakin meningkatnya kebutuhan hidup. Sebagai kegiatan produksi, usahatani

pada akhirnya akan memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan

yang didapat untuk mengetahui keberhasilan usaha.

3.1.4. Pendapatan Usahatani

Secara umum pendapatan merupakan hasil selisih antara penerimaan

dengan biaya yang dikorbankan. Usahatani juga menerapkan hal tersebut. Besar

kecilnya pendapatan usahatani dapat digunakan untuk melihat keberhasilan

kegiatan usahatani yang dilakukan. Untuk memperhitungkan pendapatan

usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran

yang diperhitungkan dalam jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani

adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan

hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil

produksi tersebut. Sementara itu, biaya atau pengeluaran usahatani adalah nilai

penggunaan faktor-faktor produksi dalam melakukan proses produksi usahatani

(Tjakrawilaksana, 1983).

Menurut Hernanto (1996) ada empat pengelompokan biaya, yaitu biaya

tetap, biaya variabel, biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya diperhitungkan).

Biaya tetap atau fixed cost adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh perubahan

jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk dari biaya tetap dapat berupa sewa

lahan, pajak, bunga pinjaman. Biaya variabel atau variable cost besarnya akan

Page 42: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

selalu berubah tergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk biaya

yang termasuk dalam biaya variabel antara lain biaya pupuk, biaya pengadaan

benih, biaya tenaga kerja, biaya obat-obatan pertanian. Biaya tunai adalah biaya

yang secara langsung dikeluarkan oleh petani yang dapat berupa biaya tetap

maupun biaya variabel. Contoh dari biaya tunai adalah pajak tanah, biaya benih,

biaya pupuk, biaya tenaga kerja luar keluarga. Di lain pihak, biaya yang

diperhitungkan merupakan pengeluaran secara tidak tunai yang dikeluarkan

petani. Biaya ini dapat termasuk biaya tetap dan biaya variabel. Contoh biaya

diperhitungkan adalah sewa lahan milik sendiri dan biaya tenaga kerja dalam

keluarga.

3.1.5. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)

Pendapatan yang besar bukanlah sebagai petunjuk bahwa usahatani

tersebut efisien. Suatu usahatani dikatakan layak apabila memiliki tingkat efisiensi

penerimaan yang diperoleh atas setiap biaya yang dikeluarkan hingga mencapai

perbandingan tertentu (Soeharjo dan Patong, 1973).

Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) merupakan alat

analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat pendapatan petani secara

finansial. Analisis ini menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang diperoleh

dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Semakin

besar nilai R/C ratio, maka menunjukkan semakin besarnya penerimaan usahatani

yang diperoleh dibanding biaya yang dikeluarkan untuk produksi usahatani. Jika

R/C ratio > 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan

tambahan penerimaan yang lebih besar dari pada tambahan biaya atau secara

Page 43: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

sederhana kegiatan usahatani layak. Apabila R/C ratio < 1, berarti setiap

tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang

lebih kecil daripada tambahan biaya yang dikeluarkan atau secara sederhana

usahatani tidak layak untuk diusahakan. Di sisi lain, jika R/C ratio = 1,

perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan seimbang atau

berada pada kondisi keuntungan normal (Normal Profit).

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Potensi tanaman jagung di Indonesia sangat besar, selain untuk memenuhi

bahan pangan, jagung juga digunakan sebagai bahan pakan ternak dan bahan

baku industri. Kemampuan produksi jagung di Indonesia masih belum mampu

untuk memenuhi permintaan dalam negeri, sisanya dipenuhi dengan impor. Salah

satu kelemahan usahatani jagung di Indonesia adalah rendahnya produktivitas

jagung per hektarnya. Untuk mengatasi hal ini pemerintah memasukkan jagung

dalam program peningkatan ketahanan pangan dan program pengembangan

agribisinis yang bertujuan untuk pengembangan pertanian. Namun pada

kenyataannya, pada tahun 2006 luas lahan secara nasional menurun sehingga

produksi mengalami penurunan akan tetapi produktivitas meningkat.

Daerah penghasil utama jagung di Indonesia adalah Pulau Jawa yaitu

sekitar 65 persen dari produksi nasional. Salah satu sentra produksi jagung di

Pulau Jawa adalah Jawa Tengah. Produksi tanaman jagung di Jawa Tengah pada

tahun 2006 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal serupa

terjadi di Kabupaten Pati yang merupakan salah satu sentra tanaman jagung di

Jawa Tengah di mana luas areal panen dan produksi jagung menurun pada tahun

Page 44: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

2006. Namun, produktivitas di Kabupaten Pati mengalami penurunan pada tahun

2006. Selain itu, produktivitas jagung di Kabupaten Pati lebih rendah daripada

produktivitas nasional.

Produktivitas jagung yang turun di Kabupaten Pati berkaitan dengan

teknik budidaya yang tidak tepat. Di Kabupaten Pati, jagung dapat dibudidayakan

atau ditanam pada dua jenis lahan yaitu lahan sawah dan lahan tegalan. Pada

kedua lahan diindikasikan adanya perbedaan produktivitas karena adanya

perbedaan teknik budidaya dimana di lahan sawah terdapat pengairan dan

pembajakan sedangkan di lahan tegalan tidak ada.

Produktivitas yang turun di Kabupaten Pati disebabkan penggunaan

faktor-faktor produksi usahatani jagung yang tidak tepat, baik lahan sawah

maupun lahan tegalan. Dengan demikian, perlunya diketahui apa saja faktor-

faktor produksi yang mempengaruhi produksi jagung, baik lahan sawah maupun

lahan tegalan dengan menganalisis fungsi produksi. Di samping itu, apakah

efisien atau optimal penggunaan faktor-faktor produksi jagung, baik lahan sawah

maupun lahan tegalan.

Turunnya produktivitas lahan juga berdampak pada pendapatan petani dari

usahatani jagung. Oleh karena itu, perlu mengetahui bagaimana pendapatan petani

dari usahatani jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan dengan

menganalisis pendapatan usahatani dan R/C ratio. Alur kerangka pemikiran

operasional dari penelitian ini dapat dilihat dari Gambar 2.

Page 45: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional

Usahatani Jagung - Lahan Sawah - Lahan Tegalan

Produktivitas Meningkat

Efisiensi Produksi Jagung Sawah

Analisis R/C Ratio

Analisis Fungsi Produksi

Analisis Pendapatan Usahatani

Produktivitas Jagung Turun

Page 46: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten

Pati, Propinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

sengaja (purposive) dengan pertimbangan Kecamatan Kayen merupakan salah

satu sentra jagung di Kabupaten Pati. Di samping itu, di Kecamatan Kayen yang

menjadi sentra produksi jagung adalah Desa Beketel. Penelitian dilakukan pada

bulan Juni-Juli 2008.

4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penarikan Contoh

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada

petani jagung dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan

sebelumnya dan mengadakan pengamatan langsung pada kegiatan usahatani

responden di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi

yaitu BPS Pusat Jakarta, Dinas Pertanian Kabupaten Pati, BPS Kabupaten Pati

dan lembaga-lembaga lain yang terkait dengan penelitian ini serta internet. Kedua

data tersebut digunakan sebagai sumber penelitian kemudian diolah untuk

mencapai tujuan penelitian.

Pemilihan responden (sample) yang digunakan pada penelitian ini adalah

64 orang petani jagung dari 186 petani yang diambil secara acak sederhana

(simple random sampling) dari daftar nama petani diambil dari kelompok tani

Page 47: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

setempat. Responden dibagi menjadi dua kategori yaitu petani lahan sawah dan

petani lahan tegalan yang masing-masing berjumlah 32 orang.

4.3. Metode Analisis Data

Analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif

dan kuantitatif berdasarkan data primer dan sekunder dari hasil penelitian.

Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui kegiatan yang berkaitan dengan

usahatani jagung di daerah penelitian yang diuraikan secara deskriptif. Sementara,

analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi produksi dan

efisiensi penggunaan faktor produksi, analisis pendapatan usahatani dan analisis

imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis). Analisis dilakukan dengan

batuan alat kalkulator, Microsoft excel 2003, dan program komputer Minitab 14.

4.3.1. Analisis Fungsi Produksi

Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi

produksi Cobb-Douglas. Secara umum persamaan matematik dari fungsi Cobb-

Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y = bo X1b1 X2

b2 X3b3…Xn

bn eu

Untuk memudahkan, fungsi produksi Cobb Douglas dapat

ditransformasikan ke dalam bentuk linier logaritmik sehingga fungsi produksi

tersebut menjadi:

Ln Y = Ln bo + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 LnX3 + ... +bn Ln Xn + u

Keterangan : Y = jumlah produksi fisik bo = intersep b1,b2,..,bn = parameter variabel penduga X1, X2,…,Xn = faktor – faktor produksi

Page 48: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

e = bilangan natural (e = 2,7182) u = unsur sisa (galat)

Beberapa pertimbangan-pertimbangan dalam pemakaian fungsi Cobb-

Douglas untuk menduga produksi usahatani adalah sebagai berikut: (Soekartawi,

2003).

1. Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan fungsi yang banyak dipakai dalam

penelitian,

2. Bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas dapat mengurangi kemungkinan

terjadinya masalah heteroskedastisitas,

3. Parameter penduga (bi) dapat langsung menunjukkan elastisitas produksi dari

input bersangkutan (Xi),

Y = bo X1b1 X2

b2 Elastisitas YX

XY ⋅=

δδ

Untuk mendapatkan elastisitas produksi X1, Y= bo X1b1 X2

b2 diturunkan

terhadap X1.

=1X

Yδδ b1 bo X1

b1-1 X2b2

1

22

1101

XXXbb bb

=

1

11 X

Yb

XY =

δδ

Sehingga, b1YX

XY 1

1

⋅=δδ

4. Jumlah elastisitas dugaan dari masing-masing faktor produksi merupakan

pendugaan skala usaha (renturn to sacale). Bila � bi > 1, maka proses produksi

berada pada skala yang meningkat (increasing return to scale). Bila � bi = 1,

maka proses produksi berada pada skala yang konstan (constan return to

scale). Bila � bi < 1, maka proses produksi berada pada skala yang menurun,

5. Perhitungan fungsi Cobb-Douglas sederhana karena dapat ditransformasikan ke

dalam bentuk linier.

Page 49: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Namun demikian, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, sebelum

menggunakan fungsi produksi Cobb – Douglas untuk menduga model yaitu 1)

tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Hal ini dikarenakan logaritma dari

nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui, 2) dalam fungsi

produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap

pengamatan, 3) pada fungsi produksi perbedaan lokasi seperti iklim adalah sudah

tercakup pada faktor kesalahan (u), 4) nilai bi harus positif dan lebih kecil dari

satu. Hal ini dikarenakan fungsi produksi Cobb – Douglas tidak mempunyai nilai

maksimum sehingga fungsi produksi tersebut tidak bisa menjelaskan daerah III.

Dengan demikian, jika ada koefisien regresi (bi) yang bernilai negatif maka fungsi

tersebut bukan fungsi produksi Cobb – Douglas (Soekartawi, 2003).

Untuk menganalisa hubungan antara faktor – faktor produksi dan produksi

digunakan analisis regresi dengan Ordinary Least Square (OLS). Asumsi-asumsi

yang digunakan dalam metode kuadrat terkecil biasa (OLS) antara lain (Gujarati,

1978) adalah:

1. E(ui | Xi ) = 0, yang berarti rata – rata hitung dari simpangan (deviasi) yang

berhubungan dengan setiap Xi tertentu sama dengan nol.

2. cov (ui, uj) = 0, i � j, yang berarti tidak ada autokorelasi atau tidak ada

korelasi (hubungan) antara kesalahan pengganggu ui dan uj

3. var (ui | Xi) = σ 2, yang berarti setiap error mempunyai varian yang sama atau

penyebaran yang sama (homoskedastisitas)

4. cov (ui , Xi) = 0, yang berarti tidak ada korelasi antara kesalahan pengganggu

dengan setiap variabel yang menjelaskan (Xi).

Page 50: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

5. N (0; σ 2), yang berarti kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal

dengan rata – rata nol dan varian σ 2.

6. Tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak ada hubungan linier yang nyata

antara variabel – variabel yang menjelaskan.

Multikolinearitas umumnya disebabkan oleh adanya kecenderungan

variabel-variabel ekonomi yang bergerak secara bersamaan. Akibatnya koefisien

regresi dugaan tidak stabil (besar dan arah koefisien regresi tidak valid) dan sulit

membedakan pengaruh satu variabel dengan variabel lainnya. Menurut Gujarati

(1978) untuk mengatasi masalah multikolinearitas adalah dengan menghubungkan

data cross-sectional dan data time series, mengeluarkan variabel bebas yang

berkorelasi kuat dengan variabel bebas lainnya, dan penambahan data baru.

Analisis fungsi produksi digunakan untuk melihat hubungan antara

variabel terikat (dependent Variable) dan variabel bebas (inpendent variable).

Dalam analisis ini dilakukan analisis fungsi produksi dan analisis regresi baik di

lahan sawah maupun lahan tegalan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor

produksi terhadap produksi jagung.

Tahap-tahap dalam menganalisis fungsi produksi adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi variabel bebas dan terikat

Identifikasi variabel dilakukan dengan mendaftar faktor-faktor produksi

yang diduga berpengaruh dalam proses produksi jagung, baik lahan sawah

maupun lahan tegalan. Faktor-faktor tersebut antara lain lahan, benih, pupuk urea,

pupuk TSP/SP-36, pupuk kandang, herbisida, insektisida, serta tenaga kerja.

Faktor-faktor produksi ini merupakan variabel bebas yang akan diuji pengaruhnya

terhadap variabel terikat yaitu hasil produksi jagung.

Page 51: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

2. Analisis Regresi

Dalam analisis regresi, pendekatan fungsi produksi yang digunakan, baik

lahan sawah maupun lahan tegalan adalah bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas,

yaitu :

Y = b0X1b1X2

b2X3b3X4

b4X5b5X6

b6X7b7X8

b8eu

dengan mentransformasikan fungsi Cobb-Douglas ke dalam bentuk linier

logaritma, maka model fungsi produksi jagung, baik lahan sawah maupun lahan

tegalan dapat ditulis sebagai berkut :

ln Y = ln b0 + b1 lnX1 + b2 lnX2 + b3 lnX3 + b4 lnX4 + b5 lnX5 + b6 lnX6

+ b7 lnX7 + b8 lnX8 + u ln e

di mana : Y = Produksi total jagung (kg)

X1 = Luas lahan per musim tanam (ha) X2 = Jumlah benih per musim tanam (kg) X3 = Jumlah pupuk TSP per musim tanam (kg) X4 = Jumlah pupuk urea per musim tanam (kg) X5 = Jumlah pupuk kandang per musim tanam (kg) X6 = Jumlah herbisida yang dipakai per musim tanam (liter) X7 = Jumlah insektisida yang dipakai per musim tanam (liter) X8 = Jumlah tenaga kerja per musim tanam (HOK) b0 = variabel intersept u = unsur galat bi = koefisien regresi masing-masing variabel

3. Pengujian Hipotesis

Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam pengujian model penduga dan

pengujian terhadap parameter regresi.

1. Pengujian terhadap model penduga

Pengujian ini untuk mengetahui apakah faktor produksi yang digunakan

secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi jagung.

Page 52: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Hipotesis :

H0 : b1 = b2 = ………..= bi = 0

H1 : salah satu dari b ada � 0

Uji statistik yang digunakan adalah uji F:

di mana :

k = Jumlah variabel termasuk intersept n = Jumlah pengamatan atau responden

Kriteria uji :

F-hitung > F-tabel (k-1,n-k) pada taraf nyata � : Tolak H0

F-hitung < F-tabel (k-1,n-k) pada taraf nyata � : Terima H0

Untuk memperkuat pengujian, dihitung besarnya koefisien determinasi

(R2), untuk mengetahui berapa jauh keragaman produksi dapat diterangkan oleh

variabel penjelas yang telah dipilih. Koefisien determinasi dapat dituliskan

sebagai berikut :

2. Pengujian untuk masing-masing parameter

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas yang

berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.

Hipotesis :

H0 : bi = 0

H1 : bi � 0

Uji statistik yang digunakan adalah uji t :

Page 53: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Kriteria uji :

t-hitung > t-tabel (á/2,n-v) pada taraf nyata � : tolak H0

t-hitung < t-tabel (á/2,n-v) pada taraf nyata � : terima H0

di mana :

v = Jumlah variabel bebas n = Jumlah pengamatan atau responden

Jika tolak H0 artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak

bebas dalam model.

3. Pengujian Multikolinieritas

Untuk melihat apakah terjadi multikoliniaritas ada banyak cara untuk

mendeteksinya, yaitu dengan koefisien determinasi (R2) yang tinggi namun dari

uji - t banyak variabel bebas yang tidak signifikan atau dapat diukur dengan

Variance Inflation Factor (VIF) yaitu sebagai berikut:

VIF(Xj) = ( )R j

21

1

di mana, Rj = koefisien determinasi dari model regresi dengan variabel dependen

Xj dan variabel independent adalah variabel X lainnya

Jika VIF(Xj)>10, maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan ada

multikolinearitas.

4.3.2. Analisis Efisiensi Ekonomi Produksi

Pengujian terhadap efisiensi ekonomi adalah untuk mengetahui tingkat

pencapaian efisiensi ekonomi usahatani jagung, baik lahan sawah maupun lahan

tegalan, yaitu apakah sumberdaya (input) telah dikombinasikan secara optimal,

dan apakah keuntungan maksimum dapat dicapai. Kondisi ini terjadi apabila

Page 54: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Nilai Produk Marginal (NPM) sama dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM),

atau dengan kata lain rasio NPM dan BKM sama dengan satu. Kriteria pengujian:

1. Rasio NPM dan BKM lebih besar dari satu (NPM/BKM > 1), ini berarti

penggunaan input belum efisien, input perlu ditambah untuk mencapai efisien.

2. Nilai rasio NPM dan BKM lebih kecil dari satu (NPM/BKM < 1), ini artinya

penggunaan input belum efisien, input perlu dikurangi untuk mencapai efisien.

4.3.3. Analisis Pendapatan Usahatani

Untuk menganalisis pendapatan usahatani dilakukan pencatatan terhadap

seluruh penerimaan dan pengeluaran usahatani (biaya) dalam satu musim tanam I

tahun 2008. Pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan antara

penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Penerimaan usahatani jagung, baik

lahan sawah maupun lahan tegalan terdiri dari penerimaan tunai dan tidak tunai.

Penerimaan tersebut berasal dari produksi jagung dikalikan dengan harga jagung.

Pengeluaran usahatani (biaya) jagung, baik lahan sawah maupun lahan

tegalan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu biaya tunai dan biaya

tidak tunai (diperhitungkan). Pengeluaran biaya tunai, baik lahan sawah maupun

lahan tegalan terdiri dari biaya benih, pupuk TSP, pupuk urea, herbisida,

insektisida, tenaga kerja luar keluarga, pajak lahan, sewa sprayer, biaya angkut. Di

sisi lain, pengeluaran tidak tunai di lahan sawah terdiri dari penyusutan peralatan,

tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan, pupuk kandang dan pengairan,

sedangkan di lahan tegalan terdapat perbedaan pada biaya tidak tunainya yaitu

tidak terdapat biaya pengairan. Pada Tabel 5 dapat dilihat metode perhitungan

pendapatan usahatani jagung.

Page 55: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Tabel 5. Perhitungan Pendapatan Usahatani Jagung

Uraian Jumlah Fisik

Harga Satuan

(Rp) Nilai (Rp)

Penerimaan 1. Penerimaan tunai 2. Penerimaan tidak tunai Total penerimaan (1) Biaya Tunai 1. Pembelian benih 2. Pembelian pupuk TSP 3. Pembelian pupuk urea 4. Pembelian insektisida 5. Pembelian herbisida 6. Upah tenaga kerja luar keluarga 7. Pajak tanah 8. Sewa Sprayer 9. Biaya angkut Total biaya tunai (2) Biaya yang Diperhitungkan 1. Nilai penyusutan alat-alat pertanian 2. Nilai tenaga kerja dalam keluarga 3. Sewa lahan 4. Pupuk kandang 5. Pengairan Total Biaya yang Diperhitungkan (3) Total Biaya (2+3) = (4) Pendapatan atas Biaya Tunai (1-2) Pendapatan atas Biaya Total (1-4) R/C Ratio atas Biaya Tunai (1)/(2) R/C Ratio atas Biaya Total (1)/(4)

Penghitungan pendapatan usahatani dirumuskan secara matematis sebagai

berikut:

� = TR – Bt – BT

Keterangan : � = Pendapatan

TR = Total penerimaan Bt = Biaya tunai usahatani BT = Biaya tidak tunai (biaya diperhitungkan) TR – Bt = Pendapatan atas biaya tunai TR - (Bt+BT) = Pendapatan atas biaya total

Page 56: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

4.3.4. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)

Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) digunakan sebagai

alat untuk mengukur perbandingan penerimaan dan biaya usahatani. Analisis ini

digunakan untuk melihat efisiensi dan kelayakan usahatani. Penerimaan usahatani

adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yang merupakan

hasil kali dari produk yang dijual dengan harga jual produk. Sebaliknya, biaya

adalah pengeluaran usahatani atau nilai penggunaan faktor-faktor produksi yang

digunakan dalam proses produksi usahatani. Rasio R/C dapat diperhitungkan

berdasarkan atas biaya tunai dan biaya total, baik pada lahan sawah maupun pada

lahan tegalan.

R/C ratio atas biaya tunai dapat dirumuskan sebagai berikut :

R/C ratio atas biaya total dapat dirumuskan sebagai sebagai berikut :

4.4. Batasan Operasional dan Satuan Pengukuran

Dalam penelitian ini variabel yang diduga berpengaruh terhadap produksi

usahatani jagung (Y), baik lahan sawah maupun lahan tegalan adalah luas lahan

(X1), benih (X2), pupuk TSP (X3), pupuk urea (X4), pupuk kandang (X5),

herbisida (X6), insektisida (X7), dan tenaga kerja (X8). Untuk lebih jelasnya

diuraikan sebagai berikut :

Page 57: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

1. Produksi Jagung (Y)

Produksi jagung adalah total produksi pada sebidang tanah dengan luasan

tertentu dalam satu musim tanam dalam satuan kilogram. Harga jual adalah

harga yang diterima petani pada saat panen di daerah penelitian. Harga diukur

per kilogram dalam rupiah.

2. Luas Lahan (X1)

Luas lahan yang dimaksud adalah luasan bidang tempat petani melakukan

usahatani dalam satu musim tanam, diukur dalam satuan hektar. Biaya

korbanan marjinalnya adalah sewa lahan satu hektar selama musim tanam.

3. Benih (X2)

Benih adalah jumlah input yang digunakan dalam usahatani dalam satu

musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya

adalah harga benih per kilogram dalam rupiah.

4. Pupuk TSP (X3)

Input pupuk TSP adalah jumlah pupuk TSP yang digunakan dalam proses

produksi dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram. Biaya

korbanan marjinalnya adalah harga pupuk TSP per kilogram dalam rupiah.

5. Pupuk urea (X4)

Input pupuk urea adalah jumlah pupuk urea yang digunakan dalam proses

produksi dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram. Biaya

korbanan marjinalnya adalah harga pupuk urea per kilogram dalam rupiah.

6. Pupuk Kandang (X5)

Input pupuk kandang adalah jumlah pupuk kandang yang digunakan dalam

proses produksi dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram.

Page 58: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Biaya korbanan marjinalnya adalah harga pupuk kandang per kilogram dalam

rupiah.

7. Herbisida (X6)

Input herbisida adalah jumlah herbisida yang digunakan dalam proses

produksi dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan liter. Biaya

korbanan marjinalnya adalah harga herbisida per liter dalam rupiah.

8. Insektisida (X7)

Input insektisida adalah jumlah insektisida yang digunakan dalam proses

produksi dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan liter. Biaya

korbanan marjinalnya adalah harga insektisida per liter dalam rupiah.

9. Tenaga Kerja (X8)

Input tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses

produksi dalam satu musim tanam, baik yang berasal dari dalam keluarga

maupun luar keluarga. Tenaga kerja yang digunakan diukur dalam satuan

HOK (Hari Orang Kerja). Biaya korbanan marginalnya adalah tingkat upah

uang yang dikeluarkan dalam satu hari kerja.

Page 59: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1. Keadaan Umum dan Geografis Daerah Penelitian

Gambaran umum daerah penelitian meliputi gambaran mengenai keadaan

geografis dan keadaan sosial ekonomi. Pada bagian ini juga menjelaskan

karakteristik responden yang digunakan dalam penelitian.

5.1.1. Letak Geografis

Desa Beketel terletak di Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa

Tengah. Jarak dari desa ke kecamatan adalah 9 km dan jarak ke kabupaten adalah

sejauh 27 km yang dapat ditempuh selama kurang lebih 45 menit. Sarana

transportasi ke Desa Beketal masih sangat sedikit, angkutan pedesaan yang lazim

digunakan di desa ini adalah mobil bak terbuka atau orang setempat menyebutnya

truk engkel.

Secara administratif Desa Beketel pada bagian selatan berbatasan dengan

wilayah Kabupaten Grobogan, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Desa

Duren Sawit, sebelah utara berbatasan dengan Desa Sumbersari dan sebelah timur

berbatasan dengan Desa Purwokerto. Luas administrasi Desa Beketel sebesar

414,750 ha, 25 persen lahan pertanian, 35 persen sebagai tempat tinggal penduduk

dan 40 persen masih hutan.

Karakteristik geografis Desa Beketel yaitu berada pada ketinggian 650-

700 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata harian berkisar 32 oC

dengan curah hujan 120 mm per bulan. Kondisi topografi adalah pegunungan

kapur dengan kedalaman solum tanah antara 50-100 cm. Komoditi pertanian yang

Page 60: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

banyak dibudidayakan di Desa beketel adalah jagung dan padi, sedangkan untuk

komoditas tanaman tahunan adalah pohon jati.

5.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi

Jumlah penduduk di Desa Beketel adalah sebanyak 2.721 jiwa, yang

terdiri dari pria 1.344 jiwa (49,39 persen) dan wanita sebanyak 1.377 jiwa (50,61

persen). Jumlah penduduk menurut usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada

Tabel 6.

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa penduduk Desa Beketel paling

banyak adalah golongan usia 14-55 tahun yaitu sebesar 1.184 jiwa (43,5 persen)

yang terdiri dari jenis kelamin pria sebanyak 579 jiwa dan wanita sebanyak 605

jiwa. Sebaliknya, penduduk paling sedikit pada berusia lebih dari 55 tahun, yaitu

sebanyak 540 jiwa (19,83 persen) yang terdiri dari pria 311 jiwa dan wanita 229

jiwa.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia di Desa Beketel

Usia Pria Wanita Jumlah Persentase (%) < 14 454 543 997 36,67 14-55 579 605 1.184 43,50 >55 311 229 540 19,83 Total 1.344 1.377 2.721 100,00

Sumber : Arsip Desa Beketel Tahun 2007

Pertanian merupakan mata pencaharian utama sebagian besar masyarakat

Desa Beketel. Dari seluruh penduduk desa yang menjadi petani adalah 675 orang

(24,8 persen), buruh tani 335 orang (12,3 persen), pedagang 54 orang (2 persen),

jasa 63 (2,3 persen) orang, sedangkan sisanya adalah pelajar dan pengangguran.

Page 61: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

5.2. Karakteristik Petani Responden

Karakteristik petani yang akan diuraikan meliputi : usia dan pengalaman

petani, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga petani, luas lahan yang

digarap dan sifat usahatani jagung.

5.2.1. Usia dan Pengalaman Petani Responden

Secara umum rata-rata usia petani responden yang mengusahakan tanaman

jagung berkisar diantara 28-72 tahun. Sebaran usia petani dapat dibagi menjadi

tiga golongan yaitu petani responden yang berusia muda dengan usia kurang dari

30 tahun, petani berusia sedang dengan usia 30-50 tahun, dan petani responden

berusia tua dengan usia lebih dari 50 tahun. Jika dilihat dari sebaran usia petani

responden, sebagian besar responden adalah golongan petani dengan usia sedang

antara 30-50 tahun (68,75 persen). Hal ini menunjukkan bahwa seluruh petani

responden di Desa Beketel berada pada usia produktif. Sebaran usia petani

responden dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Usia di Desa Beketel, Tahun 2008

Usia Responden Jumlah (orang) Persentase (%)

< 30 2 3,12 30-50 44 68,75 > 50 18 28,13 Total 64 100,00

Pengalaman petani dalam berusahatani jagung mempunyai peranan yang

penting dalam mencapai keberhasilan pada usahatani jagung. Pada umumnya

semakin lama pengalaman petani dalam berusahatani, maka kemampuan dalam

mengelola usahatani akan semakin baik. Pengalaman petani responden dalam

Page 62: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

berusahatani jagung di Desa Beketel bervariasi, tersebar diantara 7-56 tahun

dengan pengalaman rata-rata 23,29 tahun. Sebagian besar petani berada pada

pengalaman usahatani 15-30 tahun yaitu sebesar 36 orang (56,25 persen). Petani

dengan pengalaman di bawah 15 tahun sebanyak 16 orang (25,00 persen) dan

petani dengan pengalaman di atas 30 tahun sebanyak 12 orang (18,75 persen). Hal

ini menunjukkan semakin lama pengalaman petani semakin banyak pengetahuan

tentang bertanam jagung.

Tabel 8. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Jagung di Desa Beketel, Tahun 2008

Pengalaman Usahatani (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

<15 16 25,00 15-30 36 56,25 >30 12 18,75 Total 64 100,00

5.2.2. Tingkat Pendidikan Petani Responden

Tingkat pendidikan petani responden bervariasi mulai dari SD sampai

Perguruan tinggi. Tingkat pendidikan petani responden sebagian besar adalah SD

yaitu 50 orang (78,1 persen), untuk lulusan SMP sebanyak sembilan orang (14

persen), SMA sebanyak satu orang, dan Perguruan Tinggi dua orang, sedangkan

yang tidak sekolah sebanyak dua orang. Selengkapnya disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Petani di Desa Beketel, Tahun 2008

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Tidak Sekolah 2 3,13 SD 50 78,12 SMP 9 14,06 SMA 1 1,56 PT 2 3,13 Total 64 100,00

Page 63: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Tingkat pendidikan mempunyai pengaruh terhadap kemampuan petani

dalam mengambil keputusan. Petani dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih

berhati-hati dalam mengambil keputusan dengan terlebih dahulu

memperhitungkan resiko yang dihadapi serta mampu mengadopsi inovasi

teknologi yang ada. Sementara petani dengan tingkat pendidikan yang rendah,

dalam mengelola usahataninya cenderung mengikuti kebiasaan yang telah

diwariskan secara turun temurun.

5.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden

Jumlah rata-rata tanggungan keluarga petani responden di Desa Beketel

adalah tiga orang dengan jumlah tanggungan antara satu sampai enam orang. Dari

Tabel 10 diketahui bahwa sebagian besar petani memiliki tanggungan antara tiga

sampai empat orang yaitu sebanyak 32 orang (50 persen). Petani yang memiliki

tanggungan kurang dari tiga sebanyak 27 orang (42,19 persen) sedangkan petani

yang memiliki tanggungan lebih dari empat sebanyak lima orang ( 7,81 persen).

Tabel 10. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Desa Beketel, Tahun 2008

Jumlah Tanggungan (orang) Jumlah (orang) Persentase (%)

<3 27 42,19 3-4 32 50,00 >4 5 7,81

Total 64 100,00

5.2.4. Luas Lahan Petani Responden

Luas lahan yang diusahakan petani responden di Desa Beketel berkisar

diantara 0,1 ha sampai 1 ha. Rata – rata luas lahan petani responden sebesar 0,3

ha. Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa luas lahan jagung yang diusahakan

Page 64: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

petani responden kurang dari 0,3 sebanyak 40 orang (62,5 persen), luas lahan

jagung antara 0,3 sampai 0,5 ha sebanyak 19 orang (29,68 persen) dan luas lahan

jagung lebih dari 0,5 ha sebanyak lima orang (7,82 persen).

Tabel 11. Sebaran Responden Berdasarkan Luas Lahan Jagung yang Diusahakan di Desa Beketel, Tahun 2008

Luas Lahan (hektar) Jumlah (orang) Persentase (%)

<0,3 40 62,5 0,3-0,5 19 29,68

>0,5 5 7,82 Total 64 100

5.2.5. Sifat Usahatani Jagung

Sifat usahatani jagung di Desa Beketel terbagi menjadi dua golongan yaitu

sebagai usaha pokok dan usaha sampingan. Berdasarkan data yang dikumpulkan

dari petani responden sebagian besar sifat pengusahaan usahatani jagung adalah

sebagai usaha pokok, yaitu sebanyak 45 orang (70,32 persen). Sementara itu,

petani yang mengusahakan usahatani jagung sebagai usaha sampingan hanya

sebanyak 19 orang (29,68 persen). Tabel 12 menyajikan lebih detail tentang sifat

usahatani jagung.

Tabel 12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Sifat Usahatani Jagung di Desa Beketel, Tahun 2008

Sifat Usahatani Jumlah (orang) Persentase (%) Pokok 45 70,32 Sampingan 19 29,68 Total 64 100

Page 65: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

VI. ANALISIS EFISIENSI USAHATANI JAGUNG

6.1. Analisis Fungsi Produksi a. Lahan Sawah

Model fungsi produksi yang digunakan untuk menduga fungsi produksi

dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Dari hasil

perumusan masalah terdapat dua model fungsi produksi yang dianalisis yaitu

model fungsi produksi usahatani jagung lahan sawah dan model fungsi produksi

usahatani jagung lahan tegalan. Perbedaan diantara dua fungsi produksi di atas

adalah adanya dugaan perbedaan produktivitas lahan. Faktor-faktor produksi yang

diduga berpengaruh terhadap usahatani jagung adalah luas lahan (X1), benih

(X2), pupuk TSP (X3), pupuk Urea (X4), pupuk kandang (X5), herbisida (X6),

insektisida (X7), tenaga kerja (X8). Hasil pendugaan model dan hubungan antara

faktor-faktor produksi sebagai variabel bebas dengan produksi usahatani jagung

lahan sawah sebagai variabel terikat disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Jagung Lahan Sawah di Desa Beketel MT I Tahun 2008

Penduga Koefisien Regresi

Simpangan Baku t-hitung Peluang VIF

Konstanta 4,1 1,078 3,81 0,001 Benih (X1) 0,125 0,2844 0,44 0,664 1,8 Pupuk TSP (2) 0,0278 0,01899 1,46 0,157 3,2 Pupuk Urea (X3) 0,0387 0,01054 2,06 0,001* 2 Pupuk Kandang (X4) 0,00945 0,004596 3,67 0,051** 1,8 Herbisida (X5) 0,0937 0,086 1,09 0,287 2,6 Insektisida (X6) 0,00532 0,006077 0,87 0,39 1,3 Tenaga Kerja (X7) 0,0376 0,06109 0,62 0,544 1,1 R-sq = 72,30% R-sq (adj) = 64,20% F hitung = 8,93

* Nyata pada taraf 99% ** Nyata pada taraf 90%

Page 66: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Pada Tabel 13 di atas tidak ditemukan faktor produksi luas lahan karena

adanya multikolinieritas antara benih dan luas lahan yang ditunjukkan dengan

nilai VIF di atas 10 yaitu sebesar 34,8 dan 27,2 (Lampiran 1). Model fungsi

Cobb-Douglas dalam penggunaannya harus memenuhi asumsi OLS dan salah

satunya adalah tidak ada multikolinier antara faktor-faktor produksi. Oleh karena

itu, fungsi produksi luas lahan direduksi dengan cara merubah semua nilai faktor

produksi ke dalam satuan per hektar. Jadi kebutuhan semua faktor produksi

dihitung dalam hektar bukan lagi per luas lahan yang dimiliki petani.

Berdasarkan pendugaan faktor produksi yang diperoleh, didapat nilai F-

hitung sebesar 8,93 yang berpengaruh nyata pada taraf 99 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama

dalam proses produksi berpengaruh nyata terhadap produksi jagung lahan sawah.

Untuk melihat pengaruh dari masing-masing faktor produksi terhadap

produksi yang dihasilkan dapat dilakukan dengan menggunakan uji-t. Tabel 13

menunjukkan bahwa nilai t-hitung pupuk urea berpangaruh nyata terhadap

produksi jagung pada taraf nyata 99 persen. Nilai t-hitung pupuk kandang

berpengaruh terhadap produksi jagung pada taraf nyata 90 persen sedangkan

faktor-faktor produksi benih (X1), Pupuk TSP (X2), Herbisida (X5), Insektisida

(X6), Tenaga Kerja (X7) tidak berpengaruh nyata pada produksi jagung pada

tingkat kepercayaan yang ditetapkan. Model fungsi produksi jagung lahan sawah

per hektar dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut :

Ln Produksi/ hektar = 4,1 + 0,125 ln benih + 0,0278 ln pupuk TSP + 0,0387 ln

pupuk Urea + 0,00945 ln pupuk kandang + 0,0937 ln

herbisida + 0,00532 ln insektisida + 0,0376 ln tenaga

kerja.

Page 67: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Berdasarkan hasil pendugaan model didapatkan nilai koefisien determinasi

(R2) sebesar 72,3 persen dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R2-adj)

sebesar 64,2 persen. Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa sebesar

72,3 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh

faktor benih, pupuk TSP, pupuk urea, pupuk kandang, herbisida, insektisida dan

tenaga kerja, sedangkan 27,7 persen dipengaruhi oleh faktor – faktor lain di luar

model. Faktor – faktor lain yang di luar model fungsi produksi yang diduga juga

berpengaruh terhadap produksi jagung lahan sawah adalah tingkat kesuburan

lahan serta pengaruh iklim dan cuaca serta intensitas serangan hama dan penyakit.

b. Lahan Tegalan

Hasil pendugaan model dan hubungan antara faktor-faktor produksi

sebagai variabel bebas dengan produksi usahatani jagung lahan tegalan sebagai

variabel terikat dapat dilihat pada Tabel 14. Pada Tabel 14 diketahui bahwa hasil

pendugaan pada produksi jagung lahan tegalan diperoleh nilai koefisien regresi

negatif pada faktor produksi herbisida dan insektisida. Hal ini berlawanan dengan

teori yang menyatakan bahwa nilai koefisien regresi pada model fungsi produksi

Cobb – Douglas tidak ada yang bernilai negatif agar law of diminishing return

untuk setiap faktor produksi terpenuhi sehingga informasi yang diperoleh dapat

dipergunakan secara relevan. Oleh karena itu, faktor produksi herbisida dan

insektisida digabung menjadi satu menjadi faktor produksi obat pertanian.

Herbisida dan insektisida termasuk obat-obatan pertanian yang sering dipakai di

daerah penelitian. Hasil pendugaan fungsi produksi jagung lahan tegalan setelah

Page 68: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

penggabungan herbisida dan insektisida menjadi faktor produksi obat pertanian

dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 14. Hasil Analisis Pendugaan Pertama Fungsi Produksi Usahatani Jagung Lahan Tegalan di Desa Beketel MT I Tahun 2008

Penduga Koefisien Regresi

Simpangan Baku t-hitung Peluang VIF

Konstanta 5,8392 0,9616 6,07 0 Luas lahan (X1) 0,45 0,1676 2,69 0,013 6,7 Benih (X2) 0,3056 0,1416 2,16 0,042 3,8 Pupuk TSP (X3) 0,2031 0,1353 1,50 0,147 4,1 Pupuk Urea (X4) 0,0756 0,143 0,54 0,602 4,8 Pupuk Kandang (X5) 0,002544 0,004687 0,53 0,592 1,5 Herbisida (X6) -0,0013 0,0099331 -0,31 0,758 1,4 Insektisida (X7) -0,00846 0,01033 -0,82 0,421 2,3 Tenaga Kerja (X8) 0,0095 0,1065 0,08 0,93 3,6 R-sq = 89,9 R-sq (adj)= 86,4 F hitung =25,71

Berdasarkan hasil pendugaan model pada Tabel 15 nilai koefisien regresi

fungsi produksi telah bernilai positif semua sehingga sudah memenuhi syarat law

of deminishing return (hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang). Nilai VIF

menunjukkan nilai di bawah 10 yang berarti tidak ada multikolinier pada model

tersebut. Fungsi produksi jagung lahan tegalan diduga dengan persamaan berikut :

Ln Produksi = 5,3257 + 0,339 ln luas lahan + 0,2959 ln benih + 0,2416 ln pupuk

TSP + 0,123 ln pupuk urea + 0,004223 ln pupuk kandang -

0,01154 ln obat pertanian + 0,0208 ln tenaga kerja.

Nilai F-hitung yang didapatkan dari hasil pendugaan fungsi pada Tabel 15,

produksi jagung lahan tegalan bernilai 30,25 yang berpengaruh nyata pada taraf

99 persen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan

secara bersama-sama dalam proses produksi berpengaruh nyata terhadap produksi

jagung lahan tegalan. Nilai t-hitung untuk faktor produksi luas lahan dan benih

berpengaruh nyata terhadap produksi jagung lahan tegalan pada tingkat

kepercayaan 95 persen. Faktor produksi pupuk TSP berpengaruh nyata terhadap

Page 69: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

produksi jagung sebesar 90 persen. Sementara pupuk urea (X4), pupuk kandang

(X5), herbisida (X6), insektisida (X7), dan tanaga kerja (X8) tidak berpengaruh

nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan yang telah ditetapkan. Hal ini

berarti bahwa faktor produksi tersebut sangat kecil pengaruhnya terhadap

produksi jagung.

Tabel 15. Hasil Analisis Pendugaan Kedua Fungsi Produksi Usahatani

Jagung Lahan Tegalan di Desa Beketel MT I Tahun 2008

Penduga Koefisien Regresi

Simpangan Baku t-hitung Peluang VIF

Konstanta 5,3257 0,8178 6,51 0 Luas lahan (X1) 0,339 0,1462 2,32* 0,029 5,3 Benih (X2) 0,2959 0,1349 2,19* 0,038 3,5 Pupuk TSP (X3) 0,2416 0,1273 1,90** 0,07 3,7 Pupuk Urea (X4) 0,123 0,1247 0,94 0,334 3,8 Pupuk Kandang (X5) 0,004223 0,004506 0,99 0,358 1,5 Obat pertanian (X6) 0,01154 0,01829 0,19 0,534 1,4 Tenaga Kerja (X7) 0,0208 0,1098 0,63 0,851 4 R-sq = 89,8 R-sq (adj) = 86,9 F hitung = 30,25

* nyata pada taraf 95% ** nyata pada taraf 90% Berdasarkan hasil pendugaan model didapatkan nilai koefisien determinasi

(R2) sebesar 89,8 persen dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R2-adj)

sebesar 86,9 persen. Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa sebesar

89,8 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama – sama oleh

faktor luas lahan, benih, pupuk TSP, pupuk urea, pupuk kandang, obat pertanian

dan tenaga kerja, sedangkan 10,2 persen dipengaruhi oleh faktor – faktor lain di

luar model. Faktor – faktor lain yang di luar model fungsi produksi yang diduga

juga berpengaruh terhadap produksi jagung lahan tegalan adalah tingkat

kesuburan lahan serta pengaruh iklim dan cuaca serta intensitas serangan hama

dan penyakit.

Page 70: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

6.2. Analisis Elastisitas Produksi dan Skala Usaha

a. Lahan Sawah

Dalam model fungsi produksi Cobb-Douglas, besaran koefisien regresi

merupakan elastisitas produksi dari variabel-variabel tersebut. Pengaruh masing-

masing faktor produksi terhadap produksi jagung lahan sawah adalah sebagai

berikut :

1. Benih Jagung (X1)

Benih mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,125 dan berpengaruh

positif terhadap produksi jagung lahan sawah artinya jika terjadi penambahan

penggunaan faktor produksi benih sebesar satu persen akan terjadi peningkatan

produksi jagung sebesar 0,125 persen dengan faktor lain dianggap tetap (cateris

paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan benih

jagung berada pada daerah rasional. Namun berdasarkan nilai uji-t diperoleh

faktor produksi benih tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada

taraf 90 persen sehingga penambahan benih sebesar satu persen tidak akan

mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan

faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hal ini diduga karena rapatnya jarak

tanam antar tanaman jagung sehingga pertumbuhan tidak maksimal.

2. Pupuk TSP (X2)

Pupuk TSP mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,0278 dan

berpengaruh positif terhadap produksi jagung lahan sawah artinya jika terjadi

penambahan penggunaan faktor produksi pupuk TSP sebesar satu persen akan

terjadi peningkatan produksi jagung sebesar 0,0278 persen dengan faktor lain

dianggap tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan

Page 71: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

bahwa penggunaan pupuk TSP berada pada daerah rasional. Uji-t menunjukkan

faktor produksi pupuk TSP tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung

lahan sawah dengan tingkat kepercayaan 90 persen sehingga penambahan pupuk

TSP sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan

terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hal

ini diduga karena penggunaan pupuk TSP di kalangan petani sama sehingga tidak

terjadi variasi data penggunaan pupuk.

3. Pupuk Urea (X3)

Berdasarkan uji-t diketahui bahwa faktor produksi pupuk urea

berpengaruh nyata terhadap produksi jagung lahan sawah dengan tingkat

kepercayaan 99 persen. Hal ini diduga karena penggunaan pupuk urea di kalangan

petani berbeda sehingga terjadi variasi data penggunaan pupuk. Elastistas

produksi pupuk urea sebesar 0,0387 dan berpengaruh positif terhadap produksi

jagung lahan sawah artinya jika terjadi penambahan penggunaan faktor produksi

pupuk urea sebesar satu persen akan terjadi peningkatan produksi jagung sebesar

0,0387 persen dengan faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Elastisitas

produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea berada pada

daerah rasional.

4. Pupuk Kandang (X4)

Berdasarkan uji-t diketahui bahwa faktor produksi pupuk kandang

berpengaruh nyata terhadap produksi jagung lahan sawah dengan tingkat

kepercayaan 90 persen. Hal ini diduga karena penggunaan pupuk kandang di

kalangan petani berbeda sehingga terjadi variasi data penggunaan pupuk.

Elastisitas produksi pupuk kandang sebesar 0,00945 dan berpengaruh positif

Page 72: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

terhadap produksi jagung lahan sawah artinya jika terjadi penambahan

penggunaan faktor produksi pupuk kandang sebesar satu persen akan terjadi

peningkatan produksi jagung sebesar 0,00945 persen dengan faktor lain dianggap

tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa

penggunaan pupuk kandang berada pada daerah rasional.

5. Herbisida (X5)

Herbisida mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,0937 dan berpengaruh

positif terhadap produksi jagung lahan sawah artinya jika terjadi penambahan

penggunaan faktor produksi herbisida sebesar satu persen akan terjadi

peningkatan produksi jagung sebesar 0,0937 persen dengan faktor lain dianggap

tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa

penggunaan herbisida berada pada daerah rasional. Namun demikian, berdasarkan

Uji-t diperoleh faktor produksi herbisida tidak berpengaruh nyata terhadap

produksi jagung lahan sawah pada taraf nyata 90 persen sehingga penambahan

herbisida sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara

signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris

paribus). Hal ini diduga karena penggunaan herbisida di kalangan petani hampir

sama sehingga tidak terjadi variasi data. Jumlah pemakaian herbisida lebih

ditentukan oleh banyaknya rumput di areal lahan sawah. Selain itu mahalnya

harga herbisida menjadi kendala petani untuk membelinya.

6. Insektisida (X6)

Insektisida mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,00532 dan

berpengaruh positif terhadap produksi jagung lahan sawah artinya jika terjadi

penambahan penggunaan faktor produksi insektisida sebesar satu persen akan

Page 73: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

terjadi peningkatan produksi jagung sebesar 0,00532 persen dengan faktor lain

dianggap tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan

bahwa penggunaan insektisida berada pada daerah rasional. Namun demikian,

berdasarkan Uji-t menunjukkan faktor produksi insektisida tidak berpengaruh

nyata terhadap produksi jagung lahan sawah pada taraf 90 persen sehingga

penambahan insektisida sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan

secara signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap tetap

(ceteris paribus). Hal ini diduga karena penggunan insektisida hanya dilakukan

oleh beberapa petani yang mengalami serangan hama. Di samping itu, mahalnya

harga insektisida menjadi kendala petani untuk membelinya.

7. Tenaga Kerja (X8)

Penggunaan tenaga kerja berada pada daerah rasional pada fungsi produksi

dengan nilai elastisitas sebesar 0,0376 yang artinya setiap penambahan

penggunaan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi jagung

lahan sawah sebesar 0,0376 persen dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris

paribus). Dari uji-t diperoleh bahwa faktor produksi tenaga kerja tidak

berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf kepercayaan 90 persen

sehingga penambahan tenaga kerja sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan

perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap

tetap (ceteris paribus). Hal ini karena penggunaan tenaga kerja luar keluarga yang

berlebihan.

Pada model fungsi produksi Cobb-Douglas, nilai koefisien regresi selain

menunjukkan elastisitas dari masing-masing variabel yang bersangkutan,

penjumlahan dari nilai koefisien regresi tersebut merupakan pendugaan terhadap

Page 74: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

keadaan skala usaha proses produksi yang berlangung. Penjumlahan nilai

elastisitas dari faktor-faktor produksi dalam model fungsi produksi di atas adalah

sebesar 0,338. Jumlah elastisitas produksi yang kurang dari satu tersebut

menunjukkan bahwa usahatani jagung lahan sawah di Desa Beketel berada pada

skala usaha yang menurun (decrasing return to scale) atau berada pada daerah II.

Jumlah elastisitas produksi sebesar 0,338 berarti setiap penambahan faktor

produksi secara bersama-sama sebesar satu persen, maka akan meningkatkan

produksi jagung sebesar 0,338 persen.

b. Lahan Tegalan

Nilai elastisitas model pendugaan fungsi produksi jagung lahan tegalan

dan pengaruhnya terhadap produksi jagung lahan tegalan adalah sebagai berikut :

1. Luas Lahan (X1)

Luas lahan mempunyai elatisitas produksi paling besar dibandingkan

dengan faktor produksi lainnya yaitu sebesar 0,339 dan berpangaruh positif

terhadap produksi jagung lahan tegalan artinya jika terjadi penambahan

penggunaan faktor produksi luas lahan sebesar satu persen maka akan

meningkatkan produksi jagung lahan tegalan sebesar 0,339 dengan faktor lain

dianggap tetap (ceteris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan

bahwa penggunaan lahan berada pada daerah rasional. Berdasarkan uji-t diperoleh

bahwa faktor produksi luas lahan berpengaruh nyata terhadap produksi jagung

pada taraf kepercayaan 95 persen.

Page 75: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

2. Benih (X2)

Berdasarkan uji-t diperoleh bahwa faktor produksi benih berpengaruh

nyata terhadap produksi jagung pada taraf kepercayaan 95 persen sehingga

penambahan benih sebesar satu persen akan mengakibatkan perubahan secara

signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris

paribus). Benih mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,2959 dan berpengaruh

positif terhadap produksi jagung lahan tegalan artinya jika terjadi penambahan

penggunaan faktor produksi benih sebesar satu persen maka akan meningkatkan

produksi jagung lahan tegalan sebesar 0,2959 dengan faktor lain dianggap tetap

(ceteris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa

penggunaan benih berada pada daerah rasional.

3. Pupuk TSP (X3)

Berdasarkan uji-t diperoleh bahwa faktor produksi pupuk TSP

berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf kepercayaan 90 persen

sehingga penambahan pupuk TSP sebesar satu persen akan mengakibatkan

perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap

tetap (ceteris paribus). Pupuk TSP mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,2416

dan berpangaruh positif terhadap produksi jagung lahan tegalan artinya jika terjadi

penambahan penggunaan faktor produksi pupuk TSP sebesar satu persen maka

akan meningkatkan produksi jagung lahan tegalan sebesar 0,2416 dengan faktor

lain dianggap tetap (ceteris paribus). Elastisitas produksi yang positif

menunjukkan bahwa penggunaan pupuk TSP berada pada daerah rasional.

Page 76: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

4. Pupuk Urea (X4)

Pupuk urea mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,123 dan berpengaruh

positif terhadap produksi jagung lahan tegalan artinya jika terjadi penambahan

penggunaan faktor produksi pupuk urea sebesar satu persen akan terjadi

peningkatan produksi jagung sebesar 0,123 persen dengan faktor lain dianggap

tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa

penggunaan pupuk urea berada pada daerah rasional. Uji-t menunjukkan faktor

produksi pupuk urea tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung lahan

tegalan sehingga penambahan pupuk urea sebesar satu persen tidak akan

mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan

faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hal ini dikarenakan penggunaan

pupuk urea diantara petani cenderung sama, sehingga tidak ditemukan adanya

variasi data penggunaan pupuk.

5. Pupuk Kandang (X5)

Pupuk kandang mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,004223 dan

berpengaruh positif terhadap produksi jagung lahan tegalan artinya jika terjadi

penambahan penggunaan faktor produksi pupuk kandang sebesar satu persen akan

terjadi peningkatan produksi jagung sebesar 0,004223 persen dengan faktor lain

dianggap tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan

bahwa penggunaan pupuk kandang berada pada daerah rasional. Uji-t

menunjukkan faktor produksi pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap

produksi jagung lahan tegalan sehingga penambahan pupuk kandang sebesar satu

persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi

jagung dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hal ini dikarenakan

Page 77: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

penggunaan pupuk kandang masih jarang di kalangan petani. Petani lebih

mengutamakan pupuk buatan daripada pupuk alami.

6. Obat Pertanian (X6)

Obat pertanian mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,01154 dan

berpengaruh positif terhadap produksi jagung lahan tegalan artinya jika terjadi

penambahan penggunaan faktor produksi obat pertanian sebesar satu persen akan

terjadi peningkatan produksi jagung sebesar 0,01154 persen dengan faktor lain

dianggap tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan

bahwa penggunaan obat pertanian berada pada daerah rasional. Namun

berdasarkan Uji-t diperoleh faktor produksi obat pertanian tidak berpengaruh

nyata terhadap produksi jagung lahan tegalan pada taraf 90 persen sehingga

penambahan obat pertanian sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan

perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap

tetap (ceteris paribus). Hal ini diduga karena penggunaan obat pertanian di

kalangan petani hampir sama sehingga tidak terjadi variasi data. Selain itu

mahalnya harga obat pertanian menjadi kendala petani untuk membelinya.

7. Tenaga Kerja (X7)

Penggunaan tenaga kerja berada pada daerah rasional pada fungsi produksi

dengan nilai elastisitas sebesar 0,0208 yang artinya setiap penambahan

penggunaan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi jagung

lahan tegalan sebesar 0,0208 persen dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris

paribus). Dari uji-t diperoleh bahwa faktor produksi tenaga kerja tidak

berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf kepercayaan 90 persen

sehingga penambahan tenaga kerja sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan

Page 78: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap

tetap (ceteris paribus).

Nilai elastisitas dari penjumlahan elastisitas masing-masing faktor

produksi dalam model fungsi produksi jagung lahan tegalan adalah sebesar 1,375.

Jumlah elastisitas produksi yang lebih dari satu tersebut menunjukkan bahwa

usahatani jagung lahan tegalan di Desa Beketel berada pada skala usaha yang

meningkat (increasing return to scale) atau berada pada daerah I. Jumlah

elastisitas produksi sebesar 1,375 berarti setiap penambahan faktor produksi

secara bersama-sama sebesar satu persen, maka akan meningkatkan produksi

jagung sebesar 1,375 persen. Keuntungan maksimum masih belum tercapai karena

produksi masih bisa diperbesar dengan cara pemakaian faktor produksi yang lebih

banyak. Pada daerah I disebut daerah irrasional.

6.3 Analisis Efisiensi Produksi

Menurut Doll dan Orazem (1984), untuk mencapai keuntungan yang

maksimum, suatu usahatani harus memenuhi dua syarat yaitu syarat keharusan

(Necessary Condition) dan syarat kecukupan (Sufficient Condition). Syarat

keharusan (Necessary Condition) dipenuhi pada saat tidak ada lagi kemungkinan

lain dalam penggunaan input yang lebih sedikit untuk menghasilkan nilai produksi

yang sama, atau ketika elastisitas lebih besar atau sama dengan nol dan lebih kecil

atau sama dengan satu ( 0 � �p � 1).

Syarat kecukupan lebih bersifat subjektif dimana dapat berbeda diantara

individu. Pemenuhan dua syarat tersebut ditandai oleh tercapainya suatu

persamaan dimana Nilai Produk Marjinal (NPM) sama dengan Biaya Korbanan

Page 79: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Marjinal (BKM). Hal ini berarti tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor

produksi mampu memberikan tambahan penerimaan dengan jumlah yang sama.

Nilai Produk Marjinal (NPM) merupakan hasil kali antara harga produk (Py)

dengan produk marjinal (PM), sedangkan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) sama

dengan harga dari masing-masing faktor produksi (Pxi).

Tingkat efisiensi ekonomis dari penggunaan faktor-faktor produksi dapat

dilihat dari besarnya rasio Nilai Produk Marginal dengan Biaya Korbanan

Marjinal per periode produksi. Faktor-faktor produksi yang dapat dianalisis adalah

faktor produksi yang bersifat fisik dan yang dapat dinilai dengan uang. Jika rasio

NPM dan BKM lebih besar dari satu, maka penggunaan faktor-faktor produksi

belum efisien dan perlu ditingkatkan penggunaannya untuk mencapai keuntungan

maksimum. Rasio NPM dan BKM lebih kecil dari satu, maka penggunaan faktor-

faktor produksi telah melebihi batas optimal sehingga untuk mencapai keuntungan

maksimum maka penggunaannya harus dikurangi,

Rasio NPM dan BKM yang sama dengan satu untuk semua faktor-faktor

produksi menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani

tersebut tepat berada pada kondisi optimal dan telah mencapai keuntungan

maksimum sehingga usahatani dapat dikatakan telah efisien secara ekonomis.

Rasio NPM dan BKM usahatani jagung lahan sawah di Desa Beketel ditunjukkan

dalam Tabel 16.

Pada Tabel 16 dapat dilihat rasio NPM dan BKM untuk faktor produksi

benih, pupuk TSP, pupuk urea, herbisida masing-masing lebih besar dari satu

yaitu 3,59, 1,35, 1,12 dan 2,53. Nilai NPM/BKM yang lebih besar dari satu

menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi benih, pupuk TSP, pupuk urea,

Page 80: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

dan herbisida masih kurang dan harus ditingkatkan untuk mencapai tingkat

penggunaan yang optimal. Rendahnya penggunaan benih dan herbisida oleh

petani disebabkan karena mahalnya harga kedua faktor produksi tersebut.

Sebaliknya, rendahnya penggunaan pupuk TSP dan pupuk urea oleh petani

disebabkan langkanya faktor produksi ini di daerah penelitian.

Tabel 16. Rasio Nilai Produk Marginal dengan Biaya Korbanan Marginal Usahatani Jagung Lahan Sawah di Desa Beketel MT I Tahun 2008

Faktor Produksi Rata-rata Input

Koefisien Regresi NPM BKM NPM/

BKM Benih (kg) 18,26 0,125 123.260,37 34.375 3,59 Pupuk TSP (kg) 206,06 0,0278 2.429,60 1.795,31 1,35 Pupuk Urea (kg) 461,97 0,0387 1.508,60 1.350 1,12 Pupuk Kandang (kg) 1.338,30 0,00945 127,16 242,86 0,52 Herbisida (L) 8,36 0,0937 201.920,25 79.812,5 2,53 Insektisida (L) 2,73 0,00532 35.036,13 88.357,1 0,40 Tenaga Kerja (HOK) 306,61 0,0376 2.208,41 26.250 0,084 Produksi Jagung (kg/ha) = 5.880,33 Harga Jagung (Rp/kg) = 3.062,5

Keterangan : NPM = Nilai Produk Marjinal BKM = Biaya Korbanan Marjinal

Nilai rasio NPM dan BKM untuk faktor produksi pupuk kandang,

insektisida, tenaga kerja masing-masing lebih kecil dari satu yaitu 0,52, 0,40 dan

0,084. Hal ini menunjukkan penggunaan faktor – faktor produksi melebihi batas

optimal sehingga jumlah penggunaannya harus dikurangi. Penggunaan faktor

produksi pupuk kandang yang besar disebabkan langkanya pupuk anorganik. Hal

ini, mendorong sebagian petani untuk menggunakan pupuk kandang yang mudah

didapat. Penggunaan insektisida yang berlebihan disebabkan sebagian petani yang

lahan pertaniannya terkena hama, berlebihan dalam memberikan dosis.

Sebaliknya, penggunaan faktor produksi tenaga kerja yang berlebihan sehingga

tidak efisien diduga karena petani sangat mudah dalam memperoleh tenaga kerja,

baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga.

Page 81: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Kombinasi optimal dari penggunaan faktor – faktor produksi dapat dicapai

pada saat Nilai Produk Marjinal sama dengan Biaya Korbanan Marjinal atau NPM

dan BKM sama dengan satu. Dari Tabel 17 dapat diketahui bahwa nilai kombinasi

optimal dari penggunaan faktor produksi benih sebesar 65,49 kilogram per hektar.

Hal ini berarti untuk mencapai tingkat efisien penggunaan benih harus ditambah

dari penggunaan aktualnya sebesar 18,26 kilogram per hektar menjadi 65,49

kilogram per hektar. Jika dibandingkan dengan jumlah yang dianjurkan oleh

Dinas Pertanian Kabupaten Pati melalui petugas Penyuluh Pertanian Lapangan

(PPL) penggunaan faktor produksi benih pada kondisi optimal ini jumlahnya

terlalu besar dari yang direkomendasikan. Pada kondisi luasan lahan satu hektar

direkomendasikan penggunaan benih sebesar 20 kilogram per hektar.

Tabel 17. Kombinasi Optimal Faktor-Faktor Produksi Usahatani Jagung Lahan Sawah di Desa Beketel MT I Tahun 2008

Faktor Produksi Kombinasi Optimal

Koefisien Regresi NPM BKM NPM/

BKM Benih (ha) 65,49 0,125 34.375,00 34.375,00 1 Pupuk TSP (kg) 278,86 0,0278 1.795,31 1.795,31 1 Pupuk Urea (kg) 516,24 0,0387 1.350,00 1.350,00 1 Pupuk Kandang (kg) 700,74 0,00945 242,86 242,86 1 Herbisida (L) 21,14 0,0937 79.812,50 79.812,50 1 Insektisida (L) 1,08 0,00532 88.357,14 88.357,14 1 Tenaga Kerja (HOK) 25,80 0,0376 26.250,00 26.250,00 1 Produksi Jagung (kg/ha) = 5.880,33 Harga Jagung (Rp/kg) = 3.062,5

Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi pupuk TSP dan

pupuk urea masing-masing sebesar 278,86 kilogram per hektar dan 516,24

kilogram per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi

pupuk TSP harus ditambah dari penggunaan aktualnya sebesar 206,06 kilogram

per hektar menjadi 278,86 kilogram per hektar, sedangkan untuk pupuk urea

penggunaan optimalnya harus ditambah dari 461,97 menjadi 516,24 kilogram per

Page 82: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

hektar untuk mencapai tingkat efisien. Jika dibandingkan dengan jumlah yang

dianjurkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Pati melalui petugas Penyuluh

Pertanian Lapangan (PPL) penggunaan faktor produksi pupuk TSP dan pupuk

urea pada kondisi optimal ini jumlahnya lebih besar dari yang direkomendasikan.

Pada kondisi luasan lahan satu hektar direkomendasikan penggunaan pupuk TSP

dan pupuk urea masing-masing sebesar 150 kilogram per hektar dan 250 kilogram

per hektar.

Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi pupuk kandang

sebesar 700,74 kilogram per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan

faktor produksi pupuk kandang harus dikurangi dari penggunaan aktualnya

1.338,30 kilogram per hektar menjadi 700,74 kilogram per hektar. Sementara nilai

kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi herbisida sebesar 21,14 liter

per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan herbisida harus ditambah dari

penggunaan aktualnya sebesar 8,36 liter per hektar menjadi 21,14 liter per hektar.

Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi insektisida dan

tenaga kerja masing-masing adalah 1,08 per hektar dan 25,80 HOK per hektar .

Hal ini berarti bahwa penggunaan insektisida harus dikurangi dari penggunaan

aktualnya sebesar 2,73 liter per hektar menjadi 1,08 liter per hektar untuk

mencapai tingkat efisien. Sementara itu, penggunaan tenaga kerja harus dikurangi

dari penggunaan aktualnya 306,61 HOK per hektar menjadi 25,80 HOK per

hektar agar penggunaan faktor produksi efisien.

Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa penggunaan produksi usahatani

jagung lahan tegalan di Desa Beketel belum mencapai kondisi efisien dan optimal

karena rasio antara NPM dan BKM untuk setiap faktor produksi tidak sama

Page 83: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

dengan satu. Rasio NPM/BKM faktor produksi luas lahan, benih, pupuk TSP,

pupuk urea, pupuk kandang dan obat pertanian lebih dari satu. Hal ini

menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi tersebut masih kurang dan harus

ditingkatkan untuk mencapai tingkat penggunaan yang optimal sehingga efisiensi

tercapai. Rendahnya penggunaan faktor produksi luas lahan karena selain untuk

berusahatani jagung sebagian lahan petani digunakan untuk komoditas lain seperti

usahatani padi maupun ditanami tanaman tahunan. Sementara itu, rendahnya

penggunaan benih, pupuk TSP dan pupuk urea penyebabnya sama seperti pada

usahatani jagung lahan sawah. Faktor produksi benih penggunaannya rendah

karena harganya relatif mahal, sedangkan pupuk TSP dan pupuk urea

penggunaannya rendah karena langkanya persediaan di pasaran.

Tabel 18. Rasio Nilai Produk Marginal Dengan Biaya Korbanan Marginal Usahatani Jagung Lahan Tegalan di Desa Beketel MT Tahun 2008

Faktor Produksi Rata-rata

Input

Koefisien Regresi NPM BKM NPM/

BKM

Luas lahan (ha) 0,27 0,339 17.330.655,92 500.000,00 34,66 Benih (kg) 5,23 0,2959 782.102,33 34.125,00 22,92 Pupuk TSP (kg) 70,88 0,2416 47.161,47 1.846,88 25,54 Pupuk Urea (kg) 161,25 0,123 10.553,31 1.431,25 7,37 Pupuk Kandang (kg) 238,24 0,004223 245,24 239,71 1,02 Obat pertanian (L) 1,81 0,01154 88.086,88 61.129,03 1,44 Tenaga Kerja (HOK) 43,01 0,0208 6.690,79 26.250,00 0,25 Produksi Jagung (kg/ha) = 4531,46 Harga Jagung (Rp/kg) = 3053,13

Keterangan : NPM = Nilai Produk Marginal BKM = Biaya Korbanan Marginal

Faktor produksi tenaga kerja berada pada kondisi di mana rasio

NPM/BKM kurang dari satu, yang berarti penggunaan faktor produksi tersebut

berlebih sehingga perlu dikurangi untuk mencapai penggunaan yang optimal dan

Page 84: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

efisien. Penggunaan faktor produksi tenaga kerja berlebihan sehingga tidak efisien

diduga karena petani sangat mudah dalam memperoleh tenaga kerja, baik tenaga

kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga.

Tabel 19. Kombinasi Optimal Faktor-Faktor Produksi Usahatani Jagung Lahan Tegalan di Desa Beketel MT Tahun 2008

Faktor Produksi Kombinasi Optimal

Koefisien regresi NPM BKM NPM/

BKM Luas lahan (ha) 9,38 0,339 500.000,00 500.000,00 1 Benih (kg) 119,97 0,2959 34.125,00 34.125,00 1 Pupuk TSP (kg) 1.809,85 0,2416 1.846,88 1.846,88 1 Pupuk Urea (kg) 1.188,98 0,123 1.431,25 1.431,25 1 Pupuk Kandang (kg) 243,74 0,004223 239,71 239,71 1 Obat2 pertanian (L) 2,61 0,01154 61.129,03 61.129,03 1 Tenaga Kerja (HOK) 14,27 0,0208 26.250,00 26.250,00 1 Produksi Jagung (kg/ha) = 4531,46 Harga Jagung (Rp/kg) = 3053,13

Keterangan : NPM = Nilai Produk Marginal BKM = Biaya Korbanan Marginal

Dari Tabel 19 diketahui bahwa nilai kombinasi optimal dari penggunaan

faktor produksi luas lahan sebesar 9,38 hektar. Hal ini berarti bahwa penggunaan

luas lahan harus ditambah dari luas lahan aktualnya sebesar 0,27 hektar menjadi

9,38 hektar untuk mencapai efisiensi. Nilai kombinasi optimal dari penggunaan

faktor produksi benih sebesar 119,97 kilogram. Hal ini berarti untuk mencapai

tingkat efisiensi penggunaan benih harus ditambah dari penggunaan aktualnya

sebesar 5,23 kilogram menjadi 119,97 kilogram. Jika dibandingkan dengan

jumlah yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Pati melalui petugas

Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) penggunaan faktor produksi benih pada

kondisi optimal ini jumlahnya masih jauh di bawah dari yang direkomendasikan.

Pada kondisi luasan lahan satu hektar direkomendasikan penggunaan benih

Page 85: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

sebesar 20 kilogram per hektar. Jadi jumlah benih berdasarkan rekomendasi Dinas

Pertanian yang diperlukan untuk luasan 9,38 ha adalah sebesar 187,6 kilogram.

Nilai kombinasi optimal faktor produksi pupuk TSP dan pupuk urea

masing-masing sebesar 1.809,85 kilogram dan 1.188,98 kilogram untuk luasan

lahan 9,38 hektar. Hal ini berarti untuk mencapai tingkat efisien maka penggunaan

pupuk TSP dan pupuk urea harus ditambah dari nilai aktualnya sebesar 70,88

kilogram menjadi 1.809,85 kilogram untuk pupuk TSP dan 161,25 kilogram

menjadi 1.188,98 kilogram untuk pupuk urea. Jika dibandingkan dengan jumlah

yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Pati melalui petugas Penyuluh

Pertanian Lapangan (PPL) penggunaan faktor produksi pupuk TSP dan faktor

produksi pupuk urea pada kondisi optimal jumlahnya lebih rendah dari yang

direkomendasikan. Pada kondisi luasan lahan satu hektar direkomendasikan

penggunaan pupuk TSP dan pupuk urea masing-masing sebesar 150 kilogram per

hektar dan 250 kilogram per hektar. Dengan demikian, pupuk yang diperlukan

berdasarkan rekomendasi untuk luasan 23,45 ha adalah sebesar 3.517,5 kilogram

untuk pupuk TSP dan 5.862 kilogram untuk pupuk urea.

Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi pupuk kandang

sebesar 243,74 kilogram. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor

produksi pupuk kandang harus ditambah dari penggunaan aktualnya sebesar

238,24 kilogram menjadi 243,74 kilogram. Sementara itu, nilai kombinasi optimal

dari penggunaan faktor produksi obat pertanian sebesar 2,61 liter. Hal ini

menunjukkan bahwa penggunaan obat pertanian harus ditambah dari penggunaan

aktualnya sebesar 1,81 liter menjadi 2,61 liter.

Page 86: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi tenaga kerja dan

14,27 HOK. Penggunaan tenaga kerja harus dikurangi dari penggunaan aktualnya

43,01 HOK menjadi 14,27 HOK agar penggunaan faktor produksi mencapai

tingkat efisien.

Page 87: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG

Analisis pendapatan dilakukan untuk menentukan berapa pendapatan

petani yang diperoleh dari usahatani jagung. Dalam analisis pendapatan

menjelaskan tentang bagaimana struktur biaya, pendapatan dan rasio R/C dari

usahatani jagung. Bentuk analisis pendapatan usahatani jagung secara umum

merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan.

Penerimaan usahatani meliputi penerimaan secara tunai dan penerimaan

diperhitungkan. Penerimaan tunai merupakan hasil perkalian antara jumlah

produksi yang dijual dengan harga satuannya, sedangkan penerimaan tidak tunai

berupa hasil produksi yang tidak dijual dan biasanya dikonsumsi oleh petani

sendiri. Analisis pendapatan ini juga membahas biaya usahatani yang tunai dan

tidak tunai. Biaya tunai adalah biaya yang secara langsung dikeluarkan oleh

petani. Biaya diperhitungkan (tidak tunai) meliputi semua pengeluaran yang tidak

dibayarkan secara tunai tetapi diperhitungkan dalam biaya.

7.1. Analisis Penerimaan Usahatani Jagung

Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata hasil panen petani jagung di Desa

Beketel adalah 5.880,33 kg per hektar untuk lahan sawah dan 4.531,46 kg per

hektar untuk lahan tegalan. Produksi jagung yang dijual berupa jagung pipilan

kering. Produksi jagung tertinggi dari seluruh petani responden untuk lahan sawah

sebesar 8,95 ton per ha dan terendah sebesar 3,17 ton per ha, sedangkan produksi

tertinggi dari seluruh petani responden untuk lahan tegalan sebesar 7,1 ton per ha

Page 88: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

dan terendah sebesar 2,45 ton per ha. Rata-rata produktivitas usahatani jagung

pada lahan sawah dan tegalan di Desa Beketel lebih rendah dibandingkan dengan

rata-rata produktivitas nasional, yaitu sebesar 3,2 ton per ha tahun 2006. Rata-rata

harga jual jagung pipilan kering di Desa Beketel adalah Rp. 3.062,5 per kg untuk

lahan sawah dan Rp. 3.053 per kg untuk lahan tegalan. Harga jual jagung per kg

untuk Musim Tanam I 2008 paling tinggi dibandingkan masa panen tahun-tahun

sebelumnya. Pada Tabel 20 disajikan penerimaan dari usahatani jagung lahan

sawah.

Tabel 20. Penerimaan Usahatani Jagung Lahan Sawah (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008

Keterangan Harga/ Satuan (Rp)

Jumlah Fisik(Kg) Nilai (Rp) Persentase

(%) Penerimaan tunai 3.062,5 5.880,33 18.000.851,2 100 Penerimaan tidak tunai - - - - Total Penerimaan 3.062,5 5.880,33 18.000.851,2 100

Berdasarkan Tabel 20 dan Tabel 21 penerimaan total jagung di Desa

Beketel Musim Tanam I sebesar Rp. 18.008.511 pada lahan sawah, sedangkan

pada usahatani jagung lahan kering penerimaan totalnya sebesar

Rp.13.835.127,39. Produksi jagung petani dijual ke pedagang pengumpul dan

para pedagang sendiri yang datang ke rumah-rumah petani. Penerimaan tunai dari

lahan sawah sebesar Rp. 18.0085.110,20, sedangkan penerimaan tidak tunai tidak

ada, karena para petani di daerah penelitian seluruh hasil produksi jagungnya

dijual. Pada produksi lahan tegalan, kondisinya sama dengan lahan sawah.

Penerimaan tunai lahan tegalan sebesar Rp.13.835.127,39, sedangkan penerimaan

tidak tunai tidak ada.

Page 89: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Tabel 21. Penerimaan Usahatani Jagung Lahan Tegalan (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008

Keterangan Harga/ Satuan (Rp)

Jumlah Fisik (Kg) Nilai (Rp) Persentase

(%) Penerimaan tunai 3.053,13 4.531,46 13.835.127,39 100 Penerimaan tidak tunai - - - -

Total Penerimaan 3.053,13 4.531,46 13.835.127,39 100

7.2. Analisis Biaya Usahatani Jagung

Biaya total yang dikeluarkan oleh petani jagung lahan sawah sebesar

Rp.11.914.830,69, sedangkan pada lahan tegalan sebesar Rp. 8.031.007,46.

Biaya total terkait dengan biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai

usahatani jagung lahan sawah di daerah penelitian meliputi benih, pupuk TSP,

pupuk urea, herbisida, insektisida, tenaga kerja luar keluarga, pajak lahan,

pemipilan biji jagung, biaya angkut dan sewa sprayer. Sementara, biaya yang

diperhitungkan meliputi nilai penyusutan alat, biaya tenaga kerja dalam keluarga,

pupuk kandang, pengairan dan sewa lahan. Pada usahatani jagung lahan tegalan

jenis biayanya sama seperti usahatani lahan sawah, yang berbeda adalah tidak ada

pengairan pada lahan tegalan.

Biaya tunai usahatani jagung lahan sawah sebesar Rp. 8.369.305,36.

Pengeluaran terbesar dari total biaya tunai adalah biaya untuk tenaga kerja luar

keluarga sebesar Rp. 5.470.329,96 dengan pemakaian HOK sebesar 208,39 HOK.

Penyebab dari besarnya biaya tenaga kerja luar keluarga adalah sebagian petani di

Desa Beketel, keluarganya tidak ikut membantu dalam usahatani jagung, sehingga

untuk memenuhi kekurangan tenaga kerja para petani menyewa tenaga kerja dari

luar keluarganya.

Page 90: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Biaya herbisida merupakan biaya terbesar kedua setelah tenaga kerja

dalam struktur biaya usahatani jagung lahan sawah, yaitu sebesar Rp.666.973,28

atau dengan penggunaan 8,36 liter per ha. Hal ini dikarenakan sebagian besar

petani di daerah penelitian lebih mengandalkan bahan kimia dalam memberantas

gulma dan lebih praktis dari pada cara manual yaitu dengan penyiangan. Harga

dari herbisida adalah Rp. 79.812,50 per botol dengan ukuran satu liter.

Biaya pupuk TSP dan pupuk urea masing-masing sebesar Rp.369.936,95

dan Rp. 623.659,24. Pemakaian pupuk TSP dan pupuk urea masing-masing

sebesar 206,06 kg per ha dan 461,97 kg per ha. Bila dibandingkan dengan

rekomendasi Pegawai Penyuluh Pertanian (PPL), nilai pemakaian kedua pupuk

tersebut berlebihan. Pada kondisi luasan 1 hektar nilai penggunaan pupuk TSP

dan pupuk urea masing-masing sebesar 150 kg dan 250 kg. Pemakaian benih rata-

rata per hektar luas lahan adalah sebesar 18,26 kg dengan harga rata-rata per

kilogramnya adalah Rp. 34.375. Total biaya benih yang dikeluarkan per hektarnya

adalah sebesar Rp. 627.779,41. Nilai penggunaan insektisida sebesar 2,73 liter

tiap hektarnya dengan harga Rp. 88.357,14. Di daerah penelitian, tidak seluruh

petani menggunakan insektisida karena hama yang menyerang tidak terlalu

meresahkan petani. Sebagian besar petani responden memberikan herbisida dan

insektisida dengan menggunakan (sprayer). Biaya yang dikeluarkan untuk

menyewa sprayer sebesar Rp. 15.000,-. Total biaya pemipilan jagung sebesar

Rp.294.016,51 dengan biaya memipil Rp. 50,- per kilogramnya. Biaya yang tidak

kalah penting adalah biaya pengangkutan. Total biaya pengangkutan adalah

sebesar Rp. 25.000,-. Biaya pengangkutan yang dimaksud adalah biaya

mengangkut hasil panen jagung dari sawah ke rumah petani, sedangkan biaya

Page 91: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

angkut penjualan tidak ada, karena para pedaganglah yang datang ke rumah-

rumah petani. Biaya tunai yang terakhir adalah pajak lahan yaitu sebesar

Rp.35.000,- per hektar.

Tabel 22. Biaya Usahatani Jagung Lahan Sawah (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008

Uraian Jumlah Fisik

Harga/ Satuan Nilai (Rp)

Biaya Tunai 1. Benih (kg) 18,26 34.375,00 627.779,41 2. Pupuk TSP (kg) 206,06 1.795,31 369.936,95 3. Pupuk Urea (kg) 461,97 1.350,00 623.659,24 4. Herbisida (liter) 8,36 79.812,50 666.973,28 5. Insektisida (liter) 2,73 88.357,14 241.610,02 6. TKLK (HOK) 208,39 26.250,00 5.470.329,96 7. Pajak Lahan (ha) 35.000,00 8. Pemipilan Biji jagung (kg) 5.880,33 50,00 294.016,51 9. Biaya Angkut 25.000,00 10. Sewa Sprayer 15.000,00 Total Biaya Tunai 8.369.305,36 Biaya yang Diperhitungkan 1. Nilai Penyusutan Peralatan Pertanian 20.223,33 2. TKDK (HOK) 98,21 26.250,00 2.578.143,43 3. Sewa Lahan (ha) 600.000,00 4. Pupuk Kandang (kg) 2.554,94 242,86 337.158,57 5. Pengairan 10.000,00 Total Biaya yang Diperhitungkan 3.545.525,33 Total Seluruh Biaya 11.914.830,69

Pada Tabel 22 dapat dilihat biaya tidak tunai lahan sawah, biaya yang

paling besar adalah tenaga kerja dalam keluarga yaitu sebesar Rp. 2.578.143,43

dengan biaya per HOK sebesar Rp. 26.250,-. Hal ini dikarenakan kegiatan

pengolahan lahan dan penyiangan membutuhkan banyak tenaga kerja. Pada

umumnya, petani melakukan kedua kegiatan tersebut tanpa bantuan tenaga kerja

luar keluarga. Biaya tidak tunai terbesar kedua adalah biaya pupuk kandang

dengan total biaya sebesar Rp. 337.158,57. Tidak semua petani responden

Page 92: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

menggunakan pupuk kandang. Petani yang menggunakan pupuk kandang

biasanya petani yang mempunyai ternak peliharaan, baik ternak sapi maupun

kambing. Nilai penggunaan lahan sendiri adalah sebesar Rp. 600.000,- /ha per

musim tanam. Nilai penggunaan lahan didapat dari nilai sewa lahan di Desa

Beketel per tahunnya. Sewa lahan per tahun untuk lahan sawah adalah

Rp.1.200.000,00, kemudian dibagi dua musim tanam. Biaya selanjutnya adalah

biaya penyusutan peralatan dan biaya pengairan yang masing-masing sebesar

Rp.20.223,33 dan Rp. 10.000,-. Total dari biaya tidak tunai pada usahatani jagung

lahan sawah sebesar Rp. 3.545.525,33.

Tabel 23. Biaya Usahatani Jagung Lahan Tegalan (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008

Uraian Jumlah Fisik Harga/Satuan Nilai (Rp)

Biaya Tunai 1. Benih (kg) 20,37 34.125,00 695.096,82 2. Pupuk TSP (kg) 269,74 1.846,88 498.178,90 3. Pupuk Urea (kg) 619,36 1.431,25 886.461,57 4. Herbisida (liter) 7,14 78.928,57 563.162,33 5. Insektisida (liter) 3,05 87.777,78 267722,23 6. TKLK (HOK) 84,82 26.250,00 2.226.509,04 7. Pajak lahan (ha) 25.000,00 8. Pemipilan Biji jagung (kg) 4.531,46 50,00 226.573,22 9. Biaya Angkut 25.000,00 10. Sewa Sprayer 15.000,00 Total Biaya Tunai 5.428.704 Biaya yang Diperhitungkan 1. Nilai Penyusutan Peralatan Pertanian 19.796,34 2. TKDK (HOK) 71,98 26.250,00 1.889.433,13 3. Sewa Lahan (ha) 500.000,00 4. Pupuk Kandang (kg) 805,46 239,71 193.073,89 Total Biaya yang Diperhitungkan 2.602.303,36 Total Seluruh Biaya 8.031.007,46

Biaya tunai usahatani jagung lahan tegalan sebesar Rp. 5.428.704,-.

Pengeluaran terbesar dari total biaya tunai adalah biaya untuk tenaga kerja luar

Page 93: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

keluarga sebesar Rp. 2.226.509,04 dengan pemakaian HOK sebesar 84,82 HOK.

Biaya pupuk urea merupakan biaya terbesar kedua setelah tenaga kerja dalam

struktur biaya usahatani jagung lahan tegalan, yaitu sebesar Rp. 886.461,57

dengan penggunaan fisik sebesar 619,36 kg per ha. Biaya pupuk TSP adalah

Rp.498.178,90 dengan penggunaan fisik sebesar 269,74 kg per ha. Bila

dibandingkan dengan rekomendasi Pegawai Penyuluh Pertanian (PPL), nilai

pemakaian kedua pupuk tersebut berlebihan. Pada kondisi luasan 1 hektar nilai

penggunaan pupuk TSP dan pupuk urea masing-masing sebesar 150 kg dan 250

kg.

Pemakaian benih rata-rata per hektar luas lahan adalah sebesar 20,37 kg

dengan harga rata-rata per kilogramnya adalah Rp. 34.125,-. Jadi, total biaya yang

dikeluarkan per hektarnya adalah sebesar Rp. 695.096,-. Nilai penggunaan

herbisida dan insektisida masing-masing sebesar 7,14 liter per ha dan 3,05 liter

per ha. Total biaya yang dikeluarkan untuk membeli herbisida dan insektisida per

hektar masing-masing sebesar Rp. 563.162,33 dan Rp. 267.722,-. Biaya yang

dikeluarkan untuk menyewa sprayer sebesar Rp. 15.000,- yang biasanya para

petani menyewanya dari kelompok tani. Total biaya pemipilan jagung sebesar

Rp.226.573,- dengan biaya memipil Rp. 50,- per kilogramnya. Biaya selanjutnya

adalah biaya pengangkutan yang sebesar Rp. 25.000,-. Biaya pengangkutan yang

dimaksud adalah biaya mengangkut hasil panen jagung dari tegalan ke rumah

petani, seperti kondisi pada usahatani jagung lahan sawah. Biaya tunai yang

terakhir adalah pajak lahan yaitu sebesar Rp. 25.000,- per hektar.

Biaya tidak tunai pada lahan tegalan yang paling besar adalah tenaga kerja

dalam keluarga yaitu sebesar Rp. 1.889.433,13 dengan penggunaan tenaga kerja

Page 94: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

sebesar 71,98 HOK. Upah yang dibayarkan untuk setiap HOK-nya sebesar

Rp.26.250,-. Biaya pupuk kandang pada usahatani lahan tegalan sebesar

Rp.193.073,-. Tidak semua petani responden menggunakan pupuk kandang.

Petani yang menggunakan pupuk kandang biasanya petani yang mempunyai

ternak peliharaan, baik ternak sapi maupun kambing. Nilai penggunaan lahan

sendiri adalah sebesar Rp. 500.000,- /ha per musim tanam dari nilai sewa per

tahun Rp.1.000.000,- /ha. Biaya terakhir adalah biaya penyusutan peralatan yaitu

sebesar Rp. 19.796,34.

7.3. Analisis Pendapatan Usahatani Jagung

Usahatani yang menguntungkan terjadi apabila selisih antara penerimaan

dan biaya bernilai positif. Analisis pendapatan usahatani jagung dibedakan

menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.

Tabel 24 menunjukkan pendapatan dan rasio R/C usahatani jagung per hektar di

Desa Beketel pada musim tanam I tahun 2008. Berdasarkan selisih antara

penerimaan total dengan biaya tunai didapatkan nilai pendapatan atas biaya tunai

sebesar Rp. 9.639.205,84. Rasio R/C petani atas biaya tunai adalah 2,15 yang

artinya setiap biaya satu rupiah tunai yang dikeluarkan akan mendapatkan

penerimaan sebesar 2,15 rupiah. Sementara pendapatan atas biaya total adalah

Rp.6.093.680,51. Rasio R/C petani atas biaya total adalah 1,51 yang artinya setiap

satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,51 rupiah.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung lahan sawah di

Desa Beketel efisien dari sisi pendapatan.

Page 95: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Tabel 24. Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Jagung Lahan Sawah (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008

Uraian Jumlah fisik Harga/ Satuan Nilai (Rp)

Penerimaan Usahatani Penerimaan tunai 5.880,33 3.062,50 18.008.511,20 Penerimaan tidak tunai Total Penerimaan 5.880,33 3.062,50 18.008.511,20 Biaya Usahatani Total biaya tunai 8.369.305,36 Total biaya tidak tunai 3.545.525,33 Total Biaya 11.914.830,69 Pendapatan atas Biaya Tunai 9.639.205,84 Pendapatan atas Biaya Total 6.093.680,51 R/C Ratio Biaya Tunai 2,15 R/C Ratio Biaya Total 1,51

Pendapatan atas biaya tunai usahatani jagung lahan tegalan sebesar

Rp.8.406.423,29, sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp. 5.804.119,93.

Rasio R/C atas biaya tunai untuk usahatani lahan tegalan adalah 2,55 yang artinya

setiap biaya yang dikeluarkan sebesar satu rupiah akan mendapatkan penerimaan

sebesar 2,55 rupiah. Sedangkan nilai rasio R/C atas biaya total adalah 1,72 yang

artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan

sebesar 1,72 rupiah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung

lahan tegalan di Desa Beketel efisien dari sisi pendapatan.

Page 96: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Tabel 25. Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Jagung Lahan Tegalan (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008

Uraian Jumlah Fisik

Harga/ Satuan Nilai (Rp)

Penerimaan Usahatani Penerimaan tunai 4.531,46 3.053,13 13.835.127,39 Penerimaan tidak tunai Total Penerimaan 4.531,46 3.053,13 13.835.127,39 Biaya Usahatani Total biaya tunai 5.428.704,10 Total biaya tidak tunai 2.602.303,36 Total Biaya 8.031.007,46 Pendapatan atas Biaya Tunai 8.406.423,29 Pendapatan atas Biaya Total 5.804.119,93 R/C Ratio Biaya Tunai 2,55 R/C Ratio Biaya Total 1,72

5804119,93

Berdasarkan analisis pendapatan dan analisis rasio R/C total, usahatani

jagung lahan sawah memiliki nilai pendapatan yang lebih besar daripada

usahatani jagung lahan tegalan yang artinya usahatani jagung lahan sawah lebih

menguntungkan daripada usahatani jagung tegalan. Apabila melihat nilai rasio

R/C antara kedua usahatani tersebut, nilai rasio R/C-nya sama-sama bernilai lebih

dari satu, namun rasio R/C usahatani jagung lahan tegalan lebih besar dari

usahatani jagung lahan sawah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

meskipun pendapatan usahatani jagung lahan sawah relatif lebih besar

dibandingkan pendapatan usahatani jagung lahan tegalan, namun jika dilihat dari

rasio R/C, usahatani jagung lahan tegalan lebih efisien dibandingkan usahatani

jagung lahan sawah.

Page 97: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

1. Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi jagung lahan

sawah adalah pupuk urea pada tingkat kepercayaan 99 persen dan pupuk

kandang pada tingkat kepercayaan 90 persen. Sementara faktor benih,

pupuk TSP, herbisida, insektisida, dan tenaga kerja tidak berpengaruh

pada taraf yang ditetapkan. Di lain pihak, faktor-faktor produksi yang

mempengaruhi produksi jagung lahan tegalan adalah luas lahan dan

benih pada tingkat kepercayaan 95 persen serta pupuk TSP pada tingkat

kepercayaan 90 persen. Faktor-faktor produksi yang tidak berpengaruh

pada taraf yang ditetapkan adalah pupuk urea, pupuk kandang, obat

pertanian dan tenaga kerja.

2. Berdasarkan rasio NPM dan BKM setiap faktor produksi usahatani

jagung ,baik lahan sawah maupun lahan tegalan menunjukkan bahwa

penggunaan faktor produksi tidak efisien. Pada usahatani jagung lahan

sawah penggunaan faktor produksi yang masih kurang adalah benih,

pupuk TSP, pupuk urea dan herbisida, sedangkan faktor produksi pupuk

kandang, insektisida dan tenaga kerja melebihi batas optimal. Sementara

itu, pada usahatani jagung lahan tegalan penggunaan faktor produksi

yang masih kurang adalah luas lahan, benih, pupuk TSP, pupuk urea,

pupuk kandang, obat pertanian. Sebaliknya, faktor produksi tenaga kerja

melebihi batas optimal.

Page 98: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

3. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani jagung, pendapatan usahatani

jagung, baik pendapatan tunai maupun pendapatan total di lahan sawah

relatif lebih besar dibandingkan lahan tegalan. Hal ini dikarenakan hasil

produksi usahatani jagung lahan sawah relatif lebih besar dibandingkan

lahan tegalan. Namun, jika dilihat dari struktur biaya, biaya usahatani

baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan di lahan sawah

relatif lebih besar dibandingkan lahan tegalan. Hal ini disebabkan

pemakaian tenaga kerja, baik tenaga kerja dalam keluarga maupun

tenaga kerja luar keluarga di lahan sawah relatif lebih besar

dibandingkan lahan tegalan. Jika dilihat dari rasio R/C, usahatani jagung

lahan sawah maupun lahan tegalan menguntungkan ( rasio R/C > 1).

Namun demikian, rasio R/C lahan tegalan lebih tinggi dibandingkan

rasio R/C lahan sawah. Dengan demikian, meskipun pendapatan

usahatani jagung lahan sawah relatif lebih besar dibandingkan

pendapatan usahatani jagung lahan tegalan, namun jika dilihat dari rasio

R/C, usahatani jagung lahan tegalan lebih efisien dibandingkan usahatani

jagung lahan sawah.

8.2. Saran

1. Untuk mencapai kondisi efisien atau optimal pada usahatani jagung

lahan sawah benih, pupuk TSP, pupuk urea dan herbisida harus

ditingkatkan, sedangkan pupuk kandang, insektisida dan tenaga kerja

harus dikurangi. Sementara itu, pada usahatani jagung lahan tegalan

faktor produksi luas lahan, benih, pupuk TSP, pupuk urea, pupuk

Page 99: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

kandang, obat pertanian harus ditingkatkan, sedangkan penggunaan

tenaga kerja harus dikurangi.

2. Penyediaan sarana produksi yang tepat jumlah dan waktu, seperti

penyediaan benih dan pupuk dengan melakukan operasi pasar dan

pengadaan program kredit oleh pemerintah terhadap sarana produksi.

Selain itu, perlunya penyuluhan yang lebih intensif kepada petani agar

pengetahuan atau wawasan petani mengenai budidaya jagung lebih luas.

3. Perlunya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan fungsi produksi

selain fungsi produksi Cobb-Douglas. Selain itu, sebelum diterapkan

dilapangan perlu dilakukan pengujian secara teknis.

Page 100: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

DAFTAR PUSTAKA

Doll, J P and F. Orazem. 1984. Production Economics. John Wiley and Sons Inc. New York

Fischer, K. S. And A. F. Palmer. 1992. Jagung Tropik. Hal 281-328. Dalam Goldworthy, P.R. Dan N.M. Fischer (Eds). Isiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Gujarati, D. 1978. Basic Econometrics. McGraw-Hill. New York.

Hernanto, Fadholi.1996. Ilmu Usahatani. Cetakan Ketujuh. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lipsey, Courant, Purvis, dan Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Edisi Kesepuluh. Jilid 1. Binarupa Aksara. Jakarta

Muhadjir, F. 1988. Karakterisitik tanaman jagung. Hal 33-48. Dalam Subandi, M.

Syam dan A. Widjono (Eds). Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate Dan Aplikasinya. Edisi

Kedelapan. Erlangga. Jakarta. Parangin-Angin. 1999. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jagung.

Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertaniaan Bogor.

Purwono dan Hartono. 2007. Bertanam Jagung unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Soeharjo dan Patong. 1973. Sendi – Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Jurusan Ilmu –

Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Soekartawi, et al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta.

Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Suciany, Yani. 2007. Analisis Keunggulan Komperatif dan Kompetitif Usahatani Jagung Dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertaniaan Bogor.

Page 101: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Suprapto dan H. A. R. Marzuki. 2002. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suroso. 2006. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Usahatani Jagung. Skripsi. Departemen Ilmu – Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertaniaan Bogor.

Susanto, Harry. 2004. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor

Produksi Usahatani Padi Gogo Secara Tumpangsari Dengan Jagung. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertaniaan Bogor.

Tjakrawiralaksana, Abas. 1983. Usahatani. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Jakarta. Widiyanti. 2000. Analisis Produksi dan Efisiensi Ekonomi Relatif Usahatani

Jagung Manis. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertaniaan Bogor.

Page 102: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

LAMPIRAN

Page 103: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Lampiran 1. Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Usahatani Jagung Lahan Sawah dengan Multikolinier

Regression Analysis: Produksi jagung versus Luas Lahan (Ha); Benih; ... The regression equation is Produksi jagung (Kg) = 3,85 + 0,044 Luas Lahan (Ha) +

0,125 Benih + 0,0313 TSP (Kg) + 0,00963 Kandang (Kg) + 0,0381 Urea (Kg) + 0,216 Herbisida (L) + 0,00570 Insektisida (L)

+ 0,0430 HOK Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 3,845 1,174 3,27 0,003 Luas Lahan (Ha) 0,0437 0,2933 0,15 0,883 34,8 Benih 0,1254 0,2887 0,43 0,668 27,2 TSP (Kg) 0,0312 0,0199 1,57 0,131 8,7 Kandang (Kg) 0,009628 0,005116 1,88 0,073 1,9 Urea (Kg) 0,0381 0,0106 3,57 0,002 5,0 Herbisida (L) 0,2156 0,2128 1,01 0,321 1,3 Insektisida (L) 0,005704 0,007071 0,81 0,428 1,3 HOK 0,04295 0,06203 0,69 0,496 2,5 S = 0,153335 R-Sq = 92,6% R-Sq(adj) = 90,0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 8 6,77104 0,84638 36,00 0,000 Residual Error 23 0,54077 0,02351 Total 31 7,31181 Durbin-Watson statistic = 1,29927

Page 104: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Lampiran 2. Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Usahatani Jagung Lahan Sawah Tanpa Multikolinier

Regression Analysis: produksi versus Benih_1; TSP; ... The regression equation is produksi = 4,10 + 0,125 Benih_1 + 0,0278 TSP + 0,00945

Kandang + 0,0387 Urea+ 0,0937 Herbisida + 0,00532 Insektisida + 0,0376 HOK/Ha

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 4,104 1,078 3,81 0,001 Benih_1 0,1253 0,2844 0,44 0,664 1,8 TSP 0,0277 0,0189 1,46 0,157 3,2 Kandang 0,009447 0,004596 2,06 0,051 1,8 Urea 0,0386 0,0105 3,67 0,001 2,0 Herbisida 0,09374 0,08600 1,09 0,287 2,6 Insektisida 0,005316 0,006077 0,87 0,390 1,3 HOK/Ha 0,03764 0,06109 0,62 0,544 1,1 S = 0,151047 R-Sq = 72,3% R-Sq(adj) = 64,2% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 7 1,42627 0,20375 8,93 0,000 Residual Error 24 0,54757 0,02282 Total 31 1,97383 Durbin-Watson statistic = 1,35392

Page 105: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Lampiran 3. Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Usahatani Jagung Lahan Tegalan dengan Koefisien Regresi Negatif

Regression Analysis: Produksi jagung versus Luas Lahan (Ha); Benih; ... The regression equation is Produksi jagung (Kg) = 5,84 + 0,450 Luas Lahan (Ha) +

0,306 Benih+ 0,203 TSP (Kg) + 0,00254 Kandang (Kg) + 0,076 Urea (Kg) - 0,00310 Herbisida (L) - 0,0085 Insektisida (L)

+ 0,009 Total HOK Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 5,8392 0,9616 6,07 0,000 Luas Lahan (Ha) 0,4500 0,1676 2,69 0,013 6,7 Benih 0,3056 0,1416 2,16 0,042 3,8 TSP (Kg) 0,2031 0,1353 1,50 0,147 4,1 Kandang (Kg) 0,002544 0,004687 0,54 0,592 1,5 Urea (Kg) 0,0756 0,1430 0,53 0,602 4,8 Herbisida (L) -0,003100 0,009931 -0,31 0,758 1,4 Insektisida (L) -0,00846 0,01033 -0,82 0,421 2,3 Total HOK 0,0095 0,1065 0,09 0,930 3,6 S = 0,155455 R-Sq = 89,9% R-Sq(adj) = 86,4% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 8 4,97133 0,62142 25,71 0,000 Residual Error 23 0,55582 0,02417 Total 31 5,52715 Durbin-Watson statistic = 2,55060

Page 106: Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung

Lampiran 4. Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Usahatani Jagung Lahan Tegalan Tanpa Koefisien Regresi Negatif

Regression Analysis: Produksi jagung versus Luas Lahan (Ha); Benih; ... The regression equation is Produksi jagung (Kg) = 5,33 + 0,339 Luas Lahan (Ha) +

0,296 Benih+ 0,242 TSP (Kg) + 0,00422 Kandang (Kg) + 0,123 Urea (Kg)+ 0,021 Total HOK + 0,0115 obat

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 5,3257 0,8178 6,51 0,000 Luas Lahan (Ha) 0,3390 0,1462 2,32 0,029 5,3 Benih 0,2959 0,1349 2,19 0,038 3,5 TSP (Kg) 0,2416 0,1273 1,90 0,070 3,7 Kandang (Kg) 0,004223 0,004506 0,94 0,358 1,5 Urea (Kg) 0,1230 0,1247 0,99 0,334 3,8 Total HOK 0,0208 0,1098 0,19 0,851 4,0 obat 0,01154 0,01829 0,63 0,534 1,4 S = 0,153118 R-Sq = 89,8% R-Sq(adj) = 86,9% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 7 4,96447 0,70921 30,25 0,000 Residual Error 24 0,56268 0,02345 Total 31 5,52715 Durbin-Watson statistic = 2,58117